PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERAN DRIYARKARA DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh : PRASISTAWATI DWI ASTUTI NIM: 101314024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan kerendahan hati, makalah tugas akhir ini saya persembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibu, terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan, motivasi serta doa-doanya yang senantiasa selalu dipanjatkan demi keberhasilan dan kesuksesanku (tanpa beliau saya bukan apa-apa). 2. Kakakku yang senantiasa memberikan motivasi dan membantu dengan doa hingga terselesainya makalah ini. 3. Keluarga besar Eyang Marto Pratisto, yang selalu memotivasi untuk tetap semangat dan tersenyum dalam menyelesaikan makalah ini.
Prasistawati Dwi Astuti
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
"Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri". (Ibu Kartini )
“Pemenang kehidupan adalah orang yang tetap sejuk di tempat yang panas, yang tetap manis di tempat yang pahit, yang tetap merasa kecil di tempat yang besar, dan yang tetap tenang di tengah badai yang paling hebat”. (Hi Tsuki Rin)
“Karena sebuah proses tidak akan mengkhianati sebuah hasil”. (Penulis)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Juni 2015 Penulis
Prasistawati Dwi Astuti 101314024
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Prasistawati Dwi Astuti Nomor Mahasiswa : 101314024 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERAN DRIYARKARA DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 26 Juni 2015 Yang menyatakan
Prasistawati Dwi Astuti
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK PERAN DRIYARKARA DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Prasistawati Dwi Astuti Universitas Sanata Dharma 2015 Penulisan makalah bertujuan untuk menganalisis: (1) kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia, (2) model pendidikan Driyarkara, dan (3) upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan. Penulisan makalah ini menggunakan metode sejarah dengan langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, historiografi, dengan pendekatan sosial budaya, dan model penulisan deskriptif analitis. Hasil penulisan makalah menunjukkan bahwa: (1) kontribusi pemikiran Driyarkara adalah mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh melalui pendidikan berbasis karakter di sekolah maupun universitas di Indonesia, (2) model pendidikan Driyarkara yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas, (3) upaya Driyarkara merealisasikan pemikirannya dengan menuangkan ide dalam sebuah buku, dan menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter ke dalam dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan tajam dalam kompetensi (competence), suara hati (conscience), dan hasrat bela rasa (compassion). .
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
DRIYARKARA ROLE IN EDUCATION IN INDONESIA
Oleh: Prasistawati Dwi Astuti Universitas Sanata Dharma 2015 The writing of this paper aims to find out: (1) the contribution of Driyarkara’s thinking on education in Indonesia, (2) the Driyarkara’s educational model, and (3) the Driyarkara’s efforts in realizing his thinking in the field of education. This paper uses historical method with heuristic step, namely verification, interpretation, historiography, and socio-cultural approach. The reporting model of descriptive writing. The result of this paper showed that: (1) the contribution of Driyarkara is the essence of humanity as a whole through a character-based education in schools and universities in Indonesia, (2) the education model Driyarkara is humanism, humanization, humanistic, humanity, (3) the efforts Driyarkara to realize his thinking is applying the systems character-based education into the world of education, to produce graduates with competence, conscience, and the desire for compassion.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa terucap atas terselesaikannya penulisan makalah ini, yang tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
3.
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma.
4.
Dra. Theresia Sumini, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan perhatian dan tenaga serta dorongan kepada penulis sehingga makalah ini selesai.
5.
Drs. A.K Wiharyanto, M. M selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberi semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
6.
Yulius Dwi Cahyono, M. Pd dan Hendra Kurniawan, M. Pd yang telah membantu dan memberikan saran-saran serta perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
7.
Teman-teman Pendidikan Sejarah 2010 yang banyak membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
8.
Semua pihak yang telah membantu baik dalam hal penyusunan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai amal ibadah, Amin.
Yogyakarta, 26 Juni 2015 Penulis
Prasistawati Dwi Astuti 101314024
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ..........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
6
C. Tujuan Penulisan Makalah ..................................................................
6
D. Manfaat Penulisan Makalah .................................................................
7
BAB II. KONTRIBUSI PEMIKIRAN DRIYARKARA MENGENAI PENDIDIKAN DI INDONESIA .......................................................
8
A. Profil Prof. Dr. N. Driyarkara ............................................................
8
B. Karya-karya Driyarkara ......................................................................
11
C. Kontribusi Pemikiran Driyarkara Mengenai Pendidikan Di Indonesia
15
1. Mengedepankan Hakikat Kemanusiaan Secara Utuh Dalam Pendidikan .....................................................................................
15
2. Pendidikan Karakter .......................................................................
23
3. Tujuan Pendidikan Menurut Driyarkara ........................................
40
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III. MODEL PENDIDIKAN DRIYARKARA ......................................
49
A. Model Pendidikan Menurut Driyarkara ..............................................
49
B. Model Pendidikan Menurut Driyarkara dan Kurikulum 2013 .............
55
BAB IV. UPAYA DRIYARKARA DALAM MEREALISASIKAN PEMIKIRANNYA DI BIDANG PENDIDIKAN .......................... 1. Menuangkan Pemikiran Atau Ide-Idenya Dalam Sebuah Buku ....
63 66
2. Menerapkan Sistem Pendidikan Karakter ke Dalam Dunia Pendidikan ......................................................................................
69
BAB V. KESIMPULAN .................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
78
LAMPIRAN ....................................................................................................
80
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Silabus Sejarah .........................................................................
81
Lampiran 2. RPP Sejarah ...............................................................................
84
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN PERAN DRIYARKARA DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan suatu bangsa. Dalam hal ini, pendidikan harus dapat menyiapkan warga negara untuk menghadapi masa depannya. Dengan demikian tidak salah apabila orang berpendapat bahwa cerah tidaknya masa depan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikannya saat ini. Pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaan menghasilkan generasi yang diharapkan. Demikian pula dengan pendidikan di negeri ini. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi bangsa yang bodoh dan terbelakang, terutama dalam menghadapi zaman yang terus berkembang di era kecanggihan teknologi dan komunikasi. Maka, perbaikan sumber daya manusia menjadi manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses pendidikan. Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul dan dapat diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa harus dievaluasi dan diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah munculnya gagasan
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengenai
pentingnya pendidikan
karakter
dalam
dunia
2
pendidikan
di
Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa pendidikan Indonesia telah gagal dalam membentuk karakter calon generasi penerusnya. Penilaian ini didasarkan pada banyaknya para lulusan sekolah dan sarjana yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental tangguh dan berperilaku tidak sesuai dengan tujuan mulia pendidikan1. Pendidikan karakter sesungguhnya sudah tercermin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” 2 . Driyarkara menyatakan
bahwa pendidikan
adalah
fenomena
yang
fundamental atau penting dalam kehidupan manusia, atau dengan kata lain tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Artinya, hidup sebagai manusia berarti hidup sesuai hukum moral atau kesusilaan. Selama dia tidak baik dalam arti susila, dia belumlah baik sebagai manusia. Menurut Driyarkara supaya
1
2
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 227 Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang: Depdiknas, Tahun 2003, hal. 4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
pendidikan dapat mencapai tujuannya, maka pendidikan harus mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi3. Pendidikan nilai merupakan proses yang utama dalam pendidikan karena nilai-nilai itulah yang mendasari perbuatan-perbuatan manusia. Manusia itu dalam perbuatannya tidak bisa tidak mengejar dan melaksanakan nilai. Ada dua nilai yang paling fundamental untuk manusia, yaitu nilai moral dan nilai keagamaan. Kedua nilai tersebut adalah nilai kesempurnaan, maka harus diperjuangkan. Pendidikan karakter menurut Driyarkara dapat disamakan dengan budi pekerti. Orang yang disebut mempunyai budi pekerti berarti mempunyai kebiasaan mengalahkan dorongan-dorongan yang tidak baik. Karena itu, pendidikan karakter tak dapat dilepaskan dari pendidikan nilai. Nilai-nilai yang ditanamkan harus dipraktikkan terus-menerus sehingga membentuk karakter4. Pendidikan kompetensi merupakan pendidikan yang mampu memenuhi tuntutan jaman. Tanpa generasi muda yang kompeten, pembangunan tidak akan berjalan lancar dan suatu bangsa akan mudah terjajah dalam berbagai dimensi, baik sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Namun, pendidikan kompetensi harus disertai dengan pendidikan nilai dan karakter agar kepribadian seseorang semakin baik. Selain harus merangkul tiga aspek pendidikan di atas, kerjasama dan peran aktif dari orang tua, negara (pemerintah), dan masyarakat dalam pendidikan sangat diperlukan supaya pribadi yang dididik dapat tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter.
3 4
Ibid, hal. 326. Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Driyarkara adalah salah satu filsuf dan pemikir terkemuka di Indonesia. Beliau memiliki berbagai macam gagasan yang luar biasa bagi permasalahan di dunia pendidikan, terutama pada pandangan filsafatnya terhadap pendidikan dengan pembangunan karakteristik kepribadian bangsa. Keaktifan Driyarkara menuangkan pemikirannya mengenai pendidikan dapat dikatakan dimulai ketika beliau berpidato sebagai dekan PTPG Sanata Dharma tahun 19555. Salah satu pidatonya menyebutkan bahwa pembentukan sikap berbangsa melalui pendidikan nasional adalah melalui pendidikan karakter yang diterapkan di suatu lingkungan pendidikan. Akan tetapi, pada kenyataannya sampai saat ini pendidikan dianggap belum mampu mencapai titik idealnya, yaitu memanusiakan manusia seperti yang diutarakan Driyarkara di atas, yang terjadi justru sebaliknya yakni menambah rendahnya derajat dan martabat manusia.
Gagalnya pendidikan dalam
menanamkan nilai humanisme terlihat dengan berbagai macam problematika yang terjadi di negeri ini, salah satunya adalah tingginya praktik korupsi yang ternyata dilakukan oleh pejabat yang notabene adalah orang-orang berpendidikan, banyaknya sekolah-sekolah khusus bagi para pemodal, maraknya budaya tawuran antar pelajar, terjerat narkoba baik sebagai pengedar maupun pemakai, melakukan tindakan asusila, anarkis, bahkan membunuh dan berbagai bentuk permasalahan lainnya yang cukup memprihatinkan. Hal
lainnya
yang
cukup
memprihatinkan
adalah
segala
bentuk
kesombongan akademik, dimana kaum intelektual berpendapat bahwa lulusan dari 5
Ibid., hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
suatu universitas ternama dianggap mempunyai kesempatan yang berbeda dalam dunia kerja dengan lulusan dari universitas yang biasa-biasa saja. Padahal saat ini dalam era persaingan yang ketat dan minimnya lapangan pekerjaan keahlian dan pengalaman adalah point utama yang menjadi parameter dalam dunia kerja selain nama almamater universitasnya. Hal ini semakin menutup nilai humanis dalam pendidikan dan meyakinkan kita bahwa ada yang salah dalam pendidikan. Selain itu, bergesernya budaya timur dengan budaya barat di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, membuat manusia semakin bersikap individualis. Mereka "gandrung teknologi", asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Hal tersebut diperparah lagi dengan budaya barat yang kurang selaras dengan budaya nasional apabila diaplikasikan dalam dunia pendidikan, serta sangat menghambat untuk perkembangan pendidikan di Indonesia6. Pendidikan karakter diharapkan menjadi solusi dalam membenahi moralitas generasi muda. Berbagai alternatif guna mengatasi krisis karakter memang sudah dilakukan salah satunya adalah dengan penerapan hukum yang lebih kuat. Altenatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi problematika di atas adalah dengan cara menerapkan pendidikan karakter di dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Menurut Kemendiknas, pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif. Itu karena pendidikan membangun generasi 6
Pedoman Sekolah, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2011, hal 1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
baru bangsa menjadi lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan mengembangkan kualitas generasi muda bangsa ini dalam berbagai aspek, serta dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa7. Berdasarkan uraian di atas peneliti merasa tertarik dan bermaksud melakukan suatu penulisan makalah dengan judul “Peran Driyarkara Dalam Pendidikan di Indonesia”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana model pendidikan Driyarkara? 3. Bagaimana upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan? C. Tujuan Penulisan Makalah Dari rumusan di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui model pendidikan Driyarkara. 3. Untuk mengetahui upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan.
7 Idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
D. Manfaat Penulisan Makalah 1. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Sebab pada hakekatnya pendidikan dirancang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, sehingga sumber daya manusia menjadi berkualitas. 2. Sebagai upaya penumbuhan potensi peserta didik, maka diperlukan sebuah konsep pendidikan yang mampu merealisasikan yaitu dengan konsep humanisasi pendidikan. Karena itu, pembahasan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan yang humanistik. 3. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat luas, berupa informasi secara
teoritik
dan
historis
tentang
perkembangan
pendidikan
dan
pembaharuannya dalam upaya menjawab tantangan masa depan umat manusia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KONTRIBUSI PEMIKIRAN DRIYARKARA MENGENAI PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Profil Prof. Dr. N. Driyarkara Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ dilahirkan di daerah Pegunungan Menoreh, tepatnya di Desa Kedunggubah, Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 13 Juni 1913. Terlahir dengan nama Soehirman, tetapi juga biasa dipanggil dengan Djenthu yang berarti kekar dan gemuk. Nama Driyarkara beliau dapatkan ketika masuk Girisonta tahun 1935 untuk memulai hidup baru sebagai Serikat Jesus. Dilahirkan sebagai anak bungsu dari keluarga Atma Sendjaja dengan satu orang kakak laki-laki dan dua orang kakak perempuan. Dari awalnya ia dilahirkan dari kondisi keluarga serta lingkungan sosial yang sederhana dengan corak kedaerahan yang cukup kental. Pada dasarnya hal ini mampu memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap perjalanan pemikirannya, disamping kondisi sosial ketika itu Indonesia mengalami penjajahan oleh Belanda. Beliau termasuk anak yang beruntung karena mampu mengenyam pendidikan pada masa kecilnya, seperti yang kita ketahui bahwa sangat jarang anak negeri yang mampu bersekolah dimana sekolah saat itu dikembangkan oleh penjajah Belanda. Berkat jasa pamannya Wirjasendjaja yang bekerja sebagai lurah Desa Kedunggubah ia mampu memperoleh kesempatan langka itu8.
8
Pendidikan Driyarkara dimulai
Mohammad Indra, “Relasi Yang Kuat Antara Pendidikan Dengan Kebudayaan Masyarakat Serta Pembentukan Karakteristik Bangsa”, Jurnal Skripsi, Jakarta: Universitas Indonesia. 2009, hal. 89.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
ketika ia bersekolah di Volksschool dan Vervolgschool, Cangkrep. Setelah itu beliau lanjutkan pada HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Purworejo dan Malang. Pada tahun 1929 ia masuk Seminari Menengah, sekolah menengah khusus untuk calon imam Katolik, ini setingkat SMP dan SMA dengan program humaniora Gymnasium di Negeri Belanda. Ini merupakan awal dari perjalanan Driyarkara yang memutuskan menjadi pelayan Tuhan dengan berkarir sebagai seorang pastor, karena tidak lama kemudian ia menempuh pendidikan tinggi untuk para calon imam dengan bergabung kepada Serikat Jesus atau biasa dikenal dengan sebutan Jesuit dengan sebutan SJ. Pilihannya untuk masuk ke seminari lalu memutuskan menjadi calon Imam Katolik membuat ia mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, dua tahun kemudian Driyarkara memutuskan mengikuti sekolah Ascetika (kehidupan rohani), dan satu tahun mempelajari pengetahuan humaniora dengan mempelajari sejarah kebudayaan timur dan barat serta bahasa Latin dan Yunani kuno, itu semua ia lakukan di Girisonta. Selain itu, beliau menambahkan rekam jejak pendidikannya dengan mengikuti Sekolah Tinggi Filsafat pada Ignatius College di Yogyakarta, ia berada disana selama tiga tahun. Driyarkara merupakan salah satu pakar filsafat Indonesia yang mempelopori perkembangan filsafat di kalangan perguruan tinggi di Indonesia. Ia pernah mengusulkan kepada pimpinannya dalam Serikat Yesus (tarekat rohaniwan) bahwa perlu didirikan di Jakarta sebuah lembaga tempat pelajaran dan penelitian filsafat. Usul ini didukung penuh oleh Prof. Dr. Slamet Imam Santosa, teman dekat beliau di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
yang menggarisbawahi pentingnya usul Romo Driyarkara itu diwujudkan. Pada tanggal 2 Februari 1969 Sekolah Tinggi Filsafat Drijarkara (STFD) didirikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Driyarkara, yang diprakarsai oleh tiga lembaga, yaitu terekat Serikat Yesus, tarekat Fransiskan, dan Keuskupan Agung Jakarta. Driyarkara sendiri meninggal pada 11 Februari 1967 sebelum sempat melihat kuliah perdana STFD dalam keadaan serba sederhana di sebuah ruang tamu Susteran Ursulin di Jl. Gereja Theresia no.2, Jakarta9. Total rentang perjalanan karir pendidikan Driyarkara selepas lulus seminari dari tahun 1935-1941. Selama itu juga sudah nampak pola pikir kritisnya yang menjadi ciri khas seorang pemikir yang terdapat pada diri para filsuf kenamaan sebelumnya. Terbukti sebagai anak Seminari Menengah Tingkat 4 (setara 1 SMA) ia menciptakan nama majalah Seminari Aquila yang artinya adalah Rajawali dan pada tingkat selanjutnya ia mampu memenangkan perlombaan untuk menafsirkan naskah latin kedalam bahasa Jawa dan mendapatkan pujian dari guru kesusasteraan Bahasa Belanda sehingga dapat dipentaskan. Puncaknya sebagai bukti lain bahwa sedari dulu ia memiliki pemikiran yang progresif maka selepas Driyarkara lulus dari studi filsafat ia menjadi guru bahasa latin pada program humaniora di Girisonta selama satu tahun. Pada tahun 1942 Driyarkara juga belajar teologi di Kolese Muntilan bersama beberapa rekannya sesama Jesuit, akan tetapi proses pembelajaran Driyarkara hanya sampai satu tahun karena pada Juli 1943 Kolese Muntilan
9
Anonim, “Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara“, dalam http://www.jakarta.go.id/, diunduh pada hari Selasa, tanggal 28 Januari 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
ditutup oleh Tentara Jepang. Mulai dari pendudukan Jepang hingga sampai pertengahan tahun 1947 ia menjadi dosen filsafat pada Seminari Tinggi, Yogyakarta dan pada akhirnya selama ia belajar sendiri teologi pada tanggal 6 Januari 1947 Driyarkara ditahbiskan menjadi Imam Katolik oleh Mgr. Soegija Pranata. Tidak lama kemudian pada 24 Juli 1947 Driyarkara diutus untuk berangkat ke Belanda untuk menyelesaikan studi teologinya di Maastricht. Di sini terlihat keberatan hatinya untuk berangkat ke Belanda karena mengingat apa yang sudah dilakukan Belanda kepada rakyat Indonesia, namun berbekal ketaatan Driyarkara tetap menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Setelah tamat di Maastricht (1949) ia melanjutkan ke Drongen, Belgia untuk meneruskan pelajaran tentang kehidupan rohani. Kemudian tahun 1950-1952 Driyarkara melanjutkan studi filsafat program doktoral di Roma pada Universitas Gregoriana dan di sanalah ia mendapatkan gelar doktornya setelah mempertahankan disertasinya mengenai ajaran seorang filsuf Prancis Nicolas Malebranche dengan judul "Peranan pengertian partisipasi dalam pengertian tentang Tuhan menurut Malebranche".
B. Karya-Karya Driyarkara Layaknya rekam jejak para pemikir besar yang identik dengan buah karya pemikirannya maka Driyarkara yang diakui sebagai salah satu cendikiawan yang dimiliki oleh bangsa ini turut mengeluarkan buah karyanya dalam bentuk tulisan. Sedari kecil potensi Driyarkara dalam menciptakan karya tulis memang sudah terlihat, hal ini bisa dilihat ketika ia berinisiatif mendirikan majalah Seminari Aquila pada saat ia duduk di Seminari Menengah kelas 4. Driyarkara memulai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
karya-karyanya dengan membuat catatan-catatan kecil yang meresponi kondisi bangsanya, seperti ketika ia mengomentari dalam catatannya situasi Perang Dunia ke II yang banyak berimbas kepada Indonesia karena berpindahnya status tawanan Indonesia dari Belanda ke Jepang. Catatan-catatan semacam itu banyak ditemukan dalam diarium Driyarkara. Tulisan-tulisan Driyarkara mulai agak teratur ketika ia kirimkan ke media massa berbahasa Jawa di Yogyakarta, yaitu majalah Praba yang dikirim melalui Roma berisi karangan-karangan ringan. Karangan tersebut ia beri judul "Serat Saking Rome" (Surat dari Roma). Seri surat ini mulai ia kirimkan sejak tahun 1951-1952 pada saat ia sedang menyelesaikan disertasinya di Universitas Gregoriana Roma, Italia, yang seluruhnya berjumlah 12 surat. Tema dari karangannya itu seputar kehidupan Gereja di Roma namun tidak jarang juga ia menulis tentang masalah-masalah sosial dan budaya serta mengkritik beberapa situasi terkini dari tanah air. Sepulangnya dari Roma ke Indonesia ia mengisi rubrik "Warung Podjok" dengan nama samaran Pak Nala yang dimulai pada 5 Oktober 1952 dan diakhiri 5 Juli 195510. Selain itu juga ia mengisi kolom pada majalah Basis dengan nama samaran Puruhita. Ia memakai rubrik-rubrik tersebut untuk mengomentari situasi sosial dan juga politik yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Biasanya ia mulai menampung keluhan-keluhan dari rakyat kecil tehadap banyak hal dan menyinggung kepada pemerintah. Pernah juga Driyarkara
10
Subanar, G. B. (editor), Pendidikan ala Warung Pojok, Catatan-catatan Prof. DR. N. Driyarkara, SJ, tentang masalah Sosial, Politik, dan Budaya, 2006, Yogyakarta: Penerbit USD. hal. 18.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
ketika ia memakai nama Puruhita berturut-turut muncul dengan percikan renungan atas pribadi manusia yang diberi judul "Apa dan Siapa" dalam empat karangan disusul dengan renungan atas kemerdekaan manusia dalam lima karangan yang kemudian dilengkapi dengan empat karangan yang diberi judul "Sayap yang Berluka". Untuk beberapa pemikirannya yang dibukukan secara utuh kita dapat melihatnya pada beberapa karyanya dengan judul11: 1) Pertjikan Filsafat. Sebuah buku yang beredar di lingkungan akademis sebagai rujukan juga dalam kuliah Filsafat. 2) Sosialitas sebagai Eksistensial. Merupakan isi pidato inagurasinya yang diucapkan pada peresmian dirinya sebagai Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 3) Driyarkara tentang Pendidikan. 4) Driyarkara tentang Kebudayaan. 5) Driyarkara tentang Manusia. 6) Driyarkara tentang Negara dan Bangsa Tulisan-tulisan Driyarkara selalu memiliki gaya yang lugas, berani, kadangkala sembrono dengan tipikal pembicaraan ala warung kopi, serta tidak lupa diselingi dengan humor. Pada awal-awal ia menuliskan pikirannya tidak lupa ia menceritakan kegelisahan hatinya, hal itu pernah ia lakukan ketika ia diputuskan untuk berangkat ke Belanda pada masa pra kemerdekaan dimana Belanda datang kembali ke Indonesia melalui agresi militer. Ia tampakkan guratan kesedihan serta keengganan untuk berangkat dikarenakan ia merasa Belanda telah membuat banyak kesusahan bagi bangsa Indonesia. Pada masa itu karya-karya Driyarkara disusun dalam diariumnya dan cenderung karya-karyanya condong mencurahkan apa yang dia alami dan dikemas
11
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 389.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
olehnya dalam sebuah pengkritisan terhadap sebuah fenomena. Salah satu bentuk tulisannya yang terkenal dan mendapatkan banyak tanggapan adalah ketika Driyarkara
menyinggung
momen
Tahun
Baru
dimana
banyak
orang
menyambutnya dengan suka cita dan mengharu-biru. Driyarkara mencoba menghubungkanya dengan problem eksistensi manusia. Dalam suatu testimoni yang dikeluarkan oleh seorang bekas kolega senior Driyarkara ketika mengajar di Ignatius College mengakui bahwa Driyarkara mampu menguasai beberapa aliranaliran pemikiran baru pada zaman itu seperti Martin Buber, Martin Heidegger, Edmund Husserl, William James, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dan bahkan beberapa pemikir Indonesia seperti tulisan Soekarno, Mohammad Hatta, Roeslan Abdulgani, dan lain sebagainya. Bisa kita cermati bahwa mereka semua mempunyai andil dalam proses berpikir kritis yang dikembangkan oleh Driyarkara terutama
dalam
metode
yang
dia
kembangkan
yaitu
fenomenologi-
eksistensialisme dimana masalah eksistensi dibahas melalui pengamatan. Hal ini bisa dilihat ketika Driyarkara memberikan komentar terhadap momen Tahun Baru dan dikaitkan dengan reaksi manusia dalam menyambut momen tersebut dan juga pembahasannya mengenai konsep permainan yang memiliki kaitan erat dengan kebudayaan12.
12
Subanar, G. B. (editor), Oase Drijarkara, Tafsir Generasi Masa Kini, 2013,Yogyakarta: Penerbit USD, hal. 88.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
C. Kontribusi Pemikiran Driyarkara Mengenai Pendidikan Di Indonesia 1) Mengedepankan Hakikat Kemanusiaan Secara Utuh Dalam Pendidikan Kontribusi
Driyarkara
dalam
menuangkan
pemikirannya
mengenai
pendidikan bisa dikatakan dimulai ketika ia berpidato sebagai dekan PTGP Sanata Dharma pada tanggal 17 Desember 1955. Menurut Driyarkara peran pendidikan menjadi penting karena pendidikan mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang cukup kompleks. Nilai pendidikan tidak hanya menjadi kekayaan individual semata, tetapi dengan nilai pendidikan menunjukkan sebuah mentalitas dan kepribadian masyarakat berbangsa. Keberhasilan pendidikan menjadi tolak ukur bagi sebuah bangsa akan keseriusannya mempersiapkan dan mematangkan sumber daya manusia sekaligus dalam memajukan bangsanya. Singkatnya pendidikan mempunyai dampak yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekembalinya Driyarkara menimba ilmu di Belanda dan diangkat menjadi pengajar filsafat pada Ignatius College di Yogyakarta. Nasibnya mulai berubah di tengah-tengah masyarakat ketika Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Sanata Dharma didirikan. Ketika Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Sanata Dharma berubah nama menjadi FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Driyarkara menjadi Dekan, dan bahkan ketika berubah lagi menjadi IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) ia diangkat menjadi rektor disana sampai pada akhirnya ia meninggal. Posisi inilah yang membuatnya dikenal pula sebagai seorang tokoh pendidikan. Ia mulai mengarahkan tema-tema pendidikan pada beberapa tulisannya, ini dilakukan bukan semata-mata karena sedang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
memegang jabatan strategis dibidang pendidikan sehingga ia ingin memberikan kesan sebagai orang yang mumpuni di bidang pendidikan. Justru tema-tema pendidikan yang diambil adalah sebuah kritik terhadap penyalahan persepsi masyarakat dan pemerintah terhadap gunanya pendidikan13. Berikut adalah salah satu contoh gagasan-gagasan pokok filsafat pendidikan Driyarkara dalam dunia pendidikan yang mendasari IKIP Sanata Dharma dalam mendidik mahasiswanya, sebagai berikut14: 1. Intisari pendidik adalah suatu hubungan manusiawi antara pendidik dan si terdidik dan antara terdidik satu sama lain, kedua belah pihak saling membantu mewujudkan kemanusiaan mereka, tetapi ada perbedaan yaitu yang satu lebih membimbing, yang lain lebih dibimbing. 2. Pendidikan dilangsungkan dalam suatu hubungan pendampingan yang bersifat dialogal dan dinamis, dimana kedua belah pihak membuka hati dan pikiran dan menuju masa depan. 3. Dalam pendidikan di terdidik maupun pendidik menjadi manusia yang otentik bebas dan berpancasila, yang melaksanakan dirinya dalam suatu keseimbangan dengan sesame dalam keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan Negara, dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam cinta kasihNya, dan dengan alam sekitar yang dikuasai serta dihargai olehnya. 4. Pendidikan dilangsungkan oleh manusia yang bereksistensi dalam lingkungan Indonesia. Dan karena Indonesia sedang membangun, maka semua pengetahuan, keterampilan, sikap yang menunjang pembangunan diberi perhatian istimewa. Filsafat pendidikan Driyarkara tersebut dijabarkan dalam Universitas Sanata Dharma sebagai dasar untuk mengusahakan supaya15: 1. Golongan-golongan dengan agama serta keyakinan yang berbeda-beda dapat saling harga menghargai. 2. Semua warga dibantu mengembangkan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa. 3. Semua warga Negara terdorong menyumbangkan jasa sebagai pendidik professional yang bermutu kepada dunia pendidikan. 13
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 389. 14 P. J. Suwarno, Sanata Dharma Menemukan Jalannya (Edisi Revisi). 1998. Yogyakarta: Yayasan Sanata Dharma, hal. 53-55. 15 Idem, Hal 56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
4. Suasana di IKIP Sanata Dharma mencerminkan keadilan dan memajukan pemerataan pendidikan sehingga mahasiswa-mahasiswi menghayati cita-cita ini. Jabatan yang rektor dan kemunculannya pada berbagai macam seminar dan juga simposium ini secara tidak langsung membuat Driyarkara menjadi salah satu pemikir yang disegani di Indonesia, sehingga tidak lama setelah menjadi rektor yaitu pada tahun 1960 Driyarkara diangkat menjadi Guru Besar Luar Biasa pada Universitas Indonesia dan Universitas Hassanuddin. Tahun 1963-1964 ia mengajar sebagai Guru Besar tamu pada St. Louis University di kota St. Louis, Missouri, Amerika Serikat dan bahkan akibat sering mengisi simposiun serta berbagai macam diskusi tentang Pancasila. Driyarkara juga diminta untuk mengajar pada SESKOAD dan SESKOAL, lalu pada tahun 1966 ia diusulkan menjadi Guru Besar Tetap Universitas Indonesia. Berbagi macam jabatan akademis serta prestasi telah ia raih namun tidak berhenti sampai disini. Kepeduliannya pada banyak hal seperti kondisi bangsa membuatnya menjadi angota MPRS sejak tahun 1960. Tahun 1965 ia diangkat menjadi anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung), tetapi lembaga ini sudah tidak pernah mengadakan rapat kembali sejak bulan Januari 1965 dan bahkan ketika Presiden membentuk DPA(S) Driyarkara termasuk kedalam 18 orang yang menolak secara resmi pengangkatannya, dengan alasan selama ia menjadi anggota DPA tidak pernah dimintakan nasehat. Hal yang memberatkan lainnya karena pembentukan DPA(S) dirasa berjalan diluar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan tampilnya ia di ranah publik tentunya tidak mengherankan apabila sosok ini mendapatkan berbagai macam pujian atas karya-karyanya. Perhatian penuh ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
curahkan kepada permasalahan pendidikan, hal itu dilakukan bukan semata-mata ia seorang pendidik melainkan muncul dari kegundahannya terhadap kondisi bangsa. Berdasarkan hal tersebut Driyarkara di anugerahi dua buah penghargaan dari pemerintah Indonesia pada dua penguasa yang berbeda yaitu16: a. Piagam
Anugerah
Pendidikan,
Pengabdian
dan
Ilmu
Pengetahuan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 17 Agustus 1969 sebagai pengabdi dan pendorong dalam bidang pendidikan. b. Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama pada tanggal 13 Agustus 1999
sebagai
penghargaan
atas
jasa-jasanya
terhadap
Negara
dan
Bangsa Indonesia. Kontribusi pemikiran Driyarkara dalam menyoroti pendidikan merupakan sikap kritisnya terhadap dunia pendidikan. Kontribusi pemikiran Driyarkara terbesar bagi proses pendidikan adalah menjadikan pendidikan formal dengan mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh dalam pendidikan. Artinya, peserta didik mampu berkembang secara humanis yang bersifat manusiawi dan berperikemanusiaan, sehingga akan menciptakan keseimbangan antara hati dan apa yang mereka lakukan, agar setiap peserta didik menjadi manusia yang semakin mengerti baik dan buruk serta mampu mengambil keputusan tepat dan berguna. Keputusan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi terkait dengan orang di sekitarnya. Karena humanisme sebagai filsafat pendidikan artinya suatu visi yang melihat manusia sebagai yang bermartabat dan luhur. 16
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 389.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Humanisme adalah proses belajar untuk memanusiakan manusia yaitu dengan cara memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Ciri-ciri humanisme menurut Driyarkara adalah 1) memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; 2) memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah; 3) mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan (philosophically creative); 4) memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice)17. Berdasarkan ciri humanisme pertama yaitu memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme, dapat diartikan bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai masyarakat yang multietnis, memiliki kebudayaan dan masyarakat beragam. Selain itu, sebagai negara yang plural Indonesia memiliki banyak sekali suku, budaya, adat istiadat, bahasa, dan agama, dengan sifat plural yang dimiliki tersebut negara Indonesia rawan akan konflik karena lebih sulit menjaganya ketentraman dan keamanan masyarakat yang homogen di beberapa daerah. Sehingga pengenalan budaya dari berbagai etnis di Indonesia sangat diperlukan,
sebagai
faktor
yang akan
memperkuat perasaan kesatuan di
Indonesia. Konflik merupakan suatu gejala sosial yang melekat pada kehidupan masyarakat. Banyak peristiwa kerusuhan yang melibatkan masyarakat dalam
17
Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
sekala luas yang terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, Kalimantan Barat (konflik etnis di Singkawang dan Sambas) yang kerap terjadi dan dilakukan dalam rentang yang hampir berdekatan. Peristiwa-peristiwa yang belum terselesaikan sampai sekarang disebabkan karena persoalan-persoalan etnis dan persoalan agama, berbagai persoalan yang menyangkut dengan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang kemudian justru berlanjut menjadi masalah yang besar karena dikait-kaitkan dengan persoalan yang dianggap sangat sensitif, yaitu masalah SARA18. Penerapan strategi pendidikan multikultural menjadi kian penting, khususnya dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam memberantas diskriminasi dan meminimalisasi konflik. Di Indonesia, pendidikan multikultural
relatif
baru
dikenal
sebagai
suatu
pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada
masa
otonomi
dan
desentralisasi
yang
baru
dilakukan. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan perkembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional. Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan serta diterapkan pada cara hidup kita sendiri dengan cara berlaku yang akan kita ikuti selama hidup. 18
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, 2009, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, hal. 55.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Lahirnya kebudayaan merupakan peran dari pendidikan dan adanya pendidikan tidak lepas dari kebudayaan yang berlaku. Pilihan-pilihan dalam mendidik tidak lepas dari norma dan etika yang berlaku dari kebudayaan tertentu, sedangkan keberlangsungan budaya beserta perkembangannya juga merupakan campur tangan dari proses mendidik. Intinya keduanya menjadi bagian penting dalam keberadaan manusia sehingga menjadi kebutuhan dasar bagi manusia19. Berdasarkan ciri humanis kedua yaitu memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah. Artinya Pendidikan harus mampu mengikuti perkembangan jaman, supaya dapat bertahan terhadap segala macam perubahan karena arus globalisasi. Karena perubahan tersebut dapat mencabut kita dari akar-akar kebaikan yang telah diajarkan dalam pendidikan di Indonesia. Maka dari itu, harus ada kolaborasi yang seimbang dari pendidikan dan kebudayaan untuk bisa memastikan bahwa keberadaan identitas nasional kita tidak hilang. Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman
nilai-nilai
budaya
bangsa. Namun arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara
mendunia
melalui media cetak dan elektronika berdampak terhadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya
19
Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, 1996, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 70.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
bangsa dirasakan semakin memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri. Berdasarkan indikasi di atas, globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. Ciri humanis ke tiga yaitu mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan (philosophically creative). Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik mampu meningkatkan karakter dirinya sehingga mampu dijadikan contoh sebagai representasi dari kepribadian nasional. Pendidikan dianggap mampu melahirkan orang-orang yang memiliki intelektual tinggi. Jika kita ungkit kembali perkataan Driyarkara mengenai tujuan manusia sebagai proses memanusiakan manusia maka perhatian dari pendidik adalah menjadikan anak didik ini sebagai manusia yang memiliki karakter bangsanya. Pendidikan berada pada semangat menciptakan kebudayaan dan berakhir kepada lahirnya sosok manusia yang mampu mengkarakterkan dirinya sesuai dengan cita-cita bangsa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi agama. Keanekaragaman ini, di satu sisi merupakan berkah, karena keberagaman itu sesungguhnya merefleksikan kekayaan budaya. Namun di sisi lain, keberagaman juga berpotensi besar untuk “tumbuh suburnya” konflik, terutama jika keberagaman tersebut tidak mampu dikelola dengan baik. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu dan teknologi serta masuknya arus globalisasi membawa pengaruh yang multidimensional. Krisis multidimensi yang dialami Indonesia pada saat ini, diakui atau tidak merupakan bagian dari permasalahan kultur yang salah satu penyebabnya adalah keragaman kultur yang ada dalam masyarakat kita. Keragaman ini dapat dilihat dari segi positif ataupun dari segi negatif, seperti: diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran HAM yang terus terjadi hingga kini dengan segala bentuknya, seperti kriminalitas, korupsi, politik uang, kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengesampingkan hal-hal minoritas, mengesampingkan nilai-nilai budaya lokal sebagai wujud nyata dari globalisasi, kekerasan antar pemeluk agama dan sebagainya adalah wujud nyata dari permasalahan kultural yang ada. Ciri humanis keempat yaitu memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice). Pada cirri humanis keempat ini peserta didik diharapkan tidak hanya pandai dalam akademik saja akan tetapi peserta didik diharapkan memiliki sikap-sikap welas asih yang mampu peduli pada lingkungannya; membedakan yang benar dan salah; dapat bersikap arif serta bijaksana;
menjunjung
tinggi
moralitas;
memiliki
kejujuran
dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
berperilaku sehari-hari; menerapkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan agar mampu menghadapi setiap kondisi dan permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat, negara, dan dunia. Memperhatikan pentingnya pendidikan di atas, maka dapat diartikan bahwa pendidikan humanis merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik secara positif dan dinamis serta mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku, serta menjadi peserta didik yang mampu mengembangkan potensi diri sehingga menghasilkan insan yang tidak hanya cerdas dan mampu bersaing dalam intelektualnya namun juga dalam kemanusiaannya. Sebab, insan yang cerdas bukan saja memiliki kemampuan intelektual dan atau pengetahuan yang baik dan lebih namun juga cerdas secara spiritual dan atau emosional serta baik dalam hubungan sosial dengan kepribadian atau berkarakter baik sehingga akan melahirkan generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan karakter memungkinkan terjadinya transformasi atau peralihan nilai-nilai yang baik dan logis untuk dilaksanakan secara nyata. Dalam proses pendidikan yang cerdas dan humanis mestinya menggunakan pendekatan yang humanis atau manusiawi dan tidak saja dilakukan melalui pemahaman konsepkonsep nilai tapi butuh keteladanan. Pendidikan cerdas dan humanis akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan melalui jalur pendidikan, baik jalur pendidikan formal, non formal maupun informal (keluarga dan lingkungan). Sehubungan dengan itu, maka pada jalur pendidikan formal maupun non formal harus didasarkan pada tujuan yang jelas, materi yang digunakan, strategi dan metode,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
media atau alat yang digunakan, evaluasi serta perkembangan mental dan spiritual peserta didik. Sehubungan dengan itu, maka komponen-komponen pendidikan cerdas dan humanis tersebut harus dikelola dengan baik oleh pendidik yang memiliki kompetensi
pengelolaan
pembelajaran
yang
baik,
memiliki
kompetensi
kepribadian yang baik, memiliki kompetensi sosial yang baik dan professional sebagai pendidik. Pendidikan cerdas dan humanis bertujuan menghasilkan manusia yang berkualitas/cerdas secara intelektual, spiritual emosional dan sosial, berakhlak mulia, berbudi luhur, berkarakter bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Input pendidikan berkualitas apabila siap berproses dengan baik, mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dalam menggunakan pendekatan yang cerdas dan humanis20. Dengan demikian maka output atau hasil belajar dalam kategori baik dan keluaran berkualitas apabila berguna bagi bangsa dan Negara. Berdasarkan uraian di atas, maka pada prinsipnya hakekat dan tujuan pendidikan cerdas dan humanis adalah membentuk kepribadian peserta didik yang cerdas secara intelektual, spiritual emosional dan social yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kepentingan banyak orang dan lingkungan alam sekitarnya terutama dalam hubungan dengan sesama manusia dan dengan Tuhan penciptanya.
20
Dharma Kusuma dkk, “Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah”, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011, hal. 27.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
2) Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilainilai etika yang baik. Nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, dan tanggungjawab21. Membangun karakter dari pintu pendidikan harus dilakukan secara komprehensif-integral, tidak hanya melalui pendidikan formal, namun juga melalui pendidikan informal dan non formal. Selama ini, ada kecenderungan pendidikan formal, informal, dan non formal, berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, pendidikan karakter seolah menjadi tanggungjawab secara parsial. Banyak hal yang memiriskan ketika mengamati sistem pendidikan di Indonesia. Di depan mata, nilai-nilai kejujuran telah diinjak-injak. Mencontek, menjiplak karya orang lain, melakukan sabotase, adalah hal yang sering terjadi dan dianggap biasa. Pendidikan di Indonesia selama ini, sepertinya lebih banyak menghasilkan generasi yang pandai mengeluh, dan mengambil jalan pintas. Untuk menanamkan nilai kejujuran misalnya, sekolah ramai-ramai membuat kantin kejujuran. Anak diajak untuk jujur dalam membeli dan membayar barang yang dibeli tanpa ada yang mengontrolnya. Namun sayang, gagasan yang tampaknya relevan dalam mengembangkan nilai
21
kejujuran
ini
mengabaikan
prinsip dasar pedagogi
Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, 1980, Yogyakarta: Yayasan Kanisius. hal. 55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
pendidikan berupa kedisiplinan sosial yang mampu mengarahkan dan membentuk pribadi anak didik. Di sekolah misalnya, sering kali ditemukan anak-anak yang menyontek ketika ujian karena mengejar target kelulusan dengan nilai tinggi. Demikian juga perilaku masyarakat banyak yang memberi contoh kurang mendidik seperti perilaku kurang sopan, mencuri, dan yang lainnya. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan karakter juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial. Negara mempunyai peranan penting dalam sebuah pendidikan. Perkembangan sebuah negara tidak lepas dari pendidikan dan pengajaran yang baik. Hak dan kewajiban dalam belajar menurut Driyarkara merupakan fundamental (asasi), yang mempunyai kesamaan dengan hak–hak kemerdekaan. Di dalam sebuah tulisan Driyarkara menyatakan bahwa “setiap pendidikan dan pengajaran yang bertentangan dengan Pancasila tentu bukan merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban asas”22. Pendidikan harus mendahuli sebuah pengajaran. Di dalam dunia yang mengarah ke arah modern ini, pendidikan terhadap anak didik tidak cukup hanya sebatas hanya membangun kepribadian yang sempurna dan susila, tetapi bagaimana seorang pendidik dapat
22
Subanar G. B, (editor), Oase Drijarkara, Tafsir Generasi Masa Kini, 2013, Yogyakarta: Penerbit USD, Hal. 60.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
mengembangkan kecakapan peserta didik yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan kepada negara. Negara mengembangkan dan menyelengarakan pengajaran mengunakan dua sistem, yang pertama negara langsung mengadakan pengajaran sendiri (Sekolah Negeri) dan yang kedua negara mengunakan pihak swasta (sekolah milik yayasan swasta) untuk turut serta membantu dan mengembangkan pengajaran tersebut. Negara mempunyai perananan, hak dan kewajiban di dalam pengajaran. Peranan tersebut adalah mengembangkan tenaga-tenaga yang cakap di dalam kehidupanya. Dasar hak dan kewajiban negara di dalam dunia pendidikan adalah menentukan macam kualitas dan taraf pelajaran di sekolah negeri maupun sekolah milik yayasan swasta. Pembangunan karakter bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Salah satunya ditunjukkan dari perkembangan masyarakat yang sangat dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tentu merupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat.
Globalisasi
dan
hubungan
antarbangsa
sangat
berpengaruh pada aspek ekonomi (perdagangan global) yang mengakibatkan berkurang atau bertambahnya
jumlah kemiskinan dan pengangguran. Pada
aspek sosial dan budaya, globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya bangsa seperti memudarnya rasa
kebersamaan,
gotong
royong,
melemahnya toleransi antarumat beragama, menipisnya solidaritas terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
sesama, dan itu semua pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Akan tetapi, dengan menempatkan strategi pendidikan sebagai modal utama diharapkan dapat menghalangi virusvirus penghancur tersebut, dan masa depan bangsa ini dapat diselamatkan. Pelaksanaan pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dapat dibentuk melalui jenjang pendidikan formal, informal, dan pendidikan non formal23. Ketiga jenis pendidikan itu memiliki masing-masing fungsi, tetapi fungsi yang berbeda tersebut saling melengkapi, sebab pendidikan pada hakikatnya adalah untuk membetuk karakter dari individu-individu yang mengalami pendidikan. Karakter yang dibentuk melalui jenjang pendidikan tersebut meliputi tiga hal yaitu intelektual, emosional dan spiritualnya. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya24. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Termasuk juga ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Pada pendidikan formal, pendidikan karakter dimaknai sebagai bentuk pengajaran yang sesuai serta memperhatikan kondisi sosial pada setiap lokasi pembelajaran. Artinya, pembelajaran ilmu pengetahuan tidaklah bisa disamakan
23
24
Doni Kusuma, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, 2007, Jakarta: Grasindo, 2007. hal. 84-88. Ibid, hal. 55.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
antara satu tempat atau negara dan negara lain karena jelas mempunyai karakteristik pola tradisi dan budaya yang berbeda. Begitu pula dengan kondisi di negara kita, Indonesia, bahwa pendidikan karakter menjadi relevan diterapkan untuk mengatasi
berbagai
fakta-fakta
empiris yang menyiratkan adanya sinyal ketidakberesan di lingkungan pendidikan. Misalnya,
kasus
korupsi,
suap,
kriminalitas
(tawuran
antarpelajar/mahasiswa), dan perilaku amoral (termasuk kasus video mesum yang juga sering kali terjadi di kalangan siswa), yang bila kita telusuri, oknum pelakunya merupakan kaum terpelajar dari lembaga pendidikan nasional yang kita miliki. Dalam wujud praktis, pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal dapat ditempuh lewat integrasi keilmuan. Pertama, untuk mewujudkan pendidikan karakter bagi anak didik, perlu adanya integrasi yang utuh antara IQ (intelligence quotient), EQ (emotional quotient), SQ (spiritual quotient). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran anak didik terhadap pengenalan budaya-budaya ketimuran yang sudah sejak lama dijunjung tinggi oleh nenek moyang kita. Jika itu berjalan dengan efektif dan maksimal, dimungkinkan akan timbul kesadaran bagi anak didik hingga ketika mereka lulus nanti, agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela (amoral) yang itu jelas-jelas tidak mencerminkan adat dan budaya ketimuran kita. Metode pembelajaran itu umumnya disebut sebagai pendidikan moral, yang
terintegrasi
ke
dalam
dua
mata pelajaran,
yakni Pancasila
dan
kewarganegaraan (PPKn) dan pendidikan agama. Namun, dalam praktiknya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
terasa
masih
tampak
kurang
pada
keterpaduan
model
dan
pembelajarannya. Siswa lebih diorientasikan pada penguasaan materi
31
strategi yang
tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai isu sosial yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan dari peranan pendidikan. Isu mengenai radikalisme masyarakat sudah begitu merebak hingga memunculkan pemakluman. Masyarakat sudah terlalu sering disuguhi tontonan kekerasan di media massa. Tentu kekerasan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal yang disuguhkan dalam berbagai talkshow sehingga masyarakat semakin bingung mana yang benar dan mana yang salah. Pendidikan seharusnya mampu menghasilkan manusia yang berbudaya. Pendidikan seharusnya mampu merangsang seseorang berpikir kritis dan mampu memilih alasan yang tepat dalam setiap aktivitasnya. Pendidikan harus mampu membentuk karakter setiap pribadi siswa. Karakter sangat erat dengan sikap dan pilihan cara bertindak. Pendidikan karakter harus diberikan sedini mungkin kepada setiap orang. Pembentukan pendidikan karakter melalui pendidikan formal dapat mulai sejak usia dini. Mengucapkan terima kasih atau menyapa adalah bagian latihan dalam pendidikan karakter. Kelihatan sederhana memang, tetapi sekarang pun kita jarang menemukan orang yang rela berucap terima kasih atau sekadar menyapa dengan senyum. Pendidikan karakter tidak perlu harus dinilai secara kognitif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Desain pendidikan karakter seharusnya jauh dilepaskan dari unsur penilaian kognitif. Salah satu kegagalan pembentukan karakter saat ini karena terlalu mengkognitifkan nilai-nilai (living values) dalam pembentukan karakter. Karakter dapat dibentuk jika setiap individu memiliki teladan yang mampu menggiring mereka dalam ranah yang jelas, tegas, dan benar. Maka, sebaiknya pendidikan karakter dilakukan kepada para siswa di tingkat dasar dan menengah. Para siswa ini disiapkan untuk mampu menyikapi pilihan hidup dengan bijak. Namun, sekolah tentu bukan tempat satu-satunya untuk mendidik setiap pribadi berkarakter, tempat lain yang utama adalah keluarga dan masyarakat. Pembentukan pendidikan karakter melalui pendidikan formal seharusnya dimulai dari guru. Guru bukan hanya mengajarkan pelajaran karakter, tetapi guru harus mampu menempa dirinya agar berkarakter. Siswa bukan barang mati yang dapat diperdaya dengan berbagai contoh baik, tetapi guru tidak melakukan hal itu. Pendidikan karakter mengedepankan contoh dan perilaku daripada ilustrasi angka yang mereduksi hakikat karakter sendiri. Materi pendidikan karakter dipahamkan melalui kegiatan belajar mengajar dalam metode, dan bukan ditagihkan melalui tes. Pendidikan karakter dapat diimplementasikan dalam setiap pelajaran atau diberikan secara tersendiri. Guru harus benar-benar memiliki sikap yang jelas dalam menjalani kesehariannya karena itulah hakikat karakter. Sikap dan perilaku yang tegas dan jelas didasarkan pada kebenaran moral tentu menjadi acuan siswa dalam berpikir. Guru tidak lagi harus duduk di meja sambil membaca buku atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
menikmati tontonan presentasi siswa. Guru harus mampu menjadi inspirator setiap siswa dalam belajar. Mata pelajaran adalah sarana yang menjembatani antara guru dan siswa dalam berelasi. Guru tidak mungkin lepas dari materi pelajaran. Guru juga harus mampu mengembangkan materinya sehingga mampu melahirkan kebiasaan diskusi dan eksplorasi akademis. Wajar jika dalam pendidikan kewarganegaraan, siswa mampu diajak berpikir mendasar mengenai fungsi disiplin diri dalam bermasyarakat. Hal ini akan menumbuhkan semangat saling menghargai tanpa harus memaksa atau dipaksa untuk memahami orang lain. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Sejarah, pada pelajaran ini guru dapat melakukan diskusi kelas dengan mengangkat kasus atau peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi dilingkungan sekolah atau di negara ini. Disini, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan pola pikir dan mengkritisi peristiwa yang sedang terjadi tersebut. Hal ini apabila dapat diterapkan, secara tidak langsung dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, belajar menghargai pendapat oran lain, mengambil kesimpulan dari suatu peristiwa tidak hanya dari satu sumber saja, tetapi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, bersikap arif dan bijaksana, dan memiliki mental yang cerdas serta pemberani dalam menyampaikan pendapat dimuka umum. Jika latihan model tersebut diberikan secara teratur, karakter akan terbentuk dengan sendirinya tanpa disadari oleh siswa itu sendiri. Karakter dapat diolah melalui berbagai aktivitas yang didasari dengan sikap moral yang benar. Hal pertama yang terkandung dalam contoh diatas adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
memberikan ruang ekspresi yang cukup pada peserta didik. Siswa harus diberikan kesempatan sebanyak mungkin untuk mengekspresikan dirinya. Hal ini penting untuk penyaluran emosional. Aktivitas belajar di kelas dengan jadwal yang ketat membuat siswa menjadi lemah kreasi. Kebiasaan nongkrong di luar sekolah terjadi karena tidak ada ruang ekspresi bagi siswa di sekolah. Hal kedua adalah empati. Karakter harus mampu mencerminkan sikap empati. Sikap inilah yang akan mewarnai kehidupan setiap siswa. Siswa harus dilatih untuk mengerti keadaan orang lain secara utuh. Jika hal ini dapat dilatihkan kepada setiap individu siswa, sikap tolong-menolong, ramah, sopan, dan tata krama akan terwujud, karena pendidikan karakter bukan pelajaran yang harus dites dan dinilai dengan angka atau huruf mutu, tapi lebih ditekankan pada latihan di setiap aktivitas sekolah. Jenjang pendidikan kedua adalah pendidikan non formal. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang25. Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, Taman Pendidikan Al Quran, Sekolah Minggu, berbagai kursus, bimbingan belajar,
program-program
pemberantasan
buta
aksara,
pendidikan
Kesetaraan Paket A, B, dan C; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya. Pendidikan karakter dapat dilakukan pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat, misalnya kursus keterampilan, kursus kepemudaan,
25
Ibid, hal. 84-88.
bimbingan
belajar,
pelatihan-pelatihan
singkat,
baik
yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
diselenggarakan pemerintah maupun organisasi massa. Demikian pula pendidikan karakter dapat dilakukan pada kegiatan kemasyarakatan, seperti kegiatan karang taruna, keagamaan, olahraga, kesenian, sosial, atau kegiatan pelatihan penanggulangan bencana alam. Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada lingkup dunia usaha dalam bentuk pendidikan dan pelatihan calon pegawai, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan, dan pelatihan keterampilan profesi. Pada lingkup masyarakat politik dilakukan bentuk pelatihan dan kaderisasi partai, pelatihan kepemimpinan, pelatihan etika politik dan pembudayaan politik. Sedangkan pada
lingkup
media
masa,
pendidikan nonformal berupa pelatihan dasar
komunikasi, pelatihan kode etik jurnalistik, dan pemahaman profesi jurnalis dan pelatihan transaksi elektronik. Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan nonformal serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian sosial, jiwa patriotik, kejujuran, dan kerukunan berkehidupan dalam masyarakat serta untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia. Jenjang pendidikan ketiga adalah pendidikan informal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan di lingkungan keluarga yang berupa ajaran tatakrama, sikap dan tingkah laku yang diajarkan pada keluarga semenjak peserta didik lahir. Pendidikan informal dapat juga disebut pendidikan yang ada di masyarakat, atau pendidikan yang dialami oleh seseorang oleh lingkungannya26.
26
Ibid, hal. 84-88.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga yang merupakan pondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual dan kekerasan yang merajalela, serta segala macam masyarakat
merupakan
kebobrokan
di
akibat dari lemahnya institusi keluarga. Driyarkara
menyatakan bahwa: “Bisa saja orang hanya memburu kecakapan kerja dan bukan perkembangan manusia. Maka, dengan memasukkan anak sekolah, misalnya orang tua belum tentu perbuatannya itu utuh sebagai perbuatan mendidik karena dirongrong oleh konsep yang salah”27. Dalam pernyataan tersebut, kiranya Driyarkara ingin menunjukkan lemahnya institusi suatu keluarga. Dalam pernyataan tersebut tersirat bahwa orang tua memasukkan anak ke sekolah bukan untuk membuat anaknya menjadi pandai, dan cakap dalam segala hal. Akan tetapi, pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa anak sekolah supaya mudah mencari pekerjaan dan mendapatkan uang, tanpa diimbangi dengan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter anak itu sendiri. Sehingga, wajar apabila pendidikan di Indonesia dinilai belum berhasil dalam membentuk generasi muda yang berkarakter, cerdas, dan humanis sesuai dengan pemikiran Driyarkara28. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Keluarga berfungsi sebagai sarana
27
Danuwinanta, F., SJ. (editor), Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, 2006, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 363. 28 Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, 2006, Jakarta: Gramedia, hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Kegagalan dalam mendidik dan membina anak di keluarga, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalankegagalannya. Oleh karena itu keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Terdapat tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman
sehingga
menumbuhkan
rasa
percaya.
Dasar
kepercayaan
yang
ditumbuhkan melalui hubungan ibu anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman
yaitu kebutuhan anak akan lingkungan
yang stabil
dan
aman.
Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Terdapat beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang
dapat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga
berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu29: 1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik. 2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya. 3. Bersikap kasar secara verbal, misalnya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar. 4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya. 5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini. 6. Tidak menanamkan “good character“kepada anak. Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah. 7. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain. 8. Secara emosional tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain. 9. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik. 10. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga, dan berguna. 11. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya. 12. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat diprediksi oleh orang lain. 13. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya. 14. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuanya 29
Megawangi, Ratna, Membiarkan Berbeda, 2005, Bandung: Mizan Pustaka, hal. 25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
sebagai ”role model”, anak akan lebih percaya kepada ”peer group”nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif. Keluarga merupakan tempat utama anak-anak dapat menumbuhkan dan mengembangkan
karakter
positif.
Pembentukan
karakter
positif
dapat
dikembangkan melalui pembiasaan nilai-nilai, baik nilai sosial maupun agama yang diinternalisasikan melalui interaksi sosial. Karakter yang telah terbentuk diharapkan kelak dapat mengakar kuat dan menjadi prinsip hidup dalam kehidupan anak. Dalam konteks ini, orang tua sebagai penanggung jawab utama dalam proses pembentukan karakter anak. Orang tua hendaknya dapat menjadi contoh “teladan” yang baik pada anak karena sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga. Teladan dan pembiasaan yang baik menjadi langkah fundamental dalam pendidikan karakter. Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat mulai sering terjadi. Hal-hal yang dulunya dianggap tabu, saat ini menjadi hal biasa. Kasus korupsi, fenomena penampilan para remaja dengan pakaian ketat dan mininya, gaya pacaran yang berlebihan, sampai tragedi hamil di luar nikah. Di sekolah pun terjadi aksi contek massal dimana hasil yang ditonjolkan dan proses diabaikan. Pada saat ini terjadi split of personality (kepribadian yang terpecah) dimana individu belum mampu menyatukan antara perkataan dengan perbuatan. Budaya malu tampaknya sudah mulai terkikis. Oleh karena itu, pola asuh orang tua yang tepat diharapkan dapat membentuk karakter anak sehingga anak memiliki karakter mental yang kokoh, yang senantiasa menjadikan nilai-nilai sebagai pegangan dan prinsip hidup, tidak hanya sekedar tahu tapi juga mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
sehari-hari. Yaitu pola asuh yang demokratis, bukan pola asuh permisif yang serba membolehkan ataupun pola asuh yang terlalu otoriter yang membatasi anak. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh orang tua menjadi tolak ukur dalam menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak dalam keluarga, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan menurut Driyarkara adalah fenomena yang fundamental atau azazi dalam kehidupan
manusia,
atau
dengan
kata
lain
tujuan
pendidikan
adalah
memanusiakan manusia30. Selain itu, salah satu tujuan pendidikan adalah pembentukan sikap berbangsa melalui pendidikan karakter yang diterapkan di suatu lingkungan pendidikan. Akan tetapi lingkungan pendidikan bukan satusatunya linkunan yang dapat membentuk pendidikan karakter suatu bangsa. Berbagai aspek, baik pihak keluarga, sekolah, masyarakat dan bangsa (pemerintah) perlu bersinergi dalam upaya mensukseskan pendidikan karakter. Artinya, pembentukan karakter merupakan tugas bersama, tidak dapat dibebankan pada salah satu pihak maupun salah satu jenjang pendidikan baik itu formal, non formal, maupun informal saja. 3) Tujuan Pendidikan Menurut Driyarkara Tujuan sejati dari pendidikan menurut Driyarkara adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan
30
Ibid, hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
konflik dalam kehidupan sehari-hari31. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan
sistem
pembelajaran
dan
pendidikan
yang
humanis
serta
mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktifpositif dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), afeksi maupun keterampilan yang berguna untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia. Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis. Menurut Driyarkara supaya pendidikan dapat mencapai tujuannya, maka pendidikan harus mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi32. Aspek pertama dalam mencapai tujuan pendidikan adalah melalui pendidikan nilai. Pendidikan nilai merupakan proses yang utama dalam pendidikan karena nilai-nilai itulah yang mendasari perbuatan-perbuatan manusia. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dapat menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif, baik 31 32
Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, 1980, Yogyakarta: Yayasan Kanisius. hal. 84-88. Idem, hal 84-88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
pengaruh yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejalan dengan pesatnya laju pembangunan dan laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), serta arus reformasi sekarang ini, pembinaan nilai semakin dirasa penting sebagai salah satu alat pengendali bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional secara utuh. Namun, sekarang ini tampak ada gejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Dalam era reformasi sekarang ini seolaholah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan korban jiwa dan korban kemanusiaan. Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan nilai yang seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai itu kini bergeser dari kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh keserakahan, ketamakan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dirasakan semakin hambar dan keras, rawan terhadap kekerasan, kecemasan, bentrok fisik (kerusuhan), dan merasa tidak aman. Pergeseran moral juga tercermin dalam sikap dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang lain, egois, dan bersifat individualisme. Nilai-nilai moral menempatkan hak asasi manusia (HAM)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
sebagai ukuran pencegahan pelanggaran-pelanggaran berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian, penculikan, pembakaran, perusakan dan lain-lain. Aspek kedua dalam mencapai tujuan pendidikan adalah melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anakanak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkunganya. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain
pendidikan
karakter mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mandiri,
kreatif, dan inovatif. Driyarkara sendiri menyadari bahwa pemikirannya tentang pendidikan lebih bersifat teoritis dari pada praktis, walaupun ada sedikit pemikiran praktisnya soal pendidikan menengah. “Munculnya pandangan teoritis tentang pendidikan itu adalah suatu yang niscaya, artinya sesuatu yang tidak bisa tidak terjadi [...]” kata Driyarkara33. Semua karya Driyarkara tentang pendidikan dimaksudkan sebagai “ilmu mendidik teoritis”, bukan praktis, yaitu pemikiran yang bersifat kritis, metodis, dan sistematis tentang realitas atau fenomena yang disebut pendidikan. Dia berusaha merumuskan teorisasi dan universalisasi perihal pendidikan, bukan semata ilmu praktis. Tulisan-tulisan Drijarkara perihal pendidikan adalah sebuah usaha untuk merumuskan sebuah pemikiran ilmiah tentang pendidikan. Pemikiran 33
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, 2006, Jakarta: Gramedia, hal. 349-352.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
tentang pendidikan (mendidik dan dididik) baru bersifat ilmiah jika pemikiran itu bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Kritis di sini berarti orang tidak hanya menerima begitu saja apa yang diterimanya atau yang muncul dalam benaknya; semua pernyataan dan afirmasi harus memiliki dasar yang cukup. Metodis berarti bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki, orang menggunakan suatu cara tertentu yang logis dan tidak serampangan. Sistematis berarti bahwa segala yang dirumuskannya itu merupakan suatu koherensi dan satu kesatuan utuh, menyeluruh, dan berhubungan satu dengan yang lain. Aspek ketiga dalam mencapai tujuan pendidikan adalah melalui pendidikan kompetensi. Pendidikan kompetensi merupakan pendidikan yang mampu memenuhi tuntutan jaman. Seseorang dikatakan memiliki kompetensi apabila orang tersebut memiliki pengalaman, keahlian, keterampilan, kecakapan, berpikir inovatif, dan kreatif. Dengan kata lain, kompetensi adalah penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap peserta didik yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan profesinya. Sehingga dengan kompetensi yang dimiliki peserta didik diharapkan dapat mengikuti perubahan dan perkembangan jaman, dan tidak menjadi manusia yang tertinggal. Pada dasarnya Driyarkara tidak menolak kemajuan ilmu teknologi dan pengetahuan lainnya. Namun demikian, sebuah keniscayaan bahwa proses pendidikan tidak hanya mengunggulkan kualitas akademis semata, akan tetapi harus menyeimbangkan antara fisik, akademis, dan naluri kemanusiaan yang utuh. Proses pendidikan dewasa ini dengan berbagai kemajuan teknologi perlahan-lahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
telah menjauhkan tujuan inti pendidikan dari akarnya. Pengajaran nilai dan karakter serta nilai-nilai patriotisme mulai luntur. Lemahnya kebijakan dan birokrasi pemerintah di bidang pendidikan juga berpengaruh terhadap proses pengajaran. Ada banyak dimensi yang mesti dibenahi dalam sistem pendidikan nasional kita, diantaranya adalah mengenai kebijakan, metode, dan strategi pembelajaran. Dimensi pertama yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan nasional kita adalah kebijakan. Kebijakan merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi arah dari tindakan yang dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku dan pelaksana kebijakan karena sangat penting bagi pengolahan dalam mengambil keputusan atas perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama34. Dengan demikian kebijakan menjadi sarana pemecahan masalah atas tindakan yang terjadi. Kebijakan dan kurikulum pendidikan harus diselaraskan dengan situasi konkrit masyarakat tanpa meninggalkan kemajemukan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, pemerintah saat ini menganggap berhasil tidaknya suatu pendidikan di Indonesia didasarkan pada Ujian Nasionalnya. Menurut pemikiran Driyarkara diatas, apabila indikator mutu pendidikan didasarkan pada berhasil tidaknya Ujian Nasional (UNAS) maka kebijakan ini merupakan langkah yang kurang bijaksana dalam proses pendidikan di Indonesia35. Dengan sistem kebijakan tersebut, maka proses pendidikan dianggap meninggalkan nilai atau aspek-aspek lain yang terkandung dalam proses pendidikan.
34 35
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009, hal. 88. Ibid, hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Pemikiran filsafat Driyarkara memberikan pemahaman dan sumbangan yang amat besar dalam proses pendidikan di Indonesia36. Gagasan pendidikan yang dirancang sebenarnya menjadi sebuah gagasan yang kritis terhadap fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan. Proses pendidikan tidak boleh hanya menekankan nilai intelektual dan akademis semata. Pendidikan tidak sekedar mengarahkan bahwa manusia harus berprestasi secara akademis formal, tetapi lebih jauh dari itu proses pendidikan haruslah sampai menyentuh kepada kemanusiaan peserta didik secara utuh dan menyeluruh. Namun proses pendidikan harus menjadikan pendidikan sebagai sebuah proses transformasi atau perubahan ke arah yang lebih baik. Dimensi kedua yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan nasional kita adalah metode. Metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran37. Terdapat
beberapa metode pembelajaran
yang dapat
digunakan
untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya yaitu metode ceramah, metode
diskusi,
metode
demonstrasi,
metode
ceramah
plus,
metode
eksperimental, metode study tour (karya wisata), metode latihan keterampilan, dll. Apabila metode pembelajaran tepat digunakan dalam proses belajar mengajar, maka dapat dimungkinkan tujuan dari pembelajaran akan mudah tercapai. Cepat lambatnya peserta didik dalam belajar sangat erat kaitannya dengan metode yang 36 37
Ibid, hal. 368-369. Wina Senjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 39.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
diterapkan. Suatu metode mempunyai cara-cara yang berbeda dengan metode yang lain sehingga dalam menerapkannya harus disesuaikan dengan keadaan lingkungannya, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakatnya. Dimensi ketiga yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan nasional kita adalah strategi pembelajaran. Sedangkan, strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah strategi atau cara mengajar pendidik yang monoton dan tidak mau mengikuti perkembangan serta perubahan jaman. Selain itu, pendidik masih menggunakan cara-cara lama dalam menyampaikan materi pembelajaran. Sebagai contoh, pendidik belum bersedia menggunakan sistem mengajar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini seperti internet, dsb. Hal ini dilakukan supaya peserta didik tidak mudah bosan dan materi dapat mudah diterima oleh peserta didik sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan. Berdasarkan dimensi pertama tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa basis dari pendidikan adalah manusia itu sendiri. Selaku pihak yang menjalankan serta mendapatkan pendidikan, ia diharuskan mampu mengerti terlebih dahulu kehendak dari hidupnya. Manusia yang mengetahui akan keberadaannya seharusnya mampu memberikan makna dari berbagai macam tanda alam dengan begitu mampu memberikan manfaat bagi manusia lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III MODEL PENDIDIKAN DRIYARKARA
Menindaklanjuti pemikiran Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia dimana beliau menyebutkan bahwa pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional 38 . Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Pendidikan karakter bertujuan untuk melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat, karena kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting bagi peserta didik dalam mempersiapkan masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. A. Model Pendidikan Menurut Driyarkara Menurut Driyarkara selaku cendekia dan seorang filsuf menyatakan bahwa basis dari pendidikan tentunya adalah manusia itu sendiri39. Selaku pihak yang menjalankan serta mendapatkan pendidikan ia diharuskan mampu mengerti terlebih dahulu
kehendak
dari
hidupnya. Manusia yang mengetahui akan
keberadaannya seharusnya mampu memberikan makna dari berbagai macam tanda alam dengan begitu mampu memberikan manfaat bagi manusia. Tentunya 38 39
Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, 1950, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, hal. 90. Idem.
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
ada keinginan untuk menciptakan keseimbangan hidup karena problematika kehidupan serta tuntutan dari realitas yang membuat manusia harus bisa menyelesaikan itu semua. Pembahasan eksistensi manusia tidak akan cukup tanpa mengetahui sejauh mana potensi manusia dalam mengubah struktur kehidupan. Kekerasan, penindasan, ketidakadilan adalah buah karya manusia dalam mengembangkan potensi dirinya dalam bentuk yang negatif, sedangkan kedamaian, tenggang rasa, saling menghormati adalah salah satu potensi manusia yang mampu dikeluarkan dan sesuai dengan fitrah keberadaan dirinya. Model pendidikan menurut Driyarkara mencakup empat prinsip pendidikan yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas
40
. Pendidikan
humanisme berorientasi pada pengembangan manusia, menekankan nilai-nilai manusiawi, dan nilai-nilai kultural dalam pendidikan. Sasaran pokok pendidikan humanis adalah membentuk anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara agar memiliki jiwa demokratis, bertanggung jawab, memiliki harga diri, kreatif, rasional, objektif, berfikir positif, mawas diri terhadap perubahan dan pembaharuan, serta mampu memanfaatkan waktu dengan baik. Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin bijaksana dalam bertindak dan berpikir, adil dalam bersikap, dan dapat membedakan benar atau salah. Humanisasi artinya proses memanusiakan manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Pendidikan humanisasi adalah proses membawa serta mengarahkan sikap dan perilaku peserta didik kepada pendewasaan diri sehingga 40
Sudiarja, dkk, Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa, 2006, Jakarta: Gramedia, hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
memiliki mentalitas yang dewasa. Artinya, manusia mempunyai kemampuan untuk menempatkan diri secara wajar, memiliki pengendalian diri, berbudaya dan beradab, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai contoh peserta didik mampu beradaptasi dan membaur dilingkungan sekitarnya tanpa membedakan golongannya, baik dari segi agama, ras, jenis kulit, asal usul, pangkat, jabatan, dsb. Pendidikan humanistik bermaksud untuk membentuk manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai manusia individu yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Jadi, pendidikan humanistik merupakan salah satu bentuk dorongan aktualisasi diri secara individu kepada lingkungannya. Humanitas sebagai tujuan akhir pendidikan humanisme, pendidikan ini merupakan visi pendidikan yang dikembangkan Driyarkara. Pendidikan humanitas memiliki ciri-ciri yaitu 1) memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; 2) memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah; 3) mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan (philosophically creative); 4) memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice). Universitas Sanata Dharma merupakan salah satu perguruan tinggi Jesuit yang memiliki tradisi pendidikan kuat berbasis spiritualitas Ignasian dan salah satu universitas yang menerapkan pemikiran Driyarkara yaitu pendidikan berbasis karakter. Pada mulanya USD didirikan dengan nama IKIP (Institut Keguruan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
Ilmu Pendidikan) setelah itu berubah menjadi Universitas Sanata Dharma. Di Universitas Sanata Dharma salah satu fakultas yang menerapkan pendidikan karakter adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Pendidikan karakter diterapkan di FKIP karena FKIP merupakan satu-satunya fakultas pendidikan yang berada di USD. Tujuan pendidikan bagi FKIP adalah melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting bagi peserta didik dalam mempersiapkan masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sejalan dengan pemikiran Driyarkara di atas dimana tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, dan untuk dapat mencapai tujuannya tersebut maka pendidikan harus mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi. Pola pemikiran tersebut yang membuat USD semakin maju,
berkembang, dan berubah
dari waktu
kewaktu.
Pengembangan karakter mahasiswa USD berdasarkan pola pemikiran Driyarkara dilakukan dengan mengintegrasikan pendekatan dalam model pengembangan karakter melalui kegiatan kurikuler yaitu pembelajaran. Secara khusus, USD menyadari bahwa kegiatan pembelajaran menjadi ujung tombak untuk menyiapkan generasi muda yang akan memikul tanggung jawabnya di masa depan maka untuk melahirkan pribadi-pribadi dan pemimpin-pemimpin yang berkarakter mahasiswa USD harus memiliki competence, conscience, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
compassion. Hal ini dilakukan supaya USD mampu menghasilkan mahasiswa yang memiliki karakter utuh dan tajam dalam bidang kompetensi (competence), suara hati (conscience), dan hasrat bela rasa (compassion)41. Competence dimaknai sebagai kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan keterampilan, dan sikap. Unsur-unsur dasar competence adalah pengetahuan keterampilan, dan sikap. Conscience dimaknai sebagai kemampuan memahami alternatif dan menentukan pilihan (baik-buruk, benarsalah). Unsur-unsur dasar conscience adalah moral, prinsip, tanggung jawab, kejujuran, mandiri, kebebasan, keterbukaan, memiliki semangat belajar tinggi, kesadaran
(eling),
kewaspadaan
(prudent),
keadilan,
konsekuen,
dan
keseimbangan. Sedangkan, compassion dimaknai sebagai kemauan untuk berbela rasa pada sesama dan lingkungan (man and women for and with others). Unsurunsur compassion adalah peduli, peka, rela, dan tanggap. Ada beberapa perspektif terkait faktor yang mempengaruhi perkembangan karakter seseorang. Beberapa berpendapat bahwa karakter terbentuk karena faktor lingkungan sehingga perkembangannya dimulai sejak dia lahir dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain, selain dipengaruhi oleh faktor genetik karakter juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa karakter berkembang saat individu dibentuk dalam kandungan dan akan terus berkembang karena faktor lingkungan. Karakter yang mulai berkembang dimasa
41
Kuntoro Adi, dkk, Model Pendidikan Karakter di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2010, Yogyakarta, hal. 68.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
bayi di antaranya rasa empati, konsep tentang manusia, dan kelekatan dengan orang lain. Karakter-karakter tersebut terus berkembang hingga mulai muncul karakter yang lebih matang seperti kontrol diri, perasaan benar atau salah, perspective-taking (anak bertindak dengan mempertimbangkan cara-cara pihak lain juga akan bertindak). Pada umumnya, perkembangan karakter di masa remaja merupakan lanjutan dari karakter yang sudah mulai muncul dari masa bayi dan anak-anak. Perkembangan karakter yang menonjol dimasa remaja adalah moral reasoning dan pembentukan moral identity. Mahasiswa berada pada tahap remaja akhir dan dewasa awal sehingga perkembangan karakter yang menonjol adalah moral reasoning dan terbentuknya moral identity. Moral reasoning adalah perkembangan dari kapasitas kognitif untuk menilai sesuatu benar atau salah dan membuat keputusan dengan pertimbangan moral yang matang. Lebih lanjut, moral reasoning berkaitan dengan perilaku bermoral dan tidak bermoral seperti menolong, curang, nakal, dan tindakan beresiko (seperti misalnya seks bebas dan penggunaan narkoba). Berbeda dengan perkembangan pada masa anak-anak yang baru dapat mempertimbangkan konsekuensi konkrit, pada masa remaja, seseorang sudah dapat mempertimbangkan konsekuensi abstrak. Kondisi perkembangan remaja tersebut di atas sesuai sekali dengan nilai-nilai Ignatian yang dikembangkan USD dalam konteks pengembangan karakter remaja yaitu compentence (kompetensi), conscience (suara hati), compassion (hasrat bela rasa). Ketiga karakter tersebut menjadi nilai utama yang dikembangkan USD dalam membentuk karakter mahasiswa berdasarkan model pemikiran Driyarkara yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas seperti yang sudah diuraikan diatas42. B. Model Pendidikan Driyarkara dan Kurikulum 2013 Model pendidikan Driyarkara mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi. Hal ini sejalan dengan yang diterapkan oleh pemerintah dalam kurikulum 2013 dimana model pendidikan juga memiliki tiga aspek penilaian di dalamnya yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap serta perilaku. Artinya, sebelum kurikulum 2013 ini diterapkan oleh pemerintah, Driyarkara sudah memikirkannya jauh-jauh hari terkait dengan model pendidikan yang tepat agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional dan dapat memanusiakan manusia. Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi. Pendidikan nilai secara khusus ditujukan untuk
menerapkan
pembentukan
nilai
kepada peserta
didik,
menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, Pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai43.
42 43
Ibid, hal. 368-369. Mulyana. R, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 2004, Bandung: Alfabeta, hal. 143.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Pendidikan nilai bukanlah sebagai satu-satunya mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa, tetapi pendidikan nilai merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan dalam rangka pembentukan karakter suatu bangsa. Peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh manusia-manusia pada bangsa itu. Maju mundurnya peradaban bangsa sangat erat terkait dengan akhlak/moral bangsa itu, dan baik-buruknya moral suatu bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Melalui pendidikan nilai, pendidikan menjadi lebih bernilai, tidak hambar dan tidak hampa. Dalam memperbaiki kondisi bangsa maka pendidikan nilai sangat dipandang perlu dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan. Penanaman nilai-nilai harus dimulai sejak dini, secara formal dalam lingkungan pendidikan. Upaya efektif dalam menyampaikan pendidikan nilai adalah perlu adanya penokohan sebagai wujud konkret dari internalisasi nilai tersebut. Metode keteladanan sangat penting, guru harus menjadi contoh dan pelopor pertama bagi siswa dalam penanaman nilai. Upaya yang berkesinambungan dari semua pihak yang terkait dengan komponen pendidikan dalam melaksanakan pendidikan nilai sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional yang menghasilkan pemuda-pemuda penerus bangsa yang berkarakter. Pendidikan
karakter penting
bagi pendidikan di
Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu, dan mengormati. Pendidikan karakter akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Ciri pendidikan karakter adalah (1) pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati normanorma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. (2) adanya keinginan membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. (3) adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilainilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. (4) keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih 44 . Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia yang unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
44
Ibid, hal 68.
mencakup
komponen
pengetahuan,
keterampilan,
kecakapan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
kemandirian, kreatifitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan, dan kewarganegaraan. Pembaharuan pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tidak pernah berhenti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan yang dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Untuk itu harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya. Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap siswa adalah belajar. Keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran. Pendidikan berbasis kompetensi merupakan suatu model pembelajaran dimana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi. Pendekatan pendidikan berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan sehingga mereka tuntas dalam belajarnya45.
45
Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya. Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berbeda, namun secara garis besar, ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya. Pendidikan bagi setiap indivdu merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila, dan sebagainya. Pendidikan dapat di artikan sebagai pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta didik dapat mengaktualisasi dirinya seoptimal mungkin46. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling mempengaruhi guna terlaksana
proses
pendidikan
(transformasi
pengethuan,
nilai-nilai,
dan
keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang diinginkan). Pengertian pendidikan sangat erat kaitanya dengan pengertian pengajaran, sehingga sulit untuk dipisahkan dan dibedakan. Pendidikan tidak dapat dilaksanakan tanpa ada pengajaran, dan pengajaran tidak akan berarti jika tanpa diarahkan ke tujuan pendidikan. Selain itu, pendidikan merupakan usaha pembinaan pribadi secara utuh dan lebih menyangkut masalah citra dan nilai. Sedangkan pengajaran merupakan usaha mengembangkan kapasitas intelektual dan berbagai keterampilan fisik.
46
Yamin, Moh, Menggugat Pendidikan Indonesia, 2009, Yogyakarta: AR- Ruzz Media, hal. 55.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Moh. Yamin, bahwa tujuan pendidikan adalah memungkinkan seseorang untuk membentuk kepribadian. Sedangkan, menurut Driyarkara pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia muda47. Pendidikan harus membantu seseorang agar mampu bertindak sebagai manusia. Hal ini dapat diperoleh peserta didik dengan pembelajaran yang bersifat kontekstual, dimana tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai
tujuannya
dengan
meningkatkan
kompetensi
peserta
didik.
Pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Pembelajaran kontektual dengan pembelajaran kompetensi saling berhubungan, dimana dalam pembelajaran kontektual peserta didik didorong untuk menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan, dan dalam pembelajaran kompetensi peserta didik dituntut untuk mampu menerapkannya dalam kehidupan. Sejalan dengan model pendidikan menurut Driyarkara inti dari kurikulum 2013 adalah terdapat pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang
47
Idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, untuk memasuki masa depan yang lebih baik. Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam kurikulum 2013 meliputi penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut, kejujuran, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleransi, damai), kesantunan, responsive, pro aktif, dan percaya diri. Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam kurikulum 2013 diharapkan dapat mengatasi krisis moral bangsa. Implementasi kurikulum 2013 dalam setiap aspek pendidikan diharapkan secara perlahan dapat mengurangi kemerosotan moral generasi muda, karena pembentukan karakter membutuhkan waktu yang lama dan pembiasaan karakter membutuhkan keberulangan. Guru merupakan ujung tombak kurikulum, jika dalam mendidik guru tidak memiliki kemampuan menerapkan model pendidikan yang tepat, maka kurikulum 2013 yang digadang-gadang sebagai solusi dari kemerosotan moral bangsa tidak akan pernah terwujud. Kurikulum 2013 hanya akan menjadi wacana seperti kurikulum-kurikulum yang sebelumnya dan tujuan pendidikan nasional hanya menjadi impian yang tidak akan pernah terwujud. Model pendidikan yang tepat tersebut yaitu guru memiliki kemampuan menerapkan pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis kompetensi, kontekstual dan pemecahan masalah, dimana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang diharapkan muncul dalam diri peserta didik sebagai upaya mengatasi krisis moral bangsa. Maka dari itu, sejalan dengan pemikiran Driyarkara yang sudah di ungkapkan pada bab sebelumnya dimana pada prinsipnya hakekat dan tujuan pendidikan adalah cerdas dan humanis48. Artinya, pendidikan mampu membentuk kepribadian peserta didik yang cerdas secara intelektual, spiritual emosional dan sosial yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kepentingan banyak orang dan lingkungan alam sekitarnya terutama dalam hubungan dengan sesama manusia dan dengan Tuhan penciptanya. Bentuk perwujudan semua itu tentu tidaklah mudah, karena pada dasarnya tidak hanya tugas pemerintah saja dalam membentuk karakter sebuah bangsa, keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh keagamaan, para pendidik, dan seluruh lapisan masyarakat yang berada dalam suatu bangsa mempunyai peranan serta andil dalam menentukan karakter negaranya.
48
Ibid, hal. 368-369.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV UPAYA DRIYARKARA DALAM MEREALISASIKAN PEMIKIRANNYA DI BIDANG PENDIDIKAN
Pada saat ini masyarakat dunia menghadapi sebuah perubahan sosial besarbesaran dengan corak, istilah, peluang, hambatan, serta makna historis yang berbeda-beda. Istilah “globalisasi” merupakan salah satu upaya terkemuka untuk memahami atau memaknai perubahan besar-besaran ini. Salah satu sektor yang mengalami perubahan akibat dampak dari globalisasi tersebut adalah sektor pendidikan di Indonesia. Dalam perubahan yang dihadapi masyarakat dunia ini, ditandai dengan perubahan sejarah besar-besaran pada kebudayaan, selera, gaya hidup, ideologi, solidaritas sosial, dan sebagainya. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia tidak kebal dari perubahan besar-besaran itu. Tidak terkecuali pranata sosial yang dinamakan “pendidikan” di Indonesia pun terkena dampak dari era globalisasi tersebut. Dampak signifikan akibat era globalisasi tersebut adalah terjadinya kemerosotan dalam dunia pendidikan. Beragam kritik serta tawaran penyelesaian telah banyak disampaikan oleh beberapa pemikir menanggapi situasi yang terjadi di dunia pendidikan. Pandangan tersebut dilontarkan akibat dari rasa sadar mereka terhadap inti permasalahan yang melanda dunia saat ini, pendidikan diharapkan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada saat ini. Permasalahan yang dimaksud tentunya lebih menitikberatkan terhadap apa yang telah dilakukan manusia kepada lingkungan sekitarnya (baik kepada alam maupun kepada sesama manusia
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lainnya).
Kehausan
manusia
terhadap
pengetahuan
serta
64
keingintahuan
menjadikan banyak perubahan dalam siklus kehidupan alam. Mesin-mesin diciptakan, serbuan teori-teori terhadap penciptaan tatanan kehidupan yang dirasa baik, serta beragam upaya yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan seakan-akan menjadi tema kehidupan saat ini yang biasa kita sebut sebagai zaman modern. Dunia dewasa ini penuh dengan beragam inovasi, ide-ide, sesuatu yang cepat berubah, dan juga munculnya pribadi-pribadi masyarakat yang unik. Semua hal seakan-akan dinilai secara praktis hingga merambah kepada dunia pendidikan. Seperti yang sudah penulis bahas pada bab sebelumnya bahwa kekhawatiran yang dirasakan hal ini adalah ketika pendidikan tidak lagi menjadi wadah untuk menghasilkan manusia-manusia yang memahami kodratnya. Keluarga tidak lagi
mementingkan waktu
untuk
berbagai
pengalaman
dan nasehat, institusi pendidikan lebih memikirkan lulusan dibandingkan prosesproses yang harus dilampaui dalam menghasilkan sebuah kader manusia yang baik dan bahkan ia dijadikan satu-satunya wadah dalam mendidik. Perubahan yang digambarkan secara sederhana di atas berlangsung dalam kurun waktu yang sudah lama hingga saat ini. Gambaran di atas juga sekaligus menjadi sebuah peringatan bagi dunia pendidikan Indonesia, juga secara umum bagi masyarakat Indonesia dalam usahanya memanusiakan “manusia Indonesia”. Berdasarkan hal tersebut di atas, kiranya pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan bisa dijadikan suatu sarana dalam memperbaiki pendidikan (terutama formal dalam institusi pendidikan) dalam masa sekarang, agar pendidikan tidak bergeser dari tujuan yang seharusnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Driyarkara sebenarnya, dalam tulisan-tulisannya mengenai pendidikan, sudah mengantisipasi perubahan yang digambarkan di atas. “Dalam abad teknik ini”, tulis Driyarkara, “bisa saja orang hanya memburu kecakapan kerja dan bukan perkembangan manusia. Maka, dengan memasukkan anak sekolah, misalnya orang tua belum tentu perbuatannya itu utuh sebagai perbuatan mendidik karena dirongrong oleh konsep yang salah”38. Dalam pernyataan tersebut, kiranya Driyarakara ingin menunjukkan gambaran suatu kekeliruan dimana seolah-olah sekolah itu hanya bertujuan untuk membuat manusia cakap bekerja dan mendapatkan uang, atau dengan kata lain bahwa orang tua memasukkan anak ke sekolah agar anaknya pintar dan dapat bekerja untuk mendapatkan uang. Hal tersebut tentu saja tidak sejalan dengan pemikiran Driyarkara, dimana dalam mengembangkan manusia muda harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang mempunyai nilai, potensi, dan keahlian. Pendidikan menurut Driyarkara adalah memanusiakan manusia muda yang artinya mereka yang belum menjadi ’’manusia seutuhnya’’ dimanusiakan dengan cara dibimbing, dibina, dan dibantu, hingga mencapai pribadi utuh. Dalam pemikiran mengenai pendidikan tersebut, Driyarkara menguraikan bahwa mendidik itu termasuk dalam kategori aktivitas fundamental. Karena merupakan aktivitas fundamental, pendidikan mencakup pendidik dan peserta didik. Gambaran Driyarkara tentang pendidikan sebagai suatu aktifitas fundamental, maka kiranya pemikiran Driyarkara dapat mencegah pendidikan yang berorientasikan tidak memanusiakan manusia. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa Pendidikan (formal) pada masa ini rentan terhadap kecenderungan yang 38
Danuwinanta, F., SJ. (editor), Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, 2006, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 363.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
berorientasikan nilai pasar, komersil, dan tidak memperhatikan makna dari pendidikan yang berdasarkan pada tujuan pendidikan nasional. Selain itu konsep pendidikan di Indonesia menurut Driyarkara cenderung mengarahkan anak-didik kepada gambaran manusia yang hanya berorientasi untuk bekerja dan mendapatkan uang setelah selesai sekolah, jadi bukan sebagai kaum intelektual yang mempunyai kecakapan, keahlian, dan berkarakter seperti yang diinginkan Driyarkara. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik kepada peserta didik untuk perkembangan jasmani dan rohaninya agar memiliki kepribadian yang utama dan ideal, yaitu kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh untuk melaksanakan nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup individu ataupun kelompok masyarakat. Tujuan dari proses ini adalah terjadinya proses perkembangan alamiah berupa kedewasaan dan kematangan dari kepribadian manusia. Dengan melihat tugas dan fungsinya maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalisis, dan menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan meliputi: 1. Menuangkan Pemikiran Atau Ide-Idenya Dalam Sebuah Buku Salah satu upaya Driyarkara merealisasikan pemikirannya adalah melalui berbagai macam buku baik yang ditulis sendiri maupun melalui catatan-catatan kecil yang dikumpulkan oleh rekan-rekan sejawatnya. Salah satu tujuan penyampaian pemikiran Driyarkara melalui sebuah buku karena buku mampu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
menjadi penyambung lidah dalam memberikan bekal pemikiran tentang pendidikan kepada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu, buku mampu menjadi pondasi yang utuh dan kuat dalam merealisasikan pemikiran seseorang. Artinya, ketika Driyarkara wafat hanya jasadnya saja yang tiada, akan tetapi pemikirannya tentang pendidikan, politik, kebudayaan masih tetap ada melalui karya-karyanya. Buku-buku tersebut diantaranya yang berjudul: a. Pidato dengan tema tentang “Sosialitas sebagai Eksistensial” Merupakan isi pidato inagurasinya yang diucapkan pada peresmian dirinya sebagai Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tanggal 30 Juni 1962. Dalam pidato ini Driyarkara lebih menekankan
tentang
bagaimana
manusia
sebagai
makhluk
sosial
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. b. Buku yang berjudul Pertjikan Filsafat Sebuah buku yang beredar di lingkungan akademis sebagai rujukan juga dalam kuliah Filsafat. Buku yang berisi 204 halaman ini merupakan karya asli dari Driyarkaya yang ditulis pada tahun 1962 sebagai cetakan pertama dan diterbitkan oleh PT. Pembangunan Jakarta. Buku ini berisikan tentang tulisan yang mengetengahkan tanggung jawab sebagai sikap yang penting untuk diperhatikan dan dimiliki oleh siapa pun. Tanggung jawab adalah sikap khas manusia, yang harus dimiliki oleh manusia. Driyarkara dalam bukunya, Pertjikan Filsafat menerangkan bahwa: “Tanggung jawab ialah kewajiban menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuai tuntutan kodrat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
manusia”. Ia menambah pula bahwa “berani bertanggung jawab berarti bahwa seseorang berani menentukan, berani memastikan, bahwa perbuatan ini sesuai dengan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itulah perbuatan tadi dilakukan”39. Kodrat manusia menurut pemikiran Driyarkara adalah sikap atau perilaku manusia dalam menunjukkan kemanusiaannya. Manusia sebagai mahkluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan. Maka dari itu, manusia diharapkan mampu menunjukkan tabiat kesempurnaan dan kebaikannya yaitu manusia sebagai pribadi dan rohani. Sebagai seorang pribadi manusia dituntut untuk dapat bersikap dan memiliki tanggung jawab atas keputusan yang diambil. Sedangkan, sebagai seorang rohani manusia dituntut untuk senantiasa selalu beribadah kepada Tuhannya sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. c. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Pendidikan Dalam buku ini Driyarkara menyoroti tentang realita pendidikan yang terjadi di Indonesia. Driyarkara menulis tentang pendirian-pendiriannya mengenai pendidikan dimana “pendidikan merupakan kegiatan sadar untuk memanusiakan manusia muda, yang dia sebut sebagai “hominisasi dan humanisasi”. d. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Kebudayaan Buku yang berisi 68 halaman ini merupakan kumpulan karya asli Driyarkaya yang ditulis dari tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980 sebagai cetakan pertama. Buku ini berisi tentang adanya relasi yang kuat antara pendidikan dengan kebudayaan,
39
Driyarkara, Percikan Filsafat, cetakan pertama, 1962, Jakarta: PT Pembangunan, Hal: 30.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
bahkan keduanya bisa dikatakan salah satu aktifitas fundamental yang membuat manusia berbeda dengan makhluk alam lainnya. Sejarah awal kebudayaan lahir dari tingkat kecerdasan manusianya dalam membaca rumusan hukum alam, mentelaah berbagai macam problematika hidup dan mencari sebuah solusi dengan menerapkan sebuah sistem sosial. Berdasarkan itu semua maka dengan jelas terlihat kebutuhan yang besar bagi suatu bangsa akan pendidikan. e. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Manusia. Buku ini merupakan kumpulan karya asli Driyarkaya yang ditulis dari tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980 sebagai cetakan pertama. Karya ini berisikan tentang manusia yang bereksistensi dan manusia yang mampu menyadari tujuan hidupnya, potensi apa saja yang bisa ia hasilkan, serta apa-apa saja yang harus ia perbuat. f. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Negara dan Bangsa Buku ini merupakan kumpulan karya asli Driyarkaya yang ditulis dari tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980 sebagai cetakan pertama. Buku ini lebih menyoroti tentang pandangannya dalam hal Pancasila serta kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Menerapkan Sistem Pendidikan Karakter Ke Dalam Dunia Pendidikan Salah satu upaya Driyarkara dalam menuangkan pemikirannya dibidang pendidikan bisa dikatakan dimulai ketika beliau berpidato sebagai dekan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Sanata Dharma (PTPG), embrio IKIP Sanata Dharma pada tahun 1955. Pidato pertanggungjawabannya tentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
kepentingan pendidikan guru memperoleh tanggapan luas, dan sejak saat itu (1955) selain dikenal sebagai filsuf juga seorang ahli pendidikan. Salah satu upayanya tersebut adalah dengan mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat dan mulai menerapkan pendidikan karakter di berbagai universitas di Indonesia. Driyarkara menjabat sebagai dekan dan rektor pertama kali di Universitas Sanata Dharma dimulai pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1967. Aktivitas Driyarkara selama menjadi dekan dan rektor di USD adalah merangkap menjadi seorang dosen, mengisi berbagai dialog interaktif, berpidato, hal ini dilakukan dalam rangka menuangkan pemikirannya dan sebagai salah satu upaya konkrit dalam menerapkan pendidikan karakter. Karena, dengan berdialog
interaktif
tersebut
dapat
saling
bertukar
pendapat,
saling
menyampaikan dan memaparkan pemikiran, serta terjalin hubungan timbal balik antara narasumber dengan audience. Tidak hanya itu, dalam memaparkan pemikirannya Driyarkara juga membuat catatan-catatan kecil dalam bahasa Jawa yang dimuat majalah Praba, sebuah majalah mingguan berbahasa Jawa yang terbit di Yogyakarta, serta menjadi narasumber yang diselenggarakan oleh RRI. Hal tersebut tentunya merupakan peluang bagi driyarkara dalam memperkenalkan ide-idenya ke masyarakat baik itu tentang kebudayaan, pendidikan, maupun tentang bangsa dan negara. Rektor pertama Universitas Sanata Dharma, mengungkapkan sebuah semboyan yang berbunyi “homo homini socius”, atau “manusia adalah kawan bagi sesamanya”. Merujuk dari semboyan tersebut tidak heran juga jika semboyan USD adalah “cerdas dan humanis”. Bukan hanya soal menjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
cerdas saja, tapi juga humanis. Humanisme yang cerdas artinya terdapat keseimbangan antara logika dan nurani, rasio dan rasa. Fokus pendidikan karakter yang di usung Driyarkara adalah penerapan pendidikan berbasis karakter bagi Universitas. Driyarkara menilai mahasiswa merupakan
subyek yang diharapkan mampu menjadi penggerak kekuatan
transformatif masyarakat. Dengan jiwa mudanya yang berciri kreatif dan dinamis, mahasiswa diharapkan sanggup melakukan pembaharuan di tengah masyarakat dengan ilmu dan kecakapan yang ditempa selama menjalani studi di bangku perkuliahan. Pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa bertujuan supaya para mahasiswa dapat menemukan jati diri mereka di tengahtengah kondisi masyarakat saat ini. Selain itu, pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan tajam yang memiliki kompetensi (competence), suara hati (conscience), dan hasrat bela rasa (compassion). Menurut Driyarkara USD sebagai universitas Jesuit, senantiasa melibatkan diri dalam pembentukan pribadi yang utuh, mempunyai nalar, hati, pengetahuan, perasaan, dan tingkah laku. USD dibentuk oleh Driyarkara menjadi salah satu universitas yang menyiapkan pemuda-pemudinya menjadi pribadi yang bukan hanya cerdas, tetapi berkarakter; bukan sekedar memiliki keunggulan pendidikan professional tetapi manusia utuh yang solider, yang memiliki kedalaman pikiran dan imajinasi. Oleh karena itu hasil pendidikan USD lebih dari sekedar membantu tersedianya tenaga berkualifikasi unggul, melainkan pribadi yang juga memperlihatkan kefasihan akan logika dan bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
dunia, jernih dalam pemikiran, lurus dalam bertutur, unggul dalam moral, dan mempunyai bela rasa dalam kehidupan sosial. Melalui pendidikan karakter di USD, Driyarkara mengajak supaya mahasiswa calon generasi penerus bangsa dapat memiliki kompetensi (competence), kejernihan moral (conscience) dan hasrat bela rasa (compassion). Karakter seseorang dapat dibentuk melalui keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Sumber utama pembentuk karakter adalah keluarga, terutama kedua orang tua. Proses tersebut berlangsung melalui interaksi antara orang tua dan anak. Berkowitz melaporkan hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua yang memberikan perawatan dengan baik, tumbuh dalam keluarga yang demokratis, terbuka, memberikan pujian
daripada celaan,
disiplin dan penuh cinta cenderung membentuk anak yang mudah taat, memiliki orientasi sosial, memiliki kematangan empati, memiliki harga diri yang positif, memiliki ketajaman penalaran moral, kepekaan suara hati, dll40. Pembentukan karakter yang terjadi di keluarga kemudian akan diperluas oleh pengalaman di sekolah/universitas. Peran sekolah/universitas dalam membentuk karakter anak didik selalu bersifat sekunder, meskipun sepertiga waktunya dihabiskan di sekolah atau universitas. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa (1) pada tahun-tahun pertama kehidupan anak memiliki ikatan emosi yang sangat kuat dengan orang tua; (2) sebelum masuk 40
Berkowitz, M.W., The Science of Character Education In W, 2002, Damon (Ed.) Stanford CA: Hoover Institution Press, hal .66.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
sekolah/kuliah anak sudah memiliki bentukan dasar-dasar karakter baik dari keluarga atau sekolah ditingkat bawahnya. Namun demikian, meskipun bersifat sekunder, peran sekolah/universitas dalam membentuk karakter tetap sangat penting. Sekolah/universitas berperan besar dalam membangun konsep diri, keterampilan sosial, nilai-nilai, kematangan penalaran moral, perilaku sosial, dan pengetahuan mengenai moralitas/suara hati. Proses pembentukan karakter disekolah/universitas diwarnai dengan interaksi antar teman sebaya. Pengaruh teman sebaya sangat besar dalam pembentukan karakter dan perlu diingat bahwa puncak pengaruh teman sebaya berlangsung dimasa remaja. Selama berinteraksi dengan teman sebaya para siswa dapat belajar memecahkan masalah, membangun persahabatan, melatih kejujuran, menanamkan rasa setia kawan, mengasah ketajaman suara hati, dsb. Sumber pembentuk karakter mahasiswa yang lain adalah masyarakat. Pengaruh masyarakat dalam pembentukan karakter berlangsung melalui media massa, nilai-nilai kultural, dan suasana hidup secara umum. Berita atau informasi atau hiburan yang tersampaikan melalui media massa baik cetak maupun elektronik sangat mempengaruhi perasaan, pikiran, dan nilai-nilai yang dikembangkan oleh remaja. Salah satu wujud penerapan pendidikan karakter Driyarkara tercermin pada salah satu Universitas yang ada di Yogyakarta yaitu Universitas Sanata Dharma (USD). Universitas Sanata Dharma (USD) memiliki keprihatinan khusus terkait dengan pengembangan generasi muda. Keprihatinan itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
dituangkan dalam salah satu visinya, yang dalam uraian lengkapnya berisi tentang: “Bagaimana USD memandang kaum muda dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengembangkannya. Dalam sejarah Indonesia, kaum muda merupakan kelompok dinamis yang memiliki peran penting sebagai pelaku perubahan sosial. Peran generasi muda dianggap sangat penting dalam membangun negara. Oleh karena itu, mereka perlu dibantu untuk mengembangkan dirinya secara aktif dan kreatif. USD menyadari bahwa sebagian besar dari subyek yang dilayani adalah kaum muda melalui kegiatan belajar mengajar41”. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha pengembangan kaum muda ini dilakukan menyeluruh menyangkut seluruh daya manusia yaitu pikiran, hati, dan kehendak. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengembangan kaum muda ini menekankan keterpaduan antara keunggulan akademik dan nilai-nilai kemanusiaan. Arah dari pengembangan ini adalah agar lulusan mampu berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat yang adil, demokratis dan sejahtera. Lulusan diharapkan tidak hanya
mampu menguasai
ilmu
pengetahuan yang dimiliki, tetapi juga harus peka terhadap kebutuhan masyarakat dan mampu menjadi pelaku perubahan sosial yang berguna bagi masyarakat.
41
Adi, Kuntoro, dkk, Model Pendidikan Karakter di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2010, Yogyakarta, hal. 12.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia adalah mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh melalui pendidikan berbasis karakter di sekolah-sekolah maupun universitas di Indonesia. Menurut Driyarkara peran pendidikan menjadi penting karena pendidikan mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang cukup kompleks. Nilai pendidikan tidak hanya menjadi kekayaan individual semata, tetapi dengan nilai pendidikan menunjukkan sebuah mentalitas dan kepribadian masyarakat berbangsa. Keberhasilan pendidikan menjadi tolak ukur bagi sebuah bangsa akan keseriusannya mempersiapkan dan mematangkan sumber daya manusia sekaligus dalam memajukan bangsanya. Singkatnya pendidikan mempunyai dampak yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Model pendidikan menurut Driyarkara mencakup empat prinsip pendidikan yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas yang memiliki ciriciri yaitu a) memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; b) memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah; c) mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan (philosophically creative); d) memiliki
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice). 3. Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan yaitu: a. Menuangkan ide dan pemikirannya dalam sebuah buku. Salah satu tujuan penyampaian pemikiran Driyarkara melalui sebuah buku karena buku mampu menjadi penyambung lidah dalam memberikan bekal pemikiran tentang pendidikan kepada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu, buku mampu menjadi pondasi yang utuh dan kuat dalam merealisasikan pemikiran seseorang. b. Menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter ke dalam dunia pendidikan. Fokus pendidikan karakter yang diusung Driyarkara adalah penerapan pendidikan berbasis karakter bagi Universitas. Driyarkara menilai mahasiswa merupakan subyek yang diharapkan mampu menjadi penggerak kekuatan transformatif masyarakat. Dengan jiwa mudanya yang berciri kreatif
dan
dinamis,
mahasiswa
diharapkan
sanggup
melakukan
pembaharuan di tengah masyarakat dengan ilmu dan kecakapan yang ditempa selama menjalani studi di bangku perkuliahan. Pendidikan karakter diterapkan di kalangan mahasiswa bertujuan supaya para mahasiswa dapat menemukan jati diri mereka di tengah-tengah kondisi masyarakat saat ini. Selain itu, pendidikan karakter diterapkan di kalangan mahasiswa untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan tajam yang memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
kompetensi (competence), suara hati (conscience), dan hasrat bela rasa (compassion).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Arif Rohman. 2009. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama. Berkowitz, M.W. 2002. The Science of Character Education In W. Damon (Ed.) Stanford CA: Hoover Institution Press. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pusat Data dan Informasi Pendidikan. Jakarta. Balitbang: Depdiknas. Dharma Kusuma dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya. Doni Kusuma. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Driyarkara. 1980. Driyarkara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Ihromi. 1996. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kuntoro Adi, dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yogyakarta. Moh. Yamin. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: AR- Ruzz Media. Mohammad Indra. 2009. “Relasi Yang Kuat Antara Pendidikan Dengan Kebudayaan Masyarakat Serta Pembentukan Karakteristik Bangsa”. Jurnal Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia. Mulyana. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Pedoman Sekolah. 2011. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Ratna Megawangi. 2005. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan Pustaka. 78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Subanar G. B. (editor). 2006. Pendidikan ala Warung Pojok, Catatan-catatan Prof. DR. N. Driyarkara, SJ, tentang masalah Sosial, Politik, dan Budaya. Yogyakarta: Penerbit USD. Subanar G. B. (editor). 2013. Oase Drijarkara, Tafsir Generasi Masa Kini.Yogyakarta: Penerbit USD. Sudiarja, dkk. 2006. Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa. Jakarta: Gramedia. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sumber Internet: Anonim. “Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta“. dalam http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2739/Sekolah-TinggiFilsafat-Driyarkara. diunduh pada hari Selasa, tanggal 28 Januari 2015, pukul 20.00 WIB.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SILABUS MATA PELAJARAN SEJARAH Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester
: XI/I
Standar Kompetensi : 1. Menganalisis Perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan Pendudukan Jepang Materi Pembelajaran Perkembangan 1.1. Mendiskusikan ideologi dan ideologi dan organisasi organisasi pergerakan nasional pergerakan Indonesia nasional Indonesia 1.2 Mendiskusikan Tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang pendidikan Kompetensi Dasar
Indikator 1. Menjelaskan Kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia. 2. Menjelaskan model pendidikan Driyarkara. 3. Menjelaskan upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan.
Alokasi Waktu 2 x 45 Teknik : tes dan menit non tes (2 x pertemuan) Bentuk : Penilaian
a. Tes : Essay. b. Non Tes : Observasi, Portofolio, Unjuk kerja. Instrumen Terlampir di RPP
Sumber Belajar Buku tentang Driyarkara Buku-buku tentang pendidikan karakter lainya Internet Gambar-gambar tokoh Driyarkara. Contoh buku: Dharma Kusuma dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya. Driyarkara. Driyarkara
81
1950.
Nilai Karakter Kerjasama Bertanggung jawab Percaya diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yogyakarta, 8 Juni 2015 Mengetahui, Kepala Sekolah
Guru Mata Pelajaran
(__________________)
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan : SMA N 1 DEPOK, Sleman, Yogyakarta
I.
Kelas/Semester
: XI/1
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia
Materi Pokok
: Pergerakan Nasional Indonesia
Alokasi Waktu
: 2 x 45 (2x Pertemuan)
Standar Kompetensi 1. Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang.
II.
Kompetensi Dasar Perkembangan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia.
III.
Indikator a. Kognitif Produk 1.1. Mendiskusikan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia. 1.2. Tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang pendidikan. 1. Menjelaskan kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia. 2. Menjelaskan model pendidikan Driyarkara. 3. Menjelaskan upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan. b. Afektif Karakter Menyajikan informasi mengenai keterkaitan antara pemikiran Driyarkara dengan pendidikan di Indonesia.
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Keterampilan Sosial Menghargai pendapat teman yang berbeda dalam menyampaikan pendapat tentang kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia. Muncul semangat toleransi terhadap teman dalam satu kelas. Bersikap kritis dalam menerima setiap perubahan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia. c. Psikomotorik Mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi tentang kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia.
IV.
Tujuan Pembelajaran a. Kognitif Produk 1.1. Mendiskusikan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia. 1.2. Mendiskusikan tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang pendidikan. b. Afektif Karakter Siswa mampu melaporkan kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia. Keterampilan Sosial Siswa
mampu
menghargai
pendapat
teman
yang
berbeda
dalam
menyampaikan pendapat tentang kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia. Siswa mampu menumbuhkan semangat toleransi terhadap teman dalam satu kelas. Siswa mampu bersikap kritis dalam menerima setiap perubahan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
c. Psikomotorik Siswa mampu mengidentifikasi kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia, dan dapat menerapkannya dalam kehidupan seharihari.
V.
Materi Pembelajaran 1.1. Mendiskusikan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia 1.2. Mendiskusikan tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang pendidikan
VI.
VII.
Pendekatan, Model, dan Metode a. Pendekatan
: Scientific
b. Model
: Student Teams-Achievment Division
c. Metode
: Ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran No. 1.
Alokasi
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Waktu 10’
Kegiatan Pembuka a. Guru
membuka
pelajaran
dengan
memberikan
salam,
memimpin doa, menanyakan kabar siswa, dan presensi. b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. c. Guru menyampaikan langkah-langkah model pembelajaran yang akan digunakan yaitu Student Team Achievement Division. 2..
Kegiatan Inti a. Eksplorasi Guru menjelaskan tentang peran Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia. Guru dan siswa menyebutkan peran Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia.
25’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Elaborasi Guru meminta siswa membentuk 5 kelompok. Masingmasing kelompok terdiri dari 4 siswa yang heterogen. Pembagian kelompok ini bertujuan agar hasil belajar ratarata semua kelompok dalam kelas memiliki kemampuan yang setara. Tiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata pada kuis sebelumnya. Tiap kelompok diberikan kuis/pertanyaan yang berbeda bertemakan tentang Peran Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia. Setiap siswa tidak diperkenankan saling membantu dengan siswa lain dalam satu kelompok. Setiap
siswa
dalam
kelompok
diminta
untuk
membandingkan jawaban antara siswa satu dan lainnya. Guru memberi waktu berdiskusi antara masing-masing kelompok untuk membahas tentang materi yang diperoleh. Guru memberikan waktu kepada perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi. Guru memberikan kesempatan kelompok lain untuk bertanya, dan memberikan pendapat tentang materi masingmasing kelompok. c. Konfirmasi Guru dan siswa mengulas kembali materi yang telah di presentasikan. Materi penting yang belum disampaikan ditambahkan oleh guru. Siswa diberi apresiasi sebagai kelompok terbaik berdasarkan nilai rata-rata skor kelompok. Jawaban siswa yang kurang tepat diperbaiki dan diberi penguatan.
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3..
Kegiatan penutup
87
10’
a. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi yang dipelajari. b. Guru
mengajak
siswa
menyampaikan
nilai-nilai
yang
diperoleh. c. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. d. Guru mengingatkan siswa untuk tetap belajar dan tidak segan bertanya jika ada hal yang belum dimengerti. e. Guru mengucapkan salam kepada siswa.
VIII.
Sumber Pembelajaran Dharma Kusuma dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya. Driyarkara. 1950. Driyarkara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Dwi Sardiman. 2014. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK Kelas XI Semester 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Habib Mustopo dkk. 2014. Sejarah Indonesia 2 SMA kelas XI kelompok peminataan Ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Yudistira Mulyana. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Slavin, E. Robert. 2009. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Subanar G. B. (editor). 2006. Pendidikan ala Warung Pojok, Catatan-catatan Prof. DR. N. Driyarkara, SJ, tentang masalah Sosial, Politik, dan Budaya. Yogyakarta: Penerbit USD. Sudiarja, dkk. 2006. Karya Lengkap Driyarkara Esay-Esay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsa. Jakarta: Gramedia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Wayan Badrika. 2004. Sejarah Nasional dan Umum untuk SMA (XI). Jakarta: Erlangga. IX.
Media dan Alat Pembelajaran a. Media b. Alat/Bahan
: Power point, LKS. : Papan tulis, Alat tulis (kertas, buku, spidol, bolpoint), gambar, Laptop, LCD “Projector”.
X.
Penilaian Hasil Belajar a. Teknik : tes dan non tes b. Bentuk : 1. Tes
: Essay.
2. Non Tes
: Observasi, Portofolio, Unjuk kerja.
c. Nilai Akhir NA = Kognitif (75%) + afektif (15%) + Psikomotorik (10%) d. Tindak lanjut 1. Siswa dinyatakan berhasil apabila siswa mencapai KKM minimal sebesar 75. 2. Memberikan program remidi untuk siswa yang tingkat pencapaian KKM <75. 3. Memberikan pengayaan bagi siswa yang pencapaian KKM > 75.
Yogyakarta, 8 Juni 2015 Mengetahui, Kepala Sekolah
(__________________)
Guru Mata Pelajaran
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Lampiran 1: Materi 1. Kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia adalah mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh melalui pendidikan berbasis karakter di sekolah-sekolah maupun universitas di Indonesia. Menurut Driyarkara peran pendidikan menjadi penting karena pendidikan mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang cukup kompleks. Nilai pendidikan tidak hanya menjadi kekayaan individual semata, tetapi dengan nilai pendidikan menunjukkan sebuah mentalitas dan kepribadian masyarakat berbangsa. Keberhasilan pendidikan menjadi tolak ukur bagi sebuah bangsa akan keseriusannya mempersiapkan dan mematangkan sumber daya manusia sekaligus dalam memajukan bangsanya. Singkatnya pendidikan mempunyai dampak yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Model pendidikan menurut Driyarkara mencakup empat prinsip pendidikan yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas. Pendidikan ini merupakan visi pendidikan yang dikembangkan Driyarkara. Model pendidikan ini memiliki ciri-ciri yaitu a) memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; b) memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah; c) mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan (philosophically creative); d) memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice). 3. Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan yaitu: a. Menuangkan ide dan pemikirannya dalam sebuah buku. Salah satu tujuan penyampaian pemikiran Driyarkara melalui sebuah buku karena buku mampu menjadi penyambung lidah dalam memberikan bekal pemikiran tentang pendidikan kepada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu, buku mampu menjadi pondasi yang utuh dan kuat dalam merealisasikan pemikiran seseorang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
b. Menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter ke dalam dunia pendidikan Fokus pendidikan karakter yang di usung Driyarkara adalah penerapan pendidikan berbasis karakter bagi Universitas. Driyarkara menilai mahasiswa merupakan
subyek yang diharapkan mampu menjadi penggerak kekuatan
transformatif masyarakat. Dengan jiwa mudanya yang berciri kreatif dan dinamis, mahasiswa diharapkan sanggup melakukan pembaharuan di tengah masyarakat dengan ilmu dan kecakapan yang ditempa selama menjalani studi di bangku perkuliahan. Pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa bertujuan supaya para mahasiswa dapat menemukan jati diri mereka di tengahtengah kondisi masyarakat saat ini. Selain itu, pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan tajam yang memiliki kompetensi (competence), suara hati (conscience), dan hasrat bela rasa (compassion).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Lampiran 2: Penilaian Sikap Spiritual
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL (LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar siswa yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap siswa Anda dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4 = apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3 = apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2 =apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1 = apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati. C. Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI
Nama Siswa
: ………………….
Kelas
: ………………….
Tanggal Pengamatan
: …………………..
Materi Pokok/Tema
: …………………..
Kompetensi Dasar
:
Perkembangan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia. Indikator sikap
:
Menyajikan informasi mengenai keterkaitan antara pemikiran Driyarkara dengan pendidikan karakter di Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
NamaSiswa
1. Teluk Wati 2. Andi Ansar 3. Dst… 4. 5.
Skor Indikator Jumlah Sikap Spiritual Perolehan (1 – 4) Skor 4 4 1 1
92
SkorAkhir
Tuntas/ Tidak Tuntas
(4:4)x4=4 (1:4)x4=1
Tuntas Tidak Tuntas
Petunjuk Penilaian Skor : 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal= Banyaknya Indikator x 4 2. Kategori Skor Sikap siswa didasarkan pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir: 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)
: Apabila memperoleh skor akhir: 2,33< skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C)
: Apabila memperoleh skor akhir: 1,33< skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K)
: Apabila memperoleh skor akhir: skor akhir ≤ 1,33
Yogyakarta, 8 Juni 2015
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
Lampiran 3: Penilaian Sikap Sosial
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI SIKAP SOSIAL (SANTUN) (LEMBAR OBSERVASI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian kompetensi sikap sosial ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar siswa yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap siswa Anda dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4 = apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3 = apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2 =apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1 = apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati. C. Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI
Nama Siswa
: ………………….
Kelas
: ………………….
Tanggal Pengamatan : ………………….. : …………………..
Materi Pokok/Tema Kompetensi Dasar
:
Perkembangan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia. Indikator sikap
:
Menghargai pendapat teman yang berbeda dalam menyampaikan pendapat tentang kontribusi Driyarkara dalam bidang pendidikan di Indonesia. Muncul semangat toleransi terhadap teman dalam satu kelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
Bersikap kritis dalam menerima setiap perubahan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia.
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Siswa Teluk Wati Andi Ansar Dst…
Skor Indikator Kompetensi Sikap Jumlah Sosial (1 – 4) Peroleha n Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Skor Skor (1-4) Skor (1-4) Skor (1-4) 4
3
3
10
2
2
1
5
SkorAkhir (10:12)x4 = 3,33 (5:12)x4= 1,66
Tuntas/ Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas
Petunjuk Penilaian Kompetensi Sikap Sosial (Santun): Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir
= Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal
Skor Maksimal = Banyaknya Indikator x 4 Penilaian Skor Siswa : Kategori skor sikap siswa didasarkan pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor akhir: 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)
: apabila memperoleh skor akhir: 2,33< skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C)
: apabila memperoleh skor akhir: 1,33< skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K)
: apabilamemperoleh skor akhir: skor akhir ≤ 1,33 Yogyakarta, 8 Juni 2015
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Lampiran 4: Penilaian Pengetahuan
INSTRUMEN PENILAIAN PENGETAHUAN (SOAL URAIAN)
A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian pengetahuan ini berbentuk soal uraian. 2. Soal ini dikerjakan oleh siswa . B. Petunjuk Pengisian Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas! C. Soal No
Soal
1.
Apa kontribusi Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia?
2.
Bagaimana model pendidikan tokoh Driyarkara?
3.
Bagaimana upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan?
D. Kunci Jawaban Butir No. Pertanyaan Apa kontribusi Driyarkara dalam 1. pendidikan di Indonesia?
2.
Bagaimana model pendidikan tokoh Driyarkara?
Kunci Jawaban Kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia adalah mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh melalui pendidikan berbasis karakter di sekolah-sekolah maupun universitas di Indonesia. Model pendidikan menurut Driyarkara mencakup empat prinsip pendidikan yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas yang memiliki ciri-ciri yaitu a) memiliki kepekaan budaya (cultural sensibility) yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; b) memperhatikan tantangan sejarah (historically attentive) yang terus berubah; c) mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
kehidupan (philosophically creative); d) memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan (academic excellence and sensitivity to justice and injustice). Bagaimana upaya Driyarkara dalam 3. merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan? Total Skor Keterangan: Setiap nomor
Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan yaitu a) menuangkan ide dan pemikirannya dalam sebuah buku; b) menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter ke dalam dunia pendidikan.
75 skor minimal 25
E. Pedoman Penilaian: Petunjuk Penetuan Skor Kompetensi Pengetahuan 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir NA = Jumlah Skor x 100 75 2. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75
Yogyakarta, 8 Juni 2015
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Lampiran 5: Penilaian Keterampilan
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN (PENILAIAN PRODUK) : ………………….
Nama Siswa
: ………………….
Kelas
Tanggal Pengamatan : ………………….. Materi Pokok/Tema
: …………………..
Kompetensi Dasar
:
Perkembangan ideologi dan organisasi pergerakan nasional Indonesia. Indikator sikap
:
Membuat makalah tentang peran pemikiran Driyarkara dalam pendidikan di Indonesia. Rubrik Penilaian Produk: No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Teluk Wati Andi Ansar Dst…
Kelayakan Kelayakan Isi Sistematika Jumlah Bahasa (1-4) (1-4) Skor (1-4) 3 4 4 11 4 2 3 9
Keterangan Tabel: a. Kelayakan bahasa
adalah kemampuan
membuat kompilasi
dilihat
dari
penggunakan bahasa yang baik dan benar. b. Kelayakan isi berkaitan dengan kemampuan siswa dalam membuat kompilasi, materinya sudah sesuai dengan materi yang ada di dalam KD. c. Kelayakan sistematika adalah kemampuan siswa dalam membuat kompilasi disajikan sesuai dengan sistematika yang telah ditentukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Petunjuk Penghitungan Skor Kompetensi Keterampilan: 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal 2. Kategori Skor Keterampilan (Penilaian Produk Pembuatan Kompilasi) siswa didasarkan pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor akhir: 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)
: apabila memperoleh skor akhir: 2,33< skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C)
: apabila memperoleh skor akhir: 1,33< skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K)
: apabila memperoleh skor akhir: skor akhir ≤ 1,33
Yogyakarta, 8 Juni 2015
Prasistawati Dwi Astuti NIM. 101314024