PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KON NGREGASI PUTERI REINHA ROSARI R M MENERJE MAHKAN N SPIRITU UALITAS PENDIRI,, MONSEIGNEUR GABRIEL G M MANEK, S SVD DALA AM PELAY YANAN OR RANG SAK KIT KUST TA DI RUM MAH SAKIIT KUSTA SANTA MARIA M PEM MBANTU ABADI A NA AOB NUSA A TENGGA ARA TIMU UR
SKRIPSI Diiajukan untuuk Memenuuhi Salah Saatu Syarat Memperoleh Gelar Saarjana Pendiidikan Progrram Studi Ilmu Pendiddikan Kekhuususan Penddidikan Agaama Katolikk
Oleh: Maria Seddu Oyi NIM: 111124029
PR ROGRAM STUDI ILM MU PENDIDIKAN KEKHU USUSAN PENDIDIKA AN AGAM MA KATOL LIK AN ILMU PENDIDIK P KAN JURUSA FAKULT TAS KEGU URUAN DA AN ILMU PENDIDIK KAN UNIVERS SITAS SAN NATA DHA ARMA Y YOGYAKA ARTA 20155
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Kongregasi Puteri Reinha Rosari yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menambah ilmu dan pengetahuan di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Mat 11:25)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul KONGREGASI PUTERI REINHA ROSARI MANERJEMAHKAN SPIRITUALITAS PENDIRI, MONSEIGNEUR GABRIEL MANEK, SVD DALAM PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SANTA MARIA PEMBANTU ABADI NAOB NUSA TENGGARA TIMUR. Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis pada semangat Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang selama hidupnya memiliki cinta yang sangat besar bagi pelayanan orang-orang kecil, miskin dan menderita. Penulis merasa amat penting untuk mendalami dan mengobarkan api cinta pendiri ini ke dalam pelayanan Kongregasi PRR terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan para suster di rumah sakit kusta Naob Timor Tengah Utara Nusa Tenggara Timur. Skripsi ini dibuat dalam bentuk deskripsi. Data-data dalam penulisan ini diperoleh melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan langsung untuk mendapatkan gambaran data tentang pelayanan para suster di rumah sakit kusta Naob. Permasalahan pokok yang diangkat dalam skripsi ini yakni: Bagaimana kedalaman spiritualitas hidup pendiri dalam hubungan dengan situasi sosial hidup pada zamannya, spiritualitas yang berkembang di balik pelayanan para suster PRR untuk orang sakit kusta di Noab, dan bagaimana para suster bisa belajar dan menghidupi spiritualitas pendiri pada zaman ini. Penulis akan menguraikan permasalahan tersebut dalam enam bab yakni: bab pertama sebagai pendahuluan untuk menjelaskan judul. Bab kedua penulis menguraikan tentang pendiri PRR Mgr. Gabriel Manek, SVD, yang paling pokok di sini adalah spiritualitas pelayanannya bagi orang miskin dan menderita. Bab ketiga penulis menjelaskan tentang pelayanan di rumah sakit kusta Naob, sejarah singkat serta visi dan misi pelayanan yang berkembang. Bab empat sebagai refleksi kritis bagaimana para suster PRR menerjemahkan jiwa dan semangat Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob. Bab lima merupakan usulan program katekese sebagai bentuk sumbangan penulis untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan para suster bagi orang sakit kusta di Naob. Akhirnya bab enam merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan beberapa usul saran antara lain; perlunya penambahan tenaga pelayan atau perawat yang profesional dan terampil serta memiliki keahlian khusus dalam mendampingi orang sakit kusta. Selain itu perlu ada pendampingan rohani secara berkala bagi semua pelayan baik suster ataupun tenaga awam terutama mendalami spiritualitas pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD sehingga semakin tumbuh kesadaran akan pelayanan dengan hati tanpa semata-mata mengandalkan kemampuan intelektual.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
This thesis entitled CONGREGATION OF PRINCESS REINHA ROSARY REALIZING THE SPIRIT OF MONSEIGNEUR GABRIEL MANEK, SVD THE FOUNDER ON THE SERVICES OF LEPROSY PATIENTS AT THE LEPROSY HOSPITAL SANTA MARIA PEMBANTU ABADI NAOB NUSA TENGGARA TIMUR. The writing of this thesis was based on the interest to the spirit of Mgr. Gabriel Manek, SVD who has dedicated his whole life to serve the minor, the poor and suffered people. The writer felt the importance of elaborating and enhancing the great love of this founder through the services of PRR Congregation especially to improve the service quality on the services of nurses at Naob, Timor Tengah Utara Nusa Tenggara Timur Leprosy Hospital. This thesis was written in the descriptive form. The data on this written thesis were based on literature study, interview and a direct observation for gaining the comprehensive data on the services of nurses at Naob-TTU leprosy hospital. The fundamental problems exposed on this thesis namely are "how depth the spiritual life of the founder related to social life condition in his era, spirituality enhancement behind the services of PRR Catholic nuns for leprosy patients at Noab, and how the Catholic nuns can learn and enlighten the founder spirituality nowadays". The writer would devide those above problems in five chapters namely: First chapter as an Introduction for describing the title. Second chapter, the writer described about Mgr. Gabriel Manek, SVD as the founder, the most importance was his spiritual services for the poor and suffered people. In third chapter, the writer desrcibed about the servives at Naob leprosy hospital, a brief history as well as services vision and mission developed. Fourth chapter is a critical reflection on how the PRR nuns realize the soul and the spirit of Mgr. Gabriel Manek, SVD in the services of leprosy patients at Naob. Fifth chapter is a proposed program of a catechesis model of Shared Christian Paxis as the author’s contributions to further improve the services quality of nuns for the leprosy patients at Naob. Finally in the sixth chapter, the writer concludes and propose the suggestions among of which are the urgent needs of adding servants or professional and skill as well as having special competence nurses for caring the leprosy patients. In addition, it is necessary to present the spiritual advicer periodically for all of the nurses either Catholic nuns or laypeople in particular to deepen comprehended the spirituality of Mgr. Gabriel Manek, SVD as the founder so that the concern on the spiritual services will be more developed without relying simply on the intelectual ability.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Seluruh pemikiran dalam tulisan ini merupakan upaya penulis untuk menunjukkan peran Sang Pelayan Agung Yesus Kristus yang menjiwai Mgr. Gabriel Manek, SVD pendiri Kongregasi Puteri Reinha Rosari kepada semua orang yang berkehendak menjadi pengikut dan pelayan-Nya, terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan seluruh anggota Kongregasi PRR dalam memberikan perhatian dan pelayanan kepada kaum miskin, menderita, dan terabaikan. Tak terbayangkan sebelumnya bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi semakin bertambahnya para pelayan yang mengabdikan diri secara total bagi sesama yang menderita yang melampau lintas batas waktu tanpa sekat-sekat penghambat. Oleh karena itu, tulisan ini bukan semata-mata untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Program Strata Satu, Universitas Sanata Dharma. Lebih dari itu, tulisan ini merupakan ungkapan syukur dan terima kasih penulis kepada Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang telah mewariskan keteladanan hidupnya menjadi pencinta orang-orang kecil, miskin, dan menderita sehingga Kongregasi PRR melanjutkan misi itu hingga saat ini. Puji dan Syukur kepada Tuhan, Sang Pelayan dan Gembala Agung Yesus Kristus, karena rahmat kasih-Nya sungguh dirasakan oleh penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Syukur dan terima kasih atas perlindungan dan doa Bunda Maria. Penulis menyadari bahwa tanpa karya Roh Kudus dan berkat doa Bunda Maria segala usaha dan perjuangan menyelesaikan tulisan ini sia-sia. x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. J. Darminta, S.J., sebagai dosen pembimbing utama dan penguji pertama, yang telah bersedia dan dengan tulus melibatkan diri dalam seluruh pergumulan penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J. M.A., sebagai dosen Pembimbing Akademik dan penguji kedua, yang meskipun banyak kesibukan tetap meluangkan waktu untuk memberikan pendampingan dan koreksi positif sampai mencapai penyelesaian skripsi ini. 3. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum., sebagai dosen penguji ketiga, yang telah turut ambil bagian dalam memberikan kritik dan usul saran demi sempurnanya skripsi ini. 4. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., sebagai Ketua Program Studi IPPAK, yang telah rela memberi motivasi dan dukungan kepada penulis sejak awal studi di kampus ini hingga pada akhir penyelesaian skripsi ini. 5. Segenap romo, bapak dan ibu dosen yang berkenan membagikan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan teladan spiritualitas hidup seorang pelayan pastoral yang berguna bagi penulis selama di bangku kuliah. 6. Para staf karyawan/karyawati mulai dari satpam, cleaning servise, perpustakaan, sekretariat, sarana prasarana dan dapur prodi IPPAK, yang telah xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menunjukkan semangat pelayanan yang tulus dan membuat rasa nyaman selama penulis mengenyam pendidikan di tempat ini. 7. Teman-teman seangkatan 2011 dan segenap mahasiswa IPPAK, melalui perjumpaan yang hangat penuh kasih melewati berbagai dinamika perkuliahan, suka cita dan getirnya perjuangan untuk bersama-sama meraih cita-cita. 8. Suster Pemimpin Umum dan Staf Dewan Pimpinan Umum Kongregasi PRR beserta suster Pemimpin dan Staf Dewan Pimpinan Regio yang telah memberikan kepercayaan penuh kepada penulis untuk mengenyam pendidikan di Universitas Sanata Dharma. 9. Sr. M. Gabriella, PRR sebagai Koordinator Umum karya pelayanan sosial Kongregasi, atas kerelaan memberikan gambaran sejarah berdirinya Karya Pelayanan Rehabilitasi dan rumah sakit kusta Naob. 10. Sr. M. Marsella, PRR sebagai Ketua Yayasan Sosial Ibu Anfrida, SSpS yang telah bersedia membagikan pengalaman dan pengetahuan tentang situasi pelayanan di rumah sakit kusta Naob. 11. Sr. M. Krisanti, PRR sebagai penanggung jawab rumah sakit kusta Naob, yang telah membantu penulis memberikan berbagai keterangan serta membagikan pengalamannya dalam memberikan pelayanan kepada orang-orang sakit kusta di Naob. 12. Para suster, segenap karyawan-karyawati dan segenap pasien yang telah turut memberikan kesaksiannya dan pengalaman tentang pelayanan di rumah sakit kusta Naob. xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman JUDUL
...................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................
ii
PENGESAHAN
....................................................................................
iii
.................................................................................
iv
.................................................................................................
v
PERSEMBAHAN MOTTO
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
.................................................
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
vi
.......................................
vii
ABSTRAK
............................................................................................
viii
ABSTRACT
.............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
...........................................................................
x
..........................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN
.......................................................................
xviii
.....................................................................
1
A. Latar Belakang Penulisan ........................................................
1
B. Rumusan Permasalahan
..........................................................
4
....................................................................
4
.................................................................
4
...........................................................
5
BAB II. SPIRITUALITAS MGR. GABRIEL MANEK, SVD ..............
7
BAB I. PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan
E. Sistematika Penulisan
A. Pengertian Umum tentang Spiritualitas
..................................
B. Riwayat Hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD
7
............................
8
................................................
9
....................................................
10
C. Karya Misi Mgr. Gabriel Manek, SVD ...................................
13
1. Misionaris Pribumi Pertama dari Serikat Sabda Allah (SVD) ................................................
13
2. Uskup Pribumi Kedua Indonesia
.......................................
16
............................................................
19
1. Masa Kecil Gabriel Manek 2. Pendidikan di Seminari
3. Bishop of The Poor
4. Hidup Baru Dalam Roh
..................................................... xiv
22
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D. Pendiri Kongregasi PRR
.........................................................
25
1. Situasi Awal ........................................................................
25
a. Kedatangan Misionaris Portugis b. Misionaris Belanda
...................................
25
......................................................
26
c. Pelayanan Misionaris Serikat Yesuit
...........................
d. Pelayanan Misionaris Serikat Sabda Allah
28
...................
29
...................................
29
2. Keprihatinan Mgr. Gabriel Manek, SVD ............................
31
3. Panggilan Religius PRR
.....................................................
33
E. Spiritualitas Mgr. Gabriel Manek, SVD ...................................
34
1. Pengaruh Latar Belakang Hidup Umat Setempat ...............
34
2. Impian Mengenai Jemaat ....................................................
36
a. Jemaaf yang Berpartisipatif ..............................................
37
b. Jemaat yang Berfungsi Sosial
.......................................
38
c. Jemaat yang Berakar dalam Kebudayaan Setempat .......
39
d. Jemaat yang Berfungsi Kritis
........................................
40
e. Jemaat yang Memasyarakat dengan Warna Kerajaan Allah ..............................................................
41
3. Nilai-nilai yang dihidupi oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD ........................................................................
41
a. Iman ...............................................................................
42
b. Cinta Kasih
....................................................................
43
........................................................................
45
.....................................................................
45
e. Lahirnya Keuskupan Larantuka
c. Keadilan d. Kebenaran
e. Kerendahan Hati
............................................................
46
.................................................................
47
g. Penghargaan terhadap Martabat Hidup Manusia ...........
49
4. Hal-hal yang Mempengaruhi Hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD .......................................................................
49
a. Keluarga dan Lingkungan Sosial ...................................
50
b. Latar Belakang Iman Katolik
........................................
51
F. Apa kata Orang tentang Mgr. Gabriel Manek, SVD? ..............
53
f. Persaudaraan
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Pandangan Seorang Tokoh Umat ......................................
54
2. Pandangan Seorang Imam dan Sahabat ..............................
56
BAB III. PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI NAOB .............
59
A. Pengertian
...............................................................................
59
1. Pengertian Umum tentang Pelayanan .................................
59
2. Pengertian Sakit secara Umum ...........................................
60
3. Pengertian Kusta
61
................................................................
B. Selayang Pandang tentang Naob
............................................
63
1. Letak Geografis ...................................................................
63
2. Kehidupan Sosial dan Kultural Masyarakat .......................
64
C. Pelayanan Orang Sakit Kusta di Naob
...................................
65
1. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Kusta Naob ......................
65
a. Latar Belakang
..............................................................
65
b. Awal yang Kecil dan Sederhana ....................................
66
c. Masa Peralihan ...............................................................
68
d. Identitas Rumah Sakit
70
...................................................
e. Visi dan Misi Rumah Sakit Kusta Naob
.......................
70
1) Visi
.........................................................................
70
2) Misi
........................................................................
70
2. Personil Tenaga Pelayan dan Pasien Januari-Desember 2015 .....................................................
71
a. Tenaga Pelayan Rumah Sakit
........................................
b. Pasien Kusta Periode 2009-2015
71
.................................
72
3. Kesaksian Para Tokoh tentang Pelayanan Orang Sakit Kusta di Naob ..................................................
72
a. Koordinator Umum Yayasan Sosial Kongregasi ............
72
b. Pemimpin Rumah Sakit Kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi Naob ...................................................
76
D. Penerapan Spiritualitas dan Kharisma Pendiri dalam Karya Pelayanan Orang Sakit Kusta ..............................
78
1. Penghayatan Spiritualitas Pendiri .......................................
78
2. Penerapan Kharisma Pendiri
79
xvi
..............................................
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Ikut Serta dalam Karya Kerasulan/ Berpastoral .................
79
a. Karya Pastoral Umum ....................................................
80
b. Karya Kesehatan ............................................................
80
c. Karya Sosial Umum
......................................................
81
BAB IV. MENGHIDUPI SPIRITUALITAS MGR. GABRIEL MANEK, SVD DALAM PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI NAOB ......................................................
82
A. Naob Menerjemahkan, Menghayati Spiritualitas Pendiri PRR Mgr. Gabriel Manek, SVD ..................................
82
B. Naob dan Nilai-nilai .................................................................
85
C. Naob dan Gerak Kongregasi ....................................................
89
D. Tantangan Khas Berdasarkan Evangelii Gaudium ...................
93
BAB V. USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PARA SUSTER DI RUMAH SAKIT KUSTA NAOB ...............
97
A. Latar Belakang Penyususunan Program ....................................
97
B. Tujuan Program .........................................................................
100
C. Alasan Pemilihan Tema .............................................................
101
D. Rumusan Tema dan Tujuan ........................................................
103
E. Penjabaran Program....................................................................
105
F. Petunjuk Pelaksanaan Program ..................................................
107
G. Salah Satu Contoh Satuan Persiapan Katekese .........................
108
BAB VI. PENUTUP ................................................................................
126
A. Kesimpulan ..................................................................................
126
B. Usul Saran ....................................................................................
130
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................
131
............................................................................................
133
Lampiran 1: Pertanyaan Wawancara ...............................................
(1)
Lampiran 2: Hasil Wawancara ........................................................
(3)
Lampiran 3: Teks Lagu Pendri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD ...
(14)
Lampiran 4: Teks Konstitusi Artikel 103 dan 112 ..........................
(15)
Lampiran 5: Teks Lagu Melayani Tuhan .........................................
(16)
Lampiran 6: Video tentang Pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD
(18)
LAMPIRAN
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja EG
: Evangelii Gaudium, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 24 November 2013.
EN
: Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil dalam dunia modern, 8 Desember 1975.
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dalam dunia modern, 7 Desember 1965.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex luris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes II tanggal 25 Januari 1983. LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
OA
: Octogesima Adveniens, Surat Apostolik Paus Paulus IV (Rerum Novarum).
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. Singkatan Lainnya AKFIS
:
Akademik Fisioterapi.
APP
:
Aksi Pembangunan Puasa.
ASG
:
Ajaran Sosial Gereja.
ASKES
:
Asuransi Kesehatan.
BPJS
:
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
BTA
:
Bulgarska Telegrafischeka Agentzia.
CICM
:
Congregatio Immaculata Cordis Mariae.
CIJ
:
Congregatio Imitationis Jesu.
CMM
:
Congregatio Matris Misericordiae.
CU
:
Credit Union.
DC
:
District of Columbia.
Dinkes
:
Dinas Kesehatan.
Fr
:
Frater.
Hal
:
Halaman.
HUT
:
Hari Ulang Tahun.
Konst
:
Konstitusi.
KWI
:
Konferensi Waligereja Indonesia.
Menkes
:
Menteri Kesehatan.
Mgr
:
Monseigneur.
NaCL
:
Natrium Chlorida.
NIT
:
Negara Indonesia Timur.
NTT
:
Nusa Tenggara Timur. xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
P
:
Pater.
P2MPLP
:
Pemberantasan
Penyakit
Menular
dan
Lingkungan Pemukiman. Pr
:
Projo.
PRR
:
Puteri Reinha Rosari.
RS
:
Rumah Sakit.
SCP
:
Shared Christian Praxis.
SD
:
Sekolah Dasar.
SJ
:
Societatis Jesu.
SMAK
:
Sekolah Menengah Atas Kejuruan.
SR
:
Sekolah Rakyat.
Sr. M
:
Suster Maria.
SSpS
:
Servae Spiritu Sancti.
St/Sta
:
Santo/Santa.
SVD
:
Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah).
TTS
:
Timor Tengah Selatan.
TTU
:
Timor Tengah Utara.
UGD
:
Unit Gawat Darurat.
USA
:
United State of America.
VOC
:
Vereenigde Oost-Indische Compagnie.
WHO
:
World Health Organization.
Yanmed
:
Pelayanan Medik.
YM
:
Yang Mulia. xx
Penyehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Gnothi seauton (γνῶθι σεαυτόν)! Kenalilah diri anda sendiri. Ungkapan atau nasehat Socrates ini menyadarkan kita bahwa pengenalan diri adalah elemen vital manusia. Adanya kesadaran diri mendorong setiap orang untuk mampu mengetahui eksistensinya sebagai makhluk hidup. Salah satu hal yang fundamental dari manusia yakni memiliki potensi untuk berinteraksi dengan sesamanya. Kongregasi PRR adalah kongregasi pribumi yang berada dalam situasi dan lingkup hidup tertentu serta berusaha mewujudkan karakter hidupnya. Dari mana karakter hidup itu diperoleh? Hal ini merupakan pertanyaan yang mengundang kongregasi itu sendiri untuk bertanya dan menggali sejarah dan tujuan dia didirikan. Kongregasi ini terus menggali nilai-nilai awal hidupnya dan berusaha untuk menghidupkan nilai-nilai itu dalam karyanya. Di sini sebetulnya kongregasi sedang menjalankan apa yang diungkapkan pada awal tulisan ini untuk mengenal diri sebagai tindakan yang wajib bagi seseorang atau sebuah serikat yang ingin hidupnya lebih bernilai dan berkualitas. Hidup yang bernilai atau lebih berkualitas yakni hidup yang mencerminkan semangat Kristus yang berpihak pada kaum lemah, miskin dan menderita. Mgr. Gabriel Manek, SVD menyadari bahwa potensi dan eksistensi dirinya adalah anugerah Tuhan yang harus dikembangkan bukan untuk diri sendiri melainkan untuk sesama yang membutuhkan. Ia sadar bahwa pengalaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
rohaninya akan Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh karyanya. Ia menerapkan kehidupan rohaninya yang mendalam dengan bertekun dalam pekerjaannya, menaruh kepedulian kepada kaum miskin, lemah, tertindas dan tersisihkan. Ia juga rela menderita bersama mereka sebagai orang yang tersingkirkan, tidak dicintai dan tidak dipedulikan oleh sesamanya. Akhirnya ia digelar The Bishop of The Poor karena cintanya yang khas bagi orang miskin dan orang sakit kusta. Penghayatan iman menjadi real dan berkembang, jika dihayati dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam realitas kerja dan relasi dengan sesama yang miskin dan menderita. “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26). Semangat pelayanan yang dimiliki Mgr. Gabriel Manek, SVD tercermin dalam semangat pelayanan Kongregasi PRR. Tujuan didirikannya Kongregasi PRR selain sebagai tanda syukur atas iman umat tetapi juga untuk misi pelayanan bagi orang miskin, lemah, menderita dan tersingkirkan dari tengah masyarakat. Karya dan perjalanan hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD menjadi sebuah contoh bagi Kongregasi PRR dalam usaha meningkatkan mutu pelayanannya. Nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD dapat dianalogikan dengan mutiara berharga yang tidak begitu saja dilupakan. Sebagai seorang uskup, ia tidak pernah terlepas dari segala hal yang berkaitan erat dengan hidup dan karyanya. Beliau mendasarkan seluruh cita-citanya dalam ajaran Yesus Kristus dalam Kitab Suci, serta tanggap terhadap filsafat hidup sosial Gereja melalui Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang berkembang. Situasi hidup Gereja dan hidup sosial merupakan suatu keadaan yang saling terkait, yang menginspirasi pendiri dalam memulai dan mengembangkan karyanya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
Kongregasi PRR sebagai bagian dari Gereja universal, dikehendaki oleh pendiri untuk ikut memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai itu antara lain adalah nilai iman, cinta kasih, kerendahan hati, keadilan, kebenaran, persaudaraan dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Sejak awal Gereja sudah menekankan pentingnya perintah cinta kasih yang dihidupi dan diajarkan oleh Yesus (Yoh 13:34-35). Perintah cinta kasih ini bersifat universal, merangkul semua manusia tanpa perbedaan latar belakang, etnis, bahasa, dan pandangan hidup. Dengan demikian Naob menjadi salah satu tempat perwujudan karya pelayanan Kongregasi PRR terhadap orang kecil, miskin, dan tersisihkan dari tengah masyarakat. Naob adalah nama tempat di Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU), yang berada di ibu kota Kabupaten Kefamenanu, berdekatan dengan Negara Timor Leste. Naob dikenal karena terdapat rumah sakit tempat perawatan penderita kusta milik Kongregasi Puteri Reinha Rosari (PRR). Disinilah banyak penderita kusta merasa hidupnya menjadi lebih berarti dan bernilai lagi karena merasa diterima dan memperoleh pelayanan yang pantas. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk menggali nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas yang menjiwai Mgr. Gabriel Manek, SVD. Oleh karena itu saya memilih judul ini: KONGREGASI PUTERI REINHA ROSARI MENERJEMAHKAN SPIRITUALITAS PENDIRI, MONSEIGNEUR GABRIEL MANEK, SVD DALAM PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SANTA MARIA PEMBANTU ABADI NAOB NUSA TENGGARA TIMUR.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
B. Rumusan Permasalahan Ada banyak karya pelayanan dalam banyak organisasi kemasyarakatan dan juga dalam tubuh Gereja. Semua karya pelayanan kepada orang-orang terpinggirkan sebetulnya didorong oleh panggilan kemanusiaan umum juga oleh spiritualitas tertentu yang melatarinya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berusaha untuk melihat hal-hal berikut: 1. Bagaimana kedalaman spiritualitas hidup pendiri dalam hubungan dengan situasi sosial hidup pada zamannya? 2. Apa spiritualitas yang berkembang di balik pelayanan para suster PRR untuk orang sakit kusta di Noab? 3. Bagaimana para suster bisa belajar dan menghidupi spiritualitas pendiri pada zaman ini?
C. Tujuan Penulisan 1. Menggali spiritualitas dan nilai-nilai yang menjiwai Mgr. Gabriel Manek, SVD demi meningkatkan semangat pelayanan Kongregasi PRR bagi para penderita kusta di Naob-TTU. 2. Menggali spiritualitas yang berkembang dalam pelayanan para suster bagi orang sakit kusta di Naob. 3. Menerjemahkan semangat Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam pelayanan Kongregasi PRR terutama dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob-TTU.
D. Manfaat Penulisan 1. Bagi suster-suster PRR semakin terinspirasi oleh semangat pelayanan Mgr. Gabriel Manek, SVD untuk memaksimalkan pelayanan bagi orang sakit kusta di Naob.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
2. Bagi masyarakat atau semua orang yang akan membaca tulisan ini, membangkitkan semangat solidaritas untuk memperhatikan kehidupan orang kecil dan terpinggirkan. 3. Bagi pengembangan karya Kongregasi PRR dan mungkin juga bagi serikat dan organisasi lain yang bekerja dalam bidang itu, memberi sumbangan pemikiran untuk semakin meningkatkan semangat pelayanan kemanusiaan.
E. Sistematika Penulisan Skripsi dengan judul: KONGREGASI PUTERI REINHA ROSARI MENERJEMAHKAN
SPIRITUALITAS
PENDIRI,
MONSEIGNEUR
GABRIEL MANEK, SVD DALAM PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SANTA MARIA PEMBANTU ABADI NAOB NUSA TENGGARA TIMUR, akan ditulis dalam enam bab dengan uraian sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang menyampaikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penuliasan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab tersebut merupakan gambaran awal dari judul yang diajukan oleh penulis dalam tulisan ini. Bab II adalah kajian tentang kekhasan hidup pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Penulis akan membahas tentang pengertian umum spirituaitas, riwayat hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD, karya misi Mgr. Gabriel Manek, Pendiri Kongregasi PRR, spiritualitas Mgr. Gabriel Manek, SVD dan nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan Mgr. Gabriel Manek, SVD, serta kesaksian orang tentang hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
Pada Bab III penulis akan membahas pengertian umum tentang pelayanan, pengertian sakit dan kusta, sejarah pelayanan orang sakit kusta di Naob, visi dan misi pelayanan orang sakit kusta di Naob, dan kehidupan masyarakat Naob yang meliputi letak geografis, kehidupan sosial masyarakat dan kesaksian para tokoh tentang pelayanan orang sakit kusta di Naob. Pada bab ini juga akan diceritakan penerapan visi dan misi pendiri dalam berbagai bidang karya di Naob. Dalam bab IV ini penulis akan menulis tentang Naob menerjemahkan spiritualitas pendiri PRR, Naob dan penghayatan nilai-nilai, Naob dan gerak kongregasi serta tantangan-tantangan khas berdasarkan Evangelii Gaudium. Dan bab V sebagai usulan program katekese yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas semangat pelayanan para suster bagi orang sakit kusta di Naob. Bab VI merupakan bab penutup. Dalam bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan atas keseluruhan penulisan. Penulis akan menyertakan pula beberapa usul saran untuk para suster di rumah sakit kusta Naob khususnya dan Kongregasi PRR secara keseluruhan demi peningkatan kualitas pelayanan bagi orang miskin, menderita dan tersingkir.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II SPIRITUALITAS MGR. GABRIEL MANEK, SVD
A. Pengertian Umum tentang Spiritualitas Kata spiritualitas berasal dari kata latin spiritus yang berarti roh, jiwa atau semangat. Dalam bahasa Perancis istilah spiritualitas ini disebut l’esprit atau la spiritualite, kata benda. Orang-orang berbahasa Inggris menyebut spiritualitas dengan kata spirituality, yang artinya sama dengan bahasa Latin dan bahasa Perancis. Kata spirituality, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata spiritualitas (Hardjana, 2005: 64). Dalam buku Religiositas, Agama dan Spiritualitas (Hardjana, 2005: 64), mengatakan: spiritualitas adalah hidup berdasarkan atau menurut roh. Ada tentunya macam-macam roh, entah roh yang baik dan roh yang jahat. Namun dalam studi ini, istilah roh selalu dikaitkan dengan roh yang baik, secara khusus yang berhubungan dengan yang transenden yakni Roh Allah dalam paham Kristen. Spiritualitas adalah hidup yang didasarkan pada pengaruh dan bimbingan Roh Allah. Dengan spiritualitas, manusia bermaksud membuat diri dan hidupnya terarah dan dibentuk sesuai dengan semangat dan cita-cita Allah. Dalam buku Spiritualitas Transformatif: Suatu Pergumulan Ekumenis (Banawiratma, 1990: 57-58), menegaskan akar kata spiritualitas sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya. Spiritualitas menurutnya, berasal dari bahasa latin yaitu: “spiritus” yang berarti roh atau daya kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan seseorang. Unsur baru yang muncul adalah spiritualitas diartikan sebagai kekuatan atau roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
sekelompok orang untuk mempertahankan, memperkembangkan dan mewujudkan kehidupannya. Spiritualitas berarti: cara orang menyadari dan menghayati hidup rohaninya. Dalam konteks ini spiritualitas tidak lain adalah kekuatan yang mendorong dan mengarahkan suara batin seseorang atau sekelompok orang dan hal ini akan berpengaruh serta menentukan keberadaan hidupnya. Berdasarkan pandangan Hardjana (2005: 64) dan Banawiratma (1990: 5758), yang memandang spiritualitas sebagai hal yang amat penting dalam hidup manusia, kita sebetulnya diarahkan kepada pemahaman bahwa semua daya kekuatan yang ada dalam diri manusia sesungguhnya berasal dari Allah, yang menghidupkan. Daya Ilahi itu menggerakkan seseorang untuk mempertahankan, memperkembangkan, dan mewujudkan kehidupannya. Spiritualitas adalah dasar hidup yang mendapat pengaruh dan bimbingan dari Roh Allah sendiri. Spiritualitas mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk hidup menurut kehendak Roh Allah yang membantu mereka untuk meningkatkan mutu dan kualitas hidupnya dalam cara, sikap hidup dan prinsip hidup.
B. Riwayat Hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah putera bungsu dari empat bersaudara. Ayah dan ibunya bernama Lay Piang Siu dan Liu Keu Moy. Ia dilahirkan di sebuah dusun kecil bernama Ailomea-Lahurus pada 18 Agustus 1913. Hanya dalam tempo satu hari tepatnya pada 19 Agustus 1913, ia dibaptis dengan nama: Gabriel Yohanes Wilhelmus Manek (Lay Tjhong Sie). Imam yang membaptisnya waktu itu adalah P. Arnoldus Verstraelen, SVD dan bapak saksi permandian bernama Yohanes Leki. Dalam usia yang masih sangat kecil ibunya meninggal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
karena sakit kanker, ketika itu ayahnya berada di Tiongkok. Gabriel Manek kecil bersama ketiga saudaranya tinggal sendirian. Gabriel Manek kecil ini kemudian diambil sebagai anak angkat oleh mama kecilnya Maria Belak, istri dari Raja Don Kaitanus da Costa, raja kerajaan Taifeto, Belu Utara (Beding, 2000: 7). Orang tua angkat ini mendidik Manek dengan baik hingga dewasa. Lingkungan hidupnya berada di antara kalangan keluarga raja di zaman itu. Ayah angkatnya adalah putera raja Oekusi yang waktu itu merupakan bekas jajahan Portugal. Wilayah jajahan ini dipengaruhi juga dari sisi agama penjajah waktu itu yakni agama Katolik. Karena itu Raja Don Kaitanus menjadi juga pewaris tradisi Katolik. Ia seorang raja yang mencintai kerja keras dan disiplin. Dua hal ini yang menjadi ciri pendidikan bagi keluarga dan masyarakatnya. Dalam praktik imannya ia sungguh percaya kepada Yesus Kristus. Ia juga berdevosi kepada Bunda Maria sebagai Bunda Gereja. Semua hal yang dipandangnya baik, ia ajarkan kepada keluarganya termasuk kepada anak angkatnya Manek kecil.
1. Masa Kecil Gabriel Manek Manek dikenal sebagai anak penurut. Hal ini tentu sesuai dengan arti kata ‘manek’ dalam bahasa lokal. Kata ‘manek’ artinya terlalu penurut dan begitulah saudara-saudara Manek mengenalnya dalam kalangan keluarga raja. Dia hidup bersama tiga saudara; dua perempuan dan satu laki-laki. Manek termasuk anak paling muda. Dia sangat dekat dengan ibunya dan rajin membantu sang ibu dalam berbagai pekerjaan rumah tangga. Ia memperbaiki pancuran air, memetik buah kelapa dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Meskipun sebagai putera raja, Manek tidak memperlihatkan atau menempatkan dirinya sebagai anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
manja yang suka dilayani oleh para pelayan. Ia selalu memperlihatkan sikap hidup polos dan sederhana. Masa kecil Manek tidak dilewati di wilayah istana saja, tetapi ia sering bertemu dan bermain bersama anak-anak kampung yang sederhana hidupnya di sekitar istana raja (Beding, 2000: 12). Terkait pendidikan formal, Manek disekolahkan di SR (Sekolah Rakyat) bersama kakaknya Dona Wilhelmina da Costa di desa Halelulik tahun 1920. Semasa sekolah mereka
tinggal di asrama yang dikelola oleh Misi Katolik.
Gabriel Manek dikenal sebagai murid cerdas, karena itu suatu waktu yakni tahun 1920 ia lompat kelas dari kelas satu ke kelas tiga. Enam tahun kemudian Gabriel Manek melanjutkan pendidikannya ke Schakelschool, tahun 1926. Schakelschool adalah sekolah yang disediakan pemerintahan Kolonial Belanda sebagai lanjutan dari SR. Sekolah ini hanya untuk anak-anak dari kalangan atas yang akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah milik Belanda (Beding, 2000: 12).
2. Pendidikan di Seminari Seminari yang ada pada masa itu hanya satu. Itupun letaknya jauh yakni di Flores tepatnya di Wilayah Selatan Kabupaten Sikka-Maumere saat ini, di sebuah kampung yang kemudian menjadi nama Kabupaten yakni Sikka. Seminari itu baru dibuka dan Gabriel Manek termasuk salah satu di antara murid-murid angkatan awal seminari pada tahun 1927-1929. Di seminari ini Gabriel Manek mulai belajar bahasa Latin dan bahasa Belanda, juga tentunya memperdalam pelajaran Agama Katolik yang dianutnya. Situasi pendidikan waktu itu, meski wilayahnya masih dalam Koloni Belanda tetapi bahasa pengantar dalam pelajaran masih menggunakan bahasa Melayu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
Pimpinan seminari waktu itu adalah P. Cornelissen, SVD. Bahasa melayu adalah bahasa yang umum dipakai untuk semua sekolah sedangkan bahasa Belanda dipakai di kalangan pegawai tinggi sekaligus menjadi bahasa dalam perundangundangan, surat kabar, majalah dan buku-buku ilmu pengetahuan. Bahasa Belanda sangat perlu karena saat itu dijadikan sebagai bahasa pengantar untuk mempelajari bahasa klasik seperti bahasa Latin. Para seminaris diwajibkan mempelajari bahasa Belanda agar selanjutnya bisa belajar bahasa Latin. Gabriel Manek tekun mempelajari bahasa Belanda sehingga pada akhirnya ia menguasai dan sangat fasih berbahasa Belanda (Beding, 2000: 16). Tahun yang ketiga yakni tahun 1929, Manek melanjutkan pendidikan ke Seminari Mataloko. Waktu itu terjadi satu perubahan dalam sistem pendidikan yakni semua sekolah membuka tahun ajaran tidak lagi pada bulan Januari melainkan pada bulan Agustus. Hal ini membawa konsekuensi bahwa tahun pelajaran waktu itu yakni tahun 1928-1929, harus diperpanjang setengah tahun untuk semua kelas. Satu hal yang menjadi kekhususan saat itu yakni aturan ini tidak berlaku untuk seminaris Gabriel Manek. Ia diberi kesempatan setengah tahun untuk mengenyam pendidikan di kelas III dan pada tahun ajaran baru ia lompat kelas IV karena dianggap sangat cerdas melampaui kecerdasan kakakkakak tingkatnya. Akhirnya ia bergabung dengan angkatan pertama di kelas IV. Seiring berjalannya waktu, banyak angkatan pertama yang meninggalkan seminari karena macam-macam alasan hingga menyisakan dua seminaris yang bertahan yakni Gabriel Manek dan Karolus Kale Bale (Beding, 2000:18). Pada tahun ajaran baru, bulan Agustus tahun 1929, jumlah siswa seminari bertambah menjadi 30 orang. Gabriel Manek mempunyai banyak teman karena terkenal sebagai seminaris yang ceria. Ia suka membuat cerita humor dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
menggunakan bahasa asal teman-temannya. Bakatnya untuk mempelajari banyak bahasa sangat menonjol. Sebagai siswa yang berbakat dan pandai dalam berbahasa Belanda, ketika upacara pembukaan seminari di Todabelu, Manek diberi kepercayaan untuk memberikan kata sambutan dalam bahasa Belanda. Gabriel Manek mendapatkan pujian yang luar biasa dari Assistant-Resident Belanda. Selain menguasai banyak bahasa, Manek diakui sebagai seminaris yang baik, disiplin, rajin dan tekun dalam berdoa. Ia juga menguasai beberapa alat musik seperti harmonika, seruling dan biola (Beding, 2000: 19). Setelah mengenyam pendidikan selama 6 tahun, di Seminari Mataloko, tiba saatnya Gabriel Manek mengutarakan niatnya untuk menjadi calon imam SVD. Sebab itu dia dianjurkan untuk membuat permohonan untuk masuk di Novisiat SVD di Todabelu. Pada 16 Oktober 1934 Gabriel Manek resmi diterima sebagai Novis SVD. Novisiat adalah masa untuk pembaharuan diri supaya mulai berusaha bertumbuh menjadi seorang religius atau rohaniwan. Niatnya menjadi imam Tuhan sangat kuat, hal itu terlihat dari semangat dan keseriusannya menjalani masa pembinaan di Novisiat. Menurut ketentuan Serikat Sabda Allah, sesudah berakhir masa dua tahun Novisiat, setiap frater mengajukan permohonan untuk mengikrarkan kaul-kaul pertama. Maka atas permohonannya, Frater Gabriel Manek diterima untuk mengikrarkan kaul pertama pada 17 Januari 1936. Untuk pertama kali, terdengar di wilayah ini bahwa calon imam mengikrarkan Tri Kaulnya yakni kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sesuai dengan peraturan konstitusi Serikat Sabda Allah. Kaul-kaul ini akan selalu diperbaharui setiap tahun hingga 6 kali sebelum mengikrarkan kaul kekal (Beding, 2000: 23). Pada 15 Agustus 1940 Frater Gabriel Manek akhirnya dinilai layak dan berhasil sehingga dapat mengikrarkan kaul kekal. Dengan demikian dia resmi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
menjadi anggota penuh Serikat Sabda Allah. Frater Manek kemudian diterima untuk ditabiskan menjadi imam Tuhan bersama Frater Karolus Kale Bale pada 28 Januari 1941 oleh Mgr. Leven, SVD di Nita-Maumere. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang amat besar dan mengagumkan di wilayah ini karena imam-imam pertama dari kalangan pribumi ditahbiskan. Hal ini juga menjadi kesempatan syukur di wilayah-wilayah tempat mereka berasal sebab setelah ditahbiskan mereka diijinkan untuk kembali ke tempat asal masing-masing dan mengadakan perayaan syukur bersama keluarga dan umat (Beding, 2000: 24). Pada 25 April 1951, Mgr. Gabriel Manek, SVD ditahbiskan menjadi Uskup Tituler Alinda dan Vikaris Apostolik Larantuka melalui tangan Mgr. Hendrikus Leven, SVD. Dalam perjalanan waktu Mgr.Gabriel Manek, SVD melihat dan membaca kebutuhan yang paling mendesak akan pendalaman iman umat, serta peningkatan hidup sebagai umat beriman, namun ketiadaan tenaga pelayan. Mgr. Gabriel Manek, SVD kemudian mendirikan Kongregasi Puteri Reinha Rosari pada 15 Agustus 1958 sebagai tanda syukur kepada Tuhan atas anugerah iman dan keselamatan bagi umat atau Gereja di Nusantara. Pelindung utama tarekat ini adalah Maria Ratu Rosari. Nama ini merupakan warisan penghormatan kepada Bunda Maria sejak berabad-abad lamanya dalam umat. Maria dalam sejarah hidup iman umat telah menjadi pelindung dan penyerta umat setempat (Beding, 2000: 65).
C. Karya Misi Mgr. Gabriel Manek, SVD 1. Misionaris Pribumi Pertama dari Serikat Sabda Allah (SVD) Pada 28 Januari 1941 setelah urapan imamat, P. Gabriel Manek diutus untuk menjadi pastor pembantu di Nita-Maumere. Dia bekerja di wilayah ini dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
tahun perutusannya hingga tahun 1942. Kesempatan ini digunakannya untuk memberikan perhatian kepada usaha pengkaderan tenaga pewarta iman Katolik (katekis). Ia sendiri mengisi hari-hari tugasnya dengan mengunjungi umatnya. Ia menunjukkan perhatiannya yang istimewa kepada orang-orang kecil, miskin, sakit dan menderita (Beding, 2000: 29). Dari wilayah pastoral yang kecil, pada tahun 1942-1946, P. Gabriel Manek, SVD ditetapkan oleh Mgr. Leven, SVD untuk melayani umat di seluruh Flores Timur, Alor dan Pantar. Dalam karya pelayanan di sebuah wilayah yang luas ini, P. Gabriel Manek berusaha memaksimalkan pelayanannya dengan pertama-tama mengunjungi stasi-stasi pedalaman. Dia dengan sangat tekun dan setia mengunjungi umat. Dia lebih banyak berjalan kaki ketimbang menunggang kuda yang menjadi kendaraan elite waktu itu. Sering juga ia berlayar dengan perahu atau dalam bahasa lokal “paledang” untuk menyeberangi pulau-pulau. Beliau berani menyeberangi sebuah tempat yang terkenal seram dan menakutkan, yakni Tanjung Naga. Dalam situasi-situasi sulit seperti ini dia semata-mata mengandalkan kekuatan Tuhan dan doa Bunda Maria serta percaya pada keberanian pendayung. Sepanjang karirnya dia terkenal mampu melakukan tugas pelayanannya dengan penuh cinta di seluruh pelosok Flores, Alor dan Pantar. P. Gabriel Manek, SVD tidak takut bahaya karena Ia percaya bahwa Tuhanlah yang mengutusnya ke tempat-tempat terpencil dan Dialah yang akan melindunginya (Beding, 2000: 33). Daerah Tanjung Naga merupakan tempat tinggal para penderita kusta. Mereka dibuang dari tengah keluarga dan masyarakat. Mereka dikucilkan dan harus berjuang untuk mencari nafkah dan menghidupi dirinya sendiri. P. Gabriel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Manek adalah orang pertama yang berani mengunjungi dan mendekati mereka. Beliau mendekati dan menyapa mereka dengan caranya yang khas tanpa merasa jijik atau takut terkena kusta. Ia memberikan peneguhan dan menghibur mereka. Humor-humornya yang khas membuat penderita kusta ini tertawa gembira. Kehadirannya dikenang, dikagumi dan selalu didambakan karena memberi kesan tersendiri bagi para penderita kusta. Dalam kunjungannya ke paroki-paroki yang searah dengan Tanjung Naga, P. Gabriel Manek selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi para penderita lepra. Perjumpaan dengan penderita kusta inilah yang mengispirasi beliau untuk mendirikan tempat yang layak bagi mereka. Citacitanya ini baru terwujud ketika ia menjadi uskup, beliau mendirikan rumah sakit lepra di Lewoleba-Lembata (Beding, 2000: 33). Pada 17 Agustus 1945 merupakan momen khusus berkaitan dengan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, sekaligus membuka sebuah babak baru perjalanan misi di wilayah Flores dan Timor. Meski perang sudah berakhir namun puing-puing kepedihan masih terlihat jelas. Perang meninggalkan luka yang mendalam bagi Gereja di Pulau Flores dan Timor khususnya. Pintu-pintu penjara bagi misionaris baru terbuka. Para misionaris yang sebelumnya ditahan dilepaskan sehingga mereka dapat kembali memekarkan pelayanan ke pulau-pulau Nusa Tenggara. Oleh karenanya pada tahun 1946, P. Gabriel Manek dipindahtugaskan ke tempat asalnya di Timor. Dalam situasi Gereja yang masih terporak-poranda, P. Gabriel Manek memulai lagi tugasnya yang baru dengan menata kembali kehancuran yang ada. Dalam perjalanan tugasnya yang cukup berat, beliau diminta untuk terlibat dalam urusan politik. Maka atas izin uskup setempat beliau bersedia dipilih menjadi anggota parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
berpusat di Makasar. Dengan tugas baru ini, P. Gabriel Manek tidak jarang harus meninggalkan umatnya untuk mengikuti sidang-sidang parlemen dan berbicara atas nama rakyat yang memilihnya. Hal pertama yang diperjuangkannya adalah nasib daerah-daerah terpencil di NTT yang kurang terjangkau perhatian dan pelayanan Negara. Seperti biasa setiap anggota parlemen selalu menjadi sorotan kritik, akan tetapi P. Gabriel Manek tetap menunjukkan sikap tegar dan memperlihatkan komitmennya untuk tidak menjadi penjilat siapapun tetapi selalu berbicara untuk kepentingan rakyat yang mengutusnya (Beding, 2000: 35). Terkait soal pengembangan pastoral di wilayah misi ini, P. Gabriel Manek adalah sosok yang peka terhadap kebutuhan tenaga-tenaga baru dan pendidikan calon imam. Tahun 1950 P. Gabriel Manek memperoleh kepercayaan besar dari Mgr. Yakobus Pesser, SVD Vikaris Apostolis Atambua untuk membuka Seminari Menengah di Lalian. P. Gabriel Manek diangkat menjadi direktur seminari sedangkan P.H. Janssen sebagai Prefek. Dengan demikian tempat pendidikan calon imam dapat lebih dekat bagi calon-calon baru dari Timor. Sayang sekali P. Gabriel Manek menerima tugas sebagai direktur seminari tidak berlangsung lama, karena selang beberapa bulan kemudian Beliau terpilih sebagai Vikaris Apostolis Larantuka-Flores Timur (Beding, 2000: 36).
2. Uskup Pribumi Kedua Indonesia Pada tahun 1950, Mgr. Hendrikus Leven, SVD pergi ke Roma dalam rangka cuti dan berobat ke Eropa. Dalam kesempatan audiensi dengan Sri Paus Pius XII, beliau menyampaikan permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai uskup. Alasan yang diberikan terkait dengan gangguan kesehatan dan usia yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
sudah tidak mendukung untuk tugas penggembalaan umat yang waktu itu berjumlah 265.000 jiwa di seluruh wilayah Kepulauan Sunda Kecil. Mgr. Hendrikus Leven, pada saat itu sudah berusia 67 tahun dan sering sakit-sakitan. Permohonan Beliau diterima baik oleh Sri Paus Pius XII sekaligus memberinya mandat sebagai Administrator Apostolik untuk mentahbiskan tiga uskup baru sebagai pengganti-penggantinya. Itulah satu tanda penghargaan istimewa bagi Mgr. Hendrikus Leven dalam karyanya sebagai seorang uskup misionaris di Indonesia. Tiga uskup baru yang terpilih oleh kuasa Tahta Suci Sri Paus Pius XII adalah Mgr. Antonius Thijssen, SVD untuk wilayah Keuskupan Agung Ende, Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD untuk wilayah Keuskupan Ruteng dan Mgr. Gabriel Manek, SVD untuk wilayah Keuskupan Larantuka di bagian Flores Timur. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi seluruh umat di seluruh wilayah Kepulauan Sunda Kecil (Beding, 2000: 37). Seluruh umat Flores Timur dengan penuh rasa syukur mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut peristiwa ini. Pada 25 April 1951, Mgr. Gabriel Manek, SVD ditahbiskan menjadi Uskup Tituler Alinda dan Vikaris Apostolik Larantuka melalui tangan Mgr. Hendrikus Leven, SVD. Para uskup pendamping waktu itu adalah Vikaris Apostolis Semarang: Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, Vikaris Apostolis Makasar: Mgr. Nicolaus Schneiders, CICM, dan Vikaris Apostolis Atambua: Mgr. Yakobus Pesser, SVD. Dalam catatan sejarah perkembangan Gereja Indonesia diceriterakan bahwa Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah uskup kedua Indonesia sesudah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (Beding, 2000: 38).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
Menghadapi tahbisan uskup, Mgr. Gabriel Manek, SVD memilih motto tahbisan: ”Maria Protegente” yang artinya ‘di bawah perlindungan Bunda Maria’. Motto yang sangat sederhana ini mengandung makna yang sangat dalam. Mgr. Gabriel Manek, SVD mempunyai devosi khusus terhadap Bunda Maria sebagai ibu Gerejanya (Konst., no. 109). Ia menyadari peran Bunda Maria dalam karya agung Kristus untuk menyelamatkan umat manusia. Sebab itu ia sangat yakin bahwa karya misinya tidak pernah terlepas dari doa Bunda Maria. Melalui Bunda Maria ada jalan untuk pergi kepada Yesus, bersatu dengan Yesus dan diutus oleh-Nya untuk menjadi saksi iman dan keselamatan (Beding, 2000: 40). Mgr. Gabriel Manek, SVD memiliki impian dan cita-cita di awal tugas penggembalaannya yakni bahwa keselamatan dalam Kristus harus disampaikan kepada jiwa-jiwa sebanyak-banyaknya dan harus segera diwartakan agar diimani oleh sebanyak mungkin umat manusia. Untuk mendukung cita-cita ini, Mgr. Gabriel Manek mengutamakan panggilan-panggilan kepada imamat, biara, dan awam militan bagi Kristus. Namun Ia menyadari bahwa hal ini tidak mungkin tercapai tanpa rahmat Tuhan, maka ia mengajak umatnya untuk terus-menerus berdoa bagi karya misi Gereja. Dia sendiri membuat doa untuk kebutuhan ini sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella, yakni: Ya Allah, Engkau menghendaki agar semua manusia mencapai keselamatan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Kami mohon: utuslah pekerja-pekerja ke panenan-Mu. Berilah supaya mereka dengan imannya yang teguh mewartakan sabda-Mu. Semoga Injil-Mu dengan cepat tersebar dan jaya di mana-mana dan segala bangsa mengakui Engkau sebagai satusatunya Allah yang benar, serta Putra-Mu yang Kau utus Yesus Kristus Tuhan kami, yang bersama Dikau hidup dalam kesatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala abad. Amin (Gabriella, 2008b: 2). Hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD menunjukkan imannya yang kuat pada Yesus. Iman dan penyerahan dirinya kepada Yesus Tuhan, terungkap dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
sebuah doa singkat yang digubahnya sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella: “Yesus Kristus Anak Allah yang hidup, Terang dunia, aku sembah sujud kepadaMu, untuk Engkau aku hidup, untuk Engkau aku mati” (Gabriella, 2008b: 3). Doa penyerahan tanpa syarat ini, diwujudkan secara sungguh-sungguh dalam karya pelayanannya
sampai
akhir
hidupnya.
Sebagaimana
sudah
disebutkan
sebelumnya, bukti tentang penyerahan dirinya yang total ini terlihat dari ekspresi cinta dan belas kasih yang tulus diberikannya kepada mereka yang kecil, miskin dan terbuang (Gabriella, 2008b: 3). Sebagai gembala ia mengunjungi umat hingga ke dusun-dusun terpencil yang hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Kerja kerasnya mendatangkan hasil yang memadai, setidaknya terlihat dari pesatnya pekembangan jumlah umat. Keberhasilan ini membuat dia memikirkan dengan serius ketersediaan tenaga pastoral untuk karya pelayanan kepada gembalaan yang semakin pesat jumlahnya (Beding, 2000: 40).
3. Bishop of The Poor Seperti kebanyakan orang yang diilhami oleh Injil Tuhan, Mgr. Gabriel Manek memperlihatkan dalam hidupnya, keseriusannya menjadi kabar gembira bagi orang-orang kecil. Setelah dia pindah ke Amerika tahun 1970, sebagai uskup emeritus, ciri khas hidup dekat dengan orang-orang kecil ini tidak dia tinggalkan. Sebab itu orang suku asli Indian yang merasakan perhatiannya memberinya gelar “Bishop of The Poor” (Gabriella, 2008b: 4). Orang-orang dari suku asli Amerika di wilayah New Mexico mengakui bahwa Mgr. Gabriel Manek adalah uskup dan sahabat orang kecil, miskin, menderita dan terbuang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Orang Indian adalah orang-orang yang diasingkan di tanahnya sendiri oleh orang-orang Eropa yang datang dengan tujuan mencari keuntungan di Negeri itu. New Mexico sendiri termasuk Negara bagian yang sangat miskin. Mereka masih sangat melekat dengan adat istiadat nenek moyang mereka termasuk dalam hal berternak dan membuat kerajianan tangan yang indah. Namun demikian pendapatan mereka sangat rendah, mereka tinggal di perumahan yang tidak layak huni dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik ataupun kesempatan pendidikan yang cukup. Banyak dari mereka yang kecewa dan meninggalkan tempat penampungan untuk mengadu nasib di kota-kota, namun karena latar belakang pendidikan yang terbatas mereka hanya bisa menjadi buru kecil atau pekerja kasar (Gabriella, 2008b: 5). Hati seorang Gembala tidak tega menyaksikan keterpurukan dombadombanya. Ia terusik oleh keprihatinan yang dalam, turut merasakan penderitaan yang menimpa orang-orang yang terabaikan itu. Mgr. Gabriel Manek dengan didorongan oleh Roh Tuhan menaruh belas kasihan dengan setia mengunjungi mereka di daerah-daerah penampungan, memberikan peneguhan, penghiburan iman, sembako, pakaian dan permadani bekas layak pakai. Ia rela merendahkan diri dengan tidak menaruh rasa malu menghampiri tempat-tempat sampah yang kotor dan menjijikkan, ia mengambil permadani bekas orang-orang kaya dan dipakai untuk menutup gubuk-gubuk orang Indian yang sudah reyot (Beding, 2000: 88). Ia setia mengunjungi dan memberikan pendampingan rohani bagi mereka. Ia sedemikian menyatu dengan mereka sampai mereka mengangkatnya menjadi ”Kepala Suku Navajos” dengan mengenakan kepadanya “mahkota bulu” lambangan kebesaran dalam suku Navajos. Mereka juga memberi gelar “Big Chief Yellow Father” sebagai tanda hormat dan kebanggaan mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
Julukan “Bishop of The Poor“ merupakan kisah dari kesaksian orang Amerika yang telah mengalami kasih Allah melalui hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD. Julukan ini menjadi semacam mahkota penghargaan kepadanya yang telah dengan penuh cinta melayani Yesus dengan mengasihi orang miskin dan terlantar. Ia mempersembahkan seluruh hidupnya untuk menjadi sahabat bagi orang miskin, penghibur dan pencinta bagi orang kusta serta orang-orang terbuang (Gabriella, 2008b: 6). Dia menunjukkan komitmen kerasulannya untuk orang kusta dengan mendirikan sebuah rumah sakit yang dikhususkan untuk rehabilitasi para penderita kusta di Lembata-Flores Timur pada 8 Juni 1959. Karya ini kemudian dipercayakan kepada suster-suster CIJ, sebuah tarekat pribumi yang didirikan oleh Mgr. Hendrikus Leven yang waktu itu menjabat sebagai uskup di Keuskupan Agung Ende. Selama menjadi uskup, Mgr. Gabriel Manek, SVD telah menghantar kembali para pendosa, mengangkat dan membela hak kaum tertindas dan dengan berani masuk dalam dunia politik untuk menyuarakan cita-cita dan harapan rakyat kecil (Gabriella, 2008a: 122). Banyak hal yang ia perbuat menunjukkan perhatiannya yang besar kepada orangorang miskin dan terpinggirkan. Ia pernah berpesan kepada umatnya sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella yakni: “Cintailah dan layanilah sesamamu yang menderita tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama atau golongan, karena hanya dengan cara itu kamu dapat melihat Allah” (Gabriella, 2008b: 5). Dalam wasiat ini seakan umat mendengarkan dalam formulasi lain sabda yang pernah keluar dari mulut Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Sabda ini yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
menginspirasi banyak pemimpin Gereja dari sejak Yesus ada sampai masa hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD juga sampai sekarang untuk memperhatikan Yesus dalam diri orang-orang yang sedang menderita dan terbuang. Pada masa sekarang Paus Fransiskus menjadi tokoh yang amat menonjol dalam hal ini. Ia menulis dalam Surat Apostoliknya tentang suka cita Injili demikian: “Iman kita akan Kristus yang menjadi miskin dan selalu dekat dengan kaum miskin dan tersingkir, adalah dasar kepedulian kita pada pengembangan seutuhnya para anggota masyarakat yang paling terabaikan” (EG 186). Sebagai pemimpin umat, Paus Fransiskus mendorong semua umat untuk peka terhadap jeritan semua orang yang haus akan pembebasan dari kemelut kesusahan hidup. Ketika sudah waktunya Mgr. Gabriel Manek, SVD harus berbaring di tempat tidur dan tak kuat lagi untuk mengunjungi umatnya, tidak sedikit umat dari berbagai kalangan yang mengunjungi Mgr. Gabriel Manek, SVD dan masih antrian meminta nasehat dan doa-doanya. Ia dikenal sebagai pendoa dan memiliki kharisma khusus untuk mendoakan orang sakit. Banyak dari antara mereka bersaksi tentang efektifitas doanya yang membuat mereka sembuh dari penyakit yang mereka derita (Beding, 2000: 88).
4. Hidup Baru dalam Roh Mgr. Gabriel Manek, SVD tutup usianya yang ke-76 pada 30 November 1989 di Lakewood-Colorado, USA. Adalah wajar jika para anggota Puteri Reinha Rosari dan semua orang yang mengenalnya mengatakan bahwa ziarah hidupnya telah mencapai titik kesempurnaan dan layak mendapat meterai tanda tamat dalam karya misi. Hal itu tentu tidak dianugerahkan manusia, tetapi Tuhan yang ia abdi, Dialah yang memberikannya. Usia 76 tahun sudah cukup baginya untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
menjemput sebuah kemenangan dan layak menerima penghargaan dari Dia yang menganugerahkan kepadanya tugas misioner sebagai imam dan uskup (Gabriella, 2008a: 6). Ketika akan merayakan HUT Kongregasi Puteri Reinha Rosari pada 15 Agustus 1983, timbul kerinduan suster-suster PRR untuk meminta pendiri kembali ke Indonesia, untuk tinggal dan merayakan HUT Kongregasi bersama puteri-puterinya di Indonesia secara khusus di Larantuka yang merupakan tempat di mana biara pusat PRR berada. Kerinduan ini terungkap dengan mengajukan permohonan tertulis kepada General SVD di Roma tahun 1982 oleh Sr. M. Gabriella, PRR ketika menjabat sebagai pemimpin Kongregasi. Permohonan ini dikabulkan oleh Pater General Henry Heekeren, SVD. Namun tidak terwujud terkait dengan kondisi Mgr. Gabriel Manek yang tidak memungkinkan karena sakit. Kerinduan yang sama juga diungkapkan oleh Mgr. Antonius Pain Ratu, SVD uskup Atambua pada tahun 1999. Beliau mengharapkan suster-suster PRR mengusahakan agar YM. Mgr. Gabriel Manek, SVD dibawa pulang ke tanah air meskipun dalam wujud yang lain, akan tetapi kerinduan ini masih terpendam karena belum memenuhi peraturan pemerintahan USA dalam hal pemindahan jenasah atau kerangka (Gabriella, 2008a: 6). Menjelang Pesta Emas Kongregasi PRR tahun 2004, kerinduan akan kembalinya pendiri semakin membara dalam lubuk hati PRR karena adanya kebutuhan untuk hidup dalam inspirasi pendiri. Maka pada tahun itu juga Sr. M. Simprosa, PRR mengajukan permohonan yang sama kepada Pater General Anthony Pernia, SVD agar bapak uskup hadir di tengah-tengah suster PRR sebagai tonggak inspirasi. Pater General
SVD
langsung
mengabulkan
permohonan ini. Permohonan ini adalah yang kedua kali dibuat oleh pihak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
pimpinan PRR. Langkah demi langkah telah dibuat demi tercapainya sebuah kerinduan. Kerinduan ini baru terkabulkan pada tahun 2007, satu tahun menjelang tahun Emas Kongregasi Puteri Reinha Rosari (Gabriella, 2008a: 7). Siapa pernah menyangka bahwa hal ini bisa terjadi dan sekaligus menjadi peristiwa yang menjawab kerinduan beliau untuk kembali ke tanah air? Pada tahun 2007 meski hanya jasadnya, Ia dibawa kembali ke Indonesia. Satu tanda Agung yang perlu dikenang adalah ketika peti jenasah dibuka, didapati kondisi tubuh YM. Mgr. Gabriel Manek, SVD masih utuh. Hal itu terjadi pada 14 April 2007. Karena itu, bukan lagi hanya tulang-tulang yang akan dibawa ke Indonesia melainkan jenasah beliau yang kedapatan masih utuh setelah 18 tahun berada di dalam perut bumi. Suster-suster PRR melihat ini, sebagai peristiwa iman yang mengejutkan. Banyak orang bisa berpendapat tentang kenyataan ini tapi bagi suster-suster PRR, ini adalah tanda kekudusan Mgr. Gabriel Manek yang diperlihatkan Tuhan. Setelah peti jenasah diangkat dan dibuka pada 14 April 2007, jenasah beliau dibawa kembali ke tanah air dengan rute perjalanan dari Amerika-Jakarta-Denpasar Bali-Kupang-Lahurus, kembali lagi ke Kupang dan berakhir di Larantuka pada 21 April 2007 (Gabriella, 2008b: 7-18). Peristiwa kembalinya jenasah bapak pendiri ke tengah puteri-puterinya, merupakan peristiwa hidup baru dalam Roh yang menyemangati karya pelayanan suster-suster PRR dalam karya perutusan. Peristiwa agung ini menjadi peristiwa bermakna, sebagai momen untuk berbenah diri, menemukan “akar” untuk mengembangkan “sayap” pelayanan ke belahan dunia. Dalam rangka menemukan akar untuk mengembangkan sayap bukanlah persoalan yang gampang, tidak sedikit kritik yang dialamatkan kepada suster-suster pribumi ini, namun semua itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
dilihat sebagai cambuk untuk semakin sungguh-sungguh dalam menemukan jati diri (Tukan, 2006: 24).
D. Pendiri Kongregasi PRR Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah pendiri Kongregasi Puteri Reinha Rosari. Sejarah perkembangan Gereja Katolik di Larantuka menjadi latar belakang berdirinya Kongregasi ini. Untuk sampai pada dasar pemikiran Mgr. Gabriel Manek, SVD mendirikan Tarekat ini, maka kita perlu melihat situasi awal Gereja setempat.
1. Situasi Awal Sejarah perkembangan iman Katolik yang cukup pesat di Nusa Tenggara Timur terutama di Pulau Solor, Alor dan Pantar menjadi dasar pemikiran Mgr. Gabriel Manek, SVD mengenai tenaga-tenaga pendamping iman. Iman umat mulai bertumbuh dan berkembang sejak abad XVI-XVII. Dalam catatan sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid I bagian dokumentasi-penerangan Kantor Waligereja Indonesia (KWI) sebagaimana dikutip oleh P. Vriens, S.J., dimulai dari karangan Pater Y. Bakker. S.J., menceritakan perkembangan Gereja Katolik Larantuka.
a. Kedatangan Misionaris Portugis Pada abad XVI (1556), sebuah kapal para Pedagang Portugis singgah di pulau Solor dalam perjalanan berdagang dan membeli rempah-rempah. Orang Portugis adalah mayoritas beragama Katolik, karena itu dalam menjalin relasi dengan masyarakat lokal mereka juga memperkenalkan Agama Katolik dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
mewartakan Injil Kristus. Banyak masyarakat setempat termasuk raja Lohayong tertarik dan mereka memberi diri dibaptis menjadi Katolik. Apa yang dirintis oleh kaum awam atau para pedagang ini, kemudian dilanjutkan oleh para misonaris Portugis yang datang kemudian. Di bawah para misionaris Dominikan, Agama Katolik mulai berkembang dan Kristus semakin diwartakan dan diimani oleh masyarakat Kepulauan Solor, Flores dan Timor. Baru pada tahun 1561 empat misionaris ordo dominikan dikirim dari Malaka ke Solor. Mereka adalah Pastor Antonio de Taceira, P. Antonio da Cruz, P. Simeo da Chagas dan Bruder Alexio. Empat misionaris ini menetap Lohayong-Solor selain untuk melayani para pedagang Portugis, mereka juga melanjutkan misi para pedagang untuk mewartakan Injil kepada penduduk lokal (Vriens, 1974: 367-369). Kehadiran orang asing yang membawa agama baru ini tidak diterima begitu saja, banyak mengalami perlawanan sampai perang berdarah. Maka pada tahun 1566 Frater Antonio da Cruz membangun benteng di Lohayong di Solor Timur untuk melindungi misi dari serangan musuh agama Katolik yang menyerang umat di kepulauan ini dan memaksa mereka untuk meninggalkan imannya akan Yesus dan Bunda Maria. Tradisi kehidupan sosial dan keagamaan umat Katolik Larantuka sampai saat ini masih melekat dengan tradisi-tradisi Portugis. Seperti perayaan pekan suci, khususnya Jumad Agung dirayakan dalam nuansa Portugis, baik lagu-lagu maupun doa-doanya (Vriens, 1974: 369-374).
b. Misionaris Belanda Pada tahun 1613 pihak Belanda yang bersekutu dengan kelompokkelompok Muslim menaklukkan benteng Lohayong, sehingga pusat misi Solor berpindah ke Larantuka. Selama masa kekuasaan VOC, imam-imam Katolik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
hidup dalam tekanan dan terancaman bahaya. Banyak di antara mereka mengalami penganiayaan, mereka diusir, ditangkap, dipenjarakan dan bahkan dibunuh. Dengan demikian umat mengalami trauma dan kehilangan tenaga pendamping terlebih perhatian dari para misionaris. Tidak lama kemudian pihak Belanda meninggalkan Solor karena tidak menemukan sesuatu yang mempunyai nilai komersial di wilayah itu. Baru pada tahun 1630 benteng itu dipulihkan kembali berkat kedatangan misionaris baru (Vriens, 1974: 381-388). Masyarakat Katolik di Flores diperkuat dan semakin diperbaharui dengan kedatangan sekelompok keluarga Katolik dari Makasar pada tahun 1660. Yang memimpin kelompok ini adalah Fransisco Vieyra Figueiredo. Frater Lucas da Cruz bersama mereka sambil membawa harta Gereja “S. Dominggo de Surian”. Keluarga-keluarga ini sebagian dari mereka melarikan diri dari Malaka pada tahun 1641 menetap di Konga-Larantuka dan Wure-Adonara. Pada tahun 1679 lima belas misionaris lain bekerja di daerah ini. Dalam dua abad berikutnya kehadiran orang Portugis terbatas pada misi, hampir tanpa campur tangan politik atau militer. Penduduk dapat mempunyai pastor selama dua puluh tahun dan kemudian untuk dua puluh tahun berikutnya tidak mempunyai pastor sama sekali. Pada 19 Desember 1851 dibuatlah perjanjian damai antara Portugis dan Belanda yang memisahkan wilayah politik Portugis dan wilayah politik Belanda di Kepulauan Nusa Tenggara. Flores Timur masuk wilayah kekuasan politik pemerintah Belanda. Namun demikian, para misionaris Portugis masih sesekali melayani umat di Flores Timur. Dengan penandatanganan Traktat Lisabon 20 April 1859, Portugis menarik diri dari Flores Timur. Walau demikian kebebasan beragama tetap diatur dalam traktat ini. Maka pemerintah Belanda wajib mendatangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
misionaris Belanda untuk melayani umat di wilayah Flores Timur. Sementara itu, Gereja Katolik di Larantuka memiliki “Konfreria” yakni Serikat Rosari Kudus yang terdiri dari kaum awam yang bertugas mengurus kehidupan beragama bersama raja-raja yang sudah menjadi Katolik (Vriens, 1974: 400-415). Pada 4 Agustus 1860 Romo Yohanes Petrus Nikolaus Sanders, seorang imam diosesan Belanda tiba di Larantuka. Desember 1861, pastor Sanders diganti oleh kerabatnya Romo Gaspar Hubertus Fransen. Dalam karyanya, pastor Fransen dibantu oleh keluarga Kerajaan Larantuka, yakni raja Don Gaspar dan adiknya Don Minggo. Romo Fransen mulai mendirikan sekolah pertama di Flores Timur pada masa itu walau dalam bentuk yang sederhana. Oktober 1863, pastor Fransen kembali ke Belanda (Vriens, 1972: 103-109).
c. Pelayanan Misionaris Serikat Yesuit Sebelum pastor Fransen kembali ke Belanda, P. Gregorius Metz seorang Yesuit sebagai penggantinya telah tiba di Larantuka pada 17 April 1863. P. Metz kemudian membangun sebuah Gereja di Postoh-Larantuka. Selanjutnya sejumlah Gereja dan Kapela dibangun, yang hingga kini masih ada dan diperbaharui. Gereja San Juan Lebao, San Dominggo di Wure, San Dominggo di Konga, Santa Klara di Lewolaga, kapela Santa Lusia di Waibalun, Santa Klara di Lewolere, Miserekordia di Pantai Besar, Philipus dan Yakobus di Larantuka, Santa Maria di Batumea (kini Kapela Tuan Ma), San Sepulchro di Ponbao, San Lorenso di Pohon sirih, Nosa Senhora di Lohayong dan Yose di Gege. P. Metz bekerja di Larantuka selama 20 tahun selanjutnya kembali ke Belanda. Maka berakhirlah periode pelayanan misionaris Yesuit di tanah ini (Vriens 1972: 110-114).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
d. Pelayanan Misionaris Serikat Sabda Allah Sebelum P. Metz kembali, pada 20 Mei 1915 tiba di Larantuka misionaris SVD pertama yakni P. Wiliam Baack, SVD. Tahun 1919-1920 datang lagi 36 imam dan bruder SVD. Frater van Velsen, SVD yang memiliki ijasah guru diangkat oleh pemerintah sebagai penilik sekolah di Flores termasuk Larantuka. Di Larantuka berdiri sekolah di Nobo, Riangwulu, Konga, Hewa, Lewolaga, Waibalun dan Lebao. Demikian juga stasi-stasi dibuka di luar Larantuka. Di Lembata stasi Lamalera dengan seorang misionaris yakni Pater Bernardus Bode, SVD yang membuka sekolah pertama di Lembata. Di Larantuka terdapat sebuah sekolah Standartschool atau Vervolgschool 2 tahun, sebagai kelanjutan Sekolah Rakyat tiga tahun. Di samping itu didirikan sebuah sekolah guru di Larantuka dan kursus pertukangan yang sudah dirintis para imam Yesuit. Ketika perang dunia II tahun 1942, Jepang menduduki Flores termasuk Larantuka. Lalu para misionaris Belanda diinternir di Sulawesi Selatan. Namun Mgr. Hendrik Leven bersama sejumlah imam diizinkan berkarya dan meneruskan pendidikan imam pribumi. Sebelumnya telah ditahbiskan 2 imam pribumi pertama yakni: P. Gabriel Manek, SVD dan P. Carolus Kale Bale, SVD pada 28 Januari 1941. Pastor Gabriel Manek inilah yang kemudian ditempatkan di wilayah Flores Timur (Vriens, 1974: 1119-1147).
e. Lahirnya Keuskupan Larantuka Babak baru segera mulai setelah melewati masa sulit pendudukan Jepang. Kemerdekaan diisi dengan pengembangan Gereja di Nusa Tenggara. Pendidikan seminari menjadi salah satu jalan menyiapkan imam-imam pribumi. Berdirilah di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
Larantuka Seminari San Dominggo Hokeng tahun 1950. Sebelumnya, tahun 1942 ditahbiskan sejumlah calon imam dari Larantuka menjadi imam tarekat religius SVD yakni: P. Rufinus Pedrico, SVD, P. Yohanes Bala Letor. Dan dari Larantuka juga tiga imam SVD ditahbiskan menjadi Uskup yaitu Mgr. Gregorius Mentero (Almarhum), Mgr. Paulus Sani Kleden (Almarhum) dan Mgr. Antonius Pain Ratu. Imam diosesan pertama dari Larantuka ditahbiskan tahun 1963. Tiga puluh lima tahun kemudian (1998) sudah mencapai 78 imam diosesan. Meskipun demikian tenaga imam belum cukup menjangkau pelayanan bagi umat yang semakin berkembang pesat jumlahnya. Mgr. Gabriel Manek, SVD menyadari akan penyelenggaraan Kasih Allah dalam perkembangan iman umat dan atas karya Roh Kudus dan Bunda Surgawi bahwa iman umat akan tetap terpelihara dan semakin kuat. Meskipun kekurangan tenaga imam dan tanpa bimbingan hirarki yang jelas, namun umat tetap bertahan dalam imannya akan Yesus Kristus dan Bunda Maria (Vriens, 1974: 1132-1140). Tahun 1951 Vikariat Apostolik Kepulauan Sunda Kecil dimekarkan menjadi tiga Vikariat Apostolik. Vikariat Apostolik Ende dengan uskupnya Mgr. Antonius Hubertus Thijssen, SVD, Vikariat Apostolik Ruteng dengan uskupnya Mgr. Van Bekkum, SVD dan Vikariat Apostolik Larantuka dengan uskupnya Mgr. Gabriel Manek, SVD yang adalah uskup pribumi pertama di Nusa Tenggara. Tahun 1961 Paus Yohanes XXIII mendirikan hirarki di Indonesia. Vikariat Apostolik Ende menjadi Keuskupan Agung Ende, demikian pula Ruteng dan Larantuka menjadi keuskupan Sfragan. Saat itu, Mgr. Gabriel Manek diangkat menjadi Uskup Agung Ende dan di Larantuka digantikan oleh Mgr. Antonius Hubertus Thijssen, SVD sebagai Uskup kedua. Tahun 1974 beliau dipindahkan ke Keuskupan Denpasar, dan diangkatlah Mgr. Darius Nggawa, SVD sebagai uskup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
yang ketiga (Vriens, 1974: 1140-1156). Memasuki masa pensiun, tahun 2004 Uskup Darius meletakan jabatan dan digantikan oleh pengganti yang sudah disiapkan dua tahun sebelumnya. Uskup Koajutor Larantuka Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr diangkat menjadi uskup keempat di Keuskupan Larantuka, sekaligus menjadi uskup dari imam projo pertama di Flores.
2.
Keprihatinan Mgr. Gabriel Manek, SVD Perkembangan umat yang ketiadaan bimbingan yang memadai, dan tidak
dikuatkan dengan santapan rohani seperti sakramen-sakramen, dikuatirkan perlahan-lahan akan mengalami kekaburan nilai-nilai iman yang murni. Sejak dahulu umat kristiani sudah memiliki kebiasaan keagamaan kristiani yang terus dipertahankan bahkan sampai saat ini, seperti doa Rosario, Novena, Pekan Suci khusus pada hari Jumat Agung mereka mengadakan prosesi besar-besaran, dan tradisi ini sangat bernilai bagi mereka. Akan tetapi justru dampaknya dalam kenyataan kehidupan sehari-hari iman umat serani Katolik sering dangkal dan meragukan. Nampaknya mereka mudah bimbang dan terbawa arus oleh pengaruh tahyul dan kepercayaan terhadap kekuatan gaib (Beding, 2000: 63). Pada masa Perang Dunia II, ketika Mgr. Gabriel Manek, SVD bertugas di wilayah Flores Timur sebagai imam, beliau sudah merasakan adanya kebutuhan tenaga-tenaga pendamping iman umat dan pelayan sosial yang bersedia menolong masyarakat yang mengalami kekelaman iman serta mengalami banyak tekanan sosial maupun ekonomi. Inilah keprihatinan yang mendasari pemikiran Mgr. Gabriel Manek akan pentingnya mempersiapkan tenaga-tenaga pendamping iman. Baru setelah menjadi uskup perasaan ini semakin mendorong dia kepada suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
gagasan baru untuk mendirikan sebuah persekutuan hidup bakti, yakni sebuah Tarekat Suster Pribumi (Beding, 2000: 56). Terdorong oleh kebutuhan tersebut Mgr. Gabriel Manek, SVD berani mengajukan permohonan kepada Propaganda Fide pada 7 Januari 1958 untuk mendirikan sebuah Tarekat Religius. Permintaan ini mendapat angin segar melalui surat balasan resmi dari Takhta Suci kepada Mgr. Gabriel Manek, SVD tertanggal 20 Januari 1958. Keinginan Mgr. Gabriel Manek, SVD untuk mendirikan tarekat pribumi ini, sebelumnya sudah dibicarakannya kepada Sri Paus Pius XII dalam kesempatan audiensi pribadi pada 26 Oktober 1956. Meski sudah memperoleh surat resmi dari pihak yang berwewenang, tetapi tetap merupakan pekerjaan yang tidak mudah untuk melaksanakan impian ini (Vriens, 1974: 1154). Tahun 1957 Mgr. Gabriel Manek sempat membicarakan gagasan ini kepada Mgr. A. Soegiyopranata, S.J., Vikaris Apostolik Semarang, sekaligus meminta bantuan beberapa suster dari Jawa untuk membantu pendampingan calon. Namun tidak berhasil karena masih kekurangan tenaga suster. Akhirnya bapak Uskup kembali ke Larantuka dan membicarakan rencana ini kepada para pastor, beliau meminta dukungan mereka khususnya kepada seorang misionaris atas nama P. A. van de Burg, SVD yang pada waktu itu menjabat sebagai Vikaris Jenderal di Keuskupan Larantuka. P. A. van de Burg adalah seorang misionaris Serikat Sabda Allah yang kemudian berkarya di Indonesia terutama di Flores sejak tahun 1935. Beliau juga mengenal baik betapa sulitnya tenaga pendampingan iman umat di daerah yang perkembangan umatnya semakin pesat. Selain P. A. van de Burg, Bapak Uskup Manek juga meminta bantuan Sr. Anfrida, SSpS untuk membantu pendidikan calon. Maka atas izin resmi pimpinan tertinggi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
Kongregasi SSpS, Sr. Anfrida dan beberapa suster lain membantu pembinaan bagi calon-calon baru tarekat pribumi (Beding, 2000: 55-57). Berdasarkan data tanggal berdirinya Kongregasi yang baru ini, tercatat pada 15 Agustus 1958 satu tahun, delapan bulan dari tanggal diterimanya surat keputusan Paus Pius XII sebagai tanggal resmi berdirinya tarekat religius baru itu. Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai pendiri, meresmikan serikat baru ini dengan nama ‘Kongregasi Puteri Reinha Rosari’. Tarekat ini menjadi buah atas keprihatinan Mgr. Gabriel Manek, SVD terhadap pendampinan iman umat kecintaannya. Mgr. Gabriel Manek bermimpi bahwa tarekat yang didirikannya kelak menjadi ragi bagi karya pewartaan iman dan pelayanan kemanusiaan (Beding, 2000: 65).
3. Panggilan Religius PRR Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) mengungkapkan suatu hal yang sangat bernilai di dalam kehidupan Gereja yakni kehidupan yang dipersembahkan secara utuh kepada Tuhan (Kan. 573 $ 1). Sepanjang sejarah kehidupan Gereja, terdapat bukti-bukti yang mengagumkan mengenai kehidupan orang-orang yang mendengarkan suara panggilan Tuhan Yesus Kristus, supaya menyangkal dirinya, mengangkat salibnya dan mengikuti Dia (Mat 16:24). Untuk itulah Mgr. Gabriel Manek mendirikan sebuat tarekat religius PRR sebagai sebuah tarekat yang di dalamnya merupakan kumpulan orang-orang yang membaktikan hidupnya bagi kemuliaan Tuhan (Beding, 2000: 55). Mgr. Gabriel Manek, SVD melihat bahwa panggilan religius PRR sebagai tunas kecil milik Bunda Surgawi yang menjadi pasukan Maria. Sebagai pasukan Maria, tunas ini harus seperti Maria memiliki jiwa dan semangat seorang hamba
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi sesama. Bapak pendiri berharap agar setiap anggota Kongregasi ini, siap diutus ke mana saja untuk mewartakan karya keselamatan Kristus (Beding, 2000: 59). Seiring berjalannya waktu, dengan memilih Visi: “Yesus Hamba Yahwe dan Maria Hamba Allah”, para suster Puteri Reinha Rosari berjuang mewujudkan kharisma pendiri dalam pelbagai karya karitatif terutama pengabdian dalam karya sosial, partoral, kesehatan dan pendidikan. Dalam karya sosial yang menjadi perhatian khusus adalah karya pelayanan para penderita kusta, AIDS dan Panti Asuhan. Karya kerasulan untuk penderita kusta saat ini di Naob dan di Agats yang baru dirintis tahun 2014. Terkait pelayanan terhadap para penderita AIDS, karya ini sedang dibuat oleh para suster Puteri Reinha Rosari di Keuskupan Homa Bay Kenya-Afrika. Karya-karya ini terlihat sebagai jawaban atas semangat, kerinduan dan cita-cita pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD (Jebarus, 2008: 81). Berdasarkan katalog Kongregasi PRR Edisi Januari 2015, tercatat jumlah suster PRR yakni: 310 suster kaul kekal, 90 suster kaul sementara, 27 suster novis dan 24 suster postulan. Berkat karya Roh Kudus dan penyertaan Bunda Maria, Kongregasi PRR telah mengembangkan pelayanan berawal dari pribumi hingga mendunia. Kini Kongregasi PRR telah memiliki 70 komunitas karya dan tiga tempat formasio atau wilayah pembinaan Novis-Postulan yakni di Flores Timur, Timur Leste dan Kenya-Afrika.
E. Spiritualitas Mgr. Gabriel Manek, SVD 1. Pengaruh Latar Belakang Hidup Umat Setempat Spiritualitas sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pertama adalah daya rohani yang menggerakkan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
dan memaknai hidupnya. Pertanyaan kita pada bagian spiritualitas Mgr. Gabriel Manek adalah daya rohani macam mana yang menggerakkan dia untuk menghayati pilihan-pilihan hidupnya entah menjadi imam dan menjadi teman serta sahabat orang-orang kecil? Untuk mencari tahu spiritualitas yang mendasari hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD sumber yang pasti adalah Kitab Suci secara khusus ’misteri salib’ yang selalu dihayatinya sebagai kekuatan dan sumber yang menjamin keselamatannya (Konst., no. 103). Tentang hal ini sejarah menunjukkan bahwa umat di wilayah Keuskupan Larantuka sudah terbiasa dengan salib perjuangan hidup yang berat. Mereka telah mengalami berbagai macam salib pernderitaan, kesulitan dan kegagalan selama masa penjajahan Jepang dan Belanda. Aneka macam bencana dan malapetaka silih berganti menimpa hidup mereka. Akan tetapi mereka tidak pernah putus asa. Mereka tetap berpegang pada misteri salib yang selalu dikenang pada Jumat Agung dengan penyembahan serta prosesi Agung sampai sekarang (Vriens, 1974: 1129-1130). Hidup umat yang setia berpegang pada misteri salib dengan tradisi keagamaan turun-temurun sebagaimana yang disaksikan dan dialami sendiri oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD ketika beliau menjadi pastor seluruh Flores Timur, Alor dan Pantar tahun 1942-1946 telah memberi dia ilham dalam menentukan visinya sewaktu mendirikan Kongregasi PRR. Beliau melihat betapa iman itu terus dipelihara dan dipertahankan dengan gigih terutama pada masa-masa sulit seperti pada masa penjajahan Jepang, para misionaris asing sebagai gembala umat diinternir dan dideportasi keluar Flores. Visi pendiri sebagaimana tercantum dalam konstitusi dan Direktorium Tarekat PRR, yakni:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
Terbentuknya jemaat yang kembali keakarnya yang murni yakni misteri salib yang mewarnai perjuangan hidup mereka sehari-hari. Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif, berfungsi sosial, berakar dari kebudayaan, berpegang pada kesatuan dengan Roh Kudus, jemaat yang berfungsi kritis dan jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah (Konst., no. 103). Inti terdalam dari visi ini adalah “misteri salib” yang menjadi kesaksian dan pewartaan jemaat dalam hidup hariannya. Salib dalam pemahaman banyak orang bisa jadi sebuah penghinaan atau batu sandungan (Gal 5:11) atau sebuah kebodohan (1 Kor 1:13). Salib bisa jadi dipandang sebagai peristiwa yang melemahkan dan mematahkan semangat, mengecewakan dan menakutkan. Pengalaman ini dialami oleh para rasul. Ketika mereka menyaksikan Yesus Guru mereka ditangkap, didera dan disalibkan, mereka semua lari meninggalkan Yesus (Mrk 4:50). Mereka belum menyadari bahwa salib adalah bagian dari rencana keselamatan Allah (Luk 9:45). Mereka baru menyadarinya setelah merefleksikan kembali peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus (Tafaib, 2007: 21). Bagi Mgr. Gabriel Manek, Salib adalah sebuah kemenangan, kebanggaan dan kehormatan. Sebab melalui salib manusia memperoleh keselamatan, hidup dan kebangkitan. Melalui salib orang masuk ke dalam misteri penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Dalam perjumpaan dengan dua murid Emaus, Yesus menegaskan: “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Luk 24:26).
2. Impian mengenai Jemaat Dari visi pendiri ini menguak cita-cita dan harapan ke depan yang diwariskan kepada Kongregasi Puteri Reinha Rosari, sebagaimana tertulis dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
buku pedoman hidup Kongregasi (Konst., no. 103). Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif, berfungsi sosial, berakar dari kebudayaan setempat, jemaat yang berfungsi kritis serta jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah.
a. Jemaat yang Partisipatif Jemaat yang partisipatif adalah jemaat yang menggunakan segala kemampuan dan kharismanya yang berbeda-beda, terlibat aktif dalam membangun Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Menurut St. Paulus kita dianugerahi karunia yang berbeda (Rm 12:6). Kita juga terdiri dari banyak anggota dengan tugas yang berbeda-beda (Rm 12:5). Tetapi kita semua adalah satu tubuh yaitu Tubuh Kristus dan masing-masing kita adalah anggotanya (1 Kor 12:27). Sama halnya anggota tubuh kita seperti mata tidak dapat terpisah dari tubuh, kitapun tidak dapat lepas dari apa yang menjadi tanggung jawab kita sebagai anggota Gereja. Hal ini juga ditegaskan dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, bahwa “Gereja itu kita semua dan Kristus adalah kepala kita” (LG 7). Lebih jauh konsili menyebut sejumlah hal sebagai wujud nyata dari partisipasi Gereja, yakni: ikut serta menderita dengan Gereja, saling melayani di antara anggota, mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia, menyebarluaskan kerendahan hati dan pengikraran diri seperti Kristus yang menjadi miskin meskipun Ia kaya (2 Kor 8:9), meringankan kemelaratan, merangkul para pendosa, mewartakan salib dan wafat Tuhan hingga Ia datang (1 Kor 11:26). Setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia kendati dalam kegelapan sampai pada akhir zaman dalam cahaya yang penuh (LG 7 & 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
b. Jemaat yang Berfungsi Sosial Jemaat yang dimaksud adalah jemaat yang meragi dalam pembangunan masyarakat. Jemaat yang berani berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran, mengubah wajah masyarakat sekitar yang dilanda penindasan karena penderitaan dan karena tindakan ketidakadilan. Dasar keterlibatan sosial jemaat adalah Kristus sendiri yang telah menjadi manusia dan tinggal diantara kita (Yoh 1:14) dan telah mencintai kita sehabis-habisnya (Yoh 13:4) sampai menyerahkan hidup-Nya dengan wafat di salib demi keselamatan manusia. Semasa hidup di dunia, Kristus telah membangun solidaritas dengan orang-orang miskin dan terpinggirkan serta menunjukkan keberpihakan yang jelas dengan mereka. Ia berkeliling menjelajahi kota dan desa-desa sambil berbuat baik dan mewartakan kabar suka cita Allah bagi banyak orang yang menderita yakni; orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan orang miskin diberitakan kabar baik (Mat 11:5). Sikap dan perilaku Yesus yang solider dan bersahabat dengan semua orang ini menjadi cerminan hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD selama hidupnya. Ia melayani umatnya hingga ke pelosok daerah terpencil dengan kendaraan berkuda ataupun berjalan kaki merambah hutan dan jalanan licin berbatu-batu. Bahkan sampai usia paripurna sebagai gembala di tengah suku Indian, Ia berjuang mengais sampah sembari mengangkat permadani-permadani bekas untuk diberikannya kepada orang-orang kecil. Cintanya yang besar dan menyatu dengan orang-orang kecil dan menderita membuat dia terus bersemangat hingga terbaring lemas dalam penderitaan sakit. Ia juga setia mendoakan keluarga-keluarga dan orang-orang sakit. Ia menyadari bahwa tanpa campur tangan Tuhan segala usaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
dan perjuangannya bagi orang kecil sia-sia. Dalam kesaksian banyak orang mengatakan bahwa Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah sahabat orang kecil atau sering dijuluki dengan gelar “Bishop of The Poor”. Beliau adalah uskup kaum miskin, lemah dan menderita (Gabriella, 2008a: 214).
c. Jemaat yang Berakar dalam Kebudayaan Setempat Jemaat yang berakar dalam kebudayaan setempat merupakan salah satu cita-cita yang ingin dicapai oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD. Umat yang sungguhsungguh menyadari akan dirinya yang berasal dari sebuah kebudayaan harus sungguh-sungguh menjadi warga budaya sekaligus warga Gereja. Gereja lokal adalah Gereja yang berkembang secara budaya yakni; Gereja yang mengangkat nilai-nilai budaya setempat sebagai sarana untuk memperkembangkan kehidupan Gerejanya. Seperti Kristus dengan penjelmaan-Nya sebagai manusia telah menunjukkan diri dengan kebudayaan umat manusia, demikian Gereja hendaknya memperlihatkan sikap hormat dan penghargaan yang tinggi terhadap kebudayaan dan adat istiadat setempat (Tafaib, 2007: 28). Salah satu yang khas dalam diri Mgr. Gabriel Manek dalam karyanya diberbagai tempat, yang pertama-tama adalah dengan menguasai bahasa setempat. Bahasa menjadi jembatan baginya untuk dekat dan menyatu dengan umatnya. Beliau juga sangat mudah menyesuaikan diri dengan budaya-budaya baru antara lain dengan masuk di tengah suku Indian yang terkenal keras dan sulit, tetapi Ia berhasil menjadi sahabat mereka, bahkan dia diterima dan diangkat menjadi keluarga suku Indian dan tinggal bersama mereka. Apa yang dihayati oleh Mgr. Gabriel Manek selain berguru dari teladan Yesus Kristus sendiri sekaligus menjadi jawaban atas himbauan Gereja melalui dokumen Gereja (GS 58) bahwa:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
Gereja yang diutus kepada semua bangsa dari segala zaman dan di daerah manapun tidak terikat secara eksklusif, tak terceraikan kepada suku atau bangsa manapun, kepada adat istiadat entah yang lama ataupun yang baru. Seraya berpegang teguh pada tradisinya sendiri pun sekaligus menyadari perutusannya yang universal, Gereja mampu menjalin persekutuan dengan pelbagai pola kebudayaan. Dengan demikian baik Gereja sendiri maupun pelbagai kebudayaan diperkaya.
d. Jemaat yang Berfungsi Kritis Kritis yang dimaksud pertama-tama adalah mengemukakan pendapat, pikiran dan sikap-sikap secara cerdas, arif dan bermutu setelah mengkaji dan menganalisis suatu persoalan dengan jernih. Realitas hidup sehari-hari dan ruparupa tawaran yang dikemas baik berupa barang maupun paham-paham yang terkadang menggiurkan tapi juga ambivalen. Artinya ada segi-segi positif tapi ada juga segi negatif yang tersirat di dalamnya. Tak jarang ketika dihadapkan dengan dua pilihan ini orang menjadi bingung dan bahkan sering kali menentukan pilihan yang keliru. Berhadapan dengan situasi demikian umat perlu mendapatkan arahan atau berupa didikan untuk pandai-pandai memilah-milah dan menganalisis dengan pikiran jernih dan hati nurani bening melihat segala persoalan tanpa terpengaruh oleh pihak manapun. Dalam hal ini perlu pembiasaan dalam mengadakan pembedaan roh. Artinya dalam terang dan bimbingan Roh Kudus, umat mampu membuat pembedaan dan menentukan sikap dan mengambil keputusan secara tegas dan bertanggung jawab terhadap suatu permasalahan yang dihadapi. Selama hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD meletakkan seluruh perjuangannya dalam kuasa dan bimbingan Roh Kudus serta berkat devosi kepada Bunda Surgawi. Beliau percaya bahwa segala persoalan hidupnya dapat teratasi karena karya Roh yang mengilhaminya dan doa Bunda Surgawi membuat dia mampu menentukan pilihan secara tepat dan benar. Ia sungguh yakin bahwa apa yang dipilih dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
diputuskannya merupakan karya Roh Kudus. Keyakinan ini diungkapkannya ketika mendirikan tarekat pribumi, Tarekat Puteri Reinha Rosari (PRR), yakni: “Tarekat ini tidak akan mati, dan akan tetap berdaya guna bagi Gereja dan masyarakat, karena ada Roh Kudus dan Maria tokoh iman utama di dalamnya” (Konst., no. 114).
e. Jemaat yang Memasyarakat dengan Warna Kerajaan Allah Jemaat yang bermasyarakat berarti jemaat yang tidak menjadi ghetto yang tertutup melainkan tetap berpartisipasi penuh dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yakni; di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam dimensidimensi hidup itu, umat Katolik terpanggil memberi kesaksian tentang benih Kerajaan Allah dan membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Kerajaan Allah telah menjadi pokok keprihatinan dan pewartaan Yesus Kristus selama hidupnya di dunia ini. Kerajaan Allah yang dimaksud di mana Allah hidup meraja niscaya tidak terdapat dukacita, kemalangan, perang, air mata dan ratap tangis, atau dengan kata lain Kerajaan Allah adalah di mana ada sukacita, damai, cinta kasih, persaudaraan, kebaikan dan keadilan (Tafaib, 2007: 29).
3. Nilai-nilai yang dihidupi oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD Nilai acap kali dilukiskan sebagai daya pendorong manusia untuk melakukan kebaikan dalam hidupnya. Mgr. Gabriel Manek sebagai pribadi yang hakiki menyadari akan pentingnya menghidupkan nilai-nilai sebagai jembatan yang mengantar dia kepada kesempurnaan hidup. Dalam catatan sejarah berdirinya Kongregasi PRR dan lewat kesaksian para sahabatnya, secara jelas dapat kita temukan nilai-nilai yang dihidupi Mgr. Gabriel Manek, SVD.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
a. Iman Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah seorang yang beriman teguh dan menaruh seluruh kepercayaannya pada Allah. Ia senantiasa memelihara dan memegang teguh iman yang menjadi warisan dari kedua orang tuanya. Sejak kecil ia telah bertumbuh dan berkembang dalam keluarga yang saleh dan kuat dalam beriman akan Allah dan berdevosi kepada Bunda Maria. Kebiasaan-kebiasaan hidup doa yang diajarkan dalam keluarga, dijaga dan dikembangkannya dalam keseharian hidupnya hingga ia bersatu kembali dengan Allah dalam keabadian. Semua bentuk didikan Kristiani yang pernah ia terima baik dalam keluarga dan dalam dunia pendidikan terpancar dalam kesaksian hidupnya setiap hari (Gabriella, 2008a: 124-125). Bersadarkan kesaksian banyak orang Sr. Gabriella dalam buku: Kisah Peziarahan Mgr. Gabriel Manek, SVD, menulis bahwa Mgr. Gabriel Manek adalah “orang kudus”. Pastor Weber Vikaris paroki Our Lady Carme Denver sebagaimana dikutip Sr. Gabriella (2008a: 124) memberikan kesaksian: ”sekali dalam 100 tahun lahir orang semacam dia, karena itu tidak rugi kita mengenal dia. Ia sungguh: ”a great man and living saint”. Sr. Gabriella juga mengulangi ungkapan Muder Regine: pemimpin umum serikat suster Cabrini Shine; pada tahun 1979 ketika Sr. Gabriella menghadiri Konggres pemimpin biara. Muder Regine bersaksi bahwa: ”Mgr. Gabriel Manek, SVD amat saleh, He is very holy”. Dan masih banyak lagi kesan-kesan para sahabat dan orang-orang kecil yang mengenal lebih dekat kerohanian Uskup Manek (Gabriella, 2008a: 124-125). Iman dan pengharapan serta kasihnya akan Kristus yang menderita, membuat dia selalu berprinsip bahwa segala penderitaan di dunia ini belum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
seberapa karena Kristus jauh lebih menderita dibanding penderitaannya. Hal ini dikatakannya dalam suatu kesempatan ketika diwawancarai oleh Sr. Gabriella, PRR di Denver-Lakewood-USA pada 16 Agustus 1986. Sampai suatu ketika ia mengalami sebuah masalah dan tantangan yang besar melampaui batas kemampuan manusiawinya, ia masih berkata: ”biarkan Allah yang membela saya”, ketika ada orang yang peduli dan mau membuat pembelaan atas dirinya. Ia meletakkan seluruh karyanya dalam penyelenggaraan Ilahi lewat devosinya yang kuat kepada Bunda Maria. Seluruh hidupnya selalu diwarnai dengan doa, tapa dan matiraga. Ia amat yakin bahwa setiap karya yang ia mulai dan lakukan akan tetap hidup dan berhasil karena ada Roh Kudus dan Bunda Maria yang selalu menolongnya (Konst., no. 114).
b. Cinta Kasih Cinta kasih sebagaimana tampak dalam Rerum Novarum sebagai dasar kepedulian Mgr. Gabriel Manek bagi umatnya. Kekuatan cinta mendorong dia untuk mengabdikan seluruh hidup panggilannya demi kebaikan dan kesejahteraan kaum lemah, miskin, tertindas dan tak berdaya. Pengalaman hidup para murid pertama di masa Gereja Purba menjadi contoh baginya dalam usaha membangun hidup persaudaraan sejati atas dasar saling membantu secara baik. “Tidak ada seorangpun berkekurangan di antara mereka” (Kis 4:34). Cinta kasih menjadi inti kesempurnaan Kristiani dan sintesis hukum baru. Teori kasih tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan kasih. Hukum yang terutama adalah kasih, demikian dikatakan Yesus dengan jelas dalam sabda-Nya. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
budimu” (Mat 22:37). Atas dasar inilah Mgr. Gabriel Manek mempertaruhkan seluruh hidup dan karyanya untuk mengasihi semua orang terlebih mereka yang hidupnya kurang beruntung, lemah, miskin, tertindas dan dihina. Uskup Manek selama hidupnya berjuang untuk mencintai dan merangkul semua orang dari golongan manapun. Dalam usaha mengasihi tidak ada perbedaan suku, ras ataupun golongan (Gabriella, 2008a: 214). Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa cinta kasih Kristiani sungguh berakar
dalam
peristiwa
Ekaristi.
Cinta
akan
sesama
mengungkapkan
keikutsertaan seseorang dalam Kerajaan Yesus Kristus, dalam kuasa Putera Manusia ”yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mrk 10:45). Cinta kasih merupakan karunia tertinggi yang dianugerahkan Roh Kudus untuk
membangun iman umat.
Karena itu cinta kasih sesungguhnya
menghidupkan dan mendukung setiap tindakan kesetiakawanan yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap kebutuhan sesama yang sangat mendesak. Cinta kasih bersandarkan ketulusan hati untuk menyangkal diri demi kesejahteraan orang lain dengan menyadari kehadiran Kristus dalam diri sesama. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Paus Paulus VI ketika membahas pengertian-pengertian praktis mengenai sabda cinta kasih dalam hidup bermasyarakat. Beliau mengatakan bahwa dalam zaman ini Vatikan II dengan kuat menegaskan kembali tugas panggilan Gereja, dengan kesetiaan kepada Tuhan, untuk mencintai semua yang berduka dengan cara apapun serta mengakui bahwa dalam diri orang miskin dan menderita kita menyerupai Kristus yang miskin dan menderita dan sedapatdapatnya kita membebaskan mereka dari kekurangan dengan berusaha keras melayani Kristus dalam diri mereka (OA 5).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
c. Keadilan Keadilan merupakan salah satu nilai yang amat penting diperjuangkan oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD selama tugas kegembalaannya, terutama ketika ia menjabat sebagai salah satu anggota NIT. Meskipun ada banyak kesibukan tugas yang berat dalam pendampingan iman umatnya, ia masih meluangkan waktunya untuk terlibat dalam kehidupan politik menjadi anggota parlemen Negara Indonesia bagian Timur (NIT). Ia rela meninggalkan umatnya dalam beberapa kesempatan untuk menghadiri rapat di Makasar. Tujuannya tidak lain hanya demi menyuarakan harapan masyarakat kecil yang ia cintai di daerah-daerah terpencil Nusa Tenggara Timur. Ia memperjuangkan nasih daerah-daerah terpencil yang kurang mendapatkan perhatian dan pelayanan dari Negara. Ia menyadari betul bahwa keadilan merupakan nilai moral yang membangun semua hubungan hidup bersama dalam setiap bidang kehidupan, antara lain: dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama (Beding, 2000: 35).
d. Kebenaran Sebuah kebenaran adalah dambaan semua orang, terutama dalam menghadapi berbagai persoalan atau masalah dalam hidup. Untuk menentukan kebenaran perlu sebuah pemahaman kritis. Bagaimana orang mengkritisi sebuah persoalan sehingga tidak mudah terjebak dengan berbagai hal yang tidak benar atau kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang melawan kebenaran. Potret kehidupan manusia zaman ini, tidak jarang diwarnai oleh kegelapan, pertikaian dan permusuhan, penipuan dan ketidakjujuran, tidak mengakui kesalahan yang menimbulkan banyak orang menderita, menyalah-nyalahkan orang yang jujur dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
benar demi keamanan diri sendiri. Bertindak benar dan memperjuangkan kebenaran di tengah situasi kegelapan hati nurani seperti ini merupakan hal yang tidak mudah. Orang yang berani bertindak dan memperjuangkan kebenaran di tengah situasi kegelapan adalah orang yang benar-benar menghayati makna sebuah kemartiran. Bahwa demi kebenaran segala yang menguntungkan bagi diri sendiri disingkirkan jauh-jauh. Menurut kesaksian Hadjon seperti yang telah diceritakan sebelumnya bahwa ketika Mgr. Gabriel Manek mendengar cerita tentang ceramah Menteri Pendidikan yang menyinggung hal Katolik sebagai “konservatif tidak progresif revolusioner, menjalankan politik Nasakom dengan tidak semestinya sehingga belum menjadi Pancasila sejati”. Beliau sangat marah dan tersinggung. Beliau meminta tokoh-tokoh Katolik dalam rapat singkat untuk bereaksi menanggapi ceramah itu secara terbuka. Hal ini menunjukkan kepekaan naluri Mgr. Gabriel Manek terhadap pemerintah yang tidak benar dan sifatnya merendahkan agama, untuk itu beliau membantah bahwa hal itu tidak benar dan segera mengambil sikap tegas untuk memberi tanggapan (Gabriella, 2008a: 209).
e. Kerendahan Hati Teladan kerendahan hati merupakan suatu sikap yang paling pokok dalam praktek hidup sosial kemanusiaan. Sikap rendah hati adalah perpaduan antara sikap hati yang mau menempatkan orang lain lebih dari diriku, sekaligus disertai dengan tindakan tangan yang melayani dengan ringan dan tulus. Melayani dengan rendah hati berarti siap menjadi orang nomor dua atau orang dibalik layar, dengan kata lain siap untuk tidak diperhitungkan peranannya. Yesus mengajarkan kepada para muridnya: “Apa bila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
kepadamu, hendaklah kamu berkata: kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk 17:10). Mgr. Gabriel Manek adalah pribadi yang rendah hati dan lebih mengutamakan orang lain. Baginya orang lain adalah tamu istimewa yang pantas untuk disambut dan dilayani dengan baik. Kepada orang-orang dekatnya sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella, bapak uskup selalu berpesan: ”Kamu harus rendah hati. Jika engkau tidak rendah hati, Allah sendiri akan merendahkan engkau” (Gabriella, 2008a: 126). Hidupnya benar-benar menjadi sebuah persembahan yang utuh kepada pelayanan sesama terutama bagi yang miskin dan menderita. Apapun yang dipikirkannya baik demi kesejateraan sesamanya, ia lakukan tanpa memikirkan rasa malu atau bakal mendatangkan bahaya bagi hidupnya. Segala pikiran, perasaan dan kehendak hatinya terarah hanya demi terlaksananya kehendak Allah. Ia juga seorang yang pengampun dan mudah melupakan kesalahan orang lain. Ketika ia mengalami banyak masalah pribadi, difitnah ataupun dihina, ia tidak pernah membuat pembelaan atas dirinya, ia selalu berkata; “biarkan Tuhan yang membela saya” (Gabriella, 2008a: 238).
f. Persaudaraan Tentang kasih persaudaraan, Yesus dengan sangat jelas memberikan nasehat-Nya demikian: “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasehatmu engkau telah mendapatnya kembali” (Mat 18:15-20). Sebuah amanat yang sangat luhur dalam membangun sebuah komunitas persaudaraan atau hidup bersama sebagai saudara. Amanat tentang kasih persaudaraan sangat mudah diucapkan tetapi dalam kenyataan hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
bersama sulit untuk dilaksanakan. Apalagi jika merasa tersakiti dan mengalami kerugian karena nama baik diceritakan, menjadi bahan gosip dan tutur litani keburukan yang terus berkembang. Romo Fransiskus Emanuel da Santo, Pr dalam kotbahnya pada 9 Agustus 2013 dalam rangka Novena menjelang pesta 100 tahun kelahiran pendiri menceriterakan pengalaman Romo Yosef Lalu, Pr., ketika beberapa waktu ada bersama Mgr. Gabriel Manek, SVD di Ende, beliau memberi kesaksian bahwa: “Mgr. Gabriel Manek adalah orang yang paling tidak suka kalau orang membicarakan masalah confrater yang mengalami masalah atau kesulitan dalam hidup panggilannya di meja makan. Contohnya masalah persahabatan dengan lawan jenis.
Beliau biasanya tidak satu katapun yang keluar dari
mulutnya. Beliau lebih memilih sikap diam!!! Itu hal yang luar biasa” (Gabriella, 2008a: 239). Begitu pentingnya menjaga api kasih persaudaraan sampai beliau merasa tidak tega membicarakan kelemahan sesamanya. “Diam” tidak berarti mengamini apa yang dianggap buruk tetapi memelihara kasih persaudaraan dan pengampunan jauh lebih besar dari pada setitik tinta hitam yang mengotori sesamanya. Di dalam diamnya, ia selalu mendoakan sesamanya yang dinilai buruk, bahkan dia tidak segan-segan memberi nasehat kepada confraternya untuk tetap menjaga api kasih yang berkobar dalam komunitasnya. Seburuk apapun saudaranya ia tidak mudah mengambil sikap menjauhi apalagi menghakimi atau menyebar gosip murahan. Baginya tidak patut menjadikan masalah atau kegelapan sesama menjadi menu cerita yang paling heboh atau sebagai gosip murahan yang efeknya hanya menyudutkan atau memojokkan sesama. Adalah lebih bermakna jika dalam kasih persaudaraan ada saling keterbukaan, saling membantu, saling menghargai dan saling menasehati sebagai saudara dan saling mendoakan (Gabriella, 2008a: 240).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
g. Penghargaan terhadap Martabat Hidup Manusia. Keterpanggilan Mgr. Gabriel Manek, SVD menjadi perpanjangan tangan Tuhan pertama-tama misi utamanya adalah melayani Allah yang hadir dalam setiap pribadi yang ia jumpai dalam hidupnya. Pribadi itu adalah sesamanya manusia. Bapak uskup begitu memperhitungkan keluhuran martabat setiap pribadi sehingga ia selalu menasehatkan sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella: “Taruhlah seluruh dirimu, hatimu, dedikasimu, dan hadirlah dengan seluruh dirimu dalam setiap pekerjaan yang sedang dilakukan. Layanilah setiap sesama dengan sepenuh hatimu seakan dia sendirilah di dunia ini yang kau layani karena itulah matiragamu dan disitu pula letak pengorbanan dan tapamu” (Gabriella, 2008a: 89). Apa yang dinasehatkannya ia sendiri telah menunjukkan dalam kenyataan hidupnya, bagaimana ia mempertaruhkan seluruh pengabdiannya demi keluhuran martabat manusia yang adalah sesamanya. Ia berjuang mengangkat martabat setiap jiwa yang merana, tersisikan dan menderita. Ia berani meletakkan mahkota kerajaannya sebagai putra raja, dan memposisikan dirinya sebagai saudara kaum miskin. Ia bersahabat dan melayani semua orang tanpa perbedaan karena menyadari bahwa semua kita sama dan memiliki hak dan kewajiban yang sama.
4. Hal-hal yang Mempengaruhi Hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD Riwayat hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, memberikan gambaran secara sekilas tentang sosok yang menjadi pokok studi ini. Dengan mempelajari riwayat hidupnya kita sekaligus bisa tahu apa saja dan siapa saja yang berada di balik kesuksesannya. Tentu ada banyak hal dan banyak pihak yang berpengaruh terhadap hidup dan perkembangannnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Namun kita tidak akan membahas semua hal itu. Cukuplah kalau kita hanya melihat hal-hal yang menurut hemat penulis lebih besar pengaruhnya terhadap perkembangan hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD. Untuk maksud ini Secara sangat kasat mata kita bisa melihat bahwa latar belakang keluarga termasuk lingkungan alam dan sosial dari mana dia datang dan latar belakang iman yang dia anut adalah hal-hal pokok yang amat mempengaruhi hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD. Pada bagian ini akan dibahas secara khusus dua hal terkait latar belakang keluarga dan latar belakang iman Katolik yang dia anut.
a. Keluarga dan Lingkungan Sosial Mgr. Gabriel Manek, SVD menghayati hidupnya dengan tingkat disiplin diri yang tinggi untuk menjalankan komitmennya, terutama kepada orang-orang kecil. Terkait disiplin kita melihat pengaruh dari figur ayah angkat Raja Don Kaitanus da Costa dan tentu kemudian juga pengaruh dari pendidikan di sekolahsekolah yang dikelola oleh para misionaris yang mempunyai kekhususan untuk mengajar orang memiliki disiplin hidup dan kemandirian. Dari pihak ayah angkat pengaruh latihan tentang disiplin membuat Gabriel Manek menjadi sosok yang kuat dan mencintai kerja keras. Sebagaimana diceritakan Gabriel Manek tidak memanfaatkan status sebagai penghuni kerajaaan yang menikmati berbagai kemudahan tetapi sebaliknnya oleh disiplin yang ditegakkan dia bisa mencintai kerja keras yakni dengan setia membantu ibunya. Selain pendidikan disiplin dan kerja keras yang diajarkan oleh ayah angkat Raja Don Kaitanus da Costa, tentu di dalam dirinya ada juga pengaruh ibu angkat Maria Belak, saudara dan saudari juga semua orang di lingkungan istana dan sekitarnya yang menjalin relasi dengan dia selama dia berada di rumah (Beding, 2000: 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
Masa kecil Mgr. Gabriel Manek, SVD dan bahkan selama ia hidup sebagai imam dan uskup, ditandai dengan kehidupan ekonomi yang sulit terutama karena tekanan penjajahan. Semasa hidup Mgr. Gabriel Manek, wilayah Timor dijajah oleh Belanda. Tantangan penjajahan, seperti dikisahkan Herman Lalawar dalam tulisannya yang dimuat dalam buku: Sejarah Gereja Katolik Indonesia (Vriens: 1292-1293), dikenal seorang yang bernama “Atok Serani” sebagai penghubung antara raja dan pastor sebagai penerjemah dari bahasa Belanda ke bahasa Tetun dan sebaliknya. Meski ada penyebaran iman pada waktu itu tetapi dalam iklim penjajahan perbaikan kondisi hidup ke arah lebih baik tentu tidak bisa diharapkan. Kondisi politik yang berpengaruh pada bidang ekonomi tentu amat berpengaruh secara khusus dalam membentuk pandangan-pandangannya tentang perbudakan dan kemiskinan, kebebasan dan keadilan sosial. Selain itu dari sisi sosio- kultural terlihat perbedaan kelas sosial dan ketidakadilan dalam masyarakat yang amat kuat terutama dalam masyarakat-masyarakat feodal seperti wilayah Timor waktu itu. Tuan-tuan tanah dan raja adalah kelompok kelas atas sementara rakyat jelata adalah kelompok rakyat kebanyakan yang hidupnya susah dan tertindas oleh aturan-aturan feodalisme yang menekan hidup mereka seperti membayar upeti pada raja dan tuan-tuan tanah (Beding, 2000: 10).
b. Latar Belakang Iman Katolik Sebagaimana sudah diketahui, Mgr. Gabriel Manek semasa kecil, hidup dalam sebuah lingkup keluarga yang taat pada iman Katolik. Devosi kepada Bunda Maria yang dibuat oleh ayah angkatnya memiliki pengaruh pada kehidupan devosi Mgr. Manek kemudian. Bimbingan keluarga yang berlatar belakang iman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
Katolik ini mempengaruhi pandangan Mgr. Gabriel Manek tentang sistem nilai yang harus dibangun dan diperjuangkan dalam hidup. Secara sangat jelas, pengaruh ini terlihat dari pilihannya untuk mengenyam pendidikan di seminari yang dia tahu dengan sadar bahwa pendidikan itu akan menghantarnya kelak untuk menjadi imam. Pilihan ini tidak muncul dari sebuah ruang kosong. Ia muncul sebagai sebuah rahmat yang sudah ditanam Tuhan dalam keluarga tempat dia hidup dan dibesarkan (Beding, 2000: 16-25). Iman tidak pernah lepas dari pengajaran dan pengetahuan yang melatarinya. Secara spesifik apa yang diajarkan kepada Gabriel Manek semenjak masih kecil adalah tentu benih-benih Sabda Allah. Benih-benih Sabda Allah menjadi semakin berakar dalam dirinya melalui Serikat Sabda Allah (SVD) sejak menjadi seminaris hingga ditahbiskan jadi imam Serikat Sabda Allah. Serikat ini turut berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadiannya melalui pengetahuan dan penghayatan nasehat-nasehat Injili. Ia terkenal sebagai pribadi yang bertekun dalam berbagai pendidikan dan pengajaran yang baik. Apa saja yang ia pelajari dan terima selama hidupnya dalam keluarga besar Serikat Sabda Allah, ia wujudnyatakan dalam kata dan perbuatannya. Dengan demikian kisah-kisah biblis seperti kisah ‘orang samaria yang baik hati’ (Luk 10:30-37) dan kisah-kisah sejenis yang diceritakan oleh Yesus sudah pasti menginspirasi pahamnya tentang arti hidup sehingga kemudian dia berhasil menjadi orang samaria yang baik hati bagi orang-orang kecil yang dia perhatikan dan layani. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Sabda yang menjelma menjadi manusia menjadi dasar inspirasinya dalam totalitas penyerahan dirinya bagi karya keselamatan. Sabda Allah menjadi dasar utama dalam menjalani hidup dan karyanya setiap hari. Ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
sungguh peka mendengarkan dan menanggapi suara panggilan Tuhan Yesus Kristus yang menghendakinya untuk menyangkal dirinya, mengangkat salibnya dan mengikuti Dia (Mat 16:24). Dalam perjalanan sejarah pendidikan Gabriel Manek hingga menjadi imam, pengetahuan tentang iman yang dia peroleh diperdalam. Maka pengaruh Tuhan yang membimbing dia dalam diri orang-orang yang mengajar dan mendidik Gabriel Manek layak disebutkan di sini. Mereka adalah para guru yang mengajarkan kepada dia banyak ilmu humaniora dan juga ilmu Ketuhanan atau Teologi. Dia tentu belajar tidak hanya dari pelajaran yang diajarkan di sekolah tetapi dari relasi sosial dengan teman dan guru-gurunya. Belajar memang merupakan pekerjaan yang tidak pernah selesai. Sebab itu setelah menjadi imam dan uskup situasi sosial dan relasi dengan orang-orang yang dijumpai mulai dari umat yang dilayani, karyawan atau karyawati, rekan-rekan imam, juga rekanrekan uskup menjadi guru kehidupan yang membentuk dia menjadi pribadi yang kuat, beriman dan teguh dalam hal solidaritas dengan orang-orang kecil dan terpinggirkan (Beding, 2000: 16-25).
F. Apa Kata Orang tentang Mgr. Gabriel Manek, SVD? “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tinggal satu biji saja; tetapi jika ia mati akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24). Kutipan Injil ini menjadi dasar dari kisah dibalik hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD yang semarak dibicarakan oleh banyak orang baik yang mengenalnya dengan sangat dekat maupun yang hanya sepintas karena cerita yang beredar. Ada banyak kesaksian yang terungkap tentang kisah-kisah yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
mengagumkan, tentang suka cita dan kegembiraan dihasilkannya, namun di sini penulis hanya mengangkat beberapa kesaksian yang mewakilinya.
1. Pandangan Seorang Tokoh Umat Seorang Tokoh Katolik yang mengenal sangat dekat dengan Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah L. T. Hadjon. Dalam kata sambutannya saat resepsi penyambutan Jenasah Mgr. Gabriel Manek, SVD pada 25 April 2007, Ia mewakili umat memberikan kesaksian demikian: Uskup Manek adalah pribadi yang kritis dan peka terhadap permainan politik. Ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Priyono mengunjungi Ende tahun 1963, satu komentarnya pernah menyulut kemarahan beliau. Waktu itu dia memberi ceramah di SMK Suryadikara tentang pendidikan Nasional. Pak menteri menyinggung sekolah Katolik sebagai: “konservatif tidak progresif revolusioner, menjalankan politik Nasakom dengan tidak semestinya sehingga belum menjadi Pancasilais Sejati”. Pernyataan ini menimbulkan kemarahan beberapa pihak teristimewa Mgr. Gabriel Manek. Beliau dengan tegas meminta agar tokoh-tokoh Katolik di Ende bereaksi dan menanggapi ceramah itu secara terbuka. Tokoh-tokoh Katolik dihadirkannya dan bersepakat mengutus salah satu untuk menanggapi ceramah itu. Partai Komunis Indonesia sangat kuat dan Berjaya di tahun 60-an pada waktu itu, karenanya kami semua yang hadir merasa takut akan resiko yang timbul. Setelah tiga kali beliau mendesak akhirnya saya (Hadjon) memberanikan diri untuk mewakili tokoh-tokoh Katolik. Beliau berpesan, bahwa setiap tokoh Katolik harus berani menghadapi setiap tantangan, apa lagi tantangan tentang nilai-nilai pendidikan Katolik serta tantangan terhadap gagasan politik yang tidak sesuai dengan sikap seorang Katolik (Gabriella, 2008a: 210). Kesaksian ini menunjukkan tentang sosok Mgr. Gabriel Manek yang berani dan kritis terhadap dunia politik. Dia tidak takut pada penguasa yang sering menindas dan membunuh karakter rakyat dengan pernyataan-pernyataan yang kebenarannya tidak teruji. Untuk pejabat negara yang demikian Mgr. Gabriel Manek menunjukkan kepada publik bahwa mereka juga bisa dilawan. Pendirian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
Mgr. Gabriel Manek ini menegaskan keberanian seorang murid seperti yang dipesankan oleh Sang Guru: “Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Mat 10:28). Setiap pemimpin mempunyai tugas untuk memastikan bahwa orang-orang yang dipimpin tidak sedang ditindas dalam berbagai bentuk termasuk harus bebas dari stigma-stigma yang tidak benar. Sebab itu dia harus berani menantang kalau terjadi pelecehan terhadap dirinya dan orang-orang yang dipimpin. Mgr. Gabriel Manek menyadari hal ini dan karena itu ia sungguh mendesak agar dalam situasi ini harus ada pembelaan. Ia sangat sensitif terhadap usaha dari pihak manapun yang memberi ucapan tidak benar terhadap Pendidikan Katolik dan terhadap gagasan-gagasan politik yang dianggapnya tidak sesuai dengan sikap politik setiap orang Katolik. Kesaksian Hadjon membenarkan apa yang menjadi pendirian Mgr. Gabriel Manek, yakni: Saya amat yakin bahwa suara Gembala adalah suara Roh Kudus, maka pada hari berikutnya dalam kesempatan kunjungan Menteri di SMK Sta. Ursula, saya memberikan sambutan mewakili wali murid SMAK Sta. Ursula. Saya menanggapi ceramah menteri persis seperti apa yang telah diamanatkan oleh Uskup Manek bahwa; setiap orang Katolik yang baik adalah Pancasilais sejati, semua wali murid SMAK Sta. Ursula adalah orang beragama sehingga tidak menerima paham Komunis serta dalam melaksanakan gagasan Nasakom dari Bung Karno kita umat Katolik menerima Nasakom jiwaku dan bukan Nasakom bersatu secara fisik (Gabriella, 2008a: 210). Dikisahkan bahwa setelah mendengar pembelaan ini, Mgr. Gabriel Manek sangat gembira. Peristiwa ini menunjukkan bahwa naluri politik beliau sangat sensitif terhadap usaha dari pihak mana saja untuk merendahkan martabat dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya sebagai murid Yesus (Gabriella, 2008a: 209).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
2. Pandangan Seorang Imam dan Sahabat Mgr. Benyamin Bria, Pr dalam kesaksiannya tentang Mgr. Gabriel Manek, SVD menceritakan pengalamannya pada tahun 1988 ketika sebagai pastor muda ditugaskan oleh Mgr. Anton Pain Ratu, SVD untuk belajar di Washington DC. Ia mengakui bahwa Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah seorang yang setia dan sangat menghargai setiap pribadi. Setiap kali Pastor Benyamin mengirim surat kepadanya, beliau selalu setia membalas sekalipun sudah tua dan kondisi tubuh yang lemah karena sakit. Beliau juga seorang yang saleh, setia berdoa secara pribadi maupun bersama. Banyak orang menyebutkan dia sebagai “orang kudus” yang masih hidup (living saint). Dalam satu kesempatan liburan, bersama Mgr. Gabriel Manek, SVD ia menyaksikan ketekunan dan kesetiaan Mgr. Gabriel Manek dalam berdoa. Pastor Benyamin melihat beliau berdoa secara pribadi, brevir bersama dan merayakan Ekaristi tiap hari (Gabriella, 2008a: 126). Mgr. Gabriel Manek setia menghayati kebersamaan dalam makan bersama saudara-saudara SVD lainnya. Setiap hari banyak tamu yang menjumpai beliau, untuk mendengarkan nasehat dan juga berdoa bersama. Beliau sangat rajin berdoa Rosario sampai berkali-kali mengulangi peristiwa-peristiwa Rosario. Jika ia sedang berdoa, ia tidak mau seorangpun menghalanginya. Ia sangat disiplin dalam hal berdoa, waktu untuk Tuhan sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk Tuhan (Gabriella, 2008a: 152). Mgr. Benyamin menambahkan bahwa Mgr. Gabriel Manek sangat dicintai oleh orang-orang suku Indian. Ia selalu mengunjungi mereka di tempat-tempat penampungan dan menganggap mereka seperti saudaranya sendiri. Selain itu, ia juga bergaul dan bersahabat baik dengan suku-suku Jepang, Tionghoa dan suku Negro yang ada di Amerika. Ia menguasai 16 bahasa karena hidup dekat dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
umat dari berbagai golongan dan bangsa. Mgr. Gabriel Manek, SVD pernah menjadi rektor di Biara Cabrini Shirine di Denver selama 10 tahun. Dalam tugasnya sebagai rektor, ia selalu meluangkan waktu untuk kunjungan keluarga. (Gabriella, 2008a: 153). Apa yang dikatakan oleh Mgr. Benyamin Bria mirip dengan kesaksian ibu Ann Dwinnel, keluarga yang menerima Mgr. Gabriel Manek, SVD, yang setia melayani dan merawat beliau sejak tahun 1980. Mereka mengatakan: “Mgr. Gabriel Manek senantiasa memperhatikan dan memperlakukan orang Indian seperti saudaranya sendiri. Sering ia menasehati ibu Ann dan teman-temannya: “jangan pernah membeda-bedakan suku, ras dan dari golongan manapun, karena dengan membeda-bedakan demikian, engkau tidak pernah akan melihat Allah.” Ibu Ann dan suaminya sangat terkesan ketika mereka bersama Mgr. Gabriel Manek, SVD menghampiri tempat-tempat pembuangan sampah untuk mencari permadani-permadani bekas yang masih layak pakai. “Saya (Ibu Ann) masih melihat, beliau masuk ke tengah onggokan sampah, kakinya melayang seperti mau jatuh rasanya. Saya lalu berkata kepada beliau : Mgr...banyangkan apa yang akan orang katakan kepada kita? Tetapi sahabat kaum miskin itu tidak peduli. Ia terus mengumpulkan permadani untuk dipakai menutup gubuk-gubuk reyot orang Indian yang dilayaninya”. Semangat misionernya tidak pernah surut kendati ia sendiri dalam kondisi yang sangat lemah dan sakit (Beding, 2000: 88). Ibu Ann menambahkan sebagaimana dikutip oleh Pater Alex Beding bahwa Mgr. Gabriel Manek pernah bercerita tentang pengalamannya melayani orang sakit kusta ketika masih sebagai imam di Flores Timur-NTT. Dalam suatu kesempatan patroli mengunjungi orang kusta dan ketika pulang dia dengan badan telanjang karena bajunya telah diberikan kepada penderita kusta yang paling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
membutuhkannya. Hal yang sama sering dibuatnya ketika berada bersama orang suku Indian. Menurut ibu Ann, tidak jarang Mgr. Manek mendahulukan anakanak asuhannya dan melupakan dirinya. Pernah selama seminggu hanya makan belalang dan daun-daun, dan kalau hari baik ia mendapat telor dan secangkir kopi (Gabriella, 2008a: 128). Sebuah kecelakaan berat yang dialaminya pada tahun 1981 yakni mobilnya ditabrak sepeda motor yang terus melaju meski tanda lampu merah sudah hidup. Sepeda motor itu menabrak mobil Mgr. Gabriel Manek. Sejak itu kondisinya menurun drastis, pendarahan dan cairan di otak membuat sakitnya menjadi kronis. Sejak peristiwa itu dengan melihat kondisi bapak uskup yang sudah sangat kritis, ibu Ann dan suaminya dengan hati terbuka menerima dan merawat bapak uskup hingga menghembuskan nafas terakhir. Dalam kondisi seperti itu, selama perawatan yang intensif, para sahabat dan kenalannya masih terus berdatangan mengunjungi beliau dan berdoa bersama. Banyak orang mengakui bahwa berkat doa Mgr. Gabriel Manek, SVD mereka memperoleh kesembuhan. Orang-orang yang mengalami penyembuhan sangat mencintai uskupnya yang sederhana dan amat genius ini. Ia hidup di Amerika sampai 20 tahun dan kembali ke pangkuan Bapa di Surga pada 30 November 1989 di RS St. John Lakewood Denver (Gabriella, 2008a: 127).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI NAOB
A. Pengertian 1. Pengertian Umum tentang Pelayanan Secara umum pelayanan dapat diartikan dengan melakukan perbuatan yang hasilnya ditujukan untuk kepentingan orang lain, baik perorangan maupun kelompok atau masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa: "Pelayanan adalah Segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan". Menurut Gronroos sebagaimana dikutip oleh Ratminto dan Atik, "Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh organisasi pemberi pelayanan yang dimaksudnya untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan" (Ratminto & Atik, 2005: 2). Dalam Kitab Suci orang Yahudi atau yang sekarang diberi nama Septuaginta (LXX), yakni Kitab yang ditinggal di daerah perantauan dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Yunani, digunakan kata “abad” yang artinya melayani, mengabdi. Dari kata “abad”, muncul istilah “ebed”, yang artinya pelayan, bahkan hamba. Pada kitab Ester, pelayanan (diakonia) dikenakan kepada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
para petugas atau pelayan raja Ahasyweros (1:10; 2:2; 6:3). Mereka adalah para sida-sida dan para biduan raja. Kitab Suci Perjanjian Baru, Kata diakonia atau pelayanan merujuk pada pekerjaan rumah, khususnya pekerjaan mempersiapkan makanan (Luk 10: 40), pasokan makanan (Kis 6:1), pelayanan kasih (Kis 11:29), dan pelayanan pewartaan sabda (Kis 6:4; 20: 24: bdk. 2 Kor 11: 8). Suatu ketika jemaat kristen di Yerusalem terancam kelaparan, Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk mengumpulkan kolekte bagi saudara-saudari seiman di Yerusalem (2 Kor 9:13). Di sini Paulus memahami kolekte atau bantuan itu sebagai ungkapan iman dan persekutuan. Berdasarkan uraian pemahaman tentang pelayanan (diakonia) tersebut, maka pelayanan (diakonia) dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang dilakukan suatu organisasi atau setiap orang untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam konteks pelayanan Kristiani, pelayanan (diakonia) dapat dipahami sebagai upaya seseorang atau kelompok untuk memberikan perhatian bagi sesama yang membutuhkan bantuan, atau sebagai persembahan yang hidup kepada Allah dan solidaritas kepada anggota tubuh Kristus yang sedang menderita.
2. Pengertian Sakit secara Umum WHO (1974) menjelaskan defenisi sakit sebagaimana dikutip oleh Arita Murwani yakni: sebagai suatu keadaan yang tidak seimbang/sempurna seseorang dari aspek medis, fisik, mental, sosial, psikologis dan bukan hanya mengalami kesakitan tetapi juga kecacatan. Sakit merupakan kegagalan atau gangguan dalam proses tumbuh kembang, gangguan fungsi tubuh dan penyesuaian diri manusia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
secara keseluruhan atau gangguan salah satu fungsi tubuh. Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran berupa gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi terhadap orang yang dipengaruhinya yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu (Murwani, 2008: 151). Menurut Perkins sebagaimana dikutip oleh Arita Murwani menjelaskan bahwa sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari baik aktifitas jasmani, rohani maupun sosial (Murwani, 2008: 151). Sementara Parson juga berpendapat sebagaimana dikutip oleh Arita Murwani bahwa sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan organisme sebagai system biologis dan penyesuaian sosialnya. Sakit dapat diketahui dari adanya suatu gejala yang dirasakan serta terganggunya kemampuan individu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari (Murwani, 2008: 156). Berdasarkan pengertian di atas, maka sakit dapat dimengerti sebagai gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya sehari-hari terganggu.
3. Pengertian Kusta Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Penyakit ini terutama menyerang pada masyarakat di negara-negara berkembang dan menimbulkan dampak psikologis, sosial dan ekonomi. Hasil penelitian secara etiologis dibuktikan bahwa penyakit ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
disebabkan oleh M. leprae yang merupakan Basil Tahan Asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang sel saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Menurut Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1993: 5), seseorang didiagnosis menderita penyakit kusta apabila terdapat satu dari tanda kardinal berikut : a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal ataupun multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadangkadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul atau nodul.
b. BTA Positif. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan periksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegaskan diagnosis kusta atau penyakit lain. Menurut Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1993: 6) penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu Pausi Basiler (PB) dan Multi Basiler (MB). Secara awam kusta dikenal ada dua macam yakni kusta kering dan kusta basah. Jika kusta terlambat diobati maka akan timbul kerusakan saraf dengan akibat berupa mati rasa (terhadap stimulus panas, dingin, nyeri), kelumpuhan otot, buta, dan akibat lain yang disebabkan oleh proses immunologis yang disebut reaksi kusta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh terhadap masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem immunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem immunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1993: 4), juga menjelaskan teori penularan kusta. Teori yang paling banyak digunakan adalah penularan melalui kontak atau sentuhan yang berlangsung lama, namun berbagai penelitian mutakhir mengarah pada droplet infection yaitu penularan melalui selaput lendir pada saluran napas. M. leprae tidak dapat bergerak sendiri dan tidak menghasilkan racun yang dapat merusak kulit, sedangkan ukuran fisiknya yang lebih besar dari pada pori-pori kulit. Oleh karena itu, M. leprae yang karena sesuatu hal menempel pada kulit kita, tidak dapat menembus kulit jika tidak ada luka pada kulit.
B. Selayang Pandang tentang Naob 1. Letak Geografis Naob adalah nama sebuah desa kecil di Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Jarak dari ibu kota Kabupaten Kefamenanu + 20 km. Kefamenanu merupakan bagian dari wilayah Keuskupan Agung Atambua. Jarak dari Keuskupan + 60 km. Tahun 1980 waktu Pemerintah Indonesia mengadakan sensus penduduk, menurut data Pemerintah Kabupaten TTU, jumlah penduduk seluruhnya tercatat: 315.165 jiwa (Bele, 1998: 93). Sedangkan jumlah penduduk di Desa Naob sendiri hingga saat ini, berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Abaldus Keno menyatakan bahwa jumlah penduduk Desa Naob: + 2.200 jiwa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
Naob dikenal karena terdapat rumah sakit kusta Sta. Maria Pembantu Abadi, milik suster-suster Kongregasi PRR [Lampiran 2: (13)].
2. Kehidupan Sosial dan Kultural Masyarakat Abaldus Keno, ketika ditemui oleh penulis pada 4 Juni 2015 di Naob, menceritakan sekilas tentang masyarakat di Timor Tengah Utara. Abaldus adalah salah satu warga desa Naob yang punya pengaruh dalam struktur pengurus desa setempat. Bapak Dus bercerita bahwa masyarakat Timor Tengah Utara pada umumnya adalah orang-orang asli di daerah itu. Sebagian kecil pendatang dari kabupaten tetangga dan orang-orang bugis yang datang dan menetap menjadi warga setempat karena hubungan perdagangan dan mencari lapangan pekerjaan sebagai guru ataupun Pegawai Negeri Sipil. Masyarakat di Desa Naob sendiri adalah orang-orang asli. Karena itu, sehari-hari mereka menggunakan bahasa daerah, kecuali di lembaga-lembaga karya menggunakan bahasa Indonesia [Lampiran 2: (13)]. Pada umumnya pekerjaan mereka sebagai petani. Namun hasil yang diperoleh sangat sedikit karena iklim tanahnya yang kurang subur, berbatu-batu, jenis tanah liat, sehingga tidak memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan hasil panen yang cukup. Kesejahteraan hidup mereka sangat bergantung dari hasil pertanian yang diperoleh. Pemukiman rumah warga sangat jauh dari keramaian kota, transportasi sulit dan lebih banyak ditempuh dengan berjalan kaki. Lembaga-lembaga pendidikan dan pos-pos kesehatan jarang ditemukan. Di setiap desa meskipun terdapat Puskesmas, namun sarana untuk pelayanan kesehatan yang memadai masih sangat terbatas. Kondisi yang demikian dapat dimengerti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
jika masyarakat rawan terserang macam-macam penyakit. Termasuk penyakit yang paling sering ditemukan adalah kusta [Lampiran 2: (13)].
C. Pelayanan Orang Sakit Kusta di Naob 1. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Kusta Naob. a. Latar Belakang Karya pelayanan terhadap penderita kusta dan berdirinya pusat rehabilitasi lepra di Naob merupakan wujud keprihatinan dari pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Dalam keadaan yang sukar sekalipun, ketika bertugas di Flores sebagai imam muda pada masa penduduk Jepang (1942-1945) beberapa kali Mgr. Gabriel Manek mengunjungi penderita lepra yang “dibuang” di Tanjung Naga-Lembata. Dan ketika menjadi uskup Larantuka beliau mendirikan pusat rehabilitasi lepra di Lewoleba. Berulang kali ia berbicara tentang penderita lepra dan berharap menjadi misi dari Kongregasi PRR (Marsella, 2015: 1). Seiring berjalannya waktu pada tahun 1971, Kongregasi Puteri Reinha Rosari mulai berkarya di Keuskupan Atambua. Karya pertama berawal di Noemuti-Kefamenanu dengan menangani karya Pendidikan, kesehatan dan sosial. Sr. Ibu Anfrida (Co-Pendiri) mengarahkan perhatian kongregasi kepada penderita lepra yang banyak terdapat di Noemuti dan sekitarnya. Karena cinta dan perhatian terhadap penderita lepra itulah, maka Sr. Ibu Anfrida sering mengadakan visitasi ke Noemuti dan bahkan pernah tinggal di sana. Pada tahun 1977, pelayanan terhadap penderita kusta dihentikan untuk sementara waktu sambil kongregasi menyiapkan tenaga perawat khusus untuk penderita kusta (Jebarus, 2008: 77).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Sadar akan misi khusus kepada sesama yang menderita khususnya karya pelayanan penderita kusta dalam bingkai spiritualitas, visi dan misi kongregasi, maka pelayanan kasih ini dibuka lagi pada 20 Mei 1992 di Noemuti. Dalam pengalaman pelayanan para suster di sana, ternyata ditemukan pasien kusta semakin banyak, dan mereka membutuhkan pelayanan khusus. Berdasarkan kenyataan yang memprihatinkan ini, demi mengkhususkan pelayanan sosial bagi penderita kusta, maka hasil Musyawarah Umum III dalam Kongregasi PRR tahun 1995 antara lain diputuskan untuk membuka komunitas baru tepatnya di Desa Naob-TTU, dahulu masih termasuk wilayah paroki Noemuti, dan kini menjadi bagian dari wilayah paroki Maubama, keuskupan Atambua (Marsella, 2014: 1).
b. Awal yang Kecil dan Sederhana Pada 7 oktober 1996, momen di mana komunitas PRR Noemuti merayakan 25 tahun keberadaannya di Pulau Timor khususnya Noemuti keuskupan Atambua, lahirlah komunitas Naob dengan pelayanan khusus kepada orang-orang sakit kusta. Kongregasi mengutus enam suster yakni: Sr. M. Yohana, Sr. M. Mikaelis, Sr. M. Dorotea, Sr. M. Laurentina dan Sr. M. Alfonsa menjadi perintis pertama karya di Naob. Tiga suster yang disebutkan namanya terakhir diutus ke Cancar untuk mengikuti kursus perawat kusta dan selanjutnya ke Tangerang (Jebarus, 2008: 79). Dalam kesaksian Sr. Krisanti ketika ditemui penulis pada 5 Juni 2015 di Naob, menceritakan bahwa sejak Oktober tahun 1996, mereka membuka karya di Naob berawal dengan sebuah gubuk yang terbuat dari “bebak” dalam bahasa lokal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
yang artinya rumah dari bahan dasar daun kelapa dan dinding pelepah kelapa. Waktu itu Sr. Krisanti dan Sr. Veronika diutus untuk praktek sebagai suster novis di Naob. Sr. Yohana berkarya sendirian dan ditemani oleh empat anak awam. Kehidupan waktu itu masih sangat sederhana. Pemerintah dan masyarakat desa setempat sangat mendukung dan bekerjasama mendirikan dua unit rumah “bebak”. Satu untuk tempat nginap para suster dan lainnya untuk poliklinik. Fasilitas masih sangat terbatas, kesulitan muncul di sana sini, berbagai hambatan datang silih berganti. Namun para suster ini terus berjuang bersama menghidupi apa yang menjadi spiritualitas dan kharisma pendiri, melalui pelayanan dan perhatian khusus pada orang kusta. Tahun 1996-1997 mereka mengadakan turba atau kunjungan ke kampung-kampung untuk mensosialisasikan karya ini. Mulamula pelayanan baru sebatas mendata pasien dan memberi pengarahan akan bahaya kusta sambil memberikan pengobatan gratis di rumah-rumah mereka. Hal ini dilakukan berhubung belum ada rumah khusus yang memungkinkan untuk rawat nginap. Baru pada tahun 1998, para suster mulai menerima pertama kali 4 orang pasien untuk rawat nginap [Lampiran 2: (7)]. Karya ini terus berjalan berkat dukungan bapak uskup Keuskupan Atambua, para imam, biarawan-biarawati, pemerintah desa, kabupaten dan propinsi dalam berbagai bentuk dan caranya masing-masing. Dalam perjalanan waktu masyarakat dan Pemerintah setempat melihat dan menyadari bahwa pelayanan kepada penderita kusta adalah pelayanan kemanusiaan, maka masyarakat menyerahkan tanah seluas 10 Ha kepada pemerintah yang nota bene tanah sangketa dan pemerintah menyerahkan kepada misi untuk dimanfaatkan bagi pengembangan karya tersebut (Marsella, 2014: 2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
c. Masa Peralihan Pelayanan di Komunitas PRR Naob adalah pelayanan kemanusian yang sejak awal diperjuangkan oleh kongregasi untuk dapat menolong dan membantu sesama yang sakit Kusta. Pelayanan ini tidak saja terpusat di Naob, tetapi juga turba ke desa-desa, sekolah, melalui survei kontak masyarakat maupun anak sekolah untuk menemukan dan mengobati para pasien kusta sedini mungkin,
sebelum
mengalami cacat fisik. Tujuannya adalah untuk memutuskan rantai penularan penyakit kusta melalui pelayanan preventif, kuratif dan rehabilitasi. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah menganjurkan agar Balai Pengobatan ini di tingkatkan menjadi rumah sakit supaya pelayanan semakin luas dan mendapat perhatian dan dukungan pemerintah (Marsella, 2014: 2). Sr. M. Marsella, PRR, ketika ditemui oleh penulis pada 4 Juni 2015 di kantor Yayasan Sr. Ibu Anfrida, SSpS di Naob, menceritakan sejarah keberadaan rumah sakit kusta Bunda Maria Pembantu Abadi Naob. Sejarah keberadaan rumah sakit atau cacat umum Bunda Maria Pembantu Abadi pada awalnya bernama Pusat Rehabilitasi Kusta Bunda Pembantu Abadi Naob yang dikelola oleh Yayasan Mgr. Gabriel Manek, SVD. Tempat ini telah memberikan pelayanan medis sejak tahun 1996. Pelayanan di Pusat Rehabilitasi dalam perkembangannya semakin kompleks dan menjangkau wilayah yang sangat luas bukan saja untuk wilayah NTT tetapi juga dari Luar NTT seperti Timor Leste dan Jakarta. Maka hasil Musyawarah Umum V Kongregasi PRR tahun 2005, memutuskan untuk mendirikan satu Yayasan baru yaitu Yayasan Sosial Ibu Anfrida yang mengkhususkan pelayanan para penderita kusta, cacat umum, anak yatim piatu serta pelayanan sosial kemanusiaan lainnya [Lampiran 2: (5)].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
Tahun 2007 kebutuhan pelayanan untuk masyarakat luas terutama para penderita kusta dan orang-orang miskin makin berkembang pesat. Oleh karena itu, yayasan sosial Ibu Anfrida mengajukan permohonan kepada pemerintah agar dapat meningkatkan status rehabilitasi kusta menjadi rumah sakit kusta dan cacat umum Bunda Pembantu Abadi Naob. Permohonan ini ditanggapi baik oleh Dinkes Propinsi dengan mengeluarkan izin sementara untuk menyelenggarakan rumah sakit dengan nomor: Dinkes. Yanmed. 253/445.1/VIII/2007. Maka pada 15 Agustus 2007 rumah sakit kusta dan cacat umum Bunda Pembantu Abadi Naob diresmikan oleh Bupati Timor Tengah Utara atas nama Drs. Gabriel Manek, Msi (Marsella, 2015: 3). Selanjutnya
kongregasi
menyadari
akan
pentingnya
mendapatkan
kelayakan maka harus mengurus perpanjangan izin sementara selama dua tahun. Tahun 2011, kongregasi mengajukan permohonan supaya bisa mendapatkan izin tetap dengan Nomor: Dinkes. 446/5/SKL/II/2011. Hal inipun terjadi sehingga rumah sakit kusta dan cacat umum Bunda Pembantu Abadi mengajukan permohonan kepada Dinkes Propinsi untuk mendapatkan rekomendasi klasifikasi kelas rumah sakit khusus. Maka Juli 2010 Kepala Dinkes Propinsi memberikan klasifikasi rumah sakit dengan kelas D. Setelah mendapatkan izin tetap dan rekomendasi tipe D, maka pada bulan Maret 2011, ’kami’ dalam hal ini ketua yayasan mengajukan permohonan kepada Menkes Republik Indonesia untuk mendapatkan kode dan penetapan kelas rumah sakit. Syukur kepada Tuhan semuanya berjalan dengan baik sehingga rumah sakit mendapatkan kode dengan Nomor Kode RS 5305024. Januari 2013 sudah mendapatkan kelas rumah sakit dengan kategori rumah sakit khusus kelas C. Dengan demikian ditetapkanlah identitas rumah sakit kusta Naob (Marsella, 2015: 3).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
d. Identitas Rumah Sakit 1) Nama
: Rumah Sakit Kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi.
2) Alamat
: Desa Naob, Kec. Noemuti, Kab. TTU (Kefamenanu) NTT.
3) Pelindung : Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi. 4) Tahun/ tanggal berdiri: 07 Oktober 1996.
e. Visi dan Misi Rumah Sakit Kusta Naob Sr. M. Marsella, dalam laporannya tentang keadaan komunitas rumah sakit kusta Naob periode 2014/2015, menunjukkan visi dan misi sebagai arah dasar pelayanan para suster bagi orang sakit, menderita, miskin dan terbuang. 1) Visi Terwujudnya komunitas iman yang mandiri dalam pelayanan cinta kasih Allah yang membebaskan, meneguhkan, menyelamatkan, menyembuhkan dan membahagiakan semua orang seturut teladan Bunda Maria Ibu Kehidupan yang mengambil bagian dalam karya Penebusan Yesus Kristus Juru Selamat dunia (Marsella, 2015: 4).
2) Misi a) Memperhatikan dan memperjuangkan kebenaran, keadilan dan keselamatan bagi yang miskin, terbuang dan yang tersingkirkan dari masyarakat umum serta mereka yang terbelenggu dan tak berdaya. b) Mengangkat
harkat
dan
martabat
sesama
yang
menderita
serta
menumbuhkembangkan rasa percaya diri, diakui dan dicintai serta dihargai sehingga dapat membangun diri, keluarga dan masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
c) Membawa penyembuhan dan kehidupan baru bagi mereka yang menderita sakit, baik rohani, jasmani maupun sosial seturut teladan Yesus Kristus Sang Penyembuh Ilahi dan Bunda Maria Ibu Kehidupan. d) Berpartisipasi aktif dalam pembentukan iman umat.
2. Personil Tenaga Pelayan dan Pasien Januari-Desember 2015 a. Tenaga Pelayan Rumah Sakit Personil tenaga pelayan rumah sakit kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi berdasarkan katalog kongregasi tahun 2015 tercatat sebanyak 13 suster dengan bidang pelayanan masing-masing. Sr. M. Marsella, PRR ditugaskan sebagai pemimpin komunitas dan ketua Yayasan Sosial Ibu Anfrida. Sr. M. Yosefa, PRR sebagai tenaga Pastoral Care. Sr. M. Caelestin, PRR sebagai koordinator pertenunan tradisional. Sr. M. Krisanti, PRR sebagai kepala bagian fisioterapi dan sekretaris Yayasan Ibu Anfrida. Sr. M. Ursula, PRR sebagai kepala pertanian dan bendahara Yayasan Ibu Anfrida. Sr. M. Mayella, PRR sebagai perawat rumah sakit kusta dan cacat umum. Sr. M. Rosana, PRR sebagai perawat dan penanggungjawab administrasi BPJS. Sr. M. Virgula, PRR sebagai staf pertanian rehabilitasi kusta dan kepala bagian orthopaedi. Sr. M. Melani, PRR sebagai tenaga analis dan kepala bagian keuangan rumah sakit cacat umum. Sr. M. Ancita, PRR sebagai tenaga analis rumah sakit. Sr. M. Maximilia, PRR sebagai tenaga urusan gizi rumah sakit dan komunitas. Sr. M. Anna staf urusan gizi rumah sakit dan pastoral (Marsella, 2015: 5). Selain tenaga suster ada juga 21 orang karyawan awam yang bekerja sama dengan para suster. Ada tiga orang tenaga perawat, satu orang tenaga dokter, satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
orang tenaga koordinator gizi pasien, dua orang sopir, enam orang staf rumah tangga dan cleaning service, empat orang tenaga staf pertanian dan empat orang tenaga pemelihara taman. Sebagian dari tenaga ini adalah bekas pasien kusta yang telah sembuh dan mau mengabdikan dirinya di rumah sakit kusta Naob (Marsella, 2015: 5).
b. Pasien Kusta Periode 2009-2015 Berdasarkan data rekapitulasi pasien rumah sakit kusta Sta. Maria Pembantu Abadi Naob sebagaimana dilaporankan oleh Sr. M. Marsella, PRR periode tahun 2009-2015 tercatat sebagai berikut: 1) Tahun 2009
: 79 orang
L : 70 orang
P : 9 orang
2) Tahun 2010
: 72 0rang
L : 62 orang
P : 10 orang
3) Tahun 2011
: 71 orang
L : 56 0rang
P : 15 orang
4) Tahun 2012
: 59 orang
L : 44 orang
P : 15 orang
5) Tahun 2013
: 63 orang
L : 49 orang
P : 14 orang
6) Tahun 2014
: 65 orang
L : 50 orang
P : 15 orang
7) Tahun 2015
: Januari-Mei L : 50 0rang
P : 15 orang
8) Pasien sembuh dan sudah pulang 75 % 9) Pasien meninggal karena kusta belum ada, kecuali komplikasi.
3. Kesaksian Para Tokoh tentang Pelayanan Orang Sakit Kusta di Naob a. Koordinator Umum Yayasan Sosial Kongregasi Sr. M. Gabriella, PRR ketika ditemui oleh penulis pada 30 Mei 2015, menjelaskan tentang sejarah dan latar belakang keberadaan rumah sakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
rehabilitasi kusta Naob. Suster yang kelahiran Ledoblolong, 03 Oktober 1942 ini, adalah salah satu suster perdana dan pemikir dalam Kongregasi PRR. Beliaulah yang pertama kali memimpin kongregasi ini hingga tiga periode atau selama 15 tahun perjalanan kongregasi. Beliau sangat mencintai Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Sebagai wujud cintanya kepada bapak uskup, Ia berjuang keras membangkitkan semangat dan jiwa pendiri terutama dalam memberikan perhatian yang khusus dan khas bagi kaum miskin lemah dan tersingkir. Salah satu karya terbesar kongregasi yang ia mulai dan perjuangkan pada kesempatan Musyawarah Umum III Kongregasi PRR tahun 1996 adalah Pelayanan bagi para penderita kusta di tanah Timor [Lampiran 2: (3)]. Dalam kesempatan wawancara yang berlangsung + 1 jam di ruang kerjanya, Sr. Gabriella asal Lamalera-Lembata ini menjelaskan dengan sangat baik bahwa awal mula munculnya pelayanan orang kecil di Naob merupakan hasil refleksi para suster dari tahun ke tahun berusaha menggali spiritualitas dan kharisma pendiri. Para suster akhirnya menyadari dan menemukan bahwa pendiri adalah seorang pahlawan kaum miskin dan lemah. Mgr. Gabriel Manek, SVD sangat mencintai orang kecil. Bapak uskup mempersembahkan seluruh hidup dan karyanya bagi pelayanan orang kecil. Dengan gigih dia berjuang memanusiakan manusia yang terbuang dan tersisih dari perhatian masyarakat dan keluarga. Termasuk membela domba-dombanya yang mengalami penderitaan karena penindasan atau korban kekerasan politik pada masa penjajahan Jepang dan Belanda. Ketika berkarya di Flores sebagai imam muda, Bapak uskup adalah orang pertama yang berani menjumpai dan setia mengunjungi para penderita kusta di daerah Tanjung Naga-Lembata. Beliau selalu berkesempatan mengunjungi dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
memberi peneguhan bagi mereka, bahkan hingga baju di badannyapun ia rela melepaskan dan memberikannya kepada seorang penderita kusta yang kedinginan tanpa baju. Di sini adalah awal cinta bapak uskup kepada orang sakit kusta. cintanya semakin membara dan berkobar-kobar di Amerika yakni di tengah orang suku Indian sampai akhir hidupnya di dunia [Lampiran 2: (3)]. Sr. M. Gabriella, melanjutkan ceritanya dengan rasa haru dan bangga akan Pendiri Mgr. Gabriel Manek yang telah mewariskan karya pelayanan orang kecil bagi Kongregasi PRR. Berkali-kali Sr. Gabriella menegaskan bahwa rumah sakit kusta di Lewoleba-Lembata adalah buah dari inspirasi Pendiri. Beliau mendirikan rumah sakit itu untuk memberi tempat yang layak bagi penderita kusta dan mendapatkan pelayanan kemanusiaan yang pantas. Bapak uskup meminta Ibu Gisela Barowka, seorang Perawat Jerman untuk menjadi penjaga, perawat dan pelayan orang-orang kusta di Lewoleba. Dalam perjalanan waktu setelah peralihan gembala keuskupan setempat karya itu dilanjutkan oleh para suster CIJ. Waktu itu Kongregasi PRR masih berusia sangat muda dan belum memiliki tenaga perawat untuk penderita kusta. Suster yang diutus untuk belajar khusus di Tangerang belum selesai [Lampiran 2: (4)]. Pada tahun 1996, Kongregasi mengutus Sr. M. Yohana, Sr. M. Mikaelis, Sr. M. Dorotea, Sr. M. Laurentina dan Sr. M. Alfonsa untuk memulai komunitas di Naob. Kongregasi merasa sudah saatnya kita menghidupkan semangat pendiri. Kongregasi memilih daerah Timor sebagai pusat pelayanan orang sakit kusta karena di sana ditemukan banyak penderita kusta. Maka Desember 1996 diputuskan secara resmi dalam Musyawarah Umum untuk membuka karya pelayanan sosial bagi para penderita kusta di Naob-TTU. Kongregasi sangat yakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
bahwa karya ini akan terus berlanjut karena karya Roh Kudus yang diimani oleh Pendiri dan karena doa-doa bapak Pendiri kepada Bunda Surgawi. Tentunya pekerjaan ini bukan pekerjaan yang mudah, tetapi kita “mulai saja”, demikian Sr. Gabriella mengutip kata-kata Sr. Anfrida (Co-pendiri). Kita berani membuka karya ini dalam segala keterbatasan tempat, dana dan lain sebagainya. Kita bergerak dari sentuhan hati, mengunjungi dengan tangan hampa, hanya dengan sebuah senyum kegembiraan bersama, sapaan hati membuat orang sakit merasa ada tanda harapan akan kehidupan [Lampiran 2: (4)-(5)]. Kongregasi PRR tidak memiliki pos dana khusus untuk pelayanan ini, tetapi dengan gigih berjuang, awal mula mengalihkan gerakan penjualan kalender yang sudah dimulai sebelumnya untuk karya sosial ini. Selanjutnya banyak orang mengenal karya ini lewat pendekatan personal, lewat sarana komunikasi seperti kalender, majalah misi dan brosur sebagai sumber dana utama dalam meningkatkan kesejahteraan hidup para penderita kusta. Kini kegiatan ini menjadi gerakan seluruh anggota kongregasi untuk turut ambil bagian dalam pelayanan sosial [Lampiran 2: (5)]. Sr. M. Gabriella, PRR saat ini berkarya di Komunitas St. Fransiskus Asisi Cimanggis sebagai pemimpin komunitas dan koordinator umum karya penggalangan dana sosial Yayasan Sr. Ibu Anfrida, SSpS dan Yayasan Panti Asuhan Fajar Baru. Kedua yayasan ini adalah yayasan sosial milik Kongregasi PRR. Akhir kata dalam perjumpaan dengan penulis, beliau mengungkapkan harapan dan impiannya ke depan bahwa karya ini harus tetap hidup, dan membutuhkan tenaga suster yang mau melayani tidak sekedar menjalankan tugas perutusan, tetapi melayani dengan hati tulus dan mencintai orang kecil. Karena itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Kongregasi perlu meningkatkan profesi perawat yang betul-betul mau bekerja di bidang itu. Beliau juga mengucapkan terima kasih kepada suster-suster yang sudah berjuang keras melayani orang sakit kusta di Naob dan juga untuk semua suster PRR yang turut ambil bagian dalam mendukung karya ini dengan caranya masing-masing [Lampiran 2: (5)].
b. Pemimpin Rumah Sakit Kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi Naob Pelayanan orang sakit kusta membutuhkan tenaga ekstra dan perawatan yang rutin. Demikian komentar awal dari Sr. M. Krisanti, PRR ketika ditemui oleh penulis pada 5 Juni 2015 di rumah sakit kusta Naob. Penulis mengumpulkan berbagai informasi seputar pelayanan para suster di sana. Sr. M. Krisanti, PRR adalah pemimpin karya rumah sakit Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi di Naob. Ia telah berkarya di rumah sakit ini sejak tahun 1996, saat itu beliau masih sebagai calon suster PRR masa Novisiat, setelah kaul pertama beliau diutus untuk belajar di Lembaga Pendidikan Akademi Fisioterapi (AKFIS) Tomohon-Manado. Selanjutnya setelah menyelesaikan studi, ia kembali berkarya di Rumah sakit kusta Naob hingga saat ini. Suster kelahiran Fatuneno-TTU 01 Maret 1968 ini, sangat tekun dan setia dalam melayani orang sakit kusta [Lampiran 2: (6)]. Beliau menceritakan dengan sangat baik bagaimana melayani orang sakit kusta. Berawal dari mengadakan turba ke desa-desa, baik dengan berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh maupun dengan kendaraan umum. Dalam kesempatan turba itu, Sr. Krisanti memberikan pemahaman tentang sakit kusta dan niat baik dari pihak rumah sakit untuk memberikan pengobatan dan perawatan gratis di rumah sakit kusta milik susteran PRR. Mula-mula Sr. Krisanti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
mengadakan pengamatan langsung kepada masyarakat yang diketahui ada gejala kusta. Ada yang langsung bersedia untuk ikut menjalani pengobatan di rumah sakit Naob, ada juga yang masih sungkan untuk meninggalkan keluarganya. Hal ini butuh kesabaran dalam memberi pemahaman. Karena tidak semua orang yang terbukti kena kusta mau berpisah dengan anggota keluarganya, apa lagi kalau ia seorang bapak yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia harus bekerja mencari nafkah untuk istri anak-anaknya. Bahkan sering terjadi pasien yang sudah dirawat di rumah sakit kabur dan pulang ke rumahnya karena alasan itu [Lampiran 2: (7)]. Terkait dengan pelayanan di rumah sakit, Sr. Krisanti menjelaskan bahwa semua pasien mendapatkan pelayanan yang intensif, mulai dari membersihkan luka pasien yang mengidap penyakit kusta basah, memandikan, menyediakan makanan, pakaian dan memberikan pengobatan. Biasanya setiap pasien harus menjalani terapi minum obat minimal satu tahun. Semua kebutuhan makan minum dan kebutuhan toilet sehari-hari merupakan tanggungjawab rumah sakit kusta Naob. Pelayanan di rumah sakit kusta Naob lebih bersifat pelayanan kasih. Yang diharapkan dari pasien adalah kerelaan dan ketekukan dalam menjalani pengobatan. Jika ada kemauan yang kuat, pasti akan menuai hasil yakni kesembuhan dari penyakit. Rumah sakit kusta juga melayani pasien sakit umum, baik rawat jalan maupun rawat nginap. Hal ini, sangat membantu masyarakat sekitar yang jauh dari puskesmas dan rumah sakit lainnya. Kesan umum dari masyarakat mengalami banyak kemudahan dalam hal pelayanan medis. Setiap pasien yang diantar ke tempat ini selalu disambut baik dan dilayani dengan segera [Lampiran 2: (7)].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
D. Penerapan Spiritualitas dan Kharisma Pendiri dalam Karya Pelayanan Orang Sakit Kusta Spritualiatas dan kharisma pendiri menjadi arah dasar pelayanan di rumah sakit kusta Santa Maria Pembantu Abadi di Naob. Peran Mgr. Gabriel Manek, SVD menjadi inspirator utama dalam gerak lajunya karya ini. Bagaimana para suster mengimplementasikannya? Kita simak dalam penjelasan selanjutnya yang merupakan kutipan dari tulisan tangan Sr. M. Marsella, PRR.
1. Penghayatan Spirituslitas Pendiri Para suster yang berkarya di tempat ini cukup menghayati spiritualitas Pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Hal ini cukup nampak dalam hidup dan dalam diri setiap anggota komunitas. Para suster terus berjuang menghayati misteri salib dengan segala kerendahan hati (titik sentral), kegembiraan, kesetiaan, ketekunan, ketabahan, rela berkorban, saling memperhatikan baik secara intern maupun ekstern, membangun persaudaraan sejati, dan membina semangat pengampunan yang tulus. Sebagaimana bapak uskup memikul segala beban dengan sukacita dan gembira karena Salib Kristus dan pengharapan kepada penyertaan Bunda Surgawi, para suster dengan sangat bebas membuka diri terhadap karya keselamatan Allah, dalam segala kesederhanaan, dengan gigih mengembangkan daya kreatifitasnya, serta dalam semangat kesatuan hati, kerjasama dan kerja keras mencari, menemukan, menerima dan melawati para penderita sakit kusta. “Gunung lembah bebatuan dan hutan rimbah dan jalanan berlicin akan kutempuh karena cinta yang membara dan mengejar-ngejar jiwaku” (Marsella, 2015: 6).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
2. Penerapan Kharisma Pendiri Setiap anggota komunitas bersama seluruh pegawai dan karyawan yang ada terus berusaha menghayati kharisma pendiri dan menerapkannya dalam pelayanannya. Suster-suster membangun hidup bersama sebagai jemaat Kristiani dalam komunitas, menumbuhkan semangat keterbukaan hati untuk saling belajar dan menerima kekuatan dan kelemahan serta saling memperkaya satu dengan yang lain. Setia dan taat penuh pada perutusan serta dengan penuh ketabahan dalam mengadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam karya. Sanggup menghadapi salib dalam hidup, terutama dalam usaha mencari dan menemukan pasien kusta dari daerah-daerah pedalaman. Semua hal yang berat di medan yang sulit dihadapi dengan kerendahan hati dan didukung oleh sikap kerja sama, kerja keras, mampu menghadapi tantangan secara bersama dalam iman akan Yesus Kristus Sang Penyelamat (Marsella, 2015: 5). Dalam keheningan bertabur untaian doa, mereka berusaha mengalami kehadiran Allah dan Roh-Nya yang menggerakkan mereka untuk berbela rasa dengan orang kecil, miskin dan terlantar, terlebih orang sakit kusta. Mereka berjuang untuk meringankan beban orang kecil dengan turut ambil bangian dalam pelayanan kasih yang intensif.
3. Ikut Serta dalam Karya Kerasulan/ Berpastoral Berdasarkan laporan kegiatan komunitas yang dibuat oleh Sr. M. Marsella, PRR pada tahun 2015, ditemukan bahwa komunitas ini membawahi beberapa unit karya yang dapat mendukung pelayanan kepada orang-orang kecil, sakit, dan yang tersingkirkan antara lain: karya pastoral umum, yayasan sosial Ibu Anfrida; RS. kusta dan cacat umum, panti rehabilitasi kusta, unit pertanian dan unit peternakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
a. Karya Pastoral Umum Para suster yang bekerja di rumah sakit kusta Santa Maria Pembantu Abadi, tidak hanya terbatas pada pelayanan orang sakit tetapi juga mengambil bagian dalam pelayanan karya pastoral umum. Mereka terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan di Paroki seperti, tanggungan koor dalam perayaan Ekaristi, doa rosario bersama umat, pembinaan APP dan kegiatan bulan Kitab Suci, pendampingan iman umat dalam persiapan perayaan besar Gereja seperti: Natal, Paskah dan pesta paroki, mengikuti kegiatan rekoleksi biarawan/ti se-Dekenat TTU, kunjungan keluarga ke desa-desa dan Live In, mengadakan reuni bagi para penderitan kusta dalam rangka hari orang sakit, hari lepra, hari lansia dan hari kesehatan dengan kegiatan traning perawatan diri, pembuatan atau pengolahan pupuk organik, memberi makanan tambahan bagi anak kurang gizi (Marsella, 2015: 7).
b. Karya Kesehatan Dalam pelayanan kesehatan, suster-suster berjuang keras memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin, mereka melayani para pasien yang datang ke rumah sakit baik pasien umum maupun pasien kusta, mengadakan survei kontak bagi masyarakat dan anak sekolah, mengadakan penyuluhan kesehatan dan pemahaman tentang penyakit kusta bagi masayarakat umum, mencari dan menjemput para penderita kusta di desa-desa, memberi pelayanan intensif bagi pasien rawat inap baik sakit kusta maupun umum, serta mengadakan operasi katarak bagi masyarakat yang mengalami gangguan mata. Semua pelayanan ini bersifat 100% gratis berkat kerjasama yang baik dengan BPJS. Para suster juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
sering mengikuti pertemuan perdahki baik wilayah maupun pusat demi semakin meningkatkan mutu pelayanan kepada orang-orang sakit kusta di Naob (Marsella, 2015: 7).
c. Karya Sosial Umum Selain karya sosial rumah sakit, para suster juga bergiat dalam karya sosial umum seperti; pembinaan bagi kelompok-kelompok yang di bentuk di desa-desa, pembentukan kelompok tani, kelompok tenun tradisional di desa maupun di Rehabilitasi kusta. Para suster mengusahakan lapangan pekerjaan bagi pasien yang telah sembuh dari sakit kusta, ada yang bersedia menjadi karyawan rumah sakit bagian cleaning service, dan karyawan tani-ternak milik rehabilitasi kusta. Para suster selalu berusaha untuk memotivasi
masyarakat dan karyawan-
karyawati untuk menabung melalui CU, serta membantu anak-anak miskin untuk melanjutkan studi mulai dari SD sampai jenjang Perguruan Tinggi. Suster-suster memberikan pelatihan keterampilan atau pekerjaan tangan seperti buat sulak, rosario, ayaman tikar plastik, tempat sirih, dan lain-lain. Sering juga para suster memfasilitasi kegiatan perlombaan antar kelompok yang ada di Desa Naob dan di Rehabilitasi kusta. Hadiah bagi setiap pemenang disediakan oleh Yayasana Sosial Ibu Anfrida. Kegiatan seperti ini sungguh membangkitkan semangat keterlibatan semua peserta. Melalui kegiatan ini juga mereka semakin termotivasi untuk melanjutkan usaha dan pekerjaan mereka (Marsella, 2015: 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV MENGHIDUPI SPIRITUALITAS MGR. GABRIEL MANEK, SVD DALAM PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI NAOB
A. Naob Menerjemahkan, Menghayati Spiritualitas Pendiri PRR Mgr. Gabriel Manek, SVD Berdasarkan latar belakang berdirinya rumah sakit kusta Naob sebagaimana tertulis pada hal. 65, bahwa karya pelayanan orang sakit kusta di Naob sebagai jawaban atas cita-cita dan warisan pendiri Mgr. Gabriel Manek, maka tentu merupakan suatu hal yang penting untuk berupaya menghayati semangat pendiri terkait dengan pelayanan orang kecil dan terabaikan. Telah diceritakan pula secara amat jelas tentang siapa itu pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD pada bab dua dari tulisan ini. Spiritualitas, kharisma dan nilai-nilai yang dihayatinya dan dilaksanakan dalam karya pengabdiannya sebagai abdi dan gembala Kristus. Selanjutnya yang mau kita lihat pada bagian ini adalah bagaimana para suster menerjemahkan dan menghayati jiwa/semangat pendiri dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob. Pendiri dalam hidupnya mencerminkan kehidupan Yesus Kristus yang adalah hamba Allah, setia dalam melaksanakan kehendak Bapa-Nya sampai mati di salib (Konst., no. 106). Demikian pula Bunda Maria yang menjadi ibu dan teladan hidupnya, Maria menjadi hamba yang setia melakukan kehendak Tuhan hingga berdiri dengan perkasa di bawah Salib Putranya (Konst., no. 109). Semangat itu pula yang dihayati oleh para suster di Naob. Kerinduan dan cita-cita pendiri agar suster-suster PRR memperhatikan dan melayani orang sakit kusta,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
akhirnya terwujud juga dengan hadirnya komunitas PRR di Naob-TTU. Di sana mereka tinggal bersama orang sakit kusta yang paling sederhana, menderita dan terabaikan. Berdasarkan data pasien kusta sebagaimana tertulis pada hal. 72, banyak orang sakit kusta yang dibantu dan dilayani oleh para suster di Rumah Sakit Kusta Naob telah mengalami kesembuhan. Para suster bekerja keras, dengan hati penuh cinta, sebagai ibu kehidupan merangkul
mereka, memberikan
perhatian secara merata kepada semua penderita yang ada dengan bermacam ragam kebutuhannya (Marsella, 2015: 5). .
Mereka dilatih dan diberi kesadaran untuk senantiasa bersyukur kepada
Tuhan atas kehidupan yang diterimanya melalui doa-doa harian, sabda
dan
perayaan Ekaristi yang menjadi sumber kekuatannya. Selain hal-hal rohani yang diberikan, mereka dilatih dengan berbagai ketrampilan lainnya, seperti berkebun dan berternak agar mereka tidak hanya menunggu belas kasih orang tetapi dapat membuat sesuatu untuk kehidupan mereka sendiri. Bagi pasien lepra yang sudah mengalami kesembuhan total boleh kembali ke tengah keluarga dan suster-suster tetap mengunjungi mereka secara rutin. Tetapi ada juga pasien yang sudah sembuh dan tidak ingin kembali ke tengah keluarga bahkan memilih tinggal untuk mengabdi di Komunitas PRR Naob. Para suster tak pernah merasa lelah dan bosannya menolong kaum lepra
walaupun
kekurangan dana
untuk biaya
kehidupan mereka. Kepedulian yang tinggi dari para suster tidak mengendorkan semangat pelayanan, tanpa putus asah tetap berjuang mencari jalan untuk bisa membantu dan menyelamatkan sesama yang menderita ini (Marsella, 2015: 8). Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam kotbahnya di Denver tahun 1975, sebagaimana dikutip oleh Sr. Gabriella, berpesan demikian: “Kalau kita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
mengenakan sengsara dan kematian Kristus dalam hidup kita sehari-hari maka kita dimampukan untuk mematikan diri dan mengalahkan diri dari kematian dalam keseharian dan memampukan kita menjadi lemah lembut dan bersahabat dengan mereka yang kita layani, yang hidupnya penuh dengan beban dan kesulitan”. Wejangan ini memberikan inspirasi sekaligus meneguhkan para suster agar memiliki kerelaan untuk menderita bersama Kristus demi keselamatan banyak orang. Ini adalah spiritualitas salib yang dihayati pendiri dan meneguhkan para suster dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob (Gabriella, 2008a: 84). Sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis ketika mengunjungi orang sakit kusta bersama Sr. Krisanti, PRR di desa Oenino dapat memberi gambaran tentang usaha keras para suster dalam menghidupi semangat pendiri. Hari itu pada 4 Juni 2015, kami mengunjungi desa Oenino. Desa ini terdiri dari 3 dusun dengan jumlah penduduk + 2.000 jiwa. Mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan. Banyak penderita kusta tinggal di sini. Bapak Hendrikus kepala suku setempat, membantu kami untuk menjangkau rumah-rumah yang memiliki penderita kusta. Ketika melewati setiap perkampungan Dia hanya berteriak “kusta…kusta….kusta” dan langsung mendapat respon dari rumahrumah yang dimaksud. Untuk menjangkau tempat ini kami harus berjalan kaki selama dua jam. Sr. Krisanti bercerita bahwa dia dan beberapa suster PRR sering mengunjungi tempat ini. Jalannya licin dan berbatu-batu, kami harus melewati semak-semak yang menakutkan terutama ketika pulang ke rumah bapak Kus pada malam hari. Peristiwa seperti ini sudah menjadi hal yang biasa kata Sr. Krisanti. Tidak jarang mereka melayani 2-3 hari baru kembali ke biara. Sr. Krisanti sangat ramah dan fasih dalam menggunakan bahasa setempat. Dialah yang berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
meyakinkan para penderita kusta untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit kusta Naob. Sebagaimana disaksikan penulis, dalam kunjungan itu Sr. Krisanti berhasil meyakinkan 6 orang pasien untuk dirawat di rumah sakit kusta Naob. Sr. Krisanti juga memberi pencerahan kepada mereka terkait penyakit kusta dan penularannya serta bagaimana mengakses obat. Terkait hal terakhir para penderita kusta mengakui bahwa mereka sering ditipu ketika harus mendapatkan obat kusta. Mereka harus membayar sejumlah uang kepada petugas puskesmas setempat yang sedianya harus diberi gratis untuk mereka. Pengalaman singkat ini melukiskan bahwa semangat pelayanan kepada orang-orang kusta cukup dihidupi oleh para suster di Naob. Para suster berani mengambil resiko dalam menjangkau para penderita kusta di daerah-daerah pedalaman. Satu kerinduan terbesar agar berjumpa dengan orang sakit, meyakinkan mereka dan membawa mereka untuk dirawat di rumah sakit kusta Naob. Ini semua adalah bagian dari pejuangan menghidupi semangat pendiri. Berat tetapi bagi seorang PRR tidak mundur karena menyadari bahwa dalam diri orang-orang sakit dan menderita hadir Kristus yang harus ditolong “ketika aku lapar kamu memberi aku makan, ketika aku haus kamu memberi aku minum, ketika aku sakit kamu mengunjungi aku” (Mat 25:35-36). Itulah sukacita Injil yang dapat diwartakan oleh para suster di Naob.
B. Naob dan Nilai-nilai Sebagaimana pendiri yang tekun dan setia dalam doa, tapa dan matiraga, para suster berusaha memperhatikan kesetiaan dalam doa baik pribadi maupun bersama. Doa rosario jam 15.00 merupakan doa tapa yang terus dihidupi oleh para
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
suster sebagai doa silih yang juga diajarkan kepada orang-orang sakit kusta. Setiap jam 15.00 ketika para suster berdoa, banyak pasien juga hadir terutama mereka yang tergolong sehat dan kuat. Ekaristi yang menjadi pusat hidup dan doadoa lain selalu diusahakan. Komunitas rumah sakit kusta mendapatkan perhatian istimewa dari paroki setempat. Mereka mendapatkan pelayanan Ekaristi dari romo paroki setiap hari, meskipun dengan jarak yang cukup jauh + 10 km dari komunitas. Kesetiaan dalam hidup rohani menumbuhkan iman yang kuat dan kokoh dalam menghadapi setiap kesulitan dan tantangan. Iman akan Kristus yang tersalib meneguhkan mereka untuk tetap menekuni rutinitas hidup di tengah pelayanan orang sakit (Gabriella, 2008a: 124). Dalam semangat kesederhanaan hidup, mereka setia dari waktu ke waktu mencari dan menjumpai orang-orang sakit kusta tanpa mengenal lelah. Walau tak sedikit tantangan dan kesulitan yang datang silih berganti, mereka tidak pernah mengeluh tentang kebutuhan hidup seperti makanan, minuman ataupun fasilitas lain yang kurang memadai. Mereka berusaha hidup dengan apa adanya. Satu hal yang terpenting adalah orang-orang kecil dan menderita dapat terlayani [Lampiran 2: (7)]. Tentang semangat kerendahan hati dan pengorbanan tanpa pamrih, bapak pendiri telah menunjukkan semangat itu. Dia setia dan tanggap dalam melayani dan menangkap kebutuhan-kebutuhan khusus dari umat yang ia layani. Situasi hidup pada tahun 1951 ketika Mgr. Gabriel Manek, SVD menjadi Uskup tentu tidak dapat dibayangkan dengan keadaan sekarang. Ada banyak kesulitan dan tantangan teristimewa situasi geografis yang luas dengan jaringan komunikasi yang tidak sebaik saat ini. Sarana komunikasi yang paling mungkin diharapkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
saat itu adalah sarana transportasi seperti jalan dan kendaraan untuk menjangkau pulau-pulau seperti Adonara, Solor Lembata dan Alor. Sudah dikatakan bahwa untuk menjangkau pulau-pulau itu Mgr. Gabriel Manek, SVD menggunakan alat transportasi sederhana yakni kapal motor kecil dan perahu nelayan yang membutuhkan waktu berjam-jam dalam pelayaran karena menggunakan tenaga manusia untuk mendayung. Selain itu setelah tiba di pulau dia masih harus menempuh perjalanan jauh ke gunung-gunung dengan alat transportasi kuda dan sering juga harus jalan kaki (Gabriella, 2008a: 238). Nilai-nilai yang dimiliki pendiri dalam pelayanan dengan menjangkau orang-orang pinggiran ini telah hidup dalam diri para suster di Naob dan sustersuster PRR pada umumnya. Seperti sharing pengalaman Sr. M. Krisanti yang sudah diceritakan pada hal. 76, para suster berusaha semaksimal mungkin untuk menjangkau orang-orang sakit dengan mengadakan turba ke desa-desa yang tentunya membutuhkan semangat pengorbanan yang luar biasa. Para suster berjuang menghayati ketiga kaul yakni: kemurnian, kemiskinan dan ketaatan yang diucapkan pada saat janji kaul, berusaha hidup dengan lepas bebas, melepaskan diri dari ikatan cinta yang terbatas pada manusia tertentu, harta ataupun kehendak sendiri. Dari hari ke hari mereka berusaha untuk memiliki hati yang tulus dalam melayani, berjuang menggunakan fasilitas dan jaminan hidup seadanya serta tetap mengikuti arah kongregasi yang tertuang dalam konstitusi. Dalam hal ini konstitusi kongregasi no. 116 dan no. 118 yang berbunyi: “…kaul kita bersifat apostolik, artinya kita melupakan diri demi keselamatan orang lain” dan “…dengan mengikatkan diri dalam ketiga kaul, berarti kita melepaskan diri dari ikatan cinta yang terbatas pada manusia tertentu, harta dan kehendak sendiri”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Nilai yang paling penting dan menjadi prioritas dari semua nilai yang dihidupi dan dihayati oleh para suster adalah nilai cinta kasih dan kerendahan hati sebagai buah dari imannya. Cinta kasih menjadi landasan semua hal baik yang diupayakan. Cinta pendiri akan orang-orang kecil dan menderita mestinya membakar semangat para suster untuk meneruskan cinta itu kepada sesama yang dilayaninya. Cintalah yang mendorong para suster untuk berani menyangkal diri, mengalahkan segala kehendak pribadi dan memberi tempat istimewa bagi orangorang kusta. Mereka dengan hati tulus melayani, merawat, mengobati para pasien kusta tanpa jijik dan takut dengan luka borok yang membusuk dan mengancam keselamatan dirinya (Gabriella, 2008a: 214). Namun tidak dapat disangkal bahwa belum semua suster memiliki hati seorang ibu yang tulus mencintai dan rela berkorban demi orang lain. Orang yang hidupnya penuh dengan cinta, akan merelakan seluruh tenaga, waktu dan pikirannya bagi orang lain dan bahkan melampaui batas kemampuannya. Hatinya selalu terdorong untuk melakukan banyak hal demi sesamanya yang menderita, tidak sebatas karena tuntutan tugas atau keharusan dalam melayani. Maka kedalaman hidup rohani menjadi penting untuk mempertajam cinta yang besar kepada sesama. Orang yang mencinta adalah orang yang bersih keras mengalahkan kecenderungan akan pemenuhan kepentingan diri, hidup bebas, tidak menghargai struktur, mendewa-dewakan diri, pengetahuan, kehebatan pendapat, kehendak dan keutamaan diri. Ia senantiasa bersikap tegas terhadap dirinya untuk menjauhkan diri dari rasa ego, konsumerisme dan segala hal yang terkait dengan keinginan untuk pemenuhan kepentingan atau kepuasan diri sendiri dari pada mengutamakan pelayanan cinta kasih (EG 78).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
C. Naob dan Gerak Kongregasi Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang hidup bakti 25 Maret 1996 bagi para religius telah menyapa sekian banyak kongregasi atau tarekattarekat hidup bakti. Hidup bakti merupakan kharisma khusus, tidak berada di pinggiran hidup Gereja melainkan justru mengambil tempat yang layak dalam tubuh Gereja. Seruan ini ditujukan untuk semua tarekat hidup bakti termasuk Kongregasi Puteri Reinha Rosari yang telah ikut ambil bagian dalam misi Yesus Kristus sebagai sebuah tarekat religius dan misioner. Hidup religius berarti hidup secara total berdedikasi kepada Allah, dengan berkomitmen kuat pada pelayanan Gereja dan semua orang (LG 44). Demikian diperjelas oleh Darminta dalam buku: Religius dan Evangelisasi, bahwa seorang religius haruslah merupakan orang yang memiliki keyakinan akan nilai Injil yang diwartakan, sekaligus yakin pula bahwa dengan itu mampu menjawab kegelisahan manusia masa kini” (Darminta, 1997: 17). Kegelisahan itu pertama-tama juga ditemukan dalam diri orang-orang miskin, menderita dan terabaikan. Berdasarkan kharisma pendiri, semua anggota tarekat religius PRR sebagai bagian dari tubuh Gereja, ikut merasakan suka duka dan kegelisahan Gereja terutama dalam tubuh Gereja yang dilanda kemiskinan dan penderitaan, mereka yang lemah, miskin, tersingkir dan disepelekan. Kongregasi PRR sejak berdirinya hingga saat ini memiliki misi utama untuk pelayanan orang-orang kecil, miskin dan menderita seperti apa yang telah dicita-citakan oleh pendiri (Konst., no. 104). Bidang-bidang karya yang diemban kongregasi selama ini adalah: pendidikan, kesehatan, pastoral dan karya sosial kemanusiaan. Sebagai bagian dari kharisma khusus Gereja yang tidak berada dipinggiran Gereja melainkan berada di tengah dan dalam tubuh Gereja,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
Kongregasi PRR membawa Gereja sebagai ibu kepada mereka yang membutuhkan pelayanan. Karena itu pada bagian ini, akan ditelaah secara khusus bagaimana Kongregasi sebagai sebuah serikat religus dalam Gereja menjalankan misinya terutama menjadi pusat gerak pelayanan orang sakit kusta di Naob. Bagaimana kharisma pendiri ini dapat hidup terus? Siapa yang harus menghidupinya kalau bukan semua orang yang telah mengenal dia? Dari rekam jejak Tarekat PRR sebagai tarekat yang didirikan oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD, terlihat bahwa kongregasi ini telah berusaha sekuat tenaga untuk menghidupi kharisma pendirinya. Beberapa hal kongkrit dapat disebutkan di sini sebagai bagian dari usaha kongregasi ini untuk menghidupi semangat bapak pendiri. Pertama: dalam rangka pembinaan, setiap calon dibekali dengan semangat keterbukaan untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan sesama. Setiap calon harus bisa menerima sesama suster yang hidup dengan keterbatasannya. Sikap ini penting karena dengan sikap ini setiap anggota PRR akan dapat lebih terbuka juga untuk masuk ke dalam situasi-situasi pastoral yang menantang. Hal ini juga telah sesuai dengan arah hidup kongregasi yang termuat dalam konstitusi kongregasi no. 333 yakni: “para novis diajak untuk mendalami penghayatan panggilan dan sekaligus mengenal kharisma dan tujuan tarekat. Novis belajar mengenai tugas perutusan tarekat serta mendalami dasar-dasar dan konsekuensi perutusan lewat karya-karya pastoral dan memberi perhatian khusus kepada pelayanan orang kecil.” Kedua: dalam Kapitel Kongregasi PRR VI juga dibicarakan tentang tema keterbukaan ini. Kapitel ini menegaskan bahwa “…sikap keterbukaan, kesiapan serta kepekaan PRR untuk selalu tanggap terhadap berbagai kebutuhan masyarakat luas menuntut dari dalam dirinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
keterbukaaan untuk berdialog…” (Konst., no. 113). Hal ini disadari bahwa melalui dialog kita dapat melihat, menemukan dan memperoleh kekayaan Firman Allah pada pelbagai agama, budaya, tradisi yang dimiliki oleh orang lain. Lebih dari itu Kapitel Umum VI menegaskan agar setiap anggota PRR memfokuskan diri pada keterbukaan terhadap orang-orang kecil dan miskin. Ketiga: dalam mewujudkan semua hal yang tertuang dalam dokumen kongregasi sebagai arah hidup, saat ini PRR sebagai sebuah tarekat lokal telah meluaskan misinya ke luar keuskupan bahkan ke luar negeri. Kini dalam jumlah anggota yang masih sangat terbatas, kongregasi telah mengambil bagian dalam pelayanan sosial di sebagian belahan dunia seperti di Indonesia, Afrika, Italia, Timor Leste dan Belgia. Di Indonesia Kongregasi PPR sudah tersebar dan berkarya di 23 keuskupan dengan 54 komunitas. Sebagian besar adalah karya sosial dan kesehatan. Terkait pelayanan orang sakit kusta di Naob, kongregasi mengusahakan tenaga-tenaga khusus seperti tenaga perawat, dokter dan tenaga medis lainnya. Kongregasi telah mengirim sekian banyak suster untuk studi khusus bagian kesehatan. Kongregasi juga membiayai tenaga-tenaga awam yang bekerjama sama dengan para suster di rumah sakit kusta untuk melanjutkan studi kesehatan. Dari tahun ke tahun kongregasi berusaha melengkapi fasilitas yang semakin menunjang karya di Naob seperti pembangunan fisik, gedung dan kelengkapan sarana prasana rumah sakit (Marsella, 2015: 1-3). Kongregasi mempunyai satu gerakan khusus yang melibatkan seluruh anggota kongregasi. Kongregasi menghimbau seluruh anggota untuk terlibat dalam kegiatan usaha dana demi menunjang kebutuhan hidup orang-orang kecil. Kongregasi cukup bekerja keras dalam memikirkan kelangsungan hidup orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
sakit kusta dan karya pelayanan sosial lainnya. Kegiatan terbesar yang dibuat rutin setiap tahun adalah gerakan penjualan kalender liturgi, majalah misi rosari, aqua viva (buku renungan harian) dan penjualan benda-benda rohani seperti rosario, lilin, salib, dan lain-lain. Kegiatan ini sangat mendukung kelangsungan karyakarya sosial kongregasi. Seluruh anggota secara tidak langsung turut memberikan perhatian yang khas bagi pelayanan orang-orang kecil. Saat ini Kongregasi PRR tidak saja sedang melayani orang-orang pinggiran terutama orang sakit kusta di RS Kusta Sta. Maria Pembantu Abadi Naob-TTU, tetapi kini sudah memekarkan sayap pelayanan orang sakit kusta di pelosok Papua, tepatnya di Keuskupan Agats-Wasior (Simprosa, 2015: 27). Pada tahun 2014 telah dibuka sebuah komunitas baru di Mamugu Keuskupan Agats-Papua untuk menanggapi kebutuhan umat yang tersingkirkan akibat menderita penyakit ini. Sebuah wilayah yang sangat jauh, sulit, terpencil dan sangat terbelakang. Untuk sampai di tempat para penduduk lepra yang sangat terisolir ini hanya bisa ditempuh dengan motor laut kurang lebih 4 jam melewati hutan belantara dan arum jeram. Medannya sungguh berat dan semua serba sulit baik air, makanan dan segala kebutuhan lainnya, termasuk komunikasi. Semuanya hanya bisa menggunakan bahasa isyarat. Kendatipun demikian dengan cinta yang berapi-api para suster pioner berusaha menyesuaikan diri
dan
berdamai dengan segala situasi yang ada (Simprosa, 2015: 27). Keadaan umat sangat memprihatinkan, gizi menjadi masalah yang urgen. Bagaimana mungkin
memberi obat tanpa makan, sedangkan mereka sendiri
belum mengerti tentang sakit penyakit itu karena tak adanya pendidikan dan pendampingan? Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, semua dimulai dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
nol. Para suster memberi contoh melalui cara hidup dan cara kerja, menanam sayur, memasak, membagi-bagi makanan kepada semua yang datang dan makan bersama. Mereka tidak hanya dilayani dalam hal kesehatan (pengobatan) tetapi juga diberi makan. Para suster yang menjadi pionir di sana sungguh hadir sebagai ibu kehidupan bagi orang sakit kusta. Kini karya ini sedang dalam proses pelayanan darurat, dalam bentuk poliklinik kecil sambil diusahakan sebuah lembaga kesehatan yang memadai berkat kerja sama dengan pemerintah dan Gereja setempat (Simprosa, 2015: 27).
D. Tantangan Khas Berdasarkan Evangelii Gaudium Anjuran Apostolik Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium menukik hati para pelayan pastoral termasuk para biarawan dan biarawati. Sri Paus memunculkan sebuah tantangan spiritualitas misioner yakni: Saat ini sedang menyaksikan dalam diri banyak pekerja pastoral menaruh perhatian berlebihan pada kebebasan pribadi dan hidup santai, yang menjadikan mereka melihat karya sebagai suatu tambahan belaka, seolaholah karya itu bukan menjadi bagian dari identitas mereka. Kehidupan rohani dipadukan dengan momen olah kerohanian yang dapat memberikan kenyamanan tertentu tetapi tidak mendorong perjumpaan dengan sesama. Akibatnya seseorang bisa mengamati pada banyak pelaku evangelisasi, meskipun mereka berdoa, penekanan pada individualisme, krisis identitas dan kendurnya semangat (EG 78). Seruan ini menjadi acuan refleksi untuk karya pelayanan para suster PRR di Naob. Tidak dapat disangkal bahwa terkadang kita terjebak dalam sikap egoisme yang berlebihan. Bisa saja terjadi banyak penyalahgunaan kebebasan pribadi dengan menyia-nyiakan kesempatan yang mestinya dipakai untuk mengintensifkan pelayanan yang lebih bagi sesama. Budaya santai dan bermalas-malas, kurang peka dan kurang peduli bahkan lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
pada mengorbankan banyak waktu dan tenaga untuk sesama. Semangat loyalitas untuk saling membantu meringankan tugas sesama kurang diperhatikan, berpegang pada prinsip bahwa yang terpenting tugas “gue” selesai. Ini adalah salah satu ciri orang yang krisis identitas. Ia hanya berpusat pada dirinya tanpa melihat kebutuhan sesame (EG 78). Memang perlu disadari bahwa setiap zaman memiliki problem dan peluang tersendiri. Karena itu, setiap anggota PRR tapi terutama pimpinannya, mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melihat dan menangkap kehendak Tuhan pada masanya. Sebagai sebuah kongregasi yang juga memperhatikan semangat hidup bersama, sering juga terlihat tantangan untuk selalu berada ditempat yang tepat pada setiap waktu. Tentu bukan hanya untuk Kongregasi PRR tapi semua kelompok hidup bakti baik sebagai imam, biarawan dan biarawati, untuk selalu tergerak membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan tanpa memandang suku agama, ras atau golongan manapun. Bapak Suci Fransiskus sebagaimana dikutip oleh Romo Krispurwono Cahyadi, S.J., menegaskan bahwa “ia lebih menyukai Gereja yang memar, terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan, dari pada Gereja yang sakit karena menutup diri, melekat pada rasa amannya sendiri” (Cahyadi, 2014: 25). Beranikah kita untuk siap berlumuran lumpur dijalanan? Ini suatu tugas yang tidak mudah, namun menjadi mudah jika ada kehendak baik dan tulus. Sr. M. Benedictis, PRR dalam kata pengantarnya di majalah misi rosari PRR edisi 15, menanggapi Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injili, sebagai pemimpin umum Kongregasi PRR, mengajak seluruh anggota PRR untuk membaharui komitmen kesetiaan kepada Tuhan, kepada pelayanan Gereja dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
cita-cita dasar pendiri. PRR diajak untuk semakin meningkatkan “wajah belaskasih Allah” melalui karya-karya pelayanan agar semakin banyak orang dapat memuji dan memuliakan Allah, karena mengalami bahwa Tuhan sedang mengunjungi umat-Nya. Beliau mengulangi kata-kata Mgr. Gabriel Manek, SVD yakni: “yang terpenting bukanlah pekerjaan-pekerjaan yang hebat melainkan cinta yang besar, yang engkau curahkan dalam segala perbuatanmu dan pekerjaanmu yang berguna bagi orang lemah, miskin dan menderita”(Manek, 2007: 62). Dalam kesempatan wawancara dengan Sr. M. Gabriella, PRR sempat diutarakan kekuatirannya akan kelangsungan karya pelayanan orang sakit kusta di Naob. Beliau menunjukkan suatu keprihatinannya akan tenaga pelayan yang mempunya hati, tinggal dan bekerja untuk orang kecil. Baginya melayani orang kecil tidak pertama-tama pada kehebatan intelektual tetapi kehebatan hati yang siap mengorbankan apapun demi orang lain. Sekiranya seluruh anggota PRR memiliki semangat ini, maka karya keselamatan bagi banyak orang semakin subur dan Allah semakin dimuliakan (Lampiran hal. (3)]. Demikianlah ungkapan hati seorang suster perdana yang telah sekian lama mengabdikan diri bagi pelayanan orang kecil. Tantangan khas dari seruan bapak suci, menurut penulis adalah satu kekuatiran beliau akan pelaku evangelisasi yang belum menjalankan tugas keterpanggilannya secara baik dan benar. Akibatnya para pengamat kritis terhadap pelaku evangelisasi menyaksikan, meskipun kita terus berdoa dan menyuarakan tentang keprihatinan kepada orang-orang miskin dan menderita, tetapi kita belum bertindak, mungkin kita baru sebatas orang yang obral kata-kata yang ujungujungnya lebih penekanan pada individualisme, krisis identitas dan kendurnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
semangat. Jika kita jujur, perhatian kita terkadang masih terbatas pada suku agama, ras ataupun golongan tertentu. Seruan bapak suci sekaligus menjadi peringatan agar kita membenahi diri dalam pola pelayanan yang tidak lagi fokus pada kepentingan diri, tetapi memiliki cinta yang besar, hatinya selalu terusik oleh kemalangan sesama serta mengambil langkah cepat dan tepat mengembangkan potensi diri masing-masing untuk menyelamatkan mereka. Senada dengan seruan Paus Fransiskus, terkait dengan pelaku evangelisasi termasuk di dalamnya tarekat hidup bakti, Santo Yohanes Paulus II juga pernah mengajak para hidup bakti untuk mengasihi sesama dengan hati Kristus. Bapak Suci menegaskan bahwa hidup bakti merupakan hidup dalam cinta kasih yang menyerahkan diri, menunjukkan praktek melayani dengan murah hati sama seperti Kristus yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mat 20:28). Hidup bakti setidak-tidaknya dalam masa-masa terbaik riwayatnya yang panjang telah ditandai oleh “pembasuhan kaki” yakni pelayanan yang secara khas ditujukan kepada mereka yang paling miskin dan terlantar (VC 75). Seruan ini pun merupakan tantangan bagi suster-suster kongregasi PRR di zaman ini dan para suster di Naob khususnya. Bagaimana memaknai sebuah pelayanan di tengah semaraknya tawaran kemewahan dunia zaman ini? Bagaimana menghayati hidup sebagai seorang pelayan yang sungguh-sungguh memiliki hati Kristus? Pelayan yang berani meninggalkan segala kesenangan dirinya dan beralih langkah menjadi pelayan yang rendah hati, sederhana dan mau mencintai atau melayani sesamanya hingga tuntas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SEMANGAT PELAYANAN PARA SUSTER DI RUMAH SAKIT KUSTA NAOB
A. Latar belakang Penyusunan Program Dalam hubungan dengan judul skripsi mengenai Kongregasi PRR menerjemahkan spiritualitas pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam Pelayanan orang sakit kusta di rumah sakit kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi di Naob-NTT, maka penulis menyusun program dengan mengambil tema umum yaitu: Menerjemahkan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang cerdas, tangguh dan misioner sebagaimana Model Pelayanan Yesus dalam pelayanan para suster di rumah sakit kusta Naob. Tema seputar pelayanan terhadap orang sakit kusta menjadi keprihatinan penulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman sebagai seorang suster PRR yang merasa terpanggil untuk menjadi pelayan Kerajaan Allah. Permasalahan pokok yang mau diangkat adalah bagaimana jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dapat diterjemahkan dalam pelayanan para suster di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan. Terdorong oleh Seruan Apostolik Paus Faransiskus dalam Evangelii Gaudium mengenai kekuatiran beliau akan adanya tantangan dalam spiritualitas misioner, menginspirasi penulis untuk menggali jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dan mentransformasikannya dalam kasanah pelayanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
suster-suster PRR di Naob. Tantangan itu berupa kekuatiran Paus Fransiskus akan dunia saat ini yang menyaksikan dalam diri banyak pekerja pastoral, termasuk para biarawan dan biarawati yakni: perhatian berlebihan pada kebebasan pribadi dan hidup santai, yang menjadikan mereka melihat karya mereka sebagai suatu tambahan belaka pada hidup mereka, seolah-olah karya bukan menjadi bagian dari identitas dirinya. Akibatnya, dunia bisa mengamati pada banyak pelaku evangelisasi atau seorang yang menamakan diri sebagai pelayan, meskipun rajin berdoa tetapi penekanannya lebih pada individualisme, krisis identitas dan kendur semangat (EG 78). Tugas perutusan yang paling nyata saat ini adalah solidaritas kepada mereka yang miskin, menderita, terabaikan dan mereka yang berjuang mendambakan keadilan, kebebasan dan kedamaian (EN 31.34). Misi Gereja dalam mewartakan sukacita Injili dengan mengutamakan kaum lemah, miskin dan tertindas menuntut semua kaum beriman untuk turut berpartisipasi mengatasi masalah ini. Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah salah satu tokoh Gereja yang tanggap dan peduli terhadap situasi kemiskinan pada zamannya. Kenyataan akan adanya kemiskinan dan penderitaan yang beliau jumpai dalam karya pelayanannya sebagai imam muda di Bumi Flores Timur, tampak nyata dalam perjumpaannya dengan orang sakit kusta yang terbuang di Tanjung NagaLembata. Misi ini terus bernyala dalam prioritas hidupnya untuk mengangkat harkat dan martabat kaum miskin, lemah dan menderita sampai ke seluruh pelosak daerah persinggahannya, termasuk yang masih segar dalam ingatan kongregasi yakni: masa purna bakti Mgr. Gabriel Manek berakhir pada orang-orang suku Indian yang mengalami penindasan dan dikucilkan dari daerahnya sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Hidupnya telah membuktikan cintanya kepada Kristus dengan menjadi sahabat orang miskin, penghibur dan pencinta orang-orang kusta, menghantar kembali orang yang berdosa, pembela orang-orang yang tertindas serta berani masuk dalam dunia politik untuk menyuarakan rakyat kecil yang tak bersuara. Ia dijuluki sebagai uskup orang miskin “Bishop of The Poor, karena hatinya yang penuh cinta, tinggal dan hidup bersama orang miskin dan terbuang. Maka teladan Mgr. Gabriel Manek ini amat penting untuk diterjemahkan atau diiplikasikan ke dalam pelayanan Kongregasi PRR pada umumnya dan secara khusus dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob. Mgr. Gabriel Manek dalam buku Rosaio Nafas Anak-anak Maria, mengingatkan bahwa tugas seorang religius adalah mencintai dan melayani sesama. “Untuk ini yang perlu diperhatikan ialah bahwa engkau harus melupakan dirimu sendiri dan engkau harus merelakan dirimu bagi sesama” (Manek, 2007: 36). Kesadaran hidup sebagai religius PRR yang dipanggil untuk melayani dan bukan untuk dilayani (Mrk 10:45) menjiwai gerak hidup para suster di Naob untuk melayani para penderita kusta, mereka yang kecil, miskin, menderita dan terabaikan sekaligus sebagai jawaban atas harapan dan cita-cita pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Para suster di Naob berusaha memberikan perhatian dan pelayanan kepada kaum miskin sebagai perwujudan dalam menghidupkan jiwa dan semangat pendiri, namun terkadang dilihat hanya sebagai rutinitas belaka. Tidak dapat disangkal apa yang menjadi kekuatiran Paus Fransiskus juga meracuni semangat para suster PRR, yakni: lunturnya semangat pelayanan, krisis identitas serta kecendrungan pada individualisme atau kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan kelompok. Tak jarang kita lebih banyak bermalasmalas atau memboroskan banyak waktu untuk pekerjaan yang kurang efektif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
Oleh karena itu untuk membahas permasalahan tersebut, penulis mengusulkan suatu program yang akan dilaksanakan dalam bentuk pendalaman iman selama tiga hari dengan materi, metode dan sarana yang menunjang dan membantu untuk meningkatkan kualitas semangat pelayanan para suster di rumah sakit kusta Naob. Pendalaman iman ini direncanakan akan dilaksanakan dalam kerangka SCP (Shared Christian Praxis). Dengan menggunakan model ini diharapkan para suster dapat mengungkapkan, mendalami, mengkomunikasikan pengalaman imannya dan mendialogkannya dengan Visi dan Tradisi Kristiani serta menginterpretasikan dan mewujudkan dalam tindakan konkret sehari-hari. Melalui dialog itu, para suster diharapkan timbul kesadaran dan semangat baru untuk memposisikan diri sebagai pelayan Kerajaan Allah. Model Shared Christian Praxis (SCP) terdiri dari lima langkah yang saling berkaitan yaitu: Pengungkapan pengalaman hidup faktual, refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual, mengusahakan supaya Tradisi dan visi Kristiani lebih terjangkau, interpretasi/tafsir dialektis antara Tradisi dan visi Kristiani dengan Tradisi dan visi peserta, dan keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini (Sumarno, 2014: 18-22).
B. Tujuan Program Adapun tujuan dari pendalaman iman ini adalah: 1. Semakin memperdalam wawasan dan pemahaman para suster PRR tentang jiwa/semangat pelayanan Mgr. Gabriel Manek, SVD. 2. Menggali pengalaman para suster dalam usaha menerjemahkan jiwa/semangat Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob dalam terang Sabda Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
3. Membantu para suster untuk membuat program serta merencanakan aksi nyata yang hendak dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan orang sakit kusta di Naob.
C. Alasan Pemilihan Tema Program Katekese disesuaikan dengan kebutuhan para suster untuk meningkatkan kualitas pelayanan mereka dalam karya pelayanan orang sakit kusta di Naob. Penulis memilih program katekese model SCP karena merupakan model ketekese baru dan menarik. Katekese model SCP dapat menghantar peserta untuk menggali pengalaman konkrit dan membantu peserta untuk aktif dalam mensharingkan atau mengkomunikasikan pengalamannya. Hal ini sangat cocok dan menarik untuk dipakai dalam kelompok para suster di Naob karena masih baru dan pasti tidak membosankan. Mereka juga membutuhkan kesempatan untuk sharing pengalaman hidup dalam cara yang berbeda. Dengan menggunakan model ini, para suster dapat menemukan dan mensharingkan pengalaman konkrit seharihari serta dapat saling memperkaya dalam kelompok dan pada akhirnya bisa membangun niat-niat konkrit dalam hidup pribadi maupun kelompoknya. Berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara yang dibuat penulis pada 1-10 Mei 2015, maka penulis mengajukan program ini dengan tema umum: Menerjemahkan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang cerdas, tangguh, dan misioner sebagaimana model pelayanan Yesus dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob. Tujuan dari tema umum ini adalah bersama pendamping, peserta dapat memahami dan semakin menyadari tentang spiritualitas pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai dasar inspirasi untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
meningkatkan kualitas semangat pelayanan kepada orang sakit kusta di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan. Tema umum akan dijabarkan lagi dalam tiga tema yang akan dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan setiap akhir pekan. Pertemuan pertama dengan satu tema yakni: Jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Pada pertemuan ini peserta diajak untuk mensharingkan pengalaman pengenalan dan penghayatan spiritualitas dan kharisma pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Hal ini bertujuan agar bersama pendamping, peserta semakin meningkatkan pemahaman, pengetahuan tentang jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD sehingga mereka semakin termotivasi dan memiliki semangat baru dalam melayani orang sakit kusta di Naob. Pada pertemuan kedua peserta akan diajak untuk mendalami tema kedua yakni: Yesus model pelayanan kita. Pertemuan ini bertujuan agar bersama pendamping, peserta semakin memahami ciri-ciri pelayanan Yesus sehingga mereka semakin dikuatkan dan meneladani Kristus Sang Pelayan Sejati. Dalam tema tentang Yesus Model Pelayanan kita, peserta diajak untuk menemukan ciri-ciri Pelayanan Yesus. Setelah mengolah, merefleksikan dan menemukan kesadaran baru melalui penggalian pengalaman dan mendapatkan wawasan tentang ciri-ciri pelayanan Yesus, maka pada pertemuan ketiga peserta diajak untuk mendalami sifat-sifat seorang pelayan yakni: pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner. Pertemuan ini bertujuan agar bersama pendamping, peserta semakin mendalami dan memahami arti pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner sehingga mereka semakin berkualitas dalam semangat pelayanan orang sakit kusta di Naob. Pada kesempatan ini, peserta diajak untuk merefleksikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
pengalaman pribadi dalam kenyataan melaksanakan tugas pelayanan sehari-hari. Lewat penemuan diri itu, peserta akan diajak untuk membangun sikap dan semangat baru dalam pelayanan yakni membangun komitmen untuk menjadi pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner.
D. Rumusan Tema dan Tujuan Tema umum
: Menerjemahkan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang cerdas, tangguh, dan misioner sebagaimana model pelayanan Yesus dalam pelayanan orang sakit kusta di Naob.
Tujuan umum : Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan semakin menyadari tentang spiritualitas pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai dasar inspirasi untuk meningkatkan kualitas semangat pelayanan kepada orang sakit kusta di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan. Tema I
: Jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Pada pertemuan ini peserta diajak untuk mensharingkan pengalaman pengenalan dan penghayatan spiritualitas dan kharisma pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD.
Tujuannya
:
Bersama
pendamping,
peserta
semakin
meningkatkan
pemahaman, pengetahuan tentang jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD sehingga mereka semakin termotivasi dan memiliki semangat baru dalam melayani orang sakit kusta di Naob.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
Tema II
: Yesus model pelayanan kita.
Tujuannya
: Bersama pendamping, peserta semakin memahami ciri-ciri pelayanan Yesus sehingga mereka semakin dikuatkan dan meneladani Kristus Sang Pelayan Sejati.
Tema III
: Pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner.
Tujuannya
: Bersama pendamping, peserta semakin mendalami dan memahami arti pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner sehingga mereka semakin berkualitas dalam semangat pelayanan orang sakit kusta di Naob.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
E. Penjabaran Program
PENJABARAN PROGRAM PENDAMPINGAN IMAN TIGA KALI PERTEMUAN SEBAGAI SALAH SATU USAHA MENINGKATKAN KUALITAS SEMANGAT PELAYANAN ORANG SAKIT KUSTA DI NAOB DENGAN BERCERMIN PADA SPIRITUALITAS PENDIRI, MGR. GABRIEL MANEK, SVD
Tema Umum
: Menerjemahkan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang cerdas, tangguh, dan misioner sebagaimana model pelayanan Yesus dalam pelayanan para suster bagi orang sakit kusta di Naob.
Tujuan Umum : Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan semakin menyadari tentang spiritualitas pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai dasar inspirasi untuk meningkatkan kualitas semangat pelayanan kepada orang sakit kusta di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan. No (1) 1
Tema Tujuan Materi Pertemuan (2) (3) (4) Jiwa/semangat Bersama pendamping, peserta Spiritualitas dan meningkatkan kharisma pendiri Mgr. Gabriel semakin pemahaman, pengetahuan tentang Mgr.Gabriel,SVD Manek, SVD jiwa/semangat pendiri,
Metode (5) Nonton video. Sharing. Diskusi kelompok.
Sarana (6) Teks lagu Pendiri Laptop. LCD.
Sumber Bahan (7) Konst. 103 & 112
105
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
(1)
(2)
(3)
(4)
Mgr. Gabriel Manek, SVD sehingga mereka semakin termotivasi dan memiliki semangat baru dalam melayani orang sakit kusta di Naob.
2
3
Yesus Model Bersama pendamping, peserta pelayanan kita. semakin memahami ciri-ciri pelayanan Yesus sehingga mereka semakin dikuatkan dan meneladani Kristus Sang Pelayan Sejati.
Ciri-ciri pelayanan Yesus dalam Injil Yoh 13: 1-15.
Pelayan yang Bersama pendamping, peserta cerdas, semakin mendalami dan tangguh dan memahami arti pelayan yang misioner. cerdas, tangguh dan misioner sehingga mereka semakin berkualitas dalam semangat pelayanan orang sakit kusta di Naob.
Pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner.
(5) Refleksi pribadi. Informasi. Tanya jawab.
(6) Video Pendiri
(7) Bahan Skripsi bab II hal. 34-49 dan III hal. 78-81 .
Nonton, Sharing kelompok. Diskusi kelompok. Refleksi. Informasi Tanya jawab Nonton. Sharing kelompok. Diskusi kelompok. Refleksi. Informasi. Tanya jawab
Madah Bakti. Laptop. LCD. Video dan lagu:“You raise me up” Madah Bakti. Laptop. LCD. Video: Pelayan yang rela berkorban.
(Yoh 13:1-15). Komisi Kitab Suci KAS, 2015: 37. Rm 12:921. Invarien Alpha 2015: 7-10.
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
F. Petunjuk Pelaksanaan Program Pendalaman iman ini ditujukan bagi para suster PRR yang berkarya di rumah sakit kusta Naob, supaya wawasan dan pemahaman mereka mengenai jiwa dan semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD semakin diperluas agar mereka menemukan cara dan semangat baru dalam pelayanan. Dengan mendalami jiwa dan semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD serta diteguhkan oleh terang Sabda Tuhan, diharapkan para suster semakin berani dan siap menjadi pelayan yang cerdas, tangguh dan misioner di tengah zaman yang semakin sekuler. Waktu pelaksanaan ditargetkan selama tiga kali pertemuan pada 03, 10 dan 17 Januari 2016. Penetapan waktu ini dikarenakan bertepatan dengan hari Minggu dan hari itu pada umumnya suster-suster perawat mempunyai waktu luang di sore hari untuk berkumpul. Pertemuan ini direncanakan akan terlaksana pukul 18.00-19.30 (90 menit) setiap hari yang sudah ditentukan. Waktu tiga kali pertemuan ini dirasa cukup untuk menggali dan mendalami jiwa dan semangat Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam terang Injili. Penulis memilih tempat pelaksanaan program ini di Komunitas PRR Naob karena tempat ini sangat memungkinkan untuk suster-suster perawat bisa berkumpul bersama. Penentuan tanggal dan tempat pelaksanaan katekese ini tentunya harus atas persetujuan dari dua pihak yakni: Sr. M. Krisanti, PRR sebagai penanggungjawab rumah sakit kusta Naob dan Sr. M. Marsella, PRR sebagai penanggungjawab komunitas susteran PRR Naob. Maka untuk hal ini harus ada kerja sama dan komunikasi yang baik dengan kedua pihak. Dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan ini, penulis akan melibatkan Sr. M. Marsella, PRR untuk memberikan penegasan tentang spiritualitas dan kharisma pendiri. Penulis memilih Sr. M. Marsella, PRR
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
karena beliau adalah salah satu Suster Senior dan sebagai penanggungjawab Komunitas di Naob. Sebagai suster senior, beliau sudah memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman tentang penghayatan spiritualitas pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD.
F. Salah satu contoh Satuan Persiapan Katekese 1. Identitas Pertemuan a.
Judul Pertemuan : Jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD.
b.
Tujuan
: Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan semakin menyadari tentang spiritualitas pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai dasar inspirasi untuk meningkatkan semangat pelayanan kepada orang sakit kusta di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan.
c.
Peserta
: Para suster di rumah sakit kusta Naob.
d.
Tempat
: Komunitas Naob.
e.
Hari/ Tanggal
: Minggu, 03 Januari 2016, pkl. 18.00-19.30 (90 menit).
f.
Metode
: * Nonton video. * Sharing. * Diskusi kelompok. * Refleksi pribadi * Informasi. * Tanya jawab.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
g.
Sarana
: * Teks lagu Pendiri. * Laptop. * LCD. * Video tentang Pendiri
h.
Sumber bahan
: * Konstitusi Kongregasi PRR (Konst., no. 103 & 112). * Bahan Skripsi bab II hal. 34-49 dan Bab III hal. 78-81.
2. Pemikiran Dasar Para suster yang berkarya di rumah sakit kusta Naob pada umumnya adalah suster-suster perawat. Mereka sangat sibuk dengan rutinitas karya atau tugas mereka masing-masing. Mereka sulit mempunyai waktu luang untuk belajar atau mendalami tentang jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Oleh karena itu, pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan mereka tentang jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD masih kurang. Kesibukan tugas sering dirasakan hanya sebagai rutinitas belaka. Terkadang cenderung kepada kebebasan pribadi yang melunturkan semangat pelayanan serta mengarah kepada lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Dengan demikian semangat pelayanan kepada orang sakit kusta terkadang kurang diintensifkan. Semangat kepedulian, cinta dan pengorbanan yang tulus dalam melayani para penderita kusta semakin kendur atau kurang diperhatikan. Maka untuk mengantisipasi hal ini, penting sekali para suster menggali dan menyegarkan dalam ingatannya tentang jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai obor yang memperjelas tujuan keterpanggilannya. Mgr. Gabriel Manek, SVD telah mewariskan semangat hidup yang khas yakni:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
spiritualitas salib sebagaimana tercantum dalam Konst., no. 103. Bagi Mgr. Gabriel Manek, salib adalah sebuah kemenangan, kebanggaan dan kehormatan. Sebab melalui salib manusia memperoleh keselamatan, hidup dan kebangkitan. Melalui salib orang masuk ke dalam misteri penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Inti terdalam dari visi pendiri adalah “misteri salib” yang menjadi kesaksian dan pewartaan jemaat dalam hidup hariannya. Dari visi pendiri ini menguak cita-cita dan harapan ke depan yakni: pembentukan jemaat yang partisipatif, jemaat yang berfungsi sosial, berakar dari kebudayaan setempat, jemaat yang oleh karena berpegang pada kesatuan dengan Roh Kudus menjadi jemaat yang berfungsi kritis serta jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah. Apa yang ia cita-citakan ini terwujud dalam semangat pengabdiannya yang khas terutama dalam usaha mengangkat harkat dan martabat orang-orang kecil, miskin, menderita dan terabaikan. Selama hidupnya Mgr. Gabriel Manek memperlihatkan semangat kepedulian dan kepekaan hatinya yang tinggi bagi orang kecil termasuk para penderita kusta di Tanjung Naga-Lembata dan orang-orang miskin suku Indian yang terabaikan. Melalui pertemuan ini dengan menggali dan terus mendalami semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD, diharapkan para suster semakin kaya akan pengetahuan tentang jiwa/semangat pendiri, semakin terinspirasi dan bertumbuh dalam semangat pelayanan yang lebih, peduli, peka dan tanggap terhadap situasi dunia zaman ini, teristimewa kepekaan hati dalam memperhatikan dan memperjuangkan nasib orang-orang sakit kusta di rumah sakit kusta Santa Maria Pembantu Abadi di Naob sehingga berkat pelayanan para suster semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai, dan diselamatkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
3. Pengembangan Langkah-langkah a. Pembuka 1) Pengantar Para suster yang terkasih dalam nama Yesus Kristus, kita berkumpul di tempat ini sebagai murid-murid Yesus dalam satu keluarga untuk menanggapi undangan Tuhan. Ia mengundang kita dalam kebersamaan untuk menggali dan merefleksikan tentang pemahaman kita akan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Kita akan melihat kembali atau merefleksikan dalam perjalanan hidup dan karya kita, seberapa besar pemahaman dan daya juang kita dalam menghayati jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Termasuk kesulitan-kesulitan dalam yang menjadi penghambat dalam usaha menghayati jiwa/semangat pendiri. Hal ini penting bagi kita, karena sebagai pengikut Yesus dalam Kongregasi PRR, bila kita ingin meningkatkan kualitas semangat pelayanan kita kepada sesama yang menderita sakit kusta, maka kita perlu bercermin pada jiwa/semangat pendiri yang mendasarkan hidup dan karyanya pada penghayatan Misteri Salib Kristus, yang rela berkurban di salib demi keselamatan kita manusia. Semoga kita semua dalam pertemuan ini dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang jiwa/semangat Mgr. Gabriel Manek, SVD sebagai dasar inspirasi untuk meningkatkan kualitas semangat pelayanan kepada orang sakit kusta di rumah sakit kusta Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan. Oleh karena itu, marilah kita awali pertemuan ini dengan lagu pembukaan. Lagu Pembuka: Teks Lagu “Bapak Uskup Gabriel Manek” [Lampiran 3: (14)].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
2) Doa Pembuka Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat yang telah Engkau limpahkan pada kami sampai saat ini. Kami juga bersyukur karena pada kesempatan ini kami Kau kumpulkan sebagai satu keluarga dalam nama-MU. Kami menyadari bahwa kami kurang mengusahakan waktu yang cukup untuk belajar dan menghayati jiwa/semangat pendiri yang setia berpegang pada misteri salib serta mempersembahkan hidup dan pengabdiannya bagi orang kecil, miskin, menderita dan terabaikan. Pada kesempatan ini kami akan menggali pengalaman iman kami dan merefleksikan sejauh mana kami telah mengenal dan menghayati jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Sudilah kiranya Engkau senantiasa menyertai dan mendampingi kami dengan Roh Kudus-MU selama proses pertemuan ini dan membuka hati serta pikiran kami, agar kami mampu memahami dengan baik jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD, sehingga kami semakin diperkaya dan diteguhkan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan kami kepada orang kecil, miskin dan terabaikan terutama dalam diri orang sakit kusta di Naob. Dengan demikian berkat kehadiran dan pelayanan kami, semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai, dan diselamatkan. Seluruh proses pertemuan ini kami serahkan kepada-Mu demi kemuliaan nama-Mu, kini dan sepanjang masa. Amin.
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman hidup peserta 1) Menyaksilan video ”Pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD" [Lampiran 6: (18)]. 2) Pengungkapan Pengalaman: peserta diajak untuk mendalami kisah tadi dengan tuntutan pertanyaan sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
a) Ceriterakanlah jiwa/semangat apa yang diperlihatkan oleh pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD? b) Ceriterakanlah kesulitan para suster dalam menghayati jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD? 3) Rangkuman Dalam video tadi dikisahkan tentang jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Beliau sungguh menghayati Misteri Salib Kristus dengan menyerahkan dirinya bagi pengabdian kepada sesama. Semangat pengabdiannya yang khas terlihat dalam semangat penyerahan dirinya yang total kepada Allah. Ia bertekun dalam pelayanan kasih, mengangkat harkat dan martabat orang-orang kecil, miskin, menderita dan terabaikan. Mgr. Gabriel Manek memperlihatkan semangat kepedulian dan kepekaan hatinya yang tinggi bagi orang kecil termasuk para penderita kusta di Tanjung Naga-Lembata dan orang-orang miskin suku Indian yang terabaikan. Seperti yang telah kita ungkapkan dalam sharing tadi, kita menyadari bahwa terkadang kita mengalami kesulitan dalam menghayati jiwa/semangat pendiri. Kita mengalami kesulitan dalam mengatur waktu untuk belajar mendalami dan memahami jiwa/semangat pendiri. Kita kurang membaca bukubuku tentang pendiri dan kurang mendalami konstitusi. Kesibukan tugas sering dirasakan hanya sebagai rutinitas belaka. Kita bahkan kurang bertanya atau jarang meluangkan waktu untuk mencari tau tentang jiwa/semangat pendiri pada sustersuster perdana dalam kongregasi yang pernah hidup dengan pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Di antara kita juga ada yang merasa kesulitan karena tidak punya profesi khusus sebagai tenaga perawat, terkadang enggan untuk membantu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
c. Langkah II: Refleksi Kritis terhadap Pengalaman Faktual 1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau kisah tadi dengan bantuan pertanyaan sebagai berikut: Mengapa para suster merasa sulit dalam menghayati jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD? 2) Arah rangkuman singkat. Para suster yang terkasih ada banyak alasan yang menyebabkan kita sulit untuk menghayati jiwa/semangat Mgr, Gabriel Manek, SVD? Misalnya pertamatama karena kita terlalu sibuk dengan tugas-tugas dan kurang mengambil waktu untuk merenung. Kita kurang memiliki kesadaran akan tugas kita sebagai orang yang terpanggil, yakni untuk menjadi kabar gembira bagi orang-orang kecil, miskin, menderita dan tersingkirkan dalam diri saudara/saudari kita yang menderita sakit kusta. Terkadang kita cenderung pada kebebasan pribadi yang melunturkan semangat pelayanan serta mengarah kepada lebih mengutamakan kepentingan pribadi, egois dan kendur semangat berkorban. Adanya sikap malas dan melayani dengan setengah hati.
d. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau 1) Pendamping mengajak peserta untuk membaca Konst., no. 103 & 112 [Lampiran 4: (15)]. 2) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan dan menanggapi artikel-artikel dari konstitusi yang diberikan dengan dibantu beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
a) Kata-kata atau kalimat mana dalam teks yang menunjukkan tentang jiwa/semangat pendiri? b) Manakah pesan inti dari teks konstitusi artikel 103 dan 112 sehubungan dengan jiwa/semangat Mgr. Gabriel Manek, SVD? 3) Pendamping memberikan penegasan. Pada artikel konstitusi no., 103, kita menemukan apa yang menjadi jiwa/semangat pendiri yakni: misteri salib yang mewarnai perjuangan hidup keseharian umat dan cita-cita pendiri yang membaca kebutuhan mendesak akan pembentukan jemaat. Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif, berfungsi sosial, berakar dari kebudayaan setempat, jemaat yang berfungsi kritis dan jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah. Sedangkan pada artikel 112, berbicara tentang usaha untuk mengikuti misteri sengsara dan wafat Kristus di salib, sebagaimana Maria yang tabah dan pasrah kepada rencana Allah dalam kegelapan imannya, demikian kita semakin merasakan kemiskinan kita dan meletakkan seluruh harapan pada Allah terutama di saat yang berat, yang tak jelas, yang meminta banyak kurban diri demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan sesama. Inti terdalam dari visi pendiri adalah misteri salib yang menjadi kesaksian dan pewartaan jemaat dalam hidup hariannya. Salib di mata dunia mungkin saja suatu kehinaan atau batu sandungan tetapi tidak demikian bagi Mgr. Gabriel Manek, SVD. Beliau melihat bahwa Yesus Kristus utusan Bapa yang dengan penuh cinta menyerahkan hidupNya di Salib untuk penyelamatan manusia dan mewartakan kabar gembira serta berbuat baik adalah teladan dalam kesempurnaan cinta Ilahi. Dalam mengikuti misteri sengsara dan wafat Yesus di Salib,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
sebagaimana Maria yang tabah dan pasrah kepada rencana Allah dalam kegelapan imannya, demikian pendiri merasakan kemiskinan dan meletakkan seluruh harapannya pada Allah terutama di saat yang berat, yang tak jelas, yang meminta banyak kurban demi kemuliaan Tuhan dan Keselamatan sesama. Cita-cita dan harapan pendiri mencanangkan pembaharuan jemaat yang partisipatif yakni: jemaat yang menggunakan segala kemampuan dan kharismanya yang berbeda-beda untuk saling memperkaya satu sama lain dan dengan penuh semangat memperkembangkan karya pelayanan serta terlibat aktif dalam membangun Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Jemaat yang berfungsi sosial yakni: jemaat yang meragi dalam pembangunan masyarakat. Jemaat yang berani berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran, mengubah wajah masyarakat sekitar yang dilanda penindasan karena penderitaan dan karena tindakan ketidakadilan. Jemaat dipanggil untuk menjadi teman dan sahabat bagi jiwa-jiwa yang manangis karena perlakuan yang tidak manusiawi, mereka adalah korban kekerasan dan ketidakadilan. Jemaat yang berakar dalam kebudayaan setempat merupakan salah satu cita-cita yang ingin dicapai oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD. Umat yang sungguh-sungguh menyadari akan dirinya yang berasal dari sebuah kebudayaan harus sungguh-sungguh menjadi warga budaya sekaligus warga Gereja. Mgr. Gabriel Manek juga mengharapkan jemaat yang kritis. Kritis yang dimaksud pertama-tama adalah mengemukakan pendapat, pikiran dan sikap-sikap secara cerdas, arif dan bermutu setelah mengkaji dan menganalisis suatu persoalan dengan jernih. Realitas hidup sehari-hari dan rupa-rupa tawaran yang dikemas baik berupa barang maupun paham-paham yang terkadang menggiurkan tapi juga ambivalen. Artinya ada segi-segi positif tapi ada juga segi negatif yang tersirat di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
dalamnya. Tidak jarang ketika dihadapkan dengan dua pilihan ini orang menjadi bingung dan bahkan sering kali menentukan pilihan yang keliru. Dan yang terakhir yang menjadi harapan pendiri adalah jemaat yang memasyarakat, artinya jemaat yang berpartisipasi penuh dalam semua dimensi kehidupan masyarakat baik di bidang sosial, politik, ekonomi maupun budaya. Dalam dimensi-dimensi hidup itu juga para suster dipanggil untuk memberi kesaksian tentang benih Kerajaan Allah dan membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Cita-cita dan harapan pendiri tersebut akhirnya terwujud juga dengan hadirnya karya pelayanan orang sakit kusta di tempat ini. Di sini kita tinggal bersama orang sakit kusta yang paling sederhana, menderita dan terabaikan. Para suster telah berusaha dengan bekerja keras, memiliki hati penuh cinta, bertindak sebagai ibu kehidupan yang merangkul mereka, memberikan perhatian secara merata kepada semua penderita yang ada dengan bermacam ragam kebutuhannya. Mereka dilatih dan diberi kesadaran untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan atas kehidupan yang diterimanya melalui doa-doa harian, sabda dan perayaan Ekaristi yang menjadi sumber kekuatannya. Selain hal-hal rohani yang diberikan, mereka dilatih dengan berbagai ketrampilan lainnya, seperti berkebun dan berternak agar mereka tidak hanya menunggu belas kasih orang tetapi dapat membuat sesuatu untuk kehidupan mereka sendiri. Bagi pasien lepra yang sudah mengalami kesembuhan total boleh kembali ke tengah keluarga dan suster-suster tetap mengunjungi mereka secara rutin. Ini adalah salah satu bagian dari pembentukan jemaat. Namun tidak dapat disangkal bahwa dalam usaha menghayati jiwa dan semangat pendiri, terkadang kita masih terikat oleh sikap malas, egois, lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
mengutamakan kepentingan diri sendiri, semangat kurban diri luntur bahkan kurang bergegas untuk menjawabi kebutuhan orang sakit. Kita masih sebatas melaksanakan tugas rutinitas belaka dan melayani dengan setengah hati. Maka kedalaman hidup rohani dan keterpautan pada roh yang menggerakkan pendiri menjadi penting untuk mempertajam cinta yang besar kepada sesama. Dengan meneladani dan menghayati jiwa/semangat pendiri kita semakin bertumbuh dan berkembang dalam meningkatkan kualitas pelayanan kita kepada orang sakit kusta sehingga berkat pelayanan kita semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai dan diselamatkan. orang yang bersih keras mengalahkan kecenderungan akan pemenuhan kepentingan diri, hidup bebas, tidak menghargai struktur, mendewa-dewakan diri, pengetahuan, kehebatan pendapat, kehendak dan keutamaan diri.
e. Langkah IV: Interpretasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani 1) Pengantar Para suster yang terkasih, dari artikel-artikel konstitusi yang sudah kita dalami bersama kita telah menemukan apa yang menjadi jiwa/semangat pendiri yakni misteri salib dan harapan pendiri akan pembentukan jemaat. Misteri Salib Kristus menjadi dasar penghayatan hidup pendiri, yakni Kristus yang rela menderita dan wafat di Salib demi keselamatan kita manusia membuatnya terpesona dan berani menyerahkan seluruh hidupnya demi pengabdian kepada sesama. ia lebih melihat kemuliaan Allah dalam diri orang-orang miskin dan menderita dari pada kepentingan dirinya. Ia lebih melihat kehendak Allah yang tersembunyi
dibalik
getirnya
kesulitan
dan
tantangan
dalam
hidup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
Jiwa/semangatnya terus berkobar untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Cita-cita dan harapan bapak pendiri adalah pembentukan dan pembaharuan hidup jemaat yang kembali ke akarnya murni yakni misteri salib Kristus. Dengan menggali jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD, kita tentunya ingin mewarisi keteladanan hidupnya dalam perwujudan imannya akan Kristus yang ia puji dan sembah sepanjang hidupnya. Kalau pada awal pertemuan tadi kita telah menyaksikan video tentang pendiri dan kita juga telah mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan kita tentang jiwa/semangat pendiri, bahkan kita pun telah menemukan kesulitan-kesulitan dalam penghayatan akan jiwa/semangat pendiri, maka sekarang kita ini kita ingin melihat pengalaman kita dalam terang iman. Mari kita jadikan pertemuan ini sebagai saat-saat berahmat guna menyadari bahwa Allah terus menyertai kita supaya kita setia dan mampu menghayati jiwa/semangat pendiri serta mampu mewujudkan cita-cita pendiri dalam melayani sesame yang menderita di rumah sakit kusta Santa Maria Bunda Pembantu Abadi di Naob ini.
2) Sebagai bahan refleksi untuk semakin menyadari dan menghayati panggilan kita di tengah dunia yang syarat dengan persoalan hidup, serta memacu semangat kita untuk semakin peka, peduli dan mengintensifkan pelayanan kita kepada orang sakit kusta atau misi orang kecil pada umumnya. Kita mencoba merenungkan beberapa pertanyaan berikut: •
Apa arti Misteri Salib Kristus yang merupakan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD bagi para suster dalam pelayanan di rumah sakit kusta Santa Maria Pembantu Abadi di Naob ini, sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
3) Peserta diberi kesempatan untuk merenungkan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dengan situasi konkrit mereka sejenak secara sendiri-sendiri dengan diringi musik instrument berdasarkan panduan pertanyaan di atas. Setelah itu peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan buah-buah permenungannya secara singkat. Hasil ungkapan buah-buah permenungan peserta dirangkum oleh pendamping dan diteguhkan sehubungan dengan tema dan tujuan pertemuan katekese ini, misalnya, sebagai berikut: Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, Misteri Salib Kristus yang merupakan jiwa/semangat Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah dasar dan teladan iman kita, namun terkadang sulit kita hayati dalam hidup panggilan kita sebagai religius PRR. Sebab dengan merenungkan Misteri Salib Kristus kita dipanggil untuk memiliki semangat pengorbanan, kita dipanggil untuk setia, taat dan menyerahkan diri secara total pada rencana dan kehendak Allah, bahkan berani menderita seperti Kristus demi pengabdian kepada sesama, sebagaimana yang dicontohkan oleh pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Dengan merenungkan dan mendalami jiwa/semangat pendiri, Allah menyadarkan kita kembali akan tujuan keterpanggilan kita sebagai religius PRR untuk menjadi pewarta kabar suka cita Injili dan pelayan kasih bagi sesama yang paling menderita sambil mendasarkan seluruh hidup kita pada Yesus Kristus Sang Guru dan sahabat kaum papa miskin. Oleh karena itu perlu kesadaran kita masingmasing untuk memperdalam wawasan kita serta selalu siap menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang ada sambil tetap mengandalkan Allah dalam tugas pelayanan kita sehingga apa yang kita kerjakan merupakan kehendak Allah sendiri dan bukan kehendak pribadi. Kita perlu membangun kesadaran dalam diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
untuk lebih disiplin dalam menggunakan waktu secara baik, usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan pribadi pun kelompok dengan tekun dan setia mendalami jiwa/semangat pendiri sehingga hidup dan karya kita semakin dijiwai oleh semangatnya. Dengan demikian berkat kehadiran dan pelayanan kita di tengah sesama yang menderita semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai dan diselamatkan. Marilah mulai sekarang, kita memikirkan apakah yang bisa kita perbuat secara nyata untuk mewujudkan penghayatan kita akan jiwa/semangat pendiri terutama dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan kita terhadap orang sakit kusta di Naob.
f. Langkah V: Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah di dunia 1) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, di awal pertemuan tadi melalui tanyangan video dan beberapa pertanyaan penuntun, kita telah bersamasama menggali pengalaman kita tentang pengetahuan akan jiwa/semangat pendiri; Mgr. Gabriel Manek, SVD yakni Misteri Salib Kristus yang ia hayati dan menyerahkan dirinya bagi pengabdian kepada sesama terutama yang miskin, sakit dan terabaikan. Selanjutnya kita juga telah merefleksikan pengalaman penghayatan kita akan jiwa/semangat pendiri Mgr, Gabriel Manek, SVD, ternyata kita menemukan keterbatasan atau kesulitan antara lain kesulitan dalam mengatur waktu untuk mendalami dan menghayati jiwa/semangat pendiri. Terkadang kita terlalu sibuk dengan tugas-tugas dan kurang mengambil waktu untuk merenung atau menimbah semangat baru. Akibatnya semangat pelayanan kita menjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
kendur, kita cenderung egois atau lebih mementingkan kepentingan diri sendiri. Kita kurang memiliki kesadaran akan tugas kita sebagai orang yang terpanggil. Kemudian kita diteguhkan dengan mendalami artikel-artikel konstitusi yang lebih memperjelas jiwa/semangat pendiri. Kita diteguhkan untuk menghayati Misteri Salib Kristus dalam semangat pembentukan jemaat termasuk dalam memberi diri untuk karya pelayanan kemanusiaan. Kita pun masih diberi kesempatan untuk merenungkan sikap-sikap yang diteladankan Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam kaitan dengan usaha kita untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan kita kepada orang sakit kusta di Naob. Bapak pendiri sudah begitu banyak meninggalkan mutiara berharga bagi kita terutama keteladanan hidupnya yang berakar pada misteri salib dan mempersembahkan seluruh hidupnya bagi sesama yang miskin dan menderita. Beliau telah menunjukkan kepada kita bagaimana berguru dari semangat penyerahan diri Yesus Kristus utusan Bapa dan meneteladani semangat ketabahan dan kepasrahan Bunda Maria demi terwujudnya Kerajaan Allah. Akhirnya Semoga dengan mendalami jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD kita semakin dipenuhi oleh Roh Tuhan dan semakin dikuatkan untuk lebih mengintensifkan serta meningkatkan kualitas pelayanan kita kepada orang sakit kusta di Naob. Pengalaman pelayanan kita sebagai religius PRR semakin diterangi oleh Roh Tuhan sendiri, sehingga kita mendapat wawasan dan pandangan baru dalam tugas perutusan kita. Kita mendapat kekuatan dan semangat baru untuk meneruskan misi yakni dalam melayani orang sakit kusta di Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai dan diselamatkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
2) Memikirkan niat bersama dan bentuk usaha kita untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan kita bagi orang miskin sehingga semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai, dan diselamatkan. Untuk itu marilah kita membangun rencana konkrit dalam hati kita masing-masing untuk kita laksanakan dalam karya kita selanjutnya dengan bantuan pertanyaan berikut: a) Tindakan-tindakan mana yang bisa kita usahakan dalam mewujudkan penghayatan kita akan jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam pelayanan terhadap orang sakit kusta di Naob sehingga semakin banyak jiwa yang merasa dihargai, diterima dan diselamatkan? b) Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan usaha tersebut (unsur-unsur yang mendukung dan menghambat)?
3) Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri-sendiri tentang niat pribadi/ bersama yang akan dilakukan. 4) Niat-niat
pribadi
dapat
diungkapkan
dalam
kelompok
untuk
saling
meneguhkan. 5) Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan dan mendiskusikan bersama guna menemukan niat bersama secara konkrit yang akan segera diwujudkan, agar mereka semakin membaharui diri dan meningkatkan kualitas semangat pelayanan bagi orang kecil. Setelah melewati langkah demi langkah dalam kegiatan ini sekarang marilah kita membuat rencana kegiatan dan merumuskan rencana itu secara konkrit apa yang hendak kita laksanakan dalam usaha kita untuk memaksimalkan pelayanan kepada orang sakit kusta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
g. Penutup 1) Doa Permohonan Untuk memperteguh rencana tersebut, peserta diajak untuk memanjatkan doa-doa permohonan yang diawali oleh pendamping dan ditutup dengan doa Bapa kami.
2) Doa Penutup Allah Bapa yang penuh Kasih, kami bersyukur kepadaMu karena Engkau telah membimbing kami dari awal sampai akhir pertemuan ini. Engkau telah membantu kami dengan terang Roh KudusMu sehingga kami mampu menemukan jiwa/semangat pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD yakni Misteri Salib Kristus yang dihayatinya dan dengan rela mempersembahkan seluruh hidup dan pengabdiannya bagi sesama yang miskin, menderita dan terabaikan. Ada banyak kesulitan yang menghambat kami untuk menghayati jiwa/semangat pendiri antara lain kami kurang mengatur waktu dengan baik untuk belajar dan mendalami jiwa/semangat pendiri. kami kurang sadar akan tugas dan tanggungjawab kami sebagai orang yang terpanggil, akibatnya kami lebih mementingkan diri sendiri, kami cenderung malas dan melayani dengan setengah hati. Kami merasakan bahwa Engkau menuntun kami sampai pada refleksi iman akan Misteri Salib Putra-Mu yang menjadi roh pendiri sebagaimana tertulis dalam konstitusi kongregasi, sehingga kami pun dikuatkan dan diteguhkan untuk membaharui diri dan membangkitkan semangat baru untuk lebih giat lagi mengintensifkan dan meningkatkan kualitas semangat pelayanan kami bagi orang sakit kusta di Naob. Kami juga telah membangun niat-niat baik untuk membaharui diri dan semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
berkembang dalam pelayanan. Sertailah dan kuduskanlah niat-niat kami dalam usaha meneladani dan menghayati jiwa/semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD yang berkat cinta dan kesatuaannya dengan Misteri Salib Kristus, hidupnya menjadi kabar suka cita bagi sesama yang menderita. Bimbinglah kami dengan Roh KudusMu agar kami tetap sadar akan tujuan hidup kami sebagai religius PRR, bertahan dalam niat-niat yang baik untuk melayani saudara-saudari kami yang sakit kusta di Naob ini, sehingga berkat kehadiran kami semakin banyak jiwa yang merasa diterima, dihargai dan diselamatkan. Semua doa dan harapan ini, kami haturkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
3) Lagu Penutup: Aku Melayani Tuhan [Lampiran 5: (16)].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB VI PENUTUP
Bagian ini dimaksudkan untuk melihat dan menata kembali isi tulisan ini secara keseluruhan. Penulis juga akan menyampaikan beberapa usul saran yang dapat berguna bagi peningkatan semangat pelayanan para suster Kongregasi PRR pada umumnya dan suster-suster PRR di Naob pada khususnya. Terutama dimaksudkan untuk semakin memaksimalkan pelayanan yang intensif bagi sesama yang miskin, menderita dan terabaikan.
A. Kesimpulan Mgr. Gabriel Manek, SVD menjadi topik utama dalam tulisan ini. Tentu ada hal yang amat penting mengapa beliau menjadi figur utama yang diangkat penulis dalam tulisan ini. Pertama-tama bukan seorang pribadi Mgr. Gabriel Manek, SVD yang penulis banggakan dan agung-agungkan tetapi Roh Tuhan yang menggerakkan seorang pribadi ini menjadi perpanjangan tangan-Nya yang memiliki jiwa dan semangat yang luar biasa untuk mengangkat martabat sesama yang miskin dan menderita. Jiwa dan roh inilah yang diulas secara terperinci dalam keseluruhan tulisan ini. Kongregasi PRR bagaikan jantung hati Mgr. Gabriel Manek yang didirikan pada 15 Agustus 1958, dengan latar belakang iman Gereja setempat yang ketiadaan bimbingan hirarki serta keprihatinan pendiri akan situasi hidup masyarakat yang miskin, menderita dan terabaikan. Oleh karena itu penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
merasa perlu untuk menggali dan terus mengobarkan jiwa dan semangat pendiri dalam karya pelayanan suster-suster terutama pelayanan di rumah sakit kusta Naob-TTU. Mgr. Gabriel Manek sebagai pribadi yang memiliki cinta yang besar bagi sesama yang miskin dan terabaikan ini, telah mengukir kisah dalam sejarah perjalanan hidup dan perkembangan karya Kongregasi PRR. Mgr. Gabriel Manek telah tutup usia 30 November 1989, namun rohnya tetap hidup dalam karya pelayanan suster-suster PRR. Ia tidak akan pernah lepas dari ingatan kongregasi, karena ia melekat erat secara otomatis sebagai pendiri. Beliau yang dahulu dikenal sebagai Uskup orang miskin (Bishop of The Poor) di tengah-tengah suku Indian dan pahlawan orang-orang sakit kusta di Tanjung Naga Flores-Lembata, kini namanya masih tetap harum dalam karya pelayanan para suster PRR di rumah sakit kusta Naob-TTU. Hidup dan semangatnya menjadi inspirasi dalam kenyataan hidup dan karya suster-suster PRR. Jiwa dan semangat pendiri ini, telah disegarkan dan diupayakan oleh suster-suster PRR sejak awal mula berkembangnya kongregasi, namun baru terlihat jelas ketika mulai membuka komunitas di Noemuti-Kefamenan, dan selanjutnya membuka pelayanan orang sakit kusta di Naob. Para suster yang berkarya di komunitas rumah sakit kusta ini, berupaya keras untuk memberikan pelayanan yang layak bagi sesamanya yang menderita kusta, mulai dari mengadakan turba ke desa-desa terpencil, mengumpulkan pasien hingga memberikan perawatan yang intensif di rumah sakit kusta Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi Naob.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
Nilai-nilai yang pernah ada dan dihidupkan oleh pendiri menjadi pointpoint penting bagi setiap suster. Semangat iman pendiri akan Roh Allah yang senantiasa diandalkannya dalam karyanya serta Penyerahan dirinya pada perlindungan Bunda Maria yang selalu disapanya sebagai ibu kehidupan, mengingatkan para suster untuk senantiasa hidup dan bersatu dengan Allah, berusaha untuk setia dan menata hidup rohani yang baik dan menaruh kebergantungan pada Allah. Kesadaran akan kebergantungan pada karya Roh Kudus memampukan setiap suster yang berkarya di Naob untuk menghayati hidup sederhana, rendah hati serta memiliki cinta yang besar dalam melayani orang sakit. Rasa cinta dan penghargaan pada martabat hidup manusia dalam diri sesama yang terabaikan membuat para suster terus berusaha mengalahkan segala kelekatan dalam diri. Berusaha mengalahkan kepentingan diri, kebebasan pribadi dan kehendak sendiri serta meninggalkan sifat konsumerisme yang berlebihan sehingga semata-mata fokus pada penderitaan sesama terutama melayani orang sakit kusta dengan penuh cinta. Spiritualitas pendiri akan misteri salib, menjadi modal utama seorang suster PRR dalam usaha menghayati panggilannya. Bahwa panggilan untuk mengikuti Kristus adalah panggilan untuk mengikuti teladan Yesus hamba Yahwe yang rela turun ke dunia dan menderita demi keselamatan umatnya. Dan seperti Bunda Maria hamba Allah yang setia mengikuti perjalanan Putranya hingga di bawah kaki salib sambil berkata “Aku ini hamba Tuhan jadilah padaku menurut kehendak-Mu” (Luk 1:38).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Spiritualitas inilah yang melekat erat dalam hidup pendiri dan dicitacitakannya menjadi semangat suster-suster PRR. Telah dikisahkan bagaimana perjuangan suster-suster dalam karya pelayanan orang sakit kusta di Naob. Banyak pengalaman dan kesaksian yang dihimpun penulis cukup membuktikan usaha keras para suster untuk memberikan pelayanan sebagaimana layaknya. Dapat dikatakan di sini bahwa para suster yang berkarya di rumah sakit kusta Naob telah berjuang dengan segala kerendahan hati dan penuh pengorbanan melayani dengan penuh cinta. Sedikit menjawabi seruan Paus Fransiskus bahwa kita semua diminta supaya taat kepada panggilan-Nya dengan pergi ke luar dari wilayah kenyamanan serta berani dan sanggup mencapai batas paling tepi atau batas-batas terjauh yang mendambakan cahaya Injil (EG 20). Namun sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan baik fisik maupun kemampuan pengetahuan ada juga rasa jenuh dan malas. Tak jarang bahwa terkadang kurang menanggapi kebutuhan pasien secara tepat karena tidak semua suster memiliki kemampuan atau profesi di bidang medis. Tentu juga tidak terlepas dari rasa ego atau lebih mementingkan kepentingan diri dari pada mendahulukan pelayanan. Sikap lamban, kasar dan menolong dengan hati dingin atau setengah-setengah tak dapat dipungkiri. Sebagaimana ditegaskan oleh Paus Fransiskus mengenai munculnya tantangan spiritualitas yang kini telah meracuni banyak pekerja pastoral termasuk biarawan dan biarawati, adanya perhatian berlebihan akan kebebasan pribadi dan gaya hidup santai, akibatnya meskipun rajin dan tekun berdoa tetapi penekanannya lebih pada individualisme, krisis identitas dan kendurnya semangat (EG 78). Ketiga hal ini merupakan praktek lingkaran setan yang patut diwaspadai seorang pelayan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
B. Usul Saran Setelah mendalami jiwa dan semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD dan mengamati langsung perwujudannya dalam karya pelayanan orang sakit kusta di Naob, penulis melihat bahwa para suster yang diberi tugas khusus di tempat ini sudah cukup berjuang memberikan pelayanan yang layak seturut cita-cita dan semangat pendiri. Namun beberapa hal yang menjadi usulan penulis demi semakin meningkatnya kualitas semangat pelayanan para suster di Naob pun sebagai sumbangan bagi karya pelayanan kongregasi umumnya. 1. Terkait dengan pelayanan di rumah sakit kusta Naob, perlu adanya penambahan tenaga suster dan awam yang memiliki profesi dan keahlian khusus dalam perawatan orang sakit kusta. 2. Para suster dan tenaga awam perlu mendalami spiritualitas pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD secara berkala, demi semakin menumbuhkan kesadaran akan pelayanan hati penuh cinta kasih dan tidak semata-mata mengandalkan kemampuan intelektual. 3. Sebagai gerakan solidaritas seluruh anggota Kongregasi PRR yang telah ada seperti penjualan kalender dan majalah misi demi mendukung kesejahteraan orang-orang kecil, miskin dan terabaikan, hal ini baik untuk dikembangkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Alkitab. (2009). (Lembaga Alkitab Indonesia, Penerjemah). Tambahan Kitabkitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh LBI. Jakarta: LAI. Arita Murwani. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya. Banawiratma. (1990). Spiritualitas Transformatif: Suatu Pergumulan Ekumeinis. Yogyakarta: Kanisius. Banda Larantukan, Karolus. (2013). Profil Mgr. Gabriel Manek, SVD (Seri Puspita No. 2). Larantuka: Lebao. Beding, Alex. (2000). Mgr. Gabriel Manek, SVD: Pendiri Tarekat Puteri Reinha Rosari. Larantuka: Lebao. Bele, Anton. (1997). Menuju Gereja Umat: Pastoral Akar Rumput. Timor: Kupang. Krispurwono Cahyadi. (2014). Paus Fransiskus: Gereja yang Rendah Hati dan Melayani. Yogyakarta: Kanisius. Darminta, J. (1997). Religius dan Evangelisasi dalam Kemiskinan. Yogyakarta: Kanisius. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: DITJEN PPM & PLP. Fransiskus. (2015). Evangelii Gaudium: Sukacita Injili. (R.F. Bhanu Viktorahadi, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. Gabriella, M. (1988). Wawancara dengan Para Pendiri Tarekat PRR. Larantuka: Lebao. ____________. (2008a). Kisah Peziarahan YM. Mgr. Gabriel Manek, SVD dalam Jenazah. Maumere: Ledalero. ____________. (2008b). Mengenang YM. Uskup Agung Mgr. Gabriel Manek, SVD. Bogor: Cimanggis. ____________. (2015). Dipanggil dan Diutus menjadi Saksi dalam Pelayanan. Misi Rosari, 15, hh. 9-15. Hardjana, M. (2005). Religiusitas, Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius. Invarien Alpha. (2015). Pelayan yang Cerdas, Tangguh dan Misioner. Salus, 63, hh. 7-10. Jebarus, E. (2008). 50 Tahun Kongregasi PRR. Maumere: Ledalero. Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). (2006). Edisi Resmi Bahasa Indonesia. Diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Jakarta: KWI. Komisi Kitab Suci KAS. (2015). Keluarga yang Melayani Seturut Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius. Kongregasi PRR. (1995). Musyawarah Umum III Tarekat Puteri Reinha Rosari. Hasil Musyawarah Umum III. Larantuka: Lebao. ____________. (2005). Membangun Jati Diri Religius PRR dalam Hidup Berkomunitas. Hasil Musyawarah Umum V. Larantuka: Lebao.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
Kongregasi PRR. (2010). Menghayati Spiritualitas PRR dalam Jaman yang semakin Sekular: Hasil Musyawarah Umum VI. Larantuka: Lebao. ____________. (2013). Perayaan Syukur Peringatan 1 Abad Kelahiran Mgr. Gabriel Manek, SVD 1913-18 Agustus 2013. Makalah yang dibuat dalam rangka perayaan syukur peringatan 100 tahun kelahiran pendiri, Mgr. Gabriel Manek, SVD. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II, (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Konstitusi & Direktorium Tarekat PRR. (1987). Manuskrip yang dikeluarkan oleh Kongregasi PRR sebagai hasil Musyawarah Umum I, 27 November s/d 16 Desember 1985 di Riangkemie, Larantuka. Leo XIII. (1891). Rerum Novarum. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: KWI. Manek, Gabriel. (2007). Rosario Nafas Anak-anak Maria. Maumere: Ledalero. Marsella. (2015). Laporan Kegiatan Komunitas Sta. Maria Bunda Pembantu Abadi Tahun 2014 s/d 2015. Makalah yang dibuat sebagai pemenuhan kewajiban dan laporan pertanggungjawaban tentang keadaan komunitas terhadap kongregasi. Paulus IV. (1971). Octogesima Adveniens. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: KWI. ____________. (1975). Evangelii Nuntiandi. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: KWI. Ratminto & Atik S. (2005). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Simprosa. (2015). Hasil Kerja Komisi-komisi MU VII 10-15 April 2015. Makalah yang dibuat dalam rangka mempersiapan Musyawara Umum VII pada Desember 2015). Sumarno Ds., M. (2014). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki (PPL PAK Paroki). Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tafaib, M. (2007). Biji Gandum Harus Mati untuk Menghasilkan Buah. Malang: Dioma. Tukan, Bernard. (2006). Bara Kagum Menjadi Api. Larantuka: Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Larantuka. ____________. (2008). Berakar dan Semakin Berbuah. Larantuka: Lebao. Vriens, G. (1972). Sejarah Gereja Katolik Indonesia I. Ende: Nusa Indah. ____________. (1974). Sejarah Gereja Katolik Indonesia II. Ende: Nusa Indah. ____________. http://wokalcharles.blogspot.co.id/2012/06/lahirnya-keuskupan larantuka.html. accesed on August, 12, 2015. WHO. http://rontono.blogspot.co.id/2013/05/konsep-sehat-sakit. html. accesed on September, 25, 2015. Yohanes Paulus II. (1996). Vita Consecrata: Hidup Bakti. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: KWI.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1: Daftar pertanyaan wawancara. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Koordinator Umum Karya Sosial Kongregasi PRR Apa yang suster ketahui tentang rumah sakit kusta Naob? Bagaimana sejarah berdirinya rumah sakit kusta Naob? Mengapa rumah sakit kusta harus dibuka di Naob dan bukan di tempat lain? Apakah suster sudah pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya? Perubahan apa yang terjadi di rumah sakit kusta Naob sejak berdirinya sampai dengan saat ini? Apa saja yang ditempuh suster-suster untuk kesejahteraan hidup orang sakit kusta? Biaya hidup dari mana? Apa pendapat suster tentang kelangsungan karya pelayanan orang kusta di Naob?
B. Ketua Yayasan Sosial Ibu Anfrida, SSpS 1. Bagaimana sejarah perkembangan Yayasan Sosial Ibu Anfrida, SSpS secara khusus rumah sakit kusta Naob? 2. Ada berapa unit karya di sini? 3. Apa saja yang suster lakukan untuk semakin meningkatkan semangat pelayanan para suster? 4. Apa harapan suster ke depan untuk karya ini? C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. D. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kepala rumah Sakit Kusta Naob Kapan suster mulai bekerja di tempat ini? Apakah suster mencintai orang sakit kusta? Bagaimana pengalaman suster dalam melayani orang sakit? Apakah suster merasakan bahwa misi ini cocok dengan semangat pendiri? Bagaimana suster menerapkan semangat pendiri dalam pelayanan di rumah sakit kusta ini? Apa harapan suster untuk rumah sakit ini? Suster Perawat rumah sakit kusta Naob Kapan suster mulai berkarya di rumah sakit kusta ini? Suster bekerja di bidang apa saja di rumah sakit ini? Berapa banyak pasien yang mengalami kesembuhan sejak awal berdirinya rumah sakit hingga sekarang? Apakah ada hal-hal istimewa yang suster sudah buat untuk pasien? Apa itu? Bagaimana pengalaman suster dalam menerapkan jiwa dan semangat pendiri dalam merawat pasien kusta? Apakah ada pasien yang sampai pada tingkat amputasi? Apa harapan suster ke depan?
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
F. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perawat Awam rumah sakit kusta Naob Kapan anda mulai bekerja di tempat ini? Mengapa memilih bekerja di rumah sakit kusta? Apakah anda tidak takut bekerja di rumah sakit kusta? Mangapa? Apakah rumah sakit ini pernah menolak pasien? Bagaimana dengan upah yang kamu peroleh, apakah sesuai dan dapat mencukupi kebutuhan hidupmu? Bagaimana pengalamanmu dalam bekerja sama dengan para suster? Apakah ada keluhan atau saran yang bisa diberikan dalam hal tenaga perawat di tempat ini? Pasien Rumah Sakit Kusta Naob Sejak kapan bapak menderita sakit kusta? Bagaimana bisa sampai di rumah sakit Naob? Mengapa harus pindah ke tempat ini? Siapa yang merawat bapak selama ini? Apakah bapak dilayani dengan baik oleh para suster? Seperti apa pelayanan yang kamu terima? Bagaimana perasaan bapak saat ini?
G. Karyawan Tani Ternak Rumah Sakit Kusta Naob? 1. Sudah berapa lama berada di tempat ini? 2. Apakah bapak bisa menceritakan pengalaman itu pada saya? H. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tokoh masyarakat Bagaimana situasi masyarakat di tempat ini? Mata pencarian apa saja? Berapa jumlah penduduk desa Naob? Sudah berapa lama mengenal PRR di Naob? Apakah masyarakat pada umumnya senang atau mendukung kehadiran suster-suster? Apa kesan bapak terhadap kehadiran dan pelayanan para suster di Naob?
(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2: Hasil wawancara A. Hari/tanggal : Jumat, 30 Mei 2015. Tempat : Komunitas PRR di Cimanggis-Bogor. Yang diwawancarai : Sr. M. Gabriella, PRR asal Lamalera-Lembata. Jabatan : Koordinator Umum Karya Sosial Kongregasi PRR. 1. Apa yang suster ketahui tentang rumah sakit kusta Naob? Jawaban: Ada banyak hal yang saya ketahui tentang rumah sakit kusta Naob yakni tentang sejarah berdirinya sampai dengan perkembangan rumah sakit sekarang. 2. Bagaimana sejarah berdirinya rumah sakit kusta Naob? Jawaban: Sejarah didirikan rumah sakit ini pertama-tama kita lihat dari latar belakang berdirinya yakni cita-cita dan semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. Beliau sangat mencintai orang miskin, menderita dan terbuang. Pada tahun 1942-1946 ketika bapak uskup bertugas di wilayah keuskupan Larantuka sebagai imam muda, dalam perjalanan misinya akhirnya ia berjumpa dengan orang-orang sakit kusta di perkampungan terpencil tepatnya di Tanjung Naga-Lembata. Tanjung Naga adalah sebuah daerah terpencil tempat pembuangan para penderita kusta pada masa penjajahan Jepang. Pada masa itu orang-orang sakit kusta dibersihkan dari tengah-tengah masyarakat dan dikucilkan ke tempat yang jauh yakni Tanjung Naga itu. Bapak uskup sangat prihatin akan nasib mereka dan beliau selalu setia mengunjung mereka memberikan peneguhan atau pendampingan rohani yang perlu supaya mereka bertahan hidup. Bapak uskup sangat sering mengujungi mereka meskipun banyak kali ditegur dan dilarang oleh tentara Jepang. Bahkan suatu waktu kapal yang biasa digunakan bapak uskup untuk menyeberang ke Tanjung itu dibakar oleh tentara Jepang, tetapi bapak uskup tidak hilang akal. Bapak uskup tetap mengunjungi mereka dengan berjalan kaki. Kapal bukan satusatunya sarana, tetapi kaki masih sangat kuat untuk menempuh jalan ke sana. Berkat pengalaman ini, timbul inisiatif dalam diri bapak uskup untuk mendirikan rumah sakit kusta, dan hal ini baru terwujud ketika beliau menjadi Uskup Larantuka. bapak uskup mendirikan pondok-pomdok kecil untuk menampung para penderita kusta di Lewoleba. bapak uskup meminta Ibu Gisela Barowka, seorang perawat dari Jerman untuk menjadi penjaga, perawat dan pelayan orang-orang kusta di Lewoleba. 3. Mengapa rumah sakit kusta harus dibuka di Naob dan bukan di tempat lain? Jawaban: Pada tahun 1971 Sr Ibu Anfrida, SSpS (Co-Pendiri Kongregasi PRR) telah membuka komunitas pertama di Noemuti-TTU. Pelayanan utama yang dijalankan di sana adalah pelayanan kesehatan dengan klinik kecil. Dalam perjalanan waktu pasien terbanyak adalah pasien sakit kusta. Sr Ibu sendiri sempat tinggal di komuntas ini selama beberapa waktu dan melayani sendiri orang sakit kusta bersama Sr. Humiliata, Sr. Fidelia dan Sr. Xaver. Karya ini sempat terhenti sementara dari tahun 1977-1992 karena ketiadaan tenaga khusus. Baru pada 20 (3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mei 1992 dibuka kembali. Untuk pengembangan karya pelayanan kesehatan ini maka dipilihlah tanah Timor sebagai tempat yang paling memungkinkan untuk menghidupkan cita-cita dan semangat pendiri. Maka dalam usaha pengembangan karya ini, kita memilih tempat di Naob. Kita baru mulai karya di Naob tahun 1996. Kita tidak mungkin memilih di Larantuka karena di sana sudah ada rumah sakit kusta di Lewoleba yang di kelola oleh suster-suster CIJ. 4. Apakah suster sudah pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya? Jawaban: Semasa jabatan kepemimpinan kami, saya sering ke sana dan bahkan tinggal beberapa waktu. 5. Perubahan apa yang terjadi di rumah sakit kusta Naob sejak berdirinya sampai saat ini? Jawaban: Dulu karya ini dimulai dengan sangat sederhana. Suster-suster hanya tinggal di rumah “bebak”. Waktu itu yang di utus ke sana Sr. Yohana, Sr. Mikaelis, Sr. Krisanti, Sr. Dorotea, Sr. Laurentina dan Sr. Alfonsa. Mereka ini adalah orang-orang yang setia melayani orang sakit meskipun tidak semua mereka punya basic perawat. Rumah bebak masih di kelilingi hutan belukar. Suster-suster bergerak melayani orang sakit dengan mengadakan turba ke desa-desa. Sampai sekarang mereka masih sering ke desa. Dari waktu ke waktu kita berjuang khusus untuk karya ini sampai dengan saat ini kita telah memiliki Gedung permanen yang layak untuk dihuni oleh orang sakit. Kita juga telah banyak bekerja sama dengan pemerintah setempat dan turut membantu dengan obat-obat. Pegawai dan tenagatenaga perawat dari awam juga sudah ada. Kita mendapatkan kunjungan dokter secara rutin. Sampai dengan saat ini pelayanan orang di rumah sakit kusta Naob berkembang pesat. 6. Apa saja yang ditempuh suster-suster untuk kesejahteraan hidup orang sakit kusta? Biaya hidup dari mana? Jawaban: Sejak tahun 1990, kita telah membuat satu gerakan sosial yakni usaha penjualan kalender liturgi. Setelah kita mulai karya pelayanan orang sakit kusta ini, maka dana seluruhnya dialihkan untuk karya sosial yang di kelola oleh Yayasan Sosial Ibu Anfrida. Gerakan inilah yang sampai saat ini melibatkan seluruh anggota kongregasi di Indonesia khususnya. Para suster setiap tahun bergiat untuk mencari bantuan dari umat di paroki-paroki dengan aksi penjualan Kalender. Banyak umat antusias untuk membeli dan bahkan menyumbang demi kelangsungan hidup saudara/i kita yang menderita. selain aksi ini kita juga buka usaha kecil-kecilan seperti kios rohani dan sekarang kita sudah mulai lagi dengan majalah misi rosari sejak tahun 2010. Kegiatan ini sangat membantu kelangsungan pelayanan sosial kongregasi. Lebih dari itu kita juga berusaha meminta bantuan para donator Belanda menjadi pendukung utama karya ini. Sampai saat ini mereka masih setia membantu kita. 7. Apa pendapat suster tentang kelangsungan karya pelayanan orang kusta di Naob? Jawaban: Yang saya kuatirkan ke depan bahwa karya ini kahilangan tenagatenaga yang punya hati untuk melayani. Suster-suster sudah buat banyak untuk (4)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
orang miskin dan menderita. Kita boleh membuka karya sosial banyak-banyak tetapi kalau kita tidak punya hati seorang pelayan seperti bapak pendiri mencontohi Yesus yang mencintai dan hadir di tengah orang miskin, maka sangat disayangkan. Kita tidak pertama-tama mementingkan kehebatan intelektual. Itu juga penting, tetapi lebih hebat lagi kalau menjadi pelayan yang memiliki hati untuk orang miskin, menderita dan terbuang. Ini adalah misi kita. Jangan pernah tinggalkan misi ini! Kita perlu terus menerus menggali dan menghayati semangat pendiri Mgr. Gabriel Manek, SVD. B. Hari/tanggal Tempat Yang diwawancarai Jabatan
: Kamis, 4 Juni 2015. : Kantor Sosial Yayasan Ibu Anfrida, SSpS di Naob. : Sr. M. Marsella, PRR asal Manggarai-Flores. : Ketua Yayasan Sosial Ibu Anfrida, SSpS.
1. Bagaimana sejarah perkembangan Yayasan Sosial Ibu Anfrida, SSpS secara khusus rumah sakit kusta Naob? Jawaban: mengenai sejarah perkembangan Yayasan suster akan membaca lebih lengkap dalam laporan tertulis yang saya buat untuk kongregasi. Secara singkat sejarah perkembangan rumah sakit atau cacat umum Bunda Maria Pembantu Abadi pada awalnya bernama Pusat Rehabilitasi Kusta Bunda Pembantu Abadi Naob yang dikelola oleh Yayasan Mgr. Gabriel Manek, SVD. Pelayanan ini dalam perkembangannya semakin kompleks dan menjangkau wilayah yang sangat luas bukan saja untuk wilayah NTT tetapi juga dari Luar NTT seperti Timor Leste dan Jakarta. Maka Musyawarah Umum V Kongregasi PRR tahun 2005, memutuskan untuk mendirikan satu Yayasan baru yaitu Yayasan Sosial Ibu Anfrida yang mengkhususkan pelayanan para penderita Kusta, cacat umum dan pelayanan orang kecil, anak yatim piatu serta pelayanan sosial kemanusiaan lainnya. Tahun 2007 kebutuhan pelayanan untuk masyarakat luas terutama para penderita kusta dan orang-orang miskin makin berkembang pesat. Oleh karena itu, Yayasan Sosial Ibu Anfrida mengajukan permohonan kepada pemerintah agar dapat meningkatkan status Rehabilitasi Kusta menjadi Rumah Sakit Kusta dan Cacat Umum Bunda Pembantu Abadi Naob. 2. Ada berapa unit karya di sini? Jawaban: Di sini ada beberapa unit karya yakni, yang paling pokok karya rumah sakit, kemuadian ada unit pertenunan, ada unit pertanian dan peternakan. Jadi semua unit ini bertujuan untuk mendukung pelayanan sosial rumah sakit. 3. Apa saja yang suster lakukan untuk semakin meningkatkan semangat pelayanan para suster? Jawaban: Sebagai penanggungjawab di yayasan ini, kami selalu menghimbau suster-suster untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan di rumah sakit. Kami selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk semua pasien. Kami berusaha menghidupi semangat pendiri yang selalu ramah dan penuh hormat pada orang kecil. Cinta pendiri pada orang kecil itulah yang selalu mendorong kami untuk melakukan segala pekerjaan apapun demi keselamatan sesama kita. Jadi tenaga yayasan dan rumah sakit selalu ada kerja sama yang baik. Kami selalu (5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
terbuka untuk membantu kelangsungan kegiatan di rumah sakit. Di lihat dari jumlah pasien yang makin banyak, tenaga di rumah sakit masih sangat kurang, sehingga kami dari yayasan meskipun bukan perawat atau tenaga-tenaga dari pertanian dan pertenunan pasti siap membantu sebisanya. Contohnya ketika ada operasi mata atau bedah pasien yang cacat, kami semua berada di sekitar rumah sakit untuk membantu seperlunya. 4. Apa harapan suster ke depan untuk karya ini? Jawaban: Harapan kami semoga yayasan ini semakin berkembang berkat kerja sama yang baik dengan berbagai pihak baik dengan pemerintah maupun secara intern dalam kongregasi, supaya semakin banyak saudara/i kita yang miskin dan terabaikan merasakan pelayanan dan diselamatkan. C. Hari/tanggal : Jumat, 5 Juni 2015. Tempat : Kantor Rumah Sakit Kusta di Naob. Yang diwawancarai : Sr. M. Krisanti, PRR asal Kefa-Timor. Jabatan : Kepala rumah Sakit kusta di Naob. 1. Kapan suster mulai bekerja di tempat ini? Jawaban: Saya berkarya di rumah sakit ini sejak tahun 1996. Waktu itu saya masih sebagai suster Novis. Saya tugas praktek selama tiga bulan bersama teman saya Sr. M. Veronika. Setelah berkaul saya diutus untuk belajar khusus di AKFIS Tangerang. Setelah menyelesaikan studi saya kembali lagi ke tempat ini sampai sekarang. 2. Apakah suster mencintai orang sakit kusta? Jawaban: Saya sudah menyatu dengan mereka. Saya senang melayani mereka, bahkan saya rindu untuk menghabiskan seluruh waktu dan tenaga saya untuk mereka. 3. Bagaimana pengalaman suster dalam melayani orang sakit? Jawaban: Ketika masa praktek novis selama tiga bulan bersama Sr. Yohana saya sangat senang dan kagum terhadap semangat pelayanan Sr. Yohana. Kesempatan itu kami lewati dengan banyak kunjungan keluarga dari kampung ke kampung, berjalan kaki dengan jarak yang sangat jauh. Sering kali kami harus nginap di rumah-rumah umat, karena lelah dan sudah larut malam. Waktu itu kehidupan masih sangat susah. Awalnya kami hanya dibuatkan satu rumah bebak (dinding pelepa kelapa dan atap daun kelapa) tanpa km/wc. Lingkungan sekitar masih penuh dengan hutan alang-alang. Meskipun ada rumah tapi jaraknya sangat berjauhan 2-5 km baru menemukan rumah lain. Singkatnya selama tahun 1996-1998 pelayanan masih berupa poliklinik keliling mencari orang sakit. Suatu waktu ketika berjalan kaki mencari orang sakit hari sudah sore dan hendak pulang, saya dan Sr. Yohana sudah lewat jauh kirakira 200 m, tiba-tiba ada orang yang berteriak “orang sakit….orang sakit”. Itu artinya orang memanggil suster untuk membantu orang sakit. Dan kami pun harus kembali merawat orang sakit itu. Persis seperti peristiwa Bartimeus yang meminta tolong sambil berteriak “Yesus Anak Daud kasihanilah aku” (Luk 18:38). (6)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pada tahun 1998 karya ini makin banyak dikenal oleh masyarakat dan banyak yang datang antrian untuk mendapatkan perawatan. Akhirnya mulailah dengan membangun beberapa rumah bebak lain untuk menampung orang sakit kusta. Di sini mulai nampak prioritas karya terhadap yang kecil dan paling membutuhkan meskipun semua orang sakit lainnya masih tetap mendapatkan pelayanan. Mengenai obat-obatan sering kali mencari sendiri mulai dari pengobatan tradisional sampai obat medis. Kami berusaha untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah dan puskesmas terdekat untuk mendapatkan bantuan obat kusta. Sr. Yohana adalah seorang yang memiliki semangat pengorbanan yang tinggi. Beliau tidak segan-segan meninggalkan kepentingan dirinya demi keselamatan pasien. Contoh kecil ketika sedang makan tiba-tiba ada orang yang jemput suster untuk menolong ibu yang akan melahirkan, beliau langsung meninggalkan makanannya dan mendahulukan orang itu. Ia selalu mendahulu tugas melayani siapa saja yang membutuhkan pelayanannya segera mungkin. Ia seorang suster yang sungguh menghidupkan kharisma pendiri. Ia tak peduli hujan angin atau panas terik matahari. Pelayanan atau melayani orang kecil menjadi yang utama diatas kepentingan pribadinya. ` Belajar dari semangat Sr. Yohana dan juga terdorong oleh rasa cinta terhadap orang menderita, saya berusaha semampu saya dengan profesi yang saya miliki untuk setia mengunjungi, mencari orang sakit dengan mengadakan turba ke desa atau kampung-kampung setiap dua minggu sekali. Bahkan kadang kala setiap minggu. Saya berusah memberikan pemahaman tentang kusta kepada masyarakat dan mengajak mereka untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit kusta. 4. Apakah suster merasakan bahwa misi ini cocok dengan semangat pendiri? Jawaban: Misi ini sangat cocok dengan misi pendiri. Karya ini merupakan jawaban atas cita-cita dan semangat pendiri. Jadi kita tidak bisa lepas dari semangat pendiri. Kita selalu berusaha agar semangat pendiri tidak padam. 5. Bagaimana suster menerapkan semangat pendiri dalam pelayanan di rumah sakit kusta ini? Jawaban: Seperti saya telah katakan tadi bahwa kami semua para suster di sini selalu berusaha keras sebisa mungkin untuk mendahulukan orang-orang sakit. Kami berusaha memberikan pelayanan yang pantas dan layak. Mulai dari menjemput mereka di kampung-kampung sampai melayani mereka di rumah sakit ini, merawat luka, memberi makan, dll. Tenaga-tenaga suster yang ada baik yang berprofesi perawat atau tidak semua selalu siap sedia melayani. Ada yang di bagian orthopedi membuatkan kaki palsu untuk yang cacat. Ada juga yang di bagian tani ternak untuk menambah income rumah sakit. Biaya perawatan di sini 100 % gratis. Mulai dari pengobatan sampai kesejahteraan hidup pasien. 6. Apa harapan suster untuk rumah sakit ini? Jawaban: Harapan kami adalah semoga rumah sakit ini tetap menjadi tempat yang layak untuk memberikan pelayanan bagi saudara-saudari kita yang menderita. Kita tetap berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik bagi pasien sampai mereka mengalami kesembuhan dan kembali ke tengah keluarga dengan (7)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sehat. Jika ada yang mau tingga berkarya di rumah sakitpun kita siapkan pekerjaan dan membiayai mereka. D. Hari/tanggal : Rabu, 3 Juni 2015. Tempat : Ruang administrasi rumah sakit kusta di Naob. Yang diwawancarai : Sr. M. Rosana, PRR asal Lembata. Jabatan : Profesi sebagai Perawat. 1. Kapan suster mulai berkarya di rumah sakit kusta ini? Jawaban: Saya berkarya di sini sejak tahun 2006 sampai sekarang. 2. Suster bekerja di bidang apa saja di rumah sakit ini? Jawaban: Tugas pokok saya sebagai perawat. Tetapi saya juga bertanggungjawab dengan administrasi rumah sakit karena belum ada tenaga khusus bagian administrasi. 3. Berapa banyak pasien yang mengalami kesembuhan sejak awal berdirinya rumah sakit hingga sekarang? Jawaban: Pasien yang sudah sembuh sampai saat ini hampir tak terhitung lagi, karena hampir setiap tahun banyak pasien yang pulang karena sudah sembuh. Data riil tentang pasien nanti suster bisa ambil di bagian administrasi. Di sini kesempatan perawatan atau terapi khusus selama satu tahun, setelah itu boleh rawat jalan. Kalau pasien disiplin mengikuti aturan rumah sakit pasti banyak yang mengalami kesembuhan. Tapi ada juga pasien yang sulit untuk diatur, kita butuh kesabaran dan kreatif untuk merawat mereka. 4. Apakah ada hal-hal istimewa yang suster buat untuk pasien? Apa itu? Jawaban: Satu hal yang sampai saat ini tidak pernah saya lupakan adalah pengalaman merawat bapak Lazarus. Saya tau baik sejak dia datang awal di sini. Bapak Lazarus dibawa oleh Frater Antonio CMM. Waktu itu, boleh dikatakan bapak Lazarus itu sudah mati. Karena tubuhnya sudah seperti bukan manusia lagi, badannya penuh borok dan berdaki. Dia bahkan tidak mengenal siapa dirinya. Ketika ditanya siapa namamu? Dia hanya bisa berkomunikasi dengan hanya menggerak-gerakkan badannya. Memang dia tidak mengalami luka parah seperti orang yang kena kusta basah. Dari semua pasien yang paling memprihatinkan nasibnya adalah bapak Lazarus. Karena dia adalah satu dari sekian banyak pasien yang dikucilkan. Kalau pasien lain ada juga yang ditolak oleh keluarga tetapi tidak sampai dibuang seperti bapak Lazarus. Bapak Lazarus dikucilkan di kebun, di sana dibuatkan sebuah lubang yang dimaksud sebagai persiapan jika dia meninggal langsung dimakamkan di situ. Ini satu tindakan yang sangat keji. Tapi Puji Tuhan frater menemukan dia, entah bagaimana ceritanya sampai dia ditemukan, kami sendiri tidak tau. Ketika menerima bapak Lazarus, saya terharu. Setiap hari kami suster-suster perawat bergantian memandikan dia. Pertama kali memandikan membutuhkan sabun berulang kali. Dakinya sangat tebal. Tapi kami berusaha untuk merawat dia dengan penuh cinta. Puji Tuhan sampai saat ini dia masih hidup. Kami memberi dia nama Lazarus yang bangkit. (8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Bagaimana pengalaman suster dalam menerapkan jiwa dan semangat pendiri terutama dalam merawat pasien kusta? Jawaban: Khusus untuk pasien yang luka parah, saya merawat mereka karena belajar dari pengalaman. Ada banyak pasien yang sangat parah sampai luka-luka yang berulat. Untuk pasien kusta kita butuh tenaga ekstra untuk merawat dan membersihkan luka-luka. Yang namanya luka karna kusta, orangnya sendiri mati rasa, mereka tidak pernah merasakan sakitnya luka itu meskipun berbau dan berulat. Jadi kita membersihkannyapun harus sampai bersih betul sampai dagingdaging mati dipotong. Kita membersihkan luka kusta dengan menggunakan NaCL. Kita bersihkan harus sampai luka itu berdarah baru bisa diobati. Untuk luka yang berulat kita harus masukkan kapas sampai ke lubang luka tempat bersarangnya ulat. Pengalaman sederhana yang saya lakukan pertama kali membersihkan luka yang berulat, waktu saya merawat bapak Lukas. Awalnya saya melihat itu luka biasa, setelah saya balut dengan kasa ternyata ulat-ulat mulai keluar, akhirnya saya bongkar lagi kasa itu dan bersihkan ulang. Ternyata kaki bapa Lukas sudah berlubang dan sangat bau. Saya harus masukkan kapas untuk keluarkan ulat-ulat itu sapai berdarah baru saya obati ulang. Itu rutin setiap pagi saya buat. Saya merasa bahwa merawat dan melayani orang sakit sama dengan saya melayani Tuhan. Seperti Bapak pendiri mencintai orang miskin dan menderita, saya juga harus buat itu. 6. Apakah ada pasien yang sampai pada tingkat amputasi? Jawaban: Pasien yang sampai pada tingkat amputasi karena lukanya sudah sampai ke tulang. Kalau bakteri kusta sudah sampai ke tulang jalan satu-satunya adalah amputasi. Di sisni sudah banyak pasien yang diamputasi. Tindakan amputasi sangat bergantung juga dari kesediaan pasien itu sendiri. Kita harus menggunakan banyak cara untuk memberikan pemahaman untuk pasien yang menurut anjuran dokter harus diamputasi. Tidak semua pasien yang parah diamputasi. Kita juga berusaha sejauh mungkin untuk tidak sampai pada tingkat itu. Amputasi hanya berlaku untuk pasien yang memang sudah bertahun tidak sembuh-sembuh lukanya dan bakteri kusta sudah memakan tulang pasien. Jadi kita menganjurkan ke arah sana. Bagi pasien yang diamputasi rumah sakit memberikan alat bantu seperti kursi roda, tongkat dan juga kita ada tenaga khusus yang di bagian Orthopedi yaitu Sr. Virgula. Sr Virgula membuatkan kaki palsu untuk mereka sebagai alat bantu untuk bisa jalan. 7. Apa harapan suster ke depan? Jawaban: Saat ini dalam rangka usaha untuk akreditasi, kita berusaha untuk memenuhi semua persyaratan. Semua kami yang ada di sini sedang bekerja keras. Kita diberi kesempatan dari November dari 2013 sampai dengan November 2016. Jadi kita semua berjuang supaya rumah sakit ini ke depan bisa diakui. Yang menjadi kendala saat ini karena kekurangan tenaga. Untuk kriteria penilaian akreditasi saat ini yang paling pertama dilihat adalah keselamatan pasien. Kalau dulu lebih pada kelengkapan dokumen-dokumen tapi sekarang tidak. Jadi Tim Akreditasi datang bukan dengan cara memeriksa kelengkapan administrasi saja tapi yang paling pertama mereka menemui pasien, bagaimana perkembangan yang terjadi dalam diri pasien, misalnya jaminan gizi dan pengobatan yang layak. (9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E. Hari/tanggal : Rabu, 3 Juni 2015. Tempat : Rumah sakit kusta di Naob. Yang diwawancarai : Modesta Hilda asal Soe-TTS. Jabatan : Staf Perawat awam di rumah sakit kusta Naob. 1. Kapan anda mulai bekerja di tempat ini? Jawaban: Saya bekerja di sini sejak Maret 2014. 2. Mengapa memilih bekerja di tempat ini? Jawaban: Sebelumnya saya memilih bekerja di rumah sakit Kefa selama 6 bulan. Kemudian saya kenal rumah sakit ini dari kakak saya, dan saya mencoba untuk melamar kerja di sini. Saya diterima sangat baik oleh suster-suster. Pertama kali saya menjalani masa training selama 6 bulan sebelum diterima menjadi perawat tetap. Akhirnya saya pun diterima dan sekarang saya betah bekerja di sini. 3. Apakah anda tidak takut bekerja di rumah sakit kusta? Mangapa? Jawaban: Awalnya saya agak takut dan ragu-ragu. Tapi dalam hati saya percaya Tuhan pasti melindungi saya. Saya yakin kalau saya melayani sesama yang menderita kusta dengan tulus pasti saya tidak apa-apa. Akhirnya saya senang juga melayani orang sakit kusta karena selain tujuan untuk saya menyambung hidup dengan mendapatkan upah, tetapi saya yakin saya dapat berkat lebih banyak. 4. Apakah rumah sakit ini pernah menolak pasien? Jawaban: Selama saya berkarya di sini belum pernah ada pasien yang di tolak. Kami selalu siap 24 jam untuk menerima pasien, baik pasien kusta maupun pasien sakit umum. 5. Bagaimana dengan upah yang diperoleh, apakah sesuai dan dapat mencukupi kebutuhan hidupmu? Jawaban: Setiap manusia pasti membutuhkan biaya hidup dan itu juga salah satu tujuan saya bekerja di sini. Saya merasa bahwa upah yang saya peroleh di sini sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan hidup saya sehari-hari. Saya merasa suster-suster di sini juga sangat baik dengan saya. 6. Bagaimana pengalamanmu dalam bekerja sama dengan para suster? Jawaban: Pengalaman saya bekerja sama dengan para suster sangat baik. Sustersuster juga penuh perhatian dengan kami para pengawai. Suster-suster sangat mengasihi pasien, ramah dan selalu bersikap baik terhadap mereka. Kadangkadang ada sikap keras dan tegas terhadap pasien dan juga terhadap kami pegawai. Tetapi itu semua baik demi kesembuhan pasien dan semakin disiplin dalam tugas. Karena kadang-kadang banyak pasien juga yang tidak patuh pada aturan medis. 7. Apakah ada keluhan atau saran yang bisa diberikan dalam hal tenaga perawat di tempat ini? Jawaban: Saat ini kami sedang sibuk untuk persiapan akreditasi. Kami semua terlibat dalam tim-tim kerja. Jadi kami semua harus bekerja keras demi perkembangan rumah sakit ke depan terutama supaya rumah sakit ini bisa terakreditasi. Memang yang paling dibutuhkan saat ini penambahan tenaga medis. Tenaga masih sangat kurang belum memenuhi standar untuk penanganan sebuah (10)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
rumah sakit besar seperti ini. Tenaga perawat awam di sini hanya kami berdua. Kesulitannya saat dinas malam. Kami kewalahan, lebih-lebih ketika banyak pasien rawat nginap dan UGD, kami sangat sibuk. F. Hari/tanggal : Selasa, 2 Juni 2015. Tempat : Ruang rawat nginap rumah sakit kusta di Naob. Yang diwawancarai : Marsel asal Jakarta. Status : Pasien Rumah Sakit Kusta Naob. 1. Sejak kapan bapak menderita sakit kusta? Jawaban: Saya sakit sejak SMA kelas 3. Saya menjalani pengobatan jalan di Tangerang. Ke tempat ini sejak tahun 2009. 2. Bagaimana bisa sampai di rumah sakit Naob? Jawaban: Saya dihantar oleh perawat dari Tangerang. 3. Mengapa harus pindah ke tempat ini? Jawaban: Di Tangerang saya tidak punya biaya yang cukup untuk perawatan. Saya tidik punya ASKES sehingga biaya sangat mahal. Kalau di sini ASKES saya dibuatkan oleh suster-suster. Dan sepenuhnya pengobatan gratis. 4. Siapa yang merawat bapak selama ini? Jawaban: Saya dirawat oleh Sr. Martina, Sr. Rosana, Sr. Melan dan Perawat Awam. 5. Apakah dilayani dengan baik? Seperti apa pelayanan yang diterima? Jawaban: Suster-suster merawat dan membersihkan luka saya dengan sangat baik. posisi saya seperti ini tidak bisa jalan tanpa bantuan. Saya hanya di kursi roda. Sakit saya ini berat karena bernana. Jadi kalu belum dibersihkan pasti sulit untuk jalan karena berat dan sakit sekali. Tapi suster-suster setia merawat saya. Saya juga dianjurkan dokter untuk pantang makanan tertentu seperti ikan asin, daging berlemak, dan lain-lain. 6. Bagaimana perasaan bapak saat ini? Jawaban: Perasaan saya, senang karena bisa merasakan pelayanan di sini dengan baik. saya juga tidak harus biaya sendiri karena memang tidak punya uang. Saya seorang umat Kristen Protestan, tapi suster-suster melayani tanpa perbedaan. Di sini juga ada banyak pasien yang beragama muslim. Kami menerima perlakuan yang sama. G. Hari/tanggal : Selasa, 2 Mei 2015. Tempat : Asrama karyawan rumah sakit kusta di Naob. Yang diwawancarai : Bapak Lazarus asal Soe-TTS. Jabatan : Karyawan tani ternak rumah sakit kusta. 1. Sudah berapa lama bapak berada di tempat ini? Jawaban: Saya tidak tahu sejak kapan saya di sini. Yang saya ingat bahwa saya ada di sini sejak masih berusia remaja, menurut cerita dari suster-suster yang merawat saya. Saya juga adalah pasien kusta dan kini sudah sembuh. (11)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Apakah bapak bisa menceritakan pengalaman itu pada saya? Jawaban: Dahulu saya tidak punya nama. Setelah bangkit kembali barulah saya diberi nama Lazarus oleh suster-suster. Saya berasal dari Kabupaten Soe-TTS. Dari cerita suster-suster saya ditemukan oleh seorang frater CMM dan saya di antar ke tempat ini. Saya sudah menderita sakit selama 10 tahun. Saya dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat di sebuah lahan hutan yang jauh dari perkampungan. Makanan saya setiap hari adalah daun dan buah-buahan hutan. Menurut cerita para suster dan teman-teman di sini yang telah merawat saya hingga pulih, dulu saya diterima dalam keadaan fisik sangat lemah, lumpuh dan penuh dengan borok karena tidak pernah mandi. “Bagi Allah tidak ada yang mustahil”. Berkat penyelenggaraan kasih Allah, saya ditemukan oleh seorang hamba Tuhan bernama Fr. Antonio, CMM. Frater itu mengambil saya dan membungkus saya dengan kain seprai yang masih baru, lalu membawa saya kepada para suster di rumah sakit kusta Naob. Para suster menerima saya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Menurut mereka ketika saya diajak bicara, saya hanya menggerak-gerakkan kakitangan. Saya bahkan tidak mengenal siapa dirinya sampai saat ini, meskipun sudah diceritakan ulang-ulang kisah saya yang lalu. Saya tidak ingat apa-apa. Para sudah suster membuat saya hidup kembali. “Ini sebuah mujizat terbesar yang kuterima dari Tuhan”. Maka setelah sembuh saya dibaptis lagi dengan nama Lazarus. Sekarang saya tinggal bersama suster-suster, saya bekerja di kebun. Saya senang karena saya sudah dianggap sebagai keluarga suster. H. Hari/tanggal : Kamis, 4 Juni 2015. Tempat : Rumah keluarga di Naob. Yang diwawancarai : Bapak Abaldus Keno. Jabatan : Tokoh Masyarakat Naob. 1. Bagaimana situasi masyarakat di tempat ini? Jawaban: Masyarakat Timor Tengah Utara pada umumnya adalah orang-orang asli di daerah ini. Sebagian kecil pendatang dari kabupaten tetangga dan orangorang bugis yang datang dan menetap menjadi warga setempat karena hubungan perdagangan dan mencari lapangan pekerjaan sebagai guru ataupun Pegawai Negeri Sipil. Masyarakat di desa Naob sendiri adalah orang-orang asli. Karena itu bahasa sehari-hari mereka menggunakan bahasa daerah setempat kecuali di lembaga-lembaga karya menggunakan bahasa Indonesia. 2. Mata pencarian apa saja? Jawaban: Mata pencaharian kami di sini pada umumnya petani. Guru dan pegawai baru beberapa orang. 3. Berapa jumlah penduduk desa Naob? Jawaban: Jumlah penduduk Desa Naob + 2.200 jiwa. 4. Sudah berapa lama mengenal PRR di Naob? Jawaban: Saya mengenal suster PRR sudah lama sejak kecil saya sering ikut misa di biara. Suster-suster sangat ramah, mereka bekerja keras untuk orang sakit kusta. Ketika membangun rumah sakit saya juga salah satu tukang yang turut bekerja (12)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sama dengan suster-suster. Saya dapat menyaksikan perjuangan suster-suster untuk merawat orang sakit sungguh luar biasa. Sr. Krisanti sering ke desa untuk menjemput orang sakit. Pernah saya sekali bersama Sr. Emerensiana juga ikut ke desa untuk memberikan penyuluhan tentang sakit kusta. 5. Apakah masyarakat pada umumnya senang atau mendukung kehadiran suster-suster? Jawaban: Masyarakat sangat mendukung dan mereka sangat merasa terbantu dengan kehadiran suster-suster. Jika ada acara di rumah sakit masyarakat atau umat sekitar selalu bersedia membantu dan turut berpartisipasi seperti membangun jalan masuk rumah sakit, membersihkan lingkungan. 6. Apa kesan bapak terhadap kehadiran dan pelayanan para suster di Naob? Jawaban: Kesan saya terhadap kehadiran suster-suster di rumah sakit kusta sangat membantu masyarakat. Banyak masyarakat merasa tertolong dengan pelayanan di rumah sakit ini. Selain masyarakat yang kena sakit kusta, masyarakat yang menderita sakit umum juga lebih banyak merasa cepat tertolong karena puskesmas dan rumah sakit umum jauh dari sini. Selain itu juga, suster-suster sangat merakyat. Suster-suster terbuka membantu masyarakat yang butuh bantuan seperti jika ada pembangun ada yang minta bantuan kendaraan, suster selalu bersedia meminjamkan kendaraan untuk mempermudah angkutan tanpa biaya.
(13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3: Teks lagu Pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD.
(14)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4: Teks Konstitusi art. 103 dan 112.
Artikel 103 Pelaksanaan tugas yang khas ini bertolak dari visi pendiri yang membaca kebutuhan yang mendesak akan pembentukan jemaat yang kembali ke akarnya yang murni yakni misteri salib yang mewarnai perjuangan hidup keseharian umat. Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif yakni: jemaat yang mampu mendayagunakan kharismanya, bekerja sama membangun Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus; jemaat yang karena berpusat pada Kristus mampu berfungsi sosial, memasyarakat dan meragi dalam pembangunan masyarakat; jemaat yang berakar dari kebudayaan setempat sehingga benar menjadi Gereja umat Allah; jemaat yang berpegang pada kesatuan dengan Roh Kudus yang membuatnya menjadi jemaat yang berfungsi kritis, mampuh dalam penegasan Roh dalam menghadapi tantangan nilai dunia; jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah, persaudaraan, damai, dan cinta, iman, harap dan kasih yang hidup. kita mengabdikan diri dalam pembentukan jemaat tersebut. Artikel 112. Dalam mengikuti misteri sengsara dan wafat di salib, sebagaimana Maria yang tabah dan pasrah kepada rencana Allah dalam kegelapan imannya, demikian kita semakin merasakan kemiskinan kita dan meletakkan seluruh harapan pada Allah terutama di saat yang berat, yang tak jelas, yang meminta banyak kurban diri demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan sesama. Dan dalam hubungan dengan pelayanan sesama, suka duka, terang dan gelap dalam hidupnya, serta dengan penuh keprihatinan sebagai seorang sesama dan ibu kita menaruh perhatian, rindu merasakan bersama, bertahan bersama dan berjuang bersama untuk melepaskan diri dari belenggu dosa, sengsara, derita dan kemiskinan. Bahkan dalam situasi seperti itu, kita ada bersama mereka, dan bersama percaya bahwa dalam situasi keterbatasan kita itu, Tuhan sedang berkarya dengan kekuatan-Nya untuk menebus kita, sehingga dengan penuh keyakinan kita giat membangun diri dan sesama, menemukan hidup baru lagi, karena sadar bahwa Tuhan yang sedang berkarya, tetap berkarya menyelamatkan kita pula.
(15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5: Teks lagu “Melayani Tuhan”
(16)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(17)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6: Video tentang Pendiri PRR, Mgr. Gabriel Manek, SVD.
(18)