PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS DAN OVARIUM TIKUS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Niken Ambar Sayekti NIM : 098114117
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28)
HIDUP adalah bagaimana kita BERJUANG, mewujudkan MIMPI-MIMPI yang telah tertanam dalam angan …
Dengan penuh syukur dan sukacita, Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus, sahabat sejati yang selalu ada untukku, Bapak, Ibu, Mbak Galuh, Dhek Puput, dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakanku, Sahabat-sahabatku yang telah menjadi “guru” dan memberi “warna” dalam hari-hari ku selama perkuliahan, Serta Almamaterku…
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kasih, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Subkronis Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Gambaran Histologis Testis dan Ovarium Tikus”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji skripsi, atas kesabaran, bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
3.
Bapak Prof. Dr. C. J. Soegiharjo M. Si., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4.
Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah membantu penulis dalam determinasi tanaman sirsak (Annona muricata L.).
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini.
6. Dokter Ari, Bapak Ratijo, Bapak Parjiman, Bapak Heru, Bapak Kayat, Bapak Wagiran, Mas Andri selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian. 7. Bapak Bambang, Ibu Sitarina, Ibu Asih, Bapak Yon yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan menentukan diagnosis histologis organ. Serta Bapak Lilik dan Bapak Dwi selaku laboran Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang telah banyak membantu dalam pembuatan preparat histologis. 8. Bapak Antonius Slamet, Ibu Sulistiyani, Mbak Galuh Ambar Sasi, dan Adik Catarina Kartikawati yang tak henti mendoakan, memberi semangat, dan memberikan kasih sayang selama hidupku. 9. Partner dan sahabatku “Tim Annona”, Apriliawati Galuh Ajeng, Christiana Lambang Kristanti, E. Raras Pramudita, Meita Eryanti, Suster Imelda Korbafo, Veronika Dita Ayuningtyas atas kerjasama, bantuan, dukungan, dan kesabaran selama penelitian dan pengerjaan skripsi. 10. Sahabat-sahabatku, A.M. Inggrid Silli, Luluk Rahendra Martha, Nanda Chris Nurcahyanti, Novia Sarwoning Tyas, Theresia Garri Windrawati, atas doa, semangat, kesabaran, motivasi, tawa, kebersamaan, dan bantuan selama ini.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan bantuan kepada penulis. 12. Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bantuan dan kebersamaan dalam suka maupun duka selama melewati tahun-tahun penuh perjuangan. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak berperan selama penyusunan skripsi ini. 14. Tuhan Yesus Kristus yang kusebut terakhir, karena Dia-lah tujuan akhir dari hidup ini. Bersyukur atas berkat, kasih karunia, kekuatan, kesehatan, dan pendampingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan penelitian-penelitian dimasa mendatang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat, serta memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian. Yogyakarta,
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .....................
vi
PRAKATA ..............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xix
INTISARI ................................................................................................
xx
ABSTRACT ..............................................................................................
xxi
BAB I. PENGANTAR .............................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
1. Perumusan masalah ......................................................................
3
2. Keaslian penelitian .......................................................................
4
3. Manfaat penelitian ........................................................................
5
B. Tujuan Penelitian ..............................................................................
5
1. Tujuan umum ...............................................................................
5
2. Tujuan khusus ..............................................................................
5
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ......................................................
6
A. Tanaman Sirsak (Annona muricata L.) ..............................................
6
1. Sinonim ........................................................................................
6
2. Nama umum .................................................................................
6
3. Penyebaran ...................................................................................
6
4. Klasifikasi ……............................................................................
7
5. Morfologi .....................................................................................
7
6. Kandungan ...................................................................................
8
7. Khasiat dan kegunaan ..................................................................
9
B. Infusa ................................................................................................
10
C. Toksikologi ......................................................................................
10
1. Definisi toksikologi ......................................................................
10
2. Asas toksikologi ...........................................................................
11
3. Jenis uji toksikologi ......................................................................
14
D. Uji Toksisitas Subkronis. ..................................................................
16
E. Testis ...............................................................................................
19
1. Anatomi dan fisiologi testis ..........................................................
19
2. Spermatogenesis ...........................................................................
21
3. Pengaturan hormonal ....................................................................
23
4. Gangguan fungsi testis ..................................................................
24
F. Ovarium ............................................................................................
26
1. Anatomi dan fisiologi ovarium .....................................................
26
2. Siklus ovarium .............................................................................
28
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Pengaturan hormonal siklus ovarium ............................................
30
4. Gangguan fungsi ovarium .............................................................
33
G. Keterangan Empiris...........................................................................
34
BAB III. METODE PENELITIAN ..........................................................
35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .........................................................
35
B. Variabel Penelitian ............................................................................
35
1. Variabel bebas ..............................................................................
35
2. Variabel tergantung ......................................................................
35
3. Variabel pengacau ........................................................................
35
C. Definisi Operasional .........................................................................
36
1. Infusa daun sirsak .........................................................................
36
2. Daun sirsak yang digunakan .........................................................
36
3. Pengaruh efek toksik ....................................................................
36
4. Sifat efek toksik ............................................................................
36
D. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................
36
1. Alat penelitian ..............................................................................
36
2. Bahan penelitian ...........................................................................
37
E. Tata Cara Penelitian ..........................................................................
38
1. Determinasi daun sirsak ...............................................................
38
2. Pengumpulan bahan .....................................................................
38
3. Pembuatan serbuk ........................................................................
38
4. Penetapan kadar air ......................................................................
38
5. Pembuatan infusa .........................................................................
39
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Penentuan peringkat dosis ............................................................
39
7. Penyiapan hewan uji .....................................................................
41
8. Pengelompokan hewan uji ............................................................
41
9. Prosedur pelaksanaan ..................................................................
42
10. Pengamatan .................................................................................
42
11. pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis ..........................
43
F. Analisis dan Evaluasi Hasil ...............................................................
44
1. Pemeriksaan histologis organ ......................................................
44
2. Uji reversibilitas ..........................................................................
45
3. Penimbangan berat badan hewan uji ............................................
45
4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji .........................
45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
46
A. Determinasi Tanaman Sirsak ............................................................
47
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air ....................................
47
C. Gambaran Histologis Testis Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak ......................................................................................
49
D. Gambaran Histologis Ovarium Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak ......................................................................................
51
E. Reversibilitas ....................................................................................
55
F. Pengaruh Pemberian Infusa Daun Sirsak Terhadap Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina ................................................
60
G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak ............................................................................
xiii
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H. Asupan Minuman Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak ............................................................................
65
Rangkuman Pembahasan ...................................................................
67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
69
A. Kesimpulan .......................................................................................
69
B. Saran.................................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
70
LAMPIRAN ............................................................................................
73
BIOGRAFI PENULIS .............................................................................
99
I.
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.
Hasil pemeriksaan histologis testis tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari ....... 49
Tabel II.
Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari ...................................................................................... 53
Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis testis dan ovarium tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan uji reversibilitas ..... 57 Tabel IV. Purata berat badan ± SEM tikus jantan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak ................. 60 Tabel V.
Purata berat badan ± SEM tikus betina pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak .................. 61
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Morfologi daun sirsak (Annona muricata L.) ........................... 7 Gambar 2. Struktur testis ............................................................................ 20 Gambar 3. Skema umum spermatogenesis ................................................. 23 Gambar 4. Kerusakan sel penyusun testis .................................................. 26 Gambar 5. Diagram ovarium ...................................................................... 29 Gambar 6. Kadar hormon dalam darah ...................................................... 31 Gambar 7. Fibrosis pada stroma ovarium ................................................... 34 Gambar 8. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest 8333
mg/kg dengan pewarnaan hematoksilin eosin,
perbesaran 100X ...................................................................... 50 Gambar 9. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest 8333 mg/kg dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X ....................................................................... 51 Gambar 10. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X ...................... 54 Gambar 11. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa daun sirsak 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X ........................................ 54 Gambar 12. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X ............................................................. 56 Gambar 13. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X ............................................................. 56 Gambar 14. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X ............................................................. 58 Gambar 15. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X ............................................................. 59 Gambar 16. Grafik perubahan berat badan tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak ..................................................................... 62 Gambar 17. Grafik perubahan berat badan tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak ..................................................................... 62 Gambar 18. Grafik asupan pakan tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak ............................................................................... 64 Gambar 19. Grafik asupan pakan tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak ............................................................................... 64
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 20. Grafik asupan minuman tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak ..................................................................... 65 Gambar 21. Grafik asupan minuman tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak ..................................................................... 66
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Foto Daun Sirsak. .................................................................... .
74
Lampiran 2. Foto Infusa Daun Sirsak ..........................................................
74
Lampiran 3. Penetapan Peringkat Dosis Infusa Daun Sirsak dan Dosis Kontrol Aquadest. ..................................................................... .
75
Lampiran 4. Perhitungan Konversi Dosis untuk Manusia ............................ .
76
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Air. ........................................... .
77
Lampiran 6. Foto Penetapan kadar air .........................................................
78
Lampiran 7. Surat Pengesahan Determinasi................................................. .
79
Lampiran 8. Surat Ethics Committee Approval ............................................ .
80
Lampiran 9. Hasil Diagnosis Histologis. ..................................................... .
81
Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Histologis Testis Tikus. ........................... .
83
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Histologis Ovarium Tikus. ....................... .
84
Lampiran 12. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Jantan ..........
86
Lampiran 13. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina ......... .
88
Lampiran 14. Langkah-langkah Analisis Data dengan General Linier Model (metode Multivariate) ...............................................
xix
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium berdasarkan gambaran histologisnya. Selain itu juga untuk menganalisis kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik, serta mengevaluasi sifat efek toksik yang terjadi. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 tikus: 25 jantan dan 25 betina, galur Sprague-Dalwey, umur 2-3 bulan. Kemudian dibagi secara acak menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberi aquadest 8333 mg/kg dan 4 kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirsak dengan dosis berturutturut 108, 180, 301, dan 503 mg/kg BB. Pada hari ke-31, sebanyak lima tikus dari tiap dosis dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histologis. Selanjutnya dilakukan uji reversibilitas selama 14 hari tanpa pemberian perlakuan. Pada hari ke-15, hewan uji yang tersisa dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histologis. Hasil pemeriksaan histologis menunjukkan testis dan ovarium dalam keadaan normal. Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak menimbulkan efek toksik terhadap testis dan ovarium. Selanjutnya, tidak ada hubungan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang terjadi. Sifat efek toksik tidak dapat ditentukan karena gambaran histologis pada perlakuan maupun uji reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam keadaan normal. Kata kunci: Annona muricata L., infusa, toksisitas, subkronis, testis, ovarium
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT This research aims to examine the aqueous extract Annona muricata L.’s spectrum toxic on testes and ovaries based on histologic. Also to analizes correlation between doses examine and toxic effects’s spectrum, and to evaluate the toxic effect’s reversibility. This research is purely experimental with one way pattern of completely randomized design. Animals testing are used by 50 rats: 25 males and 25 females, strain Sprague-Dalwey, age 2-3 month. Then devide randomly into 5 groups, control group were given distilled water 8333 mg/kg and 4 treatment groups were given a dose of extract aqueous Annona muricata L. 108, 180, 301, and 503 mg/kg, respectively. On 31 st days, 5 rats from each dose were sacrificed and examined histologically. Furthermore, the reversibility test performed for 14 days without giving treatment. On 15th days, the remaining test animals were sacrificed and examined histologically. The result of histologic examination indicate that the testes and ovaries in normal state. So, can be concluded that the administration of aqueous extract of Annona muricata L. for 30 days didn’t cause toxic effects on the testes and ovaries. Futhermore, there are no relations between the amount of doses with toxic’s effect determines. The characteristic of toxic’s effect can’t determined because the treatment and reversibility histological test showed testes and ovaries in normal state. Key words : Annona muricata L., aqueous extract, toxicity, subchronic, testes, ovaries
xxi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Salah satu tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional adalah tanaman sirsak (Annona muricata L.). Daun sirsak mempunyai banyak khasiat untuk mengatasi berbagai penyakit sehingga banyak digunakan dalam masyarakat diberbagai negara, diantaranya digunakan dalam sistem pengobatan herbal di Afrika sebagai sedatif dan antispasmodik, di Nigeria biasanya digunakan sebagai antiparasit, antispasmodik, adstringen, antikanker, sedatif, insektisida, analgetik, dan mengobati penyakit kulit (Adewole and Ojewole, 2009). Penggunaan daun sirsak di Indonesia antara lain untuk mengobati penyakit hipertensi, demam, kecacingan, diare, luka bisul, jerawat, antikolesterol dan sebagai antikanker (Trubus, 2011). Berdasarkan penelitian Adewole dan Ojewole (2009) dilaporkan bahwa ekstrak air daun sirsak mempunyai efek sebagai antidiabetes, sedangkan ekstrak etanolnya mempunyai efek antioksidan (Baskar, Rajeswari, and Kumar, 2007). Dalam penggunaan di masyarakat, daun sirsak banyak dikonsumsi dalam bentuk rebusan dengan frekuensi lebih dari satu kali (subkronis). Penelitian mengenai efek dari konsumsi daun sirsak dalam jangka panjang masih terbatas. Oleh karena itu penulis ingin meneliti ketoksikan dan sifat efek toksik dari daun infusa sirsak jika dikonsumsi secara subkronis, khususnya terhadap organ reproduksi. Uji ketoksikan subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan (Donatus, 2001). Pada penelitian ini, daun sirsak yang diberikan dalam perlakuan dibuat dalam bentuk sediaan infusa. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Bentuk sediaan infusa lebih mudah dibuat oleh masyarakat daripada dalam bentuk ekstrak karena infusa lebih mendekati rebusan. Selain itu bentuk sediaan infusa sudah termasuk dalam kategori bentuk sediaan herbal Badan POM Republik Indonesia (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan dan pemeriksaan terhadap asupan pakan dan minum untuk masing-masing hewan, perubahan berat badan, dan pemeriksaan histologis organ testis dan ovarium. Pengamatan patologi dilakukan terhadap gambaran histologis testis dan ovarium (Lu, 1995). Organ testis dan ovarium termasuk organ yang penting yaitu sebagai organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan individu baru dan menghasilkan hormon-hormon tertentu. Fungsi reproduksi ini sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu spesies sehingga muncul gagasan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik infusa daun sirsak jika dikonsumsi secara subkronis. Penelitian toksisitas akut dan subkronis dari ekstrak air daun sirsak (Arthur, Woode, Terlabi, and Larbie, 2011) terhadap testis telah dilakukan sebelumnya. Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa ekstrak air daun sirsak yang diberikan terhadap hewan uji dengan dosis 100 mg/kg, 1000 mg/kg, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
2500 mg/kg tidak menimbulkan efek toksik terhadap testis. Namun penelitian tersebut hanya dilakukan selama 14 hari dan tidak dilakukan uji keterbalikkan. Arthur et al. (2011) juga tidak meneliti tentang efek toksik daun sirsak terhadap organ reproduksi pada hewan betina (ovarium). Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai ketoksikan dan sifat efek toksik daun sirsak terhadap ovarium dan testis dengan jangka waktu yang lebih lama. Dalam penelitian ini dilakukan uji toksisitas subkronis infusa daun sirsak selama 30 hari dengan uji keterbalikkan selama 14 hari terhadap tikus putih galur SpragueDalwey untuk mengetahui apakah infusa daun sirsak yang diberikan selama perlakuan memberikan pengaruh atau efek toksik terhadap testis dan ovarium dan apakah efek toksik yang ditimbulkan dapat kembali normal jika pemejanan dihentikan, dilihat dari gambaran histologisnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik daun sirsak pada organ reproduksi manusia. 1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah pemberian infusa daun sirsak secara subkronis mempunyai efek toksik terhadap testis dan ovarium tikus? b. Apakah ada hubungan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang terjadi? c. Apakah spektrum efek toksis yang terjadi bersifat reversibel?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian Penelitian yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut: a. Evaluasi toksisitas akut dan subkronis ekstrak air Annona muricata L. pada hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. muricata pada dosis rendah bersifat hipoglikemik dan hipolipidemia. Namun pada dosis tinggi menyebabkan kerusakan ginjal dan menimbulkan efek negatif pada fungsi rahim (Arthur, et al., 2011). b. Efek perlindungan ekstrak daun Annona muricata L. (Annonaceae) terhadap profil serum lipid dan kerja oksidatif hepatosit pada tikus diabetes terinduksi
Streptozotocin
menunjukkan
hasil
bahwa
pemberian
streptozotocin berkaitan dengan stress oksidatif pada jaringan hati dan ekstrak air daun A. muricata menunjukkan aktivitas antioksidan yang dapat menghambat/mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh pemberian streptozocin (Adewole and Ojewole, 2009). c. Aktivitas antimikroba secara in vitro dan analisis fitokimia daun Annona muricata. Hasil menunjukkan bahwa A. muricata dapat digunakan pada penyakit yang disebabkan oleh organisme uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Bacillus subtilis, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Proteus vulgaris, dan Salmonella typhimurium (Pathak, Saraswathy, Vora, and Savai, 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang uji toksisitas subkronis infusa daun sirsak terhadap gambaran histologis organ testis dan ovarium tikus belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian dan pengobatan tradisional khususnya tentang daun sirsak b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai toksisitas infusa daun sirsak terhadap organ testis dan ovarium pada pemakaian berturut-turut
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya potensi efek toksik dari infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus 2. Tujuan khusus a. Dari penelitian ini dapat diketahui spektrum efek toksik dari infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus b. Mengungkapkan hubungan antara dosis yang diberikan dengan spektrum efek toksik yang terjadi c. Mengevaluasi reversibilitas (keterbalikkan) spektrum efek toksik yang
terjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Sirsak (Annona muricata L.) 1. Sinonim Annona bonplandiana Kunth, Annona cearensis Bard. Rodr., Annona macrocarpa Werckle, Annona muricata var borinquensis Morales, guanabanus muricatus Gomez (Pinto et al., 2005). 2. Nama umum Annona muricata L. merupakan tanaman buah tropis yang banyak dikenal dengan nama guanabana (Spanish), Graviola (Brazil), pawpaw, corossolier (Perancis), guanavana, toge-banreisi, nangka blanda, dan nangka londa, zuurzak (Jerman), munolla (India), mullu ramaphala (Kanada), durian belanda (Malaysia) (Romero, Beristain, Gabas, and Tellis, 2007; Pinto et al., 2005). Indonesia: Sirsak, nangka sabrang, nangka walanda. Inggris: Soursop. Melayu: Durian Belanda, Durian Benggala. Vietnam: Mang Cau Xiem. Thailand: Thurian Thet, Thurian Khaek. Pilipina: Guyabano, Atti, Illabanos (Plantamor, 2008). 3. Penyebaran Tanaman ini banyak tersebar di Amerika, Afrika, dan Asia tenggara. Sirsak popular di Cuba, Bahama, Colombia, dan timur laut Brazil (Lorenzi, Bacher, Lacerda, and Sartori, 2006).
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
4. Klasifikasi Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Magnolidae
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Annonaceae
Genus
: Annona
Spesies
: Annona muricata L. (Plantamor, 2008).
5. Morfologi Daun sirsak berbentuk elips memanjang atau bulat menyempit dengan bagian ujung yang meruncing. Daun ini memiliki panjang ±6-20 cm dan lebar ±26 cm. Permukaan daun halus dan mengkilat, dengan warna hijau yang lebih tua dari bagian permukaan atas dibandingkan dengan permukaan bawah, seperti ditunjukkan pada gambar 1 (Orwa, Mutua, Kindt, Jamnadass, and Simons, 2009).
Gambar 1. Morfologi daun sirsak (Annona muricata L.) (Zuhud, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Buahnya berbentuk oval, kadang-kadang bentuknya bulat tidak beraturan, panjangnya 10-30 cm dan lebarnya 15 cm dengan berat 4,5-6,8 kg. Buah ini dilapisi dengan kulit berduri yang tampak tajam namun halus jika disentuh. Buah yang belum matang berwarna hijau tua dan lama-kelamaan semakin menguning (Enweani, Obroku, Enahoro, and Omoifo, 2004). Daging buah berwarna putih, sangat lembut, agak masam, dan beraroma segar, cocok untuk dibuat minuman seperti jus atau dimakan langsung. Daging buah soursop banyak digunakan untuk membuat jus, sirup, nastar, jelly, es krim dan selai (Romero et al., 2007). 6. Kandungan Beberapa komponen kimia telah diisolasi dari bagian-bagian tanaman (akar, batang, daun, buah, dan biji). Sirsak mengandung karbohidrat, protein, asam folat, kalsium, fosfor, besi, vitamin C, dan banyak mengandung vitamin B1 dan B2 (Enweani et al., 2004). Pathak et al. pada tahun 2010 melaporkan bahwa ekstrak air dan ekstrak methanol dari daun sirsak mengandung steroid, glikosida jantung, tannin, dan gula. Dari skrining fitokimia yang dilakukan oleh Arthur et al. (2011), diketahui bahwa ekstrak air daun sirsak mengandung saponin, tannin, glikosida, dan flavonoid. Kandungan lain dalam daun sirsak adalah acetogenin yang memiliki kemampuan untuk membunuh sel kanker. Acetogenin sejatinya merupakan kumpulan senyawa aktif dalam daun sirsak. Beberapa senyawa diantaranya adalah muricatocins A, muricatocins B, annonacin A, transiisoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin (Trubus, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
7. Khasiat dan kegunaan Dalam pengobatan tradisional, tanaman ini digunakan pada pengobatan disentri, kardiovaskuler, konstipasi, hemoragi, infeksi bakteri, antivirus, demam, antiinflamasi, dan gangguan lambung. Juga digunakan untuk antitumor, antifertilitas, sedatif, antispasmodik, dan hipotensi (Rajeswari, Gajalakshmi, and Vijayalakshmi, 2012; Yuan et al., 2003). Bioaktivitas fraksinasi dari daun sirsak yang telah diisolasi menunjukkan adanya kandungan acetogenin, yaitu muricoreacin, dan murihexocin yang menunjukkan efek sitotoksik yang signifikan terhadap sel tumor manusia (Watson and Preedy, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Baskar et al. (2007), ekstrak etanol daun Annona muricata menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling poten secara in vitro dengan persen penghambatan yang paling besar dibandingkan dengan daun Annona squamosa dan Annona reticulata. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kandungan acetogenin yang memegang peran sebagai penghalau radikal bebas yang efektif dan juga sebagai agen antitumor. Hasil penelitian mengungkapkan sirsak memiliki kemampuan sebagai pembunuh alami sel kanker, yaitu 10.000 kali lebih kuat dari kemoterapi. Sirsak juga dikenal sebagai antibakteri dan antijamur. Bahkan, daun sirsak dapat mengobati tekanan darah tinggi, diabetes, dan asam urat (Annasahmad, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B.
10
Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infuas merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga (Direktorat Obat asli Indonesia, 2010). Pembuatan sediaan infusa adalah dengan mencampur simplisia yang telah diayak dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 0 C sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Diserkai selagi masih panas dengan kain flanel, jika volume belum memenuhi dapat ditambahkan air panas pada ampas sampai didapat volume yang dikehendaki (Direktorat Obat asli Indonesia, 2010).
C. Toksikologi 1. Definisi toksikologi Toksikologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari tentang racun. Sedangkan racun dapat didefinisikan sebagai substansi yang dapat menimbulkan efek berbahaya terhadap kehidupan organisme (Hodgson, 2004). Donatus (2001) mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Definisi ini menunjukkan bahwa obyek yang dipelajari dalam toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa asing dengan sistem biologi atau makhluk hidup, yang pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
2. Asas toksikologi Peristiwa timbulnya efek toksik racun atas makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses, diawali dengan terjadinya pemejanan racun atas makhluk hidup. Setelah mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya didistribusikan ketempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam makhluk hidup. Ditempat aksi ini terjadi antaraksi antara racun atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor, yang menyebabkan terjadinya serangkaian peristiwa biokimia dan biofisika yang menimbulkan efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu (Donatus, 2001). Berdasarkan alur peristiwa timbulnya efek toksik suatu racun, maka ada empat asas utama yang perlu dipahami dalam toksikologi yaitu kondisi efek toksik, mekanisme aksi, wujud, dan sifat efek toksik. a. Kondisi efek toksik Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun didalam tubuh sehingga menentukan keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau metabolitnya ditempat aksi dan keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi). Keadaan ini bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup (Donatus, 2001). b. Mekanisme efek toksik Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yakni mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antaraksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
antara racun dan tempat aksinya, dan berdasarkan risiko penumpukan racun dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2001). Mekanisme aksi berdasarkan sifat dan tempat kejadian dibedakan menjadi mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Mekanisme luka intrasel disebut juga mekanisme langsung atau primer, yaitu luka sel yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksinya didalam sel. Sedangkan mekanisme aksi ekstrasel terjadi secara tidak langsung atau mekanisme sekunder, dimana tempat kejadian awalnya di lingkungan ekstrasel (Donatus, 2001). Mekanisme aksi berdasarkan sifat antaraksi digolongkan menjadi dua, yaitu aksi toksik yang didasarkan atas antaraksi yang terbalikkan dan yang tak terbalikkan antara racun dan tempat aksinya. Antaraksi yang terbalikkan artinya bila kadar racun yang ada di reseptor habis, maka reseptor akan kembali kekedudukan semula, sehingga efek toksik yang ditimbulkan oleh racun akan hilang bila pemejanan racun dihentikan. Antaraksi tak terbalikkan memungkinkan penumpukan efek. Artinya, kerusakan yang terjadi sifatnya sama, sehingga akan terjadi penumpukan efek toksik. Maka pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 2001). Mekanisme aksi berdasarkan penumpukan. Senyawa-senyawa yang sangat lipofil dan sulit dimetabolisme, di dalam tubuh cenderung akan disimpan dalam gudang penyimpanan kompartemen lemak dalam keadaan tidak aktif sehingga relatif tidak membahayakan. Namun perlahan-lahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
senyawa tersebut akhirnya terlepas ke sirkulasi darah dan meningkatkan kadar senyawa yang ada dicairan tubuh. Bila kadar tersebut melebihi harga kadar toksik minimum (KTM) senyawa tersebut, maka akan menimbulkan efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001). c. Wujud efek toksik Wujud efek toksik adalah hasil akhir dari aksi dan respon toksik. Respon toksik merupakan suatu proses di mana sel, jaringan, atau organ menanggapi adanya luka dalam komponen-komponen tubuhnya. Respon yang terjadi merupakan hasil dari (1) perubahan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi racun dan tempat aksinya. Termasuk efek toksik jenis ini diantaranya penghambatan respirasi selular, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan gangguan pasok energi. Perubahan biokimia pada umumnya bersifat terbalikkan. (2) perubahan fisiologi (fungsional) yang berkaitan dengan antaraksi racun dengan reseptor atau tempat aktif enzim sehingga mempengaruhi fungsi homeostasis tertentu. Perubahan ini bersifat terbalikkan. Termasuk efek toksik jenis ini diantaranya anoksia, gangguan pernapasan, perubahan kontraksi dan relaksasi otot, dan gangguan sistem saraf pusat. (3) perubahan structural, yang biasanya diawali oleh perubahan biokimia atau fungsional. Termasuk dalam jenis ini diantaranya perlemakan, nekrosis, karsinogenesis, dan teratogenesis (Donatus, 2001). d. Sifat efek toksik Sifat efek toksik meliputi reversibilitas (terbalikkan) dan irreversibilitas (tak terbalikkan). Dikatakan terbalikkan jika efek toksik yang terjadi dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
kembali seperti keadaan normal atau seperti sebelum terjadi efek toksik. Keterbalikkan ini tergantung dari sejumlah faktor, termasuk tingkat paparan (waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena untuk memperbaiki diri atau beregenerasi. Sifat tak terbalikkan adalah jika efek toksik yang terjadi menetap atau tidak dapat kembali seperti keadaan normal (Williams, James, and Roberts, 2000). 3. Jenis uji toksikologi Jenis uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. a. Uji ketoksikan tak khas Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Termasuk dalam uji ketoksikan tak khas adalah: 1) Uji ketoksikan akut, yaitu uji yang dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberian dalam jumlah tertentu. Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam. Data kuantitatif yang diperoleh adalah nilai LD50 sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologis efek toksik senyawa uji (Klaassen, 2001). 2) Uji ketoksikan subkronis disebut juga uji ketoksikan sub akut, ialah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan
spektrum
efek
toksik
senyawa
uji
dan
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan dengan takaran dosis. Hasil uji memberikan informasi tentang efek toksik utama senyawa uji dan organ-organ yang dipengaruhi, efek toksik lambat yang tidak diamati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antara dosis dan efek toksik, dan reversibilitas (Donatus, 2001). 3) Uji ketoksikan kronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji selama lebih dari tiga bulan (selama sebagian besar masa hidup hewan uji) (Klaassen, 2001). b. Uji ketoksikan khas Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah: 1) Uji potensiasi adalah uji untuk menentukan efek suatu senyawa dengan adanya senyawa lain yang kemungkinan meningkatkan ketoksikan salah satu senyawa tersebut. Uji potensiasi dilakukan mengikuti tata cara uji ketoksikan akut dengan melibatkan dua atau lebih senyawa uji. 2) Uji kekarsinogenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan kemampuan senyawa dalam menimbulkan efek pertumbuhan sel yang lebih cepat dari keadaan normal, yang biasa disebut dengan kanker. 3) Uji kemutagenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan pengaruh suatu senyawa terhadap sistem kode genetik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
4) Uji keteratogenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan pengaruh suatu senyawa terhadap janin dalam hewan bunting. 5) Uji reproduksi adalah uji yang ditujukan untuk menentukan pengaruh senyawa atas kapasitas reproduksi hewan uji. 6) Uji kulit dan mata adalah uji yang ditujukan untuk menentukan berbagai efek lokal senyawa bila bersentuhan langsung pada kulit dan mata. 7) Uji perilaku adalah uji yang ditujukan untuk mengevaluasi aktivitas lokomotor hewan uji atas pengaruh suatu senyawa (Donatus, 2001; Hodgson, 2004).
D. Uji Toksisitas Subkronis Uji ketoksikan subkronis biasanya disebut juga subakut merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Uji toksisitas subkronis dilakukan dengan pemberian dosis berulang pada periode tertentu, misalnya 28-90 hari pada pemberian senyawa uji secara oral pada tikus atau anjing. Toksisitas subkronis memberikan informasi tentang regimen dosis yang dapat digunakan untuk merancang uji toksisitas kronis atau karsinogenik. Juga memberikan informasi tentang organ target dan potensi dari bahan kimia yang akan diakumulasi oleh organisme (Hodgson, 2004).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat, baik jantan maupun betina yang peka, memiliki profil farmakokinetika dan pola metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia. Dalam prakteknya, kebanyakan roden yang digunakan adalah tikus dan untuk nonroden adalah anjing (Hodgson, 2004). Menurut Derelanko anda Hollinger (2002), jumlah hewan uji yang digunakan untuk uji ketoksikan subkronis adalah lima ekor untuk masing-masing jenis kelamin dalam tiap kelompok perlakuan. Hewan uji harus diadaptasikan dahulu selama beberapa hari sebelum dilakukan percobaan agar kondisi hasil percobaan yang diperoleh benar-benar merupakan pengaruh pemberian perlakuan, bukan karena lingkungan yang baru bagi hewan uji. Takaran dosis yang diberikan untuk hewan uji paling tidak merupakan peringkat dosis. Penelitian subkronis biasanya menggunakan sedikitnya tiga (lebih sering empat) peringkat dosis. Dosis tertinggi harus memperlihatkan gejala-gejala toksik yang nyata, dosis terendah sama sekali tidak menimbulkan efek atau gejala toksik, dan dosis tengah harus memberikan efek diantara kedua efek tersebut (Hodgson, 2004). Takaran dosis senyawa uji diberikan sekali sehari selama kurun waktu uji ketoksikan subkronis, melalui jalur pemberian sesuai dengan yang akan digunakan oleh manusia (Donatus, 2001). Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis meliputi: a. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali b. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang diukur paling tidak 7 hari sekali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
c. Gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari d. Pemeriksaan hematologi yang paling tidak diperiksa dua kali, pada awal dan akhir uji coba e. Pemeriksaan kimia darah yang diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba f. Analisi urin paling tidak sekali g. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba (Loomis, 1978 cit Donatus, 2001). Hasil uji ketoksikan subkronis memberikan informasi tentang efek toksik utama senyawa uji dan organ-organ sasaran yang dipengaruhinya, informasi tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran dosis yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antara kadar senyawa dalam darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik, dan keterbalikan (reversibilitas) efek toksik. Hasil ini digunakan untuk merancang uji ketoksikan kronis di mana hewan uji akan dipejani dengan senyawa uji dalam jangka waktu yang lebih lama (Donatus, 2001). Efek toksik yang terjadi akibat pemberian senyawa uji, dapat dilihat dari besarnya kerusakan organ yang terjadi akibat pemberian senyawa uji. Kerusakan organ dapat dilihat dari gambaran histologis dari organ tersebut. Organ-organ yang dapat dijadikan sebagai obyek pemeriksaan histologis diantaranya adalah testis, ovarium, hati, ginjal, lambung, dan usus (Hodgson, 2004). Kondisi lingkungan juga mempengaruhi status kesehatan hewan uji. Suhu dan kelembapan lingkungan yang kurang sesuai dapat menyebabkan stress. Stress juga dapat disebabkan karena beberapa hewan uji berada dalam satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
kandang. Sehingga kandang didesain secara khusus agar mudah dibersihkan, aman bagi hewan uji, dan dalam satu kandang hanya diisi satu hewan uji (Hodgson, 2004). E. Testis 1. Anatomi dan fisiologi testis Saluran reproduksi pria terdiri atas dua testis, duktus genital, kelenjar aksesorius, dan penis. Saluran reproduksi memiliki dua fungsi utama, yang pertama membentuk hormon androgenik, perkembangan karekteristik seks sekunder saat pubertas, serta pemeliharaan libido dan potensi selama masa dewasa. Fungsi kedua adalah membentuk sekitar 30 juta spermatozoa perhari selama masa subur pria. Kedua fungsi ini saling berkaitan, dan keduanya membutuhkan keutuhan aksis hipotalamus-hipofisis-testis. Oleh karena itu, penyakit
hipotalamus,
hipofisis,
testis,
atau
kelenjar
aksesorius
dapat
menyebabkan gangguan produksi androgen (menyebabkan hipogonadisme) atau produksi sperma (menyebabkan infertilitas) (McPhee and Ganong, 2006). Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dengan panjang sekitar 4,5 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum yang merupakan sebuah kantong ekstraabdomen tepat dibawah penis (Heffner and Schust, 2006). Skrotum berfungsi membungkus dan melindungi testis serta mempertahankan suhu testis sekitar 1,5-20 C di bawah suhu abdomen. Gambar 2 menunjukkan struktur testis yang terdiri dari lengkunglengkung tubulus yang berkelok-kelok yang dinamakan tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus mengandung deretan sel-sel yang menghasilkan gamet dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
sel sertoli, yaitu sel yang menyokong sel-sel penghasil gamet. Sel-sel ini dihubungkan oleh sejumlah barier seluler, termasuk beberapa lapisan sel mioid. Sel mioid mempunyai banyak sifat-sifat otot polos (McPhee and Ganong, 2006). Diantara tubulus-tubulus, terdapat sarang-sarang sel intersisial yang mengandung fibroblast jaringan ikat dan fibrol kolagen yang memegang jaringan apermatogenik bersama-sama. Jaringan intersisial ini juga mengandung makrofag, limfosit, sel mast, dan sel Leydig. Sel Leydig berada dalam kelompokan sel-sel kecil. Sel-sel ini berdiameter 15-20 µm dan inti bulat di tengah dengan heterokromatin perifer dan satu anak inti atau lebih. Sel-sel sertoli mempunyai inti besar di basal, banyak eukromatin dan dua anak inti atau lebih (Johnson, 1993).
Gambar 2. Struktur testis (Ganong, 2005). Testis dilindungi oleh sawar darah testis (Blood-testis barier = BTB). BTB merupakan suatu kompleks sistem multisel yang terdiri atas sel mioid dan membran yang mengelilingi tubulus seminiferus dan sel sertoli yang terjalin rapat dalam tubulus. Tetapi sawar ini tidak seefektif sawar darah otak. Laju penetrasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
zat kimia kedalam testis ditentukan oleh bobot molekul, koefisien partisi, dan ciri– ciri ionnya (Lu, 1995). Testis mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi androgen. Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus testis. (Heffner and Schust, 2006). Dalam tubulus ini terdapat sel sertoli yang menjulur dari membran dasar sampai ke lumen tubulus dan berisi protein pengikatandrogen (androgen-binding protein=ABP). Androgen-binding protein (ABP) memudahkan pergerakan androgen kespermatosid untuk pengembangannya. Sel sertoli membantu menghancurkan sel-sel selama spermatogenesis dan badan sisa yang dilepaskan spermatid selama spermiogenesis. Sel sertoli mensekresi cairan yang menimbulkan suasana lingkungan yang cocok untuk spermatozoa dalam tubulus seminiferus. Selain itu, sel sertoli juga mensekresi protein inhibin yang memberikan umpan balik membantu menghambat produksi FSH oleh gonadotrop andenohipofiis maupun secara langsung mempengaruhi sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH) (Johnson, 1993). Selain itu ada sel Leydig, yang terletak dalam jaringan intersisial disekeliling tubulus seminiferus (Lu, 1995). Sel-sel ini yang menghasilkan testosteron dan dihidrotestosteron serta menyekresikan hormon-hormon tersebut ke dalam darah (McPhee and Ganong, 2006). 2. Spermatogenesis Spermatogenesis dimulai dengan gonosit selama periode janin, sel ini diubah menjadi spermatogonium setelah kelahiran. Spermatogonium tetap dorman hingga pubertas, saat aktivitas proliferatif dimulai lagi. Beberapa spermatogonium
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
berkembangbiak membentuk spermatogonium lain sementara lainnya mengalami pematangan menjadi spermatozoa. Ada tiga tahap antara, spermatogonium membelah dengan mitosis untuk membentuk spermatosid primer, yang kemudian membelah dengan meiosis untuk membentuk spermatosid sekunder. Kemudian spermatosid
sekunder
membelah
diri
membentuk
spermatid.
Melalui
metamorfosis, spermatid berubah menjadi spermatozoa. Seluruh proses terjadi secara berkesinambungan. Waktu yang dibutuhkan spermatogonium untuk menjadi spermatozoa adalah sekitar 60 hari (Lu, 1995). Skema umum spermatogenesis mamalia (gambar 3) menunjukkan tahap premeiotic dan meiosis dari spermatositogenesis (dari sel batang cadangan melalui spermatosit diploid utama untuk haploid yang sekunder spermatosit) dan spermiogenesis postmeiotic dengan perkembangan dan pematangan spermatozoa. Setiap siklus selesai dalam 35 sampai 64 hari dengan siklus baru yang dimulai dari spermatogonium setiap 12 sampai 13 hari (Derelanko and Hollinger, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Gambar 3. Skema umum spermatogenesis (Derelanko and Hollinger, 2002). 3. Pengaturan hormonal a. Testosteron Testosteron merupakan suatu steroid C19, disintesis dari kolesterol oleh sel interstitium testis dan dari androstenedion yang dikeluarkan oleh korteks adrenal. Pada pria dewasa normal, laju testosteron adalah 4-9 mg/hari (McPhee and Ganong, 2006). Kadar testosteron yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis dan aktifitas fungsional epididimis, duktus deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulnouretralis. Selain itu, testosteron juga penting untuk perkembangan dan mempertahankan sifat seks sekunder (Johnson, 1993).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
b. Dihidrotestosteron (DHT) Dihidrotestosteron berasal baik dari sekresi langsung oleh testis (sekitar 20%) maupun dari perubahan perifer testosteron dan prekursor androgen lainnya yang berasal dari testis dan adrenal (sekitar 80%). DHT beredar dalam darah, dengan kadar DHT plasma normal untuk pria dewasa adalah 27-75 ng/dL (McPhee and Ganong, 2006). c. Luteinizing hormone (LH) Luteinizing
hormone
dihasilkan
oleh
gonadotrop
basofilik
di
adenohipofisis. GnRH hipotalamus merangsang gonadotrop untuk mensekresi LH (Johnson, 1993). LH merangsang sel intersisial Leydig untuk menghasilkan testosteron (McPhee and Ganong, 2006). d. Follicle-stimulating hormone (FSH) Follicle-stimulating hormone dihasilkan oleh gonadotrop adenohipofisis basofilik. Hormon ini bekerja pada sel sertoli untuk mempermudah spermatogenesis (McPhee and Ganong, 2006). e. Hormon lain Sel sertoli melepaskan protein pengikat androgen, yang menimbunnya dalam tubulus seminiferus dan membantu menciptakan kadar testosteron setempat yang tinggi yang diperlukan untuk spermatogenesis (Johnson, 1993). 4. Gangguan fungsi testis Testis berkembang di dalam cavitas abdominalis dan normalnya bermigrasi ke skrotum selama perkembangan fetus. Testis yang tidak turun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
(kriptorkismus) merupakan kelainan genitelia yang paling sering dijumpai pada 2% anak laki-laki usia 1 tahun dan 0,3% setelah pubertas (Ganong, 2005). Kriptorkismus dapat disebabkan oleh salah satu dari hal berikut: (i) kegagalan hipotalamus janin untuk merangsang sekresi gonadotropin pada trimester ketiga; (ii) kegagalan testis mensekresi androgen; (iii) kegagalan konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron pada jaringan target; (iv) tidak adanya reseptor androgen yang berfungsi (Heffner and Schust, 2006). Kelainan lain adalah hernia inguinalis yang merupakan keadaan yang menyerupai kriptorkripmus. Pada keadaan ini terjadi penurunan testis, namun cincin inguinal tidak menutup dengan sempurna setelah penurunan. Anak laki-laki yang didiagnosis mengalami hernia inguinalis sebelum usia 15 tahun memiliki resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker testis dibandingkan anak laki-laki pada populasi umum (Heffner and Schust, 2006). Kerusakan testis dapat dilihat dari gambaran histologis, seperti misalnya intertubular edema, perubahan degeneratif pada epitelium gonad dengan akumulasi sel giant pada lumen tubulus seminiferus, hipermetropi sel leydig, dan ketiadaan spermatogenesis yang ditunjukkan pada gambar 4 (Kumar, Kanniappan, and Mathuram, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Gambar 4. Kerusakan sel penyusun testis A. Akumulasi sel giant pada lumen tubulus seminiferus (gambar kiri); A. Ketiadaan spermatogenesis, B. Hipermetropi sel leydig (gambar kanan) (Kumar et al, 2011).
F. Ovarium 1. Anatomi dan fisiologi ovarium Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ interna dan organ eksterna. Organ interna mencakup ovarium, tuba uterine (fallopii), uterus, dan vagina. Organ eksterna terdiri dari labia mayora dan mons pubis, labia minora, klitoris, dan bulbus vestibule. Terdapat juga organ aksesoris, yaitu kelenjar vestibularis mayor (kelenjar bartholini) (Johnson, 1993). Ovarium merupakan dua struktur kecil berbentuk oval, masing-masing berukuran sekitar 2x4x1,5 cm, berada jauh didalam pelvis (Heffner and Schust, 2006). Zona luar ovarium (korteks), sangat seluler dan mempunyai komposisi sel seperti fibroblast pada jaringan jala serat kolagen tipis. Zona dalam ovarium yang lebih kecil (medulla), berwarna lebih pucat dan terdiri dari jaringan penghubung renggang yang mengandung serat-serat yang lebih elastic, kadang-kadang sel otot
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
polos, dan sejumlah arteri dan vena yang berkelok-kelok dari cabang kecil beradiasi ke korteks. Korteks dan medulla tersusun tanpa garis pemisah yang jelas (Bloom and Fawcett, 1994). Kedua ovarium mengandung ribuan folikel, masingmasing dengan satu oosit yang dikelilingi oleh sel granulosa, yang terbenam dalam suatu matriks sel-sel teka. Sel-sel penunjang ini menghasilkan steroid dan produk-produk parakrin yang penting dalam pematangan folikel dan koordinasi proses-proses reproduksi (McPhee and Ganong, 2006). Ovarium berfungsi untuk produksi sel germinal (memproduksi telur yang matang untuk fertilisasi) dan biosintesis hormon steroid dalam jumlah besar. Hormon steroid yang diproduksi oleh ovarium bekerja didalam folikel untuk menunjang oosit yang sedang berkembang dan diluar ovarium pada jaringan target (Heffner and Schust, 2006). Ovarium mengeluarkan tiga jenis steroid, yaitu progesteron yang mengandung 21 karbon, androgen yang mengandung 19 karbon, dan estrogen yang mengandung 18 karbon. Sintesis steroid terjadi melalui konversi kolesterol dalam suatu rangkaian reaksi biokimiawi yang dikatalisis oleh enzim di mitokondria dan retikulum endoplasma. Mekanisme utama kerja hormon steroid adalah difusi melalui membran plasma, pengikatan steroid pada protein reseptor di sitoplasma atau nukleus, dan setelah perpindahan ke nukleus, jika perlu, pengaktifan trankripsi gen-gen tertentu melalui pengikatan kompleks steroid-reseptor pada region spesifik DNA. Dengan cara ini, pola ekspresi gen di berbagai jaringan yang memiliki reseptor steroid berubah. Reseptor steroid yang terikat pada membran terbukti mengaktifkan kaskade fosforilasi yang biasanya diatur oleh faktor pertumbuhan (McPhee and Ganong, 2006).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
2. Siklus ovarium Setiap bulan sistem reproduksi wanita mengalami perubahan siklus teratur yang dapat dikatakan sebagai persiapan untuk kehamilan. Pada mamalia, siklus ini merupakan siklus menstruasi dengan gambaran yang paling menyolok adalah adanya pendarahan vagina priodik yang timbul dengan pelepasan mukosa uterus. Lama siklus ini bervariasi pada tiap wanita, tetapi gambaran rata-rata 28 hari dari mulai satu masa menstruasi ke masa berikutnya (Ganong, 2005). Siklus menstruasi memiliki tiga fase yaitu: a. Fase folikular Fase folikular biasanya berlangsung 14 hari dan memuncak dengan terbentuknya oosit matang. Pada awalnya, sekelompok folikel berkembang, tetapi akhirnya hanya satu folikel dominan yang terpilih dan sisanya mengalami proses degenerasi dan kematian apoptitik yang dinamai atresia (McPhee and Ganong, 2006). Perkembangan folikel menjadi matang dan ovulasi atau atresia bergantung pada perubahan dalam jumlah sel-sel folikel, susunannya sekitar antrum dan hubungannya satu dengan yang lain dan dengan oosit. Gambar 5 menunjukkan diagram ovarium mamalia yang memperlihatkan rangkaian perkembangan sebuah folikel dan perkembangan korpus luteum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Gambar 5. Diagram ovarium (Ganong, 2005).
1) Folikel primordial dan folikel primer Sel epitel folikel di folikel primordial membentuk lapisan gepeng disekeliling oosit. Folikel primordial menjadi folikel primer yang mempunyai banyak lapisan karena sel epitel berproliferasi membentuk beberapa lapisan. Sel-sel stroma yang berdekatan pada tiap folikel yang sedang bertumbuh membentuk lapisan konsentris disebut teka interna 2) Folikel sekunder (antral) Folikel primer yang mempunyai banyak lapisan menjadi folikel sekunder ketika terbentuk antrum (ruangan berisi cairan) yang sempurna. Antrum akan terus tumbuh karena mengumpulkan cairan likuor folikuli. Pada folikel yang lebih besar, antrum secara khas berada dekat tengah folikel. Ovum terletak eksentris pada kelompok kecil disebut cumulus ooforus dan dikelilingi oleh sel-sel granulosa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
3) Pematangan folikel Sel-sel granulosa mengalami proliferasi akhir, produksi likuor folikuli meningkat dan sel-sel granulosa sekeliling oosit saling lepas dari sel-sel granulosa didekatnya. Folikel menonjol ke permukaan ovarium. Karena ada rangsangan LH sebelum ovulasi, folikel yang menonjol memecah epitel germinal dan oosit sekunder masuk ke rongga peritoneum (Johnson, 1993). b. Fase Ovulasi Ovulasi merupakan proses dimana folikel dominan mengeluarkan oosit matangnya untuk diangkut melalui tuba uterine dan dibuahi serta tertanam di uterus yang sudah siap. Konseptus tertanam dalam rongga uterus dan terbentuk hubungan yang erat dengan jaringan maternal c. Fase luteal Fase luteal biasanya berlangsung rata-rata 14 hari dan ditandai oleh luteinisasi folikel yang pecah untuk menghasilkan corpus luteum (McPhee and Ganong, 2006). Jika timbul kehamilan, maka corpus luteum menetap dan biasanya tak ada haid lagi sampai persalinan. Jika tak ada kehamilan, maka corpus luteum mulai berdegenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan kemudian digantikan oleh jaringan parut yang membentuk corpus albicans (Ganong, 2005). 3.
Pengaturan hormonal siklus ovarium Hormon-hormon yang penting dalam pengaturan siklus ini adalah follicle
stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), estrogen, dan progesteron.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
FSH dan LH disekresi oleh gonadotrop adenohipofisialis. Estrogen dan progesteron disintesa di ovarium terutama di dalam dan di sekitar folikel (Johnson, 1993). Hormon-hormon ini berubah kadarnya sesuai fase yang terjadi (Gambar 6). Menurut Johnson (1993), siklus reproduksi wanita dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase folikular (fase preovulasi) dan fase luteal (ovulasi dan fase post ovulasi ).
Gambar 6. Kadar hormon dalam darah (McPhee and Ganong, 2006).
a. Fase folikular mencakup perubahan-perubahan yang terjadi sebelum ovulasi, berupa rangsangan FSH pada folikel yang sedang tumbuh untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Estrogen kemudian merangsang pertumbuhan kelenjar endometrium. b. Fase luteal mencakup pelepasan LH, ovulasi, perubahan sisa-sisa folikel menjadi korpus luteum dan sekresi progesteron dari korpus luteum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
1) Luteinisasi a) Selama luteinisasi folikel, membran basalis epitel pecah-pecah, selsel garnulosa kolaps dan sejumlah pembuluh darah dan sel-sel teka interna pindah ke dalam korpus luteum yang sedang tumbuh b) Korpus luteum terdiri dari sel-sel lutein teka dan sel-sel lutein granulosa, dan banyak pembuluh darah (Johnson, 1993). Korpus luteum mensekresi sejumlah besar steroid, hormon utama adalah progesteron, tetapi androgen dan estrogen juga dihasilkan. Kelanjutan sekresi korpus luteum membutuhkan stimulasi LH, tanpa rangsangan LH, corpus luteum mengalami degenerasi (McPhee and Ganong, 2006). 2) Progesteron merangsang kelenjar endometrium untuk mensekresi bahan pertumbuhan yang mendukung perkembangan awal suatu embrio, yang terdapat setelah fertilisasi. 3) Trofoblas embrional yang sedang berkembang menghasilkan hormonhormon, terutama human Chronic Gonadotropin (hCG). Hormon ini hanya ada jika terjadi fertilisasi. Jika fertilisasi tidak terjadi, korpus luteum dari siklus itu mundur, kehilangan dukungan progesteron untuk endometrium dan sebagian besar endometrium dilepaskan sebagai menstruasi. Pada menstruasi, folikel baru mulai berkembang karena siklus ovarium mulai lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
4) Perkembangan folikel adalah proses yang terus menerus pada wanita yang
dapat bereproduksi dan fase awalnya tidak bergantung pada rangsangan gonadotropin (Johnson, 1993). 4. Gangguan fungsi ovarium Dalam sistem reproduksi wanita, telur dan ovarium dapat dipengaruhi oleh toksikan. Namun biasanya telur yang telah dibuahilah yang dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung melalui perusakan terhadap rahim (Lu, 1995). Kanker sel epitel ovarium biasanya terdeteksi setelah terjadi penyebaran intraperitonial luas dan pada saat itu penyembuhan hampir tidak dapat terjadi (Heffner and Schust, 2006). Agar ovarium berfungsi dengan benar, diperlukan responsivitas terhadap gonadotropin, viabilitas instrinsik folikel, dan sejumlah interaksi parakrin di dalam dan di antara folikel. Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah salah satu contoh disfungsi ovarium akibat gangguan mekanisme umpan-balik yang terus-menerus (McPhee and Ganong, 2006). Merupakan keadaan yang ditandai oleh penebalan capsula ovarium dan pembentukan beberapa kista folikular, biasanya dalam kedua ovarium (Ganong, 2005). Sindrom ovarium polikistik bermanifestasi sebagai anovulasi, infertilitas, dislipidemia, dan pendarahan uterus abnormal (McPhee and Ganong, 2006). Kerusakan ovarium dapat dilihat berdasarkan gambaran histologisnya, diantaranya inflamasi dan nekrosis yang pada umumnya jarang ditemukan sebagai kerusakan ovarium pada hewan uji. Dekstruksi oosit biasanya merupakan proses atresia (program kematian sel atau apoptosis), jarang yang disebabkan karena inflamasi dan nekrosis. Degenerasi oosit atau folikel ovarium pada manusia atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
hewan roden dapat disebabkan karena pemberian terapi antikanker seperti agen alkilasi, antimetabolit, antibiotik, dan alkaloid vinca dengan atau tanpa radiasi ionik. Ovarium yang mengalami atropi biasanya ditandai dengan ukuran organ yang kecil dan tidak adanya perkembangan folikel atau corpus luteum. sel ovarium dan corpora albicans mungkin masih berbentuk tetapi stroma ovarium mengalami fibrosis (gambar 7). Akumulasi pigmen seroid (lipofuscin) umumnya terkait dengan usia yang menyebabkan perubahan sel stroma pada ovarium roden seperti pada strain Sprague-Dalwey (SD). Agen penghambat sintesis steroid seperti imidazol (antijamur) juga berpotensi menyebabkan pigmentasi pada ovarium roden (Greaves, 2000).
Gambar 7. Fibrosis pada stroma ovarium (Greaves, 2000).
G. Keterangan Empiris Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya efek toksisitas subkronis dari infusa daun sirsak (Annona muricata L.) pada testis dan ovarium tikus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak terhadap gambaran histologis testis dan ovarium tikus termasuk penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : dosis infusa daun sirsak. 2. Variabel tergantung : histologis testis dan ovarium tikus. 3. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali 1) Subjek uji berupa tikus putih galur Sprague Dawley (SD), jenis kelamin jantan dan betina, umur 2 – 3 bulan, berat badan 160 – 280 g, keadaan fisik berstatus sehat, diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2) Bahan uji berupa daun sirsak, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. b. Variabel pengacau tak terkendali Keadaan patologi tikus: meskipun keadaan fisik sehat, belum menjamin bahwa tidak adanya kelainan atau gangguan pada testis dan ovarium.
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
C. Definisi Operasional 1. Infusa daun sirsak adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menginfundasi 6 g serbuk daun sirsak dengan 100 ml aquadest pada suhu 900C selama 15 menit. 2. Daun sirsak yang digunakan adalah daun dewasa segar yang berada antara ujung dan pangkal dari ranting, berwarna hijau, bersih, tidak berlubang/sobek, dan bentuk daunnya masih utuh. 3. Pengaruh efek toksik terhadap testis dan ovarium ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada organ tersebut antara perlakuan dan kontrol berdasarkan gambaran histologis organ. 4. Sifat efek toksik adalah terbalikkan dan tak terbalikkan. Sifat terbalikkan, berarti kerusakan pada suatu organ bisa pulih kembali pada kondisi normal karena adanya proses perbaikan sel-sel dan jaringan-jaringan pada organ tersebut sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya. Sifat tak terbalikkan, yaitu jika kerusakan struktural hewan uji tidak kembali menjadi kondisi normal. Sifat efek toksik dilihat dengan membandingkan hasil pemeriksaan histologis uji reversibilitas dengan masa perlakuan. D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Alat-alat untuk pembuatan simplisia, yaitu timbangan digital, oven, blender, ayakan no. 40, wadah untuk menyimpan serbuk daun sirsak b. Alat-alat untuk penetapan kadar air, yaitu timbangan, sendok, labu alas bulat, gelas ukur, bekker glass, stopwatch
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
c. Alat-alat untuk pembuatan infusa daun sirsak, yaitu timbangan, sendok, panci infusa, thermometer, heater, stopwatch, alat-alat gelas seperti bekker glass, pengaduk, gelas ukur d. Alat-alat untuk perlakuan dan pemeriksaan histologis, yaitu kandang tikus (metabolic cage), jarum suntik per oral, spuit injeksi, timbangan, seperangkat alat bedah, alat-alat gelas dan pot-pot untuk menyimpan organ 2. Bahan penelitian a. Subjek uji yang digunakan yaitu tikus putih galur Sprague Dawley (SD) jantan dan betina; umur 2-3 bulan; berat badan 160-280 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. b. Bahan uji yang hendak diujikan adalah daun sirsak dalam kondisi segar, utuh, dan tidak bercacat, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik, Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012. c. Bahan untuk penetapan kadar air, yaitu toluena yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. d. Bahan untuk kontrol negatif adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. e. Bahan untuk makanan hewan uji, yaitu pellet AD2 dan bahan minuman untuk hewan uji yaitu air reverse osmosis yang diperoleh dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. f.
Bahan untuk pemeriksaan histologis adalah formalin 10% yang dibuat dengan mengencerkan formalin 37% dengan aquadest sesuai volume yang dikehendaki. E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi daun sirsak Determinasi daun sirsak dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri daun dengan buku acuan (van Steenis, 1975). 2. Pengumpulan bahan Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak kondisi segar, utuh, dan tidak bercacat, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik, Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012. 3. Pembuatan serbuk Daun sirsak segar ditimbang, dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu ±500C selama ±72 jam. Daun sirsak yang telah kering dimasukkan ke dalam blender untuk dijadikan serbuk kemudian diayak dengan ayakan No.40. Selanjutnya dihitung persen (%) rendemen yang diperoleh. 4. Penetapan kadar air Ke dalam labu kering masukkan 50 g serbuk kering daun sirsak. Kemudian masukkan lebih kurang 200 ml toluena ke dalam labu, hubungkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
alat. Tuang toluena kedalam tabung penerima melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mulai mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluena. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima dan pendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam %. 5. Pembuatan infusa Serbuk dibuat sediaan infusa dengan cara menginfundasi 6 g serbuk daun sirsak dengan 100 ml aquadest pada suhu 900C selama 15 menit. Hasilnya diserkai selagi masih panas dengan kain flanel, jika volume belum memenuhi dapat ditambahkan air panas pada ampas sampai didapat volume yang dikehendaki. 6. Penentuan peringkat dosis Penentuan peringkat dosis infusa daun sirsak dilakukan dengan mengambil dosis terapi yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari, yaitu 2 g/70 kg BB manusia. Konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 g adalah 0,018 (Laurence and Bacharach, 1964). Konsentrasi infusa yang digunakan berdasarkan hasil orientasi yaitu 6 g dalam 100 ml aquadest.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Dosis IV : 𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉 𝐷= 𝐷=
𝐶𝑋𝑉 𝐵𝐵 6𝑔
100 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙 0,3 𝑘𝑔
= 0,5 g/kg BB = 500 mg/kg BB Dosis II : 2 g/ 70 kg BB Dosis untuk tikus 200 g = 2 g x 0,018 = 0,036 g/200 g BB = 180 mg/kg BB Faktor pengali dosis =
𝑛 −1
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ
2
=
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑚𝑔 𝐵𝐵 𝑘𝑔 𝑚𝑔 180 𝐵𝐵 𝑘𝑔
500
= 1,67
Peringkat dosis ditetapkan dengan mengalikan dosis terapi dengan faktor pengali yaitu 1,67. Sehingga didapatkan peringkat dosis untuk tiap g tikus sebagai berikut: Dosis I: 108 mg/kg BB tikus Dosis II: 180 mg/kg BB tikus Dosis III: 301 mg/kg BB tikus Dosis IV: 503 mg/kg BB tikus Kontrol aquades: 8333 mg/kg BB tikus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
7. Penyiapan hewan uji Hewan uji yang digunakan terdiri dari satu jenis hewan uji tikus putih jantan dan betina, galur Sprague-Dawley (SD), sehat, dewasa, umur 2-3 bulan, berat badan 160-280 g, berjumlah 50 ekor (25 jantan dan 25 betina), ditempatkan dalam kandang (metabolic cage) dimana dalam satu kandang hanya berisi satu tikus. Hewan uji diadaptasikan dahulu selama tiga hari sebelum dilakukan percobaan. 8. Pengelompokan hewan uji Pada penelitian ini, digunakan lima kelompok perlakuan. Lima puluh ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok secara acak, masing-masing kelompok uji terdiri dari sepuluh ekor tikus (lima jantan dan lima betina). Pembagian peringkat dosis dengan faktor pengalian tetap dengan rincian pengelompokan sebagai berikut: Kelompok I
: diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB tikus
Kelompok II
: diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB tikus
Kelompok III
: diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB tikus
Kelompok IV
: diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB tikus
Kelompok V
: diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB tikus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
9. Prosedur pelaksanaan Sediaan uji berupa infusa daun sirsak diberikan pada hewan uji sesuai dengan dosis pemberian dengan kekerapan pemberian sekali sehari selama 30 hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi makan dan minum. Pada hari ke-31, lima ekor tikus dari masing-masing kelompok diambil secara acak untuk dikorbankan. Organ testis dan ovarium diambil dan dimasukkan dalam larutan formalin 10% untuk dibuat preparat histologis. Sementara hewan uji dari masing-masing kelompok yang masih tersisa tetap dipelihara dengan diberi makan dan minum tanpa perlakuan infusa daun sirsak maupun kontrol selama 14 hari. Masa ini disebut dengan masa keterbalikan, untuk melihat apakah pengaruh pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari terhadap testis dan ovarium bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan. Uji keterbalikkan dilakukan pada hari ke-15, semua hewan yang tersisa dikorbankan, diambil organ testis dan ovariumnya untuk dibuat preparat histologis. Pengamatan histologis dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM dibawah bimbingan drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph. D., untuk melihat apakah ada gangguan atau kelainan pada testis dan ovarium. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopi sebagai data kualitatif. 10. Pengamatan a. Pengamatan berat badan hewan uji Pengamatan berat badan hewan uji dilakukan dengan menimbang berat badan masing-masing hewan uji setiap hari selama 30 hari. Perhitungan purata kenaikan berat badan hewan uji dilakukan dengan cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
melihat purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. b. Pengukuran asupan pakan hewan uji Hewan uji diberikan asupan pakan berupa pellet AD2 setiap hari sebanyak 20 g dan dilakukan penggantian pakan setiap harinya selama 30 hari masa pemejanan dan 14 hari masa reversibilitas. Cara mengukur besarnya asupan makan tikus yaitu dengan menimbang pakan yang diberikan pada hari pertama dan pakan yang masih tertinggal di wadah pada hari kedua. Selisih penimbangan antara berat pakan hari pertama dengan berat pakan hari kedua, dihitung sebagai asupan makanan yang dihabiskan pada hari pertama. c. Pengukuran asupan minum hewan uji Hewan uji diberikan minum berupa air reverse osmosis (RO) setiap hari sebanyak 120 ml selama 30 hari masa pemejanan dan 14 hari masa reversibilitas. Minuman diberikan dalam wadah botol berskala dengan pipa yang diberi lubang pada ujungnya. Air minum yang dihabiskan tikus pada hari pertama dihitung dengan cara mengurangkan jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama dengan jumlah air minum sisa pada hari kedua. 11. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis Testis dan ovarium yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% di celupkan ke dalam aquadest. Kemudian dipotong-potong dengan mikrotom setebal 3-5 mm. Potongan organ dimasukkan dalam wadah (cassete) yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
direndam dengan larutan formalin 10%. Preparat dimasukkan ke dalam larutan etanol secara bertingkat berturut-turut etanol 70% selama 20 menit, etanol 80% selama 20 menit, etanol 95% selama 20 menit, etanol absolute 20 menit sebanyak 2 kali perlakuan. Selanjutnya, dimasukkan kedalam larutan propanol selama 20 menit sebanyak 3 kali perlakuan. Preparat kemudian dimasukkan ke dalam xilol paraffin, dipanaskan selama satu jam. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 2 kali. Pindahkan preparat ke dalam paraffin cair selama 30 menit dalam blok preparat, kemudian didinginkan. Setelah dicetak, preparat dipotong dengan mikrotom setebal 5 mikron, masukkan inkubator untuk memanaskan preparat. Preparat diletakkan diatas kaca preparat yang telah diolesi albumin agar preparat dapat menempel dengan baik di kaca. Cuci preparat dengan air, kemudian masukkan kedalam hematoksilin-eosin. Selanjutnya, preparat dikeringkan pada suhu kamar dan ditutup dengan obyek glass. Diagnosis gambaran histologis testis dan ovarium dilakukan oleh pihak Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
F. Analisis dan Evaluasi Hasil 1.
Pemeriksaan histologis organ Data pemeriksaan histologis organ dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
negatif. Data ini digunakan untuk melihat hubungan antara dosis dan spektrum efek toksik. 2.
Uji reversibilitas Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dibandingkan dengan kelompok tanpa berhenti.
3.
Penimbangan berat badan hewan uji Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan analisis General Linier Model (dengan metode Multivariate).
4.
Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara menghitung purata makanan dan minuman yang dihabiskan tiap kelompok hewan uji setiap harinya, kemudian dibuat grafik perubahan pola makan dan minum hewan uji.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus dilihat dari gambaran histologis testis dan ovarium. Selain itu juga untuk mengungkapkan hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak yang diberikan dengan spektrum efek toksik yang terjadi, apakah dengan dosis yang semakin meningkat, efek toksik yang ditimbulkan juga akan semakin meningkat, atau semakin meningkatnya dosis tidak mempengaruhi derajat efek toksik yang timbul. Serta untuk mengevaluasi reversibilitas spektrum efek toksik yang terjadi. Tolok ukur yang dipakai adalah tolok ukur kualitatif berdasarkan analisis histologis testis dan ovarium tikus. Diagnosis gambaran histologis organ dilakukan berdasarkan derajat kerusakan sel testis dan ovarium pada masing-masing kelompok. Data uji reversibilitas di analisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dibandingkan dengan kelompok tanpa berhenti. Data pendukung penelitian ini adalah data berat badan, data asupan pakan, dan data asupan minuman. Data berat badan di analisa dengan analisa General Linier Model (metode Multivariat). Data asupan pakan dan minuman dibuat grafik untuk melihat apakah pemberian infusa daun sirsak mempengaruhi pola makan dan minum hewan uji.
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
A. Hasil Determinasi Tanaman Sirsak Determinasi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian memegang peranan penting untuk identifikasi tanaman. Tanaman sirsak (Annona muricata L.) yang digunakan dalam penelitian ini diperiksa melalui determinasi dengan cara mencocokkan ciri-cirinya dengan buku acuan Flora untuk Sekolah di Indonesia (Steenis, 1975). Hasil determinasi tanaman sirsak sampai spesies adalah sebagai berikut: 1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14a-15a-109b-119b-120b-128b-129b135b-136b-139b-140b-142b-143b-146b-154b-155b-156b-162b-163a-164b-165b166a…………………………………………………………..….…50.Annonaceae 1b…………………………………..……………………………….…….2.Annona 1a………………………………………..……………………..Annona muricata L. Hasil determinasi menunjukkan bahwa daun sirsak yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar daun sirsak yang berasal dari tanaman sirsak dengan nama ilmiah (Annona muricata L.).
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air Pembuatan serbuk dilakukan dengan mengolah 184,0 g daun sirsak segar yang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 0C selama 72 jam. Daun sirsak yang telah kering kemudian dibuat serbuk dan diayak. Pengayakan bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk. Serbuk kering yang telah diayak kemudian ditimbang dan dilakukan perhitungan rendemen. Perhitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui banyaknya serbuk kering yang dihasilkan dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
sejumlah daun sirsak basah yang telah mengalami pengolahan. Dari proses pembuatan serbuk, sejumlah 184,0 g daun sirsak segar yang mengalami proses pengeringan dan pengayakan menghasilkan 41,4 g serbuk kering. Rendemen yang diperoleh adalah 22,5%. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam serbuk yang digunakan dalam pembuatan infusa. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994), kadar air yang diperbolehkan dalam suatu serbuk adalah tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air ini penting untuk dilakukan karena air merupakan habitat yang disukai mikroorganisme untuk dapat berkembangbiak dan melangsungkan hidupnya. Jadi jika kadar air dalam serbuk lebih dari 10%, hal ini memungkinkan mikroorganisme untuk tinggal di dalamnya dan mencemari serbuk tersebut sehingga tidak layak digunakan sebagai bahan uji percobaan. Penetapan kadar air dilakukan dengan memasukkan 50 g serbuk daun sirsak kedalam labu kering ditambah dengan 200 ml toluena. Labu dipanaskan dan ditunggu sampai air tidak menetes lagi, kemudian dibaca volume air pada buret berskala. Dari hasil percobaan, didapatkan kadar air tiga kali replikasi berturut-turut adalah 4,9 ml, 4,8 ml, dan 4,85 ml. Rata-rata dari ketiga replikasi tersebut adalah 4,85 ml. Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dan diperoleh persen (%) kadar air yang terkandung dalam 50 g serbuk daun sirsak kering adalah sebesar 9,7%, maka dapat dikatakan bahwa simplisia yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan kadar air yang diperbolehkan karena mengandung kadar air kurang dari 10%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
C. Gambaran Histologis Testis Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak Pemeriksaan histologis digunakan untuk mengevaluasi adanya perubahan struktural dari testis sebagai wujud efek toksik bahan uji. Semua data histologis organ testis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk mengetahui spektrum efek toksik yang terjadi. Jika terdapat perbedaan gambaran histologis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dapat diduga testis mengalami kerusakan. Dari data yang diperoleh mengenai gambaran histologis pada tabel I, semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan spesifik, bahwa ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun organ yaitu tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal. Tabel I. Hasil pemeriksaan histologis testis tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari Jumlah Kelompok hewan uji Gambaran histologis (ekor) Tubulus seminiferus dan spermatogenesis I 3 dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis II 3 dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis III 3 dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis IV 3 dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis V 3 dalam batas normal Keterangan:
I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Testis terdiri dari tubulus-tubulus seminiferus yang masing-masing berisi sel-sel sperma dalam berbagai tahap perkembangan spermatogenesis. Setiap tubulus seminiferus dipisahkan oleh suatu jaringan intersisial yang mengandung sel leydig. Pada gambar 8, dapat dilihat tubulus-tubulus seminiferus (A) dan spermatogenesis dari kelompok kontrol dalam keadaan normal. Tahap-tahap perkembangan spermatogenesis dapat terlihat jelas. semakin ketengah lumen tubulus seminiferus, maka perkembangan sel sperma semakin matang sehingga siap dilepaskan dan memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur. Gambar 9 menunjukkan keadaan testis normal dengan perbesaran yang lebih besar sehingga dapat dilihat dengan lebih jelas suatu keadaan normal dari tubulus seminiferus. Dari gambar dapat dilihat bahwa proses spermatogenesis telah mencapai tahap akhir dimana spermatozoa yang ditunjukkan dalam keadaan matur.
Gambar 8. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest 8333mg/kgBB dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X. A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan intertisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa yang belum matur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Gambar 9. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest 8333mg/kgBB dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400 X. A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan intertisial, C. Spermatozoa matur Gambaran histologis testis tikus dari semua kelompok perlakuan menunjukkan tidak adanya perubahan yang terjadi terhadap testis, sehingga testis dikatakan dalam keadaan normal. Tahap-tahap spermatogenesis terjadi secara normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan histologis testis yang dilakukan, tidak ada efek toksik dan kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang terjadi. Ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun organ testis teramati masih dalam keadaan normal baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak memberikan efek toksik terhadap organ testis tikus.
D. Gambaran Histologis Ovarium Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak Ovarium merupakan organ reproduksi hewan betina yang menghasilkan ovum (oosit). Didalam ovarium terdapat folikel-folikel yang merupakan salah satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
komponen penting ovarium yaitu sebagai tempat perkembangan ovum menjadi matang dan siap untuk dibuahi. Namun hanya ada satu sel telur yang menjadi folikel dominan yang akan mengalami proses perkembangan selanjutnya, sedangkan folikel-folikel lainnya akan mengalami atresia (program kematian sel atau apoptosis) (McPhee and Ganong, 2006). Folikel yang matang, bentuknya akan menjadi semakin besar dan letaknya akan semakin menepi ke permukaan ovarium. Ovulasi terjadi ketika dinding folikel yang telah matang menipis dan akan meluruh karena pengaruh enzimatik. Setelah folikel matang melepaskan ovum, sisanya di ovarium akan meluruh dan mengalami transformasi. Sel granulosa akan melebar (disebut dengan korpus luteum) yang mensekresi estrogen, progesterone dan inhibin. Jika tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan mencapai perkembangan maksimumnya selama 10 hari dan kemudian akan mengalami apoptosis. Seperti yang kita tahu, hilangnya fungsi korpus luteum mengawali terjadinya siklus menstruasi dan memulai siklus perkembangan folikel baru. Pemeriksaan histologis digunakan untuk mengevaluasi adanya perubahan struktural dari ovarium sebagai wujud efek toksik dari pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari. Hasil pemeriksaan histologis ovarium kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk melihat perubahan yang terjadi. Hasil diagnosis histologis ovarium ditunjukkan pada tabel II.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Tabel II. Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari
Kelompok
Jumlah hewan uji (ekor)
I
2
II
2
III
2
IV
2
V
2
Gambaran histologis Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal
Keterangan : I= kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak II= kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg Dari data gambaran histologis pada tabel II, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan memberikan gambaran histologis ovarium dalam keadaan normal. Tidak ada perubahan spesifik yang terjadi, ukuran, bentuk dan struktur sel serta jaringan pembentuk organ ovarium dalam keadaan normal. Gambaran histologis ovarium dari kelompok perlakuan dosis 180 mg/kg BB, menunjukkan bahwa saat dilakukan nekropsi, tahapan oogenesis hewan uji sudah mencapai fase luteal, yaitu terjadi perkembangan corpus luteum yang ditunjukkan pada gambar 10 dan 11.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Gambar 10. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X. A. folikel atresia, B. corpus luteum matur
Gambar 11. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X. A. folikel atresia Berdasarkan hasil pemeriksaan histologis ovarium yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun ovarium teramati dalam keadaan normal baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. Dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
selama 30 hari tidak memberikan efek toksik terhadap organ ovarium tikus dan tidak ada kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang terjadi.
E. Reversibilitas Uji reversibilitas atau keterbalikkan bertujuan untuk melihat apakah pengaruh pemberian infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan. Sifat terbalikkan berarti bahwa efek toksik yang terjadi dapat kembali seperti keadaan normal sebelum terjadinya efek toksik jika pemberian perlakuan infusa daun sirsak dihentikan. Sifat tak terbalikkan berarti bahwa efek toksik yang terjadi merupakan kerusakan struktural, walaupun pemberian infusa daun sirsak dihentikan struktur dan fungsi organ testis dan ovarium tidak dapat kembali seperti keadaan normal. Hasil pemeriksaan histologis testis yang selama 14 hari diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak, menunjukkan sel-sel dan jaringan penyusun organ testis dalam keadaaan normal baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, yang ditunjukkan pada tabel III. Gambaran histologis testis yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak ditunjukkan pada gambar 12 dan 13.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Gambar 12. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X. A. Tubulus seminiferus, B. jaringan intertisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa yang belum matur
Gambar 13. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X. A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan intertisial, C. Spermatozoa matur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis testis dan ovarium tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan uji reversibilitas Gambaran histologis Kelompok
I
II
III
IV
V
Testis (n=2)
Ovarium (n=3)
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum terjadi secara normal
Keterangan:
I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg n = jumlah hewan uji
Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus yang selama 14 hari diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari menunjukkan tidak adanya perubahan yang terjadi baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan (tabel III). Ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun ovarium dalam batas normal. Gambaran histologis organ ovarium ditunjukkan pada gambar 14 dan 15. Dari gambar 14, dapat diketahui bahwa siklus menstruasi hewan uji ketika dilakukan nekropsi mencapai fase luteal ditunjukkan dengan terjadinya proses perkembangan korpus luteum. Pada gambar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
terlihat adanya darah yang terdapat dalam ovarium, tapi kondisi ini dikatakan normal karena dalam organ ovarium memang terdapat banyak pembuluh darah untuk memberikan suplai oksigen, terlebih dalam proses perkembangan sel telur. Selain itu, terkait dengan metode nekropsi yang dilakukan yaitu dengan cara menarik leher hewan uji, sehingga tidak ada darah yang keluar. Hal ini menyebabkan darah terakumulasi seperti terlihat pada gambar. Gambar 15 dengan perbesaran yang lebih besar (400 X) dengan lebih jelas menunjukkan korpus luteum matur.
Gambar 14.
Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin-eosin, perbesaran 100X. menunjukkan perkembangan corpus luteum. A. Corpus luteum muda, B. Corpus luteum matur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 15.
59
Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin-eosin, perbesaran 400X. A. menunjukkan corpus luteum matur
Tikus jantan dan betina yang diberi perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari memberikan gambaran histologis organ testis dan ovarium yang tidak mengalami perubahan baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Setelah dilakukan penghentian pemberian infusa daun sirsak selama 14 hari, tikus dibunuh kemudian diambil organ testis dan ovarium untuk dibuat dan dilakukan pemeriksaan histologis. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi terhadap testis dan ovarium tikus kelompok kontrol dan perlakuan. Dalam penelitian ini sifat efek toksik tidak dapat ditentukan apakah sifatnya terbalikkan atau tak terbalikkan karena baik pada perlakuan maupun reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam kondisi normal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
F. Pengaruh Pemberian Infusa Daun Sirsak Terhadap Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina Penimbangan berat badan hewan uji bertujuan untuk mengetahui kesehatan hewan uji, menyesuaikan volume pemberian infusa daun sirsak, dan mengetahui kemungkinan perubahan berat badan selama perlakuan. Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap hari untuk mengetahui apakah terjadi perubahan berat badan yang signifikan antara kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol pada tiap minggunya. Data berat badan dianalisis dengan analisis General Linier Model (metode Multivariate) dan diperoleh hasil yang tidak signifikan baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina dengan harga P>0,05. Hasil analisis dapat diketahui dari tabel IV dan V yang menunjukkan perbedaan berat badan tikus jantan dan betina yang tidak bermakna antara kelompok perlakuan infusa daun sirsak dengan kelompok kontrol aquadest. Tabel IV. Purata berat badan ± SEM tikus jantan pada kelompok kontrol dan perlakuan infusa daun sirsak Kel.
Dosis 0
I II III IV V
IDS 108 mg/kg BB IDS 180 mg/kg BB IDS 301 mg/kg BB IDS 503 mg/kg BB Aquadest 8333 mg/kg BB
Purata berat badan hari ke(g ± SEM) 7 14 21
28
234,9±13,1
246,5±8,3
267,1±9,3
279,1±11,0
295,1±8,9
237,1±11,7
252,7±10,5
274,4±11,8
289,1±12,0
303,2±9,9
227,3±15,0
256,6±13,7
272,4±9,7
281,6±9,1
294,9±9,3
235,8±11,9
256,0±10,8
270,0±8,1
283,9±6,7
298,2±6,6
239,0±12,7
255,9±11,5
276,1±11,1
289,4±8,4
298,6±7,6
Keterangan : Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V
= diberi infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 301 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB = diberi aquadest dosis 8333 mg/kg BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Tabel V. Purata berat badan ± SEM tikus betina pada kelompok kontrol dan perlakuan infusa daun sirsak Kel.
Dosis 0
I II III IV V
IDS 108 mg/kg BB IDS 180 mg/kg BB IDS 301 mg/kg BB IDS 503 mg/kg BB Aquadest 8333 mg/kg BB
Purata berat badan hari ke(g ± SEM) 7 14 21
28
194,4±8,1
191,7±4,8
196,2±2,8
201,5±3,4
206,3±4,7
198,1±9,5
202,0± 6,6
201,3±7,5
206,0±8,0
213,8±7,4
192,5±5,1
186,8±5,4
188,2±5,8
192,5±4,5
197,0±6,1
195,4±4,2
194,7±6,0
194,0±8,6
194,1±9,0
202,0±8,4
194,8±5,1
191,4±6,6
193,0±6,2
195,8±8,4
199,5±7,8
Keterangan : Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V
= diberi infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 301 mg/kg BB = diberi infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB = diberi aquadest dosis 8333 mg/kg BB
Gambar 16 dan 17 yang merupakan grafik purata perubahan berat badan tikus jantan dan betina juga menunjukkan pola perubahan berat badan yang mirip antara kelompok perlakuan infusa daun sirsak dengan kelompok kontrol aquadest. Berat badan tikus jantan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, sedangkan pada tikus betina, berat badan cenderung menurun pada minggu pertama setelah pemberian perlakuan infusa daun sirsak dan mengalami peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya, baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa infusa daun sirsak yang diujikan tidak mempengaruhi berat badan hewan uji. Kenaikan berat badan yang terjadi mungkin dikarenakan pola makan hewan uji dan proses pertumbuhan hewan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
350,0 Berat badan (gram)
300,0 250,0 Dosis I
200,0
Dosis II
150,0
Dosis III
100,0
Dosis IV
50,0
Kontrol Aquadest
0,0 0
7
14
21
28
Hari
Gambar 16. Grafik perubahan berat badan tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
Berat badan (gram)
240,0 210,0 180,0 150,0
Dosis I
120,0
Dosis II
90,0
Dosis III
60,0
Dosis IV
30,0
Kontrol Aquadest
0,0 0
7
14
21
28
Hari
Gambar 17. Grafik perubahan berat badan tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak Pada penelitian ini, data asupan pakan juga dijadikan sebagai data pendukung untuk menegaskan apakah perubahan berat badan yang terjadi merupakan akibat dari pemberian infusa daun sirsak atau merupakan proses alami hewan uji yang mengalami pertumbuhan seiring bertambahnya usia dan meningkatnya pola makan hewan uji. Hewan uji diberi pakan berupa pellet AD2 sejumlah 20 g setiap hari. Jumlah pakan yang dimakan tikus pada hari pertama dihitung dengan mengurangkan jumlah pakan yang diberikan pada hari pertama dengan pakan yang tersisa pada hari kedua. Grafik asupan pakan tikus jantan dan betina pada gambar 18 dan 19 menunjukkan bahwa hewan uji kelompok perlakuan peringkat dosis infusa daun sirsak memiliki pola makan yang mirip dengan kelompok kontrol baik pada tikus jantan maupun tikus betina. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mempengaruhi pola makan hewan uji dan perubahan berat badan yang terjadi disebabkan oleh proses pertumbuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
24,0 Berat pakan (g)
20,0 16,0 12,0 8,0 4,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol aquadest
Gambar 18. Grafik asupan pakan tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB 21,0 Berat pakan (g)
18,0 15,0
12,0 9,0 6,0 3,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 hari Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol aquadest
Gambar 19. Grafik asupan pakan tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
H. Asupan Minuman Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak Selain data perubahan berat badan dan data asupan pakan, data asupan minuman juga dijadikan data pendukung penelitian ini. Semua hewan uji diberikan minuman yang sama yaitu air reverse osmosis (RO) sebanyak 120 ml setiap harinya. Volume minuman yang tersisa pada hari kedua diukur, dikurangkan dengan volume minuman yang diberikan pada hari pertama. Selanjutnya dihitung sebagai volume minuman yang diminum pada hari pertama. Asupan minuman yang dikonsumsi oleh tikus jantan dan betina dihitung setiap hari dan dibuat grafik asupan minuman untuk mengetahui pola konsumsi
Volume minuman (ml)
minuman hewan uji. 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 Hari Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol Aquadest
Gambar 20. Grafik asupan minuman tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
Volume minuman (ml)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 Hari Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol Aquadest
Gambar 21. Grafik asupan minuman tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB Gambar 20 dan 21 merupakan data asupan minuman tikus jantan dan tikus betina yang menunjukkan pola minum normal dari keduanya karena tidak ada peningkatan atau penurunan pola minum yang berarti jika dibandingkan dengan kontrol aquadest melainkan cenderung mempunyai pola minum yang sama antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Maka dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mempengaruhi pola minum hewan uji. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari obatobat tradisional atau obat herbal jika digunakan dalam jangka panjang. Hasil penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak yang diberikan selama 30 hari dengan dosis 108; 180; 301; dan 503 mg/kg terhadap tikus jantan dan betina galur Sprague Dalwey (SD) menunjukkan tidak adanya efek toksik yang ditimbulkan terhadap testis dan ovarium tikus serta tidak mempengaruhi pola makan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
minum tikus. Pada penggunaan di masyarakat, umumnya daun sirsak dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai toksisitas subkronis selama 90 hari tentang pengaruh infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus untuk lebih memberikan gambaran keamanannya.
I.
Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum dan sifat efek toksik infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus dilihat dari gambaran histologis testis dan ovarium, juga untuk melihat hubungan kekerabatan antara dosis dan efek toksik yang terjadi. Hewan uji dibagi kedalam lima kelompok perlakuan, yaitu empat kelompok peringkat dosis dan satu kelompok kontrol yang diberi aquadest 8333 mg/kg BB tikus. Peringkat dosis yang digunakan adalah 108 mg/kg BB, 180 mg/kg BB, 301 mg/kg BB, dan 503 mg/kg BB. Pemberian infusa daun sirsak dengan empat peringkat dosis dan kontrol aquadest dilakukan selama 30 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologis terhadap organ testis dan ovarium tikus. Hasil pemeriksaan histologis menunjukkan keadaaan testis dan ovarium yang diberi perlakuan infusa daun sirsak dari empat peringkat dosis dalam keadaan normal, dibandingkan dengan kontrol aquadest. Gambaran histologis organ testis menunjukkan tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal. Pada hewan betina, dapat dilihat tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum pada ovarium juga terjadi secara normal. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak menimbulkan efek toksik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
terhadap testis dan ovarium tikus, dan tidak ada kekerabatan antara dosis dan spektrum efek toksik yang ditimbulkan karena semua peringkat dosis menunjukkan keadaan normal. Uji reversibilitas dilakukan selama 14 hari, yaitu dengan menghentikan pemberian perlakuan aquadest dan infusa daun sirsak pada hewan uji kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Tujuan dari uji reversibilitas adalah untuk mengetahui sifat efek toksik dari kandungan daun sirsak apakah kerusakan yang ditimbulkan sifatnya reversibel atau irreversibel. Hasil pemeriksaan histologis perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari dan uji reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam kondisi normal. Sehingga tidak dapat ditentukan sifat efek toksik dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun sirsak. Data pendukung dalam penelitian ini berupa perubahan berat badan, asupan pakan, dan minum hewan uji. Data berat badan dianalisis dengan analisis General Linier Model (metode Multivariate) dan diperoleh hasil yang tidak signifikan baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina dengan harga P>0,05. Data asupan pakan dan minum hewan uji menunjukkan adanya kemiripan pola makan dan minum antara hewan uji kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol aquadest. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mempengaruhi pola makan dan pola minum hewan uji dan perubahan berat badan yang terjadi disebabkan oleh proses pertumbuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Infusa daun sirsak yang diberikan selama 30 hari dengan dosis 108; 180; 301; dan 503 mg/kg BB tidak menyebabkan efek toksik terhadap testis dan ovarium tikus galur Sprague Dalwey (SD).
2.
Tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik pada testis dan ovarium tikus.
3.
Sifat efek toksik tidak dapat ditentukan apakah bersifat reversibel atau irreversibel karena gambaran histologis baik pada perlakuan maupun pada uji reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam keadaan normal.
B. Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian daun sirsak secara subkronis dalam bentuk sediaan selain infusa, misalnya dibuat dalam bentuk sediaan ekstrak.
2.
Perlu dilakukan penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak pada tikus dengan waktu penelitian yang lebih panjang, yaitu 90 hari.
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA Adewole, S.O., and Ojewole, J.A.O., 2009, Protective Effects of Annona muricata L. (Annonaceae) Leaf Aqueous extract on Serum Lipid Profiles and Oxidative Stress in hepatocytes of Streptozotocin-Treated Diabetic Rats, Afr. J. Tradit. Complement Altern Med.,6 (1), 30-41. Adeyemi, D.O., Komolafe, O.A., Adewole, S.O., and Obuotor, E.M., 2009, Anti Hyperlipidemic Activities Of Annona muricata (Linn), Int. J. Altern. Med., 7 (1). Annasahmad, 2011, Daun Sirsak Makin Populer, http://daunsirsakobatkanker.com/daun-sirsak-makin-populer.html, diakses tanggal 13 Februari 2012. Arthur, F.K.N., Woode, E., Terlabi, E.O., and Larbie, C., 2011, Evaluation of Acute and Subchronic Toxicity of Annona muricata (L.) Aqueous Extract in Animal, Euro. J. Exp. Bio., 1 (4), 115-124. Baskar, R., Rajeswari, V., and Kumar, T.S., 2007, In vitro antioksidant studies in leave of Annona Species, Indian. J. Exp. Bio., 45 (1), 480-485. Bloom and Fawcett, 1994, A Textbook of Histology, 12th ed., diterjemahkan oleh Tambayong, J., penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, pp. 731-732. Derelanko, M. J., and Hollinger, M. A., 2002, Handbook of Toxicology, 2th ed., Taylor and Francis, USA, pp. 74, 464. Direktorat Obat asli Indonesia, 2010, Acuan Sediaan Herbal, volume V, ed. I, Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, Jakarta, pp. 3. Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 200-202. Enweani, I. B., Obroku, J., Enahoro, T., and Omoifo, C., 2004, The biochemical analysis of Soursop (Annona muricata L.) and sweetsop (A. squamosa L.) and their potential use as oral rehydration therapy, Food. Agri. Envi., 2 (1), 39−43. Ganong, W. F., 2005, Review of Medical Physiology, 22nd ed., The McGraw-Hill Companies, USA, pp. 433-435, 447. Greaves, P., 2000, Histopathology of Preclinical Toxicity Studies, 2nd ed., Elsevier, The Netherlands, pp. 709-714.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Heffner, L.J., and Schust, D.J., 2006, At a Glance Sistem Reproduksi, Erlangga, Jakarta, pp. 24-30, 60, 86, 90. Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, 3rd ed, A John Willey & Sons, Canada, pp. 364-369. Johnson, K. E., 1993, Histology and Cell Biology, alih bahasa oleh F. Arifin Gunawijaya, Binarupa Aksara, Jakarta, pp. 361-367. Klaassen, C. D., 2001, Casarett and Doull’s Toxicology: The Basic Science of Poisons, 6th ed, Mc Graw-Hill, United State of America,pp. Kumar, P.R, Kanniappan, M., and Mathuram, L.N., 2011, Hexaconazole Induced changes in the Histologiscal Architecture of Male and Female reproductive system in Rats, Res. J. Pharmacol., 5 (2), 9-13. Laurence, J., and Bacharach, M., 1964, Analytical Toxicology, CRC Press, Philadelphia. Lorenzi, H., Bacher, L., Lacerda, M., and Sartori, S., 2006, Brazilian fruits & cultivated exotics, Instituto Plantarum , Brazil, pp. 672. Lu, F. C., 1995, Basic toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk assessment, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, ed.II, Universitas Indonesia Press, Jakarta, pp. 103, 289-291, 294-295. McPhee, S. J., and Ganong, W. F., 2006, Pathophysiology of Disease: an Introduction to Clinical Medicine, 5th ed., alih bahasa oleh Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 680, 683, 686-688, 695. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Persyaratan Obat Tradisional, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., and Simons, A., 2009, Agroforestree Database:a tree reference and selection guide version 4.0, http://www.worldagroforestry.org/af/treedb/, diakses tanggal 29 Maret 2012. Pathak, P., Saraswathy, Vora, A., and Savai, J., 2010, In Vitro Antimicrobial Activity and Phytochemical Analysis of the Leaves of Annona muricata, IJPRD, 2 (003), 1-6. Pinto, A. C. Q., Cordeiro, M. C. R., Andrade, S. R. M., Ferreira, F. R., Filgueiras, H. A. C., Alves, R. E., et al., 2005, Annona species, International Centre
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
for Underutilized Crops, University of Southampton, Southampton, pp. 263. Plantamor, 2008, Annona muricata L., http://www.plantamor.com/index.php?plant=106, diakses tanggal 14 Februari 2012. Romero, J., Beristain, C.I., Gabas, A.L., Telis, V.R.N., 2007, Effect of apparent viscosity on the pressure drop during fluidized bed drying of soursop pulp, Chem. E. Process, 46, 684–694. Rajeswari, D., Gajalakshmi, S., and Vijayalakshmi, S.,2012, Phytochemical and Pharmacological Properties of Annona muricata: A Review, Int. J. Pharm. Sci., 5(2), 3-6. Trubus, 2011, Sentosa Karena Graviola, Trubus, XLII, 22-25. Van Steenis, C.G.G.J van, 1975, Flora untuk Sekolah di Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Watson, R. R., and Preedy, V. R., (Eds.), 2009, Bioactive Foods in Promoting Health, Elsevier Inc., Inggris, pp. 635. Williams, P. L., James, R. C., and Roberts, S. M., 2000, Principles of Toxicology: Environmental and Industrial Applications, 2nd ed., John Wiley & Sons, Inc., America, pp. 4. Yuan, S.S., Chang, H.L., Chen, H.W., Yeh, Y.T., Kao, Y.H., Lin, K.H., et al., 2003, Annonacin, a mono-tetrahydrofuran acetogenin, arrests cancer cells at the G1 phase and causes cytotoxicity in a Bax- and caspase-3related pathway, Life Sci, 72(25), 2853-2861. Zuhud, 2011, Kanker lenyap Berkat Sirsak, PT Argo Media Pustaka, Jakarta, pp. 2,4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
73
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Daun Sirsak
Lampiran 2. Foto Infusa Daun Sirsak
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Peringkat Dosis Infusa Daun Sirsak dan Dosis Kontrol Aquadest Dosis terapi yang digunakan oleh masyarakat = 2 g/70 kg BB manusia. Konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018. Konsentrasi infusa yang digunakan berdasarkan hasil orientasi yaitu 6 g dalam 100 ml aquadest. Berat badan tikus menggunakan berat badan tertinggi, yaitu 300 g Volume pemberian menggunakan ½ volume pemberian maksimal secara peroral, yaitu 2,5 ml Dosis IV : 𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉 𝐷= 𝐷=
𝐶𝑋𝑉 𝐵𝐵 6𝑔
100 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙 0,3 𝑘𝑔
= 0,5 g/kg BB = 500 mg/kg BB Dosis II : 2 g/ 70 kg BB Dosis untuk tikus 200 g = 2 g x 0,018 = 0,036 g/200 g BB = 180 mg/kg BB Faktor pengali dosis =
𝑛 −1
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ
2
=
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑚𝑔 𝐵𝐵 𝑘𝑔 𝑚𝑔 180 𝐵𝐵 𝑘𝑔
500
= 1,67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Peringkat dosis ditetapkan dengan mengalikan dosis terapi dengan faktor pengali yaitu 1,67. Sehingga didapatkan peringkat dosis untuk tiap g tikus sebagai berikut: Dosis I: 108 mg/kg BB tikus Dosis II: 180 mg/kg BB tikus Dosis III: 301 mg/kg BB tikus Dosis IV: 503 mg/kg BB tikus Dosis kontrol aquadest: Konsentrasi aquadest = 1 g/ml = 1000mg/ml 𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉 𝐷=
1000 𝑚𝑔 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙 0,3 𝑘𝑔
=
2,500 𝑚𝑔 0,3 𝑘𝑔
= 8333 mg/kg BB
Lampiran 4. Perhitungan konversi Dosis untuk Manusia Faktor konversi dosis dari tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56,0 Dosis I 108 mg/kg BB = 0,108 mg/g BB Untuk tikus 200 g 0,108 mg/g BB x 200 g = 21,6 mg/200 g BB Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 21,6 mg x 56,0 = 1209,6 mg Jadi dosis untuk manusia adalah 1209,6 mg : 70 kg = 17,28 mg/kg BB Dosis II 180 mg/kg BB = 0, 180 mg/g BB Untuk tikus 200 g 0, 180 mg/g BB x 200 g = 36 mg/200 g BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 36 mg x 56,0 = 2016 mg Jadi dosis untuk manusia adalah 2016 mg : 70 kg = 28,8 mg/kg BB Dosis III 301 mg/kg BB = 0,301 mg/g BB Untuk tikus 200 g 0, 301 mg/g BB x 200 g = 60,2 mg/200 g BB Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 60,2 mg x 56,0 = 3371,2 mg Jadi dosis untuk manusia adalah 3371,2 mg : 70 kg = 48,16 mg/kg BB Dosis IV 503 mg/kg BB = 0,503 mg/g BB Untuk tikus 200 g 0,503 mg/g BB x 200 g = 100,6 mg/200 g BB Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 100,6 mg x 56,0 = 5633,6 mg Jadi dosis untuk manusia adalah 5633,6 mg : 70 kg = 80,48 mg/kg BB
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air dilakukan dengan memasukkan 50 g serbuk daun sirsak kedalam 200 ml toluenae kemudian dipanaskan dan ditunggu hingga air tidak menetes, kemudian diukur volume airnya. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994), kadar air yang diperbolehkan dalam suatu serbuk tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali replikasi, didapatkan volume air sebanyak: Replikasi I: 4,9 ml Replikasi II: 4,8 ml Replikasi III: 4,85 ml
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Dari ketiga replikasi didapatkan rata-rata volume air sebesar 4,85 ml. Kemudian dilakukan perhitungan kadar air yang terdapat dalam serbuk daun sirsak dalam persen (%), yaitu:
4,85 50
𝑚𝑙 𝑥 100% = 9,7% . Maka hasil penetapan kadar air
dalam daun sirsak yang digunakan dalam penelitian memenuhi persyarakatan kadar air yang telah ditetapkan.
Lampiran 6. Foto Penetapan Kadar Air
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Surat Pengesahan Determinasi
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8. Surat Ethics Committee Approval
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 9. Hasil Diagnosis Histologis
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Histologis Testis Tikus Tikus Kel. 1 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
2 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
II
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
II
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
IV
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
V
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal*
I
Keterangan:
Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
4 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal
5 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal* Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal Tubulus seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal*
I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg * = tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Histologis Ovarium Tikus Tikus Kel. 1 I
II
III
2
3
4
5
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
dan
dan
dan
dan
dan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
corpus
corpus
corpus
corpus
corpus
luteum
luteum
luteum
luteum
luteum
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
normal
normal
normal*
normal*
normal*
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
dan
dan
dan
dan
dan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
corpus
corpus
corpus
corpus
corpus
luteum
luteum
luteum
luteum
luteum
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
normal
normal*
normal*
normal*
normal
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
dan
dan
dan
dan
dan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
corpus
corpus
corpus
corpus
corpus
luteum
luteum
luteum
luteum
luteum
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
normal*
normal*
normal
normal
normal*
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
IV
V
85
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
dan
dan
dan
dan
dan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
corpus
corpus
corpus
corpus
corpus
luteum
luteum
luteum
luteum
luteum
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
normal*
normal*
normal
normal*
normal
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
Tahapan
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
perkembang-
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
an folikel
dan
dan
dan
dan
dan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
pembentukan
corpus
corpus
corpus
corpus
corpus
luteum
luteum
luteum
luteum
luteum
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
terjadi secara
normal
normal*
normal*
normal
normal*
Keterangan : I= kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak II= kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg * = tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Lampiran 12. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Jantan Case Processing Summary Cases Included N Berat badan hari ke-0 * Kelompok perlakuan Berat badan hari ke-7 * Kelompok perlakuan Berat badan hari ke-14 * Kelompok perlakuan Berat badan hari ke-21 * Kelompok perlakuan Berat badan hari ke-28 * Kelompok perlakuan
Excluded
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
Report Kelompok perlakuan Infusa daun sirsak Mean 108 mg/kg BB
hari ke-7
hari ke-14
hari ke-21
hari ke-28
246.5000
267.1200
279.1400
295.0600
5
5
5
5
5
Std. Deviation
29.30654
18.65449
20.85970
24.63966
19.98695
Std. Error of Mean
13.10628
8.34254
9.32874
11.01919
8.93843
237.1200
252.7200
274.3800
289.0800
303.1800
5
5
5
5
5
Std. Deviation
26.22312
23.58341
26.35663
26.78371
22.22346
Std. Error of Mean
11.72734
10.54682
11.78704
11.97804
9.93863
227.2800
256.6400
272.4400
281.6400
294.9200
5
5
5
5
5
Std. Deviation
33.60658
30.57569
21.75495
20.24483
20.78911
Std. Error of Mean
15.02932
13.67387
9.72911
9.05376
9.29717
N
N
Infusa daun sirsak Mean 301 mg/kg BB
hari ke-0 234.9400
Infusa daun sirsak Mean 180 mg/kg BB
Berat badan Berat badan Berat badan Berat badan Berat badan
N
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Infusa daun sirsak Mean
87
235.8000
256.0200
270.0400
283.8600
298.2200
5
5
5
5
5
Std. Deviation
26.71835
24.09672
18.03741
14.87105
14.66959
Std. Error of Mean
11.94881
10.77638
8.06657
6.65053
6.56044
kontrol aquadest
Mean
239.0400
255.9400
276.0800
289.4400
298.5800
8333 mg/kg BB
N
5
5
5
5
5
Std. Deviation
28.46556
25.72058
24.78310
18.87917
16.88659
Std. Error of Mean
12.73018
11.50259
11.08334
8.44302
7.55191
Mean
234.8360
253.5640
272.0120
284.6320
297.9920
25
25
25
25
25
26.77449
22.98887
20.83797
20.06310
17.71339
5.35490
4.59777
4.16759
4.01262
3.54268
503 mg/kg BB
Total
N
N Std. Deviation Std. Error of Mean
General Linear Model Between-Subjects Factors Value Label Kelompok perlakuan
1
N
Infusa daun sirsak 108
5
mg/kg BB 2
Infusa daun sirsak 180
5
mg/kg BB 3
Infusa daun sirsak 301
5
mg/kg BB 4
Infusa daun sirsak 503
5
mg/kg BB 5
kontrol aquadest 8333 mg/kg BB
5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Multivariate Tests Effect Intercept
Value
88
c
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's Trace
.997
1.201E3a
5.000
16.000
.000
Wilks' Lambda
.003
1.201E3
a
5.000
16.000
.000
Hotelling's Trace
375.298
1.201E3
a
5.000
16.000
.000
Roy's Largest Root
375.298
1.201E3a
5.000
16.000
.000
.385
.405
20.000
76.000
.987
Wilks' Lambda
.662
.357
20.000
54.016
.993
Hotelling's Trace
.442
.321
20.000
58.000
.997
Roy's Largest Root
.204
.777b
5.000
19.000
.579
Kelompok_perlakuan Pillai's Trace
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan
Lampiran 13. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina Case Processing Summary Cases Included N Berat badan hari ke-0 * kelompok perlakuan Berat badan hari ke-7 * kelompok perlakuan Berat badan hari ke-14 * kelompok perlakuan Berat badan hari ke-21 * kelompok perlakuan Berat badan hari ke-28 * kelompok perlakuan
Excluded
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
25
100.0%
0
.0%
25
100.0%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Report kelompok perlakuan Infusa daun sirsak 108 mg/kg BB
Mean
hari ke-0
hari ke-7
hari ke-14
hari ke-21
hari ke-28
194.4000
191.6600
196.1800
201.4800
206.2600
5
5
5
5
5
18.13574
10.71812
6.27989
7.67835
10.47869
8.11055
4.79329
2.80845
3.43386
4.68621
198.0600
202.0200
201.3200
205.9800
213.7800
5
5
5
5
5
21.13748
14.69956
16.86022
18.05580
16.45257
9.45297
6.57384
7.54012
8.07480
7.35781
192.5000
186.7800
188.1800
192.5400
196.9800
5
5
5
5
5
11.49848
12.17280
13.03215
10.02487
13.57892
5.14228
5.44384
5.82816
4.48326
6.07268
195.4400
194.7400
194.0400
194.1200
202.0200
5
5
5
5
5
Std. Deviation
9.41371
13.42378
19.23962
20.05261
18.69176
Std. Error of Mean
4.20994
6.00330
8.60422
8.96780
8.35921
194.8000
191.4000
193.0200
195.8400
199.5200
5
5
5
5
5
11.51564
14.69303
13.97183
18.76774
17.51134
5.14995
6.57092
6.24839
8.39319
7.83131
195.0400
193.3200
194.5480
197.9920
203.7120
25
25
25
25
25
13.84070
13.12672
13.98511
15.25590
15.48075
2.76814
2.62534
2.79702
3.05118
3.09615
N Std. Deviation Std. Error of Mean
Infusa daun sirsak
Mean
180 mg/kg BB
N Std. Deviation Std. Error of Mean
Infusa daun sirsak
Mean
301 mg/kg BB
N Std. Deviation Std. Error of Mean
Infusa daun sirsak
Mean
503 mg/kg BB
N
Kontrol aquadest
Mean
8333 mg/kg BB
N Std. Deviation Std. Error of Mean
Total
Berat badan Berat badan Berat badan Berat badan Berat badan
Mean N Std. Deviation Std. Error of Mean
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
General Linear Model Between-Subjects Factors Value Label kelompok perlakuan
1
N
Infusa daun sirsak
5
108 mg/kg BB 2
Infusa daun sirsak
5
180 mg/kg BB 3
Infusa daun sirsak
5
301 mg/kg BB 4
Infusa daun sirsak
5
503 mg/kg BB 5
Kontrol aquadest
5
503 mg/kg BB
Multivariate Testsc Effect Intercept
Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's Trace
.996 9.008E2a
5.000
16.000
.000
Wilks' Lambda
.004 9.008E2
a
5.000
16.000
.000
Hotelling's Trace
281.510 9.008E2a
5.000
16.000
.000
Roy's Largest Root
281.510 9.008E2a
5.000
16.000
.000
kelompok_perlakuan Pillai's Trace
.583
.648
20.000
76.000
.863
Wilks' Lambda
.507
.613
20.000
54.016
.886
Hotelling's Trace
.801
.580
20.000
58.000
.911
Roy's Largest Root
.500
b
5.000
19.000
.142
1.901
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + kelompok_perlakuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Lampiran 14. Langkah-langkah Analisis Data dengan General Linier Model (metode Multivariat): Contoh kasus adalah sebagai berikut: Kelompok Tikus 1 Infusa 2 daun 3 sirsak 108 4 mg/kg BB 5 Infusa 1 daun 2 sirsak 180 3 mg/kg BB 4 5 Infusa 1 daun 2 sirsak 301 3 mg/kg BB 4 5 Infusa 1 daun 2 sirsak 503 3 mg/kg BB 4 5 kontrol 1 aquadest 2 8333 3 mg/kg BB 4 5
analisis perubahan berat badan tikus jantan dengan data BB0 197.8 211.3 250.1 247.1 268.4 204.4 226.2 242.8 236.0 276.2 189.2 225.3 238.3 206.3 277.3 197.3 224.2 241.5 247.5 268.5 193.8 236.4 246.6 246.6 271.8
BB7 226.1 237.2 242.2 251.4 275.6 235.7 258.6 225.1 258.2 286.0 219.8 247.2 246.1 268.2 301.9 249.8 224.6 245.2 278.6 281.9 223.9 256.8 238.6 271.8 288.6
BB14 256.9 261.2 258.5 254.8 304.2 268.6 283.4 234.2 279.3 306.4 241.9 270.3 267.3 281.0 301.7 276.3 264.0 262.1 250.1 297.7 247.7 269.2 259.9 298.7 304.9
BB21 277.8 277.1 269.7 252.0 319.1 285.9 293.0 248.2 295.6 322.7 257.2 285.1 281.0 272.5 312.4 293.4 279.2 279.5 264.2 303.0 268.6 281.1 278.7 311.6 307.2
BB28 301.0 284.6 282.0 280.1 327.6 309.6 303.2 269.2 302.8 331.1 267.7 300.0 293.3 288.4 325.2 302.4 300.7 299.5 274.2 314.3 282.3 279.9 302.2 317.6 310.9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Input data 1. Buka lembar kerja baru dari prog SPSS. Kemudian klik Variable View, akan muncul seperti ini:
2. Definisikan variabel yang diperlukan. Tempatkan pointer pada baris 1, kemudian isi kolom Name : Kelompok_perlakuan Type : gunakan default numeric Width : untuk keseragaman, ketik 8 Decimals : ketik 2 Label : Kelompok perlakuan Values : tempatkan pointer dalam kotak kecil titik-titik di sebelah kanan tulisan none, akan muncul Value labels. Pada kolom Value masukkan angka 1. Pada kolom label masukkan keterangan Infusa daun sirsak 108 mg/kg BB kemudian klik Add. Masukkan variabel bebas lainnya. Maka akan tampak seperti gambar di bawah:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. 4. 5. 6. 7.
93
Kemudian klik OK. Untuk kolom Missing, Columns, Align, Measure biarkan seperti default Tempatkan pointer ke baris 2. Ganti Name dengan BB0 dan Label dengan Berat badan hari ke-0 Tempatkan pointer ke baris 3. Ganti Name dengan BB7 dan Label dengan Berat badan hari ke-7 Tempatkan pointer ke baris 4. Ganti Name dengan BB14 dan Label dengan Berat badan hari ke-14 Tempatkan pointer ke baris 5. Ganti Name dengan BB21 dan Label dengan Berat badan hari ke-21 Tempatkan pointer ke baris 6. Ganti Name dengan BB28 dan Label dengan Berat badan hari ke-28 Akan muncul seperti ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
8. Klik Data view. Arahkan pointer ke menu utama SPSS, pilih menu View, aktifkan Value label. 9. Arahkan pointer ke baris 1 kelompok perlakuan, ketik angka 1 (menurun sebanyak 5 kali) maka SPSS secara otomatis akan mengubahnya menjadi sesuai label yang dimasukkan pada variabel view. Lakukan hal yang sama dengan value 2, 3, 4, dan 5. 10. Untuk mengisi variabel BB0, BB7, BB14, BB21, dan BB28 masukkan data berat badan tikus jantan. Jika sudah muncul seperti dibawah, maka data telah selesai di input. Kemudian klik File lalu Save As.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Analisis data 1. Pilih menu Analyze 2. Pilih General Linier Model 3. Pilih Multivariate
4. Maka akan muncul :
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
a. Dependent Variables: Pindahkan variabel-variabel tersebut ke kolom Dependent Variables dengan cara mengklik berat badan hari ke-0, kemudian klik simbol . Lakukan hal yang sama untuk memasukkan berat badan hari ke-7, 14, 21, dan 28 ke kolom Dependent Variables. b. Fixed factors: klik variabel kelompok perlakuan dari kolom kirin kemudian pindahkan ke fixed factor dengan mengklik simbol c. Covariate(s). abaikan saja bagian ini. d. WLS Weight. Abaikan saja bagian ini. e. Pilih option maka akan muncul
Klik kelompok perlakuan, kemudian pindahkan ke bagian Display Means for. Beri tanda checklist (√) pada pilihan Homogeneity tests. Klik Continue. Maka akan kembali menu Multivariate seperti dibawah, kemudian klik OK
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Maka akan muncul tampilan output SPSS. Interpretasi hasil analisis 1. Uji homogenitas varian yang dilihat dari hasil uji Levene, yaitu: Levene's Test of Equality of Error Variances a F
df1
df2
Sig.
Berat badan hari ke-0 .168 4 20 .952 Berat badan hari ke-7 .328 4 20 .856 Berat badan hari ke-14 .261 4 20 .899 Berat badan hari ke-21 .162 4 20 .955 Berat badan hari ke-28 .177 4 20 .948 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan Jika signifikansi (sig.) p>0.05, maka varian homogen. Namun jika signifikansi p<0.05, maka varian tidak homogen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
2. Uji multivariate Keputusan diambil dengan analisis Pillai's Trace, Wilks' Lambda, Hotelling's Trace, Roy's Largest Root, menghasilkan: Multivariate Testsc Effect Intercept
Value
F
Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's Trace
.997
1.201E3a 5.000
16.000
.000
Wilks' Lambda
.003
1.201E3a 5.000
16.000
.000
16.000
.000
a
Hotelling's Trace 375.298 1.201E3 5.000 Roy's Largest 375.298 1.201E3a 5.000 Root Kelompok_perlakuan Pillai's Trace .385 .405 20.000 Wilks' Lambda .662 .357 20.000 Hotelling's Trace .442 Roy's Largest .204 Root
16.000
.000
76.000 54.016
.987 .993
.321
20.000
58.000
.997
.777b
5.000
19.000
.579
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan
Jika signifikansi (Sig.) p<0.05, maka terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan). Namun jika signifikansi (Sig.) p>0.05, maka tidak terdapat perbedaan yang bermakna (berbeda tidak signifikan).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Subkronis Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Gambaran Histologis Testis Dan Ovarium Tikus” mempunyai nama lengkap Niken Ambar Sayekti, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Antonius Slamet dan Sulistiyani. Penulis dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada 12 Mei 1991. Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu pendidikan prasekolah dasar di TK Setyowuri (1996-1997), Pendidikan dasar di SD Negeri Wonosari (1997-2003), Pendidikan menengah di SMP Negeri 11 Purworejo (2003-2006), dan Pendidikan lanjutan di SMF “INDONESIA” Yogyakarta (2006-2009). Penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Selama menjalani masa perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya sebagai anggota divisi Dana dan Usaha acara Pharmacy Performance and Event Cup 2010, anggota divisi Perlengkapan acara Paingan Festival. Beberapa seminar telah diikuti oleh penulis diantaranya Seminar Hari AIDS Sedunia, Seminar Kanker Serviks dan Kanker Paru-paru. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi (2010, 2011), Bentuk Sediaan Farmasi (2011), Farmakologi-Toksikologi (2012).