PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN KARYA MA’MUN AFFANY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making 061224082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN KARYA MA’MUN AFFANY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making 061224082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTO
Don’t be afraid to stand for what you believe in, even if that means standing alone. (Barrack Obama)
When you feel you can’t do it You will be amaze when you can do it. (Penulis)
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Tulisan ini saya persembahkan kepada :
¾ Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melindungi, memberkati, dan menyertai hidupku.
¾ Ayahanda Dominikus Desember Hurek Making dan Ibunda Beatrix Peni Kerong yang telah memberi kasih sayang, perhatian, doa restu, dorongan, dan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Theresia Tetty, Maria. 2013. Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menganalisis unsur intrinsik seperti tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural dan (2) mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural dan hubungan antarunsur intrinsik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah teknik pustaka. Langkah awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik yang digunakan sebagai dasar menganalisis hubungan antarunsur intrinsik. Hasil analisis menunjukkan tokoh utama dalam cerita adalah Dina, Adib, dan Cindy dengan tokoh tambahan Suratman, Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Tokoh protagonis dalam cerita adalah Dina, Adib, dan Cindy. Tokoh antagonisnya adalah Suratman (Abang). Alur dalam novel ini meliputi delapan tahapan yaitu paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian dan selesaian. Latar dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah rumah kontrakan, kamar mandi, mushola, sekolah Adib, ruang kelas Adib, ruang kelas Dina, aula tempat lomba cerdas-cermat, kamar Maya, rumah Fatimah, rumah Hanna, bis, angkot, pasar buah, jalan raya, dan penjara. Latar waktu dalam cerita adalah subuh, pagi, siang, sore, petang dan malam. Latar sosial menunjukkan pada kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat yang beragam. Tema yang terkandung dalamnovel Do’a Anak Jalanan adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina,Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan. Hubungan antarunsur intrinsik saling mendukung dan terkait satu sama lain. Tokoh mendukung tema, tema didukung oleh latar, tema mendukung alur, tokoh menyampaikan amanat cerita, tokoh dapat membentuk alur, dan alur membutuhkan tokoh dalam setiap tahapannya.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Theresia Tetty, Maria. 2013. The Structural Analysis in the Novel Entitled Do’a Anak Jalanan Written by Ma’mun Affany. Thesis. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma. The research is to analyze the instrinsic structure especially theme, character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalananwritten by Ma’munAffany. The purposes are (1) to describe the theme, character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan based on the structural study and (2) to describe the relation of each instrinsic element of the novel entitled Do’a Anak Jalanan based on the structural study. The research is using the qualitative descriptive research whichis having aim of describing the character, plot, setting, and moral value of the novel based on the structural study. The data collection’s is used on the research of The Analysis of Intrinsic Unsure in the Novel Entitled Do’a Anak Jalanan Written by Ma’mun Affany in a Structural Study. The first step of the analysis is describing the theme, character, plot, setting, and moral value of the novel as the foundation to analyze the relationship of each intrinsic structure. The result of the analysis shows that the main characters are Dina, Adib, and Cindy and the supporting characters are, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, and Preman. The protagonist character in the novel are Dina, Adib, and Cindy and the antagonist character is Suratman (Abang). There eight steps of the plot in this novel; exposition, inciting moment, rising action, conflict, complication, climax, falling action and denoument. The settings of the novel entitled Do’a Anak Jalanan consisting the setting of place, time, and social. The settings of the novel entitled Do’a Anak Jalanan are in the boarding house, bathroom, mosque, Adib’s school, Adib’s classroom, Dina’s classroom, the hall of competitions, Maya’s room, Fatimah’s house, Hanna’s house, bus, angkot, fruit market, high way, and prison. The setting of times which are described on the novel are dawn, morning, midday, afternoon, evening, and night-time. The setting of social is showing the life of Dina, Adib, and Cindy’s who live in the area of Kampung Rambutan station which is the venue for a variety of social activities. The moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan is a struggle of three Street Children named Dina, Adib, and Cindy in living life as a busker while still have a spirit to go to school. The relation of each intrinsic element of the novel entitled Do’a Anak Jalanan is supporting and correlating every other element. Character is supporting the theme, the theme is supported by setting, theme supporting the plot, the character is telling the moral value, character is forming the plot, and the plot is needing the character in every phase.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada : 1.
Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2.
Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi PBSID yang selalu memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3.
Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang telah mengarahkan dan membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi.
4.
Dr. Y. Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang kedua yang dengan sabar membimbing dan memberikan banyak masukan selama penulisan skripsi.
5.
Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan imu yang dapat menjadi bekal masa depan bagi penulis.
6.
Ayahanda Dominikus Desembar Hurek Making dan Ibunda Beatrix Peni Kerong selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta untaian doa yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya.
7.
Alexander Beda Tanaboleng Hurek, Maria Andriastri Hurek, dan Maria Millenium Bunda Wona Hurek adik-adikku yang selalu memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis mengerjakan skripsi.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN MOTO ......................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................
vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...............................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
ABSTRACT .....................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
4
E. Batasan Istilah ..........................................................................
4
F. Sistematika Penyajian ...............................................................
7
LANDASAN TEORI .....................................................................
8
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..........................................
8
B. Landasan Teori .........................................................................
9
1. Sastra....................................................................................
9
2. Pengertian Novel .................................................................
10
3. Kajian Struktural ..................................................................
11
a. Tema................................................................................
13
b. Tokoh ..............................................................................
15
c. Penokohan .......................................................................
18
d. Alur .................................................................................
19
e. Latar atau Setting ............................................................
21
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
f. Amanat ............................................................................
23
4. Hubungan Tema, Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Amanat ..........................................................................
24
a. Tema dan Unsur Cerita Lain ...........................................
24
b. Penokohan dan Unsur Cerita Lain .................................
25
c. Latar dan Unsur Cerita Lain...........................................
26
d. Amanat dan Tema ...........................................................
28
e. Amanat dan Tokoh ..........................................................
28
f. Amanat dan Alur .............................................................
28
g. Amanat dan Latar ............................................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
29
A. Sumber Data .............................................................................
29
B. Jenis Penelitian .........................................................................
29
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................
30
D. Teknik Analisis Data ................................................................
31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
32
A. Deskripsi Data ..........................................................................
32
B. Hasil Analisis............................................................................
32
1. Tema ....................................................................................
33
2. Tokoh dan Penokohan .........................................................
36
3. Jenis Tokoh ..........................................................................
73
4. Alur atau Plot .......................................................................
90
5. Latar atau Setting .................................................................
97
6. Amanat ................................................................................
104
7. Hubungan Antarunsur ..........................................................
105
a. Tema dengan Tokoh........................................................
105
b. Tokoh dengan Alur .........................................................
106
c. Tokoh dengan Latar ........................................................
113
d. Tema dengan Latar..........................................................
114
e. Amanat dengan Tema .....................................................
114
f. Amanat dengan Tokoh ....................................................
115
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
g. Amanat dengan Alur .......................................................
115
h. Amanat dengan Latar ......................................................
115
C. Pembahasan ..............................................................................
115
PENUTUP ......................................................................................
121
A. Kesimpulan ...............................................................................
121
B. Implikasi ...................................................................................
124
C. Saran .........................................................................................
124
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
125
LAMPIRAN ....................................................................................................
127
BIODATA PENULIS .....................................................................................
129
BAB V
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain, seperti seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain.
Tujuannya
pun
sama
yaitu
untuk
membantu
manusia
menyingkapkan rahasia keadaanya untuk memberi makna pada eksistensinya. Letak perbedaan dengan seni yang lain, adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa. Sebuah karya sastra dapat dihargai karena dapat berguna bagi kehidupan
manusia.
Artinya
bahwa,
dalam
sebuah
karya
sastra
mengungkapkan berbagai pengalaman manusia agar manusia lain dapat memetik pelajaran baik dari padanya (Sumardjo, 1984:14). Jadi, karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembacanya. Selain itu, karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dimaksudkan bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang di antara unsur-unsurnya terjalin hubungan timbal-balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya yang merupakan kumpulan atau tumpukan-tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri melainkan saling terikat, berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo, 1984:66).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki unsurunsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk sebuah totalitas. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unusr-unsur yang secara langsung turut serta membangun jalan cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis struktur intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat yang terdapat dalam novel yang berjudul Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel Do’a Anak Jalanan menceritakan tentang masalah hidup dan kehidupan sosial tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy. Mereka harus menjadi anak jalanan dalam pengasuhan Abang (orang yang menampung ketiganya). Kehidupan mereka sangat jauh dari kata bahagia karena mereka harus membanting tulang mencari uang untuk menyambung hidup. Namun dibalik kehidupan mereka yang pahit, mereka bertiga tetap semangat untuk bersekolah. Banyak tantangan, kesulitan, dan hambatan yang selalu mereka alami hingga akhirnya Adib harus melakukan pembunuhan terhadap Abang. Adib akhirnya hidup di penjara, namun Dina dan Cindy tetap melanjutkan hidup mereka di Jawa Tengah tanpa melupakan Adib.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Novel
Do’a Anak Jalanan menarik untuk diteliti dan dianalisis
struktur intrinsik, karena bahasanya lugas dan mudah dimengerti. Selain itu, jalan cerita novel Do’a Anak Jalanan sangat relevan dengan kenyataan hidup yang terjadi di sekitar kita disaat sekarang karena problem atau masalah yang dihadapi oleh ketiga anak tersebut banyak yang terjadi di lingkungan sosial jaman sekarang. Peneliti menganalisis struktur intrinsik dari novel khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat pada novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Peneliti menganalisis struktur intrinsik dalam novel Do’a Anak Jalanan karena unsur-unsur tersebut saling berkaitan membangun jalan cerita dalam novel.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah analisis tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany? 2. Bagaimanakah hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany berdasarkan kajian struktural?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dua masalah di atas, peneliti merumuskan dua tujuan sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
1. Mendeskripsikan
hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau
setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan
karya Ma’mun
Affany berdasarkan kajian struktural. 2. Mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany berdasarkan kajian struktural.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai aspek, yakni : 1. Dari segi teori, penelitian ini bermanfaat untuk memberi wahana atau wawasan mengenai unsur-unsur intrinsik dalam novel, meningkatkan studi kritik sastra, khususnya bidang struktural. 2. Dari segi praktis, penelitian ini mengembangkan apresiasi terhadap karya sastra karya Ma’mun Affany khususnya novel Do’a Anak Jalanan dan menambah koleksi penelitian mengenai tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat berdasarkan kajian struktural.
E. Batasan Istilah Berikut ini akan disajikan istilah atau konsep untuk menghindarkan terjadinya kesalahpahaman, yaitu (1) Sastra, (2) Novel, (3) Pendekatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Struktural, (4) Tema, (5) Tokoh, (6) Penokohan, (7) Alur (8), Latar, (9) Amanat. 1. Sastra Menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. 2. Novel Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). 3. Kajian Struktural Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Menurut Sujiman, karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis yang mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait. Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri. Ada interaksi antara unsur-unsur itu (Sudjiman, 1995:145). 4. Tema Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi (1995:85) mendefinisikan tema sebagai makna yang dikandung cerita atau secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
singkat : makna cerita. Menurut KKBI (2005:1164) tema adalah pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercayakan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb). 5. Tokoh Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. 6. Penokohan Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1988:23). 7. Alur Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau
menyebabkan
terjadinya
peristiwa
yang
lain
(Nurgiyantoro, 1995:113). 8. Latar atau setting Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216). 9. Amanat Menurut KBBI (2005:30) amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
F. Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, sistematika penyajian. Bab II terdiri dari penelitian terdahulu yang relevan dan landasan teori. Bab III terdiri dari sumber data, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV terdiri dari deskripsi data, hasil analisis dan pembahasan. Bab V terdiri dari kesimpulan, implikasi, dan saran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut : Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Subhan (2009) dengan judul Analisis Struktur Novel Durjana Tama. Hasil analisis dari penelitian ini yaitu novel ini meneliti unsure intrinsik dalam novel khususnya tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Tokoh yang terdapat dalam novel ini ada dua yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Bejo Santoso
dan
tokoh
tambahannya
adalah
Pak
Uposonto,
Sulastini
Hartohartoko, Pujo, Guritno, Sujadi Himodigdoyo, Bu Bei Projodigjoyo, Pak Bei Projodigjoyo, dan Bu Setro. Alur dalam novel ini terdapat tiga tahapan yaitu tahap awal, tengah, dan akhir. Latar dalam novel ini meliputi latar fisik, latar sosial, dan latar batin. Selain itu, novel yang berjudul Durjana Tama memiliki tema Mistik, Wangsit, dan Malam Selasa Kliwon. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Tuslianingsih (2010) dengan judul Analisis Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito dan Novel The Davinci Code Karya Dan Brown Sebuah Perbandingan. Hasil analisis dari penelitian ini yaitu kajian unsur intrinsik yang meliputi perbandingan sudut pandang dan pengisahan, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, tema, dan analisis keterpengangaruhan antara novel Rahasia Meede dan novel The Davinci Code. Fokus analisis dalam penelitian ini adalah membuktikan
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
ada tidaknya pengaruh novel The Davinci Code terhadap novel Rahasia Meede berdasarkan banyak persamaan unsur intrinsik dalam kedua novel tersebut. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Harjanti, Y.D.O. Dian (2006) dengan judul Unsur-unsur Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajarannya di SMA. Hasil analisis dari penelitian ini yaitu perjuangan diskriminasi gender. Tokoh dalam novel Memoar Seorang Geisha yaitu Sayuri, Mameha, Hatsumomo, Nabu dan Ketua. Alur dalam novel ini bersifat kronologis atau alur maju. Latar dalam novel ini meliputi latar waktu, latar tempat dan latar sosial. Selain itu, penelitian novel ini dapat diimplementasikan dalam pelajaran sastra di SMA. Penelitian tentang novel yang berjudul Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany belum pernah dilakukan, bahkan peneliti belum menemukan penelitian yang membahas mengenai novel ini dengan menggunakan kajian atau pendekatan struktural. Oleh karena itu, peneliti memilih novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dengan menggunakan kajian struktural.
B. Landasan Teori 1. Sastra Pengertian sastra menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan Waren
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
via Budianta, 19993:103). Luxemburg (1984:15) berpendapat bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan. Menurut KBBI (2005:1272) sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Menurut Sumardjo dan K.M (1987:1) sastra didefinisikan sebagai karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Sastra memiliki fungsi sebagai penghalus budi pekerti, peningkatan
kepekaan,
rasa
kemanusiaan
atau
kepedulian
sosial
penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks.
2. Pengertian Novel Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk totalitas. Menurut KBBI (2005:1003) novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsurunsur yang secara langsung membangun
sebuah cerita.
Kepaduan
antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Unsur ekstrinsik yang dimaksud meliputi unsur religi, sosial, moral, politik, kebudayaan, ekonomi, pendidikan, sejarah, dan lainnya.
3. Kajian Struktural Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsure (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis (Hill, 1966:6 via Pradopo, 1995:108). Teori struktural adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004:16). Pendekatan struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sebuah sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
itu amat bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya (Semi, 1993:68). Pendapat itu telah diperkuat oleh pendapat Sujiman yang mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait. Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri, ada interaksi antara unsur-unsur itu (Sudjiman, 1995:145). Struktur disini dalam arti bahwa novel itu merupakan susunan unsur-unsur bersistem yang antar unsur-unsurnya terjalin hubungan timbal-balik, saling menentukan, oleh karena itu unsur-unsur dalam novel bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal yang berdiri sendiri, melainkan hal yang saling terkait, saling berkaitan dan saling bergantung (Pradopo, 1987:18). Struktural dalam penelitian sastra memusatkan perhatiannya pada elemen atau unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Elemen itu disebut unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur itu menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Abrams (via Nurgiyantoro, 1994:36) menjelaskan bahwa struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi satu komponen yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Analisis struktural merupakan salah satu kajian kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antar unsur pembangun karya sastra. Struktur yang membentuk karya sastra tersebut yaitu : tema, tokoh,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
penokohan, alur,latar atau setting¸ pusat pengisahan dan sebagainya. Struktur novel atau cerpen yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling berhubungan secara saling menentukan sehingga menyebabkan novel atau cerpen tersebut menjadi sebuah karya sastra yang hidup. Dalam penelitian ini yang akan dianalisis oleh peneliti adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, amanat dan hubungan antarunsur intrinsik. a. Tema Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema didukung oleh pelukisan latar, didalam karya yang lain tersirat didalam lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman, 1991:51). Selain itu, Sumardjo dan Saini (1986:56) mendefinisikan tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menuliskan sebuah cerita tidak hanya sekedar bercerita, tapi hendaknya menyampakan sesuatu kepada pembacanya. Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainnya, selain itu juga berfungsi untuk melayani visi atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
respon pengarang terhadap pengalaman hubungan totalnya dengan jagat raya (Wiyatmi, 2006:43). Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tema. Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tema menurut Shipley dalam bukunya Dictionary of World Literature. Menurut Shipley, terdapat lima tingkatan penggolongan tema yaitu : 1) Tema Tingkat Fisik Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus utama dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. 2) Tema Tingkat Organik Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema karya sastra ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. 3) Tema Tingkat Sosial Manusia sebagai makhluk sosial
man as socius. Kehidupan
masyarakat merupakan tempat aksi interaksinya manusia, sesama dan dengan lingkungan alam. Objek pencarian tema ini adalah banyaknya permasalahan, konflik, dan lain-lain. 4) Tema Tingkat Egoik Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. 5) Tema Tingkat Divine Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam tingkat ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi dan keyakinan. Untuk menemukan tema dalam sebuah cerita, maka harus menyimpulkan dari setiap bagian-bagian dari karya tersebut misalnya terdapat dalam setiap dialog. Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya (Sumardjo, 1984:58). b. Tokoh Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006:30). Sedangkan menurut Sudjiman (1988:16) yang dimaksud dengan tokoh adalah
individu
rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dalam cerita biasanya berwujud manusia, binatang atau benda yang diinsankan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000:165). Penokohan atau karakter
atau
disebut juga perwatakan
merupakan
cara
penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mendefinisikan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992:23). Penokohan secara umum merupakan cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk. Menurut Sumardjo (1997:65-66) untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara yaitu : 1) Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis. 2) Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh. 3) Melalui penggambaran fisik tokoh, penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendeskripsian penulis tentang tokoh cerita. 4) Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya. 5) Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh ceritanya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
Tokoh-tokoh dalam cerita mewakili fungsi tertentu. Menurut Altendbernd dan Lewis (via Nurgiyantoro, 1995:178) membedakan fungsi penampilannya tokoh digolongkan menjadi tiga yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 1995:177). Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawataan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita, bukan hanya frekuensi kemunculan tokoh di dalam cerita. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 1995:179). Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relativ pendek (Nurgiyantoro, 1995:176). Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tokoh. Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tokoh menurut Burhan Nurgiyantoro.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
c. Penokohan Penokohan adalah penyajian tokoh dan pencitraan tokoh. Tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir, sifat serta sikap-sikap batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca (Sudjiman, 1992:23). Penokohan ialah cara pandang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya, Penokohan sekaligus menggambarkan teknik perwujudan dan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:166). Menurut Sudjiman (1992:23-26) terdapat empat metode dalam penokohan, yaitu (1) metode langsung atau analitik, (2) metode tidak langsung atau dramatik, (3) metode kontekstual dan (4) metode campuran. 1) Metode langsung atau analitik adalah teknik pelukisan watak tokoh dimana pengarang memaparkan saja watak tokoh dan dapat juga menambah komentator tentang watak tersebut. 2) Metode tidak langsung atau dramatik adalah teknik pelukisan watak tokoh dimana pengarang tidak memaparkan watak tokoh secara langsung tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh tersebut dari pikiran, cakapan, lakuan tokoh yang disajikan pengarang bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkunagn atau tempat tokoh. 3) Metode kontekstual adalah teknik pelukisan watak tokoh dilihat dari bahasa yang digunakan pengarang dalam mengacu pada tokoh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
4) Metode campuran atau kombinasi adalah campuran dua atau tiga metode tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penokohan campuran. Masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh cerita saja,melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan penghadirannya secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra yang meliputi : pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh tersebut. d. Alur Alur adalah
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-
tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam satu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan plot maupun struktur cerita (Aminuddin, 1988:83). Alur
adalah
peristiwa-peristiwa
yang
diurutkan
yang
membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan tetapi juga termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah nasib (Sudjiman, 1988:30). Alur dalam karya sastra secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Bagian awal berisi eksposisi yang mengandung instabilitas yang merangsang timbulnya konflik. Bagian tengah mengandung klimaks yang merupakan puncak konflik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Bagian akhir mengandung penyelesaian atau pemecahan masalah (Sayuti via Wiyatmi, 2006:37). Panuti Sudjiman (1988:30-36) membagi struktur umum alur menjadi delapan bagian yaitu paparan (Exposition), rangsangan (Inciting moment), gawatan (Rising action), tikaian (Conflict), rumitan (Complication), klimaks (Climacs), leraian (Falling action), dan selesaian (Denoument). 1) Paparan (Exposition) adalah penyampaian informasi kepada pembaca. Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Pada tahap ini, berfungsi untuk memancing rasa ingin tahu pembaca. 2) Rangsangan (Inciting moment) adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru sebagai katalisator. 3) Gawatan (Rising action) adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. 4) Tikaian (Conflict) adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis). 5) Rumitan (Complication) adalah perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. 6) Klimaks (Climax) adalah titik
puncak cerita. Klimaks tercapai
apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. 7) Leraian (Falling action) adalah tahap yang menunjukkan peristiwa ke arah selesaian atau penyelesaian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
8) Selesaian (Denoument) adalah bagian akhir atau penutup cerita. e. Latar atau setting Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216). Sudjiman juga berpendapat bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat berkaitan dengan masalah geografi, di lokasi mana peristiwa itu terjadi, di kota atau desa apa, dan sebagainya. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam maupun historis atau kisah sejarah. Latar sosial berkaitan dengan hidup masyarakat (Sayuti viaWiyatmi, 2006:40). Terkadang dalam sebuah cerita ditemukan latar yang banyak mempengaruhi penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak novel, latar membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh cerita tersebut. Fungsi latar diantaranya memberi informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh. Selain itu, latar dapat menjadi metafora dari keadaan emosional dan spiritual tokoh (Sudjiman, 1988:48).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Menurut Nurgiyantoro (1995:227-234) latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. 1) Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:227). Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk membuat pembaca terkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh terjadi, yaitu tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan itu. 2) Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalamkarya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:223). Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya kelas menengah, rendah, atau kelas atas. 3) Latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah ‘kapan’ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, fakta yang ada kaitannya atau dikaitkan dengan peristiwa sejarah
(Nurgiyantoro,
1995:230).
Menurut
Genette
(via
Nurgiyantoro, 1995:231) masalah waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda, disatu pihak menunjuk pada waktu dan ukuran waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Pengetahuan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
persepsi pembaca terhadap waktu sejarah kemudian digunakan oleh pengarang untuk mencoba mengajak pembaca masuk dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. f. Amanat Amanat yang terdapat dalam karya sastra tertuang secara implisit. Secara implisit artinya jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat secara eksplisit artinya jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan
dengan
gagasan
yang
mendasari
cerita
(Sudjiman, 1992:57-58). Amanat merupakan kecenderungan dan keinginan pengarang yang disalurkan melalui tokoh-tokoh ceritanya, biasanya amanat mengesankan niat pengarang yang hendak menggurui pembaca. Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat bisa berupa kata-kata mutiara, firman, dan lainnya sebagai petunjuk untuk memberi nasihat. Amanat merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dan merupakan bagian yang integral dari unsur-unsur karya sastra lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
Untuk menemukan sebuah amanat cerita, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf saja, melainkan harus membaca secara keseluruhan isi ceritanya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara langsung ataupun tersirat dari apa yang dialami para tokoh dalam kisah tersebut.
4. Hubungan Tema, Tokoh, Alur, Latar, dan Amanat Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk totalitas. Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun sebuah cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. a. Tema dan unsur cerita lain Tema dalam sebuah karya fiksi, hanya merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita lainnya. Tema bersifat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
memberi korelasi dan makna terhadap unsur cerita yang lain (Nurgiyantoro, 1995:74). b. Penokohan dan unsur cerita lain Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada keterkaitan antarberbagai unsur pembangunnya. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis hubungannya dengan unsur-unsur pembangun yang lainnya. 1) Penokohan dan Pemplotan Tokoh dan plot atau alur saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemunculan peristiwa dan kejadian-kejadian yang ingin diungkapkan. Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta dalam cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot atau alur adalah jalan cerita tentang apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Dalam hal ini, plot merupakan sarana untuk memahami perjalanan kehidupan tokoh. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks yang notabene semuanya merupakan hal-hal esensial dalam plot hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya. Tokoh-tokoh cerita itulah yang sebagai pelaku sekaligus penderita kejadian, dan karenanya penentu perkembangan plot. Bahkan sebenarnya, plot tak lain dari perjalanan kehidupan tokoh, baik dalam cara berpikir, bersikap,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
berperilaku, maupun bertindak, baik secara verbal maupun non verbal (Nurgiyantoro, 1955:173). 2) Penokohan dan Tema Penokohan dan tema memiliki hubungan yang erat. Tokohtokoh cerita merupakan pelaku dalam tema, secara terselubung maupun
terang-terangan.
Adanya
perbedaan
tema
dapat
menyebabkan perbedaan pemerlakuan tokoh cerita yang ditugaskan menyampaikannya. Tema umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit, hal itu berarti pembacalah yang bertugas menafsirkannya. Usaha penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil kejadian atau konflik yang dialami, ditimbulkan, atau ditimpakan kepada tokoh utama. Usaha penafsiran tema haruslah dilacak dari apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan, atau apa yang ditimpakan kepada tokoh (Nurgiyantoro, 1995:173). c. Latar dan Unsur Cerita Lain Latar sebuah karya yang sekedar berupa penyebutan tempat, waktu, dan hubungan sosial tertentu secara umum, artinya bersifat netral, pada umumnya tak banyak berperan dalam pengembangan cerita secara keseluruhan. Hal itu berarti bahwa latar tersebut kurang berpengaruh terhadap unsur-unsur fiksi yang lain, khususnya alur dan tokoh. Sebaliknya, latar yang mendapat penekanan, yang dilengkapi dengan sifat-sifat khasnya, akan sangat mempengaruhi dalam hal pengaluran dan penokohan, dan karenanya juga keseluruhan cerita.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
Latar dengan pengaluran mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, tak berlebihan jika di katakan bahwa sifat seseorang akan di bentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro, 1995:225). Penokohan dan pengaluran memang tidak banyak ditentukan oleh latar, namun setidaknya peranan latar harus di perhitungkan. Jika terjadi ketidakseimbangan antara latar dan penokohan cerita akan menjadi kurang wajar, kurang meyakinkan. Latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu, langsung tidak langsung akan berpengaruh terhadap cerita, khususnya waktu yang di kaitkan dengan unsur kesejarahan. Peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, jika ada hubungannya dengan peristiwa sejarah, harus tidak bertentangan dengan kenyataan cerita sejarah itu. Jika terjadi ketidaksesuaian, cerita tidak menjadi masuk akal, dan terjadilah apa yang disebut anakronisme (Nurgiyantoro, 1995:226). Latar juga mempunyai hubungan dengan tema. Latar merupakan tempat, saat dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan di kenai sesuatu kejadian. Latar bersifat memberikan “aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi pemilihan tema. Atau sebaliknya, tema yang sudah di pilih akan menuntut pemilihan latar dan mampu mendukung cerita. (Nurgiyantoro, 1995:75).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
d. Amanat dan Tema Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat memiliki hubungan dengan tema. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit atau tersirat. e. Amanat dan Tokoh Tokoh dan amanat berkaitan erat. Tokoh dapat menyampaikan amanat di dalam cerita melalui perwatakan, sikap, tindak tutur, dan atau pencitraannya. f. Amanat dan Alur Alur merupakan jalan cerita dalam novel. Di dalam alur, banyak ditemukan peristiwa, kejadian, konflik dan klimaks. Artinya, melalui rangkaian alur dalam cerita, pembaca dapat menemukan amanat yang tersirat maupun tersurat. g. Amanat dan Latar Latar tempat, waktu dan sosial yang dilibatkan di dalam cerita bukan hanya sekedar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) melainkan juga sebagai suatu gambaran keadaan batin dan emosional tokoh. Melalui pelataran yang bersifat konkrit atau nyata, pembaca dapat memetik hikmah atau amanat yang terkandung di dalamnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Sumber Data Sumber data dari penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah sebagai berikut : Judul Buku
: Do’a Anak Jalanan
Pengarang
: Ma;mun Affany
Tebal Buku
: 152 halaman
Tahun Terbit
: 2013
Penerbit
: Sofia Publishing House bekerja sama dengan Penerbit Affany.
B. Jenis Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 1989:7). Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1989:3). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur
29
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat serta hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Do’a Annak Jalanan karya Ma’mun Affany. Menurut Surakhmad (1982:140) menguraikan ciri-ciri metode deskriptif sebagai berikut : 1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, masalah-masalah yang aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber tertulis dapat berwujud majalah, surat kabar, karya sastra, buku acuan umum, karya ilmiah, buku perundang-undangan (Subroto, 1992:124). Sedangkan menurut Moleong (1989:124) sumber tertulis dapat dibagi atas buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Sumber-sumber tersebut biasanya dapat ditemukan di perpustakaan. Langkah awal yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu menyimak dan mencatat. Peneliti menyimak langsung teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Menyimak bertujuan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan
mendukung penulis dalam
memecahkan rumusan masalah. Kegiatan mencatat merupakan tindak lanjut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
dari teknik simak. Hasil pengumpulan data yang diperoleh yaitu berupa hasil kajian atau analisis unsur-unsur intrinsik serta hubungan antarunsur tersebut. Sumber tertulis penelitian ini yaitu novel Do’a Anak Jalanan.
D. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 1989:112). Analisis yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah analisis deskripsi. Langkah pertama dalam kegiatan analisis adalah menganalisis unsur-unsur yang terdapat di dalam novel. Unsur-unsur yang dianalisis adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis hubungan antar unsur tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Dalam bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian yaitu (1) analisis unsur-unsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting, dan amanat. Dalam penelitian ini hanya menekankan pada keenam unsur tersebut yang paling menonjol di dalam novel. Unsurunsur intrinsik ini akan membantu penulis dalam memahami isi dan sebagai dasar untuk menganalisis hubungan antarunsur dalam novel tersebut. (2) analisis hubungan antarunsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat) dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel yang akan dianalisis dalam penelitian ini berjudul Do’a Anak Jalanan
karya Ma’mun Affany. Novel ini terdiri dari 152 halaman dan
diterbitkan oleh Sofia Publishing House dan bekerja sama dengan Penerbit Affany. Sinopsis dari novel Do’a Anak Jalanan terdapat di dalam lampiran halaman 127.
B. Hasil Analisis Hasil analisis yang ditemukan dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah sebagai berikut :
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
1. Tema Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat di dalam lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan
dapat menjadi
faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman, 1991:51). Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah bersifat
mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema
memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainnya, selain itu juga berfungsi untuk melayani visi atau respon pengarang terhadap pengalaman hubungan totalnya dengan jagat raya (Wiyatmi, 2006:43). Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas adalah sebagai berikut : Hanya satu asa yang ingin mereka raih, mereka bisa lepas dari kehidupan yang mereka jalani sekarang. Mereka harus berjuang demi meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik (Do’a hlm. 5). Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati (Do’a hlm. 128).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
a. Tema menurut Shipley Tema dalam novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan tingkatan tema menurut Shipley adalah sebagai berikut : 1) Tema Tingkat Fisik Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus utama dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan, ia lebih menekankan pada mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Mereka bertiga berdiri di tepi jalan, menenteng gitar untuk mencari uang. Mereka tak pernah lelah untuk berlari, naik turun bis. Setiap hari, aktivitas itu yang selalu mereka lakukan. Mereka tak peduli dengan lelah dan penat (Do’a hlm. 104).
2) Tema Tingkat Organik Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema karya sastra ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Di dalam novel Do’a Anak Jalanan ini tidak memuat persoalan atau masalah seksualitas. 3) Tema Tingkat Sosial Tema pada tingkatan ini mengambil kehidupan dalam masyrakat, yang merupakan
tempat aksi-interaksinya manusia
dengan sesama dan dengan lingkungan alam. Dalam kehidupan masyrakat itulah biasa terdapat atau muncul suatu masalah. Masalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
sosial dalam cerita ini yaitu mengenai perjuangan hidup anak kecil dan masalah pendidikan. Hal tersebut dapat diketahui dari cerita yang menceritakan perjalanan hidup tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib, dan Cindy. Mereka bekerja sebagai pengamen dan diadopsi oleh seorang preman bernama Suratman atau yang biasa dipanggil Abang oleh ketiganya. Kehidupan yang sederhana dan tertekan akibat siksaan Abang membuat mereka harus bekerja keras demi menyambung hidup. Namun mereka tetap mengutamakan belajar dan sekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di sebuah rumah kontrakan. Dina, Adib, dan Cindy memang harus bersekolah, mereka sudah berniat dari awal, setidaknya mereka tidak bodoh meski hidup di jalanan (Do’a hlm. 9).
4) Tema Tingkat Egoik Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
Dina ingin memulai hidup baru yang lebih baik. Walaupun tanpa Adib, ia akan berusaha menghidupi dirinya dan Cindy dengan usahanya sendiri. Ia yakin akan ada kebahagiaan untuk mereka (Do’a hlm. 142).
5) Tema Tingkat Divine Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam tingkat ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi dan keyakinan. Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati walaupun berat tantangannya (Do’a hlm. 140).
2. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16). Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995: 65) tokoh cerita adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh yang terdapat dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari enam belas tokoh yaitu Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Watak atau penokohan dari keenam belas tokoh tersebut adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
a. Dina Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong tinggi bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi kecoklatan, matanya tak istimewa, bibirnya sederhana, sedikit ciut, dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek, parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi, namun kesatuan semuanya membuat setiap
pemuja kecantikan akan memalingkan
wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak pengamen yang tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampong rambutan, Jakarta. Sedari kecil, Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun ada seorang bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali, tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun bukan saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah kerasnya kota Jakarta. Penokohan pada Dina dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Dina adalah sebagai berikut : 1) Pekerja Keras Dina adalah sosok anak yang pekerja keras. Sikap pekerja kerasnya ditunjukkan dalam setiap kesehariannya dia melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
kegiatan ngamen di jalanan. Dina akan bekerja keras mengejar setoran yang akan diberikan kepada Suratman yang biasa dipanggilnya Abang. Hal ini dilakukan agar ia dan kedua adiknya tidak mendapatkan penyiksaan dan perlakuan kasar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Setiap hari Dina tak bisa rasakan kebahagiaan seperti teman-teman yang lain, tak bisa tidur siang, setiap siang harus berpindah dari satu bis ke bis yang lain untuk menjajahkan suara emasnya, suara Dina memang bagus, tapi apalah artinya keindahan di jalanan, bila penumpang tahu pengamen akan bernyanyi lebih banyak yang berpaling muka keluar jendela, atau pura-pura tidur, mereka risih, tak ada harganya, pemberian uang juga lebih banyak karena rasa kasihan, tak banyak orang menghargai nyanyian yang didendangkan. Kalau sore, teman-teman sebayanya bermain di mall, jalan-jalan keliling kota, sudah sibuk berdandan selepas mandi, atau tidur nyenyak di kamar, tapi Dina dan kedua adiknya harus semangat-semangatnya memetik gitar menyambut para pekerja pulang dari kantor di bis, atau menyisir tepi jalan dari satu warung ke warung yang lain (Do’a hlm. 2-3).
Sikap pekerja keras Dina juga ditunjukkan ketika ia harus ngamen
sendirian
tanpa
Adib.
Kutipan
yang
mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina naik satu kopaja, kali ini Dina bertopi, tanpa permisi berdiri menghadap penumpang bersandar punggung kursi dekat pintu, tanpa pamit Dina tepuk tangan, nyanyikan sebuah lagu dari Hijau Daun, “Setiap detik, engkau yang s’lalu menghantuiku” saat bernyanyi yang teringat di kepalanya hanya Adib, ia membayang Adib yang kini ada di penjara. Katanya akan menerima hukuman enam tahun penjara, ada yang mengatakan sepuluh tahun penjara, itu berarti akan lama menanti Adib keluar penjara kembali. (Do’a hlm. 126).
2) Penyayang Sebagai anak tertua bagi kedua adiknya, Dina selalu menyayangi dan mengutamakan kebahagiaan mereka. Bagi Dina kedua adiknya adalah hal yang paling penting di dunia ini. Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
ditunjukkan saat percakapan antara Dina dan Maya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : “Kenapa kamu tak henti pandangi kedua adikmu?” Maya heran, Dina seperti memndam sesuatu dalam pandangan. “Aku takut mereka jadi pencuri,” Dina berdo’a hal ini tak merasuki dua adiknya. “Kenapa berkata seperti itu?” “Mereka masih kecil, tapi sudah merasakan hidup terhimpit, aku selalu berusaha mengatakan untuk terus semangat, tapi aku takut mereka terpaksa melakukan untuk sekedar mengisi perut,” Dina tersenyum. “Jangan berpikir macam-macam Din,” Maya menghentikan ocehan Dina, mencoba mengalihkan pikiran, “Kau tidak tergoda untuk pacaran seperti yang lain?” Dina tersenyum sinis, “Aku lebih baik pikirkan dua adikku, mereka terlalu berharga untukku. Sedikitpun aku tak memikirkan hal itu, tak penting.” “Kenapa mereka begitu berharga untukmu? Bukankah mereka bukan saudara kandungmu Din?” “Aku tak punya keluarga, sejujurnya aku iri meliha torang yang berayah dan beribu, jalan bersama-sama, tapi semakin hari aku sadar, aku punya mereka berdua, merekalah keluargaku satu-satunya. Mereka sudah menganggapku sebagai kakak, juga ibu, seharusnya dari dulu aku bisa menyadari itu. Tapi rasanya baru kemarin aku tahu, hidup tak mungkin sendirian (Do’a hlm. 94-95).
Dina bagi Adib sudah dianggap seperti kakak. Dina pun menyayangi Adib selayaknya adik kandungnya sendiri. Dina selalu memberikan kasih sayang yang tulus kepada Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina cepat mengambil air di satu botol Air minum, ia ingin membersihkan luka-luka adiknya, sedangkan Cindy terus berada di dekat Adib, mengusap pipinya, berusaha untuk tak menangis, meski si kecil tak kuat memandang lebam (Do’a hlm. 38-39). Dina kembali dengan air satu gelas, lap kecil dari handuk, diusap di sekitar bibir Adib, bersihkan kening Adib. Cindy hanya bisa memandang, kadang memijat kaki Adib yang membujur diatas lantai (Do’a hlm. 39).
Selain sebagai kakak, Dina juga sudah dianggap Ibu oleh Cindy. Cindy tak segan-segan memanggil Dina dengan sebutan Mama. Bagi Cindy, Dina adalah sosok ibu
yang baik dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
penyayang. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina akan mandi bersama Cindy, di kamar mandi 1 x 1 meter, mereka seperti anak dan ibu, kalau Cindy kedinginan saat air yang menyiram, ia akan memeluk kedua kaki Dina erat-erat. Adib pasti lebih awal selesai, tapi ia akan menunggu di depan pintu tempat Dina dan Cindy mandi bersama. Perlahan toilet umum mulai banyak dikunjungi, entah ibu-ibu penjual sayur di pasar pagi, atau supir angkot s 15 yang hendak mulai beroperasi (Do’a hlm. 8).
Sikap penyayang Dina, juga ditunjukkan saat Dina membelikan Adib dan Cindy mangga dari uang lebih hasil ngamen. Dina merasa bahagia ketika kedua adiknya dapat merasakan kebahagiaan, walaupun hanya sedikit. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Kali ini Dina berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, di bangku bis sebelum pintu belakang ada seorang berkaos, rambutnya pendek, kulitnya coklat bersih, cara berpakiannya rapi. Dina yakin dia anak orang kaya tapi entah kenapa tidak memakai mobil. Saat Dina menyodorkan tangan kanan, pemuda tersebut mengeluarkan uang dua puluh ribu dari dompetnya. “Terimakasih Mas, terimakasih,” Dina menunduk, seumur dia hidup memeluk gitar, belum pernah ia menerima selembar uang dua puluh ribu, seolah di hadapannya malaikat untuk mereka bertiga. Sebegitu senangnya Dina, saat turun tepat di pasar buah, tempat penjual buah ia belikan mangga, satu kilo lima ribu, berisi empat buah, ia bagikan satu persatu kepada Adib dan Cindy. “Kenapa beli buah kak?” Adib bertanya. “Ada yang memberi dua puluh ribu,” Dina tersenyum. “Kenapa tidak disimpan saja kak,” Adib bertanya lagi. “Biar, supaya kita pernah merasakan makan buah mangga,” Dina beralasan. Mereka tidak mengupas dengan pisau, dengan gigi, tak ada rasa malu meski setiap orang yang lewat memperhatikan, saat macet ada satu angkot yang berhenti tepat di garis lurus dengan mereka, satu penumpang memperhatikan, Cindy hanya tersenyum, rasa malu dibuang meski mulut menguning belepotan. Adib paling lahap, Cindy paling susah makan, Dina hanya biarkan dua adiknya menikmati manisnya mangga (Do’a hlm. 89-91).
Sikap penyayang Dina, juga ditunjukkan saat Dina menjaga kedua adiknya yang sedang tertidur dalam kelelahan karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
mendapat penyiksaan dan pukulan dari Suratman. Dina selalu berusaha agar kedua adiknya mendapatkan kasih sayang darinya, walau dalam keadaan yang menyakitkan sekalipun. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Malam semakin larut, keheningan mulai menyeruput, Cindy sudah tergeletak dalm lelap tak berbantal perut Adib atau paha Dina, Cindy seperti kucing kedinginan, Dina merapikan rambutnya, terkadang Dina melipat handuk untuk dijadikan bantal mengganjal kepala Cindy. Dua gitar bersandar di pojok ruangan, nyamuk berdengung tak di rasakan termakan lelah yang membakar. Ketukan jarum jam terdengar, jarum pendek menunjukan angka sepuluh malam. Lampu kuning tak dimatikan, Dina dan Adib masih terjaga, duduk terpisah tubuh Cindy, memar di kepala Adib semakin tampak jelas. (Do’a hlm. 39-40).
3) Dewasa Kerasnya hidup di jalanan membuat Dina harus selalu berpikir dan bertindak dewasa. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina berdo’a dalam hatinya, semoga mereka yang menghinanya tidak merasakan seperti dirinya yang harus hidup di tengah tekanan, yang harus berjuang di tengah kesempitan, penyiksaan, yang harus terus bertahan dalam kisah penuh cita yang yang tak pernah mudah diwujudkan, Dina berdo’a cukup dirinya saja yang merasakan (Do’a hlm. 59).
4) Bertanggung Jawab Sebagai Kakak dan Ibu bagi Adib dan Cindy, membuat Dina harus memiliki sikap tanggung jawab yang penuh terhadap mereka. Bagi Dina keselamatan Adib dan Cindy lah hal utama yang harus selalu ia jaga. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib tampak duduk berdamping Cindy di depan pagar mushola, mereka setia menanti walau dipanggang terik, mereka tak lelah walau terasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
payah, mereka berdiri menanti kakaknya, Adib sudah berkaos, punggung sudah terikat bersama gitar, berdua mereka pandangi Dina yang berjalan sendirian, mereka berdua akan salami Dina dan mencium tangannya. “Kakak ganti baju dulu,” Dina ke samping toilet mushola toilet terkunci rapat. Bertiga melangkah menuju jalan raya, Adib sembari berjalan memandang Dina, “Biar aku sendirian aja Kak yang ngamen, biar dapat banyak.” Kali ini Dina melarang, “Hari ini kita sama-sama aja, jangan menjauh dari Kakak.” Dina merasa takut kalau Adib di ganggu oleh preman “Nanti dapatnya sedikit Kak,” Adib menyela, jalan sudah tampak,”Nanti…” “Sudah tidak apa-apa,”Dina tak ingin membahas. (Do’a hlm. 86-87).
Tanggung jawab Dina selain menjaga Adib dan Cindy dari gangguan lingkungan sosial, Dina pun harus bertanggung jawab pada kehidupan mereka dari cengkraman Suratman. Hal itu ditunjukkan dengan sikap tegas Dina membawa pergi Adib dan Cindy menghindar dari Suratman dan menginap di rumah Maya. Kutipan yang mendukung peryataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina berjalan sangat lambat sekali, buku tulisnya hanya dimasukkan ke dalam saku rok belakang, kepalanya menunduk, Safira dan Maya hanya memandangnya. “Kamu kenapa Din?” Maya melihat Dina seperti terhimpit masalah besar. “iya Din, katakan pada kita!” Safira setengah memaksa. Dina teringat dua adiknya, teringat Adib, teringat Cindy, hanya mereka keluarga belahan hati Dina. Dina menoleh ke arah Maya, “Boleh aku menginap di rumahmu?” “Boleh Din,” Maya sangat senang bisa membantu. “Tapi aku bawa dua adikku,” Dina berharap malam ini dua adiknya bisa tertidur nyenyak. “Tidak apa-apa,” Maya mengangguk. Dina ingin malam ini ia bersama dua adiknya bisa tidur dalam lelap, Dina ingin melihat Adib dan Cindy tidur mendengkur atau berliur. Dina ingin mulai malam ini ia bisa lepas dari Suratman, mulai berlari entah sampai kapan, mulai bersembunyi meski satu hari akan kembali ditemukan. Ia merasa lelah, lelah sudah, sangat lelah. Ia sengaja tak memberitahu Adib dan Cindy jika nanti malam tak akan kembali ke Abang, mereka pasti akan khawatir, mereka pasti menolak, mereka pasti akan takut pukulan Suratman kembali mendarat, mungkin lebih keras lagi, mungkin lebih kejam, tapi Dina berpikir bahwa semua yang ia jalani bersama Suratman harus di akhiri.(Do’a hlm. 85-86).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
5) Sabar Disaat mereka bertiga hidup dalam sesaknya kemiskinan dan penderitaan, Dina selalu berusaha untuk sabar dan tabah menjalaninya. Dina percaya bahwa akan ada kebahagiaan untuk mereka bertiga di suatu waktu nanti. Kutipan yang mendukung peryataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Memang Dina meyakini suatu hari semua akan berganti, akan ada kebahagiaan untuk mereka, tapi entah kapan. Dina terus berusaha untuk sabar dan tabah, yang ia bisa lakukan hanya terus berusaha sekuat tenaga mencari rejeki demi hidup yang lebih baik (Do’a hlm. 2-3).
6) Pemberani Sikap berani Dina ditunjukkan saat ia mengambil satu keputusan untuk menghindar dari Suratman dengan cara membawa Adib dan Cindy menginap selama dua hari di rumah Maya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Malam ini kita tidur di rumah teman kakak,” Dina membuka pembicaraan. “Bagaimana dengan Abang?” Adib tahu balasan jika berlari tak kembali pada Abang. “Lupakan saja,” Dina menggenggam gagang gitar. “Maksud Kakak?” Adib mengerti, malam mulai datang. “Mulai malam ini kita berlari dari Abang, Kakak harap kalian jangan takut.” “Dina berpesan,”Kita tidak bisa membayar uang ujian kalau tiap hari diminta Abang” (Do’a hlm. 91).
Sikap pemberani Dina juga ditunjukkan saat ia membela Maya dan Safira yang diganggu oleh geng centil di kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Entah mengapa tiba-tiba rambut Maya dijambak Madya, kontan kepala Maya seolah tersangkut, seperti ranting yang ditarik, siswi yang lain mulai ketakutan, meremas tas, Maya mengerang, “Aaaa!!!” laki-laki mulai bergerak ingin memisah, tapi yang tidak disangka justru tindakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
Dina, ia langsung berdiri menarik tangan Madya melayangkan satu tamparan keras, “Plak!!!” Dina bukan wanita biasa, Dina sudah akrab dengan pukulan Abang, sudah kenyang dengan tamparan, dengan sabetan, darah sudah sering keluar dari kulitnya, tapi yang melihat justru senang, mereka mengharap ada yang memberi pelajaran untuk geng centil, laki-laki mulai mundur kembali, guru kebetulan tak juga datang. Dina tatap dalam-dalam mata Madya, Putri pun canggung bergerak, Madya kesakitan, ia ingin membalas, ia layangkan tangan, tapi Dina sudah terbiasa, ia tangkap dengan tangan kirinya, satu tamparan lebih keras melayang, “Plakkk!!!!” telak, sangat telak, Dina tatap Putri, “Duduk sana!!! Jangan sok jadi perempuan!!!” Terdengar kata-kata Dina, tercermin jiwa Dina sesungguhnya, ia menganggap orang yang menghina dirinya wajar, tapi bila ada yang membelanya tapi dihina ia tidak akan pernah terima. Terdengar sayupsayup suara dari teman-temannya, “Syukurin!!!” (Do’a hlm. 56-57).
7) Bijaksana Sikap bijaksana Dina selalu ditunjukkan melalui pola pikir atau cara berpikirnya. Hal tersebut membuat Dina selalu disayang Adib dan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Tak ada kamus putus asa dalam jiwa mereka. Kalau gagal sekolah karena uang, bagi mereka sudah wajar, Dina dan Adib sering mengatakan itu dan memahami benar artinya, tapi kalau tidak nauk kelas hanya karena pelajaran, bagi mereka tidak wajar, mereka yakin sepintar apapun pasti belajar, orang secerdas apapun pasti belajar, apalagi mereka terlahir sebagai anak jalanan. (Do’a hlm. 14). Dina tersenyum, “Aku sering katakan sama mereka jangan malu dengan keadaan! Jangan malu kalau kita sering kelaparan! Jangan malu kalau kita mengamen! Sekolah memang mahal, kita kadang harus lapar, kadang harus korbankan keadaan karena kita punya cita-cita yang baik, dan mulia (Do’a hlm 71).
8) Peduli Pekerjaan sebagai pengamen jalanan membuat Dina harus ekstra hati-hati dalam menjaga kedua adiknya. Dina sangat peduli terhadap keselamatn kedua adiknya. Hal ini ditunjukkan saat Adib dan Cindy tidak pulang ke rumah Maya. Dina panik dan berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
mencari keduanya, walaupun hari masih terlalu pagi. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Kenapa jam segini mereka belum pulang May?” Dari jam delapan Dina terus bertanya. “Mungkin mereka menginap di tempat teman,” Maya mencoba menenangkan, duduknya memeluk bantal sembari menatap paras Dina dari samping. Dina menggeleng, “Tidak mungkin, mereka selalu mendengar katakataku, aku sudah katakan untuk kembali bertemu di depan mushola sepulang sekolah”. Dina melirik sejenak melihat ke dinding, terlihat sudah jam sepuluh malam. Dina cemas, mereka berdua memang masih terlalu kecil, yang Dina khawatirkan jika mereka berdua tertangkap Abang, atau ada preman lain menculik. Sampai jam dua belas malam Dina tak bisa menutup matanya. Dina hanya berbaring, namun pikirannya hanya tertuju pada Adib dan Cindy. Belum sempat matahari terbit Dina sudah memaksakan diri untuk berangkat, Maya berharap Dina bersabar, tapi Dina sudah satu malam tertekan, ditelan gelap pagi Dina berangkat membawa gitar, berjalan ke luar rumah sendirian, tapi belum sempat Dina menjauh, belum sampai ke tepi jalan raya, Maya menyusul dengan sepeda motornya, ”Ayo Din”. Berdua menerjang jalan raya, masih sepi bila jarum jam menunjuk jam lima pagi, terlebih hari jum’at, hanya segelintir sepeda motor menyalakan lampu depan yang tampak menyala. Dina tak berjaket, tapi ia tak merasa dingin. Ia terus berdo’a semoga bisa temukan dua adiknya sesampainya di mushola. Dalam kepalanya mereka berdua tidur di sana (Do’a hlm. 105-107).
9) Penakut Dibalik
semua
sikap
Dina
yang
mengayomi
dan
menyayangi kedua adiknya, Dina ternyata memiliki sikap penakut. Hal itu ditunjukkan ketika Adib melakukan pembunuhan terhadap Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan!!! Jangan!!!” tapi Adib tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp!!!” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara, tergeletak, lantai penuh dengan darah, dina terdiam memandang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
“Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi Kak,” Adib meminta. “Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah, semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak!!!” Cindy ketakutan. “Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan (Do’a hlm 116).
b. Adib Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil, hidungnya kalau dari samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak seimbang dengan umurnya, kalau dendangkan lagu sepenuh hati, paling suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya, nama Adib yang memberinya justru Dina. Penokohan pada Adib dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Adib adalah sebagai berikut : 1) Pekerja Keras Sebagai laki-laki tunggal, Adib tidak bisa menggantungkan hidupnya kepada Dina saja. Ia juga harus bekerja keras memenuhi kebutuhan mereka bertiga. Sikap kerja keras Adib ditunjukkan ketika ia harus ngamen sendirian tanpa Dina dan Cindy karena ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
harus menghindar dari kejaran Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Mungkin hari ini Adib harus menggelandang sendirian, uang tak ada, ia pun harus kembali ke tepi jalan, mengamen dari satu angkot ke angkot lain, meski hanya bermusik tepuk tangan, yang memberi pasti sedikit, sekali naik bis hanya dapat tiga ribu, kadang hanya seribu, tenggorokan kering, perut melilit belum makan, Adib mengamen sembari mengingat Cindy dan Dina, Adib sampai di Stasiun Kota. Sampai jam tiga sore, Adib hanya dapat lima belas ribu. Adib tak peduli tinggal menghitung minggu ujian datang, uang belum dikumpulkan, setiap hari impian yang ia miliki selalu berganti, ia ingin hari itu ia bisa selamat, bisa terus berlari dari Suratman (Do’a hlm. 102 dan 103).
Sikap Pekerja keras Adib juga ditunjukkan saat ia dan Dina menjemput Cindy pulang dari rumah Maya. Walaupun sudah tampak capek, Adib tetap semangat untuk ngamen di dalam angkot. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga naik angkot menuju kampung rambutan,Dina dan Cindy duduk, tapi Adib tetap berdiri mengamen, walaupun dalam keadaan capek Adib tetap bersemangat melantunkan lagunya D’masiv “Jangan Menyerah”. Dia memang satu-satunya lelaki, tapi dia juga tak pernah merasa lelah demi sepotong hidup, demi sesuap nasi (Do’a hlm. 35).
Sikap pekerja keras Adib juga ditunjukkan saat ia dan Cindy harus bolos sekolah demi mencari uang tambahan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Hari ini waktunya bagi Adib dan Cindy untuk bolos dari sekolah. Setiap satu bulan sekali, ia memiliki waktu khusus dimana dari pagi sampai sore dihabiskan untuk mengamen di jalanan, mencari uang lebih, untuk uang setoran kepada Suratman dan biaya sekolah, lagipula sebentar lagi ujian sekolah, meski sekolah katanya gratis, tapi selalu saja ada pengumpulan uang, entah untuk biaya ini, biaya itu, ada saja alasan, sekolah memang sangat mahal, bagi Adib dan Cindy hidup di sekolah adalah hidup orang mewah, karena mereka tak mudah menggapainya dan selalu ingin bisa menikmatinya (Do’a hlm. 42).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
2) Dewasa Adib memiliki sifat yang dewasa. Bahkan terkadang Adib bersikap lebih dewasa daripada Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib meringis perih. “Tadi siang Adib bangga mendengar pujian untuk Cindy, Adib bangga kita punya adik sepintar Cindy, dia tetap bisa menjadi yang terbaik walaupun bersama kita” Adib pandangi paras mungil Cindy dekat kakinya, “Kalau Adib tak bisa meraih cita-cita seperti yang selama ini kita inginkan, Adib harap Cindy bisa melakukannya. “Kita sering menemui keadaan yang tak sesuai dengan harapan kita, tapi Adib ingin salah satu dari kita bisa mewujudkannya, agar semua kenangan hidup susah yang kita punya tidak dilupakan, mungkin Cindy yang bisa mewujudkan.” Dina diam, kadang Dina tak sedewasa Adib, walaupun masih kelas enam SD, ia memang masih kecil, tapi keadaan yang memaksanya menjadi dewasa, hidup yang keras menjadikannya tetap kuat untuk bertahan dalam kesusahan. Adib mengelap sudut bibirnya (Do’a hlm. 40).
3) Penyayang Adib sangat menyayangi Dina dan Cindy. Ia akan melakukan hal apapun untuk membuat kakak dan adiknya bahagia. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina bersandar dinding, dari sudut bibir keringnya darah menetes, Abang paling suka menampar, pipi Dina menempel dinding, kedua kaki sedikit melipat pasrah, dari sudut mata kirinya mengalir satu tangis walau mulut tak bersuara. Kini Adib yang menumpahkan air minum di botol ke gayung, dengan sehelai handuk tangan kanannya mengelap, ia melihat mata Dina mengawang memandang, aliran air matanya merayap seolah menyayat, Adib tak mungkin mengatakan “Jangan menangis”, ini memang sakit. Jika Adib besar nanti ia bisa membela, melindungi, Adib lupa jika punggungnya juga tergaris satu luka (Do’a hlm. 83).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
Sifat penyayang Adib juga ditunjukkan kepada Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Sebelum berangkat ke sekolah, Dina membagikan uang hasil bolos untuk ngamen kemarin kepada Adib dan Cindy. Biasanya uang saku paling banyak seribu atau seribu lima ratus, kali ini sepuluh ribu berdua Adib dan Cindy. Bila Cindy butuh lebih, Adib selalu mengalah, mungkin untuk Adib dua ribu, untuk Cindy delapan ribu (Do’a hlm. 50).
4) Peduli Adib sangat peduli terhadap apapun. Hal itu ditunjukkan pada saat ia dan Dina tidak menemukan Cindy, Adib pun memutuskan untuk mencari Cindy di rumah Hanna walaupun mengorbankan waktu ngamen mereka. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib masuk ke sekolah, mengambil gitar, saat bu Winda, guru kelas satu hendak naiki motornya Adib berlari menghampiri, “Ibu lihat Cindy?” “Tadi masuk kelas kok,” Ibu Winda memang tak melihat satu per satu siswa setelah sekolah. “Maksud Adib Cindy sekarang dimana?” Ibu Winda sejenak berpikir, “Mungkin ke rumah Hanna, dia kan minggu depan ikut lomba cerdas cermat.” Adib tak peduli, “Rumah Hanna dimana Bu?” “Kalau tidak salah di Cijantung, tapi tepatnya tidak tahu.” (Do’a hlm. 21- 22).
5) Pemberani Selain penyayang, Adib juga memiliki sifat pemberani. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib kabur dan menghindar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Adib menarik nafas, ia berjalan ke pintu, setengah mengintip ke gerbang, tampak Suratman masih tegak berdiri di tengah gerbang, ia tak akan pergi sebelum menemukan Adib atau Cindy, ia tahu dua anaknya pasti sekolah, pasti hadir, dan ia pasti sudah bertanya pada setiap anak yang pulang sekolah, bahkan kadang Bu Guru, semua ini pernah Adib alami (Do’a hlm. 100). Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas, nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang, kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib!!! Sialan!!!” Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman, Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hampir habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali datang. Adib bertekad untuk kabur dari Abang (Do’a hlm. 101).
6) Bertanggung Jawab Adib adalah anak laki-laki yang tegar dan bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab Adib ditunjukkan pada saat ia melindungi Cindy yang ketakutan ketika melihat Suratman di sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlanjur panik. Terbesit di benaknya untuk berlari ke kelas kakaknya, ia berdiri, menghirup nafas dalam, ikat rambut dilepas, tapi kembali dikenakan, tanpa melihat ke arah gerbang Cindy berlari sekencang mungkin ke kelas Adib. Ia tak peduli kelas enam sedang ada pelajaran, Ibu guru sedang membaca menunggu semua siswanya selesai menulis. Tanpa permisi Cindy menyusup masuk, berlari kencang menghampiri Adib di bangku paling belakang. Tapi Cindy acuh-tak acuh, Adib pun mengerti pasti ada sesuatu terjadi, Cindy tak pernah seberani itu, Cindy langsung memegang lengan tangan kakaknya, “Abang di gerbang.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
Wajah Adib langsung memerah mendengarnya, berganti mimik, bibirnya bergetar, ia pun tidak tahu apa yang akan dilakukan. “Cindy koq nyelonong?” Ibu guru berdiri, semua siswa mengerubut pandangan kea rah Cindy. Cindy ke depan bersama Adib, Cindy tertunduk, “Maaf Bu guru.” Adib memegang tangan kiri Cindy erat, “Bolehkah Cindy berada di kelas ini Bu?” Ini waktunya belajar Dib,” Bu guru tersenyum setengah membungkuk. “Kali ini saja Bu, Adib mohon,” Adib sudah terbayang di kepalanya seorang Abang. “Di depan ada yang mencari kami Bu,” Adib jujur, ia ingin ada pertolongan. Seketika anak-anak berdiri melongok keluar. “Asal tidak mengganggu,” Bu guru langsung duduk dan menenangkan suasana kelas. “Terimakasih Bu.” Adib merasa bahwa saat ini ia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menyelamatkan Cindy dari Abang (Do’a hlm.96-98).
7) Pintar Adib termasuk anak yang pintar. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Ini bukan pertama kali, bukan kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke belakang. “Berapa akar dari 144?” “12,” Jawab Adib sembari berdiri. Satu kelas kadang kagum, kalau soal berhitung Adib pandai (Do’a hlm. 118-119). “Kalau kamu berusaha untuk adikmu, Kakak juga akan berusaha untukmu,” Dina tak ingin Adib yang sudah hidup bersamanya selama empat tahun, terpisah. “Kamu juga pintar Dib. Kakak ingin bawa kalian berdua lepas dari Abang” Dina menutup pembicaraannya (Do’a hlm. 41).
8) Penurut Adib memiliki sifat penurut. Ia selalu mendengarkan katakata Dina dan tidak membantahnya. Hal itu terbukti ketika Adib ingin ngamen sendirian, namun Dina tidak menyetujuinya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Adib tampak duduk berdamping Cindy di depan pagar mushola, mereka setia menanti walau dipanggang terik, mereka tak lelah walau terasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
payah, mereka berdiri menanti kakaknya, Adib sudah berkaos, punggung sudah terikat bersama gitar, berdua mereka pandangi Dina yang berjalan sendirian, mereka berdua akan salami Dina dan mencium tangannya. “Kakak ganti baju dulu,” Dina ke samping toilet mushola toilet terkunci rapat. Bertiga melangkah menuju jalan raya, Adib sembari berjalan memandang Dina, “Biar aku sendirian aja kak yang ngamen, biar dapat banyak.” Kali ini Dina melarang, “Hari ini kita sama-sama aja, jangan menjauh dari Kakak.” Dina merasa takut kalau Adib di ganggu oleh preman “Nanti dapatnya sedikit Kak,” Adib menyela, jalan sudah tampak,”Nanti…” “Sudah tidak apa-apa,”Dina tak ingin membahas. (Do’a hlm. 86-87).
9) Pendendam Mendapat perlakuan kasar hampir setiap hari dalam hidupnya, membuat Adib tumbuh menjadi pribadi yang keras. Terkadang hal itu membuatnya merasa dendam kepada Suratman (Abang). Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib mengawang dendam terhadap Suratman, matanya menatap kosong malam. “Kadang Adib ingin bunuh Abang,” Adib tersenyum. Dina tak ingin jiwa preman Adib keluar, ia memeluk Adib dan berkata, “Dib, Kakak ga’ ingin kamu jadi pembunuh, kakak Cuma punya kamu dan Cindy, Kakak ga’ mau kita berpisah.” Adib mengangguk (Do’a hlm. 40 dan 41).
Perasaan dendam Adib terhadap Suratman pada akhirnya membuat ia harus mengambil satu keputusan yaitu membunuh Suratman. Hal itu dilakukan karena ia membela Dina dan tak mau Dina mati di tangan Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan,”Prak!!!” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali!!!” Cindy memojok, menutup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari!!!” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila di biarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk!!!” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib dilepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina di cekik, “Mati kamu, mati kamu!!!” Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan!!! Jangan!!!” tapi Adib tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp!!!” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara, tergeletak, lantai penuh dengan darah, Dina terdiam memandang. “Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi kak,” Adib meminta. “Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah, semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak!!!” Cindy ketakutan. “Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan (Do’a hlm 114-116).
c. Cindy Cindy masih kelas satu SD, belum pantas hidup di jalanan, tapi entah bagaimana ia datang. Dina dan Adib merasa Cindy diculik. Cindy memiliki fisik yang jauh berbeda dari Dina dan Adib. Wajahnya oval, dagunya lancip, matanya tajam, bibirnya merah tipis, rambutnya sebahu lurus, kulitnya putih, meski anak kecil, benih-benih kecantikan yang tak bisa dinafikan. Penokohan Cindy dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Cindy adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
1) Manja Sebagai anak yang paling kecil, Cindy memiliki sifat manja kepada Dina dan Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Cindy sangat tak pantas ada di jalan, bernyanyi pun enggan, kadang manja di depan Adib dan Dina, ia bahkan memanggil Dina dengan sebutan Mama (Do’a hlm. 4).
Sikap manja Cindy pun ditunjukkan saat ia merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib akan belajar dekat pintu masuk mushola, Dina belajar menemani Cindy, mereka duduk berhadap-hadapan seperti anak dan ibunya, sesekali Cindy bertanya, “, ini sulit Ma.” “Begini Cindy cara menghitungnya,” Dina menjelaskan. “Sulit,” Cindy menggaruk keningnya. “Jangan putus asa, dicoba lagi, kamu kurang teliti aja,” Dina memberitahu. Cindy mengangguk dua kali (Do’a hlm. 13-14).
2) Pemberani Sekalipun Cindy anaknya manja, ia terkadang juga berani. Hal itu ditunjukkan saat ia mengamen sendirian tanpa Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina langsung berdiri menyambut, menghampiri, “Kamu dari mana?” Maya berdiri melihat, Cindy tampak kusam seperti terpanggang matahari. “Cindy baru ngamen,” Cindy memberikan uang, “Dapet tujuh ribu Ma.” Dina terdiam seketika, ia sangat melarang Cindy mengamen sendiri, “Besok ikut Mama aja ya…”(Do’a hlm. 128-129).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
3) Penurut Cindy anak yang penurut. Ia tak pernah membantah setiap perkataan kedua kakaknya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina sudah tak bisa angkat suara, perih di bibir membuat mulutnya tak kuasa untuk bernyanyi. Adib tahu, meski Dina tak mengeluh, sebelum naik bis, Adib meminta Cindy,”Cindy, kamu harus nyanyi” Cindy mengangguk sebelum tangannya menggenggam tangkai bus. Cindy benar-benar bernyanyi, ia hafal karena setiap hari mendengar, cengkok rendah, tinggi nadanya, semua tak perlu diajari, Cindy seperti Adib kalau bernyanyi, matanya setengah menutup, tutup botol di tangan tetap dibunyuikan, saat suaranya tinggi menjulang, satu bis akan memperhatikan, “Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah…” (Do’a hlm. 89).
Selain penurut kepada Dina, Cindy juga menurut kepada Adib, kakak laki-lakinya. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib menitipkan Cindy kepada Fatimah karena ia harus berlari menghindar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib memandang Cindy dengan tajam. “Cindy,” Adib jongkok mendekati Cindy, ia lihat mata Cindy berair, Cindy ketakutan. “Jangan menangis!” Cindy sekarang ke rumah teman Kak Adib ya.” Cindy mengangguk. “Nanti kakak akan jemput Cindy,” Cindy belum bisa berdiri dari duduk di lantai kelas. Adib mengangguk tiga kali. “Bawa tas Kakak, gitar biarkan ditringgal,” Adib berikan tas keramatnya (Do’a hlm. 100).
Selain itu, Cindy juga menuruti kata-kata Adib saat ia dan Fatimah mengunjungi Adib di penjara anak. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat. “Kakak…!” Adib langsung menggendong Cindy dan menciumnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Tampak airmata Cindy mengalir. “Jangan menangis.” Cindy dan Kak Dina harus kuat dan tetap semangat ya.” Cindy mengangguk dan langsung mengusap pipinya (Do’a hlm. 124).
4) Penyayang Hidup bertiga dalam cengkeraman kekerasan Suratman, membuat Cindy belajar bagaimana saling menyayangi di antara mereka. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib dipukul oleh Suratman. Cindy dengan sabar merawat kakaknya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina kembali dengan air satu gelas, lap kecil dari handuk, diusap di sekitar bibir Adib, bersihkan kening Adib. Cindy hanya bisa memandang, kadang memijat kaki Adib yang membujur diatas lantai (Do’a hlm. 39).
Selain kepada Adib, Cindy juga menunjukkan sifat penyayangnya kepada Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Kak Adib ingin kita lulus semua,” Cindy mendongak saat berbicara. Dina tersenyum dalam perih, mungkin jika Adib tak membunuh Suratman ia sedang dalam perasaan khawatir selalu dikejar, mungkin jika Adib tak menikam Suratman, ia dan Cindy terus dalam cengkraman Abang, dalam siksaan Abang, “Kita pasti lulus” (Do’a hlm. 129).
5) Peduli Dibalik sifat manjanya, Cindy juga memiliki sifat peduli. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Kenapa Cindy belum pulang ya May?” Dina terlihat panik. “Paling sedang main di rumah teman,” Maya mencoba menenangkan Sahabatnya, ia rangkul Dina dari samping. Dina menggeleng, “Dia tidak pernah seperti itu, aku takut terjadi sesuatu padanya, dia masih kecil May.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
“Sudahlah,” Maya mengelus punggung Dina, “Itu Cindy.” Dina langsung berdiri menyambut, menghampiri, “Kamu dari mana?” Maya berdiri melihat, Cindy tampak kusam seperti terpanggang matahari. “Cindy baru ngamen,” Cindy memberikan uang, “Dapet tujuh ribu Ma.” Dina terdiam seketika, ia sangat melarang Cindy mengamen sendiri, “Besok ikut Mama aja ya…”(Do’a hlm. 128-129).
6) Dewasa Cindy, walaupun masih anak kecil tetapi ia mempunyai sifat dewasa. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Bisa bangunkan Cindy Bu?” Dina meminta. Sebelum Ibu Hanna menjawab, tiba-tiba pintu salah satu kamar terbuka, tampak wajah Cindy dengan seragam sekolah, ia menguap, mendekat, “Mama, Kakak, maafkan Cindy, tadi Cindy belajar tapi Cindy ketiduran, (Do’a hlm. 29).
7) Pintar Setiap hari ngamen tidak membut Cindy lupa akan tujuannya. Ia selalu rajin belajar demi mencapai cita-citanya. Cindy termasuk anak yang pintar. Hal itu terbukti pada saat ia dan Hanna ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba cerdas cermat tingkat SD se-Jakarta Selatan. Walaupun akhirnya, ia dan Hanna kalah dalam perlombaan tersebut. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas cermat. Entah mengapa tiba-tiba ada Ibu guru keluar dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy!!! Hanna!!!” ia seketika memeluk, mencium keduanya. “Lima menit lagi kita cerdas cermat!!!” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan. Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor, grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan, semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar, Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap. Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan. Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman. “Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang. Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu (Do’a hlm. 71-74).
d. Suratman (Abang) Suratman adalah seorang preman. Ia lelaki yang berkulit gelap, rambutnya sebahu tapi kusam, bibirnya tebal sedikit lebih hitam dari kulitnya karena banyak rokok yang ia hisap, matanya sering kali merah bila sudah menenggak minuman, perutnya sedikit buncit, banyak bekas luka sabetan di tubuhnya, kumisnya tipis, ada gelang hitam di pergelangan tangan kirinya, dan cincin bermata besar di jari tengahnya. Sepertinya jimat. Ia adalah preman terminal, baginya sangat mudah mencari gelandangan yang tak pulang. Suratman, orang yang sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
memenjarakan hidup mereka bertiga meskipun tanpa jeruji besi, hidup terkungkung di bawah tekanan seorang preman, hidup dalam keterbatasan, hidup dalam penyiksaan. Penokohan Suratman dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Suratman adalah sebagai berikut : 1) Pemarah Selayaknya seorang preman, sifat Suratman atau Abang sudah pasti pemarah. Ia akan memarahi Dina, Adib, dan Cindy apabila uang setoran yang sudah ditargetkan tidak mencukupi jumlah tersebut. Kata-kata kasar dan makian pun terlontar dari mulutnya. Suasana ini yang selalu dihadapi ketiganya di rumah kontrakan tersebut. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dari kejauhan Suratman sudah terlihat duduk di teras dalam penantian, ia berteman rokok, mengepul asap, ia duduk di kursi bambu, satusatunya kursi yang ada di kontrakan. Dari jauh yang tanpak di bawah kemuning asap hanya kumis hitam dan perut buncitnya, tak lebih, Adib sudah tak enak hati untuk memandang, tak enak rasa memperhatikan. “Sini!!! Dapat berapa kalian hari ini ?” perut buncit Suratman kembang kempis memandang tiga anak yang berbaris berdiri. “Ini Abang,” Adib keluarkan dari balik sakunya, ia maju satu langkah. Suratman menghitung, Dina heran, kenapa hanya sedikit yang didapat, Dina peluk kepala Cindy dan didekatkan ke pinggang. “Masa satu hari hanya enam puluh ribu, sedikit sekali, kalian mau mati?” Suratman mulai bengis, “Ngapain aja seharian?” “Itu uang Mba’ Dina dan Cindy bang,” Adib beralasan. “Punya kamu mana?” nafas Suratman turun naik. “Ini Bang,” Adib mengeluarkan dari sakunya. Dihitung kembali kepingan uang, hanya dua puluh ribu, “Kamu mau menghina Abang ya?” “Ga Bang,” Adib menggeleng. Dina tak bisa melindungi, Dina tahu Adib menyembunyikannya. “Kamu main-main sama Abang ya?” rambut Adib dijambak, Suratman berdiri. “Ga Bang, Cuma segitu Adib dapat,” Adib meringkuk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
“Kamu mau mati ya?” Suratman melayangkan tamparan pertama, “Plak!!!” “Ampun Bang!!!” Adib mulai kesakitan. Cindy di pelukan Dina ketakutan, menangis tanpa suara. “Kamu mau mati? Eh…” tamparan tak terhitung beberapa kali melayang,” Plak!!! Plak!!! Plak!!!” sampai satu tamparan yang paling keras mendarat, “Plakkk!!!!” darah mengalir dari bibir, menetes merah padam seperti rintikan hujan, Adib terhuyung, tersungkur jatuh, tapi semua belum cukup, kepala Adib dibenturkan ke dinding,”Dak!!!” Dina tak kuasa melihat, ia keluarkan uang dari sakunya, “Ini bang!!! Ini uang Adib!!! Ini uang Adib!!” setengah memohon Dina memberikan. “Ohh…main-main ya…besok awas kalo seperti ini!!! Jangan sok pahlawan depan Abang!!!” Suratman meludah, “Cuih!!! Tidur sana!!! Besok kalian harus kerja” (Do’a hlm 36-38).
2) Kasar Selain pemarah, Suratman juga memiliki sifat kasar. Ia selalu menyiksa dan memukul Dina dan Adib. Apabila ada sikap yang tidak berkenan di hatinya, Suratman akan bersikap kasar terhadap mereka. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dua mata merah Suratman memandang, ia sadar Dina dan Adib datang, ia berdiri menanti, nafasnya tanpak lebih cepat berhembus, perutnya turun naik, Dina dan Adib tak gentar terus melangkah meski rasa sakit sudah terbayang, kini Abang berhadapan dengan Dina dan Adib, tampak dari lubang pintu Cindy duduk memeluk lutut menangis tanpa suara. “Mana uang kalian?” Dina tahu pertanyaan itu yang akan keluar, Dina keluarkan uang semua yang ia punya, Adib juga merogoh tasnya, dimata mereka berdua hanya ada Cindy, bahkan beberapa keping terjatuh, menggelinding, Dina dan Adib kembali memungutnya, sinar terik mulai naik, tapi terhalang daun nangka. “Cuman segini, kalian pergi tiga hari, mau mati kalian?” Teriak Abang membuat perutnya menguat. “Cuman segitu Bang,” Dina menunduk. Abang terlanjur begitu kesal, “Kalian coba berlari, sudah berani, pasti kamu yang memulai,” tangan Abang menarik kaos Dina, menarik keras memaksa memasuk rumah, “Krettt...” kaos Dina sobek, sedikit dada nampak, Adib tak sanggup lagi melihat. “Berani kamu!!!” Abang menjambak rambut Dina, Dina tak berteriak, tapi meringis dalam sakit. “Engga’ Bang,” Dina menggengam tangan Abang. “Plak!!!” tamparan pertama mendarat, keras, suaranya mengiris yang mendengar, tapi cuma sekali, tangan kanannya terus melayang , “Plak!!!” darah tampak menetes dari sudut mulut Dina. Ditendang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
dipukul, Dina disiksa, terombang ambing di dalam ruangan 3x4 meter, Dina seperti dalam ring. Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan, ”Prak!!!” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali!!!” Cindy memojok, menutup mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari!!!” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila dibiarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk!!!” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib dilepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina dicekik, “Mati kamu, mati kamu!!!” (Do’a hlm 114-115).
e. Kepala Sekolah Kepala Sekolah
mempunyai sifat tegas, bijak, dan ramah.
Penokohan Kepala Sekolah dilukiskan melalui percakapannya dan tingkah lakunya. Penokohan Kepala Sekolah dapat diketahui melalui sifat-sifat berikut : 1) Ramah Kepala Sekolah memanggil dan menerima Dina di kantornya tanpa memarahi Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Selamat pagi Pak,” Dina mengetuk pintu ruangan Kepsek. “Silahkan masuk Nak,” Kepala sekolah menyambutnya dengan senyum. Ia sudah duduk di balik meja menanti. Bapak Rahman namanya, Kepala sekolah dengan perawakan kecil, ubannya sudah banyak menyela rambut hitam, tak berkumis, tak berjenggot, berkacamata, selalu berpeci putih, memang sudah naik haji, senyumnya begitu ramah dan bersifat kebapakkan. Kalau mengajar sungguh dinantikan oleh para muridnya. (Do’a hlm. 59-60).
2) Tegas Kepala sekolah menanyakan penyebab Dina bolos sekolah dan menasihati Dina agar lebih fokus dalam pelajaran dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bapak Rahman tak pernah basa-basi, “Kemarin kamu benar tidak masuk sekolah?” “Benar Pak,” Dina tertunduk. “Dan kamu ngamen,” tidak enak hati Pak Rahman menyebut, tapi harus ditanyakan. “Maaf Pak,” Dina entah sudah berapa kali mengucapkan kata maaf. “Sebentar lagi kamu selesai dari sekolah ini, mungkin hanya tinggal satu bulan, Bapak ingin saat memanggilmu lagi ke kantor dan mendengarmu lulus,” Bapak Rahman berharap, kacamatanya dilepas diletakan diatas meja. “Apa bisa kamu berhenti ngamen supaya kamu lebih fokus dalam pelajaran?” Tanya Kepala sekolah. Dina mengerti, meski hal itu mungkin sulit sekali,” Dina mohon maaf Pak.” “Sudah tak apa-apa,” Pak Rahman melongok ke luar jendela,”Kamu masih ingin terus sekolah?” Dina mengangguk,”Itu harapan Dina Pak.” “Sudah menyiapkan segalanya untuk persiapan ujian?” Dina menggeleng, “Masih berusaha Pak.” “Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.” Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana! Kamu harus belajar” (Do’a hlm. 62).
3) Bijaksana Kepala sekolah memiliki sifat yang bijaksana. Hal itu terlihat saat ia melakukan pembelaan terhadap Dina yang hendak dikeluarkan dari sekolah oleh beberapa guru karena aktivitas ngamen. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Pak Rahman entah harus bagaimana berpesan, “Ada beberapa guru yang ingin kamu dikeluarkan dari sekolah, tapi menurut Bapak kamu sangat layak duduk di bangku sekolah ini.” “Apa kata para guru Pak?” Dina heran. “Katanya kamu mencemarkan nama baik sekolah dengan kegiatan ngamen,” Pak Rahman memberitahu. “Apa hanya karena ada siswa dari pengamen, guru-guru malu Pak?” Dina sungguh heran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
“Bapak tidak malu, Bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman menutupi guru lainnya (Do’a hlm. 61).
Selain itu, Kepala sekolah juga memberikan ijin kepada Dina untuk mendampingi Cindy yang mengikuti lomba cerdas cermat. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina teringat Cindy, “Bolehkah Dina ijin Pak,” Dina tak pernah sungkan, kalaupun ditolak sudah wajar. “Ijin untuk apa Nak?” tanya Kepala sekolah. “Ijin pulang Pak?” tubuh Dina sedikit tegak. “Memangnya kenapa?” Pak Rahman menarik kursinya lebih dekat. “Adik saya hari ini mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah seJakarta Selatan Pak, saya ingin bisa melihat dan memberikan semangat kepadanya,” wajah Dina sangat serius, berharap Pak Rahman mengerti. Tapi Pak Rahman justru balik bertanya, “Adik kamu ngamen juga.” “Iya Pak,” Dina mengangguk. “Adik kamu ada berapa?” “Dua Pak.” “Semuanya mengamen juga?” Pak Rahman baru tahu kalau Dina mempunyai adik. “Benar Pak,” jawab Dina. “Dan semuanya sekolah?” Pak Rahman takjub. “Iya Pak,” Dina tak sungkan. “Apa cita-cita kalian semua?” Pak Rahman ingin tahu motivasi Dina dan kedua adiknya. “Kami hanya ingin tetap sekolah semampunya dan setinggi yang kami bisa Pak, kami ingin suatu hari tidak mengamen lagi,” Dina menjawab dengan lancar dan pasti. Pak Rahman menggeleng, “Luar biasa!!! Kamu boleh pulang, Bapak doakan semoga adikmu menang dalam perlombaan nanti.” Dina diperbolehkan, ia ingin cepat-cepat datang, bergegas hendak mau keluar ruangan, tapi tiba-tiba Kepala sekolah kembali memanggil, “Dina!!!” Dina berbalik badan “Iya Pak.” “Satu hari, Bapak ingin bertemu kalian bertiga.” “Baik Pak.” Dina berlalu dengan senyum (Do’a hlm. 63).
f. Maya Maya adalah teman sekelas Dina. Mereka bersahabat. Maya berkacamata minus. Penokohan Maya dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
Uraian tokoh Maya adalah sebagai berikut : 1)
Berani Sifat berani maya ditunjukkan pada saat ia membela Dina dari penghinaan Madya dan Putri di kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Madya dan Putri berdiri di dekat Maya dan Safira, Madya yang paling angkuh, dua tangannya bertolak pinggang, maju selangkah menantang, “Berani sama kita?” yang di tatap Madya adalah dua mata Maya. Maya benar-benar nekat, Dina sudah menarik bajunya untuk duduk, tapi Maya terlanjur emosi, gadis berkacamata itu mengumpulkan keberaniannya dan berteriak, “Jangan menantang,!!! Aku ga’ takut sama kalian, kalian pikir kalian siapa? Seenaknya menghina orang lain, dasar… mulutnya kayak ember,” maki Maya dengan kesal.Dina terkejut mendengar kata-kata Maya barusan. Putri dan Madya akhirnya mundur beberapa langkah ke belakang (Do’a hlm. 57).
2)
Baik hati Maya selalu bersikap baik kepada Dina. Hal itu ditunjukkan saat ia mengijinkan Dina dan kedua adiknya menginap di rumahnya selama dua hari. Maya melakukannya dengan senang hati. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina berjalan sangat lambat sekali, buku tulisnya hanya dimasukkan ke dalam saku rok belakang, kepalanya menunduk, Safira dan Maya hanya memandangnya. “Kamu kenapa Din?” Maya melihat Dina seperti terhimpit masalah besar. “iya Din, katakan pada kita!” Safira setengah memaksa. Dina teringat dua adiknya,teringat Adib, teringat Cindy, hanya mereka keluarga belahan hati Dina. Dina menoleh ke arah Maya, “Boleh aku menginap di rumahmu?” “Boleh Din,” Maya sangat senang bisa membantu. “Tapi aku bawa dua adikku,” Dina berharap malam ini dua adiknya bisa tertidur nyenyak. “Tidak apa-apa,” Maya mengangguk (Do’a hlm. 85-86). Adib dan Cindy tidur di ranjang, justru Dina dan Maya tidur di kasur lipat di bawah, disamping tempat tidur. Adib dan Cindy langsung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
terlelap dalam balutan lembutnya kasur dan bantal, dibalik hangatnya selimut tebal yang membungkus letihnya tubuh mereka. “Maaf, aku harus menumpang May,” Dina memperhatikan kedua adiknya. Maya berpura-pura tak mendengar perkataan Dina barusan. Maya membuka lemari mengambil kaos, Maya tak menanggapi ocehan Dina, “Ganti kaosmu dengan baju ini,” Maya memberikan kaos berwarna hijau daun kepada Dina. Tak lupa Maya juga memberikan satu selimut kepada Dina (Do’a hlm. 94).
g. Safira Safira juga teman sekelas Dina. Ia dan Maya adalah sahabat terdekat Dina. Penokohan
Safira dapat dilihat atau diketahui dari
tingkah laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Safira adalah sebagai berikut : 1)
Berani Safira selalu baik kepada Dina. Hal itu terbukti ketika ia berani membela Dina yang menjadi bahan cemoohan Madya dan Putri. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang laki-laki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,!!!” umpat Putri. Dina seolah menutup telinganya, diam, tetap membaca, tapi yang tidak terima justru Safira, ia berdiri di tengah ketakutannya, “Bisa diam ga’? (Do’a hlm.55-56).
2)
Baik Hati Selain memiliki sifat berani, Safira selalu memberikan dukungan dan semangat kepada Dina. Hal itu ditunjukkan pada saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Dina mengalami musibah pembunuhan yang dilakukan oleh adiknya Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina merasa semua yang ada di matanya kini hanya sebuah mimpi. Suratman tergeletak, sudah menjadi mayat, yang membunuh adiknya sendiri, rumah kontrakannya seketika menjelma menjadi bahan tontonan satu desa, semuanya mengerubut, suara lambaian gugur daun seakan terdengar, ia terduduk lemas sembari memeluk Cindy, garis kuning polisi mengeliling, tim penyidik sibuk memeriksa, mondar-mandir ke setiap sisi, riuh bisikan suara terdengar bak dengung nyamuk di malam hari. Tak disangka Maya dan Safira datang, entah dari siapa mereka mendengar beritanya. “Dina!!!” Safira mendekat, menerobos kerumunan orang banyak. Dina menoleh, Safira langsung memeluk erat temannya, “Adikku Fira, Adikku telah membunuh Abang.” Tangis Dina pecah. Safira memeluk Dina semakin erat, “Dina, kamu harus kuat, kamu harus tegar, semuanya sudah terjadi, kita doakan saja yang terbaik buat Adib,” Safira berusaha menenangkan sahabatnya. Sedangkan Maya langsung menggendong Cindy dan mengelap air matanya. “Cindy ga’ boleh nangis ya, Cindy sayang kan sama kak Adib,? Tanya Maya. “Iya Kak,” jawab Cindy tertunduk. Maya pun mencium kening Cindy, memberikan penguatan kepada anak kecil yang belum begitu mengerti tentang apa yang sedang terjadi (Do’a hlm. 117-118).
h. Hanna Hanna adalah teman sekelas Cindy. Mereka bersama-sama bersekolah dan berada di kelas satu SD. Hanna selalu baik kepada Cindy hal itu terbukti saat Hanna selalu mentraktir Cindy makan di kantin sekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Cindy berdiri, entah sampai kapan Hanna terus menemani. Hampir setiap pagi Cindy ditraktir makan oleh Hanna, Cindy selalu menolak, Cindy enggan menjadi beban orang lain, walaupun ia sendiri tak bisa membalas traktiran Hanna. “Ayo makan!!!” Hanna menarik tangan Cindy. Berdua berjalan ke kantin belakang sekolah, berdua duduk di kursi, saling berhadapan, diatas meja tersaji gorengan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
“Bu, saya pesan nasi goring komplitnya dua ya,!!! Setengah berteriak, Hanna memesan menu kepada penjual makanan. “Terimakasih ya Hanna, kamu selalu baik sama aku,” Cindy berkata malu. Ia menunduk. “Udah, ga’ usah dipikirin, kita kan sahabat.” Jawab Hanna sambil tersenyum tulus (Do’a hlm. 52).
Selain baik hati, Hanna juga pintar. Hal itu terbukti saat Hanna dan Cindy ditunjuk oleh pihak sekolah, mewakili sekolahnya mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah SD se-Jakarta Selatan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas cermat. Entah mengapa tiba-tiba ada Ibu guru keluar dari kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy!!! Hanna!!!” ia seketika memeluk, mencium keduanya. “Lima menit lagi kita cerdas cermat!!!” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan. Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor, grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan, semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar, Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap. Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan. Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman. “Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang. Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu (Do’a hlm. 71-74).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
i. Fatimah Fatimah adalah teman sekelas Adib, kelas enam SD. ia juga teman sebangku Adib. Fatimah sangat baik kepada Adib. Hal itu ditunjukkan ketika Adib menminta tolong kepadanya untuk menjaga Cindy ketika Suratman mencari mereka di sekolah. Fatimah pun membantu Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Adib masih terus berpikir, terus mencari jalan keluar, dua tangannya sampai menjambak rambutnya sembari duduk. “Kamu kenapa Dib?” Fatimah teman sebangku Adib bertanya. “Aku minta tolong Fatim?” Adib tidak basa-basi. “Apa?” Fatimah membenarkan letak kerudungnya. “Aku titip adikku, tapi kau harus pulang paling akhir, dan bawa adikku ke rumahmu, aku titip dia, kalaupun aku tidak jemput, ijinkan dia menginap di rumahmu, aku jamin Cindy akan menuruti semua kata-katamu,” Adib buruburu, di kelas tinggal sedikit orang. “Maksudmu?” Fatimah belum mengerti. “Ada orang yang mencari kami di gerbang,” Adib berdiri sejenak melihat Abang berdiri membelakangi, ditengah gerbang. “Aku takut,” Fatimah justru ciut. “Kamu tak perlu takut, aku akan berlari, dia pasti mengejarku, setelah itu bawa adikku bersamamu, aku mohon,” Adib sampai memegang bahu Fatimah. “iya, tapi kamu hati-hati ya Dib.” “Terimakasih Fatim, terimakasih” (Do’a hlm. 99-100).
Selain sifat baik, Fatimah juga memiliki sikap peduli. Hal itu terbukti saat ia dengan senang dan ikhlas hati mengunjungi Adib di penjara bersama dengan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bel sekolah berdentang tanda pulang sekolah. Fatimah menghampiri Cindy dan berjalan kearah Dina yang sudah menunggu di depan sekolah. “Ini Fatimah Ma, dia mau menemani Cindy jenguk Kakak,” Cindy polos, mereka kini berdiri menepi di pinggir jalan di bawah rindang pohon mangga. “Terimakasih ya Fatimah, sudah mau menemani Cindy.” “Iya Kak, sama-sama,” jawab Fatimah dengan senyum. Cindy dan Fatimah sudah berjalan menjauh, mereka tidak sendiri karena ada Bibinya Fatimah yang menemani. Mereka ingin cepat-cepat bertemu dengan Adib. Saat memasuki ruang temu, dua anak itu berlari kencang, duduk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
menunggu di kursi tamu. Mereka pertama kali melihat jeruji besi, pertama kali datang ke penjara. Tak banyak yang menjenguk, hanya ada mereka berdua, hari sudah terlalu siang. Ruangan hanya berisi empat meja, setiap meja ada dua bangku. Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat, “Kakak.” “Cindy,” Adib tersenyum, “Jangan menangis!!!” Adib mengingatkan Cindy. Cindy mengusap langsung pipinya, ia mengangguk. Fatimah membawa plastik, berisi nasi, sayur, lauk dan dua botol air mineral, ia ikut mendekat, “Ini untukmu Dib, kamu yang sabar ya… kami selalu mendoakan mu.” Ujar Fatimah menahan tangis. “Terimakasih Fatim,” Adib bersyukur, masih ada teman yang sudi datang mengunjunginya. Fatimah segera berlalu dan melabuhkan tangisannya di pangkuan bibinya (Do’a hlm. 122-123).
j. Ibu Salma Ibu salma adalah guru kelas Dina di kelas III A. Ibu Salma memiliki karakter yang bijaksana. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Madya menangis, Putri membimbingnya jalan ke tempat duduknya, Bu Salma masuk, semua kembali duduk, “Selamat pagi anak-anak!!!” “Selamat pagi Bu!!!” “Lho, ada apa ini?” Bu Salma melihat jejak keributan. Salah satu siswa perempuan menjawab, “Madya jatuh Bu, hidungnya terbentur meja.” “Benar anak-anak?” Bu Salma membenarkan kacamatanya. Serentak semua murid menjawab “Benar Bu!!!” “Ya sudah, Putri, kamu tolong hantarkan Madya ke ruang UKS, biar lukanya diobati, nanti Ibu berikan ijin sakit di keterangan kehadirannya Madya.” Ibu guru menerangkan. “O ya, Dina!” “Saya Bu,” Dina mengangkat tangannya. “Kamu dipanggil Kepala Sekolah,” Bu Salma sebelum mengabsen memberitahu (Do’a hlm. 59).
k. Ibu Winda Ibu Winda adalah guru kelasnya Adib di kelas enam SD. Ia memiliki karakter yang tegas pada saat mengajar di kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Suara Bu guru sedikit lantang menjelaskan pelajaran matematika di depan kelas, pelajaran yang paling disukai Adib, ditangan kirinya sebilah rotan kecil mengetuk papan tulis bila menunjuk angka, kadang kacamatanya dibenarkan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
kadang dengan santainya berjalan ke kana-kiri memperhatikan setiap sisi kelas. Adib terlihat mengantuk di kelas, kepalanya bak kursi goyang. Ia memang lelah, satu hari paling banyak tidur enam jam. “Adib!!!” Ibu guru setengah membentak. Adib bak tertusuk jarum, terkejut. Suasana kelas tiba-tiba hening mendengar suara bentakan Ibu guru. “Ngantuk aja di kelas! Perhatikan! Duduk sini!” Bu Winda meminta Adib untuk pindah duduk di kursi paling depan. “Tapi Bu,” Adib ingin menetap, pantatnya seolah terlem dengan bangku. “Pindah sini! Semakin lama kamu akan tidur di kelas nanti!” Bu Winda mendekat, satu tangan menunjuk kea rah Adib dengan rotan. Ini bukan pertama kali, bukan pula kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke bangku belakang kelas (Do’a hlm. 17-18).
l. Ibu Hanna Ibu Hanna adalah ibu dari Hanna, teman sekelas Cindy. Karakter Ibu Hanna yaitu sikapnya yang ramah baik terhadap Dina, Adib, dan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina mainkan gembok perak besar yang menggantung di sisi dalam, tangannya menyelip diantara celah jeruji, membunyikan bel, “Permisi!!!” Tak berselang ada seorang Ibu yang datang, ‘Cari siapa?” “Cindy ada Bu?” ‘Kalian siapa?” pagar belum dibuka, mereka berbincang lewat celah. “Kami kakaknya,” Dina yang menjawab, agar tidak kasar. “Ayo masuk!” pintu pagar digeser, tampak rumah tak begitu besar, pintu satu, dua jendela, berkeramik putih, satu garasi mobil, ujung atapnya rendah dipenuhi gantungan bunga, satu pohon belimbing tumbuh rimbun di secuil halaman, membuat teduh suasana, tampak satu AC terpasang. Berdua mengira Cindy ada didalam, tapi hanya ada sepatunya, waktu masuk ruangan, Cindy tidak ada, Dina dan Adib duduk di ruang tamu, berkursi rotan, berbantal, beberapa foto keluarga terpampang, Koran menumpuk di bawah meja, “Cindy dimana Bu?” “Dia tidur di kamar bersama Hanna,” Ibu memberitahu sembari tersenyum ramah, berjalan ke belakang mengambil es sirup untuk Dina dan Adib. “Ini, diminum dulu, biar segar” “Terimakasih Bu,” jawab Dina dan Adib bersamaan. “Cindy itu pintar ya, rajin juga, Hanna senang ditemani belajar oleh Cindy, apalagi katanya mereka berdua mau ikut lomba cerdas cermat minggu depan.” Ibu menjelaskan kepada alasan Cindy datang ke rumah Hanna Dina dan Adib (Do’a hlm. 26-27).
Selain ramah dan baik, Ibunya Hanna juga penyayang. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
Ibu Hanna beranjak dari tempat duduk, secepat kilat ke dapur belakang, ia ingat masih ada nasi, lauk, pasti untuk mereka berharga sekali meski sedikit, buru-buru ibu bawa dua piring nasi, sayur, dan lauk, “Kalian makan dulu ya…” Ibu Hana kembali masuk ke dapur membawa dua air putih dingin, “ Cindy, ajak Kakaknya makan” (Do’a hlm. 29).
m. Bibi Bibi adalah pembantu rumah tangganya Fatimah yang menghantar Cindy dan Fatimah menjenguk Adib di penjara. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Mudah bagi Fatimah untuk menjenguk, ia selalu dihantar bibinya. Selepas pulang sekolah, Cindy, Fatimah, beserta bibinya menjenguk Adib di penjara (Do’a hlm. 125).
n. Madya Madya adalah teman sekelas Dina. Ia ketua geng centil yang beranggotakan Putri seorang. Madya selalu mengganggu Dina. Ia merasa bahwa Dina tidak pantas duduk di kelas III A karena kelas itu adalah kelas favorit di sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Pintu-pintu kelas sudah terbuka, meski banyak jendela masih tertutup, belum ada satupun murid yang datang. Dina langsung masuk ke kelas III A, kelas yang tergolong tinggi dan pintar di sekolahnya, walau Dina peringkat lima belas di kelas, tapi ia terlanjur masuk di kelas bergengsi, ini salah satu alasan yang tidak diterima Madya. Ia menganggap kelas III A tak pantas untuk Dina, lebih pantas di kelas III G, kelas tempat anak-anak bernilai rendah (Do’a hlm. 50-51).
Sifat Madya yang anti terhadap Dina salah satunya yaitu, ia selalu menghina Dina dan pekerjaannya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Di Saat matahari tepat diatas ubun-ubun, mereka berniat kembali ke tempat hana, menjemput Cindy, sembari naik kopaja, mereka memainkan satu lagu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
Adib dan Dina berdiri di dekat jendela sebelah pintu, bersandar kursi, semilir angin kencang, terasa karena satu jendela lebar terbuka, mereka bisa berdiri tegak di dalam kopaja. Namun ditengah-tengah nyanyian, bis berhenti sejenak, yang membuat tak enak, Madya dan Putri teman sekelas Dina naik ke dalam bis, mereka awalnya tertawa cekikikan seketika berhenti melihat Dina dan Adib bernyanyi, bahkan Putri mengeluarkan handphone untuk merekam. Madya berbisik agak keras ke arah Putri, “Ga’ masuk sekolah ternyata ngamen, iiihhh… dasar anak jalanan” umpat Madya (Do’a hlm. 47).
Madya juga mengganggu Dina ketika di dalam kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Langkah pertama memasuki kelas disambut dengan suara hening dan desis, “Ssstttt… pengamen datang!!!” Dina kenal suara itu, Madya ketua geng centil, Dina sudah terbiasa menerima. Madya bukan berbisik, tapi sengaja melirik kearah Dina agar terdengar dan serasa menyakitkan (Do’a hlm. 55).
o. Putri Putri adalah teman sekelas Dina yang suka memusuhi Dina. Ia adalah kaki tangannya Madya. Ia hanya ikut-ikutan Madya membenci Dina. Ia selalu menghina Dina dan kegiatan ngamen Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang lakilaki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang dalam kelas kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,!!!” umpat Putri (Do’a hlm. 55).
p. Preman Hidup di jalanan membuat Dina dan adik-adiknya tak mungkin terhindar dari preman. Hal itu ditunjukkan saat ia mengambil uang hasil ngamen Dina dan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Dina dan Cindy berdiri dibawah lampu merah, kuning, hijau, tiba-tiba ada seorang preman mendekat, tubuhnya besar, tinggi, kepalanya botak, jenggotnya panjang, tapi tak ada tato. “Heh, pengamen mana kamu? Beraninya ke sini,” tangannya mendorong kepala Dina. “Kampung rambutan bang,” Dina yang menjawab, Cindy berlindung di belakang Dina, berpegang pada ujung kaos Dina. “Pulang sana, jangan kesini!!!” Banyak orang memandang tapi hanya diam saja, memandang di kemacetan jalan. “Heh, enak sekali pergi, sini sepuluh ribu!!!” Dina berpikir sejenak, ia tak mungkin lari, keadaan macet, belum tentu lolos, lagi pula ia membawa Cindy. Ia merogoh koceknya, uang ribuan dihitung, sepuluh ribu diberikan kepada preman itu. Preman itu pergi dengan senyum, tertawa dalam hati, begitulah hidup preman (Do’a hlm. 77-78).
3. Jenis Tokoh Jenis tokoh dalam Novel Do’a Anak Jalanan diuraiakan sebagai berikut : Berdasarkan fungsi penampilannya tokoh digolongkan menjadi dua yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis dan tokoh tambahan. a. Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawataan
norma-norma,
nilai-nilai
yang
ideal
bagi
kita
(Nurgiyantoro, 1995:178). Tokoh protagonis dalam cerita tersebut adalah Dina, Adib, dan Cindy. Mereka disebut tokoh hero karena memiliki sifat-sifat penyayang, pemberani, peduli, dewasa, dan pintar. 1) Sifat Penyayang a) Dina Sifat penyayang Dina pada kedua adiknya ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
Kali ini Dina berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, di bangku bis sebelum pintu belakang ada seorang berkaos, rambutnya pendek, kulitnya coklat bersih,cara berpakiannya rapi. Dina yakin dia anak orang kaya tapi entah kenapa tidak memakai mobil. Saat Dina menyodorkan tangan kanan, pemuda tersebut mengeluarkan uang dua puluh ribuh dari dompetnya. “Terimakasih Mas, terimakasih,” Dina menunduk, seumur dia hidup memeluk gitar, belum pernah ia menerima selembar uang dua puluh ribu, seolah di hadapannya malaikat untuk mereka bertiga. Sebegitu senangnya Dina, saat turun tepat di penjual buah ia belikan mangga, satu kilo lima ribu, berisi empat buah, ia bagikan satu persatu kepada Adib dan Cindy. “Kenapa beli buah kak?” Adib bertanya. “Ada yang memberi dua puluh ribu,” Dina tersenyum. “Kenapa tidak disimpan saja kak,” Adib bertanya lagi. “Biar, supaya kita pernah merasakan makan buah mangga,” Dina beralasan. Dina tersenyum bahagia melihat kedua adiknya yang asyik menikmati buah mangga (Do’a hlm. 89-90).
b) Adib Sifat penyayang Adib kepada Dina ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Adib berlari kecil diatas trotoar. Tangannya membawa bungkusan plastik hitam. Isinya 3 nasi bungkus dan 3 air aqua gelas kecil untuk makan siang mereka bertiga. Adib tidak lupa membelikan obat sakit kepala untuk Dina. “Maaf Kak, Adib lama.” “Tidak apa Dib,” jawab Dina tersenyum. “Ini Kak, obat sakit kepala untuk kakak.” “Kenapa kamu beli obat,? Kan uang setoranmu belum cukup Dib.” “Uang Adib udah lebih koq Kak, yang penting kakak ga’ sakit kepala lagi.” “Terimakasih ya Dib,” Dina terharu (Do’a hlm. 81).
Sifat penyayang Adib kepada Cindy ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Sebelum berangkat ke sekolah, Dina membagikan uang hasil bolos untuk ngamen kemarin kepada Adib dan Cindy. Biasanya uang saku paling banyak seribu atau seribu lima ratus, kali ini sepuluh ribu berdua Adib dan Cindy. Bila Cindy butuh lebih, Adib selalu mengalah, mungkin untuk Adib dua ribu, untuk Cindy delapan ribu (Do’a hlm. 50).
c) Cindy Sifat penyayang Cindy kepada Dina ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Cindy memandangi kakaknya. Perlahan ia mengusap airmata yang mengalir perlahan di pipi Dina. “Mama kenapa?” Cindy bertanya “Mama kangen ya sama Kak Adib?” Dina hanya diam. “Kata Kak Adib, kita harus kuat.” Cindy mengulang pesan Adib saat pertemuan mereka di penjara. Dina memeluk Cindy, berdua larut dalam kesedihan masing-masing (Do’a hlm. 135).
Sifat penyayang Cindy kepada Adib ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Cindy duduk bersimpuh di dekat kaki Adib. Tangan kecilnya tak henti-henti mengusap kepala dan pipi Adib, bekas pukulan Suratman. Cindy hanya bisa memandang, kadang ia memijat kaki dan tangan Adib, sekedar penghilang rasa perih. Adib tahu, kalau Cindy menyayanginya (Do’a hlm. 39).
2) Sifat Pemberani a) Dina Sifat pemberani Dina ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : “Mulai malam ini kita berlari dari Abang, kaka harap kalian jangan takut, “Dina berpesan,”kita tidak bisa membayar uang ujian kalau tiap hari diminta Abang” (Do’a hlm. 91).
b) Adib Sifat pemberani Adib ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hampir habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali dating. Adib bertekad untuk kabur dari Abang (Do’a hlm. 101).
c) Cindy Sifat pemberani Cindy ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
“Kembalikan uang kami,” tangan kecilnya menarik baju si preman, berusaha merebut kembali uang yang sudah diambil. Cindy sudah membayangkan apa yang akan dilakukan Suratman kalau uang hasil ngamennya tidak mencukupi setoran. “Itu kan uang kita Ma!!!” Cindy menarik ujung kaos Dina. “Kembalikan!!! Cindy setengah berteriak, marah kepada preman itu. “Sudah, ayo kita balik, sebentar lagi maghrib,” (Do’a hlm. 78). 3) Sifat Peduli 1) Dina Sifat
peduli
Dina ditunjukkan dalam kutipan sebagai
berikut : “Kenapa jam segini mereka belum pulang May?” dari jam delapan Dina terus bertanya. “Mungkin mereka menginap di tempat teman,” Maya mencoba menenangkan, duduknya memeluk bantal sembari menatap paras Dina dari samping. Dina menggeleng, “Tidak mungkin, mereka selalu mendengar katakataku, aku sudah katakan untuk kembali bertemu di depan mushola sepulang sekolah”. Dina melirik sejenak melihat ke dinding, terlihat sudah jam sepuluh malam. Dina cemas, mereka berdua memang masih terlalu kecil, yang Dina khawatirkan jika mereka berdua tertangkap Abang, atau ada preman lain menculik. Sampai jam dua belas malam Dina tak bisa menutup matanya. Dina hanya berbaring, namun pikirannya hanya tertuju pada Adib dan Cindy. Belum sempat matahari terbit Dina sudah memaksakan diri untuk berangkat, Maya berharap Dina bersabar, tapi Dina sudah satu malam tertekan, ditelan gelap pagi Dina berangkat membawa gitar, berjalan ke luar rumah sendirian, tapi belum sempat Dina menjauh, belum sampai ke tepi jalan raya, Maya menyusul dengan sepeda motornya, ”Ayo Din”. Berdua menerjang jalan raya, masih sepi bila jarum jam menunjuk jam lima pagi, terlebih hari jum’at, hanya segelintir sepeda motor menyalakan lampu depan yang tampak menyala. Dina tak berjaket, tapi ia tak merasa dingin. Ia terus berdo’a semoga bisa temukan dua adiknya sesampainya di mushola. Dalam kepalanya mereka berdua tidur di sana. Maya kagum dan terharu melihat kepedulian Dina kepada kedua adiknya (Do’a hlm. 105-107).
2) Adib Sifat
peduli
Adib ditunjukkan dalam kutipan sebagai
berikut : “Kakak lihat Cindy? Cindy sekarang dimana?” Tanya Adib panik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
“Tadi kata teman-temannya, Cindy pulang bareng Hanna, ia kan minggu depan ikut lomba cerdas cermat, mungkin mereka belajar bersama.” Jawab Dina. Adib mendengar tak kuasa menahan kesal, ia takut hal buruk terjadi pada Cindy. “Ayo Kak, kita harus cari Cindy Kak,” Adib mempercepat langkahnya (Do’a hlm. 22).
3) Cindy Sifat peduli Cindy ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : “Kenapa Cindy belum pulang ya May?” Dina terlihat panik. “Paling sedang main di rumah teman,” Maya mencoba menenangkan Sahabatnya, ia rangkul Dina dari samping. Dina menggeleng, “Dia tidak pernah seperti itu, aku takut terjadi sesuatu padanya, dia masih kecil May.” “Sudahlah,” Maya mengelus punggung Dina, “Itu Cindy.” Dina langsung berdiri menyambut, menghampiri, “Kamu dari mana?” Maya berdiri melihat, Cindy tampak kusam seperti terpanggang matahari. “Cindy baru ngamen,” Cindy memberikan uang, “Dapet tujuh ribu Ma.” Dina terdiam seketika. Ia langsung memeluk Cindy penuh kasih sayang (Do’a hlm. 129).
4) Sifat Dewasa a) Dina Sifat dewasa Dina ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Dina berdo’a dalam hatinya, semoga mereka yang menghinanya tidak merasakan seperti dirinya yang harus hidup di tengah tekanan, yang harus berjuang di tengah kesempitan, penyiksaan, yang harus terus bertahan dalam kisah penuh cita yang yang tak pernah mudah diwujudkan, Dina berdo’a cukup dirinya saja yang merasakan (Do’a hlm. 59).
b) Adib Sifat dewasa Adib ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : Adib meringis perih. “Tadi siang Adib bangga mendengar pujian Ibunya Hanna kepada Cindy, Adib bangga kita punya adik sepintar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Cindy, dia tetap bisa menjadi yang terbaik walaupun dalam keadaan terbatas, kalau Adib tak bisa meraih cita-cita seperti yang selama ini kita inginkan, Adib harap Cindy bisa melakukannya. “Kita sering menemui keadaan yang tak sesuai dengan harapan kita, tapi Adib ingin salah satu dari kita bisa mewujudkannya, agar semua kenangan hidup susah yang kita punya tidak dilupakan, mungkin Cindy yang bisa mewujudkannya. Dina diam, kadang Dina tak sedewasa Adib, walaupun masih kelas enam SD, ia memang masih kecil, tapi keadaan yang memaksanya menjadi dewasa, hidup yang keras menjadikannya tetap kuat untuk bertaha dalam kesusahan (Do’a hlm. 40).
c) Cindy Sifat dewasa Cindy ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut : “Mama, Kakak, maafkan Cindy, tadi Cindy belajar tapi Cindy ketiduran, Cindy janji ga’ akan mengulangnya lagi, Cindy janji ga’ akan buat Mama dan Kakak khawatir. Maafkan Cindy ya Ma, Kak,” Cindy meminta maaf kepada Dina dan Adib (Do’a hlm. 29).
5) Pintar a) Dina Kutipan yang menunjukkan bahwa Dina anak yang pintar adalah sebagai berikut : Dina langsung masuk ke kelas III A, kelas yang tergolong tinggi dan pintar di sekolahnya, walau Dina peringkat lima belas di kelas, tapi ia terlanjur masuk di kelas bergengsi (Do’a hlm. 50).
b) Adib Kutipan yang menunjukkan bahwa Adib anak yang pintar adalah sebagai berikut : Ini bukan pertama kali, bukan kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke belakang. “Berapa akar dari 144?” “12,” Jawab Adib sembari berdiri. Satu kelas kadang kagum, kalau soal berhitung Adib memang sangat pandai (Do’a hlm. 118-119).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
c) Cindy Kutipan yang menunjukkan bahwa Cindy anak yang pintar adalah sebagai berikut : Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas cermat. Entah mengapa tiba-tiba ada Ibu guru keluar dari kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy!!! Hanna!!!” ia seketika memeluk, mencium keduanya. “Lima menit lagi kita cerdas cermat!!!” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan. Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor, grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan, semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar, Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap. Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan. Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman. “Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang. Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu (Do’a hlm. 71-74).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
b. Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 1995:179). Suratman adalah tokoh antagonis. Suratman dalam cerita ini diceritakan sebagai seorang preman yang mengadopsi atau menampung Dina, Adib, dan Cindy. Suratman memiliki sifat kasar dan pemarah. Selain itu Suratman suka menyiksa ketiganya. Suratman merupakan tokoh antagonis karena merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik. Konflik yang disebabkan oleh Suratman adalah menerapkan tarif setoran yang tinggi kepada mereka bertiga, selain itu Suratman juga melakukan tindakan kekerasan apabila jumlah setoran uang tidak mencukupi target, padahal ketiganya sudah berusaha bekerja. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy hanya dua puluh ribu. Katanya Cindy masih kecil, harus belajar cara ngamen yang bisa menghasilkan banyak uang. Jadi total uang setoran ketiganya seratus ribu rupiah tiap harinya. Tapi sekiranya kurang, Abang akan kesetanan, bahkan kurang seribu akan dihargai berkeping tamparan (Do’a hlm. 37). Dari kejauhan Suratman sudah terlihat duduk di teras dalam penantian, ia berteman rokok, mengepul asap, ia duduk di kursi bambu, satu-satunya kursi yang ada di kontrakan. Dari jauh yang tanpak di bawah kemuning asap hanya kumis hitam dan perut buncitnya, tak lebih, Adib sudah tak enak hati untuk memandang, tak enak rasa memperhatikan. “Sini!!! Dapat berapa kalian hari ini ?”perut buncit Suratman kembang kempis memandang tiga anak yang berbaris berdiri. “Ini Abang,” Adib keluarkan dari balik sakunya, ia maju satu langkah. Suratman menghitung, Dina heran, kenapa hanya sedikit yang didapat, Dina peluk kepala Cindy dan didekatkan ke pinggang. “Masa satu hari hanya enam puluh ribu, sedikit sekali, kalian mau mati?” Suratman mulai bengis, “Ngapain aja seharian?” “Itu uang Mba’ Dina dan Cindy bang,” Adib beralasan. “Punya kamu mana?” nafas Suratman turun naik. “Ini Bang,” Adib mengeluarkan dari sakunya. Dihitung kembali kepingan uang, hanya dua puluh ribu, “Kamu menghina abang ya?” “Ga Bang,” Adib menggeleng. Dina tak bisa melindungi, Dina tahu Adib menyembunyikannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
“Kamu main-main sama Abang ya?” rambut Adib di jambak, Suratman berdiri. “Ga Bang, Cuma segitu Adib dapat,” Adib meringkuk. “Kamu mau mati ya?” Suratman melayangkan tamparan pertama, “Plak!!!” “Ampun Bang!!!” Adib mulai kesakitan. Cindy dipelukan Dina ketakutan, menangis tanpa suara. “Kamu mau mati? Eh…” tanparan tak terhitung beberapa kali melayang,” Plak!!! Plak!!! Plak!!!” sampai satu tanparan yang paling keras mendarat, “Plakkk!!!!” darah mengalir dari bibir, menetes merah padam seperti rintikan hujan, Adib terhuyung, tersungkur jatuh, tapi semua belum cukup, kepala Adib di benturkan ke dinding,”Dak!!!” Dina tak kuasa melihat, ia keluarkan uang dari sakunya, “Ini Bang!!! Ini uang Adib!!! Ini uang Adib!!” setengah memohon Dina memberikan. “Ohh…main-main ya…besok awas kalo seperti ini!!! Jangan sok pahlawan didepan Abang!!!” Suratman meludah, “Cuih!!! Tidur sana!!! Besok kalian harus kerja” (Do’a hlm 36-38).
c. Tokoh Tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relative pendek (Nurgiyantoro, 1995:176). Tokoh tambahan yang pertama adalah Kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan tokoh tambahan karena porsi penceritaannya relativ pendek. Tokoh Kepala sekolah dimunculkan dalam cerita ketika ia memanggil Dina yang ketahuan bolos sekolah untuk ngamen. Kutipan yang medukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bapak Rahman tak pernah basa-basi, “Kemarin kamu benar tidak masuk sekolah?” “Benar Pak,” Dina tertunduk. “Dan kamu ngamen,” tidak enak hati Pak Rahman menyebut, tapi harus ditanyakan. “Maaf Pak,” Dina entah sudah berapa kali mengucapkan kata maaf. “Sebentar lagi kamu selesai dari sekolah ini, mungkin hanya tinggal satu bulan, Bapak ingin saat memanggilmu lagi ke kantor dan mendengarmu lulus,” Bapak Rahman berharap, kacamatanya dilepas diletakan diatas meja. “Apa bisa kamu berhenti ngamen supaya kamu lebih fokus dalam pelajaran?” Tanya Kepala sekolah. Dina mengerti, meski hal itu mungkin sulit sekali,” Dina mohon maaf Pak.” “Sudah tak apa-apa,” Pak Rahman melongok ke luar jendela,”Kamu masih ingin terus sekolah?” Dina mengangguk,”Itu harapan Dina Pak.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
“Sudah menyiapkan segalanya untuk persiapan ujian?” Dina menggeleng, “Masih berusaha Pak.” “Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.” Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana! Kamu harus belajar” (Do’a hlm. 62).
Tokoh kepala sekolah muncul dalam cerita ketika ia melakukan pembelaan terhadap Dina yang ingin dikeluarkan oleh beberapa guru karena kegiatan ngamennya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Pak Rahman entah harus bagaimana berpesan, “Ada beberapa guru yang ingin kamu dikeluarkan dari sekolah, tapi menurut Bapak kamu sangat layak duduk di bangku sekolah ini.” “Apa kata para guru Pak?” Dina heran. “Katanya kamu mencemarkan nama baik sekolah dengan kegiatan ngamen,” Pak Rahman memberitahu. “Apa hanya karena ada siswa dari pengamen, guru-guru malu Pak?” Dina sungguh heran. “Bapak tidak malu, bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman membela Dina (Do’a hlm. 61).
Tokoh tambahan yang kedua adalah Maya. Maya adalah tokoh tambahan karena kemunculannya yang agak pendek di dalam cerita. Tokoh Maya dimunculkan dalam cerita saat ia membela Dina dari penghinaan Madya dan Putri di kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Madya dan Putri berdiri di dekat Maya dan Safira, Madya yang paling angkuh, dua tangannya bertolak pinggang, maju selangkah menantang, “Berani sama kita?” yang di tatap Madya adalah dua mata Maya. Maya benar-benar nekat, Dina sudah menarik bajunya untuk duduk, tapi Maya terlanjur emosi, gadis berkacamata itu mengumpulkan keberaniannya dan berteriak, “Jangan menantang,!!! Aku ga’ takut sama kalian, kalian pikir kalian siapa? Seenaknya menghina orang lain, dasar… mulutnya kayak ember,” maki Maya dengan kesal. Dina terkejut mendengar kata-kata Maya barusan. Putri dan Madya akhirnya mundur beberapa langkah ke belakang (Do’a hlm. 57).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
Tokoh
Maya
dimunculkan
dalam
cerita
yang
melalui
percakapannya dengan Dina yaitu ketika ia menerima permintaan tolong Dina untuk menginap di rumahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina teringat dua adiknya, teringat Adib, teringat Cindy, hanya mereka keluarga belahan hati Dina. Dina menoleh ke arah Maya, “Boleh aku menginap di rumahmu?” “Boleh Din,” Maya sangat senang bisa membantu. “Tapi aku bawa dua adikku,” Dina berharap malam ini dua adiknya bisa tertidur nyenyak. “Tidak apa-apa,” Maya mengangguk. (Do’a hlm. 85-86). Adib dan Cindy tidur di ranjang, justru Dina dan Maya tidur di kasur lipat di bawah, disamping tempat tidur. Adib dan Cindy langsung terlelap dalam balutan lembutnya kasur dan bantal, dibalik hangatnya selimut tebal yang membungkus letihnya tubuh mereka. “Maaf, aku harus menumpang May,” Dina memperhatikan kedua adiknya. Maya berpura-pura tak mendengar perkataan Dina barusan. Maya membuka lemari mengambil kaos, Maya tak menanggapi ocehan Dina, “Ganti kaosmu dengan baju ini,” Maya memberikan kaos berwarna hijau daun kepada Dina. Tak lupa Maya juga memberikan satu selimut kepada Dina (Do’a hlm. 94).
Tokoh tambahan yang ketiga adalah Safira. Safira merupakan tokoh tambahan karena hanya muncul dua kali dalam penceritaan. Kemunculan tokoh Safira yang pertama kali yaitu saat ia melakukan pembelaan terhadap Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang lakilaki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,!!!” umpat Putri. Dina seolah menutup telinganya, diam, tetap membaca, tapi yang tidak terima justru Safira, ia berdiri di tengah ketakutannya, “Bisa diam ga’? kenapa sih kalian berdua selalu menghina Dina,? Memangnya kalian pikir diri kalian udah sempurna,? Tantang Safira kepada Madya dan Putri (Do’a hlm.55-56).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Tokoh Safira dimunculkan dalam cerita melalui percakapannya dengan Dina ketika Adib melakukan pembunuhan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina merasa semua yang ada di matanya kini hanya sebuah mimpi. Suratman tergeletak, sudah menjadi mayat, yang membunuh adiknya sendiri, rumah kontrakannya seketika menjelma menjadi bahan tontonan satu desa, semuanya mengerubut, suara lambaian gugur daun seakan terdengar, ia terduduk lemas sembari memeluk Cindy, garis kuning polisi mengeliling, tim penyidik sibuk memeriksa, mondar-mandir ke setiap sisi, riuh bisikan suara terdengar bak dengung nyamuk di malam hari. Tak disangka Maya dan Safira datang, entah dari siapa mereka mendengar beritanya. “Dina!!!” Safira mendekat, menerobos kerumunan orang banyak. Dina menoleh, Safira langsung memeluk erat temannya, “Adikku Fira, adikku telah membunuh Abang.” Tangis Dina pecah. Safira memeluk Dina semakin erat, “Dina, kamu harus kuat, kamu harus tegar, semuanya sudah terjadi, kita doakan saja yang terbaik buat Adib,” Safira berusaha menenangkan sahabatnya. Sedangkan Maya langsung menggendong Cindy dan mengelap air matanya. “Cindy ga’ boleh nangis ya, Cindy sayang kan sama kak Adib,? Tanya Maya. “Iya Kak,” jawab Cindy tertunduk. Maya pun mencium kening Cindy, memberikan penguatan kepada anak kecil yang belum begitu mengerti tentang apa yang sedang terjadi (Do’a hlm. 117118).
Tokoh
tambahan
yang
keempat
adalah
Hanna.
Hanna
merupakan tokoh tambahan karena ia hanya dimunculkan dua kali dalam penceritaan. Tokoh Hanna dimunculkan pertama kali yaitu saat ia mentraktir Cindy di kantin sekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Cindy berdiri, entah sampai kapan Hanna terus menemani. Hampir setiap pagi Cindy ditraktir makan oleh Hanna, Cindy selalu menolak, Cindy enggan menjadi beban orang lain, walaupun ia sendiri tak bisa membalas traktiran Hanna. “Ayo makan!!!” Hanna menarik tangan Cindy. Berdua berjalan ke kantin belakang sekolah, berdua duduk di kursi, saling berhadapan, diatas meja tersaji gorengan. “Bu, saya pesan nasi goring komplitnya dua ya,!!! Setengah berteriak, Hanna memesan menu kepada penjual makanan. “Terimakasih ya Hanna, kamu selalu baik sama aku,” Cindy berkata malu. Ia menunduk. “Udah, ga’ usah dipikirin, kita kan sahabat.” Jawab Hanna sambil tersenyum tulus (Do’a hlm. 52).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Tokoh Hanna dimunculkan yang kedua kalinya yaitu pada saat ia dan Cindy mengikuti lomba cerdas cermat antar Sekolah Dasar seJakarta Selatan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas cermat. Entah menga patiba-tiba ada Ibu guru keluar dari kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy!!! Hanna!!!” ia seketika memeluk, mencium keduanya. “Lima menit lagi kita cerdas cermat!!!” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan. Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor, grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan, semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar, Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap. Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan. Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman. “Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang. Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu (Do’a hlm. 71-74).
Tokoh
tambahan
yang
kelima
yaitu
Fatimah.
Fatimah
merupakan tokoh tambahan karena kemunculannya hanya dua kali dalam penceritaan. Tokoh Fatimah muncul ketika Adib menminta tolong kepadanya untuk menjaga Cindy ketika Suratman mencari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
mereka di sekolah. Fatimah pun membantu Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Adib masih terus berpikir, terus mencari jalan keluar, dua tangannya sampai menjambak rambutnya sembari duduk. “Kamu kenapa Dib?” Fatimah teman sebangku Adib bertanya. “Aku minta tolong Fatim?” Adib tidak basa-basi. “Apa?” Fatimah membenarkan letak kerudungnya. “Aku titip adikku, tapi kau harus pulang paling akhir, dan bawa adikku ke rumahmu, aku titip dia, kalaupun aku tidak jemput, ijinkan dia menginap di rumahmu, aku jamin Cindy akan menuruti semua kata-katamu,” Adib buruburu, di kelas tinggal sedikit orang. “Maksudmu?” Fatimah belum mengerti. “Ada orang yang mencari kami di gerbang,” Adib berdiri sejenak melihat Abang berdiri membelakangi, ditengah gerbang. “Aku takut,” Fatimah justru ciut. “Kamu tak perlu takut, aku akan berlari, dia pasti mengejarku, setelah itu bawa adikku bersamamu, aku mohon,” Adib sampai memegang bahu Fatimah. “iya, tapi kamu hati-hati ya Dib.” “Terimakasih Fatim, terimakasih” (Do’a hlm. 99-100).
Tokoh Fatimah muncul yang kedua kalinya yaitu saat ia mengunjungi Adib di penjara bersama dengan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bel sekolah berdentang tanda pulang sekolah. Fatimah menghampiri Cindy dan berjalan kearah Dina yang sudah menunggu di depan sekolah. “Ini Fatimah Ma, dia mau menemani Cindy jenguk kakak,” Cindy polos, mereka kini berdiri menepi di pinggir jalan di bawah rindang pohon mangga. “Terimakasih ya Fatimah, sudah mau menemani Cindy.” “Iya Kak, sama-sama,” jawab Fatimah dengan senyum. Cindy dan Fatimah sudah berjalan menjauh, mereka tidak sendiri karena ada Bibinya Fatimah yang menemani. Mereka ingin cepat-cepat bertemu dengan Adib. Saat memasuki ruang temu, dua anak itu berlari kencang, duduk menunggu di kursi tamu. Mereka pertama kali melihat jeruji besi, pertama kali datang ke penjara. Tak banyak yang menjenguk, hanya ada mereka berdua, hari sudah terlalu siang. Ruangan hanya berisi empat meja, setiap meja ada dua bangku. Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat, “Kakak.” “Cindy,” Adib tersenyum, “Jangan menangis!!!” Adib mengingatkan Cindy. Cindy mengusap langsung pipinya, ia mengangguk. Fatimah membawa plastik, berisi nasi, sayur, lauk dan dua botol air mineral, ia ikut mendekat, “Ini untukmu Dib, kamu yang sabar ya… kami selalu mendoakan mu.” Ujar Fatimah menahan tangis. “Terimakasih Fatim,” Adib bersyukur, masih ada teman yang sudi datang mengunjunginya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
Fatimah segera berlalu dan melabuhkan tangisannya di pangkuan bibinya (Do’a hlm. 122-123).
Tokoh tambahan yang keenam yaitu Ibu Salma. Ibu Salma merupakan tokoh tambahan karena hanya satu kali dimunculkan dalam cerita. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Madya menangis, Putri membimbingnya jalan ke tempat duduknya, Bu Salma masuk, semua kembali duduk, “Selamat pagi anak-anak!!!” “Selamat pagi Bu!!!” “Lho, ada apa ini?” Bu Salma melihat jejak keributan. Salah satu siswa perempuan menjawab, “Madya jatuh Bu, hidungnya terbentur meja.” “Benar anak-anak?” Bu Salma membenarkan kacamatanya. Serentak semua murid menjawab “Benar Bu!!!” “Ya sudah, Putri, kamu tolong hantarkan Madya ke ruang UKS, biar lukanya diobati, nanti Ibu berikan ijin sakit di keterangan kehadirannya Madya.” Ibu guru menerangkan. “O ya, Dina!” “Saya Bu,” Dina mengangkat tangannya. “Kamu dipanggil Kepala Sekolah,” Bu Salma sebelum mengabsen memberitahu (Do’a hlm. 59).
Tokoh tambahan yang ketujuh yaitu Ibu Winda. Ibu Winda merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Suara Bu guru sedikit lantang menjelaskan pelajaran matematika di depan kelas, pelajaran yang paling disukai Adib, di tangan kirinya sebilah rotan kecil mengetuk papan tulis bila menunjuk angka, kadang kacamatanya di benarkan, kadang dengan santainya berjalan ke kana-kiri memperhatikan setiap sisi kelas. Adib terlihat mengantuk di kelas, kepalanya bak kursi goyang. Ia memang lelah, satu hari paling banyak tidur enam jam. “Adib!!!” Ibu guru setengah membentak. Adib bak tertusuk jarum, terkejut. Suasana kelas tiba-tiba hening mendengar suara bentakan Ibu guru. “Ngantuk aja di kelas! Perhatikan! Duduk sini!” Bu Winda meminta Adib untuk pindah duduk di kursi paling depan. “Tapi Bu,” Adib ingin menetap, pantatnya seolah terlem dengan bangku. “Pindah sini! Semakin lama kamu akan tidur di kelas nanti!” Bu Winda mendekat, satu tangan menunjuk kearah Adib dengan rotan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Ini bukan pertama kali, bukan pula kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke banku belakang kelas (Do’a hlm. 17-18).
Tokoh tambahan yang kedelapan yaitu Ibu Hanna. Ibu Hanna merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina mainkan gembok perak besar yang menggantung di sisi dalam, tangannya menyelip diantara celah jeruji, membunyikan bel, “Permisi!!!” Tak berselang ada seorang Ibu yang datang, ‘Cari siapa?” “Cindy ada Bu?” ‘Kalian siapa?” pagar belum dibuka, mereka berbincang lewat celah. “Kami kakaknya,” Dina yang menjawab, agar tidak kasar. “Ayo masuk!” pintu pagar digeser, tampak rumah tak begitu besar, pintu satu, dua jendela, berkeramik putih, satu garasi mobil, ujung atapnya rendah dipenuhi gantungan bunga, satu pohon belimbing tumbuh rimbun di secuil halaman, membuat teduh suasana, tampak satu AC terpasang. Berdua mengira Cindy ada di dalam, tapi hanya ada sepatunya, waktu masuk ruangan, Cindy tidak ada, Dina dan Adib duduk di ruang tamu, berkursi rotan, berbantal, beberapa foto keluarga terpampang, Koran menumpuk di bawah meja, “Cindy dimana Bu?” “Dia tidur di kamar bersama Hanna,” Ibu memberitahu sembari tersenyum ramah, berjalan ke belakang mengambil es sirup untuk Dina dan Adib. “Ini, diminum dulu, biar segar” “Terimakasih Bu,” jawab Dina dan Adib bersamaan. “Cindy itu pintar ya, rajin juga, Hanna senang ditemani belajar oleh Cindy, apalagi katanya mereka berdua mau ikut lomba cerdas cermat minggu depan.” Ibu menjelaskan kepada alas an Cindy datang ke rumah Hanna Dina dan Adib (Do’a hlm. 26-27).
Tokoh tambahan yang kesembilan yaitu Bibi. Bibi merupakan tokoh tambahan karena hanya muncul satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Mudah bagi Fatimah untuk menjenguk, ia selalu dihantar bibinya. Selepas pulang sekolah, Cindy, Fatimah, beserta bibinya menjenguk Adib di penjara (Do’a hlm. 125).
Tokoh tambahan yang kesepuluh yaitu Madya. Madya merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan dua kali dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
penceritaan. Tokoh Madya pertama kali dimunculkan yaitu saat mereka ada di dalam bis . Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Di Saat matahari tepat diatas ubun-ubun, mereka berniat kembali ke tempat hana, menjemput Cindy, sembari naik kopaja, mereka memainkan satu lagu. Adib dan Dina berdiri di dekat jendela sebelah pintu, bersandar kursi, semilir angin kencang, terasa karena satu jendela lebar terbuka, mereka bisa berdiri tegak di dalam kopaja. Namun ditengah-tengah nyanyian, bis berhenti sejenak, yang membuat tak enak, Madya dan Putri teman sekelas Dina naik ke dalam bis, mereka awalnya tertawa cekikikan seketika berhenti melihat Dina dan Adib bernyanyi, bahkan Putri mengeluarkan handphone untuk merekam. Madya berbisik agak keras ke arah Putri, “Ga’ masuk sekolah ternyata ngamen, iiihhh… dasar anak jalanan” umpat Madya (Do’a hlm. 47).
Tokoh Madya dihadirkan yang kedua kalinya yaitu saat di dalam kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Langkah pertama memasuki kelas disambut dengan suara hening dan desis, “Ssstttt… pengamen datang!!!” Dina kenal suara itu, Madya ketua geng centil,Dina sudah terbiasa menerima. Madya bukan berbisik, tapi sengaja melirik kea rah Dina agar terdengar dan serasa menyakitkan (Do’a hlm. 55).
Tokoh tambahan ke sebelas yaitu Putri. Putri merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan dua kali dalam penceritaan. Tokoh Putri pertama kali dimunculkan yaitu saat mereka ada di dalam bis. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Di Saat matahari tepat diatas ubun-ubun, mereka berniat kembali ke tempat hana, menjemput Cindy, sembari naik kopaja, mereka memainkan satu lagu. Adib dan Dina berdiri di dekat jendela sebelah pintu, bersandar kursi, semilir angin kencang, terasa karena satu jendela lebar terbuka, mereka bisa berdiri tegak di dalam kopaja. Namun ditengah-tengah nyanyian, bis berhenti sejenak, yang membuat tak enak, Madya dan Putri teman sekelas Dina naik ke dalam bis, mereka awalnya tertawa cekikikan seketika berhenti melihat Dina dan Adib bernyanyi, bahkan Putri mengeluarkan handphone untuk merekam. Madya berbisik agak keras ke arah Putri, “Ga’ masuk sekolah ternyata ngamen, iiihhh… dasar anak jalanan” umpat Madya (Do’a hlm. 47).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
Tokoh Madya dihadirkan yang kedua kalinya yaitu saat di dalam kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang lakilaki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang dalam kelas kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,!!!” umpat Putri (Do’a hlm. 55).
Tokoh
tambahan
yang
terakhir
yaitu
Preman.
Preman
merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali di dalam cerita yaitu saat ia memngambil uang Dina dan Cindy secara paksa. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina dan Cindy berdiri dibawah lampu merah, kuning, hijau, tiba-tiba ada seorang preman mendekat, tubuhnya besar, tinggi, kepalanya botak, jenggotnya panjang, tapi tak ada tato. “Heh, pengamen mana kamu? Beraninya ke sini,” tangannya mendorong kepala Dina. “Kampung Rambutan bang,” Dina yang menjawab, Cindy berlindung di belakang Dina, berpegang pada ujung kaos Dina. “Pulang sana, jangan kesini!!!” Banyak orang memandang tapi hanya diam saja, memandang di kemacetan jalan. “Heh, enak sekali pergi, sini sepuluh ribu!!!” Dina berpikir sejenak, ia tak mungkin lari, keadaan macet, belum tentu lolos, lagi pula ia membawa Cindy. Ia merogoh koceknya, uang ribuan dihitung, sepuluh ribu diberikan kepada preman itu. Preman itu pergi dengan senyum, tertawa dalam hati, begitulah hidup preman (Do’a hlm. 77-78).
4. Alur atau Plot Secara umum alur atau plot dalam novel “Do’a Anak Jalanan” karya Ma’mun Affany adalah alur lurus atau progresif karena peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis dan berkesinambungan dari awal, tengah, dan akhir. Struktur umum alur akan dibahas sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
a. Paparan (Exposition) Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Paparan dalam
novel
“Do’a
Anak
Jalanan”
ini
memaparkan
atau
memperkenalkan tentang tokoh dan latar Dina, Adib, dan Cindy serta kehidupan mereka bersama Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong tinggi bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi kecoklatan, matanya tak istimewa, bibirnya sederhana, sedikit ciut, dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek, parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi, namun kesatuan semuanya membuat setiap pemuja kecantikan akan memalingkan wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak pengamen yang tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampung rambutan, Jakarta. Sedari kecil Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun ada seorang bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali, tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun bukan saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah kerasnya kota Jakarta (Do’a hlm. 1). Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil, hidungnya kalau dari samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak seimbang dengan umurnya, kalau dendangkan lagu sepenuh hati, paling suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya, nama Adib yang memberinya justru Dina (Do’a hlm. 3-4). Cindy masih kelas satu SD, belum pantas hidup di jalanan, tapi entah bagaimana ia datang. Dina dan Adib merasa Cindy diculik. Cindy memiliki fisik yang jauh berbeda dari Dina dan Adib. Wajahnya oval, dagunya lancip, matanya tajam, bibirnya merah tipis, rambutnya sebahu lurus, kulitnya putih, meski anak kecil, benih-benih kecantikan yang tak bisa dinafikan (Do’a hlm. 4). Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter, tapi lebih pantas disebut kost-kostan, tanpa ada alas tidur, hanya karpet merah. Jendela hanya satu, pintu satu, tak ada almari, kompor, terlalu sempit (Do’a hlm. 4-5).\
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
b. Rangsangan (Inciting moment) Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika Dina dan Adib menghadiri perlombaan cerdas cermat antar SD se-Jakarta Selatan yang diikuti oleh Cindy. Berikut ini adalah kutipannya : Dina bertemu dengan Adib di gedung aula. “Kakak” Adib memanggil, ia juga memegang gitar. “Cindy dimana?” Tanya Dina. “Masih di dalam Kak, sedang mengikuti tes seleksi” jawab Adib dengan bangga. “Kak, hari ini kita ga’ ngamen?” “Setelah selesai lomba, kita ngamen setengah hari saja, semoga bisa dapat bayak, yang penting sekarang kita fokus ke perlombaannya Cindy dulu.” “Iya kak” (Do’a hlm. 68).
c. Gawatan (Rising action) Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika uang setoran yang harus diberikan ke Suratman tidak mencukupi target. Hal itu karena waktu ngamen mereka terpotong demi menghadiri lomba cerdas cermat yang diikuti oleh Cindy. Akibatnya, Adib dan Dina harus mendapat siksaan lagi dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Waktu pulang seperti biasa Abang sudah duduk di depan kontrakan, sudah duduk menanti uang, duduk dengan kaki kanan bersandar di kaki kiri, ia berkaos dalam, sembari mengisap rokok, kali ini Dina yang paling depan, Adib dan Cindy bergandengan tangan di belakang. “Mana uangnya?” Abang mengulurkan tangan, membuka telapaknya meminta. Dina berikan seluruh uang yang dia punya, sedikitpun tak menyimpan, tertunduk, ia sudah siap dengan segala pukulan. Abang Suratman sibuk menghitung, saat tahu hanya sedikit, ia langsung murka, “Cuman segini.” “Hari ini memang dapatnya hanya segitu Bang,” Dina beralasan. “Keluarkan semua!!!” Abang membentak, tetangga melihat, tapi sudah biasa. Dina menggeleng, Abang memeriksa saku Dina, setengah meraba-raba, Dina kontan mundur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
“Heh….berani kamu?” Adib geram, tapi dia cuma anak kecil. Baju Dina ditarik, masuk ke dalam kontrakan, suara pukulan terdengar, jeritan Dina mengoyak, Adib di luar tidak bisa bertindak, Cindy menangis, berkali kali terdengar teriakan Dina, “Ampun Bang,” itu yang terdengar, Adib meski anak kecil tidak bisa menerima, ia sudah kelas enam, ia masuk, memeluk kakaknya, kini pukulan dengan gagang sapu mendarat ke punggungnya, “Bet!!! Bet!!!”. Cindy ikut masuk, ia menarik tangan Abang, “Jangan Bang, tadi Cuma ngamen setengah hari karena Cindy ikut lomba cerdas cermat.” Abang bengis, “Apa? Cerdas cermat?” tangan abang hendak mengayun memukul Cindy, tapi Dina yang sudah yang berlumur luka, Adib yang mulai rasa sakit langsung memeluk Cindy erat-erat, ia tak pantas untuk di pukul. “Lebih baik kalian semua keluar dari sekolah!!! Keluar!!! Atau kalian setiap malam akan rasakan seperti sekarang!!!” Abang melempar sapu, meludah di dalam, “Cuiiih!!!” berjalan keluar, menghilang, berjalan menjauh, mengarungi dunia malam, pintu di banting keras “Brakkkk!!!”.(Do’a hlm. 81).
d. Tikaian (Conflict) Tikaian atau konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis). Konflik dalam cerita ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun Adib kabur menghindar dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlajur panik (Do’a hlm. 96). Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas, nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang, kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib!!! Sialan!!!” Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hamper habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali dating. Adib bertekad untuk kabur dari Abang (Do’a hlm. 101).
e. Rumitan (Complication) Rumitan adalah perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun ternyata Cindy sudah dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi keselamatan Cindy. Berikut ini adalah kutipannya : Berdua Dina dan Adib berjalan menuju ke rumah Fatimah. Tampak halaman rumah kosong. Tiba-tiba muncul Fatimah, berjilbab dan berpakaian seragam hendak ke sekolah. Adib melihat Fatimah, adib berlari masuk ke halaman rumah Fatimah, “Fatim!!!” Fatimah berhenti, di depan pintu, Fatimah berbalik, “Kok kamu pakai kaos Dib?” “Cindy mana?” Adib tak pedulikan pertanyaan Fatimah. “Lho, tadi dijemput Ayahnya, katanya harus pulang,” Fatimah polos menjawab. Lemas Adib mendengar, pastilah Abang sudah dating lebih awal, sudah hard lebih dulu, Adib ingin marah, tapi Fatimah memang tidak tahu apa-apa, “Kenapa Dib? Kok kamu lemas? Tanya Dina. “Cindy dijemput Abang kak, kita harus pulang ke kontrakan, kasihan Cindy nanti dikasari Abang.” Adib tampak sangat cemas. “Iya, kita pulang sekarang” (Do’a hlm. 111).
f. Klimaks (Climax) Klimaks adalah titik puncak cerita. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Klimaks terjadi ketika Adib dan Dina pulang ke kontrakan dan Suratman meminta hasil ngamen mereka selama tiga hari menghilang. Namun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
uang yang dikumpulkan tidak mencukupi, Suratman marah dan menyiksa Dina dan Adib habis-habisan. Rasa sakit bercampur dendam akhirnya membuat Adib membunuh Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Dua mata merah Suratman memandang, ia sadar Dina dan Adib datang, ia berdiri menanti, nafasnya tampak lebih cepat berhembus, perutnya turun naik, Dina dan Adib tak gentar terus melangkah meski rasa sakit sudah terbayang, kini Abang berhadapan dengan Dina dan Adib, tampak dari lubang pintu Cindy duduk memeluk lutut menangis tanpa suara. “Mana uang kalian?” Dina tahu pertanyaan itu yang akan keluar, Dina keluarkan uang semua yang ia punya, Adib juga merogoh tasnya, di mata mereka berdua hanya ada Cindy, bahkan beberapa keping terjatuh, menggelinding, Dina dan Adib kembali memungutnya, sinar terik mulai naik, tapi terhalang daun nangka. “Cuman segini, kalian pergi tiga hari, mau mati kalian?” Teriak Abang membuat perutnya menguat. “Cuman segitu bang,” Dina menunduk. Abang terlanjur begitu kesal, “Kalian coba berlari, sudah berani, pasti kamu yang memulai,” tangan Abang menarik kaos Dina, menarik keras memaksa memasuk rumah, “Krettt...” kaos Dina sobek, sedikit dada nampak, Adib tak sanggup lagi melihat. “Berani kamu!!!” Abang menjambak rambut Dina, Dina tak berteriak, tapi meringis dalam sakit. “Engga’ bang,” Dina menggengam tangan Abang. “Plak!!!” tanparan pertama mendarat, keras, suaranya mengiris yang mendengar, tapi Cuma sekali, tangan kanannya terus melayang , “Plak!!!” darah tampak menetes dari sudut mulut Dina. Di tendang, dipukul, Dina di siksa, terombang ambing di dalam ruangan 3x4 meter, Dina seperti dalam ring. Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan,”Prak!!!” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali!!!” Cindy memojok, menutup mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari!!!” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila di biarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk!!!” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib di lepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina di cekik, “Mati kamu, mati kamu!!!” Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan!!! Jangan!!!” tapi Adip tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp!!!” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara, tergeletak, lantai penuh dengan darah, Dina terdiam memandang (Do’a hlm. 114-116).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
g. Leraian (Falling action) Leraian adalah tahap yang menunjukkan peristiwa ke arah selesaian atau penyelesaian. Leraian dimulai ketika Adib menyuruh Dina untuk memanggil polisi. Ia sudah pasrah, menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Berikut ini adalah kutipannya : “Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi kak,” Adib meminta. “Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah. Semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”. “Panggil polisi kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak!!!” Cindy ketakutan. “Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”. “Panggil polisi kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan (Do’a hlm 116). Bagi Adib, ia lebih baik masuk penjara daripada harus terus hidup dalam penyiksaan Suratman. Adib merasa lea karena ia sudah membebaskan Dina dan Cindy dari siksaan Abang (Do’a hlm. 118)
h. Selesaian (Denoument) Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian atau penyelesaian dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu Dina dan Cindy memutuskan untuk keluar dari kota Jakarta dan pergi ke Jawa Tengah. Melanjutkan hidup disana, sambil mengumpulkan uang untuk membebaskan Adib dari penjara. Berikut ini adalah kutipannya : “Kita jadi pergi ke Jawa Tengah ya Ma?” Tanya Cindy. “Iya, mungkin setelah pengumuman ujian.” Jawab Dina datar. “Kak Adib bagaimana?” Cindy memandang wajah Dina dari samping. Dina terdiam memandang Cindy. “Kak Adib pasti baik-baik saja, Kakak dengar, di penjara anak disediakan Pak Uztadz, jadi Kak Adib bisa belajar menulis dan agama disana.” “Tapi kita akan jemput kak Adib kan Ma?” Cindy bertanya lagi “Kita pasti akan kembali lagi kesini, menjemput kak Adib dan memulai hidup baru yang lebih baik.” Jawab Dina menguatkan Cindy (Do’a 142).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
5. Latar atau Setting Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216). Sudjiman juga berpendapat bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk,pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar
tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:227). Latar tempat pertama yang terdapat dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu di rumah kontrakan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal Kampung Rambutan, di sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter, tapi lebih pantas disebut kostkostan, tanpa ada alas tidur, hanya karpet merah. Jendela hanya satu, pintu satu, tak ada almari, kompor, terlalu sempit (Do’a hlm. 4-5).
Latar tempat yang kedua adalah kamar mandi. Kamar mandi merupakan tempat Dina, Adib, dan Cindy membersihkan diri setiap pagi. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga harus bangun di saat yang sama, harus mandi di waktu yang sama karena tidak ada kamar mandi pribadi, tapi di toilet umum seratus meter dari kontrakannya. Dina akan mandi bersama Cindy, di kamar mandi 1 x 1 meter, mereka seperti anak dan Ibu, kalau Cindy kedinginanan saat air menyiram, ia akan peluk kaki Dina erat-erat (Do’a hlm. 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Latar tempat
yang ketiga yaitu Mushola. Mushola merupakan
tempat Dina, Adib, dan Cindy selalu singgah tiap pagi untuk menghitung uang hasil ngamen dan tempat Dina dan Cindy untuk berganti pakaian setelah pulan sekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga akan singgah sejenak di sebuah mushola sebelum berpisah ke sekolah, hanya duduk di terasnya, meletakan gitar dip agar, Adib dan Cindy akan duduk menghadap Dina, menunggu menghitung uang hasil mengamen mereka sekedar untuk uang saku, berapapun hasilnya (Do’a hlm. 12). Adib tampak duduk berdampingan dengan Cindy di depan teras mushola, Adib meletakan gitarnya di pagar mushola, mereka setia menanti walaupun dipanggang terik, mereka tak lelah walaupun terasa payah, mereka menanti kakaknya berganti pakaian di Mushola (Do’a hlm. 86).
Latar
tempat yang keempat yaitu sekolah Adib. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Di tengah halaman sekolah, Adib berdiri tegak seperti tiang bendera, ia menunggu Cindy. Cindy belum keluar dari kelasnya. Ia kemudian pindah dan berlindung di bawah pohon rindang di samping gerbang sekolah (Do’a hlm. 20).
Latar tempat yang kelima yaitu ruang kelas Adib. Ruang kelas yang dipakai saat Adib melakukan aktivitas belajar. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Ada empat baris tempat duduk, tak ada pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan. Ruang kelas Adib memiliki empat jendelan, satu pintu. Tempat duduk Adib ada di belakang paling pojok (Do’a hlm. 18).
Latar tempat yang keenam yaitu ruang kelas Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Pintu-pintu kelas sudah terbuka, meski banyak jendela masih tertutup, belum ada satupun murid yang datang. Dina langsung masuk ke kelas III A, kelas yang tergolong tinggi dan pintar di sekolahnya, walau Dina peringkat lima belas di kelas, tapi ia terlanjur masuk di kelas bergengsi, ini salah satu _las an yang tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
diterima Madya. Ia menganggap kelas III A tak pantas untuk Dina, lebih pantas di kelas III G, kelas tempat anak-anak bernilai rendah (Do’a hlm. 50-51).
Latar tempat yang ketujuh yaitu aula tempat lomba cerdas-cermat antar SD se-Jakarta yang diikuti oleh Cindy dan Hanna. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga duduk di kursi kelas yang dikeluarkan, duduk di teras aula seperti guruguru lainnya. Tak ada yang boleh masuk ruangan sebelum lomba dimulai, hanya boleh mengintip dari jendela berkaca. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan (Do’a hlm. 73).
Latar tempat yang kedelapan yaitu kamar Maya. Kamar Maya merupakan tempat menginap sementara Dina, Adib, dan Cindy yang menghindar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Maya bukanlah orang kaya dengan mobil melimpah, tapi ia memiliki satu kamar berukuran 3 x 4 m, bagi Dina itu lebih dari satu tempat yang ia tinggali selama ini. Kamarnya tak berwarna-warni, tapi tertata rapi, foto-fotonya berbingkai tertempel bak garis diagonal bak garis di dinding, tirai bertali menutup jendela, kipas angin di dinding menghadap ke ranjang. Lampu menyala terang, tak ada nyamuk, suara hiruk pikuk kendaraan juga tak terdengar. Ada satu meja belajar, ada satu kursi, ada tumpukan buku sekolah, seprei berwarna hitam bergambar bunga, bantal ada tiga, guling dua (Do’a hlm. 93-94).
Latar tempat yang kesembilan yaitu rumah Fatimah. Adib dan Dina mencari Cindy ke rumah Fatimah karena pada saat Adib kabur dari Suratman, ia menitipkan Cindy kepada Fatimah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Berdua Dina dan Adib berjalan menuju ke rumah Fatimah. Tampak halaman rumah kosong. Tiba-tiba muncul Fatimah, berjilbab dan berpakaian seragam hendak ke sekolah. Adib melihat Fatimah, adib berlari masuk ke halaman rumah Fatimah, “Fatim!!!” Fatimah berhenti, di depan pintu, Fatimah berbalik, “Kok kamu pakai kaos Dib?” (Do’a hlm. 111).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI100
Latar tempat yang kesepuluh yaitu rumah Hanna. Dina dan Adib mencari Cindy di rumah Hanna. Cindy ke rumah Hanna untuk belajar bersama untuk mengikuti omba cerdas-cermat tingkat SD se-Jakarta. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina mainkan gembok perak besar yang menggantung di sisi dalam, tangannya menyelip diantara celah jeruji, membunyikan bel, “Permisi!!!” Tak berselang ada seorang Ibu yang datang, ‘Cari siapa?” “Cindy ada Bu?” ‘Kalian siapa?” pagar belum dibuka, mereka berbincang lewat celah. “Kami kakaknya,” Dina yang menjawab, agar tidak kasar. “Ayo masuk!” pintu pagar digeser, tampak rumah tak begitu besar, pintu satu, dua jendela, berkeramik putih, satu garasi mobil, ujung atapnya rendah dipenuhi gantungan bunga, satu pohon belimbing tumbuh rimbun di secuil halaman, membuat teduh suasana, tampak satu AC terpasang. Berdua mengira Cindy ada di dalam, tapi hanya ada sepatunya, waktu masuk ruangan, Cindy tidak ada, Dina dan Adib duduk di ruang tamu, berkursi rotan, berbantal, beberapa foto keluarga terpampang, Koran menumpuk di bawah meja (Do’a hlm. 26).
Latar tempat ke sebelas yaitu bis. Salah satu tempat Dina, Adib, dan
Cindy mengamen. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut
diatas adalah sebagai berikut : Bis pertama yang datang. Bertiga masuk ke dalam bis, Dina meminta hari ini mereka menyanyi lagunya D’Masiv, “Jangan Menyerah”. Bagi Dina, itu lagu satu-satunya yang menyemangatinya. Dina dan Adib berdiri berdampingan dengan Adib bersandar bangku dekat pintu, Cindy sudah siap dengan kumpulan tutup botol (Do’a hlm. 88).
Latar tempat yang kedua belas yaitu angkot. Angkot juga tempat Dina,Adib, dan Cindy mencari nafkah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga terus berpindah dari satu angkot ke angkot yang lain, di keramaian. Mereka seakan seperti burung yang terbang dari satu pohon ke pohon yang lain. Namun mereka harus tetap semangat. Mereka terus bernyanyi di tengah jejal dan padatnya penumpang angkot (Do’a hlm. 34).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI101
Latar tempat yang ketiga belas yaitu pasar buah. Pasar buah tempat Dina membeli buah mangga untuk kedua adiknya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Sebegitu senangnya Dina, saat turun tepat di pasar buah, tempat penjual buah ia belikan mangga, satu kilo lima ribu, berisi empat buah, ia bagikan satu persatu kepada Adib dan Cindy. “Kenapa beli buah kak?” Adib bertanya. “Ada yang memberi dua puluh ribu,” Dina tersenyum. “Kenapa tidak disimpan saja kak,” Adib bertanya lagi. “Biar, supaya kita pernah merasakan makan buah mangga,” Dina beralasan. Dina tersenyum bahagia melihat kedua adiknya yang asyik menikmati buah mangga (Do’a hlm. 89-90).
Latar tempat yang keempat belas yaitu jalan raya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina duduk di tepian jalan raya, di trotoar, di dekat tiang rambu di larang parkir, langit sudah meredup, mulai terasa gelap pertanda petang datang berganti malam, lalu-lalang kendaraan mulai macet, udara terhirup terasa sesak, hawa terasa panas di tengah pijaran lampu ibu kota (Do’a hlm. 79).
Latar tempat yang terakhir yaitu penjara. Cindy, Fatimah dan Bibi Fatimah mengunjungi Adib di penjara.
Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Cindy dan Fatimah sudah berjalan menjauh, mereka tidak sendiri karena ada Bibinya Fatimah yang menemani. Mereka ingin cepat-cepat bertemu dengan Adib. Saat memasuki ruang temu, dua anak ituberlari kencang, duduk menunggu di kursi tamu. Mereka pertama kali melihat jeruji besi, pertama kali dating ke penjara. Tak banyak yang menjenguk, hanya ada mereka berdua, hari sudah terlalu siang. Ruangan hanya berisi empat meja, setiap meja ada dua bangku (Do’a hlm. 123).
Latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah ‘kapan’ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, fakta yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI102
ada kaitannya atau dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995 : 230). Latar waktu pertama yang digambarkan dalam novel Do’a Anak Jalanan
adalah subuh. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut
diatas adalah sebagai berikut : Kalau subuh akan datang, Adzan juga belum berkumandang, mereka bertiga harus bergegas membuka mata, harus cepat-cepat mandi (Do’a hlm. 6).
Latar waktu yang kedua yaitu pagi hari. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dilihat jam di dinding, menunjuk angka setengah lima pagi, mungkin masih terlalu gelap untuk anak sekolah berangkat, tapi mereka setiap hari melakukannya. Alas an satu-satunya mereka gelap gulita berangkat, hanya ingin cepat sampai di sekolah untuk belajar, karena itu satu-satunya waktu yang mereka punya, walau satu jam mereka harus melewatinya untuk belajar, tak ada waktu lain (Do’a hlm. 9).
Latar waktu yang ketiga yaitu siang hari. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Mereka mulai mengamen di saat siang sepulang sekolah. Bertiga berdiri di pinggir jalan, dekat pintu keluar terminal Kampung Rambutan. Dina mulai menyetem gitarnya, begitu juga Adib, Cindy hanya diam ditengah Adib dan Dina (Do’a hlm. 10).
Latar waktu yang keempat yaitu sore. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Mungkin hari ini Adib harus menggelandang sendirian, uang tak ada, ia pun harus kembali ke tepi jalan, mengamen dari satu angkot ke angkot lain, meski hanya bermusik tepuk tangan, yang memberi pasti sedikit, sekali naik bis hanya dapat tiga ribu, kadang hanya seribu, tenggorokan kering, perut melilit belum makan, Adib mengamen sembari mengingat Cindy dan Dina, Adib sampai di Stasiun Kota. Sampai jam tiga sore, Adib hanya dapat dua puluh ribu (Do’a hlm. 102).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI103
Latar waktu yang kelima yaitu petang. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina duduk di tepian jalan raya, di trotoar, di dekat tiang rambu di larang parkir, langit sudah meredup, mulai terasa gelap pertanda petang datang berganti malam, lalu-lalang kendaraan mulai macet, udara terhirup terasa sesak, hawa terasa panas di tengah pijaran lampu ibu kota (Do’a hlm. 79).
Latar waktu yang terakhir yaitu malam. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Malam semakin larut, keheningan mulai menyeruput, Cindy sudah tergeletak dalm lelap berbantal perut Adib,dan Adib sudah tertidur berbantal paha Dina. Cindy seperti kucing kedinginan, Dina merapikan rambutnya, terkadang Dina melipat handuk untuk dijadikan bantal mengganjal kepala Cindy, sedangkan Adib, Dina menggunakan baju bekasnya sebagai bantal kepala Adib. Dina peluk kedua adiknya seerat mungkin, Cindy di tangan kiri, Adib di tangan kanan, ia cium ubun mereka. Dina tak tahu sampai kapan semua ini akan menderanya, ia berharap satu hari mereka benar-benar bisa berlari dari abang Suratman meski nyawa sebagai taruhan (Do’a hlm. 39).
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:223). Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, pandangan hidup, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya kelas menengah, rendah atau kelas atas. Latar sosial menunjukkan pada kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat yang beragam. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI104
Di daerah terminal Kampung Rambutan hiruk-pikuk ibu kota terasa dimata, macet meski baru jam lima pagi, pejalan kaki berdesakan di trotoar, berjalan cepat memburu waktu, tak pandang perempuan, tak lihat laki-laki, semua bersam-sama memburu rejeki. Pedagang gorengan sudah mangkal di depan trotoar, suara deru mesin mobil dan motor terdengar, asap mengepul walau matahari belum benar bersinar, bila lampu hijau sudah menyala, suara klakson memburu seperti teriakan maling di pasar. Orang bolak-balik menyebrang, pengamen jalanan mulai saling memilih angkot untuk diberikan satu nyanyian jalanan, pengemis berserakan, preman-preman berdiri di dekat pasar, Adib dan Dina sudah hafal, mereka semua teman Suratman, mereka juga memiliki anak buah, entah pengemis, atau pengamen jalanan (Do’a hlm. 12).
6. Amanat Amanat merupakan kecenderungan dan keinginan pengarang yang disalurkan melalui tokoh-tokoh ceritanya, biasanya amanat mengesankan niat pengarang yang hendak menggurui pembaca. Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat
dalam
karya sastra tertuang secara implisit. Secara
implisit artinya jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah
laku tokoh
menjelang akhir cerita. Amanat secara eksplisit
artinya jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita (Sudjiman, 1992:57-58). Amanat yang terdapat dalam
novel Do’a Anak Jalanan yaitu
perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI105
7. Hubungan Antarunsur Unsur dalam sebuah karya fiksi tidak dapat berdiri sendiri. Semuanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Unsur-unsur ini yang akan membangun keutuhan sebuah cerita. a. Tema dengan Tokoh Tema dan tokoh memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung satu sama lainnya. Tema dalam sebuah cerita disampaikan secara implisit melalui cerita. Oleh karena itu, tokoh berfungsi untuk menyampaikan tema yang terkandung dalam cerita. Tokoh yang mendukung tema di dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah Dina, Adib, Cindy, Suratman, dan Kepala Sekolah. Tema disampaikan melalui peristiwa yang dialami oleh tokohnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1) Dina Setiap hari Dina harus berangkat ke sekolah, namun setelah pulang sekolah Dina harus secepatnya berganti pakaian dan menenteng gitarnya untuk ngamen. Dina berpindah dari satu angkot ke angkot lain, dari bis sampai kopaja ia datangi demi mendapat recehan untuk menyambung hidupnya dan kedua adiknya. Dina akan bernyanyi sambil diiringi gitar kesayangannya, tanpa kenal lelah. Dina melakukan kegiatan ngamennya sampai jam 9 bahkan terkadang sampai jam 10 malam. Semua ia lakukan agar setoran yang akan diserahkan kepada Suratman (Abang) dapat tercukupi (Do’a hlm. 3).
2) Adib Bertiga naik angkot menuju kampong Rambutan,Dina dan Cindy duduk, tapi Adib tetap berdiri mengamen, walaupun dalam keadaan capek Adib tetap bersemangat melantunkan lagunya D’masiv “Jangan Menyerah”. Dia memang satu-satunya lelaki, tapi dia juga tak pernah merasa lelah demi sepotong hidup, demi sesuap nasi. Hasilnya, Adib mendapat sepuluh ribu rupiah, lumayan menambah uang hasil ngamen mereka. Dina hanya tersenyum melihat kerja keras Adib sambil memangku Cindy yang sudah terlelap (Do’a hlm. 35).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI106
3) Cindy Dina sudah tak bisa angkat suara, perih di bibir akibat pukulan Suratman membuat mulutnya tak kuasa untuk bernyanyi. Sebelum naik bis, Dina meminta tolong kepada Cindy,”Cindy, apa kamu bisa gantiin kakak bernyanyi?” Cindy mengangguk dan tersenyum kepada kakaknya. Saat di dalam bis, Cindy benar-benar bernyanyi, ia hafal semua liriknya karena setiap hari ia selalu mendengar kedua kakaknya bernyanyi. Suara Cindy merdu tapi agak serak. Hasil ngamennya ternyata lebih banyak, ia mendapatkan lima belas ribu sekali bernyanyi (Do’a hlm. 89). 4) Suratman (Abang) Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy, hanya dua puluh ribu, katanya masih kecil, harus belajar cara mengamen yang bisa menghasilkan banyak uang. Jadi total uang setoran mereka bertiga seratus ribu rupiah. Tapi sekiranya kurang, Abang akan kesetanan, bahkan kurang seribu dihargai berkeping tamparan (Do’a hlm. 37).
5) Kepala Sekolah “Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.” Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana! Kamu harus belajar” (Do’a hlm. 62). “Bapak tidak malu, bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman membela Dina (Do’a hlm. 61).
b. Tokoh dengan Alur Tokoh dan plot merupakan dua fakta yang saling mempengaruhi dan menguntungkan satu dan yang lainnya. Tanpa tokoh alur tidak akan terjadi begitu pula dengan tokoh tanpa adanya alur tidak akan terbentuk sebuah cerita. Jadi pada tahapan alur selalu ada peristiwa dan tokoh yang membentuk sebuah cerita. Berikut ini akan dipaparkan keterkaitan antara tokoh dengan alur
.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI107
Paparan (Exposition) Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Paparan dalam
novel
“Do’a
Anak
Jalanan”
ini
memaparkan
atau
memperkenalkan tentang tokoh dan latar Dina, Adib, dan Cindy serta kehidupan mereka bersama Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong tinggi bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi kecoklatan, matanya tak istimewa, bibirnya sederhana, sedikit ciut, dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek, parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi, namun kesatuan semuanya membuat setiap pemuja kecantikan akan memalingkan wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak pengamen yang tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampung rambutan, Jakarta. Sedari kecil Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun ada seorang bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali, tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun bukan saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah kerasnya kota Jakarta (Do’a hlm. 1). Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil, hidungnya kalau dari samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak seimbang dengan umurnya, kalau dendangkan lagu sepenuh hati, paling suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya, nama Adib yang memberinya justru Dina (Do’a hlm. 3-4). Cindy masih kelas satu SD, belum pantas hidup di jalanan, tapi entah bagaimana ia datang. Dina dan Adib merasa Cindy diculik. Cindy memiliki fisik yang jauh berbeda dari Dina dan Adib. Wajahnya oval, dagunya lancip, matanya tajam, bibirnya merah tipis, rambutnya sebahu lurus, kulitnya putih, meski anak kecil, benih-benih kecantikan yang tak bisa dinafikan (Do’a hlm. 4). Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter, tapi lebih pantas disebut kost-kostan, tanpa ada alas tidur, hanya karpet merah. Jendela hanya satu, pintu satu, tak ada almari, kompor, terlalu sempit (Do’a hlm. 4-5).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI108
Rangsangan (Inciting moment) Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika Dina dan Adib menghadiri perlombaan cerdas cermat antar SD se-Jakarta Selatan yang diikuti oleh Cindy. Berikut ini adalah kutipannya : Dina bertemu dengan Adib di gedung aula. “Kakak” Adib memanggil, ia juga memegang gitar. “Cindy dimana?” Tanya Dina. “Masih di dalam Kak, sedang mengikuti tes seleksi” jawab Adib dengan bangga. “Kak, hari ini kita ga’ ngamen?” “Setelah selesai lomba, kita ngamen setengah hari saja, semoga bisa dapat bayak, yang penting sekarang kita fokus ke perlombaannya Cindy dulu.” “Iya kak” (Do’a hlm. 68).
Gawatan (Rising action) Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika uang setoran yang harus diberikan ke Suratman tidak mencukupi target. Hal itu karena waktu ngamen mereka terpotong demi menghadiri lomba cerdas cermat yang diikuti oleh Cindy. Akibatnya, Adib dan Dina harus mendapat siksaan lagi dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Waktu pulang seperti biasa Abang sudah duduk di depan kontrakan, sudah duduk menanti uang, duduk dengan kaki kanan bersandar di kaki kiri, ia berkaos dalam, sembari mengisap rokok, kali ini Dina yang paling depan, Adib dan Cindy bergandengan tangan di belakang. “Mana uangnya?” Abang mengulurkan tangan, membuka telapaknya meminta. Dina berikan seluruh uang yang dia punya, sedikitpun tak menyimpan, tertunduk, ia sudah siap dengan segala pukulan. Abang Suratman sibuk menghitung, saat tahu hanya sedikit, ia langsung murka, “Cuman segini.” “Hari ini memang dapatnya hanya segitu Bang,” Dina beralasan. “Keluarkan semua!!!” Abang membentak, tetangga melihat, tapi sudah biasa. Dina menggeleng, Abang memeriksa saku Dina, setengah meraba-raba, Dina kontan mundur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI109
“Heh….berani kamu?” Adib geram, tapi dia cuma anak kecil. Baju Dina ditarik, masuk ke dalam kontrakan, suara pukulan terdengar, jeritan Dina mengoyak, Adib di luar tidak bisa bertindak, Cindy menangis, berkali kali terdengar teriakan Dina, “Ampun Bang,” itu yang terdengar, Adib meski anak kecil tidak bisa menerima, ia sudah kelas enam, ia masuk, memeluk kakaknya, kini pukulan dengan gagang sapu mendarat ke punggungnya, “Bet!!! Bet!!!”. Cindy ikut masuk, ia menarik tangan Abang, “Jangan Bang, tadi Cuma ngamen setengah hari karena Cindy ikut lomba cerdas cermat.” Abang bengis, “Apa? Cerdas cermat?” tangan abang hendak mengayun memukul Cindy, tapi Dina yang sudah yang berlumur luka, Adib yang mulai rasa sakit langsung memeluk Cindy erat-erat, ia tak pantas untuk di pukul. “Lebih baik kalian semua keluar dari sekolah!!! Keluar!!! Atau kalian setiap malam akan rasakan seperti sekarang!!!” Abang melempar sapu, meludah di dalam, “Cuiiih!!!” berjalan keluar, menghilang, berjalan menjauh, mengarungi dunia malam, pintu di banting keras “Brakkkk!!!”.(Do’a hlm. 81).
Tikaian (Conflict) Tikaian atau konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis). Konflik dalam cerita ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun Adib kabur menghindar dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlanjur panik (Do’a hlm. 96). Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas, nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang, kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib!!! Sialan!!!” Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI110
kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman, Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hampir habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali dating. Adib bertekad untuk kabur dari Abang (Do’a hlm. 101).
Rumitan (Complication) Rumitan adalah perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun ternyata Cindy sudah dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi keselamatan Cindy. Berikut ini adalah kutipannya : Berdua Dina dan Adib berjalan menuju ke rumah Fatimah. Tampak halaman rumah kosong. Tiba-tiba muncul Fatimah, berjilbab dan berpakaian seragam hendak ke sekolah. Adib melihat Fatimah, adib berlari masuk ke halaman rumah Fatimah, “Fatim!!!” Fatimah berhenti, di depan pintu, Fatimah berbalik, “Kok kamu pakai kaos Dib?” “Cindy mana?” Adib tak pedulikan pertanyaan Fatimah. “Lho, tadi dijemput Ayahnya, katanya harus pulang,” Fatimah polos menjawab. Lemas Adib mendengar, pastilah Abang sudah dating lebih awal, sudah hard lebih dulu, Adib ingin marah, tapi Fatimah memang tidak tahu apa-apa, “Kenapa Dib? Kok kamu lemas? Tanya Dina. “Cindy dijemput Abang kak, kita harus pulang ke kontrakan, kasihan Cindy nanti dikasari Abang.” Adib tampak sangat cemas. “Iya, kita pulang sekarang” (Do’a hlm. 111).
Klimaks (Climax) Klimaks adalah titik puncak cerita. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Klimaks terjadi ketika Adib dan Dina pulang ke kontrakan dan Suratman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI111
meminta hasil ngamen mereka selama tiga hari menghilang. Namun uang yang dikumpulkan tidak mencukupi, Suratman marah dan menyiksa Dina dan Adib habis-habisan. Rasa sakit bercampur dendam akhirnya membuat Adib membunuh Suratman. Berikut ini adalah kutipannya : Dua mata merah Suratman memandang, ia sadar Dina dan Adib datang, ia berdiri menanti, nafasnya tampak lebih cepat berhembus, perutnya turun naik, Dina dan Adib tak gentar terus melangkah meski rasa sakit sudah terbayang, kini Abang berhadapan dengan Dina dan Adib, tampak dari lubang pintu Cindy duduk memeluk lutut menangis tanpa suara. “Mana uang kalian?” Dina tahu pertanyaan itu yang akan keluar, Dina keluarkan uang semua yang ia punya, Adib juga merogoh tasnya, di mata mereka berdua hanya ada Cindy, bahkan beberapa keping terjatuh, menggelinding, Dina dan Adib kembali memungutnya, sinar terik mulai naik, tapi terhalang daun nangka. “Cuman segini, kalian pergi tiga hari, mau mati kalian?” Teriak Abang membuat perutnya menguat. “Cuman segitu bang,” Dina menunduk. Abang terlanjur begitu kesal, “Kalian coba berlari, sudah berani, pasti kamu yang memulai,” tangan Abang menarik kaos Dina, menarik keras memaksa memasuk rumah, “Krettt...” kaos Dina sobek, sedikit dada nampak, Adib tak sanggup lagi melihat. “Berani kamu!!!” Abang menjambak rambut Dina, Dina tak berteriak, tapi meringis dalam sakit. “Engga’ Bang,” Dina menggengam tangan Abang. “Plak!!!” tanparan pertama mendarat, keras, suaranya mengiris yang mendengar, tapi Cuma sekali, tangan kanannya terus melayang , “Plak!!!” darah tampak menetes dari sudut mulut Dina. Di tendang, dipukul, Dina disiksa, terombang ambing di dalam ruangan 3x4 meter, Dina seperti dalam ring. Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan,”Prak!!!” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali!!!” Cindy memojok, menutup mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari!!!” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila di biarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk!!!” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib di lepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina di cekik, “Mati kamu, mati kamu!!!” Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan!!! Jangan!!!” tapi Adip tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp!!!” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara, tergeletak, lantai penuh dengan darah, Dina terdiam memandang (Do’a hlm. 114-116).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI112
Leraian (Falling action) Leraian adalah tahap yang menunjukkan peristiwa ke arah selesaian atau penyelesaian. Leraian dimulai ketika Adib menyuruh Dina untuk memanggil polisi. Ia sudah pasrah, menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Berikut ini adalah kutipannya : “Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi Kak,” Adib meminta. “Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah. Semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak!!!” Cindy ketakutan. “Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan (Do’a hlm 116). Bagi Adib, ia lebih baik masuk penjara daripada harus terus hidup dalam penyiksaan Suratman. Adib merasa lea karena ia sudah membebaskan Dina dan Cindy dari siksaan Abang (Do’a hlm. 118)
Selesaian (Denoument) Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian atau penyelesaian dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu Dina dan Cindy memutuskan untuk keluar dari kota Jakarta dan pergi ke Jawa Tengah. Melanjutkan hidup disana, sambil mengumpulkan uang untuk membebaskan Adib dari penjara. Berikut ini adalah kutipannya : “Kita jadi pergi ke Jawa Tengah ya Ma?” Tanya Cindy. “Iya, mungkin setelah pengumuman ujian.” Jawab Dina datar. “Kak Adib bagaimana?” Cindy memandang wajah Dina dari samping. Dina terdiam memandang Cindy. “Kak Adib pasti baik-baik saja, Kakak dengar, di penjara anak disediakan Pak Uztad, jadi Kak Adib bisa belajar menulis dan agama disana.” “Tapi kita akan jemput kak Adib kan Ma?” Cindy bertanya lagi “Kita pasti akan kembali lagi kesini, menjemput kak Adib dan memulai hidup baru yang lebih baik.” Jawab Dina menguatkan Cindy (Do’a 142).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI113
c. Tokoh dengan Latar Latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, tak berlebihan jika di katakan bahwa sifat seseorang akan di bentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro, 1995:225). Novel Do’a Anak Jalanan menceritakan perjuangan tiga anak kecil bernama Dina, Adib, dan Cindy yang berjuang di tengah kerasnya hidup sebagai pengamen. Selain itu mereka juga berjuang untuk lepas dari Suratman orang yang selalu menyiksa dan meminta jatah uang ngamen, walaupun harus dibayar dengan Pembunuhan yang dilakukan oleh Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Siapa yang menghendaki hidup seperti itu? Dina pun tak menginginkannya, tapi mereka harus berjuang dan berusaha untuk tetap bertahan hidup. Dina merasa takdir sudah menuliskan hal ini padanya, tapi Dina yakin suatu hari semuanya akan berganti (Do’a hlm. 3). Adib memang terlihat menikmati, tapi hatinya terus menjerit, tak ma uterus menerus hidup di jalan, tak tentu arah, baginya semuanya harus diakhiri entah kapan hari itu akan datang (Do’a hlm. 5). Entah apa yang dipikirkan Cindy, tapi Dina dan Adib yakin Cindy juga tak mau hidupnya terkatung dalam kungkungan seorang Suratman yang kejam, yang mengekangnya, yang selalu minta dipanggil Abang, yang selalu menggenggamnya dalam siksaan, menerkamnya dalam pemerasan, menyiksanya bila tak berikan setoran (Do’a hlm. 6). Mereka bertiga berdiri di tepi jalan raya, hiruk pikuk pengap jalan tampak terasa, suara-suara mobil, deretan kemacetan. Mereka harus berlomba dengan waktu, naik turun angkot dan bis , mereka tak peduli lelah menjalar, mereka tak menghitung berapa yang mereka dapatkan, mereka hanya bisa bernyanyi dan bernyanyi mengobral suara yang mereka punya. Wajah berdebu, rambut kumal, punggung tangan menghitam, kaos berwarna jalanan. Dunia yang mereka tapaki bukan lagi dunia anak kecil yang dipenuhi kebahagiaan. Tapi ini jalanan, yang kuat yang menang, yang kuat yang mampu bertahan, istirahat sejenak berarti bertukar pukulan Abang (Do’a hlm. 31).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI114
Bagi Adib, ia lebih baik masuk penjara, bila tidak hidupnya akan lebih sengsara. Penjara lebih aman daripada hidup tersiksa di jalanan. Tapi Adib lega karena Kakaknya Dina dan Cindy sudah bisa hidup tenang da n tidak mengalami penyiksaan dari suratman, orang yang sudah dibunuhnya (Do’a hlm. 118).
d. Tema dengan Latar Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai suatu kejadian atau peristiwa. Artinya, latar yang tepat dan sesuai dengan karakter tokoh, akan memberikan kontribusi pada pemilihan tema yang tepat. Latar bersifat memberi “aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi pemilihan tema, begitupun sebaliknya tema yang sudah dipilih akan menuntut pemilihan latar yang tepat dan mampu mendukung (Nurgiyantoro, 1995:75). Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Tak ada waktu bagi mereka berleha-leha atau santai, mereka harus kembali turun ke jalanan, mereka harus bisa mengejar waktu, mereka harus bisa mendapatkan uang dari jam satu siang hingga jam tujuh malam. Bertiga mulai ngamen dari toko-toko, naik bis dan angkot, menjual suaranya demi sesuap nasi (Do’a hlm. 76).
e. Amanat dengan Tema Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat
memiliki
hubungan
dengan tema. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit atau tersirat. Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI115
adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Tema ini berkaitan dengan amanat yang terkandung dalam dalam
novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan
semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan. f. Amanat dengan Tokoh Tokoh-tokoh di dalam cerita hendaknya menyesuaikan diri dengan tokoh protagonis yaitu, berjuang untuk hidup meski dalam keadaan sesulit dan sesusah apapun. g. Amanat dengan Alur Perjuangan hidup tokoh protagonis dalam membebaskan diri dan hidup dari kekerasan dan penyiksaan tokoh antagonis. Mau tidak mau harus membunuh demi sebuah hidup yang lebih baik. h. Amanat dengan Latar Hidup di jalanan sebagai pengamen membutuhkan perjuangan dan kerja keras dalam mempertahankan diri dan keselamatan. Siapa kuat, dia akan menang. Siapa kalah, dia akan menderita.
C. Pembahasan Novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany memiliki unsur instrinsik yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. Keenam unsur intrinsik inilah yang dianalisis. Tema dalam novel Do’a Anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI116
Jalanan adalah Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Menurut Sudjiman (1988:16) yang dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dalam Novel Do’a Anak Jalanan ada enam belas tokoh yaitu Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Salma, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Dina, Adib, dan Cindy merupakan tokoh protagonis karena intensitas kemunculan dalam cerita sangat sering dan menjadi pusat cerita. Suratman merupakan tokoh antagonis. Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Salma, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman merupakan tokoh tambahan karena intensitas kemunculan dalam cerita tidak banyak, namun tokoh-tokoh tersebut membantu dalam menghidupkan cerita. Menurut Sudjiman (1988:30). Alur adalah peristiwa-peristiwa yang diurutkan yang membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan tetapi juga termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah nasib. Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro, 1995:113).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI117
Alur dalam Novel Do’a Anak Jalanan bersifat progresif atau alur lurus
karena
peristiwa
yang
dikisahkan
bersifat
kronologis
dan
berkesinambungan dari awal, tengah, dan akhir. Struktur alur dalam cerita meliputi paparan yang berisi pengenalan tokoh dan latar kehidupan Dina, Adib, dan Cindy sebagai pusat cerita. Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika Dina dan Adib menghadiri perlombaan cerdas cermat antar SD se-Jakarta Selatan yang diikuti oleh Cindy. Tahap berikutnya adalah gawatan yaitu ketika uang setoran yang harus diberikan ke Suratman tidak mencukupi target. Hal itu karena waktu ngamen mereka terpotong demi menghadiri lomba cerdas cermat yang diikuti oleh Cindy. Akibatnya, Adib dan Dina harus mendapat siksaan lagi dari Suratman. Tahap selanjutnya yaitu konflik. Konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis). Konflik pada tahapan ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun Adib kabur menghindar dari Suratman. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun ternyata Cindy sudah dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI118
keselamatan Cindy. Tahap selanjutnya klimaks yaitu ditandai ketika Adib dan Dina pulang ke kontrakan dan Suratman meminta hasil ngamen mereka selama tiga hari menghilang. namun uang yang dikumpulkan tidak mencukupi, Suratman marah dan menyiksa Dina dan Adib habis-habisan. Rasa sakit bercampur dendam akhirnya membuat Adib membunuh Suratman. Tahap selanjutnya leraian. Leraian adalah tahap yang menunjukkan peristiwa ke arah selesaian atau penyelesaian. Leraian dimulai ketika Adib menyuruh Dina untuk memanggil polisi. Ia sudah pasrah, menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Tahap alur yang terakhir yaitu Selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian atau penyelesaian dalam
novel Do’a Anak
Jalanan yaitu Dina dan Cindy
memutuskan untuk keluar dari kota Jakarta dan pergi ke Jawa Tengah. Melanjutkan hidup disana, sambil mengumpulkan uang untuk membebaskan Adib dari penjara. Latar dalam novel Do’a Anak Jalanan meliputi tiga latar yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah rumah kontrakan, kamar mandi, mushola, sekolah Adib, ruang kelas Adib, ruang kelas Dina, aula tempat lomba cerdas-cermat, kamar Maya, rumah Fatimah, rumah Hanna, bis, angkot, pasar buah, jalan raya, dan penjara. Latar waktu digambarkan dalam cerita adalah subuh, pagi, siang, sore, petang dan malam. Latar sosial menunjukkan pada kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat yang beragam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI119
Amanat yang terdapat dalam
novel Do’a Anak Jalanan yaitu
perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan. Sebuah karya sastra tidak dapat dikatakan utuh apabila tidak memiliki unsur-unsur pembangun di dalamnya. Unsur tersebut adalah unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat. Unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Novel Do’a Anak Jalanan memiliki unsur-unsur intrinsik yang saling berkaitan satu sama lain dan memiliki hubungan timbal balik. Unsur-unsur inilah yang akan membangun dan membentuk sebuah keutuhan cerita yang dapat dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Tokoh-tokoh dalam cerita merupakan pelaku dalam tema artinya tokoh dalam cerita itulah yang bertugas menyampaikan tema melalui tingkah laku, pola pikir, dan dialog antar tokoh. Alur dan tema juga saling berkaitan karena di dalam jalan cerita dapat ditemukan sebuah tema. Selain itu, tokoh dengan alur juga merupakan satu bagian yang saling berkaitan. Hal ini menunjukkan bahwa alur dan tokoh merupakan dua hal penting di dalam cerita yang saling mempengaruhi dan menguntungkan satu dengan yang lainnya. Artinya, tanpa tokoh, alur tidak dapat terjadi begitu pula dengan tokoh, tanpa adanya alur tidak akan membentuk sebuah cerita yang utuh. Sebagai buktinya, di dalam novel Do’a Anak Jalanan terdapat kejadian, konflik sampai dengan klimaks akan terjadi jika ada alur dan tokoh atau pelaku tokoh seperti Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI120
Salma, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman yang membentuk satu jalan cerita yang utuh di dalam novel tersebut. Latar dengan tokoh juga memiliki hubungan yang saling berkaitan dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal dapat mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Selain itu, amanat dengan tema juga merupakan bagian yang saling berkaitan. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit atau tersirat. Tokoh dan amanat berkaitan erat. Tokoh dapat menyampaikan amanat didalam cerita melalui perwatakan, sikap, tindak tutur dan atau pencitraannya. Alur merupakan jalan cerita dalam novel. Di dalam alur, banyak ditemukan peristiwa, kejadian, konflik dan klimaks. Artinya, melalui rangkaian alur dalam cerita, pembaca dapat menemukan amanat yang tersirat maupun tersurat. Latar tempat, waktu dan sosial yang dilibatkan di dalam cerita bukan hanya sekedar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) melainkan juga sebagai suatu gambaran keadaan batin dan emosional tokoh. Melalui pelataran yang bersifat konkrit atau nyata, pembaca dapat memetik hikmah atau amanat yang terkandung didalamnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany memiliki unsur instrinsik yang meliputi tokoh, penokohan, tema, alur, latar, dan amanat. Keenam unsur intrinsik inilah yang dianalisis. Menurut Sudjiman (1988:16) yang dimaksud dengan tokoh adalah
individu
rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dalam Novel Do’a Anak Jalanan ada enam belas tokoh yaitu Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Salma, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Dina, Adib, dan Cindy merupakan tokoh protagonis. Suratman merupakan tokoh antagonis. Tokoh tambahannya yaitu Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Salma, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Alur cerita dalam novel Do’a Anak Jalanan meliputi paparan yang berisi pengenalan tokoh dan latar kehidupan Dina, Adib, dan Cindy sebagai pusat cerita. Rangsangan dimulai ketika Dina dan Adib menghadiri perlombaan cerdas cermat antar SD se-Jakarta Selatan yang diikuti oleh Cindy. Tahap berikutnya adalah gawatan yaitu ketika uang setoran yang harus diberikan ke Suratman tidak mencukupi target. Hal itu karena waktu ngamen mereka terpotong demi menghadiri lomba cerdas cermat yang diikuti oleh Cindy. Akibatnya, Adib dan Dina harus mendapat siksaan lagi dari Suratman.
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI122
Konflik dalam cerita ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun Adib kabur menghindar dari Suratman. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun
Cindy sudah
dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi keselamatan Cindy. Klimaks yaitu ditandai ketika Adib dan Dina pulang ke kontrakan dan Suratman meminta hasil ngamen mereka selama tiga hari menghilang. Namun uang yang dikumpulkan tidak mencukupi, Suratman marah dan menyiksa Dina dan Adib habis-habisan. Rasa sakit bercampur dendam akhirnya membuat Adib membunuh Suratman. Leraian dimulai ketika Adib menyuruh Dina untuk memanggil polisi. Ia sudah pasrah, menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Selesaian atau penyelesaian dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu Dina dan Cindy memutuskan untuk keluar dari kota Jakarta dan pergi ke Jawa Tengah, melanjutkan hidup disana, sambil mengumpulkan uang untuk membebaskan Adib dari penjara. Alur dalam Novel Do’a Anak Jalanan bersifat progresif atau alur lurus karena peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis dan berkesinambungan dari awal, tengah, dan akhir.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI123
Tema dalam
novel Do’a Anak
Jalanan adalah Tema yang
terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Latar dalam novel Do’a Anak Jalanan meliputi tiga latar yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah rumah kontrakan, kamar mandi, Mushola, sekolah Adib, ruang kelas Adib, ruang kelas Dina, aula tempat lomba cerdas-cermat, kamar Maya, rumah Fatimah, rumah Hanna, bis, angkot, pasar buah, jalan raya, dan penjara. Latar waktu digambarkan dalam cerita adalah subuh, pagi, siang, sore, petang dan malam. Latar sosial menunjukkan pada kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat yang beragam. Amanat yang terdapat dalam
novel Do’a Anak Jalanan
yaitu
perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan. Sebuah karya sastra tidak dapat dikatakan utuh apabila tidak memiliki unsur-unsur pembangun di dalamnya. Unsur tersebut adalah unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat. Unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Unsur-unsur inilah yang akan membangun dan membentuk sebuah keutuhan cerita yang dapat dinikmati dan dipahami oleh pembaca.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI124
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa novel ini dapat digunakan sebagai bahan dan media pengajaran bahasa Indonesia khususnya kajian struktural seperti tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany di bidang sastra di SMP dan SMA. Unsur intrinsik dan hubungan antarunsur di dalam novel tersebut saling mendukung satu sama lain dalam membentuk sebuah karya sastra yang utuh. Selain itu, melalui penelitian ini kita dapat menemukan pesan-pesan sosial dan pesan moral yang terkandung dalam karya sastra novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya untuk perlu membahas novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dari sudut sosiologi sastra sehingga dapat menganalisis dan menemukan unsur-unsur sosiologis sastra dalam masyarakat yang dapat diterapkan di SMP dan SMA. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat pula mengkaji novel ini dari sudut psikologi, karena di dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany ini banyak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan sisi psikologi sastra sehingga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan kita tentang bahasa Indonesia khususnya sastra.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Affany Ma’mun. 2013. Do’a Anak Jalanan. Jakarta: Sofia Publishing House bekerja sama dengan Penerbit Affany. Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka Jabrohim. 2003. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita dan Masyarakat Poetika. Moleong, Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya CV. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Oktama Dian H, Yustina Dwi. 2006. “ Unsur-unsur Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajarannya di SMA”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID Universitas Sanata Dharma. Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rene, Wellek dan Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melanie Budianta). Jakarta: Gramedia. Sangidu. 2004. Penelitian Sastra : Teori, Pendekatan, Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Sastra Pustaka Pelajar. Satoto, Soediro. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press. Subhan, Muhammad. 2009. “Analisis Struktur Novel Durjana Tama”. Skripsi. Depok: Universita Indonesia Subroto, D. Edi. 1992. Pengantar Metoda Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni. 125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI126
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa Raya. Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito. Tuslianingsih . 2010. “Analisis Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito dan Novel The Davinci Code Karya Dan Brown Sebuah Perbandingan”. Skripsi. Depok: Universita Indonesia Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Fiksi. Yogyakarta: Pustaka.
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sinopsis Cerita
Do’a Anak Jalanan Novel ini menceritakan tentang tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib, dan Cindy yang bukan saudara sekandung tapi tinggal bersama-sama. Dina berumur 17 tahun ia duduk di kelas Sembilan III A, Adib berumur 13 tahun ia duduk di kelas enam SD, dan Cindy yang masih duduk di kelas satu SD. Mereka diadopsi oleh seorang preman yang bernama Suratman atau yang biasa dipanggil Abang dan mereka tinggal di dekat terminal Kampung Rambutan, di sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter. Adib dan Cindy bersekolah di sekolah yang sama, sedangkan Dina beda sekolah. Ketiganya dipekerjakan oleh Suratman sebagai pengamen jalanan. Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy, hanya dua puluh ribu, katanya masih kecil. Jadi total uang setoran mereka bertiga seratus ribu rupiah. Tapi kalau kurang, Suratman akan menyiksa mereka, terutama Dina dan Adib. Cindy selalu dilindungi dan dijaga oleh kakaknya karena bagi mereka Cindy tak pantas mendapatkan perlakuan kasar. Hidup sebagai pengamen jalanan tidak mematahkan semangat ketiganya untuk sekolah. Mereka selalu mengutamakan sekolah.. Dina, Adib dan Cindy memang tergolong pintar. Salah satu
buktinya
saat Cindy ditunjuk untuk
mewakili sekolahnya mengikuti lomba cerdas cermat tingkat SD se-Jakarta Selatan walaupun akhirnya kalah. Hanya satu asa yang ingin mereka raih, mereka bisa lepas dari kehidupan yang mereka jalani sekarang. Mereka harus berjuang
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI128
demi meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik. Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati. Kerasnya hidup dalam penyiksaan dan cengkeraman Suratman, membuat Adib selalu menyimpan dendam, hingga akhirnya ia membunuh Suratman demi membela Dina yang disiksa Suratman di depan matanya. Hal itu mengakibatkan Adib harus masuk penjara anak. Setelah kejadian itu, Dina dan Cindy mengambil keputusan untuk pindah ke Jawa Tengah dan memulai hidup dan masa depan yang baru. Mereka berjanji akan datang kembali untuk menjemput Adib.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BIODATA PENULIS
Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making lahir di Belang, Lembata, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 2 Mei 1988. Mengawali pendidikan semenjak duduk di bangku taman kanak-kanak di Taman Kanak-Kanak Santa Ursula
Mingar,
Lembata
pada
tahun
1991-1993
dilanjutkan ke jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar Katholik Mingar, Lembata pada tahun 1995-2000 Setelah lulus SD, dilanjutkan ke tingkat menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Katholik Ampera di Waipukang, Ile Ape, Lembata pada tahun 2001-2003. Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negri I Lewoleba, Lembata pada tahun 2004-2006. Pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID) dan lulus pada tahun 2013. Selain aktif dalam kegiatan kuliah, ia juga mengikuti Program Pengalaman Lapangan mengajar di SMA SANTA MARIA Yogyakarta dan Program Pengalaman Lapangan BIPA di LBI: ILCIC Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menulis skripsi dengan judul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany.
129