PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE DDD (DEFINED DAILY DOSE) PADA PASIEN ANAK DI RAWAT INAP BANGSAL INSKA II RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI – JUNI 2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Maria Carolina NIM : 108114091 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Karya ini kupersembahkan untuk: Keluarga Tercinta, Terima kasih atas support dan doanya (Mama, Vindy, Vido, Ayah, Kak Tian dan Kak Titin, Tante, Om, Kakek, Nenek, Saudara-saudari yang terkasih di Kutai Barat) Dosen Pembimbing yang selalu setia, sabar, dan cekatan, thank you so much (Ibu Aris Widayati) Teman-teman seperjuangan You Guys are Awesome (Intan, Rere, Odex, Putri, Defi, Keluarga besar FKK A 2010) Almamater ku tercinta, thank’s for this marvelous 4 years (Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Fakultas Farmasi Sanata Dharma) Dan yang terakhir karya ini aku persembahkan untuk, orang yang menjadi inspirasi dan alasan bagiku untuk terus berkarya, yang mungkin sudah tidak dapat bersamaku didunia tetapi selalu melihatku dari surga, this is my prize for you Dad, I hope you proud of me and I wish I could see you sooner or later, (My Super Dad, Antonius, MJN (alm.))
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Maria Carolina
Nomor Mahasiswa
: 108114091
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Evaluasi Penggunaan Antibiotika Dengan Metode DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Anak di Rawat Inap Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Juni 2013 Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberika royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal, 05 Maret 2014 Yang menyatakan
(Maria Carolina)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya skripsi ini. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Staf Instalasi Rekam Medik dan Diklit RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu dalam proses pengumpulan data dan proses pembuatan izin penelitian. 3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini. 4. Orang tua beserta keluarga penulis yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun material 5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. dan ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt., Ph.D. selaku penguji atas saran yang diberikan.
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Para sahabat A.A. Sagung Intan, Realita Rosada, Gede Wiwid Santika, Defilia Anogra, dan Ni Made Putri Laksmi Dewi serta teman-teman FKK A 2010 dan FSM 2010 yang selalu memberi dukungan dalam menyelesai skripsi ini 7. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 05 Maret 2014
Maria Carolina
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yogyakarta, 05 Maret 2014 Penulis
Maria Carolina
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ..........................................
v
PRAKATA .......................................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv INTISARI............................................................................................................ xv ABSTRACT .......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................
1
1. Perumusan Masalah..........................................................................
4
2. Keaslian Penelitian ...........................................................................
4
3. Manfaat Penelitian............................................................................ 10 B. Tujuan Penelitian 1. Umum ............................................................................................... 10 2. Khusus .............................................................................................. 10 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. Antibiotika ............................................................................................... 12 B. Pengunaan Antibiotika pada Pasien Anak .............................................. 17 C. Kuantitas Penggunaan Antibiotika/Metode DDD ................................... 25 D. Keterangan Empiris ................................................................................. 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 30 B. Variabel ................................................................................................... 30 C. Definisi Operasional ................................................................................ 30 D. Bahan Penelitian ...................................................................................... 32 E. Perhitungan Sampel dan Teknik Sampling ............................................. 33 F. Alat Penelitian ......................................................................................... 36 G. Tempat Penelitian .................................................................................... 36 H. Tata Cara Penelitian ................................................................................ 37 I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian ................................................... 39 J. Keterangan Empiris ................................................................................. 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pola Penyakit ........................................................................................... 49 B. Pola Peresepan Antibiotika ..................................................................... 51 C. Nilai DDD 100 patient-days ................................................................... 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.............................................................................................. 76 B. Saran ........................................................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 78
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN ........................................................................................................ 84 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 97
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel I.
Distribusi jumlah pasien berdasarkan range usia di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ........................................................................ 48
Tabel II.
Distribusi sepuluh teratas penyakit utama pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ......................................................... 49
Tabel III.
Distribusi sepuluh teratas penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 .......................................................... 51
Tabel IV.
Distribusi aturan pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ........................................................................ 55
Tabel V.
Distribusi lama pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ........................................................................ 57
Tabel VI.
Distribusi golongan, jenis serta frekuensi penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013 ................ 59
Tabel VII.
Distribusi lama rawat inap pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013........................ 61
Tabel VIII. Nilai DDD/100 patient-days untuk masing-masing antibiotika dan golongannya beserta kode ATC dan standar DDD WHO ........................................................................ 63
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Perbandingan jumlah pasien anak laki-laki dan perempuan di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari – Juni 2013........................................................................... 47 Gambar 2. Perbandingan jumlah rute pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ..................................................................................... 52 Gambar 3. Perbandingan jumlah pemakaian bentuk sediaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 201 ................................................................ 54
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Perhitungan sampel dengan menggunakan software Sample Size Calculator ................................................. 85
Lampiran 2.
Lembar/form data dasar pasien .................................................... 86
Lampiran 3.
Lembar/form data penggunaan antibiotika .................................. 86
Lampiran 4.
Surat izin penelitian dari RSUP Dr. Sardjito ............................... 87
Lampiran 5.
Ethical clearance ........................................................................ 88
Lampiran 6
Data lengkap lama rawat inap pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari-Juni 2013 .......... 89
Lampiran 7.
Jenis penyakit utama pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr.Sardjito periode Januari – Juni 2013 ..................................................................... 91
Lampiran 8.
Jenis penyakit penyerta pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 ...................................................................... 93
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI
Kelompok pasien anak merupakan salah satu penerima pengobatan antibiotika yang terbesar di rumah sakit, dengan demikian berpotensi menimbulkan penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap RSUP Dr. Sardjito menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose). Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan rancangan studi cross-sectional, dan bersifat retrospektif. Data penggunaan antibiotika diperoleh dari 249 rekam medik periode rawat Januari – Juni 2013 yang dipilih berdasarkan metode random sampling. Data yang diambil meliputi profil pasien, diagnosis, dan peresepan antibiotika. Data kemudian diolah secara deskriptif, dan data kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan rumus DDD 100 patientdays. Selama periode penelitian, penyakit yang paling banyak adalah pneumonia (20,9%). Terdapat 28 jenis antibiotika yang diresepkan dengan total nilai DDD 100 patient-days sebesar 41,99. Ampisilin merupakan jenis antibiotika yang paling sering diresepkan dengan persentase 13,9% dengan nilai DDD tertinggi yaitu 10,33. Terdapat beberapa jenis antibiotika yang nilai DDD-nya melebihi standar nilai DDD WHO. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika kemungkinan masih belum selektif sehingga dikhawatirkan akan ditemukan penggunaan yang tidak rasional. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak. Kata kunci : antibiotika, metode DDD (Defined Daily Dose), anak
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Antibiotics are commonly prescribed for pediatric and potentially lead to an irrational use of antibiotics. Therefore, the objective of this study is to evaluate the use of antibiotics in pediatric patients at Dr. Sardjito hospital using DDD (Defined Daily Dose) method. This is a non-experimental descriptive evaluative study using crosssectional design and retrospective approach. Data were obtained from 249 medical records of pediatric patients who were in-patient during January to June 2013. They were selected using a simple random sampling method. Data included patients’ profiles, diagnoses and antibiotic prescriptions. Data were analyzed using descriptive statistics and data of quantity of antibiotic prescriptions were calculated using DDD 100 patient-days. The most frequent disease found is pneumonia (20,9%). There are 28 kinds of antibiotics prescribed. The most frequent antibiotic is ampicilline (13,9%). Total value of DDD 100 patient-days of those antibiotics is 41,99. The highest DDD value is ampicilline, i.e: 10,33. A number of antibiotics have DDD value highest than the WHO standard. Based on those results, it can be concluded that the DDD values found in this study indicate the prescriptions of antibiotics are probably not yet selective and maybe irrational as well. Therefore it is important to conduct a study about factors that influenced the quantitity of antibiotics use in children.
Key words: antibiotic, DDD method (Defined Daily Dose), children
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara-negara berkembang (Hadi et al., 2008). Anak – anak merupakan salah satu populasi terbesar pengidap penyakit infeksi. Berdasarkan data yang dihimpun dari buku Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 dan buku Profil Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta tahun 2011 menunjukan bahwa, untuk kelompok pasien rawat inap, terutama pasien anak, penyakit utama penyebab rawat inap disebabkan penyakit infeksi (Departemen Kesehatan RI, 2011; Dinas Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta, 2012). Tingginya kejadian penyakit infeksi pada pasien anak di rawat inap menyebabkan antibiotika sering diresepkan sebagai obat yang digunakan untuk melawan kuman penyebab penyakit infeksi (Bauchner, 1999; Depkes RI, 2011). Sebuah studi di dua kota besar di Indonesia (Semarang dan Surabaya) menemukan 76% peresepan antibiotika ditujukan untuk kelompok pasien anak (Hadi et al., 2008). Tingginya peresepan antibiotika yang ditujukan pada pasien anak akan menimbulkan potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Ketidakrasionalan
penggunaan
antibiotika
diartikan
sebagai
penggunaan
antibiotika yang tidak sesuai dengan salah satu atau lebih dari beberapa kriteria berikut: tepat indikasi, penderita, obat, dosis, dan tidak waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan (World Health Organization, 2001). Ketidakrasionalan
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
penggunaan antibiotika pada anak yang sering ditemui adalah ketidaktepatan pada indikasi penggunaan antibiotika. Salah satu penyebab utamanya adalah klinisi tidak dapat membedakan infeksi bakterial dan infeksi virus yang terjadi pada anak dengan gejala demam. Hal ini menyebabkan klinisi mengindikasikan antibiotika pada hampir semua anak yang mengalami gejala demam (Darmansjah, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bauchner (1999) dan Darmansjah (2008) terdapat sekitar 90% peresepan antibiotika pada anak untuk penyakit virus dengan gejala demam. Penelitian lain yang dilakukan tim Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN) terdapat 49 sampai dengan 97 persen pasien anak yang menjalani rawat inap menerima peresepan antibiotika dan sebagian besarnya (46-54%) dianggap tidak diperlukan dan tidak tepat indikasi (Hadi et al., 2008). Penelitian terbaru yang dilakukan di rumah sakit umum pendidikan di kota Semarang tahun 2012 dengan subjek studi pasien anak rawat inap menunjukan bahwa persentase kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak adalah sebesar 55,1% dan hasil ini masih jauh dari angka kerasionalan penggunaan antibiotika yang diharapkan, yakni mendekati 100% (Febiana, 2012). Temuan dari beberapa penelitian yang dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa masih banyak peresepan antibiotika yang tidak rasional yang ditemui pada pasien anak yang menjalani rawat inap. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dan berlebihan dapat mendorong terjadinya resistensi dan resistensi silang terhadap bakteri tertentu (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional telah menyebabkan terjadinya peningkatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
morbiditas dan mortalitas pada pasien sehingga turut pula meningkatkan biaya perawatan yang harus ditanggung oleh pasien (WHO, 2001) Untuk memastikan dan mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak, diperlukan evaluasi terhadap penggunaan antibiotika. Evaluasi penggunaan antibiotika dapat dilakukan baik dengan pendekatan secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode Defined Daily Dose atau DDD merupakan metode evaluasi yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1996 di Oslo, Norwegia (WHO, 2003). Metode DDD merupakan metode evaluasi secara kuantitatif untuk penggunaan antibiotika yang akan dilakukan dengan cara menghitung DDD per 100 patient-days, untuk dapat mengetahui jenis dan jumlah antibiotika yang digunakan sehingga nantinya berdasarkan data pengukuran kuantitas tersebut dapat diketahui trend penggunaan serta dapat menjadi prediksi awal terkait dengan kerasionalan penggunaan antibiotika (Nouwen, 2006; Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik ingin mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA (Instalasi Kesehatan Anak) II, dengan metode DDD. Metode ini ditujukan untuk menghitung kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dirawat inap RSUP Dr. Sardjito. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan untuk mendeskripsikan profil kuantitas penggunaan antibiotika pada RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari sampai dengan Juni 2013 serta dapat menjadi bahan pembelajaran bagi sesama kalangan mahasiswa dan pembaca serta dapat menjadi bahan evaluasi bagi RSUP Dr. Sardjito dimana penelitian ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dilaksanakan sehubungan dengan kuantitas penggunaan antibiotika pada RSUP Dr. Sardjito. 1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, terkait dengan penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap, maka dapat dirumuskan tiga permasalahan sebagai berikut. a. Seperti apakah pola penyakit di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013? b. Seperti apakah pola peresepan antibiotika di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013? c. Berapakah nilai DDD/100 patient-days dari penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal anak INSKA II RSUP DR. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013? 2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode DDD (Defined Daily Dose) Pada Pasien Anak di Rawat Inap bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Juni
2013 belum pernah
dilakukan. Terdapat beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya sejauh penelusuran penulis, penelitian-penelitian serupa tersebut dan perbedaan-perbedaanya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Penelitian serupa dengan judul “Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Agustus-Desember 2011” dilakukan oleh Febiana (2012). Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental dengan desain observasional deskriptif dan pendekatan retrospektif dengan metode yang digunakan untuk mengukur kuantitas antibiotika adalah metode DDD sementara untuk pengukuran kualitas antibiotika digunakan metode Gyssens. Hasil yang didapat yaitu, pengunaan antibiotika yang secara kuantitas paling banyak digunakan adalah seftriakson, sedangkan kualitas penggunaan antibiotika adalah sebesar 55,1%. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah terletak pada jumlah metode yang dipakai. Pada penelitian ini terdapat 2 metode pendekatan yang digunakan yakni, pendekatan dengan metode kuantitatif DDD dan metode kualitatif Gyssens sementara pada penelitian penulis metode yang digunakan hanya metode kuantitatif DDD. b. Penelitian serupa lainnya berjudul “Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Bedah dan Obsgin RSUP DR. Kariadi setelah Kampanye PPPPRA”. Penelitian ini dilakukan oleh Laras (2012) dengan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan prospektif. Hasil yang didapat adalah kuantitas penggunaan antibiotika di bangsal Bedah lebih tinggi daripada di bangsal Obsgin. Jenis antibiotika yang tidak sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotika secara statistik lebih banyak di bangsal bedah. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah pada subjek uji yang digunakan. Pada penelitian ini subjek uji yang digunakan adalah semua pasien dewasa yang menjalani rawat di bangsal bedah dan obsgin sementara pada penelitian penulis subjek uji yang diteliti adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
pasien anak rawat inap yang menjalani rawat inap (kecuali pasien NICU/PICU) c. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian dilakukan oleh Lestari, Almahdy, Zubir, dan Darwin (2011) dengan jenis studi observasional menggunakan desain cross-sectional, dan diperoleh hasil dari 105 resep yang diterima penyakit dalam secara kuantitatif dengan sistem ATC/DDD yang terbanyak yaitu seftriakson 38,955 DDD/100 pasien-hari dengan kode ATC J01DD04 sedangkan yang paling sedikit yaitu gentamisin 0,507 DDD/100 pasien-hari dengan kode ATC J01DH02. Sedangkan studi penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan alur kriteria gyssens yang tepat atau kategori I sebesar 43,18% dan yang tidak tepat atau kategori II-VI sebesar 56,19 %. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah subjek uji yang digunakan. Pada penelitian ini subjek uji yang digunakan adalah pasien dewasa yang di rawat inap sementara pada penelitian penulis subjek uji yang digunakan adalah pasien anak rawat inap. Perbedaan lainnya terletak pada jumlah metode yang digunakan dimana pada penelitian ini terdapat 2 metode yang digunakan yaitu metode analisis secara kuantitatif dengan menggunakan DDD dan metode analisis secara kualititatif dengan menggunakan metode gyssens. d. Penelitian serupa tentang Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) Dalam Rangka Memperbaiki Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Bagian Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Dr. Soetomo pada Tahun 2006 dan 2008 oleh Andarsini (2011) yang dilakukan secara prospektif dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode DDD/100 patient-days dan kualitatif dengan menggunakan kriteria Gyssens. Hasil yang diperoleh untuk nilai DDD/100 patient-days terjadi peningkatan setelah program dimana sebelum program ARCP nilai DDD/100 patientdays adalah 14,52 dan setelah program ARCP adalah sebesar 15,47. Hasil yang diperoleh untuk kriteria Gyssens adalah terjadi peningkatan terhadap beberapa nilai untuk kriteria I, IIA, dan IIIB, sementara terjadi penurunan nilai untuk kriteria IIIA, IIIB, IVC, IVD, dan V. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah terletak pada jumlah metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan kombinasi metode kuantitatif-kualitatif (DDD-Gyssens) sementara pada penelitian penulis hanya digunakan metode kuantitatif dengan menggunakan metode DDD. Penelitian ini termasuk pada penelitian eksperimental karena pada penelitian ini dilakukan perbandingan hasil pengukuran kuantitatifkualitatif sebelum dan setelah program ARCP (terdapat intervensi terhadap subjek uji). Penelitian yang dilakukan oleh penulis tergolong penelitian non eksperimental karena tidak dilakukan intervensi terhadap subjek uji. e. Penelitian serupa tentang Pola Penggunaan Antibiotik Sebagai Upaya Pengendalian Resistensi Antibiotik yang dilakukan oleh Pradipta, Febrina, Ridwan dan Ratnawati (2012) dengan metode DDD/100 hari rawat,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan
jenis
pendekatan
penelitian
observasional
deskriptif-evaluatif
8
dengan
retrospektif dengan menggunakan metode DDD/100 hari
rawat dan DU90% dan diperoleh hasil untuk nilai DDD/100 hari rawat pada tahun 2009 adalah sebesar 390,98 sementara untuk nilai DDD/100 hari rawat pada tahun 2010 adalah sebesar 381,34. Hasil dari nilai segmen DU90% adalah pada tahun 2009 terdapat sebelas jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90% sementara untuk tahun 2010 terdapat 18 jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini menggunakan subjek uji orang dewasa di rawat inap sementara pada penelitian penulis subjek uji yang digunakan adalah pasien anak di rawat inap. Selain itu pada penelitian ini digunakan metode lain yaitu metode DU90% yang dikombinasikan dengan metode DDD yang digunakan. Pada penelitian penulis, tidak dilakukan kombinasi antara metode DDD dan metode DU90%. f. Penelitian serupa mengenai Analisis Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Pasien Rawat Inap di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Pada Tahun 2010 dan 2011 dengan Metode ATC/DDD yang dilakukan oleh Siwi (2011) dengan jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode DDD/100 patientdays. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai DDD/100 patient-days dimana untuk tahun 2010 total dari nilai DDD/100 patient-days adalah sebesar 86,16 sementara untuk tahun 2011 total dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
nilai DDD/100 patient-days adalah sebesar 147,55. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah terletak pada subjek uji dimana pada penelitian ini subjek uji yang diteliti spesifik pada pasien (dewasa maupun anak) yang mengidap demam tifoid yang menggunakan antibiotika. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, subjek uji yang digunakan adalah pasien anak tetapi tidak spesifik merujuk hanya pada satu penyakit seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian penulis ditujukan pada semua pasien anak di rawat inap yang menggunakan antibiotika. Selain itu perbedaan lainnya adalah, pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara nilai DDD pada 2 periode, yaitu tahun 2010 dan 2011. Perbedaan yang didapat dikemukakan serta dikaji penyebab perbedaannya. Sementara pada penelitian penulis tidak dilakukan perbandingan nilai DDD antara tahun ke tahun. Penelitian penulis hanya membahas nilai DDD pada suatu periode saja. g. Penelitian serupa mengenai Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Intensive Care Unit RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Juli-Desember 2009 yang dilakukan oleh Yuniftiadi (2010) dengan jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan studi cross-sectional dan teknik simple random sampling. Penilaian kuantitas dihitung dengan menggunakan metode DDD/100 pasien dengan hasil penelitian dari 40 rekam medik diketahui bahwa nilai kuantitas DDD/100 pasien untuk antibiotika seftriakson adalah sebesar 62,3 dan merupakan nilai DDD/100 pasien paling tinggi diantara jenis antibiotika lain yang digunakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pada subjek uji yang digunakan dimana pada penelitian penulis subjek uji yang digunakan adalah pasien anak di rawat inap kecuali pasien anak yang berada di NICU/PICU sementara pada penelitian ini subjek uji yang digunakan adalah pasien dewasa yang dirawat inap di ICU. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoretis Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk pembelajaran dalam evaluasi penggunaan antibiotika dikaji dari segi kuantitas dengan mengunakan metode DDD (Defined Daily Dose). b. Manfaat praktis Dapat menjadi bahan evaluasi bagi RSUP Dr. Sardjito, terkait dengan hasil dari perhitungan kuantitas antibiotika menggunakan DDD/100 patient-days yang dapat dijadikan sebagai prediksi awal mengenai rasionalitas penggunaan antibiotika di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito. B. Tujuan Penelitian 1. Umum Mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap bangsal anak INSKA II pada periode Januari – Juni 2013 dikaji dari segi kuantitas penggunaanya. 2. Khusus a. Mendeskripsikan pola penyakit pada di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito pada periode Januari – Juni 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
b. Mendeskripsikan pola peresepan antibiotika di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito pada periode Januari – Juni 2013. c. Menghitung nilai DDD dari penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes). Namun belakangan pengertian antibiotika ini diperluas hingga meliputi senyawa antimikroba sintetik seperti sulfonamide dan kuinolon (Hardman dan Limbird, 2012). Pengertian lain dari antibiotika adalah : “zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau secara semisintesis, yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain dimana antibiotika bersifat kurang toksik untuk pejamunya” (Dorland, 2011).
Antibiotika ditemukan dalam berbagai sediaan, dan penggunaannya dapat melalui jalur topikal, oral, maupun intravena (Peterson, 2005). Ada berbagai macam jenis antibiotika. Antibiotika secara umum dapat digolongkan sebagai berikut ini : 1.
Berdasarkan struktur kimianya Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dikelompokkan sebagai
berikut: a. Golongan aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
b. Golongan beta-laktam, antara lain golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum. c. Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin. d. Golongan poliketida, antara lain golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin). e. Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin. f. Golongan kuinolon (fluorokuinolon), antara lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. g. Golongan
streptogramin,
antara
lain
pristinamisin,
virginiamisin,
mikamisin, dan kinupristin-dalfopristin. h. Golongan oksazolidinon, antara lain linezolid. i. Golongan sulfonamida, antara lain kotrimoksasol dan trimetoprim. j. Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat (Gunawan, Setiabudi, Nafrialdy, dan Elysabeth, 2007). 2.
Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan toksisitas selektifnya antibiotika dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba yang biasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
dikenal dengan aktivitas bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat membunuh mikroba yang biasa dikenal dengan aktivitas bakterisid (Gunawan et al., 2007). Pembagian bakteriostatik dan bakteriosid ini tidak absolut, tergantung dari konsentrasi obat, spesies bakteri dan fase perkembangannya. Pembagian ini berguna dalam pemilihan antibiotika pada pasien dengan status imunologi yang rendah (misalnya : penderita HIV) (Utami, 2012). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat dan atau membunuh pertumbuhan mikroba biasanya disebut kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antibiotika tersebut ditingkatkan melebihi KHM-nya (Gunawan et al., 2007). 3.
Berdasarkan mekanisme kerja antibiotika Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika/antimikroba dibagi kedalam
lima kelompok : a. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel bakteri Antibiotika yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide, trimetoprim, asam-p-aminosalisilat dan sulfon, dengan mekanisme penghambatan metabolisme sel ini diperoleh efek bakteriostatik bagi sel bakteri. Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup mikroba, dari asam amino benzoate (PABA). Penghambatan metabolisme terjadi dengan cara menghambat pembentukan dari asam folat (Gunawan et al., 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
b. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini antara lain, golongan beta laktam dan senyawa lain seperti vankomisin. Antibiotika pada kelompok ini menghambat rangkaian reaksi pembentukan dinding sel bakteri yang tersusun dari peptidoglikan, mulai dari reaksi pembentukan awal sampai dengan reaksi paling akhir yaitu transpeptidasi (Gunawan et al., 2007; Brunton et al., 2010). c. Antibiotika yang mengganggu keutuhan sel mikroba Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: polimiksin golongan polien serta antimikroba kemoteraupetik. Antibiotika pada kelompok ini bekerja dengan cara bereaksi dengan merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Untuk antibiotika polien akan bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan keluarnya komponen-komponen penting dalam sel mikroba seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Gunawan et al., 2007). d. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Senyawa antibiotika jenis ini menghambat dan mengganggu fungsi sub-unit ribosom sehingga terjadi penghambatan sintesis protein yang reversibel. Sintesis protein terjadi di ribosom dengan bantuan m-RNA, t-RNA dan dua sub-unit ribosom. Antibiotika pada kelompok ini bekerja dengan cara berikatan dengan sub-unit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
ribosom yang ada pada saat sintesis protein sehingga proses sintesis protein akan terganggu (Gunawan et al., 2007; Brunton et al., 2010). e. Antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: rifampisin dan golongan kuinolon. Antibiotika golongan ini bekerja dengan cara berikatan dan menghambat enzim-enzim yang berfungsi untuk sintesis asam nukleat sehingga sintesis dari asam nukleat terganggu (Gunawan et al., 2007). 4.
Berdasarkan aktivitas antibiotika Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dapat dibagi menjadi 2 golongan
yakni : a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) Antibiotika yang termasuk dalam golongan ini antara lain: tetrasiklin dan kloramfenikol (Gunawan et al., 2007). Antibiotika berspektrum luas seringkali dipakai untuk mengobati infeksi yang menyerang pasien dan belum teridentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas (Kee dan Hayes, 1996). b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) Antibiotika yang termasuk dalam golongan ini antara lain: benzylpenisilin dan streptomisin (Gunawan et al., 2007). Antibiotika pada golongan ini umumnya efektif untuk melawan satu jenis organisme, karena antibiotika berspektrum sempit ini bersifat selektif, maka antibiotika ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal daripada antibiotika yang berspektrum luas (Kee et al., 1996).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
17
Berdasarkan pola farmakokinetika antibiotika Berdasarkan farmakokinetika antibiotika terhadap bakteri maka dapat
kelompokan menjadi dua kelompok yaitu : a. Time-dependent killing Pada pola ini antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal kuman. Contoh antibiotika yang masuk dalam golongan ini antara lain penisilin, sefalosporin, linezoid dan eritromisin (Gunawan et al., 2007). b. Concentration-dependent killing Pada pola ini antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap kuman apabila kadarnya diusahakan relatif tinggi, tetapi dengan catatan kadar yang tinggi ini tidak perlu dipertahankan terlalu lama. Contoh antibiotika yang masuk kedalam golongan ini adalah antibiotika golongan aminoglikosida, flourokuinolon, dan ketolid (Gunawan et al., 2007).
B. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Pasien anak merupakan salah satu populasi terbesar pengidap penyakit infeksi. Besarnya kejadian penyakit infeksi pada anak menyebabkan banyaknya peresepan antibiotika ditujukan pada pasien anak guna menangani penyakit infeksi yang dialami oleh anak (Bauchner, 1999; Depkes RI, 2011). Sebuah studi di dua kota besar di Indonesia (Semarang dan Surabaya) menemukan 76% peresepan antibiotika ditujukan untuk kelompok pasien anak (Hadi et al., 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Pada pasien anak, semua usia dalam kategorinya masing-masing memiliki kemungkinan terserang penyakit infeksi. Berdasarkan Hurlock (1994) dan Simandjuntak (1984) (cit., Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi, 2009) pembagian kategori usia pada anak terdiri atas : 1. Infant (usia anak <1 tahun) 2. Toddler (usia anak 1 ≤ umur < 3 tahun) 3. Pre-school/pra-sekolah (usia anak 3 ≤ umur < 6 tahun) 4. School period/usia sekolah (usia anak 6 ≤ umur ≤ 12 tahun) Biasanya infeksi pada saluran pernapasan merupakan kasus penyakit infeksi yang paling sering ditemukan pada pasien anak pada segala kategori usia. Meskipun demikian pada beberapa kategori usia terdapat perbedaan kasus penyakit infeksi yang menyerang sehingga menimbulkan penggunaan antibiotika yang beragam pada pasien anak (Shea Florini, dan Barlam, 2001). Contohnya, pada anak usia di bawah 1 tahun, memiliki kemungkinan 10 kali lebih mudah untuk terserang berbagai macam penyakit infeksi dibandingkan dengan anak usia di atas 1 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 1 tahun sistem imun yang dimiliki belum bekerja sempurna. Penyakit-penyakit infeksi yang menyerang anak pada usia ini biasanya didominasi oleh penyakit komplikasi setelah kelahiran seperti sepsis ataupun penyakit bawaan akibat dari kondisi dari ibu seperti gonorea (Shea et al., 2001). Penggunaan antibiotika pada penanganan kasus infeksi pada usia ini akan didominasi oleh antibiotika jenis gentamisin, amikasin dan ampisilin-sulbaktam yang merupakan first line theraphy untuk berbagai kasus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
infeksi seperti sepsis dan infeksi bawaan dari ibu pada anak dengan rentang usia dibawah 1 tahun (Komite Pelayanan Medik, 2005; Hardman et al., 2010). Contoh lain, pada kategori usia toddler, anak belajar untuk mengenal lingkungan sekitar dengan cara menyentuh dan memasukkan benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya ke dalam mulut. Perilaku anak yang seperti ini membuat anak rentan terjangkit penyakit infeksi dari kuman/bakteri yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Penyakit infeksi yang umunya menyerang anak pada kategori usia ini adalah penyakit infeksi pada paru (pneumonia), bronkial (bronkitis) dan pada saluran pencernaan (diare) (Shea et al., 2001). Penggunaan antibiotika untuk menagani kasus ini infeksi pada kategori usia ini akan didominasi oleh jenis antibiotika ampisilin (untuk infeksi pada paru dan bronkitis), metronidazol dan kotrimoksasol (untuk infeksi pada saluran pencernaan) (Martin dan Jung, 2005). Seiring dengan pertumbuhan anak terutama menjelang memasuki usia sekolah, kemampuan sistem imunitas telah bekerja secara sempurna dan terjadi pula perubahan terhadap tingkah laku pada anak. Pada kategori usia ini umumnya anak jarang terkena penyakit infeksi karena kemampuan tubuh anak dalam melawan invasi kuman penyebab penyakit infeksi meningkat dan tingkah laku anak yang dapat menjaga kebersihan diri sehingga kemungkinan terjadinya penyakit infeksi pada anak menurun (Shea et al., 2001). Perbedaan yang terjadi pada setiap kategori usia juga turut berkontribusi terhadap beragamnya jenis antibiotika yang digunakan pada pasien anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Secara umum ada 2 macam terapi penggunaan antibiotika, berdasarkan ditemukannya kuman atau tidak yakni terapi empiris dan terapi definitif. Terapi empiris adalah terapi yang diberikan berdasarkan diagnosis klinis dengan pendekatan ilmiah dari klinisi. Sedangkan terapi definitif dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis yang sudah memastikan kuman dan kepekaan kuman tersebut terhadap antibiotika yang dipakai (Jawetz, 1997). Selain itu terdapat pula terapi profilaksis yaitu terapi antibiotika yang diberikan adalah untuk pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Pada terapi ini antibiotika yang digunakan adalah antibiotika yang memiliki spektrum sempit dan kerjanya spesifik antibiotika kebanyakan diresepkan sebagai terapi empiris, daripada terapi profilaksis atau definitif (Kakkilaya, 2008). Klinisi tidak boleh memberikan terapi secara sembarangan tanpa mempertimbangkan indikasi pemberian atau malah menunda pemberian antibiotika. Pada kasus infeksi yang telah ditegakkan diagnosanya secara klinis, meskipun tanpa hasil pemeriksaan mikrobiologi, harus segera ditangani dan diberikan terapi antibiotika. Pada kasus infeksi yang tergolong gawat seperti sepsis, demam dengan neutropeni, dan meningitis bakterial terapi dengan menggunakan antibiotika tidak boleh ditunda walaupun belum diketahui hasil dari pemeriksaan kultur mikrobiologisnya. Diagnosis awal menjadi acuan penting bagi klinisi untuk menentukan terapi awal dari penggunaan antibiotika pada pasien. Biasanya setelah menegakkan diagnosis awal klinisi akan memberikan terapi antibiotika sebagai terapi awal/empiris. Pada penggunaanya sebagai terapi empiris
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
antibiotika yang digunakan biasanya memiliki spektrum luas. Hasil pemeriksaan mikrobiologi juga menjadi acuan penting bagi penentuan terapi antibiotika yang akan digunakan. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi nantinya dapat diketahui kuman apa yang menginfeksi kemudian dapat ditentukan secara spesifik antibiotika apa yang dapat digunakan untuk menangani kuman yang menginfeksi (Leekha, Terrel, dan Edson, 2011). Secara umum penggunaan antibiotika pada anak memerlukan perhatian khusus. Anak memiliki risiko mendapatkan efek merugikan lebih tinggi akibat penggunaan antibiotika dibandingkan dengan orang dewasa (Shea et al., 2001). Terdapat tiga faktor yang membuat penggunaan antibiotika pada anak memerlukan perhatian khusus. Penyebab pertama, karena penggunaan antibiotika pada anak seringkali tidak tepat indikasi. Penyebab kedua karena terbatasnya penggunaan antibiotika pada pasien anak akibat dari tidak diperbolehkannya penggunaan beberapa jenis antibiotika digunakan pada pasien anak. Golongan antibiotika tetrasiklin dan flourokuinolon merupakan contoh dari beberapa golongan antibiotika yang penggunaanya dilarang pada pasien anak terkait dengan efek samping merugikan yang ditimbulkan pada anak. Terbatasnya penggunaan antibiotika pada pasien anak akan menyebabkan klinisi cenderung meresepkan antibiotika yang sama. Apabila antibiotika yang sama diresepkan terus menerus hal ini akan menyebabkan tingginya resiko terjadinya resistensi terhadap antibiotika (Shea,et al., 2001; Bueno dan Stull, 2009). Ketiga, terkait dengan fungsi fisiologis anak yang belum sempurna bekerja. Pada anak proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (termasuk antibiotika) yang digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
untuk pengobatan pada pasien anak, belum maksimal bekerja dikarenakan fungsi fisiologis yang belum sempurna sehingga akan berpengaruh pada profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika. Akibat adanya pengaruh pada profil farmakokinetik dan farmakodinamik, hal ini dapat memicu terjadinya efek samping (Hakim, 2012). Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping antibiotika. Menurut WHO kriteria pemakaian obat yang rasional antara lain : (1) Sesuai dengan indikasi penyakit; (2) Diberikan dengan dosis yang tepat dengan memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit; (3) Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat; (4) Lama pemberian yang tepat; (5) obat yang diberikan harus efektif, mutu terjamin serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau; (6) Meminimalkan efek samping dan alergi obat (WHO, 2001). Dewasa ini, penggunaan antibiotika yang tidak rasional sering ditemukan pada pasien anak. Terdapat kesulitan pembedaan infeksi bakteri dan virus pada saat diagnosis awal dan tidak adanya hasil dari pemeriksaan mikrobiologis membuat dokter meresepkan antibiotika bagi semua anak yang menderita demam (Farida, Herawati, Hapsari, Notoatmojo, dan Hardian, 2008). Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah sakit menerima antibiotika sebagai pengobatan ataupun profilaksis. Sekitar 80% konsumsi antibiotika dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus (Bisht, Katiyar, Singh, dan Mittal, 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bauchner (1999) dan Darmansjah (2008) terdapat sekitar 90% peresepan antibiotika pada anak untuk penyakit virus dengan gejala demam. Penelitian lain yang dilakukan tim Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN) terdapat 49 sampai dengan 97 persen pasien anak yang menjalani rawat inap menerima peresepan antibiotika dan sebagian besarnya (46-54%) dianggap tidak diperlukan dan tidak tepat indikasi (Hadi et al., 2008). Penelitian terbaru yang dilakukan di rumah sakit umum pendidikan di kota Semarang tahun 2012 dengan subjek studi pada pasien anak rawat inap menunjukan bahwa persentase kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak adalah sebesar 55,1% dan hasil ini masih jauh dari angka kerasionalan penggunaan antibiotika yang diharapkan yakni, mendekati 100% (Febiana, 2012). Penggunaan antibiotika yang meluas dan irasional dapat memunculkan resiko terjadinya resistensi (Bisht et al., 2009). Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Bari, Mahajan, dan Surana, 2008). Ketika bakteri menjadi resisten terhadap pengobatan antibiotika lini pertama, maka harus digunakan antibiotika lini kedua atau ketiga, yang mana harganya lebih mahal dan kadang kala pemakaiannya lebih toksik. Di negara-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
negara berkembang, dimana antibiotika lini pertama maupun kedua tidak tersedia, menjadikan potensi resistensi terhadap antibiotika lini pertama menjadi lebih besar. Antibiotika di negara berkembang didapatkan dalam jumlah sangat terbatas, bahkan antibiotika yang seharusnya ada untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan bakteri patogen resisten, tidak terdaftar dalam daftar obat esensial. Selain itu peningkatan resistensi telah menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien sehingga turut pula meningkatkan biaya perawatan yang harus ditanggung oleh pasien (WHO, 2001; Bisht et al., 2009). Resistensi turut memberikan konsekuensi yang fatal bagi pasien akibat dari bakteri
yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan
perpanjangan penyakit (prolonged illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay). Ketika respon terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain (Deshpande dan Joshi, 2011). Untuk
mengendalikan
jumlah
penggunaan
antibiotika,
menuntun
penggunaan antibiotika menjadi lebih rasional serta mencegah terjadinya resistensi pada pasien di Indonesia Kementrian Kesehatan RI memberikan rekomendasi untuk tiap-tiap rumah sakit serta instalasi kesehatan untuk membentuk 3 komite yaitu : Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS) dan Komite Tim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Komite – komite ini merupakan kepanitiaan dirumah sakit yang berperan dalam menetapkan kebijakan penggunaan
antibiotika,
pencegahan
dan
penyebaran
antibiotika
serta
pengendalian resistensi bakteri terhadap antibiotika (Kemenkes RI, 2011). Terdapat juga sebuah tim yang disebut Antimicrobial Resistance in IndonesiaPrevalence and Prevention study (AMRIN) yang mengembangkan program untuk menilai resistensi antibiotika, kuantitas, dan kualitas penggunaan antibiotika serta pengukuran kontrol infeksi di rumah sakit di Indonesia yang terstandarisasi dan efisien (Hadi et al., 2008).
C. Pengukuran Kuantitas Penggunaan Antibiotika Data yang akurat berkenaan dengan kuantitas penggunaan antibiotika sangat diperlukan. Data-data tersebut akan lebih bernilai jika dikumpulkan, dianalisis, serta disajikan dengan suatu sistem dan metode yang terstandar. Kebutuhan akan adanya suatu metode yang terstandar untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika dan juga untuk menetapkan kuantitas penggunaan antibiotika
sangat
diperlukan
untuk
menunjang
pengetahuan
tentang
perkembangan dan kerasionalan dari penggunaan obat-obatan (Nouwen, 2006). Kuantitas penggunaan antibiotika di rumah sakit dapat ditentukan atau dihitung dengan menggunakan metode Defined Daily Dose (DDD). Sistem DDD dan klasifikasi Anatomical Theraupetic Chemical (ATC) dikembangkan oleh peneliti asal Norwegia. Pada sistem ATC obat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan organ/sistem target obat tersebut atau berdasarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
kandungan kimia, farmakologi dan terapi. Antibiotika yang akan dimasukkan dalam perhitungan pada metode DDD harus terdapat dalam klasifikasi ATC (WHO, 2003). Metode DDD adalah metode digunakan untuk menghitung rata-rata dosis per-hari yang digunakan pada orang dewasa. Metode DDD diasumsikan sebagai rata-rata dosis per-hari untuk obat yang digunakan untuk indikasi utama pengobatan pada orang dewasa. Penggunaan metode DDD pada pasien anak dapat dilakukan apabila tersedia dosis harian dan indikasi dalam populasi anak-anak harus digunakan dan dibandingkan dengan nilai-nilai DDD, agar didapat perkiraan tentang prevalensi penggunaan obat pada anak. Jika sub-kelompok pediatrik sulit untuk diidentifikasi, metode DDD umum harus digunakan sebagai alat ukur untuk perbandingan secara keseluruhan. Untuk memperkirakan jumlah penggunaan obat pada anak-anak tidak mungkin dengan menggunakan data penjualan obat/antibiotika yang disajikan dalam bentuk DDD. Hal ini dikarenakan data penjualan mentah yang tersedia tidak dapat menggambarkan pemakaian antibiotika yang sesungguhnya pada pasien anak. Pada perhitungan DDD untuk pasien anak, sangat penting untuk mengecek dosis penggunaan harian yang dipakai yang dapat diperoleh di lembar rekam medik. Untuk produk obat disetujui untuk digunakan pada anak-anak, perhitungan pada DDD memperhatikan rekomendasi dosis. Dosis yang diberikan pada anak akan berbeda dengan dosis yang diberikan pada orang dewasa, karena perhitungan dosis pada anak didasarkan pada usia dan berat badan sehingga biasanya untuk dosis penggunaan pada anak sediaan antibiotika biasanya dalam bentuk dosis dewasa yang terbagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Hal inilah yang menyebabkan data penjualan mentah tidak dapat digunakan untuk menghitung DDD pada pasien anak, karena antibiotika yang terjual biasanya masih dalam range dosis untuk dewasa terutama pada sediaan tablet dan injeksi. Banyak produk obat yang digunakan pada anak-anak bahkan tidak disetujui penggunaannya pada pasien anak, serta beberapa antibiotika dokumentasi mengenai regimen dosis tidak tersedia sehingga tidak dapat digunakan pada pasien anak (WHO, 2012). Untuk mengukur kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di rumah sakit, WHO memberikan rekomendasi untuk menggunakan metode DDD/100 bed days (WHO, 2003). Dalam perkembangannya perhitungan DDD untuk pasien rawat inap di rumah sakit dapat pula menggunakan rumus DDD/100 patient-days dimana rumusan DDD/100 patient-days merupakan pengembangan dari rumus DDD/100 bed days. Metode DDD yang dipakai dalam penilaian kuantitas penggunaan antibiotika yang dipakai di rumah sakit adalah DDD/100 patient-days dengan rumus:
(Kemenkes RI, 2011). Perhitungan DDD dapat dibantu dengan menggunakan Antibiotics Consumption Calculator (ABC calc) yang telah digunakan oleh negara-negara di Eropa. Klasifikasi ATC dan metode DDD biasa digunakan untuk membandingkan penggunaan antibiotika antar rumah sakit dan dapat pula digunakan untuk membandingkan konsumsi antibiotika antar negara. Apabila diterapkan di lingkungan rumah sakit maka perhitungan DDD/100-patient days atau DDD/100-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
bed days adalah yang paling direkomendasikan. Sementara untuk perhitungan antar negara biasanya digunakan DDD/1000-inhibitants per day atau DDD per inhibitants per year (WHO, 2003). Dengan menggunakan metode ATC/DDD, hasil evaluasi penggunaan obat dapat dengan mudah dibandingkan. Adanya perbandingan penggunaan obat di tempat yang berbeda sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya perbedaan substansial yang akan menuntun untuk dilakukannya evaluasi lebih lanjut ketika ditemukan perbedaan bermakna yang akhirnya akan mengarah pada identifikasi masalah dan perbaikan sistem penggunaan obat (Jankgnet, Lashof, Gould, dan Meer, 2000; Bergman, Risinggard, Palcevski, dan Ericson, 2004). Hasil penelitian tentang perhitungan kuantitas penggunaan antibiotika dengan metode DDD pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Kariadi didapat nilai total DDD/100 patient-days sebesar 39,4. Antibiotika dengan nilai DDD terbesar adalah seftriakson dengan DDD/100 patient-days sebesar 10,6 dimana nilai DDD untuk antibiotika seftriakson tersebut melebihi nilai standar DDD yang ditetapkan untuk antibiotika sefriakson, dimana nilai standar seharusnya adalah 4 (Febiana, 2012). Penelitian lain yang dilakukan dilakukan di RSUP Dr. Soetomo Surabaya pada pasien anak di bagian hematologi dan onkologi dengan total nilai DDD/100 patient-days sebesar 15,47. Antibiotika dengan nilai DDD terbesar adalah ampisilin - sulbaktam dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 8,09. Hasil ini juga melebihi standar WHO yang ditetapkan untuk antibiotika kombinasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
ampisilin-sulbaktam, dngan nilai standar seharusnya adalah 2 (Andarsini, 2011). Tingginya beberapa nilai antibiotika yang tidak sesuai dengan standar WHO pada beberapa penelitian di atas, menunjukkan bahwa masih terdapat penggunaan antibiotika yang kemungkinan tidak rasional. Menurut Laras (2012), apabila nilai DDD dikaitkan dengan kerasionalan semakin kecil hasil pengukuran kuantitas maka hal ini menunjukan bahwa klinisi kemungkinan lebih selektif dalam memberikan peresepan antibiotika pada pasien. Pemberian antibiotika hanya benar-benar didasarkan pada indikasi tertentu yang benar membutuhkan pengobatan dengan menggunakan antibiotika akan lebih mendekati prinsip penggunaan antibiotika yang rasional. Ketika kuantitas penggunaan antibiotika nilainya lebih tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada nilai standar DDD WHO menandakan bahwa peresepan dan penggunaan antibiotika pada pasien kemungkinan tidak selektif. Ketidakselektifan peresepan dan penggunaan antibiotika dikhawatirkan akan menimbulkan banyaknya peresepan dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi sehingga hal ini akan berpengaruh pada kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien.
D. Keterangan Empiris Masih terdapat antibiotika yang nilai DDD-nya lebih besar daripada nilai DDD standar yang ditetapkan oleh WHO pada pasien anak di rawat inap bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional dan bersifat retrospektif. B. Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini : 1. Pola penyakit 2. Pola peresepan antibiotika 3. Nilai DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika
C.
Definisi Operasional
1. Pola Penyakit Pola penyakit yang dimaksud disini adalah jenis-jenis penyakit (penyakit utama dan penyerta) selama periode Januari – Juni 2013 pada pasien anak rawat inap di bangsal anak INSKA II. 2. Pola peresepan Pola atau karakteristik peresepan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gambaran peresepan antibiotika yang diterima oleh pasien anak rawat inap yang meliputi : golongan dan jenis antibiotika, bentuk sediaan dan rute pemakaian, aturan pemakaian, lama pemakaian, jumlah antibiotika yang
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
diresepkan, dan lama rawat inap pada pasien anak rawat inap di bangsal anak INSKA II, RSUP Dr. Sardjito, selama periode Januari – Juni 2013. 3.
Nilai DDD Nilai DDD merupakan nilai pengukuran kuantitas antibiotika yang
dikeluarkan oleh WHO. Untuk obat-obat yang dianalis dengan metode DDD harus terdapat atau termasuk dalam klasifikasi ATC. Pada penelitian ini digunakan DDD per 100 patient-days dengan rumus perhitungan:
DDD/100 patient-days :
Keterangan : LOS (length of stay): lama rawat inap pasien (terhitung sejak hari pertama pasien masuk rumah sakit sampai dengan hari dimana pasien keluar dari rumah sakit) yang didapat dari rekam medik yang terpilih sebagai sampel selama periode Januari – Juni 2013. Nilai yang didapat dari hasil perhitungan DDD/100 patient-days dibandingkan dengan standar WHO. Apabila nilai DDD yang didapat lebih besar daripada nilai standar WHO maka penggunaan antibiotika diperkirakan kurang selektif. Apabila penggunaan antibiotika tidak selektif maka dikhawatirkan terdapat ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Parameter kerasionalan yang dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai DDD adalah ketepatan indikasi dan dosis. Apabila hasil nilai DDD yang diperoleh lebih besar daripada nilai standar DDD WHO maka terdapat kemungkinan dimana masih terdapat pemberian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
antibiotika yang penggunaannya tidak tepat indikasi serta kemungkinan adanya pemberian dosis yang terlalu tinggi pada pasien anak.
D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik pasien anak rawat inap, dalam hal ini peneliti mengambil data dari lembar rekam medik pasien yang memuat penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito tepatnya di bangsal anak INSKA II. Kriteria inklusi dari bahan penelitian adalah : 1. Rekam medik pada pasien anak di rawat inap RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013 yang memuat tentang terapi antibiotika. 2. Rekam medik yang jelas terbaca. 3. Rekam medik yang memuat penggunaan antibiotika yang terdapat dalam klasifikasi ATC 4. Pasien dengan status keluar dari rumah sakit” diizinkan” dengan keadaan keluar “membaik/sembuh”. Kriteria eksklusi dari bahan penelitian adalah : 1. Rekam medik yang tidak lengkap (data mengenai penggunaan antibiotika tidak lengkap). 2. Pasien yang menjalani rawat inap di NICU/PICU.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E.
33
Perhitungan Sampel dan Teknik Sampling
Berikut diuraikan tata cara perhitungan sampel dan teknik sampling yang dilakukan: 1. Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti, terdapat 2457 kasus rawat inap selama periode Januari – Juni 2013. Dari 2457 kasus rawat inap, didapat 603 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk perhitungan sampel minimum digunakan taraf kepercayaan 95%, dan selang kepercayaan 5%, proporsi penggunaan antibiotika berdasarkan penelitian sebelumnya 50% (Pradipta, 2009) serta populasi 603. Untuk menentukan jumlah
sampel
yang
digunakan
dilakukan
perhitungan
dengan
menggunakan bantuan software Sample size calculator (Lampiran 1). Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimum adalah 235 data. Rumus perhitungan formula dari sample size calculator :
Dengan : Z = Confidence Level p = Proporsi penggunaan antibiotika c = Confidence Interval Pada penelitian ini diambil proporsi 50% dikarenakan berdasarkan penelitian terdahulu tentang penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Sardjito didapatkan proporsi penggunaan sebesar 50% (Pradipta, 2009). Serta pada penelitian lain didapatkan proporsi penggunaan antibiotika sebesar 100% (Ambariyah, 2012), tetapi proporsi pengunaan antibiotika yang sangat variatif dan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
ditemukannya proporsi penggunaan pasti terhadap penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap RSUP Dr. Sardjito maka diambil proporsi penggunaan antibiotika sebesar 50% 2. Walaupun kriteria inklusi dan ekslusi telah ditentukan, namun berdasarkan analisis situasi (orientasi yang telah dilakukan sebelumnya) diperoleh informasi bahwa mekanisme penyediaan bahan penelitian (rekam medik) oleh institusi tempat penelitian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan. Mekanisme yang terjadi sangat memungkinkan terdapat bahan penelitian yang masih belum memenuhi kriteria inklusi ikut terambil pada saat pengambilan sampel walaupun proporsi/persentasenya sangat kecil. Mengingat hal tersebut diluar kendali, maka dilakukan antisipasi. Untuk mengantisipasi jumlah sampel yang diambil kurang dari jumlah sampel minimal maka pengambilan besar sampel ditambahkan ± 10% dari jumlah total sampel minimal sehingga total sampel yang diambil adalah :
Jumlah dari rekam medik yang didapat dibagi berdasarkan jumlah bulan untuk mendapatkan distribusi jumlah rekam medik yang merata pada setiap bulannya sehingga jumlah rekam medik yang diambil untuk tiap bulan :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
35
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling. Berdasarkan perhitungan sampel tersebut di atas didapatkan jumlah sampel yang diambil adalah sebesar 259 sampel. Langkah-langkah
pengambilan sampel adalah
sebagai berikut: a. Semua rekam medik yang masuk dalam kriteria inklusi selama periode Januari – Juni 2013 (603 rekam medik) dikelompokkan berdasarkan bulan. b. Kemudian rekam medik yang telah dikelompokkan per-bulan diberikan penomoran dari 1 sampai dengan jumlah terakhir rekam medik pada setiap bulan (seperti pada bulan Januari tercatat ada 126 rekam medik, penomoran dilakukan dari nomor 1 sampai dengan 126). c. Setelah itu diambil secara acak dengan menggunakan sistem cabut-undi sebanyak 43-45 rekam medik yang mewakili jumlah sampel minimum untuk tiap bulan. d. Dari proses pada poin c di atas diperoleh 259 rekam medik. Namun demikian seperti yang telah dijelaskan di atas terkait dengan masalah mekanisme
penyediaan
bahan
penelitian
maka
ketika
dilakukan
pengecekan ulang terdapat 10 buah rekam medik harus tidak diikut sertakan sebagai sampel. Sepuluh buah rekam medik tidak dikutkan sebagai sampel karena ada 6 rekam medik yang tercatat dirawat di NICU/PICU, 3 rekam medik ternyata tidak menggunakan antibiotika serta 1 rekam medik yang ternyata antibiotika yang digunakan tidak termasuk dalam klasifikasi ATC WHO. Hal ini berdampak terhadap jumlah sampel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
yang awalnya 259 harus berkurang sehingga jumlah sampel total yang digunakan menjadi 249 rekam medik.
F. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lembar pencatatan data yang terdiri atas : 1. Lembar data dasar pasien yang memuat data – data berikut : nomor rekam medik pasien, nama pasien, umur, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar, diagnosis utama dan penyerta, tujuan keluar dan keadaan keluar, serta riwayat penyakit atau riwayat kesehatan pasien. Contoh tabel ada pada Lampiran 2. 2. Lembar data pengunaan antibiotika yang memuat data – data berikut: nama antibiotika, dosis antibiotika (g), jumlah penggunaan antibiotika perhari (g), lama pengunaan antibiotika, total penggunaan antibiotika (g). Contoh tabel ada pada Lampiran 3.
G. Tempat Penelitian Penelitian di bangsal anak INSKA II Rumah Sakit Umum Pendidikan Sardjito Kota Yogyakarta. Bangsal anak INSKA II terdiri atas sub-bagian ruangan yang terbagi atas paviliun VIP Cempaka Mulya, paviliun rawat inap kelas I, II dan III serta ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric Intensive Care Unit). Tempat pengambilan data di instalasi catatan medik RSUP Dr. Sardjito Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H.
37
Tata Cara Penelitian
1. Tahap Orientasi dan Studi Pendahuluan Pada tahapan ini dilakukan penyusunan proposal kegiatan dan mengurus perizinan No. 1156/D/VII/13 (Lampiran 4). Dilakukan pula pengurusan ethical clearance di RSUP Dr. Sardjito No.KE/FK/1020/EC (Lampiran 5). Pada tahap orientasi peneliti memperoleh informasi mengenai teknis pengambilan bahan penelitian setelah itu dilakukan studi pendahuluan mengenai teknis pengambilan data secara rinci. peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mencari informasi tentang gambaran penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013. Hasil studi pendahuluan Selama periode Januari – Juni 2013, tercatat ada 2457 rekam medik pasien anak rawat inap. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti tidak mendapatkan data pasti tentang berapa banyak pasien anak yang benar-benar menggunakan antibiotika. Pada tahapan studi pendahuluan ini peneliti hanya mendapatkan print out yang memuat data dasar pasien meliputi (Identitas, Diagnosis masuk, Diagnosis penyerta dan tanggal keluar-masuk RS) yang dirawat selama Januari – Juni 2013. Untuk menentukan jumlah sampel yang masuk dalam kriteria inklusi, peneliti mencocokan diagnosis utama dan penyerta dari pasien dengan standar pelayanan medik (SPM) dari RSUP Dr. Sardjito sehingga akan didapat data/bahan penelitian yang diperkirakan benar-benar menggunakan antibiotika. Pencocokan dengan menggunakan SPM merupakan teknis yang paling memungkinkan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
memastikan bahwa rekam medis yang diambil adalah yang memuat penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II selama periode penelitian. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapat ada 603 rekam medik yang masuk dalam kriteria inklusi, yang kemudian dilakukan perhitungan sampel serta sampling seperti yang telah dijelaskan di atas (pada poin E, Perhitungan Sampel dan Teknik Sampling). 2. Tahap Pengambilan Data Rekam medik yang masuk dalam kriteria inklusi dan terjaring sebagai sampel diambil datanya dari rekam medik lalu ditulis ke dalam lembar data dasar pasien dan lembar data penggunaan antibiotika (alat penelitian). 3. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan : a. Editting Editing dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data-data yang diperoleh dari lembar rekam medik di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013. b. Entry Data Pada tahap ini dilakukan pemindahan data dari lembar data dasar dan lembar penggunaan antibiotika lalu data di masukan kedalam program EXCEL® untuk selanjutnya data dibagi berdasarkan kebutuhan untuk data demografi, data pola penyakit, data pola peresepan dan data untuk perhitungan nilai DDD/100 patient-days.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
c. Cleaning Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukan pada program EXCEL® untuk selanjutnya data akan diolah berdasarkan kebutuhannya masing-masing.
I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Analisis data dilakukan secara analisa deskriptif dan analisa evaluatifkuantitatif (menggunakan metode DDD) 1. Analisis deskriptif dilakukan dengan menguraikan data-data yang telah dikumpulkan menjadi frekuensi dan presentase. Data deskriptif ini meliputi : data demografi pasien, data pola peresepan dan data pola penyakit pada pasien anak rawat inap di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito, selama periode Januari – Juni 2013. 2. Analisis evaluatif-kuantitatif dilakukan dengan menghitung kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan metode DDD, yang diproses dengan kombinasi program EXCEL® dan program ABC calc. Berikut tata cara analisis dengan menggunakan metode DDD : a. Hitung jumlah penggunaan masing-masing jenis antibiotika dalam satuan berat gram baik yang tunggal ataupun kombinasi untuk semua sampel. Contoh :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Pasien 1 : mendapat amoksisilin dosis per-tablet 500mg dengan aturan pakai 2x sehari selama 4 hari. Jumlah pemakaian pada pasien 1 adalah:
[(500x2)x4] = 4000mg = 4g Pasien 2 : mendapat terapi amoksisilin dosis per-tablet 250mg dengan aturan pemakaian 3x sehari selama 5 hari. Jumlah pemakaian pada pasien 2 adalah: [(250x3)x5] = 3750mg = 3,75g, dan seterusnya sampai dengan pasien ke-n dengan jumlah pemakaian sebanyak n gram. Jumlah total pemakaian antibiotika amoksisilin adalah:
Jumlah gram pemakaian pasien 1 + jumlah gram pemakaian pasien 2 +………..+ jumlah gram pemakaian pasien ke-n = X gram b. Hitung LOS total selama periode Januari – Juni 2013. Contoh : Pasien 1 dirawat selama 3 hari. Pasien 2 dirawat selama 7 hari, dan seterusnya sampai dengan pasien ke-n dirawat dengan lama rawat selama n hari. Jumlah total LOS adalah:
Lama rawat pasien 1 + lama rawat pasien 2 +………..+ lama rawat pasien ke-n = X hari. c. Hitung nilai DDD 100/patient-days untuk masing-masing jenis antibiotika atau kombinasi antibiotika dengan menggunakan rumus seperti yang tertera pada definisi operasional. Untuk mengetahui nilai standar DDD WHO dalam gram (per-antibiotika/per-kombinasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
antibiotika) yang digunakan, dapat dilihat pada program ABC Calc. Pada program ABC Calc tersedia kolom yang mencantum kan nilai standar DDD WHO dari masing-masing antibiotika yang disajikan berdasarkan rute pemberian. Berikut contoh salah satu perhitungan DDD/100 patient-days untuk antibiotika: Diketahui : Total penggunaan amoksisilin
= 7,5 g
Total LOS
= 54 hari
Nilai standar DDD WHO
=1
Nilai DDD 100 patient-days
Untuk total nilai DDD 100/patient-days per-golongan antibiotika dihitung dengan menjumlahkan masing-masing total nilai DDD pada masing-masing antibiotika yang terdapat dalam satu golongan Contoh : Total nilai DDD 100/patient-days antibiotika golongan penisilin : Ampisilin = 10,30 Amoksisilin = 1,36 Diklosasilin = 2,53 Sultamisilin = 4,53 Total nilai DDD 100 patient-days antibiotika golongan penisilin adalah:
10,30 + 1,36 + 2,53 + 4,53 = 18,72 DDD
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
d. Hasil dari analisis deskriptif dan analisis dari metode DDD yang disajikan kedalam bentuk tabel-tabel dan diagram yang mencakup : data demografi pasien; data pola peresepan; data pola penyakit; data kuantitas penggunaan antibiotika dengan DDD per 100 patient-days, di bangsal anak INSKA II selama periode Januari – Juni 2013 serta kajian kerasionalan penggunaan antibiotika selama periode Januari – Juni 2013.
J. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : 1. Metode DDD Metode DDD yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : a. Metode DDD sebenarnya ditujukan bagi orang dewasa, namun metode ini dapat digunakan untuk menghitung kuantitas penggunaan antibiotika pada anak apabila tersedia dosis harian dan indikasi pada populasi anak harus digunakan dan dibandingkan dengan nilai DDD. b. Pasien dengan bobot badan yang lebih besar akan memiliki nilai DDD yang besar karena pada pasien anak dosis dihitung serta ditentukan dengan berat badan tubuh (Andarsini, 2011). Apabila karakteristik pasien di tempat penelitian menunjukkan keadaan overweight lebih banyak maka hal ini akan berpengaruh pada nilai DDD secara keseluruhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
c. Perhitungan DDD hanya untuk satu antibiotika yang digunakan pada indikasi utama tetapi pada kenyataanya sehari-hari satu antibiotika dapat digunakan untuk menangani beberapa kondisi pasien sekaligus. Hal ini dapat
menyebabkan
peningkatan
penggunaan
antibiotika
karena
pengunaan antibiotika yang ditujukan untuk berbagai macam indikasi akan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap regimen dosis serta jenis antibiotika yang digunakan (HPSC, 2011). d. Nilai DDD yang diperoleh tidak dapat secara tepat menilai ketepatan indikasi dan dosis hal ini karena tidak dilakukan evaluasi mendalam karena ketepatan indikasi dan dosis hanya diperkirakan dari jumlah (gram) dari antibiotika yang digunakan. 2. Penelitian menggunakan pendekatan retrospektif Secara metodologi, metode DDD dapat dilakukan dalam penelitian yang sifatnya retrospektif. Akan tetapi penelitian dengan menggunakan pendekatan retrospektif memiliki keterbatasan dimana pada penelitian retrospektif dapat terjadi kemungkinan adanya rekam medik tidak jelas terbaca hal ini akan menimbulkan kesalahan interpretasi dari peneliti sehingga menimbulkan bias bagi hasil penelitian. Keterbatasan lainnya adalah adanya kemungkinan bahwa data yang dituliskan di catatan medik tidak lengkap sehinnga akan menyebabkan kemungkinan harus diekslusinya beberapa rekam medik dan berkurannya jumlah sampel (Meer, 2003).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
3. Penetapan sampel dan pengambilan data Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah pada penetapan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian dimana pada penelitian ini, peneliti tidak mendapatkan data pasti mengenai penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II. Untuk menentukan apakah pasien anak tersebut menerima antibiotika atau tidak digunakan print out data dasar pasien yang diperoleh dari instalasi catatan medik kemudian dilakukan pencocokan pada diagnosis utama dan penyerta pasien dengan buku standar pelayanan medis pada pasien anak yang digunakan di RSUP Dr. Sardjito sehingga nantinya diketahui berapakah kira-kira jumlah rekam medik pasien anak yang menggunakan antibiotika dan masuk ke dalam kriteria inklusi sebagai sampel. Akibat dari dilakukannya pencocokan antara penyakit utama dan penyerta dengan standar pelayanan medis maka kemungkinan akan sulit ditemui penggunaan antibiotika diluar indikasi (penggunaan antibiotika untuk penyakit-penyakit lain selain yang ditetapkan dalam standar pelayanan medik) dan juga besar kemungkinan ada data – data yang tidak ikut dimasukan sebagai sampel penelitian sehingga akan mengurangi jumlah sampel real yang seharusnya didapat. Adanya mekanisme pencocokkan dengan SPM juga berakibat pada ditemukannya 3 rekam medik yang ternyata tidak menggunakan antibiotika. Hal ini dikarenakan pada beberapa kasus tertentu (seperti diare), penggunaan antibiotika bukan merupakan lini pertama pada pengobatan sehingga digunakan obat yang merupakan lini pertama dari kasus tersebut dan apabila keadaan pasien membaik dengan penggunaan obat lini pertama, otomatis antibiotika tidak diberikan (Komite Pelayanan Medik, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Hal ini berakibat pada berkurangnya jumlah sampel yang akan digunakan, karena rekam medik yang digunakan sebagai sampel ternyata tidak memuat tentang terapi penggunaan antibiotika. Kendala lainnya adalah tidak tersedia informasi tentang bangsal yang tempati pasien pada print out data dasar pasien yang digunakan. Walaupun sebelumnya peneliti telah meminta untuk mengekslusi pasien-pasien yang dirawat di NICU/PICU untuk tidak diikut sertakan dalam print out lembar data dasar pasien namun pada kenyataannya masih saja didapatkan data/rekam medik dimana pasien ternyata dirawat di ruang NICU/PICU yang merupakan salah satu kriteria eksklusi, yang menyebabkan harus jumlah sampel berkurang dan tidak sesuai seperti jumlah yang ditargetkan pada perhitungan sampel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap bangsal anak INSKA II pada periode Januari – Juni 2013 dikaji dari segi kuantitas penggunaanya. Evaluasi penggunaan antibiotika secara kuantitas dilakukan dengan cara menghitung nilai DDD (Defined Daily Dose). Pada penelitian ini digunakan DDD/100-patient days. Pertimbangan penggunaan DDD/100 patient-days karena berdasarkan studi litelatur yang dilakukan menyatakan bahwa untuk pengukuran kuantitas penggunaan antibiotika di RS dapat digunakan nilai DDD/100-patient days. Dengan menggunakan metode DDD, kelak hasil yang didapat dapat dibandingkan baik antar bangsal, rumah sakit, kota maupun antar negara (WHO, 2003; Kemenkes, 2011). Pada penelitian ini diperoleh 249 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Selama periode Januari – Juni 2013, dari 249 rekam medik pasien anak rawat inap, tercatat bahwa 59,4% merupakan persentase pasien anak dengan jenis kelamin laki-laki sementara nilai 40,6% merupakan persentase pasien anak dengan
jenis
kelamin
perempuan
seperti
46
tercantum
pada
Gambar
1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Gambar 1. Perbandingan jumlah pasien anak laki-laki dan perempuan di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari – Juni 2013 Pembagian usia anak didasarkan pada klasifikasi yang digunakan pada beberapa penelitian dan literatur yang telah disebutkan dalam telaah pustaka Hurlock (1994) dan Simandjuntak (1984) (cit., Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi, 2009) (lihat halaman 18). Hasil penelitian terhadap 249 pasien anak rawat inap selama periode Januari – Juni 2013, tercatat yang paling banyak adalah pasien anak yang berusia dibawah 1 tahun dengan presentase 42,2% disusul dengan usia 1 ≤ umur < 3 tahun dan 3 ≤ umur < 6 tahun dengan persentase masing-masing 20,1% kemudian pasien dengan usia 6 ≤ umur ≤ 12 tahun dengan persentase 17,7% seperti tercantum pada Tabel I. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan yang telah dijelaskan pada dalam penelahaan pustaka, dimana semakin bertambahnya usia maka kejadian penyakit infeksi pada anak akan berkurang (Shea et al., 2001). Hal ini membuat temuan terhadap penggunaan antibiotika akan semakin sedikit terutama pada pasien anak usia sekolah. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian yang didapat yang menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
bahwa kelompok pasien usia sekolah (6 ≤ umur ≤ 12 tahun) merupakan kelompok pasien yang paling sedikit jumlahnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok pasien anak dengan usia dibawah 1 tahun merupakan kelompok pasien anak yang paling banyak jumlahnya. Temuan ini sejalan dengan teori yang telah dikemukakan pada telaah pustaka dimana pasien anak usia dibawah 1 tahun 10 kali lebih rentan terserang penyakit infeksi dikarenakan sistem imunitas yang belum berkembang dengan sempurna (Shea et al., 2001). Keadaan tersebut menyebabkan banyak ditemukannya penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan usia dibawah 1 tahun. Tabel I. Distribusi jumlah pasien berdasarkan range usia di bangsal anak INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Range Usia
Jumlah Pasien
Umur < 1 tahun 1 ≤ umur <3 tahun 3 ≤ umur <6 tahun 6 ≤ umur ≤12 tahun Total
105 50 50 44 249
Persentase (%) 42,2 20,1 20,1 17,7 100,0
Hasil penelitian yang akan dibahas pada bagian berikutnya meliputi, pola peresepan antibiotika, pola penyakit, serta nilai DDD/100 patient days pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama
periode
penelitian,
yaitu
Januari
sampai
dengan
Juni
2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
A. Pola Penyakit Dari 249 rekam medik pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II selama periode Januari – Juni 2013 tercatat ada 249 penyakit utama dan 560 penyakit penyerta. Tiga urutan teratas penyakit utama yang paling sering ditemui adalah pneumonia, pasien kanker (kemoterapi), dan diare dengan persentase masingmasing sebesar 22,1% ; 6,8% ; dan untuk diare nilainya 5,2% seperti tercantum pada Tabel II. Tabel II. Distribusi sepuluh teratas penyakit utama pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Penyakit Utama (Diagnosis Utama) Pneumonia Kemoterapi Diare Cair Akut Sepsis Neonatal Ensefalitis Demam dengan Kejang Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah (BLBR) Leukimia Limfoblastik Akut Sindrom Nefrotik Demam Berdarah Dengue Penyakit lain* Total
Jumlah Presentase 55 22.1 17 6.8 13 5.2 12 4.8 10 4.0 9 3.6 7
2.8
7 7 6 106
2.8 2.8 2.4 42.6
249
100.0
Keterangan: *Uraian lengkap ada pada lampiran 7. Diagnosis utama yang dicantumkan diambil sesuai dengan diagnosis yang tertera pada rekam medik
Hasil penelitian serupa yang dilakukan dibangsal anak RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2006 menunjukkan bahwa penyakit yang menempati urutan tiga teratas untuk tahun 2006 adalah infeksi saluran pernapasan akut, infeksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
dengue, serta infeksi virus (Hapsari, 2006). Sementara itu penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi pada tahun 2012, urutan tiga teratas ditempati oleh demam tifoid, sepsis serta diare (Febiana, 2012).
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan hasil penelitian serupa menunjukkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dialami oleh pasien anak rawat inap di rumah sakit. Temuan ini juga serupa seperti yang telah dikemukan pada buku Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 dan buku Profil Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta tahun 2011 yang menyatakan bahwa penyakit infeksi merupakan penyakit yang termasuk dalam kategori 10 besar untuk penyakit yang sering ditemui pada pasien anak rawat inap. Pada penelitian ini terdapat beberapa penyakit infeksi seperti pneumonia dan sepsis neonatal masuk kedalam kategori 10 besar penyakit yang sering ditemui pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito (Depkes RI, 2011; Dinkes Provinsi D. I. Yogyakarta, 2012). Tiga urutan teratas penyakit penyerta yang sering ditemui adalah diare, anemia, dan sepsis dengan persentase masing-masing sebesar 7%; 5,2%; dan 5,0% seperti tercantum pada Tabel III.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Tabel III. Distribusi sepuluh teratas penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Jumlah kejadian 39
Persentase (%) 7.0
Anemia
29
5.2
Sepsis
28
5.0
Gizi Buruk Tipe Marasmik
25
4.5
ISK
20
3.6
Leukimia Limfoblastik Akut
18
3.2
Pneumonia
16
2.9
Sepsis Neonatal
16
2.9
Trombositopenia
16
2.9
Neonatal Jaudince
14
2.5
Penyakit Penyerta (Diagnosis Penyerta) Diare
Penyakit Lain* Total
339
60.5
560
100.0
Keterangan: *Uraian lengkap ada pada lampiran 8. Diagnosis utama yang dicantumkan diambil sesuai dengan diagnosis yang tertera pada rekam medik
B. Pola Peresepan Antibiotika Selama periode Januari – Juni 2013 terdapat 28 jenis antibiotika yang diresepkan serta tercatat ada 625 kali pemakaian antibiotika. Rute pemakaian yang paling banyak digunakan pada penelitian ini adalah intravena dengan persentase pemakaian sebesar 76,5% lalu rute per-oral dengan persentase pemakaian sebesar 23,5% seperti tercantum pada Gambar 2.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Gambar 2. Perbandingan jumlah rute pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013
Banyaknya pemilihan rute intravena pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal antara lain : Pertama, pada pasien anak yang berusia <6 tahun, pemberian antibiotika dengan menggunakan rute per-oral (terutama sediaan tablet) sulit untuk dilakukan. Anak biasanya akan menolak apabila diberikan sediaan tablet karena berbagai macam alasan diantaranya kesulitan dalam menelan sediaan serta rasa dari sediaan tablet yang biasanya pahit. Untuk itu para tenaga kesehatan cenderung memberikan sediaan injeksi pada pasien anak dimana sediaan injeksi ini biasanya dapat langsung dimasukkan melalui cairan infus atau melalui conecta yang terpasang pada set infus (Shea et al., 2001). Kedua, menurut Cunha (cit., Permenkes, 2011) rute pemberian oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi yang tergolong ringan contohnya seperti bronkitis, tonsilofaringitis, cystitis, ISK (yang tidak menetap dan berulang), dan diare bakterial. Untuk rute pemberian intravena biasanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
digunakan pada infeksi sedang sampai dengan berat. Pada penelitian ini, banyak ditemukan penyakit infeksi pada pasien anak rawat inap yang kategorinya tergolong sedang sampai dengan berat. Berdasarkan studi literatur dari Reed dan Glover (2005); Hardman et al. (2012), penyakit infeksi yang ditemukan selama periode penelitian seperti pneumonia, sepsis, ensefalitis bakterial, penyakit paru kronis, abses akibat infeksi bakteri tertentu, meningitis, kandidasis dan ureterolitis merupakan penyakit infeksi yang termasuk dalam kategori penyakit infeksi yang sedang sampai dengan berat. Banyaknya jumlah kejadian penyakit infeksi seperti pneumonia dan sepsis ditambah dengan beberapa penyakit lain seperti yang telah disebutkan di atas menyebabkan banyak dipakai rute pemberian intravena. (uraian lengkap mengenai jumlah dari masing-masing penyakit dapat dilihat pada tabel II dan III serta uraian 7 dan 8). Rute pemakaian intravena lebih dipilih untuk menangani pasien dengan infeksi sedang sampai dengan berat dikarenakan onsetnya cepat dan biaoavailibilitas sediaan yang diberikan melalui rute pemberian ini juga lebih tinggi daripada rute pemberian per-oral. Cepatnya onset dan tingginya bioavailibilitas akan menyebabkan efek aksi antibiotika dalam menghambat/membunuh kuman penyebab penyakit infeksi akan lebih maksimal (Hakim, 2012). Pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap rute pemakaian antibiotika. Identifikasi terhadap rute pemakaian perlu dilakukan karena nilai standar DDD WHO yang nantinya digunakan dalam perhitungan memiliki nilai yang berbeda-beda untuk masing-masing rute pemberian. Salah satu contoh adalah nilai standar DDD untuk siprofloksasin. Pada pemberian secara parenteral
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
siprofloksasin memiliki nilai standar sebesar 1, sementara pada pemberian secara per-oral siprofloksasin memiliki nilai standar sebesar 0,5. Adanya perbedaaan nilai standar antara masing-masing rute pemberian nantinya akan berpengaruh terhadap penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika (penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika ditentukan oleh perbandingan nilai DDD yang didapat dengan nilai DDD standar yang telah ditetapkan. Nilai DDD dikatakan tinggi apabila nilai DDD yang didapatkan melebihi standar WHO (WHO, 2012). Bentuk sediaan yang paling sering digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan injeksi dengan persentase penggunaan sebesar 76,5 % lalu disusul dengan bentuk sediaan tablet sebesar 19,8% dan bentuk sediaan sirup sebesar 3,7% seperti yang tercantum pada Gambar 3. Tingginya pemakaian bentuk sediaan injeksi merupakan dampak dari banyaknya rute pemakaian intravena yang diterapkan.
Gambar 3. Perbandingan jumlah pemakaian bentuk sediaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Aturan penggunaan antibiotika juga diduga secara tidak langsung juga memiliki dampak terhadap tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu jenis antibiotika.
Aturan
penggunaan
yang
diterapkan
menentukan
frekuensi
penggunaan antibiotika yang diterima oleh pasien dalam sehari. Semakin sering antibiotika digunakan dalam satu hari maka frekuensi penggunaan antibiotika akan semakin tinggi. Hal ini akan meningkatkan jumlah dosis (g) antibiotika yang diterima oleh pasien. Besarnya jumlah dosis (g) yang digunakan akan membuat nilai DDD dari suatu jenis antibiotika ikut meningkat (WHO, 2012). Penerapan aturan pemakaian >1x sehari dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah dosis (g) antibiotika yang digunakan serta dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap tingginya nilai DDD. Berdasarkan hasil yang diperoleh, aturan pemakaian yang paling sering diterapkan pada pasien anak di bangsal INSKA II selama periode Januari – Juni 2013 adalah aturan pakai 3x sehari dengan persentase sebesar 41,4% lalu disusul dengan aturan pemakaian 2x sehari dengan persentase sebesar 34,4% dan 1x sehari dengan persentase sebesar 13,0% seperti tercantum pada Tabel IV. Tabel IV. Distribusi aturan pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Aturan Pemakaian
Jumlah antibiotika
Persentase (%)
1x Sehari
81
13,0
2x Sehari
215
34,4
3x Sehari
259
41,4
4x Sehari
70
11,2
Total
625
100,0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Hasil penelitian terhadap lama pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II selama periode Januari – Juni 2013 menunjukan bahwa lama pemakaian 1 sampai dengan 5 hari merupakan waktu lama pemakaian antibiotika yang paling sering ditemui di bangsal anak INSKA II dengan persentase sebesar 55,0% lalu lama pemakaian 6 sampai dengan 10 hari dengan persentase sebesar 36,8% serta 11 sampai dengan 15 hari dengan persentase sebesar 6,6% seperti tercantum pada Tabel V. Lama penggunaan antibiotika dikelompokkan berdasarkan studi literatur yang dilakukan dimana lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi adalah selama 3-7 hari (Kemenkes, 2011). Untuk mempermudah deskripsi dari lama penggunaan antibiotika maka lama penggunaan antibiotika dibagi menjadi interval dengan jarak antar interval sebesar 5 hari sehingga pembagian interval pada lama rawat inap menjadi 1 sampai dengan 5 hari, 6 sampai dengan 10 hari, 11 sampai dengan 15 hari, 16 sampai dengan 20 hari dan lama penggunaan diatas 20 hari. Terdapat beberapa faktor kemungkinan mengenai besarnya temuan mengenai lama pemakaian antibiotika 1 sampai dengan 5 hari diantaranya : Pertama banyak antibiotika diresepkan dengan tujuan sebagai terapi empiris. Menurut IFIC dan hasil penelitian dari tim PPRA Kemenkes RI (2010) (cit., Permenkes, 2011) dalam kasus terapi empiris ini digunakan antibiotika dengan spektrum luas seperti antibiotika golongan sefalosporin atau penisilin dengan lama pemakaian antibiotika adalah 2 sampai dengan 3 hari. Temuan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
penelitian ini dimana golongan sefalosporin dan penisilin merupakan antibiotika yang paling banyak digunakan, ikut berkontribusi terhadap besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai dengan 5 hari. Kedua, lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi contohnya seperti pneumonia, cystitis, sepsis, dan ISK berdasarkan studi pustaka yang dilakukan adalah 3 sampai dengan 7 hari (Coyle dan Prince, 2005; Finch, 2010; Kemenkes RI, 2011). Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai dengan 5 hari mengingat penyakit pneumonia dan sepsis masih termasuk dalam kategori 10 teratas dari jumlah penyakit utama yang paling sering ditemui pada penelitian ini.
Tabel V. Distribusi lama pemakaian antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Lama Pemakaian
Jumlah antibiotika Persentase (%)
1 sampai dengan 5 Hari
344
55,0
6 sampai dengan 10 Hari
230
36,8
11 sampai dengan 15 Hari
41
6,6
16 sampai dengan 20 Hari
5
0,8
>20 Hari
5
0,8
625
100.0
Total
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Hasil penelitian pada 249 rekam medik pasien anak rawat inap, golongan antibiotika yang paling sering digunakan adalah dari golongan generasi ketiga sefalosporin (Sefotaksim, Seftazidim, Seftriakson dan Sefiksim) dengan total pemakaian 177 kali (28,3%) untuk jenis antibiotika yang paling sering digunakan adalah antibiotika ampisilin (golongan penisilin) dengan total pemakaian 87 kali (13,9%) seperti tercantum pada Tabel VI. Penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi didapatkan hasil bahwa antibiotika ampisilin merupakan antibiotika yang paling sering digunakan dengan persentase sebesar 22,8% (Febiana, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dan hasil penelitian serupa yang ditemukan terlihat bahwa penggunaan antibiotika ampisilin masih banyak digunakan sebagai antibiotika pilihan untuk penanganan penyakit-penyakit infeksi. Ampisilin merupakan salah satu antibiotika yang sering digunakan klinisi sebagai terapi empiris awal untuk penanganan berbagai macam kasus infeksi. Ampisilin banyak menjadi pilihan utama dikarenakan spektrumnya yang luas (dapat digunakan untuk infeksi bakteri Gram positif dan negatif), harga yang murah serta toksisitas yang relatif lebih kecil untuk pasien anak dibandingkan jenis antibiotika lain seperti: gentamisin dan siprofloksasin (Brunton et al., 2011; Hardman et al., 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Tabel VI. Distribusi golongan, jenis serta frekuensi penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013 Golongan Antibiotika Ampenikol (β-Laktam) Penisilin β-Laktam Lainnya (Kombinasi) Sefalosporin Generasi Pertama
Jenis Antibiotika Kloramfenikol Ampisilin Amoksisilin Diklosasilin Sultamisilin Ampisilin – Sulbaktam
Frekuensi Pemakaian (kali) 29 87 26 2 1
Persentase (%) 4,6 13,9 4,2 0,3 0,2
Persentase/ golongan (%) 4,6 18,6
38
6,1
6,1
Sefadroksil
3
0,5
0,5
Sefalosporin Generasi Ketiga
Sefotaksim Seftazidim Seftriakson Sefiksim
48 60 44 25
7,7 9,6 7,0 4,0
28,3
Sefalosporin Generasi Keempat
Sefepim
2
0,3
0,3
Karbapenem Kombinasi TMP-SMX Makrolida Linkosinamid Aminoglikosida
Fluorokuinolon Imidazol Antibiotika lain Total
Meropenem Imipenem Kotrimoksasol Eritromisin Klaritromisin Azitromisin Klindamisin Gentamisin Amikasin Netilmisin Ofloksasin Siprofloksasin Levofloksasin Metronidazol Rifampisin Fosfomisin
11 14 24 10 2 15 8 66 38 4 1 24 1 34 2 6 625
1,8 2,2 3,8 1,6 0,3 2,4 1,3 10,6 6,1 0,6 0,2 3,8 0,2 5,4 0,3 1,0 100,0
4,0 3,8 4,3 1,3 17,3
4,2 5,4 1,3 100,0
Selama periode Januari – Juni 2013, tercatat total Length of Stay (LOS) dari 249 pasien adalah 2480 hari (Lampiran 6). Total LOS yang digunakan pada penelitian ini digunakan pada perhitungan DDD dimana total LOS akan digunakan sebagai pembagi bersama nilai standar DDD. Berdasarkan rumusan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
dari metode DDD nilai LOS berbanding terbalik dengan hasil nilai DDD yang akan didapat. Nilai DDD yang didapatkan akan semakin kecil apabila nilai total LOS semakin besar. Akan tetapi besarnya nilai LOS tidak selalu berarti nilai DDD akan lebih kecil dan sesuai dengan standar. Hal ini dapat terjadi karena dalam kenyataannya berdasarkan hasil dari beberapa penelitian banyak ditemukan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sehingga menimbulkan pemakaian yang berlebihan (Hadi et al., 2008). Banyaknya penggunaan antibiotika yang berlebihan akan mempengaruhi besarnya jumlah nilai gram antibiotika yang dipakai sehingga terkadang jumlah total LOS yang dikalikan dengan standar DDD yang digunakan sebagai pembagi tidak sebanding dengan jumlah gram antibiotika dikalikan dengan 100 sehingga nilai DDD akan tinggi bahkan melebihi standar WHO (WHO, 2012). Pembagian lama rawat inap didasarkan pada studi dari beberapa literatur (Komite Pelayanan Medik, 2005; Kemenkes, 2011) dimana lama pengobatannya serta perawatan untuk sebagian besar penyakit infeksi sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari. Pembagian interval dilakukan dengan membagi lama rawat inap menjadi intervalinterval (jarak antar interval adalah 7 hari/satu minggu) sehingga lama rawat inap dibagi menjadi interval ≤7 hari (satu minggu), 8 ≤ lama rawat < 15 hari (dua minggu), 15 ≤ lama rawat < 22 hari (tiga minggu), 22 ≤ lama rawat < 29 hari (empat minggu), dan ≥ 29 hari (diatas 4 minggu).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Berdasarkan hasil penelitian interval lama rawat ≤ 7 hari tercatat sebesar 46,6% merupakan lama rawat inap yang paling sering ditemui selama periode penelitian. Untuk lama rawat inap yang lain dapat dilihat pada tabel VII. Tabel VII. Distribusi lama rawat inap pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Lama Rawat Lama rawat ≤ 7 hari 8 ≤ lama rawat < 15 hari 15 ≤ lama rawat < 22 hari 22 ≤ lama rawat < 29 hari Lama rawat ≥ 29 hari Total
Jumlah Pasien 116 91 23 9 10 249
Persentase (%) 46,6 36,5 9,2 3,6 4,0 100,0
Temuan terhadap tingginya persentase untuk lama rawat inap ≤7 hari, sesuai dengan hasil dari studi literatur yang telah didapatkan, dimana lama pengobatannya serta perawatannya sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari untuk sebagian besar penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang ditemukan sebagai penyakit utama dan penyerta pada penelitian ini seperti pneumonia, diare, demam dengan kejang, nasofaringitis, dan ISK dan penyakit utama serta penyakit penyerta lain yang jumlahnya kecil seperti tonsilofaringitis akut, bronkiolitis, suspect demam tifoid, cystitis, dan otitis media memiliki rata-rata lama rawat inap ≤7 hari (Kemenkes, 2011; Komite medik RS Dr. Sardjito, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
C. Nilai DDD/100 patient-days Dalam penelitian ini didapatkan 28 jenis antibiotika yang digunakan pada bangsal INSKA II dengan total nilai DDD/100 patient-days sebesar 41,99, untuk ke-28 jenis antibiotika, kode ATC serta nilai standar DDD WHO (g) disajikan dalam Tabel VIII. Berdasarkan
perhitungan
DDD/100-patient-days
didapat
bahwa
penggunaan antibiotika yang terbesar berdasarkan nilai DDD/100-patient-days adalah antibiotika ampisilin dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 10,33 disusul dengan sefotaksime dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 4,04 dan seftriakson dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 3,79. Untuk golongan antibiotika nilai DDD/100 patient-days yang paling tinggi adalah dari golongan penisillin dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 12,82, kemudian golongan generasi ketiga sefalosporin dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 11,98 dan golongan aminoglikosida dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 4,27. Nilai DDD untuk masing-masing antibiotika dan golongannya tercantum pada Tabel VIII.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
Tabel VIII. Nilai DDD/100 patient-days untuk masing-masing antibiotika dan golongannya beserta kode ATC dan standar DDD WHO Golongan
Ampenikol
Nama Antibiotika Kloramfenikol (Parenteral) Kloramfenikol (Oral) Ampisilin
β-Laktam (Penisilin)
β-Laktam Lainnya (Kombinasi) Sefalosporin Generasi Pertama
Sefalosporin Generasi Ketiga
Sefalosporin Generasi Keempat
Makrolida
Linkosinamid
Aminoglikosida
Imidazol
Nilai DDD/100 Patient-days
J01BA01
3
1,18
J01BA01
3
0,12
Nilai DDD/Golongan antibiotika
1,30
J01CA01
2
10,33
J01CA04
1
2,05
Diklosasilin (Parenteral)
J01CF01
2
0,07
Diklosasilin (Oral)
J01CF01
2
0,16
Sultamisilin
J01CR04
1,5
0,21
AmpisilinSulbaktam
J01CR01
2
1,61
1,61
2
0,07
0,07
Sefadroksil
J01DB05
Sefotaksim
J01DD01
4
4,04
Seftazidim
J01DD02
4
3,63
Seftriakson
J01DD04
2
3,79
Sefiksim
J01DD08
0,4
0,52
2
0,10
Sefepim
J01DE01 J01DH02
2
0,78
Imipenem
J01DH51
2
1,03
1,92
1,71
1,92
0,01
Kotrimoksasol (Parenteral) Kotrimoksasol (Oral)
J01EE01 J01EE01
12,82
11,98
Meropenem
0,10 1,81
1,72
Eritromisin
J01FA01
1
0,64
Klaritromisin
J01FA09
0,5
0,12
Azitromisin
J01FA10
0,3
1,15
Klindamisin
1,91
J01FF01
1,2
0,39
Gentamisin
J01GB05
0,24
3,70
Amikasin
J01GB06
1
0,5
Netilmisin
J01GB07
0,35
0,07
J01MA01
0,4
0,01
1
0,27
0,5
1,54
0,5
0,08
1,5
1,28
2
0,38
J04AB02
0,6
0,38
0,38
J01XX01
8
0,07
0,07
41,99
41,99
Ofloksasin
Flourokuinolon
Nilai Standar DDD WHO (g)
Amoksilin
Karbapenem
Kombinasi TMPSMX
Kode ATC
Siprofloksasin (Parenteral) Siprofloksasin (Oral) Levofloksasin (Parenteral) Metronidazol (Parenteral) Metronidazol (Oral) Rifampisin
Antibiotika lain Fosfomisin Total
J01MA02 J01MA02 J01MA12 J01XD01 P01AB01
0,39
4,27
1,90
1,66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Nilai DDD/100 patient-days di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito lebih tinggi nilainya apabila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil penelitian serupa tentang kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak di RSUP Dr. Kariadi dengan total DDD/100 patient-days sebesar 39,4. Antibiotika dengan nilai DDD terbesar adalah seftriakson dengan DDD/100 patient-days sebesar 10,6 (Febiana, 2012). Penelitian serupa juga dilakukan di RSUP Dr. Soetomo Surabaya pada pasien anak di bagian hematologi dan onkologi dengan total nilai DDD/100 patient-days sebesar 15,47. Antibiotika dengan nilai DDD terbesar adalah ampisilin sulbaktam dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 8,09 (Andarsini, 2011). Namun nilai DDD/100 patient-days pada penelitian ini (di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito) nilainya lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan di Hospital Infantile de Mexico yang dilakukan pada tahun 2005 dan 2006 dengan total nilai DDD pada tahun 2005 sebesar 89,91 dan pada tahun 2006 sebesar 93,88. Antibiotika dengan nilai DDD terbesar adalah golongan β-Laktam dengan nilai DDD sebesar 36,0 pada tahun 2005 dan 30,44 pada tahun 2006 (Gutièrrez dan Preciado, 2010). Penelitian serupa juga dilakukan di rumah sakit anak di Cina pada tahun 2002 dengan total nilai DDD masing – masing untuk tiga rumah sakit yang diteliti sebesar 105,6; 97,7; dan 80,5 (Zhang et al., 2008). Penelitian lainnya juga dilakukan di Irlandia di beberapa rumah sakit antara lain rumah sakit Adelaide & Meath & National Children Hospital dan Children’s University Hospital pada tahun 2010 dan 2011. Nilai DDD yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
didapatkan untuk masing – masing rumah sakit tersebut pada 2010 dan 2011 adalah 95,2 ; 91,8 dan 68,8 ; 82,3 (HPSC, 2011). Berdasarkan hasil perhitungan DDD/100 patient-days diketahui ada beberapa antibiotika yang memiliki nilai DDD/100 patient-days lebih tinggi daripada standar nilai DDD yang telah ditetapkan oleh WHO antibiotika tersebut antara lain: ampisilin, amoksisilin, sefotaksim, seftriakson, sefiksim, azitromisin, gentamisin dan siprofloksasin (oral). Ketika kuantitas penggunaan antibiotika yang dinyatakan dalam nilai DDD lebih tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada nilai standar DDD WHO hal ini menandakan bahwa peresepan dan penggunaan antibiotika pada pasien kemungkinan tidak selektif sehingga dikhawatirkan akan banyak ditemui peresepan dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi sehingga hal ini akan berpengaruh pada kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien, terutama pada kerasionalan pada ketepatan indikasi (Laras, 2012). Tingginya beberapa nilai DDD/100 patientdays untuk beberapa jenis antibiotika yang melebihi nilai standar WHO menandakan bahwa kemungkinan masih terdapat ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013. Selain dikarenakan adanya kemungkinan penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi sehingga menyebabkan penggunaannya berlebihan, tingginya nilai DDD beberapa jenis antibiotika yang melebihi nilai standar DDD WHO, juga menjadi prediksi awal akan adanya kemungkinan pemberian antibiotika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
dengan dosis yang berlebihan. Tingginya nilai DDD dipengaruhi oleh jumlah (g) pemakaian antibiotika ditentukan oleh banyaknya dosis yang dipakai oleh pasien selama pasien menjalani rawat inap. Apabila dosis diberikan berlebihan maka nilai DDD akan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar yang telah ditetapkan (WHO, 2012). Tingginya beberapa nilai DDD dari beberapa jenis antibiotika yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat pemberian antibiotika dengan dosis yang berlebihan pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013. Pada penelitian ini, meningkatnya jumlah (g) penggunaan antibiotika, juga diduga disebabkan oleh pemakaian frekuensi aturan pakai yang diberikan yang kebanyakan lebih dari 1x sehari. Tingginya jumlah (g) penggunaan antibiotika dikhawatirkan akan menyebabkan tingginya nilai DDD hingga dapat melebihi standar WHO terutama untuk antibiotika yang sering menggunakan aturan pemakaian >1x sehari. Dugaan ini didukung dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, dimana beberapa antibiotika yang pemakaiannya pada penelitian ini cenderung memiliki aturan pemakaian yang >1x sehari. Pada penelitian ini beberapa antibiotika yang nilai DDD-nya melebihi standar WHO yaitu antibiotika sefotaksim, seftazidim, amoksisilin dan sebagian besar ampisilin memiliki aturan pemakaian 3x sehari. Sementara untuk antibiotika lain yang nilainya melebihi standar WHO yakni, siprofloksasin (oral), gentamisin, azitromisin dan sefiksim memiliki aturan pemakaian 2x sehari. Selain frekuensi pemakaian lama penggunaan antibiotika juga turut mempengaruhi nilai DDD yang didapatkan. Pada penelitian ini masih banyak terdapat lama penggunaan antibiotika yang lama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
penggunaannya bisa sampai berminggu-minggu (lebih dari 1 minggu) hal ini turut membuat jumlah gram penggunaan antibiotika meningkat karena semakin lama penggunaan maka semakin banyak pula antibiotika yang dikonsumsi sehingga menyebabkan jumlah gram penggunaan antibiotika meningkat sehingga turut berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai DDD yang dihasilkan. Evaluasi penggunaan dengan metode DDD tidak dapat secara penuh menggambarkan kerasionalan penggunaan antibiotika. Hasil yang didapat dari nilai DDD memberikan perkiraan akan adanya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika (dalam hal ini parameter kerasionalan yang dapat diperkirakan adalah tepat indikasi dan tepat dosis). Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai parameter-parameter rasionalitas penggunaan antibiotika yang lain (tepat penderita, tepat obat dan waspada ESO) agar rasionalitas penggunaan antibiotika dapat digambarkan secara penuh. Nilai DDD yang diperoleh tidak dapat secara tepat menilai ketepatan indikasi dan dosis. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ketepatan indikasi serta ketepatan penggunaan dosis antibiotika pada pasien anak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan perbandingan nilai DDD dengan nilai Prescribed Daily Dose (dosis aktual yang dipakai tiap harinya) sehingga dapat diketahui apakah sebenarnya terdapat ketidaktepatan dosis pemakaian pada pasien anak (WHO, 2012). Pencocokan lebih lanjut antara diagnosis yang diterapkan dengan antibiotika yang diberikan serta pertimbangan terhadap kondisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
klinis pasien, dapat dilakukan sehingga dapat diketahui keadaan sebenarnya dari ketepatan indikasi pemberian antibiotika. Pada penelitian ini terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika diantaranya lama rawat dan aturan pemakaian. Selain kedua faktor tersebut perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai faktorfaktor lain yang mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013. Pada penelitian ini ampisilin merupakan antibiotika dengan nilai DDD/100 patient-days tertinggi dan paling banyak digunakan selama periode Januari – Juni 2013. Golongan penisilin (ampisilin, amoksisilin, diklosasilin, sultamisilin) merupakan golongan antibiotika dengan nilai DDD/100 patient-days tertinggi dimana tercatat ada 2 jenis antibiotika pada golongan ini dengan nilai DDD/100 patient-days lebih tinggi daripada standar WHO yaitu ampsilin dan amoksisilin. Tingginya pemakaian ampisilin dan golongannya kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini. Pertama, ampisilin dan golongannya merupakan antibiotika dengan aktivitas/spektrum luas. Selain aktivitasnya pada bakteri gram positif, ampisilin juga aktif terhadap beberapa mikroorganisme gram negatif seperti Haemophilus influenza, Escheria coli, dan Proteus mirabilis sehingga ampisilin dan golongannya banyak dipilih sebagai first line theraphy dan terapi empiris untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
berbagai jenis penyakit infeksi (Komite Medik RS Dr. Sardjito, 2005; Permenkes RI, 2011). Kedua, ampisilin merupakan salah satu first line therapy untuk kasus pneumonia pada semua usia, mengingat tingginya angka kejadian pneumonia sebagai penyakit utama dan ditemui juga beberapa kasus pneumonia pada penyakit penyerta (lihat tabel II dan III) yang terjadi selama periode penelitian sehingga penggunaan ampisilin juga banyak ditemui (BTS Committee, 2002). Ketiga, ampisilin memiliki toksisitas yang rendah, harga lebih murah, kemungkinan terjadinya kolonisasi organisme yang resisten serta komplikasi candida rendah. Hal ini menyebabkan ampisilin banyak dipilih sebagai pilihan utama terapi (Resse, Beets, dan Gumustop, 2000). Tetapi pada perkembangannya banyak kasus resistensi terhadap ampisilin dan golongan penisilin lainnya. Beberapa penelitian menunjukan bahwa terjadi resistensi terhadap penisilin dan tetrasiklin pada beberapa wilayah di Indonesia dengan persentase hampir mendekati 100%. Temuan ini membuat golongan penisilin perlahan mulai ditinggalkan sebagai terapi lini pertama banyak klinisi yang beralih pada golongan sefalosporin yang dianggap mampu bertahan melawan bakteri/kuman yang menimbulkan problem resistensi (Ieven et al., 2003; Tjaniadi et al., 2003). Golongan sefalosporin generasi ketiga merupakan golongan yang paling banyak digunakan dengan total penggunaan 177 kali (28.3%) walaupun nilai DDD/100 patient-days lebih rendah daripada golongan penisilin, tetapi ada 3 jenis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
antibiotika pada golongan ini dengan nilai DDD/100 patient-days yang melebihi standar DDD yang telah ditetapkan WHO yaitu sefotaksim, seftriakson dan sefiksim dengan nilai DDD/100 patient-days masing-masing sebesar 4,04; 3,79; dan 0,52. Menurut Bueno et al. (2009) seftazidim, seftriakson, dan sefotaksim merupakan 3 jenis antibiotika parenteral golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan pada anak, serta untuk antibiotika oral golongan sefalosporin generasi ketiga yang paling banyak digunakan pada anak adalah sefiksim. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat dimana keempat jenis antibiotika tersebut merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga yang sering dipakai. Terdapat beberapa alasan mengapa golongan sefalosporin generasi ketiga lebih banyak digunakan pada pasien anak, sesuai dengan temuan pada penelitian ini dan penelitian Bueno et al. (2009), dibandingkan dengan golongan penisilin. Golongan sefalosporin generasi ketiga selain memiliki aktivitas/spektrum yang lebih luas dibandingkan golongan penisilin karena sefalosporin generasi ketiga selain memiliki aktivitas untuk melawan infeksi bakteri Gram-positif dan Gramnegatif juga memiliki aktivitas yang lebih kuat dalam melawan Enterobacteriae dibandingkan dengan generasi keduanya, lalu sefalosporin generasi ketiga juga aktif melawan penicillin nonsusceptible S pneumonia, Haemophilus, Neisseria, Moraxella spp. Golongan sefalosporin karena spektrumnya yang luas dapat digunakan sebagai terapi empiris dari berbagai jenis infeksi sehingga sefalosporin generasi ketiga banyak digunakan untuk menggantikan penisilin dan golongannya sebagai first line theraphy (Bueno et al., 2009; Pradipta, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Selain itu generasi ketiga sefalosporin aktif terhadap strain yang memproduksi enzim beta-laktamase (resisten terhadap penisilin). Enzim beta laktamase merupakan enzim yang dapat memecah cincin beta laktam sehingga terbentuk produk tidak aktif dari antibiotika dan menyebabkan antibiotika tidak dapat bekerja (Wattimena et al, 1991). Banyaknya kasus resistensi terhadap golongan penisilin (tidak tahan terhadap degradasi enzim beta laktamase) menyebabkan golongan sefalosporin digunakan sebagai first line therapy sebagai alternatif pilihan utama terapi selain penisilin. Pada penelitian ini banyak ditemui penggunaan antibiotika golongan aminoglikosida dimana antibiotika golongan aminoglikosida menempati urutan ketiga antibiotika yang sering digunakan setelah golongan sefalosporin dan penisilin dengan persentase sebesar 17,28%. Hasil perhitungan nilai DDD/100 patient-days menunjukkan bahwa antibiotika gentamisin memiliki nilai total nilai DDD sebesar 3,70 jauh dari standar nilai DDD yang ditetapkan WHO yaitu 0,24. Menurut Bueno (2009), antibiotika dari golongan aminoglikosida merupakan antibiotika yang memiliki spektrum luas dan merupakan antibiotika pilihan yang digunakan terutama untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, seperti E. coli, Salmonella spp., Shigella spp., Enterobacter spp., Citrobacter spp., Acinetobacter spp., Proteus spp., Klebsiella spp., Serratia spp., Morganella spp., Pseudomonas spp., dan mikobakteria. Pada penggunaan terapi, antibiotika golongan ini jarang berdiri sendiri biasanya dikombinasikan dengan antibiotika golongan penisilin untuk menangani penyakit infeksi seperti pneumonia, ISK dan sepsis yang banyak terjadi selama periode penelitian yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
biasanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif. Pada penggunaan monoterapi antibiotika golongan ini akan sama efektifnya dengan penggunaan kombinasi apa bila digunakan untuk menangani penyakit infeksi pada wilayah yang tingkat resistensinya terhadap antibiotika rendah (Lovering dan Reeves, 2010). Akan tetapi tingginya kasus resistensi yang terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia (Ieven et al., 2003; Tjaniadi et al., 2003) membuat penggunaan antibiotika golongan ini lebih sering ditemukan dalam penggunaan kombinasi. (Hardman et al., 2012). Banyaknya kejadian penyakit infeksi yang diduga karena infeksi bakteri Gram negatif membuat jumlah penggunaan antibiotika golongan ini menjadi lebih tinggi. Antibiotika gentamisin merupakan antibiotika yang paling sering digunakan serta memiliki nilai DDD lebih besar dibandingkan standar WHO dibandingkan dengan amikasin dan netilmisin pada golongan yang sama. Tingginya penggunaan gentamisin disebakan karena untuk sebagian besar indikasi gentamisin relatif lebih banyak disukai sebagai first line theraphy untuk menangani kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif dibandingkan dengan netilmisin dan amikasin (Lovering et al., 2010). Selain itu harga dari antibiotika gentamisin apabila dibandingkan dengan amikasin dan netilmisin jauh lebih murah sehingga klinisi dan pasien lebih sering memilih gentamisin untuk digunakan dalam terapi (Hardman et al., 2012). Dalam penelitian ini banyak ditemui penggunaan antibiotika golongan flourokuinolon
antara
lain
siprofloksasin,
ofloksasin
dan
levofloksasin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Berdasarkan perhitungan nilai DDD/100 patient-days, golongan flourokuinolon menempati urutan kelima dengan nilai DDD sebesar 1,90 yang artinya konsumsi untuk antibiotika golongan ini dapat dikatakan cukup tinggi terutama siprofloksasin oral yang nilai DDD/100 patient-days lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh WHO. Menurut Bueno et al. (2009) golongan flourokuinolon merupakan antibiotika yang memiliki spektrum yang luas serta memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat bakteri Gram-positif termasuk penicillin nonsusceptible pneumococci dan methicilin nonsusceptible Staphylococcus aureus (MRSA). Golongan florokuinolon juga aktif dalam menangani bakteri Gram-negatif seperti Enterobacteriae, Moraxella catarrhalis, beta-lactamase-producing H. influenza, Shigella spp., Salmonella spp., dan Neisseria
spp.
Pada
umumnya
antibiotika
golongan
flourokuinolon
penggunaannya dikontra-indikasikan untuk pasien anak. Hal ini terkait dengan efek samping merugikan yang ditimbulkan yaitu artropati sendi (Brunton et al., 2008; Hardman et al., 2012). Akan tetapi penelitian terhadap anak-anak dengan fibrosis kistik yang diberikan antibiotika siprofloksasin memiliki gejala sendi yang reversibel sehingga manfaat dari penggunaannya dianggap lebih besar dari pada resiko yang ditimbulkan (Brunton et al., 2008). Oleh karena itu dalam penggunaannya pada anak, siprofloksasin adalah satu-satunya antibiotika golongan florokuinolon yang diperbolehkan penggunaannya pada anak pada kasus-kasus dimana golongan flourokuinolon (siprofloksasin) merupakan antibiotika pilihan seperti pada kasus komplikasi dari infeksi saluran kemih, pyelonephritis, dan terapi untuk inhalation
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
anthrax. Sementara untuk anggota lain golongan fluorokuinolon pemakaiannya tidak disetujui untuk anak (Bueno et al., 2009). Dalam penelitian ini ditemui adanya penggunaan dua antibiotika golongan fluorokuinolon selain siprofloksasin yaitu levofloksasin dan ofloksasin dengan persentase penggunaan masing-masing 0,2% dan nilai DDD 100 patient-days sebesar 0,08 untuk levofloksasin dan 0,01 untuk ofloksasin. Penelitian yang dilakukan oleh Nufus (2012), menyebutkan bahwa levofloksasin merupakan antibiotika yang efektif pada penyakit infeksi saluran napas, infeksi saluran kemih, dan infeksi kulit. Levofloksasin aman digunakan untuk orang dewasa dengan perhatian khusus terhadap fungsi ginjal terkait dengan metabolismenya yang terbatas dan levofloksasin juga diekskresi secara utuh melalui urin. Akan tetapi penggunaannya tidak perbolehkan pada anak-anak. Hal ini terkait dengan efek samping yang ditimbulkan akibat dari penggunaan antibiotika jenis ini pada pasien anak antara lain gangguan muskuloskeletal seperti atralgia, atritis, tendonopati serta dapat menimbulkan gangguan berjalan pada anak (Nufus, 2012). Pada beberapa kasus ditemui adanya penggunaan obat generasi keempat sefalosporin yaitu sefepim dengan persentase sebesar 0.3%. Sefepim merupakan antibiotika yang bekerja efektif untuk menghambat bakteri gram positif termasuk methicilin-susceptible Staphylococcus aureusdan α-haemolitic streptococci. Selain itu sefepim juga memiliki aktivitas paling baik untuk melawan bakteri penicillin-resistant pneumococcus diantara golongan sefalosporin lainnya.Sefepim disetujui penggunaannya pertama kali pada tahun 1997. Food and Drugs
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Administration (FDA) menyetujui penggunaan antibiotika ini pada anak yang berusia diatas 2 bulan untuk terapi empiris dari demam neutropenia, infeksi pada kulit dan jaringan lunak, pneumonia, serta infeksi saluran kencing. Akan tetapi penggunaan sefepim belakangan ini telah dilarang dan tidak disetujui oleh FDA untuk digunakan baik pada anak maupun orang dewasa terkait dengan beberapa efek samping seperti sakit kepala, gangguan pada pencernaan, reaksi alergi dan gatal-gatal serta beberapa efek samping serius yang ditimbulkan seperti ensefalopati dan kejang-kejang. Dewasa ini penggunaan sefepim pada anak dan orang dewasa harus benar-benar mempertimbangkan risk and benefit terapi untuk sefepim terutama di indikasikan sebagai terapi empiris pengobatan demam neutropenia (Bueno et al., 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut : 1. Penyakit utama yang paling banyak ditemui adalah pneumonia dengan persentase sebesar 20,9%. Untuk penyakit penyerta yang paling banyak ditemui adalah diare dengan persentase sebesar 6,7%. 2. Antibiotika yang paling banyak digunakan adalah ampisilin dengan persentase penggunaan sebesar 13,9%. Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dengan persentase penggunaan 28,3%. Rute pemakaian yang paling banyak digunakan adalah intravena dengan persentase penggunaan 76,4%. Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah injeksi dengan persentase penggunaan sebesar 76,4%. Aturan pemakaian yang paling sering ditemui adalah aturan pemakaian 3x sehari dengan persentase sebesar 41,4%. lama pemakaian antibiotika yang paling sering ditemui adalah lama pemakaian 1-5 hari dengan persentase sebesar 55,0%. 3. Antibiotika dengan nilai DDD 100 patient-days yang paling tinggidan melebihi standar nilai DDD adalah ampisilin dengan nilai DDD/100 patient-days sebesar 10,33. Antibiotika lain yang memiliki nilai DDD lebih besar daripada standar WHO adalah : amoksisilin, sefiksim, sefotaksim, seftrakson, siprofloksasin (oral), azitromisin, dan gentamisin.
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang didapatkan maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito. 2. Perlu adanya penelitian kualitatif mengenai antibiotika yang nilainya melebihi standar yang ditetapkan WHO. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai parameter-parameter rasionalitas penggunaan obat yang yakni : tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan waspada ESO.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Ambariyah, N., Evaluasi Tentang Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Pediatri Dengan Keganasan Hematologi yang Mengalami Demam Neutropenia Selama Kemoterpai di Instalasi Kesehatan Anak RSUP.Dr. Sardjito Yogyakarta, Tesis, 12, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Andarsini, M., 2011, Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) Improving Antibiotic Use in Pediatrics Hematology and Oncology Patients at Dr. Soetomo Hospital in 2006 and 2008, Folia Medica Indonesiana, No. 4, 47:203-206. Bari, S., B., Mahajan, B., M., Surana, S., J., 2008, Resistance to Antibiotics : A Challenge in Chemotherapy, Indian Journal of Pharmaceutical Education and Research, 10:97-123. Bauchner H., Pelton S.I., Klein J.O., 1999, Parents, Physicians, and Antibiotic Use,Pediatrics, 103:395–402. Bergman, U., Risinggard, H., Palcevski, W., Ericson, O., 2004, Use Antibiotics at Hospital in Stockholm: a Benchmarking Project Using Internet, Pharmacoepidemiology and Drug Safety, 3:465-471. Bisht, R., Katiyar, A., Singh, R., Mittal, P,.2009,Antibiotic Resistance A global Issue of Concern, Asian journal of pharmaceutical and clinical research, No. 2, 2 :34-37. British Thoracic Society of Standards Committee, 2002, British Thoracic Society for Management of Community Acquired Pneumonia in Childhood, Thorax, 89 : 100-110. Brunton et al., 2010, Goodman &Gilman : Manual Farmakologi dan Terapi, diterjemahkan oleh Sukandar, Y., E., et al., hal. 671-690 , ECG, Jakarta. Bueno, S.C. and Stull, T.L., 2009, Antibacterial Agents in Pediatrics, Infect Dis Clin N Am, 23 : 865–880. Coyle, E., A., Prince, R., A., 2005, Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach, 6th ed., McGraw-Hill, USA, pp. 2088. Darmansjah, I., 2008, Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak, Maj Kedokt Indon, No. 10, 58:368-369. Departemen Kesesehatan RI, 2011, Profil Kesehatan Indonesia 2010, http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESI A_2010.pdf, diakses tanggal 24 Maret 2013.
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Deshpande, J. D., Joshi, M., 2011,Antimicrobial Resistance : The Global Public Health Challenge, International journal of student research, No.2, 1:41. Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta, 2012, Profil Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta Tahun 2011, http://dinkes.jogjaprov.go.id/files/7e804-ProfilDIY-2011.pdf, diakses tanggal 24 Maret 2013. Dorland, W.A., Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28, diterjemahkan oleh Mahode, A.A. dan Rachman, L.Y., hal.68, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta. Drlica, K., and Perlin, I., 2011, Antibiotics Resistance: Understanding and Responding to an Emerging Crisis, Pearson Education Inc., New Jersey, pp.1-2. Farida, H., Herawati, Hapsari, M., Notoatmojo, H., Hardian, 2008, Penggunaan Antibiotik Secara Bijak untuk Mengurangi Resisten Antibiotik, Sari Pediatri, Vol. 10, 1:24-35. Febiana, T., 2012, Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011, Skripsi, 61, Universitas Diponegoro, Semarang. Finch, R., G., 2010, Antibiotic and Chemotheraphy, 9th ed., Elsevier, United Kingom, pp. 112. Gold, H., S., Mollering, R., C., 1996, Antimicrobial Drug Resistance, New England J Med, 335:1445-53. Grahame-Smith, D., G., Aronson, S., K., 1985, Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy, Oxford University Press, Oxford, pp.55. Gunawan, S., G., Setiabudi, R., Nafrialdi, Elysabeth, (Ed), 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal.585-595. Gutiérrez, L., J., Preciado, J., S., Use of Defined Daily Doses per 100 bed-days for Measuring Consumption of Antiinfectives in a Pediatric Hospital, Am J Health-Syst Pharm, Vol 67, 1: 14-15. Hadi, U., Deurink, D.O., Lestari, E.S., Nagelkerke, N.J., Werter, S., Keuter, M., et al, 2008, Survey of Antibiotic Use of Individual Visiting Public Healthcare Facilities in Indonesia, https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/13822/03.pdf?sequ ence=4, diakses tanggal 20 Maret 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Hakim, L., 2012, Farmakokinetik Klinik, Bursa Ilmu, Yogyakarta, hal.78. Hapsari, M., et al, 2006, Penurunan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Demam, Sari Pediatri, Vol. 8, 1: 16-24. Hardman, J., G., Limbird, L., E., 2012, Goodman and Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, ECG, Jakarta, hal.1117 Health Protection Surveillance Centre (HPSC), 2011, Hospital Antimicrobial Consumption Report (2011), www.hpsc.ie , diakses tanggal 17 Desember 2013. Hurlock, E., B., 1994, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan), Erlangga, Jakarta, hal. 190. Ieven, M., Van Loorven, M., Sudigdoadi, S., Rosana, Y., Goossens, W., Lammens, C., et al, 2003, Antimicrobial Suspectibilities of Neisseria gonorrhoeae Strains Isolated in Java, Indonesia, Sex Trans Dis, 30 : 2530. Jankgent, R., Lashof, A.O., Gould, I.M., Van der Meer, J.W.M., 2000, Antibiotic Use in Dutch Hospital 1991-1996, J. Antimicrob. Chemother, 45:251-256. Jawetz, E., 1997, Principle of Antimicrobial Drug Action. Basic and Clinical Pharmacology, Third Edition, Appleton and Lange, Norwalk, pp.95-100. Kakkilaya, S., Rational Medicine: Rational Use of Antibiotics, http://www.rationalmedicine.org/antibiotics.htm., diakses tanggal 14 April 2013. Kee, J., L., Hayes, E., R., 1996, Pharmacology : A Nursing Process Approach, Buku Kedokteran ECG, Jakarta, hal. 324-327. Kementrian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik, http://xa.yimg.com/kq/groups/19205602/673695703/name/Pedo man+Pelayanan+Kefarmasian+untuk+terapi+antibiotik.pdf, diakses tanggal 16 Maret 2013. Komite Medik RS Dr. Sardjito, 2005, Standar Pelayanan Medis RS Dr. Sardjito, Edisi III, MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, hal. 1280.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Laras, N., W., Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Bedah dan Obsgin RSUP DR. Kariadi setelah Kampanye PP-PPRA, Skripsi, 12, Universitas Diponegoro, Semarang. Leekha, S., Terrel, C.L., Edson, R.S., 2011, General principles of antimicrobial therapy, Mayo Clinic Prooceedings, 86 (2), 156 –167. Lestari, W., Almahdi, A., Zubir, N., Darwin, D., 2011, Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. Lovering, A., M., Reeves, D., S., 2010, Antibiotic and Chemotheraphy, 9th ed., Elsevier, United Kingdom, pp. 150-153. Martin, S., Jung, R., 2005, Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach, 6th ed., McGraw-Hill, USA, pp. 2035-2038. Meer, J.W.M Van der, Gyssens, I.,C., 2003, Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1469- 0691.7.s6.3.x/pdf, diakses tanggal 17 November 2013. Nouwen, JL., 2006, Controlling Antibiotic Use and Resistence, Clin. Infect. Dis, 42:776-777. Nufus, H., 2012, Profil Efikasi dan Keamanan Levofloksasin, Jurnal Medika Indonesia, No. 5, 38: 449. Peraturan Menteri Kesehatan, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika, http://www.binfar.depkes.go.id/dat/Permenkes_Antibiotik.pdf, Diakses tanggal 17 September 2013. Peterson, L., R., Squeezing the antibiotics balloon : The impact of antimicrobial classes on emerging resistance,The Feinberg School of Medicine, North Western University, USA. Pradipta, I., S., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Sepsis di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode September-November 2008, Tesis, 12, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pradipta, I., S., Febriana, E., Ridwan, M., H., Ratnawati, R., 2012, Identifikasi Pola Penggunaan Antibiotik Sebagai Upaya Pengendalian Resistensi Antibiotik, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, No. 1, 1: 12-18.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Reed, M., D., Glover, M., L., 2005, Pharmacotheraphy : A Pathophysiology Approach, 6th ed., McGraw-Hill, USA, pp. 1949-1960. Reese, R., E., Beets, R., Gumustop, B., 2000, Handbook of Antibiotics, 3rd edition, Lippicont Williams and Wilkins, Philadelphia, pp. 861. Shea, K. Florini, K. and Barlam, T., 2001, When Wonder Drugs Don’t Work: How Antibiotic Resistance Threatens Children, Seniors, and the Medically Vulnerable, http://www.environmentaldefense.org, diakses tanggal 01 Mei 2013. Siwi, S., U., 2012, Analisis Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Pasien Rawat Inap di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Pada Tahun 2010 dan 2011 Dengan Metode ATC/DDD, Tesis, 1-12, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Subekti, D., S., Lesmana, M., Tjaniadi, P., Machpud, N., Sriwati, Sukarma, et al, 2003, Prevalence of Enterotoxic Escheria coli (ETEC) in Hospitalized Acute Diarrhea Patients in Denpasar, Bali, Indonesia, Diagn Microbiol Infect Dis, 47 : 399-405. Suharjono, Yuniati, T., Sumarno, Semedi, S., J., 2009, Studi Penggunaan Antibiotika Pada Penderita Rawat Inap Pneumonia (Penelitian di Sub Departemen Anak Rumkital Dr. Ramelan Surabaya), Majalah Ilmu Kefarmasian, No. 1, 3 : 142-155. Tjaniadi, P., Lesmana, M., Subekti, D., Machpud, N., Komalarini, S., Santoso, W.,et al, 2003, Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patient in Indonesia, Am J Trop Med Hyg, 68: 666-670. Tripathi, K.D., 2003, Antimicrobial Drugs : General Consideration, Essential of Medical Pharmacology, Fifth edition, Jaypee brothers, New Delhi, pp.667. Utami, E., R., 2012, Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi, Saintis, Vol. 1, 1:125-126. Wattimena, J., R., et al., 1991, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 54. World Health Organization, 2001, Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistence, http://www.who.int/drugresistance/WHO%20Global%20Strategy%20%20Executive%20Summary%20-%20English%20version.pdf, diakses tanggal 16 April 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
World Health Organization, 2003, Introduction to Drug Utilization Research, http://www.whocc.no/filearchive/publications/drug_utilization_research.p df, diakes tanggal 16 Maret 2013. World Health Organization, 2012, Guidelines for ATC Classification and DDD Assignment 2013, http://www.whocc.no/filearchive/publications/1_2013guidelines.pdf, diakses tanggal 16 Maret 2013. Zhang, E., Shen, X., Wang, Y., et al., 2008, Antibiotic use in five children’s hospitals during 2002-2006 : the impact of antibiotic guidelines issued by the Chinese Ministry of Health, Pharmacoepidemiol Drug Saf. 17:30611. Yuniftiadi, F., 2010, Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Intensive Care Unit RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Juli – Desember 2009, Skripsi, 3, Universitas Diponegoro, Semarang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1. Perhitungan sampel dengan menggunakan software Sample Size Calculator
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Lampiran 2. Lembar/Form data dasar pasien N o.
No. RM
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar
Dx Utama
Dx Penyerta
Tujuan Keluar
Riwayat
Lampiran 3. Lembar data/form penggunaan antibiotika No.
Nama Antibiotika
Dosis Antibiotika (g)
Rute Pemakaian
Aturan Pemakaian
Jumlah Pemakaian (g)
Total Pemakaian (g)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Surat izin penelitian dari RSUP Dr. Sardjito
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5. Ethical clearence
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Lampiran 6. Uraian lengkap data lama rawat inap pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 Januari
Februari 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 8 9 9 9 9 9 9 10 10 11 11 11 12 12 15 16 16 17 17
2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 7 7 7 8 8 10 10 10 10 11 11 12 12 12 13 13 14 14 15 15 18 19 21
April 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 7 8 8 8 9 9 9 10 11 11 12 12 12 12 13 13 13 13 17 24 25
Maret
Mei 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 7 7 7 8 8 8 10 10 10 10 10 11 11 11 11 12 14 14 16 17 18 19 20
2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 7 8 8 8 9 9 9 9 10 10 10 11 11 12 13 14 15 20 25
Juni 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 7 8 8 9 9 10 10 11 12 12 12 14 14 14 15 16 17 18 32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Lampiran 6. Uraian lengkap data lama rawat inap pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 33 42
389
25 28
396
31 35 42
20 24 28 31
434
34
373 451
total LOS
27 28 39 47 437
2480
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Distribusi penyakit utama pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=106) ISK Meningitis Bakterial Nasofaringitis Bronkiolitis Demam Neutropenia Megacolon Sepsis Tuberkolosis Paru Artesia Bilier Asma Demam Tifoid Epilepsi Asfiksia Neonatal Gagal Ginjal Terminal Ileus Functional Post Sygumbidostomi Imunodefisiensi Obstruktif Hidrosefalus Abses Koli Adenocarcinoma Testis Anemia Apenditis Bronkestasis Sellulitis Cerebral Palsy Spastik Cerebritis Parietal Occipital Bilateral Kolangitis susp. Diabetes Melitus Tipe 1 Hepatitis Efusi Paru Fatty Liver Disease Fistula Sodostomi Fistula Oronasal Gagal Ginjal Akut Gagal Jantung Hipertropic Obstructive Cardiomyopathy HIV Kelahiran diluar rumah sakit
6 6 6 5 5 5 5 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2.4 2.4 2.4 2.0 2.0 2.0 2.0 1.6 1.2 1.2 1.2 1.2 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Distribusi penyakit utama pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=106) Meconium Nekrosis kulit Neonatal Jaudince Neuroblastoma Neurogenic Bladder Obstructive Sleep Apnea Obstruksi Uropati Otitis Media Supuratif Paralitic Ileus Penyakit Paru Kronis Persisten Ductus Arteriosus Pertusis Klinis Sindrom Mukutan Limpa Sindroma Lupus Eritromatus (SLE) Stenosis Pilori suspect NHL suspek Demam Tifoid Teratoma Retroabdomen Tonsilfaringitis Akut Ureterolitis Varises Esofagus Vesicoureteral Reflux Total
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 106
0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 100.0
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8.Distribusi penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=339) Hipertensi Nasofaringitis Kelahiran dengan Persalinan Caesar Cytitis Epilepsy Kemoterapi Atrial Septal Defect Hipoalbuminia Kelahiran Spontan di Rumah Sakit Kelahiran Spontan diluar Rumah Sakit Stomatitis Asma Cerebral Palsy Spastik Down Syndrome Infeksi CMV Kegagalan Tumbuh Kembang Phimosis Asfiksia Neonatal Demam dengan Kejang Diaper Rash Malignant Neoplasm Underweight Bayi Lahir dengan BB Rendah (BLBR) Bayi Lahir Prematur Edema Paru Gastrointestinal hemoragie Hidrosefalus Hipoglikemia Neonatal Hipokalemia Keterbelakangan Mental Omphalitis Ventricular Septal Defect Acute Kidney Injury Atropi Cerebri Candidasis Dehidrasi Efusi Paru Hidrocele Laringomalacia Patent Ductus Arteriosus
13 11 10 9 9 9 8 7 7 7 7 6 6 6 6 6 6 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
2.3 2.0 1.8 1.6 1.6 1.6 1.4 1.3 1.3 1.3 1.3 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8.Distribusi penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=339) Stunted Abses Bukal Apnea Bilirubinemia Indirect Developmental Delay Edema Laring Halusinasi Hepatoblastoma Hidronefrosis grade II Hipertrofi Adenoid Hipoalbuminia Neonatal Hiponatremia Hipotiroid Megakolon Nefrotic Syndrome Obesitas Obstruktif Hidrosefalus Phlebitis Tetraparese Spastik Tidak Imunisasi Tonsilfaringitis akut Tuberkolosis abses Gingiva Abses Medula Sinistra Acute Liver Injury Alergi Makanan Alkalosis Respiratorik Anhidrosis Ektodermal Displasia Asidosis Metabolik Asites Atresia Biliaris Bronkiolitis Bronkitis Cardiomyopathy Cidera Kepala Ringan Craniosinostosis Decubitus Demam Tifoid Dermatitis Atopik Dissenium Intravasculer Distensi Abdomen Drug Induced Cerebritis ERB Paralisis Faringitis Akut
3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8.Distribusi penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=339) Fatty Liver Disease (non alcoholic) Galloway Syndrome Gangguan Kecemasan Gastritis Gastroesopagheal Refluks Giant Cell Hepatitis Gingivitis Hernia Umbicalis Hiperglikemia Hiperleukositosis Hipertermia Neonatal Hipertiroid Hipospadias Hipotermia Neonatal HIV Intracranial Abses Karies Dentis Karsinoma Nasofaringitis Kejang Keloid Ketoasidosis Kolestasis Konstipasi Low Back Pain Low Intake Nutrition Meconium Stir Mega Uretra Mikrosefali Mild ARDS Miliaria Muntah Nefroblastoma Neuropati Perifer Oral Thrust Osteoporosi Compressi Otitis Media Akut Otitis Media Supuratif Paralitic Ileus Penyakit Ginjal Kronis Penyakit Jantung Kongenital Pioderma Polidaktili Prolastic Kidney Disease Rhinitis
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8.Distribusi penyakit penyerta pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Juni 2013 (n=339) Sakit Kepala Sellulitis Sindrom Parantik Syok Hipovolemik Tuli Uriticaria Total
1 1 1 1 1 1 339
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 100.0
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Maria Carolina lahir pada tanggal 9 Maret 1993 di Barong Tongkok dan merupakan putri pertama dari keluarga pasangan Antonius MJN (alm.) dan Ayanlia, SE. Penulis mengawali pendidikannya di TK Sendawar Barong Tongkok (1997-1998) kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri 001 Barong Tongkok, Kutai Barat (1998-2004) pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Katolik 2 WR. Soepratman Barong Tongkok dengan predikat lulusan terbaik sekabupaten Kutai Barat (2004-2007) kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Katolik WR. Soepratman Samarinda (2007-2010). Penulis kemudian melanjutkan perkuliahan di Universitas Sanata Dharma diterima sebagai mahasiswa jurusan Farmasi (2010 – sekarang). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Panitia Titrasi 2012 dan 2013 sebagai Koordinator bidang Teater, Panitia Pharmachy Performance and Event Cup 2012 sebagai anggota sie. Acara, Panitia Musyawarah ISMAFARSI JOGLOSEPUR 2012 sebagai Koordinator Perlengkapan dan Akomodasi, Panitia Journalistic Event Cup 2012 sebagai anggota sie. Humas. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya penulis pernah menjabat sebagai Ketua Unit Kegiatan Fakultas di bidang seni tari periode 2011/2012 serta penulis juga pernah menjadi anggota sie. Advokasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Farmasi selama periode 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktiukum Anatomi-Fisiologi Manusia tahun ajaran 2012/2013 dan Koordinator asisten praktikum Anatomi-Fisiologi Manusia tahun ajaran 2013/2014.