PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
GAMBARAN PENERIMAAN DIRI KEPALA KELUARGA BERSTATUS ORANG YANG PERNAH MENGALAMI KUSTA (OYPMK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh : Nama
: Evy Rosi Oktaviandela
NIM
: 099114084
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPST
GAMBARAN PENM,RIMAAN DIRI KEPALA KELUARGA BERSTATUS ORANG YAI\G PERNAH MENGALAMI KUSTA
(oYPMr9
Yogyakart4
Debri Pristinellq S. Psi., M.Si
11
I ?kt
-ICI
!
q
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
GAMBARAN PENERIMAAN DIRI KEPALA KELUARGA BERSTATUS ORANG YANG PERNAH MENGALAMI KUSTA
(oYPMK)
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Evy Rosi Oktaviandela 099114084
Telah dipertanggungiawabkan di depan Panitia Penguji pada tanggalZ3
Jdi?Al4
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap
.{
Penguji
1
: Debri
Pristinella M.Si
M. Si., Psikolog .....
Penguji 2
: Agnes Indar Etikawati
Penguji 3
: Sylvia Carolina IVIaria Y. M, M.Si
Yogyakarta""l
3 OCT
201'4
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
tr*" qalu
YrE [3 ?r,, Dr. T. Priyo Widiyanto. M.Si.
lll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Hope is the only thing stronger then fear”
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara engkau ( 1 Petrus 5 : 7 )
Untuk semua orang yang tidak pernah berhenti mendukung dan mendoakanku, -
Alm. Papa dan Mama terkasih
-
Kakak-kakak bawelku
-
Suami superku
-
Teman-teman yang selalu ada
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
OVERVIEW OF SELF ACCEPTANCE OF THE HEAD OF THE FAMILY STATUS AFFECTED BY LEPROSY Evy Rosi Oktaviandela ABSTRACT The aim of this study was to obtain an overview of the status of head of the family self-acceptance persons affected by leprosy through the stages and process of self-acceptance. This study used a qualitative approach with semi-structured interviews as the data collection method. There are three subjects OYPMK with status of head of the family used in this study, 2 female, 1 female who lives at Central of Borneo. The results showedthat all three subjectshavegoodself-acceptance. All subjectsshowedgoodself-acceptancethroughthe aspectsthat are used, althoughthere isalsothe aspectthatdoes notappearon the subject. Overallthe three subjectsalsoshowedgoodselfacceptancefactorisassociatedwiththe illnessis notconsideredasapressure. The attitudeand actions ofthe peopleagainst diseasesthatdo notmakethe three subjectsexperiencedlow self-esteem, but acceptthemandlive aportion ofthe subjectasthe head ofthe familyby workingas aresponsibility tomeet the needs ofthe family. This study also showed that each subject as expressed through the stages theory only through the stages on each subject in a way that is different. On the subject of subjects 1 and 3, both subjects through the same steps starting from the stage of denial, anger, bargainning, then acceptance. In contrast to the subject through the stages of acceptance 2 which starts from the stage denial, bargainning, then the acceptance stage. Keywords: self-acceptance, people affected by leprosy, head of family
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
GAMBARAN PENERIMAAN DIRI KEPALA KELUARGA BERSTATUS ORANG YANG PERNAH MENGALAMI KUSTA (OYPMK) Evy Rosi Oktaviandela ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerimaan diri kepala keluarga berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dalamproses dan tahapan penerimaan diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi terstruktur sebagai metode pengumpulan datanya.Subjek yang digunakan berjumlah tiga OYPMK yang merupakankepalakeluarga, 2 orang perempuan, 1 orang laki-laki yang bertempattinggal di Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek memiliki penerimaan diri yang baik. Ketiga subjek menunjukkan penerimaan diri yang baik melalui aspek-aspek yang digunakan, meskipun ada juga aspek yang tidak muncul pada subjek. Secara keseluruhan ketiga subjek juga menunjukkan faktor penerimaan diri yang baik adalah terkait dengan tidak menganggap penyakit yang diderita sebagai suatu tekanan. Sikap dan tindakan masyarakat terhadap penyakit yang dialami tidak menjadikan ketiga subjek rendah diri namun menerima diri mereka serta menjalani porsi subjek sebagai kepala keluarga dengan bekerja sebagai tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga.Setiap subjek melalui tahapan penerimaan diri seperti yang diungkapkan teori hanya saja tahapan pada tiap subjek dilalui dengan cara yang berbedabeda. Pada subjek 1 dan subjek 3, kedua subjek melalui tahapan yang sama dimulai dari tahap denial, anger, bargainning, kemudian acceptance. Berbeda dengan subjek 2 yang melalui tahapan penerimaan dimulai dari tahap denial, bargainning, kemudian tahap acceptance. Kata kunci : penerimaan diri, orang yang pernah mengalami kusta, kepalakeluarga
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kuasa dan anugrahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Psikologi. Banyak pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian penelitian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma 2. Ibu Debri Pristinella, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan kesabaran dan kebaikannya bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, mengajarkan dan membagikan ilmunya kepada penulis. 3. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan studi. 4. Ibu Agnes Indar Etikawati M.Si., Psikolog dan Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan baru bagi saya untuk membuat skripsi ini semakin baik. 5. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang dengan ketulusannya mendidik, mengajarkan dan membagikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis. 6. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama penulis menjalankan studi. 7. Seluruh staf perpustakan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama studi dan mengerjakan penilitian. 8. Kepala Puskesmas Mandomai Kalimantan Tengah yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bantuan serta kerjasamanya selama proses penelitian.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9. Subjek penelitian yang telah berkenan dan besedia mengikuti proses penelitian. Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua. 10. Keluargaku : almarhum papa, mama, kak Yayan, kak Hendra, kak Daya, dan kak Eva yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan cinta kasihnya kepada penulis. Terimakasih banyak atas semua yang telah diberikan. 11. Suamiku Denny Surya Putra yang selalu ada ketika aku menangis dan tertawa, terimakasih telah menjadi suami yang selalu berdoa dan selalu ada didepan, dibelakang dan disampingku untuk selalu mendukungku. 12. Teman-temanku terkasih : Vera, Lala, Rani, Ginza, Ika dan Rea yang selalu
memberikan
doa,
bantuan,
semangat
dan
dukungan.
Terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Suka, duka, tangis, tawa dan canda yang sudah kita lalui tidak pernah penulis lupakan. 13. Teman satu kontrakan : Lia, Oki dan Angel. Terimakasih sudah mendukung lewat hiburan tawa dan candanya. 14. Teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2009, khususnya kelas B. Terimakasih atas kebersamaan, kerjasama dan dinamika selama proses perkuliahan. 15. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terimakasih atas doa dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja selama proses pengerjaan penelitian. Semoga Tuhan memberikan dan melimpahkan berkat, rahmat, dan anugrahNya kepada kalian semua atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
v
ABSTRACT
vi
ABSTRAK
vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
viii
KATA PENGANTAR
ix
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
7
C. Tujuan Penelitian
8
D. Manfaat Penelitian
8
1. Manfaat Teoritis
8
2. Manfaat Praktis
8
BAB II LANDASAN TEORI
10
A. Penerimaan Diri
10
1. Pengertian Penerimaan Diri
10
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri
13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
15
4. Dampak Penerimaan Diri
17
5. Proses/ Tahapan Penerimaan Diri
19
B. Penyakit Kusta
20
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Pengertian Kusta
20
2. Penyebab Penyakit Kusta
21
3. Bentuk-Bentuk Penyakit Kusta
21
4. Dampak Penyakit Kusta
21
5. Penanganan Penyakit Kusta
23
C. Penerimaan Diri Kepala Keluarga Berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)
24
D. Pertanyaan Penelitian
30
BAB III METODE PENELITIAN
31
A. Metode Penelitian Kualitatif
31
B. Fokus Penelitian
31
C. Subjek Penelitian
32
D. Batasan Istilah
33
E. Metode Pengumpulan Data
35
F. Metode Analisis Data
37
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
39
A. Proses Pengambilan Data
39
1. Pelaksanaan
39
2. Data Subjek
40
3. Latar Belakang Subjek
40
B. Hasil Penelitian
43
1. Penerimaan Diri Subjek 1
43
2. Penerimaan Diri Subjek 2
50
3. Penerimaan Diri Subjek 3
56
4. Kesimpulan Umum
63
C. Pembahasan
66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
87
A. Kesimpulan
87
B. Saran
88
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
90
LAMPIRAN
94
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Pedoman Wawancara ......................................................... 36 Tabel 4.1 Daftar Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek
39
Tabel 4.2 Identitas Subjek Penelitian
40
Tabel 4.3 Penerimaan Diri pada Kepala Keluarga Berstatus OYPMK
63
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Skema Dinamika Penerimaan Diri Subjek 1
80
Gambar 4.2 Skema Dinamika Penerimaan Diri Subjek 2
82
Gambar 4.3 Skema Dinamika Penerimaan Diri Subjek 3
83
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan Wawancara
95
Lampiran 2. Data Verbatim Wawancara Subjek 1
97
Lampiran 3 Data Verbatim Wawancara Subjek 2
103
Lampiran 4 Data Verbatim Wawancara Subjek 3
108
Surat Izin Penelitian
113
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Penyakit kusta terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat yang apabila tidak didiagnosis dan diobati secara dini dapat menimbulkan kecacatan (Subdirektorat Kusta dan Frambusia, 2007). Akibat dari kecacatan pada penderita kusta menjadikan mereka yang telah sembuh secara medis, masih saja mendapat predikat kusta yang melekat pada diri mereka seumur hidup. Kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan nasional di Indonesia karena menimbulkan berbagai akibat yang kompleks dan luas. Permasalahan tersebut tidak hanya menyangkut pada permasalahan medis saja, akan tetapi permasalahan sosial. Hingga sampai saat ini penyakit kusta masih dianggap oleh masyarakat sebagai penyakit kutukan dan merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Selain itu, para penderita juga mendapat stigma dari masyarakat yang terus melekat terhadap penderita kusta meskipun seara medis telah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta yang dideritanya. Adanya stigma yang melekat
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
pada penyakit kusta membuat Orang Yang Pernah Mengalami Kusta mengalami hambatan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Meskipun sudah dinyatakan sembuh dari penyakitnya, perlakuan diskriminatif terhadap OYPMK masih terjadi di lingkungan tempat tinggalnya dimana masyarakat mengucilkan dan tidak mau bergaul dengan mantan penderita kusta tersebut sampai pada keputusan untuk membuat kampung tersendiri seperti yang terdapat pada daerah tepat tinggal penulis karena adanya perasaan takut tertular sampai pada kasus ada beberapa penderita kusta yang diceraikan oleh pasangannya karena pernah mengidap penyakit kusta. Penelitian tentang penerimaan sosial masyarakat terhadap OYPMK (Aditya Candra, tahun 2007) menyatakan bahwa masyarakat di desa Sidomukti dengan persentase sebesar 65 % masih menolak kehadiran OYPMK. Hal ini dikarenakan masyarakat merasa tidak nyaman dengan kehadiran OYPMK serta adanya penolakan dari masyarakat terhadap partisipasi OYPMK dalam acara-acara yang diadakan di lingkungan sosial. Seringkali muncul anggapan bahwa kusta dapat menyebabkan beberapa masalah yang diakibatkan karena adanya persepsi yang salah terhadap penyakit kusta, diantaranya adalah anggapan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan, dapat menular, menimbulkan luka yang menjijikkan hingga berakibat kepada kecacatan. Menurut Kaur & Van Brakel (2002) anggapan tersebut tidaklah benar, karena penyakit kusta bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, makanan, atau penyakit keturunan sebagaimana yang sering dipersepsikan oleh masyarakat. Pemikiran yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
salah mengenai kusta tersebut dapat menimbulkan stigma negatif yang muncul di masyarakat terhadap penderita kusta. Stigma tersebut mempunyai dampak bagi keluarga penderita kusta, karena dapat mengakibatkan isolasi sosial masyarakat terhadap keluarga penderita kusta (Kaur & Van Brakel, 2002). Beberapa masalah psikologis dan sosial akibat penyakit kusta ini dapat dirasakan baik oleh penderita kusta maupun keluarganya seperti perasaan malu dan ketakutan akan kemungkinan terjadinya kecacatan. Selain itu, penderita juga mengalami ketakutan menghadapi keluarga maupun masyarakat karena sikap penerimaan yang kurang wajar seperti adanya upaya keluarga untuk menyembunyikan penderita kusta karena dianggap aib atau mengasingkannya karena takut tertular (Zulkifli, 2003). Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) masih merasa kesulitan untuk meletakkan dirinya sebagai orang normal. Hal ini dikarenakan keadaan fisiknya yang mengalami kecacatan. Orang Yang Pernah Mengalami Kusta khususnya yang menjadi kepala keluarga juga berada dalam keadaan yang sulit menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang seringkali menolak mereka. Penolakan ini misalnya saja dalam hal mendapatkan pekerjaan. Selain itu kusta termasuk penyakit kronik yang para penderita kusta tidak semua dapat kembali bekerja karena kecacatan yang dialami (Simamora, 2007). Penolakan yang dialami OYPMK khususnya pada kepala keluarga menyebabkan peran mereka sebagai pencari nafkah tidak dapat dijalankan. Itulah sebabnya penerimaan diri sangat penting agar para
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
penderita tidak hanya terpaku pada keterbatasan yang dimiliki, melainkan mengoptimalkan potensi yang masih ada dalam diri mereka. Penerimaan diri menurut Hurlock (1999) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Menurut Chaplin (2004), penerimaan diri adalah sikap yang menunjukkan rasa puas pada kualitas dan bakat serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Penerimaan diri menurut Supratiknya (1995) adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain. Secara umum penerimaan diri meliputi tahapan, yakni tahap denial (penolakan), tahap anger (marah), tahap bargainning (tawar-menawar), tahap depression (depresi) dan tahap acceptance (penerimaan) (Kubbler Rose, 1970 dalam Tomb, 2003). OYMPK yang berstatus sebagai kepala keluarga juga diharapkan mampu beradaptasi secara normal di lingkungannya tanpa perlu merasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
minder. Oleh karena itu, kepala keluarga yang pernah mengalami kusta diharapkan dapat terus mengembangkan dirinya menjadi sosok yang penuh percaya diri dan memiliki penerimaan diri yang positif. Menurut Allport (dalam Hjelle dkk., 1992), penerimaan diri adalah toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan kesadaran akan kekuatan-kekuatan pribadinya. Kepala keluarga yang berstasus sebagai OYPMK yang memiliki penerimaan diri yang baik tentunya akan lebih mampu mengelola emosinya terhadap realitas yang dihadapinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hurlock (2006) bahwa semakin baik seorang individu dapat menerima dirinya, maka semakin baik penyesuaian diri dan penyesuaian sosialnya. Penyesuaian diri yang positif adalah adanya keyakinan pada diri sendiri dan adanya harga diri sehingga timbul kemampuan menerima dan mengolah kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri, tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. Menurut Daradjat (1982) rasa dapat menerima diri dengan sungguhsungguh akan menghindarkan seseorang dari kemungkinan untuk jatuh pada rasa rendah diri (inferiority complex) atau hilangnya kepercayaan diri sehingga akan mudah tersinggung dan mudah pula menyinggung perasaan orang lain. Keliat (2009) mengemukakan bahwa individu dengan inferiority
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
complex cenderung mengkritik diri sendiri, memiliki perasaan tidak mampu, mengembangkan pandangan hidup yang pesimis, mengalami penurunan produkrivitas
dan
cenderung
mengembangkan
penolakan
terhadap
kemampuan diri. Sebagai gambaran, penelitian Sudikdo (2011) menunjukkan bahwa inferioritas adalah perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya kecenderungan untuk merasa kurang atau menjadi kurang sehingga tidak bisa menunjukkan kebolehannya secara optimal. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa seorang kepala keluarga dengan penerimaan diri negatif cenderung merasa kurang sehingga tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara optimal. Hal ini tentu berdampak buruk pada kepala keluarga yang notabene memiliki tanggungjawab besar terhadap keluarganya. Kondisi di atas secara implisit mencerminkan pentingnya penerimaan diri, terlebih bagi kepala keluarga yang menyandang status sebagai OYMPK. Penerimaan diri dibutuhkan agar OYPMK khususnya yang berperan menjadi seorang kepala keluarga tidak hanya mengakui kelemahan dan terpaku pada keterbatasan yang dimiliki, tetapi juga mampu mengembangkan berbagai potensi yang masih dimiliki. Selain itu, OYPMK diharapkan dapat menjalani kehidupannya secara normal, seperti kembali bekerja dan memberi nafkah bagi keluarganya (Menkes RI, 2013). Orang
Yang
Pernah
Mengalami
Kusta
mengalami
berbagai
diskriminasi dalam bentuk penolakan dari masyarakat dan tidak dapat memperoleh pekerjaan karena stima yang melekat pada penyakit kusta. Hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
tersebut merupakan hasil penelitian mengenai isu sosial budaya pada kontrol dan manajemen kusta oleh ML. Wong. Dalam kasus penderita kusta, kegagalan kepala keluarga untuk memperoleh pekerjaan tentunya dapat membuat mereka makin merasa tertekan. Oleh karena itu, penerimaan diri berperan sangat penting bagi kepala keluarga yang merupakan OYPMK. Gambaran diri pada kepala keluarga yang merupakan OYPMK penerimaan diri berdampak besar terhadap penyesuaian diri dan penyesuaian sosial OYPMK. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang gambaran dan tahapan penerimaan diri kepala keluarga yang berstatus OYPMK melalui kemauan individu untuk dapat mengakui dan menerima diri apa adanya diawali proses mengetahui kelebihan, kekurangan, dan atribut pribadi lainnya, sehingga individu mampu membandingkan antara dirinya yang ideal dengan yang riil. Setelah membandingkan diri ideal dengan yang riil, diharapakan individu idealnya dapat menerima kondisi tersebut, sambil terus berusaha mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal dengan bekerja mencari nafkah bagi keluarga dan semakin dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dikemukakan permasalahan penelitian yang akan ditemukan jawabnya melalui penelitian ini, antara lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
yaitu: Bagaimana gambaran proses dan tahapan penerimaan diri pada kepala keluarga yang berstatus OYPMK?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penerimaan diri pada kepala keluarga yang merupakan OYPMK dilihat dari proses dan tahapan yang dilalui.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi dan masukan terhadap disiplin ilmu pengetahuan psikologi sosial dalam hal mempelajari gambaran penerimaan diri pada kepala keluarga yang merupakan OYPMK. 2. Manfaat Praktis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kepala keluarga yang merupakan OYPMK untuk memahami konsep penerimaan diri mereka, sehingga mampu menyesuikan diri dengan masyarakat. 2) Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi orangorang sekitar mengenai pentingnya penerimaan diri kepala keluarga yang merupakan OYPMK sehingga orang-orang sekitar dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk bersikap terhadap mereka. Dengan mendapatkan sikap yang tepat dari orang-orang sekitar,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
diharapkan mampu membantu individu dalam mencapai penerimaan dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENERIMAAN DIRI 1. Pengertian Penerimaan Diri Menurut Johnson (1993) sebagaimana dikutip oleh Putri dan Hamidah (2012), penerimaan diri dipandang sebagai suatu keadaan saat seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri. Ahli lain yaitu Chaplin (2004) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya penerimaan diri merupakan aset pribadi yang sangat berharga. Supratiknya (1995) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah sikap memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain. Individu yang menerima dirinya menurut Jersild (Pancawati, 2013) adalah individu yang menghormati dirinya serta hidup nyaman dengan keadaan dirinya, mampu mengenali harapan, keinginan, rasa takut serta
permusuhan-permusuhan
dalam
10
dirinya
dan
menerima
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
kecenderungan-kecenderungan emosinya bukan dalam arti puas dengan diri sendiri tetapi memiliki kebebasan untuk menyadari sifat dari perasaanperasaan tersebut. Menurut Allport (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992), penerimaan diri adalah toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan menyadari kekuatan-kekuatan pribadinya. Allport mengkorelasikan definisi ini dengan emotional security sebagai salah satu dari beberapa bagian positif kesehatan mental, dimana penerimaan diri merupakan bagian lain dari kepribadian yang matang. Hal ini terjadi ketika individu menerima diri sebagai seorang manusia, dan ini membuatnya mampu mengatasi keadaan emosionalnya sendiri tanpa mengganggu orang lain. Seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik akan lebih mampu menekan dan menyesuaikan kondisi emosionalnya dengan realitas yang dihadapinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hurlock (1974) bahwa semakin baik seorang individu dapat menerima dirinya, maka semakin baik penyesuaian diri dan penyesuaian sosialnya. Penyesuaian diri yang positif adalah adanya keyakinan pada diri sendiri dan adanya harga diri sehingga timbul kemampuan menerima dan mengolah kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
efektif. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri, tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. Sartain (dalam Handayani, 2000) mengatakan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima dirinya adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa usaha untuk mengembangkan lebih lanjut. Seseorang yang telah menerima dirinya, berarti orang tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya “saat ini”, serta mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani, 2000). Sulaeman (1995) mengemukakan bahwa seseorang yang menerima dirinya memiliki penghargaan yang tinggi tentang sumber-sumber yang ada pada dirinya digabung dengan penghargaan tentang kebergunaan dirinya, percaya akan norma-norma serta keyakinan-keyakinan sendiri dan juga mempunyai pandangan realistik tentang keterbatasan-keterbatasannya tanpa menimbulkan tindakan penolakan diri. Hal ini berarti bahwa penerimaan diri adalah individu yang menerima kehadiran dirinya mengenal dan menghargai potensi-potensi dirinya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah perwujudan dari rasa puas dan senang seseorang terhadap diri dan kemampuannya, serta dapat menerima diri apa adanya dengan segala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
keterbatasan namun tetap menghargai potensi yang dimiliki dan ada usaha untuk mengembangkan potensi tersebut demi kelangsungan hidupnya.
2. Aspek-aspek penerimaan diri Penerimaan diri memiliki beberapa aspek. Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyebutkan bahwa aspek-aspek penerimaan diri meliputi: a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain. c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. d. Tidak malu atau serba takut dicela orang lain. e. Mempertanggung jawabkan perbuatannya. f. Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. g. Menerima pujian atau celaan secara objektif. h. Tidak menganiyaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). i. Tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas halhal tersebut. Selain itu menurut Jersild (1963) aspek-aspek penerimaan diri meliputi: a. Memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
b. Memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini-opini individu lain. c. Memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus malu akan keadaanya. d. Mengenali kelebihan-kelebihan dirinya dan bebas memanfaatkanya. e. Mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri. f. Memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab yang tinggi. g. Menerima potensi dirinya tanpa harus menyalahkan diri atas kondisikondisi yang berada di luar kontrol dirinya. h. Tidak melihat diri sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan-keinginanya. i. Merasa berhak untuk memiliki ide-ide dan keinginan serta harapan tertentu serta tidak merasa iri akan kepuasan yang belum diraih. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penerimaan diri meliputi: a. Individu mampu menerima kondisi diri, yaitu memiliki kemampuan untuk memandang dirinya dengan realistis tanpa harus menjadi malu dengan keadaanya, mampu menerima kelebihan serta kekurangan dirinya. b. Penghargaan terhadap diri sendiri, yaitu mempunyai penilaian realistis akan potensinya, mengenali kelebihan-kelebihan dirinya serta dapat memanfaatkannya. c. Kontrol diri yang baik, yaitu dapat menerima segala kondisi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang berada di luar jangkauan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
dirinya. Tidak dikuasai rasa marah, takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan yang tidak terpenuhi. d. Memiliki ide-ide dan harapan, yaitu dapat optimis dalam menjalani hidup, mempunyai keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Hurlock (2006) menyatakan bahwa penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adalah: a. Pemahaman diri Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri, tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam mengenali diri. Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula. b. Harapan-harapan yang realistik Harapan-harapan yang realistik akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
c. Bebas dari hambatan lingkungan Harapan individu yang tidak tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Hambatan lingkungan ini bisa berasal dari orang tua, teman, maupun orang dekat lainnya. Penerimaan diri akan dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu berada memberikan dukungan yang penuh. d. Sikap lingkungan seseorang Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya. e. Ada tidaknya tekanan yang berat Tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupun di lingkungan
kerja
akan
mengganggu
seseorang
dan
menyebabkan
ketidakseimbangan fisik dan psiklogis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan seseorang untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri. f. Frekuensi keberhasilan Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensi kegagalan antara satu orang dengan yang lain berbeda-beda. Semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan individu yang bersangkutan menerima dirinya dengan baik. g. Ada tidaknya indentifikasi seseorang Pengenalan orang-orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik akan memungkinkan berkembangnya sikap positif terhadap dirinya serta mempunyai contoh atau metode yang baik bagaimana harus berperilaku. h. Perspektif diri Perspektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri. Namun perspektif diri yang objektif dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya akan memudahkan dalam penerimaan diri. i. Konsep diri yang stabil Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dalam usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka dia akan kesulitan memahami diri dan menerimanya sehingga terjadi penolakan pada dirinya sendiri. Hal imi terjadi karena individu memandang dirinya selalu berubah-ubah.
4. Dampak Penerimaan Diri Hurlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
sosialnya. Kemudian Hurlock (1974) membagi dampak dari penerimaan diri dalam dua kategori yaitu: a. Dalam penyesuaian diri Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence). Selain itu juga lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif hal tersebut dikarenakan memiliki anggapan yang realistik terhadap dirinya maka akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. b. Dalam penyesuaian sosial Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain, seperti menunjukkan rasa empati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri, sehingga mereka itu cenderung untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Penerimaan diri sangat berhubungan erat dengan konsep diri karena penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
diri dan kepribadian yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai dengan realitas.
5. Proses/ Tahapan Penerimaan Diri Teori yang dikemukakan Kubbler Ross merupakan teori yang dikenal sebagai The Five Stage of Dying. Teori ini didasari oleh penelitian dan wawancara dengan lebih dari 500 pasien yang akan menghadapi kematian. Teori tersebut menjelaskan, dalam lima tahapan proses ketika pasien mengatasi dan berhadapan dengan kedukaan dan tragedi, terutama ketika didiagnosa memiliki penyakit berat atau mengalami kerugian yang sangat besar. Teori yang disampaikan membawa kesadaran awal akan kepekaan yang dibutuhkan untuk perlakuan yang lebih baik atas individu yang sedang mengalami sakit atau penyakit berat. Kubbler Ross (dalam Tomb, 2003) mengemukakan bahwa sikap penerimaan (acceptance) terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak ada harapan. Teori yang diajukan Kubler Ross ini tidak hanya terpaku pada tahapan ketika seseorang berduka saja namun juga pada tahap dimana seseorang meraa kehilangan. Penderita kusta termasuk dalam kategori kehilangan aspek diri. Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, dan psikologis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Menurut Kubler Ross (dalam Tomb, 2003), sebelum mencapai pada tahap acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan yang meliputi: 1. Tahap denial (penolakan), yakni tahapan dimana seseorang menolak kondisi dirinya. 2. Tahap anger (marah), yakni tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi/ marah dengan kondisi yang dialami. 3. Tahap bargainning (tawar-menawar), yakni tahapan dimana sesorang mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut. 4. Tahap depression (depresi), yakni tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan. 5. Tahap Acceptance (penerimaan), yakni tahapan dimana seseorang telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan dirinya dengan tenang.
B. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Zulkifli, 2003). Penyakit kusta adalah penyakit kronik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
yang disebabkan oleh kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Kuman ini pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin, 2000).
2. Penyebab Penyakit Kusta Penyakit kusta sebagaimana dijelaskan oleh
Zulkifli (2003)
disebabkan oleh kuman yang dinamakan sebagai micobakterium, dimana micobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya ”Micobacterium tubercolose”, ”mycobakterium leprae”) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.
3. Bentuk-bentuk Penyakit Kusta Penyakit kusta sebagaimana dijelaskan oleh Zulkifli (2003) terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber kuloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
sedikit kuman. Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat tidak stabil dan mudah berubah-ubah.
4. Dampak Penyakit Kusta Sub Direktorat Kusta dan Frambusia (2007) menyatakan bahwa seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami trauma psikis, sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita akan bereaksi sebagai berikut: Mencari pertolongan pengobatan Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia dan keluarganya menderita penyakit kusta Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk keluarganya. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya penderita bersifat masa bodoh terhadap penyakitnya. Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka timbullah berbagai masalah baru antara lain: Masalah Terhadap Diri Penderita Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri,merasa tekan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Masalah Terhadap Keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan tradisional,keluarga takut di asingkan oleh masyarakat di sekitarnya. Masalah Terhadap Masyarakat. Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan agama sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang menular dan tidak dapat diobati.
5. Penanganan Penyakit Kusta Salah satu cara penanganan penyakit kusta yang telah lama dilaksanakan adalah melalui program MDT (Multi Drug Therapy). Program MDT ini dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifampisin, dan klofazimin. Selain untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat,
penggunaan
MDT
dimaksudkan
juga
untuk
mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka putus-obat (drop-out rate) yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson. Di samping itu diharapkan juga MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan (http://id.wikipedia.org/wiki/Kusta)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
C. PENERIMAAN DIRI KEPALA KELUARGA BERSTATUS ORANG YANG PERNAH MENGALAMI KUSTA (OYPMK) Seorang kepala keluarga yang merupakan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) akan mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari hal tersebut timbullah masalah terhadap diri OYPMK. Zulkifli (2003) menjelaskan bahwa pada umumnya OYPMK merasa rendah diri, mengalami tekanan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan diri mereka yang kurang wajar. Mereka merasa malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga menjadi beban bagi orang lain, sehingga sebagai seorang kepala keluarga dirinya merasa gagal. Masalah yang muncul sebenarnya berasal dari dalam diri individu itu sendiri, begitu juga dengan orang cacat fisik akibat penyakit kusta yang tanpa sadar menciptakan rantai masalah yang berakar dari problem penerimaan diri. Kondisi fisik seseorang (kesempurnaan, kecantikan, dll) sangat memegang peranan penting dalam pembentukan konsep diri (Suyanto, 2006). Di lain pihak, konsep diri yang stabil sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1999) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisik seseorang mempengaruhi penerimaan dirinya. Laki-laki dan perempuan pun juga memiliki perbedaan dalam pembentukan penerimaan diri. Beberapa penelitian telah dilakukan, salah satunya oleh Wilson & Wilson (dalam Pudjijogyanti, 1985) yang telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
meyimpulkan bahwa penerimaan diri laki-laki dan perempuan berbeda. Penerimaan diri laki-laki bersumber pada keberhasilan pekerjaan, persaingan dan kekuasaan. Penerimaan diri wanita bersumber pada keberhasilan tujuan pribadi, citra fisik dan keberhasilan dalam hubungan keluarga. Dalam kasus kusta sendiri laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan perempuan, dengan perbandingan 2:1 (Harahap, 2000). Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri karena laki-laki akhirnya harus memikul tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Harus disadari bahwa kepala keluarga juga tidak hanya seorang laki-laki namun juga perempuan yang secara otomatis menjadi kepala keluarga seperti misalnya ketika ditinggal suaminya untuk selama-lamanya, perceraian dan lain-lain. Perlakuan yang kurang tepat kerap diterima penderita kusta. Pemahaman yang keliru melahirkan tindakan yang keliru pula. Penderita kusta menjadi semakin malang, ketakutan masyarakat tertular penyakit ini membuat mereka tega mengusir penderita kusta. Bahkan penderita yang sudah sembuh dan tidak lagi menularkan penyakit mendapat kesulitan untuk memulai hidupnya lagi. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa mereka mendapat perlakuan yang sangat tidak menyenangkan karena penyakit kusta. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis Margaret Chan, aktivis WHO untuk “Komisi Penyakit Menular” bahwa ada ribuan jenis penyakit di dunia ini, tetapi penyakit kusta adalah satu-satunya penyakit yang bahkan setelah penderitanya sembuhpun, masyarakat masih belum bisa menerimanya kembali (Surbakti, 2009). Oleh karena itu, penyakit ini masih menjadi salah satu masalah besar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
dalam dunia kesehatan di Indonesia, mengingat bahwa Indonesia menempati posisi ketiga jumlah penderita kusta terbesar di dunia setelah Brasil dan India. Dampak dari penyakit ini tidak hanya pada fisik saja tetapi juga sosial dan ekonomi. Tidak adanya tempat bagi kepala keluarga yang merupakan OYPMK di tengah-tengah masyarakat bahkan keluarga semakin membuat mereka terkucilkan dan terbuang. Apalagi status mereka sebagai “mantan” penderita kusta tidak mengurangi asumsi masyarakat yang masih menganggap bahwa mereka adalah orang-orang yang harus diasingkan karena dapat menularkan penyakit yang menakutkan. Hal ini cukup membuat kepala keluarga yang merupakan OYPMK memiliki beban psikis yang berat. Karena selain mereka mengalami cacat tubuh yang sifatnya permanen, mereka juga dihadapkan pada kenyataan dimana mereka tidak diterima masyarakat dan bahkan keluarga. Hal ini menjadi sangat berpengaruh terhadap penerimaan diri mereka. Apakah dengan pandangan masyarakat terhadap keadaan mereka saat ini, tetap membuat mereka mampu menerima dirinya secara positif atau tidak. OYPMK dihadapkan pada situasi dimana pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menjalin interaksi dengan orang lain, OYPMK adalah mereka yang telah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta. Pada dasarnya individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul perasaan, pikiran atau persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan (Pudjijogyanti, 1985). Biasanya kepala keluarga yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
merupakan OYPMK mengalami kesulitan dalam mempertahankan keselarasan batinnya, karena harapan untuk bisa diterima kembali oleh lingkungan, bisa berinteraksi dengan bebas, serta bisa beraktifitas dengan lancar seperti sebelum mengalami kusta tidak sesuai dengan kenyataan. Perubahan yang terjadi dalam kehidupan para kepala keluarga yang merupakan OYPMK akan memengaruhi bagaimana penerimaan diri yang mereka miliki saat ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri kepala keluarga yang merupakan OYPMK merupakan perwujudan dari rasa puas dan senang mereka terhadap diri dan kemampuannya, serta dapat menerima diri apa adanya dengan segala keterbatasan namun tetap menghargai potensi yang dimiliki dan ada usaha untuk mengembangkan potensi tersebut demi kelangsungan hidupnya. Penerimaan diri adalah sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap penerimaan diri ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihan sekaligus menerima kelemahankelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkan diri (Helmi dkk, 1998). Penerimaan diri ini dibutuhkan agar kepala keluarga yang merupakan OYPMK tidak hanya mengakui kelemahan dan terpaku pada keterbatasan yang dimiliki, tetapi juga mampu mempergunakan berbagai potensi yang masih dimiliki agar dapat menjalani kehidupannya secara normal. Secara umum, tahapan penerimaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
diri pada OYPMK berdasarkan tahapan penerimaan diri menurut Kubbler Ross, yakni: 1. Tahap denial (penolakan) Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima fakta bahwa dirinya merupakan OYPMK,
perasaan
individu
selanjutnya
akan diliputi
kebingungan. Bingung bingung akan apa yang harus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal ini dapat terjadi pada dirinya. Kebingungan ini sangat manusiawi, karena penyakit kusta masih dinilai sebagai penyakit menular yang membahayakan. Kadang, individu memiliki perasaan yang kuat untuk menolak keadaan bahwa dirinya pernah terkena penyakit kusta. Tindakan penolakan ini bukan untuk meredakan kesedihan, tetapi akan semakin menyiksa perasaan individu tersebut. Tidak mudah bagi individu manapun untuk dapat menerima apa yang sebenarnya terjadi. Kadangkala, terselip rasa malu pada dirinya untuk mengakui bahwa hal tersebut dapat terjadi padanya. Keadaan ini bisa menjadi bertambah buruk, jika keluarganya mengalami tekanan sosial dari lingkungan akibat status dirinya sebagai OYPMK. Kadang dalam hati muncul pernyataan ”tidak mungkin hal ini terjadi pada saya” (Safaria, 2005). Anggota keluarga yang menunjukkan koordinasi yang buruk, kurangnya kerjasama dan kehangatan merupakan kondisi yang membuat individu justru akan menghadapi risiko terjadinya gangguan penyesuaian diri (Santrock, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
2. Tahap anger (marah) Tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi/ marah pada OYPMK dan menjadi peka dan sensitif terhadap masalah- masalah kecil yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan. Kemarahan tersebut biasanya ditujukan pada saudara, keluarga, atau teman – teman. Pernyataan yang sering muncul dalam hati (sebagai reaksi atas rasa marah) muncul dalam bentuk ”Tidak adil rasanya...”, ” Mengapa saya yang mengalami ini?” atau ”Apa salah saya?” (Safaria, 2005). 3. Tahap bargainning (tawar – menawar) Tahapan dimana individu mulai berusaha untuk menghibur diri dengan pernyataan seperti “Mungkin kalau saya menunggu lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya” dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi fisiknya saat ini (Safaria, 2005). 4. Tahap Depression (depresi) Tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan (Safaria, 2005) Putus asa, sebagai bagian dari depresi, akan muncul saat individu mulai membayangkan masa depan yang akan dihadapinya. Terutama jika mereka memikirkan bagaimana dirinya dapat bertahan hidup dengan kondisinya saat ini. Harapan atas masa depan individu menjadi keruh, dan muncul dalam bentuk pertanyaan ”Akankah saya mampu hidup mandiri dan berguna bagi orang lain?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
5. Tahap Acceptance (penerimaan) Tahapan dimana individu telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan dirinya dengan tenang. Individu cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dirinya (Safaria, 2005). Kemampuan penyesuaian diri dari OYPMK akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. OYPMK yang mampu menyesuaikan diri dengan baik akan memiliki kondisi psikologis yang sehat dan akan berdampak positif bagi perkembangan dirinya. Sebaliknya, OYPMK yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik akan memiliki kondisi psikologis yang tidak sehat dan akan berdampak negatif bagi perkembangan dirinya (Gunarsa, 2003).
D.
PERTANYAAN PENELITIAN Dari uraian diatas, maka timbul pertanyaan penelitian tentang bagaimana gambaran proses dan tahapan penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III OLOGI PENELITIAN METOD METODOLOGI
A. METODE PENELITIAN KUALITATIF Dalam penelitian penerimaan diri kepala keluarga berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) ini, peneliti mengunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena yang dialami subjek secara holistik dengan cara mendiskrispsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dalam konteks ilmiah serta menggunakan dan memanfaatkan metode ilmiah (Moleong, 2007). Penelitian kualitatif ini digunakan karena metode kualitatif diharapkan dapat memberikan suatu penjelasan yang detail dan terperinci tentang permasalahan
yang
diteliti.
Selain
itu,
pendekatan
kualitatif
mempertimbangkan suatu fenomena yang memiliki arti dan makna tertentu yang sulit diungkapkan secara kuantitatif. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin mengetahui secara mendalam, menggambarkan dan menganalisis penerimaan diri kepala keluarga berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).
B. FOKUS PENELITIAN Penerimaan diri kepala keluarga yang bestatus OYPMK merupakan perwujudan dari rasa puas dan senang terhadap diri dan kemampuan yang dimiliki serta dapat menerima diri apa adanya dengan segala keterbatasan
31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
namun tetap menghargai potensi yang dimiliki dan adanya usaha untuk mengembangkan potensi demi kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Penerimaan diri kepala keluarga berstatus OYPMK dapat disimpulkan dalam empat aspek yaitu individu mampu menerima kondisi diri, adanya penghagaan teraap diri sendiri, kontrol diri yang baik, dan memiliki ide-ide serta harapan. Data penerimaan diri kepala keluarga dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan kepala keluarga yang berstatus OYPMK.
C. SUBJEK PENELITIAN Dalam pengambilan subjek, peneliti menggunakan purposive sampling dimana subjek penelitian tidak diambil secara acak melainkan disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yang disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun kriteria tersebut adalah kepala keluarga yang berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Untuk mendapatkan subjek yang sesuai kriteria, peneliti berkonsultasi dengan dokter selaku kepala puskesmas yang ada di Mandomai, Kalimantan Tengah. Dokter kemudian memilihkan beberapa calon subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria. Setelah melakukan pendekatan dan kesedian kepada calon subjek, peneliti kemudian mendapatkan 3 subjek penelitian. Ketiga subjek tersebut terdiri dari satu orang ibu yang menjadi kepala keluarga yang menggantikan posisinya suaminya yang telah meninggal, satu orang bapak yang tinggal pisah rumah dengan istri anaknya, serta satu orang ibu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
menjadi kepala keluarga setelah diceraikan oleh suaminya karena penyakit kusta yang diderita.
D. BATASAN ISTILAH 1. Penerimaan diri Penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain (Supratiknya, 1995). Penerimaan diri memiliki beberapa aspek. Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyebutkan bahwa aspek-aspek penerimaan diri meliputi: a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain. c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain. e. Mempertanggung jawabkan perbuatannya. f. Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. g. Menerima pujian atau celaan secara objektif. h. Tidak menganiyaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). i. Tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas halhal tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
Menurut Kubler Ross (dalam Tomb, 2003), sebelum mencapai pada tahap acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan yang meliputi: a. Tahap denial (penolakan), yakni tahapan dimana seseorang menolak kondisi dirinya. b. Tahap anger (marah), yakni tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi/ marah dengan kondisi yang dialami. c. Tahap bargainning (tawar-menawar), yakni tahapan dimana sesorang mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut. d. Tahap depression (depresi), yakni tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan. e. Tahap Acceptance (penerimaan), yakni tahapan dimana seseorang telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan dirinya dengan tenang. 2. OYMPK OYMPK adalah orang yang pernah mengalami penyakit kusta, yakni penyakit
kronik yang disebabkan oleh kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin, 2000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
3. Kepala Keluarga Kepala keluarga adalah a). suami, untuk istri dan anak-anak, anak-anak tiri, anak-anak angkat dan anak-anak lainnya yang belum cukup umur yang merupakan keluarga sedarah; b). wanita dewasa yang tidak (lagi) bersuami atau janda, untuk anak-anak, anak-anak tiri, anak-anak angkat dan anakanak lainnya yang belum cukup umur yang merupakan keluarga sedarah; c). Laki-laki atau perempuan yang meskipun belum cukup umur tetapi sudah mempunyai pendapatan sendiri, dan/atau tidak dapat membuktikan bahwa kehidupannya ditanggung oleh orang tuanya
E. METODE PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian kualitatif tentang gambaraan penerimaan diri kepala keluarga berstatus Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK), pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah metode pengumpulan data dalam penelitian disaat peneliti mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Menurut Poerwandari (1998) salah satu metode pengumpulan data adalah wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Wawancara merupakan proses interaksi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden. Wawancara bercorak semi terstruktur, dengan pertanyaan bertipe terbuka. Dikatakan semi terstruktur karena topik sudah ditentukan sebelumnya, yaitu berdasarkan indikator penelitian, namun rumusan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
pertanyaan tidak baku, disesuaikan dengan situasi dan ciri unik subjek. Pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari (Moleong, 2007). Wawancara
dikatakan
bertipe
terbuka,
karena
pertanyaan-
pertanyaan tidak mengarah subjek untuk menjawab berdasarkan pilihanpilihan jawaban tertentu, melainkan memberikan kebebasan kepada subjek dalam merespon. Penelitian ini menggunakan jenis wawancara semi terstruktur dimana dalam pengambilan datanya peneliti menggunakan seperangkat pertanyaan baku akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan kondisi dan situasi dari subjek. Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur karena ingin mengetahui lebih dalam tentang informasi atau keterangan yang diberikan oleh subyek penelitian berdasarkan pertanyaan yang telah dibuat. Dalam penelitian ini, peneliti membuat pedoman wawancara yang mengacu pada definisi penerimaan diri, aspek penerimaan diri, serta tahapan kepala keluarga berstatus OYPMK. Dari acuan di atas maka peneliti kemudian menggali beberapa hal seperti : Tabel 3.1 Daftar Pedoman Wawancara No 1.
Aspek Latar Belakang
Pernyataan a. Awal mula subjek mengetahui menderita penyakit kusta b. Perasaan subjek saat itu c. Pikiran subjek saat itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
Aspek Penerimaan 1 : Menerima kondisi diri
3.
Aspek Penerimaan 2 : Adanya penghargaan terhadap diri sendiri
4.
Aspek Penerimaan 3 : Kontrol diri yang baik
5.
Aspek Penerimaan 4: Memiliki ide dan harapan
37
a. Bagaimana subjek menganggap dirinya ketika ditetapkan sebagai penderita kusta b. Perasaan subjek terhadap penyakit yang dideritanya c. Bagaimana subjek mengenali kelemahan dan kelebihan dirinya d. Sikap subjek terhadap pujian atau celaan yang diberikan oleh orang lain a. Kepercayaan diri yang dimiiliki subjek setelah sembuh dari penyakit kusta b. Perasaan sederajat atau tidaknya dengan orang lain a. Bagaimana emosi subjek b. Cara subjek memandang dirinya a. Prinsip hidup subjek b. Ide harapan subjek yang muncul
F. METODE ANALISIS DATA Menurut Moleong, dalam bukunya berjudul metodologi penelitian kualitatif (1989) yang dimaksud dengan analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini langkah-langkah yang digunakan untuk analisis data adalah 1. Pengumpulan data Semua data yang ada di penelitian ini diambil dengan wawancara dengan subjek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
2. Mereduksi data Reduksi
data
adalah
bentuk
analisis
yang
memilih,
menggolongkan, mengarahkan, dan mengorgansasikan data (Miles, 1992). Pada penelitian ini data yang telah dikumpulkan diberi kode kemudian dipilih sesuai dengan fokus penelitian. Data itu kemudian diorganisasikan dan digolongkan dalam tema atau kategori tertentu. 3. Mengintepretasikan Informasi yang telah tersusun kemudian di intepretasikan dengan cara menghubungan dengan teori yang digunakan.
G. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA G.PEMERIKSAAN Dalam penelitian kualitatif terdapat berbagai cara untuk menguji keabsahan
suatu
data
seperti
perpanjangan
keikutsertaan,
ketekunan
pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat melalui diskusi, pengecekan anggota, uraian rinci dan audit kebergantungan (Moleong, 2007). Pada penelitian ini, uji keabsahan data menggunakan cara melakukan pengecekan melalui diskusi. Diskusi ini dilakukan bersama dosen pembimbing dengan cara peneliti memaparkan hasil sementara dan hasil akhir penelitian. Diskusi ini bertujuan untuk melihat kebenaran hasil penelitian serta dan mencari kekeliruan peneliti dalam interpretasi dengan klarifikasi penafsiran dari dosen pembimbing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROSES PENGAMBILAN DATA 1. Pelaksanaan Dalam proses pengambilan data, peneliti mendapatkan subjek melalui seorang rekan yang tinggal di Kabupaten Kuala Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Dari beberapa orang yang bersedia menjadi subjek, ditemukan 3 yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian ini. Kriteria subjek yang dicari oleh peneliti adalah OYPMK dan berstatus sebagai kepala keluarga. Setelah melakukan proses pendekatan melalui media
handphone serta bertatap muka langsung dengan mengunjungi rumah subjek, peneliti melakukan wawancara langsung dengan para subjek. Berikut adalah daftar pelaksanaan wawancara langsung dengan subjek: Tabel 4.1 Daftar Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek No.
Inisial
1
KY
2
BM
3
NR
Hari, Tanggal/ jam
Jumat, 8 November 2013/ 09.00 - 09.30 Jumat, 8 November 2013/ 12.00 - 12.28 Sabtu, 9 November 2013/ 08.00 – 08.35
39
Tempat
Rumah Subjek di Mandomai Rumah Subjek di Mandomai Rumah Subjek di Mandomai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
2. Data Subjek Para subjek merupakan kepala keluarga yang berstatus OYPMK. Meski demikian, subjek tersebut memiliki usia, jenis kelamin, pendidikan dan jenis pekerjaan yang berbeda. Berikut adalah uraian data subjek: Tabel 4.2 Identitas Subjek Penelitian No.
Inisial
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
1
KY
29 thn
Perempuan
SMP
Petani
2
BM
32 thn
Laki-laki
SD
Tukang
3
NR
25 thn
Perempuan
SMP
Penjahit
3. Latar Belakang Subjek Latar belakang subjek didapatkan melalui kunjungan peneliti ke rumah ketiga subjek sebelum pengumpulan data dengan pedoman wawanara dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memperkaya data serta membangun kedekatan (rapport) dengan ketiga subjek. a. Subjek 1 Subjek 1 adalah seorang wanita yang secara otomatis menjadi kepala keluarga ketika ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh suaminya. Subjek yang berinisial KY ini hidup bersama keempat orang anaknya dalam satu rumah yang sangat sederhana. Rumah tersebut tergolong rumah yang kurang layak dihuni. Hal ini terlihat dari lantai yang digunakan masih berupa tanah, serta terlihat kurang adanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
sirkulasi udara yang baik dimana pada pagi hari rumah subjek tidak mendapat sinar matahari sehingga didalam gelap dan pengap. Sepeninggal almarhum suaminya, KY melanjutkan pekerjaan yang dulunya dilakukan suaminya yaitu mengurus sawah milik orang. Namun, tidak hanya bersawah subjek juga bekerja serabutan seperti mencuci piring ketika ada orang yang meminta bantuannya setelah mnegadakan acara besar dan membersihkan rumput liar dipekarangan rumah orang. Hal ini dilakukan subjek untuk memenui kebutuhan hidup serta membiayai keperluan sekolah anak-anaknya. Pada awalnya subjek tidak mengerti bahwa gejala yang dialaminya adalah gejala penyakit kusta. Geala awal yang muncul adalah kerusakan saraf
terutama
saraf
tepi,
dimana
subjek
kehilangan sensabilitas kulit dan kelemahan otot. Pada akhirnya subjek berobat dan mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit kusta dari tenaga medis di puskesmas setempat. Subjek terkejut dan tidak percaya. Subjek juga sempat mengurung diri karena merasa malu. Penyakit kusta yang dialami subjek merupakan penyakit kusta bentuk basah atau tipe leprometosa, dimana subjek mengalami kerontokan alis serta kaki yang membusuk karena luka yang sekarang telah mengering. b. Subjek 2 Subjek 2 adalah seorang pria yang berinisial BM yang merupakan seorang kepala keluarga. Subjek mengaku bahwa sudah dua tahun belakangan tidak tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Subje
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
mengaku ditinggalkan oleh istrinya karena penyakit kusta yang dideritantya. Subjek tinggal sendiri dan mengurus dirinya sendiri. Rumah subjek termasuk rumah yang sangat sederhana dengan perabotan tua dan berdebu didalamnya. Tampak rumah yang kurang terawat karena barang-barang berserakan serta ruangan gelap dan pengap. BM bekerja sebagai seorang tukang, namun seperti subjek 1, subjek 2 juga melakukan berbagai pekerjaan lain yang bisa dikerjakannya seperti merumput. Subjek mengatakan bahwa dirinya bekerja karena ingin tetap menafkahi istri dan anaknya walaupun tidak tinggal bersama-sama. Subjek juga mengatakan bahwa ada keinginan untuk dapat tinggal bersama lagi satu rumah bersama istri dan anaknya. Pada awalnya subjek mengira penyakit yang dideritanya hanyalah gejala penyakit deman dan gatal-gatal saja. Namun ketika diperiksakan subjek mengalami penyakit kusta bentuk basah atau tipe leprometosa, dimana subjek mengalami lesi kulit berupa kelainan kulit dengan bercak merah serta kehilangan jarinya akibat pembusukan. Namun ketika dinyatakan sembuh jari subjek tampak mengering meskipun tidak dapat kembali secara utuh seperti semula. c. Subjek 3 Subjek 3 berinisial NR merupakan seorang wanita muda yang menjadi kepala keluarga setelah diceraikan oleh suaminya. Subjek tinggal bersama satu orang anaknya. Rumah subjek memiliki ventilasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
yang baik, cahaya matahari dapat masuk dengan baik kedalam rumah. Rumah subjek cukup sederhana dengan lantai semen yang dilapisi karpet. Rumah juga tidak pengap dan nampak barang tertata dengan rapi. Sehari-harinya subjek bekerja sebagai seorang penjahit. Hal ini sesuai dengan kemampuan yang dimiliki subjek sejak dulu yaitu menjahit dan merancang model baju. Subjek mengatakan bahwa ketika diceraikan suaminya karena penyakit kusta yang dideritanya, subjek menjadi lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup dia dan anaknya. Subjek menyatakan keinginannya untuk menari pekerjaan yang lebih baik lagi, sehingga menjahit bisa dijadikan perkerjaan sampingan saja. Subjek menyatakan bahwa dia merasa jijik terhadap dirinya karena penyakit yang dideritanya. Subjek sempat tidak mau berobat sampai mengakibatkan kakinya membusuk. Penyakit kusta subjek 3 merupakan penyakit kusta bentuk basah atau tipe leprometosa, dimana subjek mengalami pembusukan pada kakinya. Kaki subjek sekarang terlihat lebih baik karena telah mengering.
B. HASIL PENELITIAN 1. Penerimaan diri subjek 1 Secara umum peneriman diri subjek 1 dapat digambarkan sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
a. Individu mampu menerima kondisi diri Individu yang mampu menerima kondisi dirinya tidak akan menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal. Sartain (dalam Handayani, 2000) memaparkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima dirinya adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Saat ini subjek telah beraktivitas seperti biasa dan berusaha bergaul secara normal. Subjek sadar bahwa dirinya harus bangkit demi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Iya dik..bagaimanapun saya harus berguna. Diri saya ini harus ada artinya. Ya arti untuk anak-anak saya juga untuk orang sekitar. Saya senang bisa diberi tambahan pekerjaan seperti merumput. Artinya orang lain juga menghargai kemampuan saya dan saya bisa membantu orang dengan tenaga saya. Saya kan punya kemampuan bekerja apa saja serabutan bisa.” WS1 B 44 Subjek juga pernah merasakan dikucilkan oleh tetangganya, tetapi tidak semuanya mengucilkan. Masih banyak masyarakat yang bersikap wajar terhadap dirinya. Hal ini mendorong subjek untuk tetap bergaul secara baik dengan lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara berikut ini: “Ohh.. pernah dek. Tetangga sebelah sampai saat ini tidak mau berbicara lagi kepada saya. Anak saya pernah ditanyai. Ya anak jujur langsung jawab saya sakit kusta. Mungkin tetangga takut terkena seperti saya. Tapi tidak semua seperti itu dek. Masih banyak orang yang menganggap saya ya seperti orang biasa saja. Orang-orang yang juga bekerja di pehumaan bersama saya malah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
selalu menanyakan bagaimana keadaan saya. Mereka tidak menjauhi saya, biasa saja. Saya pun biasa saja tidak malu untuk berkumpul bersama warga disini. Kalau ada kegiatan ibu-ibu saya ikut juga.” WS1 B 36 Subjek juga mampu menerima kondisi dirinya dengan adanya sikap yang tidak malu atau serba takut dicela orang lain. Beberapa masalah psikososial akibat penyakit kusta ini dapat dirasakan baik oleh penderita kusta antara lain adalah perasaan malu dan ketakutan akan kemungkinan terjadinya kecacatan (Zulkifli, 2003). Seiring berjalannya waktu, subjek tidak lagi meras malu dan takut dengan kondisinya. Setelah sembuh, subjek pun kembali berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa merasa takut dicela. Hal ini dapat dipahami dari petikan wawancara di bawah ini: “Dulu awal-awal itu kan nebak-nebak sakit saya. Setelah tahu kan pada takut. Pernah ada yang bilang kalau saya tidak usah ikut dulu kalau ada acara warga tapi ya.. ehm saya kan memang merasa sakit waktu itu jadi saya rasa saya memang tidak ikut dulu kegiatan. Ada benarnya juga, mungkin warga juga nanti takut itu sama saya, haha Tapi sekarang ya ikut saja, tidak masalah juga.” WS1 B 52
b. Adanya penghargaan terhadap diri sendiri Penghargaan terhadap diri sendiri dapat terlihat dari adanya kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. Menurut Allport (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992), penerimaan diri merupakan toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan menyadari kekuatan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
kekuatan pribadinya. Hal ini mengindikasikan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan menyadari kekuatan atau kemampuan dalam dirinya. Saat ini kepercayaan diri subjek atas kemampuannya untuk menghadapi hidupnya sudah mulai tumbuh. Setelah sembuh dari sakit subjek telah kembali beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan wawancara berikut: “Setelah bapak meninggal, saya sendiri kepehumaan mengurus sawah.. sawah orang itu. Dulu masih ada bapak, kerja sebentar terus pulang ngurus anak-anak. Sekarang pagi sampai siang ya selalu dipehumaan. Pulang ya kalau siang kadang kalau tidak ada yang masak. Kalau ada yang minta cuci piring kalau ada acara pernikahan misalnya saya sering juga dimintai tolong. Nanti ada upah bisa untuk tambah-tambah”. WS1 B 8 Kepercayaan diri subjek untuk menyelesaikan permasalahan sendiri juga mulai tumbuh, misalnya masalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak. Hal ini tercermin dalam petikan wawancara berikut ini: “Kalau behuma itu kan sawah orang, saya diberi upah untuk mengurus sawah orang itu dek. Jadi bukan saya yang punya sawah. Walaupun bukan punya saya, saya kan diupah, saya harus bekerja baik-baik karena saya dipercaya oleh yang punya. Ya.. kalau untuk makan secukupnya selama ini bisa dik. Pernah pas saya gak ada uang anak pas bayar sekolah, saya kerja merumput dik cari tambahan juga. Jadi bisa cuci piring, merumput semua bisa jadinya.” WS1 B 10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
c. Adanya kontrol diri yang baik Kontrol diri yang baik ditunjukkan subjek melalui sikap tidak menganiaya
diri
sendiri
(mempermasalahkan
keterbatasan
atau
Sulaeman (1995) mengemukakan bahwa seseorang
yang
mengingkari kelebihanya)
menerima dirinya memiliki penghargaan yang tinggi tentang sumbersumber yang ada pada dirinya digabung dengan penghargaan tentang kebergunaan dirinya, percaya akan norma-norma serta keyakinankeyakinan sendiri dan juga mempunyai pandangan realistik tentang keterbatasan-keterbatasannya tanpa menimbulkan tindakan penolakan diri. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik cenderung tidak mempermasalahkan keterbatasan dirinya. Saat ini subjek telah mampu mampu menerima kondisi dirinya, sehingga tak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya. Saat ini subjek merasa bahagia karena telah sembuh dan dapat bekerja seperti dulu. Hal ini terlihat dari petikan wawancara berikut ini: “Sekarang saya biasa aja dek. Ya selain saya senang saya bisa sembuh saya kan bisa bekerja tidak dengan tenaga setengahsetengah lagi. Dulu kan kerja kalau sudah rasanya pusing sekali saya minum obat, sehabis minum obatpun masih sangat pusing. Tapi sekarang sudah bisa bekerja seperti biasa walaupun bekas luka masih keliatan ini (menunjuk jari kaki yang buntung).” WS1 B 24 Subjek juga mensyukuri keadaan dirinya saat ini, karena dengan keterbatasannya subjek mampu bekerja dan menghidupi keluarga. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara di bawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
“Bekerja itu ya untuk cari uang memberi makan anak. Apalagi bapaknya tidak ada. Saya dengan keadaan seperti ini bersyukur aja dek. Walaupun ada bekas dari sakitnya yang penting saya sehat saja. Bahagia juga bisa sembuh bisa tetap cari uang.” WS1 B 28 “Kalau hidup seperti ini saya sudah puas sudah bersyukur dik.. Hidup dirumah seperti ini.. yang tidak ada apa-apanya tidak apaapa. Yang penting saya sehat bisa bekerja dapat uang untuk anak makan dan sekolah.” WS1 B 30 Kontrol diri yang baik juga ditunjukkan subjek melalui sikap tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas halhal tersebut. Kubler Ross (dalam Tomb, 2003) memaparkan bahwa sebelum mencapai pada tahap acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan yang diantaranya tahapan penolakan dan tahap marah dengan kondisi yang dialami. Subjek tidak menyangkal terhadap emosi yang dirasakannya ketika dinyatakan menderita kusta. Subjek sempat merasa marah dengan berbagai cobaan yang dialaminya dan sempat takut bergaul dengan masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, subjek dapat menerima kondisi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini: “Marah? Sempat ada dek. Marahnya kenapa bisa saya terkena penyakit ini. Marahnya kenapa bapaknya juga meninggal dan setelah itu saya sakit seperti ini. Takut juga bergabung dengan warga. Tapi itu dulu.. saya sekarang.. yang sekarang menerima ini semua dik.” WS1 B 46
Kontrol diri subjek selanjutnya terlihat dari adanya sikap subjek dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya. Seseorang yang telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
menerima dirinya, berarti orang tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya “saat ini”, serta mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik memiliki keinginan untuk menjadi sosok yang bertanggung-jawab demi mengembangkan dirinya. Subjek terus berupaya untuk tumbuh menjadi sosok yang bertanggung-jawab ditunjukkan
dengan
dengan
perbuatannya.
keseriusannya
dalam
Hal
ini
bekerja
antara agar
lain dapat
menyekolahkan anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara berikut ini: “Kalau saya dapat kerja tambahan selain behuma bisa uangnya ditabung untuk biaya anak sekolah dek. Dua anak ini ingin saya sekolahkan menjadi dokter. Kalau dokter kan hidup dia bisa lebih baik dari sekarang. Dulu saya sekolah sampai SMP saya mau anak saya bisa sampai jadi dokter.” WS1 B 42
d. Memiliki ide-ide dan harapan Ide-ide dan harapan pada diri subjek ditunjukkan dengan mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. Penerimaan diri menurut Hurlock (1997) merupakan suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Saat ini subjek berusaha menjalani hidup dengan polanya sendiri dan ke depannya ingin mengalami kehidupan yang jauh lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari wawancara berikut ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
“Capek juga dek.. ya seandainya bapak masih hidup mungkin bisa hidup lebih baik. Tapi tidak apa-apa seperti ini saja. Tapi tetap saya ingin hidup yang lebih baik dik.” WS1 B 40 Subjek memiliki standar hidup yang positif, yakni memiliki tubuh yang sehat, bekerja untuk menafkahi dan menyekolahkan anakanaknya. Hal ini dapat diamati berdasarkan petikan wawancara di bawah ini: “Sayanya sehat, ada tenaganya jadi bisa kepehumaan kerja dek. Uangnya untuk memberi makan anak dan sekolahnya dek.” WS1 B 48
2. Penerimaan diri subjek 2 Secara umum peneriman diri subjek 2 dapat digambarkan sebagai berikut: a. Individu mampu menerima kondisi diri tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. Supratiknya (1995) memaparkan bahwa salah satu ciri individu dengan penerimaan diri yang baik adalah tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, individu cenderung menganggap dirinya normal dan dapat bergaul secara wajar dengan orang lain. Saat ini subjek dapat bergaul dan mengikuti berbagai kegiatan di lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek tidak ingin orang lain mengucilkan dirinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini: “Biasa saja.. apabila saya akan berangkat bekerja saya menyapa apabila ada tetangga yang duduk-duduk didepan rumahnya. Apabila ada pengajian atau acara apa yang diadakan tetangga ya saya datang saja dik. Tetangga baik saja.” WS2 B 34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
Subjek juga mampu menerima kondisi dirinya lewat Tidak malumalu atau serba takut dicela orang lain. Allport (dalam Hjelle dkk., 1992) memaparkan bahwa penerimaan diri merupakan toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan kesadaran akan kekuatan-kekuatan pribadinya. Saat ini subjek telah menerima kondisi dirinya dengan baik. Oleh karena itu, apapun tindakan orang lain terhadap dirinya dapat diterimanya dengan ikhlas dan menganggap hal itu sebagai bahan masukan dan renungan. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut ini: “Kalau mendengar langsung mereka mengejek saya tiak pernah. Kalaupun ada tidak apa-apa. Tidak apa-apa, hidup ya memang seperti ini yang pasti mereka tidak mengganggu hidup saya. Apabila mereka mengejek anggap seperti angin lalu saja. Kalau ada yang mengejek anggap seperti memberi masukan.. direnungkan saja apabia benar berarti harus ada yang perlu diperbaiki dari diri ini.” WS2 B 36 Subjek tidak malu dengan kondisinya saat ini. Hal ini dapat dilihat pada hasil wawancara berikut ini: “Kan ini bekasnya ditangan, jadi tidak bisa ditutupi dik. Jadi biasa saja, seperti tidak ada apa-apa saja.” WS2 B 42
Menerima kondisi diri juga terlihat dari adanya sikap yang mauu menerima
pujian
atau
celaan
secara
objektif.
Jersild
(1963)
mengungkapkan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
dirinya. Hal ini dapat membantu individu untuk bersikap objektif dalam menilai pujian maupun celaan orang lain. Subjek memaklumi berbagai celaan orang lain akibat penyakit yang dideritanya, termasuk ketika istrinya meninggalkannya. Subjek juga tidak ingin menyalahkan orang lain atas kondisi yang sedang dialaminya. Saat ini yang terpenting subjek dapat bekerja seperti biasanya. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Kalau dulu saya iyakan saja istri saya pergi karena saya memang berpenyakit. Tapi sekarang saya kan berobat, sekarang sudah baik. Saya juga tidak mau menyalahkan diri saya sendiri. Kalau sekarang tukang lain mengatai saya ini berpenyakit menular ya biar kan saja. Tidak apa-apa tanggapan orang seperti itu, yang penting kitanya. Saya bisa saja mencari pekerjaan lain, saya pasti mampu saja.” WS2 B 22
b. Adanya penghargaan terhadap diri sendiri Penghargaan
terhadap
diri
sendiri
terlihat
dari
adanya
kepercayaan subjek atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. Chaplin (2004) memparkan bahwa penerimaan diri mencakup sikap yang menunjukkan rasa puas pada kualitas dan bakat. Hal ini secara implicit menunjukkan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik mampu menyesuaikan diri dengan segala kondisi dirinya. Subjek mampu bersikap objektif dalam menghadapi situasi yang dialaminya. Subjek dapat memahami ketakutan istrinya dengan sakit yang dideritanya, sehingga istrinya memilih untuk menjauh bersama anak-anaknya. Akan tetapi, subjek meyakini bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
dirinya mampu menghadapi situasi tersebut. Subjek berharap dapat kembali berkumpul bersama keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada petikan hasil wawancara berikut ini: “Wajar saja kalau istri menjauh, rasa malu pasti ada saja. Anak juga dibawa karena takut terkena juga seperti saya. Saya biarkan saja istri saya tinggal di rumah orang tuanya. Apabila benar-benar sudah sehat badan ini baru saya mengajak mereka berkumpul lagi. Saya pasti bisa membaik kata dokter, saya juga meyakini saya bisa membaik demi keuarga saya. Seperti sekarang ini saya bisa saja ke rumah orang tua istri saya, berkunjung sebentar, ingin juga bertemu anak saya.” WS2 B 12 Subjek mengalami keterpurukan ketika mengetahui dirinya terserang kusta. Subjek awalnya bingung, tidak percaya dan marah ketika mengetahui bahwa dirinya terserang kusta. Akan tetapi kemudian subjek tersadar dan ingin terus bertahan hidup. Saat ini subjek tak lagi banyak mengeluh dengan kondisinya dan menerima dirinya apa adanya sambil terus berobat secara rutin. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini:
“Pada awalnya saya mengira saya ini hanya sakit demam dan gatal-gatal saja. Lalu saya periksa karena tidak kunjung sembuh. Kata dokter saya terkena kusta. Kusta itu setahu saya penyakit yang seperti orang yang sering meminta-minta yang kakinya putung. Saya sempat bingung dan tidak percaya. Saya marah juga, kata saya sama dokter seperti tidak mungkin saya bisa sakit kusta. Penyakit tersebut darimana datangnya sampai saya tidak habis pikir. Bisakah saya bertahan hidup dengan kondisi sakit seperti ini. Seperti itu dulu yang saya berpikir. Dulu perasaan malu itu ada. Setelah saya pikir-pikir mengeluh terus tidak ada gunanya. Lebih baik saya menerimanya, saya taat berobat sekarang bisa sembuh.” WS2 B 14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
c. Adanya kontrol diri yang baik Kontrol diri subjek terlihat dari adanya sikap yang tidak menganiyaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). Menurut Daradjat (1982) rasa dapat menerima diri dengan sungguh-sungguh akan menghindarkan seseorang dari kemungkinan untuk jatuh pada rasa rendah diri (inferiority complex) atau hilangnya kepercayaan diri. Hal ini menunjukkan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik tidak akan memepermasalahkan keterbatasan dirinya dan tetap percaya diri dihadapan orang lain. Subjek tidak lagi mempermasalahkan kondisi dirinya, bahkan subjek bersyukur karena masih hidup. Subjek percaya bahwa Tuhan punya rencana bagi dirinya. Saat ini subjek bahagia karena dapat menafkahi keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara berikut ini: “Bersyukur kepada Allah masih diberi hidup. Walaupun dulu sakit ini, istri juga tidak mau tinggal serumah tidak apa-apa. Allah punya rencana untuk setiap umatNya. Apabila bisa memberikan uang kepada istri dan anak sudah bahagia saja puas hidup.. e.. kan bekerja juga untuk mereka. Nanti apabila istri sudahh bisa disini lagi berarti Allah sudah mengijinkan.” WS2 B 32 Saat ini subjek dapat beraktivitas dan bekerja seperti dulu. Subjek tak lagi mempermasalahkan kondisi fisiknya karena bekas luka yang dimilikinya tidak mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Apabila untuk bertukang segala macam tidak dik. Masih sama saja seperti dulu. Tidak menghambat. Hanya memang ada bekas lukanya tapi tidak terlalu bepengaruh. Hanya saja omongan orang haha..”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
WS2 B 40 Selain itu, subjek juga mempunyai kontrol diri yang baik dengan adanya sikap tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut. Menurut Jersild (1963) salah satu aspek penerimaan diri adalah mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri. Hal ini akan membantunya untuk dapat menerima emosi yang dirasakannya. Subjek berusaha menerima kondisi dirinya apa adanya dan terus menjalani pengobatan agar sembuh. Subjek menyadari bahwa kesembuhan dirinya harus terus diusahakan. Hal ini terlihat dari hasil wawancara berikut ini: “Iya, rajin kok setelah itu. Mengingat yang minta-minta itu sampai kaki putung, ngeri sekali. Saya tidak mau sampai seperti itu. Dokter bilang apabila rajin berobat bisa sampai tidak parah. Tapi walaupun ini (sambil menunjuk lagi jari tangannya) tidak bisa kembali tapi tetap saja berobat menuruti apa kata dokter. Sudah tidak apa-apa saja terkena kusta tapi harus melawan keadaan itu. Apabila masih bisa sembuh berarti ya diusahakan saja.” WS2 B 18
Kontrol diri yang baik ga ditunjukkan subjek dengan adanya sikap mempertanggung jawabkan perbuatannya. Individu dengan penerimaan diri yang positif cenderung memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi (Jersild, 1963). Subjek terus berusaha menjadi sosok yang bertanggung-jawab terhadap keluarganya. Oleh karena itu, subjek ingin kembali berkumpul dengan istrinya. Subjek juga terus bekerja untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
menafkahi keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Pernah mengajak, bini sudah mau tapi sekarang orang tua istri yang tidak memperbolehkan. Maka dari itu saya tetap bekerja tetap menafkahi keluarga. Upah yang didapat tidak banyak dik apabila bertukang, tapi apabila masih bisa lagi bekerja yang lain ya dikerjakan juga. Istri juga tidak dibiarkan.. ya bekerja juga untuk istri dan anak. Datang ke rumah orang tua istri memberi uang apabila sudah diberi upah.” WS2 B 24 d. Memiliki ide-ide dan harapan Ide-ide dan harapan subjek ditunjukkan subjek dengan mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. Individu dengan penerimaan diri yang baik salah satunya dicirikan oleh adanya keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus mengikuti opini-opini orang lain (Jersild, 1963). Subjek berusaha menjalani pola hidupnya saat ini. Subjek berupaya menyadari dan menerima kondisi dirinya saat ini dan tidak terlalu memikirnnya. Subjek juga meyakini bahwa dirinya mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut ini: “Dibiarkan saja.. memang benar pernah menderita kusta. Tapi kan ya tetap manusia bisa bekerja. Orang tenaga saja ada, mereka tidak perlu dipikirkan. Percaya saja sama diri sendiri mampu.” WS2 B 30
3. Penerimaan diri subjek 3 Secara umum peneriman diri subjek 3 dapat digambarkan sebagai berikut: a. Individu mampu menerima kondisi diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
Mampu menerima kondisi dirinya ditunjukkan subjek melalui sikap tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. Salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus malu akan keadaanya (Jersild, 1963). Subjek dapat menerima sikap orang lain terhadap dirinya tanpa merasa dikucilkan. Karena itu subjek memiliki hubungan yang harmonis dengan tetangganya. Terkadang subjek juga menghadiri undangan tetangganya. Hal ini terlihat dari petikan wawancara berikut ini: “Ya begitu-begitu aja dik. Kayak tadi saya bilang nanti kalau saya datang pada bubar dari warung. Takut lihat saya, hehehe. Tapi kalau hubungannya ya rukun saja tidak pernah berkelahi. Ya kalau bertemu saling sapa kalau ada acara saya diundang kadang ya saya datang.“ WS3 B 30 Subjek juga menerima kondisi dirinya melalui sikap yang tidak malumalu atau serba takut dicela orang lain. Jersild (1963) mengemukakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus malu akan keadaannya. Subjek sempat merasa malu dengan kondisi fisiknya, tetapi saat ini subjek sudah dapat menerima kondisi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari wawancara berikut ini: “Kalau kaki kan ya dibawah gak masalah dik. Kalau jari tangan ini satu ya kalau menjahit tidak terlalu mengganggu masih bisa saja. Kalau malu dulu ada, sekarang biasa aja dik.” WS3 B 48 “Dulu malu kan dilihat orang jarinya kutung, apalagi pas ditanyakan sakit apa saya ya dulu bilangnya luka aja gitu. Tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
sekarang kan juga gak perlu malu sayanya, sudah tidak aktif juga.” WS3 B 50 Subjek awalnya malu dengan cacat fisik yang dialami, sehingga berusaha menutup-nutupinya. Saat ini subjek sudah dapat menerima kondisi dirinya dan tidak malu lagi. Mampu menerima kondisi diri lainnya ditunjkkan subjek dengan adanya sikap mampu menerima pujian atau celaan secara objektif. Subjek menerima sikap dan tindakan orang lain terhadap dirinya secara objektif.
Subjek
memahami
bagaimana
perasaan
orang
lain
sebagaimana subjek memahami perasaan dirinya saat terkena kusta. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut ini: “Tetap senyum aja. Saya tidak memaksa mereka mau bergaul dan menerima saya. Dulu aja saya e.. saya kan tidak percaya juga saya tidak terima saya kena kusta. Saya aja begitu apalagi orangorang pasti takut sama saya. Tahu anak saya juga ketularan mereka juga pasti mikirnya saya bisa nularin juga ke mereka.” WS3 B 32 Subjek berusaha memaklumi sikap pasangan terhadap dirinya. Dia menyadari bahwa tidak semua orang dapat menerima kondisinya saat itu. Hal ini dapat dilihat pada wawancara berikut ini: “Kalau seandainya dia sabar dengan penyakit saya mungkin tidak seperti ini ya dik. Tapi wajar, pasti dia jijik. Coba adik apa tidak takut datang ke rumah saya ini?” WS3 B 38 b. Adanya penghargaan terhadap diri sendiri Penghargaan terhadap dirinya sendiri ditunjukkan subjek melalui adanya kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
hidupnya. Kusta termasuk penyakit kronik yang para penderita kusta tidak semua dapat kembali bekerja karena kecacatan yang dialami (Simamora, 2007). Akan tetapi, hal ini bukan berarti dapat mematahkan semangat para penderitanya. Kondisi yang dialami subjek telah menyadarkan subjek bahwa dirinya mampu mengatasi persoalan hidupnya. Subjek makin sayang terhadap diri sendiri dan makin percaya diri dan bersemangat untuk berkarya. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara di bawah ini: “Saya bisa lebih sayang diri sendiri. Sehat itu mahal. Kalau dipikir-pikir sekarang lebih percaya diri daripada awal-awal dulu malu, ngurung diri, jijik sendiri. Sekarang saya lebih semangat bikin model-model baju biar bisa memanfaatkan pekerjaan saya untuk cari banyak uang, hehe..” WS3 B 34 Subjek juga menunjukkan semangat untuk hidup lebih baik demi kebahagiaan anaknya. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara di bawah ini: “Untuk hidup yang lebih baik, ngasih makan anak ini. Biar dia juga tidak kepikiran kalau tidak ada bapaknya hidupnya tetap senang aja.” WS3 B 36 Subjek menyadari bahwa dirinya masih muda, sehingga dirinya harus kuat agar sanggup menghidupi anaknya. Hal ini dapat dilihat pada wawancara berikut ini:
“Ohh pasti. Saya masih muda, bisa menjahit menghidupi anak saya. Saya bisa tersenyum menghadapi semua ini, saya kuat..” WS3 B 42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Penghargaan terhadap diri sendiri subjek juga ditunjukkan dengan adanya sikap subjek yang menganggap dirinya sederajat dengan orang lain. Individu dengan penerimaan diri yang baik cenderung mampu mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri sendiri (Jersild, 1963). Subjek senantiasa menempatkan dirinya di hadapan orang lain agar mampu memahami sikap mereka terhadap dirinya. Hal ini membantu subjek untuk menerima kondisi dirinya tanpa merasa rendah diri. Hal ini terlihat dari petikan wawancara di bawah ini: “Mungkin seperti itu juga orang lain dik, kalau tahu pasti tidak takut. Apalagi saya sudah kusta tidak aktif. Tapi kan hak orang untuk menjauh.” WS3 B 40
c. Adanya kontrol diri yang baik Kontrol diri subjek terlihat dari adanya sikap yang tidak menganiaya
diri
sendiri
mengingkari
kelebihanya).
(mempermasalahkan Chaplin
(2004)
keterbatasan mengatakan
atau bahwa
penerimaan diri adalah sikap yang menunjukkan rasa puas pada kualitas dan bakat serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Subjek tidak mempermasalahkan keterbatasan dalam dirinya. Oleh karena itu, subjek dapat memahami reaksi orang lain terhadap dirinya. Saat ini subjek berupaya untuk terus bekerja dan berharap masih banyak orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
yang mampu memahami kondisi dirinya. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut ini: “Hmm.. yaa kan saya penjahit dik. Dulu waktu saya belum sakit gini banyak yang jahitin kesini. Sekarang berkurang dik. Tapi ya ajar saja, mungkin pada takut gitu. Tapi kan bisa tetap jahit dapet pelanggan lain yang mengerti keadaan saya.” WS3 B 26 Subjek tidak mempermasalahkan keterbatasan dalam dirinya. Oleh karena itu, subjek saat ini merasa bahagia karena telah sembuh dari kusta. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Senang pasti.. bahagia juga ternyata dokter benar kalau ditekuni obatnya bisa membaik. Ya saya juga menjaga anak ini dik, biar dia juga jangan sampai terlambat seperti saya. E.. ya semuanya ini kejadian luar biasa dalam hidup saya.” WS3 B 52
Selain itu, kontrol diri yang baik ditunjukkan subjek dengan sikap subjek yang tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut. Secara umum penerimaan diri meliputi tahapan, yakni tahap denial (penolakan), tahap anger (marah), tahap
bargainning (tawar-menawar), tahap depression (depresi) dan tahap acceptance (penerimaan) (Kubbler Rose, 1970 dalam Tomb, 2003). Tahapan tersebut juga sempat dialami oleh subjek. Subjek tidak menyangkal emosi yang dialami dalam dirinya. Subjek sedih, merasa bersalah dan menyesal ketika anaknya juga tertular kusta. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
“Anak kan sakit dik, saya bawa ke puskesmas. Sedihnya lagi anak saya kena juga dik. Dia masih kecil seperti ini baru SD juga kena. Ya bagaimana ya perasaan saya.. ya saya sedih sekali. Mungkin ini salah saya. Saya yang kusta kan saya yang nularkan. Seandainya dulu berobat dari dulu mungkin dia tidak tertular. Memang ini salah saya.” WS3 B 20
Kontrol diri yang baik, selanjutnya ditunjukkan subjek melalui sikap yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jersild (1963) mengatakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Subjek ingin menjadi sosok yang bertanggung-jawab. Subjek menyadari bahwa anak-anak masih bergantung padanya. Oleh karena itu, subjek pun rajin berobat. Dukungan anak makin menyemangatinya untuk sembuh. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut ini: “Saya kasihan anak saya kecil-kecil sudah kena kusta. Setelah itu saya rajin minum obat. Saya juga sama anak sama-sama rajin mengingatkan untuk kami sembuh. Anak saya memang lebih rajin dari saya minum obatnya. Dia selalu mengingatkan saya.. saya ya sadar kan anak saya ini gara-gara saya. Ya saya berusaha sembuh. Allah kasih jawaban. Anak saya bisa diobati dari sekarang agar tidak parah seperti saya. Sayanya juga luka mengering dan kata dokter sudah kusta tidak aktif. Sekarang anak ini saya jaga perhatikan terus. Obat juga teratur dik. Dia masih panjang jalannya, masih kecil sekali. Saya bertanggung jawab sampai dia tertular itu kan ya hm.. karena saya tadi awalnya.” WS3 B 22
d. Memiliki ide-ide dan harapan Subjek memiliki ide-ide dan harapan yang ditnjukkan dengan adanya sikap mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Salah satu ciri individu dengan penerimaan diri yang baik adalah memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini-opini individu lain (Jersild, 1963). Saat ini subjek menjalani pola hidup yang berkecukupan. Akan tetapi, subjek masih berkeinginan untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik dengan memperoleh pekerjaan lain. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara di bawah ini: “Ini cuma berdua aja, cukup. Kadang juga masih bisa ngasih neneknya juga. Makanya saya juga pengen jadi karyawan puskesmas gitu, dari bawah dulu gak apa-apa. Kemaren sempet nanya dokter boleh tidak. Dokter malah mau bantu. Siapa tahu kan dari situ kerjaan lebih baik tapi ya tetap juga ee.. tetap masih jahit di rumah.” WS3 B 44
4. Kesimpulan Umum Berikut adalah gambaran konsep penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus OYPMK: Tabel 4.3 Penerimaan Diri pada Kepala Keluarga Berstatus OYPMK No 1
Aspek Penerimaan Diri Individu mampu menerima kondisi diri -tidak menganggap diri sebagai orang hebat/ abnormal
Subjek 1
Tak lagi mengurung diri di rumah karena sadar bahwa dirinya harus bangkit demi anak-anaknya WS1 B 44
Uraian Subjek 2
Dapat bergaul dan mengikuti berbagai kegiatan di lingkungannya. WS2 B 34
Subjek 3
Menerima sikap orang lain terhadap dirinya tanpa merasa dikucilkan. WS3 B 30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
2
-Tidak malu atau takut dicela orang lain
Dapat memahami ketakutan masyarakat terhadap penyakit dirinya yang dapat menular. Setelah sembuh kembali berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa merasa takut dicela. WS1 B 36 & B 52
Apapun tindakan orang lain terhadap dirinya dapat diterimanya dengan ikhlas. WS2 B 36
Sempat malu dengan kondisi fisiknya, tetapi saat ini sudah dapat menerimanya. WS3 B 48
-Menerima pujian atau celaan secara objektif
(tidak muncul dalam wawancara)
Memaklumi celaan orang lain akibat penyakit yang dideritanya. Tidak ingin menyalahkan orang lain atas kondisi yang sedang dialaminya. WS2 B 22
Memahami perasaan orang lain sebagaiamana dirinya memahami perasaan dirinya saat terkena kusta. WS3 B 32
Memiliki kepercayaan yang cukup baik atas kemampuannya untuk menghadapi hidupnya. Setelah sembuh dari sakit subjek telah kembali berkativitas dan bekerja seperti biasanya.
Mampu bersikap objektif dalam menghadapi situasi yang dialaminya. Meyakini bahwa dirinya mampu menghadapi situasi tersebut. WS2 B 12
Makin percaya diri dan bersemangat untuk berkarya. WS3 B 34
Adanya penghargaan terhadap diri sendiri - Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
WS1 B 8
-Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain
3
(tidak muncul dalam wawancara)
(tidak muncul dalam wawancara)
Menempatkan dirinya di hadapan orang lain agar mampu memahami sikap mereka terhadap dirinya. Hal ini membantu untuk menerima kondisi dirinya tanpa merasa rendah diri. WS3 B 40
-Tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahk an keterbatasan atau mengingkari kelebihanya)
Mampu menerima kondisi dirinya, sehingga tak lagi mempermasalahka n keterbatasan fisiknya. WS1 B 24
Tidak lagi mempermasalahk an kondisi dirinya. WS2 B 32
Memahami reaksi orang lain terhadap dirinya dan berharap masih banyak orang yang mampu memahami kondisi dirinya. WS3 B 26
-Tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut
Tidak menyangkal terhadap emosi yang dirasakannya ketika dinyatakan menderita kusta. Sempat merasa marah dengan berbagai cobaan yang dialaminya dan takut bergaul dengan masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,
Terus menjalani pengobatan agar sembuh. WS2 B 18 terus menjalani pengobatan agar sembuh. WS2 B 18
Tidak menyangkal emosi yang dialami dalam dirinya. WS3 B 20
Adanya kontrol diri yang baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
subjek dapat menerima kondisi dirinya. WS1 B 46
4
-Mempertanggung Terus berupaya jawabkan untuk tumbuh perbuatannya menjadi sosok yang bertanggungjawab dengan perbuatannya. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan keseriusan dalam bekerja agar dapat menyekolahkan anak-anaknya. WS1 B 42 Memiliki ide-ide dan harapan
Berusaha menjadi sosok yang bertanggungjawab terhadap keluarganya. WS2 B 24
Menyadari bahwa anak-anak masih bergantung padanya, sehingga termotivasi untuk sembuh. WS3 B 22
-Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan
Berupaya menyadari dan menerima kondisi dirinya saat ini dan tidak terlalu memikirkannya. WS2 B 30
Menjalani pola hidup yang berkecukupan, tetapi masih berkeinginan untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik. WS3 B 44
Berusaha menjalani hidup dengan polanya sendiri dan ke depannya ingin mengalami kehidupan yang jauh lebih baik. WS1 B 40
C. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dihasilkan tema-tema yang menggambarkan penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus OYPMK. Ketiga subjek menunjukkan penerimaan diri dengan proses tahapan yang berbeda. Penerimaan diri tersebut berdampak positif terhadap keseharian para kepala keluarga berstatus OYPMK. Saat ini mereka dapat beraktivitas dan bekerja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
seperti biasanya dan dapat bergaul dengan lingkungan sekitar. Saat ini subjek 1 bekerja sebagai petani, subjek 2 bekerja sebagai tukang dan subjek 3 bekerja sebagai penjahit. Terkait dengan hal ini, Hurlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuian diri dan sosialnya. Kepala keluarga berstatus OYPMK mengalami berbagai permasalahan sebelum akhirnya dapat menerima kondisi dirinya. Ketiga subjek mengakui bahwa awalnya mereka kaget dan tidak percaya dengan kondisi dirinya. Hal ini membuat mereka takut dan memilih untuk menjauhkan diri dari lingkungan. Akan tetapi, tanggung-jawab sebagai kepala keluarga telah menyadarkan mereka untuk bangkit dan berobat agar sembuh. Secara perlahan mereka kembali bekerja dan bergaul dengan lingkungan seperti sedia kala. Penyakit kusta memang dapat menjadi momok bagi para penderitanya. Zulkifli (2003) menjelaskan bahwa pada umumnya OYPMK merasa rendah diri, mengalami tekanan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan diri mereka yang kurang wajar. Mereka merasa malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga menjadi beban bagi orang lain, sehingga sebagai seorang kepala keluarga dirinya merasa gagal. Penderita kusta berpotensi memiliki penerimaan diri yang rendah. Hal ini salah satunya disebabkan OYPMK masih merasa kesulitan untuk meletakkan dirinya sebagai orang normal. Hal ini dikarenakan keadaan fisiknya yang mengalami kecacatan. OYPMK khususnya yang menjadi kepala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
keluarga juga berada dalam keadaan yang sulit menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang seringkali menolak mereka. Penolakan ini misalnya saja dalam hal mendapatkan pekerjaan. Selain itu kusta termasuk penyakit kronik yang para penderita kusta tidak semua dapat kembali bekerja karena kecacatan yang dialami (Simamora, 2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan subyek penelitian, diketahui bahwa mereka tidak serta merta dapat menerima kondisi dirinya. Mereka membutuhkan proses yang cukup lama sebelum akhirnya dapat menerima kondisi dirinya. Sebagai contoh, subjek 1 sempat kaget ketika dirinya terkena kusta, tidak menerima dengan kondisi dirinya dan malu dengan kondisi tubuhnya. Akan tetapi, secara berangsur-angsur subjek 1 bangkit, menjalani pengobatan dan kembali bekerja. Subjek 1 beruntung karena mendapat dukungan dokter dan anaknya untuk sembuh dan kembali beraktivitas. Kondisi serupa juga dialami subjek 2. Subjek sempat bingung dan tidak percaya ketika dirinya didiagnosa kusta. Subjek juga mendapat celaan dari orang lain dan sempat kehilangan pekerjaan. Subjek pun kemudian berusaha bertahan dengan kondisi dirinya, berhenti mengeluh dan menerima kondisi dirinya. Akhirnya subjek pun memiliki kepercayaan diri untuk dapat melanjutkan hidup dan kembali bekerja seperti sedia kala. Hal serupa juga dialami subjek 3. Subjek 3 juga mengalami keterpurukan ketika mengetahui dirinya terkena kusta. Subjek sempat tidak mau menerima kondisi dirinya dan tidak mau berobat. Subjek juga sempat bersalah karena telah menularkan penyakitnya pada anakanya. Akan tetapi, berangsur-angsur subjek mengakui kesalahannya dan tidak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
Kepercayaan diri subjek untuk kembali menjalani hidup secara wajar pun berangsur-angsur meningkat dan menjalani hidup secara mandiri dengan kembali bekerja. Berdasarkan aspek dan tahapan penerimaan diri, subjek 1 telah memiliki kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. Menurut Allport (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992), penerimaan diri merupakan toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan menyadari kekuatan-kekuatan pribadinya. Hal ini mengindikasikan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan menyadari kekuatan atau kemampuan dalam dirinya. Saat ini kepercayaan diri subjek 1 atas kemampuannya untuk menghadapi hidupnya sudah mulai tumbuh. Setelah sembuh dari sakit subjek 1 telah kembali beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Kepercayaan diri subjek 1 untuk menyelesaikan permasalahan sendiri juga mulai tumbuh, misalnya masalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganggap dirinya sebagai orang abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. Sartain (dalam Handayani, 2000) memaparkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima dirinya adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Saat ini subjek 1 telah beraktivitas seperti biasa dan berusaha bergaul secara normal. Subjek 1 sadar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
bahwa dirinya harus bangkit demi anak-anaknya. Subjek 1 juga pernah merasakan dikucilkan oleh tetangganya, tetapi tidak semuanya mengucilkan. Masih banyak masyarakat yang bersikap wajar terhadap dirinya. Hal ini mendorong subjek untuk tetap bergaul secara baik dengan lingkungan sekitar. Aspek penerimaan diri lainnya adalah tidak malu-malu atau serba takut dicela orang lain. Beberapa masalah psikososial akibat penyakit kusta ini dapat dirasakan baik oleh penderita kusta antara lain adalah perasaan malu dan ketakutan akan kemungkinan terjadinya kecacatan (Zulkifli, 2003). Seiring berjalannya waktu, subjek 1 tidak lagi meras malu dan takut dengan kondisinya. Setelah sembuh, subjek 1 pun kembali berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa merasa takut dicela. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mempertanggung jawabkan perbuatannya. Seseorang yang telah menerima dirinya, berarti orang tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya “saat ini”, serta mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik memiliki keinginan
untuk
menjadi
sosok
yang
bertanggung-jawab
demi
mengembangkan dirinya. Subjek 1 terus berupaya untuk tumbuh menjadi sosok yang bertanggung-jawab dengan perbuatannya. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan keseriusannya dalam bekerja agar dapat menyekolahkan anak-anaknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. Penerimaan diri menurut Hurlock (1997) merupakan suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Saat ini subjek 1 berusaha menjalani hidup dengan polanya sendiri dan ke depannya ingin mengalami kehidupan yang jauh lebih baik. Subjek 1 memiliki standar hidup yang positif, yakni memiliki tubuh yang sehat, bekerja untuk menafkahi dan menyekolahkan anak-anaknya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganiyaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). Sulaeman (1995) mengemukakan bahwa seseorang yang menerima dirinya memiliki penghargaan yang tinggi tentang sumber-sumber yang ada pada dirinya digabung dengan penghargaan tentang kebergunaan dirinya, percaya akan norma-norma serta keyakinan-keyakinan sendiri dan juga mempunyai pandangan realistik tentang keterbatasan-keterbatasannya tanpa menimbulkan tindakan penolakan diri. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik cenderung tidak mempermasalahkan keterbatasan dirinya. Saat ini subjek 1 telah mampu mampu menerima kondisi dirinya, sehingga tak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya. Saat ini subjek 1 merasa bahagia karena telah sembuh dan dapat bekerja seperti dulu. Subjek 1 juga mensyukuri keadaan dirinya saat ini, karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
walaupun dengan keterbatasannya subjek mampu bekerja dan menghidupi keluarga. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut. Kubler Ross (dalam Tomb, 2003) memaparkan bahwa sebelum mencapai pada tahap acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan yang diantaranya tahapan penolakan dan tahap marah dengan kondisi yang dialami. Subjek 1 tidak menyangkal terhadap emosi yang dirasakannya ketika dinyatakan menderita kusta. Subjek 1 sempat merasa marah dengan berbagai cobaan yang dialaminya dan sempat takut bergaul dengan masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, subjek 1 dapat menerima kondisi dirinya. Dapat digambarkan pula bahwa penerimaan diri subjek 2 telah melawati kriteria yang ada. Salah satu kriteria penerimaan diri adalah kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. Chaplin (2004)
memparkan
bahwa
penerimaan
diri
mencakup
sikap
yang
menunjukkan rasa puas pada kualitas dan bakat. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik mampu menyesuaikan diri dengan segala kondisi dirinya. Subjek 2 mampu bersikap objektif dalam menghadapi situasi yang dialaminya. Subjek 2 dapat memahami ketakutan istrinya dengan sakit yang dideritanya, sehingga istrinya memilih untuk menjauh bersama anak-anaknya. Akan tetapi, subjek 2 meyakini bahwa dirinya mampu menghadapi situasi tersebut. Subjek 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
berharap dapat kembali berkumpul bersama keluarganya. Subjek 2 juga mengalami keterpurukan ketika mengetahui dirinya terserang kusta. Subjek 2 awalnya bingung, tidak percaya dan marah ketika mengetahui bahwa dirinya terserang kusta. Akan tetapi kemudian subjek tersadar dan ingin terus bertahan hidup. Saat ini subjek 2 tak lagi banyak mengeluh dengan kondisinya dan menerima dirinya apa adanya sambil terus berobat secara rutin. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. Supratiknya (1995) memaparkan bahwa salah satu ciri individu dengan penerimaan diri yang baik adalah tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, individu cenderung menganggap dirinya normal dan dapat bergaul secara wajar dengan orang lain. Saat ini subjek 2 dapat bergaul dan mengikuti berbagai kegiatan di lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek 2 tidak ingin orang lain mengucilkan dirinya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak malu-malu atau serba takut dicela orang lain. Allport (dalam Hjelle dkk., 1992) memaparkan bahwa penerimaan diri merupakan toleransi individu atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan dengan kesadaran akan kekuatankekuatan pribadinya. Saat ini subjek 2 telah menerima kondisi dirinya dengan baik. Oleh karena itu, apapun tindakan orang lain terhadap dirinya dapat diterimanya dengan ikhlas dan menganggap hal itu sebagai bahan masukan dan renungan. Subjek 2 tidak malu dengan kondisinya saat ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mempertanggung jawabkan perbuatannya. Individu dengan penerimaan diri yang positif cenderung memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi (Jersild, 1963). Subjek 2 terus berusaha menjadi sosok yang bertanggung-jawab terhadap keluarganya. Oleh karena itu, subjek 2 ingin kembali berkumpul dengan istrinya. Subjek 2 juga terus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. Individu dengan penerimaan diri yang baik salah satunya dicirikan oleh adanya keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus mengikuti opini-opini orang lain (Jersild, 1963). Subjek 2 berusaha menjalani pola hidupnya saat ini. Subjek 2 berupaya menyadari dan menerima kondisi dirinya saat ini dan tidak terlalu memikirnnya. Subjek 2 juga meyakini bahwa dirinya mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah menerima pujian atau celaan secara objektif. Jersild (1963) mengungkapkan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya. Hal ini dapat membantu individu untuk bersikap objektif dalam menilai pujian maupun celaan orang lain. Subjek 2 memaklumi berbagai celaan orang lain akibat penyakit yang dideritanya, termasuk ketika istrinya meninggalkannya. Subjek 2 juga tidak ingin menyalahkan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
atas kondisi yang sedang dialaminya. Saat ini yang terpenting subjek 2 dapat bekerja seperti biasanya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganiyaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). Menurut Daradjat (1982) rasa dapat menerima diri dengan sungguh-sungguh akan menghindarkan seseorang dari kemungkinan untuk jatuh pada rasa rendah diri (inferiority complex) atau hilangnya kepercayaan diri. Hal ini menunjukkan bahwa
individu
dengan
penerimaan
diri
yang
baik
tidak
akan
memepermasalahkan keterbatasan dirinya dan tetap percaya diri dihadapan orang lain. Subjek 2 tidak lagi mempermasalahkan kondisi dirinya, bahkan subjek bersyukur karena masih hidup. Subjek 2 percaya bahwa Tuhan punya rencana bagi dirinya. Saat ini subjek 2 bahagia karena dapat menafkahi keluarganya. Saat ini subjek 2 dapat beraktivitas dan bekerja seperti dulu. Subjek 2 tak lagi mempermasalahkan kondisi fisiknya karena bekas luka yang dimilikinya tidak mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut. Menurut Jersild (1963) salah satu aspek penerimaan diri adalah mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri. Hal ini akan membantunya untuk dapat menerima emosi yang dirasakannya. Subjek 2 berusaha menerima kondisi dirinya apa adanya dan terus menjalani pengobatan agar sembuh. Subjek 2 menyadari bahwa kesembuhan dirinya harus terus diusahakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Salah satu kriteria penerimaan diri adalah kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. Kusta termasuk penyakit kronik yang para penderita kusta tidak semua dapat kembali bekerja karena kecacatan yang dialami (Simamora, 2007). Akan tetapi, hal ini bukan berarti dapat mematahkan semangat para penderitanya. Kondisi yang dialami subjek 3 telah menyadarkan subjek bahwa dirinya mampu mengatasi persoalan hidupnya. Subjek 3 makin sayang terhadap diri sendiri dan makin percaya diri dan bersemangat untuk berkarya. Subjek 3 juga menunjukkan semangat untuk hidup lebih baik demi kebahagiaan anaknya. Subjek 3 menyadari bahwa dirinya masih muda, sehingga dirinya harus kuat agar sanggup menghidupi anaknya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah menganggap dirinya sederajat dengan orang lain. Individu dengan penerimaan diri yang baik cenderung mampu mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri sendiri (Jersild, 1963). Subjek 3 senantiasa menempatkan dirinya di hadapan orang lain agar mampu memahami sikap mereka terhadap dirinya. Hal ini membantu subjek 3 untuk menerima kondisi dirinya tanpa merasa rendah diri. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya. Jersild (1963) mengemukakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus malu akan keadaanya. Subjek 3 dapat menerima
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
sikap orang lain terhadap dirinya tanpa merasa dikucilkan. Karena itu subjek 3 memiliki hubungan yang harmonis dengan tetangganya. Terkadang subjek 3 juga menghadiri undangan tetangganya. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak malu-malu atau serba takut dicela orang lain. Jersild (1963) mengemukakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus malu akan keadaanya. Subjek sempat merasa malu dengan kondisi fisiknya, tetapi saat ini subjek sudah dapat menerima kondisi dirinya. Subjek 3 awalnya malu dengan cacat fisik yang dialami, sehingga berusaha menutup-nutupinya. Saat ini subjek 3 sudah dapat menerima kondisi dirinya dan tidak malu lagi. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jersild (1963) mengatakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Subjek 3 ingin menjadi sosok yang bertanggung-jawab. Subjek 3 menyadari bahwa anak-anak masih bergantung padanya. Oleh karena itu, subjek 3 pun rajin berobat. Dukungan anak makin menyemangatinya untuk sembuh. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan. Salah satu ciri individu dengan penerimaan diri yang baik adalah memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsipprinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini-opini individu lain (Jersild, 1963). Saat ini subjek 3 menjalani pola hidup yang berkecukupan. Akan tetapi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
subjek 3 masih berkeinginan untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik dengan memperoleh pekerjaan lain. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah menerima pujian atau celaan secara objektif. Subjek 3 menerima sikap dan tindakan orang lain terhadap dirinya secara objektif. Subjek 3 memahami bagaimana perasaan orang lain sebagaimana subjek memahami perasaan dirinya saat terkena kusta. Subjek 3 berusaha memaklumi sikap pasangan terhadap dirinya. Dia menyadari bahwa tidak semua orang dapat menerima kondisinya saat itu. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan atau mengingkari kelebihanya). Chaplin (2004) mengatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang menunjukkan rasa puas pada kualitas dan bakat serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Subjek 3 tidak mempermasalahkan keterbatasan dalam dirinya. Oleh karena itu, subjek dapat memahami reaksi orang lain terhadap dirinya. Saat ini subjek 3 berupaya untuk terus bekerja dan berharap masih banyak orang yang mampu memahami kondisi dirinya. Subjek 3 tidak mempermasalahkan keterbatasan dalam dirinya. Oleh karena itu, subjek 3 saat ini merasa bahagia karena telah sembuh dari kusta. Kriteria penerimaan diri lainnya adalah tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut. Terkait dengan kriteria
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
tersebut, dapat dipahami bahwa secara umum penerimaan diri meliputi tahapan, yakni tahap denial (penolakan), tahap anger (marah), tahap
bargainning (tawar-menawar), tahap depression (depresi) dan tahap acceptance (penerimaan) (Kubbler Rose, 1970 dalam Tomb, 2003). Tahapan tersebut juga sempat dialami oleh subjek 3. Subjek 3 tidak menyangkal emosi yang dialami dalam dirinya. Subjek 3 sedih, merasa bersalah dan menyesal ketika anaknya juga tertular kusta. Menurut Jersild (1963) salah satu aspek penerimaan diri adalah mengenali kelemahan-kelemahanya tanpa harus menyalahkan diri. Hal ini akan membantunya untuk dapat menerima emosi yang dirasakannya. Subjek berusaha menerima kondisi dirinya apa adanya dan terus menjalani pengobatan agar sembuh. Subjek menyadari bahwa kesembuhan dirinya harus terus diusahakan. Ketidaksempurnaan tubuh yang dialami kepala keluarga berstatus OYPMK dapat membuat orang merasa rendah diri dan cenderung menarik diri dari lingkungannya atau selalu menghindar (Hartati dan Dwijanti dikutip oleh Suyanto, 2006). Kondisi ini juga dialami subjek ketika pertama kali dirinya mengetahui telah terjangkit kusta. Mereka tidak serta merta dapat menerima kondisi fisiknya. Mereka juga merasakan berbagai tekanan seperti kaget, tidak percaya dengan kondisinya, malu kondisinya akan diketahui orang lain, mengurung diri dan tidak mau berobat. Terkait dengan hal ini Kubbler Rose (dalam Tomb, 2003) mengemukakan bahwa sebelum mencapai pada tahap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan yang meliputi tahap denial (penolakan), tahap anger (marah), tahap bargainning (tawar-menawar), dan tahap depression (depresi). Dinamika penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus OYPMK pada subjek 1 digambarkan dalam skema berikut ini:
Penerimaan diri pada subjek 1
Tahap denial (penolakan): • Kaget, tidak percaya dengan apa yang dialami dirinya • Penasaran dengan kondisi dirinya • Tidak terima dengan kondisi dirinya • Malu dengan kondisi tubuhnya
Tahap anger (marah): • marah karena terkena kusta • marah karena sakit itu menimpa pada saat itu suaminya telah meninggal • takut berinteraksi dengan masyarakat
Tahap bargainning (tawar – menawar): • Subjek mulai bangkit atas dukungan dokter dan keluarga • Subjek menjalani pengobatan dan mulai bekerja
Penerimaan diri: • Percaya bahwa dirinya mampu menghadapi hidupnya. • Bertanggung-jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga • Mampu membuat keputusan dalam keadaaan mendesak • Tidak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya • Bekerja dan beraktitivitas seperti biasanya • Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan • Tidak takut dijauhi orang lain • Memiliki rasa percaya diri untuk menjalani hidup
Tahap acceptance (penerimaan): • Tidak mempermasalahkan keterbatasan dirinya • Terus bekerja setelah menjalani pengobatan
Gambar 4.1 Skema Dinamika Penerimaan Diri pada Subjek 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
Skema di atas menunjukkan bahwa subjek 1 tidak serta merta mampu menerima kondisi dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek 1 harus melewati beberapa fase, sehingga memiliki penerimaan diri yang baik. Subjek 1 mengalami tahap denial (penolakan), yakni kaget, tidak percaya dengan apa yang dialami dirinya, penasaran dengan kondisi dirinya, tidak terima dengan kondisi dirinya dan malu dengan kondisi tubuhnya. Subjek juga mengalami tahap anger (marah), yakni marah karena terkena kusta, marah karena sakit itu menimpanya pada saat itu suaminya telah meninggal, dan takut berinteraksi dengan masyarakat. Selanjutnya, subjek mengalami tahap bargainning (tawarmenawar), yakni subjek mulai bangkit atas dukungan dokter dan keluarga, subjek menjalani pengobatan dan mulai bekerja. Setelah melewati tahapantahapan tersebut, barulah subjek mengalami tahap acceptance (penerimaan), yakni subjek tidak mempermasalahkan keterbatasan dirinya dan terus bekerja setelah menjalani pengobatan. Penerimaan diri subjek terlihar dari rasa percaya bahwa dirinya mampu menghadapi hidupnya, bertanggung-jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mampu membuat keputusan dalam keadaaan mendesa, tidak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya, beraktitivitas seperti biasanya, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, tidak takut dijauhi orang lain dan memiliki rasa percaya diri untuk menjalani hidup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
Selanjutnya, dinamika penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus OYPMK pada subjek 2 digambarkan dalam skema berikut ini: Penerimaan diri pada subjek 2
Tahap denial (penolakan): • Bingung dan tidak percaya dirinya terserang kusta
•
Tahap bargainning (tawar – menawar): Berusaha bertahan dengan kondisinya
Tahap acceptance (penerimaan): • Berhenti mengeluh dan menerima kondisi dirinya • Tidak mempermasalahkan keterbatasan fisik • Kondisi fisiknya saat ini tidak mempengaruhinya dalam berkarya
Penerimaan diri: • Memiliki kepercayaan atas kemampuannya untuk mengahadapi hidupnya • Mampu membuat keputusan dalam keadaan mendesak • Mampu menyelesaikan persoalannya sendiri • Tidak menyangkal implus atasu emosinya • Tidak menganiaya diri sendiri • Merasakan kepuasan dalam hidup • Tidak mengganggap dirinya abnormal • Mampu bergaul dengan orang lain • Tidak takut dicela orang lain • Mampu menerima masukan dari orang lain
Gambar 4.2 Skema Dinamika Penerimaan Diri pada Subjek 2
Skema di atas menunjukkan bahwa subjek 2 mengalami beberapa fase sebelum mampu menerima kondisi dirinya. Subjek 2 mengalami tahap denial (penolakan), yakni bingung dan tidak percaya dirinya terserang kusta. Subjek juga mengalami tahap bargainning (tawar – menawar), yakni subjek berusaha bertahan dengan kondisinya. Selanjutnya, subjek mengalami tahap acceptance (penerimaan), yakni subjek berhenti mengeluh dan menerima kondisi dirinya, tidak mempermasalahkan keterbatasan fisik dan kondisi fisiknya saat ini tidak mempengaruhinya dalam berkarya. Saat ini subjek 2 telah memiliki penerimaan diri yang tergambar melalui kepercayaan atas kemampuannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
untuk mengahadapi hidupnya, mampu membuat keputusan dalam keadaan mendesak, mampu menyelesaikan persoalannya sendiri, tidak menyangkal implus atasu emosisnya, tidak menganiaya diri sendiri, merasakan kepuasan dalam hidup, tidak mengganggap dirinya abnormal, mampu bergaul dengan orang lain, tidak takut dicela orang lain dan mampu menerima masukan dari orang lain. Selanjutnya, dinamika penerimaan diri pada kepala keluarga berstatus OYPMK pada subjek 3 digambarkan dalam skema berikut ini: Penerimaan diri pada subjek 3
• • • •
Tahap denial (penolakan): Tidak mau menerima kondisi dirinya Tidak mau berobat Tidak mau minum obat Malu dengan keterbatasan fisik dan penyakit yang dialami
Tahap anger (marah): • menyalahkan diri sendiri ketika menularkan penyakitnya pada orang lain
Tahap bargainning (tawar – menawar): • Tidak mempermasalahkan keterbatasan fisiknya
Tahap acceptance (penerimaan): • Rasa percaya diri dalam menghadapi hidup • Berupaya memenuhi kebutuhan keluarga • Memahami kondisi dirinya yang berdampak pada sikap pasangan yang jijik dengan penyakitnya
Penerimaan diri: • Berani mengakui kesalahan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya • Tidak mempermasalahkan keterbatasan dirinya • Tidak menggangap dirinya abnormal • Tidak ada hambatan dalam bergaul dengan orang lain • Tidak takut dicela orang lain • Bangga terhadap diri sendiri karena dapat mengatasi persoalannya • Dapat hidup mandiri secara financial • Ingin memiliki penghidupan yang lebih baik • Mampu menyiasati kekurangan pada dirinya • Merasa bahagia dan bersyukur dengan kondisinya saat ini
Gambar 4.3 Skema Dinamika Penerimaan Diri pada Subjek 3
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Skema di atas menunjukkan bahwa subjek 3 mengalami beberapa fase sebelum mampu menerima kondisi dirinya. Subjek 3 mengalami tahap denial (penolakan), yakni tidak mau menerima kondisi dirinya, tidak mau berobat, tidak mau minum obat dan malu dengan keterbatasan fisik dan penyakit yang dialami. Subjek juga mengalami tahap anger (marah), yakni menyalahkan diri sendiri ketika menularkan penyakitnya pada orang lain. Tahap selanjutnya adalah tahap bargainning (tawar – menawar), yakni subjek tidak lagi mempermasalahkan keterbatasan fisiknya. Selanjutnya, subjek mengalami tahap acceptance (penerimaan), yakni rasa percaya diri dalam menghadapi hidup, berupaya memenuhi kebutuhan keluarga, dan memahami kondisi dirinya yang berdampak pada sikap pasangan yang jijik dengan penyakitnya. Setelah mengalami masa-masa tersebut, saat ini subjek memiliki penerimaan diri dengan kondisi subjek yang saat ini telah berani mengakui kesalahan
dan
mempertanggungjawabkan
perbuatannya,
tidak
mempermasalahkan keterbatasan dirinya, tidak menggangap dirinya abnormal, tidak ada hambatan dalam bergaul dengan orang lain, tidak takut dicela orang lain, bangga terhadap diri sendiri karena dapat mengatasi persoalannya, dapat hidup mandiri secara financial, ingin memiliki penghidupan yang lebih baik, mampu menyiasati kekurangan pada dirinya dan merasa bahagia dan bersyukur dengan kondisinya saat ini. Jika dilihat dari segi faktor yang mempengaruhi penerimaan diri ketiga subjek memiliki kesamaan. Faktor yang mempengaruhi penerimaan diri ketiga subjek tersebut adalah terkait ada tidaknya tekanan yang berat. Tekanan berat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
disini diartikan sebagai ada tidaknya tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupun di lingkungan kerja yang nantinya akan mengganggu subjek dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan psiklogis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan seseorang untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri. Ketiga subjek tidak menjadikan penyakit dan celaan masyarakat sebagai tekanan yang berat dan selalu bekerja keras menjalankan perannya sebagai kepala keluarga. Faktor yang mempengaruhi penerimaan diri Subjek 1 adalah terkait ada tidaknya tekanan yang berat. Bagi subjek 1 penyakit kusta yang dideritanya bukan menjadi tekanan bagi hidupnya. Hal ini terbukti lewat pemahaman subjek 1 mengenai ketakutan masyarakat terhadap penyakit kusta yang dialaminya. Subjek 1 tetap berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa takut dicela. Subjek 1 juga bertumbuh menjadi sosok yang bertanggung jawab dengan perbuatannya dengan keseriusannya bekerja untuk dapat memenuhi ekonomi keluarga serta menyekolahkan anak-anaknya. Subjek 2 menunjukkan faktor penerimaan diri yang sama yaitu terkait ada tidaknya tekanan yang berat. Bagi subjek 2 tindakan dan perkataan orang lain atau masyarakat sekitar terhadap penyakitnya dianggap sebagai ‘angin lalu’, dimana subjek 2 tidak menanggap tindakan atau perkataan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
tersebut sebagai celaan namun sebagai masukan bagi perkembangan dirinya. Subjek 2 juga berkembang menjadi sosok yang bertanggung jawab dimana subjek 2 bekerja untuk menafkahi kehidupan isti dan anaknya. Faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek 3 juga terkait ada tidaknya tekanan yang berat. Bagi subjek 3 sikap orang lain yang tidak wajar terhadap penyakitnya membuat dirinya menempatkan diri pada posisi orang lain. Subjek memahami reaksi dan menerima sikap orang lain terhadap dirinya tanpa merasa dikucilkan, tanpa merasa ada beban terhadap penyakit yang dialaminya. subjek 3 yang secara otomatis menjadi kepala keluarga setelah diceraikan suaminya, tumbuh menjadi sosok yang bersemangat. Subjek 3 memiliki keinginan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi agar kehidupannya dan anaknya menjadi lebih baik juga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ketiga subjek memiliki penerimaan diri yang baik. Ketiga subjek menunjukkan penerimaan diri yang baik melalui aspek-aspek yang digunakan, meskipun ada juga aspek yang tidak muncul pada subjek. Secara keseluruhan ketiga subjek juga menunjukkan faktor penerimaan diri yang baik adalah terkait dengan tidak menganggap penyakit yang diderita sebagai suatu tekanan. Sikap dan tindakan masyarakat terhadap penyakit yang dialami tidak menjadikan ketiga subjek rendah diri namun menerima diri mereka serta menjalani porsi subjek sebagai kepala keluarga dengan bekerja sebagai tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Setiap subjek melalui tahapan seperti yang diungkapkan teori hanya saja tahapan pada tiap subjek dilalui dengan cara yang berbeda-beda. Pada subjek 1 dan subjek 3 misalnya, kedua subjek melalui tahapan yang sama dimulai dari tahap denial, anger, bargainning, kemudian acceptance. Subjek 1 dan 3 tidak melalui tahap depression melainkan langsung menuju tahap penerimaan. Bahwa kedua subjek sempat melalui tahap dimana keduanya mulai mengalami tahapan berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi kondisinya sebelum pada akhirnya kedua subjek berada pada tahap penerimaan. 87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Berbeda dengan subjek 2 yang melalui tahapan penerimaan dimulai dari tahap denial, bargainning, kemudian tahap acceptance. Subjek 2 tidak melalui tahapan anger dan depression. Hal ini terbukti dari keadaan subjek yang pada awalnya bingung dan tidak percaya dirinya terkena penyakit kusta sampai akhirnya subjek mengalami tawar menawar dengan keadaan dirinya serta bertahan dengan kondisinya tanpa ada perasaan marah mengapa penyakit kusta bisa bersarang dalam dirinya. Subjek 2 pun tidak mengalami tahapan depresi bahwa ketika tahap tawar menawar dilalui, subjek berhenti mengeluh dan menerima kondisinya.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yaitu : 1. Bagi subjek penelitian Dari hasil penelitian, diketahui bahwa para subjek relatif sudah mampu menerima kondisi yang dialami. Oleh karena itu, disarankan agar semua subjek tetap menjaga sikap tersebut sehingga subjek tetap memiliki pemahaman diri yang realistik. 2. Bagi lingkungan dan masyarakat Untuk masyarakat umum disarankan untuk tidak memandang negatif OYPMK. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat dapat mempengaruhi perasaan dan penerimaan diri OYPMK. Dengan adanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
sikap positif dari masyarakat memudahkan OYPMK menerima kondisi mereka. 3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian serupa dapat melakukan penelitian pada subjek yang berasal dari wilayah lain agar hasil penelitian dapat lebih kaya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, M.D. 2000. Penyakit Kusta. Dalam Harahap, M. (ed). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Anonim, 2013. Hari Kusta Sedunia. Diakses http://koffinewsonblog.wordpress.com/2013/02/05/hari-kusta-sedunia/, tanggal 28 April 2013.
dari diakses
Azwar, S. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi, cet. ke-9, Penerjemah: Dr. Kartini Kartono, Jakarta: Rajawali Pers.
Cronbach, L.J. 1963. Educational Psychology: Second Edition. New York: Han Court Brace and Work Inc.
Daradjat, Z. 1982. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.
Depkes, 2005. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Dit.Jen PPM dan PL, Cetakan XVII.
Gunarsa, S.D. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Handayani, 2000. Efektifitas Pelatihan Pengenalan terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Pada Remaja. Insan, Vol 2, No l, edisi Nopember
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
Helmi, A. F., Handayani M. M., Ratnawati S., 1998. Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi, 2, 47-48. Hjelle, L. A. & Ziegler, D. J. 1992. Personality Theories. (3rd Edition). Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Hurlock, E. 2006. Personality Theories: Basic Assumptions, Research & Aplications. 3rd Edition). New York: McGraw-Hill.
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1999. Perkembangan Anak Jilid 2. Alih Bahasa: Tjandrasa & Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Jersild, A.T. 1963. The Psychology of Adolescence. New York: Mc Millan Company.
Kaur & Van Brakel. 2002. Dehabilitation of Leprosy Affected People, a Study on Leprosy Affected Beggars. Diakses dari www.leprahealthinaction.org tanggal 25 Januari 2011.
Keliat, B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta: ECG.
Marijani, L. 2003. Seputar Autisme dan Permasalahannya. Jakarta: Putra Kumbara. Foundation.
Menkes RI. 2013. Hapus Stigma dan Diskriminasi terhadap Kusta. Diakses dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2225-hapus-stigma-dandiskriminasi-terhadap-kusta.html.
Moleong, L. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
Monty, P., Satiadarma, A. 2003. Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kesepian. Suatu Studi Pada Penderita Stroke Berat. Abstrak Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.
Naqiyaningrum. 2007. Penerimaan Diri pada Remaja yang Berasal dari Keluarga Bercerai. Skripsi, tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Pancawati, R. 2013. Penerimaan Diri dan Dukungan Orangtua terhadap Anak Autis. eJournal Psikologi, Volume 1, Nomor 1, 2013: 38-47. Poerwandari, E,K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Pudjijogyanti, C.R. 1985. Konsep Diri Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian Unika Atmajaya.
Putri dan Hamidah, A.K. 2012. Hubungan antara Penerimaan Diri Dengan Depresi pada Wanita Perimenopause. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Volume 1, No. 02, Juni 2012, hal. 1-6.
Ross, W.F. 1989. Penyakit Kusta untuk Petugas Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia.
Safarian, T. 2005. Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Santrock, J.W. 2007. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Simamora, K. B. 2007. Gambaran Diri Penderita Kusta di Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora Jawa Tengah. Jurnal Penelitian. Fakultas Ilmu Keperawatan, FK UGM Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
Subdirektorat Kusta dan Frambusia. 2007. Modul Pelatihan Program P2 Kusta Bagi UPK.
Sudikdo, S. 2011. Analisis Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Inferioritas Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar. Skripsi, tidak diterbitkan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27467.
Sulaiman, D. 1995. Psikologi Remaja. Bandung: CV. Mandar Maju.
Supratiknya. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Surbakti, E.B. 2009. Lepra Siapa Takut?. Bekasi: Yayasan Transformasi Lepra Indonesia.
Surya, Moh. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Suyanto, 2006. N.A.A. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Semangat Kerja pada Distributor Multi Level Marketing PT. Harmoni Dinamik Semarang. Jurnal Psikologi Proyeksi. Semarang: Universitas Sultan Agung. Vol 1/No 1/ Oktober 2006.
Tomb, D.A. 2003. Buku Saku: Psikiatri (Edisi 6). Jakarta: EGC.
Usman. 2005. Gambaran Penderita Kusta Tipe Mb (Mijlty Basiler) yang Drop Out dengan Pengobatan Mdt {Multi Drug Therapi) di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2000-2004. Skripsi, tidak diterbitkan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/33287.
Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Perpustakaan Digital USU.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan Wawancara
A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin : 3. Pendidikan
:
4. Agama
:
5. Usia
:
B. Pertanyaan Inti 1.
Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya. a. Bagaimana anda menggambarkan rasa percaya diri anda dalam menghadapi hidup ini? Jelaskan! b. Bagaimana anda berupaya menyelesaikan permasalahan anda sendiri? c. Bagaimana anda berupaya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga? d. Bagaimana cara anda membuat keputusan dalam keadaan yang mendesak?
2.
Tidak menganggap dirinya sebagai orang abnormal a. Bagaimana anda bergaul dengan orang lain apakah anda ada hambatan? b. Sejauhmana anda merasa berharga di hadapan orang lain? c. Sejauhmana anda merasa bangga terhadap diri sendiri?
3.
Tidak malu-malu atau takut dicela orang lain. a. Bagaimana anda dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru? b. Bagaimana cara anda mensiasati kekurangan yang ada pada diri anda? Jelaskan! c. Bagaimana cara anda untuk menerima setiap masukan yang baik atau yang buruk? Jelaskan!
4.
Mempertanggung jawabkan perbuatannya. a. Sejauhmana anda berani mengakui kesalahan-kesalahan yang anda buat? b. Sejauhmana anda bertanggung jawab atas setiap keputusan yang anda buat?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
5.
Menerima celaan secara objektif. a. Apakah anda pernah mendapat celaan? Kapan? b. Bagaimana tenggapan anda terhadap celaan tersebut?
6.
Tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan). a. Sejauhmana kondisi anda saat ini mempengaruhi anda dalam berkarya, coba jelaskan? b. Dengan kondisi yang anda rasakan, sejauhmana anda merasa bahagia saat ini? c. Sejauhmana anda merasakan kepuasan dalah hidup ini? Jelaskan!
7.
Tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut a. Apakah anda merasa marah dengan kondisi ini? Jelaskan! b. Apakah anda merasa takut dengan kondisi ini? Jelaskan! c. Apakah anda merasa bersalah dengan kondisi ini? Jelaskan!
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
Lampiran 2. Data Verbatim Wawancara Subjek I Subjek I (29 Th) 8 November 2013 No. 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7.
8.
9.
10.
Refleksi
Cuplikan Transkrip
Selamat pagi bu.. Pagi juga.. Saya minta ijin untuk merekam pembicaraan ini ya bu. Apakah diperbolehkan bu? Silahkan dek.. Terimakasih sebelumnya bu. Ini saya mau menanyakan tentang biodata ibu terlebih dahulu, bisa sambil cerita misalnya umurnya, kegiatan seharihari apa.. Umur saya sekarang 29 tahun. Kegiatan sehari-hari yaa.. pergi kepehumaan, ya kayak orang-orang sini ke sawah bertani. Bapaknya sudah meninggal, anak ada empat orang, yang dua sudah menikah dan punya cucu, yang dua masih sekolah tapi semua tinggal disini..di rumah ini. Setelah bapak meninggal bagaimana ibu menjalankan peran sebagai kepala keluarga bu? Setelah bapak meninggal, saya • Kepercayaan atas sendiri kepehumaan mengurus kemampuannya sawah.. sawah orang itu. Dulu masih untuk dapat ada bapak, kerja sebentar terus menghadapi pulang ngurus anak-anak. Sekarang hidupnya • Bekerjamengurussa pagi sampai siang ya selalu dipehumaan. Pulang ya kalau siang wahsetiaphari • Melakukanpekerjaa kadang kalau tidak ada yang masak. nsampinganuntukm Kalau ada yang minta cuci piring enambahpenghasila kalau ada acara pernikahan misalnya saya sering juga dimintai tolong. n Nanti ada upah bisa untuk tambahtambah. Menurut ibu pendapatan dari behuma apakah sudah mencukupi kebutuhan ibu dan keluarga bu? • Kepercayaan atas Kalau behuma itu kan sawah orang, kemampuan untuk saya diberi upah untuk mengurus dapat menghadapi sawah orang itu dek. Jadi bukan saya
Analisisawal (PadatanFaktual)
Subjekmemiliki kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidupnya; terusberupaya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga
Subjekmemiliki kepercayaan atas kemampuan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
hidup • Menyelesaikan permasalahan secaramandiri • Berusahamenjadi pribadi yang bertanggungjawabpadakeluarg a
11.
12.
13.
14.
15.
yang punya sawah. Walaupun bukan punya saya, saya kan diupah, saya harus bekerja baik-baik karena saya dipercaya oleh yang punya. Ya.. kalau untuk makan secukupnya selama ini bisa dik. Pernah pas saya gak ada uang anak pas bayar sekolah, saya kerja mermput dik cari tambahan juga. Jadi bisa cuci piring, merumput semua bisa jadinya.
Ohh begitu ya bu.. bagaimana ibu mengatasi kebutuhan anak-anak ibu bu? • Kepercayaan atas Kan pernah anak gak bayar uang kemampuan untuk sekolah itu sampai beberapa bulan, dapat menghadapi sampai mau dikeluarkan dari sekolahnya. Anak kan tanggung hidup jawab saya, makanya sekolah tinggi • Bertanggungjawabterhadappen kalau bisa. Kalau tidak ada uang lagi saya harus cari kerja lagi yang lain. didikananak; • Berupayamenyele saya mau anak saya sekolah yang saikansetiapperso baik, biar saya yang mencari uangnya. alankeluarga Maaf sebelumnya bu, bisa diceritakan bagaimana awalnya ibu tau bahwa ibu menderita penyakit kusta? Awalnya badan saya itu rasanya panas, gatal-gatal dan ada luka itu pas saya kepehumaan luka di kaki tidak sembuh-sembuh. Luka di kaki itu aneh saya tidak merasa apa-apa tahutahu sudah luka. Saya tanya sama tetangga katanya saya sakit asam urat. Tapi tidak sembuh-sembuh saya periksa ke puskesmas.. yang puskesmas paling dekat disitu dek. Kata dokter saya terkena penyakit kusta. Dijelaskan dokter sakitnya apa dan bagaimananya Setelah itu bagaimana perasaan ibu ketika tahu ibu mengidap penyakit kusta?
dapat menghadapi hidupdenganberupaya menyelesaikan permasalahan sendiri, misalnyamasalahpeme nuhankebutuhansehari haridankebutuhanseko lahanak. Subjekjugamenunjukk anbahwadirinyamamp umempertanggungjawabkan perbuatannyadenganm enjadipribadi yangmandiridalamme nguruskeluarga.
Kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidup; bertanggungjawabterhadapkeluarg a; membuat keputusan dalam keadaan mendesak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
16.
Merasakanberbagaie mosinegatifpadasaatt ahudirinyaterjangkitk usta.
17. 18.
Trus apalagi bu? • Awalnyamerasakan Saya mengurung diri lama. Saya maludantakutdijauh takut keluar rumah karena malu sama orang sekitar. Nanti pasti saya akan i orang lain. • Dukungan orang dijauhi orang-orang. Tapi ya puji lainmembuatdirinya Tuhan dek.. saya ingin kuat dek. bangkitdanberaktivi Anak saya banyak, kasihan mereka kalau saya terus diam. Kalau ada tassepertibiasanya. yang suruh merumput ya saya kerjakan. Apa saja yang bisa dikerjakan untuk makan anak dek. Ingat juga kata-kata dokter yang bilang kalau saya rajin berobat saya bisa sembuh. Dokter juga baik, saya tidak pernah bayar cuma kasih kopianKTP saja obat gratis. Berapa lama bu menderita kusta sampai akhirnya dinyatakan sembuh? Lama dek.. Sekarang bagaimana keadaan ibu? Sekarang kaki saya memang buntung karena busuk itu. Tapi sudah mengering dan ini (sambil menunjuk alis) sudah tumbuh lagi setengahnya. Perasaan ibu sekarang bagaimana? • Menerimakondisifi Sekarang saya biasa aja dek. Ya selain saya senang saya bisa sembuh sik yang ada • Senangkarenatelah saya kan bisa bekerja tidak dengan berhasilsembuhdar tenaga setengah-setengah lagi. Dulu kan kerja kalau sudah rasanya pusing ikusta • Telahkembaliberak sekali saya minum obat, sehabis minum obatpun masih sangat pusing. tivitassepertibiasa Tapi sekarang sudah bisa bekerja seperti biasa walaupun bekas luka masih keliatan ini (menunjuk jari kaki yang buntung). Pernah ada pengalaman bu terkait penyakit ibu ini? Pernah saya pergi kepehumaan dek
19. 20. 21. 22.
23. 24.
25. 26.
Saya kaget dek, terkejut sampai tidak percaya. Tidak tahu kan dari mana asal penyakit itu, kenapa penyakit kusta bisa saya alami sekarang, kenapa bisa saya terkena. Tidak mungkin rasanya Rasanya malu juga dek.. kaki saya hancur, alis saya hilang karena penyakit ini.
Tahapan penerimaan diri yaitukaget, tidakpercayadenganap a yang dialami, penasarandengankondi sidirinya, tidakterimadengankon disidirinya, maludengankondisitub uhnya. Tahapan penerimaan diri yaitupadaawalnyamen jauhkandiridarilingkun gansosialkarenamalud antakutdijauhi orang lain. Akan tetapiberkatdukungana nakdandoktersubjek pun bangkit. Subjek pun menjalanipengobatand ankembalibekerja.
Subjekberupaya tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan);danterus bekerjasepertibiasaset elahmenjalanipengoba tan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
27. 28.
29.
30.
31. 32.
33.
34. 35. 36.
saya tidak menggunakan sandal. Pulang-pulang kaki luka itupun tahu dari anak saya, saya tidak merasa apa-apa. Ternyata dokter bilang telapak kaki saya mati rasa. Sejak saat itu saya selalu ingat untuk memakai sandal saat pergi bekerja. Buat ibu arti bekerja apa bu? • Menerimakondisifis Bekerja itu ya untuk cari uang memberi makan anak. Apalagi iknyasaatini • Senangkarenaberha bapaknya tidak ada. Saya dengan silsembuhdarikusta keadaan seperti ini bersyukur aja dek. danbisakembalibeke Walaupun ada bekas dari sakitnya yang penting saya sehat saja. Bahagia rja juga bisa sembuh bisa tetap cari uang. Perasaan ibu sekarang dalam menghadapi hidup bagaimana bu? Puas tidak hidup seperti ini? Kalau hidup seperti ini saya sudah puas sudah bersyukur dik.. Hidup dirumah seperti ini.. yang tidak ada apa-apanya tidak apa-apa. Yang penting saya sehat bisa bekerja dapat uang untuk anak makan dan sekolah. Lalu bagaimana tanggapan anak ibu tahu ibu terkena kusta? Anak-anak terkena dampak juga dek. • Penyakit yang Suaminya ada yang tidak mau diderita kerumah ini lagi.. pergi. Tapi puji berdampak pada keutuhan keluarga Tuhan anak saya kandung selalu mengingatkan saya berobat. Mereka • Anak-anak mendukung subjek tidak meninggalkan saya. Iya.. puji Tuhan ya bu. Bu pernah ada gak pengalaman yang tidak menyenangkan dari orang-orang sekitar? Maksudnya seperti apa dik? Misalnya ada orang yang mengejek ibu atau ngegosipin ibu? • Menerimakondisifi Ohh.. pernah dek. Tetangga sebelah siknyaapaadanyada sampai saat ini tidak mau berbicara ntidakberusahaunt lagi kepada saya. Anak saya pernah ditanyai. Ya anak jujur langsung ukmenutupjawab saya sakit kusta. Mungkin nutupinya • Bergaulsecarawaja tetangga takut terkena seperti saya. rdengan orang lain Tapi tidak semua seperti itu dek. Masih banyak orang yang menganggap saya ya seperti orang
Tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan);merasa bahagia dengankondisinyasaat ini.
Tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan); merasapuasdanbersyu kurdengankehidupann yasaatini.
Subjekmendapatdukun gankeluarga
Tidak menganggap dirinya sebagai orang abnormal; tidak ada hambatan dalam bergaul Tidak takut dicela orang lain; dapat menyesuaikan diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
37.
38.
39. 40.
41. 42.
43. 44.
biasa saja. Orang-orang yang juga bekerja dipehumaan bersama saya malah selalu menanyakan bagaimana keadaan saya. Mereka tidak menjauhi saya, biasa saja. Saya pun biasa saja tidak malu untuk berkumpul bersama warga disini. Kalau ada kegiatan ibuibu saya ikut juga. Apa tindakan ibu terhadap tetangga yang tidak mau lagi berbicara dengan ibu? • Bergaulsecarawajar Saya biarkan saja dek. Kalau menyapa saya tetap menyapa. Saya dengan orang lain • Menerimasikapnega tidak memaksa. Wajar kalau orangtif orang lain orang takut. terhadapdirinya Perasaan sebagai kepala keluarga bagaimana bu? • Terkadangmerasalel Capek juga dek.. ya seandainya ahdengankondisidiri bapak masih hidup mungkin bisa nyadanberharapme hidup lebih baik. Tapi tidak apa-apa seperti ini saja. Tapi tetap saya ingin milikipendamping • Berusahamenerapka hidup yang lebih baik dik. nstandarhidup yang terusmengalamiperb aikan Kehidupan yang lebih baik seperti apa bu? • Memimilikkepercay Kalau saya dapat kerja tambahan aanuntukmenghada selain behuma bisa uangnya ditabung untuk biaya anak sekolah dek. Dua pihidup anak ini ingin saya sekolahkan • Memilikicita-cita menjadi dokter. Kalau dokter kan hidup dia bisa lebih baik dari sekarang. Dulu saya sekolah sampai SMP saya mau anak saya bisa sampai jadi dokter. Amin bu.. saya doakan bisa tercapai ya bu. • Menunjukkankeper Iya dik..bagaimanapun saya harus cayaanuntukmengh berguna. Diri saya ini harus ada artinya. Ya arti untuk anak-anak saya adapihidup • Memiliki rasa juga untuk orang sekitar. Saya senang percayadiri yang bisa diberi tambahan pekerjaan seperti merumput. Artinya orang lain cukupbaik • Merasadirinyaberha juga menghargai kemampuan saya rgadihadapan orang dan saya bisa membantu orang dengan tenaga saya. Saya kan punya lain kemampuan bekerja apa saja
dengan lingkungan Menerima celaan secara objektif; tanggapan terhadap celaan
Tidaktakutdijauhidand itakuti orang lain.
Ingin mengikuti standar pola hidupnya, yakniinginmenjalanike hidupan yang lebihbaik.
Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya;upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup; mengikuti standar pola hidupnya
Kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidup; menggambarkan rasa percaya diri dalam menghadapi hidup Tidak menganggap diri sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
serabutan bisa.
45. 46.
• Sempatmenyangkal kondisidirinya • Saatinisudahdapatm enerimakondisidirin ya
47.
Apakah ada bu perasaan marah dengan keadaan ibu sekarang? Marah? Sempat ada dek. Marahnya kenapa bisa saya terkena penyakit ini. Marahnya kenapa bapaknya juga meninggal dan setelah itu saya sakit seperti ini. Takut juga bergabuung dengan warga. Tapi itu dulu.. saya sekarang.. yang sekarang menerima ini semua dik. Ibu menerima ini semua lalu apa harapan ibu untuk hidup ibu kedepan bu? Sayanya sehat, ada tenaganya jadi bisa kepehumaan kerja dek. Uangnya untuk memberi makan anak dan sekolahnya dek.
48.
• Menetapkanstandar hidup yang wajar • Inginhidupsehatdan bekerja
49.
Amin bu.. amin. Bu Karya kalau tahu kakinya hancur, alisnya hilang itu bagaimana cara ibu mensiasatinya? • Mampumenyesuaik Kalau kaki sudah tidak bisa lagi andiridengankondisi diapa-apakan, pakai kaus kaki juga tidak enak. Pakai sandal saja seperti fisik yang ada biasa. Kalau alis saya juga biarkan saja dik. Sekarang kan malah sudah tumbuh sedikit ini (menujuk ke arah alisnya) Pernah tidak bu ada komentar dari orang tentang sakit ibu, fisik ibu? • Mampumenyesuaik Dulu awal-awal itu kan nebak-nebak andiridenganlingku sakit saya. Setelah tahu kan pada takut. Pernah ada yang bilang kalau ngansekitar saya tidak usah ikut dulu kalau ada acara warga tapi ya.. ehm saya kan memang merasa sakit waktu itu jadi saya rasa saya memang tidak ikut dulu kegiatan. Ada benarnya juga, mungkin warga juga nanti takut itu sama saya, haha Tapi sekarang ya ikut saja, tidak masalah juga.
50.
51. 52.
abnormal;merasa berharga dihadapan orang lain
Tidak menyangkal impuls/emosi/merasa bersalah;pernahmerasa marah dan takut; saatinisudahdapatmen erimakondisidirinya.
Mengikuti standar pola hidupnya, yaknihidupsehatdanda patbekerjauntukkeluar ganya.
Tidak takut dicela orang lain;caramensiasati kekurangan diri
Tidak takut dicela orang lain;menerima masukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
Lampiran 3. Data Verbatim Wawancara Subjek II Subjek II (32 Th) 8 November 2013
No. 1.
2. 3.
4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11. 12.
Mampu menghadapi persoalan keluarga dengan lapang dada
Cuplikan Transkrip Selamat siang pak.. Saya yang kemarin membuat janji dengan bapak untuk wawancara hari ini. Sebelumnya saya minta ijin untuk merekam hasil wawancara ini apakah diperbolehkan pak? Siang.. ya.. ya.. iih ayu ja silahkan Bisa diceritakan pak tentang biodata bapak seperti umur, pekerjaan, status dan lain-lain.. Umur ulun 32 tahun, amun gawian kada tetap. Biasanya betukang, merumput tegantung orang ae mun ada yang membari gawian ya bisa haja.. begawi apa haja. Statusnya sudah menikah atau belum pak? Ulun kah? Ulun sudah menikah, tapi ya.. nangkaya jar uln semalam. Bini kada dirumah ni sementara. Istri bapak kemana pak? Bini tulak ke rumah orang tuhanya. Hampir 2 tahun ni kada kesini lagi.. ada jua kalo bisi anak, anak jua dibawa. Kalau boleh tahu apa yang menyebabkan istri bapak pergi pak? Tahu kalo ding ulun suah kena kusta. Bini kada terima lawan takutan pang wan kusta ni. Lalu apa yang bapak lakukan? Wajar ja mun bini bejauh, supan ada ja pasti. Anak gin dibawa oleh takutan tekana jua. Ulun biarkan ja bini ulun tinggal di rumah orang tuhanya. Amun suah bujur-bujur baik awak ni hanyar am ulun membawai bagennya bekumpulan lagi. Nangkaya sekarang ni ulun bisa ae ke rumah orang tuha bini ulun tu, beelang stumat, handak jua tetamu
Aspek
Subjek ditinggalkan oleh istrinya serta anak-anaknya
Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya;mampu membuat keputusan dalam keadaan mendesak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
13. 14.
Mengalami berbagai tekanan batin sebelum akhirnya mampu menerima kondisi dirinya
15.
16.
17.
18.
19.
Ada perasaan takut terhadap penyakit yang diderita, tetapi subjek harus menghadapinya dan yakin dapat sembuh
anak ulun. Ketika tahu bapak menderita kusta apa yang bapak rasakan? Awal-awalnya ulun kira ini baya garing demam gatal-gatal ja. Periksa am oleh kada sembuh-sembuh. Jar dokter kena kusta. Kusta tu setahu ulun penyakit nang kaya orang mintaminta yang putung kakinya. Lun bingung kalo kada percaya. Ulun sarik (marah) jua, jar lun wan dokternya rasa kada mungkin ulun bisa sakit kusta. Penyakit ngitu darimana ulun bisa tekana sampai kada habis pikir. Kawakah betahan hidup dengan kondisi sakit kaya ini. Keytu am dahul bepikirnya.Dahulu supan ada jua. Imbah lun pikir-pikir mengeluh tarus kada beguna. Baik terima ja. Ulun taat beobat sembuh am. Lalu bagaimana selanjutnya setelah dokter memberitahu bapak terkena kusta? Lawas imbah beperiksa kadeda bebulik bulik lagi. Tapi keadaan makin kada baik. Ada luka ngini (menunjuk jari) kada sembuhsembuh. Tulak am ke puskesmas lagi ketemu dokter ngitu. Dijelasakan penyakit kusta tu kayapa wan diberi obatnya oleh dokter. Apakah setelah itu bapak rajin berobat hingga bisa pulih seperti sekarang? Iih, rajin am mbah itu. Meingat yang minta-minta ngitu sampai batis (kaki) putung, ngeri banaran. Ulun kada hakun sampai nangkaya itu. Dokter bepadah mun rajin beobat bisa sampai kada tapi parah. Tapi walaupun ngini (sambil menunjuk lagi jari tangannya) kada kawa kembali tapi tetap ja beobat menuruti jar dokter. Sudah kadapapa ja kena kusta tapi harus melawan keadaan ngitu. Amun masih kawa sembuh berarti ya diusahakan ae. Bisa diceritakan pak pengalaman
Tahapan penerimaan diri: bingung dan tidak percaya dengan sakit yang diderita, berusaha bertahan dengan kondisinya, berhenti mengeluh dan menerima kondisi dirinya.
Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya; menyelesaikan permasalahan sendiri Tidak menyangkal impuls atau emosinya atau merasa bersalah atas hal-hal tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
20.
21. 22.
• Menerima kondisi dirinya • Tidak menyalahkan orang lain • Menerima celaan dengan lapang dada
23. 24.
Tetap bekerja menafkahi keluarga
25.
26. 27. 28.
Subjek dicela pada saat bekerja
29. 30.
• Menerima celaan dengan lapang dada • Merasa dirinya mampu hidup secara mandiri
yang kurang enak sebagai orang yang pernah mengalami kusta? Pengalaman dengan bini itu yang ditinggali oleh kusta ni. Pernah jua kawanan sesama tukang bepadah ke bos mun penyakit ulun ni menular sampai ulun langsung dibayari gajinya besoknya kada begawi lagi. Bagaimana tanggapan bapak terhadap hal seperti itu pak? Amun dulu ulun iyakan ja bini ulun pergi oleh ulun memang bepenyakit. Amun sekarang ulun kan berobat, sekarang baik. ulun kada handak jua nag menyalahkan diri sorang. Amun sekarang tukang lain bepadah ulun ni bepenyakit menular ya biar akan aja. Kadapapa tanggapan orang tu, yang penting kitanya. Ulun bisa ja becari gawian diwadah lain, ulun mampu ja. Bapak pernah mengajak istri untuk kembali lagi ke rumah? Pernah meajak, bini sudah hakun tapi sekarang orang tuha bini yang kada membolehkan. Uluni makanya tetap begawi tetap menafkahi keluarga. Upah kada banyak ding mun betukang, tapi mun bisa lagi begawi yang lain ya digawi jua. Bini gin kada dibiarkan.. ya begawi gin gasan bini wan anak. Datang ke rumah orang tuha bini membari duit mun sudah dibari upah tu. Penyakit kusta ini berpengaruh tidak dengan pekerjaan atau aktivitas bapak? Ada ae dikit-dikit.. Seperti apa pak pengaruhnya? Ya amun pas betukang masih ada ja yang bepander macam-macam. Tindakan bapak dengan sikap mereka yang seperti itu bagaimana? Dibiarkan ja..bujur memang suah kusta. Tapi kan ya tetap manusia bisa begawi. Orang tenaga ja ada buannya kada usah dipikirkan. Percaya ja wan diri sorang mampu.
Mendapat celaan dari orang lain dan kehilangan pekerjaan
Menerima celaan secara objektif; tanggapan terhadap celaan
Kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidupnya; berupaya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga
Mendapat celaan
Kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidup; rasa percaya diri dalam menghadapi hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
31. 32.
• Tidak menganiaya diri sendiri • Merasa puas dan bahagia dengan kehidpuannya
33. 34.
• Memiliki hubungan yang baik dengan tetangga • Mengikuti kegiatan sosial
35. 36.
37. 38.
Menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya dengan tabah dan berusaha untuk memperbaiki diri
• Bangga terhadap diri sendiri karena dapat mengatasi persoalan yang dihadapi • Mensyukuri kondisinya saat ini
39.
40.
Mampu mengatasi keterbatasan fisik yang dialami dan tetap dapat bekerja
Hidup yang seperti sekarang perasaannya bagaimana pak? Besyukur wan Allah masih dibari hidup. Walaupun dulu sakit ini, bini jua kaa hakun serumah kada apa-apa. Allah punya rencana gasan umatNya. Amun bisa membari duit ke bini wan anak sudah bahagia ja puas hidup.. e anu kan begawi jua san begennya. Kena mun bini sudah bisa disini lagi berarti Allah sudah meijinkan. Hubungan dengan tetangga sekitar bagaimana pak? Biasa ja.. mun ulun handak tulak begawi menaguri ja mun ada tetangga yang duduk-duduk didepan rumahnya. Amunnya segala ada pengajian atau acara apa yang digawi tetangga ya datang aja ding. Tetangga baik ja. Ada pak pengalaman tetangga yang ngejek atau apa? Kalau langsung mendangar buannya menyambati kada suah pang. Amun ada gin kadapapa. Kadapapa jua, hidup ya dasar kaya ini.. yang penting kada mehauri hidup ja, mun nya menyambati biar kaya angin lalu ja.. amun ada yang menyambati anggap ja membari masukan direnungi ja, mun nya bujur berarti harus am dibaiki diri ni. Bangga tidak pak menjadi diri bapak? Ulunkah? ya.. bangga (sambil tersenyum). Bisa ja dari nang kena penyakit keytu betahan sampai membaik keyni. Bisa ja begawi membari makan anak bini. Kadeda pang alasan gasan kada besyukur wan Allah. Ulun dibari sehat, ulun bisa betukang tu anugerah Allah semata. Maaf sebelumnya pak, dengan keadaan bapak sekarang mempengaruhi bapak dalam bekerja tidak pak? Amun gasan betukang segala kada a ding. Masih sama ja kaya dulu. Kada mehambat. Baya memang ada bakas lukanya tapi kada tapi bepengaruh.
Tidak menganiaya diri sendiri; merasakan kepuasan dalam hidup Tidak menganiaya diri sendiri; Ada perasaan bahagia
Tidak menganggap diri sebagai abnormal; tidak ada hambatan dalam bergaul dengan orang lain.
Tidak takut dicela orang lain; menerima setiap masukan yang baik atau buruk
Tidak menganggap diri sebagai abnormal; bangga terhadap diri sendiri
Tidak mempermasalahkan keterbatasan; kondisi tidak terlalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
Paling panderan orang ja haha..
41.
42.
43. 44.
45.
46. 47. 48.
Bersikap wajar terhadap kekurangan yang dimiliki
Kalau cara bapak menyiasati kekurangan yang ada pada diri bapak bagaimana pak? Kan ini bekasnya ditangan kalo, kada kawa ae segala ditutupi tu ding. Jadi biasa ja, kaya kadeda apa-apa ja.
Apa harapan bapak sekarang pak? Semoga bini wan anak bisa berkumpul lagi. Rindu jua (wajah sendu). Sepi dirumah.. Amin pak, saya doakan istri anak bapak cepat kembali lagi. Tetap semangat ya pak. Trimakasih pak untuk ngobrol-ngobrolnya. Nanti kalau ada yang kurang saya tanyatanya lagi ya pak? Amin.. makasih ding. Iya sekalian main-main amun ke Mandomai lagi. Iya pak, pasti kalau kesini saya mampir lagi. Trimakasih pak ya.. Iih ding, sama-samalah..
berpengaruh terhadap subjek dalam subjek berkarya
Tidak takut dicela orang lain; tidak ada cara khusus ntuk menyiasati kekurangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Lampiran 4. Data Verbatim Wawancara Subjek III Subjek II (25 Th) 9 November 2013
No. 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
17. 18.
Mengalami keterpurukan sebelum akhirnya dapat menerima
Cuplikan Transkrip Selamat siang kak.. gimana kabarnya hari ini? Siang dik.. Seperti janji kemarin hari ini saya mau tanya-tanya sama kakak. Saya ijin merekam pembicaraan ini ya kak? Iya dik.. Bisa diceritakan biodata, misalnya umur, pekerjaan, sudah menikah atau belum dan lain-lainnya.. Sekarang umurnya 25 tahun, sudah nikah anak satu. Kalau kerjanya penjahit dik. Di rumah ini anggota keluarganya siapa aja kak? Cuma saya sama anak saya ini dik (sambil menunjuk anaknya yang membuat minuman) Kalo suami kakak? Gak ada disini.. Maksudnya kak? Sudah menikah lagi dengan orang lain. ya biarlah.. Maaf ya kak.. Tidak apa-apa dik. Tidak masalah. Kak, awalnya gimana sampai akhirnya kakak tahu kalau kakak menderita kusta? Awalnya saya sakit langsung ke puskesmas diperiksa. Dokter bilang ini saya kena kusta. Kusta apa aja gak ngerti apa. Tapi sudah dijelaskan dokter. Perasaannya gimana kak setelah tahu kena kusta? Jijik sama diri sendiri. Kusta kan penyakit mengerikan dik. Dulu awalawal saya tidak mau berobat. Sampai jari kaki mulai parah ini saya juga
Aspek
Tahapan Penerimaan diri: tidak mau menerima kondisi dirinya, tidak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
kondisi dirinya
19.
20.
• Sempat merasa bersalah karena menyebabkan anaknya tertular kusta • Segera menyadari kekeliruan tindakannya dan mengatasinya
21.
22.
23. 24.
• Mengakui kesalahan • Memperbaiki kesalahan yang dilakukan • Saling memberi dukungan dengan anak agar sembuh
tetap tidak berobat. Saking saya merasa saya tidak mungkin kena kusta. Kadang dokter sampai datang ke rumah ya obatnya saya ambil tapi tidak saya minum. Buat apa juga pikir saya, toh minum obat saya tetap orang kusta. Lalu setelah itu bagaimana kak? Kakak tetap tidak minum obat atau bagaimana? Anak kan sakit dik, saya bawa ke puskesmas. Sedihnya lagi anak saya kena juga dik. Dia masih kecil seperti ini baru SD juga kena. Ya bagaimana ya perasaan saya.. ya saya sedih sekali. Mungkin ini salah saya. Saya yang kusta kan saya yang nularkan. Seandainya dulu berobat dari dulu mungkin dia tidak tertular. Memang ini salah saya. Lalu gimana akhirnya sampai kakak sekarang bisa dinyatakan dokter sudah sembuh? Saya kasihan anak saya kecil-kecil sudah kena kusta. Setelah itu saya rajin minum obat. Saya juga sama anak sama-sama rajin mengingatkan untuk kami sembuh. Anak saya memang lebih rajin dari saya minum obatnya. Dia selalu mengingatkan saya.. saya ya sadar kan anak saya ini gara-gara saya. Ya saya berusaha sembuh. Allah kasih jawaban. Anak saya bisa diobati dari sekarang agar tidak parah seperti saya. Sayanya juga luka mengering dan kata dokter sudah kusta tidak aktif. Sekarang anak ini saya jaga perhatikan terus. Obat juga teratur dik. Dia masih panjang jalannya, masih kecil sekali. Saya bertanggung jawab sampai dia tertular itu kan ya hm.. karena saya tadi awalnya. Kalau anak kakak pernah cerita gak dia diejek atau apa gitu kak? Kalau dia ceritanya cuma ditanyain temannya sakitnya apa. Anak kecil mungkin tidak mengerti juga ya jadinya cuma tahunya sakit-sakit gitu
berobat, tidak mau minum obat, tidak percaya dirinya terjangkit kusta.
Awalnya menyangkal impuls atau emosinya, merasa bersalahh atas kondisi yang terjadi karena berakibat menularnya penyakit pada anaknya yang masih kecil.
Berani mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuat dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
25.
26.
27. 28.
29. 30.
31. 32.
33.
34.
aja. Kalau kakak pernah menderita kusta gini ada gak pengaruhnya ke pekerjaan kakak? Hmm.. yaa kan saya penjahit dik. • Menerima kondisinya saat ini Dulu waktu saya belum sakit gini banyak yang jahitin kesini. Sekarang • Berusaha berkurang dik. Tapi ya ajar saja, mengatasi keterbatasan yang mungkin pada takut gitu. Tapi kan bisa tetap jahit dapet pelanggan lain ada yang mengerti keadaan saya. Kira-kira kenapa kak bisa berkurang seperti itu? Tetangga-tetangga pada tahu saya sakit kusta. Dokter kan kadang kunjungan langsung ke rumah. Pas ada yang jahitin baju juga tetangga kan dengar dokter memberi penjelasan. Pas dokter pulang aja.. e.. kan tetangga nanya-nanya. Hubungan dengan tetangga sekitar gimana kak? Bergaul secara wajar Ya begitu-begitu aja dik. Kayak tadi dengan lingkungan saya bilang nanti kalau saya datang sekitar pada bubar dari warung. Takut lihat saya, hehehe. Tapi kalau hubungannya ya rukun saja tidak pernah berkelahi. Ya kalau bertemu saling sapa kalau ada acara saya diundang kadang ya saya datang. Sikap kakak gimana kalau mereka seperti itu? Menerima dan Tetap senyum aja. Saya tidak memahami sikap memaksa mereka mau bergaul dan orang lain terhadap menerima saya. Dulu aja saya e.. saya dirinya kan tidak percaya juga saya tidak terima saya kena kusta. Saya aja begitu apalagi orang-orang pasti takut sama saya. Tahu anak saya juga ketularan mereka juga pasti mikirnya saya bisa nularin juga ke mereka. Dampak sakit kusta untuk diri kakak sendiri apa kak? Sempat terpuruk sebelum akhirnya bangkit dan lebih bangga terhadap potensi dirinya
Saya bisa lebih sayang diri sendiri. Sehat itu mahal. Kalau dipikir-pikir sekarang lebih percaya diri daripada awal-awal dulu malu, ngurung diri, jijik sendiri. Sekarang saya lebih
Tidak mempermasalahkan keterbatasan; sejauhmanakondisi mempengaruhi dalam berkarya
Tidak menganggap diri sebagai orang abnormal; tidak ada hambatan bergaul dengan orang lain
Menerima celaan secara objektif; tanggapan terhadap celaan
Tahapan penerimaan diri: kemampuan untuk dapat menghadapi hidup; rasa percaya diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
35. 36.
Mampu menghadapi berbagai persoalan
37.
38.
Mampu menerima kondisi dirinya
39.
40.
41. 42.
Mampu mengatasi keterbatasan yang dialami
Bangga pada diri sendiri karena di usia muda sudah mampu mandiri
43. 44.
Mampu mandiri secara finansial dan ingin memiliki pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang
semangat bikin model-model baju dalam menghadapi biar bisa memanfaatkan pekerjaan hidup dan berupaya saya untuk cari banyak uang, hehe.. dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga Cari uang tujuannya untuk apa ka? Untuk hidup yang lebih baik, ngasih Kemampuan untuk makan anak ini. Biar dia juga tidak dapat menghadapi kepikiran kalau tidak ada bapaknya hidup;berupaya dalam hidupnya tetap senang aja. memenuhi kebutuhan hidup keluarga Kakak menerima gak perlakuan suami kakak yang pergi menikah lagi? Kalau seandainya dia sabar dengan Subjek dapat penyakit saya mungkin tidak seperti memahami kondisi ini ya dik. Tapi wajar, pasti dia jijik. dirinya yang Coba adik apa tidak takut datang ke berdampak pada sikap rumah saya ini? pasangan yang jijik dengan penyakitnya Saya? Hehe saya belajar sedikit tentang sakit kakak, jadi agak mengerti kak, jadi tidak takut, Mungkin seperti itu juga orang lain Subjek mampu dik, kalau tahu pasti tidak takut. menerima segala Apalagi saya sudah kusta tidak aktif. segala keterbatasan Tapi kan hak orang untuk menjauh. fisik dirinya dan tak lagi takut dicela orang lain Bangga gak kak menjadi diri kakak? Ohh pasti. Saya masih muda, bisa Tidak menganggap menjahit menghidupi anak saya. Saya diri sebagai orang bisa tersenyum menghadapi semua abnormal; merasa ini, saya kuat.. bangga terhadap diri sendiri karena bisa mengatasi persoalan yang dihadapi dengan tabah Maaf kak, kalau dari menjahit bisa memenuhi kebutuhan kak? Ini cuma berdua aja, cukup. Kadang Subjek dapat hidup juga masih bisa ngasih neneknya mandiri secara juga. Makanya saya juga pengen jadi finansial dan memiliki karyawan puskesmas gitu, dari bawah keinginan untuk dulu gak apa-apa. Kemaren sempet memiliki penghidupan nanya dokter boleh tidak. Dokter yang lebih baik. malah mau bantu. Siapa tahu kan dari situ kerjaan lebih baik tapi ya tetap juga ee.. tetap masih jahit di rumah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
45. 46. 47.
48.
49. 50.
Wah, amin kak. Tetap semangat ya kak.. Tetap bersemangat Pasti dik.. menjalani kehidupan Kak dengan keadaan yang diakibatkan oleh kusta ini gimana cara kakak mensiasatinya? Saat ini sudah tidak Kalau kaki kan ya dibawah gak malu lagi dengan masalah dik. Kalau jari tangan ini keterbatasan fisik satu ya kalau menjahit tidak terlalu pada dirinya mengganggu masih bisa saja. Kalau malu dulu ada, sekarang biasa aja dik. Malunya seperti apa kak? Sempat terpuruk dan Dulu malu kan dilihat orang jarinya malu, tetapi saat ini kutung, apalagi pas ditanyakan sakit sudah bisa apa saya ya dulu bilangnya luka aja mengatasinya gitu. Tapi sekarang kan juga gak perlu malu sayanya, sudah tidak aktif juga.
51.
52.
53.
54. 55.
• Senang dengan kondisinya saat ini • Merasa bertanggungjawab atas kondisi anaknya
Dengan kondisi kakak sekarang yang sudah menjadi orang yang pernah mengalami kusta dan akhirnya boleh sembuh, bagaimana perasaan kakak? Senang pasti.. bahagia juga ternyata dokter benar kalau ditekuni obatnya bisa membaik. Ya saya juga menjaga anak ini dik, biar dia juga jangan sampai terlambat seperti saya. E.. ya semuanya ini kejadian luar biasa dalam hidup saya. Baik ka, saya rasa sudah cukup. Nanti kalau ada yang kurang saya boleh kan ka kembali nanya-nanya? Boleh dik, mampir lagi ya ke rumah. Jauh-jauh ini dari kapuas. Haha iya kak, lumayan sampai sini juga. Makasih banyak ya kak..
Subjek bersemangat menjalani kehidupan
Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain; mampu menyiasati kekurangan pada diri Tahapan penerimaan diri: malu dengan keterbatasan fisik dan penyakit yang dialami, tetapi sekarang sudah mampu menerima kondisinya.
Tidak menganiaya diri sendiri (mempermasalahkan keterbatasan); merasa bahagia dan bersyukur dengan kondisinya saat ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KECAMAfffiRtrtrTffi$H Jalan Husada Baldi RT
t
)Sfm Kehrahan Mandornai 73552
T : 037
Saya yang bertanda tangaq.di bawah
Narna
: dr. Daya
NIP
:
Jabatan
19811
/TU-01/MiIKb/r i.ZOrS
ini
:
1001
.Puskesuras
rJ*-"
dengan ini memberikan persetujuan kepada:
Nama
NIM Mahasiswa
pada
: Evy Rosi Oktaviandela : 0991 14084 : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
untuk melakukan wawancara pada PasiedOrang yang pernah menderita penyakit Kusta di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Mandomai Kecamatan Kapuas Barat sehubtrngan dengan kegiatan pengumpulan data penelitian yang bersangkutan.
Demikian Surat ini karni buat untiik dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Mandomai, 06 November 2013 Mandomai,
1001
9'.