PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
STRUKTUR, MAKNA, DAN FUNGSI MANTRA HINDU JAWA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Disusun Oleh Desmond Wahyu Sekarbatu Anabrang 104114014
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
STRUKTUR, MAKNA, DAN FUNGSI MANTRA HINDU JAWA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Disusun Oleh Desmond Wahyu Sekarbatu Anabrang 104114014
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
摯 ST習 甲 α UI¥今
ヂ
IPザ
Π
ttCSIMぶ
TRA=INDU JAW^
Deslllond l■ │││││■
■ i■ ■││■
││
111 │││
││││‐ ‐
‐■ │■ ■ ‐‐ │
│‐
■‐ │
││ ‐
││││││■ ││││││‐
‐
│■
Pembimbing
│││
│││││││
I L
PrOi Dr.I.PFlp101nO Battadi,M.Ⅱ u■
│
ga1 Tan‐ 意
7 AguStus 2015
Penlbilllbing II
Drs. Yoseph Yapi Taum,l\{.Hum.
-fanggal T Agustus 2015
■
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
STRUKTUR,MAKNA,DAN FUNGSIPIANTRA IIINDU JAWA
dipersiapkan dan ditulis oleh Desmond Wahyu Sekarbatu Anabrang
NIM:|A4ifiAl4
telah dipertahankan di depan panitia penguji pa.da tanggal 14
Juli 201 5
Dan dinyatakan memettuhi sYarai
Nama Lengkap Keむua
: Drs. Hery
Antoto, M.Hum.
Sekeretans
: S.E. Peni
Adji, S.S., M. Hum"
Allgpta
:
-
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum
Drs.Yoseph Yapi Taum,M`Hum. Yogyakarta,14 Juli 2015‐
Fakultas Sastra Sanata Dharma
.F.X Siswadi,M.A,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLItt KARYA Sab/a menyatakall dcngan sesung騨lllya bahWa skripsi ymg saya tllis ini ti‐
dak mcmuat bagiall kttya orang lain, kecuali yang tOlah disσ butkan dalam
kuttpan dall dattar plstaktt sebrttailnalla layttmp karylill■ liahi
Yogyakaia,14 Juli 2015 Penulis
Dcsmolld Wall「 Sekarba毎 た Labrang
lV
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ー
1ン
Eト lBAR
PERNYATAlミ
_R‐
PERSETUJIIAN PUBLIKASI KARYA lL卜 IIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang beFtandatang`避 di bawah ini,saya mahttisⅥ ra U=ivcFtttaS Sな ata Ettar"a:
Nama:Desmond` 品Fahyu
Sckarbatll Anabrang
N卜[:104114014 Delni p電 輛 軸
gall ilmu peng鏡
由u響 ,saF lll壷 厳 kan kcpada poゅ ustakaan
Universitas Sanata Dharna kttya ilmiah saン a yang btt■ ld■l11・ lStrtLktuF,Mtta, d‐
an Fungst Malltra Hindu Jawa"beserta p∝ 鍛まat ya,gdむ alukan 01la ada).
Dcllgan deFlliki爆 1, saya lllttb金 饉kan kepada perpustakaan uni、 eFSitaS Sanata
an, Dharma hak unttk ttcllvl勢‐
lllellgalihkan ttal■
bcllttk lnedia laill,
meng01ahlya atau dal〔 m bentuk panま 虚an data,l■ telldisttbusikan sectta telbatas, dan ll■ olllpublikttikall
di itttelllet atau lllcdia lain untllk kepelltingall akadcluis
talllpa perill lne■ linta i2il■ da五 saya lnaupun nlcll■ berilcan royalti k‐ epada saヽ ra
sclama tttap菫 ,cttcamtlllFlltal ttma saya s(も 錦五 pellulis.
嚢aan illl saya buat derlgan scbcllattya. Demikittl p輌 ゞ Dib■lat di YogFkaFta Pada‐
1'anggalr 14 Juli12015
Desmond Wahyu Sekar"baru Anatrrang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Hindu Jawa”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan, nasihat, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan dan mengucapkan penghargaan sebagai rasa terima kasih yang sebesar–besarnya kepada: 1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar, teliti, dan selalu siap sedia membimbing serta mendampingi penulis ketika mengalami kesulitan selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga atas semangat dan perhatian yang telah beliau berikan, semoga akan menjadi motivasi bagi penulis untuk melangkah ke depan. 2. Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian, selalu siap sedia membimbing serta memberi saran, masukan, dan pemikiran. 3. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku Kaprodi Sastra Indonesia dan penguji yang dengan sabar serta perhatian dalam membantu proses penyusunan karya ilmiah ini, dan segala masukan atau saran yang beliau sampaikan. 4. Seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia Drs. B. Rahmanto, M.Hum.; Drs. F.X Santoso, M.S.; S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum.; Dra. Fr.
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lUalldrasill Ac,,MiHLIIll.:Drs.Hcry Antollo,MiHuln.;Proi Dr.ID‐ ewa plltu wlantt SU,MA,yttg tcltt lllentberlkall bekal ihu keprada pcll■
lliS.
SegcnaptkaFyawan Faktttas Sattra atas bantuannya selama菫 ■ .
5.Kcdlla orallg tua ponuliち
Ag,s lsllle/o lsllugFOhO dan Nia Fliam ttas
duku=gall dal■ dOa yang dttak terbatas.
6. Sciuruh keluarga bcttr kakё k teFCinta ム鮮 s S● CbCkti yttg tel由 ,IIlotivasl,dan keceFlaalllllya.
=cnlberiktt sttang麟
dan m∝ ivaSi
7.Andira ICri亜 亀 蕊霞 よ
yallg terus― FnCnttus.
'kttlgall,doaっ
telllm sastra I轟 Onesia drari seluruh angkatall,tttan― telllan 8.TcIIt雛 ‐ A■ 熱 ぅdan Beralltak,Sa」 よ ―
seltlrllh telnan―
temm yallg tidak disebutkan
llttIIII Selalli ada lltt tallpa henti― helltinya lncll■ bclll sttangat. Akhir kata,lpellulis lncllⅣ
■dan bahwa segala sesuatu tiada yang setllpllFlla=
Dcmikittjutt Skipsi illijaull datt kescnlp●
IIlaall.olcll sebめ i毎 ,S● 騨 la k五 tik da■
sattn yattg lncl■ bangult penulis tcnma dcngan tcFbika_Pclllllis berharap sclllo‐ 3a
壺ipsiini bttslna baj lllasprakat.
rOgyakaFta,14」 取
=li 201 5
Pel]llliζ
Desmond Wallp SCkarbat■lAnお rang
VIl
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO “Tradition is a roadmap to the future”
-Nia Fliam-
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kakek tercinta yang perjuangannya tidak akan pernah saya lupakan. Kepada orang tuaku atas dorongan doa, semangat, kasih sayang, dan pengorbanannya yang tak ada hentihentinya hingga skripsi ini bisa terselesaikan
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Anabrang, Desmond W.S. 2015. “Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Hindu Jawa”. Skripsi Strata I (S1) Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini menyampaikan hasil penelitian dari rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa. Ada tiga masalah yang dijawab dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana struktur mantra-mantra Hindu Jawa? Kedua, apa makna mantra-mantra Hindu Jawa? Ketiga, apa fungsi mantra-mantra Hindu Jawa secara filosofis, religius, dan edukatif? Jenis penelitian ini merupakan penelitian dasar. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari sumber tertulis yang didapatkan dari buku-buku yang ditulis oleh Ida Pedanda Djajakoesoema, dan sumber lisan dari anak Ida Pedanda Djajakoesoema yang bernama Agung Harjuno. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik nonpartisipan atau teknik simak bebas libat cakap. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode agih, metode padan, dan dilanjutkan dengan padan pragmatis. Pemaparan hasil analisis data dilakukan dengan metode informal dan metode formal. Dari hasil penelitian, penulis menemukan struktur mantra yang berupa kata Hong sebagai pembuka, bagian tubuh mantra yang merupakan puji-pujian, bagian akhir mantra yang merupakan permohonan, diksi mantra yang mengacu pada Bahasa Jawa dan Jawa Kuna, dan gaya bahasa mantra yang ditemukan pada salah satu mantra dalam bentuk majas metafora. Berdasarkan pencarian makna dengan mencari makna referensialnya, penulis menemukan bahwa secara garis besar, rangkaian mantra-mantra memiliki makna yang mengakui kebesaran Tuhan, dan mensyukuri manifestasi Tuhan. Berdasarkan pencarian fungsi filosofis, dipahami bahwa tribawana adalah salah satu filosofi dasar dari mantra-mantra Hindu Jawa. Berdasarkan fungsi religius, dipahami bahwa tujuan masyarakat Hindu Jawa adalah untuk mencapai moksa dan keseimbangan tribawana. Berdasarkan fungsi edukatif, dipahami bahwa secara umum rangkaian mantra-mantra berfungsi untuk mengajarkan sosok Tuhan sebagai sosok yang maha esa, dan menghargai seluruh manifestasi Tuhan.
Kata kunci : struktur, makna, fungsi, mantra, Hindu Jawa.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Anabrang, Desmond. 2015. “Structure, Meaning, and Function of Javanese Hindu Mantras”. Thesis for Undergraduate (S1) Indonesian Literature Studies Programme, Indonesian Literature Majors, Faculty of Literature, Sanata Dharma University. This thesis is the result of research from a series of Hindu Javanese sacred mantras. Regarding to the Hindu Javanese mantras, this research examines three important points contained/within the mantras; the structure of various configurations found in the opening, body, and end of the mantras along with the dictation and the style of language used in the mantras, the meaning in regards to the intent of the mantras, and the function in regards to the philosophy, religion and educative aspects. This kind of research is basic and was done in three stages; the gathering of data, the analysis of data, and the explanation of the results of the analysis of the data. This data was obtained with the method of research and non-participatory techniques, from written sources by the books of Ida Pedanda Djajakowsoema and from oral source from the son of Ida Pedanda Djajakoesoema, Agung Harjuno. The analysis of the data was done with the agih method, padan method, and finally with pragmatic padan. The explanation of the result of the analysis of the data was done with both an informal as well as a formal method. From the result of the research, the writer has found that the structure of the mantra uses the word Hong as an opening of each mantra. The body of the mantra is in the form of worship, and then end of the mantra is in the form of supplication. The diction of the mantra is based on the Javanese and the ancient Javanese language. The style of language in the mantra that is found in one of the mantras is in the form of metaphore. Based on the search for the meaning by looking for the referential meanings, the writer also found that the meaning of most of the mantras is an affirmation and surrender to God. Based on the search for the function, by exploring the philosophical function, it can be understood that Tribawana is one of the basic philosophical concepts of the Hindu Javanese mantras. Based on the religious function, it can be understood that the goal of the Hindu Javanese community is to achieve moksa and the balance of Tribawana. Based on the educational function, it can be understood that most of the mantras has a function to teach that God is great, and to appreciate God’s manifestation.
Key words : structure, meaning, fungction, Javanese Hindu, mantras.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................................................. v KATA PENGANTAR...................................................................................... vi-vii HALAMAN MOTTO.......................................................................................... viii HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ ix ABSTRAK.............................................................................................................. x ABSTRACT........................................................................................................... xi DAFTAR ISI.................................................................................................. xii-xiv DAFTAR TABEL................................................................................................. xv DAFTAR BAGAN.............................................................................................. xvi BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 1-13 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1-3 1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 4-5 1.5 Tinjauan Pustaka................................................................................ 5-6 1.6 Landasan Teori...................................................................................... 6 1.6.1 Struktur Wacana Mantra........................................................ 7 1.6.2 Kajian Makna Referensial…………….............................. 7-8 1.6.3 Kajian Fungsi…………...................................................... 8-9 1.7 Metode dan Teknik Penelitian.............................................................. 9 1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data............................... 10 1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data.................................... 10-13 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data........................... 13-14 1.8 Sistematika Penyajian......................................................................... 14
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II STRUKTUR MANTRA HINDU JAWA........................................ 15-31 2.1 Pengantar............................................................................................. 15 2.2 Struktur Mantra Hindu Jawa…………............................................... 15 2.2.1 Bagian Awal Mantra Hindu Jawa……………………... 15-17 2.2.2 Bagian Tubuh Mantra Hindu Jawa................................. 18-22 2.2.3 Bagian Penutup Mantra Hindu Jawa.............................. 22-24 2.2.4 Diksi Mantra Hindu Jawa…………………………….... 25-28 2.2.5 Gaya Bahasa Mantra Hindu Jawa……………………... 28-31 BAB III MAKNA MANTRA HINDU JAWA……………………............. 32-64 3.1 Pengantar............................................................................................. 32 3.2 Makna Referensial Mantra Hindu Jawa…………….......................... 32-33 3.2.1 Mantra Vertikal................................................................................. 33 3.2.1.1 Mantra Vertikal Pertama “Kebesaran Tuhan”…......................................................... 33-36 3.2.1.2 Mantra Vertikal Kedua “Manifestasi Tuhan pada Alam………..........…………………………... 36-42 3.2.1.3 Mantra Vertikal Ketiga “Manusia Sebagai Dewa”………..……………………………… 42-44 3.2.2 Mantra Horizontal……………………………………........ 45 3.2.2.1 Mantra Horizontal Pertama “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”........................................................................ 45-52 3.2.2.2 Mantra Horizontal Kedua “Penjabaran Unsur Diri”…………………………....………….... 52-59 3.2.2.3 Mantra Horizontal Ketiga “Rangkuman Rangkaian Mantra”…………......………….…………… 59-63 3.2.3 Mantra Penutup “Harapan Kedamaian”………………. 63-64
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV FUNGSI MANTRA HINDU JAWA.............................................. 65-92 4.1 Pengantar…………………………………………………………..... 65 4.2 Fungsi Filosofis Mantra Hindu Jawa……………………………. 65-70 4.3 Fungsi Religius Mantra Hindu Jawa…………………………….. 70-74 4.4 Fungsi Edukatif Mantra Hindu Jawa…………………………........... 74 4.4.1 Fungsi Edukatif Mantra Pertama “Kebesaran Tuhan”…………….…...………………………..…...... 75-76 4.4.2 Fungsi Edukatif Mantra Kedua “Manifestasi Tuhan Pada Alam”……………..……………...……………………. 76-81 4.4.3 Fungsi Edukatif Mantra Ketiga “Manusia Sebagai Dewa…………..……………………………….……… 80-81 4.4.4 Fungsi Edukatif Mantra Keempat “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”…………….……...………………………… 82-87 4.4.5 Fungsi Edukatif Mantra Kelima “Penjabaran Unsur Diri”………….…………………...………….………... 87-88 4.4.6 Fungsi Edukatif Mantra Keenam “Rangkuman Rangkaian Mantra dan Tribawana”……………………….…………..………….. 88-89 4.4.7 Fungsi Edukatif Mantra Ketujuh “Harapan Kedamaian”…………………….………………....…... 89-90 BAB V PENUTUP……….……………………….…………………..…... 90-115 5.1 Kesimpulan…………………………..………………………….. 90-95 5.2 Saran…………………………………..…………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 97 GLOSARIUM.............................................................................................. 98-110 BIODATA……………………………………………………………….......... 111
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Contoh Mantra .................................................................................................... 1 Tabel 2. Contoh Mantra .................................................................................................... 2 Tabel 3. Gaya Bahasa Mantra “Penjabaran Unsur Diri”................................................. 29 Tabel 4. Rangkuman Rangkaian Mantra dan Tribawana................................................. 31 Tabel 5. Fungsi Religius dalam Mantra........................................................................... 72 Tabel 6. Fungsi Edukatif Mantra “Kebesaran Tuhan”..................................................... 75 Tabel 7. Fungsi Edukatif Mantra “Kebesaran Tuhan”..................................................... 75 Tabel 8. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam”................................ 78 Tabel 9. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam”................................ 78 Tabel 10. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” ............................. 79 Tabel 11. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” ............................. 80 Tabel 12. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam”.............................. 80 Tabel 13. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam”.............................. 81 Tabel 14. Fungsi Edukatif Mantra “Manusia Sebagai Dewa” ........................................ 82 Tabel 15. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”......................... 84 Tabel 16. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” ........................ 84 Tabel 17. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”......................... 85 Tabel 18. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”......................... 86 Tabel 19. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”......................... 87 xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 20. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia”......................... 87 Tabel 21. Fungsi Edukatif Mantra “Penjabaran Unsur Diri” .................................... 89-90 Tabel 22. Fungsi Edukatif Mantra “Penjabaran Unsur Diri” ......................................... 90 Tabel 23. Fungsi Edukatif Mantra “Rangkuman Rangkaian Mantra.............................. 91 Tabel 24. Fungsi Edukatif Mantra “Harapan Kedamaian”.............................................. 92
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Tribawana ............................................................................................. 70 Bagan 2. Tribawana ............................................................................................. 76
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BABI PENDAⅡULUAN
1.1
Latar Belakang Objek penelitian ini adalah mantra Hindu Jawa yang ditemukan dalam ritual-
ritual Hindu Jawa. Mantra berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna 'doa' atau permohonan (Soedjijono, et
al 1987:13). Menurut
Sudjiman (1986:8-9)
mantra adalah susunan kata yang berunsur puisi seperti rima dan irama yang dianggap mengandung kekuatan gaib atau dapat menimbulkan kekuatan gaib.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2009:987), mantra adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib (rnisal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dsb). Melalui pendapat Sudjiman dan
KBBI, penulis dapat menyimpulkan bahwa mantra adalah susunan kata yang memiliki unsur puitis maupun magis, dan memiliki kekuatan gaib. Berikut adalah contoh mantra yang digunakan dalam ritual Hindu Jawa:
Tabel
l. Contoh Mantra Mantra dalarn Bahasa Indonesia
Mantra dalam Bahasa Asli 肋 κg
肋
Sang Hyang Murbeng Dumadi
'Tuhan yang maha tahu'
Kang hanyipta jagad raya
'
Sarta sedaya dumadi
'Beserta segala yang tercipta'
昭
Yan g menciptakan jagad r ay a'
D alem hanyemba h sungkem
'Saya menyembah sujud dengan
hamarikelu
sepenuh hati'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hangluhuraken paduka
‘Meluhurkan engkau’
Namung paduka ingkang kula sembah
‘Hanya Engkau yang hamba sembah’
Hinggih Sang Hyang Widhi
‘Yaitu Tuhan Yang Maha Esa’
2
Tabel 2. Contoh Mantra Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Sitoresmi, kuasaning Sang Hyang Widhi
‘Sang Hyang maha pengasih kuasa Tuhan Yang Maha Esa’
Haparing cahya daya katresnan dating sedaya gesang
‘Memberikan daya cahaya cinta kasih kepada segala kehidupan’
Sang Hyang Kartika, kuasaning Sang Hyang Widhi
‘Sang Hyang bintang kuasa Tuhan Yang Maha Esa’
Haparing sifat watak dating sedaya gesang
‘Memberikan sifat watak kepada segala kehidupan’
Contoh dalam Tabel 1 maupun Tabel 2 dapat disebut sebagai mantra karena memiliki unsur-unsur puisi dan memang digunakan pada berbagai macam ritual Hindu Jawa, yang memiliki kekuatan unsur gaib. Dalam penelitian ini, mantra Hindu Jawa dipilih sebagai objek penelitian karena alasan-alasan berikut.Pertama, mantra-mantraHindu Jawa tidak selalu berbau mistis, melainkan terdapat beragam keunikan dalam bahasa yang digunakan.Kedua, mantra-mantra Hindu Jawa adalah bagian dari kebudayaan Jawa yang mulai ditinggalkan.Ketiga, belum ditemukannya penelitian tentang mantra-mantra Hindu Jawa. Hal pertama yang dibahas dalam skripsi ini adalah struktur mantra-mantra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Hindu Jawa. Pada pembahasan struktur, penulis akan melakukan pembahasan struktur mantra pada bagian awal, struktur mantra pada bagian tubuh, struktur mantra pada bagian penutup, diksi dan gaya bahasa. Hal kedua yang dibahas dalam skripsi ini adalah makna mantra-mantra Hindu Jawa. Dalam membahas makna, penulis akan mengkaji mantra-mantra Hindu Jawa melalui makna referensialnya. Pembahasan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam pada setiap bagian mantra. Dengan begitu pembaca akan mengerti bahwa terdapat pelajaran kehidupan dan konsep filosofis yang sesungguhnya berseberangan dengan bacaan berbau mistis. Hal ketiga yang dibahas dalam skripsi ini adalah fungsi dalam mantramantra Hindu Jawa.Mantra-mantra ini memiliki berbagai macam fungsi bagi umatnya. Beberapa fungsi yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah fungsi filosofi, fungsi religius, dan fungsi edukatif. Dengan membahas beberapa fungsi ini, pembaca akan mengerti secara menyeluruh mengapa umat merasa bahwa mantra, maupun kepercayaannya, memiliki fungsi yang nyata dalam kehidupan mereka. Uraian tersebut membuktikan bahwa mantra-mantra Hindu Jawa mengandung struktur, makna dan fungsi.Berdasarkan semua penjelasan tersebut, struktur makna dan fungsi mantra-mantra Hindu Jawa menjadi pokok permasalahan di dalam penelitian ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam butir 1.1, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana struktur mantra-mantra Hindu Jawa? 1.2.2 Apa makna mantra-mantra Hindu Jawa? 1.2.3 Apa fungsi mantra-mantra Hindu Jawa secara filosofis, religius, dan edukatif?
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan mantra Hindu Jawa. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: 1.3.1 Mendeskripsikan struktur mantra-mantra Hindu Jawa. 1.3.2 Mendeskripsikan makna mantra-mantra Hindu Jawa. 1.3.3 Mendeskripsikan fungsi mantra-mantra Hindu Jawa secara filosofis, religius, dan edukatif.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah deskripsi tentang struktur, makna, dan fungsi dari mantra Hindu Jawa yang ditemukan dalam sebuah ritual kedalaman masyarakat Hindu Jawa di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Hasil penelitian akan menyajikan teori tentang struktur, makna, dan fungsi mantra. Manfaat penelitian ini dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
dilihat dari dua hal, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Terdapat dua manfaat teoretis dari penelitian ini, yaitu untuk menambah khazanah mengenai struktur, makna, dan fungsi mantra Hindu Jawa, dan mengungkap salah satu sisi budaya masyarakat Hindu Jawa, meliputi kearifan kulturalnya. Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan struktur, makna, dan fungsi mantra Hindu Jawa sebagai bagian dari kearifan lokal masyarakat Hindu Jawa.
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang mantra sebelumnya pernah dilakukan oleh Soedjijono dkk (1987:13-17) dengan judul Struktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa Timur.Pada penelitian ini dijelaskan bahwa ciri khas mantra adalah tidak selalu dapat dipahami artinya untuk dapat membangkitkan suasana magis.Suasana sakral dan efek magis yang dimaksudkan di sini adalah bahwa mantra menunjuk kepada dunia di luar batas-batas kemampuan wajar manusia, dunia di luar kekuasaan hukum alam, alam gaib, sebagai pengaruh dari kekuatan sakti. Abdulrachman, dkk.(1996:2) dalam bukunya yang berjudul Fungsi Mantra dalam Masyarakat Banjar menjelaskan bahwa mantra sebagai kata magi (magicword) dimaksudkan untuk memperoleh satu kekuatan bagi orang yang mengucapkannya.Tetapi pada beberapa masyarakat, mantra tidak sepenuhnya dipergunakan untuk kepentingan penggunanya karena ada yang menyangkut nilai positif dan bersifat defensif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Yusri Yusuf, dkk. (2001) dalam bukunya yang berjudul Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh menjelaskan bahwa ketika manusia masih percaya pada kekuatan animisme dan dinamisme (yakni pada waktu manusia masih sangat percaya kepada kekuatan supranatural), mantra digunakan untuk memuja kekuatan supranatural itu dengan harapan kekuatan tersebut tidak akan mendatangkan bala kepada manusia. Rasa takut dan tekanan yang dirasakan oleh manusia yang dibarengi dengan pemujaan telah membuat manusia mengadakan berbagai macam upacara yang dimaksudkan untuk memohon sesuatu kepada kekuatan itu. Dengan melihat penelitian Abdulrachman dkk, Yusri Yusuf dkk dan Soedjijono dkk, dapat disimpulkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian yang mengangkat mantra-mantra Hindu Jawa.Melalui penelitian-penelitian tersebut, dapat disimpulkan pula bahwa dalam penelitian-penelitian sebelumnya, sebuah mantra masih memiliki suasana yang sangat mistis, dan belum dapat secara murni dipahami makna filosofis dan pelajaran hidup yang terkandung di balik kesan kemistisannya.
1.6 Landasan Teori Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian struktur, makna, dan fungsi ketika digunakan untuk mendalami mantra-mantra Hindu Jawa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
1.6.1 Struktur Wacana Mantra Sebagaimana dibicarakan di depan, mantra adalah susunan kata yang memiliki unsur puitis maupun magis, dan memiliki kekuatan gaib. Pada penelitian ini, mantra dianggap sebagai sebuah wacana.Wacana yang dimaksud adalah berbagai perkataan maupun ucapan dalam bentuk mantra oleh Rsi / Pandita dan umat dalam ritual kedalaman Hindu Jawa, yang kemudian direkam secara tertulis.Sebagai sebuah wacana, ketujuh mantra yang diteliti dalam penelitian ini juga memiliki unsur-unsur yang berkesinambungan pada bagian awal / pembuka wacana, tubuh / isi wacana, dan penutup wacana.Dilihat sebagai sebuah struktur, ketiga bagian tersebut memiliki berbagai fungsi yang berbeda.Bagian awal wacana berfungsi sebagai pembuka wacana, bagian tubuh wacana berfungsi sebagai pemapar isi wacana, dan bagian penutup berfungsi sebagai penanda akhir wacana (Baryadi 2002: 14). Dengan demikian pembahasan struktur mantra akan dilakukan dengan menganalisa struktur wacana pada bagian awal, tubuh, dan penutup mantra.
1.6.2 Kajian Makna Referensial Menurut Chaer (1990:33) makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala-dalam-ujaran (Utterance – internal – phenomenon).Jadi dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk/mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual) (Chaer, 1990:28).Sesungguhnya jenis atau tipe makna dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Dalam penelitian ini makna hanya akan dibedakan berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem, untuk kemudian dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna
nonreferensial.
Makna-makna
referensial
inilah
yang
kemudian
didefinisikan dan digunakan sebagai alat untuk membedah makna mantra-mantra Hindu Jawa.
1.6.3 Kajian Fungsi Untuk lebih memahami pengkajian fungsi, perlu dipahami juga beberapa pendapat tentang teori fungsionalisme.Menurut kamus Bahasa Inggris Merriam Webster (www.merriam-webster.com/dictionary/functionalism), fungsionalisme adalah sebuah teori yang memberikan penekanan pada hubungan pola maupun institusi di dalam masyarakat dan hubungan mereka dalam melindungi keberlangsungan budaya maupun kesatuan masyarakat.Melalui penjelasan ini dapat dimengerti bahwa sesungguhnya yang paling dirasakan manusia dari agama adalah dampak, dan bukan hanya keberadaan suatu agama saja.Dampak yang dimaksud dari timbulnya sebuah agama adalah kemudian inti dari pembahasan fungsi mantra Hindu Jawa.Besarnya peran dampak sebuah agama juga ditekankan pada fungsionalisme yang didalami dalam ilmu filsafat.Menurut ensiklopedi filsafat (http://www.iep.utm.edu/functism/), fungsionalisme adalah sebuah teori tentang tingkat pemahaman alami mental manusia. Tingkat pemahaman mental manusia diidentifikasi melalui apa yang kemudian dilakukan, dan bukan hanya sebatas memahami suatu hal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan analitis, dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dikembalikan pada tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk itu semua, manusia lari kepada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam menolong manusia (Hendropuspito, 1985:38).Dalam penelitian ini pengertian agama mengarah kepada rangkaian mantra Hindu Jawa. Untuk mendalami pembahasan fungsi dalam mantra Hindu Jawa, pembahasan akan dibagi menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi filosofi, fungsi religius, dan fungsi edukatif. Fungsi filosofi akan menjabarkan salah satu fungsi filosofi utama masyarakat Hindu Jawa, dan penerapan filosofi tersebut. Fungsi religius akan menjabarkan wujud empiris, dan supra-empiris dari mantra-mantra Hindu Jawa. Fungsi edukatif akan menjabarkan beragam fungsi-fungsi mantra yang mampu menyampaikan nilai-nilai pengajaran kehidupan pada masyarakat Hindu Jawa.
1.7 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data dan (iii) penyajian hasil analisis data setiap tahap dilaksanakan dengan metode tertentu. Berikut dijelaskan masing-masing tahap dalam penelitian ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Objek penelitian ini adalah struktur, makna, dan fungsi mantra-mantra Hindu Jawa, sedangkan data penelitian ini adalah mantra-mantra Hindu Jawa.Data diperoleh dari sumber tertulis maupun lisan.Sumber tertulis didapatkan dari dokumentasi mantra-mantra Hindu Jawa dalam buku Mantram Kedalaman Perguruan Raja Yoga Bulu Merak “Wedha Prakarti” Indonesia oleh Ida Pedanda Djaja Koesoema. Sedangkan sumber lisan akan didapatkan dari putra Ida Pedanda Djajakoesoema, Agung Harjuno. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Metode simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan menyimak langsung penggunaan bahasa. Teknik yang digunakan dalam tahap pengumpulan data, adalah teknik nonpartisipan atau teknik simak bebas libat cakap dengan mengamati dan mencatat wacana mantra yang terdapat dalam buku dokumentasi mantra-mantra Hindu Jawa oleh Ida Pedanda Djaja Koesoema.Data yan sudah terkumpul diteliti berdasarkan struktur, maksud dan fungsi.
1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data Penelitian ini akan menganalisis mantra Hindu Jawa dengan tiga metode. Untuk menganalisis struktur, akan digunakan metode agih. Metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:15). Pada metode agih akan digunakan teknik dasar bagi unsur langsung, yaitu teknik analisis data dengan cara membagi suatu satuan lingual datanya menjadi beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Kemudian analisis akan dilanjut dengan teknik baca markah, yaitu teknik yang menganalisis pemarkahan untuk menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu; dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu (marker) berarti kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud. Berikut merupakan contoh penerapan metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung. (1) (a)
Hong
(b)
Sang Hyang Surya
(c)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(d)
Haparing cahya dhumateng sadaya gesang
(e)
Sang Hyang Bagaskara
(f)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(g)
Haparing tumuwuh dhumateng sadaya gesang
Mantra di atas dibagi menjadi lima baris yang ditandai dengan alfabet a, b, c, d, e, f, dan g. Dalam contoh tersebut, juga dapat ditemukan pemarkah pada awal mantra yang berupa kata Hong. Kata ini ditemukan pada setiap awal mantra. Kemudian kata Sang Hyang, yang selalu mengawali nama Tuhan maupun manifestasinya. Penggunaan paragraf juga digunakan pada setiap pemujian bentuk manifestasi Tuhan.
Untuk menganalisis makna akan digunakan metode padan, yaitu metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Tujuan analisis data dengan metode padan adalah untuk menentukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
kejatian atau identitas objek penelitian (Kesuma, 2007:47), pada metode padan ini, akan digunakan subjenis metode padan referensial. Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa referen bahasa.Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur luar bahasa yang ditunjuk satuan kebahasaan (Kridalaksana, 2001:186).Metode padan referensial itu digunakan untuk menentukan identitas satuan kebahasaan menurut referen yang ditunjuk (Kesuma, 2007:48). Berikut merupakan contoh penerapan metode padan dengan subjenis metode padan referensial. (2) Hong Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut.
Untuk menganalisis fungsi, akan digunakan metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah suatu metode padan yang alat penentunya adalah mitra wicara (Sudaryanto, 1993:13).Metode ini digunakan karena fungsi dalam penelitian ini, dapat dimengerti sebagai dampak langsung dari mantra-mantra dan ritual yang dapat dirasakan oleh umat Hindu-Jawa.Dengan demikian untuk dapat mengolah data-data fungsi tersebut, haruslah digunakan sudut pandang mitra wicara. Berikut merupakan contoh penerapan metode padan pragmatis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
(3) Hong Sang Hyang Murbeng Dumadi Kang hanyipta jagad raya Sarta sadaya dumadi Dalem hanyembah sungkem hamarikelu Hangluhuraken paduka Namung paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi
Melalui contoh di atas, penulis dapat merasakan adanya pesan yang diajarkan agar selama umat menjalani kehidupan selalu mengingat keberadaan Tuhan.Melalui kesadaran bahwa Tuhan telah menciptakan segala yang ada, umat diharapkan dapat dengan ikhlas menyembah Tuhan tanpa perlu mempertimbangkan sosok Tuhan dengan permasalahan duniawi.Hal ini karena segala yang ada di dunia, beserta segala permasalahannya adalah bagian dari ciptaan Tuhan.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data.Analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode formal dan metode informal.Hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode informal, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang biasa yaitu kata-kata yang bersifat denotative dan bukan kata-kata yang bersifat konotatif.Penyampaian hasil analisis data dalam penelitian ini juga menggunakan metode formal, yaitu memanfaatkan berbagai lambang, tanda, singkatan dan sejenisnya(Sudaryanto, 1993:145).Dalam skripsi ini penyajian skripsi secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
formal dilakukan dengan tabel, bagan, dan tanda panah (
14
).
1.8 Sistematika Penyajian Laporan hasil penelitian ini disusun dalam lima bab. Bab I, pendahuluan.Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian.Latar belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian.Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian.Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian.Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini.Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah membahas tentang idiom.Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.Metode penelitian merincikan teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini.Sistematika penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam skripsi ini.Bab II berisi tentang uraian dan analisis struktur mantra Hindu Jawa.Bab III berisi tentang uraian dan analisis makna mantra Hindu Jawa.Bab IV berisi tentang uraian dan analisis fungsi mantra Hindu Jawa. Bab V berisi penutup, kesimpulan dan saran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II STRUKTUR MANTRA HINDU JAWA
2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, pembahasan struktur mantra akan dibagi menjadi lima, yaitu pembahasan struktur mantra pada bagian awal, struktur mantra pada bagian tubuh, struktur mantra pada bagian penutup, diksi dan gaya bahasa.
2.2 Struktur Mantra Hindu Jawa Tidak berbeda dengan beragam literatur lain, mantra Hindu Jawa juga memiliki struktur yang dapat diidentifikasi. Struktur mantra Hindu Jawa ini akan diidentifikasi dengan membedah lebih jauh bagian awal, tubuh, penutup mantra Hindu Jawa, dan juga diksi maupun gaya bahasa yang digunakan.
2.2.1 Bagian Awal Mantra Hindu Jawa Dibandingkan bagian lain dari keseluruhan rangkaian mantra kedalaman, bagian awal adalah bagian yang selalu sama. Dalam ritual-ritual yang menggunakan mantra kedalaman, seorang pandhita akan memulai sebuah mantra dengan mengucapkan “Hong..”, untuk kemudian diikuti oleh umat. Kata Hong dapat ditemukan pada seluruh awal mantra kedalaman yang berjumlah tujuh mantra. Berikut adalah paragraf pertama dari ketujuh mantra tersebut.
15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(4) Hong... Sang Hyang Merbeng Dumadi Kang hanyipta jagad raya Sarta sadaya dumadi Dalem hanyembah sungkem hamarikelu Hangluhuraken paduka Namung paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi... (5) Hong... Sang Hyang Surya Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing cahya dhumateng sadaya gesang... (6) Hong... Sukma sejati dewa kang linuwih Hinggih Sang Guru Sejati Dados warananing Sang Hyang Widhi Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan... (7) Hong... Kang maha suci Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing daya suci...
16
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
(8) Hong... Sedulurku keblat papat kalima pancer Kakang kawah, adi ari-ari Kakang mbarep, adi wuragil... (9) Hong... Hong wilaheng hawigena Hong bawana langgeng Hong hyang hyang hyang Suksma sejati dewa kang linuwih Sang Hyang Jagad, Hyang Nagaraja Pamonging jagad, Hyang Ismaya Dhanyanging tanah Jawa, Eyang Kopek... (10) Hong... Sidhem sidhem sidhem Hong...
Dapat dilihat bahwa seluruh awal dari ketujuh mantra kedalaman yang ditunjukkan pada mantra (4)-(10) menggunakan kata Hong.Beberapa kata Hong dapat ditemukan pula pada bagian tubuh seperti pada mantra (9), atau pada bagian penutup seperti pada mantra (10), tetapi penggunaan kata Hong pada bagian tubuh dan penutup tidak memiliki pola yang tetap.Dengan begitu dapat dipastikan bahwa selain karena alasan makna atau filosofis, kata Hong juga berfungsi sebagai bagian awal bagi setiap mantra dalam rangkaian mantra kedalaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
2.2.2 Bagian Tubuh Mantra Hindu Jawa Berbeda dengan bagian awal mantra-mantra dalam rangkaian mantra kedalaman, bagian tubuh mantra memiliki bentuk yang seluruhnya hampir berbeda.Hal ini karena setiap mantra memiliki tujuan yang berbeda, maka isi mantra juga berbeda. Meskipun bentuk dan isi yang berbeda pada bagian tubuh dari setiap mantra, tetapi dapat ditemukan sedikit kemiripan dari setiap mantra, yaitu ditemukannya kalimat Sang Hyang yang diikuti dengan nama Tuhan dalam berbagai wujud. Berikut adalah potongan dari bagian tubuh mantra tersebut.
(11) Sang Hyang Merbeng Dumadi Kang hanyipta jagad raya Sarta sadaya dumadi Dalem hanyembah sungkem hamarikelu Hangluhuraken paduka Namung paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi... (12) Sang Hyang Surya Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing cahya dhumateng sadaya gesang... (13) Sukma sejati dewa kang linuwih Hinggih Sang Guru Sejati Dados warananing Sang Hyang Widhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan... (14) Kang maha suci Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing daya suci... (15) Sang Hyang Wening Suksma sejati, jabang bayiku Hu teguh rahayu slamet (16) Suksma sejati dewa kang linuwih Sang Hyang Jagad, Hyang Nagaraja Pamonging jagad, Hyang Ismaya Dhanyanging tanah Jawa, Eyang Kopek...
Dari keseluruhan tujuh mantra dalam rangkaian mantra kedalaman, enam mantra seperti yang ditampilkan pada mantra (11) hingga (16) memiliki frasa Sang Hyang yang kemudian diikuti dengan nama Tuhan dalam berbagai wujudnya. Sedangkan pada mantra ketujuh dalam keseluruhan rangkaian mantra kedalaman, tidak memiliki frasa Sang Hyang karena mantra terakhir tersebut merupakan mantra penutup, sedangkan mantra-mantra sebelumnya merupakan mantra isi, sehingga frasa Sang Hyang dibutuhkan sebagai pujian kepada nama Tuhan. Berbeda dengan kata Hong pada awal mantra yang bersifat sebagai pembuka, frasa Sang Hyang pada bagian tubuh mantra bersifat sebagai pujian. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh mantra-mantra dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
rangkaian mantra kedalaman memiliki kemiripan, yaitu hampir seluruh bagian tubuh
mantra-mantra
tersebut
mengandung
beragam
puji-pujian
yang
menyebabkan digunakannya beragam ekspresi nama Tuhan yang didahului frasa Sang Hyang. Selain isi dari beberapa mantra yang memiliki beberapa kemiripan, terdapat struktur penataan paragraf pada bagian tubuh mantra yang memiliki tujuan tertentu dalam beberapa mantra.Penataan paragraf yang dimaksud tampak pada tubuh dua mantra.
(17) Hong Sang Hyang Surya Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing cahya dhumateng sadaya gesang Sang Hyang Bagaskara Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing tumuwuh dhumateng sadaya gesang Sang Hyang Bagaspati Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing lestari dhumateng sadaya gesang Sang Hyang Jagad Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing dumadosing wujud gesang Sang Hyang Sitoresmi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing cahya daya katresnan dhumateng sadaya gesang Sang Hyang Kartika Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing sifat watak dhumateng sadaya gesang (18) Hong Kang maha suci Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing daya suci Kang maha mulya Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing kamulyan Kang maha agung Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing cekap tirah hing kabegjan Kang maha purba Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing handarbeni hing kadonyan Kang maha kuasa Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing kalenggahan kuasa hangatur hing kadonyan Kuasa kuasaning kuasa Isih kuasa Kang Maha Kuasa
21
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Gilang gumilang tan hana pindane Sang Hyang Widhi yen ngendika hakarana warana Kedua mantra di atas adalah satu-satunya mantra yang bagian tubuhnya dipilahpilah dengan bentuk paragraf.Pada kedua mantra (17) dan (18), pembagian paragraf dilakukan dengan tujuan untuk menyebutkan beragam bentuk manifestasi Tuhan.Hal ini terbukti dengan pengucapan manifestasi Tuhan yang kemudian diikuti dengan frasa kuasaning Sang Hyang Widhi. 2.2.3 Bagian Penutup Mantra Hindu Jawa Dibandingkan bagian pembuka dan bagian tubuh, bagian penutup adalah bagian yang paling berbeda.Pada bagian penutup dari ketujuh mantra yang menjadi rangkaian dalam mantra kedalaman, hanya ditemukan sedikit kesamaan bentuk dan maksud seperti pada bagian pembuka, atau bagian tubuh.Berikut adalah bagian akhir dari ketujuh mantra tersebut.
(19) ...Namung Paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi
(20) ...Sang Hyang Kartika Kuasaning Sang Hyang Widhi Haparing sifat watak dhumateng sadaya gesang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(21) ...Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha Keslametan
(22) ...Kuasa kuasaning kuasa Isih kuasa kang maha kuasa Gilang gumilang tan hana pindhane Sang Hyang Widhi yen ngendika hakarana warana
(23) ...Sang Hyang Wening Suksma sejati, jabang bayiku Hu – Teguh – Rahayu – Slamet
(24) ...Pamoning jagad, Hyang Ismaya Dhanyanging Tanah Jawa, Eyang Kopek (25) ...Sidhem, sidhem, sidhem Hong....
23
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Dari ketujuh bagian akhir mantra di atas, dapat dipastikan bahwa bagian akhir mantra-mantra tersebut tidak memiliki kesamaan bentuk seperti pada bagian pembuka.Tetapi pada kelima bagian akhir mantra dari tujuh keseluruhan mantra, ditemukan gejala-gejala yang mirip dengan bagian tubuh mantra, yaitu ditemukannya kata-kata Sang Hyang, atau pada kasus ini salah satu mantra hanya menggunakan kata Hyang.Hal ini dapat dilihat pada mantra (19),(20),(21),(22), dan (23). Seperti pada bagian tubuh mantra, kebanyakan kata-kata Sang Hyang adalah wujud dari puji-pujian kepada Tuhan, tetapi pada bagian akhir mantra (19), kata Sang Hyang digunakan tidak sebagai bentuk puji-pujian melainkan sebagai bentuk harapan. Bagian akhir mantra yang berwujud harapan juga ditemukan pada mantra (20).Sedangkan mantra (25) hanyalah mantra penutup dari keseluruhan rangkaian mantra-mantra kedalaman. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa dengan mengamati bagian akhir dari mantra-mantra kedalaman, tidak ditemukan kesamaan bentuk dari keseluruhan mantra seperti pada bagian pembuka, tetapi ditemukan beberapa kata-kata Sang Hyang atau Hyang pada sebagian besar mantra. Hal ini karena sebagian besar akhir mantra bersifat puji-pujian. Sedangkan pada bagian akhir mantra yang lain tidak ditemukan kesamaan bentuk atau maksud. Terlebih karena bagian akhir mantra-mantra ini tidak berisi pujian, melainkan harapan dan penutup dari keseluruhan rangkaian mantra-mantra kedalaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
2.2.4 Diksi Mantra Hindu Jawa Dalam mantra-mantra Hindu Jawa yang dikaji dalam penelitian ini, sebagian kata berasal dari bahasa Jawa dan Jawa kuna.Bahasa Jawa kuna kemudian banyak diadopsi oleh kebudayaan Hindu, seperti kata Sang Hyang Widhi yang berarti Tuhan. Atau kata Hong yang digunakan di awal setiap doa, yang berarti kekosongan. Penggunaan kata Hong hanya ditemukan di Hindu Jawa, karena pada mantra-mantra Hindu di Bali atau daerah lain, banyak digunakan kata Aum, yang kurang lebih bermakna sama. Agar perbedaan lebih tampak, berikut adalah contoh mantra pembuka dalam upacara vertikal Hindu Jawa, dan mantra Tri Sandya yang merupakan salah satu mantra utama dalam Hindu Bali. (Mantra pembuka dalam upacara vertikal Hindu Jawa) (26) Hong Sang Hyang Murbeng Dumadi Kang hanyipta jagad raya Sarta sadaya dumadi Dalem hanyembah sungkem hamarikelu Hangluhurake paduka Namung paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi (Bagian pembuka dalam mantra Trisandya yang merupakan salah satu mantra pokok Hindu- Bali) (27) Aum bhùr bhvah svah tat savitur varenyam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
bhargo devasya dhimahi dhiyo yo nah pracodayàt
Selain penggunaan kata di awal doa yang berbeda meski maknanya sama, hal lain yang perlu diamati adalah penggunaan kata yang berarti Tuhan yang memiliki istilah berbeda. Pada mantra kedalaman Hindu Jawa, banyak dijumpai istilah Sang Hyang Widhi, atau nama-nama lain untuk Tuhan yang juga diawali kata Sang dan Hyang, seperti Sang Hyang Murbeng Dumadi yang berarti Tuhan yang maha tahu. Sedangkan pada kebanyakan mantra yang digunakan Hindu Bali, banyak digunakan istilah-istilah dari Sansekerta seperti bhùr bhvah svah yang memiliki arti Tuhan. Lain halnya dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu Bali, mereka akan menggunakan istilah Sang Hyang Widhi untuk menyebut Tuhan. Melalui pengamatan dan hasil wawancara dengan putra Ida Pedanda Djajakoesoema, Agung Harjuno, penulis menyadari bahwa pemilihan diksi dalam Hindu Jawa memiliki poros yang berbeda dengan Hindu Bali. Diksi dalam Hindu Jawa berporos pada Bahasa Jawa, dan Jawa kuna.Sedangkan Hindu Bali berporos pada Bahasa Sansekerta.Hal ini lagi-lagi dapat dibuktikan dengan mantra penutup Hindu Jawa dan Hindu Bali. Dalam Hindu Jawa, sebuah mantra ditutup dengan Hong sidem sidem sidem, Hong. Sedangkan dalam Hindu Bali, sebuah mantra ditutup dengan Aum santi santi santi, Aum.Kedua kalimat yang digunakan untuk menutup sebuah mantra memiliki arti “kedamaian”.Hanya saja sidhem adalah Bahasa Jawa kuna, dan santi adalah Bahasa Sansekerta.Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa fenomena penggunaan istilah Sang Hyang Widhi dalam masyarakat Bali, merupakan ungkapan untuk menyebutkan Tuhan yang diadaptasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
dari budaya Jawa Kuna.Kemungkinan hal ini adalah akibat dari berpindahnya secara besar-besaran umat Hindu di Jawa ke Bali pada awal masa kerajaan Islam di Jawa. Selain penggunaan bahasa Jawa Kuna, penggunaan kata dalam mantra didominasi oleh kata-kata dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan juga merupakan bahasa Jawa Krama / bahasa Jawa yang halus, yang biasa digunakan untuk berbicara dengan orang yang dihormati, hal ini ditemukan pada hampir seluruh rangkaian mantra kedalaman kecuali pada salah satu mantra yang menggunakan Bahasa Jawa Ngoko. Berikut adalah mantra tersebut. (28) Hong Sedulurku keblat papat kalima pancer Kakang kawah, adi ari-ari Kakang mbarep, adi wuragil Sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor Karep putih, abang, kuning, ireng Karsa Putih, abang, kuning, ireng Sedulurku kang metu bareng sak uwat Mati seje panggonan Kakang sabdo palon, kakang naya genggong Kaki mong, nini mong Ibu abang, bapa putih Ibu abang, gendongen aku Bapa putih, aling-alingana aku Sang Hyang Wening Suksma sejati, jabang bayiku Hu teguh rahayu slamet
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Berbeda dengan mantra lainnya, mantra ini menggunakan Bahasa Jawa Ngoko karena ditujukan pada diri sendiri.Hal ini dipercaya sebagai tahap pertama dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam Hindu Jawa dipercaya bahwa terdapat tiga dunia, yaitu dunia mikro kosmos(bawana alit) yang berarti hubungan manusia dengan diri sendiri, dunia makro kosmos (bawana gede) yang berarti hubungan manusia dengan alam semesta / dunia sekitar, dan nur kosmos (bawana pepadhang) yang berarti hubungan manusia dengan sang pencipta. Pemilihan Bahasa Jawa Ngoko dalam mantra ini dikarenakan ini adalah sebuah mantra mikro kosmos atau bawana alit, yang bertujuan untuk mengenali dan membersihkan diri sendiri sebelum dapat menuju kedua dunia lainnya, terutama Tuhan. Adapun penggunaan bahasa Indonesia dapat ditemukan pada beberapa mantra, namun hal ini sedikit diragukan, karena bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh Sansekerta, begitu juga Bahasa Jawa, dan Bahasa Jawa kuna. Bahkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia diadopsi langsung dari Bahasa Jawa. Contoh kata yang kita kenali dalam bahasa Indonesia yang digunakan dalam mantra ini adalah sejati, suci, maha dan kuasa.
2.2.5 Gaya Bahasa Mantra Hindu Jawa Pembahasan gaya bahasa mantra Hindu Jawa akan menyinggung majas, karena dalam penulisan mantra-mantra Hindu Jawa ditemukan beberapa majas yang digunakan. Sebagian besar majas yang digunakan adalah majas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
metafora.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2009:1020), majas metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata untuk menyatakan maksud yang lain menyatakan maksud yang lain bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Berdasarkan pengertian ini, majas metafora ditemukan dalam salah satu mantra berikut: Tabel 3. Gaya Bahasa Mantra “Penjabaran Unsur Diri” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sedulurku keblat papat kalima pancer
'Saudaraku yang ada pada keempat arah'
Kakang kawah, adi ari-ari
'Kakak air ketuban, adik placenta'
Kakang mbarep, adi wuragil
'Kakak sulung, adik bungsu'
Sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor
'Saudaraku yang bertempat di Timur, Selatan, Barat, Utara'
Karep putih, abang, kuning, ireng
'Keinginan emosional putih, merah, kuning, hitam'
Karsa Putih, abang, kuning, ireng
'Keinginan sublimatif putih, merah, kuning, hitam'
Sedulurku kang metu bareng sak uwat
'Saudaraku yang berasal dari satu wadah'
Mati seje panggonan
'Mati di lain tempat'
Kakang sabdo palon, kakang naya genggong
'Kakak sabdo palon, kakak naya genggong'
Kaki mong, nini mong
'Kaki mong (sel sperma pria), nini mong (sel telur wanita)'
Ibu abang, bapa putih
'Ibu merah (sel telur wanita), bapak putih (sel sperma pria)'
Ibu abang, gendongen aku
'Ibu merah, gendonglah aku'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Bapa putih, aling-alingana aku
'Bapak putih, lindungilah aku'
Sang Hyang Wening
'Dewa Wening '
Suksma sejati, jabang bayiku
'Suksma sejati, jabang bayiku'
30
Majas metafora pertama pada mantra tersebut adalah istilah kakak sulung dan adik bungsu yang berarti air ketuban dan ari-ari / placenta. Hal ini mengacu pada proses melahirkan, dimana sebelum bayi dilahirkan didahului dengan air ketuban, dan sesudah bayi dilahirkan diikuti dengan ari-ari / placenta. Kedua adalah perumpamaan wadah yang mengacu pada rahim seorang ibu yang bersifat sebagai wadah calon anak.Ketiga adalah kaki mong dan bapak putih, merupakaan perumpaan sel sperma yang berarti bibit cikal bakal sebelum lahirnya seorang bayi. Keempat adalah nini mong dan ibu merah, merupakan perumpaan sel telur wanita yang berarti proses awal mula terciptanya suatu kehidupan. Majas metafora
terakhir
adalah
istilah
cahaya
yang
mengacu
pada
jalan
kebenaran.Perumpaan ini ditemukan pada mantra berikut. Tabel 4. Gaya Bahasa Mantra “Rangkuman Rangkaian Mantra dan Tribawana” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sukma sejati dewa kang linuwih
‘Sukma sejati dewa yang paling utama’
Hinggih Sang Guru Sejati
‘Yaitu guru sejati’
Dados warananing Sang Hyang Widhi
‘Menjadi sarana Tuhan Yang Maha Esa’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan
31
‘Menjadi tuntunan kepada cahaya dan keselamatan’
Majas metafora tidak banyak ditemukan pada mantra-mantra lain. Hal ini dikarenakan mantra lain digunakan dalam ritual yang mengacu pada dewa-dewa maupun manifestasi dewa yang mendiami dunia, sehingga banyak digunakan simbolisasi. Sedangkan pada mantra yang memiliki banyak majas dipercaya sebagai mantra yang mengacu pada diri sendiri, sehingga banyak digunakan majas sebagai perumpaan agar lebih mudah dipahami.Dengan begitu penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan majas digunakan sebagai alat untuk lebih memahami unsur filosofis dalam jasmani manusia, sedangkan pada wujud yang lebih suci, majas dirasa kurang pantas digunakan, sehingga penulis mantra lebih banyak mengacu pada simbolisasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III MAKNA MANTRA HINDU JAWA
3.1 Pengantar Untuk mencari makna dalam rangkaian mantra Hindu Jawa yang juga dikenal sebagai mantra kedalaman, penulis akan meneliti makna referensial dari setiap mantra. Menurut Chaer (2009: 64), kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Sebagai contoh, kata suling merupakan sebuah kata bermakna referensial, karena kata suling memiliki referen yang mengacu kepada sebuah alat tiup tradisional yang terbuat dari bambu yang bernama “suling”. Untuk mempermudah pendalaman makna referensial mantra, penulis akan memberi kode huruf dan angka pada awal setiap baris.
3.2 Makna Referensial Mantra Hindu Jawa Keseluruhan rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa dibagi menjadi tujuh mantra dengan tujuan penggunaan maupun makna yang berbeda. Secara umum kelompok mantra dibagi menjadi dua bagian, yaitu tiga mantra pertama yang dikenal sebagai mantra vertikal / mantra yang mengarah pada Tuhan, dan tiga mantra berikutnya yang dikenal sebagai mantra horizontal / mantra yang mengarah pada kehidupan di dunia baik kehidupan yang tampak maupun yang
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
tidak tampak. Dalam mendalami makna referensial dari setiap mantra, penulis akan membagi mantra-mantra ke dalam ketiga bagian tersebut, agar lebih mudah dipahami perubahan referensi yang digunakan pada setiap pengelompokan mantra.
3.2.1 Mantra Vertikal Rangkaian mantra vertikal berjumlah tiga mantra, jumlah ini bukanlah tanpa alasan.Angka tiga merupakan angka yang istimewa bagi masyarakat Jawa, terutama masyarakat Hindu Jawa. Hal ini dikarenakan salah satu filosofi mendasar dari masyarakat Hindu Jawa adalah filosofi tribawana / pemahaman tentang tiga dunia, yang meliputi Tuhan, dunia, dan diri sendiri (pemahaman filosofi tribawana akan dijelaskan secara lebih jelas pada bab berikutnya). Ketiga mantra yang dianggap sebagai bagian dari kelompok mantra vertikal juga mewakili tiga dunia tersebut. Mantra vertikal pertama adalah mantra yang secara khusus mengacu pada Tuhan, mantra vertikal kedua adalah mantra yang mengacu pada manifestasi Tuhan di dunia / alam sekitar, sedangkan mantra vertikal ketiga adalah mantra yang mengacu pada berkat Tuhan yang diberikan di dalam diri setiap manusia.
3.2.1.1 Mantra Vertikal Pertama “Kebesaran Tuhan” Mantra vertikal pertama adalah juga mantra pembuka. Dalam membaca mantra ini, tangan umat berada di depan kening dengan dupa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
(28) (a)
Hong
(b)
Sang Hyang Murbeng Dumadi
(c)
Kang hanyipta jagad raya
(d)
Sarta sadaya dumadi
(e)
Dalem hanyembah sungkem hamarikelu
(f)
Hangluhuraken paduka
(g)
Namung paduka ingkang kawula sembah
(h)
Hinggih Sang Hyang Widhi
Mantra pembuka dalam rangkaian mantra vertikal pertama dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (28a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Pada mantra (28b), dituliskan Sang Hyang Murbeng Dumadi, yang memiliki referen yang mengacu pada sosok Tuhan yang memiliki beragam kemampuan, salah satunya adalah kemampuannya sebagai sosok yang maha tahu.Pada mantra (28c), dituliskan Kang hanyipta jagad raya yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Yang menciptakan jagad
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
raya”.Frasa dalam mantra (28c) memiliki referen yang mengacu pada sosok Tuhan yang disebut pada bagian mantra (28b) yang berbunyi Sang Hyang Murbeng Dumadi.Tidak jauh berbeda dengan (28c), pada bagian mantra (28d), frasa sarta sadaya dumadi yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “beserta segala yang tercipta”, juga merupakan frasa yang memiliki referen yang mengacu kepada sosok Tuhan pada bagian mantra (28b). Secara keseluruhan bagian mantra (28b) hingga (28d) merupakan satu kesatuan deskripsi Tuhan.Secara lengkap bagian mantra ini dapat dipahami dalam Bahasa Indonesia sebagai “Tuhan yang maha tahu yang menciptakan jagad raya beserta segala yang tercipta”. Pada mantra bagian (28e) dituliskan Dalem hanyembah sungkem hamarikelu, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saya menyembah sujud dengan sepenuh hati”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada ketulusan seorang umat untuk mengakui dan mengikuti secara total sosok Tuhan seperti yang sudah digambarkan pada bagian mantra (28b) hingga (28d). Pada mantra bagian (28f) dituliskan Hangluhuraken paduka, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “meluhurkan Engkau”. Frasa ini memiliki referen yang hampir sama seperti pada bagian (28e), yaitu mengacu pada tindakan seorang umat yang mengakui keluhuran sosok Tuhan yang disebutkan pada bagian mantra (28b) hingga (28d). Sedikit berbeda dengan bagian-bagian mantra pada sebelumnya, bagian mantra (28g) yang berisi namung paduka ingkang kawula sembah, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “hanya Engkau yang hamba
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
sembah”, tidak mengacu pada sosok Tuhan pada awal mantra. Meskipun demikian frasa bagian (28g) tetap memiliki referen karena mengacu pada tindakan seorang umat yang hanya menyembah satu-satunya sosok Tuhan yang disebutkan pada bagian mantra (28h).Sedangkan pada bagian mantra (28h), dituliskan hinggih Sang Hyang Widhi.Frasa ini dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yaitu Tuhan Yang Maha Esa”.Bagian mantra ini kurang lebih merupakan pengulangan dari bagian (28b), yang memiliki referen yang mengacu pada sosok Tuhan yang memiliki beragam kemampuan, salah satunya adalah kemampuannya sebagai sosok yang maha esa. Melihat lebih jauh ke dalam mantra pertama pada rangkaian mantra vertikal, dapat dipahami bahwa sesungguhnya mantra ini secara sederhana menggambarkan betapa seorang manusia menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan mengakui kebesaran Tuhan.Selain makna di balik mantra pertama dalam rangkaian mantra vertikal, mantra pertama ini juga memperlihatkan suatu pola penulisan yang menarik. Yaitu cara penulis mantra meletakkan subjek utama mantra (Tuhan) di awal, kemudian menjabarkan kebesaran Tuhan, maupun peran manusia pada Tuhan, dan di akhir kemudian diberikan penekanan ulang pada sosok Tuhan seperti yang ditekankan pada awal mantra.
3.2.1.2 Mantra Vertikal Kedua “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra vertikal kedua adalah mantra yang menggambarkan rasa syukur pada manifestasi Tuhan di dunia.Manifestasi-manifestasi Tuhan dalam rangkaian mantra Hindu Jawa banyak digambarkan sebagai sesosok dewa.Dalam mantra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
kedua ini, digambarkan enam sosok dewa, yang sesungguhnya adalah enam berkat Tuhan yang diberikan kepada manusia melalui alam. Dalam membaca mantra ini kedua telapak tangan umat disatukan di depan hidung. (29) (a)
Hong
(b)
Sang Hyang Surya
(c)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(d)
Haparing cahya dhumateng sadaya gesang
(e)
Sang Hyang Bagaskara
(f)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(g)
Haparing tumuwuh dhumateng sadaya gesang
(h)
Sang Hyang Bagaspati
(i)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(j)
Haparing lestari dhumateng sadaya gesang
(k)
Sang Hyang Jagad
(l)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(m)
Haparing dumadosing wujud gesang
(n)
Sang Hyang Sitoresmi
(o)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(p)
Haparing cahya daya katresnan dhumateng sadaya gesang
(q)
Sang Hyang Kartika
(r)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(s)
Haparing sifat watak dhumateng sadaya gesang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Mantra pembuka dalam rangkaian mantra vertikal kedua dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (29a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Pada mantra (29b) dituliskan Sang Hyang Surya yang memiliki referen yang mengacu pada manifestasi Tuhan yang berwujud sebagai Dewa Surya.Sosok Dewa Surya sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29c) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Surya sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada bagian (29d), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Dewa Surya, yaitu haparing cahya dhumateng sadaya gesang, yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberi cahaya kepada seluruh kehidupan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu kepada Dewa Surya yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh paragraf pertama pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Surya yang secara langsung telah memberi cahaya kepada seluruh kehidupan di bumi. Pada paragraf berikutnya yaitu bagian (29e), dituliskan manifestasi Tuhan yang kedua, yaitu Sang Hyang Bagaskara.Frasa pertama dalam paragraf kedua ini memiliki referen yang mengacu kepada sosok Dewa bagaskara. Sosok Dewa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
Bagaskara sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29f) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Bagaskara sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada bagian (29g), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Dewa Bagaskara, yaitu haparing tumuwuh dhumateng sadaya gesang, yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberi pertumbuhan kepada seluruh kehidupan”.
Frasa ini memiliki referen yang
mengacu kepada Dewa Bagaskara yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh paragraf kedua pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Bagaskara yang secara langsung telah memberikan pertumbuhan kepada seluruh kehidupan di bumi. Pada paragraf ketiga frasa pertama (29h), dituliskan manifestasi Tuhan yang ketiga, yaitu Sang Hyang Bagaspati.Frasa pertama dalam paragraf ketiga ini memiliki referen yang mengacu kepada sosok Dewa Bagaspati. Sosok Dewa Bagaspati sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29i) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Bagaspati sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada bagian (29j), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Dewa Bagaspati, yaitu haparing lestari dhumateng sadaya gesang, yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberi kelestarian kepada seluruh kehidupan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu kepada Dewa Bagaspati yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
paragraf ketiga pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Bagaspati yang secara langsung telah memberikan kelestarian kepada seluruh kehidupan di bumi. Pada paragraf keempat frasa pertama (29k), dituliskan manifestasi Tuhan yang keempat, yaitu Sang Hyang Jagad.Frasa pertama dalam paragraf keempat ini memiliki referen yang mengacu kepada sosok Dewa Jagad. Sosok Dewa Jagad sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29l) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Jagad sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada bagian (29m), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Dewa Jagad, yaitu haparing dumadosing wujud gesang, yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “mewujudkan terwujudnya seluruh kehidupan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu kepada Dewa Jagad yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh paragraf keempat pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Jagad yang secara langsung telah mewujudkan seluruh kehidupan di bumi. Pada paragraf kelima frasa pertama (29n), dituliskan manifestasi Tuhan yang kelima, yaitu Sang Hyang Sitoresmi.Frasa pertama dalam paragraf kelima ini memiliki referen yang mengacu kepada sosok Dewa Sitoresmi. Sosok Dewa Sitoresmi sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29o) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Sitoresmi sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
bagian (29p), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Dewa Sitoresmi , yaitu haparing cahya daya katresnan dhumateng sadaya gesang, yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberi cahaya kekuatan cinta kasih kepada seluruh kehidupan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu kepada Dewa Sitoresmi yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh paragraf kelima pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Sitoresmi yang secara langsung telah memberikan kekuatan agar seluruh kehidupan di bumi dapat saling mencintai dan mengasihi. Pada frasa pertama (29q), paragraf keenam, yang juga merupakan paragraf terakhir, dituliskan manifestasi Tuhan yang keenam yaitu Sang Hyang Kartika.Frasa pertama dalam paragraf keenam ini memiliki referen yang mengacu kepada sosok Dewa Kartika. Sosok Dewa Kartika sebagai manifestasi Tuhan dijelaskan pada bagian mantra (29r) yang berisi Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada Dewa Kartika sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pada bagian (29s), dijelaskan wujud nyata dari manifestasi Tuhan yang disebut sebagai Kartika, yaitu haparing sifat watak dhumateng sadaya gesang yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberi sifat watak kepada seluruh kehidupan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu kepada Dewa Kartika yang juga merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.Secara utuh paragraf keenam pada mantra ini mendeskripsikan berkat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia melalui manifestasinya yaitu Dewa Kartika yang secara langsung telah memberikan sifat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
watak kepada seluruh kehidupan di bumi. Keseluruhan mantra ini merupakan pengingat sekaligus rasa syukur pada berkat-berkat tuhan yang telah diberikan pada manusia di dunia dalam bentuk manifestasi-manifestasinya.Melalui mantra ini, seorang manusia diharapkan mampu menyadari betapa dirinya dikelilingi oleh berkat Tuhan.Melalui mantra ini umat juga disadarkan untuk menghargai alam di sekitarnya, karena alam ini tidaklah jauh berbeda dari seorang manusia.Alam di sekitar manusia juga merupakan buah dari manifestasi Tuhan.
3.2.1.3 Mantra Vertikal Ketiga “Manusia Sebagai Dewa” Mantra vertikal ketiga adalah mantra yang menggambarkan rasa syukur seorang manusia atas diberikannya kehidupan/roh oleh Tuhan.Karena masyarakat Hindu Jawa mempercayai bahwa roh manusia adalah salah satu manifestasi Tuhan / dewa yang paling sempurna. Dalam mantra ini manifestasi Tuhan yang berbentuk roh manusia disebutkan sebagai dewa kang linuwih, dalam Bahasa Indonesia dewa kang linuwih dapat diterjemahkan sebagai dewa yang paling unggul. Manusia disebut sebagai dewa kang linuwih karena keberadaan seorang manusia merupakan akumulasi dari keberadaan berbagai berkat Tuhan/Dewa. Dalam membaca mantra ini kedua telapak tangan umat disatukan di depan dada. (30) (a)
Hong
(b)
Sukma sejati dewa kang linuwih
(c)
Hinggih Sang Guru Sejati
(d)
Dados warananing Sang Hyang Widhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
(e)
Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan Sama seperti mantra pada rangkaian mantra kedalaman lainnya, mantra
pembuka dalam rangkaian mantra vertikal ketiga dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (30a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Baris kedua (30b) dalam mantra vertikal terakhir adalah sukma sejati dewa kang linuwih yang dapat diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai “sukma sejati dewa yang paling utama”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada roh manusia yang disebut sebagai sukma sejati yang memang dianggap sebagai sebuah manifestasi Tuhan yang paling sempurna.Pada baris kedua (30c), dituliskan hinggih Sang Guru Sejati.Frasa ini dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Yaitu guru sejati”.Frasa Sang Guru Sejati memiliki referen wujud roh manusia yang telah menemukan kesucian diri maupun keseimbangan antara duniawi dan surgawi yang mengacu pada baris sebelumnya (30b). Secara keseluruhan baris (30b) dan (30c) berarti suksma sejati adalah sungguh-sungguh dewa yang paling utama ketika sebuah suksma sejati telah menemukan keseimbangan dan mencapai titik pertemuan dengan Sang Guru Sejati. Tujuan dari penemuan Sang Guru Sejati dijelaskan pada baris (34d) dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
(30e). Pada baris (30d) dituliskan dados warananing Sang Hyang Widhi, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “menjadi sarana Tuhan Yang Maha Esa”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada sosok suksma sejati yang telah menemukan Sang Guru Sejati (seperti yang dijelaskan pada baris sebelumnya) sehingga dapat menjadi sarana dari Tuhan.Sedangkan pada baris (30e) dituliskan haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “menjadi tuntunan kepada cahaya dan keselamatan”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada baris-baris sebelumnya, sehingga karena menjadi sarana Tuhan Yang Maha Esa, suksma sejati dewa kang linuwih yang telah menemukan Sang Guru Sejati dapat menjadi tuntunan kepada jalan hidup yang lebih baik. Secara garis besar mantra vertikal yang terakhir ini menjelaskan bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat rohyang merupakan akumulasi dari segala manifestasi Tuhan di dunia, sehingga manusia merupakan wujud kehidupan yang paling unggul.Dengan kelebihan ini, manusia diharapkan dapat mencari keseimbangan dalam kehidupan dan menemukan Sang Guru Sejati. Karena setelah menemukan Sang Guru Sejati kemudian seorang manusia dapat sungguhsungguh menjadi sarana Tuhan dan keselamatan.
menemukan kebahagiaan maupun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
3.2.2 Mantra Horizontal Dengan alasan dan tujuan yang sama dengan kumpulan mantra vertikal, mantra horizontal terdiri dari tiga mantra. Ketiga mantra yang dianggap sebagai bagian dari kelompok mantra horizontal masih tetap mewakili tiga dunia, yaitu Tuhan, alam, dan diri sendiri.Meskipun masih menggunakan konsep tiga dunia tersebut, pada kelompok mantra horizontal ditemukan perbedaan mendasar yang membedakan kelompok mantra ini dengan kelompok mantra vertikal.Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada mantra ketiga dalam kelompok mantra horizontal. Mantra ketiga yang seharusnya memiliki tema tentang mikrokosmos / diri sendiri digantikan dengan mantra yang sifatnya merangkum ketiga dunia secara sekaligus dengan tujuan untuk menjelaskan proses penciptaan makhluk hidup. Sedangkan mantra yang bertema mikrokosmos / diri sendiri berada pada mantra kedua.Dengan begitu mantra horizontal pertama dapat dimengerti sebagai mantra yang secara khusus mengacu pada rasa syukur dan harapan seorang manusia untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dari Tuhan. Mantra horizontal kedua adalah mantra yang menjabarkan proses terciptanya seorang manusia dengan beragam unsur-unsur spiritual yang terdapat di dalam diri seorang manusia. Mantra ketiga adalah mantra yang merangkum ketiga dunia (jagad pepadhang, jagad ageng, jagad alit) sesuai dengan urutan penciptaan makhluk hidup di dunia.
3.2.2.1 Mantra Horizontal Pertama “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra horizontal pertama sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan mantra vertikal kedua. Jika mantra vertikal ketiga mengekspresikan rasa syukur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
pada Tuhan yang telah memberikan berkat melalui manifestasi-manifestasinya pada alam yang kemudian dapat dinikmati oleh manusia, maka mantra horizontal pertama mengekspresikan rasa syukur pada Tuhan karena telah memberikan berkat-berkat duniawi melalui kebesarannya, yang kemudian dapat dinikmati manusia secukupnya. Mantra horizontal pertama menjadi sangat penting karena melalui beragam berkat duniawi yang telah diberikan Tuhan untuk mencukupi kebutuhan duniawi, kemudian timbul berbagai macam godaan dan cobaan dalam hidup. Besarnya godaan dan cobaan dalam proses penerimaan kenikmatan duniawi yang diberikan Tuhan sepertinya sangat dipahami oleh penulis mantra, sehingga hal ini sangat ditekankan pada akhir mantra. Dalam membaca mantra ini, kedua tangan berada di depan kening memegang bunga warna putih. (31) (a)
Hong
(b)
Kang maha suci
(c)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(d)
Haparing daya suci
(e)
Kang maha mulya
(f)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(g)
Haparing kamulyan
(h)
Kang maha agung
(i)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(j)
Haparing cekap tirah hing kabegjan
(k)
Kang maha purba
(l)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
(m)
Haparing handarbeni hing kadonyan
(n)
Kang maha kuasa
(o)
Kuasaning Sang Hyang Widhi
(p)
Haparing kalenggahan kuasa hangatur hing kadonyan
(q)
Kuasa kuasaning kuasa
(r)
Isih kuasa Kang Maha Kuasa
(s)
Gilang gumilang tan hana pindane
(t)
Sang Hyang Widhi yen ngendika hakarana warana
Sama seperti mantra pada rangkaian mantra kedalaman lainnya, mantra pembuka dalam rangkaian mantra horizontal pertama dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (31a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Pada baris (31b) mantra horizontal pertama, dituliskan wujud Tuhan yang pertama, yaitu wujud yang kang maha suci.Baris (31b) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang maha suci”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang maha suci. Sosok Tuhan kemudian ditekankan pada baris (31c), Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang kang maha suci yang kemudian memiliki kuasa pada beragam hal yang berhubungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
dengan kesucian.Kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha suci kemudian di jelaskan pada baris (31d).Pada baris ini dijelaskan wujud nyata di dunia dari kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha suci yang haparing daya suci.Baris (31d) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberikan kekuatan kesucian”.Paragraf pertama dari mantra horizontal pertama dapat dimengerti sebagai berkat Tuhan yang diberikan di dunia sebagai sosok yang maha suci.Berkat yang diberikan ini adalah kekuatan kesucian. Pada baris (31e) mantra horizontal pertama, dituliskan wujud Tuhan yang kedua, yaitu wujud yang kang maha mulya.Baris (31e) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang maha mulia”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang maha mulia. Sosok Tuhan kemudian ditekankan pada baris (31f), Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang yang maha muliayang kemudian memiliki kuasa pada beragam hal yang berhubungan dengan kemuliaan.Kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha mulia kemudian di jelaskan pada baris (31g).Pada baris ini dijelaskan wujud nyata di dunia dari kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha mulia yang haparing kamulyan.Baris (31g) dapat diterjemahkan
ke
dalam
Bahasa
Indonesia
sebagai
“memberikan
kemuliaan”.Paragraf kedua dari mantra horizontal pertama dapat dimengerti sebagai berkat Tuhan yang diberikan di dunia sebagai sosok yang maha mulia.Berkat yang diberikan ini adalah kekuatan kemuliaan. Pada baris (31h) mantra horizontal pertama, dituliskan wujud Tuhan yang kedua, yaitu wujud yang kang maha agung.Baris (31h) dapat diterjemahkan ke
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang maha agung”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang maha agung. Sosok Tuhan kemudian ditekankan pada baris (31i), Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang yang maha agungyang kemudian memiliki kuasa pada beragam hal yang berhubungan dengan keagungan.Kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha agung kemudian di jelaskan pada baris (31j).Pada baris ini dijelaskan wujud nyata di dunia dari kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha agung yang haparing cekap tirah hing kabegjan. Baris (31j) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberikan keberuntungan yang cukup dan berlebih”.Paragraf pertama dari mantra horizontal ketiga dapat dimengerti sebagai berkat Tuhan yang diberikan di dunia sebagai sosok yang maha agung.Berkat yang diberikan ini adalah keberuntungan yang cukup dan berlebih. Pada baris (31k) mantra horizontal pertama, dituliskan wujud Tuhan yang kedua, yaitu wujud yang kang maha purba.Baris (31k) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang maha tahu”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang maha tahu. Sosok Tuhan kemudian ditekankan pada baris (31l), Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang yang maha tahuyang kemudian memiliki kuasa pada beragam hal yang berhubungan dengan pengetahuan.Kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha tahu kemudian di jelaskan pada baris (31m).Pada baris ini dijelaskan wujud nyata di dunia dari kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha tahu yang haparing handarbeni hing kadonyan.Baris
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
(31m) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberikan rasa memiliki di dunia”.Paragraf keempat dari mantra horizontal pertama dapat dimengerti sebagai berkat Tuhan yang diberikan di dunia sebagai sosok yang maha tahu.Berkat yang diberikan adalah rasa memiliki di dunia.Rasa memiliki di dunia adalah wujud akhir dari pengetahuan yang telah diberkatkan oleh Tuhan kepada manusia. Dengan kata lain, rasa memiliki akan timbul bagi manusia setelah mengetahui dan memahami terlebih dahulu. Pada baris (31n) mantra horizontal pertama, dituliskan wujud Tuhan yang kedua, yaitu wujud yang kang maha kuasa.Baris (31n) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang maha kuasa”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang maha kuasa. Sosok Tuhan kemudian ditekankan pada baris (31o), Kuasaning Sang Hyang Widhi.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada wujud Tuhan sebagai sosok yang yang maha kuasayang kemudian memiliki kuasa pada beragam hal yang berhubungan dengan kekuasaan.Kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha kuasa kemudian di jelaskan pada baris (31p).Pada baris ini dijelaskan wujud nyata di dunia dari kuasa Tuhan sebagai sosok yang maha kuasa yang haparing kalenggahan kuasa hangatur hing kadonyan.Baris (31p) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberikan kekuatan dalam menata kehidupan”.Paragraf kelima dari mantra horizontal pertama dapat dimengerti sebagai berkat Tuhan yang diberikan di dunia sebagai sosok yang maha kuasa.Berkat yang diberikan adalah kekuatan dalam menata kehidupan. Pada paragraf terakhir dalam rangkaian mantra pertama, baris (31q) berisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
kuasa kuasaning kuasa, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “sekuasa-kuasanya kekuasaan penguasa”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada sosok seorang penguasa yang memiliki kekuasaan yang begitu besar.Sosok seorang penguasa yang begitu besar ini kemudian dibandingkan dengan sosok Tuhan pada baris (31r) isih kuasa Kang Maha Kuasa, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “lebih kuasa yang maha kuasa”.Baris (31r) memiliki referen yang mengacu pada kekuasaan Tuhan yang maha kuasa.Dengan begitu baris (31q) dan (31r) merupakan perbandingan dari besarnya kekuasaan Tuhan yang tidak dapat disaingi oleh apapun di dunia. Kemudian pada baris (31s), kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibandingkan ini diberikan penekanan dalam bentuk lain sebagai kekuasaan yanggilang gumilang tan hana pindane, atau dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “terang benderang tanpa ada yang menyamai”. Baris (31s) memiliki referen yang mengacu pada bentuk cahaya yang sangat terang hingga tidak tersaingi.Pada baris (31s), kekuasaan Tuhan yang begitu berkuasa digambarkan sebagai sebuah terang cahaya yang tidak dapat disaingi.Pada baris terakhir (31t), dijelaskan Sang Hyang Widhi yen ngendika hakarana warana, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuk melalui sarananya”.Baris ini memiliki referen yang mengacu pada sosok Tuhan, petunjuk atau biasa dimengerti dengan wahyu, dan sarananya yang mengacu pada berbagai berkat Tuhan di dunia. Baris terakhir ini merangkum berbagai berkat duniawi Tuhan sebagai bagian dari cara Tuhan untuk memberikan petunjuk. Mantra horizontal pertama merupakan wujud dari Tuhan yang telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
memberikan beragam berkat melalui cahaya-cahayanya untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan duniawinya.Tetapi melalui berkat Tuhan yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan duniawi, kemudian dapat timbul berbagai macam godaan dan cobaan. Paragraf terakhir pada rangkaian mantra horizontal pertama mengingatkan bahwa segala kelebihan duniawi yang mampu diraup di dunia adalah pemberian Tuhan, dan tidak akan mampu menyaingi kuasa Tuhan.
3.2.2.2 Mantra Horizontal Kedua “Penjabaran Unsur Diri” Mantra horizontal kedua adalah mantra yang menjelaskan secara rinci unsur-unsur mikrokosmos / diri manusia.Masyarakat Hindu Jawa percaya bahwa sebuah kehidupan dimulai ketika sel sperma bertemu dengan sel telur.Kehidupan ini kemudian berlanjut menjadi sebuah janin yang dilindungi oleh air ketuban (dianggap sebagai kakak bayi, karena keluar dari kandungan terlebih dahulu), dan dihidupi oleh placenta (dianggap sebagai adik bayi, karena keluar dari kandungan setelah bayi). Setelah proses kelahiran, kakak (air ketuban) dan adik (placenta) dianggap telah meninggal (alasan mengapa masyarakat Jawa menghormati dan mengubur placenta) demi dapat dimulainya hidup seorang manusia di dunia. Masyarakat Hindu Jawa percaya bahwa dalam proses kehidupan di dunia, di dalam diri setiap manusia terdapat roh yang kemudian dikelilingi oleh empat unsur penyeimbang yang dimanifestasikan ke dalam empat arah mata angin dan empat warna. Keempat unsur ini merepresentasikan empat nafsu buruk dan baik dalam kehidupan.Seorang manusia dikatakan telah menemukan Guru Sejati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
(keseimbangan duniawi) setelah mampu mengendalikan dan memadukan keempat nafsu dalam kehidupan duniawi ini dengan roh.Seluruh rangkaian dari pertemuan sel telur dan sel sperma, air ketuban yang dianggap adik, placenta yang dianggap kakak, dan keempat unsur yang mengelilingi roh, dianggap sebagai satu rangkaian kehidupan seorang manusia, dan bukan oknum-oknum yang terpisah.Secara singkat inilah hal-hal yang menjadi latar belakang pembahasan mantra horizontal ketiga.Dalam membaca mantra ini, kedua tangan berada di depan hidung memegang bunga warna merah. (32) (a)
Hong
(b)
Sedulurku keblat papat kalima pancer
(c)
Kakang kawah, adi ari-ari
(d)
Kakang mbarep, adi wuragil
(e)
Sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor
(f)
Karep putih, abang, kuning, ireng
(g)
Karsa Putih, abang, kuning, ireng
(h)
Sedulurku kang metu bareng sak uwat
(i)
Mati seje panggonan
(j)
Kakang sabdo palon, kakang naya genggong
(k)
Kaki mong, nini mong
(l)
Ibu abang, bapa putih
(m)
Ibu abang, gendongen aku
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
(n)
Bapa putih, aling-alingana aku
(o)
Sang Hyang Wening
(p)
Suksma sejati, jabang bayiku
(q)
Hu teguh rahayu slamet
Sama seperti mantra pada rangkaian mantra kedalaman lainnya, mantra pembuka dalam rangkaian mantra horizontal kedua dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (32a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Pada baris kedua (32b), dituliskan sedulurku keblat papat kalima pancer yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saudaraku yang ada pada keempat arah dan kelima sebagai pusat”.Frasa keblat papat memiliki referen yang mengacu pada keempat unsur yang mewakili nafsu baik dan buruk yang mengitari roh manusia.Sedangkan roh manusia merupakan referen yang dijelaskan pada frasa kalima pancer.Secara keseluruhan baris (32b) menjelaskan tentang keseimbangan empat nafsu baik / buruk di dunia dengan roh sebagai elemen kelima, yang menempati posisi tengah / penyeimbang dari keempat nafsu dunia tersebut. Pada baris ketiga (32c), dituliskan kakang kawah, adi ari-ari yang dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kakak air ketuban, adik placenta”.Kata kakak memiliki referen yang mengacu pada sosok seseorang yang lahir terlebih dahulu dibandingkan seorang bayi.Kata air ketuban memiliki referen yang mengacu pada air yang melindungi bayi selama berada di dalam kandungan.Kata adik memiliki referen yang mengacu pada sosok seseorang yang lahir setelah seorang bayi dilahirkan.Kata placenta memiliki referen yang mengacu pada bagian di dalam kandungan yang menjadi sarana nutrisi dari seorang ibu kepada bayi. Secara keseluruhan baris (32c) yang dituliskan sebagai kakang kawah, adi ari-ari, merupakan perumpamaan air ketuban sebagai kakak karena lahir terlebih dahulu sebelum bayi dilahirkan, dan placenta sebagai adik karena lahir setelah bayi dilahirkan. Baris (32c) kemudian ditekankan kembali pada baris (32d) kakang mbarep, adi wuragil.Baris ini dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Kakak sulung, adik bungsu”.Kata kakang mbarep memiliki referen yang mengacu pada kakang kawah pada baris sebelumnya.Sedangkan adi wuragil memiliki referen yang mengacu pada adi ariari pada baris sebelumnya.Sehingga baris (32d) merupakan penekanan kembali dari baris (32c), bahwa kakang kawah adalah kakang mbarep dan adi ari-ari adalah adi wuragil. Pada baris (32e) dituliskan sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor.Frasa ini dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saudaraku yang bertempat di alam Timur, alam Selatan, alam Barat, alam Utara”.Baris (32e) memiliki referen yang mengacu pada frasa sedulurku keblat papat di baris (32b).Empat arah mata angin ini merupakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
empat keblat yang mewakili nafsu baik dan buruk yang mengitari roh manusia.Saudara di alam Timur merepresentasikan nafsu baik hidup secukupnya, dan nafsu buruk malas.Saudara di alam Selatan merepresentasikan nafsu baik rasa semangat, dan nafsu buruk amarah.Saudara di alam Barat merepresentasikan nafsu baik cinta kasih, dan nafsu buruk melebih-lebihkan suatu hal.Saudara di alam Utara merepresentasikan nafsu sifat kesadaran diri, dan nafsu buruk sifat rakus. Baris (32f) yang dituliskan karep putih, abang, kuning, ireng, dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “keinginan emosional putih, merah, kuning, hitam” dan baris (32g) yang dituliskan karso putih, abang, kuning, ireng, dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “keinginan sublimatif putih, merah, kuning, hitam”.Sama dengan baris (32e), kedua baris ini memiliki referen yang mengacu pada sedulurku keblat papat di baris (32b).Kesamaan referen yang mengacu ini karena memang keempat nafsu baik dan buruk yang biasa dikenal dengan sedulur keblat papat dapat diidentifikasi dengan empat arah mata angin maupun empat warna, yaitu putih, merah, kuning, dan hitam.Segala nafsu negatif pada keempat mata angin direpresentasikan pada baris (32f).Warna putih yang merepresentasikan arah Timur, menggambarkan nafsu malas.Warna merah yang merepresentasikan arah Selatan, menggambarkan nafsu amarah.Warna kuning yang merepresentasikan arah Barat, menggambarkan nafsu berbicara dengan melebih-lebihkan.Warna hitam yang merepresentasikan arah Utara, menggambarkan nafsu ingin memiliki segalanya (rakus).Sedangkan segala nafsu positif pada keempat mata angin direpresentasikan pada baris
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
(32g).Warna putih yang merepresentasikan arah Timur, menggambarkan nafsu untuk hidup secukupnya.Warna merah yang merepresentasikan arah Selatan, menggambarkan nafsu rasa semangat.Warna kuning yang merepresentasikan arah Barat, menggambarkan nafsu cinta kasih.Warna hitam yang merepresentasikan arah Utara, menggambarkan nafsu sadar diri. Frasa sedulurku kang metu bareng sak uwat pada baris (32h) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saudaraku yang berasal dari satu wadah”, dan merupakan frasa dengan referen yang mengacu pada kakang kawah dan adi ari-ari pada baris (32c). Mengacu pada (32c), dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sedulurku adalah air ketuban yang dianggap sebagai kakak, dan placenta yang dianggap sebagai adik.Sedangkan yang dimaksud dengan kata sak uwat adalah kandungan seorang ibu.Bukti bahwa yang dimaksud sebagai sedulurku adalah kakang kawah dan adi ari-ari dapat ditemukan pada baris (32i). Pada baris ini dituliskan mati seje panggonan yang berarti “mati di lain tempat” dalam Bahasa Indonesia. Frasa ini jelas mengacu pada kakang kawah dan adi ari-ari, karena memang placenta maupun air ketuban dianggap mati pada saat proses kelahiran, sedangkan bayi yang lahir akan mati di lain waktu dan tempat. Pada baris (32j), (32k), dan (32l) disebutkan beragam jenis manifestasi yang sesungguhnya merupakan referen yang mengacu pada sel sperma pria dan sel telur wanita. Pada baris (32j) dituliskan kakang sabdo palon, kakang naya genggong. Kakang sabdo palon mengacu pada sel sperma pria, sedangkan kakang naya genggong mengacu pada sel telur wanita.Pada baris (32k) dituliskan kaki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
mong, nini mong.Kaki mong, mengacu pada sel sperma pria, sedangkan nini mong mengacu pada sel telur wanita.Pada baris (32l) dituliskan ibu abang, bapa putih.Ibu abang mengacu pada sel telur wanita, dan bapa putih mengacu pada sel sperma pria.Keseluruhan pengulangan ini bertujuan untuk menunjukkan berbagai bentuk manifestasi wujud sel sperma pria dan sel telur wanita. Pada baris (32m) dituliskan ibu abang, gendongen aku yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “ibu merah, gendonglah aku”, dan pada baris (32n) dituliskan bapa putih, aling-alingana aku yang dapat diterjemahkan sebagai “bapak putih lindungilah aku”. Kedua baris ini memiliki referen yang mengacu pada sosok ibu abang, bapa putih pada baris (32l), yang juga mengacu pada sosok kaki mong, nini mong pada baris (32k).Bagian mantra ini dituliskan karena besarnya peran sel sperma dan sel telur sebagai bentuk awal kehidupan.Masyarakat Hindu Jawa percaya bahwa ketika sel sperma dan sel telur bertemu, pada saat itu juga Tuhan memberikan roh ke dalam suatu raga.Secara terpisah sel sperma merupakan bapak dan sel telur merupakan ibu yang kemudian menjadi satu di dalam diri seorang manusia. Pada baris (32o) dituliskan Sang Hyang Wening.Frasa Sang Hyang Wening memiliki referen yang mengacu pada roh manusia yang sadar pada tatanan jagad cilik.Masyarakat Hindu Jawa percaya bahwa dengan memahami tatanan pada mantra ini, dan menjalaninya, roh seorang manusia akan menjadi Sang Hyang Wening. Kemudian pada baris (32p) dituliskan suksma sejati, jabang bayiku.Frasa suksma sejati memiliki referen yang mengacu pada roh manusia yang diturunkan oleh Tuhan.Sedangkan jabang bayiku memiliki referen yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
mengacu pada bayi yang baru lahir.Kemudian pada (32q) keseluruhan rangkaian mantra horizontal kedua ditutup dengan frasa hu teguh rahayu slamet, yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “hidup dengan teguh sejahtera dan selamat”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada sosok suksma sejati, jabang bayiku pada baris (32p). Secara keseluruhan mantra ini ditutup dengan harapan bahwa karena seorang umat telah memahami dan menjalani pelajaran yang diajarkan di dalam mantra ini, seorang suksma sejati akan kemudian menjadi Sang Hyang Wening, dan hidup dengan teguh, sejahtera, dan selamat. Secara umum, mantra horizontal kedua dapat dimengerti sebagai syukur dan harapan seorang manusia atas hidup yang didapatkannya.Rasa syukur merupakan hal yang penting karena masyarakat Hindu Jawa melihat seorang manusia sebagai suatu makhluk hidup yang sangat kompleks. Sedangkan berbagai lapisan-lapisan dalam proses terciptanya seorang manusia yang disebutkan dalam mantra ini untuk kemudian ditutup dengan suksma sejati, jabang bayiku, hu teguh rahayu slamet, merupakan cara yang sangat lengkap untuk menyampaikan harapan agar Tuhan memberkati hambanya.
3.2.2.3 Mantra Horizontal Ketiga “Rangkuman Rangkaian Mantra” Mantra horizontal ketiga adalah mantra yang berbeda dari yang lain, karena mantra ini merangkum Jagad pepadhang, jagad gedhe dan jagad cilik (dibahas secara rinci pada bab 4). Secara singkat, jagad pepadhang adalah dunia cahaya, atau dalam pewayangan dikenal sebagai kahyangan.Kemudian jagad
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
gedhe adalah dunia yang kita tinggali.Segala unsur alam, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat merupakan bagian dari jagad gedhe (unsur-unsurnya dibahas pada mantra vertikal kedua).Sedangkan jagad cilik adalah dunia yang berada di dalam diri kita (unsur-unsurnya dibahas pada mantra horizontal kedua). Setelah dibuka dengan hong, baris kedua hingga baris keempat dalam mantra
merupakan
deskripsi
jagad
pepadhang
yang
juga
merupakan
penggambaran awal terciptanya segala hal.Baris kelima merupakan deskripsi jagad cilik secara singkat (mantra jagad cilik lengkap dapat dilihat pada mantra vertikal ketiga).Baris keenam hingga baris kedelapan merupakan deskripsi jagad gedhe.Dalam membaca mantra ini, kedua tangan berada di depan dada memegang bunga warna kuning. (33) (a)
Hong
Bagian pembuka
(b)
Hong wilaheng hawigena
Bagian Jagad pepadhang
(c)
Hong bawana langgeng
Bagian Jagad pepadhang
(d)
Hong hyang hyang hyang
Bagian Jagad pepadhang
(e)
Sukma sejati dewa kang linuwih
Bagian jagad cilik
(f)
Sang hyang jagad, hyang nagaraja
Bagian jagad gedhe
(g)
Pamonging jagad, hyang Ismaya
Bagian jagad gedhe
(h)
Dhanyanging tanah Jawa, Eyang Kopek
Bagian jagad gedhe
Sama seperti mantra pada rangkaian mantra kedalaman lainnya, mantra pembuka dalam rangkaian mantra horizontal kedua dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra (33a).Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
tetapi penuh dengan isi.Maksud dari kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Baris (33b) adalah bagian pertama dari bagian jagad pepadhang di dalam tubuh mantra horizontal ketiga.Bagian jagad pepadhang dibuka dengan hong wilaheng hawigena.Baris (33b) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “hong isi yang bermakna”.Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada awal dari segalanya, yaitu kosong, tetapi dilandasi dengan tujuan dan makna yang jelas.hong wilaheng hawigena dapat diumpakan seperti sebuah biji. Sebuah awal yang tidak berwujud apapun, tetapi di tempat yang tepat, sebuah biji akan menjadi sebuah tanaman. Setelah keadaan yang kosong dengan isi yang bermakna, kemudian pada baris (33c) dimulailah bagian kedua yaitu hong bawana langgeng.Baris (33c) dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kekosonganyang kemudian menjadi alam yang abadi”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada situasi bumi yang akhirnya terbentuk dan menjadi abadi karena adanya trimurti(Brahma, Wisnu, Siwa). Keabadian yang dimaksud adalah karena peran ketiga dewa ini, alam dan segala isinya diciptakan, dipelihara, kemudian dihancurkan agar dapat dimulai sebuah kehidupan baru lagi. Demikianlah siklus yang diciptakan trimurti berjalan terus menerus secara abadi. Baris (33d) adalah bagian terakhir dari bagian jagad pepadhang yang berisi hong hyang hyang hyang.Hyang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
Indonesia sebagai cahaya Tuhan.Sehingga baris (33d) memiliki referen yang mengacu pada berkat-berkat Tuhan yang diberikan dan kita rasakan melalui keabadian seperti yang disebutkan pada baris (33b). Pada bagian (33e) dituliskan satu-satunya bagian dalam mantra ini yang berhubungan dengan jagad cilik.Dalam baris ini dituliskan suksma sejati dewa kang linuwih.Seperti pembahasan sebelumnya pada mantra vertikal ketiga, baris ini dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “sukma sejati dewa yang paling utama”. Frasa ini memiliki referen yang mengacu pada roh manusia yang disebut sebagai suksma sejati yang memang dianggap sebagai manifestasi Tuhan / dewa yang paling sempurna karena manusia diciptakan sebagai akumulasi dari berbagai berkat Tuhan. Pada baris (33f) dituliskan manifestasi Tuhan yang menguasai energi bumi. Manifestasi ini disebut sebagai Sang Hyang Jagad, Hyang Nagaraja, atau dalam Bahasa Indonesia dapat dimengerti sebagai “Dewa bumi Hyang Nagaraja”. Meskipun Hyang Nagaraja adalah manifestasi Tuhan / dewa yang berbentuk cahaya, beberapa masyarakat Jawa percaya bahwa Hyang Nagaraja memiliki sosok seekor naga.Sehingga baris (33f) memiliki referen yang mengacu pada manifestasi Tuhan yang menguasai energi bumi, yang untuk beberapa orang dianggap sebagai seekor naga. Pada baris (33g) dituliskan manifestasi Tuhan yang memelihara bumi.Manifestasi ini disebut sebagai pamonging jagad, Hyang Ismaya, atau dalam Bahasa Indonesia dapat dimengerti sebagai “pemelihara bumi, Hyang Ismaya”.Sosok Ismaya pada wayang dikenal sebagai sosok Semar setelah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
bertapa.Sehingga baris (33g) memiliki referen yang mengacu pada manifestasi Tuhan yang memelihara bumi yang bernama Hyang Ismaya. Pada baris (33h) dituliskan manifestasi Tuhan yang mewakili energi Tanah Jawa.Manifestasi ini disebut sebagai dhanyanging tanah Jawa, Eyang Kopek, atau dalam Bahasa Indonesia dapat dimengerti sebagai “dhanyang Tanah Jawa, Eyang Kopek”.Baris (33h) memiliki referen yang mengacu pada manifestasi Tuhan yang mewakili energi Tanah Jawa yang bernama Eyang Kopek. Secara garis besar, keseluruhan mantra horizontal ketiga adalah mantra yang mengucap syukur pada keseluruhan dunia yang berada di sekitar manusia.Melihat mantra (33) yang mencakup ketiga dunia dan berada di posisi akhir, dapat dipastikan bahwa mantra (33) memiliki fungsi yang merangkum seluruh unsur-unsur yang rangkaian mantra kedalaman.
3.2.3 Mantra Penutup “Harapan Kedamaian” Mantra horizontal ketiga merupakan akhir dari keseluruhan rangkaian mantra horizontal dan juga akhir dari isi mantra kedalaman Hindu Jawa.Melalui mantra vertikal pertama, hingga mantra horizontal ketiga, seluruh aspek-aspek yang dirasa menjadi bagian penting dalam hidup seorang umat Hindu Jawa telah disebutkan.Sebagai bagian paling akhir dari seluruh rangkaian vertikal dan horizontal, kemudian tangan umat disatukan di atas kepala dan membacakan mantra penutup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
(34) (a)
Hong
(b)
Sidhem sidhem sidhem
(c)
Hong Penggunaan kata hong dalam mantra penutup digunakan sebagai awal
(34a) dan akhiran (34c). Tetapi meskipun demikian, kata hong tetap memiliki fungsi dan arti yang sama, yaitu suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi. Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Kedua kata hong ini merupakan referen yang mengacu pada situasi yang kosong dan penuh isi tersebut.Sedangkan pada baris (34b), diapit oleh kedua kata hong, sidhem sidhem sidhem dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “damai damai damai”. Mantra penutup berfungsi sebagai harapan bahwa dengan mempelajari dan memahami keseluruhan rangkaian mantra kedalaman, seorang umat akan menemukan kedamaian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV FUNGSI MANTRA HINDU JAWA
4.1 Pengantar Menurut Hendropuspito (1989:29), agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang mengemban tugas (fungsi) agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial. Berdasarkan pendapatnya ini, dalam tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama (agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian, dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud. Mengacu pada pendapat yang dikemukakan Hendropuspito, beberapa fungsi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah fungsi filosofis, fungsi religius, dan fungsi edukatif. Ketiga unsur fungsi mantra ini dirasa dapat mewakili pengertian dasar yang cukup untuk dapat mengikuti jalannya penelitian ini. Dengan begitu pembaca akan mengerti fungsi-fungsi mantra Hindu Jawa yang memiliki pengaruh besar pada umat-umatnya.
4.2 Fungsi Filosofis Mantra Hindu Jawa Secara garis besar, fungsi filosofis mantra-mantra kedalaman adalah sebagai bentuk pengakuan total dari seorang manusia kepada pencipta serta segala manifestasinya. Berlandaskan pengakuan total, kemudian mantra-mantra ini menjadi sebuah pedoman untuk menuntun arah hidup kepada kehidupan yang
65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
seimbang dan eling (selalu ingat bahwa selalu ada Tuhan maupun manifestasinya yang menyertai seorang manusia agar mampu tetap hidup). Tetapi untuk memahami hal ini, diperlukan pengertian tentang salah satu filosofi utama masyarakat Hindu Jawa yang dikenal dengan istilah tribawana. Salah satu filosofi utama yang menjadi latar belakang dari mantra-mantra yang digunakan dalam penelitian ini adalah tribawana.Tribawana adalah pemahaman masyarakat Hindu Jawa tentang adanya tiga dunia di sekitar diri setiap manusia.Ketiga dunia ini perlu disadari keberadaannya agar dapat mencapai suatu keseimbangan dalam kehidupan. Ketiga dunia yang dimaksud dalam tribawana adalah:
Dunia Ilhami (Bawana pepapdhang / Jagad pepapdhang) Adalah hubungan manusia dengan sang pencipta. Dalam masyarakat Hindu Jawa, dunia ilhami juga biasa dikenal dengan istilah nur kosmos.
Dunia Kedalaman Diri (Bawana Alit / Jagad Cilik) Adalah hubungan manusia dengan diri sendiri.Dalam masyarakat Hindu Jawa, dunia kedalaman diri juga biasa dikenal dengan istilah mikro kosmos.
Dunia Semesta Alam (Bawana Gede / Jagad Gede) Adalah hubungan manusia dengan alam semesta / dunia sekitar.Dalam masyarakat Hindu Jawa, dunia semesta alam juga dikenal dengan istilah makro kosmos.
Tribawana juga dapat dipahami melalui sudut pandang filosofi lain, yaitu filosofi tentang urip, sing nguripi dan sing nggawe urip.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
Urip Urip berarti ‘hidup’ dalam bahasa Jawa.Pemahaman paling sederhana untuk urip adalah hadirnya sosok kehidupan seorang manusia di dunia, atau dapat dipahami sebagai mikro kosmos.Manusia itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu unsur ragawi dan unsur sukmawi. Unsur ragawi dapat hadir karena adanya hubungan dalam bentuk panca indera dengan sing nguripi. Sedangkan unsur sukmawi dapat hadir karena adanya campur tangan sing nggawe urip.
Sing Nguripi Sing nguripi berarti ‘yang menghidupkan’ dalam bahasa Jawa. Pemahaman paling sederhana untuk sing nguripi adalah hadirnya alam semesta beserta unsur-unsurnya (air, api, tanah, dll.) di sekitar manusia, atau dapat dipahami sebagai makro kosmos. Sedangkan keberadaan sing nguripi adalah juga karena adanya campur tangan sing nggawe urip. Sehingga kontak manusia dengan sing nguripi hubungannya bersifat horizontal.
Sing Nggawe Urip Sing nggawe urip berarti ‘yang menciptakan kehidupan’ dalam bahasa Jawa. Pemahaman paling sederhana untuk sing nggawe urip adalah hadirnya sosok Tuhan yang telah memberikan kehidupan pada manusia dan alam semesta di sekitarnya, atau dapat dipahami sebagai nur kosmos. Kontak manusia dengan sing nggawe urip hubungannya bersifat vertikal.
Filsafat tiga dunia (bawana pepapdhang, bawana alit, bawana gede, ataupun urip,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
sing nguripi, dan sing nggawe urip) tidak hanya diterapkan sebagai sebuah pemahaman dasar yang kemudian menjadi fondasi utama mantra-mantra kedalaman. Pemahaman ini juga memiliki korelasi yang sangat erat pada tiga unsur lain selain mantra.
pandhita / Rsi Seorang pandhita / Rsi adalah pemimpin upacara dalam sebuah ritual
Hindu Jawa.
pandhita / Rsi dianggap sebagai ujung tombak umat dan dipercaya
memiliki kemampuan lebih karena telah melalui berbagai tataran dan memiliki pedoman khusus dalam
hidupnya. Salah satu pedoman pokok seorang
pandhita / Rsiadalah berpedoman bahwa
apa yang diucapkan sama dengan
yang diperbuat. Melalui berbagai tataran dan pedoman,
seorang pandhita / Rsi
dipercaya memiliki unsur kesucian di atas manusia biasa, sehingga kesucian pendeta mampu menjadi wadah bagi mantra-mantra agar dapat menyampaikan tujuan umat bersembahyang kepada Tuhan. Melalui penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa seorang pandhita / Rsi memiliki fungsi untuk
mempersatukan sing nggawe urip dan sing urip.
Sesaji / Sajen Sesaji / sajen memiliki fungsi dan unsur yang sama dengan Mantra.
Keduanya digunakan sebagai penghubung antara bawana alit dan bawana gede. Tujuan dan fungsi
diciptakannya sesaji kembali lagi kepada pandhita / rsi
yang memimpin
sebuah ritual. Pada pandhita / rsi yang telah mencapai
tingkat kesucian tertentu, dipercaya tidak
perlu menggunakan sesaji / sajen
karena sesaji digunakan sebagai perwakilan mantra yang dirasa kurang tepat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
diucapkan oleh seorang manusia yang kotor dan penuh
dosa. Tetapi
pandhita / Rsi atau orang pada umumnya akan menggunakan sesaji / sajen sebagai unsur pelengkap dan simbolisasi mantra.
Tempat Suci Tempat suci yang digunakan sebagai lokasi untuk diadakan ritual ataupun meditasi dipercaya memiliki pengaruh besar dalam pencapaian tujuan ritual maupun meditasi. Memiliki fungsi yang sama dengan pandhita / rsi, sebuah tempat suci berlaku sebagai ujung tombak bawana gede. Mengingat filsafat utama Hindu Jawa, yaitu persatuan tiga dunia, maka pelaksanaan ritual hanya dengan pandhita / rsi (sebagai ujung tombak bawana alit),mantra dan sesaji (Sebagai ujung tombak bawana gede) tanpa tempat suci akan dirasa kurang lengkap.
Apabila dipahami dalam bentuk gambar, tribawana dan manifestasinya dapat dipahami sebagai berikut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
Bagan 1 Fungsi dari mantra-mantra yang dibahas dalam penelitian ini adalah untuk menyatukan ketiga unsur urip, sing nguripi dan sing nggawe urip yang telah dibahas di atas, sehingga dapat membawa manusia untuk dapat fokus kepada hubungan ketiga dunia tersebut.Sedangkan fungsi dari pemahaman filsafat tiga dunia tersebut dipercaya dapat menciptakan hidup yang seimbang, bahagia dan tercapainya moksa.
4.3 Fungsi Religius Mantra Hindu Jawa Dalam
bukunya
Sosiologi
Agama,
Hendropuspito
(1989:32)
mengungkapkan bahwa sejarah manusia mengungkapkan usaha-usaha manusia yang bergerak dalam dua bidang kebutuhan, yaitu: kebutuhan akan kebahagiaan sekarang ini dan kebutuhan akan kebahagiaan nanti. Dua jenis kebutuhan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
mendasar ini dapat dikatakan dengan istilah yang lebih abstrak sebagai kesejahteraan dalam dunia empiris dan dunia supra-empiris. Yang satu terletak di sini dan kini, yang lain digambarkan sebagai di atas dunia ini. Dunia transenden, yang tak terjangkau oleh pengalaman (empiri) manusia, karena ada di luar dunia pengalaman ini. Usaha apa yang telah dilakukan manusia untuk merebut dua jenis kebahagiaan itu. Ternyata berdasar pengalaman sekarang dan catatan sejarah manusia melakukan dua jenis usaha raksasa, yaitu usaha religius dan usaha non religius. Manusia menempuh jalan nonreligius selama ia masih sanggup merebut kebahagiaan itu dengan kekuatan manusiawinya sendiri. Jalan yang kedua ditempuhnya segera setelah manusia mengalami (dan dari situ meyakini) ketidak mampuannya, atau terbatasnya kekuatan manusia secara radikal dan total. Dengan kata lain, di mana manusia tak berdaya sama sekali untuk merebut kebahagiaan itu, di situ manusia menjalankan usaha religius. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa manusia bukan lagi menggunakan kekuatan sendiri tetapi tenaga lain yang dipercayai berada di dunia lain yang tak dapat dijangkau oleh pancaindera, namun dirasa bisa membantunya. Dengan pemahaman relijiusitas dari pendapat Hendropuspito, dapat disimpulkan bahwa fungsi religius dari mantra-mantra Hindu Jawa dapat dibagi menjadi dua, yaitu hidup yang seimbang antara tribawana (kebahagiaan sekarang ini) dan mencapai moksa (kebahagiaan nanti). Meskipun demikian, perlu diingat bahwa tribawana, salah satu filosofi mendasar umat Hindu Jawa, tidak seluruhnya merupakan dunia empiris.Hal ini dikarenakan adanya unsur Tuhan / Sing Nggawe Urip / Bawana Gedhe yang merupakan unsur dunia supra-empiris. Memahami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
kenyataan ini, terdapat kemungkinan bahwa pembagian dunia empiris dan supraempiris yang total hanya ditemukan pada agama-agama wahyu (Islam, Kristen, Katholik, Yahudi). Sedangkan pada agama-agama kuno yang berbau kedaerahan, pembagian dua dunia dalam tubuh agama tersebut akan sedikit berbeda. Barangkali hal ini disebabkan oleh situasi sosial, budaya dan alam yang berbeda pada masa agama wahyu, dan agama kuno yang berbau kedaerahan dan dilahirkan dalam masyarakat. Secara garis besar, fungsi religius tentang Tuhan dalam Hindu Jawa dapat dijelaskan dalam bagian mantra berikut: Tabel 5. Fungsi Religius dalam Mantra Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong wilaheng hawigena
'Hong yang penuh dengan arti'
Hong sekaring bawana langgeng
'Hong yang penuh dengan makna Hong alam yang abadi'
Hong hyang, hyang, hyang
'Hong Hyang Hyang Hyang'
Ketiga baris mantra ini mewakili konstruksi Tuhan / Sing Nggawe Urip / bawana gedhe / dunia supra-empiris, dalam pengertian umat Hindu Jawa. Kata Hong pada baris pertama mantra tersebut memiliki arti ‘kosong’, sedangkan wilaheng hawigena memiliki arti ‘berisi’, sehingga baris pertama dari ketiga baris di atas memiliki arti ‘kosong yang penuh dengan arti’. Kondisi kosong ini adalah awal dari adanya segala yang ada.Pada baris kedua, Hong sekaring bawana langgeng membicarakan tentang keabadian.Wujud dewa yang direpresentasikan dalam baris kedua mantra ini adalah Trimukti (Brahma, Wisnu, Siwa).Brahma bertugas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
sebagai pencipta, kemudian Wisnu sebagai pemelihara, dan Siwa sebagai pelebur.Ketika mencapai tahap Siwa / lebur, bukan berarti semuanya hancur / rusak.Tahap ini justru menjadi tahap peleburan agar dapat terjadi suatu penciptaan baru.Dengan begitu, proses penciptaan, pemeliharaan, maupun peleburan menjadi siklus dan terjadilah sebuah keabadian.Pada baris ketiga, kata hyang memiliki arti cahaya atau dewa, sehingga kalimat Hong hyang, hyang, hyang, mewakili wujud manifestasi Tuhan di dunia.Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa konstruksi dari Tuhan adalah segala yang ada diadakan oleh yang maha ada / kosong sebagai awal dari terjadinya sesuatu yang ada.Lalu mengarah ke lapisan Trimukti, yang menjelaskan tentang perputaran siklus.Lapisan Trimukti menjelaskan tentang adanya keabadian dalam kehidupan ini, yaitu adanya suatu kelahiran, kehidupan, kematian dan suatu kelahiran lagi.Pada lapisan berikutnya digambarkan manifestasi dari Tuhan / cahaya-cahaya Tuhan / dewa-dewa. Dewa-dewa yang dimaksud, salah satunya adalah dewa kang linuwih / dewa yang berada di dalam diri kita sendiri atau memiliki nama lain sukma. Melalui sukma kemudian manusia dipercaya dapat berhubungan dengan dunia cahaya. Jika Tribawana dianggap sebagai sebuah wujud dari dunia empiris menurut pengertian Hendropuspito, maka kontruksi Tuhan di atas adalah sebuah wujud dunia supra-empiris.Kesimpulan akhir dari fungsi religius adalah dunia empiris / kebahagiaan sekarang ini dapat diwujudkan dengan memahami Tribawana, yaitu memahami bahwa hidup seorang manusia harus dipenuhi dengan pertimbangan bahwa kehadirannya adalah bagian dari satu rangkaian bumi, dan Tuhan. Dengan memahami unsur bumi dan Tuhan, seorang manusia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
tidak akan melupakan posisinya di dunia, dan akan hidup dengan bahagia. Sedangkan dunia supra-empiris / kebahagiaan nanti, dapat diwujudkan dengan memahami bahwa segalanya diawali dengan kekosongan yang penuh arti, satusatunya hal yang abadi dalam dunia ini adalah penciptaan, pemeliharaan dan peleburan yang kemudian mengawali sebuah penciptaan baru, dan menyadari bahwa kita sebagai manusia adalah bagian dari dewa kang linuwih, atau cahaya para dewa yang diturunkan ke bumi. Dengan memahami pemahaman ini, manusia akan menerima bahwa kekosongan, ataupun kematian bukanlah akhir dari segalanya. Segala yang berakhir akan mengawali penciptaan baru.
4.4 Fungsi Edukatif Mantra Hindu Jawa Menurut Hendropuspito (1985:38), manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Lain dari instansi (institusi profan), agama dianggap sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah. Fungsi edukatif ditemukan dalam berbagai unsur yang dihadapi umat, salah satunya adalah mantra.Melalui mantra, fungsi edukatif dapat disalurkan kepada generasi penerus, ataupun orang-orang yang mempelajarinya. Ketujuh mantra kedalaman masyarakat Hindu Jawa akan dijelaskan fungsi edukasinya sesuai dengan urutannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
4.4.1 Fungsi Edukatif Mantra Pertama “Kebesaran Tuhan” Secara umum mantra pertama memiliki fungsi untuk mengingatkan kebesaran Tuhan.Hal ini dapat dilihat pada empat baris pertama mantra. Tabel 6. Fungsi Edukatif Mantra “Kebesaran Tuhan” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sang Hyang Murbeng Dumadi
'Tuhan yang maha cipta'
Kang hanyipta jagad raya
'Yang menciptakan jagad raya'
Sarta sadaya dumadi
'Beserta segala yang tercipta'
Melalui kebesaran yang dideskripsikan pada bagian awal, pada bagian tengah hingga akhir umat diajarkan untuk secara total menyerahkan diri kepada Tuhan. Tabel 7. Fungsi Edukatif Mantra “Kebesaran Tuhan” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Dalem hanyembah sungkem hamarikelu
'Saya menyembah sujud dengan sepenuh hati'
Hangluhuraken paduka
'Meluhurkan Engkau'
Namung paduka ingkang kawula sembah
'Hanya Engkau yang hamba sembah'
Hinggih Sang Hyang Widhi
'Yaitu Tuhan Yang Maha Esa'
Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa mantra pertama memiliki fungsi edukasi yang mengajarkan umat agar selama menjalani kehidupan selalu mengingat keberadaan Tuhan.Melalui kesadaran bahwa Tuhan telah menciptakan segala yang ada, umat diharapkan dapat dengan ikhlas menyembah Tuhan tanpa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
perlu mempertimbangkan sosok Tuhan dengan permasalahan duniawi.Hal ini karena segala yang ada di dunia, beserta segala permasalahannya adalah bagian dari ciptaan Tuhan.
4.4.2 Fungsi Edukatif Mantra Kedua “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra kedua merupakan mantra yang berfungsi untuk mengingatkan umat untuk melindungi dan menghargai alam. Kewajiban untuk melindungi dan menghargai alam mengacu pada pemahaman tribawana yang menggambarkan manusia dan alam berada pada tatanan ciptaan Tuhan yang sama.
Bagan 2 Melalui gambar susunan tribawana tersebut dapat dilihat bahwa Tuhan menciptakan alam yang letaknya bersebelahan dengan manusia. Berdasarkan pemahaman ini timbul pengertian bahwa manusia yang merupakan manifestasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
Tuhan tidak akan mampu menemukan kedamaian terlebih moksa sebelum mampu menghargai keberadaan alam yang juga merupakan manifestasi Tuhan. Pada mantra kedua, manifestasi-manifestasi Tuhan pada alam yang secara langsung telah memberikan manfaat pada manusia dijabarkan ke dalam enam bentuk. Tabel 8. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sang Hyang Surya
'Dewa Surya'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing cahya dhumateng sadaya gesang
'Memberi cahaya kepada seluruh kehidupan'
Paragraf pertama mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk cahaya matahari.Melalui adanya cahaya matahari, segala unsur alam seperti tumbuhan, hewan, dan manusia dapat hidup.Dengan kehidupan alam, manusia juga kemudian dapat hidup dengan bercocok tanam, maupun beternak.
Tabel 9. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Bagaskara
'Dewa Bagaskara'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing tumuwuh dhumateng sadaya gesang
'Memberi pertumbuhan kepada seluruh kehidupan'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Paragraf kedua mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk pertumbuhan.Melalui berkat Tuhan, alam dan segala makhluk hidup di dalamnya dapat tumbuh. Arti pertumbuhan tidak hanya mengacu pada suatu makhluk hidup yang tumbuh menjadi lebih besar, tetapi juga pada proses berkembang biak yang berjalan seiring dengan pertumbuhan fisik makhluk hidup. Tabel 10. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Bagaspati
'Dewa Bagaspati'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing lestari dhumateng sadaya gesang
'Memberi kelestarian kepada seluruh kehidupan'
Paragraf ketiga mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk kelestarian.Disadari atau tidak, sifat melestarikan merupakan suatu kesadaran alam yang mendasar. Hal ini terbukti dengan adanya unsur kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain, sehingga secara tidak langsung unsur-unsur kehidupan saling melestarikan. Contoh paling mendasar dari sifat ini adalah dengan adanya rumput, seekor kerbau dapat tetap bertahan hidup dengan memakan rumput.Sehingga secara tidak langsung rumput turut serta dalam melestarikan keberadaan kerbau.Prinsip ini berlaku pada hampir seluruh makhluk hidup di dunia.Dengan begitu berkat Tuhan yang berbentuk kelestarian telah melahirkan keharmonisan pada alam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
Tabel 11. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Jagad
'Dewa Jagad'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing dumadosing wujud gesang
'Mewujudkan terwujudnya kehidupan'
Paragraf keempat mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk dunia.Melalui keberadaan dunia ini, segala berkat Tuhan yang berbentuk kehidupan dapat diwujudkan. Tanpa dunia, alam tidak akan hadir, dan tanpa kehadiran alam, berbagai wujud makhluk hidup tidak akan mampu hadir. Kehadiran alam merupakan faktor yang sangat penting dalam terciptanya suatu kehidupan. Tabel 12. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Sitoresmi
'Dewa Sitoresmi'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing cahya daya katresnan dhumateng sadaya gesang
'Memberi cahaya kekuatan cinta kasih kepada seluruh kehidupan'
Paragraf kelima mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk kekuatan cinta kasih.Adanya berkat Tuhan dalam bentuk cinta kasih mewujudkan kelestarian alam antar sesama makhluk hidup, dan juga keberlangsungan keturunan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
Tabel 13. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan pada Alam” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Sang Hyang Kartika
'Dewa Kartika'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing sifat watak dhumateng sadaya gesang
'Memberi sifat watak kepada seluruh kehidupan'
Paragraf keenam mantra kedua menjelaskan manifestasi Tuhan pada alam yang berbentuk sifat watak.Berkat Tuhan dalam bentuk sifat dan watak, adalah salah satu berkat Tuhan yang membedakan organisme makhluk hidup dengan benda mati.Melalui sifat watak ini kehidupan di alam dapat terbentuk dengan beragam keunikannya. Melalui
penjelasan
pada
paragraf-paragraf
mantra
kedua,
dapat
disimpulkan bahwa mantra kedua memiliki fungsi edukatif.Fungsi edukatif yang dimaksud adalah pengajaran pada umat untuk melindungi dan menghargai alam.Perlindungan dan penghargaan ini merupakan wujud dari rasa syukur umat pada Tuhan, karena di dalam keberadaan alam terkandung beragam manifestasi Tuhan.Sehingga mustahil bagi seorang umat untuk moksa atau hidup mengagungkan Tuhan jika tidak dapat menghargai wujud Tuhan yang paling nyata pada alam sekitarnya.
4.4.3 Fungsi Edukatif Mantra Ketiga “Manusia Sebagai Dewa” Mantra ketiga merupakan mantra yang berfungsi untuk mengingatkan umat bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling berlebih, dan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
memahami konsep ini, manusia dapat menemukan tuntunan kehidupannya. Tabel 14. Fungsi Edukatif Mantra “Manusia Sebagai Dewa” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sukma sejati dewa kang linuwih
'Sukma sejati dewa yang paling utama'
Hinggih Sang Guru Sejati
'Yaitu guru sejati'
Dados warananing Sang Hyang Widhi
'Menjadi sarana Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan
'Menjadi tuntunan kepada cahaya dan keselamatan'
Pada mantra ketiga, digambarkan sosok manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berlebih diwujudkan dengan istilah dewa kang linuwih.Sosok dewa kang linuwih tercapai karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terwujud melalui manifestasi Tuhan secara langsung dan manifestasi Tuhan yang melalui alam.Dengan kelebihan ini, umat diajarkan untuk berkontemplasi ke dalam diri jika mendapatkan permasalahan dalam kehidupan. Melalui proses kontemplasi yang mendalam, manusia akan menemukan suksma sejati yang berwujud suatu titik kesadaran pada pemahaman dewa kang linuwih yang kemudian akan menjadi sarana Tuhan untuk memberikan tuntunan kehidupan. Melalui penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa mantra ketiga memiliki fungsi edukatif.Fungsi ini terwujud melalui pelajaran yang mengingatkan umat yang tengah berada dalam sebuah masalah atau kebingungan untuk selalu menyadari bahwa keberadaan manusia merupakan sebuah wujud kebesaran Tuhan. Dengan memahami dan mensyukuri keberadaan seorang umat di dalam dunia, umat akan menemukan tuntunan dari Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
4.4.4 Fungsi Edukatif Mantra Keempat “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Hampir sama dengan mantra kedua, mantra keempat juga menyebutkan manifestasi-manifestasi Tuhan. Hanya saja pada mantra keempat, dijelaskan manifestasi Tuhan yang langsung diarahkan kepada manusia dengan bentuk sosok yang maha suci, maha mulia, maha agung, maha tahu, dan maha kuasa.Keseluruhan bentuk manifestasi Tuhan ini dipercaya telah memberikan kecukupan duniawi.Meskipun demikian, kecukupan duniawi bukanlah sebuah berkat Tuhan yang diberikan begitu saja, melalui berkat ini seorang umat dituntut untuk bertanggung jawab.Tanggung jawab yang dimaksud adalah untuk memiliki keseimbangan diri, atau paling tidak pemahaman tribawana.Tanpa tanggung jawab ini, seorang manusia tidak akan pernah merasa cukup, karena dengan mendapatkan berkat duniawi kemudian akan timbul godaan dan cobaan. Pengajaran yang diajarkan dalam mantra ini merupakan pelajaran yang ditanamkan sejak usia dini. Dalam mantra keempat, terdapat lima unsur manifestasi Tuhan, dan kelima unsur ini biasa direpresentasikan dengan kelima jari tangan sehingga mudah dihafalkan oleh seorang anak. Tabel 15. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Kang maha suci
'Yang maha suci'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Kuasa Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing daya suci
'Memberikan kekuatan kesucian'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
Paragraf pertama dalam mantra keempat mengangkat salah satu kuasa Tuhan yang berupa kesucian.Manifestasi kuasa Tuhan dalam bentuk kesucian dapat direpresentasikan dengan jari kelingking.Hal ini dikarenakan kelingking adalah jari yang sering digunakan untuk membersihkan kotoran hidung.Dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan kuasa Tuhan dalam bentuk kesucian yang diberikan kepada manusia adalah kesadaran seorang manusia untuk secara berkelanjutan membersihkan diri dari kekotoran duniawi. Tabel 16. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Kang maha mulya
'Yang maha mulya'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Kuasa Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing kamulyan
'Memberikan kemuliaan'
Paragraf kedua dalam mantra keempat mengangkat salah satu kuasa Tuhan yang berupa kemuliaan. Manifestasi kuasa Tuhan dalam bentuk kemuliaan dapat direpresentasikan dengan jari manis. Hal ini dikarenakan jari manis adalah jari yang sering digunakan untuk menggunakan cincin, dan melalui cincin dapat dimengerti bahwa kemuliaan yang dimaksud adalah dalam wujud duniawi (pangkat, tingkat pendidikan, kekayaan, dll.). Kesimpulan yang dimaksud dengan kuasa Tuhan dalam bentuk kemuliaan yang diberikan kepada manusia adalah untuk memahami bahwa segala wujud kemuliaan memiliki beban tanggung jawab untuk berperilaku semestinya. Tanpa menyadari tanggung jawab ini, kemuliaan akan menjadi kerakusan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Tabel 17. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Kang maha agung
'Yang maha agung'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Kuasa Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing cekap tirah hing kabegjan
'Memberikan keberuntungan yang cukup dan berlebih'
Paragraf ketiga dalam mantra keempat mengangkat salah satu kuasa Tuhan yang berupa keagungan.Manifestasi kuasa Tuhan dalam bentuk keagungan dapat direpresentasikan dengan jari tengah. Hal ini dikarenakan jari tengah adalah jari yang paling panjang di antara jari lain, atau terkesan berada pada posisi yang paling tinggi. Kesimpulan yang dimaksud dengan kuasa Tuhan dalam bentuk keagungan yang diberikan kepada manusia adalah berkat Tuhan yang menjadikan seseorang sebagai sosok yang diagungkan, atau dipuja. Hampir sama seperti berkat kemuliaan, keagungan juga menuntut nilai-nilai tanggung jawab yang besar. Karena tanpa adanya tanggung jawab, seseorang yang diagungkan akan menyesatkan sesamanya, dan pada akhirnya merusak manusia lain. Tabel 18. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Kang maha purba
'Yang maha tahu'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Kuasa Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing handarbeni hing kadonyan
'Memberikan rasa memiliki di dunia'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Paragraf keempat dalam mantra keempat mengangkat salah satu kuasa Tuhan yang berupa rasa mengetahui.Manifestasi kuasa Tuhan dalam bentuk mengetahui dapat direpresentasikan dengan jari telunjuk.Hal ini dikarenakan jari telunjuk adalah jari yang biasanya digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang diketahui (menunjukkan tempat, arah, dll.).Kesimpulan yang dimaksud dengan kuasa Tuhan dalam bentuk rasa mengetahui yang diberikan kepada manusia adalah berkat Tuhan yang menjadikan seseorang sebagai sosok yang merasa memiliki. Hal ini karena rasa memiliki akan timbul dari rasa mengetahui. Ketika seseorang mengetahui suatu hal benar-benar, maka kemudian akan timbul rasa memiliki dan memelihara. Tabel 19. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Kang maha kuasa
'Yang maha kuasa'
Kuasaning Sang Hyang Widhi
'Kuasa Tuhan Yang Maha Esa'
Haparing kalenggahan kuasa hangatur hing kadonyan
'Memberikan kekuatan dalam menata kehidupan'
Paragraf kelima dalam mantra keempat mengangkat salah satu kuasa Tuhan yang berupa kekuasaan Manifestasi kuasa Tuhan dalam bentuk kekuasaan dapat direpresentasikan dengan ibu jari.Hal ini dikarenakan ibu jari adalah jari yang paling besar, dan jari yang paling berguna untuk beragam kegiatan seharihari.Kesimpulan yang dimaksud dengan kuasa Tuhan dalam bentuk kekuasaan yang diberikan kepada manusia adalah berkat Tuhan yang menjadikan seseorang sebagai sosok yang memiliki kuasa di dunia. Bersamaan dengan kekuasaan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
dimiliki, kemudian kekuasaan akan mampu memberikan kekuasaan untuk menata kehidupan menjadi lebih baik. Tabel 20. Fungsi Edukatif Mantra “Manifestasi Tuhan Pada Manusia” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Kuasa kuasaning kuasa
'Sekua-kuasanya kekuasaan penguasa'
Isih kuasa Kang Maha Kuasa
'Tetap lebih kuasa yang maha kuasa'
Gilang gumilang tan hana pindane
'Terang benderang tanpa ada yang menyamai'
Sang Hyang Widhi yen ngendika hakarana warana
'Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuk melalui sarananya'
Paragraf keenam dalam mantra keempat menekankan kepada umat bahwa segala berkat dunia yang didapatkan adalah berkat Tuhan, dan tidak ada berkat yang mampu menyaingi kebesaran Tuhan. Secara tidak langsung paragraf ini mengingatkan bahwa segala berkat duniawi akan mendatangkan godaan maupun cobaan. Tidak menutup kemungkinan seorang manusia akan tergoda merasa dirinya berkuasa dan lupa bahwa kekuasaannya hanyalah kekuasaan duniawi yang sifatnya sementara. Melalui pembahasan setiap paragraf, dapat disimpulkan bahwa mantra keempat memiliki fungsi edukatif.Fungsi ini nampak dalam isi mantra yang mengajarkan untuk bersyukur pada segala yang didapat di dunia.Kemudian pada bagian akhir mantra, fungsi edukatif berubah menjadi sebuah peringatan untuk selalu mengingat bahwa Tuhanlah yang paling berkuasa, dan bukan kuasa manusia yang didapat di dunia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
4.4.5 Fungsi Edukatif Mantra Kelima “Penjabaran Unsur Diri” Mantra kelima memiliki fungsi untuk menjabarkan beragam bagian-bagian jiwa dan raga manusia secara spiritual.Penjabaran ini dilakukan agar umat dapat memahami seluk beluk jagad cilik / mikro kosmos, karena memang cenderung sangat kompleks.Penjabaran dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian mantra. Tabel 21. Fungsi Edukatif Mantra “Penjabaran Unsur Diri” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sedulurku keblat papat kalima pancer
'Saudaraku yang ada pada keempat arah'
Kakang kawah, adi ari-ari
'Kakak air ketuban, adik placenta'
Kakang mbarep, adi wuragil
'Kakak sulung, adik bungsu'
Sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor
'Saudaraku yang bertempat di Timur, Selatan, Barat, Utara'
Karep putih, abang, kuning, ireng
'Keinginan emosional putih, merah, kuning, hitam'
Karsa Putih, abang, kuning, ireng
'Keinginan sublimatif putih, merah, kuning, hitam'
Sedulurku kang metu bareng sak uwat
'Saudaraku yang berasal dari satu wadah'
Mati seje panggonan
'Mati di lain tempat'
Kakang sabdo palon, kakang naya genggong
'Kakak sabdo palon, kakak naya genggong'
Kaki mong, nini mong
'Kaki mong (sel sperma pria), nini mong (sel telur wanita)'
Ibu abang, bapa putih
'Ibu merah (sel telur wanita), bapak putih (sel sperma pria)'
Ibu abang, gendongen aku
'Ibu merah, gendonglah aku'
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Bapa putih, aling-alingana aku
'Bapak putih, lindungilah aku'
Sang Hyang Wening
'Dewa Wening '
Suksma sejati, jabang bayiku
'Suksma sejati, jabang bayiku'
Setelah dilakukan penjabaran bagian-bagian dalam jiwa dan raga, kemudian penjabaran itu ditutup dengan sebuah permintaan untuk sejahtera dan selamat. Tabel 22. Fungsi Edukatif Mantra “Penjabaran Unsur Diri” Mantra dalam Bahasa Asli Hu teguh rahayu slamet
Mantra dalam Bahasa Indonesia 'Hidup dengan teguh sejahtera dan selamat'
Dengan menambahkan sebuah permintaan di akhir, dapat dipahami bahwa mantra kelima memiliki dua fungsi edukatif.Fungsi pertama, adalah memberikan pengetahuan tentang unsur-unsur yang terkandung di dalam seorang manusia bila dilihat melalui sudut pandang spiritual Hindu Jawa.Fungsi kedua, adalah mengajarkan bahwa sebelum memohon kepada Tuhan untuk suatu permintaan, umat diminta untuk terlebih dahulu memahami diri sendiri, dan mensyukurinya.
4.4.6 Fungsi Edukatif Mantra Keenam “Rangkuman Rangkaian Mantra dan Tribawana” Mantra keenam memiliki fungsi untuk mengajarkan unsur-unsur pokok dari tribawana.Sehingga secara umum, mantra keenam dapat dipahami sebagai sebuah rangkuman dari keseluruhan rangkaian mantra, dan juga rangkuman dari unsur-unsur penting pada setiap dunia yang terkandung dalam tribawana.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
Tabel 23. Fungsi Edukatif Mantra “Rangkuman Rangkaian Mantra dan Tribawana” Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Hong wilaheng hawigena
'Hong yang penuh dengan makna'
Hong bawana langgeng
'Hong alam yang abadi'
Hong hyang hyang hyang
'Hong Hyang Hyang Hyang'
Suksma sejati dewa kang linuwih
'Suksma sejati dewa yang paling utama'
Sang Hyang Jagad, Hyang Nagaraja
'Dewa bumi Hyang Nagaraja'
Pamonging jagad, Hyang Ismaya
'Pamong dunia, Hyang Ismaya'
Dhanyanging tanah Jawa, Eyang Kopek
'Dhanyang tanah Jawa, Eyang Kopek'
Secara edukatif, mantra keenam memiliki fungsi sebagai pengulang agar umat tidak melupakan bahwa keseluruhan rangkaian mantra dari mantra pertama hingga mantra
kelima
merupakan
suatu
kesatuan
yang
membentuk
kesatuan
tribawana.Hal ini penting agar sejak awal proses pembelajaran mantra, dapat tercipta keseimbangan dalam ketiga dunia tribawana.
4.4.7 Fungsi Edukatif Mantra Ketujuh “Harapan Kedamaian” Mantra ketujuh, atau dikenal sebagai mantra penutup, tidak memiliki fungsi secara khusus.Mantra ini hanya merupakan harapan agar setelah dapat memahami keseluruhan rangkaian mantra, umat dapat hidup dengan sejahtera. Tabel 24. Fungsi Edukatif Mantra “Harapan Kedamaian”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
Mantra dalam Bahasa Asli
Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong
Hong
Sidhem sidhem sidhem
'Damai damai damai'
Hong
Hong
Dengan melihat tujuan dari harapan umat dalam mantra ketujuh, dapat disimpulkan bahwa mantra penutup ini juga memiliki fungsi edukatif, yaitu pemahaman bahwa dengan mempelajari seluruh rangkaian mantra-mantra kedalaman, dan menerapkannya, seorang umat akan mampu hidup dengan sejahtera. .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai "Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Hindu Jawa” tahun 2015, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Rangkaian tujuh mantra kedalaman bagi umat Hindu Jawa memiliki beberapa struktur yang dapat diidentifikasi dari hasil pembagian mantra-mantra pada bagian awal mantra, tubuh mantra, penutup mantra, diksi mantra, dan gaya bahasa mantra. Pada keseluruhan bagian awal dari ketujuh mantra kedalaman Hindu Jawa, ditemukan kata Hong yang selalu mengawali sebuah mantra. Kata Hong juga ditemukan pada bagian tubuh dan penutup mantra, tetapi pada bagian tersebut tidak ditemukan pola yang tetap. Penggunaan kata Hong pada bagian awal ketujuh mantra membuktikan bahwa Hong pada awal mantra berfungsi sebagai kata pembuka. Pada enam dari ketujuh mantra kedalaman Hindu Jawa, ditemukan penggunaan frasa Sang Hyang yang kemudian diikuti oleh nama Tuhan dan manifestasinya. Penggunaan frasa Sang Hyang yang hanya ditemukan pada bagian tubuh mantra membuktikan bahwa sebagian besar tubuh mantra berisi puji-pujian kepada Tuhan. Dari ketujuh mantra kedalaman Hindu Jawa, tidak ditemukan kesamaan bentuk pada bagian akhir mantra seperti pada bagian tubuh dan awal mantra. Hanya saja pada lima dari tujuh mantra, ditemukan penggunaan kata Hyang dan frasa Sang Hyang dengan tujuan permohonan. Penggunaan frasa Hyang dan Sang Hyang pada
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
bagian akhir mantra membuktikan bahwa terdapat kemiripan pada lima dari tujuh mantra, dan juga kemiripan pada akhir dan tubuh mantra. Yang membedakan adalah, pada akhir mantra, penggunaan kata Hyang dan frasa Sang Hyang berfungsi sebagai bentuk permohonan pada Tuhan maupun manifestasinya. Dengan membandingkan mantra-mantra yang digunakan oleh umat Hindu Jawa dengan mantra-mantra yang digunakan oleh umat Hindu Bali, dapat dibuktikan bahwa mantra-mantra Hindu Jawa menggunakan diksi yang berasal dari Bahasa Jawa dan Bahasa Jawa Kuna. Sedangkan mantra-mantra Hindu Bali menggunakan diksi yang berasal dari Bahasa Sansekerta. Dari keseluruhan rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa, dapat diidentifikasi adanya penggunaan majas metafora pada salah satu mantra yang mengacu kepada diri sendiri / mikro kosmos. Penggunaan majas metafora pada salah satu mantra dipercaya sebagai cara mempermudah umat untuk memahami konsep mikro kosmos yang abstrak. Sedangkan pada keenam mantra-mantra lain tidak ditemukan majas metafora atau majas-majas lain. Rangkaian tujuh mantra kedalaman bagi umat Hindu Jawa memiliki makna yang kemudian diteliti dengan mencari makna referensialnya. Pemahaman makna referensial dipilah sesuai dengan pengelompokan mantra-mantra kedalaman Hindu Jawa, yaitu tiga mantra pertama yang dikenal sebagai mantra vertikal / mantra yang mengarah pada Tuhan, kemudian tiga mantra berikutnya yang dikenal sebagai mantra horizontal / mantra yang mengarah pada kehidupan di dunia baik kehidupan yang tampak maupun yang tidak tampak, kemudian satu mantra yang digunakan sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
penutup. Mantra vertikal pertama dari keseluruhan tiga mantra vertikal memiliki makna referensial yang secara umum menggambarkan betapa seorang manusia menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan mengakui kebesaran Tuhan secara total. Mantra vertikal kedua dari keseluruhan tiga mantra vertikal memiliki makna referensial yang secara umum mengharapkan manusia mampu menyadari bahwa dirinya dikelilingi oleh berkat Tuhan dan melalui mantra ini umat juga disadarkan untuk menghargai alam disekitarnya, karena alam ini tidaklah jauh berbeda dari seorang manusia.Alam di sekitar manusia juga merupakan buah dari manifestasi Tuhan. Mantra vertikal ketiga dari keseluruhan tiga mantra vertikal memiliki makna referensial yang secara umum menjelaskan bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat rohyang merupakan akumulasi dari segala manifestasi Tuhan di dunia, sehingga melalui proses kontemplasi, manusia merupakan wujud kehidupan yang paling unggul. Melalui kesadaran bahwa dirinya unggul, manusia hendaknya mampu menerima tuntunan dari Tuhan. Mantra horizontal pertama dari keseluruhan tiga mantra horizontal memiliki makna referensial yang secara umum menjelaskan bahwa Tuhan telah memberikan kecukupan kebutuhan duniawi melalui cahaya-cahayanya. Tetapi melalui berkatberkat Tuhan untuk memenuhi kebutuhan duniawi ini, kemudian akan timbul godaan dan cobaan. Sehingga penting untuk selalu menyadari bahwa segala kuasa di dunia tidak akan mampu menyaingi kuasa Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
Mantra horizontal kedua dari keseluruhan tiga mantra horizontal memiliki makna referensial yang menggambarkan rasa syukur seorang manusia atas hidup yang didapatkannya.Rasa syukur merupakan hal yang penting karena masyarakat Hindu Jawa melihat seorang manusia sebagai suatu makhluk hidup yang sangat kompleks. Mantra horizontal ketiga dari keseluruhan tiga mantra horizontal memiliki makna referensial yang secara umum merangkum keseluruhan lima mantra sebelumnya dalam mengucap syukur pada keseluruhan dunia yang berada di sekitar manusia. Mantra penutup pada keseluruhan rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa merupakan wujud dari harapan agar setelah memahami keseluruhan mantra-mantra kedalaman, seorang umat dapat hidup dengan damai. Rangkaian tujuh mantra kedalaman umat Hindu Jawa memiliki beragam fungsi-fungsi yang kemudian diteliti dengan mendalami fungsi filosofis, fungsi religius, dan fungsi edukatif. Secara garis besar, fungsi filosofis mantra-mantra kedalaman adalah sebagai bentuk pengakuan total dari seorang manusia kepada pencipta serta segala manifestasinya. Sehingga mantra-mantra ini adalah pedoman untuk menuntun arah hidup kepada kehidupan yang seimbang.Untuk menemukan keseimbangan ini, diperlukan pemahaman tribawana sebagai salah satu filosofi utama.Tribawana adalah pemahaman masyarakat Hindu Jawa tentang adanya tiga dunia (Bawana Pepadhang, Bawana Alit, Bawana Gede) di sekitar diri setiap manusia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
Secara garis besar, fungsi religius dari mantra-mantra Hindu Jawa dapat dibagi menjadi dua, yaitu hidup yang seimbang antara tribawana (kebahagiaan sekarang ini) dan mencapai moksa (kebahagiaan nanti).Keseluruhan ajaran ini diajarkan pada bagian mantra Hong wilaheng hawigena, Hong sekaring bawana langgeng, Hong hyang, hyang, hyang. Untuk mampu memahami fungsi edukatif pada rangkaian mantra kedalaman, pembahasan fungsi edukatif dibahas permantra.Sehingga pembahasannnya berupa fungsi edukatif mantra pertama hingga fungsi edukatif mantra ketujuh. Mantra pertama memiliki fungsi edukasi yang mengajarkan umat agar selama menjalani kehidupan selalu mengingat keberadaan Tuhan.Melalui kesadaran bahwa Tuhan telah menciptakan segala yang ada, umat diharapkan dapat dengan ikhlas menyembah
Tuhan
tanpa
perlu
mempertimbangkan
sosok
Tuhan
dengan
permasalahan duniawi. Mantra kedua memiliki fungsi edukasi yang mengajarkan umat untuk melindungi dan menghargai alam.Perlindungan dan penghargaan ini merupakan wujud dari rasa syukur umat pada Tuhan, karena di dalam keberadaan alam terkandung beragam manifestasi Tuhan.mustahil bagi seorang umat untuk moksa atau hidup mengagungkan Tuhan jika tidak dapat menghargai wujud Tuhan yang paling nyata pada alam sekitarnya. Mantra ketiga memiliki fungsi edukatif berupa pelajaran yang mengingatkan umat yang tengah berada dalam sebuah masalah atau kebingungan untuk selalu menyadari bahwa keberadaan manusia merupakan sebuah wujud kebesaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
Tuhan.Dengan memahami dan mensyukuri keberadaan seorang umat di dalam dunia, umat akan menemukan tuntunan dari Tuhan. Mantra keempat memiliki fungsi edukatif yang mengajarkan umat untuk bersyukur pada segala yang didapat di dunia.Kemudian pada bagian akhir mantra, fungsi edukatif berubah menjadi sebuah peringatan untuk selalu mengingat bahwa Tuhanlah yang paling berkuasa, dan bukan kuasa manusia yang didapat di dunia. Mantra kelima memiliki dua fungsi edukatif.Fungsinya yang pertama adalah mengajarkan unsur-unsur yang terkandung di dalam seorang manusia bila dilihat melalui sudut pandang spiritual Hindu Jawa.Fungsi kedua, adalah mengajarkan bahwa sebelum memohon kepada Tuhan untuk suatu permintaan, umat diminta untuk terlebih dahulu memahami diri sendiri, dan mensyukurinya. Mantra keenam memiliki fungsi sebagai ringkasan agar umat tidak melupakan bahwa keseluruhan rangkaian mantra dari mantra pertama hingga mantra kelima merupakan suatu kesatuan yang membentuk kesatuan tribawana. Mantra ketujuh / penutup ini juga memiliki fungsi edukatif, yaitu pemahaman bahwa dengan mempelajari seluruh rangkaian mantra-mantra kedalaman, dan menerapkannya, seorang umat akan mampu hidup dengan sejahtera.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
5.2 Saran Rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa merupakan rangkaian mantra yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Hindu Jawa.Setelah melakukan pembahasan ini, peneliti menyadari kedalaman filosofis yang terkandung di dalam mantra-mantra.Sehingga dirasa mustahil untuk mampu mencakup segala aspek-aspek di dalam satu penelitian.Peneliti menyarankan bahwa dalam penelitian selanjutnya, peneliti dapat mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dengan membahas struktur mantra, makna mantra, ataupun fungsi mantra secara spesifik. Tetapi sebagai penelitian pertama tentang mantra kedalaman masyarakat Hindu Jawa, peneliti merasa penting agar penelitian ini dapat menjadi acuan umum bagi beberapa penelitian mantra-mantra dalam bidang linguistik di masa depan. Selain dalam bidang linguistik, peneliti juga menyarankan untuk pengkajian sesaji, perlengkapan, atau tempat suci dalam pelaksanaan sebuah ritus.Hal ini karena sesaji, perlengkapan, dan tempat suci sesungguhnya merupakan sebuah rangkaian yang berkaitan dengan mantra yang memiliki kedalaman filosofi yang sebanding.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, dkk.1996. Fungsi Mantra dalam Masyarakat Banjar.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Baryadi, Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta. Hendropuspito.1989 Sosiologi Agama. Jakarta: Kanisius. Internet Encyclopedia of Phylosophy and its Author. 2002. Functionalism. http://www.iep.utm.edu/functism/. 23 Juni 2015. Kesuma, Tri Mastoyo. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Bogor. Merriam-Webster.2015 Functionalism. http://www.merriam-webster.com/dictionary/functionalism. 23 Juni 2015 Soebekti, Agus. 1991. Wayang dalam Badani Bawana Alit Sudut Pandang Spiritual Budaya Jawa Makna Lebih dalam Misteri Candi Sukuh. Yogyakarta. Soedjijono, et al. 1987.Struktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa. Soedjiman, Panuti. Ed. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Verhaar, J.W.M. 2001.Asas-asas Linguistik Umum.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press. Yusri Yusuf, dkk. 2001. Struktur dan Fungsi Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Penerbitan dan Pengembangan Bahasa Departemen Nasional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Glosarium A Abang Istilah warna dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai warna “merah”. Adi Sosok seorang adik. Aling-aling Perilaku yang melindungi suatu hal atau seseorang. Alit Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kecil”. Ari-ari Placenta.Bagian dari janin. B Bawana Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “dunia”. C Cahya Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “cahaya”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Cekap Suatu situasi yang terpenuhi.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “cukup”. D Dados Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “menjadi”. Dalem Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saya”. Dewa Kang Linuwih Pemahaman bahwa manusia adalah salah satu cahaya Tuhan (dewa) yang paling sempurna, karena manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang tercipta dari akumulasi seluruh manifestasi Tuhan. Dhanyang Sosok yang dituakan di suatu tempat.Orang yang pertama menempati suatu tempat. Dhumateng Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kepada”. Dumadi Memiliki kesamaan makna dengan kata dalam Bahasa Jawa “dadi”.Suatu situasi benda yang sudah jadi atau selesai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
Dumados Sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang mengacu pada suatu situasi di mana suatu hal tercipta atau terwujud. E Eyang Kopek Sosok mitologi Hindu Jawa sebagai pelindung Pulau Jawa. G Gesang Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kehidupan”. Gilang gumilang Menggambarkan sebuah situasi yang sangat terang.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “terang benderang”. Guru Sejati Sama seperti suksma sejati.Sebuah tahap dalam mengembangkan spiritualitas pribadi di mana seorang individu telah menemukan keseimbangan tribawana dan mampu menguasai keempat hawa nafsu baik maupun buruk. H Hamarikelu Sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang menggambarkan perasaan tulus dengan sepenuh hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
Handarbeni Kata yang menggambarkan rasa kepedulian untuk memelihara, karena terdapat rasa memiliki. Hangatur Sebuah tindakan untuk menata suatu hal untuk tujuan tertentu.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “mengatur”. Hangluhuraken Sebuah tindakan yang menghargai suatu hal dengan sepenuh hati.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “meluhurkan”. Hanyembah Sebuah tindakan yang merendahkan diri dan meninggikan suatu sosok yang dirasa lebih agung.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “menyembah”. Hanyipta Sebuah tindakan menciptakan sesuatu.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “menciptakan”. Haparing Sebuah tindakan yang memberikan suatu hal kepada pihak lain. Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “memberikan”. Hing Kata sambung dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
Indonesia sebagai “dalam”. Hinggih Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yaitu”. Hong Situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Rasa kosong dan tenang yang dicapai dalam meditasi. Hong Bawana Langgeng Ungkapan dalam Hindu Jawa yang menggambarkan dunia abadi karena keberadaan Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.Kelahiran, kehidupan, dan kematian yang terjadi terus-menerus sehingga mewujudkan suatu keabadian. Hong Wilaheng Hawigena Ungkapan dalam Hindu Jawa yang menggambarkan situasi kosong yang penuh dengan makna Hu Teguh Rahayu Slamet Ungkapan dalam Hindu Jawa yang mendoakan seseorang untuk hidup dengan teguh sejahtera dan selamat. Hyang Ungkapan dalam Hindu Jawa yang menggambarkan cahaya Tuhan atau dewa. Hyang Ismoyo Tokoh wayang Semar yang telah bermeditasi, sehingga berubah menjadi Ismoyo.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
Hyang Naga Raja Sosok naga dalam mitologi Hindu Jawa yang melindungi bumi. I Ingkang Kata sambung dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang”. Ireng Istilah warna dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai warna “hitam”. J Jabang bayi Cikal bakal seorang bayi. Jagad Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “dunia”. K Kabegjan Suatu keadaan yang menguntungkan seorang individu atau makhluk hidup.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “keberuntungan”. Kadonyan Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
sebagai “dunia”. Kakang Sosok seorang kakak. Kaki mong Suatu sosok dalam filosofi Hindu Jawa yang menggambarkan sel sperma pria. Kalenggahan Suatu lokasi untuk ditempati.Juga dapat dimengerti sebagai kekuasaan. Kamulyan Sebuah kata yang mengacu pada suatu kemakmuran dan kecukupan di dunia.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “kemuliaan”. Kang Bentuk pendek dari kata ingkang.Kata sambung dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “yang”. Karep Sebuah keinginan yang cenderung ke arah keinginan duniawi.Tanpa pertimbangan spiritual. Karso Keinginan akan sesuatu yang sudah dipertimbangkan. Keinginan yang sublimatif. Kawah Cairan ketuban yang menjadi bagian dari janin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
Kawula Memiliki arti kata yang sama dengan dalem, yaitu sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “saya”. Kawula merupakan bentuk kata dari Bahasa Jawa yang lebih kasar dibandingkan dalem. Keblat Arah mata angin yang dijadikan acuan. Kidul Arah mata angin Selatan. Kulon Arah mata angin Barat. L Lor Arah mata angin Utara. M Manggon Sebuah tempat yang digunakan untuk tempat tinggal, atau menetap. Metu Keluar dari suatu tempat ke tempat lain. Mbarep Urutan anak yang tertua.Kakak sulung. Moksa Roh makhluk hidup yang bersatu dengan cahaya Tuhan.Lepas dari reinkarnasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
N Namung Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “hanya”. Naya genggong Suatu sosok dalam filosofi Hindu Jawa yang menggambarkan sel telur wanita. Ngendika Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “berkata”.Kata ini biasa digunakan untuk orang yang lebih tua dan dihormati. Nini mong Suatu sosok dalam filosofi Hindu Jawa yang menggambarkan sel telur wanita. P Papat Nominal angka empat. Pamong Seseorang yang memelihara dan melindungi. Pancer Titik tengah dari suatu hal. Panggon Kata dalam Bahasa Jawa yang digunakan untuk menunjukkan suatu tempat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
Pepadhang Kata yang menggambarkan sebuah situasi yang terang oleh suatu sumber cahaya.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “cahaya”. Purba Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “mengetahui”.Kata ini digunakan untuk mewakili sifat Tuhan yang maha tahu. S Sabdo Palon Suatu sosok dalam filosofi Hindu Jawa yang menggambarkan sel sperma pria. Sadaya Sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang mengacu pada suatu situasi di mana seluruh hal yang diacu terlibat / terpilih.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “segalanya”. Saha Kata sambung dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “dan”. Sang Hyang Bagaskara Sosok Tuhan sebagai Dewa Bagaskara yang memberkati makhluk hidup dengan kemampuan untuk bertumbuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Sang Hyang Bagaspati Sosok Tuhan sebagai Dewa Bagaspati yang memberkati makhluk hidup dengan memberikan kelestarian. Sang Hyang Jagad Sosok Tuhan sebagai Dewa Jagad yang memberkati makhluk hidup dengan memberikan jagad raya sebagai wadah untuk hidup. Sang Hyang Kartika Sosok Tuhan sebagai Dewa Kartika yang memberkati makhluk hidup dengan memberikan sifat dan watak. Sang Hyang Murbeng Dumadi Sosok Tuhan sebagai pencipta segala hal yang terdapat di alam semesta. Sang Hyang Sitoresmi Sosok Tuhan sebagai Dewa Sitoresmi yang memberkati makhluk hidup dengan memberikan kemampuan untuk mengasihi. Sang Hyang Surya Sosok Tuhan sebagai matahari yang memberikan cahaya dan kehangatan pada seluruh makhluk hidup di dunia. Sang Hyang Wening Tingkatan spiritual bagi seorang manusia yang telah memahami dan mendalami berbagai unsur di dalam tubuh manusia secara spiritual. Sang Hyang Widhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
Sosok Tuhan sebagai sumber segala cahaya-cahaya manifestasi Tuhan. Sarta Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “serta”. Sedulur Seorang anggota keluarga.Saudara.Memiliki hubungan darah. Teman yang sudah sangat dekat sehingga disebut sebagai saudara Seje Menandakan suatu hal yang berlainan. Tidak sama. Sidhem Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “damai”. Suksma Istilah dalam Hindu Jawa yang berarti roh manusia. Suksma Sejati Sebuah tahap dalam mengembangkan spiritualitas pribadi di mana seorang individu telah menemukan keseimbangan tribawana dan mampu menguasai keempat hawa nafsu baik maupun buruk. Sungkem Sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang menggambarkan tindakan yang dilakukan untuk memohon doa restu atau ekspresi rasa hormat pada orang yang lebih tua atau sosok yang lebih agung. Tindakan ini biasa dilakukan dengan menundukkan kepala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
ke tangan orang yang lebih tua. T Tirah Suatu keadaan yang lebih dari cukup. Kata tirah merupakan bentuk lain dari kata dalam Bahasa Jawa turah. Tumuwuh Sebuah kata dalam Bahasa Jawa yang menggambarkan suatu hal yang bertumbuh. Tribawana Tiga dunia yang meliputi, pribadi seorang manusia, alam, dan Tuhan. U Uwat Suatu wadah yang digunakan untuk menampung suatu benda. W Warananing Sebuah benda atau makhluk hidup yang dijadikan sebuah media untuk menyampaikan suatu hal.Kata dalam Bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “sarana”. Wetan Arah mata angin Timur. Wuragil Urutan anak yang paling muda.Adik bungsu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
BIOGRAFI
Desmond Wahyu Sekarbatu Anabrang lahir di New South Wales, Australia, pada tanggal 17 Desember 1990. Kedua orang tua Desmond merupakan seniman batik yang menetap di Yogyakarta. Hidup dengan
latar
belakang
kesenian
yang
kental
mengarahkan Desmond untuk gemar menulis puisi, dan lagu. Karena kegemarannya ini, setelah menamatkan masa studinya di SMA Laboratorium Kr. Satya Wacana Salatiga, Desmond memutuskan untuk melanjutkan masa studinya di jurusan Sastra Indonesia, Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama
masa studinya di Sastra Indonesia, Desmond sangat aktif
dengan beragam kegiatan prodi, Bengkel Sastra. Selain sebagai mahasiswa yang aktif dalam kegiatan program studi, Desmond juga banyak terlibat dalam kegiatan kebudayaan di Rumah Budaya Babaran Segaragunung, dan program pertukaran mahasiswa oleh Erasmus Mundus. Setelah merasa puas dengan beragam kegiatan yang dilalui semasa studi, akhirnya penulis menyelesaikan studinya dengan menyusun skripsi berjudul “Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Hindu Jawa”, dan lulus pada bulan Juli 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112