PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ANALISIS ELEMEN POKOK DAN PELENGKAP WACANA ARGUMENTASI DALAM ARTIKEL OPINI HARIAN TRIBUN JOGJA PERIODE JANUARI – APRIL 2015
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh Fitriana Rahmawati 111224004 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Allah S.W.T., kedua orang tua saya, dan adik saya terkasih.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTO
Menunda pekerjaan hanya akan menambah pekerjaan pada nantinya. -Pepatah Jepang-
Don’t raise your voice, improve your argument. -Unknown-
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Rahmawati, Fitriana. 2015. Analisis Elemen Pokok dan Pelengkap W acana Argumentasi dalam Artikel Opini Harian Tribun Jogja Periode Januari – April 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultan Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Penelitian ini mengkaji tentang elemen pokok dan pelengkap wacana argumentasi dalam artikel harian Tribun Jogja kolom opini. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk elemen pokok wacana argumentasi, (2) mendeskripsikan bentuk-bentuk elemen pelengkap wacana argumentasi, dan (3) mendeskripsikan pola elemen pengembangan wacana argumentasi pada artikel yang dimuat di harian Tribun Jogja. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa wacana dalam artikel harian Tribun Jogja kolom opini periode januari – april 2015. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi (baca dan catat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) elemen pokok yang ditemukan dalam artikel harian Tribun Jogja kolom opini berupa elemen pernyataan, alasan dan pembenaran. Ketiganya terdapat dalam setiap wacana, (2) elemen pelengkap yang ditemukan adalah elemen pendukung, modal, dan sanggahan, namun tidak semua elemen tersebut terdapat di setiap wacana, (3) pola pengembangan wacana argumentasi ada enam macam. Tiga macam pola terdiri dari elemen pokok dengan dua elemen pelengkap, yaitu (PER-AL-PEM-PEN-MO), (PER-AL-PEM-MOSA), dan (PER-AL-PEM-PEN-SA). Tiga macam pola lainnya terdiri dari elemen pokok dengan satu elemen pelengkap, yaitu (PER-AL-PEM-PEN), (PER-ALPEM-MO), dan (PER-AL-PEM-SA).
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Rahmawati, Fitriana. 2015. An Analysis on Main and Complementary Elements in Argumentative Passages in Opinion Articles Tribun Jogja Daily Newspaper January – April 2015 Issues. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Education Study program, Teachers’ Training and Education Faculty, Sanata Dharma University Yogyakarta. This research examined the main and complementary elements in argumentative passages in the opinion column of Tribun Jogja Newspaper. This research was aimed to (1) describe kinds of main elements in argumentative passages, (2) describe kinds of complementary elements in argumentative passages, and (3) describe the development patterns of the argumentative passages in the articles written in Tribun Jogja Newspaper. This research was a descriptive qualitative research. The data used in this research were in the forms of passages written in the articles of opinion column Tribun Jogja Newspaper January – April 2015 issues. The data used in this research were collected by conducting observations (reading and note-taking). The results of this research showed that (1) the main elements found in articles of opinion columns Tribun Jogja Newspaper were in the forms of statements, reasons, and justifications. The all three were found in every passage, (2) the complementary elements found were supporting, auxiliary, and objection elements. But, not all of those elements were found in each passage, (3) there were six kinds of development patterns. Three patterns consisted of a main element and two complimentary elements, i.e. (PER-AL-PEM-PEN-MO), (PERAL-PEM-MO-SA), an (PER-AL-PEM-PEN-SA). Three other patterns consisted of a main element and one complimentary element, i.e. (PER-AL-PEM-PEN), (PER-AL-PEM-MO), and (PER-AL-PEM-SA).
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Elemen Pokok dan Pelengkap Wacana Argumentasi dalam Artikel Opini Harian Tribun Jogja Periode Januari – April 2015”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Sehubungan dari hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Kaprodi PBSI. 3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, pikiran, tenaga, kesabaran, dan motivasi selama membimbing skripsi. 4. Sulistiono, selaku manajer liputan di Tribun Jogja dan segenap karyawan Tribun Jogja yang telah memberikan data sebagai objek penelitian dan membimbing proses PPL Jurnalistik di lapangan. 5. Segenap dosen PBSI yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menyediakan buku referensi dalam penyusunan skripsi. 7. Orang tua saya tercinta, Suwandi dan Kamirah, serta adik saya, Yudhaningrum Fajar Saraswati yang senantiasa memberikan semangat dan doa.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
iv
MOTO ................................................................................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...........................................................
vii
ABSTRAK .........................................................................................................
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR.......................................................................................
x
DAFTAR ISI......................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
xvi
DAFTAR SKEMA ............................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.4 Ruang Lingkup................................................................................. 4 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5 1.6 Bahasan Istilah ................................................................................. 6 1.7 Sistematika Penyajian ...................................................................... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................9 2.1 Penelitian yang Relevan......................................................................9 2.2 Kajian Teoretis....................................................................................10 2.2.1 Pengertian Wacana ....................................................................11 2.2.1.1 Tujuan ...........................................................................12
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.2.1.2 Kohesi ...........................................................................13 2.2.1.3 Koherensi ......................................................................13 2.2.1.4 Sasara ............................................................................13 2.2.1.5 Pesan .............................................................................13 2.2.1.6 Keadaan.........................................................................14 2.2.1.7 Interteks.........................................................................14 2.2.2 Jenis-jenis Wacana ....................................................................15 2.2.2.1 Wacana Deskripsi .........................................................16 2.2.2.2 Wacana Eksposisi .........................................................16 2.2.2.3 Wacana Argumentasi ....................................................16 2.2.2.4 Wacana Persuasi............................................................16 2.2.2.5 Wacana Narasi ..............................................................17 2.2.3 Kajian Analisis Wacana ............................................................17 2.2.4 Wacana Argumentasi.................................................................18 2.2.4.1Wacana Argumentasi Menurut Abdul Rani...................20 2.2.4.1.1 Pernyataan ......................................................21 2.2.4.1.2 Alasan.............................................................21 2.2.4.1.3 Pembenaran ....................................................21 2.2.4.1.4 Pendukung......................................................21 2.2.4.1.5 Modal .............................................................22 2.2.4.1.6 Sanggahan ......................................................22 2.2.4.2Wacana Argumentasi Menurut Stephen Toulmin..........23 2.2.4.2.1 Claims.............................................................23 2.2.4.2.2 Grounds..........................................................24 2.2.4.2.3 Warrants.........................................................24 2.2.4.2.4 Backing...........................................................24 2.2.4.2.5 Modal Qualifiers ............................................25 2.2.4.2.6 Possible Rebutals ...........................................25 2.2.5 Artikel dan Opini.......................................................................26 2.3
Kerangka Berpikir ..............................................................................28
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................30 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ..........................................................30 3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ........................................................31 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...............................................31 3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................34 3.5 Teknik Analisis Data............................................................................34 3.6 Triangulasi ...........................................................................................36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................37 4.1 Deskripsi Data......................................................................................37 4.2 Hasil Analisis Data .............................................................................39 4.2.1Analisis Elemen Pokok Wacana Argumentasi...........................39 4.2.1.1 Elemen Pernyataan........................................................40 4.2.1.2 Elemen Alasan ..............................................................46 4.2.1.3 Elemen Pembenaran......................................................56 4.2.2 Analisis Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi ...................61 4.2.2.1 Elemen Pendukung........................................................62 4.2.2.2 Elemen Modal ...............................................................66 4.2.2.3 Elemen Sanggahan ........................................................69 4.2.3Analisis Pola Pengembangan Wacana Argumentasi..................76 4.2.3.1 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Dua Pelengkap .........77 4.2.3.1.1 PER-AL-PEM + PEN-MO.............................77 4.2.3.1.2 PER-AL-PEM+MO-SA .................................79 4.2.3.1.3 PER-AL-PEM+PEN-SA ................................80 4.2.3.2 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Satu Pelengkap.........81 4.2.3.2.1 PER-AL-PEM+PEN ......................................82 4.2.3.2.2 PER-AL-PEM+MO........................................83 4.2.3.2.3 PER-AL-PEM+SA.........................................84 4.3 Pembahasan..........................................................................................84 4.3.1 Analisis Elemen Pokok Wacana Argumentasi..........................85 4.3.1.1 Elemen Pernyataan........................................................86
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.3.1.2 Elemen Alasan ..............................................................87 4.3.1.3 Elemen Pembenaran......................................................87 4.3.2 Analisis Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi ...................89 4.3.2.1 Elemen Pendukung........................................................89 4.3.2.2 Elemen Modal ...............................................................90 4.3.2.3 Elemen Sanggahan ........................................................91 4.3.3Analisis Pola Pengembangan Wacana Argumentasi .................92 4.3.3.1 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Dua Pelengkap .........92 4.3.3.1.1 PER-AL-PEM + PEN-MO.............................93 4.3.3.1.2 PER-AL-PEM+MO-SA .................................93 4.3.3.1.3 PER-AL-PEM+PEN-SA ................................93 4.3.3.2 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Satu Pelengkap.........97 4.3.3.2.1 PER-AL-PEM+PEN ......................................97 4.3.3.2.2 PER-AL-PEM+MO........................................98 4.3.3.2.3 PER-AL-PEM+SA.........................................98
BAB V PENUTUP....................................................................................................101 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................101 5.2 Saran ....................................................................................................102 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................103 LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................................105 BIODATA PENULIS ..............................................................................................249
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Koding Data yang Digunakan dalam Penelitian ........................................33 Tabel 3.2 Format Analisis Elemen Pokok dan Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi pada Artikel Opini ................................................................................34 Tabel 3.3 Keterangan Kode Nama-nama Elemen Wacana Argumentasi ..................34 Tabel 4.1 Deskripsi Data Analisis Elemen Pokok dan Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi................................................................................38 Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Pola Pengembangan Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap.................................................77 Tabel 4.3 Hasil Analisis Data Pola Pengembangan Tiga Elemen Pokok dengan Satu Elemen Pelengkap ................................................81 Tabel 4.4 Sample Hasil Analisis Wacana Argumentasi Pola PER-AL-PEM-PEN-SA.....................................................................................94 Tabel 4.5 Sample Hasil Analisis Wacana Argumentasi Pola PER-AL-PEM-PEN ...........................................................................................98
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Wacana Argumentasi Berdasarkan Penalaran Abdul Rani ................................................................................................29
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Surat kabar merupakan media cetak yang di dalamnya memuat berbagai macam informasi. Informasi mengenai politik, ekonomi, sosial, teknologi, kesehatan, dan budaya tersaji di dalamnya. Bentuk penyajian informasi di dalam surat kabar digolongkan atas beberapa jenis, yaitu berita, artikel, tajuk, dan opini. Beberapa jenis penyajian informasi yang terdapat di dalam surat kabar tersebut digolongkan berdasarkan siapa penulisnya, misalnya opini. Opini merupakan wacana yang ditulis oleh seseorang yang tidak bekerja dalam sebuah lembaga penerbitan yang bersangkutan untuk menghasilkan sebuah tulisan. Opini adalah pikiran atau tanggapan seseorang tentang suatu hal. Landasan seseorang menulis opini di surat kabar adalah untuk menyampaikan pikiran atau tanggapan penulis mengenai suatu hal kepada pembaca dengan cara meyakinkannya. Upaya yang ditempuh dalam meyakinkan pembaca adalah dengan membubuhkan bukti konkrit, alasan-alasan dan contoh yang dapat memperkuat pendapat penulis. Atas landasan tersebut maka opini sejalan dengan tujuan wacana argumentasi yaitu wacana yang bertujuan meyakinkan pembaca agar menerima pernyataan yang disampaikan penulis. Kekuatan argumen penulis pada dasarnya terletak pada kemampuan dalam mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu pernyataan, alasan dan pembenaran (Abdul Rani, 2004:37).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
Wacana argumentasi ialah wacana yang isinya terdiri atas paparan alasan dan penyitensisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Wacana argumentasi ditulis dengan maksud untuk memberi alasan, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan (Yoce Aliah Darma, 2014:36). Menurut Abdul Rani, wacana argumentasi tersusun atas beberapa elemen. Elemen sendiri diklasifilasikan menjadi dua jenis yaitu elemen pokok dan elemen pelengkap. Elemen pokok terdiri atas pernyataan, alasan, dan pembenaran, sedangkan elemen pelengkap terdiri atas pendukung, modal, dan sanggahan. Berkaitan dengan elemen pembentuk wacana argumentasi, maka diperlukan adanya sebuah penelitian yang mengkaji penggunaan dan pola pengembangan elemen yang digunakan oleh penulis yang dipublikasikan lewat surat kabar. Penelitian tersebut diperlukan untuk memperoleh gambaran penggunaan elemen pokok dan pelengkap oleh penulis wacana argumentasi. Usaha untuk meneliti elemen yang terdapat dalam wacana argumentasi, penulis menggunakan kajian analisis wacana dan kajian wacana argumentasi sebagai dasar teori. Sedangkan objek penelitian diambil dari artikel yang terdapat pada surat kabar Tribun Jogja kolom opini.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalahnya adalah “apa saja bentuk-bentuk elemen wacana argumentasi pada artikel opini harian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
pagi Tribun Jogja periode Januari hingga April 2015?”. Berdasarkan rumusan masalah utama tersebut, kemudian disusun submasalah sebagai berikut. 1.
Apa saja bentuk-bentuk elemen pokok wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015?
2.
Apa saja bentuk-bentuk elemen pelengkap wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015?
3.
Bagaimana pola elemen pengembangan wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan elemen wacana argumentasi pada artikel yang dimuat di harian Tribun Jogja kolom opini pada bulan Januari hingga April 2015. Atas dasar tujuan utama tersebut, kemudian disusun tujuan bawahan yang ingin dicapai sebagai berikut. 1.
Mendeskripsikan bentuk-bentuk elemen pokok wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
2.
Mendeskripsikan bentuk-bentuk elemen pelengkap wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015.
3.
Mendeskripsikan pola elemen pengembangan wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian mengenai Analisis Elemen Pokok dan Pelengkap Wacana Argumentasi dalam Artikel Opini Harian Tribun Jogja Periode Januari - April 2015 memiliki empat ruang lingkup, diantaranya: 1.
Penelitian ini mendeskripsikan keberadaan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015.
2.
Penelitian ini mendeskripsikan pola elemen pengembangan wacana argumentasi pada artikel opini yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015.
3.
Penelitian ini juga mendeskripsikan pola pengembangan wacana argumentasi.
4.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif
5.
Penelitian ini mengkaji data artikel yang terbit bulan Januari hingga April 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangsih dalam hal informasi mengenai elemen pengembang wacana argumentasi yang digunakan masyarakat. Adapun penjabarannya sebagai berikut: 1.
Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi mahasasiswa dalam mencari gambaran konkret mengenai pola pengembangan wacana argumentasi yang terdapat pada surat kabar. Hasil dari penelitian ini, mahasiswa diharapkan mampu memproduksi wacana argumentasi dengan tepat, yang mana dalam penyususunannya memperhatikan kaidah penulisan wacana yang baik. Hal itu dimaksudkan agar mahasiswa, khususnya yang mengambil program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menjadi pelopor penggerak kebebasan berpendapat melalui wacana argumentasi di media massa.
2.
Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi mahasiswa yang memilih topik sama dan dapat mengembangkannya demi kemajuan dalam bidang bahasa, khususnya dalam kajian teori analisis wacana terutama wacana argumentasi. Dengan demikian, pemahaman mengenai wacana argumentasi dapat digali lebih dalam lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
1.6 Batasan Istilah 1.
Wacana Wacana sebagai (1) komunikasi verbal; percakapan, (2) keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesantunan, (3) satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti: novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah, (4) kemampuan atau prosedur
berpikir
secara
sistematis;
kemampuan
atau
proses
memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat, (5) pertukaran ide secara verbal (KBBI, 1997:1265) 2.
Argumentasi Argumentasi
adalah ragam
wacana
yang dimaksudkan untuk
meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, penulis akan menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikan sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap penulis. Corak seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan dan timbangan baku. (Yoce Aliah Darma dalam Analisis Wacana Kritis, 2014:36). 3.
Wacana Argumentasi Wacana argumentasi ialah wacana yang isinya terdiri atas paparan alasan dan penyitesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Wacana argumentasi ditulis dengan maksud untuk memberi alasan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Jadi, pada setiap wacana argumentasi selalu terdapat alasan (argumen) ataupun bantahan yang memperkuat aaupun menolak sesuatu secara demikian rupa guna mempengaruhi keyakinan pembaca. (Yoce Aliah Darma, 2014:37). 4.
Artikel Artikel merupakan satu karangan faktual tentang sesuatu soal secara lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat di surat kabar, majalah, bulletin, dan sebagainya dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan guna meyakinkan, mendidik, atau menghibur. Artikel identik dengan opini atau pendapat, yaitu karangan prosa dalam media massa yang membahas persoalan secara lugas (Widharyanto, 2005:82).
1.7 Sistematika Penyajian Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang pendahuluan. Di dalam pendahuluan ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penyajian. Bab II adalah landasan teori yang berisi tiga subab, yaitu penelitian yang relevan, kajian pustaka, dan kerangka berpikir. Peneitian yang relevan memiliki hubungan dengan penelitian yang kali ini diambil, sedangkan kajian pustaka berisi teori-teori yang akan digunakan peneliti untuk menganalisis data. Kerangka berpikir berfungsi sebagai gambaran peneliti dalam melakukan analisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
Bab III merupakan metodologi penelitian. Pada bab ini berisi lima subbab. Kelima subab ini adalah pendekatan dan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi analsis data dan pembahasan mengenai elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi dalam artikel harian Tribun Jogja kolom opini periode Januari – April 2015. Bab V berisi kesimpuan dari hasil penelitian serta saran yang diberikan peneliti untuk para pembaca – mahasiswa, dosen dan/atau guru Bahasa Indonesia, serta peneliti yang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang peneliti ambil adalah penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Dawud (2008) yang berjudul Penalaran dalam Karya Tulis Populer Argumentasi. Penelitian tersebut termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dawud adalah ditemukannya (1) unsur pembangun penalaran, (2) bentuk penalaran, dan (3) pola penalaran karya tulis argumentatif. Unsur pembangun penalaran argumentasi terdiri dari pendirian, bukdi dan penyimpulan. Bentuk penalaran yang ditemukan yaitu skema asosiatif dan dissosiatif. Adapun pola penalaran dalam tulis populer argumentatif dapat digolongkan atas penalaran yang berpola rumit, yakni penalaran yang terdiri atas dua bukti secara bebas mendukung sebuah pendirian, dua atau tiga bukti secara kombinasi mendukung sebuah pendirian, dan penalaran rumit mata rantai yang berupa rangkaian sebuah bukti mendukung sebuah pendirian bawahan serta pendirian bawahan itu mendukung sebuah pendirian utama. Selain penelitian yang dilakukan oleh Dawud, penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang peneliti ambil adalah penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Faridatul Umami dkk (2012) yang berjudul Analisis Karangan Argumentasi Siswa Kelas XI SMKN 12 Malang Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian tersebut Umami termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Hasil 9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
penelitian ini adalah karakteristik yang sering muncul di tiap karangan yaitu claim, ground, warrant, support, dan qualifier, sedangkan qualifier tidak banyak ditemukan dalam karangan argumentasi siswa. Kesamaan penelitian dari Dawud dengan penelitian kali ini yaitu sama-sama menghasilkan pola pengembangan wacana argumentasi. Adapun kesamaan penelitian Umami dkk dengan penelitian ini adalah sama-sama menganalisis elemen wacana argumentasi. Perbedaannya, penelitian kali ini dilakukan untuk menganalisis elemen wacana argumentasi dan pola pengembangannya pada surat kabar Tribun Jogja menurut teori yang dipaparkan Abdul Rani.
2.2 Kajian Teoretis Penelitian analisis elemen pokok wacana argumentasi dalam artikel harian Tribun Jogja merupakan penelitian bidang linguistik yang mengkaji bahasa dari sudut pandang analisis wacana. Teori yang akan digunakan pada pembahasan di bawah ini digunakan sebagai landasan untuk memecahkan persoalan elemen pengembangan dan pola elemen pengembangan wacana argumentasi. Kajian teori analisis wacana digunakan sebagai landasan meneliti elemen pengembangan wacana argumentasi. Jelasnya, kajian teoretisnya sebagai berikut.
2.2.1 Pengertian Wacana Wacana adalah bahasa di atas kalimat atau di atas klausa (Stubs dalam Schiffin, 2007:28). Definisi wacana yang berasal dari paradigma formalis memandang wacana sebagai kalimat-kalimat, sementara paradigma fungsionalis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
memandang wacana sebagai penggunaan bahasa. Wacana merupakan tuturan dalam bentuk lisan atau tulisan yang membentuk suatu kesatuan makna yang utuh (Halliday & Hasan, 1976). Menurut
pemikiran
Hawthorn
(1992)
wacana
adalah
komunikasi
kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Dengan kata lain, Hawthorn mendeskripsikan wacana sebagai sebuah bentuk informasi yang didistribusikan dari pembicara kepada pendengar yang tujuannya disesuaikan dengan kebutuhan sosial pembicara dan pendengar yang bersangkutan. Brown dan Yule (1996:53) mengemukakan bahwa para ahli sosiolinguistik dalam mendefinisikan wacana terutama memperhatikan struktur interaksi sosial yang dinyatakan dalam percakapan dan deskripsi-deskripsi mereka yang menitikberatkan pada ciri-ciri koteks sosial, terutama dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi sosiologis. Berdasarkan sudut pandang tersebut ciri-ciri dan sifat wacana adalah (1) wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur, (2) wacana mengungkapkan suatu hal (subjek), (3) penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap degan semua situasi pendukugnya, (4) memiliki satu keatuan misi dalam rangkaian itu, (5) dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental. Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek), penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya. Memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmetal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana sebagai (1) komuniasi verbal; percakapan, (2) keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, (3) suatu bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti: novel, buku, artikel, pidato atau khotbah, (4) kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis;
kemampuan atau proses
memberi
pertimbangan berdasarkan akal sehat, (5) pertukaran ide secara verbal (KBBI, 1997:1265). Selain beberapa uraian yang telah disebutkan sebelumnya, ada sisi lain yang erat hubungannya dengan wacana, yaitu unsur-unsur wacana. Unsur-unsur wacana meliputi unsur internal dan unsur eksternal. Unsur internal di antaranya adalah kata, kalimat, teks, dan koteks, sedangkan unsur eksternal meliputi implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, konteks. Selain unsur wacana, hal lain yang terkandung dalam sebuah wacana adalah prinsip wacana. Yoce Aliah Darma (2014:7) menjelaskan ada tujuh prinsip wacana. Prinsip-prinsip wacana yang dimaksud adalah sebagai berikut. 2.2.1.1 Tujuan Selain wacana yang dihasilkan harus mempuyai tujuan karena tujuanlah yang menentukan jenis wacana yang digunakan. Tujuan sangat penting untuk memilih teknik penyampaian wacana apakah naratif, deskriptif, eksposisi, argumentasi, ataupun persuasi. Tujuan juga menentukan bentuk wacana pidato,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
ceramah, surat resmi atau tidak resmi dan sebagainya (Yoce Aliah Darma, 2014:7). 2.2.1.2 Kohesi Kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur linguistik dengan unsur linguistik yang lain dalam sebuah wacana. Kohesi dapat ditinjau dari hubungan antar kata, frasa atau kalinat dengan sesuatu perkataan dalam wacana tersebut. Kohesi dapat mewujudkan kesinambungan antara sebagian teks dengan bagian teks yang lain sehingga membentuk suatu kesatuan (Yoce Aliah Darma, 2014:7). 2.2.1.3 Koherensi Koherens merupakan kesinambungan ide yang terdapat dalam sebuah wacana sehingga menjadi satu teks yang bermakna. Koherensi merupakan asas dalam pengembangan wacana karena tanpa makna, teks tidak dianggap sebagai wacana (Yoce Aliah Darma, 2014:7). 2.2.1.4 Sasaran Sebuah wacana perlu mempunyai pendegar atau pembaca yang merupakan sasaran wacana tersebut. Penentuan saran ini sangat penting sebab akan berpengaruh terhadap keterpahaman wacana yang akan dibuat (Yoce Aliah Darma, 2014:7). 2.2.1.5 Pesan Setiap wacana perlu mempunyai pesan/isi. Pesan atau isi wacana adalah pokok permasalahan yang ingin disampaiakan seorang pembuat wacana kepada sasaran wacana (Yoce Aliah Darma, 2014:7).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
2.2.1.6 Keadaan Sebuah wacana perlulah sesuai dengan keadaan. Kesesuaian itu menjadikan wacana relevan dengan situasi ujaran. Pemilihan kata, frasa dan susunan kalimat yang tepat sangat penting untuk menjadikan sesuatu wacana itu sesuai dengan keadaan (Yoce Aliah Darma, 2014:7). 2.2.1.7 Interteks Interteks artinya sebuah teks bergantung kepada wacana yang lain. Melalui interteks, sebuah wacna lebih mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar. Keterpahaman seseorang terhadap wacana yang dibaca atau didengar akan membantu pencapaian tujuan wacana (Yoce Aliah Darma, 2014:7). Selain jenis-jenis wacana yang telah disebutkan sebelumnya, hal yang juga penting kita perhatikan dalam wacana adalah unsur-unsur menandai terjadinya wacana. Dell Hymes dalam Analisis Wacana Kritis (2014:67) mengemukakan unsur-unsur yang menandai terjadinya wacana dengan istilah SPEAKING. SPEAKING merupakan kepanjangan dari S: setting dan scena (tempat berbicara dan suasana yang melatari teks muncul), P: participant (pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa), E: ends (tujuan teks), A: act (peristiwa kemunculan teks), K: key (ragam bahasa), I: instrument (alat atau media yang digunakan), N: norm (aturan atau nilai-nilai), dan G: genre (jenis wacana apa yang melatari teks muncul).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
2.2.2 Jenis-jenis Wacana Jenis-jenis wacana ada banyak macamnya. Beberapa macam wacana digolongkan dalam kategori tertentu. Kategori tersebut dianatara jenis-jenis wacana berdasarkan jumlah penutur, media, tujuan, sifat, maupun isinya. Wacana berdasarkan jumlah penutur dibedakan menjadi dua jenis yaitu wacana monolog dan dialog. Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturakan oleh satu orang. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak
menyediakan
alokasi
waktu
terhadap
pendengar
atau
pembaca.
Penuturannya bersifat satu arah, yaitu pihak penutur (Mulyana, 2005:53). Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini dapat berbentuk tulis dan lisan. Wacana dialog tulis memiliki bentuk yang sama dengan wacana drama (Mulyana, 2005:53). Selain itu, Mulyana juga menerangkan ragam wacana berdasarkan media. Wacana berdasarkan media, seperti yang telah disinggung sebelumnya, dibedakan menjadi dua yaitu tulis dan lisan. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Lain dari itu, wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Wacana berdasarkan tujuan komunikasi dibedakan menjadi lima, yaitu wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Masing-masing dari bentuk wacana tersebut memiliki karakteristik sendiri, namun realitanya, kelima jenis wacana tersebut tidak dapat dipisahkan secara murni. Sebab, bisa jadi sebuah wacana eksposisi terdapat bentuk wacana deskripsi di dalamnya. Berikut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
merupakan penjelasan singkat mengenai spesifikasi kelima jenis wacana tersebut menurut Abdul Rani. 2.2.2.1 Wacana Deskripsi Wacana deskripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada penerima pesan agar dapat membentuk suatu citra (imajinasi) tentang suatu hal. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana tersebut adalah emosi (Abdul Rani, 2004:37-45). 2.2.2.2 Wacana Eksposisi Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar yag bersangkutan memahaminnya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikutioleh penerima (Abdul Rani, 2004:37-45). 2.2.2.3 Wacana Argumentasi Wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9). Sebuah wacana dikategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi anatara mitra tutur dan penutur (Abdul Rani, 2004:37-45). 2.2.2.4 Wacana Persuasi Wacana persuasi merupakan wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penuturnya. Penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
biasanya menggunakan segala upaya
yang memungkinkan mitra tutur
terpengaruh. 2.2.2.3 Wacana Narasi Wacana narasi merupakan jenis wacana yang berisi cerita. Di dalam narasi terdapat unsur-unsur cerita yang amat penting, seperti waktu, pelaku, dan peristiwa. Wacana ini biasanya digunakan untuk menggerakkan aspek emosi (Abdul Rani, 2004:37-45).
2.2.3 Kajian Analisis Wacana Analisis wacana merupakan kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat. Wacana sendiri tidak hanya sebatas teks tulis saja, wacana memiliki arti yang lebih luas yaitu mencakup tulis dan lisan. Analisis wacana (AW) adalah cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, Yoce Aliah (2014:10-11). Kajian ini tidak hanya mengulas dalam hal bahasa, tetapi juga dalam berbagai lapangan kajian yang lain. Jika dalam linguistik, analisis wacana merujuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketatabahasaan (grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana merujuk pada kajian hubungan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Istilah analisis wacana pertama kali diperkenalkan oleh Zelling S. Harris (1952) yang mengawali pencarian terhadap kaidah-kaidah bahasa yang akan menjelaskan bagaimana kalimat-kalimat dalam suatu teks dihubungkan oleh semacam tata bahasa yang diperluas (Oetomo, 1993:6).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
Analisis wacana dapat dilakukan pada wacana dialog maupun monolog. Analisis wacana dialog dispesifikiasi lagi menjadi dua macam yaitu analisis pada dialog sesungguhnya dan dialog teks. Analisis wcana dialog merupakan analisis wacana spontan yang mana penuturnya tidak terikat pada teks yang ditunjang dengan segala situasinya dan dilakukan secara tatap muka. Hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam analisis wacana dialog, yaitu aspek (1) kerjasama partisipan percakapan, (2) tindak tutur, (3) penggalan percakapan, (4) pembukaan dan penutup percakapan, (5) percakapan lanjutan, (6) sifat rangkaian percakapan, (7) unsur tatabahasa, (8) alih kode, (9) giliran, dan topic percakapan. Lain dari itu, hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam analisis wacana monolog adalah hal-hal yang berhubungan dengan (1) rangkaian dan kaitan tuturan, (2) perujukan, juga (3) pola dan pengembangan wacana, Yoce Aliah (2014:41-42).
2.2.4 Wacana Argumentasi Wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9). Salmon (1984:8) mendefinisikan argumentasi sebagai perangkat kalimat yang disusun sedemikian rupa sehingga beberapa kalimat berfungsi sebagai bukti-bukti yang mendukung kalimat yang terdapat dalam perangkat itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Sebuah teks atau wacana, dikategorikan sebagai sebuah argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Berangkat dari isu dasar tersebut, penutur berusaha untuk menjelaskan alasanalasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya (pembaca atau pendengar). Biasanya, suatu topik diangkat karena memiliki nilai, seperti indah, benar, baik, berguna, efektif, atau sebaliknya. Tujuan wacana argumentasi adalah meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, untuk itu selain mengungkapkan pernyataan yang logis, wacana ini baik bila berisi ulasan yang kritis dan sistematis. Bukti-bukti yang ditunjukkan dalam wacana argumentasi dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya sehigga dapat menghapus konflik dan keraguan
pembaca
terhadap pendapat penulis. Berikut ini penjelasan mengenai wacana argumentasi menurut Yoce Aliah Darma (Analisis Wacana Kritis, 2014:37). Wacana argumentasi dikembangkan dengan dua teknik, yaitu: (1) teknik induktif dan (2) teknik deduktif. Pengembangan argumentasi dengan teknik induktif adalah penyususnan argumentasi yang dilakukan dengan mengemukakan lebih dahulu bukti-bukti kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. Adapun pengembangan argumentasi dengan cara deduktif dimulai dnegan suatu kesimpulan umum yang kemudian disusul uraian mengenai hal-hal yang khusus. Alasan-alasan atau buktibukti yang terdapat dalam argumentasi deduktif disebut premis. Sistem penalaran deduktif disebut juga silogisme (syllogism). Bentuk silogisme ini terdiri atas tiga bagian: dua premis diikuti sebuah kesimpulan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Premis pertama sebagai premis mayor membuat pernyataan umum tentang sesuatu (sebuah objek, ide, suatu keadaan). Premis kedua disebut premis minor yang berisi lebih lanjut tentang sebuah terem (term) dalam premis mayor. Premis minor ini merupakan proposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa (fenomena) yang khusus sebagai anggota kelas tadi. Kekuatan argumen penulis pada dasarnya terletak pada kemampuan dalam mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu pernyataan, alasan, dan pembenaran. Pernyataan mengacu pada kemampuan penutur menentukan posisi. Alasan mengacu pada mengacu pada kemampuan penutur untuk mempertahankan pernyataanya dengan memberikan alasan-alasan yang relevan. Pembenaran mengacu pada kemampuan penutur dalam menunjukkan hubungan antara pernyataan dan alasan.
2.2.4.1 Wacana Argumentasi Menurut Abdul Rani Wacana argumentasi, menurut Abdul Rani dalam buku Analisis Wacana (2004:40), tersusun atas beberapa elemen. Rani membaginya menjadi dua golongan, yaitu elemen pokok dan elemen pelengkap. Elemen pokok wacana argumentasi ada tiga, yaitu pernyataan, alasan dan pembenaran, sedangkan pelengkapnya adalah pendukung, modal dan sanggahan. Berikut ini merupakan deskripsi dari elemen pokok dan pelengkap wacana argumentasi dalam Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
2.2.4.1.1 Peryataan (PER) Pernyataan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan dikemukakan kepada mitra tutur agar dapat diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat dibuktikan. Pernyataan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh penutur. Ada tiga macam pernyataan, yaitu pernyataan tentang fakta, pernyataan tentang nilai, dan pernyataan tentang kebijakan (Rani, 2004:39). 2.2.4.1.2 Alasan (AL) Alasan adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan. Alasan atau bukti pendukung dapat berupa data statistik, contoh, ilustrasi, penalaran, observasi eksperimental, dan materi ilmu pengetahuan umum, maupun pengujian. Kesemua alasan itu digunakan untuk mendukung pernyataan (Rani, 2004:39). 2.2.4.1.3 Pembenaran (PEM) Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Pembenaran sebagai jembatan penghubung antara pernyataan dan alasan. Dengan alasan dan pernyataan, pembenaran dapat dipertahankan dan diterima secara rasional (Rani, 2004:39). 2.2.4.1.4 Pendukung (PEN) Dukungan adalah kriteria yang digunakan untuk membenarkan pernyataan yang dikemukakan dalam pembenaran. Dalam hal ini, dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian, atau hasil wawancara (Rani, 2004:40).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
2.2.4.1.5 Modal (MO) Modal dibedakan menjadi dua, yaitu modal sebagai penanda kepastian dan modal sebagai penanda kemungkinan. Adapun kata, frasa, atau keterangan digunakan sebagai penanda kepastian antara lain perlu, pasti, tentu dan tentu saja. Adapaun, penanda kemungkinan antara lain agaknya, kiranya, rupanya, kemungkinannya, sejauh bukti yang ada, sangat mungkin, mungkin sekali, dan masuk akal. (Rani, 2004:40). 2.2.4.1.6 Sanggahan (SA) Sanggahan adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasan yang dapat mengurangi atau menguatkan pernyataan. Jika suatu kondisi yang dapat melemahkan suatu pernyataan dapat dikontrol dengan menghadirkan elemen sanggahan/penolakan, kedudukan argumen semakin kuat. Tentunya, sanggahan tersebut harus benar-benar kuat pula. Penggunaan elemen sanggahan juga berarti membuat pernyataan lebih spesifik. Piranti kohesi yang digunakan untuk menandai elemen sanggahan antara lain kecuali, namun dan jika (Rani, 2004:39). Contoh wacana argumentasi mengandung elemen pokok.
(Per) Kemampuan berpikir kritis mahasiswa S1 dapat ditingkatkan, anatra lain dengan memberikalatihan secara intensif dalam menyusun argument. Makalah mahasiswa S1 menunjukkan kelemahan penalaran. (Al) Makalah mahasiswa S1 mengandung argumen-argumen yang rancu berpikir kritis ditandai kemampuan menggunakanbahasa secara jelas dan tepat. (Pem) Berpikir kritis ini tampak pada skripsi dan makalah mahasiswa S1 yang ditulis dengan penalaran baik. Sumber: Analisis Wacana sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian, Rani (2004:42).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
Contoh wacana argumentasi mengandung elemen pokok dan pelengkap.
(Per) Kemampuan berpikir kritis mahasiswa S1 dapat ditingkatkan, anatra lain dengan memberikalatihan secara intensif dalam menyusun argument. Makalah mahasiswa S1 menunjukkan kelemahan penalaran. (Al) Makalah mahasiswa S1 mengandung argumen-argumen yang rancu berpikir kritis ditandai kemampuan menggunakanbahasa secara jelas dan tepat. (Pem) Berpikir kritis ini tampak pada skripsi dan makalah mahasiswa S1 yang ditulis dengan penalaran baik. (Pen) Penelitian teopilus membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara kemampuan akademik mahasiswa dalam matakulian logika dengan kemampuan akademik mahasiswa dalam matakuliah mengarang. (Mo) Dengan demikian, dapat dipastikan pelatihan dapat meningkatkan kualitas argument. Namun, jika terdapat faktor-faktor di luar, seperti keterbatasan fisik, kelemahan atau kelambatan berpikir ada pada diri mahasiswa maka usaha meningkatkan kualitas berpikir kritis akan terganggu. Sumber: Analisis Wacana sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian, Rani (2004:42).
2.2.4.2 Wacana Argumentasi Menurut Stephen Toulmin Sejalan dengan pemikiran Abdul Rani, Stephen Toulmin et al
juga
memaparkan bagian-bagian dari wacana argumentasi yang diklasifikasikan menjadi enam elemen. Toulmin dalam An Introduction to Reasoning menyebutkan bahwa elemen argumentasi terdiri atas claim, grounds, warrants, backing, modal qualification, dan possible rebuttals (1979:25). 2.2.4.2.1 Claim (C) Claims atau juga disebut dengan pernyataan merupakan titik awal kita dalam mengungkapkan sebuah argument. Toulmin memaparkan “there is always some „destination‟ we are invited to arrive at, and the first step in analyzing and criticizing the argument is to make sure what the precise character of that
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
destination is” (1979:25). Dalam kutipan tersebut disebutkan bahwa claims ini juga memuat tujuan yang hendak dicapai penulis, hal itu sama halnya dengan yang disebutkan oleh Abdul Rani. 2.2.4.2.2 Grounds (G) Grounds atau juga disebut dengan alasan merupakan kalimat yang menguraikan bukti-bukti atau contoh yang memperkuat pernyataan yang disampaikan sebelumnya. Toulmin menjelaskan, “these grounds may comprise experimental observations, matters of common knowledge, statistical data, personal testimony, previously established claims, or other comparable factual data” (1979:25). Alasan yang dimaksudkan Toulmin tersebut dapat berupa hasil observasi, ilmu pengetahuan, data statistik, penelitian pribadi, dan sebagainya. 2.2.4.2.3 Warrants (W) Warrants atau disebut juga dengan pembenaran merupakan uraian kalimat yang berisi kaidah-kaidah umum yang dapat memperkuat pernyataan sebelumnya. “Steps from grounds to claims are „warranted‟ in different ways in law, in science, in politics, and elsewhere” (1979:26), kutipan tersebut menjelaskan bahwa pembenaran dapat berupa ketentuan dari sebuah hukum, politik, dan lain sebagainya. 2.2.4.2.4 Backing (B) Backing atau pendukung merupakan uraian kalimat yang di dalamnya memuat dukungan sehingga menguatkan elemen pembenaran. Seperti yang disebutkan Abdul Rani, Toulmin menjelaskan bahwa pendukung dapat berupa sesuatu yang memiliki kebenaran yang valid.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
2.2.4.2.5 Qualifiers (Q) Modal qualifiers atau disebut juga “pemberi sifat modal” merupakan elemen yang dapat diidentifikasi dengan adanya kata atau frasa tertentu. Toulmin (1979:26) menerangkan, kata-kata pemberi sifat modal di antaranya usually, possibly, barring accidents, dan sebagainya. 2.2.4.2.6 Rebuttals (R) Possible rebuttals atau disebut juga “kemungkinan sanggahan” merupakan elemen terakhir dari argumentasi. “Any except a certain or necessary argument is open to rebuttal. Such rebuttals may in some cases be very unlikely and hard to foresee, but we can understand the rational merits of the arguments in question fully only if we recognize under what circumstances (rare but possible) they might prove unreliable,” Toulmin (1979:26). Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa sanggahan pada argumentasi merupakan elemen yang membuka tangkisan atau penolakan. Elemen ini membuat pembaca untuk kembali berpikir ulang mengenai keadaan yang mungkin tidak dapat dipercaya. Beranjak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional. Wacana argumentasi akan semakin kuat jika didukung dengan alasan-alasan yang kuat dengan menunjukkan data-data statistik, contoh, dan fakta lainnya. Atas dasar pemikiran tersebut maka wacana argumentasi merupakan sebuah jalan bagi penutur untuk menuangkan pemikiran mereka melalui pernyataan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
pernyataan yang terangkum dalam sebuah tulisan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyuarakan pendapat, menyeru, menyumbangkan gagasan, dan segala bentuk kritik atau saran lainnya mengenai isu kotroversial yang sedang berkembang di masyarakat. Maka tidak heran jika dalam sebuah surat kabar menyediakan kolom khusus yang menyodorkan argument pembaca untuk dibaca oleh pembaca yang lain. Dengan maksud, para pembaca dapat aktif menyampaikan pendapat, juga terwujudnya proses saling bertukar pikiran sebagai hak dalam menyuarakan aspirasi mereka. Dalam surat kabar, wacana yang memuat wacana argumentasi pembaca ada dalam rubrik opini. Rubrik opini ini mencakup tulisan citizen dari berbagai profesi dan tidak terfokus pada pemberitaan-pemberitaan khusus. Dengan demikian analisis dapat merata karena rubrik opini merupakan media terbuka bagi setiap warga dengan beraneka ragam argumentasi. Sub sub-bab ini menjelaskan
mengenai wacana argumentasi menurut
pemikiran Abdul Rani dan Stephen Toulmin. Atas pemikiran dua ahli tersebut maka penelitian ini akan mengkaji wacana argumentasi pada artikel opini harian Tribun Jogja berdasarkan teori yang dijabarkan Abdul Rani.
2.2.5 Artikel dan Opini Artikel dan Opini acap kali diartikan sebagai hal yang sama. Keduanya kerap dianggap demikian sebab antara artikel dengan opini tidak ada perbedaan yang begitu berarti. Bahkan, makna dari kedua istilah tersebut begitu samar bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
orang yang bekerja di luar lingkup lembaga penerbitan atau redaksi. Meski demikian, artikel dan opini merupakan sebuah tulisan yang berbeda. Perbedaan antara artikel dengan opini, yaitu opini lebih bersifat subjektif, padangan penulis lebih ditonjolkan.
Lain halnya dengan artikel, meski jenis
tulisan ini bersifat subjektif, tapi ada karakter lain yang harus dimiliki artikel sekaligus membedakan dengan opini, yaitu artikel harus menyajikan data dan fakta secara detail. Tanpa data yang kuat, artikel akan menjadi opini. Lalu dari data ini, penulis menganalisis serta memberikan kesimpulan (Andrianto, 2011:51). Anas Syahirul, dalam buku yang berjudul Menaklukan Media, menerangkan bahwa kesamaan antara artikel dan opini adalah pertama, ditulis oleh penulis lepas. Kedua, mengangkat suatu masalah yang aktual. Ketiga, teknik penulisannya menggunakan pola deduktif-induktif (Andrianto, 2011:50). Sumber lain, Teknik Menulis Berita, menyebutkan bahwa artikel merupakan satu karangan faktual tentang sesuatu soal secara lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat di surat kabar, majalah, buletin, dan sebagainya dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan guna meyakinkan, mendidik, atau menghibur. Sumber tersebut juga menerangkan bahwa artikel identik dengan opini atau pendapat, yaitu karangan prosa dalam media massa yang membahas persoalan secara lugas. Panjangnya bervariasi, dimaksudkan untuk menyampaikan gagasan dan fakta, dengan tujuan meyakinkan/membujuk atau menghibur pembaca. Pemilihan tema artikel yang ditulis harus disesuaikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
dengan kecenderungan public opinion yang mendasari isi dan berita yang akan dilepas (Widharyanto, 2005:82). Kedua sumber di atas menjelaskan bahwa artikel dengan opini secara umum dianggap sebagai sebuah tulisan yang sama sebab sama-sama bertujuan untuk untuk menyampaikan gagasan guna meyakinkan pembaca. Atas tujuan tersebut maka artikel/opini tergolong sebagai wacana argumentasi.
2.3 Kerangka Berpikir Elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi yang terdapat pada kolom opini pada Harian Tribun Jogja diteliti menggunakan teori wacana argumentasi dan analisis wacana. Kalimat-kalimat yang terdapat pada wacana dianalisis kemudian dideskripsikan elemen pokok wacana argumentasi yang terkandung di dalamnya. Peneliti menganalisis dengan cara memperhatikan kata, frasa, dan/atau klausa, lalu menggolongkannya berdasarkan ciri yang dimiliki salah satu dari keenam elemen wacana argumentasi. Penulis mempertimbangkan penentuan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana
argumentasi
berdasarkan
kesamaan
sifat
dan
perannya
dalam
pembentukan wacana argumentasi serta kriteria tertentu yang dimiliki masingmasing elemen. Sebuah kalimat akan diidentifikasi lalu digolongkan kedalam salah satu elemen, yaitu apakah pernyataan, alasan, pembenaran, pendukung, modal atau sanggahan. Selain itu, penulis juga mendeskripsikan pola pengembangan wacananya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Analisis ini akan memperoleh gambaran penggunaan elemen pokok wacana argumentasi, penggunaan elemen pelengkap wacana argumentasi dan pola pengembangan wacana argumentasi. Berikut ini merupakan kerangka berpikir yang digambarkan dalam betuk skema kerangka berpikir.
Wacana Argumentasi pada Artikel Opini Harian Tribun Jogja
Teori Wacana Argumentasi Menurut Abdul Rani
Elemen Pokok
Elemen Pelengkap
Pernyataan Alasan Pembenaran
Pendukung Modal Sanggahan Pola Pengembangan Wacana
Kesimpulan
Skema 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Wacana Argumentasi Berdasarkan Penalaran Abdul Rani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini membahas mengenai enam hal, yaitu pendekatan dan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrmen penelitian, teknik analisis data, dan triangulasi hasil analisis data. Keenam pembahasan tersebut selengkapnya diuraikan di bawah ini. 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitiann kualitatif menurut Moeleong (2006:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dll secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Tagor Pangaribuan (2008:13) menjelaskan, penelitian kualitatif berupaya menemukan hipotesis, yaitu kaidah-kaidah yang ada dalam realitas yang diamati dengan partisipasif. Penelitian ini menggali hipotesis yang terkandung dalam rumpun suatu data. Tagor memberikan garis besar dari penelitian kualitatif, yaitu latar, konseptualisasi, pengamatan situs (participant-observation di lapangan), dan triangulasi (teoretik, metodologik, dan data). Pendekatan kualitatif yang dimaksud adalah penelitian akan memerikan elemen pokok dan pelengkap yang terdapat pada wacana argumentatif pada harian Tribun Jogja kolom opini. Data yang digunakan sebagai objek dalam penelitian yaitu tulisan berupa rangkaian kalimat dalam sebuah wacana argumentasi di surat kabar. 30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian Menurut Lofland dalam Moeleong (2006:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data pada penelitian ini merupakan kata-kata. Sumber data penelitian yang digunakan adalah berbagai register pemakaian bahasa tertulis (register jurnalistik) yang terdapat dalam berbagai pemakaian bahasa. Data penelitian ini berupa kalimat atau tulisan yang terdapat pada surat kabar bagian opini yang di dalamnya mengandung elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua, yaitu metode padan dan metode agih. Penelitian kali ini, jalur yang ditempuh peneliti dalam tahap analisis data yaitu menggunakan metode agih. Metode agih alat penentunya adalah bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbial, dsb.), fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, dsb.), klausa, silabe kata, titinada, dan yang lain (Sudaryanto. 2015:19). Berdasarkan penjelasan yang disampaikan pada metode agih di atas, lebih spesifiknya, penelitian ini termasuk ke dalam metode agih teknik BUL (Bagi Unsur Langsung). Metode agih ini membagi satuan datanya menjadi beberapa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
bagian atau unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Teknik merupakan penjabaran metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan alat dan sifat (Sudaryanto, 1993:9). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan teknik catat. Teknik catat digunakan untuk menandai dan mencatat kalimat yang sesuai dengan kriteria sebuah elemen dari wacana argumentatif. Sedangkan teknik baca digunakan untuk mencari dan menemukan data-data yang sesuai dengan kriteria sebuah elemen wacana argumentatif. Sehubungan dari itu maka peneliti menggunakan wacana yang terdapat pada surat kabar sebagai bahan penelitian. Peneliti mengambil data dari surat kabar Tribun Jogja dengan cara meminta soft file koran cetak kepada redaksi Tribun Jogja. Data penelitian ini berupa wacana argumentatif yang terdapat pada artikel opini. Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan teknik catat. Teknik baca digunakan untuk mengidentifikasi elemen pokok dan pendukung wacana argumentasi. Teknik catat digunakan untuk menulis sekaligus menandai data yang telah teridentifikasi elemen pokok dan pendukung
wacana
argumentasinya.
Setelah
melalui
proses
identifikasi
selanjutnya data dimasukkan ke dalam tabel. Pada tahap selanjutnya, peneliti munjukkan bukti yang dapat memperjelas kriteria sebuah elemen di kolom keterangan pada tabel. Terakhir, peneliti membuat kesimpulan mengenai elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi dalam artikel opini harian Tribun Jogja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
Tabel 3.1 Koding Data yang Digunakan dalam Penelitian. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Surat Kabar Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja Tribun Jogja
Tanggal 13 Januari 2015
Judul Wacana
Kode
Menimbang-Nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda KPK dan Telikungan Habitus Korup
A
Menimbang Wacana Perppu Imunitas KPK Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka Untuk Saingi Proton Berbagai Implikasi Pasca-vonis Praperadilan BG Daulat Hukuman Mati di Indonesia
D
3 Maret 2015
Mewaspadai Pelemahan UU KPK
H
10 Maret 2015
Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa
I
20 Januari 2015 27 Januari 2015 3 Februari 2015 10 Februari 2015 17 Februari 2015 24 Februari 2015
17 Maret 2015 24 Maret 2015 31Maret 2015 7 April 2015 21 April 2015
B C
E F G
J
Nalar Sesat Peluang Remisi untuk Koruptor Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa
K
Subsidi Rakyat Dialihkan untuk Bantu Pejabat Beli Mobil Baru Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini
M
L
N
Format penulisan kode pada tabel analisis data yaitu kode wacana ditulis dengan huruf kapital. Lalu kode paragraf ditulis dengan angka. Setelah kode paragraf diberi tanda titik untuk menunjukkan pergantian menuju kode kalimat yang juga ditulis dengan kode angka. Sebagai contoh, untuk menuliskan kode dari wacana A, paragraf 1, dan kalimat 1, kodenya adalah A1.1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini merupakan sebuah acuan atau pedoman dalam proses
menganalisis
data
observasi.
Di
dalamnya
terdapat
format
pengklasifikasian data untuk mengelompokkan hasil analisis. Maksud dari adanya format ini adalah sebagai acuan ke arah mana data akan dianalisis. Tabel 3.2 Format Analisis Elemen Pokok dan Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi pada Artikel Opini. Elemen Pokok No Kode
Elemen Pelengkap
Data
Keterangan Per
Al
Pem
Pen Mo
Sa
1. 2. 3.
Tabel 3.3 Keterangan Kode Nama-nama Elemen Wacana Argumentasi.
PER AL PEM
Elemen Pokok Pernyataan Alasan Pembenaran
Elemen Pelengkap PEN Pendukung MO Modal SA Sanggahan
3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data kualitatif merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dari apa yang yang dipelajari, dan emutuskan apa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen dalam Moeloeng, 2006:248). Berdasarkan latar pemikiran tersebut maka teknik analisis data yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Peneliti menganalisis wacana terkait elemen pokok dan pelengkap dalam wacana argumentasi. 2. Peneliti menganalisis dengan cara memperhatikan kata, frasa, dan/atau klausa, lalu menggolongkannya berdasarkan ciri yang dimiliki salah satu dari keenam elemen wacana argumentasi. 3. Peneliti juga mempertimbangkan penentuan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi berdasarkan kesamaan sifat dan perannya dalam pembentukan wacana argumentasi serta kriteria tertentu yang dimiliki masing-masing elemen. 4. Peneliti memasukkan data ke dalam tabel dan menentukan elemen yang terkandung pada setiap kalimat dengan cara mencontreng elemen yang tepat. 5. Peneliti munjukkan bukti yang dapat memperjelas kriteria sebuah elemen di kolom keterangan pada tabel. 6. Penulis juga mendeskripsikan pola pengembangan wacana argumentasi. 7. Peneliti membuat kesimpulan mengenai elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi dalam artikel harian Tribun Jogja pada kolom opini. Data dalam penelitian ini berupa bahasa tulis, elemen pokok dan elemen pelengkap pada sebuah kalimat ditentukan berdasarkan ciri, kesamaan sifat dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
perannya dalam pembentukan wacana argumentasi serta kriteria tertentu yang dimiliki masing-masing elemen.
3.6 Triangulasi Data Penulis berupaya untuk meningkatkan tingkat kepercayaan (validitas) hasil analisis data dengan melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan temuan melalui triangulasi teori. Tiangulasi teori adalah kepercayaan terhadap teori yang digunakan dengan mengonfirmasi hasil analisis data dengan beberapa teori yang terkait dengan landasan teori. Sehubungan dari itu, peneliti mengajukan permohonan trianguasi kepada salah seorang dosen untuk menjadi triangulator. Triangulasi ini dilaksanakan dengan cara memeriksa data dan mendiskusikannya bersama triangulator, yaitu Dr. Y. Karmin, M.Pd.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data Artikel opini dalam surat kabar merupakan wadah yang menampung aspirasi rakyat yang dikemas dalam sebuah wacana tulis. Di dalam sebuah opini, penulis mengungkapkan gagasan mereka dalam bentuk argumen. Argumen dipaparkan sedemikian rupa agar pembaca dapat sepaham dengan pemikiran penulis. Upaya yang dilakukan penulis untuk meyakinkan pembaca yaitu dengan menyajikan beberapa alasan berupa penalaran, bukti, fakta, dan data statistik untuk memperkuat argumentasinya. Wacana argumentasi yang dimuat dalam kolom opini di sebuah surat kabar diterbitkan pada kurun waktu tertentu. Di harian Tribun Jogja, kolom opini diterbitkan pada setian hari Selasa. Dalam wacana tersebut, penulis mengangkat topik yang tengah hangat pada kala itu. Topik yang disinggung penulis diantaranya politik, sosial, budaya, hukum, kebijakan, kesehatan, dan isu-isu lainnya. Penulis mengungkapkan argumentasinya didasari atas beberapa alasan, misalnya untuk menjelaskan, menegaskan, menolak sebuah gagasan, mengkritisi, bahkan mencoba memberikan solusi mengenai isu yang tengah berkembang di masyarakat. Berbagai alasan tersebut pada dasarnya penulis akan memperkuat argumentasi mereka dengan fakta-fakta, penalaran, data dan informasi yang mereka percayai kebenarannya.
37
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Kalimat-kalimat
yang
memperkuat
sebuah
argumentasi
penulis
diklasifikasikan atas beberapa elemen. Elemen yang termasuk ke dalam elemen pokok wacana argumentasi adalah elemen pernyataan, elemen alasan, dan elemen pembenaran. Elemen yang tergolong dalam elemen pelengkap adalah elemen pendukung, elemen modal dan elemen sanggahan. Ketiga elemen pokok terdapat di setiap wacana, sedangkan elemen pelengkap tidak. Walaupun tidak semua elemen pelengkap terdapat pada sebuah wacana, namun setidaknya ada salah satu elemen pelengkap di dalamnya. Tabel 4.1 Deskripsi Data Analisis Elemen Pokok dan Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi Elemen No
1
Judul
Kode Per
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
Menimbang-nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda
A
8
15
4
-
-
3
B
9
17
1
-
1
1
3
KPK dan Telikungan Habitus Korup
C
9
11
7
-
-
2
4
Menimbang Wacana PERPPU Imunitas KPK
D
2
17
3
1
1
-
5
Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka untuk Saingi Proton Berbagai Implikasi PascaVonis Praperadilan BG
E
8
23
3
-
2
-
F
9
11
6
-
-
3
Daulat Hukuman Mati di Indonesia Mewaspadai Pelemahan UU KPK
G
3
9
6
2
-
3
H
6
16
1
-
1
-
2
6 7 8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
9
Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X
I
8
12
6
3
-
-
10
Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa Nalar Sesat Peluang Remisi untuk Koruptor
J
15
13
3
1
-
-
K
3
13
3
-
1
2
L
10
7
5
6
-
-
M
10
19
2
-
1
-
N
6
16
4
9
-
-
11 12 13
14
Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa Subsidi Rakyat Dialihkan untuk Bantu Pejabat Beli Mobil Baru Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini
4.2 Hasil Analisis Data Data yang dianalisis merupakan tulisan yang diambil dari wacana yang dimuat di harian Tribun Jogja pada bulan Januari hingga April 2015. Analisis data terdiri dari elemen pokok wacana argumentasi dan elemen pelengkap wacana argumentasi. Analisis data merupakan pengklasifikasian kalimat dalam sebuah wacana argumentasi berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh masing-masing elemen. Analisis ini, antara kalimat satu dengan kalimat yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Analisis ini juga menggambarkan pola pengembangan wacara argumentasi. Hasil analisis data tentang keberadaan elemen pokok dan elemen pengembang wacana argumentasi serta pola pengembangannya dalam artikel Tribun Jogja akan dipaparkan sebagai berikut. 4.2.1 Analisis Elemen Pokok Wacana Argumentasi Analisis elemen pokok wacana argumentasi merupakan pengelompokan rangkaian kalimat dalam sebuah wacana argumentasi berdasarkan kriteria yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
dimiliki oleh masing-masing elemen pokok. Elemen pokok wacana argumentasi yang terdiri dari elemen pernyataan, alasan dan pembenaran ini digunakan penulis sebagai
sarana
untuk
memaparkan
argumentasinya.
Berdasarkan
hasil
pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Januari hingga April 2015 yang telah ditetapkan sebagai objek penelitian, ketiga elemen pokok wacana argumentasi tersebut terdapat pada setiap wacana yang dipaparkan penulis. Secara garis besar, sekalipun penulis wacana argumentasi bukan orang yang secara khusus bekerja dalam bidang tulis menulis, tulisan mereka telah memenuhi kriteria dasar apa yang disebutdengan wacana argumentasi dengan kriterian dasar itu adalah adanya tiga elemen pokok. Secara terperinci, analisis elemen pokok wacana argumentasi yang terdapat pada artikel opini harian Tribun Jogja adalah sebagai berikut.
4.2.1.1 Elemen Pernyataan Elemen pernyataan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan dikemukakan kepada mitra tutur agar dapat diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat dibuktikan. Pernyataan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh penutur. Tiga macam pernyataan: pernyataan tenntang fakta, pernyataan tentang nilai dan pernyataan tentang kebijakan. Dalam wacana argumentasi, elemen pernyataan merupakan elemen yang paling dominan, baik dalam kategori pokok maupun kategori pelengkap. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 106 kalimat dalaam 14 wacana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
yang termasuk ke dalam elemen pernyataan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1.
“Sekarang ramai dibicarakan soal calon tunggal Kapolri yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dialah Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan, yang juga mantan ajudan dari Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, saat menjadi presiden.” (Kalimat A1.1 dan A1.2, 13/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta yaitu peristiwa kontoversialnya pemilihan calon Kapolri. Fakta yang kedua merujuk pada subjek yang kontoversial yaitu Budi Gunawan.)
2.
“Surat Presiden Jokowi tertanggal 9 Januari 2015, perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri, sudah diterima oleh DPR, dan untuk selanjutnya akan dibahas serta disetujui, melalui uji kepatutan dan kelayakan.” (A13.1, 13/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Penulis memberikan memberikan pernyataan berupa fakta yaitu surat perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri yang sudah diterima oleh DPR pada tanggal 9 Januari 2015.)
3.
“Kebiasaan untuk memanggil seseorang di khalayak ramai hanya dengan menyebutkan namanya saja bukanlah merupakan kepribadian bangsa ini.” (B8.1, 20/01/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual di media massa. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta mengenai sebuah nilai dalam hal kebudayaan, yaitu adab memanggil seseorang di khalayak umum.)
4.
“Data Soegeng Sarjadi Syndicate (2012) mencatat bahwa lima besar sarang “habitus” koruptor di Indonesia berada di DPR, Kepolisian, Parpol, Dirjen Pajak, dan Kejaksaan. Fakta juga membuktikan bahwa banyak anggota DPR dan petinggi Polri terjerat kasus korupsi.” (C5.3, 27/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta lima besar sarang “habitus” koruptor di Indonesia.)
5.
“Penandatanganan nota kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) Indonesia dengan pabrikan asal Malaysia, Proton, pada Jumat (6/2), menuai reaksi.” (E1.1, 10/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Nadhiroh selaku Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang menanggapi eksistensi mobil Esemka. Penulis memberikan pernyataan mengenai fakta adanya rekasi masyarakat terkait kotrak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
antara salah satu PT asal Indonesia dengan pabrikan Malaysia pada 6 Februari.)
6.
“Lebih dari satu bulan, perhatian sebagian masyarakat Indonesia tertuju pada perseteruan antara dua lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.“ (F1.1, 17/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi pasca vonis BG. Penulis memberikan pernyataan mengenai fakta peristiwa perseteruan antara KPK dan Polri yang menyita perhatian masyarakat.)
7.
“Ketegangan hubungan Indonesia-Australia sedikit mereda setelah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyatakan penundaan eksekusi hukuman mati dua warga negara Australia, Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33).” (G1.1, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis memberikan pernyataan mengenai fakta ketegangan antara Indonesia dengan Aurtralia yang mulai mereda.)
8.
“Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta, pada tanggal 6 Maret lalu mengeluarkan Sabdatama.” (I1.1, 07/04/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono selaku
Deputi
Direktur
Independent
Legal
Aid
Institude
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa pada tanggal 16 Maret, Sultan telah mengeluarkan Sabdatama.)
9.
Sultan HB X sudah mengatakan bahwa gubernur bisa laki-laki atau perempuan. Sabdatama sudah memberi sinyal bahwa laki-laki maupun perempuan berpeluang menjadi penerus takhta. (I7.2, dan I7.3, 07/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono selaku
Deputi
Direktur
Independent
Legal
Aid
Institude
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa Sultan telah mengeluarkan kebijakan. Kebijakan itu berisi baik laki-laki maupun perempuan memiliki peluang meneruskan tahta.).
10. “Belum lama ini, tepatnya 9 Maret 2015, diadakan seminar “Orasi Kebangsaan II” di Fakultas Hukum UGM. Prodi Pendidikan Sejarah dan Prodi Sastra Sejarah Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta pun turut berpatisipasi di dalamnya.” (J1.1 dan J1.2, 14/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono, M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa dalam sebuah seminar yang membahas mengenai Orasi Kebangsaan II, Prodi Pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
Sejarah dan Prodi Sastra Sejarah Universitas Sanata Dharma ikut berpartisipasi atas diselenggarakannya acara tersebut.)
11. “Faktanya, sampai saat ini narapidana korupsi yang bersedia menjadi justice collaborator bisa dihitung dengan jari.” (K8.1, 21/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Penulis memberikan pernyataan bahwa terpidana yang bersedia membantu menuntaskan kasus korupsi jumlahnya begitu terbatas.
12. “Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk pembelian kendaraan perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210. 890 juta.” (M1.2, 07/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Paulus Mujiran selaku Ketua
Pelaksana
Yayasan
Soegijapranata
Semarang
yang
mengkritisi tunjangan pembelian mobil pribadi bagi anggota DPR. Penulis memberikan pernyataan berupa fakta mnegenai kebijakan baru mengenai tunjangan pembelian mobil pribadi bagi pejabat.)
13. “Masih jamak, peringatan Hari Kartini ditandai dengan lenggaklenggok peragaan budaya daerah. Entah di sekolah, lembaga pemerintah, maupun kelompok masyarakat, sebatas memaknai Kartini dalam simbol-simbol yang mewakili citra ketradisionalan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
Kartini diidentikkan dengan masa lalu yang kuno.” (N1.1, N1.2 dan N1.3, 21/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh A. A. Kunto A. selaku Coach Writer di STIEBANK yang mengkritisi rutinitas peringatan hari Kartini yang identik dengan sanggul dan kebaya. Penulis memberikan pernyataan mengenai fakta bahwa saat ini, begitu banyak di berbagai lembaga yang memperingati hari Kartini dengan mengenakan busana adat.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian pernyataan, penulis menyajikan fakta, pernyataan tentang nilai, dan suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Fakta pada pernyataan di atas berupa nama seseorang, tempat, tanggal, dan peristiwa. Misalnya saja, sample dengan kode A13.1, “surat Presiden Jokowi tertanggal 9 Januari 2015, perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri, sudah diterima oleh DPR, dan untuk selanjutnya akan dibahas serta disetujui, melalui uji kepatutan dan kelayakan,” dengan jelas memaparkan sebuah fakta. Hal ini sejalan dengan pemikiran Abdul Rani (2014:41) bahwa pada bagian pernyataan, selain merangkum tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, pernyataan terdapat tiga macam yaitu pernyataan mengenai fakta, nilai dan kebijakan. 4.2.1.2 Elemen Alasan Alasan adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan. Alasan atau bukti pendukung dapat berupa data statistik,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
contoh, ilustrasi, penalaran, observasi eksperimental, dan materi ilmu pengetahuan umum, maupun pengujian. Kesemua alasan tersebut mendukung pernyataan. Dalam wacana argumentasi, elemen alasan merupakan elemen yang menduduki posisi kedua terbanyak setelah elemen pernyataan. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 199 kalimat dalam 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen alasan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. “Pertama, kalau melihat ke belakang khususnya saat melakukan penjaringan nama-nama calon menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, pola penjaringan Presiden Jokowi terbilang cukup baik karena melibatkan KPK dan PPATK guna mengetahui rekam jejak mereka.” (A5.1, 13/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Penulis memberikan penalaran dengan kembali melihat konsep penjaringan yang dilakukan Jokowi dengan melibatkan KPK dan PPATK. Pemaparan alasan ditandai dengan awalan kata “pertama” lalu penulis menjabarkan penalarannya.)
2. “Mungkin para pembaca masih ingat di era Orde Baru berkuasa tidak ada yang berani menyebut Presiden Soeharto hanya dengan sebutan “Soeharto” tanpa embel-embel “Presiden” atau “Bapak Presiden”.” (B3.1, 20/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
di media massa. Penulis memberikan alasan berupa contoh betapa kesantunan berbahasa begitu diterapkan ketika pembicaraan menyinggung orang-orang yang berkuasa. Contoh itu berupa penyebutan “Bapak Presiden”.)
3. “Di media televisi mereka berbicara dengan mudah dan ringannya ketika menyebut nama sesorang entah yang memiliki kedudukan atau tidak semisal Presiden Jokowi hanya disebut Jokowi. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok hanya disebut Ahok.” (B6.1 dan B6.2, 20/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual di media massa. Penulis memberikan alasan berupa contoh betapa mudahnya media menyebut presiden dengan memanggil namanya saja. Contoh lain berupa penyebutan “Ahok”.
4. “Misalnya, DPR RI sejak awal sudah lebih dahulu memberikan tekanan, dengan pengajuan revisi Undang-Undang KPK, dengan mencoba menghapus fungsi penuntutan Komisi. DPR juga bersikeras mengharuskan KPK melakukan penyadapan hanya atas izin pengadilan.” (C6.2 dan C6.3, 27/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Penulis memberikan penalaran bahwa DPR sejak awal telah memberikan tekanan terhadap KPK dengan membatasi keleluasaan KPK dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
menyelidiki kasus korupsi. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “misalnya”.)
5. “Maka, “ihwal kegentingan yang memaksa” terkait kondisi KPK, bila mengacu pada Pasal 21 ayat (5) UU KPK tersebut, dapat dimaknai sebagai kondisi di mana pimpinan KPK tidak dapat lagi menetapkan kebijakan-kebijakan penting KPK yang menyangkut fungsi dan kewenangannya dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Sehingga bila dikaitkan dengan kondisi KPK kekinian, meskipun jajaran pimpinan KPK aktif yang tersisa hanya tinggal tiga orang, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen, akan tetapi ketentuan konstitutif “ihwal kegentingan yang memaksa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) UU KPK belum dapat terpenuhi.” (D6.1 dan D6.2, 03/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Penulis memberikan penalaran mengenai pasal-pasal yang mengatur keabsahan putusan KPK, dengan jumlah pimpinan KPK aktif sebanyak tiga orang maka putusan dinilai sah, sehingga pembuatan Perppu tidak begitu mendesak. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “maka”, “bila”, “sehingga”, dan “meskipun”.)
6. “Ini berarti memberikan celah terhadap ketentuan jumlah pimpinan KPK aktif yang berada di dalam institusi KPK untuk dapat menetapkan kebijakan tertentu. Sebab, keputusan yang ditetapkan oleh tiga atau empat pimpinan aktif keduanya telah memenuhi ketentuan konstitutif yang termaktub dalam frasa “Pimpinan KPK” dan “Kolektif kolegial”.” (D7.3 dan D7.4, 03/02/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Penulis memberikan alasan berupa penalaran mengenai frasa yang dimaksud dalam sebuah Undang-undang yang mengatur kebasahan keputusan yang dikeluarkan oleh KPK. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya frase dan kata “ini berarti” dan “sebab”.)
7. “Pertama, para tersangka kasus dugaan korupsi, termasuk di Yogyakarta, bisa jadi akan berduyun-duyun melakukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang ditetapkan oleh kejaksaan maupun kepolisian.” (F13.1, 17/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi pasca vonis BG. Penulis memberikan alasan berupa penalaran mengenai dampak yang timbul akibat gugatan praperadilan atas penetapan tersangka korupsi terhadap BG yang kemudian dimenangkan oleh pihak BG. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata dan frasa “pertama” dan “bisa jadi”, lalu penulis menjabarkan penalarannya.)
8. “Jika tujuan hukuman adalah memberi efek jera, sudah barang tentu hukuman mati adalah sebuah bentuk perlindungan negara terhadap pelaku kejahatan. Tidak bisa dianggap lagi sebagai bentuk pelanggaran.” (G11.1 dan G11.2, 24/02/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis memberikan penalaran mengenai bagaimana Indonesia melihat dan memahami sebuah kasus, lantas menindak lanjuti hukuman dari kasus yang dilihat. Alasan ini untuk memperkuat pernyataan bahwa Australia berusaha menggoyahkan keteguhan Indonesia dalam mengeksekusi dua warga Negaranya. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata dan frasa “jika” dan “sudah barang tentu”, lalu penulis menjabarkan penalarannya.)
9. “Publik tentu patut mewaspadai manuver DPR terkait rencana amandemen UU KPK tersebut. Sebab, menurut salah satu pimpinan KPK, Zulkarnaen, UU KPK masih relevan dan memadai untuk diterapkan pada saat ini. Dengan kata lain, dari sisi esensi dan urgensi, amandemen terhadap UU KPK belum menemukan relevansinya yang memaksa untuk harus segera diamandemen.” (H3.1, H3.2, dan H3.3, 03/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hadiningrat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang menanggapi adanya potensi pelemahan UU KPK. Penulis memberikan alasan berupa penalaran bahwa UU KPK masih layak dan belum mendesak untuk dilakukan amandemen. Alasan ini digunakan untuk memperkuat pernyataan bahwa manuver DPR perlu untuk diwaspadai. Alasan berupa penalaran ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
ditandai dengan adanya frasa dan kata “public tentu patut” “sebab”, dan ”dengan kata lain”.)
10. “Misalnya, rencana menghilangkan kewenangan penyadapan (Pasal 7), rencana memberikan kewenangan penghentian perkara (Pasal 40), dan penyitaan harus dengan izin pengadilan (Pasal 47). Bila substansi materi itu terealisasi dalam amandemen UU KPK mendatang, maka KPK jelas bukan semakin kuat, melainkan semakin lemah dan mudah diintervensi.” (H4.2 dan H4.3, 03/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hadiningrat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang menanggapi adanya potensi pelemahan UU KPK. Penulis memberikan alasan berupa ilustrasi dan penalaran mengenai UU KPK jika telah diamandemen justru semakin mempersempit ruang gerak KPK dalam menyelidiki kasus korupsi. Alasan ini digunakan untuk memperkuat pernyataan bahwa manuver DPR perlu untuk diwaspadai. Penulis memberikan alasan berupa contoh dan penalaran upaya pelemahan KPK. Alasan berupa contoh dan penalaran ini ditandai dengan adanya frasa dan kata “misalnya”,“bila”, “maka”, “jelas”, dan “melainkan”.)
11. “Bagaimana mungkin kita dapat memaksakan gubernur DIY harus laki-laki, sementara penentuan penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta menjadi kewenangan raja yang bertakhta.” (I7.1, 10/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono selaku
Deputi
Direktur
Independent
Legal
Aid
Institude
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis memberikan alasan berupa penalaran bahwa calon penerus tahta diputuskan oleh gubernur DIY jadi masyarakat tidak dapat memaksakan gubernur DIY adalah laki-lak. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan frasa “bagaimana mungkin” dan kata “sementara”.)
12. “Contoh kasus yang masih hangat adalah kasus hukuman mati terhadap para pengedar narkoba di Indonesia dari Brazil, Belanda, dan Australia.” (J6.2, 17/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono, M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis memberikan alasan berupa contoh beberapa Warga Negara Asing yang terlibat kasus kriminal berat di Indonesia, yang vonis hukuman matinya dihalangi oleh Negara mereka. Ketiga Negara itu berdalih, vonis mati adalah pelanggaran HAM. Alasan berupa contoh ini ditandai dengan kata “contoh”. Contoh ini untuk memperkuat
pernyataan
mengenai
pentingnya
Indonesia
membentengi kedaulatan hukumnya dengan menelusuri sejarah, sehingga bangsa ini dapat dengan tegas menjalankan vonis terhadap terdakwa kasus kriminal berat.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
13. “Salah satu contoh upaya dari Australia yang masih hangat dalam ingatan adalah adanya tawaran pertukaran narapidana.” (J8.1, 17/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono, M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis memberikan alasan berupa contoh upaya Australia menyelamatkan warganya dari vonis hukuman mati dengan cara pertukaran narapidana. Alasan berupa contoh ini ditandai dengan frasa “salah satu contoh”).
14. “Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu kemudian diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi.” (K8.2, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Penulis memberikan penalaran mengenai sulitnya memecahkan kasus korupsi jika peran justice collabobator dihapuskan. Justice collabobator adalah narapidana yang diajak bekerja sama memberantas kasus korupsi. Penalaran ini untuk memperkuat bahwa Kemenkumham merupakan kementrian dari pemerintahan Jokowi-JK yang sering mengeluarkan kebijakan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
controversial. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata “apabila” dan “tentu”.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian alasan, penulis menyajikan alasan berupa penalaran, ilustrasi dan contoh. Penalaran dan ilustrasi ditandai dengan ditemukannya frasa dan kata, di antaranya “misalnya”, “bila”, “melainkan”, “sebab”, “justru”, “betapa tidak” dan “sama artinya”. Pemaparan contoh ditandai dengan adanya kata “contoh” atau “contohnya”, lalu penulis memaparkan bukti-bukti yang dapat memperkuat pernyataan yang sebelumnya dipaparkan. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Abdul Rani (2014:41) bahwa pada bagian alasan, penulis memaparkan contoh, ilustrasi, penalaran, yang mana bukti-bukti yang bersifat khusus tersebut menguatkan pernyataan penulis.
4.2.1.3 Elemen Pembenaran Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Pembenaran sebagai jembatan penghubung antara pernyataan dan alasan. Dengan alasan dan pernyataan, pembenaran dapat dipertahankan dan diterima secara rasional. Dalam wacana argumentasi, elemen pembenaran merupakan elemen yang terdapat pada setiap wacana, meskipun jumlahnya tidak sebanyak elemen pernyataan dan alasan. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 54 kalimat dari 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen pembenaran. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
1. “Disertai alasan. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sedangkan ayat (2) mengatakan, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang diajukan Presiden kepada DPR disertai alasannya.” (A11.1 dan A11.2, 13/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Penulis yang memiliki latar sosial sebagai salah seorang pengamat kinerja aparat kepolisian ini menunjukkan pembenaran umum berupa pasa-pasal. Pembenaran iyang berdasar pada pasal-pasal ni untuk mempertahankan pernyataan mengenai pengankatan dan pemberhentian Kapolri.)
2. “Keterlibatan institusi dalam upaya melindungi diri secara satire pernah dikritik oleh budayawan Emha Ainun Najib dalam bukunya Kiai Bejo, Kiai Untung, dan Kiai Hoki. Dalam tulisannya ia menyebut, “Kita adalah masyarakat yang melarang siapa pun melakukan korupsi, kecuali kita kecipratan. Kita tidak ikhlas ada KKN, kalau tidak dilibatkan di dalamnya. Korupsi tidak haram asalkan yang melakukan adalah keluarga kita sendiri, bapak kita, tokoh parpol kita, atau ulama panutan kita”.” (C7.1, C7.2, C7.3, dan C7.4, 27/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Penulis memberikan pembenaran mengenai perlidungan secara satire oleh sebuah instuisi seperti yang disebutkan oleh seorang budayawan Emha Ainun Najib. Pembenaran ini untuk memperkuat pernyataan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
penulis bahwa Polri senantiasa bermanuver manakala anggotanya berseteru dengan KPK. )
3. “Di antaranya, dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) UndangUndang Dasar (UUD) 1945, yaitu bahwa Presiden berhak mengeluarkan Perppu hanya bila terjadi kondisi “ihwal kegentingan yang memaksa”.” (D3.3, 03/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Penulis memberikan pembenaran dari pasal yang terdapat pada UUD mengenai Perppu yang dikeluarkan presiden. Pembenaran ini untuk menguatkan alasan bahwa Perppu dikeluarkan jika telah memenuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang Pembenaran ini ditandai dengan frasa “di antaranya dijelaskan dalam”.)
4. “Landasan pemerintah dalam melakukan eksekusi hukuman mati kuat karena memiliki dasar hukum tetap : selain tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga tercantum di dalam perundangan yang lain, antara lain Undangundang (UU) No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.” (G5.1, 24/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis memberikan pembenaran berupa landasan hukum mengenai narkotika yang tercantum dalam KUHP. Pembenaran ini untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
memperkuat pernyataan mengenai eksekusi terpidana mati yang harus ditegakkan tanpa terpengaruh oleh pihak-pihak asing, khususnya negara asal terpidana. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “tercantum dalam”, “juga tercantum”, dan “antara lain”.)
5. “Dalam latar hukum di Indonesia, sejatinya terdapat dua konsep hukuman yang diterapkan. Satu sisi sebagai bentuk pemasyarakatan. Artinya, terpidana merupakan warga binaan yang berada di dalam pengawasan lembaga pemasyarakatan (Lapas), mereka adalah terpidana yang diusahakan dapat diperbaiki, dibina dan diberi bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Satu sisi lainnya, para terpidana yang mendapat hukuman maksimal atau berat, yakni hukuman mati karena melakukan kejahatan “luar biasa” dan sah secara undangundang dipidana hukuman mati.” (G9.1, G9.2, G9.3, dan G9.4) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis memberikan berupa penjelasan mengenai 2 konsep hukuman yang terdapat di Indonesia. Pembenaran ini untuk memperkuat pernyataan bahwa Indonesia memiliki dua konsep hukuman, dan praktik hukuman mati selalu menuai pro dan kontra, termasuk di dalam negeri. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “sejatinya terdapat dua konsep”, “satu sisi sebagai”, dan “sisi lain sebagai”.)
6. “Sabdatama Sultan yang merupakan hukum tertinggi di keraton telah memberi arah yang jelas kepada Panitia Khusus DPRD DIY dalam menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.” (I3.1, 10/03/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono selaku
Deputi
Direktur
Independent
Legal
Aid
Institude
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis memberikan pembenaran berupa prinsip bahwa sabdatama merupakan hukum tertinggi di keraton. Pembenaran ini untuk memperkuat pernyataan penulis bahwa Sabdatama harus menjadi acuan semua pembahasan, termasuk paugeran kraton maupun peraturan perundang-undangan Negara.)
7. “Pada pasal itu disebutkan bahwa setiap negara peserta konvensi wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasuskasus tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi tersebut.” (K6.1, 14/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Penulis memberikan pembenaran mengenai ketentuan yang ditetapkan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Antikorupsi bahwa remisi terhadap tahanan korupsi wajib dipertimbangkan kembali. Pembenaran ditandai dengan adanya klausa “pada pasal itu disebutkan bahwa”.)
8. “Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2 tahun adalah demam tinggi, sakit kepala, lemah, dan kekakuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
leher. Gejala ini bisa berkembang dari beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari. Gejala lain bisa berupa mual, muntah, tidak nyaman dengan cahaya terang, bingung, dan mengantuk.” (L3.1, L3.2 dan L3.3, 31/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Addina Azca Cahyasari selaku Peneliti di Research of Healt and Pharmacology yang menyumbangkan argumentasinya mengenai penyakit meningitis yang serupa dengan sakit flu biasa. Penulis memberikan pembenaran berupa ciri bahwa gejala meningitis pada anak di atas dua tahun seperti gejala-gejala flu pada umumnya.)
9. “Perpres itu merupakan revisi Perpres sebelumnya yakni Peraturan Presiden No 68 Tahun 2010 (Tribun Jogja 3 April 2015).” (M1.3, 07/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Paulus Mujiran selaku Ketua
Pelaksana
Yayasan
Soegijapranata
Semarang
yang
mengkritisi tunjangan pembelian mobil pribadi bagi anggota DPR. Penulis memberikan pembenaran berupa hukum bahwa Perpres No 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara telah diganti menjadi Perpres No 68 Tahun 2010, dengan kenikan nominal menjadi Rp 210. 890 juta. Pembenaran ditandai dengan adanya klausa “itu merupakan revisi”.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian pembenaran, penulis menyajikan penguatan berupa pembenaran umum yang berasal dari pasal-pasal. Selain pasal-pasal, pembenaran juga dapat berupa konsep
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
dan kaidah. Hal ini sesuai dengan pemikiran Abdul Rani (2014:41), bahwa pada bagian pembenaran, penulis memaparkan kaidah umum sebagai jembatan penghubung antara pernyataan dan alasan.
4.2.2 Analisis Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi Analisis elemen pelengkap wacana argumentasi merupakan pengelompokan rangkaian kalimat dalam sebuah wacana argumentasi berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh masing-masing elemen pelengkap. Elemen pelengkap wacana argumentasi yang terdiri dari elemen pendukung, modal dan sanggahan ini digunakan
penulis
sebagai
sarana
untuk
memperkuat
argumentasinya.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Januari hingga April 2015 yang telah ditetapkan sebagai objek penelitian, tidak semua elemen pelengkap terdapat pada setiap wacana yang dipaparkan penulis. Setidaknya ada satu dari tiga elemen yang digunakan penulis dalam memaparkan argumentasi mereka. Secara garis besar, sekalipun penulis wacana argumentasi bukan orang yang secara khusus bekerja dalam bidang tulis menulis, tulisan mereka telah memenuhi kriteria dasar apa yang disebut dengan wacana argumentasi dengan terpenuhinya tiga elemen pokok. Ditambah lagi, mereka telah menggunakan elemen pelengkap untuk menguatkan kalimat yang mereka paparkan pada elemen pokok. Secara terperinci, analisis keberadaan elemen pelengkap wacana argumentasi yang terdapat pada artikel opini harian Tribun Jogja adalah sebagai berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
4.2.2.1 Elemen Pendukung Dukungan adalah kriteria yang digunakan untuk membenarkan pernyataan yang dikemukakan dalam pembenaran. Dalam hal ini, dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian, atau hasil wawancara. Dalam wacana argumentasi, elemen pendukung merupakan elemen yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan elemen pelengkap lainnya. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 22 kalimat dalam 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen pernyataan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. “Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004), menguraikan “ihwal kegentingan yang memaksa” adalah syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan Presiden dalam mengeluarkan Perppu.” (D4.1, 03/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Penulis menggunakan pendapat seorang pakar hukum, Bagir Manan sebagai pendukung pernyataannya.
Pendukung ini untuk memperkuat pernyataan
mengenai ihwal kepentingan yang memaksa sebuah Perppu. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu penjelasan mengenai sebuah teori.)
2. “Lawrence M. Friedman, seorang pakar hukum pidana Amerika Serikat (AS) mengemukakan bahwa hukuman dengan ancaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
hukuman mati dapat bekerja secara efisien di beberapa masyarakat yang menggunakan hukuman tersebut secara cepat, tanpa ampun dan frekuensinya baik. Hukuman mati tidak dapat bekerja dengan baik di Negara yang pelaksanaannya berlangsung lamban dan bersifat kontroversi.” (G3.2 dan G3.3, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis menggunakan pendapat seorang pakar hukum pidana, Lawrence M. Friedman sebagai pendukung pernyataannya. Pendukung ini untuk memperkuat pernyataan mengenai kendala yang di alami Negara yang lamban melakukan eksekusi mati. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu penjelasan mengenai sebuah teori.)
3. “Jika melihat akar sejarahnya, praktik hukuman mati tidak dapat dilepaskan dari pemikiran Emanuel Kant yang dikenal dengan teori pembalasan yang menyatakan bahwa tujuan hukuman adalah suatu pembalasan, di mana siapa yang membunuh harus dibunuh pula. Sejalan pula dengan teori Ludwig Feurbach (1845) menghendaki hukuman itu harus dapat menakutkan seorang supaya tidak melakukan kejahatan (efek jera), yang dikenal dengan teori menakut-nakuti.” (G6.1 dan G6.2, 24/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis menggunakan pendapat seorang pakar hukum pidana, Emanuel Kant dan Ludwig Feurbach sebagai pendukung pernyataannya. Pendukung ini untuk memperkuat pernyataan mengenai konsep hukum yang bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelkunya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu penjelasan mengenai sebuah teori.)
4. “Terkait dengan rumusan syarat calon gubernur, Sultan berpendapat bahwa rumusan syarat dapat ditulis singkat yakni “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup” atau ditulis lengkap sesuai rumusan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UU Keistimewaan) dengan tambahan kata suami” sehingga menjadi “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan saudara kandung, istri/ suami, dan anak”.” (I6.1, 10/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono selaku
Deputi
Direktur
Independent
Legal
Aid
Institude
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis menggunakan pendapat Sultan HB X, selaku orang yang disepuhkan masyarakat Yogyakarta untuk mendukung pernyataan. Pendukung ini untuk memperkuat pernyataan mengenai peraturan perundang-undangan tidak boleh diskriminatif, sehingga harus memberi kesempatan kepada laki-laki maupun perempuan menjadi gubernur. Dengan demikian baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi calon gubernur dan harus memenuhi persyaratan pendaftaran. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama Sultan lalu penjelasan mengenai keputusan yang diambil.)
5. “Jika dilihat dari sejarahnya, semisal kasus genosida yang dilakukan oleh Belanda dalam kasus Westerling di mana ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan dibantai tanpa proses hukum,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
dalam hal ini bangsa Belanda jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM berat.” (J9.2, 17/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono, M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis menggunakan sejarah mengenai Westerling sebagai landasan untuk dijadikan sebagai pendukung pernyataan penulis. Pendukung ini untuk memperkuat pernyataan bahwa vonis mati di Indonesia sesuai ketentuan hukum dan tidak melanggar HAM, justru Belanda-lah yang perlu introspeksi diri sebagai Negara yang pernah melanggar HAM dengan menghilangkan ribuan nyawa di Sulawesi Selatan. Pendukung ditandai dengan penyebutan mengenai sejarah yang diyakini kebenarannya lalu penjelasan mengenai kronologi sejarah itu.)
6. “Identifikasi. Meningitis merupakan infeksi cairan otak sekaligus radang pada lapisan selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). Secara umum, meningitis terdapat dua jenis yaitu meningitis viral dan meningitis bakterialis. Meningitis viral disebabkan virus, dapat menyebar melalui batuk, bersin dan lingkungan tidak higenis. Umumnya, meningitis virus tidak terlalu parah dan dapat hilang sendiri tanpa pengobatan spesifik.” (L4.1, L4.2, L4.3, dan L4.4, 31/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Addina Azca Cahyasari selaku Peneliti di Research of Healt and Pharmacology yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi.
Penulis
selaku
pakar
dalam
bidang
kesehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
menggunakan hasil penelitiannya sebagai pendukung dengan menjelaskan penyebab meningitis untuk menguatkan pernyataan mengenai meningitis yang disebabkan oleh virus. Pendukung ditandai dengan pemaparan dari hasil penelitian.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian pendukung, penulis menyajikan penguatan berupa hasil penelitian, teori, atau pendapat dari seorang pakar. Dukungan digunakan untuk membenarkan pernyataan yang sebelumnya disampaikan penulis. Hasil analisis di atas sesuai dengan pemikiran Abdul Rani (2014:42) bahwa dukungan bentuknya dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan pakar, dan hasil penelitian.
4.2.2.2 Elemen Modal Modal adalah kata atau frasa yang menunjukkan derajat kepastian atau kualitas suatu pernyataan. Modal dibedakan menjadi dua, yaitu modal sebagai penanda kepastian dan modal sebagai penanda kemungkinan. Adapun kata, frase, atau keterangan digunakan sebagai penanda kepastian antara lain perlu, pasti, dan tentu saja. Adapaun, penanda kemungkinan antara lain agaknya, kiranya, rupanya, kemungkinannya, sejauh bukti yang ada, sangat mungkin, mungkin sekali, dan masuk akal. Dalam wacana argumentasi, elemen modal merupakan elemen kyang paling sedikit digunakan jika dibandingkan dengan elemen pelengkap lainnya. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 9 kalimat dalam 14 wacana yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
termasuk ke dalam elemen pernyataan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. “Apa yang telah diucapkan dan diungkapkan oleh para pengamat politik dan para pakar tentunya didengar generasi muda kita dan dijadikan sebagai tolok ukur kebenaran.” (B9.2, 20/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual di media massa. Pada kalimat di atas, terdapat elemen modal penanda kepastian, yaitu pada kata “tentunya”. Modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.)
2. “Akan tetapi, tentunya harus dilakukan dengan mekanismemekanisme yang sesuai dengan ketentuan konstitusi mengingat negara ini adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945).” (D8.3, 03/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
3. “Untuk mengangkat (kembali) popularitas Mobil Esemka tentunya perlu dukungan banyak pihak.” (E7.1, 10/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Nadhiroh selaku Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang menanggapi eksistensi mobil Esemka. Modal penanda kepastian ditandai
dengan
penyebutan
kata
“tentunya”,
yang
mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.)
4. “Tentunya, dalam hal ini spesifikasi, performa dan standar Mobil Esemka harus terpenuhi dulu untuk kebutuhan para pejabat tersebut.” (E7.5, 10/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Nadhiroh selaku Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang menanggapi eksistensi mobil Esemka. Modal penanda kepastian ditandai
dengan
penyebutan
kata
“tentunya”,
yang
mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.)
5. “Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu kemudian diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi.” (K8.2, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
terpindana kasus korupsi. Modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentu”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.)
6. “Rakyat tentu menyadari tugas pejabat cukup banyak untuk melayani kepentingan umum.” (M6.1, 07/04/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Paulus Mujiran selaku Ketua
Pelaksana
Yayasan
Soegijapranata
Semarang
yang
mengkritisi tunjangan pembelian mobil pribadi bagi anggota DPR. Modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentu”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, modal teridentifikasi dengan adanya frasa penanda kepastian, yaitu “tentu” dan “tentunya”. Sesuai dengan pemikiran Abdul Rani (2014:42), bahwa modal penanda kepastian dapat dikenali dengan penggunaan kata atau frasa perlu, pasti, dan tentu dalam sebuah kalimat.
4.2.2.3 Elemen Sanggahan Sanggahan adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasan yang dapat mengurangi atau menguatakan pernyataan. Jika suatu kondisi yang dapat melemahkan suatu pernyataan dapat dikontrol dengan menghadirkan elemen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
sanggahan/penolakan maka kedudukan argument semakin kuat. Piranti kohesi yang digunakan untuk menandai elemen sanggahan antara lain kecuali, jika…maka dan jika. Dalam wacana argumentasi, elemen sanggahan merupakan elemen terbanyak kedua terbanyak jika dibandingkan dengan elemen pelengkap lainnya. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 14 kalimat dalam 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen pernyataan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. “Meskipun, dari nama-nama yang diberi tanda oleh KPK dan PPATK hingga saat ini belum terdengar lagi kabar untuk ditindaklanjuti ke proses hukum.” (A6.2. 13/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Kalimat ini merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “meskipun”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Presiden Jokowi ingin orang-orang yang duduk pada kabinetnya adalah orang-orang yang bersih dan berintegritas, namun nyatanya nama-nama calon yang memiliki catatan khusus juga belum diproses secara hukum.)
2. “Namun, dalam ayat tersebut tidak ada kata wajib atau mengharuskan Presiden memberikan alasan-alasan pengajuan calon Kapolri kepada DPR untuk disetujui, khususnya komisi yang membidangi hukum di DPR (Komisi III).” (A12.2, 13/01/15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “namun”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Presiden dalam hal mengajukan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri disertai alasannya, namun yang perlu menjadi catatan adalah tidak ada kata wajib untuk disetujui DPR.)
3. “Jika dilihat dari sejarahnya bangsa ini terkenal dengan kepribadiannya yang penuh dengan sopan santun.” (B7.2, 20/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual di media massa. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa bangsa Indonesia saat ini begitu bebas dalam berpendapat hingga mengesampingkan kesantunan berbahasa, ini bertolak belakan dengan citra bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang santun .)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
4. “Padahal, beberapa waktu lalu, publik “dicerahkan” oleh hadirnya Bripda Taufik Hidayat, polisi muda di Kabupaten Sleman DIY, yang sederhana, tulus, dan gigih.” (C10.2, 27/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “padahal”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa instiusi kepolisian yang kini tengah tercoreng akibat kasus yang dialami BG bertolak belakang dengan sosok sedarhana Bripda Taufik yang sempat menampakkan citra baik di ranah kepolisian.)
5. “Jika itu terus terjadi, hanya akan semakin membukakan mata rakyat siapa yang berbasi-basi membrantas korupsi di negeri ini.” (C11.4, 20/01/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak KPK juga Polri harus transparan dan menjunjung tinggi wibawa sebagai institusi penegak hukum agar dapat memberantas korupsi, namun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
bila tidak tidak demikian, masyarakat akan menilai pemberantasan korupsi sebatas basa-basi.)
6. “Jika bukan termasuk penyelenggara negara, Budi Gunawan dalam menjalankan fungsinya kala itu mengatasnamakan apa? Jika kita merujuk Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” (F8.2, 17/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi pasca vonis BG. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya frasa “jika bukan”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG mengelak bahwa kala menjalankan tugasnya, BG bukanlah bertindak sebagai penyelenggara Negara, namun pembelaan tersebut bertentangan dengan pasal-pasal yang disebutkan pada kalimat di atas.)
7. “Jika pihak Budi Gunawan melihat secara jeli atas penangkapan serta penetapan tersangka terhadap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), yang dilakukan para penyidik dari Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu, jelas itupun tanpa didahului pemeriksaan terhadap BW.” (F11.2, 17/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
pasca vonis BG. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG melakukan gugatan praperadilan karena tidak sesuai dengan prosedur penangkapan, namun pihak BG tidak mengingat bahwa penangkapan BW juga mendapatkan perlakuan demikian oleh penyidik Bareskrim.)
8. “Tetapi hal ini tidak diikuti oleh daerah koloninya, termasuk Hindia Belanda (Indonesia) ketika itu, karena pemerintah kolonial menganggap hukuman mati harus dipertahankan dalam keinginan untuk melindungi kepentingan politiknya.” (G8.2, 24/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Kalimat ini merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “tetapi”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Belanda telah menghapus hukuman mati sejak 1870, namun tidak diikuti koloninya, termasuk Indonesia.)
9. “Jika hal itu benar terjadi, maka akan sangat mudah bagi para koruptor untuk mendapatkan remisi.” (K4.1, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menguatkan pernyataan bahwa terpidana kasus korupsi tidak selayaknya mendapatkan remisi sebanding tengan tahanan lainnya. Kalimat ini sekaligus
menyaggah
pendapat
Yassona
yang
berencana
meyamakan ketentuan remisi terpidana korupsi setara dengan tahanan lainnya.)
10. “Jika tidak, maka dapat dipastikan Nawa Cita hanya akan terus menjadi gagasan usang pemerintah yang tidak pernah terealisasi.” (K10.3, 24/03/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menguatan pernyataan bahwa memperlonggar mekanisme memperoleh remisi simbol pengakuan bahwa negara lemah terhadap koruptor, Presiden perlu mengulurkan tangan untuk mengatasi hal ini. Kalimat ini sekaligus
menyaggah
pendapat
Yassona
yang
berencana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
meyamakan ketentuan remisi terpidana korupsi setara dengan tahanan lainnya.) Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, elemen sanggahan situasi di luar kebiasaan. Elemen ini berfungsi untuk melemahkan atau justru menguatkan suatu pernyataan. Sanggahan teridentifikasi dengan adanya frasa “tetapi”, “namun”, dan “jika”. Hasil analisis data di atas sesuai dengan terori yang dipaparkan Abdul Rani (2014:42) bahwa elemen sanggahan dapat diidentifikasi dengan adanya piranti kohesi kecuali, jika, dan jika-maka dalam sebuah kalimat.
4.2.3 Analisis Pola Pengembangan Wacana Argumentasi Analisis pola pengembangan elemen pokok dan pelengkap wacana argumentasi
merupakan
pengelompokan
wacana
berdasarkan
pola
pengembangannya. Pola pengambangan yang dimaksud di sini yaitu bagaimana sebuah wacana argumentasi dikembangkan dengan mempertimbangkan fungsi elemen pokok dan elemen pelengkap dalam membentuk sebuah wacana argumentasi. Secara garis besar, setiap wacana argumentasi pasti terdapat elemen pokok, lalu diperkuat oleh beberapa elemen pelengkap. Hal ini sejalan dengan pemikiran yang disampaikan Abdul Rani (2004:40), bahwa wacana argumentasi terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu pernyataan, alasan, dan sangahan. Selain tiga elemen pokok juga dilengkapi elemen pelengkap, yaitu pendukung, modal, dan sanggahan untuk menguatkan argumen penulis. Hasil analisis data tentang pola
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
pengembangan elemen pokok dan pelengkap wacana argumentasi, secara terperinci akan dipaparkan sebagai berikut.
4.2.3.1 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap Pola pengembangan wacana ini terdiri dari tiga elemen pokok dan dilengkapi dengan dua elemen pelengkap. Berdasarkan analisis data, ditemukan empat wacana yang memiliki pola pengembangan demikian. Dua wacana ini diklasifikasi berdasarkan tiga macam pola, yaitu: (1) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung dan modal, (2) tiga elemen pokok dengan elemen modal dan sanggahan, dan (3) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung dan sanggahan. Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Pola Pengembangan Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap No Pola 1. PER-AL-PEM + PEN-MO
2.
PER-AL-PEM + MO-SA
3.
PER-AL-PEM + PEN-SA
Artikel (D) Daulat Menimbang Wacana PERPPU Imunitas KPK (B) Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda (K) Nalar Sesat Peluang Remisi untuk Koruptor (G) Daulat Hukuman Mati di Indonesia
4.2.3.1.1 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Pelengkap (PER-AL-PEM + PEN-MO) Wacana
berjudul “Daulat Menimbang Wacana Perppu Imunitas
KPK”(3/02), merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap yaitu pendukung dan modal. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
a. Tiga elemen pokok di antaranya, (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada subjek di antaranya, Presiden Joko Widodo, lembaga KPK dan Polri. Pernyataan ini juga memaparkan fakta yang merujuk pada peristiwa, yaitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memberikan kekebalan hukum (imunitas) bagi penyidik maupun pimpinan KPK. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran dan ilustrasi, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “sebab”, “alasannya”, “penting mengaitkan”, “secara logika”, “bila” dan “demikian juga”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu bahwa Presiden berhak mengeluarkan Perppu hanya bila terjadi kondisi “ihwal kegentingan yang memaksa”. b. Dua elemen pelengkap pada wacana ini adalah pendukung dan modal. (PEN) Elemen pendukung ditandai dengan menghadirkan nama seorang pakar dan pemikirannya. Pendukung pada wacana ini, yaitu adanya tokoh Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004) yang menguraikan “ihwal kegentingan yang memaksa”. (MO) Elemen modal ditandai dengan adanya kata “tentunya”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
4.2.3.1.2 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Pelengkap (PER-AL-PEM+MO-SA) Berdasarkan analisis data, wacana berjudul “Nalar Sesat Peluang Remisi Untuk Koruptor”(24/3), merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap yaitu modal dan sanggahan. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini. a. Tiga elemen pokok di antaranya, (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada nama di antaranya Yasonna H Laoly, Romahurmuziy, Agung Laksono dan lembaga KPK dan Polri. Pernyataan ini memaparkan fakta yang merujuk
pada
peristiwa,
kementerian
yang
paling
sering
mengeluarkan kebijakan kontroversial bisa jadi adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia karena hendak merevisi UU yang mengatur remisi bagi tahanan korupsi. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran dan ilustrasi, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “maka”, “jika”, “sebagai gambaran”, dan “oleh karena itu”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Masyarakat. b. Dua elemen pelengkap pada wacana ini adalah modal dan sanggahan. (MO) Elemen modal ditandai dengan adaya kata “tentu”. (SA) Elemen sanggahan ditandai dengan adanya frasa “jika tidak”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
4.2.3.1.3 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Pelengkap (PER-AL-PEM+PEN-SA) Berdasarkan analisis data, wacana
berjudul “Daulat Hukuman Mati di
Indonesia” (24/02), merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap yaitu pendukung dan sanggahan. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini. a. Tiga elemen pokok di antaranya, (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada nama di antaranya, Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan dua terpidana mati Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33). Pernyataan ini memaparkan fakta yang merujuk pada peristiwa, tanggal dan tempat, di antaranya yaitu ketegangan antara pemerintahan Indonesia dengan Australia, penundaan eksekusi mati yang menuai kontoversi, dan penghapusan hukuman mati sejak 1870 telah menghapuskan hukuman mati di Belanda. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran dan ilustrasi, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “meskipun”, “sementara itu”, “padahal”, “sejatinya”, “perlu”, dan “apa lagi”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai dua konsep hukuman di Indonesia, yaitu hukuman mati dan hukuman dengan jalan pembinaan terhadap narapidana. b. Dua elemen pelengkap pada wacana ini adalah pendukung (PEN) dan
sanggahan
(SA).
Elemen
pendukung
ditandai
dengan
menghadirkan nama seorang pakar dan pemikirannya. Pendukung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
pada wacana ini, yaitu adanya tokoh Ludwig Feurbach dengan teorinya: hukum sebagai efek jera dan Emanuel Kant dengan teori: tujuan hukuman adalah suatu pembalasan. (SA) Elemen sanggahan ditandai dengan adanya kata “padahal” dan “tetapi”.
4.2.3.2 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Satu Elemen Pelengkap Pola pengembangan wacana ini terdiri dari tiga elemen pokok dan dilengkapi dengan satu elemen pelengkap. Berdasarkan analisis data, ditemukan 10 wacana yang memiliki pola pengembangan demikian. Sepuluh wacana ini diklasifikasi berdasarkan tiga macam pola, yaitu (1) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung, (2) tiga elemen pokok dengan elemen modal, dan (3) tiga elemen pokok dengan elemen sanggahan. Tabel 4.3 Hasil Analisis Data Pola Pengembangan Tiga Elemen Pokok dengan Satu Elemen Pelengkap. No 1.
Pola PER-AL-PEM + PEN
2.
PER-AL-PEM + MO
3.
PER-AL-PEM + SA
Artikel (I) Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X (J) Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa (L) Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa (N) Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini (E) Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka untuk Saingi Proton (H) Mewaspadai Pelemahan UU KPK (M) Subsidi Rakyat Dialihkan untuk Bantu Pejabat Beli Mobil Baru (A) Menimbang-nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi (C) KPK dan Telikungan Habitus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
Korup (F) Berbagai Implikasi Pasca-Vonis Praperadilan BG
4.2.3.2.1 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Pendukung (PER-AL-PEM+PEN) Berdasarkan analisis data, wacana berjudul “Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa”(17/3), merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan elemen pendukung. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini. a. (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada nama di antaranya Bapak Batara R Hutagalung, ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), dan Dr Purwanto MA (USD), dan Bapak Tedjo Edhi Purdijanto selaku Menko Polhukam. Pernyataan yang memaparkan fakta merujuk pada peristiwa, yaitu pada 9 Maret 2015, diadakan seminar “Orasi Kebangsaan II” di Fakultas Hukum UGM. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran dan contoh, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “oleh karena itu”, salah satu contoh”, “dapat dikatakan”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai mengenai pernyataan “sebuah negara akan hancur ketika generasi muda rusak kualitasnya karena Narkoba.”. b. Elemen pelengkap pada wacana ini adalah pendukung. Pendukung pada wacana ini
teridentifikasi
(PEN)
dengan adanya
pemaparan sejarah kasus genosida yang dilakukan oleh Belanda. Belanda membantai ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
kasus Westerling. Kasus ini terlewatkan tanpa proses hukum, dalam hal ini bangsa Belanda jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM berat. 4.2.3.2.1 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Modal (PER-AL-PEM+MO) Berdasarkan analisis data, wacana berjudul “Mewaspadai Pelemahan UU KPK”(3/3), merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan elemen modal. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini. a. (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada nama di antaranya Zulkarnaen dan nama lembaga yaitu KPK dan DPR. Pernyataan yang memaparkan fakta merujuk pada peristiwa, yaitu upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK membuat posisi KPK kembali terancam. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran contoh, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “sebab”, “dengan kata lain”, “misal”, dan “bila”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai Pasal 6 (kewenangan penuntutan), Pasal 7 (kewenangan penyadapan), Pasal 12 (pembekuan rekening), Pasal 40 (tidak ada penghentian perkara), dan Pasal 47 (penyitaan tanpa izin), yang merupakan tulang punggung KPK untuk membabat habis para koruptor. b. Elemen pelengkap pada wacana ini adalah modal (MO). Modal pada wacana ini teridentifikasi dengan adanya kata “tentu”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
4.2.3.1.1 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Sanggahan (PER-AL-PEM+SA) Berdasarkan analisis data, wacana berjudul “KPK dan Telikungan Habitus Korup”(27/1) merupakan wacana argumentasi pola tiga elemen pokok dengan elemen sanggahan. Pembuktiannya dapat dilihat dari rincian berikut ini. a. (PER) Pernyataan: pada bagian pernyataan, wacana ini memaparkan fakta yang merujuk pada nama di antaranya, Budi Gunawan, Bripda Taufik Hidayat, Bambang Widjojanto, dan nama lembaga yaitu KPK dan DPR. Pernyataan yang memaparkan fakta merujuk pada peristiwa, yaitu BW ditangkap dalam kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010. (AL) Alasan: pada bagian alasan, wacana ini memaparkan penalaran dan contoh, diketahui dengan ditemukannya kata dan frasa “maka”, “bahkan”, “oleh karena itu”, “tidak saja” dan “tetapi juga”. (PEM) Pembenaran: diketahui dengan adanya penjelasan umum mengenai istilah “Telikung”, dalam Bahasa Indonesi berarti „ketika kedua kaki dan kedua tangan diikat, jelas tidak bisa berbuat apa-apa‟. b. Elemen pelengkap pada wacana ini adalah sanggahan (SA). Sanggahan pada wacana ini teridentifikasi dengan adanya kata “padahal”. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil analisis elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi dalam artikel opini harian Tribun Jogja di atas, ketiga elemen pokok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
wacana argumentasi ditemukan dalam setiap wacana, sedangkan untuk ketiga elemen pelengkap wacana argumentasi, diketahui bahwa tidak semua elemen wacana argumentasi ditemukan dalam setiap wacana. Penentuan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi tersebut digolongkan berdasarkan kesamaan sifat dan perannya dalam pembentukan wacana argumentasi serta berdasarkan kriteria tertentu yang dimiliki masing-masing elemen. Deskripsi mengenai keberadaan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi dalam artikel opini harian Tribun Jogja akan dibahas sebagai berikut.
4.3.1 Analisis Elemen Pokok Wacana Argumentasi Elemen pokok yang ditemukan dalam artikel opini harian Tribun Jogja sebagai sumber data mencakup 3 elemen, yaitu (1) elemen pernyataan (sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan dikemukakan kepada mitra tutur agar dapat diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat dibuktikan), (2) elemen alasan (bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan), dan (3) elemen pembenaran (pernyataan yang menunjukkan kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pernyataan). Temuan ini sesuai dengan yang disampaikan Abdul Rani (2004:40). Berdasarkan tiga macam elemen pokok wacana argumentasi, sebuah wacana argumentasi terbukti mengandung ketiga elemen pokok tersebut. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, elemen pokok yang ditemukan dalam artikel opini harian Tribun Jogja berupa elemen pernyataan, alasan dan pembenaran. Elemen pokok yang terdapat dalam sebuah kalimat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
ditandai dengan adanya kata, frasa, dan/atau klausa yang mencirikan bahwa kalimat yang dimaksud termasuk salah satu dari tiga elemen pokok wacana argumentasi. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai elemen pokok wacana argumentasi. 4.3.1.1 Elemen Pernyataan Elemen pokok wacana argumentasi yang pertama adalah elemen pernyataan. Pernyataan pada wacana argumentasi adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan dikemukakan kepada mitra tutur agar diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat dibuktikan. Ada tiga macam pernyataan, yaitu pernyataan tentang fakta, pernyataan tentang nilai, dan pernyataan tentang kebijakan. Fakta sendiri dapat berupa peristiwa, waktu, subyek, dan tempat. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata, frasa dan/atau klausa yang merujuk pada fakta, nilai, dan kebijakan, kalimat tersebut merupakan elemen pokok wacana argumentasi berupa pernyataan. Elemen pokok wacana argumentasi pada kalimat “Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta, pada tanggal 6 Maret lalu mengeluarkan Sabdatama”(I1.1, 07/04/15) merupakan elemen pernyataan yang memaparkan fakta. Fakta yang terdapat pada kalimat tersebut yaitu fakta berupa waktu, peristiwa dan adanya subyek. Kalimat tersebut tergolong dalam elemen pernyataan karena sesuai dengan indikator wacana argumentasi Abdul Rani (2004:40), yaitu berupa fakta. Dalam kalimat tersebut, penulis mencoba meyakinkan pembaca berupa fakta bahwa pada tanggal 16 Maret, Sultan telah mengeluarkan Sabdatama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
4.3.1.2 Elemen Alasan Elemen pokok wacana argumentasi yang kedua adalah elemen alasan. Alasan pada wacana argumentasi adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan. Alasan atau bukti pendukung dapat berupa data statistik, contoh, ilustrasi, penalaran, observasi eksperimental, dan materi ilmu pengetahuan umum, maupun pengujian. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata, frasa dan/atau klausa yang merujuk pada substansi pada elemen alasan, kalimat tersebut merupakan elemen pokok wacana argumentasi berupa alasan. Elemen pokok wacana argumentasi pada rangkaian kalimat “Misalnya, rencana menghilangkan kewenangan penyadapan (Pasal 7), rencana memberikan kewenangan penghentian perkara (Pasal 40), dan penyitaan harus dengan izin pengadilan (Pasal 47). Bila substansi materi itu terealisasi dalam amandemen UU KPK mendatang, maka KPK jelas bukan semakin kuat, melainkan semakin lemah dan mudah diintervensi”(H4.2 dan H4.3, 03/03/15) merupakan elemen alasan yang memaparkan penalaran. Penalaran yang terdapat pada kalimat tersebut ditandai dengan adanya kata “misalnya”, “bila”, “maka”, dan “melainkan”. Berdasarkan penemuan kata-kata tersebut maka kalimat di atas tergolong dalam elemen alasan karena sesuai dengan indikator wacana argumentasi Abdul Rani (2004:40), yaitu alasan berupa penalaran. 4.3.1.3 Elemen Pembenaran Elemen pokok wacana argumentasi yang ketiga adalah elemen pembenaran. Pembenaran pada wacana argumentasi adalah pernyataan yang menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Pembenaran sebagai jembatan penghubung antara pernyataan dan alasan. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata, frasa dan/atau klausa yang merujuk pada substansi pada elemen pembenaran, kalimat tersebut merupakan elemen pokok wacana argumentasi berupa pembenaran. Elemen pokok wacana argumentasi pada rangkaian kalimat “Keterlibatan institusi dalam upaya melindungi diri secara satire pernah dikritik oleh budayawan Emha Ainun Najib dalam bukunya Kiai Bejo, Kiai Untung, dan Kiai Hoki. Dalam tulisannya ia menyebut, “Kita adalah masyarakat yang melarang siapa pun melakukan korupsi, kecuali kita kecipratan. Kita tidak ikhlas ada KKN, kalau tidak dilibatkan di dalamnya. Korupsi tidak haram asalkan yang melakukan adalah keluarga kita sendiri, bapak kita, tokoh parpol kita, atau ulama panutan kita”(C7.1, C7.2, C7.3, dan C.7, 27/02/15) merupakan pernyataan yang memaparkan pembenaran. Pembenaran yang terdapat pada kalimat tersebut ditandai dengan adanya kalimat yang berfungsi untuk menguatkan pernyataan yang sebelumnya dituangkan penulis. Keempat rangkaian kalimat di atas untuk membenarkan pernyataan penulis bahwa instansi kepolisian juga melakukan manuver ketika anggotanya berseteru dengan KPK, upaya ini sesuai dengan yang disampaikan Emha Ainun Najib, yaitu membela diri. Berdasarkan penemuan pernyataan-pernyataan penguat tersebut maka rangkaian kalimat di atas tergolong dalam elemen pembenaran karena sesuai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
dengan indikator wacana argumentasi Abdul Rani (2004:40), yaitu memaparkan kalimat yang bersifat membenarkan. 4.3.2 Analisis Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi Elemen pelengkap yang ditemukan dalam artikel opini harian Tribun Jogja sebagai sumber data mencakup 3 elemen, yaitu (1) elemen pendukung (kriteria yang digunakan untuk membenarkan pernyataan yang dikemukakan dalam pembenaran),
(2) elemen modal (adanya kata, frasa, atau keterangan digunakan
sebagai penanda kepastian antara lain perlu, pasti, tentu dan tentu saja), dan (3) elemen sanggahan
(lingkungan atau situasi di luar kebiasan yang dapat
mengurangi atau menguatkan pernyataan. Piranti kohesi yang digunakan untuk menandai elemen sanggahan antara lain kecuali, namun dan jika). Temuan ini sesuai dengan yang disampaikan Abdul Rani (2004:40). Berdasarkan tiga macam elemen pelengkap yang terdapat dalam wacana argumentasi, setidaknya ada satu elemen pelengkap terkandung di dalamnya. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, satu elemen pelengkap yang terdapat dalam sebuah kalimat ditandai dengan adanya kata, frasa, dan/atau klausa yang mencirikan bahwa kalimat yang dimaksud termasuk salah satu dari tiga elemen pelengkap wacana argumentasi. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai elemen pokok wacana argumentasi. 4.3.2.1 Elemen Pendukung Elemen pelengkap wacana argumentasi yang pertama adalah elemen pendukung. Pendukung pada wacana argumentasi adalah kriteria yang digunakan untuk membenarkan pernyataan yang dikemukakan sebelumnya. Dalam hal ini,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian, atau hasil wawancara. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata, frasa dan/atau klausa yang merujuk pada subtansi yang terkandung dalam elemen pendukung, kalimat tersebut merupakan elemen pelengkap. Elemen
pelengkap
wacana
argumentasi
pada
rangkaian
kalimat
“Identifikasi. Meningitis merupakan infeksi cairan otak sekaligus radang pada lapisan selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). Secara umum, meningitis terdapat dua jenis yaitu meningitis viral dan meningitis bakterialis. Meningitis viral disebabkan virus, dapat menyebar melalui batuk, bersin dan lingkungan tidak higenis. Umumnya, meningitis virus tidak terlalu parah dan dapat hilang sendiri tanpa pengobatan spesifik”(L4.1, L4.2, L4.3, dan L4.4, 31/03/15) merupakan elemen pendukung berupa hasil penelitian mengenai identifikasi penyakit meningitis. Rangkaian kalimat tersebut tergolong dalam elemen pendukung karena sesuai dengan indikator wacana argumentasi Abdul Rani (2004:40), yaitu berupa hasil peneitian. Selain itu, penulis juga merupakan seorang pakar dalam bidang kesehatan, hal ini juga memenuhi indikator yang menyebutkan bahwa elemen pendukung dapat berupa pernyataan oleh seorang pakar. 4.3.2.2 Elemen Modal Elemen pelengkap wacana argumentasi yang kedua adalah elemen modal. Modal pada wacana argumentasi dibedakan menjadi dua, yaitu modal sebagai penanda kepastian dan modal sebagai penanda kemungkinan. Adapun kata, frasa, atau keterangan digunakan sebagai penanda kepastian antara lain perlu, pasti,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
tentu dan tentu saja, sedangkan penanda kemungkinan antara lain agaknya, kiranya, rupanya, kemungkinannya, sejauh bukti yang ada, sangat mungkin, mungkin sekali, dan masuk akal. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata atau frasa seperti yang disebutkan di atas, kalimat tersebut merupakan elemen modal. Elemen pelengkap wacana argumentasi pada rangkaian kalimat
“Untuk
mengangkat (kembali) popularitas Mobil Esemka tentunya perlu dukungan banyak pihak”(E7.1, 10/03/15) merupakan elemen modal, ditandai dengan adanya kata “tentunya”. Kalimat tersebut tergolong dalam elemen modal karena sesuai dengan indikator wacana argumentasi Abdul Rani (2004:40), yaitu dengan ditemukannya kata “tentunya”. Modal penanda kepastian ini mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini. 4.3.2.3 Elemen Sanggahan Elemen pelengkap wacana argumentasi yang ketiga adalah elemen sanggahan. Elemen sanggahan pada wacana argumentasi adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasan yang dapat mengurangi atau menguatkan pernyataan. Jika suatu kondisi yang dapat melemahkan suatu pernyataan dapat dikontrol dengan menghadirkan elemen sanggahan/penolakan, kedudukan argumen semakin kuat. Penggunaan elemen sanggahan juga berarti membuat pernyataan lebih spesifik. Piranti kohesi yang digunakan untuk menandai elemen sanggahan antara lain kecuali, namun dan jika. Dengan demikian, jika dalam suatu kalimat terdapat kata atau frasa seperti yang disebutkan di atas, kalimat tersebut merupakan elemen sanggahan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
Elemen pelengkap wacana argumentasi pada rangkaian kalimat “Jika bukan termasuk penyelenggara negara, Budi Gunawan dalam menjalankan fungsinya kala itu mengatasnamakan apa? Jika kita merujuk Pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” (F8.2, 17/02/15) merupakan elemen sanggahan, teridentifikasi dengan adanya frasa “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG mengelak bahwa kala menjalankan tugasnya, BG bukanlah bertindak sebagai penyelenggara Negara, namun pembelaan tersebut bertentangan dengan pasal-pasal yang disebutkan pada kalimat di atas. 4.3.3 Analisis Pola Pengembangan Wacana Argumentasi Pola pengembangan wacana ini terdiri dari enam pola. Enam pola ini diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu elemen pokok dengan dua elemen pelengkap dan elemen pokok dengan satu elemen pelengkap. Lebih jelasnya dapat dibaca pada uraian di bawah ini. 4.3.3.1 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap Pola pengembangan wacana ini terdiri dari tiga elemen pokok dan dilengkapi dengan dua elemen pelengkap. Berdasarkan analisis data, ditemukan empat wacana yang memiliki pola pengembangan demikian. Dua wacana ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
diklasifikasi berdasarkan tiga macam pola, yaitu: (1) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung dan modal, (2) tiga elemen pokok dengan elemen modal dan sanggahan, dan (3) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung dan sanggahan. 4.3.3.1.1 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap (PER-AL-PEM+PENMO) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap (pendukung dan modal) ada satu. Wacana yang dimaksudkan berjudul “Menimbang Wacana Perppu Imunitas KPK”(3/2).Wacana ini memuat ketiga elemen pokok lalu diperkuat dengan pendukung dan modal. 4.3.3.1.2 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap (PER-AL-PEM+MO-SA) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap (modal dan sanggahan) ada dua, yaitu wacana yang berjudul “Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda”(20/01), dan “Nalar Sesat Peluang Remisi Untuk Koruptor”(24/3). Wacana ini memuat ketiga elemen pokok lalu diperkuat dengan modal dan sanggahan. 4.3.3.1.3 Tiga Elemen Pokok dengan Dua Elemen Pelengkap (PER-AL-PEM+PEN-SA) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap (pendukung dan sanggahan) ada satu, yaitu wacana yang berjudul “Daulat Hukuman Mati di Indonesia”(24/02).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
Wacana ini memuat ketiga elemen pokok lalu diperkuat dengan pendukung dan sanggahan. Tabel 4.4 Sample Hasil Analisis Wacana Argumentasi Pola PER-AL-PEM-PEN-SA No
1
2
3
4
5
6
Kalimat Daulat Hukuman Mati di Indonesia
Per Al Pem Pen Mo Sa
Pada era Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf V Kalla, kementerian yang paling sering mengeluarkan kebijakan kontroversial bisa jadi adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kebijakan kontroversial yang pernah dikeluarkan oleh kementerian itu di antaranya terkait pengesahan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Romahurmuziy dan pengesahan kepengurusan Partai Golongan Karya (Golkar) versi Agung Laksono. Teranyar, kementerian yang dinahkodai oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Yasonna H Laoly itu berencana memperlonggar cara memperoleh pemotongan tahanan (remisi) bagi narapidana, tak terkecuali bagi narapidana korupsi. Manuver itu akan dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Masyarakat. Menurut Yasonna, setiap narapidana harus diberikan perlakuan sama sebagaimana norma Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Itu artinya, besar kemungkinan keberadaan Pasal 34A PP Nomor 99 Tahun 2012 yang salah satunya mensyaratkan agar narapidana bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan bakal akan diamputasi.
V
V
V
V
V
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jika hal itu benar terjadi, maka akan sangat mudah bagi para koruptor untuk mendapatkan remisi. Kulminasi terburuknya, bukan tidak mungkin akan terjadi fenomena “hujan remisi” bagi koruptor. Apalagi, mafhum diketahui saat ini masih banyak oknum-oknum di lingkungan lembaga pemasyarakatan yang dengan gampang bisa disuap untuk memudahkan narapidana memperoleh remisi. Tidak Tepat (Anak Judul) Bila mengacu pada ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Antikorupsi (United Nations Convention Againts Corruption/ UNCAC), utamanya Pasal 37 ayat (2), argumentasi yang dikemukakan oleh Yasonna H Laoly untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentu tidak sepenuhnya tepat. Pada pasal itu disebutkan bahwa setiap negara peserta konvensi wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi tersebut. Di samping itu, manuver Yasonna H Laoly itu justru berpotensi mempersulit para penegak hukum (KPK, Polri, Kejaksaan) untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang sedang ditangani. Sebagai gambaran, dalam konteks kekinian pemerintah telah menawarkan perlindungan dan remisi bagi narapidana korupsi yang bersedia bekerja sama (justice collaborator) membongkar kasus korupsi sampai ke akarakarnya. Faktanya, sampai saat ini narapidana V korupsi yang bersedia menjadi justice collaborator bisa dihitung dengan jari. Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu kemudian
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi. 16 Pada titik ini, Yasonna H Laoly jelas tidak V peka dalam memahami gagasan sembilan program prioritas (Nawa Cita) yang diusung oleh Pemerintahan Joko WidodoJusuf Kalla. 17 Pada poin keempat Nawa Cita disebutkan V bahwa menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 18 Sedangkan memperlonggar mekanisme V memperoleh remisi, termasuk narapidana korupsi jelas adalah simbol pengakuan bahwa negara lemah terhadap koruptor. 19 Oleh sebab itu, seyogianya Pemerintahan V Joko Widodo- Jusuf Kalla segera mengambil tindakan tegas terhadap para menterinya yang kerap bertindak di luar orientasi Nawa Cita, termasuk Menkumham Yasonna H Laoly. 20 Jika tidak, maka dapat dipastikan Nawa V Cita hanya akan terus menjadi gagasan usang pemerintah yang tidak pernah terealisasi. Wallahu a‟lam. (*) Total 3 13 3 1 2 Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap ditemukan dua macam elemen saja, yaitu elemen modal dan sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-MO-SA. Tabel di atas menunjukkan jenis wacana argumentasi dengan pola pengembangan tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap. Elemen pokok yang terdiri dari pernyataan, alasan dan pembenaran selalu ada dalam setiap wacana argumentasi, sedangkan pada elemen pelengkap tidak selalu ada ketiganya dalam setiap wacana argumentasi. Elemen pelengkap yang digunakan penulis pada wacana di atas ada dua, yaitu modal dan sanggahan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
4.3.3.2 Pola Tiga Elemen Pokok dengan Satu Elemen Pelengkap Pola pengembangan wacana ini terdiri dari tiga elemen pokok dan dilengkapi dengan satu elemen pelengkap. Berdasarkan analisis data, ditemukan 10 wacana yang memiliki pola pengembangan demikian. Sepuluh wacana ini diklasifikasi berdasarkan tiga macam pola, yaitu (1) tiga elemen pokok dengan elemen pendukung, (2) tiga elemen pokok dengan elemen modal, dan (3) tiga elemen pokok dengan elemen sanggahan. 4.3.3.2.1 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Pendukung (PER-AL-PEM+PEN) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan elemen pendukung ada tiga, yaitu wacana yang berjudul “Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X”(10/3) “Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa”(17/3), “Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa”(31/3), dan “Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini”(21/4). 4.3.3.2.2 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Modal (PER-AL-PEM+MO) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan elemen modal ada tiga, yaitu wacana yang berjudul “Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka Untuk Saingi Proton”(10/2), “Mewaspadai Pelemahan UU KPK”(3/3), dan “Subsidi Rakyat Dialihkan untuk Bantu Pejabat Beli Mobil Baru”(7/4).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
4.3.3.2.3 Tiga Elemen Pokok dengan Elemen Sanggahan (PER-AL-PEM+SA) Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, wacana yang memiliki pola tiga elemen pokok dengan elemen pendukung ada tiga, yaitu wacana yang berjudul “Menimbang-Nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi”(13/1), “KPK dan Telikungan Habitus Korup”(27/1), dan “Berbagai Implikasi Pasca-vonis Praperadilan BG”(17/2). Tabel 4.5 Sample Hasil Analisis Wacana Argumentasi Pola PER-AL-PEM-PEN No
1
2
3
4 5
6
7 8
9
Kalimat Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa Kematian komedian Olga Syahputra beberapa hari yang lalu sangat mengejutkan publik. Betapa tidak, ia merupakan seorang komedian multitalenta yang sedang naik daun di jagat hiburan nusantara. Kabarnya, ia meninggal disebabkan penyakit meningitis yang ia derita belakangan ini. Karena itu, kita perlu mewaspadai penyakit meningitis yang berbahaya ini. Gejala meningitis awalnya agak sulit dibedakan dengan gejala flu, sehingga kadang orang sering salah mengenali. Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2 tahun adalah demam tinggi, sakit kepala, lemah, dan kekakuan leher. Gejala ini bisa berkembang dari beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari. Gejala lain bisa berupa mual, muntah, tidak nyaman dengan cahaya terang, bingung, dan mengantuk. Pada bayi yang baru lahir atau anak-anak di bawah 2 tahun, gejala klasik seperti sakit kepala dan leher kaku seringkali agak sulit terdeteksi, karena mereka
Per Al Pem Pen Mo
V
V
V
V V
V
V V
V
Sa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
belum bisa menyampaikan keluhannya. Bayi dengan meningitis biasanya menunjukkan gejala lesu (kurang aktif), muntah, rewel, dan tidak mau makan. Dengan berjalannya waktu dan penyakit, maka pada pasien meningitis (di segala usia) bisa timbul gejala berupa kejangkejang. Identifikasi (Anak Judul) Meningitis merupakan infeksi cairan otak sekaligus radang pada lapisan selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). Secara umum, meningitis terdapat dua jenis yaitu meningitis viral dan meningitis bakterialis. Meningitis viral disebabkan virus, dapat menyebar melalui batuk, bersin dan lingkungan tidak higenis. Umumnya, meningitis virus tidak terlalu parah dan dapat hilang sendiri tanpa pengobatan spesifik. Sementara, meningitis bakterialis disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis, Streptococcus, dan Listeria Monocytogenes (listeria) yang dapat ditemukan di banyak tempat, misalnya dalam debu dan makanan yang terkontaminasi, seperti keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan). Belakangan bakteri Listeria ini sedang cukup ramai dibicarakan karena diberitakan mengkontaminasi beberapa jenis apel asal Amerika Serikat, yakni apel Gala dan Granny Smith. Meningitis akibat bakteri ini umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan otak, hilangnya pendengaran, dan gangguan kognitif, bahkan kematian. Pada meningitis akibat bakteri, sangat penting pula mengetahui macam bakteri penyebabnya, sehingga dapat dipilihkan antibiotika yang sesuai. Harus dipahami, mencegah lebih baik dari
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
pada mengobati. Kita perlu mengetahui tata cara V menghindarkan diri dari penyakit meningitis. 22 Di antara tata caranya adalah pertama, V cuci tangan dengan baik dan sering, terutama mereka yang merawat atau berada berdekatan dengan pasien meningitis. 23 Kedua, bersihkan permukaan-permukaan V yang bisa terkontaminasi (handel pintu, remote TV,dll) dengan sabun dan air kemudian bilas dengan desinfektan atau cairan pemutih yang mengandung chlorine untuk mencegah penyebaran virus. 24 Ketiga, tutupi mulut saat batuk. V 25 Dan terakhir, lakukan vaksinasi V meningitis. 26 Demikianlah, uraian singkat penulis V V tentang penyakit meningitis. 27 Kita perlu waspada, berhatihati, dan V menghindarkan diri dari penyakit tersebut. 28 Namun, jika ada gejala yang dicurigai sebagai penyakit meningitis, segeralah pergi ke dokter dan memeriksakannya. Total 10 7 5 6 Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen pendukung. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-PEN. 21
Tabel di atas menunjukkan jenis wacana argumentasi dengan pola pengembangan tiga elemen pokok dengan satu elemen pelengkap. Elemen pokok yang terdiri dari pernyataan, alasan dan pembenaran selalu ada dalam setiap wacana argumentasi, sedangkan pada elemen pelengkap tidak selalu ada ketiganya dalam setiap wacana argumentasi. Elemen pelengkap yang digunakan penulis pada wacana di atas yaitu pendukung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga elemen pokok wacana argumentasi ditemukan dalam setiap wacana, sedangkan, untuk ketiga elemen pelengkap wacana argumentasi, diketahui bahwa tidak semua elemen wacana argumentasi ditemukan dalam setiap wacana. Penentuan elemen pokok dan elemen pelengkap wacana argumentasi tersebut digolongkan berdasarkan kesamaan sifat dan perannya dalam pembentukan wacana argumentasi serta kriteria tertentu yang dimiliki masing-masing elemen. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, elemen pokok yang ditemukan dalam artikel harian Tribun Jogja kolom opini berupa elemen pernyataan, alasan dan pembenaran. Elemen pernyataan yang terdapat pada data memaparkan fakta dan nilai. Elemen alasan memaparkan ilustrasi, contoh dan penalaran. Penalaran dan ilustrasi teridentifikasi dengan ditemukannya kata-kata dan frasa di antaranya “misal”, “bahwa”, “mulai dari”, “bila”, “alangkah baiknya”, “maka”, “dengan demikan”, dan “melainkan”, sedangkan elemen pembenaran menunjukkan kaidah-kaidah umum yang menguatkan pernyataan awal. Pada elemen pelengkap ditemukan elemen pendukung, modal, dan sanggahan. Elemen pendukung di sini berupa hasil penelitian, pernyataan para pakar dan pengalaman yang diyakini penulis. Elemen modal teridentifikasi 101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
dengan ditemukannya kata “tentu”, dan “tentunya”, sedangkan elemen sanggahan teridentifikasi dengan ditemukannya kata dan frasa
“namun”,
“tetapi”, “jika”, “padahal”, dan “sementara itu”. Pola pengembangan wacana argumentatif ada enam macam. Tiga macam pola terdiri dari tiga elemen pokok dengan dua elemen pelengkap, yaitu (PERAL-PEM-PEN-MO), (PER-AL-PEM-MO-SA), dan (PER-AL-PEM-PEN-SA). Tiga macam lainnya terdiri dari tiga elemen pokok dengan satu elemen pelengkap, yaitu (PER-AL-PEM-PEN), (PER-AL-PEM-MO), dan (PER-AL-PEM-SA).
5.2 Saran Penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu peneliti mengajukan saran untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dengan bidang analisis wacana. Penelitian mengenai wacana argumentasi sebaiknya tidak hanya menganalisis mengenai elemen pokok dan elemen pelengkap saja. Penelitian mengenai wacana argumentasi dapat dianalisis dalam hal fungsi komunikasi bahasa yang terdapat pada wacana argumentasi. Data yang diteliti dapat juga berasal dari surat kabar selain Tribun Jogja untuk memperkaya ragam hasil penelitian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
DAFTAR PUSTAKA Andrianto, Andi. 2011. Menaklukkan Media (Berbagi Pengalaman Menulis Opini dan Resensi Buku). Jakarta: Gramedia. Darma, Yoce Aliah. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. Bandung: Refika Aditama Dawud. 2008. Penalaran dalam Karya Tulis Populer Argumentatif. Jurnal. Jurusan Sastra Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. Ibrahim, Abdul Syukur (Ed.). 2007. Analisis Wacana Teori & Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Keraf, Gorys. 1981. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakata: Tiara Wacana. Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nilayati, Made Shelly. 2011. Pola Pengembangan Unsur 5W+1H dan Penggunaan Konstruksi Berita dalam Berita Utama Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Edisi Juni 2010. Skripsi S1. PBSID. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2011. 2011. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius Rahardi, Kunjana. 2012. Menulis Artikel Opini dan Kolom di Media Massa. Jakarta: Erlangga. Rani, Abdul dkk. 2004. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing. Sobur. Alex. 2006. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Tarigan, Henri Guntur.1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
Toulmin, Stephen, et al. 1979. An Introduction to Reasoning. New York: Macmillan Publishers. Umami, Faridatul, dkk. 2008. Analisis Karangan Argumentasi Siswa Kelas XI SMKN 12 Malang Tahun Ajaran 2011/2012. Malang: Universitas Negeri Malang. Widharyanto, A. Kardiyat. 2005. Teknik Menulis Berita. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 1 TABEL DATA ANALISIS ELEMEN POKOK DAN PELENGKAP WACANA ARGUMENTASI DALAM ARTIKEL OPINI HARIAN TRIBUN JOGJA PERIODE JANUARI – APRIL 2015
No
Kode
Data
Elemen Pokok Per
1.
Penulis : Baharuddin Latar sosial: Aktivis Jogja Police Wacth Judul Wacana: Menimbang-nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi A1.1 Sekarang ramai dibicarakan soal calon tunggal Kapolri yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). A1.2 Dialah Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan, yang juga mantan ajudan dari Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, saat menjadi presiden.
V
V
Al
Pem
Elemen Pelengkap Pen
Mo
Keterangan
Sa
Pada kalimat A1.1 dan A1.2 penulis mencoba mengemukakan pernyataan berupa fakta yaitu peristiwa kontoversial pemilihan calon Kapolri. Fakta yang kedua merujuk pada subjek yang kontoversial yaitu Budi Gunawan.
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
A.2.1 Jokowi menilai Budi Gunawan layak dan cakap menjabat Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman, yang akan berakhir masa jabatannya Oktober mendatang.
V
3.
A.3.1 Tindakan Presiden menuai prokontra dari berbagai kalangan, termasuk aktivis antikorupsi yang menilai Presiden menutup mata dan telinga saat memilih Budi Gunawan karena diduga memiliki rekening gendut, dan Jokowi tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PP ATK) dalam menjaring calon Kapolri. A4.1 Ada beberapa hal yang patut kita bicarakan dalam rangka mengawal dan mengkritisi pola penjaringan Presiden Jokowi dalam memilih orang-orang yang masuk dalam kabinet kerjanya terutama posisi atau jabatan strategis seperti Kapolri.
V
4.
Pada kalimat A2.1, penulis memberikan pernyataan dengan menunjukkan fakta bahwa Budi Gunawan dinilai cakap menjabat Kapolri oleh Jokowi. Pada kalimat A3.1, penulis mencoba mengungkapkan pernyataan berupa fakta bahwa tindakan presiden menuai prokontra.
V
Pada kalimat A1.4, penulis memberikan penalaran bahwa ada beberapa hal mengenai pola penjaringan Jokowi perlu untuk dikritisi. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya frase “beberapa hal yang patut kita bicarakan”.
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
A5.1 Pertama, kalau melihat ke belakang khususnya saat melakukan penjaringan nama-nama calon menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, pola penjaringan Presiden Jokowi terbilang cukup baik karena melibatkan KPK dan PPATK guna mengetahui rekam jejak mereka.
V
6.
A6.1 Artinya, kala itu Presiden Jokowi ingin orang-orang yang duduk pada kabinetnya adalah orang-orang yang bersih dan berintegritas, sesuai janjinya saat A6.2 kampanye. Meskipun, dari nama-nama yang diberi tanda oleh KPK dan PPATK hingga saat ini belum terdengar lagi kabar untuk ditindaklanjuti ke proses hukum.
V
A7.1 Kedua, seiring dengan berjalannya waktu, publik dikejutkan dengan pola
V
7.
V
Pada kalimat A1.5, penulis memberikan penalaran dengan kembali melihat konsep penjaringan yang dilakukan Jokowi dengan melibatkan KPK dan PPATK. Pemaparan alasan ditandai dengan awalan kata “pertama” lalu penulis menjabarkan penalarannya. Pada kalimat A6.1, penulis memberikan penalaran bahwa pada dasarnya Jokowi ingin orang yang ada di kabinetnya adalah orang yang bersih. Pemaparan alasan ditandai dengan awalan kata “artinya” lalu penulis menjabarkan penalarannya. Kalimat A6.2 merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “meskipun”. Kalimat A7.1 merupakan penalaran penulis mengenai
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pemilihan ala Presiden Jokowi dengan memilih Jaksa Agung HM Prasetyo, yang merupakan politikus Partai Nasdem.
8.
9.
10
A8.1 Penolakan atas Prasetyo pun sempat muncul, namun suara-suara protes ini tak digubris oleh Jokowi, dan Presiden Jokowi melantik HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. A9.1 Ketiga, publik kembali dikejutkan dan dikecewakan oleh pola rekrutmen Presiden Jokowi dalam memilih calon A9.2 Kapolri. Dengan berbagai alasan, Presiden Jokowi memilih Budi Gunawan, padahal ia sempat disebut-sebut memiliki rekening gendut dan mendapatkan rapor merah alias tidak lolos saat masuk daftar sebagai calon menteri yang diajukan ke KPK dan PPATK. A10.1 Pola rekrutmen atau penjaringan ala Presiden Jokowi ini, dari sisi aturan tidak A10.2 ada yang dilanggar.
pola pemilihan ala Jokowi. Pemaparan alasan ditandai dengan awalan kata “kedua” lalu penulis menjabarkan penalarannya. Kalimat A8.1 merupakan pernyataan penulis yang mengungkap fakta bahwa pilihan Jokowi sempat menuai protes di kalangan masyarakat. Kalimat A9.1 dan A9.2 merupakan penalaran, atas keputusan Jokowi yang tetap memilih BG yang kabarnya juga memiliki rekening gendut. Pemaparan alasan ditandai dengan adanya kata “ketiga” dan “padahal”.
V
V
V
V V
Kalimat A10.1 dan A10.2 merupakan pembenaran umum. Pembenaran ditandai dengan
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A10.3 Artinya, sesuai prosedur. Namun, menurut pendapat penulis, pola memilih calon tunggal Kapolri dengan A10.4 tidak melibatkan KPK dan PPATK merupakan kemunduran dan inkonsistensi. Karena, saat menyeleksi calon menterimenteri, Presiden meminta KPK dan PPATK mengetahui rekam jejak, termasuk harta, calon menterimenterinya.
11.
Disertai alasan A11.1 Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sedangkan ayat (2) mengatakan, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang diajukan Presiden kepada DPR disertai alasannya.
V
V
V
V
adanyanya klausa “dari sisi aturan tidak ada yang dilanggar” dan “sesuai prosedur”. Kalimat A10.3 merupakan sanggahan, yang ditandai dengan adanya kata “namun”. Kalimat A10.4 merupakan penalaran penulis bahwa sebelumnya Jokowi meminta KPK dan PPATK membantu seleksi. Penalaran ditandai dengan adanya kata “karena”. Kalimat A11.1 dan A11.2 merupakan pembenaran yang merujuk pada ayat-ayat yang terdapat pada UUD mengenai pengangkatan dan pemberhantian kapolri.
109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12.
13.
14.
A12.1 Artinya, menurut Pasal 11 ayat (2) ini, Presiden dalam hal mengajukan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri A12.2 disertai alasannya. Namun, dalam ayat tersebut tidak ada kata wajib atau mengharuskan Presiden memberikan alasan-alasan pengajuan calon Kapolri kepada DPR untuk disetujui, khususnya komisi yang membidangi hukum di DPR (Komisi III).
A13.1 Surat Presiden Jokowi tertanggal 9 Januari 2015, perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri, sudah diterima oleh DPR, dan untuk selanjutnya akan dibahas serta disetujui, melalui uji kepatutan dan kelayakan. A14.A Merujuk Pasal 11 ayat (3) Undangundang Kepolisian Republik Indonesia, yang menyebutkan persetujuan atau penolakan DPR terhadap usulan Presiden sebagaimana dimaksud ayat (2) harus diberikan jangka waktu paling lambat 20
V
V
V
V
V
Kalimat A12.1 merupakan pembenaran, sebab berasal dari kajian kalimat A11.1 dan A11.2. Pembenaran ditandai dengan adanya frasa “menurut pasal”. Kalimat A12.2 merupakan penalaran penulis mengenai ayat yang telah disebutkan. Pada kalimat ini juga terdapat elemen sanggahan yaitu kata “namun”. Kalimat A.13.1 meupakan pernyataan berupa fakta yaitu surat perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri yang sudah diterima oleh DPR pada tanggal 9 Januari 2015. Kalimat A.14.1 merupakan penalaran penulis mengenai pasal-pasal dan ayat-ayat pada Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia mengenai persetujuan atau penolakan
110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15.
16
(dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR, dan ayat (4) tegas menyebutkan bahwa dalam hal DPR tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud ayat (3), maka calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR. A15.1 Merujuk ayat (4) dari Pasal 11 Undangundang Kepolisian Negara Nomor 2/2002 ini, dan surat dari Presiden Jokowi tanggal 9 Januari 2015, maka DPR mestinya dapat memberikan jawaban A15.2 paling lambat 20 hari terhitung sejak surat diterima. Berarti, paling lambat 28 Januari nanti.
A16.1 Namun timbul beberapa pertanyaan, mulai dari apakah secara otomatis jika usulan Presiden disetujui oleh DPR maka posisi Jenderal Sutarman sebagai Kapolri juga berakhir, karena waktu pensiun A16.2 Jenderal Sutarman baru Oktober mendatang.
DPR terhadap usulan Presiden. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “merujuk”, “menyebutkan “bahwa”, dan “maka”.
V
V
V
V
Kalimat A15.1 dan A15.2 merupakan penalaran penulis antara ketentuan yang terdapat pada aturan dalam Undangundang Kepolisian Negara dengan putusan presiden. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “merujuk”, “maka”, dan “berarti”. Kalimat A16.1 dan A16.2 merupakan penalaran penulis mengenai tindak lanjut dari keputusan presiden yang sikeluarkan sebelumnya. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17.
18.
Ataukah menunggu Surat Keputusan Presiden Jokowi nanti untuk melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri dan memberhentikan Jenderal Sutarman tanpa harus menunggu masa tugas Jenderal Sutarman berakhir atau memasuki masa pensiun pada Oktober tahun ini? A17.1 Menurut hemat penulis, dengan masa pensiun Jenderal Sutarman pada Oktober nanti, maka masih cukup banyak waktu dan tidak perlu terburu-buru bagi A17.2 Presiden Jokowi untuk memilih calon Kapolri. Presiden Jokowi pun dapat membatalkan calon tunggal Kapolri demi sebuah institusi kepolisian yang lebih baik, sekaligus mendengarkan aspirasi atau suara mayoritas rakyat, bukan karena kedekatan, atau karena yang bersangkutan adalah mantan ajudan dari sang ketua umum DPP PDI Perjuangan. A18.1 Namun, apapun pilihan Jokowi nanti harus kita hormati karena Jokowi adalah
“namun”, “mulai dari”, “karena”, dan “ataukah”.
V
V
V
Kalimat A17.1 dan A17.2 merupakan penalaran penulis yang mengemukakan bahwa Jokowi tak perlu terburu-buru untuk mengambil keputusan dalam memilih calon Kapolri, itu semua demi sebuah institusi kepolisian yang lebih baik. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “maka”, “bukan karena”, dan “atau karena”.
Kalimat A18.1 dan A18.2 merupakan penalaran penulis
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Presiden pilihan rakyat pada Pemilu 2014 A18.2 lalu. Meskipun kita kecewa dan meilai Presiden Jokowi telah mengingkari janjinya saat kampanye, yang merupakan bagian dari Nawacita, yakni memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang bersih dan berintegritas. (*)
19.
V
Penulis: Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. Latar sosial: Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Judul Wacana: Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda B1.1 Hingga hari ini pemberitaan di media V massa masih diwarnai prokontra Komjen Budi Gunawan yang ditunda B1.2 pelantikannya sebagai Kepala Kepolisian V RI. Berbagai pendapat muncul di media begitu bebasnya menyikapi hal ini.
mengenai sikap masyarakat terhadap keputusan presiden. Penalaran ditandai dengan adanya kata “namun”, “apapun”, “karena”, “meskipun”, dan “yakni”.
Pada kalimat B1.1 dan B1.2, p enulis memberikan pernyataan berupa fakta dua buah peristiwa, yaitu pelantikan BG sebagai Kapolri yang menuai prokontra dan munculya opini masyarakat yang terkesan “bebas”. Pernyataan mengenai fakta ditandai dengan “hingga hari ini” merujuk pada waktu, “BG” merujuk pada subyek, dan “pendapat muncul di media massa begitu bebasnya” yang merujuk pada suatu peristiwa.
113
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
B2.1 Sungguh berbeda dengan era Orde Baru. B2.2 Setiap terdapat persoalan kebanyakan para pengamat politik dan para pakar hanya terdiam membisu dan yang terdengar adalah berita positif semu yang dibalut dengan bahasa yang santun dalam pemberitaannya.
21
B3.1 Mungkin para pembaca masih ingat di era Orde Baru berkuasa tidak ada yang berani menyebut Presiden Soeharto hanya dengan sebutan “Soeharto” tanpa embel-embel “Presiden” atau “Bapak Presiden”. B3.2 Ini juga berlaku bagi para pejabat tinggi lainnya di masa itu.
V
B4.1 Embel-embel ini memang disadari betul oleh kebanyakan kalangan di masa itu
V
22
V V
V
Pada kalimat B2.1 dan B2.2, penulis memberikan pernyataan berupa fakta. Peristiwa yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut merupakan pengekangan kebebasan berpendapat pada masa Orde Baru. Pada kalimat B3.1, penulis memberikan alasan berupa contoh betapa kesantunan berbahasa begitu diterapkan ketika pembicaraan menyinggung orang-orang yang berkuasa. Contoh itu berupa penyebutan “Bapak Presiden”. Kalimat B3.2 merupakan pembenaran mengenai penyebutan gelar. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “ini juga berlaku bagi”. Kalimat B4.1 merupakan alasan bahwa hal itu dilakukan
114
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
B5.1
B5.2
24
B6.1
B6.2
25
B7.1
bukan untuk menunjukkan rasa hormat, tetapi lebih pada pemaksaan untuk menghormati dan menunjukkan betapa kuatnya kekuasaan pada waktu itu. Pasca Orde Baru atau sering disebut dengan era Reformasi, menjadi era yang begitu bebas dan secara tidak sadar tidak terkendali. Banyak (tidak semua) para pengamat politik dan para pakar yang sudah melupakan kesantunan dalam berbahasa hingga kini. Di media televisi mereka berbicara dengan mudah dan ringannya ketika menyebut nama sesorang entah yang memiliki kedudukan atau tidak semisal Presiden Jokowi hanya disebut Jokowi. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok hanya disebut Ahok. Komjen Pol Budi Gunawan hanya disebut Budi Gunawan.
B7.2 Jika dilihat dari sejarahnya bangsa ini terkenal dengan kepribadiannya yang
karena takluk akan sebuah kekuasaan bukan atas dasar penghormatan. V
Pada kalimat B5.1 dan B5.2, penulis memberikan pernyataan berupa fakta sebuah peristiwa, yaitu pasca Orde Baru menjadi massa mulai terlupakannya kesantunan dalam berbahasa
V
V
V
V
V
Pada kalimat B6.1, penulis memberikan alasan berupa contoh betapa mudahnya media menyebut presiden dengan memanggil namanya saja. Contoh lain berupa penyebutan “Ahok”. Pada kalimat B7.1, penulis memberi contoh pada penyebutan nama “Budi Gunawan”. Kalimat B7.2 merupakan
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
penuh dengan sopan santun. B7.3 Dalam perkara ini sebenarnya kita telah turut melupakan dan membenamkan kepribadian bangsa kita dalam menghargai/menghormati sesorang.
26
B8.1 Kebiasaan untuk memanggil seseorang di khalayak ramai hanya dengan menyebutkan namanya saja bukanlah merupakan kepribadian bangsa ini.
V
V
elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa bangsa Indonesia saat ini begitu bebas dalam berpendapat hingga mengesampingkan kesantunan berbahasa, hal ini bertolak belakang dengan citra bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang santun . Kalimat B7.3 merupakan penalaran penulis mengenai kepribadaian santun bangsa yang terlupakan. Penalaran ditandai dengan adanya frasa “sebenarnya”. Pada kalimat B8.1, penulis memberikan pernyataan berupa fakta mengenai sebuah nilai dalam hal kebudayaan di
116
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B8.2
V Itu adalah budaya barat yang terbawa secara tidak sadar dan perlu untuk dikritisi.
27
B8.3 Bangsa ini perlu berdiri dengan kepribadiannya sendiri bukan dengan mengkopi begitu saja kepribadian bangsa lain.
V
B9.1 Hal ini sungguh memprihatinkan karena seakan-akan kita tidak percaya diri dengan kepribadian dan budaya bangsa kita.
V
V B9.2 Apa yang telah diucapkan dan diungkapkan oleh para pengamat politik dan para pakar tentunya didengar
V
Indonesia , yaitu adab memanggil seseorang di khalayak umum . Pada kalimat B8.2, penulis memberikan pernyataan berupa fakta mengenai kebudayaan orang barat. Pada kalimat B8.3, merupakan penalaran penulis bahwa bangsa Indonesia perlu berdiri dengan kepribadiannya sendiri. Penalaran ditandai dengan adanya kata “perlu”. Pada kalimat B9.1, merupakan penalaran penulis. Penalaran ditandai dengan adanya kata “seakan-akan”. Kalimat B9.2 merupakan penalaran penulis mengenai tindak para pengamat poltik. Penalaran ditandai dengan adanya kata “tentunya” dan “dijadikan”. Pada kalimat B9.2 terdapat
117
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
generasi muda kita dan dijadikan sebagai tolok ukur kebenaran.
28
29
30
B10.1 Dengan demikian ketika kaum intelektual ini memberikan sebuah contoh yang tidak benar maka contoh yang tidak benar tersebut yang akan dianggap benar. B10.2 Dengan bahasa yang lebih simpel kaum intelektual telah mengajarkan hal yang tidak santun. B11.1 Jika permasalahan ini tidak disadari dan disikapi sama halnya kita telah menciptakan generasi muda yang berpotensi untuk tidak mudah menghargai dan menghormati orang lain. B12.1 Penyebutan nama tanpa embel-embel (Presiden/Bpk/Ibu/Sdr) ini sebenarnya adalah hal yang sangat sederhana. B12.2 Meski demikian dari hal yang sederhana
V
V
modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini. Kalimat B10.1 dan B10.2 merupakan alasan yang mendukung kalimat B9.2 dengan menguraikan penalaran dari kalimat tersebut. Penalaran ditandai dengan adanya kata “dengan demikian”.
V
Kalimat B11.1 merupakan penalaran penulis mengenai generasi muda yang berpotensi tidak menghormati orang lain.
V
Pada kalimat B12.1 dan B12.2, penulis memberikan penalaran bahwa menyebut orang dengan gelar sesungguhnya adalah hal
V
118
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ini justru karakter generasi muda dan bangsa ini dibangun dan dibentuk dengan kuat.
31
32
B13.1 Alangkah baiknya jika kita jauh lebih kritis sebagai bagian dari warga negara Indonesia untuk secara bersama melakukan kontrol dan perbaikan dalam B13.2 semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga pendidikan karekter yang diagung-agungkan dalam pendidikan di Indonesia tidak hanya menjadi sebuah idealisme tanpa contoh. B14.1 Kaum intelektual juga manusia yang tidak luput dari kelemahan. B14.2 Semoga hal ini dapat menjadi penggelitik hati yang dapat mengubah Indonesia menjadi lebih baik sebagai bangsa yang dikenal dengan budaya sopan santun dan ramah tamahnya.(*)
V
V
V V
yang sederhana dan dapat membentuk karakter genrasi muda. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “sebenarnya”, “meski demikian”, dan “justru”. Kalimat B13.1 dan B13.2 merupakan penalaran penulis untuk lebih kritis dalam segala hal yang berhubungan aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “alangkah baiknya”, “sehingga” dan “tidak hanya”. Kalimat B14.1 merupakan pernyataan penulis mengenai kekeliruan kaum intelktual. Kalimat B14.2 merupakan penalaran penulis mengenai harapannya terhadap bangsa Indonesia.
119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
C1.1
34
C2.1
35
C3.1
C3.2
Penulis: Mardiyanto Latar sosial: Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center Judul Wacana: KPK dan Telikungan Habitus Korup Babak demi babak, untuk rakyat dipertontonkan sebuah drama bak lakon dalam sebuah telenovela yang menguras emosi. Babak pertama, rakyat disuguhi kenyataan pahit, sosok Komjen Budi Gunawan, calon tunggal Kapolri, ternyata membawa aroma tidak sedap terkait rekening buncit saat menjabat kepala Biro Pembinaan Karid Seputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri tahun 20042006. Babak kedua, pengumuman Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melecutkan bara perang urat syaraf antara Hasto Kristiyanto, pelaksana tugas Sekjen DPP PDI-P, melawan Ketua KPK, Abraham Samad.
V
Pada kalimat C1.1, penulis memberikan penalaran bahwa rakyat seperti dipertontonkan sebuah drama. Penalaran ditandai dengan adanya kata “bak”.
V
Pada kalimat C2.1, penulis memberikan fakta mengenai peristiwa yang dialami BG yang tersangkut kasus rekening buncit.
V
Pada kalimat C3.1 dan C3.2, penulis memberikan fakta mengenai reaksi pasca penetapan BG sebagai terangka dan adanya kabar lobi politik.
V
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
C4.1
C4.2
37
C5.1
C5.2
C5.3
Hasto Kristiyanto membeberkan bahwa Ketua KPK, Abraham Samad, beberapa kali melakukan lobi politik dengan pihak Capres Joko Widodo (Jokowi) ketika Pilpres 2014. Babak ketiga, belum reda kasus Hasto vs Samad, publik tiba-tiba dikejutkan oleh penangkapan “tak beretika” Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto alias BW. BW ditangkap dalam kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010. Harus diakui, tanpa kepedulian masyarakat antikorupsi, KPK bisa-bisa mati suri karena ditelikung dari berbagai arah. “Telikung”, dalam Bahasa Indonesi berarti ‘ketika kedua kaki dan kedua tangan diikat, jelas tidak bisa berbuat apa-apa’. Data Soegeng Sarjadi Syndicate (2012) mencatat bahwa lima besar sarang
V
Pada kalimat C4.1 dan C4.2 penulis memberi penalaran berupa fakta mengenai drama penangkapan BW dalam kasus dugaan menyuruh membuat keterangan palsu.
V
V
V
V
Kalimat C5.1 merupakan penalaram penulis mengenai nasib KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “harus diakui” dan “bisa-bisa”. Pada kalimat C5.3 dan C5.4, penulis memaparkan buktibukti pihak mana saja yang memiliki habitus korupsi. Pemaparan fakta ditandai
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C5.4
38
C6.1
C6.2
C6.3 C6.4
“habitus” koruptor di Indonesia berada di DPR, Kepolisian, Parpol, Dirjen Pajak, dan Kejaksaan. Fakta juga membuktikan bahwa banyak anggota DPR dan petinggi Polri terjerat kasus korupsi. Maka, tidak mengherankan jika isu upaya pelemahan KPK, bahkan lebih gawat pembubaran KPK selalu saja muncul ke permukaan. Misalnya, DPR RI sejak awal sudah lebih dahulu memberikan tekanan, dengan pengajuan revisi Undang-Undang KPK, dengan mencoba menghapus fungsi penuntutan Komisi. DPR juga bersikeras mengharuskan KPK melakukan penyadapan hanya atas izin pengadilan. Adapun Polri juga selalu bermanuver manakala anggotanya berseteru dengan KPK.
dengan adanya frasa “Data Soegeng Sarjadi Syndicate (2012) mencatat bahwa”. V
V
V
V V
Kalimat C6.1 merupakan penalaran penulis mengenai isu pelemahan KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “maka” dan “bahkan”. Kalimat C6.2 dan C6.3 Penulis memberikan penalaran bahwa DPR sejak awal telah memberikan tekanan terhadap KPK dengan membatasi keleluasaan KPK dalam menyelidiki kasus korupsi. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “misalnya” dan “juga”. Pada kalimat C6.4, penulis menunjukkan contoh polri yang kerap bermanuver ketika
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
40
C7.1 Keterlibatan institusi dalam upaya melindungi diri secara satire pernah dikritik oleh budayawan Emha Ainun Najib dalam bukunya Kiai Bejo, Kiai C7.2 Untung, dan Kiai Hoki. Dalam tulisannya ia menyebut, “Kita adalah masyarakat yang melarang siapa C7.3 pun melakukan korupsi, kecuali kita kecipratan. C7.4 Kita tidak ikhlas ada KKN, kalau tidak dilibatkan di dalamnya. Korupsi tidak haram asalkan yang melakukan adalah keluarga kita sendiri, bapak kita, tokoh parpol kita, atau ulama panutan kita”. C8.1 Begitulah tabiat sebuah habitus korup, selalu diwarnai sikap culas, tidak jujur, C8.2 tidak lurus hati. Etika selalu dicampakkan, dikunci rapatrapat di dalam laci.
V
V
V V
V V
anggotanya bersinggungan dengan KPK. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “adapun”. Kalimat C7.1 merupakan pembenaran dari kalimat C6.1, bahwa bahwa sebuah badan akan melindungi diri secara satire, seperti yang diungkapkan pada buku seorang budayawan. Kalimat C7.2, C7.3 dan C7.4 merupakan lanjutan pembenaran dari kalimat C7.1. bagian ini memaparkan alasan membudayanya habitus korupsi.
Pada kalimat C8.1 dan C8.2, penulis memaparkan fakta berbagai sikap yang mengesampingkan etika.
123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
42
C9.1 Adapun etika (ethics) sendiri mengandung pengertian sebagai pedoman yang berisikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi, yang di dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi si pelaku sebagaimana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya. C9.2 Sehingga peranannya pada sesuatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu (Bertens, 2001, MagnisSuseno, 1987). C10.1 Oleh karena itu, ketegangan KPK vs Polri tidak saja melemahkan upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, tetapi juga akan melemahkan institusi Polri itu sendiri di mata rakyat.
V
Kalimat C9.1 merupakan pembenaran yang menjelaskan defiisi dari kata “etika” oleh seorang pakar. Kalimat C9.2 merupakan pembenaran yang berdasar pada pendapat seorang pakar.
V
V
Kalimat C10.1 merupakan penalaran penulis yang megungkap dampak ketegangan KPK vs Polri. Penalaran ditandai dengan adanya frasa “oleh karena itu”, “tidak saja”, dan “tetapi juga”. Kalimat C10.2 merupakan
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C10.2 Padahal, beberapa waktu lalu, publik “dicerahkan” oleh hadirnya Bripda Taufik Hidayat, polisi muda di Kabupaten Sleman DIY, yang sederhana, tulus, dan gigih.
C10.3 Kehadiran Bripda Taufik seolah menjadi antitesis rekening gendut pejabat Polri yang sebelumnya santer terdengar.
V
V
elemen sanggahan dari kalimat C10.1, dengan adanya piranti kohesi “padahal”. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “padahal”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa bangsa Indonesia saat ini begitu bebas dalam berpendapat hingga mengesampingkan kesantunan berbahasa, ini bertolak belakan dengan citra bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang santun . Kalimat C10.3 merupakan penalaran penulis yang menilai sosok Bripda Taufik Hidayat, yang ditandai dengan adanya frasa penalaran “seolah menjadi”.
125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
C11.1 Maka, menjadi sangat penting ucapan Presiden Joko Widodo dalam menengahi perseteruan KPK vs Polri, agar kedua belah pihak menjunjung tinggi wibawa sebagai institusi penegak hukum.
V
C11.2 Kedua belah pihak mesti lapang dada, seyogianya ada anggotanya yang terlibat dalam tindak korupsi.
V
V C11.3 Sangat tidak elok jika perseteruan itu berlarut-larut dipertontonkan. C11.4 Jika itu terus terjadi, hanya akan semakin membukakan mata rakyat siapa yang berbasi-basi memberantas korupsi di negeri ini. (*)
V
Kalimat C11.1 merupakan penalaran penulis betapa pentingnya peran Jokowi. Kalimat C11.2 dan C11.3 merupakan penalaran akan patutnya sebuah lembaga untuk patuh hokum dan tidak berlarut-larut berseteru. Penalaran ditandai dengan adanya kata “seyogianya” dan “jika”. Kalimat C11.4 merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak KPK juga Polri harus transparan dan menjunjung tinggi wibawa sebagai institusi penegak hukum agar dapat memberantas korupsi, namun bila tidak tidak demikian,
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
masyarakat akan menilai pemberantasan korupsi sebatas basa-basi.
44
45
Penulis: Sumarsih Latar sosial: Peneliti Alwi Research & Consulting / Alumnus Fisipol UGM Judul Wacana: Menimbang Wacana Perppu Imunitas KPK D1.1 Terasa menarik, menyikapi wacana yang berkembang terkait vis a vis yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). D1.2 Yaitu, dorongan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) yang memberikan kekebalan hukum (imunitas) bagi penyidik maupun pimpinan KPK. D2.1 Alasannya, agar pelemahan terhadap KPK yang pada akhirnya berimbas pada terhambatnya pemberantasan korupsi di
Kalimat D1.1 merupakan pernyataan penulis yang tertarik terhadap perkembangan kasus KPK vs Polri hingga dorongan agar Jokowi mengeluarkan Perppu bagi KPK. Pada kalimat D1.2, penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa Jokowi didorong untuk mengeluarkan Perppu imunitas bagi KPK.
V
V
V
Kalimat D2.1 merupakan penalaran mengapa perlu dibuat Perppu bagi KPK.
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
negara ini, bisa dihindari.
46
D2.2 Secara logika, wacana tersebut bisa saja terealisasi bila dukungan publik terhadap KPK terus menguat. D2.2 Demikian juga bila Presiden mempunyai political will dan political action yang kuat terhadap komitmen pemberantasan korupsi. D.3.1 Namun demikian, penting juga untuk mempertimbangkan aspek konstitualitas dikeluarkannya Perppu itu sendiri. D3.2 Sebab, sebagaimana ketetapan konstitusi, Perppu akan sah demi hukum bila memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang. D3.3 Di antaranya, dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu bahwa Presiden berhak mengeluarkan Perppu hanya bila terjadi kondisi “ihwal kegentingan yang memaksa”.
Penalran ditandai dengan adanya kata “alasannya”. Kalimat D2.1 dan D2.3 merupakan penalaran penulis mengenai wacana Imunitas KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “secara logika”, “bila” dan “demikian juga”.
V
V
V
V
V
Kalimat D3.1 dan D3.2 merupakan penalaran mengenai pentingnya menpertimbangkan aspek konstitualitas perppu. penalaran ditandai dengan adanya kata “penting juga untuk mempertimbangkan”, “sebab”, dan “bila”. Kalimat D3.3 merupakan pembenaran yang merujuk pada UUD 1945. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “di antaranya dijelaskan dalam”.
128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
48
D4.1 Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004), menguraikan “ihwal kegentingan yang memaksa” adalah syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan Presiden dalam mengeluarkan Perppu. D4.2 Dengan kata lain, Perppu yang dikeluarkan tanpa mempertimbangkan ketentuan “ihwal kegentingan yang memaksa”, sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, akan berpotensi bisa batal demi hukum (null van void). D5.1 Pada konteks ini, penting mengaitkan ketentuan hak prerogratif Presiden dalam hal mengeluarkan Perppu (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945) dengan Pasal 21 ayat (5) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
V
V
V
V D5.2 Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pimpinan KPK bekerja secara kolektial
Kalimat D4.1 merupakan pendukung yang memperkuat pernyataan mengenai ihwal kepentingan yang memaksa sebuah Perppu. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu penjelasan mengenai sebuah teori. Kalimat D4.2 merupakan penalaran dari sebuah pasal yang terdapat pada UUD 1945.
Kalimat D5.1 merupakan penalaran penulis mengenai pentingnya mengaitkan hak prerogratif presiden dalam mengeluarkan perppu, yang ditandai dengan kata dan frasa “penting mengaitkan” dan “tentang”. Kalimat D5.2 merupakan pembenaran kalimat D5.1. Kalimat D5.3 merupakan
129
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
D5.3 kolegial. Artinya, segala bentuk pengambilan maupun penetapan kebijakan-kebijakan penting dilakukan secara bersama-sama oleh jajaran pimpinan institusi, dalam hal ini pimpinan KPK. D6.1 Maka, “ihwal kegentingan yang memaksa” terkait kondisi KPK, bila mengacu pada Pasal 21 ayat (5) UU KPK tersebut, dapat dimaknai sebagai kondisi di mana pimpinan KPK tidak dapat lagi menetapkan kebijakan-kebijakan penting KPK yang menyangkut fungsi dan D6.2 kewenangannya dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Sehingga bila dikaitkan dengan kondisi KPK kekinian, meskipun jajaran pimpinan KPK aktif yang tersisa hanya tinggal tiga orang, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen, akan tetapi ketentuan konstitutif “ihwal kegentingan yang memaksa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) UU KPK belum dapat terpenuhi.
V
V
V
penalaran penulis mengenai siapa yang dimaksud dalam pasal yang disebut kalimat D5.1, yang ditandai dengan adanya kata “artinya”. Kalimat D6.1 dan D6.2 merupakan alasan penulis berupa penalaran mengenai pasal-pasal yang mengatur kewenangan KPK. Penalaran ditandai tersebut ditandai dengan adanya kata “maka”, “bila”, “sehingga”, “yaitu”, dan “sebagaimana dimaksud dalam”.
130
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
51
D7.1 Faktanya, dengan jumlah pimpinan KPK aktif tiga orang, keputusan maupun kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan KPK tetap sah secara hukum mengingat dalam UU KPK, utamanya Pasal 21 ayat (5) hanya menekankan D7.2 frasa “Pimpinan KPK” dan “Kolektif kolegial”. D7.3 Sama sekali tidak menyebutkan frasa “Pimpinan lengkap KPK”. Ini berarti memberikan celah terhadap ketentuan jumlah pimpinan KPK aktif D7.4 yang berada di dalam institusi KPK untuk dapat menetapkan kebijakan tertentu. Sebab, keputusan yang ditetapkan oleh tiga atau empat pimpinan aktif keduanya telah memenuhi ketentuan konstitutif yang termaktub dalam frasa “Pimpinan KPK” dan “Kolektif kolegial”. D8.1 Mengakhiri uraian ini, penulis sepakat bahwa upaya pelemahan yang kerap terjadi terhadap KPK mutlak diakhiri.
V
D8.2 Bahkan, bila perlu KPK harus diperkuat
V
V V
V
V
Kalimat D7.1 dan D7.2 merupakan penalaran penulis mengenai keabsahan keputusan yang ditetapkan KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “faktanya” dan “mengingat”. Kalimat D7.3 dan D7.4 merupakan penalaran penulis terhadap celah yang memungkinkan KPK untuk menetapkan kebijakan dengan jumlah pimpinan yang terbatas. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “ini berarti”dan “sebab”.
Kalimat D8.1 dan D8.2 merupakan penalaran penulis mengenai kondisi KPK yang patut diperkuat. Penalaran ditandai dengan adanya kata
131
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebagaimana janji politik Presiden Jokowi di masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres) lalu. D8.3 Akan tetapi, tentunya harus dilakukan dengan mekanisme-mekanisme yang sesuai dengan ketentuan konstitusi mengingat negara ini adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945). D8.4 Dengan begitu, potensi terjadinya kegaduhan-kegaduhan hukum berikutnya bisa dihindari. (*)
Penulis: Nadhiroh Latar sosial: Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Judul Wacana: Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka Untuk Saingi
V
V
V
“sepakat”, “mutlak”, “bahkan”, dan “bila”. Kalimat D8.3 merupakan penalaran penulis mengenai kebijakan yang harus sesuai dengan konstitusi, yang ditandai dengan adanya kata “tentunya” dan “mengingat”. Pada kalmiat D8.3 terdapat modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini. Kalimat D8.4 merupakan penalaran kesimpulan penulis. Pada kalimat E1.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta adanya rekasi masyarakat terkait kotrak antara salah satu PT asal
132
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
E1.1
E1.2
53
E2.1
E2.2
54
E3.1
Proton Penandatanganan nota kesepahaman/ Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) Indonesia dengan pabrikan asal Malaysia, Proton, pada Jumat (6/2), menuai reaksi. Muncul berbagai komentar di media massa, di media sosial (medsos) maupun sekadar obrolan di kampung-kampung. Seperti diberitakan Tribun Jogja, Minggu (8/2), Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin, menjelaskan bahwa kerja sama itu bukan untuk membuat mobil nasional (Mobnas). Kerja sama itu hanya sekedar kesepakatan antara private to private (B to B, atau Business to Business), bukan keputusan pemerintah Indonesia. Penulis melihat dan menilai wajar jika sebagian masyarakat langsung memberikan reaksi baik lewat update status di medsos, komentar-komentar sampai perbincangan di masyarakat.
V
Indonesia dengan pabrikan Malaysia pada 6 Februari. Kalimat E1.2 merupakan pernyataan penulis mengenai fakta timbulnya reaksi dimasyarakat.
V
V
V
V
Kalimat E2.1 dan E2.2 merupakan hasil pengamatan penulis mengenai penjelasan kerja sama oleh Menteri Perindustrian, yang diberitakan suraat kabar pada minggu lalu.
Kalimat E3.1 dan E3.2 merupakan penalan dan kemakluman penulis mengenai reaksi yang timbul di masyarakat. Penalaran ditandai
133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E3.2
E3.3
55
E4.1
E4.2
E4.3
56
E5.1
Reaksi itu bisa jadi sebagai sebuah bentuk kepedulian, kritik dan keprihatinan. Di benak sebagian masyarakat, jika berbicara mobil nasional, yang akan terbersit adalah Mobil Esemka. Di dalam ulasan berita Minggu kemarin, Tribun Jogja menyampaikan sejarah sebagian mobil nasional yang dikembangkan di Indonesia. Salah satu mobil yang ramai dibicarakan beberapa tahun terakhir adalah Mobil Esemka yang muncul pertama kali tahun 2009. Mobil ini kemudian menjadi sorotan di awal tahun 2012 saat Wali Kota Solo, Joko Widodo (Jokowi) menggunakannya sebagai mobil dinas. Saat ramai-ramainya Mobil Esemka dibicarakan, penulis yang waktu itu masih menjadi wartawan bersama rekanrekan seprofesi di kantor berkesempatan ikut menyusun buku yang berjudul SMK
V
V
V
V
V
V
dengan adanya frasa “melihat dan menilai” dan “bisa jadi”. Kalimat E3.3 merupakan pernyataan penulis mengenai tanggapan masyarakat mengenai asosiasi dari kata mobil nasional. Kalimat E4.1 merupakan pernyataan penulis mengenai mobil nasional yang dibahas Tribun Jogja. Kalimat E4.2 dan E4.3 merupakan alasan penguat kalimat E4.1, dengan menyebut mobil Esemka yang sempat digunakan Jokowi sebagai mobil dinas ketika menjabat sebagai wali kota. Kalimat E5.1 merupakan pernyataan penulis bahwa dirinya pernah ikut menyusun buku mengenai SMK. Kalimat E5.2 dan E5.3
134
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E5.2 E5.3
E5.4
57
E6.1
E6.2
E6.3
Bisa Inspirasi Sekolah Kejuruan di Solo untuk Indonesia Penerbit Metagraf Solo. Pada tahun itu, Mobil Esemka benarbenar menjadi sorotan dan hangat dibicarakan. Terlepas adanya pro kontra tentang Mobil Esemka, ada secercah harapan bagi siswa-siswa SMK bahwa karya mereka mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Menjadi kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri jika mereka mampu berkarya dan barangkali kelak suatu saat mampu menjadi tuan di rumahnya sendiri. Jajaran PT SMK yang memproduksi Mobil Esemka harus terus berinovasi membuat karya-karya yang berkualitas dan siap bersaing di pasaran. Persaingan yang semakin ketat di dunia otomotif diharapkan semakin memacu PT SMK yang ingin menghasilkan produk orang Indonesia yang benar-benar diakui. Konsumen semakin cerdas untuk memilih dan memilah produk-produk
V V
V
V
V
V
merupakan pernyataan penulis mengenai mobil SMK menarik perhatian masyarakat. Kalimat E5.4 merupakan penalaran penulis mengenai mobil nasional. Penalaran ditandai dengan adanya kata “jika” dan “barangkali”.
Kalimat E6.1 dan E6.2 merupakan penalaran penulis mengenai masa depan PT SMK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “harus” dan “diharapkan”. Kalimat E6.3 merupakan pernyataan penulis mengenai konsumen yang semakin cerdas dan selektif dalam
135
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
E7.1
yang berkualitas dengan harga yang relatif lebih murah.
memilih produk.
Perlu dukungan Untuk mengangkat (kembali) popularitas Mobil Esemka tentunya perlu dukungan banyak pihak.
Pada kalimat E7.1 terdapat modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini. Kalimat E7.2 merupakan penalaran penulis mengenai dibutuhkannya dukungan pemerintah untuk memajukan mobil Esemka. Penalaran ditandai dengan adanya kata “jika”. Kalimat E7.3 dan E7.4 merupakan alasan yang menguatkan kalimat E5.1. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya frasa “pemerintah dapat”.
V
E7.2
Pertama, pemerintah. Banyak yang bisa dilakukan pemerintah jika memiliki komitmen yang tinggi memajukan Mobil Esemka.
V
E7.3
Melalui kekuasaan dan kekuatan, pemerintah dapat membuat aturan tentang penggunaan Mobil Esemka bagi para pejabat baik di tingkat pusat sampai daerah. Aturan penggunaan Mobil Esemka juga harus melalui prosedur yang baik dan benar sesuai mekanisme yang ada.
V
E7.4
V
136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
E7.5
Tentunya, dalam hal ini spesifikasi, performa dan standar Mobil Esemka harus terpenuhi dulu untuk kebutuhan para pejabat tersebut.
E8.1 E8.2
Kedua, pengusaha. Dukungan kalangan pengusaha bagaimanapun sangat diperlukan demi kemajuan Mobil Esemka. Akses yang dimiliki para pengusaha dapat digunakan untuk memasarkan Mobil Esemka.
E8.3
E8.4
Pengusaha mempunyai jaringan yang luas.
V
V V
V
V
V
Kalimat E7.5 terdapat modal penanda kepastian ditandai dengan penyebutan kata “tentunya”, yang mengindikasikan bahwa pernyataan yang dijelaskan penulis adalah sesuatu yang pasti ia yakini. Kalimat E8.1 dan E8.2 merupakan penalaran penulis mengenai pihak yang perlu mendukung mobil Esemka. Kalimat E8.3 merupakan alasan berupa penalaran mengenai strategi pasar Mobil Esemka. Penalaran ditandai dengan adanya frasa “dapat digunakan”. Kalimat E8.3 merupakan pembenaran umum.
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
61
E9.1 E9.2
Ketiga, masyarakat pengguna (user). Apabila Mobil Esemka sudah mampu bersaing dengan produsen-produsen mobil lain dalam hal kualitas dan harga, masyarakat pengguna sebagai konsumen tentunya mempertimbangkan keberadaan E9.3 Mobil Esemka. Selain itu, perlu ditanamkan agar E9.4 masyarakat tidak malu atau gengsi menggunakan Mobil Esemka. E9.5 Harus ditumbuhkan agar mereka merasa E9.6 bangga dan bahagia dengan hasil karya anak bangsa. Cinta produk dalam negeri. Tak dipungkiri kehadiran mobil-mobil tertentu akan menaikkan status sosial dan demi gengsi atau pertimbanganpertimbangan lainnya, sebagian konsumen akan memilih mobil-mobil dengan merek tertentu. E10.1 Terangkatnya popularitas Mobil Esemka tentunya dengan diiringi sebuah asa agar produk-produknya semakin diminati di E10.2 negeri sendiri.
V V
V V V V
V
V
Kalimat E9.1 dan E9.2 merupakan penalaran penulis mengenai pertimbangan masyarakat mengenai mobil Esemka. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “apabila”. Kalimat E9.3, E9.4, dan E9.6 merupakan penalaran untuk menamankan rasa bangga dan tidak malu terhadap karya anak bangsa. Penalaran ditandai dengan adanya kata “selain itu”, “agar”, dan “tak dipungkiri”. Kalimat E9.5 merupakan pembenaran umum.
Kalimat E10.1 dan E10.2 merupakan penalaran penulis mengenai harapan akan semakin diminatinya produk
138
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E10.3 Selamat berjuang Mobil Esemka. Mari kita nantikan gebrakan pemerintah dalam memajukan produk mobil buatan orang Indonesia di dalam negeri. (*)
62
F1.1
F1.2
63
F2.1
F2.2
Penulis: Baharuddin Kamba Latar Sosial: Aktivis Jogja Police Watch Judul: Berbagai Implikasi Pasca-Vonis Praperadilan BG Lebih dari satu bulan, perhatian sebagian masyarakat Indonesia tertuju pada perseteruan antara dua lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Lebih dari satu bulan itu pula publik menunggu ketegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas konflik ini. Hingga kini, Presiden Jokowi pun belum mengambil tindakan nyata untuk mengakhiri kekisruhan antara dua lembaga negara yang sama-sama perlu diselamatkan tersebut.
V
V
V
V
V
dalam negeri. Kalimat E10.3 merupakan harapan akan peran pamaerintah dalam memajukan produk dalam negeri.
Pada kalimat F1.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta berupa peristiwa perseteruan antara KPK dan Polri yang menyita perhatian masyarakat. Pada kalimat F1.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta bahwa public menunggu ketegasan Jokowi. Pada kalimat F2.1 dan F2.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta bahwa Jokowi belum mengambil sikap untuk
139
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
F3.1
F3.2 F3.3
65
F4.1 F4.2
F4.3
Janji Presiden Jokowi akan mengambil keputusan pada pekan lalu juga tidak terbukti, dengan berbagai macam alasan. Dalam perjalanan lebih sebulan itu juga, sejak KPK menetapkan calon Kapolri, Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka, ada banyak perlawanan luar biasa. Termasuk, gugatan praperadilan atas penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan. Sidang gugatan praperadilan pun digelar selama tujuh hari, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan berakhir Senin (16/2) kemarin, dengan kemenangan pihak Budi Gunawan. Memang secara normatif KUHAPidana tidak mengatur gugatan praperadilan atas penetapan tersangka. Jika kita merujuk aturan yang ada, dasar praperadilan adalah Pasal 1 angka 10, Pasal 77, Pasal 80, dan Pasal 95 KUHAPidana, objek praperadilan hanya enam hal. Keenam objek itu adalah: sah
mengatasi perseteruan yang terjadi antra KPK dengan Polri. Kalimat F3.1 merupakan pernyataan penulis mengenai fakta munculnya reaksi perlawanan. Kalimat F3.2 merupakan alasan penulis dengan menujukkan contoh reaksi perlawanan. Kalimat F3.3 merupakan pernyataan penulis atas fakta perkembangan kasus BG.
V
V V
V V
V
Kalimat F4.1, F4.2 dan F4.3 merupakan pembenaran umum yang merujuk pada pasal-pasal yang terdapat pada KUHPidana sebagai dasar hukum. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “secara normatif”, “dasar praperadilan
140
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
67
F5.1
atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penyidikan, sah atau tidaknya penuntutan, mekanisme meminta ganti rugi, dan mekanisme rehabilitasi nama baik. Jadi, penetapan tersangka, menurut aturan hukumnya, bukan objek gugatan praperadilan.
adalah”, dan “Keenam objek itu adalah”.
V
F5.2
Namun, layak kita hargai adanya perbedaan pendapat di tengah masyarakat dan menjadi hak setiap warga negara mengajukan gugatan praperadilan.
V
F6.1
Adapun hal-hal yang menjadi keberatan pihak Budi Gunawan sehingga mengajukan gugatan praperadilan di antaranya, menurut kuasa hukum Budi Gunawan KPK tak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan atas kliennya dengan alasan pada waktu Budi Gunawan disangkakan melakukan tindak
V
Kalimat F5.1 merupakan penalaran penulis dari kalimat F4.2, yang ditandai dengan adanya kata “jadi”. Kalimat F5.2 merupakan penalaran penulis akan perbedaan pendapat di masyarakat yang layak untuk dihargai. Penalaran ditandai dengan adanya kata “layak”. Kalimat F6.1 dan F6.2 merupakan bukti-bukti khusus yang menunjukkan bentuk keberatan pihak BG terhadap tuduhan yang ditujukan kepada BG. Alasan dengan menunjukkan contoh ditandai dengan adanya kata dan frasa
141
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
F6.2
68
F7.1
F7.2
69
F8.1
F8.2
pidana korupsi, dia menjabat kepala Biro Pembinaan Karier pada Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri. Pada jabatan saat itu, Budi Gunawan bukan termasuk penyelenggara negara. Atas beberapa keberatan yang disampaikan pihak BG, penulis ingin mengajak diskusi bersama di ruang opini Tribun Jogja ini. Sebagai bahan belajar kita bersama untuk mengamati proses hukum yang sudah diketuk palu oleh hakim tunggal, Sarpin Rizaldi, yang mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Budi Gunawan. Pertama, soal jabatan Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier pada Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri, di mana kuasa hukum BG menyatakan BG bukan termasuk sebagai penyelenggara negara. Jika bukan termasuk penyelenggara negara, Budi Gunawan dalam menjalankan fungsinya kala itu mengatasnamakan apa?
V
“di antaranya” dan “saat itu”.
V
Kalimat F7.1 dan F7.2 merupakan pernyataan ajakan penulis untuk berdiskusi mengenai peristiwa yang menjerat BG ke dalam kasus hukum.
V
V
V
Kalimat F8.1 merupakan penalaran penulis mengenai kedudukan BG. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “pertama”, lalu penulis menjabarkan penalarannya. Kalimat F8.2 merupakan sanggahan dari kalimat F8.1, dengan ditemukannya piranti
142
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
F8.3
Jika kita merujuk Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F9.1
Selanjutnya, dalam Pasal 2 Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 dijelaskan siapa-siapa saja yang termasuk penyelenggara negara. Kemudian pengertian pegawai negeri dan pejabat Negara dipertegas dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
F9.2
V
V
V
kohesi “jika”. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG mengelak bahwa kala menjalankan tugasnya, BG bukanlah bertindak sebagai penyelenggara Negara, namun pembelaan tersebut bertentangan dengan pasalpasal yang disebutkan pada kalimat di atas. Kalimat F9.1, F9.2, dan F.93 merupakan pembenaran, sebab kalimat ini merujuk pada kaidah-kaidah umum berupa pasal-pasal yang ada dalam UUD 1945. Pembenaran ditandai dengan adanya frasa “dalam pasal”, “dipertegas dalam”, dan “menurut pasal”
143
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
72
pokok Kepegawaian. F9.3 Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pegawai negeri terdiri dari pegawai negeri sipil, anggota TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tanpa pemeriksaan F11.1 Selanjutnya, penetapan tersangka Budi Gunawan tanpa ada pemeriksaan terlebih dahulu juga dipersoalkan BG. F11.2 Jika pihak Budi Gunawan melihat secara jeli atas penangkapan serta penetapan tersangka terhadap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), yang dilakukan para penyidik dari Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu, jelas itupun tanpa didahului pemeriksaan terhadap BW. F12.1 Kini, beban dan tugas hakim tunggal PN Jaksel, Sarpin Rizaldi, telah selesai sesudah dia membacakan vonis praperadilan itu. F12.2 Penulis memprediksi akan muncul
lalu diperjelas dengan menerangkan isi pasal.
V
V
V
V
V
Kalimat F11.1 merupakan pernyataan penulis yang memeparkan fakta hal yang menjadi keberatan BG. Kalimat F11.2 merupakan sanggahan dari kalimat F11.1, dengan ditemukannya piranti kohesi “jika”. Sanggahan itu untuk memperjelas bahwa BG perlu mengingat bahwa BW penah mendapatkan perlakuan penangkapan tanpa peyidikan oleh Bareskrim. Kalimat F12.1 dan F12.2 merupakan penalaran penulis terhadap munculnya implikasi setelah BG dijatuhi vonis. Penalaran ditandai
144
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
banyak implikasi pascavonis memenangkan Budi Gunawan.
yang
denganadanya kata “memprediksi”.
73
F13.1 Pertama, para tersangka kasus dugaan korupsi, termasuk di Yogyakarta, bisa jadi akan berduyun-duyun melakukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang ditetapkan oleh kejaksaan maupun kepolisian.
V
74
F14.1 Kedua, semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh para penyidik kasus dugaan korupsi baik di tingkat nasional maupun daerah akan mengalami penururan signifikan. F14.2 Ketiga, Presiden Jokowi yang lamban dalam mengambil keputusan atas sengkarut ini bisa juga akan tidak secepat kilat mengambil sebuah keputusan pascavonis gugatan praperadilan yang dimenangkan oleh kubu Budi Gunawan. (*)
V
V
Kalimat F13.1 merupakan penalaran penulis mengenai potensi adanya implikasi pasca vonis BG. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “pertama”, lalu penulis menjabarkan penalarannya. Kalimat F14.1 dan F14.2 merupakan penalaran penulis mengenai potensi adanya implikasi pasca vonis BG, sehingga semangat memberantas korupsi menurun dan Jokowi lamban mengambil keputusan. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata “kedua”, lalu penulis menjabarkan penalarannya.
145
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
76
Penulis: Mardiyanto Latar Sosial: Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center Judul: Daulat Hukuman Mati Di G1.1 Indonesia Ketegangan hubungan IndonesiaAustralia sedikit mereda setelah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyatakan penundaan eksekusi hukuman mati dua warga negara Australia, Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33). G1.2 Meskipun Kalla menegaskan penundaan tersebut karena masalah teknis, tetapi dugaan ada tekanan dari pemerintah Australia agar eksekusi hukuman mati ditunda, atau dibatalkan, sulit dielakkan. G2.1 Apalagi keputusan ini diambil setelah pemerintah Australia menyerang pemerintah Indonesia bertubi-tubi, termasuk komentar pedas Perdana Menteri (PM) Austaralia, Tony Abbot, yang mengungkit bantuan pemerintahnya pasca-tsunami Aceh 2004 silam.
V
V
V
Pada kalimat G1.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta ketegangan antara Indonesia dengan Aurtralia yang mulai mereda. Kalimat G1.2 merupakan penalaran penulis mengenai adanya tekanan dari pihak Australia, yang ditandai dengan adanya .kata “meskipun” dan “tetapi”.
Kalimat G2.1 merupakan penalaran penulis yang mengemukakan bahwa Amerika Serikat memberi tekanan terhadap Indonesia. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata
146
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“apalagi”, lalu penulis menjabarkan penalarannya. 77
79
G3.1 Penundaan eksekusi hukuman mati, secara teoritis, jelas tidak menguntungkan bagi penegakan hukum di Indonesia. G3.2 Lawrence M. Friedman, seorang pakar hukum pidana Amerika Serikat (AS) mengemukakan bahwa hukuman dengan ancaman hukuman mati dapat bekerja secara efisien di beberapa masyarakat yang menggunakan hukuman tersebut secara cepat, tanpa ampun dan frekuensinya baik. G3.3 Hukuman mati tidak dapat bekerja dengan baik di Negara yang pelaksanaannya berlangsung lamban dan bersifat kontroversi. G4.1 Merujuk pemikiran Friedman tersebut, pemerintah mesti tetap berada pada jalur “rel” yang benar, yakni melaksanakan eksekusi hukuman mati tanpa terpengaruh oleh pihak-pihak asing, G4.2 khususnya negara asal terpidana. Sikap semacam ini perlu dilakukan untuk
V
V
V
V
V
Kalimat G3.1 merupakan pernyataan penulis yang menganggap penundaan hukum tidak menuntungkan Indonesia. Kalimat G3.2 dan G3.3 merupakan pendukung pernyataan yang diambil dari pemikiran salah seorang pakar hukum asal Ameika. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu penjelasan mengenai sebuah teori. Kalimat G4.1 merupakan penalaran penulis yang menganjurkan pemerintah tetap mengeksekusi tanpa terpengaruhi pihak asing. Kalimat G4.2 merupakan pembenaran mengenai
147
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menegakkan Indonesia. 80
81
kedaulatan
hukum
G5.1 Landasan pemerintah dalam melakukan eksekusi hukuman mati kuat karena memiliki dasar hukum tetap : selain tercantum di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) juga tercantum di dalam perundangan yang lain, antara lain Undang-undang (UU) No G5.2 22 tahun 1997 tentang Narkotika, dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Meskipun memiliki landasan hukum kuat, harus diakui, praktik hukuman mati selalu menuai pro dan kontra, termasuk di dalam negeri sendiri.
G6.1 Jika melihat akar sejarahnya, praktik hukuman mati tidak dapat dilepaskan dari pemikiran Emanuel Kant yang dikenal dengan teori pembalasan yang menyatakan bahwa tujuan hukuman adalah suatu pembalasan, di mana siapa G6.2 yang membunuh harus dibunuh pula.
ketegasan dalam hal menegakkan hukum. V
V
V
V
Kalimat G5.1 merupakan pembenaran umum yang merujuk pada KUHP. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “tercantum di dalam”, “juga tercantum”, dan “antara lain”. Kalimat G5.2 merupakan alasan hukuman mati yang hingga saat ini belum dapat ditegakkan. Alasan berupa penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “meskipun”, “harus diakui”, dan “termasuk”. Kalimat G6.1 dan G6.2 merupakan kalimat pendukung, sebab pada kedua kalimat ini merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh para pakar. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama pakar lalu
148
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
G7.1
G7.2
83
G8.1
G8.2
Sejalan pula dengan teori Ludwig Feurbach (1845) menghendaki hukuman itu harus dapat menakutkan seorang supaya tidak melakukan kejahatan (efek jera), yang dikenal dengan teori menakutnakuti. Sementara itu, sebagian kalangan yang mengecam hukuman mati lebih didasarkan pada aspek kemanusiaan dan progres hukum internasional saat ini. Pidana mati telah merampas hak paling dasar manusia yaitu “hak hidup” dan meniadakan kemungkinan untuk bertobat, padahal hukuman adalah proses untuk mendidik dan memperbaiki kehidupan si terpidana. Negeri Belanda sendiri, yang merupakan kiblat dari hukum Indonesia, sejak 1870 telah menghapuskan hukuman mati. Tetapi hal ini tidak diikuti oleh daerah koloninya, termasuk Hindia Belanda (Indonesia) ketika itu, karena pemerintah kolonial menganggap hukuman mati harus dipertahankan dalam keinginan
penjelasan mengenai sebuah teori.
V
V
V
V
Kalimat G7.1 dan G7.2 merupakan kalimat sanggahan. Adanya frasa “sementara itu” dan “padahal” membuat kedua kalimat ini bertentangan dari kalimat yang diuraikan sebelumnya.
Kalimat G8.1 merupakan pernyataan yang menunjukkan bukti khusus bahwa Belanda telah menghapus hukuman mati. Kalimat G8.2 menyebutkan bahwa daerah koloni tidak ikut serta menghapus hukuman
149
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
untuk melindungi kepentingan politiknya.
84
G9.1
G9.2 G9.3
G9.4
85
G10.1
Dua konsep hukuman Dalam latar hukum di Indonesia, sejatinya terdapat dua konsep hukuman yang diterapkan. Satu sisi sebagai bentuk pemasyarakatan. Artinya, terpidana merupakan warga binaan yang berada di dalam pengawasan lembaga pemasyarakatan (Lapas), mereka adalah terpidana yang diusahakan dapat diperbaiki, dibina dan diberi bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Satu sisi lainnya, para terpidana yang mendapat hukuman maksimalatau berat, yakni hukuman mati karena melakukan kejahatan “luar biasa” dan sah secara undang-undang dipidana hukuman mati. Dengan merujuk dua hal tersebut, pemerintah perlu menentukan sikap yang
mati, ini bertolak belakang dengan pernyataan kalimat G8.1. Kalimat sanggahan juga ditandai dengan adanya piranti kohesi “tetapi”. V V V
Kalimat G9.1, G9.2, G9.3, dan G9.4 merupakan pembenaran mengenai hukuman yang berlaku di Indonesia, yang mana terdapat dua konsep hukuman. Pembenaran ditandai denganadanya kata “sejatinya” dan “artinya” lalu penulis menjabarkan maksudnya.
V
V
Kalimat G10.1 merupakan penalaran penulis mengenai
150
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
87
tegas tentang apa yang menjadi tujuan dari hukuman itu, adakah dengan maksud efek jera ataukah untuk memperbaiki si pelaku kejahatan? G11.1 Jika tujuan hukuman adalah memberi efek jera, sudah barang tentu hukuman mati adalah sebuah bentuk perlindungan G12.1 negara terhadap pelaku kejahatan. Tidak bisa dianggap lagi sebagai bentuk pelanggaran.
G13.1 Oleh karena itu, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla bertindak secara cepat, cermat, dan efektif untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum terpidana mati, jangan sampai tertunda G13.2 hanya karena masalah teknis. Apalagi tertunda gara-gara tekanan dari pihak asing. (*)
sikap pemerintah. Penalaran ditandai denganadanya kata “merujuk” dan “perlu”. V
V
V
V
Kalimat G11.1 dan G11.2 merupakan penalaran penulis mengenai bagaimana pemerintah seharusnya tegas dalam menetapkan sebuah hukuman. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata dan frasa “jika” dan “tidak bisa dianggap”, lalu penulis menjabarkan penalarannya. Kalimat G13.1 dan G 13.2 merupakan penalaran penulis mengenai apa yang menjadi koreksi Jokowi-JK. Penalaran ditandai dengan adanya frasa “oleh karena itu” dan “apalagi”.
151
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
H1.1
H1.2
89
H2.1
H2.2
Peulis: Pangki T Hidayat Latar Sosial: Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education Judul: Mewaspadai Pelemahan UU KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya benar-benar sedang berada dalam fase ujian terberatnya di periode Pemerintahan Jokowi Widodo- Jusuf Kalla (Jokowi- JK) saat ini. Setelah upaya kriminalisasi terhadap jajaran pimpinan KPK berbuah hasil dengan ditetapkannya dua pimpinan KPK sebagai tersangka, eksistensi KPK kembali terancam. Kali ini oleh ulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yang berencana mengutakatik kewenangan KPK melalui amandemen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Manuver itu disiapkan oleh DPR dengan
V
V
V
V
Kalimat H1.1 merupakan pernyataan mengenai kendala yang tengah dialami KPK. Penulis memberikan pernyataan bahwa saat ini, KPK tengah dalam fase ujian terberatnya Kalimat H1.2 merupakan pernyataan mengenai peristiwa yang tengah dialami oleh dua pimpinan KPK.
Pada kalimat H2.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta bahwa DPR berupaya mengutak-atik kewenangan KPK. H2.2 dan H2.3 merupakan pernyataan mengenai fakta yang menjelaskan upaya DPR
152
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H2.3
90
H3.1
H3.2
H3.3
91
H4.1
memasukkan rencana amandemen UU KPK ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR periode 20142019. Total terdapat 159 rancangan undangundang (RUU) yang masuk daftar Prolegnas dan 37 RUU di antaranya akan menjadi prioritas diselesaikan pada tahun ini. Publik tentu patut mewaspadai manuver DPR terkait rencana amandemen UU KPK tersebut. Sebab, menurut salah satu pimpinan KPK, Zulkarnaen, UU KPK masih relevan dan memadai untuk diterapkan pada saat ini. Dengan kata lain, dari sisi esensi dan urgensi, amandemen terhadap UU KPK belum menemukan relevansinya yang memaksa untuk harus segera diamandemen. Pun demikian, dari substansi materi yang akan diamandemen, berembus kabar yang justru kontraproduktif dengan penguatan
dalan mengutakatik kewenangan KPK dalam sebuah amandemen UU. V
V
V
V
V
V
Kalimat H3.1 kata “tentu” yang merupakan elemen penanda kepastian. Kalimat H1.1, H3.2, dan H3.3 merupakan penalaran penulis mengenai tidakan DPR yang perlu diwaspadai dalam upaya mengamandemen UU KPK. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya frasa dan kata “tentu patut” “sebab”, dan ”dengan kata lain”. Pada kalimat H4.1, penulis memberikan pernyataan berupa fakta yang kontraproduktif
153
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H4.2
H4.3
92
H5.1
H5.2
terhadap KPK itu sendiri. Misalnya, rencana menghilangkan kewenangan penyadapan (Pasal 7), rencana memberikan kewenangan penghentian perkara (Pasal 40), dan penyitaan harus dengan izin pengadilan (Pasal 47). Bila substansi materi itu terealisasi dalam amandemen UU KPK mendatang, maka KPK jelas bukan semakin kuat, melainkan semakin lemah dan mudah diintervensi. Harus diakui, pelbagai kewenangan KPK, utamanya yang terdapat pada Pasal 6 (kewenangan penuntutan), Pasal 7 (kewenangan penyadapan), Pasal 12 (pembekuan rekening), Pasal 40 (tidak ada penghentian perkara), dan Pasal 47 (penyitaan tanpa izin), merupakan tulang punggung KPK untuk membabat habis para koruptor. Oleh sebab itu, utak-atik kewenangan KPK yang termaktub dalam pasalpasal tersebut, mutlak harus diwaspadai oleh
dengan upaya peguatan terhadap KPK. Pada kalimat H4.2 dan H4.3, penulis memberikan alasan berupa contoh dan penalaran upaya pelemahan KPK. Alasan berupa contoh dan penalaran ini ditandai dengan adanya frasa dan kata “misalnya”, “bila”, dan “maka”.
V
V
V
V
Kalimat H5.1 merupakan pembenaran penulis mengenai pasal-pasal kewenangan KPK merupakan dasar kerja KPK dalam memberantas korupsi. Kalimat H5.2 merupakan penalaran penulis bahwa upaya DPR mengutak-atik kewenangan KPK patut diwaspadai, yang ditandai dengan adnaya kata “oleh sebab itu”, dan “harus”.
154
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
publik.
93
94
H6.1 Pun demikian dengan media, penting pula turut mengawal rencana amandemen UU KPK agar sesat pikir pembonsaian UU KPK tidak benar-benar terjadi. H6.2 Berkaca dari pengalaman tahun lalu, kolaborasi peran publik (baca: relawan) dan media pernah sukses dalam mewujudkan kontestasi elektoral pemilu presiden (Pilpres) 2014 yang aman dan berkualitas. H7.1 Terbukti, meskipun kala itu pelbagai bentuk kampanye hitam (blag campaign) massif menyerang kedua pasangan calon, yaitu pasangan Jokowi- JK dan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa, tetapi pemilu tetap berjalan aman dan sesuai dengan ketentuan konstitusi.
V
V
V
Kalimat H6.1 dan H6.2 merupakan penalaran penulis bahwa media perlu mengawal rencana amandeman UU KPK, sama seperti keberhasilan perannya ketika pilpres. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “penting pula” dan “berkaca”. Kalimat H7.1 merupakan penalaran penulis yang memandang peran publik efektif mengawal jalannya pemilu. Penalaran ditandai dengan adanya kata “meskipun” dan “tetapi”.
155
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
96
H8.1 Dalam konteks ini, peran publik dan media yang demikian penting pula diterapkan untuk mengawal rencana amandemen UU KPK. H8.2 Pasal-pasal yang menjadi tulang punggung bagi KPK dalam membabat habis para koruptor, mesti dikawal agar tidak diutak-atik oleh DPR. H8.3 Di sisi lain, jika rencana amandemen itu memang benar dimaksudkan untuk memperkuat KPK, maka publik dan media penting mendorong agar DPR memasukan hak imunitas (kebal hukum) dalam amandemen UU KPK tersebut.
V
H9.1 Urgensi hak imunitas bagi KPK, baik bagi jajaran pimpinan maupun penyidiknya, tentu tidak perlu menjadi perdebatan lagi mengingat tantangan KPK dalam memberantas korupsi semakin besar. H9.2 Fenomena pelemahan KPK melalui kriminalisasi terhadap jajaran pimpinannya yang dilakukan secara masif dan terstruktur belakangan ini
V
V
V
V
Kalimat H8.1, H8.2 dan H8.3 merupakan penalaran penulis mengenai pentingnya peran publik untuk ikut serta mengawal rencana amandeman UU KPK atau dengan mendukung DPR untuk membuat hak imunitas terhadap KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “penting pula”, “mesti”, “jika”, “maka” dan “agar”. Pada kalimat H9.1 dan H9.2, penulis memberikan alasan berupa penalaran mengenai pelemahan KPK melalui kriminalisasi terhadapan jajaran pimpinannya. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata “tentu” dan “mengingat”pada kalimat pertama, sedangkan pada
156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
98
adalah bukti nyata betapa hak imunitas penting disertakan dalam UU KPK. H10.1 Akhirnya, komitmen Pemerintah dan DPR dalam memberantas praktik korupsi mesti dibuktikan dengan memberikan penguatan terhadap KPK. H10.2 Maka, rencana amandemen UU KPK harus melahirkan kewenangan tambahan yang memperkuat posisi KPK, bukan malah sebaliknya. (*)
I1.1
I1.2
Penulis: Winarta Hadiwiyono Latar Sosial: Deputi Direktur Independent Legal Aid Institude Yogyakarta Judul: Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta, pada tanggal 6 Maret lalu mengeluarkan Sabdatama. Sultan antara lain menegaskan bahwa kewenangan memutuskan terkait
kalimat kedua ditandai dengan kata “betapa” dan “penting”. Kalimat H10.1 dan H 10.2 merupakan penalaran penulis bahwa dalam memberantas korupsi perlu dibuktikan dengan amandeman yang memperkuat posisi KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “mesti”, “maka”, dan “harus”.
V
V
V
V
Kalimat I1.1 merupakan pernyataan penulis bahwa pada tanggal 6 Maret Sultan mengeluarkan Sabdatama. Kalimat I1.2 merupakan pembenaran kalimat I1.1 mengenai salah satu bunyi sabdatama.
157
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
I2.1
I2.2 12.3
100
I3.1
I3.2 I3.3
pembicaraan mengenai Mataram (Kasultanan), termasuk persoalan takhta, ada pada Raja. Di antara keturunan keraton, laki-laki atau perempuan, belum tentu siapa di antaranya yang akan ditunjuk untuk bertakhta. Oleh karena itu siapapun tidak boleh membicarakan masalah takhta. Dan, Sabdatama harus menjadi acuan semua pembahasan, termasuk paugeran kraton maupun peraturan perundangundangan negara. Sabdatama Sultan yang merupakan hukum tertinggi di keraton telah memberi arah yang jelas kepada Panitia Khusus DPRD DIY dalam menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. Substansi materi Raperdais memang tidak berkaitan dengan masalah suksesi/takhta Kasultanan.
V
V V
V
V V
Kalimat I2.1 dan I2.2 merupakan pernyataan penulis tentang belum adanya kepastian mengenai siapa yang akan meneruskan tahta sehingga tidak patut diperbincangkan. Kalimat I2.3 merupakan pernyataan bahwa sabdatama harus menjadi sebuah acuan. Pada kalimat I3.1, penulis memberikan pembenaran berupa prinsip bahwa sabdatama merupakan hukum tertinggi di keraton. Kalimat I3.2 dan I3.3 merupakan penalaran penulis mengenai raperdais dan syarat calon penerus tahta. Penalaran ditandai denganadanya kata “memang” dan “namun”.
158
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
I4.1 I4.2
I4.3
102
I5.1
103
I6.1
Namun ketika pembahasan mengenai syarat calon, perdebatan telah melebar kepada jenis kelamin sosok penerus takhta. Sabdatama tersebut kiranya dapat menyudahi perdebatan yang terjadi. Pansus wajib berkonsultasi dengan Sultan HB X terkait dengan syarat calon gubernur, karena siapapun gubernur itu adalah penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta. Sultan HB X sendiri jauh hari sebelum menyampaikan. Sabdatama pernah menyatakan secara bijak bahwa peraturan perundangundangan tidak boleh diskriminatif, sehingga harus memberi kesempatan kepada laki-laki maupun perempuan menjadi gubernur. Terkait dengan rumusan syarat calon gubernur, Sultan berpendapat bahwa rumusan syarat dapat ditulis singkat yakni “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup” atau
V
Kalimat I4.1, dan I4.2, merupakan penalaran penulis mengenai sabdatama, gubernur dan penerus tahta. Penalaran ditandai dengan adanya kata “kiranya”, dan “karena”. Kalimat I4.3 merupakan pernyataan mengenai Sultan.
V
V
V
V
Kalimat I5.1 merupakan pembenaran mengenai calon penerus tahta bahwa baik lakilaik maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama. Kalimat I6.1 merupakan pendukung dari kalimat I4.1 yang mana pada kalimat ini berisi kutipan Sultan mengenai syarat yang harus dipenuhi
159
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
I6.2 104
I7.1
I7.2
I7.3
ditulis lengkap sesuai rumusan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UU Keistimewaan) dengan tambahan kata suami” sehingga menjadi “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan saudara kandung, istri/ suami, dan anak”. Rumusan ini untuk memberi kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Bagaimana mungkin kita dapat memaksakan gubernur DIY harus lakilaki, sementara penentuan penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta menjadi kewenangan raja yang bertakhta. Sultan HB X sudah mengatakan bahwa gubernur bisa laki-laki atau perempuan.
Sabdatama sudah memberi sinyal bahwa laki-laki maupun perempuan berpeluang menjadi penerus takhta.
V V
V
V
calon gubernur. Pendukung ditandai dengan penyebutan nama Sultan lalu penjelasan mengenai keputusan yang diambil Kalimat I6.2 merupakan pembenaran mengenai kesempatan yang sama bagi laki-laki maupun perempuan yang akan ditunjuk sebagai pennerus tahta. Pada kalimat I7.1, penulis memberikan alasan berupa penalaran bahwa calon penerus tahta diputuskan oleh gubernur DIY jadi masyarakat tidak dapat memaksakan gubernur DIY adalah laki-lak. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan frasa “bagaimana mungkin”. Pada kalimat I7.2 dan I7.3, penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa
160
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
I7.4
Kepastiannya, pada akhirnya, tergantung pada keputusan raja yang sedang bertakhta.
I8.1
Menurut Sultan HB X, penerus takhta adalah orang yang memang pantas mendapatkan takhta. Jadi, kualitas dirilah yang akan menjadi dasar penentuan, bukan jenis kelamin.
I8.2
106
V
V
V
I8.3
Arah sudah ditunjukkan raja, karena itu Pansus DPRD harus segera memutuskan rumusan yang sesuai dengan Sabdatama.
V
I9.1
Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah Raperdais tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, jika memberi peluang perempuan, akan bertentangan dengan UU Keistimewaan? Apabila hal tersebut menyangkut
V
I9.2
V
Sultan telah mengeluarkan kebijakan. Kalimat I7.4 merupakan pernyataan mengenai peluang penerus tahta dan pemegang keputusan. Kalimat I8.1 dan I8.2 merupakan pendukung dari kalimat I5.1 yang menjelaskan bahwa penurus tahta adalah orang yang berkualitas. Kalimat I8.3 merupakan penalaran penulis mengenai sabdatama yang telah dikeluarkan raja. Penalaran ditandai dengan adanya kata “karena itu” dan “harus segera”. Kalimat I9.1 dan I9.2 merupakan penalaran penulis mengenai raperdais dengan UU Keistimewaan. Penalaran ditandai dengan adanya kata “jika” dan “apabila”.
161
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
108
pemberian peluang bagi laki-laki dan I9.3 perempuan untuk menjadi gubernur DIY, tidak ada hal yang bertentangan. Tidak ada satu kalimat pun di batang I9.4 tubuh maupun penjelasan UU Keistimewaan yang menyatakan secara tegas bahwa gubernur DIY harus lakilaki. Hal ini juga sesuai arah kebijakan nasional dalam pengarusutamaan gender. I10.1 Adanya kata “istri”, dan tidak adanya kata “suami”, dalam syarat daftar riwayat hidup calon gubernur dalam UU Keistimewaan bukan berarti tertutupnya peluang perempuan menjadi gubernur DIY. 10.2 Syarat tersebut dapat diabaikan dalam hal penerus takhta Kasultanan seorang perempuan. I11.1 Dalam perumusan syarat calon gubernur di Raperdais sebaiknya mengikuti pendapat Sultan yakni ditulis singkat atau ditulis lengkap dengan menambahkan kata “suami”.
V
V
V
V
V
Kalimat I9.3 dan I9.4 merupakan penalaran penulis mengenai UU keistimewaan yang sejalan dengan kebijakan nasional. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “tidak ada satu kalimat pun” dan “juga”.
Kalimat I10.1 dan I10.1 merupakan penalaran penulis mengenai UU Keistimewaan Yogyakarta. Penalaran ditanadai dengan adanya kata dan frasa “adanya”, “tidak adanya”, “bukan berarti”, dan “dapat diabaikan”. Kalimat I11.1 dan I11.2 merupakan penalaran penulis yang menganjurkan untuk mengindahkan pendapat Sultan dan senantiasa konsekuen.
162
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
I11.2 Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keraton, sudah semestinya menyesuaikan diri dengan Sabdatama sebagai konsekuensi pengakuan dan penghormatan atas keistimewaan DIY. (*)
109 J1.1
J1.2
110
J2.1
Penulis: J Yulius Dwi Cahyono, M.Pd Latar Sosial: Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Judul: Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa BELUM lama ini, tepatnya 9 Maret 2015, diadakan seminar “Orasi Kebangsaan II” di Fakultas Hukum UGM. Prodi Pendidikan Sejarah dan Prodi Sastra Sejarah Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta pun turut berpatisipasi di dalamnya. Kegiatan ini mengambil tema “Mencermati Penyimpangan dan Pemutarbalikan Fakta Sejarah di Masa Penjajahan dan Rencana Penulisan Sejarah Nusantara & Indonesia Baru.”
V
V
V
V
Penalaran ditandai dengan adanya kata “sebaiknya” dan “semestinya”.
Pada kalimat J1.1 dan J1.2, penulis memberikan pernyataan berupa fakta bahwa dalam sebuah seminar yang membahas mengenai Orasi Kebangsaan II, Prodi Pendidikan Sejarah dan Prodi Sastra Sejarah Universitas Sanata Dharma ikut berpartisipasi atas diselenggarakannya acara tersebut. Kalimat J2.1 dan J.2.2 merupakan pernyataan penulis mengenai fakta yang mejelaskan tema seminar, pembicara seminar dan pihak-
163
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
J2.2
111
J3.1
J3.2
J3.3 112
J4.1
J4.2
Sebagai narasumber utama adalah Bapak Batara R Hutagalung, ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), dan Dr Purwanto MA (USD); Keynote Speak disampaikan oleh Bapak Tedjo Edhi Purdijanto selaku Menko Polhukam. Seminar ini juga bertujuan untuk membangkitkan kembali ingatan kolektif bangsa yang semakin melemah. Dalam pidatonya Menko Polhukam antara lain menyampaikan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, perlu mengkaji ulang penulisan sejarah yang ada selama ini. Kedua, sejarah perlu diluruskan agar generasi penerus bangsa dapat memahami sejarahnya dengan benar. Pemahaman sejarah ini akan berpengaruh terhadap karakter bangsa mengingat materi pelajaran sejarah diberikan mulai dari SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi akan mempengaruhi sikap dan karakter generasi penerus bangsa yang kelak menjadi pemimpin negara.
V
pihak yang terlibat dalam seminar.
V
Kalimat J3.1 merupakan pernyataan penulis mengenai tujuan seminar. Kalimat J3.2 dan J3.3 merupakan pernyataan penulis berupa fakta mengenai hal-hal yang menjadi perhatian menko polhukam. Kalimat J4.1 dan J4.2 merupakan pernyataan penulis berupa fakta mengenai hal-hal yang menjadi perhatian menko polhukam.
V
V V
V
164
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
J5.1
J5.2
J5.3
J5.4 114
J6.1
J6.2
Ketiga, bahwa menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) ancaman terhadap kedaulatan bangsa sifatnya sudah multi dimensional. Melalui pidatonya Menko Polhukam juga berharap tim pelurusan sejarah dan penulisan sejarah Nusantara dan Indonesia Baru segera terbentuk, dan diangkat secara nasional. Hal ini semakin memberikan harapan bagi Indonesia, yang saat ini dapat dikatakan mengalami krisis ingatan kolektif bangsa dan tercemarnya ingatan kolektif dengan sejarah yang tidak benar. Sejarah pun menjadi terlupakan dan dirasa tidak penting. Melalui penghargaan akan ingatan kolektif dan upaya pelurusan sejarah, kita dapat membetengi bangsa ini dari berbagai ancaman atas kedaulatan bangsa yang bersifat multidemendional. Contoh kasus yang masih hangat adalah kasus hukuman mati terhadap para pengedar narkoba di Indonesia dari
V
Kalimat J5.1 dan J5.2 merupakan pernyataan penulis berupa fakta mengenai hal-hal yang menjadi perhatian menko polhukam dan harapan dibentuknya tim penelusur sejarah nusantara. Kalimat J5.3 dan J5.4 merupakan pernyataan penulis berupa fakta mengenai krisis ingatan bangsa pada sejarah yang dialami bangsa ini.
V
V
V V
V
Kalimat J6.1 merupakan penalaran penulis mengenai manfaat akan ingat sejarah. Pada kalimat J6.2, penulis memberikan alasan berupa contoh beberapa Warga Negara Asing yang terlibat kasus kriminal berat di Indonesia,
165
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Brazil, Belanda, dan Australia.
J6.3
J6.4
115
J7.1
J7.2
116
J8.1
J8.2
Pengedaran Narkoba adalah sebuah kejahatan besar, karena mampu membinasakan kualitas generasi muda bangsa. Sebuah negara akan hancur ketika generasi muda rusak kualitasnya karena Narkoba. Tindakan Indonesia untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap para pengedar tersebut, selalu dituding melanggar hak asasi manusia (HAM) oleh Belanda, Brazil, dan Australia. Berbagai upaya mereka lakukan untuk mempengaruhi keputusan Indonesia dalam menjatuhkan hukuman mati. Salah satu contoh upaya dari Australia yang masih hangat dalam ingatan adalah adanya tawaran pertukaran narapidana. Hal ini sungguh sangat meremehkan
V
V
V
V
V
V
yang vonis hukuman matinya dihalangi oleh Negara mereka. Ketiga Negara itu berdalih, vonis mati adalah pelanggaran HAM. Alasan berupa contoh ini ditandai dengan frasa “contoh”. Kalimat J6.3 dan J.6.4 Penulis memberikan pembenaran barupa prinsip hukum pengedaran narkoba. Kalimat J7.1 dan J7.2 merupakan pernyataan penulis berupa fakta mengenai upaya Negara asing mempengaruhi vonis hukuman mati di Indonesia.
Pada kalimat J8.1, J8.2, dan J8.3, penulis memberikan alasan berupa contoh dan penalaran upaya Australia menyelamatkan warganya dari
166
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
J8.3
117
Indonesia. Melalui ungkapan lain dapat dikatakan kedaulatan kita dijadikan ajang barter.
J8.4
Lalu mengapa dunia juga terdiam ketika banyak warga negara Indonesia (WNI) yang dijatuhi hukuman mati di negara lain?
J9.1
Bangsa Indonesia telah sesuai dengan prosedur dalam menjatuhkan eksekusi mati tersebut.
J9.2
Jika dilihat dari sejarahnya, semisal kasus genosida yang dilakukan oleh Belanda dalam kasus Westerling di mana ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan dibantai tanpa proses hukum, dalam hal ini bangsa Belanda jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM berat.
V
V
V
V
vonis hukuman mati dengan cara pertukaran narapidana. Alasan berupa contoh ini ditandai dengan kata dan frasa “salah satu contoh”, “dapat dikatakan”. Kalimat J8.4 merupakan penalaran penulis yang menilai dunia tinggal diam melihat hal ini. Kalimat J9.1 merupakan pembenaran bahwa hukum Indonesia mengenai eksekusi mati seusai prosedur. Kalimat J9.2 merupakan pendukung bahwa menurut sejarah justru Belanda lah yang melanggar HAM dan kasusnya tidak diroses hukum. Pendukung ditandai dengan penyebutan mengenai sejarah yang diyakini kebenarannya lalu penjelasan mengenai kronologi sejarah itu.
167
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
119
120
J10.1 Mengapa Belanda begitu berani mengatakan kita melanggar HAM dalam kasus eksekusi mati para pengedar J10.2 narkoba tersebut? Hal ini menandakan bahwa kedaulatan kita diremehkan oleh mereka. J11.1 Menurut Bapak Batara, Belanda paling takut ketika kasus Westerling diangkat karena merupakan kasus kekejaman luar J11.2 biasa yang dilakukan Belanda. Dalam kasus seperti ini PBB tidak mengenal asas kadarluarsa sehingga kasus ini tetap dapat diperkarakan. J12.1 Dalam kasus ini kita seharusnya sadar bahwa dengan membuka lembaran sejarah secara benar dan objektif, dapat menyelamatkan kedaulatan bangsa dan mampu memberikan dasar yang kuat bagi para pemimpin bangsa dalam mengambil setiap keputusan untuk menjaga kedaulatan bangasa. J11.2 Oleh karena itu ingatan kolektif bangsa harus selalu dijaga dan dikritisi demi masa depan bangsa.
V
V
V
V
V
Kalimat J10.1 dan J.10.2 merupakan penalaran penulis yang menilai bahwa kedaulatan Indonesia. Penalarn ditandai denganadanya kata “mengapa” dan “menandakan”. Kalimat J11.1 dan J11.2 merupakan penalaran penulis akan hal yang ditakuti Belanda dan ini masih tetap dapat diperkarakan. Penalaran ditandai dengan adanya kata “menurut” dan “sehingga”. Kalimat J12.1, J12.2, dan J.12.3 merupakan penalaran penulis mengenai hal positif dari mengingat sejarah. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “kita seharusnya sadar”, “oleh karena itu” dan “sungguh”.
V
168
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
J11.3 Sejarah sungguh memiliki kontribusi positif dalam menjaga kedaulatan bangsa. (*)
121
Penulis: Pangki T. Hidayat Latar sosial: Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education K1.1 Judul: Nalar Sesat Peluang Remisi Untuk Koruptor PADA era Pemerintahan Joko WidodoJusuf Kalla, kementerian yang paling sering mengeluarkan kebijakan kontroversial bisa jadi adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). K1.2 Kebijakan kontroversial yang pernah dikeluarkan oleh kementerian itu di antaranya terkait pengesahan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Romahurmuziy dan pengesahan kepengurusan Partai Golongan Karya (Golkar) versi Agung Laksono.
V
Kalimat K1.1 merupakan pernyataan penulis mengenai fakta yang menyebutkan bahwa kementrian yang paling kontroversial adalah Kemenkumham. Pada kalimat K1.2, penulis memberikan alasan berupa contoh kebijakan kementrian kemenkumham yang dinilai kontroversial. Alasan ditandai dengan adanya kata “contoh”.
V
V
169
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
123
K2.1 Teranyar, kementerian yang dinahkodai oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Yasonna H Laoly itu berencana memperlonggar cara memperoleh pemotongan tahanan (remisi) bagi narapidana, tak terkecuali bagi narapidana korupsi.
K2.2 Manuver itu akan dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Masyarakat. K3.1 Menurut Yasonna, setiap narapidana harus diberikan perlakuan sama sebagaimana norma Pasal 5 UndangUndang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. K3.2 Itu artinya, besar kemungkinan keberadaan Pasal 34A PP Nomor 99 Tahun 2012 yang salah satunya mensyaratkan agar narapidana bersedia bekerjasama dengan penegak hukum
V
V
V
V
Kalimat K2.1 penulis memberikan contoh kebijakan kementrian kemenkumham yang dinilai kontroversial, yaitu melonggarkan permohonan remisi tahanan korupsi. Alasan ditandai dengan adanya kata “contoh”. Kalimat K2.2 merupakan pembenaran bahwa rencana tersebut akan segera ditindaklanjuti dengan merevisi salah satu Pereturan Pemerintah. Kalimat K3.1 dan K3.2 merupakan alasan penulis menyebut kementrian adalah pihak yang mencetuskan kebijakan kontroversial. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “menurut” dan “itu artinya”.
170
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
125
untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan bakal akan diamputasi. K4.1 Jika hal itu benar terjadi, maka akan sangat mudah bagi para koruptor untuk mendapatkan remisi. K4.2 Kulminasi terburuknya, bukan tidak mungkin akan terjadi fenomena “hujan remisi” bagi koruptor. K4.3 Apalagi, mafhum diketahui saat ini masih banyak oknum-oknum di lingkungan lembaga pemasyarakatan yang dengan gampang bisa disuap untuk memudahkan narapidana memperoleh remisi.
Tidak Tepat K5.1 Bila mengacu pada ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Antikorupsi (United Nations Convention Againts Corruption/ UNCAC), utamanya Pasal 37 ayat (2), argumentasi yang dikemukakan oleh Yasonna H Laoly untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentu tidak
V
V
V
V
V
Pada kalimat K4.1, K4.2 dan K4.3 merupakan penalaran penulis akan adanya kemunngkinan terburuk jika koruptor diremisi juga ditambah banyaknya oknum yang bisa disuap. Penalaran ditandai dengan adanya kata “jika”, “maka”, “bukan tidak mungkin”, dan “apalagi”. Pada kalimat K4.1 terdapat kata “jika” yang merupakan penanda elemen sanggahan. Kalimat K.5.1 merupakan penalaran yang memperkuat bahwa Kemenkumham merupakan kementrian dari pemerintahan Jokowi-JK yang sering mengeluarkan kebijakan yang kontroversial. Alasan berupa penalaran ini ditandai
171
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sepenuhnya tepat. 126
127
128
K6.1 Pada pasal itu disebutkan bahwa setiap negara peserta konvensi wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi tersebut. K7.1 Di samping itu, manuver Yasonna H Laoly itu justru berpotensi mempersulit para penegak hukum (KPK, Polri, Kejaksaan) untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang sedang ditangani. K7.2 Sebagai gambaran, dalam konteks kekinian pemerintah telah menawarkan perlindungan dan remisi bagi narapidana korupsi yang bersedia bekerja sama (justice collaborator) membongkar kasus korupsi sampai ke akar-akarnya. K8.1 Faktanya, sampai saat ini narapidana korupsi yang bersedia menjadi justice
V
V
V
V
dengan kata-kata “bila”, “utamanya” dan “tentu”. Kalimat K6.1 merupakan pembenaran yang menguatkan kalimat K5.1. Pembenaran ditandai dengan adanya klausa “pada pasal itu disebutkan bahwa”.
Kalimat K7.1 merupakan pernaaran penulis yang menilai Yasona mempersulit KPK. Penalaran ditandai dengan adanya kata “di samping itu”. Kalimat K7.2 merupakan ilustrasi dari kalimat 7.2. Alasan berupa ilustrasi ditandai dengan adanya kata “sebagai gambaran”. Kalimat K8.1 merupakan pernyataan penulis yang
172
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
collaborator bisa dihitung dengan jari. K8.2 Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu kemudian diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi.
129
K9.1 Pada titik ini, Yasonna H Laoly jelas tidak peka dalam memahami gagasan sembilan program prioritas (Nawa Cita) yang diusung oleh Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. K9.2 Pada poin keempat Nawa Cita disebutkan bahwa menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
V
V
V
V
menilai narapidana yang dapat diajak bekerja sama itu terbatas. Kalimat K8.2 merupakan penalaran penulis mengenai rencana penghapusan justice collaborator. Alasan berupa penalaranini ditandai dengan kata-kata “apabila” dan “tentu”. Pada kalimat K8.2 terdapat modal penanda kepastian yaitu kata “tentu”. Kalimat k9.1 meupakan pernyataan penulis atas sikap Yasonna yang tidak peka. Kalimat K9.2 merupakan kaidah umum yang menjelaskan pengertian Nawa Cita. Pembenaran ditandai dengan adanya kata “disebutkan bahwa”.
173
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
131
K10.1 Sedangkan memperlonggar mekanisme memperoleh remisi, termasuk narapidana korupsi jelas adalah simbol pengakuan bahwa negara lemah terhadap koruptor. K10.2 Oleh sebab itu, seyogianya Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla segera mengambil tindakan tegas terhadap para menterinya yang kerap bertindak di luar orientasi Nawa Cita, termasuk Menkumham Yasonna H Laoly. K10.3 Jika tidak, maka dapat dipastikan Nawa Cita hanya akan terus menjadi gagasan usang pemerintah yang tidak pernah terealisasi. Wallahu a’lam. (*)
L1.1
Penulis: Addina Azca Cahyasari Latar sosial: Peneliti di Research of Healt and Pharmacology Judul: Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa Kematian komedian Olga Syahputra beberapa hari yang lalu sangat mengejutkan publik.
V
V
V
V
Kalimat K10.1 merupakan penalaran penulis mengenai sikap memperlonggar pemerolehan remisi. Penalaran ditandai dengan adnya kata “sedangkan” dan “seyogianya”. Kalimat K10.2 merupakan pernyataan penulis mengenai harapannya kepada pemerintah untuk lebih tegas. Kalimat K10.3 merupakan elemen sanggahan dengan ditemukannya frasa “jika tidak”. Pada kalimat L1.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta kematian Olga Syahputra. Kalimat L1.2 dan L1.3 merupakan alasan yang menjelaskan bahwa Olga adalah artis yang terkenal yang
174
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
L1.2
L1.3
L1.4
132
L2.1
133
L3.1
L3.2 L3.3
L3.4
Betapa tidak, ia merupakan seorang komedian multitalenta yang sedang naik daun di jagat hiburan nusantara. Kabarnya, ia meninggal disebabkan penyakit meningitis yang ia derita belakangan ini. Karena itu, kita perlu mewaspadai penyakit meningitis yang berbahaya ini.
Gejala meningitis awalnya agak sulit dibedakan dengan gejala flu, sehingga kadang orang sering salah mengenali. Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2 tahun adalah demam tinggi, sakit kepala, lemah, dan kekakuan leher. Gejala ini bisa berkembang dari beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari. Gejala lain bisa berupa mual, muntah, tidak nyaman dengan cahaya terang, bingung, dan mengantuk. Pada bayi yang baru lahir atau anak-anak di bawah 2 tahun, gejala klasik seperti
V
V
V
V
V
V
V V
meinggal karena meningitis. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan frasa “betapa tidak” Kalimat L1.4 adalah penalaran penulis untuk mewaspadai meningitis yang serupa flu biasa, ditandai dengan adanya kata “kabarnya” dan “karena itu”. Kalimat L2.1 merupakan pernyataan penulis yang menjelaskan gejala meningitis. Pada kalimat L3.1, L3.2 dan L.3.3, penulis memberikan pembenaran berupa ciri bahwa gejala meningitis pada anak di atas dua tahun seperti gejalagejala flu pada umumnya. Pada kalimat L3.4, penulis memberikan pernyataan mengenai gejala meningitis terhadap anak di bawah 2 tahun sulit terdeteksi sebab
175
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sakit kepala dan leher kaku seringkali agak sulit terdeteksi, karena mereka belum bisa menyampaikan keluhannya. 134
L4.1
L4.2
135
L4.1
L4.2
L4.3
L4.4
Bayi dengan meningitis biasanya menunjukkan gejala lesu (kurang aktif), muntah, rewel, dan tidak mau makan. Dengan berjalannya waktu dan penyakit, maka pada pasien meningitis (di segala usia) bisa timbul gejala berupa kejangkejang. Identifikasi Meningitis merupakan infeksi cairan otak sekaligus radang pada lapisan selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). Secara umum, meningitis terdapat dua jenis yaitu meningitis viral dan meningitis bakterialis. Meningitis viral disebabkan virus, dapat menyebar melalui batuk, bersin dan lingkungan tidak higenis. Umumnya, meningitis virus tidak terlalu parah dan dapat hilang sendiri tanpa
mereka belum mampu menyampaikan keluhan
V
Kalimat L4.1 dan L4.2 merupakan pembenaran dari kalimat L3.4. Kedua kalimat ini menjelaskan gejala yang timbul pada bayi pengidap meningitis.
V
V
V
V
Kalimat L5.1, L5.2, L5.3 dan L5.4 merupakan pendukung kalimat pembenaran L4.1 dan L4.2. Keempat kalimat pendukung ini menjelaskan pengertian penyakit meningitis dan jenis peenyakit meningitis. Pendukung ditandai dengan pemaparan dari hasil penelitian.
V
176
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengobatan spesifik.
136
L5.1
L5.2
137
L6.1
L6.2
Sementara, meningitis bakterialis disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis, Streptococcus, dan Listeria Monocytogenes (listeria) yang dapat ditemukan di banyak tempat, misalnya dalam debu dan makanan yang terkontaminasi, seperti keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan). Belakangan bakteri Listeria ini sedang cukup ramai dibicarakan karena diberitakan mengkontaminasi beberapa jenis apel asal Amerika Serikat, yakni apel Gala dan Granny Smith. Meningitis akibat bakteri ini umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan otak, hilangnya pendengaran, dan gangguan kognitif, bahkan kematian. Pada meningitis akibat bakteri, sangat penting pula mengetahui macam bakteri penyebabnya, sehingga dapat dipilihkan antibiotika yang sesuai.
V
Kalimat L5.1 merupakan pendukung kalimat pembenaran L4.1 dan L4.2. Kalimat pendukung ini menjelaskan bakteri penyebab penyakit meningitis. Kalimt L5.2 merupakan pernyataan penulis mengenai bakteri Listeria yang terkontaminasi pada apel asal Amerika yang kini tengah ramai diperbincangkan.
V
Kalimat L6.1 merupakan pendukung kalimat pembenaran L4.1 dan L4.2. Kalimat pendukung ini menjelaskan dampak penyakit meningitis. Kalimat L6.2 merupakan pernyataan penulis mengenai
V
V
177
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pentingnya mengetahui penyebab meningitis. 138
L7.1 L7.2
L7.3
L7.4
L7.5 L7.6 139
L8.1 L8.2
Harus dipahami, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Kita perlu mengetahui tata cara menghindarkan diri dari penyakit meningitis. Di antara tata caranya adalah pertama, cuci tangan dengan baik dan sering, terutama mereka yang merawat atau berada berdekatan dengan pasien meningitis. Kedua, bersihkan permukaanpermukaan yang bisa terkontaminasi (handel pintu, remote TV,dll) dengan sabun dan air kemudian bilas dengan desinfektan atau cairan pemutih yang mengandung chlorine untuk mencegah penyebaran virus. Ketiga, tutupi mulut saat batuk. Dan terakhir, lakukan vaksinasi meningitis. Demikianlah, uraian singkat penulis tentang penyakit meningitis. Kita perlu waspada, berhatihati, dan
V V
V
V
Kalimat L7.1 dan L7.2, merupakan penalaran, yang ditandai dengan adanya frasa “harus dipahami” dan “kita perlu”. Kalimat L7.3, L7.4, L7.5, dan L7.6 merupakan pernyataan penulis mengenai prosedural kiat hidup sehat untuk menghindari penyakit meningitis dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
V V V V
Kalimat L8.1 merupakan pernyataan penulis. Kalimat L8.2 dan L8.3
178
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
L8.3
140
menghindarkan diri dari penyakit tersebut. Namun, jika ada gejala yang dicurigai sebagai penyakit meningitis, segeralah pergi ke dokter dan memeriksakannya.
Penulis: Paulus Mujiran Latar sosial: Ketua Pelaksana Yayasan Soegijapranata Semarang Judul: Subsidi Rakyat Dialihkan untukbantu Pejabat Beli Mobil Baru M1.1 Pejabat negeri ini memang dapat bernafas lega setelah mendapat kemudahan uang muka kredit mobil. M1.2 Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk pembelian kendaraan perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210. 890 juta. M1.3 Perpres itu merupakan revisi Perpres sebelumnya yakni Peraturan Presiden No 68 Tahun 2010 (Tribun Jogja 3 April
merupakan penalaran penulis mengenai perlunya waspada terhadap meningitis, ditandai dengan adanya kata “kita perlu”, “namun”, dan “jika”.
V
V
V
V
Kalimat M1.1 merupakan pernyataan penulis yang memandang pejabat mendapat kemudahan kredit mobil. Kalimat M1.2 merupakan Pernyataan mengenai kebijakan yang menjelaskan tunjangan yang diperoleh pejabat . Kalimat M1.3 merupakan pembenaran yang merujuk pada sebuah revisi Perpres. Pembenaran ditandai dengan adanya klausa “itu merupakan revisi”.
179
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2015).
141
142
143
M2.1 Yang diubah oleh Presiden Jokowi hanya Pasal 3 Ayat (1) Perpres No 68/2010. M2.2 Jika pada Perpres 68 Tahun 2010 pemberian fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116. 650.000,- maka pada Peraturan Presiden No 39 Tahun 2015 diubah menjadi sebesar Rp 210. 890.000,-. M3.1 Mereka yang berhak mendapatkan fasilitas itu antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebanyak 560 orang, anggota Dewan Perwakilan Daerah 132 orang, Hakim Agung 40 orang, Hakim Konstitusi 9 orang, anggota Badan Pemeriksa Keuangan 5 orang dan anggota Komisi Yudisial sebanyak 7 orang. M4.1 Namun kebijakan Jokowi ini menuai kontroversi di masyarakat. M4.2 Betapa tidak kebijakan itu ditelurkan pada saat pemerintah juga menaikkan bahan bakar minyak (BBM) yang
V V
V
V V
Kalimat M2.1 merupakan pembenaran. Kalimat M2.2 merupakan alasan yang memperkuat dari pernyataan mengenai revisi perpres berupa data yang menampilkan perubahan pasal oleh Jokowi. Pada kalimat M3.1, merupakan pernyataan penulis mengenai sejumlah pejabat yang mendapatkan fasilitas tunjangan membeli mobil.
Kalimat M4.1 merupakan pernyataan penulis yang menilai kebijakan Jokowi menuai kontroversi. Pada kalimat M4.2, penulis
180
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
M4.3
144
M5.1
M5.2
M5.3
berdampak pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Kebijakan ini pun menjadi paradoks dengan Inpres No 2 Tahun 2015 tentang Langkah- Langkah Penghematan dan Pemanfaatan Anggaran Belanja Perjalanan Dinas dan Meeting/Konsinyering Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Tahun Anggaran 2015. Ironis penambahan subsidi kepada pejabat negara dan wakil rakyat justru diberikan di saat pemerintah sedang mencabut sebagian subsidi dari masyarakat. Karena itu kebijakan itu dapat disebut tidak berkeadilan sosial sebab tambahan biaya uang muka pembelian kendaraan perseorangan justru diberikan saat rakyat menanggung meroketnya harga dan pencabutan subsidi. Ini sama artinya dengan subsidi kepada rakyat sengaja dihapuskan dan justru
memberikan alasan berupa penalaran ini ditandai dengan frasa “betapa tidak”. Kalimat M4.3 merupakan pernyataan penulis yang menyebut kebijakan tersebut menjadi sebuah paradoks.
V
V
V
V
Pada kalimat M5.1, penulis memberikan pernyataan mengenai kebijakan baru yang begitu ironis. Kalimat M5.2 dan M5.3 merupakan penalaran yang menguatkan kalimat M5.1, penulis menilai sikap pemerintah tidak berperikeadilan. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata dan frasa “karena itu”, “sebab”, “justru” dan “sama
181
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diberikan kepada pejabat Negara.
145
146
M6.1 Rakyat tentu menyadari tugas pejabat cukup banyak untuk melayani kepentingan umum. M6.2 Namun tidakkah lebih relevan manakala kepada pejabat diberikan subsidi transportasi atau tunjangan transportasi dan mendorong mereka menggunakan kendaraan umum sebagaimana dipaksakan kepada rakyat. M6.3 Ternyata mental memanjakan pejabat negara juga masih melekat di eranya Jokowi yang menjanjikan pemerintahan transparan dan berpihak kepada rakyat. M7.1 Kendaraan perseorangan yang dibeli dengan dana itu kelak menjadi milik pribadi bukan milik negara. M7.2 Artinya di antara seabrek tunjangan yang diberikan plus gaji yang besar mereka masih diberikan fasilitas yang teramat fantastis. M7.3 Alasan pemerintah yang mengatakan kebijakan itu selalu ada bukanlah alasan
artinya”.
V
V
V
V
V
V
V
Pada kalimat M6.1 terdapat kata “tentu” yang merupakan elemen penanda kepastian. Kalimat M6.1, M6.2 dan M6.3 merupakan penalaran penulis mengenai transportasi bagi pejabat. Penalaran ditandai dengan adanya kata “cukup banyak”, “namun”, dan “ternyata”.
Pada kalimat M7.1 penulis menyatakan mengenai status kendaraan yang mendapatkan subsidi. Kalimat M7.2 merupakan penalaran penulis, yang ditandai dengan adanya kata “artinya”. Kalimat M7.3, M7,4 dan M7.5
182
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang amat tepat. M7.4 Tidak hanya soal alokasi anggaran yang sudah tersedia. M7.5 Yang terutama kebijakan itu pemborosan dan berpeluang disalahgunakan untuk korupsi.
147
148
M8.1 Pejabat negara bukanlah orang miskin. M8.2 Saat ini mereka sudah hidup mewah dengan fasilitas yang diberikan negara. M8.3 Pada umumnya mereka sudah mempunyai banyak mobil sehingga tidak memerlukan kendaraan pribadi yang diberikan negara. M8.4 Rakyat berharap agar Presiden Jokowi lebih bisa berempati kepada rakyat dan memenuhi janjinya menghemat anggaran. M8.5 Jokowi mestinya lebih berpihak kepada rakyat bukan pejabat. M9.1 Para pejabat negara seakan tidak pernah puas dengan kedudukan, kekuasaan dan fasilitas yang demikian banyak dari negara.
V V
V V V
V
merupakan pernalaran penulis mengenai kebijakan yang cenderung boros dan berpotensi disalahgunakan. Penalaran ditandai dengan adanya frasa “tidak hanya” dan “yang terutama.” Kalimat M8.1 dan M8.2 merupakan pernyataan penulis bahwa pejabat bukanlah orang yang susah. Kalimat M8.3, M8.4, dan M8.5 merupakan penalaran penulis, yang ditandai dengan adanya kata dan frasa “pada umumnya”, “sehingga”, “ berharap agar” dan “mestinya”.
V V
Kalimat M9.1 merupakan penalaran penulis yang menilai sifat pejabat yang tak pernah puas dan selalu dimanja.
183
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
150
M9.2 Kekayaan negara ini seharusnya untuk kemakmuran rakyat banyak bukan justru memanjakan para pejabat. M10.1 Revolusi mental yang digaungkan Jokowi-JK mestinya membumi dalam kebijakan dan tindakan yang benar-benar pro rakyat. M10.2 Rakyat merindukan pemimpin yang peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi rakyat bukan justru memanjakan diri dengan fasilitas. M11.1 Menjadi pejabat adalah mengabdi kepada rakyat bukan mencari kenikmatan kekuasaan. M11.2 Memang akhirnya kembali moralitas pejabat bersangkutan.
kepada
V
V
V
V
V
Penalaran ditandai dengan adanya kata “seakan”, “seharusnya”, dan “justru”. Kalimat M10.1 dan M10.2 merupakan penalaran penulis mengenai penilaiannya terhadap revolusi mental dan kerinduan rakyat terhadap pemimpin yang bijak. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan frasa “mestinya” dan “bukan justru”. Kalimat M11.1 merupakan pernyataan penulis mengenai arti seorang pejabat. Kalimat M11.2 merupakan penalaran penulis mengenai keputusan dan kebijakan kembali pada moralitas yang mendasari pemikiran mereka.
184
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
N1.1 N1.2
N1.3
N1.4
152
N2.1
N2.2
Penulis: A. A. Kunto A. Latar sosial: Coach Writer di STIEBANK Judul: Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini MASIH jamak, peringatan Hari Kartini ditandai dengan lenggak-lenggok peragaan budaya daerah. Entah di sekolah, lembaga pemerintah, maupun kelompok masyarakat, sebatas memaknai Kartini dalam simbol-simbol yang mewakili citra ketradisionalan. Kartini diidentikkan dengan masa lalu yang kuno. Masih relevankah sikap seperti itu? Baik bahwa Kartini juga dilambangkan sebagai sosok pejuang emansipasi perempuan. Surat-suratnya kepada sahabat-sahabat pena, yakni sahabat sahabat penanya, yakni Estella H Zeehandelaar, Nyonya Ovink-Soer, Nyonya Abendanon-Mandri, Prof Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol, yang
V
Kalimat N1.1, N1.2 dan N. 1.3 merupakan pernyataan penulis mengenai perayaan hari Kartini yang identik dengan berbusana adat. Kalimat N1.4 merupakan penalaran penulis mengenai perayaan yang demikian, ditandai dengan adanya frasa “masih relevankah”.
V
V
V
V
V
Kaliat N2.1 merupaka pernyataan penulis mengenai ssok kartini sebagai pejuang emansipasi. Kalimat N2.2 merupakan pembenaran dari kalimat N2.1 bahwa surat kartini dijadikan sebagai sumber referensi mengenai emansipasinya.
185
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kemudian dibukukan oleh JH Abendanon menjadi buku Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang), dirujuk sebagai sumber referensi tentang emansipasi tersebut. 153
N3.1 Apakah surat-surat Kartini masih dibaca hingga kini? N3.2 Apakah perjuangan emansipasi perempuan masih merujuk dari teks tersebut? N3.3 Pada perikop mana saja surat Kartini selalu relevan untuk dihadirkan ulang pada perayaan hari kelahirannya?
V V
V
Penulis mengutarakan pembenaran dengan menyebutkan nama-nama sahabat pena Kartini dan orang yang membukukan surat Kartini. Kalimat N3.1 merupakan penalaran penulis mengenai hal-hal mendasar dari perjuangan Kartini yang justru kurang menjadi perhatian. Penalaran ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan penulis, yaitu “artinya” dan “mana saja”.
186
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
154
155
N4.1 Menilik gagasan emansipasi Kartini, kita tidak bisa lepas dari aktivitas suratmenyurat yang kemudian dibukukan oleh JH Abendanon dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. N4.2 Surat-menyurat Kartini dengan Stella yang dimulai 25 Mei 1899 ini yang dinilai sebagai surat-menyurat berharga untuk memperjuangkan emansipasi perempuan. N5.1 Surat-surat Kartini bertema sederhana. N5.2 Gagasan besar tentang kesetaraan ditulis dalam cerita-cerita tentang hal-hal kecil yang ia lihat, dengar, dan rasakan di sekitarnya. N5.3 Tak jauh-jauh, ia menulis tentang perkawinan. N5.4 Istri Adipati Ario Jayahadiningrat ini menolak dimadu karena ayahnya Adipati Ario Sosroningrat berpoligami. N5.5 Namun ia tak berdaya dimadu setelah syarat diperbolehkan mendirikan sekolah
V
V
V V
V V
V
Pada kalimat N4.1, penulis memberikan pernyataan mengenai fakta bahwa gagasan emansipasi terhadap perempuan tidak lepas dari aktivitas Kartini dalam kegiatan surat-menyuratnya. Kalimat N4.2 merupakan bembenaran kalimat N4.1 bahwa kegiatan surat menyurat Kartini dimulai pada 25 Mei 1988. Kalimat N5.1 merupakan pembenaran mengenai hal yang ditulis Kartini. Kalimat N5.2, N5.3, N5.4 dan N5.5 merupakan pendukung dari kalimat N5.1. Keempat kalimat ini menjelaskan hal-hal yang ditulis Kartini. Pendukung ditandai dengan penyebutan mengenai sejarah yang diyakini kebenarannya lalu penjelasan mengenai
187
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dikabulkan calon suami.
156
157
158
N6.1 Dilema batin antara menjaga martabat sebagai perempuan atau berkompromi supaya bisa mengangkat derajat kaum perempuan itu berkecamuk dalam dirinya. N6.2 Tidak mudah pada saat itu. N6.3 Bercerita kepada sahabat-sahabat penalah solusinya. N7.1 Hal-hal kecil yang terjadi di sekelilingnya jadi bahan cerita di surat. N7.2 Tentang ayahnya yang sakit ia berdialog tentang bakti kepada orangtua dan panggilan perjuangan ke luar rumah. N7.3 Tentang pelajaran agama yang tak kunjung ia pahami berkisah tentang nilainilai keutamaan yang menjaga pikiran dan sikapnya. N7.4 Bahasanya menyentuh emosi sekaligus merangsang pemikiran. Bebas dari Perbudakan N8.1 Saat menghadirkan kembali surat-surat Kartini di zaman ini, pertanyaannya, apa
kronologi sejarah itu.
V
Kalimat N6.1, N6.2 dan N6.3 merupakan pendukung dari kalimat N5.1, yang menjelaskan mengapa pada akhirnya Kartini menulis surat.
V V V V
V
V
V
Kalimat N7.1 merupakan pembenaran dari pernyataan kalimat N5.1. Kalimat N7.2 dan N7.3 merupakan pendukung dari kalimat N7.1. Kalimat N7.4 merupakan pernyataan penulis bahwa bahasa yang digunakan dalam surat-surat kartini begitu menyentuh. Kalimat N8.1 merupakan penalaran penulis mengenai relevansi surat Kartini.
188
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
N8.2 N8.3
159
N9.1
N9.2
160
relevansinya? Saya berpendapat, cita-cita Kartini tentang perubahan sosial lewat pendidikan selalu relevan diperjuangkan. Ada banyak pekerjaan rumah bagi bangsa ini bertautan dengan emansipasi perempuan. Bahwa emansipasi tak sebatas menempatkan perempuan sebagai presiden, menteri, dan jabatanjabatan publik lainnya. Bahwa emansipasi juga tak sebatas meraih kesetaraan perlakuan perempuan terhadap laki-laki.
N10.1 Perlu ada upaya meletakkan kembali emansipasi pada pengertian selain “persamaan hak”, yakni “pembebasan dari perbudakan”. N10.2 Tentu perbudakan yang dimaksud di sini tak sama persis dengan model kerja paksa secara fisik, melainkan perbudakan terhadap ideologi dan cara berpikir
V V
V
V
V
V
Penalaran ditandai dengan pertanyaan yang diungkapkan penulis. Kalimat N8.2 dan N8.3 merupakan penalaran penulis yang berpendapat mengenai relevansi surat Kartini. Pada kalimat N9.1 dan N9.2, merupakan penalaran untuk memperkuat pernyataan bahwa bangsa ini masih memiliki PR mengenai bagaimana memaknai sebuah gerakan emansipasi. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata “bahwa”. Kalimat N10.1 merupakan pernyataan penulis mengenai kembali untuk memahami arti persamaan hak. Kalimat N10.2 dan 10.3 merupakan penalaran. Penalaran ini untuk memperkuat pernyataan bahwa
189
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
N10.3
161
N11.1
M11.2 M11.3 M11.4
modern. Perbudakan yang perlu dilawan sekarang adalah perbudakan terhadap mitos kecantikan, tahayul tentang konsumtivisme, pemujaan terhadap hedonisme, dan segala model cara hidup yang justru merendahkan pribadi perempuan. Ketika surat-surat berbahasa Belanda yang ditulis Kartini dibukukan dan diberi judul, kita belajar bahwa semangat perubahanlah yang menjadikan kita mengenangnya sampai sekarang. Maka, pesan Kartini, kembalilah kepada agenda emansipasi. Boleh berkonde dan berkebaya namun jangan abai membaca. Semangat rayakan Kartini, perempuan Indonesia. (*)
V
V
V V V
bangsa ini masih memiliki PR mengenai bagaimana memaknai sebuah gerakan emansipasi. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata dan frasa “tentu”, “melainkan”, “perlu dilawan”, dan “justru”. Kalimat N11.1 dan N11.2 merupakan penalaran mengenai semangat perubahan dan kembali pada misi emansipasi. Penalaran ditandai dengan adanya kata dan klausa “bahwa”, “kita belajar bahwa” dan “maka”. Kalimat N11.3 dan N11.4 merupakan penalaran mengenai kebebasan dalam mengapresiasi perjuangan Kartini dengan berhias namun tetap mengingat tujuan perjuangan Kartini.
190
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 191
LAMPIRAN II TABEL DATA ANALISIS POLA PENGEMBANGAN WACANA ARGUMENTASI No
Kode
Judul Wacana
1
A
2
B
3
C
4
D
5
E
6
F
7
G
Daulat Hukuman Mati di Indonesia
PER-AL-PEM-PEN-SA
8
H
Mewaspadai Pelemahan UU KPK
PER-AL-PEM-MO
9
I
Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X
PER-AL-PEM-PEN
10
J
Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa
PER-AL-PEM-PEN
11
K
Nalar Sesat Peluang Remisi untuk Koruptor
PER-AL-PEM-MO-SA
12
L
Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa
PER-AL-PEM-PEN
13
M
Subsidi Rakyat Dialihkan untuk Bantu Pejabat Beli Mobil Baru
PER-AL-PEM-MO
14
N
Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini
PER-AL-PEM-PEN
Menimbang-nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda KPK dan Telikungan Habitus Korup Menimbang Wacana PERPPU Imunitas KPK Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka untuk Saingi Proton Berbagai Implikasi Pasca-Vonis Praperadilan BG
Pola PER-AL-PEM-SA PER-AL-PEM-MO-SA PER-AL-PEM-SA PER-AL-PEM-PEN-MO PER-AL-PEM-MO PER-AL-PEM-SA
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN III TABEL DATA ANALISIS ELEMEN POKOK DAN PELENGKAP PADA TIAP WACANA ARGUMENTASI A. Menimbang-nimbang Calon Kapolri Pilihan Jokowi No 1
Kalimat Sekarang ramai dibicarakan soal calon tunggal Kapolri yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
2
Per
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
V
Dialah Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan, yang juga mantan ajudan dari Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, saat menjadi
V
presiden. 3
Jokowi menilai Budi Gunawan layak dan cakap menjabat Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman, yang akan berakhir masa jabatannya Oktober
V
mendatang. 4
Tindakan Presiden menuai prokontra dari berbagai kalangan, termasuk aktivis antikorupsi yang menilai Presiden menutup mata dan telinga saat memilih Budi Gunawan karena diduga memiliki rekening gendut, dan Jokowi tak melibatkan
V
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PP ATK) dalam menjaring calon Kapolri.
192
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Ada beberapa hal yang patut kita bicarakan dalam rangka mengawal dan mengkritisi pola penjaringan Presiden Jokowi dalam memilih orang-orang yang masuk dalam
V
kabinet kerjanya terutama posisi atau jabatan strategis seperti Kapolri. 6
Pertama, kalau melihat ke belakang khususnya saat melakukan penjaringan namanama calon menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, pola
V
penjaringan Presiden Jokowi terbilang cukup baik karena melibatkan KPK dan PPATK guna mengetahui rekam jejak mereka. 7
Artinya, kala itu Presiden Jokowi ingin orang-orang yang duduk pada kabinetnya
V
adalah orang-orang yang bersih dan berintegritas, sesuai janjinya saat kampanye. 8
Meskipun, dari nama-nama yang diberi tanda oleh KPK dan PPATK hingga saat ini
V
belum terdengar lagi kabar untuk ditindaklanjuti ke proses hukum. 9
Kedua, seiring dengan berjalannya waktu, publik dikejutkan dengan pola pemilihan ala Presiden Jokowi dengan memilih Jaksa Agung HM Prasetyo, yang merupakan
V
politikus Partai Nasdem. 10
Penolakan atas Prasetyo pun sempat muncul, namun suara-suara protes ini tak digubris oleh Jokowi, dan Presiden Jokowi melantik HM Prasetyo sebagai Jaksa
V
Agung. 11
Ketiga, publik kembali dikejutkan dan dikecewakan oleh pola rekrutmen Presiden
V
193
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Jokowi dalam memilih calon Kapolri. 12
Dengan berbagai alasan, Presiden Jokowi memilih Budi Gunawan, padahal ia sempat disebut-sebut memiliki rekening gendut dan mendapatkan rapor merah alias tidak
V
lolos saat masuk daftar sebagai calon menteri yang diajukan ke KPK dan PPATK. 13
Pola rekrutmen atau penjaringan ala Presiden Jokowi ini, dari sisi aturan tidak ada
V
yang dilanggar. 14
Artinya, sesuai prosedur.
15
Namun, menurut pendapat penulis, pola memilih calon tunggal Kapolri dengan tidak
V V
melibatkan KPK dan PPATK merupakan kemunduran dan inkonsistensi. 16
Karena, saat menyeleksi calon menteri-menteri, Presiden meminta KPK dan PPATK mengetahui rekam jejak, termasuk harta, calon menteri-menterinya.
17
V
Disertai alasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
V
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 18
Sedangkan ayat (2) mengatakan, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang diajukan Presiden kepada DPR disertai alasannya.
19
Artinya, menurut Pasal 11 ayat (2) ini, Presiden dalam hal mengajukan
V V
194
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pemberhentian dan pengangkatan Kapolri disertai alasannya. 20
Namun, dalam ayat tersebut tidak ada kata wajib atau mengharuskan Presiden memberikan alasan-alasan pengajuan calon Kapolri kepada DPR untuk disetujui,
V
V
khususnya komisi yang membidangi hukum di DPR (Komisi III). 21
Surat Presiden Jokowi tertanggal 9 Januari 2015, perihal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri, sudah diterima oleh DPR, dan untuk selanjutnya akan dibahas
V
serta disetujui, melalui uji kepatutan dan kelayakan. 22
Merujuk Pasal 11 ayat (3) Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia, yang menyebutkan persetujuan atau penolakan DPR terhadap usulan Presiden sebagaimana dimaksud ayat (2) harus diberikan jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR, dan ayat (4) tegas
V
menyebutkan bahwa dalam hal DPR tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud ayat (3), maka calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR. 23
Merujuk ayat (4) dari Pasal 11 Undang-undang Kepolisian Negara Nomor 2/2002 ini, dan surat dari Presiden Jokowi tanggal 9 Januari 2015, maka DPR mestinya dapat
V
memberikan jawaban paling lambat 20 hari terhitung sejak surat diterima. 24
Berarti, paling lambat 28 Januari nanti.
V
195
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Namun timbul beberapa pertanyaan, mulai dari apakah secara otomatis jika usulan Presiden disetujui oleh DPR maka posisi Jenderal Sutarman sebagai Kapolri juga
V
berakhir, karena waktu pensiun Jenderal Sutarman baru Oktober mendatang. 26
Ataukah menunggu Surat Keputusan Presiden Jokowi nanti untuk melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri dan memberhentikan Jenderal Sutarman tanpa harus
V
menunggu masa tugas Jenderal Sutarman berakhir atau memasuki masa pensiun pada Oktober tahun ini? 27
Menurut hemat penulis, dengan masa pensiun Jenderal Sutarman pada Oktober nanti, maka masih cukup banyak waktu dan tidak perlu terburu-buru bagi Presiden Jokowi
V
untuk memilih calon Kapolri. 28
Presiden Jokowi pun dapat membatalkan calon tunggal Kapolri demi sebuah institusi kepolisian yang lebih baik, sekaligus mendengarkan aspirasi atau suara mayoritas
V
rakyat, bukan karena kedekatan, atau karena yang bersangkutan adalah mantan ajudan dari sang ketua umum DPP PDI Perjuangan. 29
Namun, apapun pilihan Jokowi nanti harus kita hormati karena Jokowi adalah Presiden pilihan rakyat pada Pemilu 2014 lalu.
30
V
Meskipun kita kecewa dan meilai Presiden Jokowi telah mengingkari janjinya saat kampanye, yang merupakan bagian dari Nawacita, yakni memilih Jaksa Agung dan
V
Kapolri yang bersih dan berintegritas. (*)
196
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Total
8
15
4
-
-
3
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-SA.
B. Kaum Intelektual Harus Jadi Model Generasi Muda No 1
Kalimat Hingga hari ini pemberitaan di media massa masih diwarnai prokontra Komjen Budi Gunawan yang ditunda pelantikannya sebagai Kepala Kepolisian RI.
Per
Pem
Pen
Mo
Sa
V
2
Berbagai pendapat muncul di media begitu bebasnya menyikapi hal ini.
V
3
Sungguh berbeda dengan era Orde Baru.
V
4
Setiap terdapat persoalan kebanyakan para pengamat politik dan para pakar hanya terdiam membisu dan yang terdengar adalah berita positif semu yang dibalut dengan
Al
V
bahasa yang santun dalam pemberitaannya. 5
Mungkin para pembaca masih ingat di era Orde Baru berkuasa tidak ada yang berani menyebut Presiden Soeharto hanya dengan sebutan “Soeharto” tanpa embel-embel
V
“Presiden” atau “Bapak Presiden”. 6
Ini juga berlaku bagi para pejabat tinggi lainnya di masa itu.
V
197
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Embel-embel ini memang disadari betul oleh kebanyakan kalangan di masa itu bukan untuk menunjukkan rasa hormat, tetapi lebih pada pemaksaan untuk menghormati dan
V
menunjukkan betapa kuatnya kekuasaan pada waktu itu. 8
Pasca Orde Baru atau sering disebut dengan era Reformasi, menjadi era yang begitu bebas dan secara tidak sadar tidak terkendali.
9
Banyak (tidak semua) para pengamat politik dan para pakar yang sudah melupakan kesantunan dalam berbahasa hingga kini.
10
V
V
Di media televisi mereka berbicara dengan mudah dan ringannya ketika menyebut nama sesorang entah yang memiliki kedudukan atau tidak semisal Presiden Jokowi
V
hanya disebut Jokowi. 11
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok hanya disebut Ahok.
V
12
Komjen Pol Budi Gunawan hanya disebut Budi Gunawan.
V
13
Jika dilihat dari sejarahnya bangsa ini terkenal dengan kepribadiannya yang penuh
V
dengan sopan santun. 14
Dalam perkara ini sebenarnya kita telah turut melupakan dan membenamkan
V
kepribadian bangsa kita dalam menghargai/menghormati sesorang. 15
Kebiasaan untuk memanggil seseorang di khalayak ramai hanya dengan menyebutkan namanya saja bukanlah merupakan kepribadian bangsa ini.
V
198
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Itu adalah budaya barat yang terbawa secara tidak sadar dan perlu untuk dikritisi.
17
Bangsa ini perlu berdiri dengan kepribadiannya sendiri bukan dengan mengkopi begitu saja kepribadian bangsa lain.
18
Hal ini sungguh memprihatinkan karena seakan-akan kita tidak percaya diri dengan kepribadian dan budaya bangsa kita.
19
V V
V
Apa yang telah diucapkan dan diungkapkan oleh para pengamat politik dan para pakar tentunya didengar generasi muda kita dan dijadikan sebagai tolok ukur
V
V
kebenaran. 20
Dengan demikian ketika kaum intelektual ini memberikan sebuah contoh yang tidak benar maka contoh yang tidak benar tersebut yang akan dianggap benar.
21
Dengan bahasa yang lebih simpel kaum intelektual telah mengajarkan hal yang tidak santun.
22
V
V
Jika permasalahan ini tidak disadari dan disikapi sama halnya kita telah menciptakan generasi muda yang berpotensi untuk tidak mudah menghargai dan menghormati
V
orang lain. 23
Penyebutan nama tanpa embel-embel (Presiden/Bpk/Ibu/Sdr) ini sebenarnya adalah hal yang sangat sederhana.
24
Meski demikian dari hal yang sederhana ini justru karakter generasi muda dan bangsa
V V
199
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ini dibangun dan dibentuk dengan kuat. 25
Alangkah baiknya jika kita jauh lebih kritis sebagai bagian dari warga negara Indonesia untuk secara bersama melakukan kontrol dan perbaikan dalam semua aspek
V
kehidupan berbangsa dan bernegara. 26
Sehingga pendidikan karekter yang diagung-agungkan dalam pendidikan di Indonesia
V
tidak hanya menjadi sebuah idealisme tanpa contoh. 27
Kaum intelektual juga manusia yang tidak luput dari kelemahan.
28
Semoga hal ini dapat menjadi penggelitik hati yang dapat mengubah Indonesia
V
menjadi lebih baik sebagai bangsa yang dikenal dengan budaya sopan santun dan
V
ramah tamahnya.(*) Total
9
17
1
-
1
1
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap ditemukan dua macam elemen, yaitu elemen modal dan sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-ALPEM-MO-SA.
200
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. KPK dan Telikungan Habitus Korup No
Kalimat
1
Babak demi babak, untuk rakyat dipertontonkan sebuah drama bak lakon dalam
Per
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
V
sebuah telenovela yang menguras emosi. 2
Babak pertama, rakyat disuguhi kenyataan pahit, sosok Komjen Budi Gunawan, calon
V
tunggal Kapolri, ternyata membawa aroma tidak sedap terkait rekening buncit saat menjabat kepala Biro Pembinaan Karid Seputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri tahun 2004-2006. 3
Babak kedua, pengumuman Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh
V
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melecutkan bara perang urat syaraf antara Hasto Kristiyanto, pelaksana tugas Sekjen DPP PDI-P, melawan Ketua KPK, Abraham Samad. 4
Hasto Kristiyanto membeberkan bahwa Ketua KPK, Abraham Samad, beberapa kali
V
melakukan lobi politik dengan pihak Capres Joko Widodo (Jokowi) ketika Pilpres 2014. 5
Babak ketiga, belum reda kasus Hasto vs Samad, publik tiba-tiba dikejutkan oleh
V
penangkapan “tak beretika” Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto alias BW.
201
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
BW ditangkap dalam kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam
V
sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010.
7
Harus diakui, tanpa kepedulian masyarakat antikorupsi, KPK bisa-bisa mati suri
V
karena ditelikung dari berbagai arah. 8
“Telikung”, dalam Bahasa Indonesi berarti ‘ketika kedua kaki dan kedua tangan
V
diikat, jelas tidak bisa berbuat apa-apa’. 9
Data Soegeng Sarjadi Syndicate (2012) mencatat bahwa lima besar sarang “habitus”
V
koruptor di Indonesia berada di DPR, Kepolisian, Parpol, Dirjen Pajak, dan Kejaksaan. 10
Fakta juga membuktikan bahwa banyak anggota DPR dan petinggi Polri terjerat kasus
V
korupsi.
11
Maka, tidak mengherankan jika isu upaya pelemahan KPK, bahkan lebih gawat
V
pembubaran KPK selalu saja muncul ke permukaan. 12
Misalnya, DPR RI sejak awal sudah lebih dahulu memberikan tekanan, dengan
V
pengajuan revisi Undang-Undang KPK, dengan mencoba menghapus fungsi
202
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
penuntutan Komisi. 13
DPR juga bersikeras mengharuskan KPK melakukan penyadapan hanya atas izin
V
pengadilan.
14
Adapun Polri juga selalu bermanuver manakala anggotanya berseteru dengan KPK.
15
Keterlibatan institusi dalam upaya melindungi diri secara satire pernah dikritik oleh
V
V
budayawan Emha Ainun Najib dalam bukunya Kiai Bejo, Kiai Untung, dan Kiai Hoki. 16
Dalam tulisannya ia menyebut, “Kita adalah masyarakat yang melarang siapa pun
V
melakukan korupsi, kecuali kita kecipratan.
17
Kita tidak ikhlas ada KKN, kalau tidak dilibatkan di dalamnya.
V
18
Korupsi tidak haram asalkan yang melakukan adalah keluarga kita sendiri, bapak kita,
V
tokoh parpol kita, atau ulama panutan kita”. 19
Begitulah tabiat sebuah habitus korup, selalu diwarnai sikap culas, tidak jujur, tidak
V
lurus hati.
203
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Etika selalu dicampakkan, dikunci rapat-rapat di dalam laci. 20
Adapun etika (ethics) sendiri mengandung pengertian sebagai pedoman yang
V
V
berisikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi, yang di dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi si pelaku sebagaimana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya. 21
Sehingga peranannya pada sesuatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam
V
memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu (Bertens, 2001, Magnis-Suseno, 1987). 22
Oleh karena itu, ketegangan KPK vs Polri tidak saja melemahkan upaya
V
pemberantasan korupsi oleh KPK, tetapi juga akan melemahkan institusi Polri itu sendiri di mata rakyat. 23
Padahal, beberapa waktu lalu, publik “dicerahkan” oleh hadirnya Bripda Taufik
V
Hidayat, polisi muda di Kabupaten Sleman DIY, yang sederhana, tulus, dan gigih. 24
Kehadiran Bripda Taufik seolah menjadi antitesis rekening gendut pejabat Polri yang
V
sebelumnya santer terdengar. 25
Maka, menjadi sangat penting ucapan Presiden Joko Widodo dalam menengahi
V
perseteruan KPK vs Polri, agar kedua belah pihak menjunjung tinggi wibawa sebagai
204
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
institusi penegak hukum. 26
Kedua belah pihak mesti lapang dada, seyogianya ada anggotanya yang terlibat dalam
V
tindak korupsi. 27
Sangat tidak elok jika perseteruan itu berlarut-larut dipertontonkan.
V
28
Jika itu terus terjadi, hanya akan semakin membukakan mata rakyat siapa yang
V
berbasi-basi memberantas korupsi di negeri ini. (*) Total
9
11
7
-
-
2
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-SA.
D. Menimbang Wacana Perppu Imunitas KPK No
Kalimat
Per
1
Terasa menarik, menyikapi wacana yang berkembang terkait vis a vis yang terjadi
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 2
Yaitu, dorongan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan
V
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memberikan kekebalan hukum
205
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(imunitas) bagi penyidik maupun pimpinan KPK. 3
Alasannya, agar pelemahan terhadap KPK yang pada akhirnya berimbas pada
V
terhambatnya pemberantasan korupsi di negara ini, bisa dihindari. 4
Secara logika, wacana tersebut bisa saja terealisasi bila dukungan publik terhadap
V
KPK terus menguat. 5
Demikian juga bila Presiden mempunyai political will dan political action yang kuat
V
terhadap komitmen pemberantasan korupsi. 6
Namun demikian, penting juga untuk mempertimbangkan aspek konstitualitas
V
dikeluarkannya Perppu itu sendiri. 7
Sebab, sebagaimana ketetapan konstitusi, Perppu akan sah demi hukum bila
V
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 8
Di antaranya, dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
V
yaitu bahwa Presiden berhak mengeluarkan Perppu hanya bila terjadi kondisi “ihwal kegentingan yang memaksa”. 9
Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004), menguraikan “ihwal
V
kegentingan yang memaksa” adalah syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan Presiden dalam mengeluarkan Perppu. 10
Dengan kata lain, Perppu yang dikeluarkan tanpa mempertimbangkan ketentuan
V
206
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“ihwal kegentingan yang memaksa”, sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, akan berpotensi bisa batal demi hukum (null van void). 11
Pada konteks ini, penting mengaitkan ketentuan hak prerogratif Presiden dalam hal
V
mengeluarkan Perppu (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945) dengan Pasal 21 ayat (5) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). 12
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pimpinan KPK bekerja secara kolektial
V
kolegial. 13
Artinya, segala bentuk pengambilan maupun penetapan kebijakan-kebijakan penting
V
dilakukan secara bersama-sama oleh jajaran pimpinan institusi, dalam hal ini pimpinan KPK. 14
Maka, “ihwal kegentingan yang memaksa” terkait kondisi KPK, bila mengacu pada
V
Pasal 21 ayat (5) UU KPK tersebut, dapat dimaknai sebagai kondisi di mana pimpinan KPK tidak dapat lagi menetapkan kebijakan-kebijakan penting KPK yang menyangkut fungsi dan kewenangannya dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. 15
Sehingga bila dikaitkan dengan kondisi KPK kekinian, meskipun jajaran pimpinan
V
KPK aktif yang tersisa hanya tinggal tiga orang, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen, akan tetapi ketentuan konstitutif “ihwal kegentingan yang
207
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memaksa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) UU KPK belum dapat terpenuhi. 16
Faktanya, dengan jumlah pimpinan KPK aktif tiga orang, keputusan maupun
V
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan KPK tetap sah secara hukum mengingat dalam UU KPK, utamanya Pasal 21 ayat (5) hanya menekankan frasa “Pimpinan KPK” dan “Kolektif kolegial”. 17
Sama sekali tidak menyebutkan frasa “Pimpinan lengkap KPK”.
V
18
Ini berarti memberikan celah terhadap ketentuan jumlah pimpinan KPK aktif yang
V
berada di dalam institusi KPK untuk dapat menetapkan kebijakan tertentu. 19
Sebab, keputusan yang ditetapkan oleh tiga atau empat pimpinan aktif keduanya telah
V
memenuhi ketentuan konstitutif yang termaktub dalam frasa “Pimpinan KPK” dan “Kolektif kolegial”. 20
Mengakhiri uraian ini, penulis sepakat bahwa upaya pelemahan yang kerap terjadi
V
terhadap KPK mutlak diakhiri. 21
Bahkan, bila perlu KPK harus diperkuat sebagaimana janji politik Presiden Jokowi di
V
masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres) lalu. 22
Akan tetapi, tentunya harus dilakukan dengan mekanisme-mekanisme yang sesuai
V
V
dengan ketentuan konstitusi mengingat negara ini adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat
208
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3 UUD 1945). 23
Dengan begitu, potensi terjadinya kegaduhan-kegaduhan hukum berikutnya bisa
V
dihindari. (*) Total
2
17
3
1
1
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap ditemukan dua macam elemen, yaitu elemen pembenaran dan modal. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-ALPEM-PEN-MO.
E. Mengangkat (Kembali) Popularitas Mobil Esemka Untuk Saingi Proton No
Kalimat
Per
1
Penandatanganan nota kesepahaman/ Memorandum of Understanding (MoU) antara
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) Indonesia dengan pabrikan asal Malaysia, Proton, pada Jumat (6/2), menuai reaksi. 2
Muncul berbagai komentar di media massa, di media sosial (medsos) maupun sekadar
V
obrolan di kampung-kampung. 3
Seperti diberitakan Tribun Jogja, Minggu (8/2), Menteri Perindustrian (Menperin),
V
Saleh Husin, menjelaskan bahwa kerja sama itu bukan untuk membuat mobil nasional (Mobnas).
209
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Kerja sama itu hanya sekedar kesepakatan antara private to private (B to B, atau
V
Businss to Business), bukan keputusan pemerintah Indonesia. 5
Penulis melihat dan menilai wajar jika sebagian masyarakat langsung memberikan
V
reaksi baik lewat update status di medsos, komentar-komentar sampai perbincangan di masyarakat. 6
Reaksi itu bisa jadi sebagai sebuah bentuk kepedulian, kritik dan keprihatinan.
7
Di benak sebagian masyarakat, jika berbicara mobil nasional, yang akan terbersit
V V
adalah Mobil Esemka. 8
Di dalam ulasan berita Minggu kemarin, Tribun Jogja menyampaikan sejarah
V
sebagian mobil nasional yang dikembangkan di Indonesia. 9
Salah satu mobil yang ramai dibicarakan beberapa tahun terakhir adalah Mobil
V
Esemka yang muncul pertama kali tahun 2009. 10
Mobil ini kemudian menjadi sorotan di awal tahun 2012 saat Wali Kota Solo, Joko
V
Widodo (Jokowi) menggunakannya sebagai mobil dinas. 11
Saat ramai-ramainya Mobil Esemka dibicarakan, penulis yang waktu itu masih
V
menjadi wartawan bersama rekan-rekan seprofesi di kantor berkesempatan ikut menyusun buku yang berjudul SMK Bisa Inspirasi Sekolah Kejuruan di Solo untuk Indonesia Penerbit Metagraf Solo.
210
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
Pada tahun itu, Mobil Esemka benar-benar menjadi sorotan dan hangat dibicarakan.
V
13
Terlepas adanya pro kontra tentang Mobil Esemka, ada secercah harapan bagi siswa-
V
siswa SMK bahwa karya mereka mendapatkan penghargaan dari masyarakat. 14
Menjadi kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri jika mereka mampu berkarya dan
V
barangkali kelak suatu saat mampu menjadi tuan di rumahnya sendiri. 15
Jajaran PT SMK yang memproduksi Mobil Esemka harus terus berinovasi membuat
V
karya-karya yang berkualitas dan siap bersaing di pasaran. 16
Persaingan yang semakin ketat di dunia otomotif diharapkan semakin memacu PT
V
SMK yang ingin menghasilkan produk orang Indonesia yang benar-benar diakui. 17
Konsumen semakin cerdas untuk memilih dan memilah produk-produk yang
V
berkualitas dengan harga yang relatif lebih murah. 18
Perlu dukungan
V
Untuk mengangkat (kembali) popularitas Mobil Esemka tentunya perlu dukungan banyak pihak. 19
Pertama, pemerintah. Banyak yang bisa dilakukan pemerintah jika memiliki
V
komitmen yang tinggi memajukan Mobil Esemka. 20
Melalui kekuasaan dan kekuatan, pemerintah dapat membuat aturan tentang
V
penggunaan Mobil Esemka bagi para pejabat baik di tingkat pusat sampai daerah.
211
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Aturan penggunaan Mobil Esemka juga harus melalui prosedur yang baik dan benar
V
sesuai mekanisme yang ada. 22
Tentunya, dalam hal ini spesifikasi, performa dan standar Mobil Esemka harus
V
V
terpenuhi dulu untuk kebutuhan para pejabat tersebut. 23
Kedua, pengusaha.
V
24
Dukungan kalangan pengusaha bagaimanapun sangat diperlukan demi kemajuan
V
Mobil Esemka. 25
Akses yang dimiliki para pengusaha dapat digunakan untuk memasarkan Mobil
V
Esemka. 26
Pengusaha mempunyai jaringan yang luas.
V
27
Ketiga, masyarakat pengguna (user).
V
28
Apabila Mobil Esemka sudah mampu bersaing dengan produsen-produsen mobil lain
V
dalam hal kualitas dan harga, masyarakat pengguna sebagai konsumen tentunya mempertimbangkan keberadaan Mobil Esemka. 29
Selain itu, perlu ditanamkan agar masyarakat tidak malu atau gengsi menggunakan
V
Mobil Esemka. 30
Harus ditumbuhkan agar mereka merasa bangga dan bahagia dengan hasil karya anak
V
bangsa.
212
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
Cinta produk dalam negeri.
V
32
Tak dipungkiri kehadiran mobil-mobil tertentu akan menaikkan status sosial dan demi
V
gengsi atau pertimbangan-pertimbangan lainnya, sebagian konsumen akan memilih mobil-mobil dengan merek tertentu. 33
Terangkatnya popularitas Mobil Esemka tentunya dengan diiringi sebuah asa agar
V
produk-produknya semakin diminati di negeri sendiri. 34
Selamat berjuang Mobil Esemka.
V
35
Mari kita nantikan gebrakan pemerintah dalam memajukan produk mobil buatan
V
orang Indonesia di dalam negeri. (*) Total
8
23
3
-
2
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen modal. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-MO.
F. Berbagai Implikasi Pasca-Vonis Praperadilan BG No
Kalimat
Per
1
Lebih dari satu bulan, perhatian sebagian masyarakat Indonesia tertuju pada
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
perseteruan antara dua lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.
213
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Lebih dari satu bulan itu pula publik menunggu ketegasan dari Presiden Joko Widodo
V
(Jokowi) atas konflik ini. 3
Hingga kini, Presiden Jokowi pun belum mengambil tindakan nyata untuk mengakhiri
V
kekisruhan antara dua lembaga negara yang sama-sama perlu diselamatkan tersebut. 4
Janji Presiden Jokowi akan mengambil keputusan pada pekan lalu juga tidak terbukti,
V
dengan berbagai macam alasan. 5
Dalam perjalanan lebih sebulan itu juga, sejak KPK menetapkan calon Kapolri,
V
Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka, ada banyak perlawanan luar biasa. 6
Termasuk, gugatan praperadilan atas penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi
V
Gunawan. 7
Sidang gugatan praperadilan pun digelar selama tujuh hari, di Pengadilan Negeri
V
Jakarta Selatan, dan berakhir Senin (16/2) kemarin, dengan kemenangan pihak Budi Gunawan. 8
Memang secara normatif KUHAPidana tidak mengatur gugatan praperadilan atas
V
penetapan tersangka. 9
Jika kita merujuk aturan yang ada, dasar praperadilan adalah Pasal 1 angka 10, Pasal
V
77, Pasal 80, dan Pasal 95 KUHAPidana, objek praperadilan hanya enam hal.
214
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Keenam objek itu adalah: sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya
V
penahanan, sah atau tidaknya penyidikan, sah atau tidaknya penuntutan, mekanisme meminta ganti rugi, dan mekanisme rehabilitasi nama baik. 11
Jadi, penetapan tersangka, menurut aturan hukumnya, bukan objek gugatan
V
praperadilan. 12
Namun, layak kita hargai adanya perbedaan pendapat di tengah masyarakat dan
V
menjadi hak setiap warga negara mengajukan gugatan praperadilan. 13
Adapun hal-hal yang menjadi keberatan pihak Budi Gunawan sehingga mengajukan
V
gugatan praperadilan di antaranya, menurut kuasa hukum Budi Gunawan KPK tak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan atas kliennya dengan alasan pada waktu Budi Gunawan disangkakan melakukan tindak pidana korupsi, dia menjabat kepala Biro Pembinaan Karier pada Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri. 14
Pada jabatan saat itu, Budi Gunawan bukan termasuk penyelenggara negara.
15
Atas beberapa keberatan yang disampaikan pihak BG, penulis ingin mengajak diskusi
V V
bersama di ruang opini Tribun Jogja ini. 16
Sebagai bahan belajar kita bersama untuk mengamati proses hukum yang sudah
V
diketuk palu oleh hakim tunggal, Sarpin Rizaldi, yang mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Budi Gunawan.
215
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Pertama, soal jabatan Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan
V
Karier pada Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri, di mana kuasa hukum BG menyatakan BG bukan termasuk sebagai penyelenggara negara. 18
Jika bukan termasuk penyelenggara negara, Budi Gunawan dalam menjalankan
V
fungsinya kala itu mengatasnamakan apa? 19
Jika kita merujuk Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
V
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 20
Selanjutnya, dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 dijelaskan siapa-
V
siapa saja yang termasuk penyelenggara negara. 21
Kemudian pengertian pegawai negeri dan pejabat Negara dipertegas dalam Undang-
V
undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian. 22
Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pegawai negeri
V
terdiri dari pegawai negeri sipil, anggota TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
216
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Tanpa pemeriksaan
V
Selanjutnya, penetapan tersangka Budi Gunawan tanpa ada pemeriksaan terlebih dahulu juga dipersoalkan BG. 24
Jika pihak Budi Gunawan melihat secara jeli atas penangkapan serta penetapan
V
tersangka terhadap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), yang dilakukan para penyidik dari Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu, jelas itupun tanpa didahului pemeriksaan terhadap BW. 25
Kini, beban dan tugas hakim tunggal PN Jaksel, Sarpin Rizaldi, telah selesai sesudah
V
dia membacakan vonis praperadilan itu. 26
Penulis memprediksi akan muncul banyak implikasi pascavonis yang memenangkan
V
Budi Gunawan. 27
Pertama, para tersangka kasus dugaan korupsi, termasuk di Yogyakarta, bisa jadi
V
akan berduyun-duyun melakukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang ditetapkan oleh kejaksaan maupun kepolisian. 28
Kedua, semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh para penyidik kasus
V
dugaan korupsi baik di tingkat nasional maupun daerah akan mengalami penururan signifikan. 29
Ketiga, Presiden Jokowi yang lamban dalam mengambil keputusan atas sengkarut ini
V
217
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bisa juga akan tidak secepat kilat mengambil sebuah keputusan pascavonis gugatan praperadilan yang dimenangkan oleh kubu Budi Gunawan. (*) Total
9
11
6
-
-
3
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEMSA.
G. Daulat Hukuman Mati Di Indonesia No
Kalimat
Per
1
Ketegangan hubungan Indonesia-Australia sedikit mereda setelah Wakil Presiden
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
(Wapres) Jusuf Kalla menyatakan penundaan eksekusi hukuman mati dua warga negara Australia, Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33). 2
Meskipun Kalla menegaskan penundaan tersebut karena masalah teknis, tetapi
V
dugaan ada tekanan dari pemerintah Australia agar eksekusi hukuman mati ditunda, atau dibatalkan, sulit dielakkan. 3
Apalagi keputusan ini diambil setelah pemerintah Australia menyerang pemerintah
V
Indonesia bertubi-tubi, termasuk komentar pedas Perdana Menteri (PM) Austaralia, Tony Abbot, yang mengungkit bantuan pemerintahnya pasca-tsunami Aceh 2004
218
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
silam. 4
Penundaan eksekusi hukuman mati, secara teoritis, jelas tidak menguntungkan bagi
V
penegakan hukum di Indonesia. 5
Lawrence M. Friedman, seorang pakar hukum pidana Amerika Serikat (AS)
V
mengemukakan bahwa hukuman dengan ancaman hukuman mati dapat bekerja secara efisien di beberapa masyarakat yang menggunakan hukuman tersebut secara cepat, tanpa ampun dan frekuensinya baik. 6
Hukuman mati tidak dapat bekerja dengan baik di Negara yang pelaksanaannya
V
berlangsung lamban dan bersifat kontroversi. 7
Merujuk pemikiran Friedman tersebut, pemerintah mesti tetap berada pada jalur “rel”
V
yang benar, yakni melaksanakan eksekusi hukuman mati tanpa terpengaruh oleh pihak-pihak asing, khususnya negara asal terpidana. 8
Sikap semacam ini perlu dilakukan untuk menegakkan kedaulatan hukum Indonesia.
V
9
Landasan pemerintah dalam melakukan eksekusi hukuman mati kuat karena memiliki
V
dasar hukum tetap : selain tercantum di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) juga tercantum di dalam perundangan yang lain, antara lain Undang-undang (UU) No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
219
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Meskipun memiliki landasan hukum kuat, harus diakui, praktik hukuman mati selalu
V
menuai pro dan kontra, termasuk di dalam negeri sendiri. 11
Jika melihat akar sejarahnya, praktik hukuman mati tidak dapat dilepaskan dari
V
pemikiran Emanuel Kant yang dikenal dengan teori pembalasan yang menyatakan bahwa tujuan hukuman adalah suatu pembalasan, di mana siapa yang membunuh harus dibunuh pula. 12
Sejalan pula dengan teori Ludwig Feurbach (1845) menghendaki hukuman itu harus
V
dapat menakutkan seorang supaya tidak melakukan kejahatan (efek jera), yang dikenal dengan teori menakut-nakuti. 13
Sementara itu, sebagian kalangan yang mengecam hukuman mati lebih didasarkan
V
pada aspek kemanusiaan dan progres hukum internasional saat ini. 14
Pidana mati telah merampas hak paling dasar manusia yaitu “hak hidup” dan
V
meniadakan kemungkinan untuk bertobat, padahal hukuman adalah proses untuk mendidik dan memperbaiki kehidupan si terpidana. 15
Negeri Belanda sendiri, yang merupakan kiblat dari hukum Indonesia, sejak 1870
V
telah menghapuskan hukuman mati. 16
Tetapi hal ini tidak diikuti oleh daerah koloninya, termasuk Hindia Belanda
V
V
(Indonesia) ketika itu, karena pemerintah kolonial menganggap hukuman mati harus
220
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dipertahankan dalam keinginan untuk melindungi kepentingan politiknya. 17
Dua konsep hukuman
V
Dalam latar hukum di Indonesia, sejatinya terdapat dua konsep hukuman yang diterapkan. Satu sisi sebagai bentuk pemasyarakatan. 18
Artinya, terpidana merupakan warga binaan yang berada di dalam pengawasan
V
lembaga pemasyarakatan (Lapas), mereka adalah terpidana yang diusahakan dapat diperbaiki, dibina dan diberi bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. 19
Satu sisi lainnya, para terpidana yang mendapat hukuman maksimalatau berat, yakni
V
hukuman mati karena melakukan kejahatan “luar biasa” dan sah secara undangundang dipidana hukuman mati. 20
Dengan merujuk dua hal tersebut, pemerintah perlu menentukan sikap yang tegas
V
tentang apa yang menjadi tujuan dari hukuman itu, adakah dengan maksud efek jera ataukah untuk memperbaiki si pelaku kejahatan? 21
Jika tujuan hukuman adalah memberi efek jera, sudah barang tentu hukuman mati
V
adalah sebuah bentuk perlindungan negara terhadap pelaku kejahatan. 22
Tidak bisa dianggap lagi sebagai bentuk pelanggaran.
V
221
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Oleh karena itu, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo-
V
Wapres Jusuf Kalla bertindak secara cepat, cermat, dan efektif untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum terpidana mati, jangan sampai tertunda hanya karena masalah teknis. 24
Apalagi tertunda gara-gara tekanan dari pihak asing. (*)
V Total
3
9
6
2
-
3
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap ditemukan dua macam elemen, yaitu elemen pendukung dan sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-ALPEM-PEN-SA.
H. Mewaspadai Pelemahan UU KPK No
Kalimat
Per
1
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya benar-benar sedang berada dalam
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
fase ujian terberatnya di periode Pemerintahan Jokowi Widodo- Jusuf Kalla (JokowiJK) saat ini. 2
Setelah upaya kriminalisasi terhadap jajaran pimpinan KPK berbuah hasil dengan
V
ditetapkannya dua pimpinan KPK sebagai tersangka, eksistensi KPK kembali terancam.
222
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Kali ini oleh ulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yang berencana mengutakatik
V
kewenangan KPK melalui amandemen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). 4
Manuver itu disiapkan oleh DPR dengan memasukkan rencana amandemen UU KPK
V
ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR periode 2014-2019. 5
Total terdapat 159 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk daftar Prolegnas dan
V
37 RUU di antaranya akan menjadi prioritas diselesaikan pada tahun ini. 6
Publik tentu patut mewaspadai manuver DPR terkait rencana amandemen UU KPK
V
V
tersebut. 7
Sebab, menurut salah satu pimpinan KPK, Zulkarnaen, UU KPK masih relevan dan
V
memadai untuk diterapkan pada saat ini. 8
Dengan kata lain, dari sisi esensi dan urgensi, amandemen terhadap UU KPK belum
V
menemukan relevansinya yang memaksa untuk harus segera diamandemen. 9
Pun demikian, dari substansi materi yang akan diamandemen, berembus kabar yang
V
justru kontraproduktif dengan penguatan terhadap KPK itu sendiri. 10
Misalnya, rencana menghilangkan kewenangan penyadapan (Pasal 7), rencana
V
memberikan kewenangan penghentian perkara (Pasal 40), dan penyitaan harus dengan izin pengadilan (Pasal 47).
223
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Bila substansi materi itu terealisasi dalam amandemen UU KPK mendatang, maka
V
KPK jelas bukan semakin kuat, melainkan semakin lemah dan mudah diintervensi. 12
Harus diakui, pelbagai kewenangan KPK, utamanya yang terdapat pada Pasal 6
V
(kewenangan penuntutan), Pasal 7 (kewenangan penyadapan), Pasal 12 (pembekuan rekening), Pasal 40 (tidak ada penghentian perkara), dan Pasal 47 (penyitaan tanpa izin), merupakan tulang punggung KPK untuk membabat habis para koruptor. 13
Oleh sebab itu, utak-atik kewenangan KPK yang termaktub dalam pasalpasal tersebut,
V
mutlak harus diwaspadai oleh publik. 14
Pun demikian dengan media, penting pula turut mengawal rencana amandemen UU
V
KPK agar sesat pikir pembonsaian UU KPK tidak benar-benar terjadi. 15
Berkaca dari pengalaman tahun lalu, kolaborasi peran publik (baca: relawan) dan
V
media pernah sukses dalam mewujudkan kontestasi elektoral pemilu presiden (Pilpres) 2014 yang aman dan berkualitas. 16
Terbukti, meskipun kala itu pelbagai bentuk kampanye hitam (blag campaign) massif
V
menyerang kedua pasangan calon, yaitu pasangan Jokowi- JK dan Prabowo SubiantoHatta Rajasa, tetapi pemilu tetap berjalan aman dan sesuai dengan ketentuan konstitusi. 17
Dalam konteks ini, peran publik dan media yang demikian penting pula diterapkan
V
untuk mengawal rencana amandemen UU KPK.
224
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Pasal-pasal yang menjadi tulang punggung bagi KPK dalam membabat habis para
V
koruptor, mesti dikawal agar tidak diutak-atik oleh DPR. 19
Di sisi lain, jika rencana amandemen itu memang benar dimaksudkan untuk
V
memperkuat KPK, maka publik dan media penting mendorong agar DPR memasukan hak imunitas (kebal hukum) dalam amandemen UU KPK tersebut. 20
Urgensi hak imunitas bagi KPK, baik bagi jajaran pimpinan maupun penyidiknya,
V
tentu tidak perlu menjadi perdebatan lagi mengingat tantangan KPK dalam memberantas korupsi semakin besar. 21
Fenomena pelemahan KPK melalui kriminalisasi terhadap jajaran pimpinannya yang
V
dilakukan secara masif dan terstruktur belakangan ini adalah bukti nyata betapa hak imunitas penting disertakan dalam UU KPK. 22
Akhirnya, komitmen Pemerintah dan DPR dalam memberantas praktik korupsi mesti
V
dibuktikan dengan memberikan penguatan terhadap KPK. 23
Maka, rencana amandemen UU KPK harus melahirkan kewenangan tambahan yang
V
memperkuat posisi KPK, bukan malah sebaliknya. (*) Total
6
16
1
-
1
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen modal. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-MO.
225
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
I. Membaca Pesan Sabdatama Sultan HB X No
Kalimat
Per
1
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta, pada
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
tanggal 6 Maret lalu mengeluarkan Sabdatama. 2
Sultan antara lain menegaskan bahwa kewenangan memutuskan terkait pembicaraan
V
mengenai Mataram (Kasultanan), termasuk persoalan takhta, ada pada Raja. 3
Di antara keturunan keraton, laki-laki atau perempuan, belum tentu siapa di antaranya
V
yang akan ditunjuk untuk bertakhta. 4
Oleh karena itu siapapun tidak boleh membicarakan masalah takhta.
V
5
Dan, Sabdatama harus menjadi acuan semua pembahasan, termasuk paugeran kraton
V
maupun peraturan perundang-undangan negara. 6
Sabdatama Sultan yang merupakan hukum tertinggi di keraton telah memberi arah
V
yang jelas kepada Panitia Khusus DPRD DIY dalam menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. 7
Substansi materi Raperdais memang tidak berkaitan dengan masalah suksesi/takhta
V
Kasultanan. 8
Namun ketika pembahasan mengenai syarat calon, perdebatan telah melebar kepada
V
226
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
jenis kelamin sosok penerus takhta. 9
Sabdatama tersebut kiranya dapat menyudahi perdebatan yang terjadi.
V
10
Pansus wajib berkonsultasi dengan Sultan HB X terkait dengan syarat calon gubernur,
V
karena siapapun gubernur itu adalah penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta. 11
Sultan HB X sendiri jauh hari sebelum menyampaikan.
12
Sabdatama pernah menyatakan secara bijak bahwa peraturan perundang-undangan
V V
tidak boleh diskriminatif, sehingga harus memberi kesempatan kepada laki-laki maupun perempuan menjadi gubernur. 13
Terkait dengan rumusan syarat calon gubernur, Sultan berpendapat bahwa rumusan
V
syarat dapat ditulis singkat yakni “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup” atau ditulis lengkap sesuai rumusan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UU Keistimewaan) dengan tambahan kata suami” sehingga menjadi “Calon gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan saudara kandung, istri/ suami, dan anak”. 14
Rumusan ini untuk memberi kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
15
Bagaimana mungkin kita dapat memaksakan gubernur DIY harus laki-laki, sementara
V V
penentuan penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta menjadi kewenangan raja yang
227
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bertakhta. 16
Sultan HB X sudah mengatakan bahwa gubernur bisa laki-laki atau perempuan.
V
17
Sabdatama sudah memberi sinyal bahwa laki-laki maupun perempuan berpeluang
V
menjadi penerus takhta. 18
Kepastiannya, pada akhirnya, tergantung pada keputusan raja yang sedang bertakhta.
19
Menurut Sultan HB X, penerus takhta adalah orang yang memang pantas mendapatkan
V V
takhta. 20
Jadi, kualitas dirilah yang akan menjadi dasar penentuan, bukan jenis kelamin.
21
Arah sudah ditunjukkan raja, karena itu Pansus DPRD harus segera memutuskan
V V
rumusan yang sesuai dengan Sabdatama. 22
Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah Raperdais tentang Pengisian Jabatan
V
Gubernur dan Wakil Gubernur, jika memberi peluang perempuan, akan bertentangan dengan UU Keistimewaan? 23
Apabila hal tersebut menyangkut pemberian peluang bagi laki-laki dan perempuan
V
untuk menjadi gubernur DIY, tidak ada hal yang bertentangan. 24
Tidak ada satu kalimat pun di batang tubuh maupun penjelasan UU Keistimewaan yang
V
menyatakan secara tegas bahwa gubernur DIY harus laki-laki. 25
Hal ini juga sesuai arah kebijakan nasional dalam pengarusutamaan gender.
V
228
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Adanya kata “istri”, dan tidak adanya kata “suami”, dalam syarat daftar riwayat hidup
V
calon gubernur dalam UU Keistimewaan bukan berarti tertutupnya peluang perempuan menjadi gubernur DIY. 27
Syarat tersebut dapat diabaikan dalam hal penerus takhta Kasultanan seorang
V
perempuan. 28
Dalam perumusan syarat calon gubernur di Raperdais sebaiknya mengikuti pendapat
V
Sultan yakni ditulis singkat atau ditulis lengkap dengan menambahkan kata “suami”. 29
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keraton, sudah semestinya menyesuaikan diri
dengan
Sabdatama sebagai
konsekuensi
V
pengakuan dan
penghormatan atas keistimewaan DIY. (*) Total
8
12
6
3
-
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen pendukung. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEMPEN.
229
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
J. Mengkritisi Ingatan Kolektif Bangsa No
Kalimat
Per
1
Belum lama ini, tepatnya 9 Maret 2015, diadakan seminar “Orasi Kebangsaan II” di
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
Fakultas Hukum UGM. 2
Prodi Pendidikan Sejarah dan Prodi Sastra Sejarah Universitas Sanata Dharma (USD)
V
Yogyakarta pun turut berpatisipasi di dalamnya. 3
Kegiatan ini mengambil tema “Mencermati Penyimpangan dan Pemutarbalikan Fakta
V
Sejarah di Masa Penjajahan dan Rencana Penulisan Sejarah Nusantara & Indonesia Baru.” 4
Sebagai narasumber utama adalah Bapak Batara R Hutagalung, ketua Komite Utang
V
Kehormatan Belanda (KUKB), dan Dr Purwanto MA (USD); Keynote Speak disampaikan oleh Bapak Tedjo Edhi Purdijanto selaku Menko Polhukam. 5
Seminar ini juga bertujuan untuk membangkitkan kembali ingatan kolektif bangsa yang
V
semakin melemah. 6
Dalam pidatonya Menko Polhukam antara lain menyampaikan beberapa hal yang perlu
V
mendapat perhatian. 7
Pertama, perlu mengkaji ulang penulisan sejarah yang ada selama ini.
V
230
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Kedua, sejarah perlu diluruskan agar generasi penerus bangsa dapat memahami
V
sejarahnya dengan benar. 9
Pemahaman sejarah ini akan berpengaruh terhadap karakter bangsa mengingat materi
V
pelajaran sejarah diberikan mulai dari SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi akan mempengaruhi sikap dan karakter generasi penerus bangsa yang kelak menjadi pemimpin negara. 10
Ketiga, bahwa menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) ancaman terhadap kedaulatan
V
bangsa sifatnya sudah multi dimensional. 11
Melalui pidatonya Menko Polhukam juga berharap tim pelurusan sejarah dan penulisan
V
sejarah Nusantara dan Indonesia Baru segera terbentuk, dan diangkat secara nasional. 12
Hal ini semakin memberikan harapan bagi Indonesia, yang saat ini dapat dikatakan
V
mengalami krisis ingatan kolektif bangsa dan tercemarnya ingatan kolektif dengan sejarah yang tidak benar. 13
Sejarah pun menjadi terlupakan dan dirasa tidak penting.
14
Melalui penghargaan akan ingatan kolektif dan upaya pelurusan sejarah, kita dapat
V V
membetengi bangsa ini dari berbagai ancaman atas kedaulatan bangsa yang bersifat multidemendional.
231
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Contoh kasus yang masih hangat adalah kasus hukuman mati terhadap para pengedar
V
narkoba di Indonesia dari Brazil, Belanda, dan Australia. 16
Pengedaran Narkoba adalah sebuah kejahatan besar, karena mampu membinasakan
V
kualitas generasi muda bangsa. 17
Sebuah negara akan hancur ketika generasi muda rusak kualitasnya karena Narkoba.
18
Tindakan Indonesia untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap para pengedar tersebut,
V V
selalu dituding melanggar hak asasi manusia (HAM) oleh Belanda, Brazil, dan Australia. 19
Berbagai upaya mereka lakukan untuk mempengaruhi keputusan Indonesia dalam
V
menjatuhkan hukuman mati. 20
Salah satu contoh upaya dari Australia yang masih hangat dalam ingatan adalah adanya
V
tawaranpertukaran narapidana. 21
Hal ini sungguh sangat meremehkan Indonesia.
V
22
Melalui ungkapan lain dapat dikatakan kedaulatan kita dijadikan ajang barter.
V
23
Lalu mengapa dunia juga terdiam ketika banyak warga negara Indonesia (WNI) yang
V
dijatuhi hukuman mati di negara lain? 24
Bangsa Indonesia telah sesuai dengan prosedur dalam menjatuhkan eksekusi mati
V
tersebut.
232
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Jika dilihat dari sejarahnya, semisal kasus genosida yang dilakukan oleh Belanda dalam
V
kasus Westerling di mana ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan dibantai tanpa proses hukum, dalam hal ini bangsa Belanda jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM berat. 26
Mengapa Belanda begitu berani mengatakan kita melanggar HAM dalam kasus
V
eksekusi mati para pengedar narkoba tersebut? 27
Hal ini menandakan bahwa kedaulatan kita diremehkan oleh mereka.
V
28
Menurut Bapak Batara, Belanda paling takut ketika kasus Westerling diangkat karena
V
merupakan kasus kekejaman luar biasa yang dilakukan Belanda. 29
Dalam kasus seperti ini PBB tidak mengenal asas kadarluarsa sehingga kasus ini tetap
V
dapat diperkarakan. 30
Dalam kasus ini kita seharusnya sadar bahwa dengan membuka lembaran sejarah
V
secara benar dan objektif, dapat menyelamatkan kedaulatan bangsa dan mampu memberikan dasar yang kuat bagi para pemimpin bangsa dalam mengambil setiap keputusan untuk menjaga kedaulatan bangasa. 31
Oleh karena itu ingatan kolektif bangsa harus selalu dijaga dan dikritisi demi masa
V
depan bangsa. 32
Sejarah sungguh memiliki kontribusi positif dalam menjaga kedaulatan bangsa. (*) Total
V 15
13
3
1
-
-
233
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen pendukung. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEMPEN.
K. Nalar Sesat Peluang Remisi Untuk Koruptor No
Kalimat
Per
1
Pada era Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, kementerian yang paling sering
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
mengeluarkan kebijakan kontroversial bisa jadi adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). 2
Kebijakan kontroversial yang pernah dikeluarkan oleh kementerian itu di antaranya
V
terkait pengesahan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Romahurmuziy dan pengesahan kepengurusan Partai Golongan Karya (Golkar) versi Agung Laksono. 3
Teranyar, kementerian yang dinahkodai oleh kader Partai Demokrasi Indonesia
V
Perjuangan (PDIP), Yasonna H Laoly itu berencana memperlonggar cara memperoleh pemotongan tahanan (remisi) bagi narapidana, tak terkecuali bagi narapidana korupsi. 4
Manuver itu akan dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun
V
2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Masyarakat.
234
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Menurut Yasonna, setiap narapidana harus diberikan perlakuan sama sebagaimana
V
norma Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 6
Itu artinya, besar kemungkinan keberadaan Pasal 34A PP Nomor 99 Tahun 2012 yang
V
salah satunya mensyaratkan agar narapidana bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan bakal akan diamputasi. 7
Jika hal itu benar terjadi, maka akan sangat mudah bagi para koruptor untuk
V
V
mendapatkan remisi. 8
Kulminasi terburuknya, bukan tidak mungkin akan terjadi fenomena “hujan remisi”
V
bagi koruptor. 9
Apalagi, mafhum diketahui saat ini masih banyak oknum-oknum di lingkungan
V
lembaga pemasyarakatan yang dengan gampang bisa disuap untuk memudahkan narapidana memperoleh remisi. 10
Tidak Tepat
V
Bila mengacu pada ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Antikorupsi (United Nations Convention Againts Corruption/ UNCAC), utamanya Pasal 37 ayat (2), argumentasi yang dikemukakan oleh Yasonna H Laoly untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentu tidak sepenuhnya tepat.
235
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Pada
pasal
itu
disebutkan
bahwa
setiap
negara
peserta
konvensi
wajib
V
mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi tersebut. 12
Di samping itu, manuver Yasonna H Laoly itu justru berpotensi mempersulit para
V
penegak hukum (KPK, Polri, Kejaksaan) untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang sedang ditangani. 13
Sebagai
gambaran,
dalam
konteks
kekinian
pemerintah
telah
menawarkan
V
perlindungan dan remisi bagi narapidana korupsi yang bersedia bekerja sama (justice collaborator) membongkar kasus korupsi sampai ke akar-akarnya. 14
Faktanya, sampai saat ini narapidana korupsi yang bersedia menjadi justice
V
collaborator bisa dihitung dengan jari. 15
Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu
V
V
kemudian diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi. 16
Pada titik ini, Yasonna H Laoly jelas tidak peka dalam memahami gagasan sembilan
V
program prioritas (Nawa Cita) yang diusung oleh Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf
236
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kalla. 17
Pada poin keempat Nawa Cita disebutkan bahwa menolak negara lemah dengan
V
melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 18
Sedangkan memperlonggar mekanisme memperoleh remisi, termasuk narapidana
V
korupsi jelas adalah simbol pengakuan bahwa negara lemah terhadap koruptor. 19
Oleh sebab itu, seyogianya Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla segera mengambil
V
tindakan tegas terhadap para menterinya yang kerap bertindak di luar orientasi Nawa Cita, termasuk Menkumham Yasonna H Laoly. 20
Jika tidak, maka dapat dipastikan Nawa Cita hanya akan terus menjadi gagasan usang
V
pemerintah yang tidak pernah terealisasi. Wallahu a’lam. (*) Total
3
13
3
-
1
2
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap ditemukan dua macam elemen saja, yaitu elemen modal dan sanggahan. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-ALPEM-MO-SA.
237
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
L. Gejala Meningitis Layaknya Flu Biasa No
Kalimat
Per
1
Kematian komedian Olga Syahputra beberapa hari yang lalu sangat mengejutkan
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
publik. 2
Betapa tidak, ia merupakan seorang komedian multitalenta yang sedang naik daun di
V
jagat hiburan nusantara. 3
Kabarnya, ia meninggal disebabkan penyakit meningitis yang ia derita belakangan ini.
V
4
Karena itu, kita perlu mewaspadai penyakit meningitis yang berbahaya ini.
V
5
Gejala meningitis awalnya agak sulit dibedakan dengan gejala flu, sehingga kadang
V
orang sering salah mengenali. 6
Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2 tahun adalah demam
V
tinggi, sakit kepala, lemah, dan kekakuan leher. 7
Gejala ini bisa berkembang dari beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari.
V
8
Gejala lain bisa berupa mual, muntah, tidak nyaman dengan cahaya terang, bingung,
V
dan mengantuk. 9
Pada bayi yang baru lahir atau anak-anak di bawah 2 tahun, gejala klasik seperti sakit
V
kepala dan leher kaku seringkali agak sulit terdeteksi, karena mereka belum bisa menyampaikan keluhannya.
238
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Bayi dengan meningitis biasanya menunjukkan gejala lesu (kurang aktif), muntah,
V
rewel, dan tidak mau makan. 11
Dengan berjalannya waktu dan penyakit, maka pada pasien meningitis (di segala usia)
V
bisa timbul gejala berupa kejang-kejang. 12
Identifikasi
V
Meningitis merupakan infeksi cairan otak sekaligus radang pada lapisan selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). 13
Secara umum, meningitis terdapat dua jenis yaitu meningitis viral dan meningitis
V
bakterialis. 14
Meningitis viral disebabkan virus, dapat menyebar melalui batuk, bersin dan
V
lingkungan tidak higenis. 15
Umumnya, meningitis virus tidak terlalu parah dan dapat hilang sendiri tanpa
V
pengobatan spesifik. 16
Sementara, meningitis bakterialis disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis,
V
Streptococcus, dan Listeria Monocytogenes (listeria) yang dapat ditemukan di banyak tempat, misalnya dalam debu dan makanan yang terkontaminasi, seperti keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan). 17
Belakangan bakteri Listeria ini sedang cukup ramai dibicarakan karena diberitakan
V
239
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengkontaminasi beberapa jenis apel asal Amerika Serikat, yakni apel Gala dan Granny Smith. 18
Meningitis akibat bakteri ini umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan
V
otak, hilangnya pendengaran, dan gangguan kognitif, bahkan kematian. 19
Pada meningitis akibat bakteri, sangat penting pula mengetahui macam bakteri
V
penyebabnya, sehingga dapat dipilihkan antibiotika yang sesuai. 20
Harus dipahami, mencegah lebih baik dari pada mengobati.
V
21
Kita perlu mengetahui tata cara menghindarkan diri dari penyakit meningitis.
V
22
Di antara tata caranya adalah pertama, cuci tangan dengan baik dan sering, terutama
V
mereka yang merawat atau berada berdekatan dengan pasien meningitis. 23
Kedua, bersihkan permukaan-permukaan yang bisa terkontaminasi (handel pintu,
V
remote TV,dll) dengan sabun dan air kemudian bilas dengan desinfektan atau cairan pemutih yang mengandung chlorine untuk mencegah penyebaran virus. 24
Ketiga, tutupi mulut saat batuk.
V
25
Dan terakhir, lakukan vaksinasi meningitis.
V
26
Demikianlah, uraian singkat penulis tentang penyakit meningitis.
V
27
Kita perlu waspada, berhatihati, dan menghindarkan diri dari penyakit tersebut.
28
Namun, jika ada gejala yang dicurigai sebagai penyakit meningitis, segeralah pergi ke
V V
240
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dokter dan memeriksakannya. Total
10
7
5
6
-
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen pendukung. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEMPEN.
M. Subsidi Rakyat Dialihkan untukbantu Pejabat Beli Mobil Baru No 1
Kalimat
Per
Al
Pem
Pen Mo
Sa
Pejabat negeri ini memang dapat bernafas lega setelah mendapat kemudahan uang V muka kredit mobil.
2
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 39 tahun 2015 tentang Pemberian V
V
Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk pembelian kendaraan perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210. 890 juta. 3
Perpres itu merupakan revisi Perpres sebelumnya yakni Peraturan Presiden No 68
V
Tahun 2010 (Tribun Jogja 3 April 2015). 4
Yang diubah oleh Presiden Jokowi hanya Pasal 3 Ayat (1) Perpres No 68/2010.
V
Jika pada Perpres 68 Tahun 2010 pemberian fasilitas uang muka diberikan kepada
241
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pejabat negara sebesar Rp 116. 650.000,- maka pada Peraturan Presiden No 39 Tahun 2015 diubah menjadi sebesar Rp 210. 890.000,-. 5
Mereka yang berhak mendapatkan fasilitas itu antara lain anggota Dewan Perwakilan V Rakyat sebanyak 560 orang, anggota Dewan Perwakilan Daerah 132 orang, Hakim Agung 40 orang, Hakim Konstitusi 9 orang, anggota Badan Pemeriksa Keuangan 5 orang dan anggota Komisi Yudisial sebanyak 7 orang.
6
Namun kebijakan Jokowi ini menuai kontroversi di masyarakat.
V
7
Betapa tidak kebijakan itu ditelurkan pada saat pemerintah juga menaikkan bahan
V
bakar minyak (BBM) yang berdampak pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok. 8
Kebijakan
ini pun menjadi paradoks dengan Inpres No 2 Tahun 2015 tentang V
Langkah- Langkah Penghematan dan Pemanfaatan Anggaran Belanja Perjalanan Dinas dan
Meeting/Konsinyering
Kementerian/Lembaga
dalam
Rangka
Pelaksanaan
Anggaran dan Pendapatan Belanja Tahun Anggaran 2015. 9
Ironis penambahan subsidi kepada pejabat negara dan wakil rakyat justru diberikan di V saat pemerintah sedang mencabut sebagian subsidi dari masyarakat.
10
Karena itu kebijakan itu dapat disebut tidak berkeadilan sosial sebab tambahan biaya
V
uang muka pembelian kendaraan perseorangan justru diberikan saat rakyat menanggung meroketnya harga dan pencabutan subsidi.
242
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Ini sama artinya dengan subsidi kepada rakyat sengaja dihapuskan dan justru diberikan
V
kepada pejabat Negara. 12
Rakyat tentu menyadari tugas pejabat cukup banyak untuk melayani kepentingan
V
V
umum. 13
Namun tidakkah lebih relevan manakala kepada pejabat diberikan subsidi transportasi
V
atau tunjangan transportasi dan mendorong mereka menggunakan kendaraan umum sebagaimana dipaksakan kepada rakyat. 14
Ternyata mental memanjakan pejabat negara juga masih melekat di eranya Jokowi
V
yang menjanjikan pemerintahan transparan dan berpihak kepada rakyat. 15
Kendaraan perseorangan yang dibeli dengan dana itu kelak menjadi milik pribadi V bukan milik negara.
16
Artinya di antara seabrek tunjangan yang diberikan plus gaji yang besar mereka masih
V
diberikan fasilitas yang teramat fantastis. 17
Alasan pemerintah yang mengatakan kebijakan itu selalu ada bukanlah alasan yang
V
amat tepat. 18
Tidak hanya soal alokasi anggaran yang sudah tersedia.
V
19
Yang terutama
V
kebijakan itu pemborosan dan berpeluang disalahgunakan untuk
korupsi.
243
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Pejabat negara bukanlah orang miskin.
V
21
Saat ini mereka sudah hidup mewah dengan fasilitas yang diberikan negara.
V
22
Pada umumnya mereka sudah mempunyai banyak mobil sehingga tidak memerlukan
V
kendaraan pribadi yang diberikan negara. 23
Rakyat berharap agar Presiden Jokowi lebih bisa berempati kepada rakyat dan
V
memenuhi janjinya menghemat anggaran 24
Jokowi mestinya lebih berpihak kepada rakyat bukan pejabat.
V
25
Para pejabat negara seakan tidak pernah puas dengan kedudukan, kekuasaan dan
V
fasilitas yang demikian banyak dari negara. 26
Kekayaan negara ini seharusnya untuk kemakmuran rakyat banyak bukan justru
V
memanjakan para pejabat. 27
Revolusi mental yang digaungkan Jokowi-JK mestinya membumi dalam kebijakan dan
V
tindakan yang benar-benar pro rakyat. 28
Rakyat merindukan pemimpin yang peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi
V
rakyat bukan justru memanjakan diri dengan fasilitas. 29
Menjadi pejabat adalah mengabdi kepada rakyat bukan mencari kenikmatan kekuasaan. V
30
Memang akhirnya kembali kepada moralitas pejabat bersangkutan.
V Total 10
19
2
-
1
-
244
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen modal. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEM-MO.
N. Melepas Kebaya dan Sanggul Kartini No
Kalimat
Per
1
Masih jamak, peringatan Hari Kartini ditandai dengan lenggak-lenggok peragaan
V
Al
Pem
Pen
Mo
Sa
budaya daerah. 2
Entah di sekolah, lembaga pemerintah, maupun kelompok masyarakat, sebatas
V
memaknai Kartini dalam simbol-simbol yang mewakili citra ketradisionalan. 3
Kartini diidentikkan dengan masa lalu yang kuno.
4
Masih relevankah sikap seperti itu?
5
Baik bahwa Kartini juga dilambangkan sebagai sosok pejuang emansipasi perempuan.
6
Surat-suratnya kepada sahabat-sahabat pena, yakni sahabat sahabat penanya, yakni
V V V V
Estella H Zeehandelaar, Nyonya Ovink-Soer, Nyonya Abendanon-Mandri, Prof Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol, yang kemudian dibukukan oleh JH Abendanon menjadi buku Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang), dirujuk sebagai sumber referensi tentang emansipasi tersebut. 7
Apakah surat-surat Kartini masih dibaca hingga kini?
V
245
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Apakah perjuangan emansipasi perempuan masih merujuk dari teks tersebut?
V
9
Pada perikop mana saja surat Kartini selalu relevan untuk dihadirkan ulang pada
V
perayaan hari kelahirannya? 10
Menilik gagasan emansipasi Kartini, kita tidak bisa lepas dari aktivitas surat-menyurat
V
yang kemudian dibukukan oleh JH Abendanon dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. 11
Surat-menyurat Kartini dengan Stella yang dimulai 25 Mei 1899 ini yang dinilai
V
sebagai surat-menyurat berharga untuk memperjuangkan emansipasi perempuan. 12
Surat-surat Kartini bertema sederhana.
13
Gagasan besar tentang kesetaraan ditulis dalam cerita-cerita tentang hal-hal kecil yang
V V
ia lihat, dengar, dan rasakan di sekitarnya. 14
Tak jauh-jauh, ia menulis tentang perkawinan.
V
15
Istri Adipati Ario Jayahadiningrat ini menolak dimadu karena ayahnya Adipati Ario
V
Sosroningrat berpoligami. 16
Namun ia tak berdaya dimadu setelah syarat diperbolehkan mendirikan sekolah
V
dikabulkan calon suami. 17
Dilema batin antara menjaga martabat sebagai perempuan atau berkompromi supaya
V
bisa mengangkat derajat kaum perempuan itu berkecamuk dalam dirinya.
246
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Tidak mudah pada saat itu.
V
19
Bercerita kepada sahabat-sahabat penalah solusinya.
V
20
Hal-hal kecil yang terjadi di sekelilingnya jadi bahan cerita di surat.
21
Tentang ayahnya yang sakit ia berdialog tentang bakti kepada orangtua dan panggilan
V V
perjuangan ke luar rumah. 22
Tentang pelajaran agama yang tak kunjung ia pahami berkisah tentang nilai-nilai
V
keutamaan yang menjaga pikiran dan sikapnya. 23
Bahasanya menyentuh emosi sekaligus merangsang pemikiran.
24
Bebas dari Perbudakan
V V
Saat menghadirkan kembali surat-surat Kartini di zaman ini, pertanyaannya, apa relevansinya? 25
Saya berpendapat, cita-cita Kartini tentang perubahan sosial lewat pendidikan selalu
V
relevan diperjuangkan. Ada banyak pekerjaan rumah bagi bangsa ini bertautan dengan emansipasi perempuan. 26
Bahwa emansipasi tak sebatas menempatkan perempuan sebagai presiden, menteri, dan
V
jabatanjabatan publik lainnya. 27
Bahwa emansipasi juga tak sebatas meraih kesetaraan perlakuan perempuan terhadap
V
laki-laki.
247
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Perlu ada upaya meletakkan kembali emansipasi pada pengertian selain “persamaan
V
hak”, yakni “pembebasan dari perbudakan”. 29
Tentu perbudakan yang dimaksud di sini tak sama persis dengan model kerja paksa
V
secara fisik, melainkan perbudakan terhadap ideologi dan cara berpikir modern. 30
Perbudakan yang perlu dilawan sekarang adalah perbudakan terhadap mitos
V
kecantikan, tahayul tentang konsumtivisme, pemujaan terhadap hedonisme, dan segala model cara hidup yang justru merendahkan pribadi perempuan. 31
Ketika surat-surat berbahasa Belanda yang ditulis Kartini dibukukan dan diberi judul,
V
kita belajar bahwa semangat perubahanlah yang menjadikan kita mengenangnya sampai sekarang. 32
Maka, pesan Kartini, kembalilah kepada agenda emansipasi.
V
33
Boleh berkonde dan berkebaya namun jangan abai membaca.
V
34
Semangat rayakan Kartini, perempuan Indonesia. (*)
V Total
6
16
4
9
-
-
Berdasarkan analisis data, ketiga elemen pokok ditemukan pada wacana ini, sedangkan pada elemen pelengkap hanya ditemukan satu macam elemen saja, yaitu elemen pendukung. Wacana ini menganut pola pengembangan wacana argumentasi PER-AL-PEMPEN.
248
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
249
BIODATA PENULIS Fitriana Rahmawati lahir di Klaten, pada tanggal 21 Maret 1993. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri II Tegalyoso Klaten pada tahun1999 hingga 2005. Sekolah Menengah di SMP Negeri I Jogonalan Klaten selama tiga tahun dan SMA Padmawijaya Klaten pada tahun 2008-2011.
Setelah
itu,
penulis
menempuh
pendidikan S1 Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada 2011-2015.