PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERAN MEDITASI MINDFULNESS TERHADAP PEMAKNAAN KEBAHAGIAAN
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Mario Febryan Heimbach NIM : 089114094
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
PERAN MEDITASI MINDFULNESS TERHADAP PEMAKNAAN KEBAHAGIAAN
Oleh: Mario Febryan Heimbach NIM: 089114094
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Skripsi,
C. Siswa Widyatmoko S.Psi., M.Psi.
Yogyakarta, 20 Februari 2013
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
PERAN MEDITASI MINDFULNESS TERHADAP PEMAKNAAN KEBAHAGIAAN Dipersiapkan dan ditulis oleh: Mario Febryan Heimbach NIM: 089114094
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji pada tanggal: .. Maret 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji:
Nama Lengkap Penguji 1
Tanda Tangan
C. Siswa Widyatmoko S.Psi., M.Psi.
…………………………
Penguji 2
…………………………
Penguji 3
…………………………
Yogyakarta,
Maret 2013
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,
Dr. Christina Siwi Handayani
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Your vision will become clear only when you can look into your own heart. Who looks outside, dreams; who looks inside, awakes” (Carl Gustav Jung)
Terima kasih kepada segala bentuk kehidupan, yang dalam ketidakkekalannya mewujud indah ke dalam setiap napas
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 April 2013 Penulis,
Mario Febryan Heimbach
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERAN MEDITASI MINDFULNESS TERHADAP PEMAKNAAN KEBAHAGIAAN
Mario Febryan Heimbach
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretative phenomenological analysis. Penelitian ini melibatkan tiga orang responden. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur. Proses validasi yang dilalui adalah validasi komunikatif, di mana data dapat dipakai jika responden merasa data yang didapat peneliti dapat menggambarkan pengalaman responden; dan validasi argumentatif, di mana hasil penelitian dapat dibuktikan dengan melihat data mentah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik meditasi mindfulness yang dijalani dapat menggeser pemaknaan kebahagiaan, yang dahulu berorientasi pada mengejar dan mempertahankan sesuatu menjadi penerimaan pada realitas saat ini, sebagaimana adanya. Perubahan tersebut dapat terjadi karena melaui meditasi mindfulness, para meditator belajar untuk tidak melekat pada pikiran melalui pengamatan terhadap pikiran yang terus mengalir, memfokuskan perhatian pada kualitas napas, serta menerima diri dan momen saat ini seutuhnya.
Kata kunci: Meditasi, mindfulness, kebahagiaan
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
THE ROLE OF MINDFULNESS MEDITATION TOWARDS THE MEANING OF HAPPINESS
Mario Febryan Heimbach
ABSTRACT
This research aimed to explore the role of mindfulness meditation towards the meaning of happiness. The research question was how mindfulness meditation can affect the meaning of happiness. This was a qualitative research that applied interpretative phenomenological analysis as an approach. Three respondents were involved during this reseach. The data was collected by using semi-structured interview. Credibilty in this research was built by communicative and argumentative validation. Communicative validation was applied when the data can portray the respondents’ experience correctly. While argumentative validation was applied when the research’s result can be confirmed by looking at the raw data. The result suggested that by practicing mindfulness meditation, the meaning of happiness was shifted. Previously, the meditators defined happiness as a state that can be achieved by pursuing and holding on to something. After practicing mindfulness meditation, the meditators defined happiness as a state when people can accept reality in the present moment, as the way it is. This shifting meaning of happiness can be achieved because by practicing mindfulness meditation, the meditators learned to not getting attached to any thoughts through observing the stream of thoughts, focusing on the quality of breath, and fully accepting the occuring present moment as well as themselves.
Key words: Meditation, mindfulness, happiness
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma NAMA
: MARIO FEBRYAN HEIMBACH
NIM
: 089114094
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Peran Meditasi Mindfulness terhadap Pemaknaan Kebahagiaan
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 10 April 2013 Yang menyatakan,
Mario Febryan Heimbach
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Ada banyak cara untuk melihat esensi sebuah tugas akhir dari suatu proses perkuliahan. Jika dilihat dari sudut pandang akademis formal, tugas akhir yang berupa tulisan ini adalah salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana psikologi (S.Psi) dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Namun, dari sudut pandang personal penulis, tulisan ini merupakan sebuah langkah awal dari penjelajahan panjang yang baru saja dimulai. Perwujudan tulisan ini dapat terlaksana karena adanya pengetahuan dari individu-individu lain, dari masyarakat luas. Oleh karena itu, tulisan ini juga diharapkan dapat kembali memberi kontribusi (berupa inspirasi, referensi teori, atau apapun) kepada khalayak luas. Biarlah pengetahuan yang mampir dalam rupa huruf-huruf ini memberi sumbangsih kepada siapa saja yang memerlukannya. Akhirnya, penulis ingin mempersembahkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap mereka yang berjasa baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap terwujudnya tulisan ini. Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada: 1. Ibu Dr. C. Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas dedikasinya dalam menjalankan roda fakultas. 2. Bapak Siswa Widyatmoko S.Psi., M.Psi. dan Mbak Haksi selaku pembimbing skripsi. Terima kasih atas pengetahuan yang telah diturunkan sedemikian rupa sampai terlesesaikannya tulisan ini.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Ibu Agnes Indar Etikawati., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas saran-saran dan tanda tangan yang dibubuhkan selama beberapa semester panjang yang terasa singkat ini. 4. Semua staf Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gie. Terima kasih atas dedikasinya yang luar biasa. 5. Orangtua penulis, yang selalu berusaha menyediakan layar dan perahu terbaik agar penulis dapat berlayar ke samudera seberang tanpa kurang suatu apapun. 6. Ketiga responden dalam penelitian ini, R, A, dan N. Terima kasih atas kesediaan untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan kebijaksanaan yang tertuang dalam penelitian ini. 7. Semua orang di Chan Indonesia, khususnya Bapak Agus Santoso, yang telah memberi kesempatan agar penulis dapat menemukan dan menyalakan lentera di dalam diri. 8. Teman-teman di kampus yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas warna-warni yang sudah kalian tumpahkan dalam kehidupan. Interaksi dengan kalian merupakan momen yang sangat mendewasakan. 9. Teman-teman, murid-murid, rekan-rekan guru dan staf di Sekolah Bahasa Realia. Terima kasih atas segala cerita, ilmu, dan wawasan tentang betapa luasnya dunia. Diskusi dan obrolan dengan kalian adalah jendela bagi luasnya pengetahuan di dunia yang menanti untuk dijelajahi. x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10. Segala entitas yang (tentu saja) tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kesalingterhubungan yang mencerahkan.
Demikian kata pengantar yang dapat disampaikan. Penulis selalu membuka mata hati dan pikiran terhadap kritik dan saran yang terkait dengan tulisan ini. Sekali lagi, terima kasih.
Yogyakarta, 10 April 2013 Penulis
Mario Febryan Heimbach
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ………………………………...
ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................
v
ABSTRAK .................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. vii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ viii KATA PENGANTAR ................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv BAB I.
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah............................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
8
1. Manfaat teoretis ................................................................. 8 2. Manfaat praktis .................................................................
9
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................. 10 A. Subjective Well-Being ............................................................... 10 1. Pengertian subjective well-being .................................... 10 xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Jenis-jenis kebahagiaan .................................................... 11 3. Kebahagiaan dan momen saat ini ……………………… 12 B. Meditasi ……………………………………………………… 12 1. Meditasi konsentrasi …………………………………… 14 2. Meditasi mindfulness …………………………………… 14 3. Meditasi loving-kindness ……………………………….. 14 C. Meditasi Mindfulness…………………………………………. 15 1. Definisi mindfulness …………………………………… 15 2. Mindfulness dalam Buddhist Psychological Model ……. 17 3. Mindfulness dan konsep here and now ……………….... 21 D. Hubugan antara mindfulness dan subjective well-being …….. 22 BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 26 A. Jenis Penelitian ........................................................................ 27 B. Fokus Penelitian .................................................................... 27 C. Responden Penelitian............................................................... 27 D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 28 E. Prosedur Pengumpulan Data.................................................... 32 F. Metode Analisis Data ............................................................ 37 G. Kredibilitas Penelitian ............................................................ 41 BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................. 42 A. Profil Responden ..................................................................... 42 B. Analisis Data .......................................................................... 44
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. Pembahasan ............................................................................ 81 1. Kondisi sebelum mempraktikkan meditasi mindfulness ... 81 2. Hal yang dilakukan saat mempraktikkan meditasi Mindfulness ........................................................................ 83 3. Perubahan yang berangsur terjadi sesudah mempraktikkan meditasi mindfulness .............................. 85 BAB V. PENUTUP ……………………………………………………… 91 A. Kesimpulan …………………………………………………. 91 B. Kekuatan Penelitian ………………………………………… 92 C. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 92 D. Saran ...................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 94 LAMPIRAN …………................................................................................. 98
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Persiapan Wawancara ……………………………………………. 29
Tabel 2
Pedoman Wawancara ………………………………………….... 31
Tabel 3
Pelaksanaan Wawancara ………………………………………… 34
Tabel 4
Pengelolaan Wawancara dengan Triangulasi Peneliti ................... 39
Tabel 5
Tema-tema Umum Responden ………………………………….. 77
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam eksistensinya, semua manusia tidak bisa lepas dari beberapa hal deterministik seperti bertambah tua, terserang penyakit, dan menjumpai kematian. Untuk mempertahankan eksistensinya tersebut, manusia sering kali berupaya untuk memenuhi segala kebutuhan-kebutuhannya dengan harapan bahwa ketika semua kebutuhannya terpenuhi, maka akan tercapai kondisi “bahagia”. Beberapa manusia melakukan usaha yang tidak biasa sebagai bentuk usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya dan untuk mengejar kebahagiaan. Khususnya di masyarakat Indonesia, ada beberapa laku atau cara untuk mengejar hal tersebut, antara lain dengan berpuasa (seperti puasa di bulan Ramadhan, mutih, ngrowot, dll), bertapa dengan berbagai jenisnya, menggunakan mantra serta susuk, dan masih banyak lagi (Endraswara, 2010). Berbagai orang yang melakukan cara-cara tersebut juga menyertakan permohonan, seperti ingin lulus ujian atau ingin memenangkan undian dengan hadiah uang (Sartono, 2012). Meskipun pada kenyataannya, uang atau kekayaan
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
kebahagiaan
seseorang
(Baumgardner & Crothers, 2009). Fenomena-fenomena di atas adalah representasi dari berbagai tantangan dan kesulitan yang dialami manusia dalam mengejar kebahagiaan. Hal-hal di
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
atas sebenarnya tidak berasal dari eksistensi manusia itu sendiri, tetapi berasal dari respons yang maladaptif (Olendzki, dalam Didonna, 2009). Respons tersebut
nampak
dalam
pengejaran
kenikmatan
dan
penghindaran
ketidaknikmatan tanpa henti sebagai bentuk usaha mengejar kebahagiaan. Oleh karena itu, perlu dipelajari esensi kebahagiaan dan langkah-langkah adaptif yang dapat dijalani sebagai jalur menuju kebahagiaan (Leyden, Goldberg, Michelbach, 2011). Sejak dahulu, mulai dari era Yunani kuno sampai era fisafat modern, sudah banyak para pemikir dan cendekiawan yang mempertanyakan esensi atau makna kebahagiaan (Eid & Larsen, 2008). Kebahagiaan (happiness) atau dalam terminologi psikologi sering disebut sebagai subjective well-being merupakan kombinasi dari kepuasan hidup, adanya afek positif, dan tidak adanya afek negatif (Baumgardner & Crothers, 2009). Kepuasan hidup merupakan faktor kognitif mengenai tingkat kepuasan seseorang atas hidupnya. Afek positif adalah faktor emosional yang menunjukkan frekuensi dan intensitas emosi yang menyenangkan, seperti kesenangan dan keceriaan. Di sisi lain, afek negatif merupakan faktor emosional yang menunjukkan frekuensi dan intensitas emosi yang tidak menyenangkan, seperti kesedihan dan kekhawatiran. Menurut Keyes (dalam Lopez, 2008), komponen-komponen dalam subjective well-being merupakan komponen dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Orang yang memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi (dengan kata lain, orang yang bahagia) adalah orang yang lebih sehat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
(Davidson. Mostofsky, & Whang, dalam Leyden et al., 2011). Melalui mental yang sehat, manusia dapat memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih maju agar dapat merealisasikan segala potensinya dan mengaktualisasikan diri sepenuhnya (Schultz, 1991). Dalam kesehariannya, mereka pada akhirnya akan memiliki lebih banyak emosi positif dan dapat berfungsi secara optimal dalam berbagai aspek. Pada aspek psikologis dan sosial, individu yang sehat mental dapat memiliki tujuan hidup dan kedekatan dengan sahabat dan keluarga. Mereka juga dapat beraktivitas lebih optimal, khususnya dalam performa kerja dan kehidupan sehari-hari (Lopez, 2008). Subjective
well-being
adalah
rumusan
yang
relevan
untuk
mengeksplorasi kualitas hidup seseorang dari perspektif mereka sendiri (Keyes, et al. dalam Lopez 2008). Hal ini disebabkan karena setiap individu memiliki nilai-nilai, tujuan hidup, dan daya yang berbeda (Diener et al., dalam Lopez, 2008). Oleh karena itu, hasil subjektif yang mendalam dapat didapat dengan memberikan kesempatan kepada individu untuk mengeksplorasi hidupnya berdasarkan penilaian, nilai-nilai, dan tujuan hidupnya sendiri. Berdasarkan
penelitian-penelitian
sebelumnya,
kebahagiaan
atau
subjective well-being nampak berhubungan dengan beberapa hal. Menurut Worsch, Amir, dan Miller (2011), Subjective well-being dipengaruhi oleh kapasitas individu untuk menyesuaikan tujuan-tujuannya (goal adjustment capacities) dan strategi individu dalam menanggulangi stres. Individu yang tidak terikat pada tujuan yang gagal tercapai serta dapat memiliki tujuan lain terbukti memiliki subjective well-being yang lebih tinggi. Subjective well-being
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
juga berhubungan dengan gejala-gejala depresif (Kim, Ann, & Kim, 2011). Semakin tinggi tingkat kebahagiaan individu, maka gejala-gejala depresif individu tersebut akan semakin rendah. Peristiwa-peristiwa dalam hidup juga mempengaruhi subjective well-being seseorang (Luhman, Hoffman, Eid, & Lucas, 2012). Setiap peristiwa hidup yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda terhadap subjective well-being. Menurut Shier dan Graham (2011), subjective well-being juga dipengaruhi oleh tingkat mindfulness seseorang. Semakin mindful seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat subjective wellbeing orang tersebut. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kebahagiaan atau subjective well-being. Padash, Dehnavi, dan Botlani (2012) menyebutkan bahwa terapi kognitif adalah pendekatan yang efektif untuk meningkatkan subjective wellbeing seseorang. Salah satu modifikasi dari terapi kognitif, yaitu mindfulnessbased cognitive therapy (terapi kognitif yang berdasar pada pendekatan mindfulness) juga berpengaruh positif pada subjective well-being (Collard, Avny, & Boniwell, 2008). Meditasi mindfulness adalah salah satu pendekatan yang juga berpengaruh terhadap well-being secara umum dan psychological functioning seseorang (Lykins & Baer, 2009), di mana psychological functioning merupakan salah satu bagian dari subjective well-being (Keyes, et al. dalam Lopez, 2008). Meskipun sudah berulang kali terbukti secara empiris, penelitianpenelitian tentang terapi yang dapat meningkatkan subjective well-being adalah beberapa contoh dari banyak penelitian lainnya yang masih berfokus pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
tingkat kebahagiaan seseorang. Dengan demikian, perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat menjelaskan apa sebenarnya esensi atau makna dari kebahagiaan sehingga makna kebahagiaan yang diperoleh dapat berperan terhadap terapi mindfulness yang diberikan (Mogilner, Kamvar, & Aaker, 2011). Sebagai contoh, jika individu memaknai kebahagiaan sebagai penerimaan, maka terapi mindfulness yang diberikan sebaiknya juga menekankan aspek penerimaan. Sebagai
pendekatan
yang
berpengaruh
terhadap
kebahagiaan,
mindfulness pada dasarnya merupakan jantung atau inti dari meditasi dalam Buddhisme (Thera, dalam Kabat-Zinn, 2003). Untuk mengembangkan ketrampilan mindfulness, Kabat-Zinn (2003) menyebutkan bahwa praktik meditasi merupakan landasan yang utama. Dalam praktik mindfulness, individu mengamati bagaimana kesadaran (persepsi, kognisi, emosi, atau sensasi) bekerja dengan tidak menghakimi segala yang muncul dan terjadi di sana (Baer, 2003). Mindfulnes bukan aktivitas mistis atau spiritual, juga bukan jawaban dari semua masalah. Namun, dengan praktik mindfulness, semua permasalahan dalam hidup dapat dilihat dengan lebih jelas melalui pikiran yang jernih (Kabat Zinn, 1990). Mindfulness memiliki beberapa pengaruh terhadap subjective wellbeing. Dengan pendekatan mindfulness, afek negatif dapat berkurang secara signifikan dan kepuasan hidup dapat meningkat (Collard, Avny, & Boniwell, 2008). Brown dan Ryan (dalam Collard, et al., 2008) juga menyatakan bahwa mindfulness berpengaruh terhadap well-being secara umum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Sampai saat ini, pendekatan berbasis mindfulness mulai banyak diterapkan dalam berbagai konteks. Dalam konteks klinis, mindfulness diterapkan dalam beberapa intervensi seperti mindfulness-based stress reduction atau MBSR dan mindfulness-based cognitive therapy atau MBCT (Baer, 2003). MBSR merupakan latihan ketrampilan meditasi mindfulness, tidak hanya dalam meditasi duduk, namun juga dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, berdiri, dan makan. Dalam MBSR, partisipan juga mendapat kesempatan untuk berdiskusi, khususnya tentang stres dan penanggulangannya. MBCT merupakan intervensi yang berdasarkan pada MBSR. Dalam MBCT, partisipan dilatih untuk mengamati pikiran dan perasaannya tanpa menghakimi. Pada akhirnya, partisipan diharapkan dapat melihat pikiran dan perasaannya sebagai peristiwa mental yang selalu berlalu dan tidak lekat terhadapnya. Beberapa
penelitian
menyebutkan
bahwa
intervensi
berbasis
mindfulness terbukti memiliki pengaruh positif terhadap banyak hal. KabatZinn (1982) dan Gardner-Nix (dalam Didonna, 2009) menyatakan bahwa intervensi mindfulness berpengaruh positif terhadap penanggulangan rasa sakit kronis. Proses penyembuhan psoriasis mengalami peningkatan setelah intervensi mindfulness, khususnya MBSR (Kabat-Zinn, 2003). Dengan ketrampilan yang diajarkan dalam intervensi mindfulness, gangguan kecemasan yang dialami individu dapat berkurang (Kabat-Zinn et al., 1992; Greeson & Brantley, dalam Didonna, 2009). Intervensi mindfulness juga berpengaruh positif terhadap gangguan makan, seperti anoreksia nervosa, bullimia nervosa, dan binge eating disorder (Wolever & Best, dalam Didonna, 2009). Menurut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Teasdale et al. (2000) serta Barnhofer dan Crane (dalam Didonna, 2009), gangguan depresi mengalami penurunan setelah intervensi mindfulness. Pengaruh positif dari intervensi berbasis mindfulness juga nampak pada gangguan obsesif-kompulsif, borderline personality disorder, perilaku adiktif, trauma dan post-traumatic stress disorder, attention-deficit hyperactivity disorder, & psychosis (Didonna, Rizvi et al., Bien, Follette & Vijay, Zylowska et al., Pinto, dalam Didonna, 2009). Hasil penelitian-penelitian menunjukkan bahwa praktik mindfulness memang memiliki pengaruh positif dan terbukti efektif menangani kondisi psikologis dan fisik. Namun, karena adanya kesulitan dalam operasionalisasi mindfulness, proses yang mendasari praktik mindfulness masih belum dapat dipahami dengan baik (Chambers, Lo, & Allen, 2007). Oleh karena itu, Shapiro (2005) menyatakan bahwa penelitian-penelitian selanjutnya perlu mengeksplorasi bagaimana mindfulness bekerja. Grabovac, Lau, dan Willett (2011) dalam Buddhist Psychological Model sudah mencoba menjelaskan mekanisme mindfulness berdasarkan teks di dalam Buddhisme. Namun, karena penelitian ini ditujukan untuk mengkaji mindfulness dalam konteks psikologi sebagai ilmu, mekanisme tersebut masih perlu dieksplorasi melalui pendekatan empiris yang sistematis, khususnya dalam konteks klinis saat ini sehingga diharapkan akan didapat data yang sesuai dengan pengalaman, kondisi mental, dan kondisi pikiran individu. Dengan demikian, pada akhirnya data yang didapat akan memberi gambaran kontekstual mengenai peran meditasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
mindfulness terhadap individu secara umum dan pemaknaan kebahagiaan secara khusus. Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian mindfulness sebelumnya, peneliti ingin mengeksplorasi peran mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan atau subjective well-being. Dengan mengeksplorasi peran mindfulness, mekanisme yang terselubung di dalamnya dapat terungkap, khususnya dalam kaitannya dengan pemaknaan kebahagiaan.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan pertanyaan yang menjadi permasalahan penelitian: Bagaimana peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
peran meditasi
mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber literatur mengenai psikologi positif secara umum dan meditasi mindfulness sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan mental secara khusus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
2. Manfaat praktis Hasil eksplorasi dari penelitian ini diharapkan dapat menawarkan salah satu cara yang terbukti empiris dan therapeutic untuk meraih kebahagiaan sebagai faktor penting dari kesehatan mental seseorang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. SUBJECTIVE WELL-BEING 1. Pengertian subjective well-being Subjective well being
(SWB) adalah evaluasi subjektif individu
terhadap hidupnya, baik secara kognitif maupun afektif (Diener, dalam Baumgardner & Crothers, 2009). Individu yang memiliki tingkat SWB tinggi adalah individu yang mengalami banyak emosi positif dan sedikit emosi negatif, mengalami lebih banyak kenikmatan daripada penderitaan, dan mengalami kepuasan terhadap hidupnya. Dalam bahasa yang lebih umum, istilah SWB sering kali diterjemahkan menjadi kebahagiaan (Baumgardner & Crothers, 2009; Lopez, 2008). SWB atau kebahagiaan terdiri dari tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif, dan afek negatif. Kepuasan hidup merupakan faktor kognitif mengenai tingkat kepuasan seseorang atas hidupnya. Afek positif adalah faktor emosional yang menunjukkan frekuensi dan intensitas emosi yang menyenangkan, seperti kesenangan dan keceriaan. Di sisi lain, afek negatif merupakan faktor emosional yang menunjukkan frekuensi dan intensitas emosi yang tidak menyenangkan, seperti kesedihan dan kekhawatiran (Baumgardner & Crothers, 2009). Menurut Keyes (dalam Lopez, 2008), komponen-komponen dalam subjective well-being tersebut merupakan komponen dalam menentukan
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
kesehatan mental seseorang. Kesehatan mental merupakan hal penting, karena melalui mental yang sehat, manusia dapat memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih maju supaya dapat merealisasikan semua potensinya dan mengaktualisasikan diri sepenuhnya (Schultz, 1991).
2. Jenis-jenis kebahagiaan Kebahagiaan dibagi menjadi dua, yaitu kebahagiaan hedonis dan kebahagiaan eudaimonis. Baumgardner dan Crothers (2009) menyebutkan bahwa
kebahagiaan
hedonis
adalah
kesenangan-kesenangan
dan
kenikmatan-kenikmatan dalam hidup. Berdasarkan perspektif ini, tujuan dari kehidupan seseorang adalah untuk mengejar kebahagiaan dan kenikmatan. Sedangkan, kebahagiaan eudaimonis adalah realisasi diri, pengekspresian, dan pemenuhan segala potensi dalam diri. Perspektif ini melihat bahwa sumber kebahagiaan adalah usaha menuju aktualisasi diri, ketika talenta, kebutuhan, dan nilai-nilai dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Waterman
(dalam
Baumgardner
&
Crothers,
2009)
menyebutkan bahwa individu dapat mencapai kebahagiaan eudaimonis ketika ia dapat terlibat ke dalam aktivitas yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya dan sesuai dengan persepsi dirinya. Meskipun kebahagiaan hedonis dan eudaimonis tampak berbeda secara konseptual, pengukuran kebahagaain hedonis dan eudaimonis menunjukkan adanya korelasi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa individu yang bahagia dan puas atas hidupnya (secara hedonis) juga merasa hidupnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
bermakna (secara eudaimonis). Jadi, meskipun sebuah penelitian meneliti kebahagiaan hedonis maupun eudaimonis, kedua bentuk kebahagiaan tersebut akan terlihat dalam hasil penelitian (Baumgardner & Crothers, 2009).
3. Kebahagiaan dan momen saat ini Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mogilner, Kamvar, dan Aaker (2011), pemaknaan kebahagiaan dipengaruhi oleh usia. Individu yang berasal dari kelompok usia muda (sekitar 20 tahun) memaknai kebahagiaan sebagai kegembiraan (excitement). Pada kelompok usia yang lebih tua, individu yang berusia sekitar 50 tahun memaknai kebahagiaan sebagai ketenteraman (peacefulness) yang berfokus pada momen saat ini. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa seiring bertambahnya usia, individu mengalami pergeseran makna kebahagiaan. Pergeseran ini terjadi karena adanya pergeseran fokus dan orientasi kehidupan dari masa depan ke momen saat ini seiring bertambahnya usia.
B. MEDITASI Meditasi telah menjadi bagian dari budaya manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Meditasi mindfulness khususnya dapat ditemukan dalam ajaran Siddharta Gautama (Gunaratna, Hanh, Nanamoli & Bodhi, dalam Kabat-Zinn, 2003). Ajaran yang kemudian dikenal sebagai Buddhisme tersebut mulai dikenal manusia sejak 2500 tahun yang lalu. Karena berakar dari Buddhisme,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Thera menyatakan bahwa meditasi mindfulness seringkali disebut sebagai jantung dari meditasi dalam Buddhisme (Kabat-Zinn, 2003). Ada beberapa alasan mengapa meditasi menjadi salah satu pendekatan yang populer. Kabat-Zinn (2003) menyatakan bahwa ketrampilan dalam meditasi (khususnya mindfulness) dapat dipraktikkan oleh orang-orang atau budaya yang enggan menerapkan Buddhisme, tetapi membutuhkan teknik untuk mengurangi stres dan hidup lebih sehat. Baik terapis maupun peneliti telah membawa praktik meditasi tanpa nuansa tradisi dan agama (Linehan, Kabat-Zinn et al, dalam Appel & Kim-Appel, 2009). Pendekatan dalam meditasi sejatinya bernuansa psikologis, bermetode empiris, dan bertujuan therapeutic (Didonna, 2009). Meditasi melatih individu untuk menyadari pikiran-pikiran yang mengalir dalam kesadaran. Hal ini merupakan hal yang utama karena pada dasarnya pikiran-pikiran akan senantiasa mengalir dalam kesadaran, satu demi satu maupun sekaligus, dalam rangkaian tanpa akhir. Fenomena ini adalah sifat dasar pikiran (nature of the mind). Oleh karena itu, meditasi tidak bertujuan untuk menghilangkan pikiran-pikiran, namun meditasi bertujuan untuk tidak mengidentifikasi diri dengan pikiran-pikiran – not being your own thoughts (Didonna, 2009). Dengan tidak mengidentifikasi diri dengan pikiran, individu menjadi lebih dapat mengamati dan menerima, tanpa niat untuk mengubah segala yang terjadi pada pikiran-pikiran dan emosi-emosinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Secara umum, meditasi dibagi menjadi tiga jenis. 1. Meditasi konsentrasi. Meditasi jenis ini menggunakan suatu objek untuk memusatkan pikiran, seperti mantra atau nafas. Dalam teknik ini, praktisi memusatkan kembali pikirannya pada objek konsentrasi setiap kali pikirannya berkelana sehingga pada akhirnya akan tercipta ketenangan. Bahasa Pali yang tepat untuk menyebut meditasi konsentrasi ini adalah samatha bhavana. 2. Meditasi mindfulness. Meditasi
mindfulness
tidak
memiliki
suatu
objek
untuk
memusatkan pikiran. Alih-alih memusatkan pikiran, meditasi ini melatih individu untuk mengamati segala yang terjadi dalam pikiran, menerima semua buah pikir yang timbul-tenggelam, mengamati aliran kesadaran (stream of consciousness). Dalam bahasa Pali, meditasi mindfulness disebut sebagai vipassana bhavana. Namun, istilah spesifik untuk kata mindfulness dalam bahasa Pali disebut sebagai sati, yang berarti “alat” untuk mengamati segala yang terjadi dalam pikiran dari waktu ke waktu. 3. Meditasi loving-kindness Dalam bahasa Pali, loving-kindness dapat diterjemahkan sebagai meta. Saat praktik meditasi jenis ini, individu mengucapkan kalimat seperti “semoga semua makhluk berbahagia”. Teknik ini membuat niat dalam praktik meditasi menjadi penuh dengan emosi positif, sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
pada akhirnya dapat membantu praktisi dalam merespons segala buah pikir yang muncul dalam pikiran. Ketrampilan dalam ketiga jenis meditasi tersebut saling berhubungan. Saat ketrampilan sati (mindfulness) sudah terlatih dengan baik, individu dapat memilih
antara
meditasi
meta
(loving-kindness),
meditasi
samatha
(konsentrasi), atau meditasi vipassana (mindfulness) sesuai keperluan. Dalam konteks psikologis secara umum, individu dapat memusatkan perhatiannya pada nafas, suara-suara, atau apapun (samatha) saat sedang diliputi stressor. Individu juga dapat menerapkan loving-kindness (meta) untuk membuat pikiran menjadi lebih tenang dan dipenuhi emosi positif. Ketika memori buruk muncul, ketika emosi dan pikiran negatif menguasai pikiran, individu dapat mengamati dan menerima semua hal yang terjadi tersebut (vipassana). Jadi, ketiga jenis meditasi di atas pada dasarnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi penderitaan dan mencapai kebahagiaan (Siegel, Germer, dan Olendzki, dalam Didonna, 2009).
C. MEDITASI MINDFULNESS 1. Definisi mindfulness Beberapa ahli memiliki definisi yang berbeda-beda terhadap mindfulness. Baer (2003) menyebutkan bahwa mindfulness adalah pengamatan terhadap munculnya stimulus-stimulus internal dan eksternal seperti apa adanya dan tanpa menghakimi. Menurut Kabat-Zinn (2003), mindfulness adalah kesadaran yang muncul melalui pengamatan momen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
saat ini, secara tanpa menghakimi dari waktu ke waktu. Germer (dalam Didonna, 2009) menyatakan bahwa mindfulness adalah kemampuan untuk menyadari dan menerima pengalaman saat ini. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa mindfulness bicara tentang kesadaran, penerimaan, dan momen saat ini. Meditasi mindfulness bekerja dengan cara yang tidak sama dengan teknik-teknik meditasi lain (seperti meditasi samatha dan meta, atau meditasi yang menggunakan visualisasi). Seperti meditasi lain, mindfulness melatih individu untuk menempatkan dan menjaga perhatian pada suatu objek. Tidak seperti meditasi lain, objek dari meditasi mindfulness adalah keseluruhan pikiran yang terus-menerus berubah dan mengalir. Ketrampilan dalam mindfulness bukan untuk menginvestigasi suatu objek khusus, melainkan untuk menginvestigasi suatu proses. Meditasi
mindfulness
sebenarnya juga memerlukan konsentrasi untuk mengendalikan dan memfokuskan perhatian, tetapi, pikiran yang sudah terkonsentrasi tersebut kemudian diarahkan pada objek yang bergerak, yaitu aliran kesadaran (the stream of consciousness). Alih-alih mengarahkan kesadaran pada suatu objek tunggal, individu dilatih untuk melihat bagaimana kesadarannya termanifestasi. Secara umum, meditasi mindfulness memiliki beberapa pengaruh. Coffey dan Hartman (2008) menemukan bahwa kemampuan untuk mengamati aliran kesadaran tanpa menghakimi dalam meditasi mindfulness dapat meningkatkan awareness dan kemampuan untuk meregulasi emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
sehingga emosi negatif dapat dikelola secara adaptif. Dalam mindfulness, emosi-emosi yang muncul dapat diregulasi dengan menggunakan fungsi kognitif.
Meningkatnya
mindfulness
juga
berhubungan
dengan
berkurangnya kelekatan dan perenungan. Ketika individu betul-betul berada pada momen saat ini, kecenderungan untuk mencari hal-hal di luar pengalaman kekiniannya tersebut berkurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Greeson (2009), kemampuan dalam mindfulness dapat meningkatkan ketenangan (equanimity) dan kemampuan untuk tidak merespons stimulus secara reaktif (nonreactivity). Selain hal-hal di atas, mindfulness juga terbukti dapat mengurangi stress dengan memberikan efek relaksasi, meningkatkan kemampuan untuk menerima, dan mengubah fungsi kognitif menjadi lebih adaptif (Baer, 2003). Alih-alih menganggap pikiran sebagai realitas, individu dapat mepersepsikan pikiran atau buah pikir yang muncul sebagai “hanya pikiran”.
2. Mindfulness dalam Buddhist Psychological Model Grabovac, Lau, dan Willett (2011) mencoba menjelaskan mekanisme mindfulness berdasarkan Buddhist Psychological Model (BPM). Konsepkonsep dalam BPM diambil dari Abhidamma Pitaka, sehingga dapat dikatakan bahwa hal-hal yang dijelaskan di dalamnya merupakan hasil dari tinjauan literatur yang masih memerlukan validitas empiris. Menurut BPM, aktivitas mental terjadi dalam beberapa komponen. Kesadaran atau awareness terhadap suatu objek muncul ketika stimulus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
memasuki persepsi dan mengalami kontak dengan indera atau ketika objek kognisi (pemikiran, memori, emosi) muncul di pikiran. Kesadaran ini hadir dalam waktu singkat dan kemudian segera berlalu. Dengan munculnya kesadaran akan suatu objek, secara bersamaan juga muncul perasaan (feeling tone) yang mengikuti: menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral. Dalam konteks ini, “perasaan” di sini tidak sama dengan konteks emosi seperti ketakutan, amarah, dll, melainkan merupakan pengalaman afektif yang muncul secara spontan. Karena sifatnya yang selalu berubah, tidak kekal, serta datang dan pergi dengan cepat, perasaanperasaan ini sering kali tidak disadari sehingga dapat memicu reaksi pemikiran-pemikiran (termasuk emosi) dan tindakan yang menimbulkan penderitaan atau suffering. Kebiasaan manusia adalah mengejar hal yang menyenangkan dan menjauhi hal yang tidak menyenangkan. Dalam Buddhisme, hal tersebut dikenal sebagai kelekatan (attachment) dan aversi (aversion). Kebiasaan ini muncul dalam segala hal atau peristiwa yang terjadi di pikiran. Secara umum, masyarakat menganggap bahwa individu mengejar atau menjauhi suatu objek yang muncul di kesadaran. Namun, BPM melihat bahwa kelekatan dan aversi muncul dalam perasaan yang ditimbulkan suatu objek. Hal-hal dan segala peristiwa yang terjadi di dalam pikiran (mental events) yang memicu munculnya perasaan juga berasosiasi dengan perasaan lain. Adanya kelekatan dan aversi yang muncul bersamaan dengan suatu mental events akan semakin mengembangkan mental events tersebut. Hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
ini disebut sebagai proliferasi mental. Menurut BPM, ketika individu tidak memiliki kesadaran atas pola kelekatan dan aversi yang menyebabkan proliferasi mental, ia akan membuat proses tersebut menjadi kebiasaan maladaptif. BPM memiliki tiga karakteristik yang menjadi fokus utama. Pertama, impresi sensoris (kesan-kesan yang ditangkap oleh indera) dan segala hal yang terjadi di pikiran bersifat sementara. Hal-hal tersebut selalu datang
dan
pergi.
Hal
ini
dikenal
sebagai
ketidakkekalan
atau
impermanence. Kedua, reaksi-reaksi yang dipicu oleh kelekatan dan aversi adalah penyebab penderitaan atau suffering. Ketiga, impresi sensoris dan segala hal yang terjadi di pikiran bukanlah bagian dari diri. Hal ini dikenal sebagai bukan-diri atau not-self. Segala bentuk sensasi inderawi maupun hal-hal yang terjadi di pikiran memiliki tiga karakteristik tersebut. Terlebih lagi, penderitaan dalam konteks umum dan konteks klinis merupakan akibat dari reaksi kelekatan/ aversi terhadap perasaan-perasaan dan proliferasi mental di dalamnya. Dalam BPM, peningkatan well-being terjadi ketika sensasi inderawi dan segala hal di pikiran dibiarkan datang dan pergi secara alami, tanpa proses kognitif yang mengarah ke kelekatan maupun aversi, meskipun masih terasa menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral. Ketika tidak ada kelekatan dan aversi, maka tidak ada proliferasi mental, sehingga tidak ada penderitaan yang ditimbulkan. Menurut BPM, praktik mindfulness dilandasi oleh beberapa hal. Pertama, praktik mindfulness dilandasi oleh regulasi atensi. Perhatian yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
tidak beraturan difokuskan pada kualitas napas. Setiap napas yang dihirup dan dihembuskan dapat memberikan pemahaman tentang ketidakkekalan (impermanence), penderitaan (suffering), dan not-self, yang merupakan tiga karakteristik segala fenomena dalam pikiran (mental events). Ketika perhatian difokuskan pada napas, meditator dapat menyadari bahwa tidak ada kualitas napas yang sama (ketidakkekalan). Meditator juga dapat melihat bahwa mereka akan mengejar gaya bernapas tertentu (pelan atau cepat), kemudian menyadari adanya kelekatan pada gaya bernapas tersebut sehingga menyebabkan munculnya penderitaan sebagai usaha pengejaran kelekatan. Meskipun tidak dikejar dan tidak disadari, napas akan tetap terjadi tanpa intevensi diri (not-self). Dalam memfokuskan perhatian, meditator juga mengonsentrasikan pikirannya. Praktik mindfulness memang lazim
digabungkan
dengan
praktik
konsentrasi,
khususnya
untuk
memfokuskan dan menenangkan pikiran, tidak semata-mata untuk berkonsentrasi pada suatu objek spesifik. BPM menyebutkan bahwa salah satu tujuan individu untuk mempraktikkan meditasi mindfulness adalah untuk mengalami transformasi batin. Hal ini juga sering dikenal sebagai pencerahan atau enlightenment. Transformasi batin dalam BPM dijelaskan sebagai perubahan permanen dan radikal dalam persepsi yang dapat menghentikan proses identifikasi terhadap hal-hal di pikiran. Dalam perjalanan menuju transformasi batin, para meditator lambat laun akan menyadari bahwa mengejar kenikmatan dan menghindari ketidaknikmatan tidak akan mendatangkan kebahagiaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Transformasi batin yang didapat dari pemahaman terhadap tiga karakter (impermanence, suffering, not-self) dapat mengembangkan kesadaran yang seimbang. Keseimbangan ini tercapai ketika individu mempersepsikan suatu objek tanpa adanya kelekatan maupun aversi. Praktik mindfulness yang dijelaskan dalam BPM juga mencakup latihan untuk menerima diri. Ketika individu berlatih untuk menerima diri saat bermeditasi, sensasi-sensasi serta segala hal yang terjadi dalam pikiran menjadi lebih mudah untuk disadari karena kondisi pikiran yang bebas dari ketegangan. Kesadaran yang terhanyut dalam aliran pikiran juga dapat kembali diarahkan kepada objek meditasi (misalnya napas) tanpa reaksi negatif sehingga kemunculan pemikiran-pemikiran negatif dapat dicegah. Latihan regulasi atensi dan penerimaan diri yang dijalani dalam praktik mindfulness dapat meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri (behavioral self-regulation).
3. Mindfulness dan konsep here and now Seperti yang diungkapkan oleh Germer (dalam Didonna, 2009) dan Kabat-Zinn (2003), mindfulness menekankan pada pentingnya menyadari momen saat ini. Perls (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa momen di sini dan kini (here and now) adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Masa lampau dan masa depan adalah sesuatu yang tidak riil. Orang-orang yang melekat pada masa lampau ataupun masa depan memiliki kepribadian yang tidak seimbang. Ketika individu melekat pada masa lampau ataupun masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
depan, individu tersebut menjadi tidak dapat menerima diri sepenuhnya karena adanya realitas yang dihindari. Oleh karena itu, ketika individu dapat menerima realitas secara penuh, maka ia dapat memanfaatkan seluruh potensinya untuk menjadi individu yang fleksibel. Dengan demikian, kelekatan terhadap masa lampau ataupun masa depan adalah kecenderungan yang maladaptif terhadap perkembangan manusia yang penuh.
D. HUBUNGAN ANTARA MINDFULNES DAN SUBJECTIVE WELLBEING Intervensi berbasis mindfulness memiliki pengaruh positif terhadap banyak hal. Kabat-Zinn (1982) dan Gardner-Nix (dalam Didonna, 2009) menyatakan bahwa intervensi mindfulness berpengaruh positif terhadap penanggulangan rasa sakit kronis. Proses penyembuhan psoriasis mengalami peningkatan setelah intervensi mindfulness, khususnya MBSR (Kabat-Zinn, 2003). Dengan ketrampilan yang diajarkan dalam intervensi mindfulness, gangguan kecemasan yang dialami individu dapat berkurang (Kabat-Zinn, 1992; Greeson & Brantley, dalam Didonna, 2009). Intervensi mindfulness juga berpengaruh positif terhadap gangguan makan, seperti anoreksia nervosa, bullimia nervosa, dan binge eating disorder (Wolever & Best, dalam Didonna, 2009). Menurut Teasdale et al. (2000) dan Barnhofer dan Crane (dalam Didonna, 2009), gangguan depresi mengalami penurunan setelah intervensi mindfulness. Pengaruh positif dari intervensi berbasis mindfulness juga nampak pada gangguan obsesif-kompulsif, borderline personality disorder, perilaku
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
adiktif, trauma & post-traumatic stress disorder, attention-deficit hyperactivity disorder, & psychosis (Didonna, Rizvi et al., Bien, Follette & Vijay, Zylowska et al., Pinto, dalam Didonna, 2009). Beberapa penelitian terbukti menunjukkan hubungan yang signifikan antara mindfulness dengan subjective well-being. Penelitian yang dilakukan oleh Collard, Avny, dan Boniwell (2008) menunjukkan bahwa mindfulnessbased cognitif therapy (terapi kognitif yang berdasar pada pendekatan mindfulness) memiliki pengaruh positif terhadap SWB. Pada penelitian tersebut, afek positif dari partisipan tidak mengalami peningkatan, sedangkan afek negatif partisipan terbukti berkurang secara signifikan. Tingkat kepuasan hidup terbukti mengalami peningkatan, tetapi nampak tidak cukup signifikan. Lykins dan Baer (2009) menemukan bahwa meditasi mindfulness berpengaruh positif terhadap psychological functioning, di mana psychological functioning merupakan salah satu bagian dari SWB (Keyes, et al. dalam Lopez, 2008). Menurut Keyes (dalam Lopez, 2008), SWB dan komponenkomponennya merupakan komponen dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Orang yang memiliki tingkat SWB yang tinggi (dengan kata lain, orang yang bahagia) adalah orang yang lebih sehat (Davidson. Mostofsky, & Whang, dalam Leyden et al., 2011). Melalui mental yang sehat, manusia dapat memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih maju supaya dapat merealisasikan semua potensinya dan mengaktualisasikan diri sepenuhnya (Schultz, 1991).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Penelitian-penelitian di atas adalah beberapa contoh dari banyak penelitian lainnya yang hanya berfokus pada tingkat kebahagiaan seseorang. Dengan demikian, perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat menjelaskan apa sebenarnya esensi atau makna dari kebahagiaan tersebut (Mogilner, Kamvar, & Aaker, 2011). Eksplorasi mengenai bagaimana mindfulness dapat memberikan pengaruh positif seperti yang sudah disebutkan sebelumnya merupakan hal yang penting. Meskipun mindfulness terbukti berpengaruh positif dan efektif dalam menangani kondisi psikologis dan fisik, Chambers, Lo, dan Allen (2007) berpendapat bahwa intervensi berbasis mindfulness belum dapat dipahami dengan baik karena adanya kesulitan dalam operasionalisasi mindfulness. Oleh karena itu, Shapiro (2005) menyarankan kepada penelitian-penelitian selanjutnya untuk mengeksplorasi bagaimana mindfulness bekerja. Penelitian ini berharap untuk dapat mengisi kekosongan yang dikemukakan oleh Chambers, Lo, Allen (2007), dan Shapiro (2005) tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan kebahagiaan atau SWB seperti yang diungkapkan oleh Mogilner, Kamvar, dan Aaker, (2011). Untuk dapat mengeksplorasi
proses
yang
mendasari
mindfulness
dan
pemaknaan
kebahagiaan, metode penelitian yang digunakan adalah interpretative phenomenological analysis (IPA). IPA dapat digunakan untuk mengeksplorasi secara mendetail mengenai bagaimana individu mempersepsikan situasi atau kondisi tertentu dalam hidupnya, serta bagaimana individu memaknai hidupnya (Smith, 2008). Dengan demikian, IPA merupakan metode yang tepat untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
mengeksplorasi suatu proses yang kompleks seperti yang terjadi pada mindfulness dan kebahagiaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi mendalam pada peran mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan. Melalui penelitian ini akan didapatkan suatu informasi berupa proses mendetail mengenai bagaimana meditasi mindfulness berpengaruh terhadap pemaknaan kebahagiaan individu. Berdasarkan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretative phenomenological analysis (IPA). IPA dapat digunakan untuk mengeksplorasi
secara
mendetail
mengenai
bagaimana
individu
mempersepsikan situasi atau kondisi tertentu dalam hidupnya, serta bagaimana individu memaknai hidupnya (Smith, 2008). Penelitian yang menggunakan metode IPA memiliki dua tahapan utama. Pertama, responden yang dilibatkan dalam penelitian ini berusaha untuk memikirkan kembali dan memaknai pengalaman-pengalaman mereka. Kedua, peneliti kemudian berusaha untuk memaknai bagaimana responden penelitian memikirkan kembali dan memaknai pengalaman-pengalaman mereka. Proses kedua ini merupakan suatu proses interpretasi yang bertujuan untuk mengeksplorasi dunia personal responden, sesuai dengan persepsi dan pengalamannya masing-masing (Smith, 2008).
26
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Penelitian ini memiliki suatu nilai lebih dari metode IPA yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heeren, Van Broeck, dan Philipot (2009), intervensi berbasis mindfulness (dalam hal ini, MBCT) terbukti dapat meningkatkan memori autobiografis. Kondisi ini memungkinkan individu untuk mengingat pengalaman masa lalu mereka secara spesifik. Dengan mempertimbangkan hasil dari penelitian tersebut, dapat diasumsikan bahwa pengalaman-pengalaman yang diutarakan oleh responden-responden dalam penelitian ini lebih bisa dipertanggungjawabkan.
B. FOKUS PENELITIAN Penelitian ini berfokus pada mekanisme yang terjadi di dalam meditasi mindfulness sampai pada tingkat di mana meditasi mindfulness dapat berperan terhadap pemaknaan kebahagiaan. Peneliti berharap dapat menemukan benang merah pada fokus-fokus penelitian.
C. RESPONDEN PENELITIAN Responden
dalam
penelitian ini
dipilih berdasarkan beberapa
pertimbangan. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan kriteria tertentu (Patton, dalam Poerwandari 2005), yaitu para meditator yang secara khusus melakukan meditasi mindfulness selama paling sedikit satu tahun. Peneliti merasa satu tahun adalah waktu yang cukup untuk melihat pengaruh dari mindfulness, mengingat bahwa penelitian-penelitian sebelumnya dapat mulai mengases pengaruh mindfulness setelah pemberian intervensi selama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
delapan minggu. Agar dapat menghasilkan data dan analisa yang mendalam, penelitian ini melibatkan tiga orang responden (Smith, 2008).
D. METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. Smith (2008) menyatakan bahwa wawancara semi-terstruktur
adalah
metode
yang
paling
tepat
digunakan
untuk
mengumpulkan data dalam peneltian dengan pendekatan IPA. Dalam wawancara semi-terstruktur, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan topik-topik penting yang harus digali (Poerwandari, 2005). Urutan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat disesuaikan dengan respons dari responden sehingga metode wawancara ini menuntut fleksibilitas dari peneliti dalam mengajukan pertanyaan. Peneliti bebas untuk menggali topik-topik yang dimunculkan oleh responden. Oleh karena itu, peneliti diharapkan dapat menciptakan dan membina hubungan yang baik (rapport) selama proses pengumpulan data. Dalam mempersiapkan wawancara, ada beberapa langkah yang dilakukan peneliti. Pertama-tama, peneliti mencari referensi dari skripsi-skripsi terdahulu yang dapat dijadikan pedoman untuk memberikan gambaran umum. Dari gambaran umum yang sudah diperoleh, peneliti kemudian membuat panduan wawancara dengan menjadikan teori-teori yang ada sebagai poin-poin pemandu. Panduan wawancara tersebut kemudian didiskusikan peneliti dengan dosen pembimbing. Sesudah mendapat ijin untuk melakukan wawancara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
percobaan, peneliti langsung menghubungi salah satu responden yang sejak awal sudah bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Wawancara percobaan akhirnya dilakukan pada tanggal 27 Juli 2012 dengan responden pertama. Sesudah wawancara, peneliti langsung membuat verbatim dan menganalisis data untuk segera didiskusikan. Sesudah mendiskusikan hasil wawancara percobaan
dengan
dosen
pembimbing,
akhirnya
diputuskan
untuk
menggunakan hasil wawancara percobaan tersebut sebagai data yang terpakai. Hal ini bisa disepakati bersama karena panduan wawancara yang digunakan sudah mampu menggali data-data yang diperlukan dalam penelitian. Berikut ini adalah tabel persiapan wawancara yang dilakukan peneliti.
Tabel 1 Persiapan Wawancara No 1
Tanggal 20 2012
Kegiatan
Juli Membaca contoh-contoh
Waktu
Tempat
10:15 – Perpustakaan, 12:00
Kampus
Catatan Ada
banyak
III, format dalam
wawancara
Universitas
menulis
semi-
Sanata
panduan
terstruktur
Dharma,
wawancara
pada
Yogyakarta
skripsi-
skripsi terdahulu 2
23 2012
Juli Membuat panduan wawancara
09:30 – Perpustakaan, 11:00
Kampus
Selalu
III, perhatikan
Universitas
teori; jadikan
Sanata
itu
sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
25
4
27
Dharma,
poin-poin
Yogyakarta
pemandu
Juli Mendiskusikan 13:00 – Fakultas
2012
panduan
2012
Ingat
untuk
Psikologi,
fleksibel
wawancara
Universitas
dalam
dengan dosen
Sanata
penggunaan
pembimbing
Dharma,
panduan
skripsi
Yogyakarta
wawancara
Juli Wawancara
15:00
30
17:20 – Vihara
Menggunakan
18:30
Buddha
wawancara
dengan
Prabha,
semi-
responden R
Gondomanan, terstruktur
percobaan
Yogyakarta
5
3 Agustus
Mendiskusikan 13:00 – Fakultas
Memutuskan
2012
hasil
Psikologi,
untuk
wawancara
Universitas
menggunakan
percobaan
Sanata
hasil
dengan dosen
Dharma,
wawancara
pembimbing
Yogyakarta
percobaan
15:00
sebagai
data
yang terpakai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
Tabel rancangan panduan wawancara yang digunakan oleh peneliti bisa dilihat di bawah ini.
Tabel 2 Pedoman Wawancara No 1
Aspek Latar
Topik yang digali
belakang Landasan awal
meditasi
Pertanyaan Sudah berapa lama
mengenai meditasi yang
Anda praktik
dilakukan subjek
meditasi? Mengapa Anda melakukan meditasi? Apa yang membuat Anda terus melakukan meditasi sampai saat ini?
2
Afek positif &
Deskripsi perasaan-
Bagaimana Anda
negatif
perasaan sebelum
menilai kondisi emosi
praktik meditasi
Anda sebelum
mindfulness
meditasi? Bisa sebutkan contohnya di kehidupan sehari-hari?
Deskripsi perasaan-
Bagaimana Anda
perasaan setelah
menilai kondisi emosi
meditasi mindfulness
Anda setelah meditasi? Bisa sebutkan contohnya di kehidupan sehari-hari?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Kepuasan hidup
Deskripsi hidup ideal
Sebelum Anda
(life
sebelum praktik
mengenal dan
satisfaction)
meditasi mindfulness
melakukan meditasi,
32
bagaimanakah hidup yang ideal menurut Anda? Deskripsi hidup ideal
Setelah Anda
setelah praktik meditasi
mengenal dan
mindfulness
melakukan meditasi, bagaimanakah hidup yang ideal menurut Anda?
4
Makna
Proses meditasi
Meditasi paling
kebahagiaan
mindfulness dalam
berpengaruh pada hal
mempengaruhi
apa dalam hidup
kehidupan
Anda?
Makna kebahagiaan
Apa makna
menurut responden
kebahagiaan bagi Anda?
E. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Pola yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah zig-zag (Creswell, 1998). Creswell (1998) menyatakan bahwa dengan pola ini, peneliti mengumpulkan data dari lapangan, menganalisisnya, kemudian kembali lagi ke lapangan jika data yang didapat ternyata belum mencukupi. Hal ini dilakukan terus-menerus sampai akhirnya data yang didapat dirasa cukup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
Peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan beberapa langkah berikut: 1. Peneliti menentukan dan mencari responden penelitian sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Semua responden yang terlibat merupakan anggota komunitas meditasi di Vihara Buddha Prabha, Yogyakarta. Peneliti secara rutin menghadiri meditasi yang diadakan oleh komunitas ini sejak Desember 2011. 2. Peneliti
melakukan
pendekatan
secara
personal,
kemudian
menciptakan dan membina rapport dengan responden-responden penelitian. 3. Peneliti menyatakan niatnya dan menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian. Sejak awal terlibat dalam komunitas meditasi ini, peneliti sudah menyatakan niatnya untuk melakukan penelitian tentang meditasi mindfulness. Hal ini mempermudah peneliti ketika mendatangi dan bertanya kepada responden satu per satu, terkait dengan kesediaan mereka untuk terlibat dalam penelitian. 4. Setelah responden bersedia, peneliti dan responden kemudian menentukan waktu dan lokasi wawancara. 5. Saat wawancara pertama, peneliti memberi gambaran penelitian secara umum kepada responden. Hal-hal yang digali adalah latar belakang responden secara umum. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti tidak menggunakan panduan wawancara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
6. Wawancara kedua dilakukan peneliti dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara ini dilakukan sesudah responden mendapat gambaran mengenai penelitian yang dilakukan. 7. Sambil mengajukan pertanyaan dan merekam dengan alat perekam suara digital, peneliti juga menulis catatan-catatan penting yang digunakan sebagai bantuan dalam mengajukan pertanyaan. 8. Setelah wawancara kedua selesai, peneliti membuat verbatim dan menganalisis data yang didapat sejauh ini. Jawaban-jawaban responden yang memerlukan konfirmasi juga dicatat dan dan disiapkan untuk wawancara selanjutnya. 9. Wawancara ketiga kemudian dilakukan. Selain untuk menggali kembali jawaban yang belum jelas, wawancara ini juga dilakukan untuk mengonfirmasikan hasil analisis kepada responden. 10. Langkah nomor 5 sampai 9 juga dilakukan terhadap responden kedua dan ketiga
Tabel 3 Pelaksanaan Wawancara No 1
Tanggal 20 2012
Kegiatan
Juli Wawancara
Waktu
Tempat
Catatan
20:15 – Vihara
Wawancara
20:45
Buddha
informal; untuk
dengan
Prabha,
mengembangkan
responden
Gondomanan,
rapport
R
Yogyakarta
memberikan
pertama
dan
gambaran besar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
mengenai wawancara yang akan dilakukan 2
27
Juli Wawancara
2012
3
17:20 – Vihara
Menggunakan
18:30
Buddha
wawancara
dengan
Prabha,
semi-terstruktur
responden
Gondomanan,
R
Yogyakarta
kedua
26 Oktober Wawancara
20:55 – Vihara
Wawancara
2012
21:15
Buddha
informal; untuk
dengan
Prabha,
mengembangkan
responden
Gondomanan,
rapport
A
Yogyakarta
memberikan
pertama
dan
gambaran besar mengenai wawancara yang akan dilakukan 4
31 Oktober Wawancara
12:30 – Jalan
Menggunakan
2012
13:40
Pakuningratan
wawancara
dengan
53,
semi-terstruktur;
responden
Yogyakarta
Ada
kedua
A
sedikit
interupsi
dari
karyawan responden yang datang di tengah wawancara 5
17
Wawancara
10:00 – Vihara
Wawancara
November
pertama
10:30
Buddha
informal; untuk
2012
dengan
Prabha,
mengembangkan
responden
Gondomanan,
rapport
N
Yogyakarta
memberikan
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
gambaran besar mengenai wawancara yang akan dilakukan 6
18
Wawancara
09:00 – Vihara
Menggunakan
November
kedua
10:15
Buddha
wawancara
2012
dengan
Prabha,
semi-terstruktur;
responden
Gondomanan,
suasana
sedikit
N
Yogyakarta
ramai
karena
adanya ibadah di vihara 7
3
Wawancara
19:10 – Jl.
Desember
ketiga
19:50
2012
Taman Melakukan
Siswa
MG konfirmasi atas
dengan
II/76,
hasil wawancara
responden
Yogyakarta
sebelumnya
R 8
5
Wawancara
12:00 – Jl.
Melakukan
Desember
ketiga
12:40
Pakuningratan
konfirmasi atas
2012
dengan
53,
hasil wawancara
responden
Yogyakarta
sebelumnya; ada
A
sedikit
data
tambahan 9
16
Wawancara
09:20 – Vihara
Melakukan
Desember
ketiga
10:15
Buddha
konfirmasi atas
2012
dengan
Prabha,
hasil wawancara
responden
Gondomanan,
sebelumnya
N
Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
F. METODE ANALISIS DATA Analisis dalam pendekatan IPA bertujuan untuk mempelajari dunia psikologis responden penelitian (Smith, 2008). Berikut ini adalah langkahlangkah yang dilakukan dalam pendekatan IPA: 1.
Mencari tema-tema dalam kasus pertama Pada langkah ini, transkrip verbatim dibaca berulang-ulang. Penulisan kemudian dibentuk menjadi tiga kolom. Kolom di tengah menjadi ruang untuk transkrip verbatim. Setelah transkrip verbatim selesai dibaca, peneliti kemudian menuliskan komentar atau parafrase untuk setiap hal-hal atau kalimat yang dirasa menarik oleh peneliti. Langkah ini dilanjutkan sampai seluruh transkrip selesai. Kemudian, peneliti kembali ke awal transkrip dan menuliskan tema-tema yang muncul di kolom sebelah kanan. Tema-tema yang ditulis merupakan intisari yang ditemukan dalam teks. Tema-tema yang ditulis memerlukan daya abstraksi yang tinggi dan dapat menggunakan istilah psikologis.
2.
Menghubungkan tema-tema Tema-tema yang ditemukan kemudian dituliskan dalam selembar kertas dan dicari keterkaitannya satu sama lain. Pertama, penulisan dilakukan secara kronologis, didasarkan pada urutan di dalam transkrip verbatim. Kedua, tema-tema tersebut dikelompokkan dan diurutkan secara analitis atau teoritis. Pada langkah ini, tema-tema akan terbagi menjadi beberapa kelompok yang sesuai dengan ciri-cirinya masing-masing. Langkah selanjutnya adalah membuat tabel untuk kelompok tema-tema.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Setiap kelompok tema diberi nama atau label yang mewakili keseluruhan tema dalam kelompok tersebut. Jika ditemukan suatu tema yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian, maka tema tersebut dapat dihilangkan. 3.
Melanjutkan analisis ke kasus berikutnya Tema-tema dari suatu transkrip verbatim yang sudah dibuat dijadikan peneliti
sebagai
acuan
untuk
mengerjakan
transkrip
verbatim
selanjutnya. Ketika semua transkrip verbatim telah memiliki tabel tema, tema-tema tersebut kemudian dikelompokkan menjadi sebuah tabel tema superordinat 4.
Mengubah tema menjadi narasi Pada langkah ini, tema-tema yang sudah dikelompokkan kemudian diubah menjadi suatu narasi yang dapat menjelaskan dinamika dan pengalaman responden penelitian. Dalam menganalisis data, peneliti melibatkan dua orang peneliti lain
yang memiliki ketertarikan yang sama pada tema mindfulness. Hal ini dilakukan peneliti dalam rangka mewujudkan triangulasi peneliti. Dengan triangulasi peneliti, adanya perspektif yang berbeda dalam menganalisis data yang sama akan memperkuat kredibilitas suatu penelitian kualitatif (Patton, dalam Poerwandari 2005). Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah bersama-sama menentukan alur pengalaman responden. Hal ini dilakukan peneliti untuk melihat gambaran kronologis pengalaman responden. Alur yang jelas dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
menyajikan gambaran pengalaman responden, khususnya kepada peneliti lain yang tidak terlibat secara langsung dengan responden. Langkah kedua adalah mencari, menghubungkan, dan mengelompokkan tema-tema responden. Setelah didapat tabel tema yang menggambarkan pengalaman responden, analisis dilanjutkan dengan responden-responden selanjutnya. Pada akhirnya, tabel tema-tema dari ketiga responden disajikan ke dalam satu tabel tema yang mencakup semua tema-tema dari responden pertama, kedua, dan ketiga.
Tabel 4 Pengolahan Hasil Wawancara dengan Triangulasi Peneliti No 1
Tanggal
Kegiatan
Waktu
Tempat
Catatan
22 Oktober Membuat
17:00 – Perpustakaan,
2012
18:25
alur responden R
Kampus
Alur
dapat
III, dibuat dengan
Universitas
mudah karena
Sanata
data
Dharma,
ringkas
yang
Yogyakarta 2
25 Oktober Membuat
13:30 – Perpustakaan,
2012
15:15
pengelom-
Kampus
Makan waktu
III, lama
dalam
pokkan
Universitas
pemberian
tema-tema
Sanata
label
responden R
Dharma,
yang tepat
tema
Yogyakarta 3
2 November Membuat
16:00 – Perpustakaan,
2012
19:45
alur responden A
Kampus
Makan waktu
III, lama
karena
Universitas
banyaknya
Sanata
data
yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dharma,
40
berulang
Yogyakarta
4
5
12
Membuat
16:00 – Perpustakaan,
November
pengelom-
20:00
2012
pokkan
Universitas
kebanyakan
tema-tema
Sanata
terulang
responden A
Dharma,
berkali-kali
(berlanjut)
Yogyakarta
Kampus
Sangat
III, banyak data;
15
Membuat
17:00 – Perpustakaan,
November
pengelom-
20:00
2012
pokkan
Universitas
berkali-kali,
tema-tema
Sanata
lagi, dan lagi
responden A
Dharma,
Kampus
Perlu
III, membaca
Yogyakarta 6
26
Membuat
17:00 – Perpustakaan,
Novermber
alur
2012
pengelom-
Universitas
menjadi lebih
pokkan
Sanata
efektif karena
tema-tema
Dharma,
dengan
responden N
Yogyakarta
pedoman
dan 18:15
Kampus
Proses
III, pengolahan
struktur
dari
responden R dan A 7
17
Merangkum
14:10 – Perpustakaan,
Desember
tema-tema
15:15
2012
responden
Universitas
R, A, dan N
Sanata
ke
Dharma,
dalam
satu tabel
Kampus
Pemaknaan
III, yang
Yogyakarta
variatif
sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
G. KREDIBILITAS PENELITIAN Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya dalam mengeksplorasi masalah (Poerwandari, 2005). Deksripsi mendalam yang menjelaskan kompleksitas dan interaksi dari aspek-aspek yang terkait menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Dalam rangka mendapatkan kredibilitas penelitian, peneliti melakukan dua cara. Pertama, peneliti melakukan validasi komunikatif. Pada langkah ini, peneliti mengkonfirmasi data dan hasil analisis kepada responden penelitian. Responden penelitian berhak untuk menyetujui atau tidak menyetujui data dan hasil analisis yang didapat. Langkah kedua adalah validasi argumentatif. Pada langkah ini, peneliti melihat kembali keterkaitan antara hasil dan kesimpulan penelitian dengan melihat kembali data mentah yang sudah didapat sebelumnya. Hal ini dapat tercapai jika hasil dan kesimpulan penelitian memiliki alur berpikir yang baik serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. PROFIL RESPONDEN Berikut ini adalah profil dari ketiga responden yang terlibat dalam penelitian ini: 1. Responden I Responden pertama dalam penelitian ini berinisial R, seorang perempuan berusia 43 tahun. R betubuh relatif gemuk dengan kulit sawo matang. Kacamata dan potongan rambut pendek menjadi ciri khasnya. Setiap kali sedang terlibat dalam sesi wawancara, R selalu menunjukkan sikap yang santai dan sering tertawa. Jawaban R cenderung singkat, padat, dan ringkas. Dalam kesehariannya, R hidup melajang. Meskipun hidup melajang, R tidak tinggal sendirian melainkan tinggal dengan keluarganya. Aktivitas sehari-hari R dijalaninya sebagai seorang peneliti yang beberapa kali pergi ke luar kota untuk mengadakan penelitian. Pekerjaannya ini baru saja dijalaninya karena dahulu R bekerja di bidang periklanan. Kedua pekerjaan yang
diceritakannya
tersebut
berhubungan
dengan
latar
belakang
pendidikannya, yaitu ilmu komunikasi. R memutuskan untuk mulai bermeditasi sejak tahun 1989. Hal yang mendorong R untuk belajar meditasi pada waktu itu ialah kebutuhannya untuk mencari fondasi hidup. Gereja adalah salah satu tempat yang pernah
42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
menjadi tempat pencariannya. Namun, gereja tidak bisa memenuhi hal yang dicarinya sampai akhirnya ia menemukan meditasi. Meskipun R merasa gereja
bukanlah
tempat
yang
bisa
memenuhi
kebutuhannya,
R
mengidentifikasi diri sebagai seorang Kristen Protestan.
2. Responden II Inisial dari responden kedua adalah A. A adalah laki-laki berusia 50 tahun dengan postur yang relatif tinggi. Ciri khas dari A adalah rambutnya yang selalu dicukur sampai habis. Saat diwawancarai, A dapat menceritakan banyak hal sampai mendetail dan dengan wajah yang selalu nampak antusias. Dalam kehidupan sehari-harinya, A bekerja sebagai kontraktor – sejalan dengan latar belakang pendidikannya, yaitu teknik sipil. Namun, beberapa tahun belakangan ini A memutuskan untuk menjalani pekerjaannya dengan gaya hidup pensiunan sambil mementori anak sulungnya yang juga bekerja sebagai kontraktor. A tinggal serumah dengan istri dan kedua orang anaknya. A mulai bermeditasi sejak tahun 1996. Sebelum mulai praktik meditasi, A banyak membekali diri dengan ilmu-ilmu filsafat, baik yang umum maupun yang bernuansa meditasi. A pertama kali belajar meditasi secara intensif di Amerika Serikat karena tidak adanya lembaga atau guru meditasi yang secara khusus mengajarkan meditasi beraliran Zen. Saat ini, A menjadi pemimpin diskusi dan latihan meditasi di vihara Buddha Prabha,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
Yogyakarta. A juga aktif di vihara dan komunitas-komunitas umat beragama Buddha.
3. Responden III N adalah inisial dari responden ketiga dalam penelitian ini. Laki-laki berusia 36 tahun ini nampak gemar bercerita. Setiap kali berada dalam sesi wawancara, N selalu bersemangat dalam menceritakan hal-hal apapun yang berkaitan dengan meditasi. N memiliki perawakan yang tegap dengan rambut yang selalu dicukur tipis. Dalam kesehariannya, sarjana ekonomi ini bekerja sebagai seorang wiraswastawan. Saat ini N hidup melajang. Selain bekerja, aktivitas N sehari-hari adalah merawat orangtuanya yang mulai membutuhkan banyak perhatian darinya. N mulai bermeditasi sejak tahun 2001. Dengan latar belakang beragama Buddha, N akrab dengan cerita-cerita dalam Buddhisme. Dari salah satu cerita itulah N menemukan cerita yang menginspirasinya untuk belajar meditasi. Selain aktif dalam komunitas meditasi, N juga aktif berlatih yoga untuk memperkuat praktik meditasinya.
B. ANALISIS DATA Berdasarkan hasil analisis terhadap tiga responden yang terlibat, didapat beberapa tema yang menjelaskan jawaban dari pertanyaan penelitian. Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara terpisah, dari satu responden kemudian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
dilanjutkan ke responden-responden lainnya. Hal ini dilakukan agar analisis dapat dilakukan secara terfokus kepada setiap responden. Pada tahap analisis lanjutan ini, ada beberapa proses yang dilalui oleh peneliti. Tema-tema yang didapat dari responden pertama dijadikan panduan untuk menganalisis transkrip-transkrip selanjutnya. Meskipun memiliki panduan, peneliti tetap memperhatikan dan terbuka pada kemungkinan munculnya tema-tema yang baru dan unik dari responden selanjutnya. Peneliti juga memperhatikan adanya tema-tema yang terulang pada tiap responden. Dengan cara ini, pola-pola yang sama dan berbeda pada masing-masing responden dapat terlihat dengan lebih jelas. Sesudah ketiga responden selesai dianalisis secara individual, peneliti kemudian merangkum tema-tema yang muncul sebagai hasil analisis lebih lanjut. Ada beberapa hal yang menjadi petimbangan peneliti dalam memutuskan tema-tema yang dapat dijadikan fokus analisis dan pembahasan lebih lanjut. Pertimbangan tersebut antara lain: kesesuaian dengan fokus penelitian, frekuensi kemunculan, dan keterkaitan satu tema dengan tema-tema lain. Berikut ini adalah hasil analisis dari masing-masing responden.
1. Responden I a. Adanya kehampaan dalam diri Sebelum mengenal praktik meditasi mindfulness, R mudah mengalami kepanikan, khususnya saat berada dalam tuntutan pekerjaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Kepanikan itu mendorong R untuk semakin berlarut-larut dan tenggelam dalam masalahnya sehingga R sering kali merasa tidak dapat menemukan solusi dari masalahnya. “Dulu saya sering cepat panik, misalnya dikejari deadline atau ada masalah gitu tuh... sering saya merasa nggak menemukan jalan keluar ya... atau berlarut-larut ke dalam masalah, tertarik ke dalam masalah” (R, 16)
Tidak hanya pada konteks pekerjaan, hal-hal eksternal seperti interaksi sosial dengan teman, pasangan, atau tetangga juga berpotensi untuk menjadi sumber masalah yang dapat membuat diri R menjadi semakin larut.
“Nah, kalau selama ini kan kalau kesibukan di luar kita terlalu larut dalam segala macam. Ada pekerjaan, ada interaksi dengan teman, dengan pasangan, dengan tetangga.. itu lebih eksternal” (R, 6)
Semakin lama, karena semakin disibukkan oleh hal-hal eksternal, R merasa kehilangan waktu untuk dirinya sendiri. Ia menjadi asing bagi dirinya sendiri karena terlarut oleh kesibukannya.
“Kita kan hidup... Waktu itu saya di Jakarta. Kalau di Jakarta tu saya kerja dan terlalu sibuk gitu ya, jadi saya kayak kehilangan waktu untuk diri sendiri” (R, 2)
Karena merasa asing dengan dirinya, R merasa bahwa ia memerlukan suatu fondasi dalam hidupnya, suatu pegangan yang bisa memenuhi kebutuhan yang ia miliki.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
“Saya pernah cari-cari, belajar ke gereja. Cuman, kayaknya gereja tu kurang memenuhi ini ya, kebutuhan yang saya cari” (R, 3)
Dalam perjalanan mencari fondasi hidup, R sempat mempelajari ilmu-ilmu yang diajarkan dari gereja. Namun, hal yang dipelajarinya di gereja tidak memberi kepuasan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah kesan asing yang dirasakan R terhadap ilmuilmu di gereja karena bernuansa Barat. Akhirnya, R memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu kuno yang berasal dari budaya Timur. sesuai dengan latar belakangnya sebagai orang yang dibesarkan dalam budaya Timur.
“Terus akhirnya saya cari yang lebih ke “arah timur” gitu ya. Saya lihat kalau gereja tu agak ke barat-baratan, jadi saya cari ilmu-ilmu lama yang kuno, yang timur... antara lain aku ketemunya meditasi, terus mulailah belajar meditasi” (R, 4)
Dari transkrip di atas dapat dilihat bahwa R merasa cocok dengan meditasi mindfulnes dan mulai melibatkan praktik tersebut ke dalam kehidupan sehari-harinya.
b. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi Dalam berpraktik meditasi mindfulness, R belajar untuk berfokus pada diri. Sebelumnya, R mengalami keterasingan dengan dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Namun, dengan praktik meditasi mindfulness, R mendapat kesempatan untuk mengenal diri, melihat hal-hal yang terjadi di dalam dirinya.
“Oke... Setelah saya belajar meditasi, saya menemukan bahwa kita diajak untuk mengenal tentang diri kita sendiri, apa yang terjadi dengan pikiran kita, apa yang terjadi dengan emosi, apa yang terjadi dengan perasaan kita. Nah, di situ kita diajak masuk ke dalam, mengenal diri sendiri” (R, 5)
Dalam mengenal dirinya melalui meditasi mindfulness, R juga belajar untuk mengenal kehidupannya.
“Dengan meditasi, benar-benar dibawa ke dalam untuk mengenal tentang hidup kita” (R, 7)
Kemampuan R dapat mengenal diri dan kehidupannya secara lebih mendalam didapatnya karena ia belajar untuk mengamati segala hal yang terjadi di dalam pikirannya. Dalam mengamati pikiran, R tidak bereaksi secara spontan terhadap apa pun yang terjadi di sana – hanya mengamati dan mengenali.
“Karena kita belajar untuk ‘diam’ gitu ya... ‘Diam’ itu artinya kita enggak spontan bereaksi terhadap apa pun yang muncul di dalam pikiran kita. Melihat, mengamati. Terus... dari situ pelan-pelan, ‘oh ternyata kecenderungan pikiran saya tuh begini’. Nah, setelah menemukan seperti itu, nanti ‘oh, mengatasinya begini...” (R, 22)
Pengamatan terhadap pikiran
yang dilakukan R memberi
kesempatan padanya untuk mengenali hal yang terjadi di dalam pikiran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Dengan mengenali pikirannya sendiri, R dapat meregulasi pikirannya sehingga menjadi lebih tertata.
“Oh, oke. Memang kalau secara fisik kalau meditasi itu kita duduk diam, antara melamun atau apa gitu enggak jelas ya. Cuman, proses yang terjadi di dalam diri kita pada saat meditasi adalah kita melihat tentang pikiran kita, batin kita. Dari situ ya kita bisa mengenali. Karena kalau kita terlalu, yang contoh... apa namanya... yang berlawanan ya, kita sering lebih frontal, lebih opposite gitu dengan problem kita. Padahal, kalau kita dengan meditasi tu lebih.. ya... sebenarnya sederhana kayaknya ya. Cuman mengenali, merasakan, dan menata kembali pikiran kita (R, 24)”
c. Respons terhadap pikiran Sesudah mulai mempraktikkan meditasi mindfulness, R menjadi tidak mudah terlarut ke dalam pikiran-pikirannya. Hal ini disebabkan oleh adanya kemampuan untuk selalu waspada terhadap pikiran. Dengan demikian, R mampu mempertahankan pikirannya agar selalu berada dalam keseimbangan.
“Jadi, kita juga harus waspada dengan pikiran kita sendiri dan menempatkannya pada proporsi yang seimbang aja... Seimbang itu pas... seperti timbangan, kiri kanan imbang, hehe...” (R, 38)
d. Perubahan pikiran menjadi lebih positif Meditasi mindfulness yang dipraktikkan oleh R selama bertahuntahun memberi pengaruh positif terhadap pikiran. Dengan kata lain, pikiran berkembang menjadi lebih adaptif. Salah satu perubahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
positif yang dialami R adalah perubahan pikiran menjadi lebih fleksibel.
“Tapi bagian yang terbaik dari proses kita melakukan meditasi adalah kita bisa melenturkan ego kita. Kita enggak terikat dengan pikiran kita, yang jadi kaku gitu... memegang itu sebagai sesuatu yang absolut. Tetapi kalau kita meditasi tu, ego kita lebih lentur. Jadi, apa pun yang datang pada kita, masalah atau keyakinan kita, itu sebenarnya kadang-kadang enggak mutlak benar ya. Misalnya kita punya musuh gitu, kita juga enggak menganggap itu 100% musuh. Tapi kadang-kadang kan ada hal-hal lain, misalnya persoalan, atau musuh, atau apa pun yang negatif itu enggak mutlak itu tuh negatif gitu ya. Karena pasti ada sesuatu yang dari situ tu bisa membuat kita lebih lentur lagi, lebih lentur lagi kalau kita menghadapi itu” (R, 40)
Dengan pikiran yang fleksibel, R dapat mengurangi kecenderungan untuk melekat terhadap suatu persepsi, kesan, ataupun penilaian. Karena kecenderungannya ini, pikiran R menjadi lebih terkendali. Pikiran yang lebih terkendali membantu R dalam pemecahan masalah.
“Tapi, setelah saya mengalokasikan waktu untuk meditasi, pikiran itu lebih tertata dan banyak kemungkinan bisa menemukan solusi terhadap masalah saya atau pikiran saya tu lebih terkendali” (R, 17)
Kecenderungan untuk tidak melekat pada masalah selain membuat pikiran menjadi lebih fleksibel dan terkendali ternyata juga memberi pengaruh relaksasi. Dengan pikiran yang tidak melekat, R merasa pikirannya menjadi lebih relaks.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
“Karena di dalam meditasi itu kita juga membuat pikiran kita itu tidak ada ‘engagement’ terhadap apa pun... Eee.... Keterikatan... yang benar-benar mencengkram sesuatu atau memikirkan sesuatu sampai pusing sendiri. Jadi, kita lebih rileks” (R, 30)
Pikiran R juga menjadi lebih relaks karena tubuh yang relaks. Meditasi mindfulness yang dipraktikkan R nampak memberi pengaruh relaksasi yang bertahap, mulai dari tubuh sampai ke pikiran.
“Ternyata dengan relaks itu, pikiran kita akhirnya relaks” (R, 29)
e. Perubahan sikap menjadi lebih positif Dengan pikiran yang lebih adaptif, sikap R berubah menjadi lebih adaptif pula. Perubahan yang positif ini diwujudkan dalam sikap yang lebih terkendali. Kendali terhadap sikap pada R dimulai dari pikiran yang tidak mudah melekat, tidak mudah larut, atau terbawa hal-hal di luar diri. “Karena kita jadi lebih terkendali ya. Kita nggak terlarut dengan segala hal yang ada di luar kita” (R, 11)
Selain lebih terkendali, pikiran R juga menjadi lebih terbuka dan dapat menerima peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. “Ada perubahan sih yang saya rasakan. Ya saya lebih bisa menerima peristiwa apa pun yang kena pada saya” (R, 34)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Dengan lebih terkendali dan mampu menerima hal-hal yang terjadi pada diri, R dapat mengembangkan ketenangan dalam bersikap. “Emmm.... lebih menenangkan ya. Membuat kita tuh lebih memahami, menerima, terus reaksinya itu enggak frontal. Jadi lebih kalem lah” (R, 21)
Dari kutipan-kutipan di atas dapat dipahami bahwa kondisi pikiran R yang adaptif (fleksibel, terkendali dan relaks) nampak memiliki pengaruh positif terhadap cara bersikap.
f. Kondisi fisik yang membaik R merasakan adanya pengaruh positif terhadap fisiknya sesudah mulai berpraktik meditasi mindfulness. Dengan relaksasi yang dilakukan selama meditasi, R dapat mengendurkan keteganganketegangan yang ada di tubuhnya. Dengan demikian, tubuh R terasa lebih relaks.
“Ya... Jadi metode relaksasi adalah membuat setiap bagian dari tubuh kita relaks. Dari kepala, pikiran, sampai ke muka, kemudian punggung. Karena secara tidak sadar kadang-kadang kita menarik punggung seperti ini. Dan di sana ada ketegangan (R, 26)”
Tubuh yang relaks juga menimbulkan rasa nyaman. “Dengan merilekskan itu kita menjadi, badan menjadi lebih nyaman gitu ya” (R, 27)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Selain rasa nyaman, relaksasi yang didapat dari meditasi mindfulness juga membuat tubuh menjadi lebih sehat. R percaya bahwa ketegangan-ketegangan dalam tubuh dapat menjadi penyebab munculnya penyakit. Dengan demikian, ketika tubuh mengalami relaksasi, tubuh dapat menjadi lebih sehat. “Terus perut juga, kadang-kadang kita tegang. Dan itu menjadi penyakitlah kalau kita memperlakukan seluruh badan kita dengan penuh ketegangan... Tangan, sampai kaki, terus semuanya dari seluruh tubuh. Kita dibuat rileks” (R, 28)
g. Penghayatan tujuan hidup Praktik
meditasi
mindfulness
yang
dilakukan
R
nampak
memberikan pengaruh terhadap penghayatan tujuan hidupnya. Salah satu tujuan hidup yang dihayati R adalah untuk menjalani hidup dengan mengalir dan tidak dibatasi oleh kaidah-kaidah yang kaku. “Kebetulan saya tu tidak punya patokan hidup itu harus begini, harus begitu. Jadi saya mengalir aja” (R, 31)
Hidup yang mengalir dijalani R dengan fleksibilitas. Fleksibilitas yang dimulai dari pikiran selama praktik meditasi mindfulness nampak mempengaruhi R dalam mempersepsikan tujuan hidupnya. “Ya sebenarnya kalau relaks itu kan enggak kaku. Kaku tu ya misalnya orang meninggal kan kaku ya, tapi kalau orang hidup kan kita musti lentur” (R, 42)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Meskipun R belajar untuk lebih dapat menerima dan hidup mengalir, dalam kesehariannya R juga tetap berusaha untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. “Ada perbedaan... hmm... gimana ya ngomongnya... Pasti ada yang dicari ya di dalam hidup, cuman, saya melakukan usaha, mencari untuk hidup lebih baik, tapi kalau pun itu belum berhasil, saya tetap berusaha dan tidak putus asa” (R, 35)
Usaha untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dimaknai R sebagai usaha untuk hidup bahagia.
“Mencari yang saya tuju... hidup bahagia” (R, 36)
h. Pemaknaan kebahagiaan Kebahagiaan dimaknai R sebagai kondisi ketika semua keinginankeinginan dapat terpenuhi dalam proporsi yang tepat. Dalam memaknai hal ini, R juga menekankan pentingnya kewaspadaan dalam
berkeinginan
karena
keinginan
dapat
menjadi
terlalu
berlebihan.
“Itu sifatnya personal ya, masing-masing orang punya ini sendiri. Kalau yang saya rasakan sih bila semua yang kita inginkan tuh bisa terpenuhi. Tapi keinginan itu pun kita harus hati-hati karena ada batasan-batasan juga keinginan kita tuh terlalu berlebihan” (R, 37)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Pada konteks yang lebih luas, R memaknai kebahagiaan sebagai keseimbangan dalam hidup – tidak hanya dari segi keinginan, tetapi juga dalam konteks apa saja.
“Kebahagiaan itu bisa karena hidup kita seimbang. Nah, keseimbangan itu bisa apa saja. Dalam konteks apa pun yang ada dalam kehidupan kita” (R, 39)
Keseimbangan dalam hidup juga diikuti oleh kemampuan untuk menjalani hidup dengan ringan. Bagi R, hidup ringan ini bisa dicapai dengan tidak melekat pada masalah. Masalah adalah hal yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah, R memilih untuk tidak tenggelam ke dalam masalah melainkan memilih untuk tidak melekat ke dalamnya.
“Bahagia tu ya kita bisa menghadapi hidup ini dengan ringan... Misalnya... kita enggak bisa menolak persoalan atau pun masalah di dalam hidup ini ya, tapi kita bisa menghadapinya dengan keyakinan, dengan percaya diri, cuman ‘oke, ini masalah. Itu enggak bisa dihindari. Saya harus menghadapi, mencari solusi, mungkin terpecahkan, mungkin tidak’, itu diserahkan saja” (R, 32)
2. Responden II a. Adanya kehampaan dalam diri Sebelum mulai praktik meditasi mindfulness, A merasa tidak memiliki kendali atas pikirannya. Pikiran yang tidak terkendali ini sering kali dirasakan A khususnya ketika merespons stimulus yang tidak disukainya, stimulus yang menyebabkan munculnya afek negatif seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
rasa jengkel. Saat rasa jengkel muncul, demikian juga pikiran otomatis berkecenderungan destruktif yang diarahkan baik pada diri maupun orang lain. Hal ini menjadi kebiasaan dalam diri A.
“Jadi, jengkel, terus timbul niat buruk, terus mungkin sampai terjadi ucapan atau tindakan buruk. Buruk di sini jangan diartikan sebagai dosa. Buruk artinya tidak sehat, yang merugikan diri sendiri, maupun orang lain. Nah, contohne misale gini... Kita duduk-duduk di sini deh, terus di luar ada orang naik sepeda motor ngebut, berisik. “wreeeeeng, wreeeeeng, wreeeeeng!”. Di dalam sini, pikiran, langsung jengkel. Terus langsung timbul niat buruk. “Nabrak o, nabrak o”. Terus misalnya saya kedengaran, ‘wreeeeeng, wreeeeweeeeng... ciiiiiit, dueeeees!’ ‘sukur!’, saya bilang. Itu otomatis, gitu lho. Itu reaksi otomatis yang... kebiasaan saya begitu” (A, 78)
Pikiran yang tidak terkendali juga membuat diri A menjadi tergesagesa. Ketergesan-gesaan dalam diri A memunculkan sikap yang ingin berebut, seolah-olah selalu ada sesuatu yang dikejar.
“Dan di jaman dahulu, sebelum saya latihan meditasi, rasanya aku kok enggak pernah ingat ya aku dikeki dalan karo wong. Rasanya saya mau berebut saja, mau serobot-serobotan” (A, 87)
Munculnya kejengkelan hingga menjadi suatu kebiasaan juga merupakan salah satu perwujudan dari pikiran A yang tidak terkendali. Rasa jengkel yang muncul sebagai respons dari suatu stimulus (dalam hal ini, kendaraan yang mengebut) diperkuat oleh faktor lingkungan dan significant others. Hal ini menunjukkan bahwa respons maladaptif yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
dimiliki A merupakan respons yang dapat diterima sehingga berubah menjadi kebiasaan.
“Pertama; saya dulu punya kebiasaan dan itu lazim di lingkungan saya, kawan-kawan atau sedulur, atau di lingkungan saya. Punya kebiasaan, misale lihat orang naik kendaraan ugal-ugalan, ngebut... tidak harus ugal-ugalan, pokoke ngebut atau berisik, bising. Itu timbul jengkel langsung” (A, 77)
Di sisi lain dalam kehidupan sehari-harinya, meskipun A menjalani kehidupan yang lancar, Ia mengalami peristiwa yang membuatnya menderita. Penderitaan yang dirasakannya ini dialaminya selama bertahun-tahun sehingga A merasa tidak bahagia di sepanjang tahun tersebut.
“Terus, ada situasi yang susah. Suatu situasi suffering yang lumayan intens, terjadi pada saya selama hampir sekian bulan, sekian tahun...” (A, 53)
Kondisi-kondisi A di atas memperkuat adanya kebutuhan untuk mencari suatu prinsip atau pemahaman yang dapat dijadikan sebagai fondasi
hidup.
Dalam
pencarian
akan
fondasi
tersebut,
A
mempertanyakan penjelasan tentang kebaikan, kejahatan, tujuan hidup ideal, serta alasan-alasan di baliknya.
“Risetnya pertama-tama saya tu mempertanyakan lagi, sing jenenge baik ki opo to? Terus sing jenenge buruk atau jahat ki opo to? Saya ingin kembali ke basis definisinya, gitu lho. Sak tenane
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
sing jenenge apik ki opo to? Sing jenenge buruk ki opo to? Terus, bagaimana saya harus menjalankan kehidupan saya? Apakah saya jadi orang baik? Kalau tentang begitu kenapa? Apakah saya jadi orang jahat? Kalau memang begitu, kenapa alasan’e? Pertanyaan itu yang muncul pada saat itu. Katakanlah waktu itu mungkin usia 27, sekitar itu lah” (A, 12)
Seiring berjalannya proses pencarian A, akhirnya ia menemukan meditasi mindfulness secara teoritis pada tahun 90-an dan mulai berpraktik meditasi mindfulness pada sekitar tahun 1996.
b. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness Seperti individu di dalam masyarakat secara umum, A dibesarkan dalam budaya yang menuntut sikap-sikap yang sesuai dengan normal sosial. Namun, dalam lingkungan pekerjaannya, A melihat keadaan di mana
orang-orang
yang
melakukan
tindakan
dengan
tidak
mempertimbangkan norma-norma sosial, tega dan tidak peduli terhadap orang lain sering kali nampak lebih sukses dalam bekerja. Bahkan, Kesuksesan yang didapat dengan melakukan tindakan di luar normanorma sosial yang tidak memedulikan orang lain tersebut nampak lebih mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan.
“Saya menyaksikan bahwa, dengan sudut pandang pada saat itu, orang yang keras, yang kejam, tega ki maksud’e ekstrem’e kejam lah... orang yang kejam, yang tega, bahkan dalam artian yang negatif, yang bersedia melanggar kaidah-kaidah moral, acapkali lebih sukses ketimbang orang yang lemah lembut, yang baik. Wis, kasarane sing jahat luwih sukses ‘mbangane sing apik. Kasarane gitu lho. Di dalam bisnis, waktu itu kesan yang saya tangkap pada saat itu adalah sing jahat, sing tegel kuwi lebih sukses dibanding
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
yang baik... Tidak sekedar lebih sukses, bahkan. Yang saya jumpai, sing jahat, sing tegel kuwi lebih “bahagia”, lebih “beruntung” ketimbang yang baik... dalam tanda kutip. Sekali lagi saya bilang, sudut pandang saya pada saat itu, gitu ya. Ya itu given fact situasiku pada saat itu, gitu lho. Itu yang saya alami. Orang lain mungkin bisa punya pengalaman yang lain” (A, 9)
c. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi Hal yang dilakukan oleh A ketika ia mempraktikkan meditasi mindfulness adalah memfokuskan diri pada momen here and now. Pikiran difokuskan untuk menyadari sensasi-sensasi yang dirasakan tubuh ketika sedang duduk bermeditasi. Dengan menyadari sensasisensasi tubuh pada momen saat ini, A juga berlatih untuk meninggalkan pikiran-pikiran yang datang silih berganti seperti urusan pekerjaan.
“Bagaimana meditasi kok bisa ngefek, misale luwih sabar, atau lebih awas, gampangane ngene... Teknik meditasi ki misale obyeke memperhatikan rasa tubuh yang sedang duduk di sini-sekarang. Sadar bahwa tubuh ini sedang duduk di sini-sekarang. Menyadari, memperhatikan, merasakan tubuh kita ini yang sedang duduk di ruangan ini, di sini, sekarang. Katakanlah kita meditasi formal. Aku lingguh neng kene mungkin 20 menit. Mungkin pikiran grambyang, mengembara. ‘Aduh, urusan proyek urung beres... Tagihane urung beres. Eh, sik... Aku saiki meh meditasi’. Kita sudah sepakat, commit ke diri sendiri, 20 menit atau 30 menit, aku wis tekade seko setengah tiga sampai jam tiga ini mau meditasi. ‘Relakanlah, sing urusan kantor kuwi sementara relakan. 30 menit wae, atau 15 menit... urusan kantor, rileks... kembali di sinisekarang... tubuh sedang duduk’, atau ‘wah, kemarin... kembali ke tubuh sedang duduk, rasanya gimana...’ Nah, pada saat kita ngalami satu aksi tersebut, misale ‘eh, nang kene urung beres. Iki nang kene ono opo? Ra ono opo-opo, ‘kan awak lagi lingguh” (A, 104)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
d. Respons terhadap pikiran Dalam pengalamannya mempraktikkan meditasi mindfulness, A mendapat pemahaman bahwa pikiran adalah sesuatu yang tidak dapat diandalkan. Pikiran yang selalu bergerak tanpa bisa diatur membuat A memunculkan kewaspadaan terhadap pikirannya sendiri.
“Pada saat itu juga Anda menyaksikan dan mengalami sendiri bahwa pikiran ini ilusi, gitu lho. Tidak bisa diandalkan, nggugu karepe dewe. Wong tekade, komitmene meh meditasi 30 menit di sini kok. Iki kok mlayu karepe dewe, ngono lho. Jadi Anda akan menyaksikan betapa unreliable-nya si pikiran kita sendiri” (A, 105)
e. Perubahan pikiran menjadi lebih positif Kewaspadaan A terhadap pikiran pada akhirnya mengubah pikiran A menjadi lebih adaptif. Perubahan yang positif tersebut ialah kemampuan A untuk menyadari hal-hal yang terjadi dalam pikiran yang terus bergerak.
“Efek psikologis juga, maksudnya kita jadi lebih... yang paling utama, lebih mindful, lebih awas terhadap reaksi-reaksi batin kita sendiri. Kita menjadi lebih awas terhadap pikiran kita sendiri, terhadap gerak pikiran kita sendiri” (A, 72)
Karena mampu menyadari segala hal dalam pikirannya, A mulai mencoba untuk menyesuaikan pola pikir dan sikapnya. Rasa jengkel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
yang dulu selalu diikuti oleh respons maladaptif kini mulai disadari tanpa dituruti maupun ditolak sehingga memunculkan kendali atas pikiran.
“Nah, saya mencoba untuk meng-adjust pola pikir, sikap saya... dan ini memerlukan praktik. Misale sekarang dengar “wreeeeeng wreeeeweeeeng!”, pertama-tama saya, “oh iyo, ono jengkel”. Timbul rasa enggak enak. Saya tidak menekan, tapi juga tidak menolak, tapi juga tidak menuruti, gitu lho. Tidak nuruti jadi “nabrak o...”, gitu, ora. Jengkel atau enggak enak, ini enggak enak... Soal tindakan itu ‘kan keputusane nang tanganku. Respons saya terhadap jengkel ‘kan di tangan saya. Saya sebenarnya berkuasa terhadap keputusan itu, gitu lho. Choice-nya di saya, decision-nya di saya” (A, 80)
f. Perubahan sikap menjadi lebih positif Perubahan yang terjadi dalam aspek pikiran juga memengaruhi aspek sikap. Karena pikiran yang lebih adaptif, sikap A pun mengalami perubahan ke arah positif. Dahulu, ketika ada respons yang memunculkan reaksi negatif pada diri A, sikap yang ditunjukkan adalah sikap negatif. Sesudah praktik meditasi mindfulness, sikap yang dahulu negatif berubah menjadi positif. Perubahan sikap ini ditandai dengan kecenderungan A untuk berintensi positif terhadap orang lain.
“Kalau sekarang, saya tahu, dari jauh ada orang nyalip, ngebut, lampunya dia enggak terang, cepat-cepat saya dim lampu mobil saya. Saya dim, mugo-mugo yang sana juga lihat bahwa ini ada orang ngebut, yang ngebut pun juga jadi lihat, ada orang nyebrang. Itu wis otomatis. Saya akan begitu otomatis” (A, 80)
Selain adanya intensi positif, A juga mulai mengembangkan sikap lebih menerima. Hal ini dicontohkan A dalam konteks berkendaraan di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
lalu lintas. Dulu, A selalu tergesa-gesa dan ingin berebut ketika di jalan, tetapi sesudah praktik meditasi mindfulness, A dapat menerima fakta adanya orang lain yang juga ingin menggunakan jalan yang sama. Untuk itu, A lebih memilih untuk mempersilakan orang lain lewat terlebih dahulu.
“Sekarang enggak. Kalau saya lihat, saya akan kasih jalan kalau dia lewat dulu. Saya akan cari celah untuk menepi. Minggir, agar lawan saya bisa lewat lebih dulu” (A, 90)
Tidak hanya bersedia mendahulukan orang lain, khususnya saat berkendaraan, A juga nampak lebih tenang dalam bersikap.
“Saya pilih berhenti. Dengan demikian, dia lancar. Wong aku yo ngopo to, cepet-cepet nyemplung, blung, tetep harus nunggu. Jadi, saya pilih berhenti. Saya pilih berhenti walaupun kurang satu, dua, tiga detik” (A, 93)
Sikap-sikap yang adaptif berpengaruh positif terhadap gaya hidup A. Gaya hidup A menjadi lebih teratur karena nilai-nilai dari praktik meditasi mindfulness.
“Mungkin karena bukan sekedar latihan, tapi setting life style-nya tu mulai jadwal hidup harian, bulanan, tahunan, cara saya berelasi dengan orang… artinya, ini kan mengubah life style, gitu lho… Jadi lebih teratur” (A, 67)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
g. Perubahan sikap orang lain menjadi lebih positif Praktik meditasi minduflness yang dilakukan A juga berpengaruh terhadap cara orang lain bersikap. Sikap orang lain yang positif disebabkan karena sikap A yang juga positif. Karena sikap yang tidak tergesa-gesa, orang lain ternyata mendapat kesempatan untuk bersikap positif.
“Terus, eee... Lucunya, paradoksnya, pengalaman bagus terjadi. Misale, si Yoko kadang suka tanya saya, ‘Koe nek nyupir kok sering dikeki dalan karo wong yo?’ Aku yo enggak tahu, gitu loh. Maksudnya, kalau saya nyebrang, aku enggak pernah tergesa-gesa ngerebut jalan, gitu, enggak. Santai wae lah. Kalau diberi jalan ya syukur... Bukan malas ya, tapi tidak berusaha menyerobot. Nah, sering kali kok malah dikeki dalan. Berulang kali. Sangat sering” (A, 86)
Sikap yang positif dari orang lain juga berhubungan dengan fakta bahwa orang lain nampak menjadi lebih relaks. Dalam pengalaman A, orang lain dapat menjadi lebih relaks karena adanya kondisi relaks pada diri A.
“Nah, lucunya, apakah karena hawanya, atau gelagatnya itu... lawan kita itu mungkin bisa merasakan situasi emosi kita, gerak supir kita sing biyayakan atau rileks, itu mungkin lawan kita itu bisa nyetrum, bisa terasa. Lucunya, dia juga jadi rileks, gitu lho. Kalau kita beri jalan, dia juga lebih rileks, lebih santai, enggak berebut jarak. Saya ketemu sampai orang yang gelap mata jadi jarang, gitu lho. Sering kali dia juga jadi rileks. Dia juga kasih jalan ke kita, gitu lho. Itu menurutku contoh sederhana sing fenomenal” (A, 91)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
h. Kondisi fisik yang membaik Pikiran dan sikap yang lebih positif membawa pengaruh yang positif terhadap tubuh. Dengan sikap A yang lebih positif, A dapat merasakan efek relaksasi pada tubuhnya.
“Satu; yo nek contoh tadi saya bilang ‘mugo-mugo selamet’, itu kan neng awak yo luwih penak to? Lebih rileks. Nek Anda “modyar o!”, dari ekspresi saja Anda sudah bisa lihat ini orang jadi lebih tegang, jengkel... Ketika “mugo-mugo selamet” kan ekspresi wajahnya saja Anda sudah bisa lihat bahwa luwih kepenak neng awak. Itu satu” (A, 107)
Selain karena tubuh yang rileks, gaya hidup yang lebih positif juga berpengaruh terhadap kondisi tubuh A. Hal-hal tersebut membuat kondisi tubuh A menjadi lebih sehat.
“Ya, plus yang lain-lain, maksudnya, pola kita, jadwal hidup kita, respons-respons kita terhadap orang lain, lingkungan, dan seterusnya lebih baik lah, lebih sehat” (A, 108)
Kondisi tubuh yang lebih relaks dan lebih sehat juga membuat tubuh A terasa lebih nyaman. Dalam pengalaman A, kondisi tubuh yang lebih sehat dan lebih nyaman mulai dapat dirasakan setelah praktik mindfulness dalam hitungan bulan.
“Nah, itu setelah dipraktikkan sekian bulan, itu cukup bulanan aja. Jadi lebih sehat ya, lebih nyaman gitu lho”(A, 84)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
i. Penghayatan tujuan hidup Selama pencarian akan fondasi hidup, A menghayati beberapa nilai-nilai yang dijadikan tujuan hidupnya. Salah satu hasil dari penghayatannya adalah untuk menjadi orang baik, bukan karena menghindari dosa atau hubungan, melainkan karena pilihan untuk menjadi orang baik adalah suatu pilihan yang cerdas. Berdasarkan pengalaman A, perbuatan baik yang diwujudkan misalnya dalam intensi positif terhadap orang lain, pada akhirnya akan membawa efek relaksasi pada tubuh, membuat tubuh menjadi lebih sehat dan nyaman.
Eee... simple-nya dari belajar, riset, mikir-mikir, menganalisis, nimbang-nimbang sendiri, nguji di lapangan, dicocoke karo pengalaman, di-cross check, direnung-renung sendiri... itu akhirnya saya berkesimpulan eee... satu, wong urip ki sing bener dadi wong apik, jadi orang baik. Orang menjadi orang baik, itu bukan karena takut dosa, takut hukuman, bukan... karena itu adalah pilihan cerdas” (A, 15)
Selain untuk menjadi orang baik, A juga ingin mengalami suatu transformasi dalam dirinya. A ingin menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih cerdas, dan lebih realistis.
“Ya, sama... kalau seorang meditator ya disebutnya ya tujuannya mencapai pencerahan... atau pencerahan yang mendalam. Mungkin yang lebih cocok saya mau bilang transformasi batin... menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih cerdas, lebih realistik” (A, 110)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
A menghayati kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya setelah membaca dan mempelajari ilmu etika.
“Dua... ini berkaitlah, topik ini. Dua adalah, kalau ngomong tujuan hidup karena itu juga merupakan pertanyaan yang mencekam bagi saya... Tujuan hidup apa ya, tujuan hidup... intuitively ngerti. Tujuan hidup donge happy. Tapi terlalu confused, otak saya waktu itu terlalu ruwet. Nah, belajar etika itu saya jadi paham, clear bahwa “oh iyo, tujuan hidup tu adalah kebahagiaan”... (A, 21)
j. Pemaknaan kebahagiaan sesudah praktik mindfulness Salah satu alasan A untuk menjadi orang baik adalah karena A memaknai tindakan baik sebagai suatu tindakan yang membahagiakan.
“Kenapa? Karena jadi wong apik ki luwih happy, luwih penak... Orang baik itu adalah tindakan bahagia” (A, 16)
Berdasarkan nilai-nilai dan pemahaman yang didapat dari praktik meditasi mindfulness, A memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang terjadi di pikiran.
“Happy terjadinya di mana? Di pikiranku dewe” (A, 50)
Karena kebahagiaan merupakan suatu kondisi yang terjadi di pikiran, maka A memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
dicapai melalui upaya melatih pikiran. Salah satu cara untuk melatih pikiran yang dilakukan A adalah meditasi mindfulness.
“Ya, agar bisa happy, pikirane kudu dikelola ben happy, gitu. Nah, saya sudah tahu, pikiran dikelola itu, sama dengan meditasi” (A, 52)
Karena kebahagiaan merupakan kondisi yang terjadi di pikiran, maka A juga memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang tidak dapat dipenuhi oleh hal-hal eksternal seperti rumah, jabatan, kekuasaan, dll.
“Sedang tujuan-tujuan yang lain, misal’e rumah bagus, atau duit, atau istri cantik, atau jabatan, kekuasaan, terkenal, kesehatan, apapun lah... itu tidak bisa menjadi ‘the end by itself’. Nek kono punya duit, mesti duit meh nggo opo, nek kono punya sehat pasti sehat meh nggo opo, nek kono punya istri cantik, pasti istri cantik nggo opo” (A, 23)
Hal-hal eksternal tidak bisa menciptakan kebahagiaan karena halhal tersebut tidak bisa menjadi akhir. Jika terpenuhi, akan selalu mengarah ke dorongan untuk mencari pemenuhan lain. Oleh karena itu, A memaknai kebahagiaan sebagai akhir dari segala kebutuhan. Jika seseorang sudah mencapai kebahagiaan, maka ia tidak memerlukan halhal lain.
“Tapi kalau kamu bilang bahagia... wis, selesai. The end by itself. Kamu udah enggak perlu apa-apa yang lain, wong sudah happy kok” (A, 24)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
Ketika seseorang sudah tidak memerlukan apa-apa lagi, maka ia berada dalam kondisi di mana ia dapat menerima realitas sebagaimana adanya. Melalui praktik meditasi mindfulness yang dilakukannya, A memaknai
kebahagiaan
sebagai
penerimaan
terhadap
realitas
sebagaimana adanya, realitas pada momen saat ini ketika pikiran tidak mencari hal-hal eksternal sebagai bentuk usaha pemenuhan kebutuhan.
Kebahagiaan itu adalah kemampuan batin kita untuk melihat segala sesuatu sebagaimana sebenarnya. Kebahagiaan itu misalnya sekarang... keberadaannya ya begini. Ini tidak kurang, tidak lebih, gitu. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang kelebihan. Kalau kita bilang ada yang lebih, ada yang kurang... Pikiran kita itu sudah tidak sebagaimana adanya. Pikiran kita sudah lari. ‘Oh, alangkah baiknya kalau ada A.C. Alangkah baiknya kalau ada lotek’. Itu kan pikiran kita sudah ke mana-mana” (A, 111)
3. Responden III a. Adanya kehampaan dalam diri Sebelum praktik meditasi mindfulness, N tidak memiliki kendali terhadap pikirannya. Ketika dalam kondisi yang diliputi kemarahan dan kebencian, N kehilangan kontrol dan memiliki kecenderungan untuk membuat skenario atau perencanaan di pikirannya yang ditujukan kepada obyek yang menjadi pemicu kemarahan dan kebenciannya.
“Nak contoh konkritnya ya tentang ketidakstabilan ketika saya betul-betul dalam kondisi yang marah, itu menjadi tidak terkontrol, gitu lho. Kalau benci ya, benci sekali... sehingga pikiran ini kalau sudah benci sesuatu, mereka-reka, merencanakan rencana, terus wes nanti tak begini-beginikan gitu...” (N, 5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Selain tidak adanya kendali terhadap pikiran, N juga memiliki ketergantungan pada orang lain. Ketergantungan ini bersumber dari adanya dorongan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dalam diri. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan dalam diri tersebut, N juga memerlukan adanya orang lain sebagai sumber pemenuh kebutuhan.
“Tapi biasanya karena kita geraknya acak, dan self ini dipandangi oleh pandangan subjektivitas yang tinggi dan pekat... termasuk pandangan self yang kuat itu tadi, jadi akhirnya kan penuntutan. “Mbok kamu begini terhadap saya, mbok kamu begitu terhadap saya”, kan menjadi begitu to? Pokoknya intinya, berusaha memuaskan self, kalau perlu ya menggunakan self-self yang lain” (N, 52)
b. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness Dalam memaknai kebahagiaan sebelum praktik mindfulness, Kebahagiaan dimaknai oleh N sebagai kondisi ketika individu dapat mempertahankan
sesuatu
yang
dimilikinya.
Dalam
usaha
mempertahankan hal tersebut, rasa ketergantungan dan tidak adanya kendali terhadap pikiran semakin mendorong N untuk terobsesi dan tidak dapat berpikir secara jernih, bahkan untuk waktu yang lama.
“Bahagia kalau bisa dapat sesuatu, pertahankan sesuatu secara membuta sampai ngedani hal tersebut. Pokoknya bahkan enggak melek ini sehat atau tidak… pikiran sangat menyempit. Jika dirundung sesuatu bisa lama usianya, baik benci dan lain-lain bagiku itu berharga” (N, 81)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
c. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi Saat melakukan meditasi minfulness, N mengonsentrasikan pikirannya. Pikiran diarahkan untuk selalu berkonsentrasi dari waktu ke waktu.
“Karepe kalau kamu mau konsentrasi ya konstan, terus, sambungmenyambung, dan selalu kaitannya dengan dari momen ke momen, dari berjalannya waktu ke waktu... Maunya dia satu garis lurus terus. Teruuuus... begitu” (N, 39)
Agar dapat mencapai konsentrasi, pikiran N yang selalu bergerak tidak terkendali difokuskan pada obyek yang netral, yaitu napas.
“Terus bagaimana cara nganunya? Geraknya disusut. Pertama, geraknya disusut. Caranya nyusut bagaimana? Diberikan obyek. Terus pertanyaannya, obyeknya yang seperti apa? Wong toh ini bergerak juga mencari obyek... Kalau tadi bergerak karena yang subjektif tadi, subjektifnya tu tadi pasti pada suka dan tidak suka. Dia merancang pada gerak suka, tidak suka, gitu aja. Lha, otomatis, disusut geraknya, obyeknya karena dia terlalu subjektif... maka dikasih obyek yang kontra dengan yang suka, tidak suka. Yang tidak mengandung suka dan tidak suka, contohnya napas” (N, 25)
Melalui fokus pada napas, N dapat memfokuskan diri pada pengalaman dan momen saat ini.
“Nah, tingkat dari elingnya tadi, kalau di dalam meditasi, diubah dalam yang betul-betul kamu experience di sini. Tubuhmu tu di sini. Napasmu tu di sini. Jadi, kita masuk terus di situ. Maunya dia kamu menyatu dengan terus yang di sini” (N, 36)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Fokus pada pengalaman dan momen saat ini juga melatih N untuk menerima diri, untuk puas pada diri. Dengan kepuasan terhadap diri, N juga berlatih menjadi individu yang mandiri karena dilatih untuk tidak tergantung pada orang lain.
“Saat meditasi itu, ini bajiknya kita dilatih mandiri, untuk puas pada diri kita sendiri, atau puas pada self kita sendiri. Betul-betul mandiri, gitu lho” (N, 53)
d. Perubahan pikiran menjadi lebih positif Sesudah praktik meditasi mindfulness, N memiliki pikiran yang lebih adaptif. Dahulu, N memiliki pandangan subjektif yang disebabkan oleh adanya kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan diri dan pikiran yang tidak terkendali. Praktik meditasi mindfulness yang dilakukan membuat pandangan subjektif tersebut berkurang sehingga N dapat berpikir dengan lebih objektif.
“Kalau ditanya tentang pertanyaan itu tadi, sebelum dan sesudah, saya katakan bahwa banyak yang tanggal di dalam diri saya. ... Eee... kalau ditanya misalnya... contoh yang paling gampang beginilah, kita karena dia merasa ada pandangan subjektif ini, ada self yang terlalu kuat, terlalu acak, otomatis dia merasa koyo... katakanlah begini, dia ada self, kamu ada self... otomatis, self ketemu self jadi bentrok. Padahal, kalau self lihat self, kamu lihat aku, ya merasa aku aneh, ini juga rasa aneh. Jadi, pandanganpandangan kayak gitu tanggal di dalam diri saya” (N, 43)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Berdasarkan pengalaman N, dorongan untuk memenuhi kebutuhan diri yang memunculkan subjektivitas membuat dirinya berpikir secara kaku. Dengan lunturnya subjektivitas yang dimiliki, N dapat berpikir dengan lebih fleksibel.
“Nah, pemahaman-pemahaman tentang melenturnya ini tadi. Pandangan self yang begini tadi, yang acak itu tadi, sebetulnya dia membentuk suatu subjektivitas yang keras. Tapi kemudian dia melentur, melentur, melunak” (A, 79)
Selain pikiran yang lebih objektif dan fleksibel, N juga mengembangkan pikiran yang lebih aware, lebih dapat melihat yang terjadi pada diri secara jernih sehingga memunculkan pemahaman terhadap diri.
“Pandangan Anda mulai jernih, tapi ada menggigil sedikit. Kalau kamu tanya tentang efek, ceritanya begitulah.... Maksudnya adalah, ketika kamu sakit kamu mungkin kan.... meriang itu berarti kan matanya berair. Ini masalah tentang sakit itu tadi. Nak pandangan jernih tentang aspek meditatifnya, Anda menjadi tahu, Kalau kita ngomong tentang pikiran, Anda menjadi tahu bahwa gerak yang ini tu, Anda sudah menangkap bahwa.... Anda memahami bahwa gerak di sini sudah mulai tereduksi, terkurangi. Anda mengetahui itu, pasti. Jadi, meditasi tu ya Anda memahami” (N, 76)
e. Perubahan sikap menjadi lebih positif Praktik meditasi mindfulness yang dilakukan N tidak hanya berpengaruh terhadap pikiran, tetapi juga terhadap sikap. Sikap yang lebih adaptif ini ditunjukkan dengan kemampuan N dalam mengembangkan intensi positif terhadap orang lain, khususnya orangtuanya. Karena tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
berfokus pada kebutuhan diri, N dapat melayani dan memberikan perhatian lebih kepada orangtuanya yang sudah memiliki banyak kebutuhan.
“Kalau pengaruhnya tentang sehari-hari... yo kalau umpamanya... gampangannya dengan kemandirian yang saya dapat, saya bisa... Umpamane saya punya orangtua ya, saya bisa meladeni orangtua saya dengan lebih baik. Karena saya sendiri tidak membutuhkan banyak perhatian, otomatis saya bisa memberikan perhatian yang lebih kepada orangtua. Kasusnya dalam diri saya karena saya punya orangtua yang sudah cukup tua, sehingga orangtua itu butuh perhatian. Lha, kalau seandainya pikiran saya tidak mandiri, atau pikiran saya yang acak, ini akan menjadi kacau. Alih-alih saya memperhatikan orangtua, terjadi benturan” (N, 63)
Intensi positif yang muncul pada diri N disebabkan oleh hilangnya ketergantungan pada orang lain. Dengan hilangnya ketergantungan tersebut, N menjadi lebih mandiri.
“Intinya, kita menjadi pribadi yang lebih mandiri. Karena ketergantungan kita terhadap self-self yang lain itu menjadi terkuak gitu lho. Apakah itu benar atau tidak, seiring berjalannya waktu, kita meditasi, kita menjadi tahu... Kita menjadi... katakanlah ketidaktergantungan kita pada banyak self, bukan berarti diri kita hambar lho” (N, 55)
Kemandirian pada diri N mengurangi kebutuhannya akan barangbarang seperti makanan, pakaian, hiburan, dll. Hal ini menyebabkan munculnya kesederhanaan dalam diri N.
“Karena tidak membutuhkan banyak hal. Entah makanan yang enak, pakaian yang bagus. Entah hiburan, entah apa... Saya banyak sesuatu hal yang tanggal. Katakanlah itu tentang sebelum dan sesudah” (N, 47)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Karena tidak berfokus pada pemenuhan kebutuhan diri, N dapat merasa lebih nyaman dengan dirinya. Ia merasa berkecukupan, tidak lagi merasa membutuhkan banyak hal.
“Saya pikir, malah ceritane, paradoksnya adalah ketika kamu membutuhkan banyak self itu sesungguhnya kamu yang hambar. Benar nggak? You merasa kering, gitu lho. Kalau kamu merasa cukup, kenapa kamu butuh? Kan katakanlah menjadi begitu to? Karena kita betul-betul damai lho. Saya merasa nyaman dengan diri saya” (N, 56)
f. Penghayatan tujuan hidup Melalui meditasi mindfulness yang dipraktikkannya, N menghayati tujuan hidupnya sebagai usaha untuk menghilangkan penderitaan. Dengan kata lain, N ingin mencapai kebahagiaan.
“Saya hanya ingin satu, saya enggak ingin menderita. Saya ingin bahagia” (N, 69)
g. Pemaknaan kebahagiaan Melalui transkrip di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa tujuan hidup N adalah untuk mencapai kebahagiaan. Berdasarkan nilai-nilai dari meditasi mindfulness yang dilakukannya, N memaknai pikiran sebagai sumber kebahagiaan. Kebahagiaan, penderitaan, serta hal-hal di dunia dipersepsikan oleh pikiran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
“Nek tentang kon ngopo dalam hidup, saya sering ngomong begini... Di dalam hidup ini, saya mengutip omongannya Sang Buddha, ‘Kita menangkap jagat raya itu di pikiran”, jadi di pikiran. Aku sih ngomong bahwa jagat raya ini ditangkap oleh pikiran. Sebagai umat awam, saya concern bahwa saya lebih sering ngomongin pikiran, karena di situlah sumber dari dua hal: kebahagiaan mau pun penderitaan. Ya kan? Kalau di awal tadi kan acak. Saya ngomong saya lebih senang ngurusi di hulunya, pada sifat aslinya yang paling utama” (N, 68)
Nilai-nilai
dari
meditasi
mindfulness
yang
dipelajari
N
menyebutkan kebutuhan yang tidak terbatas sebagai sumber dari penderitaan. Pada sisi lain, ketika kebutuhan dapat dibatasi, dapat diakhiri, maka kebahagiaan dapat dicapai.
“Kemandirian ini penting. Karena, kalau kita enggak mandiri, kita akan membutuhkan banyak hal. Jadi, karena dia sendiri bergeraknya cepat, acak, ya dia akhirnya membutuhkan banyak hal. Lagi, lagi, lagi, dan terus, gitu lho. Dan kemandirian ini, menurut saya, tidak ada batasnya. Nah, itu yang membuat penderitaan. Sesuatu yang berbatas itu pasti enak. Tapi kalau sesuatu tidak terbatas, yo bayangin aja, gitu lho. Kita ngomong gampang aja” (N, 48)
N juga memaknai salah catu cara untuk mencapai kebahagiaan, yaitu dengan konsentrasi tanpa pandangan subjektif secara terus menerus terus-menerus.
“Kalau happiness-nya ya gampangannya yang stabil, kontinyu, terus-menerus, dan objektif. Kira-kira kan begitu” (A, 41)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Dalam praktik meditasi mindfulness yang dijalani N, kebahagiaan dimaknai sebagai suatu keadaan ketika individu dapat merasakan kenyamanan dalam dirinya. Kenyamanan dalam diri ini ditandai dengan adanya rasa ringan dan optimisme di dalam diri, meskipun individu belum mencapai keadaan transformasi diri yang signifikan.
“Saya sih hanya nyontohinya begini... saya sering ngomong kepada teman saya efeknya begini... Kalau kamu dirundung demam yang tinggi, yang betul-betul kamu menggigil, demam yang tinggi... Dia juga bertanya yang sama seperti kamu. Saya cerita bahwa kamu menggigil, badanmu panas-dingin. Nah, ketika kamu meminum obat, otomatis kalau kamu perhatikan... Terjadi kayak gradasi, gitu lho. Nah, di mana gradasi itu kamu masuk di dalam area yang tidak meriang, tidak panas-dingin, tapi juga belum totally sembuh. Tapi Anda masuk ke dalam suatu gradasi yang kelihatannya ya agak sakit, tapi kok yo rodo enteng, rodo nyaman. Ha, piye kui sing mbahasake? Kira-kira begitu. Anda karena minum obat, sudah terjadi badanmu mulai fit... Anda masuk dalam suatu gradasi di mana demamnya masih ada, tapi ada rasa enteng, tapi sembuh juga belum. Tapi rasanya ya... ada suatu rasa optimis di dalam diri Anda. Anda, ‘eey, saya sudah enakan!’. Ya, saya kalau cerita begitu bisa ekspresinya, ini kan aku sing ngalami, bisa ketawa, betul-betul ketawa. Tapi nek dikatakan sembuh 100% juga belum. Saya mengakui bahwa saya belum sembuh 100%” (N, 74)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Tabel 5 Tema-tema Umum Responden
R
A
N
A. Adanya kehampaan dalam diri 1. Mudah panik dan tenggelam dalam
16
masalah 2. Hal-hal eksternal berpotensi menjadi
6
stressor 3. Alienasi dengan diri
4. Ketidakpuasan
terhadap
2
pendekatan
4
Barat yang lebih modern 5. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
1, 3
10, 12, 33, 36
6. Tidak adanya kendali pikiran
55, 78,
1, 5, 7
82 7. Tergesa-gesa 8. Jengkel 9. Tidak bahagia
87, 89 77 45, 51, 53
10. Ketergantungan pada orang lain
52
B. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness 1. Konflik dalam pemaknaan: kebahagiaan dicapai ketika individu tidak memedulikan orang lain
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Kebahagiaan dicapai ketika dapat
78
81
mempertahankan sesuatu
C. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi 1. Mengenal diri
5
2. Mengenal hidup
7
3. Mengamati pikiran
22
4. Meregulasi pikiran
24
5. Fokus pada momen here and now
104
31, 34, 36
6. Fokus pada napas
25, 30
7. Konsentrasi secara terus menerus
39
8. Menerima diri
53
D. Respons terhadap pikiran 1. Waspada terhadap pikiran
38
46, 54, 105
E. Perubahan pikiran menjadi lebih positif 1. Lebih fleksibel
40
2. Lebih terkendali
17, 23
79 80, 76, 106
3. Lebih rileks karena hilangnya kelekatan
30
4. Lebih rileks karena tubuh yang rileks
29
5. Lebih aware
72, 74,
76
92, 96, 103 6. Lebih objektif
43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
F. Perubahan sikap menjadi lebih positif 1. Lebih terkendali
11
2. Lebih dapat menerima
34
90, 95
3. Lebih tenang
21
63, 93
4. Adanya intensi positif
81, 83,
57, 63
101 5. Gaya hidup menjadi lebih teratur
67, 100
6. Lebih mandiri
44, 46, 55, 69, 72 47
7. Lebih sederhana
56
8. Lebih nyaman dengan diri
G. Perubahan sikap orang lain menjadi lebih positif 1. Adanya perlakuan positif dari orang lain
86, 88
2. Orang lain menjadi lebih rileks
91, 94
H. Kondisi fisik yang membaik 1. Tubuh menjadi lebih rileks
26
107
2. Tubuh menjadi lebih nyaman
27
108
3. Tubuh menjadi lebih sehat
28
84, 102
I. Penghayatan tujuan hidup 1. Menjalani hidup dengan mengalir
31
2. Menjalani hidup dengan fleksibel
42
3. Berusaha hidup lebih baik dengan tidak
35
putus asa 4. Menemukan kebahagiaan
36
21, 28, 35, 49
5. Menjadi orang baik
15, 20, 30, 34
69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Mengalami transformasi batin
80
110
J. Pemaknaan kebahagiaan sesudah praktik mindfulness 1. Kebahagiaan dicapai ketika keinginan
37
terpenuhi secara seimbang 2. Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan
39
yang seimbang 3. Kebahagiaan
dicapai
dengan
hidup
32
ringan dan tidak melekat pada masalah 4. Orang baik adalah orang yang bahagia
16
5. Kebahagiaan ada di pikiran
50
6. Kebahagiaan dicapai dengan melatih
68, 70
40, 52
pikiran 7. Kebagaiaan tidak bisa dipenuhi oleh hal-
23
hal eksternal 8. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan
22, 24,
48
29
9. Kebahagiaan dicapai dengan menerima
111
realitas sebagaimana adanya 10. Kebahagiaan
dicapai
dengan
41
konsentrasi yang objektif dan terusmenerus 11. Kebahagiaan dicapai ketika individu merasa nyaman dengan dirinya sendiri
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
C. PEMBAHASAN Peneliti membagi pembahasan ke dalam tiga bagian. Pertama, kondisi meditator sebelum mempraktikkan meditasi mindfulness; kedua, hal yang dilakukan meditator saat mempraktikkan meditasi mindfulness; dan ketiga, perubahan
yang
berangsur
terjadi
sesudah
mempraktikkan
meditasi
mindfulness. Hasil penelitian yang dibahas berusaha untuk menunjukkan peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan. Dengan melihat peran tersebut, penelitian ini dapat melihat proses yang terjadi di dalam meditasi mindfulness. Hal ini dapat mengisi kekosongan yang dilontarkan oleh Shapiro (2005) dan Chambers et al. (2007), serta berkontribusi terhadap validitas dalam Buddhist Psychological Model (Grabovac, et al., 2011). Pemaknaan kebahagiaan yang nampak dalam hasil penelitian ini juga dapat menjawab pertanyaan dan mengonfirmasikan penelitian yang dilakukan oleh Mogilner et al. (2011) serta penelitian-penelitian lain yang akan dibahas pada bagian berikut ini.
1. Kondisi sebelum mempraktikkan meditasi mindfulness Sebelum memulai praktik meditasi mindfulness, para meditator tidak memiliki kendali atas pikirannya. Pikiran yang tidak terkendali tersebut membuat para meditator mudah lekat dan terhanyut ke dalam ketergesagesan dan kejengkelan sehingga mereka menjadi mudah panik dan tenggelam dalam permasalahan yang mereka alami. Grabovac et al. (2011)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
dalam BPM (Buddhist Psychological Model) menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan individu untuk menyadari sifat dasar pikiran. Dalam tulisannya tersebut, pikiran dan hal-hal yang terjadi di dalamnya selalu berubah, tidak kekal, serta datang dan pergi dengan cepat. Ketika hal ini tidak disadari, maka akan timbul reaksi-reaksi yang memicu pikiran dan perasaan tertentu yang dapat menyebabkan penderitaan atau ketidakbahagiaan. Ketidakbahagiaan yang dialami para meditator mendorong mereka untuk mencari pemenuhan kebutuhan dari orang lain atau hal-hal eksternal lainnya sehingga perlahan-lahan mereka mengalami alienasi dengan dirinya sendiri. Hal ini merupakan penyebab dari munculnya kebutuhan untuk mencari fondasi atau suatu pegangan dalam kehidupan sebagai awal dari praktik meditasi mindfulness. Sebelum mengenal praktik meditasi mindfulness, para meditator memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang dapat dicapai ketika individu dapat mengejar sesuatu yang diinginkan tanpa memedulikan orang lain. Para meditator juga akan merasa bahagia jika dapat mempertahankan sesuatu yang dikejarnya tersebut. Baumgardner dan Crothers (2009) mengategorikan kebahagiaan ini ke dalam kebahagiaan hedonis. Dalam BPM
(Grabovac
et
al.,
2011),
keinginan
untuk
mengejar
dan
mempertahankan sesuatu adalah suatu reaksi ketika individu tidak dapat menyadari sifat dasar pikiran yang selalu berubah, tidak kekal, serta datang dan pergi dengan cepat. Individu akan selalu mengejar hal yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
menyenangkan (yang berakibat pada munculnya kelekatan atau attachment), serta menghindari hal yang tidak menyenangkan (yang berakibat pada munculnya aversi). Pada dasarnya, kelekatan dan aversi tidak diatribusikan pada obyek, melainkan pada perasaan yang ditimbulkan obyek tersebut.
2. Hal yang dilakukan saat mempraktikkan meditasi mindfulness Pada saat mempraktikkan meditasi mindfulness, para meditator melakukan beberapa hal. Salah satu hal tersebut adalah pengamatan terhadap pikiran. Hal ini serupa dengan definisi mindfulness dalam Didonna (2009), di mana mindfulness dijelaskan sebagai proses pengamatan terhadap pikiran yang senantiasa berubah dan mengalir. Para meditator juga mengonsentrasikan pikirannya secara terus menerus, tidak kepada suatu obyek khusus, melainkan kepada aliran kesadaran dalam pikiran. Grabovac et al. (2011) menjelaskan bahwa praktik mindfulness memang lazim digabungkan dengan praktik konsentrasi, khususnya untuk memfokuskan dan menenangkan pikiran. Hal lain yang dilakukan oleh para meditator adalah memfokuskan perhatian pada napas. Melalui fokus pada napas, individu dapat memperoleh pengaruh adaptif dari meditasi mindfulness. Perubahan yang adaptif tersebut dapat dicapai karena menurut BPM (Grabocav et al., 2011), kualitas setiap napas yang dihirup dan dihembuskan dapat memberikan pemahaman tentang ketidakkekalan (impermanence), penderitaan (suffering), dan notself, yang merupakan tiga karakteristik segala fenomena dalam pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
(mental events). Dalam BPM juga dijelaskan ketika memfokuskan perhatian pada napas, meditator dapat menyadari bahwa tidak ada kualitas napas yang sama (ketidakkekalan). Meditator juga dapat melihat bahwa mereka akan mengejar gaya bernapas tertentu (pelan atau cepat), kemudian menyadari adanya kelekatan pada gaya bernapas tersebut sehingga menyebabkan munculnya penderitaan sebagai usaha pengejaran kelekatan. Meskipun tidak dikejar dan tidak disadari, napas akan tetap terjadi tanpa intevensi diri (notself). Fokus pada napas membantu para meditator untuk menyadari momen here and now. Perls (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa momen here and now adalah hal yang penting karena merupakan satusatunya kenyataan yang ada. Masa lampau dan masa depan adalah sesuatu yang tidak riil. Dengan demikian, kelekatan terhadap masa lampau ataupun masa depan adalah kecenderungan yang menghambat perkembangan individu seutuhnya. Dengan fokus pada momen here and now, para meditator cenderung tidak melekat pada hasil yang diharapkan dari praktik meditasi mindfulness. Menurut Kabat-Zinn (2003), kecenderungan untuk tidak melekat pada hasil merupakan hal radikal, khususnya dalam konteks intervensi klinis. Dalam mempraktikkan meditasi mindfulness, para meditator juga berlatih untuk menerima diri. BPM (Grabovac et al., 2011) menjelaskan bahwa dengan berlatih untuk menerima diri, khususnya saat bermeditasi, sensasi-sensasi serta segala hal yang terjadi dalam pikiran menjadi lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
mudah untuk disadari. Kesadaran yang terhanyut dalam aliran pikiran juga dapat kembali diarahkan kepada obyek meditasi (misalnya napas) tanpa reaksi negatif
sehingga kemunculan pemikiran-pemikiran negatif dapat
dicegah.
3. Perubahan yang berangsur terjadi sesudah mempraktikkan meditasi mindfulness Praktik meditasi mindfulness secara berlanjut dan berkepanjangan yang dilakukan oleh meditator mendatangkan pengaruh positif terhadap pikiran. Dengan berlatih menerima diri saat mempraktikkan meditasi mindfulness, pikiran menjadi lebih relaks. Hal ini konsisten dengan penjelasan Grabovac dalam BPM (2011). Efek relaksasi dalam pikiran ternyata juga dirasakan pada tubuh meditator secara otomatis sehingga para meditator merasa tubuh mereka menjadi lebih sehat dan nyaman. Para meditator dapat merasakan manfaat meditasi mindfulness terhadap kesehatan fisik karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KabatZinn (2001), meditasi mindfulness dapat meningkatkan kekebalan tubuh sehingga tubuh menjadi lebih sehat. Menurut Baer (2003), meskipun praktik mindfulness memberi pengaruh relaksasi, tujuan dari mindfulness bukanlah relaksasi. Dengan pikiran yang lebih relaks, para meditator dapar berpikir dengan lebih fleksibel. Grabovac et al. (2011) menjelaskan bahwa selain dengan kemampuan untuk menerima diri, fleksibilitas pikiran juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
berkontribusi pada kemampuan untuk menyadari sensasi-sensasi serta segala hal yang terjadi di pikiran. Dengan kata lain, pikiran yang fleksibel membuat para meditator menjadi lebih aware. Penelitian yang dilakukan oleh Coffey dan Hartman (2008) juga menemukan bahwa meditasi mindfulness dapat meningkatkan awareness. Menurut Perls (dalam Schultz, 1998), fleksibilitas ini tidak hanya berkembang karena kemampuan untuk menerima diri, tetapi juga karena kemampuan untuk fokus pada momen here and now. Dengan fokus pada momen saat ini, para meditator menjadi lebih terbuka terhadap lingkungan dan diri. Oleh karena itu, fleksibilitas ini dapat membantu meditator untuk berkembang secara lebih adaptif. Para meditator juga mengalami perubahan sikap. Karena lebih dapat menyadari dan menerima segala hal yang terjadi di pikiran, sikap para meditator menjadi lebih terkendali. Hal ini konsisten dengan penjelasan dalam BPM (Grabovac et al., 2011) yang menyebutkan bahwa pengendalian perilaku
(behavioral
self-regulation)
merupakan
hasil
dari
proses
pengamatan dan penerimaan terhadap hal-hal yang terjadi di pikiran. Dengan adanya pengendalian diri, gaya hidup para meditator menjadi lebih teratur. Praktik meditasi mindfulness yang dijalani oleh para meditator mendorong hilangnya rasa jengkel yang dahulu dapat melanda. Secara umum, praktik meditasi mindfulness memang dapat mengurangi afek negatif yang muncul dalam diri (Collard et al., 2008). Coffey et al. (2008) juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat mindfulness seseorang, maka semakin tinggi pula kemampuannya untuk mengelola emosi-emosi negatif. Sikap yang lebih adaptif juga nampak dalam kemampuan untuk lebih menerima. Penelitian yang dilakukan oleh Baer (2003) menunjukkan bahwa mempraktikkan meditasi mindfulness memang terbukti dapat meningkatkan kemampuan untuk menerima. Menurut Kabat-Zinn (2003), penerimaan adalah landasan dari meditasi mindfulness. Karena para meditator menjadi lebih dapat menerima, maka mereka tidak terhanyut dalam kelekatan maupun aversi. Dalam BPM (Grabovac et al., 2011), kondisi ini disebut sebagai a balanced state of mind atau pikiran yang seimbang. Dengan demikian, para meditator cenderung tidak memiliki kebutuhan akan banyak hal serta menjadi lebih mandiri di dalam kehidupan mereka. Sikap yang lebih adaptif dalam diri para meditator juga memunculkan intensi yang lebih positif. Dengan adanya intensi positif tersebut, orang lain yang berada di sekitar para meditator juga memunculkan sikap positif. Karena belum adanya referensi dari penelitian maupun sumber empiris lain, maka hal ini perlu diperiksa keakuratannya pada penelitianpenelitian selanjutnya. Para
meditator
menghayati
fleksibilitas
yang
didapat
dari
mempraktikkan meditasi mindfulness sebagai tujuan hidup mereka. Meditator juga memiliki tujuan hidup untuk mengalami trasformasi batin. Dalam BPM (Grabovac et al., 2011), transformasi batin memang merupakan tujuan dari praktik meditasi mindfulness. Transformasi batin dalam BPM
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
dijelaskan sebagai perubahan permanen dan radikal dalam persepsi yang dapat menghentikan proses identifikasi terhadap hal-hal di pikiran. Transformasi batin dalam konteks ini juga terkadang disebut sebagai pencerahan atau enlightenment. Selain fleksibilitas dalam hidup dan transformasi batin, para meditator juga menghayati kebahagiaan sebagai hal yang dituju, tentunya dengan pemaknaan yang spesifik berdasarkan pengalaman mereka dalam menjalani praktik meditasi mindfulness. Melalui praktik meditasi mindfulness yang dijalani, para meditator memaknai kebahagiaan dari beberapa sisi. Kebahagiaan dimaknai sebagai kondisi yang berada di pikiran. Karena berada di pikiran, maka kebahagiaan tidak dapat dipenuhi oleh hal-hal eksternal. Dengan demikian, cara untuk mencapai kebahagiaan adalah melalui melatih pikiran, yaitu dengan meditasi mindfulness. Grabovac et al. (2011) dalam BPM menjelaskan, pemahaman yang didapat melalui praktik ini dimaknai oleh para meditator karena para meditator menyadari bahwa kelekatan (mengejar kenikmatan, usaha memenuhi keinginan) maupun aversi (menghindari penderitaan) tidak dapat mendatangkan kebahagiaan karena sifatnya yang tidak permanen dan segala hal di pikiran hanyalah fenomena sensoris, bukan bagian dari diri. Kebahagiaan juga dimaknai para meditator sebagai kondisi ketika individu dapat menerima realitas seutuhnya. Penerimaan seutuhnya terhadap realitas dihayati oleh para meditator sebagai kondisi ketika individu tidak memiliki kelekatan maupun aversi, benar-benar berada pada momen saat ini. Hal ini juga dimaknai para meditator sebagai kondisi ketika individu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
tidak lagi memiliki kebutuhan dan dapat merasa nyaman dengan diri sehingga dapat menjalani kehidupan yang seimbang. Menurut Baumgardner dan Crothers (2009), kebahagiaan seperti ini dapat dikategorikan sebagai kebahagiaan yang eudaimonis. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat dilihat bahwa praktik meditasi mindfulness yang dijalani para meditator nampak mentranformasikan pemaknaan kebahagiaan. Kebahagiaan yang dahulu berorientasi
pada
kondisi
mengejar
dan
mempertahankan
sesuatu
berkembang menjadi kebahagiaan yang berorientasi pada penerimaan realitas dalam momen saat ini. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mogilner et al. (2011) yang menyebutkan bahwa memfokuskan diri pada momen saat ini dapat mengubah pemaknaan kebahagiaan pada subyek dari kelompok usia muda menjadi kebahagiaan yang juga berorientasi pada momen saat ini, seperti makna kebahagiaan pada subyek dari kelompok usia lebih tua. Meskipun dapat dilihat bahwa tejadi pergeseran pemaknaan kebahagiaan, penelitian ini belum dapat menjelaskan apakah pergeseran ini terjadi karena praktik meditasi mindfulness yang dijalani oleh para meditator atau karena usia mereka semata. Untuk itu, penelitian-penelitian selanjutnya perlu membandingkan pemaknaan kebahagiaan di antara kelompok meditator dari kelompok usia yang berbeda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Makna Sebelum Praktik Kebahagiaan = Mengejar dan mempertahankan sesuatu Kondisi Sebelum Praktik Tidak memiliki kendali atas pikiran
Tergesa-gesa dan jengkel
Pikiran relaks
Kondisi Sesudah Praktik lebih fleksibel lebih aware
Praktik Mindfulness Pengamatan terhadap pikiran Tubuh relaks
lebih sehat dan nyaman
Konsentrasi terus menerus Mudah panik dan tenggelam dalam masalah
Fokus pada napas
Sikap lebih menerima
lebih terkendali
Fokus pada here and now Tidak bahagia
Intensi positif pada diri Menerima diri Intensi positif dari orang lain
Mencari pemenuhan dari hal-hal eksternal
Butuh fondasi hidup
Keterangan: Makna Sesudah Praktik Kebahagiaan = Ada di pikiran dicapai dengan melatih pikiran Tidak dipenuhi oleh hal eksternal Menerima realitas seutuhnya Tidak memiliki kebutuhan Nyaman dengan diri
Hubungan kausalitas Hubungan timbal-balik Kondisi meditator Praktik mindfulness Makna Kebahagiaan Proses perubahan makna Proses perubahan kondisi meditator
Skema 1. Peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pemaknaan kebahagiaan mengalami perubahan setelah praktik meditasi mindfulness. Perubahan dalam pemaknaan kebahagiaan tersebut dapat tercapai melalui mekanisme yang terjadi pada saat mempraktikkan meditasi mindfulness. Melalui praktik meditasi mindfulness, para meditator belajar untuk tidak melekat pada pikirannya melalui pengamatan terhadap pikiran yang terus mengalir, memfokuskan perhatian pada kualitas napas, serta menerima diri dan momen saat ini seutuhnya. Dengan dilakukannya hal ini, pikiran dan sikap berkembang menjadi lebih adaptif. Selain itu, praktik meditasi mindfulness juga memberi pengaruh positif terhadap tubuh. Sebelum mempraktikkan meditasi mindfulness, para meditator memiliki kecenderungan untuk memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang dicapai ketika dapat mengejar dan mempertahankan sesuatu. Sesudah menjalani praktik meditasi mindfulness, secara berangsur kebahagiaan mengalami pergeseran makna. Karena berorientasi pada momen saat ini, kebahagiaan dimaknai sebagai kondisi ketika individu dapat menerima realitas yang ada pada momen saat ini sebagaimana adanya. Dari hasil yang didapat tidak ditemukan adanya perbedaan mengenai mekanisme yang dijelaskan dalam BPM dengan pengalaman dari reponden
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
yang terlibat. Dengan demikian, sejauh ini dapat disimpulkan bahwa penjelasan dalam BPM dapat menggambarkan mekanisme mindfulness secara akurat.
B. KEKUATAN PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diperoleh melalui pendekatan empiris yang sistematis, khususnya dalam konteks saat ini sehingga dapat merefleksikan pengalaman, kondisi mental, dan kondisi pikiran beberapa orang secara kontekstual.
C. KETERBATASAN PENELITIAN 1. Penelitian ini melibatkan tiga orang responden. Dari ketiga responden tersebut, data yang didapat masih sangat bervariasi sehingga belum mencapai titik jenuh. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini belum dapat menyajikan gambaran pengalaman pada kelompok yang lebih luas. 2. Penelitian ini belum dapat menjelaskan apakah pergeseran makna kebahagiaan yang terjadi pada responden disebabkan oleh meditasi mindfulness yang dilakukan atau karena usia semata.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
D. SARAN Saran dalam penelitian ini ditujukan bagi: 1. Bagi peneliti lain, disarankan untuk: a. Membandingkan pemaknaan kebahagiaan di antara kelompok meditator dari kelompok usia yang berbeda. b. Melibatkan lebih banyak responden sampai mendapat data yang mencapai titik jenuh. c. Untuk
semakin
memperkuat
kredibilitas
penelitian-penelitian
selanjutnya, juga disarankan untuk menggunakan triangulasi metode (seperti observasi dan wawancara dengan significant others). 2.
Bagi pembaca, psikolog, dan ahli kesehatan secara umum, disarankan untuk mempertimbangkan praktik meditasi mindfulness sebagai salah satu pendekatan untuk meningkatkan kesehatan mental.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Appel, J., Kim-Appel, D. (2009). Mindfulness: Implications for substance abuse and addiction. International Journal of Mental Health and Addiction, 7, 506-512, doi: 10.1007/s11469-009-9199-z
Baer, R. A. (2003). Mindfulness training as a clinical intervention: A conceptual & empirical review. Clinical Psychology: Science & Pratice, 10(2), 125-143, doi: 10.1093/clipsy/bpg015
Baumgardner, S. R. & Crothers, M. K. (2009). Positive Psychology. New Jersey: Prentice Hall.
Chambers, R., Lo, B. C. Y., Allen, N. B. (2007). The impact of intensive mindfulness training on attentional control, cognitive style, and affect. Cognitive Therapy and Research, 32, 303-322, doi: 10.1007/s10608007-9119-0
Coffey, K. A., Hartman, M. (2008). Mechanisms of action in inverse relationship between mindfulness and psychological distress. Complementary Health Practice Review, 13(2), 79-91.
Collard, P., Avny, N., Boniwell, I. (2008). Teaching mindfulness based cognitive therapy (MBCT) to students: The effects of MBCT on the levels of mindfulness and subjective well-being. Counselling Psychology Quarterly, 21(4), 323-336, doi: 10.1080/09515070802602112
Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design: choosing among five traditions. Washington DC: Sage Publications.
Didonna, Fabrizio. (Ed.). (2009). Clinical handbook of mindfulness. New York: Springer.
Eid, M., Larsen, R. J. (2008). The science of subjective well-being. New York: The Guilford Press.
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Endraswara, S. (2010). Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Penerbit Cakrawala.
Grabovac, A. D., Lau, M. A., Willett, B. R. (2011). Mechanisms of mindfulness: a Buddhist psychological model. Mindfulness, 2, 156-166, doi: 10.1007/s12671-011-0054-5
Greeson, J. M. (2009). Mindfulness research update: 2008. Complementary Health Practice, 14(1), 10-18. doi: 10.1177/1533210108329862
Heeren, A., Van Broeck, N., Philipot, P. (2009). The effects of mindfulness on executive process and autobiographical memory specificity. Behaviour Research and Therapy, 47(5), 403-409, doi: 10.106/j.brat.2009.01.017
Kabat Zinn, J. (1982). An outpatient program in behavioral medicine for chronic pain patients based on the practice of mindfulness meditation: Theoritical considerations and preliminary results. General Hospital Psychiatry, 4, 33-47.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Delacourt.
Kabat-Zinn, J., Massion, M. D., Kristeller, J., Peterson, L. G., Fletcher, K. E., Pbert., L., et al. (1992). Effectiveness of a meditation-based stress reduction program in a treatment of anxiety disorders. American Journal of Psychiatry, 149, 936-943.
Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-based interventions in context: Past, present, and future. Clinical Psychology: Science & Practice, 10(2), 144-156, doi: 10.1093/clipsy/bpg016
Kim, J., Ann, J., Kim, M. (2011). Relationship between improvements of subjective well-being and depressive symptoms during acute treatment of schizophrenia with atypical antipsychotics. Journal of Clinical Pharmacy & Therapeutics, 26, 172-178, doi: 10.1111/j.13652710.2010.01175.x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
Leyden, K. M, Goldberg, A., Michelbach, P. (2011). Understanding the pursuit of happiness in ten major cities. Urban Affairs Review, 47(6), 861-888, doi: 10.1177/1078087411403120
Lopez, S. J. (Ed.). (2008). Positive Psychology: Exploring the Best in People (Vol.4). London: Praeger Publisher.
Luhman, M., Hoffman, W., Eid, E,m Lucas, R. (2012). Subjective well-being and adaptation to life events: A meta-analysis. Journal of Personality & Social Psychology, 102(3), 592-613, doi :10.1037/a0025948
Lykins, E., Baer, R. A. (2009). Psychological functioning in a sample of longterm practitioners of mindfulness meditation. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 23(3), 226-241, doi: 10.1891/0889-8391.23.3.226
Mogilner, C., Kamvas, S. D., Aaker, J. (2011). The shifting meaning of happiness. Social Psychology and Personality Science, 2(4), 395-402, doi: 10.1177/1948550610393987
Padash, Z., Dehnavi, S. R., Botlani, S. (2012). The study of efficacy of cognitive therapy basis on positive psychology on subjective well being. International Journal of Business and Social Science, 3(10), 202-207.
Poerwandari, K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: LPSP3.
Sartono, A. (2012, Juni 21). Hujan aneh di sekitar kedhung. Koran Merapi, h.12.
Schultz, D. (1991). Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Shapiro, S. L., Carlson, L. E., Astin, J. A., Freedman, B. (2005). Mechanisms of Mindfulness. Journal of Clinical Psychology, 1-14, doi: 10.1002/jclp.20237
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Shier, M. L., Graham, J. R. (2011). Mindfulness, subjective well-being, and social work: Insight into their interconnection from social work practitioners. Social Work Education, 30(1), 29-44, doi: 10.1080/02615471003763188
Smith, J. A. (Ed.). (2008). Qualitative psychology: a practical guide to research methods (ed. Ke-2). London: Sage Publications.
Teasdale, J. D., Williams, J. M., Soulsby, J. M., Segal, Z. V., Ridgeway, V. A., Lau, M. A. (2000). Prevention of relapse/recurrence in major depression by mindfulness-based cognitive therapy. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68, 615-623.
Wrosch, C., Amir, E., Miller, G. (2011). Goal adjustment capacities, coping, and subjective well-being: The sample case of caregiving for a family member with mental illness. Journal of Personality and Social Psychology, 100(5), 943-936, doi: 10.1037/a0022873
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
VERBATIM RESPONDEN I (R) No 1
2
3
4
5
Catatan Verbatim R mencari pondasi Apa yang menyebabkan hidup Anda memilih meditasi? Ya, ceritanya panjang.. . Jadi, waktu itu sih kalau aku tuh nyari pondasi hidup, ya. Karena Kita kan hidup... Waktu itu kesibukannya, R saya di Jakarta. Kalau di merasa tidak Jakarta tu saya kerja dan memiliki waktu terlalu sibuk gitu ya, jadi untuk dirinya saya kayak kehilangan sendiri waktu untuk diri sendiri. pernah cari-cari, R mencari cara Saya belajar ke gereja. Cuman, yang dapat kayaknya gereja tu kurang memenuhi memenuhi ini ya, kebutuhan kebutuhannya yang saya cari. R pernah belajar di Terus akhirnya saya cari gereja namun yang lebih ke “arah timur” merasa tidak puas gitu ya. Saya lihat kalau sampai akhirnya gereja tu agak ke baratmenemukan baratan, jadi saya cari ilmumeditasi dan mulai ilmu lama yang kuno, yang bermeditasi sejak timur... antara lain aku 23 tahun yang lalu ketemunya meditasi, terus mulailah belajar meditasi. Itu kapan ya? Itu sekitar tahun ‘89 R menemukan Oke... Jadi tadi Anda bahwa meditasi bilang Anda mencari memberi sesuatu yang memenuhi kesempatan untuk kebutuhan Anda dan mengenal diri, Anda menemukan masuk ke dalam meditasi, gitu ya? Bisa diri, mengenal cerita kenapa meditasi pikiran dan emosi cocok untuk Anda? Oke... Setelah saya belajar meditasi, saya menemukan bahwa kita diajak untuk mengenal tentang diri kita
Tema Spesifik Adanya kebutuhan untuk memiliki fondasi hidup
Alienasi dengan diri sendiri
Adanya kebutuhan untuk mencari pondasi hidup Ketidakpuasan terhadap pendekatan Barat yang lebih modern
Mengenal diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
6
7
8
R menilai bahwa selama ini hal-hal seperti pekerjaan dan interaksi dengan orang-orang lain dapat membuat diri terlarut. R merasa meditasi berfokus ke dalam diri dan membuatnya lebih mengenal hidupnya R terus-menerus melakukan meditasi
9
R merasa meditasi sudah menjadi seperti kebutuhan
10
Setiap hari, R melakukan meditasi untuk menyegarkan pikiran dan batinnya
sendiri, apa yang terjadi dengan pikiran kita, apa yang terjadi dengan emosi, apa yang terjadi dengan perasaan kita. Nah, di situ kita diajak masuk ke dalam, mengenal diri sendiri. Nah, kalau selama ini kan Hal-hal eksternal kalau kesibukan di luar kita berpotensi menjadi terlalu larut dalam segala sumber stressor macam. Ada pekerjaan, ada interaksi dengan teman, dengan pasangan, dengan tetangga.. itu lebih eksternal. Dengan meditasi, benar- Mengenal hidup benar dibawa ke dalam untuk mengenal tentang hidup kita. Sejak tahun ’89 Anda rutin melakukan meditasi? Dikatakan rutin sih enggak. Tapi, saya kontinyu memenuhi kebutuhan dan yang saya temukan di meditasi itu Kalau interval dalam melakukan meditasi? Kalau sekarang, meditasi sudah menjadi seperti kebutuhan. Jadi, setiap hari saya melakukan meditasi. Pagi rutin, kalau siang sepanjang hari ya meditasi tapi bukan duduk, bukan sitting yang formal gitu tapi masuk ke dalam gitu ya... Kayak merefresh pikiran, me-refresh batin kita, melihat ke dalam.
Meditasi dilakukan secara kontinyu
Meditasi kebutuhan
sebagai
Meditasi sebagai sarana penyegaran pikiran dan batin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
11
R menjadi lebih terkendali karena tidak terpengaruhi hal-hal eksternal
12
R mengalokasikan waktu khusus untuk meditasi sehingga bisa menjadi lebih segar jika sedang dalam kondisi stres
13
Meditasi sudah seperti ibadah bagi R
14
R menilai dirinya sebagai orang yang pendiam dan lebih berfokus dengan diri sendiri
Apa yang memotivasi Anda untuk melakukan meditasi sampai sekarang? Karena kita jadi lebih terkendali ya. Kita nggak terlarut dengan segala hal yang ada di luar kita. Kalau aku sih biasa bikin kayak “traffic” gitu ya... misalkan per jam berapa gitu kita menarik diri ke dalam, mengenal lagi ke dalam, masuk lagi. Itu membuat... misalnya lagi capek banget atau emosinya naik turun, tapi begitu meditasi, kayak refresh gitu. “Traffic” di sini maksudnya seperti apa ya? Kalau orang Islam misalnya bilang “lima waktu” gitu ya. Kan itu kan ada waktu-waktu khusus yang dilakukan untuk melakukan ibadah. Nah, kalau aku, ya itu untuk meditasi Ahh.. oke. Jadi tadi Anda juga sempat menyinggung kalau meditasi bisa mempengaruhi perasaan dan emosi. Kalau dulu, sebelum Anda melakukan meditasi, bagaimana Anda menilai emosi Anda? Eeee.... Sudah lupa, hahaha... Itu lama sekali. Cuman mungkin karakter saya memang lebih pendiam ya. Dan saya lebih menyenangi mengenal ke dalam.
Lebih terkendali
Meditasi diatur dalam jadwal sehari-hari
Meditasi menjadi seperti ibadah
Menilai diri sebagai orang yang pendiam dan berfokus pada diri sendiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
Bukan ekstrovert gitu ya. Tapi, memang, ya, saya lebih introvert. Dan mungkin itu juga yang membuat saya cocok untuk meditasi ya. Tapi bukan introvert... saya sih menilai diri saya sendiri bukan introvert yang negatif, tapi yang lebih menyukai keheningan, lebih menyukai sendiri Kalau dengan contoh sehari-hari, bagaimana dulu waktu sebelum meditasi? Dulu saya sering cepat panik, misalnya dikejari deadline atau ada masalah gitu tuh... sering saya merasa nggak menemukan jalan keluar ya... atau berlarut-larut ke dalam masalah, tertarik ke dalam masalah Tapi, setelah saya mengalokasikan waktu untuk meditasi, pikiran itu lebih tertata dan banyak kemungkinan bisa menemukan solusi terhadap masalah saya atau pikiran saya tu lebih terkendali terus...apa pun masalahnya tu sebenarnya ada solusinya, cuman kadang-kadang karena kita ketarik ke persoalan itu jadi itu enggak kelihatan
15
Meditasi cocok untuk R karena sesuai dengan karakter R yang introvert (menyukai keheningan dan kesendirian)
16
Sebelum meditasi, R merasa sering mudah panik, sering tenggelam dalam masalah
17
Setelah meditasi, pikiran R lebih tertata dan terkendali sehingga bisa menemukan solusi masalah
18
R merasa setiap masalah sebenarnya memiliki solusi, namun, orangorang kadangkadang terlalu tenggelam dalam masalah Proses meditasi Oke... lalu proses yang
19
Menilai diri introvert
Mudah panik dan tenggelam dalam masalah
Pikiran menjadi lebih terkendali
Tenggelam dalam masalah membuat solusi tidak terlihat
Proses meditasi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
yang dialami cukup lama
20
21
22
R terjadi di situ bagaimana? Prosesnya enggak bisa dikatakan instan ya... ya, cukup lama. Karena kita nge-switch pikiran kita dari yang dulu enggak pernah meditasi kemudian meditasi gitu ya R menyukai Itu cukup.... Tapi saya meditasi karena banyak merasakan nilai-nilai adanya nilai-nilai positifnya. Jadi, saya ya menyukai meditasi, gitu positif yang dirasakan R merasa meditasi Anda bisa merasakan membuatnya lebih perannya meditasi dalam tenang karena dapat pengendalian emosi Anda itu seperti apa? Emmm.... memahami dan lebih menenangkan ya. menerima emosi- Membuat kita tuh lebih emosinya memahami, menerima, terus reaksinya itu enggak frontal. Jadi lebih kalem lah. Dari meditasi, R Kenapa bisa seperti itu? belajar untuk Karena kita belajar untuk melihat dan “diam” gitu ya. Maksudnya “diam”? “Diam” itu mengamati pikiran artinya kita enggak spontan bereaksi terhadap apa pun yang muncul di dalam pikiran kita. Melihat, mengamati. Terus... dari situ pelan-pelan, “oh ternyata kecenderungan pikiran saya tuh begini”. Nah, setelah menemukan seperti itu, nanti “oh, mengatasinya begini...”
cukup lama
Menyukai meditasi karena adanya efek positif yang dirasakan
Lebih tenang
Mengamati pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
23
R tidak bereaksi secara spontan terhadap hal-hal yang muncul di pikirannya
...enggak buru-buru, enggak Pikiran menjadi lebih tergesa-gesa bereaksi terkendali terhadap pikiran yang muncul. Dan ternyata itu cuma “sampah”, “oh, tadi tu cuman enggak sabar”, kayak gitu....
24
Dengan meditasi, R belajar untuk melihat, mengenali, merasakan, dan menata pikiran
25
R menggunakan metode relaksasi dan mengatur napas dalam meditasi mindfulness
26
Dengan metode relaksasi, R membuat seluruh tubuhnya relaks sehingga tidak ada
Oke... lalu yang terjadi dalam sehari-hari contohnya seperti apa? Oh, oke. Memang kalau secara fisik kalau meditasi itu kita duduk diam, antara melamun atau apa gitu enggak jelas ya. Cuman, proses yang terjadi di dalam diri kita pada saat meditasi adalah kita melihat tentang pikiran kita, batin kita. Dari situ ya kita bisa mengenali. Karena kalau kita terlalu, yang contoh... apa namanya... yang berlawanan ya, kita sering lebih frontal, lebih opposite gitu dengan problem kita. Padahal, kalau kita dengan meditasi tu lebih.. ya... sebenarnya sederhana kayaknya ya. Cuman mengenali, merasakan, dan menata kembali pikiran kita Oke.... Dalam meditasi gitu kan banyak metodenya ya, kalau Anda sendiri memakai metode apa? Ya, dalam Zen ada banyak ya... Kalau saya memakai metode relaksasi dan mengatur napas Bisa dijelaskan? Ya... Jadi metode relaksasi adalah membuat setiap bagian dari tubuh kita relaks. Dari kepala, pikiran, sampai ke
Meregulasi pikiran
Memakai metode relaksasi dan mengatur napas
Tubuh menjadi lebih relaks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
ketegangan
27
28
R merasa lebih nyaman dengan metode relaksasi R merasa penyakit bisa muncul jika badan penuh ketegangan
29
R merasa, dengan tubuh yang relaks, pikiran juga akan menjadi relaks
30
Meditasi membuat R menjadi tidak terikat dengan halhal di pikirannya sehingga R menjadi lebih relaks
31
R menjalani hidup dengan mengalir
muka, kemudian punggung. Karena secara tidak sadar kadang-kadang kita menarik punggung seperti ini. Dan di sana ada ketegangan. Dengan merelakskan itu kita menjadi, badan menjadi lebih nyaman gitu ya. Terus perut juga, kadangkadang kita tegang. Dan itu menjadi penyakitlah kalau kita memperlakukan seluruh badan kita dengan penuh ketegangan... Tangan, sampai kaki, terus semuanya dari seluruh tubuh. Kita dibuat relaks. Oke... lalu bagaimana pengaruhnya antara relaks tadi itu dengan pengaruh meditasi yang Anda sebutkan? Ternyata dengan relaks itu, pikiran kita akhirnya relaks. Karena di dalam meditasi itu kita juga membuat pikiran kita itu tidak ada “engagement” terhadap apa pun, Engagement? Eee.... Keterikatan... yang benarbenar mencengkram sesuatu atau memikirkan sesuatu sampai pusing sendiri. Jadi, kita lebih relaks Oke.... Terus kemudian.... Dalam bermeditasi kan ada filosofinya gitu ya, dan filosofi tersebut mempengaruhi persepsi hidup... Ya, Hmmm...hmmm. Sebelum meditasi, bagaimana Anda melihat hidup Anda? Kebetulan saya tu tidak punya patokan hidup itu harus begini, harus begitu.
Tubuh menjadi lebih nyaman Tubuh menjadi lebih sehat
Pikiran menjadi lebih relaks karena tubuh yang relaks
Pikiran menjadi lebih relaks karena hilangnya kelakatan
Menjalani hidup dengan mengalir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
32
R merasa bahagia kalau ia bisa menghadapi hidup dengan ringan dan tidak terobsesi dengan masalah
33
Dengan menjalani hidup secara ringan, R menjadi lebih senang dan tidak tegang dalam hidup Dengan meditasi, R lebih bisa menerima fenomenafenomena dalam hidupnya Setelah belajar meditasi, R tetap berusaha mencari hidup yang lebih baik dengan tidak mudah putus asa
34
35
Jadi saya mengalir aja Oke... lalu, orang-orang dalam hidup kan biasanya mengejar sesuatu untuk mewujudkan “good life” gitu ya.... Menurut Anda sewaktu sebelum meditasi, “good life” itu seperti apa? Bahagia. Bahagia yang dimaksud di sini seperti apa? Bahagia tu ya kita bisa menghadapi hidup ini dengan ringan. Hmmm... dengan ringan? Maksudnya dengan ringan? Misalnya... kita enggak bisa menolak persoalan atau pun masalah di dalam hidup ini ya, tapi kita bisa menghadapinya dengan keyakinan, dengan percaya diri, cuman “oke, ini masalah. Itu enggak bisa dihindari. Saya harus menghadapi, mencari solusi, mungkin terpecahkan, mungkin tidak”, itu diserahkan saja Ah... Lalu apa pengaruh itu pada kondisi mental Anda? Ya.... menjalani hidup dengan senang. Dengan tidak tegang menghadapi hidup, gitu Lalu bagaimana dengan setelah meditasi? Ada perubahan sih yang saya rasakan. Ya saya lebih bisa menerima peristiwa apa pun yang kena pada saya Lalu, ehh... setelah Anda meditasi apakah ada perbedaan mengenai persepsi Anda tentang hidup? Ada perbedaan... hmm... gimana ya
Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak melekat pada masalah
Kondisi relaks membuat hidup dijalani dengan lebih senang
Lebih dapat menerima
Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
ngomongnya... Pasti ada yang dicari ya di dalam hidup, cuman, saya melakukan usaha, mencari untuk hidup lebih baik, tapi kalau pun itu belum berhasil, saya tetap berusaha dan tidak putus asa Berusaha untuk? Mencari yang saya tuju... hidup bahagia Hidup bahagia yang seperti apa? Itu sifatnya personal ya, masing-masing orang punya ini sendiri. Kalau yang saya rasakan sih bila semua yang kita inginkan tuh bisa terpenuhi. Tapi keinginan itu pun kita harus hati-hati karena ada batasan-batasan juga keinginan kita tuh terlalu berlebihan. Jadi, kita juga harus waspada dengan pikiran kita sendiri dan menempatkannya pada proporsi yang seimbang aja. Seimbang? Seimbang itu pas... seperti timbangan, kiri kanan imbang, hehe...
36
R mencari hidup bahagia
37
R merasa bahagia jika semua keinginannya terpenuhi tidak berlebihan
38
R merasa harus waspada dengan pikiran sendiri dan menempatannya secara proporsional
39
R merasa bahagia Eeeh... Jadi? Kebahagiaan jika bisa hidup itu bisa karena hidup kita dengan seimbang seimbang. Nah, keseimbangan itu bisa apa saja. Dalam konteks apa pun yang ada dalam kehidupan kita Meditasi membuat Oh oke, hahaha... Oh iya, R menjadi tidak tadi kan Anda juga sempat terikat terhadap menyebutkan pengaruhpikiran sehingga pengaruh meditasi pada bisa menjadi lebih Anda ya... Kalau yang fleksibel dalam paling berpengaruh pada mempersepsikan Anda apa? Mungkin
40
Menemukan kebahagiaan Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang
Waspada pikiran
terhadap
Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang
Pikiran menjadi lebih fleksibel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
fenomena
41
R merasa dengan fleksibilitas, ia lebih dapat menghadapi segala sesuatu di hidupnya
enggak bisa ya kalau disebutkan “paling” gitu ya. Karena semuanya itu ya merata. Karena kalau mau dibikin grade, enggak bisa sih... Tapi bagian yang terbaik dari proses kita melakukan meditasi adalah kita bisa melenturkan ego kita. Kita enggak terikat dengan pikiran kita, yang jadi kaku gitu... memegang itu sebagai sesuatu yang absolut. Tetapi kalau kita meditasi tu, ego kita lebih lentur. Jadi, apa pun yang datang pada kita, masalah atau keyakinan kita, itu sebenarnya kadang-kadang enggak mutlak benar ya. Misalnya kita punya musuh gitu, kita juga enggak menganggap itu 100% musuh. Tapi kadang-kadang kan ada hal-hal lain, misalnya persoalan, atau musuh, atau apa pun yang negatif itu enggak mutlak itu tuh negatif gitu ya. Karena pasti ada sesuatu yang dari situ tu bisa membuat kita lebih lentur lagi, lebih lentur lagi kalau kita menghadapi itu Oke... dalam hal Fleksibilitas membuat kelenturan itu ya. Yang adaptasi menjadi lebih dimaksud ego tadi baik menurut definisi Anda apa? Ego tu sesuatu yang kaku, yang kita pegang, menjadi seolah-olah itu tu hal yang benar, yang benarbenar kita yakini bahwa ee.... itu tu “milik” kita yang kita, yang ada di dalam diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
42
kita tu benar. Berarti kalau ego kita lentur, itu kita lebih fleksibel menghadapi segala sesuatu, kemudian.... R berpikir bahwa Ya sebenarnya kalau relaks Menjalani hidup dalam hidup, itu kan enggak kaku. Kaku dengan fleksibel individu memang tu ya misalnya orang seharusnya meninggal kan kaku ya, tapi fleksibel kalau orang hidup kan kita musti lentur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
TEMA-TEMA RESPONDEN I (R)
A. Adanya kehampaan dalam diri 1. Mudah panik dan tenggelam dalam masalah 2. Hal-hal eksternal berpotensi menjadi sumber stressor 3. Alienasi dengan diri 4. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup 5. Ketidakpuasan terhadap pendekatan Barat yang lebih modern
(Nomor) 16 6 2 1, 3 4
B. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi 1. Mengenal diri 2. Mengenal hidup 3. Mengamati pikiran 4. Meregulasi pikiran
5 7 22 24
C. Respons terhadap pikiran 1. Waspada terhadap pikiran
38
D. Perubahan pikiran menjadi lebih positif 1. Lebih fleksibel 2 . Lebih terkendali 3. Lebih rileks karena hilangnya kelekatan 4. Lebih rileks karena tubuh yang rileks
40 17, 23 30 29
E. Perubahan sikap menjadi lebih positif 1. Lebih terkendali 2. Lebih dapat menerima 3. Lebih tenang
11 34 21
F. Kondisi fisik yang membaik 1. Tubuh menjadi lebih rileks 2. Tubuh menjadi lebih nyaman 3. Tubuh menjadi lebih sehat
26 27 28
G. Pengahayatan tujuan hidup 1. Menjalani hidup dengan mengalir 2. Menjalani hidup dengan fleksibel 3. Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa 4. Menemukan kebahagiaan
31 42 35 36
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
H. Pemaknaan kebahagiaan 1. Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang 2. Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang 3. Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak melekat pada masalah
37 39 32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
VERBATIM RESPONDEN II (A)
No 1
2
Catatan Verbatim A memiliki rasa Apa yang membuat bapak meditasi? ingin tahu yang melakukan besar sejak usia Mungkin waktu itu SMA atau SMP ya, sekitar itu. muda Saya sama sekali tidak paham soal meditasi, sama sekali tidak paham soal halhal spiritual, eee... Walaupun waktu itu pembawaan saya sejak kecil memang curious, banyak pingin tahu... dan untuk orang seusia saya, seusia itu waktu itu, katakanlah usia sebelas-dua belas tahun itu pertanyaan-pertanyaan saya sudah agak filosofis, gitu. Enggak lazim untuk anak seusia itu... dan itu keluar secara genuine, lebih ke sifatnya curiousity, logika. A kagum dengan Terus di masa itu, ketika ekspresi rileks dan SMP saya jalan-jalan di tenang dari patung Malioboro, ketemu patung Buddha kecil. Nah, saya Buddha yang hanya lihat, apa, patung dilihatnya Buddha yang murahan itu, belakangan saya baru tahun bahwa itu modelnya Kamakura, model Jepang, Kamakura. Saya lihat, “ini wajahnya kok cakep dan teduh”. Saya pikir itu adalah perjumpaan saya pertama tentang ekspresi teduh. Oke. Jadi, sebelumnya saya tuh... itu tidak masuk dalam opsi, atau tidak masuk dalam memori, atau tidak masuk di dalam katalog, vocab, kosa... apa, perbendaharaan
Tema Spesifik Rasa ingin tahu sejak usia muda
Kekaguman pada ekspresi rileks dan tenang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
3
hidup saya, gitu lho, ekspresi bahwa “oh, ono wong teduh”, gitu lho... Wajah yang teduh, yang ketoke ki tersenyum, matanya setengah terpejam, seolah-olah, bukan seolaholah ya, tapi ada rasa selfcontent, puas. Dia merasa ekspresinya itu enggak risau. “Aku cukup kok”, gitu. Walaupun saya enggak paham apa-apa soal meditasi, tapi waktu itu saya beli patung kecil itu yang mana saya pikir itu adalah perjumpaan pertama. Setelah itu ya ora mudeng, blas ora mudeng opo-opo. A kagum dengan Kemudian ketika SMA, di Kekaguman pada figur dan cara hidup de Britto, saya merasa figur dan cara hidup monastik sangat beruntung, untuk monastik pertama kali saya dalam hidup melihat figur monastik. Biarawan, gitu. Frater, atau pastur, atau romo. Sekali lagi itu juga di dalam perbendaharaan pengalaman saya sejak SDSMP tidak masuk. Opsi itu enggak pernah terlintas. Hal yang baru ya? Hal yang betul-betul baru. Lihat orang beneran, daging tulang beneran, itu adalah baru. Figur yang... kendati belakangan saya sadari tidak sempurna, tapi tetap spiritnya ‘kan spirit unselfish. Spirit yang hidupnya bukan untuk nglumpukke, untuk nglumpukke nggo aku, aku, aku, semakin kaya, atau semakin itu lah. Spirit-nya unselfish, atau bahkan ascetic. Maksud’e mungkin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
4
A menemukan cara pandang hidup yang baru
5
Pengalaman meditasi pertama yang buruk, karena diliputi ketidaktenangan dan kejenuhan
dia kepemilikan pribadinya minim, cara hidupnya juga bersahaja, plus cerdas. Pastur-pastur Jesuit itu ‘kan pendidikannya bagus. Ya. Cerdas itu adalah sesuatu yang baru juga bagi saya. Maksudku, kalau konco sing pinter matematik atau... cerdas di sini maksud saya wisdom, bijak, gitu. Bukan sekedar cerdas pinter matematik atau pinter Bahasa Inggris. Di SMP ada ya orang yang pinter ini, itu, tapi cara pandangnya hidup yang cerdas, gitu lho. Itu baru bagi saya, “oh, ono wong koyo ngene yo” Terus, menjelang kelas 3 SMA de Britto, atau di perguruan tinggi tahun pertama... karena saya ngambil agamanya Katolik, pembimbingnya ya frater waktu itu. Waktu itu pupuler di kalangan frater-frater Kotabaru, bukunya Anthony de Mello, Burung Berkicau, Doa Sangata, terus buku meditasi sadana. Sadanya karyanya Anthony de Mello. Pengalaman pertama saya, disuruh nyoba meditasi waktu itu di... apa itu? Di de Britto ono pasturan, opo? Ngarep, cedak... Dekat pasturan itu? ‘kan ada kapel. Di situ disuruh nyoba meditasi. Di situ kalau enggak salah pelajaran agama di tingkat satu ya, tahun pertama, jadi pesertanya tidak banyak. Cuma lima atau sepuluh orang, gitu. Disuruh njajal,
Menemukan pandang baru
sudut
Pengalaman buruk saat meditasi pertama kali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
6
Pengalaman meditasi pertama yang buruk karena kurang mendapat pemahaman
7
Ketertarikan terhadap Zen muncul karena adanya kisah-kisah yang menabrak norma umum
8
A merasa tertantang secara intelektual
panduannya pakai sadana itu, eee... Wah, pengalamannya buruk. Saya suruh duduk cuma lima menit atau sepuluh menit, setelah selesai ditanya sama pasturnya, “gimana rasanya?”, “wah, rasanya sumpek, mau meledak”. Rasanya jengkel, disuruh diam itu jengkel, sumpek. Buruk, pengalaman itu. Mungkin karena si pembimbingnya kurang memberi pendahuluan, kurang memberi penjelasan, pendahuluan, guidance, atau perspektif, tujuan meditasi opo, terus filosofinya gimana. Mungkin penjelasannya kurang, begitu. Tapi pokoknya pengalamannya buruk tentang meditasi. Tapi, buku-buku Anthony de Mello itu memikat bagi saya. Memukau, memikat, menantang. Jadi, terutama yang cerita-cerita tentang Zen. Bahkan disamping chalenging itu juga kisahkisah Zen itu ‘kan ikonoklas. Ngerti ikonoklas? Ikonoklas ki ugal-ugalan. Jadi, patung dibakar, patung Buddha dibakar, dikencingin, misalnya begitu. Nabrak kaidahkaidah standar, gitu. Berani nabrak kaidah-kaidah standar. Dan bagi orang seusia saya waktu itu, itu seksi, memikat. Tapi ya, kalau saya tanya ke sana ke mari tentang itu
Pemahaman yang kurang menghambat meditasi
Merasa tertantang secara intelektual
Merasa tertantang secara intelektual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
9
dengan kisah-kisah kalau mau tanya lebih lanjut, Zen saya tidak menjumpai orang yang bisa menjelaskan waktu itu. Terus lupa... Ya seneng baca-baca neng donge mung menarik, cerdas, tapi donge ora tek mudeng. Tapi justru karena ora mudeng kui jadi seksi. Barangkali karena menjadi menantang, gitu lho. Maksud’e, aku ki merasa, “aku ki sekolahe pinter’e, opo-opo mudeng. Tapi iki kok ora mudeng?” Jadi itu menjadi, malah menjadi tantangan, jadi seksi. Dalam dunia kerja, Terus eeee... lulus sekolah, A belajar bahwa lulus kuliah... sudah lupa, itu wis kebahagiaan dan urusan-urusan enggak pernah membahas kesuksesan dicapai lagi. Terjun di dunia kerja, dengan sikap yang saya kerja di bisnis keras dan kejam konstruksi selama tiga tahun. Bisnis konstruksi tu keras, banyak tantangan, eee... kendati waktunya cuman tiga tahun tapi jamnya tinggi. Jam kerja per harinya tinggi dan intens. Intens maksudnya padat, intens, tantangannya banyak, sehingga dalam waktu singkat saya belajar banyak, atau ngehadapi persoalan banyak. Nah... kira-kira sehabis tiga tahun kerja, tiga-empat tahun kerja, eee... timbul pertanyaan bagi saya, pertanyaan pribadi. Kirakira pertanyaannya gini, dari pengalaman saya
Konflik dalam pemaknaan: kebahagiaan dicapai ketika individu tidak memedulikan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
menyaksikan orang di dunia bisnis, di dunia kerja lah... Saya menyaksikan beberapa mentor saya di dunia bisnis ngajari saya untuk... di dunia bisnis itu tega, tegel. Tough, tapi dalam artian lebih negatif lah. Tega, tegel. Dalam hal apa biasanya, pak? Eee... ya, dalam mencari profit, dalam mensikapi relasi kerja. Harus keras, begitu ya? Harus keras, harus tega. Kalau perlu ya... atau pokoknya kaidahkaidah moral tidak masuk dalam pertimbangan. Itu pertimbangan yang ke sekian, atau bahkan enggak masuk dalam pertimbangan. Saya menyaksikan dari sudut pandang mata saya pada saat itu, kemudian juga sudut pandang orang pada umumnya yang saya kenal pada saat itu. Saya menyaksikan bahwa, dengan sudut pandang pada saat itu, orang yang keras, yang kejam, tega ki maksud’e ekstrem’e kejam lah... orang yang kejam, yang tega, bahkan dalam artian yang negatif, yang bersedia melanggar kaidah-kaidah moral, acapkali lebih sukses ketimbang orang yang lemah lembut, yang baik. Wis, kasarane sing jahat luwih sukses ‘mbangane sing apik. Kasarane gitu lho. Di dalam bisnis, waktu itu kesan yang saya tangkap pada saat itu adalah sing jahat, sing tegel kuwi lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
10 A mempertanyakan figur diri ideal untuknya
11 A berkomitmen untuk mengikuti jalan apapun yang nanti ditemukannya
12 A mencari prinsip hidup
sukses dibanding yang baik. Oke. Tidak sekedar lebih sukses, bahkan. Yang saya jumpai, sing jahat, sing tegel kuwi lebih “bahagia”, lebih “beruntung” ketimbang yang baik... dalam tanda kutip. Sekali lagi saya bilang, sudut pandang saya pada saat itu, gitu ya. Ya itu given fact situasiku pada saat itu, gitu lho. Itu yang saya alami. Orang lain mungkin bisa punya pengalaman yang lain. Ya, tentu saja Nah, sehingga sebagai orang muda, timbul pertanyaan untuk diri saya sendiri, lha aku ki... terus berikutnya saya mau jadi orang seperti apa? Background saya bukan orang yang relijius, saleh, gitu lho. Jadi, nek memang ketentuan’e kudune kejam, tega, jahat itu adalah yang sukses, saya ya bersedia untuk ngikutin kaidahkaidah seperti itu lho. Tapi seperti sebelum ngikuti kaidah-kaidah itu, saya mencoba untuk mengevaluasi, belajar, menganalisis, mempertanyakan, sebelum menyimpulkan, gitu lho. Jadi saya memutuskan untuk belajar dulu, terus saya melakukan pencarian atau riset. Risetnya yang paling gampang ya ke perpustakaan. Riset tentang apa, pak? Risetnya pertama-tama saya tu mempertanyakan lagi, sing
Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
Komitmen untuk mengikuti jalan hidup yang akan ditemukan
Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
13 A berkomitmen untuk mengikuti jalan apapun yang nanti ditemukannya
14 A menemukan prinsip hidupnya pada kajian etika dalam filsafat
jenenge baik ki opo to? Terus sing jenenge buruk atau jahat ki opo to? Saya ingin kembali ke basis definisinya, gitu lho. Sak tenane sing jenenge apik ki opo to? Sing jenenge buruk ki opo to? Terus, bagaimana saya harus menjalankan kehidupan saya? Apakah saya jadi orang baik? Kalau tentang begitu kenapa? Apakah saya jadi orang jahat? Kalau memang begitu, kenapa alasan’e? Pertanyaan itu yang muncul pada saat itu. Katakanlah waktu itu mungkin usia 27, sekitar itu lah. Nah, eee... dan waktu itu saya bertekad untuk, nanti kalau saya sudah menyimpulkan, ya saya bersedia konsisten dengan kesimpulan saya itu. Andaikata kesimpulannya adalah, “ woo, sing bener ki, sing logis ki dadi wong jahat”, ya saya bersedia untuk konsisten dengan hasil pencarian saya, atau hasil riset, hasil logika tersebut. Oke. Nah, saya baca buku, tanya sana-sini, kadang tanya-tanya ke pastur, tanya sana-sini lah. Nah, kebetulan nemunya mungkin di Gramedia atau di mana ya, saya lupa. Intinya saya beli buku tipis. Karena tertarik kemudian saya jadi ngumpul-ngumpulke buku filsafat, buku opo, opo... Ketemu satu buku tipis yang sangat sederhana. Judul’e Pengantar Etika. Buku’ne
Komitmen untuk mengikuti jalan hidup yang akan ditemukan
Menemukan prinsip hidup dalam kajian etika dan filsafat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
gur tipis. Terbitan Kanisius, sing ngarang Romo Franz Magnis-Suseno SJ. Pengantar Etika, jadi gur pengantar, ibarat’e gur pembukaan, buku “pra”, ngono lho. Nah, waktu itu, bahkan kata etika itu aku wae ora mudeng. Saya pikir waktu itu sing jenenge etika tu sama dengan sopan santun. Adalah lazim di masyarakat kalau lihat orang enggak sopan, dikatakan wong ora ndue etika. Oh ya, sering ya... Ya... Ketika baca itu saya baru paham, gitu lho, bahwa etika ki ra ono urusane karo sopan santun. Etika itu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang “baik”, apakah baik itu... “buruk”, apakah buruk itu... terus definisi’ne opo, terus kepiye satu filsuf dengan lainnya, terus tentang wong urip ki kudune piye... itu etika. Ya mungkin ada kaitannya dengan sopan santun karena sopan santun ki etiket, jadi mungkin akar katanya sama. Tapi kalau ngomongin sopan santun tu etiket, bukan etika. Nah, waktu itu baru paham saya kalau etika tu begitu... “woh, lha iki cocok banget karo karepku”, gitu lho. Ini yang saya cari-cari, pertanyaan yang saya cari-cari. Terus saya beli lagi yang lebih, bukan pengantar, yang lebih detil, antara lain mungkin Dua Belas Tokoh Etika. Kebetulan ya buku-bukunya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
15 Berdasarkan risetnya melalui kajian tentang etika, A menemukan bahwa tujuan hidup adalah untuk menjadi orang baik dengan pertimbangan rasional
16 Menurut A, orang baik adalah orang yang lebih bahagia
17 A merasa bahwa tindakan yang baik membuat fisik terasa lebih baik secara seketika
Franz Magnis-Suseno, terus buku etikanya Carl Belton, belakangan agak lama saya buku yang Bahasa Inggris, Aristoteles, Ethics, beberapa buku etika. Tapi yang paling menggetarkan bagi saya pertama ki yo cuman buku pengantar kui. Eee... simple-nya dari belajar, riset, mikir-mikir, menganalisis, nimbangnimbang sendiri, nguji di lapangan, dicocoke karo pengalaman, di-cross check, direnung-renung sendiri... itu akhirnya saya berkesimpulan eee... satu, wong urip ki sing bener dadi wong apik, jadi orang baik. Orang menjadi orang baik, itu bukan karena takut dosa, takut hukuman, bukan... karena itu adalah pilihan cerdas Kenapa? Karena jadi wong apik ki luwih happy, luwih penak. Jadi orang bahagia ketika ia menjadi orang baik? Orang baik itu adalah tindakan bahagia Artinya, ketika Anda melakukan tindakan yang baik, itu kan physically wae luwih penak kok neng awak, ketimbang tindakan yang buruk, immediately lah. Sak dek, sak nyet, pada saat itu, misal’e saya nawari “mas, monggo minum”, dengan “ojo, ngko ora diombe”... Pada saat itu immediately di badan itu lebih enak, kalau saya bilang... “monggo mas diunjuk”, ketimbang
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik
Orang baik adalah orang yang bahagia
Fisik yang terasa lebih baik karena perbuatan baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
18 A berpikir bahwa perbuatan baik adalah pilihan cerdas
19 Perbuatan baik yang dilakukan akan memberikan manfaat ke diri sendiri terlebih dahulu
20 A meyimpulkan bahwa tujuan hidupnya adalah menjadi orang baik 21 A menjadi lebih yakin bahwa tujuan hidupnya adalah kebahagiaan
“ojooo....”. Atau misalnya saya bilang, “mas, monggo dijunjuk” tapi sak tenane ora rela, itu terus enggak enak, gitu lho. Jadi, efeknya itu immediate. Jadi, kalau saya bertindak baik itu donge bukan karena saya orang baik, bukan karena saya gawa’ane orang baik, tapi saya cerdas. Jadi, ini adalah pilihan cerdas. Jadi saya baik ni sak tenane adalah pilihan yang tanda kutip “selfish”, egois, tapi egois yang cerdas. Artinya, iki donge nggolek penaku dewe. Sing pertama-tama oleh penak ki aku, donge. Dudu wong liyo. Itu akarnya begitu lah. Jadi ada dua yang saya simpulkan. Satu, kudune dadi wong apik...
Dua... ini berkaitlah, topik ini. Dua adalah, kalau ngomong tujuan hidup karena itu juga merupakan pertanyaan yang mencekam bagi saya... Tujuan hidup apa ya, tujuan hidup... intuitively ngerti. Tujuan hidup donge happy. Tapi terlalu confused, otak saya waktu itu terlalu ruwet. Nah, belajar etika itu saya jadi paham, clear bahwa “oh iyo, tujuan hidup tu adalah kebahagiaan”... 22 Kebahagiaan layak Lho kok bisa begitu? Nah, Aristoteles menjadi tujuan penjelasannya betul-betul mengena bagi hidup, karena saya. Kenapa kebahagiaan kebahagiaan adalah
Perbuatan baik adalah perbuatan yang cerdas
Fisik yang terasa lebih baik karena perbuatan baik
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan
Kebahagiaan akhir dari kebutuhan
adalah segala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
segala tu layak menjadi tujuan hidup? Karena kebahagiaan itu bisa menjadi the end by itself. Maksudnya “the end”? “The end by itself” tu maksudnya itu menjadi akhir bagi tujuan, bagi dirinya sendiri. Hal-hal eksternal Sedang tujuan-tujuan yang tidak bisa menjadi lain, misal’e rumah bagus, tujuan akhir bagi A atau duit, atau istri cantik, atau jabatan, kekuasaan, terkenal, kesehatan, apapun lah... itu tidak bisa menjadi “the end by itself”. Nek kono punya duit, mesti duit meh nggo opo, nek kono punya sehat pasti sehat meh nggo opo, nek kono punya istri cantik, pasti istri cantik nggo opo. Ketika sudah Tapi kalau kamu bilang bahagia, orang- bahagia... wis, selesai. The orang tidak end by itself. Kamu udah memerlukan apa- enggak perlu apa-apa yang apa lagi lain, wong sudah happy kok. Menurut A, banyak Saya pikir tidak semua orang tidak orang bisa paham ini. memahami hal ini Walaupun... ini terlalu karena terlalu simple, gitu lho. Terlalu sederhana simple malah jadi, wong ora mudeng. Ketika sudah Karena lha jelas to, nek wis bahagia, orang- happy ki wis ora butuh opoorang tidak opo. memerlukan apaapa lagi Menurut A, banyak Itu terlalu simple, orang orang tidak biasanya enggak paham. memahami hal ini karena terlalu sederhana Tujuan hidup A Jadi kesimpulan saya... satu, adalah kebahagiaan happiness layak dijadikan tujuan hidup. Jadi, tujuan akhir dari tujuan
23
24
25
26
27
28
Kebahagiaan tidak bisa dipenuhi oleh halhal eksternal
Kebahagiaan akhir dari kebutuhan
adalah segala
Konsep kebahagiaan yang terlalu sederhana
Kebahagiaan akhir dari kebutuhan
adalah segala
Konsep kebahagiaan yang terlalu sederhana
Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
29 A merasa bahagia jika ia merasa puas atas hidupnya
30 Menjadi orang baik juga menjadi tujuan hidup A 31 A tidak setuju dengan salah satu ahli filsafat yang dipelarinya ketika melakukan riset tentang etika
hidup adalah happy, bahagia. Walaupun definisi bahagia, sing jenenge bahagia itu masih cerita panjang, gitu lho... tapi intuitively, dewe mudeng lah, jenenge bahagia berarti content, puas, kecukupan, mungkin semacam itulah pada saat itu pemahaman saya. Jadi itu kesimpulan sementara. Bahagia, terus dadi wong apik.
Kebahagiaan akhir dari kebutuhan
adalah segala
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik Karena alasannya begini, Skeptis tidak semua orang, atau tidak semua filsuf sebetulnya memberi jawaban yang sesederhana itu. Ono sing rodo ugalugalan, misalnya seperti Nietzsche dan lain sebagainya. Eee... Misalnya dari Dua Belas Tokoh Etika, Nietzsche sing rodo nyempal. Jawabannya... mungkin karena saya enggak paham, tapi dia mungkin bahkan malah rodo sinis atau mengritik tindakan baik. Penangkapan saya begitu waktu itu. Aku enggak sempat baca lagi lebih lanjut. Dia nganggap orang baik itu hanya orang lemah. Oh... Oke. Ya. Orang-orang yang lemah. Waktu itu saya enggak sempat... itu, apa itu tafsirku yang keliru, enggak sempat belajar lebih lanjut. Tapi, dari dua belas tokoh etika itu, yo gur siji kui sing nyempal. Yah, aku bodonbodone, gur statistik rolas,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
32 A tidak hidupnya berantakan
ingin
33 A tidak ingin hidup tanpa prinsip yang jelas
34 Tujuan hidup untuk menjadi orang baik adalah pilihan yang cerdas, logis, dan rasional
35 A menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidupnya 36 A mencari cara untuk mencapai tujuan hidupnya
sewelas banding siji, mungkin ngono. Itu Satu. Dua, memang kesannya gagah, macho, si Nietzsche itu, berontak terhadap kemapanan. Tapi terus, tak delok wae sejarah uripe Nietzsche koyo ngopo, uripe deknen dewe koyo ngopo. Lah, Nietzsche ki uripe berantakan. Berakhir di rumah sakit jiwa, sinting, stres, terus sedeng karo seneng karo mbakyune dewe. Terus aku wegah, urip kok koyo ngono. Walaupun kamu punya definisi yang brilian, aku wegah kiro-kiro tiru urip koyo Nietzsche. Mati, akhire dadi sinting neng rumah sakit jiwa, mosok jatuh cinta karo saudara sedarah daging barang, itu aku wis ora minat karo biografi-ne Nietszche. Karena saya toh harus mengambil keputusan, dan dalam hidup saya, saya enggak mau ngambang. Saya harus mengambil kesimpulan lah. Iki meh tak apake uripku? Jadi, yo aku sepakat karo filsuf sing sebelas wae. Jadi, urip baik… dan itu logis bagi saya, karena itu sudah pilihan cerdas, dan seterusnya. Terus, tujuannya adalah bahagia. Itu fondasi-ne ngono. Fondasi, background filosofis saya begitu. Nah, terus pertanyaane, tujuan jelas, perilakunya ya rodo jelas, dadi wong apik,
Menghindari kehidupan berantakan
yang
Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik
Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
37 Beberapa cara yang sudah ditemukan A tidak dapat diterapkan di jaman sekarang
38 A membaca bukubuku Zen, meskipun pada awalnya tidak mengerti
gitu ya, tapi detail-e ki ora jelas. Yo wis, setuju wis dadi wong apik. Tapi terus ngko sore dikon ngopo? Sesuk isuk dikon ngopo? Sesuk awan aku suruh apa? Minggu depan saya suruh apa? Besok bangun pagi tuh saya suruh ngerjakan apa? Agar selaras dengan nilainilai yang saya yakini tu jongklang ra ono. Saya baca ini, filsuf ini, masing-masing… bahkan Aristoteles yang saya kagumi pun juga jawabane kadang lucu-lucu, enggak up-to-date, cuma berlaku di jaman itu. Ketika diterapke di jaman sekarang, itu lucu, ngono lho… Nah, saya mulai cari-cari lagi, baca ini, baca itu. Terus, jadi teringat neh Zen kui mau. Ketika sudah membaca, nanti perilakunya seperti apa, kemudian jadi teringat tentang Zen? Teringat soal Zen sing ceritane nggone Anthony de Mello, dan terus mungkin ada banyak faktor lah. Antara lain, waktu itu aku suka travelling ke Amerika, dan karena saya sukanya baca buku. Jaman itu dollarnya murah. Kalau saya pergi ke kota-kota besar di Amerika, saya pasti mampir ke buku-buku second. Kalau di sana, buku second tu murah banget. Jaman itu paling enggak, gur sak dollar, dua dollar. Dollare waktu itu mung rongewu, sewu pitungatus.
Menemukan fondasi hidup yang tidak bisa diterapkan di jaman sekarang
Membaca buku Zen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
Sangat murah. Nah, setiap kali saya pergi, saya cari buku-buku sing aku seneng. Waktu itu antara lain saya jalan-jalan ke San Fransisco, ke Berkeley. Di Berkeley tu, satu kota kecil yang koyo Jogja gini, toko bukune bekas, gede-gede, pirang lantai, bukune murahmurah, banyak. Ono sak dalan koyo Pakuningratan kene, ono limo, po enem, po pitu ngono. Wis to, pesta pora aku, koyo bazaar kae pokoke. Aku pesta. Mrono, angger lungo bawa tas besar kosong loro. Dadi mulih tak kebaki buku. Nah, waktu itu buku yang populer, di etalase banyak, itu buku tentang Zen. Tahun berapa itu, pak? Kira-kira…. Itu mungkin tahun ’96 ya. 16 tahun lalu lah. Jadi… walaupun ora mudeng, waton tak tuku beberapa. 39 A merasa terkesan Ada buku-buku dari penerbit Merasa terkesan dengan salah satu Buddhist karangannya yang buku Zen yang Bahasa Indonesia. Saya beli, dibacanya ada beberapa. Ada satu buku yang berkesan. Waktu itu saya baca… ya sekitar proses pencarian itu, bersama-sama. Judule… kalau Bahasa Inggrisnya itu judulnya The Sword of Wisdom, pengarangnya Master Sheng Yen. Di sini diterjemahkan sebagai Pedang Pusaka Kebijaksanaan. Intine saya belajar sendiri, moco-moco ra mudeng, tapi intine satu, buku Bahasa Indonesia meskipun terjemahane
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
40 A menemukan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui proses latihan
41 A merasa bahagia ketika mengetahui bahwa ada cara untuk mencapai
kurang kadar, Pedang Pusaka Kebijaksanaan, terjemahane enggak persis, alakadarnya, tapi itu berkesan bagi saya. Ini adalah buku Zen sing aku paling mudeng ketimbang yang lain-lain Oke… dan kenapa buku ini menimbulkan kesan bagi bapak? Penjelasane lebih jelas, kemudian ada satu hal sing di buku-buku Zen lain itu, paling tidak buku Zen yang pernah saya baca di jaman itu, ada satu yang beda. Bedanya, saya baru tahu bahwa keadaan happy atau keadaan tercerahkan itu ada prosesnya. Sedangkan kalau cerita-cerita di Anthony de Mello tu kejadiannya kan pas peristiwa pencerahane kuwi tok. Diiing... ngono tok… enggak menceritakan prosesnya berlatih gimana tu, bahkan kata “berlatih” pun mungkin enggak ada waktu itu. Nah, di buku Pedang Pusaka Kebijaksanaan itu banyak membicarakan soal praktik, soal berlatih. Saya baru mudeng bahwa,”oh… ngono kui ono prosese, ono latihane” Berupa praktik itu ya? Walaupun praktiknya kayak apa juga belum jelas pada saat itu… tapi ternyata, kui ora ujugujug, gitu lho. Waktu itu aku happy banget rasanya… berarti itu accessable. Bisa dilatih, bisa diakses, bukan sesuatu yang
Kebahagiaan dicapai dengan melatih pikiran
Merasa bahagia ketika menemukan cara untuk mencapai kebahagiaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
kebahagiaan
seolah-olah given, langsung jliing….. ora ono udan, ora ono angin, gur hoki. Jadi, bukan sesuatu yang random… jadi, accessable. Nah, eee… itu mungkin sekitar tahun ‘90an. 42 Adanya situasi Terus, eee… Ya intine ada Terdorong oleh situasi tertentu mendorong suatu situasi yang akhirnya A untuk serius saya berkesimpulan, “wah, menekuni meditasi aku harus mengambil step yang serius, yang drastis, gitu… untuk terjun ke praktik meditasi”… ada suatu situasi yang membuat saya eee… mengambil langkah serius lah, saya harus serius. Bukan sekedar baca-baca, bukan sekedar wacana… 43 A tidak bisa menemukan orang yang bisa mengajarinya meditasi (Zen) di Indonesia
dan dalam proses, katakanlah, tujuh-delapan tahun mencari tu tanyatanya di sini juga enggak ada orang yang menjelaskan soal Zen… ya memang enggak ada pada jaman itu. Tanya ke mana-mana juga enggak ada. 44 Dari risetnya, A Kenapa situasi tersebut menyimpulkan membuat akhirnya bapak bahwa kebahagiaan ingin fokus praktik ke terjadi di pikiran meditasi? Eee… Oh, kita sendiri gampangnya gini… Dari proses belajar, ada satu hal yang penting sing terkait dengan ini, dengan riset ini. Dari proses belajar, saya akhirnya berkesimpulan, yakin, convinced banget bahwa “oh, uripku ki happy, atau enggak happy itu tergantung…” tak baleni, tak ulang ya… Satu, saya berkesimpulan, jelas bahwa
Tidak menemukan untuk belajar
bisa tempat
Kebahagiaan ada di pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
45 A merasa tidak bahagia 46 Pikiran yang tidak dikelola bisa mencelakakan diri sendiri
47 Meditasi adalah cara untuk mengelola pikiran 48 A menyimpulkan bahwa kebahagiaan terjadi di pikiran kita sendiri
“oh, sing jenenge happy, bahagia, itu terjadinya di pikiran. Sing bahagia ki terjadine ora nang mobil, nang ngomah, nang duit, nang dengkul, opo nang, tangan, wajah… enggak. Terjadinya di pikiran”. Sing iso ngrasakke happy ‘kan pikiran. Pikiran itu ‘kan ora jempol, jenthik, mobil, duit, opo omah, opo anak, istri, teman, pegawai, bapak, simbok. Ora ono kaitane, gitu lho. Kalo kita ngomong saklek, saklek tenan, happy terjadinya di mana? Di pikiran. Pikirane sopo? Pikiranmu dewe. Dudu pikirane kamu, pikirane si A, si B, si C… ora ono kaitane, gitu lho. Happy terjadinya di pikiran. Saya pikir tidak semua orang paham ini: Happy itu terjadi dipikiran; pikirane sopo? Pikiranmu dewe. Itu satu. Terus… nyatanya, aku ora happy. Lha, carane piye ben happy? Pikirannya itu harus dikelola. Kalau enggak dikelola, dia bakal mencelakakan diri saya sendiri. Itu poin yang kedua. Nah, sing jenenge ngelola kui adalah meditasi. Ngelola pikiran kui yo meditasi. Meditasi ini, dalam hal ini… dalam hal praktik ya? Ya, dalam hal praktik. Ini pemahamannya masih pemahaman intelektual pada saat itu. Aku belum praktik, hanya kesimpulan yang
Tidak bahagia Waspada pikiran
terhadap
Meditasi adalah cara untuk mengelola pikiran Kebahagiaan ada di pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
49
50
51 52
53
54
55
56
57
58
jelas, bahwa happy tu terjadinya di pikiranku sendiri. A merasa tujuan Tujuane urip wis ceto: Adanya tujuan hidup hidupnya sudah happy untuk menemukan jelas: bahagia kebahagiaan Kebahagiaan terjadi Happy terjadinya di mana? Kebahagiaan ada di di pikiran kita Di pikiranku dewe. pikiran sendiri A merasa tidak Terus, nyatane aku ora Tidak bahagia bahagia happy… Kebahagiaan dapat Ya, agar bisa happy, Kebahagiaan dicapai dicapai dengan pikirane kudu dikelola ben dengan melatih mengelola pikiran happy, gitu. Nah, saya sudah pikiran (meditasi) tahu, pikiran dikelola itu, sama dengan meditasi. A mengalami Terus, ada situasi yang Tidak bahagia situasi yang susah. Suatu situasi menimbulkan suffering yang lumayan penderitaan intens, terjadi pada saya selama hampir sekian bulan, sekian tahun... A merasa yang mana waktu itu, Waspada terhadap penderitaan yang dengan kesimpulan seperti pikiran dirasakannya ada di itu, aku akhirnya “lha iki pikirannya kan pikiran-pikiranku dewe to? A merasa tidak ...Susah, susahku dewe. Tak Tidak adanya kendali berdaya atas gawe dewe. Ning, aku ora atas pikiran pikirannya sendiri iso opo-opo”. A mencari tempat Pemecahannya gimana? Ya Mencari tempat untuk untuk melatih harus dilatih. Latihane piye? melatih pikirannya pikirannya Ya makane digoleki… cari tempat yang bisa untuk belajar di mana… A merasa terpaksa Akhirnya, “ah, aku wis ora Merasa tertekan mencari jalan untuk tahan tenan dengan situasi mengatasi ini. Saya harus serius”. penderitaannya Situasi setahun, dua tahun, tiga tahun terakhir ini betulbetul berat banget. Iki nek ora segera tak carikan pemecahan, bakal rekoso sak lawas-lawase uripku. A tidak bisa Jadi yo gek pemecahan. Kebutuhan untuk menemukan orang Pemecahane, “aku sinau belajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
yang bisa mengajarinya meditasi (Zen) di Indonesia 59 A pergi ke New York untuk belajar meditasi Zen
60 A belajar meditasi secara intensif
61 A merasa pemahaman dan latar belakang dalam melakukan meditasi merupakan hal yang penting untuk mendorong individu terus berlatih
62 Pada tahun-tahun pertama awal
meditasi neng ndi yo?”. Sing cocok karo aku Zen, style yang saya cocok Zen. Saya cari di sini enggak ada. Akhirnya saya kembali ke buku Pedang Pusaka Kebijaksanaan itu, pengarangnya Master Sheng Yen. Waktu itu tahun ’96, ’97 mungkin… sudah ada jaman internet. Tak cari-cari di internet, ketemu, terus, oh, wonge ngajar nang New York. Jadi, saya berangkat ke New York. Dan sesudah itu, bapak kemudian praktik meditasi terus menerus? Ya… Jadi, dari itu terus belajar, terus belajar tekniknya, melu latihan intensif, retret, disamping latihan intensif, itu juga semacam proses… opo jenenge? Training, workshop, nang dunia sehari-hari, semacam learning by doing. Jadi itu, fondasi yang mendasari kenapa bapak melakukan meditasi… Saya pikir, dari pengalaman saya sharing, belajar, berlatih bersama dengan banyak orang… saya bahkan berani ngomong fondasi itu lebih penting ketimbang latihannya sendiri. Karena, orang tanpa fondasi pemahaman, background seperti itu, biasanya ya kalaupun belajar, berlatih gitu enggak bisa kontinyu… dia hanya on/off, gitu… Oke… Jadi tadi bapak juga mengatakan bahwa
Pergi belajar ke New York
Mempelajari meditasi secara intensif
Pemahaman membantu individu dalam praktik meditasi
Tidaka danya efek yang dirasakan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
latihan meditasi, A hampir tidak merasakan efek yang signifikan
63 Pada tahun-tahun awal latihan, A merasa lebih tenang
64 Pada tahun-tahun awal latihan, A merasa semakin yakin pada pemahaman dan prinsip hidupnya
ada pemahaman fondasi, kemudian belajar praktik, ikut workshop, mempelajari teknikteknik, dan cara berlatih, ikut retret… dan kemudian sesudah melakukan hal-hal itu, apa yang bapak rasakan dari meditasi yang bapak lakukan? Eee… Kalau yang dirasakan artinya itu adalah… kalau pertanyaanmu dirasakan itu adalah apakah luwih penak, apakah luwih tenang, apakah luwih happy, gitu, atau nang awak, nang pikiran luwih penak, gitu… sebetulnya… lima tahun training saya pertama itu boleh dibilang nyaris enggak ada rasa apaapa. Nyaris enggak ada bonus, enggak ada insentif, enggak ada hadiah sing betul-betul “woooah…. hore!”, boleh dibilang enggak ada. Boleh dibilang lima tahun pertama belum ada efek yang signifikan? Ya… Ibaratnya orang berlatih, sedikit banyak ada lebih tenang. Tapi mungkin, kalau mau dibilang efek, itu adalah… ada suatu sense of direction, ada rasa arah dalam hidup yang dibangun berdasarkan logika, filsafat, praktik, psikologi, sing jernih… kesimpulan yang jelas, sehingga uripku mantap. Mantapnya bukan karena takut sama dogma-dogma, bukan karena manut melu
tahun meditasi
pertama
Lebih tenang
Semakin yakin pada pemahaman dan prinsip hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
65 Dengan keyakinan terhadap prinsip dan pemahaman hidupnya, A merasa lebih percaya diri
66 Efek meditasi terhadap tubuh dan pikiran mulai terasa sesudah lima tahun pertama latihan 67 Meditasi membuat gaya hidup A menjadi lebih teratur
wong, jarene nganu, jarena iku… bukan karena ngikut sana, ngikut sini, tapi karena saya cari sendiri, saya akhirnya mendapat kesimpulan sendiri yang logis dan siap diuji di setiap waktu selama lima tahun tuh dari minggu ke minggu kan siap diuji. Prosesnya siap diuji… setting ulang, direview, diterapkan, diuji lagi, belajar lagi, cross check. Nah, eee… ada suatu sense of kemantapan, rasa “oh, uripku ngene. Iki keputusanku. Tak lakoni dewe”. Buahnya boleh dibilang kalaupun ada, minim. Tapi, kemantapan ketika melakukan itu, ya… tidak tertandingi. Maksudnya, boleh dibilang, rasanya mantap lah… Uripki dadi confident, “iki ki wis tak simpulke, aku wis sinau, wis riset. Pun, aku juga siap berubah kok. Ketika dalam perjalanan, aku menemui hambatan, aku harus siap ganti jalan atau ganti arah”, arahnya tuh jelas, bagi saya, ngono lho. Itu katakanlah lima tahun pertama. Eee… mungkin selepas lima tahun pertama, efek ke tubuh dan pikiran baru mulai agak signifikan. Mungkin lho. Bisa diceritakan? Mungkin karena bukan sekedar latihan, tapi setting life stylenya tu mulai jadwal hidup harian, bulanan, tahunan, cara saya berelasi dengan
Lebih percaya diri karena adanya pemahaman
Efek meditasi yang mulai dapat dirasakan setelah lima tahun
Hidup menjadi lebih teratur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
68 A mengalami efek meditasi terhadap fisik, pikiran, dan gaya hidup setelah latihan bertahuntahun
69 Pemahaman akan prinsip meditasi lebih penting daripada praktiknya sendiri
70 A berpikir bahwa teori perlu diketahui sebelum praktik
orang… Jadi, setelah lima tahun praktik itu, ternyata kemudian meditasi mempengaruhi life style juga? Ya jelas… artinya, ini kan mengubah life style, gitu lho… Jadi lebih teratur. Otomatis itu memberi dampak secara psikologis yang anggaplah… Ini aku simplifikasi. Lima tahun barang itu adalah simplifikasi, orang lain mungkin punya pengalaman lain. Kalau mau dampak itu ibaratnya terukur, mau diukur, ya lima tahun itu, kira-kira… Saya yakin bilangannya bukan bulanan atau mingguan, pasti tahunan… aku mau ngomong begitu… yang bisa ngefek ke pola pikir, psikologis, gaya hidup, physically. Yang punya efek terukur, jangkanya pasti tahunan. Makanya saya bilang, sense of direction atau fondasi, pemahaman, pemikiran, view, pandangan sebelum mulai praktik itu lebih penting ketimbang praktiknya sendiri, karena praktik itu bakal tahunan, begitu. Prosesnya bakal tahunan, tanpa bonus, tanpa hadiah. Ya, oke. Tadi bapak bilang, praktik ‘kan bakal tahunan. Dibutuhkan fondasi, view, dan prinsip untuk melatarbelakangi praktik. Nah, kenapa bisa seperti itu? Orang membutuhkan fondasi,
Meditasi berpengaruh pada fisik, pikiran dan gaya hidup setelah latihan bertahun-tahun
Pemahaman akan meditasi mendasari praktik
Landasan meditasi perlu dipahami sebelum praktik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
71 Dengan pemahaman yang jelas, orang akan mampu mengatasi hal-hal di hidupnya
72 Meditasi membuat A lebih menyadari pikiran dan gerak pikirannya
view, supaya bisa praktik. Eee... Satu; ya wajar to, kamu mau melakukan sesuatu kan mestinya ngerti teorine sikik, ngerti teknike. Misale kamu mau mengoperasikan mobil, ideale kamu ya tahu sedikit manualnya, pernah baca manualnya... atau mengoperasikan handphone, sedikit banyak kamu belajar soal manualnya, kaidahkaidahnya, perawatannya, fungsi-fungsinya untuk apa, cara pengoperasiannya yang benar gimana. Nah, itu adalah suatu hal yang wajar kita perlu tahu itu. Sedikit, paling enggak. Dua; saya mau ngutip katakatanya Nietzsche yang dikutip oleh satu psikoterapis terkemuka, Viktor Frankl: orang yang paham akan why, kenapa, maksude kenapa dia melakukan sesuatu, dia akan mampu menanggung any how. Orang yang paham kenapa atau punya alasan yang jelas untuk melakukan sesuatu, dia akan mampu menanggung situasi yang seperti apapun, kalau dia punya alasan yang jelas. Ya, saya pikir itulah. Oke... dan kemudian tadi bapak juga bilang setelah kira-kira lima tahun, meditasi mempengaruhi life style. Life style jadi lebih teratur... dan itu otomatis ya? Kemudian, dalam life style itu... Efek psikologis juga, maksudnya
Segala hal di hidup dapat dipahami dengan adanya pemahaman
Pikiran menjadi lebih aware
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137
73 Beberapa kebiasaan mental yang buruk berkurang
74 Meditasi membuat A lebih menyadari pikiran dan gerak pikirannya 75 Beberapa kebiasaan mental yang buruk berkurang 76 Meditasi membuat A tidak larut dalam pikirannya sendiri
77 Dulu, A sering mudah merasa jengkel dalam menghadapi hal-hal di lingkungannya
kita jadi lebih... yang paling utama, lebih mindful, lebih awas terhadap reaksi-reaksi batin kita sendiri. Kita menjadi lebih awas terhadap pikiran kita sendiri, terhadap gerak pikiran kita sendiri. Kemudian, beberapa kebiasaan buruk susut atau tersembuhkan. Beberapa kebiasaan mental yang buruk susut atau tersembuhkan. Jadi yang pertama tadi lebih awas terhadap reaksi-reaksi pikiran, terhadap gerak pikiran kita sendiri. Dua; kebiasaan buruk mental susut atau bahkan tersembuhkan. Yang ketiga; eee... dengan demikian kita menjadi semakin “tidak percaya” dalam tanda kutip. Tidak percaya pada pikiran kita sendiri. Skeptis? Ya, Anda boleh sebut skeptis... tidak mudah dikecoh oleh pikiran kita sendiri. Jadi kalau pikiran kita muni “sikat!”, “eh, sik, sik... didelok sik, ojo kesusu”. Atau “Oh, si anu kae ngene!”, “sik, sik”. Itu... atau misale “oh, kae ngene!”, “oh yo? Tenane?” Jadi tidak langsung “si anu kae ngene...”, “ oh iyo! Aku ngerti! Mesti ngene...”, enggak. Jadi lebih awas, lebih... tiga hal itu lah. Lha nek njenengan tanya contohnya, gampang. Misale contoh sederhana yang sering saya pakai: nyupir mobil, berkendara. Pertama; saya dulu punya kebiasaan
Tidak mudah jengkel
Pikiran menjadi lebih aware
Tidak mudah jengkel
Lebih terkendali
Mudah merasa jengkel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
78 Dulu, rasa jengkel yang dirasakan A dapat berubah menjadi perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain secara otomatis
79 A hidup dalam lingkungan yang terbiasa merespons hal-hal secara reaktif 80 Setelah belajar meditasi, A belajar
dan itu lazim di lingkungan saya, kawan-kawan atau sedulur, atau di lingkungan saya. Punya kebiasaan, misale lihat orang naik kendaraan ugal-ugalan, ngebut... tidak harus ugalugalan, pokoke ngebut atau berisik, bising. Itu timbul jengkel langsung. Jengkel, setelah jengkel, timbul niat buruk, bahkan mungkin tindakan buruk. Jadi, jengkel, terus timbul niat buruk, terus mungkin sampai terjadi ucapan atau tindakan buruk. Buruk di sini jangan diartikan sebagai dosa. Buruk artinya tidak sehat, yang merugikan diri sendiri, maupun orang lain. Nah, contohne misale gini... Kita duduk-duduk di sini deh, terus di luar ada orang naik sepeda motor ngebut, berisik. “wreeeeeng, wreeeeeng, wreeeeeng!”. Di dalam sini, pikiran, langsung jengkel. Terus langsung timbul niat buruk. “Nabrak o, nabrak o”. Terus misalnya saya kedengaran, “wreeeeeng, wreeeeweeeeng... ciiiiiit, dueeeees!”, “sukur!”, saya bilang. Itu otomatis, gitu lho. Itu reaksi otomatis yang... kebiasaan saya begitu. Dan itu lazim. Teman-teman saya, sedulur saya juga begitu, masyarakat saya, tempat saya dibesarkan, itu polanya ya begitu. Nah, setelah saya belajar meditasi, perlahan-lahan
Tidak adanya kendali atas pikiran
Hidup lingkungan reaktif
Lebih terkendali
dalam yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139
untuk mengatur saya belajar untuk... karena pola pikir dan paham mana yang sehat, sikapnya mana yang eee... kalau Bahasa Inggrisnya bukan sekedar healthy, tapi wholesome. Wholesome versus unwholesome. Wholesome tu bajik, sehat. Nek panjenengan tahu makanan sehat, misale beras brown rice itu whole grain. Atau kalau roti sing kasar kae, whole bread. Jadi whole ki utuh... apik, sehat lah. Nah, saya mencoba untuk meng-adjust pola pikir, sikap saya... dan ini memerlukan praktik. Misale sekarang dengar “wreeeeeng wreeeeweeeeng!”, pertamatama saya, “oh iyo, ono jengkel”. Timbul rasa enggak enak. Saya tidak menekan, tapi juga tidak menolak, tapi juga tidak menuruti, gitu lho. Tidak nuruti jadi “nabrak o...”, gitu, ora. Jengkel atau enggak enak, ini enggak enak... Soal tindakan itu ‘kan keputusane nang tanganku. Respons saya terhadap jengkel ‘kan di tangan saya. Saya sebenarnya berkuasa terhadap keputusan itu, gitu lho. Choice-nya di saya, decision-nya di saya. 81 Karena memiliki Jengkel, ya ngerti jengkel, Adanya intensi positif kendali atas atau enggak enak lah, pikiranya, intensi A enggak sampai jengkel. Tapi berubah menjadi terus, sing keluar adalah lebih positif “mugo-mugo selamet”. Ada rasa harapan ojo ciloko lah, mugo-mugo selamet.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
82 Dulu, A tidak Terus bahkan kalau di jalan punya kendali atas misalnya sudah gelap, pikiran negatifnya malam, gitu. Misalnya dari belakang, dari sebelah ada orang ngebut... Mungkin lampunya enggak terang dia. Terus saya lihat di depan, jauh di sana ada orang nyebrang, atau becak nyebrang. Nek mbiyen, “jarne, mugo-mugo nabrak o”. 83 Sikap A berubah Kalau sekarang, saya tahu, menjadi lebih dari jauh ada orang nyalip, positif dengan ngebut, lampunya dia adanya intensi enggak terang, cepat-cepat positif saya dim lampu mobil saya. Saya dim, mugo-mugo yang sana juga lihat bahwa ini ada orang ngebut, yang ngebut pun juga jadi lihat, ada orang nyebrang. Itu wis otomatis. Saya akan begitu otomatis. 84 Setelah praktik Nah, itu setelah dipraktikkan meditasi, A merasa sekian bulan, itu cukup lebih nyaman atas bulanan aja. Jadi lebih sehat dirinya ya, lebih nyaman gitu lho. 85 Setelah praktik Enggak gampang jengkel meditasi, A merasa saya. Atau bahkan sekarang hampir tidak pernah wis, disalip wong, ngono merasa jengkel kui, saya di jalan nyaris enggak pernah jengkel. Ada orang motong, aku nyaris enggak pernah jengkel. 86 Setelah praktik Terus, eee... Lucunya, meditasi, A merasa paradoksnya, pengalaman lebih sering bagus terjadi. Misale, si mendapat perlakuan Yoko kadang suka tanya positif dari orang saya, “Koe nek nyupir kok lain sering dikeki dalan karo wong yo?” Aku yo enggak tahu, gitu loh. Maksudnya, kalau saya nyebrang, aku enggak pernah tergesa-gesa ngerebut jalan, gitu, enggak.
Tidak adanya kendali atas pikiran
Adanya intensi positif
Tubuh menjadi lebih nyaman
Tidak mudah jengkel
Adanya perlakukan positif dari orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
87 Dulu, A sering merasa tergesagesa, saling berebut dengan orang lain
88 Setelah praktik meditasi, A merasa lebih sering mendapat perlakuan positif dari orang lain 89 Dulu, A sering merasa tergesagesa, saling berebut dengan orang lain
90 Setelah praktik meditasi, A lebih sering memberi kesempatan kepada orang lain terlebih dahulu 91 A merasa, dengan kondisi rileks ternyata bisa
Santai wae lah. Kalau diberi jalan ya syukur... Bukan malas ya, tapi tidak berusaha menyerobot. Nah, sering kali kok malah dikeki dalan. Berulang kali. Sangat sering. Dan di jaman dahulu, Sering tergesa-gesa sebelum saya latihan meditasi, rasanya aku kok enggak pernah ingat ya aku dikeki dalan karo wong. Rasanya saya mau berebut saja, mau serobot-serobotan. Sekarang sering sekali saya Adanya perlakukan jalan, dikasih jalan sama positif dari orang lain orang. Mau jalan, diberi jalan lebih dulu.
Nah, di rumah saya, Jambon, jalannya kecil. Orang suka bilang, sedulursedulur suka bilang “omahmu ra enak, dalane cilik. Nek mlebu, lewat, ora enak, dalane cilik”. Saya enggak pernah ada masalah di situ. Nyaris enggak pernah ada masalah. Karena setiap kali saya masuk jalan itu, mungkin karena saya hapal rumah saya sendiri. Tahu mana celah-celah yang saya bisa minggir. Kalau ada lihat orang dari jauh, nek jaman dulu cepet-cepetan, rebutan dalan. Sekarang enggak. Kalau saya lihat, saya akan kasih jalan kalau dia lewat dulu. Saya akan cari celah untuk menepi. Minggir, agar lawan saya bisa lewat lebih dulu. Nah, lucunya, apakah karena hawanya, atau gelagatnya itu... lawan kita itu mungkin
Sering tergesa-gesa
Lebih dapat menerima
Orang lain menjadi lebih rileks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142
membuat orang lain bisa merasakan situasi emosi menjadi lebih rileks kita, gerak supir kita sing juga biyayakan atau rileks, itu mungkin lawan kita itu bisa nyetrum, bisa terasa. Lucunya, dia juga jadi rileks, gitu lho. Kalau kita beri jalan, dia juga lebih rileks, lebih santai, enggak berebut jarak. Saya ketemu sampai orang yang gelap mata jadi jarang, gitu lho. Sering kali dia juga jadi rileks. Dia juga kasih jalan ke kita, gitu lho. Itu menurutku contoh sederhana sing fenomenal. 92 Setelah praktik Di traffic light, misalnya. Pikiran menjadi lebih meditasi, A dapat Misalnya, tempatnya aware melihat suatu ramai... Ini hijau, kurang fenomena dengan mungkin lima, empat, tiga, lebih jelas dua, satu... Sebenarnya saya masih punya kesempatan untuk lewat. Tapi saya lihat, di perempatan tersebut padat. Kalaupun saya lewat, wong aku yo ra iso bablas, malah mandek nang tengahtengah. Saya akan mengganggu arus yang bersilangan. Aku weruh ijone isih tiga, dua, satu... ‘kan aku lewat donge iso. Tapi ini, mobil ini merayap pelan di traffic ini. Nek aku melu njujul neng kene, iki engko nek misale giliran kene ijo, ini saya bakal nutup-nutupi, gitu lho. Walaupun secara hukum aku enggak salah. Wis lewat iki. Posisinya aku melewati traffic dalam kondisi hijau. Tapi nek tak lewatkan, aku bakal nutup-nutupi traffic yang di sini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
93 A menjadi santai, tergesa-gesa
Lebih tenang
94
Orang lain menjadi lebih rileks
95
96
97
lebih Saya pilih berhenti. Dengan tidak demikian, dia lancar. Wong aku yo ngopo to, cepet-cepet nyemplung, blung, tetep harus nunggu. Jadi, saya pilih berhenti. Saya pilih berhenti walaupun kurang satu, dua, tiga detik. Itu kok, eee.... A merasa, dengan ya poinnya saya mau bilang kondisi rileks lawan kita tu keroso. Dia ternyata bisa jadi lebih tenang, enggak membuat orang lain biyayakan, enggak panik. menjadi lebih rileks Kalau itu cukup latihan juga bulanan, enggak usah tahunan. Dengan meditasi, A Oke. Jadi tadi kalau saya menjadi lebih bisa simpulkan, efek dari toleran meditasi yang bapak lakukan, yang pertama di faktor pikiran, jadi lebih awas, terus lebih mindful, terhadap pikiran-pikiran yang muncul. Terus kemudian, dari aspek emosi, jadi lebih sabar, terus lebih sering dalam tanda kutip “ngalah”... Ya, lebih toleran. Tidak harus ngalah. Luwih jembar lah, luwih toleran. Luwih perspektif mungkin, luwih toleran, Meditasi membuat ngerti kapan harus A menjadi lebih bertindak, enggak gelap sadar, lebih aware mata, gitu. Jarang sampai terhadap dirinya lost, gelap gitu, jarang. Dalam mempelajari ...dan yang ingin saya meditasi, A tanyakan itu, bagaimana sekaligus meditasi bisa mempelajari etika, mempengaruhi sampai metode, dan nilai- seperti itu? Dari aspek nilai kebijaksanaan pikiran dan perasaan. dari meditasi Jadi, gini... yang disebut meditasi itu terdiri dari tiga training atau tiga studi: sila,
Lebih dapat menerima
Lebih aware
Mempelajari etika, metode, dan nilai-nilai kebijaksanaan dari meditasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
98 Dalam belajar meditasi, A juga belajar etika; cara hidup yang baik
99 Pengertian tentang etika adalah kebijaksanaan 100 Praktik meditasi yang dilakukan A didasari oleh gaya hidup yang baik
101 Latihan meditasi mengubah intensi A menjadi lebih positif
samadhi, prajna. Sila ini ethic. Samadhi itu adalah training-nya meditasi itu sendiri. Semacam nganune... kita mengerjakan suatu praktik... ada suatu metode yang harus kita kerjakan. Prajna ini adalah wisdom. Nah, misalnya ethic. Tadi saya sudah cerita soal ethic atau etika. Etikanya jelas. Urip sing bajik, dan seterusnya. Itu menguntungkan bagi kita. Sori, etika tu jelas, bajik. Tapi pengertian bahwa etika tu mengungtungkan bagi kita dan seterusnya, itu adalah satu wisdom. Jadi, meditasi ki mestinya dilandasi etika uripe, urip sing bajik, terus lakukan olah pikiran, terus di-guide, dipandu oleh wisdom, pengertian, kecerdasan, intelijen, dan seterusnya. Nah, kalau yang bajik, tadi saya sudah cerita. Aku pilih ketimbang ngojeke “nabrak o”, aku pilih “mugo-mugo selamet”. Itu yang bajik. Itu juga menyangkut training. Training merubah dari “nabrak o”, di-switch jadi “mugo-mugo selamet”. Itu training pikiran. Itu menyangkut transformasi, menyangkut training. Tapi nek sing jawaban sing simple, sori, aku mbalik... dari “mugo-mugo nabrak o”, jadi “mugo-mugo selamet”... ini landasannya adalah kebajikan, tindakan ini bajik. Terus yang kita lakukan ini adalah teknik
Mempelajari etika
Pengertian tentang etika adalah kebijaksanaan Hidup menjadi lebih teratur
Adanya intensi positif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
102 Meditasi membuat fisik A terasa lebih nyaman 103 Meditasi membuat pikiran A menjadi lebih jernih 104 Dengan belajar meditasi, A belajar untuk memfouskan perhatiannya pada momen di sinisekarang (here and now)
meditasi sebenernya. Ini kan termasuk teknik meditasi, artinya ada change, switch, dari “nabrak o”, “mugomugo selamet”. Nah, terus, hasilnya juga Anda bisa lihat, “weh, ternyata kok yo luwih penak yo ning awak”, itu wisdom. Anda bisa melihat “kok aku dadi luwih jembar yo? Luwih jernih yo?” Tapi ini contoh kedua yang menurut aku luwih simple. Bagaimana meditasi kok bisa ngefek, misale luwih sabar, atau lebih awas, gampangane ngene... Teknik meditasi ki misale obyeke memperhatikan rasa tubuh yang sedang duduk di sini-sekarang. Sadar bahwa tubuh ini sedang duduk di sini-sekarang. Menyadari, memperhatikan, merasakan tubuh kita ini yang sedang duduk di ruangan ini, di sini, sekarang. Katakanlah kita meditasi formal. Aku lingguh neng kene mungkin 20 menit. Mungkin pikiran grambyang, mengembara. “Aduh, urusan proyek urung beres... Tagihane urung beres. Eh, sik... Aku saiki meh meditasi”. Kita sudah sepakat, commit ke diri sendiri, 20 menit atau 30 menit, aku wis tekade seko setengah tiga sampai jam tiga ini mau meditasi. “Relakanlah, sing urusan kantor kuwi sementara relakan. 30 menit wae, atau 15 menit... urusan kantor, rileks... kembali di sini-
Tubuh menjadi lebih nyaman
Pikiran menjadi lebih aware Fokus pada momen here and now
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
105 Dengan latihan meditasi, A menyadari bahwa pikiran adalah hal yang tidak bisa diandalkan
106 Meditasi membuat adanya kendali atas pikiran
107 Sikap yang positif membuat badan menjadi lebih rileks
sekarang... tubuh sedang duduk”, atau “wah, kemarin... kembali ke tubuh sedang duduk, rasanya gimana...” Nah, pada saat kita ngalami satu aksi tersebut, misale “eh, nang kene urung beres. Iki nang kene ono opo? Ra ono opoopo, ‘kan awak lagi lingguh”. Pada saat itu juga Anda menyaksikan dan mengalami sendiri bahwa pikiran ini ilusi, gitu lho. Tidak bisa diandalkan, nggugu karepe dewe. Wong tekade, komitmene meh meditasi 30 menit di sini kok. Iki kok mlayu karepe dewe, ngono lho. Jadi Anda akan menyaksikan betapa unreliable-nya si pikiran kita sendiri sehingga semakin dilatih, Anda semakin tidak gampang percaya. Ketika dia mau begini, “yo sikik, iki saiki karepku ngopo neng kene”. Itu penjelasan, kenapa kok bisa ngefek. Bapak tadi juga bilang, meditasi membuat badan jadi lebih sehat ya? Bisa dijelaskan bagaimana maksudnya? Satu; yo nek contoh tadi saya bilang “mugo-mugo selamet”, itu kan neng awak yo luwih penak to? Lebih rileks. Nek Anda “modyar o!”, dari ekspresi saja Anda sudah bisa lihat ini orang jadi lebih tegang, jengkel... Ketika “mugo-mugo selamet” kan ekspresi wajahnya saja Anda
Wasapda pikiran
terhadap
Lebih terkendali
Tubuh menjadi lebih rileks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
108 Dengan gaya hidup yang lebih sehat, fisik menjadi lebih sehat
109 Sesudah belajar meditasi, A merasa memiliki lebih banyak perspektif dan lebih realistis
110
Sesudah belajar meditasi, A merasa lebih sehat
sudah bisa lihat bahwa luwih kepenak neng awak. Itu satu. Ya, plus yang lain-lain, maksudnya, pola kita, jadwal hidup kita, responsrespons kita terhadap orang lain, lingkungan, dan seterusnya lebih baik lah, lebih sehat. Oke... dan tadi bapak bilang, sebelum praktik meditasi, hal-hal seperti tujuan hidup, dan pondasi hidup itu sebelum praktik meditasi ya? Kemudian sesudah praktik meditasi, apakah ada perubahan terhadap fondasi itu, atau mungkin ada perkembangan? Adjustment saja, tapi enggak ada perubahan. Adjustment itu, ibarate eee... saya mau pergi ke kantor Perusahaan A, katanya di Jakarta. Setelah sampai di Jakarta saya baru tahu rupanya dia bukan di Jakarta, tapi di Tangerang. Setelah saya sampai di Tangerang saya baru tahu rupanya itu bukan kantor A, tapi lebih tepatnya anak perusahaane. Kira-kira begitu. Jadi, apa yang kita tuju mungkin tidak berubah, tapi gambare mungkin agak berubah, perspektifnya lebih kaya, lebih realistik. Mungkin kalau dulu kita agak romantik, rodo naif. Dalam perjalanan kita jadi lebih realistik. Bagaimana dengan tujuan hidup? Ya, sama... kalau seorang meditator ya disebutnya ya tujuannya
Tubuh menjadi lebih sehat
Lebih realistis
Adanya tujuan hidup untuk mengalami transformasi batin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148
111
Bagi A, kebahagiaan adalah kemampuan batin untuk melihat segala sesuatu sebagaimana sebenarnya, tidak kurang, tidak lebih
mencapai pencerahan... atau pencerahan yang mendalam. Mungkin yang lebih cocok saya mau bilang transformasi batin... menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih cerdas, lebih realistik. (tambahan) Kebahagiaan itu adalah kemampuan batin kita untuk melihat segala sesuatu sebagaimana sebenarnya. Kebahagiaan itu misalnya sekarang... keberadaannya ya begini. Ini tidak kurang, tidak lebih, gitu. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang kelebihan. Kalau kita bilang ada yang lebih, ada yang kurang... Pikiran kita itu sudah tidak sebagaimana adanya. Pikiran kita sudah lari. “Oh, alangkah baiknya kalau ada A.C. Alangkah baiknya kalau ada lotek”. Itu kan pikiran kita sudah ke manamana
Kebahagiaan dicapai dengan menerima realitas sebagaimana adanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
TEMA-TEMA RESPONDEN II (A) A. Adanya kehampaan dalam diri 1. Tidak adanya kendali pikiran 2. Tergesa-gesa 3. Jengkel 4. Tidak bahagia 5. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup B. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness 1. Konflik dalam pemaknaan: kebahagiaan dicapai ketika individu tidak memedulikan orang lain
(Nomor) 55, 78, 82 87, 89 77 45, 51, 53 10, 12, 33, 36
9
C. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi 1. Fokus pada momen here and now
104
D. Respons terhadap pikiran 1. Waspada terhadap pikiran
46, 54, 105
E. Perubahan pikiran menjadi lebih positif 1. Lebih aware 2. Lebih terkendali
72, 74, 92, 96, 103 80, 76, 106
F. Perubahan sikap menjadi lebih positif 1. Adanya intensi positif 2. Lebih dapat menerima 3. Lebih tenang 4. Gaya hidup menjadi lebih teratur
81, 83, 101 90, 95 63, 93 67, 100
G. Perubahan sikap orang lain menjadi lebih positif 1. Adanya perlakuan positif dari orang lain 2. Orang lain menjadi lebih rileks
86, 88 91, 94
H. Kondisi fisik yang membaik 3. Tubuh menjadi lebih rileks 1. Tubuh menjadi lebih sehat 2. Tubuh menjadi lebih nyaman
107 108 84, 102
I. Penghayatan tujuan hidup 1. Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik 2. Adanya tujuan hidup untuk mengalami transformasi batin 2. Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan
15, 20, 30, 34 110 21, 28, 35, 49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
J. Pemaknaan kebahagiaan sesudah praktik mindfulness 1. Orang baik adalah orang yang bahagia 2. Kebahagiaan ada di pikiran 3. Kebahagiaan dicapai dengan melatih pikiran 4. Kebahagiaan tidak bisa dipenuhi oleh hal-hal eksternal 5. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan 6. Kebahagiaan dicapai dengan menerima realitas sebagaimana adanya
16 50 40, 52 23 22, 24, 29 111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
VERBATIM RESPONDEN III (N)
No Catatan 1 N menyadari bahwa pikirannya tidak dapat dikendalikan
Tema Spesifik Tidak adanya kendali pikiran
2
Moralitas dipengaruhi orangtua
Moralitas dipengaruhi orangtua
Verbatim Bisa menceritakan bagaimana dulu, awal mengenal meditasi? Kalau mengenai awal tentang aku praktik meditasi... Segala sesuatunya itu pastinya dibentur oleh permasalahan kita hidup. Saya menyadari betapa pikiran ini acak, betulbetul acak, gitu lho. Nah, karena sifatnya yang cepat, acak, dan tidak terkendali. Karena cepat, acak, dan tidak terkendali inilah yang membuat segala sesuatunya, hidup itu tuh... ya, kalau kita hidup dalam kapasitas yang baik-baik saja, saya pikir itu tidak begitu terasa, gitu lho. Tapi ketika kita hidup di dalam sesuatu yang sifatnya penuh dengan ketidak-enakan, lha itu menjadi terasa. Dorongan itu yang membuat saya ingin menuntaskan pada aspek itu. Itu satu. N Yang kedua, inspirasine yo, oleh nek inspirasinya begini... ini barangkali ceritanya agak sedikit... ya pokoknya ada cerita beginilah... Contoh umpamane kata “marah”. Otomatis pandangan kita hidup nganu to, pasti mungkin dipengaruhi oleh moralitas dari orangtua, “marah itu tidak baik”. Nah, beruntungnya saya, bahwa saya, support pemahaman moralitas dari orangtua itu membentuk suatu... apa ya?
yang oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
3
N merasa kecewa jika tidak dapat bertindak sesuai dengan yang diajarkan orangtuanya
4
Keluarga N mengajarkan batasan-batasan moralitas yang jelas
5
N tidak dapat mengendalikan pikiran ketika berada dalam kondisi marah
Suatu pandangan yang lebih membentuk “oh, itu hal yang baik”. Kan ada to, support yang mengesampingkan halhal yang bajik. Kebetulan support keluarga pada waktu kecil tu banyak, “kita begini, kita tidak begini, kita tidak boleh begitu, yang begini tu tercela”. Nah, itu landasan yang membuat ketika saya tidak bisa melakoni apa yang, apa yang, moralitas yang pertama kali kita bentuk dari orangtua kita, kalo kita enggak nglakoni ada rasa tersiksa. Ya to? Tentang baik dan buruk tu ada rasa “aku kok betulbetul...”. Sementara ada sekian orang yang mungkin enggak pernah mendapat masukan itu mereka ya salah, karena, batasan benar dan salahnya itu tidak jelas, mereka ya biasa-biasa saja. Tapi nak kamu tanya kepada saya, batasan benar dan salah itu, di dalam keluarga kami sangat-sangat jelas. “Kamu enggak boleh begini, enggak boleh begitu”. Itu yang bikin bentuk mindset saya ketika sesuatu terjadi. Sesuatu terjadi bahwa ini yang seharusnya dilakukan, ini yang seharusnya tidak dilakukan itu menjadi kuat, gitu lho. Itu satu Nak contoh konkritnya ya tentang ketidakstabilan ketika saya betul-betul dalam kondisi yang marah, itu menjadi tidak terkontrol, gitu lho. Kalau benci ya, benci sekali... sehingga pikiran ini
Kecewa ketika tidak dapat bertindak sesuai dengan ajaran orangtua
Batasan moralitas yang jelas dalam keluarga
Tidak adanya kendali pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153
6
7
8
9
10
N ingin mengatasi permasalahannya dalam mengendalikan pikiran N tidak dapat mengendalikan pikiran ketika berada dalam kondisi marah N menilai bahwa pikiran yang tidak terkendali adalah suatu masalah Nilai-nilai moralitas yang dipelajari N sejak kecil berpengaruh pada dirinya
kalau sudah benci sesuatu, mereka-reka, merencanakan rencana, terus wes nanti tak begini-beginikan gitu... itu betul-betul bagi saya, kok saya mengenali itu sebagai suatu problematik yang harus saya selesaikan. Itu kalau contoh konkritnya. Contoh konkritnya kalau kita marah, kita larut dalam kemarahan itu betul-betul tercampur menjadi satu, seolah-olah kita enggak tahu. Saya mengenali bahwa itu adalah ketidakberesan.
Keinginan untuk mengatasi permasalahan dalam mengendalikan pikiran Tidak adanya kendali pikiran
Pikiran yang tidak terkendali adalah suatu masalah
Sementara orang lain, ya Pengaruh moralitas mungkin itu biasa-biasa saja. pada diri sejak kecil Toh itu ya lumrah, toh dia juga ya salah, memandang saya. Itu saya menganggap bentukan-bentukan tinjauan moral dari saya masih kecil itu eee... tentang opo, kalau cerita klasiknya Kwan Im, itu mempengaruhi saya, gitu. Saya enggak ngomong bahwa ceritanya itu benar atau salah, tapi itu sifat-sifat, hal-hal bajik itu sudah saya lihat di TV atau di video jaman dulu... ya itu mempengaruhi saya. N terkesan pada Terus, yang paling memukul Terkesan salah satu cerita di dalam diri saya, yang dalam Buddhisme paling dahsyat di dalam diri saya, ketika saya menemukan satu buku. Pokoknya di dalam buku itu ada cerita begini... Ada seorang pemuda yang kecanduan akan onani. Saking kecanduan dengan onani, dia tidak bisa menghentikan kebiasaan itu. Lah, pada saat itu dia gemes. Dia merasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154
jengkel kepada dirinya. Barangkali pemuda ini juga mungkin batasan baikburuknya dulu ditanamkan oleh keluarga tidak boleh begini, tidak boleh begitu, sehingga kuat. Sehingga dia merasa feeling guilty-nya, merasa jijik terhadap dirinya, feeling guilty terhadap dirinya itu begitu kuat sehingga dia ingin potong kemaluannya pada saat itu juga. Saking dia menyalahkan bahwa ini salahnya kemaluan, bahwa “kemaluan saya ini yang salah”. Dia ingin potong. Pada saat itu, Buddha muncul di hadapannya. Cerita ini, saya tidak tahu kok, eee... saya kalau konkritnya, apakah ini cerita yang di... rujukan dari sutha-nya, sutha-nya mana juga tidak tahu. Tapi pokoknya inti ceritanya adalah pada saat itu Buddha mengatakan, “kalau kamu ingin memotongnya, kamu jangan potong di situ, tapi potonglah di pikiranmu”. Nah, kejadian, tulisan di situ sangat menghentak di dalam pikiran saya. Jadi nek awalnya saya belajar meditasi, kirakira ceritanya begitulah. Walaupun ini cerita singkat, cerita panjangnya bisa berwaktu-waktu, gitu. Tapi kalau cerita singkatnya, “kamu jangan potong di situ. Kamu lebih baik potong di pikiranmu”. Nah, walaupun saya tidak sepaham sekarang, tapi pada saat itu tulisan itu, bunyi cerita itu, bahkan saya masih ingat sampai sekarang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155
gitu lho. Ingatnya tu, betapa mengesankan... pikiran. Padahal waktu itu kalau Rasa terkesan tanpa misalkan kita tanya, saya disertai pemahaman enggak tahu apa yang disebut pikiran. Saya hanya tahunya pikiran itu adalah satu tambah satu sama dengan dua. Padahal, konsep 1+1=2 ini adalah pemikiran. Tapi, pada saat itu saya Merasa cocok merasa bahwa cocok saja. Cocok.
11
N tidak dapat memahami cerita yang membuatnya terkesan
12
N merasa cocok pada nilai-nilai dalam cerita yang dibacanya Semua hal muncul Ini adalah segala sesuatu di pikiran bahwa segala sesuatu muncul di pikiran. N merasa memiliki Ceritanya kira-kira begitu. pemahaman yang Padahal nak kita bagi lagi, apa keliru pada awal yang saya pahami tentang ketertarikannya pikiran pada kala itu ya keliru. Karena saya hanya memahami gerak dari pikiran, yaitu pemikiran. N memahami Oke... Ya to? Padahal yang tentang gerak namanya, sekarang saya tahu, pikiran bahwa yang dimaksud pikiran itu yang begini. Kala itu saya memahami, bahwa yang saya pahami itu adalah... sebetulnya yang saya pahami adalah geraknya. Geraknya! Oh, begini, begini... Ini masalah kecocokan di dalam sebuah kehidupan. N menilai bahwa Mungkin teman-teman yang orang lain yang di luar sono yang enggak, tidak bermeditasi tidak duduk meditasi, tidak dapat mungkin mengalaminya memahami hakikat sebetulnya sama. Orang pikiran mengalami dari gerak pada pikirannya. Tapi, karena mereka tidak meneliti lebih lanjut, sehingga mereka tidak sempat mengenali apa yang disebut pikiran. Saya sih
13
14
15
16
Semua hal muncul di pikiran Pemahaman keliru
yang
Pemahaman tentang gerak pikiran
Penilaian terhadap nonmeditator: tidak dapat memahami hakikat pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 156
17
N mengalami kesulitan melihat hakikat pikiran karena sifat pikiran yang tidak terkendali
18
N menilai bahwa orang lain yang tidak bermeditasi tidak dapat memahami hakikat pikiran Hakikat pikiran dapat lebih dipahami dengan pikiran yang sudah lebih terkendali
19
20
menganggap bahwa orang di luar sono kalau disuruh mengalami pikiran... pikiran itu, mereka tidak... mereka tidak mengalami pikiran. Yang mereka lihat dan yang mereka rasakan sesungguhnya hanyalah geraknya. Makanya kembali tadi dari konsep awal: acak, tidak stabil, terus bergerak terus. Iya to? Kamu paham yo? Karena dia bergerak acak terus, kita enggak pernah melihat siapa yang bergerak. Yang kita lihat hanya geraknya. Jadi gerak itu sendiri yang kita lihat terus. Saya pikir, orang luar sono hanya melihat geraknya saja.
Baru setelah kita settle down, settle down...baru setelah geraknya ini dikurangi, dikurangi, dikurangi... Kita baru mengerti bahwa “oh, yang dimaksud oleh Buddha itu adalah yang ini. Yang disebut pikiran itu yang ini”. Walaupun tetap kita mengalaminya sekilas, sekilas, sekilas. Karena, geraknya itu, penstabilan dari gerak itu butuh waktu yang cukup lama. N memaknai Tadi Anda bilang kita pikiran sebagai biasanya melihat gerak dari kesadaran pikiran itu sendiri kan? (awareness) Lalu sebenarnya, pikiran itu apa? Kalau konsep pikiran dari gerak itu, konsep pikiran itu sesungguhnya dia sikapnya hanya tahu saja.
Kesulitan melihat hakikat pikiran karena pikiran yang tidak terkendali
Penilaian terhadap nonmeditator: tidak dapat memahami hakikat pikiran
Hakikat pikiran dapat lebih dipahami dengan pikiran yang sudah lebih terkendali
Pikiran kesadaran
adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157
21
Orang yang tidak bermeditasi tidak akan kehilangan kualitas kesadaran
22
N berpikir bahwa subyektivitas mempengaruhi kesadaran untuk melihat secara obyektif
Tapi “tahu” di sini juga bukan seperti tahu operasi matematika 1+1=2... Itu pemikiran tetepan! Kita masuk dalam suatu... Kalau kita ngomong tentang meditasi, kita ngomong tentang Buddhisme. Kita bicaranya pasti selalu mundur, mundur, dan mundur. Pada sesuatu yang sifatnya itu kalau bisa tu dia mengarah pada hulu, gitu lho. Jadi kita mundur, mundur, mundur. Yang dikatakan pikiran itu hanyalah kesadaran. Kesadaran yang sifatnya cuman mengetahui dan jernih, begitu saja. Ini saya katakan, ini sulit sekali dilihat karena... kalau terus pertanyaannya sekarang saya sering ngomong, “terus kalau orang tidak train, tidak berlatih, apakah kualitas ini hilang?” Tidak, tidak hilang. Kualitas ini tidak hilang. Dia hanya terkubur di dalam geraknya saja Lah, tahu dan kejernihannya ini hanya berubah pada sesuatu yang dia suka, pada sesuatu yang dia tidak suka, gitu lho. Sehingga tahunya dia ini sifatnya menjadi... katakanlah, sangat subyektif. Tingkat subyektif ini yang disebut sebagai self. Dia menjadi tidak obyektif lagi, gitu lho. Pandangan self ini lho yang membuat dia suka, tidak suka... acak. Sehingga dia terus bergerak terus. Tapi yang bergerak ini kita enggak pernah lihat... sesungguhnya kita enggak pernah lihat.
Kualitas kesadaran tidak akan hilang
Subyektivitas mempengaruhi kesadaran untuk melihat secara obyektif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
23
N mengurangi gerak pikiran lewat meditasi
24
N beranggapan bahwa pikiran selalu bergerak karena adanya subyektivitas: suka dan tidak suka
25
N memakai napas untuk membantu mengendalikan gerak pikiran
26
Subyektivitas dinilai N sebagai hal yang tidak riil
Tanpa kita berlatih, tanpa kita stabilkan, tanpa kita mengurangi dari gerak itu tadi... yang kamu lihat apa? Ya geraknya terus... Yang dilakukan saat meditasi, itu sebenarnya bagaimana sih terhadap pikiran itu? Lha, kamu harus mengurangi geraknya to? Lha, cara mengurangi geraknya itu.... Gerak ini kan dikarenakan ada self, suka, tidak suka. Jadi, pandangan self ini ngracuni. Dia merasa dia ada diri di dalam pikiran ini... Karena dia diracuni oleh self, pandangannya menjadi subyektif Terus bagaimana cara nganunya? Geraknya disusut. Pertama, geraknya disusut. Caranya nyusut bagaimana? Diberikan obyek. Terus pertanyaannya, obyeknya yang seperti apa? Wong toh ini bergerak juga mencari obyek... Kalau tadi bergerak karena yang subyektif tadi, subyektifnya tu tadi pasti pada suka dan tidak suka. Dia merancang pada gerak suka, tidak suka, gitu aja. Lha, otomatis, disusut geraknya, obyeknya karena dia terlalu subyektif... maka dikasih obyek yang kontra dengan yang suka, tidak suka. Yang tidak mengandung suka dan tidak suka, contohnya napas. Kamu bisa bilang warna merah ini kamu suka, saya tidak suka... subyektif sekali, gitu lho. Ketika dia melayang ke suka, tidak suka, dia
Meditasi mengurangi pikiran
untuk gerak
Pikiran selalu bergerak karena adanya subyektivitas: suka dan tidak suka
Fokus pada napas
Subyektivitas bersifat tidak riil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159
27
N berpikir bahwa napas bersifat obyektif, netral
28
Untuk mengurangi gerak pikiran, N berkonsentrasi pada lawan dari gerak pikirannya Dengan rasa suka dan tidak suka, N kehilangan kesadaran akan momen kekinian
29
30
Untuk mengurangi gerak pikiran, N menggunakan napas
31
Saat bermeditasi, N fokus pada momen here and now
sesungguhnya masuk dalam jagatnya sendiri. Masuk ke dalam sesuatu yang sifatnya, katakanlah tidak riil. Jadi dia larut ke dalam ke-tidak-riilan itu? Karena dia memandang berdasarkan subyektivitas dia sendiri. Karena ada pandangan self. Dia merasa bahwa ini ada self. Lah, napas itu menjadi sesuatu yang menantang, gitu lho. Karena napas itu, kamu enggak bisa bilang kamu suka, kamu enggak bisa bilang dia tidak suka. Jadi, tadi kalau Anda tanya, bagaimana kita mengurangi itu, ya gampang aja. Diberikan “lawannya”. Kalau tadi yang sukanya ngelamun, larut pada obyek suka dan tidak suka. Suka dan tidak suka tu kebanyakan di mana? Di masa lalu, maupun di masa yang akan datang. Kekiniannya hilang, karena kekiniannya sudah larut pada waktu masa lalu maupun masa yang akan datang... suka dan tidak suka. Bener to? Sekarang dijadikan, dikasih aja obatnya. Jadi, saya pikir Buddhisme ini cerdas, gitu lho. Cerdasnya dia, ini kamu, kamu bergerak ke kanan, ya saya kasih sesuatu ya ke kiri, gitu lho. Kiri tu berarti apa? Napas. Napas di sini, sekarang... Berarti kamu menggunakan energinya di sini, sekarang. Kamu menyatu pada sesuatu yang di sini, sekarang. Masalah suka dan dukanya
Napas obyektif
Konsentrasi lawan dari pikiran
bersifat
pada gerak
Subyektivitas (suka dan tidak suka) menghilangkan kesadaran pada momen here and now
Fokus pada napas
Fokus pada momen here and now
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 160
32
Ketika berkonsentrasi pada hal subyektif, individu berkonsentrasi pada hal yang tidak riil
33
Menurut N, konsentrasi dapat diarahkan pada hal yang obyektif dan subyektif
34
N berkonsentrasi pada momen here and now
bagaimana? Kamu enggak bisa bilang suka kepada napas, kamu juga enggak bisa bilang kamu tidak suka kepada napas. Ya to? Jadi, itu sifate, menjadi present moment, di sini, sekarang. Jadi, kalau bisa kusimpulkan... Pada saat meditasi itu, pertama, fokus pada obyek napas... Kirokiro nyambung to? Terus, satu lagi... Ketika kamu masuk pada pandangan yang subyektif, itu tadi, sebetulnya kamu masuk ke dalam suatu hal. Umpamane kamu suka. Itu pikiranmu tu ya, suka itu berarti kamu konsentrasi lho, di suka itu. Cuman, konsentrasinya tu subyektif banget, gitu lho. Tidak riil, gitu lho. Lha, terus kita menggunakan obyek yang “tawar” itu tadi. Katakanlah napas itu tawar, kita mengubahnya pada konsentrasi. Sama-sama konsentrasi. Jadi, saat kita ngelamun pada suka itu, kita konsentrasi juga. Ketika kita pada obyek yang di sini, sekarang berarti dia juga konsentrasi. Yang tadi, subyektif tadi, kita menggunakan konsentrasi, masuk dalam subyektivitas... masuk dalam sesuatu yang belum terjadi... biasanya kan begitu. Sesuatu yang kita reka-reka sendiri. Itu sama, konsentrasi. Terus kita dibalik saja. Kalau di dalam Buddhisme, pada napas, kita menggunakan konsentrasi tu pada sesuatu
Konsentrasi pada hal subyektif bersifat tidak riil
Konsentrasi dapat diarahkan pada hal yang obyektif dan subyektif
Fokus pada momen here and now
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 161
35
N beranggapan bahwa lamunan masih merupakan momen here and now
36
Saat meditasi, N berfokus pada momen here and now
37
Konsentrasi pada hal-hal subyektif (memori, suka-tida suka) dinilai N sebagai ilusi
38
Saat tenggelam dalam lamunan, pikiran berkonsentrasi secara acak
yang di sini, sekarang. Sebetulnya kita ngelamun itu di sini, sekarang. Cuman, di sini, sekarangnya itu masuk dalam area yang... Biasanya masa lampau, atau... waktunya saja yang keliru. Jadi, present moment-nya, kamu sebenarnya di sini, sekarang. Tapi, kamu ceritanya itu pasti eling sesuatu sing di masa lampau, tapi tetep di sini, sekarang. Nah, tingkat dari elingnya tadi, kalau di dalam meditasi, diubah dalam yang betul-betul kamu experience di sini. Tubuhmu tu di sini. Napasmu tu di sini. Jadi, kita masuk terus di situ. Maunya dia kamu menyatu dengan terus yang di sini. Jadi, kamu menggunakan energinya bukan... maka kalau dikatakan yang di sono atau di sini sifatnya dikatakan ilusi. Itu tidak betul-betul terjadi. Katakanlah umpamane kamu, tentang memori, tentang suka dan tidak suka. Itu kan... memori berarti kan sudah terjadi. Kamu ulangi lagi juga enggak bisa, gitu lho. Katakanlah begitu. Jadi caranya ya pada konsentrasi. Jadi, orang ngelamun itu jelas punya konsentrasi, namanya ya kepikiran itu tadi. Konsentrasinya sama. Cuman, kalau kita ngelamun biasanya... karena dia tadi acak, jadi jedanya ganti terus. Sedelok ngelamun ini, sedelok ngelamun itu. Kalau di dalam Buddhism, ini keliru semua.
Lamunan merupakan momen here and now
Fokus pada momen here and now
Konsentrasi pada hal subyektif bersifat tidak riil
Lamunan adalah bentuk konsentrasi yang acak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 162
39
Saat meditasi, diperlukan konsentrasi yang terus-menerus
40
Penderitaan muncul karena konsentrasi pada hal yang tidak riil
41
N bahagia jika dapat berkonsentrasi pada hal obyektif secara terusmenerus Tujuan N bermeditasi adalah untuk mengurangi gerak pikiran
42
Karepe kalau kamu mau konsentrasi ya konstan, terus, sambung-menyambung, dan selalu kaitannya dengan dari momen ke momen, dari berjalannya waktu ke waktu... Maunya dia satu garis lurus terus. Teruuuus... begitu. Jadi, tidak konsentrasinya tidak seperti yang tadi. Ide awalnya yang acak, tidak stabil, berantakan, mencolotmencolot. Karepe begitu. Ya, terus nek meh ngomong tingkat kesulitannya... kenapa kok yang di sini lebih mudah? Yang di sini tu sebenarnya wis kebiasaan kita. Itulah yang disebut sebagai akar dari penderitaan. Jadi nek kita ngomong awal tadi adalah akar dari penderitaan: ketidakstabilan, subyektif, tidak riil, sudah terjadi, atau belum terjadi. Kita kan ditipu oleh itu. Katakanlah kita umat awam enggak ngerti, kamu mau po tertipu? Kan enggak mau. Oke, kita ngomong penderitaan pada level yang paling gampang itu kamu ditipu. Kamu diakalin sesuatu yang belum terjadi... koe ditipu lah. Jadi ide awalnya suffering adalah di sini. Kalau happiness-nya ya gampangannya yang stabil, kontinyu, terus-menerus, dan obyektif. Kira-kira kan begitu.
Konsentrasi secara terus-menerus
Sebab penderitaan: konsentrasi pada hal yang tidak riil
Kebahagiaan dicapai dengan konsentrasi yang obyektif dan terus-menerus
meditasi: Terus, eee... Bagaimana Tujuan gerak Anda menilai kondisi emosi mengurangi sebelum dan sesudah pikiran meditasi? Yang jelas, karena proses dari Buddhism itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 163
43
N dapat berpikir secara lebih obyektif
44
N menjadi lebih mandiri
45
Individu yang tidak mandiri, membutuhkan banyak hal, merupakan cerminan dari pikirannya yang tidak terkendali
46
N menjadi lebih mandiri
adalah kayak proses pembalikan saja. Jadi, yang tadinya tidak stabil, acak, bergerak terus... jadi yang ini tu berusaha disusut. Kalau ditanya tentang pertanyaan itu tadi, sebelum dan sesudah, saya katakan bahwa banyak yang tanggal di dalam diri saya. Misalnya? Eee... kalau ditanya misalnya... contoh yang paling gampang beginilah, kita karena dia merasa ada pandangan subyektif ini, ada self yang terlalu kuat, terlalu acak, otomatis dia merasa koyo... katakanlah begini, dia ada self, kamu ada self... otomatis, self ketemu self jadi bentrok. Padahal, kalau self lihat self, kamu lihat aku, ya merasa aku aneh, ini juga rasa aneh. Jadi, pandanganpandangan kayak gitu tanggal di dalam diri saya. Self, pandangan di sini karena berkurang, dia menjadi lebih mandiri. Lebih mandiri, dalam arti dia tidak begitu banyak membutuhkan perhatian banyak orang, tidak kegeden rumangsa. Orang butuh perhatian dari orang tu gede rumangsa lho. Ya to? Jadi terlalu banyak membutuhkan perhatian orang. Terus, kalau dikatakan, eee.... karena self ini tidak mandiri, dia membutuhkan banyak hal, banyak hal... apa pun. Karena dia tidak keruan, maka dia butuh banyak hal. Tentang kebutuhan itu tadi, saya pikir banyak nganunya... saya lebih mandiri
Pikiran menjadi lebih obyektif
Lebih mandiri
Pikiran yang tidak terkendali membuat individu menjadi tidak mandiri
Lebih mandiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 164
47
N tidak membutuhkan banyak hal seperti dulu lagi
48
Menurut N, kebutuhan yang tidak terbatas merupakan sumber penderitaan
49
N merasa nyaman ketika kebutuhannya sudah dikurangi
50
Proses transformasi diri yang dialami N
Lebih mandiri... ini yang dimaksud self ini ya? Karena tidak membutuhkan banyak hal. Entah makanan yang enak, pakaian yang bagus. Entah hiburan, entah apa... Saya banyak sesuatu hal yang tanggal. Katakanlah itu tentang sebelum dan sesudah. Kemandirian ini penting. Karena, kalau kita enggak mandiri, kita akan membutuhkan banyak hal. Jadi, karena dia sendiri bergeraknya cepat, acak, ya dia akhirnya membutuhkan banyak hal. Lagi, lagi, lagi, dan terus, gitu lho. Dan kemandirian ini, menurut saya, tidak ada batasnya. Nah, itu yang membuat penderitaan. Sesuatu yang berbatas itu pasti enak. Tapi kalau sesuatu tidak terbatas, yo bayangin aja, gitu lho. Kita ngomong gampang aja. Aku, background-ku dari ekonomi. Orang ekonomi ya ngomong bahwa, untuk apa to ilmu ekonomi? Ilmu ekonomi kan untuk merancang kebutuhan, merancang kebutuhan yang tidak terbatas dengan alat pemuas yang terbatas. Itu saja wis tampak to, sebetulnya tidak ada batasnya. Tapi nek sesuatu yang berbatas itu ya enak. Tapi batasnya itu bukan karena kita strength terhadap diri kita sendiri, tapi memang karena dari origin-nya, aslinya itu memang geraknya itu kita sudah pangkas. Terus kita membiasakan diri dengan present moment. Di
Lebih sederhana
Kebahagiaan akhir dari kebutuhan
adalah segala
Kebutuhan dikurangi mendatangkan kenyamanan
yang akan
Transformasi terjadi
diri saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 165
terjadi membiasakan berfokus momen here now
51
saat diri pada and
N beranggapan bahwa segala keinginan selalu mewujud pada suatu kebutuhan akan orang lain
sinilah proses transformasi itu terjadi, gitu lho, dan itu mungkin. Perbaikan diri tu mungkin. Wong kita memperbaikinya dari hulunya. Katakan tadi kan kalau kita ngomong Buddhism, kita pasti ngomong hulu. Bukan kita ngomong muara. Kita berbicara pada sesuatu yang sifatnya lebih asli. Jadi... kalau dulu selalu ada keinginan seperti butuh perhatian, tapi sekarang jadi lebih mandiri? Ya, Anda marah kan itu butuh perhatian. Anda merasa bahwa ada sesuatu yang keliru dan Anda membutuhkan perhatian dari orang yang Anda marahi. Kan perhatian juga? Apa lagi? Seksual? Seksual ya butuh perhatian. Anda membutuhkan perhatian. Gampangannya, di dalam Buddhism itu, perhatian ini pasti berkaitan dengan orang lain. Kayak contohnya saya dulu pernah... Sama Pak Agus, kita punya guru, namanya Pak Salim, umat awam dari Tibetan itu. Dia pertanyaannya begini, “sebutkan sesuatu, kegiatan Anda yang tidak berkaitan dengan orang lain”. Terus dia menjawab, ada muridnya yang menjawab “onani”, dia ngomong gitu. Ya Pak Salim jawabnya, “Kalau kamu onani, kamu bayangin siapa? Kamu bayangin orang lain to?”, ya udah... Bahkan dalam onani, yang kamu katakan onani, kamu tu butuh orang
membiasakan diri berfokus pada momen here and now
Segala keinginan selalu mewujud pada suatu kebutuhan akan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 166
52
Karena adanya kebutuhan, maka muncul ketergantungan pada orang lain
53
Saat meditasi, N berlatih untuk puas pada diri sendiri
54
Hal-hal dibicarakan bersumber pengalaman pribadinya
yang N dari
lain. Nah, prinsipnya gitu aja. Jadi yang dimaksud “perhatian” di sini, kebutuhan yang didapat dari orang lain, gitu ya? Ya, karena adanya self ini, pasti self ini berdiri pasti berkaitan dengan self, self, self yang lain. Kan self ini tidak bisa berdiri sendiri aslinya. Kan ada orang-orang lain yang dia wujudkan... Perhatian di sini, kata-katanya mungkin bisa keliru, bisa salah. Coba kamu kembangkan sendiri, butuh apa? Sesuatulah, butuh sesuatu dari orang lain. Tapi biasanya karena kita geraknya acak, dan self ini dipandangi oleh pandangan subyektivitas yang tinggi dan pekat... termasuk pandangan self yang kuat itu tadi, jadi akhirnya kan penuntutan. “Mbok kamu begini terhadap saya, mbok kamu begitu terhadap saya”, kan menjadi begitu to? Pokoknya intinya, berusaha memuaskan self, kalau perlu ya menggunakan self-self yang lain. Saat meditasi itu, ini bajiknya kita dilatih mandiri, untuk puas pada diri kita sendiri, atau puas pada self kita sendiri. Betul-betul mandiri, gitu lho. Jadi fokusnya ke diri ya? Iya, pada diri kita sendiri. Nah, terus tadi dengan pandangan-pandangan seperti ini, itu kemudian otomatis kondisi emosi jadi lebih mandiri, gitu ya? Pastinya. Sekarang kamu bayangkan... Enggak mungkin
Ketergantungan pada orang lain
Menerima diri
Bersumber dari pengalaman pribadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 167
55
Karena menjadi tidak tergantung pada orang lain, N menjadi lebih mandiri
56
N merasa lebih nyaman dengan dirinya sendiri
57
Dengan diri yang nyaman, N bisa bersikap lebih positif kepada orang lain
58
Ketidakpuasan pada diri membuat N menjadi tergantung pada orang lain
to itu saya ngomong enggak ada efeknya. Kan sama saja ini kan menjadi sebuah pengalaman pribadi bagi saya. Saya ngomong begini, saya kan bisa cerita. Berarti nek kamu tanya tadi tentang bagaimana pengaruhnya, ya jelas sekali, gitu lho. Intinya, kita menjadi pribadi yang lebih mandiri. Karena ketergantungan kita terhadap self-self yang lain itu menjadi terkuak gitu lho. Apakah itu benar atau tidak, seiring berjalannya waktu, kita meditasi, kita menjadi tahu... Kita menjadi... katakanlah ketidaktergantungan kita pada banyak self, bukan berarti diri kita hambar lho. Saya pikir, malah ceritane, paradoksnya adalah ketika kamu membutuhkan banyak self itu sesungguhnya kamu yang hambar. Benar nggak? You merasa kering, gitu lho. Kalau kamu merasa cukup, kenapa kamu butuh? Kan katakanlah menjadi begitu to? Karena kita betul-betul damai lho. Saya merasa nyaman dengan diri saya... dengan kamu ya nyaman. Karena saya merasa nyaman dengan diri saya sendiri, ya saya pun bisa berperilaku nyaman kepada orang lain. Oh, jadi efek ke diri sendiri juga membawa efek ke orang lain? Pasti... Lha, sedangkan yang di sini nih, yang kamu dikatakan bahwa, “yo enggak, wong di situ tuh bahagia”, umpamane kita terjadi eyel-eyelan begitu.
Lebih mandiri
Lebih nyaman dengan diri
Adanya intensi positif
Ketergantungan pada orang lain bersumber pada ketidakpuasan dengan diri sendiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 168
59
60
61
62
Loh, kamu membutuhkan mereka kan berarti kamu kan... Pertama, kamu enggak puas terhadap dirimu sendiri, sehingga kamu membutuhkan mereka untuk muasin kamu. Tapi apakah orang yang kamu Saling ketergantungan tunjuk untuk muasin kamu tu bisa muasin kamu? Wong, mereka sendiri penyakitnya sama, gitu lho. Mereka yo ingin, dia muasin kamu, kamu itu muasin dia, gitu lho. Kan menjadi begitu
Ketika individu ingin memenuhi kebutuhannya pada individu lain, maka akan terjadi penuntutan untuk pemenuhan kebutuhan masingmasing Tujuan Buddhisme: Buddhism memandang bahwa damai dengan diri ini tu enggak ada habisnya. sendiri Perilaku, “mbok kamu puasin aku”, yang sana ngomong “mbok kamu juga muasin aku”, ini enggak ada habisnya. Buddhisme ngomong “mbok kamu damai dengan dirimu sendiri. Menurut N, Bahwa permasalahan kalau pandangan kamu ingin dipuaskan tu subyektivitas sesungguhnya sesuatu yang adalah kekeliruan keliru”. Sesuatu yang keliru yang membebani itu apa to? Karena kalian diri mempunyai pandangan self yang mempunyai subyektivitas masing-masing. Self itu pasti kan beban. Pengkondisian masa lalunya kan kuat. N tinggal dalam Saya tadi contoh ngomong keluarga dengan tentang pertama kali awalnya, pola asuh yang orangtua saya kasih tahu “ini adaptif enggak boleh”. Ini kan juga self. Ini membentuk self saya, sedangkan orang lain belum tentu. Umpamanya ya, saya tinggal di orangtua yang mungkin halusan, ya. Sing agak, katakanlah mungkin jarang marah. Itu kan juga
Tujuan Buddhisme: damai dengan diri sendiri
Subyektivitas beban
adalah
Dibesarkan dengan pola asuh adaptif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 169
63
64
membentuk perilaku saya di dalam marah. Sehingga kan, saya melihat orangtua begitu, itu kan lebih membentuk diri saya untuk oke, untuk tidak sembarangan mengumbar karena saya menjadi belajar. Daripada saya tumbuh dalam lingkungan sehat, kan lingkungan ini juga pengkondisian. Kan jadi begitu. N bisa melayani Dengan pemahaman yang Adanya intensi positif orangtuanya seperti ini, bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari? Kalau pengaruhnya tentang sehari-hari... yo kalau umpamanya... gampangannya dengan kemandirian yang saya dapat, saya bisa... Umpamane saya punya orangtua ya, saya bisa meladeni orangtua saya dengan lebih baik. Karena saya sendiri tidak membutuhkan banyak perhatian, otomatis saya bisa memberikan perhatian yang lebih kepada orangtua. Kasusnya dalam diri saya karena saya punya orangtua yang sudah cukup tua, sehingga orangtua itu butuh perhatian. Lha, kalau seandainya pikiran saya tidak mandiri, atau pikiran saya yang acak, ini akan menjadi kacau. Alih-alih saya memperhatikan orangtua, terjadi benturan. N mengalami Nah, saya pikir itu juga Kesulitan dalam kesulitan dalam penting. Karena, Buddhisme proses bermeditasi transformasi itu pada akhirnya itu, dirinya munculnya sesuatu yang sederhana-sederhana kok;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 170
65
66
perhatian kepada orangtua. Tetapi, orang menganggap, “halah, mung koyo ngono wae aku wis ngerti!”. Tidak, tidak demikian. Ini sulit untuk dikatakan. Karena proses transformasi itu adalah yang paling sulit dan menantang dalam kehidupan. Sulit, sungguh sulit. Dilakukan sungguh sulit. Saya juga bisa ngomong begini karena saya terpaksa menjawab. Tapi pada proses belajarnya ya jatuh bangun. N bermeditasi Proses transformasi itu kalau Meditasi adalah secara terus- saya bisa mengatakan terjadi, proses seumur hidup menerus itu tidak dibangun oleh sesuatu yang sifatnya mulus, tetapi melalui berbagai macam eksperimeneksperimen terus dan terus sampai sekarang. Saya katakan ya sampai sekarang. Jadi, saya katakan kata, konsep ini tadi, kalau ditanya sampai kapan, ya itu pembelajaran seumur hidup. Jadi, meditasi... pembelajarannya seumur hidup? Seumur hidup. Sekarang kalau dikatakan bahwa dia berbatas waktu, gitu ya... Lha bagaimana mungkin? Wong Sang Buddha saja setelah pencerahan saja banyak ditemukan dalam pose-pose meditasi. Apalagi kita yang belajar dari dia. Lebih dari seumur hidup. Tidak berlebihan, gitu lho. N pertama kali Anda pertama kali meditasi Pertama kali meditasi: meditasi pada tahun berapa... atau sudah 2001 tahun 2001 berapa tahun? Saya tahun 2001
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 171
67
Kebijaksanaan dalam Buddhimse dinilai N sebagai hal yang tidak lazim
68
Jagat raya; kebahagiaan dan pikiran ada di pikiran
69
N ingin bahagia
70
Kebahagiaan dan penderitaan ada di pikiran N tetap mengalami problem-problem sosial
71
Tadi kan Anda juga sudah menyebutkan pengaruhnya di kehidupan sehari-hari. Kemudian, dari situ bagaimana Anda melihat sebenarnya hidup itu kon ngopo to? Saya sih sering ngomong begini, walaupun ini tidak... tidak nganu ya. Saya katakan ini tidak lazim. Karena yang namanya, kalau saya ngomong tentang Buddhism ya pastinya dia sifatnya ya... maka disebut kebijaksanaan yang tidak lumrah atau uncommon wisdom. Nek tentang kon ngopo dalam hidup, saya sering ngomong begini... Di dalam hidup ini, saya mengutip omongannya Sang Buddha, “Kita menangkap jagat raya itu di pikiran”, jadi di pikiran. Aku sih ngomong bahwa jagat raya ini ditangkap oleh pikiran. Sebagai umat awam, saya concern bahwa saya lebih sering ngomongin pikiran, karena di situlah sumber dari dua hal: kebahagiaan mau pun penderitaan. Ya kan? Kalau di awal tadi kan acak. Saya ngomong saya lebih senang ngurusi di hulunya, pada sifat aslinya yang paling utama. Yaitu di pikiran? Saya hanya ingin satu, saya enggak ingin menderita. Saya ingin bahagia. Bahagia dan menderita, ya kembali ke konsep awal tadi, ya di pikiran. Walaupun saya sebagai umat awam ya enggak boleh ngemis. Saya tetap bekerja.
Konsep yang tidak lazim di dalam Buddhisme
Kebahagiaan ada di pikiran
Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan Kebahagiaan ada di pikiran Tetap mengalami problem sosial
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 172
72
N menjadi tidak tergantung pada orang lain
73
N masih butuh komunitas yang seaspirasi dan mendukung upayanya
74
N merasa bahagia ketika mulai merasa nyaman pada dirinya sendiri
Saya tetap memenuhi, saya tetap bersentuhan dengan berbagai macam problem sosial. Tapi ya, saya merasa pada efek meditasinya, saya menjadi orang yang lebih mandiri, sederhana... dan saya tidak begitu ribet dengan orang lain. Ngurusi wong liyo, ngerumpi, gitu sudah enggak nganu lagi. Walaupun saya masih butuh orang lain. Saya butuh komunitas. Komunitas apa? Komunitas yang sama... Tentunya yang seaspirasi. Saya enggak mungkin to gabung dalam komunitas yang bertentangan dengan padangan hidup saya ya, enggak mungkin. Saya butuh komunitas. Hari Jumat nek umpamane koe nganu, itu ya komunitas. Atau mungkin saya latihan yoga... ya itu adalah salah satu upaya untuk mendukung. Tadi, kebahagiaan itu ada di pikiran... dan kebahagiaan itu adalah tujuan hidup Anda. Nah, sebenarnya kalau orang sudah bahagia itu ketika dia ngapain? Kalau yang jelas, begini... Saya mengatakan begini, ini menjadi sulit kepada orang yang tidak mengalami pengalaman meditatif. Karena begini... ini membutuhkan suatu eksperimen yang panjang kepada yang nanya... Sekarang begini, kalau dari pikiran aslinya acak, betulbetul bergerak terus... Terus
Lebih mandiri
Kebutuhan berafiliasi
untuk
Kebahagiaan dicapai jika individu merasa nyaman dengan dirinya sendiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 173
pikiran itu menyusut. Saya kan enggak bisa ngomong, “ini lho, enaknya seperti ini”. Kan enggak bisa. Itu sama saja saya justru disuruh ngomong rasanya gula seperti apa. Ya sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan itu. Karena pertanyaan itu menyangkut pengalaman. Otomatis, ketika saya ditanya, “sekarang efeknya bagaimana?”. Saya sih hanya nyontohinya begini... saya sering ngomong kepada teman saya efeknya begini... Kalau kamu dirundung demam yang tinggi, yang betul-betul kamu menggigil, demam yang tinggi... Dia juga bertanya yang sama seperti kamu. Saya cerita bahwa kamu menggigil, badanmu panas-dingin. Nah, ketika kamu meminum obat, otomatis kalau kamu perhatikan... Terjadi kayak gradasi, gitu lho. Nah, di mana gradasi itu kamu masuk di dalam area yang tidak meriang, tidak panas-dingin, tapi juga belum totally sembuh. Tapi Anda masuk ke dalam suatu gradasi yang kelihatannya ya agak sakit, tapi kok yo rodo enteng, rodo nyaman. Ha, piye kui sing mbahasake? Kira-kira begitu. Anda karena minum obat, sudah terjadi badanmu mulai fit... Anda masuk dalam suatu gradasi di mana demamnya masih ada, tapi ada rasa enteng, tapi sembuh juga belum. Tapi rasanya ya... ada suatu rasa optimis di dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 174
75
N merasa optimis ketika mulai dapat merasakan pengaruh meditasi
76
Pandangan menjadi jernih
N lebih
diri Anda. Anda, “eey, saya sudah enakan!”. Ya, saya kalau cerita begitu bisa ekspresinya, ini kan aku sing ngalami, bisa ketawa, betulbetul ketawa. Tapi nek dikatakan sembuh 100% juga belum. Saya mengakui bahwa saya belum sembuh 100%. Karena kembali ke itu tadi Optimis ya, meditasi itu pembelajaran seumur hidup. Seumur hidup, ya, pasti. Terus dan terus... Kalau saya cerita tentang panasdingin itu tadi saya betul-betul bisa tersenyum dengan lebar, gitu. Karena saya merasa... Kamu bisa bayangin to? Tentang cerita awal. Kamu menanyakannya dari awal... sekarang ya saya mengibaratkan gimana itu? Sembuh juga belum. Saya ngakui bahwa sembuh itu belum. Tetapi tidak seburuk ketika kamu diguncang oleh panas-dingin yang begitu kuat. Tapi pada saat Anda mulai sembuh itu, Anda wis mulai, “aaaaaah...”, gitu lho. Rasanya ya, “wow”-nya itu lho. Ini aku belum sembuh. Tapi ada, “wah, sedelok meneh aku mari”. Anda bisa “wooow!”, gitu lho. Pandangan Anda mulai jernih, Lebih aware tapi ada menggigil sedikit. Kalau kamu tanya tentang efek, ceritanya begitulah. Tadi yang dimaksud “pandangan jernih” itu bagaimana? Maksudnya adalah, ketika kamu sakit kamu mungkin kan.... meriang itu berarti kan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 175
77
Proses transformasi pikiran yang dialami N tidak terjadi dengan cepat
78
Adanya pemahaman membantu praktik meditasi N
79
Pikiran N menjadi lebih fleksibel
matanya berair. Ini masalah tentang sakit itu tadi. Nak pandangan jernih tentang aspek meditatifnya, Anda menjadi tahu, Kalau kita ngomong tentang pikiran, Anda menjadi tahu bahwa gerak yang ini tu, Anda sudah menangkap bahwa.... Anda memahami bahwa gerak di sini sudah mulai tereduksi, terkurangi. Anda mengetahui itu, pasti. Jadi, meditasi tu ya Anda memahami. Jadi, proses di sini bukan kayak semata-mata nganu ya... Proses di dalam pikiran itu bukan berarti koyo membalikkan telapak tangan sing cepet banget, ora ketok. Proses dari yang acak tadi, yang bergerak terus, yang keruh, yang selalu subyektif karena ada pandangan self. Di sini tertransformasinya tu bukan koyo ngene lho, “weeet, weeet!”, njuk ora ketok, bukan. Tapi ini semua muncul karena dasar pemahaman. Oleh karena itu, pemahaman yang muncul dari praktik, pemahaman yang muncul dari meditatif, maka dikatakan dia “insight”. Oke... Jadi pemahamannya itu muncul karena praktik? Praktik... Dari pengalaman... “Oh, tak beginikan ketoke piye, diginikan ketoke piye. Oh, ketoke salah”. Nah, pemahaman-pemahaman tentang melenturnya ini tadi. Pandangan self yang begini tadi, yang acak itu tadi, sebetulnya dia membentuk
Proses transformasi pikiran dalam praktik meditasi memakan banyak waktu
Pengaruh meditasi muncul karena adanya pemahaman
Pikiran menjadi lebih fleksibel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 176
80
N mendapat pemahaman saat praktik ketika ia langsung mengalami suatu pengalaman itu sendiri
81
Sebelum meditasi, N bahagia jika dapat mempertahankan sesuatu
suatu subyektivitas yang keras. Tapi kemudian dia melentur, melentur, melunak. Nah, proses melentur, melunaknya itu lho. Itu sesungguhnya proses yang bisa kita ceritakan. Nah, proses pemahamannya ini, pemahaman kalau ini dibeginikan kok yo keliru, dibeginikan yo akhirnya benar... Ini tadi pemahaman yang muncul dari praktik disebut insight. Pemahaman yang langsung, gitu lho. Karena Anda experience, gitu lho... pengalaman. Kira-kira begitu... Oke… Jadi itu tadi kan sudah dijelaskan arti kebahagiaan sesudah meditasi ya. Kalau dulu sebelum meditasi bagaimana? Bahagia kalau bisa dapat sesuatu, pertahankan sesuatu secara membuta sampai ngedani hal tersebut. Pokoknya bahkan enggak melek ini sehat atau tidak… pikiran sangat menyempit. Jika dirundung sesuatu bisa lama usianya, baik benci dan lain-lain bagiku itu berharga
Adanya pemahaman yang muncul dari praktik meditasi
Kebahagiaan dicapai ketika dapat mempertahankan sesuatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 177
TEMA-TEMA RESPONDEN III (N)
A. Adanya kehampaan dalam diri 1. Tidak adanya kendali pikiran 2. Ketergantungan pada orang lain B. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness 1. Kebahagiaan dicapai ketika dapat mempertahankan sesuatu
(Nomor) 1, 5, 7 52
81
C. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi 1. Konsentrasi secara terus-menerus 2. Fokus pada napas 3. Fokus pada momen here and now 4. Menerima diri
39 25, 30 31, 34, 36 53
D. Perubahan pikiran menjadi lebih positif 1. Lebih obyektif 2. Lebih fleksibel 3. Lebih aware
43 79 76
E. Perubahan sikap menjadi lebih positif 1. Adanya intensi positif 2. Lebih mandiri 3. Lebih sederhana 4. Lebih nyaman dengan diri
57, 63 44, 46, 55, 69, 72 47 56
F. Penghayatan tujuan hidup untuk mencari kebahagiaan 1. Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan G. Pemaknaan kebahagiaan sesudah praktik mindfulness 1. Kebahagiaan ada di pikiran 2. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan 3. Kebahagiaan dicapai dengan konsentrasi yang obyektif dan terus-menerus 4. Kebahagiaan dicapai jika individu merasa nyaman dengan dirinya sendiri
69
68, 70 48 41 74