PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Henricus Bangun Purwono NIM : 038114021
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Persetujuan Skripsi
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
Oleh : Henricus Bangun Purwono NIM : 038114021
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Sulasmono, Apt.
Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.
ii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Pengesahan Skripsi KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
Oleh : HENRICUS BANGUN PURWONO NIM : 038114021
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 21 Januari 2008 Mengetahui. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt
Tanda tangan
Pembimbing I : Drs. Sulasmono, Apt.
…………………..
Pembimbing II : Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.
…………………..
Panitia Penguji :
Tanda tangan
1. Drs. Sulasmono, Apt.
…………………..
2. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.
…………………..
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt.
.………………….
4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
…………………..
iii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
“Buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian.” (Amsal 9:6) “Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal-budi. Orang bijak menyimpan pengetahuan, tetapi mulut orang bodoh adalah kebinasaan yang mengancam.” (Amsal 10:13-14)
ku persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, kepada keluargaku, kepada teman-temanku dan kepada almamaterku.
“Aku akan bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati. Aku akan bersyukur kepadaMu dengan hati jujur.” (Mazmur 111:1a, 110:7a)
iv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Pelaksanaan
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek-Apotek Kabupaten Bantul”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata Dharma. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini dan selaku dosen penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.
v
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan. 6. Pemerintah Kabupaten Bantul yang telah memberikan izin sehingga penelitian ini dapat terlaksana. 7. Bapak dan Ibu Apoteker di Kabupaten Bantul yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 8. Keluarga, terutama kedua orang tua, Bapak A. Isdiarto dan Ibu C. Siti Zuriati atas segala dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan. Adik Arya & Kharisma atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini. 9. Teman-teman seperjuangan : Adi, Totok, Bambang dan Monica atas kerjasama, bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. 10. Teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma angkatan 2003 kelas A atas kebersamaan dan keceriaan selama empat setengah tahun ini. 11. Teman-teman Mudika Stasi Tambran, terima kasih atas doanya. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun.
Yogyakarta, 13 Januari 2008
Penulis
vi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
INTISARI
Pelayanan kefarmasiaan pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi serta melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan yang digunakan adalah deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner yang merupakan instrumen penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apotek.
vii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Pharmaceutical care orientation has changed from drug oriented to patient oriented which refers to pharmaceutical care. The Pharmaceutical care activities has, which previously only focused on the drugs management as a commodity, become more focused in to a comprehensive care that aimed at increasing the quality of patient’s life. Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 about Pharmaceutical Care Standards in Dispensary aims at as guidance of pharmacist practice in performing the profession and also protects society of service which is not professional and protects profession in pharmacy practice. This research aimed at knowing the description of the implementation of Pharmaceutical Care Standards based on the Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 in dispensaries in Bantul. This research was non eksperimental research type in which the device used was descriptive. This respondents of this research were Administrator Pharmacist or Co-Pharmacist that willingly filled in the questionnaire which was the instrument of the research. The analysis performed was descriptive statistic. The result of the study showed that the Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Bantul was not well performed yet by pharmacists in dispensaries in Bantul.
Key words : Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004, Dispensary.
viii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Januari 2008 Penulis,
Henricus Bangun Purwono
ix
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………
iv
PRAKATA…………………………………………………………………
v
INTISARI…………………………………………………………………..
vii
ABSTRACT………………………………………………………………..
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………...
ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
x
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xx
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang………………………………………………………….
1
1. Perumusan masalah…………………………………………………
3
2. Keaslian penelitian………………………………………………….
4
3. Manfaat penelitian…………………………………………………..
6
B. Tujuan Penelitian……………………………………………………….
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker ……………………………………………………………….
7
1. Pengertian Apoteker ……………………………………………….
7
x
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Apoteker sebagai suatu profesi……………………………………..
10
3. Peran apoteker………………………………………………………
14
B. Apotek ………………………….……………………………………..
16
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek……………………………..
18
1. Asuhan kefarmasian………………………………………………...
18
2. Akuntabilitas praktek farmasi………………………………………
18
3. Manajemen praktis farmasi…………………………………………
19
4. Komunikasi farmasi………………………………………………..
19
5. Pendidikan dan pelatihan farmasi………………………………….
20
6. Penelitian dan pengembangan kefarmasian………………………..
20
7. Peraturan perundang-undangan……………………………………
20
D. Sumpah Apoteker……………………………………………………….
24
E. Kode Etik Apoteker…………………………………………………….
25
F. Keterangan Empiris…………………………………………………….
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………
29
B. Batasan Operasional Penelitian…………………………………………
29
C. Instrumen Penelitian……………………………………………………..
30
D. Populasi dan Sampel…………………………………………………….
30
1. Populasi……………………………………………………………..
30
2. Sampel………………………………………………………………
31
xi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
E. Tata Cara Pengumpulan Data ………...………………………………..
32
1. Pembuatan kuesioner……………………………………………….
32
2. Pengujian kuesioner………………..……………………………….
32
3. Penyebaran kuesioner………………………………………………
34
4. Pengumpulan kuesioner…………………………………………….
34
5. Wawancara …………………………………………………………
35
F. Tata Cara Menampilkan Data………………………………………….
35
G. Kesulitan Penelitian…………………………………………………….
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Responden……………………………………………..................
38
1. Posisi responden……………………………………………………
38
2. Usia responden……………………………………………………..
39
3. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek…………..
39
4. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker ……
40
5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu…………………
40
6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari…………………….
41
B. Pengelolaan Sumber Daya……………………………………………..
42
1. Sumber daya manusia………………………………………………
42
2. Sarana dan prasarana……………………………………………….
43
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya…..
51
4. Administrasi………………………………………………………..
61
C. Pelayanan……………………………………………………………….
67
1. Pelayanan resep……………………………………………………
xii
67
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Promosi dan edukasi ……………………………………………..
81
3. Pelayanan residensial (Home Care)………………………………..
82
D. Evaluasi Mutu Pelayanan……………………………………………….
83
1. Tingkat kepuasan konsumen………………………………………..
83
2. Dimensi waktu……………………………………………………...
84
3. Prosedur tetap………………………………………………………
85
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul ……………………………………………………..
87
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul Berdasarkan Karakteristik Responden ………………………………..
89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………..
110
B. Saran……………………………………………………………………
110
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
112
LAMPIRAN………………………………………………………………
116
BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………
136
xiii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Hal. Tabel I
Data apotek yang mengembalikan kuisioner ………..
37
Tabel II
Data posisi responden di apotek……………………..
38
Tabel III
Data adanya pekerjaan lain dari responden…….........
40
Tabel IV
Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu….
41
Tabel V
Pengambilan
keputusan
di
apotek
berdasarkan
persetujuan APA…………………………………….. Tabel VI
Ketersediaan papan yang tertulis kata apotek pada muka apotek …………………………………...........
Tabel VII
43
44
Pemisahan produk kefarmasian dengan produk lainnya.……………………........................................
45
Tabel VIII
Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien …………….
46
Tabel IX
Ketersediaan brosur/informasi mengenai kesehatan …
46
Tabel X
Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi.
47
Tabel XI
Ketersediaan ruang tertutup untuk konseling ………
48
Tabel XII
Ketersediaan ruang racikan di apotek ………………
49
Tabel XIII
Ketersediaan keranjang sampah untuk staf dan pasien
50
Tabel XIV
Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek…………………………………….
53
Tabel XV
Sumber Perolehan Obat di Apotek……………………
56
Tabel XVI
Pemindahan isi obat ke wadah lain …………………
57
Tabel XVII
Informasi yang disertakan pada wadah baru …………
58
xiv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XVIII
Ketersediaan tempat penyimpanan khusus …………..
Tabel XIX
Penyertaan bukti/faktur pembelian dan mencatat
59
setiap obat yang dibeli ……………………………….
62
Tabel XX
Penyertaan Faktur/Nota Penjualan …………………..
62
Tabel XXI
Pencatatan setiap penjualan dalam buku penjualan …
63
Tabel XXII
Pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika 64
Tabel XXIII
Penyimpanan resep secara berurutan ……………….
65
Tabel XXIV
Pengisian medication record ………………………..
65
Tabel XXV
Skrining resep mengenai persyaratan administratif…
68
Tabel XXVI
Skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik ……
69
Tabel XXVII
Skrining resep mengenai pertimbangan klinis ………
71
Tabel XXVIII
Konsultasi dengan dokter apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep ……………………………….
72
Tabel XXIX
Keluhan tentang etiket oleh pasien …………………
74
Tabel XXX
Pengecekan resep sebelum diserahkan ke pasien……
75
Tabel XXXI
Apoteker selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien…………………..................................
76
Tabel XXXII
Informasi obat yang diberikan apoteker…………….
77
Tabel XXXIII
Ketersediaan jam konseling setiap hari di apotek …..
79
Tabel XXXIV
Konseling secara berkelanjutan …………………….
79
Tabel XXXV
Diseminasi informasi kesehatan….............................
81
Tabel XXXVI
Tindak lanjut terapi…………………………………
82
Tabel XXXVII
Survey tingkat kepuasan konsumen ………………..
83
xv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXXVIII
Bentuk survey………………………………………
84
Tabel XXXIX
Penetapan lama pelayanan …………………………
85
Tabel XXXX
Ketersediaan prosedur tetap ………………………
85
xvi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1.
Diagram usia responden…………………………………..
Gambar 2.
Diagram pengalaman responden bekerja sebagai apoteker
39
di apotek……………………………………………………
39
Gambar 3.
Diagram waktu kerja responden di apotek dalam sehari …..
41
Gambar 4.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang sarana dan prasarana ………………………………………………
Gambar 5.
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
bagian
50
pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya ………..
60
Gambar 6.
Standar Pelayanan Kefarmasian bagian administrasi………
66
Gambar 7.
Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian skrining resep ………………………………………
Gambar 8.
Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian penyiapan obat ……………………………………..
Gambar 9.
73
80
Standar Pelayanan Kefarmasian bidang evaluasi mutu pelayanan …………………………………………………..
86
Gambar 10.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
87
Gambar 11.
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden…..
Gambar 12.
89
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden……………………………….
xvii
90
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 13.
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia responden …...
Gambar 14.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia respoden ………………………….
Gambar 15.
95
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman responden………………..
Gambar 17.
93
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden
Gambar 16.
92
96
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden ……………………………………………….
Gambar 18.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden ………
Gambar 19.
99
100
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu………………………………….
Gambar 20.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu
Gambar 21.
102
103
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek dalam sehari……………………………………………………….
xviii
106
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 22.
Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu………………………………….
xix
107
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1.
Surat Pengantar Kuisioner Penelitian……………………….
116
Lampiran 2.
Kuesioner Penelitian………………………………………..
117
Lampiran 3.
Surat Izin Penelitian………………………………………..
123
Lampiran 4.
Sumpah/Janji Apoteker…………………………………….
124
Lampiran 5.
Kode Etik Apoteker Indonesia……………………………..
126
Lampiran 6.
Contoh Alur Pelayanan Resep……………………………..
129
Lampiran 7.
Jalur Distribusi Obat…………………….............................
130
Lampiran 8.
Tabulasi Data ……..…………………….............................
131
xx
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Anonim, 2004a). Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya, dengan melaksanakan pelayanan kefarmasian secara menyeluruh oleh tenaga farmasi (Muliawan, 2004). Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker dalam menjalankan prakteknya harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Selain itu Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga medis dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004a). Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk
1
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2
menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat seperti yang tertuang dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian (Anonim, 2004a). Apoteker di apotek dalam menjalankan profesinya harus berpedoman pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia tahun 2004, salah satu standar prosedur operasional Apoteker di apotek hal manajemen praktis farmasi adalah merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban Apoteker di apotek adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek, termasuk di dalamnya melaksanakan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sebagai pedoman praktek Apoteker di apotek. Apotek di Kabupaten Bantul menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2006 berjumlah 55 apotek yang tersebar 10 kecamatan. Persebaran lokasi apotek ini dinilai kurang merata dikarenakan Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan. Oleh karena itu, pelayanan kefarmasian di apotek harus
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
3
dilaksanakan dengan baik sehingga dapat menjamin mutu pelayanan kefarmasian dan mencakup seluruh masyarakat di Kabupaten Bantul. Berdasarkan kenyataan di atas maka dilakukan penelitian mengenai KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
1. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : a. Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
telah
dilaksanakan
secara
menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul ? b. Parameter
manakah
dari
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah dilaksanakan dengan baik, cukup dan kurang dengan masing-masing persentase ? c. Apakah
karakteristik
responden
memberikan
perbedaan
dalam
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul?
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
4
2. Keaslian Penelitian Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul. Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu : a. Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta (Tobondo, 2000). Penelitian dari Tobondo ini menekankan pada pemahaman apoteker tentang pelayanan apoteker dalam praktek kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan apoteker di apotek. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada penelitian Tobondo tidak mengkhususkan diri atau berpedoman pada suatu undang-undang tertentu, sedangkan pada penelitian ini berpedoman pada Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. b. Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) (Regziana, 2007). Penelitian dari Regziana ini menekankan pada penerimaan dokter umum terhadap
peran apoteker
berdasarkan
Kepmenkes
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 dan harapan dokter umum terhadap peran apoteker di masa mendatang. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
5
pada penelitian Regziana subyek penelitian merupakan dokter umum, sedangkan pada penelitian ini subyek penelitian adalah apoteker di apotek. Penelitian Regziana meneliti mengenai peran apoteker di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. c. Kajian
Pelaksanaan
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
di
Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta (Sukmajati, 2007). Penelitian dari Sukmajati memberi gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini memberi gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kabupaten Bantul. Perbedaannya hanya terletak pada lokasi penelitian dan adanya hubungan karakteristik responden dengan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasia di Apotek. d. Kajian
Pelaksanaan
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
di
Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman (Soedarsono, 2007). Penelitian dari Soedarsono memberi gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kabupaten Sleman, sedangkan penelitian ini memberi gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian
di
Apotek-apotek
Kabupaten
Bantul.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
6
Perbedaannya hanya terletak pada lokasi penelitian dan adanya hubungan karakteristik
responden
dengan
pelaksanaan
Standar
Pelayanan
Pelaksanaan
Standar
Pelayanan
RI
nomor
Kefarmasian di Apotek.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Memberi
gambaran
Kefarmasian
mengenai
berdasarkan
KepMenKes
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai : 1) bahan evaluasi bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam pengelolaan apotek; 2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang tertarik dalam pelayanan perapotekkan; dan 3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
B. Mengetahui berdasarkan
apakah
Kepmenkes
Tujuan Penelitian Standar
RI
Pelayanan
Nomor
Kefarmasian
di
1027/MENKES/SK/IX/2004
Apotek telah
dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apoteker 1. Pengertian Apoteker Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Kepmenkes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mencantumkan bahwa : Sesuai perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek atau SIA. Surat Izin Apotek adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di
7
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
8
samping apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, maka APA harus menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) serta tidak bertindak sebagai APA di apotek lain (Anonim, 2002). Adapun persyaratan untuk menjadi seorang Apoteker Pengelola Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922 tahun 1993 (pasal 5) yaitu : a. b. c. d.
ijazahnya telah terdaftar pada Departemen kesehatan telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksakan tugasnya, sebagai Apoteker e. tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain. Menurut Kepmenkes RI Nomor 922 tahun 1993, maka Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal. Pemusnahan dilakukan Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti dibantu oleh sekurangkurangnya seorang karyawan apotek.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
9
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4, menyebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi : a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan
bahwa
tenaga
kesehatan
dalam
melakukan
tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Hal ini juga ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 22 ayat 1 (c) yang menyebutkan bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk : a. menghormati hak pasien b. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan. Kode Etik apoteker Indonesia pasal 7 juga menyatakan bahwa seorang Apoteker hendaknya menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Permenkes Nomor 922 tahun 1993 menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
10
a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurangkurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu tugas apoteker adalah memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek, sehingga kewajiban apoteker, baik apoteker pengelola apotek atau apoteker pendamping atau apoteker pengganti adalah berada di apotek selama jam buka apotek dan memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 menyatakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 86 yaitu barang siapa dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1, telah diuraikan sebelumnya, dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Apoteker Sebagai Suatu Profesi Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang bersifat teoritis dan praktek serta diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan kepada yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
11
konsumen atau kliennya (Harding, 1993). Banyak kriteria untuk menentukan suatu pekerjaan adalah suatu profesi, menurut Sulasmono (1997) antara lain : a. unusual learning, yaitu dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di tempat lain atau bidang yang berbeda b. pelayanannya bersifat altruistik (tidak mementingkan diri sendiri dan mementingkan kepentingan orang lain) c. telah mengucapkan sumpah d. memiliki kode etik e. memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992) f. memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lain) g. memiliki perijinan (Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja) h. memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional i. bersifat otonomi dan independensi j. bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita k. confidental relationship dalam pelayanannya Menurut ISFI, profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas b. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi c. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian d. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
12
e. memberlakukan kode etik keprofesian f. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan g. proses pembelajaran seumur hidup h. mendapat jasa profesi (Anonim, 2004b)
Menurut Trait Theory, Apoteker dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan beberapa ciri khusus, yaitu : a. memiliki ilmu pengetahuan khusus yang berasal dari pelatihan jangka panjang (specialized knowledge and lengthy training). Agar dapat diterima menjadi salah satu anggota profesi, seseorang harus menjalani pendidikan intensif yang bervariasi dengan spesialisasi tinggi. Untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang pendidikan profesi. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan dengan tugasnya dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat secara klinis (Harding, dkk, 1993). Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya (Sirait, 2001). b. monopoli dalam praktek (monopoly of practice). Monopoli pekerjaan yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh Negara (Harding, 1993). Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
13
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pada pasal 63 ayat (1) disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa profesi farmasi dan pekerjaan kefarmasian memiliki pengakuan secara hukum di Indonesia, dan bahwa pekerjaan kefarmasian tersebut hanya apoteker yang memiliki kewenangan untuk menjalankannya. c. pengaturan diri (self regulation). Organisasi profesi diperbolehkan untuk mengatur sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten dalam menjalankan pekerjaannya (Harding, 1993). Organisasi profesi farmasi adalah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Surat Kepmenkes Nomor 41846/KB/121 tanggal 16 September 1965 menyatakan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia disingkat ISFI sebagai organisasi tunggal/satu-satunya organisasi sarjana apoteker Indonesia yang menghimpun seluruh tenaga kesehatan sarjana di bidang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
14
farmasi yakni sarjana apoteker. Wujud pengaturan diri tersebut antara lain dengan adanya Sumpah/Janji Apoteker, Kode Etik Apoteker Indonesia dan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. d. orientasi pelayanan (service orientation). Pernyataan ini menandakan bahwa anggota profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk memenuhi keinginan klien dan tidak diperbolehkan memaksa klien hanya demi keuntungan pribadi semata. Hal ini ditegaskan pada pasal 53 UndangUndang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3. Peran Apoteker Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyatakan bahwa sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional dan dalam pengelolaan apotek tersebut, apoteker
harus
senantiasa
memiliki
kemampuan
menyediakan
dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “Seven Stars of Pharmacist” meliputi :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
15
a. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu
maupun
kelompok,
apoteker
harus
mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi. b. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. c. Communicator.
Apoteker
mempunyai
kedudukan
penting
dalam
berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan. d. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan
yang
diharapkan
meliputi
keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
16
e. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. f. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. g. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan. (Anonim, 2004b)
B. Apotek Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan apotek ialah suatu tempat dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian. Pasal 2 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi apotek, ialah : 1. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 2. penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi : obat, obat asli Indonesia, kosmetika, alat-alat kesehatan dan sebagainya.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
17
Pasal 3 menyebutkan bahwa apotek dapat diusahakan oleh : 1. Lembaga atau Instansi Pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di Pusat dan di Daerah; 2. Perusahaan milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah; 3. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari Menteri Kesehatan. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan fungsi apotek yaitu : a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Kepmenkes RI nomor 1332 tahun 2002 pasal 4,menyebutkan bahwa izin apotek diberikan oleh Menteri. Menteri melimpahkaan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada kepada menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Persyaratan apotek menurut Kepmenkes RI nomor 922 tahun 1993 adalah (pasal 6) : 1. untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
18
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain 2. sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi 3. apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Sistem praktek kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi jaringan
pelayanan
kefarmasian.
Praktek
kefarmasian
adalah
upaya
penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004b). 1. Menurut
Standar
Kompetensi
Farmasis
Indonesia
hal
asuhan
kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal; b. memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri; c. memberikan pelayanan informasi obat; d. memberikan konsultasi obat; e. melakukan monitoring efek samping obat; f. pelayanan klinik berbasis farmakokinetik. (Anonim, 2004b) 2. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas praktek farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi; b. merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku; c. bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil; d. melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat; dan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
19
e. melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. (Anonim, 2004b) 3. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal manajemen praktis farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional; b. merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action); c. merancang, membuat ,melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan; d. merancang organisasi kerja yang meliputi : arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen; e. merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian; dan f. memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah kepada kepuasan konsumen. (Anonim, 2004b) 4. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal komunikasi farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien; b. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat; c. memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat kefarmasian; dan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
20
d. memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. (Anonim, 2004b) 5. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal pendidikan dan pelatihan farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian; b. merencanakan dan melakukan aktifitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan; c. berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian; dan e. mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. (Anonim, 2004b) 6. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal penelitian dan pengembangan kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah: a. melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain; dan b. menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian. (Anonim, 2004b) 7. Menurut peraturan perundang-undangan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian di apotek meliputi : a. Pengelolaan sumber daya 1) Sumber daya manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional . Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
21
SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. 2) Sarana dan prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien 4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
22
3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. 3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. 2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. 4) Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1. Administrasi umum. Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4.2. Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
b. Pelayanan 1) Pelayanan resep. 1.1. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1. Persyaratan administratif : - Nama,SIP dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya. 1.1.2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 1.1.3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
23
1.2. Penyiapan obat. 1.2.1. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 1.2.2. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. 1.2.5. Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes ,TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya. 2) Promosi dan edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi . Apoteker ikut
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
24
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3) Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). c. Evaluasi mutu pelayanan Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1) Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket atau wawancara langsung. 2) Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan). 3) Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan lain yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar. • Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian. (Anonim, 2004a)
D. Sumpah Apoteker Sumpah adalah ikrar yang diucapkan dengan sungguh-sungguh dan akan melaksanakannya sesuai dengan yang telah diucapkan (Salim, 1991). Menurut
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
25
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1962 pasal 1 sumpah apoteker harus diucapkan sebelum apoteker melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya hendaknya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji apoteker (Anonim, 2004b). Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya, sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada lampiran 4.
E. Kode Etik Apoteker Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai ramburambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184 tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
26
yang melanggar Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006). Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005 dapat dilihat pada lampiran 5. Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented) Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan lainnya.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
27
2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented) Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri.
(Anief, 1995)
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa apotek melakukan bisnis yang beretika. Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005). Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis adalah : 1. prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai dengan tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada pemilik perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan mayarakat yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
28
2. prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak, mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan. 3. prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence). Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal, minimal tidak merugikan orang lain. 4. prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra. 5. prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi lain. (Isdaryadi, 2005) Etika
biasanya
dirumuskan
oleh
asosiasi
atau
organisasi
yang
bersangkutan dan dilaksanakan secara sukarela oleh para anggotanya. Jika ada anggota yang melanggar etika, sanksi paling berat yang diterima adalah dikeluarkan dari keanggotaan asosiasi tersebut (Wahyuni, 2005).
F. Keterangan Empiris Standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mempunyai tiga parameter utama yaitu : pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Dari hasil penelitian diharapkan dapat diperleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian
berdasarkan
KepMenKes
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
RI
nomor
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001). Sedangkan rancangan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kontour, 2003). Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
B. Batasan Operasional Penelitian 1. Kajian adalah studi yang dilaksanakan untuk memperdalam atau mengetahui dengan lebih jelas suatu hal. 2. Pelaksanaan adalah proses melaksanakan. 3. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan, dalam hal ini berdasarkan pada KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/X/2004 dikatakan telah dilaksanakan dengan baik apabila
29
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
30
persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka dikatakan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. 4. Apotek adalah 55 apotek yang berada di wilayah Kabupaten Bantul. 5. Responden adalah Apoteker baik Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuisioner.
C. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang : 1. karakteristik responden. 2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwaperistiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dari penelitian ini adalah semua apotek yang ada di Kabupaten Bantul. Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, diketahui bahwa jumlah apotek di Kabupaten Bantul tahun 2006 adalah sebanyak 55 apotek.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
31
2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam penelitian. Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi. Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001). Menurut Notoatmodjo, sampel dapat diperoleh dengan rumus : n=
N 1 + N (d 2 )
dimana : n
= besar sampel yang diambil
N = besar populasi d
= tingkat signifikansi (10%)
(Notoatmodjo, 2002).
Penelitian ini tidak digunakan teknik sampling dikarenakan penelitian dapat mencakup seluruh populasi, dikarenakan populasi berjumlah kurang dari seratus responden yaitu 55 responden
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
32
E. Tata Cara Pengumpulan Data
1. Penyusunan Kuisioner Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam penelitian sosial. Dengan kuesioner tersebut peneliti menggali informasi dari responden (orang yang menjadi subyek penelitian) (Adi, 2004). Kuisioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis oleh responden. Kuisioner disusun dengan mengacu KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 dan terbagi menjadi empat bagian yaitu : deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan.
2. Pengujian kuesioner a. Uji pemahaman bahasa Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner dapat dipahami oleh responden, termasuk di dalamnya kesalahan pengetikan, pengejaan kata-kata dan susunan kalimat. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan cara menyebar kuesioner tersebut kepada lima apotek di luar populasi penelitian. b. Uji validitas isi Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
33
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Suatu alat ukur dikatakan valid (benar/sahih) jika alat ukur tersebut jitu untuk mengukur konsep/variabel yang diukur (Adi, 2004). Validitas yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran
terhadap
konsep
(pengertian)
variabel
sebagaimana
dirumuskan (Praktiknya, 1991). Validitas isi kuesioner ini diuji dengan analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan hanya dengan analisis teoritik. Maka tidaklah diharapkan setiap orang akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana validitas isi kuesioner akan tercapai. c. Uji reliabilitas Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) jika alat ukur tersebut mantap, tepat dan homogen. Suatu alat ukur dikatakan mantap apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut memberikan hasil yang sama, dengan syarat kondisi pengukuran tidak berubah. Suatu pertanyaan (alat ukur) dikatakan tepat apabila pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu alat ukur dikatakan homogen apabila pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
34
Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran Kuisioner Penyebaran kuisioner langsung kepada responden dan peneliti akan mendampingi dalam pengisian kuisioner agar dapat menjelaskan kepada responden maksud dari kuisioner dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya serta apabila responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner tersebut. Jika responden berhalangan mengisi saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah diisi oleh responden. Periode penyebaran kuisioner dilakukan pada bulan Februari-Maret 2007.
4. Pengumpulan Kuisioner Kuisioner langsung dikumpulkan saat itu juga, sehingga kuisioner yang dikembalikan jumlahnya sama dengan jumlah kuisioner yang disebarkan. Kuesioner langsung dikumpulkan saat itu juga dan ada yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
35
diambil setelah ditinggal selama beberapa waktu. Jumlah kuesioner yang dikembalikan yaitu sebanyak 35 buah.
5. Wawancara Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh (Mardalis, 2006). Wawancara ini dilakukan dengan dititikberatkan pada tiga hal, yaitu ketersediaan ruang tertutup untuk konseling, medication record dan tindak lanjut terapi melalui home care.
F. Tata Cara Menampilkan Data Menampilkan data dilakukan menggunakan metode deskrptif non analisis, yaitu dengan cara dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 kemudian menghitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Hasil perhitungan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Dikatakan telah melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh apabila persentasenya lebih dari 50% dan jika kurang dari 50% maka dikatakan belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2007 secara menyeluruh..
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
36
G. Kesulitan Penelitian Terdapat beberapa kesulitan dalam penelitian ini, yaitu : 1. sulit untuk meminta kesediaan apoteker menjadi responden 2. tidak dilakukannya wawancara secara mendalam kepada responden berkaitan dengan alasan responden terhadap tiap jawaban yang diberikan 3. sulit untuk mengetahui perbandingan tingkat pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dari setiap responden.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Apotek yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Bantul pada tahun 2006 berjumlah 55 Apotek. Jumlah tersebut merupakan populasi apotek yang akan diteliti mengenai “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Bantul”. Dari 55 kuisioner yang disebarkan untuk penelitian hanya dikembalikan oleh 35 responden. Tabel I. Data apotek yang mengembalikan kuisioner No
Kecamatan
Jumlah apotek
1
Bantul
9
2
Sewon
3
3
Banguntapan
6
4
Imogiri
1
5
Piyungan
4
6
Sedayu
1
7
Bambanglipuro
1
8
Kasihan
6
9
Plered
1
10
Srandakan
3
Total
35
37
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
38
Hasil yang diperoleh dari 35 responden tersebut kemudian ditampilkan dengan metode deskriptif non analisis dimana jawaban yang sama dikelompokkan dan dihitung persentasenya. Data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel atau diagram (gambar). Berikut hasil tampilan data :
A. Data Responden 1. Posisi Responden Gambaran mengenai posisi responden di apotek dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel II. Data posisi responden di apotek No
Posisi responden di apotek
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Apoteker Pengelola Apotek
32
91
2
Apoteker Pendamping
3
9
35
100
Total
Menurut Permenkes 922 tahun 1993, Apoteker di apotek ada yang disebut dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Hasil penelitian didapatkan bahwa 91% responden sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan sembilan persen responden sebagai Apoteker Pendamping.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
39
2. Usia Responden Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada gambar berikut: Usia Responden
17%
3% 21-35 tahun 36-50 tahun >50 tahun 80%
Gambar 1. Diagram Usia Respoden Hasil penelitian mengenai usia responden diatas menunjukkan bahwa delapan puluh persen responden berusia 21-35 tahun, tujuh belas persen responden berusia 36-50 tahun dan tiga persen responden berusia di atas 50 tahun.
3. Pengalaman responden bekerja sebagai apoteker di apotek Gambaran mengenai pengalaman responden bekerja sebagai apoteker di apotek dapat dilihat pada gambar berikut: Pengalaman bekerja sebagai Apoteker di apotek
3%
17%
23%
< 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun > 10 tahun 57%
Gambar 2. Diagram pengalaman responden bekerja sebagai apoteker di apotek
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
40
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengalaman kerja sebagai Apoteker di apotek selama kurang dari satu tahun sebesar tujuh belas persen, satu sampai lima tahun sebesar 57%, enam sampai sepuluh tahun sebesar 23% dan yang bekerja lebih dari sepuluh tahun sebesar tiga persen.
4. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker Gambaran mengenai jumlah responden yang memiliki pekerjaan lain selain apoteker di apotek yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel III. Data adanya Pekerjaan Lain dari Responden No
Adanya pekerjaan lain selain sebagai apoteker
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
11
31
2
Tidak
24
69
35
100
Total
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 31% responden memiliki pekerjaan lain selain sebagai Apoteker di apotek, sedangkan 69% responden tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai Apoteker di apotek.
5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu Gambaran mengenai waktu kerja responden di apotek dalam seminggu dapat dilihat pada tabel berikut:
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
41
Tabel IV. Data waktu kerja responden dalam seminggu No
Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
3 - 5 hari
5
14
2
6 - 7 hari
30
86
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa empat belas persen responden bekerja sebagai apoteker di apotek selama tiga sampai lima hari dalam seminggu dan 86% responden bekerja selama enam sampai tujuh hari dalam seminggu. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang bekerja sebagai apoteker di apotek telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari Gambaran mengenai waktu kerja responden di apotek dalam sehari dapat dilihat pada gambar berikut: Rata-rata Apoteker berada di apotek dalam satu hari
12% < 4 jam 4-6 jam 54%
34%
> 6 jam
Gambar 3. Diagram waktu kerja responden di apotek dalam sehari Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 54% apoteker berada di apotek selama lebih dari enam jam. Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
42
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan apoteker sebagian besar telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
B.
Pengelolaan Sumber Daya
1. Sumber daya manusia Dalam Permenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, sesuai dengan ketentuan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan
untuk
mengambil
keputusan
yang
tepat,
kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. WHO sebagai badan kesehatan dunia menyatakan dalam seven stars pharmacist, yaitu Apoteker atau farmasis sebagai leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
43
dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Tabel V. Pengambilan keputusan di apotek berdasarkan persetujuan APA No
Pengambilan keputusan berdasarkan persetujuan APA
Jumlah
Persentase(%) n = 35
1
Ya
29
83
2
Tidak
5
17
35
100
Total
Hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 83% pengambilan keputusan di apotek selalu berdasarkan persetujuan APA dan tujuh belas persen tidak selalu berdasarkan keputusan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sumber daya manusia telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase lebih dari 50 %, yaitu sebanyak 83 %.
2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian menyebutkan bahwa “Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.” Dalam lampiran Form Apt-3 Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 disebutkan papan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
44
nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Pada pasal 6 ayat 3 Kepmenkes No. 278 tahun 1981 tentang persyaratan apotek disebutkan bahwa “Papan nama harus memuat : Nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apoteker, Nomor Surat Izin Apotek, Alamat apotek dan nomor telepon, kalau ada.” Tabel VI. Ketersediaan papan yang tertulis kata apotek pada muka apotek No
Ketersediaan papan apotek
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
35
100
2
Tidak
0
0
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 100% apotek yang terdapat di Kabupaten Bantul sudah terpasang papan bertuliskan apotek yang sesuai dengan ketentuan pada Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 dan Kepmenkes No. 278 tahun 1981. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi apotek dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 6
tentang “Persyaratan
Apotek” : ayat 2 “Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi” dan ayat 3 “Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
45
luar sediaan farmasi”. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 diberi batasan antara produk kefarmasian dengan produk lainya dengan menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Tabel VII. Pemisahan produk kefarmasian dengan produk lainnya No
Tempat yang terpisah dari produk lain
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
24
69
2
Tidak
11
31
35
100
Total
Hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa 69% responden melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya sesuai dengan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, sedangkan 31% responden tidak melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya. Produk lain yang dimaksud antara lain pembalut wanita, alat kontrasepsi, peralatan bayi, dan lain-lain.
c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Hal ini juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 ayat 2 yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
46
pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu. Tabel VIII. Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien No
Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
35
100
2
Tidak
0
0
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa semua apotek telah memiliki ruang tunggu. Hal ini telah sesuai dengan yang tertera dalam Kepmenkes No. 1027 tahun 2004.
d. Tempat untuk mendisplai informasi kesehatan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. Informasi disini mungkin obat-obatan baru atau isu-isu kesehatan yang beredar di masyarakat. Tabel IX. Ketersediaan brosur/informasi mengenai kesehatan No
Ketersediaan brosur / informasi mengenai kesehatan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
34
97
2
Tidak
1
3
35
100
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
47
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 97% responden menyediakan brosur/informasi bagi pasien dan tiga persen tidak menyediakan informasi bagi pasien. Tabel X. Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi No
Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
32
91
2
Tidak
3
9
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 91% apotek mempunyai tempat khusus untuk mendisplai brosur/informasi bagi pasien dan sembilan persen apotek tidak mempunyai tempat khusus untuk mendisplai brosur/informasi bagi pasien.
e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan ruang tertutup untuk konseling bagi pasien dilengkapi dengan meja dan kursi untuk menyimpan catatan medikasi pasien. Konseling yang dilakukan dapat mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya (Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
48
Tabel XI. Ketersediaan ruang tertutup untuk konseling Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien
No
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
6
17
2
Tidak
29
83
35
100
Total
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tujuh belas persen apotek yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien, sedangkan 83% apotek tidak mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien dikarenakan keterbatasan bangunan yang dipakai untuk apotek, sehingga tidak memungkinkan membuat ruang khusus untuk konseling. Selain itu ada juga Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan mengenai ketersediaan ruang tertutup untuk konseling. Hal ini jelas tidak sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 8 yang menyatakan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
f. Ruang racikan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
49
Tabel XII. Ketersediaan ruang racikan di apotek No
Ruang racikan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Kering dan basah
21
60
2
Kering saja
10
29
3
Tidak ada ruang racikan
4
11
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 60% apotek memiliki ruang racikan kering dan basah; 29% hanya memiliki ruang racikan kering; dan sebanyak 11% tidak mempunyai ruang racikan. Alasannya dikarenakan keterbatasan bangunan sehingga ruang racikan kering dan basah dijadikan satu dalam suatu ruangan.
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya dan apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga / pest. Sehingga apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan bahwa bangunan apotek sekurang-kurangnya harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
50
Tabel XIII. Ketersediaan keranjang sampah untuk staf dan pasien No
Keranjang sampah
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
staf dan pasien
30
86
2
staf saja
5
14
35
100
Total
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek yang memiliki keranjang sampah untuk staf dan pasien sebanyak 86%. Sedangkan sebanyak empat belas persen apotek hanya memiliki keranjang sampah untuk staf, karena dianggap waktu yang diperlukan untuk antri atau menunggu pelayanan obat hanya sebentar sehingga keranjang sampah untuk pasien dianggap kurang perlu.
h. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana
100%
100%
100%
91%
86%
69%
60%
50% 17% 0% Papan petunjuk apotek Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Ruang tunggu bagi pasien Tempat untuk mendisplai informasi kesehatan Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Ruang racikan Keranjang sampah untuk staf maupun pasien
Gambar 4.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang sarana dan prasarana
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
51
Berdasarkan keterangan di atas, sarana dan prasarana yang telah ada atau dilaksanakan, yaitu dengan persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi ketersediaan papan petunjuk apotek (100%), tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya (69%), tersedianya ruang tunggu bagi pasien (100%), tersedianya tempat untuk mendisplai informasi kesehatan (91%), tersedianya ruang racikan (60%) dan tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien (86%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik kecuali ketersediaan ruangan tertutup untuk konseling (17%). Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian perlu ditingkatkan lagi terutama dalam penyediaan ruangan tertutup untuk konseling.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. a. Perencanaan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, tingkat perekonomian masyarakat dan budaya masyarakat.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
52
1) Pola penyakit Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tertentu. 2) Kemampuan masyarakat Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat generic berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan. 3) Budaya masyarakat Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat uang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut. (Hartini dan Sulasmono, 2006)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XIV. Latar Belakang Perencanaan Farmasi di Apotek No 1
2 3
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat Pola penyakit dan kemampuan masyarakat Kemampuan dan budaya masyarakat Total
Pengadaan
53
Sediaan
29
Persentase (%) n = 35 83
5
14
1
3
35
100
Jumlah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan sediaan farmasi sebanyak 83% responden telah memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat; empat belas persen hanya memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat; sedangkan tiga persen hanya memperhatikan kemampuan dan budaya masyarakat. Selain itu ada juga metode yang sering digunakan dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu metode epidemiologi, metode konsumsi, metode kombinasi dan metode just in time. 1) Metode epidemiologi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi daloam masyarakat. 2) Metode konsumsi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data pengeluaran barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut dapat dikelompokkan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
54
dalam kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow moving (lambat beredar). 3) Metode kombinasi Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya 4) Metode just in time Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluwarsa yang pendek.
b. Pengadaan Permenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan barang berdasarkan perencanaan yang telah di buat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. Ada 3 macam pengadaan yang biasa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan pengadaan dalam jumlah terbatas, pengadaan secara berencana, dan pengadaan spekulatif.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
55
1) Pengadaan dalam jumlah terbatas Pengadaan dalam jumlah yang terbatas dimaksudkan apabila persediaan barang dalam hal ini adalah obat-obatan sudah menipis. Barang-barang yang dibeli hanyalah obat-obatan yang dibutuhkan saja, dalam waktu satu sampai dua minggu.Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besardan pertimbangan masalah biaya yang minimal. Namun perlu pula adanya pertimbangan pengadaan obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut ada di dalam kota dan selalu siap mengirimkan obat dalam waktu cepat. 2) Pengadaan secara berencana Pengadaan secara berencana adalah perencanaan pembelian obat berdasarkan penjualan perminggu atau perbulan. Sistem ini dilakukan pendataan obat-obat mana yang laku banyak dan tergantung pula pada kondisi cuaca, misalnya saat pergantian musim banyak orang yang menderita penyakit batuk dan pilek. Hasil pendataan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan prioritas pengadaan obat. Cara ini biasa dilakukan apabila supplier atau PBF berada di luar kota. 3) Pengadaan secara spekulatif Cara ini dilakukan apabila akan ada kenaikan harga serta bonus yang ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun resiko ini terkadang tidak sesuai dengan rencana, karena obat dapat rusak, apabila stok obat di gudang melapaui kebutuhan. Di sisi lain obat-
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
56
obatan yang mempunyai ED akan menyebabkan kerugian yang besar, namun apabila spekulasinya benar dapat mendatangkan keuntungan yang besar. Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (pasal 3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi) maupun ke apotek lain. Sediaan farmasi berupa golongan obat bebas dapat pula dibeli dari toko obat berijin/pedagang eceran obat. Semua pembelian harus dengan faktur pembelian resmi. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 6. Tabel XV. Sumber Perolehan Obat di Apotek Sumber perolehan obat
Jumlah
Persentase (%) n = 35
PBF, pabrik, apotek lain, toko obat, swalayan PBF, pabrik, apotek lain, toko obat
2
6
3
9
3
PBF, pabrik, toko obat
1
3
4
PBF, pabrik
2
6
5
PBF, apotek lain, toko obat, swalayan
6
16
6
PBF, apotek lain, toko obat
9
26
7
PBF, apotek lain, swalayan
2
6
8
PBF, apotek lain
8
22
9
PBF saja
2
6
35
100
No 1 2
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
57
Hasil penelitian didapatkan bahwa responden memperoleh obatobatan
melalui
jalur
resmi
sesuai
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 72%, sedangkan responden yang lain memperoleh obat-obatan dari jalur resmi dan jalur tidak resmi, misalnya swalayan.
c. Penyimpanan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Tabel XVI. Pemindahan isi obat ke wadah lain No
Pemindahan isi obat ke wadah lain
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
20
57
2
Tidak
15
4
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa 43% responden selalu menyimpan obat dalam wadah asli dari pabrik, sedangkan 57% responden pernah memindahkan isi obat ke wadah lain. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Pemindahan obat dari
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
58
wadah aslinya bertujuan untuk meningkatkan waktu pelayanan sehingga lebih efisien. Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel XVII berikut. Tabel XVII. Informasi yang disertakan pada wadah baru Informasi yang disertakan
Jumlah
Persentase (%) n = 20
Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa Nomor batch, tanggal kadaluwarsa Tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan
5
25
2
10
4
20
2
10
2
10
6
Tanggal kadaluwarsa
1
5
7
Aturan pakai, cara penyimpanan
2
10
8
Tidak ada informasi
2
10
20
100
No 1 2 3 4 5
Total
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sesuai
yang
tertera
dalam
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 55%, sedangkan 45% responden tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa seperti yang telah ditentukan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
59
juga
menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang penyimpan obat. Tabel XVIII. Ketersediaan tempat penyimpanan khusus Ketersediaan tempat penyimpanan khusus
No
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
34
97
2
Tidak
1
3
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa 97% apotek mempunyai tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 7, tempat penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika dan pasal 9, lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti serum dan vaksin. Adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan. Menurut Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 pasal 25, izin apotek dicabut apabila Apoteker tidak memenuhi kewajiban seperti yang dimaksud pasal 12 ayat 1 : “Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
60
yang keabsahannya terjamin” dan pasal 12 ayat 2 : ”Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat dipergunakan lagi atau dilarang dipergunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh menteri”.
d. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
100%
97% 83% 72%
50%
43%
0% Perencanaan, meliputi : pola penyakit, tingkat perekonomian masyarakat dan budaya masyarakat Pengadaan melalui jalur resmi Penyimpanan dalam wadah asli dari pabrik Informasi yang disertakan pada wadah baru, meliputi : nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
Gambar 5. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sebagian telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
61
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi perencanaan sebesar 83%, pengadaan melalui jalur resmi sebesar 72% dan penyertaan informasi pada wadah baru sebesar 97%. Namun demikian masih terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi penyimpanan dalam wadah asli pabrik sebesar 43% sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
4. Administrasi Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. a. Administrasi umum Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
1) Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XIX.
No
62
Penyertaan bukti/faktur pembelian dan mencatat setiap obat yang dibeli
Selalu disertai bukti atau faktur pembelian dan dicatat
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
35
100
2
Tidak
0
-
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%) selalu menyertakan bukti/faktur pembelian untuk setiap obat yang mereka pesan/beli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan
2) Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13 (d) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota penjualan. Tabel XX. Penyertaan Faktur/Nota Penjualan No
Dilengkapi faktur/nota penjualan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
20
57
2
Tidak
15
43
Total
35
100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan, sedangkan 43% responden tidak selalu
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
63
menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan. Tabel XXI. Pencatatan setiap penjualan dalam buku penjualan No
Pencatatan dalam buku penjualan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
33
94
2
Tidak
2
6
Total
35
100
Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 94% responden selalu mencatat setiap transaksi penjualan dalam buku penjualan, sedangkan enam persen responden tidak selalu mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi.
3) Pengeluaran narkotika dan psikotropika Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran narkotika.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXII. Pencatatan setiap psikotropika Dicatat dalam buku pencatatan
No
pengeluaran
narkotika
dan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
33
94
2
Tidak
2
6
35
100
Total
64
Hasil penelitian didapatkan bahwa 94% responden selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika. Sedangkan enam persen
responden
tidak
selalu
melakukan
pencatatan
setiap
pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika.
b. Administrasi pelayanan Administrasi
pelayanan
ini
meliputi
pengarsipan
resep,
pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 1) Pengarsipan resep Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 pasal 7 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
65
Tabel XXIII. Penyimpanan resep secara berurutan No
Selalu menyimpan resep secara berurutan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
35
100
2
Tidak
0
0
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%) selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep.
2) Medication record Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, medication record adalah pengarsipan catatan pengobatan pasien. Medication record berisi tentang data pribadi pasien (nama, usia, jenis kelamin, alamat), nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Catatan pengobatan setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care) Tabel XXIV. Pengisian medication record Pengisian medication record
No
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
16
46
2
Tidak
19
54
35
100
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
66
Hasil penelitian didapatkan bahwa 46% responden selalu melakukan pengisian medication record dan 54% responden tidak selalu melakukan pengisian medication record. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan pengisian medication record hanya dilakukan pada pasien tertentu, yaitu pasien yang lansia dan pasien dengan penyakit tertentu seperti cardiovascular, TBC, diabetes, asma dan penyakit kronis lainnya. Selain itu juga dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya manusia untuk melakukan pencatatan pengobatan setiap pasien.
3) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi 100%
100%
94%
100%
94%
57%
46%
50%
0% Pencatatan dan pengarsipan pembelian Penyertaan bukti/faktur penjualan Pencatatan penjualan Pencatatan narkotika dan psikotropika Pengarsipan resep Pelaksanaan pengisian medication record
Gambar 6. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian administrasi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
administrasi,
meliputi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
67
administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian (100%), penyertaan bukti/faktur penjualan (57%), pencatatan penjualan (94%), pencatatan narkotika dan psikotropika (94%), pengarsipan resep (100%), Namun demikian, masih terdapat kegiatan administrasi yang belum sepenuhnya dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi pengisian medication record (46%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan 1. Pelayanan resep Pelayanan resep meliputi skrining resep dan penyiapan obat. a. Skrining resep Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi terjadinya
medication
error.
Menurut
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang berusaha diminimalisir melalui skrining resep ini adalah dispensing error yang merupakan lingkup tanggung jawab farmasis. Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
68
1) Persyaratan administratif Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai persyaratan administrasi meliputi : a) nama,SIP dan alamat dokter b) tanggal penulisan resep c) tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien e) nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta f) cara pemakaian yang jelas g) informasi lainnya. Tabel XXV.
No
Skrining resep administratif
Persyaratan administrasi
mengenai
persyaratan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
33
94
2
Tidak
2
6
35
100
Total
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 94% responden selalu melakukan skrining resep mengenai persyaratan administrasi dan sebanyak 6% responden tidak selalu melakukan skrining resep mengenai persyaratan administrasi.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
69
2) Kesesuaian farmasetik Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Tabel XXVI. Skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik No
Kesesuaian farmasetik
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian. Bentuk sediaan, dosis,potensi, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Bentuk sediaan, dosis,potensi, cara dan lama pemberian. Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian. Bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Bentuk sediaan, dosis, cara dan lama pemberian. Bentuk sediaan, potensi, cara dan lama pemberian. Dosis,potensi, cara dan lama pemberian.
21
60
1
3
1
3
3
8
1
3
1
3
3
8
1
3
2
6
Tidak melakukan
1
3
35
100
2
3
4
5 6
7 8 9 10
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
70
Hasil penelitian didapatkan bahwa bahwa enam puluh persen responden telah melakukan skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, sedangkan 37% responden belum melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik secara menyeluruh, termasuk tiga persen sama sekali tidak melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik sehingga kemungkinan terjadinya medication error masih relatif besar.
3) Pertimbangan klinis Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai pertimbangan klinis meliputi : alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi dan jumlah obat. Hasil penelitian didapatkan bahwa enam puluh persen responden telah melakukan skrining resep tentang pertimbangan klinis yang meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat sesuai dengan
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004,
sedangkan sebanyak empat puluh persen responden hanya melakukan sebagian skrining resep sehingga kemungkinan terjadinya medication error relatif besar.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
71
Tabel XXVII. Skrining resep mengenai pertimbangan klinis No
Pertimbangan klinis
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi dan jumlah obat Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan durasi obat Alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat Alergi, efek samping, dosis, durasi dan jumlah obat Alergi, interaksi, durasi dan jumlah obat
21
60
4
11
1
3
1
3
3
8
1
3
Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat Efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat
1
3
1
3
9
Efek samping, dosis, durasi dan jumlah obat
1
3
10
Efek samping, dosis dan jumlah obat
1
3
35
100
2
3
4
5
6 7
8
Total
4) Konsultasi dengan dokter penulis resep Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
72
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah
pemberitahuan.
Hal
ini
bertujuan
untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 13, dinyatakan bahwa setiap Apoteker harus mempergunakan
setiap
kesempatan
untuk
membangun
dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai, dan menghormati sejawat petugas kesehatan. Sehingga konsultasi dengan dokter penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Tabel XXVIII.
No
Konsultasi dengan dokter apabila ketidakjelasan dalam penulisan resep
Konsultasi dengan dokter penulis resep
ada
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
29
83
2
Tidak
6
17
35
100
Total
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebanyak 83% responden selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep dan sebanyak 17% responden tidak selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
73
5) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep 100.00%
94% 83% 60%
60%
50.00%
0.00% Persyaratan administratif Kesesuaian farmasetik Pertimbangan klinis Konsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 7. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian skrining resep Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang pelayanan bagian skrining resep telah dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining resep yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi skrining resep persyaratan administratif (94%), skrining resep kesesuaian farmasetik (60%), skrining resep pertimbangan klinis (60%) dan konsultasi dengan dokter penulis resep (83%).
b. Penyiapan obat 1) Etiket Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menebutkan bahwa etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat menyebabkan terjadinya medication error karena pasien salah
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
74
membaca/mengartikan apa yang tertulis di etiket, karena itulah maka etiket harus jelas dan dapat dibaca Kepmenkes No. 280 tahun 1981 pasal 11 menyatakan bahwa obat yang diserahkan atas dasar resep,. harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan warna biru untuk obat luar. Pada etiket, harus dicantumkan : a) nama dan alamat apotek b) nama dan nomor Surat Izin Pengelolaan Apotek Apoteker Pengelola Apotek c) nomor dan tanggal pembuatan d) nama pasien e) aturan pemakaian f) tanda lain yang diperlukan, misalnya : “Kocok dulu…”, “ tidak boleh diulang tanpa resep dokter” dan sebagainya. Tabel XXIX.
Keluhan tentang etiket oleh pasien
No
Keluhan dari mengenai etiket
1 2
Jumlah
Persentase (%) n = 35
Ya
6
17
Tidak
29
83
35
100
Total
pasien
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 83% responden belum pernah mendapatkan keluhan mengenai etiket dan 17% responden pernah mendapatkan keluhan mengenai etiket.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
75
2) Penyerahan Obat. Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Hal ini juga tertera pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan kefarmasian yang menyebutkan bahwa salah satu standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah memberikan pelayanan informasi obat dan memberikan konsultasi obat. Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban apoteker adalah memberikan informasi mengenai obat kepada pasien sehingga apoteker sebaiknya selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien agar dapat menjalankan kewajiban tersebut. Tabel XXX.
Pengecekan resep sebelum diserahkan ke pasien
Pengecekan sebelum diserahkan ke pasien
No
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
35
100
2
Tidak
0
0
35
100
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
76
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%) selalu melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien. Pemeriksaan akhir (medication review) dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
medication
error
terutama
dispensing
error
yang
merupakan tanggung jawab pihak farmasis. Tabel XXXI.
No
Apoteker selalu terlibat penyerahan obat ke pasien
Apoteker selalu terlibat dalam penyerahan obat
langsung
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
20
57.
2
Tidak
15
43
35
100
Total
dalam
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien dan 43% responden tidak selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya untuk memberikan informasi kepada pasien.
3) Informasi obat Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat,
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
77
cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Tabel XXXII. Informasi obat yang diberikan apoteker No
1
2
3
4
5
6
7 8
Informasi obat yang diberikan cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan, minuman dan aktivitas yang harus dihindari. cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari. cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan dan aktivitas yang harus dihindari. cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat dan jangka waktu pengobatan cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, dan aktivitas yang harus dihindari. cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari cara pemakaian obat dan jangka waktu pengobatan Tidak ada informasi Total
Jumlah
Persentase (%) n = 35
20
57
4
11
2
5
3
8
1
3
1
3
3
8
1
3
35
100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden telah memberikan informasi kepada pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
78
1027/MENKES/SK/IX/2004 yaitu meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan aktivitas yang harus dihindari. Sedangkan 43% responden belum memberikan informasi secara menyeluruh kepada
pasien
sesuai
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004. Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh apoteker karena melalui pemberian informasi apoteker dapat meminimalisasi terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada saat pasien mengkonsumsi obat.
4) Konseling Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah
yang
sistematik
antara
apoteker
dan
pasien
untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXXIII. No
79
Ketersediaan jam konseling setiap hari di apotek
Jam konseling bagi pasien
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
32
91
2
Tidak
3
9
35
100
Total
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebanyak 91% responden telah menyediakan jam konseling bagi pasien setiap hari dan sembilan persen responden tidak menyediakan jam konseling bagi pasien setiap hari. Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Tabel XXXIV.
Konseling secara berkelanjutan
Konseling secara berkelanjutan
No
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
21
60
2
Tidak
14
40
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa enam puluh persen responden memberikan konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya. Sedangkan empat puluh persen rersponden tidak
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
80
memberikan konseling secara berkelanjutan. Konseling berkelanjutan sangat penting bagi proses penyembuhan, dikarenakan penyakit yang disebutkan di atas membutuhkan jangka waktu pengobatan yang lama untuk dapat sembuh. Selain itu juga meningkatkan kepatuhan pasien untuk meminum obat yang telah diberikan. 5) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian penyiapan obat 100%
100.00%
91%
83% 57%
57%
60%
50.00%
0.00% Etiket jelas dan dapat dibaca Pengecekan resep sebelum diserahkan Keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat Informasi obat, meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari Jam konseling setiap hari Konseling secara berkelanjutan
Gambar 8. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian penyiapan obat Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
81
persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi penulisan etiket yang jelas dan dapat dibaca (83%), pengecekan resep sebelum diserahkan kepada pasien (100%), keterlibatan apoteker secara langsung dalam penyerahan obat (57%), pemberian informasi oleh apoteker kepada pasien (57%), adanya jam konseling setiap hari (91%), dan adanya konseling secara berkelanjutan (60%). 2. Promosi dan edukasi Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya. Tabel XXXV. Diseminasi informasi kesehatan No
Diseminasi informasi kesehatan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
9
26
2
Tidak
26
74
35
100
Total
Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa 26% responden pernah melakukan diseminasi (penyebaran) informasi kesehatan dan 74% responden tidak pernah melakukan diseminasi (penyebaran) informasi kesehatan. Promosi dan edukasi yang berupa diseminasi informasi kesehatan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
82
3. Pelayanan residensial (Home Care) Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian
yang
bersifat
kunjungan
rumah
(pelayanan
residensial), khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) Tindak lanjut terapi merupakan salah satu bentuk perhatian yang seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker. Tindak lanjut terapi dengan kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon akan sangat banyak membantu pasien, terutama bagi pasien lansia atau pasien yang karena penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk datang dan melakukan konseling secara langsung ke apotek. Tabel XXXVI. Tindak lanjut terapi No
Melakukan tindak lanjut terapi
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
12
34.
2
Tidak
23
66
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa 34% responden melakukan tindak lanjut terapi, misalnya dengan mengunjungi pasien atau komunikasi melalui telepon untuk memantau keadaan pasien. Sedangkan 66% responden tidak melakukan tindak lanjut terapi. Pelayanan residensial yang dilakukan dengan tindak lanjut terapi belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, yaitu yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
83
memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa responden merasa kesulitan dalam melakukan tindak lanjut terapi dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya manusia. Selain itu pasien juga tidak selalu menggunakan jasa apotek yang bersangkutan.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan ada tiga indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan yaitu tingkat kepuasan konsumen, dimensi waktu dan prosedur tetap 1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket atau wawancara langsung. Tabel XXXVII. Survey tingkat kepuasan konsumen No
Survey tingkat kepuasan konsumen
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
9
26
2
Tidak
26
74
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa 26% responden pernah melakukan survey tentang tingkat kepuasan konsumen. Sedangkan 74% responden belum pernah melakukan survey tentang kepuasan konsumen. Survey ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat pasien/pengunjung apotek mengenai kinerja di apotek dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi oleh APA agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di apotek
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
mereka.
Survey
yang
dimaksud
dalam
Kepmenkes
RI
84
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 dapat berupa angket atau wawancara langsung. Tabel XXXVIII. Bentuk survey No
Bentuk survey
Jumlah
Persentase (%) n=9
1
Angket dan wawancara
2
22
2
Angket
1
11
3
Wawancara
6
67
9
100
Total
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden yang pernah melakukan survey tersebut, 22% responden diantaranya melakukan survey dengan angket dan wawancara, 11% responden melakukan survey dengan angket dan 67% responden melakukan survey dengan wawancara.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan). Penetapan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien) bertujuan agar apoteker cepat tanggap dalam melayani pasien sehingga pasien tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan lama waktu untuk tiap pembuatan dan pengambilan setiap sediaan, misalnya salep, puyer, kapsul, sirup, baik dalam sediaan tunggal maupun campuran sehingga pasien mendapatkan kepastian waktu.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
85
Tabel XXXIX. Penetapan lama pelayanan No
Penetapan lama pelayanan
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
9
26
2
Tidak
26
74
35
100
Total
Hasil penelitian didapatkan bahwa 26% responden menetapkan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien) sedangkan 74% responden tidak menetapkan lama pelayanan per pasien.
3. Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa prosedur tetap ini antara lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai setiap saat, adanya pembagian tugas dan wewenang, memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek, dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru dan membantu proses audit. Tabel XXXX. Ketersediaan prosedur tetap No
Prosedur tetap
Jumlah
Persentase (%) n = 35
1
Ya
8
23
2
Tidak
27
77
35
100
Total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
86
Hasil penelitian didapatkan bahwa 23% apotek yang mempunyai prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien dan 77% sisanya tidak mempunyai prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien.
4. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang evaluasi mutu pelayanan 100.00%
50.00% 26%
26%
23%
0.00% Survey ingkat kepuasan konsumen
Waktu pelayanan per pasien
Prosedur tetap
Gambar 9. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang evaluasi mutu pelayanan Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang evaluasi mutu pelayanan belum sepenuhnya
dilaksanakan
dengan
baik
karena
memiliki
persentase
pelaksanaan di bawah 50%, yaitu untuk pelaksanaan survey tingkat kepuasan konsumen sebesar 26%, penetapan waktu pelayanan per pasien sebesar 26% dan penetapan prosedur tetap sebesar 23%, sehingga perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
87
E. Rangkuman Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul 100.00%
50.00%
0.00% 1
2
3
Pengelolaan sumber daya pengambilan keputusan di apotek (83%) Pengelolaan sumber daya papan petunjuk apotek (100%) Pengelolaan sumber daya penempatan produk yg terpisah (69%) Pengelolaan sumber daya ruang tunggu (100%) Pengelolaan sumber daya tempat display informasi (97%) Pengelolaan sumber daya ruang konseling tertutup (17%) Pengelolaan sumber daya ruang racikan (60%) Pengelolaan sumber daya keranjang sampah (86%) Pengelolaan sumber daya perencanaan (83%) Pengelolaan sumber daya pengadaan (72%) Pengelolaan sumber daya penyimpanan (43%) Pengelolaan sumber daya informasi pada wadah baru (97%) Pengelolaan sumber daya pencatatan&pengarsipan pembelian (100%) Pengelolaan sumber daya penyertaan bukti/faktur penjualan (57%) Pengelolaan sumber daya pencatatan penjualan (94%) Pengelolaan sumber daya pencatatan narkotika&psikotropika (94%) Pengelolaan sumber daya pengarsipan resep (100%) Pengelolaan sumber daya pengisian medication record (46%) Pelayanan persyaratan administratif (94%) Pelayanan kesesuaian farmasetik (60%) Pelayanan pertimbangan klinis (60%) Pelayanan konsultasi dengan dokter (83%) Pelayanan etiket jelas&dapat dibaca (83%) Pelayanan pengecekan resep sebelum diserahkan (100%) Pelayanan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (57%) Pelayanan informasi yg diberikan pada pasien (57%) Pelayanan jam konseling setiap hari (91%) Pelayanan konseling secara berkelanjutan (60%) Pelayanan diseminasi informasi kesehatan (26%) Pelayanan tindak lanjut terapi (34%) Evaluasi mutu pelayanan survey tingkat kepuasan konsumen (26%) Evaluasi mutu pelayanan waktu pelayanan per pasien (26%) Evaluasi mutu pelayanan prosedur tetap (23%)
Gambar 10. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
88
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian
di
Apotek
berdasarkan
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul karena masih terdapat persentase pelaksanaan yang di bawah 50% pada tiga parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Persentase pelaksanaan dibawah 50% pada bidang pengelolaan sumber daya meliputi ketersediaan ruang tertutup untuk konseling (17%), penyimpanan dalam wadah asli dari pabrik (43%) dan pengisian medication record (46%). Persentase pelaksanaan dibawah 50% pada bidang pelayanan meliputi diseminasi informasi kesehatan (26%) dan tindak lanjut terapi (34%). Persentase pelaksanaan di bawah 50% pada bidang evaluasi mutu pelayanan meliputi semua bagian yaitu survey tingkat kepuasan konsumen (26%), penetapan waktu pelayanan per pasien (26%) dan penetapan prosedur tetap (23%). Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang paling rendah tingkat pelaksanaannya berdasarkan tiga parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tersebut adalah bagian evaluasi mutu pelayanan, karena semua persentase pelaksanaannya masih di bawah 50% sehingga perlu perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan BPOM diharapkan melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi, untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
89
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul Berdasarkan Karakteristik Responden 1. Posisi Responden Di apotek, apoteker dapat bertugas sebagai : a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Setiap apotek harus ada satu APA dan seorang Apoteker hanya bisa menjadi APA di satu apotek saja. b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Menurut Kepmenkes No. 1332 tahun 2002, “Apabila APA berhalangan hadir pada jam buka apotek, maka harus harus menunjuk apoteker pendamping”. Apabila APA tidak bisa selalu ada di apotek selama jam buka apotek, maka apoteker pendamping ini dapat menggantikannya.
POSISI RESPONDEN 100.00%
75.5%
83.3% 66.0% 53.0%
50.00%
27.0% 0.0% 0.00% Apoteker Pengelola Apotek (n=32)
Apoteker Pendamping (n=3)
Pengelolaan Sumber Daya
Apoteker Pengelola Apotek (n=32)
Apoteker Pendamping (n=3)
Pelayanan
Apoteker Pengelola Apotek (n=32)
Apoteker Pendamping (n=3)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 11. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
POSISI RESPONDEN pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek
100.00%
penempatan produk yg terpisah ruang tunggu tempat display informasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada wadah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan
50.00%
pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan resep pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien
0.00%
jam konseling setiap hari
Apoteker Apoteker Apoteker Apoteker Apoteker Apoteker Pengelola Apotek Pendamping (n=3) Pengelola Apotek Pendamping (n=3) Pengelola Apotek Pendamping (n=3) (n=32) (n=32) (n=32) Pengelolaan Sumber Daya
Pelayanan
Evaluasi Mutu Pelayanan
konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen waktu pelayanan per pasien prosedur tetap
Gambar 12. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden
90
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
91
Gambaran di atas, dapat kita lihat adanya hubungan antara posisi responden dengan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Perbandingan yang terlihat pada gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping lebih baik dibandingkan Apoteker Pengelola Apotek pada bidang pengelolaan sumber daya karena mempunyai persentase rata-rata yang lebih tinggi. Namun Apoteker Pendamping mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (0%), sedangkan Apoteker Pengelola Apoteker juga mempunyai kekurangan dalam hal adanya ruang konseling tertutup (16%) dan pengisian medication record (44%). Bidang pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek lebih baik dibandingkan Apoteker Pendamping karena mempunyai persentase rata-rata yang lebih tinggi. Bidang pelayanan, Apoteker Pengelola Apotek masih mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (25%) dan tindak lanjut terapi (35%) Sedangkan Apoteker Pendamping mempunyai kekurangan dalam hal informasi yang diberikan kepada pasien (0%), diseminasi informasi kesehatan (0%) dan tindak lanjut terapi (0%). Bidang evaluasi mutu pelayanan, Apoteker Pengelola Apotek mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (28%), penetapan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
92
waktu pelayanan per pasien (28%) dan penetapan prosedur tetap (25%). Sedangkan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan oleh Apoteker Pendamping sebesar 0%.
1. Usia Responden Menurut penelitian yang dilakukan oleh Havard Growth Study, proses pertumbuhan dan perkembangan intelegensi diawali pada usia remaja dan mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Pada usia tersebut seseorang mampu berfikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik mengenai kejadiankejadian tertentu dan dapat memahami prinsip abstrak yang berlaku (Azwar, 1999).
USIA RESPONDEN 100.00% 77.4%
79.6%
77.8% 67.0%
67.0% 58.0%
50.00% 28.7%
11.0% 0.0%
0.00% 21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6)
> 50 (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya
21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6) Pelayanan
> 50 (n=1)
21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6)
> 50 (n=1)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 13. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia responden
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek
USIA RESPONDEN
penempatan produk yg terpisah ruang tunggu tempat display informasi
100.00%
ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika
50.00%
pengarsipan resep pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan
0.00%
diseminasi informasi kesehatan
21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6)
> 50 (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya
21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6) > 50 (n=1) Pelayanan
21 s.d. 35 (n=28)
35 sd 50 (n=6) > 50 (n=1)
Evaluasi Mutu Pelayanan
tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasien prosedur tetap
Gambar 14. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia respoden
93
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
94
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang berusia 35-50 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang berusia 21-35 tahun dan lebih dari 50 tahun. Namun responden dengan usia 36-50 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (17%), informasi pada wadah baru (33%), dan pengisian medication record (33%). Sedangkan responden yang berusia 21-35 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ruang konseling tertutup (18%). Responden dengan usia lebih dari 50 tahun mempunyai persentase 0%
dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup, ruang
racikan, perencanaan, pengadaan dan pengisian medication record. Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang berusia 21-35 tahun dan 36-50 tahun lebih baik dibandingkan oleh responden yang berusia di atas 50 tahun, dikarenakan mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi. Responden yang berusia 21-35 tahun mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (25%) dan tindak lanjut terapi (38%), sedangkan responden yang berusia 36-50 tahun mempunyai kekurangan dalam hal informasi yang diberikan pada pasien (33%) diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak lanjut terapi (33%). Responden dengan usia lebih dari 50 tahun mempunyai persentase 0% dalam hal kesesuaian farmasetik, pertimbangan klinis, keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, konseling secara berkelanjutan, tindak lanjut terapi.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
95
Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang berusia 21-35 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang berusia 36-50 tahun dan lebih dari 50 tahun, walaupun persentase pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang berusia 21-35 tahun mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (32%), penetapan waktu pelayanan per pasien (25%) dan penetapan prosedur tetap (29%). Sedangkan pada responden dengan usia 36-50 tahun mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (0%), penetapan waktu pelayanan per pasien (33%) dan penetapan prosedur tetap (0%). Responden dengan usia di atas 50% mempunyai persentase 0% pada bidang evaluasi mutu pelayanan.
1. Pengalaman bekerja sebagai apoteker di apotek
PENGALAMAN KERJA 100.0% 100.00%
76.8%
74.4%
77.1% 65.0%
69.0%
68.0% 58.0%
50.00% 33.3%
31.7% 17.0%
12.5%
0.00% < 1 th (n=6)
1~5 th (n=20)
6~10 th (n=8)
>10 th (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya
< 1 th (n=6)
1~5 th (n=20)
6~10 th (n=8)
Pelayanan
>10 th (n=1)
< 1 th (n=6)
1~5 th (n=20)
6~10 th (n=8)
>10 th (n=1)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 15. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggu tempat display informasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada wadah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan resep pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi < 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1) < 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1) < 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1) survey tingkat kepuasan konsumen waktu pelayanan per pasien Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan prosedur tetap
PENGALAMAN RESPONDEN
100%
50%
0%
Gambar 16. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden
96
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
97
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang mempunyai pengalaman lebih dari 10 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pengalaman kurang dari 1 tahun, 1-5 tahun dan 6-10 tahun. Responden dengan pengalaman kurang dari 1 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (17%), informasi pada wadah baru (33%), dan penyertaan bukti atau faktur penjualan (33%). Responden dengan pengalaman 1-5 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ruang konseling tertutup (15%), informasi pada wadah baru (35%) dan pengisian medication record (45%). Sedangkan responden dengan pengalaman 6-10 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (12,5%), informasi pada wadah baru (0%) dan pengisian medication record (25%). Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pengalaman lebih dari 1-5 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pengalaman kurang dari 1 tahun, 6-10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Namun responden dengan pengalaman 1-5 tahun mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (25%) dan tindak lanjut terapi (40%). Responden dengan pengalaman kurang dari 1 tahun mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak lanjut terapi (0%). Responden dengan pengalaman 6-10 tahun mempunyai kekurangan dalam hal skrining resep bagian kesesuaian
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
98
farmasetik (37,5%) dan pertimbangan klinis (25%), serta diseminasi informasi kesehatan (37,5%). Sedangkan responden dengan pengalaman lebih dari 10 tahun mempunyai persentase 0% dalam hal etiket yang jelas dan dapat dibaca, keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, informasi yang diberikan pada pasien, diseminasi informasi kesehatan dan tindak lanjut terapi. Bidang evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pengalaman lebih dari 10 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pengalaman kurang dari 1 tahun, 1-5 tahun dan 6-10 tahun. Namun responden dengan pengalaman lebih dari 10 tahun mempunyai persentase 0% dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen dan prosedur tetap. Responden dengan pengalaman kurang dari 1 tahun mempunyai persentase 17% pada semua bidang evaluasi mutu pelayanan. Responden dengan pengalaman 1-5 tahun mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (40%), waktu pelayanan per pasien (25%) dan prosedur tetap (30%). Sedangkan responden dengan pengalaman dari 610 tahun mempunyai persentase 0% dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen, serta waktu pelayanan per pasien (25%) dan prosedur tetap (12,5%).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
99
1. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Menurut Surat Kepmenkes RI Nomor 831/Ph/64/b apotek-apotek yang didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja penuh (full-time). ADANYA PEKERJAAN LAIN 100.00%
78.3%
78.5% 68.0%
67.0%
50.00%
21.0%
26.3%
0.00% ya (n=11)
tidak (n=24)
Pengelolaan Sumber Daya
ya (n=11)
tidak (n=24)
Pelayanan
ya (n=11)
tidak (n=24)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 17. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang besar dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian antara responden yang mempunyai pekerjaan lain selain sebagai apoteker dan responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain. Ada ataupun tidak suatu pekerjaan lain seharusnya tidak mengganggu pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian, dikarenakan responden sebagai apoteker harus profesional dalam mengelola suatu apotek sesuai yang tertera dalam Permenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
pengambilan keputusan di apotek
PEKERJAAN LAIN
papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggu tempat display informasi
100.00%
ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan resep
50.00%
pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan
0.00%
tindak lanjut terapi
ya (n=11)
tidak (n=24)
Pengelolaan Sumber Daya
ya (n=112)
tidak (n=24)
Pelayanan
ya (n=11)
tidak (n=24)
Evaluasi Mutu Pelayanan
survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasien prosedur tetap
Gambar 18. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden
100
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
101
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pekerjaan lain. Namun respondenyang tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (25%) dan pengisian medication record (46%). Sedangkan responden mempunyai pekerjaan lain mempunyai persentase 0% dalam hal ruang konseling tertutup. Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pekerjaan lain mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain. Responden yang mempunyai pekerjaan lain mempunyai kekurangan dalam hal keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (45%), diseminasi informasi kesehatan (45%) dan tindak lanjut terapi (45%). Sedangkan responden yang berusia tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak lanjut terapi (29%). Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden
yang
mempunyai
pekerjaan
lain,
walaupun
persentase
pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (17%), penetapan waktu pelayanan per pasien (33%) dan penetapan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
102
prosedur tetap (29%). Sedangkan pada responden yang mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (45%), penetapan waktu pelayanan per pasien (9%) dan prosedur tetap (9%).
1. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, waktu kerja dalam seminggu adalah 40 (empat puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja. Responden yang bekerja enam sampai tujuh hari setiap minggu secara keseluruhan mempunyai rata-rata persentase pelaksanaan yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja hanya tiga sampai lima hari, seperti yang terlihat pada gambar berikut.
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU 100.00% 76.7%
78.9% 69.7% 53.3%
50.00% 29.0%
0.0% 0.00% 3 sd 5 hari (n=5)
6 sd 7 hari (n=30)
Pengelolaan Sumber Daya
3 sd 5 hari (n=5)
6 sd 7 hari (n=30)
Pelayanan
3 sd 5 hari (n=5)
6 sd 7 hari (n=30)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 19. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT pengambilan keputusan di apotek
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU
papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggu
100%
tempat display inf ormasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan inf ormasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/f aktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan resep
50%
pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian f armasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat inf ormasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi inf ormasi kesehatan tindak lanjut terapi
0% 3 s d 5 hari (n=5)
6 s d 7 hari (n=30)
Pengelolaan Sum ber Daya
3 s d 5 hari (n=5)
6 s d 7 hari (n=30)
Pelayanan
3 s d 5 hari (n=5)
6 s d 7 hari (n=30)
Evaluas i Mutu Pelayanan
survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasien prosedur tetap
Gambar 20. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu
103
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
104
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu. Namun responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal ruang konseling tertutup (20%) dan pengisian medication record (47%). Sedangkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (0%), ruang racikan (20%) dan pengisian medication record (40%). Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai ratarata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu. Namun responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (27%) dan tindak lanjut terapi (40%). Sedangkan responden yang yang bekerja 3-5 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal skrining resep bagian kesesuaian farmasetik (40%) keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (0%), informasi yang diberikan pada pasien (40%), diseminasi informasi kesehatan (20%) dan tindak lanjut terapi (0%). Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden
yang
bekerja
3-5
hari
seminggu,
walaupun
persentase
pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang bekerja 6-7 hari seminggu
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
105
mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (30%), penetapan waktu pelayanan per pasien (30%) dan prosedur tetap (27%). Sedangkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu mempunyai persentase 0% dalam semua bagian evaluasi mutu pelayanan.
1. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam. Ketentuan tentang jam buka minimal suatu apotek diatur dalam Permenkes Nomor 244 tahun 1990 tentang Ketentuan dan Tatacara Perizinan Apotek ‘Apotek wajib melayani masyarakat minimal dari jam 08.00 s,d. 22.00’ Pada Permenkes No. 922 yang mencabut Permenkes tersebut tidak diatur lagi tentang ketentuan jam buka apotek, demikian juga di Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 maupun di Kepmenkes No. 1027 tahun 2004. Dalam Bab Penutup dari Permenkes dari Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 33 yang mencabut Permenkes tersebut di atas disebutkan bahwa “Semua ketentuan menteri tentang apotek lainnya yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkan peraturan ini masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dengan peraturan ini.” Oleh karena itu ketentuan tentang jam buka apotek minimal antara jam 08.0022.00 mestinya masih berlaku (Hartini dan Sulasmono, 2006). Jam buka apotek selama 14 jam tersebut setidaknya membutuhkan dua apoteker setiap harinya sesuai pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
pengambilan keputusan di apotek
WAKTU KERJA DALAM SATU HARI
papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggu
100%
tempat display informasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan resep
50%
pengisian medication record persyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi
0%
survey tingkat kepuasan konsumen
< 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19)
Pengelolaan Sumber Daya
< 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19) Pelayanan
< 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19)
Evaluasi Mutu Pelayanan
w aktu pelayanan per pasien prosedur tetap
Gambar 21. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek dalam sehari
106
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
107
Responden yang bekerja lebih dari enam jam setiap hari secara keseluruhan mempunyai rata-rata persentase pelaksanaan yang lebih tinggi di bandingkan responden yang kurang dari empat jam dan 4-6 setiap hari, seperti yang terlihat pada gambar berikut. WAKTU KERJA DALAM SATU HARI 100.00% 81.8% 69.4%
71.6%
71.0% 64.0% 58.0%
50.00% 31.7% 16.7%
16.7%
< 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12)
0.00% < 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12)
> 6 jam (n=19)
Pengelolaan Sumber Daya
< 4 jam (n=4)
4-6 jam (n=12) Pelayanan
> 6 jam (n=19)
> 6 jam (n=19)
Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 22. Rata-rata Pelaksanan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek dalam sehari
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6 jam setiap hari. Namun responden yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (21%). Responden yang bekerja kurang dari 4 jam setiap hari mempunyai persentase 0% dalam hal ruang konseling tertutup, informasi pada wadah baru
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
108
dan pengisian medication record. Sedangkan responden yang bekerja 4-6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (17%), ruang racikan (42%), informasi pada wadah baru (14%) dan penyertaan bukti atau faktur penjualan (42%). Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6 jam setiap hari. Namun responden yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (21%) dan tindak lanjut terapi (37%). Responden yang bekerja kurang dari 4 jam setiap hari mempunyai persentase 25 % dalam hal skrining resep bagian kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis, serta keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, konseling secara berkelanjutan dan tindak lanjut terapi. Responden yang bekerja 4-6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (42%), informasi yang diberikan pada pasien (42%) diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak lanjut terapi (37%). Bidang evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6 jam setiap hari. Namun responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
109
kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (26%), waktu pelayananan per pasien (37%) dan prosedur tetap (32%). Responden yang bekerja kurang dari 4 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (25%), waktu pelayananan per pasien (0%) dan prosedur tetap (25%). Sedangkan responden yang bekerja 4-6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (25%), waktu pelayanan per pasien (17%) dan prosedur tetap (8%).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Apoteker di apotek-apotek di Kabupaten Bantul belum sepenuhnya melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Namun pada bagian tertentu telah dilaksanakan sepenuhnya (100%) meliputi ketersediaan papan petunjuk apotek, ruang tunggu, pencatatan dan pengarsipan pembelian, pengarsipan resep dan pengecekan kesesuaian resep sebelum diserahkan. 2. Parameter dari Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah dilaksanakan dengan baik, cukup dan kurang secara berurutan adalah pengelolaan sumber daya (78%), pelayanan (67%) dan evaluasi mutu pelayanan (25%). 3. Karakteristik responden memberikan perbedaan dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul, terletak pada pengelolaan sumber daya dan pelayanan.
B. Saran 1. Dalam rangka menindak lanjuti hasil penelitian ini, diharapkan adanya respon positif dari pihak Departemen Kesehatan, ISFI dan Dinas Kesehatan
110
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
111
Kabupaten Bantul untuk mensosialisasikan pelaksanaan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/IX/2004
dengan
mengadakan
bimbingan
dan
pelatihan sehingga Apoteker di Kabupaten Bantul dapat mendapatkan persepsi dan
pemahaman
yang
sama
tentang
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/IX/2004. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan BPOM melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi. 3. Universitas sebagai lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam mempersiapkan calon apoteker mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian, terutama dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup, penyimpanan, diseminasi informasi kesehatan, tindak lanjut terapi dan evaluasi mutu pelayanan. 4. Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul perlu meningkatan kesadaran akan pentingnya pemahaman perundang-undangan terutama Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 5. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan dengan responden karyawan apotek maupun pengguna jasa apotek. 6. Perlu diadakannya wawancara pada penelitian selanjutnya, mengenai alasan responden untuk tiap jawaban yang diberikan sehingga dapat diketahui latar belakang pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
112
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1981, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1981, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1981, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/ PER/I/1981, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti da Izin Kerja Apoteker, Depkes RI, Jakarta
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
113
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Depkes RI, Jakarta Anonim , 2001, Draft Hasil Rapat Kerja Nasional I, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Semarang Anonim, 2002, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesua, Jakarta Harding, 1993, Sociology for Pharmacists; an Introduction, The Macmillan, London
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
114
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Isdaryadi, F. Wisnu., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11 Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105, PPM, Yogyakarta Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, 92, Rhieka Cipto, Jakarta Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 67-68, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Regziana, 2007, Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit), Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta Salim, P. dan Yenny Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi III, Modern English Press, Jakarta Sirait, M., 2001, Tiga Dimensi Farmasi: Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan dan Potensi Ekonomi, Institut Darma Mahardika, Jakarta Soedarsono, A.K., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember 2006, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta Sukmajati, M.A., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
115
Tobondo, 2000, Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta Wahyuni, B., 2005, Publik Tidak Boleh Ditipu Lagi, Ombudsman, No.II, 25
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
116
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Kepada Yth Apoteker Pengelola Apotek Kabupaten Bantul
Dengan hormat, Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian
di
Apotek
Berdasarkan
Kepmenkes
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Bantul”. Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiannya demi kepentingan ilmiah. Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Henricus Bangun Purwono NIM: 038114021
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
117
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN BANTUL
I.
Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar
No 1.
Pertanyaan Berapakah umur Anda?
Jawaban a. 21-35 tahun b. 36-50 tahun c. >50 tahun
2.
Apakah posisi Anda di apotek ?
a. APA b. Apoteker Pendamping c. Apoteker Pengganti
3.
Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
a. <1 tahun
Apoteker di apotek yang sekarang?
b. 1-5 tahun c. 6-10 tahun d. >10 tahun
4.
Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain?
a. Ya b. Tidak
5.
Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
a. <3 hari
dalam seminggu?
b. 3-5 hari c. 6-7 hari
6.
Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
a. <4 jam
dalam satu hari?
b. 4-6 jam c. >6 jam
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No
Pertanyaan
YA
Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat 1 papan yang tertulis kata apotek? 2
Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi pasien? a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan (misalnya obat-obat baru)?
3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk mendisplay
informasi
tersebut
(misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)? Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk 4 konseling bagi pasien? Apakah apotek Anda memiliki : 5
a. ruang racikan kering? b. ruang racikan basah? Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
6 tersedia untuk staf? Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang 7 tersedia untuk pasien? Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi Anda memperhatikan : 8
a. pola penyakit? b. kemampuan masyarakat? c. budaya masyarakat?
TIDAK
118
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan? a. PBF b. Pabrik farmasi c. Apotek lain 9
d. Toko obat e. Swalayan 2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu disertai bukti/faktur pembelian? 3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu dicatat dalam buku penerimaan? Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari
10
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum, vaksin)? 1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat dari wadah asli ke wadah lain? 2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan pada wadah baru tersebut?
11
a.Produsen (pabrik) b.Nomor batch c.Tanggal kadaluarsa d.Aturan pakai e.Cara penyimpanan Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang terpisah
12
dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat kontrasepsi, popok bayi)?
13
Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan
119
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
faktur atau nota penjualan? Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku 14 penjualan? Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika 15
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika? Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
16 tanggal dan nomor urut resep? 17
Apakah Anda selalu melakukan medication record?
IV. Kuesioner Tentang Pelayanan Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai No 18
Pertanyaan Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi : 1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF 2. KESESUAIAN FARMASETIK : a. Bentuk sediaan b. Dosis c. Potensi d. Stabilitas e. Inkompatibilitas f. Cara pemberian g. Lama pemberian 3. PERTIMBANGAN KLINIS : a. Alergi b. Efek samping c. Interaksi
YA
TIDAK
120
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
e. Durasi f. Jumlah obat Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan 19
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep? Apakah
20
anda
selalu
melakukan
pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien? Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
21 penyerahan obat kepada pasien? Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai: a. Cara pemakaian obat b. Cara penyimpanan obat 22 c. Jangka waktu pengobatan d. Makanan dan minuman yang harus dihindari e. Aktivitas yang harus dihindari Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai 23 etiket (tidak jelas/sulit dibaca)? Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup perencanaan, pegadaan dan penyimpanan sediaan 24 farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu berdasarkan persetujuan APA ? Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari 25 bagi pasien?
121
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit 26 tertentu
seperti
cardiovascular,
diabetes,
TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya? Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya 27
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau mengunjungi pasien)? Apakah
Anda
(penyebaran)
pernah
melakukan
diseminasi
informasi
kesehatan
(misalnya
28 penyebaran
brosur
dan
poster,
melakukan
penyuluhan)?
V. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai No
Pertanyaan 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
29 kepuasan konsumen? 2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa: a.Angket b.Wawancara Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu 30 pelayanan maksimal per pasien)? Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam 31 pelayanan pasien?
YA
TIDAK
122
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
123
124
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker LAFAL SUMPAH/JANJI APOTEKER PERATURAN PEMERINTAH NO.20 TAHUN 1962 TANGGAL 20 SEPTEMBER 1962
Pasal 1 (1) Sebelum
seorang
mengucapkan
apoteker
sumpah
melakukan
menurut
cara
jabatannya,
maka
ia
harus
agama yang dipeluknya, atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah” bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masingmasing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut : 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan; 2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker; 3. Sekalipun
diancam,
saya
tidak
akan
mempergunakan
pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan; 4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
125
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguhsungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial; 6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
126
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER/FARMASIS INDONESIA KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL XVII ISFI NO.007/KONGRES XVII/ISFI/2005 TANGGAL 18 JUNI 2005
Mukadimah Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu : BAB I Kewajiban Umum Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker. Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia. Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
127
Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani. BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Pasal 10 Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik. Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
128
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. BAB V Penutup Pasal 15 Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Jalur Distribusi Obat
JALUR JALURDISTRIBUSI DISTRIBUSIOBAT OBAT
INDUSTRI FARMASI
PBF/ DISTRIBUTOR
SUB-DISTRIBUTOR
APOTEK
INSTALASI FARMASI RS
RS TANPA INSTALASI FARMASI
OBAT KERAS
OBAT BEBAS
VAKSIN
TOKO OBAT BERIJIN
130
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
131
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
132
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
133
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
134
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
135
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI