PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Antonia Rusiatin NIM:101124035
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan skripsi ini kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang selalu menjadi tujuan hidupku. Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS), khususnya para Suster SSpS Provinsi Jawa yang telah memberi kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk menjalani perutusan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menginspirasi penulis, teman-teman seangkatan 2010 dan kepada siapa saja yang telah membantu penulis dengan doa dan dukungan yang begitu tulus dalam penyusunan skripsi ini dengan caranya masing-masing.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO “ Sebab pada-Mulah sumber kehidupan, dalam terang-Mu kami melihat cahaya” (Mzm 36:10) “Dengan kesabaran dan susah payah aku terus bekerja dengan keinginan besar untuk maju, ya…maju...” (EG alinea 53)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Februari 2015 Penulis,
Antonia Rusiatin
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Antonia Rusiatin NIM
: 101124035
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul PENGHAYATAN STOLLENWERK
SPIRITUALITAS UNTUK
BEATA
MENINGKATKAN
MARIA KESETIAAN
HELENA HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta,10 Februari 2015 Yang menyatakan,
Antonia Rusiatin
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kesan pribadi tentang keprihatinan penulis akan situasi kehidupan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa pada saat ini yakni kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi sehingga kesediaan untuk terlibat dalam kesediaan yang ditawarkan oleh komunitas maupun paroki menjadi kurang diminati. Bahkan seminar, pendalaman, retret AJS tentang spiritualitas Beata Maria Helena yang memberikan kekuatan dan semangat serta sebagai warisan dari Co-Pendiri bagi para Suster Medior untuk menghayati hidup panggilannya seakan sebuah rutinitas belaka. Menanggapi situasi tersebut di atas penulis menggunakan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang makna spiritualitas dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena dalam hidup hariannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan membutuhkan spiritualitas Maria Helena sebagai kekuatan, semangat dalam menjalani tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Mereka mengikuti pendalaman, seminar, retret AJS (Arnold Janssen Spirituality) apabila Tim Pimpinan provinsi mengadakan kegiatan tersebut. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena. Walau demikian masih ada beberapa Suster yang mengikuti kegiatan tesebut hanya karena sebuah rutinitas belaka. Maka untuk menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, penulis mengusulkan program katekese model Shared Christian Praxis yang akan diberikan dalam bentuk serial rekoleksi sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap peningkatan kesetiaan dalam hidup membiara. Melalui program yang ditawarkan ini, para Suster Medior diharapkan semakin sadar untuk meningkatkan penghayatan mereka terhadap makna spiritualitas Maria Helena, misalnya mengikuti seminar, pendalaman, retret AJS dengan sepenuh hati sehingga dapat terlibat aktif selama kegiatan tersebut berlangsung. Dengan demikian mereka mampu menjadi Suster Medior yang semakin berkembang utuh secara rohani, intelektual maupun sosial dan Suster yang setia dalam hidup membiara.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
The title of this thesis is the APPRECIATION OF BLESSED MARIA HELENA STOLLENWERK SPIRITUALITY TO IMPROVE FIDELITY A MONASTIC LIFE THE MEDIOR SSpS SISTERS MARY MOTHER GOD JAVA PROVINCE. The thesis thesis was written based on the writer’s personal impression and concern about the life situation of the SSpS Medior Java province because at present the Medior Sisters have not really learned the meaning of spirituality of Blessed Maria Helena in their daily in life. This happened because of the jobs and activities entrusted by the congregation so that the willingness to engage in willingness offered by the community and parish become less attractive. Even seminars for deepening, AJS (Arnold Janssen Spirituality) retreats about the spirituality Blessed Maria Helena that provides power and vigor and as a legacy of co-faundation for the Medior sisters life to involve their calling are considered as mere routine. Responding to this situation, the writer used library research to obtain more information about the meaning of spirituality in improving the faith on monastic life for the Medior SSpS sisters to gain appreciation of the spirituality Blessed Maria Helena. The writer carried out a study by using the method of observation participative and interview that aimed to understand the extent to which the Medior sisters have grasped the meaning spirituality of Blessed Helena their daily life. The results of interviews data indicated that each of respondents said to have a need the of spirituality Maria Helena as a power, vigor in helping them do the work entrusted by the congregation. They joined seminars, AJS retreats if the team of provincial leaders hold these activities. The results of the study also shaved that the Medior sisters have grasped meaning spirituality Maria Helena. Nonetheless there are still some who participated in activities as a mere routine . Hence, as a follow up activity the writer suggests a catechetical program based on Shared Christian Praxis model which will be implemented in the form of a series of recollection as one effort in improving the Medior sisters SSpS appreciation on the fidelity in a monastic life .The program is offered through this. The Medior sisters are expected be aware of deepening the meaning of the spirituality Maria Helena, by participating in seminars, deepening, AJS retreat actively. Then, they are capable of being Medior sisters who which keep growing in a spiritual manner, intellectually and socially to be sisters faithful in a monastic life.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan limpah terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang telah menyertai, membimbing, menuntun dan menerangi penulis dengan rahmat serta kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK
UNTUK
MENINGKATKAN
KESETIAAN
HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan penemuan bahwa spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kesetiaan hidup membiara para
Suster Medior SSpS di
Provinsi Maria Bunda Allah Jawa. Melalui Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk sebagai Co-Pendiri Kongregasi para Suster Medior SSpS semakin menemukan kembali kesatuan hidupnya yang utuh dengan Allah, sesama, dan kesatuan antara penghayatan spiritualitas Maria Helena dan karya pelayanan dalam hidup hariannya untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Oleh karena itu antara penghayatan dan karya pelayanan dalam hidup harian terlebih berkaitan dengan kesetiaan hidup membiara merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Maksudnya adalah dengan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena menjadi kekuatan dalam karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara sedangkan karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara ialah buah dari penghayatan spiritualitas Maria Helena sehingga sebagai religius
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mereka tidak hanya berkembang dalam segi intelektualitasnya saja tetapi juga berkembang dalam aspek rohani dan sosialnya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai pada waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah mendampingi, membimbing dengan penuh kerelaan, kesabaran, dan kesetiaan serta memberikan dukungan dan perhatian lewat doa-doa sehingga memotivasi penulis untuk setia dan bertekun menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama sekaligus selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran mendampingi dan membimbing penulis, memberikan sumbangan pemikiran yang memperdalam penulis serta kritikan yang membangun sehingga memotivasi penulis menuangkan ide atau gagasan dalam seluruh penulisan skripsi ini. 2. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed, selaku dosen penguji kedua dan Kaprodi yang telah memberikan perhatian, dukungan dan semangat kepada penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini. 3. Bpk. P. Banyu Dewa HS, S.Ag.M.Si, selaku dosen ketiga yang telah mendukung, memberikan perhatian, membimbing, memotivasi dan semangat serta masukan pada penulisan skripsi ini. 4. Segenap Staf Dosen, Sekretariat dan seluruh karyawan Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini. 5. Tim Pimpinan Kongregasi SSpS yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menjalani studi di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Para Suster SSpS Medior di Komunitas Roh Kudus dan Budi Rahayu yang telah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan pemikiran yang memperkaya penulisan skripsi ini. 7. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat cinta, doa, perhatian dan dukungan selama ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya studi dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan demikian penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi para Suster Medior SSpS di Provinsi Jawa. Yogyakarta, 10 Februari 2015 Penulis
Antonia Rusiatin
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv MOTTO ....................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xvii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 10 C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 11 D. Manfaat Penulisan........................................................................... 11 E. Metode Penulisan ............................................................................ 12 F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12 BAB II. SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS ............................................................................... 15 A. Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS..... 15 1. Hakikat Spiritualitas.................................................................... 15 2. Spiritualitas menurut Kitab Suci ................................................. 21 3. Spiritualitas Kristiani .................................................................. 22 4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja .......................................... 24 B. Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk ............... 26 1. Latar Belakang Keluarga ............................................................ 26
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Panggilan menjadi Misionaris..................................................... 29 3. Penantian di Steyl ....................................................................... 36 4. Warisan Pendiri dan Kekhasan Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk................................................................................. 42 a. Ekaristi .................................................................................... 42 b. Membaca Kitab Suci Setiap Hari ........................................... 43 c. Penghormatan kepada Allah Tritunggal ................................. 43 d. Penghormatan kepada Roh Kudus ......................................... 43 e. Penghormatan kepada Hati Kudus ......................................... 44 5. Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk ...................................... 44 C. Gambaran Umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah ........................................................... 53 1. Sejarah Beridirinya Kongregasi .................................................. 53 2. Spiritualitas Kongregasi .............................................................. 58 3. Kharisma Kongregasi.................................................................. 60 4. Misi Kongregasi .......................................................................... 61 5. Keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda Allah ....................................................... 62 D. Kesetiaan ......................................................................................... 63 BAB III. PENGHAYATAN PARA SUSTER MEDIOR SSpS TERHADAP SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA ..................................................................... 68 A. Gambaran Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS ... 68 1. Macam-macam Kegiatan para Suster Medior SSpS .............. 70 a. Kegiatan Rohani ................................................................ 71 b. Kegiatan Komunitas .......................................................... 77 c. Kegiatan Sosial .................................................................. 78 2. Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk .. 79 a. Mendengarkan Allah ......................................................... 80 b. Doa kepada Allah .............................................................. 81
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c. Perjuangan dengan Allah ................................................... 81 B. Penelitian Penghayatan Spiritualitas Para Suster Medior Untuk meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ..................... 83 1. Desain Penelitian .................................................................... 83 a. Latar Belakang Penelitian .................................................. 83 b. Tujuan Penelitian ............................................................... 85 c. Jenis Penelitian .................................................................. 85 d. Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 86 e. Responden Penelitian......................................................... 86 f. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 87 g. Variabel Penelitian ............................................................ 87 h. Metode Pembahasan .......................................................... 89 2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Penghayatan Para Suster Medior SSpS Terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Untuk Meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ........................... 90 a. Laporan Penelitian ............................................................. 90 b. Pembahasan Penelitian ...................................................... 117 3. Kesimpulan Penelitian............................................................ 120 BAB IV. KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA TERHADAP PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK ........................... 122 A. Alasan Katekese Digunakan sebagai Usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior dalam Hidup Membiara ................................................................................. 124 B. Alasan Katekese Model Shared Christian Praxis Dipilih sebagai usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS dalam Hidup Membiara .......................... 125 C. Program Katekese .................................................................... 129
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Pemikiran Dasar Program Katekese .................................... 129 2. Usulan Tema Katekese ........................................................ 131 3. Rumusan Tema dan Tujuan ................................................. 132 4. Pelaksanaan Program Rekoleksi .......................................... 133 5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa....................................... 135 6. Contoh Persiapan Rekoleksi dengan pola Katekese Model Shared Christian Praxis ...................................................... 140 BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 154 A. Kesimpulan ............................................................................... 154 B. Saran ........................................................................................... 156 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 158 LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ................................................................ (1) Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara ............................................. (2) Lampiran 3 : Transkrip Hasil Wawancara dari setiap Responden ................ (5) Lampiran 4 : Bacaan Kitab Suci ................................................................... (29) Lampiran 5 : Lirik Lagu ................................................................................ (30)
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A.
Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambahkan dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Ef
: Efesus
Filp
: Filipi
Gal
: Galatia
Im
: Imamat
Kej
: Kejadian
Kol
: Kolose
Luk
: Lukas
Mat
: Matius
Mrk
: Markus
Rm
: Roma
Why
: Wahyu
Yoh
: Yohanes
1 Yoh
: 1 Yohanes
B. CT
SINGKATAN DOKUMEN GEREJA : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
KGK
: Katekismus Gereja Katolik
LG
: Lumen Gentium, Dokumen Konsili Vatikan II mengenai Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, 21 November 1964
C. Art
SINGKATAN LAINNYA : Artikel
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Cm. S.Sp.S: Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti (Kongregasi Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus) Dll
: Dan lain-lain
Dsb
: Dan sebagainya
Hal
: Halaman
IPPAK
: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
JPIC
: Justice, Peace and Integrity of Creation
Konst
: Konstitusi
LBI
: Lembaga Biblika Indonesia
MB
: Madah Bakti
No
: Nomor
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
Sbb
: Sebagai berikut
SCP
: Shared Christian Praxis
SSpS
: Servarum Spiritus Sancti (Suster Misi Abdi Roh Kudus)
SSpSAP
: Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua (Suster Misi Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi)
St
: Santo
SVD
: Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah)
AJS
: Arnold Janssen Spirituality (Spiritualitas Arnold Janssen)
WIB
: Waktu Indonesia Bagian Barat
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jika ingin mengenal dan sungguh mengerti seseorang, maka perlu melihat pada sejarah orang tersebut, melihat faktor-faktor dan situasi-situasi apa yang telah membantu dalam perkembangannya dan membuatnya sebagaimana adanya sekarang, bagaimana dia memahami dan mengungkapkan dirinya. Begitu pula dengan suatu negara dan kebudayaannya, hendaknya kita mempelajari perkembangan sejarahnya dan melihat pertumbuhannya maupun naik turun pengaruh-pengaruh dominan dari jaman dan abad yang berbeda. Yesus Memanggil Keduabelas Rasul (Luk 6:12-16). Dalam bacaan ini dapat dilihat bahwa Yesus memanggil duabelas rasul untuk melayani umat dengan mewartakan kabar gembira kepada semua orang. Demikian juga halnya Tuhan menganugerahkan rahmat panggilan kepada setiap orang. Salah satu diantaranya adalah panggilan sebagai seorang religius. Setiap orang yang terpanggil sebagai seorang religius haruslah memiliki semangat pelayanan, karena untuk karya pelayananlah mereka dipanggil. Setiap religius haruslah menyadari bahwa mereka adalah anggota dan bagian dari Gereja. Maka tugas para religius juga turut serta untuk ambil bagian dan ikut serta dalam mengembangkan tugas pelayanan Gereja. Oleh karena itu setiap religius sangat diharapkan dan seharusnya untuk menghidupi spiritualitas suatu lembaga ataupun tarekat yang dipilihnya dalam mengembangkan karya pelayanan bagi Gereja. Para Suster SSpS sebagai muridmurid perempuan yang dipanggil dan dipilih secara khusus oleh Allah untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
terlibat dalam misi perutusan Yesus di dunia, mengungkapkan iman mereka dengan terlibat dalam berbagai karya kerasulan/pelayanan. Para Suster Medior SSpS menanggapi panggilan Tuhan dengan berani dan rela untuk mewartakan kabar gembira dengan cara melayani dalam berbagai bidang karya kerasulan seperti kesehatan, pendidikan, sosial, pastoral, dan Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC). Para Suster Medior SSpS melaksanakan karya-karya kerasulan sebagai bukti tanda kehadiran Allah yang mendamaikan, membebaskan dan mempersatukan. Inilah cara penghayatan terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk saat ini untuk semakin meningkatkan kesetiaan para Suster Medior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (selanjutnya ditulis SSpS) dalam hidup membiara. Hal ini dipertegas dalam Konstitusi SSpS demikian: Kharisma dan Spiritualitas Tarekat SSpS: Panggilan missioner kita berakar dalam iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang hidup dalam hati kita. Secara pribadi maupun sebagai persekutuan, hendaklah kita memuliakan Allah Tritunggal dengan melaksanakan tugas apa pun, agar Dia dikenal dicintai serta dimuliakan oleh segala bangsa (Prolog Konstitusi: alinea pertama). Kharisma dan spiritualitas saling berkaitan dan saling menentukan. Kharisma dan spiritualitas suatu Tarekat Religius dapat ditinjau dengan memandang kembali kepada pendirinya, yang telah meletakkan dasar dan menandainya dengan ciri-ciri khas. Kewajiban yang pertama dan terutama dari suatu Tarekat Religius adalah tetap setia terhadap warisan rohani Bapa pendiri. Kharisma dan spiritualitasnya adalah dasar permanen dari eksistensinya dan sebagai jaminan untuk memelihara, merawat daya gunanya, serta mengembangkan sesuai dengan situasi jaman. Kharisma khusus Tarekat Religius yang didirikan Santo Arnoldus Janssen adalah mandat missioner sebagai hadiah dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
tugas. Sedangkan, spiritualitas SSpS pada intinya terarah pada Misteri Allah Tritunggal dan secara istimewa kepada Pribadi Roh Kudus. Bagi St Arnoldus Janssen, Allah adalah di atas segala-galanya, satu dalam tiga pribadi, Ia adalah cinta kasih. Sebagai cinta kasih, Ia adalah Satu dan Tritunggal. Allah ini bukan Allah yang jauh, melainkan Allah yang dekat, yang senang berada dan berdiam diantara manusia. Cinta Allah Tritunggal datang kepada manusia dan tinggal dalam hati mereka melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bdk. Roma 5:5). Semua anggota Kongregasi hendaknya mencintai dan menghormati Roh Kudus secara istimewa. Para Suster Medior SSpS sungguh-sungguh menyadari akan Roh Kudus yang hadir dalam setiap peristiwa. Suster Medior SSpS secara perlahan-lahan mengambil peran sebagai perpanjangan tangan Maria Helena Stollenwerk. Karena sifat keibuannya, kesetiaannya, kerendahan hatinya, para Suster mampu menciptakan suasana kerohanian dan manusiawi bagi kaum pemudi yang bergabung dengan Kongregasi SSpS. Para Suster Medior SSpS berusaha agar di dalam komunitas semangat kasih persaudaraan dirasakan oleh setiap anggota komunitas. Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk ditandai oleh hati yang lapang, oleh kehangatan dan cinta, dan oleh pengalaman akan Allah dalam lubuk hati yang terdalam. Penghormatan terhadap Roh Kudus dan Penghormatan terhadap Hati Terkudus Yesus merupakan isi kehidupan rohani Beata Maria Helena Stollenwerk. Cinta Allah yang menyentuhnya dalam penghormatan Hati Terkudus adalah yang mencinta dan yang manusiawi, Allah yang menunjukkan kepada kita hati-Nya dalam diri Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dekat dengan kita dalam diri Putera-Nya, yang dipahami dan dapat dilihat. Dia adalah Allah yang dapat kita lukai. Cinta Allah tidak lagi luar biasa tak terjangkau. Cinta itu menunjukkan corak kemanusiaannya dalam hati Yesus yang ditembus tombak. Hati-Nya ditembusi tombak pada salib, supaya cinta-Nya yang mengalir meluap untuk semua orang. Cinta sejati selalu bisa hidup dengan serba penderitaan. Tak ada cinta sejati tanpa penderitaan. Dalam memandang hati Yesus yang tertombak, Beata Maria Helena dapat membiarkan perasaannya berbicara, perasaan cinta keibuannya, kerendahan hatinya dan kesetiaannya yang tanpa pamrih dan yang penuh pengorbanan. Dan di dalamnya dia pun dapat mengalami Allah yang ramah dan penuh kasih, yang dekat dan penuh kebaikan (Grün, 18521900: 39). Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk sangat dipengaruhi oleh ekaristi. Hal ini tampak pertama-tama dalam penghormatannya terhadap ekaristi dan penerimaan komuni setiap hari. Dengan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk berarti juga bersatu dengan Allah dan dari pengalaman akan Allah di dalam batin secara pribadi setiap orang yang percaya dan memberi warna dan harapan pada-Nya memperoleh semangat, cinta, kekuatan, persaudaraan dalam melayani Tuhan dan sesama (Grün, 1852-1900: 41). Cinta dan penghormatannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus adalah unsur yang paling menonjol dalam spiritualitas Arnoldus Janssen sebagai pendiri Serikat Sabda Allah (SVD). Herman auf der Heide, seorang yang paling dekat dan terpercaya oleh Arnoldus Janssen, ketika menulis dalam album Pesta Perak: Arnoldus Janssen tidak ingin mendirikan kongregasi Suster-suster sampai jari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
tangan Allah menjadi jelas. Dan jari tangan Bapa telah menunjukkan diri kepada Arnoldus Janssen pada waktu beliau menyerahkan dirinya secara total dan tak bersyarat kepada Allah pada tanggal 3 Oktober 1887. Penyerahan kepada Roh Kudus ini menandai masuknya Arnoldus Janssen dalam tahap ketiga dan terakhir dari perkembangan hidup rohaninya. Hal ini menjadi akar dari spiritualitas SSpS sebagai Kongregasi misi. Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk merupakan dasar bagi pengungkapan iman. Iman tidak hanya diungkapkan lewat doa-doa dan tindakan serta perbuatan setiap hari, tetapi yang diutamakan adalah hubungan dengan Allah dan pengalaman akan Allah di dalam batin sendiri (Rehbein, 2000: 13). Para Suster Medior SSpS merupakan pilar Kongregasi. Semangat pelayanan, kesetiaan Beata Maria Helena menjadi semangat hidup para Suster Medior SSpS dalam setiap karya dan pelayanan mereka di mana dan ke manapun mereka diutus. Para Suster Medior SSpS berusaha untuk tetap setia dalam menghidupi spiritualitas dan semangat Beata Maria Helena, sehingga orang-orang yang mereka layani dapat merasakan kebaikan dan kasih Tuhan dalam hidup mereka. Orang-orang terpinggirkan dan tak berdaya yang mereka layani sungguhsungguh merasakan kehadiran Tuhan. Kesaksian hidup mereka yang penuh dengan kegembiraan, keramahan, kelemahlembutan, kerendahan hati, kesetiaan dan pelayanan yang tulus. Para Suster ini sungguh menyadari bahwa mereka adalah utusan Tuhan sendiri, maka mereka selalu berusaha untuk menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan hanyalah untuk Tuhan dan mereka juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
sangat mengandalkan Tuhan dan tergantung akan penyertaan serta bimbingan Tuhan dalam hidup mereka. Pada zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang canggih, mengakibatkan tantangan baru bagi manusia yakni dengan menawarkan pilihanpilihan yang cukup menarik. Akhirnya manusiapun terlena untuk memilih hidup serba instan, nyaman, dan praktis. Menghadapi tantangan zaman sekarang ini sangatlah sulit, akan tetapi panggilan sebagai religius haruslah tetap setia pada semangat para pendahulu khususnya pada semangat kesetiaan dan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. Menanggapi panggilan Tuhan berarti berani dan rela untuk mengabdi Tuhan sendiri dan menghadirkan-Nya dalam karya kerasulan. Maka para Suster Medior SSpS yang menjalankan karya kerasulan ini haruslah menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan ialah untuk Tuhan sendiri, sehingga para Suster Medior ini selalu mengkhususkan Tuhan dalam hidupnya. Sebagai seorang religius, meskipun dalam kesibukan apapun harus berani mengambil waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan. Berkomunikasi dengan Tuhan berarti mengisi hidup rohani dan menimba kembali kekuatan dari Tuhan. Dengan demikian setiap tindakan, tutur kata dan perbuatan mereka menjadi cerminan dan pancaran kasih Tuhan sendiri. Penelitian ini bertujuan membantu ke arah pentingnya penghayatan terhadap
spiritualitas
Beata Maria Helena
Stollenwerk untuk
semakin
meningkatkan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara. Keprihatinan tampak dan ditemui dalam komunitas-komunitas karya atau studi yang juga ada para Suster Medior. Para Suster Medior lebih kerasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
duduk berjam-jam di depan komputer atau laptop atau sibuk menangani masalahmasalah yang ada pada setiap karya atau untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya daripada duduk di depan tabernakel. Bahkan ada yang di depan komputer tetapi bukan untuk mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya, melainkan internetan, fb-an, twiter dan itu dapat membuatnya asyik sendiri dan melupakan lainnya, sehingga tidak mengherankan bila ada yang sering terlambat dalam mengikuti doa di komunitas. Alasan ada tamu, pekerjaan belum selesai sering dijadikan alasan ketidakhadirannya dalam kebersamaan di komunitas. Padahal SSpS sebagai kongregasi misi memiliki kekhasan pada hidup bersama dalam komunitas. Selain itu, kesetiaan dalam hidup rohani dalam komunitas kurang begitu dimaknai oleh para Suster Medior sehingga setiap hari dalam mengikuti kegiatan di komunitas, para Suster Medior cenderung mengikutinya bukan karena kesadaran pribadi namun hanya sebagai rutinitas dan demi aturan harian yang berlaku serta tuntutan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Dan kalaupun sempat untuk mengikuti kegiatan para Suster menjadi kurang konsentrasi dan inginnya cepat selesai supaya pergi dan melanjutkan tugasnya yang belum sempat terselesaikan. Dalam banyak hal secara perlahan para Suster mulai meninggalkan kebutuhan rohaninya. Kesetiaan dalam, doa, refleksi, makan bersama, rekreasi bersama dan sharing Kitab Suci menjadi kurang begitu diminati. Sebaliknya acara televisi seperti sinetron dan Kian Santan, Jodha, Mahabarata, Navya, yang terkenal dengan para pemainnya yang selalu menarik minat para Suster untuk terus mengikuti acara tersebut sampai selesai. Keprihatinan ini mengundang pertanyaan “Kapan ada waktu untuk mengisi diri dengan hal-hal rohani?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Para Suster sebagai pribadi yang dipercayai kongregasi untuk melaksanakan perutusan perlu mengintegrasikan antara hidup karya dan hidup rohaninya. Hidup rohani juga sangat penting bagi seorang religius terutama dalam zaman sekarang yang semakin banyak tantangan oleh berbagai persoalan hidup manusia. Apa artinya menjadi seorang religius yang hanya memiliki kekayaan pengetahuan/intelektual sementara itu miskin dalam hidup rohaninya, sehingga sebagai religius perlu mengintegrasikan antara hidup karya dengan hidup rohani. Hidup rohani itu sendiri dapat membentuk seseorang menjadi pribadi yang kuat, tangguh dan dewasa dalam iman, sehingga alangkah baiknya bila para Suster Medior menyadari identitas diri dan panggilannya sebagai seorang religius yang dipecaya oleh kongregasi, dengan demikian mereka mampu membuat prioritas dalam hidup dan panggilannya. Hidup rohani dapat ditingkatkan melalui Ekaristi dan berbagai kegiatan rohani lainnya seperti: meditasi, kontemplasi, refleksi, rekoleksi, retret, doa harian bersama, bacaan tata biara dan bacaanbacaan rohani lainnya. Seperti yang diteladankan oleh bapa Pendiri yaitu St Arnoldus Janssen dan Co-pendiri yakni Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata Yosepha Hendrina Stenmans, mereka adalah pribadi-pribadi yang setia, pendoa dan rendah hati. Arnoldus Janssen, dalam usaha mendirikan ketiga Kongregasi (SVD, SSpS dan SSpS-AP), menjadikan Yesus yang hadir dalam Ekaristi sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan yang ia hadapi. Siang malam, ia berdoa tiada henti-hentinya di depan Sakramen Mahakudus karena ia mempercayai Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus akan membantunya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
dalam usaha pendirian ketiga Kongregasi tersebut. Begitu juga Co-pendiri: Beata Maria Helena dan Beata Hendrina, mereka menghormati dan berbakti kepada Ekaristi secara istimewa. Setiap hari, bila waktu mengizinkan mereka dapat berlutut lama di dalam kapela, penuh kesalehan. Penghormatan yang sama mereka nyatakan terhadap perayaan Misa Kudus setiap hari (Stegmaier, 2000:31-32). Teladan hidup yang dicerminkan oleh Bapa Pendiri St Arnoldus Janssen dan kedua rekan pendiri yaitu Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata Yosepha Stenmans seharusnya menjadi teladan bagi para Suster Medior dalam menjalani panggilannya sebagai seorang religius medior di zaman yang serba canggih dan modern ini. Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini memang ada para Suster Medior yang sungguh menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan menjadikan spiritualitas sebagai kekuatan dalam menjalani panggilannya sebagai seorang religius, tetapi juga ada yang merasa biasa-biasa saja terhadap penghayatan spiritualitas, sehingga ia menghayati spiritualitas karena rutinitas saja. Dari keprihatinan di atas penulis menemukan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan guna meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang spiritualitas Maria Helena Stollenwerk dan penghayatannya demi perkembangan hidup rohani dengan melaksanakan program katekese model Shared Christian Praxis. Isi rekoleksi bertolak dari realitas hidup para Suster yang direfleksikan dalam terang Sabda Allah dengan memakai dinamika yang disebut dinamika bunga teratai. Menurut penulis program rekoleksi ini sangat efektif untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Dengan melihat kenyataan di atas, maka penulis memilih judul skripsi: PENGHAYATAN STOLLENWERK
SPIRITUALITAS UNTUK
BEATA
MENINGKATKAN
MARIA KESETIAAN
HELENA HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Melihat dan menemui situasi di atas, penulis terdorong dan berharap melalui pemaparan skripsi ini para Suster Medior semakin memahami dan menghayati Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi meningkatkan kesetiaan hidup membiara.
B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Spiritualitas Beata Maria Helena Stolenwerk dan kesetiaan dalam hidup membiara? 2. Bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam membantu para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara? 3. Usaha-usaha apa yang dilakukan para Suster Medior SSpS dalam penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk dapat meningkatkan kesetiaan hidup membiara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Menguraikan pengertian Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara? 2. Mengetahui bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk terhadap kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS. 3. Memberikan sumbangan pemahaman Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yang dapat semakin meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara.
D. Manfaat Penulisan Hasil penulisan ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi: 1. Bagi Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) a. Memberi sumbangan bagi Kongregasi SSpS dalam membantu para Suster Medior SSpS untuk memahami arti dan makna dari spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. b. Membantu Kongregasi dalam memberi perhatian kepada para Suster Medior SSpS dalam hal meningkatkan kesetiaannya. 2. Bagi penulis a. Memperkaya pengetahuan dan wawasan penulis tentang Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
b. Menambah pemahaman penulis tentang Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk.
E. Metode Penulisan Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode deskriptif analisis dan kualitatif. Artinya
penulis memaparkan gambaran umum makna
spiritualitas. Penulis juga memaparkan gambaran para Suster Medior SSpS dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi perkembangan kesetiaan dalam hidup membiara. Penulisan disertai penelitian kualitatif melalui wawancara dengan para Suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa dengan panduan pertanyaan penuntun guna memperoleh gambaran nyata tentang “Bagaimana penghayatan terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stolenwerk dapat semakin meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.”
F. Sistematika Penulisan Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini: BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II menguraikan kajian pustaka mengenai spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Dalam bab ini, akan dipaparkan tentang spiritualitas dan kesetiaan hidup membiara yang terdiri dari: hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua mengenai gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi: latar belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. Bagian ketiga mengenai gambaran umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah. Dalam bagian ini penulis mengemukakan sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda Allah. Bagian keempat mengenai kesetiaan. BAB III berisi penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Dalam hal ini, penulis menguraikan gambaran penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS Yang terdiri dari: macam-macam kegiatan para Suster Medior SSpS, dan Bagian kedua mengenai penelitian penghayatan spiritualitas para Suster Medior untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara yang meliputi: desain penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian tentang penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara, kesimpulan penelitian. BAB IV berisi tanggapan terhadap hasil penelitian berupa sumbangan pemikiran yang berbentuk katekese model Shared Christian Praxis (SCP)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
sebagai usaha untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah terhadap penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yang mencakup: alasan katekese digunakan sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior dalam hidup membiara, alasan katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) dipilih sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara, program katekese. BAB V: Sebagai bab terakhir dari penulisan ini, adalah bab penutup. Bagian ini berisikan kesimpulan mengenai isi penulisan dan usul-saran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
BAB II SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS
Dalam spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS ini akan diuraikan dalam empat bagian. Bagian pertama menguraikan tentang spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan dan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS yang meliputi hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua diuraikan tentang gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi: latar belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. Bagian ketiga menjelaskan tentang gambaran umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah yang meliputi: sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah. Bagian keempat menguraikan tentang kesetiaan.
A. Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS 1. Hakikat Spiritualitas Dewasa ini “spiritualitas” merupakan sebuah istilah yang sangat popular khususnya di kalangan orang Kristen bahkan kita sudah biasa mendengar kata
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Spiritualitas. Kata Spiritualitas mempunyai pengertian yang cukup banyak dan sekaligus mengandung arti yang sangat kaya meskipun berbeda. Berikut ini akan dibahas pengertian dari masing-masing istilah tersebut. Spiritualitas berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti roh, jiwa, semangat. Dalam arti sebenarnya, spiritualitas berarti hidup yang berdasarkan pada pengaruh atau bimbingan Roh Allah. Dengan menghayati spiritualitas, orang beragama menjadi orang spiritual, yaitu orang yang menghayati Roh Allah dalam hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya (Hardjana, 2005: 64-65). Kata spiritualitas ada hubungannya dengan kekuatan atau Roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok untuk mempertahankan, mengembangkan dan mewujudkan kehidupan (Banawiratma, 1990: 57). Spiritualitas ini dapat dimiliki oleh semua orang yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan dan juga cita-cita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Bisa juga menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan, dan kegagalan untuk mewujudkan cita-cita, tujuan dan perjuangan hidupnya. Spiritualitas juga merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji dan tetap bertahan dalam mewujudkan tujuan dan dalam pengharapan. Maka spiritualitas bisa menjadi suatu kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan sekaligus menerima kenyataan hidup dengan demikian tetap berusaha untuk menjalani dan memaknai peristiwa hidup. Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan “kerohanian” atau “hidup rohani”. Hal ini lebih menekankan kebersamaan, bila dibandingkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
dengan kata yang lebih tua yaitu “kesalehan”, yang menandakan hubungan seseorang dengan Tuhan. Spiritualitas mencakup dua segi, yaitu: askese atau usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan teratur terhadap sapaan Allah. Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia. Dasar hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh (= Spiritus), yaitu Roh Kristus seperti tampak dalam Injil (Heuken, 2002: 11). Kalimat di atas menegaskan bahwa orang yang sangat peka akan kehadiran Roh Tuhan dalam dirinya selalu juga menyadari kehadiran Tuhan dalam peristiwa hidupnya. Orang yang memiliki spiritualitas dan sungguh menyadari Roh Tuhan hadir dalam dirinya, maka ia akan selalu berusaha untuk menjalani hidup ini seperti Tuhan menghendakinya. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa spiritualitas yang dinyatakan oleh Kristus adalah spiritualitas yang otentik, meskipun Gereja Katolik tidak menolak apa yang benar dan kudus yang dinyatakan oleh agama-agama lain. Dikatakan otentik karena spiritualitas ini berasal dari Tuhan sendiri, yang kini berada di dalam Gereja Katolik yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus dan para uskup pembantunya, meskipun ada banyak unsur pengudusan dan kebenaran ditemukan di luar struktur Gereja Katolik. Berakar dari Firman Tuhan dan ajaran Gereja inilah, kita mengetahui bahwa panggilan hidup kita sebagai manusia adalah agar kita hidup kudus dan mengasihi, karena Allah itu Kudus dan Kasih (Im 19:2, 1Yoh 4:16). Di sini kekudusan berkaitan erat dengan memegang dan melakukan perintah Tuhan, yang adalah perintah untuk mengasihi Tuhan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
sesama (Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31). Hanya dengan cara ini, maka kita dapat bertumbuh untuk menjadi „serupa‟ dengan Allah, dan dikuduskan oleh Allah. Panggilan hidup kudus adalah panggilan bagi semua orang Kristiani, bahkan panggilan untuk semua orang, karena kita semua diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama. Jadi kekudusan bukan monopoli kelompok para pastor, suster dan religius lainnya tetapi harus menjadi tujuan bagi kita semua. Spiritualitas religius adalah cara hidup manusia yang menghayati hubungan pribadi dengan Allah atau dengan Yang Mutlak (Darminta, 1972: 51). Henri Nouwen, mengatakan bahwa spiritualitas adalah proses “pergi dan pulang”. Pergi untuk berjumpa dengan Allah dan pulang ke dunia untuk berjumpa dengan manusia (diri sendiri atau orang lain) dengan segala pergumulannya. Sumbernya memang dalam perjumpaan manusia dihadapan Allah
namun
perwujudannya justru di dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Spiritualitas seperti ini dapat dilihat dalam pribadi Yesus dan seharusnya nampak dalam pribadi setiap pengikut-Nya. Karena Spiritualitas bersumber dalam perjumpaan dengan atau dihadapan Allah, maka spiritualitas itu tampak dalam bentuk atau tindakan yang nyata, yaitu: doa, persekutuan, dan keheningan. Namun dengan tindakan: doa, persekutuan, keheningan, spiritualitas tidak mendorong manusia untuk meninggalkan atau melarikan diri dari kenyataan dunia ini melainkan justru berani hidup dengan penuh makna di tengah-tengah dunia ini. Oleh karena itu, spiritualitas digambarkan sebagai suatu gerakan pergi-pulang. Yang dimaksudkan dengan pergi adalah pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri, mencari keheningan dan hadirat Tuhan. Sedangkan yang dimaksud dengan pulang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
adalah kembali ke tengah-tengah kehidupan yang ramai untuk melaksanakan tugas panggilan kita: ikut menderita bersama-Nya di dunia ini. Yesus sendiri telah memberikan contoh kepada kita. Sebagai Anak Allah, Ia hidup di dunia untuk melaksanakan kehendak Allah. Ia menjelajahi seluruh Palestina mencari dan menderita bersama mereka yang hilang, yang sakit, yang tersisihkan, yang berada dalam kegelapan. Berbagai permasalahan yang rumit Ia hadapi. Ia menghadapi orang-orang Farisi dan para pemimpin Israel yang memusuhi-Nya. Ia melayani, mengajar, dan berbuat baik untuk memberitakan Kabar Gembira tentang kasih Allah kepada dunia ini. Beberapa kali di dalam Injil kita membaca bagaimana Ia pada waktu-waktu tertentu mencari keheningan untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Kemudian Ia kembali lagi melayani manusia ditengah-tengah keramaian dunia. Demikian seterusnya sampai Ia mengalami puncak spiritualitasNya ketika Ia menderita bersama manusia dan memberikan dirinya menjadi tebusan bagi banyak orang. Dalam pengalaman spiritualitas “pergi-pulang” itu Yesus melakukan pelayanan-Nya dengan kata lain, hanya dengan spiritualitas “pergi-pulang” Yesus tetap mencitai dunia, menderita bersama dunia yang menderita dan dengan begitu melayani dunia (Soetopo, 2012: 9). C.S. Song, seorang teolog Asia dari Taiwan, memahami, “Spiritualitas sebagai totalitas keberadaan manusia yang menyatakan diri di dalam cara-cara hidup, model-model berpikir, pola tindakan dan tingkah laku serta sikap-sikap manusia di hadapan Sang Misteri yaitu Allah sendiri yang hadir di dunia kita dan mengarahkan kita kepada Yang Tertinggi melebihi segala yang tinggi. Yang Terdalam di bawah segala yang terdalam dan kepada Sang Terang yang melebihi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
segala terang. “Carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Mencari Kerajaan Allah berarti hidup secara total dalam perjumpaan dengan Allah yang menjadi “Raja”, Yang Tertinggi, Yang Terdalam, Sang Terang itu sendiri. Dengan demikian, kita tidak dimangsa oleh sikap untuk menjadikan hal-hal yang sebenarnya hanya “tambahan” menjadi yang utama dalam kehidupan kita (Soetopo, 2012: 9). Pengertian Spiritualitas sangatlah banyak, dan tidak dapat diartikan dengan satu paham atau satu pendapat. Setiap tokoh atau setiap orang pasti mengartikannya dengan kalimat yang berbeda juga. Hal ini tidaklah menjadi masalah. Andar Ismail menjelaskan bahwa spiritualitas adalah getaran hati atau cita rasa yang halus tentang yang Ilahi yang ada dalam hati sanubari setiap orang. Dari pengertian spiritualitas yang beraneka ragam maka penulis dapat menyimpulkan spiritualitas adalah dorongan dan kekuatan dari dalam hati yang dimiliki dan menggerakkan seseorang untuk bertindak sekaligus sebagai kekuatan dan semangat yang selalu mewarnai hidup manusia untuk mengalami kegembiraan rohani. Spiritualitas yang dimiliki setiap orang hendaknya terwujud dengan tindakan nyata dalam sikap hidup dan pelayanan. Kalau mau dikenakan pada agama Katolik saja, maka spiritualitas berarti bentuk atau cara dan gaya hidup Katolik secara istimewa dan khusus. Hidup Kristiani adalah praktek kesucian dan kesempurnaan Kristen, yaitu hidup menurut ajaran injili. Secara khusus yaitu pelaksanaan usaha mencapai kesempurnaan, atau jalan yang ditempuh untuk menyempurnakan kehidupan Kristiani. Di bawah ini akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
dijelaskan tentang pemahaman spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas Kristiani, spiritualitas missioner dalam dokumen Gereja.
2. Spiritualitas menurut Kitab Suci Spirit dan roh tetap berhubungan dengan “semangat jiwa yang dipengaruhi oleh Roh Allah”. Bagi orang Kristiani, kata Spiritus/Roh dapat ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, “Roh sering muncul sebagai “RUAKH”, yang berarti semua yang mendorong; daya aktif, daya hidup, kekuatan yang memberdayakan manusia (Kej 2:7). Jadi, kata spiritualitas adalah Roh Allah yang mampu memotivasi, menyemangati, memberikan kekuatan, membimbing dan menjiwai serta meneguhkan seseorang dalam menghadapi tantangan dalam hidup sehingga tetap teguh dalam iman dalam melaksanakan setiap karya dan perutusan dengan bertanggungjawab. Yohanes melihat kematian Yesus sebagai momen pemberian Roh Kudus. Dari Hati yang tertombak mengalirlah air dan darah. Dalam konteks Yohanes keduanya melambangkan Roh Kudus. Di dalam Injil Yohanes segalanya diarahkan kepada saat itu, di mana Hati Yesus ditombak dan di mana Roh-Nya diberikan kepada seluruh dunia. Dari Hati Yesus mengalirlah cinta-Nya yang mampu mengubah hidup yang telah tawar menjadi anggur yang lezat. Tempayan ketujuhpun dibuka, dan kita dihidangkan anggur ilahi (Yoh 2:1-11). Di salib Yesus memberikan kita air kehidupan yang memuaskan kerinduan terdalam (Yoh 4:1-42). Dalam Hati yang terbuka terpenuhilah janji, “Dari Hati-Nya akan mengalir air kehidupan. Yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
dimaksudkan-Nya adalah Roh Kudus yang akan diterima semua yang percaya kepada-Nya; sebab Roh Kudus belum dicurahkan, selama Yesus belum dimuliakan. ”(Yoh 7:38-39). Selama masa hidup-Nya Yesus hanya memberikan Roh Allah kepada manusia yang dijumpai-Nya. Dalam kematian-Nya Roh Allah dicurahkan atas semua ciptaan. Kita semua mendapat bagian dalam Roh Kudus. Di dalam Roh Kudus inilah cinta Allah dicurahkan ke dalam hati kita (Grün, 1995: 43). Setiap perutusan pasti membutuhkan spiritualitas. Spiritualitas yang dimiliki seseorang akan mencerminkan pelayanan yang melahirkan perdamaian, kerukunan, dan sukacita sehingga mereka yang dilayani akan merasakan kehadiran Tuhan. Maka orang yang sungguh-sungguh memiliki dan menghidupi spiritualitas, akan selalu menjalin komunikasi yang intim bersama dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan. Hal ini jugalah yang akan dibagikan kepada sesama, terutama mereka yang hidup dalam penderitaan, kebimbangan, dan kesusahan dalam menyelusuri hidup yang diwarnai bermacam-macam tantangan.
3. Spiritualitas Kristiani Hidup merupakan anugerah terindah dari Tuhan kepada kita sebagai sarana untuk percaya dan mengasihi-Nya. Namun hidup seseorang diwarnai oleh bermacam-macam
pengalaman.
Ada
pengalaman
yang
mendalam,
ada
pengalaman yang sementara sifatnya. Pengalaman yang mendalam biasanya menyentuh hati seseorang bagaikan misteri yang semakin dipahami semakin membawa orang masuk lebih ke dalam lubuk yang tidak ada dasarnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Pengalaman misteri itulah yang disini dimaksudkan sebagai pengalaman mistik. Mengasyikkan bila orang dalam penghayatan imannya dapat mengalami Allah sebagai misteri. Bila pengalaman ini benar-benar digali, orang tidak bisa mundur lagi. Misteri itu sekaligus menantang, menarik dan mengikat orang dalam pemahaman terus menerus. Bila misteri itu berhenti berperan, lalu orang juga akan tercampak keluar dari perjuangan itu (Darmawijaya, 1989: 115-116). Spiritualitas bersendi pada pengalaman seperti diatas. Hubungan mistik dengan Allah yang memanggil seseorang dalam tugas atau pekerjaan pewartaan, mewujudkan pengalaman iman itu dalam aneka wujud, menentukan kadar dan makna apa yang dikerjakan. Yang khas dalam hubungan ini adalah iman dan kasih. Iman menyatakan bahwa ada kepercayaan yang mendalam, penyerahan utuh atas dasar anugerah yang ditawarkan Allah kepada pribadi itu. Kasih menyatakan hubungan yang tidak mengandalkan pola untung rugi, memberi dan menerima, melainkan mengandalkan kebaikan bersama. Tiap tradisi spiritualitas kristiani mempunyai tujuan untuk secara sempurna mengikuti apa yang diajarkan dalam kitab-kitab Injil dan dengan demikian disebut sebagai „jalan‟ atau „lorong‟injili. Spiritualitas adalah suatu program untuk menyelaraskan dari implikasi-implikasi mengikuti Yesus adalam tiap aspek kehidupan. Dalam hal ini hanya ada satu spiritualitas kristiani, yakni, menanggapi sepenuhnya apa yang Allah ajarkan dalam Alkitab. Spiritualitas kristiani adalah suatu kesadaran bahwa menanggapi Allah harus mencakup dua dimensi yakni vertikal dan horisontal, dari keduanya tidak boleh ada yang kurang dalam penghayatan hidup kristiani yang diintegrasikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
secara penuh. Dimensi vertikal adalah pemujaan dan doa, tugas dan kewajiban umat kristiani kepada Allah. Dimensi horisontal mencakup tanggungjawab atas diri pribadi, atas diri sesama, dan masyarakat. Di dalamnya kasih dan pengabdian menjadi faktor yang mendorong dan menyatukan (Thomas Michel, 2001: 125).
4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja Spiritualitas merupakan suatu kenyataan yang ada dan menjadi penghayatan dalam Gereja. Bentuk penghayatan hidup rohani itu telah ada sejak Gereja Perdana terutama seperti ditampakkan dalam hidup para rasul. Konsili Vatikan II menyerukan pada semua orang panggilan untuk hidup kudus. Siapapun kita, dalam kondisi yang berbeda satu dengan lainnya, dipanggil Tuhan untuk menjadi kudus, sebab Allah sendiri adalah Kudus. Jadi panggilan ini berasal dari Allah yang satu, dan berlaku untuk semua orang, karena Allah menciptakan semua orang di dalam kesatuan, dan menginginkan kesatuan itu kembali di dalam diri-Nya, yang berlandaskan kasih. Tuhan Yesuslah Guru dan Teladan Ilahi segala kesempurnaan. Dengan kesucian hidup, yang dikerjakan dan dipenuhi-Nya sendiri. Ia mewartakan kepada semua dan setiap murid-Nya, bagaimanapun corak hidup mereka, “Kamu harus sempurna, seperti Bapamu yang disurga sempurna adanya” (Mat 5:48). Sebab kepada semua diutus-Nya Roh Kudus untuk menggerakkan mereka dari dalam supaya mengasihi Allah dengan segenap hati,dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap tenaga mereka (lih. Mrk 12:30), dan saling mencintai seperti Kristus telah mencintai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
mereka (lih. Yoh 13:34; 15:12). Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam baptis iman sungguhsungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat Ilahi, maka sungguh
menjadi
suci.
Maka
dengan
bantuan
Allah
mereka
wajib
mempertahankan dan mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah mereka terima. Oleh Rasul mereka dinasehati supaya hidup “sebagaimana layak bagi orang-orang Kudus” (Ef 5:3); supaya “sebagai kaum pilihan Allah, sebagai orang-orang kudus yang tercinta, mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3:12); dan supaya menghasilkan buah-buah Roh yang membawa kepada kesucian (LG 40). Jadi, bagi semua jelaslah bahwa semua orang Kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan kesucian itu juga dalam masyarakat di dunia ini cara hidup menjadi lebih manusiawi. Untuk memperoleh kesempurnaan itu, hendaklah kaum beriman mengarahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus supaya dengan mengikuti jejak-Nya dan menyerupai citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah terbukti dengan cemerlang melalui hidup sekian banyak orang kudus ( LG 40 ).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
B. Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk 1. Latar belakang keluarga Gereja memaklumkan kepada dunia, bahwa wanita dari abad ke-19 ini punya arti dan pesan untuk kita semua. Helena Stollenwork lahir pada tanggal 28 Nopember 1852 di desa Rollesbroich, paroki Simmerath, di daerah Eifel, Diosesan Agung Kӧ ln (sekarang masuk Diosesan Aachen). Dengan iman dan religiusitasnya yang terikat pada abad ke-19, masih dapat mengungkapkan kepada kita pandangan baru tentang Allah dan tentang kehidupan kita sebagai manusia. Ayah Helena bernama Johann Peter Stollenwerk, ia seorang petani yang giat, yang terlibat tidak hanya dalam kehidupan masyarakat tetapi juga dalam pelbagai bidang tanggungjawab kehidupan Gerejawi selama lebih dari tiga puluh tahun. Dia sangat berjasa dalam pembangunan sebuah gereja di Rollesbroich. Pembangunan itu merupakan langkah penting yang perlahan mengantar Rollesbroich menjadi paroki sendiri. Sesudah kematian istri pertamanya yang meninggal agak dini yang memberikannya sembilan anak, di antaranya tiga orang bisu tuli. Pada tanggal 18 Agustus 1836 Johann Peter Stollenwerk menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Anna Barbara Stollenwerk yang masih mempunyai hubungan keluarga dengannya. Tahun 1851 istri keduanya meninggal. Maka diapun menikah lagi dengan istri yang ketiga yakni Anna Maria Bongard pada tanggal 22 Januari 1852. Pada tanggal 28 Nopember 1852 Anna Maria melahirkan seorang bayi yang diberi nama Anna Helena, yang dipanggil Helena. Pada saat kelahirannya, sang ayah sudah berusia 67 tahun, sementara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
ibunya baru berusia 27 tahun. Helena merupakan anak yang pendiam. Hal ini dapat dimengerti kalau kita memperhatikan situasi keluaranya. Saudara-saudari tirinya jauh lebih tua dari dia, malah mereka sudah bisa menjadi orangtuanya sendiri. Ayahnya sendiri lebih tampak sebagai kakeknya. Jarak usia antara mereka terlalu jauh, sehingga Helena tidak mempunyai hubungan batin dengannya. Selain itu ayahnya sering bekerja di luar rumah. Sebab itu Helena tidak banyak mengalaminya. Pada tahun 1855 Helena mempunyai adik yang bernama Carolina. Tetapi dia hanya berusia empat tahun, dia meninggal pada tahun 1859. Dari hubungannya dalam keluarga, sejak awal Helena telah belajar memperhatikan yang lemah, menaruh simpati dan mengerti orang lain tanpa banyak kata. Keluarga Helena ditandai dengan kematian dan penyakit. Pada umur tujuh tahun ayahnya meninggal. Dari ayahnya, Helena belajar untuk turut bertanggungjawab atas orang lain. Demikian pula kesediaan untuk mengorbankan diri bagi orang lain dan tekad untuk tetap menekuni jalan yang sudah dimulai. Sejak saat itu dia senantiasa memikirkan tentang nasib anak-anak kusta di Cina. Saat itu munculah minatnya akan bermisi di Cina. Setelah ayahnya meninggal, kini ibunya sendirilah yang harus memecahkan pesoalan tentang masa depannya sendiri dan masa depan anak-anaknya. Setelah berpikir dan merenung beberapa waktu akhirnya dia memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang duda bernama Johann Peter Breuer seorang pandai besi kuku kuda, yang mempunyai tiga anak perempuan dari perkawinannya yang pertama. Dengan mudah Helena dapat berkenalan dengan saudari-saudarinya yang baru, yang dalam waktu singkat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
secara manusiawi lebih dekat padanya dari pada saudari-saudarinya yang lebih tua dari perkawinan pertama ayahnya (Gün, 1995: 10-12). Hidup iman yang dalam, suasana damai, persatuan yang mempererat hubungan mereka dan saling memperhatikan, itulah dasar kokoh yang telah diterimanya dalam keluarga. Daerah kelahiran Helena dianggap sebagai bagian Prusia yang paling miskin. Pemerintah telah membantu mengembangkan pertanian namun tidak menciptakan sarana untuk komunikasi yang baik karena letaknya dekat perbatasan yang dapat membahayakan keamanan Negara; ini menghalangi kemajuan ekonominya. Dibandingkan dengan keluarga-keluarga lain di sekitarnya keluarga Helena termasuk berada. Namun bila dibandingkan dengan keluarga-keluarga di daerah lain mereka miskin. Helena menempuh pelajaran dasarnya di Sekolah Negeri Rollesbroich. Ia belajar membaca, menulis, matematika dan beberapa pelajaran praktis lainnya seperti berkebun, olahraga, dan lain-lain. Pelajaran lain seperti Sejarah dan Ilmu Bumi
tidak
diajarkan
dengan
maksud
menghindarkan
menyebar
dan
berkembangnya ide tentang demokrasi dari Rhineland. Para siswa wajib mendapat satu jam pelajaran agama dengan harapan bahwa ini akan mempengaruhi kesadaran mereka (Brand, 1995: 2). Pembinaan Kristiani yang kokoh yang diterima Helena dalam keluarga, di Paroki dan sekolah menghasilkan buah. Setelah merasa mampu, ia mengabdikan dirinya pada kegiatan karitatif dan kerasulan. Pada bulan Oktober 1864 ia menjadi anggota Serikat Tritunggal Mahakudus. Pada bulan Oktober 1866
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
ia menjadi promotor Kerasulan Doa. Ia juga membantu orang miskin, merawat orang sakit dan berdoa bersama orang yang sedang menghadapi ajal. Bila pekerjaan di ladang orang tuanya memungkinkan, ia berdoa lama di depan Sakramen Mahakudus, di Gereja kecil di desanya (Brand, 1995: 3).
2. Panggilan menjadi misionaris Pada waktu umur sepuluh tahun Maria Helena mulai aktif sebagai pengumpul derma untuk Perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Dia tetap menjalankan tugas ini selama dua puluh tahun, sampai keberangkatannya ke rumah misi pada tanggal 30 Desember 1882. Maria Helena sendiri melukiskan perasaannya setiap kali membaca laporan tahunan Perkumpulannya. Bagi dia tanah airnya adalah dunia. Yang sangat menyentuh perasaannya adalah nasib anak-anak seperti dilukiskan dalam majalah-majalah Perkumpulan, khususnya nasib anak-anak di Cina yang cukup sering diberitakan (Gün, 1995: 15). “Sering dia merasa kasihan terutama kepada anak-anak kafir yang sering ditinggalkan sendirian. Maria Helena merasakan kerinduan yang besar untuk berada di sana dan mencari anak-anak itu ditengah lumpur, di ladang, di dalam hutan, dan seterusnya lalu membawa anak-anak kepada seorang imam atau seorang suster, agar anak-anak itu dibaptis dan dididik menjadi seorang Kristen. Beberapa kali saya bermimpi, bahwa saya menarik anak-anak yang dibuang itu dari lumpur dan membawanya pergi” (Grün, 1995: 15). Yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana Maria Helena yang masih kecil sudah turut merasakan nasib anak-anak lain dan bagaimana dia mau berbuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
sesuatu untuk mereka. Dia mau keluar dan membuktikan bahwa hidupnya untuk melayani orang lain. Sangat menarik bahwa sudah sejak masa kanak-kanak pemikiran dan idamannya dikuatkan oleh mimpi-mimpinya. Banyak orang kudus menempuh jalan hidupnya berdasarkan sebuah mimpi. Sangat pasti, pada awal perjalanan Maria Helena pun ada sebuah mimpi, dimana Allah sendiri membuka horizon dan memotivasinya untuk merawat anak-anak di negeri asing yakni Cina. Dengan keberanian yang dimilikinya, dia berani
menerima tantangan demi
tantangan yang dihadapinya. Dia menulis, “Apa yang bisa dibuat oleh seorang misionaris, dapat juga saya alami dengan bantuan Allah”. Di sini dia menunjukkan bahwa Maria Helena sangat percaya pada suara Allah yang didengar dalam hatinya (Gün, 1995: 16). Pada awal dia hanya memiliki minat pada karya misi. Dia mau pergi kepada anak-anak kafir yang miskin dan dia belum berpikir tentang biara. Dia tetap dengan setia membaca majalah Kumpulan Anak Yesus. Suatu ketika dia membaca, bahwa Pater Horner baru saja mengajarkan bahasa Cina kepada tiga orang Suster dari Itali dan Perancis. “Saat itu mata saya terbuka dan saya berpikir, kalau mereka bisa melakukannya, saya pun pasti bisa”. Sejak saat itu Maria Helena mulai berharap. Ketika dia membaca lagi sebuah berita tentang perjalanan ke Cina, dia merasa sangat terkesan. Kerinduannya pada Cina semakin bernyala. Maria Helena tidak menceritakan kepada siapapun tentang kerinduannya pada Cina. Apa yang dipikirkannya di simpannya dalam hati. Di satu pihak Maria Helena melaksanakan tugasnya. Tetapi di dalam hatinya dia berjuang untuk menemukan sebuah jalan untuk menjawabi dan menghidupi panggilannya. Helena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
harus berusaha sendiri dan harus yakin, bahwa Allah berbicara kepadanya dalam pikiran dan gagasannya. Baru pada tahun 1871 Maria Helena berani membicarakan panggilannya dengan Romo Leonhard Jülich, seorang Pastor pembantu di parokinya. Saat itu dia sadar, bahwa dia hanya dapat menghidupi panggilannya, apabila dia masuk sebuah serikat misi. Tetapi Pastor pembantu tidak setuju. Waktu itu, sesudah Konsili Vatikan I yang merumuskan Ketaksesatan Paus, Kansler Karajaan Prusia, Bismarck, mulai menggalakkan Kulturkampf (Kulturkampf adalah sebuah aksi pembatasan kebebasan agama dalam wilayah kerajaan Prusia). Bismarck tidak membiarkan sebuah Gereja yang mengganggap diri satusatunya pemilik kebenaran, berkembang di dalam wilayah kekuasaannya. Sebab itu para Jesuit diusir, dan dalam tahun-tahun berikutnya hampir semua biarawanbiarawati lainnya harus meninggalkan kekaisaran Prusia. Mendengar keberatan yang disampaikan oleh Pastor pembantu, Maria Helena menjadi sadar, bahwa memang saat sekarang bukanlah waktunya untuk masuk sebuah biara. Walau demikian dia hampir tak bisa menahan lagi desakan panggilan dalam dirinya. Tak lama lagi dia berbicara beberapa kali dengan Pastor pembantu. Akhirnya Pastor pembantu mengirimkannya ke Romo Deken Goller yang adalah salah seorang yang sangat aktif berjuang melawan Kulturkampf. Romo Deken menganjurkan Maria Helena untuk menunggu dua tahun dan dia akan membantunya. Maria Helena selalu saja merasa sedih bahwa dia tidak dapat menghidupi panggilannya. Dia cemas, “kalau dia harus lebih lama menanti, dia akan menjadi terlalu tua dan tidak bisa lagi berangkat ke Cina” (Gün, 1995: 17).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Pada tahun 1872 orang tua Maria Helena mengijinkannya untuk ikut berziarah ke Aachen, bersama saudarinnya Anna Helena dan temannya Anna Margaretha. Pada kesempatan itu Maria Helena mengujungi para Suster dari Kanak-kanak Yesus dan berbicara dengan Sr. Fanziska. Maria Helena mau mengetahui, apakah para Suster mempunyai rumah misi di Cina? Suster Franziska menjawab tidak. Maria Helena pun terus mencari lagi dan mendekati Sr. Aloysia Vossen yang selalu mengumpulkan dana untuk Perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Suster Vossen menyebutkan para Suster Hati Kudus yang didirikan di Perancis. Di mana para Suster ini bekerja juga waktu di Vaals di sebuah kampung dekat Aachen. Maria Helena merasa tidak cocok. Di mata Maria Helena keseluruhan kompleks terlalu luas, rumah para Suster bagaikan sebuah istana. Hal ini tidak sesuai dengan pandangannya tentang kemiskinan dalam sebuah biara. Maria Helena pun menceritakan kepada ibunya tentang panggilannya untuk ke tanah misi. Ibunya sangat berat dan tidak mengizinkannya. Tetapi Maria Helena tidak dapat dirintangi oleh keberatan ibunya, dia tetap menekuni jalannya sendiri. Dia terus menerus mendatangi bapa pengakuannya dan selalu mengulangi permohonannya untuk masuk ke dalam sebuah biara dan pergi ke tanah misi. Bapa pengakuannya pun melarangnya membaca majalah terbitan Perkumpulan Kanak-kanak Yesus selama dua tahun dan bahkan melarangnya untuk memikirkan kerinduannya. Selama satu setengah tahun Maria Helena dapat memenuhi larangan tersebut. Sesudah itu dia tak tahan lagi. Seringkali dia merasa sedih, seperti yang ditulisnya sendiri. Jelaslah bahwa kerinduan ke tanah misi merupakan sebuah pergumulan untuk menunjukkan kebenaran hidup. Dia yakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
bahwa dia tidak bisa hidup sambil tidak menghiraukan panggilannya. Tapi dipihak lain dia tidak mempunyai jalan untuk menghidupi panggilan itu. Pada waktu itu tidak ada biara missioner untuk para Suster. Karena itu dia sungguh tidak mengerti, apa sebenarnya yang dikehendaki Allah darinya. Perjuangan Maria Helena belum berakhir, dia merasa sendirian, tak tahu, untuk apa sebenarnya Allah memberikan dan menanamkan benih panggilan yang kini demikian jelas didengarnya. Sering dia merasa ditinggalkan sendiri oleh Allah dan para Kudus, bahkan dia mendapat kesan bahwa doa semua orang lain dikabulkan, Cuma pada dirinya Allah membuat pengecualian. Walau demikian, niatnya sama sekali tidak pupus, baik oleh larangan Pastor pembantu, ibunya dan oleh perasaan sedih dalam hatinya. Dengan tekun dia meneruskan jalannya dalam harapan penuh bahwa Allah pada akhirnya akan menuntunnya keluar dari kesulitan (Gün, 1995: 18-19). Tahun 1873 Rollesbroich mendapat seorang imam sebagai Rektor, namanya Romo Johann Wilden von Heimbach. Maria Helena pun pergi kepadanya untuk mengaku dan membuka hatinya kepada Romo Rektor. Romo Rektor hanya menganjurkannya untuk terus menunggu. Enam tahun lamanya Maria Helena menunggu, hingga Romo Rektor meninggal. Mulai saat itu Maria Helena pergi ke pastor pembantu Jülich di Simmerath untuk mengaku dan Romo Jülich pun tidak mau lagi membantunya. Maria Helena berusaha untuk mengirimkan surat kepada Romo Deken Goller dan kali ini Romo Deken menganjurkan Maria Helena untuk menggabungkan diri dengan para Suster Fransiskan. Maria Helena tidak membiarkan diri dibawa ke jalan tertentu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
tidak disetujui suara batinnya. Sikap para imam menunjukkan, betapa kaum awam waktu itu bergantung pada klerusnya. Maria Helena tetap konsekuen pada panggilannya. Dia hanya memenuhi kehendak Allah, dan Allah tidak hendak membawanya kepada para Suster Fransiskan, melainkan mendampinginya untuk mendirikan sebuah biara baru. Pada tahun 1881, Maria Helena mendapat alamat rumah misi di Steyl. Rumah misi ini adalah sebuah rumah misi Jerman yang didirikan Arnoldus Janssen pada tahun 1875 di Belanda karena Kulturkampf. Arnoldus Janssen pun tak lupa menulis, bahwa dia berharap bisa membantu Maria Helena suatu saat. Tanggal 24 Oktober 1881 Maria Helena menulis surat lamaran pertamanya ke Steyl. Di Steyl hatinya puas, bahagia bahwa inilah tempat di mana dia dapat menghidupi panggilannya. Bagi dia ini merupakan sebuah tanda, bahwa Allah memangilnya ke tempat itu. Perlahan hatinya menjadi semakin terang dan cerah. Dia mulai berharap, bahwa dirinya dibutuhkan untuk memenuhi tujuan rumah misi di Steyl. Apalagi Arnold Janssen menyampaikan kepadanya bahwa seorang vikaris apostolik Cina menganjurkannya untuk mendirikan sebuah kongregasi misi untuk para Suster. Sungguh mengagumkan, bagaimana Maria Helena menaruh kepercayaan pada perasaannya sendiri. Kepercayaan pada perasaan subyektif seperti ini tidak dihargai dalam konteks religiusitas pada masa itu. Maria Helena percaya bahwa Allah pun berbicara melalui perasaanya sendiri. Memang dia tidak dapat menjelaskan perasaannya secara rasional. Baginya perasaan pribadi adalah tanda yang menunjukkan apa yang sebenarnya dikehendaki Allah darinya (Gün, 1995: 20-21).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Pada pesta Maria diangkat ke Surga, Maria Helena pergi untuk kedua kalinya ke Steyl. Dalam perjalanan ke Steyl kali ini, bukan kegembiraan dan harapan, melainkan kecemasan. Ia merasa takut, apakah sungguh merupakan kehendak suci Allah. Kegelapan yang memenuhi hatinya selama perjalanan ke Steyl merupakan sebuah pergulatan batinnya. Tetapi saat memasuki pintu rumah Steyl, perasaan cemas, takut, kawatir itu hilang. Tahun 1882 Maria Helena diterima sebagai pembantu dapur rumah misi. Ia tetap berjuang untuk melawan bapa pengakuan dan meminta bapa pengakuannya, agar dia cukup menulis, apa yang dianggapnya baik. Akhirnya bapa pengakuannya berjanji untuk menulisnya dan Maria Helena sendiri berdoa, agar kehendak suci Allah terjadi. Maria Helena memang tidak dapat berbuat lain selain berdoa agar jalan baginya terbuka kendati harus menghadapi penolakan bapa pengakuannya. Maria Helena masih tetap berjuang juga untuk mengambil keputusan untuk memenuhi keingan hatinya yang begitu mendalam yaitu ke tanah misi. Ketika usia 19 tahun, dia menyampaikan keinginannya pertama kalinya kepada ibunya. Dan waktu itu ia menerima penolakan dan ketidakmengertian. Kini, ketika semuanya menjadi jelas dan pasti, pergolakan batin menjadi kian berat. Maria Helena merasa takut membuat orang tuanya menderita. Walau demikian dorongan dalam hatinya lebih kuat untuk meneruskan jalannya, juga kalau orang tua dan saudara-saudarinya tidak bisa mengertinya. Namun yang paling membuatnya cemas adalah apakah ini memang sungguh kehendak Allah, agar dia menjadi Suster misi? Kali ini pun Maria Helena tidak bisa berbuat apaapa selain berdoa. Dia memohon dengan sangat, agar kehendak sucinya terjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
atas dirinya. Dan doanya pun di kabulkan. Orang tuanya menghantar dia ke Steyl dan Pater pemimpin rumah menerima mereka dan mencoba menghibur mereka, bahwa mereka akan mendapat berkat berlimpah kalau mereka merelakan puterinya masuk biara. Mendengar itu orang tua Maria Helena kelihatannya menjadi terhibur dan bersedia merelakan Maria Helena tinggal. Ia sendiri merasa sangat bahagia, akhirnya dapat mengatakan selamat tinggal kepada dunia dan boleh tinggal dalam ruang-ruang suci sebuah biara, dimana dia menetap di bawah satu atap dengan Sang Penebus. Inilah yang menjadi sebuah benteng yang kuat yang dibangunnya untuk tidak lagi terlalu dipengaruhi oleh penderitaan orang tuanya, untuk sekali lagi mengalah, dengan demikian tidak setia pada panggilan kepada panggilannya sendiri (Gün, 1995: 22-25).
3. Penantian di Steyl Steyl merupakan tujuan impian bagi Maria Helena Stollenwerk. Namun ini tidak berarti, dia sudah diterima masuk ke dalam sebuah biara misionaris. Dia cuma diterima sebagai pembantu di dapur rumah misi. Usianya sudah 30 tahun. Sebelumnya dia harus menunggu 10 tahun lamanya di rumah, sampai bisa mengambil langkah ke luar dari sana. Dan kini dia harus menunggu 10 tahun lagi, hingga kerinduannya akhirnya terpenuhi: melayani Tuhan sebagai seorang biarawati misionaris. Dia harus bekerja keras sebagai wanita pembantu di dapur. Sebelum kedatangan Maria Helena, ada seorang wanita yang terlebih dahulu bekerja di sana, Theresia Sicke. Dia akhirnya dapat dipengaruhi oleh Maria Helena dan bersemangat mendengarkan gagasan mengenai sebuah biara untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
para Suster misionaris. Tak lama sesudah Maria Helena, datang pula Theresia Volpert dan setahun kemudian menyusul Hendrina Stemanns, yang kemudian merupakan rekan pendiri kedua. Keempat gadis itupun membentuk sebuah kelompok sendiri. Mereka harus bekerja keras. Sebab rumah misi terus berkembang dan selalu saja ada kelompok yang membuat retret di sana. Mereka sendiri hanya mempunyai sebuah ruangan yang berfungsi sebagai kamar rekreasi dan kamar tidur. Mulanya Maria Helena merasa sangat senang di sana. Namun tidak lama sesudah itu dia merasa tidak tenang. Dia memang mengharapkan untuk sebuah biara di Steyl. Tetapi kini sama sekali tidak dibicarakan lagi tentang hal ini. Rumah misi sebagai tempat pendidikan para calon misionaris semakin berkembang. Dengan demikian semakin kecillah harapan akan didirikannya sebuah biara misi untuk para Suster. Kelompok gadis pembantu merupakan sebuah peringatan bisu bagi Arnoldus Janssen untuk tidak melupakan niat mendirikan sebuah kongregasi untuk para Suster. Tetapi dia selalu menunda dan tidak memberi kepastian. Arnoldus Janssen sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hal ini yang membuat keempat gadis ini sangat menderita. Arnoldus Janssen merupakan lelaki dari zamannya dan sebagai seorang imam dia tidak merasa sangat solider dengan para wanita. Para wanita itu harus menunggu lama, sampai Arnoldus Janssen mengambil sebuah keputusan. Pater Superior agaknya mencoba mereka dalam hal kerendahan hati dalam ketabahan dan kesetiaan. Dan Maria Helena sendiri tidak menjadi putus asa dan menyerah kalah. Dia tetap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
berjuang, dia tetap setia kepada panggilannya, juga ketika orang yang harus membuka jalan missioner baginya, kini mengecewakannya (Gün, 1995: 26). Maria Helena sangat menaruh harapan pada kapitel jendral pertama biara misi. Dalam kapitel itu para kapitularis memang mengambil sebuah keputusan untuk mendirikan sebuah biara misi untuk para Suster. Tetapi mereka sendiri pun tidak terlalu yakin, bahwa keputusan ini dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Theresia Volpert tidak dapat menanti lebih lama. Akhirnya dia meninggalkan Steyl dan masuk ke dalam sebuah biara lain. Tak lama sesudah itu datang lagi seorang wanita yaitu Gertrud Hegemann, menggantikan Theresia Volpert. Namun bagi Getrud tuntutan kerja dan kelompok terlalu berat. Dari sana muncullah kesulitan dan konflik-konflik awal di dalam kelompok kecil keempat wanita itu. Hal ini menghantar Maria Helena
selalu dapat mengatasi semua
hambatan yang menantangnya untuk mengikuti panggilannya menjadi Suster misionaris. Kini dia sepenuhnya bergantung pada kehendak baik pendiri, Arnoldus Janssen dan para sama saudaranya. Ada banyak pertanyaan memenuhi benaknya, Apakah dia telah mengambil sebuah keputusan yang salah? Apakah langkahnya ke Steyl kini akan menemukan jalan buntu? Apakah dia dan para rekannya hanya akan menghabiskan seluruh tenaganya di dapur, tanpa pernah tiba di tujuan yang diharapkan? Maria Helena meresa tak pasti lagi, apakah di Steyl dia sungguh dapat menghidupi panggilannya. Dia sudah harus menuggu 10 tahun untuk memenuhi panggilannya. Apakah semuanya harus berakhir di sini, dengan bekerja sebagai wanita pembantu di dapur? (Gün, 1995: 27-28).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Di tengah krisis ini Maria Helena harus memikirkan dan merenungkan seluruh hidupnya secara baru dan harus membentuk sebuah sikap baru terhadap panggilannya. Bertahun - tahun lamanya dia hanya memusatkan seluruh perhatian dan kerinduannya untuk diutus pergi ke Cina dan berusaha mencapai cita-cita itu dengan segala daya. Semua tantangan yang dihadapinya dapat diatasinya berkat doa dan bantuan Tuhan. Maria Helena semakin menyadari, bahwa dia tidak akan dapat ke Cina. Bagi Maria Helena sebenarnya tidak menjadi terlalu penting, apakah dia ke Cina atau tidak. Yang terpenting adalah memberi diri seutuhnya kepeda Allah, agar Tuhan dapat mengutusnya kemana saja seturut kehendak-Nya. Dari kutipan-kutipan yang di buatnya selama masa kerjanya dapat dilihat bahwa Maria Helena sungguh berjuang untuk mencari dan mengenal kehendak Allah. “Yang terbaik adalah menyerahkan semuanya kepada Allah dan tidak memilih sendiri sesuatupun. Apakah yang masih mau kau miliki selain dari Allah? Apakah Dia tidak cukup untukmu? Engkau tak boleh terlalu tergantung pada sarana-sarana bantu yang menolongmu terarah pada Allah” (Gün, 1995: 32). Di
tengah
ketidakpastiannya
mengenai
bentuk
konkret
jalan
panggilannya Maria Helena harus mengenal makna terdalam hidupnya. Dan baginya makna terdalam itu adalah mencari dan mencintai Tuhan dengan seluruh hati dan menyerahkan diri seutuhnya kepadanya. Semuanya tergantung pada Allah dan bukan pada rencana dan pandangannya sendiri tentang bagaimana harus melayani Allah. Pada tanggal 15 Juni 1884, pada hari Minggu sesudah perayaan Pesta Tubuh dan Darah Kristus, Arnoldus Janssen menyampaikan kepada keempat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
wanita itu, bahwa dia berharap dapat berbuat sesuatu untuk mereka di Austria. Dari keempat wanita itu memilih Maria Helena untuk menjadi ketua kelompok kecil mereka. Pada Tahun 1887 para Suster Penyelenggaraan Ilahi meninggalkan Steyl. Karena sudah ada cukup banyak yang dapat menangani dapur, maka keempat wanita itu pun mendapat tugas baru, yaitu mengurus pakaian sekian banyak penghuni rumah misi. Hal ini merupakan sebuah pekerjaan yang lebih ringan di bandingkan dengan tugas dulu di dapur. Aturan harian lebih pasti dan memungkinkan mereka untuk berdoa dan bertukar pengalaman. Pada tanggal 14 Juli 1888 Pater Superior membeli rumah bekas untuk keempat wanita itu dan mereka mulai menempati rumah biara kecil “Drei Linden”. Bagi mereka ini awal dari kehidupan sebagai biarawati. Mereka menyebut masa hidup mereka di rumah itu sebagai Nasareth. Itulah sebuah masa, di mana mereka sungguh secara intensif mengalami kebersamaan komunitas, di mana mereka bersama-sama berdoa dan melatih diri untuk menjalankan tugas nanti di dalam kongregasi mereka sendiri. Setahun kemudian rumah biara Kapusin kosong. Arnoldus Janssen memutuskan, agar rumah itu disiapkan untuk keempat wanita calon Suster. Hingga kini mereka selalu secara bergantian selama sebulan mengemban tugas sebagai pemimpin kelompok. Pada tanggal 2 Februari 1889 Arnoldus Janssen mengangkat Yosefa Hendrina Stenmanns menjadi pemimpin dan Maria Helena sebagai wakilnya. Pada tanggal 7 Desember 1889, ketika kelompok kecil ini mulai menempati bekas biara kapusin, mereka merasa sudah maju satu langkah lebih jauh dalam mewujudkan kerinduan mereka untuk menjadi biarawati. Hari pertama mereka di biara, tanggal 8 Desember 1889, ditetapkan menjadi hari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
berdirinya Kongregasi. Sejak saat itu kelompok ini berhak menerima para calon, para postulan. Setahun kemudian mereka harus pindah lagi, kini di rumah biara Notre-Dame. Ini sungguh merupakan sebuah rumah biara yang memang baik. Arnoldus Janssen pun mulai menulis Konstitusi untuk kongregasi Suster yang baru ini. Dari para Suster ini pun Arnoldus Janssen meminta seorang pendamping sebagai magistra atau pendamping novis untuk Kongregasi baru. Tetapi sebelum pindah ke Steyl, calon magistra atau pendamping novis meninggal dunia. Maka Arnoldus Janssen sendirilah yang harus membimbing para novis itu untuk menyiapkan diri sebagai biarawati dan membekali mereka dengan spiritualitas missioner. Untuk tugas ini Maria Helena selalu mendampingi dengan setia. Pada tanggal 17 Januari 1892 keenam belas postulant pertama menerima pakaian biara. Setengah tahun sebelum itu Arnoldus Janssen telah mengangkat Helena Maria menjadi pemimpin biara, sesudahnya menjadi magistra novis. Arnoldus Janssen percaya, bahwa Maria Helena dapat memimpin kelompok Suster yang baru itu. Pada saat penerimaan pakaian biara Maria Helena mendapat nama baru yaitu: Sr. Maria. Pada tahun 1891 konstitusi untuk para Suster selesai ditulis. Pada tanggal 15 Januari 1893 para Suster menerima cetakan pertama Konstitusi mereka, maka secara kanonis masa novisiat dapat di mulai. Setahun kemudian, pada tanggal 12 Maret 1894, Maria Helena bersama 11 Suster lainnya mengikrarkan kaul pertama. Kini Maria Helena, atau Sr Maria, tiba pada pemenuhan kerinduan hatinya. Kini dia merasa, bahwa masa penantian yang lama itu memiliki makna, bahwa Tuhan tetap menuntunnya melalui sekian banyak pencobaan. Penantian kini berbuah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Dalam waktu yang relative singkat banyak gadis lain menggabungkan diri dengan kelompok para Suster ini. Dan dalam tahun 1895 kelompok pertama para Suster sudah dapat diutus ke tanah misi Argetina (Gün, 1995: 33-36).
4. Warisan Pendiri dan Kekhasan Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk Warisan dari Arnoldus Janssen dihidupi oleh puteri-puteri rohaninya dari waktu-ke waktu. Hal ini diuraikan dengan jelas dalam Konstitusi kongregasi SSpS art 401-421 tentang Hidup kita oleh Sabda Allah dan Sakramen, yaitu: a. Ekaristi Arnoldus Janssen adalah seorang pribadi yang mencintai Ekaristi. Tidak ada hari yang dilaluinya tanpa berlutut di depan Sakramen Mahakudus. Para Suster SSpS meneladani apa yang dicontohkan Arnoldus Janssen. Bagi mereka Ekaristi memperdalam persatuan hidup dengan Kristus dan menjadi sumber kekudusan apostolik serta tanda persatuan yang ampuh, karena itu mereka mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi setiap hari dan bila tidak memungkinkan untuk diadakan perayaan Ekaristi maka diadakan ibadat sabda disertai komuni kudus. Penyembahan Sakramen Mahakudus mendapat tempat dalam doa pribadi dan komunitas sehingga pentahtaan Sakramen Mahakudus dalam komunitas-komunitas SSpS minimal dua kali dalam satu bulan (Konst 402402.1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
b. Membaca Kitab Suci Setiap hari Kitab Suci menjadi sumber hidup rohani yang tak kunjung kering. Oleh karena itu setiap anggota kongregasi dianjurkan untuk membaca Kitab Suci setiap hari sebagai cara dan sarana yang dapat memperkaya dalam memperdalam hidup rohani mereka. Sharing Kitab Suci dilakukan para Suster setiap minggu sekali pada hari yang telah disepakati bersama dalam komunitas (Konst 409).
c. Penghormatan kepada Allah Tritunggal Arnoldus Janssen menginginkan para Suster hendaknya hidup sadar dihadirat Allah Tritunggal Mahakudus, dalam arti hidup aktif dan dinamis menuju kepada kesempurnaan hidup. Karena itu sebagai pelayan cinta-Nya para Suster SSpS harus belajar untuk melihat dimana Allah berkarya dalam diri dan sekitarnya, peka terhadap karya-Nya kemudian melaksanakan kehendak-Nya (Konst 404).
d. Penghormatan kepada Roh Kudus Sebagai seorang Abdi Roh Kudus para Suster SSpS memuliakan dan mencintai Roh Kudus secara istimewa. Setiap hari para Suster SSpS memuji Allah Roh Kudus dengan menyerukan doa“veni Creator Spiritus” pada pagi hari dan setiap siang hari menyerukan “Veni Sancte Spiritus” dan setiap sore hari memohon bantuan-Nya untuk Gereja dan karya missioner-Nya dengan memohon ketujuh karunia Roh Kudus (Konst 405.3). Dan salah satu tradisi yang tetap dipertahankan oleh Kongregasi SSpS sampai saat ini adalah pembaharuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
penyerahan diri kepada Roh Kudus pada Senin ke tiga dalam bulan (Konst 405.2). Menjelang hari Pentakosta para Suster juga mengadakan penghormatan kepada Roh Kudus dengan melaksanakan Novena kepada Roh Kudus selama 9 hari berturut-turut.
e. Penghormatan kepada Hati Kudus Penghormatan kepada Hati Kudus merupakan ungkapan cinta, kekudusan dan semangat apostolik. Para Suster SSpS mengungkapkan penghormatan kepada Hati Kudus dengan melakukan adorasi atau biasa disebut acara “jam silih” pada setiap hari Jumat pertama dalam bulan, pada pesta Hati Kudus Yesus, pada hari Kamis malam menjelang Jumat pertama dan malam menjelang pesta Hati Kudus Yesus dan selama bulan Juni (Konst 406-406.1).
5. Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk Panggilan untuk pelayanan dan kesalehan Ekaristi menjadi kesatuan yang mendalam pada Maria Helena sebagai Rekan-Pendiri atau Co-Pendiri Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS). Semakin ia
bertumbuh ke dalam panggilan
misionernya, semakin mendalam cintanya terhadap Ekaristi. Demikian juga, devosi Ekaristi merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi kesulitankesulitan yang menghadang di jalan panggilan misionernya dan kemudian, devosi itu membuatnya mampu memenuhi tugas pribadi dalam pelayanan misi universal (Stegmaier, 1852-1900: 6).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Ciri khas yang sama dalam spiritualitas Maria Helena (Co-pendiri) Kongregasi SSpS sebelum masuk di Steyl dan membantu mendirikan Kongregasi SSpS. Cinta dan semangat tinggi Maria Helena tampak jelas sejak masa kecilnya sebagai kharismanya yang esensial. Dalam pencarian perjuangannya untuk memenuhi panggilan misionernya, dia membiarkan diri sepenuhnya dibimbing oleh Roh Kudus. Dia memperhatikan dengan sungguh-sungguh hatinya yang dibentuk oleh Roh yang memimpinnya kepada penyerahan secara sempurna pada kehendak Allah. Dia tidak ingin mencapai panggilan misionernya atas dasar kehendaknya sendiri, melainkan hanya jika itu adalah kehendak Allah baginya. Hal ini dipertegas dalam surat Maria Helena kepada Pendiri yaitu: Betapapun besarnya kerinduanku untuk hidup misi dan meskipun saya yakin bahwa saya tidak akan bahagia dan tanpa kedamaian kalau saya menghabiskan hidupku di dunia, keinginanku yang lebih besar adalah supaya kehendak Allah yang kudus dapat telaksana dalam diriku. Semoga kehendak Allah yang mahakudus dan adil, tak tertembuskan ketinggian dan kedalamannya, yang berdaulat dan paling pantas dicintai dengan cara apapun, terlaksana dalam segala sesuatu. Ya Allah, terjadilah kehendak-Mu di atas bumi maupun di dalam surga (Rehbein, 2000: 15). Dalam diri Maria Helena kita juga menemukan empat ciri penting dari kharisma dan spiritualitasnya sebelum tiba di Steyl, yang akan menjadi sakaguru atau dasar spiritualitas Kongregasi SSpS yaitu: Ide tentang misi yang universal, devosi khusus kepada Roh Kudus, rahmat kehidupan batin atau kontemplasi, kesatuan yang mendalam dengan Allah dengan terus menerus berjalan di hadiratNya. Aspek ini dilengkapi dengan cintanya yang besar pada Ekaristi, dan penyerahan tanpa syarat pada kehendak Allah. Hal ini dituliskan dalam surat yang kedua kepada Arnoldus Janssen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Saya bersedia untuk mempersembahkan diriku demi pelayanan, dengan segenap cinta dan seluruh hidupku. Saya yakin bahwa dengan bantuanmu, kehendak kudus Allah akan terjadi dalam diri saya (Rehbein, 2000: 15).
Kalimat terakhir dari surat penerimaan Maria Helena menjadi pembantu di rumah Misi di Steyl, merupakan materai dari penyerahan yang sempurna kepada kehendak Allah, sebagai batu penjuru bagi Kongregasi SSpS (Rehbein, 2000: 16). Secara pribadi Maria Helena adalah seorang yang sangat sederhana. Namun para Suster merasa, bahwa dari wanita sederhana mengalirlah sebuah daya yang mampu mengikat semua Suster lainnya untuk bergabung dan menghidupi sebuah komunitas yang penuh kasih. Karena itu komunitaspun sangat cepat berkembang. Dan secara ke dalam dan rohani, komunitas inipun dibentuk oleh semangat mencari Allah dan cinta persaudarian. Persaudaraan secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu kelompok atau komunitas yang dibentuk berdasarkan suatu Visi dan Misi tertentu. Dengan demikian atas dasar ini, persuadaraan tidak terbentuk berdasarkan hubungan darah, suku, budaya, dan bahasa tertentu. Persaudaraan dimengerti dan dihayati sebagai ciri khas kehidupan religius. Meskipun demikian bahwa para religius menghayati persaudaraan sebagai salah satu ciri khasnya, namun tidak semua ordo ataupun tarekat mengambil dan menghayati unsur persaudaraan sebagai spiritualitasnya yang khusus (Grün, 1900: 36-40). Maria Helena senantiasa menjalin kontak dengan para Suster misionaris. Dia menulis banyak surat dan memberi mereka nasehat dan menjanjikan doanya dan doa seluruh komunitas untuk mereka. Pada mulanya Maria Helena , sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Rekan-Pendiri sungguh sangat bergantung pada Arnoldus Janssen. Arnoldus Janssenlah yang menetapkan semua peraturan untuk para Suster. Dalam semua hal penting Maria Helena harus menanyakan pendapat Arnoldus Janssen. Hal ini tidak selalu mudah bagi Maria Helena, sebab Arnoldus Janssen adalah orang yang terlalu berpikir panjang, suka menggurui dan agak penakut. Namun kesetiaannya kepada Arnoldus Janssen dan sikapnya yang ramah mampu menciptakan sebuah kerja sama yang baik. Keberanian Maria Helena mengungkapkan perasaannya dan menyampaikan keberatannya, apabila dia melihat hidup komunitas terlalu dikekang dan sejumlah aturan terlalu mengganggu kebersamaan. Walaupun demikian dia mempunyai hubungan yang erat dengan Arnoldus Janssen. Dia merasakan keeratan itu dalam spiritualitas. Arnoldus Janssen menggabungkan dua gerakan rohani yaitu: Penghormatan terhadap Hati Terkudus Yesus dan Penghormatan terhadap Roh Kudus. Penggabungan Penghormatan Hati Terkudus dengan Penyembahan Roh Kudus kembali dialami Maria Helena di Steyl. Dan dia sangat terkesan karena itu. Dia menjadikannya isi kehidupan rohaninya sendiri. Tetapi di dalam hatinya kedua penyembahan itu, berubah mengambil wujud baru, bukan lagi dalam corak kelaki-lakian, melainkan penuh nuansa kewanitaan. Maria Helena memberi warna khusus kepada spiritualitas yang diterimanya. Maria Helena tidak menyebarkan sebuah spiritualitas baru. Dari sekian banyak tradisi kerohanian yang hidup di zamannya dia mengambil hal-hal yang dapat dipahami dan dilaksanakannya sendiri secara pribadi. Keutamaan Maria Helena dengan penuh kepastian dia menampik pola beriman moralistis dan semua pandangan negative tentang seksualitas dan hanya memilih aliran-aliran spiritualitas yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
bercorak mistis di jaman itu. Di dalam aliran-aliran itu yang diutamakan adalah hubungan dengan Allah dan pengalaman akan Allah di dalam batin sendiri. Sementara itu Maria Helena memberi warna yang khas kepada gerakan-gerakan rohani itu. Dia merasa dengan hatinya sendiri dan membiarkan perasaannya berbicara (Gün, 1995: 41). Sebab itu spiritualitas Maria Helena ditandai oleh hati yang lapang oleh kehangatan dan cinta serta oleh pengalaman akan Allah dalam lubuk hati yang terdalam. Demikian pula dalam penghormatan Hati Terkudus Yesus bagi Maria Helena yang terpenting adalah bahwa cinta kepada Allah mengambil tempat utama dan bukanlah hukuman atau penghakiman-Nya. Cinta Allah yang menyentuhnya dalam penghormatan Hati Terkudus Yesus adalah Allah yang mencinta dan yang manusiawi, Allah yang menunjukkan kepada kita hati-Nya dalam diri Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang sangat dekat dengan kita dalam diri Putera-Nya yang dapat dipahami dan dapat dilihat. Dia adalah Allah yang dapat kita lukai. Cinta itu menunjukkan corak kemanusiaannya dalam hati Yesus yang tertembus tombak. Hati-Nya ditembusi tombak pada salib, supaya cinta-Nya mengalir meluap untuk semua orang. Penghormatan kepada Hati Terkudus Yesus memungkinkan
pengungkapan
perasaan,
bahkan
manusia
menempatkan
pengungkapan perasaan pada titik utama. Walaupun kita sekarang akan cukup cepat menolak luapan perasaan yang terungkap dalam doa-doa dan lagu-lagu emosional pada abad yang lalu, namun kita tidak boleh lupa bahwa pada waktu itu yang dimaksud utama gerakan itu adalah untuk menyebarkan sebuah pola kerohanian yang menyeluruh, sebuah pola hidup beriman, dimana bukan hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
rasio tetapi juga perasaan mempunyai tempat dan peranan. Artinya sebuah bentuk hidup beriman yang menghargai tubuh. Hati manusia menjadi simbol cinta Ilahi dan manusiawi. Dalam memandang Hati Yesus yang tertombak Maria Helena dapat membiarkan perasaannya berbicara, perasaan cinta keibuannya yang cukup sering dikecewakan dan dilukai, cinta keibuannya yang tanpa pamrih dan yang penuh pengorbanan. Dan di dalamnya dia pun dapat mengalami Allah yang ramah dan penuh kasih yang dekat dan penuh kebaikan. Bagi Maria Helena Penghormatan Hati Terkudus Yesus mengalihkan pandangan dari moral dan mengarahkannya kepada inti iman kepada Yesus Kristus yang demikian mencintai kita, sehingga Dia rela ditembusi tombak di atas salib. Dan Maria Helena hidup dalam semangat kesalehan seperti itu dengan membuka hatinya sejak awal untuk anak-anak di Cina. Penghormatan terhadap Hati Terkudus Yesus mampu menyiapkan orang untuk menerima tanggung jawab di dunia untuk memiliki sebuah hati bagi para miskin dan untuk membantu dimana ada kebutuhan. Spiritualitas Maria Helena juga sangat dipengaruhi oleh Ekaristi. Hal ini tampak pertama-tama dalam penghormatannya terhadap ekaristi dan penerimaan komuni setiap hari. Di Steyl pada waktu itu orang pada umumnya lebih konservatif daripada di tempat lain. Ketika dia mengalami krisis, Maria Helena Stollenwerk menulis surat kepada mantan bapa pengakuannya dan mengungkapkan kekecewaannya bahwa dia hanya boleh menerima komuni sesekali saja. Dia merasa yakin bahwa menerima komuni merupakan bagian utuh dari perayaan ekaristi. Karena itu Maria Helena disebut “Pengemis ekaristi”, sebab dia selalu saja meminta untuk lebih sering menerima komuni dan karena dia selalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
mengemis agar para Suster pun diberi kesempatan untuk terlibat pada adorasi di depan Sakramen Maha kudus. Kebiasaan yang dilakukan setiap pagi dia menyampaikan ujud-ujudnya di depan Sakramen Mahakudus dan pada malam hari dia meletakkan kembali di atas altar semua yang terjadi pada hari itu agar Tuhan sendiri yang mengubahnya seperti Dia mengubah roti menjadi tubuh Kristus. Seluruh hidupnya hendaknya dipenuhi oleh kasih Kristus seperti roti ekaristi. Semua yang dilakukannya merupakan bagian dari tubuh Kristus. Kerinduan Maria Helena yang terdalam adalah bersatu dengan Kristus, berada di dalam Kristus, hanya di dalam Dia dapat menjadi sumber kasih bagi dunia. Penghormatan kepada Roh Kudus juga menjadi sendi dasar spiritualitas Maria Helena. Roh Kudus baginya bukan cuma Bapa yang baik atau Bapa penuh kasih, tapi juga merupakan daya batin yang menguatkan dia untuk mencinta dan dorongan yang mengundangnya untuk berkembang dan menyerahkan diri seutuhnya pada pelayanan tarekat atau serikat. Sebuah bentuk religiusitas lain pun masih penting bagi Maria Helena yaitu penghormatan terhadap Kanak-kanak Ilahi. Di sini Kanak-Kanak Yesus dalam kemiskinan dan kepapaan-Nya menjadi titik pusat spiritualitas. Memang untuk orang modern adalah tidak terlalu mudah menempatkan Bayi Yesus sebagai pusat spiritualitas. Namun yang terpenting adalah penghormatannya. Yang menjadi ujud cintanya kepada Bayi di palungan adalah pengungkapan cinta dan kepercayaannya kepada Allah yang dekat dan penuh kasih. Baginya Bayi Ilahi adalah ungkapan bahwa Allah mencintai kita tanpa syarat, bahwa Dia bersedia menjadi kecil dan tak berdaya, bahwa Dia datang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
kepada kita dalam diri seorang bayi. Allah yang dekat dan penuh kasih yang dijumpainya di dalam Bayi Ilahi dapat dipercayainya. Di dalam-Nya Allah dikenal. Allah menjadi manusia, agar kita pun berani menjadi manusia sebagaimana Allah telah menciptakan kita. Dalam penghormatan kepada Bayi di kandang Maria Helena merasa, bahwa di tengah kesehariannya yang sering amat keras dan tak bersahabat, terdapat suasana kasih dan kenyamanan. Dengan itu dia merasa lega, hatinya bersinar dan merupakan janji sebuah permulaan baru. Dari pernyataan di atas dapat dilihat, bahwa yang menjadi tekanan kuat spiritualitas Beata Maria Helena adalah terletak pada kenyataan bahwa Allah adalah kasih. Keutamaan Maria Helena tidak terletak pada kemampuannya mengembangkan sebuah spiritualitas yang khas, melainkan pada kemampuan untuk memilih dari semua bentuk spiritualitas yang di kenal dalam zamannya bentuk spiritualitas yang memungkinkan dia secara pribadi menghidupi panggilannya secara otentis. Dia mengembangkan sebuah kepekaan untuk menemukan jalan yang akhirnya dapat menuntunnya menemukan gambaran yang telah dibuat Allah untuknya dan jalan yang paling memungkinkannya untuk menjadi transparan bagi karya Roh Kudus. Maria Helena dapat menggabungkan secara sangat baik ketiga jalan itu yaitu: penghormatan terhadap Hati Kudus Yesus yang dikaitkan dengan penyembahan Sakramen Maha Kudus, penghormatan terhadap Roh Kudus dan akhirnya penghormatan kepada Bayi Ilahi. Di atas dasar ketiga jalan ini dia dapat membangun kharismanya yang khas. Dia tidak begitu saja mengambil alih bentuk-bentuk spiritualitas ini, tapi selalu berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
mengasimilasinya secara khas untuk dirinya sendiri sehingga akhirnya menjadi spiritualitasnya sendiri (Grün, 1852-1900: 42-46). Anugerah khusus Maria Helena adalah ketaatan penuh rahmat yang sejati. Bersamaan dengan panggilannya, Tuhan memberikannya telinga yang dapat menemukan suara-Nya diantara suara-suara lain, dan kesediaannya penuh cinta untuk mengikuti kehendak-Nya tanpa syarat. Maria Helena adalah contoh pribadi yang diperbarui dari dalam, yang tak lagi membutuhkan hukum karena cinta Allah telah membangkitkan tanggapan cinta yang selalu ingin berbuat lebih banyak daripada yang dapat diperintahkan hukum (lih. Hos 2: 21-22). Sejarah panggilannya dan terutama korespondensinya dengan St Arnoldus Janssen menunjukkan bahwa justru melalui ketaatanlah ia mepraktikkan untuk berpaling dari diri sendiri dan memberikan diri tanpa syarat kepada Tuhan. Sementara beberapa orang kudus berkembang melalui energi yang memanggil mereka untuk karya-karya besar, ia dan karyanya berkembang melalui kenyataan bahwa ia semakin tertinggal di belakang. Tersembunyi, seperti Ekaristi, namun dengan kuat memberi hidup, ia melaju ke tujuannya. Dengan memberikan diri secara total, dan mampu dibuang seperti Ekaristi, Maria Helena menjadi manusia paskah yang dengan keberadaannya, memanggil orang lain untuk tidak kehilangan pandangan akan tujuan abadi tetapi untuk hidup, bekerja, dan menderita demi kedatangan Kerajaan Allah (Stegmaier, 1853-1900: 73-74).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
C. Gambaran Umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah 1. Sejarah berdirinya Kongregasi Situasi historis: Bismarck mempersatukan Jerman menjadi Negara modern. Keunggulannya dalam bidang politik-militer terbukti dalam perang dengan Perancis. Jerman yang satu ikut berlomba-lomba dengan kuasa kolonial memperluas pengaruhnya antara lain Cina dan Jepang. Meskipun Bismarck menentang Gereja Roma Katolik (Kulturkampf), ekspansi politik-militer membangkitkan pula umat Katolik. Semangat misi dengan arti tradisional, memberitakan Injil dan menobatkan kaum kafir sekaligus membudayakannya (Rehbein, 2000 ). Situasi tersebut membangkitkan semangat missioner Arnoldus Janssen yang dengan bakat organisatorisnya dan cinta dan penghormatannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus adalah unsur yang paling menonjol dalam spiritualitasnya. Langkah-langkah awal pendirian Kongregasi sebagai berikut: Arnoldus Janssen menerima gadis-gadis muda untuk bekerja di dapur Rumah Misi Santo Mikael. Mereka adalah Theresia Sicke yang kemudian disebut Suster Anna. Maria Helena yang dikenal dengan sebutan Ibu Maria, Hendrina Stenmanns dikenal dengan sebutan Ibu Yosepha dan Gertrud Hegemann yang kemudian menjadi salah satu SSpS pertama yang diutus ke Argentina. Para gadis muda tersebut bekerja di dapur Rumah Misi, namun Arnoldus Janssen menyebut mereka Postulan dan dari permulaan Arnoldus Janssen sudah sangat keras dalam seleksi dan memberikan mereka acara harian seperti sebuah komunitas religius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Dalam perjalanan waktu karena semakin bertambahnya jumlah Bruder di Rumah Misi Santo Mikael, maka Arnoldus Janssen menugaskan para Bruder untuk bekerja di dapur menggantikan para Suster Penyelenggara Ilahi, sementara para Postulan diserahi tugas mengurus kamar cuci seminari, mereka menambal dan melipat pakaian. Bulan Juni 1887, Arnoldus Janssen merasa bahwa sudah waktunya mengambil keputusan mengenai para Postulan. Tetapi ia takut mengambil langkah untuk mendirikan sebuah Kongregasi. Ia tahu bahwa ini berarti banyak masalah dan kekuatiran dan ia hampir tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Tanggal 12 Juli 1888, ketiga Suster Penyelenggara Ilahi terakhir meninggalkan Rumah Misi dan dua hari kemudian keempat Postulan dipindahkan ke sebuah biara kecil dengan nama “Drei Linden”. Pemindahan tersebut membawa kegembiraan tersendiri bagi para Postulan dan bertumbuh harapan bahwa keinginan hati mereka yang terdalam akhirnya akan segera terwujud. Mereka tetap berharap dengan semangat dan dedikasi baru, menanti dan menanti. Pertengahan tahun 1889, anggota pertama SVD (Societas Verbi Divini) diutus ke Argentina, maka tersedialah lapangan misi untuk para suster di negeri itu. Tanggal 19 November 1889, Arnoldus Janssen mengumumkan kepada para imam di Rumah Misi bahwa dia telah menandatangani persewaan Biara dengan propinsial para Kapusin dan Kongregasi untuk para Suster akan segera dimulai. Tanggal 7 Desember 1889 malam para Postulan dipindahkan ke Biara Kapusin. Arnoldus Janssen sebagai pendiri Kongregasi SSpS tersentuh hatinya oleh seruan dunia yang belum mengenal Kristus, maka ia dengan berani mendirikan Kongregasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Suster Misi Abdi Roh Kudus (disingkat SSpS) pada tanggal 8 Desember 1889 di Steyl-Belanda. Kongregasi ini memiliki sebutan nama lengkap dalam bahasa Latin Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti disingkat Cm. S.Sp.S. Dalam bahasa Indonesia artinya Kongregasi Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus (Konstitusi SSpS 1984). Sebutan Cm.S.Sp.S. merupakan sebutan resmi dan menunjuk pada nama Kongregasi sedangkan untuk menyebut para Suster menggunakan sebutan Suster SSpS. Nama SSpS mempunyai dasar biblis yang mencerminkan identitas dan sikap hidup para anggotanya. Pemberian nama ini, tidak sekali jadi tetapi mengalami proses perkembangan. Pada tahun 1882, Arnoldus Janssen memikirkan sebuah kongregasi dengan tiga cabang: Imam, Bruder, dan Suster dibawah satu pimpinan. Kongregasi itu dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma menjadi manusia sehingga para anggotanya mempunyai tugas yang sama: “Verbistae”, menurut Sabda yang telah di utus menjadi manusia (Bornemann, 1968). Pada tahun yang sama pula Arnoldus Janssen mulai menulis regula bagi Suster yang akan di beri nama “ Suster Sabda Allah “ (Mchugh, 1975: 142). Tahun 1883, dalam kunjungannya ke Wina Australia, Arnoldus Janssen mendapat usulan dari Pater Meditz, CM. agar Kongregasi Suster yang akan didirikan itu diberi nama “ Puteri-puteri Roh Kudus “ yang secara istimewa menyembah Roh Kudus. Berkat penghormatan mereka kepada Roh Kudus, para Suster akan membuat silih atas dosa-dosa melawan Roh Kudus. Dan melalui sembah sujud mereka di depan Sakramen Mahakudus para Suster hendak berdoa memohon berkat bagi seluruh Gereja terutama bagi para imam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Arnoldus Janssen dan Pater Meditz sependapat bahwa tugas para Suster adalah menyembah dan menghormati Roh Kudus. Mereka juga sependapat bahwa tugas para Suster berdoa bagi karya kerasulan serta menghormati Maria sebagai mempelai Roh Kudus yang tak bernoda. Pada tanggal 15 Januari 1885, Arnoldus Janssen menyisipkan beberapa gagasan tujuan Kongregasi SSpS: Pertama, menghormati Allah Roh Kudus; Kedua, menyembah Sakramen Mahakudus; Ketiga, berdoa bagi para Imam. Dan tugas para Suster yang paling penting ialah membantu para Imam SVD dalam hal membina dan mendidik kaum wanita di daerah-daerah misi. Tahun 1890, Arnoldus Janssen menyusun Konstitusi bagi para Suster dan beliau mencatat nama Suster klausura “Puteri Roh Kudus“ dan Suster “Abdi Roh Kudus“. Namun dalam penyusunan konstitusi selanjutnya perbedaan antara Abdi dan Puteri tidak digunakan lagi, keduanya disebut “Abdi Roh Kudus“. Salah satu topik utama Kapitel SVD II tahun 1890/1891 yaitu tentang pendirian Kongregasi Suster di pilih nama “SERVAE SPIRITUS SANCTI”. Nama ini mengandung makna mendalam dengan panggilan misionernya (Boernemann, 1968: 233). Selanjutnya para Suster memakai nama “Abdi Roh Kudus” dengan lambang Roh Kudus yang melayang di atas Salib Yesus. Lambang itu memperlihatkan Kristus sebagai Hamba Allah yang mempersembahkan diri kepada Allah dalam kekuatan Roh Kudus, sebagai persembahan yang tak bercacat. Di situ Roh Kudus digambarkan sebagai Roh Kekuatan yang menarik manusia kepada Allah (Yoh 3: 16). Bagi para Suster yang berkaul kekal, di samping mengenakan kalung Roh Kudus di atas Salib Yesus, juga memakai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
cincin dengan gambar Roh Kudus di bagian luar, sedang dibagian dalam cincin itu tertulis “Ave Sponsa Coelestis”, artinya: salam mempelai surgawi. Gagasan ini timbul karena dengan mengikrarkan kaul kekal berarti para Suster menyerahkan diri selama-lamanya kepada Allah dalam kekuatan Roh Kudus dan menjadi mempelai Roh Kudus. Pada tanggal 8 Desember 1889, diakui sebagai hari berdirinya Kongregasi SSpS (McHugh, 1978: 20). Kongregasi SSpS merupakan kongregasi yang bersifat internasional, terdiri dari berbagai suku, bahasa, bangsa dan aneka kebudayaan, aneka kepribadian dan aneka usia, namun para Suster menyadari bahwa Roh Kuduslah yang mempersatukan mereka semua. Dalam kebersatuan ini, SSpS hidup dalam kebersamaan (komunitas) karena dasar hidup para Suster adalah iman kepada Allah Tritunggal. Allah Tritunggal adalah sumber, teladan kesempurnaan setiap komunitas. Hidup bersama adalah karya pewahyuan cinta kasih Allah Tritunggal, oleh karena itu hidup komunias para Suster berpusat pada Allah Tritunggal, dijiwai oleh cinta kasihnya yang dinamis sehingga mereka mampu memancarkan komunitas Allah Tritunggal sendiri. Maka melalui sikap hidup para Suster Allah Tritunggal semakin dikenal, dicintai dan dimuliakan. Pusat Kongregasi di Roma-Italia. Saat ini Kongregasi SSpS sudah berkarya di lima benua atau hampir di seluruh Negara. Benua Afrika meliputi: Angola, Botswana, Bolivia, Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo, Zambia, dan Afrika Selatan. Benua Amerika Serikat meliputi: Antiqua, Barbua, Illinois, Maryland, Pennsylvania, dan Missisipi; Amerika Selatan meliputi: Argentina, Bolivia, Chili, Brasilia, Paraguay, dan Cuba. Benua Asia meliputi: India,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Indonesia, Jepang, Korea, Philipina, Taiwan, dan Timor Leste. Benua Eropa meliputi: Austria, Belanda, Czechos Slowakia, Italia, Inggris, Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland dan Ukraina. Benua Oceania meliputi: Australia, Papua New Guinea dan Fiji. Di Indonesia kongregasi SSpS ada lima provinsi yaitu: Provinsi Jawa yang pusatnya di Surabaya, Provinsi Flores Timur yang pusatnya di Kewapante-Maumere, Provinsi Flores Barat yang pusatnya di Ruteng, Provinsi Timor yan pusatnya di Atambua, dan Provinsi Kalimantan yang pusatnya di Palangkaraya. Setiap Provinsi dipimpin oleh provinsial dan dewannya.
2. Spiritualitas Kongregasi Spiritualitas SSpS bersumber dari warisan rohani St Arnoldus Janssen sebagai pendiri Kongregasi. St Arnoldus Janssen memiliki spiritualitas sejak dalam keluarganya. Ayahnya bernama Gerard Janssen yang beriman sangat dalam dan sangat menghormati Allah Tritunggal Mahakudus. Ibunya bernama Anna Katarina adalah seorang pendoa yang saleh dan sangat menghormati Ekaristi. Dalam keluarga yang saleh dan tekun beriman ini, St Arnoldus Janssen memperoleh teladan hidup yang dikenal dengan sebutan spiritualitas yang kemudian diwariskan kepada ketiga kongregasi yang didirikannya yaitu: SVD (Societas Verbi Divini) didirikan pada tanggal 8 September 1875, Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus yang disingkat SSpS (Servarum Spiritus Sancti) dan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi (Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua) yang disingkat SSpSAP didirikan pada tanggal 8 Desember
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
1896. Kongregasi SSpSAP bersifat kontemplatif, yang memiliki tugas khusus mendoakan kedua kongregasi misi yakni SVD dan SSpS serta mendoakan seluruh dunia. Mereka juga menghayati hidup klausura secara ketat dan menjalankan Adorasi abadi kepada Sakramen Mahakudus selama dua puluh empat jam setiap hari. Spiritualitas Allah Tritunggal yang diwariskan St Arnoldus Janssen. Allah Tritunggal yang bersemayam dalam hati setiap orang itulah yang menjadi sumber dan tujuan misi Kristus ditengah dunia. Allah Tritunggal merupakan persekutuan pribadi-pribadi yang berelasi, sederajat, unik, bersatu dalam melaksanakan misi penyelamatan semua umat manusia. Oleh karena itu komunitas Allah Tritunggal menjadi komunitas ideal bagi para Suster SSpS dimana setiap pribadi saling memperkaya, saling berhubungan erat dan saling melengkapi dalam melaksanakan tugas perutusan. Kerinduan terbesar dari setiap SSpS adalah “Semoga Allah Tritunggal Mahakudus hidup dalam hati kita dan dalam hati umat manusia” dalam bahasa Latin “Vivat Deus Unus et Trinus in Cordibus Nostris”. Spiritualitas
Arnoldus
Janssen
tampak
dalam
kemampuannya
menggabungkan aktivitas dan doa secara seimbang. Ia ingin menanamkan nilai yang sama ini dalam diri para pengikutnya. Salah satu sarana adalah mengucapkan doa suku jam, yakni rumusan doa singkat yang berisi penghormatan kepada “Allah Tritunggal”. Doa itu disebut doa suku jam karena didoakan setiap waktu 15 menit. Kerinduan ini merupakan kerinduan batin terdalam dari pendiri St Arnoldus Janssen yang dilanjutkan oleh Beata Maria Helena Stollenwerk dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Beata Josepha Stenmanns sebagai pemimpin awal kongregasi SSpS. Kerinduan tersebut merupakan visi dari kongregasi SSpS (McHugh, 1978: 9-11).
3. Kharisma Kongregasi Sebagaimana Kongregasi biarawati aktif lainnya, Kongregasi SSpS diberi karunia untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan Kristus. Dan sebagai sebuah Kongregasi internasional ia terbuka kepada Roh Kudus dan siap sedia untuk diutus ke mana saja dibutuhkan Gereja terutama di daerah perintis. Kharisma Kongregasi SSpS berawal dari kharisma Bapa Pendiri yaitu St Arnoldus Janssen. Kharisma yang diwariskan oleh St Arnoldus Janssen adalah kharisma missioner. Kongregasi SSpS sebagai sebuah komunitas rohani atau pesekutuan rohani memiliki tujuan dan misi khusus yang menjadi sumbangan nyata bagi perkembangan Kerajaan Allah ditengah dunia. Kongregasi SSpS mengambil bagian dalam tugas perutusan Gereja universal yakni mewartakan Kabar Gembira Kristus kepada semua orang (Konst 103). Sesuai dengan dasar dan tujuan panggilan hidup sebagai biarawati Abdi Roh Kudus, maka para Suster SSpS mengikuti Yesus pada jalan Nasehat Injil yaitu “kaul keperawanan yang ditahbiskan kepada Tuhan, kaul kemiskinan Injili dan kaul ketaatan apostolik” (Konst 202) seperti tarekat religius lainnya. Kekhasan atau kharisma SSpS yaitu: Religius Misioner. Yang dimaksudkan adalah kelompok Suster yang menjalani hidup bakti dengan mengikrarkan kaul-kaul hidup membiara secara publik sebagai misionaris Abdi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Roh Kudus, yang mengikuti Yesus sebagai misonaris dengan mengandalkan bimbingan dan kekuatan dari Allah Roh Kudus. Kharisma Religius Misioner ini diungkapkan dalam karya kerasulan yang dilakukan oleh Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus, antara lain: bidang pendidikan, kesehatan, Pastoral dan Katekese, Sosial kemasyarakatan, serta bidangbidang frontier lainnya dimana hidup manusia terancam atau dimana orang tidak menemukan lagi makna kehidupannya (Rehbein, 1990: 61). Kongregasi SSpS dapat berkarya dalam bidang apa saja dan dalam aspek apa saja. Sesuai dengan sifatnya, Kongregasi SSpS terbuka untuk menjadi misionaris internasional yang hidup dalam komunitas internasional yang mewartakan persatuan dan kesatuan hidup sebagai anak-anak Allah (Konst 103104).
4. Misi Kongregasi Setiap lembaga juga haruslah mempunyai misi yang jelas seperti halnya dengan visi. Karena untuk mewujudkan dan mencapai visi tersebut maka misi sangat dibutuhkan. Adapun misi kongregasi SSpS adalah mewartakan Kabar Gembira. Hal ini dipertegas dalam Konstitusi SSpS yaitu: Misi yang utama Kongregasi SSpS: Sesuai maksud Pendiri, tugas kita yang utama ialah Mewartakan Kabar Gembira. Terbuka terhadap lingkungan dan kebutuhan zaman, Arnoldus Janssen menginginkan kita bekerja di daerah misi di mana pelayanan kita sebagai wanita dibutuhkan dalam karya karitatip, pendidikan dan pengajaran dan pembinaan rohani. Meskipun kita tetap setia pada tugas-tugas tradisional, kita terbuka terhadap cara baru dalam menjawabi kebutuhan Gereja dalam dunia dewasa ini (Konst SSpS, art 103).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Kongregasi SSpS mengutamakan karya missioner, mau menjawab situasi sosial yang diliputi kegelapan dosa dan tak beriman, sesuai dengan kharisma kongregasi. Dengan mengutamakan karya missioner itu, Kongregasi SSpS memberi tempat berpijak yang sesuai atau cocok bagi perkembangan spiritualitas dan kharismanya dan mengharapkan akan menghasilkan buah yang berlimpah bagi kepentingan Gereja. Selanjutnya kaul-kaul mendapat tempat yang istimewa dalam pola hidup tersebut. Jadi dengan menekankan komunitas religius yang ditandai ketiga nasehat Injil (isi tiga kaul) tersebut, Kongregasi menjadikan hidup setiap anggota sebagai simbol yang bisa amat kuat dan meyakinkan berbicara mengenai spiritualitas dan kharisma serta misi/perutusannya kepada sesama yang dilayani ( Rehbein, 2000 ).
5. Keanggotaan Bunda Allah
Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria
Kaul kekal atau di sebut Medior. Medior adalah mereka yang tahu apa artinya mengikuti Yesus secara manusiawi dan secara personal. Tahu dan sadar bahwa kendati segala pengalaman pahit, seperti kekecewaan, derita persaingan, kegagalan dan pengkhianatan selama masa pembinaan, Yesus tetap diterima sebagai satu-satunya pusat hidup. Orang yang sudah mengucapkan kaul kekal adalah orang yang sudah tahu dari pengalaman bagaimana membangun dan memperkembangkan kesetiaan kepada Yesus lewat kelemahan dan kekuatannya. Jadi yang membedakan kualitas “ya” antara kaul kekal adalah kesadaran orang itu sendiri akan arti mengikuti Yesus secara konkrit dalam hidup religius. Kristus akhirnya disadari, diterima menjadi kekuatan untuk menghayati hidupnya. Oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
karenanya juga tahu apa yang menjadi tuntutan untuk mengikuti Yesus dan hidup bersama dengan Yesus. Ia juga sadar bahwa hidup religius bukan untuk mengucapkan kaul kekal, tetapi melihat bahwa kaul kekal dapat merupakan sarana yang efektif bagi dirinya untuk memperkembangkan hidup, kesucian dan kepribadiannya dalam Kristus. Kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan haruslah merupakan struktur hidup dan pribadinya, yang memberikan kerangka dasar untuk membangun hidupnya. Dengan kata lain, seluruh hidup pribadi, tindakan, motivasi dan lain sebagainya harus dibangun pada realitas fundamental ini. Dalam Kongregasi SSpS persiapan langsung untuk kaul kekal sangat penting. Dalam keadaan kurangnya keatifan dan dalam suasana lebih tenang para Suster merefleksikan pengalaman tentang bimbingan cinta Allah dalam hidup dan dalam karya mereka sebagai abdi Roh Kudus. Waktu lebih banyak digunakan untuk doa, bacaan rohani, dan studi sebagai sarana pembaharuan diri dalam prinsip dasar hidup rohani dan kerelaan penuh kegembiraan dalam hidup religius. Mereka diberi bantuan untuk memperkokoh panggilan religius missioner (Konst 533).
D. Kesetiaan Pada zaman modern ini, banyak hal yang dianggap sebagai tradisi lama ditinjau kembali dalam perkembangan kehidupan, dan ukuran untuk menilai kerap kali diletakkan atas dasar gunanya dalam kehidupan baik pribadi maupun bersama. Kalau sekarang ini orang berbicara tentang kesetiaan, kerap kali persoalan yang sama ikut mencampuri makna kenyataan itu. Sekali lagi, guna menjadi penentu makna suatu sikap yang tampaknya mempunyai arti besar bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
perkembangan hidup ini. Setia memang sebuah nama yang menunjukkan kenyataan yang tidak mudah diamati. Kesetiaan menyangkut pengertian kasih, kerahiman, karunia yang di tawarkan di dalam hidup ini, dan menuntut pertanggungjawaban yang tetap dan terus menerus. Kesetiaan adalah tanda bukti kasih yang tidak mudah luntur oleh kesulitan hidup. Kesetiaan seperti itu mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan bersama maupun pribadi. Kesetiaan menjadi bukti mutu pribadi dan mutu pelayanan pribadi itu bagi sesamanya. Maka kesetiaan juga memiliki peranan yang tak ternilai dalam proses kehidupan. Bila Negara tidak memiliki tokoh-tokoh pahlawannya yang setia membela kepentingan bersama, Negara itu akan runtuh dilanda musuh. Kesetiaan memang menjadi landasan kehidupan bersama yang amat penting peranannya bagi bangunan kehidupan. Semakin kuat kesetiaan, semakin indah pula bangunan kehidupan, karena mempunyai alas yang kokoh untuk membangun aneka ragam bentuk kehidupan. Kita bisa bertanya diri: adakah kesetiaan seperti itu? Mampukah manusia setia secara utuh? Haruskah manusia setia kalau ia menderita karena ketidaksetiaan orang lain? Dalam pertanyaanpertanyaan itu terumus satu tantangan, untuk memahami secara mendalam, merenungkan secara luas cakrawala kesetiaan dalam kehidupan manusia itu. Salah satu landasan hidup yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan hidup itu adalah iman. Dalam terang iman diharapakan orang mempunyai pemahaman yang lebih luas cakrawala tentang arti kesetiaan (Darmawijaya, 1989: 46).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Dalam Kitab Suci kesetiaan kerap kali untuk menunjukkan sifat Allah dan sifat itu erat sekali hubungannya dengan kerahiman atau kasih karunia yang di-nyatakan kepada manusia. Contoh: Setelah Abraham menjadi tua, ia menghendaki agar anaknya Ishak mendapatkan istri yang menjamin masa depan suku dan iman akan Allah Yang Maharahim terhadap mereka dengan mengutus hambanya yang terpercaya dan berhasil menemukan gadis idaman suku dan iman tersebut. Keberhasilan usaha dilihat sebagai kasih karunia dan kesetiaan Tuhan yang mendampingi perjalanan dan usaha hamba Abraham tersebut, lih. Kej 24:27. Demikian yang di alami oleh Musa pada waktu ia memimpin bangsa Israel melintasi padang gurun dan merumuskan pengalaman iman mereka dalam hubungan mereka dengan Allah. Suatu ketika merasa jengkel terhadap bangsa yang dikasihi Allah itu. Ia menghancurkan loh batu di mana tertulis bagaikan dalam prasasti sepuluh perintah Allah yang dianggapnya tidak dibangun lagi (lih. Kel 32:19). Israel telah begitu murtad karena tidak setia kepada Allah, membalikkan diri dan mempercayai kekuatan dan kesenangan diri, sehingga tuntunan Musa selama ini dianggap tidak berarti lagi . Ini menurut Musa. Tetapi lain apa yang dikehendaki Allah menurut keyakinan iman Israel. Musa dipanggil kembali menaiki gunung yang tinggi, untuk bertemu dengan Allah yang memilih bangsa kesayangan-Nya. Ia memahat kembali loh batu prasasti perintah Allah bagi bangsa Israel. Allah yang diimani bangsa itu menyatakan diri-Nya tetapi tetap setia kepada Musa dan Bangsa-Nya. Allah yang baik terhadap bangsa itu ternyata tetap setia, kendati pun bangsa-Nya tidak setia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Kesetiaan adalah tanda bukti kasih Allah yang tetap dan tidak berubahubah. Keyakinan seperti itu dipertahankan juga dalam Perjanjian Baru, sehingga tokoh seperti St Paulus berani menuliskannya kepada Jemaah: “Allah yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya (lih. Filp 1:6). Bagi orang Kristen, kesetiaan Allah tampak paling nyata dalam diri Yesus Kristus yan menjadi saksi kesetiaan Allah secara pribadi bagi manusia yang percaya. PadaNyalah ungkapan Allah “Amin, saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah”, (Wyh 3:14; 1:5 dan 19:11). Kesetiaan dalam terang Kitab Suci menunjukkan unsur yang amat mencolok, ketetapan, keteguhan, kesabaran, kasih Allah yang mau terus-menerus mencintai umat kesayangan-Nya, kendati mereka itu gagal. Kasih yang abadi tercermin dalam kesetiaan yang tidak kunjung henti (Darmawijaya, 1989: 50). Bagi penginjil kesetiaan tidak bisa dilepaskan dari kasih yang telah ditawarkan oleh Allah secara nyata. Kesetiaan tidak juga bisa dipisahkan dari perjuangan kasih yang menuntut perbuatan terus menerus. Maka kesetiaan orang Kristen tidak bisa lain, kecuali setia kepada Yesus Kristus yang menjadi pusat kehidupan. Sumbangan gagasan penginjil dan wawasannya mengenai kasih karunia, kerahiman dan kesetiaan Allah, ditegaskan dalam keyakinannya bahwa kasih itu inti kehidupan. Bila demikian juga kesetiaan menjadi bermakna dalam pembangunan hidup ini bukan hanya kehidupan pribadi melainkan kehidupan bersama. Dalam terang iman, kesetiaan bukanlah terutama sifat manusia dalam hubungan antar manusia, melainkan hubungan Allah dengan manusia. Karena pengalaman hubungan kasih Allah yang setia itu, maka manusia bisa setia juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
kepada Allah yang menyayangi, dan sekaligus juga bisa diharapkan setia kepada sesamanya yang menjadi rekan seperjuangan dalam menjawab panggilan ilahi (Darmawijaya, 1989: 69).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
BAB III PENGHAYATAN PARA SUSTER MEDIOR SSpS TERHADAP SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA
Penghayatan para Suster Medior tentang makna spiritualitas merupakan suatu hal yang penting demi peningkatan kesetiaan hidup membiara. Penghayatan akan makna spiritualitas Beata Maria Helena membantu para Suster Medior SSpS untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Dalam Bab III penulis akan menguraikan tentang penghayatan para Suster Medior terhadap makna spiritualitas untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Bab III terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengenai gambaran penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS yang meliputi: macam-macam kegiatan para Suster Medior SSpS, penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Bagian kedua mengenai penelitian penghayatan spiritualitas para Suster Medior untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara yang terdiri dari: desain penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian tentang penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara, kesimpulan penelitian.
A. Gambaran Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS St Arnoldus Janssen mewariskan kepada puteri-puteri rohaninya kebajikan-kebajikan atau teladan hidup yang dikenal dengan sebutan spiritualitas yang sampai saat ini dihayati oleh para Suster SSpS. Spiritualitas berarti hidup yang didasarkan pada pengaruh dan bimbingan Roh Allah (Hardjana, 2005:64).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
St Arnoldus Janssen mewariskan kepada para Susternya spiritualitas Allah Tritunggal. Para
Suster
menghidupi
spiritualitas
Allah
Tritunggal
yang
menggerakkan mereka untuk memberi kesaksian hidup seperti yang diteladankan oleh St Arnoldus Janssen. St Arnoldus Janssen adalah seorang pendoa, memiliki devosi khusus kepada ketiga pribadi Ilahi: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ia sangat menghormati dan menyembah ketiga pribadi Ilahi ini dengan hidup saleh di hadirat-Nya. Ia memiliki kerinduan terdalam “semoga Allah Tritunggal Mahakudus hidup dalam hati kita dan dalam hati umat manusia”. Inilah Visi SSpS yang diwujudnyatakan dalam berbagai karya misi kongregasi yang sampai saat ini ditangani oleh para Suster SSpS. Karya kerasulan di bidang pendidikan, kesehatan, pastoral dan katekese, sosial kemasyarakatan serta bidang-bidang frontier lainnya di mana hidup manusia terancam dan orang tidak menemukan lagi makna kehidupan (Konst. 103). St Arnoldus Janssen adalah pribadi yang sangat mencintai Ekaristi. Tiada hari yang dilaluinya tanpa berlutut di depan Sakramen Mahakudus. Baginya dalam Ekaristi kudus Allah Tritunggal hadir dan memberinya semangat dan kekuatan untuk beraktivitas. Spiritualitas hidup St Arnoldus Janssen mendorong para Suster Medior SSpS untuk memadukan hidup rohani dan hidup dalam kesibukan mereka sebagai seorang religius. Beata Maria Helena sebagai Co-Pendiri juga mewariskan sebuah pesan yang dapat mendorong para Suster atau pengikutnya untuk terus menekuni jalan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
hidup sebagai religius, berkat cintanya yang tanpa pamrih dan kesetiaannya pada panggilannya. Setiap Kongregasi harus terus menerus merenungkan kharisma pendirinya. Dengan melihat akar-akarnya sendiri, akan muncul secara baru sumber kehidupan rohani. Serikat para Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) dan para Suster Adorasi Abadi (SSpSAP) dapat membarui diri dan menentukan tugasnya ditengah zaman kita secara lebih tepat dengan menengok kembali kharisma Maria Helena. Melalui pendalaman biografinya kita dapat menemukan secara baru apa yang sesungguhnya menopang kita dan dari sumber mana para Suster hidup, agar dapat memberi jawaban yang tepat atas tuntutan zaman. Dengan mendengar suara Allah dalam hatinya sendiri dan melalui cintanya yang hidup dari karunia Roh Kudus, Maria Helena telah meletakkan sebuah dasar di atasnya tidak cuma serikat para Suster SSpS dan para Suster SSpSAP dapat membangun spiritualitasnya, melainkan semua orang yang bersedia mendalami riwayat hidup wanita menarik ini (Grün, 1852-1900: 66). Dari hasil observasi dan pengalaman pribadi, penulis akan menguraikan dalam bagian ini: macam-macam kegiatan para Suster Medior SSpS dan penghayatan spiritualitas Maria Helena oleh para Suster Medior SSpS. 1. Macam-macam Kegiatan para Suster Medior SSpS Kehidupan para Suster Medior SSpS sama sekali tidak terlepas dari kegiatan rohani, jasmani dan kegiatan sosial yang mendukung hidup panggilan dan tugas perutusan yang dipercayakan Kongregasi kepada mereka. Di sini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
penulis akan menguraikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam tiga bagian seperti kegiatan rohani, kegiatan komunitas, dan kegiatan sosial sebagai berikut: a. Kegiatan Rohani Kegiatan rohani merupakan kegiatan yang mengarahkan manusia untuk semakin dekat pada Allah. Para Suster Medior SSpS dalam menjalankan tugas prutusan yang dipercayakan Kongregasi kepada mereka selalu berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah dengan berbagai kegiatan rohani. Kegiatan rohani tersebut seperti: 1)
Ekaristi St Arnoldus Janssen adalah seorang pribadi yang mencintai karisti. Tidak
ada hari yang dilaluinya tanpa berlutut di depan Sakramen Mahakudus. Para Suster SSpS meneladani apa yang dicontohkan St Arnoldus Janssen. Bagi mereka Ekarisit memperdalam persatuan hidup dengan Kristus dan menjadi sumber kekudusan apostolik serta tanda persatuan yang ampuh, karena itu mereka mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi setiap hari dan bila tidak memungkinkan untuk diadakan perayaan Ekaristi maka diadakan ibadat sabda disertai komuni kudus. Penyembahan Sakramen Mahakudus mendapat tempat dalam doa pribadi dan komunitas sehingga pentahtaan Sakramen Mahakudus dalam komunitas SSpS minimal dua kali dalam sebulan (Konst. 402-402.1).
2)
Penghormatan kepada Roh Kudus Sebagai Abdi Roh Kudus para Suster SSpS memuliakan dan mencintai
Roh Kudus secara istimewa. Setiap hari para Suster SSpS memuji Allah Roh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Kudus dengan menyerukan doa “Veni Creator Spiritus” pada pagi hari dan “Veni Sancte Spiritus” pada siang hari dan sore hari memohon bantuan-Nya untuk Gereja dan karya missioner-Nya dengan berdoa mohon ketujuh karunia Roh Kudus (Konst. 405.3). Salah satu tradisi yang tetap dipertahankan oleh Kongregasi SSpS sampai saat ini adalah pembaharuan penyerahan diri kepada Roh Kudus pada Senin ketiga dalam bulan (Konst. 405.2). Hari raya Pentakosta menjadi pesta titular Kongregasi. Titular artinya pribadi Ilahi “Roh Kudus” yang kepadanya Kongregasi dipersembahkan sehingga Titular adalah pelindung dari Kongregasi yang menggunakan nama itu. Karena itu Pentakosta menjadi pesta utama Kongregasi SSpS (Konst. 405.1).
3)
Penghormatan kepada Hati Kudus Penghormatan kepada Hati Kudus merupakan ungkapan cinta, kekudusan
dan semangat apostolik. Ungkapan penghormatan kepada Hati Kudus dilakukan oleh para Suster dengan melakukan adorasi atau biasa disebut acara “jam silih” pada setiap hari Jumat khususnya Jumat pertama dalam bulan, pada pesta Hati Kudus Yesus, hari Kamis menjelang Jumat pertama dan malam menjelang pesta Hati Kudus Yesus dan selama bulan Juni (Konst. 406-406.1).
4)
Penghormatan kepada Bunda Maria Kongregasi SSpS menghormati Bunda Maria sebagai pelindung utama
Kongregasi, karena itu Kongregasi SSpS secara istimewa merayakan pesta-pesta Bunda Maria yakni: hari raya Bunda Maria Allah (1 Januari), Maria menerima
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
kabar dari Malaekat Tuhan (25 Maret), Maria diangkat ke Surga (15 Agustus), Kelahiran St Maria (8 September), Maria dikandung tanpa noda (8 Desember) dan Maria ratu para imam pada setiap Sabtu pertama dalam bulan (Manuale provinsi SSpS Jawa, 1999:28).
5)
Penghormatan kepada Allah Tritunggal Para Suster hendaknya hidup sadar dihadirat Allah Tritunggal
Mahakudus, dalam arti hidup aktif dan dinamis menuju kepada kepenuhan dan kesempurnaan hidup. Karena itu, sebagai pelayan cinta-Nya para Suster SSpS harus belajar untuk melihat dimana Allah berkarya dalam diri dan sekitarnya, peka terhadap karya-Nya kemudian melaksanakan kehendak-Nya (Konst. 404). Hari raya Tritunggal dirayakan sebagai pesta utama Kongregasi SSpS (Konst. 404). Ada satu tradisi doa yang membantu para Suster untuk hidup di hadirat Allah yakni Doa seperempat jam atau doa suku jam, yang berbunyi “ Allah, Engkaulah kebenaran abadi. Kami percaya kepada-Mu. Allah, Engkaulah kekuatan dan selamat kami. Kami harap pada-Mu. Allah, Engkaulah kebaikan tak terhingga. Kami kasihi Dikau dengan segenap hati. Engkau mengutus Sabda Penyelamat Dunia. Jadikanlah kami semua bersatu di dalam-Nya. Curahkanlah Roh Putera-Mu kepada kami. Supaya nama-Mu kami muliakan. Amin”. Doa ini diucapkan setiap seperempat jam pada kapan dan dimana saja para Suster berkarya (Konst. 404.2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6)
74
Membaca Kitab Suci setiap hari Kitab Suci menjadi sumber hidup rohani yang tak kunjung kering.
Karena itu setiap anggota Kongregasi dianjurkan untuk membaca Kitab Suci setiap hari sebagai cara atau sarana yang dapat memperkaya dan memperdalam hidup rohani mereka. Sharing Kitab Suci dilakukan para Suster tiap Minggu pada hari yang telah disepakati bersama dalam komunitas (Konst. 409).
7)
Doa batin Hidup religius kita didukung oleh doa batin (Konst. 411). Doa batin yang
dimaksud adalah meditasi dan kontemplasi. Meditasi adalah merenung, menalari, menggali dan menganalisis kebenaran atau menggali dan menganalisis Sabda Tuhan sampai pesannya meresap ke dalam hidup dan hati kita, lalu ini diungkapkan dalam doa (Rochadi Widagdo, 2003:48). Kontemplasi adalah doa tanpa kata dan tanpa pikiran. Dalam latihan rohani kata kontemplasi memiliki makna memandang suatu objek imajinasi yang konkret: melihat pribadi-pribadi dalam Injil seakan-akan mereka sungguh hadir, mendengarkan apa yang sedang dikatakannya, berelasi dan menanggapi kata-kata dan tindakannya (Keating, 2004: 35). Pusat dan fokus kontemplasi adalah Yesus. Dengan doa batin diharapkan para Suster mengetahui betapa Tuhan mencintai dan menerima dirinya, dan semakin berkembang hidup rohaninya. Meditasi harian bagi para Suster SSpS sekurang-kurangnya setengah jam (Konst. 411), selain meditasi para Suster juga menggunakan satu jam setiap hari untuk berdoa pribadi dan bacaan rohani (Konst. 411.1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8)
75
Doa Rosario Dalam doa Rosario para Suster merenungkan misteri penyelamatan
manusia oleh Yesus, Putera Maria. Karena itu diharapkan agar setiap Suster mendoakan doa Rosario pada setiap hari dan doa Rosario bersama dalam bulan Rosario yakni bulan Mei dan Oktober yang diatur oleh komunitas (Manuale prov. SSpS Jawa, 1999:28).
9)
Menciptakan ketenangan Untuk menciptakan persatuan yang mesra dengan Allah para Suster SSpS
senantiasa mengusahakan ketenangan yang mencakup seluruh pribadi sebagai persiapan untuk berdoa, meditasi dan keterbukaan untuk menerima bisikan dan karya Allah (Konst. 413). Karena itu para Suster senantiasa melakukan silentium pada hari Sabtu malam untuk persiapan hari Minggu dan ketenangan sesudah makan. Selain itu ada juga tempat-tempat yang dijadikan klausura seperti ruang doa dan kamar pribadi (Manuale prov. SSpS Jawa, 1999:29-30).
10)
Doa offisi Gereja Doa Offisi merupakan doa wajib bagi seorang religius sesuai yang ada
dalam KHK 1174. Kongregasi SSpS sebagai tarekat religius menjadikan doa offisi sebagai doa bersama dan utama Kongregasi. Bagi para Suster dengan mendoakan doa offisi mereka menggabungkan diri bersama seluruh Gereja berdoa dan membawa sembah sujud, pujian, syukur dan permohonan kepada Allah (Konst. 410). Para Suster mendoakan bersama doa offisi, Laudes dan Vesperae
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
pada pagi dan sore hari atau doa-doa lain untuk pengudusan seluruh hari (Konst. 410.1).
11)
Pembaharuan yang terus menerus dalam Tuhan Para Suster SSpS melakukan pembaharuan diri melalui: pertama,
pemeriksaan batin harian, untuk meninjau kembali perjalanan setengah hari atau satu hari yang berlalu, bisa pada siang dan malam hari ketika ibadat penutup atau sebelum tidur malam. Kedua, rekoleksi merupakan saat untuk mengumpulkan kembali pengalaman yang telah dilalui dalam terang Kitab Suci, dengan demikian pengalaman itu menjadi kekuatan bagi langkah selanjutnya. Ketiga, retret adalah suatu kesempatan untuk sejenak mundur meninggalkan segala kesibukan dan untuk sejenak bersama Allah secara khusus dalam keheningan (Konst. 414-414.4). selain itu para Suster SSpS mengadakan pembaharuan komunitas menjelang hari raya Natal, Paskah dan pesta komunitas/pesta family. Acara pembaharuan komunitas dipimpin oleh Suster yang bertugas. Untuk susunan acara pembaharuan tergantung dari kreatifitas Suster yang memimpin, dengan tidak melupakan inti dari acara tersebut yakni mengakui kelemahan diri di hadapan Tuhan dan seluruh anggota komunitas dan berniat untuk memperbaharuinya. Jadi hidup rohani pendiri dan Co-pendiri sangatlah berpengaruh pada hidup rohani puteri-puteri penerus Kongregasi. Hidup rohani pendiri dan Copendiri Kongregasi menjadi sumber kekayaan rohani Kongregasi. Kongregasi SSpS harus bersyukur karena memiliki begitu banyak kekayaan rohani yang diwariskan oleh pendiri dan Co-pendiri kepada mereka. Dengan warisan rohani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
dari bapa pendiri dan Co-Pendiri diharapakan membantu para Suster untuk meningkatkan kesetiaan hidup rohani dan membiara mereka. Kegiatan-kegiatan rohani tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup para Suster SSpS. Hal ini tampak dari kerinduan para Suster studi untuk senantiasa hidup dihadirat Allah melalui berbagai kegiatan rohani tersebut. Mereka menyediakan waktu, seluruh hati dan keberadaan diri untuk berada selalu bersama Tuhan, karena menyadari bahwa tujuan hidup ini adalah mendekatkan diri pada Tuhan, percaya dan mengasihi-Nya, bukan menyibukkan diri dengan kegiatan lainnya. Dari berbagai kegiatan rohani tersebut yang mendapat perhatian utama adalah perayaan Ekaristi, karena Ekaristi merupakan sumber dan pusat hidup komunitas. Sebagai sumber hidup komunitas, Ekaristi mengalirkan rahmat yang dibutuhkan para Suster Medior untuk menjalani hidup dan panggilan mereka sebagai biarawati.
b. Kegiatan Komunitas Komunitas adalah hidup bersama yang ditandai oleh kesiapsediaan untuk saling mendukung dan kritis terhadap diri sendiri. Komunitas bukan hanya sarana untuk mencapai damai, namun sekaligus juga menjadi tempat di mana damai yang kita cari sungguh-sungguh dialami (Nouwen, 2007:132). Para Suster Medior SSpS dalam hidup bersama di komunitas menyatakan kesiapsediaan mereka untuk saling mendukung dan bersikap kritis dengan berusaha terlibat dan aktif dalam berbagai kegiatan komunitas:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1)
78
Pertemuan Komunitas Pertemuan komunitas diadakan para Suster tiap Minggu pada hari yang
telah disepakati bersama dalam komunitas. Topik pembicaraan bervariasi: bacaan rohani, membaca surat-surat dari pemimpin general atau provinsi maupun evaluasi komunitas. Pertemuan dilaksanakan selama ± 30 menit, namun terkadang disesuaikan dengan kebutuhan komunitas saat itu.
2)
Makan bersama Para Suster mengadakan makan bersama secara komunitas pada setiap
malam, namun ada pula yang mengadakan makan bersama pagi, siang dan malam, dan ada juga yang mengadakan pagi dan malam, masing-masing komunitas mengatur jadwal sesuai dengan keadaan setempat. Hari Minggu menjadi hari keluarga sebagai satu komunitas sehingga waktu sepenuhnya (pagi, siang, malam) diadakan makan bersama. Para Suster mengawali makan bersama dengan berdoa dan membaca Konstitusi Kongregasi SSpS khususnya pada malam hari.
3)
Rekreasi Bersama Para Suster mengadakan rekreasi bersama setiap hari selama satu jam
setelah makan malam kecuali pada hari yang yang telah disepakati sebagai hari privatim dan untuk berdoa Rosario.
c. Kegiatan Sosial Sebagai Suster Medior SSpS yang tinggal ditengah masyarakat yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
majemuk karena itu mereka juga bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Mereka melaksanakan kegiatan tersebut sebagai bentuk dari kepedulian mereka akan realitas hidup dalam masyarakat seperti: kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga ini sekaligus silahturahmi pada moment-moment tertentu seperti Natal, Tahun Baru, Paskah, dan Idulfitri. Kunjungan ini bukan hanya kunjungan bagi yang seiman tetapi juga bagi non Katolik untuk mempererat hubungan kekeluargaan di lingkungan dan masyarakat sekitar
2. Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Dengan melihat akar-akar Pendiri dan Co-Pendiri SSpS akan muncul secara baru sumber kehidupan rohani. Kongregasi SSpS dan SSpSAP dapat membaharui diri dan menentukan tugasnya di tengah zaman ini secara lebih tepat dengan menengok kembali charisma Maria Helena Stollenwerk. Lewat pendalaman biografinya Kongregasi SSpS dan SSpSAP dapat menemukan secara baru apa yang sesungguhnya menopang Kongregasi SSpS dan SSpSAP dan dari sumber mana mereka hidup, agar dapat memberi jawaban yang tepat atas tuntutan zaman. Dengan mendengarkan suara Allah dalam hatinya sendiri dan melalui cintanya yang hidup dari karunia Roh Kudus, Beata Maria Helena Stollenwerk telah meletakkan sebuah dasar diatasnya tidak cuma Kongregasi SSpS dan SSpSAP dapat membangun dan menghayati spiritualitasnya, melainkan semua orang yang bersedia mendalami dan menghayati riwayat hidup wanita menarik ini (Grün, 1852-1900: 67). Demikian juga panggilan untuk pelayanan missioner dan kesalehan Ekaristi menjadi kesatuan yang mendalam. Semakin ia bertumbuh ke
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
dalam panggilan misionernya, semakin mendalam cintanya terhadap Ekaristi. Demikian juga, devosi Ekaristinya merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghadang di jalan panggilan misionernya dan kemudian devosi itu membuatnya mampu memenuhi tugas pribadi dalam pelayanan misi universal (Stegmaier, 1852-1900: 6). Tiga sikap yang sangat menentukan dalam menghayati spiritualitas Beata Helena Stollenwerk yaitu: a.
Mendengarkan Allah Mengembangkan sebuah sikap untuk menangkap apa yang dikehendaki
Allah dari diri kita. Percaya bahwa Allah bukanlah Allah yang jauh, melainkan Allah yang berbicara kepada kita. Contoh: Maria Helena melihat karya Allah dalam minatnya yang besar akan berita-berita di dalam laporan tahunan perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Allah sendirilah yang membuatnya tertarik pada misi Cina dan hendak memanggilnya untuk karya misi. Apabila dia membaca tentang anak-anak di Cina, maka dia selalu merasa sangat terkesan, kerinduannya kian bernyala. Di dalam perasaan tertarik dan rindu, perasaan terkesan dan tersentuh karena penderitaa anak-anak di Cina, dia mendengar suara Kristus sendiri yang berkata kepadanya “Mari, ikutilah Aku!” dia percaya pada perasaannya bahwa di sini Allah sendiri bekerja. Hal ini tidak hanya mencerminkan kedekatannya dengan Allah, melainkan juga mengungkapkan kepercayaan dirinya sendiri, kepercayaan yang sangat kokoh pada perasaan dan bisikan hatinya. Dia bersedia belajar mendengar dari Allah sampai dia sendiri merasa pasti, apa yang sesungguhnya dikehendaki Allah darinya bahwa dia tidak menghendaki karyanya melainkan hatinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
81
Doa kepada Allah Bagi Maria Helena doa adalah penyembahan. Karena di dalam
penyembahan kita berlutut di depan Allah karena Dia adalah Allah. Di sini yang penting bukanlah kita dan persoalan kita, tapi kita berusaha untuk melupakan diri sendiri, agar sepenuhnya berada di hadirat-Nya. Maria Helena sangat bahagia hidup bersama Kristus di bawah satu atap. Ini merupakan bentuk doa dan bentuk hidupnya.
Doa telah mengubah dirinya sendiri dan telah menciptakan dunia
sekitarnya menjadi sebuah suasana yang baik. Lewat doa kita mewakili orangorang lain yang tidak mempunyai cukup waktu untuk berdoa dan mereka yang tidak dapat berdoa lagi karena mereka tidak dapat berbicara lagi di depan Allah. Hal ini merupakan tugas yang amat penting bagi biarawan/wati. Sebuah komunitas yang menghadirkan seluruh jagad di depan Allah pada kesempatan doa brevirnya, akan dapat menentukan prioritas untuk aktivitasnya, yang pasti bermakna untuk seluruh dunia. Dari doa yang intensif untuk dunia akan muncul gagasan untuk karya yang membawa berkat bagi dunia. c.
Perjuangan dengan Allah Sebagai orang modern kita mungkin tidak dapat lagi memahami
kesetiaan serupa yang di lakukan oleh Maria Helena. Di mana sejak kecil dia sudah merasakan panggilannya untuk melayani anak-anak di Cina sebagai misionaris. Dia tetap setia pada panggilannya ini. Duapuluh tahun lamanya tetap setia, kendati secara lahiriah tak ada sesuatu pun yang mendukung kesetiaan itu, hal ini tak lain dari tanda iman yang dalam. Maria Helena percaya pada Tuhan bahwa Tuhan tidak akan membiarkannya gagal, dia percaya bahwa Tuhan pun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
tetap setia kepadanya. Didukung oleh kesetiaan Tuhan itu dia dapat setia kepada panggilannya dan dirinya sendiri. Kesetiaan merupakan ungkapan hubungannya dengan Allah. Maria Helena tidak setia kepada prinsip-prinsipnya, tetapi kepada hubungannya dengan Allah yang sudah dipeliharanya sejak kecil. Dia setia kepada Allah karena dia yakin akan kesetiaan-Nya kepadanya. Sebagai seorang biarawan/wati Medior jatuh cinta, mereka hampir tidak lagi bertanya, apakah mereka mau tetap setia pada jalannya atau tidak. Yang mereka tanyakan adalah bagaimana mereka dapat hidup baik dan jujur hari ini. Tetapi bagaimanapun kesetiaan adalah suatu unsur penting dalam perwujudan diri manusia. Karena di dalam kesetiaan terdapat kerinduan agar hidup kita mendapat kepenuhan, dapat mengatasi semua pertentangan, pemisahan dan pembagian waktu serta pengalaman, bahwa di dalam diri kita ada sesuatu yang mangatasi waktu, sesuatu yang abadi. Lewat kesetiaan kepada panggilannya Maria Helena berhasil menemukan kesatuan hidup dan dirinya. Dia tidak terpecah dalam banyak penampilan dan peran dalam banyak pengalaman yang dibuatnya. Dalam kesetiaan kepada Allah yang memanggilnya dia dapat menemukan jati dirinya, dapat menemukan gambar yang telah dibuat Allah untuknya, gambar yang asli dan benar. Kesetiaan kepada panggilan yang dirasakan oleh setiap orang dapat juga menjadi sumber kekuatan untuk kita semua. Sebaliknya keraguan, apakah Allah sungguh memanggil kita, akan melumpuhkan dan menghalangi kita untuk mengembangkan bakat dan kemampuan kita (Grün, 1852-1900: 68-76).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Penelitian Penghayatan Spiritualitas Para Meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara
Suster
Medior
83
Untuk
1. Desain Penelitian a. Latar belakang penelitian Dalam bab I penulis menguraikan bahwa para Suster Medior SSpS menanggapi panggilan Tuhan dengan berani dan rela untuk mewartakan kabar gembira dengan cara melayani dalam berbagai bidang karya kerasulan. Suster Medior SSpS melaksanakan karya-karya kerasulan sebagai bukti tanda kehadiran Allah yang mendamaikan, membebaskan dan mempersatukan. Mereka memiliki tugas utama mewartakan kerajaan Allah melalui berbagai karya misi Kongregasi. Karya misi ini akan menjadi maksimal dan berbuah bila setiap anggota mendapat kesempatan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan ketrampilan sesuai kebutuhan Kongregasi dan dunia. Suster Medior adalah Suster yang mendapat kepercayaan dari Kongregasi untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan ketrampilan dimana mereka diutus. Secara ke dalam, secara rohaniah, komunitas dibentuk oleh semangat mencari Allah dan cinta persaudaraan. Mereka dipanggil untuk terlibat dalam berbagai karya kerasulan Kongregasi. Dalam segala hal mereka adalah suster-suster yang setia, berjiwa muda, penuh semangat, bertanggungjawab, kreatif, dan dapat mengambil keputusan, diharapkan agar dengan apa yang telah mereka miliki itu tidak terbatas pada intelektual saja, artinya karena mereka dipercaya menjalankan tugas perutusannya maka Suster Medior tidak hanya mengutamakan kerja/karya saja tanpa mempedulikan lainnya. Suster Medior perlu hidup dalam semangat kegembiraan, bertanggungjawab, kreatif juga dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
meningkatkan kesetiaannya melalui doa, refleksi, disermen, meditasi-kontemplasi, rekoleksi, retret, terutama adalah penghayatan terhadap Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. Mereka perlu mengintegrasikan hidup karya dan hidup rohani agar tidak terjadi kepincangan dan mereka pun tetap kuat dan setia dalam panggilan membiara dan tidak mudah terseret dalam arus globalisasi. Suster Medior menjalani tugas perutusan diberbagai bidang karya kerasulan yang dipercayakan Kongregasi dengan setia, tekun, tanggungjawab dan gembira berkat kekuatan yang mereka terima melalui pendalaman spiritualitas Helena Stollenwerk dan Ekaristi dan berbagai kegiatan rohani lainnya seperti: meditasi, kontemplasi, refleksi, rekoleksi, retret, doa harian bersama, bacaan tata biara dan bacaan-bacaan rohani lainnya. Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini memang ada para Suster Medior yang sungguh menghayati Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan menjadikan Spiritualitas sebagai kekuatan dalam menjalani panggilannya sebagai seorang religius, tetapi juga ada yang merasa biasa-biasa saja, kurang semangat, bahkan mengantuk sehingga tidak secara penuh terlibat aktif terhadap pendalaman dan penghayatan Spiritualitas, sehingga ia menghayati spiritualitas karena rutinitas saja. Keprihatinan di atas menggerakkan penulis untuk melakukan penelitian ini. Penulis ingin mengetahui sejauhmana Suster Medior SSpS memahami spiritualitas Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara dan usaha yang perlu dilakukan dalam menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
b. Tujuan penelitian 1) Mengetahui sejauhmana Suster Medior SSpS telah memahami spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. 2) Mengetahui bagaimana Suster Medior SSpS menjalankan kehidupan membiara. 3) Mengetahui sejauhmana Suster Medior SSpS telah mendalami dan menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. 4) Mengetahui suster mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup sehari-hari 5) Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dialami Suster Medior SSpS dalam menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. 6) Mengetahui usaha-usaha macam apa yang perlu dilakuakn oleh Suster Medior SSpS untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. c. Jenis penelitian Penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diminati (Moleong, 1988:3). Jenis penelitian ini mampu menangkap berbagai informasi karena dilakukan secara intensif, penulis (peneliti) ikut berpartisipasi langsung di lapangan, mencatat data-data yang ditemukan dan membuat laporan penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2012: 10).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
d. Instrument pengumpulan data Instrument utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti (penulis) itu sendiri. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data: 1) Wawancara Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Moleong, 1988:148). Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan penulis untuk mewawancarai responden disiapkan terlebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang digarap yakni penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Jawa, dengan penekanan pada meningkatkan kesetiaan serta faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk.
2) Observasi partisipatif Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi partisipatif yaitu penulis terlibat dengan kegiatan orang-orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiono, 2008: 64).
e. Responden penelitian Peneliti memilih responden menggunakan teknik purposif sampling yakni pemilihan responden yang bertujuan untuk memberikan informasi yang diperlukan peneliti. Kriterianya bagi responden yang menjadi sumber data dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
penelitian ini adalah: responden memiliki data yang penulis harapkan dalam penelitian, responden aktif dalam kegiatan yang diteliti, mempunyai waktu untuk dimintai informasi dan tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri namun menyampaikan informasi sesuai dengan yang dimintai penulis (Sugiono, 2009: 221). Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa. Para Suster Medior SSpS berjumlah 68 Suster . Dari Jumlah yang ada penulis mengambil 10 Suster sebagai responden yang dapat memberikan gambaran atau data yang dibutuhkan. Penulis memilih sendiri ke-10 Suster tersebut.
f. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober – 21 Oktober 2014. Tempat penelitian di Komunitas Roh Kudus SSpS, Jl. Soedhanco, Blitar dan di Komunitas St Elisabeth SSpS, Jl. A. Yani, Blitar.
g. Variabel penelitian Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Supaya penelitian mempunyai batas pengertian yang jelas dan mudah diukur, maka penulis akan menjabarkan arti dari setiap variable dalam definisi operasional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
1) Penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk adalah pelayanan dan kesalehan Ekaristi menjadi kesatuan yang mendalam bagi Maria Helena Stollenwerk sebagai Rekan-Pendiri atau Co-Pendiri Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS). Semakin ia bertumbuh ke dalam panggilan misionernya, semakin mendalam cintanya terhadap Ekaristi. Penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam penantian adalah kesaksian, sikap, dan perwujudan atas buah-buah yang Suster Medior SSpS hidupi dalam menghayati spiritualitas Co-Pendiri dalam hidup harian.
2) Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Faktor pendukung dan penghambat dalam penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam diri maupun luar diri yang mendukung dan menghambat para Suster Medior untuk menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Variabel yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi: Pemahaman tentang Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk, Kehidupan membiara para Suster, Pendalaman dan Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk, Sikap dan perwujudan, Faktor pendukung dan Penghambat dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk, Usaha meningkatkan kesetiaan hidup rohani mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Tabel 1 Variabel yang Diungkap No
Aspek yang mau diungkap
Item
1
Memahami spiritualitas Helena Stollenwerk.
1,2,3,4
Jumlah Item 4
2
Menjalankan kehidupan membiara.
5,6,7
3
3
Mendalami dan menghayati spiritualitas Maria 8,9,10,11, 9 12,13,14, Helena Stollenwerk. 15,16
4
Mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria 17,18,19
3
Helena Stollenwerk dalam hidup sehari-hari 5
Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang 20,21
2
dalam menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk. 6
Usaha untuk meningkatkan kesetiaan hidup 22,23
2
membiara.
h. Metode pembahasan Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pembahasan data dengan langkah-langkah: mereduksi data, display data (sajian data) dan kesimpulan/verifikasi (Sugiyono, 2012: 91). Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Penyajian data maksudnya menyajikan data dalam teks yang bersifat naratif. Kesimpulan bisa menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak karena dalam penelitian kualitatif masalah dan rumusan masalah akan berkembang setelah peneliti berada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
di lapangan. Aktivitas dalam analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas. Dalam melaksanakan proses ini aktivitas peneliti tetap bergerak di antara ketiga langkah tersebut di atas selama proses pengumpulan data berlangsung.
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Penghayatan Para Suster Medior SSpS Terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Untuk Meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara a. Laporan Hasil Penelitian Pada bagian ini penulis melaporkan hasil penelitian yang sudah penulis laksanakan yakni penelitian melalui observatif partisipatif dan penelitian melalui wawancara terhadap sepuluh Suster Medior SSpS. 1) Laporan hasil penelitian observasi partisipatif Penulis melakukan observasi partisipatif di Komunitas Roh Kudus SSpS, Jl Soedhanco, Blitar dari tanggal 10 November-15 November 2014 dan Komunitas St Elisabeth SSpS, Jl A. Yani, Blitar dari tanggal 16 November-21 November 2014. Selama proses observasi penulis mengikuti seluruh kegiatan yang terjadi dalam kedua Komunitas tersebut.
2) Laporan hasil penelitian melalui wawancara a. Responden Jumlah responden yang diwawancarai ada 10 Suster Medior SSpS. Mereka tinggal di Komunitas Roh Kudus SSpS, Blitar, dan Komunitas St Elisabeth, Blitar. Penulis melakukan wawancara terhadap kesepuluh Suster
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Medior SSpS dari tanggal 10 November sampai dengan tanggal 21 November 2014.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel 2 Identitas Responden (N=10) Nama Usia Provinsi Bidang Karya Kaul Asal Kekal R1 11 Jawa Kesehatan R2 16 Jawa Keuangan R3 13 Jawa Pendidikan R4 34 Jawa Pendidikan R5 1 Jawa Pendidikan R6 9 Jawa Studi R7 16 Jawa Rumah Tangga R8 13 Jawa Anggota R9 9 Jawa Pendidikan R10 7 Jawa Kesehatan
b. Hasil wawancara dengan sepuluh Suster Medior Dalam penelitian ini penulis mewawancarai 10 responden yang telah disebutkan dalam table 2. Dalam laporan hasil penelitian penulis memilih empat (4) responden dari sepuluh (10) yang telah diwawancarai sebagai titik tolak laporan. Kriteria bagi responden yang ditampilkan hasil wawancaranya yakni responden mampu memberi data yang diharapkan penulis dalam penelitian ini. Responden lainnya sebagai pendukung guna memperlengkapi dan memperkaya hasil penelitian ini. Penulis menyusun hasil wawancara sesuai dengan permasalahan penelitian yaitu: Pemahaman tentang Spiritualitas Beata Maria Helena, Kehidupan membiara Suster Medior, Pendalaman dan penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena, Sikap dan perwujudan, faktor pendukung dan penghambat dalam menghayati Spiritualitas Beata Maria Helena, usaha untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
meningkatkan kesetiaan hidup rohani. Mengenai hasil wawancara dapat dilihat dalam lampiran 3.
a. Penghayatan para Suster Medior terhadap spiritualitas Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara 1. Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yang dipahami oleh para Suster Medior SSpS adalah: R3 : “Kata-kata yang saya ingat dari dia: Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama, dan kurban bagi diri sendiri. Ini yang sering menyemangati, membuat saya bangkit lagi, komunikasi dengan Tuhan, menginspirasi saya misalnya: minta tolong untuk meminta sesuatu selalu terkabulkan (karena saya tidak berani meminta langsung ke pemimpin salah satu contoh: kursus formator, saya ingin ikut program kursus tersebut, bukan untuk menjadi formator tapi ingin mengalami proses terapinya karena saya merasa butuh itu untuk diri saya, dan saya melihat kalau saya di luar tidak mungkin dan saya minta kepada pemimpin secara langsung juga tidak mungkin tapi saya berdoa dengan perantaraan Maria Helena dan saya mengalami benar-benar terjawab akan keinginan saya itu, dan pemimpin meminta saya untuk mengikuti kursus formator tersebut. Lalu ingin ke misi tapi ini hanya kerinduan dan tentunya saya yang memutuskan. Saya bawa dalam doa dan tidak lama kemudian saya diutus untuk ke misi meskipun sebentar dan sampai sekarang tidak kembali meski kerinduan itu selalu membayangi diri saya namun saya sadar bahwa di sinipun saya juga melaksanakan misi”.
Paham
dan kagum
akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
kesederhanaan, kerendahan hati, kerelaan berkurban untuk sesama, khususnya untuk anak-anak di Cina (tanah air misi impiannya). R4: Yang saya pahami tentang Maria Helena yaitu orangnya pendoa, cinta kasih pada Tuhan Allah, spiritulitasnya misioner, pengalaman harus menunggu lama di dapur pada zaman itu, spiritualitas yang dihidupi mengalir dari spiritualitas pendiri, kecintaannya pada Ekaristi sejak masa kanak-kanak menjadi dasar yang kuat. R6 : Yang saya pahami dari spiritualitas Beata Maria Helena adalah: setia menunggu, gigih berjuang, hidup doa yang luar biasa, mempunyai iman yang luar biasa, memberikan diri secara utuh, totalitas, kesabaran, kebijaksanaan, dia seorang yang selalu mendengarkan suara Allah dengan kacamata cinta, menjalankan tugasnya dengan senang, dia selalu mengatakan “Ya Allah Roh Kudus semuanya karena cintaku kepada-Mu”. Bagi saya ini yang memberi inspirasi kepada saya, dalam menghadapi jatuh bangun dalam menjalankan tugas saat ini yang bagi saya tidak mudah. Beata Maria Helena telah memberi inspirasi dan kekuatan serta kesadaran bagi saya dalam menghadapi kesulitan dan tantangan di zaman sekarang ini dan saya merasa itu masih relevan sampai sekarang. R7 : “Sederhana, pendoa, sabar, pantang menyerah, walaupun memang oleh pendiri kita St Arnoldus di tahan-tahan mulai sebelum masuk Suster sampai dia masuk Suster apa kerinduannya untuk bermisi tidak tercapai, inilah yang memberi suatu semangat, semangat untuk tetap setia mengabdi kepada Tuhan melalui panggilan hidupnya, sederhana, rendah hati.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
Ungkapan 4 responden di atas, didukung oleh 6 responden lainnya yang mengungkapkan bahwa mereka memahami spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dengan mengingat dan terkesan dengan motonya dan bagi mereka merupakan inspirasi dalam menerima tugas perutusan dan perhatian serta kesabaran, pendoa, pantang menyerah, semangat mengabdi, setia, rendah hati, kesederhanaan, murah hati, bagi mereka menumbuhkan kesadaran baru untuk menjalankan misi terutama dalam hidup harian.
2. Spiritualitas yang dimiliki oleh Beata Maria Helena Stollenwerk yaitu: R1 : Sejauh yang saya tahu yaitu spiritualitas taat pada Kehendak Allah, jadi apa yang menurut dia diyakini bahwa itu dari Allah. Sejak kecil misalnya beliau yakin bahwa dia diutus Allah untuk misi sehingga dia berusaha untuk menjawabi kehendak Allah dan dia setia, ia taat pada Kehendak Allah apapun yang terjadi meskipun berat, meskipun lama, kadang tidak masuk akal tapi dia jalani ini nomor satu. Hatinya sangat murah hati, bersumber dari Hati Yesus, doa ini juga mewarnai saya yaitu: Berilah aku hati sekeping hati yang mengasihi, seperti Ibu Helena, ini yang mengalir dihatinya. R3 : Memiliki spiritualitas: Kepasrahan pada Tuhan Allah, kerendahan hati, menyesuaikan diri pada Kehendak Allah. R4 : Saya tahu spiritualitas yang dimiliki yaitu: mencintai Sakramen Ekaristi, Allah Tritunggal, dia belajar dan taat sekali kepada St Arnoldus Janssen, mencari kehendak Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
R10 : Kesabaran dia menunggu bertahun-tahun di rumah misi, kesetiaannya untuk mengikuti kehendak Allah sehingga keinginannya terwujud ketika St Arnoldus memintanya untuk menjadi Co-Pendiri. Keenam responden lainnya mendukung apa yang sudah diungkapkan oleh 4 responden di atas. Mereka menambahkan bahwa spiritualitas yang dimiliki oleh Maria Helena yakni spiritualitas penantian, spiritualitas keramahan, keibuan, bagi Maria Helena misi adalah untuk melakukan sesuatu dengan semangat misi mendoakan misionaris. Dan mereka juga sangat kagum dan juga ingin semakin memiliki dan menghidupi spiritualitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3. Apakah setiap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk memiliki pengaruh dalam meningkatkan kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? R1 : Ya sangat memiliki pengaruh. Contoh konkret: Berusaha untuk setia, belajar menjadi Suster misi, taat pada kehendak Allah dalam misi ini juga menurut saya menyemangati para Suster. Para Suster kalau diberi tanggungjawab berusaha untuk setia bahwa itu tugas misi saya meskipun jatuh bangun. Semboyannya Ibu Helena juga mewarnai hidup saya dan para Suster untuk murah hati, jadi semuanya untuk kemuliaan Allah meskipun mungkin di mulut, tapi kita ringan mengucapkannya. Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Sepertinya ini mewarnai hidup saya dan para Suster meskipun kadang dalam kehidupan ada yang egois termasuk saya. Menurut saya, saya dan Suster- suster berjuang untuk itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
R4 : Ya berpengaruh. Contoh: Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri, sehingga kalau saya melakukan sesuatu harus siap, benar-benar rela, kalau perlu berkorban ya saya berkorban. Contoh: saya diutus saat ini dan saya menerima tugas tersebut walaupun pekerjaannya atau tugasnya seperti apa, kadang-kadang tidak cocok dengan apa yang saya inginkan ya saya jalani yang penting untuk kemuliaan Allah, bersyukur, ini pengaruhnya besar. R8 : Ya berpengaruh. Kemuliaan bagi Allah, Keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Saya alami yaitu kerelaan berkorbannya itu sudah menjadi gaya hidup. Misalnya: Saya atau para Suster punya acara pribadi, kalau ada acara karya pelayanan berusaha untuk menyesuaikan bagaimana supaya pribadi saya ini juga bisa dilaksanakan dan dua-duanya bisa dilaksanakan. R10 : Berpengaruh. Dalam menjalankan tugas-tugsanya, kesiapsediaannya beliau, ketika St Arnoldus meminta Maria Helena pindah dari Kongregasi aktif pindah ke Kontemplatif juga menjadi spiritualitasnya melakukan kehendak Allah itu juga di jiwai oleh para Suster kita sebagai SSpS yang siap sedia untuk diutus kemana saja sebagai seorang misionaris. Contoh: dalam memberi hormat pada Allah keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Harus menjadi motivasi dalam cara hidup bersama dalam menekuni dan setia dalam mengikuti panggilan hidup membiara. Keenam responden lainnya sangat mendukung apa yang sudah diungkapkan oleh 4 responden di atas. Mereka memiliki pengalaman yang sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
konkret yang sangat membuat mereka bersyukur karena spiritualitas Maria Helena sangat mempengaruhi dalam setiap kehidupan para Suster.
4. Spiritualitas yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para suster? R1 : Sejauh saya rasakan, alami spiritualitas yang lebih berpengaruh yaitu: Hubungan relasi intim dengan Allah, hidup doa yang selalu ditekankan oleh Maria Helena sebagai Suster misi itu meningkatkan kesetiaan saya. R4 : Yang lebih berpengaruh: Karena ada panggilan pribadi, ingin menjadi pewarta kasih Allah yang menyelamatkan. Sehingga dalam hidup saya terdorong untuk menyelamatkan, melaksanakan kehendak Allah, setia dalam doa. R6 : Hidup doa, menjalin relasi dengan Allah serta menjalin relasi dengan sesama Suster di komunitas serta relasi dengan orang sekitar dengan mengunjungi mereka. R9 : Spiritualitas yang lebih berpengaruh yaitu: Doa, Ekaristi, doa rosario, meditasi, doa bersama, doa pribadi, itu yang memberi spiritualitas dalam hidup yang memberi semangat, terutama dalam Kitab Suci dari hari kehari tetap aktual dalam menyemangati hidup walaupun kadang dalam waktu tahu akan berulang-ulang muncul memberi semangat tersendiri untuk hidup. Spiritualitas doa dan semangat bermisi serta relasi dengan sesama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Responden 5, 7, dan 10 mendukung apa yang sudah diungkapkan oleh responden 1, 4, 6 dan 9 . Sedangkan responden 2, 3 dan 8 lebih mempertegas lagi apa yang diungkapkan oleh ketujuh responden di atas.
5. Kehidupan membiara yang dijalankan Suster untuk menjawabi panggilan suci Tuhan yaitu: R2 : Kehidupan membiara yang saya jalankan yaitu: Saya benar-benar berpegang pada cinta Yesus sendiri, saya juga merasa jalan saya selalu diterangi oleh Roh Kudus, karena lewat hidup dengan sesama, hidup dalam karya itu tidak mudah lebih-lebih sebagai Suster Medior diberi tanggungjawab besar dan dipercaya , kalau tidak disertai dengan doa dan kerja sama dengan para suster itu tidak bisa berjalan. R4 : Menjawabi panggilan dengan berjuang tidak pernah berhenti mau ikut Yesus, baik jelek tetap jadi SSpS, punya komitmen. Bagi saya pengalaman cinta kasih Allah yang menyelamatkan, Sadar bahwa discerment bisa membedakan Roh kebenaran, cinta kasih dan Roh jahat menjauhkan diri dari Allah. R7 : Saya berusaha meluangkan waktu untuk Ekaristi, doa pribadi, belajar dari situasi di sekitar saya terutama dalam karya. Doa, kita tidak lepas dari doa dalam suka dan duka sesuai dengan pengalaman hidup pribadi saya. Tuhan itu andalan saya dalam suka dan duka. Bagi saya doa itu nomor satu ini yang saya lakukan untuk menjawabi panggilan saya. R9 : Saya selalu berdoa dan berusaha setia walau jatuh bangun, mottoku "Jatuh Bangun Peganganku Gusti". Saya merasa tempat pembelajaran, untuk semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
mendewasakan, sehingga menjalani hidup ini dengan senang hati, entah itu resikonya karena dasarnya doa kembali ke doa, kadang-kadang tidak mungkin tidak terjadi peristiwa yang kadang-kadang mempengaruhi panggilan tapi kalau mau kembali kepada Sang pemberi atau yang memanggil pasti akan memberi jalan. Bagi saya yang menjadi spiritualitas saya adalah doa itu adalah kekuatan untuk mengatasi segala macam permasalahan dan kesetiaan. Apa yang diungkapkan 4 responden di atas didukung oleh responden lainnya bahwa mereka menjalankan dan menjawab panggilan Tuhan dengan setia berdoa baik doa pribadi maupun doa bersama, memiliki komitmen dan setia mengikuti Ekaristi setiap hari. Semuanya itu menjadi kekuatan bagi mereka dalam menjawab panggilan Suci Tuhan.
6. Hal atau aspek yang berpengaruh dalam menumbuhkan kesetiaan suster menjalani kehidupan membiara meliputi: R1 : Hidup berkomunitas, kedekatan satu sama lain, Suster dan sesama sebagai teman, sebagai saudara. Berusaha untuk terbuka menjalin relasi dengan siapa saja terutama dengan anggota komunitas, karena disitu letak at homenya. R2 : Lewat pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa baik itu pengalaman pahit, getir, gembira itu saya merasakan menumbuhkan hidup panggilan saya. Cinta Tuhan sendiri lewat kehadiran sesama, dan alam ciptaan. R6 : Bagi saya yang berpengaruh yaitu kesetiaan saya dalam menumbuhkan, menjalani hidup membiara adalah hidup doa, menjalin relasi yang erat dengan Allah serta saling mendukung satu sama lain. Hidup doa, sharing setiap hari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
Selasa dan Jumat (Kitab Suci dan Karya), sharing komunitas ini sungguh menguatkan, mendoakan, mendukung baik dalam karya maupun pekerjaan di dalam maupun di luar. R9 : Hal yang berpengaruh yaitu hidup doa dan berkomunitas baik komunitas kecil mapun besar. Hidup doa, hidup komunitas, baik di dalam komunitas kecil (membiara) maupun di dalam komunitas besar dan di dalam karya juga relasi baik dengan mitra kerja, sesama Suster maupun dengan sekitar dimana saya berada. Ungkapan 4 responden di atas di dukung oleh 6 responden lainnya dan setiap dari responden saling memberi penegasan bahwa setia terhadap hidup doa menjadikan mereka semakin setia menjalankan hidup membiara.
7. Apakah Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yang berpengaruh atau turut andil dalam kehidupan membiara suster? Contoh konkretnya? R5 : Ya berpengaruh. Spiritualitas misi Maria Helena memberi semangat saya dalam menjalankan kehidupan panggilan dan karya, bahwa misi itu adalah melaksanakan kehendak Allah, rela mengerjakan apa saja meski jatuh bangun. Contoh: Kesabaran menanti, di sini saya merasa ada sebuah kerinduan untuk mengalami misi ditempat lain, tetapi memang apapun tempatnya karyanya dengan senang hati saya kerjakan. Kita taat pada pemimpin pasti ada sesuatu yang terbaik pada rencana itu. Spiritualitas misi apapun, pekerjaan yang telah dipercayakan itu adalah misi yang harus dicintai, misalnya: inginnya kerja di TK karena sudah terbiasa di dunia TK, tapi ketika mendapat perutusan di SD
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
dengan alasan kebutuhan, saya berusaha menerima meskipun dalam perjalanannya saya
butuh belajar banyak, jatuh bangun apa lagi dengan
kurikulum baru, yang sama sekali saya kurang banyak memahami dan menghadapi anak-anak SD sekarang tidak seperti yang saya bayangkan ini butuh perjuangan, hanya dengan doa ini yang menjadi kekuatan saya. Saya sudah menyerahkan diri apapun yang diberikan pada saya akan saya kerjakan. R8 : Ya berpengaruh dan ikut andil dalam kehidupan membiara. Spiritualitas senantiasa hidup dihadirat Allah, ketika bertemu dengan sesuatu atau seseorang langsung saya bawa dalam doa, menghadirkan dia dalam doa, doa suku jam, Salam Maria, Dihadapan Cahaya Saba Allah dan Roh Rahmat tersingkirlah kegelapan dosa dan kekelaman malam tak beriman dan hiduplah Hati Yesus dalam Hati Umat Manusia , Doa kepada Roh Kudus. R9 : Ya berpengaruh, bagi saya semangat dan teladannya, seorang yang pendoa dan hidup sederhana, contoh: saya terinpsirasi dengan ketekunan, kesabaran dia dalam menunggu, mengingatkan diri saya. Semangat dan teladan hidupnya sebagai seorang yang pendoa dan hidup sederhana. R10 : Ya berpengaruh. Para Suster kalau membantu orang miskin sungguh total, bila diminta untuk berkorban mereka akan memberikan diri seutuhnya. Dari keempat responden di atas, keenam responden yang lainnya mengungkapkan hal yang sama meski dilihat dari pengalaman yang berbeda namun pada intinya bahwa spiritualitas Beata Maria Helena sangat berpengaruh dan turut andil dalam kehidupan membiara. Mereka sangat setia dan bertanggungjawab dalam pengabdian mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
8. Kegiatan yang membantu atau mendukung suster dalam mendalami dan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk yaitu: R2 : Seminar, retret AJS, rekoleksi, tapi akhir-akhir ini jarang, sekarang tinggal mengingat. R3 : Retret AJS bersama tim AJS yang sering mendampingi termasuk saya ikut di dalamnya sebagai pendamping. Saya merasa diundang untuk mendalami, semakin mencintai, animasi rohani semakin mencintai, ikut berproses dengan mereka dan lebih mencintai dan mendukung peserta. R5 : Bagi saya kegiatan: Lokakarya, Retret AJS, Triduum, Rekoleksi, Seminar, membaca buku referensi tentang Maria Helena, bacaan rohani, waktu retret atau pendalaman AJS sangat jelas dan sangat dibantu untuk mendalami dan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena. R8 : Kegiatan yang membantu saya dalam mendalami spiritualitas Beata Maria Helena adalah: Seminar, retret AJS, Offisi, Konstitusi Kongregasi. Selain yang sudah diungkapkan oleh 4 responden di atas, 6 responden lainnya juga mendukung mereka bahwa kegiatan retret AJS, seminar, pendalaman, membaca buku sejarah kongregasi dan spiritualitas Beata Maria Helena sangat membantu dalam melaksanakan misi yang saat ini dipercayakan oleh pemimpin dan semangat juang mereka dengan setia melaksanakan tugas dengan bertanggungjawab.
9. Apakah
suster
pernah
mengikuti
kegiatan-kegiatan
konkret
untuk
meningkatkan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
R3 : Kegiatan yang pernah saya ikuti: Seminar program pembinaan untuk pendamping retret, lokakarya atau workshop, tugas sebagai pendamping para Suster Novis dan sebagai tim AJS dari Provinsi juga sangat membantu dan semakin menghidupi spiritualitas Beata Maria Helena. R4 : Ya pernah: Saya ikut kegiatan: Rekoleksi, Seminar, AJS, bahkan menjadi tim AJS ini sebuah pengalaman yang luar biasa bagi saya dan saya merasa semakin meningkat penghayatan spiritualitas Maria Helena dalam diri saya. R5 : Ya pernah. Dengan mengikuti: Lokakarya, retret AJS, Triduum Beata Maria Helana saya merasa semakin membantu meningkatkan penghayatan tentang spiritualitas Beata Maria Helena. R6 : Ya pernah. Saya mengikuti: Retret AJS, Pendalaman, Seminar Spiritualitas Beata Maria Helena dan tetap saya mencoba untuk menghayati dalam hidup sehari-hari. Responden 1, 2, 7, 8, 9 dan 10 mendukung apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas bahwa mereka pernah mengikuti kegiatan-kegiatan konkret dalam untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas Maria Helena melalui retret AJS, seminar dan pendalaman, membaca buku tentang spiritualitas Maria Helena.
10. Dalam satu kegiatan untuk mendalami spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk ialah seminar, retret spiritualitas. Bagaimana tanggapan suster mengenai kegiatan ini? R2 : Yang saya alami kegiatan untuk mendalami spiritualitas Beata Maria Helena sangat menyenangkan dan memberi hidup, karena saya merasakan itu sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
bekal dan menjadi pijakan, tonggak hidup membiara, melalui AJS ditumbuhkan hidup panggilan saya. R3 : Menurut pendapat saya sangat positif, sangat membantu spiritualitas saya sebagai Suster SSpS dan menumbuhkan rasa bangga bahwa saya dipanggil sebagai SSpS. R5 : Kegiatan ini baik karena dapat menambah semangat dan pengetahuan dari sudut pandang yang berbeda-beda dan sangat perlu, karena Maria Helena adalah Co-Pendiri dan dibalik itu kita tahu akan akarnya. R9 : Bagi saya kegiatan ini sangat bagus dan memberi semangat untuk tetap setia dalam panggilan, menguatkan dan memberi motivasi, menumbuhkan semangat lagi dalam hidup panggilan ini karena memberikan spirit, yang loyo menjadi kuat. Keenam responden lainnya mendukung apa yang sudah diungkapkan oleh 4 responden di atas. Mereka mengungkapkan bahwa kegiatan retret AJS, seminar, pendalaman tentang spiritualitas Maria Helena sangat bagus dan bahkan mereka merasa semakin dikuatkan, semakin memurnikan motivasi dan memberikan semangat lagi dalam hidup panggilan sebagai SSpS.
11. Apakah suster setia mengikuti pendalaman, seminar tentang spiritualitas? Mengapa? R1 : Ya saya setia mengikuti pendalaman, seminar tersebut karena itu teladan hidup saya, tidak pernah bosan meskipun diperankan beberapa kali.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
R3 : Saya mencoba untuk selalu berusaha, karena saya tertarik, pokoknya klob dengan diri saya. Contoh: Spiritualitas sumur Yakob, kita SSpS wajib mengirimkan seorang Suster atau beberapa Suster untuk mengikuti program tersebut. R5 : Saya cukup setia, karena saya ingin mendapatkan hal dan semangat baru serta memperoleh apa yang sudah saya ketahui, miliki. Setia karena menarik dan pasti ada hal yang baru jadi ingin tahu. R8 : Saya setia mengikuti karena auranya berbeda apalagi berkumpul dengan para Suster dan SVD merasa ini keluarga Arnoldus yang sesungguhnya. Dari 4 responden di atas di dukung oleh 6 responden lainnya bahwa mereka setia dalam mengikuti pendalaman, seminar tentang spiritualitas Beata Maria Helena karena mereka mengalami sesuatu perubahan dalam diri mereka dan semakin dikuatkan dan merasa semakin menarik dan kreatif dalam penyampaiannya.
12. Apa yang menjadi motivasi suster dalam mengikuti pendalaman, seminar spiritualitas? R1 : Yang menjadi motivasi saya karena saya ingin seperti Maria Helena, orangnya sabar. R3 : Bagi saya spiritualitas ini dinamis dan selalu ada hal baru, perubahan yang didapatkan. Aspek mengolah diri, perlu mengenal diri, diperkaya dari sharing orang lain, semangatnya Trinitaris. Mengenal lebih dalam pribadi Beata Maria Helena.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
R5 : Agar dapat menghayati hidup secara benar sesuai dengan semangat yang diwariskan, untuk menambah pengetahuan dan semangat baru. Ingin seperti mereka, Suster yang sejati itu seperti apa? Ternyata tidak muluk-muluk. Contoh: sederhana mereka yang mendahului itu Suster yang sejati dalam hidup sehari-hari. R9 : Ingin mendalami dan menyegarkan spiritualitas hidup panggilan, karena itu sangat dirindukan diharapkan bagi seorang religius, sebab kalau tidak ada itu kita akan terperosok dengan karya, maka kesempatan untuk mengikuti retret, seminar, rekoleksi, itu memberikan semangat, spiritualitas lagi dengan kata lain mengisi bensin lagi. Responden 1, 3, 5,dan 9 didukung oleh responden 2, 4, 6, 7, 8, dan 10 bahwa yang menjadi motivasi mereka dalam mengikuti seminar, pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena adalah ingin menjadi seperti Beata Maria Helena dan semakin memberikan kekuatan, semangat dan motivasi untuk membaharui diri dan mereka ingin mendalami, mencintai dan menjadi penyalur akan kerinduan Beata Maria Helena yaitu menjadi misionaris yang setia.
13. Apa saja yang suster lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum mengikuti pendalaman, seminar tentang spiritualitas? R1 : Saya biasanya membawa buku sejarah, riwayat Maria Helena, Konstitusi Kongregasi, buku doa-doa Maria Helena itu yang saya persiapkan dan yang penting persiapan hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
R7 : Persiapan batin, pengosongan diri, dan saya merasa dibaharui lagi. Saya akan terbuka dengan kemauan untuk berproses meski jatuh bangun. R8 : Yang saya persiapkan melepaskan pikiran negatif, membebaskan batin, pandangan-pandangan menjasmen orang lain atau diri sendiri. R9 : Mempersiapkan hati, terbuka akan kekuatan dan rahmat Allah serta karya Roh Kudus, kesediaan, karena apapun yang akan diberikan diluar dugaan saya, justru itu menjadi tanda tanya mau diberi apa ya? Keenam responden lainnya mendukung 4 responden di atas bahwa persiapan pribadi itu penting sebelum mengikuti seminar, pendalaman spiritualitas Maria Helena. Persiapan pribadi bisa dilakukan dengan membuka hati , membaca buku-buku tentang, sejarah, Beata Maria Helena, mengikuti semua proses dengan penuh semangat supaya apa yang akan diterimanya dapat mengikuti penuh semangat dan setia.
14. Bagaimana
cara
suster
mengungkapkan
keterlibatan
suster
dalam
seminar/pendalaman tentang spiritualitas? R2 : Saya mengungkapkan keterlibatan saya dengan antusias, ikut roleplay, aktif terlibat, karena menambah semangat dan pencerahan, dan kalau diberi waktu untuk meditasi saya betul-betul menjalankan, menggunakan waktu sebaikbaiknya. R3 : Dengan rela dan berani untuk sharing, mengikuti proses yang diberikan, itu cara saya mengungkapkan keterlibatan saya. R4 : Saya ikut terlibat, aktif tanya jawab, sharing-sharing dengan terbuka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
R7 : Yang saya lakukan dengan bertanya, menulis, doa mohon bantuan dari Ibu Maria Helena dalam kehidupan sehari-hari, setia untuk berusaha terus menerus untuk mendengarkan, mencoba untuk mengolah diri. Enam (6) responden lainnya mendukung sekaligus lebih mempertegas apa yang diungkapkan 4 responden di atas bahwa keterlibatan itu sangat penting karena dapat menjadikan suatu seminar, pendalaman semakin guyub dan suasana semakin semangat dan gembira.
15. Bagaimana suasana seminar/pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam provinsi Jawa? R2 : Suasananya hidup dan para Suster benar-benar rela membagi dan menerima, Semua aktif berperan serta, terbuka mendengarkan dan terbuka untuk sharing. R5 : Suasana yang saya rasakan semangat, kreatif, seminar spiritualitas tersebut dikenal dalam seminar AJS, para Suster antusias mengikutinya. R6 : Berjalan dengan baik terutama dengan adanya Tim AJS. Ada kerja sama antara Tim AJS antara SVD dan SSpS dan diberikan secara berjenjang dan semua Suster ikut terlibat. R7 : Sejauh ini Aktif, banyak kreasi yang reflektif sehingga makin hidup, makin menarik, makin semangat untuk menunggu apa lagi yang akan diberikan , ada yang diminta untuk memerankan. Responden 1, 3, 4, 8, 9 dan 10 mendukung apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas bahwa mereka merasakan semangat, gembira, hening, bahkan semua peserta terlibat aktif dan ambil bagian serta ada suasana persaudaraan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
16. Pernahkah suster merasa bosan dan mengantuk dalam mengikuti seminar, pendalaman tentang spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? R4 : Sejauh ini saya tidak pernah mengantuk, karena saya membutuhkan untuk mendalami spiritualitas Beata Maria Helena dan saya sudah siapkan hati dan fisik saya. Kalau bosan kadang menjelang siang hari dan tidak ada selingan dalam menyampaikan materi dan Romo atau Susternya selalu mengulang kata atau kalimat yang sama atau itu-itu saja dan kurang menarik. R5 : Pernah, saat suasana seminar cara Romonya menyampaikan materi menonton, kita hanya sebagai pendengar saja dan kurang animasi. R6 : Sebagai manusia lemah ya pernah, karena setelah makan acara dilanjutkan lagi , namun saya mencoba untuk mengatasinya, misalnya makan permen, atau keluar sebentar, atau tim animasi membuat animasi untuk peserta sehingga ngantuknya hilang. R9 : Sebagai manusia kadang saya secara pribadi merasa ada saat tertentu saya tidak bersemangat juga pernah saya alami, karena badan capek. Soal mengantuk ……..… saya pernah karena kondisi tubuh kurang stabil sehingga itupun secara tiba-tiba namun cepat sadar. Sangat jarang kecuali kondisi tubuh tidak stabil. Apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas di dukung oleh 6 responden lainnya bahwa merasa bosan dan mengantuk dalam mengikuti seminar, pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena karena beban tugas yang belum selesai, selain itu karena kondisi badan yang sedang tidak stabil dan cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
penyampaian Romo, Suster, tim yang panjang dan bertele-tele, kurang kreatif, membuat bosan dan mengantuk saat mengikutinya.
17. Bagaimana suster mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup sehari-hari, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama? R1 : Belajar setia seperti Maria Helena, teladan hidup doa, memberi perhatian di komunitas, hidup sederhana, kalau ditengah karya berusaha tidak mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Menyediakan waktu untuk doa pribadi maupun bersama; menghargai sesama dalam komunitas dan berusaha menerima apa adanya. R6 : Saya mewujudkan dengan saling menghargai, memperhatikan dan mendukung satu sama lain. Dengan Tuhan: dalam hidup doa, dalam doa-doa saya mendoakan situasi dunia, karena saya sebagai Suster misionaris, bagaimana saya berelasi dengan para Suster di komunitas dan juga dalam karya. Kesetiaan dalam mengikuti kehendak Allah; kesiapsediaan untuk diutus. R7 : Dengan Tuhan: saya wujudkan melalui Doa , Ekaristi, dan dengan sesama: mengasihi sesama, membina anak-anak sehingga menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses. R9 : Doa-doa yang memancarkan dalam berbuat dengan sesama yang diwujudkan dengan sikap sederhana, sabar, pendoa, setia dalam relasi dengan Tuhan dan sesama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Keenam responden lainnya mendukung apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas. Mereka juga menambahkan bahwa mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria Helena dengan Tuhan merupakan nafas hidup yang memberi kekuatan melalui doa pribadi, berelasi dengan sesama Suster di komunitas dan juga berelasi dengan mitra kerja dan orang lain.
18. Apakah buah dari pendalaman dan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? R1 : Cukup tercermin. Contoh: Para Suster berpihak pada orang kecil, semangat misi, siap sedia memberi pertolongan atau terbuka untuk menerima misi, sederhana, berusaha untuk apa adanya. R5 : Para Suster memiliki semangat misi yang tinggi, kesabaran dan kekuatan. Ya tercermin. Contoh: Para Suster rela melakukan apapun meskipun itu bukan bidangnya di jalaninya, misalnya: sebagai Formator, Guru, di Rumah Sakit, menanggapi kebutuhan karena ketaatan. R7 : Ya tercermin. Contoh : Semua Suster selalu merindukan Ekaristi, hidup doa. Contoh: Bisa menerima kelebihan dan kekurangan sesama dalam komunitas R9 : Ya tercermin. Teladan hidupnya mendorong semangat dalam melayani dan relasi dengan sesama. contoh: dalam hidup sederhana, pelayanan, doa-doanya yang memberikan kekuatan dengan melalui itu semua terlaksana. Apa yang diungkapkan 4 responden di atas, didukung oleh 6 responden lainnya yang mengungkapkan bahwa buah dari seminar, pendalaman spiritualitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
Beata Maria Helena sangat tercermin dalam kehidupan membiara, karena ada sikap dan keteladan dari mereka sebagai Suster misi dan dapat menjawabi kebutuhan zaman serta mempu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
19. Bagaimana suster mengatasi setiap krisis dalam hidup membiara dengan berorientasi pada spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? R1 : Saya belajar untuk setia terhadap komitmen kita ikut Tuhan Yesus seperti Maria Helena, sabar. R2 : Cara saya mengatasi ketika mengalami krisis dengan naik sepeda dan berhenti di sekitar pemandangan sawah dan mencoba untuk merefleksikan dari pengalaman tersebut, setelah itu sharing dengan para Suster dan juga Romo. R4 : Saya lakukan discerment. R10 : Saya mencoba untuk diam dan mencoba untuk kembali ke motivasi diri, doa dengan perantaraan Maria Helena meminta untuk membantu saya , karena semuanya itu untuk kemuliaan Allah pasti dia akan membantu. Enam (6) responden lainnya mendukung sekaligus lebih mempertegas apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas bahwa untuk mengatasi krisis dalam hidup membiara mereka berorientasi dengan berserah diri hanya bersama Tuhan dan belajar dari cara dan spiritualitas Beata Maria Helena, diam di hadirat Allah dan terbuka kepada sesama Suster atau pemimpin ini yang menguatkan dan membangkitkan motivasi pribadi dan panggilan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
20. Hal-hal apa saja yang mendukung suster dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? R1 : Hal-hal yang mendukung saya alami: dari buku doa makan, membaca Konstitusi, buku-buku tentang Maria Helena karena buku sejarah itu sangat mendukung. R2 : Saya senang sharing hidup sungguh sangat memperkaya, bisa belajar dari sharing itu sehingga saya merasa didukung atau dikuatkan. Membaca dan mendalami sejarah Kongregasi dan biografi pendiri dan Co-Pendiri ini bagi saya merupakan dukungan juga. R5 : Bacaan rohani, rekoleksi, retret. Banyaknya referensi, surat-surat Maria Helena, cerita dari Suster-suster yang sudah tua atau lanjut usia, misionris dari Jerman, para Suster yang sudah pernah mengunjungi tempatnya. Tersedianya fasilitas yang mudah setiap hari merayakan Ekaristi dan juga ada Kapel Adorasi, mencintai Ekaristi. R10 : Dukungan yang saya dapatkan melalui sikap kesetiaan Beata Maria Helena itu dan tidak pernah berhenti untuk berharap, tidak pernah berhenti untuk mewujudkan mimpinya itu dan juga kerendahan hatinya, sabar menunggu. Keteladanan para Suster dalam hidup berkomunitas baik dalam hidup doa dan karya. Selain yang sudah diungkapkan oleh 4 responden di atas, responden 4, 6, dan 7 menemukan beberapa hal lain yang mendukung mereka untuk menghayati spiritualitas Beata Maria Helena yakni kemauan menumbuhkan rasa memiliki, berpikir positif terhadap sesama, Ibadat Sabda dan setia dan mengasihi Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
21. Hambatan-hambatan apa yang suster alami dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? R1 : Secara pribadi hambatan yang saya alami dari diri sendiri, dari kebersamaan : Tim AJS perlu digalakkan kadang kita menerima saja, kadang kita juga tidak memberi usulan. R2 : Saya kadang merasa malas, jenuh (dari diri sendiri), kurang sabar, lebih mengutamakan pekerjaan daripada membaca, berdoa. R3 : Yang saya alami hambatan diri sendiri, Contoh: malas. Hidup malas atau instan (tanpa usaha), ingin bekerja cepat selesai atau tanpa berproses, dsb. Kurang tabah; kecenderungan ingin tahu sebelum bisa menerima sebuah realitas. R10 : Yang saya rasakan hambatannya keegoisan dari diri saya, kerapuankerapuan diri saya yang kadang mendominasi ketika saya berhadapan dengan hal-hal negatif yang ada dalam diri saya, yang menjadi rendah diri menghambat saya untuk makin berelasi dengan Tuhan Allah, misalnya: kalau ada konflik dengan orang lain, saya cenderung menarik diri, tidak mau bicara, namun saya mencoba untuk sadar bahwa itu ego saya jadi pelan-pelan untuk berproses. Enam (6) responden lainnya mendukung apa yang diungkapkan oleh 4 responden di atas bahwa yang menjadi hambatan mereka untuk menghayati spiritualitas Beata Maria Helena adalah dari dalam diri yakni ada rasa malas, jenuh, kurang sabar, kecenderungan ingin tahu sebelum bisa menerima realitas, mengantuk saat berdoa, kebosanan dari rutinitas, cenderung menarik diri dan ego.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
22. Usaha apa yang suster lakukan untuk semakin meningkatkan hidup rohani? R3 : Usaha saya untuk semakin meluangkan waktu untuk berelasi dengan Tuhan Allah secara pribadi. Pengolahan hidup batin, merenungkan Kitab Suci, refleksi. R4 : Saya berusaha doa pribadi, membaca renungan-renungan, kontemplatif. Tekun dalam doa dan bersyukur, setia pada komitmen, berusaha melaksanakan kehendak-Nya bukan kehendak sendiri. R7 : Yang pasti usaha saya yaitu doa pribadi, meditasi, kedisiplinan diri untuk terus menjalin relasi yang akrab pada Tuhan, ambil bagian dalam misi Yesus, mencoba untuk mengerti sesama dan mengolah diri terus menerus. Berusaha bertekun, belajar setia, discerment, hening, komitmen, bacaan rohani, pendalaman Kitab Suci. R9 : Saya berusaha memberikan waktu setiap hari: dalam doa, baik doa pribadi maupun doa bersama, Ekaristi, mendalami Kitab Suci. Sadar diri yaitu dengan tetap dan tekun setia berdoa mendalami hidup rohani. Selalu mengusahakan mencari waktu untuk berdoa dan meditasi, retret kesempatan yang paling baik. Pendapat 4 responden adalah meluangkan waktu untuk berelasi dengan Tuhan, kontemplatif, berusaha membaca buku tentang spiritualitas Beata Maria Helena, setia pada komitmen pribadi maupun bersama dan bersyukur atas panggilan yang dihadiahkan secara pribadi serta setia akan panggilan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
23. Mengapa suster memilih hal tersebut? R4 : Karena dengan bertemu Tuhan secara pribadi, komunikasi dengan Tuhan semakin mendekatkan diri pada-Nya dan semakin mencintai Dia yang telah memilih dan mendampingi saya untuk tetap setia kepada-Nya. R5 : Karena membantu saya untuk semakin dekat dengan Allah. Karena belajar dari orang lain yang lebih berpengalaman, bagaimana hidup bermisi, hidup sederhana dengan cara mereka entah sengaja cerita atau tidak atau melihat cara hidup mereka, belajar dari kesetiaan mereka, belajar dari kesalahan orang lain. Dari buku : mencoba sesuatu yang sudah diceritakan orang lain dan sudah diakui, inilah mutiara, kebajikan-kebajikan, sikapnya, semangatnya
yang
diwariskan ke kita, dengan mendengarkan dan membaca surat-surat Beata Maria Helena yang menarik kadang menyentuh hati sampai terenyuh. Saya merasa sebagai bahan refleksi yang masih relevan untuk zaman sekarang. Karena cara hidupnya dan semangatnya masih bisa membangkitkan semangat saya dan kita sebagai SSpS, semangatnya Suster-suster justru dari hal yang kecil, kesederhanaan, kesetiaan, kekuatan hidup saya sebagai religius. R7 : Karena itu menghantar saya pada Allah, saya hanya mengandalkan rahmat Allah saja yang bekerja yang bisa mengangkat saya dari keterpurukan dan hal tersebut menjadi sarana saya untuk bertemu dengan Yesus dan menguatkan hidup panggilan. R9 : Karena itu sumber hidup saya, kekuatan yang memberikan spirit untuk kembali dalam pelayanan, mengabdi dalam memupuk hidup membiara jadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
harus kembali kepada yang memanggil menimba air kehidupan dan karena doa adalah sumber hidup yang menghidupkan dan menguatkan saya. Alasan dari 4 responden yang diungkapkan di atas, didukung oleh 6 responden lainnya bahwa dengan menggali dan melibatkan diri serta mengikuti seminar, pendalaman, retret AJS membantu mereka untuk semakin dekat dengan Allah, lebih setia akan panggilan Tuhan, semakin bisa bersyukur ini yang terpenting. b. Pembahasan Penelitian Dalam bagian ini disampaikan pembahasan penelitian berdasarkan hasil penelitian mengenai penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Dalam pembahasan ini penulis memaparkan 6 (enam) bagian. Bagian pertama mengenai pemahaman tentang spiritualitas Maria Helena Stollenwerk oleh para Suster Medior SSpS di provinsi Jawa. Bagian kedua mengenai kehidupan membiara para Suster. Bagian ketiga mengenai pendalaman dan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Bagian keempat mengenai sikap dan perwujudan. Bagian kelima mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Bagian keenam mengenai usaha meningkatkan kesetiaan hidup membiara oleh para Suster Medior. 1.
Pemahaman tentang spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk oleh para Suster Medior SSpS di provinsi Jawa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa para Suster Medior SSpS
provinsi Jawa telah memahami spiritualitas dalam hidup hariannya. Menurut mereka spiritualitas Beata Maria Helena merupakan kehidupan rohani yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
memberi kekuatan, kegembiraan, kedamaian dalam menjalani hidup sebagai religius sehingga mereka senantiasa setia menjalankan tugas dan kepercayaan yang dipercayakan oleh Kongregasi.
2.
Kehidupan membiara para Suster. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan menguatkan motivasi
mereka dimana semakin mampu untuk menyediakan diri untuk diutus dimana saja dan kapan saja. Keterlibatan mereka juga membawa suasana yang berbeda adanya saling percaya dan persaudaraan diantara mereka. Dari hasil peneliti menemukan bahwa Suster Medior SSpS menindaklanjuti dalam penghayatan spiritualitas dalam hidup setiap hari dengan setia berdoa. Dalam hal ini setiap hidup yang para Suster jumpai dalam peziarahan hidup hari itu mereka membawanya dalam doa, kerena mereka percaya bahwa doa yang tulus akan membantu meringankan beban orang yang didoakan tersebut. Kesetiaan mengikuti Ekaristi merupakan nafas hidup dan bekal untuk peziarahan sepanjang hari itu. Selain itu mereka mengikuti berbagai kegiatan baik seminar, pendalaman, retret AJS, maupun kegiatan di lingkungan, atau di paroki dan yang paling mudah mereka melaksanakan berbagi sapaan, relasi baik di komunitas maupun di luar komunitas.
3.
Pendalaman dan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan pendalaman dan
penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena bagi Suster Medior SSpS provinsi Jawa untuk menghayati dan mendalami, Suster Medior SSpS mempersiapkan diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
dengan kesadaran penuh di sini dan saat ini. Maka mereka dapat dengan setia mengikuti proses pendalaman dan penghayatan dengan keterbukaan hati.
4.
Sikap dan perwujudan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan sikap dan perwujudan
Suster Medior SSpS dengan belajar bagaimana meneladani sikap dan kesetiaan dari Maria Helena dengan cara hidup yang sederhana. Bukan itu saja tapi kesetiaan doa dan memperhatikan setiap para Suster dengan kesederhanaan serta kerendahan hati dalam menyikapi hidup terutama di zaman sekarang.
5.
Faktor pendukung dan penghambat dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Berdasarkan
hasil
penelitian,
penulis
menemukan
faktor
yang
mendukung Suster Medior SSpS untuk menghayati spiritualitas Maria Helena ada dua yakni: faktor dari dalam diri dan luar diri. Pertama, faktor pendukung dari dalam diri Suster Medior SSpS untuk menghayati spiritualitas Beata Maria Helena yakni ada kesadaran baru bahwa dirinya menghidupi dan sangat membutuhkan spiritualitas tersebut. Selain itu ada kepercayaan dalam diri bahwa Yesus hadir lewat doa dan dalam diri setiap Suster atau orang yang dilayani. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keasadaran akan kehadiran Yesus lewat doa dan dalam diri sesama yang dilayani mereka membutuhkan doa dan orang lain sebagai kekuatan hidup sangat mendukung para Suster Medior.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Kedua, faktor pendukung dari luar yakni suasana komunitas dan sekitarnya memberi kesempatan dan kepercayaan serta saling adanya keterbukaan satu dengan yang lain, tersedianya buku-buku bacaan tentang Beata Maria Helena ini sangat membantu untuk menghayati spiritualitas tersebut.
6.
Usaha meningkatkan kesetiaan hidup membiara oleh para Suster Medior. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan usaha yang telah
dilakukan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa guna meningkatkan mereka terhadap kesetiaan hidup membiara yakni mereka berusaha mengikuti Ekaristi dan meluangkan waktu untuk doa pribadi setiap hari minimal 1 jam. Persiapan batin mereka lakukan dengan doa pribadi, meditasi atau duduk hening dihadapan Tuhan. Ungkapan tersebut di atas dipertegas dalam Konstitusi SSpS art 413 bahwa untuk mencapai persatuan yang mesra dengan Allah para Suster senantiasa mengusahakan ketenangan yang mencakup seluruh pribadi sebagai persiapan untuk berdoa, meditasi dan keterbukaan untuk menerima bisikan dan karya Allah.
3. Kesimpulan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian di atas penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian dengan bertitik tolak dari penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk sebagai sumber dan puncak hidup Kristiani. Para Suster Medior SSpS provinsi Jawa menghayati spiritualitas Beata Maria Helena sebagai sumber dan puncak hidup yang memotivasi mereka untuk menghayati dalam kesetiaan hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
membiara. Persiapan batin dan diri membantu mereka untuk melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Kongregasi. Para Suster Medior mampu menghayati spiritualitas Beata Maria Helena karena mereka membutuhkan dan merasa dipercaya bahwa Yesus sungguh menyertai mereka dalam tugas dan pelayanan mereka dimana mereka diutus. Suasana komunitas juga mendukung. Selain hal-hal yang mendukung seperti di atas, ada juga hal yang menghambat mereka dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena yakni perasaan malas, bosan, mengantuk , karena kondisi badan kurang stabil atau kurang sehat. Suster Medior SSpS menyadari realitas di atas sebagai bagian dari hidup mereka. Mereka telah berusaha memperbaiki yang masih kurang, dalam hal ini usaha mereka untuk semakin meningkatkan penghayatan terhadap penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena dengan berusaha untuk semakin menghidupinya sehingga semakin setia dalam panggilan. Dengan melihat realitas dan situasi tersebut di atas, maka bab IV penulis akan memberi tanggapan terhadap hasil penelitian berupa sumbangan pemikiran yang berbentuk rekoleksi model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai usaha untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior provinsi Maria Bunda Allah Jawa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
BAB IV
KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA TERHADAP PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK
Dalam bab III telah diuraikan tentang bagaimana usaha penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Jawa. Berdasarkan hasil observasi partisipatif dan wawancara yang telah penulis lakukan, penulis mendapatkan hasil bahwa para Suster Medior SSpS yang tinggal di Komunitas Roh Kudus dan St Elisabeth Blitar telah menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara dalam realitas hidup setiap hari. Mereka menghayati spiritualitas Maria Helena Stollenwerk dengan terlibat dalam berbagai kegiatan dan tanggungjawab di Komunitas maupun kegiatan hidup di karya dan menggereja. Kegiatan yang dimaksud kegiatan kerohanian, kegiatan di karya (pendidikan dan Rumah Sakit), kegiatan sosial. Mereka melaksanakan setiap kegiatan itu dengan kesadaran bahwa sebagai religius, panggilan dan perutusan mereka tidak hanya di satu tugas yang dipercayakan saja tetapi perlu terlibat dalam realitas hidup yang dijumpai dan dialami. Oleh karena itu dalam melaksanakan perutusannya, mereka berusaha untuk mengintegrasikan antara hidup rohani dan hidup pelayanan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
Para Suster Medior mampu meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara karena mereka menyadari bahwa spiritualitas Maria Helena Stollenwerk merupakan cermin gambaran tentang Allah dan manusia yang khas yang diwujud-nyatakan dalam tiga pilihan lewat gagasan-gagasannya yaitu: penghormatan terhadap Hati Kudus Yesus yang mempunyai hubungan erat dengan Ekaristi, penghormatan terhadap Roh Kudus yang menghantarnya kepada penyembahan kepada Allah Tritunggal dan penghomatan terhadap Kanak-Kanak Yesus. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis melihat bahwa perlu diadakan suatu kegiatan yang dapat menginspirasi dan memotivasi para Suster Medior untuk semakin setia dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Penulis ingin memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan rekoleksi. Rekoleksi ini akan dibawakan dalam katekese model Shared Christian Praxis sebagai usaha untuk meningkatkan penghayatan Suster Medior SSpS dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Penulis akan menguraikannya dalam tiga bagian yaitu: Pertama, alasan katekese digunakan sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior dalam hidup membiara. Kedua, alasan katekese model Shared Christian Praxis dipilih sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara. Ketiga, program katekese yang meliputi: pemikiran dasar program katekese, usulan tema katekese, rumusan tema dan tujuan, pelaksanaan program rekoleksi, Matriks Program Rekoleksi Bagi Para Suster Medior SSpS Provinsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
Maria Bunda Allah Jawa, dan contoh persiapan rekoleksi dengan pola katekese model Shared Christian Praxis.
A. Alasan Katekese Digunakan sebagai Usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior dalam Hidup Membiara Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistimatis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Maka dari itu, sungguhpun katekese tidak secara formal dipandang bertepatan dengan sejumlah unsur-unsur misi pastoral Gereja yang mempunyai aspek kateketis, yang merupakan persiapan bagi katekese atau bersumber padanya, katekese bertumpu pada unsur-unsur itu (CT, 1979:23). Suster SSpS Medior SSpS memiliki pengalaman iman dalam hal penghayatan terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Penghayatan tersebut
telah
dialaminya
melalui
pengalaman
sehari-hari.
Dari
setiap
pengalaman, Suster Medior memandang pengalaman itu dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Alangkah baiknya pengalaman itu mereka bagikan satu sama lain guna saling memperkaya, menguatkan dan meneguhkan dalam perjalanan hidup dan panggilannya. Penulis melihat bahwa katekese menjadi wadah yang tepat bagi para Suster Medior untuk menggali pengalaman penghayatan mereka terhadap spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis mengharapkan dengan katekese para Suster Medior SSpS bisa saling mengkomunikasikan pengalaman iman tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
guna memperkaya, menguatkan dan memperteguh satu dengan lainnya. Hal ini sesuai dengan makna katekese, seperti yang sudah terungkap di atas yakni “komunikasi iman atau berbagi pengalaman iman antar umat beriman atau kelompok” (Lalu, 2007: 89). Dengan katekese para Suster Medior diharapkan agar semakin termotivasi untuk semakin setia dalam hidup membiara karena penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena dalam kesaksian hidup sehari-hari dan mereka pun tekun untuk memberikan kesaksian imannya ditengah hidup dan segala persoalan masyarakat serta semakin membuka diri untuk merangkul siapa saja yang kita layani dan haus akan cinta kasih, keadilan dan perdamaian dapat dirasakan oleh semua orang dan tidak terbatas pada golongan dan orang tertentu saja, sehingga visi misi Kongregasi SSpS yakni “Hiduplah Allah Tritunggal Dalam Hati Kita dan Dalam Hati Umat Manusia” semakin hidup dan konkrit.
B. Alasan Katekese Model Shared Christian Praxis Diplih Sebagai Usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS dalam Hidup Membiara Ada banyak model katekese yang dapat digunakan dalam pembangunan proses katekese umat, misalnya: Model Biblis, model Pengalaman hidup, Model Shared Christian Praxis, naratif eksperiensial, dan lain-lain. Penulis menawarkan program katekese dalam bab ini yakni katekese model Shared Christian Praxis. Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat dialog dan partisipatif, yang dimaksudkan mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antara tradisi dan visi hidup mereka dengan Tradisi dan Visi Kristiani agar secara pribadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
maupun bersama mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai Kerajaan Allah (Sumarno, 2012: 14). Shared Christian Praxis merupakan salah satu dari model katekese pengalaman hidup. Bagi penulis model Shared Christian Praxis sangat cocok dengan pembahasan tentang penghayatan para Suster Medior SSpS dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Model katekese ini lebih mengangkat pengalaman hidup peserta. Peserta dilibatkan secara aktif untuk membagikan pengalaman hidupnya, kemudian diajak berefleksi untuk menemukan suatu aksi konkrit sebagai wujud dari perubahan sikapnya. Dalam realitas hidup setiap hari para Suster medior telah menghayati spiritualitas Maria Helena dengan terlibat dalam berbagai kegiatan dalam komunitas maupun kegiatan yang ditawarkan oleh gereja. Mereka melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa Suster Medior baik yang berkarya atau sebagai kepala bagian maupun yang studi bukan karena pandai dalam intelektual semata yang harus dikembangkan namun kehidupan rohani dan sosial juga sangat perlu mendapat perhatian sehingga tidak terjadi kepincangan dalam menjalani panggilan sebagai seorang religius. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kadang ada beberapa dari Suster Medior mengikuti kegiatan tersebut tidak dengan segenap hati sehingga tidak mengherankan akan terjadi berbagai alasan yang dapat mereka berikan sebagai salah satu cara untuk menolak dalam kegiatan tersebut. Ada juga yang kurang menghayati spiritualitas Beata Maria Helena sebagai semangat, kekuatan dan kebutuhan rohani yang mereka rindukan dalam menjawab panggilan Tuhan. Contoh konkret yakni
ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
mengikuti kegiatan seminar, pendalaman, retret AJS terkadang ada Suster yang mengantuk, merasa bosan, malas. Melalui Shared Christian Praxis para Suster Medior diajak untuk mengubah hidupnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan melakukan aksi konkrit yang ditemukan dalam refleksi atas kehidupannya. Shared Christian Praxis adalah sebagai model katekese yang kontekstual mampu menemukan pergulatan hidup para Suster Medior dengan kekayaan iman Gereja, sehingga selain iman dan hidup rohani para Suster semakin ditumbuh kembangkan, para Suster Medior SSpS juga menemukan kekuatan, semangat serta usaha hidup jauh lebih baik lagi dan mereka juga lebih termotivasi dalam hidup berkomunitas, menggereja dan masyarakat. Sumarno (2012) memberikan ringkasan tentang langkah-langkah pokok katekese model Shared Christian Praxis yaitu: 1. Langkah 1: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta) Dalam langkah pertama ini pendamping berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan yang hangat, penuh persaudaraan agar peserta mau berbagi praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Langkah pertama ini lebih menekankan pada pengungkapan pengalaman hidup faktual dari peserta dengan melakukan sharing iman. 2. Langkah 2: Refleksi Kritis atas sharing Pengalaman Hidup Faktual (mendalami pengalaman hidup peserta) Langkah dua (2) ini merupakan saat untuk memperdalam refleksi atas pengalaman yang telah disharingkan pada langkah 1. Dengan refleksi diharapkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
peserta katekese menemukan kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya. 3. Langkah 3 : Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih terjangkau (Menggali Pengalaman Hidup Kristiani) Inti dari langkah 3 adalah mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Pendamping katekese memberikan perikop bacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang dipilih sesuai dengan tema katekese kemudian memulai pengajarannya. Dalam langkah 3 ini pendamping katekese memiliki peran pokok karena membantu peserta untuk mengaitkan pengalaman hidup sehari-hari dengan Tradisi dan Visi Kristiani (Sabda Allah). 4. Langkah 4 : Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta Langkah
4
ini
mengajak
peserta
supaya
dapat
meneguhkan,
mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah mereka temukan pada langkah pertama dan kedua. Pokokpokok penting itu dikonfirmasikan dengan hasil interpretasi Tradisi dan Visi Kristiani dari langkah ketiga. Melalui proses konfrontasi peserta diharapkan menemukan kesadaran baru atau sikap yang baru yang hendak mereka wujudnyatakan dalam hidup selanjutnya, sehingga nilai Kerajaan Allah semakin dapat dirasakan ditengah-tengah kehidupan bersama. 5. Langkah 5 : Keterlibatan baru demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit) Langkah 5 ini merupakan langkah terakhir yang bertujuan mendorong peserta katekese supaya sampai pada keputusan konkrit bagaimana menghadapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
iman Kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisis dan dipahami, direfleksikan secara kritis, dinilai secara kreatif dan bertanggungjawab. Inilah tanggapan praktis peserta terhadap situasi konkrit mereka yang telah dikonfrontasikan dengan Tradisi dan nilai Kristiani. Keputusan konkrit dari langkah ini dipahami sebagai puncak dan buah dari metode ini. Tentu saja tanggapan peserta dipengaruhi oleh tema dasar yang sudah direfleksikan, nilainilai Kristiani yang diinternalisasi dan konteks kepentingan religius, politis dan ekonomis peserta. Dengan demikian, langkah kelima ini mengajak peserta untuk membuat aksi baru dalam hidupnya sesuai dengan niat atau visi peserta untuk mewujudkan nilai Kerajaan Allah bagi kehidupan sehari-hari.
C. Program Katekese 1. Pemikiran Dasar Program Katekese Berdasarkan hasil penelitian tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior provinsi Jawa sudah menghayati spiritualitas tersebut dalam hidup mereka. Dalam setiap ada kegiatan mereka ikut terlibat baik kegiatan intern komunitas maupun kegiatan di luar komunitas. Dalam kegiatan intern para Suster Medior terlibat dalam kegiatan menjadi tim retret AJS, peserta seminar, pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena, memimpin ibadat Triduum menjelang pesta Maria Helena atau Co-Pendiri, sharing Kitab Suci, pertemuan komunitas, doa bersama, Ekaristi, Adorasi atau Jam silih, dll. Berkaitan dengan keterlibatan kegiatan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa kadang juga dari mereka kurang berpartisipasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
dikarenakan bosan, mengantuk, malas. Padahal bagi mereka kegiatan tersebut sangat dibutuhkan dan sangat memberikan semangat dan kekuatan dalam menjawab panggilan dan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dari luar komunitas dengan kesadaran bahwa seorang Suster Medior SSpS perlu terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan bermasyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kadang mereka disibukkan dengan acara pribadi, sehingga ada juga dari mereka yang kurang terlibat dan kalau pun terlibat tidak dengan segenap hati atau pilih-pilih mana yang enak, menguntungkan bagi diri sendiri. Realitas tersebut merupakan suatu keprihatinan yang sedang terjadi dalam suatu komunitas. Menurut penulis Suster Medior SSpS perlu dibantu untuk mendalami penghayatan spiritualitas Maria Helena bagi setiap pribadi untuk memotivasi mereka agar semakin setia dalam penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Dengan demikian diharapkan para Suster Medior SSpS sebagai pewarta kabar gembira, dalam mejalankan tugas perutusan dan kepercayaan yang telah dipercayakan oleh Kongregasi tidak semata-mata mengejar kepandaian secara intelektual, popularitas namun mengembangkan juga hidup rohani dan sosialnya, sehingga ketiganya dapat bertumbuh dan berkembang secara benar. Penulis melihat bahwa program katekese model Shared Christian Praxis ini dikemas dalam bentuk rekoleksi yang dijalankan dalam empat kali rekoleksi bersama seluruh para Suster Medior provinsi Jawa. Penulis memberikan katekese model Shared Christian Praxis kepada para Suster Medior provinsi Jawa dalam bentuk rekoleksi. Alasannya, Pertama, penulis ingin membantu para Suster Medior
untuk
merefleksikan
pengalaman
penghayatan
mereka
dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
meningkatkan kesetiaan hidup membiara, dengan demikian mereka menemukan sikap dan kesadaran baru yang memotivasi mereka untuk membaharui diri menjadi lebih baik. Kedua, bagi penulis program rekoleksi ini cocok bagi para Suster Medior SSpS provinsi Jawa. Bersama program katekese model Shared Christian Praxis yang akan dibawakan dalam rekoleksi ini, maka setiap Suster Medior diajak untuk saling belajar, berhenti sejenak dari kesibukan-kesibukan, berefleksi dan saling berbagi pengalaman sehingga mereka dapat menjadi Suster yang bertumbuh dan berkembang secara utuh. Karena menjadi seorang biarawati jaman ini bukan hanya mengejar kepintaran intelektual dan emosional saja, akan tetapi hidup rohani sangat perlu diperhatikan sehingga bisa berdampak pada kehidupan sosial yang baik dengan orang lain.
2. Usulan Tema Katekese Penulis mengusulkan tema dalam program katekese model Shared Christian Praxis ini adalah Para Suster Medior semakin menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup setiap hari. Mengapa penulis mengusulkan tema tersebut di atas? Penulis menemukan bahwa selama ini para Suster Medior SSpS telah menghayati spiritualitas Maria Helena dalam hidup harian mereka. Di dalam kesibukan menjalankan tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan oleh Kongregasi mereka berusaha meluangkan waktu untuk terlibat dalam berbagai kegiatan dalam komunitas maupun hidup menggereja dan bermasyarakat. Kegiatan tersebut telah mereka jalankan dengan baik dan gembira.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
Namun terkadang ada juga sebagian dari mereka yang menjalankan kegiatan itu karena sebagai kewajiban dan rutinitas belaka. Dengan tema yang penulis usulkan ini para Suster Medior diharapkan semakin meningkatkan kesetiaan mereka dalam hidup membiara terhadap spiritualitas Maria Helena dalam hidup sehari-hari sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang secara penuh, utuh.
3. Rumusan Tema Dan Tujuan Tema dan tujuan umum akan dijabarkan dalam empat sub tema dengan rumusan sebagai berikut: Tema Umum:
Para Suster Medior semakin menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup setiap hari.
Tujuan Umum: Para Suster Medior semakin meningkatkan penghayatan mereka terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup harian sehingga mereka semakin meningkatkan kesetiaan dan kepasrahan hidup membiara secara utuh. Sub Tema 1:
Kesetiaan dan kepasrahan Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam hidup setiap hari.
Tujuan:
Agar para Suster semakin menghayati spiritualitas Co-Pendiri yang memberi motivasi, kekuatan, semangat mereka untuk setia menghidupi dalam menjawab panggilan hidup membiara secara utuh.
Sub Tema2:
Spiritualitas Beata Maria Helena dan Komunitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tujuan:
133
Para Suster Medior menyadari dirinya sebagai bagian dari komunitas sehingga semakin setia dan bersatu serta terlibat dalam setiap kegiatan yang ada dalam komunitas tanpa merasa terpaksa atau rutinitas belaka.
Sub Tema 3:
Spiritualitas Beata Maria Helena sebagai inspirasi dan semangat bagi mereka sebagai Suster misi.
Tujuan:
Para Suster Medior menyadari diri sebagai biarawati yang punya tanggungjawab yang besar sehingga berusaha dengan setia, gembira dan tanggungjawab menjalankan perutusan yang dipercayakan kepadanya dan berusaha mengintegrasikan hidup dalam karya dan rohaninya.
Sub Tema 4:
Visi dalam Kesetiaan Hidup Membiara
Tujuan:
Agar bersama pendamping, para Suster semakin mengerti dan memahami visi dalam kesetiaan hidup membiara.
4. Pelaksanaan Program Rekoleksi Program rekoleksi ini dibagi menjadi empat sub tema. Setiap sub tema akan dibawakan dalam rekoleksi tahunan dengan pola katekese model Shared Christian Praxis dengan lima sesi pertemuan yakni sesi pembuka, tiga sesi inti dan sesi penutup. Sesi pembuka, untuk membuka seluruh rangkaian kegiatan rekoleksi. Sesi pertama merupakan gabungan langkah I dan II dari katekese model SCP yakni mengungkapkan dan mendalami pengalaman hidup peserta. Pada sesi pertama ini pengalaman hidup aktual para Suster disharingkan, kemudian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
pengalaman tersebut diperdalam dengan bantuan pertanyaan refleksi guna menemukan makna dan nilainya. Sesi kedua merupakan langkah III dari katekese model SCP yakni menggali pengalaman iman Kristiani dengan bersumber pada harta kekayaan Gereja. Pada sesi ini pendamping mengemukakan harta kekayaan iman Gereja sebagai sumber inspirasi yang meneguhkan para Suster terkait dengan pengalaman yang telah disharingkan pada sesi I. Sesi ketiga merupakan gabungan langkah IV dan V dari katekese model SCP yakni menerapkan iman Kristiani dalam situasi hidup peserta dan mengusahakan suatu aksi konkrit. Pada sesi ini para Suster diberi pertanyaan refleksi supaya dapat membantu mereka menemukan kesadaran baru yang menggerakkan mereka untuk mengambil keputusan demi meningkatkan hidup rohani. Sesi penutup, untuk mengakhiri seluruh rangkaian kegiatan rekoleksi, tema diatas merupakan suatu materi untuk membantu para Suster Medior SSpS provinsi Jawa semakin menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa MATRIKS PROGRAM REKOLEKSI DALAM BENTUK KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA TERHADAP PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK
Tema Umum:
Para Suster Medior semakin menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup setiap hari.
Tujuan Umum:
Agar para Suster Medior semakin meningkatkan penghayatan mereka terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup harian sehingga mereka semakin meningkatkan kesetiaan dan kepasrahan hidup membiara secara utuh.
No 1 1
Sub Tema 2 Kesetiaan dan kepasrahan Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam hidup setiap hari.
Tujuan 3 Agar para Suster semakin menghayati spiritualitas CoPendiri yang memberi motivasi, kekuatan, semangat mereka untuk setia menghidupi
Uraian Materi 5 Lagu “Yesus Jawaban Doaku” Menggali pengalaman hidup peserta Injil Lukas 11: 5 – 13
Metode 6 Sharing Kelompok. Refleksi Pribadi. Input dari pendamping Tanya jawab Katekese Model Shared Christian Praxis, dibawakan dalam 5 sesi.
Sarana 7 Fotocopi teks lagu “Yesus Jawaban Doaku” Fotocopi Teks Lukas 11: 5 – 13 Fotocopi pertanyaan penuntun refleksi pribadi Fotocopi pertanyaan
Sumber Bahan 8 Darminta, J, SJ. Hati Pendoa. Yogyakarta. Kanisius 2006. Hlm. 35-38. Injil Lukas 11: 5 – 13. KWI. Iman Katolik. Kanisius dan Obor. Hlm.194 – 198. 135
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dalam menjawab panggilan hidup membiara secara utuh.
penuntun sharing Tape recorder dan kaset suara Instrumen mengiringi refleksi Lilin bernyala dan Salib
Leks Stefan. Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta. Kanisius 2003. Hlm.321–326. Renungan Harian. Majalah Hidup. No.41 Tahun ke–60. Oktober 2006. Hlm. 33. Renungan Harian. Mutiara Iman (2006). Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama. Somarno (2008) Teori PAK Paroki (Buku Ajar Mahasiswa IPPAK). Yogyakarta: Prodi IPPAKUSD Buku Madah Bakti (PML, 136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2005) 2
Spiritualitas Beata Maria Helena dan Komunitas
Para Suster Medior menyadari dirinya sebagai bagian dari komunitas sehingga semakin setia dan bersatu serta terlibat dalam setiap kegiatan yang ada dalam komunitas tanpa merasa terpaksa atau rutinitas belaka.
Konstitusi SSpS art 304 Permainan Gotong royong Ibr 13:1-6
Berbagi cerita Refleksi pribadi Pendalaman Kitab Suci Pendalaman Konstitusi art 304 Input dari pendamping. Katekese Model Shared Christian Praxi, dibawakan dalam 5 sesi.
untuk permainan sedotan plastic dan karet gelang yang warnanya sama sebanyak jumlah para Suster fotocopi teks Fotocopi pertanyaan penuntun refleksi pribadi Fotocopi pertanyaan penuntun sharing Mp3 dan speaker Teks lagu “Dalam Yesus Kita bersaudara “ dan “Maju bersama” Instrumen mengiringi refleksi Lilin bernyala dan Salib
Bergant (20020Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, LBI Konstitusi SSpS art 304 Permainan Gotong royong (Setiawani, 2004:82-83 Kidung Pujian (untuk kalangan sendiri)
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Spiritualitas Beata Maria Helena sebagai inspirasi dan semangat bagi mereka sebagai Suster misi.
Para Suster Medior menyadari diri sebagai biarawati yang punya tanggungjawab yang besar sehingga berusaha dengan setia, gembira dan tanggungjawab menjalankan perutusan yang dipercayakan kepadanya dan berusaha mengintregasikan hidup dalam karya dan rohaninya.
Hachiko, Sebuah Kisah Nyata tentang Arti Kesetiaan Konstitusi SSpS art 311 tentang Cinta kasih dan kesetiaan kepada Kongregasi Konstitusi SSpS arti 503 tentang formasi yang menyeluruh dan integral.
Berbagi kisah Refleksi pribadi Sharing kelompok Pendalaman Konstitusi SSpS Input dari pendamping Katekese Model Shared Christian Praxi, dibawakan dalam 5 sesi
Fotocopi teks cerita Teks lagu “Hymne SSpS” dan “Kami serahkan kepadaMu” Fotocopi pertanyaan penuntun refleksi pribadi Fotocopi pertanyaan penuntun sharing Mp3 dan speaker Instrumen mengiringi refleksi Lilin bernyala dan Salib
Stefan Leks (2003) Tafsir Injil Matius, Yogyakarta: Kanisius Bergant (20020Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, LBI Konstitusi SSpS art 311 tentang Cinta kasih dan kesetiaan kepada Kongregasi Konstitusi SSpS art 311 tentang Cinta kasih dan kesetiaan kepada Kongregasi Kisah kesetiaan dari Internet.
138
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Visi dalam Kesetiaan Hidup Membiara
Agar bersama pendamping, para Suster semakin mengerti dan memahami visi dalam kesetiaan hidup membiara.
Mengosongk an diri demi panggilan Bersyukur atas Rahmat Panggilan Menghidupi spiritualitas kerendahan hati dan persudaraan
Bernyanyi Diskusi kelompok Tanyajawab bernyanyi Input dari pendamping Katekese Model Shared Christian Praxi, dibawakan dalam 5 sesi
Mp3 dan speaker Syair lagu “ Kasih Setia-Mu” Teks Injil Instrumen mengiringi refleksi Lilin bernyala dan Salib
Hadjawiyata, OCSO. 1993: 8687. Arah Baru Hidup Religius Mat 6: 1-24 Dianne Bergant, CSA dan Robert J.Karris, OFM, 2002, “tafsiran Alkitab Perjanjian Baru”
139
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
6. Contoh Persiapan Rekoleski dengan pola Katekese Model Shared Christian Praxis. A. IDENTITAS REKOLEKSI 1. Tema
: Kesetiaan dan kepasrahan Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam hidup setiap hari.
Tujuan
: Agar para Suster semakin menghayati spiritualitas Co-Pendiri yang memberi motivasi, kekuatan, semangat mereka untuk setia menghidupi dalam menjawab panggilan hidup membiara secara utuh.
2. Peserta
: Para Suster Medior SSpS Provinsi Jawa
3. Tempat
: Rumah Khalwat Syalom, Batu Malang
4. Waktu
: Agustus 2015
5. Pukul
: Hari I dimulai pukul 17.00-21.00 WIB Hari II dimulai pukul 08.00-11.00 WIB (diakhri dengan perayaan Ekaristi)
6. Model
: Shared Christian Praxis
7. Metode
: Sharing Kelompok. Refleksi Pribadi. Input dari pendamping Tanya jawab
8. Sarana
: Teks Lagu “Yesus Jawaban Doaku”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
Tekas Lukas 11: 5 – 13 Pengalaman hidup peserta Materi Fotocopi Teks Lukas 11: 5 – 13 Fotocopi pertanyaan penuntun refleksi pribadi Fotocopi pertanyaan penuntun sharing Tape recorder dan kaset suara Buku Madah Bakti Instrumen mengiringi refleksi Lilin bernyala dan Salib Mangkok ukuran mangkok bakso Air biasa Potongan kertas yang sudah berbentuk bunga teratai 9. Bahan Sumber: Darminta, J, SJ. Hati Pendoa. Yogyakarta. Kanisius 2006. Hlm. 35-38. Injil Lukas 11: 5 – 13. KWI. Iman Katolik. Kanisius dan Obor. Hlm.194 – 198. Leks Stefan. Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta. Kanisius 2003. Hlm. 321–326. Renungan Harian. Majalah Hidup. No.41 Tahun ke–60. Oktober 2006. Hlm. 33.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
Renungan Harian. Mutiara Iman (2006). Yogyakarta. Yayasan Pustka Nusatama. Somarno (2008) Teori PAK Paroki (Buku Ajar Mahasiswa IPPAK). Yogyakarta: Prodi IPPAK-USD
B. PEMIKIRAN DASAR Dalam dunia yang serba cepat ini dapat kita jumpai banyak orang yang kurang tekun, kurang setia, dan kurang pasrah pada kehendak Tuhan. Banyak orang kurang rendah hati sehingga kurang mampu menghayati dan menjalani hidup dengan baik, dan kurang menaruh harapan pada Tuhan. Maunya cepat. Sikap rendah hati atau kerendahan hati merupakan salah satu dari sekian keutamaan yang ada dalam ajaran Kristen. Jadi kerendahan hati sebenarnya sudah menjadi milik atau setidak-tidaknya sudah menyatu dalam tiap-tiap pribadi, yang menamai diri sebagai orang Kristiani apalagi dalam hal ini sebagai seorang religius. Sikap-sikap seperti ini juga dapat mempengaruhi hidup doa. Doa pada dasarnya berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri sebagai anak Allah, mengakui Allah sebagai Bapa. Doa adalah kata cinta seorang anak kepada Bapanya. Maka doa dapat timbul dari kesusahan hati yang bingung, tetapi juga dari kegembiraan jiwa yang menuju masa depan yang bahagia. Doa tidak membutuhkan banyak kata, tidak terikat pada tempat dan waktu tertentu, tidak menuntut sikap badan dan gerak-gerak yang khusus, meskipun dapat didukung olehnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
Perikop Lukas 11:5-13 merupakan kelanjutan dari bacaan sebelumnya yaitu tentang hal doa yang menguraikan kisah bagaimana seseorang yang tidak henti-hentinya meminta bantuan pada tetangganya walau sudah larut malam. Walaupun sahabat yang mempunyai roti di rumahnya itu sudah tidur dan tidak tersedia bangun, namun karena kenekatannya dengan tak kenal malu, tekun, dan pasrah meminta maka roti itu diberikan. Mintalah maka akan diberikan kepadamu. Orang mencari pasti berusaha untuk menemukan sesuatu yang khusus. Orang yang mengetuk, menghampiri pintu tertentu, dimana sesuatu yang khusus, yang justru dicarinya, dapat ditemukan. Dalam hal ini Yesus mendesak para murid untuk memohon dengan tekun tanpa mengenal lelah, memohon dengan tekun, setia, dan pasrah bahkan, memohon sampai melelahkan Allah. Memang Allah tidak akan selamanya mengabulkan apa yang kita minta, karena kita tidak tahu apa yang terbaik bagi kita. Allah akan memberikan kita Roh Kudus atau suatu pendangan yang lebih jelas tentang kehendak-Nya dan sekaligus untuk mengikuti-Nya. Dari pertemuan ini kita dapat belajar dari sikap yang dicontohkan Yesus dalam perumpamaan hal doa, bagaimana mengembangkan sikap rendah hati dengan demikian mampu menjalani dan menghayati hidup doa dengan penuh kesetiaan, dan ketekunan, kepasrahan kepada Tuhan.
C. PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH 1. Sesi Pembuka, prosesnya sbb: a. Pengantar: Pendamping memberikan ucapan selamat datang, memberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
pengantar mengenai tema rekoleksi dan beberapa catatan praktis:ibadat bersama, cara rekoleksi, dll. b. Lagu Pembuka: “Yesus Jawaban Doaku” (Amanda Stephanie)”, (teks Lagu terlampir) c. Doa Pembuka: Allah Bapa yang Mahakasih, kasih dan kebaikan-Mu tiada berkesudahan Kau curahkan kepada kami. Karena kasih dan kemurahan-Mu pula kami boleh berkumpulkan di tempat ini. Pada sore hari ini kami hendak belajar dari-Mu tetang sikap setia dan pasrah yang merupakan sikap kerendahan hati melalui perumpamaan yang ditunjukan Yesus Putra-Mu yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
2. Sesi Pertama (Gabungan langkah I & II: Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta dan Mendalami Pengalaman Hidup Peserta) Tujuan: Para Suster mampu menemukan pengalaman hidupnya dan berani mengungkapkan guna memperteguh dan menyemangati satu sama lain. Proses dari gabungan sesi pertama dan kedua, sbb: a. Membagikan teks lagu “Yesus Jawaban Doaku”, kepada peserta dan memberi kesempatan kepada peserta untuk membaca dan mempelajari sendiri-sendiri terlebih dahulu sambil menyanyikan atau mendengarkan lagu dari kaset (teks Lagu terlampir).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145
b. Penceritaan kembali isi cerita. Pendamping meminta seorang peserta untuk menceritakan isi pokok lagu. c. Inti sari cerita itu adalah: Lagu yang baru kita dengar dan kita nyanyikan mengisahkan bagaimana seseorang yang tak henti-hentinya berdoa. Ia tak kenal lelah bahkan dalam doa-doanya ia menyerahkan seluruh hidupnya, banyak hal yang telah terjadi dalam hidupnya, “Yesus Jawaban Doaku”. d. Pengugkapan pengalaman: Para Suster diajak untuk mendalami lagu tersebut sekaligus diajak untuk merefleksikan pengalaman hidupnya dengan tuntunan beberapa pertanyaan: 1) Adakah para suster menemukan kesulitan dalam lagu tadi? Kesulitan yang mana? 2) Ceritakan Pengalaman para suster dalam menghadapi kesulitan dalam doa? 3) Bagaimana Suster mengatasi kesulitan tersebut? e. Dari jawaban yang diungkapkan oleh para Suster, pendamping membuat rangkuman singkat.
3. Sesi II (langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani) Tujuan: Para Suster memahami arti dan makna spiritualitas Beata Maria Helena, sehingga mampu untuk menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk. Proses dari sesi kedua, sbb: a. Salah seorang Suster dimohon bantuannya untuk membaca perikop langsung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
dari Injil Lukas 11:5 – 13 atau dari teks fotocopi yang dibagikan kepada para Suster. b. Para Suster diberi waktu untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan dan menanggapi pembacaaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa pertanyaan, sbb: 1) Ayat-ayat manakah yang menunjukkan sikap setia, pasrah, dan tekun dalam doa? Mengapa? 2) Makna kesetiaan dan kepasrahan, yang mana yang dapat para suster petik dari perikop tersebut di atas? 3) Sikap-sikap kesetiaan, kepasrahan, dan ketekunan yang mana yang ingin kita tanamkan Yesus kepada murid-murid-Nya? c. Para Suster diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan dari perikop sehubungan dengan tiga (3) pertanyaan di atas. d. Pendamping memberi tafsir dari Injil Lukas 11:5 – 13 dan menghubungkan dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan pertemuan ini: Perikop (Injil Lukas 11:5 – 13) menunjukkan secara jelas kepada kita bagaimana orang bersikap dalam berdoa. Lukas menunjukan kepada kita tokoh Yesus sebagai seorang pendoa. Ia selalu tekun, setia, dan pasrah dalam harapan pada Allah Bapa-Nya. Untuk itu mari kita lihat satu per satu; Tengah malam (ay. 5); Adegan ini menggambarkan situasi Palestina jaman dulu. Rumah seorang penduduk pada tengah malam didatangi kenalannya. Warung tidak ada dan roti tidak tersedia. Tinggal satu kemungkinan saja, yaitu mengetuk pintu tetangga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147
sambil memohon bantuannya. Sesuai dengan adat yang berlaku di Timur, tetangga maupun tamu dipandang sebagai seorang sahabat. Pinjamkanlah… tiga roti (ay. 6): Melukiskan Para ibu Palestina waktu itu membuat roti sekali seminggu saja. Nyonya rumah didatangi tamu itu barangkali tahu bahwa tetangganya baru saja membuat roti, sehingga menyuruh suaminya pergi kesitu agar tamu dapat disambut dengan roti segar. Roti adalah makanan pokok dan dianggap harus dihidangkan kepada tamu. Seorang dewasa pada umumnya makan tiga buah roti yang tipis dan bundar itu. Yesus tahu bahwa permohonan akan roti tidak mungkin ditolak. Paham yang tepat akan latar belakang budaya Palestina zaman itu merupakan kunci untuk memahami tujuan perumpamaan ini. Seorang sahabat … singgah kerumahku (ay. 6) Menggambarkan tamu seorang warga kampung disambut di Palestina zaman itu sebagai tamu seluruh kampung. Maka, seluruh warga kampung harus menerima dengan sebaikbaiknya. Dengan mengetuk pintu tetangganya, orang yang didatangi tamu itu sebenarnya memenuhi kewajibannya terhadap tamu seluruh kampung. Sejauh masuk akal, permohonan yang berkaitan dengan tamunya, tidak mungkin ditolak. Jangan mengganggu aku (ay. 7) Melukiskan tanggapan tetangga (pemilik roti) yang didatangi tetangga. Permohonan tentu saja menyesahkan tetangganya. Namun, semua alasan yang dikemukakan oleh pemilik roti tidak berlaku dalam situasi yang dihadapi si pemohon. Sebab ia didatangi tamu, sehingga harus dibantu. Seandainya permohonan ditolak, ia akan kehilangan nama baik di kampungnya. Dari sini dapat dilukiskan bagaimana kita berdoa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
148
Berdoa itu seperti seorang sahabat yang datang pada tengah malam meminta roti untuk dihidangkan kepada sahabat yang datang pada waktu malam. Sebagai seorang sahabat ia tidak tega membiarkan sahabatnya pulang dengan tangan hampa, tangan kosong, akhirnya ia bangun dan memberikan roti kepada sahabatnya itu. Karena sikap yang tidak malu itu (ay. 8) Pemilik roti mengabulkan permohonan demi persahabatan dengan tetanganya, dan karena kenekatannya! Ia mememang tahu mengapa tetangganya nekat? Ia tidak mau kehilangan muka terhadap tamu. Dalam konteks ini sikap pemohon memang tepat, datang dan meminta roti pada tetangganya. Apa tanggapan tetangga yang didatangi? Ia mengabulkan permintaan tetangganya. Dengan mengabulkan permohonannya, si pemilik roti menyelamatkannya pula. Jadi, pemberiannya tulus. Ia memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Mintalah maka akan diberikan kepadamu (ay. 9); Kata berikan mengacu pada Allah (pasif teologis, Biblis) yang harus diminta. Orang mencari pasti berusaha untuk menemukan sesuatu yang khusus. Orang yang mengetuk, menghampiri pintu tertentu, dimana ada sesuatu yang khusus, yang justru dicarinya, dapat ditemukan. Dalam hal ini Yesus mendesak para murid untuk memohon dengan tekun tanpa mengenal lelah, memohon dengan sikap setia, tekun, dan pasrah bahkan, memohon sampai melelahkan Allah. Memang Allah tidak akan selamanya mengabulkan apa yang kita minta, karena kita tidak tahu apa yang terbaik bagi kita. Allah akan memberikan kita Roh Kudus atau suatu pandangan yang lebih jelas tentang kehendak-Nya dan sekaligus untuk mengikuti-Nya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu (ay. 9); Yesus mengundang kita untuk meminta dengan tekun, setia dan pasrah. Permohonan dengan tekun, setia dan pasrah tidak lagi menjadi sikap mementingkan diri sendiri melainkan menjadi doa; dengan kata lain permohonan itu mengangkat kita dan mendekatkan kita dalam pengharapan pada Allah.
4. Sesi III (Gabungan langkah IV dan V: Menerapkan Iman Kristiani dalam Tujuan: Para Suster mampu untuk menemukan nilai, sikap, kesadaran baru dan membuat niat konkrit yang hendak diwujudnyatakan dalam hidup setiap hari. Proses dari sesi ketiga, sbb: a. Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta 1) Pengantar: Para Suster yang terkasih, dalam pembicaraan tadi, kita telah menemukan sikap-sikap mana yang diajarkan oleh Yesus kepada kita melalui perumpamaan, “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”. Hal ini dapat kita terapkan dalam hidup doa kita. Sebagai orang yang terpanggil secara khusus kita diajak untuk meneladani sikap tekun, setia, dan pasrah seperti yang telah diperjuangkan Yesus. Meskipun dalam perjalanan hidup kita sering kali tak mampu berbuat apa-apa karena kelemahan manusiawi kita, kita sering kurang sabar, kurang setia,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150
dan kurang tekun, maunya cepat, dll. Namun dalam pertemuan kali ini yang merupakan saat berahmat, Allah menyadarkan kembali panggilan kita sebagai orang yang terpanggil secara khusus yang seharusnya mendasarkan diri pada Yesus yang merupakan sumber kesetiaan, dan kepasrahan.
2) Sebagai bahan refleksi agar kita semakin menghayati dan menyandarkan diri pada Allah sebagai satu-satunya pedoman hidup kita dalam menghayati sikap setia dan pasrah kepada Tuhan. Kita akan melihat situasi konkret hidup kita melalui dinamika berikut ini: di depan para Suster telah tersedia sebuah mangkok bakso yang telah diisi dengan air dan sebuah kertas yang sudah terlipat dengan bentuk sebuah lingkaran, dalam situasi tenang dan hening pendamping mengajak peserta untuk perlahan-lahan mengambil lipatan kertas tadi dengan posisi seperti semula atau lipatan tetap menghadap ke atas lalu memasukkan ke dalam mangkok yang sudah terisi air sambil terus memperhatikan kertas yang telah terapung di dalam mangkok, kalau memungkinkan peserta tidak berkedip ketika memasukkan sampai kertas tersebut bergerak sambil melihat proses tersebut apa yang telah terjadi? Kertas tersebut akan terbuka perlahan-lahan dan mungkin ada yang lebih cepat terbuka, ada yang lambat, dsb, masing-masing akan berbeda dalam proses kertas tersebut terbuka. Setelah kertas terbuka pendamping mengajak peserta untuk membaca dalam hati tulisan yang ada dalam kertas yang berbentuk bunga teratai. Peserta diajak untuk sekali lagi merenungkan pertanyaan-pertanyaan berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
Sikap-sikap mana yang bisa saya perjuangkan agar semakin setia dan pasrah dalam menghayati hidup doaku? Apakah para suster disadarkan atau ditegur atau diteguhkan dalam penggilan sebagai seorang pendoa? Saat hening diiringi dengan instrumen untuk mengiringi renungan secara pribadi akan pesan Injil dengan situasi konkret di atas. Kemudian diberi keempatan untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya itu.
b. Mengambil keputusan untuk mewujudnyatakan dalam hidup selanjutnya 1) Pengantar singkat Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah bersama-sama menggali pengalaman bagaimana kita bersikap dalam doa melalui Lagu “Yesus Jawaban Doaku”. Demikianpun pengalaman kita bersama yang sering kali kita kurang sabar, kurang tekun, kurang setia, kurang pasrah dan kurang rendah hati. Kita kurang menghayati dan kurang mengembangkan sikap setia, dan pasrah dalam pengharapan kepada Allah. Dari perumpamaan yang disampaikan Yesus dalam Injil Lukas 11:5-13, kita dapat belajar bagaimana bersikap dalam berdoa. Yesus telah banyak menawarkan nilai-nilai yang baik yang akan sangat berguna bagi hidup doa kita selaku orang yang terpanggil secara khusus. Yesus mendesak kita untuk memohon dengan tekun tanpa menjadi lelah, tetapi sebaliknya, memohon sampai melelahkan Allah. Allah tidak akan selamanya mengabulkan apa yang kita minta, karena kita tidak tahu apa yang baik bagi kita. Ia akan memberikan kita Roh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
152
Kudus atau suatu pandangan yang lebih jelas tentang kehendak-Nya dan sekaligus untuk mengikuti-Nya. Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Yesus mengundang kita untuk meminta dengan tekun, setia dan pasrah. Permohonan dengan tekun, setia dan pasrah tidak lagi menjadi sikap mementingkan diri sendiri melainkan menjadi doa; dengan kata lain permohonan itu mengangkat kita dan mendekatkan kita dalam pengharapan pada Allah.
2) Marilah kita sekarang memikirkan niat-niat kita yang baru (pribadi, kelompok atau bersama) untuk meningkatkan penghayatan hidup religius yang setia, dan pasrah kepada Allah sesuai dengan ajaran Yesus sebagai bentuk perwujudan pelaksanaan Firman Allah dalam kehidupan sehari-hari di dalam komunitas dan masyarakat, sesuai dengan teladan dan ajaran yang dikehendaki oleh Kristus. Di bawah ini adalah pertanyaan penuntun untuk membantu para Suster membuat niat-niat: Niat apa yang hendak para Suster lakukan untuk semakin menjadi orang yang tekun, setia dan pasrah akan doa dalam pengharapan pada Allah? Hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan niat-niat itu? Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi atau bersama yang akan dilakukan. (dalam suasana hening diiringi instrumen).
Kemudian niat kelompok atau
bersama agar mereka semakin memperbaharui sikap kelompok sebagai orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
153
yang terpanggil secara khusus yang dapat menghayati sikap setia dan pasrah dalam pengharapan akan Allah.
5. Sesi Penutup Tujuan: Para Suster secara spontan mengungkapkan kerinduan hatinya dalam bentuk doa permohonan secara spontan. a. Setelah merumuskan niat pribadi dan kelompok, para Suster diberi kesempatan untuk hening sejenak. Setelah itu, lilin (dan Salib kalau ada) dapat diletakkan ditengah untuk kemudian dinyalakan. b. Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dangan menghubungkan kebutuhan dan situasi para Suster, setelah itu di susul oleh para Suster yang lain secara spontan. c. Doa Bapa Kami d. Doa Penutup. Allah Bapa yang maha kasih, karena kasih dan kebaikanmu kami telah belajar dan mendalami sikap setia dan pasrah dalam hidup kami khususnya setia dan pasrah dalam doa-doa kami. Semoga sikap yang telah ditunjukan oleh Yesus Putra-Mu itu dapat menjadi kekuatan baru bagi kami dalam menghayati panggilan hidup yang khusus ini. Demi Yesus Putra-Mu yang hidup kini dan sepanjang masa. Amin. Sesudah doa penutup, pertemuan diakhiri dengan menyanyikan bersama lagu “Ya Yesus Hamba Sedia”, MB No. 462.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
154
BAB V PENUTUP Dalam bab ini, penulis akan membuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan menguraikan beberapa pokok penting yang perlu ditegaskan kembali sehubungan dengan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk atau Co-Pendiri Kongregasi SSpS dapat semakin meningkatkan kesetiaan Suster Medior SSpS Provinsi Jawa. Penulis juga memberikan saran bagi Suster Medior SSpS Provinsi Jawa untuk semakin setia menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup dan setiap peristiwa hidup harian.
A. KESIMPULAN Spiritualitas Beata Maria Helena merupakan sumber dan warisan untuk semakin dihidupi dan dibagikan kepada umat beriman Kristiani. Di situlah mengalir rahmat yang dibutuhkan oleh setiap orang beriman untuk menjalankan hidup panggilannya. Rahmat yang dimaksud seperti rahmat kekuatan, kesetiaa, kesehatan, kegembiraan, pengendalian diri dan masih banyak rahmat lainnya. Dengan rahmat tersebut di atas manusia mampu untuk melakukan perbuatan kasih kepada sesama dan Tuhan yang menjadi tujuan peziarahan hidup di zaman ini. Para Suster Medior SSpS provinsi Jawa menghayati spiritualitas Beata Maria Helena sebagai sumber kesetiaan dan kekuatan untuk hidup dan penggilannya. Inilah yang memampukan mereka untuk semakin meningkatkan kesetiaan pada panggilan hidup membiara, setia dalam melaksanakan tugas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
155
perutusan yang telah dipercayakan, setia dalam mengikuti Ekaristi karena mereka merasa membutuhkan Ekaristi tersebut sebagai kekuatan dalam melakukan dan menjadi pewarta kabar gembira dan sebagai seorang misionaris dimana saja mereka diutus. Mereka menghayati spiritualitas Beata Maria Helena dengan terlibat dalam kegiatan di komunitas maupun kegiatan eksternal yang ditawarkan paroki atau masyarakat. Para Suster Medior telah mampu menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kadang juga ada dari para Suster kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena terlebih dalam keterlibatan secara penuh selama retret AJS, seminar, pendalaman dan kegiatan dalam kehidupan menggereja. Mengapa? Karena beban tugas yang tidak mudah dan banyak yang harus dipertanggungjawabkan baik kepada Kongregasi maupun pemerintah (ini yang di instansi bagian kesehatan dan pendidikan) sehingga kecapekan karena energi atau tenaga terforsir, mengakibatkan ketika mengikuti kegiatan ada yang mengantuk, malas, bosan, sehingga mereka tidak menemukan makna spiritualitas yang diikuti. Katekese sebagai komunikasi iman dapat digunakan sebagai salah satu wadah untuk membantu para Suster Medior untuk saling berbagi pengalaman guna memperteguh dan menguatkan satu sama lainnya. Secara khusus model Shared Christian Praxis sebagai salah satu model katekese yang bertolak dari pengalaman hidup umat sangat tepat digunakan untuk membantu mereka menemukan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena, dengan demikian mereka mampu menemukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
156
sikap, kesadaran baru yang memotivasi mereka untuk membaharui diri menjadi lebih baik dan termotivasi untuk semakin meningkatkan kesetiaan mereka dalam hidup membiara, sehingga semakin banyak orang mengalami kehadiran Allah melalui kehadiran dan kesaksian mereka dan di mana saja mereka diutus dan berada.
B. SARAN Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam setiap bab, akhirnya penulis mencoba mengungkapkan saran-saran yang dapat digunakan untuk semakin meningkatkan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup seharihari. 1. Bagi para Suster Medior Para Suster Medior provinsi Jawa hendaknya memanfaatkan peluang dan segala sarana-prasarana yang disiapkan oleh Kongregasi dan yang ada di komunitas di mana para Suster Medior berada untuk semakin meningkatkan penghayatan
terhadap
makna
spiritualitas
Beata
maria
Helena
dalam
meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Menanamkan sikap percaya dan tetap dengan sadar dan setia menggemakan motto “Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri” hendaknya di dengungkan dalam hati setiap hari dan semakin percaya bahwa Yesus yang memanggilnya untuk hidup religius yang menjadi penyalur kasih Allah. Dengan demikian mereka semakin setia dalam mengikuti panggilan-Nya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
157
2. Para Suster Medior SSpS dan seluruh anggota SSpS berusaha dan bertekun untuk membaca dan mendalami spiritualitas atau buku-buku tentang sejarah Beata Maria Helena Stollenwerk, sehingga lebih mudah untuk menghayati spiritualitas yang dimiliki oleh Co-Pendiri untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang dalam karya pelayanan. 3. Dengan adanya tim AJS dan sumur Yakob hendaknya dengan penuh antusias setiap Suster yang diminta untuk mengikuti program tersebut melakukannya dengan segenap hati. Dengan demikian setiap Suster semakin mampu untuk menghayati dan mendalami tentang spiritualitas Pendiri dan Co-Pendiri dan tim AJS sendiri semakin lebih kreatif dalam membagikannya atau menyampaikannya sehingga para Suster semakin bertumbuh dan berkembang pribadi dan hidup rohani para Suster.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
158
DAFTAR PUSTAKA _______ (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabete. Agus M. Harjana. (2005). Religiositas, Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius. Bornemann, Fritz. SVD, Sejarah Serikat Sabda Allah. Ende: Percetakan Arnoldus Ende. Brand, Sr. Agada, SSpS. Riwayat Hidup Ibu Maria Helena Stollenwerk Peserta Pendiri Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus. Ende: Percetakan Arnoldus. Darmawijaya, St. Pr., Kesetiaan, Suatu tantangan. Yogyakarta: 1989. Darmawijaya, St. Pr., Pengabdian Panakawan atau Hamba Yahwe?. Yogyakarta: 1989. Darminta, J. SJ, (1975). Hidup Berkaul. Yogyakarta: Kanisius. Darminta, J. SJ, Hati Pendoa. Yogyakarta: Kanisius, 2006. Darminta, J. SJ, Spiritualitas Berpihak Pada Kehidupan. Pusat Spiritualitas Girisonta, 2002. Dokumen Kapitel. (2002). Menyalakan Kembali Api dalam Komunitas SSpS Untuk Misi Jaman ini. (Kapitel Umum XII Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus). Nemi-Roma, Italia. Grun, Anselm OSB, Kisah sebuah Kesetiaan. Sejarah Panggilan Helena Stollenwerk. Ende-Flores: Percetakan Arnoldus Ende-Flores. Hardawiryana, R. SJ. (2011). Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-199. Bogor: Percetakan Grafika Mardi Yuana. Heuken, Adolf ,SJ. (2005). Ensiklopedi Gereja VII, Jakarta: Cipta Loka Caraka Hidup Mingguan Katolik. Tahun ke-60. Oktober 2006 Komentar mengenai Prolog dan Epilog Konstitusi Tarekat Misi Abdi Roh Kudus. (1984) Konferensi Wali Gereja Indonesia. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Konferensi Wali Gereja Regio Nusa Tenggara. (1993). Katekismus Gereja Katolik. (Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh Hardawiryana, SJ). Penerbit: Nusa Indah.
159
R.
Konsili Vatikan II. (1993). Lumen Gentium. (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor. Konstitusi dan Direktorium Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, Kapitel Jendral IX 1984, Roma-Italia. Koptari, Panitia Spiritualitas. (2008) Landasan Hidup Berkomunitas. Yogyakarta: Kanisius. Ladjar, Leo L. OFM, (1983). Dasar-dasar Hidup Religius Inti Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI. Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. Lembaga Biblika Indonesia. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. (Editor: Dianne Bergant, Robert J. Karris). Yogyakarta: Kanisius. Lembaga Biblika Indonesia. (2011). Kitab Suci Katolik. Ende: Percetakan Arnoldus Ende. Manuale Provinsi Maria Bunda Allah. Revisi sesuai hasil Kapitel Provinsi 1999. Mchugh, Peter SVD. (1978). Spiritualitas Bapa Pendiri dan Kongregasi Kita. Ende-Flores: Offset Arnoldus. Michel, Thomas. SJ. (2001). Pokok-pokok Iman Kristiani. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Moleong, Laxy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remadja Karya. Murphy, Christa. SSpS. (1995). Helena A Dream Of China. Australia: Holy Spirit Sisters. Nouwen, Henri. (1989). Yang Terluka Yang Menyembuhkan. Yogyakarta: Kanisius. Nouwen, Henri. (2007). Peacework Mengakarkan Budaya Damai. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
160
Osborne, Kenan B. OFM, Komunitas, Ekaristi, dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius Rehbein, Franziska Carolina. (1990). Arah Misisoner dari Suster-Suster Abdi Roh Kudus Dunia Dewasa ini. (Komentar Kapitel Jendral X Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus). Roma: Aricia Ridick Joyce.1987. Kaul Harta Melimpah Dalam Bejana Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius. Soetopo, Christian Pdt. (2012). Pelayanan Spiritualitas & Pelayanan. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabete. Sumarno DS, M. (2012). PPL PAK PAROKI. Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki, Untuk Mahasiswa Semester VI, Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi IPPAK, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradende. (Alih Bahasa: Hardawiryana, R .SJ). Bogor: Percetakan SMT Mardi Yuana, Bogor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2: Panduan Pertanyaan Wawancara
INSTRUMEN PENELITIAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA a) Pemahaman tentang Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk 1. Sejauh mana Suster memahami spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? 2. Spiritualitas apa saja yang dimiliki oleh Beata Maria Helena Stollenwerk? 3. Apakah setiap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk memiliki pengaruh dalam meningkatkan kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? 4. Spiritualitas apa yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para suster? b) Kehidupan membiara para Suster: 5. Bagaimana suster menjalankan kehidupan membiara untuk menjawabi panggilan suci Tuhan? 6. Hal atau aspek apa yang berpengaruh dalam menumbuhkan kesetiaan suster menjalani kehidupan membiara? 7. Apakah spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk berpengaruh atau turut andil dalam kehidupan membiara suster? Contoh konkretnya?
[2]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c) Pendalaman
dan
Penghayatan
Spiritualitas
Beata Maria
Helena
Stollenwerk. 8. Kegiatan apa saja yang membantu atau mendukung suster dalam mendalami dan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? 9. Apakah suster pernah mengikuti kegiatan-kegiatan konkret untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? 10. Dalam satu kegiatan untuk mendalami spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk ialah seminar/retret spiritualitas. Bagaimana tanggapan suster mengenai kegiatan ini? 11. Apakah suster setia mengikuti pendalaman/seminar tentang spiritualitas? Mengapa? 12. Apa yang menjadi motivasi suster dalam mengikuti pendalaman/seminar spiritualitas? 13. Apa saja yang suster lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum mengikuti pendalaman/seminar tentang spiritualitas? 14. Bagaimana cara suster mengungkapkan keterlibatan suster dalam seminar/pendalaman tentang spiritualitas? 15. Bagaimana suasana seminar/pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam provinsi Jawa 16. Pernahkah suster merasa bosan dan mengantuk dalam mengikuti seminar/pendalaman
tentang
spiritualitas
Stollenwerk?
[3]
Beata
Maria
Helena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d) Sikap dan perwujudan 17. Bagaimana suster mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup sehari-hari, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama? 18. Apakah buah dari pendalaman dan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? 19. Bagaimana suster mengatasi setiap krisis dalam hidup membiara dengan berorientasi pada spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? e) Faktor pendukung dan Penghambat dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk 20. Hal-hal apa saja yang mendukung suster dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? 21. Hambatan-hambatan apa yang suster alami dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? f) Usaha meningkatkan kesetiaan hidup rohani 22. Usaha apa yang suster lakukan untuk semakin meningkatkan hidup rohani? 23. Mengapa suster memilih hal tersebut?
[4]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3: Transkrip Hasil Wawancara Dari Setiap Responden (Pertanyaan no. 3, 4, 6, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 22)
3. Apakah setiap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk memiliki pengaruh dalam meningkatkan kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? Responden I: Ya sangat memiliki pengaruh. Contoh konkret: Berusaha untuk setia, belajar menjadi Suster misi, taat pada kehendak Allah dalam misi ini juga menurut saya menyemangati para Suster. Para Suster kalau diberi tanggungjawab berusaha untuk setia bahwa itu tugas misi saya meskipun jatuh bangun. Semboyannya Ibu Helena juga mewarnai hidup saya dan para Suster untuk murah hati, jadi semuanya untuk kemuliaan Allah meskipun mungkin di mulut, tapi kita ringan mengucapkannya. Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Sepertinya ini mewarnai hidup saya dan para Suster meskipun kadang dalam kehidupan ada yang egois termasuk saya. Menurut saya, saya dan Suster- suster berjuang untuk itu. Responden II: Sangat berpengaruh. Contoh: Saya menjadi seorang Suster, saya merasa tidak benar-benar menghayati Ekaristi sendiri, padahal saya setiap hari bersatu dengan tubuh Kristus, saya seringkali kalau menerima komuni merasa bahwa saya ini orang yang lemah, hamba yang penuh dengan ketidak berdayaan, saya sering bertanya diri, kenapa Yesus mau hadir?, mau menyatu dalam diri saya? dan ini yang menjadi kekuatan yang luar biasa, Tubuh Yesus sendiri lewat Perayaan Ekaristi itu memberi daya, memampukan saya untuk hidup. [5]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden III: Ya berpengaruh. Contoh: saya sebagai Suster SSpS taat dengan perutusan yang diberikan oleh Kongregasi dan percaya bahwa para pemimpin adalah wakil dari Allah. Hidup sederhana dengan cara "discerment" tidak menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru. Responden IV: Ya berpengaruh. Contoh: Kemuliaan bagi Allah, keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri, sehingga kalau saya melakukan sesuatu harus siap, benar-benar rela, kalau perlu berkorban ya saya berkorban. Contoh: saya diutus saat ini dan saya menerima tugas tersebut walaupun pekerjaannya atau tugasnya seperti apa, kadang-kadang tidak cocok dengan apa yang saya inginkan ya saya jalani yang penting untuk kemuliaan Allah, bersyukur, ini pengaruhnya besar. Responden V: Jelas sangat berpengaruh. Contoh: kesabaran, ketaatan, ketika misi tidak sesuai dengan yang kita harapkan, usaha saya bertahan dalam situasi apapun, sapaan, spiritualitas misi, para Suster bersedia melaksanakan perutusan misi dimana saja. Responden VI: Tentu saja berpengaruh. Contoh: Dari kerja keras, kesederhanaan, sampai sekarangpun saya bisa merasakan, kita SSpS adalah seorang pekerja keras, kita juga punya doa tradisi-tradisi doa kepada Roh Kudus, Hati Kudus Yesus, tuguran setiap Sabtu pertama, rekoleksi setiap bulan masih dilakukan. Contoh: [6]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Suster SSpS dikenal sebagai para Suster yang suka bekerja keras, serba berdoa mendoakan situasi yang terjadi sekarang ini. Responden VII: Jelas ya berpengaruh. Contoh: Saya diajak untuk mengasihi sesama Suster sebagai persaudarian dalam komunitas itu nomor satu yang ditekankan oleh Maria Helena, ini selalu ditulis dalam catatan-catatannya. Responden VIII: Ya berpengaruh. Kemuliaan bagi Allah, Keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Saya alami yaitu kerelaan berkorbannya itu sudah menjadi gaya hidup. Misalnya: Saya atau para Suster punya acara pribadi, kalau ada acara karya pelayanan berusaha untuk menyesuaikan bagaimana supaya pribadi saya ini juga bisa dilaksanakan dan dua-duanya bisa dilaksanakan. Responden IX: Ya sangat mempengaruhi. Contoh: dalam teladan hidup yang sederhana, sabar, dan dalam doa-doanya memberi motivasi, semangat, spirit yang menguatkan. Responden X: Berpengaruh. Dalam menjalankan tugas-tugsanya, kesiapsediaannya beliau, ketika St Arnoldus meminta Maria Helena pindah dari Kongregasi aktif pindah ke Kontemplatif juga menjadi spiritualitasnya melakukan kehendak Allah itu juga di jiwai oleh para Suster kita sebagai SSpS yang siap sedia untuk diutus kemana saja sebagai seorang misionaris. Contoh: dalam memberi hormat pada Allah keuntungan bagi sesama dan kurban bagi diri sendiri. Harus menjadi
[7]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
motivasi dalam cara hidup bersama dalam menekuni dan setia dalam mengikuti panggilan hidup membiara.
4. Spiritualitas apa yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para suster? Responden I: Sejauh saya rasakan, alami spiritualitas yang lebih berpengaruh yaitu: Hubungan relasi intim dengan Allah, hidup doa yang selalu ditekankan oleh Maria Helena sebagai Suster misi itu meningkatkan kesetiaan saya. Responden II: Dari pengalaman saya Spiritualitas Roh Kudus yang lebih berpengaruh karena kita sebagai Abdi Roh Kudus, Roh itu yang membimbing, memberi inspirasi, menyertai dalam kesulitan apapun kalau saya berpegang pada Allah Roh Kudus segalanya bisa
dilakukan dengan baik, bisa terselesaikan dengan
sungguh-sungguh dan tepat waktu dan hasilnya benar-benar bisa dinikmati oleh banyak orang. Responden III: Pada umumnya tidak bisa melihat secara umum, tapi para Suster bisa menghayati spiritualitas, menghayati devosi-devosi, setiap orang lebih pada adorasi, yang muda-muda gak jelas.
[8]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden IV: Yang lebih berpengaruh: Karena ada panggilan pribadi, ingin menjadi pewarta kasih Allah yang menyelamatkan. Sehingga dalam hidup saya terdorong untuk menyelamatkan, melaksanakan kehendak Allah, setia dalam doa. Responden V: Spiritualitas misi, Spiritualitas penantian, spiritualitas keramahan, Ekaristi Responden VI: Hidup doa, menjalin relasi dengan Allah serta menjalin relasi dengan sesama Suster di komunitas serta relasi dengan orang sekitar dengan mengunjungi mereka. Responden VII: Spiritualitas yang lebih berpengaruh yaitu: Doa dan Ekaristi, spiritualitas dalam penghormatan Allah Roh Kudus, karena itulah sebagai nafas kehidupan yang membuat kita setia dalam hidup membiara. Responden VIII: Ya Allah Roh Kudus semuanya karena cintaku padaMu. Responden IX: Spiritualitas yang lebih berpengaruh yaitu: Doa, Ekaristi, doa rosario, meditasi, doa bersama, doa pribadi, itu yang memberi spiritualitas dalam hidup yang memberi semangat, terutama dalam Kitab Suci dari hari kehari tetap aktual dalam menyemangati hidup walaupun kadang dalam waktu kewaktu akan berulang-ulang muncul memberi semangat tersendiri untuk hidup. Spiritualitas doa dan semangat bermisi serta relasi dengan sesama. [9]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden X: Ekaristi menjadi sumber hidup untuk melakukan misinya.
6. Hal atau aspek apa yang berpengaruh dalam menumbuhkan kesetiaan suster menjalani kehidupan membiara? Responden I: Hidup berkomunitas, kedekatan satu sama lain, Suster dan sesama sebagai teman, sebagai saudara. Berusaha untuk terbuka menjalin relasi dengan siapa saja terutama dengan anggota komunitas, karena disitu letak at homenya. Responden II: Lewat pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa baik itu pengalaman pahit, getir, gembira itu saya merasakan menumbuhkan hidup panggilan saya. Cinta Tuhan sendiri lewat kehadiran sesama, dan alam ciptaan. Responden III: Mensetiai doa pribadi baik di Kapel ataupun di kamar, relasi dengan Tuhan tidak pernah saya tinggalkan, doa menjadi habitus yang saya hidupi, mencari tempat yang sepi. Responden IV: Yang berpengaruh adalah doa pribadi. Responden V: Yang berpengaruh adalah hidup doa, karena dalam doa selalu ada harapan, ada lagi semangat, sehingga saya masih tetap setia sampai sekarang.
[10]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden VI: Bagi saya yang berpengaruh yaitu kesetiaan saya dalam menumbuhkan, menjalani hidup membiara adalah hidup doa, menjalin relasi yang erat dengan Allah serta saling mendukung satu sama lain. Hidup doa, sharing setiap hari Selasa dan Jumat (Kitab Suci dan Karya), sharing komunitas ini sungguh menguatkan, mendoakan, mendukung baik dalam karya maupun pekerjaan di dalam maupun di luar. Responden VII: Hal yang berpengaruh adalah ketika saya menghadapi tantangan dan kesulitan yang terkadang membuat saya goncang di situlah kesetiaan saya diuji. Responden VIII: Aspek yang berpengaruh yaitu setia dalam doa baik pribadi maupun bersama, saling berbagi dan mendukung dalam komunitas dan lebih pada aspek pastoral semangat sekali, sebagai lampu merah dan Rosario. Responden IX: Hal yang berpengaruh yaitu hidup doa dan berkomunitas baik komunitas kecil mapun besar. Hidup doa, hidup komunitas, baik di dalam komunitas kecil (membiara) maupun di dalam komunitas besar dan di dalam karya juga relasi baik dengan mitra kerja, sesama Suster maupun dengan sekitar dimana saya berada. Responden X: Bagi saya hal yang berpengaruh adalah ketika ada tantangan, semacam refleksi yang akhirnya menemukan kekuatan dari Allah. Misalnya: konflik dengan [11]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sesama lalu yang saya lakukan ambil waktu diam, hening, doa dan mengklarifikasi di situ saya menemukan kekuatan kembali untuk bersemangat.
12. Apa yang menjadi motivasi suster dalam mengikuti pendalaman/seminar spiritualitas? Responden I: Yang menjadi motivasi saya karena saya ingin seperti Maria Helena, orangnya sabar. Responden II: Yang saya jadikan motivasi adalah agar semakin mendalami, mencitai dan menghidupkannya karena saya butuh itu, karena itu hidup saya tanpa itu saya tidak kuat. Responden III: Bagi saya spiritualitas ini dinamis dan selalu ada hal baru, ada perubahan yang didapatkan. Aspek mengolah diri, perlu mengenal diri, diperkaya dari sharing orang lain, semangatnya Trinitaris. Mengenal lebih dalam pribadi Beata Maria Helena. Responden IV: Ini yang memotivasi saya yaitu untuk lebih bersemangat dalam menjalankan prinsip-prinsip spiritualitas Beata Maria Helena. Responden V: Agar dapat menghayati hidup secara benar sesuai dengan semangat yang diwariskan, untuk menambah pengetahuan dan semangat baru. Ingin seperti [12]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mereka, Suster yang sejati itu seperti apa? Ternyata tidak muluk-muluk. Contoh : sederhana mereka yang mendahului itu Suster yang sejati dalam hidup sehari-hari. Responden VI: Agar dapat menghayati hidup secara benar sesuai dengan semangat yang diwariskan, untuk menambah pengetahuan dan semangat baru. Responden VII: Saya ingin disegarkan kembali dalam hidup rohani saya, dari kharisma pendiri dan Co-Pendiri, perlu waktu untuk hening dihadirat Allah. Responden VIII: Supaya apa yang saya lakukan merupakan spiritualitas dari dan kerinduan para pendiri artinya bagaimana saya menjadi seorang Arnoldus yang solid dengan keteladanan dari Maria Helena, sehingga cara dan gerakan yang saya lakukan dirasuki oleh Pendiri dan Co-Pendiri. Responden IX: Ingin mendalami dan menyegarkan spirit hidup panggilan, karena itu sangat dirindukan diharapkan bagi seorang religius, karena kalau tidak ada itu kita akan terperosok dengan karya, maka kesempatan untuk mengikuti retret, seminar, rekoleksi, itu memberikan semangat, spiritualitas lagi dengan kata lain mengisi bensin lagi. Responden X: Karena saya penasaran dengan kehidupan Maria Helena itu ternyata menarik, meskipun kadang sekarang lupa karena tidak ada sudah lama. [13]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Apa saja yang suster lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum mengikuti pendalaman/seminar tentang spiritualitas? Responden I: Saya biasanya membawa buku sejarah, riwayat Maria Helena, Konstitusi Kongregasi, buku doa-doa Maria Helena itu yang saya persiapkan dan yang penting persiapan hati. Responden II: Persiapan yang saya lakukan yaitu: melepaskan kesibukan harian, dan membawa hati, mengosongkan diri, Konstitusi Kongregasi, Kitab Suci , supaya hati saya dipenuhi kembali. Responden III: Tidak banyak mempersiapkan. Contoh: Ketika di Steyl tidak diberitahukan kalau ada retret 30 hari, di sini saya merasa di tantang kalau saya mendapatkan hal itu. Saya mencoba untuk mengikuti dengan segenap hati, pasrah, mengosongkan diri dan dari pengalaman itu saya mendapatkan sesuatu untuk batin saya. Responden IV: Persiapan yang saya lakukan membaca, menyiapkan doa-doa misalnya: Peringatan/Hari Raya menjelang Pesta Beata Maria Helena, menyadari kehadiran saya saat ini dan di sini.
[14]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden V: Saya melakukan sebagai persiapan dengan membaca kembali buku referensi tentang spiritualitas, membaca Konstitusi supaya kalau seminar, pendalaman nyambung. Responden VI: Selain persipana batin juga persiapan apa yang perlu yaitu: Kitab Suci, membaca Konstitusi Kongregasi, buku-buku spiritualitas Arnoldus Janssen. Responden VII: Persiapan batin, pengosongan diri, dan saya merasa dibaharui lagi. Saya akan terbuka dengan kemauan untuk berproses meski jatuh bangun. Responden VIII: Yang saya persiapkan melepaskan pikiran negatif, membebaskan batin, pandangan-pandangan menjasmen orang lain atau diri sendiri. Responden IX: Mempersiapkan hati, terbuka akan kekuatan dan rahmat Allah serta karya Roh Kudus, kesediaan, karena apapun yang akan diberikan diluar dugaan saya, justru itu menjadi tanda tanya mau diberi apa ya? Responden X: Mempersiapkan hati dan budi dan kehendak, buku Konstitusi Kongregasi, Kitab Suci supaya kalau memakai ayat-ayat Kitab Suci bisa mengikuti dan membukanya.
[15]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15. Bagaimana suasana seminar/pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam provinsi Jawa? Responden I: Suasana seminar, pendalaman spiritualitas Beata Mara Helena cukup serius, ada kreatifitas, menggembirakan. Responden II: Suasananya hidup dan para Suster benar-benar rela membagi dan menerima, semua aktif berperan serta, terbuka mendengarkan dan terbuka untuk sharing. Responden III: Suasana persaudaraan, karena sudah banyak yang dikenal, membuka diri, pengalaman seperti reoni. Responden IV: Suasana yang saya rasakan semangat, kreatif. Responden V: Suasana yang saya rasakan semangat, kreatif, seminar spiritualitas tersebut dikenal dalam seminar AJS, para Suster antusias mengikutinya. Responden VI: Berjalan dengan baik terutama dengan adanya Tim AJS. Ada kerja sama antara Tim AJS antara SVD dan SSpS dan diberikan secara berjenjang dan semua Suster ikut terlibat.
[16]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden VII: Sejauh ini Aktif, banyak kreasi yang reflektif sehingga makin hidup, makin menarik, makin semangat untuk menunggu apa lagi yang akan diberikan , ada yang diminta untuk memerankan. Responden VIII: Suasana seminar, pendalaman, lokakarya sangat hidup itu terlihat dalam retret. Responden IX: Suasananya hening apabila ada kesempatan untuk pendalaman pribadi dalam situasi doa, ada kerja kelompok, sharing. Responden X: Semuanya mendukung, terlibat aktif ambil bagian, suasananya cukup baik, menarik karena ada Roleplay dan banyak yang ikut.
16. Pernahkah
suster
merasa
bosan
dan
mengantuk
dalam
mengikuti
seminar/pendalaman tentang spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? Responden I: Selama ini saya tidak pernah merasa bosan dan mengantuk . kenapa? Karena dari awal sebelum seminar, pendalaman dimulai saya sudah mempersiapkan hati terlebih dahulu dan fokus sehingga ketika mengikuti seminar, pendalaman saya merasa semangat. Responden II: Sejauh saya alami pernah, karena jenuh kalau cara Suster atau Romo menyampaikan materi monoton dan kurang menarik. Kalau dari diri sendiri: [17]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kadang saya merasa tidak nyaman untuk mengikuti seminar, pendalaman karena tugas, pekerjaan yang belum selesai saya kerjakan dan awal-awal saya berjuang untuk menyesuaikan. Responden III: Ya pernah, namun saya berusaha untuk mencari cara untuk mengatasinya dengan makan permen atau mencuci muka. Responden IV: Sejauh ini saya tidak pernah mengantuk, karena saya membutuhkan untuk mendalami spiritualitas Beata Maria Helena dan saya sudah siapkan hati dan fisik saya. Kalau bosan kadang menjelang siang hari dan tidak ada selingan dalam menyampaikan materi dan Romo atau Susternya selalu mengulang kata, kalimat yang sama atau itu-itu saja dan kurang menarik. Responden V: Pernah, saat suasana seminar cara Romonya menyampaikan materi menonton, kita hanya sebagai pendengar saja dan kurang animasi. Responden VI: Sebagai manusia lemah ya pernah, karena setelah makan acara dilanjutkan lagi namun saya mencoba untuk mengatasinya, misalnya makan permen, atau keluar sebentar, atau tim animasi membuat animasi untuk peserta sehingga ngantuknya hilang. Responden VII: Pasti Pernah, karena berhadapan dengan diri sendiri yang kadang saya merasa badan kurang stabil atau sedang sakit atau pusing, inginnya pergi istirahat dan [18]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
soal bosan ya pernah tergantung penyampaian juga, kadang pada saat tertentu dan biasanya saya berkata pada diri sendiri mengapa harus ikut Seminar, pendalaman spiritualitas Beata Maria Helena?. Responden VIII: Ya pernah saya merasa bosan dan mengantuk, karena suaranya dan juga penyajiannya monoton. Responden IX: Sebagai manusia kadang saya secara pribadi merasa ada saat tertentu saya tidak bersemangat juga pernah saya alami, karena badan capek. Soal mengantuk ……..… saya pernah karena kondisi tubuh kurang stabil sehingga itupun secara tiba-tiba namun cepat sadar. Sangat jarang kecuali kondisi tubuh tidak stabil. Responden X: Ya pernah, bila pembicara kurang menarik dalam presentasi dan saya mencoba untuk aktif karena kalau aktif itu otaknya bekerja.
17. Bagaimana suster mewujudkan buah dari spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam hidup sehari-hari, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama? Responden I: Belajar setia seperti Maria Helena, teladan hidup doa, memberi perhatian di komunitas, hidup sederhana, kalau ditengah karya berusaha tidak mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Menyediakan waktu untuk doa pribadi maupun [19]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bersama; menghargai sesama dalam komunitas dan berusaha menerima apa adanya. Responden II: Saya berusaha untuk rendah hati dalam menghadapi segala sesuatu dan berusaha menjalin relasi dengan Tuhan paling tidak 1 jam setiap hari. Semakin mencitai doa, memberi waktu untuk doa, menghargai sesama dan komunitas. Responden III: Mencoba untuk menyadari dan menghidupi spiritualitas dalam kepercayaan, dalam relasi dengan orang lain dan sesama. Mencoba untuk bertanya lalu apa yang harus saya buat? Dari diri sendiri kadang cenderung menutup diri, diam tapi saya berdoa bahwa dalam doa tidak berani untuk mengingatkan atau mencari aman saja, lalu bagaimana saya harus memulai hal yang baru. Berusaha untuk setia pada doa pribadi. Saya berusaha mengembangkan sikap percaya pada pimpinan dan berdoa agar kebijaksanaan Allah memimpin saya. Responden IV: Saya mewujudkannya dengan doa pribadi, Ibadat pada pesta Maria Helena, renungan. Setia berdoa bagi sesama, memandang sesama sebagai saudari sehingga tidak menjadi beban. Responden V: Berusaha tekun dalam doa, semangat dalam menjalankan setiap tugas yang dipercayakan dan berusaha ramah, menyapa sesama dengan tulus dan penuh cinta. Menyapa para Suster, meskipun hati ini tidak ingin menyapa, sabar dengan segala sesuatu. Berusaha menyadari bahwa saya hidup dan dipanggil [20]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bukan untuk diri sendiri, jadi mengusahakan diri untuk mau keluar dari diri , terbuka dengan Tuhan dan berusaha terbuka untuk kepentingan sesama. Responden VI: Saya mewujudkan dengan saling menghargai, memperhatikan dan mendukung satu sama lain. Dengan Tuhan: dalam hidup doa, dalam doa-doa saya mendoakan situasi dunia, karena saya sebagai Suster misionaris, bagaimana saya berelasi dengan para Suster di komunitas dan juga dalam karya. Kesetiaan dalam mengikuti kehendak Allah, kesiapsediaan untuk diutus. Responden VII: Dengan Tuhan: saya wujudkan melalui Doa , Ekaristi, dan dengan sesama: mengasihi sesama, membina anak-anak sehingga menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses. Responden VIII: Punya kebiasaan mengambil kata-kata setiap hari untuk direnungkan, ini menginspirasi saya dan dibagikan kepada orang lain. Dengan saling mencintai satu sama lain, saling menghormati, saling percaya, bekerja dengan penuh tanggungjawab. Responden IX: Doa-doa yang memancarkan dalam berbuat dengan sesama yang diwujudkan dengan sikap sederhana, sabar, pendoa, setia dalam relasi dengan Tuhan dan sesama.
[21]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden X: Saya wujudkan dengan berkorban dengan tulus iklas. Beriman pada Allah karena Allah adalah kekuatanku.
18. Apakah buah dari pendalaman dan penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk tercermin dalam kehidupan membiara para suster? Contoh konkretnya? Responden I: Cukup tercermin. Contoh: Para Suster berpihak pada orang kecil, semangat misi, siap sedia memberi pertolongan atau terbuka untuk menerima misi, sederhana, berusaha untuk apa adanya. Responden II: Sangat tercermin. Contoh: Perjuangan dari para Suster, kebijaksanaannya, kesetiaan dalam doa. Responden III: Ya tercermin, orang lain yang menilai. Mencoba untuk setiap hari mensetiai hal-hal kecil yang tidak di buat oleh orang lain tapi saya mencoba untuk membuat, misalnya: memasak nasi, menyiapkan gula. Responden IV: Ya tercermin. Peduli pada orang kecil, orang sakit, terpinggirkan, terlantar Responden V: Para Suster memiliki semangat misi yang tinggi, kesabaran dan kekuatan. Ya tercermin. Contoh: Para Suster rela melakukan apapun meskipun itu bukan [22]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bidangnya di jalaninya, misalnya: sebagai Formator, Guru, di Rumah Sakit, menanggapi kebutuhan karena ketaatan. Responden VI: Sangat saya rasakan. Contoh: Suster-suster tua kalau mereka Adorasi, ada kesempatan untuk doa spontan dan mereka selalu ingat dengan situasi sekarang ini misalnya bencana alam, ada keluarga yang sakit atau minta di doakan itu semua dibawa dalam doa. Responden VII: Ya tercermin. Contoh: Semua Suster selalu merindukan Ekaristi, hidup doa. Contoh : Bisa menerima kelebihan dan kekurangan sesama dalam komunitas Responden VIII: Ya tercermin. Contoh: Suster punya tanggungjwab sekolah, tapi dia punya bakat, bisa menjawab kebutuhan zaman, Suster berusaha untuk masuk ke dalam tugasnya. Responden IX: Ya tercermin. Teladan hidupnya mendorong semangat dalam melayani dan relasi dengan sesama. contoh: dalam hidup sederhana, pelayanan, doa-doanya yang memberikan kekuatan dengan melalui itu semua terlaksana. Responden X: Ya. Dari sikap hidup mereka, bagaimana mereka melayani orang sedemikian , dengan mitra kerja di Rumah Sakit.
[23]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20. Hal-hal apa saja yang mendukung suster dalam menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk? Responden I: Hal-hal yang mendukung saya saya alami: dari buku doa makan, membaca Konstitusi, buku-buku tentang Maria Helana karena buku sejarah itu sangat mendukung. Responden II: Saya senang sharing hidup sungguh sangat memperkaya, bisa belajar dari sharing itu sehingga saya merasa di dukung, dikuatkan. Membaca dan mendalami sejarah Kongregasi dan biografi pendiri dan Co-Pendiri ini bagi saya merupakan dukungan juga. Responden III: Bagi saya ketika suasana dalam kerja, di dalam hidup Komunitas dan doa bersama, ada bacaan dari buku Konstitusi Kongregasi. Responden IV: Dukungan yang saya rasakan yaitu dari keteladanan para Suster dalam hidup berkomunitas baik dalam hidup doa dan karya. Kemauan, menumbuhkan rasa memiliki dan cinta kepada Allah Tritunggal Maha Kudus; kebutuhan untuk hal rohani Responden V: Bacaan rohani, rekoleksi, retret. Banyaknya referensi, surat-surat Maria Helena, cerita dari Suster-suster yang sudah tua/sepuh, misionris dari Jerman, para Suster yang sudah pernah mengunjungi tempatnya. Tersedianya fasilitas [24]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang mudah setiap hari merayakan Ekaristi dan juga ada Kapel Adorasi, mencintai Ekaristi. Responden VI: Hal-hal yang mendukung saya ketika saya mengikuti dalam kegiatan AJS (Spiritualitas Arnoldus Janssen), retret ataupun seminar. Saya merasa bahwa relasi dengan Tuhan dan sesama di komunitas maupun di luar komunitas, adanya keterbukaan dalam diri, kesederhanaan dalam berpikir dan sikap positif thinking terhadap sesama, kalau mengalami suatu masalah kita bahwa dalam doa. Responden VII: Dukungan yang saya rasakan dari hidup doa, Ibadat Sabda, mengasihi sesama dan terlebih setia dan mengasihi Tuhan. Responden VIII: Saya di dukung melalui membaca dan mempelajari sejarah generasi pendiri (diantaranya adalah Beata Maria Helena Stollenwerk), seminar AJS ( pada waktu/masa formasi). Gaya hidup dia, orientasi, cara dia berpikir, cara dia mendekati sesama Suster dalam komunitas dan menyapa para Suster yang berada di misi meski melalui surat. Responden IX: Hal yang mendukung saya adalah doa pribadi, retret, seminar, lokakarya, rekoleksi dan sarana banyak: bisa membaca buku, media, seminar-seminar, doa-doa triduum, atau perayaan-perayaan Pesta Beata Maria Helena.
[25]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden X: Dukungan yang saya dapatkan melalui sikap kesetiaan Beata Maria Helena itu dan tidak pernah berhenti untuk berharap, tidak pernah berhenti untuk mewujudkan mimpinya itu dan juga kerendahan hatinya, sabar menunggu. Keteladanan para Suster dalam hidup berkomunitas baik dalam hidup doa dan karya.
22. Usaha apa yang suster lakukan untuk semakin meningkatkan hidup rohani? Responden I: Secara pribadi saya selalu berusaha untuk membaca konstitusi, menyiapkan doa, beusaha mencari sumbernya dari buku Maria Helena. Berusaha terus menerus melawan kecenderungan bekerja daripada berdoa dan bacaan rohani. Responden II: Saya melakukan melalui bacaan-bacaan yang isinya pengalaman hidup seseorang seperti pengalaman Beata Maria Helena. Saya mencoba untuk tekun dalam doa dan mensyukuri apa yang ada yang saya imani sebagai anugerah, apapun bentuknya. Setia pada komitmen pribadi maupun bersama. Setia kepada Allah yang mengasihi dan memilih saya. Responden III: Usaha saya untuk semakin meluangkan waktu untuk berelasi dengan Tuhan Allah secara pribadi. Pengolahan hidup batin, merenungkan Kitab Suci, refleksi.
[26]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Responden IV: Saya berusaha doa pribadi, membaca renungan-renungan, kontemplatif. Tekun dalam doa dan bersyukur, setia pada komitmen, berusaha melaksanakan kehendak-Nya bukan kehendak sendiri. Responden V: Usaha yang saya lakukan setia dalam hidup doa, refleksi, meditasi dan kontemplatif, misa harian, belajar dari kesalahan, bacaan rohani meskipun yang dibaca buku lain. Responden VI: Berusaha dengan mengikuti retret, seminar spiritualitas. Karena dengan mengikuti retret itu bukan suatu keharusan tapi suatu kebutuhan saya dan rahmat untuk mengembalikan, menyegarkan kembali hidup rohani saya. Usaha lain saya lakukan dengan meningkatkan hidup doa, bacaan rohani, meningkatkan relasi dengan sesama dan ciptaan lain, memupuk semangat melayani. Responden VII: Yang pasti usaha saya yaitu doa pribadi, meditasi, kedisiplinan diri untuk terus menjalin relasi yang akrab pada Tuhan, ambil bagian dalam misi Yesus, mencoba untuk mengerti sesama dan mengolah diri terus menerus. Berusaha bertekun, belajar setia, discerment, hening, komitment, bacaan rohani, pendalaman Kitab Suci Responden VIII: Secara pribadi usaha yang saya lakukan adalah olah batin, diri, pintunya adalah [27]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perasaan-perasaan yang muncul: sedih, senang, benci, jengkel itu merupakan pintu masuk untuk hidup rohani. Selalu setia pada peraturan hidup, berusaha berelasi dengan Allah dan sesama, setia pada tugas-tugas harian. Responden IX: Saya berusaha memberikan waktu setiap hari: dalam doa, baik doa pribadi mapun doa bersama, Ekaristi, mendalami Kitab Suci. Sadar diri yaitu dengan tetap dan tekun setia berdoa mendalami hidup rohani. Selalu mengusahakan mencari waktu untuk berdoa dan meditasi, retret kesempatan yang paling baik Responden X: Usaha saya adalah berelasi dengan Allah, menyediakan waktu untuk Allah paling tidak setiap hari 1/2 jam. Membaca Kitab Suci setiap hari, Ekaristi, bacaan rohani, mendengarkan lagu-lagu rohani, berdoa (doa pribadi), refleksi. Mensyukuri masih diberi waktu untuk selalu meningkatkan hidup rohani dan meneladani semangat hidup dan nilai-nilai rohani para generasi dan CoPendiri.
[28]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4: Bacaan Kitab Suci
Injil Lukas 11:5-13
5 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, 6 sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; 7 masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. 8 Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. 9 Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 10 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 11 Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? 12 Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? 13 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anakanakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
[29]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5: Lirik Lagu
YESUS JAWABAN DOAKU (Amanda Stephanie) Setiap saat ku datang padaMu Menghampiri Dikau dalam doaku Banyak hal yang tlah terjadi Dalam kehidupan ini Hanya Yesus jawaban doaku
Jadikan hidupku Lebih berarti bagimu Hanya Yesus kuungkapkan perasaanku Dalam doa kepadaMu kusrahkan sluruh hidupku Hanya Yesus jawaban doaku
REFF: Engkau slalu dekat denganku oh Tuhan Kau Allah yang Termulia Engkau slalu dekat denganku oh Tuhan Kau Allah yang Maha kudus
[30]