PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DEMI MENJAGA KEUTUHAN PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Florentina Puji Hastriyani NIM: 101124060
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DEMI MENJAGA KEUTUHAN PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Florentina Puji Hastriyani NIM: 101124060
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada: Ibuku yang terlalu kucintai Anastasia Kartinah
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya” (Pkh 3:1)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DEMI MENJAGA KEUTUHAN PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Janji perkawinan belum begitu dihidupi oleh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Bertolak dari kenyataan itulah maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para keluarga madya untuk bisa mewujudkan janji perkawinan yang merangkum seluruh proses hidup perkawinan. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah belum dihidupinya janji perkawinan oleh keluarga madya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah penelitian yang bisa mengungkapkan fakta mengenai sejauh mana janji perkawinan pada pasutri tersebut sudah dihidupi. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pasutri melihat sejauh mana janji perkawinan dihidupi oleh keluarga madya tersebut melalui penelitian, untuk tindak lanjutnya akan dipilih program pendampingan yang sesuai dengan kondisi pasutri. Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang luhur antara laki-laki dan perempuan dengan melibatkan Tuhan. Pelaksanaan perkawinan di Indonesia mengikuti tata cara agama yang dianut oleh masing-masing orang sehingga tata pelaksanaannya pun beragam. Dalam perkawinan Katolik, perkawinan identik dengan diucapkannya janji perkawinan. Janji perkawinan memuat 3 pokok janji yakni yang pertama setia dalam suka dan duka, untung dan malang serta sehat maupun sakit, yang kedua mencintai dan menghormati pasangan seumur hidup dan yang ketiga mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik. Tuhan sendirilah yang memeteraikan janji tersebut sehingga dalam perkawinan Katolik tidak ada perceraian sebab yang dipersatukan oleh Tuhan tidak bisa diceraikan manusia. Oleh sebab itu, suami ataupun istri memiliki perannya sendiri-sendiri untuk saling melengkapi satu sama lain. Hasil akhir menunjukkan bahwa pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran masih kurang baik dalam mewujudkan janji perkawinannya. Walaupun hasil akhir menunjukkan bahwa secara umum mereka lebih banyak yang berusaha mewujudkan, namun kebanyakan persentasenya masih kurang dari 50%. Hasil ini berarti harus dijawab dengan sebuah program pendampingan pasutri yang sesuai dengan keadaan yang mereka alami. Sebenarnya paroki sudah mengusahakan sebuah pendampingan keluarga yakni dengan rekoleksi, namun pendampingan tersebut kurang tepat melihat jumlah pasutri tersebut terlalu banyak dan kesibukan mereka yang beragam. Mengingat hal itu, penulis menyumbangkan suatu program katekese bagi pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Daerah Istimewa Yogyakarta.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
This thesis entitles THE REALIZATION OF MARRIAGE VOWS FOR MARRIAGE COUPLES IN THEIR 5-15 YEAR OF MARRIAGE FOR BUILDING THEIR MARRIAGE UNITY AT SACRED HEART OF JESUS’ PARISH, GANJURAN, YOGYAKARTA. For the newly married couple, marriage vows are still in the process of growing and maturing. Based on this situation, this thesis aims to help the newly married couple to strengthen their marriage vows. The core problem addressed in this thesis is the fact that the marriage vows among the newly marriage couples are not fully realized and actualized in their daily life. Therefore, there is a need for a thorough research which can enclose the facts on this problem. The research conducted in this thesis is meant for achieving the data of the newly married couples’ perspective on the marriage vow that they have professed during the holy matrimony. Further, this thesis also proposes an appropriate model for them. Marriage is a holy union between a man and a women in God’s present. Marriage in Indonesia follows the religious rites of the couples. In Catholic marriage, marriage is identically related to the profession of marriage vows. Marriage vows have three promises. First, to promise to be a faithful couple in in good times and in bad, in sickness and in health. Second, to love and honor the bride all the days of my life. Third, to raise the children entrusted by God Himself in a Catholic way. The final result of the research shows that married couple in their 5-15 year of marriage are still struggling to realize their marriage vows in the daily life. Those who are successfully realizing their marriage vows are less than 50 percent. It means that a supportive program is undeniably needed to help them. The parish have been working on this problem by giving accompaniment through recollection. However, this program does not give a satisfying result due to the lack of people who attend this program. Not many couples interest in this program as well. Seeing this fact, the writer wants to contributeby giving a catechetical program for the married couple in their 5-15 years of marriage at Sacred Heart Parish, Ganjuran Yogyakarta.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI DENGAN
USIA
PERKAWINAN
5-15
TAHUN
DEMI
MENJAGA
KEUTUHAN PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Penyusunan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis akan perwujudan janji perkawinan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Bertolak dari keprihatinan tersebut, penulis menyusun skripsi ini dengan maksud agar tingkat perwujudan janji perkawinan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus dapat diketahui dan penulis dapat merekomendasikan jenis pendampingan yang sesuai berdasarkan situasi konkrit pasutri. Penulis sungguh berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pasutri terutama pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran demi menjaga keutuhan perkawinan melalui perwujudan janji perkawinan dalam kehidupan perkawinannya. Skripsi ini berhasil diselesaikan karena peran serta banyak pihak yang dengan tulus mengulurkan tangannya untuk membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penulis yakin, kemurahan hati banyak pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini merupakan kemurahan hati dan wujud kasih
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tuhan sendiri yang telah berkarya melalui mereka semua. Untuk itu, atas semua bantuan yang telah diterima penulis dalam bentuk apapun, penulis menyampaikan ucapan terimakasih. Ucapan terimakasih ini khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. selaku Kaprodi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Dr. C.B. Kusmaryanto, S.C.J. selaku dosen pembimbing skripsi yang sungguh sabar, selalu memberikan semangat serta memberikan sumbangan pemikiran yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Drs. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji kedua yang telah dengan senang hati memberikan banyak masukan yang membangun dan sangat bermanfaat. 4. P. Banyu Dewa H.S., S.Ag., M.Si. selaku dosen penguji yang ketiga yang berkenan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi. 5. Segenap staf dosen dan karyawan prodi IPPAK yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga penulisan skripsi dapat berjalan lancar. 6. Ibuku tercinta yang dengan sabar menemaniku, mendoakanku, memberikan semangat dan menjadi tempat mencurahkan segala suka maupun dukaku. 7. Romo Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr selaku Romo Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di paroki serta berkenan memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..............................................................................
i
HALAM PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................
iv
MOTTO .................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................
vii
ABSTRAK .............................................................................................
viii
ABSTRACT .............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ............................................................................
x
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................
xviii
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Penulisan ......................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
7
C. Tujuan Penulisan ...................................................................
8
D. Manfaat Penulisan .................................................................
8
1. Manfaat Teoritis ..............................................................
8
2. Manfaat Prakris ...............................................................
9
E. Metode Penulisan ..................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ............................................................
10
BAB II. JANJI PERKAWINAN PASUTRI ..........................................
13
A. Perkawinan ............................................................................
13
1. Perkawinan Secara Umum ..............................................
13
2. Perkawinan Katolik .........................................................
14
3. Tujuan Perkawinan ..........................................................
16
4. Ciri-ciri Hakiki Perkawinan.............................................
18
5. Hakikat Perkawinan .........................................................
19
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Perkawinan yang Sakramen dan Non Sakramen ..............
22
a. Perkawinan sakramen .................................................
22
b. Perkawinan non sakramen .........................................
23
B. Janji Perkawinan .....................................................................
24
1. Rumusan Janji Perkawinan ..............................................
24
2. Makna Janji Perkawinan ...................................................
27
a. Setia dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihan ..........................................
27
b. Selalu mencintai dan menghormati sepanjang Hidup .........................................................................
30
c. Bersedia menjadi Bapak/Ibu yang baik serta mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik ............................................................
32
C. Perwujudan Janji Perkawinan................................................
33
1. Arti Perwujudan Janji Perkawinan ...................................
34
2. Arah Perwujudan Janji Perkawinan ..................................
35
a. Menyadari, menghayati serta menghidupi peran sebagai seorang suami ataupun istri ...........................
35
b. Membangun komunikasi yang baik antara suami-istri ...................................................................
39
c. Menjadi anugerah bagi pasangan ...............................
40
3. Tujuan Perwujudan Janji Perkawinan ..............................
43
4. Pentingnya Usaha Perwujudan Janji Perkawinan .............
45
a. Faktor intern ...............................................................
45
b. Faktor ekstern .............................................................
46
5. Manfaat Perwujudan Janji Perkawinan ............................
47
D. Keutuhan Keluarga .................................................................
48
1. Pengertian Utuh ................................................................
48
2. Pengertian Keutuhan Keluarga ........................................
49
BAB III. PASANGAN SUAMI ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DIPAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN ............................................... A. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta ..........
50 50
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Sejarah Paroki ....................................................................
50
2. Letak Geografis Paroki ......................................................
57
3. Situasi Umum Umat Paroki ...............................................
58
a. Situasi sosial ................................................................
58
b. Situasi relasional ..........................................................
58
c. Situasi ekonomi ...........................................................
59
4. Pembagian Wilayah dan Lingkungan ................................
60
5. Gambaran Umum mengenai keluarga dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun ....................................................
62
B. Metodologi Penelitian .............................................................
63
1. Penelitian ..........................................................................
63
2. Latar Belakang Penelitian .................................................
64
3. Tujuan Penelitian ..............................................................
64
4. Jenis Penelitian .................................................................
65
5. Metode Penelitian ............................................................
65
6. Instrumen Penelitian ........................................................
66
7. Responden Penelitian........................................................
67
8. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................
68
9. Variabel .............................................................................
68
C. Hasil Penelitian .......................................................................
69
1. Janji Perkawinan ...............................................................
70
2. Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ..................................
75
3. Keutuhan Perkawinan .......................................................
79
D. Kesimpulan Hasil Penelitian...................................................
81
1. Perwujudan Janji Perkawinan ..........................................
80
2. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ..................................
85
3. Keutuhan Perkawinan .......................................................
88
E. Refleksi Kritis Perwujudan Janji Perkawinan pada Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ...........................................................
90
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Perwujudan Janji Perkawinan ...........................................
90
a. Kebebasan Memilih Pasangan dan Rasa Cinta terhadap Pasangan.......................................................
90
b. Kesetiaan dalam Untung dan, Suka dan Duka, Sehat Maupun Sakit ....................................................
92
c. Kesatuan antara Suami-istri ........................................
94
d. Perwujudan Cinta dan Menghormati Pasangan ..........
95
e. Menjadi Orangtua yang Baik ......................................
97
2. Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 tahun di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ..................
99
a. Kebiasaan Pasutri di rumah .......................................
99
b. Kebiasaan Pasutri di Lingkungan ..............................
102
c. Kebiasaan Pasutri di Paroki .......................................
102
F. Keutuhan Perkawinan .............................................................
103
1. Hubungan antar Keluarga .................................................
103
2. Perhatian untuk Mengutamakan Keluarga........................
104
BAB. IV USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN..........................................................................
106
A. Latar Belakang Penyusunan Program .....................................
106
B. Katekese ..................................................................................
107
C. Usulan Program ......................................................................
108
D. Rumusan Tema dan Tujuan ....................................................
110
E. Penjabaran Program ................................................................
111
F. Contoh Pelaksanaan Program Pendampingan Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki HKTY Ganjuran Bantul ......................................................................
114
1. Identitas...................................................................................
114
2. Pemikiran dasar ......................................................................
115
3. Pengembangan langkah-langkah ............................................
116
BAB. V PENUTUP ................................................................................
128
A. Kesimpulan .............................................................................
128
B. Saran .......................................................................................
130
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Bagi Para Pendamping Keluarga pada Umumnya............
131
2. Bagi para Pendamping Keluarga di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran .....................................................
131
a. Keterlibatan secara umum .........................................
132
b. Keterlibatan secara khusus ........................................
132
3. Bagi Romo Paroki.............................................................
133
a. Keterlibatan secara umum .........................................
133
b. Keterlibatan secara khusus ........................................
133
4. Bagi Para Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun ..
134
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
135
LAMPIRAN ...........................................................................................
137
Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian pada Romo Paroki ............................................................
(1)
Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian pada Ketua Lingkungan ..............................................................
(2)
Lampiran 3: Surat Bukti Melaksanakan Penelitian ......................
(3)
Lampiran 4: Pedoman Wawancara dengan Ketua Dewan Paroki.......................................................................
(4)
Lampiran 5: Rangkuman Hasil Wawancara dengan Ketua Dewan Paroki ..........................................................
(5)
Lampiran 6: Contoh Kuesioner untuk Penelitian .........................
(7)
Lampiran 7: Contoh Hasil Kuesioner ...........................................
(10)
Lampiran 8: Kumpulan Lagu........................................................
(13)
Lampiran 9: Teks Cerita ...............................................................
(14)
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia dan Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja CT
: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
FC
: Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang peranan Keluarga Kristen dalam dunia modern, 22 November 1981.
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 7 Desember 1983.
LG
: Lumen Gentium. Konstitusi Dogmatis Konsii Vatikan II
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tentang Gereja, 21November 1964. Youcat
: Youcat Indonesia-Katekismus Populer, disahkan oleh Paus Benedictus XVI, tahun 2010. Dokumen asli diteritkan tahun 2010, R.D. Yohanes Dwi Harsanto, dkk. (Penerjemah).
C. Singkatan Lain Art
: Artikel
CB
: Carolus Boromeus
CU
: Credit Union
Dll
: Dan lain-lain
DPA
: Dosen Pembimbing Akademik
Dr
: Doktor
Hal
: Halaman
HKTY
: Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Ir
: Insinyur
Kan
: Kanon
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KB
: Keluarga Berencana
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
KK
: Kepala Keluarga
Km
: Kilo meter
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mgr
: Monsigneur
Pasutri
: Pasangan suami-istri
PHK
: Pemutusan Hubungan Kerja
PNS
: Pegawai Negri Sipil
POLRI
: Kepolisian Republik Indonesia
PPK
: Pedoman Pastoral Keluarga
Rm
: Romo
SD
: Sekolah Dasar
SJ
: Serikat Jesus
SMA
: Sekolah Menengah Atas
Sr
: Suster
St
: Santo/Santa
TNI
: Tentara Nasional Indonesia
UU
: Undang-undang
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Perkawinan dapat dilihat secara umum maupun secara khusus, secara umum KWI (2011, 6) mengatakan “Perkawinan adalah ikatan lahir-batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang bahagia dan sejahtera”. Perkawinan juga dapat dilihat secara khusus melalui kacamata agama-agama yang ada. Secara Kristiani perkawinan merupakan sebuah konsensus atau kesepakatan. Selain itu perkawinan adalah salah satu wujud panggilan umat beriman Kristiani yang berasal dari Allah sendiri. Melalui perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan. Pemahaman ini selaras dengan arti dari kesepakatan perkawinan dalam KHK, kan. 1057 § 2 yang mengatakan bahwa “Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali”. Maka di dalam perkawinan ini terdapat janji yang mengikat dan mempersatukan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Janji yang mengingkat seorang laki-laki dan seorang perempuan ini tidak dapat diputuskan karena melalui janji ini seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan oleh Allah menjadi satu daging. Janji perkawinan ini meliputi janji setia dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
suka dan duka, untung dan malang, sehat maupun sakit serta menerima kekurangan dan kelebihan pasangan; mencintai dan menghormati seumur hidup; menjadi ayah/ibu yang baik untuk anak-anak yang dipercayakan oleh Tuhan dengan mendidik anak secara Katolik. Janji perkawinan bersifat mengikat seumur hidup sehingga tidak selesai begitu saja ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan mengucapkannya saat saling menerimakan sakramen perkawinan ataupun saat pemberkatan perkawinan. Janji ini terus melekat pada suami-istri sampai selama-lamanya. Karena janji ini terus melekat, maka harus selalu dihidupi dalam penyelenggaraan hidup perkawinan sepasang suami-istri. Untuk menghidupi janji perkawinan inilah yang tidak mudah, karena jika sebuah perkawinan diibaratkan seperti sebuah bahtera pasti akan ada banyak badai dan gelombang yang melandanya. Oleh sebab itulah, maka perkawinan merupakan sebuah komitmen yang sangat penting (Smalley, 2008: 11). Banyaknya badai yang melanda sebuah bahtera rumah tangga sangat berpengaruh terhadap penghayatan ataupun pemaknaan terhadap janji perkawinan yang
pernah
diucapkan
perkawinan/pemberkatan
sewaktu
perkawinan.
saling Ada
menerimakan
sakramen
fase-fase/masa-masa
dalam
perkawinan berdasarkan usia perkawinan yang sudah dijalani. Pasutri (pasangan suami-istri) yang belum lama berumah tangga (0-5 tahun) biasanya berada dalam fase/masa romantis dengan cinta yang masih berkobar. Usia perkawinan antara 05 tahun berdasarkan materi kursus persiapan perkawinan berada dalam masa yang tidak realistis. Masa tidak realistis ini ditandai dengan gejala-gejala berumah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
tangga yang dapat terlihat, antara lain: semua hal dalam rumah tangga dikerjakan secara bersama-sama, hal buruk/sifat buruk yang dimiliki sebisa mungkin tidak ditampakkan, semua masalah dapat diselesaikan dengan cepat, setiap hari bercinta dan bermesraan, berusaha menjadikan pasangan sesuai dengan yang diinginkan, selalu saling memahami kekurangan apapun yang dimiliki pasangan. Berbeda dengan pasutri yang usia perkawinannya berada pada tahun ke-6 hingga ke-25, pada masa ini pasutri biasanya masuk pada fase kekecewaan hingga kebosanan. Pasutri dengan usia perkawinan 6-25 tahun harus benar-benar merefleksikan segala yang dialami dan selalu berpedoman pada janji perkawinan yang mereka ucapkan karena ketika tidak bisa bersikap bijaksana sebagai seorang suami maupun istri, bahtera rumah tangga yang telah dibangun bisa hancur menabrak karang dan karam. Sedangkan pasutri yang berada pada usia perkawinan di atas 25 tahun biasanya sudah masuk dalam masa berhasil mengatasi situasi yang kurang baik (KWI, 2011: 77-78). Janji perkawinan selalu berlaku dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk dalam kondisi perkawinan yang sedang mengalami surut. Janji perkawinan
menuntun
setiap
pasangan
suami-istri
dalam
menghidupi
perkawinannya. Keegoisan yang terbangun di saat masing-masing pribadi masih lajang sering dibawa dan diterapkan dalam situasi hidup berumah tangga yang tentu saja tidak tepat. Hal-hal semacam inilah yang sering menjadi bibit-bibit perpecahan dalam kesatuan antara suami dan istri. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan membangun sikap mau mengerti dan mau menerima satu sama lain, apapun yang ada dan melekat dalam diri pasangan diterima dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
rela hati merupakan salah satu upaya terhindar dari konflik (Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” KAS, 2007: 75). Janji perkawinan diibaratkan seperti kerangka dalam menulis sebuah karangan dan kerangka dalam membangun sebuah bangunan. Ketika seorang penulis menulis di luar kerangka yang telah dibuat, maka tulisan tersebut tidak akan menjadi indah. Sama halnya seorang tukang bangunan yang hendak membangun sebuah rumah, ketika ia membangun rumah itu di luar kerangkanya, maka rumah itu tidak akan kokoh. Dalam sebuah perkawinan, janji adalah kerangka yang menjadi gambaran dalam menjalani sebuah perkawinan. Perubahan zaman yang sangat cepat mengakibatkan pola hidup juga berubah. Di zaman yang serba modern dan cepat ini mengakibatkan gaya hidup instan menjadi gaya hidup yang “ngetren” dan banyak dianut oleh masyarakat modern. Zaman yang semakin canggih ini membawa berbagai macam tantangan zaman dan
mempengaruhi
tingkah laku banyak orang termasuk di dalamnya pasutri yang membina biduk perkawinan. Hal ini selaras dengan yang ada dalam FC, art.4 yang berbunyi: Perlu ditambahkan refleksi lebih lanjut yang secara khas penting bagi masa kini. Tidak jarang berbagai ide dan pemecahan soal yang menarik sekali, tetapi dengan kadar yang berbeda-beda mengeruhkan kebenaran tentang pribadi manusia serta martabatnya, disajikan kepada pria maupun wanita zaman sekarang, sementara mereka secara tulus dan mendalam mencari jawaban soal-soal harian yang penting berkenaan dengan hidup pernikahan dan keluarga mereka. Kerap kali pandangan-pandangan itu didukung oleh koordinasi media komunikasi sosial yang besar dampak-pengaruhnya dan cukup “meyakinkan”, tetapi secara halus membahayakan kebebasan dan kemampuan menilai secara obyektif. Tantangan zaman yang ada saat ini tidak secara nyata menampakkan diri namun menempel dalam hal-hal yang kelihatannya baik dan dengan cerdik mengambil kesempatan untuk mempengaruhi manusia untuk melakukan hal-hal yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
kelihatannya benar. Ketika seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan hanyut dalam tantangan-tantangan zaman tersebut maka akan menyebabkan kehidupan seseorang tidak akan mendalam lagi dan akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, termasuk kehidupan perkawinannya. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa Paroki HKTY (Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran) adalah sebuah paroki yang besar, tidak hanya wilayahnya namun juga jumlah umatnya sangat besar. Di antara jumlah umat yang besar ini, sebagian besar di antaranya memilih panggilan hidup berumah tangga. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan sebuah Paroki yang umatnya sudah bergaya hidup modern dan rentan terseret dalam tantangan zaman sehingga pada akhirnya bisa membawa dampak yang negatif pada kehidupan perkawinan terlebih perkawinan yang masuk dalam fase/masa yang banyak mengalami kekecewaan serta kebosanan. Akibat yang lebih buruk lagi dapat mengakibatkan keretakan ataupun kehancuran dalam hidup perkawinan. Berdasarkan observasi yang dilakukan dapat diketahui adanya gejala perilaku pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun yang bisa menjadi bibit-bibit permasalahan hidup berumah tangga dan mengancam keutuhan perkawinan. Gejala perilaku ini misalnya seperti tidak pernah pergi ke gereja bersama, sibuk dengan masing-masing pekerjaan, tidak adanya waktu makan bersama, dll. Usia perkawinan ini (6-15 tahun) masuk dalam fase/masa krisis, sedangkan secara khusus usia perkawinan 5 tahun di Paroki HKTY masuk dalam masa peralihan dari masa romantis menuju masa krisis. Gereja (khususnya sebagai katekis ataupun calon katekis) mempunyai tugas khusus yang diemban, hal ini selaras dengan KHK, kan. 210 yang mengatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6 bahwa “Semua orang beriman Kristiani sesuai dengan kedudukan khasnya, harus mengerahkan tenaganya untuk menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembangan Gereja serta pengudusannya yang berkesinambungan”. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa setiap orang beriman Kristiani pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang tidak mudah untuk selalu menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembangan Gereja serta pengudusannya. Ini berarti kekhasan kedudukan setiap orang beriman Kristiani apapun itu harus dihidupi dan dibawa serta diarahkan untuk perkembangan Gereja. Kekhasan kedudukan setiap umat beriman Kristiani ini menyangkut segala profesi yang dijalani termasuk sebagai seorang katekis maupun calon seorang katekis. Sebagai calon seorang katekis berarti harus mampu menghayati dan menghidupi panggilannya. Cara untuk menghidupi panggilan ini bermacam-macam salah satunya dengan terlibat dalam perkembangan Gereja. Hal yang mendesak berdasarkan pengamatan yang dilakukan adalah adanya gejala-gejala perilaku pasutri (5-15 tahun) yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Berpijak dari pemikiran inilah, perhatian khusus bagi pasutri yang usia perkawinannya 5-15 tahun harus segera diwujudkan secara nyata. Untuk mewujudkan perhatian ini tidaklah mudah terlebih untuk menentukan perhatian apa yang paling tepat bagi mereka karena gambaran kehidupan perkawinan mereka terlebih dalam menghayati janji perkawinan belum bisa dilihat dengan pasti. Untuk melihat gambaran perkawinan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini diperlukan sebuah penelitian. Melalui skripsi ini diharapkan ada sebuah gambaran yang jelas mengenai perwujudan janji perkawinan yang sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
dilakukan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY yang selama ini sudah terjadi sehingga perhatian pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun bisa segera diwujudkan atau bisa lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan mereka sehingga keutuhan perkawinan akan tercapai. Keutuhan perkawinan inilah yang membawa kebahagiaan dalam hidup berkeluarga. Oleh karena itu penulis mengangkat judul skripsi PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI PERKAWINAN
5-15
TAHUN
DEMI
DENGAN USIA
MENJAGA
KEUTUHAN
PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam hal ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan janji perkawinan? 2. Bagaimana kehidupan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran? 3. Bagaimana usaha pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dalam mewujudkan janji perkawinan? 4. Kegiatan seperti apa yang dapat membantu pasutri dengan usia perkawinan 515 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dalam mewujudkan janji perkawinan mereka?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
C. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini berdasarkan judulnya “Perwujudan Janji Perkawinan pada Pasangan Suami-Istri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun Demi Menjaga Keutuhan Perkawinan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta” yaitu: 1. Mendalami maksud janji perkawinan 2. Menggambarkan bagaimana kehidupan pasutri dengan usia 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. 3. Menggambarkan
sejauh
mana
perwujudan
janji
perkawinan
serta
mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi pada pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. 4. Memberikan usulan program yang berupa kegiatan pendampingan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran agar pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun (keluarga madya) semakin mampu mewujudkan janji perkawinan mereka.
D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoristis Hasil penelitian mengenai “Perwujudan Janji Perkawinan pada Pasangan Suami-Istri
dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun demi Menjaga Keutuhan
Perkawinan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta” diharapkan bisa menambah juga memperkaya kajian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
mengenai penghayatan janji perkawinan pada pasutri, khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun.
2. Manfaat Praktis a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang pentingnya perwujudan janji perkawinan dalam hidup berumah tangga. b. Membantu pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) yang berada dalam Paroki HKTY Ganjuran untuk menyadari pentingnya mewujudkan janji perkawinan dalam hidup berumah tangga. c. Memberikan sumbangan pada Paroki HKTY Ganjuran agar para penggembala umat di sana dapat memiliki gambaran mengenai program yang sesuai untuk pendampingan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun.
E. Metode Penulisan Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan metode penulisan deskriptifanalisis. Teknis dalam penggunaan metode ini pertama-tama penulis hendak mendalami perkawinan secara Katolik beserta janji yang diucapkan, lalu menggali perwujudan janji perkawinan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Penulis ingin mengetahui sejauh mana janji perkawinan itu diwujudkan oleh pasutri dan hambatan-hambatan apa sajakah yang sering ditemui dalam mewujudkan janji perkawinan terutama pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Setelah itu, berpedoman pada data yang diperoleh itulah penulis hendak mengusulkan program pendampingan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
yang menjawab kebutuhan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan keadaan dan kesibukannya.
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi yang hendak ditulis, maka penulis membagi pokok-pokok tulisan sebagai berikut: Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II menguraikan tentang Janji Perkawinan yang di dalamnya terdiri dari lima bagian yaitu yang pertama adalah Perkawinan, diuraikan lagi menjadi Perkawinan secara Umum, Perkawinan Katolik, Tujuan Perkawinan, Ciri-ciri Hakiki Perkawinan, Hakikat Perkawinan, Perkawinan yang Sakramen dan Non Sakramen. Kedua adalah Janji Perkawinan, diuraikan lagi menjadi Rumusan Janji Perkawinan, Makna Janji Perkawinan. Ketiga adalah Perwujudan Janji Perkawinan, diuraikan lagi menjadi Arti Perwujudan Janji Perkawinan, Arah Perwujudan Janji Perkawinan, Tujuan Perwujudan Janji Perkawinan, Pentingnya Usaha Mewujudkan Janji Perkawinan, Manfaat Mewujudkan Janji Perkawinan. Keempat adalah Keutuhan Keluarga, diuraikan lagi menjadi Keutuhan, Keutuhan Keluarga. Bab III menguraikan tentang Pasangan Suami-istri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terdiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
dari lima bagian, yang pertama adalah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta, diuraikan lagi menjadi Sejarah Paroki, Letak Geografis Paroki, Situasi Umum Umat Paroki, Pembagian Wilayah dan Lingkungan, Gambaran Umum mengenai Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun. Kedua adalah Hasil Penelitian, diuraikan lagi menjadi Penelitian, Latar Belakang Penelitian, Tujuan Penelitian, Jenis Penelitian, Metode Penelitian, Instrument Penelitian, Responden Penelitian, Tempat dan Waktu Pelaksanaan, Variabel. Ketiga adalah Hasil Penelitian, diuraikan lagi menjadi Janji Perkawinan, Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, dan Keutuhan Perkawinan. Keempat adalah Kesimpulan Hasil Penelitian, diuraikan lagi menjadi Janji Perkawinan, Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, dan Keutuhan Perkawinan. Kelima adalah Refleksi Kritis Perwujudan Janji Perkawinan Pada Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Janji Perkawinan, diuraikan lagi menjadi Perwujudan Janji Perkawinan, Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan Keutuhan Perkawinan. Bab IV berisi tentang Usulan Program Pendampingan Keluarga Katolik Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terbagi dalam enam bagian. Pertama adalah Latar Belakang Penyusunan Program, kedua adalah Katekese, ketiga adalah Usulan Program, keempat adalah Rumusan Tema dan Tujuan, kelima adalah Penjabaran Program, keenam adalah Contoh Pelaksanaan Program
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
Pendampingan Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Bantul Yogyakarta. Bab VI berisi tentang Penutup yang terdiri dari tiga bagian, yang pertama adalah Kesimpulan. Kedua adalah Saran yang masih dibagi lagi menjadi Bagi Para Pendamping, Keluarga pada Umumnya, Bagi Para Pendamping Keluarga di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bagi Romo Paroki, Bagi Para Pasangan Suami-istri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun. Ketiga adalah Penutup secara Umum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II JANJI PERKAWINAN PASUTRI
A. Perkawinan 1. Perkawinan secara Umum Secara umum perkawinan bertujuan menyatukan dua pribadi untuk membentuk sebuah keluarga baru yang bahagia dan juga sejahtera. Hal senada dengan UU NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN yang berbunyi “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini berarti perkawinan secara umum dilihat sebagai ikatan lahir batin (persatuan) antara pria dan seorang wanita dalam segala segi kehidupannya baik secara lahir ( kelihatan) ataupun batin (tidak kelihatan). Kesatuan ini juga menerangkan kesatuan seluruh pribadi dan seluruh hidup. Dari pernyataan ini juga dapat kita lihat dengan jelas bahwa di Negara Indonesia hanya mengakui perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta tidak mengakui adanya perkawinan homogen antara sesama jenis kelamin. Perkawinan di Indonesia juga akan menjadi sah bila dilangsungkan berdasarkan tata cara agama pelaku perkawinan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu). Bahagia dan kekal berarti tujuan dari perkawinan itu adalah kebahagiaan dan sifat dari perkawinan itu adalah kekal/seumur hidup. Arti kekal lebih luas lagi sebenarnya negara pun tidak mendukung tindakan perceraian walaupun bisa dilakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
2. Perkawinan Katolik Sejak kapankah perkawinan itu ada di dalam Gereja Katolik? Pertanyaan ini memiliki jawaban yang tidak sederhana karena kita harus melihat kembali kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian Kitab Suci Perjanjian Lama. Dari kisah penciptaan Kej 2:21-22 ditulis: Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Dari perikop tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dari sejak semula laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai satu daging. Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki sehingga memang ada kesatuan antara laki-laki dan perempuan. Kesatuan itulah yang membuat laki-laki dan perempuan saling membutuhkan. Tuhan Allah menciptakan perempuan sebagai patner yang seimbang untuk laki-laki. Laki-laki dan perempuan saling melengkapi dalam melaksanakan kehidupan sesuai dengan kodradnya yang khas, fungsi ini sama dengan fungsi kesatuan antara laki-laki dengan perempuan dalam perkawinan Katolik yang kita kenal saat ini. Bedanya jika kesatuan antara laki-laki dan perempuan dalam kisah penciptaan lebih difungsikan sebagai teman dalam melaksanakan kehidupan yang paling mendasar (mempertahankan hidup dan merawat ciptaan Tuhan), sedangkan kesatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan saat ini mencakup segala segi kehidupan yang lebih luas sesuai dengan perkembangan zaman (di dalamnya mencakup kewajiban mendidik anak dan sebagainya).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Perkawinan merupakan sebuah kesepakatan, hal ini selaras dengan KHK, kan. 1057 § 2 “Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali”. Jadi jelaslah bahwa perkawinan merupakan sebuah kesepakatan yang di dalamnya terdapat penyerahan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta sikap terbuka untuk saling menerima kehadiran pasangan seluruhnya tanpa syarat dalam hidup perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat dibatalkan lagi/ditarik lagi. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali sebab menyangkut 3 pihak yakni seorang laki-laki, seorang perempuan dan Allah sendiri yang menjadi pengikat perjanjian tersebut. Karena alasan ini pula perkawinan Katolik merupakan sebuah proses yang panjang mulai dari masa persiapan, pelaksanaan hingga pasca perkawinan. Hal ini juga senada dengan yang ada dalam GS, art. 48 yang berbunyi: Allah sendirilah penyelenggara perkawinan yang dilengkapi dengan berbagai nilai dan tujuan …. Cinta kasih suami istri yang sejati diangkat sebagai sakramen dalam cinta kasih ilahi dan dipimpin serta diperkaya oleh daya penyelamat Kristus dan karya keselamatan Gereja, agar suami istri diantar kepada Allah untuk mendapatkan kasih karunia dan kekuatan dalam tugas luhur sebagai ayah dan ibu. Jadi penyelenggara perkawinan adalah Allah sendiri, perkawinan yang didasari cinta kasih ini oleh Allah diangkat dalam cinta kasih yang ilahi, cinta kasih yang ilahi adalah cinta kasih yang paling tinggi dan sempurna. Dalam perkawinan Katolik, Kristus sendirilah yang memimpin dan menuntun perkawinan. Dia melengkapi celah-celah dalam perkawinan, selain daya Kristus, karya keselamatan Gereja juga menjadi bagian di dalamnya. Perkawinan adalah sebuah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
jawaban yang luhur manusia terhadap panggilan Allah. Dari sejak dahulu perkawinan merupakan sebuah hal yang sakral dan harus selalu dihayati dan dihidupi. Banyak perikop di dalam Kitab Suci yang berbicara mengenai perkawinan. Dalam Injil Yoh 15:9-12, ada sebuah pesan inti yang sangat baik yakni “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Kasih sangat dekat dengan hubungan suami-istri dalam perkawinan. Kasih pulalah yang menjadi dasar bagi kehidupan orang Kristiani. Selain Injil Yohanes masih ada banyak perikop lain yang berbicara mengenai perkawinan. Perkawinan Katolik memiliki kekhasan yang menyebabkannya berbeda dengan perkawinan pada umumnya. Kekhasan ini adalah perkawinan Katolik diteguhkan dalam tata-peneguhan kanonik (forma canonica) dan perkawinan Katolik merupakan sebuah sakramen.
3. Tujuan Perkawinan Sebuah hal dilakukan pasti memiliki sebuah tujuan tertentu. Misalnya saja sebuah organisasi dibangun dengan merumuskan tujuan organisasi yang hendak dicapainya dan yang menjadi alasan mengapa organisasi tersebut ada. Hal ini tidak berbeda dengan sebuah perkawinan. Perkawinan diselenggarakan karena ada tujuan tertentu yang hendak dicapai. KHK, kan. 1055 mengatakan bahwa: §1. Perjanjian (feodus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
Jadi pada intinya, perkawinan itu memiliki tiga tujuan yang utama yakni kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum), terbuka terhadap keturunan (prokreasi) serta pendidikan anak. Bonum coniugum atau kesejahteraan suamiistri dapat tercapai jika masing-masing pribadi menghargai dan menempatkan pasangan hidup sebagai patner cinta kasih dalam mewujudkan keluarga yang baik dan harmonis. Kesejahteraan suami istri ini berlandaskan cinta kasih yang semakin hari hendaknya semakin diteguhkan dan semakin dipupuk agar tumbuh subur. Menjadi suami-istri berarti menjadi satu pribadi sehingga hendaknya masing-masing pribadi bisa menjadi belahan jiwa bagi pasangannya. Bonum prolis adalah kelahiran baru/terbuka terhadap keturunan. Dalam sebuah perkawinan Katolik, suami-istri memiliki tugas yang luhur untuk melestarikan kehidupan dengan terbuka terhadap kelahiran baru. Terbuka terhadap keturunan inilah yang menjadi alasan utama Gereja menolak alat kontrasepsi dalam wujud apapun. Gereja hanya melegalkan KB alamiah berdasarkan siklus alami perempuan. Tujuan perkawinan dalam Gereja Katolik tidak berhenti pada kelahiran baru. Perkawinan yang terbuka bagi kelahiran manusia baru tersebut harus pula disertai dan dilanjutkan dengan pendidikan anak sebab keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam mendidik anak. Sebelum anak berinteraksi dengan dunia luar, ia berinteraksi terlebih dahulu dengan keluarganya. Keluarga merupakan instansi pendidikan non formal yang memberikan jati diri pada anak untuk dibawa hingga mati. Keluargalah yang paling banyak membentuk pribadi dan kualitas pribadi seorang anak. Sebuah keluarga yang menanamkan nilai kasih pada anak sejak kecil maka anak tersebut akan tumbuh pula dengan kasih yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
akan dibagikannya pada setiap pergaulannya. Hal tersebut juga berlaku untuk sikap-sikap negatif yang mungkin dibentuk oleh keluarga pada seorang anak.
4. Ciri-ciri Hakiki Perkawinan Perkawinan Katolik adalah sebuah perkawinan yang khas terlebih dilihat dari ciri-ciri hakikinya. Kekhasan inilah yang membedakan perkawinan Katolik dengan perkawinan lain dan menyebabkan perkawinan Katolik tidak bisa dibandingkan dengan perkawinan lain. Kekhasan perkawinan Katolik ini diungkapkan dalam KHK, kan.1056 yang berbunyi “Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (sifat tak-dapatdiputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen". Jadi, ciri-ciri perkawinan Katolik adalah unitas dan indissolubilitas. Ciri-ciri perkawinan ini bisa dijabarkan kembali menjadi monogami, tak terceraikan dan terbuka bagi keturunan. Monogami artinya perkawinan hanya bisa dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan saja. Perkawinan yang monogami berarti jumlah suami/istri hanya satu selama kurun waktu perkawinan (sampai salah satu suami/istri meninggal). Perkawinan monogami menjaga keutuhan cinta dan tidak pernah membagi-baginya. Selain tidak membagi-bagi cinta, perkawinan monogami juga mencerminkan kesetaraan martabat antara laki-laki dan perempuan. Tak terceraikan menggambarkan cinta kasih Allah kepada umat-Nya yang berlangsung terus menerus sampai selamanya. Sifat tak bisa diceraikan ini juga dapat dilihat sebagai kekhasan perkawinan kristiani yang membedakan dengan perkawinan lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Hubungan suami-istri juga harus berpolakan sama seperti hubungan Kristus dengan Gereja-Nya. Hal ini senada dengan perikop Kitab Suci dalam Ef 5:22-23 yang berbunyi: Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.. Suami diibaratkan seperti Kristus yang harus terus menerus mengasihi jemaat. Istri diibaratkan sebagai jemaat yang harus menghormati suaminya seperti jemaat yang harus menghormati Kristus yang terlebih dahulu mencintainya. Hubungan Kristus dengan jemaat yakni hubungan yang didasarkan pada cinta kasih yang terus menerus tanpa terputus hingga maut memisahkan sehingga dalam perkawinan Katolik tidak mengenal kata cerai. Perkawinan merupakan salah satu panggilan luhur terhadap tugas menjaga kelangsungan hidup. Suami-istri dipanggil oleh Allah untuk saling bekerjasama menciptakan kehidupan baru yang membawa harapan bagi kelangsungan dunia. Alasan ini pulalah yang menyebabkan Gereja Katolik dengan keras menolak aborsi, sebab kehidupan baru mestinya dipelihara. Ciri-ciri perkawinan ini menunjuk pada semua jenis perkawinan sakramen ataupun bukan sakramen.
5. Hakikat Perkawinan Perkawinan Katolik pada intinya atau hakikatnya adalah persatuan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berpegang pada perjanjian cinta kasih dengan pasangan dan Allah dengan maksud mencapai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
kebahagiaan serta kesejahteraan bersama. I Ketut Adi Hardana dalam Persiapan Kursus Perkawinan (2010: 10) menuliskan beberapa inti/hakikat dalam perkawinan, yaitu: Perkawinan adalah sebuah perjanjian. Istilah perjanjian atau kesepakatan mau membarui istilah hukum: “kontrak”. Kata “Perjanjian” dipilih karena lebih bernuansa rohani yang mengingatkan akan perjanjian antara Allah dan manusia yang bernuansa cinta kasih. Bentuk perkawinan: perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup antara pria dan wanita. Persekutuan seluruh hidup ini menyangkut: kesatuan hati dan perasaan walaupun mereka adalah dua pribadi yang berbeda; tempat tinggal, artinya tinggal di rumah yang sama; kesatuan ekonomi atau keuangan, artinya penghasilan dan pendapatan antara suami-istri disatukan dan dikelola secara bersama demi kesejahteraan seluruh keluarga; kesatuan badan yang diungkapkan dalam hubungan seks antara suami-istri. Subyek yang mengadakan perkawinan itu adalah seorang pria dan seorang wanita yang sungguh-sungguh; artinya pria dan wanita yang normal, baik secara fisik maupun psikis. Karena itu, Gereja Katolik menolak mengakui keabsahan perkawinan antara dua orang yang sesama jenis atau antara orang yang melakukan pergantian kelamin. Dasar dari sebuah perkawinan adalah cinta kasih yang tampak dalam persetujuan bebas dari kedua calon mempelai. Secara yuridis, persetujuan bebas itu menjadi prasyarat dari sebuah perjanjian perkawinan yang sah. Tujuan dari sebuah perkawinan: kebahagiaan bersama suami-istri dan keluarga dalam seluruh aspek hidupnya serta kelahiran dan pendidikan anak. Dalam Gereja Katolik, hakikat perkawinan dipahami secara lebih mendalam sebagai Sakramen yaitu ikatan cinta mesra dalam hidup bersama antara suami dan istri yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dilindungi dengan hukum-hukum-Nya yang menampakkan cinta kasih Allah kepada umat-Nya (GS, 48). Berdasarkan beberapa hakikat perkawinan yang ditulis oleh Timotius I Ketut Adi Hardana tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal sehubungan dengan hakikat/inti perkawinan. Perkawinan pada masa lalu diistilahkan sebagai sebuah kontrak antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Istilah kontrak saat ini diganti dengan istilah janji dengan alasan lebih bernuansa rohani, selain alasan tersebut istilah janji sudah sering kita jumpai dalam Kitab Suci, baik Perjanjian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
Lama maupun Perjanjian Baru sehingga kita dapat dengan baik mengistilahkan kata janji tersebut dalam perkawinan terlebih janji dalam perkawinan tidak jauh berbeda dengan istilah janji dalam Alkitab yang melibatkan Allah sebagai pengikat janji. Perkawinan merupakan sebuah bentuk persekutuan seluruh hidup dan seumur hidup. Dalam perkawinan segala sisi yang ada pada seorang laki-laki maupun seorang perempuan tidak terkecuali melebur menjadi satu dan membentuk persekutuan hidup bersama yang hanya dapat dipisahkan oleh Allah dengan
adanya maut. Gereja Katolik tidak mendiskriminasi pribadi yang
memiliki kelainan seksual seperti homoseksual melainkan justru menerima dan memberikannya tempat. Sikap mau menerima pribadi yang memiliki kelainan homoseksual bukan berarti setuju serta menerima perkawinan sesama jenis ataupun perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang laki-laki dan perempuan namun salah satunya sudah melakukan operasi pergantian kelamin. Gereja Katolik menolak karena sudah melanggar keluhuran ciptaan Tuhan dan kodrat sebagai seorang laki-laki maupun seorang perempuan. Ada berbagai ketentuan yang mengawali sebuah perkawinan, salah satu yang mutlak adanya unsur kebebasan yang dimiliki masing-masing pribadi sebelum melangsungkan perkawinan. Keterpaksaan menjadikan perkawinan yang dilangsungkan secara Katolik menjadi tidak sah (Rubiyatmoko, 2011: 80). Perjanjian dalam perkawinan juga memiliki tujuan dalam melangsungkan kehidupan bersama, tujuan dari perkawinan secara umum adalah kesejahteraan pasangan dan pendidikan anak. Ada 7 (tujuh) sakramen dalam Gereja Katolik dan salah satunya adalah Sakramen Perkawinan. Perkawinan bisa menjadi sebuah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Sakramen jika dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang telah dibabtis secara Katolik atau dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang salah satunya dibabtis secara Katolik dengan orang yang pembabtisannya diterima secara Katolik atau dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang pembabtisannya diterima secara Katolik, sehingga dalam perkawinan Katolik ada 2 (dua) jenis perkawinan, yakni perkawinan yang sakramen dan yang non sakramen (KWI, 2011: 8-10).
6. Perkawinan yang Sakramen dan Non Sakramen Perkawinan dalam Gereja Katolik dibedakan menjadi dua, yakni perkawinan yang sakramen dan yang bukan sakramen (non sakramen).
a. Perkawinan sakramen Perkawinan disebut sakramen apabila dilangsungkan oleh dua orang yang dibabtis hal ini selaras dengan yang ada dalam KHK, kan. 1055§ 2 “Karena itu antara orang-orang yang dibabtis, tidak ada kontrak perkawinan sah yang tidak sendirinya sakramen”. Jadi perkawinan yang dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang telah dibabtis secara Katolik atau dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang salah satunya dibabtis secara Katolik dengan orang yang pembabtisannya diterima secara Katolik atau dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan yang pembabtisannya diterima secara Katolik secara langsung diangkat menjadi sakramen. Perkawinan yang sakramen menjadi gambaran dari pengambilan bagian dalam persatuan kasih abadi antara Kristus dengan GerejaNya. Ini yang membedakan Sakramen Perkawinan dengan sakramen yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
lainnya. Sakramen Perkawinan bukan diterima dari Imam atau dari pelayan Gereja serta siapapun itu, namun Sakramen Perkawinan saling diterimakan oleh pasangan melalui janji perkawinan yang mereka ucapkan. Janji perkawinan juga merupakan janji yang diucapkan kepada Allah dan juga Injil Suci.
b. Perkawinana non sakramen Perkawinan non sakramen adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang yang dibabtis secara Katolik dan yang tidak dibabtis. Perkawinan non sakramen bisa dilangsungkan dalam Gereja Katolik dan sah. Hal ini selaras dengan yang ada dalam KWI (2011: 8-10) yang mengatakan bahwa “Secara yuridis perkawinan antara seorang yang dibabtis secara Katolik adalah sah jika diteguhkan dengan forma canonica (di depan pejabat Gereja Katolik dan dua orang saksi), namun bukanlah sakramen”. Karena salah satu pasangan tidak dibabtis maka tidak bisa disebut saling menerimakan sakramen”. Jadi jelaslah ada perbedaan antara perkawinan orang yang keduanya dibabtis secara Katolik dan hanya salah satu yang dibabtis secara Katolik. Perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dan perempuan yang keduanya dibabtis secara Katolik akan membawa dampak sakramen pada perkawinannya, sedangkan perkawinan yang dilangsung antara seorang laki-laki dan perempuan yang hanya salah satunya saja yang dibabtis secara Katolik maka perkawinan tersebut bukanlah sakramen. Namun yang perlu diingat adalah kedua perkawinan tersebut sah karena diteguhkan di depan pejabat Gereja Katolik dan dua orang saksi. Jadi jelas bahwa tidak semua perkawinan yang dilakukan secara Katolik adalah sakramen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
B. Janji perkawinan 1. Rumusan Janji Perkawinan Janji perkawinan memiliki rumusan yang di dalamnya memperlihatkan kesediaan untuk menjadi satu bukan hanya satu daging namun satu roh hal ini selaras dengan rumusan yang direkomendasikan oleh Komisi Liturgi Keuskupan Se-Regio Jawa Plus Tanjungkarang (2009: 17) yang berbunyi: MP: Di hadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini, saya … MP memilih engkau … MW menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya. MW: Di hadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini saya, … MW memilih engkau MP menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya. Pada intinya, dalam janji perkawinan ada 3 janji pokok. Janji yang pertama ialah janji untuk setia dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihan. Janji yang kedua adalah selalu mencintai dan menghormati sepanjang hidup. Janji yang ketiga yang selalu melekat pada kedua janji tersebut dan sering dilupakan oleh pasutri adalah bersedia menjadi Bapak/Ibu yang baik serta mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik. Saat ini banyak sekali orang tua yang mempercayakan seluruh pendidikan anaknya pada sekolah tempat mereka belajar. Rumusan
kalimat
perjanjian
dalam
perkawinan
dikembangkan
berdasarkan/bersumber dari Kitab Perjanjian Lama bukan sekedar karangan spontanitas dari manusia. Oleh karena itu memiliki makna yang mendalam. Agung Prihartana dalam bukunya Menjadi Anugerah Bagi Pasangan (2009: 85)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
merumuskan akar kata dalam janji perkawinan dengan membandingkannya dengan Kitab Hos 2:18-19 dalam sebuah tabel: Janji Perkawinan Janji Allah-Israel (sekarang) (Hosea 2:18-19) “berak ar” di hadapan imam, para Aku akan mengikat perjanjian dari” saksi dan saudara-saudari yang hadir, bagimu… Aku akan menjadikan saya (nama) menyatakan dengan engkau isteriKu untuk selamatulus ikhlas bahwa engkau (nama) lamanya mulai sekarang menjadi suami/istri saya Saya berjanji akan setia kepadamu dan Aku akan menjadikan engkau baik dalam untung dan malang, dalam IsteriKu dalam keadilan dan suka dan duka, di waktu sehat maupun kebenaran, dalam kasih setia dan sakit kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam kesetiaan Saya berjanji akan menjadi ayah/ibu Sehingga engkau akan mengenal yang baik bagi anak-anak yang akan TUHAN dipercayakan Tuhan kepada saya, dan saya akan mendidiknya menjadi orang katolik yang setia
Dari tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa rumusan kata dalam janji perkawinan berakar dari Kitab Hos 2:18-19. Janji tersebut merupakan janji yang diucapkan oleh Allah sendiri untuk orang Israel. Hal tersebut berarti bahwa tidaklah mengada-ada bila perkawinan disebut sebagai sebuah sakramen karena berasal dari Allah sehingga janji perkawinan memuat kesakralan yang mengikat seumur hidup sebab Allah adalah Allah yang setia terhadap janji-Nya. Ketika janji perkawinan sudah diucapkan maka membawa dampak kesetiaan pula dalam pemenuhannya. Dari kitab Hosea ini, terlebih ketika dilihat dalam ayat sebelumnya yakni Hos 2:17, nampak Allah memang telah mengikat perjanjian kepada Israel dan menjadikannya istri-Nya. Allah telah menjanjikan bermacam-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
macam hal untuk mensejahterakan istri-Nya dan untuk melindungi serta membahagiakan istri-Nya. Perjanjian yang dilakukan oleh Allah ini juga memiliki saksi yakni bintang-bintang di padang, burung-burung di udara serta binatangbinatang melata di bumi. Dalam ikatan perjanjian ini juga ada sebuah komunikasi yang baik yang diibaratkan Allah dengan Aku akan mendengarkan langit dan langit akan mendengarkan bumi. Rumusan perjanjian dalam Kitab Suci Perjanjian Lama juga akan banyak ditemukan dalam Kitab-Kitab lain, misalnya dalam Yeh 16:60,62; Yes 54:6-8; dan lain-lain. Dalam seluruh perjanjian Allah kepada Israel, Tuhan Allah menjadikan Israel sebagai istri-Nya dan mengasihinya sepanjang waktu. Allah selalu setia terhadap janji-Nya itu dan terus mengasihi istri-Nya dengan nyata lewat pertolongan-Nya serta lewat belah kasih-Nya yang selalu memaafkan kesalahan Israel walaupun berulang kali Israel berselingkuh dari diri-Nya. Rumusan janji perkawinan adalah inti dari sakramen perkawinan dan ketika laki-laki serta perempuan mengucapkan janji tersebut maka saat itu juga seorang laki-laki menyerahkan dirinya sebagai suami kepada istrinya dan seorang perempuan menyerahkan dirinya sebagai istri kepada suaminya (Agung Prihartanta, 2009: 84). Penyerahan diri ini tidak bisa ditarik kembali dan berlaku untuk seumur hidup karena sifat perjanjian ini sama dengan sifat perjanjian Kristus dengan mempelai-Nya yakni Gereja. Oleh sebab itu perkawinan di dalam Gereja Katolik tidak dapat diceraikan. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu alasan mengapa proses perkawinan dalam Gereja Katolik sangat mendetail sehingga prosesnya membutuhkan waktu yang lama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
2. Makna Janji Perkawinan Kesatuan antara perkawinan bukan hanya soal “kontrak” atau janji saja (Iman Katolik, 1996: 436). Perkawinan melebihi makna kata kontrak ataupun janji namun dalam Gereja Katolik sekarang menggunakan istilah janji yang lebih mendalam tafsirannya daripada kontrak.
a. Setia dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihan Kesetiaan dalam janji ini maknanya bukan hanya untuk tidak melirik pria/wanita lain. Setia di dalam janji ini maknanya lebih luas yakni setia untuk berpartisipasi dalam setiap perasaan dan keadaan pasangan. Menjadi suami-istri artinya menanggapi panggilan untuk saling menyempurnakan. Bila pasangan cerewet, pelupa, tidak bisa masak maka tetap harus diterima dan dicintai (Didik Bagiyowinadi 2006: 25). Ketika seseorang berbisnis, dia akan sangat senang ketika memperoleh keuntungan. Keuntungan yang ia dapatkan akan sangat mudah ia syukuri dan akan sangat mempengaruhi perilakunya terhadap orang lain (terlebih orang-orang terdekatnya) sehingga orang lain pun akan merasakan kebahagiaan yang dirasakan akibat keuntungan itu. Namun ketika seseorang mengalami kemalangan, misalnya kerugian dalam berbisnis tentunya tidak akan mudah ia terima dan ia jadikan sebagai rasa syukur termasuk untuk orang-orang yang berada di dekatnya. Orang kecenderungan akan datang di saat seseorang berada dalam situasi yang bahagia dan berkelimpahan tetapi di saat seseorang terpuruk biasanya hanya orang yang benar-benar mencintainya yang selalu ada di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
dekatnya dengan turut berbela rasa, waktu, tenaga serta pikiran. Hal ini juga berlaku dalam keadaan sehat maupun sakit serta berlaku dalam setia terhadap kelebihan maupun kekurangan. Kelebihan seseorang yang kita cintai secara khusus akan terasa lebih luar biasa dari pada kelebihan seseorang yang tidak kita cintai secara khusus. Begitu pula dengan kekurangan orang yang kita cintai secara khusus akan tampak jauh lebih sederhana daripada seseorang yang tidak kita cintai secara khusus. Pandangan inilah yang harus selalu dipertahankan. Dalam perkawinan seorang istri dan seorang suami tentunya bukan seorang yang sempurna seutuhnya baik dari fisik, kepribadian, dan lain-lain. Kenyataan ketidaksempurnaan inilah yang menjadi panggilan bagi seorang suami atau istri untuk saling menyempurnakan. Ketika seorang suami/istri sudah merasa bisa melakukan segala sesuatunya seorang diri dan merasa sudah memiliki segalanya dalam kehidupan, lalu apa gunanya ia menikah. Seorang istri diciptakan Tuhan untuk menjadi seorang penolong yang sepadan bagi seorang suami, hal ini sama ketika Allah menciptakan Hawa sebagai penolong yang sepadan bagi Adam (Kej 2:18). Allah menganugerahkan Hawa kepada Adam dan sebaliknya Adam dianugerahkan Allah untuk Hawa. Menjadi penolong sepadan itu artinya suami serta istri memiliki tugas saling menyempurnakan satu sama lain yang bisa dikatakan mau senantiasa menjadi sakramen antara yang satu terhadap yang lainnya. Menjadi sakramen bagi pasangan artinya bisa menjadi tanda dan sarana kehadiran
Allah
dalam
seluruh
kehidupan
bersama/seluruh
kehidupan
perkawinan. Bisa menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah dalam seluruh kehidupan berarti termasuk dalam kepahitan serta kemalangan serta keberdosaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Surat Paulus kepada Jemaat di Korintus dalam 1 Kor 7:14 dikatakan bahwa seorang suami yang tidak beriman akan dikuduskan istrinya yang beriman dan seorang istri yang tidak beriman akan dikuduskan suami yang beriman. Suamiistri harus mau menjadi sakramen bagi yang lainnya melalui seluruh hidup perkawinannya sehingga seluruh kehidupannya bisa berkenan bagi Allah. Setia berarti tidak hanya setia terhadap pasangan saja, hal inilah yang sering dilupakan oleh banyak pasangan. Setia itu berarti setia pula terhadap Pribadi yang telah memeteraikan cinta antara sepasang pria dan wanita sehingga menjadi satu tubuh dalam ikatan perkawinan. Janji memberikan harapan dan rasa aman, terlebih janji yang diikat pada Pribadi yang menjadi sumber cinta kasih. Hal ini selaras dengan Smalley (2008: 28) yang mengatakan “Berjanji kepada Allah akan memberikan rasa aman bagi pasangan Anda. Hal itu memberikan rasa aman bagi pasangan Anda. Hal itu memberikan landasan yang mantap pada pernikahan Anda dengan menyediakan sumber otoritas tertinggi, di mana Anda berdua hidup di bawah naungannya”. Janji merupakan sebuah pemberian harapan terhadap orang lain dalam bentuk apapun. Yang membedakan janji biasa dengan janji yang diucapkan di hadapan Allah adalah janji biasa sangat mungkin diingkari karena hanya melibatkan 2 pribadi (pihak pertama dan pihak kedua). Manusia adalah pribadi yang lemah, oleh karena itu sangat mungkin melanggar janji. Janji yang diucapkan dihadapan Allah melibatkan 3 pribadi (pihak pertama dan pihak kedua dengan Allah sebagai pengikat janji tersebut). Walaupun masih memungkinkan manusia untuk mengingkari janji tersebut, namun Allah selalu ada dan hadir sebagai pengikat janji tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
b. Selalu mencintai dan menghormati sepanjang hidup Mencintai dan menghormati mudah dilakukan bila sesekali, lalu bagaimana jika harus selalu dilakukan? Apakah akan menjadi mudah? Pertanyaan ini memang sederhana namun ketika kita dihadapkan pada pertanyaan seperti ini kita akan memilih untuk berhenti sejenak dan berfikir. Berfikir untuk sebuah cinta itu kurang tepat karena cinta sesungguhnya lebih melibatkan rasa. Cinta itu tidak pernah memperhitungkan untung dan rugi, cinta itu akan merasakan rugi sebagai sebuah keuntungan. Hal ini terjadi bukan karena tidak realistis namun memang cinta itu sabar dan murah hati. Di dalam cinta terdapat kasih yang luar biasa besar. Kasih itu memiliki banyak alasan untuk membuat orang yang dikasihi bahagia. Hal ini selaras dengan perikop dalam 1 Kor 13:1-8 yang berbunyi: Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Dari perikop tersebut jelaslah, hal paling tinggi dan yang paling luhur itu cinta kasih, kasih akan menyempurnakan segala kekurangan yag dimiliki oleh masing-masing pasangan. Memiliki kasih itu sama artinya bisa mengalahkan diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
sendiri dan memberikan segala cinta kasih yang dimiliki untuk orang lain dan khususnya dalam konteks ini untuk pasangan. Di saat kita belum memberikan seluruh cinta dan belum membagikan seluruh kasih yang kita miliki sampai sehabis-habisnya hingga merasa terluka maka belum bisa disebut cinta, hanya seperti gong yang berkumandang dan canang yang bergemerincing. Itu berarti cinta bisa disebut sebagai pemberian. Kasih yang paling sempurna adalah kasih seseorang yang bersedia menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya (Yoh 15:13). Cinta kasih itu luhur dan tinggi, mencintai kelebihan seorang itu sangat mudah namun mencintai segala kekurangan seorang itu yang sulit dan bahkan ketika kita bertahan untuk mencintai seseorang yang akan kita rasakan adalah luka dalam hati. Hal ini sama seperti ketika kita memberikan jawaban “ya” untuk kebahagiaan yang hendak kita dapatkan namun ketika kita harus berkorban bahkan hingga nyawa kita harus dikorbankan bagi orang lain, apakah jawaban “ya” akan mudah keluar dari bibir kita walaupun kita mengaku mencintainya? Itulah cinta, kesetiaan yang membawa luka dan juga pengorbanan itulah kasih yang total. Mencintai seseorang dengan total akan membawa kita pada sikap menghormatinya. Menghormati di sini bermakna secara dua arah baik dari istri kepada suami atau dari suami kepada istri. Menghormati berarti mau mendengarkan pendapat, mau menerima keputusan yang dianggap paling baik, mau menghormati hak sebagai suami ataupun istri. Menghormati secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya memberi arti dan nilai pada orang lain. Hal ini selaras dengan Smalley (2008: 17) yang mengatakan “Kehormatan sungguh sederhana. Kehormatan berarti sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
menghargai orang lain sebagai pribadi yang sangat penting dan bernilai”. Menghormati seluruh jiwa dan raga pasangan seumur hidup, itulah yang harus dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan karena ketika cinta kepada pasangan dan hormat kepada pasangan itu tidak diwujudkan maka artinya menodai janji perkawinan yang diucapkan di hadapan Allah. Mencintai serta menghormati itu artinya bisa menjadi anugerah bagi pasangannya.
c. Bersedia menjadi Bapak/Ibu yang baik serta mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik Menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan pada kita berarti mau menghormati anak dan mendidiknya secara Katolik dan bukan sekedar menyekolahkan anak yang dipercayakan Tuhan di sekolak Katolik saja. Hal ini selaras dengan Ef 6:4 “Dan kamu bapa-bapa, jangan bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”. Dari ketiga janji perkawinan yang ada, janji yang terakhir ini yang banyak dilanggar. Yohanes Paulus II dalam buku Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern (1994: 25) mengatakan: Seorang suami dipanggil untuk menjamin perkembangan semua anggota keluarga secara selaras dan bersatu: ia akan menunaikan tugas ini dengan memikul tanggung jawab yang berjiwa besar atas hidup yang dikandung di bawah jantung ibunya, dengan melibatkan diri lebih giat dalam tugas mendidik, yang dipikulnya bersama dengan istrinya, dengan melakukan kerja yang tidak pernah menjadi sebab perpecahan dalam keluarga tetapi justru meningkatkan kesatuan dan kemantapannya, dan dengan memberikan kesaksian hidup seorang Kristiani yang dewasa, yang secara efektif mengantar anak-anak ke dalam pengalaman hidup Kristiani dan Gereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
Kutipan tersebut jelas bahwa yang bertugas mencari nafkah dalam kehidupan berkeluarga adalah ayah atau suami. Selain bertugas mencari nafkah, suami juga bertugas mendidik anaknya bersama dengan istrinya dan membawa anak dan istrinya ke dalam pengalaman hidup Kristiani. Kenyataan istri yang juga bekerja dan terkadang penghasilannya melebihi suami itu tidak salah, namun jangan pernah melupakan kewajiban utama sebagai seorang istri yakni sebagai patner suami dalam mendidik anak. Dalam kehidupan dunia dewasa ini dapat kita saksikan pelanggaran terhadap tugas utama dan terutama sebagai orang tua. Orang tua masa kini cenderung sibuk dengan urusan pekerjaan dan dunia mereka sendiri sehingga mempercayakan pengasuhan anak pada pembantu maupun baby sister. Jika anak diasuh oleh pembantu maupun baby sister maka pendidikan iman anak akan sangat dikesampingkan. Pendidikan iman anak akan lebih parah lagi ketika sang pembantu maupun baby sister bukan seorang Katolik karena kecenderungan anak akan meniru kebiasaan orang yang ada di dekatnya. Tugas mendidik anak yang paling utama merupakan tugas orang tua (Ul 6:7). Orang tua harus bisa mengarahkan, menuntun serta memberikan pengertian dan pemahaman yang benar tentang kaidah-kaidah iman Kristiani (Hello, 2004: 19). Menyekolahkan anak di sekolah Katolik memang sangat baik dan sangat membantu perkembangan iman anak namun yang perlu digaris bawahi adalah tanggungjawab untuk mendidik anak yang paling utama dan terutama adalah orang tua bukan orang lain ataupun pihak lain. Orang tua sering lupa bahwa mereka bekerja untuk menghidupi anak bukan hidup untuk bekerja. Keluarga adalah prioritas dalam sebuah perkawinan yang lebih penting dari hal lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
C. Perwujudan Janji Perkawinan 1. Arti Perwujudan Janji Perkawinan Mewujudkan itu artinya menjadikan sesuatu yang belum ada ataupun belum terjadi menjadi ada ataupun terjadi. Janji perkawinan dalam sebuah upacara penerimaan Sakramen Perkawinan atau pemberkatan perkawinan berbentuk pengucapan janji minimal di depan seorang pejabat gereja dan dua orang saksi (KHK, kan.1108). Janji perkawinan yang telah diucapkan saat penerimaan Sakramen Perkawinan/pemberkatan perkawinan belum memiliki bentuk ketika belum diwujudnyatakan dalam seluruh hidup perkawinan. Usaha untuk mewujudkan janji perkawinan berarti usaha yang mencakup seluruh proses yang panjang mulai dari pengucapan hingga kematian memisahkan suami-istri. Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Burtchaell (1990: 32) “Perkawinan Kristen merupakan bentuk pelayanan serta janji yang menuntut banyak dari manusia untuk melayani: dalam untung dan malang, seumur hidup!” Sepanjang waktu itulah janji perkawinan harus diwujudkan dengan bertolok ukur dari visi bersama yang telah dibentuk menjadi misi yang siap dikerjakan dan dituntaskan bersama sehingga seluruh kehidupan perkawinan semakin membawa bahtera perkawinan lebih dekat dengan pelabuhan yang selama ini hendak dituju. Dalam usaha perwujudan janji perkawinan ini hal penting yang harus selalu diingat adalah suami-istri sejak pengucapan janji perkawinan sudah harus menentukan tujuan akhir yang hendak dicapai bersama melalui seluruh kehidupan perkawinannya. Ketika suami-istri dalam seluruh hidupnya berusaha mewujudkan janji perkawinannya maka mereka berdua atau salah satu dari mereka tidak boleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
tiba-tiba berubah halauan memiliki tujuan yang lain. Suami-istri dengan menghidupi janji tersebut maka akan menuju pada usaha menyenangkan pasangan dan membahagiakannya (1 Kor 7:33-34). Usaha perwujudan janji perkawinan ini ditandai dengan kesetiaan yang terus menerus diusahakan, selalu menghormati pasangan, menerima pasangan apa adanya dan mau senantiasa memaafkan kesalahan pasangan. Usaha perwujudan ini juga harus lebih luas diwujudkan dalam menyayangi anak, mendidik anak, menghormati hak pasangan serta anak, menghormati dan menyayangi keluarga besar pasangan dan lain sebagainya. Artinya, perwujudan janji perkawinan selain menyangkut dua pribadi, perwujudannya juga menyangkut relasi yang lebih luas lagi yakni yang berhubungan dengan anak, keluarga, Tuhan dan masyarakat juga (Purwo Hadiwardoyo, 2007: 9-13).
2. Arah Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan harus diwujudkan. Dalam mewujudkan janji perkawinan, pasutri harus memiliki arah yang jelas dan juga konkret demi mencapai tujuan perkawinan. Beberapa hal yang harus diusahakan dalam menentukan arah perwujudan janji perkawinan yakni:
a. Menyadari, menghayati serta menghidupi peran sebagai seorang suami ataupun seorang istri Janji perkawinan diucapkan oleh laki-laki serta perempuan. Isinya secara garis besar yakni akan setia dalam segala keadaan, akan mencintai dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
menghormati pasangan serta akan mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan padanya. Dalam Kitab Kej 2:23 seorang pria dan wanita akan meninggalkan ayahibunya dan keduanya menjadi satu daging semenjak menikah. Dari kedua hal ini jelaslah bahwa ada cita-cita yang tersirat. Cita-cita yang tersirat dalam dua hal tersebut dapat diwujudkan oleh suami-istri dengan menyadari perannya sebagai suami ataupun istri, kemudian menghayati perannya sebagai suami ataupun istri, dan yang terakhir harus menghidupi peranannya sebagai suami ataupun sebagai istri serta sebagai sahabat juga sebagai kekasih (Didik Bagiyowinadi 2006: 31). Antara suami-istri memang memiliki kedudukan yang sama namun peran mereka masing-masinglah yang berbeda dan khas. Kekhasan inilah yanng menjadikan suami-istri memiliki perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan inilah yang bisa menjadi celah untuk saling melengkapi. Hal ini perlu disadari dengan sepenuh hati, namun jangan sampai hal ini hanya berhenti pada kesadaran saja. Kesadaran ini juga harus bisa disertai dengan penghayatan. Kesadaran dan penghayatan ini belum konkrit jika belum dihidupi lewat perwujudan peran sebagai seorang suami maupun sebagai seorang istri dalam kehidupan berumahtangga. Cara menghidupi peran sebagai suami/istri ini didasarkan pada kekahsannya. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hubungannya dengan hal-hal yang menyangkut persekutuan perkawinan. Hal ini selaras dengan KHK, kan. 1135 yang berbunyi “Kedua suami-istri memiliki kewajiban dan hak sama mengenai hal-hal yang menyangkut persekutuan hidup perkawinan”. Kanon tersebut jelas menunjukkan tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya ataupun perannya antara suami atau istri. Hanya saja secara kodrati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
peran antara suami istri menjadi berbeda. Laki-laki diciptakan dengan keperkasaannya dan memang dirancang oleh Tuhan untuk bekerja dan menghidupi keluarganya. Hal serupa juga ada pada perempuan, perempuan diciptakan Tuhan dengan unsur keibuannya dan perempuan diciptakan lengkap dengan kandungan dan air susu yang artinya Tuhan menciptakan perempuan sebagai seorang ibu dari kehidupan baru. Tugas dan peran kodrati ini memang khas namun tidak berarti seorang laki-laki ataupun seorang perempuan harus menanggung tugas ini seorang diri. Dalam Kitab Kej 2:18, Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong yang sepadan untuk Adam yang berarti seorang laki-laki dan seorang perempuan memang dipersatukan untuk saling menolong atas landasan cinta kasih yang ada di antara keduanya dengan peran yang berbeda antara satu dan lainnya. Menyadari, menghayati serta menghidupi peran sebagai suami ataupun sebagai istri tidak hanya berhenti pada hal kodrati yang ada namun masih banyak lagi yang perlu disadari, dihayati serta dihidupi. Selain sebagai seorang suami ataupun sebagai seorang istri, masing-masing suami ataupun istri juga berperan sebagai sahabat bagi pasangannya. Sebagai sahabat artinya bersedia menjadi tempat bercerita, tempat sharing, tempat „curhat‟ segala persoalan, perasaan maupun cita-cita serta keputusan yang hendak diambil (Didik Bagiyowinadi, 2006: 31-34). Dalam peranan ini yang dibutuhkan dari seorang suami-istri adalah kemauan untuk mendengarkan. Manusia selalu memiliki kelemahan, tidak semua orang bisa menjadi pribadi yang bisa bijaksana untuk menyelesaikan masalah namun yang dibutuhkan dalam peran ini hanyalah kemauan untuk mendengarkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Mengapa kemauan untuk mendengarkan sudah cukup? Hal ini disebabkan karena dengan mendengarkan maka seseorang yang kita dengarkan akan merasa dihargai dan tidak sendirian. Menjadi sahabat terkadang harus keluar sejenak dari fungsinya sebagai seorang suami ataupun istri sebab seorang suami ataupun istri terkadang mendengarkan dengan latar belakang rasa memiliki sehingga kemungkinan kesalahan suami-istri yang disampaikan belum tentu dapat serta merta diterima. Hal ini berbeda ketika suami atau istri memposisikan diri sebagai seorang sahabat, seorang sahabat yang baik akan selalu mendengarkan sahabatnya dan membantunya dalam mencari jalan keluar terbaik (Didik Bagiyowinadi, 2006: 3436). Seorang suami-istri selain harus menjadi sahabat bagi pasangannya, ia juga harus menempatkan diri sebagai seorang kekasih. Rasa sudah memiliki pasangan karena sudah menjadi suami bagi perempuan dan istri bagi laki-laki sering menjadikan sikap egois muncul dalam kehidupan berumah tangga. Rasa egois ini sering terlihat ketika seorang suami ataupun seorang istri selalu ingin dipahami dan perilaku pasangan harus sesuai dengan yang dia mau. Dalam hal ini, menghayati pasangan sebagai kekasih hati sangatlah diperlukan. Kekasih itu akan lebih banyak mengerti akan keadaan pasangan dibandingkan sebagai suami ataupun istri. Ketika dua sejoli pacaran, kebanyakan seluruh waktu bersama dihabiskan dengan kemesraan, saling menghargai, selalu memahami dan seorang perempuan akan menjadikan seorang laki-laki sebagai raja di hatinya dan sebaliknya seorang laki-laki akan menjadikan perempuan yang dicintainya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
sebagai ratu di hatinya yang artinya selalu mengistimewakan pasangannya. Hal ini yang sering tidak ditemui dalam hubungan suami-istri. Hubungan kekasih layaknya sedang berpacaran harus dihidupi dalam kehidupan suami-istri terlebih dalam hal selalu mengistimewakan pasangan (Didik Bagiyowinadi, 2006: 36-38).
b. Membangun komunikasi yang baik antara suami-istri Suami pada kodradnya adalah seorang laki-laki dan istri adalah seorang perempuan. Ada perbedaan mendasar antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Perbedaan ini secara fisik pun sudah sangat kelihatan. Perbedaan antara suami dan istri ini memang sengaja Tuhan ciptakan karena seorang istri memiliki peran sebagai penolong yang sepadan untuk suami begitu pula sebaliknya. Pria dan wanita berasal dari planet yang berbeda. Pria dari planet Mars dan wanita dari planet Venus. Orang Mars menghargai kekuatan, kompetensi, efisiensi dan pencapaian sedangkan orang Venus menghargai cinta kasih, komunikasi, keindahan dan hubungan. Sifat ini memang tidak selalu ada pada setiap laki-laki dan setiap perempuan, namun sebagian besar laki-laki dan perempuan memiliki sifat-sifat tersebut. Karena perbedaan yang ada pada laki-laki dan perempuan itulah maka dibutuhkan komunikasi yang baik di antara keduanya. Komunikasi tersebut harus berlandaskan rasa kasih antara suami dan istri Walaupun sudah sangat jelas bahwa komunikasilah yang bisa menjembatani perbedaan antara seorang laki-laki dan seroang perempuan, namun tetap harus diperhatikan bahwa komunikasi tersebut harus bisa dipahami dan menguntungkan bagi keduanya (John Gray dalam Didik Bagiyowinadi 2006: 31).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
Komunikasi yang ideal dibutuhkan pemahaman karakter yang baik dari masing-masing pihak terhadap lawan bicaranya. Ketika suami yang selalu berfikir secara realistis dan suka diam mencari solusi selalu menerapkan caranya untuk berbicara pada perempuan yang selalu menggunaan perasaan serta selalu memberikan masukan untuk didengarkan maka komunikasi tersebut akan menjadi tidak „nyambung‟. Hal yang sama juga akan terjadi bila wanita menerapkan sikap dasarnya dalam berkomunikasi tanpa melihat karakter laki-laki yang sedang dia ajak bicara. Kekayaan karakter yang dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan harusnya memperkaya satu sama lainnya bukan malah mengahambat komunikasi di antara keduanya (I Ketut Adi Hardana, 2010: 46-47). Komunikasi harus dibangun di atas asas demokrasi dan kesetaraan antara lakilaki dan perempuan. Komunikasi perlu dilakukan setiap saat, bahkan dalam hal sekecil apapun perlu dikomunikasikan untuk menghidupi janji perkawinan yang sedang dibangun.
c. Menjadi anugerah bagi pasangan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang artinya Hawa merupakan anugerah dari Allah yang merupakan bagian dari dirinya dan hidupnya itu sama dengan ikatan suami-istri (Kej 2:21-22). Sebuah perkawinan harus dihayati sebagai sebuah pengalaman yang membahagiakan sebab masing-masing memberikan dirinya kepada pasangannya. Pemberian diri yang dilakukan adalah pemberian diri total yang merupakan pengungkapan cinta. Pengungkapan cinta biasanya bisa dengan berbagai cara, namun yang hendak disampaikan adalah hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
yang sama yakni cinta yang berarti adalah pemberian hadiah kepada seseorang. Hadiah ini sama artinya juga adalah sebuah anugerah. Cinta itu kasih dan kasih diwujudkan dalam tindakan pemberian diri yang ikhlas yang tidak menuntut balasan. Cinta itu hanya perkara memberi dan memberi. Refleksi Bunda Teresa Kalkuta seperti dikutip oleh Agung Prihartana dalam buku yang berjudul Menjadi Anugerah Bagi Pasangan (2009: 58) yakni: Cinta itu menyakitkan. Aku harus rela memberikan apapun bukan untuk merugikan orang lain tetapi untuk melakukan kebaikan bagi mereka. hal itu menuntutku untuk terus memberi tanpa mengharap balasan sampai terasa menyakitkan, Kalau tidak, tidak ada cinta sejati dalam diriku… Cinta yang dilukiskan oleh Ibu Teresa Kalkuta ini adalah cinta yang sejati, cinta yang total yakni kesedian dengan ikhlas hati memberikan diri dengan sehabishabisnya untuk orang yang dicintai. Mencintai seseorang dengan memberikan dirinya tidak selalu menyenangkan, namun justru yang sering kita rasakan adalah perasaan terluka terlebih dalam situasi setia dalam duka, sakit dan di waktu malang. Cinta yang diberikan dengan setotal-totalnya akan melukai hati dan akan membutuhkan banyak kebesaran hati. Menjadi anugerah bagi suami ataupun istri tidak cukup dengan sekedar kata-kata. Anugerah harus diwujudkan secara nyata sehingga anugerah tersebut membahagiakan. Menjadi anugerah berarti mau memberikan diri dengan sikap dan kesediaan untuk melayani. Seorang istri yang baik tidak akan pernah membiarkan suaminya setiap hari membuat minum sendiri dan hanya membelikan makanan untuknya. Istri yang baik akan menyediakan waktunya untuk melayani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
suami, menunjukkan rasa cintanya serta bisa membuat suaminya istimewa karena diperhatikan. Hal ini juga berlaku untuk suami. Suami yang baik tidak hanya cukup memberikan nafkah kepada istrinya, suami yang baik harus bersedia mendengarkan istrinya, menyediakan waktu utuk berkumpul bersama istri dan anak-anaknya. Sikap melayani ini akan menjadikan suami ataupun istri dinomorsatukan dan merasa berharga hidup bersama suami atau istrinya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Agung Prihartana (2009: 66) yakni: Suami istri ini memahami dan menghayati perkawinan sebagai sebuah pelayanan. Mereka mengartikan dan menghayati pemberian diri kepada pasangan hidupnya bukan dengan menggunakan kata „anugerah‟ atau „hadiah‟, tetapi dengan kata „melayani‟. Sikap melayani akan menjadi sebuah pelayanan yang utuh bila disertai dengan mencintai pasangan apa adanya. Kata mencintai apa adanya menunjukkan adanya celah dari pasangan yang butuh digenapi dan pada celah itulah pelayanan menjadi berarti. Ketika sepasang suami-istri ditanya oleh pastor apa yang dicintai dari pasangan ketika penerimaan Sakramen Perkawinan atau pemberkatan perkawinan berlangsung kebanyakan dari mereka menjawab karena baik, karena perhatian, karena cantik, karena ini, karena itu. Hal tersebut tidak salah bila dijadikan sebagai motivasi awal dalam hidup bersama, namun yang perlu diingat adalah seiring berjalannya waktu, motivasi tersebut haruslah dimurnikan. Seiring berjalannya waktu, akan ada banyak kekecewaan yang muncul karena seorang istri tidak sesuai dengan harapan sang suami dan sebaliknya sang suami tidak sesuai harapan istri. Kekecewaan yang muncul ini disebabkan karena dari awal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
kita sudah mematok pasangan sesuai dengan harapan kita sehingga ketika harapan tersebut tidak terwujud, kekecewaanlah yang terjadi dan dialami oleh pasangan. Motivasi awal mencintai karena alasan yang baik-baik harus segera dimurnikan dengan mencintai apa adanya sehingga bukan hanya kelebihan dari pasangan yang dicintai namun seluruh kelebihan dan kekurangan pasangan harus dicintai. Jika bisa mencintai segala kekurangan yang dimiliki pasangan artinya kita mencintai pasangan dengan kepribadian yang dewasa (Agung Prihartana, 2009: 68-70). Dengan mencintai pasangan dengan dewasa, maka kita tidak akan merasa kecewa namun akan semakin diteguhkan dalam kehidupan berumah tangga serta suami bisa merasakan istri sebagai anugerah dan sebaliknya.
3. Tujuan Perwujudan Janji Perkawinan Setiap orang memiliki panggilan masing-masing yang khas di dalam hidupnya. Ada dua penggolongan panggilan yang khas dalam Gereja Katolik. Panggilan yang pertama adalah panggilan untuk hidup berkeluarga dan panggilan yang kedua adalah panggilan untuk menjadi biarawan/biarawati. Kedua panggilan ini sama baik dan sama luhurnya. Dalam menghayati masing-masing panggilan hidup ini keduanya sama-sama disertai dengan janji. Janji dalam hidup berumahtangga diucapkan dalam penerimaan Sakramen Perkawinan/pemberkatan perkawinan.
Hal
yang
sama
juga
berlaku
untuk
panggilan
menjadi
biarawan/biarawati. Para biarawan-biarawati juga mengucapkan janji/kaul yang biasanya bertahap dan kaul yang terakhir adalah kaul kekal yang terus menerus diperbaharui. Dalam menghidupi janji ini tentunya memiliki arah/tujuan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
sudah ditentukan semenjak awal. Intisari dari seluruh janji perkawinan sebenarnya adalah penerimaan pribadi pasangan. Dalam pengucapan janji, mempelai secara sadar, di hadapan publik dan nyata berjanji sepanjang hidupnya akan memenuhi dan menghidupi janji perkawinan (Agung Prihartana, 2009: 94-96). Perkawinan
sering
dibaratkan/digambarkan
sebagai
bahtera
yang
dinahkodai oleh seorang suami. Bahtera ini membentuk awaknya pada saat hari penerimaan Sakramen Perkawinan/pemberkatan perkawinan (Budi Sardjono, 2010: 11). Dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut bahtera ini akan mengalami banyak badai dan gelombang yang pasti akan mengombangambingkan bahtera serta membuat penumpangnya serta nahkodanya menderita. Penderitaan yang dialami akibat badai dan gelombang ini akan bisa dilalui jika semenjak awal bahtera sudah menetapkan koordinat tujuannya dan membawa bekal yang cukup untuk menghadapi badai dan gelombang ini. Koordinat yang hendak dituju dalam ikatan perkawinan adalah sebuah keutuhan sampai akhir hayat yang di dalamnya sarat dengan kebahagiaan sejati, sedangkan bekal yang cukup itu adalah janji perkawinan itu sendiri yang merupakan senjata yang ampuh jika dihidupi dalam seluruh perjalanan perkawinan. Karena itulah, pendampingan pra perkawinan sagat penting, terlebih untuk menyadarkan peran masing-masing baik sebagai suami ataupun istri. Karena peran masing-masing memang sungguh khas. Untuk itu masing-masing peran, baik sebagai suami ataupun istri harus memiliki komitmen untuk mengutamakan keluarganya. Komitmen ini sangat penting mengingat banyaknya tantangan zaman yang semakin kompleks. Suami menghidupi perannya sebagai suami, sedangkan istri menghidupi perannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
sebagai istri. Bila suami-istri berpegang teguh pada janji yang telah diucapkan maka suami-istri tersebut bisa diandalkan (Didik Bagiyowinadi, 2006: 112-113).
4. Pentingnya Usaha Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan adalah sebuah senjata yang ampuh dan bekal yang baik dalam mengarungi kehidupan perkawinan. Janji perkawinan sangat penting untuk diwujudnyatakan dalam seluruh kehidupan perkawinan sebab janji perkawinan adalah kerangka dalam menuliskan sebuah karangan dan pondasi dalam membangun sebuah rumah. Dalam kehidupan perkawinan, sepasang suami-istri akan dihadapkan pada berbagai tantangan/persoalan yang bisa muncul dari dirinya sendiri/intern dan dari luar dirinya/ekstern (Agung Prihartana, 2009: 29).
a. Faktor intern Faktor permasalahan yang muncul dari dalam pribadi suami-istri pasti terjadi pada pasangan suami-istri. Faktor ini menyangkut keunikan pribadi yang dimiliki suami ataupun istri dari pola pendidikan yang selama ini didapatkan. Karakter dari seorang suami ataupun istri secara tidak sadar sangat dipengaruhi oleh keluarganya. Karakter yang baik dan disetujui/disukai oleh kedua belah pihak tidak akan menjadi masalah, namun karakter yang belum dewasa yang egois yang tidak bisa hemat dan masih banyak lagi yang lainnya kemungkinan akan mengusik ketentraman rumah tangga yang telah dibangun. Hal inilah yang biasanya menjadi pemicu perselisihan dan persoalan sebab pasangan akan menuntut agar sifat-sifat tersebut dihilangkan dan pasangan harus menjadi seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
yang kita mau. Bila hal ini terjadi artinya suami/istri tidak bisa melihat sifat „negatif‟ pasangannya sebagai keunikan yang seharusnya diterima dan diatasi bersama-sama. Persoalan juga sering muncul karena persatuan yang seharunya melekat pada pasangan suami-istri sering dibatasi dalam hal-hal tertentu. Dalam hal mengurus anak bersama-sama namun dalam hal keuangan sendiri-sendiri karena masing-masing merasa ikut ambil bagian dalam mencari nafkah dan demi kenyamanan bersama dalam memenuhi kebutuhan masing-masing maka keuangan terpisah. Hal-hal seperti inilah yang bisa memicu permasalahan dalam berumah tangga (Agung Prihartana, 2009: 29-47).
b. Faktor ekstern Faktor yang muncul dari luar diri ini antara lain masalah ekonomi keluarga, WIL (Wanita Idaman Lain)/PIL (Pria Idaman Lain), Masalah anakanak, dll. Seiring berkembangnya zaman, faktor dari luar diri dianggap selalu menjadi momok bagi perjalanan hidup rumah tangga yang sesungguhnya tidak terlalu mengancam. Sebenarnya faktor intern-lah yang lebih mengancam dibanding faktor ekstern. Bila sampai terjadi perselingkuhan pasti sebab awalnya karena persoalan yang muncul dari masing-masing pribadi pasangan dan pada akhirnya berkembang dengan adanya pihak-pihak lain yang turut campur. Sering terjadi karena tidak bisa menerima keunikan pasangan maka suami/istri mencari orang ketiga yang sesuai dengan harapannya. Kekecewan-kekecewaan semacam inilah yang menjadi pemicu. Sedikit persoalan dalam keluarga yang murni disebabkan oleh faktor dari luar (Agung Prihartana, 2009: 47-51).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
5. Manfaat Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan bukanlah tujuan namun jalan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya. Seperti sebuah film, sutradara hendak menyuguhkan ending film yang paling baik menurut kehendaknya. Dalam penyuguhannya, tidak mungkin sang sutradara langsung menyuguhkan cerita langsung pada ending-nya. Sutradara pasti akan menggambarkan proses/dinamika pemainnya dalam mencapai ending yang diinginkan oleh sutradaranya. Proses inilah yang diibaratkan sebagai seluruh perjalanan perkawinan suami-istri, sedangkan ending dari film yang hendak disampaikan itulah tujuan yang hendak dicapai oleh suamiistri dalam perkawinan dan kerangka cerita yang membuat film tersebut tidak keluar dari ceritanya serta menuntun ceritanya sampai ending itulah janji perkawinan. Perwujudan janji perkawinan memberikan manfaat yang sangat besar bagi seluruh kehidupan perkawinan. Janji yang dihidupi akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup berkeluarga. Kesuksesan ini ditandai dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Kesejahteraan ini tidak sebatas kesejahteraan fisik, namun kesejahteraan ini juga mencakup kesejahteraan batin, mental, sosial, moral, dan spiritual (Purwo Hadiwardoyo, 2007: 2). Janji perkawinan membantu setiap pasutri untuk tidak keluar dari kehidupan perkawinannya. Janji perkawinan yang telah diucapkan ini pulalah yang menjadi bahan refleksi setiap kehidupan perkawinan suami-istri. Idealnya, setiap hari masing-masing suami-istri mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan perjalanan perkawinannya dalam sehari itu dengan berpedoman pada janji perkawinan dan suami-istri juga perlu mengambil waktu bersama untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
merefleksikan perjalanan perkawinannya. Dalam berefleksi, ayat Kitab Suci dan juga doa merupakan satu kesatuan yang memberikan jalan. Hal ini selaras dengan yang ada dalam 2 Tim 3:12.15-16 yang berbunyi: Ingatlah juga bahwa dari hal kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran Kehidupan memang selalu berkembang dan perubahan di berbagai bidang kehidupan terjadi dengan sangat cepat, namun hal yang perlu diingat adalah segala bentuk kehidupan yang ada saat ini harus didasari oleh kebijakan di masa lalu. Melalui seluruh proses kehidupan Yesus yang ada dalam Perjanjian Baru dan kebijaksanaan hidup yang digambarkan dalam Perjanjian Lama, manusia memiliki banyak referensi hidup yang baik, yang bisa membawa manusia pada kepenuhan hidup dan kedamaian sejati.
D. Keutuhan Keluarga 1. Pengertian Utuh Utuh berarti berarti tidak ada yang kurang , lengkap, sempurna. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Poerwadarminta, 1984: 1000 yang menyatakan bahwa: Utuh (dl keadaan) sempurna sebagaimana adanya atau sebagaimana semula (tidak berubah, tidak rusak tidak berkurang, dsb): barang-barang curian masih—karena memang belum sempat dibawa lari; utuh artinya sempurna sebagaimana semula, hal yang paling sulit dalam membuat sesuatu selalu utuh adalah prosesnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
Jadi utuh itu mencakup dari berbagai segi dan berbagai sisi (lengkap dan tidak kurang suatu apapun. Untuk mencapai sebuah pencapaian “utuh” maka dibutuhkan pengorbanan dan usaha yang tidak mudah. Ibarat sebuah guci yang hendak dipindahkan dari satu rumah ke rumah yang lain maka perlu diberikan perlindungan agar tidak pecah ketika terkena benturan atau goyangan. Utuh adalah sebuah pencapaian tetapi yang lebih penting bagaimana proses dalam menjaga keutuhan itu berlangsung.
2. Pengertian Keutuhan Keluarga Keutuhan keluarga berdasarkan dari pengertian utuh serta pengertian keluarga (khususnya keluarga Katolik) mengandung arti keadaan yang sempurna yang ideal dari sebuah hubungan keluarga yang dibentuk oleh sebuah perkawinan seorang perempuan dan laki-laki sehingga menjadi sepasang suami-istri, kesempurnaan/keadaan yang ideal ini didapat dari usaha terus menerus membangun keutuhan itu khususnya dengan mewujudkan janji perkawinan yang mereka ucapkan dalam hidup berkeluarga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III PASANGAN SUAMI-ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
Umur perkawinan biasanya membawa tantangan yang khas pada perjalanannya. Kekhasan tantangan dalam hidup perkawinan ini juga sangat dipengaruhi oleh lokasi tempat bermukim seperti sejarah tempat tersebut, situasi sosial, situasi relasional maupun situasi ekonomi. Faktor-faktor tersebut bisa membawa gejala perilaku yang khas dalam kehidupan perkawinan seperti yang terjadi pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dalam mewujudkan janji perkawinannya.
A. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta 1. Sejarah Paroki Adanya Paroki HKTY sekarang ini tidak terlepas dari sejarah dibangunnya Gereja dan Candi HKTY Ganjuran yang menjadi tempat berziarah bagi banyak orang. Gereja serta Candi HKTY terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dalam waktu yang cukup lama. Ada keunikan dalam sejarah lahirnya Gereja serta Candi HKTY Ganjuran. Proses yang unik ini membawa berkat tersendiri bagi keberadaan Gereja serta Candi HKTY Ganjuran. Keunikan ini terletak pada kontribusi yang sangat besar dari sebuah keluarga dalam membangun Gereja dan Candi HKTY Ganjuran. Keluarga yang memiliki kontribusi yang sangat besar ini adalah keluarga Schmutzer.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
Sejarah ini berawal dari kedatangan pasangan suami-istri Stefanus Barends dan Elise Francisca Wilhelmia Kathaus ke Ganjuran untuk membeli perkebunan tebu pada tanggal 1 September 1862. Setelah membeli perkebunan tersebut, Barends membangun pabrik gula di tempat itu yang diberi nama Pabrik Gula Gondang Lipuro karena terletak diantara dua dusun yakni Dusun Kaligondang dan Dusun Lipuro. Sebelum pabrik dapat berkembang dengan pesat, ada sebuah peristiwa menyedihkan yang melanda keluarga Barends. Peristiwa ini adalah meninggalnya Stefanus Barends setelah 14 tahun mendirikan Pabrik Gula Gondanglipuro, tepatnya pada tahun 1976. Setelah Stefanus Barends meninggal, pabrik gula diwariskan kepada istri serta anaknya Ferdinand Barends. Pada tahun 1880, Elise Francisca Wilhelmia Kathaus bertemu dengan Gottfried Schmutzer. Setelah pertemuannya tersebut, mereka menikah di Surabaya dan dikaruniai 4 orang anak yakni Elise Anna Maria Antonia Schmutzer (1881), Josef Ignas Julius Maria Schmutzer (11 November 1882), Julius Robert Anton Maria Schmutzer (12 Desember 1884) dan Eduart Milhelm Maria Schmutzer (8 Oktober 1887). Eduart meninggal pada usia 18 tahun karena sakit, tepatnya pada tahun 1905. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah (HBS) di Surabaya, Josef dan Julius Schmutzer belajar Politeknik di Delf, Belanda. Hal yang membuat Josef dan Julius Schmutzer peduli pada kaum kecil adalah aktifnya mereka dalam mengikuti gerakan Mahasiswa Katolik semasa kuliah. Saat itu, Revolusi Industri dan Kapitalisme sedang menguasai dunia perindustrian terutama di Barat. Dua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
bersaudara ini memiliki tekad yang bulat untuk memperjuangkan Ajaran Sosial Gereja (Rerum Novarum) yang ditujukan untuk melindungi dan memperjuangkan hak kaum buruh dalam menghadapi tantangan dunia industri saat itu. Pada tahun 1902, Gottfried Schmutzer meninggal dunia sehigga Elise Francisca Wilhelmia Kathaus bersama putrinya Elise Anna Maria Antonia Schmutzer memutuskan kembali ke Belanda. Tahun 1910, Elise Francisca Wilhelmia Kathaus bersama kedua putranya Josef dan Julius Schmutzer datang kembali ke Indonesia, tepatnya di Ganjuran. Setelah 5 tahun kedatangan keluarga Schmutzer ke Ganjuran, Nyonya Elise Francisca Wilhelmia Kathaus sakit keras dan akhirnya meninggal dunia meninggalkan kedua putranya di Ganjuran. Selanjutnya Josef dan Julius Schmutzer membeli Pabrik gula milik ibunya Elise Francisca Wilhelmia Kathaus dan saudaranya Ferdinand Barends sehingga pada tahun 1912, Josef dan Julius Schmutzer resmi menjadi pemilik Pabrik Gula Gondang Lipuro. Sejak menjadi pemilik Pabrik Gula Gondang Lipuro, Dr. Ir. Josef Ignas Julius Maria Schmutzer dan Ir. Julius Robert Anton Maria Schmutzer selaku pimpinan pabrik gula, menjalankan Ajaran Sosial Gereja (Rerum Novarum). Ajaran ini diundangkan oleh Paus Leo XIII dan cenderung diabaikan. Sejak menjadi pemilik itulah Josef dan Julius Schmutzer memperlakukan kaum buruh sebagai mitra kerja yang juga mendapatkan bagian atas keuntungan yang didapatkan perusahaan. Selain karyanya di dalam pabrik gula, mulai tahun 1919 keluarga Schmutzer juga mendirikan 12 Sekolah Rakyat di sekitar Pabrik Gula Gondang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
Lipuro. Sekolah-sekolah ini yakni: Standaardshcool (SD) didirikan di Ganjuran tahun 1919, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Kanutan tahun 1923, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Bekang tahun 1923, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Cepaka tahun 1923, Volkcschool (SD bawah untuk putri) didirikan di Ganjuran 1926, Vervogschool (SD atas) didirikan di Ganjuran tahun 1928, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Klagaran tahun 1928, Volkcschool (SD bawah untuk putri) didirikan di Srihardono tahun 1930, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Krajan tahun 1930, Volkcschool (SD bawah) didirikan di Sangkeh tahun 1930. Angka 12 sengaja dipilih sebagai lambang 12 rasul Yesus. Pendanaan sekolah-sekolah ini pada awalnya dibiayai dengan mengambil sebagian untung pabrik, namun setelah pabrik tidak berproduksi, pengelolaan sekolah diserahkan pada Yayasan Kanisius. Pada tahun 1919, Josef Schmutzer menikah dengan Lucie Amelie Hendriksz dan menetap di Ganjuran sampai tahun 1920. Sesudah itu mereka menetap di Bogor sampai tahun 1930 dan pada tahun itu Josef Schmutzer bersama istri serta anaknya kembali ke Belanda. Sedangkan Julius Schmutzer pada tahun 1920 sebelum kakaknya meninggalkan Ganjuran menikah dengan Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel seorang perawat dan pekerja sosial. Pernikahan dengan Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel menjadikan perhatian dan pelayanan keluarga Schmutzer terhadap orang kecil semakin meningkat. Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel sangat peduli dengan kaum perempuan. Perhatiannya itu diwujudkan dengan mendirikan asrama dan sekolah untuk kaum perempuan yang masuk dalam 12 sekolah yang didirikan keluarga Schmutzer.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
Selain asrama dan sekolah untuk kaum perempuan, Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel juga merintis sebuah poliklinik yang dibuka di garasi rumahnya dan dibantu oleh Ibu I. Waginem (Ignatia Padmajatiwara) yang akrab disapa Tante A. Poliklinik tersebut dalam perkembangannya menjadi Rumah Sakit Elisabeth Ganjuran yang sekarang dikelola oleh Suster-suster CB dan Yayasan Panti Rapih. Pada tanggal 28 Februari 1924, Ir. Julius Schmutzer mendapat izin dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII untuk membangun saluran irigasi dari Kali Progo untuk mengairi tanaman tebu demi menjaga kelangsungan hidup pabrik dan membantu masyarakat di sekitarnya. Saluran irigasi ini segera dibangun mulai dari Sungai Progo (Kamijoro) sampai dengan Kebonongan (Kretek) sehingga perkebunan tidak lagi kekeringan sehingga meningkatkan keuntungan pabrik. Sebagai ungkapan syukur, keluarga Schmutzer mendirikan rumah sakit di Yogyakarta dengan nama Onder de Bogen, namun kini rumah sakit tersebut lebih dikenal dengan sebutan Panti Rapih. Rumah sakit ini dibiayai dengan menyisihkan sebagian keuntungan pabrik. Pada masa itu, Rm. van Driessche, SJ sudah merintis karya di Ganjuran jauh sebelum Gereja Ganjuran dibangun dengan menumpang di salah satu rumah keluarga Schmutzer. Beliau mempersembahkan misa dan mengajar secara berkala. Pelajaran agama pertama diberikan pada guru-guru dan karyawan pabrik sehingga pada tahun 1924, keluarga Schmutzer mendirikan Gereja HKTY Ganjuran, tepatnya tanggal 16 April 1924 dan Rm. van Driessche, SJ menjadi gembala umat yang pertama. Pada masa itu, Ganjuran merupakan pusat keramaian dan perekonomian yang penting di Kecamatan Bambanglipuro.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
Selain mendirikan gereja, rumah sakit dan sekolah-sekolah, keluarga Schmutzer masih ingin mendirikan sebuah monumen sebagai kenangan untuk menghormati, memuliakan serta mengenang kebaikan serta belas kasih Hati Kudus Tuhan Yesus. Pada tahun 1927, dimulailah pembangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus dengan corak Hindu-Jawa. Arca Kristus Raja dengan jari menunjuk Hati Kudus-Nya yang terbuka ditahtakan di dalamnya. Arca Kristus Raja menjadi simbol kebapaan Allah yang meraja dan menguasai alam semesta sedangkan Hati Kudus yang menyala merupakan simbol kasih seorang ibu yang bersedia memberikan bahkan mengorbankan hidup (hatinya) sendiri demi anakanaknya. Peletakan batu pertama pembangunan candi dilakukan tanggal 26 Desember 1927 (Natal Kedua) oleh Mgr. van Velsen SJ (Uskup Batavia). Pada saat itu juga dilakukan pemberkatan patung Hati Kudus Tuhan Yesus kecil yang akan ditanam di dalam candi. Keluarga Schmutzer memilih corak Hindu-Jawa agar menarik perhatian orang sehingga dapat menghayati dan mengembangkan imannya dalam konteks budaya setempat. Pembangunan candi memerlukan waktu 2 tahun sehingga baru 2 tahun kemudian tepatnya tanggal 11 Februari 1930 Mgr. van Velsen SJ datang kembali ke Ganjuran untuk memberkati bangunan candi. Tanggal 11 Februari dipilih karena bertepatan dengan tanggal penampakan Maria di Lourdes. Pada tahun 1930-an, Ibu Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel meminta hadiah kepada suaminya untuk dibangunkan sebuah rumah sakit. Setelah pembangunan selesai, Rumah Sakit Santa Elisabeth diberkati. Pada tanggal 4 April 1930, 4 orang Suster
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
CB tiba dari Belanda. Keempat suster ini yakni Sr. Yudith De Laat, Sr. Ignatia Lemmens, Sr. Simona, Sr. Rudolpha De Broot. Para suster inilah yang nantinya meneruskan sebagian karya keluarga Schmutzer. Tahun 1934 Ir. Julius Schmutzer jatuh sakit dan memerlukan perawatan serius sehingga beliau dan keluarganya kembali ke Belanda dan tinggal di Amhem. Walaupun demikian, beliau masih sering datang ke Indonesia untuk mengunjungi Pabrik Gula Gondang Lipuro. Setelah Julius ke Belanda, pabrik gula dipimpin oleh seorang administrator yang telah ditunjuk oleh keluarga Schmutzer. Clash II yang terjadi pada tanggal 1948 mengakibatkan pabrik gula dibakar, namun gereja, rumah sakit serta sekolah-sekolah masih tetap berdiri dan berkembang sampai saat ini. Pada tahun 1950, Ir. Julius Schmutzer berusaha membangun kembali pabriknya namun gagal karena situasi politik yang tidak mendukung. Akhirnya pada tahun 1954 Ir. Julius Schmutzer kembali jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia sedangkan istrinya Caroline Theresia Maria van Rijckevorsel baru meninggal pada tahun 1990. Pada Bulan Mei 1988, Bp. Y. Suparto seorang hamba Tuhan yang memiliki kelebihan dalam hal supranatural mengemukakan bahwa ada sumber air yang cukup besar di dasar candi. Untuk membuktikannya, beberapa bulan kemudian Dewan Paroki melakukan pengeboran beberapa meter dari bangunan candi dan ternyata memang ada air yang amat jernih. Setelah dilakukan penelitian di laboratorium, kualitas air tersebut juga sangat bagus. Segera setelah ditemukan, Bapak Perwita yang saat itu sedang sakit, karena imannya merasakan berkat kesembuhan melalui air candi tersebut sehingga air tersebut dinamakan Tirta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
Perwitasari. Air ini kemudian dialirkan ke-kran-kran sehingga akan lebih banyak orang yang mendapat berkah melalui air tersebut (Dewan Paroki HKTY Ganjuran, 2004: 26-45).
2. Letak Geografis Paroki Paroki HKTY Ganjuran berada di Dusun Ganjuran, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gereja ini terletak di 17 km arah Selatan Kota Yogyakarta. Kompleks Gereja Ganjuran berdiri di atas tanah seluas 2,5 hektar terdiri atas bangunan gereja, pastoran, ruang pertemuan, candi, makam, kapel adorasi, kios-kios pedagang di area parkir serta halaman serta tempat parkir. Seluruh kompleks gereja ini disebut sebagai Mandala Hati Kudus Tuhan Yesus. Gereja Ganjuran juga memiliki CU (Credit Union) yang terletak terpisah dari kompleks gereja yakni tepatnya di ruko sebelah Selatan tempat parkir. Gereja Ganjuran letaknya tidak terlalu jauh dari Samudra Hindia sehingga suhu udaranya cukup panas serta lembab di musim panas. Di sebelah Timur Gereja berbatasan dengan SMA Stella Duce III, sebelah Selatan berbatasan dengan Ruko Ganjuran serta Lapangan Sumbermulyo, sebelah Barat berbatasan dengan persawahan dan sebelah Utara berbatasan dengan Panti Asuhan serta Rumah Sakit Santa Elisabet. Walaupun Gereja Ganjuran berada di daerah pedesaan, namun sudah cukup ramai. Selain itu, karena gereja terletak daerah
persawahan
maka
pemandangannya
pun
cukup
indah.
Selain
pemandangannya yang indah, udara di Ganjuran juga masih bersih dan sangat sejuk [Lampiran 5: (5)-(6)].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
3. Situasi Umum Umat Paroki Gereja Ganjuran memiliki situasi umum yang unik dikarenakan walaupun gereja ini besar, gereja ini terletak di daerah pedesaan yang masih asri namun sudah maju dan tersentuh gaya hidup modern. Kehidupan ala pedesaan yang tersentuh gaya hidup modern ini membuat situasi umat di sana juga sangat banyak dibentuk berdasarkan kehidupan pedesaan namun dengan gaya modern masa kini. Situasi umat di Gereja Ganjuran dapat dibagi menjadi tiga yakni:
a. Situasi sosial Umat Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran kebanyakan merupakan penduduk asli sekitar Ganjuran yang merupakan Suku Jawa. Bahasa yang digunakan di sana adalah Bahasa Jawa dengan sedikit penggunaan Bahasa Indonesia. Budaya Jawa yang masih kental sangat terasa di sana. Hal ini terbukti dengan bentuk bangunan gereja paska gempa dan candi yang bercorak HinduJawa serta busana Jawa yang masih sering digunakan saat Perayaan Ekaristi dalam kesempatan khusus. Budaya Gotong Royong masih hidup di antara umat di gereja Ganjuran, hal ini terbukti dengan masih sering diadakannya kerja gotong royong untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau membersihkan sebuah tempat [Lampiran 5: (5)-(6)].
b. Situasi relasional Situasi relasional yang terdapat di antara umat di HKTY Ganjuran juga sangat khas. Relasi ini terjalin berlandaskan atas dasar kekeluargaan. Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
terbukti ketika umat lain sedang mengalami kesusahan dan membutuhkan bantuan, segera umat membantu tanpa pamrih. Kekompakan serta kekeluargaan yang dibangun umat HKTY Ganjuran ini juga ikut memberi pengaruh pada masyarakat sekitarnya. Umat di sekitar Ganjuran sering merasa direngkuh oleh umat. Misalnya saja program bantuan karitatif, bekerja sama dengan Rumah Sakit St. Elisabeth, Rumah Sakit Panti Rapih dan rumah sakit-rumah sakit lain. Kaum muda di Paroki Ganjuran memiliki jejaring sosial dengan memanfaatkan kecanggihan internet dan jejaring ini juga dimanfaatkan untuk mengenal kaum muda lain di gereja-gereja yang berada di Yogyakarta serta kaum muda di seluruh Gereja Katolik Indonesia. Seperti di paroki-paroki lainnya, Paroki Ganjuran juga
memiliki Dewan Paroki
yang bertujuan
untuk
mempermudah romo dalam menggembalakan umat. Satu lagi yang unik dari Paroki Ganjuran, Paroki Ganjuran memiliki Paguyuban Abdi Dalem yang tugasnya memberikan pelayanan kepada umat tanpa pamrih. Umat yang tergabung dalam Paguyuban Abdi Dalem biasanya umat yang sudah berumur lanjut [Lampiran 5: (5)-(6)].
c. Situasi ekonomi Umat di Paroki HKTY Ganjuran terdiri dari umat dengan kelas ekonomi menengah ke atas serta menengah ke bawah. Umat dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah lebih banyak dibandingkan dengan umat dengan kondisi ekonomi ke atas. Pekerjaan umat di Paroki Ganjuran beranekaragam mulai dari petani, pedagang, wiraswasta, PNS, Polisi, TNI, Dokter, dll. Walaupun sebagian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
besar umat berada pada kelas ekonomi menengah ke bawah namun tidak pernah menghambat perkembangan iman umat dan justru memberi alasan lebih untuk mensyukurinya. Tanaman yang biasa ditanam oleh umat yakni padi, palawija, bawang merah (untuk daerah pesisir) serta sayuran (kol, cabe, sawi hijau, dll). Pasutri muda biasanya bekerja di kantor, pabrik maupun sebagai PNS, TNI serta polri [Lampiran 5: (5)-(6)].
4. Pembagian Wilayah dan Lingkungan Paroki HKTY Ganjuran merupakan sebuah paroki yang besar dengan cakupan wilayah yang cukup luas sehingga Paroki HKTY Ganjuran mencakup banyak kecamatan. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus secara teritorial gereja dibagi menjadi 12 wilayah dengan 54 lingkungan. Wilayah-wilayah serta lingkunganlingkungan ini yakni: Wilayah St. Bartolomeus Siten yang dibagi menjadi 4 lingkungan yaitu Lingkungan St. Maria Siten Tengah, St. Lukas Siten Lor, St. Yusup Jombok, St. Markus Mandungan; Wilayah St. Markus Mandungan; Wilayah St. Fransiskus Xaverius Kanutan yang terdiri dari 4 lingkungan yaitu Lingkungan St. Antonius Jowilayan, St. Michael Mundu Kauman, St. Ignatius Gilang, St. Andreas Santenan Kremen; Wilayah St. Philipus Gondanglipuro terdiri dari 5 lingkungan yakni Lingkungan St. Paulus Gandekan, St. Michael Kaligondang, St. Barnabas Jogodayoh, St. Lukas Gunungan I, St. Markus Gunungan II; Wilayah St. Paulus Cepoko Karangmojo Peni (Cekap) terdiri dari 4 lingkungan yakni Lingkungan St. Yakobus Minor Peni, St. Yohanes Pemandi Karangmojo, St. Benedictus Cepoko I, St. Yohanes Rasul Cepoko II; Wilayah St.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
Marlus Kedon Tangkilan (Ketan) tediri dari 3 lingkungan yaitu Lingkungan St. Lukas Kedon Lor, St. Andreas Kedon Kidul, St. Chrystophorus Tangkilan; Wilayah St. Matheus Caben terdiri dari 7 lingkungan yaitu Lingkungan St. Gregorius Magnus Sabrang Gresik Mejing (SGM), St. Petrus Caben Kulon Wetan, St. Yusuf Tegal Jetis Karang, St. Tarcicius Karang Bajang Tengah Kidul, St. Franciscuss Xaverius Bebekan Destan, St. Yusuf Gambuhan, St. Ignatius Nglarang; Wilayah St. Lukas Tambran terdiri dari 6 lingkungan yaitu Lingkungan St. Petrus Pundong, St. Yusuf Jamprit, St. Vincentius Pundong Kidul I, St. Andreas Pundong Kidul II, St. Paulus Paker, St. Yakobus Tulasan; Wilayah St. Markus Ngireng-ireng terdiri dari 6 lingkungan yaitu Lingkungan St. Paulus Kepuh, St. Petrus Turi Japuhan, St. Agustinus Tempel Selo, St. Laurentius Cangkring, St. Victorianus Warungpring, St. Yusuf Ngireng-ireng; Wilayah St. Yusuf Kretek terdiri dari 3 lingkungan yaitu Lingkungan St. Matheus Greges, St. yakobus Mayor Gading, St. Yohanes Mriyan; Wilayah St. Yusuf Baros terdiri dari 3 lingkungan yaitu Lingkungan St. Matheus Muneng, St. Markus Baros I, St. Gregorius Baros II; Wilayah St. Albertus Gunturgeni terdiri dari 3 lingkungan yaitu Lingkungan St. Paulus Sanden, St. Petrus Kuroboyo, St. Simon Gunturgeni; Wilayah St. Albertus Magnus Nopaten terdiri dari 6 lingkungan yaitu Lingkungan Lingkungan St. Petrus Daleman, St. Thomas Nopaten, St. Robertus Bellarminus Sabunan Jombok, St. Franciscus Assisi Kauman Tambalan, St. Petrus Krekah Karanganom, St. Bartholomeus Banjarwaru. Itulah pembagian wilayah dan lingkungan di Paroki HKTY Ganjuran (Dewan Paroki HKTY Ganjuran, 2014: 671).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
5. Gambaran Umum mengenai Keluarga dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun Keluarga adalah suatu komunitas dasar yang harus selalu dihidupi sebagai komunitas yang dipersatukan oleh Allah sendiri. Ada perbedaan antara keluarga secara umum maupun keluarga yang hidup secara katolik. Ada beberapa masa/fase dalam hubungan suami-istri yang terjalin dalam sebuah keluarga. Ada pula beberapa golongan keluarga yang diklasifikasikan sesuai dengan umur perkawinannya. Keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun merupakan keluarga madya. Pasutri yang masuk dalam usia perkawinan ini merupakan pasutri dengan usia muda sampai usia paruh baya. Kebanyakan dari pasutri ini sudah memiliki anak lebih dari satu dan mereka sudah mulai dipusingkan dengan biaya sekolah anak mereka. Pada usia perkawinan ini, pasutri masih tergolong usia produktif dan selalu disibukkan dengan rutinitas pekerjaan yang padat. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran memiliki kecenderungan perilaku yang agak berbeda dengan pasutri dengan usia perkawinan di bawah 5 tahun ataupun pasutri dengan usia perkawinan di atas 15 tahun. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran biasanya lebih suka melakukan kegiatannya sendiri-sendiri atau bisa dikatakan terpisah dari pasangannya. Efek dari kebiasaan ini juga mempengaruhi cara hidup menggereja pasangan suami-istri tersebut. Pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun lebih sering berangkat ke gereja sendiri-sendiri sehingga mengakibatkan semakin jauhnya hubungan antara suamiistri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran sampai akhir September 2014 menurut buku catatan perkawinan berjumlah 750 pasang. Pasutri ini tersebar di seluruh wilayah di Paroki HKTY ganjuran dan sebagian kecil bekerja di luar kota.
B. Metodologi Penelitian 1. Penelitian Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki akal budi yang bisa mencari akibat dari sebuah sebab yang bisa dipertanggungjawabkan alasannya secara logika. Manusia adalah citra Allah yang selalu haus akan pengetahuan. Pengetahuan yang belum terungkap bisa dijawab dengan beberapa cara misalnya dengan menebak. Dalam menebak, orang melewatkan sebuah proses penting yang semakin lama membawa seseorang pada kebenaran. Proses ini adalah proses pengumpulan bukti yang bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Proses pengumpulan bukti secara ilmiah dan sistematis ini dapat dikatakan sebagai sebuah proses penelitian. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh Bass, dkk sebagaimana dikutip oleh Purwanto (2008: 9) yang mendefinisikan penelitian sebagai “usaha yang sistematik untuk menyediakan jawaban-jawaban atas pertanyaan”. Penelitian adalah sebuah proses pengumpulan bukti-bukti sebagai usaha untuk memberi jawaban pada sebuah pertanyaan secara ilmiah serta sistematik. Proses yang dibutuhkan dalam mengumpulkan bukti-bukti dan memberi
jawaban
ini
lebih
dari
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
sekedar
menebak
sehingga
bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
2. Latar Belakang Penelitian Gereja HKTY Ganjuran merupakan sebuah Paroki yang besar. Umat di paroki ini sebagian besar menghayati panggilan hidup berkeluarga dan cukup banyak pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun yang berada di paroki ini. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini
perlu mewujudkan janji
perkawinannya sehingga keutuhan keluarga dapat tercipta. Janji perkawinan sesungguhnya memuat banyak pesan positif yang harus dipahami tiap-tiap pasangan dan dihidupi dengan sepenuh hati sehingga keutuhan itu dapat terwujud. Untuk mengetahui seberapa jauh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Ganjuran dalam mewujudkan janji perkawinannya, maka dibutuhkan sebuah penelitian. Penelitian ini menjabarkan seluruh janji perkawinan dan pemenuhannya sehingga dapat diukur sejauh mana janji perkawinan itu dihidupi oleh pasutri dan pada akhirnya akan bisa diketahui program apa yang bisa membantu pasutri dalam menghidupi janji perkawinannya. Dengan program yang tepat maka akan membawa dampak yang tepat pula dalam menciptakan keutuhan kehidupan perkawinan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran.
3. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini memiliki tujuan untuk: a. Mendalami makna perkawinan secara Katolik beserta janji perkawinannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
b. Menggambarkan
sejauh
mana
perwujudan
janji
perkawinan
serta
mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi pada pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. c. Usulan program yang berupa kegiatan pendampingan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran agar pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun (keluarga madya) semakin mampu mewujudkan janji perkawinan mereka.
4. Jenis Penelitian Penelitian ex post facto yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti dan mengkaji suatu kejadian atau peristiwa yang telah ada dengan melihat ke belakang faktor-faktor yang relevan yang mempengaruhi atau menimbulkan kejadian atau peristiwa tersebut (Sugiyono, 1999: 7). Dengan melihat pengertian tersebut, maka dapat dikatakan penelitian mengenai perwujudan janji perkainan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan penelitian ex post facto karena penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana perwujudan janji perkawinan yang sudah terjadi selama ini.
5. Metode Penelitian Metode penelitian terhadap pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini merupakan sebuah penelitian yang tetap mementingkan angka sehingga dapat dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif sederhana. Menurut sifatnya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
penelitian ini merupakan sebuah penelitian terapan atau terpakai karena dimaksudkan untuk menyediakan informasi agar bisa digunakan. Menurut tempat kajian, penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan yang menggunakan fakta dalam kehidupan nyata untuk diteliti. Menurut tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan kepada sampel dan hasilnya akan digeneralisasi kepada populasi yakni seluruh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Menurut sifat analisisnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang hanya melibatkan satu variabel saja.
Menurut kehadiran variabel, penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen sebab variabel yang hendak diteliti (perwujudan janji perkawinan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) sudah ada dan bukan sengaja dihadirkan (Purwanto, 2008: 163-182).
6. Instrumen Penelitian Sebuah penelitian membutuhkan data yang valid untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid pula. Data valid yang dicari dalam penelitian ini membutuhkan sebuah instrumen penelitian untuk mendapatkannya. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai suatu objek (Arikunto, 2006: 151). Kuesioner ini merupakan kuesioner langsung yang dikirim kepada responden secara langsung dan merupakan jenis kuesioner item multiple choice karena menyediakan lebih dari dua pilihan jawaban (Sutrisna Hadi, 2004: 178). Kuesioner ini juga merupakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
kuesioner tertutup. Kuesioner disebut sebagai kuesioner tertutup jika peneliti memberikan pertanyaan dengan batasan pilihan-pilihan tertutup sehingga responden
diminta
memilih
salah
satu
jawaban
yang
sesuai
dengan
karakteristiknya (Riduwan, 2013: 72). Tujuannya agar jawaban tidak terlalu melebar. Kuesioner juga diperkuat dengan beberapa pertanyaan uraian.
7. Responden Penelitian Responden penelitian dalam penelitian ini adalah pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Seluruh pasutri 5-15 tahun ini disebut sebagai populasi. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Nazir sebagaimana dikutip Purwanto (2008: 241) bahwa “populasi sebagai kumpulan individu dengan kualitas dan ciri yang telah ditetapkan”. Kualitas dan ciri yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Jumlah Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Gereja HKTY lebih dari 100 pasangan sehingga penelitian dilakukan atas sampel yang mewakili populasi (teknik sampling). Sample diambil secara acak/random dengan memberi peluang yang sama pada pasutri untuk dijadikan sampel. Purwanto (2008: 246) mengatakan “Randomisasi menghasilkan sampel yang mempunyai keserupaan dengan populasi karena sampel yang ditarik secara acak mengambil sampel dari berbagai karakter anggota populasi”. Pengambilan sampel dengan teknik random memperkecil kesalahan karena ketika sampel ditarik secara acak maka memperbesar kemungkinan sampel tersebut lebih beragam dan dapat mewakili populasi. Oleh alasan tersebutlah, teknik pengumpulan data ini dipilih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
8. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian menunjuk pada tempat yang hendak digunakan untuk meneliti, sedangkan waktu penelitian menunjuk pada waktu penelitian yang hendak diadakan untuk meneliti pasutri tersebut. Penelitian ini akan diadakan di Paroki HKTY Ganjuran dan akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.
9. Variabel Variabel adalah gejala yang dipersoalkan (Purwanto, 2008: 84; bdk. Azwar, 2005: 62). Variabel yang diungkapkan dalam penelitian ini sehubungan dengan perwujudan janji perkawinan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Jumlah No.
Variabel
Aspek yang Terungkap
Item Soal
1 1.
2 Perwujudan
3 Kebebasan dalam memilih pasangan
4 1, 2
janji
dan rasa cinta terhadap pasangan
perkawinan
Kesetiaan dalam untung dan malang, 3, 4, 5
5 2
3
suka dan duka, sehat maupun sakit Kesatuan antara suami-istri Perwujudan
cinta
6
1
dan
cara 7, 8, 9
3
Menjadi orang tua yang baik
10, 11
2
menghormati pasangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
2.
Pasutri dengan
Kebiasaan pasutri di rumah
usia
12,
4
13,14,
perkawinan 5-
15
15 tahun di
Kebiasaan pasutri di lingkungan
Paroki HKTY
Kebiasaan pasutri di paroki
16
1
17, 18
2
Ganjuran 3.
Keutuhan
Hubungan antar keluarga
19
1
Perkawinan
Perhatian
20
1
untuk
mengutamakan
keluarga JUMLAH
20
C. Hasil Penelitian Perkawinan merupakan sebuah proses yang panjang dan berliku. Pada setiap jalan yang dilalui pasutri dalam membina perkawinan pasti banyak tantangan. Jika pasangan suami-istri tidak bisa bekerjasama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut maka badai yang menerjang biduk perkawinan akan sungguh mengguncang kestabilan perkawinan. Hasil Penelitian di Paroki HKTY Ganjuran dengan 75 pasang responden keluarga muda atau 150 orang dengan usia perkawinan 5-15 tahun ternyata menunjukkan hasil yang mengejutkan dan tentunya harus mendapat banyak perhatian dari berbagai pihak. Hasil penelitian dijabarkan dalam diagram lingkaran agar lebih mudah dilihat dan lebih mudah dimengerti. Hasil tersebut adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
1. Janji Perkawinan a. Apakah orang tua Anda ikut campur tangan saat Anda memilih pasangan?
Hasil Penelitian 6% Selalu
24,70%
14%
55,30%
Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
b. Apakah Anda menerima kelebihan dan kekurangan pasangan Anda dengan sepenuh hati? 0%
Hasil Penelitian
26,70%
43,30%
Selalu Kadang-kadang Jarang
30%
Tidak pernah
c. Apakah Anda mendengarkan keluh kesah pasangan Anda dengan sepenuh hati?
0,70%
Hasil Penelitian 34%
39,30%
Selalu Kadang-kadang 26%
Jarang Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
d. Apakah Anda akan tetap setia mendampingi pasangan Anda ketika pasangan Anda di PHK? Hasil Penelitian 1,30% 28%
44,70%
26%
Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
e. Apakah setiap kali pasangan Anda sakit, Anda selalu merawatnya? Hasil Penelitian 1,30% 42,70%
41,30%
Selalu Kadang-kadang Jarang
14,70%
Tidak Pernah
f. Apakah Anda selalu senang hati berhubungan sexsual dengan suami/istri? Hasil Penelitian 4% 0% 46,70% 49,30%
Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
g. Apakah Anda memberikan ucapan ulang tahun perkawinan pada pasangan Anda? Hasil Penelitian
26,70%
38%
Selalu Kadang-kadang Jarang
22%
Tidak pernah 13,30%
h. Apakah Anda mengadakan refleksi bersama dengan pasangan? Hasil Penelitian 1,30% 36%
44%
Selalu Kadang-kadang Jarang
18,70%
Tidak pernah
i. Apakah Anda meminta pertimbangan pasangan ketika hendak mengambil keputusan? Hasil Penelitian 7,30% 38%
29,30%
Selalu Kadang-kadang Jarang
25,30%
Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
j. Apakah Anda mengajarkan cara berdoa kepada Anak Anda? Hasil Penelitian 0,60% 16%
32,70%
Selalu Kadang-kadang Jarang
50,70%
Tidak pernah
k. Apakah Anda mendorong anak Anda untuk ikut Sekolah Minggu ataupun pendampingan iman anak/remaja lainnya? Hasil Penelitian 7,30% 35,30%
30%
Selalu Kadang-kadang Jarang
27,30%
Tidak pernah
Perwujudan janji perkawinan yang digambarkan oleh diagram di atas menunjukkan bahwa dalam pemilihan pasangan, orang tua dinyatakan selalu ikut campur sebesar 6%, kadang-kadang ikut campur sebesar 55.3%, jarang ikut campur sebesar 14%. Tidak pernah ikut campur sebesar 24.7%. Dalam menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, 43.3% pasangan selalu menerima kekurangan serta kelebihan pasangan, 30% mengaku hanya kadang-kadang menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, 26.7% jarang menerima kelebihan dan kekurangan pasangan sedangkan 0% atau tak satupun yang tidak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
menerima kelebihan atau kekurangan pasangan. Dalam memutuskan sesuatu, 34% mengaku selalu meminta pertimbangan pasangan, sebesar 26% mengaku hanya kadang-kadang saja, persentase tertinggi ditunjukkan pada jawaban jarang dengan persentase sebesar 39.3 persen, sedangkan jawaban tidak pernah hanya sebesar 0.7%. Saat ditayakan kondisi ketika pasangan mengalami situasi di PHK, jawaban selalu mendampingi menunjukkan angka tertingginya yakni sebesar 44.7%, kadang-kadang 26%, jarang 28%, sedangkan tidak pernah 1.3%. Ketika pasangan sedang sakit, 42.7% jawaban menunjukkan pasangan selalu merawat, 14.7% menjawab hanya kadang-kadang, 41.3% menjawab jarang, sedangkan 1.3% menjawab tidak pernah. Persentase hubungan seksual/hubungan suami-istri menunjukkan 46.7% pasangan selalu senang hati ketika berhubungan seksual, 49.3% menununjukkan kadang-kadang, 4% menunjukkan jarang sedangkan 0% atau tidak ada yang menjawab tidak pernah merasa senang. Ulang tahun perkawinan adalah saat yang spesial dan selalu ditunggu oleh pasangan. Hal sederhana yang biasanya dilakukan untuk menunjukkan rasa sayang adalah saling mengucapkan selamat. Hasil penelitian menunjukkan 26.7% pasangan selalu mengucapkan ucapan selamat ulang tahun perkawinan pada pasangan, 13.3% hanya kadang-kadang, 22% jarang, sedangkan sisanya 38% mengatakan tidak pernah mengucapkan ucapan selamat ulang tahun perkawinan pada pasangan. Refleksi bersama adalah salah satu hal yang penting dalam sebuah perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan 36% selalu melakukan refleksi bersama, 18.7% menyatakan hanya kadang-kadang, 44% mengatakan jarang dan 1.3% mengatakan tidak pernah. Dalam mengambil keputusan, 38% menyatakan selalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
meminta pertimbangan pasangan, 25.3% menyatakan kadang-kadang, 29.3% mengatakan jarang sedangkan sisanya 7.3% menyatakan tidak pernah meminta pertimbangan pasangan. Anak merupakan tanggungjawab orang tua, terutama dalam hal mendidiknya secara Katolik. Hasil penelitian menunjukkan 32.7% orang tua menyatakan selalu mengajari anaknya berdoa, angka tertinggi yakni 50.7% menyatakan kadang-kadang, 16% menyatakan jarang dan sisanya 0.6% menyatakan tidak pernah mengajari anaknya berdoa. Cara lainnya untuk mendidik anak secara Katolik adalah mendorong anak untuk ikut sekolah minggu. Sekolah minggu membatu orang tua dalam hal pendidikan iman anak. Walaupun demikian, hal perlu diingat adalah pendidikan iman anak merupakan tanggung jawab orang tua sepenuhnya. Hasil penelitian menunjukkan orang tua yang selalu mendorong anaknya mengikuti sekolah minggu sebesar 35.3%, kadang-kadang 27.3%, jarang 30% sedangkan tidak pernah sebesar 7.3%.
2. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran a. Apakah ada kebiasaan doa bersama dalam keluarga Anda setiap harinya? Hasil Penelitian 5,30% 14% Selalu
25,30% 55,30%
Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
b. Apakah Anda memberikan ciuman kening pada pasangan Anda setiap kali hendak pergi tidur? 9,30%
Hasil Penelitian 12,70% Selalu
49,30%
Kadang-kadang
28,70%
Jarang Tidak pernah
c. Apakah Anda selalu memberitahu pasangan saat Anda pulang terlambat?
10%
Hasil Penelitian 30,70%
Selalu
Kadang-kadang
40% 19,30%
Jarang Tidak pernah
d. Apakah ada kebiasaan makan bersama dalam keluarga Anda?
Hasil Penelitian 12%
18,70%
Selalu Kadang-kadang
43,30%
26%
Jarang Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
e. Apakah Anda dan pasangan aktif dalam kegiatan lingkungan?
Hasil Penelitian 10% 16% Selalu 24,70% 49,30%
Kadang-kadang
Jarang Tidak pernah
f. Apakah Anda dan pasangan aktif dalam kegiatan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran?
Hasil Penelitian 6,70%
17,30%
46,70%
Selalu Kadang-kadang
29,30%
Jarang Tidak pernah
g. Apakah Anda dan pasangan mengikuti Perayaan Ekaristi Mingguan bersama?
Hasil Penelitian 0,70%
32%
34%
Selalu Kadang-kadang Jarang
33,30%
Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Dari diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam kebiasaan doa bersama, pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran menurut penelitian menyatakan 14% selalu melakukan doa bersama, 25.3% menyatakan kadang-kadang, 55.3% menyatakan jarang sedangkan 5.3%
mengatakan tidak pernah melakukan doa bersama.
Hubungan yang baik antara suami-istri juga dapat diwujudkan melalui ciuman kening yang biasanya dilakukan menjelang tidur malam. Hasil penelitian mengenai dilakukannya ciuman kening pada pasangan ini yakni 9.3% menyatakan selalu mencium kening pasangan sebelum tidur malam, 12.7% menyatakan kadang-kadang, 28.7% menyatakan jarang sedngkan sisanya 49.3% menyatakan tidak pernah. Dalam sebuah perkawinan, sangat baik jika terjadi komunikasi yang baik antara suami-istri termasuk ketika pulang terlambat. Hasil penelitian menunjukkan 30.7% responden menyatakan selalu memberi tahu pasangan saat pulang terlambat, 19.3% menyatakan kadang-kadang, 40% menyatakan jarang dan sisanya 10% menyatakan tidak pernah memberi tahu pasangan saat pulang terlambat. Hubungan yang baik antara suami-istri serta anak juga dapat diusahakan saat momen makan bersama yang bisa diusahakan paling tidak sekali sehari. Dari hasil penelitian mengenai adanya waktu makan bersama di dalam keluarga menunjukkan 18.7% menyatakan selalu melakukan makan bersama keluarga, 26% menyatakan hanya kadang-kadang, 43.3% menyatakan jarang, sedangkan 12% menyatakan tidak pernah makan bersama. Dalam hubungannya dengan keterlibatan dalam lingkungan, hasil penelitian menunjukkan 16% selalu aktif, 24.7% hanya kadang-kadang, 49.3% jarang aktif, sedangkan sisanya 10%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
menyatakan tidak pernah terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan. Selain aktif dalam kegiatan lingkungan, alangkah baiknya jika para pasangan suami-istri ini aktif dalam kegiatan paroki. Menurut hasil penelitian, 6.7% pasangan suami-istri ini selalu aktif dalam kegiatan di paroki, 17.3% menyatakan hanya kadang-kadang aktif, 29.3% menyatakan jarang aktif di paroki, persentase terbesar 46.7% menyatakan sama sekali tidak pernah telibat aktif di paroki. Keterlibatan lain bisa dilakukan dengan cara mengikuti Perayaan Ekaristi, Perayaan Ekaristi merupakan kegiatan berkumpul sebagai satu saudara sehingga suami dengan istri yang memiliki hubungan terdekat sangat baik jika berangkat bersama-sama untuk bersatu dengan Tuhan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa 34% menyatakan selalu berangkat ke Perayaan Ekaristi bersama-sama, sedangkan sebanyak 33.3% responden menyatakan hanya kadang-kadang, 32% responden menyatakan jarang, sedangkan 0.7% responden menyatakan tidak pernah berangkat ke Perayaan Ekaristi secara bersama-sama.
3. Keutuhan Perkawinan a. Apakah Anda menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan anak-anak Anda? 0,70%
Hasil Penelitian
35,30%
41,30%
Selalu Kadang-kadang Jarang
22,70%
Tidak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
b. Apakah Anda lebih mengutamakan keluarga dibandingkan dengan pekerjaan Anda? Hasil Penelitian
12%
8% 46,70%
33,30%
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak pernah
Dari diagram di atas, dapat diketahui bagaimana kondisi keutuhan keluarga yang terjadi pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Keutuhan ini dapat dilihat dari pasutri dengan anak-anaknya dalam menjalin komunikasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa 41.3% menyatakan selalu menjalin komunikasi dengan pasangan maupun anak-anaknya, 22.7% menyatakan hanya kadang-kadang, 35.3% mengatakan jarang menjalin komunikasi, sedangkan 0.7% menyatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan pasangan maupun anak-anaknya. Keluarga adalah segala-galanya, sebab segala hal yang dilakukan seperti bekerja merupakan bagian pendukung dari kehidupan keluarga sehingga keluarga memang harus selalu diutamakan. Dari hasil penelitian mengenai sikap pasutri dalam mengutamakan keluarga dapat diketahui bahwa 46.7% menyatakan selalu mengutamakan keluarga, 33.3% menyatakan hanya kadang-kadang, 12% menyatakan jarang, sedangkan sisanya 8% menyatakan tidak pernah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
D. Kesimpulan Hasil Penelitian Hasil penelitian di Paroki HKTY Ganjuran dengan 75 pasang responden keluarga muda dengan usia perkawinan 5-15 tahun menunjukkan sebuah fakta yang menarik yang baik untuk didalami lebih lanjut sehingga pada akhirnya dapat ditarik sebuah kesimpulan dan data yang nyata. Data yang diperoleh ini juga dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan program. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Perwujudan Janji Perkawinan a. Kebebasan dalam memilih pasangan dan rasa cinta terhadap pasangan Berdasarkan dari diagram di atas, dapat diketahui bahwa responden yang terdiri dari pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dalam memilih pasangan, orang tua yang kadang-kadang turut campur sebanyak
55.3% sedangkan 6% menyatakan orang tua selalu turut
campur ketika menentukan pasangan hidup. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam perkawinan yang sekarang dibangun sedikit banyak dipengaruhi oleh hal tersebut. Menerima kelebihan maupun kekurangan pasangan merupakan hal yang mutlak dalam sebuah janji perkawinan. Dari hasil penelitian diketahui persentase tertinggi yakni 43.3% responden menyatakan selalu menerima kelebihan dan kekurangan pasangan. Hal ini bisa dipandang sebagai hal yang positif namun dapat pula dipandang sebagai hal yang masih kurang mengingat persentase tersebut tidak mencapai angka 50%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
b. Kesetiaan dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat maupu sakit Setia dalam janji perkawinan tidak hanya berhenti pada tidak ada PIL atau WIL namun juga mencakup setia dalam mendengarkan keluh kesah pasangan. Menurut hasil penelitian, persentase tertinggi 38.3% ditunjukkan oleh jawaban jarang.
Jawaban
selalu
hanya
mencapai
34%.
Hasil
tersebut
sangat
memprihatinkan mengingat kesetiaan yang seutuhnya seharusnya tercipta dalam kehidupan perkawinan. Setia terhadap pasangan juga dapat ditunjukkan ketika pasangan terkena PHK. Ketika pasangan terkena PHK dan belum ada kepastian masa depan, maka kesetiaan diuji. Hasil penelitian menunjukkan 44.7% menyatakan selalu setia mendampingi pasangan. Walaupun jawaban selalu menunjukkan persentase paling tinggi dibanding dengan yang lain, namun tetap tidak bisa dinilai baik sebab jauh dari angka sempurna. Bahkan persentase ini masih kurang dari 50%. Kesetiaan pasangan juga dapat ditunjukkan ketika pasangan sedang mengalami sakit. Hasil penelitian menunjukkan ketika pasangan sakit 42.7% responden menyatakan selalu merawat pasangan, namun jawaban kadang-kadang juga menunjukkan persentase yang hampir sama yakni 41.3%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kesetiaan yang menyeluruh belum diwujudkan dengan sebaik-baiknya.
c. Kesatuan antara suami-istri Banyak yang mengatakan bahwa hubungan sexsual merupakan obat yang ampuh dari berbagai masalah yang dihadapi oleh suami atau istri. Hubungan sexsual merupakan kondisi paling intim yang dilakukan oleh suami-istri dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
biasanya dapat meredakan segala situasi kurang baik yang dialami. Hasil penelitian menunjukkan 49.3% pasangan mengatakan hanya kadang-kadang merasa senang hati berhubungan seksual, sedangkan jawaban selalu senang hati hanya mencapai 46.7%. Hal ini membuktikan bahwa hubungan sexsual tidak lagi dirasakan sebagai sebuah keintiman yang istimewa. Jawaban tertinggi ditunjukkan dengan jawaban kadang-kadang dengan persentase 49.3%. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat hubungan seksual merupakan anugerah perkawinan.
d. Perwujudan cinta dan cara menghormati pasangan Perkawinan Katolik juga mengambarkan kesetaraan antara suami-istri. Kesetaraan ini dapat diungkapkan dalam berbagai macam cara seperti mengucapkan selamat saat ulang tahun perkawinan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa 38% responden menyatakan tidak penah mengucapkan selamat saat ulang tahun perkawinan, sedangkan jawaban selalu hanya mencapai 26.7% yang masih sangat jauh dari 100%. Lingkungan tempat tinggal para pasutri ini kemungkinan besar berpengaruh pada pola pikir mereka. Paroki HKTY Ganjuran berada di tempat dan situasi hidup yang masih sangat dipengaruhi pola pikir masyarakat pedesaan. Cara lain yang bisa diusahakan untuk mewujudkan cinta dan menghormati pasangan adalah refleksi yang dilakukan secara bersama-sama, refleksi merupakan cara yang terbaik untuk mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan sekaligus mendekatkan diri pada Tuhan. Refleksi yang dilakukan secara bersama-sama dengan pasangan merupakan cara yang baik untuk saling menghormati pasangan sebab refleksi yang dilakukan secara bersama-sama akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
menjadikan pasangan selalu berpikir positif dan tidak akan saling menyalahkan ketika terjadi masalah, sebab kesalahan yang dilakukan akan disadari sendiri dengan kesadaran yang penuh tanpa unsur paksaan sehingga di dapat digunakan sebagai landasan pembetulan sikap hidup dalam perkawinan. Menurut hasil penelitian dalam melakukan refleksi, dapat diketahui bahwa persentase terbesar ada pada jawaban jarang yang mencapai 44%, untuk jawaban selalu hanya 36% yang berarti kesadaran untuk melakukan refleksi bersama masih sangat kurang. Menghormati pasangan dan menempatkan pasangan dalam posisi yang sama juga dapat terwujud ketika pasangan selalu menanyakan pendapat pasangan untuk mengambil keputusan terutama yang menyangkut kehidupan perkawinan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa 38% responden menyatakan selalu meminta pendapat pasangan ketika hendak mengambil keputusan, namun angka yang hampir sama juga ditunjukkan oleh jawaban jarang yang mencapai 29.3%. Hal ini perlu mendapat perhatian lagi sebab kesamaan kedudukan antara suami dan istri merupakan hal yang seharusnya diwujudkan secara penuh.
e. Menjadi orang tua yang baik Mendidik anak secara Katolik merupakan salah satu dari 3 janji perkawinan pokok yang sering diabaikan oleh pasangan dengan alasan sibuk bekerja dan yang lebih parahnya lagi adalah pasutri ini melimpahkan tugas utamanya tersebut kepada orang lain bahkan pihak lain yang belum tentu tepat. Dari hasil penelitian dapat diketahui 50.7% responden menjawab hanya kadang-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
kadang mendidik anak-anaknya untuk berdoa, yang lebih parahnya jawaban tidak pernah mengajari anaknya berdoa juga muncul walau persentasenya 0.6%. Cara lainnya untuk dapat mendidik anak yakni dengan mendorongnya untuk ikut sekolah minggu. Dengan mengikuti sekolah minggu anak akan semakin mengenal Allah dan imannya akan Yesus semakin tumbuh dengan baik. Selain itu sekolah minggu merupakan tempat bagi anak-anak untuk berjumpa dengan teman-teman yang berkeyakinan sama sehingga mereka dikuatkan sebagai minoritas. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jawaban selalu mendorong anaknya untuk ikut sekolah minggu merupakan persentase tertinggi, meskipun begitu hanya sebesar 35.3% dan tidak sampai 50% sedangkan yang sangat mengkhawatirkan adalah munculnya jawaban tidak pernah mendorong anaknya untuk ikut sekolah minggu. Persentase orang tua yang sama sekali tidak pernah mendorong anaknya untuk ikut sekolah minggu sebesar 7.3%.
2. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran a. Kebiasaan pasutri di rumah Kebiasaan pasangan suami-istri di rumah juga dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menggambarkan sejauh mana mereka mewujudkan janji perkawiannya. Sebuah hal yang dilakukan secara terus menerus atau rutin memang lebih sulit dilakukan daripada sesuatu yang dilakukan sesekali saja. Contoh konkritnya adalah kebiasaan doa bersama. Kebiasaan doa ini merupakan wujud dari kesatuan suami-istri dengan Sang Pencipta-Nya. Dari hasil penelitian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
dapat diketahui bahwa persentase terbesar yakni 55.3% responden menyatakan tidak pernah melakukan doa bersama, sedangkan yang menjawab selalu hanya sebesar 14%. Hasil ini perlu mendapat perhatian khusus dan tindak lanjut yang serius agar jawaban selalu dari responden yang hanya 14% dapat meningkat. Cinta yang mesra dari pasangan suami-istri juga dapat diwujudkan dan ditunjukkan melalui hal yang sederhana misalnya saja mencium kening pasangan pada saat hendak pergi tidur. Hal ini sederhana namun tidak mudah dilakukan terlebih saat sedang mengalami masalah dengan pasangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa persentase terbesar ditunjukkan dari jawaban tidak pernah memberikan ciuman kening dengan persentase 49.3%. Jawaban selalu memberikan ciuman hanya sebesar 9.3%. Hal sederhana lainnya yang dapat menggambarkan penghayatan janji perkawinan melalui kebiasaan hidup pasangan suami-istri adalah memberitahu pasangan saat pasangan pulang terlambat. Hasil penelitian menunjukkan jawaban terbanyak yakni jarang memberikan kabar ketika pulang terlambat dengan persentase sebesar 40%, sedangkan persentase selalu hanya 30.7%. Perwujudan janji perkawinan yang lainnya jika dilihat dari kehidupan bersama pasangan suami-istri yakni adanya kebiasaan makan bersama. Pada zaman Yesus pun persaudaraan dan keakraban serta kedekatan biasanya ditunjukkan dalam perjamuan makan bersama. Hasil penelitian menunjukkan persentase terbesar adalah jawaban jarang yakni sebesar 43.3%. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat waktu makan ada 3 kali yakni pagi, siang dan sore. Sebenarnya untuk makan bersama dari ketiga waktu makan, bisa dipilih salah satu saja, namun kenyataannya jawaban selalu hanya ada 18.7%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
saja. Kesimpulan dari kebiasaan pasangan suami-istri di rumah untuk mewujudkan janji perkawinan masih jauh dari kata sempurna serta perlu mendapat perhatian yang serius. Kebiasaan yag tidak baik yang nyatanya masih banyak ditemui dalam kehidupan bersama antara suami istri ini perlu diperbaiki sedikit demi sedikit agar tidak menjadi kebiasaan yang lama-lama bisa menjadi oase yang bisa meretakkan rumah tangga yang telah dibangaun dengan awal yang baik. Merubah kebiasaan bukan perkara mudah sehingga harus dilakukan dengan telaten dan sabar serta penuh kesadaran.
b. Kebiasaan pasutri di lingkungan Kebiasaan lain yang bisa menggambarkan seberapa dalam perwujudan janji perkawinan pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran adalah kebiasaan pasutri dalam lingkungan. Eksistensi seorang suami ataupun seorang istri tidak hanya terbatas pada pasangan atau keluarga saja, namun juga pada lingkungannya. Eksistensi ini juga dapat menggambarkan seberapa dalam pasangan mewujudnyatakan janji perkawinan dalam hidupnya. Eksistensi ataupun keterlibatan ini misalnya saja selalu mengikuti doa lingkungan atau menjadi pengurus lingkungan. Dari penelitian dapat diketahui bahwa dari seluruh pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran, hanya 18.7% yang menyatakan selalu terlibat dan persentase terbesar ditunjukkan oleh jawaban jarang yang mencapai 43.3%. Jawaban ini sungguh jelas memprihatinkan sebab Gereja hidup karena keterlibatan umat, namun kenyataannya banyak umat menyatakan jarang terlibat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
c. Kebiasaan pasutri di paroki Setelah pasangan suami-istri terlibat aktif di lingkungan, alangkah baiknya pasangan suami-istri terlibat aktif di paroki. Keterlibatan di paroki tidak melulu harus keterlibatan yag besar seperti terlibat menadi dewan paroki atau menjadi prodiakon. Keterlibatan bisa dilakukan seperti ikut tugas kor, mengikuti setiap acara yang menjadi agenda paroki dan lain sebagainya. Menurut hasil penelitian, jawaban terbesar ditunjukkan oleh jawaban tidak pernah terlibat dengan persentase sebesar 46.7%, sedangkan jawaban selalu merupakan jawaban terendah yakni sebesar 6.7%. Keterlibatan yang paling sederhana dan bisa dilakukan secara bersama-sama yakni mengikuti Perayaan Ekaristi secara bersama. Menurut hasil penelitian, 34% menyatakan selalu mengikuti Perayaan Ekasristi bersama walaupun selalu merupakan jawaban terbesar, namun harus tetap ditingkatkan.
3. Keutuhan Perkawinan Keutuhan perkawinan dapat dilihat dari hubungan antar keluarga serta perhatian yang besar untuk selalu mengutamakan keluarga.
a. Hubungan antar keluarga Keluarga merupakan komunitas yang utama dan yang paling mesra. Keluarga merupakan rumah yang selalu terbuka untuk selalu dipulangi yang selalu menjanjikan cinta yang tidak berkesudahan, namun kenyataan yang ada saat ini sering membuat hati miris sebab banyak kekerasan dan kejahatan yang terjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
dalam keluarga. Dalam konteks keutuhan perkawinan Katolik dalam rangka mewujudkan janji perkawinan, komunikasi antar anggota keluarga harus dimaksimalkan terutama saat ini teknologi sudah sangat canggih dan semua orang dapat memanfaatkan segi positif dari kemajuan komunikasi dengan menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga, jangan malah mengeksploitasi kecanggihan komunikasi untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa 41.3% responden menjawab selalu menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan anak-anaknya. Walaupun jawaban selalu merupakan jawaban terbesar, namun tetap saja tidak mencapai 50%.
b. Perhatian untuk mengutamakan keluarga Bekerja adalah cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga, tetapi maknanya saat ini menjadi bergeser karena banyak yang lebih mengutamakan pekerjaan daripada mengutamakan keluarga. Keluarga ada karena disebabkan oleh ikatan suci antara laki-laki dan perempuan, namun pada kenyataannya banyak pasutri yang mengesampingkan keluarga yang mereka bangun. Keluarga adalah segala-galanya yang sangat berharga. Salah satu hal yang bisa menunjukkan seberapa pentingnya keluarga yakni dalam membedakan kepentingan antara keluarga dan pekerjaan. Menurut hasil penelitian, 46.7% responden menyatakan lebih mengutamakan keluarga daripada pekerjaan. Hal ini melegakan namun juga memprihatinkan sebab yang memilih kadang-kadang, jarang serta tidak pernah jika disatukan lebih dari 50%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
E. Refleksi Kritis Perwujudan Janji Perkawinan pada Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
1. Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan memuat 3 janji pokok yakni janji setia dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihan, selalu mencintai dan menghormati sepanjang hidup, bersedia menjadi Bapak/Ibu yang baik serta mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik. Ketiga janji pokok tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga dalam pemenuhannya tidak bisa dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya. Tiga janji pokok ini dapat dijabarkan menjadi banyak hal sebab janji perkwinan mencakup banyak hal.
a. Kebebasan dalam Memilih Pasangan dan Rasa Cinta terhadap Pasangan 1) Kebebasan dalam memilih pasangan Janji perkawinan dapat diwujudkan secara baik dengan berbagai usaha yang sederhana. Perkawinan itu pada dasarnya menyangkut 3 pribadi yakni suami, istri serta Tuhan yang mempersatukan sehingga ketika dalam menentukan pasangan sudah diwarnai dengan campur tangan orang tua, maka unsur cinta yang mendasari perkawinan tersebut sudah tidak murni. Campur tangan orang tua memang sangat perlu, namun bukan campur tangan yang mendominasi hak pribadi. Pada penelitian yang dilalukan pada keluarga muda dengan umur perkawinan 5-15 tahun di Gereja HKTY Ganjuran, dapat disimpulkan bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
jawaban selalu menunjukkan angka 6% sedangkan jawaban tertinggi ada pada jawaban kadang-kadang dengan persentase 55,5%. Kenyataan yang ada ini dapat memberikan gambaran bahwa campur tangan orang tua masih terjadi namun campur tangan yang dilakukan orang tua tidak mendominasi. Hal ini terjadi karena Paroki HKTY Ganjuran berada di wilayah yang masih kental dengan budaya jawanya namun sudah cukup modern sehingga peranan orang tua masih sangat diberi tempat walau keputusan akhir tetap pada masing-masing pribadi.
2) Rasa cinta terhadap pasangan Sebuah hubungan biasanya didasari dan dilandasi oleh rasa cinta entah itu hubungan keluarga, sahabat atau sekedar teman. Hal ini juga berlaku untuk teman hidup yang akan menemani kita sampai akhir hayat. Hubungan antara suami-istri harus dilandaskan oleh rasa cinta yang mendalam, rasa cinta yang mendalam dapat ditunjukkan melalui banyak hal. Salah satu cara untuk menunjukkan rasa cinta adalah dengan menerima semua yang ada pada pasangan baik itu kelebihan fisik serta perilaku dan juga kekurangannya. Menurut penelitian yang dilakukan pada 75 pasang keluarga muda dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran ini menunjukkan bahwa pasangan yang slalu menerima kekurangan maupun kelebihan pasangan hanya menunjukkan 43.30%. Kurangnya kesadaran pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran ini dipengaruhi oleh perilaku egois yang cenderung ditampakkan oleh orang-orang di zaman sekarang yang maunya selalu dimengerti namun untuk mengerti orang lain sangat sulit. Faktor lainnya karena budaya kerja tanpa kenal waktu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
dewasa ini semakin memprihatinkan juga menjadi penyebabnya, terlebih melihat usia pasutri ini yang tergolong dalam masa produktif.
b. Kesetiaan dalam Untung dan Malang, Suka dan Duka, Sehat maupun Sakit Kesetiaan dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit merupakan paket istimewa yang tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya. Hal ini juga dapat ditunjukkan dengan banyak hal, beberapa diantaranya adalah:
1) Mendengarkan keluh kesah pasangan dengan sepenuh hati Kesetiaan dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit salah satunya dapat ditunjukkan dengan cara mendengarkan keluh kesah pasangan dengan sepenuh hati. Mendengarkan merupakan hal yang sederhana namun belum tentu
semua
orang
dapat
melakukannya.
Bila
dibandingkan
dengan
mendengarkan, berbicara sebenarnya lebih mudah walaupun banyak orang mengaku tidak percaya diri jika berbicara di depan umum, namun bagaimana jika dibandingkan dengan mendengarkan orang berbicara selama beberapa jam? Kebanyakan orang akan bersikap tidak menghargai dengan melakukan hal-hal lain seperti memainkan hand phone atau malah ditinggal mengobrol dengan orang lain dengan alasan mengusir rasa kantuk. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 39.30% menjawab jarang mendengarkan keluh kesah pasangan dengan sepenuh hati, sedangkan jawaban selalu hanya mencapai 34%. Hal ini disebabkan budaya kerja menguras banyak waktu suami ataupun istri yang menyebabkan kurangnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
waktu yang bisa diberikan untuk pasangan masing-masing sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk mendengarkan pasangan bercerita sudah dihabiskan untuk rasa lelah yang disebabkan karena selalu bekerja.
2) Tetap setia mendampingi pasangan ketika di PHK Cara lainnya untuk menunjukkan kesetiaan dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit adalah dengan cara tetap setia dalam mendampingi pasangan ketika di PHK. Orang kecenderungan senang hati ketika harus mendampingi pasangan disaat senang, namun akan merasa berat ketika pasangan berada pada situasi yang kurang menguntungkan seperti di PHK. Apalagi hal ini menimpa suami yang istrinya bekerja. Peristiwa seperti ini akan menjadi pukulan yang berat bagi suaminya. Hasil penelitian terhadap pasutri dengan usia perkawinan 5-15 di Paroki HKTY Ganjuran dengan pertanyaan pengandaian jika pasangan di PHK menunjukkan 40.77% responden menjawab selalu mendampingi pasangan bila di PHK. Jawaban tersebut memang merupakan jawaban tertinggi namun sangat memprihatinkan sebab masih kurang dari 100%. Hasil tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang sangat banyak sedangkan dalam hal kesiapan ekonomi pasangan-pasangan ini kebanyakan masih mencukupinya dengan kedua belah pihak (suami dan istri) bekerja sehingga jika salah satu di PHK pasangan merasa berat jika harus mencukupi kebutuhan hidup keluarga seorang sendiri. Untuk itu kesadaran untuk saling menjadi penolong yang sepadan perlu ditingkatkan lagi. Hal itu dikarenakan, suami-istri memang diciptakan untuk saling melengkapi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
3) Selalu merawat pasangan ketika sakit Menjadi satu daging bisa juga diartikan ketika pasangan sakit maka dirinya pun ikut merasakan sakit. Merasakan sakit tidak harus dilakukan dengan jika pasangan sakit panas maka suami/istri juga harus sakit panas. Hal ini bisa diwujudkan dengan cara merawat pasangan dengan sepenuh hati dengan telaten dan sabar. Hasil penelitian pada pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran, responden yang menjawab selalu merawat pasangan sebesar 42.70%. Hal ini masih jauh dari kata sempurna. Penyebab dari hal ini adalah kebiasaan masyarakat sewaktu pasangan sakit hanya meladeni seperlunya saja bukan mencurahkan seluruh waktunya untuk pasangan apalagi kesibukan kerja biasanya tidak bisa diajak kompromi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada kesadaran akan rasa saling memiliki atara suami- istri sehingga mengakibatkan ketidakpedulian satu sama lain.
c. Kesatuan antara Suami-istri Kesatuan antara suami istri yang paling mendalam adalah waktu berhubungan seksual atau hubungan suami-istri. Kesatuan ini adalah kesatuan yang luhur dan suci. Aktivitas seksualitas yang dilakukan oleh suami-istri merupakan aktivitas seksualitas yang dilakukan dengan bimbingan Roh Kudus dan dikehendaki Tuhan. Oleh sebab itu, aktivitas seksualitas harus dilakukan dengan rutin dan harus selalu dilakukan dengan senang hati. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 49.30 % responden menjawab hanya kadang-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
kadang merasa bahagia waktu berhubungan seksual. Jawaban terbanyak kedua ditunjukkan oleh jawaban selalu dengan persentase sebesar 46.70%. Melegakan karena hanya sedikit yang menjawab jarang merasa senang (4%) dan tidak ada yang menjawab tidak pernah merasa senang hati. Walaupun melegakan namun jawaban kadang-kadang yang merupakan jawaban tertinggi harus bisa diubah menjadi jawaban selalu. Penyebab hal ini adalah karena kesibukan kerja yang tinggi menyebabkan kelelahan fisik, selain itu penyebab lainnya adalah karena menjadikan hubungan seksual sebagai rutinitas semata bukan sebagai perbuatan luhur atas kehendak Tuhan.
d. Perwujudan Cinta dan Menghormati Pasangan Cinta akan terlihat jika diwujudkan, tanpa diwujudkan cinta hanya sebatas kata yang tidak memiliki arti khusus. Banyak cara untuk dapat mewujudkan serta mengungkapkan perasan cinta. Cinta yang sungguh-sungguh bermartabat adalah cinta yang menjujung sikap hormat pada pasangan. Menghormati pasangan artinya memberi nilai pada pasangan. Perwujudan cinta dengan menghormati pasangan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
1) Memberikan ucapan ulang tahun perkawinan pada pasangan Memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada pasangan merupakan sebuah hal yang istimewa karena membuat pasangan merasa diperhatikan dan berarti, terlebih jika mengucapkan ucapan selamat ulang tahun saat ulang tahun perkawinan. Jika hal ini dilakukan, pasangan akan merasa berarti dan perkawinan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
mereka sangat penting dan bermakna. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY menunjukkan jawaban tertinggi responden adalah tidak pernah dengan persentase 38% yang artinya kesadaran untuk mewujudkan dan menunjukkan cinta melalui hal-hal yang sederhana belum terwujud. Hal ini dipengaruhi budaya Jawa yang menempatkan laki-laki sebagai pribadi yang berada di atas perempuan sehingga masih agak tabu jika pasangan melakukan hal semacam ini baik dari pihak suami ataupun istri. Selain itu pasangan juga menganggap hal seperti ini kurang penting sehingga tidak perlu untuk dilakukan.
2) Melakukan refleksi bersama dengan pasangan Perkawinan berarti menyatukan dua pribadi yang berbeda dari berbagai segi. Perbedaan ini seringkali membawa gejolak bagi sebuah perkawinan, oleh karena itu mesti ada cara untuk mengatasinya. Cara yang sederhana untuk mengatasinya yakni dengan meditasi. Meditasi membawa dampak yang baik bagi kesadaran diri baik suami maupun istri. Hal ini bisa terjadi karena meditasi membawa kita pada situasi yang hening dan tenang sehingga bisa berdampak pada sikap sehari-hari. Sikap yang tenang akan membantu suami dan istri dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi dengan bijaksana. Hasil penelitian dengan pertayaan melakukan refleksi bersama didapat jawaban jarang dengan persentase 44%. Kenyataan ini sangat dipengaruhi oleh kesibukan pasutri serta gaya hidup modern yang lebih banyak dihabiskan untuk mencari hiburan dengan menonton televisi, main internet dan lain sebagainya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
3) Meminta pertimbangan pasangan ketika hendak mengambil keputusan Perkawinan adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari dua pribadi yang masing-masing memiliki kehendak dan pikiran berbeda. Banyak hal yang harus dikerjakan dalam kehidupan perkawinan seperti mengurus anak, mengurus rumah atau yang lainnya. Dalam melakukan semuanya ini diperlukan sebuah keputusan yang benar dan mungkin terjadi bila dibicarakan terlebih dahulu dengan pasangannya. Banyak hal yang menurut kita benar belum tentu menurut orang lain benar dan banyak hal yang menurut kita benar belum tentu keputusan yang baik dan tepat. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasutri dengan usia perkawinan 5-15 di Paroki HKTY menunjukkan hanya 38% pasangan yang selalu meminta pertimbangan ketika hendak mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena cara pikir suami ataupun istri yang menganggap keputusan yang hanya menyangkut pribadinya tidak ada hubungannya dengan pasangannya sehingga tidak perlu meminta pertimbangan pasangan. Selain semua itu, keputusan yang sekiranya bisa diputuskan sendiri dianggap tidak perlu mendapatkan masukan dan persetujuan pasangan, padahal jika keputusan ini membawa dampak pada kejadian di masa mendatang akan beresiko memunculkan konflik.
e. Menjadi Orangtua yang Baik 1) Mengajarkan cara berdoa kepada anak Janji perkawinan sangat penting, karena tidak hanya menyangkut pasangan namun juga menyangkut masa depan anak yakni menjadi orang tua yang baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Menjadi orangtua yang baik berarti ikut terlibat penuh dalam mendidik anak terutama dalam mendidik iman anak. Mendidik iman anak secara sederhana dapat dilakukan dengan cara mengajarkan cara berdoa kepada anak baik doa spontan maupun doa yang memang harus dihafal dalam gereja katolik. Pendidikan yang lebih utama adalah teladan orang tua sebagai orang Katolik.
2) Mendorong anak untuk mengikuti sekolah minggu ataupun pendampingan iman anak/remaja lainnya Cara lainnya untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan yakni dengan mendorong anak untuk mengikuti sekolah minggu atau pendampingan iman anak lainnya. Sekolah minggu atau pendampingan iman anak/remaja lainnya merupakan wadah yang tepat bagi anak agar semakin mengenal imannya terlebih mengingat kebanyakan orangtua yang super sibuk. Selain itu, kegiatan seperti ini juga bisa membantu anak untuk menguatkan keberanian mereka karena kita adalah minoritas. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran mengenai kesadaran orangtua dalam mendorong anaknya terlibat dalam sekolah minggu atau kegiatan pendampingan iman lainnya menunjukkan sebesar 35.30% orang tua mengaku selalu mendorong anaknya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Walaupun jawaban selalu merupakan jawaban terbanyak namun tetap saja jawaban ini masih jauh dari angka sempurna. Kenyataan yang ada ini disebabkan oleh kesibukan orangtua pada hari efektif sedangkan kegiatan pendampingan iman anak kebanyakan dilakukan pada hari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Minggu yang biasanya dimanfaatkan oleh orang tua untuk menikmati liburan. Selain semuanya itu, orang tua ada yang malas mengantar jemput anaknya sekolah minggu dan menganggap kegiatan les pelajaran atau mengkursuskan anak sesuai dengan bakatnya jauh lebih penting. Sikap orang tua yang demikian itu menyebabkan tumbuhnya kebiasaan buruk pada anak. Oleh karena itu, kesadaran orang tua memang sebagai prioritas utama kualitas iman anak.
2. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Selain janji perkawinan, pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun juga harus dilihat lebih dalam lagi. Hal ini dimaksudkan agar perwujudan janji perkawinan pada pasutri ini dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai hubungan pasutri dengan usia perkawinan 515, maka perlu dilihat lagi beberapa hal yang terkait dengan kebiasaan hidup mereka sehari-hari.
a. Kebiasaan Pasutri di Rumah 1) Kebiasaan doa bersama dalam keluarga Seorang anak kecil yang sejak kecil dididik dan dibiasakan hidup dengan teratur dan rapi maka saat dewasa akan menjadi teratur dan rapi pula. Hal ini berlaku juga untuk kebiasaan pasangan suami-istri, jika dalam kehidupan berumahtangga seorang suami dan istri serta anak-anaknya selalu berdoa, maka keluarga ini akan terbiasanya meletakkan perkaranya di tangan Tuhan. Hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY menunjukkan 55.30% responden mengaku jarang melakukan doa bersama di rumah, sedangkan jawaban selalu hanya mencapai 14%. Hal ini disebabkan oleh kesibukan pasangan dan juga kebiasaan komunikasi dengan dunia luar menggunakan media sosial lebih diutamakan.
2) Mencium kening pasangan ketika hendak pergi tidur Kebiasaan pasangan suami-istri di rumah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas perkawinan adalah dengan mencium kening pasangan ketika hendak pergi tidur. Perempuan sangat merasa dihargai dan disayangi jika dicium keningnya. Perasaan positif yang muncul juga akan memberikan dampak positif bagi kehidupan perkawinan yang dibangun. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 49.30% responden menjawab tidak pernah melakukan ciuman kening sebelum pergi tidur. Jawaban ini merupakan jawaban terbesar yang sangat memprihatinkan. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh Budaya Jawa yang hidup subur dalam masyarakat di paroki ini. Cium kening yang sebenarnya sangat lumrah dianggap agak tabu dan sulit diterima sebagai budaya baru yang sebenarnya sangat positif.
3) Memberitahu pasangan saat pulang terlambat Komunikasi yang baik sangat diperlukan dalam membangun sebuah hubungan. Jika banyak hal dalam rumah tangga tidak dikomunikasikan maka akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
rentan
terhadap
terjadinya
miss
communication
yang
bisa
menyebakan/menimbulkan konflik. Hal ini juga berlaku untuk hal-hal sepele seperti saat pulang terlambat. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 40% responden menyatakan jarang memberitahu pasangan ketika hendak pulang terlambat. Hal ini disebabkan karena pulang terlambat dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak terlalu penting untuk memberitahu pasangan karena nanti juga akan pulang. Kebiasaan-kebiasaan kecil semacam ini jika dibiarkan akan terakumulasi dan menyebabkan sikap cuek dan tidak peka terhadap hal-hal yang ada di sekitar.
4) Kebiasaan makan bersama dalam keluarga Makan adalah sebuah cara untuk mendekatkan diri antar anggota keluarga. Pada zaman Yesus pun, Yesus memilih saat makan untuk membangun sebuah persaudaraan sejati dengan satu iman yakni pada saat perjamuan terkhir. Pada saat makan, biasanya orang akan saling mengobrol ringan sehingga suasana hangat dan dekat pun akan tercipta serta satu sama lain merasa memiliki dan dimiliki. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 43.30% mengatakan mereka jarang makan bersama. Hal ini disebabkan oleh kesibukan yang memaksa mereka harus makan sendiri-sendiri karena jadwal makan yang berbeda-beda, penyebab lainnya adalah karena tidak berpikir jika makan bersama merupakan hal yang penting dilakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
b. Kebiasaan Pasutri di Lingkungan Kebiasaan yang baik tidak hanya perlu dilakukan saat berada di rumah. Kebiasaan baik yang bisa dilakukan oleh pasangan suami-istri juga harus dilakukan di lingkungan tempatnya tinggal. Kebiasaan baik yang konkrit dan bisa dilakukan di lingkungan salah satunya adalah dengan terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan 49.30% responden menjawab jarang terlibat aktif dalam kegiatan di lingkungan. Hal ini disebabkan pasangan suami-istri ini lebih senang melakukan kegiatan lain yang lebih menghibur seperti menonton televisi ataupun jalan-jalan.
c. Kebiasaan Pasutri di Paroki 1) Pasutri terlibat aktif dalam kegiatan di paroki Lingkup sosial seseorang yang berkepercayaan Katolik tidak sebatas di lingkungan sekitar tempat tinggal namun juga di paroki tempatnya bernaung. Dalam kehidupan paroki (terlebih paroki yang ada di Jawa), ada begitu banyak kegiatan yang diadakan baik yang terbatas untuk kelompok kategorial ataupun seluruh umat, bahkan tak jarang kegiatan dilakukan untuk seluruh umat dan masyarakat sekitar paroki. Dalam berbagai macam kegiatan ini, kita memiliki banyak sekali kesempatan untuk terlibat dan memberikan suatu kerja nyata bagi paroki tempat tinggal sehingga iman yang sudah ada semakin diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Keterlibatan tidak perlu dalah hal yang besar dan muluk-muluk. Keterlibatan bisa dilakukan dengan cara sederhana.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
Peenelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY 46.70% mengaku tidak pernah terlibat aktif di paroki sedangkan yang menyatakan selalu terlibat hanya sebesar 6.70%. Hal ini disebabkan karena kesibukan bekerja dan mereka juga menganggap tidak mendapatkan sesuatu dari keterlibatan di paroki dan bahkan malah diremehkan oleh orang-orang yang sudah terlibat lama di paroki.
2) Pasutri mengikuti Perayaan Ekaristi bersama Keterlibatan pasutri yang lain juga dapat diwujudkan secara sederhana dalam mengikuti Perayaan Ekaristi. Ekaristi jika dihadiri bersama keluarga juga lebih bermakna. Penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY 34% responden meyatakan selalu berangkat mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan secara bersama-sama, walau jawaban ini adalah jawaban tertinggi namun masih sangat perlu ditingkatkan. Keadaan yang demikian ini disebabkan karena jadwal pulang kerja yang tidak sama, hanya salah satu di antara suami/istri saja yang berangkat sedangkan pasangannya sangat jarang ke gereja dan lain sebagainya.
3. Keutuhan Perkawinan a. Hubungan antar keluarga Komunikasi adalah sebuah kegiatan yang sangat sederhana dan sering dilakukan tanpa kesadaran karena sudah menjadi kebiasaan. Walaupun komunikasi adalah kegiatan yang sangat sederhana, namun jika tidak dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
dengan baik dan sadar maka bisa menimbulkan masalah yang tidak sederhana. Banyak masalah besar yang ditimbulkan dari misscommunication dan kadang penyelesaiaannya tidak sebentar. Komunikasi adalah perkara yang sederhana namun sayangnya terkadang diselewengkan. Contoh yang nyata adalah seorang suami atau istri yang lebih memilih berkomunikasi dengan orang lain lewat handphone canggihnya atau lewat laptopnya sedangkan keluarganya malah dinomor sekiankan. Sejatinya komunikasi yang baik justru harus dibangun terlebih dahulu dalam keluarga, baik dengan pasangan maupun anak-anaknya. Komunikasi yang baik bila dibangun di dalam keluarga maka akan terasa damai. Penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY 41.30% menjawab selalu menjaga dan membangun komunikasi dengan keluarga. Walau jawaban ini paling tinggi namun tetap masih harus ditingkatkan. Keadaan ini disebabkan karena kesibukan kerja, selain itu kecanggihan teknologi yang sering disalahgunakan. Kebanyakan pasutri juga menganggap tidak terlalu penting banyak komunikasi dengan pasangan melalui alat komunikasi sebab pada akhirnya akan bertemu di rumah.
b. Perhatian untuk mengutamakan keluarga Keluarga adalah tempat dimana selalu ada kehangatan dan cinta untuk kita. Oleh karena itu wajar jika kita harus selalu mengutamakan keluarga yang mengutamakan kita. Usaha untuk selalu mengutamakan keluarga dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara seperti selalu menjalin komunikasi dan yang tidak kalah penting di jaman ini adalah lebih mengutamakan keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
daripada pekerjaan. Pada zaman ini, orang banyak gila kerja sehingga rumah bukan lagi dianggap sebagai himpunan cinta kasih melainkan tempat menumpang tidur saja. Penelitian yang dilakukan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY 46.70% menyatakan lebih mementingkan keluarga daripada pekerjaan. Jawaban jarang merupakan jawaban tertinggi, namun cukup memprihatinkan karena masih di bawah seratus persen walaupun tidak berarti sisanya menjawab tidak pernah, namun alangkah baiknya semua pasutri lebih mengutamakan keluarga dibandingkan dengan lainnya. Hal ini disebabkan karena kebutuhan hidup yang semakin banyak, budaya konsumerisme yang selalu menawarkan hal-hal baru serta semakin canggihnya teknologi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KATEKESE KELUARGA KATOLIK PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
A. Latar Belakang Penyusunan Program Paroki HKTY Ganjuran merupakan sebuah Paroki yang besar dan memiliki banyak keluarga muda yang perlu diperhatikan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menunjukkan banyaknya pasutri yang sudah menyadari pentingnya mewujudkan janji perkawinan, namun mereka belum bisa mewujudkan janji perkawinan secara utuh dikarenakan kesibukan kerja dan kesibukan lain yang menghiasi hari-hari kehidupan rumah tangga mereka. Melihat kenyataan itulah, perlu adanya usaha pendampingan untuk pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Pada dasarnya, paroki
memang
sudah
melakukan
pendampingan
untuk
pasutri
yakni
pendampingan dalam bentuk rekoleksi. Pendampingan model rekoleksi biasanya dilakukan dengan cara memanfaatkan akhir pekan para pasutri dengan menginap di tempat-tempat yang biasanya digunakan untuk kegiatan semacam ini. Jika pendampingan harus dilakuan dengan cara menginap, melihat kesibukan para pasutri, kegiatan dalam bentuk rekoleksi yang harus menginap kurang sesuai. Rekoleksi mungkin memang bisa dilakukan tanpa menginap, namun rekoleksi tetap membutuhkan waktu yang lumayan lama karena pendampingan dalam bentuk rekoleksi memuat banyak sesi yang harus segera disampaikan secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
berkesinambungan. Alasan lainnya yang membuat pendampingan dengan model rekoleksi kurang sesuai adalah dalam rekoleksi biasanya pesertanya terbatas sehingga kurang bisa menyentuh seluruh pasutri yang memang perlu didampingi. Pendampingan yang diperlukan untuk pasutri tersebut adalah kegiatan yang bisa diadakan dengan mempertimbangkan kesibukan para pasutri sehingga mereka bisa mengikuti kegiatan pendampingan ini tanpa merasa terbebani ataupun mengesampingkan kesibukan lain yang mungkin memang harus dikerjakan. Berangkat dari pertimbangan tersebut maka pendampingan dengan total waktu yang tidak terlalu lama dianggap sesuai dengan para pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Dalam hal ini, model pendampingan yang dipilih adalah pendampingan dalam bentuk katekese.
B. Katekese Katekese berbeda dengan Teologi, Teologi bisa disebut sebagai pemahaman iman sedangkan katekese bisa disebut dengan pendidikan iman. Jacobs dalam Katekese pada Milinenium III: Quo Vadis? (2000: 11). Dalam katekese yang merupakan sebuah pendidikan iman itu artinya ada proses pedagogis. Proses pedagogis berarti ada pendamping yang berperan mengarahkan proses katekese agar berada pada koridor pendidikan iman yang benar. Arti tersebut juga selaras dengan arti katekese menurut CT art.18 yang mengatakan “Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen”. Suatu proses pedagogis dan pembinaan yang diberikan secara organis dan sistematis menunjuk pada hal yang sama yakni sebuah proses pembinaan atau pendidikan iman. Arah katekese di Indonesia adalah katekese umat. Katekese umat menurut Huber yang dikutip oleh Sumarno (2013: 9) adalah “komunikasi iman atau tukar pengalaman iman) antara anggota jemaat/kelompok”.Dalam pengertian ini, pelaku katekese adalah umat dengan mengambil pengalaman hidup umat yang kemudian di dalami bersama dan kemudian dicerminkan dengan pengalaman perjalanan hidup Yesus. Tujuan akhir dari katekese umat adalah terbentuknya sebuah kesepakatan baru mengenai habitus baru/kebiasaan hidup baru yang lebih mencerminkan cara hidup Kristus sebagai seorang Kristiani. Pelaku katekese umat adalah umat maka yang ditonjolkan adalah pengalaman hidup umat yang nantinya disharingkan atau dibagikan kepada umat yang lain sehingga sangat sesuai digunakan dalam kondisi umat yang dinamis sesuai dengan kemajuan jaman yang sangat pesat seperti sekarang.
C. Usulan Program Pada dasarnya, para pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran sudah menerima materi yang berhubungan dengan perkawinan sebelumnya saat mereka mengikuti kursus perkawinan dan di paroki pun sudah ada usaha untuk mengadakan pendampingan dengan mengadakan rekoleksi. Pendampingan-pendampingan ini pada dasarnya sudah baik, namun jika dilihat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
dari berjalannya program selama ini, tema program serta tolak ukur keberhasilannya terlihat masih sangat kurang pas. Hal ini mengingat adanya begitu banyak keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY namun
dalam
pelaksanaan
pendampingan,
lingkungan
hanya
diminta
mengirimkan 1 atau 2 KK. Jika seperti ini, seberapa banyak pendampingan pun kemungkinan besar wakil yang dikirimkan hanya orang yang sama sehingga pendampingan tidak merata dan kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh banyak hal dan salah satunya karena rekoleksi membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan banyak pasutri sibuk dengan pekerjaan atau aktifitasnya. Berangkat dari pengalaman yang sudah dialami oleh paroki maka pendampingan yang cakupannya lebih luas dan membutuhkan waktu yang tidak begitu lama merupakan jawaban yang tepat bagi pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Pendampingan dengan bentuk katekese yang cakupannya luas dan dapat dilakukan secara berkala merupakan bentuk pendampingan yang tepat. Katekese yang ditujukan untuk keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini akan dilakukan oleh paroki namun pelaksanaannya lebih baik per wilayah agar pendampingan merata atau jika memungkin dilakukan per lingkungan.
Jika pendampingan dilakukan per
wilayah atau jika
memungkinkan dilakukan per lingkungan maka akan semakin mengena dan tepat sasaran sehingga setiap pasutri merasa disapa dan mereka juga semakin giat untuk semakin memperbaiki hidup perkawinan mereka. Lewat sapaan semacam itu pula kehidupan
perkawinan
pasutri
perkembangannya secara berkala.
bisa
diperhatikandan
dapat
dilihat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
D. Rumusan Tema dan Tujuan Tema umum
: Mewujudkan janji perkawinan seturut Kitab Suci
Tujuan Umum
: Melalui Katekese, Keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun
di
Paroki
HKTY
Ganjuran
dibantu
dalam
mewujudkan janji perkawinannya dengan mendalami Kitab Suci Tema umum ini masih sangat luas sehingga tema umum masih dibagi lagi ke dalam 4 (empat) subtema yang lebih kecil yaitu: 1. Tema 1 Tujuan 1
: Berani mencintai berarti berani hadir dan melayani : Pasutri semakin sadar bahwa hidup bersama sebagai suamiistri berarti juga hidup dalam kasih yang hadir dan saling melayani dalam segala hal
2. Tema 2 Tujuan 2
: Aku setia mulai dari hal kecil sampai hal yang besar : Pasutri semakin sadar bahwa kesetiaan dalam segala hal merupakan harga mutlak dalam sebuah perkawinan dan dimulai dari hal yang terkecil
3. Tema 3
: Mendengarkan suara pasangan berarti mendengarkan suara Tuhan
Tujuan 3
: Pasutri semakin sadar akan pentingnya menjalin komunikasi dengan pasangan dan Tuhan
4. Tema 4 Tujuan 4
: Mendidik anak dengan campur tangan Tuhan : Pasutri semakin sadar bahwa untuk mendidik anak diperlukan campur tangan Tuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E. Penjabaran Program
Tema umum
: Mewujudkan janji perkawinan seturut Kitab Suci
Tujuan Umum
: Melalui Katekese, Keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dibantu dalam mewujudkan janji perkawinannya dengan mendalami Kitab Suci
No.
Tema
Tujuan
(1) 1.
(2) Berani mencintai berarti berani hadir dan melayani
(3) Pasutri semakin sadar bahwa hidup bersama sebagai suami-istri berarti juga hidup dalam kasih yang yang hadir dan saling melayani dalam segala hal.
Uraian Materi
(4) Pengalaman hidup Panggilan untuk saling melayani antar suamiistri Pelayanan Yesus menggambarkan pelayanan yang total Berani hadir dan selalu siap untuk melayani pasangan Belajar melayani
Metode
Sarana
(5) Sharing Tanya jawab Refleksi Informasi Renungan Peneguhan
(6) Teks Lagu “Melayani Lebih Sungguh” Teks Lagu “Kasih” Teks cerita “Merawatmu di Usia Senja” Teks fotocopy kutipan Kitab Suci Perjanjian Baru Ef 5:22-33 Laptop Sound system
Sumber Bahan (7) Ef 5:22-33 Roswita Oktaviani 2008: 107108 LBI 2002: 349
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(1) 2.
(2) Aku setia mulai dari hal kecil sampai hal yang besar
(3) Pasutri semakin sadar bahwa kesetiaan dalam segala hal merupakan harga multak dalam sebuah perkawinan dan dimulai dari hal yang terkecil
3.
Mendengar kan suara pasangan berarti mendengar kan suara Tuhan
Pasutri semakin sadar akan pentingnya menjalin komunikasi dengan pasangan dan Tuhan
(4) Pengalaman hidup Kesetiaan merupakan sebuah usaha Kesetiaan merupakan sebuah sikap yang muncul dari sebuah kebijaksanaan Kesetiaan akan membawa suami-istri pada kebahagiaan Belajar setia kepada pasangan Pengalaman hidup Kekuatan dalam mendengarkan Mendengarkan pasangan seperti mendengarkan Tuhan Kesediaan mendengarkan akan membawa pasutri pada keterbukaan Belajar mendengarkan
(5) Sharing Tanya jawab Refleksi Informasi Renungan Peneguhan
Sharing Tanya jawab Refleksi Informasi Renungan Peneguhan
(6) (7) Teks Lagu “Semua Luk 23:26Baik” 32 Teks Lagu “Sentuh Roswita Hatiku” Oktaviani 2008: 67-69 Teks cerita “Kisah Cinta LBI 2002: Kakek-Nenek” 157-158 Teks fotocopy Boland 1969: kutipan Kitab Suci 284-287 Perjanjian Baru Leks:2003: Luk 23:26-32 620-640 Sound system Teks Lagu Mat 1:18-25 “Kusiapkan Roswita Hatiku” Oktaviani 2008: 71-74 Teks Lagu “Sentuh Hatiku” LBI 2002: 34-35 Teks cerita “Istri” Leks 2003: Teks fotocopy 20-26 kutipan Kitab Suci Perjanjian Baru Matius 1:18-25 Sound system
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(1) 4.
(2) Mendidik anak dengan campur tangan Tuhan
(3) (4) Pasutri semakin Pengalaman Hidup sadar bahwa untuk Mendidik anak mendidik anak merupakan pekerjaan diperlukan campur seluruh hidup tangan Tuhan Anak dan orang Tua memiliki perannya masing-masing seturut Kitab Suci Mendidik anak berarti harus ada kerjasama dengan Tuhan Mendidik anak dengan baik
(5) Sharing Tanya jawab Refleksi Informasi Renungan Peneguhan
(6) Teks Lagu “Biar Kanak-kanak” Teks Lagu “Jalan Serta Yesus” Teks cerita “Kera” Teks fotocopy kutipan Kitab Suci Perjanjian Baru Ef 6:1-9 Sound system
(7) Ef 6:1-9 Roswita Oktaviani 2008: 44-45 LBI 2002: 349-350
113
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
F. Contoh Pelaksanaan Program Pendampingan Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran Bantul Yogyakarta 1. Identitas a. Tema
: Berani mencintai berarti berani hadir dan melayani
b. Tujuan
: Pasutri semakin sadar bahwa hidup bersama sebagai suami-istri berarti juga hidup dalam kasih yang hadir dan saling melayani dalam segala hal
c. Peserta
: Pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Wilayah St. Yusuf Baros
d. Tempat
: Aula Gereja St. Yusuf Baros
e. Hari/Tanggal
: Sabtu, 20 Juni 2015
f.
: 19.00-20.30 WIB
Waktu
g. Metode
: Sharing Tanya jawab Refleksi Informasi Renungan Peneguhan
h. Model
: Shared Christian Praxis
i.
: Teks Lagu “Melayani Lebih Sungguh”
Sarana
Teks Lagu “Kasih” Teks cerita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115 “Merawatmu di Usia Senja” Teks fotocopy kutipan Kitab Suci Perjanjian Baru Ef 5:22-33 Laptop Sound system j.
Sumber Bahan
:
Ef 5:22-33 Roswita Oktaviani 2008: 107-108 LBI 2002: 349
2. Pemikiran Dasar Tugas utama sebagai seorang suami atau istri adalah melayani pasangannya dengan sepenuh hati. Banyak orang salah kaprah dalam mewujudkan pelayanannya pada pasangan. Pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran menurut penelitian masih banyak yang belum melayani pasangan dengan sungguh-sungguh atau bisa dikatakan pelayanan mereka belum total. Contoh saja ketika melahirkan, seorang istri sangat membutuhkan kehadiran suami bukan hanya sekedar butuh dokter yang hebat, rumah sakit yang mewah tanpa kehadiran suami. Salah kaprah ini yang memang terjadi di Paroki Ganjuran. Salah kaprah ini diperparah dengan kesibukan pasutri dalam bekerja sehariharinya sehingga makna melayani pasangan terkadang hanya diartikan memenuhi kebutuhan hidup tanpa hadir dalam hidup pasangan. Ef 5:22-33 menguraikan mengenai hidup suami-istri yang harus disamakan dengan cara Yesus mengasihi jemaat-Nya. Dasar bagi hidup suami-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
istri adalah penyerahan diri seutuhnya dan saling menerima satu sama lainnya. Hal inilah yang menjadi semangat dasar suami-istri untuk saling melayani. Cinta yang utuh belum lengkap apabila belum diwujudkan dengan melayani pasangannya. Pelayanan seperti ini sama seperti Yesus yang selalu menempatkan jemaat-Nya pada situasi kasih yang sangat luar biasa. Contohnya adalah ketika Dia menyembuhkan banyak orang, ketika Dia hadir dalam segala situasi yang manusia hadapi dan saat Dia mau mengorbankan diri-Nya sendiri demi penebusan dosa manusia. Dalam hal tersebut, Yesus telah mengajari bagaimana cara melayani orang yang dikasihi-Nya. Pertemuan ini mengajak kita untuk belajar bagaimana cara mewujudkan kasih dan cinta yang kita miliki dengan melayani pasangan kita. Pelayanan ini harus kita lakukan terutama dalam perwujudan kasih suami-istri yang memang merupakan patner hidup dan patner Tuhan dalam menciptakan kehidupan baru. Pelayanan untuk seorang istri misalnya mempersiapkan keperluan suami seperti makan, baju, dll. Untuk seorang suami misalnya saja siap sedia membetulkan atap yang bocor, pintu yang rusak, dll. Pelayanan yang lebih penting misalnya suami ataupun istri selalu ada di samping pasangan dalam situasi dan kondisi apapun.
3. Pengembangan Langkah-langkah a. Pembukaan 1) Kata Pengantar Bapak/Ibu yang terkasih dalam Tuhan Yesus, pada malam hari ini kita semua berkumpul di tempat ini karena adanya rasa kasih dan cinta terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
pasangan kita. Malam hari ini, kita akan bersama-sama belajar tentang berani mencintai berarti berani hadir dan melayani. Sekarang ini, segala bidang kehidupan sudah menjadi instan dan serba mudah sehingga segalanya menjadi mudah dilakukan sendiri. Hal demikian ini menyebabkan lunturnya sikap mau melayani pada seseorang. Hal ini juga terjadi pada suami ataupun istri. Kalaupun ada pelayanan, pelayanan yang ada hanya pelayanan pada ha-hal yang kelihatan sehingga tidak mendalam dan total. Dalam Ef 5:22-33, kita diajak untuk hidup melayani
sebagaimana
Yesus
mengasihi
jemaat-Nya.
Pelayanan
yang
sesungguhnya adalah pelayanan yang menyentuh inti dari hubungan suami-istri yakni seluruh proses kehidupan mereka dalam keluarga. Untuk mewujudkan semuanya itu dibutuhkan perjuangan, pengorbanan serta kesediaan belajar dan memperbaiki diri secara terus menerus. Melalui pelayanan, nantinya kita akan belajar bagaimana mewujudkan cinta dan membahagiakan pasangan. 2) Lagu Pembukaan: Teks: “Melayani Lebih Sungguh” [Lampiran 8: (13)] 3) Doa Pembukaan Bapa yang Maha Cinta, kami bersyukur dan berterimakasih karena Engkau memberi kami kesehatan yang baik sehingga di pagi ini kami dapat berkumpul bersama-sama di tempat ini. Bapa, kami mohon sertailah kami semua sehingga kami dapat membuka hati kami untuk mensharingkan, merenungkan dan mendalami pengalaman kami dalam melayani yang saat ini sudah banyak luntur. Kami mohon ya Bapa, agar kami semakin menyadari pentingnya melayani seperti yang Yesus ajarkan pada kami. Tuhan semoga pertemuan ini bisa membawa pemahaman baru dan niat baru bagi kami sehingga kami bisa semakin menghidupi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
arti dari pelayanan. Semua ini kami mohon dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
b. Langkah I : Mengungkapkan pengalaman hidup peserta 1) Membagikan teks tentang cerita “Merawatmu di Usia Senja” [Lampiran 9: (14)] dan memberi kesempatan peserta untuk mendapatkan dan mengembangkan gagasan dari cerita yang dibaca dengan tuntunan pertanyaan sebagai berikut: a. Apa yang dilakukann Robertson dalam cerita “Merawatmu di Usia Senja”? b. Ceritakanlah pengalaman suka dan duka Bapak/Ibu dalam melayani pasangan? 2) Peserta diberi kesempatan untuk mensharingkan tanggapan dan pengalaman mereka sehubungan dengan pertanyaan di atas. 3) Rangkuman Pendamping Dalam cerita “Merawatmu di Usia Senja”, kita dapat melihat Robertson yang sungguh-sungguh luar biasa. Dia memilih berhenti dari pekerjaannya dan memilih merawat istrinya yang mengalami sakit alzheimer (gangguan fungsi otak) yang menyebabkan istrinya kembali seperti bayi karena tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Ia bersungguh-sungguh dalam merawat istrinya dan amat sabar dalam menghadapi kelakuan istrinya yanag sudah tidak wajar lagi. Dalam cerita tersebut pernah sekali Robertson merasa jengkel dengan istrinya yang membuatnya susah sehingga ia memukul betis istrinya. Karena perasaan cinta yang luar biasa dan karena dia teringat dulu sebelum sakit ia telah dilayani dengan sungguh-sungguh oleh istrinya maka dia merasa sangat menyesal telah melakukannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
Sebagai seorang istri atau suami tentunya memiliki peran khusus dalam kehidupan pasangannya. Peran khusus ini telah Bapak/Ibu wujudkan dalam melayani satu sama lain. Dalam melayani pasti ada perasaan bangga dan bahagia karena bisa menyenangkan hati orang tercinta. Walaupun demikian, kita terkadang mengalami pengalaman pahit saat berusaha melayani pasangan. Seperti yang telah kita ungkapkan dalam sharing tadi, dalam hidup perkawinan kita juga memiliki kehendak dan pikiran masing-masing yang berbeda. Kehendak yang berlainan ini juga terkadang diperparah dengan kenyataan bahwa pada dasarnya Bapak/Ibu memiliki karakter yang berbeda satu sama lain. Bapak/Ibu tadi sudah merasa benar dan melayani pasangan dengan baik namun ternyata apa yang baik di mata Bapak/Ibu belum baik dan belum tepat di mata pasangan. Bapak/Ibu sudah sepenuh hati mengerjakan tugas Bapak/Ibu namun ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan pasangan. Ada juga pengalaman Bapak/Ibu yang mirip dengan Robertson dengan dibuat jengkel oleh pasangan.
c. Langkah II: Mendalamai Pengalaman Hidup Peserta 1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman hidup yang telah diungkapkan langkah I, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana sikap Bapak/Ibu di Wilayah Baros dalam menghadapi pengalaman suka dan duka dalam melayani tersebut?
2) Rangkuman singkat Bapak/Ibu tadi mengungkapkan bahwa ketika pasangan merasa senang dan bahagia dengan bentuk dan cara kita melayani maka kita akan berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
mempertahankannya dan kecenderungan kita akan meningkatkan pelayanan kita agar menjadi lebih baik. Namun berbeda ketika pelayanan Bapak/Ibu yang sudah dirasa benar namun pasangan malah kurang merasa berkenan maka tentunya muncul perasaan kecewa. Bapa/Ibu tadi mengungkapkan ketika mengalami kekecewaan yang demikian maka sikap yang pertama diambil adalah sabar dan diam sejenak untuk merenungkan bagian mana yang kurang tepat. Itu merupakan sikap yang tepat. Bapak/Ibu ada juga yang dengan spontan memprotes pasangan karena pasangan tidak menghargai jerih payah kita sehingga kita menyesal, kecewa dengan dirinya sendiri, marah dan lain-lain. Sikap yang demikian itu wajar terjadi karena keterbatasan kita sebagai manusia namun yang paling penting adalah bagaimana sikap kita selanjutnya setelah merasa demikian. Apakah mau memperbaiki diri untuk melayani pasangan kita dan selalu hadir dalam hidup pasangan atau tidak.
d. Langkah III: Menggali Pengalaman Kristiani 1) Salah seorang peserta diminta untuk membacakan teks atau perikop langsung dari Kitab Suci yang diambil dari kutipan Ef 5:22-33. 2) Peserta diberi waktu hening sejenak untuk secara pribadi merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa pertanyaan, sebagai berikut: a) Ayat manakah yang menurut Bapak/Ibu berkaitan dengan kasih yang melayani?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
b) Apa pesan inti yang mau disampaikan Yesus pada Bapak/Ibu di Wilayah Baros dalam melayani pasangan? 3) Peserta diajak mengungkapkan hasil renungan dalam kelompok besar dengan dua pertanyaan tersebut. 4) Kemudian pendamping menyampaikan tafsir dari bacaan Ef 5:22-33 lalu menghubungkan tafsir dengan tanggapan serta renungan pribadi dan tema. Setelah membaca sabda dari Kitab Suci perikop Ef 5:22-33 tentunya ada ayat-ayat yang mengena sebab berhubungan dengan kasih dan pelayanan. Bapak/Ibu tadi ada yang mengungkapkan bahwa ayat 28 lah yang berhubungan dengan pelayanan, ada pula yang mengungkapkan bahwa ayat 29 lah yang berhubungan dengan pelayan. Semua ayat dalam bacaan tersebut memang berhubungan dengan pelayanan. Ayat yang berhubungan dengan pelayanan pada khususnya ada pada ayar 29. Ayat 29 menggambarkan cinta dan pelayanan yang total dengan menempatkan pasangan seperti dirinya sendiri sehingga jika melayani pasangan itu artinya melayani diri sendiri sehingga dilakukan secara total. Perikop Ef 5:22-33 diawali dengan sebuah kalimat perintah “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat”. Kalimat tunduk di atas berarti seorang istri harus tunduk pada suaminya. Dalam rumah tangga, suamilah yang menjadi nahkoda yang memimpin di barisan paling depan untuk bisa membawa keluarganya ke dalam pelayaran yang di kehendaki Tuhan. Kalimat tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
belum berakhir, kalimat selanjutnya merupakan kelanjutan yang sangat pending dari kalimat pembuka dalam perikop tersebut. Dalam Ef 5:25 dikatakan “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”. Suami serta istri dalam hidup perkawinan memiliki peranan masing-masing yang khas dan tidak tergantikan oleh karena perempuan disebut sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki (Kej 2:18) dan pada akhirnya mereka saling melengkapi satu sama lain. Kasih suami kepada istri adalah sama seperti Kasih Kristus kepada jemaat, yang telah menyerahkan diri-Nya dan menguduskan jemaat-Nya. Suami harus menempatkan istrinya dalam posisi yang berharga di matanya. Istri bukan objek pemuasan seksual, juga bukan sebagai objek pelengkap penderita. Suami harus mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Kasih itu sabar, murah hati, tidak mencari kepentingan diri, tidak suka pada hal tidak sopan, tidak cemburu, tidak sombong, tidak mencari keuntungan, tidak pemarah, tidak menang sendiri. Kasih itu juga melayani, konteks pelayanan dalam kasih antara suami dan istri sering keliru dan jatuh pada pelayanan yang egois sebab batas antara wujud kasih dengan sebuah keegoisan terkadang sangat tipis. Pelayanan yang egois adalah pelayanan yang tidak melihat kehendak pasangan. Terkadang sebagai seorang istri ketika dia sudah melakukan tugasnya memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya, dia menganggap tugasnya dan pelayanannya sudah selesai dengan baik. Suami pun demikian, terkadang ketika ia sudah mencari uang dan memenuhi kebutuhan keluarga, ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
menganggap tugasnya sudah beres. Ada satu konsep pelayanan yang dilupakan oleh pasutri, melayani pasangan berarti juga menemaninya dengan memberikan sebagian waktu dalam hari yang dilalui untuk pasangan. Pesan inti yang hendak disampaikan Paulus dalam Ef 5:22-33 adalah ketika seseorang menjadi suami-istri artinya dia harus menyerahkan dirinya secara total. Seorang istri harus menghormati suaminya, begitu pula sebaliknya. Menjadi suami-istri artinya memperlakukan pasangan seperti tubuhnya. Memperlakukan pasangan seperti tubuhnya artinya memberikan pelayanan yang setotal-totalnya untuk pasangan.
e. Langkah IV: Menerapkan Iman Karistiani dalam Situasi Peserta Konkrit 1) Pendamping mulai mengawali langkah ini dengan menempatkan peserta dalam konteks dan situasi pertemuan, menerapkan pesan inti Kitab Suci dalam pengalaman, kebutuhan serta situasi hidup peserta. Bapak/Ibu yang terksih, daam hal mencintai kita diajak oleh Yesus untuk melayani pasangan seperti dirinya sendiri. Dalam membangun kehidupan perkawinan kita diajak untuk bersama-sama menyadari cara melayani yang total. Hal ini tentunya tidak mudah karena setiap pribadi memiliki watak dan karakter masing-masing yang berbeda. Walaupun perbedaan ini tak terelakan, namun melalui janji perkawinan yang telah suami-istri ucapkan, suami-istri menyanggupi melayani pasangan kita dengan setulus hati. Janji yang sama ini membuat suami istri bisa saling bergandengan dan berproses untuk saling melayani sehingga bisa menyempurnakan satu sama lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
2) Agar semakin menghayati panggilan kita sebagai seorang suami/istri, maka terlebih dahulu kita akan berefleksi dan secara pribadi merenungkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Apakah selama ini Bapak/Ibu di Wilayah St. Yusup Baros merasa disadarkan dan diteguhkan dalam usaha melayani pasangan? (saat hening, bisa diiringi dengan alunan musik yang lembut)
3) Setelah merenung, peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungannya dalam pleno. Hasil pleno dirangkum dan diteguhkan pendamping dan dihubungkan dengan tema dan tujuan pertemuan. Bapak/Ibu terkasih, terakadang dalam kehidupan sehari-hari kita menjalaninya tanpa kesadaran karena menjadi sebuat rutinitas yang tanpa direncanakan dengan detail pun akan berjalan dengan sendirinya. Dalam rutinitas ini suami-istri biasanya tidak begitu menyadari arti dan makna dari apa yang telah dilakukannya untuk keluarga ataupun pasangan. Ketika kita membicarakan tentang melayani pasangan memori tentang kehidupan bersama pasangan juga akan dhadirkan dengan penuh kesadaran. Kesadaran inilah yang membuat kita bisa menilai pelayanan kita selama ini terhadap pasangan apakah sudah seperti yang Yesus lakukan atau belum. Pengalaman kita selama ini merupakan sebuah pengalaman yang berharga dan perlu dimaknai. Melayani merupakan tindakan menempatkan diri di bawah posisi orang yang kita layani. Melayani berarti kita siap menjadi hamba yang mau dengan tulus hati melayani. Melayani seperti ini dapat kita lihat secara nyata saat Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Melayani melibatkan kasih dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
kepedulian. Melayani pasangan misalnya saja memasak untuk pasangan, mencucikan pakaian pasangan, menyiapkan pakaian untuk pasangan, bekerja tanpa kenal lelah untuk pasangan, dll. Melayani juga dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti mendengarkan keluh kesah pasangan ataupun hadir dalam setiap kehidupan dan perasaan yang dialami pasangan untuk membantu menopangnya. Melayani ini juga tidak terlepas dari pelayanan untuk Tuhan, pelayanan untuk Tuhan misalnya bersama-sama terlibat aktif dan saling mendukung dalam kehidupan menggereja. . f. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit 1) Pendamping mengawali langkah ini dengan merangkum seluruh isi dan proses yang berlangsung selama pertemuan dan menghubungkannya dengan tema dan tujuan pertemuan. Bapak/Ibu yang terkasih dalam Tuhan, cerita tentang suami yang memilih merawat istrinya menggambarkan sebuah pelayanan. Pelayan suami yang demikian menggambarkan ketulusan dan ketotalan. Pengalaman kita dalam melayani pasangan juga merupakan pengalaman yang berharga. Dalam melayani pasti suka dan suka pernah kita rasakan. Dalam pahitnya duka kita akan semakin belajar untuk melayani lagi dengan total. Kepahitan kita gunakan sebagai cambuk yang dapat memacu kita untuk memperbaiki diri dan memurnikan niat kita dalam melayani. Yesus telah terlebih dahulu melayani sebelum Ia meminta seluruh orang untuk melayani. Seorang istri harus tunduk pasa suami begitu pula seorang suami harus menganggap istrinya seperti tubuhnya sendiri sebab hubungan suami-istri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
sama seperti hubungan Kristus dengan Gereja-Nya. Melayani contohnya dengan memenuhi kebutuhan pasangan atau paling tidak bisa membantu pasangan dalam melaksanakan tugasnya. Melayani bisa juga dengan hadir menemani dan menjadi pendengar yang baik bagi pasangan. Untuk selanjutnya, kita akan merenungkan sebentar bentuk pelayanan apa yang hendak kita wujudkan setelah tahu bentuk pelayanan ideal sebagai wujud cinta pada pasangan. 2) Pendamping memberikan waktu sejenak pada peserta untuk merenungkan tindakan apa yang hendak dilakukan dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: a) Niat apa yang hendak Bapak/Ibu lakukan untuk memperbaiki pelayanan pada pasangan di Wilayah St. Yusup Baros ini? b) Hal-hal apa saja yang harus kita perhatikan dalam mewujudkan niat tersebut? 3) Setelah selesai merenung, peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan niat konkritnya yang menjadi niat pribadi yang akan diwujudkan dalam kehidupan perkawinannya. 4) Kemudian pendamping mengajak peserta untuk mendiskusikan niat konkrit yang akan dilakukan bersama demi mendukung terciptanya sikap pelayanan khususnya pada pasangan.
g. Penutup 1) Pendamping mengajak peserta untuk berdoa bersama, menyerahkan diri dan keluarga pada keluarga Kudus Nazaret. Selain itu pendamping memberikan kesempatan pada peserta untuk mengungkapkan doa pribadinya. Setelahnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
pendamping mengajak peserta untuk berdoa 1 kali Bapa Kami dan 3 kali Salam Maria. 2) Doa Penutup Tuhan Yesus Kristus, terimakasih atas kesempatan ini sebab kami bisa belajar bersama dan tukar pengalaman mengenai tugas kami sebagai seorang suami ataupun istri. Melalui tukar pengalaman hidup, kami dapat memperluas pengalaman kami sehingga kami dapat melihat secara nyata pengalaman yang total. Pengalaman tersebut terus kami gali dan kami maknai sesuai teladan-Mu yang terlebih dahulu mau melayani kami. Pelayanan-Mu yang total memberikan gambaran nyata bagi kami untuk meneladan-Mu. Engkaulau Allah dan sumber kasih sejati, biarkanlah kami dapat memahami kehendak-Mu yang sesungguh-Nya sehingga gambaran konkrit mengenai bentuk pelayanan yang sudah kami pahami dapat sungguh kami wujudkan secara nyata dalam kehidupan kami di keluarga serta kehidupan kami di lingkungan tempat tinggal kami. Semua ini kami mohon dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin. 3) Lagu Penutup “Kasih” [Lampiran 8: (13)]
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Umat beriman Kristiani memiliki dua panggilan hidup. Panggilan pertama untuk hidup selibat menjadi imam, biarawan-biarawati atau bisa juga menjadi selibat awam, sedangkan panggilan yang kedua adalah panggilan untuk hidup berkeluarga. Kedua panggilan ini sama-sama baiknya dan sama-sama dikehendaki Allah. Untuk sampai pada kehidupan berkeluarga, calon mempelai melalui tahap pranikah dengan mengikuti kursus persiapan perkawinan. Setelah melakukan tahap pranikah, calon mempelai memasuki tahap pernikahan/perkawinan dengan mengucapkan janji perkawinan yang rumusannya memang sudah ditentukan oleh gereja. Pengucapan janji perkawinan adalah awal dari seluruh proses kehidupan perkawinan. Janji perkawinan bisa dianggap sebagai jaminan perkawinan yang diucapkan sendiri oleh pasangan di hadapan imam dan saksi. Janji perkawinan memang merupakan jaminan bagi pasangan untuk hidup bersama dalam keluarga, namun janji perkawinan tidak berhenti pada pengucapan saat penerimaan sakramen perkawinan. Janji perkawinan harus selalu dihayati dan dihidupi sepanjang hidup perkawinan. Dalam pemenuhannya inilah, janji perkawinan dihadang oleh berbagai tantangan zaman dan perubahan situasi serta kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Dalam situasi inilah para suami dan istri ditantang untuk tetap setia dalam menghidupi janji perkawinan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Dalam menghidupi janji perkawinan pasti tidak terlepas dengan cinta antara suami dengan istri. Cinta itu adalah sebuah anugerah, maka orang yang dicintai merupakan bentuk dari anugerah tersebut. Anugerah berarti ada suka cita dan damai di dalamnya. Jika kehidupan berkeluarga tidak lagi ditemukan suka cita serta kedaimaian maka pasti ada yang salah dalam hal cara mencintai pasangan. Untuk memperbaikinya, janji perkawinan merupakan kunci yang ampuh untuk menyelesaikannya. Dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami tidak akan bisa selalu berperan sebagai suami, suami terkadang harus menjadi teman atau sahabat yang selalu siap mendengarkan tanpa menghakimi serta siap memaafkan tanpa syarat. Begitupun sebaliknya, istri juga tidak boleh selalu berperan sebagai seorang istri, dia juga harus bisa berperan sebagai teman dan sahabat. Janji perkawinan pada intinya memuat 3 janji pokok yakni janji setia pada pasangan, mencintai pasangan seumur hidup dan mendidik anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik. Walaupun dalam janji perkawinan hanya ada 3 janji pokok, namun dalam pemenuhannya tidak semudah itu. Jaman yang sudah sangat modern sekarang ini membawa tantangan tersendiri bagi pemenuhan janji perkawinan. Hasil penelitian yang dilakukan pada 70 pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran menunjukkan para pasangan suami istri ini dalam mewujudkan janji perkawinan masih belum maksimal dan perlu ditingkatkan lagi. Hal inilah yang menyebabkan program pendampingan pasca pernikahan perlu dilakukan. Di Paroki HKTY Ganjuran, program pendampingan pasangan suami-istri pasca nikah memang sudah ada yakni rekoleksi bagi pasangan muda, namun hasil penelitian pasangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
suami-istri muda ini memiliki kesibukan yang luar biasa sehingga model pendampingan rekoleksi yang memerlukan waktu lama kurang sesuai. Terlebih lagi, biasanya peserta rekoleksi sangat dibatasi dan biasanya pesertanya hampir selalu orang yang sama. Untuk kondisi keluarga muda dan madya yang sibuk seperti di Paroki HKTY Ganjuran, pendampingan dalam bentuk pertemuan yang bisa dilakukan di wilayah atau lingkungan masing-masing tanpa harus menginap sangat disarankan apa lagi jumlah pesertanya bisa mencakup seluruh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun. Berangkat dari kenyataan ini, penulis mengusulkan pendampingan dengan bentuk katekese untuk pasangan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun. Usulan program ini dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan dengan tema umum yang berjudul Mewujudkan Janji Perkawinan Seturut Kitab Suci. Tujuan umum dari pendampingan ini adalah melalui katekese, keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran dibantu dalam mewujudkan janji perkawinannya dengan mendalami Kitab Suci.
B. Saran Setelah melakukan penelitian terhadap pasutri dengan usia perkawinan 515, ada begitu banyak hal yang ditemukan. Bagaimana fakta kehidupan perkawinan pasutri dengan usia perkawinan 5-15 di Paroki HKTY Ganjuran. Dari hasil tersebut, ada begitu banyak celah yang masih harus diperbaiki baik oleh pasutri sendiri ataupun oleh pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, celah-celah yang masih ditemukan bisa menjadi peluang yang baik untuk diperbaiki. Celah-celah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
tersebut menginspirasi penulis untuk menuliskan beberapa masukan/saran positif yang bisa diwujudnyatakan bersama.
1. Bagi Para Pendamping Keluarga pada Umumnya Berkembangnya teknogi seiring dengan kemajuan zaman membuat kebutuhan manusia termasuk kebutuhan dalam hidup berkeluarga juga berkembang. Kebutuhan yang semakin berkembang tidak bisa dijawab dengan pendampingan keluarga dari masa lalu yang tentunya sudah tidak relevan lagi bagi kebutuhan pasangan suami-istri sekarang ini. Maka dari itu, para pendamping wajib mengenal dan akan lebih baik lagi jika menguasai media yang relevan di zaman ini. Pendamping perlu melakukan penelitian atau minimal pengamatan terhadap keluarga yang hendak di damping, sesungguhnya materi apa saja yang sungguh dibutuhkan oleh keluarga yang hendak didampingi dan setelah proses pendampingan juga wajib melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pendampingan. Selain itu, pendamping juga harus melakukan koordinasi dengan elemen gereja, baik hirarki ataupun para ahli seperti ahli ekonomi, ahli psikologi, ahli hukum perkawinan dan lain sebagainya.
2. Bagi Para Pendamping Keluarga di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Fakta yang diperoleh dari penelitian membuka kesempatan bagi para pendamping keluarga di paroki HKTY Ganjuran untuk semakin giat memberikan pelayanan bagi para pasutri dalam usahanya untuk mewujudkan janji perkawinan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
Keterlibatan bagi para pendamping ini bisa dibagi dalam dua keterlibatan yakni secara umum dan secara khusus.
a. Keterlibatan Secara umum Secara umum, keterlibatan yang bisa dilakukan oleh pendamping adalah melaksanakan program pendampingan. Program yang dinilai sesuai berdasarkan situasi dan kondisi pasutri adalah pendampingan dalam bentuk katekese. Dalam melaksanakan program ini, pendamping diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengolah dan materi sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia serta bisa ditambah dengan sumber-sumber lain yang relevan dan mendukung. Selain itu, buat variasi semenarik mungkin agar tidak monoton dan tidak membosankan. Beri kesempatan/tempat seluas-luasnya bagi para peserta untuk terlibat aktif dalam katekese tersebut.
b. Keterlibatan Secara khusus Keterlibatan dalam mendampingi pasutri merupakan keterlibatan yang masih umum. Oleh karena itu, baik jika pendampingan juga dilakukan secara pribadi dengan pendekatan pada keluarga-keluarga sehingga bisa menyentuh kebutuhan keluarga secara lebih dalam. Pendekatan khusus dengan keluarga bisa dilaksanakan dengan membuka tempat khusus untuk konsultasi keluarga. Tempat khusus untuk konsultasi tersebut akan jauh lebih baik jika pada hari-hari tertentu ada pelayanan konsultasi oleh psikolog. Selain itu, kunjungan keluarga juga baik dilakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
3. Bagi Romo Paroki Hasil penelitian menunjukkan fakta perwujudan janji perkawinan yang masih kurang memiliki celah bagi Romo Paroki untuk ikut membantu umat mewujudkan janji pekawinan secara ideal. Dua kesempatan ini dibagi dalam keterlibatan secara umum serta secara khusus.
a. Keterlibatan secara umum Kenyataan yang ada menunjukkan para keluarga di Paroki HKTY Ganjuran perlu pendampingan. Oleh karena itu, Romo diharapkan memberi perhatian yang lebih pada pelaksanaan pendampingan. Dukungan dari romo paroki pasti akan memberikan efek positif pada pendampingan keluarga. Dukungan bisa berupa semangat, mempermudah izin, penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan dana. Baik pula jika sesekali Romo mengundang ahli yang sangat dibutuhkan oleh keluarga di Paroki HKTY Ganjuran, terlebih jika romo paroki ikut mendampingi langsung pelaksanaan pendampingan keluarga.
b. Keterlibatan secara khusus Figur seorang Romo sangat istimewa bagi umatnya sehingga jika umat mendapat sapaan secara pribadi dari seorang Romo pasti akan sangat memberi motifasi positif. Oleh karena itu, keterlibatan khusus yang bisa diberikan oleh seorang Romo bisa dalam bentuk kunjungan keluarga atau juga membuka diri untuk mendengarkan konsultasi para keluarga. Selain hal tersebut, baik juga jika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
Romo secara khusus mempersembahkan misa bulanan pasangan yang merayakan ulang tahun perkawinan.
4. Bagi Para Pasutri dengan Usia Perkawinan 5-15 Tahun Membangun keluarga tidak semudah mengadakan sebuah pesta. Membangun keluarga perlu proses yang panjang yakni seluruh hidup. Dalam hidup berkeluarga tentunya terkadang muncul rasa bosan atau rasa-rasa lain yang bisa menjadi penggangu terwujudnya keluarga yang utuh dan bahagia. Oleh karena itu proses pendampingan bagi keluarga sangat diperlukan. Keluarga muda diharapkan mampu membuka diri untuk mengikuti proses pendampingan keluarga yang dilakukan oleh paroki sebab proses pendampingan keluarga merupakan sarana evaluasi bersama sebagai suami-istri sehingga tahu apa cela yang terjadi dalam perkawinan yang dibangun. Poses pendampingan keluarga juga merupakan sarana hening dari rutinitas dan memusatkan perhatian pada keluarga yang telah dijalani sehingga kekurangan serta kelebihan yang semula mungkin tidak terlihat, melalui pendampingan keluarga dapat terlihat dan dapat diperbaiki dengan kesadaran penuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Ch. (1982). Manusia, Suami & Isteri, Perkawinan & Keluarga. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulya. Agung Prihatana, BR. (2013). Menjadi Anugerah Bagi Pasangan. Yogyakarta: Bajawa Press. Azwar, Saifuddin. (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Boland, B.J. (1969a). Tafsiran Lukas I. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia. ______. (1969b). Tafsiran Lukas II. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia. Budi Sardjono, M. (2010). Meditasi Cinta 20 Menit. Yogyakarta: Kanisius. Burtchaell, James T. (1990). Dalam Untung dan Malang: Ikatan Janji Perkawinan. Yogyakarta: Kanisius. Dewan Paroki HKTY Ganjuran. (2004). Rahmat yang Menjadi Berkat. Manuscrip yang berisi tentang profil Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang dibuat dalam rangka ulang tahun Gereja yang ke-80 pada 26 April 2004. ______. (2014). Buku Ketua Wilayah dan Ketua Lingkungan Periode 2014-2016. Manuscrip yang berisi tentang daftar Ketua Wilayah dan Ketua Lingkungan periode 2014-2016 yang dibuat dalam rangka pergantian pengurus wilayah dan lingkungan periode 2014-2016 pada 23 Desember 2013. Didik Bagiyowinadi, FX. (2006). Saling Setia dalam Untung dan Malang. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Hello, Marianus. (2004). Menjadi Keluarga Beriman. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Utama. I Ketut Adi Hardana, Timotius. (2010). Kursus Persiapan Perkawinan. Jakarta: Obor. Jacobs, Tom S.J. (2000). Katekese dan Teologi. Dalam FX. Adisusanto, dkk (Editor). Katekese Pada Millenium III: Quo Vadis?. (hal. 9-55). Yogyakarta: Penertbitan Universitas Sanata Dharma. Kitab Hukum Kanonik. (2006) (Codex Iuris Canonici) (Dr. R. Rubiyatmoko dkk, Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1983). Komisi Liturgi Keuskupan Se-Regio Jawa Plus Tanjungkarang. (2009). Pedoman Pastoral Liturgi Perkawinan Keuskupan Agung Semarang. Semarang: Komisi Liturgi KAS. Konferensi Waligereja Indonesia. (1991). Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik. Jakarta: Komisi Pendidikan KWI bekerjasama dengan Grasindo. ______. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. ______. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor. LBI. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. (A.S. Hardawiyata, Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana. Leks, Stefan. (2003a). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. ______. (2003b). Tafsir Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
Poerwadarminta, W.J.S. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Purwa Hadiwardoyo, Al. (1988). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius. ______. (2007). Pendampingan Keluarga di Paroki Kita. Manuscrip Program Pendampingan Keluarga yang berisi pedoman pendampingan Keluarga yang diterbitkan oleh Komisi Pendampingan Keluarga, Keuskupan Agung Semarang. Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Jawa Barat: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia. ______. (2013). Belajar Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Roswita Oktaviani. (2008). Beautiful Moment: 55 Kisah yang Memperkaya Hidup Keluarga. Yogyakarta: Andi. Rubiyatmoko, Robertus. (2011). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik. Yogyakarta: Kanisius. Smalley, Gary. (2007). I Promise You Forever. Yogyakarta: Gloria Gaffa. Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarno Ds, M. (2013). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki (PPL PAK Paroki). Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki (PPL PAK Paroki) untuk mahasiswa semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan dengan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sutrisno Hadi. (2004). Metodologi Reasearch. Jilid 2. Yogyakarta: Andi. Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minolyo” KAS. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Yogyakarta: Kanisius. Undang-undang Dasar 1945. (2014). Undang-undang Dasar 1945 beserta Amandemenya dilengkapi dengan Kabinet Kerja 2014-2019. Buku saku undang-undang 1945 yang dibuat dalam rangka pergantian kabinet, Sinduraya, Surabaya. Verlag, Pattloch. (2010). Youcat Indonesia: Katekismus Populer. (R.D Yohanes Dwi Harsanto, dkk: Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli terbit tahun 2010). Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979). ______. (1993). Familiaris Consortio. (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian Pada Romo Paroki
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian Pada Ketua Lingkungan
(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4: Pedoman Wawancara dengan Ketua Dewan Paroki 1. Sebutkan letak Geografis Paroki HKTY Ganjuran! 2. Sebutkan batas-batas Paroki HKTY Ganjuran! 3. Apa pekerjaan umat (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? 4. Bagaimana situasi sosial dan ekonomi umat (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? 5. Bagaimana kehidupan pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? 6. Kegiatan pendampingan apa saja yang diadakan oleh Paroki untuk pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? 7. Permasalahan apa saja yang sering dialami oleh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran? 8. Bagaimana janji perkawinan diwujudkan di Paroki ini? 9. Apa harapan Romo terhadap pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Dukungan apa saja yang telah Romo berikan untuk kegiatan pendampingan pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran?
(4)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5: Rangkuman Hasil Wawancara dengan Ketua Dewan Paroki A. Pelaksanaan Responden : Romo Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr. Waktu : 11 Desember 2014 Tempat : Di Pastoran Paroki HKTY Ganjuran B. Pokok-pokok Pertanyaan dan Rangkuman Hasil Wawancara 1. Sebutkan letak Geografis Paroki HKTY Ganjuran! Jawaban: Paroki HKTY Ganjuran terletak di 17 Km arah Selatan Kota Yogyakarta. Paroki ini terletak tidak jauh dari Pantai Selatan yang artinya memiliki hawa yang cukup panas. Wilayah Paroki HKTY memiliki tanah yang cukup subur namun di bagian Selatan tanah bercampur dengan pasir. Bangunan Gereja dan Candi HKTY berdiri di tanah seluas 2, 5 hektar. Bangunan Gereja dan Candi HKTY terletak di pedesaan. Sekitar gereja dan candi HKTY merupakan hamparan sawah sehingga udaranya masih segar. Seluruh wilayah di Paroki HKTY Ganjuran juga berada di daerah pedesaan yang udaranya masih segar walaupun udara pantai terkadang menyebabkan hawa yang cukup panas. 2.
Sebutkan batas-batas Paroki HKTY Ganjuran! Jawaban: Timur : SMA Stella Duce III Selatan : Berbatasan dengan Ruko Ganjuran dan Lapangan Sumbermulyo Barat : Area persawahan Utara : Panti Asuhan dan Rumah Sakit St. Elizabeth Ganjuran
3.
Apa pekerjaan umat (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Pekerjaan umat di Paroki HKTY Ganjuran beranekaragam mulai dari PNS, polisi, TNI, dokter, petani, nelayan, wiraswasta, dll. Untuk pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran kebanyakan PNS, TNI, polisi, dokter dan wiraswasta.
4.
Bagaimana situasi sosial dan ekonomi umat (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Paroki HKTY berada di daerah pedesaan yang budaya kekeluargaannya masih sangat kuat. Umat lebih sering mengerjakan suatu acara dengan cara bekerja bersama. Sedangkan situasi ekonominya bisa dibilang beragam mulai dari hanya cukup untuk memenuhi hidup dalam sehari sampai yang berkecukupan. Untuk pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun sebagian besar masih dibebani dengan biaya sekolah anak.
(5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Bagaimana kehidupan pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 515 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Kehidupannya cukup sedehana dan bisa dibilang biasa. Khusus untuk pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun yang masih dalam usia produktif kecenderungan sibuk bekerja dan berkarya. Oleh karena itu mereka harus pandai mengatur waktu.
6.
Kegiatan pendampingan apa saja yang diadakan oleh Paroki untuk pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Pendampingan pasutri/keluarga dengan kunjungan keluarga, rekoleksi keluarga, ME.
7.
Permasalahan apa saja yang sering dialami oleh pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Masalah yang sering dialami misalnya saja kurangnya waktu untuk keluarga karena kesibukan bekerja yang menyebabkan kerenggangan hubungan antara suami dan istri. Permasalahan lainnya adalah penghayatan perkawinan pada suami-istri sangat kurang sehingga bagi mereka memenuhi kebutuhan fisik (makanan, pakaian, sekolah, dll) lebih penting daripada mebangun kebersamaan dalam keluarga.
8.
Bagaimana janji perkawinan diwujudkan di Paroki ini? Jawaban: Janji perkawinan diwujudkan dengan sebuah rutinitas sederhana seperti istri yang memasak untuk suami atau suami yang mencari nafkah untuk istri dan keluarga. Di luar perwujudan tersbut, perwujudan janji perkawinan yang lebih mendalam belum seutuhnya terwujud.
9.
Apa harapan Romo terhadap pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Harapannya agar suami-istri lebih kompak termasuk dengan anaknya dan bisa saling mendukung untuk terlibat aktif dalam kehidupan menggereja.
10. Dukungan apa saja yang telah Romo berikan untuk kegiatan pendampingan pasutri (khususnya pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun) di Paroki HKTY Ganjuran? Jawaban: Selalu terbuka ketika ada umat yang bercerita sampai meminta solusi untuk permasalahan dalam perkawinan mereka, kunjungan keluarga, ujub khusus bagi pasutri yang pada minggu tersebut merayakan ulang tahun perkawinannya, dll.
(6)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6: Contoh Kuesioner untuk Penelitian Umur Perkawinan:
... .
tahun
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga Anda saat ini dengan cara memberikan tanda centang (√) untuk jawaban yang dipilih! Keterangan: S
= Selalu
J
= Jarang
KK
= Kadang-kadang
TP
= Tidak pernah
Contoh: No
Pertanyaan
1.
Apakah Anda selalu harmonis dengan
S
pasangan dan anak-anak Anda?
I.
Pertanyaan
1.
Apakah orang tua Anda ikut campur tangan
Apakah Anda menerima kelebihan dan kekurangan pasangan Anda dengan sepenuh hati? Apakah Anda mendengarkan keluh kesah pasangan Anda dengan sepenuh hati?
4.
Apakah Anda akan tetap setia mendampingi pasangan Anda ketika pasangan Anda di PHK?
5.
Jawaban KK J
TP
√
S
saat Anda memilih pasangan?
3.
TP
Pertanyaan:
No
2.
Jawaban KK J
Apakah setiap kali pasangan Anda sakit, Anda selalu merawatnya?
(7)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No
Pertanyaan
6.
Apakah Anda senang hati berhubungan
S
sexsual dengan suami/istri? 7.
Apakah Anda memberikan ucapan ulang tahun perkawinan kepada pasangan Anda?
8.
Apakah Anda mengadakan refleksi bersama dengan pasangan Anda?
9.
Apakah
Anda
pasangan
meminta
ketika
hendak
pertimbangan mengambil
keputusan? 10. Apakah Anda mengajarkan cara berdoa kepada anak Anda? 11. Apakan Anda mendorong anak Anda untuk ikut Sekolah Minggu ataupun pembinaan iman anak/remaja lainnya? 12. Apakah ada kebiasan doa bersama dalam keluarga Anda setiap harinya? 13. Apakah Anda memberikan ciuman kening pada pasangan Anda setiap kali hendak tidur malam? 14. Apakah Anda selalu memberitahu pasangan saat pulang terlambat? 15. Apakah ada kebiasaan makan bersama dalam keluarga Anda? 16. Apakah Anda dan pasangan aktif dalam kegiatan lingkungan? 17. Apakah Anda dan pasangan aktif dalam kegiatan di Paroki Hati Kudus TuhanYesus Ganjuran?
(8)
Jawaban KK J
TP
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No
Pertanyaan
S
Jawaban KK J
TP
18. Apakah Anda dan pasangan mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan bersama? 19. Apakah Anda menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan anak-anak Anda? 20. Apakah Anda lebih mengutamakan keluarga dibandingkan dengan pekerjaan Anda?
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga Anda saat ini!
1.
Apa saja yang sudah Anda lakukan kepada pasangan Anda sebagai wujud kesetian?
2. Apa saja yang sudah Anda lakukan kepada pasangan Anda sebagai wujud rasa hormat?
3. Apa saja yang sudah Anda lakukan kepada pasangan Anda sebagai wujud rasa cinta?
4. Apa saja yang sudah Anda lakukan kepada Anak sebagai usaha mendidik secara Katolik?
5. Bagaimana cara Anda menjalin komunikasi dengan pasangan Anda?
(9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(10)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(11)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(12)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8: Kumpulan Lagu Kasih Kasih pasti lemah lembut Kasih pasti memaafkan Kasih pasti murah hati KasihMu kasihMu Tuhan (2x) Ajarilah kami ini Saling mengasihi Ajarilah kami ini Saling mengampuni Ajarilah kami ini KasihMu ya Tuhan KasihMu kudus tiada batasnya.
Melayani Lebih Sungguh
Melayani melayani lebih sungguh 2x Tuhan lebih dulu melayani kepadaku Melayani melayani lebih sungguh *Mengasihi mengampuni
(13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampian 9: Teks Cerita Merawatmu di Usia Senja Robeson Mc Quilkin mengudurkan diri dari kedukannya sebagai rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan hendak merawat istrinya, Mauriel, yang sakit Alzheimer, yaitu ganguan fungssi otak. Muriel ibarat seorang bayi. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi, dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawai istrinya dengan tangannya sendiri karena Mauriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya. Pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan ompol Mauriel, di luar kesadaran, Mauriel malah menyerakkan air seninya sendiri. Robertson kehilangan kendali, ia lalu menepis tangan Mauriel dan memukul betisnya guna menghentikannya. Setelah itu, Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup membuatnya terkejut. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah menyentuhnya karena marah. Namun, kini di saat dia membutuhkan saya, saya malah memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan. “Tanpa peduli Mauriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya. 14 Februari adalah hari yang istimewa bagi Robertson dan Mauriel karena di tanggal itu Roberson melamar Mauriel. Pada hari istimewa itu, Robertson memandikan Mauriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Mauriel. Menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Mauriel, lalu berdoa, “Allah yang baik, Engkau mengasihi Mauriel lebih daripada aku mengasihinya karena itu jagalah kekasih hatiku sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin.” Pagi harinya, ketika Robertson berolahraga menggunakan sepeda statisnya, Mauriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, lalu melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Mauriel tidak berbicara, ia memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, “ Sayangku... sayangku...” Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu. “ Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?” tanya Mauriel. Setelah melihat anggukan dan senyuman di wajah Robertson, Maurel berbisik, “Aku bahagia!” Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Mauriel kepada Robertson. Roswita Oktaviani. (2008). Beautiful Moment: 55 Kisah yang Memperkaya Hidup Keluarga. Jakarta: Obor, hal. 107-108.
(14)