PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
JENIS, MAKNA, DAN FUNGSI MURAL DI KOTA YOGYAKARTA : TINJAUAN SEMIOTIKA VISUAL
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Ardhi Andana Pramudhita NIM : 084114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Juli 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis menyadari tugas akhir ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya tutgas akhir ini, yaitu, 1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum sebagai dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Drs. Hery Antono. M.Hum sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membantu menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Drs. B.Rahmanto, M.Hum, S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum, Dra. Fr. Tjandrasih, M.Hum, Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, beserta dosen-dosen yang lain, atas ilmu dan perkuliahan yang sudah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Seluruh staf Sekretariat Fakultas Sastra dan Universitas Sanata Dharma yang membuat penulis merasa nyaman selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dengan baik. 6. Ibu saya Yohana Ong Tjwan Kiem yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, motivasi dan nasehat – nasehat untuk kemajuan hidup penulis. 7. Oentoeng dan Theresia Sugiharti. Om dan tante saya, terima kasih atas bantuannya dalam pembiayaan kuliah penulis. 8. Keluarga besarku dan saudara-saudaraku. Terima kasih telah memberi dukungan, semangat, motivasi, dan doanya untuk menjadi orang sukses. 9. Bernadia Errisa Maharani yang selalu mengingatkan dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. 10. Airani Sasanti atas pinjaman buku-bukunya. 11. Andreas Damar Kuncoro Aji, Fransisca Aprilia Ayu Ningtyas, dan Bernadia Errisa Maharani, atas bantuannya mencetak tugas akhir. 12. Terima kasih kepada teman-teman sesama mahasiswa Universitas Sanata Dharma khususnya Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2008.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada pembuatan tugas akhir ini. Untuk itu, saran dan kritikan yang membangun demi hasil yang lebih baik sangat penulis harapkan agar semakin dengan membuka wahana pemikiran penulis berkaitan dengan tugas akhir ini. vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Abstrak
Pramudhita, Ardhi Andana. 2013, “Jenis, Makna dan Fungsi Mural di Kota Yogyakarta”. Tugas Akhir: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam skripsi ini dibicarakan mengenai makna dan fungsi yang terdapat dalam muralmural di Kota Yogyakarta. Tujuannya adalah mengungkap makna-makna yang terkandung dalam mural dan menganalisis fungsi keberadaan mural bagi masyarakat. Dalam melakukan penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama, mengumpulkan data yang berupa foto-foto mural yang ada di kota Yogyakarta. Fotofoto tersebut dikumpulkan penulis sejak tahun 2011 hingga 2012. Kedua, metode analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode deskriptif, yaitu pemecahan masalah dengan menggunakan pelukisan atau penggambaran keadaan suatu objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah mengkategorikan mural yang terdapat di Kota Yogyakarta dapat dibedakan menjadi enam jenis. Kategori tersebut ialah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mural dengan menggunakan tokoh ternama. Mural dengan menggunakan gambar satwa. Mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru. Mural dengan memakai symbol. Mural dengan bentuk tulisan. Mural dengan unsur kebudayaan.
Kategorisasi dilakukan dengan mempertimbangkan unsur instrinsik yang terdapat pada mural tersebut. Hasil dari penelitian penulis membuktikan bahwa makna yang terdapat dalam satu buah mural bisa diinterpretasikan dengan berbagai macam oleh seorang penonton mural. Penginterpretasian penonton mural sebagian besar dipengaruhi oleh lokasi mural dan situasi kondisi yang sedang terjadi pada saat itu. Fungsi yang ditemukan dalam mural di Kota Yogyakarta antara lain: menyampaikan kritik kepada masyarakat, mengenalkan kembali tokoh-tokoh dunia sastra Indonesia dan karyanya, wujud kritik kepada aparat, memberikan sambutan dan tanggapan kepada masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta, penekanan makna pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta, wujud penolakan kepada orang/ kelompok tertentu yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta, wujud ketidakterimaan masyarakat Kota Yogyakarta terhadap pernyataan SBY, pembuktian bahwa masyarakat Kota Yogyakarta berani melawan kepada SBY, media sebagai publikasi acara, menjadi simbol bahwa masyarakat pendatang dari berbagai daerah di Indonesia bisa berada dan hidup berdampingan dengan baik di Kota Yogyakarta. vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hasil dari penelitian yang lain adalah dalam satu buah mural bisa terdapat lebih dari satu fungsi. Kesimpulan akhir dari penelitian penulis adalah mural dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi visual.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Pramudhita, Ardhi Andana. 2013. Type, The Meaning and Function of Mural in Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University. This research studied the meaning and function of mural in Yogyakarta. The purposes of this study are to understand meaning of mural and to analyze function of mural for public. The method used in this study is descriptive method. The step which are done are collecting photos of mural in Yogyakarta, and then are analyzing photos with semiotics to determine the meaning of mural. The next step is analyzed function of mural. The results of this study are meaning interpretation of mural and function analysis of mural in Yogyakarta. Analysis results in the form of interpretation of meaning contained in the six categories of mural. The six categories are mural that use famous people, mural which use picture of animal, mural with the new character creation, mural that uses symbols, mural in the writing form, and mural which featuring the element of culture. The murals are categorized based on the intrinsic element contained in the mural. The results of this study prove that the meaning of mural can be interpreted in various ways by audience of mural. Interpretation of mural is largely influenced by the location of mural and the situation at the time. The functions of mural in Yogyakarta are mural as a critique of society, introducing public figure, mural as a form of insult to the apparatus, mural as a response to immigrant in Yogyakarta, mural as a response to plurality in Yogyakarta, mural as a rejection and a resistance to the government power, and mural as a media event publication. A mural can have more than one function and a mural can be a means of visual communication.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI...................................................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABSTRACT ................................................................................................... viii DAFTAR ISI...................................................................................................
ix
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
3
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.4 Manfaat Hasil Penelitian .....................................................................
4
1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................
4
1.6 Landasan Teori....................................................................................
8
1.7 Metode Penelitian .............................................................................. 13 1.7.1
Jenis Penelitian........................................................................ 13
1.7.2
Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 13
1.7.3
Metode dan Teknik Analisis Data........................................... 14
1.7.4
Metode Penyajian Hasil Analisis Data .................................. 17
1.8 Sistematika Penyajian ......................................................................... 17
BAB II MAKNA MURAL DI KOTA YOGYAKARTA 2.1 Proses Pembuatan Mural........................................................................... 18 2.2 Jenis Mural di Kota Yogyakarta ............................................................... 17 2.2.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama .............................. 21 2.2.2 Mural dengan Menggunakan Gambar Satwa ................................ 22 2.2.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru .......................
24
2.2.4 Mural dengan Menggunakan Ikon ................................................ 25 2.2.5 Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan ............................... 27 xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.2.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan......................... 29 2.3 Makna Mural di Kota Yogyakarta ............................................................ 32 2.3.1 Makna Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama..................... 33 2.3.1.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Soekarno ................... 34 2.3.1.2 Mural dengan Menggunakan Tokoh Bung Tomo ............... 36 2.3.1.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Romo Driyarkara ......
39
2.3.1.4 Mural dengan Menggunakan Tokoh Pramoedya ............... 41 2.3.2 Makna mural dengan Menggunakan Gambar Satwa ....................... 44 2.3.2.1 Mural dengan Menggunakan Satwa Monyet ...................... 45 2.3.2.2 Mural dengan Menggunakan Satwa Orang Utan dan Anjing 51 2.3.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru.......................... 54 2.3.3.1 Mural “Mau sidang atau bayar dimuka?” ........................... 59 2.3.3.2 Mural “Tidak perlu ada senjata untuk mengamankan unjuk rasa” ..................................................................................
63
2.3.4 Mural dengan Menggunakan Ikon ................................................... 66 2.3.4.1 Mural “Ayo Podo Tulung Tinulung” ................................... 67 2.3.4.2 Mural “Miras Agawe Tuntas” .............................................
69
2.3.4.3 Mural “Anda Sopan Kami Segan” ...................................... 72 2.3.4.4 Mural “Mesin Pembunuh Asap” ......................................... 78 2.3.4.3 Mural “Jogja Rumah Bersama” .......................................... 83 xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.3.5 Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan .................................. 94 2.3.5.1 Mural “Ing Ngarso Sung Tulodho”................................. 95 2.3.5.2 Mural “Pro Penetapan Jogja Istimewa” .......................... 99 2.3.5.3 Mural “Bikin Mug Satoe Saja” ....................................... 100 2.3.5.4 Mural “Dendang Calon Guru” ........................................ 102 2.3.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan............................ 104 2.3.6.1 Mural “Jatilan” .................................................................... 106 2.3.6.2 Mural “Punakawan” ............................................................ 110 2.3.6.3 Mural “Leak Bali”............................................................... 112 2.4 Rangkuman Makna Mural di Kota Yogyakarta .................................. 114
BAB III FUNGSI MURAL DI KOTA YOGYAKARTA .............................. 116 3.1 Penggunaan mural sebagai media komunikasi visual......................... 116 3.2 Pembahasan fungsi mural ................................................................... 119 3.2.1
Mural dengan Tokoh Soekarno .............................................. 120
3.2.2
Mural dengan Tokoh Bung Tomo........................................... 122
3.2.3
Mural dengan Tokoh Romo Driyarkakara .............................. 123
3.2.4
Mural dengan Satwa Urang Utan ............................................ 126
3.2.5
Mural dengan Satwa Orang Utan dan Anjing ......................... 127
3.2.6
Mural “Mau sidang atau bayar di muka!”............................... 129 xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.2.7
Mural “Tidak perlu ada senjata untuk mengamankan unjuk rasa ............................................................................... 131
3.2.8
Mural “Ayo Podo Tulung Tinulung” ...................................... 132
3.2.9
Mural “Miras Agawe Tewas” ................................................. 134
3.2.10 Mural “Ánda Sopan Kami Segan” .......................................... 135 3.2.11 Mural “Mesin Pembunuh Asap” ............................................. 137 3.2.12 Mural “Jogja Rumah Bersama” .............................................. 139 3.2.13 Mural ”Ing Ngarso Sung Tulodho”......................................... 142 3.2.14 Mural “Pro Penetapan Jogja Istimewa” .................................. 144 3.2.15 Mural “Bikin Mug Cum Satoe Sadja” .................................... 146 3.2.16 Mural ”Dendang Calon Guru” ................................................ 148 3.2.17 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan................... 149
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 153 4.1 Kesimpulan ................................................................................... … 153 4.2 Saran ............................................................................................. .... 155
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ .... 157
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mural adalah sarana berkomunikasi yang menggabungkan tulisan atau gambar dengan media yang mudah ditemukan pada saat ini. Media yang kebanyakan digunakan masyarakat sebagai tempat membuat mural adalah tembok. Di Kota Yogyakarta, mural pada saat ini berkembang cukup pesat, hampir di setiap sudut kota dapat ditemukan mural. Mural merupakan salah satu bentuk seni jalanan street art. Street art mempunyai tiga bentuk, yaitu mural, graffiti dan poster. Ketiga bentuk street art ini diekspresikan pada sarana yang ada di jalanan, misalnya di tembok-tembok kota. Graffiti biasanya berupa pembuatan huruf yang mengandalkan permainan bentuk huruf dan pewarnaan yang menarik dengan memakai cat semprot. Poster dalam konteks street art biasanya berisi kritik yang bernada menyindir situasi sosial, misalnya kebijakan pemerintah yang tidak mendukung rakyat atau isu-isu sosial yang ada. Mural adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai yang biasanya dilakukan dengan media dinding. Mural merupakan hasil penggabungan tulisan dan gambar, tetapi tidak tertutup kemungkinan mural hanya terdiri dari gambar. Perkembangan mural di Kota Yogyakarta dimulai dari gerakan Apotik Komik pada tahun 2003 dan sekarang berganti nama menjadi Jogjakarta Mural Forum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
(JMF). Kini pelaku mural tidak hanya seniman, tetapi masyarakat umum juga terlibat dalam pembuatan mural. Mahasiswa juga terlibat langsung dalam pembuatan mural selama mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mural digunakan mahasiswa sebagai sarana menyampaikan pesan kepada masyarakat sekitar. Lomba membuat mural sudah banyak diadakan di kampung-kampung. Pembuatan mural di kampungkampung bertujuan untuk menghias lingkungan sekitar dan menyampaikan pesan. Penulis memilih melakukan pengkajian tentang mural karena di dalam mural terdapat pesan-pesan yang tersembunyi. Untuk memahami makna itu, tidak cukup hanya sekali melihat mural tersebut. Seringkali, oleh masyarakat, mural hanya dianggap sebagai hiasan begitu saja tanpa tertarik untuk mengerti makna yang ada di dalam muralnya. Mural pada titik-titik tertentu di Kota Yogyakarta dipilih oleh penulis karena mural tersebut memiliki beraneka macam arti yang bisa diinterpretasikan. Penulis melakukan pengkajian mengenai mural agar nantinya hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk menginterpretasi mural.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
Contoh foto mural
1.2 Rumusan Masalah Berdasar uraian di atas, masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja jenis mural yang ada di Kota Yogyakarta? 2. Apa saja makna mural di Kota Yogyakarta? 3. Apa saja fungsi mural di Kota Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan jenis mural yang ada d Kota Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan makna mural yang ada di Kota Yogyakarta. 3. Mendeskripsikan fungsi mural dalam di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
1.4 Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis dalam bidang semiotika, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi studi bahasa khususnya penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi visual. Hasil penelitian ini juga menjadi salah satu pembuktian penginterpretasian tanda dengan mengguanakan teori semiotika. Secara praktis, hasil penelitian tentang makna dan fungsi mural di Kota Yogyakarta ini berguna untuk meningkatkan wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap mural yang berada di Kota Yogyakarta.
1.5 Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini peneliti menemukan buku-buku tentang mural yang ditulis oleh anggota dari Jogja Mural Forum (JMF). Salah satu buku tersebut berjudul Kampung Sebelah Art Project yang disusun oleh Eko Prawoto, Yoshi Fajar, Kresno, Bambang Sugiharto, Yossy Suparyo, Dita’dei. Buku tersebut berisi tentang selukbeluk proses pembuatan mural yang dibuat di kampung-kampung. Proses pembuatan mural tersebut bukan semata-mata dilakukan untuk sarana ekspresi para seniman mural yang akan membuat mural di sana, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan warga kampung, misalnya imbauan kecepatan dalam berkendara, kebersihan lingkungan, penghijauan, atau jam belajar masyarakat. Pelaku pembuatan mural bukan dari seniman mural JMF tetapi dari pihak warga sendiri. Dalam kegiatan ini JMF hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
memfasilitasi masyarakat. Mural yang dijadikan proyek besar-besaran ini memiliki fungsi untuk kampung itu sendiri, misalnya untuk meningkatkan kualitas ruang, makna dan identitas kampung. Contoh lain adalah mural tentang narkoba yang dibuat di Kampung Balapan, Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman. Mural tersebut dibuat dengan tujuan memperingatkan warga di sana agar tidak menggunakan narkoba.
Salah satu contoh gambar mural tentang narkoba Sumber: Kampung Sebelah Art Project, hal. 78
Buku kedua berjudul Kode Pos Art Project. Buku tersebut lebih berbicara tentang bagaimana si pembuat mural memberi makna pada mural buatannya. Buku yang disusun oleh Raihul Fajri, Samuel Indratma, Bambang Sugiharto tersebut membahas makna-makna mural bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu contoh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
adalah mural yang dibuat di Bong Suwung, Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis. Lokasi tersebut adalah salah satu tempat prostitusi yang ada di Kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat dari luar lokasi tersebut sudah tidak lagi menganggap tabu prostitusi. Fungsi mural di sini membantu memperingatkan penjaja seks dan pengguna jasa di sana agar tidak lupa menggunakan alat kontrasepsi.
Salah satu contoh gambar mural “pisang berkondom” Sumber: Kode Pos Art Project, hal. 17
Kedua buku tersebut ditulis oleh orang yang terjun langsung di bidang seni mural. Dalam skripsi ini mural yang dipilih oleh penulis adalah mural yang dipakai sebagai kritik sosial, iklan, dan ekspresi seni yang ada di Kota Yogyakarta. Skripsi ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
membahas fungsi mural secara lebih luas dan membahas pemaknaan mural dari sudut pandang penulis yang tidak terlibat secara langsung dalam bidang seni mural. Buku ketiga yang dipakai penulis adalah Semiotika Komunikasi Visual karya Sumbo Tinarbuko. Signifikasi semiotika tidak saja sebagai ‘metode kajian’ (decoding), akan tetapi juga sebagai ‘metode penciptaan’ (encoding). Dijelaskan juga bahwa semiotika memperlihatkan kekuatannya pada berbagai bidang, seperti antropologi, sosiologi, politik, kajian keagamaan, media studies, dan cultural studies. Sebagai metode penciptaan, semiotika mempunyai pengaruh pula pada bidang-bidang seni rupa, seni tari, seni film, desain produk, termasuk desain komunikasi visual. Buku tersebut menjelaskan semiotika memiliki ranah yang cukup luas. Buku tersebut berisi pengertian tentang semiotika dan penerapannya pada bidang komunikasi visual. Contoh penerapan pada buku tersebut adalah iklan. Iklan adalah salah satu sarana penyampaian pesan kepada khalayak ramai, penyampaian pesan tersebut bisa secara verbal dan visual. Dalam prakteknya, logika semiotika adalah logika dimana interpretasi tidak diukur berdasarkan salah atau benarnya melainkan derajad kelogisannya: interpretasi yang satu lebih masuk akal dari yang lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
1.6 Landasan Teori Semiotika dicetuskan oleh dua orang tokoh yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Ferdinand de Saussure adalah salah satu tokoh linguistik yang berpandangan bahwa bahasa merupakan sistem tanda. Menurut Saussure bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu penanda atau ‘yang menandai’ dan petanda atau ‘yang ditandai’. Sifat kedua hal itu adalah arbitrer, yaitu penanda tidak memiliki ikatan alamiah apa pun dengan petanda (Baryadi, 2007: 48). Sifat arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Dengan ini dimaksudkannya bahwa disini tidak ada relasi pasti antara penanda dan petanda : relasinya ditentukan berdasar konvensi, aturan atau kesepakatan di antara para penggunanya. Dengan kata lain, tanda yang disebutnya arbitrer itu terkait secara pasti dengan apa yang disebut Peirce sebagai simbol. (Fiske 1990: 76) Tidak ada relasi sama sekali antara pembuat mural dan penonton mural. Relasi mereka dimulai ketika penonton mural melihat mural yang dibuat oleh pembuatnya. Bisa jadi makna yang ingin disampaikan oleh pembuat mural tidak dapat diterima oleh penonton mural. Kegagalan penyampaian pesan tersebut dikarenakan konvensi, aturan atau kesepakatan yang berbeda yang diterapkan oleh pembuat dan pembuat mural. Salah satu penyebab tidak tersampainya pesan yang terdapat pada mural adalah acuan yang berbeda yang dimiliki oleh pembuat dan penonton mural.
Charles Sanders Peirce dikenal karena uraiannya yang relatif rinci tentang klasifikasi tanda. Bagi Pierce sebuah tanda adalah representamen makna tanda sesungguhnya adalah apa yang diacunya. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu (objeknya), untuk seseorang (interpretant-nya), dan dalam semacam respek atau penghargaan (ground-nya). Relasi dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
ketiga hal ini menentukan ketepatan proses semiosis. Dalam relasi triadik ini terdapat tiga konsep penting dalam pemikiran Peirce, yaitu ikon, indeks, dan simbol (Kurniawan, 2001: 21).
Berhubungan dengan tanda dan objeknya, Peirce membedakan tiga jenis tanda, yaitu (i) ikon (icon), (ii) indeks (index), dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan kemiripan dengan sifat khas realis yang diacunya. Indeks adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan kemiripan dengan sifat khas realitas yang diacunya. Simbol adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan konvesional dengan realitas yang diacunya. (Baryadi, 2007: 50). Bahasa juga merupakan salah satu jenis tanda. Ini berarti bahwa bahasa juga memiliki tiga jenis tanda tersebut. Seiler (1995: 141) mengemukakan bahwa bahasa dalam perwujudannya tidak seluruhnya simbol, tidak seluruhnya ikon, dan tidak seluruhnya indeks. Hal tersebut bisa diterapkan pada penandaan yang terdapat pada mural. Tidak setiap mural memiliki teks dan ilustrasi. Ada jenis mural yang hanya terdapat teks dan hanya terdapat ilustrasi gambar. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentukbentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode. Pertama melalui paradigma. Paradigma merupakan sekumpulan tanda yang dari dalamnya dipilih satu untuk dipergunakan. Cara kedua adalah sintagmatik. Sintagma merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda-tanda yang dipilih. Saussure
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
menegaskan bahwa makna tanda terutama ditentukan oleh relasinya dengan tandatanda yang lain (Fiske 1990: 82). Istilah “petanda” dari Saussure mirip dengan “interpretant” dari Peirce, tetapi Saussure tidak pernah menggunakan istilah “efek” untuk mengaitkan penanda dan petanda. (Fiske 1990: 75) Semiotika Roland Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki apa hubungan penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan (equality), tetapi ekuivalen. Bukannya yang satu kemudian membawa pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan keduanya (Hawkes, 1977: 130). Barthes tak sebatas itu memahami proses penandaan, dia juga melihat aspek lain dari penandan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” ini tidak dipahami sebagaimana pengertian klasiknya, tetapi lebih diletakkan dalam proses penandaan itu sendiri. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda; tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedangkan konstruksi penandaan kedua merupakan mitos. Konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami Barthes sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas semiotikanya yang membuka ranah baru semiotikanya, yakni penggalian lebih jauh dari penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat (Kurniawan, 2001: 22-23).
Barthes memberikan gambaran tentang peningkatan makna pada tanda. Sebuah tanda yang sudah memiliki makna, apabila dikaitkan dengan tanda yang lainnya nantinya dapat menghasilkan tanda baru. Tanda-tanda yang bisa digabungkan tersebut sengaja digambarkan dalam mural oleh pembuatnya agar nantinya penonton mural bisa menginterretasinya lebih lanjut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
Penelitian ini berpusat pada bagaimana cara tanda menjalankan fungsinya (sintaksis semiotik) dan interpretasi yang dihasilkan (semantik semiotika). Tanda visual dapat didefinisikan secara sederhana sebagai tanda yang dikonstruksi dengan sebuah penanda visual, yang artinya dengan penanda yang dapat dilihat (bukan didengar, disentuh, dikecap, atau dicium). Seperti semua jenis tanda lainnya, tanda visual dapat dibentuk secara ikonis (wajah-wajah yang digambar), indeksikal (anak panah yang menunjukan arah), dan simbolis (logo iklan) (Danesi, 2010: 92). Mural dibuat bukan karena tanpa alasan, tetapi mural dibuat karena ada pesan yang ingin disampaikan. Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan (Fiske 1990: 68). Dalam skripsi ini penulis mengartikan pesan-pesan yang ada di dalam mural berdasarkan teori semiotika Roland Barthes.
Foto mural pada simpang empat Demangan. Dibuat oleh Herehere, Nactman, dan Dealine.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
Foto mural tersebut diambil oleh penulis pada bulan Februari 2012. Mural tersebut dibuat sebelum adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta yang mengatur tentang tata cara penetapan gubernur dan wakil gubernur. Mural tersebut sebagai respon atas peristiwa pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbicara menyinggung tentang keistimewaan Yogyakarta. SBY mengatakan: “Sistem monarki di Yogyakarta akan bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi”. Ucapan yang dilontarkan SBY terasa mengganggu sebagian besar masyarakat Kota Yogyakarta dan masyarakat lain yang berada di luar Kota Yogyakarta. Pernyataan yang meresahkan banyak pihak ini kemudian memancing emosi para seniman mural. Mural ini dibuat beberapa hari setelah pernyataan SBY dimuat di media. Dalam mural ini terlihat salah satu fungsi mural adalah sarana untuk menyampaikan pesan ke masyarakat. Pembuat mural menunjukan penolakan mereka terhadap pernyataan SBY melalui media mural. Masyarakat yang melihat mural ini tentunya sudah mengerti makna dari mural ini, yaitu perlawanan terhadap SBY. Masyarakat mengerti hal itu karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya pemberitaan di media-media mengenai keistimewaan Yogyakarta yang disinggung SBY. Dalam konteks mural, mural adalah tanda, penanda adalah pembuat mural, dan petanda adalah masyarakat yang melihat mural yang dibuat oleh pembuat mural.Petanda dan penanda tidak saling mengenal dan tidak memiliki ikatan apa pun. Hubungan mereka hanya berdasarkan mural, hubungan mereka tidak lebih dari pembuat pesan dan penerima pesan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
1.7 Metode penelitian Dalam metode penelitian dikemukakan jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.
1.7.1
Jenis Penelitian Jenis ini penelitian termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan wacana mural yang terdapat di Kota Yogyakarta untuk memperoleh makna yang ingin disampaikan mural tersebut. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan konsep semiotika dari Roland Barthes. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan landasan semiotika Barthes memberikan gambaran dan pemahaman tanda-tanda yang muncul dalam mural di Kota Yogyakarta.
1.7.2
Metode dan Teknik Pengumpulan Data Objek penelitian ini adalah makna dan fungsi mural di Kota Yogyakarta. Data
dalam penelitian ini adalah mural. Mural yang dianalisis oleh penulis terletak di simpang empat Hotel Melia Purosani, simpang empat Demangan, Jalan Urip Sumohoarjo, gang di daerah Badran, gang-gang sekitar Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kampus I Universitas Sanata Dharma, dan sepanjang jalan Gejayan Mrican.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
Penulis menyediakan data dalam penelitian dengan cara mengambil foto gambar mural. Jumlah foto mural yang diambil berjumlah 20 gambar.
1.7.3
Metode dan Teknik Analisis Data Dalam upaya menjawab masalah diperlukan tiga tahap strategis yang
berurutan. Penyediaan data, penganalisaan data, dan penyajian hasil data (Sudaryanto, 1995: 5). Data yang dianalisis adalah makna dan fungsi mural. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melaporkan dan memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang telah dilakukan. Masalah diselidiki dengan
menggambarkan
atau
melukiskan
keadaan
objek
penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta atau sebagaimana adanya (Ratna, 2004:53).
Contoh Proses Interpetasi Mural
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Judul : Mesin Pembunuh Asap Kategori : Mural dengan menggunakan ikon
y Mere
y Merekonstruksi tanda‐tanda yang ditemukan pada mural
Memenggal‐menggal teks dan gambar
y Tulisan : Mesin Pembunuh Asap
y Gambar : Tukang Becak yang sedang mengayuh becaknya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
Mengamati tanda‐tanda secara mendetail
y Tukang becak yang menggunakan masker
y Lambang Reduse, Recycle, & Reuse (3R)
Mengartikan tanda‐tanda yang ditemukan
• Masker • Fungsi masker • Polusi udara
• Lambang bendera berkibar pada becak sama persis dengan lambang 3R
Mengumpulkan poin hasil interpretasi : - Polusi udara - Gerakan melakukan 3R - Tukang becak sebagai simbol korban polusi udara - Tukang becak sebagai symbol perlawanan - dll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
1.7.4
Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil
analisis data. Penulis mendeskripsikan dan mengkategorikan data yang diperoleh kemudian menganalisisnya secara seksama dengan menggunakan tinjauan semiotika milik Barthes. Hasil analisis tersebut kemudian dijelaskan secara mendetail dan juga diberikan tambahan ilustrasi gambar lainnya sebagai pembuktian hasil analisis tinjauan semiotika visual.
1.8 Sistematika Penyajian Skripsi ini terdiri dari empat bab. Keempat bab tersebut adalah Bab satu berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab dua berisi pembahasan makna mural yang ada di Kota Yogyakarta dengan konsep semiotika visual. Bab tiga berupa pembahasan tentang fungsi mural di Kota Yogyakarta. Bab empat berupa kesimpulan hasil analisis data dan dilanjutkan dengan saran penelitian lanjutan. Selanjutnya pada bagian akhir berisi daftar pustaka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
BAB II MAKNA MURAL DI KOTA YOGYAKARTA
2.1 Proses Pembuatan Mural Proses pembuatan mural pertama kali adalah melakukan pengeblokan, yaitu memberi warna dasar pada bagian tembok yang nantinya akan dimural. Fungsi melakukan pengeblokan itu sendiri untuk membuat mural lebih terlihat jelas. Pengeblokan tersebut bisa memakai warna sesuai selera si pembuat mural, dalam proses pembuatan mural seringkali warna cat yang digunakan adalah warna putih. Setelah tahap pengeblokan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pembuatan sketsa. Pembuatan sketsa itu bisa berupa garis-garis tipis yang nantinya akan ditebalkan lagi untuk memberi bentuk yang jelas pada mural. Pembuatan mural tanpa sketsa terlebih dahulu bisa juga dilakukan. Pembuat mural yang profesional seringkali langsung membuat gambar pada dinding yang sudah diblok. Setelah sketsa selesai dibuat, barulah si pembuat mural akan memberi warna pada sketsa yang sudah dibuat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Foto proses pengeblokan
Foto Proses pembuatan Sketsa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Proses akhir pembuatan mural adalah pemberian warna. Selain itu inisial pembuat mural juga dicantumkan. Sebagian besar pembuat mural mencantumkan inisial namanya dengan lambang-lambang tertentu dan nama samaran. Identitas pembuat mural dalam konteks street art seringkali sulit diketahui, karena mereka tidak pernah menunjukkan dengan jelas identitas dirinya. Mereka hanya ingin berkreasi dan menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka tanpa ingin diketahui jati dirinya oleh orang lain. Mereka membuat inisial tersebut untuk membuat identitas baru dalam dunia mural.
Contoh penulisan identitas pembuat mural
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
2.2 Jenis Mural di Kota Yogyakarta Berdasarkan penemuan penulis di lapangan, mural-mural yang ada di Kota Yogyakarta dikategorikan oleh penulis menjadi enam jenis. Keenam jenis tersebut yaitu: 1. Mural dengan menggunakan tokoh ternama. 2. Mural dengan menggunakan gambar satwa. 3. Mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru. 4. Mural dengan memakai simbol. 5. Mural dalam menggunakan bentuk tulisan. 6. Mural dengan menggunakan unsur kebudayaan.
2.2.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama Tokoh ternama yang sering dijadikan gambar dalam mural adalah tokoh pahlawan nasional. Penulis mengkategorikan sebagai tokoh ternama karena tidak semua mural mengunakan tokoh pahlawan nasional dalam ilustrasinya. Selain tokoh pahlawan nasional, terdapat juga tokoh yang banyak dikenal orang sesuai bidangnya. Misalnya adalah Romo Driyarkara, beliau merupakan tokoh pelopor proses belajar mengajar dengan cara yang humanis di Universitas Sanata Dharma. Beliau bukanlah tokoh pahlawan nasional, tetapi beliau cukup dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, penulis tidak mengkategorikan mural dengan menggunakan tokoh ternama sebagai mural dengan menggunakan tokoh pahlawan nasional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Keberhasilan penonton mural menangkap pesan yang ingin disampaikan pembuatnya juga bergantung kepada pembuat mural itu sendiri. Penonton mural mengerti makna yang ingin disampaikan karena adanya interpretasi yang diarahkan pembuat mural yang disampaikan melalui gambarnya. Pembuatan mural dengan memakai tokoh ternama tidak bisa sembarangan dalam penyampaian pesannya, pesan yang ingin disampaikan pembuat mural harus sesuai dengan karakter dan perjalanan hidup tokoh tersebut.
contoh mural dengan menggunakan tokoh ternama
2.2.2
Mural dengan Menggunakan Gambar Satwa Gambar hewan dalam mural kategori mural dengan menggunakan gambar
satwa selalu memiliki makna tersendiri. Fokus makna mural dalam kategori tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
tidak berdasarkan besar atau kecilnya gambar satwa yang terdapat di dalamnya, tetapi lebih ke arah daya tarik penonton mural. Mural kategori ini sengaja memakai gambar satwa agar membuat penonton mural merasa tertarik. Setelah mendapatkan perhatian tentunya selanjutnya diharapkan adanya proses interpretasi dari penonton mural. Karakter satwa mudah dipahami secara umum, sehingga pembuat mural memberikan gambar satwa dalam muralnya agar makna di dalam mural ciptaannya dapat diterima dengan jelas oleh penonton mural.
contoh mural dengan menggunakan gambart satwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
2.2.3
Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru Mural dengan kategori mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru cukup
mudah untuk ditemukan keberadaannya. Tokoh ciptaan baru tersebut memiliki ciri khas yang unik secara bentuk di dalam mural. Jumlah tokoh-tokoh baru di dalam mural hanya berjumlah sedikit, oleh karena itu untuk mengidentifikasi mural dengan kategori menggunakan tokoh ciptaan baru lebih mudah. Tokoh ciptaan baru dalam mural biasanya memiliki bentuk yang unik sehingga mudah untuk diingat. Penulis menginterpretasikan pembuat mural jenis tersebut memiliki pemikiran yang kokoh dan konsisten, hal itu terlihat dari wujud karakter dalam mural buatannya yang konsisten. Mural jenis tersebut terlihat seakanakan hidup dan berada di mana saja, hal ini terlihat dari keberadaannya yang bisa ditemui di ruang-ruang publik atau mungkin sekedar gang-gang kecil. Mural dengan kategori tersebut adalah wujud eksistensi keberadaan pembuatnya, pembuat mural jenis tersebut membuat tokoh ciptaannya seolah-olah hidup dan mengeluarkan pendapat tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Makna-makna yang terkandung dalam mural dengan tokoh ciptaan baru ini memiliki tujuan tertentu dalam penciptaannya, misalnya memberikan kritik sosial terhadap keadaan yang sedang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
Contoh mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru
2.2.4
Mural dengan Menggunakan Ikon Mural dengan kategori mural dengan menggunakan ikon lebih mudah
ditemukan di mana saja. Sebagian besar mural-mural yang ada di Kota Yogyakarta adalah jenis kategori mural dengan memakai ikon. Pengertian ikon sendiri adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” (resemble) sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. (Budiman, 2003)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
Banyak pembuat mural yang memberikan berbagai ikon di dalam mural ciptaannya. Penggunaan ikon tersebut memiliki tujuan tersendiri. Untuk menarik minat penonton mural bisa dijadikan salah satu alasan, setelah penonton mural tertarik dengan salah satu ikon yang dilihatnya tentunya penonton akan lebih tertarik lagi untuk melihat gambar mural tersebut secara keseluruhan. Penonton yang sudah tertarik
menonton
mural
yang
dilihatnya
secara
otomatis
akan
menginterpretasikannya walaupun itu sekadar menganggapnya sebagai hiasan dinding yang indah. Rasa ketertarikan ini yang membuat pencipta mural memberikan ikon-ikon dalam karyanya karena dengan memicu rasa ketertarikan penonton untuk menonton karyanya. Mural di Kota Yogyakarta dengan kategori tersebut secara keseluruhan tidak bisa diinterpretasikan dengan mudah hanya dengan melihatnya sekali saja. Mural jenis tersebut tidak dapat diinterpretasikan dengan mudah karena seringkali pembuat mural sengaja memberikan simbol-simbol yang sulit untuk diinterpretasikan oleh penonton mural. Dengan penginterpretasian lebih mendalam oleh penonton tentunya makna mural dengan pemakaian ikon akan bisa diketahui maknanya dengan jelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
contoh mural dengan menggunakan ikon
2.2.5
Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan Mural dengan kategori mural dengan menggunakan bentuk tulisan sangat sulit
ditemukan. Mural dengan jenis tersebut seringkali dianggap oleh masyarakat tidak menarik karena hanya menonjolkan bentuk tulisan saja. Hanya dengan sekali melihat penonton sudah bisa dengan mudah menginterpretasikannya. Makna mural yang terkandung di dalamnya hampir bisa diinterpretasikan dengan jelas karena secara umum tulisan tersebut langsung berisi makna mural tersebut. Pembuatan mural dengan kategori ini dianggap mudah sehingga menjadikan pembuat mural tidak tertarik membuatnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
Perbedaan mural dengan bentuk tulisan dan graffiti terletak pada proses dan hasil jadi. Graffiti dibuat dengan media dinding dan cat semprot, hasil jadi graffiti adalah gambar bentuk huruf yang berbentuk artistik disertai warna-warna menarik yang mencolok perhatian. Proses pembuatan graffiti selalu menggunakan dinding dan cat semprot, sedangkan
proses pembuatan mural bisa dengan berbagai media,
misalnya cat tembok biasa, kapur, dan berbagai media lainnya. Perbedaan yang lain adalah graffiti lebih mementingkan bentuk menarik yang dihasilkan dari gabungan berbagai huruf, sedangkan mural lebih mementingkan makna yang terdapat di dalamnya yang terdiri dari gabungan tanda-tanda di dalamnya. Hiasan berupa gambar terkadang juga dimiliki pada mural jenis dengan bentuk tulisan. Keberadaan gambar-gambar tersebut bukan menjadi fokus utama pada mural, hiasan berupa gambar tersebut hanya sekedar membantu penonton mural mengintepretasikan makna yang terdapat di dalamnya. Hiasan berupa gambar pada mural jenis tersebut memiliki fungsi sebagai penghias, ada atau tidaknya gambargambar tersebut tidak mempengaruhi makna yang terdapat pada mural.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
contoh mural dengan menggunakan tulisan
2.2.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan Mural dengan kategori tersebut memiliki unsur-unsur kebudayaan. Dalam bentuknya seringkali yang ditonjolkan adalah gambar dan tidak terdapat adanya tulisan atau penjelasan di dalam mural. Tidak adanya tulisan dalam mural jenis tersebut tidak mengurangi interpretasi penonton mural, tetapi penonton mural dapat semakin menginterpretasi mural tersebut dengan dihubungkan berbagai banyak hal, misalnya memaknai filosofi yang terdapat dalam mural tersebut. Semiotika memandang komunikasi sebagai pembangkitan makna dalam pesan – baik oleh penyampai mau pun penerima (encoder dan decoder). Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif (Fiske, 2007: 68).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
Makna mural dengan unsur kebudayaan sering terkait dengan penyampaian pesan-pesan kedaerahan yang ditujukan kepada masyarakat. Seringkali hal-hal yang bersifat kedaerahan terlupakan oleh masyarakat, misalnya kesenian, adat, dan tradisi. Bahkan pada saat ini hal-hal tersebut memang sengaja dilupakan atas nama modernisasi karena dianggap ketinggalan jaman dan tidak berguna. Kesenian dan kebudayaan pada jaman dahulu adalah hal yang menarik untuk masyarakat. Bukan sekedar menarik dan hanya menjadi hiburan, tetapi masyarakat bisa memaknai filosofi-filosofi yang terdapat di dalamnya secara tidak langsung. Nilai-nilai moral dalam kebudayaan apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak baik pada kehidupan bermasyarakat. Yogyakarta adalah kota yang plural, sehingga terdapat juga mural dengan unsur kebudayaan di luar dari kebudayaan Kota Yogyakarta. Masuknya kebudayaan dari daerah lain di Kota Yogyakarta tidak dianggap akan memudarkan kebudayaankebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta, tetapi kebudayaan dari daerah lain tersebut semakin memperlihatkan suasana pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta. Untuk mural kategori tersebut yang terdapat di Kota Yogyakarta tidak semata-mata hanya kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta tetapi juga ada mural tentang kebudayaan yang berasal dari derah selain Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
Dalam skripsi ini penulis menggunakan 20 mural yang akan diteliti. Foto mural-mural tersebut diambil oleh penulis sendiri di simpang empat Hotel Melia Purosani, simpang empat Demangan, gang di daerah Badran, gang-gang sekitar Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kampus I Universitas Sanata Dharma, dan sepanjang jalan Gejayan Mrican.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
2.3 Makna Mural di Kota Yogyakarta Dalam bab ini penulis menjabarkan berbagai makna yang ada di dalam mural. Makna mural bisa diinterpretasika begitu banyak karena setiap pembuat mural memiliki maksud tertentu yang bahkan dengan maksud yang belum tentu dipikirkan oleh orang lain pada umumnya. Banyaknya mural yang ada di Kota Yogyakarta tidak memungkinkan peneliti untuk mengartikannya satu persatu, sehingga peneliti membatasi jumlah mural yang dianalisis. Dalam bab ini peneliti menganalisis gambar mural berdasarkan teori semiotika milik Roland Barthes. Menurut Barthes, suatu karya atau teks, merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekonstruksi dari teks itu sendiri. Sebagai sebuah proyek rekonstruksi, maka pertamatama teks tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa satu kata, satu kalimat, beberapa kalimat, sebuah paragraf, atau beberapa paragraf. Dengan memenggal-menggal teks itu maka pengarang tak lagi jadi perhatian. Maksud dari pengarang yang selama ini dijadikan pusat perhatian dalam upaya menginterpretasikan suatu teks sudah ditinggalkan. Teks itu bukan lagi milik pengarang, tetapi sudah menjadi milik pembaca (Kurniawan, 2001: 93). Dalam proses menginterpretasikan gambar mural, penulis memenggalmenggal teks dan gambar yang ada di dalam mural. Setelah itu penulis mengartikan berbagai makna yang telah ditemukan dalam
mural. Kemudian penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
menggabungkan makna-makna yang ditemukan dan akan menggabungkannya secara keseluruhan, sehingga kemudian dapat dimengerti makna yang terdapat pada mural yang diteliti. Dalam bab ini ada 20 mural yang dianalisis. Mural-mural tersebut dipilih oleh peneliti karena memiliki makna yang menarik dan menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat. Selain itu penempatan pembuatan mural berada di titik-titik tertentu yang dirasa penulis merupakan tempat yang menarik, antara lain di simpang empat, jalan raya, dan di pemukiman warga.
2.3.1
Makna Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama Dalam kategori mural dengan menggunakan tokoh ternama penulis
menggunakan tiga mural yang ada di Kota Yogyakarta, yaitu mural dengan tokoh Soekarno, Bung Tomo, Romo Driyarkara, dan Pramoedya Ananta Toer. Berikut penjelasan makna mural dengan tokoh ternama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
2.3.1.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Soekarno
Gambar tersebut diambil di sekitar jembatan Sayidan, Gondomanan.
Teks yang terdapat dalam mural tersebut adalah “MERDEKA BELUM BUNG?“. Kata MERDEKA dan BUNG? diberi cat dengan warna putih. Apabila dibaca begitu saja maka akan berbunyi “merdeka bung?. Pada mural tersebut juga terdapat kata “belum” yang diberi warna merah. Warna yang berbeda tersebut menurut peneliti memiliki maksud tertentu, yaitu untuk mencuri perhatian penontonnya. Jika dibaca maka bacaan akan berbunyi: merdeka belum bung? Menurut penulis di dalam teks itu terdapat penekanan tentang pertanyaan “sudah atau belum merdeka?”. Pada sisi sebelah kanan teks “MERDEKA BELUM BUNG?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
terdapat gambar wajah Soekarno. Soekarno adalah salah satu orang hebat yang dikenal dunia. Soekarno adalah presiden pertama Indonesia. Beliau adalah seorang proklamator yang hebat, dapat memimpin dan disegani rakyat. Walaupun penulis belum pernah merasakan kepemimpinan beliau tetapi penulis mengerti benar bahwa Soekarno adalah tokoh besar yang disegani. Gambar wajah dan kata “BUNG” merupakan perlambangan adanya sosok Soekarno di mural tersebut. Soekarno yang bertanya: “MERDEKA BELUM BUNG?” adalah suatu keanehan. Soekarno adalah sosok yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. Beliau berperan sebelum Indonesia merdeka dan tetap berperan sesudahnya, yaitu menjadi presiden untuk pertama kali. Menurut penulis mural tersebut merupakan mural yang memiliki makna kritik sosial terhadap keadaan yang ada. Keadaan kehidupan pada saat ini tidak lebih baik dari pada keadaan di masa penjajahan. Pada masa penjajahan kelaparan dan penindasan dalah hal yang selalu ada, jika dibandingkan dengan kehidupan sekarang hal ini masih memiliki kesamaan. Pada masa sekarang ini masih banyak orang miskin yang kelaparan dan juga hidup mereka tertindas. Banyak orang miskin yang sudah bekerja keras tetapi tetap saja miskin, sedangkan orang-orang yang memiliki pangkat dan sudah kaya masih bisa melakukan tindakan korupsi. Orang miskin selalu salah dan orang kaya selalu benar, orang kaya bisa hidup seenaknya sendiri. Hal tersebut menurut penulis adalah suatu penjajahan di mana terlihat jelas kesenjangan sosial seperti masa penjajahan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
2.3.1.2 Mural dengan Menggunakan Tokoh Bung Tomo
Foto ini diambil di simpang empat Demangan
Pada dalam mural tersebut terdapat tulisan “KALAU MAU ANARKIS JANGAN DI JOGJA DAB!”. Menurut penulis mural tersebut adalah wujud peringatan sebelum melakukan tindakan pengusiran untuk orang-orang yang berbuat anarki di Kota Yogyakarta. Terlepas akan atau sudah melakukan tindakan anarkis. Menurut penulis tulisan dalam mural ini bukan ditujukan untuk masyarakat dari luar Kota Yogyakarta. Panggilan “DAB” adalah sebuah panggilan yang akrab ditemui di Kota Yogyakarta. Panggilan tersebut memiliki arti “mas” atau kakak laki-laki di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
Kota Yogyakarta. Pada mural tersebut mengatakan bahwa pelaku tindakan anarki yang dimaksud adalah warga Kota Yogyakarta itu sendiri. Penulis juga memiliki hasil interpretasi lain, hal yang dimaksud dalam mural tersebut adalah warga pendatang yang tinggal di Kota Yogyakarta. Para pendatang tersebut sudah dianggap menjadi satu dalam bagian masyarakat Kota Yogyakarta tanpa dibeda-bedakan. Selain itu pembuat mural juga ingin menunjukan bahwa betapa baiknya masyarakat Kota Yogyakarta karena sudah menganggap mereka bagian dari Kota Yogyakarta, bukan diluarnya atau digolong-golongkan dengan kedudukan tertentu. Tulisan ANARKIS kalau diperhatikan secara seksama maka akan terlihat huruf $, lambang dari uang dollar. Penulis menginterpretasikan hal tersebut sebagai kerusuhan yang bermotif uang. Terlepas dari sudah terjadi atau belum terjadi, mural tersebut menjadi peringatan agar jangan berbuat anarki apalagi dengan berlandas motif uang. Pada sebelah tulisan tersebut juga terdapat gambar seseorang. Seseorang tersebut menutupi wajahnya dan membawa semacam kertas bergambarkan lambang perdamaian. Menurut interpretasi penulis tokoh itu menggambarkan seseorang yang ingin menyampaikan pesan perdamaian. Wajah yang ditutupi adalah wujud bahwa tokoh tersebut bukanlah seorang yang ingin dikenal orang lain. Interpretasi lain dari penulis adalah tokoh tersebut memanglah bukan siapa-siapa. Tokoh dalam mural tersebut tidak ditonjolkan siapa dia, tetapi pembuatnya lebih ingin menonjolkan pesan perdamaian dalam lembaran yang dibawanya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Interpretasi lain dari penulis bahwa tokoh tersebut adalah simbol gambar Bung Tomo. Bung Tomo adalah salah satu pejuang pemimpin pertempuran pada tanggal 10 November 1945, pada saat ini hari bersejarah tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Beliau berhasil menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya pada saat itu. Dengan adanya gambar karakter Bung Tomo berarti mural tersebut memiliki makna agar mural itu dapat menggerakan dan menyemangati masyarakat yang ada di Kota Yogyakarta agar tidak lagi bertindak anarki apalagi jika disertai dengan alasan perekonomian.
Gambar di atas adalah foto Bung Tomo yang dikenal secara luas. Gambar atau foto dengan pose semacam ini sangat mudah ditemukan. Dari mulai buku pelajaran Sekolah Dasar (SD) sampai dengan internet.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
2.3.1.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Romo Driyarkara
Gambar di atas diambil di komplek PGSD lama Universitas Sanata Dharma
Romo Nicolaus Driyarkara adalah salah satu tokoh yang cukup ternama dalam dunia pendidikan. Beliau adalah pendiri Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Beliau sangat memegang teguh prinsip humanis dalam pendidikan, visi humanisme bertujuan untuk menyempurnakan kemanusiaan. Ada tiga hal yang dikenal dari wujud implikasi pendidikan homonisasi dan humanisasi yang diperkenalkan beliau di ranah pendidikan yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
•
Mendidik adalah suatu tindakan yang fundamental, yang bukan perbuatan dangkal. Maka perbuatan itu didasari oleh kehendak yang melahirkan cinta dari pendidik kepada “subjek yang sedang menjadi”.
•
Pendidikan harus bersifat dialogis, suatu relasi antara subjek dengan subjek.
•
Pendidikan mencakup nilai. Mendidik berarti memasukan anak ke dalam alam nilai-nilai atau juga memasukkan dunia nilai-nilai ke dalam jiwa anak. Oleh karena itu pendidikan tidak pernah netral, orientasi dalam pendidikan nilai itu adalah nilai-nilai pancasila (http://kongrespendidikan.web.id/humanismesebagai-prinsip-pendidikan-menurut-driyarkara.html).
Pada mural tersebut terbaca tulisan “Pendidikan Yang: Humanis, Dialogis, Refletif“. Pada sebelah kanan pada tulisan tersebut juga terdapat gambar Romo N. Driyarkara. Penulis menginterpretasikan gambar mural tersebut agar semua yang melihat mural tersebut mengingat mendiang beliau dalam kiprahnya pada dunia pendidikan. Seandainya ada yang belum tahu tentang siapa beliau, tentunya dengan adanya mural tersebut akan membuat penasaran dan memancing penonton mural tersebut akan mencari tahu siapa beliau. Mural tersebut memiliki makna mengingatkan para pendidik yang ada pada saat
ini sedang mendidik dan ”yang sedang menjadi” agar dalam proses ajar-
mengajar masih memandang dan menggunakan nilai-nilai humanisme, sehingga nantinya proses ajar-mengajar tidak hanya menjadi proses mata pencaharian saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
Makna yang lain adalah mengingatkan relasi antara pendidik dengan “yang sedang menjadi”, wujud relasi tersebut diaktualisasikan dengan dialogis. Selain itu juga terdapat makna agar dalam proses ajar-mengajar terdapat juga proses merefleksi diri. Dengan adanya proses merefleksi diri nantinya akan diperoleh nilai-nilai kehidupan.
2.3.1.4 Mural dengan Menggunakan Tokoh Pramoedya Ananta Toer
Mural ini diambil di simpang empat Demangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
Dalam mural tersebut terdapat tulisan : “KALIAN SUDAH PANDAI BERBAHASA EROPA KALIAN SUDAH PANDAI BERBUSANA EROPA KALIAN SUDAH PANDAI BERVISUAL EROPA TAPI KALIAN TETAP SAJA MONYET”
Kata-kata tersebut serupa dan memiliki arti yang sama dengan tulisan yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya yang berjudul Bumi Manusia. Wajah Pramoedya juga tergambar pada sebelah kanan tulisan tersebut. Novel tersebut menceritakan tentang seorang tokoh yang bernama Minke, seseorang berdarah Jawa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dia bahkan lupa nama aslinya sendiri. Minke adalah nama pemberian guru di sekolahnya. Ayahnya seorang bupati yang menjunjung tinggi kebudayaan Jawa, tetapi Minke tidak suka akan hal itu dan menganggapnya kolot. Kata-kata pada mural di atas dilontarkan Tuan Mellema seorang berdarah Belanda kepada Minke pada saat berada di rumahnya. “Kowe kira, kalau sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bahasa Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 2002 : 43), kata-kata tersebut dilontarkan kepada Minke sebab Tuan Mellema tidak suka melihat orang pribumi berusaha meniru orang Eropa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
Pembuat mural menuliskan kalimat tersebut pada muralnya dengan tujuan memperingatkan dan bahkan mungkin menghina orang-orang yang bersifat seperti tokoh Minke dalam Novel Bumi Manusia tersebut. Eropa sudah menjadi tren sejak dulu, Eropa yang dimaksud pada zaman dulu adalah Belanda. Zaman dulu masyarakat menganggap Eropa adalah sesuatu yang hebat. Maka cara pandang orang Eropa juga dianggap sebagai cara pandang yang lebih baik daripada cara pandang orang Indonesia pada waktu itu. Kemudian orang-orang bersifat seperti “Minke” ini mulai mempelajari bahasa Eropa, berbusana seperti orang Eropa, dan berpandangan seperti orang Eropa, dan lupa kepada jati diri bangsa sendiri. Sedangkan Eropa yang dijadikan tren pada saat ini adalah semua hal berkiblat pada kultur Eropa. Contohnya penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah. Pada sisi sebelah kanan mural terdapat juga gambar wajah Tokoh Pramoedya Ananta Toer. Menurut interpretasi penulis, pembuat mural sengaja memberikan gambar wajah tokoh Pramoedya dengan memiliki alasan-alasan tertentu. Pramoedya adalah seorang tokoh yang memiliki pemikiran serius dan idealisme yang kuat. Dengan adanya mural dengan gambar wajah Pramoedya bisa jadi adalah salah satu upaya untuk membangkitkan cara berpikir yang kritis seperti cara berpikir Pramoedya. Tokoh tersebut adalah tokoh ternama pada zamannya. Pada saat ini nama Pramoedya sudah jarang terdengar namanya. Interpretasi penulis yang lainnya adalah pembuat mural berusaha mengenalkan kembali sosok Pramoedya karena memiliki keprihatinan generasi muda pada saat ini. Peralatan elektronik sebagai media tulis-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
menulis sangat mudah didapatkan tetapi generasi muda pada saat ini tidak bisa memanfaatkannya secara positif. Generasi muda pada saat ini lebih memilih menuliskan sesuatu yang tidak penting dan tidak berguna pada berbagai jejaring sosial yang dimilikinya. Adanya fasilitas seperti gadget canggih dan internet seharusnya dapat memudahkan generasi muda untuk lebih bisa menyalurkan pikiran-pikirannya bukan hanya menyalurkan pola pikir yang labil dan manja. Keadaan hal tersebut sangat berbeda dengan zaman yang dialami oleh Pramoedya. Pramoedya harus menuliskan pemikirannya dengan menggunakan alat tulis manual. Mural dengan tokoh Pramoedya tidak hanya memiliki kritik kepada generasi muda, tetapi juga sebagai sarana membangkitkan semangat agar generasi muda memiliki karakter yang kuat seperti tokoh Pramoedya.
2.3.2
Makna Mural dengan Gambar Satwa Penulis menemukan dua mural yang masuk dalam kategori mural dengan
gambar satwa di Kota Yogyakarta, yaitu mural bergambar monyet dan anjing. Berikut penjelasan mengenai makna mural bergambar satwa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
2.3.2.1 Mural dengan Satwa Monyet
Mural ini diambil di simpang empat Demangan
Dalam mural tersebut terdapat tulisan : “KALIAN SUDAH PANDAI BERBAHASA EROPA KALIAN SUDAH PANDAI BERBUSANA EROPA KALIAN SUDAH PANDAI BERVISUAL EROPA TAPI KALIAN TETAP SAJA MONYET”
Kata-kata tersebut serupa dan memiliki arti yang sama dengan tulisan yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya yang berjudul Bumi Manusia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
Wajah Pramoedya juga tergambar pada sebelah kanan tulisan tersebut. Novel tersebut menceritakan tentang seorang tokoh yang bernama Minke, seseorang berdarah Jawa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dia bahkan lupa nama aslinya sendiri. Minke adalah nama pemberian guru di sekolahnya. Ayahnya seorang bupati yang menjunjung tinggi kebudayaan Jawa, tetapi Minke tidak suka akan hal itu dan menganggapnya kolot. Kata-kata pada mural di atas dilontarkan Tuan Mellema seorang berdarah Belanda kepada Minke pada saat berada di rumahnya. “Kowe kira, kalau sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bahasa Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 2002 : 43), kata-kata tersebut dilontarkan kepada Minke sebab Tuan Mellema tidak suka melihat orang pribumi berusaha meniru orang Eropa. Pembuat mural menuliskan kalimat tersebut pada muralnya dengan tujuan memperingatkan dan bahkan mungkin menghina orang-orang yang bersifat seperti tokoh Minke dalam Novel Bumi Manusia tersebut. Eropa sudah menjadi tren sejak dulu, Eropa yang dimaksud pada zaman dulu adalah Belanda. Zaman dulu masyarakat menganggap Eropa adalah sesuatu yang hebat. Maka cara pandang orang Eropa juga dianggap sebagai cara pandang yang lebih baik daripada cara pandang orang Indonesia pada waktu itu. Kemudian orang-orang bersifat seperti “Minke” ini mulai mempelajari bahasa Eropa, berbusana seperti orang Eropa, dan berpandangan seperti orang Eropa, dan lupa kepada jati diri bangsa sendiri. Sedangkan Eropa yang dijadikan tren pada saat ini adalah semua hal berkiblat pada kultur Eropa. Contohnya penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
Remaja-remaja zaman sekarang sudah berlomba-lomba menguasai bahasa Inggris untuk kepentingan masa depan mereka, tetapi tidak sedikit juga yang mempelajari bahasa Inggris hanya untuk gengsi. Kegiatan belajar bahasa inggris dilakukan hanya untuk pamer dalam lingkup pergaulannya. Tidak ada salahnya belajar bahasa negara lain, selama masih mau belajar bahasa sendiri. Yang menjadi masalah adalah bukan keinginan untuk belajar, tetapi terlalu memandang baik secara berlebihan bahasa negara lain. Taman kanak-kanak dan sekolah dasar pun sudah ada yang menggunakan bahasa inggris dalam proses belajar mengajar, hal tersebut adalah hal yang tidak masuk akal untuk penulis. Penulis menganggap hal seperti itu adalah hal yang berlebihan dalam cara memandang bahasa negara lain. Busana masyarakat zaman sekarang sebagian besar yang dijadikan tren adalah Eropa, Kota Paris. Produksi yang berhubungan dengan busana pada saat ini sudah banyak yang menjadikan Kota Paris sebagai acuan. Karena pemberitaan internasional mengatakan Kota Paris adalah pusat mode, kemudian masyarakat percaya begitu saja dan berpandangan bahwa model busana yang ada di Kota Paris adalah model busana yang bagus. Dampak pola pandang tersebut menyebabkan masyarakat kalangan menengah ke atas yang memiliki hobi belanja selalu memburu barang-barang terbaru keluaran Eropa. Mereka kebanyakan mengaku bukan karena tren untuk membeli produk Eropa tersebut, tetapi mereka membeli produk tersebut atas nama kualitas. Salah satu contoh bahwa masyarakat diperdaya oleh Eropa adalah dengan produk merk Hermes. Masyarakat menengah ke atas tidak akan asing mendengar merk tersebut, karena merk tersebut dianggap ternama di kalangan internasional. Harga tas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
tersebut tidak hanya ratusan ribuan tetapi ada yang mencapai ratusan juta. Ketertarikan masyarakat terhadap tas Hermes ini tidak disia-siakan begitu saja oleh pengrajin yang ada di Indonesia. Tas merk Hermes palsu banyak ditemukan di Indonesia, bahkan penjualannya sangat mudah ditemukan secara online. Tas Hermes dibuat oleh keluarga Hermes yang berasal dari Jerman dan menetap di Prancis. Pada tahun 1837 Thierry Hermes mempublikasikan merk Hermes pertama kalinya, tas tersebut didedikasikan untuk purveying bangsawan Eropa. Pada tahun 1855 memperoleh pujian dari pemerintah karena memenangkan exposition universelle di Paris. Pada tahun 1867 merk Hermes kembali mendapat medali emas pada kontes tersebut. Seandainya di Indonesia ada kontes semacam itu tentunya pengrajin-pengrajin di Indonesia juga memiliki kesempatan lebih agar barang produksinya dikenal oleh masyarakat luas. Acuan busana Eropa adalah busana yang baik sudah dipahami oleh banyak orang di Indonesia sehingga dijadikan tren, padahal di Indonesia sendiri terdapat banyak busana yang lebih menarik daripada busana Eropa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
Contoh gambar tas Hermes Original (http://cpopon.blogspot.com/2012/01/cara-membedakan-tashermes-asli-dengan.html)
Contoh tas buatan pengrajin di Manding, Bantul, Yoyakarta (http://larasmanding.blogspot.com/2011/12/tas-kulit-6.html)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Dalam hal keterampilan dan kreatif penciptaan pengrajin Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan pengrajin tas-tas bermerk di luar negeri. Pengrajin tas di Indonesia hanya kalah dalam pola pikir masyarakat Indonesia sendiri yang terlalu menganggap produk Eropa lebih baik dibandingkan produk Indonesia. Dalam hal cara pandang, cara pandang orang Eropa dianggap lebih baik daripada cara pandang orang Indonesia. Orang Eropa selalu dipandang lebih baik karena keadaan di sana dirasa lebih baik daripada keadaan di Indonesia. Pandangan tersebut menyebabkan banyak orang yang ingin menempuh pendidikan di Eropa. Banyak orang yang tertarik untuk mempelajari budaya orang lain dan melupakan budaya sendiri. Interpretasi penulis secara keseluruhan tentang gambar tersebut adalah sindiran keras terhadap masyarakat kebanyakan pada zaman sekarang ini yang terlalu mengagung-agungkan Eropa, baik dari segi bahasa, busana, dan cara pandang. Keadaan di Eropa dan di Indonesia tidak bisa dianggap sama karena keadaannya memang benar-benar berbeda, sehingga sangat tidak masuk akal apabila cara pandang mengenai bahasa, busana, dan pemikiran di Eropa dipaksakan di Indonesia. Masyarakat yang memiliki cara pandang berlebihan terhadap Eropa secara tidak langsung dibuat tidak sadar bahwa dirinya adalah seorang warga Negara Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
2.3.2.2 Mural dengan Menggunakan Satwa Orang Utan dan Anjing
Mural tersebut diambil pada simpang empat Demangan
Dalam mural tersebut terdapat tulisan “WORLD ANIMALS DAY. STOP KEKERASAN TERHADAP SATWA! 4 OCTOBER 2012”. Makna yang ada dalam mural tersebut untuk memperingati hari satwa sedunia yang diperingati secara internasional setiap tanggal 4 Oktober. Selain itu dalam mural tersebut terdapat pesan agar masyarakat menghentikan kekerasan kepada satwa, hal itu sampaikan jelas dengan tulisan “STOP KEKERASAN TERHADAP SATWA”. Hal ini perlu ditulis dalam mural agar masyarakat benar-benar sadar bahwa kekerasan terhadap satwa harus dihentikan. Maraknya satwa yang sengaja dimusnahkan menjadi keprihatinan sendiri pada hari satwa sedunia tersebut. Salah satu contoh kasus kekerasan terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
satwa yang pernah dimuat media massa adalah pembantaian orang hutan di Pulau Kalimantan. Populasi orang utan sengaja dikurangi secara besar-besaran dengan cara dianiaya dan dibunuh. Orang utan dianggap sebagai hama di kebun kelapa sawit. Bahkan sebuah perusahaan dengan sengaja memberikan hadiah sebesar lima ratus ribu sampai satu juta rupiah bagi orang yang bisa membunuh seekor orang utan. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat bahwa orang utan termasuk satwa yang dilindungi secara hukum. Undang-Undang 5 tahun 1990 mengatur tentang konservasi daya
alam
hayati
di
ekosistemnya,
adanya
undang-undang
itu
semakin
memperlihatkan sesuatu yang ironi ketika terbukti ada yang sengaja melanggarnya.
Foto orang hutan yang dianiaya (http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/29/duh-orangutan-disiksalagi/)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
Penulisan “4 October 2012” adalah informasi pemberitahuan yang sengaja dituliskan agar masyarakat mengerti bahwa pada setiap tanggal 4 Oktober adalah hari satwa sedunia. Tanggal itu perlu ditulis karena banyak masyarakat yang kurang peduli dengan keberadaan satwa yang ada di dunia, terutama masyarakat di Indonesia sendiri. Di sebelah kiri tulisan terdapat gambar orang utan, seperti yang interpretasikan sebelumnya bahwa ada tema tertentu yang diangkat yaitu mengenai orang utan. Masalah mengenai orang utan tersebut sudah menjadi perbincangan dunia internasional, sehingga sungguh tidak masuk akal apabila masyarakat di Indonesia tidak tahu dan tidak peduli mengenai hal tersebut.
Foto anjing pitbull
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
Pada sebelah kanan tulisan terdapat gambar anjing. Anjing dalam mural tersebut diinterpretasikan penulis sebagai anjing yang berjenis pitbull. Penulis menginterpretasi sebagai anjing jenis pitbull karena jenis anjing tersebut memiliki hubungan dengan kekerasan seperti yang tertulis dalam mural tersebut. Jenis anjing tersebut seringkali dipelihara bukan sebagai penjaga rumah, tetapi anjing tersebut dipergunakan sebagai anjing aduan. Perlombaan adu pitbull sudah sering dilakukan, adu pitbull tersebut tidak selalu anjing pitbull melawan anjing pitbull tetapi juga anjing pitbull melawan babi hutan.
2.3.3
Makna Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru Saat ini orang bisa dengan mudah menemukan tokoh baru dalam mural-mural
yang ada di Kota Yogyakarta. Tokoh tersebut sengaja dibuat untuk menunjukkan identitas perseorangan atau kelompok yang sering melakukan pembuatan mural Yogyakarta. Tokoh mural yang dikaji oleh penulis adalah tokoh mural yang berinisial “HeRe-HeRe”. “HeRe-HeRe” memiiki ciri khas tokoh dalam mural terebut adalah kepala bundar dengan mulut tertawa. Mural dengan tokoh “HeRe-HeRe” tersebut memiliki sebuah keunikan, tokoh tersebut dapat digambar dengan berbagai macam karakter dan keadaan. Misalnya tokoh tersebut terlihat berpakaian seragam polisi lalu lintas berarti dengan kostum tersebut tokoh “HeRe-HeRe” bisa diinterpretasikan sebagai seorang polisi lalu lintas. Menurut penulis tokoh ciptaan baru tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
menarik untuk diteliti karena makna-makna yang terkandung di dalamnya sarat dengan kritik sosial. Tokoh ciptaan baru lainnya dalam mural yang ditemukan penulis tampak dalam foto-foto berikut. Ada contoh lain dari tokoh ciptaan baru yaitu “ART PREK” dan “Tuyuloveme”. Tokoh “ART PREK” selalu menampilkan tokoh yang berubahubah, tokoh ciptaannya berbentuk abstrak dan tidak bisa dijelaskan itu adalah jenis mahluk apa. “ART PREK” sendiri menurut penulis adalah sebuah komunitas. Tokohtokoh yang diciptakan dalam mural bentuknya selalu berbeda-beda dan tidak pernah sama. Ciri-ciri tokoh baru “ART PREK” adalah adanya bintik-bintik dan garis-garis pendek dalam tokohnya. Selain itu ada tokoh ciptaan baru dari pembuat mural yang menyebut diri sebagai “Tuyuloveme” memiliki ciri tersendiri yaitu berwujud kepala manusia yang berwarna hijau. Sebenarnya tokoh tersebut termasuk dalam kategori graffiti. Penulis menyebutnya tokoh itu termasuk dalam kategori graffiti karena tokoh tersebut selalu menjadi penghias pada gambar-gambar graffiti. Pola pewarnaan tokoh tersebut juga terlihat rumit dan menarik seperti halnya pewarnaan dan bentuk pada graffiti. Tokoh “Tuyuloveme” selalu menjadi penghias sebuah graffiti Tokoh ciptaan baru dalam mural yang ditemukan penulis tampak dalam fotofoto berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Gambar 1 tokoh “ART PREK” (http://www.artprek.blogspot.com/)
Gambar 2 dari “ART PREK” (http://www.artprek.blogspot.com/)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
Gambar 3 dari “ART PREK” (http://www.artprek.blogspot.com/)
Gambar 1 tokoh “Tuyuloveme” (http://www.tuyuloveme.com/)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
Gambar 2 tokoh “Tuyuloveme” (http://www.tuyuloveme.com/)
Berikut ini adalah gambar-gambar yang sudah dianalisis oleh penulis. Penulis memilih mural dengan tokoh ciptaan baru “HeRe-HeRe”. Mural dengan bentuk tokoh tersebut memiliki bantuk yang unik dan khas. Tokoh tersebut dapat ditemui hampir di berbagai tempat di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
2.3.3.1 HeRe-HeRe : MAU SIDANG ATAU BAYAR DI MUKA!
Gambar tersebut diambil di Jembatan Kleringan Kotabaru
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Foto polisi yang sedang melakukan razia sepeda motor
Mural tersebut bertuliskan “MAU SIDANG ATAU BAYAR DI MUKA!”. Interpretasi penulis pertama kali pada saat membaca tulisan tersebut adalah mengenai polisi dan tilang karena kalimat tersebut biasanya diucapkan saat seseorang diberi tilang. Penulis pernah mengalami sendiri sewaktu berurusan dengan polisi. Polisi selalu bertanya “mau sidang sendiri atau dititipkan saja?”. Pertanyaan itu seakan-akan adalah tawaran bantuan yang diberikan polisi kepada seseorang yang diberi tilang karena yang akan mengikuti sidang bukanlah orang yang ditilang tetapi polisi yang akan mewakilinya. Orang yang ditilang tersebut sewajarnya tentu akan merasa terbantu dengan tawaran itu. Adanya ketidakwajaran tersebut yang menjadikan adanya gambar mural tersebut. Polisi dengan sengaja mencari-cari kesalahan kepada pengendara. Pengendara yang tidak melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
pelanggaran di jalan bisa jadi tiba-tiba diminta menepi dan mengikuti ke pos oleh polisi yang sedang bertugas. Kesalahan yang sengaja dibuat-buat antara lain kelengkapan kendaraan misalnya spion, lampu belakang tidak menyala atau bercahaya menyilaukan, lampu sore atau utama yang tidak dinyalakan sewaktu siang hari, tidak adanya sepat bor, dan lain-lain. Sebenarnya masalah-masalah seperti itu tidak merugikan orang lain. Dari sisi keamanan dan kenyamanan lebih berpengaruh kepada pengguna kendaraan itu sendiri, tetapi polisi yang menilang selalu mengatasnamakan keamanan dan kenyamanan pengendara yang lain dan adanya peraturan yang sudah ditetapkan. Permasalahan seperti ini sering terjadi dan tidak hanya di Kota Yogyakarta. Letak mural tersebut berada di jembatan Kleringan, dan terlihat sangat jelas sebelum nantinya berada si simpang empat. Di simpang empat tersebut ada pos polisi yang seringkali terlihat menilang pengendara, kebanyakan sepeda motor. Mural tersebut menurut interpretasi penulis memiliki makna memperingati pengendara lebih berhati-hati sebelum ditilang, misalnya pengendara menjadi menghidupkan lampu utama agar nantinya tidak ditilang. Selain itu, mural tersebut memiliki sindiran terhadap pihak kepolisian yang seringkali tidak bekerja secara optimal karena masih terjadi kemacetan di sekitar daerah tersebut. Polisi terlihat sering menilang daripada mengatur lalu lintas di simpang empat tersebut, bahkan polisi yang sedang bertugas di pos tersebut terlihat tidak bekerja dan hanya sekadar duduk-duduk saja. Mural tersebut adalah wujud keantipatian dan tidak adanya penghargaan kepada pihak kepolisian karena dinilai tidak bekerja dan hanya merugikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
masyarakat. Polisi yang seharusnya bisa menjadi rekan masyarakat malah seringkali menjadi hal yang dikhawatirkan oleh masyarakat, dalam konteks ini adalah pengendara. Polisi yang sedang berjaga di pos rasanya menjadi sebuah kekhawatiran bagi masyarakat karena masyarakat selalu takut apabila tiba-tiba laju kendaraannya dihentikan dan akan ditilang. Baju yang dikenakan tokoh dalam mural tersebut persis dengan seragam yang sering digunakan polisi lalu lintas pada saat bertugas. Hal ini menyatakan dengan jelas bahwa tokoh di dalam mural tersebut adalah wujud seorang polisi lalu lintas. “Mau sidang atau bayar di muka!” kalimat tersebut hanya bisa diucapkan seorang polisi lalu lintas, karena tidak ada lagi pihak yang bisa melakukan tilang. Penggunaan tanda seru memiliki makna tersendiri. Lain halnya jika yang digunakan adalah tanda tanya, berarti itu sebuah pertanyaan akan memilih sidang atau bayar di tempat. Penggunaan tanda seru menunjukkan bahwa korban tilang tidak memiliki pilihan lain dan seakan-akan dibentak-bentak semaunya oleh oknum polisi pada saat menjalani proses penilangan. Pungutan liar yang seringkali disebutkan oknum polisi nakal titipan untuk sidang berjumlah tidak sedikit, nominalnya dimulai dari dua puluh ribu rupiah. Dalam proses pungutan liar tersebut oknum polisi tersebut seringkali pamer kepada korban yang ditilang, oknum tersebut menyatakan bahwa dirinya baik hati. Oknum polisi tersebut memperlihatkan tarif maksimal yang harus dibayar kepada seseorang yang kena tilang, jumlah tarif tilang tersebut mencapai jutaan rupiah dan juga adanya hukuman kurungan penjara. Dengan menunjukkan hal tersebut oknum polisi seakan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
akan dipandang baik hati dan merasa berjasa karena tidak memberikan sanksi yang berat bagi korban tilang. Seberapa terlihat baik oknum polisi tersebut tetap saja merugikan pengendara yang menjadi korbannya.
2.3.3.2 HeRe-HeRe : TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA
Foto di atas diambil pada simpang empat hotel Melia
Dalam mural tersebut terdapat tulisan “TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA!”. Tulisan dalam mural tersebut sangat jelas dan mudah untuk dimengerti. Penulis menginterpretasikan mural tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
bermakna memperingatkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk memegang senjata, yaitu polisi dan tentara. Peringatan tersebut ditujukan kepada mereka berkaitan tentang unjuk rasa yang akan dilakukan oleh masyarakat sewaktu melakukan unjuk rasa. Pada sebelah kanan tulisan tersebut terdapat sebuah tokoh yang memegang senjata api, menurut interpretasi penulis tulisan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang memiliki hak kepemilikan senjata api, dalam konteks ini adalah polisi dan tentara. Dalam media massa dapat dilihat sudah banyak oknum pemegang senjata yang menyalahgunakan haknya. Pemilik senjata yang seharusnya bisa menggunakan senjatanya secara bijak tetapi sering kali menyalahgunakannya. Para oknum tersebut tidak layak memperoleh hak kepemilikan senjata. Hak kepemilikan senjata terlihat sangat mudah jika kita hanya melihat dari oknum-oknum penyalahgunaan haknya, padahal sebenarnya hak kepemilikan senjata api sangat sulit didapatkan. Banyak syarat yang harus ditempuh terlebih dahulu apabila ingin mendapatkan hak kepemilikan senjata. Penggunakan senjata api secara salah bukan hanya dilakukan oleh pihak pribadi saja, bahkan ada yang dikoordinir terlebih dahulu. “Polisi melakukan penyerangan dan penembakan terhadap warga bahkan warga yang sudah menyerah kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi dengan cara ditembak dari jarak dekat, dipukul, diseret dan ditendang," tutur Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f02f49c2b172/komnas-ham-polribertindak-berlebihan-di-bima). Hal tersebut hanya salah satu contoh berita yang dimuat media massa nasional. Pada saat itu, akhir 2011, di Bima, Nusa Tenggara Barat, terdapat suatu konflik perihal perizinan usaha tambang, di mana pada saat itu akhirnya melibatkan banyak pengunjuk rasa yang tidak setuju dengan pengeluaran izin tersebut. Kejadian tersebut mengakibatkan korban jiwa. Ada banyak bukti dan saksi yang menunjukkan penggunaan senjata api secara bersama-sama dan memunguti selongsong peluru sesudahnya, dalam kejadian tersebut terlihat bukti penyalahgunaan senjata api secara terkoordinir. Jika kembali mengingat masa lalu sebelum Soeharto lengser, pada jaman kepemimpinannya terdapat banyak sekali pelanggaran HAM. Penyalahgunaan senjata api banyak sekali dilakukan terutama kepada pihak-pihak yang tidak mendukung jalannya pemerintahan yang ada pada saat itu, contohnya pengunjuk rasa. Hal ini masih jelas teringat karena pada saat itu penyalahgunaan kewenangan dan senjata api sangat ditakuti. Penulis menginterpretasi makna mural tersebut adalah wujud penolakan terhadap penyalahgunaan senjata api. Mural tersebut mewakili masyarakat dan pengunjuk yang menolak keras penyalahgunaan senjata api pada saat berlangsungnya hak unjuk rasa. Jika hal tersebut terjadi maka pengunjuk rasa yang mewakili suarasuara masyarakat tidak bisa mengeluarkan aspirasinya dengan tenang karena adanya senjata-senjata yang dirasa mengancam karena sudah membuat takut terlebih dahulu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Foto mural dengan nama samara HeRe-HeRe tersebut diambil pada bulan Maret 2012, di mana pada saat itu isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sedang gencar diperbincangkan di media massa. Kepastian naik atau tidaknya BBM akan diberitahukan pada 1 April. Unjuk rasa sudah banyak dilakukan di kota-kota selain Yogyakarta. Masyarakat berharap tentunya kenaikan BBM itu tidak akan terjadi, sebelum terlambat maka masyarakat melakukan unjuk rasa. Mural tersebut mengingatkan agar tidak adanya dan penyalahgunaan pada saat berlangsungnya unjuk rasa.
2.3.4
Makna Mural dengan Memakai Ikon Ikon sendiri adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” (resemble)
sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. (Budiman, 2003) Dalam mural kategori ini terdapat ikon-ikon yang bisa diinterpretasikan maknanya dengan kehidupan sehari-hari. Makna-makna dalam mural bisa ditemukan secara keseluruhan setelah menginterpetasikan ikon-ikon yang terdapat di dalamnya. Langkah awal sebelum menginterpretasi ikon-ikon yang terdapat dalam mural adalah menemukan ikon-ikon yang terdapat di dalamnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
2.3.4.1 Mural “AYO PODO TULUNG TINULUNG”
Gambar pada salah satu gang di daerah Badran
Pada mural tersebut terdapat teks yang tertulis “AYO PODO TULUNG TINULUNG!”. Dalam teks tersebut terlihat dengan jelas bahwa makna dari mural tersebut adalah mengajak masyarakat agar saling tolong-menolong. Mural tersebut lebih ditujukan untuk anak-anak, hal itu dapat terlihat dari gambar pada mural yang berbentuk menarik dengan warna yang mencolok. Hal tersebut menurut interpretasi penulis adalah cara penanaman perilaku tolong menolong kepada anak-anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
Pada sekitar teks tersebut terdapat juga gambar beberapa anak. Salah satu di antara anak-anak itu terlihat sedang berusaha mengambilkan layang-layang yang tersangkut di pohon. Hal yang menarik adalah bagaimana cara anak yang berusaha mengambil layangan tersebut. Anak tersebut menginjak punggung salah satu temannya dan menginjak pundak temannya yang lain. Anak yang diinjak pundaknya bukan terlihat jengkel tetapi malah terlihat senang karena bisa membantu temannya mengambil layangan yang tersangkut di pohon. Di mural tersebut juga terlihat gambar yang menurut penulis adalah pria setengah baya, tokoh tersebut terlihat tersenyum melihat apa yang dilakukan anakanak itu. Tokoh tersebut juga terlihat melambaikan tangannya, menurut peneliti tokoh tersebut berbicara hati-hati kepada anak-anak tersebut. Warna cat yang digunakan dalam mural tersebut berwarna cerah dan meriah. Menurut penulis mural tersebut memakai tokoh anak-anak disertai warna yang menarik memiliki tujuan untuk menarik perhatian anak-anak juga. Makna di dalam mural tersebut adalah ajakan untuk saling tolong menolong dan hal itu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
2.3.4.2 Mural “MIRAS AGAWE TEWAS”
Mural tersebut diambil di salah satu gang di daerah Badran
Pada sebelah kiri atas terdapat tulisan “Miras Agawe Tewas” yang dalam bahasa Indonesia memilik arti minuman keras yang disingkat menjadi miras membuat meninggal. Penulis menginterpretasikan mural tersebut berhubungan dengan keadaan masyarakat yang sering mabuk terutama mabuk karena meminum minuman keras (miras). Hal tersebut memiliki keprihatinan sendiri bagi sebagian masyarakat di sana, wujud keprihatinan tersebut dapat terlihat jelas melalui mural yang berada di sana. Pada tengah-tengah gambar tersebut ada sesosok tokoh yang membawa sebuah senjata tajam. Penulis menginterpretasikan tokoh tersebut sebagai malaikat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
pencabut nyawa. Penulis menginterpretasikan seperti itu karena tokoh itu tampak berada di dekat dua buah kuburan. Senjata tajam yang dibawa tokoh malaikat pencabut nyawa tersebut tampak masih berdarah-darah, hal itu diinterpretasikan penulis bahwa korban meninggal karena minuman keras sampai saat ini masih banyak terjadi.
Gambar mural yang diperbesar, terlihat jelas terdapat gambar botol, suntikan, dan obat-obatan
Pada sudut kanan bawah terdapat dua buah kuburan. Apabila diperhatikan dengan lebih seksama, salah satu dari kuburan tersebut seperti sedang memikirkan sesuatu. Penulis menginterpretasikan sebagai orang yang sudah meninggal tersebut berpikir apakah penyebab kematiannya adalah karena minuman keras atau obatobatan terlarang yang dahulu pernah dikonsumsinya. Dengan adanya gambar seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
itu masyarakat nantinya diharapkan agar tidak menyesal apabila adanya kasus kematian yang dikarenakan minuman keras dan obat-obatan terlarang, dan diharapkan segera menghentikan dan mencegah penyakit masyarakat tersebut dari sekarang. Pada sisi kanan atas kuburan tersebut terdapat gambar botol, alat suntik, dan obat yang berada di dalam lingkaran dengan garis miring. Botol tersebut diinterpretasikan penulis sebagai minuman keras, sedangkan alat suntik dan obat berupa kapsul dan pil tersebut diinterpretasikan penulis sebagai obat-obatan terlarang. Benda-benda tersebut berada dalam lingkaran dengan garis miring yang berarti dilarang. Penggambaran dilarang tersebut memiliki ukuran besar yang mencolok, hal ini diinterpretasi penulis bahwa pembuatan gambar tersebut dibuat mencolok agar mudah dilihat dan dipahami banyak orang. Kesimpulan makna yang terdapat dalam mural tersebut adalah masyarakat menolak kegiatan mabuk-mabukan yang dilakukan oleh warganya. Makna penolakan tersebut terlihat jelas dalam mural, dengan adanya mural tersebut masyarakat sekitar diharapkan untuk menghentikan kegiatan mabuk-mabukan dan mencegahnya karena hal tersebut hanya akan menimbulkan kerugian dan juga kematian. Interpretasi lain dari penulis bahwa mural tersebut ditujukan untuk anak-anak yang berada di sekitar lokasi dibuatnya mural. Mural tersebut ingin menyampaikan pesan kepada anak-anak tentang bahaya minuman dan obat-obatan terlarang yang bisa mengakibatkan kematian, hal itu dapat dilihat dari gambar pada mural yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
mudah dimengerti dan berwarna mencolok sehingga lebih menarik perhatian anakanak.
2.3.4.3 Mural “ANDA SOPAN KAMI SEGAN”
Gambar tersebut diambil di perempatan Hotel Melia.
Gambar pada mural tersebut menggambarkan dua buah tangan yang berjabat tangan. Sebenarnya kalau diamai secara seksama, tangan tersebut bukanlah tangan manusia pada umumnya tetapi malah terlihat seperti mainan. Menurut penulis gambar tersebut adalah gambar dua tangan mainan yang sedang berjabat tangan. Bisa jadi gambar itu memiliki makna kepura-puraan dalam berjabat tangan. Arti jabat tangan menurut penulis adalah kegiatan yang dilakukan untuk berkenalan, mengajak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
berdamai, dan berpamitan. Apabila tangan mainan yang melakukan jabat tangan berarti hal-hal yang dijadikan alasan untuk berjabat tangan adalah kepura-puraaan belaka. Jabat tangan yang dilakukan tidak untuk mewakili arti sebenarnya tetapi hanya untuk permainan belaka. Pada atas gambar tangan mainan tersebut terdapat tulisan yang berbunyi “ANDA SOPAN KAMI SEGAN”. Warna yang digunakan dalam penulisan tulisan tersebut adalah warna hitam, dan terlihat jelas apabila warnanya dibandingkan dengan warna tangan mainan atau latar belakang mural tersebut. Penulis mengartikan makna jabat tangan yang ada di mural itu sebagai hal yang dilakukan untuk berkenalan dengan orang lain. Mural itu ditujukan kepada para pendatang yang ada di Kota Yogyakarta agar bisa lebih menghargai masyarakat Kota Yogyakarta asli. Penulis juga pernah menemukan masyarakat pendatang yang berada di Kota Yogyakarta seringkali bertindak dengan seenaknya sendiri. Penulis pernah menemui kendaraan plat luar Yogyakarta yang dikendarai secara ugal-ugalan dan hampir mencelakakan orang lain. Ada juga pengendara dengan plat luar seenaknya sendiri dengan cara menjalankan kendaraannya pelan-pelan tanpa peduli kendaraan yang berada dibelakangnya juga ikut melambat, bahkan terkadang menjadi penyebab macet. Masyarakat pendatang seringkali tidak seenaknya dalam hal bertutur kata tetapi seringkali lebih dalam hal tindakan. Mural “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” adalah mural yang mewakili masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta kepada para pendatang. Ini adalah tawaran yang diberikan kepada para pendatang di Kota Yogyakarta. Apabila nantinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
para pendatang tersebut berperilaku tidak sopan, tentunya masyarakat Kota Yogyakarta pun juga tidak akan segan dalam berurusan dengan mereka. Tangan mainan adalah simbol kepura-puraan antara masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta dengan pendatang yang di Kota Yogyakarta. Memang tradisi setiap daerah berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan, tetapi, alangkah lebih baik apabila masyarakat pendatang tersebut bisa menerima keadaan yang sudah ada terlebih dahulu di Kota Yogyakarta. Masyarakat di Kota Yogyakarta tidak akan membuat masalah dengan para pendatang dan tidak akan pernah menyambut mereka dengan cara yang buruk. Tetapi kembali lagi kepada kata sopan dan segan, hal itu yang menjadi masalah. Apabila pendatang bisa menghargai masyarakat Kota Yogyakarta dengan berperilaku sopan maka masyarakat Kota Yogyakarta pun akan membalas dengan bersikap baik. Terdapat juga tulisan yang lain “SELAMAT DATANG DI KOTA!! JAWA!!”. Seperti hasil interpretasi penulis sebelumnya tentang masalah pendatang di Kota Yogyakarta. Ternyata mural tersebut memang ditujukan kepada masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta. Mungkin menurut pembuat mural tersebut tawaran “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” memang harus disampaikan secara terbuka ditempat umum dengan cara penyampaian yang menarik. Dalam hal ini pembuat mural mengandaikan bahwa Yogyakarta adalah sebuah kota yang mewakili Pulau Jawa. “SELAMAT DATANG DI KOTA!! JAWA!!”, menurut interpretasi penulis, penulisan kalimat tersebut adalah wujud kesombongan pembuat mural dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
mengatasnamakan Kota Yogyakarta sebagai “kota”. Dengan adanya tulisan tersebut seakan-akan semua pendatang berasal dari tempat yang lebih “desa” dari Kota Yogyakarta. Selama ini banyak orang berpandangan bahwa desa lebih buruk daripada kota. Orang desa selalu dianggap terbelakang dalam segala hal, dengan adanya hal ini para pendatang disamakan dengan orang desa dan diharap segera menyesuaikan dengan keadaan Kota Yogyakarta. Tulisan “SELAMAT DATANG DI KOTA!! JAWA!!” juga memiliki makna selain dari hal kesombongan, yaitu kerendahan. Penulis membayangkan Kota Yogyakarta seakan-akan adalah kota besar, di mana kota adalah tempat yang biasanya terkenal dengan kemajuan dan kemodernannya. Dalam hal ini Kota Yogyakarta bukanlah kota yang paling modern, masih banyak kota-kota yang lebih modern di Indonesia selain Yogyakarta. Dalam hal ini terdapat tantangan kepada para pendatang apabila para pendatang memiliki rasa sombong berlebih terhadap tempat asalnya. Apabila dia menganggap tempat asalnya lebih baik dari Kota Yogyakarta dia pun juga secara otomatis dituntut untuk berperilaku lebih baik lagi selama berada di Kota Yogyakarta. Makna keseluruhan dari mural tersebut berhubungan dengan para pendatang, baik pendatang lama ataupun baru. Jumlah masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta cukup banyak, dari luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Untuk dapat tinggal berdampingan tentunya membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan masyarakat di sekitarnya. Selain beradaptasi tentunya dibutuhkan juga sikap toleransi satu dengan yang lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Mural tersebut dibuat pada bulan Mei 2012. Pada saat itu terjadi suatu keributan yang cukup besar antara masyarakat Kota Yogyakarta dengan masyarakat pendatang dari pulau lain. Penulis menganggapnya sebagai keributan yang cukup besar karena kejadian tersebut meresahkan banyak pihak dan bisa berdampak membawa isu SARA. Di sekitar tempat kejadian juga terdengar kabar bahwa seorang pengendara sepeda motor menjadi korban sabetan benda tajam dari orang yang tidak dikenal. Mural yang dibahas oleh penulis adalah salah satu cara penyampaian dengan cukup sopan karena di waktu yang bersamaan terdapat banyak tulisan vandalisme “Rusuh diusir dari Jogja” atau “Rusuh pergi dari Jogja”.
Foto salah satu contoh coretan “Rusuh diusir dari Yogyakarta”, di daerah Ngampilan, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
Salah satu foto gambar tulisan “Rusuh diusir dari Yogyakarta”, di daerah Ngampilan Yogyakarta.
Salah satu foto gambar tulisan “Rusuh diusir dari Yogyakarta”, di daerah Ngampilan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Foto di atas adalah beberapa contoh coretan yang banyak terdapat di Yogyakarta pada beberapa waktu yang lalu. Maraknya kemunculan coretan-coretan tersebut setelah terjadi kerusuhan di daerah Babarsari Kota Yogyakarta yang melibatkan masyarakat pendatang.
2.3.4.4 Mural “MESIN PEMBUNUH ASAP”
Foto ini diambil di simpang empat Hotel Melia
Dalam mural tersebut terdapat tulisan “Mesin Pembunuh Asap”, dan terdapat gambar seseorang yang terlihat mengayuh becak. Menurut penulis mural tersebut memiliki makna bahwa becak adalah salah satu alat transportasi umum yang tidak mengeluarkan asap, sehingga becak disebut sebagai mesin pembunuh asap. Alat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
transportasi umum yang digunakan masyarakat sebagian besar mengeluarkan asap, seperti bus, taksi, ojek, dan lain-lain. Penulis menginterpretasikan bahwa mural tersebut berisi tentang kritik sosial kepada masyarakat perihal polusi udara. Masyarakat pada saat ini cenderung tidak pernah memikirkan lingkungan sekitarnya yang sebenarnya pada saat ini sudah tercemar polusi udara. Masyarakat sekadar menggunakan kendaraan dan hanya memikirkan bagaimana caranya agar mereka dapat sampai ke tujuan, baik itu alat tranportasi umum atau alat transportasi pribadi. Menurut interpretasi penulis, gambar tukang becak memang mewakili keberadaan tukang becak sendiri pada umumnya. Tukang becak juga dijadikan simbol untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang selalu menjadi korban dari golongan menengah ke atas yang seringkali tidak peduli dengan keadaan lingkungan di sekitarnya, dalam hal ini konteksnya berkendara di jalanan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
Mural “MESIN PEMBUNUH ASAP” bila diperbesar
Menurut interpretasi penulis, tukang becak yang dalam pekerjaannya seharihari mengayuh becak terpaksa menjadi korban polusi udara. Becak sudah ada sejak lama sebelum banyak kendaraan-kendaraan bermotor di jalanan, baik angkutan umum ataupun pribadi. Kemajuan zaman membuat para tukang becak menjadi korban. Mereka harus menghirup udara yang terkena polusi, padahal kendaraan yang mereka gunakan tidak menyebabkan polusi udara sedikit pun. Dalam mural tersebut diharapkan kesadaran masyarakat pengguna jalan raya terhadap keadaan yang ada sekarang ini, dimana banyak pengguna kendaraan yang tidak memikirkan pengguna jalan yang lainnya yaitu para tukang becak, pengguna sepeda, dan pejalan kaki yang tidak bisa melakukan perjalanan secepat kendaraan-kendaraan bermotor yang lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
Dengan adanya mural tersebut diharapkan untuk menggunakan kendaraan pribadi seperlunya untuk mengurangi polusi udara yang terjadi. Apabila gambar pada mural tersebut diperhatikan lebih seksama maka akan terlihat tukang becak tersebut menggunakan masker, dan udara yang dihirup berwarna hitam. Warna hitam tersebut diinterpretasikan sebagai asap, yang dimaksud dengan asap adalah polusi udara. Udara yang berwarna hitam menyampaikan pesan bahwa tingkat polusi yang ada sudah cukup parah. Pada mural tersebut terdapat juga hiasan lambang Reuse, Reduce, dan Recycle (3R), pada salah satu bagian becak yang terletak di depan. Lambang tersebut terdapat pada sebuah bendera. Menurut interpretasi penulis, tukang becak tersebut mengibarkan semangat reboisasi dan perlawanan terhadap pemanasan global, hal tersebut terlihat dari bendera kecil yang terlihat berkibar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
Logoo 3R (http://ww ww.ultimusonnline.co.uk/ulttimus-environnmental.php)
Reeuse memilliki arti peemakaian kkembali, reeduce mem miliki arti agar a kita menguranngi pengunaaan produk-pproduk yanng tidak terllalu dibutuhhkan, recyclle sendiri memiliki arti menddaur ulang barang bekas. Conttoh kegiataan 3R anttara lain ggunakan menggunaakan botol bekas minuuman sebaggai tempat minyak goreng, meng kantong yang y dapat digunakann secara berrulang-ulanng, mengguunakan bateerai yang dapat diisi kembali, mengolah bahan b non--organik meenjadi bendda yang berrmanfaat, dan lain-laain. Keegiatan 3R R tersebut memiliki hubungan erat dengan reboissasi dan menguranngi pemanassan global yang sedanng terjadi, sehingga s daalam mural tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
juga memiliki makna ajakan untuk melakukan reboisasi dan membantu mengurangi pemanasan global. Pada samping bagian becak terdapat suatu gambar. Gambar tersebut adalah lambang komunitas “ANTI TANK”. “ANTI TANK adalah sebuah komunitas yang membuat mural tersebut. Mural-mural buatan komunitas tersebut sarat dengan kritik sosial.
2.3.4.5 Mural “JOGJA RUMAH BERSAMA”
Gambar tersebut diambil di simpang empat Demangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Terlihat
jelas
tulisan
“JOGJA
RUMAH
BERSAMA!”,
penulis
menginterpretasikan bahwa mural tersebut adalah wujud rasa saling menghargai sesama masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta. Rumah secara sederhana dimengerti sebagai tempat tinggal sebuah keluarga. Penulis menginterpretasikan bahwa semua masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta adalah satu keluarga. Sebuah rumah pada umumnya berisi tentang kekeluargaan yang saling pengertian, tolong-menolong, dan membuat penghuninya merasa rumah adalah satu-satunya tempat yang paling aman dan nyaman untuk ditinggali. Berarti dapat disimpulkan dengan adanya mural tersebut masyarakat di Kota Yogyakarta saling menganggap keluarga satu sama lain sesama masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta, tanpa terkecuali orang-orang yang menjadi pendatang. Interpretasi lain dari penulis bahwa mural tersebut menunjukkan bahwa kota Yogyakarta terbuka bagi siapa saja yang tinggal atau sekadar berkunjung dan menganggap mereka bagian dari sebuah keluarga, sehingga bagi pendatang atau pengunjung yang sudah pernah berada di Kota Yogyakarta merasa selalu ingin kembali ke Kota Yogyakarta. Pada sisi lain terlihat bahwa masyarakat Kota Yogyakarta sendiri selalu menanti para pendatang atau pengunjung tersebut untuk kembali lagi di Kota Yogyakarta karena mereka sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Kesimpulan yang didapat dari interpretasi yang kedua ini adalah rasa kekeluargaan yang diberikan pendatang atau pengunjung di Kota Yogyakarta sehingga seakan-akan mereka berada di rumah sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Pada sebelah kiri tulisan terdapat lambang Nucleaer Disarmament yang pada saat ini lebih dikenal sebagai simbol perdamaian dunia. Simbol tersebut dianggap banyak orang sebagai symbol yang memberikan harapan, kebesaran, dan keyakinan. Gerland Holtom sebagai pencipta desain tersebut pada awalnya memberi makna simbol tersebut sebaga simbol keputusasaan terhadap keadaan yang ada. Simbol tersebut dibuat pada 21 Februari 1958, simbol tersebut dijadikan simbol untuk pelucutan senjata nuklir.
Simbol tersebut merupakan kombinasi semafor (signal
bendera) untuk huruf N dan D, yang merupakan singkatan dalam bahasa Inggris untuk Nuclear Disarmament atau “pelucutan senjata nuklir”. Semafor untuk N adalah dua bendera dalam posisi V terbalik, sedangkan tanda untuk huruf D adalah garis vertikal yang dibentuk oleh dua bendera.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
Simbol Nuclear Disarmament (http://en.wikipedia.org/wiki/Peace_symbols)
Apabila mural tersebut diinterpretasikan dengan makna simbol Nuclear Disarmement pada awalnya berarti gambar pada mural tersebut dapat diartikan dengan keputusasaan tentang keadaan yang ada di Kota Yogyakarta. Sebenarnya mural tersebut memiliki makna tentang keinginan agar Kota Yogyakarta dapat dianggap sebagai rumah untuk bersama, tetapi untuk mencapai tujuan tersebut sudah tidak memungkinkan sehingga yang dimiliki hanyalah keputusasaan. Interpretasi lain dari penulis adalah mural tersebut memiliki makna turut berduka cita kepada keadaan yang ada di Kota Yogyakarta mengenai hubungan bermasyarakat. Dengan adanya mural tersebut diharap nantinya masyarakat saling mengkoreksi diri dalam hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
bermasyarakat agar nantinya benar-benar tercipta keadaan Kota Yogyakarta adalah rumah untuk bersama.
Gambar mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” setelah diperbesar
Apabila diamati secara seksama di dalam simbol Nuclear Disarmament terdapat gambar bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, padi dan kapas. Gambar-gambar
tersebut
merupakan
lambang
dari
Pancasila.
Penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
menginterpretasikan bahwa lambang Nuclear Disarmamanent tersebut sengaja dikaitkan dengan penerapan Pancasila di Yogyakarta dalam kehidupan sehari-hari.
Gambar Lambang Pancasila
Lambang Nuclear Disarmament pada mural tersebut memiliki dua makna. Adanya dua pemaknaan tersebut berdasarkan makna lambang Nuclear Disarmament pada saat pertama kali dibuat dan pengertian yang dipahami oleh masyarakat pada saat ini. Interpretasi penulis yang pertama adalah adanya keputusasaan mengenai penerapan Pancasila yang ada di Yogyakarta yang dianggap rumah bersama. Rasa kekeluargaan dan penerapan Pancasila dinilai tidak berjalan dengan baik di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
Foto mural tersebut diambil oleh penulis pada bulan Juni 2012, di mana pada waktu pengambilan foto itu berdekatan dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menjabat sebagai Gubernur dan sekaligus raja di Yogyakarta membacakan sebuah manifesto, manifesto Yogyakarta untuk Kebhinnekaan.
Isi manifesto tersebut sebagai berikut: 1. Menolak intimidasi dan aksi kekerasan atas alasan apapun, sebab intimidasi dan aksi kekerasan atas nama perbedaan agama, suku, kelompok, gender, dan ideologi sesungguhnya tidak sesuai denan prinsip kebinekaan. 2. Mendukung aparat negara untuk menindak berdasarkan hukum, setiap individu maupun kelompok yang melakukan intimidasi dan aksi kekerasan. 3. Mengajak seluruh masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai kebinekaan serta tidak membiarkan aksi kekerasan dan intimidasi yang melanggar hak-hak sipil warga.
Adanya manifesto tersebut menurut interpretasi penulis adalah suatu keputusasaan yang sedang terjadi di Yogyakarta mengenai kehidupan masyarakat sehari-hari yang berkaitan dengan penerapan Pancasila. Maraknya tindakan kekerasan yang sering ditemui masyarakat di media massa atau mungkin dialami masyarakat Kota Yogyakarta sendiri menjadikan suatu alasan berputus asa dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan aman dan nyaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
Yogyakarta berhati nyaman adalah slogan untuk kota Yogyakarta. Seandainya memang hal itu benar-benar terjadi di Kota Yogyakarta tentunya pembacaan manifesto tersebut tidak akan ada. Pembacaan manifesto tersebut dibaca oleh seorang tokoh yang dihormati dan berpengaruh di masyarakat, tentunya kegiatan pembacaan manifesto merupakan hal yang sangat penting. Menurut penulis manifesto tersebut dibuat untuk memunculkan kembali harapan masyarakat yang dinilai sudah putus asa mengenai penerapan rasa toleransi yang ada di Kota Yogyakarta. Interpretasi penulis yang kedua adalah masyarakat di Kota Yogyakarta masih berharap kepada Pancasila dan berusaha mewujudkan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki makna memperingatkan dengan tegas bahwa Kota Yogyakarta adalah rumah milik bersama tanpa membeda-bedakan masyarakatnya dari segi apapun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
Gambar mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” setelah diperbesar
Gambar tersebut terdapat pada sebelah kanan tulisan “Jogja Rumah Bersama!”. Pada gambar tersebut terlihat tangan yang sedang menggenggam sekuntum bunga. Pada background bunga tersebut jika diamati lebih seksama maka akan terlihat gambar Praja Cihna. Keseluruhan gambar tersebut berada di dalam sebuah garis yang berbentuk hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
Gam mbar Praja Cihhna, lambang kkebesaran Kraaton Yogyakaarta
Daalam interpretasi yangg pertama ppenulis mem maknai bunnga sebagaai simbol kebaikan. Penulis menginterp m retasikan ggambar tersebut adaalah wujud d semua Y baik wargaa asli maupuun pendatanng, berbagi kebaikan k masyarakaat di Kota Yogyakarta, yang disiimbolkan dengan d tanngan yang memberikaan bunga kepada siaapa saja. Bayangann Praja Cihnna di belakkang gambaar tangan teersebut mem miliki maknna bahwa masyarakaat asli Kotta Yogyakkarta sendirri masih memiliki m keebaikan yaang akan dibagikan kepada sessama, termaasuk kepadaa warga pendatang. Garris yang meembentuk melingkupi lambang Praja P Cihnaa menurut innterpretasi penulis adaalah rasa hati dan m aman dann nyaman, sehingga gambar g terssebut memiiliki arti seemua masyaarakat di Koata Yogyakarta daapat merasaakan rasa aman a dan nyyaman. Gam mbar terseb but dapat disimpulkkan memilikki makna baahwa seluruuh masyaraakat di Kotaa Yogyakarrta masih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
memberikan kebaikan dan dapat menerima kebaikan, sehingga rasa aman dan nyaman dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta. Dalam interpretasi yang kedua penulis memaknai bunga sebagai simbol duka. Penulis menginterpretasikan gambar tersebut adalah wujud tidak adanya kebaikan yang dirasakan oleh seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta. Bayangan Praja Cihna di belakang gambar tangan tersebut memiliki makna bahwa masyarakat asli dirasa tidak lagi bersikap baik kepada pendatang di Kota Yogyakarta. Garis yang membentuk hati dan melingkupi lambang Praja Cihna menurut interpretasi penulis adalah tidak adanya rasa aman dan nyaman. Penulis menghubungkan gambar tersebut dengan interpretasi duka, sehingga gambar tersebut memiliki arti semua masyarakat di Kota Yogyakarta belum dapat merasakan rasa aman dan nyaman. Gambar tersebut dapat disimpulkan memiliki makna bahwa masyarakat di Kota Yogyakarta belum seluruhnya dapat memberikan kebaikan, sehingga rasa aman dan nyaman juga belum dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya pendatang yang tinggal di Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki makna keputusasaan terhadap kehidupan bermasyarakat di Kota Yogyakarta, sehingga dengan adanya mural tersebut menjadikan kritik sosial bagi masyarakat di Kota Yogyakarta agar dapat berperilaku lebih baik lagi kepada sesama masyarakat terlebih lagi kepada masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
2.3.5
Makna Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan
Mural dengan kategori mural dengan menggunakan bentuk tulisan sangat sulit ditemukan. Mural dengan jenis ini seringkali dianggap oleh masyarakat tidak menarik karena hanya menonjolkan bentuk tulisan saja. Hanya dengan sekali melihat penonton sudah bisa dengan mudah menginterpretasikannya. Makna mural yang terkandung di dalamnya hampir bisa diinterpretasikan dengan jelas karena secara umum tulisan tersebut langsung berisi makna mural tersebut. Pembuatan mural dengan kategori ini dianggap mudah sehingga menjadikan pembuat mural tidak begitu tertarik untuk membuatnya. Perbedaan mural dalam bentuk tulisan dengan graffiti terletak pada proses dan hasil jadi. Graffiti dibuat dengan media dinding dan cat semprot, hasil jadi graffiti adalah gambar bentuk-bentuk huruf yang berbentuk artistik disertai warna-warna menarik yang mencolok perhatian. Proses pembuatan graffiti selalu menggunakan dinding dan cat semprot, sedangkan proses pembuatan mural bisa dengan berbagai media, misalnya cat tembok biasa, kapur, dan berbagai media lainnya. Perbedaan mural dengan graffiti yaitu graffiti lebih mementingkan bentuk menarik yang dihasilkan dari gabungan huruf-huruf, sedangkan mural lebih mementingkan makna yang terdapat didalamnya yang terdiri dari gabungan tanda-tanda didalamnya. Hiasan berupa gambar terkadang juga dimiliki pada mural jenis tersebut. Keberadan gambar-gambar tersebut bukan menjadi fokus utama pada mural, hiasan berupa
gambar
tersebut
hanya
sekedar
membantu
penonton
mural
menginterpretasikan makna yang terdapat di dalamnya. Hiasan berupa gambar pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
mural jenis tersebut benar-benar merupakan sebagai hiasan saja, ada atau tidaknya gambar-gambar tersebut tidak mempengaruhi makna yang terdapat pada mural.
2.3.5.1 Mural Ing Ngarso Sung Tulodho
Foto mural di atas diambil di salah satu gang di sekitar Taman Budaya Yogyakarta.
Tulisan yang terdapat pada mural tersebut terbaca “Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madya Mangun Karso”. Tulisan pada mural tersebut menurut interpretasi penulis adalah potongan dari semboyan Ki Hajar Dewantara. Kiprah beliau di dunia pendidikan sangatlah penting, sehingga beliau diberi gelar Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam proses perjuangannya beliau merumuskan semboyan yaitu, “ Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
Makna dari semboyan tersebut adalah di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Pada saai ini hanya semboyan “tut wuri handayani” yang masih sering ditemukan dalam masyarakat. Semboyan “tut wuri handayani” banyak menghiasi lambang-lambang sekolah, dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Interpretasi dari penulis adalah mural tersebut mengingatkan masyarakat tentang tokoh Ki Hajar Dewantara dan perjuangannya. Penulis menginterpretasikan pada saat ini banyak masyarakat yang kurang mengerti tentang semboyan Ki Hajar Dewantara sehingga mural tersebut dibuat untuk menimbulkan rasa penasaran tentang apa arti tulisan tersebut. Setelah merasakan penasaran tentunya orang akan berusaha mencari tahu arti kata-kata tersebut. Mural tersebut juga memiliki makna untuk mengingatkan kembali masyarakat yang sudah mengerti dengan kata-kata tersebut, mengingatkan jasa-jasa Ki Hajar Dewantara dan juga mengingatkan arti kata-kata itu sendiri. Lokasi pembuatan mural tersebut berada di gang yang cukup sempit, tempat tersebut jarang dilewati oleh pengendara. Penulis menginterpretasikan bahwa mural tersebut sengaja dibuat untuk pejalan kaki yang sering menggunakan jalan tersebut. Para pejalan kaki adalah orang-orang yang berada di depan, orang yang harus memberi contoh kepada yang lain. Selain itu pejalan kaki juga bisa diinterpretasi sebagai orang yang berada dibelakang orang-orang yang berjalan di depan, yaitu diantara orang-orang yang berada di depan dan orang-orang yang mendukung. Sehingga kedua barisan tersebut, yang didepan dan yang menyemangati, dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
menjadi bagian dalam suatu pergerakan tanpa ada yang member dukungan dari belakang. Penulis menginterpretasi pergerakan mereka sebenarnya tidak ada yang mendukung karena hal-hal tersebut tidak digambarkan dalam mural yang ada. Interpretasi penulis bahwa pejalan kaki tersebut memang bergerak tanpa ada yang orang-orang dan situasi yang mendukungnya. Pejalan kaki adalah orang-orang terdepan dalam melakukan perlawanan pemanasan global. Pada saat ini banyak orang yang tidak peduli dan tidak mendukung pergerakan orang-orang yang berperan dalam kegiatan perlawanan pemanasan global. Dampak pemanasan global yang menjadikan bumi bertambah panas tidak membuat masyarakat untuk berubah dan berbuat sesuatu, misalnya melakukan reboisasi, kegiatan 3R, dan lain-lain. Panasnya keadaan membuat masyarakat tidak betah merasa di jalanan, sehingga menjadikan mereka dalam waktu yang bersamaan berlomba-lomba memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi tersebut berupa sepeda motor dan mobil yang dapat pada saat ini dapat terlihat selalu memadati jalanan. Sebenarnya penggunaan kendaraan pribadi tersebut semakin menyebabkan pemanasan global yang terjadi pada saat ini. Masyarakat cenderung tidak mau berpikir bagaimana keadaan ke depannya dan memikirkan bagaimana keadaan orang lain di sekitarnya. Pemakaian kendaraan pribadi dampaknya secara langsung adalah menyebabkan kemacetan, dimana yang menjadi korban bukan saja sesama pengendara tetapi juga para pejalan kaki. Dalam konteks tersebut pejalan kaki dianggap sebagai orang yang berada di depan dan juga sebagai orang yang berada di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
tengah-tengah sebagai penyemangat tanpa ada yang mendukung dan mempedulikan mereka. Interpretasi lain dari penulis adalah keberadaan pejalan kaki yang berhubungan dengan kapitalisme. Pejalan kaki bisa diinterpretasikan sebagai korban dan sebagai orang-orang yang melawan kapitalisme. Penggunaan kendaraan pribadi pada saat ini bukan menjadi kebutuhan dalam kesehariannya, tetapi hanya menjadi keinginan yang berdasarkan pada tren. Para pengendara adalah korban dari para pemilik modal yang masih berusaha mengembangkan modalnya, para pemilik modal tersebut bisa berwujud sebagai produsen dan distributor kendaraan. Untuk mendapatkan sebuah sepeda motor pada saat ini tidak membutuhkan persyaratan yang begitu sulit, bahkan dengan tidak mengeluarkan uang sama sekali orang-orang yang berniat untuk mengambil kredit sepeda motor dapat memperoleh sebuah sepeda motor pada hari itu juga. Interpretasi lain para pejalan kaki tersebut bisa jadi memang sengaja memilih berjalan kaki untuk menolak tren memiliki kendaraan pribadi, yang secara tidak langsung mereka telah melakukan perlawanan terhadap kapitalisme. Para pejalan kaki tersebut tidak memikirkan kendaraan pribadi sebagai sesuatu yang berlebihan pada saat ini. Tindakan berjalan kaki tersebut seharusnya bisa dicontoh masyarakat yang lainnya. Makna dalam mural tersebut yang diartikan sebagai di depan dan di tengah adalah masyarakat pejalan kaki itu sendiri, karena mereka berjalan kaki berdasarkan keinginan sendiri. Adanya komunikasi dalam kesehariannya sesama pejalan kaki secara tidak langsung adalah wujud menghargai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
sesama pejalan kaki, yang bisa diinterpretasikan juga bahwa sebagai sesama masyarakat pejalan kaki mereka saling menyemangati. 2.3.5.2 Mural Pro Penetapan Jogja Istimewa
Foto di atas diambil di simpang empat Hotel Melia
Dalam mural tersebut terdapat tulisan “PRO PENETAPAN JOGJA ISTIMEWA”. Interpretasi penulis mengenai mural tersebut adalah mengenai status keistimewaan yang ada di Kota Yogyakarta. Mural tersebut dibuat sebelum adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Kota Yogyakarta yang mengatur tentang tata cara penetapan gubernur dan wakil gubernur. Mural tersebut sebagai respon peristiwa pada saat Susilo Bambang Yudhoyono (selanjutnya disebut SBY) yang menjabat sebagai presiden
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
berbicara menyinggung tentang keistimewaan Yogyakarta. SBY mengatakan: “Sistem monarki di Yogyakarta akan bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi”. Mural tersebut adalah wujud ketidakterimaan masyarakat Kota Yogyakarta terhadap pernyataan SBY. Penulis menginterpretasikan bahwa masyarakat di Kota Yogyakarta pada saat itu sudah tidak menghargai dan menolak keras apa yang sudah diucapkan SBY. Kalimat yang sederhana tersebut cukup jelas menyampaikan makna apa yang dirasakan masyarakat Kota Yogyakarta pada saat itu, yaitu memilih pemilihan gubernur dengan cara ditetapkan.
2.3.5.3 Mural Bikin Mug Satoe Sadja!
Foto mural tersebut diambil pada sebuah pertigaan yang terdapat di sekitar Jalan Gejayan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
Mural tersebut terdapat pada sebuah outlet “kedai digital”, “kedai digital” tersebut adalah sebuah perusahaan kecil yang bergerak dibidang percetakan digital. Perusahaan tersebut menjual produk-produk seperti mug, jam dinding, kaos, bantal, pin, dan sebagainya yang berhubungan dengan percetakan digital. Tempat tersebut dapat melayani permintaan pelanggan walaupun hanya berjumlah satu. Hal ini menjadi hal yang menarik dalam persaingan bisnis yang ada, dimana di tempattempat lain tidak dapat menerima pesanan dalam bentuk satuan. “BIKIN MUG SATU SAJA!” tulisan tersebut terdapat pada mural yang berada di sisi samping outlet tersebut. Tulisan tersebut terlihat begitu jelas mencuri perhatian orang-orang yang melewatinya. Makna yang terdapat pada mural tersebut adalah menyuruh orang yang melihatnya untuk membuat mug, walaupun hanya berjumlah satu saja. Tulisan tersebut memiliki makna lain yaitu makna penawaran, dimana fasilitas membuat satu mug tersebut menjadi hal yang ditonjolkan. Seperti pada penjelasan penulis sebelumnya, gambar-gambar yang terdapat pada mural kategori mural dengan tulisan tidak mempengaruhi makna yang terdapat di dalamnya secara signifikan. Gambar cangkir yang terdapat pada mural tersebut apabila dihilangkan tidak akan mempengaruhi makna yang terdapat pada mural tersebut. Gambar-gambar yang terdapat pada mural tersebut hanya bersifat sebagai hiasan saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
2.3.5.4 Mural Dendang Calon Guru
Mural pada samping dinding Universitas Negeri Yogyakarta, jalan Gejayan.
Mural pada simpang empat hotel Melia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
Mural Dendang Calon guru (DCG), acara DCG adalah acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (FBS UNY). Acara tersebut adalah acara pertunjukan musik. Sejauh penelitisan penulis, publikasi acara DCG dengan mural sebagai salah satu media publikasinya telah dilakukan sebanyak dua kali. Publikasi melalui mural tersebut dilakukan pada publikasi acara DCG yang ketujuh dan acara DCG yang kedelapan. Menurut interpretasi penulis, pihak publikasi penyelanggara acara sudah tahu benar tentang masalah permuralan. Bentuk mural event pertama dan kedua memiliki perbedaan. Pada publikasi event pertama, gambar mural menurut penulis memiliki nilai artistik yang lebih daripada mural pada event kedua. Mural tersebut terlihat bagus karena adanya permainan warna, perpaduan warna yang lembut dan warnawarna kontras bisa dijadikan berada dalam satu mural dengan terlihat secara artistik. Mural pada event kedua menurut penulis tidak lebih indah daripada mural event pertama. Bentuk gambar dan tulisan yang ada pada mural tersebut sangat sederhana, sedangkan pemakaian warna cat pada mural terkesan apa adanya tanpa mempertimbangkan nilai artistik. Di sisi lain, mural pada event kedua tersebut memiliki nilai lebih, yaitu terletak pada nilai publikasi. Mural event pertama terletak pada dinding samping UNY, jalan Gejayan. Sedangkan mural event kedua terletak pada simpang empat Hotel Melia. Peletakan mural pada simpang empat Hotel Melia adalah pemilihan tempat yang strategis untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
publikasi, karena jumlah masyarakat yang melewati simpang empat tersebut lebih banyak daripada masyarakat yang melewati jalan Gejayan. Peletakan mural pada simpang empat tersebut lebih mencuri perhatian daripada mural pada event pertama. Menurut interpretasi penulis, mural event pertama lebih bernilai artistik. Makna publikasi pada mural tersebut bisa menjadi berkurang karena nilai keartistikan pada mural. Makna yang disampaikan mural pada event kedua lebih bisa diterima msayarakat, karena hanya dengan sekali melihat masyarakat tahu kalau mural tersebut berisi tentang sebuah publikasi acara. Makna yang terdapat pada kedua mural tersebut adalah berupa pemberitahuan informasi kepada masyarakat tentang adanya suatu acara pertunjukan musik. Lokasi acara yang terdapat pada stage tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (FBS UNY), menunjukan bahwa penyelenggara kegiatan tersebut adalah civitas akademik UNY.
2.3.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan Mural dengan kategori mural dengan menggunakan unsur kebudayaan memiliki unsur-unsur kebudayaan pada mural. Dalam bentuknya seringkali yang ditonjolkan adalah gambar dan tidak terdapat adanya tulisan atau penjelasan di dalam mural. Tidak adanya tulisan dalam mural jenis tersebut tidak mengurangi interpretasi penonton mural, tetapi penonton mural dapat semakin menginterpretasi mural
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
tersebut dengan dihubungkan berbagai banyak hal, misalnya memaknai filosofi yang terdapat dalam mural tersebut. Makna mural dengan unsur kebudayaan sering terkait dengan penyampaian pesan-pesan kedaerahan yang ditujukan kepada masyarakat. Seringkali hal-hal yang bersifat kedaerahan terlupakan oleh masyarakat, misalnya kesenian, adat, dan tradisi. Bahkan pada saat ini hal-hal tersebut memang sengaja dilupakan atas nama modernisasi karena dianggap ketinggalan jaman dan tidak berguna. Kesenian dan kebudayaan pada jaman dulu adalah hal yang menarik untuk masyarakat. Bukan sekedar menarik dan hanya menjadi hiburan, tetapi masyarakat bisa memaknai filosofi-filosofi yang terdapat di dalamnya secara tidak langsung. Nilai-nilai moral dalam kebudayaan yang ada apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak baik pada kehidupan bermasyarakat. Yogyakarta adalah kota yang plural, sehingga terdapat juga mural dengan unsur kebudayaan di luar dari kebudayaan Kota Yogyakarta. Masuknya kebudayaan dari daerah lain di Kota Yogyakarta tidak dianggap akan memudarkan kebudayaankebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta, tetapi kebudayaan dari daerah lain tersebut semakin memperlihatkan suasana pluralisme yang ada di Yogyakarta. Untuk mural kategori mural dengan menggunakan unsur kebudayaan yang terdapat di Kota Yogyakarta tidak semata-mata hanya kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta tetapi juga ada mural tentang kebudayaan yang berasal dari derah selain Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
2.3.6.1 Jatilan
Foto ini diambil di dinding samping Universitas Negeri Yogyakarta jalan Gejayan, Yoyakarta.
Gambar mural tersebut menggambarkan kesenian jatilan. Jatilan adalah salah satu kesenian yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaannya sampai saat ini sulit ditemui. Untuk menampilkan kesenian jatilan diperlukan sarana yang memadahi. Misalnya tanah lapang, peralatan gamelan, pemusik, dan penari. Pada saat ini kesenian tersebut jarang sekali ditemui. Masyarakat jarang sekali dapat menonton pertunjukan tersebut, anak-anak kecil pada saat ini kemungkinan besar tidak mengetahui tentang kesenian tersebut. Modernitas menjadi salah satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
penyebab menghilangnya kesenian ini. Tanah-tanah lapang sudah menjadi bangunanbangunan, sehingga lokasi untuk melakukan kesenian jatilan tersebut menjadi berkurang. Alasan lain adalah pada jaman sekarang ini tradisi dan budaya yang ada seringkali dianggap tidak penting, bahkan untuk menontonnya saja terkadang merasa malu. Remaja-remaja jaman sekarang lebih tertarik kepada ranah dunia internasional, seperti drama dari korea, boy/girl band dari jepang, dan penyanyi-penyanyi dari barat. Hal-hal tersebut menjadi faktor berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian dan budaya yang ada di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Keberadaan jatilan sekarang ini masih bertahan di kampung-kampung dan desa-desa. Kesenian jatilan masih digunakan warga di perkampungan dan di desa untuk acara sunatan, pernikahan, dan slametan desa. Proses pementasan jatilan bisa dikatakan cukup sulit dan memakan waktu yang lama. Penari dan pemain musik harus sering melakukan latihan. Selain itu ada juga pawang yang harus menyiapkan berbagai keperluan dan melakukan ritual, misalnya berdoa dan berpuasa. Hal-hal tersebut seringkali tidak pernah dipikirkan penonton ketika menikmati pementasan kesenian jatilan. Menurut interpretasi penulis gambar penari jatilan yang terlihat bersemangat ingin menyampaikan bahwa pelaku kesenian jatilan yang seringkali terlupakan tetap merasa bahagia dalam menjalani kesehariannya sebagai pelaku kesenian jatilan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Interpretasi yang lain dari wajah penari tersebut adalah penari seperti berkata “Sekali pun kalian tidak bangga dengan kesenian jatilan, tetapi saya/ kami (pelaku kesenian jatilan) tetap merasa bangga kepada kesenian jatilan”. Warna-warna yang cerah yang terdapat pada mural menurut interpretasi penulis untuk menunjukan keberadaan kesenian jathilan tidak pernah menyerah dalam menghadapi modernisasi dalam era globalisasi. Kesenian jatilan yang sarat dengan dunia gaib sudah dikenal masyarakat luas. Gambar kartun yang dipilih dalam proses pembuatan mural kesenian jathilan menurut interpretasi penulis untuk menghilangkan kesan mistik dalam kesenian jatilan kepada masyarakat. Gambar dengan model kartun dan warna-warna cerah pada mural ingin menunjukan bahwa kesenian jathilan tidak menyeramkan. Selain itu gambar kartun dan warna-warna cerah yang menarik perhatian memiliki fungsi untuk menarik perhatian anak-anak. Sehinga nantinya anak-anak akan menjadi tertarik dan kemudian mencari tahu tentang hal apa yang terdapat dalam mural tersebut. Pada bagian belakang penari tersebut tampak beberapa gambar candi. Candicandi tersebut diinterpretasikan penulis sebagai Candi Borobudur. Mural yang berbau kebudayaan dan ikon Kota Magelang tersebut ingin menunjukan bahwa di Kota Yogyakarta masyarakat dari berbagai asal dan berbagai budaya diterima baik oleh masyarakat Kota Yogyakarta. Mural tersebut juga ingin menyampaikan bahwa masyarakat Kota Yogyakarta tidak fanatik terhadap kebudayaan sendiri dan sangat toleran kepada siapa saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
Terdapat juga kain berwarna merah putih dalam mural tersebut. Penulis menginterpretasikan kain tersebut sebagai bendera merah putih yang menyimbolkan bahwa kesenian tersebut berasal dari Indonesia. Beberapa kasus sebelumnya bahwa kesenian dan kebudayaan yang dimiliki Indonesia diklaim oleh luar negeri. Mural tersebut bisa menjadi pengingat masyarakat bahwa kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki di Indonesia jangan sampai disepelekan sehingga nantinya akan diklaim kembali oleh pihak luar negeri. Dengan adanya mural tersebut diharapkan semua orang yang melihat nantinya akan teringat berbagai macam kesenian dan tradisi yang ada di Indonesia. Sehingga nantinya diharap memiliki kepedulian yang lebih terhadap kesenian dan tradisi yang ada di Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
2.3.4.6.2 Mural Tokoh Punakawan
Foto ini diambil di deretan dinding samping Universitas Negeri Yogyakarta jalan Gejayan
Mural tersebut menggambarkan 4 orang yang tampak sedang hormat kepada kain merah putih. Keempat orang tersebut penulis interpretasikan sebagai Punakawan. Penulis menginterpretasikan karena ciri-ciri keempat orang tersebut mengacu kepada keempat tokoh punawakan, yaitu Semar, Bagong, Gareng, dan Petruk. Punakawan sendiri merupakan ciri khas pewayangan di budaya Jawa. Gambar pada mural tersebut menunjukan bahwa keempat tokoh Punakawan tersebut sedang hormat kepada bendera merah putih. Menurut interpretasi penulis makna dari mural
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
tersebut adalah bahwa suku Jawa yang bertempat tinggal di Kota Yogyakarta masih tetap menghormati kebesaran Indonesia sebagai sebuah Negara. Kota Yogyakarta adalah daerah istimewa karena memiliki latar belakang sejarah, tetapi keistimewaan kota tersebut tidak kemudian disalah gunakan masyarakat di Kota Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta tetap menghargai Indonesia sebagai sebuah negara dan mengerti bahwa Kota Yogyakarta adalah bagian suatu bagian dari Negara. Kelebihan-kelebihan yang ada di Kota Yogyakarta tidak kemudian membuat
masyarakat Kota Yogyakarta menjadi sombong, contohnya
kelebihan dalam hal sejarah, budaya, pluralisme, dll. Tokoh Punakawan yang terdapat pada mural diinterpretasikan penulis sebagai masyarakat Kota Yogyakarta karena tokoh-tokoh tersebut menggunakan pakaian dari kain batik yang identik dengan masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Dari gambar mural tersebut interpretasi penulis lebih mengarah kepada masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa dikarenakan tidak adanya keterangan lain pada mural mengenai lokasi keberadaan tokoh Punakawan tersebut. Tokoh Punakawan bukanlah milik Kota Yogyakarta, terdapat juga kota-kota lain di Pulau Jawa yang menggunakan tokoh Punakawan dalam pementasan pertunjukan wayang. Apabila pembuat mural ingin menyampaikan bahwa tokoh Punakawan tersebut mewakili Yogyakarta tentunya akan diberikan detail-detail gambar lain yang dapat menunjukan bahwa Punakawan tersebut untuk mewakili Yogyakarta, misalnya Pasar Beringharjo, daerah Malioboro, atau Tugu Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
2.3.6.3 Leak Bali
Foto ini diambil di dinding samping Universitas Negeri Yogyakarta, jalan Gejayan, Yogyakarta.
Mural tersebut adalah mural Leak Bali. Di Indonesia sendiri makhlukmakhluk yang digambarkan menyeramkan dalam kebudayaan memang begitu beragam. Makhluk-makhluk tersebut biasanya digambarkan berbagai macam hal, misalnya simbol perusak, kejahatan, keburukan, dan yang lain-lain. Penciptaan karakter makhluk-makhluk menyeramkan tersebut pada akhirnya berguna untuk menyimbolkan telah terjadi perubahan dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang lebih baik, misalnya dengan disimbolkannya makhluk-makhluk itu pergi diusir, dikalahkan, atau dibunuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
Gambar mahluk pada mural tersebut dikategorikan penulis sebagai Leak Bali. Penulis menginterpretasikannya sebagai Leak dari Bali karena adanya kain berpola kotak hitam putih pada bagian sekitar kepala, dimana kain kotak hitam putih seperti papan catur tersebut banyak dijumpai di Pulau Bali. Selain kain kotak-kotak penulis juga menginterpretasikannya Leak Bali tersebut berdasarkan adanya siluet gambar Pura, tempat ibadah pemeluk agama Hindu. Agama Hindu sendiri adalah agama mayoritas masyarakat di Pulau Bali, sehingga penulis menginterpretasikan bahwa mahkluk tersebut adalah benar-benar Leak Bali. Kain merah putih yang berada pada mural tersebut diinterpretasikan penulis sebagai simbol bahwa kebudayaan tersebut adalah milik negara Indonesia. Menurut interpretasi penulis wajah garang yang terdapat pada gambar Leak tersebut untuk menunjukan bahwa kebudayaan di Pulau Bali masih ada, dan sampai saat ini pelaku kebudayaan tersebut masih tetap bersemangat dalam menjaga keberadaan budayanya. Interpretasi lain dari penulis pada mural tersebut bahwa masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta bukan hanya penduduk asli Kota Yogyakarta itu sendiri tetapi juga masyarakat yang berasal dari pulau lain. Pada mural tersebut masyarakat Bali menjadi contoh pluralitas yang ada di Kota Yogyakarta. Dengan adanya mural tersebut diharapkan semua orang yang melihat nantinya akan lebih bersemangat dalam menjaga budayanya, baik di tempat kelahirannya atau di tempat tinggalnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
2.4 Rangkuman Makna Mural di Yogyakarta Dalam tulisan ini penulis menganalisis 20 mural dan menemukan enam kategori mural yang ada di Kota Yogyakarta. Keenam kategori tersebut adalah mural dengan menggunakantokoh ternama, mural dengan menggunakan gambar satwa, mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru, mural dengan menggunakan ikon, dan mural dengan menggunakan unsur kebudayaan. Para pembuat mural tersebut menyampaikan makna dengan struktur gaya bahasa mereka sendiri, yaitu dengan cara membuat mural. Bahasa itu bersifat otonom: struktur bahasa bukan merupakan cerminan dari struktur pikiran atau cerminan fakta-fakta. Struktur bahasa adalah milik bahasa itu sendiri (Grenz, 2001:180). Keenam jenis mural tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Hubungan antara tanda dengan objek juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan (Mulyana, 2000:84). Sehingga penulis menginterpretasikan mural dan memperoleh makna-makna yang terkandung dalam mural dengan membandingkan dengan konteks dan isu sosial apa yang sedang terjadi dalam masyarakat. Beberapa makna mural tersebut antara lain selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Terdapat juga isu sejarah yang diangkat di dalam mural yang dikaitkan dengan keadaan sekarang ini, misalnya mural dengan tokohtokoh ternama dan slogan dalam ranah pendidikan. Selain mural dengan menggunakan tokoh ternama ada juga mural yang menjadikan satwa sebagai fokus di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
dalam muralnya. Mural-mural yang ada di Kota Yogyakarta memiliki berbagai macam karakteristik dan pesan-pesan yang bermakna positif. Bentuk mural yang menarik perhatian menjadi penyebab masyarakat menginterpretasikan makna dari mural tersebut. Sehingga pesan-pesan yang terdapat di dalam mural dapat diterima oleh masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
BAB III FUNGSI MURAL DI KOTA YOGYAKARTA
3.1 Penggunaan Mural sebagai media komunikasi visual Mural dibuat dengan perencanaan yang serius. Makna yang terdapat di dalamnya memiliki fungsi fungsi tersendiri yang akan disampaikan kepada khalayak ramai. Mural tidak hanya dipandang sebagai sarana ekspresi, tetapi mural dapat dijadikan sebagai bahasa non-verbal. Teori komunikasi/ teori Informasi berpengaruh besar terhadap sejumlah ilmu pengetahuan yang berbeda-beda, termasuk linguistik. Asa-asa dasarnya diringkaskan sebagai berikut. (Lyons, 1995:88-89) : (i)
Semua komunikasi berdasarkan kemungkinan memilih, atau menyeleksi dari sekumpulan alternatif. Ihwal semantik, misalnya, kita bisa melihat bahwa asas ini memberikan kepada kita tafsiran “bermakna” (dalam salah satu artinya) : satuan bahasa, apa pun tingkatannya, tidak bermakna dalam konteks tertentu jika sepenuhnya dapat diramalkan dalam konteks itu.
(ii)
Isi informasi secara terbalik berbeda dengan probabilitas. Jika sebuah satuan semakin dapat diramalkan, semakin kuranglah maknanya. Asas ini sesuai dengan pandangan umum dinyatakan oleh penulis-penulis tentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
gaya, bahasa klise (atau”ungkapan yang sering diulang-ulang) dan “metaphor yang sudah mati”), yaitu kurang efektif jika dibandingkan dengan gaya ungkapan asli. (iii)
Kemubaziran dalam realisasi substansi satuan bahasa adalah perbedaan antara
jumlah
perbedaan
substansi
yang
diperlukan
untuk
mengidentifikasinya dan isi informasinya. Derajat kemubaziran tertentu penting sekali untuk melawan gangguan. (iv)
Bahasa akan jadi lebih efisien jika sintagmatis dengan satuan-satuan secara terbalik berhubungan dengan probabilitas. Bahwasanya sebagian dari asas seperti itu memang operatif dalam suatu bahasa ditunjukan oleh kenyataan bahwa kata-kata dan ungkapan-ungkapan cenderung jadi lebih pendek. Akan tetapi, harus diakui juga bahwa panjang kata yang berupa huruf-huruf dan bunyi-bunyi (dalam arti sampai sekarang ini kita berikan pada istilah “bunyi-bunyi”) tidak perlu merupakan ukuran panjang sintagmatis yang langsung.
Teori ini, yang sebenarnya berasal dari teori “informatika”,
pada dasarnya
termasuk matematika. Para ahli informatika yang mempelajari sistem autoregulasi (pengaturan sendiri), segera sadar dari tentang pentingnya informasi dalam sistemsistem ini. Dengan demikian, pengertian tentang infomasi seperti yang dimaksudkan dalam teori informasi, tidak sama dengan pengertian signifikasi dalam semiotika dan dalam teori komunikasi (van Zoest, 1992:7).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
Dalam teori matematis komunikasi, informasi memiliki arti yang sangat seksama. Jumlah rata-rata cacah biner (binary digit) yang harus dipancarkan dipakai untuk identifikasi suatu pesan di antara sekian pesan yang mungkin. Dengan kata lain, teori tadi mengatakan bahwa jumlah pesan yang perlu dipancarkan terbatas dan juga menciptakan kode yang berlainan masing-masing pesan. Pesan yang akan dikirim disandi, kemudian sandi/ kode itu dikirim melalui saluran dan alat pengurai sandi melakukan identifikasi atas pesan berdasarkan sandi tersebut. (Sobur, 2004:24) Semiotika membicarakan kedua hal ini sedemikian rupa sehingga batas antara semiotika dan teori komunikasi tidak selalu jelas. Dalam pandangan Eco dalam kedua teori tersebut terdapat perbedaan tujuan dan metode. Komunikasi terjadi dengan perantaraan tanda-tanda; dengan demikian, tidaklah mengherankan jika kita lihat bahwa sebagian teori komunikasi berasal dari teori semiotika. (Sobur, 2004:21) Sebagai bahasa, efektivitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama dari seorang desainer komunikasi visual. Untuk itu, seseorang desainer haruslah, pertama, memahami seluk beluk bentuk pesan yang ingin disampaikan, maka seorang desainer akan dengan mudah “mengendalikan” target sasaran untuk masuk ke dalam jejaring komunikasi visual yang ditawarkan oleh sang
komunikator (desainer
komuniksi visual). Sebab sejatinya, karya desain komunikasi visual mengandung dua bentuk pesan sekaligus, yaitu pesan verbal dan visual. Tetapi dalam konteks desain komunikasi visual mempunyai kesempatan untuk merobek konsentrasi target sasaran, karena pesannya lebih cepat dan sangat mudah dipahami oleh target.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
Kedua, mengetahui kemampuan menafsir serta kecenderungan kondisi fisik mau pun psikis kelompok mayarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, harus dapat memilih jenis dan gaya bahasa yang serasi dengan pesan yang dibabicarakan secara efektif, jelas, mudah, dan mengesankan bagi si penerima – pesan. (sumbo tinarbuko) Oleh karena itu penulis menjelaskan dan menginterpretasikan makna mural terlebih dahulu sebelum membahas fungsi-fungsi mural, karena makna mural berasal dari alasan sebab dibuatnya mural tersebut sedangkan fungsi mural ada setelah mural tersebut ada.
3.2 Pembahasan fungsi mural Pada bab ini penulis akan membahas fungsi yang terdapat pada mural-mural yang sudah diinterpetasikan maknanya pada bab sebelumnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
3.2.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Soekarno
“Kata mungkin didefinisikan sebagai persatuan makna tertntu dengan susunan bunyi tertentu dan dapat dipakai menurut tata bahasa dengan cara tertentu”(Lyons, 1995:195). Definisi kata tersebut menurut penulis sangat membantu dalam menjelaskan fungsi pada mural-mural yang diteliti penulis yang sengaja dibuat dengan cara memusatkan maknanya kata-kata. Salah satunya adalah menjelaskan gambar mural Soekarno di atas. Sejarah
mencatat
bahwa
Soekarno
memiliki
peran
penting
dalam
pemproklamasian kemerdekaan Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945, tetapi kehidupan rakyat Indonesia pada saat ini tidak sepenuhnya merdeka. Kesejahteraan penduduk Indonesia pada saat ini masih belum merata. Orang-orang yang memiliki kedudukan di roda pemerintahan semakin sibuk memperkaya diri sendiri bahkan dengan cara yang tidak halal, misalnya korupsi. Keadaan rakyat kecil tetap saja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
seperti di zaman penjajahan, mereka belum merdeka. Mural tersebut dibuat pada salah satu sisi di perempatan Gondomanan Kota Yogyakarta, sehingga tentunya akan banyak orang yang melihat mural tersebut. Fungsi dibuatnya mural tersebut untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa sebenarnya belum semua rakyat Indonesia merasakan kemerdekaan karena masih ada masyarakat yang hidup dengan cara tidak layak seperti pada zaman penjajahan. Belum adanya kesamarataan dalam kesejahteraan hidup masih banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Terdapat juga kritik sosial yang ditujukan kepada semua orang yang melihat mural tersebut. Terjajah pada jaman Soekarno memiliki konteks ketergantungan/ ketertindasan kepada negara lain, begitu juga pada keadaan masyarakat saat ini. Masyarakat bersedia membayar mahal untuk menggunakan barang-barang dengan merek terkenal buatan pabrik luar negeri, tetapi di sisi lain selalu menganggap barang produksi buatan negeri sendiri kurang layak untuk digunakan. Tidak hanya berupa barang kebutuhan sehari-hari saja, tetapi juga meliputi musik/ tren yang sedang berkembang di luar negeri. Tidak ada salahnya mengetahui dan mengikuti perkembangan keadaan di luar negeri, hanya saja yang menjadi masalah adalah sampai menutup mata terhadap keadaan di negeri sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
3.2.2 Mural dengan Menggunakan Tokoh Bung Tomo
Mural tersebut dibuat di simpang empat yang cukup ramai dilewati oleh masyarakat. Mural tersebut bertujuan agar orang-orang yang melihat mural ini diingatkan agar jangan sampai melakukan tindakan anarkis di Yogyakarta. Huruf S pada kata ”anarkis” dibuat dengan lambang uang dollar. Hal tersebut untuk menyimbolkan adanya motif ekonomi dalam melakukan tindakan anarkis. Mural tersebut menjadi kritik pedas kepada para pelaku tindakan anarkis di Kota Yogyakarta. Selain itu mural tersebut juga menjadi kritik sosial untuk masyarakat yang lain agar jangan sampai melakukan tindakan anarkis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
3.2.3 Mural dengan Tokoh Romo Driyarkara
Mural tersebut dibuat pada salah satu bagian dinding Universitas Sanata Dharma yang dahulu adalah kompleks jurusan PGSD sebelum dipindahkan. Tujuan dibuatnya mural tersebut agar mahasiswa yang melihat mural tersebut mengerti dan kemudian menjalankan bagaimana cara pandang Romo Driyarkara sebagai pendiri Universitas Sanata Dharma, baik selama masih menjalani masa kuliah atau pun setelah lulus dan menjadi seorang pendidik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
2.4.1.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Pramoedya Ananta Toer
Mural ini diambil di simpang empat Demangan
Fungsi mural tersebut adalah untuk menyampaikan kritik kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda yang terkagum-kagum kepada apa yang ada di luar negeri, baik bahasa, busana, dan cara pandangnya. Sindiran pada mural tersebut pada mulanya adalah hasil pemikiran Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan Indonesia yang karyanya sudah mendunia. Mural tersebut juga berfungsi untuk memperkuat rasa nasionalisme kepada siapa saja yang melihatnya. Pada saat ini nama Pramoedya dan karyanya tidak cukup dikenal oleh masyarakat, karena masyarakat pada saat ini lebih suka hal-hal yang berasal dari luar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
negeri. Novel-novel karya anak bangsa kurang diminati, novel-novel terkenal yang pernah mendapat nobel pada masa lalu tidak ada lagi yang mengetahuinya. Anak muda, sebagai penerus bangsa di kemudian hari lebih membuka mata kepada hal-hal yang berbau luar negeri. Hal itu sungguh disayangkan karena selain tidak mau tahu tentang apa yang di Indonesia, mereka juga mengambil andil dalam hilangnya sejarah di Indonesia. Contohnya adalah novel Harry Potter dan Twillight, karya orang luar negeri lebih diminati daripada novel-novel karya anak bangsa sendiri. Fungsi mural tersebut di sisi lain adalah mengenalkan kembali Pramoedya Ananta Toer dan karyakaryanya kepada masyarakat. Bukan hanya Pramoedya saja yang dikenalkan kembali, secara tidak langsung juga memperkenalkan kembali tentang sejarah sastra di Indonesia, dan sastrawan-sastrawan dengan karya-karya hebat di zamannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
3.2.4 Mural dengan Satwa Orang Utan
Fungsi mural tersebut adalah untuk menyampaikan kritik kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda yang terkagum-kagum kepada apa yang ada di luar negeri, baik bahasa, busana, dan cara pandangnya. Sindiran pada mural tersebut pada mulanya adalah hasil pemikiran Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan Indonesia yang karyanya sudah mendunia. Mural tersebut juga berfungsi untuk memperkuat rasa nasionalisme kepada siapa saja yang melihatnya. Pada saat ini nama Pramoedya dan karyanya tidak cukup dikenal oleh masyarakat, karena masyarakat pada saat ini lebih suka hal-hal yang berasal dari luar negeri. Novel-novel karya anak bangsa kurang diminati, novel-novel terkenal yang pernah mendapat nobel pada masa lalu tidak ada lagi yang mengetahuinya. Anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
muda, sebagai penerus bangsa di kemudian hari lebih membuka mata kepada hal-hal yang berbau luar negeri. Hal itu sungguh disayangkan karena selain tidak mau tahu tentang apa yang di Indonesia, mereka juga mengambil andil dalam hilangnya sejarah di Indonesia. Contohnya adalah novel Harry Potter dan Twillight, karya orang luar negeri lebih diminati daripada novel-novel karya anak bangsa sendiri. Fungsi mural tersebut di sisi lain adalah mengenalkan kembali Pramoedya Ananta Toer dan karyakaryanya kepada masyarakat. Bukan hanya Pramoedya saja yang dikenalkan kembali, secara tidak langsung juga memperkenalkan kembali tentang sejarah sastra di Indonesia, dan sastrawan-sastrawan dengan karya-karya hebat di zamannya.
3.2.5 Mural dengan Satwa dan Anjing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
Mural tersebut memiliki fungsi untuk memberitahu
bahwa Hari Satwa
Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Oktober. Hari internasional tersebut kurang menjadi perhatian oleh masyarakat Indonesia, bahkan masih ada yang tidak mengetahui tanggal hari penting tersebut. Mural tersebut ingin berbagi rasa kepedulian terhadap satwa-satwa yang ada di Indonesia. Selain berbagi rasa kepedulian mural tersebut juga mengajak kita untuk turut peduli kepada nasib satwa yang ada di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu media dihebohkan dengan pemberitaan tentang penganiayaan dan pembunuhan binatang orang utan secara kejam. Kejadian tersebut terjadi karena orang utan dinilai merusak perkebunan kelapa sawit. Para pelaku pembunuhan orang utan ternyata mendapat bayaran tersendiri setiap berhasil membunuh per ekor nya. Hal tersebut terdengar memprihatinkan, ternyata hal tersebut sudah terjadi dalam tempo yang cukup lama. Gambar anjing juga terdapat dalam mural tersebut, seperti diketahui oleh banyak orang bahwa anjing adalah binatang yang setia kepada majikannya. Pada kenyataannya sampai saat kegiatan adu domba anjing berjenis pit bull masih marak terjadi. Fungsi lain mural tersebut dibuat yaitu untuk memperingatkan masyarakat agar menyayangi dan tidak berlaku semena-mena terhadap segala jenis binatang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
3.2.6 Mural “Mau Sidang Atau Bayar di Muka!”
Mural “MAU SIDANG ATAU BAYAR DI MUKA!” dibuat oleh HeRe-Here pada tahun 2012 pada sebuah tembok yang cukup besar di sekitar Malioboro. Pada saat penulis melakukan pengambilan gambar tersebut, setelah melewati jalan yang dimural tersebut terdapat sebuah pos polisi. Polisi di pos tersebut sering kali terlihat sedang menilang pengendara sepeda motor, tidak jarang juga menilang pengendara roda empat. Fungsi mural tersebut untuk mengingatkan agar pengendara tidak melakukan kesalahan di jalan raya agar nantinya tidak ditilang oleh polisi yang sedang berjaga. Tidak jarang pengendara sepeda motor harus ditilang karena melewati garis pembatas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
pada saat berhenti di lampu merah. Ada juga alasan ditilang tentang matinya lampu utama pengendara sepeda motor. Menurut interpretasi penulis salah satu fungsi mural tersebut untuk membantu memperingatkan pengguna kendaraan agar nantinya tidak menjadi korban pungutan liar polisi yang sedang berjaga. Sudah menjadi rahasia umum apabila polisi lalu lintas sering melakukan pungutan liar kepada pengguna kendaraan yang terbukti melanggar. Fungsi lain mural tersebut adalah untuk menyampaikan kritik sosial kepada pihak seluruh polisi lalu lintas yang sering mencari-cari alasan untuk bisa mendapatkan pungutan liar kepada pengguna kendaraan.
3.2.6 Mural “Tidak Perlu Ada Senjata Untuk Mengamankan Unjuk Rasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
Mural “TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA” dibuat pada bulan Maret 2012 pada saat SBY hendak memutuskan naik atau tidaknya bahan bakar minyak (BBM). Unjuk rasa dalam jumlah yang cukup besar sudah terjadi sebelumnya di kota-kota lain sebelum Kota Yogyakarta. Mural tersebut berfungsi menyampaikan pesan kepada aparat agar tidak menggunakan senjata pada saat terjadi unjuk rasa. Mural tersebut menurut penulis sebagai sarana komunikasi antara masyarakat dengan aparat. Makna dari mural tersebut adalah masyarakat menginginkan tidak ada senjata pada saat terjadi unjuk rasa, sehingga mediasi bisa terjadi melalui mural tersebut. Dengan adanya mural tersebut bisa jadi mengubah pemikiran aparat yang akan menggunakan senjata sewaktu ada unjuk rasa. Kritik kepada aparat cukup jelas pada mural tersebut. Aparat bersenjata seringkali seenaknya menggunakan senjata mereka. Pada rezim Soeharto aparat seringkali dengan mudahnya menggunakan senjata sehingga banyak pengunjuk rasa yang akhirnya meninggal. Selain kritik kepada aparat menurut penulis fungsi lain mural tersebut adalah wujud penghinaan kepada aparat. Aparat dinilai tidak pernah mendukung apa yang menjadi kepentingan masyarakat dan hanya membela kepentingan pihak-pihak tertentu. Aparat memiliki senjata sedangkan masyarakat tidak memiliki senjata, hal tersebut menjadi kelebihan pihak aparat apabila terjadi kerusuhan. Tentunya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
masyarakat yang tidak bersenjata kalah telak dengan aparat yang menggunakan senjata, secara tidak langsung mural tersebut mengatakan aparat adalah pihak yang pengecut karena hanya berani menggunakan senjata.
3.2.8 Mural “Ayo Podho Tulung Tinulung”
Asosisasi dan konteks budaya merupakan faktor-faktor yang kritis, tidak secara alamiah. Kita juga harus berpikir, ketika kita mempertimbangkan warna sebagian suatu tanda, seperti masalah corak dan kejernihannya. Dalam beberapa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
masalah kejernihan warna mungkin lebih penting daripada warna itu sendiri dalam menyampaikan pesan yang lebih rinci. (berger 2005:39). Penjelasan tentang aspek-aspek visual tanda-tanda menjadi salah satu pedoman yang berguna untuk penulis dalam menentukan fungsi mural yang akan dibahas fungsinya. Mural tersebut berwarna-warni mencolok perhatian anak-anak. Lokasi pembuatan mural tersebut terdapat pada sebuah tanah lapang yang sering dijadikan anak-anak sebagai tempat bermain. Pencurian perhatian tersebut tentunya memiliki maksud tersendiri bagi pembuatnya. Fungsi mural tersebut untuk memberikan pendidikan moral secara tidak langsung agar mereka dapat saling menolong sesama. Hal tersebut disampaikan dalam mural dengan contoh beberapa orang anak bekerja sama mengambil layang-layang. Selain dengan contoh, penekanan makna disampaikan lagi dengan adanya tulisan “AYO PODO TULUNG TINULUNG!” yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti “ayo saling tolongmenolong”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
3.2.9 Mural “Miras Agawe Tewas”
Mural “MIRAS AGAWE TEWAS” memiliki fungsi yang penting dalam masyarakat. Mural tersebut dibuat pada tanah lapang yang setiap hari dilalui warga sekitarnya. Mural tersebut berfungsi untuk memberitahu bahwa mengkonsumsi minuman keras (MIRAS) dapat membuat tewas. Tidak hanya mengkonsumi miras, tetapi juga penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (NARKOBA) juga dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut digambarkan dengan gambar narkoba yang dicoret pada salah satu bagian pada tembok yang dimural gambar tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
Selain memberi tahu kepada yang tidak tahu, mural tersebut juga berfungsi untuk memperingatkan kepada pengguna narkoba bahwa mengkonsumsi barangbarang tersebut dapat menyebabkan kematian. Kritik sosial kepada masyarakat yang mengkonsumsi narkoba terlihat jelas pada mural tersebut.
3.2.10 Mural “Anda Sopan Kami Segan”
Mural “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” memiliki ikon tangan yang sedang bersalaman. Ukuran tangan yang sedang bersalaman itu cukup besar dan terlihat mencolok. Selain gambar tangan yang mencolok terdapat juga tulisan “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” dan “SELAMAT DATANG DI KOTA!! JAWA!! “. Secara teknis Barthes menyebutkan bahwa mitos merupakan urutan kedua dari sistem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
semiologis di mana tanda-tanda dalam urutan pertama pada sistem itu menjadi penanda dalam sistem kedua (Barthes, 1972:114). Berbagai pesan yang ada dalam mural tersebut keseluruhan diperuntukan kepada para pendatang yang ada di Kota Yogyakarta. Salah satu fungsinya adalah memberikan penyambutan kepada para pendatang yang ada di Kota Yogyakarta. Penyambutan kepada para pendatang tersebut sterlihat jelas pada kalimat “SELAMAT DATANG DI KOTA!! JAWA!!”. Selain berfungsi untuk memberikan penyambutan mural tersebut juga memiliki fungsi memberikan tanggapan kepada para pendatang. Penduduk asli Kota Yogyakarta tidak membutakan mata tentang ada pendatang dari luar Kota Yogyakarta dengan jumlah yang cukup banyak. Masyarakat tidak membeda-bedakan mereka berasal darimana, masyarakat Kota Yogyakarta menyamaratakan mereka sebagai penduduk Kota Yogyakarta. Apabila masyarakat pendatang tersebut berperilaku sopan, tentunya masyarakat Kota Yogyakarta juga akan membalasnya dengan berperilaku sopan. Seringkali masyarakat pendatang berperilaku tidak sopan dan berperilaku seenaknya, baik di sekitar tempat tinggal atau di jalan raya. Mural tersebut bisa menjadi perwakilan tanggapan atas keberadaan masyarakat pendatang yang ada di Kota Yogyakarta. Kritik sosial terhadap masyarakat dari luar Kota Yogyakarta terlihat cukup jelas pada mural tersebut. Mural tersebut secara tidak langsung juga bisa berkata
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137
bahwa masyarakat asli Kota Yogyakarta tidak suka kepada masyarakat pendatang. Mural tersebut dapat mewakili ketidak nyamanan seperti apa yang dirasakan masyarakat asli Kota Yogyakarta.
3.2.11 Mural “Mesin Pembunuh Asap”
Sebuah sinyal adalah semacam tanda yang digunakan untuk membangkitkan respons tentang berbagai hal. Apa yang penting adalah adanya pemahaman di antara semu yang terlibat dalam sinyal yang diberikan dapat mempengaruhi tindakan tertentu.(Berger, 2005:14). Mural “Mesin Pembunuh Asap” tersebut menggambarkan keadaan para penarik becak yang menjadi korban polusi dalam kesehariannya. Para penarik becak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
menghabiskan tenaganya untuk mengayuh becaknya, sedangkan di sisi lain mereka juga harus menjadi korban polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan milik orang lain. Fungsi mural tersebut untuk menyadarkan masyarakat tentang dampak polusi udara. Masyarakat sebenarnya sama-sama menjadi korban atas polusi udara tersebut, tetapi para penarik becak lebih merasakan dampaknya. Sehingga pembuat mural tersebut memilih ikon tukang becak untuk dijadikan sinyal agar terjadi perubahan dalam kehidupan di masyarakat. Mural tersebut juga memiliki fungsi untuk lebih menyadari keberadaan sesama. Tukang becak, pengendara sepeda, dan pejalan kaki seringkali dipandang sebelah mata dan diabaikan keberadaannya. Pengguna kendaraan pribadi seringkali egois memakai kendaraan seenaknya sendiri di jalanan, contohnya dengan mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan dan tidak mempedulikan keberadaan orang lain di sekitarnya. Kendaraan bermotor, baik sepeda motor atau pun mobil, adalah penyebab polusi terbesar pada saat ini. Bisa jadi dengan melihat mural tersebut para pengendara menjadi lebih rajin merawat kendaraannya agar memiliki gas buang yang bisa mengurangi polusi udara. Dengan adanya mural tersebut masyarakat yang melihatnya bisa menjadi lebih menghargai dan mau mengerti keberadaan orang lain dan tidak bertindak semaunya sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139
Selain menyadarkan masyarakat, dengan adanya mural tersebut masyarakat bisa menjadi tergerak untuk melakukan reboisasi di sekitar tempat tinggalnya. Dengan adanya penghijauan kembali keadaan akan terasa lebih baik karena banyak tanaman yang akan membuat keadaan lebih sejuk dan lingkungan sekitar terlihat lebih menarik. Mural tersebut juga bisa menjadi sinyal agar masyarakat lebih peduli kepada lingkungan sekitarnya.
3.2.12 Mural “Jogja Rumah Bersama”
Mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” dibuat dalam jangka waktu yang berdekatan dengan pembacaan manifesto kebhinekaan oleh Sri Sultan HB X. Isi manifesto tersebut berkaitan erat dengan rasa aman dan nyaman yang diperjuangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
semua lapisan masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta, baik warga asli mau pun warga pendatang dari luar Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki fungsi penekanan makna pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta. Pada mural tersebut Kota Yogyakarta dinyatakan sebagai rumah milik bersama, dimana masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta tidak semuanya berasal dari Kota Yogyakarta. Rumah adalah tempat yang paling aman untuk bersembunyi dan paling nyaman untuk beristirahat. Sehingga secara tidak langsung mural tersebut ingin menyatakan hak masyarakat untuk tinggal di Kota Yogyakarta semuanya sama, tanpa terkecuali masyarakat dari luar Kota Yogyakarta. Isu-isu kekerasan jarang terjadi di Kota Yogyakarta dikarenakan masyarakat asli yang tinggal di Kota Yogyakarta bisa dikatakan cukup ramah kepada para pendatang. Sehingga apabila terdengar berita mengenai kekerasan di masyarakat, masyarakat langsung terbawa pemikirannya ke arah masyarakat pendatang yang menjadi penyebabnya. Bukan hanya masyarakat asli Kota Yogyakarta sendiri yang berpikiran setiap adanya tindakan anarki selalu melibatkan masyarakat pendatang, tetapi masyarakat pendatang sendiri pun juga mengakui cara berpikir hal tersebut. Mural tersebut adalah wujud penolakan kepada orang/ kelompok tertentu yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta. Selain menyindir pihak-pihak yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta, mural tersebut juga ingin menyetarakan masyarakat pendatang dengan masyarakat asli di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
Kritik sosial yang terdapat pada mural tersebut memiliki dua sasaran yang dituju, yaitu masyarakat pendatang dan masyarakat asli Kota Yogyakarta. Kritik sosial kepada masyarakat asli berupa himbauan agar tidak membeda-bedakan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Kota Yogyakarta. Untuk masyarakat pendatang, mural tersebut merupakan himbauan agar bisa menyesesuaikan diri dengan keadaan yang ada di Kota Yogyakarta. Kata rumah bersama memiliki penegasan agar Kota Yogyakarta sebagai tempat tinggal bersama hendaknya dijaga bersama-sama juga agar dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman, sehingga dalam menjalani rutinitas sehari-hari tidak ada lagi rasa ketidaknyamanan yang berdasar perbedaan antara masyarakat asli dan pendatang. Promosi Kota Yogyakarta sebagai tempat wisata juga disampaikan dalam mural tersebut. Kota Yogyakarta menjual “kenyamanan seperti di rumah sendiri” kepada orang-orang yang mungkin sedang berkunjung di Kota Yogyakarta. Rasa nyaman seperti di rumah sendiri bisa menjadi daya tarik kepada orang-orang yang sedang berkunjung di Kota Yogyakarta, sehingga mereka akan merasa ingin berlamalama dan selalu ingin mengunjungi Kota Yogyakarta kembali. Mural tersebut bisa menjadi daya tarik sendiri untuk para pendatang berkunjung ke Kota Yogyakarta, baik sekedar berlibur atau mungkin ingin menuntut ilmu di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142
3.2.13 Mural “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso”
“Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” adalah semboyan yang dipakai Ki Hadjar Dewantara dalam sistem pendidikan yang digunakannya. Kalimat tersebut memiliki arti di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan. Pada mural tersebut hanya tertulis Ing ngarso sung tulodho dan Ing madya mangun karso. Fungsi mural tersebut adalah mengajak kita untuk berperilaku dalam cara berpikir Ki Hadjar Dewantara. Sebagai orang-orang yang menjalani aktivitas sehari-hari hendaknya memiliki semangat untuk hidup saling memberi contoh dan menyemangati satu dengan yang lain. Mural tersebut bisa menjadi refleksi bagi siapa saja yang melihatnya. Dengan melihat mural tersebut bisa jadi orang-orang yang melihatnya semakin bersemangat dan menjadi lebih bijak, bersemangat untuk bisa menjadi contoh dan menjadi lebih bijak agar bisa membuat orang lain bersemangat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
Potongan semboyan dari Ki Hadjar Dewantara juga berfungsi untuk mengingatkan kembali tentang sejarah kependidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan tanggal kelahirannya pada tanggal 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Mural tersebut juga dapat meningkatkan rasa nasionalisme. Selain itu mural tersebut juga memiliki fungsi agar siapa saja yang melihatnya bisa mau mengerti keadaan tentang negeri sendiri dan diharapkan bisa membuat keadaan menjadi lebih baik lagi. Masyarakat Indonesia pada saat ini sering kali menjadi budak-budak produk berlabel luar negeri. Penggunaan label luar negeri dirasa dapat membuat terlihat lebih baik, padahal produk berlabel luar negeri yang mereka gunakan belum tentu asli produksi luar negeri. Kegiatan konsumerisme masyarakat di Indonesia dinilai cukup tinggi. Secara tidak sadar masyarat di Indonesia sudah ditargetkan sebagai pangsa penjualan oleh negara-negara lain. Mural tersebut memiliki fungsi lain lagi, yaitu agar kita bisa mau mengerti keadaan tentang bangsa sendiri dan diharapkan bisa membuat keadaan menjadi lebih baik lagi. Contoh hal yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi pelopor untuk bisa meninggalkan budaya konsumerisme dan menyemangati masyarakat yang lain sewaktu berjuang melawan konsumerisme.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
3.2.14 Mural “Pro Penetapan Jogja Istimewa”
Mural tersebut dibuat sebelum adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Kota Yogyakarta yang mengatur tentang tata cara penetapan gubernur dan wakil gubernur. Mural tersebut sebagai respon peristiwa pada saat SBY yang menjabat sebagai presiden berbicara menyinggung tentang keistimewaan Kota Yogyakarta. SBY mengatakan: “Sistem monarki di Yogyakarta akan bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi”. Mural tersebut bertuliskan “PRO PENETAPAN JOGJA ISTIMEWA”. Bentuk mural tersebut sangat mencolok, pembuatan mural tersebut sengaja menggunakan huruf-huruf yang berukuran cukup besar. Selain ukuran tulisan yang cukup besar, usaha pencurian fokus kepada masyarakat juga ditandakan oleh warna cat yang sengaja dibuat berwarna kontras. Pembuatan mural tersebut sengaja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
berlokasi di simpang empat yang cukup ramai dilewati oleh masyarakat. Usaha menyampaian pesan secara tegas dapat terlihat dengan jelas dalam mural tersebut. Kontras digunakan untuk menegaskan dan mengandung oposisi-oposisi seperti terang-gelap, cerah-buram, ruwet-sederhana, besar-kecil, kontras digunakan untuk “ketelitian persepsi, dan karenanya menimbulkan “tampilan”.(Berger, 2005:41). Penjelasan mengenai penggunaan teknik-teknik dalam visualisasi penandaan tersebut membantu penulis dalam menjelaskan fungsi-fungsi yang ada dalam mural tersebut. Mural tersebut berfungsi untuk mewakili pemikiran. Masyarakat Kota Yogyakarta pada umumnya menyetujui pemilihan gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan cara penetapan. Masyarakat setuju bukan semata-mata karena sistem monarki dari Sri Sultan HB X, tetapi masyarakat sangat menghargai sejarah yang pernah ada di Kota Yogyakarta sebelum Indonesia merdeka. Mural tersebut adalah wujud ketidakterimaan masyarakat Kota Yogyakarta terhadap pernyataan SBY. Masyarakat di Kota Yogyakarta sudah tidak menghargai dan menolak keras apa yang sudah diucapkan SBY. Kalimat yang sederhana tersebut cukup jelas menyampaikan apa yang diinginkan masyarakat Kota Yogyakarta pada saat itu, yaitu memilih pemilihan gubernur dengan cara ditetapkan. Mural tersebut untuk membuktikan bahwa masyarakat Kota Yogyakarta berani melawan kepada presiden. SBY yang berbicara seenaknya sendiri membuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
masyarakat Kota Yogyakarta menjadi geram. Mural tersebut juga menunjukan perlawanan kepada SBY, masyarakat Kota Yogyakarta berani menolak apa yang sudah dikatakan SBY tanpa memandang dia adalah seorang presiden. Dalam mural tersebut juga mewakili rasa cinta masyarakat kepada Kota Yogyakarta. Sejarah dan masa depan Kota Yogyakarta diperjuangkan melalui mural tersebut. Masyarakat Kota Yogyakarta sangat menghargai sejarah yang ada, oleh karena itu masyarakat menyuarakan apa yang dirasakan melalui mural. Kota Yogyakarta memiliki peran penting atas kemerdekaan Indonesia. Tanpa adanya ambil bagian dari pemerintahan Kota Yogyakarta pada waktu itu, belum tentu Indonesia sudah merdeka pada saat ini. Oleh karena itu masyarakat Kota Yogyakarta merasa sangat perlu mempertahankan keistimewaan yang ada di Kota Yogyakarta. 3.2.15 Mural “Bikin Mug Satoe Sadja”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
Fungsi mural tersebut untuk membantu iklan suatu produk. Mural bukan hanya media ekspresi yang disalurkan lewat seni, tetapi muraljuga memiliki peran di bidang ekonomi. Pada saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan mural sebagai sarana iklan. Banyak tembok-tembok yang sudah dimural, dan tembok tersebut berisikan iklan promosi. Penulis mengambil foto mural tersebut dengan tujuan ingin menyampaikan bahwa pihak-pihak yang menggunakan mural sebagai media iklan bukan hanya perusahaan besar bersakala nasional, tetapi perusahaan kecil berskala lokal pun juga bisa menggunakan mural. Hal tersebut dikarenakan biaya untuk menggunakan mural sebagai media untuk iklan masih terjangkau. Penggunaan mural sebagai media iklan juga bisa dikatakan hemat karena mural tersebut dapat bertahan cukup lama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148
3.2.16 Mural “Dendang Calon Guru”
Mural “Dendang Calon Guru” 1
Mural “Dendang Calon Guru” 2 Fungsi mural tersebut adalah media sebagai publikasi acara. Panitia penyelenggara acara Dendang Calon Guru (DCG) sudah melakukan publikasi acara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
melalui media mural terlebih dahulu sebelum melakukan publikasi yang kedua kalinya. Hal tersebut membuktikan publikasi acara melalui media mura; bukanlah hal baru untuk kelompok-kelompok tertentu. Publikasi acara melalui mural lebih cepat sampai ke sasaran, selain itu biaya yang digunakan cukup terjangkau. Tidak hanya sebagai publikasi acara, tetapi mural tersebut juga memiliki fungsi estetik. Hal itu terlihat dari hiasan-hiasan disekitar tulisan informasi acara. Mural tersebut juga memiliki fungsi sebagai media unjuk bakat menggambar oleh pembuatnya.
3.2.17 Mural dengan Unsur Kebudayaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
Ketiga mural tersebut berada pada deretan jalan Gejayan. Menurut penulis rangkaian mural dengan unsur kebudayaan tersebut memang sengaja dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu. Masyarakat yang melihat deretan mural tersebut seketika saja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
langsung mencoba memikirkan mural tersebut adalah budaya apa dan berasal dari mana. Salah satu fungsi mural tersebut untuk mengingatkan pada masyarakat bahwa Indonesia memiliki berbagai macam budaya pada setiap daerahnya. Setelah masyarakat diingatkan kembali tentang berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia, tentunya hal yang diharapkan adalah kesadaran untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Kegiatan memperkenalkan kebudayaan juga terlihat dalam mural tersebut. Deretan mural dengan unsur kebudayaan yang berasal dari daerah yang berlainan tersebut bisa saling memperkenalkan antara budaya satu dengan budaya lainnya. Masyarakat yang belum mengetahui tentang budaya-budaya pada daerah lain tentunya akan penasaran dan akan mencari tahu tentang apa dan darimana budaya tersebut berasal. Mural tersebut sebagai wujud pengakuan dan mempertahankan kebudayaan. Beberapa waktu yang lalu beberapa kebudayaan yang ada di Indonesia diklaim oleh negara lain. Hal tersebut tentunya membuat rakyat Indonesia geram karena tidak terima atas tindakan tersebut, tetapi di sisi lain pemerintah tidak menunjukan sifat tegas dan memihak kepada rakyat dan kebudayaan di Indonesia. Mural-mural tersebut secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
disimbolkan melalui mural di sepanjang jalan tersebut adalah kebudayaan milik Negara Indonesia. Kota Yogyakarta adalah kota yang penduduknya berasal dari berbagai daerah. Pluralisme di Kota Yogyakarta sangat terjaga keharmonisannya. Mural tersebut secara tidak langsung juga berkata seperti itu. Deretan mural dari kebudayaan yang berbeda-beda ingin membuktikan bahwa masyarakat Kota Yogyakarta terdiri dari berbagai macam daerah asal. Mural tersebut bisa berada dan bersebelahan menjadi simbol bahwa masyarakat pendatang dari berbagai daerah di Indonesia bisa berada dan hidup berdampingan dengan baik di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Dalam skripsi ini penulis mengkategorikan mural menjadi 6 jenis, yaitu mural dengan menggunakan tokoh ternama, mural dengan menggunakan gambar satwa, mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru, mural dengan menggunakan ikon, mural dengan mengunakan bentuk tulisan, dan mural dengan menggunakan unsur kebudayaan.
Penulis
mengkategorikan
mural-mural
yang
diteliti
dengan
mempertimbangkan unsur instrinsik yang terdapat pada mural tersebut. Unsur instrinsik tersebut berupa bentuk corak, bentuk, warna Setelah meneliti makna di dalam mural, kemudian penulis mengkaji fungsi yang terdapat dalam mural. Hal tersebut dikarenakan untuk mengerti tujuan dibuatnya mural, orang harus mengerti terlebih dahulu makna yang terkandung dalam mural. Mural dibuat dengan berbagai macam alasan. Alasan tersebut harus sesuai dengan fungsi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai. Dalam satu buah mural bisa terdapat lebih dari satu makna dan fungsi. Makna dan fungsi mural dapat diketahui dengan cara menghubungkan unsur intrinsik mural tersebut dengan lokasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154
penempatan mural dan dengan melihat situasi kondisi kehidupan masyarakat pada saat itu. Pembacaan makna mural harus disertai dengan melihat situasi kondisi di sekitar lokasi pembuatan mural tersebut. Makna dan fungsi mural dapat diinterpretasikan secara logis berdasarkan tanda-tanda yang terdapat dalam mural. Pembuat mural sudah memikirkan terlebih dahulu makna dan fungsi mural yang akan dibuat, sehingga lokasi pembuatan mural juga sudah dipikirkannya. Lokasi pembuatan mural berperan penting untuk menentukan orang-orang yang ditargetkan untuk melihat mural, agar nantinya pesan yang ingin disampaikan oleh pembuatnya dapat
diterima
dengan
jelas
oleh
masyarakat
yang
ditargetkan.
Untuk
menginterpretasi makna mural masyarakat juga dapat menghubungkan isu yang sedang beredar pada saat dibuatnya mural tersebut. Oleh karena itu masyarakat yang melihat mural tersebut dapat mengerti pesan yang ingin disampaikan. Terdapat berbagai macam fungsi yang terdapat dalam
mural di Kota
Yogyakarta. Fungsi-fungsi tersebut yaitu : menyampaikan kritik kepada masyarakat , mengingatkan agar jangan bertindak anarkis, mengenalkan kembali tokoh-tokoh sastra Indonesia dan karyanya, membantu memperingatkan perlengkapan kendaraan pengguna kendaraan agar nantinya tidak menjadi korban pungutan liar polisi lalu lintas, menyampaikan kritik sosial kepada pihak seluruh polisi lalu lintas yang sering mencari-cari alasan untuk bisa mendapatkan pungutan liar kepada pengguna kendaraan, menyampaikan pesan kepada aparat agar tidak menggunakan senjata pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155
saat terjadi unjuk rasa, wujud penghinaan kepada aparat, penekanan makna pluralisme yang ada di Yogyakarta, wujud ketidakterimaan masyarakat Yogyakarta terhadap pernyataan SBY, pembuktian bahwa masyarakat Yogyakarta berani melawan kepada presiden SBY, membantu iklan suatu produk, media sebagai publikasi acara, mengingatkan pada masyarakat bahwa Indonesia memiliki berbagai macam
budaya
pada
setiap
daerah-daerahnya,
wujud
pengakuan
dan
mempertahankan kebudayaan, dan menjadi simbol bahwa masyarakat pendatang dari berbagai daerah di Indonesia bisa berada dan hidup berdampingan dengan baik di Yogyakarta. Mural dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi visual. Tanda-tanda yang diletakkan di dalam mural sengaja dibuat oleh pembuat mural agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh masyarakat yang nantinya akan melihat mural tersebut. Ikon-ikon yang berfungsi untuk menyimbolkan sesuatu yang terdapat dalam mural dapat menjadi interaksi sosial.
4.2 Saran Dalam penelitian ini masih banyak ditemui kekurangan, di antaranya ranah penelitian penulis yang kurang luas. Sebagian besar mural yang dijadikan objek penelitian ditemukan penulis di ruang publik yang sering dilewati oleh khalayak ramai. Untuk penelitian lebih lanjut supaya bisa lebih dikembangkan lagi dengan cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 156
mencari objek-objek di perkampungan warga yang kurang memiliki daya tarik masyarakat sebagai ruang publik. Penulis sangat yakin bahwa di tempat tersebut juga terdapat mural yang bisa digunaan sebagai sarana komunikasi ke masyarakat di sekitarnya. Selain kurang luasnya jangkauan objek penelitian, hasil penelitian tugas akhir ini masih bisa dikembangkan lagi. Kurang luasnya wawasan penulis membatasi kemungkinan-kemungkinan penemuan hasil penelitian. Menurut penulis masih banyak hasil lain berupa makna dan fungsi mural yang bisa dikaji secara lebih mendetail.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157
Daftar Pustaka
Baryadi, Praptomo. 2007. Teori Ikon Bahasa : Salah Satu Pintu Masuk ke Dunia Semiotika. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Barthes, Roland. 1972. Mythologies . Diterjemahkan oleh: Anete Laver. New York : Hill and Wang. Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Diterjemakhkan oleh: M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas. Yogyakarta: Penerbit BukuBaik. Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Diterjemahkan oleh: Evy Setyarini dan Lusi Lian Piantari.Yogyakarta : Jalasutra Fiske, John. 2007. Cultural dan Communication Studies. Diterjemahkan oleh: Drs. Yosal Iriantara, MS. Dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra. Grenz, Stanley J. 2001. A Primer on Postmodernism; Pengantar Untuk Memahami Postmodernisme. Diterjemahkan oleh: Wilson Suwanto. Yogyakarta: Yayasan Andi. Hawkes, Teremce, 1977, Structuralism and Semiotics, Amerika Serikat: University of California Press. Jogja Mural Forum. 2008. Kampung Sebelah Art Project. Jogja Mural Forum . Jogja Mural Forum. 2008. Kode Pos Art Project. Jogja Mural Forum. Kurniawan, Roland Barthes. 2001. Semiologi .Penerbit Yayasan Indonesiatera. Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Lingustik. Diterjemahkan oleh: I.Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Seiler, Handjakob. 1995. “Iconicity between Indicativity and Predicativity.” Dalam Raffaele Simone (ed.). Iconicyty in Language. Amsterdam/ Philadeplhia: John Benyamin Publishing Company. Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Bumi Manusia. Cetakan kesembilan. Hasta Mitra.