PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SUMBAN NGAN KAT TEKESE UMAT U SEBA AGAI UPAY YA UNTUK K MENING GKATKAN N K KETERLIB BATAN UM MAT DALA AM HIDUP P MENGGEREJA DI ST TASI MAN NSALONG G PAROK KI MARIA BUNDA KARMEL K MANSALO M ONG UPATEN NUNUKAN N N KABU
SKRIPSI Diajjukan untu uk Memenu uhi Salah Sa atu Syarat M Memperole h Gelar Saarjana Pend didikan Program m Studi Ilm mu Pendidiikan Kekhu ususan Pen ndidikan Agama Katoolik
Oleh: Didiimus Matheus Nurak NIM: 1111124010
PR ROGRAM STUDI ILM MU PENDIDIKAN KEKHU USUSAN PENDIDIKA AN AGAM MA KATOL LIK AN ILMU PENDIDIK P KAN JURUSA FAKULT TAS KEGU URUAN DA AN ILMU PENDIDIK KAN UNIVERS SITAS SAN NATA DHA ARMA Y YOGYAKA ARTA 20155 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur skripsi ini saya persembahkan Kepada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus Kepada Bunda Maria Untuk Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan saya Untuk Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA DI STASI MANSALONG, PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG, KABUPATEN NUNUKAN dipilih berdasarkan kenyataan bahwa pemahaman umat stasi Mansalong akan hidup menggereja perlu ditingkatkan. Stasi Mansalong merupakan satu-satunya stasi yang berada di pusat paroki yang memiliki tanggungjawab besar dalam mengembangkan paroki. Untuk itu stasi Mansalong mempunyai harapan besar pada keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Namun kenyataannya keterlibatan umat tersebut masih sangat kurang. Umat stasi Mansalong mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di basis, stasi, maupun paroki hanya sekedar rutinitas belaka tanpa ada dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan yang diikuti. Dan yang lebih memprihatinkan adalah jumlah umat yang terlibat dalam kegiatan tersebut sangat sedikit sekitar 10-15 orang dari ± 200 jiwa jumlah umat stasi Mansalong. Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat stasi Mansalong bisa dibantu dalam upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggerejanya melalui katekese umat. Umat stasi Mansalong sebagai stasi induk mempunyai kewajiban untuk mengembangkan Gerejanya melalui suatu bentuk pendampingan iman secara terus menerus yang dapat membantu perkembangan iman mereka. Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih lanjut persoalan yang dihadapi umat stasi Mansalong, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli mengenai katekese umat guna mengetahui peran katekese umat dalam hidup menggereja umat. Kemudian, untuk memperoleh gambaran kehidupan menggereja umat stasi Mansalong maka penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat kurang oleh karena berbagai alasan, mulai dari pekerjaan, urusan pribadi, kurangnya pengetahuan, pengaruh teknologi, dan ada pula yang beranggapan bahwa kegiatan gereja tidak mendatangkan materi. Namun demikian, umat stasi Mansalong memiliki harapan melalui kegiatan katekese demi peningkatan hidup menggereja mereka. Maka dari itu, penulis dalam skripsi ini mengusulkan program pendampingan iman melalui katekese umat model SCP (Shared Christian Praxis) sebagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja baik di basis, stasi, paroki, maupun di masyarakat. Dengan demikian cita-cita stasi Mansalong dapat tercapai dan nilai-nilai Kerajaan Allah dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
The thesis title is THE CONTRIBUTION OF COMMUNITY CATECHESIS AS AN EFFORT TO IMPROVE CATHOLIC COMMUNITY PARTICIPATION IN THE CHURCH LIFE IN MANSALONG DISTRICT, MARY MOTHER OF CARMEL PARISH IN MANSALONG, NUNUKAN REGENCY was chosen based on the fact that Catholic community of Mansalong district understanding about the church life needs to be improved. Mansalong district which located at the parish center to is the only district which has great responsibility in parish development. Hence, Mansalong district have great expectations on the Catholic community involvement in the church life. In fact the involvement of Catholic community is still very less. The Catholic community of Mansalong district only follows activities at the base, district, and parish as routinity without any positive impact. And the more concern is the number of Catholic community who involved in these activities is very few only about 10-15 people from ± 200 souls the number Catholic community of Mansalong district. Basic problem in this thesis is how the Catholic community of Mansalong district could be assisted in order to increase the involvement of the church life through community catechesis. The Catholic community of Mansalong district as district parent has an obligation to develop his Church through a constantly faith assistance that can help the development of their faith. Therefore, to further examine the problem which is faced by the Catholic community of Mansalong district, the author conducted a literature that comes from Scripture, Church documents, and also the views of experts on community catechesis to determine the role of community catechesis in the church life. Then, to obtain a picture of the church life in Catholic community of Mansalong district the author conducted research by observation, questionnaires, and interviews. Based on the research, the author found that the involvement of Catholic community in the church life very less by various reasons, starting from works, personal affairs, the lack of knowledge, the influence of technology, and some opinions say that the church doesn’t bring matters. But the Catholic community of Mansalong district has hope through the activities of catechesis for improving the church life. Therefore, the author is proposing a mentoring program faith through community catechesis model SCP (Shared Christian Praxis) as an effort to improve the involvement of Catholic community in the church life within at the base, district, parish, and in the society. Thus, the aims of Mansalong district can be achieved and the Kingdom of God values can be achieved in the midst of the socities.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA DI STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN. Skripsi ini diajukan guna memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki kerinduan dalam mengembangkan Gereja Katolik di manapun berada. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan, dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing utama dan dosen penelitian yang telah setia membimbing, mengarahkan, dan selalu memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2.
Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini. x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji III dan sekretaris panitia penguji yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.
4.
Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
5.
Staf dan karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi penulis.
6.
Romo Yulius Dainang Waja, Pr., Romo Paulus Wirasmohadi Soerjo, Pr., dan Romo Agustinus Darwanto, Pr yang telah memberikan dukungan materi dan pengetahuan selama penulis menjalani studi.
7.
Ibu Haryati sebagai donatur utama dan Ibu Emil sebagai sekretaris yang telah berkenan membantu membiayai penulis dalam hal pembayaran uang kuliah selama studi.
8.
Romo Dionesius Adi Tejo Saputra, Pr selaku Romo paroki Maria Bunda Karmel Mansalong yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9.
Bapak Meleanus, S.Ag dan Bapak Yohanes Pera, S.S. sebagai ketua stasi Mansalong dan bendahara yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk menjalankan penelitian serta informasi berkaitan dengan kehidupan menggereja umat stasi Mansalong. xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9.
Umat stasi Mansalong yang telah meluangkan waktu memberikan jawaban dan mencurahkan perasaan sewaktu penulis melakukan penelitian.
10. Mama, papa, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa studi. 11. Sayang dan cintaku Agnes Garlosi Kusumaningrum yang selalu setia menemani dan menyemangati penulis serta memberikan dukungan sarana dan prasarana selama studi dan proses penyelesaian skripsi ini. 12. Saudara dan sahabat Bonny Prima Saputra yang telah memberikan ide, gagasan maupun motivasi selama penulis studi dan menyelesaikan skripsi. 13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang telah berjuang bersama-sama dan turut membentuk pribadi serta menjadi bagian dalam hidup penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selama ini dengan ketulusan hati memberikan motivasi, doa maupun kerjasama sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan penuh ketulusan, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa pun, terkhusus umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel. Yogyakarta, 16 November 2015 Penulis
Didimus Matheus Nurak xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iv
MOTTO .........................................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .........................................
vii
ABSTRAK ....................................................................................................
viii
ABSTRACT ..................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
7
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................
7
D. Manfaat Penulisan ........................................................................
8
E. Metode Penulisan .........................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ...................................................................
9
BAB II KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA .................................................
11
A. Katekese Umat ..............................................................................
12
1. Sejarah Katekese Umat ............................................................
12
2. Arti Katekese Umat ..................................................................
13
3. Tujuan Katekese Umat .............................................................
15
4. Proses Katekese Umat ..............................................................
17
5. Kekhasan Katekese Umat ........................................................
18
6. Pendamping Katekese Umat ....................................................
20
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a. Kepribadian dan Spiritualitas Pendamping Ketekese Umat ....................................................................................
21
b. Pengetahuan Seorang Pendamping Katekese Umat ............
23
c. Keterampilan Seorang Pendamping Katekese Umat ...........
25
7. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model Katekese Umat ..............................................................
27
a. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese Umat .....
27
1) Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) .....................
28
2) Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ..........
31
B. Sumbangan Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja melalui Empat Tugas Gereja .........................
38
1. Membangun Persaudaraan (Koinonia) .....................................
40
2. Mengembangkan Pewartaan Kabar Gembira (Kerygma) .........
41
3. Menghidupkan Peribadatan yang Menguduskan (Leiturgia) ...
43
4. Memajukan Karya Cinta Kasih/Pelayanan (Diakonia) ............
44
C. Rangkuman Peran Katekese Umat dalam Hidup Menggereja.......
46
BAB III GAMBARAN KETERLIBATAN UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN DALAM HIDUP MENGGEREJA ...............................................
47
A. Gambaran Situasi Umum Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ................
48
1. Situasi Geografis Stasi Mansalong ...........................................
48
2. Sejarah Singkat Stasi Mansalong .............................................
48
3. Situasi Umat Stasi Mansalong .................................................
52
a. Mata Pencaharian Umat ......................................................
52
b. Segi-segi Kehidupan Umat .................................................
53
4. Karya-karya Pastoral Stasi Mansalong ....................................
54
a. Bidang Persekutuan (Koinonia) ...........................................
55
b. Bidang Pewartaan (Kerygma) .............................................
56
c. Bidang Liturgi/Perayaan (Leiturgia) ...................................
56
d. Bidang Pelayanan (Diakonia) ..............................................
57
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Visi, Misi, dan Strategi Stasi Mansalong ..................................
58
a. Visi ......................................................................................
58
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi ........................
60
c. Misi ......................................................................................
60
d. Strategi ................................................................................
61
B. Penelitian mengenai Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan .....................................................................
61
1. Persiapan Penelitian .................................................................
62
a. Latar Belakang Penelitian ...................................................
62
b. Tujuan Penelitian .................................................................
63
c. Jenis Penelitian ....................................................................
64
d. Instrumen Pengumpulan Data .............................................
65
e. Responden Penelitian ..........................................................
66
f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu ................................
67
g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi .....................................
68
h. Definisi Konseptual .............................................................
68
i. Definisi Operasional ............................................................
68
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ..............................
70
a. Identitas Responden ............................................................
72
b. Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja .............
73
c. Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja .....................
76
d. Kesulitan Umat untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja .......
80
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat .........................
83
3. Pendalaman Lebih Lanjut terhadap Hasil Penelitian menurut masing-masing Variabel ...........................
87
a. Identitas Responden ............................................................
88
b. Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja .............
89
c. Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja .....................
90
d. Kesulitan Umat untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja .......
94
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat .........................
95
4. Kesimpulan Hasil Penelitian ....................................................
98
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN .........................................................
100
A. Pentingnya Keterlibatan dalam Hidup Menggereja bagi Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ...................................................
101
B. Upaya Meningkatkan Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan melalui Katekese Umat ............
103
1. Alasan Pemilihan Bentuk Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) .............................................................
103
2. Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ............
104
a. Tujuan Kegiatan ..................................................................
104
b. Waktu, Tempat, dan Peserta .................................................
106
C. Usulan Program Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) untuk Meningkatkan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan .....................................................................
107
1. Latar Belakang Program ...........................................................
107
2. Tema dan Tujuan Program .......................................................
108
3. Matriks Usulan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ........................................................................................ 111 4. Contoh Satuan Pendamping Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ............................................................
115
BAB V PENUTUP ........................................................................................
130
A. Kesimpulan ...................................................................................
130
B. Saran .............................................................................................
132
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
134
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ...................................
(1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................
(2)
Lampiran 3: Kuesioner Tertutup dan Semi Terbuka ...........................
(3)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ...........................................
(12)
Lampiran 5: Transkip Hasil Wawancara 1 Dengan Pengurus Stasi .....
(21)
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6: Transkip Hasil Wawancara 2 Dengan Pengurus Stasi .....
(24)
Lampiran 7: Daftar Lagu-lagu Pendalaman Iman Model SCP ............
(27)
Lampiran 8: Cerita Daun-daun dan Orang ..........................................
(28)
Lampiran 9: Teks Kitab Suci ...............................................................
(29)
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Kis
: Kisah Para Rasul
Mat
: Matius
Yoh
: Yohanes
Yeh
: Yehezkiel
B. Singkatan Dokumen Gereja AA
: Apostolicam Actuositatem Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam. Tanggal 18 November 1965.
CT
: Catechesi Tradendae Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini. Tanggal 16 Oktober 1979.
EG
: Evangelii Gaudium Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil. Tanggal 24 November 2013. xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KGK
: Katekismus Gereja Katolik Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman oleh P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2007.
LG
: Lumen Gentium Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja. Tanggal 21 November 1964
SC
: Sacrosanctum Concilium Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci. Tanggal 4 Desember 1963
C. Singkatan Lain Alm
: Almarhum
APP
: Aksi Puasa Pembangunan
BKSN
: Bulan Kitab Suci Nasional
D III
: Diploma III
HP
: Hand Phone
KBG
: Komunitas Basis Gereja
KK
: Kepala Keluarga
KomKat : Komisi Kateketik KomSos : Komisi Komunikasi Sosial KU
: Katekese Umat
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
OMI
: Oblat Maria Imaculata
OMK
: Orang Muda Katolik xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
PIA
: Pembinaan Iman Anak
PKK
: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PKKI
: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
SCP
: Shared Christian Praxis
SD
: Sekolah Dasar
SEKAMI : Serikat Kepausan Anak-anak Misioner SK
: Surat Keputusan
SLTA
: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SLTP
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
Sr
: Suster
SSpS
: Congregatio
Missionalis
Servarum
Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus S1
: Sarjana
TNI
: Tentara Nasional Indonesia
TV
: Televisi
WKRI
: Wanita Katolik Republik Indonesia
xx
Spiritus
Sancti
atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Iman Katolik sejati adalah iman yang berdasarkan pada Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang telah dihidupi oleh Jemaat Perdana sejak dahulu. Mereka telah mewarisi iman akan Yesus Kristus dengan bertekun dalam pengajaran dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis 2:42). Mereka bersekutu dan saling berbagi. Inilah bagian dari iman kita sampai saat ini. Dengan beriman berarti manusia menyerahkan dirinya kepada Allah (DV, a. 5 dan KWI, 1996: 127). Penyerahan diri ini mengandung konsekuensi nyata bahwa manusia itu terlibat penuh dalam segala aspek hidup demi tercapai tujuan hidupnya. Orang beriman tidak cukup hanya dengan rajin beribadat dan hidup baik tetapi ia dituntut lebih daripada itu. Orang beriman berarti ia harus mau dipanggil Allah, mau dipakai Allah sebagai alat-Nya dan mau menerima Allah sebagai satu-satunya penyelamat sampai pada kehidupan kekal. Oleh karena itu, iman juga perlu diwujudnyatakan dalam hidup sehari-hari lewat suatu bentuk cinta kasih yang aktif. Di sinilah iman mampu mencapai kesempurnaan itu. Sebab tanpa cinta kasih iman tidaklah menjadi sempurna. “Iman
adalah
dipertanggungjawabkan”
rasional (KWI,
bukan 1996:
karena 131).
dibuktikan, Iman
tetapi orang
karena Katolik
dipertanggungjawabkan melalui wujud hidup menggereja. Dalam arti apa hidup menggereja tersebut? Dalam arti hidup yang senantiasa berpusat pada Yesus Kristus. Di mana setiap sikap, kegiatan dan aktivitas yang dilakukan seseorang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
dalam hidup menggerejanya selalu menampakkan iman akan Yesus Kristus. Dapat dilihat juga melalui tindakan seseorang apabila ia menunjukkan imannya dalam hidup bermasyarakat, maka ia menggereja dalam lingkup masyarakat dan sebaliknya jika ia menunjukkan imannya di dalam lingkup Gereja maka ia menggereja dalam lingkup Gereja. Perlu diingat bahwa batasan hidup menggereja tidak hanya terbatas pada lingkup wilayah teritorial paroki saja. Melainkan hidup menggereja perlu dipahami dalam arti luas dan universal terlebih bukan hanya pada Gereja Katolik saja, tetapi bagi masyarakat umumnya. Sacrosanctum Consilium (SC) artikel 48, Konstitusi tentang Liturgi Suci menyinggung keterlibatan aktif kaum beriman dalam menghadiri misteri iman (misalnya, perayaan Ekaristi, Ibadat Sabda, dan doa bersama) dan tidak menganggap hanya sebatas rutinitas belaka. Umat dituntut untuk aktif ikut ambil bagian dalam perayaan itu, sebagai pemimpin maupun pendukung (koor, lektor, misdinar, pemazmur), sehingga umat benar-benar memahami misteri itu dengan baik
dan
penuh
khidmat.
Dengan
demikian
umat
semakin
mampu
mempersembahkan diri mereka dalam hidup sehari-hari demi kemuliaan Allah. Selain itu, Dekrit Apostolicam Actuositatem (AA) artikel 2, tentang Kerasulan Awam juga menyinggung keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Kaum awam dipanggil untuk merasul sesuai dengan kemampuannya melalui Gereja dengan pelbagai cara. Sebagai Umat Allah yang berpusat pada Yesus Kristus, mereka dituntut berperan aktif dalam hidup menggereja, baik dalam lingkup Gereja maupun lingkup masyarakat. Gereja adalah Umat Allah yang hidup di tengah-tengah dunia, maka dari itu Gereja tidak terpisahkan dari dunia. Gereja dan dunia masing-masing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
mengambil bagiannya sendiri untuk saling bahu-membahu mewujudkan Kerajaan Allah di dalam kehidupannya. Dunia adalah tempat tinggal manusia dan di situlah manusia sebagai subyek otonom dunia menyatakan apa yang diimaninya bersama Gereja. Untuk menata dunia menuju pada kesejahteraan umum, Gereja dipanggil oleh Allah sebagai partner kerja dengan semua orang tanpa batas. Artinya mencakup segala aspek hidup manusia dari lingkup kecil hingga lingkup yang paling besar sekalipun. Buku Iman Katolik (KWI, 1996: 452) memberikan gambaran bahwa “Gereja adalah suatu lembaga keagamaan yang mempunyai tempat dan peranannya dalam masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan, Gereja juga dituntut memperlihatkan sikap pelayanan Kristus”. Artinya, jika Gereja ingin memperlihatkan sikap pelayanan Kristus kepada masyarakat, Gereja semestinya tampil sebagai Gereja yang memasyarakat. Visi ini perlu direalisasikan oleh Gereja sebagai Umat Allah dalam bentuknya yang konkret yakni dalam hidup menggereja itu sendiri di tengah-tengah masyarakat. Berbicara mengenai Gereja yang memasyarakat tentu tidak lepas dari keberadaan sebuah paroki. Mengapa demikian? Karena paroki itu sendiri berada di dalam masyarakat dan di situlah Gereja tersebut mampu mewujudnyatakan jati diri sesungguhnya. Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong merupakan salah satu paroki yang berada di wilayah Keuskupan Tanjung Selor Kabupaten Nunukan dengan jumlah stasi terbanyak (ada 24 stasi) yang jaraknya cukup jauh dari satu stasi ke stasi yang lainnya. Sebagai paroki yang memiliki banyak stasi, paroki ini ditantang mewujudkan Gereja yang sesuai dengan visi Gereja Indonesia. Gereja tidak hanya mengusahakan perkembangan secara internal tetapi juga ditantang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
untuk memberikan kesaksian demi perkembangan hidup bersama di tengahtengah masyarakat. Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong hingga sekarang telah berusia 25 tahun, namun selama usia ini tidak banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam hal iman yang tampak dalam perwujudan nyata. Selama tinggal di paroki ini, penulis mendapat kesan bahwa pemahaman umat mengenai keterlibatan dalam hidup menggereja masih sangat terbatas. Kegiatan hidup menggereja hanya sebatas kegiatan Gereja yang kudus, khususnya bidang intern gerejani. Kesan ini penulis jumpai dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh umat stasi Mansalong yang juga menjadi pusat paroki. Dapat dibayangkan, jika di stasi yang berada satu wilayah dengan pusat paroki saja keadaannya seperti itu, apalagi di stasi-stasi lain yang letaknya lebih jauh dari pusat paroki. Di stasi Mansalong, kehidupan umat masih berorientasi pada kegiatan-kegiatan di sekitar altar, antara lain: doa Rosario, Misa Mingguan hanya sekali, Misa pada hari-hari besar saja, dan pendalaman iman hanya pada saat Bulan Kitab Suci Nasional. Corak kehidupan umat seperti ini menunjukkan bahwa bentuk hidup menggereja umat belum mengarah pada pembangunan Gereja yang memasyarakat. Stasi Mansalong merupakan stasi yang letaknya ada di pusat paroki, tentunya stasi ini memiliki tanggungjawab yang besar. Stasi ini harus mampu memberikan teladan bagi stasi-stasi lain karena faktor letaknya yang satu wilayah dengan paroki dan dianggap sebagai stasi tuan rumah. Oleh karena itu, stasi ini ditantang untuk menjadi ragi di tengah-tengah masyarakat. Masalah ekonomi, pendidikan, perbedaan etnis pribumi dan pendatang, kemiskinan, lingkungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
hidup, pengangguran, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tantangan bagi hidup menggereja umat setempat. Melihat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan sebuah usaha guna meningkatkan pemahaman umat di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong berkaitan dengan hidup menggereja. Hidup menggereja tidak hanya sebatas terlibat di dalam gereja melainkan secara nyata dalam hidup menggereja yang terbuka bagi “masyarakat luas”. Jika kedua hal berjalan dengan seimbang maka apa yang menjadi harapan Gereja dapat terwujud. Peningkatan kualitas hidup menggereja umat dapat dilakukan melalui katekese sebagai salah satu bentuk pembinaan iman demi menjawab keprihatinan tersebut. Tujuan katekese bukan hanya membantu umat memiliki dasar iman yang kuat, memperkembangkan hidup spiritual umat, dan membangun communio umat. Memang ketiga aspek di atas penting tetapi yang lebih dari itu, yakni mengarah pada reformasi dan transformasi sosial di tengah-tengah hidup umat dan masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Dalam tugas pembinaan iman, katekese merupakan salah satu pokok yang menjadi proses pembinaan iman itu sendiri. Katekese yang menjadi tonggak utama meluasnya Gereja di tengah dunia ini, muncul dan hidup di tengah-tengah umat, di mana katekese adalah dari umat, oleh umat dan untuk umat. Katekese ini sering disebut sebagai katekese umat yang juga menjadi proses yang terus berkelanjutan dalam PKKI (Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia). Hal ini juga menjadi kelanjutan dari gambaran Gereja masa kini yang di antaranya adalah Gereja sebagai Umat Allah. Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Tuhan dan dunia (Lalu, 2007: 70). Dan dalam katekese umat diwujudkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
secara konkret persekutuan umat yang berbeda status sosial, budaya, fungsi, tetapi sama dalam martabatnya (Lalu, 2007: 71). Katekese umat merupakan katekese yang berbicara tentang umat yang menjadi subyek dalam proses katekese dan semua peserta katekese adalah sederajat. Artinya bahwa tidak ada yang diunggulkan ataupun yang direndahkan. Oleh karena itu, diharapkan dalam katekese umat ini terjadi suatu komunikasi iman dari tiap umat yang pada akhirnya
akan
semakin
memperteguh
dan
memperdalam
iman
serta
menjadikannya sebagai saksi Kristus. Inilah yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar proses katekese selalu mengarah pada perwujudan iman umat dalam keterlibatan hidup menggereja. Selama tinggal di stasi Mansalong, kesan penulis bahwa pelaksanaan katekese di stasi Mansalong kurang mendapat tempat. Pelaksanaan katekese dilaksanakan pada saat Bulan Kitab Suci Nasional saja. Tema yang diangkat tidak sesuai dengan kondisi hidup umat setempat melainkan mengikuti tema yang disiapkan oleh Keuskupan. Sarana yang digunakan sangat terbatas. Tenaga maupun pengetahuan akan katekese pun masih terbatas. Padahal kita tahu bahwa suksesnya pelaksanaan katekese umat tergantung pada beberapa aspek yang disebutkan di atas. Berdasarkan latar belakang dan keprihatinan yang ada, penulis tertarik untuk menyumbangkan sebuah pemikiran demi meningkatkan arah hidup menggereja umat agar lebih memasyarakat melalui penulisan skripsi ini dengan judul “SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN
KETERLIBATAN
UMAT
DALAM
HIDUP
MENGGEREJA DI STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN”. Penulis ingin memberikan sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan katekese di stasi Mansalong. Penulis berharap pelaksanaan katekese dapat membawa perubahan sikap umat yang diwujudkan melalui keterlibatan umat dalam hidup menggereja sesuai dengan visi dan misi Gereja.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apa sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat?
2.
Sejauh mana umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan terlibat dalam hidup menggereja?
3.
Bagaimana katekese model Shared Christian Praxis (SCP) digunakan sebagai jalan untuk meningkatkan keterlibatan umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan dalam hidup menggereja?
C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada beberapa rumusan tujuan: 1.
Menguraikan sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat.
2.
Mengungkapkan permasalahan yang dihadapi umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong dalam hidup menggerejanya.
3.
Memberi sumbangan pemikiran melalui katekese umat model Shared Christian Praxis (SCP) untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan dalam hidup menggereja.
D. Manfaat Penulisan 1.
Manfaat Praktis Skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a.
Secara akademis, skripsi ini memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan katekese umat yang nantinya akan membawa dampak positif terhadap keterlibatan umat dalam hidup menggereja.
b.
Skripsi ini sebagai masukan bagi paroki khususnya para katekis untuk memacu mereka dalam usaha meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja.
c.
Paroki diharapkan mampu mempergunakan hasil-hasil pemikiran dalam skripsi ini yaitu sebagai bahan untuk memperluas wawasan para katekis sehingga memiliki kemampuan lebih dalam berkatekese.
d.
Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu mendesain katekese umat yang sungguh kontekstual dan menarik.
2.
Manfaat Teoritis Skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a.
Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese umat guna meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja
b.
Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
E. Metode Penulisan Dalam penulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk memaparkan cara hidup menggereja secara umum yang diangkat melalui studi pustaka. Penulis juga akan mengungkapkan situasi umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong dalam keterlibatan hidup menggereja. Guna mengetahuinya, penulis akan melaksanakan penelitian di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong. Melalui data yang diperoleh tersebut, penulis mencoba menganalisis dan merumuskan sumbangan pemikiran mengenai katekese umat yang dapat membantu umat guna meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja mereka.
F. Sistematika Penulisan Pada bab I, penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II membahas ketekese umat sebagai upaya meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Bab ini berisi sejarah katekese umat, arti katekese umat, tujuan katekese umat, proses katekese umat, kekhasan katekese umat, pendamping katekese umat, Shared Christian Praxis (SCP) sebagai salah satu model katekese umat, dan sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat melalui pembangunan persaudaraan (koinonia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma), menghidupkan peribadatan yang menguduskan (leiturgia), dan memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia). Kemudian, rangkuman peran katekese umat dalam hidup menggereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
Bab III memberikan gambaran keterlibatan umat stasi Mansalong dalam hidup menggereja. Bab ini berisi gambaran situasi umum umat stasi Mansalong, penelitan mengenai cara hidup menggereja umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong, penelitian mengenai keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong, laporan dan pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut terhadap hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan kesimpulan hasil penelitian. Bab IV membahas upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong yang dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama mendalami pentingnya keterlibatan dalam hidup menggereja. Bagian kedua menguraikan upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese umat. Bagian ketiga berisi usulan program katekese umat model SCP untuk meningkatkan hidup menggereja umat stasi Mansalong, yang di dalamnya terdapat latar belakang program, tema dan tujuan program, matriks usulan katekese umat model SCP, dan contoh satuan pendampingan katekese umat model SCP. Bab V berisikan penutup yang mencakup dua bagian. Bagian pertama membahas kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan, tujuan penulisan skripsi serta didukung oleh data hasil penelitian. Bagian kedua berisikan saran yang ditujukan kepada pihak stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
BAB II
KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA
Pada bab II ini, penulis akan menguraikan mengenai katekese umat sebagai upaya meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab II ini adalah apa sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat. Bab II merupakan kajian pustaka. Penulis pada bab ini membagi menjadi tiga pokok bahasan, yakni pada pokok bahasan pertama menjelaskan tentang katekese umat. Pokok bahasan kedua menjelaskan tentang fungsi katekese umat, dan ketiga rangkuman peran katekese umat dalam hidup menggereja. Pokok bahasan pertama berisi penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan katekese umat, yakni sejarah katekese umat, arti, tujuan, proses, kekhasan, peserta, pendamping, dan Shared Christian Praxis (SCP) sebagai salah satu model katekese umat beserta pengertian dan langkah-langkahnya. Pokok bahasan kedua, penulis akan menjelaskan sumbangan katekese umat mencakup empat tugas Gereja,
yakni
mengembangkan
menghadirkan pewartaan
dan Kabar
membangun Gembira
persekutuan
(kerygma),
(koinonia),
menghidupkan
peribadatan yang menguduskan (leiturgia), serta memajukan karya cinta kasih atau pelayanan (diakonia). Dan ketiga menguraikan rangkuman peran ketekese umat dalam hidup menggereja umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
A. Katekese Umat 1.
Sejarah Katekese Umat Gagasan utama yang menyertai pemikiran tentang katekese yang
dibicarakan pada rapat MAWI 1976 adalah “Kayakinan, bahwa iman kita pada hakikatnya adalah jawaban manusia kepada tawaran serta tindakan penyelamatan Allah” (Setyakarjana, 1997: 1). Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam setiap keadaan hidup manusia selalu menerima tawaran penyelamatan dari Allah yang mengharapkan jawaban manusia. Keadaan hidup masyarakat, dalam setiap masa terus berganti, baik di masa silam, kini, dan akan datang. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas Gereja, umat beriman seluruhnya untuk terus-menerus memupuk dan membina iman saudara-saudaranya agar betul-betul merupakan jawaban terhadap tawaran dan tindakan penyelamatan Allah yang selalu bermakna dan memadai. Usaha pelayanan iman seperti itu dilaksanakan oleh Gereja melalui katekese sebagai karya pendidikan iman. Majelis Agung Waligereja Indonesia mengajak seluruh Umat Allah di Indonesia bersama-sama memikirkan mengenai katekese yang dipahami sebagai pendidikan iman Kristiani. Para bapak dan ibu, pemuda dan pemudi, para imam, para katekis, guru agama dan saudara-saudari Katolik semuanya, tidak ada yang dikecualikan, semua diajak untuk bertukar pikiran mengenai pendidikan iman Kristiani. Maka, pada tahun 1977 diselenggarakan oleh Komisi Kateketik MAWI pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia pertama (PKKI I), guna mencari dan membahas arah katekese yang cocok sesuai dengan konteks hidup Gereja di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh para utusan dari masing-masing keuskupan di Indonesia dan dilaksanakan di Sindanglaya. Lewat diskusi-diskusi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
yang hangat dari para peserta, akhirnya mulai muncul gagasan tentang suatu bentuk katekese yang melibatkan seluruh umat “katekese oleh umat, dari umat, dan untuk umat” (Lalu, 2007: 10). Dengan kata lain bentuk katekese yang melibatkan seluruh umat. Umatlah yang menjadi penggagas, pelaksana, dan sekaligus penikmat hasilnya. Hasil dari pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia pertama (PKKI I) ini, kemudian mulai digalakkan di masing-masing Keuskupan, namun belum sampai menemukan kejelasan arti katekese itu sendiri. Segala hal yang berkaitan dengan pendidikan iman semuanya disebut katekese umat. Oleh karena itu, pada tahun 1980 diadakan pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia kedua (PKKI II) di Klender demi memperjelas arti katekese umat itu sendiri. Dari hasil pertemuan PKKI II ini, disepakati rumusan katekese untuk Indonesia yakni “Katekese Umat” yang diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar menukar pengalaman iman antar anggota jemaat/kelompok. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan.
2.
Arti Katekese Umat Kesepakatan tentang arti katekese umat yang dijadikan arah katekese di
Indonesia ditegaskan dalam Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia II di Klender 29 Juni – 5 Juli 1980 (KomKat KWI, 1993: 9). Dalam pertemuan ini, katekese umat dimengerti sebagai: “Komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat atau kelompok. Melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masingmasing diteguhkan dan dihayati semakin sempurna”. Rumusan di atas menegaskan bahwa katekese umat merupakan komunikasi iman. Komunikasi iman ini bukan saja antara pembimbing dengan peserta, tetapi lebih-lebih komunikasi antar peserta itu sendiri. Yang dikomunikasikan dalam katekese umat adalah penghayatan iman, bukan pengetahuan akan rumusan iman yang sering kali tidak relevan dengan keadaan atau situasi umat pada saat itu. Arti katekese umat di atas juga menunjukkan bahwa yang berkatekese itu adalah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus saling percaya dan menghargai. Katekese umat merupakan komunikasi iman atau pengamalam hidup umat yang saling bersaksi satu sama lain akan iman mereka, dan di situ diharapkan peserta berdialog dalam suasana penuh keterbukaan, saling mendengarkan dan menghargai. Rumusan katekese umat dalam PKKI II tersebut, dikembangkan lagi oleh Afra Siauwarjaya melalui buku Membangun Gereja Indonesia II sebagai berikut: “Usaha umat secara terencana untuk saling menolong mengartikan hidup nyata dalam terang Yesus Kristus sebagaimana telah dihayati dalam Tradisi Gereja, agar kelompok makin mampu mengungkapkan dan mewujudkan imannya dalam hidup nyata” (Siauwarjaya, 1987: 38-39) Katekese umat itu sendiri adalah usaha umat. Dalam arti mengajak umat untuk saling tolong menolong, bersikap bebas, terbuka dan jujur menyadari kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka yang konkret. Iman personal yang dikembangkan dalam katekese umat adalah iman yang dihayati Gereja dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Tradisi. Maka dari itu, dalam usaha saling tolong menolong, secara bebas, terbuka dan jujur mengartikan hidup nyata, Kitab Suci perlu mendapat tempat yang sentral. Katekese umat juga mengajak peserta untuk saling tolong menolong menyadari kehadiran Allah maupun kehendak Allah dalam hidup konkret. Hidup konkret ini merupakan medan penghayatan iman kalau dimaknai dengan terang iman arahnya jelas yakni menuju pada perwujudan iman. Dengan demikian iman yang dihayati Gereja dalam Tradisi Gereja semakin bermakna dan berkembang baik secara pribadi maupun secara bersama dalam masyarakat (Siauwarjaya, 1987: 40) Pada dasarnya, di dalam katekese umat hidup konkret diartikan sebagai penghayatan relasi umat dengan Yesus Kristus. Relasi itu sekaligus menuntut keterlibatan umat dalam pelaksanaan pengutusan Allah dalam segala dimensi hidup manusia (Siauwarjaya, 1987: 42). Berangkat dari relasi itu, umat diajak untuk senantiasa memusatkan perhatian dan solider dengan kaum tertindas, miskin serta mampu menegakkan keadilan bagi mereka dengan perkataan dan tindakan. Melalui keterlibatan konkret itulah umat menjadi tanda keselamatan bagi semua orang.
3.
Tujuan Katekese Umat Katekese umat yang dipahami sebagai komunikasi iman atau tukar
pengalaman iman memiliki tujuan yang dirumuskan pada saat pelaksanaan PKKI II. Tujuan katekese umat (KomKat KWI, 1993: 10) tersebut adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalamanpengalaman kita sehari-hari; 2) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari; 3) Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita; 4) Pula kita semakin bersatu dengan Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta; 5) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat. Rumusan tujuan di atas merupakan rumusan yang memiliki sorotan pandangan tujuan katekese umat dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Jika dilihat dengan saksama maka akan nampak tiga bagian penting alur tujuan yang hendak dikembangkan. Pada bagian pertama dan poin satu sampai tiga lebih menyoroti iman peserta secara pribadi. Kemudian pada bagian kedua poin empat menyoroti perkembangan iman dalam komunitas. Dan bagian ketiga atau poin lima lebih menegaskan tujuan Gereja berpuncak pada hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, tujuan katekese umat bukan hanya bersifat personal tetapi juga bersifat eklesial yakni demi kepentingan bersama dan Gereja universal. Dan yang menjadi tugas orang Kristiani adalah mewujudnyatakan suatu tindakan konkret di tengah-tengah dunia yang didasari oleh sikap dan tindakan Yesus Kristus sebagai pusatnya. Tindakan umat diharapkan juga sampai pada suatu perubahan atau transformasi sosial sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh Yesus sebagai pusat iman umat benar-benar nyata di dunia. Ini adalah sebuah tugas dan tanggungjawab sebagai saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat yang serba kompleks. Dengan demikian umat diharapkan semakin sadar dalam menempatkan pengalaman religius ke dalam hidupnya sebagai bagian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
sejarah penyelamatannya. Selain itu, umat juga disadarkan untuk senantiasa terlibat dalam pembangunan Gereja. Betul melakukan tugas pewartaan mengenai Kristus yakni dengan melaksanakan tugas-tugas Gereja tetapi ingat bahwa Gereja sendiri bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan sebagai sarana bagi umat untuk memberi kesaksian tentang Kristus. Yang terpenting adalah tercapainya cita-cita surgawi di dunia yakni terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Tujuan katekese umat juga ditegaskan oleh Afra Siauwarjaya (1987: 42), sebagai usaha umat untuk saling menolong agar semakin mampu mengungkapkan dan melaksanakan imannya dalam hidup nyata. Penghayatan iman tidak hanya dinyatakan dalam ungkapan saja, tetapi lebih-lebih dilaksanakan dalam tindakan konkret. Iman yang sungguh-sungguh dihayati semakin membuat orang terdorong untuk ambil bagian dalam hidup menggereja juga sekaligus dalam setiap usaha mewujudkan keadilan, perdamaian, cinta kasih dan kerukunan. Iman betul-betul real jika iman tersebut dilaksanakan dalam hidup nyata dengan demikian cita-cita akan pembangunan hidup beriman jemaat berdasarkan nilai-nilai injili baik secara personal maupun bersama akan tercapai.
4.
Proses Katekese Umat Proses katekese umat mengikuti siklus pastoral yang ada pada umumnya
yakni lebih pada mengolah pengalaman umat yang diharapkan menjadi pengalaman iman yang luar biasa, yang dapat menguatkan dan meneguhkan satu sama lain. Pengalaman iman umat ini kemudian diwujudkan dalam hidup seharihari selanjutnya. Menurut Yosef Lalu ada tiga langkah besar dalam pelaksanaan katekese umat yakni: pemetaan masalah, merefleksikan dengan terang Injil; dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
terakhir mengusahakan aksi (Lalu, 2007: 98-100). Untuk lebih jelasnya ketiga langkah tersebut akan dibahas di bawah ini. a.
Langkah Pertama Langkah ini bertujuan mengamati dan menyadari fenomena yang telah terjadi dalam masyarakat atau pengalaman konkret umat. Pengalaman konkret ini hendaknya diamati, didalami dan dianalisis supaya sungguh-sungguh disadari secara utuh.
b.
Langkah Kedua Langkah ini bertujuan menyadari dan merefleksikan fenomena tersebut atau pengalaman konkret dan menganalisis dalam terang Injil.
c.
Langkah Ketiga Langkah ini bertujuan memikirkan dan merencanakan suatu aksi atau tindakan nyata untuk dilaksanakan setelah menganalisis melalui terang Injil. Ketiga langkah di atas tentunya menyangkut proses katekese umat itu
sendiri. Sifat dari proses itu adalah dinamis. Artinya proses tersebut berjalan dengan mantap, penuh semangat, mengalir dan tidak ada yang sia-sia tetapi penuh makna. Jadi, proses akan berkembang apabila tetap mengikuti langkah-langkah yang ada secara bertahap. Antara tahap pertama dan seterusnya akan saling berhubungan serta mempunyai relasi dengan tahap yang lain dan juga tidak dapat dipisahkan antara tahap yang satu dengan lainnya.
5.
Kekhasan Katekese Umat Telah diuraikan dengan jelas di atas bahwa katekese umat merupakan
komunikasi iman. Komunikasi iman adalah salah satu kekhasan katekese umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Ini merupakan usaha umat untuk saling mengarahkan, mengembangkan, dan menumbuhkan imannya. Komunikasi iman seperti apakah itu? Tentu komunikasi iman yang melibatkan peserta (umat). Melalui sharing pengalaman, peserta yang hadir saling berbagi dan melengkapi pengalaman iman mereka sehingga iman mereka semakin diteguhkan dan diperkaya. Mereka berkumpul bersama-sama untuk menggali dan menanggapi pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup inilah yang dihayati sebagai pengalaman iman akan Yesus Kristus. Katekese umat memiliki kekhasan tersendiri yakni komunikasi iman dari umat, oleh umat, dan untuk umat. Hasil PKKI II merumuskan bahwa “yang berkatekse adalah umat itu sendiri...” (KomKat KWI, 1993: 9), ini berarti bahwa yang menjadi kekhasan katekese umat maupun pesertanya adalah umat itu sendiri. Kedua hal tersebut sama-sama menempatkan umat sebagai subjek utama dalam katekese. Umat harus terlibat aktif dan memiliki inisiatif, sehingga proses katekese umat menjadi lebih hidup dan menarik. Tentunya, sebagai pelaku utama dalam katekese umat, umat ditantang mengolah dan menanggapi persoalan yang dihadapi. Melalui komunikasi, situasi yang dihadapi akan ditanggapi bersama dalam iman yang Kristosentris. Peserta katekese saling membantu manggali makna hidup dalam terang Kitab Suci dan diperkaya melalui sharing pengalaman. Dengan demikian setiap umat semakin dapat menemukan karya keselamatan Allah yang nampak dalam diri Yesus Kristus melalui pengalaman konkret mereka. PKKI II merumuskan “yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pula pola kehidupan kelompok; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
kelompok-kelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi” (KomKat KWI, 1993: 9). Rumusan di atas memperjelas siapa peserta katekese umat itu. Semua orang beriman sama artinya dengan seluruh Gereja, yang mana kita pun tahu bahwa katekese itu sendiri tidak ditujukan hanya kepada sebagian umat saja. Tetapi katekese ditujukan kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami imannya secara terus-menerus. Dan di dalam katekese umat, umat mengambil perannya masing-masing, baik sebagai peserta maupun pendamping yang bertugas mengarahkan jalannya proses katekese umat tersebut. Tentu peran pendamping katekese umat ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sebab tanpa pendamping proses katekese umat tidak akan berjalan dengan lancar. Selain itu, rumusan peserta katekese umat tidak selalu menuntut adanya pengelompokan tertentu, tetapi dalam setiap kesempatan umat berkumpul dalam lingkup apapun itu, di situ dapat dilakukan katekese umat. Jadi ditegaskan kembali bahwa peserta katekese umat adalah siapa saja tanpa terkecuali yakni seluruh umat yang telah memilih Kristus sebagai pola hidupnya dan ingin memperkembangkan imannya, mereka dapat mengambil bagian dalam katekese umat itu sendiri. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekarang (KomKat KWI, 1993: 9).
6.
Pendamping Katekese Umat PKKI II menyampaikan hal yang berhubungan dengan pendamping
katekese umat demikian: “yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
lebih memahami Kristus” (Lalu, 2007: 94). Dalam katekese umat, yang bertugas sebagai pendamping adalah umat itu sendiri yang dipilih sebagai pendamping, pemimpin, pengarah atau sering juga disebut sebagai fasilitator guna menciptakan pelayanan katekese umat yang komunikatif. Lokakarya “Pembinaan Pembina Katekese Umat” yang dilaksanakan di Wisma Kinasih, Caringin Jawa Barat, pada tanggal 16-21 Februari 1998 membahas tiga unsur pokok yang harus dimiliki seorang pendamping katekese umat, yaitu kepribadian dan spiritualitas pembina katekese umat, pengetahuan pembina katekese umat, dan keterampilan pembina katekese umat (Lalu, 2007: 148). Memang, unsur keterampilan menjadi penting tetapi alangkah baiknya pendamping ketekese umat memiliki keseluruhan hal-hal yang berkaitan dengan pasionnya sebagai seorang pendamping katekese umat. Tiga hal pokok yang ditekankan bagi seorang pendamping katekese umat adalah:
a.
Kepribadian dan Spiritualitas Pendamping Katekese Umat Kepribadian yang baik dari seorang pendamping katekese umat merupakan
cerminan bagi umat. Kepribadian merupakan modal dasar bagi pendamping katekese umat dalam menjalankan tugas perutusannya. Yosef Lalu dalam buku “Katekese Umat” mengatakan bahwa ada 5 hal yang berkaitan dengan kepribadian seorang pendamping katekese umat, yaitu: 1) Terhadap diri sendiri, seorang pendamping katekese umat hendaknya bersikap jujur, menerima diri seadanya, tidak angkuh, tetapi juga tidak rendah diri. Ia harus mampu menahan diri, misalnya tidak terlalu banyak berbicara supaya umat bisa lebih banyak berbicara. 2) Terhadap sesama, seorang pendamping katekese umat hendaknya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
terbuka, jujur dan rendah hati, memiliki kepekaan dan komitmen, suka membantu sesama, suka mendengar, penuh pengertian, ramah, komunikatif, dan tahu membawa diri. 3) Terhadap situasi, hendaknya kritis tidak terbawa arus, tetapi terbuka, mampu menyesuaikan diri, cekatan membaca tanda zaman, tahan bantingan pada situasi kritis dan sulit. 4) Terhadap tugas, hendaknya mencintai tugas dan merasa terpanggil untuk itu, senantiasa loyal (setia) dan terlibat pada tugas, dan berusaha untuk menjadi professional dalam menjalankan tugas. 5) Terhadap Tuhan, hendaknya percaya pada Tuhan dalam situasi apa saja, akrab dengan Kitab Suci dan kekayaan iman Gereja, senantiasa bersyukur kepada Tuhan dalam untung dan malang, senantiasa berharap pada Tuhan dan penuh semangat optimisme (Lalu, 2007: 149-150). Lokakarya “Pembinaan Pembina Katekese Umat” yang dilaksanakan di Caringin Jawa Barat, tanggal 16-21 Februari 1998, merumuskan spiritualitas pendamping katekese umat sebagai “Roh (semangat) membantu sesama peserta katekese umat melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama mampu mewujudkan Kerajaan Allah, karena kepedulian terhadap Allah dan terhadap sesama” (Lalu, 2007: 154). Semangat yang dimiliki oleh pendamping katekese umat harus senantiasa dikembangkan secara terus-menerus sehingga mempunyai kedekatan relasi dengan Allah yang nampak dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Melalui misteri Paskah yang setiap kali ia rayakan dalam kurban Ekaristi kudus, pendamping katekese umat dilahirkan kembali oleh Roh. Dengan dilahirkan kembali ia memperoleh semangat baru untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Maka spiritualitas seorang pendamping katekese umat senantiasa mengikuti jejak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
Kristus, yaitu keterlibatan pada dunia demi membangun Kerajaan Allah (Lalu, 2007: 154). “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;......” (Yoh 10:11-15). Ayat ini mengandung arti bahwa di dalam jiwa seorang pendamping katekese umat tertanam sikap melayani seperti yang diteladankan oleh Yesus sebagai Gembala yang baik terhadap dombadombanya, seperti mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran demi umat, meninggalkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan umat yang dilayani, dan dekat dengan yang dibimbing sampai-sampai tahu persis apa yang menjadi keluhannya. Dengan demikian sikap-sikap seperti inilah yang dapat membuat seorang pendamping katekese umat menjadi sahabat umat di dalam peziarahan hidup. “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya” (Yeh 34:16). Kutipan ayat ini memberikan gambaran seorang pendamping katekese umat sebagai pelayan yang betul-betul memiliki relasi mendalam.
b.
Pengetahuan Seorang Pendamping Katekese Umat Hal yang kedua berkaitan dengan pengetahuan seorang pendamping
katekese umat. Ini merupakan dasar yang memang harus dimiliki oleh seorang pendamping katekese umat. Bagaimana mungkin ia dapat mendampingi katekese umat sedangkan ia sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang menunjang pendampingan proses katekese umat dengan benar. Jadi setidak-tidaknya seorang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
pendamping katekese umat memiliki juga pengetahuan yang menyangkut isi, metode, peserta dan konteks peserta katekese umat (Lalu, 2007: 155). Artinya bahwa pendamping betul-betul menguasai segala segi yang berkaitan dengan katekese umat itu sendiri. Dari segi isinya ia dituntut memiliki pengetahuan berkaitan ajaran iman Katolik, misalnya pengetahuan akan isi katekese umat seperti Kitab Suci, Kristologi, Eklesiologi (Gereja), dan Ajaran Sosial Gereja. Namun tidak semua pokok menyangkut iman Katolik direfleksikan tetapi dapat dipilih salah satunya saja yang memang berkaitan dengan konteks hidup umat. Kemudian, dari segi pengetahuan yang menyangkut metode seperti kreatif dalam memilih metode yang bisa digunakan dalam berkatekese, mampu menganalisis situasi, mampu menafsirkan Kitab Suci, dan dapat menyusun rencana tindak lanjut. Dari segi pengetahuan menyangkut peserta katekese umat seperti mampu melihat apa yang menjadi kebutuhan umat sehingga dalam proses ketekese, umat menjadi tertarik mendalaminya. Kemudian, bagaimana daya nalar, perasaan dan intuisi umat ketika menghadapi suatu persoalan hidup, apakah mereka mampu atau tidak? Di sini pendamping harus tanggap sehingga dapat membantu dan mengarahkan umat sampai benar-benar paham akan persoalan yang dihadapi. Kemudian, pendamping juga perlu melihat bagaimana latar belakang kehidupan status sosial, ekonomi, dan budaya umat. Apabila beberapa hal menyangkut peserta ini benar-benar dimiliki oleh pendamping katekese umat maka jelas proses katekese umat akan menjadi sesuatu yang menarik bagi umat. Dan terakhir pengetahuan menyangkut konteks hidup yang bersifat nasional dan global yang memang membawa dampak negatif bagi perkembangan iman umat, seperti pengaruh globalisasi dalam wujud sikap materialisis, konsumerisis, individualisis, dan sebagainya (Lalu, 2007: 158). Pendamping katekese umat harus mampu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
memaknai konteks hidup umat dan yang terpenting senantiasa membangun relasi serta dekat dengan umat sehingga umat merasa tersapa dan menjadi teman seperjuangan dalam iman.
c.
Keterampilan Seorang Pendamping Katekese Umat Hal ketiga berkaitan dengan keterampilan pendampingan Katekese Umat:
1) Keterampilan Berkomunikasi Komunikasi yang terjadi dalam sebuah proses katekese umat adalah komunikasi antar pribadi dengan pengalaman tertentu pada situasi tertentu yang dilatarbelakangi kebudayaan tertentu. Maka yang perlu ditekankan antara lain: keterampilan berkomunikasi dan berelasi sehingga katekis mampu mengumpulkan, menyatukan dan mengarahkan kelompok sampai kepada suatu tindakan nyata, keterampilan mengungkapkan diri berbicara dan mendengarkan, kemampuan menciptakan suasana yang memudahkan peserta untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain (Lalu, 2007: 158-159). Keterampilan berkomunikasi tidak dapat dipandang sepele oleh pendamping. Keterampilan ini merupakan daya kekuatan untuk mengolah proses katekese umat sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar dan sampai pada tujuan yang hendak dicapai bersama. 2) Keterampilan Berefleksi Komunikasi yang terjadi dalam katekese umat adalah komunikasi iman yang adalah suatu kesaksian iman. Diartikan bahwa seorang pendamping katekese umat mampu merefleksikan pengalaman imannya yang berpusat pada Yesus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
Kristus
kemudian
mensharingkan
kepada
peserta
lainnya.
Seorang
pendamping yang terampil membaca dan merefleksikan serta memaknai pengalaman sehari-harinya menjadi pengalaman iman, tentu mampu menuntun peserta bagaimana berefleksi yang baik. Maka dari itu, pendamping katekese umat dilatih untuk terampil menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari, terampil menemukan nilainilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan Tradisi Kristiani lainnya, terampil memadukan nilai-nilai Kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159). 3) Keterampilan yang lebih spesifik berkaitan dengan langkah-langkah proses katekese umat. Misalnya sadar akan situasi dengan topik yang diangkat, menafsirkan kenyataan hidup umat menurut terang Kitab Suci, dan membulatkan tekat guna rencana aksi. 4) Kemampuan atau keterampilan mengekspresikan diri, bertutur kata dan bertindak, berbicara dan mendengarkan orang lain. 5) Kemampuan dan keterampilan dalam menciptakan suasana yang mendukung proses
katekese
sehingga
peserta
merasakan
kenyamanan
dalam
mengikutinya. Jika ketiga hal pokok di atas betul-betul telah dimiliki oleh seorang pendamping, niscaya setiap pelaksanaan katekese umat yang dilakukan akan menjadi hal yang membahagiakan bagi siapa saja yang ikut berproses di dalamnya dan bahkan manfaatnya pun dapat dialami bersama, baik yang dilayani maupun yang melayani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
7.
Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model Katekese Umat Model merupakan sebuah kontruksi teoritis dan skematis yang
menawarkan pokok-pokok pemikiran realitas. Model ini juga menawarkan suatu bentuk analisa untuk memahami realita yang menerangkan dan menelusuri suatu tindakan manusia. Katekese umat memiliki berbagai model dengan kekhasannya masingmasing. Model-model ini biasanya kita temukan dalam pendalaman iman yakni dalam buku panduan APP, Adven dan pada BKSN yang dibuat oleh keuskupan untuk dipakai sebagai bentuk pelaksanaan katekese umat. Oleh karena itu, bertolak dari mana awal model katekese umat pada umumnya terdapat satu model yang cocok dengan katekese umat, yakni model Shared Christian Praxis (SCP). Pada bagian awal telah dibahas bahwa katekese umat adalah komunikasi iman umat. Apa yang dikomunikasikan? Tentu yang dikomunikasikan adalah pengalaman hidup umat itu sendiri yang sudah direfleksikan dan dimaknai menjadi pengalaman iman. Berkaitan dengan pengalaman hidup maka sangat cocok digunakan model katekese umat Shared Christian Praxis (SCP), sebab model ini juga berpusat pada pengalaman hidup atau selalu bermula dari pengalaman menuju refleksi iman dan sampai pada pengalaman baru. Maka dari itu, di bawah ini akan dibahas secara lengkap apa itu Shared Christian Praxis (SCP), komponen, dan langkah-langkahnya.
a.
Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese Umat Katekese dengan model Shared Christian Praxis ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas H. Groome. Ia adalah seorang ahli katekese yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
berusaha mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif, yaitu suatu model yang
sungguh-sungguh
mempunyai
dasar
teologis
yang
kuat,
mampu
memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral yang aktual. Model ini ditawarkan untuk menjawab kebutuhan para katekis dalam membantu umat demi perkembangan iman mereka. Untuk memahami lebih dalam tentang katekese umat model SCP ini serta langkah-langkahnya, maka secara khusus akan diuraikan di bawah ini lima langkah yang saling beruntun (Heryatno WW, 1997: 5), sebagai berikut:
1) Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) Model SCP merupakan salah satu model katekese umat yang menekankan proses yang bersifat dialogis partisipatif. Tujuan dari proses ini adalah agar dapat mendorong peserta untuk mampu mengomunikasikan antara Tradisi dan visi hidup peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani. Dan pada akhirnya, peserta baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Model katekese ini dapat dikatakan sebagai model praksis, karena bermula, berproses dan berakhir dari praksis hidup peserta. Pengalaman hidup peserta tersebut, direfleksikan secara kritis sehingga peserta mampu menemukan maknanya, kemudian dikonfrontasikan dengan Tradisi atau visi Kristiani supaya muncul pemahaman sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada praksis baru. Orientasi model SCP ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab (Heryatno WW, 1997: 1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Model SCP ini memiliki tiga komponen yaitu praksis, Kristiani dan sharing. Untuk memahami lebih dalam model ini, maka akan dijelaskan masingmasing komponen itu sebagai berikut: a) Praksis Praksis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan. Sebagai tindakan, praksis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang mampunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis. Proses kesatuan antara praktek dan teori akan membentuk suatu kreatifitas, sedangkan refleksi dan kesadaran historis akan mengarah pada keterlibatan baru. Praksis mempunyai tiga unsur yaitu: aktifitas, refleksi dan kreatifitas. Ketiga unsur ini memiliki fungsi yakni mampu membangkitkan berkembangnya imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praksis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga unsur tersebut, sebagai berikut: Unsur pertama, aktifitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang merupakan medan untuk perwujudan diri sebagai manusia. Kedua, refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial terhadap kehidupan bersama serta terhadap “Tradisi” dan “visi” iman Kristiani sepanjang sejarah. Ketiga, kreatifitas merupakan perpaduan antara aktifitas dan refleksi yang menekankan transendensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Heryatno WW, 1997: 2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
b) Kristiani Maksud
dari
Kristiani
dalam
Shared
Christian
Praxis
adalah
mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan umat. Namun jangan lupa bahwa yang ditekankan di sini mengenai kekayaan iman Kristiani adalah pengalaman iman Tradisi Kristiani sepanjang sejarah dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan sungguh dihidupi. Sedangkan visi Kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung di dalam Tradisi, tanggung jawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Artinya bahwa Tradisi Kristiani mengungkapkan tanggapan manusia terhadap Allah yang terlaksana dalam hidup mereka sebagai realitas iman, Tradisi senantiasa mengundang keterlibatan praktis. Sedangkan visi Kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung dalam Tradisi, tanggung jawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia (Heryatno WW, 1997: 3).
c) Sharing Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan proses katekese yang menekankan unsur dialog-partisipatif peserta yang ditandai dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterbukaan, keterlibatan, dan solidaritas. Dalam sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
mendengarkan dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati juga (Heryatno WW, 1997: 4). Dalam sharing orang dapat berbagi rasa, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain. Tentu, ada dua hal penting di dalamnya yakni membicarakan dan mendengarkan. Membicarakan di sini lebih menekankan pada menyampaikan atau mengungkapkan pengalaman hidup yang didasari oleh sikap keterbukaan, kerendahan hati, kepercayaan satu dengan lainnya dalam mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan yang nyata dalam dirinya. Sedangkan mendengarkan berarti mendengarkan dengan hati tentang apa yang disharingkan oleh para peserta. Mendengarkan berarti juga melibatkan keseluruhan diri untuk menangkap pesan atau intisari dari apa yang disharingkan peserta sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang dikomunikasikan oleh orang lain (Sumarno Ds, 2014: 17).
2) Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) Menurut Thomas H. Groome, SCP merupakan suatu model berkomunikasi tentang makna pengalaman hidup antar peserta, yang mana dalam prosesnya terdapat lima langkah pokok. Namun sebelumnya didahului langkah awal atau pendahuluan sebagai berikut:
a) Langkah Awal: Pemusatan Aktivitas Tujuan dari langkah ini adalah mendorong peserta sebagai subyek utama menemukan topik pertemuan yang bertolak pada kehidupan konkret berkaitan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
dengan tema dasar pertemuan. Dengan demikian, tema dasar tersebut dapat mewakili pokok-pokok permasalahan dalam hidup, keprihatinan, serta kebutuhan peserta. Dalam memilih tema, perlu juga diperhatikan situasi konkret peserta, tujuannya, dinamika pendekatan yang bersifat dialogis, dan sumber-sumber iman Kristiani (Heryatno WW, 1997: 10). Tema dasar harus sungguh-sungguh menggerakkan peserta agar aktif terlibat dalam pertemuan, menekankan partisipasi dan dialog, dan tidak bertentangan dengan iman Kristiani. Maka seorang pendamping harus mampu membantu peserta merumuskan prioritas tema yang tepat dengan konteks hidup umat. Perlu juga diperhatikan bahwa pada tahap ini, pendamping dapat menggunakan sarana-sarana seperti simbol, foto, cerita, film, video, poster, cergam dan lain-lain yang dapat mendukung dalam pemilihan tema bersama. Maka dengan itu, seorang pendamping harus dapat memilih sarana yang tepat. Di samping itu pendamping harus dapat menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung supaya peserta dapat berpartisipasi aktif dan kreatif dalam suasana dialog dan kebersamaan (Heryatno WW, 1997: 10).
b) Langkah I: Pengungkapan Praksis Faktual Langkah pengalaman
ini
hidup
bertujuan faktual.
membantu Peserta
peserta
menyadari
agar
mengungkapkan
pengalaman
hidupnya,
membahasakan dan mengomunikasikannya pada peserta lain. Pengungkapan pengalaman hidup faktual ini bisa berupa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, ataupun gabungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
keduanya yang dia pandang cocok dengan tema yang sudah digali bersama (Heryatno WW, 1997: 11). Langkah ini diawali dengan tuntunan pertanyaan sesuai dengan tema. Perumusan pertanyaan pun harus jelas, terarah dan tidak terkesan menyinggung perasaan peserta lain, sesuai dengan situasi peserta dan bersifat terbuka dan obyektif. Setelah itu, peserta membagikan pengalamannya dan pada saat ini tidak boleh ada komentar atau tanggapan. Selain dari itu, peserta juga diberi kebebasan untuk mengungkapkan pengalamannya dengan gaya dan pilihannya. Mereka dapat mengemukakannya melalui puisi, nyanyian, tarian, gambar, lambang, atau simbol, dll (Heryatno WW, 1997: 12). Penekanan pada langkah ini adalah proses dan kehidupan konkret yang menjadi pokok penting dalam proses katekese. Oleh karena itu, pendamping perlu menyadari tujuan dan pokok pemikiran dasarnya. Pokok pemikiran dasar perlu diajukan secara jelas dan terbuka serta berhubungan dengan tema utama dan menggaris bawahi aspek-aspek pokok dari praksis keterlibatan faktual peserta. Pada langka ini, pendamping berperan sebagai fasilitator dengan tujuan menciptakan suasana hangat dan mendukung sehingga peserta dengan hati gembira mau membagikan pengalamannya tanpa merasa tertekan. Pendamping perlu bersikap ramah, bersahabat dan meyakinkan peserta bahwa komunikasi pengalaman mereka sangat penting untuk seluruh proses katekese (Heryatno WW, 1997: 13).
c) Langkah II: Refleksi Kritis pada Komunikasi Praksis Faktual Langkah ini bertujuan membantu peserta supaya berdasar pengalaman hidupnya sampai pada tingkat kesadaran terdalam guna mengolah dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
menemukan makna baru hingga ia terdorong melangkah pada praksis baru. Ada beberapa perspektif yang perlu diperhatikan dalam langkah ini yaitu refleksi kritis pada pengalaman peserta, interpretasi kritis dan kreatif pada komunikasi pengalaman faktual, serta komunikasi Tradisi dan visi oleh para peserta (Heryatno WW, 1997: 14). Refleksi kritis pada tahap ini dimaksudkan agar peserta berpikir secara sungguh-sungguh
akan
setiap
pengalamannya.
Kemudian
peserta
dapat
menemukan atau mengambil nilai-nilai apa yang mau dilaksanakan dan dengan demikian dapat mengarah pada perubahan sikap yang konkret. Pada hakekatnya ingin membantu peserta merefleksikan secara kritis praksis faktual apa yang mereka komunikasikan dengan memperdalam, mempertajam dan mengolah pengalaman mereka yang menekankan segi pemahaman, kenangan, dan imajinasi. Sedangkan interpretasi bertujuan memberi arti dan nilai pada praksis faktual, menanamkan unsur-unsur yang dapat memperteguh, serta yang harus ditolak dan dikembangkan lebih lanjut. Pada langkah ini, pendamping dituntut agar dapat menciptakan suasana pertemuan yang saling menghormati dan mendukung setiap gagasan dari peserta. Pendamping harus dapat mendorong peserta untuk mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta. Setiap peserta diajak untuk mengomunikasikan pengalamannya, namun jangan sampai menimbulkan kesan pemaksaan. Oleh karena itu, pendamping perlu menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat analitis dan tidak mengganggu harga diri peserta. Pendamping perlu juga menyadari keadaan peserta karena refleksi merupakan tahap yang sulit yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
membutuhkan kesabaran dan keterampilan untuk memperkembangkannya (Heryatno WW, 1997: 18).
d) Langkah III: Mengusahakan Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau Langkah ini menekankan agar Tradisi dan visi Kristiani menjadi lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berbeda. Tradisi Kristiani mengungkapkan iman jemaat Kristiani sepanjang sejarah pewahyuan Ilahi. Tradisi hadir dalam Kitab Suci, liturgi, adat-kebiasaan Jemaat Perdana, doa, credo, dogma, teologi, sakramen, bahasa religius, seni, dan kepemimpinan kehidupan jemaat. Visi Kristiani merupakan suatu konsekuensi dari janji dan tanggungjawab yang muncul pada Tradisi. Visi Kristiani mengungkapkan janji keselamatan dan kepenuhan yang mendorong peserta pada tanggungjawab mereka untuk menjadi partner Allah dalam mewujudkan kehendak-Nya yaitu menyelamatkan manusia (Heryatno WW, 1997: 20). Pada
langkah
ini,
pendamping
menginterpretasikan
dan
mengomunikasikan aspek Tradisi dan visi Kristiani kepada peserta. Dalam menginterpretasikan dan mengomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani, pendamping perlu memiliki latar belakang yang cukup dalam hal penafsiran, menghormati Tradisi dan visi Kristiani yang otentik dan normatif, kritis mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi dan visi Kristiani, menggunakan metode interpretasi yang sifatnya menegaskan, meneguhkan, mempertanyakan dan mengundang keterlibatan peserta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
Pada tahap ini, pendamping dapat berfungsi sebagai “guru” dan sekaligus sebagai “murid”. Sebagai guru pendamping bukanlah pengajar tetapi sebagai patner, yang bersama peserta berusaha menyadari kehendak Allah. Sedangkan sebagai murid, pendamping siap belajar dan maju untuk segala ilmu. Sementara dalam memberikan penafsiran, pendamping perlu mengikutsertakan kesaksian iman, harapan dan cinta pada nilai Tradisi dan visi Kristiani. Maka dari itu, sebelum melaksanakan proses katekese, pendamping sungguh-sungguh membuat persiapan yang matang demi suksesnya langkah ini.
e) Langkah IV: Hermeneutik yang dialektik antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan “Tradisi dan Visi” Peserta Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara Tradisi dan visi faktual peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani yang akan melahirkan kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat Kristiani. Jadi, dalam langkah ini mempunyai tujuan untuk mengajak peserta, berdasar nilai Tradisi dan visi Kristiani menemukan sikap dan nilai hidup yang hendak dikembangkan. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan visi Kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan visi Kristiani (Sumarno Ds, 2014: 21). Pada langkah ini, peserta saling dialog tentang hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok pada langkah ketiga. Peserta diberi kebebasan mempertimbangkan dan menilai mengenai nilai Tradisi dan visi Kristiani berdasar situasi konkret. Peserta dapat mengemukakan apa yang sungguh-sungguh mereka pikirkan serta mengungkapkan perasaan, sikap intuisi, persepsi, penegasan dan lain-lain (Heryatno WW, 1997: 32).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
Pada tahap ini juga, pendamping perlu menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta dengan meyakinkan mereka bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani. Oleh karena itu, pendamping hendaknya mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar menjadi pihak aktif. Selain itu, pendamping perlu menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan kata mati dan bukan merupakan kebenaran satu-satunya (Sumarno Ds, 2014: 22).
f)
Langkah V: Keterlibatan Baru demi Terwujudnya Kerajaan Allah Langkah ini bertujuan mendorong peserta sampai pada keterlibatan baru
dengan harapan juga peserta dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengalami pertobatan terus-menerus (metanoia). Maka dari itu, keputusan yang diambil dalam langkah ini haruslah praktis, mudah dilaksanakan dan menyemangati agar mereka setia melaksanakannya. Tentu keputusan yang dibuat peserta dapat beranekaragam bentuknya dan tingkatannya. Pada umumnya keputusan dapat dikategorikan dalam empat kelompok : (a). yang bersifat kognitif, afektif, dan praktikal; (b). level personal, interpersonal, dan sosial; (c). berkenaan dengan aktivitas pribadi dan kelompok; (d). menjadi operasional dalam kelompok sendiri atau di luar kelompok (Heryatno WW, 1997: 35). Pada langkah ini hendaknya pendamping sungguh-sungguh mengusahakan agar peserta dapat sampai pada keputusan hidup yang akan dilakukan baik pribadi maupun bersama. Pendamping tidak hanya merangkum hasil dari langkah ini tetapi dapat menambah juga dengan hasil rangkuman langkah keempat agar dapat memperkaya dan lebih membantu peserta mengambil keputusan. Pendamping
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
perlu juga memberi semangat kepada peserta, menaruh sikap optimis dan realistis terhadap masa depan peserta yang lebih baik dengan harapan bahwa Allah senantiasa menyertai hidup umatnya dalam keadaan apapun. Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih Shared Christian Praxis sebagai model katekese umat yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini. Sebab model ini sangat cocok digunakan berkaitan dengan kehidupan menggereja umat di stasi Mansalong, paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong, Kabupaten Nunukan.
B. Sumbangan Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja melalui Empat Tugas Gereja Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orangorang, yang dipanggil oleh Sabda Allah, supaya mereka membentuk suatu Umat Allah, dan dipelihara oleh Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus sendiri” (KGK, No. 777). Artinya bahwa Gereja adalah paguyuban atau himpunan Umat Allah yang mengimani pribadi Yesus Kristus dalam melanjutkan dan mewujudnyatakan keselamatan Allah di dunia ini. Dalam mengarungi peziarahan hidupnya, Gereja sebagai Umat Allah mengemban kewajiban untuk mengembangkan kehidupan beriman umat dan mengembangkan dunia terus-menerus agar menjadi lingkungan hidup yang layak serta selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kedua kewajiban ini merupakan tugas pastoral Gereja, yakni dalam usaha membimbing dan mengembangkan iman umat serta pelayanan untuk dunia demi meneruskan nilainilai Kerajaan Allah yang diperjuangkan Yesus, bertolak dari situasi konkret umat dan dunia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
Sebagai paguyuban orang-orang yang mengimani Kristus, Gereja merupakan persaudaraan yang dibangun berdasarkan Injil Yesus Kristus (Lalu, 2007: 77). Tentunya persaudaraan yang dimaksud bukan persaudaraan yang tertutup sebab Kristus bukan milik eksklusif Gereja. Yesus Kristus datang ke dunia dengan keprihatinan pokok mewartakan Kerajaan Allah kepada semua orang. Jikalau pewartaan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah tersebut diterima, maka akan dirayakan di dalam liturgi. Dan apabila liturgi itu dirayakan dengan baik, maka akan menggerakan paguyuban tersebut untuk terlibat dalam pelayanan, untuk masuk dalam gerakan Kerajaan Allah, Kerajaan damai dan keadilan, kebenaran dan kasih semakin dirasakan (Lalu, 2007: 77). Gereja sebagai Umat Allah dalam membimbing dan mengembangkan iman umat serta meneruskan nilai-nilai Kerajaan Allah menggunakan katekese umat. Sebab katekese umat adalah salah satu bentuk eksplisitasi dari Gereja Umat Allah (Lalu, 2007: 71). Eksistensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan secara lokal dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam karya pastoral melalui empat bidang pastoral. Keempat bidang pastoral itu tidak terpisah antara yang satu dengan yang lain. Namun demikian empat bidang itupun tidak bisa disamakan begitu saja, mengingat masing-masing mempunyai ruang lingkup serta kekhasan tersendiri. Maka, di bawah ini akan dijelaskan sumbangan katekese umat terhadap keempat bidang karya pastoral Gereja yaitu menghadirkan dan membangun persaudaraan (koinonia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma), menghidupkan peribadatan yang menguduskan (leiturgia), serta memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia) (Lalu, 2007: 77).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
1.
Membangun Persaudaraan (Koinonia) Gereja adalah persekutuan dan persaudaraan murid-murid Kristus
(Siauwarjaya, 1987: 25). Hidup persaudaraan berarti membina persekutuan hidup yang saling mengasihi, sehati-sejiwa atas dasar relasi dengan Yesus Kristus. Persaudaraan yang dicita-citakan adalah persaudaraan yang tertuju bagi keselamatan semua orang (Siauwarjaya, 1987: 25). Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, Putera-Nya, dalam kuasa Roh Kudus. Maka, berkaitan dengan ini katekese umat menjadi sarana untuk membentuk paguyuban yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus sesuai dengan tujuan KU nomor 4. Hal ini berhubungan dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan umat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu, melalui katekese diharapkan umat dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki dan umat dengan warga masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara teritorial (paroki, stasi/lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja dan masyarakat. Dalam komunitas Kristiani itu katekese umat ikut menciptakan dan membangun kebersamaan dan kerjasama yang baik antar umat untuk saling melayani. Di mana dalam kebersamaan umat bersama-sama juga mengusahakan perdamaian, cinta kasih, kerukunan dan kebenaran baik di dalam komunitas itu sendiri maupun dengan komunitas lain, lebih-lebih dalam masyarakat luas. Gereja dalam menghayati dan mewujudkan hidup persaudaraan di tengah masyarakat, pada dasarnya merupakan jawaban kerinduan manusia akan persaudaraan, perdamaian, persatuan, dan komunikasi di antara umat manusia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
secara sehat dan mendalam. Oleh sebab itu, Gereja tak henti-hentinya berusaha untuk memberikan kesaksian akan adanya suatu kemungkinan kehidupan yang didasari persaudaraan dan persatuan dalam persekutuan dengan Allah.
2.
Mengembangkan Pewartaan Kabar Gembira (Kerygma) Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang sukacita Injil “mengajak dan
mendorong umat Kristiani untuk mengawali bab baru evangelisasi yang ditandai oleh sukacita.....” (EG, a. 1). Artinya bahwa pewartaan bukan menjadi hal yang sekedar memberitakan Injil tetapi lebih dari pada itu. Pewartaan harus benar-benar dilihat secara baru agar Kabar Gembira dapat memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Setiap orang dapat merasakan kasih Yesus yang sungguh tak terkira, kasih yang tak ada batasnya bagi umat manusia. Dalam arti luas pewartaan menyangkut seluruh hidup Gereja. Gereja seluruhnya merupakan pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda, dan Wahyu Allah (KWI, 1996: 383). Hal ini menegaskan bahwa sudah menjadi tugas Gereja untuk membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Gereja melaksanakan
pewartaan
(pelayanan
Sabda)
yang
menggembirakan,
membebaskan, menerangi, dan menafsirkan hidup manusia sehingga bermakna di hadapan Allah tentu melalui katekese. Sebab katekese berhubungan erat dengan pewartaan. Keduanya saling berintegrasi dan saling melengkapi. Gereja dipanggil untuk menjadi saksi dan pembawa harapan dengan mewartakan Yesus Kristus yang memulai serta menjamin terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
Karya pewartaan Injil yang merupakan tugas perutusan dasar Gereja ini terus berlangsung tak henti-hentinya sejak Gereja Perdana hingga akhir jaman nanti. Perhatian pokok dalam pewartaan Gereja adalah demi iman umat dan demi hubungan dengan Kristus yang semakin mendalam. Hal ini merupakan perhatian pokok pewartaan yang mana selalu tertuju pada penghayatan dan perwujudan iman umat dalam hidup sehari-hari (Siauwarjaya, 1987: 26). Untuk itu katekese umat
menyumbangkan
perannya
dengan
proses
saling
meneguhkan,
mengarahkan, dan mengoreksi kondisi iman aktual umat. Melalui katekese, pewartaan Kabar Gembira benar-benar menjadi kegembiraan yang menguatkan bagi iman umat dan menjadi miliknya sehingga semakin mampu membagikan kegembiraan tersebut kepada semua orang yang mereka jumpai. Dalam katekese umat selalu diusahakan terjadinya komunikasi iman. Lewat komunikasi iman itu dicapailah pengertian dan penghayatan iman yang lebih mendalam. Dengan demikian umat semakin akrab dengan Sabda Allah dan berani menafsirkan Sabda Allah dalam hidup konkretnya. Komunikasi iman yang terjadi selalu dalam keterarahan pada pertobatan (metanoia) secara terus-menerus, sehingga diharapkan umat mencapai kehidupan Kristiani yang penuh. Melalui katekese umat, Kabar Gembira diwartakan secara baru dan diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk semakin mendalami kebenaran Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat injili yang menggembirakan bagi siapa saja, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Artinya pewartaan Kabar Gembira yang menggambarkan bahwa Yesus Kristus begitu mencintai kita; Ia menyerahkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
hidup-Nya untuk menyelamatkan kita dan sekarang Ia tinggal dalam diri kita untuk menerangi, mendampingi, menguatkan, dan membebaskan.
3.
Menghidupkan Peribadatan yang Menguduskan (Leiturgia) Dalam kehidupan menggereja, liturgi merupakan perayaan iman akan
Yesus Kristus. Dalam liturgi umat mengungkapkan imannya akan kasih Allah (Siauwarjaya, 1987: 26). Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui, dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam kesatuan Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang, dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu, seperti memimpin ibadat sabda/doa bersama, membagi komuni; menjadi lektor, pemazmur, organis, misdinar, paduan suara, penghias Altar, dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi, dan sikap badan. Pernyataan identitas maupun partisipasi aktif umat yang telah diungkapkan di atas mendapat wujudnya tentu didasari oleh katekese itu sendiri. Sebab “Katekese mempunyai hubungan batin dengan seluruh kegiatan liturgis dan sakramental.....” (CT, a. 23). Artinya ada kedekatan relasi antara katekese dan liturgi maupun sakramen. Katekese akan bersifat konseptual belaka jikalau tidak dihidupkan dengan praksis sakramental. Begitu juga kehidupan sakramental akan menjadi hampa dan sekedar ritual, apabila tidak didasari oleh pemaknaan yang sungguh mengenai sakramen-sakramen melalui katekese. Maka katekese
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
diharapkan mampu membantu umat untuk semakin memaknai dan menghayati liturgi dan sakramen-sakramen dalam hidup konkret mereka. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Gereja dibentuk “karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi” (LG, a. 8 dan KWI, 1996: 392). Artinya bahwa kesatuan Gereja bukan hanya karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara para anggota Gereja. Komunikasi ini terjadi terutama dalam perayaan iman dalam liturgi. Maka penampilan Gereja yang istimewa terdapat dalam keikutsertaan penuh dan aktif seluruh Umat Allah dalam liturgi. Ada kesamaan cara komunikasi seperti yang telah diungkapkan di atas dengan cara komunikasi yang terjadi dalam katekese umat. Dalam katekese umat, umat saling mengomunikasikan iman dalam segala pengalaman hidup dan komunikasi tersebut mengantarkan umat menuju pada sebuah komunikasi iman yang lebih luas yakni dalam memaknai liturgi sebagai “sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani” (LG, a. 11), sehingga liturgi sungguh menjadi bagian dari pengungkapan iman dan sekaligus mengembangkan iman (Siauwarjaya, 1987: 26).
4.
Memajukan Karya Cinta Kasih/Pelayanan (Diakonia) Katekese sebagai pendidikan iman mempunyai tugas membangkitkan dan membina pengungkapan dan perwujudan iman umat dalam pelbagai macam bentuknya: pendidikan dalam kehidupan doa dan sakramen, pendidikan dalam kehidupan moral, pendidikan dalam gerakan ekumenis, pendidikan dalam kepedulian akan masyarakat terutama dalam memperjuangkan perdamaian, keadilan, kebenaran dan lingkungan hidup (Adisusanto, 2000: 12). Hal ini berarti bahwa dalam kaitannya dengan tugas pelayanan Gereja
katekese umat mempunyai tugas untuk membangkitkan, mendorong serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
membina perwujudan iman umat dalam berbagai macam bentuk. Misalnya ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang kecil, miskin, telantar, tersingkir, difabel, memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian, lingkungan hidup, terlibat dalam kegiatan sosial serta politik dan sebagainya. Melalui katekese umat, umat semakin menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka terhadap kesejahteraan sesamanya dalam segi-segi kehidupan masyarakat seperti; pendidikan, sosial, politik, ekonomi, kesehatan, kebudayaan dan sebagainya. Sebab katekese umat selalu mengangkat masalah-masalah aktual untuk direfleksikan dalam terang Injil lalu bermuara pada tindakan nyata untuk hidup bermasyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh umat manusia seperti yang diteladankankan oleh Jemaat Perdana (Kis 4:32-35). Dengan demikian katekese umat semakin berdaya transformatif, dan Kerajaan Allah semakin dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia. Tugas pelayanan Gereja merupakan sebuah relasi antara Gereja dengan Kristus sebab tindakan Yesus adalah bagian integral dari pengutusan-Nya. Demikian juga Gereja dipanggil Kristus dan diutus oleh Allah melaksanakan kehendak Allah bukan hanya dengan pemberitaan melulu tetapi juga melalui keterlibatan konkret dalam hidup nyata (Siauwarjaya, 1987: 27). Iman yang dimiliki umat akan menjadi iman yang mati apabila tanpa perwujudan konkret dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Diakonia merupakan suatu bentuk pelayanan Gereja untuk mewujudkan iman dalam masyarakat. Gereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
dipanggil menjadi pelopor pelayanan, hadir pada orang lain sebagai sesamanya. Itulah hidup Kristus, itulah panggilan Gereja (KWI, 2006: 450).
C. Rangkuman Peran Katekese Umat dalam Hidup Menggereja Katekese umat merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk membantu mengembangkan iman umat, khususnya dalam perwujudan iman yang konkret yakni dengan terlibat dalam hidup menggereja, baik di basis, stasi, maupun paroki. Katekese umat juga dapat membantu umat supaya semakin kritis merefleksikan setiap pengalaman hidupnya berdasarkan Kitab Suci. Pengalaman hidup yang direfleksikan adalah pengalaman hidup menggereja itu sendiri. Dengan demikian, pengalaman tersebut dapat menggerekkan umat pada sebuah aksi baru yang nyata. Melalui katekese umat, umat semakin menyadari bahwa mereka adalah subjek utama katekese itu sendiri. Segala proses dalam katekese umat selalu berasal dari umat, oleh umat dan hasilnya pun untuk umat. Maka perlulah keterlibatan nyata dari umat dalam setiap aspek hidup menggereja, yang meliputi koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Pada prinsipnya katekese umat semakin membantu umat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selain itu, bukan hanya umat saja yang dapat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru sebagai wujud atau hasil dari katekese umat tetapi katekese umat pun harus menemukan bentuknya yang lebih kontekstual sesuai dengan corak kehidupan umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
BAB III GAMBARAN KETERLIBATAN UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN DALAM HIDUP MENGGEREJA
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran umum situasi stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Situasi yang penulis paparkan adalah hasil dari pengamatan penulis sendiri serta wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan Bapak Meleanus sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki melalui email pada tanggal 10 Juni 2015. Juga wawancara dengan mantan Romo paroki Maria Bunda Karmel Mansalong P. Yulius Dainang, Pr pada tanggal 16 Juni 2015. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab III ini adalah sejauh mana umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan terlibat dalam hidup menggereja. Pada bab III ini, penulis membagi menjadi dua pokok bahasan. Pokok bahasan pertama memaparkan situasi umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan kedua membahas penelitian mengenai keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan Pokok bahasan pertama berisi gambaran umum situasi geografis, sejarah, situasi umat, karya-karya pastoral, visi, misi, dan strategi stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan kedua mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan kesimpulan penelitian.
A. Gambaran Situasi Umum Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan 1.
Situasi Geografis Stasi Mansalong Stasi Mansalong terletak di wilayah Kecamatan Lumbis, Kabupaten
Nunukan. Stasi Mansalong juga merupakan pusat paroki Maria Bunda Karmel Mansalong. Letak stasi Mansalong dipisahkan menjadi dua bagian oleh sungai Sembakung yang hulunya ada di Malaysia dan bermuara di hilir Kecamatan Sembakung. Stasi Mansalong juga sebagai ibu kota Kecamatan Lumbis dengan batas-batas geografisnya: a.
Barat
: Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik masyarakat.
b.
Utara
: Desa Intin/Stasi Intin.
c.
Timur
: Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik masyarakat.
d.
Selatan
: Desa Kalampising.
2.
Sejarah Singkat Stasi Mansalong Penulisan sejarah singkat perkembangan stasi Mansalong ini mengacu
pada buku Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor karya Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Tanjung Selor. Pada tahun 1977, tujuh orang Misionaris OMI mulai berkarya di Keuskupan Samarinda wilayah Utara, yakni paroki Tarakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
dengan Pastor kepala P. Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI. Pemekaran parokipun dimulai. Ada 4 paroki, yaitu Sungai Kayan, Malinau, Berau, dan Tarakan sendiri. Setelah pemekaran paroki Malinau, P. Antonio Bocchi, OMI (Alm) dan P. Mario Bartoli, OMI (Alm) berusaha untuk mengembangkan misi ke Sei Sembakung. Pada tanggal 18 Juni 1979 umat Binter menyatakan diri untuk menjadi Katolik. Maka Bapak Niko Boro sebagai katekis diutus ke Binter untuk mengadakan pendampingan dan pembekalan bagi umat. Namun dalam perkembangannya P. Antonio Bocchi, OMI (Alm) dan para simpatisan Katolik di Binter mendapat tekanan dari Pemerintah Kecamatan dan Danramil maka Pastor Antonio Bocchi, OMI (Alm) memilih mundur dari pelayanan pastoral hingga awal tahun 1986 (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 192). Akhir tahun 1986 pelayanan pastoral dimulai lagi di wilayah LumbisSembakung. Ada satu Desa yang menyatakan diri masuk menjadi Katolik, yaitu Desa Liang (Beringin) yang diketuai oleh Bapak Luda, Ladika dan Balabatu. Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI dari Malinau dan katekis Niko Boro, I Made Kerta, dan Aleks Kawang melayani umat di Desa Beringin (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 193). Pada akhir tahun 1987, Desa Tujung dengan ketua Bapak Kapulin menyatakan diri masuk menjadi Katolik. Mereka menghadap Pastor Carlo Bertolini Yalai, OMI di Tarakan. Mulai tanggal 2 Februari 1987 umat Tujung dilayani dari paroki Malinau. Awal tahun 1988, Tanjung Matol yang diketuai oleh Bapak Gabriel (Alm) menghadap Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI untuk menyatakan diri masuk Katolik. Pada waktu itu, katekis hanya satu orang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
yaitu Bapak Hendrik. Pada bulan September 1988, katekis bertambah satu di Malinau, yaitu Bapak Meleanus. Kemudian Bapak Meleanus diperbantukan di Lumbis- Sembakung dan melayani Beringin, Tanjung Matol, Tujung, dan Patal. Pada tahun 1989, masyarakat Suyadon menyatakan diri menjadi Katolik dengan perantaraan Bapak Bakumpul. Kemudian disusul dua Desa dari Sukamaju yang dipelopori oleh Bapak Bulinti dan Jawangin (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 194). Pada tahun 1989 wilayah Sembakung-Lumbis mulai bertambah jumlah umat Katoliknya. Melihat keadaan bahwa wilayah pastoral semakin meluas maka pada tanggal 24 September 1989 sesuai dengan SK dari Uskup Keuskupan Samarinda tentang pembentukan paroki Maria Bunda Karmel Mansalong, Mansalong ditetapkan sebagai stasi dan juga sekaligus menjadi pusat paroki dengan alasan pertama stasi Mansalong menjadi ibu kota Kecamatan Lumbis sehingga mempermudah urusan antara Gereja dan Pemerintah Kecamatan. Kedua, pada waktu itu Mansalong dapat dijangkau dengan mudah dari paroki Malinau, melalui kendaraan darat dan sebagai pertengahan antara stasi-stasi di wilayah hilir dan hulu sungai Sembakung. Pada awalnya stasi Mansalong hanya terdiri dari 3 kepala keluarga Katolik yang dengan Pastor Pancrazio di Grazia, OMI sebagi Pastor paroki dan katekis Bapak Meleanus dan Bapak Viktor. Perkembangan umat sangat maju, khususnya segi jumlah yang semakin banyak. Maka persiapan katekumen serta Ajaran-ajaran Gereja menjadi fokus utama pastoral. Proses perkembangan Gereja Mansalong terus berlangsung. Pada tahun 1993-2001 tenaga pastoral bertambah banyak, yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
P. Nikolaus Ola Paokuma, OMI, P. Tarsisius Eko Saktio, OMI, dan P. Simon Heru Supriyanto, OMI. Tenaga katekis juga bertambah, yaitu Bapak Nikodemus Pehan, Bapak Risaldi, Ibu Maria, dan Bapak Marson. Kegiatan-kegiatan pastoral sudah mulai terprogram dengan baik (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 194). Pada tanggal 29 September 2011, stasi Mansalong mendapat bantuan tenaga pastoral suster dari Kongregasi SSpS Provinsi Kalimantan. Mereka membuka komunitas baru di Mansalong, yaitu Komunitas Santo Mikael. Secara khusus membantu di bidang pastoral, kesehatan, dan asrama putra-putri “Ago Onsoi”. Ada 3 suster yang ditugaskan di komunitas Santo Mikael Mansalong, yaitu Sr. Yustina Daiman Djemumut, SSpS, Sr. Ermilinda Agata Too, SSpS, dan Sr. Maria Fetilandia Dangur, SSpS. Tahun ke tahun jumlah umat di stasi Mansalong terus bertambah dan menyebar ke berbagai desa yang ada di Kecamatan Lumbis. Pertambahan jumlah umat itu karena baptisan baru dan jumlah umat pendatang dari luar Mansalong. Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja yang bekerja di perusahaanperusahaan kayu dan sawit di sekitar wilayah Mansalong Kecamatan Lumbis. Sejak stasi Mansalong dibentuk hingga sekarang posisi sebagai ketua stasi belum tergantikan. Masih dengan Bapak Meleanus, S.Ag sebagai ketua stasi, Bapak Yohanes Pera, S.S. sebagai bendahara, Sr. Albina. S, SSpS sebagai seksi liturgi, Sr. Aplonia. S, SSpS sebagai seksi pewarta, dan Saudari Maya Hestiyanti sebagai seksi kepemudaan. Dan sampai sekarang jarak tempat tinggal umat maupun pelayanan semakin berkembang maka pada tahun 2012 dibentuk 3 basis yaitu (a) basis Santo Yosef yang berada di bagian hilir stasi, (b) basis Santa Maria yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
berada di bagian tengah stasi, dan (c) basis Santo Yohanes yang berada di bagian hulu dan seberang Desa Mansalong. 25 tahun sudah perjalanan stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel. Ada banyak perkembangan yang membawa harapan kepada Gereja yang lebih hidup dan ada juga tantangan yang mendampinginya, yaitu budaya lokal yang sering tidak sesuai dengan arah Gereja. Tantangan ini dimaknai sebagai proses yang semakin menumbuhkembangkan Gereja Mansalong demi terwujudnya Kerajaan keselamatan-Nya.
3.
Situasi Umat Stasi Mansalong Jumlah penduduk stasi Mansalong berdasarkan data yang diperoleh
melalui wawancara dengan ketua stasi tahun 2015 berjumlah ± 200 jiwa dengan 40 kepala keluarga. Usia dewasa 132 jiwa dan anak-anak berjumlah 68 jiwa yang tersebar di tiga basis yakni Santa Maria, Santo Yosef, dan Santo Yohanes. Mayoritas umat stasi Mansalong adalah suku Dayak Agabag, Tahol, dan sisanya adalah pendatang dari luar Kalimantan seperti Flores, Toraja, dan Jawa.
a.
Mata Pencaharian Umat Mata pencarian umat stasi Mansalong bervariasi mulai dari guru, pegawai,
pengusaha, pedagang toko, TNI, buruh, dan petani. Mayoritas mata pencarian umat Mansalong adalah petani, pengusaha, dan pegawai. Yang bekerja sebagai pegawai adalah umat yang tinggal di dekat pusat Kecamatan sedangkan yang bekerja sebagai pedagang dan petani adalah umat yang tinggal di sekitar pinggiran sungai Sembakung dan wilayah pasar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
b.
Segi-segi Kehidupan Umat
1) Segi Ekonomi Kehidupan ekonomi umat stasi Mansalong sebagian besar termasuk golongan menengah dan bawah. Hal ini terlihat dari pemukiman penduduk dengan rumah panggung dari kayu dengan kualitas bagus dan tidak bagus. Yang termasuk golongan menengah adalah pegawai, guru, pedagang, pengusaha, dan TNI. Sedangkan untuk golongan bawah adalah buruh dan petani. Golongan menengah ke bawah sangat membutuhkan perhatian dari paroki. Perbedaan sosial kehidupan dalam bidang sosial ekonomi itu bukan menjadi penghalang dalam kebersamaan untuk membangun Gereja. Ada sedikit hambatan dengan adanya cara hidup umat di daerah pinggiran stasi khususnya umat yang tinggal di pinggir sungai Sembakung. Pada umumnya mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sementara sisa waktu yang ada biasanya digunakan untuk berkumpul dengan keluarga. 2) Segi Pendidikan Tingkat sosial ekonomi umat mempunyai pengaruh pada tingkat pendidikan. Ada yang mendapat pendidikan tinggi, adapula yang hanya sampai pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA saja. Pengaruh itu disebabkan karena perbedaan pendapatan ekonomi rumah tangga. Yang memiliki pendapatan lebih tinggi dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Sementara rumah tangga yang berpenghasilan rendah merasa berat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut hasil wawancara dengan ketua stasi Mansalong umat stasi Mansalong 70% sampai 80% tamatan SD dan SMP sisanya tamatan perguruan tinggi. Dengan demikian tingkat pendidikan di stasi Mansalong masih tergolong rendah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
Dalam menanggapi kesulitan itu, dari pihak Pemerintah Daerah berusaha untuk mengadakan Universitas Terbuka. Begitu juga pihak Gereja Mansalong mempunyai perhatian yang sama. Salah satunya dengan memberikan beasiswa bagi yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu pihak Gereja juga menyediakan asrama yang menampung siswasiswi SLTP atau SLTA yang berasal dari kampung pedalaman. Selain menjadi tempat tinggal selama menjalani pendidikan, di asrama mereka juga didampingi sehingga ketika pulang kampung bisa menjadi aktivis di lingkungan atau stasi mereka (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 27). 3) Segi Kebudayaan Seperti kita ketahui, suku Dayak merupakan suku terbesar yang menjadi nenek moyang orang Kalimantan (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, Tahun : 21). Umumnya penduduk stasi Mansalong adalah masyarakat yang berada di hulu dan berpindah ke Mansalong untuk menetap di Mansalong dengan suku asli Dayak Agabag dan Tahol. Hanya sebagian kecil saja merupakan perantau dari luar Kalimantan maka budaya yang masih kuat di sini adalah budaya Dayak Agabag dan Tahol. Namun dalam keadaan seperti ini kerukunan umat sangat baik. Baik penduduk asli maupun pendatang dapat hidup berbaur satu dengan lainnya. Budaya gotong royong pun sangat terjaga dengan baik. Dialek bahasa yang digunakan sehari-hari merupakan campuran dari Indonesia dan Melayu serta bahasa “Murut” (bahasa daerah Dayak Agabag).
4.
Karya-karya Pastoral Stasi Mansalong Karya-karya pastoral Gereja yang diselenggarakan stasi sangat beragam.
Pada umumnya karya pastoral itu diselenggarakan dalam rangka mengembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
keempat fungsi Gereja. Keempat fungsi Gereja yang dimaksud adalah bidang persekutuan (koinonia), bidang pewartaan (kerygma), bidang perayaan (leiturgia), dan bidang pelayanan (diakonia). Karya-karya pastoral yang akan penulis paparkan di sini merupakan karya-karya yang termuat dalam struktur kepengurusan stasi Mansalong.
a.
Bidang Persekutuan (Koinonia) Bagi umat Kristiani, koinonia merupakan fungsi dasariah yang amat
penting. Koinonia merupakan pangkal dan tujuan Gereja karena umat Kristiani merupakan persekutuan orang-orang yang percaya akan Allah dalam diri Kristus. Sebagai pangkal dan tujuan Gereja koinonia bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga bagi dunia demi kepentingan semua orang. Keterlibatan umat dalam usaha mewujudkan diri sebagai persekutuan para murid di tengah masyarakat menjadi tugas semua orang beriman. Segi koinonia pertama-tama lahir dalam keluarga-keluarga Katolik khususnya di stasi Mansalong sebagai persekutuan terkecil. Mereka menghayati keluarga sebagai Gereja mini seperti kata Santo Yohanes Christotomus sebagai Gereja rumah tangga adalah tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya Kerajaan Allah. Sebagai Gereja mini, keluarga juga menghayati 4 fungsi Gereja yang senantiasa memberikan bekal iman yang mendalam bagi setiap anggotanya, seperti membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam keluarga, memberikan pendidikan iman yang baik kepada anak-anak, mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah, dan berperan serta dalam kehidupan dan misi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Gereja universal. Berangkat dari keluarga, kini seksi komunitas basis stasi Mansalong terus mengembangkan ke persekutuan yang lebih besar yang secara khusus mengupayakan persekutuan dalam Gereja dan masyarakat, seperti OMK, ibu-ibu WKRI, SEKAMI, dan KBG. Dan diharapkan akan terus berkembang hingga tercapainya visi Gereja universal.
b.
Bidang Pewartaan (Kerygma) Tugas mewartakan Kabar Gembira merupakan tugas seluruh umat
Kristiani. Panggilan tersebut diemban sejak penerimaan sakramen baptis. Pewartaan di sini bukan dimengerti sebagai bentuk kegiatan mempertobatkan orang lain menjadi Katolik tetapi pewartaan sebagai usaha yang terus menerus memperbaharui dan memperdalam hubungan umat beriman akan Kristus. Jadi maksud pewartaan di sini lebih pada memperdalam penghayatan iman umat akan Kristus. Adapun bentuk kegiatan pewartaan di stasi Mansalong antara lain: pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah, pendampingan calon baptis, pendampingan calon komuni pertama, pendampingan pasangan yang mau menikah maupun pemberesan perkawinan. Pemberesan perkawinan maksudnya ada orang yang sudah lama menikah secara adat maka harus dibereskan dengan pendampingan sampai kepada pengukuhan perkawinan mereka dalam sakramen pernikahan dan lain-lain.
c.
Bidang Liturgi/Perayaan (Leiturgia) Fungsi Gereja dalam bidang liturgi adalah merayakan karya penyelamatan
Allah terhadap manusia yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Dalam liturgi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
umat mengungkapkan imannya akan karya Allah sekaligus bersyukur atas segala rahmat yang diterimanya. Bagi umat Kristiani liturgi mempunyai tujuan untuk mengungkapkan dan memperkembangkan iman akan Yesus Kristus. Adapun bentuk kegiatan antara lain: setiap hari minggu ada ibadat atau misa kalau ada pastor, doa Rosario di basis-basis selama bulan Mei dan Oktober, pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah, doa di rumah-rumah apabila diminta seperti syukuran rumah, kesembuhan dari penyakit, keberhasilan dalam belajar, keberhasilan dalam usaha dan ulang tahun anggota keluarga.
d.
Bidang Pelayanan (Diakonia) Gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman yang percaya akan
Kristus dituntut untuk mengikuti sikap dan semangat hidup Kristus. Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dengan demikian, umat Kristiani dituntut juga untuk melaksanakan tugas pelayanan Kristus. Pelayanan di sini bukan sebatas pelayanan dalam lingkup intern Gereja saja tetapi juga untuk umum. Umat stasi Mansalong sungguh-sungguh mengambil peran dalam hal pelayanan baik dalam Gereja maupun di luar Gereja. Bentuk kegiatan yang mengarah pada Gereja seperti dana solidaritas seribu rupiah per kepala keluarga tiap bulan, aksi puasa paskah (APP), aksi Natal, lima puluh persen kolekte untuk operasional pastor paroki dan lain-lain. Bahkan ada umat dari stasi Mansalong yang tiap minggu mendapat tugas membantu memimpin ibadat minggu di stasistasi pedalaman yang belum memiliki tenaga atau pemimpin ibadat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
Kemudian kegiatan pelayanan di luar Gereja yang telah berjalan beberapa tahun terakhir, seperti bekerjasama dengan para suster SSpS khususnya dalam pelayanan kesehatan dengan membuka Balai Pengobatan bagi masyarakat setempat dan bahkan masyarakat dari pedalaman dengan biaya yang sedikit murah dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum. Bahkan sesekali mereka mengadakan pengobatan gratis di daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan dari Pemerintah. Selain itu, umat stasi Mansalong bekerjasama dengan pihak paroki dan para suster SSpS menyediakan sebuah asrama yang digunakan untuk menampung siswa-siswi dari pedalaman yang ingin melanjutkan sekolah di Kecamatan. Anak-anak asrama pun bukan hanya yang beragama Katolik saja tetapi ada juga dari Kristen Protestan. Asrama sungguh membantu masyarakat pedalaman dalam mengenyam pendidikan yang layak. Sebab di asrama anak-anak juga mendapat pelajaran tambahan dari pembimbing asrama.
5.
Visi, Misi dan Strategi Stasi Mansalong
a.
Visi Rumusan visi dan misi yang akan penulis uraikan di bawah ini belum ada
sumber buku sebagai bahan referensinya tetapi penulis memperolehnya berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan Bapak Meleanus sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki melalui email pada tanggal 10 Juni 2015. Dalam wawancara Bapak Meleanus mengatakan bahwa Visi Gereja Stasi Mansalong adalah: “Gereja Katolik stasi Mansalong menjadi pelaksana kehendak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
Allah yang memahami, mengungkapkan dan menghayati imannya sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat demi terwujudnya kerajaan keselamatan-Nya”. Visi ini dirumuskan berdasarkan hasil rapat kerja pengurus stasi Mansalong yang akan digunakan sebagai titik tolak dalam membangun dan menumbuhkan Gereja stasi Mansalong. Rumusan visi di atas mengandung arti bahwa seluruh umat Katolik stasi Mansalong tanpa terkecuali, tanpa membedakan status, suku, ras dan tingkat kedalaman menghayati iman Kristiani mengambil peran dalam membangun Gereja sebagai Umat Allah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Semuanya tanpa terkecuali memiliki “sense of belonging” terhadap Gereja dengan demikian kehidupan dan perjalanan Gereja terus berkembang. Umat Katolik stasi Mansalong disatukan dalam satu paguyuban umat beriman untuk melaksanakan kehendak Allah yang sifatnya universal. Maksud dari kehendak Allah adalah kejujuran, kesucian, kerendahan hati, cinta kasih, keadilan, perdamaian, mengutamakan kepentingan orang lain, hilangnya egoisme dan tumbuh sikap terbuka pada siapapun serta penghargaan terhadap orang lain. Tentunya semuanya didasari oleh sikap dan semangat Yesus Kristus sebagai pola hidup sehari-hari. Selain itu juga Gereja stasi Mansalong diharapkan dalam penghayatan imannya sungguh-sungguh berakar pada nilai-nilai injili serta kebudayaan setempat. Menyadari bahwa Gereja bagian dari hidup masyarakat, maka Gereja dipanggil untuk terlibat dalam hidup masyarakat. Gereja ikut peduli terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Dengan menghidupi apa yang dikehendaki Allah maka Kerajaan keselamatan-Nya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Gereja Katolik stasi Mansalong mampu berperan lebih banyak dalam menjaga dan memperbaiki kehidupan alam ciptaan. Gereja tidak lagi bergerak pada hal-hal liturgis belaka tetapi juga berperan secara nyata dalam segala segi kehidupan manusia.
b.
Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi Gereja stasi Mansalong sebagai perpanjangan dari Gereja paroki
Mansalong dituntut untuk memenuhi harapan Keuskupan Tanjung Selor. Gereja stasi Mansalong dituntut mewujudkan kehendak Allah yakni nilai-nilai Kerajaan Allah seperti memperjuangkan dan menghayati nilai-nilai luhur kemanusiaan. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes Pera. Mereka berdua mengatakan bahwa ada beberapa tantangan Gereja stasi Mansalong antara lain: 1) Kurangnya pemahaman umat tentang iman kekatolikannya. 2) Kurangnya kesadaran umat akan pengungkapan iman. 3) Masih kuat budaya Dayak yaitu menjodohkan anak yang masih di bawah umur. 4) Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
c.
Misi Misi adalah gambaran menyeluruh agenda yang harus dirumuskan untuk
menjadi langkah dalam terwujudnya visi. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus sebagai ketua stasi dan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara. Mereka berdua mengatakan bahwa ada enam misi Gereja stasi Mansalong antara lain:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
1) Meningkatkan katekese umat tentang iman. 2) Meningkatkan katekese tentang tradisi Katolik dan keluarga. 3) Memberdayakan basis sebagai persekutuan persaudaraan dan pembinaan. 4) Menyadarkan umat tentang pentingnya pendidikan. 5) Meningkatkan kesadaran dan usaha untuk melestarikan lingkungan hidup. 6) Memberdayakan ekonomi rumah tangga.
d.
Strategi Maksud dari strategi di sini adalah pengutamaan langkah kinerja.
Pengutamaan langkah diambil dengan perhitungan adanya kekuatan pengaruh. Strategi yang diambil dalam mewujudkan misi untuk mencapai visi stasi Mansalong berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes Pera adalah: 1) Melakukan pendalaman iman umat di basis-basis yang didampingi oleh suster, frater, katekis, atau guru Agama. 2) Mengajak umat untuk aktif dalam berliturgi baik sakramentali maupun nonsakramentali. 3) Melakukan pelatihan untuk petugas-petugas liturgi seperti pemimpin sembayang dan lektor. 4) Mengajak umat untuk menanam tanaman-tanaman produktif seperti karet dan gaharu.
B. Penelitian mengenai Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan Gambaran umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan yang telah diuraikan pada pokok bahasan pertama akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
dilengkapi dalam pokok bahasan yang kedua ini. Pokok bahasan kedua ini mengungkapkan penelitian mengenai hidup menggereja umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Dan secara khusus akan dipaparkan mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan kesimpulan penelitian.
1.
Persiapan Penelitian Berikut penulis akan menguraikan gambaran penelitian yang akan penulis
lakukan. Gambaran tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan, jenis, instrument pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu, kemudian variabel yang diteliti dan kisi-kisi.
a.
Latar Belakang Penelitian Selama berdomisili di stasi Mansalong, penulis mendapat kesan bahwa
hidup menggereja umat stasi Mansalong memprihatinkan. Umat yang datang atau terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh stasi, misalnya pendalaman iman, BKSN, doa Rosario, kerja bakti, ataupun kegiatan-kegiatan besar seperti ulang tahun paroki, kegiatan kemasyarakatan lainnya hanya sedikit. Sebagian besar anak-anak asrama, 2 atau 3 orang bapak dan ibu, suster, frater serta katekis, sedangkan yang lainnya tidak terlibat. Melihat keadaan ini, penulis berpendapat bahwa masih banyak umat stasi Mansalong yang tidak terlibat aktif. Rendahnya
keterlibatan
umat
dalam
dinamika
kegiatan
Gereja
menimbulkan kesan kurangnya kepedulian dan tanggungjawab dalam diri umat terhadap perkembangan Gereja. Memang di tingkat paroki maupun di stasi-stasi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
beberapa umat cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan rutin, seperti doa Rosario, ibadat dan lain-lain. Akan tetapi yang hadir dalam kegiatan-kegiatan tersebut hanya orang-orang tertentu dan jumlahnya sangat minim. Sebagai bagian dari umat stasi Mansalong, penulis merasa prihatin dengan permasalahan yang ada di stasi tersebut. Apakah karena faktor tingkat pemahaman umat akan hidup menggereja masih kurang ataukah ada faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Penulis belum mengetahui secara benar faktor apa yang menyebabkan keprihatinan tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor tersebut penulis perlu melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini berusaha memperoleh data mengenai bentuk penghayatan iman umat dalam hidup menggereja dan tingkat pemahaman umat akan arti hidup menggereja, kesulitankesulitan yang dihadapinya serta harapan hidup menggereja umat. Kemudian dari hasil tersebut penulis mencoba memahami dan menjawab persoalan-persoalan yang dialami berkaitan dengan hidup menggereja umat. Dengan demikian, umat stasi Mansalong diharapkan semakin meningkatkan kualitas dalam hidup menggereja dan semakin dapat hidup serta berkembang menjadi “garam” dan “terang” di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
b.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diangkat di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui tingkat kedalaman pemahaman umat mengenai arti hidup menggereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
2) Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami umat Katolik stasi Mansalong, paroki Maria Bunda Karmel Mansalong untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja. 3) Mendapat gambaran harapan umat guna meningkatkan kualitas hidup menggereja. Ketiga tujuan di atas perlu diletakan dalam konteks hidup menggereja. Sebab pertama-tama perlu diketahui bahwa pengalaman hidup umat adalah hidup menggereja itu sendiri dan hidup menggereja adalah hasil atau wujud dari katekese umat. Pada pokok bahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa katekese umat tidak lain adalah pengalaman hidup umat. Maka dengan katekese umat diharapakan semakin mampu meningkatkan hidup menggereja umat itu sendiri, khususnya umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Dan juga semakin aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik di tingkat stasi, paroki maupun di masyarakat.
c.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kualitatif
yang didukung oleh data-data kuantitatif. Sebab bukan data statistik atau sebagainya tetapi dalam penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007: 6), yang benar-benar terjadi dan dialami oleh umat stasi Mansalong. Dari hasil penelitian nantinya akan didapat data berupa angka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
dalam bentuk persentase, tetapi hal ini bukan berarti jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kuantitatif. Hal serupa juga dikemukakan oleh Moleong melalui bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat pula digunakan secara bersama apabila desainnya adalah memanfaatkan satu paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja (Moleong, 1991: 22). Berdasarkan uraian di atas maka tidak ada salahnya apabila pada hasil penelitian nantinya penulis menggunakan data berupa angka dalam bentuk persentase.
d.
Instrumen Pengumpulan Data Pada penelitian ini penulis menggunakan kuesioner sebagai metode
pengumpulan data. Kuesioner dipergunakan karena pertimbangan banyaknya responden yang tersebar di beberapa tempat. Berdasakan cara menjawab kuesioner dibedakan menjadi kuesioner terbuka, tertutup, dan semi terbuka (Dapiyanta, 2011: 23). Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua bentuk yaitu pertama bentuk tertutup dengan daftar pertanyaannya diajukan kepada responden dalam bentuk pilihan. Kedua bentuk semi terbuka yaitu pertanyaannya atau daftar isiannya sebagian sudah disediakan jawaban dan sebagian lain diserahkan kepada responden. Alasan menggunakan kedua kuesioner ini adalah untuk membatasi persoalan serta mengarahkan pandangan dan keyakinan responden ke arah persoalan yang dikehendaki peneliti.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Selain itu, penulis juga menggunakan wawancara secara tidak langsung melalui email sebagai metode pengumpulan data. Hal ini dikarenakan jarak yang jauh dan memerlukan biaya yang besar jikalau harus mengadakan wawancara secara langsung (face to face). Wawancara ini digunakan untuk melihat kembali informasi data penelitian yang menimbulkan pertanyaan.
e.
Responden Penelitian Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah
purposive sampel. Teknik ini dipilih guna mengambil beberapa dari keseluruhan responden objek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Riduwan, 2011: 63) sehingga dapat menghemat waktu dan tidak memerlukan biaya yang besar. Dalam purposive sampling ini, penulis memilih responden berdasarkan daerah tempat tinggal yang terdiri dari pusat kecamatan, pinggiran kecamatan serta responden yang berdomisili di wilayah seberang sungai. Selain itu, penulis menggunakan teknik ini dengan alasan bahwa setiap perwakilan responden yang terpilih dari masing-masing basis merupakan orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi yang akurat mengenai data-data yang diperlukan. Penentuan ukuran sampel menurut Surakhmad (dalam Riduwan, 2004: 65) apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka pengambilan sampel sekitar 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari populasi. Penentuan sampel dirumuskan sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
S = 15% + 1000 – n . (50%-15%) 1000-100 Populasi dalam penelitian ini berjumlah 132 orang usia dewasa umat stasi Mansalong, maka S = 15% + 1000 – 132 . (50%-15%) 1000-100 S = 15% + 868 . (35%) 900 S = 15% + 0,964 . (35%) S = 15% + 33,74% S = 48,74% Jadi, sampel sebesar 132 x 48,74% = 64,33 (dibulatkan) menjadi 64 responden. Sampel sebanyak 64 responden dipilih secara acak melalui program SPSS. Adapun responden yang dipilih secara acak adalah umat yang tinggal di basis Santo Yosep, Santa Maria dan Santo Yohanes yang berusia dewasa. Dengan demikian jumlah responden seluruhnya adalah 64 orang. Kriteria yang diambil penulis dalam memilih responden adalah berdasarkan jenis pekerjaan umat.
f.
Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu Mengacu pada judul skripsi yang penulis ambil maka penelitian akan
dilaksanakan di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Waktu penelitian akan dimulai awal bulan Juli 2015 dan berakhir selama satu bulan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
g.
Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi Variabel merupakan segala sesuatu atau faktor-faktor yang menunjukkan
variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya terhadap peristiwa atau gejala yang menjadi sasaran penelitian (Sutrisno Hadi, 1982: 224). Variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian mengenai cara menggereja umat adalah: 1) Identitas responden. 2) Tingkat pemahaman hidup menggereja. 3) Keterlibatan dalam kegiatan Gereja. 4) Kesulitan-kesulitan yang dialami untuk terlibat dalam kegiatan Gereja. 5) Harapan hidup menggereja umat.
h.
Definisi Konseptual
1) Katekese umat adalah usaha kelompok/umat secara terencana untuk saling tolong menolong, terbuka, bebas dan jujur mangartikan hidup nyata atau pengalamannya dalam terang iman akan Yesus Kristus sebagaimana telah dihayati
dalam
Tradisi
Gereja
sehingga
mereka
semakin
mampu
mengungkapkan imannya dalam hidup konkret. 2) Hidup menggereja yang dimaksudkan di sini adalah segala pengalaman hidup umat dalam hidup menggereja yang mana mencakup empat unsur koinonia, leiturgia, kerygma, dan diakonia.
i.
Definisi Operasional
1) Katekese umat berupa pendalaman iman dengan menggunakan model Shared Christian Praxis (SCP). 2) Hidup menggereja termasuk dalam empat unsur yakni:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
a)
Unsur koinonia seperti: selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh komunitas-komunitas di gereja maupun di masyarakat. Mengunjungi keluarga-keluarga yang sakit, membantu melaksanakan kegiatan PIA, pembinaan kepada remaja, dan juga ikut ambil bagian dalam kegiatan pastoral.
b) Unsur kedua yakni leiturgia seperti: selalu berdoa bersama dalam keluarga ketika makan atau doa malam, doa Rosario, selalu mengikuti misa harian maupun hari Minggu. Ambil bagian dalam peribadatan di basis maupun saat misa hari Minggu di gereja, misalnya menjadi pemimpin ibadat, lektor, misdinar, pemazmur, dan koor. c)
Unsur ketiga yakni kerygma seperti: di dalam keluarga ketika doa malam dan doa pagi selalu mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan dari Kitab Suci.
Dalam
komunitas-komunitas
pun
selalu
mendengarkan
dan
merenungkan sabda Tuhan. Selalu mengikuti kegiatan pendalaman iman di paroki, stasi maupun di basis-basis yang ada bahkan di dalam keluarga. d) Unsur keempat yakni diakonia seperti: mengikuti kegiatan pelayanan di masyarakat misalnya badan amal, poliklinik, pelayanan kesehatan untuk warga kurang mampu, mengumpulkan dana solidaritas membantu warga yang terkena musibah, membantu biaya pendidikan anak-anak tidak mampu, menampung anak yatim, mengumpulkan dana bagi kaum papa, dan donor darah. Jika keempat unsur ini terpenuhi maka dapat dikategorikan bahwa tingkat pemahaman umat dalam hidup menggereja sangat mendalam. Tetapi jika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
mencakup tiga unsur maka dapat dikategorikan bahwa tingkat pemahaman umat dalam hidup menggereja mendalam. Apabila hanya dua unsur maka dikategorikan cukup dan jika hanya satu unsur maka dapat dikategorikan kurang. Kisi-kisi dalam penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1. Kisi-kisi Penelitian No
Variabel
No item
Jumlah
1. 2. 3. 4.
Identitas responden Pemahaman hidup menggereja Keterlibatan dalam kegiatan Gereja Kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan Gereja Kegiatan katekese yang diharapkan umat Jumlah
1 s/d 4 5 s/d 8 9 s/d 16 17 s/d 22
4 4 8 6
23 s/d 30
8 30
5.
2.
Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan
pembahasannya berkaitan dengan hidup menggereja umat di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong berdasarkan data-data yang diperoleh melalui kuesioner. Data penelitian diolah penulis dengan cara membuat tabel distribusi frekwensi relatif dengan maksud menghitung jumlah jawaban yang dipilih responden dibagi jumlah total responden yang diteliti, dan dikalikan seratus (Sutrisno Hadi, 1986: 229). Rumus yang digunakan dalam penghitungan kuesioner semi terbuka dan tertutup adalah: f N f=
X 100%
Frekwensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban tertentu pada setiap item.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
N=
Jumlah Responden
100 = Bilangan Konstanta Berikut akan penulis sajikan data frekwensi jawaban yang diberikan para responden terhadap setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Dari tabel data yang ada, penulis mencoba menafsirkan dalam bentuk deskripsi untuk mengungkapkan fakta yang diperoleh di lapangan. Namun terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan beberapa hal, khususnya pada kuesioner nomor 5, 6, 11, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 22, dan 30. Pada item nomor-nomor tersebut, setiap responden boleh memilih lebih dari satu jawaban yang disediakan dalam kuesioner. Nomor 5, 6, 11, 12, 14, dan 16 digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman dan keterlibatan umat dalam hidup menggereja, sesuai dengan aspek yang telah diungkapkan pada pokok bahasan sebelumnya seperti koinonia, leiturgia, kerygma, dan diakonia. Artinya, selain umat memahami dan terlibat dalam satu aspek seperti koinonia juga memahami dan terlibat pada aspek lainnya seperti leiturgia, kerygma, dan diakonia. Nomor 17, 19, 20, dan 22 digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan apa saja yang membuat umat sulit terlibat dalam hidup menggereja. Artinya, di sisi lain umat tidak hanya mengalami satu kesulitan saja tetapi ada juga kesulitan lain yang memang ikut mempengaruhi keterlibatannya. Sedangkan untuk nomor 30 digunakan untuk mengetahui harapan apa saja yang ingin umat usulkan berkaitan dengan hidup menggereja umat. Maka jumlah jawaban pada nomor yang telah disebutkan di atas tentu lebih dari jumlah responden sebenarnya yakni 64 dan persentasenya lebih dari 100 %.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
a.
Identitas Responden Tabel 2. Identitas Responden (N=64)
No. Pernyataan Item 1. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2. Usia sekarang a. Di bawah 30 tahun b. 30 tahun – 35 tahun c. 36 tahun – 40 tahun d. Di atas 40 tahun 3. Penddikan terakhir a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi 4. Pekerjaan a. Pegawai Negeri b. Pedagang c. Petani d. Pengusaha e. Jawaban lain - Ibu Rumah Tangga - Pegawai Honor - Tukang Kayu
Jumlah
Persentase (%)
34 30
53,125 46,875
22 26 5 11
34,375 40,625 7,8125 17,1875
29 7 16 12
45,3125 10,9375 25 18,75
12 1 19 8
18,75 1,5625 29,6875 12,5
19 4 1
29,6875 6,25 1,5625
Item 1 adalah jenis kelamin responden. Melihat tabel di atas jumlah responden laki-laki 53,125 % memiliki selisih angka yang tidak terlalu menyolok dengan responden perempuan 46,875 %. Berdasarkan data yang terungkap, penulis berpendapat bahwa perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan tidak begitu besar. Item 2 adalah usia responden. Berdasarkan tabel di atas, mayoritas responden 40,625 % berusia 30 sampai 35 tahun. 34,375 % berusia di bawah 30 tahun. Dan sisanya mereka yang berusia 36 tahun ke atas. Melihat data di atas, penulis berpendapat bahwa perbedaan usia umat tidak terlalu menyolok.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Item 3 adalah tingkat pendidikan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden 45,3125 % tamat SD. 18,75 % responden tamat perguruan tinggi (DIII dan S1). Sisanya adalah tamat SLTP dan SLTA. Berdasarkan data yang terungkap, penulis berpendapat bahwa banyak umat memiliki tingkat pendidikan rendah dibanding dengan tamat perguruan tinggi. Tetapi dari data tersebut dapat pula dikatakan rata-rata umat telah mengenyam pendidikan formal dari tingkat pendidikan dasar sampai pada jenjang perguruan tinggi. Item 4 adalah jenis pekerjaan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas 29,6875 % responden bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga. Responden lainnya bekerja sebagai pegawai negeri, pengusaha, pegawai honor, pedagang, dan tukang kayu. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya memiliki pekerjaan tetap.
b.
Pemahaman Umat dalam Keterlibatan Hidup Menggereja Tabel 3. Pemahaman Umat dalam Hidup Menggereja (N=64)
No. Pernyataan Item 5. Pengertian hidup menggereja a. Terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Gereja b. Suatu kegiatan yang menampakkan hidup doa dan liturgi dalam Gereja c. Setiap kegiatan yang menampakkan iman Kristiani di manapun berada d. Suatu kegiatan yang menampakkan segi pewartaan dan persekutuan Gereja
Jumlah
Persentase (%)
46
71,875
21
32,8125
28
43,75
18
28,125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
6.
7.
8.
Hidup menggereja dihayati sebagai a. Partisipasi orang Kristiani untuk ambil bagian dalam kegiatan intern Gereja b. Panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan di stasi, wilayah maupun paroki c. Keterlibatan orang Kristiani di tengah-tengah masyarakat d. Perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat Sikap dalam hidup menggereja a. Melaksanakan karena merupakan kewajiban orang Kristiani b. Melaksanakan dengan penuh kesetiaan c. Tergantung dari suasana hati d. Melaksanakan dengan senang hati Perasaan dalam hidup menggereja a. Senang b. Biasa-biasa saja c. Bingung d. Tidak tahu
20
31,25
46
71,875
23
35,9375
35
54,6875
19
29,6875
29 3 13
45,3125 4,6875 20,3125
62 2 -
96,875 3,125 -
Melihat kembali uraian pada bab sebelumnya, telah dikatakan bahwa hidup menggereja mencakup 4 unsur yakni koinonia, leiturgia, kerygma, dan diakonia. Item 5 membicarakan arti hidup menggereja yang dipahami umat. Tabel di atas menunjukkan bahwa 71,875 % responden memahami bahwa arti hidup menggereja adalah terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Gereja baik di tingkat paroki, stasi maupun basis. 43,75 % memahami bahwa hidup menggereja adalah setiap kegiatan yang menampakkan iman Kristiani di manapun berada. Sedangkan yang lainnya memahami hidup menggereja adalah suatu kegiatan yang menampakkan hidup doa dan liturgi dalam Gereja serta suatu kegiatan yang menampakkan segi pewartaan dan persekutuan Gereja. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, penulis berpendapat bahwa umat lebih banyak memahami arti hidup menggereja sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
bentuk keterlibatan secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Gereja baik di tingkat paroki, stasi maupun basis. Item 6 berbicara tentang penghayatan hidup menggereja umat. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa 71,875 % responden menghayati hidup menggereja sebagai panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan di stasi, wilayah maupun paroki. 54,6875 % telah menghayati hidup menggereja sebagai perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat. Sedangkan yang lainnya menghayati hidup menggereja sebagai keterlibatan orang Kristiani di tengah-tengah masyarakat serta partisipasi orang Kristiani untuk ambil bagian dalam kegiatan intern Gereja. Berdasarkan aspek yang terungkap dalam penelitian, dapat dikatakan bahwa penghayatan hidup menggereja sebagai bentuk perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat telah ada di kalangan umat stasi Mansalong. Namun bentuk penghayatan itu perlu ditingkatkan lagi agar secara umum umat betul-betul menghayati hidup menggereja bukan hanya terlibat dalam lingkup Gereja tetapi lebih dari itu yakni terlibat di dalam masyarakat. Item 7 mengungkapkan sikap dalam hidup menggereja. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar 45,3125 % responden melaksanakan dengan penuh kesetiaan. 29,6875 % menjawab melaksanakan karena merupakan kewajiban. Yang lainnya memilih melaksanakan dengan senang hati dan tergantung dari suasana hati. Dari aspek yang terungkap, penulis dapat mengatakan bahwa secara umum umat stasi Mansalong telah melaksanakan hidup menggereja dengan penuh kesetiaan. Hal ini tentu membanggakan dan perlu ditingkatkan lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Item 8 membicarakan tentang perasaan dalam hidup menggereja. Hasil penelitian di atas 96,875 % menunjukkan perasaan senang dan 3,125 % menunjukkan perasaan biasa-biasa saja. Berdasarkan data di atas maka dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong hampir semuanya senang ketika terlibat dalam kegiatan menggereja. Ini menjadi kekuatan tersendiri bagi umat stasi Mansalong untuk semakin giat terlibat dalam hidup menggereja.
c.
Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja Tabel 4. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja (N=64)
No. Pernyataan Item 9. Terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat 10. Terlibat dalam kegiatan di paroki a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat 11. Bentuk kegiatan yang diikuti a. Kegiatan liturgi, misalnya koor, mazmur, dan lektor b. Kegiatan persekutuan, misalnya kelompok OMK, kelompok Ibu-ibu WKRI, SEKAMI dan KBG c. Kegiatan pewartaan, misalnya pendalaman iman, Adven, dan Prapaskah 12. Faktor yang mendorong untuk terlibat dalam kegiatan menggereja a. Terpanggil untuk mengembangkan Gereja b. Merupakan tugas dan kewajiban anggota Gereja c. Daripada tidak terlibat 13. Keterlibatan dalam kegiatan bermasyarakat a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat
Jumlah
Prosentase (%)
36 27 1
56,25 42,1875 1,5625
28 34 2
43,75 53,125 3,125
40
62,5
27
42,1875
29
45,3125
42 44
65,625 68,75
5
7,8125
47 17 -
73,4375 26,5625 -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
14.
15.
16.
Bentuk kegiatan yang diikuti di masyarakat a. Kerja bakti b. PKK c. Pengurus kampung d. Sesuai permintaan masyarakat Keterlibatan dalam kegiatan bermasyarakat membantu penghayatan iman a. Membantu penghayatan iman b. Tidak membantu penghayatan iman c. Tidak merasakan apa-apa Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 15 a. Membantu penghayatan iman - Iman Kristiani diwujudkan juga dalam hidup sehari-hari - Menjadi saksi Kristus, garam dan terang masyarakat - Menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik terhadap sesama b. Tidak membantu penghayatan iman c. Tidak merasakan apa-apa - Belum mewujudkannya - Sibuk dengan pekerjaan
47 25 20 18
73,4375 39,0625 31,25 28,125
60 4
93,75 6,25
46
71,875
17
26,5625
41
64,0625
-
-
2 2
3,125 3,125
Item 9 mengungkapkan keterlibatan dalam kegiatan stasi. Hasil penelitian menunjukkan 56,25 % responden selalu terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di stasi. 42,1875 % responden menjawab kadang-kadang terlibat. Sisanya menjawab tidak pernah terlibat. Dari hasil penelitian ini, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh stasi. Item 10 berbicara mengenai keterlibatan dalam kegiatan paroki. Tabel di atas menunjukkan bahwa paling besar 53,125 % responden kadang-kadang terlibat dalam kegiatan paroki dan lainnya memilih terlibat serta tidak pernah terlibat. Melalui data ini, dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong kurang terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di paroki.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Item 11 membicarakan tentang bentuk kegiatan yang biasa diikuti. Hasil penelitian menunjukkan 62,5 % responden mengikuti kegiatan liturgi seperti koor, mazmur dan lektor. 42,1875 % mengkuti kegiatan persekutuan, misalnya kelompok OMK, kelompok ibu-ibu WKRI, SEKAMI dan KBG dan lainnya memilih kegiatan pewartaan, misalnya pendalaman iman, Adven, dan Prapaskah. Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa umat lebih tertarik dengan kegiatan liturgi dan persekutuan. Sementara bentuk kegiatan pewartaan kurang diminati. Item 12 mengungkapkan faktor yang mendorong umat terlibat dalam kegiatan menggereja. Melihat tabel di atas, lebih banyak 68,75 % umat terdorong aktif oleh karena tugas dan kewajiban sebagai anggota Gereja. Hanya selisih beberapa angka dari umat yang memilih terpanggil untuk mengembangkan Gereja. Penulis berpendapat bahwa tingkat kesadaran umat untuk terlibat aktif hampir seluruhnya sudah baik dan ini menjadi kekuatan tersendiri bagi umat stasi Mansalong. Sedangkan lainnya memilih jawaban daripada tidak terlibat. Tentu menjadi keprihatinan bersama sebab masih ada umat yang sekedar ikut-ikutan saja. Perlunya dukungan serta motivasi dari berbagai pihak agar tidak ada lagi umat semata-mata sekedar ikut-ikut dalam kegiatan. Item
13
berbicara
mengenai
keterlibatan
umat
dalam
kegiatan
bemasyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 % responden selalu terlibat dalam kegiatan bermasyarakat dan 27 % responden kadang-kadang terlibat. Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di masyarakat. Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
sungguh membanggakan dan perlu dipertahankan agar semakin memotivasi umat lain untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan di masyarakat. Item 14 mengungkapkan bentuk kegiatan yang diikuti di masyarakat. Data yang diperoleh 73,4375 % responden memilih mengikuti kegiatan kerja bakti. Lainnya terlibat dalam kegiatan PKK, pengurus kampung dan ada juga sesuai permintaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa umat lebih tertarik pada kegiatan kerja bakti oleh karena kegiatan ini tidak terlalu menuntut keahlian tertentu. Namun dapat dikatakan bahwa rata-rata umat sungguh terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat. Item 15 berbicara mengenai keterlibatan di masyarakat membantu penghayatan iman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya 93,75 % menjawab membantu penghayatan iman dan hanya sebagian kecil tidak merasakan apa-apa. Dari data tersebut, penulis berpendapat bahwa hampir keseluruhan umat yang terlibat dalam kegiatan di masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa dengan terlibat dalam setiap kegiatan di masyarakat sungguh membantu penghayatan iman mereka dan hal ini perlu dikembangkan lagi. Item 16 memaparkan alasan terbantunya penghayatan iman. Data penelitian yang diperoleh menujukkan 71,875 % responden beralasan bahwa iman Kristiani diwujudkan juga dalam kehidupan sehari-hari. 64,0625 % beralasan bahwa mereka menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik terhadap sesama. 26,5625 % beralasan menjadi saksi Kristus dengan menjadi garam dan terang masyarakat dan hanya sebagian kecil belum mewujudkan serta sibuk dengan pekerjaan. Dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya telah memahami alasan mereka harus terlibat di masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
d.
Kesulitan untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja Tabel 5. Kesulitan Terlibat dalam Kegiatan gereja (N=64)
No. Pernyataan Item 17. Kesulitan terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah a. Urusan keluarga b. Sibuk dengan pekerjaan c. Kurang cocok dengan bentuk kegiatannya d. Jawaban lain - Kegiatan Stasi bersamaan dengan kegiatan lain - Usulan atau ide tidak ditanggapi - Tidak ada 18. Berupaya mengatasi kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah a. Ya b. Tidak c. Masih dalam rencana d. Tidak ada hambatan 19. Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 18 a. Ya - Bila ada kesempatan (waktu dan biaya) - Mengorbankan pekerjaan/kesibukan bila sangat dibutuhkan - Mohon bimbingan pastor - Mengatur jadwal kegiatan b. Tidak - Sudah tua - Memberi kesempatan yang lain - Sudah tidak memungkinkan/perlu waktu yang lama c. Masih dalam rencana - Membagi waktu/membuat jadwal - Bergantian dengan istri/suami - Mengajak anak dalam kegiatan d. Tidak ada hambatan 20. Kesulitan yang menghalangi untuk aktif dalam kegiatan di paroki a. Sibuk dengan pekerjaan b. Jarak yang jauh c. Lebih memperhatikan stasi 21. Berupaya mengatasi kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan paroki a. Ya b. Tidak c. Masih dalam rencana
Jumlah
Prosentase (%)
41 44 9
64,0625 68,75 14,0625
1
1,5625
1 1
1,5625 1,5625
52 5 5 2
81,25 7,8125 7,8125 3,125
21 24
32,8125 37,5
11 20
17,1875 31,25
2 1 2
3,125 1,5625 3,125
4 3 2 2
6,25 4,6875 3,125 3,125
45 33 9
70,3125 51,5625 14,0625
52 5 7
81,25 7,8125 10,9375
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
22.
Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 21 a. Ya - Mengatur jadwal - Mengusahakan sarana, bila paroki sangat membutuhkan - Berupaya mengenal anggota lain di Paroki b. Tidak - Jaraknya yang jauh - Sibuk - Bukan pengurus paroki - Stasi masih membutuhkan - Malas terlibat di paroki - Kesehatan sudah tidak memungkinkan c. Masih dalam rencana - Membagi waktu - Tergantung kepentingannya
41 28
64,0625 43,75
14
21,875
2 4 -
3,125 6,25 -
3 4
4,6875 6,25
Item 17 berbicara mengenai kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan di stasi. Hasil penelitian menunjukkan 64,0625 % responden mengalami kesulitan karena urusan keluarga. 68,75 % responden mengalami kesulitan oleh karena sibuk dengan pekerjaan. Dan lainnya kurang cocok dengan bentuk kegiatannya, mengatakan bahwa kegiatan stasi bersamaan dengan kegiatan lain, usulan atau ide tidak ditanggapi serta tidak ada hambatan atau kesulitan. Dari data tersebut, penulis berpendapat bahwa hampir sebagian umat masih sibuk dengan urusan pribadi masing-masing. Item 18 berkaitan dengan upaya mengatasi kesulitan yang dialami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden sudah ada upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Lainnya memilih masih dalam rencana, tidak berupaya, dan tidak ada hambatan. Dari data di atas penulis berpendapat bahwa umat telah memiliki etikat baik untuk berusaha mengatasi kesulitan. Namun hendaknya lebih ditekankan pada bentuk tindakan konkretnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
Item 19 berbicara mengenai usaha konkret mengatasi kesulitan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar responden mau mengorbankan pekerjaan atau kesibukan bila sangat dibutuhkan, bila ada kesempatan (waktu dan biaya), masih memohon bimbingan dari Pastor, dan mau mengatur jadwal kegiatannya. Dapat dikatakan bahwa hampir sebagian umat memiliki niat yang baik sebagai usaha konkret mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan stasi. Ada juga sebagian kecil umat yang tidak lagi berusaha mengatasi kesulitan oleh karena berbagai alasan, seperti sudah tua, memberi kesempatan kepada yang lain, dan perlu waktu yang lama. Kemudian umat lainnya memilih masih dalam rencana untuk mengatasi kesulitan, membagi waktu atau membuat jadwal, bergantian dengan istri atau suami, mengajak anak dalam kegiatan serta tidak mengalami hambatan. Berdasarkan data yang diungkapkan di atas, dapat pula dikatakan bahwa umat stasi Mansalong hampir seluruhnya memiliki niat baik guna kembali terlibat dalam kegiatan di stasi. Hal ini harus mendapat dukungan dari berbagai pihak khususnya pengurus stasi. Item 20 mengungkapkan kesulitan yang dialami untuk aktif dalam kegiatan di paroki. Hasil penelitian menunjukkan kebanyakan 70,3125 % responden mengalami kesulitan oleh karena sibuk dengan pekerjaan. 51,5625 % sulit karena jarak yang jauh dan lainnya lebih memperhatikan stasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa umat masih menempatkan pekerjaan atau urusan pribadi sebagai prioritas utama dibandingkan dengan terlibat dalam kegiatan di paroki. Item 21 berbicara mengenai upaya mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar umat berupaya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
mengatasi kesulitan. Yang lainnya tidak berupaya mengatasi kesulitan dan masih dalam rencana. Pendapat penulis bahwa pada umumnya umat mempunyai keinginan untuk mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki dan hal ini perlu dukungan dari berbagai pihak baik stasi maupun paroki. Item 22 membicarakan tentang usaha konkret mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki. Hasil penelitian memberi gambaran bahwa sebagian besar umat berusaha mengatur jadwal pribadinya, mengusahakan sarana bila paroki sangat membutuhkan dan berupaya mengenal anggota lain di paroki. Kemudian sebagian kecil responden tidak ada usaha untuk mengatasi kesulitan oleh karena jarak yang jauh, sibuk dengan pekerjaan, masih membagi waktu, dan tergantung kepentingannya. Data di atas menunjukkan bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya telah memiliki upaya konkret sebagai wujud mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki. Hal ini menjadi kabar baik bagi paroki dan perlu dukungannya.
e.
Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat Tabel 6. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat (N=64)
No. Pernyataan Item 23. Selalu terlibat dalam mengiikuti katekese yang dilaksanakan di stasi/basis a. Selalu mengikuti b. Kadang-kadang mengikuti c. Tidak pernah mengikuti 24. Pelaksanaan katekese dilaksanakan di basis a. Dilaksanakan setiap hari b. Sekali dalam seminggu c. Sekali dalam sebulan d. Tidak pernah dilaksanakan
Jumlah
Prosentas e (%)
26 35 3
40,625 54,6875 4,6875
2 17 43 2
3,125 26,5625 67,1875 3,125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Metode katekese yang digunakan a. Metode bervariasi b. Tidak ada variasi c. Biasa saja d. Membosankan Sarana yang digunakan dalam katekese a. Banyak alternatif yang digunakan b. Biasa saja c. Tidak menggunakan sarana Bahan katekese yang digunakan a. Mengena pada konteks hidup umat b. Kurang mengena pada konteks hidup umat c. Biasa saja Model yang digunakan dalam katekese a. Bervariasi b. Hanya satu model c. Terlalu sulit untuk dipahami Sosok katekis dalam melaksanakan katekese di stasi/basis a. Sangat professional b. Menguasai materi c. Mampu menghidupkan jalannya proses katekese d. Biasa saja Usul/saran terhadap pelaksanaan katekese a. Pemberian materi yang menarik, sesuai dengan permasalahan yang ada dan pertanyaanya jangan yang sulit-sulit b. Cara penyampaian yang bervariasi c. Diutamakan pada penggalian pengalaman dan bila ceramah jangan panjang-panjang sehingga tidak membosankan d. Pemimpin jangan menyinggung kekurangan-kekurangan umat e. Pemimpin harus siap dan professional agar renungan yang disampaikan berkaitan dengan tafsiran Kitab Suci dapat dipahami f. Dilaksanakan rutin sebulan sekali kecuali bulan Kitab Suci, masa Adven dan masa Prapaskah g. Jumlah pemimpin perlu diperbanyak h. Tidak ada usul
38 3 22 1
59,375 4,6875 34,375 1,5625
23 35 6
35,9375 54,6875 9,375
44 7 13
68,75 10,9375 20,3125
27 32 5
42,1875 50 7,8125
9 24 21
14,0625 37,5 32,8125
10
15,625
36
56,25
28 24
43,75 37,5
34
53,125
44
68,75
28
43,75
28 3
43,75 4,6875
Item 23 berbicara mengenai terlibat dalam kegiatan katekese yang dilaksanakan di stasi atau basis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
besar responden menjawab kadang-kadang mengikuti. Kemudian lainnya menjawab selalu mengikuti kagiatan katekese dan tidak pernah mengikuti. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya kurang terlibat dalam kegiatan katekese. Item 24 berkaitan dengan pelaksanaan katekese di basis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih banyak memilih kegiatan katekese dilaksanakan sekali dalam sebulan. Sedangkan lainnya memilih dilaksanakan setiap hari, sekali dalam seminggu, dan tidak pernah dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa kegiatan katekese di stasi Mansalong pada umumnya dilaksanakan sebulan sekali dan ada tempat atau basis tertentu dilaksanakan seminggu sekali. Hal ini sudah cukup baik dan perlu dikembangkan lagi. Item 25 berbicara mengenai metode yang digunakan dalam kegiatan katekese. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 59,375 % responden memilih metode yang digunakan bervariasi. 34,375 % responden mengatakan biasa saja dan lainnya menjawab membosankan serta tidak ada variasi. Dari data di atas, penulis berpendapat bahwa pada umumnya metode yang digunakan dalam kegiatan katekese bervariasi. Item 26 membicarakan sarana yang digunakan dalam kegiatan katekese. Dari hasil penelitian terungkap 54,6875 % responden menjawab biasa saja dan 35,9375 % banyak alternatif yang digunakan. Lainnya menjawab tidak menggunakan sarana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar sarana yang digunakan dalam kegiatan katekese biasa saja yakni hanya berpatokan pada buku panduan yang diberikan oleh Keuskupan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
Item 27 berkaitan dengan bahan katekese yang digunakan. Dari hasil penelitian diperoleh data 68,75 % responden menjawab bahan yang digunakan mengena pada konteks hidup umat. Sedangkan responden lainnya menjawab kurang mengena dan biasa saja. Dari data tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa sebagian besar bahan yang digunakan dalam berkatekese sungguh menyentuh konteks hidup umat. Item 28 berbicara tentang model yang digunakan dalam kegiatan katekese. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab hanya satu model. Sedangkan responden lainnya menjawab model yang digunakan dalam kegiatan katekese bervariasi dan terlalu sulit untuk dipahami. Melihat data di atas, penulis berpendapat bahwa pada umumnya model yang digunakan dalam kegiatan katekese di stasi Mansalong hanya satu model. Item 29 berkaitan dengan katekis dalam berkatekese. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab katekis menguasai materi dan sebagian kecil menjawab katekis mampu menghidupkan jalannya proses katekese. Kemudian sisanya menjawab sangat professional dan biasa saja. Dari data yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar katekis sungguh menguasai materi dan mampu menghidupkan jalannya proses katekese. Item 30 adalah usul/saran terhadap pelaksanaan katekese. Hasil penelitian mengungkapkan 56,25 % responden menyarankan agar pemberian materi yang menarik, sesuai dengan permasalahan yang ada dan pertanyaannya jangan yang sulit-sulit. 43,75 % menyarankan agar cara penyampaian dalam berkatekese harus bervariasi. 37,5 % diutamakan pada penggalian pengalaman dan bila ceramah jangan terlalu panjang-panjang sehingga tidak membosankan. 53,125 %
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
mengusulkan agar pemimpin jangan menyinggung kekurangan-kekurangan umat. 68,75 % responden mengusulkan agar pemimpin harus siap dan professional sehingga renungan yang disampaikan berkaitan dengan tafsiran Kitab Suci dapat dipahami. Kemudian 43,75 % responden menyarankan agar jumlah pemimpin perlu diperbanyak dan kegiatan katekese dilaksanakan rutin sebulan sekali kecuali pada Bulan Kitab Suci Nasional, masa Adven serta masa Prapaskah dan 4,6875 % lainnya memilih tidak memberikan usul ataupun saran. Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong mempunyai harapan besar berkaitan dengan pelaksanaan katekese yang lebih baik. Hal ini tentu perlu adanya tindak lanjut dari pihak stasi maupun paroki sehingga kegiatan katekese semakin baik dan iman umat pun semakin tumbuh, berkembang serta berbuah limpah. 3.
Pendalaman Lebih Lanjut terhadap Hasil Penelitian menurut Masingmasing Variabel Kerangka pendalaman terhadap hasil penelitian ini pertama-tama mengacu
pada pokok-pokok katekese umat yang telah dibahas pada bab II, seperti pengalaman hidup umat, pertobatan yang menyadarkan bahwa Allah senantiasa hadir dalam hidup sehari-hari, membantu hidup beriman umat semakin sempurna secara pribadi maupun dalam komunitas, dan akhirnya menuju pada tindakan konkret dalam hidup bermasyarakat. Kerangka pendalaman di atas mengartikan bahwa hidup menggereja berasal dari pengalaman hidup umat sendiri. Kemudian pengalaman itu diolah oleh umat dan hasilnya pun untuk umat baik pribadi, komunitas maupun yang lebih besar yakni masyarakat. Berkaitan dengan penjelasan di atas maka hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya akan dibahas lebih lanjut agar semakin memperjelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
gambaran hidup menggereja umat stasi Mansalong. Pembahasan berikut akan mengungkapkan pendapat penulis terhadap tiap-tiap variabel yang telah disebutkan yang meliputi identitas responden, pemahaman hidup menggereja umat, keterlibatan umat dalam hidup menggereja, kesulitan yang dialami umat dalam hidup menggereja dan harapan hidup mengggereja umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan.
a.
Identitas Responden Responden penelitian hidup menggereja umat terdiri dari 34 laki-laki dan
30 perempuan. Sebagian besar mereka berusia 30 tahun sampai 35 tahun dan di bawah 30 tahun. Melihat dari tingkat usia yang ada, dapat dikatakan usia umat stasi Mansalong tergolong usia produktif. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hasil jawaban dalam penelitian mengungkapkan bahwa jumlah terbesar tingkat pendidikan umat adalah di tingkat sekolah dasar. Hal ini sangat berbeda dengan jumlah umat yang mengenyam pendidikan SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. Perbedaan tingkat pendidikan tersebut dapat menimbulkan banyak permasalahan. Umat yang berpendidikan rendah merasa minder oleh karena kurangnya pengetahuan, misalnya sulit dalam membaca, kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan. Selain itu, umat yang berpendidikan tinggi pun sangat minim. Tentunya, hal ini mempengaruhi tingkat keterlibatan dalam setiap kegiatan. Misalnya yang aktif hanya orang-orang yang dianggap mampu seperti frater, suster, katekis, guru agama, ketua stasi, pengurus stasi serta sebagian anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
asrama yang memang dibekali dengan keterampilan khususnya dalam hal kegiatan menggereja. Dilihat dari jenis pekerjaan umat, hasil penelitian mengungkapkan bahwa jumlah umat yang berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga lebih besar. Kemudian disusul dengan beberapa umat yang bekerja sebagai pegawai negeri. Sementara sebagian kecil umat mencari nafkah dengan berdagang, pengusaha, pegawai honorer, dan tukang kayu. Berdasarkan pemahaman penulis bahwa jenis pekerjaan petani banyak menyita waktu dan tenaga. Hal ini dialami oleh penulis ketika menyebarkan kuesioner. Sulit bertemu dengan umat sebab banyak di antara mereka yang tinggal di ladang menjaga tanaman mereka dari ancaman hama (babi hutan, monyet, burung dan belalang). Begitu juga dengan umat yang bekerja sebagai pengusaha, sibuk dengan urusan-urusan proyek dan sebagainya.
b.
Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja Data yang penulis peroleh dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memahami arti hidup menggereja sebagai bentuk keterlibatan aktif dalam setiap kegiatan Gereja. Pemahaman seperti ini kurang begitu mendalam sebab masih berkutat pada lingkup Gereja saja. Telah disebutkan pada pokok bahasan sebelumnya bahwa pengertian hidup menggereja adalah setiap kegiatan yang menampakkan iman Kristiani di manapun ia berada baik dalam lingkup Gereja maupun masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian hanya 28 responden yang sungguh memahami pengertian hidup menggereja tersebut. Sehubungan dengan penghayatan umat dalam hidup menggereja, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden menghayati hidup menggereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
sebagai panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif di setiap kegiatan yang dilaksanakan di basis, stasi maupun paroki. Menurut penulis pemahaman semacam ini masih sebatas pada lingkup dalam Gereja. Bentuk penghayatan ini perlu dikembangkan. Tingkat penghayatan hidup menggereja lebih mendalam adalah perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan hanya 35 responden yang sungguh menghayati hidup menggereja secara lebih mendalam. Dari beberapa aspek yang terungkap di atas, secara umum tingkat penghayatan hidup menggereja umat cukup mendalam. Dilihat dari segi sikap, mayoritas umat melaksanakan hidup menggereja dengan penuh kesetiaan. Menurut penulis sikap semacam ini sudah baik, artinya umat melaksanakannya dengan senang hati. Sikap tersebut lebih mendalam karena berkaitan dengan perasaan hati seseorang yang melaksanakannya. Hasil penelitian menunjukkan 32 orang yang memiliki sikap seperti itu. Berkaitan dengan perasaan umat, hasil penelitian menunjukkan secara umum bahwa responden merasa senang apabila dapat terlibat aktif dalam kegiatan hidup menggereja. Melihat seluruh aspek yang sudah terungkap, penulis dapat mengatakan bahwa tingkat kedalaman pemahaman umat stasi Mansalong akan keterlibatan hidup menggereja sudah cukup mendalam. Tingkat pemahaman keterlibatan itu perlu ditindaklajuti agar umat semakin memahami dan menghayati hidup menggereja dengan demikian dapat diwujudkan dalam hidup sehari-hari.
c.
Keterlibatan dalam Hidup Menggereja Jawaban umat mengenai keterlibatannya dalam setiap kegiatan yang
dilaksanakan di basis atau stasi mengungkapkan bahwa mereka selalu terlibat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
Responden yang selalu terlibat mencapai 36 orang. Jumlah mereka hampir seimbang dengan umat yang kadang-kadang terlibat. Sementara jumlah responden yang selalu terlibat dalam kegiatan di tingkat paroki hanya sebagian kecil saja yakni mencapai 28 orang. Jumlah ini pun hampir sama dengan umat yang kadangkadang terlibat di paroki. Perbedaan jumlah umat yang terlibat di tingkat basis atau stasi dengan terlibat di tingkat paroki cukup besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa umat sudah cukup memiliki “sense of belonging” akan stasinya namun belum sepenuhnya pada paroki. Oleh karena itu, perlu adanya pendampingan lebih lanjut agar visi stasi maupun paroki dapat terwujud. Hasil penelitian menyebutkan bahwa bentuk kegiatan yang amat diminati oleh kebanyakan umat adalah kegiatan liturgi, misalnya koor, mazmur, dan lektor. Sementara umat yang lain mengikuti bentuk kegiatan persekutuan seperti kelompok OMK, kelompok WKRI, SEKAMI, KBG dan kegiatan pewartaan seperti pendalaman iman Bulan Kitab Suci Nasional, Adven serta Prapaskah. Berdasarkan pemahaman penulis bahwa kegiatan persekutuan dan pewartaan dapat meningkatkan persaudaraan sejati seperti yang terungkap dalam misi stasi Mansalong. Bentuk kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari pemberdayaan komunitas basis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan agar bentuk kegiatan persekutuan dan pewartaan perlu digemakan lagi di kalangan umat. Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor yang mendorong umat terlibat dalam kegiatan Gereja. Faktor terbesar yaitu merupakan tugas dan kewajiban anggota Gereja. Beberapa di antaranya sadar akan panggilannya mengembangkan Gereja dan hanya sedikit yang memilih daripada tidak terlibat. Menanggapi jawaban di atas, penulis berpendapat bahwa pada umumnya umat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
stasi Mansalong sudah menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam kegiatan Gereja. Hasil penelitian berkaitan dengan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat menunjukkan umat stasi Mansalong selalu terlibat dalam kegiatan masyarakat. 47 responden mengungkapkan hal ini dan 17 responden kadang-kadang terlibat baik dalam bentuk kerja bakti, PKK, sebagai pengurus kampung maupun sesuai permintaan masyarakat. Dengan demikian, menurut pemahaman penulis umat Kristiani stasi Mansalong dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dan juga ikut mempengaruhi penghayatan iman mereka. Penghayatan iman yang mereka lakukan melalui keterlibatan di masyarakat menampakkan iman Kristiani dalam hidup sehari-hari. Mereka berusaha menjadi saksi Kristus, garam dan terang masyarakat dan dapat menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik terhadap sesama. Melihat jawaban responden mengenai keterlibatannya dalam hidup menggereja di atas, penulis merasa kurang yakin akan jawaban responden. Mereka kurang terbuka dan takut dianggap sebagai umat yang kurang menghayati imannya, karena kurang terlibat dalam kegiatan menggereja. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis selama berdomisili di stasi Mansalong, tingkat keterlibatan umat dalam setiap kegiatan sangat kurang. Hanya orang-orang tertentu saja yang terlibat aktif, misalnya dalam kegiatan doa Rosario, pendalaman iman, perayaan Ekaristi, koor, dan lainnya. Dapat dilihat wajah-wajah yang sama di berbagai kegiatan menggereja. Menanggapi permasalahan di atas, maka penulis mangadakan wawancara guna mencari kebenaran hipotesis penulis, apakah benar adanya atau sebaliknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
Wawancara ditujukkan kepada pengurus stasi, seperti ketua stasi Bapak Meleanus dan Bapak Yan Pera sebagai bendahara melalui email, tanggal 20 September 2015. Hasil wawancara dengan pengurus stasi diperoleh data bahwa dari 40 kepala keluarga yang ada, sebanyak 10 kepala keluarga kadang-kadang terlibat, 15 kepala keluarga jarang terlibat dan 5 kepala keluarga tidak pernah terlibat. Artinya hanya 10 kepala keluarga yang selalu terlibat sedangkan yang lainnya dapat dikatakan kurang terlibat. Dan apabila 25 kepala keluarga yang kadang-kadang serta jarang terlibat hadir dalam kegiatan, itu pun hanya sekedar hadir saja. Sejauh terlibat dalam beberapa kegiatan di basis dan stasi, penulis menjumpai bahwa keterlibatan umat dirasa masih kurang. Dari beberapa bentuk kegiatan yang ada, jumlah umat yang terlibat masih sangat minim yaitu sekitar 1015 orang. Misalnya pendalaman iman, doa Rosario, kerja bakti membersihkan lingkungan gereja dan lainnya. Umat yang hadir hanya pemimpin (biasanya frater, suster atau katekis, guru agama, pengurus stasi), tuan rumah dan beberapa anak asrama Katolik yang kebetulan tinggal dan bersekolah di wilayah stasi Mansalong. Bertitik tolak dari aspek yang telah terungkap, dapat dikatakan bahwa keterlibatan umat dalam kegiatan menggereja masih kurang. Keterlibatan itu perlu ditingkatkan kembali begitu juga dengan keterlibatan dalam hidup bermasyarakat. Kedua-duanya harus mendapatkan prioritas yang sama. Oleh karena itu pembinaan umat guna peningkatan kesadaran dalam hidup menggereja perlu mendapat perhatian khusus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
d.
Kesulitan yang Dialami untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja Hasil penelitian mengungkapkan lebih dari separuh jumlah umat
mengalami kesulitan terlibat dalam kegiatan Gereja karena sibuk dalam pekerjaan. Kesibukan
umat
dalam
bekerja
memenuhi
kebutuhan
hidup
keluarga
menyebabkan umat kurang memiliki waktu untuk terlibat. Kesulitan ini dialami oleh umat yang mayoritas bekerja sebagai petani dan pengusaha. Ditambah lagi dengan umat lain yang juga mengalami kesulitan oleh karena sibuk dengan urusan keluarga. Di samping jawaban responden di atas, menurut pendapat penulis ada hal lain yang ikut mempengaruhi umat sulit terlibat dalam kegiatan Gereja seperti kegiatan di stasi bersamaan dengan kegiatan lainnya, ide atau usulan tidak pernah ditanggapi, dan kurang cocok dengan bentuk kegiatannya. Bertolak dari jawaban di atas, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong memang cukup aktif hanya saja ada urusan-urusan pribadi dan pekerjaan yang mendadak dan terpaksa akhirnya mau tak mau meninggalkan kegiatan Gereja. Mengenai kesulitan yang dialami umat untuk terlibat di paroki dan di stasi ada sedikit persamaan. Contohnya kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan gereja atau persiapan ulang tahun paroki, pendalaman iman, doa Rosario dan lainnya. Umat yang terlibat sangat minim karena berbagai alasan seperti sibuk dengan pekerjaan, jarak yang jauh, dan lebih memperhatikan stasi. Menanggapi kesulitan-kesulitan tersebut, hasil penelitian mengungkapkan sebagian besar umat telah berupaya mengatasi kesulitan tersebut. Hal ini tentu sangat menggembirakan sebab umat mempunyai perhatian besar bagi perkembangan stasi maupun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
parokinya. Hal semacam ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak pengurus Gereja baik stasi maupun paroki sebab mereka adalah satu kesatuan sebagai Umat Allah yang mana perkembangan Gereja menjadi tugas dan tanggungjawab mereka.
e.
Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih banyak umat kadang-kadang
mengikuti katekese yang diadakan di stasi sedangkan yang memilih jawaban selalu mengikuti hanya beberapa orang saja. Hal ini cukup memprihatinkan bagi segenap umat stasi Mansalong bahwa katekse masih menjadi sesuatu yang asing bagi mereka. Padahal pada bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana pentingnya katekese. Katekese menjadi salah satu bentuk kegiatan pastoral paling ampuh guna membentuk karakter umat untuk semakin menghayati dan mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari baik dalam Gereja maupun di masyarakat. Berkaitan dengan pelaksanaan katekese, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 43 responden memilih jawaban kegiatan katekese lebih banyak dilakukan sekali sebulan. Penulis berpendapat bahwa kegiatan katekese sudah cukup baik dilaksanakan setiap bulan namun perlu ada pengembangan lagi. Dan jika boleh, kegiatan katekese dilaksanakan sekali seminggu di masing-masing basis sehingga umat semakin akrab dengan katekese dan iman mereka dapat berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 38 responden memilih metode yang digunakan dalam katekese bervariasi. Sedangkan 22 orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
menjawab biasa saja, begitu juga dengan sarana yang digunakan dalam katekese. Tentu uraian di atas menimbulkan kesan bahwa data yang ada dari kedua item tidak terlalu jauh berbeda. Penulis berpendapat bahwa adanya perbedaan cara fasilitator atau pendamping dalam memproses materi katekese di masing-masing basis. Oleh karena itu, perlu juga adanya suatu pelatihan bersama bagi para pendamping katekese guna meningkatkan keterampilan mereka dalam memproses materi katekese sehingga tidak terkesan membosankan. Berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam katekese lebih banyak responden memilih mengena pada konteks hidup umat. Hal ini terbukti sebanyak 44 responden memilih jawaban tersebut dan hanya 13 responden memilih biasa saja, sedangkan 7 responden memilih kurang mengena pada konteks hidup umat. Dengan data tersebut, dapat dikatakan bahwa bahan katekese memang mengena pada konteks hidup umat sebab telah dirancang sedemikian rupa oleh tim Keuskupan dengan melihat konteks hidup umat di wilayah Keuskupannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memilih sosok katekis menguasai materi sebanyak 24. Sosok katekis sangat professional sebanyak 9 responden. Mampu menghidupi jalannya proses katekese sebanyak 21 responden dan yang memilih biasa saja sebanyak 10 orang. Sesuai dengan pokok bahasan pada bab sebelumnya yang secara khusus membahas mengenai pembinaan pembina katekese, maka penulis berpendapat beberapa aspek yang harus dimiliki oleh pendamping katekese di stasi Mansalong sudah cukup baik hanya saja perlu ada pengembangan lebih lanjut. Dan diharapkan bukan saja katekis, suster, frater saja yang dapat memimpin tetapi lebih daripada itu yakni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
umat lainnya. Sebab yang berkatekese adalah umat, artinya yang memimpin juga umat. Berkaitan dengan model yang digunakan dalam katekese, hasil penelitian memberikan gambaran bahwa responden yang memilih hanya satu model sebanyak 32 orang. Sebanyak 27 responden memilih bervariasi dan 5 responden memilih terlalu sulit untuk dipahami. Melihat data yang telah terungkap di atas, penulis berpendapat bahwa benar hanya satu model yakni mengikuti buku panduan yang telah disediakan oleh Keuskupan dan setiap tahun modelnya sama. Terhadap pelaksanaan katekese, umat stasi Mansalong memberikan beberapa usulan/saran. Berdasarkan hasil penelitian, penulis membagi jawaban responden menjadi beberapa bagian. Ditinjau dari segi materi atau bahan, mereka menghendaki agar materi katekese lebih menarik dan lebih mendalam sesuai dengan kenyataan yang dialami umat (kontekstual). Dari segi cara penyampaian, mereka mengusulkan agar metode lebih bervariasi, tidak membosankan sehingga mampu menggerakkan umat untuk terlibat aktif dalam proses tersebut. Mereka juga mengusulkan dalam proses katekese lebih diutamakan penggalian pengalaman dan bila memberi ceramah tidak terlalu panjang atau lama. Ada juga usulan dari umat mengenai sosok katekis agar jangan terlalu menyinggung kekurangan umat ketika berkatekese supaya tidak membuat umat segan untuk hadir dan aktif. Selain itu, pemimpin atau katekis juga harus lebih siap dan professional agar pokok renungan yang disampaikan sungguh-sungguh dapat dipahami dan sesuai dengan tafsiran Kitab Suci. Umat juga mengusulkan agar pelaksanakan katekese seharusnya dilaksanakan sebulan sekali kecuali Bulan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Kitab Suci Nasional, Adven, dan Prapaskah dan usulan yang terkahir yaitu jumlah pemimpin katekese perlu diperbanyak sehingga tidak terkesan pendamping katekese hanya orang yang itu-itu saja dan tidak ada variasinya.
4.
Kesimpulan Hasil Penelitian Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan
berdasarkan pembahasan hasil penelitian. Pertama, pemahaman dan penghayatan hidup menggereja umat di stasi Mansalong sudah baik. Hanya saja pada prakteknya kurang maksimal dan ini perlu ditingkatkan lagi. Kedua, umat stasi Mansalong mengalami kesulitan untuk terlibat dalam hidup menggereja baik di stasi maupun di paroki. Hampir semua umat memberikan jawaban bahwa mereka sulit terlibat oleh karena pekerjaan dan sibuk dengan urusan pribadi (kuesioner nomor 17 dan 20). Sedangkan yang lainnya menjawab sudah tua, memberikan kesempatan pada yang muda, kurang cocok dengan kegiatannya, kegiatan stasi atau paroki selalu bertabrakan dengan kegiatan yang lain, serta usulan tidak ditanggapi. Selain itu, adapula kesan bahwa umat yang terlibat hanya sekedar ikut-ikutan. Mereka merasa tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup oleh karena pendidikan yang rendah. Berkaitan dengan itu, hasil wawancara dengan pengurus stasi mengenai kesulitan lainnya yakni oleh karena pengaruh teknologi seperti TV, HP (Hand Phone) dan internet; kegiatan gereja bukan yang terpenting karena tidak mendatangkan materi; masih dangkalnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai Kristiani. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa umat kurang terlibat dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
hidup menggereja oleh karena kurangnya semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam membangun stasi. Ketiga, umat stasi Mansalong memiliki harapan besar berkaitan dengan kegiatan katekese demi peningkatan hidup menggereja umat. Harapan itu sehubungan dengan metode katekese, proses, sarana, materi, cara penyampaian, pelaksanaan yang rutin, sosok katekis sebagai pendamping atau fasilitator katekese.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN
Pada bab III penulis telah memaparkan hasil penelitian mengenai keterlibatan umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan dalam hidup menggereja. Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa: pertama, tingkat kedalaman pemahaman dan penghayatan hidup menggereja umat stasi Mansalong sudah baik. Kedua, umat stasi Mansalong mengalami kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan menggereja oleh karena berbagai macam alasan sehingga mereka kurang terlibat dalam hidup menggereja. Ketiga umat stasi Mansalong memiliki harapan besar berkaitan dengan kegiatan katekese, khususnya metode katekese, proses, sarana, materi, cara penyampaian, pelaksanaan yang rutin, hingga khususnya bagi sosok katekis atau pemandu katekese. Pada bab IV ini, penulis memaparkan upaya yang diharapkan dapat semakin meningkatkan keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong berdasarkan kajian pustaka pada bab II dan hasil penelitian bab III. Upaya yang penulis ajukan pada bab ini lebih terfokus pada 4 aspek hidup menggereja yakni koinonia, leiturgia, kerygma, dan diakonia. Sebab berdasarkan hasil penelitian, 4 aspek tersebut sangat diperlukan guna meningkatkan keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong. Penulis akan membagi bab IV ini dalam tiga bagian: pertama, pentingnya keterlibatan dalam hidup menggereja bagi umat stasi Mansalong. Kedua, contoh program yang dapat mendukung upaya tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
Ketiga, penjelasan lebih rinci mengenai usulan program dalam bentuk satuan program ketekese umat model Shared Christian Praxis (SCP).
A. Pentingnya Keterlibatan dalam Hidup Menggereja bagi Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan Keempat fungsi dasariah Gereja (koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia) dapat disebut juga empat usaha pokok pastoral dalam membangun Gereja (Siauwarjaya, 1987: 34). Keempat fungsi ini menjadi kekuatan Gereja dalam membangun pertumbuhan iman umat lewat pengalaman umat dalam hidup menggereja. Berdasarkan hasil penelitian bahwa keempat fungsi ini menunjukkan hasil yang kurang maksimal. Buktinya dapat dilihat pada hasil wawancara dengan pengurus stasi khususnya pertanyaan wawancara 2 nomor 1 dalam tabel keterlibatan. Fungsi koinonia atau persaudaraan Kristiani adalah persaudaraan oleh karena Kristus, demi Kristus dan dalam Kristus terarah ke hidup nyata dalam dunia (Siauwarjaya, 1987: 35). Artinya bahwa persaudaraan yang nampak di dunia senantiasa berdasarkan pada Kristus semata-semata dan dicurahkan bagi keselamatan banyak orang. Kis. 2:44 mengungkapkan persekutuan hidup antar umat menjadi kunci utama perkembangan Gereja. Di mana mereka yang telah menjadi percaya tetap bersatu dalam Kristus oleh karena bimbingan Roh Kudus. Mereka bersatu dalam segala hal baik doa, mendengarkan sabda Tuhan, makan bersama dan memecahkan roti serta bersatu untuk saling berbagi. Sebuah komunitas umat beriman akan semakin hidup jika aspek koinonia betul-betul dihayati oleh setiap anggotanya. Sebab aspek yang pertama ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
menjadi pintu gerbang bagi aspek-aspek lainnya seperti kerygma, leiturgia, dan diakonia. Ia menjadi sarana bagi ketiga fungsi lainnya demi perkembangan dan kemajuan Gereja itu sendiri. Stasi Mansalong telah mengembangkan bentuk persekutuan atau koinonia melalui berbagai kegiatan seperti, OMK, WKRI, SEKAMI, KBG. Namun pada kenyataannya bahwa fungsi koinonia sangat kurang dikarenakan umat yang terlibat hanya 25 %. Begitu juga dengan ketiga fungsi lainnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara 2 nomor 1, khususnya dalam tabel keterlibatan serta kesan penulis selama terlibat di stasi Mansalong. Bagaimana hendak membentuk satu persekutuan Umat Allah dan masuk ke dalam tiga fungsi dasariah lainnya jika dari 40 KK yang selalu terlibat hanya 10 KK. Tentu ini kenyataan yang sangat memprihatinkan. Dari keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa keempat fungsi dasariah yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia perlu ditingkatkan. Maka, guna mengusahakan berkembangnya keempat fungsi tersebut diperlukan suatu bentuk kegiatan katekese sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam hidup menggereja. Tentunya kegiatan ini harus mengambil inspirasi dari cara hidup Jemaat Perdana (Kis. 2:41-47). Sebab dari sanalah lahir empat fungsi dasariah Gereja tersebut. Cara hidup Jemaat Perdana sangat kaya akan makna hidup menggereja. Oleh karena mereka hidup atas dasar cinta kasih dalam persekutuan sehati dan sejiwa antara yang satu dengan lainnya dalam komunitas. Dengan adanya semangat persekutuan sehati dan sejiwa memampukan umat stasi Mansalong semakin memiliki “sense of belonging” akan Gerejanya. Maka benar pula
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
pendapat Gromme dalam makalah PAK III (FX. Heryatno W.W. SJ.) “bahwa iman umat berkembang dalam komunitas dan karena relasi dan partipasi mereka dalam hidup komunitas”. Artinya sebagai orang Katolik tidak dapat terpisahkan dari kesatuan dalam komunitas. Ia menjadi satu dan senantiasa menghidupkan komunitas tersebut demi perkembangan iman pribadi maupun bersama. Hal ini tentu erat kaitannya dengan hidup menggereja umat stasi Mansalong sebagai satu komunitas beriman. Pada bagian ini, penulis lebih memfokuskan pada sebuah kegiatan katekese yang mampu menanamkan nilai-nilai Kristiani akan keterlibatan hidup menggereja bagi umat stasi Mansalong. Hal ini sesuai dengan visi dan misi Gereja stasi Mansalong. Di mana stasi Mansalong menjadi pelaksana kehendak Allah yang menghayati imannya sebagai saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat.
B. Upaya Meningkatkan Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan melalui Katekese Umat Setelah
menyadari
akan
pentingnya
terlibat
dalam
kegiatan
menggereja guna meningkatkan keterlibatan hidup menggereja, kini penulis akan memaparkan contoh upaya untuk menanggapi hal tersebut. Maka penulis mengajukan sebuah upaya, yaitu katekese umat model Shared Christian Praxis (SCP).
1.
Alasan Pemilihan Bentuk Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP). Upaya yang penulis ajukan, yaitu: katekese umat model Shared
Christian Praxis (SCP) merupakan hasil pemikiran penulis pada bab II dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
hasil penelitian pada bab III. Hal ini juga didukung dengan usul dari pengurus stasi ketika wawancara dengan Bapak Meleanus sebagai ketua stasi dan Bapak Yan Pera sebagai bendahara (wawancara 2 nomor 4.a). Usulan kegiatan ini diperoleh setelah penulis menyampaikan hasil penelitian dan wawancara melalui email tanggal 20 September 2015. Selain itu, kegiatan katekese merupakan salah satu kegiatan yang menjadi harapan umat agar dilaksanakan sekali dalam sebulan kecuali pada Bulan Kitab Suci Nasional, Adven maupun Prapaskah (kuesioner nomor 30). Kemudian, didukung oleh kenyataan bahwa selama ini katekese hanya menggunakan satu model (kuesioner nomor 28). Maka, tepat sekali jika ketekese model ini dipilih guna meningkatkan keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong. Selain merupakan suatu bentuk pelayanan pastoral yang paling berpengaruh terhadap perkembangan iman umat khususnya stasi Mansalong, katekese ini juga diharapkan semakin membantu menumbuhkan iman umat dalam hidup menggereja. Sebab kagiatan ini pada intinya mengutamakan
pengalaman
umat
atau
praksis
(pengalaman
hidup
menggereja) yang konkret.
2.
Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP)
a.
Tujuan Kegiatan Katekese umat dengan model SCP, menurut Heryatno WW (1997: 1)
merupakan: “suatu pendekatan, model ini menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogis-partisipatif supaya dapat mendorong peserta, berdasarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
komunikasi antara “tradisi” dan visi hidup mereka dengan “tradisi” dan visi Kristiani, sehingga baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia.” Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa katekese umat model SCP sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi maupun bersama dan menjadi sarana yang tepat dalam mengembangkan aspek koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Untuk mewujudkan keempat aspek tersebut, maka perlu adanya kemampuan akan penghargaan atas peran-keberadaan peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab (Heryatno WW, 1997: 1). Kemampaun ini pun sungguh dikembangkan dalam kegiatan katekese ini. Katekese umat model SCP memiliki tiga komponen yaitu: pertama, praksis merupakan tindakan manusia yang telah direfleksikan dan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam setiap kegiatan demi mencapai perubahan hidup. Kedua, Kristiani merupakan pengalaman iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya. Artinya tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang sungguh-sungguh dihidupi dan visi Kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah dalam Tradisi. Dengan demikian manusia menanggapi Allah melalui hidup mereka sebagai realitas iman. Ketiga, sharing merupakan komunikasi timbal balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta yang ditandai dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan, dan solidaritas. Peserta ikut aktif dan siap mendengarkan dengan hati dan mengomunikasikan dengan hati pula akan pengalaman orang lain. Selain itu, katekese model SCP ini juga memiliki kelebihan yakni merupakan sebuah katekese yang efektif yang sungguh memiliki dasar teologis, mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
pastoral yang jelas. Tentu yang perlu digarisbawahi dari katekese model ini adalah sifatnya yang dialogis partisipatif. Dengan katekese model ini, umat diharapkan dengan bebas dan terbuka semakin mampu merefleksikan secara kritis akan pengalaman hidupnya yang selalu ada kaitannya dengan situasi konkret hidup menggereja di mana saja. Pengalaman hidup umat ini dikomunikasikan dengan tradisi Kristiani dan visi Gereja dan melalui komunikasi ini umat dapat mengambil suatu keputusan konkret sehingga pengahayatan imannya dapat semakin terwujud dalam hidup sehari-hari dan dengan demikian nilai-nilai kerajaan Allah sungguh-sungguh nyata di dunia.
b.
Waktu, Tempat dan Peserta Ketekese
umat
model
SCP
ini,
pertama-tama
bertujuan
untuk
mengembangkan iman serta nilai-nilai Kristiani dalam hidup menggereja. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya berkembang untuk iman pribadi tetapi lebih dari itu yakni iman bersama dalam komunitas. Dan semua pihak diharapkan ikut terlibat. Maka diperlukan waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan ini. Berdasarkan kebiasaan di stasi Mansalong, waktu pelaksanaan yang tepat adalah pada minggu pertama awal bulan September bertepatan dengan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) hingga awal minggu pertama bulan Oktober. Sebab pada bulan ini kegiatan pendalaman iman pasti dilaksanakan sedangkan pada bulan-bulan lain bisa dikatakan jarang. Berkaitan dengan tempat dan waktu pelaksanaan dapat ditentukan secara bersama dan dapat dilakukan secara bergilir dari rumah umat. Peserta yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
terlibat adalah semua pihak khususnya umat stasi Mansalong yang terbagi dalam komunitas-komunitas basis.
C. Usulan Program Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) untuk Meningkatkan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan 1.
Latar Belakang Program Katekese umat merupakan suatu bentuk pelayanan pastoral yang menitik
beratkan pada sharing pengalaman iman antar peserta sehingga mampu memperteguhkan iman peserta masing-masing. Biasanya katekese umat dilaksanakan pada bulan Maret pada masa Prapaskah, Oktober pada masa BKSN, dan Desember pada masa Adven. Bahkan pihak Keuskupan telah menyediakan bahan dalam bentuk buku panduan demi memudahkan umat dalam berkatekese. Dengan adanya katekese umat, umat diharapkan semakin dewasa dalam iman sehingga dapat menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat. Adanya katekese umat menjadikan umat semakin akrab dengan sabda Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan. Umat juga diarahkan untuk peduli dengan keadaan sekitarnya serta mampu berbuat sesuatu demi sebuah transformasi sosial. Berdasarkan keprihatinan yang terjadi di stasi Mansalong maka penulis mengusulkan untuk melaksanakan katekese umat model SCP demi membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi Mansalong dalam hidup menggereja. Umat juga dapat merefleksikan secara kritis setiap pengalaman yang terjadi dalam hidup mereka. Selain itu, umat pun dapat sampai pada pertobatan diri pribadi maupun bersama dan menyadari karya Allah dalam hidup mereka. Dengan demikian, mereka mampu menjadi penggerak atau motivator bagi yang lain demi tercapainya cita-cita Kerajaan Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
2.
Tema dan Tujuan Program Penulis
mengusulkan
katekese umat
model SCP dengan
tema:
“Pemberdayaan Paguyuban Umat Stasi Mansalong Menjadi Jalan Perwujudan Nilai-nilai Kerajaan Allah”. Artinya komunitas-komunitas yang ada baik kategorial maupun teritorial yang telah terbentuk baik di tingkat basis, stasi maupun paroki mampu mewujudkan paguyuban yang memberdayakan setiap anggotanya (intern), melaui 4 aspek dasariah Gereja yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia sebagai jalan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Dan pada gilirannya umat mampu memberdayakan paguyuban lain atau masyarakat sekitar (ekstern) dengan teladan sikap sebagai bentuk kesaksian hidup seperti saling menolong, cinta kasih, kedamaian, keadilan, suka cita, persaudaraan, solidaritas, dan lain-lain. Inilah nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicita-citakan. Tema ini dipilih sesuai dengan fokus masalah yang mau diangkat yaitu keempat aspek dalam hidup menggereja, yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Tujuan yang hendak dicapai melalui katekese umat model SCP adalah bersama pendamping peserta dapat menyadari bahwa baptisan menjadi pintu gerbang
menuju
persekutuan
dalam
komunitas
yang
kuat
demi
menumbuhkembangkan semangat pewartaan melalui kesaksian hidup yang dapat membawa peserta untuk semakin menghayati makna liturgi dan akhirnya mampu mengungkapkan imannya melalui tindakan konkret dalam hidup sehari-hari sebagai wujud pelayanan diri bagi sesama. Tema dan tujuan umum tersebut akan diuraikan lebih rinci menjadi 5 tema dan tujuan khusus yang akan digunakan dalam 5 pertemuan, sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
a. Tema
: Karena Baptisan Aku Menjadi Warga Gereja.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan menyadari bahwa baptisan yang ia terima merupakan pintu masuk menjadi warga
Gereja
sehingga
kita
semakin
mampu
membangun
paguyuban murid-murid Kristus dan dapat menumbuhkan sikap hormat dan gembira antar sesama umat demi semakin terlibat dalam dinamika hidup menggereja. b. Tema
: Membangun
Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam Hidup
Menggereja. Tujuan : Bersama
pendamping,
peserta
dapat
menyadari
pentingnya
membangun persekutuan dalam sebuah komunitas sehingga kita dapat saling berbagi satu sama lain dalam kehidupan menggereja sehari-hari dan menjadi teladan bagi yang lain. c. Tema
: Semangat Pewartaan Menjadikanku Saksi Kristus.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa dirinya dipilih dan diutus mewartakan Injil oleh karena rahmat Allah dan bukan
hanya
sehingga
kita
menjadi semakin
pendengar mampu
tetapi
sebagai
pelaksana
mengembangkan
panggilan
mewartakan Injil dan terlibat aktif di dalamnya. d. Tema
: Liturgi Menjadi Sumber Kekuatanku.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa liturgi merupakan sumber kekuatan iman oleh karena rahmat Allah dan bukan sebagai penikmat saja sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan tersebut dan semakin terlibat aktif di dalamnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
e. Tema
: Satu Hati Satu Cinta Peduli Sesama Sebagai Wujud Pelayanan.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menyadari bahwa melayani dengan cinta kasih adalah pemberian diri bagi yang lain sehingga dapat membangun sikap mencintai dengan tulus dan dapat menumbuhkan sikap peduli kepada orang lain tanpa mementingkan diri sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
111
3.
Matriks Usulan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP)
Tema Umum
: Pemberdayaan Paguyuban Umat Stasi Mansalong Menjadi Jalan Perwujudan Nilai-nilai Kerajaan Allah.
Tujuan Umum
: Bersama pendamping peserta dapat menyadari bahwa baptisan menjadi pintu gerbang menuju persekutuan dalam komunitas yang kuat demi menumbuhkembangkan semangat pewartaan melalui kesaksian hidup yang dapat membawa peserta untuk semakin menghayati makna liturgi dan akhirnya mampu mengungkapkan imannya melalui tindakan konkret dalam hidup sehari-hari sebagai wujud pelayanan diri bagi sesama.
Tema
Tujuan
Uraian Materi
Metode
Sarana
Sumber Bahan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.
Karena Baptisan Aku Menjadi Warga Gereja
Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan menyadari bahwa baptisan yang ia terima merupakan pintu masuk menjadi warga Gereja sehingga kita semakin mampu membangun paguyuban muridmurid Kristus dan dapat menumbuhkan sikap hormat dan
- Pengalaman hidup umat - Menyadari kembali baptisan - Baptisan membuat kita bersatu dengan Kristus - Bersyukur karena baptisan - Ikut ambil bagian dalam
- Teks Kitab Suci 1 Kor 12:12-31 - Teks lagu MB No. 427 “Sykur kepada-Mu Tuhan” dan No. 794 “Kita Dipanggil” - Gambar-gambar mengenai pembaptisan - Laptop - LCD - Lilin dan salib
- 1 Kor 12:12-31 - Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 300-301 - KomKat Keuskupan Purwokerto. 2014. Pedoman Sakramen Inisiasi. Hal. 13 - Madah Bakti
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Renungan - Peneguhan
111
No
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
112
gembira antar sesama umat demi semakin terlibat dalam dinamika hidup menggereja Bersama pendamping, peserta dapat menyadari pentingnya membangun persekutuan dalam sebuah komunitas sehingga kita dapat saling berbagi satu sama lain sebagai satu komunitas dalam kehidupan menggereja sehari-hari dan menjadi teladan bagi yang lain
seluruh Kristus
karya
- Pengalaman hidup umat - Panggilan untuk menjadi orang Katolik - Manusia adalah mahkluk sosial - Persekutuan dalam komunitas - Unsur-unsur kehidupan dalam komunitas
Membangun Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam Hidup Menggereja
3.
Semangat Bersama pendamping, - Pengalaman hidup umat Pewartaan peserta dapat Menjadikanku memahami bahwa - Hal-hal baik yang dijumpai Saksi Kristus dirinya dipilih dan dalam diutus mewartakan pewartaan Injil Injil oleh karena
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Renungan - Peneguhan
- Sharing - Tanya jawab - Diskusi - Informasi - Renungan
- Teks Kitab Suci Kis 2:41-47 - Teks lagu “Dalam Yesus Kita Bersaudara” dan “Hari Ini Ku Rasa Bahagia” - Teks cerita Daun-daun dan Orang - Speaker aktif - Laptop - Lagu MP3 instrumental (Bapa Sentuh Hatiku) - Lilin dan salib - Teks Ajaran Gereja LG. No. 5 - Teks lagu MB. No. 522 “Pantang Mundur” dan
- Kis 2:41-47 - Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 218 - Darmawijaya. 2006. Hal 42-47 - LBI, 2002: 218 - LBI, 2011: 143 - Mihalic, 2008a: 182183
- LG. No. 5 “keterlibatan kaum awam dalam tugas kenabian Kristus” - Madah Bakti - KWI. 1996. Iman Katolik Buku Informasi
112
2.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
113
4.
Liturgi Menjadi Sumber Kekuatanku
rahmat Allah dan bukan hanya pendengar tetapi sebagai pelaksana sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan mewartakan Injil dan terlibat aktif di dalamnya Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa liturgi merupakan sumber kekuatan iman oleh karena rahmat Allah dan bukan sebagai penikmat saja sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan tersebut dan semakin terlibat aktif di dalamnya
- Refleksi - Peneguhan
MB. No. 455 “Jadilah Saksi Kristus” - Laptop - Lilin dan salib
- Pengalaman hidup umat - Hal-hal baik yang ditemukan dalam tugas Gereja menguduskan dunia - Keprihatinan apa saja dari tugas Gereja menguduskan dunia - Bagaimana ajaran Gereja mengenai diutus menguduskan dunia
- Sharing - Tanya jawab - Diskusi - Informasi - Renungan - Refleksi - Peneguhan
- Teks Ajaran Gereja SC. No. 48 - Teks lagu PS. No. 381 “Semoga Roti dan Anggur” dan PS. No. 481 “Hanya Debulah Aku” - Laptop - Lilin dan salib
dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 382-392
- SC. No.48 “keterlibatan aktif kaum beriman” - Puji Sykur - KWI. 1996. Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 392-444
113
- Menemukan keprihatinan dalam pewartaan Injil - Menimba Ajaran Gereja - Harapan dalam pewartaan Injil
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
114
5.
Satu Hati Satu Cinta Peduli Sesama Sebagai Wujud Pelayanan
Bersama pendamping, peserta dapat menyadari bahwa melayani dengan cinta kasih adalah pemberian diri bagi yang lain sehingga dapat membangun sikap mencintai dengan tulus dan dapat menumbuhkan sikap peduli kepada orang lain tanpa mementingkan diri sendiri.
- Apa yang menjadi harapan Gereja - Pengalaman hidup umat - Sikap dasar untuk melayani bukan dilayani - Gereja dan Masyarakat - Gereja dan Kaum Miskin - Katolik sejati harus peduli dan berbagi
- Sharing - Refleksi - Tanya jawab - Informasi - Peneguhan
- Teks Kitab Suci Luk 10:25-37 - Teks lagu MB. No. 533 “Tingkatkan Karya serta Karsa” dan MB. No. 325 “Fajar Telah Menyingsing” - Video chicken a la carte - Laptop - LCD - Speaker - Lilin dan salib
- Luk 10:25-37 - Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 135-136 - KWI. 1996. Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 444-460 - Madah Bakti
114
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
4.
Contoh Satuan Pendampingan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP).
a.
Identitas
1) Tema Pertemuan : Membangun Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam Hidup Menggereja. 2) Tujuan
: Bersama
pendamping,
peserta
dapat
menyadari
pentingnya membangun persekutuan dalam sebuah komunitas sehingga kita dapat saling berbagi satu sama lain dalam kehidupan menggereja sehari-hari dan menjadi teladan bagi yang lain. 3) Peserta
: Orang dewasa.
4) Tempat
: Salah satu rumah umat.
5) Waktu
: 60-90 menit.
6) Metode
: Sharing,
tanya
jawab,
informasi,
renungan,
dan
peneguhan 7) Model
: SCP (Shared Christian Praxis)
8) Sarana
: Teks Kitab Suci Kis 2:41-47; teks lagu “Dalam Yesus Kita Bersaudara” dan “Hari Ini Ku Rasa Bahagia”; teks cerita “Daun-daun dan Orang”; speaker aktif; laptop, lagu MP3 instrumental (Bapa Sentuh Hatiku); lilin; dan salib
9) Sumber bahan
: Kis 2:41-47; Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 218; Darmawijaya. 2006. Hal 42-47; LBI, 2002: 218; dan LBI, 2011: 143
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
b.
Pemikiran Dasar Dewasa ini sungguh masih relevan bahwa persekutuan antar umat sangat
diperlukan demi mempererat hubungan satu dengan lainnya. Suatu komunitas terbentuk karena adanya persekutuan antar anggota-anggotanya. Tetapi pada kenyataannya persekutuan tersebut semakin larut oleh karena termakan perkembangan zaman itu sendiri. Pada zaman sekarang, kita dapat melihat sendiri di berbagai tempat, lingkungan, stasi maupun paroki. Banyak umat yang tidak peduli dengan lingkungan di mana mereka berdomisili. Banyak umat kurang memahami pentingnya membangun sebuah persekutuan dalam komunitas. Penyebab lunturnya semangat persekutuan tersebut oleh karena pengaruh perkembangan teknologi yang begitu cepat. Umat disibukkan dengan pekerjaan, tawaran-tawaran duniawi yang menyenangkan, semakin acuh tak acuh dengan keadaan sekitar, bahkan rasa egois pun tumbuh dengan subur dalam diri mereka. Tidak jarang sering dijumpai banyak umat hanya memanfaatkan semangat persekutuan tersebut jikalau itu bermanfaat baginya. Kisah Para Rasul menguraikan tentang persekutuan sehati dan sejiwa dalam sebuah komunitas yang percaya kepada Kristus. Kita semua merupakan pribadi-pribadi yang percaya kepada Kristus dan hidup dalam suatu komunitas yang membuat kita selalu kuat. Melalui baptisan yang telah kita terima menjadikan kita istimewa untuk hidup bersama Yesus. Dan oleh karena kita hidup dalam komunitas yang membutuhkan semangat persekutuan sehati dan sejiwa, maka Yesus mengajak kita untuk tekun dalam pengajaran dan berkumpul merayakan Ekaristi atau ibadat bersama, tekun dalam doa, bersuka cita, bersyukur, dan saling berbagi satu dengan lainnya. Ajakan Yesus tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
menuntun kita untuk semakin percaya dan yakin akan kuasa Kristus dalam hidup dan dengan demikian semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas pun dapat dibangun bersama tanpa ada rasa kekuatiran bahwa Yesus membiarkan kita berusaha sendiri. Pada pertemuan kali ini, kita diajak untuk membangun semangat persekutuan dalam komunitas Gereja, serta melibatkan Yesus di dalamnya. Semangat persekutuan dalam komuntas harus selalu dijaga dan dikembangkan agar suka cita hidup bersama Yesus selalu dirasakan. Dengan membangun persekutuan dalam komunitas kita semakin mampu merasakan kasih Tuhan untuk saling berbagi satu sama lain. Perwujudan persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas tersebut dapat berupa melibatkan diri dalam kegiatan menggereja, tekun berdoa, menghadiri perayaan Ekaristi, saling berbagi pengalaman, pengetahuan, bekerjasama membersihkan ligkungan Gereja, melibatkan diri dalam tugas koor, OMK, SEKAMI, WKRI, KBG, dan lain-lain. Membangun persekutuan sehati dan sejiwa berarti berani untuk berkorban dan bekerjasama serta berani keluar dari keamanan diri sendiri untuk memberikan diri seutuhnya bagi orang lain.
c.
Pengembangan Langkah-langkah
1) Pembukaan a)
Kata pengantar Bapak/ibu dan saudara-saudariku yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada
kesempatan kali ini, kita berkumpul bersama-sama untuk belajar bagaimana kita bersama Yesus dapat membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
komunitas. Pada saat ini semangat persekutuan yang ada di stasi Mansalong semakin hari semakin luntur. Banyak hal yang kita jumpai, seperti umat yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, urusan pribadi, kurang peduli dengan lingkungan sekitar, kurang tanggap akan situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kehidupan. Persekutuan dalam komunitas menjadi sangat penting dan mendapat maknanya apabila dijalankan seturut kehendak Yesus. Dalam Kis 2:41-47, mengajak kita untuk selalu membangun sikap tersebut dalam komunitas beriman yang kita hidupi. Semangat persekutuan tidak hanya sebatas merasakan kebahagiaan akan tetapi juga membutuhkan pengorbanan guna mencapai cita-cita bersama. Dalam membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa juga membutuhkan kerjasama, saling peduli, dan berbagi satu sama lain. Melalui hal itu kita belajar berkomunikasi dan akrab dengan sesama. b) Lagu pembukaan: “Dalam Yesus Kita Bersaudara” c)
Doa pembukaan Allah Bapa yang mahapemurah, kami bersyukur dan berterima kasih
kepada-Mu, karena penyertaan-Mu kami semua dapat berkumpul di tempat ini untuk bersama-sama mendalami sabda-Mu. Ya Bapa, kami mohon dampingi kami semua yang hadir di sini agar dapat membuka hati kami merenungkan, mendalami, dan masharingkan pengalaman hidup kami dalam membangun persekutuan komunitas. Kami juga memohon agar semakin menyadari pentingnya membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas sehingga kami dapat saling peduli, berbagai kasih dan cinta. Ya Bapa, kami mohon semoga Engkau memberkati seluruh pertemuan malam ini, dari awal hingga akhir. Dengan demikian kami sungguh-sungguh semakin memahami arti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
persekutuan yang sebenarnya menurut teladan-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.
2) Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta a)
Pendamping membagikan teks cerita yang berjudul “Daun-daun dan Orang” kepada peserta dan menunjuk salah satu peserta untuk membacakan sedangkan umat lain memperhatikan dan mendengarkan.
b) Pendamping memberikan waktu kepada umat untuk membaca secara pribadi cerita tersebut dalam hati. c)
Pendamping meminta salah satu peserta mencoba menceritakan kembali dengan singkat cerita tersebut.
d) Inti sari cerita “Daun-daun dan Orang.” Hidup dalam sebuah komunitas seperti halnya sebuah pohon yang terdiri dari daun, batang pohon, cabang, dan akar. Daun memiliki peran penting demi berkembang dan bertumbuhnya pohon tersebut. Satu lembar daun bagaikan satu pribadi dalam komunitas tersebut. Jika satu lembar daun tidak dapat bekerja dengan baik maka akan menghambat pertumbuhan pohon. Jika tidak ada rasa persekutuan sehati dan sejiwa antara daun, batang, cabang, dan akar maka pohon tidak akan tumbuh dengan baik. Pohon sangat membutuhkan air melalui akarnya dan sinar matahari melalui daunnya. Begitu juga dengan batang dan cabang yang memilki fungsinya masing-masing demi pertumbuhan dan perkembangan pohon tersebut. e)
Pengungkapan pengalaman hidup: peserta diajak mendalami cerita tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
¾ Ceritakanlah hambatan apa saja yang terjadi jika sebuah pohon tumbuh tanpa ada persekutuan antara batang, daun, cabang maupun akar! ¾ Ceritakanlah pengalaman bapak/ibu dalam menghadapi hambatan ketika hendak membangun sebuah persekutuan dalam komunitas! f)
Suatu contoh arah rangkuman pendamping Berdasarkan analogi cerita tadi, hambatan apa yang terjadi jika bagian-
bagian dari pohon tersebut tidak memiliki rasa persekutuan atau saling memiliki antara satu dengan yang lain dalam komunitasnya. Tentu pohon tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Misalnya daun tidak menerima sinar matahari oleh karena terhalang sesuatu, akar tidak menerima air dari tanah, dan batang tidak mau menjadi penyanggah berdirinya pohon. Maka banyak hal akan terjadi, seperti daun-daun mulai kering, pertumbuhan pohon menjadi lambat, pohon akan cepat roboh ketika ditiup angin kencang, dan akhirnya pohon tersebut mati. Dalam pengalaman hidup kita sehari-hari hambatan-hambatan yang sering dihadapi dalam membangun sebuah komunitas dapat terjadi oleh karena tidak adanya rasa memiliki maupun persekutuan antara satu dengan lainnya. Misalnya tidak mau bekerja sama satu sama lain, tidak saling percaya akan kemampuan orang lain, tidak mau berkorban, selalu egois, saling menyalahkan, tidak mau peduli pada orang lain, dan lain-lain. Hambatan-hambatan tersebut akan senantiasa mengganggu kehidupan dalam komunitas. Akan tetapi semua hambatan dapat diatasi jika anggota satu dengan lainnya saling bekerjasama, punya rasa memiliki, punya rasa persekutuan sehati sejiwa serta senantiasa melibatkan Yesus di dalamnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
3) Langkah II: Merefleksikan secara Kritis Pengalaman Hidup Peserta a) Peserta diajak merefleksikan sharing pengalaman hidup yang telah diungkapkan pada langkah I dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: ¾ Bagaimana sikap bapak/ibu dalam menghadapi hambatan-hambatan yang terjadi dalam membangun sebuah komunitas baik di basis, stasi maupun di paroki dan di masyarakat? b) Pendamping memberikan arah rangkuman singkat atas jawaban-jawaban peserta yang telah diungkapkan, misalnya sebagai berikut: Bapak/ibu serta saudara-saudariku yang terkasih setelah merefleksikan pengalaman hidup kita, ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengahadapi hambatan-hambatan guna membangun semangat persekutuan dalam komunitas. Setiap dari kita tentu memiliki caranya masing-masing dalam menghadapi hambatan-hambatan tersebut. Ada orang yang memberikan perhatian dan kepedulian tanpa pamrih misalnya dalam kegiatan ia memilih dirinya sendiri sebagai pengurus konsumsi atau bagian acara atau bahkan sebagai pemimpin guna melayani yang lain. Begitu juga dengan anggota lainnya mengambil peran dan tugasnya dengan senang hati tanpa perlu mengomentari dan menjatuhkan orang lain. Dan masih banyak cara lain yang dapat dilakukan dalam membangun semangat persekutuan dalam sebuah komunitas. Tentu segalanya memerlukan ketekunan, keberanian dan saling percaya serta senantiasa mengandalkan Tuhan agar mendapatkan kekuatan. Hanya Yesuslah yang dapat diandalkan dalam mengahadapi berbagai hambatan dan tantangan demi membangun rasa persekutuan dalam sebuah komunitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
4) Langkah III: Mengusahakan Pengalaman Kristiani Menjadi Relevan untuk Umat Zaman Sekarang. a)
Salah satu peserta dimohon membacakan teks Kitab Suci yang diambil dari Kis 2:41-47.
b) Peserta dibagi dalam beberapa kelompok kecil (dapat disesuaikan dengan keadaan) guna keefektifan sharing. c)
Peserta diberi waktu secara pribadi merenungkan dan menanggapi bacaan Kitab Suci dalam kelompok dengan bantuan beberapa pertanyaan, yaitu: ¾ Ayat-ayat mana yang mengesan bagi bapak/ibu berkaitan dengan membangun rasa persekutuan di dalam komunitas? Mengapa ayat tersebut mengesan bagi bapak/ibu? ¾ Apa pesan inti yang mau disampaikan Paulus dalam membangun persekutuan di dalam komunitas?
d) Peserta diajak terlebih dahulu mengungkapkan hasil renungan pribadi sehubungan dengan pertanyaan di atas. e)
Pendamping menyampaikan tafsiran dari bacaan Kitab Suci Kis 2:41-47 dan menghubungkan pesan inti dengan tanggapan dan hasil renungan pribadi peserta sesuai dengan tema dan tujuan pertemuan sebagai berikut: Teks Kis 2: 41-47 merupakan salah satu perikop yang membicarakan
tentang persekutuan dalam komunitas dan sekaligus mengajak kita untuk merenungkan cara hidup dalam sebuah komunitas. Hampir semua ayat dalam perikop ini sungguh mengesan dan dapat menjadi teladan bagi hidup kita. Ayat 41, mengingatkan kita akan panggilan hidup mengikuti Yesus melalui baptisan yang kita terima. Ayat 42 menjelaskan cara hidup dalam komunitas yakni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
bertekun dalam pengajaran, dan berkumpul untuk berdoa bersama. Ayat 44, banyak orang yang percaya kepada-Nya tetap bersatu dan kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Ayat 45, saling berbagi satu sama lain. Ayat 46, selalu berkumpul bersama dengan sepenuh hati, bertekun, memecahkan roti secara bergilir dan makan bersama dengan gembira dan tulus hati. Dan pada ayat 47 dikatakan bahwa mereka selalu memuji Allah sehingga hidup mereka disukai banyak orang dan semakin bertambah jumlahnya oleh karena rahmat Tuhan selalu menyertai mereka. Perikop Kis 2:41-47 ingin menyampaikan pesan inti bahwa orangorang
yang
percaya
kepada
Kristus
semakin
banyak
oleh
karena
terbentuknya gaya hidup jemaat yaitu persekutuan untuk saling berbagi, melayani, berdoa, sukacita, dan selalu memuji Allah. Seperti pada ayat 44, menggambarkan sebuah persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas sehingga mereka menyadari bahwa komunitas itu adalah milik mereka serta bertanggungjawab secara tulus hati mengembangkannya. Segalanya menjadi milik bersama tanpa ada yang perlu disembunyikan atau ditutup-tutupi demi kepentingan sendiri. Unsur kehidupan dalam berkomunitas adalah bertekun dalam ajaran, membangun keluarga baru, memecahkan roti, berdoa bersama, berbagi dengan tulus hati dan dicintai banyak orang. Berbagi dengan tulus hati dalam komunitas bukan berarti hanya makanan saja tetapi segalanya. Apa saja termasuk segala kepunyaan yang ada dalam komunitas, seperti, ide, gagasan, pemikiran, pendapat, pelayanan, talenta, pengetahuan, kemampuan, keterampilan, kepedulian dan juga cinta kasih yang senantiasa disatukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
dalam doa bersama kepada Yesus sebagai kekuatan demi keberlangsungan hidup komunitas beriman sehingga kita mampu tampil sebagai saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat.
5) Langkah IV: Menemukan Kesadaran Sikap Baru yang Mau Dijalankan a) Pendamping memulai langkah ini dengan mengajak peserta menerapkan pesan inti Kitab Suci dalam pengalaman, kebutuhan, dan situasi hidup sesuai dengan tema dan tujuan pertemuan, misalnya sebagai berikut: Bapak/ibu serta saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus. Setelah kita mendalami bersama-sama pengalaman akan hidup dalam sebuah komunitas dengan dasar persekutuan sehati dan sejiwa. Kita tentu menemukan pesan yang berguna untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari. Bersama Yesus kita diajak membangun komunitas yang penuh dengan semangat persekutuan sehati dan sejiwa akan satu sama lain. Tentu semuanya itu dibutuhkan ketulusan hati serta semangat berbagi dalam diri yang besar demi perkembangan dan kemajuan komunitas tersebut. Bersama Yesus kita semakin mampu menjalani kehidupan dalam komunitas. Tidak mudah untuk hidup dalam komunitas yang di dalamnya berkumpul orang-orang dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Akan tetapi kita tetap yakin bahwa dengan semangat dan tujuan yang dibangun bersama, kita dapat berproses menjadi orang beriman yang tetap berpegang teguh pada Yesus Kristus. Dan justru dalam perbedaanlah kita dapat melihat kesatuan yang sesungguhnya. Kita semakin diperkaya untuk mengenal satu sama lain, saling melengkapi, dan saling membantu. Dengan demikian, perbedaan tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
menjadi indah dan semakin bermakna, khususnya bagi kita umat stasi Mansalong sebagai satu komunitas Umat Allah. b) Sebagai bahan refleksi untuk semakin mendalami arti persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas dan dalam suasana yang hening peserta diajak merenungkan hasil renungan langkah I-III dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: ¾ Menurut bapak/ibu, berbagi seperti apakah yang dapat meningkatkan serta membangun persekutuan dalam hidup berkomunitas di basis, stasi maupun paroki? c)
Peserta diberi kesempatan merenungkan pertanyaan tersebut dengan diiringi musik instrumental “Bapa Sentuh Hatiku.” Setelah itu peserta diberi kesempatan mengungkapkan hasil renungan pribadi. Pada langkah ke IV, pendamping dapat memberikan arah rangkuman singkat sesuai dengan hasilhasil renungan pribadi peserta, misalnya: Bersama Yesus kita mampu melakukan banyak hal termasuk membangun
semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas. Dengan melibatkan Yesus, kita dikuatkan bahwa pentingnya bantuan Yesus dalam hidup kita. Sikap dan tindakan Kristus dapat menjadi teladan kita dalam membangun sebuah komunitas. Berbagi dalam persekutuan hidup berarti mau memberikan segalanya yang dimilki kepada siapa saja yang membutuhkan. Berbagi berarti mau berkorban bagi orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun. Dengan berbagi kita pun belajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
untuk hidup dalam sebuah komunitas terlebih membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa. Misalnya berbagi pengetahuan, perhatian, kepedulian, materi, cinta kasih, mau terlibat dalam kegiatan komunitas seperti mengikuti Ekaristi dengan penuh penghayatan, ibadah bersama, pendalaman iman, doa bersama, kerja bakti, koor, lektor, OMK, SEKAMI, WKRI, dan sebagainya.
6) Langkah V: Mengambil Keputusan Konkret ke Arah Aksi yang Baru demi Terwujud Nilai-nilai Kerajaan Allah a)
Pengantar Bapak/ibu serta saudara-saudariku dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Pada
kesempatan ini kita telah bersama-sama menggali pengalaman hidup dalam komunitas melalui cerita “Daun-daun dan Orang.” Hidup berkomunitas ibarat sebuah pohon yang terdiri dari daun, ranting, batang serta akar. Demi pertumbuhan sebuah pohon diperlukan matahari sebagai sumber tenaga dan air yang cukup untuk mengolah bahan makanan sehingga pohon tersebut dapat tumbuh dan menghasilkan buah. Satu lembar daun ibarat satu pribadi yang memiliki peran dalam pertumbuhan komunitas. Demikian pula dengan pengalaman hidup membangun persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas. Tentu banyak hambatan yang terjadi seperti malas terlibat, tidak adanya rasa memiliki, egois, sibuk dengan pekerjaan dan sebagainya. Namun semua itu dapat diatasi secara bersama dengan melibatkan Yesus sebagai sang teladan. Hal-hal baik yang telah dibangun dapat dipertahankan dan dikembangkan khususnya dalam berkomunitas dengan meniru cara hidup Jemaat Perdana. Tekun dalam doa,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
tekun dalam pengajaran, menghadiri Ekaristi dengan penuh syukur, saling berbagi dengan tulus hati dalam segala hal, saling percaya, terlebih semakin menumbuhkan rasa memiliki. Tindakan serta sikap-sikap tersebut merupakan wujud dari persekutuan sehati dan sejiwa dalam sebuah komunitas. Berdasarkan pengalaman iman dalam Kisah Para Rasul, kita semakin menyadari bahwa membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas merupakan hal yang terpenting. Sebab dari sanalah akan lahir nilai-nilai Kristiani yang akan tumbuh dan berbuah limpah bagi orang lain. Berdasarkan hasil refleksi, kita seakan ditegur, disapa, diteguhkan serta dikuatkan dalam hal berdoa, berbagi segalanya, mengikuti Ekaristi, membangun rasa memiliki, menaruh cinta kasih, dan sebagainya. Maka alangkah baiknya nilainilai Kristiani yang sudah kita dapatkan dalam pertemuan ini perlu dipraktekkan dalam hidup sehari-hari. Baik secara pribadi maupun bersama demi terwujudnya sebuah komunitas yang mampu memberikan kesaksian hidup kepada orang lain. b) Peserta diajak memikirkan tindakan/kegiatan apa yang akan dilakukan (kegiatannya boleh jangka pendek maupun jangka panjang) guna mendukung terwujudnya semangat persekutuan sehati dan sejiwa di stasi Mansalong ini dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: ¾ Tindakan apa saja yang harus diperhatikan guna terwujudnya persatuan sehati dan sejiwa dalam komunitas basis, stasi, maupun paroki? c) Peserta
diberi
kesempatan
mengungkapkan
dan
mensharingkan
tindakan/kegiatan pribadi maupun bersama yang akan dilakukan dalam kehidupan. Kemudian peserta diajak mendiskusikan dan mengambil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
keputusan bersama tindakan/kegiatan yang akan dilakukan sebagai umat beriman stasi Mansalong. Setelah itu, tindakan/kegiatan pribadi mapun bersama yang telah diambil dipersembahkan dalam doa umat agar mendapat rahmat dari Tuhan.
7) Penutup a)
Sebelum doa dimulai, pendamping mengambil salib dan lilin lalu meletakkan di tengah-tengah peserta sehingga semua peserta dapat melihatnya. Kemudian pendamping mengajak peserta hening sejenak sambil menghadap ke salib, merenungkan serta menyatukan segala doa dan permohonan pada Yesus yang disalib sebagai simbol kekuatan. Setelah itu, pendamping memulai dengan doa umat spontan guna mengawalinya lalu umat lainnya mengikuti dengan mengajukan doa-doa umat kepada Tuhan Yesus.
b) Kemudian pendamping mengakhiri doa umat tersebut dengan doa Bapa Kami secara bersama. Lalu ditutup dengan doa penutup yang dihubungkan dengan tema dan tujuan pertemuan. c)
Doa penutup Allah Bapa dan Ibu, kami mengucap syukur kepada-Mu atas segala
penyertaan-Mu pada pertemuan saat ini sehingga dapat berjalan dengan baik. Banyak hambatan dan tantangan yang kami hadapi demi membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas. Tetapi kami percaya semuanya ini dapat dilalui dengan ketekunan dan kesabaran. Kami berterima kasih karena dengan sabda-Mu, Engkau telah menyadarkan betapa pentingnya membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
melalui semangat berbagi yang diajarkan oleh Para Rasul serta senantiasa melibatkan Putera-Mu dalam setiap langkah hidup kami. Ya Bapa, kami mohon bantulah umat-Mu stasi Mansalong agar berkat teladan-Mu kami semakin mampu mewujudkan semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas. Saling berbagi kasih, cinta, perhatian, peduli, waktu, tenaga, pengetahuan dan sebagainya kepada sesama sesuai dengan kebutuhan. Semoga berkat kasih-Mu selalu dan senantiasa menyertai setiap langkah hidup kami khususnya dalam hidup berkomunitas. Demi Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin. d) Lagu penutup: “Hari ini Ku Rasa Bahagia”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
BAB V PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba melihat secara keseluruhan berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan ini, dengan dikuatkan oleh hasil penelitian dan wawancara. Kemudian pada bagian berikutnya berisi saran bagi semua pihak yang terkait dengan penulisan karya tulis ini.
A. Kesimpulan Sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat meliputi 4 aspek yaitu: koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Di dalam 4 aspek tersebut katekese umat membantu umat untuk meneruskan nilai-nilai Kerajaan Allah. Keempat
aspek
tersebut
yakni:
pertama,
katekese
umat
membantu
mengembangkan semangat persekutuan umat sebagai suatu paguyuban umat beriman yang mengimani Kristus (koinonia). Kedua, katekese umat mengambil peran membantu umat mewartakan Kabar Gembira, mendalami kebenaran Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup dan melaksanakannya berdasarkan semangat injili sebagai saksi Kristus bagi dunia (kerygma). Ketiga, katekese umat membantu menghidupkan kembali perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa sehingga peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman (leiturgia). Dan yang keempat, katekese umat menyadarkan tanggungjawab pribadi sebagai umat beriman terhadap kesejahteraan sesamanya atas dasar cinta kasih, saling melayani dan berbagi satu sama, sehingga cita-cita Kerajaan Allah dapat terwujud di dunia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
(diakonia). Tentunya katekese umat mempunyai sumber inspirasi untuk hidup menggereja umat dari kehidupan Jemaat Perdana (Kis 2:41-47). Gambaran kehidupan Jemaat Perdana menjadi cerminan bagi hidup menggereja umat yang sangat relevan dengan situasi umat zaman sekarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan penghayatan hidup menggereja umat di stasi Mansalong sudah baik. Hanya saja pada prakteknya kurang maksimal sehingga perlu ditingkatkan. Dari segi keterlibatan, dapat dikatakan bahwa keterlibatan umat stasi Mansalong dalam hidup menggereja sangat kurang. Sebab penghayatan aspek koinonia (persekutuan) dan ketiga aspek lainnya belum nampak dalam hidup menggereja umat stasi Mansalong. Permasalahan lain adalah kesulitan umat untuk terlibat misalnya urusan pribadi, keluarga serta pekerjaan, kurang cocok dengan kegiatannya maupun usulan atau ide tidak diterima, menganggap bahwa kegiatan Gereja tidak menghasilkan materi dan sebagainya. Permasalahan dari segi pelaksanaan katekese seperti tenaga pemandu kurang, sarana, materi, cara penyampaian dan sebagainya. Keseluruhan permasalahan di atas perlu ditanggapi dalam suatu bentuk kegiatan pendampingan iman umat yang sesuai dengan corak kehidupan umat. Maka penulis menawarkan bentuk pendampingan iman umat melalui katekese umat model SCP (Shared Christian Praxis) demi menjawab kebutuhan mereka. Sebab katekese umat model ini dapat masuk ke dalam segi-segi kehidupan umat (petani, pedagang, dan lain-lain) dan dapat dilaksanakan pula sesuai corak kehidupan umat. Katekese model SCP tidak harus dilaksanakan di dalam gereja atau dalam komunitas basis, stasi, maupun paroki, tetapi dapat pula dilaksanakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
di tempat lain sesuai dengan konteksnya. Misalnya di dalam keluarga, di ladang, dalam perkumpulan para pengusaha, dan lain sebagainya. Di sinilah katekese umat tersebut menemukan bentuk-bentuk-bentuk barunya demi meningkatkan pertumbuhan iman umat dan hal ini juga menjadi harapan kita bersama sebagai Umat Allah. Penulis melihat bahwa program ini bukan sekedar program pribadi penulis tetapi program ini adalah milik bersama, kepunyaan umat stasi Mansalong. Maka tepatlah bahwa katekese umat dari umat, oleh umat dan untuk umat. Umatlah yang menggagas, mengarahkan dan melaksanakan katekese umat ini sekaligus penikmat hasilnya. Dengan program ini umat semakin menyadari tugas dan tanggungjawabnya dalam kegiatan-kegiatan Gereja dan masyarakat sebagai wujud iman Kristianinya demi tercapainya Kerajaan Allah di dunia.
B. Saran Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai hasil refleksi selama ini bagi umat stasi Mansalong. Pihak pengurus stasi harus menindaklanjuti program yang telah penulis usulkan yaitu katekese umat model Shared Christian Praxis (SCP). Program ini diyakini mampu memotivasi umat untuk sungguh-sungguh terlibat aktif dan bertanggungjawab dalam berbagai kegiatan stasi, paroki maupun di masyarakat. Hal ini didasari bahwa pertumbuhan dan perkembangan Gereja tergantung dari keterlibatan umat dalam dinamika kehidupan Gereja itu sendiri. Maka Gereja harus berani keluar dari kenyamanannya dan pergi ke luar mencari dan menemukan sesuatu yang baru demi menghidupkan kembali iman umat yang padam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
Bagi pihak pengurus stasi maupun paroki perlu menyadari pentingnya pendampingan umat dan melibatkan diri dalam usaha pendampingan tersebut. Selain itu, pihak pengurus stasi juga diharapkan untuk senantiasa membangun kerjasama dengan pihak paroki serta kerjasama dengan umat baik di basis, stasi maupun paroki. Wujud kerjasama guna menindaklanjuti program tersebut bisa dengan kegiatan sarasehan atau pembinaan pembina katekese umat dan lain sebagainya. Dan tidak lupa bahwa pihak pengurus stasi perlu membuat suatu pendampingan khusus bagi anak-anak dan orang muda (SEKAMI dan OMK) seperti rekoleksi atau retret berkaitan dengan pemahaman serta penghayatan dalam hidup menggereja. Berkaitan dengan katekese yang dilaksanakan di stasi Mansalong, hendaknya pihak stasi mengkader pendamping katekese lebih banyak lagi sehingga katekese dapat dilaksanakan secara rutin dan terprogram. Dan perlu diingat bahwa katekese dilaksanakan dalam suasana hati yang penuh kegembiraan, terbuka dan bukan keterpaksaan sehingga masing-masing orang dapat mengungkapkan pengalaman imannya secara bebas. Pengurus stasi maupun paroki perlu mengevaluasi dan merefleksikan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Apakah kegiatan-kegiatan tersebut sungguh berdayaguna dan berdampak positif atau tidak. Di sisi lain umat stasi Mansalong pun perlu meningkatkan kesadaran diri dalam memberikan prioritas dan totalitas pada Gereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX., Drs., SJ. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman (Seri Puskat no 372). Yogyakarta: LPKP. Afra Siauwarjaya. (1987). Membangun Gereja Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius. Dapiyanta (2011). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma. DokPen KWI. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, SJ. Penterjemah dalam angka tahun 1993). Jakarta: Obor. Fransiskus, Paus. (2013). Evangelii Gaudium (Sukacita Injil): Seruan Apostolik Paus Fransiskus kepada para uskup, imam dan diakon, kaum religius dan segenap umat beriman tentang pewartaan Injil kepada dunia dewasa ini (24 November 2013). Seri Dokumen Gerejawi no. 94. Diterjemahkan oleh F.X. Adisusanto, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI. Heryatno Wono Wulung, FX., SJ. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Seri Puskat no. 356). (Saduran bebas dari Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry, New York: Harper Collins, 1990, hal 133-197). Yogyakarta: LPKP. ___________________ (2014) “Katekese Umat: Katekese demi Pembangunan Iman Jemaat” Makalah PAK III, Bahan Kuliah semester VII. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Komisi Kateketik KWI. (1993). Arah Katekese Gereja Indonesia: Perkembangan dari Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se Indonesia (PKKI I-V 19771992), Malang: Dioma. Komsos Keuskupan Tanjung Selor. Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor, Gerak Membangun Gereja yang Hidup dan Mengakar, Yogyakarta: Kanisius. Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. (2007). Katekismus Gereja Katolik, Ende: Nusa Indah. KWI. (1996). Iman Katolik. Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef Pr. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI; kerja sama dengan Yogyakarta: Kanisius. Moleong (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. ____________. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Perbedaan Antara Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Seri Pastoral no 393), Yogyakarta: Puspas. Riduwan, Dr. MBA. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Setyakarjana, JS., SJ. (1997). Arah Katekese di Indonesia, (dari Mencari Arah Katekese 1976 sampai dengan Pertemuan Kateketik antar Keuskupan seIndonesia VI 1996),Yogyakarta: Puskat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
Sumarno Ds, M, Drs., MA., SJ. (2014). “Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki”. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki bagi semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sutrisno Hadi, Prof., Drs., MA. (1982). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Andi Offset. Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese): Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini (16 Oktober 1079). Seri Dokumen Gerejawi no. 28. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI.