PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN AIR BARKARBONASI TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Agatha Devi Mirakel NIM : 038114040
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN AIR BARKARBONASI TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Agatha Devi Mirakel NIM : 038114040
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
iv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
…………Dan ketika seluruh dunia berpaling darimu, engkau tau bahwa Dia selalu hadir untukmu, mengulurkan tanganNya dan membawa serta keajaiban cinta. Bahkan ketika semua himpitan beban dunia membuatmu terluka, disanalah Dia bekerja menjadikanmu pribadi yang sempurna. -Die Gottin der Mirakel-
Liebe: Bapa-ku tercinta di surga, “Sang Guru” kehidupan yang selalu menggenapi janjiNya menjadi indah pada waktunya Mama bundit-ku atas kasih dan doa yang selalu membuatku merasa istimewa Papa dan keluarga atas support, cinta dan segala hal yang belum bisa terucapkan Yosi, gadis kecilku yang setegar batu karang yang membuatku belajar memandang dunia dari sisi yang berbeda Fritas, another miracle in my journey for every single amazing moment we’ve shared.
Untuk semua orang yang mempercayai keajaiban
v
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Agatha Devi Mirakel
Nomor Mahasiswa
: 038114040
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Pemberian Air Berkarbonasi Terhadap Profil Farmakokinetika Parsetamol pada Tikus Putih jantan beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 1 Februari 2008 Yang menyatakan
( Agatha Devi Mirakel )
vi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga, karena oleh berkat, keajaiban dan kasih-Nyalah maka skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis
dalam
menyelesaikannya,
maka
pada
kesempatan
ini
penulis
mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Drs.Mulyono, Apt. selaku pembimbing atas dorongan semangat, diskusi dan pengarahan, peminjaman buku-buku serta kesabaran dan inspirasi dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi. 3. Bapak Yosef Wijoyo,M.Si.,Apt. selaku dosen penguji untuk arahan, dan diskusi, untuk pinjaman buku-buku serta dorongan semangat selama proses penyusunan skripsi. 4. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan berupa diskusi-diskusi, kritik dan saran selama penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh staf laboratorium: Mas Heru Purwanto, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Wagiran, Pak Mukmin, Pak Prapto, Mas Parlan, Mas Kunto dan Mas Otok yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium.
vii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
6. Segenap staf administrasi: Pak Tatmo, Mas Narto, Mbak Sari dan Pak Mukmin untuk
keramahan, kesabaran dan pelayanan selama masa-masa
perkuliahan. 7. Sahabat-sahabatku
Angger, Ana Rosa, Dita, Vera, Sari, Sakundita, dan
Monika untuk perbedaan, sharing, tawa dan tangisan, persaudaraan, semangat, keceriaan, serta persahabatan yang mengagumkan, juga untuk dukungan selama masa-masa kuliah. 8. Veronika Sulistiawati patner tak terduga dari kelompok A 2003 untuk semua kebersamaan, perdebatan dan dukungan, diskusi, doa dan seluruh harapan yang amat besar selama di laboratorium dan keseluruhan proses penyusunan skripsi ini. 9. Teman-teman selama di laboratorium Angga, Surya dan Galaeh untuk setiap doa sebelum bekerja, untuk penguatan, keceriaan, diskusi, foto-foto, di Laboratorium. Juga Madya, Nia, Agnes, Supri, Eka, Siska, dan Shinta Dewi. 10. Sahabat-sahabatku Diah, Nuning, dan Dewi atas inspirasi selama bertahuntahun, doa-doa, kebersaman dan dukungan moral yang sangat besar. 11. Lanny dan Lia tetangga kost dan teman yang baik hati dan pintar, teman sharing dan diskusi dan teman”laporan praktikum” yang selalu ada pada saat yang tepat. 12. Teman-teman kost Sariayu: terutama Yanti dan Vivi yang memberi semangat dan menemani dalam kebersamaan. 13. Teman-teman Seluruh angkatan 2003, khususnya kelas A dan terutama kelompok praktikum B, untuk jiwa yang selalu muda yang membuat hidup
viii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
lebih berwarna, kebersamaan dan kekompakan dalam setiap tahun yang telah dilalui. 14. Setiap orang yang tidak dapat disebutkan satu-persatu namun memberi kontribusi yang amat berharga dalam tiap tahap hingga saat penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
x
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
INTISARI Absorpsi obat yang diberikan peroral sebagai contoh parasetamol, dipengaruhi berbagai faktor fisiologis termasuk adanya makanan dan minuman dalam saluran cerna. Minuman berkarbonasi dengan kandungan utama air berkarbonasi sering dikonsumsi masyarakat dan terdapat kemungkinan suatu saat minuman itu dikonsumsi bersama dengan parasetamol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh air berkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol, parameter farmakokinetika yang dipengaruhi serta seberapa besarnya, juga hal yang diakibatkan dari pengaruh tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni, rancangan acak lengkap pola satu arah. Digunakan sepuluh ekor tikus putih jantan galur wistar sebagai subyek uji. Lima ekor sebagai kelompok kontrol dan lima ekor sebagai kelompok perlakuan. Subyek diberi parasetamol peroral dosis 300 mg/kgBB, dilanjutkan pemberian air barkarbonasi 5,8115 mg/kgBB (kelompok perlakuan) atau air dengan volume setara air barkarbonasi (kelompok kontrol). Penetapan kadar parasetamol dilakukan dengan metode HPLC oleh Howie et al.(1977) yang dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasilnya diolah menggunakan program STRIPE (Johnston & Woolard, 1983 yang dimodifikasi oleh Jung) dan dianalisis statistik dengan paired t-tes (taraf kepercayaan 95%). Hasilnya, air berkarbonasi memberikan perbedaan bermakna terhadap profil farmakokinetika fase absorbsi dan eliminasi parasetamol: ka(+131,61%); Cmaks(+27,74%); tmaks(-29,42%); AUC0-~(+28,35%); ClT(-21,62%); β(-15,00%); k13(-13,04%); t½eliminasi(+42,55%); MRT(+18,08%). Perantaranya diduga adalah peningkatan kecepatan pengosongan lambung, penurunan biotransformasi dan atau ekskresi parasetamol. Akibatnya mungkin berupa peningkatan daya analgesik dan resiko hepatotoksisitas(pada pemakaian dosis berganda).
Kata kunci : farmakokinetika, interaksi, parasetamol, air barkarbonasi.
xi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Absorbtion for the drug given orally for example paracetamol, influenced by many physiologic factor, include the presence of foods and beverages in gastrointestinal track. Carbonated soft drink which contain carbonated water often to be consumed and it’s possible that once people consume it concomitanly with paracetamol. The aim of this research was to know wheather carbonated water influence paracetamol’s pharmacokinetics profile or not, include the parameters that were affected, the amount also the effect. This was a pure experimental research, completely randomized one way variance. Ten white male Wistar strain rats used as the subjects. Five rats as the control group and others as the treatment group. Subjects were given paracetamol orally (300 mg/kgBB), continued with carbonated water 5,8115 mg/kgBB (treatment group) and pure water with the same volume (control group). HPLC method by Howie et al., modified by Wijoyo (2001) was used to determine paracetamol concentration in the blood. The results were proceed by STRIPE (Johnston & Woolard, 1983 modified by Jung) and statistically analized by paired t-test with (95% confidence intervals). The results showed that carbonated water affected paracetamol’s pharmacokinetics profile on absorbtion and elimination phase: ka(+131,61%); Cmax(+27,74%); tmax(-29,42%); AUC0-~(+28,35%); ClT(-21,62%); β(-15,00%); k13(-13,04%); t½elimination(+42,55%); MRT(+18,08%). The mediator was presume as the acceleration of gastric emptying and the decrease biotransformatin and or excretion of paracetamol. The posibble results will be the increase of analgetic capacity and hepototoxcicity risk (in multiple dose administration).
Key words: pharmacokinetics, interaction, paracetamol, carbonated water
xii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v PRAKATA....................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... x INTISARI ........................................................................................................ xi ABSTRACT....................................................................................................... xii DAFTAR ISI.................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL............................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xxiii BAB I. PENGANTAR..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1. Permasalahan ....................................................................................... 4 2. Keaslian penelitian............................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ............................................................................... 4 B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ............................................................. 6 A. Farmakokinetika ........................................................................................ 6 1. Pengertian ........................................................................................... 6
xiii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Analisis Farmakokinetika .................................................................... 7 3. Parameter farmakokinetika .................................................................. 14 4. Strategi Penelitian farmakokinetika ..................................................... 25 B. Interaksi farmakokinetika .......................................................................... 33 1. Pengertian ........................................................................................... 33 2. Mekanisme Interaksi Farmakokinetika ............................................... 34 3. Akibat................................................................................................... 42 4. Perantara .............................................................................................. 43 5. Penyebab .............................................................................................. 43 6. Penafsiran............................................................................................. 43 C. Parasetamol ................................................................................................ 44 1. Terapetik .............................................................................................. 44 2. Kimia.................................................................................................... 45 3. Farmakokinetika .................................................................................. 46 4. Hepatotoksisitas ................................................................................... 50 D. Air Berkarbonasi ........................................................................................ 52 E. Metode Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Darah ................................ 54 1. Metode Gas Liquid Chromatography (GLC) ..................................... 55 2. Metode Spektrofotometri-Diferensial .................................................. 56 3. Metode oleh Micelli dkk...................................................................... 56 4. Metode Cafetz dkk............................................................................... 56 5. Metode High Performance Liquid Chromatograpy (HPLC) .............. 57 F. Landasan Teori........................................................................................... 59
xiv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
G. Hipotesis .................................................................................................... 62 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 63 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 63 B. Variabel-variabel Penelitian....................................................................... 63 1. Variabel Bebas ..................................................................................... 63 2. Variabel Tergantung ............................................................................ 64 3. Variabel Pengacau................................................................................ 65 C. Bahan Penelitian ........................................................................................ 65 D. Alat Penelitian............................................................................................ 66 E. Tata Cara Penelitian................................................................................... 67 1. Optimasi penetapan kadar parasetamol ............................................... 67 2. Penelitian lanjutan................................................................................ 69 F. Analisis Hasil ............................................................................................. 71 1. Perhitungan parameter farmakokinetika .............................................. 71 2. Analisis statistik ................................................................................... 71 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 73 A. Optimasi metode ........................................................................................ 73 1. Pembuatan dan penetapan kurva baku ................................................. 76 2. Penetapan harga perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik. .............................................................................................. 80 3. Uji stabilitas parasetamol ..................................................................... 84 B. Penelitian lanjutan...................................................................................... 85 1. Penetapan dosis parasetamol................................................................ 85
xv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Penetapan dosis air berkarbonasi ......................................................... 86 3. Penetapan waktu pengambilan cuplikan .............................................. 86 C. Analisis Hasil ............................................................................................. 87 1. Profil absorbsi parasetamol.................................................................. 91 2. Profil distribusi parasetamol ................................................................ 96 3. Profil eliminasi parasetamol ................................................................ 98 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 101 A. Kesimpulan ................................................................................................ 101 B. Saran .......................................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 103 LAMPIRAN..................................................................................................... 107 BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 158
xvi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Sifat dari model satu kompartemen terbuka ........................... 10
Tabel II.
Sifat dari model dua kompartemen terbuka ............................ 11
Tabel III.
Rangkuman model kompartemen, rute pemberian dan persamaan kadar dalam darah, serum dan urin ...................... 13
Tabel IV.
Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap variabel fisiologi ..................................................................... 15
Tabel V.
Ketergantungan parameter famakokinetika sekunder dan turunan terhadap parameter farmakokinetika primer.............. 25
Tabel VI.
Pembersihan parasetamol yang diperoleh isolated perfusea liver ......................................................................................... 50
Tabel VII.
Parameter
farmakokinetika
&
farmakodinamika
parasetamol pada manusia ...................................................... 52 Tabel VIII.
Asam bikarbonat ..................................................................... 52
Tabel IX.
Karbon dioksida ....................................................................... 53
Tabel X.
Faktor yang mempengaruhi pengosongan lambung ............... 61
Tabel XI.
Parameter farmakokinetika model 2 kompartemen terbuka..................................................................................... 70
Tabel XII.
Harga perolehan kembali, kesalahan sistemik, kesalahan acak penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan HPLC-Intraday ....................................................................... 82
xvii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XIII.
Harga perolehan kembali, kesalahan sistemik, kesalahan acak penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan HPLC- Interday....................................................................... 83
Tabel XIV.
Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 0oC .................................................................................. 84
Tabel XV.
Data kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian parasetamol dalam plasma dosis 300 mg/kgBB ................... 86
Tabel XVI.
Kenaikan
kadar
parasetamol
dalam
plasma
setelah
pemberian parasetamol oral 300 mg/kg BB pada tikus akibat pemberian air berkarbonasi .......................................... 89 Tabel XVII.
Pengaruh pemberian air berkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan............. 90
Tabel XVIII.
Seri kadar larutan intermediet kurva baku parasetamol.......... 108
Tabel XIX.
Data persamaan kuva baku ................................................... 109
Tabel XX.
Contoh perhitungan kadar larutan parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistemik dan kesalahan acak (intraday dan interday) ................................ 110
Tabel XXI.
Konversi perhitungan dosis antar jenis subyek....................... 131
Tabel XXII.
Data kadar parasetamol dalam plasma dalam berbagai waktu....................................................................................... 132
Tabel XXIII.
Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 1............ 139
Tabel XXIV. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 2............ 140 Tabel XXV.
Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 3............ 141
xviii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXVI. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 4............ 142 Tabel XXVII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 5............ 143 Tabel XXVIII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 1........ 144 Tabel XXIX. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 2........ 145 Tabel XXX.
Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 3........ 146
Tabel XXXI. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 4........ 147 Tabel XXXII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 5........ 148 Tabel XXXIII. Rangkuman parameter farmakokinetika parasetamol pada tiap-tiap subyek uji.................................................................. 154
xix
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Tahap analisis farmakokinetika .............................................. 7
Gambar 2.
Tahapan aksi hayati / biologi obat dalam tubuh ..................... 26
Gambar 3.
Contoh struktur protein ........................................................... 29
Gambar 4.
Rangkuman prinsip penafsiran dan penilaian farmakokinetika
serta
akibat
kinetika
interaksi
farmakologi,
toksikologi dan klinisnya ........................................................ 43 Gambar 5.
Struktur parasetamol .............................................................. 45
Gambar 6.
Metabolisme parasetamol ....................................................... 49
Gambar 7.
Struktur asam bikarbonat ........................................................ 52
Gambar 8.
Gambaran denaturasi protein .................................................. 75
Gambar 9.
Gugus kromofor dan auksokrom parasetamol ........................ 76
Gambar 10.
Kromatogram blangko plasma ................................................ 77
Gambar 11.
Kromatogram parasetamol dalam plasma dengan kadar 100 µg/ml ................................................................................ 77
Gambar 12.
Disosiasi parasetamol.............................................................. 78
Gambar 13.
Reaksi penggaraman parasetamol dengan adanya basa.......... 79
Gambar 14.
Gugus polar dan nonpolar parasetamol................................... 79
Gambar 15.
Persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma ................. 80
Gambar 16.
Kromatogram kontrol 3, menit ke 20...................................... 85
xx
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 17.
Kurva kekerabatan kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan akibat pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg BB ................................................................................ 87
Gambar 18.
Kurva kekerabatan ln kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan akibat pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg BB
Gambar 19.
........................................................................... 87
Perubahan liku kenaikan kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg.BB dengan dan tanpa air berkarbonasi ................. 88
Gambar 20.
Perubahan liku kenaikan ln kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg.BB dengan dan tanpa air berkarbonasi ............... 88
Gambar 21.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B)............... 133
Gambar 22.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B) ...... 134
Gambar 23a.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ......................................... 135
Gambar 23b.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 2- perlakuan 2 ........................................... 135
Gambar 23c.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 3 – perlakuan 3 .......................................... 135
xxi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 23d.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 4 – perlakuan 4 .......................................... 136
Gambar 23e.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 5 – perlakuan 5 .......................................... 136
Gambar 24a.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ................................ 137
Gambar 24b.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ................................ 137
Gambar 24c.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ................................ 137
Gambar 24d.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ................................ 138
Gambar 24e.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1- perlakuan 1 ................................ 138
xxii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Perhitungan dan penimbangan pembuatan kurva baku parasetamol .......................................................................... 108
Lampiran 2.
Contoh
data
dan
perhitungan
pembuatan
larutan
parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistemik dan kesalahan acak (intraday dan interday ................................................................................ 110 Lampiran 3.
Contoh perhitungan dosis awal untuk orientasi dosis........... 111
Lampiran 4.
Kromatogram kurva baku parasetamol dalam plasma ........ 112
Lampiran 5.
Contoh kromatogram kelompok kontrol............................... 116
Lampiran 6.
Contoh kromatogram kelompok perlakuan ......................... 123
Lampiran 7.
Contoh perhitungan dosis dan volume air berkarbonasi ...... 131
Lampiran 8.
Data kadar parasetamol dalam plasma pada berbagai waktu .................................................................................. 132
Lampiran 9.
Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu ......... 133
Lampiran 10.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu...... 134
Lampiran 11.
Kurva
kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu
untuk tiap– tiap pasang subyek uji....................................... 135 Lampiran 12.
Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu untuk tiap – tiap pasang kontrol-perlakuan .................................. 137
Lampiran 13.
Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol............. 139
Lampiran 14.
Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan......... 144
xxiii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 15.
Contoh
perhitungan
parameter
farmakokinetika
parasetamol .......................................................................... 149 Lampiran 16.
Rangkuman parameter farmakokinetika parasetamol pada tiap-tiap subyek uji............................................................... 154
Lampiran 17.
Analisis stastistik SPSS (12.00) data ka ................................ 156
Lampiran 18
Sertifikat analisis parasetamol .............................................. 169
xxiv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Obat-obat yang diberikan dengan jalur pemberian ekstravaskular seperti peroral contohnya parasetamol, mengalami suatu tahapan yang disebut absorpsi yaitu absorbsi pada saluran cerna (gastrointestinal absorbtion). Pada proses absorbsi ini, obat terlebih dahulu harus melewati membran pada tempat absorbsi seperti dinding pembuluh kapiler pada saluran cerna agar dapat tersedia dalam saluran sistemik dan siap memberikan aksi. Tahap absorbsi tidak akan terjadi pada obat-obat yang diberikan dengan jalur pemberian intravaskular (misalnya secara intravena, intraarterial, intraspinal dan intraserebral), karena obat tidak perlu menembus suatu membran agar dapat tersedia pada saluran sistemik. Proses absorbsi obat pada saluran cerna ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologi seperti waktu tinggal dalam saluran cerna (transit time); kecepatan pengosongan lambung; tempat absorpsi (lambung, usus); keefektifan luas permukaan pada tiap tempat absorpsi; pH pada saluran cerna; aliran darah pada tempat absorpsi; ada dan tidaknya makanan dalam saluran cerna serta masih banyak lagi (Wagner, 1979). Memperhatikan faktor-faktor fisiologi diatas, maka sangat mungkin bila suatu saat makanan atau minuman yang dikonsumsi bersama dengan pemberian obat peroral mempengaruhi proses absorbsi obat tersebut dengan cara mengubah satu atau lebih faktor-faktor fisiologi.
1
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2
Salah satu minuman yang mungkin dikonsumsi bersama dengan obat adalah minuman berkarbonasi. Di Indonesia jenis minuman berkarbonasi ini sudah lama dikenal. Rasa segar yang menjadi keistimewaan jenis minuman ini disebabkan oleh kandungan air berkarbonasi yang menjadi komponen utamanya. Sensasi ”bubling” yang ditimbulkan olah kandungan gas yang terlarut, menjadikannya unik dan digemari (Anonim, 2002). Air barkarbonasi sering dijual dalam bentuk kombinasi dengan bahan tambahan seperti gula dan bahan perasa seperti yang terdapat dalam minuman ringan berkarbonasi (carbonated soft drink) namun ada juga yang dijual dalam bentuk air barkarbonasi tanpa campuran apapun yang sering disebut sebagai air soda. Minuman jenis ini dapat dikonsumsi kapan saja mulai dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua. Contoh yang dapat dijumpai mengenai konsumsi minuman berkarbonasi bersama dengan obat adalah konsumsi salah satu merk minuman berkarbonasi bersama dengan parasetamol (Hermansaksono, 2005). Parasetamol adalah suatu metabolit aktif dari fenasetin yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik. yang juga sudah lazim digunakan sejak tahun 1893 (AMA, 1994; Hardam, Gilman & Limbird, 1996). Di Indonesia parasetamol telah banyak beredar sebagai obat bebas dengan berbagai nama dagang. Depkes RI menganjurkan parasetamol sebagai pilihan utama untuk pengobatan demam (www.depkes.go.id.). Meskipun tergolong obat yang sudah lama digunakan, namun karena efek sampingnya yang relatif sedikit, sifatnya yang tidak mengiritasi lambung dan aman untuk digunakan pada anak-anak, membuat obat ini masih tetap menjadi disukai dan digunakan hingga sekarang.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
3
Saat mengkonsumsi air berkarbonasi, kandungan gas yang terlarut didalamnya memiliki kecenderungan memenuhi lambung (peningkatan volume) dan menyebabkan tekanan pada lambung (gastric distention). Kedua hal tersebut termasuk stimulus dalam pengosongan lambung (Mayersohn, 2002). Maka bagi obat seperti parasetamol yang melalui tahapan absorpsi di usus halus, faktor fisiologi berupa kecepatan pengosongan lambung akan mempengaruhi efektifitas absorpsinya
(Whitehouse,
1981)
dan
mungkin
juga
terhadap
profil
farmakokinetika parasetamol yang lain (distribusi dan eliminasi). Untuk itulah penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat interaksi air barkarbonasi-parasetamol yang berpengaruh terhadap profil farmakokinetika dari parasetamol. Penelitian
mengenai
pengaruh
air
barkarbonasi
terhadap
profil
farmakokinetika parasetamol ini menggunakan HPLC (High Liquid Performance Chromatography) untuk mengukur kadar parasetamol utuh dalam plasma. Metode yang digunakan mengacu pada
metode yang dikembangkan oleh Howie,
Adriaensenss & Prescott, (1977) dengan modifikasi yang dilakukan oleh Wijoyo (2001). Metode ini dipilih dengan pertimbangan bahwa metode ini memenuhi parameter senstivitas, selektivitas, ketepatan dan ketelitian serta dapat mengatasi masalah volume cairan biologis (darah) yang terbatas pada subyek uji (tikus) yang digunakan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
4
1. Permasalahan a. Apakah pemberian air barkarbonasi mempengaruhi profil farmakokinetika parasetamol? b. Parameter farmakokinetika apa yang dipengaruhi dan berapa besarnya pengaruh tersebut? c. Hal apa yang mungkin terjadi akibat perubahan profil farmakokinetika tersebut?
2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka di USD, penelitian mengenai pengaruh air barkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol belum pernah dilakukan. Penelitian tentang parasetamol yang pernah ada sebelumnya adalah antaraksi farmakokinetika jamu merit dengan parasetamol (Kristianto, 2000); antaraksi parasetamol dengan vegeta (Delima, 2004) serta antaraksi parasetamol dengan jamu antangin (Sulistyowati,2005).
3. Manfaat a. Manfaat teoritis yang didapatkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh pemberian air barkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol. b. Manfaat praktis yang didapatkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atas hal-hal yang mungkin ditimbulkan oleh interaksi air
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
5
barkarbonasi dengan parasetamol pada kinerja farmakologi-toksikologi parasetamol.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran bahwa air berkarbonasi dapat mempengaruhi profil farmakokinetika parasetamol. 2. Mengetahui parameter farmakokinetika apa saja yang dipengaruhi dan berapa besarnya pengaruh tersebut. 3. Mengetahui hal yang mungkin terjadi akibat perubahan profil farmakokinetika tersebut.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA Sehubungan dengan maksud penelitian ini maka di dalam bab ini akan ditelaah lebih lanjut mengenai farmakokinetika, analisis farmakokinetika, interaksi farmakokinetika, parasetamol dan air berkarbonasi.
A. Farmakokinetika 1. Pengertian Farmakokinetika
adalah
suatu
cabang
dari
ilmu
farmakologi.
Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan organisme hidup dan segala aspek dari interaksi tersebut. Berarti, baik obat maupun organisme hidup dapat saling mempengaruhi. Bagian farmakokinetika dikhususkan untuk mempelajari bagian tentang pengaruh obat
terhadap
organisme hidup. Oleh Makoid dan Cobby (2002) farmakokinetika didefinisikan sebagai suatu perhitungan matematika dari waktu proses absorsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dari obat didalam tubuh. Faktor biologi, psikologi dan fisika-kimia yang dapat mempengaruhi proses perpindahan obat di dalam tubuh juga dapat mempengaruhi tingkat dan kecepatan ADME obat tersebut di dalam tubuh. Sejauh ini aksi farmakologi banyak berhubungan dengan kadar obat di dalam plasma, begitu pula dengan aksi toksikologi.
6
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
7
2. Analisis farmakokinetika Analisis farmakokinetika dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan parameter-parameter farmakokinetika. Pada tahap selanjutnya parameterparameter tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan misalnya menentukan
laju
memperhitungkan
absorpsi, ketersedian
metabolisme hayati
dan
ekskresi
(bioavailabilitas)
melalui suatu
urin:
produk;
menghubungkan respon farmakologi dengan konsentrasi obat di dalam plasma, cairan tubuh lain atau jaringan; memprediksi kadar obat dalam darah setelah pemberian dosis ganda; mengoptimalkan aturan dosis untuk obat-obat tertentu dan masih banyak lagi. Dalam mempelajari analisis farmakokinetika terlebih dahulu harus dipahami tetang model kompartemen, ordo kinetika, strategi penelitian dan teknik analisis obat dalam cairan biologis. Pemberian obat dengan dosis tertentu kepada subyek Pencuplikan sampel melalui cairan biologis (misal darah atau urin ) atau jaringan Penetapan kadar obat utuh dan atau metabolinya terhadap fungsi waktu Data Penetapan model kompartemen farmakokinetika Aplikasi model Penjabaran model kompartemen Penentuan ordo kinetika
Jenis model farmakokinetika
Gambar 1. Tahap analisis farmakokinetika
(Wagner, 1975 dengan revisi)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
8
a. Analisis model kompartemen adalah tahapan yang pertama dilakukan setelah didapat data kadar obat tak berubah atau metabolitnya dalam darah atau urin (cairan biologis yang paling sering digunakan). Tahap ini penting untuk mencocokkan data hasil uji dengan rumus perhitungan parameter farmakokinetika. Setelah berada di dalam badan (sirkulasi sitemik) obat akan terdistribusi dengan cepat ke berbagai organ dengan sifat beragam. Badan dianggap suatu kumpulan kompartemen (multi kompartemen) yang terpisah satu sama lain, untuk menyederhanakannya badan dianggap sebagai suatu sistem satu atau dua kompertemen terbuka. hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa proses perpindahan (distribusi) obat antar kompertemen bersifat bolak-balik antara darah disatu pihak dan tempat distribusi di pihak lain. Cara pengerjaannya adalah dengan mengikuti metode plot semilogaritma kadar obat lawan laktu dengan perhitungan matematika. 1) Model satu kompartemen terbuka. Diasumsikan bahwa badan adalah kompertemen tunggal, seluruh kompertemen yang ada dianggap sebagai sentral. Kompartemen sentral didefinisikan sebagai jumlah seluruh bagian badan (organ atau jaringan) dimana kadar obat didalamnya segera berada dalam kesetimbangan dengan kadar obat dalam darah atau plasma (Ritschel, 1992). Pada model ini seolaholah tidak terdapat fase distribusi. Adanya fase distribusi hanya digambarkan dengan Vd. Kurva semilogaritma hanya menunjukkan kurva monofasik.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
9
2) Model dua kompartemen terbuka. Dalam model ini tubuh dibagi menjadi dua kompertemen, sentral dan perifer. Arti terbuka mengacu pada kenyataan bahwa obat yang semula masuk dalam badan pada akhirnya akan dikeluarkan kembali (pada waktu tak hingga, sampai kadar obat sama dengan nol). Kompertemen perifer dianggap sebagai jumlah seluruh bagian badan (organ, jaringan atau bagian darinya) tempat obat akhirnya tersebar namun kesetimbangan tidak segera tecapai (Ritschel, 1992). Pada model dua kompartemen terbuka tampak adanya kurva bifasik pada kertas semilogaritma. Karena itu jelas bahwa plot kurva semilogaritma kadar obat dalam darah lawan waktu dapat digunakan sebagai penanda model kinetika suatu obat. b. Analisis ordo kinetika penting untuk perhitungan parameter farmakokinetika, karena dari asumsi ordo kinetika ini diturunkan secara matematis parameter farmakokinetika. Dalam farmakokinetika penerapannya hanya terbatas pada ordo nol dan ordo pertama. Kinetika suatu obat dikatakan mengikuti ordo nol bila penurunan kadar obat dalam waktu tertentu tidak tergantung pada jumlah obat yang dipindahkan pada waktu tertentu itu. Bila penurunan kadar obat pada waktu tetentu tergantung pada jumlah obat yang dipindahkan pada waktu tertentu itu, maka hal ini adalah penanda kinetika obat tersebut mengikuti ordo pertama.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
10
Tabel I. Sifat dari model satu kompartemen terbuka Aplikasi
Sifat
Intravaskular
Ekstravaskular
(Intravena, intrakardiak, intraarterial)
(oral, peroral, rectal,intramuscular, subkutan, intrakutan)
Tidak ada absorpsi, semua obat yang diinjeksikan berada dalam sirkulasi sitemik, distribusi yang cepat antara aliran darah dan jaringan; kesetimbangan (steady state) langsung tercapai; penurunan kadar obat tergantung pada ekskresi dan metabolisme.
Absorpsi berjalan seturut pelepasan obat dan mekanisme absorpsi; pada waktu 0 tidak terdapat obat pada sirkulasi sistemik; selama terjadi proses absorpsi, konsentrasi obat meningkat sampai puncak (peak) dan kemudian menurun sejalan dengan eliminasi (metabolisme dan ekskresi); tidak semua obat terabsorpsi.
BODY
D Vd
C
BODY
kel
D
ka
kel Vd C
Model
BLOOD LEVEL (pada kertas semi logaritma)
D = dosis yang diberikan Vd = volume distribusi C = kadar obat dalam plasma kel = tetapan laju eliminasi
D Vd C Ka kel
Log Kadar
Log Kadar waktu
= dosis yang diberikan = volume distribusi = kadar obat dalam plasma = tetapan laju absorpsi = tetapan laju eliminasi
kel
waktu
(Ritschel, 1992)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
11
Tabel II. Sifat dari model dua kompartemen terbuka Aplikasi
Sifat
Intravaskular
Ekstravaskular
(Intravena, intrakardiak, intraarterial)
(oral, peroral, rectal, intramuscular, subkutan, intrakutan)
Tidak ada absorpsi, semua obat yang diinjeksikan berada dalam sirkulasi sitemik; distribusi yang lambat antara aliran darah dan jaringan; kesetimbangan (steady state) tercapai beberapa saat setelah pemberian; penurunan kadar pada tahap pertama kurva kadar obat terjadi karena distribusi; penurunan kadar obat pada bagian kedua tergantung pada pendistribusian kembali (back distribution) obat dari jaringan ke dalam darah, ekskresi dan metabolisme.
Absorpsi berjalan seturut pelepasan obat dan mekanisme absorpsi; pada waktu 0 tidak terdapat obat pada sirkulasi sistemik; selama terjadi absorpsi, konsentrasi obat meningkat sampai puncak (peak) diikuti penurunan dikarenakan distribusi lambat sampai tercapai kesetimbangan; penurunan monoeksponen tergantung pada pendistribusian kembali (back distribution) obat dari jaringan ke darah, ekskresi dan metabolisme
PC
D
Model
PC
k13
CC Vc
C
D = dosis yang diberikan CC = kompartemen sentral PC = kompartemen perifer k12, k21 = tetapan distribusi k13 = tetapan eliminasi dari komp.sentral Vc = volume distribusi komp. sentral C = kadar obat dalam plasma β = tetapan eliminasi tota
D.f
ka
k13
CC Vc
C
D = dosis yang diberikan CC = kompartemen sentral PC = kompartemen perifer Ka = tetapan absorpsi F = fraksi obat terabsorpsi k12, k21 = tetapan distribusi k13 = tetapan eliminasi dari komp.sentral Vc = volume distribusi komp. sentral C = kadar obat dalam plasma β = tetapan eliminasi total
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
12
Lanjutan tabel II
BLOOD LEVEL (pada kertas semi logaritma)
Log Kadar
Log Kadar
β
waktu waktu ka > α
Log Kadar
β
waktu ka < α
(Rischel,1992)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
13
Tabel III. Rangkuman model kompartemen, rute pemberian dan persamaan kadar dalam darah, serum dan urin BLOOD LEVEL (pada kertas semi logaritma)
Rute pemberian
Intravaskuler
Log Kad
Waktu
-Intravena -intrakardiak -intra-arterial
Model kompartemen
Satu kompartemen terbuka
Persamaan kadar obat (µg/ml)
C(t) = C(0) e–kel..t
C(t) = M e–kel. t – N e–ka.t Ekstravaskular Log Kadar
Waktu
Waktu
β
ka > α
β
waktu ka < α
-Intravena -intrakardiak -intra-arterial
dua kompartemen terbuka
-oral -peroral -rektal -intramuskular -subkutan -intrakutan
C(t) = B e –β.t + L e -α t
C(t) = M e–β.t + L e-α t - N e–kel .t
Ekstravaskular
Waktu
Log Kadar
M= Intersep dari hasil back extrapolation slope persamaan monoeksponen eliminasi dengan ordinat (µg/ml) N = intersep persamaan monoeksponen absorbsi dengan ordinat (µg/ml)
Intravascular
Log Kadar
Log Kadar
-oral -peroral -rektal -intramuskular -subkutan -intrakutan
Satu kompartemen terbuka
dua kompartemen terbuka
M = intersep dari hasil back ekstrapolation slope persamaan monoeksponen eliminasi dengan ordinat (µg/ml) L = intersep slope persaman distribusi dengan ordinat (µg/ml) N= kadar hipotetik obat pada t (0) yang diperoleh dari penjumlahan nilai L dan M (µg/ml)
(Ritschel, 1992)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
14
3. Parameter farmakokinetika Parameter
farmakokinetika
didefinisikan
sebagai
besaran
yang
diturunkan secara matematik dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya didalam darah atau urin (Suryawati & Donatus, 1998), dimana parameter ini akan menjadi acuan bagi keefektifan perubahan fisiologi pada tahap farmakokinetika. Didasarkan
pada
hubungannya
dengan
perubahan
fisiologis,
parameter
farmakokinetika dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : • Parameter farmakokinetika primer yaitu parameter yang nilainya dipengaruhi secara langsung oleh perubahan fisiologi. Termasuk dalam parameter ini adalah tetapan laju absorpsi (ka); fraksi obat yang diabsorpsi (f); volume distribusi (Vd); sedangkan pembersihan renal (ClR) dan pembersihan hepatik (ClH). • Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter yang nilainya tergantung pada parameter farmakokinetika primer. Tetapan laju eliminasi (kel), waktu paruh eliminasi (t½
eliminasi)
dan fraksi obat yang diekskresikan dalam
bentuk utuh (fe) adalah contoh dari parameter farmakokinetika sekunder ini (Rowland & Tozer, 1995) • Parameter farmakokinetika turunan, nilai parameter ini tidak hanya tergantung pada parameter farmakokinetika primer tetapi juga pada dosis seperti pada dijumpai pada kadar obat dalam plasma dalam kondisi tunak (Css) dan luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam plasma lawan waktu (AUC), (Rowland & Tozer, 1995).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
15
Tabel IV. Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap variabel fisiologi PARAMETER FARMAKOKINETIKA PRIMER
FAKTOR FISIOLOGI
Tetapan laju absorpsi (ka)
Aliran darah pada tempat absorpsi, pengosongan lambung (oral), motilitas usus (oral)
Bioavailabilitas
Pengosongan lambung, sekresi asam lambung dan enzim hidrolitik pada empedu dan motilitas usus.
Pembersihan Hepatik (ClH); bioavailabilitasa
Aliran darah hepatik, keterikatan dalam darah,aktivitas hepatoselular.
Pembersihan renal (ClR)
Aliran darah ginjal, keterikatan dalam darah, sekresi aktif, reabsorpsi aktif, filtrasi glomerular, pH urin,aliran urin
Volume distribusi (Vd);
Keterikatan dalam darah, keterikatan dengan jaringan, partisi pada lemak, komposisi tubuh, ukuran tubuh
a
Eliminasi hepatik diasumsikan sebagai satu-satunya penyebab penurunan bioavailabilitas.
(Rowland&Tozer,1995)
a. Luas Area di Bawah Kurva (Area Under the Curve/AUC). AUC total (AUC
0-~)
menggambarkan jumlah obat yang terukur dalam
darah pada wakru nol sampai tak hingga. Diperoleh dari hasil penjumlahan nilai AUC0-tn dengan AUC
tn - ∝
AUC
( Ritschel, 1992)
0- ∝
=AUC0-tn + AUC
tn - ∝
(1)
Keterangan :
AUC 0- t n = Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu n
AUC
tn - ∞
= Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga
AUC
0- ∞
= Luas area total dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
16
Besarnya AUC0-tn menggambarkan jumlah obat yang terukur dalam darah pada rentang waktu tertentu. Nilainya dapat diperkirakan dengan aturan trapezoid, metode ini akurat bila terdapat cukup titik-titik data pengukuran kadar obat di dalam darah (Shargel, Wu-Pong, & Yu, 2005). Area diantara tiap titik dijumlahkan sebagai :
AUC
0- tn
=
C n +1 + Cn 2
(t n − t n +1 )
(2)
Keterangan :
AUC 0- t n = Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu n tn+1
= waktu saat n+1 (menit)
tn
= waktu saat n (menit)
Cn
= konsentrasi pada waktu tn (µg/ml)
Cn+1
= konsentrasi pada waktu tn+1 (µg/ml)
AUC 0- tn menggambarkan AUC dari waktu nol sampai dengan waktu terakhir pengukuran kadar obat di dalam darah. Selanjutnya area yang tersisa dihitung dengan membagi kadar obat di dalam darah dengan kel atau β ( Ritschel, 1992) AUC tn- ∞ =
Cn k el atau β
(3)
Keterangan :
AUC
tn - ∞
= Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga
kel
= tetapan laju eliminasi obat (menit)
Cn
= kadar obat pada titik terakhir pengambilan sample (µg/ml)
β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
17
Karena persamaan kadar obat dalam darah pada model dua kompartemen terbuka adalah C(t)
= Me -β t + Le-α t + Ne-ka t
(4)
maka nilai AUC 0- ∝ dapat dihitung dengan persamaan berikut.
AUC 0- ∞ =
M L N + − β α ka
(5)
Keterangan :
AUC 0- ∝ = Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga M
=
Intersep dari hasil back extrapolation slope monoeksponen eliminasi dengan ordinat (µg/ml)
persamaan
β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
L
= intersep dari slope persamaan distribusi dengan ordinat (µg/ml)
α
= slope (tetapan laju) distribusi (disposisis cepat) [menit-1]
ka
= slope (tetapan laju) absorpsi (µg/ml)
N
= kadar hipotetik obat pada t (0) yang diperoleh dari penjumlahan nilai L dan M (µg/ml)
( Ritschel, 1992)
b. Tetapan laju absorpsi (ka), adalah fraksi obat yang diabsorpsi tiap satuan waktu, karenanya tetapan ini menentukan jumlah obat yang dipindahkan dari tempat absorpsinya ke dalam darah tiap satuan waktu (Notari dkk, 1975; Ritschel, 1992)
ka =
0.693 t 2 absorbsi 1
Keterangan : ka
= slope (tetapan laju) absorpsi (menit-1)
t ½ absorpsi = waktu paruh absorpsi (menit)
(6)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
18
c. Cmaks, didefinisikan sebagai kadar maksimum yang terdapat dalam plasma setelah pemberian oral. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya dinamakan tmaks. Nilai tmaks tidak tergantung pada dosis namun tergantung pada tetapan laju absorpsi (ka) dan tetapan laju distibusi (α). Cmaks sering disebut juga kadar puncak dimana laju obat yang diabsorpsi sebanding dengan laju obat yang dieliminasi. Nilai dapat diperoleh dari persamaan kadar obat dalam tubuh Cmaks =
kaD f Vc
⎡⎧ k 21 − α ⎫ −αtmaks ⎤ ⎫ −βtmaks ⎧ k 21 − k a ⎫ −αtmaks ⎧ k 21 − β +⎨ +⎨ ⎬e ⎬e ⎬e ⎢⎨ ⎥ ⎩ (α − k a )(β − k a ) ⎭ ⎩ (k a − β )(α − β ) ⎭ ⎣⎩ (k a − α )(β − α )⎭ ⎦
(7)
Keterangan : Cmaks
= konsentrasi puncak (peak) kadar obat dalam darah (µg/ml)
ka
= slope (tetapan laju) absorpsi (menit-1)
D
= dosis obat yang diberikan
f
= fraksi obat terabsorpsi
Vc
= volume distribusi kompartemen sentral (ml)
α
= slope (tetapan laju) distribusi (disposisis cepat) [menit-1]
β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
k21
= tetapan laju distribusi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit)
d. Volume distribusi (Vdss).Volume distribusi (Vd) adalah suatu model hipotetik yang digunakan untuk memperkirakan jumlah obat yang terdistribusi di dalam cairan tubuh. Vd bukan merupakan volume yang mewakili volume pada anatomi yang sebenarnya, melainkan hanya mewakili dinamika distribusi obat antara plasma dan jaringan serta menerangkan kesetimbangan massa obat dalam tubuh. Sifat Vd ini spesifik untuk tiap individu. Vdss hanya salah satu bentuk untuk menyatakan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
19
volume distribusi yang berkaitan dengan jumlah obat yang terdistribusi dalam cairan tubuh pada kondisi kesetimbangan/tunak (steady-state). Bentuk lain untuk menyatakan Vd antara lain: Vdexstrap (volume distribusi dengan metode ekstrapolasi); Vdarea (volume distribusi dengan metode area); Vdβ ( volume distribusi selama fase eliminasi). Vdss sifatnya tidak tergantung pada laju eliminasi sehingga dapat digunakan untuk mengkorelasikan data dari suatu individu ke individu yang lain. Besarnya Vd tergantung pada faktor fisiologi seperti laju aliran darah pada berbagai jaringan, kelarutan dalam lemak, koefisien partisi dan perbedaan tipe jaringan serta pH. Pada pemberian secara intravena (i.v.) dengan model satu kompartemen Vd dapat ditetapkan segera setelah tejadi kesetimbangan dengan membagi dosis yang diberikan (D) dengan konsentrasi obat mula-mula [C(0)]. Pada pemberian ekstravaskular (e.v.), prosedur ini diperbolehkan bila dosis yang diberikan dikalikan dengan fraksi dosis yang sebenarnya terabsorpsi. Tujuan penetapan Vd adalah untuk menghubungkan kadar obat dalam plasma dengan total jumlah obat yang terdapat dalam darah pada berbagai waktu.
Vd ss =
k f D (k 21 − k a ) k 12 + k 21 x Vc , dimana Vc = a (8) k 21 N (β − k a )(α − k a )
Keterangan :
Vdss
= volume distribusi pada kondisi tunak / steady-state(ml)
Vc
= volume distribusi kompartemen sentral / plasma (ml)
k12
= tetapan laju distribsi untuk perpindahan obat dari kompartemen sentral ke kompartemen perifer (menit-1)
k21
= tetapan laju distribsi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit-1)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
20
ka
= slope (tetapan laju) absorpsi (menit-1)
f
= fraksi obat terabsorpsi (fraksi dari 1)
N
= kadar hipotetik obat mula-mula pada t = 0 dalam modol dua kompertemen pada pemebrian ekstravaskuler (µg/ml)
D
= dosis obat yang diberikan (µg)
Nilai dari (Vdss/Vc) – 1 adalah pengukuran langsung terhadap k12/k21. Nilai (Vdss/Vc) – 1 semakin besar menggambarkan jumlah obat lebih besar terdistribusi pada kompartemen perifer namun bila nilainya semakin kecil maka menggambarkan semakin besarnya obat yang terdistribusi pada kompartemen sentral. e. Tetapan laju distribusi (α), tetapan laju distribusi (disposisi cepat yang sering disimbolkan dengan α, sifatnya adalah campuran (hybrid). Nilianya dapat diperoleh dari persamaan garis monoeksponen
(
α = 1/2 b + b 2 − 4k 21 k 13
distribusi:
α=
)
atau
0,693 t
1
(9)
(10)
2 eliminasi
Keterangan :
α
= slope (tetapan laju) distribusi (disposisis cepat) [menit-1]
k21
= tetapan laju distribsi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit-1)
k31
= tetapan laju eliminasi obat dari kompartemen sentral (menit-1)
b
= k12 + k21 + k13
t½ eliminasi
= waktu paruh eliminasi (menit)
f. Tetapan laju distribusi sentral-perifer (k12), didefinisikan sebagai tetapan laju disribusi dari kompartemen sentral ke kompartemen perifer. Sifatnya dari tetapan laju distribusi ini adalah tunggal.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
k 12 = α + β − k 21 − k 13
21
(11)
Keterangan : k12
= tetapan laju distribusi untuk perpindahan obat dari kompartemen sentral ke kompartemen perifer (menit-1)
k21
= tetapan laju distribusi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit-1)
k13
= tetepan laju eliminasi obat dari kompartemen sentral (menit)
α
= slope (tetapan laju) distribusi (disposisis cepat) [menit-1]
β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
C(0)
= kadar hipotetik obat pada t (0) yang diperoleh dari penjumlahan nilai A dan B (µg/ml)
g. Tetapan laju distribusi perifer-sentral (k21) menyatakan tetapan laju disribusi dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral. Sama seperti k12 sifat k21 juga merupakan tetapan laju distribusi yang tunggal. k 21 =
Lβ ka +Mαka + Nαβ L (k a − α ) + M (ka − β )
(12)
Keterangan : k21
= tetapan laju distribusi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit-1)
slope (tetapan laju) absorpsi (menit-1)
ka
=
L
= intersep dari slope persamaan distribusi dengan ordinat (µg/ml)
M
= Intersep dari hasil back extrapolation slope persamaan monoeksponen eliminasi dengan ordinat (µg/ml)
α
= slope (tetapan laju) distribusi (disposisis cepat) [menit-1]
β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
N
= kadar hipotetik obat pada t (0) yang diperoleh dari penjumlahan nilai L dan M (µg/ml)
h. Kliren total (ClT), Kliren menggambarkan volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat pada kompartemen sentral persatuan waktu. Proses yang terjadi tidak hanya berupa ekskresi dari injal namun
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
22
juga semua jalur ekskresi termasuk metabolisme. Obat dapat dibersihkan dari tubuh melalui berbagai jalur. Dua organ penting adalah ginjal (ClR) dan hati(ClH). Jalur selain ginjal dan hati (paru-paru, kulit, saliva, air susu, dll) biasanya diabaikan. Kliren dapat diperoleh dari data
dosis (D),
bioavailabilitas absolut (f) dan AUC 0 − ∝ .
Cl T =
Dx f AUC 0 − ∝
(13)
Atau dapat pula dihitung dari Vc dan tetapan eliminasi dari kompartemen sentral Cl T = Vc x k 13
(14)
Karena kliren total merupakan penjumlahan dari kliren organ-organ maka: ClT
(15)
= ClH + ClR +Clx
Keterangan : ClT
= kliren total (ml/menit)
ClH
=
kliren hepatik (ml/menit)
ClR
=
kliren ginjal (ml/menit)
Clx
= kliren hati (ml/menit)
D
= dosis (µg)
k13
=
Vc
= volume distribusi kompartemen sentral (ml)
tetapan laju eliminasi dari kompertemen sentral (menit)
AUC 0- ∝ = Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga f
= fraksi obat terabsorpsi
(Ritschel, 1992)
23
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
i. Tatapan laju eliminasi (disposisi lambat) total (β), diperoleh dari slope persamaan garis monoeksponen eliminasi dan merupakan suatu tetapan hibrida (hybrid constant) β = b − b 2 − k 21 − k 12
(16)
Keterangan : β
= slope (tetapan laju) eliminasi total (disposisi lambat) [menit-1]
b
= k21 + k12 + k13
k21
= tetapan laju distribsi untuk perpindahan obat dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral (menit-1)
k13
= tetapan laju elimani untuk perpindahan obat kompartemen sentral (menit-1)
j. Tetapan
laju
eliminasi
kompartemen
sentral
(k13),
menggambarkan tetapan laju eliminasi obat dari kompartemen sentral. k 13 =
αβ k 21
k. Waktu paruh eliminasi (t½
(17)
eliminasi),
adalah waktu yang
diperlukan agar kadar obat dalam darah menjadi setengahnya. t 1 2 eliminasi =
0,693 x Vd ss Cl T
(18)
l. Mean Residence Time (MRT). MRT didefinisikan sebagai waktu tinggal rata-rata obat di dalam tubuh. Setelah terdistribusi keseluruh tubuh, molekul obat tinggal dalam tubuh dalam berbagai periode waktu. Beberapa molekul obat meninggalkan tubuh, setelah segera masuk dan terdistribusi. Sedangkan molekul yang lain tinggal lebih lama.Yang dimaksud dengan waktu tinggal rata-rata adalah waktu rata-rata semua molekul obat tinggal dalam tubuh. (Shargel et al., 2005)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
MRT =
AUMC 0-∝ AUC 0-∝
24
(19)
Keterangan : MRT
AUMC 0 −∝
= waktu tinggal rata-rata obat di dalam tubuh (menit-1) = first moments dari kurva kadar obat dalam plasma, diperoleh dengan mengkalikan persamaan konsentrasi obat dalam plasma dengan waktu.
AUC 0 −∝
= Luas area dibawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu dari waktu nol hingga waktu tak hingga
Berkaitan dengan profil proses absorpsi distribusi dan eliminasi terutama pada pemberian obat ekstravaskular masing-masing parameter dapat digunakan untuk mengkaji proses proses tersebut. Seperti profil absorpsi dapat dikaji melalui parameter ka, Cpmaks, tmaks, fa dan AUC 0 − ∝ Profil distribusi dikaji dengan parameter seperti tetapan kecepatan distribusi (α), tetapan kecepatan perpindahan obat dari kompertemen sentral ke perifer (k12), tetapan kecepatan perpindahan obat dari kompertemen perifer ke sentral (k21), setelah dicapai keseimbangan distribusi. Parameter disposisi (β) dan k13 digunakan untuk mengkaji profil eliminasi suatu obat (Donatus, 1998). Diharapkan dengan mengintegrasikan parameter-parameter diatas dapat diprediksikan konsekuensi farmakologi dan toksikologi yang terjadi sebagai akibat perubahan yang terjadi.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
25
Tabel V. Ketergantungan parameter famakokinetika sekunder dan turunan terhadap parameter farmakokinetika primer Persamaan Parameter Farmakokinetika Sekunder Waktu paruh eliminasi(t1/2 el) Tetapan laju eliminasi(Kel/β ) Fraksi obat yang diekskresikan dalam bentuk utuh (f)
Parameter Turunan AUC (oral) Kadar obat dalam plasma dalam kondisi tunak(Css)
0.693 x Vd Cl Cl Vd Cl R Cl total Dosis(Bioavailabilitas oral ) Cl total
Dosis(Bioavailabilitas oral )
Cl total (interval pemberian )
( Rowland &Tozer, 1995) 4. Strategi penelitian farmakokinetika
Farmakokinetika mempelajari nasib obat didalam tubuh, maka dari itu pemahamannya dapat dikaji dari aksi hayati dan aksi biologi seperti pada gambar 2. Agar timbul efek yang dikehendaki maka setelah diberikan obat harus melalui tahapan farmasetika, farmakologi dan farmakodinamika terlebih dahulu. Tahap farmasetika (disintegrasi sediaan obat, disolusi zat aktif) bermanfaat agar obat pada tersedia dan siap pada tempat absorpsinya. Tahap farmakokinetika bermanfaat menyediakan obat pada sirkulasi sistemik, sehingga siap memberikan aksi yang, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tahap ini meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Fraksi obat yang tersedia dalam sirkulasi sistemik dinyatakan dengan ketersediaan hayati atau bioavailabilitas. Tahap
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
26
farmakodinamika terjadi pada saat obat berinteraksi dengan reseptor pada jaringan sasaran sehingga dapat menimbulkan efek (Arieens & Simonis, 1982) I.
Tahap farmasetika Dosis
• II.
-disintegrasi sediaan obat -disintegrasi sediaan sediaan obat -disintegrasi - disolusi zat aktif obat -- disolusi disolusi zat zat aktif aktif
Obat tersedia untuk diabsorpsi Ketersediaan farmasetis
Tahap farmakokinetika
• III.
------
absorpsi absorpsi absorpsi distribusi distribusi distribusi metabolisme metabolisme metabolisme ekskresi ekskresi ekskresi
Obat tersedia untuk beraksi Ketersediaan hayati /bioavailability
Tahap farmakodinamika interaksi obat reseptor dalam jaringan sasaran
Efek
Gambar 2. Tahapan aksi hayati / biologi obat dalam tubuh
(Arieens & Simonis, 1982; Bowman & Rand,1990)
Subyek yang digunakan dalam penelitian farmakokinetika adalah makluk hidup, maka harus dipahami dengan baik variabel yang menentukan kesahihan penelitian. Hal ini penting karena subyek hidup seringkali sulit dikendalikan. Maka dari itu strategi penelitian penting ditetapkan sebelumnya, agar hasil penelitian dapat diandalkan. Tahapannya strategi penelitian umumnya sebagai berikut. a.
Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan perlu
dipertimbangkan variabel yang terdapat pada subyek uji maupun sistem penelitian.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
27
1) Variabilitas antar subyek (umur, daya tahan, berat badan, kemampuan metabolisme) 2) Variabilitas perlakuan (dosis & formulasi yang berbeda) 3) Variabilitas waktu (perubahan lingkungan, kelelahan, efek sisa perlakuan lainnya) 4) Variabilitas (dalam subyek) 5) Variabilitas residual, yakni yang tidak dapat diidentifikasi (misalnya kesalahan penetapan kadar dll.) b. Pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji meliputi hewan (uji pra klinis) dan manusia (uji klinis). Pada penggunaan hewan sebagai subyek uji ada hal-hal yang harus dipertimbangkan seperti bentuk sediaan, cara pemberian, kemudahan penanganan, kemudahan pengosongan lambung, kemudahan pengambilan cuplikan hayati (cairan biologis), dan volume maksimal yang dapat diterima oleh hewan uji. Yang tidak kalah penting adalah kemiripan mekanisme absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dengan diri manusia. Hewan yang mungkin digunakan meliputi anjing, kera, babi, kelinci , mencit dan tikus. Jumlah subyek uji dapat ditentukan dari variabilitas antar subyek bagi obat. Variabilitas AUC (luas daerah di bawah kurva) dapat digunakan sebagai tolak ukurnya. Semakin kecil variabilitas antar subyek maka jumlah subyek uji yang diperlukan relatif semakin sedikit. c.
Pemilihan cuplikan hayati. Cuplikan yang paling sering
digunakan adalah darah dan urin. Darah adalah pilihan utama pertama karena
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
28
merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat dan paling logis digunakan untuk penetapan kadar obat dalam tubuh. Alasannya karena darah mengambil obat dari tempat absorpsi, mendistribusikan pada jaringan sasaran dan menghantarkan ke organ eliminasi. Alasan lain karena pada sebagian besar obat, bentuk utuh adalah bentuk yang aktif secara farmakologi (Tozer, 1979). 1) Darah adalah bagian kompleks dari cairan tubuh. Darah memiliki volume kurang lebih seperduabelas berat badan, 55% adalah bagian cair (plasma terbuffer yang mengandung protein dam lemak terlarut) dan 45% bagian padat(sel darah tersusupensi). Beruntung bahan penyusun utama yaitu sel darah merah atau eritrosit dapat dipisahkan dari plasma dengan sentrifugasi sederhana. Nemun perlakuannya harus hati-hati karena sel darah merah dapat pecah dan menyulitkan pemisahan komponen yang tidak diinginkan (Chamberlain, 1995; Pearce, 2002). Jika darah dibiarkan mengendap tanpa penambahan antikoagulan, sel darah merah biasanya akan menggumpal (membeku) dan menghasilkan cairan yang disebut serum yang dapat didekantasi. Serum dalam banyak hal serupa dengan plasma kecuali bahwa serum tidak lagi mengandung faktor pembekuan karena sudah digunakan pada
proses pembekuan
(Murray, Granner, Mayes & Rodwell, 2000; Chamberlain, 1995). 2) Plasma dan serum, ciri utamanya adalah adanya sejumlah besar protein. Seringkali protein memiliki afinitas yang besar dengan obat namun sifat ikatanya reversibel. Penghilangan protein secara langsung
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
29
dengan ultrafiltrasi ataupun dialisis dapat ikut menghilangkan pula sebagian besar fraksi obat. Meskipun ada pendapat bahwa obat dalam bentuk bebaslah yang penting secara fisiologi, namun karena obatobatan tersebut biasanya terikat protein sehingga kadar dalam bentuk bebas sangat rendah, maka adalah hal yang biasa mengukur total obat dalam plasma atau serum (Chamberlain, 1995). Metode denaturasi adalah bagian dari deproteinisasi plasma guna menyiapkan plasma untuk dianalisis. Denaturasi dilakukan untuk memecah ikatan obat-protein sehingga protein dapat mengendap dan filtratnya diisolasi. Pada denaturasi terjadi proses modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuartener protein sehingga dapat digunakan untuk merusak kemampuan berikatan dengan obat dan mengendapkan protein (Bruice 1998; Chamberlain, 1995). A
C
B
D
D
Gambar 3. Contoh struktur protein: (A) primer pada ribonuklease; (B) sekunder berbentuk lembaran berlipat pararel; (C) tersier dengan berbagai macam ikatan; (D) kuartener pada protein globular yang kompleks
(Poedjiadi, 2006)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
30
Metode denaturasi protein diantaranya sebagi berikut. a) Mengubah pH dengan asam trikloroasetat (TCA), asam perklorat dan asam tungstat biasa adalah asam-asam kuat yang bisa ditambahkan untuk denaturasi. Penambahan asam kuat akan menggangu muatan anionkation pada ikatan protein sehingga terjadi gangguan elektrostatik serta rusaknya ikatan hidrogen pada protein. b) Pemakaian
reagen khusus yang dapat menciptakan suatu ikatan
hidrogen yang lebih kuat yang akan menggangu ikatan antar protein dalam molekul. c) Pemakaian pelarut organik seperti metanol, etanol dan asetionitril yang mengganggu ikatan hidrofobik pada bagian gugus-gugus non-polar dengn cara berikatan dengan gugus tersebut. d) Penggunaan enzym proteolitik seperti subtilisin, tripsin, proteinase, papain dan ketodase untuk menghindari kerusakan analit karena denaturasi dengan bahan kimia. Prosedur tersebut berhasil untuk preparasi obat dari jaringan, namun enzim subtilisin sukses untuk digesti protein plasma. e) Penggunaan panas pada suhu 90°C selama 5-15 menit dapat dipakai untuk menganggu gaya tarik antar molekul, berakibat pada denaturasi. (Bruice 1998; Chamberlain, 1995) Urin digunakan bila jika tidak terdapat metode penetapan kadar obat dalam darah, atau bila kadar obat pada dosis normal sangat rendah untuk
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
31
ditetapkan dengan tepat. Penggunaan urin akan lebih baik daripada darah bila obat diekskresikan secara sempurna dalam bentuk tak berubah di dalam urin. Keterbatasan urin adalah pengosongan kandung kemih sulit dilakukan, dekomposisi selama penyimpanan dan kemungkinan terhidrolisisnya konjugat metabolit tak stabil dalam urin. a.
Pemilihan metode penetapan kadar. Metode dikatakan memenuhi
syarat digunakan dalam penelitian farmakokinetik bila memenuhi syarat berikut. 1) Selektivitas atau spesifitas menempati prioritas utama karena betuk obat yang ditetapkan adalah bentuk utuh atau metabolitnya, sehingga dengan metode tersebut harus dapat dibedakan antara obat utuh dengan metabolitnya (Mulja & Hanwar, 2003) 2) Sensitivitas
berkaitan
dengan
kemampuan
metode
untuk
mengidentifikasi perbedaan yang kecil antar analit (Mulja & Hanwar, 2003) faktor yang menjadi pertimbangan sensitivitas adalah slope (kemiringan) kurva baku dan presisi. Jika terdapat dua metode dengan presisi yang sama maka metode yang memiliki slope lebih curam bersifat lebih sensitif (Skoog, 1985) 3) Ketelitian (Akurasi) didefinisikan sebagai kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Akurasi denyatakan dengan perolehan kembali. Untuk bioanalisis besarnya 80-120% (Mulja & Hanwar, 2003).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
4) Ketepatan
(Presisi)
adalah
tingkat
kesamaan/kesesuain
32
bila
pengukuran dilakukan berulang kali pada cuplikan hayati yang sama (Mulja & Hanwar, 2003). Parameternya adalah standar deviasi absolut (absolut standart deviation = SD), koevisien variasi = KV (coefficient of variation = CV) atau sering juga disebut sebagai standar deviasi relatif (relative standart deviation = RSD) (Skoog et al., 1998) Untuk bioanalisis KV sebesar 15-20% masih dapat diterima (Mulja & Hanwar, 2003). 5) Cepat. Kecepatan pengukuran kada obat dengan suatu metode analisis juga harus dipertimbangkan mengingat sampel yang dianalisis dalam jumlah banyak ( Donatus, 1998). b.
Pemilihan takaran dosis. Dosis yang diberikan harus menjamin
dapat terukurnya kadar obat sampai rentang waktu tertentu sampai didapat data yang mencukupi unutuk analisis farmakokinetika. Harus diperhatikan pula adanya kinetika tergantung dosis yaitu berubahnya parameter farmakokinetika suatu obat bila dosis yang diberikan berubah. Bila hal tersebut terjadi maka obat diasumsikan mengikuti kinetika ordo nol. Pemilihan takaran dosis dapat dipertimbangkan dari harga ED50 dan LD50 (Kaplan, 1998) c.
Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan.
Darah dan urin paling sering digunakan sebagai cuplikan hayati dalam analisis farmakokinetika. Jika digunakan darah maka lama pengambilan adalah 3-5 x t½el
obat
yang
diuji.
Sedang
frekuensi
berkaitan
dengan
model
farmakokinetiknya. Bila mengikuti model dua kompartemen terbuka,
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
33
setidaknya harus dilakukan 3 kali pencuplikan pada masing-masing tahap yaitu absorpsi, distribusi dan eliminasi (Donatus, 1989) d.
Analisis dan evaluasi hasil merupakan tahapan akhir dari analisis
farmakokinetika. Tahapan ini meliputi analisi model kompertemen, analisis data uji coba dan perhitungan parameter farmakokinetika, analisis statistika dan evaluasi hasil. A. Interaksi farmakokinetika 1. Pengertian Interaksi dalam hal ini interaksi obat didefinisikan sebagai perubahan efek suatu obat olah kehadiran obat lain, makanan, minuman atau agen kimia lain dalam lingkungan (Stockley,1994). Berdasarkan fasenya, interaksi dibagi menjadi interaksi
farmasetika,
farmakokinetika
dan
farmakodinamika.
Interaksi
farmasetika atau sering disebut inkompatibilitas terjadi pada fase ketika obat dipersiapkan sebelum digunakan. Interaksi farmakokinetika merupakan salah satu bentuk interaksi obat yang berpengaruh pada fase absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada salah satu kinetika obat obyek atau keduanya yang ditandai dengan perubahan lebih dari satu parameter farmakokinetika primernya (laju absorpsi, kadar obat bebas dalam plasma/serum, volume distribusi, pembersihan sistemik, pembersihan renal). Pada akhirnya perubahan parameter primer akan menimbulkan perubahan pula pada parameter sekunder dan parameter turunan. Interaksi bisa terjadi karena peristiwa fisikokimia atau karena perubahan pada fisiologi organisme hidup. Selain interaksi farmasetika dan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
34
farmakokinetika terdapat pula interaksi farmakodinamika yang terjadi bila efek suatu obat berubah karena kehadiran obat atau agen kimia lain pada tempat aksinya. Hasil interaksi bisa menyebabkan hasil efek yang tetap sama, lebih kuat atau lebih lemah. Secara klinis bermakna namun dapat juga tidak bermakna. Selanjutnya dalam penelitian ini akan lebih dibahas tentang interaksi farmakokinetika. 2. Mekanisme interaksi farmakokinetika Beberapa obat mengalami interaksi dengan cara yang unik. Banyak sekali obat yang berinteraksi tidak hanya dengan satu macam mekanisme saja, namun bisa dua atau lebih. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya disini akan dibahas
tentang
berbagai
mekanisme
interaksi,
khususnya
interaksi
farmakokinetika. Berdasarkan fase terjadinya, interaksi farmakokinetik dapat di golongkan sebagai berikut. a. Interaksi absorpsi obat. Sebagian besar obat diberikan secara oral untuk absorpsi melalui membran mukosa saluran cerna, dan sebagian besar interaksi yang terjadi di dalam usus lebih menyebakan pengurangan daripada peningkatan absorpsi. Obat yang diberikan jangka panjang dalam dosis ganda (misal: antikoagulan oral) laju absorpsi biasanya tidak terlalu penting, jumlah total yang terabsorpsi juga tidak berubah secara bermakna. Disisi lain obat yang dimaksudkan untuk diabsorpsi cepat (misal: analgesik), pengurangan laju absorpsi dapat menyebabkan kegagalan untuk mencapai onset, karena tidak didapatkan kadar obat yang cukup dalam darah (Stockely,1994).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
35
1) Efek perubahan pH saluran cerna (gastrointestinal). Perpindahan dengan mekanisme difusi pasif seperti pada membran mukosa tergantung pada jumlah obat dalam bentuk molekul tak-terion (nonionized), bentuk yang larut-lemak (lipid-soluble). Karena itu pKa, kelarutan dalam lemak , pH usus dan berbagai parameter terkait formulasi farmasetika menentukan absorpsi obat. Peningkatan pH karena H2-bloker dan antasida dapan mempengaruhi kelarutan ketokonazol dan mengurangi absorpsinya. Absorpsi asam salisilat lebih tinggi pada pH yang rendah dibanding pH tinggi. Secara teoritis hal ini mungkin disebabkan perubahan pH lambung, namun dalam praktek keluarannya (outcome) sering tidak pasti karena beberapa mekanisme seperti pembentukan khelat dan perubahan motilitas usus juga dapat mempengaruhi. 2) Adsorpsi, pembentukan khelat dan kompleks yang lain. Agen pengadsorpsi seperti arang aktif bekerja pada usus untuk terapi overdosis maupun untuk memindahkan bahan-bahan toksik, namun sifat mengadsorpsi ini tidak selektif sehingga obat obyek dalam dosis terapetik bila diberikan bersamaan dengan arang aktif juga dapat teradsorbsi, berakibat absorpsi obat obyek tersebut terpengaruhi. Antasida juga mengadsorpsi beberapa obat, namun juga terdapat interaksi dengan mekanisme lain. Contohnya antibiotik tetrasiklin akan membentuk khelat yang sukar diabsorpsi dengan ion logam di atau trivalen seperti kalsium, aluminium, bismuth dan besi seperti yang terapat
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
36
dalam susu, antasida atau bahan-bahan berzat besi. Selain itu kompleks yang terbentuk tersebut mengurangi efek antibakteri dari antibiotik (Mustchler & Darendorf, 1995; Stockely,1994). 3) Perubahan motilitas saluran cerna. Usus halus bagian atas adalah tempat utama bagi absorpsi sebagian besar obat. Hal-hal yang dapat mengubah kecepatan pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi obat. Contohnya propanthelin menunda pengosongan lambung yang
berakibat
pada
pengurangan
laju
absorpsi
parasetamol
(asetaminofen) sedang metklopramid berefek sebaliknya, namun demikian
jumlah
obat
yang
terabsorpsi
tidak
berubah.
Obat
antikolinergik mengurangi motilitas usus, antidepresan trisiklik tersebut dapat
meningkatkan
absorpsi
dikumarol
kemungkinan
dengan
meningkatkan waktu untuk berdisolusi dan diabsorpsi (Stockely,1994). 4) Malabsorpsi yang disebabkan oleh obat. Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi yang serupa dengan malaria non-tropik. Efeknya adalah perubahan absorpsi beberapa obat termasuk digoxin dan penisilin V (Stockely,1994) b. Interaksi distribusi obat (ikatan-protein). Distribusi obat terjadi dengan cepat keseluruh tubuh melalui sirkulasi sitemik segera setelah diabsorpsi. Beberapa obat larut seluruhnya dalam plasma, namun banyak juga obat yang sebagian molekulnya terikat deng protein plasma, khususnya albumin. Variasi jumlah yang terikat cukup besar, namun beberapa terikat dalam jumlah yang cukup tinggi. Hanya molekul yang bebas saja yang aktif
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
37
secara farmakologi sedang yang terikat bersifat inaktif atau sering diistilahkan “restricrive”drug. Meski demikian ikatan dengan protein plasma ini berifat reversibel sehingga pada akhirnya molekul obat yang semula inaktif tersebut menjadi aktif dan selanjutnya mengalami metabolisme dan ekskresi seperti molekul bebas lainnya (Stockely,1994). Dua buah obat dapat dapat saling bersaing dan saling mendesak satu sama lain dalam berikatan pada protein plasma yang sama. Interaksi ini sangat umum dijumpai namun hanya bermakna klinis bila obat terikat dengan protein plasma dalam jumlah yang bersar, indeks terapi sempit dan volume distribusi (Vd) relatif kecil (Mustchler & Darendorf, 1995). Obat seperti itu misalnya sufonilurea seperti tolbutamid (terikat 96%, Vd 10 L). Antikoagulan oral seperti warfarin (terikat 99%, Vd 9 L) dan fenitoin (terikat 90%, Vd 35 L). Contoh lain diazoxide, fenilbutazon dan sulfanilamid (Stockely,1994). c. Interaksi
pada
metabolisme
obat.
Meski
beberapa
obat
diekskesikan melaui urin secara sederhana dalam bentuk tak berubah, sejumlah besar obat mengalami perubahan dalam tubuh menjadi kurang larut lemak sehingga lebih mudah diekskresikan melalui ginjal. Hal ini terjadi agar obat tidak tinggal lama di dalam tubuh sehingga tidak memperpanjang efeknya. Perubahan kimia ini sering disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokima atau detoksifikasi. Metabolisme tersebut terjadi pada serum, ginjal, kulit dan saluran cerna namun sebagian besar dilakukan oleh enzim pada retikulum endoplasma pada sel hati (Stockely,1994).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
1) Induksi
enzim.
“Toleransi”
adalah
fenomena
umum
38
yang
berkembang pada beberapa obat. Contohnya pada penggunaan babiturat, sejalan dengan waktu dosis harus ditingkatkan untuk memperoleh efek hipnotik yang sama. Hal ini dikarenakan barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosomal (“induksi”enzim) sehingga metabolisme dan ekskresinya sendiri ditingkatkan. Fenomena juga terjadi pada kehadiran obat lain yang dimetabolisme dengan enzim yang sama. Misalnya pada antikoagulan oral seperti warfarin, metabolisme enzimatiknya meningkat dan dibutuhkan dosis yang lebih dengan kehadiran diklorafenazon (agen penginduksi enzim) (Stockely,1994). Jumlah induksi enzim tergantung pada obat dan dosisnya., namun prosesnya memerlukan beberapa hari atau minggu, dan bertahan dalam waktu yang sama setelah penggunaan agan penginduksi tersebut dihentikan. Efek ini tidak hanya disebabkan oleh obat namun juga pestisida hidrokarbon terklorinasi seperti lindane dan dichopane, juga setelah merokok. Hal yang harus diperhatikan adalah ketika agen penginduksi dihentikan penggunaanya, obat obyek yang semula ditingkatkan dosisnya harus dikurangi kembali, bila tidak akan timbul overdosis (Stockely,1994). 2) Inhibisi enzim. Beberapa obat lain justru berlaku sebagai inhibitor enzim yang mengurangi metabolisme normal obat sehingga metabolisme obat lain (obat obyek) berkurang dan berakibat pada akumulasi obat obyek dalam tubuh. Efek tersebut nyata sama ketika dosis obat
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
39
penginhibisi ditingkatkan. Inhibisi enzim tidak memerlukan waktu yang lama bila dibandingkan induksi enzim, hanya dua-tiga hari saja, dan toksisitas terjadi dengan cepat (Stockely,1994). Pada pasien epilepsi dengan terapi fenitoin, kehadiran kloramfenikol menyebabkan akumulasi fenitoin yang tidak terdeteksi sampai pasien mulai menampakkan maniefestasi keracunan. Makna klinis inhibisi enzim tergantung pada peningkatan kadar obat dalam serum. Jika tetap berada dalam kisaran terapetik, interaksi ini dianggap bermanfaat dan dianggap berbahaya jika sampai atau melebihi batas minimun ketoksikan (Stockely,1994). 3) Perubahan aliran darah yang melalui hati. Setalah absorpsi, sirkulasi portal akan membawa obat langsung menuju hati sebelum didistribusikan oleh aliran darah keselurah bagian tubuh lainnya. Obat yang cukup larut lemak mengalami metabolisme yang cukup signifikan melalui first pass effect ini. Simetidin (namun tidak dengan ranitidin) mengurangi aliran darah hepatik sehingga ketersediaan hayati propanolol meningkat. Propanolol juga mengurangi klirennya sendiri juga obat lain seperti lidokain. Beberapa obat yang lain memiliki efek meningkatkan aliran
darah
hepatik
sehingga
metabolismenya
meningkat
(Stockely,1994) . d. Antarkasi karena perubahan ekskresi. Dengan pengecualian pada anestesi inhalasi, sebagian besar obat diekskresi melalui empedu maupun urin. Darah masuk ke ginjal sepanjang arteri ginjal, pertama obat dihantarkan ke
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
40
dalam glomerolus dari tubulus dimana molekul-molekul kecil yang dapat melewati pori dari membran glomerular ( misal: air, garam, beberapa obatobatan) disaring ke dalam lumen dari tubulus. Sementara molekul yang lebih besar, seperti protein plasma, dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian membawa bagian yang tersisa pada tubulus ginjal dan digunakan transport aktif untuk memindahkan obat dan metabolitnya dari darah dan mensekresinya ke dalam filtrat tubular. Sel tubulus memiliki sistem transpor aktif maupun pasif untuk mereabsorsi obat. Gangguan oleh obat pada pH cairan tubulus dengan sistem transpor aktif dan dengan aliran darah menuju ginjal dapat mengubah ekskresi obat lain (Stockely,1994). 1) Perubahan pH urin. Reabsorpsi pasif obat tergantung jumlah obat yang terdapat pada bentuk tidak terion, bentuk larut lemak yang dalam hal ini tergantung pada pKa dan pH urin. Perubahan pH yang mengurangi jumlah obat tidak terion (urin basa untuk obat asam dan urin asam untuk obat basa) meningkatkan ekskresi obat. Makna klinis dari interaksi ini kecil karena sebagian besar obat baik asam lemah maupun basa lemah dimetabolisme oleh hati menjadi bentuk inaktif dan sedikit yang diekskresi dalam bentuk utuh. Prakteknya hanya sedikit obat yang mengalami interaksi ini (perkecualian termasuk pada perubahan ekskresi quinidin dan salisilat karena perubahan pH urin oleh antasida) dalam kasus overdosis perubahan pH urin digunakan untuk meningkatkan (Stockely,1994).
ekskresi
obat
seperti
fenobarbital
dan
salisilat
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
41
2) Perubahan sekresi tubuler aktif dari ginjal. Obat-obat dengan mekanisme transpor aktif yang sama dalam tubulus ginjal dapat saling berkompetisi dalam ekskresi. Probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat-obat lain dengan berkompetisi pada mekanisme ekskresi dimana penisilin akan tertahan. Meski demikian probenesid akhirnya juga tertahan karena mengalami reabsorsi pasif sepanjang tubulus ginjal (Stockely,1994). 3) Perubahan aliran darah pada ginjal. Aliran darah yang melalui ginjal sebagian dikontrol dengan produksi prostaglandin sebagai vasodilator ginjal. Jika sintesis prostaglandin dihambat, misalnya dengan indometasin maka ekskresi renal litium berkurang dan kadarnya dalam serum meningkat (Stockely,1994). 4) Ekskresi
empedu
dan
siklus
enterohepatik.
Beberapa
obat
diekskresikan ke dalam empedu, baik utuh maupun terkonjugasi (misal: glukoronida) agar larut air. Beberapa konjugat di metabolisme menjadi senyawa induk oleh flora usus dan direabsorpsi. Proses daur ulang ini memperpanjang keberadaan obat dalam tubuh. Jika aktivitas dari flora usus dikurangi oleh antibiotik, obat tidak di daur ulang dan hilang dari tubuh dengan lebih cepat. Contohnya kegagalan penggunaan kontrasepsi oral pada penggunaan bersama penisilin atau tetrasiklin (Stockely,1994).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
42
3. Akibat a. Wujud. Seperti yang telah ditulis oleh Makoid dan Cobby (2002) maka dapat dikatakan bahwa hal yang menjadi perhatian utama yang akan dipelajari dalam farmakokinetika adalah kecepatan perpindahan serta jumlah obat yang dapat dipindahkan di dalam tubuh. Selanjutnya dari kinerja farmakokinetik suatu obat, dapat diperkirakan derajat efek farmakologi dan toksikologi obat bersangkutan. Hal ini berarti bahwa pergeseran kerja farmakologi dan toksikologi obat adalah wujud dari interaksi farmakokinetika (Donatus, 1994) Tolak ukur. Perpindahan suatu obat dari suatu tempat ke tempat lain didalam tubuh salah satunya dapat ditentukan oleh kekuatan dan keefektifan berbagai perubahan fisiologis pada tiap-tiap tahap farmakokinetika misalnya kecepatan aliran darah, keasaman lambung, ikatan protein dan keakifan enzim (Rowland & Tozer,1995). Jenis-jenis perameter farmakokinetika, hubungan ketergantungannya satu sama lain dan ketergantungannya dengan faktor fisiologis adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. c.Sifat.
Hasil dari interaksi dapat berupa efek yang merugikan
maupun menguntungkan. Contoh interaksi yang hasilnya bersifat yang merugikan adalah interaksi antara kloramfenikol dan fenitoin dimana kloramfenikol menghambat metabolisme dari fenitoin sehingga kadar dalam serum meningkat sampai pada kadar toksik dan menimbulkan ketoksikan. Masalah ini dapat diatasi dengan menghentikan fenitoin dan memulai ulang dengan dosis yang lebih rendah. (Stockley,1994). Pemberian eritromisin etil-
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
43
suksinat dianjurkan bersama-sama makanan karena bioavailabilitasnya meningkat, hal ini tidak terlalu jelas mekanismenya namun mungkin disebabkan waktu tinggal yang lebih lama pada usus halus (Gibaldi, 1984). 4. Perantara Interaksi farmakokinetika memiliki kemungkinan terjadi pada tahap manapun dalam fase absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi Faktor-faktor yang menjadi perantara terjadinya interaksi farmakokinetika pada masing-masing fase berbeda-beda, namun kaitannya dengan parameter farmakokinetika primer sangat erat. Penjelasannya adalah bahwa terdapat ketergantungan yang erat antara parameter farmakokinetika primer dengan ubahan fisiologi seperti tampak pada tabel IV (Rowland&Tozer,1995). 5. Penyebab Interaksi dapat disebabkan oleh dosis dan masa perlakuan antaraktan. Antaraktan dapat menggeser keberadaan bentuk efektif obat dalam tempat kerja sehingga
dapat
mempengaruhi
kinerja
farmakologi
dan
toksikologi.
(Donatus,1994) 6. Penafsiran Konsep dari penafsiran dan penilaian interaksi farmakokinetik dapat digabungkan seperti yang dirangkum pada gambar berikut :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
44
Antaraktan( dosis dan masa perlakuan) ↓ Pergeseran ubahan fisiologis (pengosongan lambung, aliran darah, eaktifan sel-sel hati hakiki, pH urin) ↓ Obat objek ↓ Parameter farmakokinetik primer berubah (ka, fa, ClH, ClR, Vd) ↓ Parameter farmakokinetik sekunder berubah (t ½,el ,k el, fe) ↓ Besaran turunan lainnya (AUC, Css) ↓ Kinerja farmakologi/toksikologi bergeser ↓ Manfaat klinik/terapi bergeser Gambar 3. Rangkuman prinsip penafsiran dan penilaian interaksi farmakokinetika serta akibat kinetika farmakologi, toksikologi dan klinisnya (Donatus,1994)
B. Parasetamol 1. Terapetik Parasetamol
(asetaminofen;
N-asetil-p-aminophenol)
merupakan
metabolit aktif dari fenasetin. Dimana fenasetin kini tidak lagi digunakan di USA karena diimplikasikan sebagai penyebab nefropati. Parasetamol juga merupakan alternatif yang efektif untuk aspirin sebagai suatu analgesik-antipiretik namun aktifitas anti-inflamasinya lemah. Biasanya digunakan pada pasien pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin karena kelainan koagulasi, pasien dengan riwayat tukak peptik atau refluks gastroesofagal. Karena dapat ditoleransi dengan baik, efek sampingnya sedikit, dan dapat dibeli tanpa resep, parasetamol menjadi analgesik yang paling umum digunakan masyarakat. Penggunaan parasetamol pertama kali dalam pengobatan oleh Von Mering pada tahun 1893, dan menjadi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
45
populer tahun 1949 setelah diketahui sebagai metabolit aktif dari fenasetin. Aktivitas antipiretiknya terletak pada struktur aminobensen. Dosis oral parasetamol 325 sampai 1000 mg (650 mg untuk dosis rektal) (AMA, 1994; Hardam, Gilman & Limbird, 1996). 2. Kimia
HO
N H
COCH3
Gambar 4. Struktur parasetamol (Anonim, 1995)
Asetaminofen atau parasetamol ( C6H8O9 ) memiliki struktur seperti pada gambar 4. Nama kimia dari Parasetamol N-asetil-p-aminofenol atau 4hidroksiasetanilid atau 4-asetamidofenol. Parasetamol adalah senyawa sintetik berupa serbuk kristal warna putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Karakteristik fisikokimia dari parasetamol: Berat molekul
: 151,2
Titik lebur
: 168oC - 172oC
Tetapan disosiasi (pKa)
: 9,5 (25oC)
Kelarutan
: 1 g dalam 7 ml etanol; 1 g dalam 70 ml air; 1 g dalam 20 ml air panas;1 g dalam 50 ml kloroform (Clarke,1969)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
46
3. Farmakokinetika Absorpsi. Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna pada saluran cerna pada pemberian secara oral. Kadarnya di dalam plasma mencapai puncaknya (Cpmaks) dalam waktu 30 sampai 120 menit (Lacy, Armstrong, Goldman & Lance, 2003). Mekanisme absorpsi parasetamol berlangsung secara transpor pasif pada seluruh bagian saluran cerna terutama usus halus (Bagnall, Kelleher, Walker & Losowaky, 1979). Pada manusia dewasa sehat, kira-kira 80% dosis dapat ditemukan kembali dalam urin dalam 24 jam (Clements, Chritchley & Prescott., 1974). Karena absorpsinya di usus halus maka segala hal yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung dapat pula mempengaruhi keefektifan absorpsi dari parasetamol (Whitehouse, 1981). Pemberian parasetamol bersama dengan N-asetil-sistein atau bersama propanthelin
dimana
keduanya
menghambat
pengosongan
lambung,
menyebabkan penurunan pada kadar puncak parasetamol (Gibaldi, 1984; Notari, 1980; Stockley, 1994; Whitehouse, 1981). Makanan dapat pula mengurangi laju absorpsi parasetamol namun tidak berpengaruh terhadap jumlahnya (Gibaldi, 1984). Hal tersebut dibuktikan dengan laporan bahwa pemberian 1 g parasetamol setelah makan makanan berkarbohidrat tinggi pada subyek (manusia), absorpsinya lima kali lebih lambat dibanding pada subyek yang puasa terlebih dahulu, sedangkan untuk jumlahnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Mc.Gilveray & Mattock, 1972). Faktor lain seperti
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
47
usia, dosis dan keasaman lambung nampaknya tidak mempengaruhi keefektifan absorpsi. Terbukti dengan harga f dari 500 mg parasetamol pada manula (±76th) tidak berbeda bermakna dibandingkan subyek dewasa (± 24th) (Fulton, James & Rawlins, 1979), juga harga fa pada manusia sehat dengan dosis 5 dan 20 mg/kgBB (Clements, 1982). Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pengosongan lambung, keaktifan serta daya tampung enzim saluran cerna (glukoronil transferase atau sulfotransferase) merupakan faktor fisiologi penting bagi keefektifan absorpsi parasetamol. Faktor keasaman lambung maupun usus juga tidak berperan dalam mengubah keefektifan absorpsi seperti halnya ditemukan pada penderita aklorhidria (Pottage, Nimmo & Prescott, 1974), hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bahwa parasetamol merupakan senyawa asam yang sangat lemah dengan pKa 9,5 sehingga berapapun besarnya harga pH medium tidak terlalu mempengaruhi fraksi tak terion dari parasetamol (dihitung dengan persamaan Handerson-Hasselbach). Jadi dapat diartikan bahwa tahap pembatas laju absorpsi parasetamol bukan keasaman lambung atau usus melainkan kecepatan pengosongan lambung, gerakan usus dan daya tampung dan keaktifan enzim. a.
Distribusi. Volume distribusi parasetamol kurang lebih 0,9 l/kg
(AMA, 1994; Katzung, 2001) hal ini mengambarkan luasnya daerah distribusi dari parasetamol. Selain luas distribusinya juga berlangsung relatif cepat. Pada menit ke-30 dan menit ke-120 setelah pemberian pada hamster, kadar parasetamol dalam bebas dalam darah, limpa, otot, dan otak lebih rendah dibandingkan pada ginjal dan hati (Wong, Solmonary & Thomas cit Donatus
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
48
1994). Hal tersebut disebabkan lemahnya ikatannya dengan parasetamolprotein plasma ditunjukkan dengan jumlahnya yang tidak signifikan, kurang lebih hanya 0-15% saja sehingga dapat diperkirakan parasetamol tidak rentan terhadap interaksi pendesakan. Kelipofilan dan lemahnya keasaman parasetamol
juga memudahkannya melintasi sawar lipid (Donatus, 1994;
Dollery, 1991; Katzung, 2001). b. Eliminasi. Parasetamol mengalami metabolisme menjadi bentuk metabolit yang tidak aktif, sebelum diekskresikan melalui urin. Kurang lebih hanya 3% parasetamol yang diekskresi dalam bentuk parasetmol utuh (Gibson&Skett, 1991; Katzung, 2001). Metabolisme parasetamol terjadi di hati, ginjal dan lambung. Perubahan hayati intensif dalam hati (>80 %) dalam bentuk parasetamol-glukoronida (PS), parasetamol-sulfat (PS) (Hardam et al., 1996), enzim sitokrom P450 juga berperan dalam memetabolisme sebagian lain parasetamol menjadi metabolit yang toksik untuk sel hati (Anonim, 2004). Sifat toksik ini hilang ketika glutation di dalam tubuh berikatan dengan metabolit ini. Namun bila dosis parasetamol yang terdapat dalam tubuh terlalu tinggi sifat toksik ini tidak dapat dihindari karena terbatasnya jumlah glutation dalam tubuh (Stringer, 2001). Metabolisme berlangsung dengan cepat dengan t ½
eliminasi
pada manusia sehat berkisar 1-4
jam (Anonim, 2005), sedang pada tikus sekitar 0,5-2 jam (Donatus, 1984; Jung, 1985).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
HO
N H
49
COCH3
Parasetamol (aktif)
O
NCOCH3
Metabolit antara(bersifat toksik) Metabolisme & konjugasi glutation
Konjugasi sulfat
glukoronidasi
Sistein dan konjugasi asam merkapturat (tidak aktif) HO
OH
O O
HO
HO
S
O
N H
COCH3
N H
COCH3
O
O
HOOC
(tidak aktif)
urin
(tidak aktif)
urin
urin
Gambar 5. Metabolisme parasetamol (Gibson&Skett,1991)
Ginjal dan lambung juga merupakan tempat terjadinya metabolisme parasetamol, metabolisme yang terjadi pada di lambung menunjukkan adanya suatau efek lintas pertama (first pass effect/ first pass metabolism) yang diartikan sebagai fenomena biotrasformasi/metabolisme obat yang terjadi di antara tempat absorpsi dengan sirkulasi sitemik (Ritschel, 1980). Seperti yang dilaporkan oleh Cohen et al,. (1974) bahwa pada tikus fenomena first-pass effect ini nyata. Buktinya ditunjukkan dengan fraksi parasetamol yang diabsorpsi pada sirkulasi sistemik setelah pemberian secara intraperitoneal hanya 34% bila dibandingkan dengan pemberian secara intravena. Penelitian tersebut juga menegasan kembali penelitian Heading et al., (cit Cohen, 1974) yang menyatakan bahwa kecepatan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
pengosongan lambung
50
selain mempengaruhi laju absorpsi dan kadar puncak
parasetamol dalam plasma. Selanjutnya Cohen et al., (1974) menegaskan bahwa hal tersebut juga mempengaruhi jumlah obat yang mengalami first-pass effect dalam hati. Penjelasannya adalah kecepatan pengosongan lambung (dinyatakan dengan kadar obat pada medium perfusi) yang cepat menghasilkan kadar obat yang tinggi pada vena porta dan menurunkan rasio ekstraksi hepatik (menyatakan jumlah fraksi parasetamol yang mengalami first-pass effect) pada percobaan menggunakan isolated perfusea liver, dengan demikian ketersediaan (availability) dari obat dalam saluran sistemik juga lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada kecepatan pengosongan lambung yang lambat. Tabel VI. Pembersihan parasetamol yang diperoleh isolated perfusea liver (n = 3) Prasetamol dalam medium perfusi (µg/ml) 3 5 10 50 *E.R. Extraction Ratio =
E.R.* 0,52 ± 0,01 0,47 ± 0,05 0,36 ± 0,08 0,27 ± 0,09
Parasetamol dalam vena porta (µg/ml) 10,4 47 72 270
Jumlah metabolit dalam effluent** (µg/ml) 2,72 ± 0,38 10,7 ± 0,4 15,8 ± 6,1 66,1 ± 15,1
Cin − Cout Cin
** Jumlah dari metabolit yang dijumlahkan dari parasetamol radioaktif pada effluent perfusi dan dinyatakan sebagai persamaan parasetamol
4. Hepatotoksisitas Pada dosis terapetik, parasetamol biasanya ditolerasi dengan baik. Kemerahan dan alergi kulit jarang terjadi. Kadang terjadi kemerahan pada kulit dan alergi. Pasien yang menunjukkan hipersensitivitas terhadap salisilat sangat jarang mengalami sensitivitas terhadap parasetamol dan obat-obat terkait. Pada kasus yang terbatas, penggunaan parasetamol dihubungkan dengan neutropenia,
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
51
trombositopenia dan pansitopenia. Efek merugikan yang paling serius pada overdosis akut parasetamol adalah tergantung dosis, potensial terhadap nekrosis hati. Hepatotoksisitas pada bermacam spesies sangat beragam. Pada mencit dan hamster ± 300 μg/kgBB (Mitcell et al., 1973; Davis et al., 1974). Pada tikus ± 3 g/kgBB (Mitchell et al., 1973; Donatus, Sutjipto & Sarjiman, 1982). Pada orang dewasa (Hardam et al., 1996) hepatotoksisitas terjadi setelah pemberian dosis tunggal 10-15 mg (150-250 mg/kg) pada dosis tunggal 20 sampai 25 g berakibat fatal. Waktu paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Pada kerusakan hati yang parah (dengan tingkat aktivitas aspartat aminotransferase melebihi 1000 IU per liter plasma) terjadi pada 90% pasien yang konsentrasi parasetamol dalam plasma lebih dari 300 μg/ml dalam 4 jam atau 45 μg/ml dalam 15 jam setelah menelan obat. Waktu paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya koma hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk meramalkan terjadinya kerusakan hati. Seperti diketahui kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh parasetamol, tetapi juga oleh radikal bebas N-asetil-para benzokinonimia (NAPBKI), metabolit yang sangat reaktif yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. (Hardam et al., 1996)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
52
Tabel VII. Parameter farmakokinetika & farmakodinamika parasetamol pada manusia* Parameter farmakokinetik dan farmakodinamik asetaminofen Availabilitas oral (%) Ekskresi urina (%) Terikat dalam plasma (%) Bersihan (L/j/ kg) Volume distribusi (L/kg) Waktu paruh (jam) Konsentarsi efektif (µg/L) Kadar toksik (µg/L)
Nilai 85-95 3 0-15 21 0,9 1-4 10 - 20 >300
(*dirangkum dari Anonim, 2005 ; Donatus, 1994; Dollery, 1991; Fulton et al., 1979; Hardam et al, 1996; Katzung, 2001) D.
Air Berkarbonasi
Joseph Prietsley adalah orang pertama yang menemukan metode mengisikan
air
dengan
karbondioksida.
Pada
tahun
1772
Priestley
mempublikasikan tulisan ilmiah berjudul ” Impregnating Water with Fixed Air”. Tabel VIII. Asam bikarbonat
Gambar 6. Struktur asam bikarbonat Nama lain
Larutan karbon dioksida
Rumus molekul
H2CO3
Massa molar
62.03 g/mol
Berat jenis (fase)
1.0 g/cm3(dilute solution)
Kelarutan (air)
Hanya ada dalam larutan
Keasaman (pKa)
3.60 (lihat teks) & 10.25
(en.wikipedia.org)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
53
Tabel IX. Karbon Dioksida Nama lain
Gas asam bikarbonat, bikarbonat anhidrat, dry ice (padat)
Rumus molekul
CO2
Massa molekul
44,01 g/ mol
Bentuk padat
Dry ice
Bentuk
Gas tidak berwarna Sifat
Berat jenis dan fase
1600 kg/m³, padat 1.98 kg/m³, gas pada 298 K
Kelarutan dalam air
1,45 kg/m3
Panas laten penguapan
25.13 kJ/mol
Titik lebur
−57°C (216 K), pressurized
Titik didih
−78°C (195 K), menyublim
Keasaman (pKa)
6.35 dan 10.33
Viskositas
0.07 cP pada −78°C Struktur
Bentuk molekul
linier
Bentuk kristal
Seperti segi empat
Momen dipol
nol
(en.wikipedia.org)
Secara terpisah, tahun 1771 seorang ahli kimia Swedia profesor Tornbern Begmarn menemukan proses serupa untuk membuat air berkarbonasi yang dia tujukan untuk kesehatan. Air berkarbonasi merupakan komponen utama dalam pembuatan minuman bersoda (soft drink). Air berkarbonasi, disebut juga sebagai air soda, adalah air tawar dimana karbon dioksida terlarut didalamnya. Proses pelarutan karbon dioksida disebut karbonasi. Hasil dari proses tersebut adalah pembentukan asam bikarbonat (H2CO3). Reaksi yang terjadi :
H2O + CO2 → H2CO3
(20)
Karbon dioksida berada dalam kesetimbangan dengan asam bikarbonat. Tetapan kesetimbangan pada suhu 25oC adalah 1.7x10-3, disini mayoritas karbon
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
54
dioksida tidak dikonversikan menjadi asam bikarbonat tetapi berada dalam bentuk molekul CO2. Dengan tidak adanya katalis kesetimbangan dicapai secara lambat. Tetapan laju reaksi -
ke kanan :
CO2 + H2O → H2CO
(21)
sebesar 0,039/detik -
ke kiri :
H2CO3 → CO2 + H2O
(22)
sebesar 23/detik Asam bikarbonat suatu asam berbasa dua, sehingga memiliki dua tetapan dissosiasi H2CO3 → HCO3− + H+
(23)
(Ka1 = 2,5×10−4 mol/L; pKa1 = 3,60) HCO3− →CO32− + H+
(24)
(Ka2 = 5,61×10−11 mol/L; pKa2 = 10,25) Ada hal yang harus diperhatikan saat menyatakan dan menggunakan tetapan dissosiasi pertama dari asam bikarbonat. Nilai yang dinyatakan diatas tepat untuk molekul H2CO3, dan hal tersebut mengakibatkan H2CO3 nampaknya lebih asam dibandingkan asam asetat maupun asam formiat. Hal ini mungkin diakibatkan dari elektrongativitas substituen oksigen. Meskipun demikian asam bikarbonat seperti dinyatakan sebelumnya hanya terdapat dalam larutan dalam kesetimbangan bersama karbon dioksida sehingga konsentrasinya lebih rendah dibanding CO2 yang mengurangi keasaman yang terukur, persamaanya sebagai berikut: CO2 + H2O → HCO3− + H+ (Ka = 4,30×10−7 mol/L; pKa = 6,36)
(25)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
55
Persamaan tersebut sering dijadikan sebagai tetapan dissosiasi dari asam bikarbonat, meskipun ambigu akan lebih baik jika mengacu pada tetapan keasaman karbondioksida tersebut untuk menghitung pH dari larutan CO2.
E. Metode Penetapan Kadar Parasetamol di Dalam Darah Parameter farmakokinetika dihitung dari data perubahan kadar obat tak berubah dalam darah atau cairan lainnya yang besarnya dalam satuan mikrogram (µg) kebawah (relatif sangat kecil), karena itu syarat sensitivitas dan selektivitas metode penting sekali artinya ,disamping ada pula parameter lain seperti ketepatan, ketelitian dan kesederhanaan metode. Mengingat subyek yang digunakan adalah makhluk hidup yang dengan ukuran tubuh yang tertentu, maka volume dari sampel biologis yang diperlukan juga yang tidak kalah penting (Smith & Stewart, 1981). Terdapat beberapa metode penetapan kadar parasetamol yang dapat digunakan. 1. Metode gas liquid chromatograpy (GLC) Metode ini memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi (Prescott, 1971). Namun memerlukan plasma sebanyak 2 ml (± 4 ml darah utuh) sehingga sulit untuk diterapkan pada hewan kecil seperti tikus mengingat diperlukan beberapa kali pengambilan sampel darah dalam penelitian farmakokinetika.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
56
2. Metode spektrofotometri-diferensial Metode ini juga sensitif dan selektif namun volume darah yang dibutuhkan juga besar yaitu 5 ml sehingga tidak mungkin dilakukan pada hewan kecil (Knepil cit Donatus,1994) 3. Metode oleh Micelli et al. (1979) Berbeda dengan metode-metode di atas , metode ini hanya memerlukan 0,2 ml serum yang kemudian direaksikan dengan larutan ortokresol dan ammonium hidroksida. Kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak (visibel) pada panjang gelombang 615 nm. Namun meski sederhana, sensitif dan teliti namun tidak memperlihatkan selektivitas terhadap metabolit parasetamol. 4. Metode Cafetz et al., Metode Cafetz et al. (1971), pertama kali dimanfaatkan untuk penetapan kadar parasetamol di dalam cairan biologis oleh Glyn & Kendal (1975) Dinyatakan bahwa penetapan kadar parasetamol tak berubah dalam darah dengan dasar reaksi diazotasi memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi, sederhana dan tepat. Metode ini tidak terganggu dengan adanya metabolit parasetamol. Modifikasi volume plasma dapat dilakukan (dari 2 ml menjadi 0,5 ml) dengan penyesuaian pereaksi, (Sriyanto dkk.,1983) sehingga dapat dilakukan pada hewan uji kelinci dengan ketelitian 98,60%. Namun pada tikus agaknya tidak bisa dilakukan mengingat ukuran tubuh dan volume darah yang jauh lebih kecil dibandingkan kelinci.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
57
5. Metode high performance liquid chromatograpy (HPLC) Alternatif lain yang digunakan untuk mengatasi kesulitan diatas adalah dengan
metode oleh Howie et al. (1977) yaitu HLPC. Sistem HPLC yang
digunakan yaitu kromatografi partisi dengan sistem reverse phase (fase terbalik). Metode ini telah dikembangkan untuk penetapan secara simultan konjugat parasetamol yaitu sulfat, glukoronat, sistein dan asam merkapturat (metode A) dan parasetamol tak berubah dalam darah (metode B). Kromatografi
adalah
prosedur
pemisahan
senyawa
campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi, karena adanya perbedaan koefisien distribusi masing-masing senyawa di antara dua fase yang saling bersinggungan dan tidak saling campur, yang disebut sebagai fase gerak (mobile phase) yang berupa zat cair atau zat gas, dan fase diam (stationary phase) yang berupa zat cair atau zat padat (Noegrohati, 1994). Analisis kualitatif pada HPLC dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi senyawa murni dengan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel (Gritter et al., 1985). Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (Gritter et al., 1985). Tiap senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu seperti kolom, suhu, laju, dan sebagainya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar uji kualitatif (Noegrahati, 1994). Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan perbandingan tinggi atau luas puncak kromatogram senyawa sampel terhadap senyawa standar.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
58
Metode A teridiri dari pompa (Orilta model AE 10-4); detektor ultaviolet (ceccil, model 212, lambda pada 250 nm,10 µl flow cell); pencatat (Honey-well Model 194); integrator (Hawlett-Packard Model 3370 A); kolom tabung berlapis baja anti-karat (170 x 4,9 mm dengan oktadesilsilan yang terikat pada silika spheris, ukuran partikel 10µm, Spherisorb 10-ODS, Phase Separation, Clwyd); injektor septum. Fase gerak asam asetat 1%-metanol-etil asetat (90:15:0,1) pada 4,5 MNm-2; laju alir 1,6 ml/menit. Sampel urin yang diencerkan hingga 50 kalidengan air terdestilasi bila perlu. Dalam 0,8 ml sampel ditambahkan standar internal (0,2 ml larutan 4-florofenol 20mg/ml dalam air). Dicampur dan diinjeksikan 2-4 µl. untuk urin dengan konsentrasi rendah (misalnya yang dikumpulkan setelah beberapa jam pemberian obat pada dosis tercapai) standar internal dikurangi hingga 4mg/ml. Memberikan larutan standar parasetamol dalam air dengan jumlah tiap seri tidak diketahui. HPLC dengan metode B memakai alat yang sama dengan metode A dengan kolom 90 x 4,5 mm. Menggunakan fase diam yang sama pula dengan metode A. fase gerak air-asam asetat-etilasetat(98:1:1) pada 2,75 MNm-2, laju alir 3 ml/menit. Dalam 1 ml plasma yang mengandung 25-500 µg/ml parasetamol pada gelas kaca, tambahkan 1 ml larutan asam trikloro asetat (TCA) 25% (w/w) yang mengandung 4-florofenol 75%, menggojog dengan vortek. Protein diendapkan dengan sentrifugasi dan supernatan jernih diinjeksikan. Untuk sampel yang mengandung parasetamol kurang dari 25 µg/ml, ditambahkan 100 µg/ml larutan yang mengandung 4-florofenol 7mg/ml dalam larutan TCA 75% (w/w) kedalam 1 ml plasma dan supernatan yang diinjeksikan sampai dengan 25 µl.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
59
Karena dalam penelitian ini yang ditetapkan hanya kadar parasetamol tak berubah dalam darah maka yang digunakan adalah metode B dengan sedikit modifikasi (Wijoyo, 2001) pada flow rate (3 ml/menit menjadi 1 ml/ menit); jumlah plasma (1 ml menjadi 0,25 ml) sehingga dapat diterapkan untuk hewan uji tikus; dan konsentrasi asam trikloroasetat (25 % b/v menjadi 10% b/v) dan tanpa penggunaan 4-florofenol sebagai campuran. Secara umum metode ini memenuhi parameter senstivitas, selektivitas, ketepatan dan ketelitian serta dapat mengatasi masalah volume cairan biologis (darah) yang terjadi pada metode-metode yang lain.
F. LANDASAN TEORI Mekanisme absorpsi parasetamol berlangsung secara transpor pasif pada seluruh bagian saluran cerna terutama usus halus (Bagnall et al., 1979, Lacy et al., 2003). Karena absorpsinya di usus halus maka segala hal yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung dapat pula mempengaruhi keefektifan absorpsi dari parasetamol (Whitehouse, 1981). Makanan dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi namun tidak mempengaruhi jumlahnya (Mc.Gilveray & Mattock, 1972), sedang umur dan pH tidak berpengaruh sehingga yang menjadi tahap pembatas laju absorpsi parasetamol bukan keasaman lambung atau usus melainkan kecepatan pengosongan lambung, gerakan usus dan daya tampung dan keaktifan enzim. Pola pengosongan lambung tergantung pada ada tidaknya makanan dalam lambung. Pada keadaan kosong (tidak ada makanan), lambung dan usus
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
60
mengalamai serangkaian peristiwa yang berulang-ulang yang disebut dengan interdigestive migrating motor / myoelectric complex
(MMC) kompleks ini
menghasilkan kontraksi yang dimulai dari lambung bagian proksimal dan berakhir pada ileum. Makanan akan menggangu proses interdigesti oleh MMC tersebut. Pada kehadiran makanan (padat maupun cair) pengosongan lambung dikontrol oleh berbagai mekanisme mekanis, hormonal dan saraf. Pengosongan lambung juga ditentukan oleh berbagai macam faktor. Seperti tertera pada tabel VII. Satusatunya stimulus alami dalam pengosongan lambung adalah tekanan (distention) pada lambung (Mayerson, 2002). Pada saat parasetamol dikonsumsi bersama air berkarbonasi (kandungan utama H2CO3 yang terlarut dalam air), maka yang terjadi didalam lambung adalah H2CO3 cenderung dikonversikan dalam bentuk gas CO2 (persamaan 23). Ada dua peristiwa yang diduga terjadi di dalam lambung yaitu gas CO2 yang dilepaskan dari larutan air berkarbonasi ini akan memenuhi lambung sehingga volume pada lambung cenderung meningkat. Selain itu gas CO2 ini akan memberikan efek tekanan pada lambung (gastric distention). Dua hal tersebut merupakan faktorfaktor yang mempercepat pengosongan lambung seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa air barkarbonasi akan meningkatkan laju absorpsi parasetamol, perubahan pada laju absorpsi mungkin juga dapat mempengaruhi parameter-parameter farmakokinetika parasetamol yang lain
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
61
Tabel X. Faktor yang mempengaruhi pengosongan lambung Faktor
Pengaruh terhadap pengosongan lambung Semakin besar volume awal (starting volume), makin besar kecepatan permulaan pengosongan lambung. Semakin besar volume original lambung, semakin lambat pengosongan lambung
Volume
Tipe makanan asam lemak, trigliserida, karbohidrat, asam amino Tekanan osmotik
Bentuk fisik dari isi terkandung dalam lambung Kimia - Asam - basa
yang
Mengurangi kecepatan Pengurangan kecepatan tergantung pada konsentrasi garam dan dan zat nonelektrolit. Kecepetan meningkat pada konsentrasi yang rendah dan menurun pada konsentrasi yang tinggi Larutan, suspensi dan partikel kecil lebih mudah dikosongkan dari lambung dibanding bahan yang berukuran besar Mengurangi kesepatan pengosongan lambung (mengurangi keefektifan HCL, asam asetat, laktat dan sitrat) Konsentrasi rendah (1%) meningkatkan kecepatan, konsentrasi tinggi (5%) mengurangi kecepatan.
Obat - antikolinergik, - analgesik narkotik - etanol - metoclopramide Lain-lain - Posisi tubuh - Viskositas - Garam empedu - Penyakit - Olahraga - Operasi lambung
Mengurangi kecepatan Meningkatkan kecepatan - Berbaring ke sisi kiri mengurangi kecepatan kecepatan lebih besar untuk larutan yang semakin encer. -Mengurangi kecepatan -Pasien diabetes, luka pada lambung, hipotiroid akan mengurangi kecepatan sedang pada hipertiroid akan meningkatkan kecepatan. -Olahraga terlalu keras akan mengurangi kecepatan pengosongan. -Menyulitkan pengosongan lambung. (Mayerson, 2002)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
62
E. HIPOTESIS Pemberian meningkatkan
laju
air
berkarbonasi
absorpsi
farmakokinetika parasetamol.
bersama-sama
parasetamol
dan
parasetamol
dapat
mempengaruhi
profil
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu rincian tentang jenis dan rancangan penelitian yang dipilih, variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian, alat dan bahan yang digunakan, tata cara pelaksanaan penelitian juga tentang tata cara analisis dari hasil data yang diperoleh. A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian air berkabonat terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel-variabel Penelitian Terdapat beberapa variabel di dalam penelitian ini diantaranya variabel bebas, variabel tergantung serta variabel terkendali. Penjelasan tentang variabelvariabel penelitian dirinci sebagai berikut. 1. Variabel bebas Dosis air berkarbonasi yang diberikan segera sesudah pemberian parasetamol.
63
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
64
2. Variabel tergantung a. Parameter farmakokinetika primer, meliputi: 1) tetapan laju absorpsi (ka), adalah jumlah obat yang diabsorpsi per satuan waktu(ml/menit) 2) klirens total (ClT), adalah volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat pada kompartemen sentral persatuan waktu (ml/menit) 3) volume distribusi tunak (Vdss), adalah jumlah obat yang terdistribusi dalam cairan tubuh pada kondisi kesetimbangan/tunak (ml) b. Parameter farmakokinetika sekunder, meliputi 1) waktu untuk mencapai kadar maksimum (tmaks), adalah waktu yang diperlukan obat untuk mencapai kadar maksimum di dalam darah (Cpmaks) (menit) 2) waktu paru h eliminasi(t½
eliminasi),
adalah waktu berkurangnya jumlah
obat dalam darah menjadi setengahnya (menit) 3) mean reidence time (MRT), adalah waktu rata-rata saat residu obat tinggal di dalam tubuh (menit) 4) kadar maksimal pada waktu mencapai tmaks (Cpmaks), adalah jumlah obat maksimal yang terukur di dalam cairan darah (mg/L) c. Parameter farmakokinetika turunan, yaitu luas daerah dibawah liku (AUC ∞),
adalah jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada jumlah tertentu (µg/ml)
0-
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
65
3. Variabel pengacau Variabel pengacau dalam penelitian ini dapat dikendalikan sehingga disebut variabel pengacau terkendali yaitu sebagai berikut : a. Galur spesies subyek uji adalah Wistar b. Jenis kelamin subyek uji adalah jantan c. Umur subyek uji antara 2 - 3 bulan d. Berat badan subyek uji antara 240-260 g e. Status puasa subyek uji terhadap makanan dan minuman selama 18 jam sebelum diberi perlakuan Disamping variabel pengacau yang terkendali, terdapat pula variabel pengacau yang tidak terkendali yaitu keadaan patologis dan psikologis subyek uji.
C. Bahan Penelitian Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan, galur wistar yang diperoleh dari laboratorium milik fakultas farmasi USD, berumur antara 2-3 bulan, berat badan berkisar 240-260 g. Bahan yang diuji adalah air mineral berkarbonasi, parasetamol kualitas farmasetis dari PT Konimex, Surakarta. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol adalah seperti : asam trikloro asetat (TCA) p.a (E.Merck Darmstadt, Germany), natrium carboksi metil selulosa (carboxy methyl cellulose-sodium = CMC-Na), asam
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
66
asetat p.a (E.Merck Darmstadt, Germany), etil asatat p.a (E.Merck Darmdstadt, Germany), heparin sodium injection USP (Fahrenheit), akuabidestilata.
D. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat-alat gelas (pyrex); 2. Micropipet; HPLC (CBM-101 Shimadzu) 3. Detektor UV-Vis SPD-10AV (Shimadzu) 4. Kolom NOVA PACKTM C18 panjang 15cm dan 30cm diameter partikel 5-10 μm (Shimadzu) 5. Sentrifuge(diameter 18 cm, Hettich EBA 85) 6. Neraca elektrik (Metler Toledo, model AB 204, made in Switzerland) 7. Spektrofotometer visibel(Genesys 6v1;001) 8. Syringe (Hamilton) Milipore Millex 0,45 µm 9. Ultrasonic degassing (Retsch); vaccum (Gast) 10. Cellose nitrate membrane filter anorganik 0,45 µm (diameter 47 mm, Whatman) 11. Cellose nitrate membrane filter organik 0,50 µm (diameter 47 mm, Whatman PTFE)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
67
E. Tata Cara Penelitian 1. Optimasi penetapan kadar parasetamol Optimasi ini meliputi : a. Pembuatan seri larutan baku. Timbang dengan seksama kurang lebih 0,1 g parasetamol dan melarutkannya ke dalam 100 ml akuabides (disebut larutan induk parasetamol), kemudian mempipet 0,15 ; 0,25 ; 0,5 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 ml lalu masukkan ke dalam labu ukur 10 ml, selanjutnya mengencerkan dengan akuabides (disebut larutan intermediet parasetamol). b. Pembuatan dan Penetapan kurva baku. Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan baku (15, 25, 50, 100, 150, 200, 250, 300, dan 400 μg/ml).Untuk penetapan kadar, selanjutnya menambahkan pada 0,25 ml plasma yang diperoleh dengan memusingkan (sentrifuge) darah berheparin (0,5 ml) dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Kemudian menambahkan larutan parasetamol dalam plasma ini dengan 0,5 ml larutan TCA 10%, mencampur dan memusingkan selama 10 menit pada laju 3500 rpm. Selanjutnya mengambil jernihan dan menyaring dengan penyaring Millex 0,45 μm dan melakukan penghilangan gelembung gas dengan degassing selama lima belas menit. Jerihan tersebut diinjeksi pada HPLC sebanyak 20 µl. Elusi dilakukan dengan fase gerak campuran air-asam asetat-etil asetat (98:1:1), pada panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Luas kromatogram dihitung dan dibuat kurva
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
68
hubungan antara kadar dengan luas kromatogram. Dengan metode regresi linier, memplotkan kadar (μg/ml) terhadap harga AUC dari masing-masing seri larutan kadar sehingga didapat persamaan y = bx + a (y = harga AUC, x = kadar, b = slope, a = intersept). c. Penatapan harga perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik. Digunakan larutan parasetamol dalam plasma 25 μg/ml dan 100 μg/ml. Selanjutnya penetapan kadar dilakukan seperti pada langkah 2c. Setiap kadar direplikasi tiga kali, kemudian menghitung kadar rata-rata dan simpangan baku parasetamol di dalam plasma berdasarkan persamaan kurva baku. Kemudian membandingkan kadar terukur dengan kadar terhitung dan dihitung koefisien variasinya. Perolehan Kembali
=
Kesalahan baku (KB)
=
Koefisien variasi (KV)
=
kadar terukur x 100% kadar diketahui Simpangan baku(SD) n KB x 100% x
Keterangan : n = jumlah pengukuran x = kadar rata-rata
d. Stabilitas Parasetamol. Membuat parasetamol dengan kadar 100 μg/ml dalam plasma, kemudian meyimpannya pada suhu 5-10ºC selama 2 hari. Mengukur kadar parasetamol dalam plasma tersebut setiap hari pada hari ke 0, 1 dan 2 dengan HPLC seperti pada 1c. Hasilnya dinyatakan dengan prosen (%) penurunan kadar.
69
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Penelitian lanjutan a. Penetapan dosis parasetamol. Pemilihan takaran dosis parasetamol didasarkan pada batas keamanan yang masih dapat diterima, kepekaan dari metode dan kemungkinan terdapat farmakokinetika tergantung dosis (Donatus, 1985). b. Penetapan dosis air berkarbonasi. Dosis air berkarbonasi diperoleh dari dosis yang biasa dikonsumsi dari manusia yang dikonversikan ke tikus. c
Penetapan
jadual
pengambilan
sampel.
Memberikan
kepada
sekelompok hewan uji suspensi parasetamol dalam CMC 1% secara peroral dengan dosis 300 mg/kg BB. Selanjutnya mencuplikan sampel (darah) yang dilakukan pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360 dan 420 melalui vena lateralis pada ekor tikus. Sampel ditampung dalam microtube yang telah diisi heparin. Penetapan kadar parasetamol dalam sampel dilakukan dengan cara memusingkan sampel pada 3500 rpm selama 10 menit. Cairan bening (plasma) diambil sebanyak 0,25 ml, menambakan berturut-turut 0,25 ml akuabidestilata dan 0,5 ml larutan TCA 10%, memusingkan pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Mengambil jernihan tersebut dan menyaring dengan penyaring Millex 0,45 μm. Selanjutnya menginjeksikan jernihan pada HPLC sebanyak 20 µl. Elusi dilakukan dengan fase gerak campuran air-asam asetat-etil asetat (98:1:1) pada
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
70
panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Jadual waktu samplingnya diperoleh dari perhitungan 3-5 x t ½ eliminasi parasetamol. d Penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma. Tahap ini juga meliputi pengadaptasian, dan pemeliharan subyek uji pada kondisi yang sama minimal satu minggu sebelum perlakuan, termasuk puasa makan dan minum bagi subyek uji 18 jam sebelum perlakuan dan membagi subyek uji dalam 2 kelompok: •
Kelompok kontrol negatif sebanyak 5 ekor tikus, kemudian memberikan
kepada tikus-tikus tersebut suspensi parasetamol dalam CMC 1% dengan dosis 300 mg/kgBB. Dilanjutkan dengan memberikan air yang setara dengan volume air berkarbonasi. •
Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus, kemudian memberikan kepada
tikus-tikus tersebut suspensi parasetamol dalam CMC 1% dengan dosis 300 mg/kgBB. Dilanjutkan dengan memberikan air berkarbonasi dengan dosis seperti yang teleh ditetapkan pada orientasi. Sampling darah dilakukan pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360 dan 420 melalui vena lateralis ekor. Sampling darah pada menit ke-0 sebanyak 0,5 ml, digunakan sebagai blanko. Kemudian menampung sampel yang diperoleh .dalam mirotube yang telah berisi heparin. Tahap penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma dilakukan seperti pada langkah 2c.
71
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
F. Analisis Hasil 1. Pehitungan parameter farmakokinetika Harga-harga kadar parasetamol dalam plasma pada tiap-tiap waktu yang diperoleh dari memasukkan luas area kromatogram pada persamaan kurva baku. Selanjutnya hasil yang diperoleh diolah menjadi data perhitungan parameter farmakokinetika primer (Cltotal dan Vdss), parameter farmakokinetika sekunder ( tmaks, t½elimnasi, MRT, Cpmaks), dan parameter farmakokinetika turunan (AUC
0-∞),
dengan
program, STRIPE (Johnston dan Woolard, 1983, dan telah direvisi oleh Jung) Tabel XI. Parameter farmakokinetika model 2 kompartemen terbuka Farmakokinetika Absorpsi
Distribusi Eliminasi
Parameter Cmaks Tmaks AUC 0-inf MRT Vdss t1/2 el Clt
Persamaan Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe
Satuan µg/ml menit µg.menit/ml jam liter menit ml/menit
2. Analisis statistik Hasil perhitungan parameter-parameter farmakokinetika parasetamol pada kelompok kontrol dan perlakuan selanjutnya dianalisis secara statistik kemudian dibandingkan ada tidaknya perubahan bermakna dari farmakokinetika parasetamol antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Turkey berpasangan (paired sample Turkey test/paired sampel T-test), dengan taraf kepercayaan 95% yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
72
didahului dengan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov. Analisis statistik diolah dengan program komputer SPSS 12.00. Perbedaan antara pasangan perlakuan di atas dinyatakan bermakana jika harga signifikan t (2 arah) lebih kecil dari 0,05 dan sebaliknya tidak bermakna bila lebih besar dari 0,05.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah penelitian dilaksanakan maka hasil-hasil yang diperoleh akan dipaparkan dibawah ini. Pemaparan diurutkan secara sistematis berdasarkan tata cara pelaksanaan penelitian dan hasilnya adalah sebagai berikut.
A. Optimasi Metode Metode penetapan kadar parasetamol dengan HPLC mula-mula dilakukan oleh Howie et al.(1977) untuk penetapan kadar metabolit parasetamol dalam urin (sistem A) serta parasetamol utuh (PU) dalam darah (sistem B). Karena pada penelitian ini yang ingin ditetapkan adalah kadar parasetamol utuh dalam plasma (PU-plasma) maka dipilih sistem B dengan modifikasi seperti yang dilakukan Wijoyo (2001). Penggunaan metode HPLC menguntungkan dalam penelitian ini, terlebih mempertimbangkan bahwa analit (parasetamol) jumlahnya sangat kecil serta berada dalam suatu matriks biologis yang kompleks. Tahap
awal
yang
dilakukan
untuk
mempreparasi
plasma
adalah
deproteinisasi. Hal ini penting karena parasetamol yang akan diukur kadarnya harus dalam bentuk bebas maka ikatanya dengan parasetamol harus diputuskan. Umumnya suatu senyawa asam lemah seperti parasetamol pada temperatur dan dosis terapi yang normal akan terikat dengan albumin pada protein plasma pada satu tempat ikatan, kemungkinannya pada kelompok asam amino N-ujung yang umumnya berupa asam 73
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
74
aspartat untuk albumin manusia (Wagner, 1975). Albumin yang berikatan dengan parasetamol merupakan suatu protein sederhana berbentuk bulat dan berstruktur kuartener. Sedangkan ikatan yang mungkin terbentuk antara parasetamol denagn asama aspartat adalah suatu ikatan hidrogen. Keberadaan protein juga dapat menggangu elusi parasetamol karena dapat menyumbat kolom. Karena itu protein tidak hanya perlu diputuskan ikatannya dengan parasetamol, tetapi juga harus di hilangkan dari larutan sampel yang akan diukur kadarnya. Langkah yang diperlukan dalam rangka deproteinisasi ini meliputi denaturasi protein menggunakan asam trikloro asetat (TCA) 10%. Ion H+ dari asam akan memutus ikatan non kovalen (ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan elektrostatik) yang berfungsi menstabilkan bentuk struktur akan struktur sekunder, tersier dan kuartener protein plasma (Murray, 1995). Akibatnya protein kehilangan aktivitas biologisnya juga ikatannya dengan parasetamol kerusakan ini menyebabkan terlepasnya ikatan protein-parasetamol. Sifat protein yang didenaturasi umumnya menjadi kurang larut. Protein kemudian dapat dipisahkan setelah dilakukan proses sentrifugasi (laju 3500 rpm) selama 10 menit. Parasetamol bebas akan terdapat pada fase cair yang jernih (supernantan) dan digunakan pada proses selanjutnya sedangkan protein mengendap dibagian bawah.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
75
Gambar 8. Gambaran denaturasi suatu protein (protomer)
Sistem HPLC yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan detektor ultraviolet untuk mendeteksi keberadaan parasetamol dalam plasma. Parasetamol dapat dideteksi dengan detektor ultraviolet karena senyawa tersebut memiliki gugus kromofor. Gugus ini memiliki ikatan rangkap yang mengandung elektron bebas yang dapat tereksitasi ketika menerima radiasi sinar ultraviolet. Selain itu parasetamol juga memiliki gugus akusokrom, gugus ini terikat langsung pada kromofor serta memiliki pasangan elektron bebas yang dapat berinteraksi dengan elektron bebas pada auksokrom. Akibatnya terjadi perubahan intensitas dan panjang gelombang serapan optimum pada senyawa. Secara teoritis parasetamol dalam larutan asam memiliki panjang gelombang serapan optimum sebesar 245 nm (Wade et al, 1989) sedang pada metanol sebesar 249 nm (Clarke, 1969). Pada penelitian ini panjang gelombang optimum parasetamol yang digunakan mengacu pada penelitian Howie et.al. (1977) yaitu 250 nm.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
HO
N H
76
COCH3
Gambar 9. Gugus kromofor dan auksokrom parasetamol Keterangan :
1.
= auksokrom = kromofor
Pembuatan dan penetapan kurva baku. Dengan menggunakan sistem HPLC dengan panjang kolom 15 cm pada
penelitian ini maka didapatkan kromatogram parasetamol seperti pada gambar 12. Tampak bahwa parasetamol memiliki tR rata-rata 4,595 menit. Bila dibandingkan dengan kromatogram blanko yang hanya berisi plasma yang telah dideproteinisasi maka dapat terlihat bahwa terdapat senyawa dengan tR yang hampir mirip parasetamol yaitu 4,579 menit. Namun karena AUC-nya relatif kecil (AUC = 5154) hal ini masih dapat ditoleransi. Sedang kromatogram dengan tR 3,323 pada gambar 12 diduga adalah senyawa endogen yang terdapat dalam plasma seperti pula yang ditampilkan oleh kromatrogram blanko plasma (gambar 11). Waktu retensi menyatakan waktu yang dibutuhkan olah senyawa untuk keluar dari kolom. Waktu retensi parasetamol dipengaruhi oleh interaksinya dengan fase gerak dan fase diam saat terelusi dalam kolom.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 10. kromatogram blangko plasma (kolom HPLC NOVA PACKTM C18 panjang 15cm)
Gambar 11. kromatogram parasetamol dalam plasma dengan kadar 100 µg/ml (kolom HPLC NOVA PACKTM C18 panjang 15 cm AUC = 2076294)
77
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
78
Fase gerak yang digunakan adalah campuran air : asam asetat : etil asetat dengan perbandingan 98:1:1 sifatnya polar. Air digunakan sebagai kandungan utama fase gerak kromatografi fase terbalik. Fungsi etil asetat adalah pelarut organik. Sedangkan asam asetat akan memberikan suasana asam. Ketika parasetamol yang bersifat asam lemah ini sebagian molekulnya terdisosiasi karena adanya air, maka dengan adanya asam parasetamol akan kembali ke dalam bentuk molekul utuhnya.
O-
OH
H2O
HN
C
CH3
+ H+
HN
O
C
CH3
O
parasetamol
Gambar 12. Disosiasi parasetamol
Bila parasetamol dielusi pada suasana basa, maka akan terbentuk garam parasetamol yang sifatnya lebih polar dibanding parasetamol dalam bentuk semula (utuh). Sifat ini menyebabkan garam parasetamol lebih cepat terelusi dibanding bentuk utuhnya. Kemungkinan berakibat pemisahan parasetamol dengan senyawa endogen dari plasma menjadi kurang baik.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
79
OX
OH
+
+ H 2O
XOH
air suatu basa HN
C
HN
CH3
C
CH3
O
O
parasetamol
garam parasetamol
Gambar Reaksi
13. penggaraman parasetamol dengan adanya basa
Fase diam yang digunakan adalah C18 yang sifatnya non polar. Parasetamol sendiri memiliki gugus non polar yang lebih banyak dibandingkan gugus polarnya sehingga memungkinkan untuk berinteraksi dan tertahan lebih lama pada fase diamnya. Hal ini menguntungkan karena berakibat terjadinya pemisahan yang baik dengan senyawa endogen dari plasma.
O HO
N H
C CH3
Gambar 14. Gugus polar dan nonpolar parasetamol Keterangan :
= gugus non polar = gugus polar
Persamaan kurva baku ditetapkan menghitung kadar parasetamol dalam plasma dan sekaligus menunjukkan hubungan linearitas antara kadar parasetamol dalam plasma dengan AUC yang dinyatakan dengan parameter koefisien korelasi (r).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
80
Kurva baku dapat diterima bila nilai r yang lebih besar dari r tabel untuk delapan data dengan derajat bebas (db) = 7 yaitu sebesar 0,707 (taraf kepercayaan 95%). 450 400 350 300 Luas area (x 10000)
250 200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
kadar parasetamol dalam plasma (ug/ml)
Gambar 15. Persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma (r = 0,9997; p< 0,05 ; Y = 19560,5531 X + 117131,5808)
Dapat dilihat pada gambar 16 bahwa.nilai r persamaan kurva baku lebih kecil daripada r tabel sehingga kurva baku tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol dalam plasma. Persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu Y = 19560,5531 X + 117131,5808.
2. Penetapan harga perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik. Validasi metode analisis dilakukan pada tahapan ini. Pertimbangan diperoleh dari parameter yang digunakan yaitu harga perolehan kembali dan koefisien variasi. Digunakan dua seri kadar larutan yaitu 25 µg/ml dan 100 µg/ml yang direplikasi sebanyak 3 kali. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 250 nm. Setelah
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
81
diolah dengan persamaan kurva baku maka diperoleh kadar parasetamol dalam plasma. Perolehan kembali merupakan tolak ukur akurasi metode. Perolehan kembali yang disyaratkan pada bioanalisis terpenuhi jika berada pada rentang antara 80%120% (Mulja & Hanwar, 2003). Nilai perolehan kembali dalam hari yang sama (intraday) untuk kadar 25 µg/ml sebesar 97,25 ± 0,65% dan untuk kadar 100 µg/ml sebesar 97,90 ± 0,81%. Dilihat dari nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa metode ini memiliki akurasi yang baik. Data kemudian diulang para hari berikutnya (interday) guna menguji ketangguhan metode. Hasilnya, pada kadar 25 µg/ml kadar yang diperoleh kembali sebesar 99,43 ± 1,12% sebesar 98,88 ± 0,95% untuk kadar 100 µg/ml.setelah kedua data (interday dan interday dibandingkan) hasilnya relatif masih baik sehingga disimpulkan bahwa metode memiliki ketangguhan yang baik. Nilai koefisien variasi (KV) menyatakan nilai ksalahan acak. Untuk kadar 25 µg/ml adalah 1,1522% (intraday) dan 2,0594% (interday). Kadar 100 µg/ml memiliki nilai KV sebesar 1.4789% (intraday) dan 1,6521% (interday). Nilai ini memenuhi ketentuan yang KV disyaratkan untuk bioanalisis yaitu kurang kurang dari 15%-20% (Mulja & Hanwar, 2003). Artinya metode ini memiliki nilai presisi yang baik. Melihat hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan HPLC memenuhi syarat untuk dapat digunakan. Hasilnya ditampilkan pada tabel XII dan XIII.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
82
Tabel XII. Harga perolehan kembali, kesalahan acak, kesalahan sistemik penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan HPLC-Intraday Penimbangan parasetamol(mg)
AUC*
596106
Kadar terhitung (μg/ml) 24,9950
Kadar terukur (μg/ml) 24,4868
Perolehan kembali (%) 97,97
0.09998 0.10000
606569
25,0000
25,0217
100,09
0.10003
604764
25,0075
24,9293
99,69
Purata
24,8126
97,25
SD
0,2859
1,13
KB
0,1651
0,65
KV
1,1522
1.16
0.09998
2007968
99,9800
96,6658
96,68
0.10000
2026143
100,000
97,5950
97,58
0.10003
2063528
100,0300
99,5062
99,44
Purata
97,9223
97,90
SD
1,4482
1,44
KB
0,8361
0,81
KV
1.4789
1,44
*AUC yang telah dikoreksi nilainya dengan blanko
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
83
Tabel XIII. Harga perolehan kembali, kesalahan acak, kesalahan sistemik penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan HPLC-Intterday Penimbangan parasetamol(g)
AUC*
0,09998 0,09998 0,10003
608761 609467 591780
0,09998 0,09998 0,10003
2078005 2016597 2058942
Kadar terhitung (μg/ml) 24,9950 24,9950 25,0075 Purata SD KB KV 99,9800 99,9800 100,0300 Purata SD KB KV
Kadar terukur (μg/ml) 25,1337 25,1698 24,2656 24,8564 0,5119 0,2956 2,0594 100,2464 97,1070 99,2717 98,8750 1,6068 0,9277 1,6521
Perolehan kembali (%) 100,56 100,70 97,03 99,43 2,08 1,12 2,09 100,27 97,13 99,24 98,88 1,60 0,95 1,07
*AUC telah dikoreksi nilainya dengan blanko
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada plasma ternyata terdapat senyawa dengan tR mirip dengn parasetamol, maka selanjutnya untuk mengitung kadar parasetamol dalam plasma AUC yang diperoleh akan dikoreksi dengan blanko yaitu dengan cara mengurangi AUC parasetamol yang diperoleh dengan AUC pada blanko plasma tersebut.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
84
3. Uji Stabilitas Parasetamol. Tahap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana parasetamol dalam plasma tahan dalam penyimpanan pada suhu dan waktu tetentu. Hal ini diperlukan karena plasma tidak dapat diukur pada hari yang bersamaan dengan hari pengambilan sampel dari tikus, akibat dari jumlah sampel yang cukup banyak dan keterbatasan waktu. Plasma yang telah selesai dipreparasi ditempatkan pada wadah dan disimpan dalam suhu 0 oC. Tabel XIV menunjukkan bahwa pada hari pertama penurunan masih dapat diterima karena nilainya relatif kecil (3%) namun pada hari kedua penurunan sudah relatif besar, lebih dari dua kali lipat dari hari pertama (8%). Dengan begitu ditetapkan bahwa penetapan kadar parasetamol hanya dapat dilakukan sampai dengan sehari setelah sampel diambil dan dipreparasi dari cuplikan darah tikus. Tabel XIV. Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 0 oC Hari ke-
Peruraian(%)
0
Kadar parasetamol(μg/ml) 104,6019
1
101,1462
3,3037
2
95,6873
8,5224
0
Terdapat hal yang menjadi catatan disini bahwa pada saat tahap penelitian lanjutan terjadi perubahan panjang kolom HPLC NOVA PACK™ C18 yang digunakan yang semula 15 cm menjadi 30 cm. Hal ini karena kolom lama mengalami kerusakan teknis sehingga tidak dapat dipergunakan kembali. Karena itu terjadi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
85
pergeseran tR parasetamol yang semula berkisar pada menit 4,595 (panjang kolom 15 cm,) yang dicontohkan pada gambar 10, menjadi 5,103 menit (panjang kolom 30 cm) seperti tampak pada gambar 17.
Gambar 16. Kromatogram kontrol 3, menit ke 20 (kolom HPLC NOVA PACKTM C18 panjang 30 cm, AUC =1649282)
B. Penelitian lanjutan 1. Penetapan dosis parasetamol Nilai dosis toksik parasetamol oral pada tikus yaitu kurang lebih 3 g/kgBB (Mitchell dkk, 1973; Donatus dkk, 1982). Maka digunakanlah sepersepuluh dari nilai dosis tersebut yaitu 300 mg/kgBB sebagai dosis yang diberikan pada hewan uji dengan mempertimbangkan bahwa dosis ini aman digunakan (tidak menimbulkan ketoksikan) dan masih dapat terdeteksi dengan metode HPLC hingga pada menit terakhir pencuplikan sampel.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
86
2. Penetapan dosis air berkarbonasi. Survei dilakukan kepada 10 orang dewasa dan diperoleh volume rata-rata air yang dikonsumsi saat meminum obat adalah 60 ml. Konsentrasi karbon dioksida terlarut dalam sediaan adalah 1,100 g/L. Maka setelah dihitung dengan faktor konversi didapatkan dosis untuk tikus adalah 5,8115 mg/kgBB 3. Penetapan waktu pengambilan cuplikan. Data dari uji sampling menunjukkan bahwa nilai waktu paruh eliminasi( t½ el)
120,934 menit dan nilai AUC 0− tn 17809,42 ( ±.90,73 dari AUC 0 −∝ ) menjadi dasar
untuk menetapkan lama waktu pengambilan cuplikan darah tikus yaitu 3 -5 x t½ el atau AUC 0 − ∝ . Tabel XV dan gambar 16 menunjukkan hasil yang diperoleh, dari data ini selanjutnya ditetapkan lama waktu pengambilan cuplikan tersebut adalah 420 menit. Tabel XV. Data kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian parasetamol dalam plasma dosis 300 mg/kg.BB (n = 3) Waktu (menit) 5 10 20 30 45 60 90
Kadar parasetamol (μg/ml) 51,4462 ± 0.9037 58,2213 ± 3,5308 69,6010 ± 1,9072 75,8373 ± 3,4200 87,5688 ± 0,8277 84,7366 ± 5,5463 77,1045 ± 3,1700
Waktu (menit) 120 180 240 300 360 420
Kadar parasetamol (μg/ml) 66,5235 ± 5,4577 44,8812 ± 5,3888 29,8032 ± 3,2622 20,7524 ± 1,7676 15,0932 ± 1,6600 10,4319 ± 0,7228
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
87
80 60
(ug/ml)
Kadar parasetamol
100
40 20 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit)
Gambar 17. Kurva kekerabatan kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan akibat pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg BB (n=3)
Kadar parasetamol (µg/ml)
10 8 6 4 2 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit)
Gambar 18. Kurva kekerabatan ln kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan akibat pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg BB (n=3)
C. Analisis Hasil Plot ln kadar-waktu kadar parasetamol setelah pemberian secara oral, memperlihatkan pola kurva bifasik pada fase distribusi dan eliminasinya (gambar 17). Berarti kinetika parasetamol setelah pemberian secara oral mengikuti model dua kompertemen terbuka. Hasil tersebut ditegaskan dengan nilai k12 + k21 < 20 kel (lampiran 15). Nilai tersebut bermakna kecepatan distribusi parasetamol lebih lambat
88
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
daripada kecepatan eliminasinya. Hal ini berlaku pada kedua kelompok, kontrol (parasetamol) dan perlakuan (parasetamol + air berkarbonasi).
Kadar parasetamol (ug/ml)
120 100 80 60 40 20 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) kontrol*
perlakuan*
*Tiap kelompok 5 ekor tikus ; Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air ; Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonasi 5,8115 mg/kgBB Gambar 19. Perubahan liku kenaikan kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg.BB dengan dan tanpa air berkarbonasi
Kadar parasetamol (µg/ml)l
1 0 8 6 4 2 0 0
10 0
20 0
Waktu (menit)
kontrol*
30 0
40 0
50 0
perlakuan*
*Tiap kelompok 5 ekor tikus ; Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air ; Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonasi 5,8115 mg/kgBB Gambar 20. Perubahan liku kenaikan ln kadar parasetamol lawan waktu pada tikus jantan setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kg.BB dengan dan tanpa air berkarbonasi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
89
Secara umum tabel XVI dan gambar 18 menampilkan perubahan kadar parasetamol utuh dalam plasma (PU-plasma) dalam suatu fungsi waktu antara kelompok kontrol dan perlakuan. Perubahan tampaknya terjadi pada setiap fase, baik absorpsi, distribusi maupun eliminasi (tabel XVII), namun yang bermakna secara statistik hanya pada fase absorpsi dan eliminasi parasetamol (p<0,05). Artinya profil absorpsi dan eliminasi parasetamol terpengaruh dengan adanya air berkarbonasi sedangkan profil distribusinya tidak. Tabel XVI. Kenaikan kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian parasetamol oral 300 mg/kg BB pada tikus akibat pemberian air berkarbonasi Menit ke0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420
X ± KB kadar parasetamol dalam plasma (μg/ml)* Kontrol** Perlakuan** 0 0 55,4490 ± 8,4911 44,9452 ± 9,4839 72,4410 ± 4,5296 98,7881 ± 4,6182 85,4582 ± 3,4325 105,9450 ± 3,3499 94,4925 ± 3,2050 101,5720 ± 2,6694 86,1628 ± 1,3731 96,1099 ± 3,5591 79,7865 ± 1,9089 90,2215 ± 3,0151 71,2920 ± 2,2633 83,3543 ± 3,0335 63,8354 ± 1,8167 76,2247 ± 3,1557 47,9104 ± 2,8869 60,6295 ± 2,2903 35,3069 ± 1,6107 43,7980 ± 0,6657 23,4894 ± 0,4208 29,6100 ± 0,8715 18,1252 ± 0,8945 23,2769 ± 0,4500 14,1655 ± 0,1533 19,8089 ± 0,3840
*Tiap kelompok 5 ekor tikus **Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB+ air; Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonasi 5,8115 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
90
Tabel XVII. Pengaruh pemberian air berkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan Parameter
ka (menit-1) tmaks (menit) Cmaks*** (µg/ml)
AUC 0- ~
-1
(μg.menit.ml ) Lag time(menit)
Vdss***
(ml/ dosis) β (menit-1)
k12 (menit-1) k21 (menit-1) CLT***
(ml/menit) β (menit-1)
k13 t ½ eliminasi (menit) MRT
Kontrol*
Perlakuan*
X(KB)**
X(KB)**
% beda
0,1066 (0,0076) 33,2800 (2.1416) 83.0340 (2,9795) 22363.5500 (493.3461) 0
0,2469 (0,0320) 23,4900 (2,6349) 106,0700 (2,9453) 28702.7700 (610.5006) 0,81
+ 131,61b
730,9902 (31,3566) 0,0059 (0,0006) 0,0002 (0,00009) 0,0053 (0,0004) 3,2642 (0,0749) 0,0040 (0,0001) 0,0046 (0,0001 ) 171,5550 (3,7209) 229,2420 (4,9613)
691,8540 (30,0200) 0,0054 (0,0002) 0,0002 (0,0004) 0,0046 (0,0002) 2,5584 (0,0479) 0.0034 (0,0001) 0,0040 ( 0,0002) 244.5518 (22.190) 270,6960 (7,2951)
-5,36tb
-29,42b +27,74b +28,35b -
-8,47tb 0tb -13,21tb -21,62b -15,00b -13,04b +42,55b +18,08b
*Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB+ air. Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonasi 5,8115 mg/kgBB **X(KB) = purata ± kesalahan baku dari 5 tikus. *** nilai tersebut berlaku dalam bentuk satuan fraksi dosis yang terabsorpsi tb = perbedaan tidak bermakna (p>0,05), b = perbedaan bermakna (p<0,05)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
91
Persamaan umum kadar obat dalam darah pada model dua kompertemen terbuka dari hasil rata-rata tiap kelompok adalah sebagai berikut. Kontrol : C(t) = 77,8848e-0,0040t + 29,3326e-0,0059t – 107,2174e-0,1066t
(26)
Perlakuan : C(t) = 80,0216e-0,0034t + 33,6072e-0,0054t – 117,1954e-0,2469t
(27)
1. Profil absorpsi parasetamol Nilai tetapan laju absorpsi (ka) digunakan untuk menggambarkan jumlah obat yang dipindahkan dari tempat absorpsi (pada pemberian ekstravaskular) per satuan waktu. Dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan nilai ka meningkat sebesar 131,61% (p<0.05) dibanding tikus kontrol. Peningkatan ini berpengaruh pada tmaks yang memendek 29,42% dan Cmaks yang meningkat 27,74% (p< 0,05) seperti tersaji dalam tabel XVIII. Ketergantungan Cmaks pada ka, dituliskan seperti persamaan (7) yang menunjukkan bahwa peningkatan nilai ka mengakibatkan Cmaks meningkat peningkatan ka juga berakibat pada penurunan tmaks seperti terlihat dalam tabel XVII. Persamaan tersebut diatas juga memperlihatkan ketergantungan Cmaks tidak hanya pada ka, tetapi juga pada dosis (D), fraksi obat yang terabsorpsi (f), dan volume kompartemen sentral (Vc). Semua subyek diberi dosis yang sama yaitu 300 mg/kg BB, karena itu dosis dianggap tidak berpengaruh pada peningkatan nilai Cmaks .
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
92
Fraksi parasetamol yang terabsorpsi (f) nilainya berbanding lurus dengan nilai Cmaks artinya peningkatan nilai f akan meningkatkan Cmaks
.
Fraksi parasetamol yang
terabsorpsi penting diketahui pada pemberian ekstravaskular seperti peroral, karena pada kenyataannya tidak semua obat yang diberikan dapat terabsorpsi. Hal ini terjadi karena obat yang diberikan peroral harus melewati tempat absorpsi yaitu saluran cerna. Selain itu obat juga dibawa oleh aliran darah (melalui vena porta hepatika) untuk melalui organ hati. Tempat-tempat tersebut memungkinkan terjadinya kehilangan obat misalnya karena dekomposisi pada dinding saluran cerna serta terjadinya first pass effect pada hati yang akan dibahas selanjutnya. Oleh karena itu untuk mengetahui fraksi parasetamol yang terabsorpsi diperlukan data AUC i . v . ( AUC 0 − ∞ pada pemberian intra vaskuler, obat dianggap terbsorbsi seluruhnya dengan
nilai fraksi = 1) sebagai pembanding untuk data AUC
p.o
( AUC 0 − ∞ pada pemberian
intra per oral) F=
AUC p.o AUC i.v.
x 100%
(28)
Didalam penelitian ini fraksi obat yang terabsorpsi diasumsikan satu karena tidak dimiliki data AUC 0−∞ i.v, oleh karena itu semua parameter yang berhubungan dengan f seperti Cmaks, Vdss serta ClT nilainya dinyatakan dalam satuan fraksi dosis yang terabsorpsi. Nilai Vc menurun sebanding dengan penurunan Vdss pada kelompok perlakuan meskipun penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik. Penurunan tersebut mengakibatkan memendeknya tmaks dan meningkatnya Cmaks.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
93
Sebagaimana dinyatakan pada persamaan (7) bahwa nilai Vc disini berbanding terbalik dengan nilai Cmaks. Perubahan nilai ka sangat tergantung pada faktor fisiologi (tertera pada tabel IV), maka peningkatan nilai ka bermakna bahwa pemberian air berkarbonasi mengubah satu atau lebih faktor fisiologi seperti aliran darah, kecepatan pengosongan lambung dan motilitas usus. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Houston & Levy (1974) dengan judul “Effect of Buffered Carbohydrate solutions (Coca-Cola and Emetriol) on Bioavailability of Riboflain in Man” menyatakan bahwa kandungan gas dalam
minuman berkarbonasi seperti coca-cola diduga menyebabkan peningkatan bioavailabilitas dari ribolavin dengan meningkatkan mixing pada lambung dan mungkin juga mempengaruhi motilitasnya. Maka kemungkinan besar kandungan gas pada air berkarbonasi yang digunaan dalam penelitian ini juga memberi efek yang serupa. Kemungkinan lain adalah kandungan gas yang dihasilkan olah air berkarbonasi (Anonim, 2002) didalam diduga meningkatkan volume awal (starting volume) pada lambung. Starting volume yang besar akan meningkatkan awal
kecepatan pengosongan lambung (Mayerson, 2002). Penjelasan yang mungkin logis adalah starting volume yang meningkat menyebabkan tekanan pada lambung (gastric distention) juga meningkat, dimana gastric distention adalah stimulus alami yang
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung (Mayerson, 2002). Peningkatan kecepatan pengosongan lambung memicu peningkatan laju absorpsi parasetamol. Hal
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
94
ini logis karena tahap pembatas kecepatan (rate-limiting step) absorpsi parasetamol yang terjadi pada usus halus bagian atas adalah kecepatan pengosongan lambung sehingga dapat dikatakan dengan meningkatnya kecepatan pengosongan lambung meningkat pula laju absorpsi PU (Heading, 1973; Whitehouse, 1981). Kecepatan pengosongan lambung bukan merupakan satu-satunya faktor fisiologi yang berpengaruh terhadap profil absorpsi. Faktor lainnya yaitu pH medium absorpsi, koefisien partisi lemak-air juga fenomena first pass effect. Pada senyawa obat yang bersifat asam lemah dengan adanya medium yang bersifat asam maka bentuk tak terionnya akan lebih banyak sehingga absorpsinya akan lebih baik dengan adanya medium tersebut. Air berkarbonasi mengandung asam bikarbonat yang memiliki sifat asam, asam ini bersifat lemah dengan nilai Ka1 = 2,5×10−4 dan Ka2 = 5.61×10−11 (persamaan 23 dan 24) namun dalam larutan akan berada pada kesetimbangan dengan molekul CO2 dengan jumlah lebih banyak (persamaan 23) sehingga keasaman justru semakin turun. Keasaman dari air berkarbonasi diduga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah parasetamol bentuk tak terion, karena pada dasarnya parasetamol dengan nilai pKa-nya sebesar 9,5 kondisi pH pada lingkungannya tidak berpengaruh signifikan terhadap bentuk tak-terionnya. Artinya keasamaan air berkarbonasi diduga tidak mempengaruhi absorpsi parasetamol. AUC 0−∞ , menggambarkan jumlah obat yang tersedia dalam darah pada waktu nol hingga waktu tak hingga. Selain pada nilai ka, AUC 0−∞ juga tergantung pada dosis. Namun karena dosis yang diberikan pada masing-masing subyek
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
95
penelitian adalah sama maka artinya dosis tidak berpengaruh pada perubahan AUC 0−∞ . Data AUC 0−∞ pada penelitian ini menegaskan dampak dari peningkatan
ka seperti yang disebutkan sebelumnya. Peningkatan nilai AUC 0−∞ pada kelompok perlakuan sebesar 28,35% (p< 0,05) yang menggambarkan peningkatan jumlah PUplasma. Hubungan antara ka dan AUC 0−∞ ditulis pada persamaan (5). Dapat dilihat bahwa selain peningkatan nilai ka akan memperbesar nilai AUC 0−∞ , tetapan laju eliminasi (β) dan tetapan laju distribusi (α) juga dapat mempengaruhi terhadap AUC 0−∞ parasetamol, nilai keduanya berbanding terbalik dengan nili AUC 0−∞ . Nilai α kelompok perlakuan tidak mengalami perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol berarti peningkatan nilai AUC 0−∞ pada perlakuan tidak terpengaruh oleh α. Sedangkan β pada kelompok perlakuan menurun secara bermakna sebesar 15,00% (p< 0,05) dan hal ini ikut berperan pada peningkatan nilai AUC 0−∞ tersebut. Lag time yang terjadi hampir di semua subyek kelompok perlakuan dengan
waktu ratarata 0,81 menit. Lag time menggambarkan adanya penundaan pengosongan lambung. Akibatnya pada 5 menit pertama pencuplikan sampel, diperoleh data bahwa kadar yang diabsorpsi di menit-menit pertama pada kelompok kontrol lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Diduga penyebabnya adalah kandungan gas dari air berkarbonasi mula-mula akan memenuhi lambung (sifat gas memenuhi ruangan yang ditempati) hal ini menunda pengosongan beberapa saat sampai
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
96
akhirnya gas tersebut memberikan tekanan pada lambung (gastric distention) dan diketahui bahwa yang memicu pengosongan lambung yang pada saat itu kondisinya penuh. Namun lag time ini tidak menurunkan jumlah parasetamol yang diabsorpsi secara keseluruhan pada kelompok
perlakuan. Mekanismenya perubahan berupa
penurunan pada fase eliminasi sementara ini masih berupa dugaan yaitu bahwa terjadi penurunan metabolisme parasetamol atau penurunan ekskresi parasetamol, ataukah keduanya terjadi bersamaan. Sementara dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengosongan lambung pada kelompok perlakuan, meningkatkan laju absorpsi parasetamol dan menurunkan jumlah parasetamol yang dieliminasi sehingga terjadi penurunan tmaks, peningkatan Cmaks serta menjadikan kadar PU-plasma menjadi lebih besar. Penurunan tmaks dapat berakibat onset parasetamol lebih cepat. Peningkatan Cmaks dapat berakibat pada peningkatan intesitas kerja parasetamol ini. Sedangan kadar PU-plasma yang menjadi lebih besar dapat pula memperbesar daya analgesik parasetamol. 2. Profil distribusi parasetamol
Profil distribusi parasetamol yang diperlihatkan oleh kelompok kontrol maupun perlakuan nampaknya tidak menunjukkan perubahan yang berarti secara statistik (p>0,05) yang berarti profil distribusi parasetamol tidak berubah dengan adanya ait berkarbonasi. Secara umum dapat dilihat parameter distribusi Vdss, α , k12 dan k21 kelompok perlakuan tidak menunjukkan perubahan yang bermakna dibanding kelompok kontrol. Meskipun demikian penurunan
nilai Vdss pada kelompok
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
97
perlakuan dapat dipahami dengan sebagai akibat peningkatan PU-plasma. Meningkatan PU plasma ini adalah salah satu faktor fisiologi yang mempengaruhi nilai Vdss (tabel VI) Vd =
jumlah obat dalam tubuh kadar obat dalam darah
(29)
Kecenderungan turunnya nilai Vdss ini juga dapat diperkirakan dengan turunnya nilai tetapan distribusi campuran (α) lebih jelasnya dinyatakan dengan nilai k12 (tetapan distribusi kompertemen sentral-perifer) dan k21 (tetapan distribusi kompartemen perifer-sentral). Hubungan antara Vdss dengan k12 dan k21 tertera pada persamaan (8). Penurunan hanya terjadi pada nilai k21 sbesar 13,21% (p> 0,05) sedangkan pada k12 relatif tidak ada perubahan sehingga nilai Vdss menjadi kecil. Namun pada akhirnya semua perubahan itu memang tidak memberi kontribusi yang signifikan terhadap profil distribusi parasetamol. Sehingga dapat dapat dikatakan bahwa secara fisiologi faktor-faktor yang mempengaruhi profil distribusi parasetamol seperti ikatan parsetamol-protein darah, ikatan parasetamol-jaringan dan partisi dalam dalam lemak tidak dipengaruhi oleh adanya air berkarbonasi sehingga profil distribusi parasetamol juga tak-terubah dengan adanya air berkarbonasi ini yang terlihat dengan tidak adanya perubahan yang signifikan pada α, k12 maupun k21. Nilai Vdss berhubungan pula dengan fraksi dosis yang terabsorpsi karena itu nilanya juga dinyatakan dalam satuan fraksi obat yang terabsopsi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
98
3. Profil eliminasi parasetamol
Pada pemberian air berkarbonasi ini, semua parameter eliminasi pada kelompok perlakuan mengalami perubahan yang signifikan. Profil eliminasi parasetamol dapat dilihat melalui nilai pembersihan totalnya (ClT) yang sering disebut kliren (clearance) yang menggambarkan jumlah parasetamol yang dibersihkan dari kompartemen sentral persatuan waktu. ClT merupakan parameter farmakokinetik primer sehingga faktor fisiologi berpengaruh terhadap perubahan nilanya. Terlihat bahwa pemberian air berkarbonasi menyebabkan penurunan nilai ClT pada kelompok perlakuan (Tabel XVII ) sebesar 21,62% (p<0,05). Karena ClT sendiri merupakan penjumlahan pembersihan oleh hati juga oleh ginjal. Berarti `terdapat dugaan bahwa penurunan kliren ini terjadi akibat penurunan metabolisme oleh hati dan atau ekskresi oleh ginjal. Penurunan ClT juga berhubungan peningkatan kadar PU-plasma (ditandai dengan peningkatan nilai AUC 0−∞ ) dan fraksi dosis yang terabsorpsi (f). Hubungan ClT dengan AUC 0−∞ dijelaskan dengan secara matematis seperti dituliskan pada persamaan (14) dimana nilai ClT berbanding terbalik dengan nilai AUC 0−∞ . Seperti halnya nilai Cmaks dan Vdss, kliren juga nilainya dinyatakan sebagai satuan fraksi dosis yang terabsorpsi. Selain itu ClT karena kliren menyatakan jumlah obat yang dibersihkan dari kompartemen sentral, maka ClT juga terkait dengan Vc. Secara matematis ditulis pada persamaan (14) bahwa kliren merupakan hasil perkalian Vc dan k13. Sehingga ketika nilai Vc (yang nilainya sebanding dengan Vdss) dan k13 pada
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
99
kelompok perlakuan mengalami penurunan dapat maka dimengerti mengapa nilai ClT juga turun. Bagaimana mekanisme penurunan eliminasi parsetamol tersebut masih merupakan dugaan. Nilai ClT salah satunya dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah dari kompartemen sentral ke tempat eliminasi karena itu juga merupakan fungsi kecepatan laju absorpsi. Pemberian air berkarbonasi, seperti telah ditulis pada awal saat membahas profil absorpsi, menyebabkan peningkatan kecepatan pengosongan lambung yang berakibat pada peningkatan laju absorpsi, Cohen dkk. (1974) dalam penelitiannya menyatakan bahwa peningkatan laju absorpsi mempengaruhi jumlah parasetamol yang mengalami first-pass effect. Dinyatakan bahwa semakin cepat laju absorpsi parasetamol (diwakili dengan kadar parasetamol yang semakin besar dalam medium perfusi) maka fraksi yang dimetabolisme melalui mekanisme first-pass effect semakin berkurang (dinyatakan dengan penurunan fraksi parasetamol yang dimetabolisme seperti tertera pada tabel VI). Dalam penelitian ini didapatkan bahwa laju absorpsi juga semakin cepat maka diduga jumlah parasetamol yang mengalami biotransformasi melalui peristiwa first pass effect pada hati juga berkurang seperti pernyataan diatas sehingga menyebabkan nilai ClT menurun. Namun perlu diingat bahwa nilai ClT mewakili proses biotransformasi maupun ekskresi, maka juga terdapat kemungkinan bahwa penurunan nilai ClT ini disebabkan karena penurunan ekskresi parasetamol.. Untuk membuktikan apakah yang terjadi adalah penurunan biotransformasi parasetamol ataukah penurunan ekskresi parasetamol atau bahkan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
100
kedua-duanya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme yang terjadi pada penurunan pembersihan total tersebut. Dengan mempertimbangkan peningkatan laju absorpsi parasetamol dan penurunan eliminasi parasetamol, maka logis bila terjadi peningkatan nilai AUC 0−∞ dan penurunan nilai Vdss. Untuk sementara ini diduga bahwa penurunan ClT disebabkan karena peningkatan laju absorpsi parasetamol disertai penurunan metabolisme parasetamol dan atau penurunan eksresi parasetamol. Penurunan ClT pada kelompok perlakuan menyebabkan perpanjangan waktu paruh eliminasinya (t½ t½
el
eliminasi)
sebesar 42,55% (p< 0,05). Hubungan antara dengan
, Vdss dan ClT dijelaskan pada persamaan (18). Air berkarbonasi menurunkan
nilai Vdss namun tidak secara bermakna, sedang demikian waktu paruh eliminasi (t½
eliminasi)
nilai ClT menurun. Dengan
menjadi lebih panjang. Nilai t½
eliminasi
parasetamol kelompok kontrol berkisar antara 167-175 menit, sedangkan pada kelompok perlakuan berkisar 222-267 menit. Namun pada umumnya perpanjangan nilai t½
eliminasi
yang mencapai 4 jam meningkatkan resiko hepatotoksisitas pada
pemakaian jangka panjang parasetamol. Maknanya, pemberian air berkarbonasi diduga menyebabkan penurunan profil eliminasi pada parasetamol yang ditandai dengan penurunan ClT dan perpanjangan waktu paruh eliminasi yang mungkin dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas parasetamol pada pemakaian dosis berganda.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil data-data yang
didapatkan dan uraian analisis hasil
peroleh beberapa kesimpulan 1. Air berkarbonasi mempengaruhi profil farmakokinetik parasetamol terutama profil absorpsi dan profil eliminasi parasetamol sedangkan profil distribusi parasetamol tidak terpengaruh secara signifikan. 2. Besarnya pengaruh tersebut dinyatakan bentuk prosentase (%) perubahan parameter-parameter farmakokinetik pada profil absorpsi dan eliminasi sebagai berikut: a. Parameter profil absorpsi, ka meningkat 131,61%; tmaks memendek sebesar 29,42% ; Cmaks naik 27,74% dan AUC 0-~ naik 28,35% (p <0,05). b. Parameter profil eliminasi ,ClT menurun 21,62%; β menurun 15,00%; k13 menurun13,04%; t½ el memanjang 42,55%; MRT memanjang 18,08% ( p< 0,05) 3. Pengaruh pada profil absorpsi yaitu tmaks yang memendek dan Cmaks yang meningkat mungkin dapat mempercepat onset dan intensitas kerja parasetamol. Selain itu peningkatan jumlah PU-plasma yang ditandai dengan peningkatan AUC
0-~
kemungkinan dapat meningkatkan daya analgesik parasetamol. 101
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
102
Sedangkan pengaruh pada profil eliminasi terutama perpanjangan waktu paruh eliminasi parasetamol kemungkinan dapat menyebabkan akumulasi kadar obat dalam tubuh pada pemakaian dosis berganda. Kombinasi kedua hal tersebut diduga meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas pada pemakaian dosis berganda.
B. Saran Tujuan penelitian ini salah satunya untuk menjelaskan bagaimana pengaruh air berkarbonasi terhadap profil farmakokinetika parasetamol, karena itu akan lebih baik bila dilakuan : 1. Penetapan kadar PU-plasma pada pemberian intravena agar dapat diperoleh data fraksi parasetamol yang terabsorpsi pada pemberian secara ekstravaskuler (peroral) 2. Penelitian tentang mekanisme penurunan ClT parasetamol tersebut. 3. Penelitian penyebab antaraksi tersebut yang berkaitan dengan peringkat dosis lama waktu pemberian air berkarbonasi. 4. Sebaiknya juga dilakukan pengujian mengenai efek air berkarbonasi tersebut terhadap daya analgesik parasetamol.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
103
DAFTAR PUSTAKA
American Medical Association (AMA), 1994, Drug Evaluation Annual 1994, 123, Division of Drug and Toxicology, USA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim,2002, Carbonated Water,http://en.wikipedia.org/wiki/Carbonated_water, Diakses tanggal 2 Maret 2006 Anonim, 2004, A to Z Drug Facts, 5th ed., 7-8, Facts and Comparison, Missouri, USA Anonim, 2005, Drug Information for the Health care Professionals, Volume I, 25th ed., 10, Thomson MICROMEDEX, USA Bagnall, W.E., Kelleher. J., Walker, B.E., and Losowaky, M.S., 1979, The Gastrointestinal Absorbtion of Paracetamol in Rat. J. Pharm. Parmacol., 31, 157 -160 Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption in Banker, G. S., and Rhodes, C. T., (Editor), Modern Pharmaceutics, 4th Ed, 40 - 52, Revised and Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York. Bowman. W.C., and Rand, M.J., 1990, Textbook of Pharmacology, 2nd ed., Blackwell Scientific Publication, Cambridge Bruice, P.Y., 1998, Organic Chemistry, 2nd ed., Prantice hall-Inc., New Jersey, 947-948 Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drugs, in Pharmaceutical, Body Fluids and Post-Mortem Material 465, The Pharmaceutical Press, London Clements, J.A., Critchley, J.A.J.H., and Prescott, L.F., 1983, The Effect of Dose on the Pharmacokinetics and Absolute Bioavailability of Oral Paracetamol, J.Pharm. Pharmacol., Suppl., 11p Cohen, G.M., Bake, O.M., and Davies, D.S., 1974, “First-pass” Metabolism of Paracetamol in Rat Liver, J.Pharm. Pharmacol.,26, 348-351 Darmansjah, I.,1999, Pasien Demam Jangan Diselimuti, http://www.depkes. go.id?index.php?option=articles& task. Diakses tanggal 8 Maret 2006 103
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
104
Dollery, S.C.,1991, Therapeutics Drug, 13-15, Churcill Livingstone, New York Donatus, I.A., Sutjipto, N.S., dan Sarjiman, 1982, Pengaruh Vitamin E Terhadap Nekrosis Hepar Tikus Putih Jantan Akibat Pemberian Karbon Tetraklorida, Parasetamol dan Asoniazidum, Laporan Penelitian Proyek PPT-UGM, I/L, 1-33 Donatus, I.A., 1984, Parasetamol: Kinetika Absorbsi, Distribusi, dan Eliminasinya pada Tikus Putih Jantan dalam Keadaan Defisiensi Vitamin E, Tesis, Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta Donatus, I.A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol: Kajian Terhadap Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Fulton, B., James, O., and Rawlins, M.D., 1979, The Influence of Age on The Parmacokinetics of Paracetamol, Proceeding of the B.P.S. Gibaldi, M., 1984, Biopharmaceutics and Clinical Pharmacology,3rd ed. , 30-40, Lea & Febiger inc., Philadelphia Gibson, G.G. and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan oleh Iis Aisyah B., 189-190, UI Press, Jakarta Glyn, J.P. and Kendall, S.E., 1975, Paracetamol measurement, Lancet, 1147-1148 Gritter, R.J., Bobbit, J.M., and Schwarting, A.E., 1985, Introduction to Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, edisi II, 205-219, Penerbit ITB, Bandung. Hardam, J.G., Gilman, A.F., and Limbird, G.G., 1996, Goodman and Gilman’s “The Pharmalogical basis of Therapeutics” ,9th ed., 631-632, The Mc.Graw-Hill Companies, New York Hermansaksono, 2005, Berbahayakah Minum Bodrex Dicampur Coca-Cola, http://hermansaksono.blogspot.com, Diakses tanggal 8 Maret 2006 Howie, D., Adriaenssens, P.I., and Prescott, l.F., 1977, Paracetamol Metabolism Following Overdosage: Application of High Performance Liquid Chromatography, J. Pharm.Pharmacol., 29, 235-237 Kaplan, S.A., 1973, Biopharmeceutics in the preformulation stages of drug. In James Swarbrick (Editor) Current Concepts in Pharmaceutical Sciences Dosages Form Design and Bioavailability, Lea & Febiger, Philadelphia Katzung, B.G.(Editor), 2001, Basic and Clinical Pharmacology, 6th ed., 37, The Mc.Graw-Hill Companies, USA
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
105
Lacy., C.F., Armstrong, L.L. Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2003, Drug Information, 11th ed., 25, Lexi-Comp, Ohio Makoid, M. and Cobby, J., 2000, Basic Pharmacokinetics, 1st ed., The Virtual University Press, http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/ Chapter I Mc Givelray, I.J., and Mattok, G.L.,1972, Some Factors Affecting the Absorbtion of Paracetamol, J. Pharm. Pharmacol., 24, 615-619 Mitchell, J.R., Jollow, D.J., Potter, W.Z., Gillette, J.R., and Brodie, B.B., 1973, Acetaminophen-Induced Hepatic Necrosis i.v., Protective Role of Glutatione, J.Pharm. Exp.Ther.,187,1, 211-217 Mulja, M., dan Suhaman, 1995, Analisis Instrumental, 1-59, 238, Airlangga University Press, Surabaya Murray, Robert K.,Granner, Daryl k., Mayes, Peter A., and Rodwell, Victor W., 1995, Biokimia Harper, alih bahasa oleh Devy H.Ronardi, ed. 22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Notari, R.E., 1980, Biopharaceutics and Clinical Pharaceutics An Introductions, 4th ed., 295-298, Marcel Dekker Inc., New York Noegrahati, S., 1994, Pengantar Kromatografi, dalam Noegrohati, S dan Narsito, (Eds.), Risalah Prinsip dan Aplikasi Beberapa Teknik Analisis Instrumental, 16-17, Laboratorium Analisis Kimia dan Fisika Pusat UGM, Yogyakarta. Pearce, E.C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, diterjemahkan oleh Sri Yuliani Handoyo, 133, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Poedjiadi, Anna, 2006, Dasar - Dasar Biokimia,109-115, UI-Press, Jakarta Pond, S.M., 1984, Pharmacokinetic Drug Interaction, in Benett, L.Z., Mossoud, N., and Gambertoligo, J.G., (Editors), Pharmacokinetics Basic for Drug Treatment, 195-197, Raver Press, New York Pottage, A., Nimmo, J., and Prescott., L.F., 1974, The Absorbtion of Aspirin and Paracetamol in Patients with Achlorhydria, J.Pharm. Pharmacol., 26, 144-145 Prescott, L.F., 1971, Gas Liquid Chromatographic Estimation of Paracetamol, J.Pharm. Pharmacol., 23, 807-808
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
106
Ritschel, W.A., 1992 , Handbook of basic pharmacokinetics, 4th ed.Drug Intelligence Publications, Inc., Hamilton Rowland, M. And Tozer, T.N., 1995, Clinical Pharmacokinetics, Concepts and Applications, 3rd ed., 184-186, Lea & Febiger Inc., Philadhelphia Smith, R.V., and Stewart, J.T., 1981, Textbook of Biopharmaceutic Analysis, Lea & Febiger, Philadelphiami Stringer, J.L., 2001, Basic Concepts in Pharmacology : A Student’s Survival Guides, 2nd ed., 254-255, Mc-Graw Hill, New York Shargel,
L., Wu-Pong, S., and Yu, Andrew B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 5th ed., 387-391, Mc.Graw Hill, New York
Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental Analysis, 5th ed., Harcourt Bace College, Philadelphia Sriyanto,Yuwono, V.P., Donatus., I.A. dan Mulyono, 1983, Pengaruh Vitamin E Terhadap Beberapa Parameter Farmakokinetik Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan. Makalah pada Kongres Ilmiah Farmasi, IV,1-11 Stockely, I.H., 1994, Drug Interactionn”A source Book of Adverse Interactions, Their Mechanisms, Clinical Importance and Management, 3rd ed., 1-11, Blackwell Science, London Suryawati, S., dan Donatus, I.A., 1998, Ketersediaan Hayati Obat pada Manusia, Kursus Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tozer, T.N., 1979, Pharmacokinetics and Relevant to Bioavailability Studies. In Blancherd J., Sawhuck, R.J., & Brodie, B.B. (Eds.), Principles and Perspective in Drug Bioavailability, S. Karger AG, Basel Wagner, J.G., 1975, Fundamental of Clinical Pharmacokinetics, 1st ed., 24,102106, 380, 381, Drug Intelligence Publications, Inc., Hamilton Wode, A. et al., (editor), 1986, Clarke’s Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceutical, Body Fluids and Post-Mortem Material, 2nd ed., 849 Pharmaceutical Press, London Whitehouse, L.W., Wong, L.T., Solomonray, G., Paul, C.J., and Thomas, B.H., 1981, N-acetylcystein-induced Inhibition of Gastric Emptying: a Mechanism Affording Protection to Mice from the Hepatotoxicity of Concomitantly Administered Acetaminophen, Toxicology, 19, 113-125
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
107
108
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 1. parasetamol
Perhitungan
dan
penimbangan
pembuatan
kurva
baku
Penimbangan parasetamol Kertas = 28,51303 g Kertas + zat = 28,61305 g Kertas + sisa = 28,51304 g Zat = 0,10001 g 1. Pembuatan larutan induk parasetamol Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol dalam 100 ml akuabides sehingga konsentrasi larutan adalah :
0,10001g 100,01 mg = 1,0001 mg/ml = 1000,1 μg/ml = 100 ml 100 ml 2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol Memipet 0,15 ; 0,25 ; 0,5 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 ml larutan induk parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu 10,0 ml dan menambahkan akuabides sampai tanda. Tabel XVIII. Seri Kadar Larutan Intermediet Kurva Baku Parasetamol Volume larutan induk Kadar larutan yang diambil (ml) intermediet (μg/ml) 0,15 15,0015 0,25 25,0025 0,50 50,0050 1,0 100,0100 1,5 150,0150 2,0 200,0200 3,0 300,0300 4,0 400,0400
3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan baku dan selanjutnya menambahkannya pada 0,25 ml plasma dan diperlakukan lebih lanjut sampai didapatkan serapan parasetamol dalam plasma.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XIX. Data Persamaan Kuva baku Kadar larutan parasetamol Luas Area (AUC) dalam plasma (μg/ml) 7,5007 286857 12,501 340097 12,0025 619447 50,0050 1093044 75,0075 1588445 100,0100 2076294 150,0150 2990392 200,0200 4073873 Slope (B) 117131,5808 Intercept (A) 19560,5531 Corr.Coeff. (r) 0,9997 Persamaan kurva baku Y = 19560,5531 X + 117131,5808*
109
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
110
Lampiran 2. Contoh data dan perhitungan pembuatan larutan parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistemik dan kesalahan acak Penimbangan parasetamol Kertas = 33,48099 g Kertas + zat = 33,58099 g Kertas + sisa = 33,48101 g Zat = 0,09998 g 1. Pembuatan larutan induk parasetamol Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol dalam 100 ml akuabides sehingga konsentrasi larutan adalah : 0,09998 g 99,98 mg = 0,9998 mg/ml = 999,8 μg/ml = 100 ml 100 ml
2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol Memipet 0,25 ml dan 1,0 ml larutan induk parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu 10,0 ml dan menambahkan akuabides sampai tanda. 3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan menambahkannya pada 0,25 ml plasma. Selanjutnya diperlakukan lebih lanjut seperti sampai didapatkan serapan parasetamol dalam plasma Tabel XX.Contoh perhitungan kadar larutan parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistemik dan kesalahan acak Volume Kadar larutan Kadar Hasil Pengukuran larutan intermediet larutan induk yang intermediet Luas Area Kadar yang diharapkan terhitung (AUC) terukur* diambil (μg/ml) (μg/ml) (ml) 0,25 25,0000 24,9950 596106 24,4868 1,0 100,0000 100,9800 2007968 96,6558 *dihitung dengan persamaan kurva baku
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
111
Lampiran 3. Contoh perhitungan dosis awal untuk orientasi dosis
LD50 pada tikus Donatus, Sutjipto & Sarjiman, 1982).
= 3000 mg/kgBB (Michell et al., 1973;
Dosis orientasi 1
= 10 % x LD50 10 = x 3000 mg/kgBB 100 = 300 mg/kg BB
Misal:
= 0,2400 kg = 20 mg/ml
Volume obat yang diberikan pada tikus =
BB tikus Konsetrasi larutan obat
D x BB C 300 mg / kgBB x 0,2400 = 20 mg / kg = 3,6 ml
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Kromatogram kurva baku parasetamol dalam plasma* (*menggunakan kolom HPLC NOVA PACKTM C18 panjang 15cm)
A. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 7,5 µg/ml
B. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 12,5 µg/ml
112
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
C. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 25 µg/ml
D. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 50 µg/ml
113
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
E. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 75 µg/ml
F. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 100 µg/ml
114
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
G. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 150 µg/ml
H. Kromatogram parasetamol dalam plasma kadar 200 µg/ml
115
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
116
Lampiran 5. Contoh kromatogram kelompok kontrol* (*contoh diambil dari kontrol 3, menggunakan kolom HPLC NOVA PACKTM C18 panjang 30 cm)
A. Kromatogam kontrol menit ke-0
B. Kromatogam kontrol menit ke-5
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
C. Kromatogam kontrol menit ke-10
D. Kromatogam kontrol menit ke-20
117
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
E. Kromatogam kontrol menit ke-30
F. Kromatogam kontrol menit ke-45
118
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
G. Kromatogam kontrol menit ke-60
H. Kromatogam kontrol menit ke-90
119
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
I. Kromatogam kontrol menit ke-120
J. Kromatogam kontrol menit ke-180
120
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
K. Kromatogam kontrol menit ke-240
L. Kromatogam kontrol menit ke-300
121
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
M. Kromatogam kontrol menit ke-360
N. Kromatogam kontrol menit ke-420
122
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
123
Lampiran 6. Contoh kromatogram kelompok perlakuan* (*contoh diambil dari perlakuan 3, menggunakan kolom HPLC NOVA PACK™ C18 panjang 30 cm)
A. Kromatogram perlakuan menit ke-0
B. Kromatogram perlakuan menit ke-5
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
C. Kromatogram perlakuan menit ke-10
124
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
D. Kromatogram perlakuan menit ke-20
E.
Kromatogram perlakuan menit ke-30
125
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
F.
Kromatogram perlakuan menit ke-45
G.
Kromatogram perlakuan menit ke-60
126
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
H.
Kromatogram perlakuan menit ke-90
I.
Kromatogram perlakuan menit ke-120
127
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
J.
Kromatogram perlakuan menit ke-180
K.
Kromatogram perlakuan menit ke-240
128
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
L.
Kromatogram perlakuan menit ke-300
M.
Kromatogram perlakuan menit ke-360
129
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
N.
Kromatogram perlakuan menit ke-420
130
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
131
Lampiran 7. Contoh perhitungan dosis dan volume air berkarbonasi
Tabel XXI. Konversi perhitungan dosis antar jenis subyek
Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg
Mencit 20 g 1,0 0.14 0.08 0.04 0.016 0.008 0.0026
Tikus 200 g 7.0 1.0 0.57 0.25 0.11 0.06 0.018
Marmot Kelinci 400 g 1,5 kg 12.25 27.8 1.74 3.9 1.0 2.25 0.44 1.0 0.19 0.42 0.10 0.22 0.031 0.07
Kera 4 kg 64.1 9.2 5.2 2.4 1.0 0.52 0.16
Konsentrasi air berkarbonat pada sediaan = 1.10 g/L = 1,10 mg/ml Volume rata-rata air berkarbonat yang diminum oleh manusia (n=10) (35 + 50 + 85 + 60 + 95 + 80 + 45 + 60 + 65 + 35) ml = 10 = 61 ml
Betrat badan rata-rata subyek (n=10) ⎛ 47 + 49 + 50 + 46 + 53 + 68 + 65 + 60 + 67 + 72 + 70 ⎞ =⎜ ⎟ kg 10 ⎝ ⎠ = 58,7 kg Faktor konversi manusia ke tikus = 0,018 Dosis air berkarbonat untuk tikus (200 g) = 1,10(mg/ml) x 60(ml) x 0,018 x = 1,1623 mg /200 g = 5,8115 mg/ kg BB
58.7 60
Anjing 12 kg 124.2 17.8 10.2 4.5 1.9 1.0 0.32
Manusia 70 kg 387.9 56.0 31.5 14.2 6.1 3.1 1.0
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Volume air berkarbonat yang diberikan untuk tikus (missal BB : 0,2372 kg) D x BB = C 5,8115 mg/ kg BB x 0,2372 kg = 1,10 mg/ml = 1,2532 ml
132
132
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
Lampiran 8. Data kadar parasetamol dalam plasma pada berbagai waktu Tabel XXII. Data kadar parasetamol dalam plasma dalam berbagai waktu Menit 0
1 0
2 0
Kontrol*(μg/ml) 3 4 0 0
Perlakuan*(μg/ml) 3 4 0 0
5 0
1 0
2 0
32.7790
73.3182
5 0
5
39.2496 84.3949 40.4027
64.1042
49.0938
31.4604
61.7788
25.4349
10
60.9298 87.7013 68.9149
76.3605
68.2986 106.5274 105.4129 91.1166
84.1867
106.6971
20
78.9082 92.3139 76.9044
93.9727
85.192
30
85.0677 98.3285 88.4265 102.7170 92.9228 102.3632 108.0632
45
86.0787 87.1400 82.5204
90.6760
84.3988
94.3356
101.1240 84.7817 105.8119
94.4964
60
79.8720 81.8458 76.3597
85.7220
75.1330
88.6264
92.9922
82.9121 100.3367
86.2403
90
73.1153 72.6898 64.1983
77.6643
68.7925
80.1815
85.7433
76.2403
93.8786
80.7278
120
65.2537 63.4935 59.5167
69.9271
60.9859
75.4370
78.3817
65.5680
85.1817
76.5550
180
45.8196 44.1446 45.1614
59.4088
45.0178
58.5422
60.0900
54.9539
68.8786
60.6826
240
29.0580 34.6176 37.7791
37.8707
37.2092
42.2490
45.5020
42.3923
45.0564
43.7906
300
25.1099 22.9030 22.7775
23.4088
23.2478
29.8057
31.8146
27.0478
28.3312
31.0508
360
20.9495 16.0329 16.5026
19.1276
18.0136
21.7447
24.2288
23.1361
24.1459
23.1292
420
14.4677 13.6059 14.0832
14.3569
14.3137
19.4157
20.4725
18.8760
19.3450
20.9354
111.6965 108.7181 93.5451 104.5360 111.2291 91.749
101.6930 102.9676
* Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB+ air. Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonat 5,8115 mg/kg BB
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
133
Lampiran 9. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu
Kadar parasetamol (ug/ml)
A
KONTROL 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 1
Kontrol 2
Kadar parasetamol (ug/ml)
B
Kontrol 3
Kontrol 4
kontrol 5
PERLAKUAN
120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
Perlakuan 4
Perlakuan 5
Gambar 21. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
134
Lampiran 10. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu
KONTROL
Kadar parasetamol (ug/ml)
A 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 1
Kontrol 2
Kontrol 4
Kontrol 5
300
400
PERLAKUAN
B Kadar parasetamol (ug/ml)
Kontrol 3
6
3
0 0
100
200
500
Waktu (menit) Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
Perlakuan 4
Perlakuan 5
Gambar 22. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
135
Lampiran 11. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu untuk tiap– tiap pasang subyek uji KONTROL 1- PERLAKUAN 1
Kadar parasetamol (ug/ml)
A 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 1
Perlakuan 1
Gambar 23a. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1perlakuan 1
KONTROL 2 - PERLAKUAN 2
Kadar parasetamol (ug/ml)
B 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 2
Perlakuan 2
Gambar 23b. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 2 – perlakuan 2 KONTROL 3 - PERLAKUAN 3
Kadar parasetamol (ug/ml)
C 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 3
Perlakuan 3
Gambar 23c. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 3 – perlakuan 3
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
136
KONTROL 4 - PERLAKUAN 4
Kadar parasetamol (ug/ml)
D 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 4
Perlakuan 4
Gambar 23d. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 4 – perakuan 4
Kadar parasetamol (ug/ml)
E
KONTROL 5 - PERLAKUAN 5 120 80 40 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) kontrol 5
Perlakuan 5
Gambar 23e. Kurva kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 5 – perlakuan 5 (E)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
137
Lampiran 12. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu untuk tiap – tiap pasang kontrol-perlakuan KONTROL 1 - PERLAKUAN 1
ln Kadar parasetamol (ug/ml)
A 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 1
Perlakuan 1
Gambar 24a. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 1perlakuan 1
KONTROL 2 - PERLAKUAN 2
ln Kadar parasetamol (ug/ml)
B 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 2
Perlakuan 2
Gambar 24b. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 2 – perlakuan 2
C ln Kadar parasetamol (ug/ml)
KONTROL 3 - PERLAKUAN 3 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 3
Perlakuan 3
Gambar 24c. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 3 – perlakuan 3
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
138
KONTROL 4 - PERLAKUAN 4
ln Kadar parasetamol (ug/ml)
D 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 4
Perlakuan 4
Gambar 24d. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 4 – perakuan 4
ln Kadar parasetamol (ug/ml)
E
KONTROL 5 - PERLAKUAN 5 6
3
0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kontrol 5
perlakuan 5
Gambar 24e. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu pada kelompok kontrol 5 – perlakuan 5 (E)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 13. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol. Tabel XXIII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 1 Menit ke- Konsentrasi(µg/ml) Residual Residual 0 0 -75,71 -109,66 5 -35,04 -67,74 39,25 10 -11,97 -43,46 60,93 20 8,72 -20,49 78,91 30 17,49 -9,60 85,07 45 22,23 86,08 60 19,23 79,87 90 19,55 73,11 120 19,28 65,25 180 17,20 45,82 240 7,54 29,06 300 25,14 360 20,95 420 14,47 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 75,713 -0,974 182,947
: 5 : 5 : 4
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 33,951 A(3) : 75,713
AIC : 8,70 SS : 135,239 Lag time: -
-0,008 33,951 -0,930 92,088 B(1) : B(2) : - 0,008 B(3) : - 0,004
Absorbtion half life : -8,642 Half Life (2) : 92,088 Elimination Half Life : 182,974
AUC (0-Tn) : %18414,10 AUC (0-inf) : %22232,65 AUC (Tn-inf) is : 17,18 % of AUC (0-inf) Dose Entered : 74911 Vdss : 815,414 Total Clearance : 3,3694
r(1) : -0,999 r(2) : -0,930 r(3) : -0,974
AUMC MRT
: %5380662,50 : 242,02
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: 1 : 86,18 : 42,00
139
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXIV. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 2 Menit keC Residual Residual 0 0 -81,54 -112,60 5 4,60 -25,40 84,39 10 9,62 -19,31 87,70 20 17,55 -9,35 92,31 30 26,74 98,33 45 20,07 87,14 60 19,00 81,85 90 17,51 72,69 120 15,05 63,49 180 6,81 44,15 240 5,84 34,62 300 22,90 360 16,03 420 13,61 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 81,540 -0,978 159,722
: 4 : 7 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : -0,007 A(3) : -0,004
AIC : 118,27 SS : 1980,354 Lag time: -
-0,007 31,122 -0,975 95,061 B(1) : B(2) : 31,122 B(3) : 81,540
Absorbtion half life : -6,157 Half Life (2) : 95,061 Elimination Half Life : 159,722
AUC (0-Tn) : %18888,57 AUC (0-inf) : % 22023,79 AUC (Tn-inf) is : %14,26 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 72930 Vdss : 709,225 Total Clearance : 3,31142
r(1) : -0,925 r(2) : -0,975 r(3) : -0,978
AUMC MRT
: % 4714929,00 : 214,18
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: 1 : 94,78 : 29,40
140
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXV. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 3 Menit ke-
Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420
C 0 40,40 68,92 76,90 88,43 82,52 76,36 64,20 59,52 45,16 37,78 22,78 16,50 14,08
-0,004 73,734 -0,981 173,002
Slope : Intercept : R value : Half Life:
: 4 : 7 : 3
A(1) : A(2) : 23,577 A(3) : 73,734
AIC : 81,80 SS : 278,433 Lag time: -
Residual -73,73 -31,87 1,92 8,85 23,04 20,95 18,38 12,79 13,93 9,31 9,59 -0,004 23,577 -0,929 157,989 B(1) : B(2) : 0,004 B(3) : 0,004
r(1) : -0,981 r(2) : -0,929 r(3) : -0,981
Absorbtion half life : -6,755 Half Life (2) : 157,989 Elimination Half Life : 173,002
AUC (0-Tn) : %17909,08 AUC (0-inf) : %21242,09 AUC (Tn-inf) is : % 16,41 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 72360 Vdss : 794,160 Total Clearance : 3.3775
Residual -97,31 -57,93 -24,48 -12,74 -
AUMC MRT
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: %5037504,00 : 235,14
: 1 : 81,99 : 37,8
141
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXVI. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 4 Menit keC Residual Residual 0 0 -80,60 -114,85 5 -14,87 -48,27 64,10 10 -19,68 -33,59 76,36 20 31,39 -11,29 93,97 30 23,58 102,72 45 22,60 90,68 60 21,81 85,72 90 20,50 77,66 120 20,70 69,93 180 7,55 59,41 240 37,87 300 23,41 360 19,13 420 14,36 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 80,598 -0,995 170,139
: 4 : 7 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 34,256 A(3) : 80,598
AIC : 98,84 SS : 494,223 Lag time: -
-0,005 34,256 -0,866 137,460 B(1) : B(2) : -0,005 B(3) : -0,004
Absorbtion half life : -6,128 Half Life (2) : 137,460 Elimination Half Life : 170,139
AUC (0-Tn) : %20702,11 AUC (0-inf) : %24,226 AUC (Tn-inf) is : % 14,55 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 72000 Vdss : 659,553 Total Clearance : 2,9720
r(1) : -0,991 r(2) : -0,866 r(3) : -0,995
AUMC MRT
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: %5376326,00 : 221,92
: 1 : 97,23 : 33,60
142
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXVII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok kontrol 5 Menit keC Residual Residual 0 0 -77,83 -101,58 5 -27,18 -50,31 49,09 10 -6,45 -28,97 68,30 20 13,41 -3,95 85,19 30 23,98 92,93 45 19,51 84,40 60 14,06 75,13 90 14,70 68,79 120 13,07 60,99 180 7,24 45,02 240 7,71 37,21 300 23,25 360 18,01 420 14,31 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 77,828 1,000 171,503
: 4 : 7 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 23,757 A(3) : 77,828
AIC : 77,17 SS : 105,098 Lag time: -
-0,005 23,757 -0,937 129,983 B(1) : B(2) : -0,005 B(3) : -0,004
Absorbtion half life : -5,493 Half Life (2) : 129,983 Elimination Half Life : 171,503
AUC (0-Tn) : %18374,49 AUC (0-inf) : %21916,08 AUC (Tn-inf) is : % 16,16 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 72870 Vdss : 776,577 Total Clearance : 3,29074
r(1) : -0,999 r(2) : -0,937 r(3) : -1,000
AUMC MRT
: %5105352,00 : 232,95
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: 1 : 86,99 : 33,60
143
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
144
Lampiran 14. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan Tabel XXVIII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 1 Menit keC Residual Residual 0 0 -84,18 -117,87 5 -49,88 -82,61 32,78 10 25,33 -6,44 106,53 20 33,35 111,70 30 26,77 102,36 45 22,68 94,34 60 20,71 88,63 90 19,17 80,18 120 20,63 75,44 180 14,30 58,54 240 6,54 42,25 300 29,81 360 21,74 420 19,42 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 84,143 -0,965 194,060
: 3 : 8 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 84,143 A(3) : 33,723
AIC : 130,32 SS : 4680,828 Lag time: 1,25
-0,006 33,723 -0,943 116,249 B(1) : B(2) : -0,006 B(3) : -0,004
r(1) : -0,917 r(2) : -0,943 r(3) : -0,965
Absorbtion half life : -2,384 Half Life (2) : 116,249 Elimination Half Life : 194,060
AUC (0-Tn) : %22291,59 AUC (0-inf) : %27727,37 AUC (Tn-inf) is : % 19,60 of AUC (0-inf)
AUMC MRT
: %7173039,00 : 258,70
Dose Entered : 71160 Assumed fraction absorbed : 1 Vdss : 663,933 Calculated Cmax : 108,28 Total Clearance : 2,56642 T max : 22,25
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
145
Tabel XXIX. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 2 Menit keC Residual Residual 0 0 -94,13 -121,00 5 -19,10 -45,28 73,32 10 14,65 -10,83 105,41 20 21,25 108,72 30 23,75 108,06 45 21,33 101,12 60 17,48 92,99 90 18,11 85,74 120 11,50 78,38 180 6,52 60,09 240 45,50 300 31,81 360 24,23 420 20,47 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,004 94,133 -0,991 188,679
: 3 : 8 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 26,866 A(3) : 94,133
AIC : 86,900 SS : 210,600 Lag time: 0,30
-0,005 26,866 -0,952 133,111 B(1) : B(2) : -0,005 B(3) : -0,004
Absorbtion half life : -2,872 Half Life (2) : 133,111 Elimination Half Life : 188,679
AUC (0-Tn) : %23616,12 AUC (0-inf) : %29188,86 AUC (Tn-inf) is : % 19,09 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 73140 Vdss : 638,370 Total Clearance : 0,30
r(1) : -0,994 r(2) : -0,952 r(3) : -0,991
AUMC MRT
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: %7436213,50 : 254,76
: 1 : 110,88 : 21,30
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
146
Tabel XXX. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 3 Menit keC Residual Residual 0 0 67,01 102,27 5 34,60 68,95 31,46 10 26,09 7,47 91,12 20 30,44 93,54 30 30,51 91,75 45 26,23 84,78 60 26,94 82,91 90 25,08 76,24 120 18,82 65,57 180 15,89 54,95 240 9,76 42,39 300 27,05 360 23,14 420 18,88 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,003 67,005 -0,997 231,233
: 3 : 8 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 35,269 A(3) : 67,005
AIC : 121,29 SS : 278,433 Lag time: 1,15
-0,005 35,269 -0,982 139,170 B(1) : B(2) : -0,005 B(3) : -0,003
Absorbtion half life : -2,646 Half Life (2) : 139,170 Elimination Half Life : 231,233
AUC (0-Tn) : %20176,09 AUC (0-inf) : %27013,09 AUC (Tn-inf) is : % 23,31 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 73980 Vdss : 807,375 Total Clearance : 2,73867
r(1) : -0,927 r(2) : -0,982 r(3) : -0,997
AUMC MRT
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: %7963605,00 : 294,81
: 1 : 94,48 : 22,15
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXXI. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 4 Menit keC Residual Residual 0 0 -74,30 -126,34 5 -11,35 -62,05 61,78 10 -12,21 -37,18 84,19 20 -34,85 104,54 30 -43,15 110,69 45 41,42 105,81 60 38,94 100,34 90 38,07 93,88 120 34,45 85,18 180 26,96 68,88 240 10,42 45,06 300 28,33 360 24,15 420 19,34 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,003 74,299 -0,996 218,011
: 3 : 8 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 52,039 A(3) : 74,299
AIC : 95,81 SS : 497,988 Lag time: -
-0,005 52,039 -0,871 132,784 B(1) : B(2) : -0,003 B(3) : -0,005
Absorbtion half life : -5,667 Half Life (2) : 132,784 Elimination Half Life : 218,011
AUC (0-Tn) : %24429,06 AUC (0-inf) : % 30512,57 AUC (Tn-inf) is : % 19,94 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 75570 Vdss : 659,683 Total Clearance : 2,47661
r(1) : -0,996 r(2) : -0,871 r(3) : -0,996
AUMC MRT
: %812274,00 : 266,37
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: 1 : 108,95 : 33,60
147
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XXXII. Hasil pengolahan STRIPE untuk kelompok perlakuan 5 Menit keC Residual Residual 0 0 -80,53 -116,45 5 -53,78 -88,67 25,43 10 28,77 -5,12 106,70 20 35,87 111,23 30 30,00 102,97 45 25,03 94,50 60 20,12 86,24 90 20,81 80,73 120 22,26 76,55 180 19,10 60,68 240 7,18 43,79 300 31,05 360 23,13 420 20,93 Slope : Intercept : R value : Half Life: N(1) N(2) N(3)
-0,003 80,528 -0,962 211,03
: 3 : 8 : 3
Slope : Intercept : R value : Half Life: A(1) : A(2) : 35,922 A(3) : 80,528
AIC : 131,31 SS : ,6687,941 Lag time: 1,35
-0,006 35,922 -0,928 119,316 B(1) : B(2) : -0,006 B(3) : -0,003
Absorbtion half life : -2,219 Half Life (2) : 119,316 Elimination Half Life : 211,03
AUC (0-Tn) : %22698,72 AUC (0-inf) : % 29072,03 AUC (Tn-inf) is : % 21,92 of AUC (0-inf)
Dose Entered : 72870 Vdss : 689,911 Total Clearance : 2,50653
r(1) : -0,903 r(2) : -0,928 r(3) : -0,962
AUMC MRT
Assumed fraction absorbed Calculated Cmax T max
: %8106316,50 : 278,84
: 1 : 107,75 : 18,15
148
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
149
Lampiran 15. Contoh perhitungan parameter farmakokinetika parasetamol
Data diambil dari kontrol 3 M
= 73,734 (µg/ml)
L
= 23,577 (µg/ml)
N
= -97,32 (µg/ml)
t½ absorbsi
= 6,755 menit
t½distribusi
= 157,989 menit
t½ elimination
= 173,002 menit
Dosis obat
= 72360 ng
Nilai f (fraksi obat yang terabsorbsi) dianggap = 1
1.
ka =
2. α = 3.
β =
0,693 t 12 absorbsi
=
0,693 = 0,1026 menit −1 6,755
0,693 0,693 = = 0,0043 menit −1 1 t 2 (2) 159,989 0,693 0,693 = = 0,0040 menit −1 t 2 eliminasi 173,002 1
sehingga persamaan umum untuk data ini adalah: C(t) = 73,7340e- 0,0040t + 23,5770e-0,0043t - 97,3200e-0,1026t Sebagai contoh perhitungan C (kadar obat dalam darah) menit ke-5 adalah seperti berikut. C(5) = 73,7340e- 0,0040t + 23,5770e-0,0043t - 97,3200e-0,1026t C(5) = 73,7340e- 0,0040 (5) + 23,5770e-0,0043(5) - 97,3200e-0,1026(5) C(5) = 72,2740 + 23,0755 – 58,2652 C(5) = 37,0843 (µg/ml)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
4. AUC 0 − ∝ Dihitung dengan persamaan (3) * AUC
0- ∝
= AUC0-tn + AUC
tn - ∝
⎞ ⎛C ⎛ C n +1 + Cn (t n − t n +1 ) ⎟⎟ + ⎜⎜ n = ⎜⎜ 2 ⎠ ⎝ β ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
*AUC0-420 dihitung secara trapezoid sebagai berikut,, AUC (0-5)
=
(0 + 40,4027) (5 − 0) = 101,0675 μg/mL.menit 2
AUC (10-5)
=
(40,4027 + 68,9194) (10 − 5) = 273.3052 μg/ ml.menit 2
AUC (20-10)
=
(68,9194 + 79,9044) (20 − 10) = 744,119 μg / ml.menit 2
AUC (30-20)
=
(79,9044 + 88,4265) (30 − 20) = 841,6545 μg / ml.menit 2
AUC (45-30)
=
(88,4265 + 82,5024) (45 − 30) = 1282,1017 μg / ml.menit 2
AUC (60-45)
=
(82,4265 + 82,5204) (60 − 45) = 1191,60075 μg / ml.menit 2
AUC (90-60)
=
(76,3597 + 64,1983) (90 − 60) = 2108,37 μg / ml.menit 2
AUC (120-90)
=
(64,1983 + 59,5167) (120 − 90) = 1855,725 μg / ml.menit 2
AUC (180-120) =
(59,5197 + 45,1614) (180 − 120) = 3140,343 μg / ml.menit 2
AUC (240-180) =
(45,1614 + 37,7791) (240 − 180) = 2488,215 μg / ml.menit 2
AUC (300-240) =
(37,7791 + 22,7775) (300 − 240) = 1816,698 μg / ml.menit 2
AUC (360-300) =
(22,7775+ 16,50268) (360 − 300) = 1178,403μg / ml.menit 2
150
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
AUC (360-420) = Total AUC0-420
=
* AUC (420-∞)
=
AUC0-tn
151
(16,5026 + 14,0832) (420 − 360) = 917,547 μg / ml.menit 2
16884,17895 µg/ml,menit (14,0831) = 3520,8 mg / mL.menit 0,004
= (16884,1790 + 3520,8) mg / mL.menit = 20404,9790 mg/ml.menit
Dihitung dengan persamaan (5)
AUC
0- ∝
=
M L C(0) + − β α ka
73 , 7340 23 ,5770 97 ,3200 + − 0 . 0040 0 , 0043 0 ,1026 = 22,967,98 μg / ml . menit =
5. k21
k 21 =
Lβ ka +Mαka + Nαβ L (k a − α ) + M (ka − β )
( 23,5770 x 0,0040 x 0,1026) + (73,7340 x 0,0043 x 0,1026 ) + (97,3200 x 0,0043 x 0,0040 ) 73,7340 (0,1026 − 0,0043) + 23,577 (0,1026 − 0,0040 ) 0,040532062 = 9,5670938
=
= 0,0042 menit −1
6. k13
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
k 13 =
152
αβ k 21 0,0043 x 0,0040 0,0042
=
= 0,0040 menit −1
7. k12 k 12 = α + β − k 21 − k 13 = 0,0040 + 0,0043 − 0,0042 − 0,0040 = 0,0001 −1 menit
8. Vdss
k 12 + k 21 x Vc k 21
Vd ss = =
k 12 + k 21 D.f x k 21 C(0)
0,00001 + 0,0043 0,0043 = 754,25163 ml =
9. Cpmaks
Cmaks = =
(
k aD f x − βe −β t maks + k a e −ka t maks Vd (k a − β )
(
)
0,1026 x 72360 x 1 x 0,0040e −0.0040( 37 ,8 ) + 0,1026e −0.1026( 37 ,8 ) 754,25163 x (0,1026 − 0,0040)
= 87,88μg / ml
)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
10. ClT Cl T =
D .f AUC 0 − ∝
72360 x 1 22967,98 = 3,1505 ml/menit dosis =
11. t½ eliminasi t 1 2 e lim inasi =
0,693 x Vd ss Cl T
0,693 x 754,251,63 3,5105 = 165,9109 menit =
Tambahan data penentuan model kompartemen k12 + k21
= (0,0001+ 0,0042) menit-1 = 0,0043 menit-1
20 kel (k13)
= 20 (0,0041) = 0,0820 menit-1
Sehingga dapat dikatakan bahwa k12 + k21 < 20 kel
153
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
154
Lampiran 16. Rangkuman parameter farmakokinetika parasetamol pada tiaptiap subyek uji Tabel XXXIII. Rangkuman parameter farmakokinetika parasetamol pada tiaptiap subyek uji Parameter
Subyek uji 1
2
3
4
5
0,0802 0,2907
0,1125 0,2413
0,1026 0,2619
0,1114 0,1223
0,1261 0,3132
42,0000 22,2500
29,4000 21,3000
37,8000 22,1500
33,6000 33,6000
33,6000 18,1500
84,1600 108,2800
94,7800 110,8800
81,8900 94,4800
95,2300 108,9500
86,9900 107,7600
22232,65 27727,37
22023,79 29188,86
21424,09 27013,09
24266,13 30512,51
21916,08 29072,03
815,4540 663,9330
709,2250 638,3700
794,1000 807,3750
659,5530 659,6830
776,5570 689,9100
0,0075 0,0060
0,0073 0,0052
0,0044 0,0050
0,005 0,0052
0,0053 0,0058
3,3694 2,5664
3,3114 2,5058
3,3775 2,7387
2,9720 2,4766
3,2907 2,5065
0,0038 0,0036
0,0043 0,0037
0,0040 0,0030
0,0041 0,0032
0,0040 0,0033
182,9740 194,0600
159,7220 188,6790
173,0020 231,2330
170,1390 218,0110
171,5030 211,0130
242,0200 258,7000
214,1800 254,7600
235,1400 294,8100
221,9200 266,3700
232,9500 279,2800
-1
ka(menit ) kontrol perlakuan tmaks(menit) kontrol perlakuan Cmaks(μg/ml.dosis) kontrol perlakuan AUC 0 - ~ (μg,menit,ml-1) kontrol perlakuan Vdss(ml/dosis) kontrol perlakuan α(menit-1) kontrol perlakuan ClT (ml/menit.dosis) kontrol perlakuan β(menit-1) kontrol perlakuan t1/2 eliminasi (menit) kontrol tperlakuan MRT(menit) kontrol perlakuan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lanjutan tabel XXVI k12 (menit-1) kontrol 0,00046 0,00026 0,0010 0,00036 0,00006 perlakuan 0,00022 0,00008 0,00021 0,00022 0,00032 k21 (menit-1) kontrol 0,0063 0,0064 0,0042 0,0047 0,0050 perlakuan 0,0053 0,0048 0,0041 0,0044 0,0052 k13 (menit-1) kontrol 0,0047 0,0051 0,0043 0,0045 0,0044 perlakuan 0,0041 0,0044 0,0035 0,0039 0,0043 * Kontrol = parasetamol-oral 300 mg/kgBB+ air, Perlakuan = parasetamol-oral 300 mg/kgBB + air berkarbonat 6,039 mg/kg BB
155
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
156
Lampiran 17. Analisis stastistik SPSS (12.00) data ka
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ka-kontrol 5
N Mean
ka-perlakuan 5
.106560
.246900
.0169636
.0716204
Absolute
.212
.269
Positive
.163
.181
Negative
-.212
-.269
Kolmogorov-Smirnov Z
.475
.601
Asymp. Sig. (2-tailed)
.978
.863
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
ka-kontrol kaperlakuan
Mean .106560
5
Std. Deviation .0169636
Std. Error Mean .0075863
5
.0716204
.0320296
N
.246900
Paired Samples Correlations N Pair 1
ka-kontrol & kaperlakuan
Correlation 5
Sig.
-.112
.858
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
ka-kontrol - kaperlakuan
.1403400
Std. Deviation
Std. Error Mean
.0754249
.0337310
Lower
Upper
t
.2339924
.0466876
-4.161
df 4
Sig. (2tailed) .014
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
157
Lampiran 18. Analisis stastistik SPSS (12.00) data tmaks
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
t maxkontrol 5
t maxperlakuan 5
Mean
35.280000
23.490000
Std. Deviation
4.7887368
5.8918800
.237
.383
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Absolute Positive
.237
.383
Negative
-.163
-.182
Kolmogorov-Smirnov Z
.530
.857
Asymp. Sig. (2-tailed)
.941
.454
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
t maxkontrol t maxperlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
35.280000
5
4.7887368
2.1415882
23.490000
5
5.8918800
2.6349288
Paired Samples Correlations N Pair 1
t maxkontrol & t maxperlakuan
Correlation 5
Sig.
-.061
.923
Paired Samples Test
Mean Pair 1
t maxkontrol - t maxperlakuan
11.7900000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 7.8146817
3.4948319
2.0867911
21.4932089
t
df
Sig. (2tailed)
3.374
4
.028
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
158
Lampiran 19. Analisis stastistik SPSS (12.00) data Cmaks
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Cmaxkontrol
6.6623592
Cmaxperlakuan 5 106.07000 0 6.5859472
Absolute
.221
.401
Positive
.221
.233
Negative
N
5 Mean
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
89.034000
Std. Deviation
-.206
-.401
Kolmogorov-Smirnov Z
.493
.897
Asymp. Sig. (2-tailed)
.968
.397
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
Cmaxkontrol Cmaxperlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
89.034000
5
6.6623592
2.9794976
106.07000 0
5
6.5859472
2.9453251
Paired Samples Correlations N Pair 1
Cmaxkontrol & Cmaxperlakuan
Correlation 5
Sig.
.676
.210
Paired Samples Test
Mean Pair 1
Cmaxkontrol Cmaxperlakuan
17.0360000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 5.3302186
2.3837462
23.6543405
10.4176595
t
df
Sig. (2tailed)
7.147
4
.002
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
159
Lampiran 20. Analisis stastistik SPSS (12.00) data AUC 0-~
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test AUCkontrol 5 22363.54600 0 1103.155464 1 .347
AUCperlakuan 5 28702.772 000 1365.1207 791 .207
Positive
.347
.163
Negative
N Mean Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation Absolute
-.197
-.207
Kolmogorov-Smirnov Z
.776
.462
Asymp. Sig. (2-tailed)
.583
.983
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 22363.546 000 28702.772 000
AUCkontrol AUCperlakuan
N
Std. Deviation 5
1103.1554641
5
1365.1207791
Std. Error Mean 493.34612 15 610.50057 19
Paired Samples Correlations N Pair 1
AUC-kontrol & AUCperlakuan
Correlation 5
Sig.
.798
.106
Paired Samples Test
Mean Pair 1
AUCkontrol AUCperlakuan
6339.2260000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 823.1152101
368.1083126
7361.2585227
5317.1934773
t
df
Sig. (2tailed)
17.221
4
.000
160
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 21. Analisis stastistik SPSS (12.00) data Vdss
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Vdss – kontrol
Vdss perlakuan
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
5
5
Mean
730.990200
691.854000
Std. Deviation
70.1155842
67.1268178
.222
.312
Absolute Positive
.222
.312
Negative
-.216
-.213
Kolmogorov-Smirnov Z
.496
.697
Asymp. Sig. (2-tailed)
.966
.717
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Vdss kontrol Vdss perlakuan
Mean 730.99020 0 691.85400 0
N
Std. Deviation 5
70.1155842
5
67.1268178
Std. Error Mean 31.356642 5 30.020025 5
Paired Samples Correlations N Pair 1
Vdss kontrol & Vdss perlakuan
Correlation 5
Sig.
.452
.445
Paired Samples Test
Mean Pair 1
Vdss kontrol Vdss perlakuan
39.1362000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 71.8918221
32.1510002
50.1292873
128.4016873
t
df
Sig. (2tailed)
1.217
4
.290
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
161
Lampiran 22. Analisis stastistik SPSS (12.00) data α
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test α kontrol N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation
α perlakuan 5
5
.005900
.005440
.0014089
.0004336
.265
.310
Absolute Positive
.265
.310
Negative
-.240
-.197
Kolmogorov-Smirnov Z
.592
.693
Asymp. Sig. (2-tailed)
.874
.722
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
alfa kontrol alfa perlakuan
Mean .005900
5
Std. Deviation .0014089
Std. Error Mean .0006301
5
.0004336
.0001939
N
.005440
Paired Samples Correlations N Pair 1
α kontrol & α perlakuan
Correlation 5
Sig.
.499
.392
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
α kontrol α perlakuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
.0004600
.0012502
.0005591
Lower
Upper
.0010923
.0020123
t .823
df 4
Sig. (2tailed) .457
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
162
Lampiran 23. Analisis stastistik SPSS (12.00) data Cltotal
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Cl-total kontrol N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Cl-total perlakuan 5
5
Mean
3.264200
2.558800
Std. Deviation
.1674924
.1057389
Absolute
.363
.290
Positive
.249
.290
Negative
-.363
-.218
Kolmogorov-Smirnov Z
.811
.647
Asymp. Sig. (2-tailed)
.526
.796
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
Cl-total kontrol Cl-total perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
3.264200
5
.1674924
.0749049
2.558800
5
.1057389
.0472879
Paired Samples Correlations N Pair 1
Cl-total kontrol & Cl-total perlakuan
Correlation 5
Sig.
.583
.302
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
Cl-total kontrol – Cl-total perlakuan
95% Confidence Interval of the Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
.7054000
.1363000
.0609552
.5361612
.8746388
11.572
df 4
Sig. (2tailed) .000
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
163
Lampiran 24. Analisis stastistik SPSS (12.00) data β
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
β kontrol N
5 Mean
β perlakuan 5
.004040
.003360
.0001817
.0002881
Absolute
.213
.198
Positive
.187
.182
Negative
-.213
-.198
Kolmogorov-Smirnov Z
.476
.442
Asymp. Sig. (2-tailed)
.977
.990
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
β kontrol
Mean .004040
β perlakuan
.003360
5
Std. Deviation .0001817
Std. Error Mean .0000812
5
.0002881
.0001288
N
Paired Samples Correlations N Pair 1
β kontrol & β perlakuan
Correlation 5
Sig.
.182
.770
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
β kontrol β perlakuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
.0006800
.0003114
.0001393
.0002933
.0010667
4.882
df 4
Sig. (2tailed) .008
164
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 25. Analisis stastistik SPSS (12.00) data t½eliminasi
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test t ½ el perlakuan
t ½ el kontrol N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation
5
5
171.555000
244.551800
8.3202212
49.6205422
Absolute
.226
.270
Positive
.204
.246
Negative
-.226
-.270
Kolmogorov-Smirnov Z
.505
.604
Asymp. Sig. (2-tailed)
.960
.860
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
t ½ el kontrol t ½ el perlakuan
Mean 171.55500 0
N
Std. Deviation
244.55180 0
Std. Error Mean
5
8.3202212
3.7209160
5
49.6205422
22.190981 1
Paired Samples Correlations N Pair 1
Correlation
Sig.
t ½kontrol &t½ perlakuan
5
.091
.884
Paired Samples Test
Mean Pair 1
t½ kontrol – t
½ perlakuan
72.9968000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 49.5604022
22.1640857
134.5341672
11.4594328
t
df
Sig. (2tailed)
3.293
4
.030
165
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 26. Analisis stastistik SPSS (12.00) data MRT
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test MRT kontrol N
MRT perlakuan 5
5
Mean
229.242000
270.696000
Std. Deviation
11.0937875
16.3124502
Absolute
.231
.205
Positive
.145
.205
Negative
-.231
-.164
Kolmogorov-Smirnov Z
.516
.457
Asymp. Sig. (2-tailed)
.953
.985
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
MRT kontrol MRT perlakuan
Mean 229.24200 0 270.69600 0
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
5
11.0937875
4.9612926
5
16.3124502
7.2951495
Paired Samples Correlations N Pair 1
MRT kontrol & MRT perlakuan
Correlation 5
Sig.
.402
.503
Paired Samples Test
Mean Pair 1
MRT kontrol MRT perlakuan
41.4540000
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper 15.6124287
6.9820904
60.8393906
22.0686094
t
df
Sig. (2tailed)
5.937
4
.004
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
166
Lampiran 27. Analisis stastistik SPSS (12.00) data k12
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test k12kontrol N
5 Mean
k12perlakuan 5
.0002440
.0002100
.00019756
.00008544
Absolute
.268
.300
Positive
.224
.253
Negative
-.268
-.300
Kolmogorov-Smirnov Z
.600
.671
Asymp. Sig. (2-tailed)
.864
.759
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
k12kontrol k12perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
.0002440
5
.00019756
.00008835
.0002100
5
.00008544
.00003821
Paired Samples Correlations N Pair 1
k12-kontrol & k12perlakuan
Correlation 5
Sig.
-.416
.486
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
k12kontrol k12perlakuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
.00003400
.00024572
.00010989
Lower
Upper
t
.00027111
.00033911
.309
df
Sig. (2tailed)
4
.772
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
167
Lampiran 28. Analisis stastistik SPSS (12.00) data k21
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test k21 kontrol 5
N Mean
k21 perlakuan 5
.005340
.004600
.0009555
.0003937
Absolute
.242
.294
Positive
.239
.294
Negative
-.242
-.223
Kolmogorov-Smirnov Z
.542
.658
Asymp. Sig. (2-tailed)
.930
.779
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
k21 kontrol k21 perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
.005340
5
.0009555
.0004273
.004600
5
.0003937
.0001761
Paired Samples Correlations N Pair 1
k21 kontrol & k21 perlakuan
Correlation 5
Sig.
.106
.865
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
k21 kontrol k21 perlakuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
.0007400
.0009940
.0004445
Lower
Upper
t
.0004942
.0019742
1.665
df 4
Sig. (2tailed) .171
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
168
Lampiran 29. Analisis stastistik SPSS (12.00) data k13
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test K13 kontrol N
K13 perlakuan 5
Mean
5
.004600
.004040
.0003162
.0003578
Absolute
.224
.167
Positive
.224
.157
Negative
-.171
-.167
Kolmogorov-Smirnov Z
.501
.373
Asymp. Sig. (2-tailed)
.963
.999
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
K13 kontrol K13 perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
.004600
5
.0003162
.0001414
.004040
5
.0003578
.0001600
Paired Samples Correlations N Pair 1
K13 kontrol & K13 perlakuan
Correlation 5
Sig.
.685
.202
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
K13 kontrol K13 perlakuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
.0005600
.0002702
.0001208
.0002245
.0008955
4.635
df 4
Sig. (2tailed) .010
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 30. Sertifikat analisis parasetamol
169
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
170
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian Air Berkarbonat
Terhadap
Profil
Farmakokinetika
Parasetamol pada Tikus Putih Jantan” ini memiliki nama lengkap Agatha Devi Mirakel. Dilahirkan di Magelang pada tanggal 4 Juni 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Fx. Agus Nugroho dan Fr. Budiningsih, penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Kanisisus Gemawang (19891991), SD Kanisius Gemawang (1991-1997), SLTP Pangudi Luhur Ambarawa (1997-2000), SMU Santa Maria Yogyakarta (20002003), dan pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Biofarmasetika (2007).