PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Rahayu Triwanti NIM : 128114163
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Rahayu Triwanti NIM : 128114163
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi yang diajukan oleh: Rahayu Triwanti NIM : 128114163
telah disetujui oleh :
Pembimbing,
(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.)
tanggal : 3 November 2015
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pengesahan Skripsi Berjudul PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA Oleh : Rahayu Triwanti NIM : 128114163
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 5 Januari 2016 Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
(Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.)
Panitia Penguji Skripsi
Tanda tangan
1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.
…………….......
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.
………………...
3.Yohanes Dwiatmaka, M.Si.
………………...
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
“Suara kebahagiaan itu berasal di dalam kesucian yang paling suci dari jiwa dan bukan berasal dari kehampaan” Kahlil Gibran
My Dearest God, In every breath I know I thank You
Kupersembahkan karya ini untuk: Allah, Tuhanku, sandaran dan harapan sejatiku, Ayah dan Ibuku terkasih, Kakakku tersayang, Sahabat dan teman-teman serta Keluarga Cemara tercinta, Almamater terkasih Universitas Sanata Dharma
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak MetanolAir Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap Kadar Bilirubin pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida,” tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yogyakarta, 5 November 2015 Penulis
(Rahayu Triwanti)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Rahayu Triwanti Nomor Mahasiswa : 128114163 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA Beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 5 November 2015
Yang menyatakan,
(Rahayu Triwanti)
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penguatan yang selalu diberikan sehingga skripsi berjudul ”PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSANETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma 2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini. 4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini. 5. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bantuan, masukan dan bimbingan selama masa studi
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 7. Pak Heru, Pak Kayat, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium. 8. Keluargaku terkasih, Bapak Mulyadi, Ibu Kustiyati dan Mas Dani yang selalu mencurahkan kasih sayang dan dukungan serta penguatan demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi. 9. Teman-teman seperjuangan skripsi, Maria Angelika Suhadi, Cyndi Yulanda Putri, Novita, Sona Karisnata Inriano, Cinthya Anggarini, Penina Kurnia Uly, Oktariani Aurelia Jamil, dan Dian Ayu Maharani, atas segala kerjasama, bantuan, pengorbanan dan perjuangan dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini. 10. Bapak Nasrudin sekeluarga, Mbak Riod, Hesti, Dewi dan keluarga kos atas kebersamaan, kekeluargaan dan kepedulian. 11. Sahabat sekaligus keluargaku, Afha, Siska, Nisa, Septi, dan Anis atas segala doa, dukungan dan perhatian. 12. Keluarga “CEMARA”, Ida, Maria, Cyndi, Natalia, Rury Siti, Sona, Satrio, Itin, Atik, Trisna, Boni, Lusia, Yenni, Vero, Adit, Nanda, Mona, Vicky, Susan, Jessica atas segala kasih sayang, penghiburan dan suntikan semangat yang luar biasa.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Teman-teman angkatan 2012, FKK-B 2012 dan FSM D 2012 atas kebersamaan dan pengalaman hidup yang telah diberikan kepada penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya di bidang ilmu Farmasi.
Yogyakarta, 5 November 2015
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………..ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………...v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………...vi PRAKATA…………………………………………………………………….vii DAFTAR ISI……………………………………………………………...........x DAFTAR TABEL………………………………………………………...…...xv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………xvi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………xvii INTISARI……………………………………………………………………xviii ABSTRACT……………………………………………………………………xix BAB I. PENGANTAR……………………………………………………....….1 A. Latar Belakang……………………………………………………………….1 1. Perumusan masalah……………………………………………………..4 2. Keaslian penelitian……………………………………………………...5 3. Manfaat penelitian…………………………………………………….6-7 B. Tujuan Penelitian……………………………………………………………..7 1. Tujuan umum……………………………………………………………7 2. Tujuan khusus…………………………………………………………...7 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………….……………………….8
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. Hati…………………………………………………………………………..8 1. Anatomi dan fisiologi hati…………………………………………...8-12 2. Fungsi hati………………………………………………………….12-13 3. Kematian dan regenerasi hepatosit…………………………………13-15 4. Kerusakan hati……………………………………………………...15-18 5. Steatosis………………………………………………………………..18 6. Bilirubin……………………………………………………………18-22 B. Hepatotoksisitas………………………………………………………...22-23 C. Karbon Tetraklorida……………………………………………………23-27 D. Tanaman Macaranga tanarius L. …………………………………………28 1. Nama lain……………………………………………………………....28 2. Nama lokal……………………………………………………………..28 3. Taksonomi……………………………………………………………..28 4. Morfologi……………………………………………………………....29 5. Biologi dan ekologi…………………………………………………….30 6. Distribusi……………………………………………………………….30 7. Kandungan kimia…………………………………………………...30-31 8. Pengujian ekstrak Macaranga tanarius L. ………………………...31-32 E. Metode Ekstraksi…………………………………………………………..32 1. Ekstraksi dingin…………………………………………………….32-33 2. Ekstraksi panas………………………………………………………...33 F. Metode Fraksinasi…………………………………………………………..33 1. Presipitasi……………………………………………………………….34
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Ekstraksi cair-cair………………………………………………….........34 3. Distilasi………………………………………………………………….35 4. Dialisis…………………………………………………………………..35 5. Prosedur kromatografi…………………………………………………..35 6. Elektroforesis…………………………………………………………....36 G. Landasan Teori…………………………………………………………..36-38 H. Hipotesis…………………………………………………………………….38 BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………………39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………...…………………..39 B. Variabel dan Definisi Operasional………………………………………….39 1. Variabel utama…………………………………………………………39 2. Variable pengacau………………………………………………….39-40 3. Definisi operasional……………………………………………………40 4. Bahan penelitian……………………………………………………41-42 C. Alat Penelitian………………………………………………………………42 1. Penetapan kadar air…………………………………………………….42 2. Pembuatan FHEMM…………………………………………………...42 3. Perlakuan hewan uji………………………………………………..42-43 D. Tata Cara Penelitian………………………………………………………...43 1. Determinasi serbuk daun Macaranga tanarius L. ……………………..43 2. Pengumpulan bahan uji………………………………………………....43 3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ………………………43 4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ………….43-44
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Pembuatan ekstrak metanol serbuk daun Macaranga tanarius L. ……..44 6. Pembuatan FHEMM……………………………………………….. 44-45 7. Pembuatan larutan CMC-Na 1%.............................................................45 8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) dalam olive oil………….45 9. Penetapan dosis hepatotoksik CCL4……………………………………45 10. Penetapan waktu pencuplikan darah………………………………..46-47 11. Penetapan dosis FHEMM…………………………………………..47-48 12. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji…………………………48-49 13. Pengukuran kadar bilirubin…………………………………………49-50 E. Tata Cara Analisis Hasil…………………………………………………....50 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..51 A. Data Determinasi Tanaman………………………………………………...51 B. Penyiapan Bahan……………………………………………………………51 1. Pengumpulan bahan……………………………………………………..51 2. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ………………………..52 3. Penetapan kadar air serbuk Macaranga tanarius L. ………………...52-53 4. Pembuatan FHEMM…………………………………………………….53 C. Uji Pendahuluan…………………………………………………………….53 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida…………………..53-54 2. Penentuan dosis FHEMM……………………………………………54-55 3. Penentuan waktu pencuplikan darah……………………………….55-59 D. Pengaruh Pemberian Jangka Panjang FHEMM terhadap Kadar Bilirubin Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi CCl4……………………………………59-61
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Kontrol CMC-Na 1% ……………………………………………….61-62 2. Kontrol CCL4………………………………………………………..….62 3. Kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB………………………….62-63 4. Pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; 137,14 mg/KgBB terhadap kadar bilirubin tikus……………………...…….63-66 E. Rangkuman Pembahasan………………………………………………...67-69 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….70 A. Kesimpulan………………………………………………………………….70 B. Saran……………………………………………………………………...…70 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….71 LAMPIRAN…………………………………………………………………...76 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………..111
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I
Komposisi dan proporsi reagen ASL/GPT………………………45
Tabel II
Komposisi dan proporsi reagen AST/GOT………………...........46
Tabel III
Komposisi dan konsentrasi reagen Bill T…………………...…...49
Tabel IV
Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian CCl4 dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam……………........56
Tabel V
Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB…….…57
Tabel VI
Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB…….…57
Tabel VII
Hasil uji Mann-Whitney aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB….....………………………………………………….58
Tabel VIII Purata kadar bilirubin tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 dosis 2 mL/KgBB setelah pemberian jangka panjang FHEMM…60
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Kedudukan hati…………...…………………………………..…7
Gambar 2.
Anatomi hati…………………………………………………..…8
Gambar 3.
Diagram pembuluh-pembuluh yang masuk dan keluar hati…..…9
Gambar 4.
Histologi hati……………………………….…………………..10
Gambar 5.
Kematian dan regenerasi hepatosit…………………………..…13
Gambar 6.
Metabolisme haemoglobin menjadi bilirubin……………….…19
Gambar 7.
Biotransformasi bilirubin……………………………………....20
Gambar 8.
Struktur karbon tetraklorida (CCl4)………………………….....23
Gambar 9.
Proses metabolisme CCl4………………………………………25
Gambar 10.
Kejadian seluler yang mengikuti metabolisme CCl4…………..26
Gambar 11.
Struktur senyawa mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B……………………………30
Gambar 12.
Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB…………………………………………………….....56
Gambar 13.
Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB……………………………………………………….58
Gambar 14.
Diagram batang rata-rata kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4……………………………………………………………..61
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ……...……………………..75 Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L……...…76 Lampiran 3. Foto FHEMM………………………………………...………..77 Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM………………………………...............78 Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L……...…….79 Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian………………………...…...80 Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statitistics 22 asli…...81 Lampiran 8. Hasil analisis statistik ALT pada ujipendahuluan waktu pengambilan darah hewan uji setelah induksi karbon tetralorida 2 mL/kgBB……………………………………………………….82 Lampiran
Hasil analisis statistik AST pada uji pendahuluan waktu
9.
pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB………………………………………..............……..86
Lampiran 10. Hasil analisis statistik bilirubin setelah pemberian fraksi heksanetanol Macaranga tanarius L. pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB…………………………………………….…………90 Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis tikus ke manusia…………………105 Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia…………..........106 Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk…………………………………..106 Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM………………………107 Lampiran 15. Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin………………..108
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L. (FHEMM) dan kekerabatan antara pemberian dosis FHEMM terhadap kadar bilirubin pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 130-180 gram yang dibagi acak menjadi 6 kelompok. Kelompok I merupakan kelompok kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/350 gBB secara peroral selama 6 hari berurutan. Kelompok II merupakan kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 2 mL/kgBB secara intraperitonial kemudian darah diambil jam ke-24. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis tertinggi FHEMM yaitu 137,14 mg/KgBB secara peroral selama 6 hari berurutan. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan FHEMM dengan tiga peringkat dosis dari rendah hingga tinggi berturut-turut sebagai berikut 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB secara peroral. Hewan uji kelompok IV-VI diberikan FHEMM selama enam hari berturutan kemudian pada hari ketujuh diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/KgBB i.p.. Pengambilan darah dilakukan 24 jam setelah pemejanan CCl4 kemudian dilakukan pengukuran kadar bilirubin. Darah diambil pada daerah sinus orbitalis di mata tikus. Data kadar bilirubin yang diperoleh dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data kemudian dilakukan uji Kruskal Wallis selanjutnya uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan kadar bilirubin antarkelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan bilirubin dari FHEMM dengan %penurunan bilirubin dari dosis terendah hingga tertinggi secara berurutan yaitu 103,37; 98,88; dan 98,88%. Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh tidak dapat menunjukkan kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin.
Kata kunci : Macaranga tanarius L., fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L., karbon tetraklorida, bilirubin, efek penghambatan kenaikan bilirubin
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT The aim of the study were to understand effect of hexane-ethanol fraction of metanolic extract Macaranga tanarius L. leaf (HEFMM) and relation between given doses HEFMM and bilirubin level on female rat induced by carbon tetrachloride (CCl4). This research was pure experimental with direct sampling design. This research used 30 Wistar female rat, aged 2-3 month and weighed ±130-180 gram which were randomly divided into 6 groups. Group I was CMC-Na 1% control with given dose 2 mL/350g BW orally for six days. Group II was carbon tetrachloride hepatotoxin control with given dose 2 mL/kg BW intraperitoneally then blood was drawn after 24 hours. Group III was HEFMM control which was given highest dose HEFMM(137.14 mg/Kg BW) orally for six days. Group IV-VI were given three different level of HEFMM with dose 34.28; 68.57; and 137.14 mg/Kg BW orally for six. On the seventh day all treatment groups were given CCl4 dose 2ml/kg BW intraperitoneally. Blood were drawn at 24th hour after administration off CCl4 then bilirubin level was measured. Blood was drawn at the orbital sinus region. Data of bilirubin level which were obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at the data distribution then data were analyzed using Kruskal Wallis continue with Mann Whitney test to determine the differences in bilirubin level in each groups. The results showed that HEFMM can decrease bilirubin level with % decreasing of bilirubin level from lowest till highest dose were 103.37; 98.88; and 98.88%. Based on the data which were obtained, it cannot show relation of given dose HEFMM and decreasing bilirubin level.
Keywords : Macaranga tanarius L., hexane-ethanol fraction of metanolic extract Macaranga tanarius L., carbon tetrachloride, effect of inhibition bilirubin level to increase.
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam yang menjalankan berbagai fungsi penting bagi tubuh manusia. Hati melakukan proses-proses penting bagi kehidupan manusia seperti metabolisme senyawa yang masuk dalam tubuh dan mendetoksifikasi senyawa racun yang masuk ke dalam tubuh. Fungsi-fungsi yang dilakukan hati ini menjadikan hati beresiko mengalami kerusakan dan kelainan. Terdapat berbagai jenis kelainan yang terjadi pada hati, salah satunya adalah perlemakan hati atau steatosis. Perlemakan hati merujuk pada terjadinya akumulasi lemak di hepatosit secara abnormal (Hodgson,2004). Perlemakan dibedakan menjadi dua yaitu perlemakan hati yang disebabkan karena alkohol dan perlemakan hati yang tidak disebabkan alkohol atau Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Data epidemiologi menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi NAFLD mencapai 30,6 % (Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari, 2009). Angka prevalensi NAFLD di Indonesia lebih tinggi dibandingkan Negara-negara Asia lainnya (Jepang 9-30%; Cina 5-24%; Korea 18%; India 5-28%; Indonesia 30%; Malaysia 17%; Singapura 5%) (Amarapurkar, Hashimoto, Lesmana, Sollano, Chen, dan Goh, 2007). Menurut Chalrton (2004), kondisi kronis NAFLD akan sampai pada keadaan Non-Alcoholic Steato Hepatitis (NASH). Kondisi NAFLD dapat diperburuk oleh penyakit lain, contohnya diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkatkan resiko kematian hingga 22 kali lipat pada pasien NAFLD
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
(Younossi, Gramlich, Matteoni, Boparai, McCullough, 2004). Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, prevalensi penderita NAFLD mencapai 75%(Angulo, 2002). Penyakit diabetes mellitus sering ditemukan pada pasien yang menderita NAFLD, sekitar 18-45% dari keseluruhan kasus (Browning, et al., 2004). Diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu faktor resiko perburukan penyakit hati dan kematian pada pasien NAFLD (Shivanandapai, Madi, Achappa, dan Unnikrishnan, 2012) Ketika hati mengalami kerusakan, proses-proses yang terjadi di hati akan terganggu. Terganggunya proses tersebut dapat ditandai dengan perubahan kadar biokimia normal dalam serum darah. Salah satu cara mengukur fungsi hepar adalah dengan mengukur kadar bilirubin serum. Bilirubin dianggap dapat merefleksikan fungsi hepar yang sebenarnya karena dapat memberikan gambaran mengenai fungsi hepar dalam mengambil, mengolah, dan mengeluarkan bilirubin ke dalam cairan empedu (Ahn dan Cohen, 2011). Ketika kadar bilirubin total semakin meningkat menunjukkan kemungkinan kehilangan fungsi hati, yang dapat menyebabkan terjadinya gagal hati (Gupta, 2014). Dalam penelitian ini, fokus peneliti adalah perubahan parameter bilirubin pada kelompok perlakuan. Senyawa hepatotoksin yang digunakan sebagai model adalah karbon tetraklorida (CCl4). CCl4 telah umum digunakan sebagai agen hepatotoksik dalam penelitian penyakit hati. Pemberian CCl4 pada tikus dapat meningkatkan oksidasi protein hepatik sehingga terjadi akumulasi protein teroksidasi CCl4 dalam hati (Alagammal, Lincy, Mohan, 2013). Pemberian dosis tunggal CCl4 kepada tikus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular dan perubahaan melemak (Timbrell, 2008). Tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit (Donatus, 2001). Terdapat beragam bahan alami, yang sebagian besar diproduksi oleh tumbuhan, biasanya berasal dari pengobatan Cina maupun India yang dapat digunakan sebagai hepatoprotektor (Weber, Boll, Stampfl, 2003). Saat ini masih banyak masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang memanfaatkan bahan alam sebagai obat karena dianggap lebih aman dibandingkan obat modern. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. atau disebut mara, merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau, memiliki ketinggian 4-5 meter dengan dahan agak besar (Wardiyono, 2012). Tanaman ini memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, dan Otsuka (2006) dalam daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat kandungan glukosida yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B dari ekstrak metanol yang menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk (2009) melaporkan bahwa 3 kandungan glukosida baru dari ekstrak yang sama yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6”o-gallonyl]-β-D-glukopiranoside serta macarangioside E memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang poten terhadap DPPH. Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa dalam Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5 senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
acid, dan macatannin B dari fraksi etil asetat ekstrak metanol. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki aktivitas hepatoprotektif secara in vivo yang dapat menurunkan ratio hepatotoksik dari 100% menjadi 5,7%. (Lin,Liu,Lu 2005). Berdasarkan penelitian tersebut di atas dapat diketahui bahwa Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki kandungan senyawa yang bersifat antioksidan yang dapat digunakan untuk menetralkan senyawa radikal yang merupakan penyebab perlemakan hati. Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian Puteri dan Kawabata (2010). Dalam penelitian tersebut digunakan etil asetat untuk fraksinasi ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Pada penelitian tersebut berhasil diperoleh 5 senyawa yaitu corilagin, chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid yang memiliki lipofolisitas berturut-turut yaitu 1,10; 2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pelarut heksan-etanol sebagai pengganti etil asetat, pelarut heksan-etanol memiliki lipofilitas sebesar 2,97. Nilai lipofilitas tersebut diperoleh dari perhitungan menggunakan aplikasi Marvin Sketch. Berdasarkan perhitungan lipofilitas diketahui bahwa macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid memiliki lipofilitas yang dekat dengan heksan-etanol sehingga pelarut tersebut dapat digunakan untuk menyari senyawa-senyawa tersebut. Peneliti ingin melihat kemampuan jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. untuk menyembuhkan perlemakan hati melalui penurunan kadar bilirubin total serum hewan uji. Dalam penelitian ini digunakan sediaan fraksi untuk mengetahui secara lebih spesifik senyawa yang berpotensi sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
hepatoprotektor. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Bersamaan dengan penelitian ini telah dilakukan pula penelitian tentang pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi karbon tetraklorida, 1. Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Apakah pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memberikan pengaruh penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ? b. Apakah terdapat kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol ekstrak metanol dengan penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4? 2. Keaslian penelitian Matsunami, dkk (2006; 2009) melaporkan bahwa terdapat kandungan glikosida, yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B pada daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diisolasi dari ekstrak metanol dan mempunyai aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Phormmart, Sutthiyaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthiyaiyakit (2005) melaporkan bahwa flavonoid dari ekstrak n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mempunyai aktivitas antioksidan terhadap 1,1-diphenyl-2-phcrylhydrazyl (DPPH).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa telah ditemukan 5 senyawa yaitu corilagin, chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid dalam fraksi etil asetat ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. yang dapat berperan sebagai inhibitor α glucosidase pada penyakit diabetes. Efek hepatoprotektor ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus jantan terinduksi parasetamol telah diteliti oleh Adrianto (2011) sedangkan efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka panjang telah diteliti oleh Rahmamurti (2013). Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa pemberian ektrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat memberikan efek hepatoprotektor. Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan melihat penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 belum pernah dilakukan sebelumnya. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian mengenai potensi hepatoprotektif jangka panjang dari fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. b. Manfaat praktis Hasil penelitian mampu memberikan informasi terkait
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
1) Penurunan kadar bilirubin tikus setelah pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg selama 6 hari. 2) Hubungan kekerabatan antara dosis pemberian jangka panjang selama 6 hari fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. sebagai agen hepatoprotektor dengan pemberian selama 6 hari pada tikus terinduksi CCl4. 2.Tujuan khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk a. Mengetahui penurunan kadar bilirubin yang ditimbulkan setelah pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. selama 6 hari. b. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati Hati adalah organ berwarna merah kecoklatan (karena berisi darah) dengan konsistensi lunak dan merupakan salah satu kelenjar terbesar di tubuh dengan berat sekitar 1500 gram. Pada bayi ukurannya relatif besar dan mengisi 2/5 volume rongga perut (Wibowo, 2008). Hati pada orang dewasa memiliki berat 1400-1600 gram, yaitu sekitar 2.5% berat badan (Robbins dan Cotran, 2010). Hati manusia terletak dalam rongga perut sebelah kanan. Bagian terbesar terlindung oleh tulang-tulang iga dan permukaan atasnya melekat pada sekat rongga badan (diafragma) (Wibowo, 2008). Sebagian besar massa hati terletak di sebelah kanan hypochondriac dan area epigastric, tapi dapat mencapai kiri hypochondriac dan area umbilical (Martini, Nath, dan Bartholomew, 2012). Kedudukan hati Nampak setinggi iga kelima dan melebar di sebelah bawah sampai pinggiran iga-iga di sebelah kanan (Gambar 1) (Pearce, 2009).
Gambar 1. Kedudukan Hati (Pearce, 2009).
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan (Pearce, 2009). Hati dibungkus oleh kapsul fibrosa yang kuat dan dilindungi oleh lapisan peritoneum visceral. Pada permukaan anterior, terdapat falciform ligament yang memisahkan antara lobus kanan dan kiri. Penebalan pada bagian tepi posterior falciform ligament disebut ligamen bundar atau ligamentum teres. Pada permukaan posterior dari hati, vena cava inferior menandai pembagian lobus kanan dan lobus kaudata. Pada bagian inferior lobus kaudata terdapat lobus kuadrata, terselip di antara lobus kiri dan kantong empedu. Pembuluh darah aferen dan struktur lain mencapai hati melewati jaringan ikat omentum, yang kemudian bertemu di daerah yang disebut porta hepatis (Gambar 2) (Martini, et al., 2012).
Gambar 2. Anatomi hati (Martini, et al., 2012)
Setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabangcabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatika dan yang melalui vena porta (Pearce, 2009). Pembuluh darah yang terdapat di hati adalah : a. Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 persen b. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, menghantarkan empa perlima darahnya ke hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa zat makanan yang telah diabsorbsi mukosa usus halus kepada hati c. Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup d. Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu arteri hepatica dan vena porta, dan dua yang keluar yaitu vena hepatica dan saluran empedu (Gambar 3) (Pearce, 2009).
Gambar 3. Diagram pembuluh-pembuluh yang masuk dan keluar hati (Pearce, 2009)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria hepatica yang mengandung oksigen. Sistem peredaran darah yang tidak biasa ini menyebabkan sel-sel hepar mendapat darah yang relatif kurang oksigen. Keadaan ini dapat menjelaskan mengapa sel hepar lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009). Secara histologi, hati tersusun oleh beberapa komponen (Gambar 4), yaitu :
Gambar 4. Histologi hati (Tortora dan Derrickson, 2012). a. Hepatosit atau sel hati, merupakan sel fungsional terbanyak yang menyusun hati dan melakukan berbagai fungsi metabolisme, sekresi, dan fungsi endokrin. Hepatosit membentuk susunan tiga dimensi yang kompleks disebut lamina hepatik. Lamina hepatik merupakan suatu pelat hepatosit dengan satu sel tebal yang berbatasan di kedua sisi ruang endotel vaskular yang disebut sinusoid. Lamina hepatik mempunyai cabang dan struktur yang tidak teratur. Lamina
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
hepatik membentuk alur dalam membrane sel diantara hepatosit dan menyediakan ruang bagi kanalikuli yang mana hepatosit mengeluarkan empedu. b. Kanalikuli empedu, merupakan saluran kecil di antara hepatosit yang berfungsi mengumpulkan empedu yang dihasilkan oleh hepatosit. Empedu yang telah berada di saluran empedu kemudian akan melewati bile ductules kemudian saluran empedu (bile duct). c. Sinusoid, merupakan pembuluh darah kapiler yang sangat permeabel di antara hepatosit yang menerima darah kaya oksigen dari percabangan arteri hepatik dan darah terdeoksigenasi dari percabangan vena porta hepatik. Sinusoid-sinusoid kemudian bertemu dan mengantarkan darah menuju vena sentral, dari vena sentral darah kemudian mengalir ke vena hepatik, yang mana akan diangkut menuju vena cava inferior. Pada sinusoid terdapat sel fagosit disebut sel kupffer yang bertugas menghancurkan sel-sel darah merah dan putih yang sudah tua, bakteri, serta benda asing lainnya yang terdapat pada aliran darah vena yang diangkut dari saluran pencernaan. (Tortora dan Derrickson, 2012). 2. Fungsi hati Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah (Pearce, 2009). Setiap hari, hepatosit mensekresi sekitar 800-1000 mL empedu, suatu cairan berwarna kuning kecoklatan. Empedu memiliki pH 7,6-8,6 dan mengandung air, garam empedu, kolesterol, fosfolipid yang disebut lesitin, pigmen empedu, dan beberapa ion. Pigmen terpenting dari empedu adalah bilirubin. Fagositosis sel darah merah yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
sudah tua akan melepaskan besi, globin, dan bilirubin. Besi dan globin akan mengalami daur ulang, sedangkan bilirubin disekresikan menjadi empedu dan akhirnya dipecah di usus (Martini, et al., 2012). Hati berfungsi untuk merombak sel darah merah yang tua; mengekskresi bilirubin; detoksifikasi racun; menyimpan Fe2+ dan vitamin A, D, E, dan K; memproduksi protein plasma; menyimpan glukosa sebagai glikogen; merombak glikogen menjadi glukosa; memproduksi urea; dan membantu dalam regulasi kolesterol dalam darah serta mengubahnya menjadi garam empedu (Mader, 2010). Untuk mengatasi berbagai potensi kerusakan yang dapat terjadi, hepatosit memiliki kemampuan regenerasi yang cepat sebagai mekanisme untuk memperbaiki jaringan hati yang rusak. Apabila terjadi kerusakan pada sel hati yang disebabkan oleh racun, maka sel hati akan langsung mengadakan mitosis besarbesaran di daerah yang terjadi kerusakan (Corwin, 2009). 3. Kematian dan regenerasi hepatosit Struktur normal liver dan fungsinya dipengaruhi oleh keseimbangan antara kematian dan regenerasi sel. Kematian hepatosit dapat disebabkan karena nekrosis atau apoptosis. Nekrosis ditandai dengan hilangnya ketahanan membran plasma dengan pelepasan senyawa-senyawa kimia secara lokal yang menyebabkan terjadinya respon inflamasi (Sherlock dan Dooley, 2002). Apoptosis merupakan mekanisme yang normal terjadi pada sel. Ketika sel mengalami kerusakan maka sel akan mengalami perusakan alami yang diperantarai inflamasi. Inflamasi yang memperantarai kerusakan pada apoptosis berbeda dengan nekrosis, pada apoptosis pelepasan mediator inflamasi hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
sedikit (Gambar 5). Proses patologis dapat menganggu mekanisme apoptosis normal yang memicu terjadinya penyakit. Peningkatan apoptosis yang dipengaruhi cholangiocytes dapat menyebabkan duktopenia. Stimulasi apoptosis secara berlebih dapat memicu gagal hati fulminant (Sherlock dan Dooley, 2002). Apoptosis
dapat
disalahartikan
dari
nekrosis
karena
kriteria
morfologinya yang serupa, untuk membedakannya dapat dilakukan menggunakan mikroskop cahaya atau elektron. Suatu agen toksik dapat menginduksi lebih dari satu kerusakan hati, baik apoptosis maupun nekrosis, kejadian ini dapat berlangsung bersamaan maupun merupakan kelanjutan dari kejadian lain (Hodgson, 2004). Regenerasi terjadi ketika jumlah hepatosit berkurang. Hepatosit akan distimulasi oleh mediator (primer), yaitu sitokin untuk bergerak menuju primed state (G0G1), kemudian hormon pertumbuhan akan menstimulasi sintesis DNA dan replikasi seluler (Gambar 5). Faktor transkripsi utama meliputi NFגB dan STAT 3. Regenerasi dapat terjadi dengan sangat cepat (Sherlock dan Dooley, 2002).
Gambar 5. Kematian dan Regenerasi hepatosit (Sherlock dan Dooley, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Jika hepatosit mengalami kerusakan yang menyebabkan respon ini tidak berjalan, maka hepatosit dapat dihasilkan dari sel yang berhubungan dengan saluran empedu, yang juga disebut sel oval. Sel tersebut berasal dari sel pada saluran kecil bilirubin atau kanal Hering. Hepatosit dapat juga dihasilkan dari stem sel ekstrahepatik, yaitu sumsum tulang (Sherlock dan Dooley, 2002). 4. Kerusakan hati Hati merupakan organ yang sering menjadi sasaran untuk diinduksi mengalami kerusakan menggunakan senyawa kimia. Beberapa faktor penting diketahui dapat menambah kerentanan hati. Pertama, sebagian besar xenobiotik memasuki hati melalui sistem pencernaan dan setelah mengalami proses absorbsi akan dikirim oleh vena porta hepatik menuju hati, sehingga hati merupakan organ pertama yang diperfusi oleh zat kimia yang diabsorbsi oleh usus. Faktor kedua adalah hati memiliki enzim untuk metabolisme xenobiotik dalam konsentrasi yang tinggi dengan enzim utamanya adalah sitokrom P450. Meskipun sebagian besar biotransformasi adalah reaksi detoksifikasi, banyak reaksi oksidatif yang menghasilkan metabolit reaktif yang dapat menginduksi kerusakan hati. Bagian hati yang sering mengalami kerusakan adalah daerah sentrilobuler dan pada daerah tersebut memiliki konsentrasi sitokrom P450 yang tinggi dalam hati (Hodgson, 2004). Jenis kerusakan hati tergantung pada jenis agen toksik, keberbahayaan intoksikasi, dan jenis paparan, baik akut maupun kronis. Beberapa jenis kerusakan dapat spesifik terjadi pada hati (contohnya kolestasis) dan terdapat pula yang tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
spesifik pada hati (contohnya nekrosis dan karsinogenesis) (Hodgson, 2004). Jenisjenis kerusakan hati, yaitu: a. Nekrosis Nekrosis sel merupakan proses degeneratif yang dapat menyebabkan kematian sel. Nekrosis, biasanya merupakan kelukaan akut, yang dapat terjadi pada area lokal dan hanya mempengaruhi beberapa hepatosit (focal necrosis), atau dapat juga mempengaruhi keseluruhan lobus (massive necrosis). Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran sel, dan didahului oleh beberapa perubahan morfologi seperti edema sitoplasmik, dilatasi reticulum endoplasma, disagregasi polisoma, akumulasi trigliserida, pembengkakan mitokondria dengan adanya angguan pada cristae, dan disolusi organela dan nukleus. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang cepat, sehingga lesi nekrotik bukan termasuk kondisi yang gawat, tetapi apabila nekrosis terjadi pada area yang luas maka dapat menyebabkan kerusakan hati yang berbahaya dan bahkan gagal hati (Hodgson, 2004). Nekrosis ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil di sitoplasma dan tampak homogen dibanding sel normal karena telah kehilangan glikogen (Robins & Cotran, 2010). b. Kolestasis Kolestasis merupakan penekanan atau penghentian dari aliran empedu, dan mungkin dapat disebabkan baik oleh intrahepatik maupun ekstrahepatik. Inflamasi atau pengeblokan pada saluran empedu menyebabkan terjadinya retensi garam empedu sebanyak akumulasi bilirubin, dan bahkan dapat memicu terjadinya jaundice atau penyakit kuning. Mekanisme lain yang menyebabkan kolestasis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
termasuk perubahan permeabilitas membran hepatosit maupun kanalikuli biliar. Kolestasis biasanya diinduksi oleh obat dan susah untuk dilakukan uji pada hewan. Perubahan kimiawi darah dapat digunakan sebagai alat diagnostik (Hodgson, 2004). c. Sirosis Sirosis merupakan penyakit progresif yang ditandai dengan deposisi kolagen melalui hati. Sebagian besar kasus sirosis merupakan akibat dari kelukaan akibat paparan zat kimia secara kronis. Akumulasi dari bahan fibrosa menyebabkan restriksi aliran darah yang berbahaya, gangguan proses metabolisme dan proses detoksifikasi secara normal. Situasi ini tidak dapat berbalik karena kerusakan lebih lanjut dan bahkan dapat memicu gagal hati (Hodgson, 2004). Area hati yang rusak akibat sirosis dapat menjadi permanen dan sikatriks sehingga darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007). d. Hepatitis Hepatitis merupakan suatu inflamasi pada hati yang biasanya disebabkan oleh virus. Hepatitis dapat pula disebabkan oleh senyawa kimia tertentu, biasanya obat yang dapat menginduksi terjadinya hepatitis yang serupa dengan yang disebabkan oleh infeksi virus (Hodgson, 2004). e. Karsinogenesis Karsinogenesis merupakan bentuk paling umum dari tumor hati disebut hepatoselular
karsinoma,
bentuk
lainnya
termasuk
cholangiocarcinoma,
angiosarcoma, glandular carcinoma, dan sel karsinoma hati yang tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
terdiferensiasi. Bahan alami yang dapat menyebabkan kanker hati contohnya aflatoksin, cycasin, dan safrol. Senyawa sintesis yang dapat menyebabkan karsinogenesis contohnya dialkylnitrosamines dan dimethylbenzanthracene (Hodgson, 2004). 5. Steatosis Perlemakan hati merujuk pada akumulasi lemak di hepatosit secara abnormal. Pada waktu yang sama terdapat penurunan lipid plasma dan lipoprotein. Terdapat berbagai macam agen toksik yang dapat menyebabkan perlemakan hati dengan mekanisme yang berbeda-beda. Pada dasarnya akumulasi lemak dikaitkan dengan gangguan baik pada sintesis atau sekresi lipoprotein. Kelebihan lemak dapat dihasilkan dari suplai berlebih asam lemak bebas dari jaringan adiposa atau pada umumnya dari gangguan pelepasan trigliserida dari hati menuju plasma. Trigliserida disekresi dari hati sebagai lipoprotein (very low density lipoprotein, VLDL). Peran dari perlemakan hati hingga menyebabkan kerusakan hati belum dipahami dengan jelas, dan perlemakan hati itu sendiri tidak berarti disfungsi hati. Onset dari akumulasi lemak pada hati bersamaan dengan perubahan biokimia dalam darah, sehingga analisis kimia darah dapat berguna sebagai alat diagnosa (Hodgson, 2004). Salah satu pemicu terjadinya perlemakan hati adalah alkohol. Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan enzim SGOT, SGPT, dan ALP (Dudgale, 2013). 6. Bilirubin Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah, sebagian besar (80-85%) berasal dari haemoglobin dan sisanya berasal dari protein yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
mengandung haem contohnya sitokrom P450 (Sherlock dan Dooley, 2002). Setelah sel darah merah menghabiskan rentang umurnya 120 hari, membran sel tersebut menjadi sangat rapuh dan pecah. Hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi bilirubin bebas oleh sel-sel fagositik (Corwin, 2009). Enzim yang mengubah haem menjadi bilirubin adalah mikrosomal haem oksigenase (Gambar 6). Pemecahan cincin pophyrin terjadi secara selektif pada jembatan α-methane. Jembatan karbon α diubah menjadi karbon monoksida dan perannya digantikan oleh 2 molekul oksigen yang berasal dari oksigen molekular. Hasilnya adalah tetrapyrrole yang memiliki struktur IX α-biliverdin. Tetrapyrrole diubah menjadi IX α-biliverdin oleh enzim sitosol, yaitu biliverdin reduktase. Tetrapyrrole bersifat larut air, sedangkan bilirubin larut lemak. Perubahan menjadi larut dalam lemak disebabkan karena penyusunan kembali cincin pyrrole sehingga ikatan hidrogen internal menutupi rantai samping asam propionate dan menyebabkan bilirubin susah larut dalam air. Ikatan ini dapat dipecah oleh alkohol dalam reaksi diazo (van den Bergh) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi (Sherlock dan Dooley, 2002). Bilirubin bebas berikatan dengan albumin plasma dan mengalir dalam darah menuju hati. Bilirubin bebas dianggap tidak terkonjugasi karena walaupun berikatan dengan albumin, pengikatannya bersifat reversibel. Setelah berada di hati, bilirubin dibebaskan dari albumin dan karena bilirubin bebas bersifat larut dalam lemak, bilirubin tersebut mudah masuk ke dalam hepatosit. Setelah berada di dalam hepatosit, bilirubin dengan cepat berikatan dengan zat lain, biasanya asam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
glukoronat, dan di tempat ini dianggap terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut air dan tidak larut lemak (Corwin, 2009).
Gambar 6. Metabolisme haemoglobin menjadi bilirubin. M, metil; P, propionate; V,vinil (Sherlock dan Dooley, 2002)
Sebagian besar bilirubin terkonjugasi secara aktif disalurkan ke kanalikulus empedu kemudian bilirubin tersebut disalurkan bersama dengan komponen empedu lainnya ke kandung empedu atau usus halus. Sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi tidak menuju ke usus sebagai komponen empedu tetapi diserap kembali masuk aliran darah. Hal ini menyebabkan hampir selalu terdapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
sebagian kecil bilirubin tidak terkonjugasi dalam perjalanannya menuju hati (Corwin, 2009). Setelah berada di dalam usus, bilirubin terkonjugasi diproses oleh bakteri dan diubah menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen masuk ke dalam aliran darah dan diekskresi oleh ginjal dalam urin, sebagian diekskresi dalam tinja, dan sebagian mengalami daur ulang kembali ke hati dalam sirkulasi enterohepatik (usus ke hati). Gambar 7 menunjukkan langkah-langkah yang terjadi dalam konjugasi dan ekskresi bilirubin (Corwin, 2009).
Gambar 7. Biotransformasi bilirubin (Corwin, 2009). Konjugasi bilirubin penting untuk ekskresi bilirubin. Tanpa konjugasi, bilirubin tidak dapat diekskresi oleh ginjal atau usus. Penanganan bilirubin oleh hati adalah suatu bentuk detoksifikasi metabolik. Tanpa konjugasi, terjadi penumpukan bilirubin tidak terkonjugasi dalam darah yang mungkin mencapai kadar yang dapat bersifat toksik (Corwin, 2009). Bilirubin total merupakan biomarker yang dikaitkan dengan gangguan homeostatis bilirubin. Ketika kadar bilirubin total semakin meningkat menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
kemungkinan gangguan fungsi hati, yang dapat menyebabkan gagal hati (Gupta, 2014). Kadar bilirubin serum merupakan biomarker fungsi hati yang nyata, yang mana dapat mengukur kemampuan hati untuk membersihkan bilirubin dari darah ketika mengalir melalui hati (Senior, 2006). Kadar bilirubin total normal pada tikus yaitu <0,1 – 0,2 mg/dl (Suckow, Weisbroth, dan Franklin, 2006). B. Hepatotoksisitas Hepatotoksisitas termasuk kerusakan hati yang dipengaruhi oleh senyawa kimia. Obat tertentu apabila digunakan melebihi dosis dan kadang sudah digunakan pada dosis terapi dapat menyebabkan kelukaan pada hati. Senyawa kimia lain seperti yang digunakan di laboratorium (contohnya karbon tetraklorida (CCl4)), industri (contohnya timbal), senyawa kimia alam (contohnya aflatoksin), dan bahan herbal (cascara sagrada) dapat juga menyebabkan hepatotoksisitas. Senyawa yang menyebabkan hepatotoksisitas disebut hepatotoksin (Robin, Sunil, dan Nidhi, 2012). Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan menjadi intrinsik dan idiopatik. Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan menjadi intrinsik jika suatu agen atau obat memiliki struktur yang berpotensi menyebabkan kerusakan hati. Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik apabila suatu senyawa atau obat menimbulkan kejadian hepatotoksisitas yang tidak terduga (Mumtaz, 2010). a. Hepatotoksisitas intrinsik terjadi ketika senyawa secara langsung merusak sel hati yang normal. Contohnya, hepatotoksisitas langsung atau terprediksi ditimbulkan oleh asetaminofen pada ingesti berlebih atau interval penggunaan tertentu. Hepatotoksisitas intrinsik juga disebabkan oleh senyawa kimia yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
berada di lingkungan seperti CCl4 dan kloroform. Hepatotoksisitas tidak langsung terjadi ketika obat mengubah fungsi fisiologi normal atau vital seperti sekresi dan metabolisme hepatosit dan menyebabkan kerusakan. Contohnya, kontrasepsi oral mempengaruhi fungsi metabolisme, isoniazid mempengaruhi fungsi sekresi hepatosit. Adanya gangguan pada transfer protein termasuk aliran empedu secara normal dapat menyebabkan gangguan kolestasis (Mumtaz, 2010). b. Hepatotoksisitas
idiopatik
merupakan
hepatotoksisitas
tidak
langsung.
Hepatotoksisitas idiopatik menghasilkan respon hepatotoksik yang tidak tergantung pada dosis dan memiliki masa laten yang bervariasi mulai dari hari sampai bulan. Obat yang dapat menginduksi respon hepatotoksik dapat melalui beberapa mekanisme, seperti pengancuran hepatosit dan melepaskan beberapa protein sel yang berikatan kovalen dengan obat, melalui proses tertentu kemudian terbentuk sesuatu yang dikenali tubuh sebagai antigen dan memicu reaksi hipersensitif. Metildopa, fenitoin, obat golongan sulfa dapat menimbulkan hipersensitifitas. Inhibisi aktivitas enzim hepatik oleh obat dapat menimbulkan hepatotoksisitas (Mumtaz, 2010). C. Karbon Tetraklorida Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 8) merupakan cairan bening yang mudah menguap. Sebagian besar CCl4 yang terdapat lolos ke lingkungan terdapat dalam bentuk gas. Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang tidak mudah terbakar, memiliki bau yang manis, dan sebagian besar orang dapat mencium saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
konsentrasinya mencapai 10 ppm dari udara (U.S Department of Health and Human Services, 2005).
Gambar 8. Struktur karbon tetraklorida (CCl4) (U.S Department of Health and Human Services, 2005).
Hati adalah organ yang sangat sensitif terhadap CCl4 karena mengandung berbagai enzim yang dapat mengubah bentuk senyawa kimia. Beberapa produk pemecahan mungkin dapat menyerang protein sel dan mengganggu fungsi sel hati. Pada kasus yang sedang, hati menjadi bengkak dan lembut menyebabkan penurunan fungsi hati. Beberapa efek dapat bersifat reversibel jika paparan CCl4 tidak terlalu tinggi atau terlalu lama (U.S Department of Health and Human Services, 2005). Karbon tetraklorida telah banyak digunakan dalam penelitian untuk menginduksi kerusakan hati. Pemberian dosis tunggal CCl4 kepada tikus dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular dan perubahaan melemak. Racun dapat mencapai konsentrasi maksimal di hati kurang dari 3 jam setelah pemberian. Setelah itu, konsentrasinya akan menurun dan setelah 24 jam tidak ada CCl 4 yang tersisa di hati. Dosis pemberian CCl4 adalah 0,1 sampai 3 ml/kg i.p (Mohit, Parminder, Jaspreet, Manisha, 2011). Pemberian CCl4 dalam dosis rendah hanya menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450. Kerusakan sitokrom P450 terjadi paling banyak pada area sentrilobular dan area tengah hati (Timbrell,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
2008). Dosis CCl4 sebesar 2,0 mL/kgBB apabila diberikan secara intraperitoneal dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa menyebabkan kematian hewan uji (Janakat dan Al-Merie, 2002). Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 di hati. Sitokrom P450 berfungsi dalam mereduksi, mengkatalisis penambahan elektron, yang mana akan menyebabkan terbentuknya radikal triklorometil. Radikal triklorometil menarik atom hidrogen dari donor yang tersedia seperti jembatan metilen pada rantai asam lemak tak jenuh atau gugus thiol. Proses tersebut akan menghasilkan kloroform yang merupakan metabolit CCl4. Produk lainnya adalah radikal lipid atau radikal thiol, tergantung pada sumber atom hidrogen (Gambar 9 ) (Timbrell, 2008). Radikal bebas triklorometil (·CCl3) dapat bereaksi dengan gugus sulfohidril seperti glutation dan gugus thiol pada protein. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid pada membran yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan memicu nekrosis sel hati. Senyawa radikal bebas tersebut akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat menurunkan jumlah enzim glutation S transferase (GST) serta enzim antioksidan lain dan menyebabkan penumpukan senyawa peroksida lipid contohnya hidroperoksida (LOOH) dan malonilaldehid. Senyawa perantara yang terbentuk selama metabolisme dan bersifat reaktif juga dapat berikatan kovalen dengan makromolekul kemudian menyebabkan kerusakan jaringan (Bashandy dan AlWasel, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Gambar 9. Proses metabolisme CCl4 (Timbrell, 2008) Ketika terdapat oksigen, radikal bebas triklorometil (·CCl3) dapat diubah menjadi radikal triklorometil peroksi (·CCl3OO). Radikal bebas ini lebih reaktif dibandingkan ·CCl3 (Weber, et al, 2003). Radikal triklorometil peroksi dapat membentuk phosgene dan klorin elektrofilik. Ikatan kovalen dengan protein terjadi tanpa adanya oksigen, tapi penghancuran sitokrom P450 dan enzim lain dari retikulum endoplasma membutuhkan oksigen (Timbrell, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Keseluruhan akibat pemejanan CCl4 dapat dilihat pada Gambar 10. Pengulangan dosis CCl4 dapat menyebabkan terjadi fibrosis dan bahkan sirosis, yang mana melibatkan deposisi kolagen dan proliferasi fibroblast sebagai bagian dari proses penyembuhan dan respon inflamasi (Timbrell, 2008). Pemejanan senyawa CCl4 dalam jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya sirosis dan tumor hati juga kerusakan ginjal (Timbrell, 2008). CCl4 dapat menyebabkan kerusakan hati dengan jenis perlemakan hati (Zimmerman, 1999). Perlemakan hati ditandai dengan kenaikan serum ALT dan AST sekitar 3-4 kali normal (Thapa dan Walia, 2007). Kenaikan bilirubin sebanyak 4-5 kali normal pada tikus terinduksi CCl4 menujukkan terjadinya perlemakan hati (Zameer, Rauf, Qasmi, 2015). Pada penelitian Theophile, Emery, Desire, Veronique, dan Njikam (2006) pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kg dapat menyebabkan kenaikan bilirubin sebanyak 3 kali normal.
Gambar 10. Kejadian seluler yang mengikuti metabolisme CCl4 (Timbrell, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
D. Tanaman Macaranga tanarius L. 1. Nama lain Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (World Agroforestry Centre, 2002). 2. Nama lokal Inggris (hairy mahang); Filipina (kuyonon, himindang, binunga); Indonesia (tutup ancur, hanuwa, mara, mapu); Jawa (tutup ancur); Malaysia (ka-lo, kundoh, mahang puteh, tampu); Thai (ka-lo, hu chang lek, mek, pang, lo khao); Vietnam (hach dau nam) (World Agroforestry Centre, 2002). 3. Taksonomi Kerajaan
: Plantae (Tumbuhan)
Sub kerajaan
: Viridiplantae
Infra kerjaan
: Sterptophyta
Super divisi
: Embryophyta
Divisi
: Tracheophyta
Sub Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)
Superorder
: Rosanae
Order
: Malpighiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Macaranga Thouars
Spesies
: Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. (ITIS, 2011)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
4. Morfologi Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki ketinggian 4-5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermulai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Wardiyono, 2012). 5. Biologi dan ekologi a. Penanaman : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ditanam dengan berbagai tujuan. Pohon kecil ini tumbuh sebagai pohon hias di tanah lapang dan sebagai bagian dalam proyek penghijauan di Hawaii dan daerah tropis lainnya. Di Sumatera, buah dari Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ditambahkan pada jus dan direbus untuk membuat gula. Di Indonesia dan Filipina, getah dari kulit batangnya digunakan sebagai lem. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. digunakan sebagai kayu bakar, seratnya dapat digunakan untuk membuat papan (Starr, Starr, dan Loope, 2003). b. Penyerbukan : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. melakukan penyerbukan dengan bantuan angina selama beberapa kali dalam setahun (World Agroforestry Centre, 2002). c. Perkembangbiakan : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dikembangbiakan dari biji, dengan kecepatan perkecambahan rata-rata 50% jika ampas masih tersisa di biji (World Agroforestry Centre, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
6. Distribusi Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. merupakan pohon asli dari beberapa wilayah berikut, yaitu : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Vietnam (World Agroforestry Centre, 2002). 7. Kandungan kimia Pada penelitian Matsunami dkk. (2006) ditemukan dalam daun M. Tanarius terdapat glukosida megastigman (megastimane glucoside) yang dinamai macarangioside A, macarangioside B, macarangioside C, macarangaioside D, serta mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan isoquercitrin. Pada tahun 2009, Matsunami dkk menemukan 3 kandungan glukosida baru yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6” –O-galloyl] –β-D-glukopiranoside, macarangioside E dan macarangioside F. Pada penelitian Phommart dkk. (2005), pada daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ditemukan tiga kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E. Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa dalam Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5 senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B (Gambar 11) dari fraksi etil asetat ekstrak metanol yang dapat berperan sebagai inhibitor α glucosidase pada penyakit diabetes. Berdasarkan perhitungan lipofilisitas,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
diperoleh nilai lipofilisitas untuk senyawa corilagin, chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid secara berturut-turut sebagai berikut 1,10; 2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Senyawa dengan lipofilisitas mendekati pelarut heksanetanol (2,97) adalah macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid.
Gambar 11. Struktur senyawa mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B (Puteri dan Kawabata, 2010). 8. Pengujian ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Adrianto (2011) melaporkan adanya efek hepatoprotektor ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus jantan terinduksi parasetamol. Efek hepatoprotektif juga dilaporkan pada ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka panjang oleh Rahmamurti (2013). Pada penelitian tersebut, efek hepatoprotektif dilihat melalui penurunan aktivitas serum Alanine
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST), dengan dosis 3,840; 1,280; dan 0,426g/kg BB dan dosis paling efektif pada dosis 1,280 g/kg BB. Handayani (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa pada dosis 0,43; 1,28 dan 3,84 g/kg BB dan dosis paling efektif pada 0,43 mg/kg BB sebesar 73,2 %. Konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L. yang dapat dibuat adalah 38,4 %. E. Metode Ekstraksi Terdapat beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif dari tumbuhan, yaitu: 1. Ekstraksi dingin (cold extraction) Bahan yang sudah kering diekstraksi pada suhu ruang secara konsisten dengan pelarut yang polaritasnya semakin meningkat, contoh : pertama bahan dilarutkan menggunakan heksan, kemudian kloroform, etil asetat. Aseton, metanol dan terakhir air. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah mencegah potensi degradasi senyawa oleh pemanasan, karena dalam metode ini tidak menggunakan pemanasan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi (Heinrich, Barnes,Gibbons, dan Williamson, 2012). Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Heinrich, et al., 2012). 2. Ekstraksi panas Pada metode ini menggunakan tabung alas bulat untuk meletakkan pelarut dan bahan. Labu alas bulat yang sudah berisi bahan dan pelarut kemudian dipanaskan. Pada umumnya, bahan tanaman akan ‘direbus’ menggunakan pelarut seperti etanol atau campuran etanol dan air. Kelebihan dari metode ini adalah dengan penggunaan etanol sebagai pelarut maka senyawa lipofilik akan banyak terjaring. Kekurangan dari metode ini adalah pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan beberapa komponen bahan yang tidak tahan panas akan rusak. Contohnya metode ekstraksi soxhlet (Heinrich, et al., 2012). Ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan. Metode ini dilakukan dengan cara mengekstraksi bahan secara terus menerus menggunakan pelarut yang polaritasnya ditingkatkan (Heinrich, et al., 2012). F. Metode Fraksinasi Senyawa yang terkandung dalam campuran, seperti ekstrak dari tumbuhan dapat dipisahkan menjadi beberapa kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik fisikokimia. Proses ini disebut fraksinasi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Proses fraksinasi dapat dipengaruhi oleh kelarutan, ukuran, bentuk, dan muatan listrik (Houghton dan Raman, 1998). Beberapa metode yang umum digunakan untuk fraksinasi yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
1. Presipitasi Presipitasi terjadi ketika konsentrasi senyawa dalam pelarut mencapai kelarutan maksimumnya. Presipitasi dapat digunakan untuk mengeluarkan senyawa yang diinginkan atau untuk mengeluarkan senyawa yang tidak diperlukan dan menahannya pada pelarut. Metode sederhana untuk mencapai presipitasi adalah dengan menurunkan suhu larutan ekstrak. Senyawa yang sukar larut akan mengendap dan dapat dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi (Houghton dan Raman, 1998). 2. Ekstraksi cair-cair Jika suatu ekstrak yang sudah dilarutkan dalam pelarut ditambahkan dengan pelarut lain yang tidak saling bercampur dengan pelarut pertama, maka akan terbentuk dua lapisan. Tiap senyawa yang terkandung di ekstrak tersebut akanmemiliki kelarutan pada masing-masing lapisan (biasanya disebut fase) dan kemudian akan tercapai titik keseimbangan konsentrasi pada kedua lapisan. Ketika suatu ekstrak dihadapkan pada dua larutan tak saling campur, solut akan menyebar sesuai koefisien partisinya. Jika koefisien partisinya lebih besar dari 100 untuk tiap kandungan, maka proporsi yang besar dari senyawa tersebut akan berada hanya pada satu fase (Houghton dan Raman, 1998). 3. Distilasi Pemisahan campuran yang mengandung senyawa volatil dapat dilakukan dengan distilasi. Proses ini sering digunakan pada industry tetapi penggunaannya sangat terbatas untuk pemisahan ekstrak tanaman dan hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
digunakan untuk senyawa yang bersifat mudah menguap (Houghton dan Raman, 1998). 4. Dialisis Dialisis merupakan metode pemisahan senyawa dari campuran berdasarkan ukuran molekulnya. Proses ini terjadi secara alami melalui membran sel dan sangat penting pada proses fisiologis. Prosedur penting dalam proses dialisis adalah adanya membran semipermeabel yang tipis, mengandung bahan polimer dengan pori-pori reguler yang dapat dilewati oleh molekul kecil (massa molekul < 1000 dalton) (Houghton dan Raman, 1998). 5. Prosedur kromatografi Pemisahan dengan prosedur kromatografi merupakan metode yang paling sering digunakan. Prosedur kromatografi dilakukan berdasarkan perbedaan distribusi senyawa pada dua fase yang berbeda. Fase ini disebut fase gerak dan fase diam. Fase gerak dapat berupa cairan maupun gas atau cairan. Fase diam yang digunakan biasanya berupa partikel padatan. Jenis kromatografi yaitu adsorpsi, partisi, partisi fase terbalik, ion-exchange, eksklusi ukuran, dan afinitas (Houghton dan Raman, 1998). 6. Elektroforesis Elektroforesis merupakan metode pemisahan campuran berdasarkan muatan listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai metode analisis untuk sampel kecil campuran molekul bermuatan, seperti protein, peptide dan asam amino, daripada sebagai prosedur fraksinasi (Houghton dan Raman, 1998).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
G. Landasan Teori Hati adalah kelenjar terbesar pada tubuh manusia dengan berat 14001600 gram pada orang dewasa (Robbins dan Cotran, 2010), berperan penting dalam aktivitas metabolik, seperti merombak sel darah merah yang tua, mengekskresi bilirubin, detoksifikasi racun, dan memproduksi protein plasma (Mader, 2010). Jika terjadi kerusakan hati, maka fungsi hati akan terganggu. Kerusakan hati disebabkan oleh hepatotoksin, baik yang bersifat intrinsik (bergantung pada dosis) maupun idiosinkratik atau hipersensitivitas (tidak bergantung pada dosis) (Zimmerman, 1999). Bilirubin berasal dari perombakan sel darah merah yang sudah tua. Hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi bilirubin bebas oleh sel-sel fagositik. Bilirubin bebas berikatan dengan albumin dan mengalir dalam darah menuju ke hati. Di hati, ikatan bilirubin dengan albumin akan terlepas kemudian bilirubin berikatan dengan asam glukoronat dan disebut bilirubin terkonjugasi. Konjugasi bilirubin penting untuk ekskresi bilirubin. Tanpa konjugasi, bilirubin tidak dapat diekskresi oleh ginjal atau usus dan dapat terjadi penumpukan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah yang mungkin mencapai kadar toksik (Corwin, 2009). Kadar bilirubin dalam serum merupakan biomarker fungsi hati yang nyata, yang mana dapat mengukur kemampuan hati untuk membersihkan bilirubin dari darah ketika mengalir melalui hati (Senior, 2006). Ketika kadar bilirubin total semakin meningkat menunjukkan kemungkinan kehilangan fungsi hati, yang dapat menyebabkan terjadinya gagal hati (Gupta, 2014). Kadar normal bilirubin tikus Wistar yaitu <0,1 – 0,2 mg/dl (Suckow, Weisbroth, dan Franklin, 2006).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang mampu menginduksi kerusakan hati. Pada pemberian CCl4 per oral dengan dosis yang besar, dapat menimbulkan perlemakan dan nekrosis pada hati. Pemberian CCl4 dalam dosis rendah hanya menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450 (Timbrell, 2008). Senyawa CCl4 akan dikonversikan menjadi radikal triklorometil (CCL3•) (Hodgson, 2010). Radikal bebas triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein kemudian bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol dan memicu terjadinya perlemakan hati (Timbrell, 2008). Perlemakan hati ditandai dengan kenaikan serum ALT dan AST sekitar 3-4 kali normal (Thapa dan Walia, 2007). Dosis CCl4 sebesar 2,0 mL/kgBB apabila diberikan secara intraperitoneal dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa menyebabkan kematian hewan uji (Janakat dan Al-Merie, 2002). Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5 senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B dari fraksi etil asetat ekstrak metanol yang dapat berperan sebagai inhibitor α glucosidase pada penyakit diabetes (Puteri dan Kawabata, 2010). Berdasarkan perhitungan lipofilisitas, diperoleh nilai lipofilisitas untuk senyawa corilagin, chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid secara berturutturut sebagai berikut 1,10; 2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Senyawa dengan lipofilisitas mendekati pelarut heksan-etanol (2,97) adalah macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Pada penelitian yang dilakukan Rahmamurti (2013), pemberian ekstrak daun Macaranga tanarius L. pada perlakuan jangka panjang pada tikus jantan terinduksi CCl4 mampu memberikan efek hepatoprotektif dengan melihat penurunan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST), dengan dosis 3,840; 1,280; dan 0,426g/kg BB dan dosis paling efektif pada dosis 1,280 g/kg BB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011), konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang dapat dibuat adalah 38,4 %. Pembuatan ekstrak metanol Macaranga tanarius L. dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Heinrich, et al., 2012). Pelarut yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak adalah metanol, kemudian ekstrak kental kering yang diperoleh dimaserasi menggunakan pelarut heksan-etanol untuk mendapatkan fraksi heksan-etanol ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. H. Hipotesis 1. Pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat memberikan pengaruh penurunan kadar bilirubin terhadap tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 2. Terdapat kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksanetanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEEM) terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi karbon tertraklorida (CCl4) termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Variabel utama a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian jangka panjang sediaan FHEMM. b. Variabel tergantung. Penurunan kadar bilirubin tikus yang terinduksi CCl4 setelah pemberian jangka panjang FHEMM selama 6 hari. 2. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus betina galur Wistar yang berumur 2-3 bulan; berat badan antara 130-180 gram; cara pemberian senyawa hepatotoksin CCl4 secara intraperitoneal sedangkan sediaan FHEMM secara peroral; frekuensi pemberian sediaan FHEMM satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama tiap harinya; dan bahan uji berupa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
diambil dari wilayah yang sama yaitu di Paingan, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji. 3. Definisi operasional a. Fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. FHEMM berupa fraksi kental yang diperoleh dari ekstraksi serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan pelarut metanol:aquadest (1:1) hingga diperoleh ekstrak metanol-air kental Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Ekstrak metanol kental daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. difraksinasi
dengan
dilarutkan
menggunakan
heksan:etanol
(1:1).
Perbandingan ekstrak:pelarut yaitu 1:5 kemudian dimaserasi selama ±24 jam dengan kecepatan 140 rpm pada dengan bantuan shaker. b. Penurunan kadar bilirubin. Didefinisikan sebagai kemampuan sediaan FHEMM untuk memberikan perbedaan bermakna kadar bilirubin antara kelompok kontrol CCl4 dengan kelompok perlakuan jangka panjang FHEMM. c. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian sediaan FHEMM secara peroral satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur Wistar yang berumur 2-3 bulan, berat badan 130-180 g, yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang dipanen dari pohon Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. di wilayah Paingan, Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2015. 2. Bahan kimia a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah CCl4 berupa cairan, tidak berwarna dan berbau khas yang diperoleh Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Olive oil Bertoli® sebagai pelarut CCl4 dan kontrol negatif yang diperoleh dari swalayan Giant, Jl. Ringroad utara, Yogyakarta. c. Aquadest sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta. d. Metanol sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta. e. Heksan sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan FHEMM yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
f. Etanol sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan FHEMM yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta. g. CMC-Na sebagai pelarut FHEMM yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. C. Alat Penelitian 1. Penetapan kadar air Alat yang digunakan untuk penetapan kadar air yaitu moisture balance, beaker glass, dan sendok 2. Pembuatan FHEMM Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan FHEMM adalah timbangan analitik Mettler Toledo®, ayakan no.50, oven Memmert®, blender Miyako®, orbital shaker Optima®, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, penangas air, ®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen. 3. Perlakuan hewan uji Alat-alat yang digunakan dalam perlakuan hewan uji adalah timbangan analitik Mettler Toledo®, spuit injeksi p.o dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi i.p dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri makroskopis tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan buku acuan. Determinasi dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2. Pengumpulan bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang masih segar, besar, berwarna hijau dan kondisinya baik (tidak berbintikbintik). Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dipanen pada bulan April-Mei 2015 dan dilakukan waktu pagi hari di wilayah Paingan, Maguwoharjo, Sleman, DIY. 3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dicuci bersih kemudian dipotong untuk mempercepat pengeringan. Pengeringan dilakukan di oven pada suhu 29°C. Setelah daun kering kemudian dilakukan penyerbukan menggunakan blender Miyako®. Serbuk kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 50. 4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C. Serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Selisih bobot A terhadap bobot B merupakan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. [
bobot sampel sebelum pemanasan − bobot sampel setelah pemanasan ] x 100% bobot sampel sebelum pemanasan
5. Pembuatan ekstrak metanol-air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Sebanyak 40 g serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. direndam dalam 200 mL pelarut metanol-aquadest (1:1) menggunakan bantuan shaker selama 24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat larut dalam pelarut. Maserasi dilakukan menggunakan bantuan shaker untuk menghemat waktu perendaman. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner, yang dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman diremaserasi dengan 100 mL metanol-air selama 24 jam. Filtrat dipindahkan dalam labu alas bulat untuk diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 80oC hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental dituang dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi ekstrak kental dikeringkan di oven pada suhu 50oC untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L) Müll. Arg. dengan bobot penimbangan ekstrak tetap. Pengeringan ekstrak dilakukan sampai susut pengeringan sebesar 0% sehingga diharapkan penyari ekstrak sudah tidak ada.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Waktu yang diperlukan hingga diperoleh bobot pengeringan ekstrak tetap berkisar antara 1-3 hari. 6. Pembuatan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dimaserasi menggunakan pelarut heksan:etanol (1:1) dengan perbandingan ekstrak:pelarut sebesar 1:5. Ekstrak kental dimaserasi menggunakan bantuan shaker selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner dan dituang ke dalam cawan porselen. Fraksi yang diperoleh dikeringkan di dalam oven dengan suhu 50oC hingga diperoleh fraksi kental dengan bobot penimbangan tetap. 7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut FHEMM Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0 gram CMC-Na, kemudian dikembangkan menggunakan aquadest 200,0 mL dan didiamkan selama 24 jam. Larutan tersebut kemudian ditambah aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL. 8. Pembuatan sediaan FHEEM Sediaan suspensi FHEEM dibuat dengan menimbang 600 mg FHEMM kemudian dilarutkan dalam 25 mL larutan CMC-Na 1%. Pada proses pelarutan dapat dibantu menggunakan sonicator selama 5-10 menit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) dalam olive oil Larutan karbon tetraklorida (CCl4) dibuat dengan melarutkan CCl4 dengan olive oil, dengan perbandingan volume 1:1 dan konsentrasi akhir yang diperoleh 50%. 10. Penetapan dosis hepatotoksik CCl4 Penetapan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui dosis CCl4 yang dapat menyebabkan kerusakan hati tetapi tidak menyebabkan kematian. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) yang melaporkan bahwa dosis karbon tetraklorida sebesar 2 mL/Kg BB dalam olive oil (1:1) dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati yang ditandai dengan peningkatan kadar ALT dan AST sebanyak 3-4 kali normal tetapi tidak menyebabkan kematian hewan uji apabila diberikan secara intraperitoneal (i.p). 11. Penetapan waktu pencuplikan darah Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi kadar ALT dan AST pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p. Masing-masing kelompok orientasi dilakukan dengan 3 ekor tikus. Pengukuran kadar ALT dan AST dalam sampel darah dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Pengukuran kadar ALT dan AST pada sampel darah untuk penentuan pencuplikan darah menggunakan reagen ASL/GPT (Therma Scientific) untuk ALT dan AST/GOT (Therma Scientific) untuk AST dengan metode IFCC.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
12. Penetapan dosis FHEMM Penetapan dosis FHEMM dihitung dengan konsentrasi larutan 600mg/25mL (FHEMM dalam CMC-Na 1% ) dengan berat badan maksimal tikus 350 gram. Dibuat 3 peringkat dosis dari konsentrasi tersebut, dengan volume pemberian 0,5 mL untuk dosis rendah, 1 mL untuk dosis tengah, dan 2 mL untuk dosis tinggi. Perhitungan dosis sebagai berikut : a. Dosis rendah (volume = 0,5 mL) DxB = VxC D=
0,5 𝑚𝐿 𝑥
600 𝑚𝑔 25 𝑚𝐿
350 𝑔𝑟𝑎𝑚
D = 0,03428 mg/g BB D = 34,28 mg/kgBB b. Dosis tengah (volume = 1 mL) DxB = VxC D=
1 𝑚𝐿 𝑥
600 𝑚𝑔 25 𝑚𝐿
350 𝑔𝑟𝑎𝑚
D = 0,06857 mg/g BB D = 68,57 mg/kgBB c. Dosis tinggi (volume = 2 mL) DxB = VxC D=
2 𝑚𝐿 𝑥
600 𝑚𝑔 25 𝑚𝐿
350 𝑔𝑟𝑎𝑚
D = 0,13714 mg/g BB D = 137,14 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Berdasarkan perhitungan dosis di atas, maka dosis pemberian FHEMM adalah 34,28 mg/KgBB; dosis tengah 68,57 mg/kgBB; dosis tinggi 137,14 mg/kgBB.
13. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji Tiga puluh ekor tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor tikus. Enam kelompok tersebut adalah kontrol hepatotoksin CCl4, kontrol FEAM jangka panjang, dan 3 perlakuan dosis jangka panjang. a. Kelompok I adalah kelompok kontrol CMC-Na sebagai pelarut FHEMM. Kelompok ini diberikan CMC-Na 1% dengan dosis 2mL/350gBB secara peroral (p.o) satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian diambil darah pada hari ke-7. b. Kelompok II adalah kelompok kontrol CCl4. Kelompok ini diberikan larutan CCl4 dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p kemudian pada jam ke-24 diambil darahnya. c. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis FHEMM. Kelompok ini diberikan sedian FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/KgBB satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut secara p.o kemudian pada hari ke-7 diambil darahnya. d. Kelompok IV adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis rendah. Kelompok ini diberikan sediaan FHEMM dosis rendah yaitu 34,28 mg/KgBB satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
e. Kelompok V adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis tengah. Kelompok ini diberikan sediaan FHEMM dosis tengah yaitu 68,57 mg/KgBB satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p. f. Kelompok VI adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis tinggi. Kelompok ini diberikan sediaan FHEMM dosis tengah yaitu 2mL/350gBB satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p. Semua kelompok perlakuan FHEMM (kelompok IV-VI) diambil darahnya pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Pengambilan darah dilakukan pada daerah sinus orbitalis mata, kemudian ditampung pada tabung untuk dilakukan pengukuran kadar bilirubin. 14. Pengukuran kadar bilirubin Pengukuran kadar bilirubin dalam sampel darah dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Pemeriksaan bilirubin sampel darah menggunakan reagen Bill T (Therma Scientific) dengan metode colorimetric. Kandungan reagen yang digunakan tertera pada tabel I. Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Bill T Komposisi aktif Konsentrasi Surfactant 1% Hydrochloric acid 100 mmol/L Sulphanilic acid 5 mmol/L (ThermoFisher Scientific, 2009). Perhitungan % penurunan bilirubin diperoleh dengan rumus: [1 −
(purata bilirubin perlakuan − purata bilirubin kontrol) ] x 100% (purata bilirubin kontrol hepatotoksin − purata bilirubin kontrol negatif)
(Wakchaure, Jain, Singhai, dan Somani, 2013)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
E. Tata Cara Analisis Hasil Data kadar bilirubin diuji dengan Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antarkelompok sebagai syarat analisis parametrik. Apabila distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD apabila data homogen dan menggunakan uji Games-Howell jika data tidak homogen. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan masing-masing antarkelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Tapi, bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan kadar bilirubin antarkelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEMM) terhadap kadar bilirubin pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kekerabatan antara pemberian dosis FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi tanaman bertujuan untuk menjamin kebenaran tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan dalam proses determinasi adalah batang, daun, bunga dan buah. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokan ciri makroskopis tanaman dengan buku acuan. Determinasi tanaman dilakukan sampai tingkat spesies dan hasil menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Hasil determinasi tanaman terlampir. B. Rendemen Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Dalam penelitian ini, pembuatan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan metode penyarian yaitu maserasi. Sebelum proses maserasi dilakukan penyerbukan untuk
51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
memperkecil ukuran partikel dan memperluas permukaan kontak dengan pelarut. Selain itu juga dilakukan pengayakan dengan tujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk dengan ayakan nomor mesh 50. Berdasarkan Peraturan KBPOM Nomor 12 tahun 2014, kadar air yang diperbolehkan untuk simplisia adalah kurang dari 10%. Penetapan kadar air penting dilakukan mengingat air merupakan media tumbuh bagi jamur maupun mikroorganisme yang dapat mengurangi kualitas serbuk. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan alat moisture balance dan dilakukan sebanyak 3 replikasi. Pengukuran kadar air menunjukkan bahwa serbuk memiliki kadar air rata-rata 8,76% sehingga serbuk Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang digunakan sudah memenuhi persyaratan sebagai simplisia yang baik. Pada pembuatan FHEMM, dilakukan pengeringan FHEMM sampai susut pengeringan sebesar 0% sehingga diharapkan ekstrak penyari sudah tidak ada. Rendemen ekstrak metanol-air yang diperoleh adalah 18,03% sedangkan rendemen FHEMM yang didapatkan adalah 19,46%. C. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida Dalam penelitian ini, karbon tetraklorida (CCl4) digunakan sebagai hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin adalah untuk mengetahui dosis CCl4 yang dapat menimbulkan kerusakan hati berupa perlemakan hati tetapi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji. Perlemakan hati ditandai dengan kenaikan serum ALT dan AST sekitar 3-4 kali normal (Thapa dan Walia, 2007). Kenaikan bilirubin sebanyak 3-5 kali normal pada tikus terinduksi CCl4
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
menunjukkan terjadinya perlemakan hati (Samal, 2013). Berdasarkan penelitian, Janakat dan Al-Merie (2002), pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kg dapat menyebabkan kenaikan bilirubin sebesar 3-4 kali normal. Pemberian dengan dosis yang sama pada penelitian Theophile, Emery, Desire, Veronique, dan Njikam (2006) menyebabkan peningkatan bilirubin 3 kali normal. Dosis CCl4 yang diberikan mengacu pada penelitian Janakat dan AlMerie (2002) yaitu 2,0 mL/kgBB dan diberikan secara intraperitoneal. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie pemberian dosis optimum CCl4 (2 mL/kg) mencapai titik puncak setelah 24 jam setelah pemberian untuk menimbulkan efek pada bilirubin, ALT dan AST. Pemberian secara intraperitoneal dilakukan supaya CCl4 tidak rusak oleh enzim pencernaan, sehingga CCl4 dapat langsung terlarut dalam cairan intraperitoneal dan terabsorbsi pada pembuluh darah di rongga intraperitoneum. Pemberian secara intraperitoneal diharapkan akan mempercepat efek hepatotoksik CCl4 dan memperbesar kerusakan yang ditimbulkan. 2. Penentuan dosis FHEMM Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011), konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang dapat dibuat adalah 38,4 %. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi sebesar 600 mg/25 mL atau lebih kecil daripada ekstrak. Sediaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi yang mana memiliki kandungan senyawa lebih sedikit daripada ekstrak, sehingga konsentrasi fraksi yang dibuat lebih kecil daripada ekstrak. Pada pembuatan FHEMM, kandungan selain macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid yang memiliki lipofolisitas berturut-turut yaitu 2,76; 2,94; dan
53
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
2,64 sudah diminimalkan dengan cara memilih pelarut heksan-etanol (lipofolisitas 2,97) yang memiliki kemiripan lipofolisitas dengan senyawa-senyawa tersebut, sedangkan pada ekstrak masih mungkin terdapat kandungan selain ellagitannin. Pada penelitian ini, FHEMM diberikan secara peroral pada hewan uji tikus. Volume pemberian maksimal untuk tikus adalah 5 mL. ZPenentuan peringkat dosis dihitung dari volume pemberian maksimal. Perhitungan dosis tertinggi diperoleh dari 2/5 volume pemberian maksimal dan diperoleh 2 mL. kemudian ditentukan 3 peringkat dosis pemberian dengan faktor kelipatan 2 sehingga diperoleh dosis rendah sebesar 0,5 mL dan dosis tengah 1 mL untuk setiap tikus dengan bobot maksimal 350 gram, sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu dosis rendah 34,28 mg/KgBB; dosis dosis sedang 68,57 mg/kgBB; dan dosis tinggi yaitu 137,14 mg/kgBB. 3. Penentuan waktu pencuplikan darah Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu ketika hepatotoksin CCl4 pada dosis 2 ml/KgBB dapat memberikan kerusakan yang paling besar pada organ hati. Parameter yang dilihat adalah ALT dan AST, sebelumnya telah diketahui bahwa pemejanan CCl4 akan menginduksi steatosis dengan ditandai kenaikan ALT sebesar 3 kali normal dan AST sebesar 4 kali normal. Peningkatan ALT dan AST dari normal pada steatosis terjadi seiring dengan peningkatan bilirubin sebanyak 3-5 kali normal, sehingga pada uji pendahuluan digunakan parameter ALT dan AST untuk menentukan waktu kerusakan hati paling optimal. Pengambilan darah
dilakukan pada jam ke-24 dan 48 setelah tikus
dipejankan CCl4. Penentuan waktu pencuplikan darah dilihat dari waktu terjadinya
54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
peningkatan ALT dan AST paling besar. Waktu tersebut kemudian digunakan sebagai pedoman pengambilan darah tikus dalam melakukan penelitian selanjutnya. Sebelum dipejan CCl4, terlebih dahulu darah tikus diambil (jam ke-0) untuk melihat aktivitas ALT dan AST normal dan membandingkan peningkatan aktivitasnya setelah dipejankan CCl4. Tikus dipejankan CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB kemudian diambil darah pada jam 24 dan 48 untuk melihat aktivitas ALT dan AST. Hasil pengujian aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel II dan gambar 12. Tabel II. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian CCl4 dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ±SE (U/L) 0 24 48
66,83 ± 0,845 184 ± 16,490 62,3 ± 15,585
Gambar 12. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Data ALT yang diperoleh mempunyai distribusi normal dan variansi data homogen (p>0,05) sehingga data diolah menggunakan analisis One way ANOVA dilanjutkan uji Tuckey HSD. Dari tabel I dan gambar 9 dapat dilihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling tinggi berada pada jam ke-24 (184 ± 16,490 U/I). Hasil tersebut dibandingkan dengan jam ke-0 (66,83 ± 0,845), aktivitas ALT mengalami kenaikan sebesar 3 kali. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas ALT pada jam ke-0 dengan jam ke-24 (p = 0,002). Hasil tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan ALT pada jam ke-24. Hasil statistik serum ALT pada jam ke0 dengan jam ke-48 (0,968) berbeda namun tidak bermakna (tabel III). Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-48 aktivitas ALT telah normal kembali. Pada jam ke-48, metabolit CCl4 sudah mulai diekskresi sehingga kerusakan mulai terhenti begitu pula dengan hati yang mulai melakukan mekanisme regenerasi sel untuk perbaikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa pada jam ke-24, CCl4 akan menyebabkan kerusakan hati paling parah. Tabel III. Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Selang waktu (jam) Jam 0 Jam 24 Jam 48 Jam 0 BB BTB Jam 24 BB BB Jam 48 BTB BB Keterangan : BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05) Hasil pengujian aktivitas serum AST dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 13.
56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Tabel IV. Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Selang waktu (jam) 0 24 48
Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)
154,200 ± 2,082 669,567 ± 8,370 197,733 ±9,551 Keterangan : SE = Standar eror
Gambar 13. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Data AST yang diperoleh mempunyai distribusi yang normal sehingga dilakukan analisis menggunakan One Way ANOVA kemudian dilanjutkan uji Tuckey HSD karena data homogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kenaikan serum AST paling tinggi terjadi pada jam ke-24 (669,567 ± 8,370 U/L). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati paling parah terjadi pada jam ke24. Kenaikan aktivitas serum AST pada jam ke-24 dibandingkan jam ke-0 (154,200 ± 2,082 U/L) sebesar 4-5 kali lipat. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara jam ke-0 dengan jam ke-24 ( p < 0,0001) dan ke-48 (p = 0,014), tetapi peningkatan serum AST yang paling tinggi terjadi pada jam ke-24.
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Tabel V. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Selang waktu (jam) Jam 0 Jam 24 Jam 48 Jam 0 BB BB Jam 24 BB BB Jam 48 BB BB Keterangan :BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB =berbeda tidak bermakna (p>0,05) Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, aktivitas ALT dan AST yang paling tinggi setelah pemejanan CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB berada pada jam ke-24, sehingga pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24. D.
Pengaruh Pemberian Jangka Panjang FHEMM terhadap Kadar Bilirubin Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi CCl4 Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian FHEMM
terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4 pada 3 tingkatan dosis yang berbeda. Pemberian FHEMM diberikan secara peroral dengan peringkat dosis terkecil sebesar 34,28 mg/KgBB, peringkat dosis tengah sebesar 68,57 mg/KgBB, dan peringkat dosis paling tinggi yaitu 137,14 mg/KgBB. Perlakuan FHEMM dilakukan selama 6 hari berturut-turut dengan frekuensi pemberian satu kali sehari, kemudian pada hari ke-7 diberikan hepatotoksin CCl4. Penetapan waktu praperlakuan jangka panjang FHEMM didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu Adrianto (2011) dan Rahmamurti (2013) yang mengikuti model pemberian praperlakuan selama 6 hari dan pada hari ke-7 dipejankan hepatotoksin. Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan, pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Pengaruh FHEMM terhadap kadar bilirubin tikus didasarkan pada tolok ukur kuantitatif yaitu kadar bilirubin serum akibat praperlakuan FHEMM terhadap kontrol CCl4. Data kadar bilirubin yang diperoleh tidak menunjukkan distribusi
58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
normal sehingga dianalisis menggunakan Kruskal Wallis terlebih dahulu kemudian menggunakan
Mann
Whitney
untuk
melihat
kebermaknaan
perbedaan
antarkelompok. Kadar bilirubin disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel VI. Tabel VI. Purata ± SE kadar bilirubin tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 dosis 2 ml/kgBB setelah pemberian jangka panjang FHEMM Kelompok Purata kadar bilirubin ± SE (mg/dl) % penurunan bilirubin I 0,05 ± 0,004 II 0,22 ± 0,022 III 0,19 ± 0,032 IV 0,04 ± 0,005 103,37 V 0,05 ± 0,004 98,88 VI 0,05 ± 0,004 98,88 Keterangan : I : Kelompok kontrol CMC-Na 1% 2,0 mL/350KgBB II : Kelompok kontrol CCl4 2,0 mL/KgBB III : Kelompok kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB IV : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB V : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 68,57 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB VI : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB Hasil pengujian aktivitas serum bilirubin dapat dilihat pada tabel VII dan gambar 14 Tabel VII. Hasil uji Mann Whitney kadar bilirubin tikus betina galur Wistar pada kelompok perlakuan Kelompok perlakuan
Kontrol CMC-Na
Kontrol CCl4
Kontrol FHEM M BB BTB
FHEMM 34,28 mg/KgBB BTB BB
FHEMM 68,57 mg/KgBB BTB BB
FHEMM 137,14 mg/KgBB BTB BB
Kontrol CMC-Na BB Kontrol CCl4 BB Kontrol FHEMM BB BTB BB BB BB 137,14 mg/KgBB FHEMM 34,28 BTB BB BB BTB BTB mg/KgBB FHEMM 68,57 BTB BB BB BTB BTB mg/KgBB FHEMM 137,14 BTB BB BB BTB BTB mg/KgBB Keterangan : Keterangan : BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)
59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Gambar 14. Diagram batang rata-rata kadar bilirubin tikus terinduksi CCl
Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran bilirubin pada kontrol olive oil karena senyawa tersebut tidak memiliki potensi meningkatkan kerusakan hati. Hal ini didukung dari penelitian Rahmamurti (2013) yang menyatakan bahwa olive oil sebagai pelarut hepatotoksin tidak berpengaruh pada kondisi normal ALT dan AST. Pada penelitian Ahmad, Gulfraz, Ahmad, Nazir, Gul, dan Asif (2014) tentang efek hepatoprotektif Taraxacum officinale pada tikus terinduksi CCl4 menunjukkan bahwa olive oil sebagai kontrol dan pelarut hepatotoksin tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin tikus. 1.
Kontrol CMC-Na 1% Kelompok I merupakan kelompok kontrol CMC-Na 1 %. Larutan CMC-
Na telah banyak digunakan sebagai kontrol dalam penelitian hepatoprotektif dan terbukti tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin. Berdasarkan penelitian Surendran, Eswaran, Vijayakumar, dan Rao (2011) tentang aktivitas hepatoprotektif
60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Cissampelos pareira pada tikus terinduksi CCl4 yang menggunakan CMC-Na 1 % sebagai kontrol menunjukkan bahwa kontrol CMC-Na tidak mempengaruhi kadar bilirubin. Hal serupa juga ditunjukkan pada penelitian Pal, Hooda, Bias, dan Singh (2014) tentang aktivitas hepatoprotektif Acacia senegal Pod. pada tikus terinduksi CCl4. Berdasarkan hasil penelitian yang disebutkan di atas maka hasil pengukuran kadar bilirubin pada kontrol CMC-Na dapat digunakan sebagai acuan kadar bilirubin normal pada tikus uji. Hasil pengukuran kontrol CMC-Na yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,05 ± 0,004 mg/dl. 2. Kontrol CCl4 Kelompok II merupakan kelompok kontrol positif hepatotoksin CCl4. Kontrol CCl4 digunakan untuk melihat kerusakan hati yang disebabkan oleh CCl4 pada dosis 2 mL/KgBB i.p dengan ditandai adanya peningkatan kadar bilirubin tikus. Pada penelitian ini, kadar bilirubin yang terukur pada kontrol CCl 4 adalah 0,224 ± 0,022 mg/dl. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin dibandingkan kontrol CMC-Na dengan perbedaan yang berbeda bermakna (p=0,008) secara statistik. Pada penelitian Samal (2013) peningkatan bilirubin 3-5 kali normal menunjukkan kerusakan hati berupa steatosis, sedangkan pada penelitian ini peningkatan bilirubin sebesar 4,8 kali dibanding kontrol CMC-Na 1% sehingga dapat dikatakan terjadi kerusakan hati berupa steatosis. 3. Kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB Kelompok III merupakan kelompok kontrol FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/KgBB. Kontrol ini bertujuan untuk melihat pengaruh FHEMM terhadap sel hati tikus tanpa perlakuan CCl4. Kadar bilirubin yang terukur pada
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
kelompok ini adalah 0,19 ± 0,032 mg/dl. Berdasarkan uji statistik, hasil kontrol FHEMM menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,008) terhadap kontrol CMC-Na dengan kadar bilirubin terukur pada kontrol FHEMM lebih tinggi dibandingkan kontrol CMC-Na. Hasil pengukuran bilirubin pada kontrol FHEMM menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,530) dengan kontrol CCl4, dengan kadar bilirubin terukur pada kontrol FHEMM lebih rendah dibandingkan kontrol CCl4. Hasil tersebut menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kadar bilirubin pada pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB. Peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM dapat terjadi karena berbagai sebab. Salah satu penyebabnya diduga karena dosis pemberian FHEMM terlalu tinggi sehingga kemudian sifatnya berbalik menjadi prooksidan. Bilirubin dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan. Pada pemberian dosis FHEMM yang terlalu tinggi, diduga sifatnya berbalik menjadi prooksidan sehingga sebagai proses normal bilirubin akan menetralkannya. Proses penetralan tersebut yang diduga memicu kadar bilirubin menjadi semakin tinggi seiring dengan pemberian dosis tinggi FHEMM. Oleh karena itu disarankan uji toksisitas subakut untuk mengetahui potensi toksik FHEEM. Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari satu bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji serta untuk menunjukkan keterkaitan spektrum efek toksik dengan takaran dosis. Hasil uji ini memberikan informasi tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhi (Donatus, 2001). Tujuan utama dari uji ini adalah untuk
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh dengan pemberian berulang (Eatau dan Klaassen, 2001). Penyebab lain peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM yaitu diduga hal tersebut sebagai mekanisme kerja FHEMM dalam melindungi hati. Proses ini dapat dikaitkan dengan sifat bilirubin sebagai antioksidan. Bilirubin dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan dan bekerja secara komplementer bersama dengan glutathione (GSH). Bilirubin yang bersifat lipofilik akan berperan melindungi lipid sedangkan GSH yang lebih hidrofilik berperan melindungi protein (Sedlak, et al., 2009). Senyawa yang terkandung pada FHEMM yaitu Macatannin A, Macatannin B, dan Chebulagic acid bersifat non polar. Senyawa tersebut diduga dapat berinteraksi dengan bilirubin kemudian memicu peningkatan produksi bilirubin. Ketika kadar bilirubin yang merupakan antioksidan menjadi tinggi maka dapat mencegah terjadinya stres oksidatif. Bilirubin berasal dari katabolisme biliverdin oleh biliverdin reduktase. Ketika mengalami oksidasi bilirubin akan kembali menjadi biliverdin. Apabila terdapat oksidan yang bersifat lipofil, bilirubin dapat berperan sebagai antioksidan kemudian teroksidasi menjadi biliverdin (Gambar 15) (Sedlak dan Snyder, 2004). Kadar bilirubin berkebalikan dengan kadar albumin dalam darah. Kondisi bilirubin yang tinggi tidak selalu merupakan kondisi buruk karena sifat antioksidan yang dimilikinya, tetapi apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan penimbunan di otak dan menyebabkan kernicterus.
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Gambar 15. Siklus bilirubin sebagai antioksidan (Sedlak dan Snyder, 2004) 4. Pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; 137,14 mg/KgBB terhadap kadar bilirubin tikus Kelompok IV merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,04 ± 0,005 mg/dl lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022 mg/dl. Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 103,37%. Uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,381) dengan kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada kelompok perlakuan FHEMM dosis rendah mendekati nilai normal. Hal tersebut
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis rendah 34,28 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal. Kelompok V merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang 68,57 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004 mg/dl lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022 mg/dl. Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 98,88%. Uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,650) terhadap kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang mendekati nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis 68,57 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal. Kelompok VI merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004 mg/dl. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) terhadap kontrol CCl4 dengan penurunan bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi sebesar 98,88%. Uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,650) antara kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi terhadap kontrol CMC-Na. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar bilirubin kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi mendekati nilai normal sehingga dapat dikatakan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis tinggi 137,14 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.
65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Hasil pengujian pemberian FHEMM dosis tinggi pada tikus terinduksi CCl4 menunjukkan penghambatan kenaikan bilirubin padahal hasil kontrol FHEMM dosis tinggi menunjukkan peningkatan bilirubin. Fenomena ini menunjukkan pemberian FHEMM dosis tinggi dapat meningkatkan bilirubin tikus, tetapi ketika diberikan CCl4 justru dapat menurunkan bilirubin tikus setara dengan normal. Berdasarkan fenomena tersebut perlu dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui potensi ketoksikan FHEMM dan dosis tertinggi yang masih aman diberikan untuk jangka panjang. Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian pengaruh pemberian FHEMM terhadap kadar bilirubin dengan penginduksi lain untuk mengetahui potensi hepatoprotektif FHEMM melalui penurunan bilirubin serta untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena kenaikan bilirubin pada kontrol FHEMM. Contoh penginduksi kerusakan hati yang biasa digunakan adalah parasetamol dengan dosis tinggi, untuk induksi pada tikus contoh dengan dosis 2,5 g/kgBB (Nugraha, 2011). Berdasarkan hasil pengukuran kadar bilirubin dan uji statistik pada kelompok praperlakuan FHEMM dengan tiga peringkat dosis yang dibandingkan dengan kontrol CMC-Na 1% dan kontrol CCl4 dapat dinyatakan bahwa praperlakuan FHEMM dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang mendekati normal. Penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh ketiga dosis FHEMM yang diuji memiliki hasil yang bervariasi. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok V. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB relatif sama dengan praperlakuan FHEMM
66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
dosis sedang 68,57 mg/KgBB. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok VI. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB berbeda tidak bermakna dengan praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p = 1) antara kelompok V dan kelompok VI. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis sedang 68,57 mg/KgBB setara dengan praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil tersebut belum menunjukkan pengaruh tingkat dosis pemberian FHEMM terhadap efek penghambatan kenaikan kadar bilirubin. Hal ini diduga karena adanya kejenuhan aktivitas antioksidan dalam menetralkan radikal bebas sehingga kecepatan reaksi penetralan tetap dan bahkan melambat. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut pada dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif sehingga untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan uji histopatologi hati sebagai data pendukung kualitatif untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan. Hasil penelitian menunjukkan pemberian praperlakuan FHEMM berpengaruh pada penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4. Kerusakan hati berupa perlemakan hati yang terjadi pada tikus akan menyebabkan enzim yang berfungsi sebagai penetral senyawa radikal bebas yaitu glutation S-transferase (GSH) berkurang, hal ini dapat mendorong terjadinya stres oksidatif. Kerusakan
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
pada sel hati dapat mempengaruhi proses pembersihan bilirubin dari darah sehingga kadar bilirubin dalam darah meningkat. FHEMM mengandung senyawa yang bersifat sebagai antioksidan. Praperlakuan FHEMM akan menyebabkan senyawa antioksidan dalam hati bertambah sebelum terjadinya perusakan oleh hepatotoksin CCl4. Ketika senyawa hepatotoksin CCl4 masuk dalam tubuh dan dimetabolisme menjadi radikal bebas oleh hati, hati sudah memiliki perlindungan antioksidan baik dari enzim glutation S-transferase (GSH) maupun antioksidan dari FHEMM. Hal ini menyebabkan hati dapat bertahan dari kerusakan lebih lanjut yang ditimbulkan oleh pemejanan hepatotoksin CCl4. E. Rangkuman Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian jangka panjang FHEMM terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4 dan kekerabatan antara pemberian tingkat dosis FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin. Dosis FHEMM yang digunakan 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB. Indikator kerusakan hati yang digunakan dalam penelitian adalah aktivitas serum ALT dan AST yang diambil pada jam ke-24, bilirubin akan meningkat seiring meningkatnya ALT dan AST. Pada kondisi steatosis peningkatan bilirubin dapat terjadi sebesar 3-5 kali normal. Parameter yang dilihat perubahannya terhadap pemberian FHEMM adalah bilirubin. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian FHEMM pada dosis 137,14 mg/KgBB p.o tanpa disertai pemberian hepatotoksin CCl4 meningkatkan
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
kadar bilirubin. Hal tersebut diduga terjadi karena dosis FHEMM yang diberikan terlalu tinggi sementara kondisi hati tikus tidak mengalami kerusakan sehingga toksik atau karena kondisi patologis yang hewan uji. Kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/350gBB digunakan sebagai acuan nilai normal bilirubin karena CMCNa 1% tidak memberikan pengaruh terhadap kadar bilirubin. Pengukuran bilirubin pada kontrol CMC-Na 1% sebesar 0,05 ± 0,00400 mg/dl. Kontrol CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB i.p menunjukkan kenaikan kadar bilirubin dibandingkan dengan CMCNa 1%, hal ini menujukkan bahwa kerusakan hati yang ditimbulkan memang disebabkan oleh hepatotoksin CCl4. Pengukuran kadar bilirubin pada kontrol CCl4 sebesar 0,22 ± 0,022 mg/dl. Hasil pengukuran kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB menunjukkan penurunan bilirubin sebesar 103,37; 98,88; dan 98,88%. Pada ketiga peringkat dosis pemberian FHEMM menunjukkan perbedaan tidak bermakna sehingga tidak dapat menunjukkan kekerabatan antara dosis pemberian terhadap penurunan kadar bilirubin. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB untuk melihat pengaruh dosis terhadap penurunan kadar bilirubin.
69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. 2. Tidak terdapat kekerabatan antara pemberian dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap penurunan kadar bilirubin tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang : 1. Uji toksisitas subakut fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. untuk mengetahui potensi toksisitas. 2. Uji pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin dengan penginduksi lain, contohnya parasetamol. 3. Pengujian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB. 4. Pengujian histopatologi hati sebagai data pendukung.
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, E.E., 2011, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol : Air Daun Macaranga tanarius L. pada Tikus Jantan Terinduksi Paracetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Ahmad, D., Gulfraz, Ahmad, M.S., Nazir, H., Gul, H., Asif, S., 2014, Protective Action of Taraxacum officinale on CCl4 Induced Hepatotoxicity in Rats, African Journal of Pharmacy and Pharmacology, Vol. 8(30), pp. 775-780. Ahn,J., Cohen,S.M., 2011, Prevention of Hepatitis B Recurrence in Liver Transplant Patient Using Oral Antiviral Therapy without Long-Term Hepatitis B Immunoglobulin, Hepat Mon., 11(8), 638-645. Alagammal,M., Lincy, M.P., and Mohan,V.R., 2013, Hepatoprotective and Antioxidant effect of Polygala rosmarinifolia Wight & Arn against CCl4 induced hepatotoxicity in rats, IC Journal,2 (1), 118-120. Amarapurkar, Hashimoto,E., Lesmana, L.A., Sollano, J.D., Chen P.J., dan Goh, K.L., 2007. How common is non-alcoholic fatty liverdisease in the AsiaPacific region and there local differences?, J Gastroenterol Hepatol, 2007 (22):788-793. Angulo, P., 2002, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, N.Engl.J.Med 346, 122-131. Bashandy, S.A., Wasel, S.H.A., 2011, Carbon Tetrachloride-induced Hepatotoxicity and nephrotoxicity in rats : Protective Role of vitamin C, Journal of Pharmacology and Toxicology, 6(3), pp.283-292. Browning J, et al., 2004, Prevalence of hepatic Steatosis in An Urban Population in The United States: Impact of Ethnicity, Hepatology (40), 1387-1395. Chalrton, M., 2004, Nonalcoholic Fatty Liver Disease : A Review of Current Understanding and Future, Clinical gastroenterology and Hepatology, 2 (12), 1048-1058. Corwin,E.J., 2009, Buku Saku Patofisiologi, edisi ketiga, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.646-654. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Donatus, I., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 121. Eatau, D.L., Klaassen, C.D., 2001, Principle of Toxicology : The Basic Science of Poison, 6th edition, McGraw Hill, New Yorks, 379. Gupta, R.C., 2014, Biomarkers in Toxicology, Elsevier Inc., San Diego, pp.241-262.
71
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Handayani, M.T., 2011, Pengaruh Pemberian Ekstrak metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Terhadap Penurunan Kadar Glukosa darah Pada Tikus Yang Terbebani Glukosa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons,S., Williamson, E.S., 2012, Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotherapy, Second Edition, Churchill Livingstone Elsevier, Edinburgh, pp. 106-108. Houghton, P.J., Raman, A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractination of Natural Extracts, First Edition, Chapman & Hall, London, pp. 54-60. Hodgson, E., 2010, A Textbook of Modern Toxicology, Fourth Edition, A John Willey & Sons, Inc., Canada, USA, pp. 277-280. Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, Third Edition, A John Willey & Sons, Inc., Canada, USA, pp. 263-270. Janakat, S., Al-Merie, H., 2002, Optimization of The Dose and Route of Injection, and Characterization of The Time Course of Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity In the Rat, J. Pharm. Tox. Methods, 48, 41-44. ITIS, Integrated Taxonomic Information System, Macaranga tanarius L. Taxonomic Serial No.: 503637, 2011. Lin, F., Liu, H., and Lu, C., 2005, The In-vivo Study of Ellagitannin-contained Herbs on the Hepatic Protection Activities in Mice, Taiwan Veterinary Journal, 32(1):70-75. Mader, S.S., 2010, Human Biology, 11th ed., McGraw-Hill, New York, pp. 166-168. Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E.F., 2012, Fundamentals of Anatomy and Phusiology,Ninth Edition, Pearson Education Inc., San Fransisco, pp. 890899. Matsunami,K., Takamori,I, Shinzato,T., Aramoto,M., kondo,K., Otsuka, H., Takeda,Y., 2006, Radical-scavenging Activities of New Megastigmane Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MULL-ARG., Chem. Pharm. Bull., 54 (10), 1430-1407. Matsunami,K., Takamori,I, Shinzato,T., Aramoto,M., Kondo,K., Kentaro Y., dkk. 2009, Absolute configuration of (+)pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]-b-Dglucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the leaves of Macaranga tanarius, phytochemistry, 70 pp:1277-1285. Mohit, D., Parminder, N., Jaspreet,N., Manisha, M., 2011, Hepatotoxicity vs Hepatoprotective Agents – A Pharmacological Review, International Research Journal of Pharmacy, 2 (3), 31-37. Mumtaz, M., 2010, Principles and Practice of Mixtures Toxicology, Wiley-VCH Verlag GMbH&Co. KGaA, Weinheim, pp.240-242.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Nugraha, A.W., 2011, Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Infusa Daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Parasetamol, skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Pal, R., Hooda, M.S., Bias, C.S., Singh, J., 2014, Hepatoprotective Activity of Acacia Senegal Pod against Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in Rats, Int.J.Pharm.Sci.Rev.Res, 26 (1), pp. 165-168. Pearce, E.C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pp. 243-249. Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, R., dan Sutthivaiyakit, S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod, 68, 927-930. Patil, P.S., Shettigar, R., 2010, An Advancement of Analytical Techniques in Herbal Research, J. Adv. Sci. Res 1(1), pp. 8-14. Puteri, M.D.P.T., Kawabata, J., 2010, Novel α-glucosidase Inhibitors from Macaranga tanarius Leaves, Food Chemistry 123, pp.384-389. Rahmamurti, B.A., 2012, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol-Air daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida : Kajian Terhadap Praperlakuan Jangka Panjang, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rao, V., 2012, Phytochemicals – A Global Perspective of Their Role in Nutrition and Health, InTech, Shanghai, pp. 16-17. Robbins dan Cotran, 2010, Pathologic Basis of Disease, 8th ed., Elsevier Inc., New York, pp. 834-889. Robin, S., Sunil,K., Nidhi, S., 2012, Different Models of Hepatotoxicity and Related Liver Diseases : A Review, International Research Journal of Pharmacy, pp. 86-95. Samal, P.K., 2013, Hepatoprotective Activity of Ardisia solanacea in CCl4 Induced Hepatotoxic Albino Rats, Asian J. Res. Pharm. Sci (3), 79-82. Sedlak, T. W., et al, Bilirubin and Glutathione Have Complementary Antioxidant and Cytoprotective Roles, The National Academy of Sciences of the USA, vol. 106, pp. 5171-5176. Sedlak, T. W., Snyder, S.H., 2004, Bilirubin Benefits : Cellular Protection by a Biliverdin Reductase Antioxidant Cycle, The National Academy of Sciences of the USA, pp. 1776-1782. Senior, J.R., 2006, How can ‘Hy’s law’ Help The Clinician?, Pharmacoepidemiol Drug Saf 15, pp. 235-239. Sherlock, S., Dooley, J., 2002, Disease of The Liver and Biliary System, 7th edition, Blackwell Publishing Company, Paris, pp. 20-23, 205-207, 219.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Shivanandapai, Madi, D.R. Achappa, B., Unnikrishnan, 2012, Non Alcoholic Fatty Liver Disease in Patient with Type 2 Diabetes Mellitus, Int J Biol Med Res 3(3), 2189-2192. Sofia,N.A., Nurdjanah, S., Ratnasari, N., 2009, Kadar Leptin Pada Populasi non Diabetes dengan dan tanpa Non-Alcoholic Fatty Acid, Berkala Kesehatan Klinik, 15(1), 49-55. Starr, F., Starr, K., Loope, L., 2003, Macaranga tanarius, Parasol leaf tree, Biological Resources Division Haleakala Field Station, Maui, pp.1-4. Suckow, M. A., Weisbroth, S. H., Franklin, C. L., 2006, The Laboratory Rat, 2nd edition, Elsevier Inc., New York. Surendran,S., Eswaran, M.B., Vijayakumar, M., Rao, C.V., 2011, In vitro and in vivo hepatoprotective activity of Cissampelos pareira against carbontetrachloride induced hepatic damage, Indian Journal of Experimental Biology, vol. 49, pp. 939-945. Thapa, B.R., Walia, A., 2007, Liver Function Tests and Their Interpretation, Indian Journal of Pediatrics, 74(7), pp. 663-671. Theopile, D., Emery, T.D., Desire, D.D.P., Veronique, P.B., Njikam,N., 2006, Effects of Alafia Multiflora Stapf on Lipid Peroxidation and Antioxidant Enzyme Status in Carbo Tetrachloride-Treated Rats, Pharmacologyonline 2, pp.76-89. ThermoFisher Scientific, 2009, Total Bilirubin Reagent, Thermo Fisher Scientific, Inc., Middletown. Timbrell, J., 2008, Introduction to Toxicology, 3rd ed., Taylor and Francis, Canada, pp. 223-230. Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012, Principles of Anatomy and Physiology,13th Edition, John Wiley & Sons Inc., New York, pp.990-994. U.S. Department of Health and Human Service, 2005, Toxicological Profile for Carbon Tetrachloride, U.S. Department of Health and Human Service, Georgia, pp. 7-9. Wakchaure, D., Jain, D., Singhai, A.K., Somani, R., 2013, Hepatoprotective Activity of Symplocos racemose Bark on Tetrachloride-Induced hepatic Damage in Rats, Journal of Ayuverda & Integrative Medicine, 2 (3), 137-143 Wardiyono, 2012, Keanekaragaman hayati Tumbuhan http://www.proaseaanet.org, diakses tanggal 14 Mei 2015.
Indonesia,
Weber, L.W.D., Boll, M., Stampfl, A., 2003, Hepatotoxicity and Mechanism of Action of Haloalkanes :Carbon Tetrachloride as a Toxicological Model, Toxicology, 33(2):105-136. Wibowo, D.S., 2008, Anatomi Tubuh Manusia, Grasindo, Jakarta, pp. 35-40.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Wibowo, D.J., Paryana, W., 2009, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu, Bandung,pp. 347,348,351,352. World Agroforestry Center, 2002, A tree species reference and selection guide, http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Product/AFDbases/af/asp/Specie sInfo.asp?SpID=1092, diakses tanggal 20 Juni 2015. Younossi, Z.M., Gramlich, T., Matteoni, C.A., Boparai, N., McCullough, A.J., 2004, Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Patient with Type 2 Diabetes, Clinical Gastroenterology and Hepatology (2), 262-265 Zimmerman, H. J., 1999, Hepatotoxicity, 49, 93-99, 167-171, 236-237, 259, Appleton Century Crofts, N Hodgson, E., 2010, A Textbook of Modern Toxicology, Edisi Keempat, John Wiley & Sons Inc., New Jersey, pp. 281, 282.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L.
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Foto FHEMM
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM
80
MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 5.PLAGIAT Surat Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Surat ethical clearance penelitian
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8. Hasil Analisis statistik ALT pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB
Case Processing Summary waktu
Cases Valid N
a l dimension1
t
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
.00
3
100.0%
0
.0%
3
100.0%
24.00
3
100.0%
0
.0%
3
100.0%
48.00
3
100.0%
0
.0%
3
100.0%
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
waktu
Statistic a l dimension1
t
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.230
3
.
.981
3
.736
24.00
.207
3
.
.992
3
.832
48.00
.356
3
.
.817
3
.156
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway Descriptives Alt 95% Confidence Interval for Mean
Std. N
Mean
.00
3
24.00
66.8333
Deviation 1.46401
Std. Error Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
.84525
63.1965
70.4701
65.50
68.40
3 184.0000
28.56064 16.48949
113.0514
254.9486
157.00
213.90
48.00
3
62.3333
26.99432 15.58518
-4.7243
129.3909
44.60
93.40
Total
9 104.3889
62.89291 20.96430
56.0451
152.7327
44.60
213.90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Test of Homogeneity of Variances Alt Levene Statistic
df1
3.654
df2 2
Sig. 6
.092
ANOVA Alt Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
28551.056
2
14275.528
3093.093
6
515.516
31644.149
8
F
Sig.
27.692
.001
Post Hoc Tests Multiple Comparisons alt Tukey HSD (I) waktu
(J) waktu
Difference (I-J) .00
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
24.00
-117.16667*
18.53853
.002
-174.0480
-60.2854
48.00
4.50000
18.53853
.968
-52.3813
61.3813
.00
117.16667*
18.53853
.002
60.2854
174.0480
48.00
121.66667*
18.53853
.001
64.7854
178.5480
-4.50000
18.53853
.968
-61.3813
52.3813
-121.66667*
18.53853
.001
-178.5480
-64.7854
dimension3
24.00 dimension
dimension3
2
48.00
.00 dimension3
24.00
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 9. Hasil Analisis statistik AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Test of Homogeneity of Variances AST Levene Statistic 3.315
df1
df2 2
Sig. 6
.107
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
ANOVA AST Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
490124.647
2
245062.323
993.733
6
165.622
491118.380
8
F
Sig.
1479.646
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons AST Tukey HSD (I) waktu
(J) waktu
Difference (I-J) 0
24
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
24
10.50785
.000
-547.6076
-483.1257
48
-43.53333*
10.50785
.014
-75.7743
-11.2924
0
515.36667*
10.50785
.000
483.1257
547.6076
48
471.83333*
10.50785
.000
439.5924
504.0743
0
43.53333*
10.50785
.014
11.2924
75.7743
-471.83333*
10.50785
.000
-504.0743
-439.5924
dimension3
48
Std. Error
-515.36667*
dimension3
dimension2
95% Confidence Interval
Mean
dimension3
24
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Lampiran 10. Hasil Analisis statistik bilirubin setelah praperlakuan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L. pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis tikus ke manusia Angka konversi tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB =56,0 Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia Dosis FHEMM untuk manusia adalah : I.
FHEMM 34,28 mg/kgBB tikus : 34,28 mg/kgBB = 0,03428 g/kgBB = 0,03428 g/1000gBB = 0,006856 g/200gBB 0,006856 g/200gBB x 56,0 = 0,383936 g/70kgBB manusia ≈ 0,384 g/70kgBB manusia
II.
FHEMM 68,57 mg/kgBB tikus : 68,57 mg/kgBB = 0,06857 g/kgBB = 0,06857 g/1000gBB = 0,013714 g/200gBB 0,013714 g/200gBB x 56,0 = 0,767984 g/70kgBB manusia ≈ 0,768 g/70kgBB manusia
III.
FHEMM 137,14 mg/kgBB tikus : 137,14 mg/kgBB = 0,13714 g/kgBB = 0,13714 g/1000gBB = 0,027428 g/200gBB 0,027428 g/200gBB x 56,0 = 1,535968 g/70kgBB manusia ≈ 1,536 g/70kgBB manusia
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia 1 hari tikus = 1,2 bulan manusia 6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus = 6 x 1,2 bulan manusia = 7,2 bulan manusia Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. Replikasi I
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴
=
5,014 𝑔−4,561𝑔 5,014𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 9,03%
Replikasi II
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴
=
5,027 𝑔−4,589𝑔 5,027𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 8,71%
Replikasi III
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
=
Rata-rata =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴 5,022 𝑔−4,593𝑔 5,022𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 8,54%
𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼𝐼 3
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
=
109
9,03%+8,71%+8,54% 3
= 8,76% Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM
Bobot total serbuk daun = replikasi 1 + ………+ replikasi 18 = (40,01g + 40,16g + 40,3423g + 40,2263g + 40,3297g +40,10g + 40,25g + 20,39g + 40,00g + 40,03g +40,03g + 40,02g +40,09g + 40,03g + 40,03g + 40,50g + 40,05g + 40,03g + 40,04g +40,02g +40,00g + 40,02g) = 862,6983 g
Bobot total ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. = replikasi 1 + ………+ replikasi 8 =(37,2885+ 20,3613+15,8970+28,6314+ 7,2300 + 10,9442 + 23,4048 + 11,8083) =155,5665 gram
FHEMM = replikasi 1 + ………+ replikasi 8 = (2,0589g + 1,3414g + 0,5518g + 2,401g +2,1897g + 0,7377g + 0,3938g + 1,4510g + 0,1592g + 4,4791g + 2,1923g + 1,7528g + 5,3613g + 1,8711g) : 14 = 30,2727 g
Persen rendemen ekstrak = = Persen rendemen fraksi =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑢𝑛 155,5665 𝑔 862,6983
𝑥100% = 18,03 %
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐻𝐸𝑀𝑀 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
=
30,2727 𝑔 155,5665
𝑥100%
𝑥100%
𝑥100% = 19,46 %
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
Lampiran 15. Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin Rumus perhitungan persen penurunan kadar bilirubin : [1 −
(purata bilirubin perlakuan − purata bilirubin kontrol negatif) ] x 100% (purata bilirubin kontrol hepatotoksin − purata bilirubin kontrol negatif)
Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin : Dosis 34,28 mg/kgBB [1 −
(0,040 − 0,046) ] x 100% = 103, 37 % (0,224 − 0,046)
Dosis 68,57 mg/kgBB [1 −
(0,048 − 0,046) ] x 100% = 98,88 % (0,224 − 0,046)
Dosis 137,14 mg/kgBB
[1 −
(0,048 − 0,046) ] x 100% = 98,88 % (0,224 − 0,046)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS Penulis
skripsi
dengan
judul
”Pengaruh
Pemberian Jangka Panjang Fraksi Heksan-Etanol Ekstrak Metanol Macaranga tanarius L. terhadap Kadar Bilirubin pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida”
bernama
lengkap
Rahayu
Triwanti,
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mulyadi dan Ibu Kustiyati. Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 1994. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu TK Aisyah Kertek (19982000) kemudian dilanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SDN 1 Kertek (2000-2007). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Wonosobo (2007-2009). Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh Penulis di SMAN 1 Wonosobo (2009-2012). Penulis kemudian melanutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012. Semasa menempuh kuliah, penulis ikut dalam berbagai kepanitiaan. Penulis pernah menjadi koordinator bidang dana dan usaha Donor Darah JMKI (2013), sekretaris Desa Mitra II, III, dan IV (2014) serta mengikuti pengabdian masyarakat bersama dosen. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Farmasi Fisika (2015).
111