PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT DAN AST TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Sona Karisnata Inriano NIM: 128114167
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku.
“abracadabra” For they who wonder, here etymology of this wonderful spell: The word abracadabra derive from an Aramaic phrase meaning “I create as I speak.” It comprise the abbreviated forms of the Hebrew words Ab (Father), Ben (Son) and Ruach A Cadsch (Holy Spirit). The first known mention of the word was in the third century AD in a book called Liber Medicinalis and historically was believed to have healing power when inscribed on amulet.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yogyakarta, 1 Desember 2015 Penulis
Sona Karisnata Inriano
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Sona Karisnata Inriano NIM
: 128114167
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 1 Desember 2015 Yang menyatakan,
Sona Karisnata Inriano
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Pertama-tama penulis ingin mengungkapkan rasa syukur yang mendalam atas kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” tepat pada waktunya. Dengan tulus hati, penulis ingin berterima kasih kepada setiap orang yang telah menginspirasi dan menemani perjalanan hidup penulis hingga penulis dapat mencapai titik ini. Penulis juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu selama proses pembuatan skripsi ini. Secara khusus penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala bimbingan, pendampingan, dukungan, dan kasih yang luar biasa bagi penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian, masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini. 4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian, masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini. 5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memberikan izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 6. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama proses penyusunan skripsi ini. 7. Segenap dosen atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan kepada penulis sehingga sangat membantu proses penyusunan skripsi ini. 8. Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parjiman dan segenap laboran laboratorium Fakultas Farmasi atas segala kerja sama dan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian di laboratorium. 9. Bapak dan Ibu, serta Mas Aan dan Leo atas segala doa, kepercayaan, dan dukungan serta kasih yang luar biasa bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 10. Novita yang telah bersama-sama berjuang dan menemani sejak awal proses penelitian, hingga terselesaikannya skripsi ini, serta menjadi sumber inspirasi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan Cyndi, Maria, dan Rahayu atas segala bantuan dan dukungannya selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 12. Tim FHEMM atas segala kerjasama dalam proses pengerjaan skripsi ini. 13. Para sahabat yang luar biasa Adis, Edward, Ella, Novita, Rei, Siti, dan Venny atas dukungan kalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14. Sahabat-sahabat “keluarga cemara” atas suntikan semangat yang luar biasa dalam proses penyelesaian skripsi ini. 15. Teman-teman FKK-B 2012, FSM-D 2012, dan seluruh angkatan 2012 atas kerjasama, kebersamaan, dan semangat yang juga berperan penting dalam proses penyelesaian skripsi ini. 16. Seluruh kakak tingkat dan adik tingkat penulis yang telah banyak membantu dan memberikan semangat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 17. Sahabat-sahabat penulis Jagok dan Widhi atas dukunganya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 18. Para pemuda dan pemudi GKSBS atas dukunganya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 19. Tim “at a Glance” atas dukunganya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak terhindar dari kesalahan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada dan dengan senang hati menerima seluruh kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perkembangan penulis di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................................................................................................... vi PRAKATA ................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii INTISARI ..................................................................................................... xix ABSTRACT ................................................................................................... xx BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1. Rumusan masalah ............................................................................. 6 2. Keaslian penelitian ........................................................................... 6 3. Manfaat penelitian ............................................................................ 7 B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7 1. Tujuan umum ................................................................................... 7 2. Tujuan khusus .................................................................................. 7
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 9 A. Anatomi Hati .......................................................................................... 9 B. Histologi Hati ......................................................................................... 14 C. Fisiologi Hati .......................................................................................... 20 D. Patologi Hati .......................................................................................... 27 E. Perlemakan Hati ..................................................................................... 35 1. Spektrum perlemakan hati ............................................................... 35 2. Karakteristik perlemakan hati .......................................................... 36 3. Patogenesis perlemakan hati ............................................................. 40 4. Peran stres oksidatif pada NAFLD ................................................... 44 5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH ................. 48 6. Terapi NAFLD dan NASH ............................................................... 51 F. Aminotransferase .................................................................................... 53 G. Karbon Tetraklorida ............................................................................... 55 H. Macaranga tanarius L. .......................................................................... 59 1. Taksonomi ........................................................................................ 59 2. Nama lain ......................................................................................... 60 3. Penyebaran ....................................................................................... 60 4. Budidaya .......................................................................................... 60 5. Deskripsi tanaman ............................................................................ 61 6. Kandungan kimia ............................................................................. 62 I. Metode Penyarian ................................................................................... 66
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
J. Landasan Teori ....................................................................................... 67 K. Hipotesis ................................................................................................. 71 BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 72 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 72 B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 72 1. Variabel utama ................................................................................. 72 2. Variabel pengacau ............................................................................ 72 3. Definisi operasional ......................................................................... 73 C. Bahan Penelitian ..................................................................................... 74 1. Bahan utama ..................................................................................... 74 2. Bahan kimia ..................................................................................... 75 D. Alat Penelitian ........................................................................................ 76 1. Alat pembuatan FHEMM ................................................................. 76 2. Alat perlakuan hewan uji ................................................................. 76 E. Tata Cara Penelitian ............................................................................... 76 1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................................. 76 2. Pengumpulan bahan uji .................................................................... 77 3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ............................. 78 4. Penetepan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ............... 79 5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ......... 79 6. Pembuatan FHEMM ........................................................................ 80 7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1%............................................ 82
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8. Pembuatan suspensi FHEMM ........................................................... 82 9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1) .............................................. 82 10. Penetapan rute injeksi CCl4 .............................................................. 82 11. Penetapan dosis CCl4 ........................................................................ 83 12. Penetapan waktu pencuplikan darah ................................................ 83 13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ...................................... 84 14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ...................................... 85 F. Tata Cara Analisis Hasil ......................................................................... 85 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 87 A. Hasil Determinasi Tanaman ................................................................... 87 B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ........ 88 C. Hasil Uji Pendahuluan ............................................................................ 88 1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4 ......................................... 88 2. Hasil penetapan waktu pencuplikan darah ....................................... 89 D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ....................... 95 1. Kelompok kontrol CMC ................................................................... 98 2. Kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 .............................................. 99 3. Kelompok kontrol FHEMM ............................................................. 102 4. Kelompok perlakuan ........................................................................ 103 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 115 A. Kesimpulan ............................................................................................ 115 B. Saran ....................................................................................................... 115
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 116 LAMPIRAN ................................................................................................. 122 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 161
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I.
Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4 ..........................
90
Tabel II.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT................
96
Tabel III.
Hasil pengukuran aktivitas serum AST................
97
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Permukaan hati ........................................................................... 10 Gambar 2. Lobus anatomis hati dan fisura model ........................................ 11 Gambar 3. Segmen hepatik .......................................................................... 13 Gambar 4. Komponen histologi hati ............................................................ 14 Gambar 5. Perbandingan tiga unit struktural dan fungsional hati ................. 17 Gambar 6. Asinus hepatik ............................................................................. 19 Gambar 7. Skema respon inflamasi .............................................................. 29 Gambar 8. Fibrosis hati ................................................................................. 33 Gambar 9. Metabolisme alkohol ................................................................... 40 Gambar 10. Sintesis GSH melalui jalur metabolisme metionin ................... 47 Gambar 11. Peran utama lipotoksisitas dalam NASH .................................. 50 Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4........................................................ 58 Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L. ................................................... 61 Gambar 14. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63 Gambar 15. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63 Gambar 16. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 64 Gambar 17. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65 Gambar 18. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65 xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4 .............................................................................. 91 Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4 .............................................................................. 93 Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT .......................... 97 Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST .......................... 98 Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 109 Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 110
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ........................................... 123 Lampiran 2. Foto ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius L. ........... 124 Lampiran 3. Foto FHEMM ...................... .................................................... 125 Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM ............................................................ 126 Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................ 127 Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian ........................................... 128 Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 ........... 129 Lampiran 8. Hasil Uji statistik orientasi waktu pencuplikan darah ............. 130 Lampiran 9. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT .................................... 138 Lampiran 10. Hasil uji statistik aktivitas serum AST ................................... 147 Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia ................................. 155 Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia....................... 156 Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 157 Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM.................................. 158 Lampiran 15. Perhitungan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST........................................................................................ 159
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) jangka panjang 6 hari menurunkan aktivitas serum ALT dan AST serta untuk mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan AST, tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah 30 ekor tikus dipilih dan dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok. Kelompok I diberi CMC-Na, kelompok II diberi CCl4, Kelompok III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Kelompok IV-VI secara berututan diberi dosis 34,28 mg/kgBB+CCl4; 68,57 mg/kgBB+CCl4; dan 137,14 mg/kgBB+CCl4. Data penelitian ini diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk dan terbukti memiliki distribusi normal sehingga data ini dianalisis dengan uji One-Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% diikuti dengan uji post hoc. Uji post hoc yang digunakan untuk data yang diasumsikan memiliki vasiansi sama adalah uji Tuckey’s HSD, sedangkan uji Games-Howell digunakan untuk data yang tidak diasumsikan memiliki variansi sama. Variansi data dianalisis menggunakan uji Levene. Hasil menunjukkan kelompok kontrol hepatotoksin mengalami peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dibandingkan dengan kontrol negatif dan secara statistik berbeda bermakna. Peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dapat dicegah dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan dosis 137,14 mg/kgBB. Hasil juga menunjukkan tidak adanya kekerabatan antara dosis pemberian terhadap aktivitas serum ALT dan AST. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diduga sebagai senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas ini, namun penelitian lebih lanjut diperlukan. Kata kunci: Macaranga tanarius L., karbon tetraklorida, ALT, AST, fraksi
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT The aim of this study were to prove that administration of hexane-ethanol fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM) in 6 days long termed decreased the activity of serum ALT and AST and to determine whether there was a relation between FHEMM doses and serum activity of ALT and AST, in female Wistar rats induced by CCl4. This study was a pure experimental with single factor completely randomized design. Thirty rats were selected and divided randomly into 6 groups. Group I was given CMC-Na, group II was given CCl4, group III was given FHEMM of 137.14 mg/kgBW. Group IV-VI were given FHEMM of 34.28 mg/kgBW+CCl4; 68.57 mg/kgBW+CCl4; and 137.14 mg/kgBW+CCl4 respectively. Data normality was analyzed by Shapiro-Wilk test and proved to have normal distribution, so this data was analyzed by One-Way ANOVA with confident interval 95% followed by post hoc test. Post hoc test that was used for data that equal variances assumed was Tuckey’s HSD test, on the other hand Games-Howell was used for data that was not assumed to be equal variances. Data variances was analyzed by Levene test. The results showed that hepatotoxin control group increased in serum activity of ALT and AST significantly compared to the negative control. Elevation serum activity of ALT and AST can be prevented by administering FHEMM of 68.57 mg/kgBW and 137.14 mg/kgBW. The results also showed that there were no relation between FHEMM doses and serum activity of ALT and AST. Chebulagic acid, macatannins A and macatannins B suspected as the compounds that responsible for these activities, however further study needs to be done. Keywords: Macaranga tanariu s L., carbon tetrachloride, ALT, AST, fraction
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hati merupakan organ yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Hati terlibat dalam proses pencernaan, regulasi metabolik, dan regulasi hematologik (Martini, Nath, and Bartholomew, 2015). Hati memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri yang sangat baik, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengalami kerusakan yang dapat disebabkan oleh banyak hal. Kerusakan dan gangguan pada hati dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Salah satu gangguan hati yang saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan adalah perlemakan hati (Burt, Portmann, and Ferrell, 2012). Perlemakan hati memiliki karakteristik utama berupa adanya akumulasi lipid di hati. Perlemakan hati secara garis besar dapat dibedakan menjadi perlemakan hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik atau non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit hati yang paling sering menyebabkan peningkatan enzim hati. Prevalensi NAFLD diperkirakan mencapai 20-30% dari keseluruhan populasi (Vernon, Baranova, and Younossi, 2011). Non-alcoholic fatty liver disease yang tidak teratasi dengan baik dapat berkembang menjadi suatu kondisi yang lebih parah yaitu non-alcoholic steatohepatitis (NASH). Sekitar 2-3% dari keseluruhan populasi diperkirakan memiliki NASH dan dapat berkembang menjadi sirosis hati dan hepatokarsinoma (Bellentani, Scaglioni, Marino, and Bedogni, 2010). Menurut World Health
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Organization atau WHO (2014) sirosis hati dan hepatokarsinoma merupakan salah satu penyebab mortalitas terbanyak di dunia. Sebagian besar penelitian di Amerika Serikat melaporkan prevalensi NAFLD berkisar antara 10-35% (Vernon et al., 2011). Prevalensi NAFLD memiliki kemiripan di beberapa kawasan lain, namun banyak juga yang berbeda. Di Amerika Latin prevalensi NAFLD berkisar antara 17-33%, di Eropa dan Timur Tengah prevalensi berkisar antara 20-30%, begitupula dengan Australia dan Jepang, sementara itu di Cina berkisar antara 15-30%. Di perkotaan negara-negara kawasan samudra Hindia prevalensi berkisar antara 16% sampai 32% sedangkan di daerah pedesaan lebih rendah yaitu sekitar 9% mirip dengan di Nigeria. Di Indonesia sendiri, prevalensi NAFLD cukup tinggi yaitu sekitar 30%. Dari data-data yang ada, prevalensi NAFLD dikaitkan dengan gaya hidup, obesitas dan resistensi insulin, diabetes, dislipidemia, serta genetik (Loomba and Sanyal, 2013). Metabolik sindrom merupakan faktor resiko yang kuat untuk NAFLD (Hamaguchi et al., 2005). Kalra et al. (2013) melakukan uji kadar aminotransferase pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dan menemukan 56,5% pasien memiliki NAFLD, dengan prevalensi pada wanita sebesar 60% sedangkan pria 54,3%. Penelitian pada pasien penderita DM yang dievaluasi di laboratorium dan melalui ultrasonografi ditemukan NAFLD dengan prevalensi 69% (Leite, Salles, Araujo, Villela-Nogueira, and Cardoso, 2008). Prashanth et al. (2009) melakukan biopsi pada 90 pasien DM tipe 2 dari 127 pasien yang melalui sonografi diketahui memiliki perlemakan hati dan ditemukan 87% memiliki bukti histologi NAFLD dengan 62,6% steatohepatitis dan 37,3% fibrosis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Tingginya prevalensi NAFLD di dunia, masih belum diimbangi dengan terapi farmakologis yang memadai. Saat ini terapi utama untuk pengobatan NAFLD adalah modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis untuk mengontrol sindrom metabolik yang biasanya menyertai NAFLD. Terapi farmakologis untuk NAFLD sendiri masih terbatas pada pemberian Vitamin E, sedangkan kebanyakan senyawa lain yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD masih memerlukan penelitian lebih lanjut dan masih merupakan subjek eksplorasi yang menarik (Watt, 2015). Macaranga tanarius L. merupakan salah satu bahan alam yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pionir yang tumbuh dengan sangat cepat yang tersebar luas di negara-negara tropis dan dikenal oleh penduduk lokal Indonesia dengan nama mara, tutup ancur, hanuwa, atau mapu (Orwa, Mutua, Kindt, Jamnadass, dan Anthony, 2009). Daun dari tanaman ini merupakan bahan alam yang berpotensi mampu memberikan efek proteksi pada hati namun masih jarang pemanfaatannya di masyarakat. Windrawati (2013) melaporkan bahwa pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) yang merupakan penanda perlemakan hati pada tikus terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya kekerabatan antara dosis pemberian dengan besarnya efek pecegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
CCl4 merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan untuk menginduksi perlemakan hati pada hewan uji (Riordan and Nadeau, 2014). CCl4 menginduksi perlemakan hati melalui jalur peroksidasi lipid yang menyebabkan stres oksidatif serta melalui jalur haloalkalasi protein dan lipid (Weber Boll, and Stampfl, 2003). Perlemakan hati ditandai dengan peningkatan ringan dari aminotransferase, sehingga pengujian ALT dan AST dapat digunakan sebagai parameter perlemakan hati tikus (Thapa and Walia, 2007). Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare, Dhande, dan Kadam (2013), melaporkan terjadinya peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST tikus yang diinduksi CCl4. Di dalam tubuh, CCl4 membentuk radikal triklorometil (CCl3•). Radikal ini dapat berikatan dengan molekul seluler (asam nukleat, protein, lemak) sehingga merusak proses seluler krusial seperti metabolisme lipid, dan berpotensi menghasilkan perlemakan hati. Radikal CCl3• dapat bereaksi dengan oksigen untuk membentuk radikal triklorometilperoksi (CCl3OO•), suatu radikal yang sangat reaktif. Radikal CCl3OO• memulai rantai reaksi yang menyebabkan peroksidasi lipid dan menyebabkan stres oksidatif. (Weber et al., 2003). Stres oksidatif berperan dalam mekanisme terjadinya NAFLD (Pacana and Sanyal, 2015). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam daun Macaranga tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak metanolair daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari pada tikus terinduksi CCl4 yang dilakukan oleh Windrawati (2013). Pemilihan pelarut fraksi heksan etanol dilakukan berdasarkan kemiripan koefisien partisinya (2,97) dengan senyawa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
ellagitannin yang ditemukan oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) yaitu chebulagic acid (2,64), macatannin A (2,76), dan macatannin B (2,94), yang dihitung menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch. Senyawa ellagitannin ini menarik untuk disari karena selain senyawa tanin dikenal sebagai antioksidan yang mampu mencegah perlemakan hati dengan menangkap radikal bebas (Gil, TomásBarberán, Hess-Pierce, Holcroft, and Kader, 2000; Anderson et al., 2001; Mullen et al., 2002; Reddy, Gupta, Jacob, Khan, and Ferreira, 2007), ketiga senyawa yang dituju ini diketahui memiliki aktivitas α-glucosidase inhibitor (AGI) yang poten (Gunawan-Puteri dan Kawabata, 2010). Menurut Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010), chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, terdapat didalam daun Macaranga tanarius L. dan memiliki aktivitas AGI. Macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid memiliki aktivitas AGI paling poten dari lima senyawa yang ditemukan oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010). Macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid secara berurutan mampu menghambat 50% aktivitas α-glucosidase hanya dengan konsentrasi 0,55 mM, 0,80 mM, dan 1,00 mM, sementara itu dua senyawa lainnya adalah corilagin dan mallotinic acid secara berurutan butuh konsentrasi sebesar 2,63 mM dan lebih dari 5,00 mM untuk menghambat 50% aktivitas α-glucosidase. Senyawa dengan aktivitas AGI yang poten menarik untuk diekstraksi karena senyawa tersebut diduga juga dapat memberikan manfaat bagi penderita DM tipe 2 dan resistensi insulin yang merupakan faktor resiko NAFLD sehingga akan memberikan manfaat tambahan untuk mencegah perlemakan hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Secara tidak langsung, AGI juga dapat mencegah perlemakan hati dengan menekan lipolisis periferal yang akan mencegah peningkatan asam lemak disirkulasi. Berdasarkan potensi khasiat yang dimiliki oleh fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM), penelitian tentang pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 menarik untuk dilakukan. 1. Rumusan masalah a. Apakah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari memberikan pengaruh terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4? b. Apakah ada kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4?
2. Keaslian penilitian Penelitian dengan hewan uji mengenai efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST pemberian ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari sudah pernah dilakukan oleh Windrawati (2013) menggunakan agen hepatotoksin CCl4 dan oleh Adrianto (2011) dengan agen penginduksi parasetamol. Penelitian mengenai kandungan fraksi etil asetat ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. telah dilakukan oleh Gunawan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Puteri dan Kawabata (2010) dan berhasil mengisolasi 5 senyawa ellagitannin yang memiliki kemampuan aktivitas AGI. Berdasarkan penulusuran pustaka yang dilakukan penulis, diketahui bahwa penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 belum pernah dilakukan sebelumnya. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun meningkatkan pengembangan dan penggunaan daun Macaranga tanarius L. sebagai agen alternatif atau komplementer untuk pencegahan perlemakan hati. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menguji FHEMM sebagai agen hepatoprotektif. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
b. Mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi Hati Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia dengan bobot sekitar 1,4 kg pada orang dewasa. Ukuran hati adalah yang terbesar kedua setelah kulit dari keseluruhan organ yang dimiliki manusia. Hati terletak di bagian atas rongga abdominal, di bawah diafragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hipokondria kanan dan sebagian epigastrium abdomen (Tortora and Derrickson, 2014). Ukuran hati meningkat seiring dengan pertumbuhan dari bayi menuju dewasa. Periode pertumbuhan ini mencapai puncaknya dan berhenti sekitar usia 18 tahun, kemudian terjadi penurunan bobot hati pada usia paruh baya. Rasio bobot hati dengan berat badan mengalami penurunan seiring dengan pertumbuhan dari bayi menuju dewasa. Pada bayi, hati memiliki bobot sekitar 5% dari berat badan sedangkan pada saat dewasa, bobot hati mengalami penurunan menjadi 2% dari berat badan. Selain dipengaruhi usia, ukuran hati juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh (Standring et al., 2008). Pada umumnya hati berwarna coklat kemerahan, namun dapat bervariasi tergantung dengan kandungan lemak. Peningkatan kandungan lemak di hati menyebabkan hati menjadi lebih berwarna kekuningan. Tekstur hati dapat lembut ataupun keras, beberapa hal yang mempengaruhi hal ini adalah volume darah di hati dan kandungan lemak (Standring et al., 2008).
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Gambar 1. Permukaan Hati (Moore, Agur, and Dalley, 2015)
Hati memiliki permukaan diafragmatik yang konveks (pada daerah anterior, superior, dan beberapa daerah posterior) dan permukaan diafragmatik yang cenderung rata, serta permukaan viseral yang konkaf (pada daerah posteroinferior) yang terpisah dengan anterior oleh batas inferior tajam (Gambar 1). Permukaan diafragmatik dilapisi oleh peritoneum, kecuali pada bagian posterior di daerah yang disebut dengan istilah daerah telanjang (bare area) dari hati, yang letaknya menempel langsung dengan diafragma. Permukaan viseral hati juga dilapisi oleh peritoneum, kecuali di tempat terletaknya kandung empedu dan porta hepatis. Porta hepatis adalah celah melintang di tengah permukaan viseral yang memberikan jalur untuk vena portal hepatik, arteri hepatik, saraf pleksus hepatik, duktus hepatik, dan pembuluh limfatik (Moore et al., 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Berdasarkan anatominya, dilihat dari fitur eksternal, hati dideskripsikan memiliki dua lobus utama, yakni lobus kanan yang lebih besar serta lobus kiri, yang dipisahkan oleh ligamen falsiformis (Gambar 1). Ligamen falsiformis merupakan suatu lipatan mesenterium yang membujur dari permukaan bawah diafragma di antara lobus kanan dan lobus kiri hingga ke bagian atas hati, membantu menahan hati di dalam rongga abdominal. Ligamen koroner kanan dan kiri juga membantu menangguhkan posisi hati pada diafragma (Tortora and Derrickson, 2014).
Gambar 2. Lobus Anatomis Hati dan Fisura Hati (Moore et al., 2015)
Pada lobus kanan terdapat dua lobus yang lebih kecil yaitu lobus kaudata yang terletak di bagian belakang atas dan lobus kuadrate yang terletak dibagian depan bawah. Pada permukaan viseral, sagital fisura kanan dan kiri serta porta hepatis membatasi kedua lobus ini (Gambar 2). Sagital fisura kanan merupakan suatu galur memanjang yang terbentuk oleh lekukan untuk kandung empedu di bagian depan dan galur untuk vena cava inferior di bagian belakang. Sagital fisura kiri merupakan galur memanjang yang terbentuk oleh celah untuk ligamen bulat di bagian depan dan celah untuk ligamen venosum di bagian belakang. Ligamen bulat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
hati merupakan sisa dari penghilangan vena umbikalis, yang membawa darah teroksigenasi dari plasenta ke fetus. Ligamen venosum merupakan sisa fibrosa dari duktus venosus janin, yang mendorong darah dari vena umbikalis ke vena cava inferior (Moore et al., 2015). Berdasarkan fungsionalnya, khususnya dilihat dari suplai darah dan sekresi kelenjar, hati dibagi menjadi dua lobus portal yaitu hati kanan dan hati kiri. Pemisah antara hati kanan dan hati kiri adalah bidang vena hepatik tengah atau fisura portal utama. Batas ini berada dekat bidang sagital melalui lekuk kandung empedu dan lekuk vena cava inferior pada permukaan viseral dan garis imajiner dari fundus kandung empedu hingga vena inferior pada permukaan diafragmatik (Gambar 1). Pada pembagian ini, lobus kaudata dan sebagian besar lobus kuadrate masuk kedalam bagian hati kiri. Hati kanan dan hati kiri memiliki massa yang tidak berbeda jauh, namun hati kanan tetaplah yang lebih besar. Tiap lobus portal memiliki suplai darah dari arteri hepatik dan vena portal hepatik tersendiri, serta vena yang membawa darah keluar dari hati dan drainase empedu tersendiri juga (Moore et al., 2015). Lobus portal hati lebih lanjut terbagi lagi menjadi delapan segmen hepatik (Gambar 3). Segmentasi ini didasarkan pada cabang tersier dari arteri hepatik kanan dan kiri, vena portal hepatik, dan duktus hepatik. Tiap segmen disuplai oleh cabang tersier dari arteri hepatik dan vena portal hepatik kanan atau kiri, dan didrainase oleh cabang duktus hepatik kanan atau kiri. Vena hepatik intersegmental mengalir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
diantara segmen untuk menuju ke vena cava inferior sehingga semakin memperjelas batas antar segmen (Moore et al., 2015).
Gambar 3. Segmen Hepatik (Moore et al., 2015)
Hati menerima darah dari dua sumber yaitu arteri dari hepatik yang mengandung darah teroksigenasi dan dari vena portal yang membawa darah terdeoksigenasi dan mengandung nutrient yang baru diserap, obat, dan mungkin juga mikroba serta toksin dari saluran pencernaan. Cabang arteri hepatik dan cabang vena portal membawa darah masuk ke sinusoid hepatik, tempat oksigen, kebanyakan nutrient, dan senyawa toksik tertentu diterima oleh hepatosit. Produk yang dihasilkan oleh hepatosit dan nutrient yang dibutuhkan oleh sel lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
disekresikan kembali ke darah, yang mengalir ke vena sentral dan pada akhirnya akan ke vena hepatik. Adanya sirkulasi portal hepatik, yaitu aliran darah dari saluran pencernaan ke hati, mengakibatkan hati sering menjadi tempat metastasis kanker yang berasal dari saluran pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014). B. Histologi Hati Secara histologi, hati tersusun oleh beberapa komponen (Gambar 4), diantaranya adalah hepatosit, kanalikuli empedu, dan sinusoid hepatik (Tortora and Derrickson, 2014). Selain itu sel lain yang terdapat di hati adalah sel stelata hepatik (yang juga dikenal dengan nama liposit perisinusoidal, atau sel Ito), makrofag (sel Kupffer), dan sel jaringan penghubung kapsul dan saluran portal (Stranding et al., 2008).
Gambar 4. Komponen Histologi Hati (Tortora and Derrickson, 2014)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Hepatosit (sel hati) merupakan sel fungsional utama dalam hati dan memiliki peran yang luas dalam proses metabolisme, sekresi dan endokrin. Hepatosit merupakan sel epitel terspesialisasi berbentuk polyhedral dengan 5 sampai 12 sisi yang membentuk 80% volume hati. Hepatosit membentuk susunan kompleks 3 dimensi yang disebut lamina hepatik. Hepatik lamina merupakan pelat dari hepatosit yang dibatasi saluran vaskular endotelia yang disebut sinusoid hepatik. Lamina hepatik memiliki struktur tidak beraturan yang bercabang-cabang. Saluran di membran sel diantara hepatosit yang bersebelahan, memberikan ruang untuk kanalikuli dimana hepatosit mensekresikan empedu. Empedu merupakan cairan berwarna kuning, kecoklat-coklatan, atau hijau-kekuningan
yang
disekresikan oleh hepatosit dan berperan sebagai produk ekskretoris dan sekresi pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014). Sel stelata hepatik memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dari pada hepatosit. Sel ini diduga berasal dari mesenkimal dan dicirikan dengan sejumlah droplet lipid sitoplasmik. Sel ini mensekresikan sebagian besar komponen matriks intralobular. Sel ini menyimpan vitamin A pada droplet lipidnya dan merupakan sumber signifikan dari faktor pertumbuhan pada homeostasis dan regenerasi hati. Sel stelata hepatik juga memiliki peranan penting dalam proses patofisiologi. Sebagai respon atas kerusakan hati, sel ini menjadi aktif dan bertanggungjawab terhadap mengubah hepatosit rusak yang bersifat toksik menjadi jaringan luka, suatu proses yang disebut sebagai fibrosis hepatik disekitar vena sentral (Standring et al., 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Kanalikuli empedu (kanal kecil empedu) merupakan saluran kecil diantara hepatosit yang menampung empedu hasil produksi hepatosit. Empedu dari kanalikuli empedu akan dibawa ke duktuli empedu kemudian menuju ke duktus empedu (saluran empedu). Duktus hepatik kanan dan duktus hepatik kiri, bergabung membentuk saluran yang lebih besar dan keluar dari hati, saluran ini disebut duktus hepatik umum. Duktus hepatik umum bertemu dengan duktus sistikus dari kandung empedu membentuk saluran yang disebut duktus empedu umum. Empedu kemudian akan masuk kedalam usus dua belas jari untuk menjalankan perannya dalam pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014). Sinusoid hepatik merupakan kapiler darah yang memiliki permeabilitas tinggi yang terletak diantara jejeran hepatosit yang memperoleh darah teroksigenasi dari cabang arteri hepatik dan darah terdeoksigenasi yang kaya nutrien dari cabang vena portal hepatik (yang membawa darah dari organ-organ gastrointestinal dan limpa ke hati). Sinusoid hepatik mengirimkan darah ke vena sentral, kemudian darah dari vena sentral mengalir ke vena hepatik, yang mengalir ke vena cava inferior. Dalam sinusoid hepatik juga terdapat fagosit yang disebut stelat retikuloendotelia atau sel kupffer atau makrofag hepatik (Tortora and Derrickson, 2014). Sel Kupffer merupakan makrofag hepatik yang terderivasi dari monosit yang tersirkulasi di darah dan berasal dari sumsum tulang. Sel Kupffer menetap dalam waktu yang lama di hati dan terletak di lumen sinusoid menempel pada permukaan endotelial. Sel tersebut memiliki peranan penting dalam sistem fagosit mononuklear yang bertanggung jawab terhadap pemusnahan debris seluler dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
mikrobial dari sirkulasi, dan untuk sekresi sitokin yang terlibat dalam sistem pertahanan. Sel ini bersama dengan limpa, dalam keadaan normal berfungsi dalam memusnahkan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari sirkulasi hepatik (Standring et al., 2008).
Gambar 5. Perbandingan Tiga Unit Struktural dan Fungsional Hati (Tortora and Derrickson, 2014)
Hepatosit, sistem duktus empedu, dan sinusoid hepatik dapat disusun menjadi unit anatomis dan fungsional dalam 3 bentuk berbeda (Gambar 5), yaitu lobulus hepatik, lobulus portal, dan asinus hepatik. Lobulus hepatik telah bertahuntahun dideskripsikan oleh ahli anatomi sebagai unit fungsional hati. Menurut model ini, tiap lobulus hepatik berbentuk heksagon (struktur segi enam). Pada bagian tengah lobulus hepatik adalah vena sentral yang dikelilingi oleh barisan hepatosit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
dan sinusoid hepatik. Pada tiga sudut heksagon terletak triad portal (gabungan duktus empedu, cabang arteri hepatik, dan cabang vena hepatik). Model ini didasarkan pada deskripsi dari hati babi dewasa. Pada hati manusia, sulit untuk mendefinisikan lobulus hepatik denga baik karena diselubungi oleh lapisan jaringan penghubung yang tebal (Tortora and Derrickson, 2014). Model lobulus portal menekankan fungsi eksokrin dari hati, yaitu sekresi empedu. Oleh karena itu, triad portal duktus empedu menjadi pusat dari lobulus portal. Lobulus portal berbentuk segitiga yang ditentukan dengan garis lurus imajiner yang menghubungkan tiga vena sentral dekat triad portal (Gambar 5). Model ini tidak digunakan secara luas (Tortora and Derrickson, 2014). Pada beberapa tahun terakhir, unit struktural dan fungsional hati yang lebih disukai adalah model asinus hepatik karena memberikan deskripsi dan interpretasi logis mengenai pola dari penyimpanan dan pemecahan glikogen, serta hubungan efek toksik, degenerasi, dan regenerasi terhadap kedekatan zona asinar ke cabang triad portal. Setiap asinus hepatik merupakan (kurang lebih) massa oval yang mencakup bagian-bagian dari dua lobulus hepatik yang bersebelahan. Poros pendek asinus hepatik ditentukan oleh cabang portal triad yang terdapat disepenjang perbatasan lobulus hepatik. Poros panjang dari asinus hepatik ditentukan oleh dua garis lengkung imajiner yang menghubungkan dua vena sentral yang paling dekat dengan sumbu pendek (Gambar 5) (Tortora and Derrickson, 2014). Hepatosit pada asinus hepatik tersusun dalam 3 zona (Gambar 6) diseputaran poros pendek, tanpa batasan yang presisi diantara zona-zona ini. Sel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
pada zona 1 adalah yang paling dekat dengan cabang triad portal dan yang pertama menerima oksigen, nutrien, dan toksin dari darah yang datang. Sel ini adalah yang pertama menerima glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen setelah makan dan yang pertama memecah glikogen menjadi glukosa ketika puasa. Sel ini juga yang pertama mengalami perubahan morfologi setelah terjadi obstruksi duktus empedu atau eksposur senyawa toksin. Sel zona 1 adalah yang pertama mati ketika terdapat gangguan sirkulasi dan yang pertama beregenerisasi. Sel pada zona 3 adalah yang terjauh dari cabang triad portal dan yang terakhir menerima efek dari gangguan sirkulasi, dan yang terakhir beregenerisasi. Sel zona 3 juga merupakan yang pertama menunjukkan bukti dari adanya akumulasi lemak. Sel pada zona 2 memiliki karakteristik struktural dan fungsional pertengahan antara sel zona 1 dan 3 (Tortora and Derrickson, 2014).
Gambar 6. Asinus Hepatik (Tortora and Derrickson, 2014)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
C. Fisiologi Hati Hati memiliki lebih dari 200 fungsi dan hanya otak yang mampu menjalankan fungsi yang lebih banyak dari ini. Hepatosit memproduksi banyak enzim yang mengkatalis berbagai reaksi kimia. Reaksi ini merupakan fungsi dari hati. Ketika darah mengalir melalui sinusoid hati, materi dari darah dimetabolisme oleh sel hati, dan produknya disekresikan kedalam darah. Secara umum fungsi hati terbagi menjadi tiga kategori yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan fungsi pencernaan (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011). Hati merupakan organ utama yang terlibat dalam meregulasi komposisi darah. Seluruh darah yang meninggalkan permukaan absorpsi saluran pencernaan masuk ke sistem portal hepatik dan mengalir ke hati. Sel hati mengekstrak nutrient dan toksin dari darah sebelum mereka mencapai sirkulasi sistemik melalui vena hepatik. Hati menyingkirkan dan menyimpan nutrient yang berlebih. Hati juga memperbaiki defisiensi nutrient dengan mengeluarkan cadangan yang disimpan atau melakukan aktivitaas sintesis. Aktivitas regulasi metabolik hati mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
metabolisme lipid,
metabolisme asam
amino,
pembuangan produk limbah, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, dan metabolisme obat (Martini et al., 2015). Hati menjaga kadar gula darah agar tetap 90mg/dL. Jika terjadi penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) atau dalam kondisi stres, hepatosit memecah cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke aliran darah. Proses ini disebut glikogenolisis. Proses ini difasilitasi oleh hormone efinefrin dan glukagon. Hati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
juga dapat mensintesis glukosa dari asam laktat dan asam amino tertentu, ataupun dari monosakarida lainnya seperti fruktosa dan galaktosa, karena bentuk glukosa lebih mudah digunakan oleh sebagian besar sel. Sintesis glukosa dari senyawa lain disebut dengan glukogenesis. Pada saat kadar glukosa didalam darah meningkat, kelebihan glukosa disimpan dalam bentuk glikogen. Proses ini disebut glikogenesis dan difasilitasi oleh hormone insulin dan kortisol. Kelebihan glukosa juga dapat digunakan untuk mensintesis lipid yang dapat disimpan di hati atau dijaringan lainnya (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson, 2014). Hati mensintesis lipoprotein yang merupakan gabungan molekul lipid dan protein, untuk mengangkut asam lemak, trigliserida, dan kolesterol didarah ke jaringan lainnya. Hati juga mensintesis kolesterol dan mengekskresikan kelebihan kolesterol dalam bentuk empedu untuk dieliminasi melalui feses. Selain itu hati juga berfungsi memecah asam lemak menjadi sumber energi. Dalam proses betaoksidasi, karbon rantai panjang asam lemak dipisah menjadi dua molekul karbon yang disebut grup asetil, sebuah karbohidrat. Grup asetil dapat digunakan oleh sel hati untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat) atau dapat bergabung membentuk keton untuk dibawa ke darah menuju sel lain. Sel lain tersebut akan menggunakan keton tersebut untuk menghasilkan ATP dalam respirasi sel (Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson, 2014). Hati meregulasi kadar asam amino darah berdasarkan kebutuhan jaringan untuk sintesis protein. Dari 20 asam amino yang dibutuhkan untuk memproduksi protein manusia, hati mampu mensintesis 12 diantaranya, yang disebut asam amino
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
nen-esensial, proses kimia untuk hal ini disebut transaminase. Dalam proses ini grup amino (NH2) dari asam amino bertemu dengan rantai karbon bebas yang berlebih untuk membentuk molekul asam amino utuh yang baru. Delapan asam amino lain yang tidak dapat disintesis oleh hati disebut asam amino esensial. Dalam hal ini, esensial berarti asam amino tersebut hanya diperoleh melalui makanan karena hati tidak dapat memproduksinya. Seluruh 20 asam amino ini dibutuhkan untuk membentuk protein tubuh (Scanlon and Sanders, 2011). Kelebihan asam amino yang tidak sedang dibutuhkan untuk sintesis protein tidak dapat disimpan, akan tetapi asam amino ini berguna untuk kepentingan lainnya. Melalui proses deaminasi yang terjadi di hati, grup NH2 dilepas dari asam amino, lalu sisa rantai karbon dapat dirubah menjadi molekul karbohidrat atau menjadi lemak. Oleh karena itu, asam amino yang berlebih digunakan untuk produksi energi, baik untuk segera dipecah menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak di jaringan adiposa (Scanlon and Sanders, 2011). Pada saat proses deaminasi, terbentuk amonia yang merupakan produk limbah toksik yang dapat merusak organ lain terutama otak. Amonia juga diproduksi oleh bakteri kolon dan masuk kedalam sirkulasi darah, namun akan langsung dibawa ke hati melalui sirkulasi portal. Hati menetralisir amonia dengan mengubahnya menjadi urea yang jauh lebih tidak toksik dan akan diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Hati juga membuang produk limbah lainnya dan toksin yang beredar di darah (Martini et al., 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Hati tidak hanya berperan dalam penyimpanan karbohidrat dan lemak, namun juga berperan dalam penyimpanan vitamin dan mineral. Vitamin yang larut lemak (A, D, E, dan K) serta vitamin B12 diserap di darah dan disimpan didalam hati. Cadangan ini digunakan ketika tubuh kekurangan vitamin. Hati memiliki peranan dalam mensintesis vitamin D. Hati juga berperan merubah zat besi menjadi ferritin untuk disimpan (Martini et al., 2015). Hati memetabolisme obat dari darah dan merubah obat menjadi bentuk metabolitnya sehingga mempengaruhi efek dan durasi obat (Martini et al., 2015). Reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu reaksi hidrolisis, reduksi, oksidasi, konjugasi. Proses metabolisme obat dibagi menjadi fase I dan fase II. Fase I melibatkan reaksi hidrolisis, reduksi, dan oksidasi, yang dibantu oleh enzim fase I, seperti sitokrom P450 (CYP450), flavin containing monooxygenase (FMO), aldehid dehidrogenase, dan alkohol dehidrogenase. Fase II melibatkan reaksi konjugasi seperti glukuronidase, dan konjugasi glutation (GSH), sulfation, metilation, asetilation, serta asam amino. Pada umumnya suatu obat atau senyawa kimia akan mengalami reaksi fase I kemudian produk metabolisme fase I menjadi substrat reaksi konjugasi fase II, namun banyak juga senyawa kimia yang langsung dikonjugasikan serta ada juga yang setelah itu produknya menjadi substrat CYP450. Reaksi konjugasi pada mulanya diperkirakan menghasilkan senyawa yang tidak toksik, namun ada juga senyawa yang justru menjadi aktif atau menjadi toksik (Apte and Krishnamurthy, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Hati menerima sekitar 25 persen dari curah jantung. Hati juga merupakan organ yang dapat menampung darah paling banyak. Ketika darah melalui hati, hati menjalankan beberapa fungsi, diantaranya adalah sintesis protein plasma, memproses hormon dari darah, memproses antibodi, detoksifikasi, fagositosit dan penghadir antigen, pembentukan bilirubin serta sintesis dan sekresi empedu (Martini et al., 2015). Hepatosit mensintesis dan melepaskan banyak protein plasama. Protein ini termasuk albumin yang berkontribusi dalam konsentrasi osmotik darah dengan cara menarik cairan jaringan kedalam kapiler. Faktor pembekuan darah juga diproduksi oleh hati, termasuk prothrombin, fibrinogen, dan faktor 8, yang bersirkulasi dalam darah sampai saat dibutuhkan dalam mekanisme kimiawi pembekuan darah (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011). Hati merupakan tempat utama untuk penyerapan dan daur ulang efinefrin, nonefinefrin, insulin, hormon tiroid, hormon steroid, esterogen, androgen, dan kortikosteroid. Hati juga mengambil kolekalsiferol (vitamin D3) dari darah. Sel hati kemudian mengubah kolekalsiferol menjadi produk intermediet 25-hidroksi-D3, yang dilepaskan kembali ke darah untuk kemudian digunakan oleh ginjal untuk membentuk kalsitriol, hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Selain mendaur ulang hormon, hati juga memecah antibodi dan melepaskan asam amino untuk daur ulang (Martini et al., 2015). Hati mampu menyerap toksin larut lipid dalam makanan misalnya insektida DDT dan menyimpannya dalam penyimpanan lipid agar tidak merusak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
fungsi seluler. Hati juga mampu mensintesis enzim yang dapat mendetoksifikasi bahan berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Misalnya alkohol, dirubah oleh hati menjadi asetat yang dapat digunakan untuk respirasi sel. Selain dengan memecah suatu senyawa hati juga dapat menghilangkan suatu senyawa berbahaya dengan mensekresikannya dalam empedu. Kemampuan detoksifikasi hati memiliki batasan tertentu sehingga suatu senyawa yang sangat toksin dalam jumlah besar dalam suatu waktu akan tetap dapat membahaakan tubuh (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011). Sel kupffer dalam sinusoid hati merupakan sel penghadir antigen yang dapat menstimulasi respon imun, yang juga berfungsi untuk memfagosit sel darah merah yang tua dan rusak, sel debris, dan patogen dari dalam aliran darah. Fagosit sel darah merah menghasilkan zat besi, globin, dan bilirubin yang dibentuk dari bagian heme hemoglobin. Hati juga mengambil bilirubin di darah yang dibentuk di limpa dan sumsum tulang merah. Bilirubin kemudian disekresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus halus, yang kemudian diusus besar dirubah menjadi urobilinogen yang sebagian diserap kembali dan dieliminasi dalam bentuk pigmen warna kuning yang disebut urobilin melalui urin. Sebagian besar urobilinogen yang tidak diserap dieliminasi dalam bentuk pigmen coklat yang disebut sterkobilin melalui feses (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson, 2014). Hati mensintesis empedu dan mensekresikannya kedalaman lumen duodenum. Mekanisme hormonal dan neural meregulasi sekresi empedu. Empedu mengandung sebagian besar air, dengan sedikit ion, bilirubin, kolesterol, dan garam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
empedu. Air dan ion membantu mendilusi dan sebagai penyangga asam bagi kim ketika masuk kedalam usus halus. Garam empedu disintesis dari kolesterol didalam hati. Beberapa komponen lain juga terlibat seperti derivat steroid kolat dan kenodeokskolat (Martini et al., 2015). Fungsi pencernaan hati adalah membantu proses pencernaan lipid. Lipid dari makanan sebagian besar tidak larut air. Proses mekanik didalam lambung menciptakan droplet-droplet besar yang mengandung bervariasi lipid. Lipase pankreas tidak larut lipid, sehingga enzim hanya dapat berinteraksi dengan bagian permukaan droplet lipid tersebut. Semakin besar droplet tersebut, maka semakin banyak lipid yang berada didalam, terisolasi, dan tidak berinteraksi dengan enzim. Garam empedu memecah droplet lipid yang besar tersebut dalam proses yang disebut emulsifikasi. Emulsifikasi dapat jauh meningkatkan luas permukaan yang dapat diakses oleh enzim (Martini et al., 2015). Emulsifikasi membentuk droplet emulsi yang kecil dengan lapisan superfisial garam empedu. Formasi dari droplet kecil ini meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk berinteraksi dengan enzim. Sebagai tambahan, lapisan garam empedu memfasilitasi interaksi antara lipid dan enzim pencerna lipid dari pankreas (Martini et al., 2015). Pada saat pencernaan lipid telah selesai, garam empedu meningkatkan absorpsi lipid oleh epitelium intestinal. Lebih dari 90 persen garam empedu akan direabsorpsi, terutama di ileum, begitu pencernaan lipid selesai. Garam empedu yang direabsorpsi masuk kedalam sirkulasi hepatik portal. Hati kemudian akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
mendaur ulang garam empedu tersebut. Siklus garam empedu dari hati ke usus halus lalu kembali lagi disebut dengan sirkulasi enterohepatik empedu (Martini et al., 2015). D. Patologi Hati Penyakit hati merupakan proses tersembunyi serta membahayakan yang deteksi dan gejala klinis kegagalan fungsi hepatiknya dapat terjadi bermingguminggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terjadinya kerusakan, kecuali pada kasus gagal ginjal akut yang gejalanya dapat dirasakan diawal terjadinya penyakit. Naik turunnya tingkat keparahan kerusakan hati dapat saja tidak dirasakan oleh penderitanya dan hanya terdeteksi dengan adanya hasil tes laboratorium yang tidak normal (Kumar, Abbas, and Aster, 2015). Hati rentan terhadap berbagai macam gangguan metabolit, toksin, mikroba, sirkulatorik, dan neoplastik. Walaupun begitu, hati memiliki kemampuan besar untuk melakukan perbaikan sendiri, termasuk restitusi lengkap massa hati. Morfologi dari kelainan hati mencerminkan pengaruh dari kerusakan hati dan penyembuhan hati. Penyebab kerusakan hati dapat dikelompokkan menjadi kerusakan hati akibat infeksi, termediasi imun, hepatotoksisitas terinduksi obat atau toksin, metabolik, mekanis, dan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi (saluran portal, lobulus parenkim, antarmuka keduanya), kerusakan hepatoseluler (degenerasi penggelembungan, perlemakan hati, kolestasis, inklusi), nekrosis dan apoptosis, perubahan vaskuler, regenerasi, fibrosis (sirosis), dan neoplasia (kanker) (Burt et al., 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Inflamasi secara umum merupakan respon jaringan vaskuler terhadap jaringan yang terinfeksi dan rusak, yang membawa sel dan molekul pertahanan tubuh dari sirkulasi ke situs yang membutuhkan, untuk mengeliminasi agen perusak. Reaksi perlindungan inflamasi terhadap infeksi sering disertai dengan kerusakan jaringan lokal serta gejala dan tanda yang berkaitan dengan hal tersebut, walaupun biasanya konsekuensi yang berbahaya ini sifatnya dapat sembuh sendiri dengan meredanya inflamasi, meninggalkan sedikit atau tidak ada sama sekali kerusakan permanen (Kumar et al., 2015). Respon inflamasi yang cepat di awal terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan disebut dengan inflamasi akut. Respon ini biasanya terjadi dalam hitungan menit atau jam dan memiliki durasi singkat selama beberapa jam atau hari. Karakteristik utamanya adalah eksudasi cairan dan plasma protein (edema) dan pergerakan leukosit, didominasi oleh neutrofil. Ketika reaksi inflamasi akut mampu mengeliminasi agen perusak maka reaksi tersebut akan mereda, jika stimulus gagal dihilangkan maka akan terjadi fase panjang yang disebut inflamasi kronis. Inflamasi kronis berdurasi lebih lama dan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang lebih banyak, penghadiran limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh darah, serta deposisi jaringan ikat. Inflamasi akut merupakan salah satu tipe reaksi pertahanan tubuh yang disebut sistem imun alamiah, sedangkan inflamasi kronis lebih digolongkan dalam sistem imun adaptif (Kumar et al., 2015). Sistem imun alamiah dan adaptif, terlibat dalam seluruh aktivitas kerusakan dan perbaikan hati (Gambar 7). Adanya antigen di hati akan direspon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
oleh sel penghadir antigen (APC), melalui protein histokompatibilitas utama yang diekspresikan ke permukaan sel. Sel dendritik (DC) adalah APC yang berperan dalam infeksi hepatitis B dan C, contoh APC lainnya adalah sel kupffer. Toll-like receptors (TLR) dapat mendeteksi molekul inang dan juga derivat yang berasal dari materi asing seperti bakteri dan virus sehingga sel dendritik dapat menyerang HCV secara langsung. Dendritik sel mengaktifkan beberapa limfosit yaitu sel T naive CD4+, sel T CD8+, sel natural killer (NK), dan sel T natural killer (NKT) (Burt et al., 2012).
Gambar 7. Skema Respon Inflamasi (Burt et al., 2012).
Sel naive CD4+ distimulasi oleh sitokin interleukin-4 (IL-4) untuk berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel T tersebut mensekresikan sitokin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
yang menstimulus sel B menjadi matang dan mensekresikan antibodi clonotypic. Stimulasi dari interleukin-12 (IL-12) mengaktifkan sel T naive CD4+ untuk berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel tersebut mensekresikan interferon-γ (IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang menstimulasi pengaktifan sel T CD8+ menjadi limfosit sitotoksik (CTL) (Burt et al., 2012). NK, NKT dan CTL yang telah teraktifasi mensekresikan IFNγ, yang memiliki efek antiviral pada hepatosit. Sel-sel tersebut juga dapat berinteraksi langsung dengan hepatosit untuk mempengaruhi sitolisis. Tumor necrosis factor-α (TNFα) yang disekresikan oleh CTL juga dapat menginduksi apoptosis hepatoseluler melalui jalur sinyal kematian. Melalui cara ini, infeksi HBV biasanya dapat dibersihkan kecuali pada kondisi sistem imun yang tidak adekuat. Pada kasus infeksi HCV biasanya tidak dapat terbesihkan secara sempurna, karena ketidakstabilan gen dari HCV dan pengembangan mutasi HCV, serta keadaan inadekuat imun alami untuk membersihkan virus dari hepatosit yang terinfeksi (Burt et al., 2012). Beberapa proses degeneratif pada hepatosit dapat berpotensi kebali pulih misalnya seperti pada akumulasi lemak (steatosis) dan bilirubin (kolestasis), namun beberapa kondisi atau dalam keadaan yang parah dan ketika kerusakan tidak dapat pulih kembali akan terjadi kematian sel. Hepatosit mati melalui dua mekanisme utama, yaitu nekrosis dan apoptosis. Dalam nekrosis hepatosit, sel mengalami pembengkakan karena regulasi osmotik yang cacat pada membran sel mengakibatkan cairan masuk kedalam sel, yang kemudian membengkak dan pecah. Bahkan saat sebelum pecah, konten sitoplasma (selain organela) akan terbawa ke
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
bagian luar sel. Makrofag mendatangi situs kerusakan tersebut dan menandai situs nekrosis hepatosit karena sel-sel yang mati pada dasarnya pecah dan menghilang. Bentuk kerusakan ini merupakan bentuk kematian sel yang paling banyak terjadi pada kerusakan iskemik/hipoksia dan merupakan bagian signifikan dari respon stres oksidatif (Kumar et al., 2015). Apoptosis merupakan peristiwa yang dapat terjadi pada keadaan normal ataupun pada keadaan patologis ketika sel menjadi rusak dan tidak dapat pulih kembali. Apoptosis hepatosit merupakan bentuk aktif dari kematian sel terprogram yang menghasilkan penyusutan hepatosit, kondensasi kromatin inti sel (piknosis), fragmentasi kromatin inti sel (karioreksis), dan fragmentasi seluler menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis yang bersifat asidofili (Kumar et al., 2015). Ketika terjadi kerusakan parenkim yang meluas, sering terdapat bukti adanya confluent necrosis atau nekrosis konfluen yang berarti kerusakan hepatosit yang parah pada suatu zona. Kondisi ini dapat terlihat pada kasus kerusakan iskemik atau toksik akut ataupun pada infeksi virus yang parah atau hepatitis autoimun. Nekrosis konfluen dapat terjadi ketika terdapat sebuah zona hepatosit disekitar vena sentral mengalami kerusakan. Rongga yang dihasilkan akan diisi oleh sel debris, makrofag, dan sisa dari jaringan retikulin. Dalam bridging necrosis atau nekrosis penghubung, zona ini dapat menghubungkan vena sentral ke saluran portal, atau menghubungkan portal-portal yang berdekatan. Meskipun pada penyakit seperti hepatitis viral yang hepatositnya menjadi target utama serangan, adanya kerusakan vaskuler melalui inflamasi atau trombosis juga menyebabkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
kematian parenkim akibat luasnya kematian hepatosit dalam suatu zona (Kumar et al., 2015). Regenerasi dari kematian hepatosit terjadi utamanya melalui replikasi mitosis hepatosis yang berdekatan dengan sel yang telah mati, walaupun ketika terdapat nekrosis konfluen yang signifikan. Hepatosit hampir menyerupai sel punca atau stem cell dalam kemampuannya untuk melanjutkan replikasi walaupun dalam keadaan kerusakan kronis selama bertahun-tahun, sehingga pembaruan oleh sel punca biasanya bukan bagian yang signifikan dalam perbaikan parenkim. Dalam keadaan gagal hati akut yang parah, terdapat aktivasi dari relung sel punca intrahepatik, yang dinamakan kanal Hering, namun kontribusi dari sel punca dalam pembaruan hepatosit dalam keadaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, pada kebanyakan penderita penyakit kronis yang hepatositnya telah mencapai kondisi penurunan fungsi replikatif, terdapat bukti jelas dari aktivitas sel punca yang terlihat dalam pembentukan reaksi duktular (Kumar et al., 2015). Sel utama yang terlibat dalam pembentukan jaringan parut adalah sel stelata hepatik (Gambar 8). Dalam keadaan tidak aktif, sel tersebut adalah sel penyimpanan vitamin A. Dalam keadaan kerusakan akut dan kronis, sel stelata dapat menjadi aktif dan menjadi miofibroblas yang sangat fibrogenik. Proliferasi sel stelata hepatik dan pengaktifan sel ini menjadi miofibroblas dimulai oleh serangkaian perubahan termasuk peningkatan produksi platelet-derived growth factor receptor β (PDGFR- β) dalam sel stelata. Pada waktu yang sama, sel kupffer dan limfosit mengeluarkan sitokin dan kemokin yang memodulasi pengeluaran gen di sel stelata yang terlibat dalam fibrogenesis. Hal ini, termasuk perubahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
transforming growth factor β (TGF- β) dan reseptornya yaitu metalloproteinasse 2 (MMP-2), serta penginhibisi jaringan MMP-1 dan MMP-2 atau tissue inhibitors of metalloproteinase 1 dan 2 (TIMP-1 dan TIMP-2) (Kumar et al., 2015).
Gambar 8. Fibrosis Hati (Burt et al., 2012)
Ketika sel-sel stelata dirubah menjadi miofibroblas, sel-sel tersebut melepaskan faktor komotaksis dan vasoaktif, sitokin, serta faktor pertumbuhan. Miofibroblas merupakan sel kontraktil, kontraktilitas tersebut di stimulasi oleh endhothelin-1 (ET-1). Stimulus untuk pengaktifan sel stelata dapat berasal dari beberapa sumber. Pada inflamasi kronis, stimulus melalui tumor necrosis factor (TNF), limfotoksin, dan interleukin-1β (IL-1β), dan produk perioksidasi lipid. Stimulus juga dapat berasal dari sitokin dan kemokin yang diproduksi oleh sel kupffer, sel endotelial, hepatosit dan sel epitelial duktus empedu. Selain itu stimulus juga dapat berasal dari respon terhadap gangguan pada matriks ekstraseluler, serta stimulasi langsung oleh toksin dari sel stelata. Jika kerusakan persisten, proses pembentukan jaringan parut dimulai, sering kali terjadi pada ruang Disse. Kondisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
ini lebih sering terdapat pada penyakit perlemakan hati alkoholik dan non alkoholik, namun juga merupakan mekanisme umum pada pembentukan jaringan parut pada bentuk kerusakan hati kronis lainnya (Kumar et al., 2015). Zona kematian parenkim berubah menjadi septum fibrosa padat melalui kombinasi retikulin yang telah kolaps, pada zona luas yang hepatositnya mati dan tidak dapat pulih serta sel stelata telah teraktifkan. Pada stadium akhir penyakit hati kronis, septum fibrosa ini mengelilingi sel yang masih bertahan hidup, serta meregenerasi hepatosit sehingga menimbulkan jaringan parut menyebar yang dideskripsikan sebagai sirosis (Kumar et al., 2015). Sel lain yang mungkin berkontribusi signifikan pada pembentukan jaringan parut pada situasi berbeda, termasuk diantaranya dalah fibroblas portal. Reaksi duktular juga memiliki peranan, melalui aktivasi dan perekrutan semua sel fibrogenik, serta mungkin juga melalui transisi epitelial-mesenkimal. Peran dari selsel lain ini dan prosesnya masih belum diketahui secara pasti (Kumar et al., 2015). Apabila suatu kerusakan kronis berujung pada pembentukan jaringan parut diinterupsi (misalnya pembersihan infeksi virus hepatitis, penghentian penggunaan alkohol), maka aktivasi sel stelata akan berhenti, jaringan parut berkondensasi, menjadi lebih padat dan tipis, kemudian, karena adanya produksi MMP oleh hepatosit, jaringan parut akan hilang. Melalui cara ini, jaringan parut dapat kembali pulih. Perlu diingat bahwa pada penyakit hati kronis kemungkinan terdapat area dari progresi dan regresi fibrosis, pada saat penyakit aktif maka akan terjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
progresi fibrosis sedangkan pada saat penyembuhan penyakit akan menghasilkan regresi dari fibrosis (Kumar et al., 2015). E. Perlemakan Hati 1. Spektrum perlemakan hati Penyakit perlemakan hati mencakup spektrum yang luas dari cedera hati, dimulai dari steatosis hingga steatohepatitis, yang dapat menghasilkan fibrosis, dan sirosis. Resistensi insulin, gangguan metobolisme asam lemak, disfungsi mitokondria, stres oksidatif, dan disregulasi jaringan adipositokin diduga sebagai faktor penting pengembangan steatohepatitis dari steatosis. Dalam steatohepatitis, akumulasi lemak dikaitkan dengan inflamasi sel hati dan beberapa tingkat kondisi kerusakan yang berbeda. Steatohepatitis merupakan kondisi serius yang dapat berujung pada sirosis hati parah. Karakter dari sirosis adalah terdapat pergantian jaringan hati dengan fibrosis, jaringan parut, dan pembentukan nodul yang dapat menyebabkan disfungsi hati. Pada kondisi serius, penderita sirosis dapat membutuhkan transplatasi hati (Dhital and Tirosh, 2015). Perlemakan hati secara umum dapat dikategorikan menjadi perlemakan hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik berdasarkan konsumsi alkohol penderitanya. Pada penderita penyakit perlemakan hati alkoholik, penyebab utamanya adalah konumsi alkohol berlebih. Perlemakan hati berkembang setelah terjadi gangguan kronis metabolisme lipid akibat konsumsi alkohol berlebih yang berkepanjangan. Gangguan metabolisme tersebut bertanggung jawab terhadap akumulasi triasilgliserol di hepatosit (Dhital and Tirosh, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Perlemakan hati nonalkoholik atau nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) memiliki kondisi patologi yang mirip dengan perlemakan hati alkoholik namun terjadi pada orang yang bukan pecandu alkohol. Nonalcoholic steatohepatitis (NASH) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan steatohepatitis pada penderita yang bukan pecandu alkohol. Non-alcoholic fatty liver disease dan NASH secara umum sering dikaitkan dengan dislipidemia dan penurunan sensitivitas insulin (Dhital and Tirosh, 2015). 2. Karakteristik perlemakan hati Karakteristik dari steatosis adalah adanya akumulasi lipid terutama trigliserida, pada sitoplasma hepatosit. Akumulasi lipid sering ditemukan dalam spesimen biopsi hati. Penemuan dalam jumlah kecil bersifat nonspesifik dan dapat terdapat pada hati yang telah menua. Akumulasi lemak yang lebih ekstensif terjadi pada sejumlah besar kelainan hepatik utama dan berbagai kondisi sistemik (Burt et al., 2012). Pada hati normal, lipid terhitung memiliki bobot basah sekitar 5% dari total. Bobot ini dapat meningkat sampai 50% pada steatosis, menghasilkan hepatomegali (mencapai 5 kg). Pada otopsi atau spesimen eksplan, hati memiliki tampilan kuning pucat utamanya akibat karoten dan memiliki konsistensi berminyak (Burt et al., 2012). Dua pola utama dari steatosis yang dapat dikenali melalui mikroskopik cahaya adalah makrovesikular dan mikrovesikular. Makrovesikular tanpa komplikasi secara umum dianggap suatu kondisi jinak dan bersifat dapat kembali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
pulih sepenuhnya meskipun ada pendapat lain yang menunjukkan bukti adanya aktivas sinergis dengan toksin lain yang menginduksi cedera hati. Sebaliknya, steatosis mikrovesikular secara umum merupakan kondisi yang serius dengan disfungsi hepatik dan koma serta yang sering dikaitkan dengan gangguan β-oksidasi lipid (Burt et al., 2012). Steatohepatitis didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik dengan bervariasi tingkat inflamasi bersama dengan adanya bukti cedera hatim biasanya dalam bentuk penggelembungan (ballooning) sitologis. Pada keadaan ini, dapat disertai dengan fibrosis ataupun tanpa fibrosis. Perubahan ini biasanya lebih terlihat pada daerah centrilobular. Inflamasi yang berkaitan dengan steatohepatitis pada umumnya keparahannya sedang dan distribusinya terutama sedang. Inflamasi portal yang terdapat pada tiap individu beragam (Puri and Sanyal, 2012). Penggelebungan (ballooned) hepatosit merupakan suatu keadaan yang umum dalam steatohepatitis dan beberapa meyakini bahwa kondisi ini esensial untuk diagnosis. Sel ini mengalami peningkatan ukuran, memiliki garis sudut yang lemah, edema sitoplasma, dan dapat juga memiliki nukleus hiperkromatik. Hepatosit yang lebih kecil tetapi memiliki kecacatan yang sama tetap dapat dianggap mengalami penggelembungan. Kondisi ini tidak spesifik terjadi pada perlemakan hati, namun bisa juga terjadi pada hepatitis viral dan kolestasis kronis. Penggelembungan dapat berkontribusi terhadap pengembangan hepatomegali dan memiliki efek fungsional langsung, beberapa penelitian melaporkan kolerasi antara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
pembesaran hepatosit dan tekanan intrahepatik pada penyakit perlemakan hati alkoholik, walaupun hal ini masih diperdebatkan (Burt et al., 2012). Penggelembungan hepatosit menggelembung dapat dikenali dengan mudah terutama ketika terdapat badan Mallory-Denk, yang sebelumnya disebut Mallory’s hyalin atau alcoholic hyalin. Walaupun demikian, tidak semua penggelembungan hepatosit mengandung agregat sitoskeletal intrasitoplasmik ini, dan beberapa dapat
saja mengandung droplet lemak.
Pada akhirnya,
penggelembungan dapat menjadi sebuah manifestasi struktural dari gangguan mikrotubular (Burt et al., 2012). Badan
Mallory-Denk
merupakan
kondisi
yang
terdapat
dalam
steatohepatitis alkoholik dan non alkoholik, namun juga terlihat memiliki kaitan dengan kolestatis yang terjadi pada penyakit seperti sirosis bilier primer, pada Wilson disease, sirosis Indian childhood, hiperplasia nodular fokal, dan karsinoma hepatoseluler. Mereka telah diproduksi secara eksperimental menggunakan bervariasi agen, termasuk griseofulvin, dietilnitrosamin, dan 3,5-dietoksi carbonil1,4 dihidrokolidin (DDC). Struktur ultra dengan bentuk berbeda dari badan Mallory-Denk dideskripsikan menjadi tiga tipe. Tipe I terdiri dari bundel filamen dalam susunan paralel, tipe II dianggap sebagai kelompok fibril berorientasi secara acak, tipe III diidentifikasi berbentuk granular atau bahan amorf yang hanya mengandung fibril tersebar (Burt et al., 2012). Hepatosit menggelembung pada steatoheoatitis dapat menjadi menifestasi cedera progresif yang dapat berujung pada nekrosis litik. Sel-sel tersebut (termasuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
yang mengandung badan Mallory-Denk) tidak akan mengalami kematian sel secara langsung dan dapat bertahan untuk waktu yang lama hingga bulanan. Kematian sel dalam steatohepatitis juga terjadi melalui apoptosis dan terdapat hubungan antara jumlah sel apoptosis dengan tingkat keparahan penyakit. Nekrosis konfluen dan penghubung jarang terlihat dalam perlemakan hati namun dapat diamati pada penyakit hati alkoholik yang parah, yang disebut nekrosis hialin sklerosing pusat, dan terlihat pada beberapa kasus steatohepatitis yang terjadi setelah operasi jejunoileal bypass. Inflamasi yang menyertai cedera sel bervariasi intensitasnya dan sifat selularnya. Pada kebanyakan penyakit perlemakan hati, inflamasi lobular bercampur, dan terdapat polimorfi neutrofil, limfosit, dan makrofag. Jumlah netrofil pada umumnya lebih banyak pada steatohepatitis alkoholik dari pada NASH, namun pada keduanya terlihat mengitari hepatosit menggelembung yang mengandung badan Mallory-Denk, yang disebut satellitosis. Inflamasi saluran portal dapat terjadi pada semua bentuk steatohepatitis. Kondisi ini utamanya limfositik pada NASH, sedangkan pada penyakit hati alkoholik dapat bercampur (Burt et al., 2012). Mirip dengan bentuk penyakit hati kronis lainnya, nekroinflamasi dari steatohepatitis biasanya disertai dengan fibrosis hepatik. Fibrosis hepatik mencerminkan ketidakseimbangan antara produksi dan degradasi maktriks ektraseluler. Penyakit perlemakan hati dikaitkan dengan beberapa karakter khusus dari pola fibrosis, walaupun tidak sepenuhnya spesifik (Burt et al., 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
3. Patogenesis perlemakan hati
Gambar 9. Metabolisme alkohol (Burt et al., 2012)
Mekanisme patogenesis dari perlemakan hati akibat konsumsi alkohol berlebih masih banyak diperdebatkan. Terdapat beberapa mekanisme yang didukung oleh bukti dari penelitian-penelitian pada hewan dan manusia. Mekanisme yang pertama dan paling langsung adalah metabolisme biokimia hati (Gambar 9) yang menghasilkan steatosis dan stres oksidatif. Yang kedua adalah adanya pelepasan sitokin sebagai akibat peningkatan endotoksin derivat-usus sebagai yang diantarkan ke hati melalui vena portal. Yang ketiga adalah respon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
imun adaptif yang dihasilkan sebagai pengembangan antigen baru dengan intermediet reaktif yang dihasilkan dua mekanisme pertama (Stewart and Day, 2012). Alkohol mudah diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dan didistribusikan ketubuh, proposional dengan jumlah cairan didalam jaringan. Kurang dari 10% dieliminasi melalui melalui paru-paru dan ginjal, sisanya mengalami oksidasi didalam tubuh, terutama di hati. Hal inilah yang diduga menyebabkan gangguan metabolik dalam hati. Metabolisme alkohol didalam hati dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur dehidrogenase alkohol, jalur katalase, dan sistem oksidasi etanol mikroma (Gambar 9) (Burt et al., 2012). Pada NAFLD, penderita mengalami kondisi patologis yang mirip dengan perlemakan hati alkoholik namun penderita bukan seorang alkoholik. Steatosis mikrovesikular dan makrovesikular hepatosit menunjukkan akumulasi trigliserida dalam bentuk droplet yang dikelilingi oleh membran fosfolipid monolayer. Hepatosit memiliki kapasitas tangguh untuk mensintesis trigliserida dari asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA), dengan hanya dibantu oleh enterosit usus kecil dan epitel kelenjar susu. Asam lemak yang digunakan untuk membuat trigliserida sebagian besar merupakan derivat dari penyerapan asam lemak di sirkulasi darah yang diproduksi oleh adiposit lipolisis. Sebagian kecil asam lemak di hepatosit disintesis melalui proses lipogenesis de novo (DNL) menggunakan kelebihan karbohidrat dan asam amino sebagai prekusor asetil koenzim-A. Suatu penilitian menunjukkan bahwa sintesis asam lemak baru hanya berkontribusi 5%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
dari asam lemak yang digunakan hepatosit untuk memproduksi trigliserida, namun bagian ini meningkat menjadi 25% pada penderita NASH (Burt et al., 2012). NAFLD dikaitkan dengan adanya gangguan homeostasis energi. Jaringan adiposa memiliki peranan penting dalam homeostasis energi. Jaringan adiposa bertindak sebagai tempat penyimpanan energi. Energi yang disimpan akan dilepaskan saat tubuh membutuhkan energi. Selama periode kelebihan kalori, energi yang berlebih disimpan sebagai trigliserida yang merupakan bentuk penyimpanan yang paling efisien karena FFA menghasilkan lebih banyak energi daripada oksidasi protein dan karbohidrat. Ketika tubuh membutuhkan energi, trigliserida jaringan adiposa akan mengalami lipolisis untuk melepaskan FFA dan gliserol yang dapat diambil oleh hati. Hal ini diregulasi oleh profil adipokin pada jaringan adiposa dan beberapa hormon, termasuk insulin (Puri and Sanyal, 2012). Trigliserida yang baru disintesis secara normal bergabung menjadi partikel lipoprotein berdensitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL) didalam hati yang kemudian disekresikan kedalam sirkulasi darah. Proses ini kompleks dan membutuhkan gen apo B100 yang normal, asam amino yang memadai untuk mensintesis apo B100, lipidasi normal apo B100 oleh microsomal triglyceride transfer protein (MTP), kolin fosfatidil kolin dan kolesterol ester yang memadai, seta mekanisme sekresi yang utuh. Karena lengkapnya faktor yang mempengaruhi sekresi lemak hati, kelainan genetik dan defisiensi nutrisi dapat memberikan fenotip umum steatosis. Dua penyakit genetik yang disebabkan kegagalan MTP untuk melipidase apo B100 yaitu hypobetalipoproteinaemia dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
abetalipoproteinaemia, merupakan penyakit monogenik sederhana dengan variasi tingkat keparahan dan ditandai dengan NAFLD karena ketidakmampuan hepatosit untuk mensekresikan VLDL (Burt et al., 2012). Pada NASH, kriteria untuk menetapkan diagnosis steatohepatitis didasarkan pada ada tidaknya abnormalitas yang berkaitan dengan cedera hepatoseluler yang signifikan pada kondisi steatosis. Berdasarkan penelitian terbaru pada hewan, menunjukkan bahwa NASH lebih disebabkan oleh metabolit asam lemak dari pada trigliserida dan akumulasi trigliserida hanya menunjukkan tanda bahwa hati menangani asam lemak berlebih, yang berasal dari lipolisis perifer atau DNL berlebih. Diversi asam lemak menjadi kolam droplet lipid trigliserida mungkin sebenarnya menunjukkan adanya jalur protektif adaptif untuk mencegah digunakan dalam jalur metabolik yang menghasilkan intermediet lipotoksik (Burt et al., 2012). Penetapan spesies molekular yang bertanggung jawab untuk cedera lipotoksik hati masih diteliti sampai sekarang. Salah satu kandidatnya yang mungkin adalah lisofosfatidilkolin, sebuah produk dari pelepasan grup asil asam lemak dari fosfatidilkolin (lesitin). Kandidat-kandidat lain diantaranya adalah FFA, seramid, asam fosfatidik, diasilgliserol dan lain-lain. Jumlah ikatan rangkap dua di asam lemak, posisi relatifnya serta konfigurasinya cis alami ataukah terkonfigurasi trans secara sintetis juga penting. Asam lemak tersaturasi penuh (yaitu yang tanpa ikatan rangkap dua) merupakan lipotoksik dalam sistem kultur sel dan lemak trans telah ditunjukkan menyebabkan steatohepatitis pada tikus, sedangkan asam lemak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
tak tersaturasi jamak seperti yang terdapat pada minyak ikan, saat ini masih dievaluasi pada percobaan klinis untuk kemungkinannya sebagai agen terapi untuk NASH (Burt et al., 2012). Walaupun ditemukan metabolit asam lemak lipotoksik
mampu
menyebabkan fenotip NASH, mekanisme ini tentu bukan penyebab steatohepatitis pada semua penderita dengan NASH. Fenotip yang saat ini diidentifikasi sebagai steatohepatitis
tanpa
penyalahgunaan
alkohol,
menggambarkan
beberapa
mekanisme penyakit, baik secara tunggal ataupun kombinasi. Faktor patogenetik merupakan faktor tambahan, atau mungkin juga faktor penyebab akumulasi spesies lipotoksik dan juga stres retikulum endoplasmik, stres oksidatif, disfungsi mitokondria, akumulasi kolesterol membran, eksposur berlebih dari endotoksin derivat usus, dan disregulasi produksi adipokin. Faktor lingkungan yang diketahui memiliki peranan pada beberapa penderita diantaranya adalah hipoksia intermiten dari obstruktif apnea tidur, perubahan flora normal usus, dan defisiensi nutrisi seperti kolin (Burt et al., 2012). 4. Peran stres oksidatif pada NAFLD Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi senyawa oksigen reaktif (ROS) berlebih dan penurunan pertahanan antioksidan. Penelitian eksperimen dan klinis menunjukkan hubungan erat antara tingkat stres oksidatif dengan keparahan NAFLD. Mitokondria merupakan situs utama oksidasi asam lemak dan pembentukan ROS (Pacana and Sanyal, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Pada NAFLD, peningkatan serapan oleh hati dan sintesis FFA dikompensasi dengan peningkatan kemampuan mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak, yang berkonsekuensi pada gangguan pada kapasitas oksidatifnya. Pada proses ini peningkatan pengiriman elektrok ke rantai transpor elektron menciptakan keadaan reduksi berlebih dari komponen rantai respirasi yang bereaksi secara abnormal dengan oksigen untuk membentuk radikal anion superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi yang disebabkan oleh superoxide dismutated (SOD) mangan menjadi hidrogen peroksida, yang pada kondisi fisiologis normal akan didetoksifikasi menjadi air oleh GSH peroksidase. Pada kondisi NAFLD jumlah mitokondria yang mereduksi GSH tidak adekuat, sehingga GSH peroksidase kehilangan kemampuan untuk mendetoksifikasi hidrogen peroksidasi sehingga menyebabkan disfungsi mitokondria dan kematian sel (Pacana and Sanyal, 2015). Radikal anion superoksida juga dapat bereaksi dengan oksida nitrat yang menyebabkan
pembentukan
pro-oksidan
peroksinitrat
lain.
Peningkatan
pembentukan ROS mitokondria telah didemonstrasikan pada model hewan. Disfungsi mitokondria terbukti secara partikuler pada NASH yang ditunjukan dengan adanya pengurangan DNA mitokondria dan kode polipeptidanya. Lebih lanjut lagi, abnormalitas struktur pada mitokondria telah diobservasi, mengalami pembesaran (megamitokondria), kehilangan krista dan inklusi parakristalin (Pacana and Sanyal, 2015). Sumber endogen ROS juga dapat berasal dari mikrosoma P450 defektif dan aktivitas oksidasi peroksisomal. Lipooksigenasi rantai panjang asam lemak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
oleh CYP450, secara partikuler CYP2E1 dan CYP4A, menghasilkan produksi ROS berlebih. Pada penderita NASH, ekspresi dan aktivitas CYP2E1 hepatik mengalami peningkatan dan didistribusikan di daerah perivenular (asinar zona 3), yang berhubungan dengan cedera hepatoseluler maksimal. Setalah metabolisme asam lemak oleh CYP4A mikrosomal, dikarboksilat dibentuk dan berfungsi sebagai sebstrat untuk β-oksidasi peroksisom. Peroksisom terlibat dalam metabolisme asam lemak rantai sangat panjang dan asam lemak rantai bercabang yang tidak bisa mudah menjalani β-oksidasi mitokondria. Proliferasi dan pembesaran peroksisom hepatik dapat diobservasi pada steatosis hepatik. Oksidasi mikrosom dan peroksisom bukan merupakan jalur utama disposal asam lemak, namun menjadi signifikan ketika kadar CYP2E1 rendah dan ada akumulasi asam lemak rantai panjang. Pada CYP2E1 tikus, enzim CYP4A yang diregulasi sehigga memainkan peranan penting sebagai inisiator alternatif stres oksidatif di hati (Pacana and Sanyal, 2015). Insufisiensi pertahanan antioksidan juga merupakan faktor utama yang menyebabkan stres oksidatif di NAFLD. Antioksidan utama hepatik yaitu GSH mengalami penurunan pada penderita dengan NAFLD. Konversi metionin menjadi sistein melalui jalut trans-sulfurasi untuk sintesis GSH dapat diamati pada gambar 10. Penelitian juga telah menunjukkan bukti penurunan vitamin E dan enzim antioksidan, sehingga menyebabkan akumulasi ROS bertambah. Polimorfisme nukleotida tunggal dari SOD ditemukan pada NASH. Kapasitas antioksidan hati semakin memburuk seiring perkembangan steatosis menjadi steatohepatitis. Hal ini didukung dengan reduksi GSH hepatik dan juga pengurangan reduksi/oksidasi GSH
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
yang diobservasi selama perkembangan NAFLD pada penelitian lain. Aktivitas GSH transferase juga mengalami penurunan seiring perkembangan NAFLD (Pacana and Sanyal, 2015).
Gambar 10. Sintesis GSH melalui Jalur Metabolisme Metionin (Pacana and Sanyal, 2015)
Ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan menghasilkan produksi berlebih ROS yang memicu peroksidasi lipid yang menyebabkan formasi aldehid 4-hydroxynonenal dan malondialdehyde. ROS berlebih juga meningkatkan pengeluaran beberapa sitokin seperti TNFα, TGF-β, Fasligand, dan IL8. Produk peroksidasi lipid dan sitokin secara bergantian merusak DNA mitokondria dan polipeptida rantai respirasi memicu siklus berbahaya yang menghasilkan ROS tambahan. Peristiwa ini memiliki potensi untuk menginduksi apoptosis, inflamasi, dan fibrosis hati dengan mengganggu sintesis nukleotida dan protein, mempromosikan produksi sitokin inflamasi, dan mengaktifkan sel stelata hepatik (Pacana and Sanyal, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH Resistensi insulin didefinisikan sebagai rusaknya kemampuan insulin untuk menimbulkan respon sel normal pada konsentrasi fisiologis. Resistensi insulin biasa ditemukan pada penderita dengan NASH. Resistensi insulin bisa jadi merupakan abnormalitas utama pada penderita dengan sindrom metabolik, sehingga NASH disebut sebagai manifestasi hepatik sindrom metabolik. Sindrom metabolik bukanlah penyakit tersendiri namun merupakan sekelompok kelainan yang bersama-sama memberikan peningkatan resiko kardiovaskuler. Metabolik sindrom saat ini didefinisikan dengan adanya obesitas sentripetal, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan kadar gula puasa (Burt et al., 2012). Jalur sinyal insulin bersifat spesifik untuk suatu jaringan, bahkan pada sel tertentu seperti hepatosit, pensinyalan insulin terjadi melalui jalur yang berbeda untuk memperoleh respon metabolik dan pertumbuhan. Seperti yang biasa digunakan, istilah resistensi insulin tidak menyampaikan informasi mengenai jaringan taget yang paling terkena dampaknya atau jalur sinyal mana yang terganggu pada target jaringan tersebut. Resistensi insulin biasanya disertai dengan compensatory hyperinsulinemia (atau pengganti insulin farmakologis) untuk mengontrol glikemik, sehingga jalur sinyal insulin tertentu dapat menjadi teraktivasi berlebihan dan di saat yang sama jalur lain mengalami gangguan di tingkat jaringan dan seluler (Burt et al., 2012). Ukuran resistensi insulin biasanya mencerminkan respon salah satu dari tiga jaringan target utama insulin, yaitu hati, jaringan adiposa, dan otot rangka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Ukuran kemampuan insulin untuk menekan produksi glukosa endogen adalah yang paling biasa digunakan pada penelitian klinis dan hasil tersebut utamanya mencerminkan sensitifitas insulin hepatik, misalnya menginhibisi glukogenesis hepatik (Burt et al., 2012). Resisten insulin pada suatu subjek penelitian menunjukkan penurunan sensitifitas insulin tidak hanya pada tingkat otot tetapi juga pada tingkat hati dan jaringan adiposa. Pada kondisi resistensi insulin, jaringan adiposa menjadi resisten terhadap efek antilipolitik insulin dan pelepasan asam lemak meningkat. Resistensi insulin disertai oleh peningkatan kadar insulin yang meningkatkan sintesis trigliserida hepatik, dengan adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan asupan lemak. Resisensi insulin jaringan adiposa dikuantifikasi menggunakan indeks Adipo-IR (FFA dikali insulin) yang menggambarkan ketidakmampuan insulin dalam menekan lipolisis periferal. Pada subjek dengan NAFLD yang obesitas ataupun tidak obesitas, konsentrasi FFA dan Adipo-IR meningkat dibandingkan dengan subjek kontrol, terlepas dari peningkatan oksidasi lipid hepatik dan sistemik, serta sekresi VLDL-trigliserida. Adipo-IR juga merupakan penanda cedera hati (Gaggini et al., 2013). Pada kondisi setelah makan, sumber penting FFA adalah melalui peningkatan luapan dari silomikron. Peningkatan luapan tersebut mencerminkan inefisiensi dalam penyimpanan lemak makanan dan menghasilkan kelebihan FFA. FFA diambil oleh organ yang mensaturasi kapasitas oksidatif mereka dan mengakumulasikannya dalam bentuk lemak ektopik, terutama sebagai lipid hepatik dan intramioseluler, selain itu juga sebagai lemak jantung dan pankreas. Telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
dihipotesiskan bahwa lemak etopik dapat menjadi mekanisme pertahanan terhadap lipotoksisitas serta adanya subjek dengan NAFLD yang berkembang menjadi NASH dan sirosis hanya merupakan konsekuensi sekunder akibat peningkatan inflamasi dan spesies oksigen reaktif (Gaggini et al., 2013).
Gambar 11. Peran Utama Lipotoksisitas dalam NASH (Burt et al., 2012)
Kemunculan patogenesis NASH model lipotoksisitas (Gambar 11) berasal dari pembentukan metabolit asam lemak non-trigliserida yang utamanya bertanggung jawab terhadap cedera hepatoseluler dan kematian yang mencirikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
NASH. Sumber primer dari asam lemak hepatoseluler diambil dari FFA di sirkulasi dan sintesis asam lemak baru (DNL). Asam lemak secara normal akan dieliminasi melalui jalur oksidatif dan pensekresian. Ketika jalur ini mengalami gangguan spesies lipotoksik dapat dibentuk. Akumulasi dari trigliserida dalam droplet lipid bisa jadi merupakan respon protektif adaptif yang terjadi ketika pembentukan dan sekresi trigliserida sebagai VLDL tidak cukup untuk menangani jumlah trigliserida yang disintesis (Burt et al., 2012). Faktor lainnya yang juga meningkatkan kemungkinan terkena NASH diantaranya adalah resistensi insulin di tingkat jaringan adiposa yang menghasilkan kegagalan untuk menekan lipolisis, serta DNL berlebih di hati yang disebabkan oleh substrat yang berlebih (biasanya adalah karbohidrat). Pengambilan sisa-sisa sirkulasi lipoprotein (misalnya sisa silomikron, sisa lipoprotein densitas rendah) sedikit berkontribusi pada beban FFA hepatoseluler. Hal lain yang juga berpotensi sebagai sumber penting FFA hepatoseluler adalah pergantian droplet lipid, baik melalui enzim lipolitik seperti lipase trigliserida adiposa atau pemecahan lisosomal konten autofagosom. Jalur oksidatif membentuk spesies oksigen reaktif yang dapat dikaitkan dengan stres oksidatif, namun peran yang lebih luas dari proses ini dalam patogenesis NASH belum didemonstrasikan (Burt et al., 2012). 6. Terapi NAFLD dan NASH Perlemakan hati pada hakekatnya merupakan manifestasi hepatik dari metabolik sindrom. Terapi harus fokus melawan komponen terpisah dan faktor resiko untuk gangguan ini, seperti obesitas, hiperlipidemia, dan diabetes. Penderita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
NAFLD tanpa gejala dari kerusakan hati dan fibrosis dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga terapi farmakologi hanya dipertimbangkan untuk penderita NASH (Mashav and Shibolet, 2015). Penurunan berat badan terutama jika secara bertahap, dapat meningkatkan fitur histologis. Akan tetapi tingkat penurunan berat badan yang dibutuhkan untuk normalisasi fitur histologis masih belum ditetapkan secara jelas. Penurunan berat badan secara drastis atau diet kalori yang terlalu rendah dapat menyebabkan memburuknya fitur histologis sehingga harus dihindari. Penurunan berat badan setidaknya 5% dari berat badan awal telah menunjukkan adanya perbaikan kadar ALT pada NASH, dan penurunan berat badan 7% sampai 10% dapat menghasilkan perbaikan histologis (Watt, 2015). Untuk mempertahankan berat badan tetap terkontrol terasa sulit untuk kebanyakan penderita obesitas, sehingga penggunaan obat-obatan untuk secara langsung menurunkan keparahan kerusakan hati tanpa penurunan berat badan merupakan sebuah alternatif yang menarik. Manajemen kesehatan dari sindrom metabolik penting, namun terapi farmakologis juga dapat memberikan keuntungan pada penderita yang tidak mempunyai sindrom metabolik. Sampai dengan saat ini, hasil penelitian awal menunjukkan bahwa obat penyensitif insulin, antioksidan, obat penurun kadar lipid, dan beberapa obat hepatoprotektif memiliki potensi memberikan keuntungan. Kebanyakan penelitian ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. Terapi farmakologis yang sudah cukup terbukti memberikan manfaat adalah vitamin E, sedangkan terapi farmakologis yang pada awal penelitian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
berpotensi memberikan manfaat namun pada penelitian lebih lanjut terbukti tidak memberikan manfaat adalah ursodiol dan betaine. Terapi vitamin E menunjukkan adanya perbaikan kadar aminotransferase dan bukti biopsi menunjukkan perbaikan steatosis dan inflamasi (Watt, 2015). F. Aminotranferase Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) merupakan dua aminotransferase yang biasa digunakan dalam tes fungsi hati atau liver function test (LFT). Enzim ini mengkatalis pemindahan grup α-amino aspartat dan alanin ke grup α-keto asam ketoglutarik, secara berurutan menghasilkan pembentukan asam oksaloasetil dan asam piruvat. Enzim tersebut berperan dalam glukogenesis dengan memfasilitasi sintesis glukosa dari sumber nanokarbohidrat. AST terdapat pada mitokondria (80%) dan sitosol (20%) dari hepatosit, tapi ALT hanya ditemukan di sitosol. ALT utamanya terdapat di hati, sedangkan AST terdapat di beberapa jaringan termasuk hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit. Kadar serum AST biasanya meningkat pada penyakit jantung dan otot. Kadar AST dan ALT membutuhkan piridoksal 5’fosfat sebagai kofaktor dan keduanya dapat berada di serum dalam bentuk apoenzim dan holoenzim (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Aminotransferase secara normal terdapat pada serum dengan konsentrasi yang rendah. Peningkatan nilai serum ALT dan AST berhubungan dengan sel pada jaringan yang kaya aminotransferase atau adanya perubahan permeabilitas membran sel, sehingga enzim tersebut dilepaskan dari jaringan. Aktivitas enzim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
hati yang berada di serum menggambarkan tingkat pelepasan enzim dari hati ke sirkulasi dan pengeliminasian enzim dari sirkulasi. Aktivitas AST dan ALT di sel hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas aminotransferase di plasma akan meningkat. Pada kebanyakan keadaan, tingkat pengeliminasian dari sirkulasi relatif tetap konstan (Herlong and Mitchell Jr., 2012). Kadar serum AST dan ALT meningkat pada hampir semua penyakit hati. Pada keadaan yang langka, isolasi peningkatan AST pada serum mungkin dikarenakan
pembentukan
makroenzim
dengan
pengikatan
AST
pada
imunoglobulin (Ig). Kompleks tersebut memiliki massa molekular yang lebih tinggi dan pengeliminasian tertunda yang menyebabkan peningkatan jumlah enzim yang tersirkulasi. Kompleks AST-IgA pada penderita dewasa telah dilaporkan memiliki hubungan dengan kanker hati atau penyakit hati kronis. Makroenzim secara umum tidak dianggap sebagai bentuk patologis, tetapi peningkatan nilai enzim yang terusmenerus dapat menyebabkan tes diagnosis berkali-kali sehingga merugikan secara ekonomi (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Nilai ALT normal pada pria adalah kurang dari 45 U/I sedangkan pada wanita adalah kurang dari 34 U/I. Nilai AST normal pada pria adalah kurang dari 35 U/I sedangkan pada wanita adalah kurang dari 31 U/I (Kuntz and Kuntz, 2008). Pada penyakit hati peningkatan tertinggi (> 20 kali atau 1000 U/L) terjadi pada hepatitis viral yang parah, nekrosis hepatik terinduksi obat atau racun, shok sirkulasi (hepatitis iskemik). Walaupun kadar enzim dapat menggambarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
nekrosis hepatoseluler, namun mereka tidak berkorelasi dengan hasil akhirnya. Penurunan kadar ALT dan AST dapat mengindikasikan adanya perbaikan ataupun prognosis yang buruk karena hepatosit yang tersisa tinggal sedikit. Peningkatan menengah (3-20 kali) kadar serum aminotransferase biasanya terjadi pada hepatitis akut atau kronis, termasuk hepatitis viral dan hepatitis autoimun, serta hepatitis terinduksi obat dan alkohol. Peningkatan yang ringan (1-3 kali) dari kadar aminotransferase terlihat pada perlemakan hati, NASH, toksisitas obat dan hepatitis C kronis (Thapa and Walia, 2007; Poynard and Imbert-Bismut, 2012). G. Karbon Tetraklorida Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih, tidak berwarna dan mudah menguap dengan karakteristik bau khas yang tidak mengiritasi. Karbon tetraklorida dapat bercampur dengan kebanyakan solven alifatik dan CCl4 sendiri merupakan suatu solven. Kelarutan CCl4 didalam air rendah. Karbon tetraklorida memiliki sifat yang tidak mudah terbakar dan stabil dengan adanya udara dan cahaya. Dekomposisi dari CCl4 dapat menghasilkan fosgen, karbon dioksida dan asam hidroklorik (World Health Organization, 1999). Karbon tetraklorida pada awalnya digunakan sebagai bahan pembersih yang digunakan untuk industri maupun rumah tangga. Senyawa haloalkana ini tidak lagi digunakan untuk kepentingan ini setelah diketahui bersifat hepatotoksik dan karsinogenik. Saat ini CCl4 terbukti sangat berguna sebagai model eksperimental untuk penelitian efek hepatotoksik (Weber et al., 2003).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Karbon tetraklorida merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan untuk menginduksi perlemakan hati, inflamasi, fibrosis, dan kanker hati pada tikus (Riordan and Nadeau, 2014). Toksisitas CCl4 bergantung pada dosis dan durasi eksposur, ataupun waktu observasi. Pada dosis rendah efek yang sering terjadi misalnya gangguan Ca2+, gangguan homeostatis lipid, pelepasan sitokin, dan apoptosis, yang disertai dengan regenerasi. Pada dosis yang lebih tinggi atau lebih tinggi, efek yang ditimbulkan lebih serius, permanen, dan berkembang dalam waktu yang lama, misalnya perlemakan hati, fibrosis, sirosis, bahkan kanker. Pada dosis toksik akut kegagalan hati yang fatal akan terjadi, setelah nekrosis hepatoseluler melebihi kemampuan regenerasi hati. Dosis ekstrim CCl4 menghasilkan toksisitas yang tidak spesifik, termasuk depresi sistem saraf pusat dan gagal nafas yang disertai kematian (Weber, et al., 2003). Mekanisme toksisitas dari CCl4 terutama merupakan dampak dari metabolitnya (Gambar 12). Metabolisme CCl4 dimulai dengan pembentukan radikal CCl3•, melalui aksi dari fungsi campuran sistem oksigenasi CYP450 retikulum endoplasma. Proses ini melibatkan pemotongan reduktif dari ikatan karbon-klorin, reaksi ini tidak melibatkan oksigen. Aktivasi radikal bebas di CCl4 di mitokondria diduga juga berkontribusi secara signifikan terhadap toksisitas CCl4 (Weber, et al., 2003). Isoenzim sitokrom utama dalam eksekusi biotransformasi CCl4 adalah CYP2E1, namun CYP2B1 dan CYP2B2 juga mampu menyerang CCl4. Pada manusia CYP2E1 mendominasi metabolisme CCl4 pada konsentrasi yang relevan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
pada lingkungan, namun pada konsentrasi yang tinggi CYP3A, berkontribusi signifikan. Radikal CCl3• yang dihasilkan cukup reaktif untuk berikatan secara kovalen dengan CYP2E1, baik pada sisi aktif enzim ataupun pada heme group yang menyebabkan inaktivasi. Inakticasi CYP2E1 tersebut diduga memberikan sinyal yang mirip untuk penghilangan proteolitik secara efektif (Weber, et al., 2003). Radikal CCl3• bereaksi dengan berbagai senyawa biologis yang penting seperti asam amino, nukleotida, dan asam lemak, serta protein, asam nukleat, dan lipid, atau dengan memisahkan hidrogen yang sebagian besar dari asam lemak tidak jenuh untuk membentuk kloroform. Laju dari reaksi ini dapat mengalami peningkatan ketika terjadi dengan oksigen. Karsinogenik terjadi ketika CCl4 bereaksi dengan DNA. Reaksi CCl3• dengan protein dan lipid menyebabkan penurunan sintesis protein dan gangguan pada metabolisme lipid sehingga berkontribusi pada terjadinya steatosis (Weber, et al., 2003). Radikal CCl3• dengan adanya oksigen akan dikonversi menjadi radikal CCl3OO•. Radikal ini lebih reaktif dari radikal CCl3• sehingga waktu hidup radikal ini sangat singkat karena radikal ini bereaksi cepat dengan substrat yang sesuai untuk bereaksi dengan pasangan elektronnya. Radikal CCl3OO• jauh lebih mungkin untuk melepas hidrogen dari asam lemak tidak jenuh, sehingga memulai proses peroksidasi lipid. Pelepasan hidrogen dari asam lemak memulai serangkaian reaksi kompleks yang berhenti ketika molekul asam lemak tidak jenuh terdisintegrasi sempurna dengan pembentukan aldehid, karbonil lain, dan alkana. Seluruh proses ini disebut peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4 (Weber et al., 2003)
Kejadian pertama setelah dosis toksik CCl4 dapat diobservasi atau dideteksi secara biokimia disekitar RE. Setelah satu menit pemberian, CCl4 berikatan kovalen dengan lipid mikrosomal dan protein dengan rasio 11:3. Konjugasi diena yang merupakan indikator peroksidasi lipid dapat dideteksi di lipid dalam 5 menit. Dalam 30 menit setelah pemberian, sintesis protein ditekan, yang menggambarkan adanya perubahan pada ribosom dan RE kasar, serta hilangnya ribosom dapat dideteksi dengan mikroskopi elektron. Diantara satu hingga tiga jam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
setelah pemberian dengan CCl4, akumulasi trigliserida di hepatosit dideteksi dengan adanya droplet lemak dan terjadi hilangnya aktivitas enzim di RE secara terus menerus. Perlemakan hati dapat terjadi karena penghambatan sintesis protein, yang diketahui menghasilkan penurunan produksi kompleks lipoprotein yang bertanggungjawab terhadap pemindahan lipid keluar dari hepatosit. Kerusakan RE menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mensintesis protein (Timbrell, 2008). H. Macaranga tanarius L. 1. Taksonomi Menurut Integrated Taxonomic Information System atau ITIS (2015) taksonomi dari Macaranga tanarius L. adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Viridiplantae Infrakingdom: Streptophyta Superdivision: Embryophyta Division
: Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina Class
: Magnoliopsida
Superorder : Rosanae Order
: Mealpighiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Macaranga Thouars
Species
: Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
2. Nama lain Macaranga tanarius L. memiliki nama yang berbeda pada daerah yang berbeda. Nama daerah yang lebih dikenal diantaranya adalah hairy mahang (Inggris); kuyonon, himindang, dan binunga (Filipina); ka-lo, kundoh, mahang puteh, dan tampu (Malaysia); hu chang lek, mek, pang, dan lo khao (Thailand); serta mara, tutup ancur, hanuwa, dan mapu (Indonesia) (Orwa et al., 2009). 3. Penyebaran Macaranga tanarius L. berasal dari beberapa negara termasuk Australia, Brunei, Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Di wilayah ini, Macaranga tanarius L. lebih sering ditemukan di hutan sekunder, terutama di daerah penebangan dan juga ditemukan di semak-semak, belukar, kebun pedesaan, dan vegetasi pantai. Macaranga tanarius L. tumbuh di tiga jenis tanah yaitu tanah liat, tanah lempung, dan pasir serta biasanya ditemukan didataran rendah (Orwa et al., 2009). Selain di negara asalnya, Macaranga tanarius L. dibudidayakan dan tersebar di daerahdaerah tropis di dunia (Starr, Starr, and Loope, 2003). 4. Budidaya Macaranga tanarius L. dibudidayakan untuk berbagai kegunaan. Pohon yang kecil ditanam sebagai pohon hias di taman dan proyek-proyek reboisasi di Hawai dan daerah tropis hangat lain di dunia (Starr et al., 2003). Di Sumatra, buah Macaranga tanarius L. ditambahkan ke dalam sari palem ketika direbus menjadi kristal, untuk meningkatkan kualitas gula yang dihasilkan. Di Indonesia dan juga di Filipina, getah dari kulit kayunya digunakan sebagai lem untuk membuat alat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
musik. Cabang dan daunnya juga digunakan untuk membuat minuman fermentasi di Filipina. Tanaman ini juga dapat menjadi kayu bakar yang baik, merupakan bahan papan yang berkualitas tinggi, kayunya juga cukup kuat untuk dijadikan tangga sementara oleh petani cabe ketika panen, serta kulitnya mengandung tanin yang digunakan untuk membuat jaring ikan yang kuat dan di Indonesia dimanfaatkan untuk pewarna hitam, selain itu Macaranga tanarius L. direkomendasikan sebagai pohon naungan untuk meningkatkan regenerasi alami pada hutan gundul (Orwa et al., 2009). 5. Deskripsi tanaman
Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L.
Macaranga tanarius L. merupakan pohon berumah dua dengan tinggi biasanya 4-10 m, dapat lebih rendah atau lebih tinggi mencapai 20 m. Daunnya (Gambar 13) berbentuk seperti perisai, bulat telur atau lebih lonjong berukuran 832 x 5-28 cm, dengan bentuk daun berseling, agak membundar, dengan stipula membulat ataupun kurus lonjung, panjang 1-3 cm, cepat berganti. Perbungaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Bunga jantan dalam malai terbuka panjangnya 13-35 cm, bract dan tampuk berwarna hijau pucat hingga hijau kekuningan, benang sari biasanya berjumlah 4-6, namun bisa juga ditemukan 3-10, kepala sari tetrahecal. Bunga betina di malai memiliki panjang 8-30 cm, ovarium bersel 2-3, panjangnya 5-8 mm. Buah kapsul berkokus dua, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Bijinya membulat, menggelembur (Orwa et al., 2009; Wagner, Herbst, and Sohmer, 1999). 6. Kandungan kimia Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) melakukan uji in vitro dan menemukan bahwa daun Macaranga tanarius L. memiliki aktivitas α-glucosidase inhibitor. Dari fraksi etil asetat (EtOAc) ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dikomatografi dengan kolom Diaion HP-20 dan fraksi aktifnya dipurifikasi menggunakan high performance liquid chromatogtaphy (HPLC) untuk mengisolasi senyawa AGI utama. Lima senyawa ellagitannins (Gambar 14) yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi, berurutan dari yang kurang poten hingga yang paling poten adalah mallotinic acid (IC50 > 5,00 mM), corilagin (IC50 = 2,63 mM), chebulagic acid (IC50 = 1,00 mM), serta dua senyawa baru macatannin A (IC50 = 0,80 mM), dan macatannin B (IC50 = 0,55 mM). Phomart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi tiga konstituen dari daun Macaranga tanarius L. yaitu tanarifuranonol (1), tanariflavone C (2), dan tanariflavone D (3),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
bersama dengan tujuh senyawa yang diketahui (Gambar 15). Senyawa yang diperoleh diinvestigasi dengan mengevaluasi dengan panel bioassay.
Gambar 14. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Gunawan-Puteri and Kawabata, 2010)
Gambar 15. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Phomart et al., 2005)
Matsunami et al. (2006) menemukan empat glukosida megastigmane baru, dengan nama macarangioside A-D, selain itu juga terdapat mallophenol B,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, serta campuran hyperin dan isoquecitrin yang berhasil diisolasi sebagai campuran pada daun Macaranga tanarius L. (Gambar 16). Struktur senyawa tersebut dielusidasi menggunakan analisis spektroskopik dan kimiawi. Kesembilan senyawa tersebut diuji aktivitas penangkapan radikal bebas dan diketahui bahwa Macarangioside A-C dan mallophenol B memiliki aktivitas penangkapan radikal 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH). Kawakami et al. (2008) melakukan investigasi fitokimia dan berhasil mengisolasi tujuh prenylated flavone baru (Gambar 17), macaflavonone A-G (1-7), beserta dua senyawa yang telah diketahui nymphaeol C (9) dan diterpene kolavenol. Struktur daru senyawa baru dielusidasi menggunalan metode spektrofotometri dan konversi kimiawi. Struktur absolut dari tanariflavanone B (8) (Gambar 17), yang diisolasi dari Macaranga tanarius L. juga telah terselesaikan. Aktivitas sitotoksik dari flavonones diuji dengan menggunakan dua cell line, dengan macaflavonne G adalah yang paling aktif pada keduanya.
Gambar 16. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2006)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Matsunami et al. (2009) melaporkan tiga senyawa baru (Gambar 18) yang berhasil diisolasi dari daun Macaranga tanarius L. yaitu sebuah lignan glucoside dengan nama (+)-pionoresinol 4-0-[6”-0-gallolyl]-β-D-glocopyranoside (1), serta dua megastigmane glucoside bernama Macarangioside E (2) dan Macaragioside F (3) bersama dengan 15 senyawa lainnya (4-18). Struktur senyawa tersebut dielusidasi menggunakan analisis spektroskopik dan kimiawi. Lignan glucoside baru yang berhasil diisolasi dan Macarangioside E ditemukan memiliki aktivitas penangkapan DPPH.
Gambar 17. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Kawakami et al., 2008)
Gambar 18. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami, et al., 2009)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
I. Metode Penyarian Fitokimia menyusun kurang dari 10% matriks tanaman sehingga untuk memperoleh sediaan yang kaya akan fitokimia diperlukan ekstraksi dari matriks tanaman. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk memaksimalkan hasil komponen yang diinginkan, dengan meminimalkan ekstraksi senyawa yang tidak diinginkan. Metode ekstraksi solid-liquid yang digunakan untuk mengekstraksi fitokimia dari tanaman diantaranya adalah ekstraksi Soxhlet, infudasi, dan maserasi. Proses ekstraksi ini melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kayafitokimia keluar dari sel tanaman (Harbourne, Marete, Jacquier, and O’Riordan, 2013). Maserasi dilakukan dengan merendam materi tanaman kedalam cairan yang biasanya adalah pelarut organik, pada suhu ruangan. Campuran ini dapat diaduk untuk meningkatkan kecepatan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman. Ekstraksi yang telah selesai kemudian dipisahkan dengan cara disaring. Materi tanaman tersebut dapat diekstraksi kembali dengan menambahkan pelarut baru yang disebut remaserasi. Langkah ini dapat diulang beberapa kali untuk meyakinkan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman benar-benar selesai. Satu kali maserasi dapat memakan waktu berjam-jam sampai berhari-hari dan dapat sampai berminggu-minggu untuk remaserasi (Harbourne, et al., 2013). Ekstraksi menghasilkan sediaan yang masih relatif kompleks di alam dan akan butuh dilanjutkan dengan pemurnian, yaitu prosedur fraksinasi untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
membuang materi yang tidak diinginkan. Fraksinasi merupakan sebuah tahap lanjutan yang diperlukan untuk dapat mencapai pemahaman lebih dalam mengenai aktivitas suatu senyawa. Fraksinasi yang menunjukkan aktivitas akan dilanjutkan fraksinasi lebih lanjut. Biasanya tahap ini diulang berkali-kali untuk menemukan senyawa lebih murni yang menunjukkan aktivitas yang diinginkan. Tahap selanjutnya adalah elusidasi struktur molekular dari molekul aktif, lalu determinasi konsentrasi senyawa aktif yang memberikan efek, diikuti determinasi jumlah senyawa aktif pada ekstrak awal dan dibandingkan dengan nilai konsentrasi senyawa aktif yang diperoleh. Langkah berikutnya adalah isolasi, sintesis, dan percobaan senyawa terkait. Terakhir adalah investigasi mekanisme aksi dan metabolisme dari senyawa aktif yang didapat (Houghton and Raman, 1998). J. Landasan Teori Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia yang terletak di bagian atas rongga abdominal (Standring et al., 2008). Hati tersusun atas hepatosit yang membentuk 80% volume hati dan beberapa komponen lainnya seperti kanalikuli empedu dan sinusoid hepatik (Tortora and Derrickson, 2014). Hati berperan dalam banyak hal didalam tubuh, secara umum fungsi hati terbagi menjadi tiga yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan fungsi pencernaan (Martini et al., 2015). Fungsi hati dapat terganggu akibat infeksi, termediasi imun, hepatotoksisitas terinduksi obat atau toksin, gangguan metabolik, gangguan secara mekanis, dan faktor gangguan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi, kerusakan hepatoseluler, nekrosis dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
apoptosis, perubahan vaskuler, regenerasi, fibrosis, dan neoplasia (Burt, et al., 2012). Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit hati akibat gangguan metabolik yang memiliki manifestasi terutama steatosis makrovesikular zona 3, inflamasi, cedera seluler yang ditunjukkan dengan penggelembungan sitologik, badan Mallory-Denk, atau keduanya serta fibrosis periseluler. Non-alcoholic fatty liver disease dapat berkembang menjadi NASH yang dapat berujung pada sirosis (Burt, et al., 2012). Kerusakan hati dapat dideteksi dengan tes fungsi hati melalui pengukuran aktivitas serum ALT dan AST. Kerusakan sel pada jaringan yang kaya aminotransferase atau adanya kelainan permeabilitas membran sel menyebabkan enzim tersebut masuk kedalam darah, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dapat digunakan sebagai penanda kerusakan hati (Poynard and ImbertBismut, 2012). Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa penginduksi kerusakan hati. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh sitokrom CYP2E1, CYP2B1 atau CYP2B2, dan kemungkinan juga CYP3A, untuk membentuk CCl3• yang menyebabkan toksisitas melalui haloalkalasi. Radikal ini juga dapat bereaksi dengan oksigen untuk membentuk CCl3OO•, suatu radikal yang sangat reaktif yang menyebabkan toksisitas melalui jalur peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003). Dengan dosis yang sesuai CCl4 dapat menyebabkan steatosis yang ditandai dengan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST (Thapa and Walia, 2007; Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan memiliki banyak kandungan serta manfaat (Starr et al., 2003). Pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari telah dilaporkan memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST tikus terinduksi CCl4 (Windrawati, 2013). Dari penelitian ini, dilakukan penelitian lanjutan yang meneliti FHEMM jangka waktu 6 hari pada tikus terinduksi CCl4. Menurut Harbourne et al. (2013) fitokimia menyusun kurang dari 10% matriks tanaman, oleh karena itu diperlukan ekstraksi untuk memperoleh sediaan dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST yang lebih poten. Proses ekstraksi melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kayafitokimia keluar dari sel tanaman. Dari ekstrak yang diperoleh dilakukan fraksinasi yaitu suatu usaha mengisolasi fraksi ekstrak untuk memperoleh sediaan yang lebih poten dan untuk mengetahui lebih lanjut senyawa yang mungkin bertanggung jawab terhadap efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi solid-liquid. Metode maserasi merupakan metode yang cukup sederhana, sehingga relevan untuk digunakan dalam eksplorasi senyawa pada daun Macaranga tanarius L. yang memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST. Ekstrak metanol-air 1:1 daun Macaranga tanarius L. telah dibuktikan oleh Windrawati (2013) memiliki aktivitas hepatoprotektif sehingga tahap lebih lanjut dalam penelitian ini adalah menguji bagian atau fraksi dari ekstrak tersebut sebagai upaya pengembangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
sediaan yang lebih poten dan pemahaman lebih lanjut mengenai senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas hepatoprotektif. Pemilihan pelarut dipilih berdasarkan kemampuan disolusi pelarut kedalam sel tanaman, solubilisasi senyawa fitokimia dalam matriks tanaman dan difusinya ke pelarut eksternal (Harbourne et al. 2013). Prinsip umum dari kelarutan fitokimia dalam pelarut adalah pelarut non-polar akan mengekstraksi senyawa nonpolar, dan senyawa polar akan diekstraksi oleh pelarut polar. Koefisien partisi menggambarkan polaritas dari suatu senyawa (Houghton and Raman, 1998). Berdasarkan hal tersebut, pelarut heksan-etanol 1:1 dipilih sebagai pelarut fraksinasi karena memiliki koefisien partisi yang mirip dengan Macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid. Heksan-etanol 1:1 yang dihitung menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch memiliki koefisien partisi 2,97, mirip dengan macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid yang memiliki koefisien partisi 2,94, 2,76, dan 2,64. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa ketiga senyawa tersebut dapat difraksinasi dengan menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan kandungan macatannin B yang paling banyak karena memiliki nilai koefisien partisi yang paling mirip. Dalam fraksi yang dibuat senyawa yang terkandung belum dapat dipastikan spesifik mengisolasi tiga senyawa tersebut namun juga dapat mengandung senyawa lain yang mungkin bersinergi dengan senyawa yang telah diketahui atau mungkin justru merupakan senyawa utama yang lebih bertanggung jawab terhadap aktivitas penurunan aktivitas serum ALT dan AST (Houghton and Raman, 1998).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Berdasarkan penjabaran di atas, maka fraksi yang diperoleh adalah fraksi yang memiliki kandungan tiga ellagitannin yang telah diketahui dan diberi nama chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, sebab ellagitannin dikenal memiliki aktivitas antioksidan (Gil et al., 2000; Anderson et al., 2001; Mullen et al., 2002; Reddy et al., 2007). Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang banyak diteliti sebagai agen hepatoprotektif untuk pengembangan terapi NAFLD dan diketahui bahwa antioksidan (vitamin E) merupakan terapi farmakologis yang telah terbukti memberikan manfaat pada penderita NAFLD (Watt, 2015). Antioksidan juga diketahui dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan oleh CCl4 sehingga akan mencegah kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4. K. Hipotesis Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dapat mencegah kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galus Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama a. Variabel bebas Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi dosis pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. b. Variabel tergantung Variabel tergantung dari penelitian ini adalah aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. 2. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 gram dan umur 2-3 bulan, pemberian FHEMM secara peroral (p.o.) dengan
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
frekuensi pemberian satu kali sehari, selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian hepatoksin CCl4 melalui rute intraperitoneal (i.p.). Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni (saat musim kemarau) dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. b. Variabel pengacau tak terkendali Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah profil absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi, serta kondisi patologis hewan uji. 3. Definisi operasional a. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 40,0 g serbuk daun dengan 200 mL pelarut metanol-air 1:1 secara maserasi selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm, kemudian ekstrak cair yang diperoleh, diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC hingga menjadi ekstrak pekat dan diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
b. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. FHEMM
adalah
fraksi
kental
yang
diperoleh
dengan
memfraksinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan perbandingan 1:5 secara maserasi selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm, kemudian fraksi cair yang diperoleh, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. c. Jangka Panjang Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari adalah pemberian FHEMM dengan frekuensi satu kali sehari selama enam hari berturut-turut. d. Penurunan aktivitas serum ALT dan AST Penurunan aktivitas serum ALT dan AST ditandai dengan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin dan kelompok perlakuan, dengan aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol hepatotoksin. C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama a. Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 gram dan berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok penelitian yang diketuai oleh Saudari Penina Kurnia Uly dan dideterminasi di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Bahan kimia a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan aquadest yang dibeli dari CV. General Lab Yogyakarta. b. Pelarut fraksi yang digunakan adalah heksan dan etanol yang dibeli dari CV. General Lab Yogyakarta. c. Bahan hepatoksin yang digunakan adalah CCl4 yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. d. Pelarut CCl4 yang digunakan adalah olive oil Bertolli®. e. Pelarut FHEMM yang digunakan adalah Natrium-Carboxymethyl Cellulosa 1% (CMC-Na 1%) yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. f. Reagen AST/GOT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
g. Reagen ASL/GPT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan FHEMM Alat-alat yang digunakan adalah orbital shaker Optima®, timbangan analitik Mettler Toledo®, oven Memmert®, blender Miyako®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, penangas air, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, ayakan no.50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, moisture balace, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen. 2. Alat perlakuan hewan uji Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Mettler Toledo®, spuit injeksi p.o. dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi intraperitoneal dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur. E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
2. Pengumpulan bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Daun Macaranga tanarius L. segar dipetik pada musim kemarau karena kandungan senyawa antioksidan dan metabolit sekunder lainnya mengalami peningkatan sebagai bentuk pertahanan tanaman terhadap kondisi stres lingkungan (radiasi sinar UV, intensitas cahaya tinggi, temperatur, persediaan air) (Gechev, Breusegem, Stone, Denev, and Laloi, 2006; Ramakrishna and Ravishankar, 2011; Bartwal, Mall, Lohani, Guru, and Arora, 2013). Waktu panen dilakukan pada pagi hari karena kandungan metabolit sekunder cenderung lebih stabil dan lebih banyak pada pagi hari, sedangkan pada siang hari metabolit sekunder seperti antioksidan banyak digunakan untuk detoksifikasi ROS hasil metabolisme tanaman dan stres lingkungan (Gechev et al., 2006). Daun Macaranga tanarius L. yang dipilih adalah daun yang dirasa sudah matang dan proses diferensiasi tanaman telah selesai, hal ini dilihat dari ukuran batang tanaman yang memiliki diameter lebih dari 5 cm dan batangnya sudah tidak berwarna hijau, sehingga tanaman lebih banyak melakukan pertumbuhan sekunder dan diharapkan kandungan metabolit sekunder yang diperoleh lebih banyak (Plas, Eijkelboom, and Hagendoorn, 1995). Daun yang sudah dipanen dicuci dengan air mengalir untuk memisahkan pengotor lain yang terbawa seperti debu, semut, ataupun bahan asing lainnya, lalu di angin-anginkan. Ketika sudah tidak terlalu basah langkah selanjutnya dilakukan perajangan dengan mengiris daun karena ukuran daun cukup lebar. Fungsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
dilakukanya perajangan adalah untuk mempercepat proses pengeringan. Untuk menurunkan kadar air bahan sampai ke tingkat yang dipersyaratkan maka dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 29ºC selama 3-4 hari. 3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. Daun Macaranga tanarius L. dicuci bersih dibawah air mengalir, setelah bersih daun diangin-anginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian untuk mengoptimalkan pengeringan daun dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 29oC. Daun yang telah kering disortasi kering dan diserbuk dengan blender Miyako® dan diayak dengan ayakan nomor 50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®. Daun yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender setelah disortasi kering untuk memisahkan daun dari benda asing lain dan bagian tanaman yang tidak diinginkan. Tujuan penyerbukan daun Macaranga tanarius L. adalah untuk memperpendek jalur yang harus ditempuh oleh pelarut untuk menarik keluar fitokimia dari matriks tanaman sehingga akan menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi kandungan fitokimia secara maksimal (Harbourne et al., 2013). Serbuk yang diperoleh diayak dengan ayakan nomor 50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah serbuk daun Macaranga tanarius L. dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300 µm.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. Timbang saksama 5,0 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Bobot serbuk kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot mula-mula serbuk, setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot serbuk setelah pemanasan. Selisih antara bobot mula-mula serbuk dengan bobot setelah pemanasan merupakan besarnya penurunan bobot serbuk. Kadar air dari sampel serbuk daun Macaranga tanarius L. diperoleh dengan menghitung besarnya penurunan bobot serbuk dibandingkan dengan bobot mula-mula dan dinyatakan dalam persen. 5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Timbang lebih kurang 40,0 g serbuk daun Macaranga tanarius L., direndam dalam 200 mL pelarut metanol-air 1:1, kemudian dimaserasi selama 24 jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Serbuk tanaman di remaserasi sebanyak 2 kali dengan menambakan 200 mL pelarut metanol-air 1:1 baru. Filtrat maserasi diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC hingga menjadi ekstrak pekat kemudian diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50 oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Maserasi dilakukan sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh. Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat ekstraksi digunakan untuk memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokima dari bahan tanaman (Harbourne et al., 2013). Proses penguapan pelarut dari ekstrak dilakukan untuk menguapkan pelarut dan mendapatkan ekstrak kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25% untuk memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Pada proses pembuatan ekstrak kental, dilakukan penguapan pada suhu cukup tinggi yaitu 80ºC karena pelarut metanol-air sulit untuk diuapkan pada suhu yang lebih rendah dan tekanan rotary vacuum evaporator IKAVAC® tidak bisa diatur. Fischer, Carle, dan Kammerer (2013) melaporkan bahwa ellagitannin tidak mengalami degradasi bahkan dengan pemanasan hingga 90 ºC. Dalam penelitian ini pembuatan FHEMM dari serbuk menghasilkan rendemen sebesar 3,51%. 6. Pembuatan FHEMM Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. difraksinasi dengan merendam tiap 1,0 g Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan 5,0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
mL pelarut heksan-etanol 1:1 (perbandingan ekstrak-pelarut 1:5), kemudian dimaserasi selama 24 jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Residu ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. di remaserasi sebanyak 2 kali dengan menambakan pelarut heksan-etanol 1:1 baru dengan jumlah yang sama. Fraksi cair yang diperoleh, diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga menjadi fraksi kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Sama halnya dengan proses ekstraksi, maserasi dilakukan sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh. Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat fraksinasi bertujuan untuk memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokimia dituju dengan residu ekstrak kental (Harbourne et al., 2013). Proses penguapan pelarut dari fraksi prinsipnya juga sama dengan penguapan pelarut dari ekstrak yaitu untuk menguapkan pelarut dan mendapatkan fraksi kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25% untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Dari proses pembuatan FHEMM dari serbuk diperoleh rendemen sebesar 3,51%. 7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1% Agen suspensi CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0 gram CMC-Na. CMC-Na yang telah ditimbang, kemudian ditaburkan kepermukaan aquadest 200,0 mL. Setelah itu ditambahkan lagi 200,0 mL aquadest sehingga serbuk CMC-Na terbasahi. CMC-Na tersebut didiamkan selama 24 jam hingga mengembang. Agen suspensi tersebut kemudian ditambahkan dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL. 8. Pembuatan suspensi FHEMM Suspensi FHEMM tiap harinya dibuat dengan konsentrasi 2,4% sebagai stok. Sebanyak 0,6 g FHEMM ditimbang kemudian dicampurkan dengan agen suspensi CMC-Na 1%. Setelah tersuspensi dengan baik, suspensi tersebut ditambahkan hingga volumenya mencapai 25 ml di dalam labu ukur, lalu digojog kembali. 9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1) Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare, et al. (2013), melakukan optimasi dosis, rute injeksi, dan waktu pencuplikan CCl4 yang dilarutkan didalam olive oil dengan perbandingan 1:1, sehingga dalam penelitian ini CCl4 dilarutkan didalam olive oil Bertoli® dengan konsentrasi yang sama. 10. Penetapan rute injeksi CCl4 Janakat dan Al-Merie (2002), menguji efek rute injeksi CCl4 dengan dosis 2 ml/kgBB yang dilarutkan didalam olive oil dengan perbandingan 1:1 melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
i.p.dan subkutan (s.c.). Peningkatan aktivitas ALT dan AST diperoleh dengan rute pemberian i.p., sehingga dalam penelitian ini rute pemberian CCl4 secara i.p. dipilih. 11. Penetapan dosis CCl4 Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan bahwa injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB. 12. Penetapan waktu pencuplikan darah Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan bahwa pada tikus yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB peningkatan aktivitas serum ALT dan AST mencapai puncaknya pada jam ke-24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48. Uji pendahuluan juga dilakukan untuk menetapkan waktu pencuplikan darah. Dengan didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013), uji pendahuluan dilakukan menggunakan 3 ekor tikus betina galur Wistar yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Tikus tersebut diambil darahnya melalui sinus orbitalis pada jam ke-0, jam ke-24 dan jam ke-48 setelah induksi untuk membuktikan aktivitas serum ALT dan AST mencapai puncaknya pada jam ke24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji Sejumlah tiga puluh ekor tikus dipilih dan dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berisi lima ekor tikus. Pembagian kelompok pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kelompok I atau kelompok kontrol CMC diberi pensuspensi CMC-Na 1% secara p.o.satu kali sehari selama enam hari berturut-turut. b. Kelompok II atau kelompok kontrol CCl4 diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. c. Kelompok III atau kelompok kontrol FHEMM diberi FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturutturut. d. Kelompok IV atau kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 dengan secara i.p. dosis 2 ml/kgBB. e. Kelompok V atau kelompok perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. f. Kelompok VI atau kelompok perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Pencuplikan darah tiap kelompok dilakukan sesuai dengan hasil uji pendahuluan yaitu pada jam ke-24 setelah masing-masing perlakuan melalui sinus orbitalis, untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST-nya. 14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST Pemeriksaan sampel darah dan penetapan aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. F. Tata Cara Analisis Hasil Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan analisis One-Way ANOVA untuk melihat ada tidaknya perbedaan bermakna antar kelompok. Analisis One-Way ANOVA mengasumsikan data terdistribusi normal, sehingga normalitas data diuji terlebih dahulu dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data terbukti terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis One-Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antar kelompok. Analisis dilanjutkan dengan uji post hoc untuk melihat masing-masing perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, berbeda bermakna (p<0,050) atau berbeda tidak bermakna (p>0,050). Jika diasumsikan memiliki variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Tukey’s honestly significant difference (Tukey’s HSD), sedangkan jika tidak diasumsikan variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji GamesHowell. Uji yang digunakan untuk menguji kesamaan variansi kelompok adalah uji Levene. Pada data yang memiliki distribusi tidak normal maka dilakukan analisis nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
kelompok. Uji lanjutan dengan uji Mann Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p>0,05). Nilai kemampuan FHEMM dalam mencegah kerusakan hati dinyatakan dalam persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST adalah sebagai berikut: [1 −
(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif) ] x 100% (purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)
[1 −
(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif) ] x 100% (purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif bahan alam dan merupakan kelanjutan dari penelitian Windrawati (2013) untuk mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi CCl4. Parameter kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati kerusakan hati pada tikus adalah aktivitas serum ALT dan AST hewan uji. A. Hasil Determinasi Tanaman Bahan alam yang diteliti manfaatnya dalam penelitian ini adalah daun Macaranga tanarius L., yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L, di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan untuk memastikan kebenaran bahan yang digunakan. Determinasi Macaranga tanarius L. dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, dan bunga. Proses determinasi dilakukan hingga ke tingkat spesies. Hasil determinasi tersebut
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman jenis Macaranga tanarius L. dari suku Euphorbiaceae. B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan kandungan air dalam serbuk tersebut. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Metode Gravimetri dipilih karena sampel tidak mengandung senyawa volatil dan diasumsikan selama pengeringan hanya air yang menguap. Sampel sejumlah 5,0 g ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara, lalu sampel dikeringkan pada suhu 105ºC selama 15 menit agar kandungan air dalam sampel menguap. Pengujian ini direplikasi sebanyak 3 kali dan diperoleh hasil perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. adalah sebesar 8,76%. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional (Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014), syarat serbuk yang baik adalah kurang dari atau sama dengan 10%. Ditinjau dari kandungan airnya, dapat dikatakan bahwa serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan pada penelitian ini memiliki mutu yang baik. C. Hasil Uji Pendahuluan 1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4 Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen penginduksi perlemakan hati pada tikus. Menurut Weber et al. (2003) toksisitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dipengaruhi oleh dosis. Menurut Thapa dan Walia (2007) serta didukung dengan pernyataan Poynard dan Imbert-Bismut (2012), perlemakan hati ditandai dengan kenaikan ringan dari aktivitas serum ALT dan AST. Janakat dan Al-Merie (2002), melaporkan bahwa injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui jalur i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Pada dua penelitian tersebut injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB mengakibatkan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST yang meanandakan terjadinya perlemakan hati. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB. 2. Hasil penentuan waktu pencuplikan darah Orientasi waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu pencuplikan darah ketika terjadi perlemakan hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang bermakna pada tikus terinduksi CCl4 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Menurut Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013) aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi CCl4 mengalami peningkatan tertinggi pada jam ke 24, sedangkan pada jam ke 48 aktivitas serum ALT dan AST cenderung kembali menuju normal. Berdasarkan dua penelitian tersebut, orientasi dilakukan dengan mengukur aktivitas serum ALT dan AST pada sampel darah tikus terinduksi CCl4 yang diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 0, 24, dan 48. Hasil pengujian aktivitas serum ALT tikus pada jam ke
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 19, sedangkan hasil pengujian aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 20.
Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
Waktu Pencuplikan
Purata Aktivitas Serum
Purata Aktivitas Serum
ALT ± SE (U/L)
AST ± SE (U/L)
Jam ke 0
66,8 ± 0,84
154,2 ± 2,1
Jam ke 24
184,0 ± 16,5*
669,6 ± 8,4*
Jam ke 48
62,3 ± 15,6
197,7 ± 9,5*
ket: *berbeda bermakna pada p<0,050 dibandingkan dengan jam ke 0
Aktivitas serum ALT digunakan sebagai parameter utama dalam penelitian ini karena merupakan penanda biokimia kerusakan hati yang spesifik (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Hasil analisis statistik dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) sehingga dapat dilakukan pengujian dengan uji One-Way ANOVA. Hasil uji One-Way Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,001) antar kelompok. Uji Levene menunjukkan bahwa data memiliki variansi yang sama (p=0,092) sehingga uji post hoc yang digunakan adalah uji yang mengasumsikan variansi kelompok sama, yaitu uji Tuckey HSD.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke 24 berbeda bermakna (p=0,002) dengan jam ke 0. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0 (66,8 ± 0,84 U/L) menggambarkan keadaan normal tikus sebelum terpapar CCl4, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke 24 (184,0 ± 16,5 U/L) menunjukkan adanya kerusakan hati akibat CCl4. Kerusakan hati menyebabkan enzim yang terdapat di hati seperti ALT keluar dari sel hati yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga aktivitas serum ALT yang terukur mengalami peningkatan, selain itu aktivitas ALT di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum ALT akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan aktivitas serum ALT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
ini termasuk dalam peningkatan ringan yang dapat menggambarkan terjadinya akumulasi lipid hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Aktivitas serum ALT pada jam ke 48 ketika dibandingkan dengan jam ke 0 dengan uji Tuckey HSD menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna (p=0,968), sedangkan perbandingan antara jam ke 24 dan 48 menunjukkan hasil berbeda bermakna (p=0,001). Dari uji statistik tersebut diketahui bahwa aktivitas serum ALT setelah jam ke 24 terdapat penurunan dan telah kembali normal pada jam ke 48 (62,3 ± 15,6 U/L). Menurut Herlong dan Mitchell Jr. (2012), aktivitas serum ALT akan kembali mengalami penurunan hingga rentang normal ketika tidak terdapat kerusakan sel lebih lanjut. Kecepatan dari penurunan aktivitas tersebut bergantung pada eliminasinya dari sirkulasi darah. ALT pada manusia dikatabolisme oleh hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 47 ± 10 jam. Pada penelitian ini aktivitas serum AST juga diukur sebagai parameter pendukung karena AST paling banyak terdapat di hati dan merupakan salah satu penanda biokimia kerusakan sel hati. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas variansi dengan uji Levene menunjukkan bahwa aktivitas serum AST kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) dan variansi sama (p=0,107), sehingga pengujian dilakukan menggunakan One-Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD. Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan ada perbedaan bermakna antar kelompok (p=0,000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam 24 dibandingan dengan jam ke 0 berbeda bermakna (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam ke 24 setelah induksi CCl4 (669,6 ± 8,4) mengalami peningkatan dari keadaan normalnya pada jam ke 0 (154,2 ± 2,1 U/L). Sama halnya dengan ALT, peningkatan ringan aktivitas serum AST terjadi akibat kerusakan sel hati menyebabkan AST dari sel hati masuk ke sirkulasi darah dan juga aktivitas AST di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum AST akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan ringan aktivitas serum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
AST merupakan penanda terjadinya perlemakan hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Aktivitas serum pada jam ke 48 dibanding dengan jam ke 24 berbeda bermakna (p=0,000), yang artinya setelah jam ke 24 terdapat penurunan aktivitas serum AST menuju normal karena kerusakan sel hati lebih lanjut tidak terjadi setelah jam ke 24. Pada jam ke 48 aktivitas serum AST masih berbeda bermakna (p=0,014) dibanding dengan jam ke 0 yang berarti penurunan aktivitas serum AST sudah terjadi namun belum mencapai normal. Aktivitas serum AST akan kembali normal ketika telah tidak ada kerusakan sel lebih lanjut, yang kecepatan penurunannya akan dipengaruhi oleh kecepatan eliminasi dari sirkulasi darah. Pada manusia AST dikatabolisme di hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 17 ± 5 jam (Herlong and Mitchell Jr., 2012). Pada jam ke 24, baik aktivitas serum ALT ataupun AST mengalami peningkatan ringan yang menandakan adanya perlemakan hati. Pada jam ke 48, aktivitas serum ALT dan AST kembali turun menuju normal, dengan aktivitas serum ALT secara statistik menunjukkan hasil sudah kembali normal, sedangkan aktivitas serum AST menunjukkan hasil belum kembali normal. Nilai AST pada jam ke 48 belum kembali normal dapat disebabkan oleh adanya kerusakan organ lain, karena berbeda dengan ALT yang dominan berada di hati, AST selain di hati juga banyak ditemukan di jaringan jantung, dan otot rangka, serta terdapat juga di ginjal, otak, pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit (Poynard and ImbertBismut, 2012). Hati memiliki kemampuan regenerasi sel yang sangat baik (Burt et al., 2012) sehingga ketika aktivitas serum ALT telah kembali normal, aktivitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
serum AST belum kembali normal karena pengaruh kerusakan jaringan lain yang belum tentu memiliki kemampuan regenerasi sebaik hati. Hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan ini mendukung pernyataan Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013). Waktu pencuplikan pada jam ke 24 dipilih karena mampu memberikan kenaikan ringan serum ALT dan AST, yang menggambarkan terjadinya perlemakan pada tikus. Pada jam ke 48 hati diduga
telah
kembali
normal
sehingga
tidak
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan kemampuan FHEMM dalam mencegah peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Pengambilan darah tikus tiap kelompok perlakuan yang diberi FHEMM disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan ini, sehingga darah tikus diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 24 setelah tikus diinduksi CCl4. D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan dengan rancangan acak lengkap pola searah. Pada penelitian ini dilakukan teknik acak sederhana untuk memilih sampel bahan alam dan sampel hewan uji. Penelitian ini menggunakan sampel bebas dengan dua kontrol utama yaitu kontrol CMC sebagai kontrol hati normal dan kontrol CCl4 sebagai kontrol kerusakan hati, ditambah dengan kontrol FHEMM untuk melihat pengaruh FHEMM terhadap hati tikus normal. Perlakuan dosis dilakukan dengan 3 variasi dosis pada kelompok yang berbeda untuk melihat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus. Setelah diberi perlakuan, sampel darah tikus diambil melalui sinus orbitalis kemudian aktivitas serum ALT dan AST tikus diukur. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT yang diperoleh, dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk dan uji Levene sehingga diketahui data terdistribusi normal (p>0,050) dan memiliki variansi yang sama (p=0,113). Data dianalisis dengan OneWay ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,000) kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok. Tabel II dan Gambar 21 menampilkan hasil pengukuran aktivitas serum ALT.
Tabel II. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT
Purata ± SE Aktivitas
Efek Pencegahan Kenaikan
serum ALT (U/L)
Aktivitas Serum ALT (%)
Kontrol CMC
47,7 ± 1,6b*
-
Kontrol CCl4
156,1 ± 7,7a*
-
51,5 ± 2,8b*
-
134,3 ± 8,0a*
20,11
60,9 ± 4,2b*
87,82
103,5 ± 7,2a* b*
48,52
Kelompok
Kontrol FHEMM Dosis 137,14 mg/kgBB Dosis 34,28 mg/kgBB + CCl4 Dosis 68,57 mg/kgBB + CCl4 Dosis 137,14 mg/kgBB + CCl4
ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC; b*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CCl4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT Tabel III. Hasil pengukuran aktivitas serum AST
Purata ± SE Aktivitas
Efek Pencegahan Kenaikan
serum AST (U/L)
Aktivitas Serum AST (%)
Kontrol CMC
104,9 ± 2,0b*
-
Kontrol CCl4
674,3 ± 5,5a*
-
108,2 ± 5,1b*
-
412,5 ± 20,6a* b*
45,98
435,9 ± 41,1a* b*
41,87
415,6 ± 17,3a* b*
45,34
Kelompok
Kontrol FHEMM Dosis 137,14 mg/kgBB Dosis 34,28 mg/kgBB + CCl4 Dosis 68,57 mg/kgBB + CCl4 Dosis 137,14 mg/kgBB + CCl4
ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC b*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CCl4
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST
Hasil pengukuran aktivitas serum AST diketahui terdistribusi normal (p>0,050) setelah diuji dengan uji Shapiro-Wilk. Data yang diuji dengan One-way ANOVA menunjukkan hasil adanya perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Levene menunjukkan variansi data tidak sama (p=0,027), sehingga analisis statistik dilanjutkan dengan uji post hoc yang tidak mengasumsikan variansi data sama yaitu uji Games-Howell. Hasil pengukuran aktivitas serum AST ditampilkan pada tabel III dan gambar 22. 1. Kelompok kontrol CMC Kontrol CMC bertindak sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini. Tujuan dari kontrol negatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas serum ALT dan AST tikus tanpa adanya pengaruh dari hepatotoksin CCl 4 dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
FHEMM untuk menggambarkan keadaan normal hewan uji yang digunakan. Kontrol CMC diberi perlakuan yang mirip dengan kelompok perlakuan namun tanpa pemberian FHEMM dan CCl4 sehingga dapat diketahui aktivitas serum ALT dan AST tanpa pengaruh FHEMM dan CCl4. Kelompok ini diberi pensuspensi CMC-Na 1% yang merupakan pensuspensi FHEMM dalam penelitian ini, dengan pemberian secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut. Surendran, Eswaran, Vijayakumar, and Rao (2011) melaporkan bahwa pemberian CMC pada tikus tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tikus, serta hasil pemeriksaan histopatologinya menunjukkan hasil sel hati normal. Aktivitas serum ALT pada penelitian ini adalah 47,7 ± 1,6 U/L, sedangkan aktivitas serum AST pada penelitian ini adalah 104,9 ± 2,0 U/L. 2. Kelompok kontrol CCl4 Kontrol CCl4 berfungsi sebagai kontrol hepatotoksin dalam penelitian ini. Tujuan dari kelompok kontrol hepatoksin adalah untuk melihat peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 untuk menggambarkan kondisi perlemakan hati pada hewan uji yang digunakan. Kontrol hepatotoksin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok yang diberi diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Pelarut olive oil dipilih untuk melarutkan CCl4 karena menurut WHO (1999), CCl4 sukar larut air. Selain karena dapat digunakan untuk melarutkan CCl4, Olive oil dapat digunakan sebagai pelarut karena diketahui tidak meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST (Jadhav, Thakare, Suralkar, Deshpande, and Naik, 2010). Jadhav et al. (2010) melaporkan bahwa tikus yang diberikan olive oil tidak mengalami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
peningkatan aktivitas
serum ALT dan
AST,
serta hasil
100
pemeriksaan
histopatologinya menunjukkan hasil sel hati normal. Pada penelitian ini digunakan model perlemakan hati terinduksi CCl4 dengan dosis tunggal, karena perlemakan hati terjadi pada tahap awal kerusakan hati terinduksi CCl4. Perlemakan hati pada tikus terinduksi CCl4 ditandai dengan adanya peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST. Toksisitas CCl4 terutama merupakan dampak dari metabolitnya. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh CYP2E1, CYP2B1 atau CYP2B2 serta mungkin juga oleh CYP3A untuk membentuk radikal bebas CCl3•. Dengan adanya oksigen CCl3• dapat membentuk radikal yang lebih reaktif yaitu CCl3OO•. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai mekanisme terjadinya perlemakan hati oleh CCl4 (Weber et al., 2003). Salah satu mekanisme yang berperan dalam terjadinya perlemakan hati adalah adanya inhibisi sekresi lipoprotein ke sirkulasi. Hal ini dikaitkan dengan terjadinya gangguan fungsi akibat aparatus Golgi hati di tahap awal keracunan CCl4 akut. Aparatus Golgi memiliki peranan fundamental dalam sintesis, maturasi, dan sekresi VLDL yang berfungsi membawa lipid keluar dari hati. Terjadinya akumulasi lemak di hati ini paralel dengan terjadinya perubahan fungsi membran plasma, sehingga toksisitas ini ditandai dengan meningkatnya ALT dan AST di darah (Weber et al., 2003). Mekanisme kerusakan utama yang disebabkan oleh metabolit CCl3OO• adalah melalui proses peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid mempengaruhi permeabilitas mitokondria, RE, dan plasma membran (Weber et al., 2003).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
Rusaknya RE diketahui juga berkontribusi menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mensintesis protein dan menghasilkan penurunan jumlah produksi kompleks yang juga berdampak pada perlemakan hati (Timbrell, 2008). Selain mekanisme perlemakan hati yang telah disebutkan, CCl4 menyebabkan berbagai kerusakan di hati melalui beberapa mekanisme lainnya dengan menyerang molekul-molekul seluler. Metabolit-metabolit CCl4 yang menyerang molekul seluler akan menghasilkan ROS, termasuk O2-, H2O2, dan radikal hidroksil. Banyaknya jumlah ROS yang terbentuk akan menyebabkan kondisi stres oksidatif, yaitu kondisi disaat kapasitas pertahanan tubuh tidak mampu untuk menetralisir ROS. ROS juga menyebabkan mekanisme pertahanan antioksidan semakin melemah. Konsentrasi intraseluler GSH, aktivitas SOD dan catalase (CAT) akan berkurang, serta juga menyebabkan berkurangnya sistem detokfikasi yang diproduksi oleh GSH (Bhattacharjee and Sil, 2007). Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh CCl4 dan manifestasi klinis yang dihasilkan mirip dengan mekanisme dan manifestasi klinis perlemakan hati akibat peranan stres oksidatif (Pacana and Sanyal, 2015). Oleh karena itu, kondisi tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 dapat menggambarkan kondisi perlemakan hati pada tikus. Hasil pengukuran ALT dan AST pada penelitian ini juga mendukung pernyataan tersebut. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 adalah 156,1 ± 7,7 U/L, sedangkan aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 adalah 674,3 ± 5,5 U/L. Jika dibandingkan dengan hasil kontrol CMC, secara statistik aktivitas serum ALT berbeda bermakna (p=0,000). Aktivitas serum AST jika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
dibandingkan dengan hasil kontrol CMC secara statistik juga berbeda bermakna (p=0,000). Kenaikan aktivitas serum ALT yang merupakan parameter utama dalam penelitian ini besarnya sekitar 3 kali. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terjadi perlemakan hati pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Adanya kenaikan lebih dari 3 kali dapat mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi pada hewan uji cenderung bukan steatosis sederhana, namun telah mulai terjadi juga penggelembungan hepatosit, inflamasi, stres oksidatif, ataupun kematian sel yang lebih mirip dengan kondisi NASH, penyakit tahap lanjut dari steatosis (Depner, Lytle, Tripathy, and Jump, 2015). 3. Kelompok kontrol FHEMM Kontrol FHEMM digunakan untuk melihat pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus normal. Perlakuan pada kelompok kontrol FHEMM disesuaikan dengan perlakuan pada kelompok perlakuan namun tanpa pemberian CCl4. Kelompok kontrol FHEMM diberi FHEMM dosis III secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut. Dosis III dipilih karena diasumsikan aktivitas senyawa pada dosis tertinggi (137,14 mg/kgBB) adalah yang paling besar sehingga mampu mewakili aktivitas pada dosis II (68,57 mg/kgBB) dan dosis I (34,28 mg/kgBB). Apabila FHEMM memiliki efek peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada dosis I dan dosis II, diduga efek tersebut akan lebih besar pada dosis III, sehingga pengamatan efek peningkatan aktivitas serum ALT dan AST cukup dilakukan dengan menggunakan dosis III.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Hasil statistik aktivitas serum ALT kontrol FHEMM dibandingkan dengan kontrol CMC berbeda tidak bermakna (p=0,997). Aktivitas serum AST kontrol FHEMM dibandingkan dengan kontrol CMC secara statistik juga berbeda tidak bermakna (p=0,987). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 137,14 mg.kgBB tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar. 4. Kelompok perlakuan Kelompok perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok yang mendapatkan pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dan diinduksi dengan hepatotoksin CCl4. Dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok perlakuan yang diberi perlakuan sama kecuali dosis FHEMM yang diberikan. Kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB, kelompok perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB, sedangkan kelompok perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Tiap kelompok diberikan FHEMM sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan dengan frekunsi pemberian satu kali sehari selama enam hari berturut-turut secara p.o. kemudian pada hari ketujuh diinjeksi CCl4. Pengambilan darah tikus melalui sinus orbitalis diambil 24 jam setelah injeksi CCl4 sesuai dengan hasil orientasi. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan dibandingkan secara statistik dengan kontrol hepatotoksin dan kontrol negatif untuk dilihat efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Perbandingan antara masing-masing kelompok perlakuan juga dilakukan untuk melihat ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Aktivitas serum ALT pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dan CCl4 adalah 134,3 ± 8,0 U/L. Dengan membandingkan hasil ini dengan kontrol CMC diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas serum ALT dari keadaan normal, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000), sedangkan bila dibandingkan dengan kontrol CCl4 diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dapat sedikit mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara statistik berbeda tidak bermakna (p=0,126). Berdasarkan perhitungan dari data yang diperoleh diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 sebesar 20,11%. Walaupun demikian, secara statistik pemberian FHEMM dosis 134,3 ± 8,0 U/L tidak terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Aktivitas serum AST pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dan CCl4 adalah 412,5 ± 20,6 U/L. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas serum AST dari keadaan normal, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,001) terhadap kontrol CMC. Dibandingkan dengan kontrol CCl4 dapat diketahui terdapat pencegahan kenaikan aktivitas serum AST, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,001). Dari hasil ini diketahui bahwa secara statistik terbukti bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan serum AST, dan dari hasil perhitungan pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memiliki efek pencegahan kenaikan sebesar 45,98%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
Hasil uji statistik aktivitas serum AST menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB terbukti dapat mencegah kenaikan serum AST, namun tidak dengan aktivitas serum ALT. Oleh karena itu, hasil ini tidak dapat membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan proteksi pada hati karena aktivitas serum ALT merupakan penanda yang lebih spesifik untuk hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Adanya pencegahan kenaikan
serum AST dapat
menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan proteksi pada jaringan jantung, otot rangka, atau jaringan lain yang banyak mengandung AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), namun hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk diuji kebenarannya. Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB adalah 60,9 ± 4,2 U/L. Dengan membandingkan hasil ini terhadap kelompok kontrol CCl4, dapat terlihat adanya pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang terjadi cukup besar sehingga bila dibandingkan dengan kontrol CMC, aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB secara statistik perbedaannya tidak bermakna (p=0,599). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan dapat mempertahankan aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 87,82%. Aktivitas serum AST tikus yang diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan CCl4 adalah 435,9 ± 41,1 U/L. Hasil ini bila dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,024). Dibandingkan dengan kelompok kontrol CMC terlihat ada kenaikan aktivitas serum AST yang secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda bermakna (p=0,008). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas AST namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk dapat mempertahankan aktivitas serum AST tetap normal. Besarnya efek pencegahan kenaikan aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB adalah 41,87%. Hasil pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 menunjukkan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang cukup menjanjikan. Pada pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB aktivitas serum ALT dapat dipertahankan tetap pada keadaan normal, walaupun tidak demikian dengan aktivitas serum AST. Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST tidak sebesar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT diduga karena adanya pengaruh kerusakan organ lain yang meningkatkan aktivitas AST dan tidak terproteksi dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB. Hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
tersebut terkait dengan adanya AST pada jaringan-jaringan lain selain hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 103,5 ± 7,2 U/L. Dibandingkan dengan kontrol CCl4 hasil ini menunjukkan adanya penurunan yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Bila dibandingkan dengan kontrol CMC, pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus terinduksi CCl4 secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 48,52%. Aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 415,6 ± 17,3 U/L. Hasil ini bila dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Bila hasil ini dibandingkan dengan kontrol CMC, secara statistik juga berbeda bermakna (p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST tetap normal. Dari hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST sebesar 45,34%. Aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB diketahui selaras. Hasil pengukuran keduanya sama-sama membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST tetap normal. Pada penelitian ini hubungan antara kelompok perlakuan dibandingkan untuk melihat kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT (Gambar 23) dan AST (Gambar 24) tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Aktivitas serum ALT dijadikan parameter utama untuk melihat hubungan antar dosis karena telah dijelaskan bahwa hasil aktivitas serum ALT lebih spesifik untuk kerusakan hati dibandingkan dengan AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas serum ALT perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB secara statistik berbeda bermakna (p=0,000) dan lebih tinggi dari pada perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB, serta berbeda bermakna (p=0,012) dan lebih tinggi dari pada perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB. Akan tetapi, aktivitas serum ALT perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB lebih tinggi dari perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Hasil ini menunjukkan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
*2 *3 *1 *2
*1 *3
Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT Ket: berbeda bermakna pada p<0,050; *1 dibandingkan dengan Dosis I + CCl4; *2 dibandingkan dengan Dosis II + CCl4; *3 dibandingkan dengan Dosis III + CCl4
Hasil perbandingan aktivitas serum AST perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB secara statistik berbeda bermakna dengan perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB (p=0,994) dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB (p=1,000). Perbandingan antara perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB juga menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,996). Hasil ini menunjukkan tidak adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 Ket: perbandingan antar kelompok berbeda tidak bermakna.
Perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB memiliki aktivitas lebih baik dibandingkan perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB karena diduga FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB mengandung lebih banyak senyawa aktif dibandingkan dengan FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB. Pada kasus perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB, efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT tidak semakin meningkat diduga karena menurut Berger (2005), antioksidan yang berlebihan justru dapat memperlambat kecepatan reaksi penetralan radikal bebas. Antioksidan berlebih justru dapat menurunkan aktivitas GSH yang merupakan penetral radikal bebas karena setelah ikatan antara radikal bebas dan antioksidan jenuh, maka antioksidan dapat berikatan dengan GSH sehingga aktivitas GSH yang telah rendah dalam kondisi kerusakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
hati semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB terlalu tinggi sehingga menyebabkan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang tidak lebih baik dari pada dosis 68,57 mg/kgBB. Walaupun begitu, kesimpulan ini merupakan spekulasi yang perlu diuji kebenaranya. Pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 oleh FHEMM diduga berasal dari kandungan chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, namun tidak menutup kemungkinan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST berasal dari kandungan lain yang terdapat didalam FHEMM dan/atau merupakan efek sinergi beberapa senyawa yang terkandung dalam FHEMM. Untuk memastikan efek pencegahan kenaikan serum ALT dan AST berasal dari chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diperlukan purifikasi lebih lanjut atau isolasi masing-masing senyawa sehingga dapat diuji lebih lanjut pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B tergolong sebagai senyawa Ellagitannin yaitu senyawa polifenol alami yang dikenal memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman (Gil et al., 2000; Anderson et al., 2001; Mullen et al., 2002; Reddy et al., 2007). Antioksidan merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penetral radikal bebas dengan mendonorkan elektronnya. Dengan bertindak sebagai penangkap radikal bebas, antioksidan diduga mampu mengurangi toksisitas CCl4. Menurut Weber et al. (2003), antioksidan melindungi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
hati dengan memutus rantai reaksi dari peroksidasi lipid pada tikus terinduksi CCl4 dan mencegah terjadinya stres oksidatif. Mekanisme pertahanan antioksidan pada tikus terinduksi CCl4 ini diduga akan bermanfaat juga bagi penderita NAFLD melalui kemampuannya dalam penangkapan radikal bebas dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara banyaknya ROS dengan antioksidan tersedia yang dapat menyebabkan stres oksidatif (Pacana dan Sanyal, 2015). Menurut Bhattacharjee dan Sil (2007), dengan adanya pemberian antioksidan yang membantu dalam penetralan ROS, kadar SOD dan CAT yang mengalami penurunan pada kondisi stres oksidatif dapat dipulihkan. SOD memiliki peranan penting dalam mengeliminasi ROS yang berasal dari proses peroksidasi jaringan hati. SOD menghilangkan superoxide dengan mengubahnya menjadi H2O2, yang akan dirubah oleh CAT menjadi air. Pemberian antioksidan juga dapat memulihkan kadar GSH yang menurun pada kondisi stres oksidatif. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa FHEMM mampu mencegahan kenaikan ringan aktivitas serum ALT dan AST melalui aktivitas antioksidannya. FHEMM berpotensi untuk memiliki aktivitas penghambatan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 yang lebih baik lagi, sebab mekanismenya dalam melindungi hati dari steatosis melalui jalur penekanan lipolisis perifer tidak dijelaskan dalam model kerusakan hati terinduksi dosis tunggal CCl4 2 ml/kgBB. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diketahui merupakan senyawa yang memiliki aktivitas AGI yang poten (GunawanPuteri and Kawabata, 2010). Senyawa dengan aktivitas AGI berpotensi mengontrol kadar gula darah pada penderita resistensi insulin yang merupakan penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
penyerta dan faktor resiko utama penderita NAFLD. Dengan mengontrol kadar gula darah, sintesis berlebih insulin yang memicu sintesis trigliserida hepatik dengan adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan asupan lemak (Gaggini et al., 2013). Manfaat FHEMM terhadap pencegahan perlemakan hati melalui jalur lipolisis perifer tidak terdemonstrasikan dengan model perlemakan hati tikus terinduksi CCl4 dosis tunggal 2ml/kgBB, sehingga penelitian dengan model lain disarankan. Contoh model tikus resistensi insulin disertai dengan perlemakan hati yang dapat digunakan untuk mendemonstrasikan kemampuan FHEMM dalam mencegah perlemakan hati melalui penghambatan lipolisis periferal adalah model perlemakan hati dan resistensi insulin pada tikus dengan diet lemak tinggi (Fraulob, Ogg-Diamantino, Fernandes-Santos, Aguila, and Mandarim-de-Lacerda, 2010). Model lain yang juga dapat digunakan adalah model tikus DM tipe 2 dengan pemberian larutan fruktosa 10% selama dua minggu, diikuti dengan injeksi i.p. streptozotocin (Wilson and Islam, 2015). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian dosis 68,57 mg/kgBB jangka panjang 6 hari terbukti secara statistik memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang paling baik diantara pengujian pada tiga variasi dosis yang dilakukan, dengan besar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 87,82% dan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 41,87%. Dosis FHEMM 68,57 mg/kgBB pada tikus, bila dikonversi ke manusia maka dosis yang diperlukan adalah 767,98 mg/70 kgBB. Berdasarkan hasil yang diperoleh diharapkan nantinya pemanfaatan pemberian FHEMM jangka panjang 6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
hari atau senyawa yang lebih bertanggung jawab dapat menunda, menghambat, serta mencegah pengembangan NAFLD menjadi NASH serta sirosis, dan membantu mempercepat proses perbaikan sel hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dan analisis statistik, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari mampu mencegah kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. 2. Tidak ada kekerabatan antara dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanolair daun Macaranga tanarius L.dengan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida B. Saran Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai: 1. Pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. 2. Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus resistensi insulin dan perlemakan hati.
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, E.E., 2011, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol : Air Daun Macaranga tanarius (L.) Pada Tikus Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Anderson, K.J., Teuber, S.S., Gobeille, A., Cremin, P., Waterhouse, L., and Steinberg, F.M., 2001,Walnut polyphenolics inhibit in Vitro human plasma and LDL oxidation, J. Nutr., 131, 2837-2842. Apte, U., and Krishnamurthy, P., 2012, Detoxification Function of the Liver, in Monga, S.P., Molecular Pathology of Liver Diseases, Springer, New York, p. 147. Bartwal, A., Mall, R., Lohani, P., Guru, S.K., and Arora, S., 2013, Role of Secondary Metabolites and Brassinosteroids in Plant Defense Against Environmental Stresses, J. Plant Growth Regul., 32, 216–232. Bellentani, S., Scagliono, F., Marino, M., and Bedogni, G., 2010, Epidemiology of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease, Dig. Dis., 28, 155-161. Berger, M.M., 2005, Can Oxidative damage be treated nutritionally?, Clinical Nutrition, 24, 172-178. Bhattacharjee, R., and Sil, P.C., 2007, Protein isolate from the herb, Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae), plays hepatoprotective role against carbon tetrachloride induced liver damage via its antioxidant properties, Food and Chemical Toxicology, 45, 817-216. Burt, A.D., Portmann, B.C., and Ferrell, L.D., 2012, MacSween’s Pathology of the Liver, 6th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 30-42, 51, 294-298, 300-305, 321-322. Depner, C.M., Lytle, K.A., Tripathy, S., and Jump, D.B., 2015, ω-3 Fatty Acids and Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, pp. 247-249. Dhital, R. and Tirosh, O., 2015, Fatty Liver Vulnerability to Hypoxic and Inflammatory Stress, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, p. 28. Dongare, P.P., Dhande, S.R., Kadam, V.J., 2013, Standarization of Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity In the Rat, Am J. PharmTech. Res., 3 (5), 438-445.
116
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Fischer, U.A., Carle, R., and Kammerer, D.R., 2013, Thermal Stability of Anthocyanins and Colourless Phenolics in Pomegranate (Punica granatum L.) juices and model solutions, Food Chem., 138 (2-3), 18001809. Fraulob, J.C., Ogg-Diamantino, R., Fernandes-Santos, C., Aguila, M.B., and Mandarim-de-Lacerda, C.A., 2010, A Mouse Model of Metabolic Syndrome: Insulin Resistance, Fatty Liver and Non-Alcoholic Fatty Pancreas Disease (NAFPD) in C57BL/6 Mice Fed a High Fat Diet, J. Clin. Biochem. Nutr., 48, 212-223. Gaggini, M., Morelli, M., Bazzigoli, E., DeFronzo, R., Bugianesi, E., and Gastaldelli, A., 2013, Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) and Its Connection with Insulin Resistance, Dyslipidemia, Atherosclerosis and Coronary Heart Disease, Nutrients, 5, 1544-1560. Gechev, T.S., Breusegem, F.V., Stone, J.M., Denev, I., and Laloi, C., 2006, Reactive oxygen species as signals that modulate plant stress responses and programmed cell death, Bioessays 28, 1091–1101. Gil, M.I., Tomás-Barberán, F.A., Hess-Pierce, B., Holcroft, D.M., and Kader, A.A., 2000, Antioxidant activity of pomegranate juice and its relationship with phenolic composition and processing, J. Agric. Food Chem., 48, 45814589. Gunawan-Puteri, M., D., and Kawabata, J., 2010, Novel α-glucosidase Inhibitors From Macaranga tanarius Leaves, Food Chemistry, 123 (2), 384-389. Hamaguchi, M., Kojima, T., Takeda, N., Nakagawa, T., Taniguchi, H., Fujii, K., et al., 2005, The Metabolic Syndrome as a Predictor of Nonalcoholic Fatty Liver Disease, Ann. Intern. Med., 143, 722-728. Harbourne, N,m Marete,E., Jacquier, J.C.,and O’Riordan, D., 2013, Conventional extraction techniques for phytochemicals, in Tiwari, B.K., Brunton, N.P., Brennan, C.S., (Eds.), Handbook of Plant Food Phytochemical, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, pp. 400-409. Herlong, H.F. and Mitchell Jr., M.C., 2012, Laboratory Tests, in Schiff, E.R., Maddrey, W.C., and Sorrell, M.F., (Eds.), Schiff’s Diseases of the Liver, 11th edition, John Wiley & Sons Ltd., Chichester, pp. 18-21. Houghton, P.J., and Raman, A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts, Springer, Berlin, pp. 7-22. Integrated Taxonomic Information System, 2015, Standard Report Page: Macaranga tanarius, ITIS, http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=503637, diakses tanggal 14 Mei 2015. Jadhav, V.B., Thakare, V.N., Suralkar, A.A., Deshpande, A.D., and Naik, S.R., 2010, Hepatoprotective activity of Luffa acutangula against CCl4 and rifampin induced liver toxicity in rats: A biochemical and histopathological evaluation. Indian Journal of Experimental Biology, 48, 822-829. Janakat, S., and Al-Merie, H., 2002, Optimization of The Dose and Route of Injection, and Characterization of The Time Course of Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in The Rat, J. Pharmacol. Toxicol. Methods, 48, 41-44. Kalra, S., Vithalani, M., Gulati, G., Kulkarni, C.M., Kadam, Y., Pallivathukkal, J., et al., 2013, Study of Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) in Type 2 Diabetes Patients in India (SPRINT), J. Assoc. Physicians India, 61 (7), 448-453. Kawakami, S., Harinantenaina, L., Matsunami, K., Otsuka, H., Shinzato, T., and Takeda, Y., 2008, Macaflavanones A-G, Prenylated Flavanones from the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 71, 1872-1876. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Kumar, V., Abbas, A.K., and Aster, J.C., 2015, Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 9th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 51-52, 60-71, 822-824. Kuntz, E. and Kuntz, H., 2008, Hepatology Textbook and Atlas, 3rd edition, Springer, Berlin, p. 102. Leite, N.C., Salles, G.F., Araujo, A.L., Villela-Nogueira, C.A., and Cardoso, C.R., 2009, Prevalence and Associated factors of non-alcoholic fatty liver disease in patients with type-2 diabetes mellitus, Liver Int., 29 (1), 113119. Loomba, R. and Sanyal, A.J., 2013, The Global NAFLD Epidemic, Nat. Rev. Gastrienterol. Hepatol., 10 (11), 686-690.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
Martini, F.H., Nath, J.L., and Bartholomew, E.F., 2015, Fundamentals of Anatomy and Physiology, 10th edition, Pearson Education, Inc., San Fransisco, p. 911-914. Mashav, N. and Shibolet, O., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, p. 13. Matsunami, K., Otsuka, H., Kondo, K., Shinzato, T., Kawahata, M., Yamaguchi, K., et al., 2009, Absolute configuration of (+)-pinoresinol 4-O-[6’’-Ogalloyl]-β-D-glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the leaves of Macaranga tanarius, Phytochemistry, 70, 12771-1285. Matsunami, K., Takamori, I., Shinzato, T., Aramoto, M., Kondo, K., Otsuka, H., et al., 2006, Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MÜLL.-ARG., Chem. Pharm. Bull., 54(10) 1403—1407. Mullen, W., McGinn, J., Lean, M.E., MacLean, M.R., Gardner, P., Duthie, G.G., Crozier, A., 2002, Ellagitannins, flavonoids and other phenolics in red raspberries and their contribution to antioxidant capacity and vasorelaxation properties, J. Agric. Food Chem., 50, 5191-5196. Moore, K. L., Agur, A..M., Dalley, A.F., 2015, Essential Clinical Anatomy, 5th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, pp. 158-162. Orwa, C., A Mutua, Kindt R , Jamnadass, R., and Anthony, S., 2009, Agroforestree Database: a tree reference and selection guide, Version 4.0, ICRAF, http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp, diakses tanggal 17 Agustus 2015. Pacana, T. and Sanyal, A., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, pp. 232-234. Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, S., dan Sutthivaiyakit, S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 68, 927-930. Plas, L.H., Eijkelboom, C., and Hagendoorn, M. J., 1995, Relation between Primary and Secondary Metabolism in Plant Cell Suspensions, Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 43 (2), 111-116. Poynard, T. and Imbert-Bismut, F., 2012, Laboratory Testing for Liver Disease, in Boyer, T.D., Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Hepatology: A Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 202-203. Prashanth, M., Ganesh, H.K., Vimal, M.V., John, M., Bandgar,T., Joshi, S.R., et al., 2009, Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus, J. Assoc. Physicians India, 57, 205-210. Puri, P., and Sanyal, A.J., 2012, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Boyer, T.D., Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 941, 946. Ramakrishna, A. and Ravishankar, G.A., 2011, Influence of abiotic stress signals on secondary metabolites in plants, Plant Signal. Behav., 6 (11), 1720– 1731. Reddy, M.K., Gupta, S.K., Jacob, M.R., Khan, S.I., and Ferreira, D., 2007, Antioxidant, Antimalaria and Antimicrobial Activities of Tannin-Rich Fractions, Ellagitannins and Phenolic Acids from Punica granatum L., Planta Med. 73 (5), 461-467. Riordan, J.D. and Nadeau, J.H., 2014, Modeling progressive non-alcoholic fatty liver disease in laboratory mouse, Mamm. Genome, 25, 473-486. Scanlon, V.C. and Sanders, T., 2011, Essentials of Anatomy and Physiology, 6th edition, F.A. Davis Company, Philadelphia, pp. 414-417. Starr, F., Starr, K., and Loope, L., 2003, Macaranga tanarius, HEAR, http://www.hear.org/starr/hiplants/reports/pdf/macaranga_tanarius.pdf, diakses tanggal 13 Agustus 2015. Standring, S., Borley, N.R., Collins, P., Crossman A.R., Gatzoulis, M.A., Healy, J.C., Johnson, D., et al., 2008, Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice, 40th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 1163, 1174-1175. Stewart, A.F., and Day, C.P., 2012, Alcoholic Liver Disease, in Boyer, T.D., Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, p. 494. Surendran, S., Eswaran, M.B., Vijayakumar, M., and Rao, C.V., 2011, In vitro and in vivo hepatoprotective activity of Cissampelos pareira against carbontetrachloride induced hepatic damage, Indian Journal of Experimental Biology, 49, 939-945.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
Thapa, B. and Walia, A., 2007, Liver Function Tests and Their Interpretation, Indian J. Pediatr., 74 (7), 663-671. Tortora, G.J., and Derrickson, B., 2014, Principles of Anatomy & Physiology, 14th Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, pp. 669-670, 909-913. Trimbell, J.A., 2008, Principles of Biochemical Toxicology, 4th edition, Informa Healthcare, New York, pp. 309-311. Vernon, G., Baranova, A., and Younossi, M., 2011, Systematic review: the epidemiology and natural history of non-alcoholic fatty liver disease and non-alcoholic steatohepatitis in adults. Aliment Pharmacol Ther, 34, 274285. Wagner, W.L., Herbst, D.R., and Sohmer, S.H., 1999, Manual of the Flowering Plants of Hawai'I, vol. 1, University of Hawai'i Press, Honolulu, p. 624. Watt, K.D., 2015, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Hauser, C., (Ed.), Mayo Clinic gastroenterology and hepatology board review, 5th edition, Oxford University Press, New York, p. 329-320. Weber, L.W., Boll, M., and Stampfl, A., 2003, Hepatotoxicity and Mechanism of Action of Haloalkanes: Carbon Tetrachloride as a Toxicological Model, Critical Reviews in Toxicology, 33 (2), 105-136. Wilson, R.D. and Islam, S., 2015, Effects of White Mulberry (Morus Alba) Leaf Tea Investigated in Type 2 Diabetes Model of Rats, Acta Pol. Pharm., 72 (1), 153-160. Windrawati, T.G., 2013, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol:Air (50:50) Daun Macaranga tanarius L. terhadap Kadar ALT-AST Serum pada Tikus Terinduksi karbon Tetraklorida, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. World Health Organization, 1999, Environmental Health Criteria Carbon Tetrachloride, WHO Library, Geneva, pp.6-15. World Health Organization, 2014, The Top 10 Causes of Death, WHO, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index1.html, diakses tanggal 16 Maret 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L.
123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 3. Foto FHEMM
125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 5. Surat Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian Macaranga tanarius L.
128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli
129
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah
130
UJI STATISTIK DATA ORIENTASI
Kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
ALT
AST
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Jam ke-0
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Jam ke-24
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Jam ke-48
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Jam ke-0
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Jam ke-24
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Jam ke-48
3
100,0%
0
0,0%
3
100,0%
Descriptives
Kelompok
ALT
Jam ke-0
Statistic
Mean
95% Confidence Interval for Mean
66,8333
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Std. Error
63,1965
70,4701
.
66,6000
2,143
1,46401
65,50
68,40
2,90
.
,84525
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Skewness
Kurtosis
Jam ke-24
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
254,9486
.
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Maximum
113,0514
56,90
Interquartile Range
Minimum
16,48949
213,90
Range
Std. Deviation
184,0000
157,00
Maximum
Variance
.
28,56064
Minimum
Median
.
815,710
Std. Deviation
5% Trimmed Mean
1,225
181,1000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
,699
.
Median
Jam ke-48
131
,452
1,225
.
.
62,3333
15,58518
-4,7243
129,3909
.
49,0000
728,693
26,99432
44,60
93,40
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Range
48,80
Interquartile Range
.
Skewness
Kurtosis
AST
Jam ke-0
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
2,08167
145,2433
163,1567
158,20
Range
7,00
Interquartile Range
.
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Std. Deviation
154,2000
151,20
Maximum
Variance
.
3,60555
Minimum
Median
.
13,000
Std. Deviation
5% Trimmed Mean
1,225
153,2000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
1,680
.
Median
Jam ke-24
132
1,152
1,225
.
.
669,5667
8,36985
633,5541
705,5792
.
661,6000
210,163
14,49701
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Minimum
660,80
Maximum
686,30
Range
25,50
Interquartile Range
.
Skewness
1,726
1,225
.
.
197,7333
9,55167
Kurtosis
Jam ke-48
133
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
156,6358
Upper Bound
238,8309
5% Trimmed Mean
.
Median
193,1000
Variance
273,703
Std. Deviation
16,54398
Minimum
184,00
Maximum
216,10
Range
32,10
Interquartile Range
.
Skewness
1,161
1,225
.
.
Kurtosis
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
ALT
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Jam ke-0
,230
3
.
,981
3
,736
Jam ke-24
,207
3
.
,992
3
,832
Jam ke-48
,356
3
.
,817
3
,156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
AST
134
Jam ke-0
,276
3
.
,942
3
,537
Jam ke-24
,375
3
.
,774
3
,053
Jam ke-48
,277
3
.
,941
3
,532
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway Notes
Output Created
05-OCT-2015 16:33:44
Comments
Input
Data
E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA ORIENTASI.sav
Active Dataset
DataSet2
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling
9
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.
Syntax
ONEWAY ALT AST BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).
Resources
Processor Time
00:00:00,05
Elapsed Time
00:00:00,17
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
ALT
3,654
2
6
,092
AST
3,315
2
6
,107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
ANOVA
Sum of Squares
ALT
Between Groups
Within Groups
Total
AST
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
28551,056
2
14275,528
3093,093
6
515,516
31644,149
8
490124,647
2
245062,323
993,733
6
165,622
491118,380
8
F
Sig.
27,692
,001
1479,646
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Tukey HSD
Dependent Variable
(I) Kelompok
(J) Kelompok
ALT
Jam ke-0
Jam ke-24
-117,16667*
18,53853
,002
Jam ke-48
4,50000
18,53853
,968
Jam ke-0
117,16667*
18,53853
,002
Jam ke-48
121,66667*
18,53853
,001
-4,50000
18,53853
,968
Jam ke-24
-121,66667*
18,53853
,001
Jam ke-24
-515,36667*
10,50785
,000
Jam ke-48
-43,53333*
10,50785
,014
Jam ke-0
515,36667*
10,50785
,000
Jam ke-48
471,83333*
10,50785
,000
Jam ke-0
43,53333*
10,50785
,014
-471,83333*
10,50785
,000
Jam ke-24
Jam ke-48
AST
Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48
Jam ke-0
Jam ke-24
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
Multiple Comparisons
Tukey HSD
95% Confidence Interval
Dependent Variable
(I) Kelompok
(J) Kelompok
ALT
Jam ke-0
Jam ke-24
-174,0480
-60,2854
Jam ke-48
-52,3813
61,3813
Jam ke-0
60,2854
174,0480
Jam ke-48
64,7854
178,5480
Jam ke-0
-61,3813
52,3813
Jam ke-24
-178,5480
-64,7854
Jam ke-24
-547,6076
-483,1257
Jam ke-48
-75,7743
-11,2924
Jam ke-0
483,1257
547,6076
Jam ke-48
439,5924
504,0743
Jam ke-0
11,2924
75,7743
-504,0743
-439,5924
Jam ke-24
Jam ke-48
AST
Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48
Jam ke-24
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets ALT
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Kelompok
Jam ke-48
Jam ke-0
Jam ke-24
N
1
2
3
62,3333
3
66,8333
3
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
184,0000
,968
1,000
Lower Bound
Upper Bound
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
AST
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Kelompok
Jam ke-0
Jam ke-48
Jam ke-24
Sig.
N
1
3
2
3
154,2000
3
197,7333
3
669,5667
1,000
1,000
1,000
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Data ALT Penelitian
138
DATA ALT PENELITIAN Kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
ALT
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kontrol CMC
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Kontrol CCL4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Kontrol FHEMM
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis I + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis II + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis III + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Descriptives
Kelompok
ALT
Kontrol CMC
Statistic
Mean
95% Confidence Interval for Mean
47,6600
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Std. Error
43,1278
52,1922
47,5944
46,2000
13,323
3,65007
44,30
52,20
7,90
7,05
1,63236
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Skewness
Kurtosis
Kontrol CCL4
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
177,3196
31,45
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Maximum
134,8004
41,10
Interquartile Range
Minimum
7,65713
181,10
Range
Std. Deviation
156,0600
140,00
Maximum
Variance
2,000
17,12186
Minimum
Median
-2,762
293,158
Std. Deviation
5% Trimmed Mean
,913
157,0000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
,519
155,5611
Median
Kontrol FHEMM
139
,646
,913
-,376
2,000
51,5000
2,85167
43,5825
59,4175
51,4111
48,4000
40,660
6,37652
45,80
58,80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Range
13,00
Interquartile Range
12,25
Skewness
Kurtosis
Dosis I + CCl4
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
8,03532
112,0104
156,6296
148,20
Range
42,80
Interquartile Range
30,10
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Std. Deviation
134,3200
105,40
Maximum
Variance
2,000
17,96753
Minimum
Median
-3,163
322,832
Std. Deviation
5% Trimmed Mean
,913
144,2000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
,520
135,1556
Median
Dosis II + CCl4
140
-1,389
,913
1,160
2,000
60,9400
4,23020
49,1951
72,6849
61,0389
57,5000
89,473
9,45902
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Minimum
48,70
Maximum
71,40
Range
22,70
Interquartile Range
17,40
Skewness
Kurtosis
Dosis III + CCl4
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
141
-,060
,913
-1,704
2,000
103,5400
7,20469
83,5366
123,5434
103,7000
105,4000
259,538
16,11018
80,20
124,00
43,80
27,85
-,402
,913
,808
2,000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
ALT
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol CMC
,255
5
,200*
,854
5
,208
Kontrol CCL4
,223
5
,200*
,905
5
,439
Kontrol FHEMM
,287
5
,200*
,801
5
,083
Dosis I + CCl4
,309
5
,134
,825
5
,128
Dosis II + CCl4
,242
5
,200*
,906
5
,444
Dosis III + CCl4
,168
5
,200*
,985
5
,961
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway Notes
Output Created
05-OCT-2015 16:26:00
Comments
Input
Data
E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru SKRIPSI revisi.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling
30
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.
Syntax
ONEWAY ALT BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/PLOT MEANS
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Resources
143
Processor Time
00:00:00,36
Elapsed Time
00:00:00,56
Test of Homogeneity of Variances
ALT
Levene Statistic
df1
df2
2,014
5
Sig.
24
,113
ANOVA
ALT
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
F
52990,834
5
10598,167
4075,936
24
169,831
57066,770
29
Sig.
62,404
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable: ALT
Tukey HSD
95% Confidence Interval
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol CMC
Kontrol CCL4
Std. Error
Sig.
Lower Bound
-108,40000*
8,24210
,000
-133,8840
-3,84000
8,24210
,997
-29,3240
Dosis I + CCl4
-86,66000*
8,24210
,000
-112,1440
Dosis II + CCl4
-13,28000
8,24210
,599
-38,7640
Dosis III + CCl4
-55,88000*
8,24210
,000
-81,3640
Kontrol CMC
108,40000*
8,24210
,000
82,9160
Kontrol FHEMM
104,56000*
8,24210
,000
79,0760
Dosis I + CCl4
21,74000
8,24210
,126
-3,7440
Dosis II + CCl4
95,12000*
8,24210
,000
69,6360
Dosis III + CCl4
52,52000*
8,24210
,000
27,0360
Kontrol FHEMM
Kontrol CCL4
Mean Difference (I-J)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontrol FHEMM
Dosis I + CCl4
Dosis II + CCl4
Kontrol CMC
3,84000
8,24210
,997
-21,6440
Kontrol CCL4
-104,56000*
8,24210
,000
-130,0440
Dosis I + CCl4
-82,82000*
8,24210
,000
-108,3040
Dosis II + CCl4
-9,44000
8,24210
,857
-34,9240
Dosis III + CCl4
-52,04000*
8,24210
,000
-77,5240
Kontrol CMC
86,66000*
8,24210
,000
61,1760
Kontrol CCL4
-21,74000
8,24210
,126
-47,2240
Kontrol FHEMM
82,82000*
8,24210
,000
57,3360
Dosis II + CCl4
73,38000*
8,24210
,000
47,8960
Dosis III + CCl4
30,78000*
8,24210
,012
5,2960
Kontrol CMC
13,28000
8,24210
,599
-12,2040
Kontrol CCL4
-95,12000*
8,24210
,000
-120,6040
9,44000
8,24210
,857
-16,0440
Dosis I + CCl4
-73,38000*
8,24210
,000
-98,8640
Dosis III + CCl4
-42,60000*
8,24210
,000
-68,0840
Kontrol CMC
55,88000*
8,24210
,000
30,3960
Kontrol CCL4
-52,52000*
8,24210
,000
-78,0040
52,04000*
8,24210
,000
26,5560
Dosis I + CCl4
-30,78000*
8,24210
,012
-56,2640
Dosis II + CCl4
42,60000*
8,24210
,000
17,1160
Kontrol FHEMM
Dosis III + CCl4
144
Kontrol FHEMM
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ALT
Tukey HSD
95% Confidence Interval
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol CMC
Kontrol CCL4
Kontrol FHEMM
Upper Bound
-82,9160
21,6440
Dosis I + CCl4
-61,1760
Dosis II + CCl4
12,2040
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontrol CCL4
Kontrol FHEMM
Dosis I + CCl4
Dosis III + CCl4
-30,3960
Kontrol CMC
133,8840
Kontrol FHEMM
130,0440
Dosis I + CCl4
47,2240
Dosis II + CCl4
120,6040
Dosis III + CCl4
78,0040
Kontrol CMC
29,3240
Kontrol CCL4
-79,0760
Dosis I + CCl4
-57,3360
Dosis II + CCl4
16,0440
Dosis III + CCl4
-26,5560
Kontrol CMC
112,1440
Kontrol CCL4
3,7440
Kontrol FHEMM
Dosis II + CCl4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
108,3040
Dosis II + CCl4
98,8640
Dosis III + CCl4
56,2640
Kontrol CMC
38,7640
Kontrol CCL4
-69,6360
Kontrol FHEMM
Dosis III + CCl4
145
34,9240
Dosis I + CCl4
-47,8960
Dosis III + CCl4
-17,1160
Kontrol CMC
81,3640
Kontrol CCL4
-27,0360
Kontrol FHEMM
77,5240
Dosis I + CCl4
-5,2960
Dosis II + CCl4
68,0840
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Homogeneous Subsets ALT
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Kelompok
N
Kontrol CMC
Kontrol FHEMM
Dosis II + CCl4
Dosis III + CCl4
Dosis I + CCl4
Kontrol CCL4
1
5
47,6600
5
51,5000
5
60,9400
5
3
103,5400
5
134,3200
5
156,0600
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
2
,599
1,000
,126
146
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Data AST Penelitian
147
DATA PENELITIAN AST Kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
AST
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kontrol CMC
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Kontrol CCL4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Kontrol FHEMM
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis I + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis II + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Dosis III + CCl4
5
100,0%
0
0,0%
5
100,0%
Descriptives
Kelompok
AST
Kontrol CMC
Statistic
Mean
95% Confidence Interval for Mean
104,9200
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Std. Error
99,3898
110,4502
104,9944
106,8000
19,837
4,45387
99,50
109,00
9,50
1,99183
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Interquartile Range
8,60
Skewness
Kurtosis
Kontrol CCL4
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
659,0069
689,6331
25,50
Interquartile Range
24,20
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
5,51538
686,30
Range
Std. Deviation
674,3200
660,80
Maximum
Variance
2,000
12,33276
Minimum
Median
-2,902
152,097
Std. Deviation
5% Trimmed Mean
,913
678,4000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
-,513
674,4056
Median
Kontrol FHEMM
148
-,375
,913
-3,072
2,000
108,2000
5,12104
93,9817
122,4183
107,7389
106,9000
131,125
11,45098
98,00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Maximum
126,70
Range
28,70
Interquartile Range
Dosis I + CCl4
19,45
Skewness
1,287
,913
Kurtosis
1,701
2,000
412,5000
20,55646
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
2112,840
Std. Deviation
45,96564
Minimum
350,40
Maximum
477,20
Range
126,80
Interquartile Range
77,65
Skewness
Kurtosis
Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
469,5739
412,2000
Variance
95% Confidence Interval for Mean
355,4261
412,3556
Median
Dosis II + CCl4
149
,129
,913
1,095
2,000
435,9400
41,14942
321,6909
550,1891
434,8111
429,3000
8466,373
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Std. Deviation
92,01290
Minimum
321,10
Maximum
571,10
Range
250,00
Interquartile Range
Dosis III + CCl4
150
158,70
Skewness
,485
,913
Kurtosis
,909
2,000
415,6000
17,28193
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
367,6177
463,5823
415,7444
417,8000
1493,325
38,64356
359,80
468,80
109,00
58,00
Skewness
-,167
,913
Kurtosis
1,924
2,000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
AST
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol CMC
,264
5
,200*
,842
5
,170
Kontrol CCL4
,249
5
,200*
,830
5
,140
Kontrol FHEMM
,244
5
,200*
,884
5
,330
Dosis I + CCl4
,188
5
,200*
,983
5
,951
Dosis II + CCl4
,185
5
,200*
,983
5
,949
Dosis III + CCl4
,266
5
,200*
,920
5
,531
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway Notes
Output Created
05-OCT-2015 16:29:56
Comments
Input
Data
E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru SKRIPSI revisi.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling
30
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.
Syntax
ONEWAY AST BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/PLOT MEANS
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=GH ALPHA(0.05).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Resources
152
Processor Time
00:00:00,44
Elapsed Time
00:00:00,44
Test of Homogeneity of Variances
AST
Levene Statistic
df1
df2
3,084
5
Sig.
24
,027
ANOVA
AST
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
F
1194342,520
5
238868,504
49502,388
24
2062,600
1243844,908
29
Sig.
115,809
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Games-Howell
95% Confidence Interval
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol CMC
Kontrol CCL4
Std. Error
Sig.
Lower Bound
-569,40000*
5,86403
,000
-594,3613
-3,28000
5,49476
,987
-26,3759
Dosis I + CCl4
-307,58000*
20,65273
,001
-404,5597
Dosis II + CCl4
-331,02000*
41,19760
,008
-525,8997
Dosis III + CCl4
-310,68000*
17,39633
,000
-392,0449
Kontrol CMC
569,40000*
5,86403
,000
544,4387
Kontrol FHEMM
566,12000*
7,52625
,000
538,5827
Kontrol FHEMM
Kontrol CCL4
Mean Difference (I-J)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontrol FHEMM
Dosis I + CCl4
Dosis I + CCl4
261,82000*
21,28350
,001
167,3878
Dosis II + CCl4
238,38000*
41,51739
,024
45,1059
Dosis III + CCl4
258,72000*
18,14068
,000
180,0139
Kontrol CMC
3,28000
5,49476
,987
-19,8159
Kontrol CCL4
-566,12000*
7,52625
,000
-593,6573
Dosis I + CCl4
-304,30000*
21,18474
,000
-399,0541
Dosis II + CCl4
-327,74000*
41,46685
,007
-521,2560
Dosis III + CCl4
-307,40000*
18,02471
,000
-386,4043
Kontrol CMC
307,58000*
20,65273
,001
210,6003
Kontrol CCL4
-261,82000*
21,28350
,001
-356,2522
304,30000*
21,18474
,000
209,5459
Dosis II + CCl4
-23,44000
45,99829
,994
-207,8062
Dosis III + CCl4
-3,10000
26,85578
1,000
-101,9638
Kontrol CMC
331,02000*
41,19760
,008
136,1403
Kontrol CCL4
-238,38000*
41,51739
,024
-431,6541
327,74000*
41,46685
,007
134,2240
Dosis I + CCl4
23,44000
45,99829
,994
-160,9262
Dosis III + CCl4
20,34000
44,63115
,996
-164,6663
Kontrol CMC
310,68000*
17,39633
,000
229,3151
Kontrol CCL4
-258,72000*
18,14068
,000
-337,4261
307,40000*
18,02471
,000
228,3957
Dosis I + CCl4
3,10000
26,85578
1,000
-95,7638
Dosis II + CCl4
-20,34000
44,63115
,996
-205,3463
Kontrol FHEMM
Dosis II + CCl4
Kontrol FHEMM
Dosis III + CCl4
153
Kontrol FHEMM
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Games-Howell
95% Confidence Interval
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol CMC
Kontrol CCL4
Kontrol FHEMM
Upper Bound
-544,4387
19,8159
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontrol CCL4
Kontrol FHEMM
Dosis I + CCl4
Dosis II + CCl4
Dosis III + CCl4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
154
Dosis I + CCl4
-210,6003
Dosis II + CCl4
-136,1403
Dosis III + CCl4
-229,3151
Kontrol CMC
594,3613
Kontrol FHEMM
593,6573
Dosis I + CCl4
356,2522
Dosis II + CCl4
431,6541
Dosis III + CCl4
337,4261
Kontrol CMC
26,3759
Kontrol CCL4
-538,5827
Dosis I + CCl4
-209,5459
Dosis II + CCl4
-134,2240
Dosis III + CCl4
-228,3957
Kontrol CMC
404,5597
Kontrol CCL4
-167,3878
Kontrol FHEMM
399,0541
Dosis II + CCl4
160,9262
Dosis III + CCl4
95,7638
Kontrol CMC
525,8997
Kontrol CCL4
-45,1059
Kontrol FHEMM
521,2560
Dosis I + CCl4
207,8062
Dosis III + CCl4
205,3463
Kontrol CMC
392,0449
Kontrol CCL4
-180,0139
Kontrol FHEMM
386,4043
Dosis I + CCl4
101,9638
Dosis II + CCl4
164,6663
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia
Angka konversi tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB =56,0 Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia Dosis FHEMM untuk manusia adalah : I.
FHEMM 34,28 mg/kgBB tikus : 34,28 mg/kgBB = 0,03428 g/kgBB = 0,03428 g/1000gBB = 0,006856 g/200gBB 0,006856 g/200gBB x 56,0 = 0,383936 g/70kgBB manusia ≈ 0,384 g/70kgBB manusia
II.
FHEMM 68,57 mg/kgBB tikus : 68,57 mg/kgBB = 0,06857 g/kgBB = 0,06857 g/1000gBB = 0,013714 g/200gBB 0,013714 g/200gBB x 56,0 = 0,767984 g/70kgBB manusia ≈ 0,768 g/70kgBB manusia
III.
FHEMM 137,14 mg/kgBB tikus : 137,14 mg/kgBB = 0,13714 g/kgBB = 0,13714 g/1000gBB = 0,027428 g/200gBB 0,027428 g/200gBB x 56,0 = 1,535968 g/70kgBB manusia ≈ 1,536 g/70kgBB manusia
155
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia
1 hari tikus = 1,2 bulan manusia 6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus = 6 x 1,2 bulan manusia = 7,2 bulan manusia
156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.
Replikasi I
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴
=
5,014 𝑔−4,561𝑔 5,014𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 9,03%
Replikasi II
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴
=
5,027 𝑔−4,589𝑔 5,027𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 8,71%
Replikasi III
Kadar air =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
=
Rata-rata =
=
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴 5,022 𝑔−4,593𝑔 5,022𝑔
𝑥100%
𝑥100% = 8,54%
𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼𝐼 3 9,03%+8,71%+8,54%
= 8,76%
3
157
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM
158
Bobot total FHEMM
=
𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 14 14
= (2,0589g + 1,3414g + 0,5518g + 2,401g +2,1897g + 0,7377g + 0,3938g + 1,4510g + 0,1592g + 4,4791g + 2,1923g + 1,7528g + 5,3613g + 1,8711g) : 14 = 30,2727 g
Bobot total serbuk daun
=
𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 18 18
= (40,01g + 40,16g + 40,3423g + 40,2263g + 40,3297g +40,10g + 40,25g + 20,39g + 40,00g + 40,03g +40,03g + 40,02g +40,09g + 40,03g + 40,03g + 40,50g + 40,05g + 40,03g + 40,04g +40,02g +40,00g + 40,02g) : 18 = 862,6983 g
Persen rendemen =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐻𝐸𝑀𝑀 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑢𝑛
=
30,2727𝑔 862,6983
𝑥100%
𝑥100% = 3,51%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 15. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
159
ALT dan AST
ALT dan AST Rumus perhitungan persen hepatoprotektif :
[1 −
(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif) ] x 100% (purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)
[1 −
(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif) ] x 100% (purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)
Perhitungan persen hepatoprotektif ALT : Dosis 34,28 mg/kgBB
[1 −
(134,3 − 47,7) ] x 100% = 20,11% (156,1 − 47,7)
Dosis 68,57 mg/kgBB
[1 −
(60,9 − 47,7) ] x 100% = 87,82% (156,1 − 47,7)
Dosis 137,14 mg/kgBB
[1 −
(103,5 − 47,7) ] x 100% = 48,52% (156,1 − 47,7)
Perhitungan persen hepatoprotektif AST : Dosis 34,28 mg/kgBB
[1 −
(412,5 − 104,9) ] x 100% = 45,98% (674,3 − 104,9)
Dosis 68,57 mg/kgBB
[1 −
(435,9 − 104,9) ] x 100% = 41,87% (674,3 − 104,9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dosis 137,14 mg/kgBB
[1 −
(415,6 − 104,9) ] x 100% = 45,34% (674,3 − 104,9)
160
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS Penulis Skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap Sona Karisnata Inriano, lahir di Bengkulu pada tanggal 24 Desember 1993. Penulis merupakan anak dari Ir. Trismartono Patwanto dan Rony Indas Bawin Siam, adik dari Adian Putra Sayogya, S.Kom., dan kakak dari Phileo Nanda Wicaksana. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Sint Carolus Bengkulu (1999-2000), SD Sint Carolus Bengkulu (2000-2006), SMP Negeri 4 Bengkulu (2006-2009) dan SMA Kolese De Britto Sleman (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan sebagai anggota divisi acara dalam kegiatan Kampanye Informasi Obat (2012) dan Komisi Pemilihan Umum (2012), sebagai anggota divisi P3K dalam kegiatan TITRASI (2014), sebagai anggota divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Desa Mitra (2013), Pharmacy Performance (2014), dan Pharmacy Road to School (2014), serta sebagai koordinator divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Donor Darah JMKI (2013). Penulis juga aktif berperan sebagai asisten praktikum di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada praktikum Kimia Dasar (2014), Kimia Organik (2015), Komunikasi Farmasi (2015), dan Farmakologi-Toksikologi (2015). Penulis merupakan peraih medali emas kompetisi Patient Counselling Event (PCE) dan peraih medali perunggu Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam ajang Olimpiade Farmasi Klinik 2015. Dalam Olimpiade Farmasi Klinik 2015, tim penulis dinobatkan sebagai Tim Terbaik dan bersama delegasi Universitas Sanata Dharma lainnya membantu mengantarkan Universitas Sanata Dharma untuk meraih juara umum dalam ajang tersebut. Selain itu, penulis juga merupakan semifinalis dalam Kompetisi Kefarmasian Mahasiswa Tingkat Nasional Pharmadays 2015. Penulis juga pernah menjadi delegasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk kejuaraan PCE di Forum Tobacco Control Ismafarsi (2014), PCE di Pharmacy Festival (2014), dan PCE di Phase 80 (2015).
161