PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi
Oleh: Is Sumitro NIM : 098114127
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGJAKARTA 2013 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Hidup seorang laki-laki jangan takut akan segala hal sebab ketakutan hanya akan menghambat jalanmu, namun juga selalu berpegang pada prinsip yang benar karena hidup hanyalah hidup jika bermanfaat bagi orang lain” “Kebaikan belum tentu akan dimengerti orang lain, maka jangan menuntut orang juga akan mengerti kebaikanmu namun selalulah berbuat baik dan bekerja keras sebab doa orang tua dan Tuhan selalu menyertaimu” (Mintju dan Effendi)
Kupersembahkan karyaku ini untuk kedua orang tuaku Mintju dan Effendi, Sahabatku, dan Almamaterku
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini tidak memuat karya atau bagian dari pekerjaan orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya indikasi plagiarisme dalam naskah yang saya susun ini, maka saya bersedia menanggung segala resiko dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 10 Juli 2013 Penulis,
Is Sumitro
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangah di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Is Sumitro
Nomor Mahasiswa
: 098114127
Demi pengembangan ilmu penegtahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: “VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR EKSTRAK TEMBAKAN DALAM ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 10 Juli 2013 Yang menyatakan
(Is Sumitro)
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas cinta kasih, berkat, ijin dan peryertaan-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok “MEREK X” Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Menggunakan Standar Internal Asetanilida” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi demi memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya masukan, kritikan, diskusi, arahan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ipang Djurnarko, M.Sc., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Uninversitas Sanata Dharma Yogyakarta atas teladan seorang pemimpin yang diberikan 2. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing, dosen penguji, dan pengganti orang tua saya yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian, bimbingan, masukan, motivasi, kritikan, dan saran selama penulis berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama penelitian serta penyusunan skripsi ini.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. 4. Lucia Wiwid Wijayanti, M,Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. 5. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing di laboratorium dan teman selama penelitian skripsi yang telah memberikan masukan, diskusi, saran, dan dukungan moral kepada penulis selama penelitian skripsi ini. 6. C.M.Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. sebagai Kaprodi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas teladan kepemimpinan, masukan, dan saran yang diberikan selama penulis berkuliah dan menyusun naskah. 7. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 8. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. atas waktu yang diluangkan untuk memberikan sedikit masukan diawal penelitian 9. Bimo Adithya, Suparlan, dan Kunto dan segenap staf laboran yang senantiasa siap membantu dan meluangkan waktunya dalam penyediaan bahan dan alat selama penelitian. 10. Semua dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas pengalaman, masukan, keceriaan, semangat, dan persahabatan yang diberikan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Demas dan Eric sebagai rekan kerja dalam penelitian skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama, persahabatan, canda dan semangat selama ini. 12. Lucia Shinta R, Sisilia Mirsya A, Metri S.K., Agnes Mutiara, Victor Purnama Agung, dan Novia Sarwoningtyas sebagai teman seperjuangan dalam satu lantai Laboratorium Analisis Instrumental. 13. Teman angkatan 2009 yang bersama-sama berjuang dan mengisi sebagian cerita hidupku, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dan bantuan selama perkuliahan. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan, semangat dan doa yang menyertai penulis dari awalnya penelitian hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis merasakan dan menyadari atas kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena keterbatasan wawasan dan kemampuan. Penulis dengan senang hati membuka diri menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan skripsi ini memberikan manfaat yang berarti bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mempersembahkan skripsi ini demi majunya ilmu pengetahuan farmasi. Yogyakarta, 10 Juli 2013 Penulis
Is Sumitro ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………..
v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI……………………………………..
vi
PRAKATA……………………………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………
xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………
xv
DAFTAR LAMPIRAN……….………………………………………………...
xvii
INTISARI………………………………………………………………………
xix
ABSTRACT………………………………………………………………….....
xx
BAB I PENGANTAR………………………………………………………......
1
A. Latar Belakang 1. Permasalahan.……………………………………………………….
4
2. Keaslian Penelitian……………………………………….……….…
5
3. Manfaat Penelitian…………………………………………………..
6
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………..
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………………..
7
A. Rokok………………………………………………………….………....
7
1. Pengertian Rokok……………………………………………………
7
2. Bagian-bagian Rokok………………………………………………..
8
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Tembakau……………………………………………………….………
9
C. Nikotin……………………………………………………………….…
9
D. Standar Internal………………………………………………….….......
10
E. Ekstraksi…………………………………………………………...…....
11
1. Ekstraksi………...……………………………………………….....
11
2. Cairan Penyari……………………………………………………...
12
3. Ekstraksi Padat-Cair…………..……………………………………
12
4. Ekstraksi Cair-Cair………………………………………………....
13
F. Spektrofotometri UV…………………………………………………...
13
G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)…………………………….
16
1. Definisi dan Instrumentasi……………………………….…………
17
2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ……………………….………...
19
H. Validasi Metode Analisis…………………………………..…………..
19
1. Akurasi………………………………………………….…………..
20
2. Presisi……………………………………………………………….
21
3. Selektivitas atau Spesifisitas……………………………………….
22
4. Linearitas…………………………………………………………..
23
5. Rentang…………………………………………………………….
23
I. Landasan Teori………………………………………………………….
24
J. Hipotesis………………………………………………………………...
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………...
26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………
26
B. Variabel Penelitian………………………………………………………
26
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Variabel Bebas……………………………………………….……..
26
2. Variabel Tergantung……………………………………….….…….
26
3. Variabel Pengacau Terkendali……………………………..………..
26
C. Definisi Operasional………………………………….…………….……
27
D. Bahan Penelitian……………………………………….…………….…..
27
E. Alat Penelitian…………………………………….……………………..
27
F. Tata Cara Penelitian………………………………….………………….
28
1. Pembuatan Fase Gerak…………………………….…………..…….
28
2. Pembuatan Larutan Baku Standar Internal Asetanilida…………….
29
3. Pembuatan Larutan Baku Nikotin…………………………………...
29
4. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan………………………..
30
5. Pembuatan Kurva Baku……………………………….……….…….
31
6. Penyiapan Sampel……………….……………………….………….
31
7. Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X”…….………….
32
8. Validasi Metode……………………………………………………..
33
9. Penetapan Kadar Nikotin Dalam Sampel Rokok “MEREK X” ….…
35
G. Analisis Hasil……………………………………………………….……
36
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………..………..
38
A.
Pembuatan Fase Gerak…………………………………….……..……
38
B.
Standar Internal Asetanilida……………………………………..…….
40
C.
Pemilihan dan Pembuatan Sampel……………………………..……...
46
D.
Pembuatan Larutan Baku……………………………………..……….
48
E.
Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum……………..……
49
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
F.
Pembuatan Kurva Baku Nikotin…………………………………….…
52
G. Ekstraksi Nikotin pada Sampel Rokok “Merek X”…………………....
53
H. Optimasi Ekstraski Nikotin pada Sampel Rokok …………..…………
57
I.
Ekstraksi dengan Waktu Optimum 30 menit……………….………....
60
J.
Preparasi Sampel………………………………………………….…..
61
K. Validasi Metode Analsis……………………………..……….……….
61
L. Analisis Kualitatif Nikotin……………………………………………..
67
M. Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanol Fraksi Kloroform Tembakau Sampel Rokok……………………………………………………...…… 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………….…………………
71
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….………………....
72
LAMPIRAN…………………………………………………..………………..
74
BIOGRAFI PENULIS………………………………………..………………...
94
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I.
Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam KCKT….. 17
Tabel II.
Nilai recovery yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit…… 21
Tabel III.
Kriteria penerimaan presisi untuk setiap kadar analit…………… 22
Tabel IV.
Hasil pengukuran AUC asetanilida dengan ekstraksi dan tanpa ekstraksi…………………………………..……………………...
45
Tabel V.
Jumlah nikotin pada kemasan rokok………………………….…. 47
Tabel VI.
Hasil pengukuran AUC nikotin dengan 2 kali ekstraksi dan tanpa ekstraksi……………………………………………….…...……
57
Tabel VII. Uji Normalitas…………………………………...…….……….
59
Tabel VIII. Uji T tidak berpasangan………………………………………...
60
Tabel IX.
Hasil pengukuran AUC nikotin dan standar asetanilida pada ekstrak tembakau rokok “MEREK X”………………………………....
61
Tabel X.
Hasil perhitungan resolusi sampel………………………...…..
62
Tabel XI.
Hasil persen perolehan kembali (%recovery) baku nikotin…..
64
Tabel XII. Hasil intraday precision……………………………………….
65
Tabel XIII. Hasil interday precision..............................................................
66
Tabel XIV. Hasil Perhitungan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”…………………………………………………...
xiv
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Struktur kimia nikotin………………………………………
10
Gambar 2.
Diagram tingkat energi elektron…………………………...
14
Gambar 3.
Pengaruh pelarut polar pada transisi π
π*………………
15
Gambar 4.
Pengaruh pelarut polar pada transisi n
π*………………
15
Gambar 5.
Instrumentasi KCKT…………………………………….....
16
Gambar 6.
Interaksi TEA dengan gugus silanol pada fase diam (C8)....
39
Gambar 7.
Kromatogram ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan standar internal asetanilida………………………………………....
41
Gambar 8.
Kromatogram sampel rokok dan asetanilida…………….......
43
Gambar 9.
Kromatogram asetanilida hasil ekstraksi dan tanpa ekstraksi..
44
Gambar 10. Spektra λ maksimum nikotin 3 konsentrasi.............................
49
Gambar 11. Spektra λ maksimum asetanilida 3 konsentrasi………………
50
Gambar 12. Kromofor nikotin dan asetanilida…………………………….
52
Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi nikotin dan asetanilida dengan AUC………………………………………………………….
53
Gambar 14. Tingkat protonasi nikotin berdasarkan hubungan dengan pH…
55
Gambar 15. Kromatogram baku nikotin dengan ektraksi dan tanpa ekstraks.
57
Gambar 16. Kurva baku hubungan antara konsentrasi baku nikotin dengan AUC………………………………………………………….
63
Gambar 17. Kurvat rentang konsentrasi nikotin yang memenuhi criteria akurasi, presisi, dan liniearitas……………………………………….. xv
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 18. Struktur nikotin…………………………………………………
68
Gambar 19. Kromatogram sampel rokok “Merek X” dan baku nikotin…….
69
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat analisis asetanilida………………………………
75
Lampiran 2. Sertifikat analisis nikotin………………………………….
76
Lampiran 3. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 1…….....
77
Lampiran 4. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 2……….
78
Lampiran 5. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 3……….
79
Lampiran 6. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 1……….
80
Lampiran 7 Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 2………..
81
Lampiran 8. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 3….…....
82
Lampiran 9. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 1…….....
83
Lampiran 10. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 2….…..
84
Lampiran 11. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 3……...
85
Lampiran 12. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 1……...
86
Lampiran 13. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 2….…..
87
Lampiran 14. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 3….…..
88
Lampiran 15. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 1………
89
Lampiran 16. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 2……....
90
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 17. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 3……..
91
Lampiran 18. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 4……..
92
Lampiran 19. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 5……..
93
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA
Is Sumitro 098114127
INTISARI
Telah dilakukan penelitian tentang validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan standar internal asetanilida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode dan kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”. Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian non eksperimental deskriptif. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom fase diam oktil silika (C8), fase gerak metanol : ammonium asetat + TEA 0,1% (70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, dan detector UV pada panjang gelombang 260 nm. Pada validasi KCKT fase terbalik memenuhi parameter selektivitas (Rs = 2,929), linearitas (r = 0,999893), akurasi dan presisi pada rentang kadar sampel 40-60 µg/mL. Hasil penelitian menunjukan kadar rata-rata nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” adalah 0.57385 ± 0.007224 %b/b dengan nilai CV = 1,2588%. Nilai CV yang diperoleh memenuhi syarat presisi yang baik yaitu <2%.
Kata kunci : nikotin, ekstrak tembakau rokok “Merek X”, KCKT fase terbalik, asetanilida, penetapan kadar, validasi metode.
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT A study concerned the determination amount of nicotine in cigarettes “BRAND X” by reversed phase high performance liquid chromatography with standar internal acetanilide. This study aims to determine amount nicotine in tobacco extract cigarettes “BRAND X”. This research is conducted with a descriptive non-experimental plan and design. The HPLC system used for quantitative analysis of nicotine consists of octyl silica (C8) as the stationary phase, mixture of methanol : ammonium acetate + TEA 0,1% (70:30) as mobile phase, and UV detector with λ max of 260 nm. The parameters of method validation used in this research are selectivity (Rs = 2,929), liniearity (r = 0,999), resulted good accuracy and precision (intraday and interday) in range concentrations 40- 60 µg/mL. The results of this research of average levels of nicotine contained in tobacco extract cigarettes “BRAND X” is 0.57385 ± 0.007224 %w/w with value of CV = 1,2588%. Values of CV obtained qualified good precision is < 2%.
Keywords: nicotine, tobacco extract cigarettes “BRAND X”, reversed phase HPLC, acetanilide, quantitative, method validation.
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Rokok merupakan produk yang banyak dikonsumsi masyarakat luas, data WHO (World Health Organization) mencatat bahwa perokok aktif di Indonesia mencapai jumlah 62,8 juta orang pada tahun 2011 (WHO, 2011). Kandungan senyawa kimia dalam rokok yang menyebabkan ketergantungan adalah nikotin. Nikotin memiliki Lethal Dose sebesar 40 sampai 60 mg (0,5-1,0 mg/kg) pada manusia dewasa dan kosentrasi nikotin dalam darah lebih besar dari 5 mg/L akan menyebabkan kematian (Clarke, 2003). Masyarakat umum yang menjadi konsumen rokok biasanya mengetahui kandungan nikotin dalam tiap bungkus rokok dengan melihat informasi yang terdapat pada bungkusan rokok, dengan informasi kandungan nikotin dalam tiap bungkus rokok ini dapat menjadi dasar patokan berapa banyak nikotin yang terserap dalam tubuh saat merokok. Namun informasi dalam bungkus rokok tentang kadar nikotin masih perlu diteliti kembali tentang kebenaran informasinya yang diperlukan untuk penjaminan mutu produk rokok dari kadar nikotinnya. Pencantuman kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan pemerintah no 109 tahun 2012 dimana terdapat pada pasal 10 disebutkan “setiap orang yang memproduksi produk tembakau berupa Rokok harus melakukan pengujian kandungan kadar nikotin dan tar perbatang untuk varian yang diproduksi” dan pada pasal 19 “ Setiap orang yang memproduksi dan /atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
mengimpor produk tembakau berupa rokok wajib mencantumkan informasi kandungan kadar nikotin dan tar sesuai hasil pengujian sebagaimana dimaksud” (Peraturan Pemerintah RI, 2012). Dengan melakukan pengujian kadar nikotin dalam tiap batang rokok, secara tidak lansung dapat membantu pemerintah dalam memastikan kadar nikotin dalam rokok. Selain dari penjaminan mutu kadar nikotin dalam rokok, konsumen rokok juga perlu untuk dipenuhi hak konsumennya terkait kebenaran informasi nikotin dalam rokok. Hak konsumen ini tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999, dimana pasal 4 yang berbunyi “Hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa” ( Undang-Undang RI, 1999). Rokok “Merek X” yang akan dianalisis dipilih berdasarkan kadar nikotin yang tinggi dibanding rokok sejenis dan juga dari jumlah konsumen yang banyak. Kadar nikotin yang tercantum pada label kemasan yang tinggi ini diharapkan dapat mudah untuk mendapatkan hasil ekstraksi dan pengukuran yang baik terkait kadar nikotin dalam rokok. Rokok yang akan dianalisis kadar nikotinnya, nantinya akan diekstraksi dan didapatkan ekstrak kental rokok. Untuk meningkatkan kadar nikotin dalam ekstrak kental rokok tersebut maka dipilih metode ekstraksi yang dapat menghasilkan ekstrak dengan kandungan nikotin yang maksimal. Metode yang digunakan adalah campuran metode ekstraksi padat-cair dan metode ekstraksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
cair-cair. Dimana tahap pertama metode ekstraksi padat-cair dapat berfungsi untuk mengekstraksi senyawa nikotin dengan maksimal yang menjadi acuan adalah metode ektraksi dari jurnal “Determination of Nicotine From Tobacco by LC-MS-MS” ( Vlase, Filip, Mindrutau dan Leucuta, 2005). Tahap selanjutnya dilakukan metode ekstraksi cair-cair untuk melakukan clean up terhadap senyawa ekstrak yang telah dihasilkan, sehingga diharapkan hasil kadar nikotin lebih maksimal dan terpisah dari zat pengotornya yang menjadi acuan adalah metode ekstraksi cair-cair dari penelitian
“Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak
Etanolik Daun Tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST Secara KCKT Fase Terbalik” (Dewi, 2012). Cairan penyari yang digunakan adalah etanol karena dari sifat nikotin yang dapat larut dalam etanol. Standar internal digunakan untuk mencegah kesalahan dalam pengukuran karena proses metode yang cukup panjang dengan sampel uji yang cukup kecil kosentrasinya (Basset,1994). Proses ektraksi pada penetapan kadar nikotin dalam rokok “MEREK X” cukup panjang karena adanya proses clean up ekstrak yang berulang-ulang sehingga mencegah hilangnya senyawa nikotin yang banyak digunakan satandar internal. Pemilihan asetanilida sebagai standar internal mengacu pada jurnal “Improved highly sensitive method for determination of nicotine and cotinine in human plasma by high performance liquid chromatography” ( Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa, dan Yokoi, 2000). Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dipilih untuk menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok “MEREK X”, karena metode ini selektif dalam memisahkan senyawa multi-komponen dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
hasil pemisahan yang baik, dan waktu relatif singkat. Detektor yang digunakan adalah UV, karena nikotin memiliki struktur kromofor dan memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu (Cordell, 1981). Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari serangkaian penelitian kadar nikotin ekstrak tembakau dalam rokok “MEREK X” yang meliputi tahap optimasi, validasi metode, dan penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok “Merek X”. Pada penelitian tentang optimasi metode KCKT fase terbalik didapatkan metode KCKT yang optimal dengan menggunakan kolom fase diam OktilSilika (C8) dan fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 262 nm (Antonius, 2013). Metode analisis yang digunakan perlu divalidasi terlebih dahulu agar hasil analisis yang dilakukan nantinya dapat dipercaya dan dapat diterima. Parameter-paramater validasi yang digunakan, yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang. Tahap akhir dilakukan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”.
1.
Permasalahan Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut
antara lain: a. Apakah metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang menggunakan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” memenuhi parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang ? b. Berapakah kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”? 2. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, penetapan kadar nikotin yang pernah dilakukan adalah penetapan kadar nikotin dalam sampel biologis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), kromatografi gas, spektrofotometri massa, dan kromatografi cair MS (LC-MS) (Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa, Yokoi, 2000); penetapan kadar nikotin dalam macammacam merek rokok (Alali dan Massadeh, 2003); penetapan kadar nikotin dalam tembakau dengan metode LC-MS-MS (Vlase, Filip, Mindrutau, dan Leucuta, 2005); validasi metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau (Syenina, 2011); penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST secara KCKT Fase Terbalik (Dewi, 2012); optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok “Merek X” menggunakan standar internal asetanilida (Antonius, 2013). Validasi metode dan penetapan kadar nikotin ekstrak etanol pada rokok “Merek X” dengan standar internal asetanilida metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan menggunakan fase diam OktilSilika (C8) dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM+ TEA 0,1% (70:30) belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian a.
Manfaat Metodologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
alternatif metode dalam penentuan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” yaitu menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan standar internal asetanilida. b.
Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi
tentang parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang serta kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan standar internal asetanilida. B. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Validitas metode KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan melihat parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang. b. Kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan suatu produk yang dibungkus oleh kertas berbentuk seperti silinder dengan panjang mendekati 90 mm, ketika dibakar dan dihisap asap dari tembakau atau rokok tersebut maka mulailah terjadinya absorpsi dari nikotin menuju tubuh (Stratton,2001). Terdapat sekitar empat ribu macam zat kimia dalam rokok yang terdiri dari komponen gas (85%) dan sisanya merupakan partikel. Diantara ribuan zat kimia tersebut setidaknya dua ratus senyawa dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.Beberapa zat kimia darisekitar empat ribu zat tersebut ialah nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, nitrogen sianida, amoniak, benzaldehid, benzen, dan metanol. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (Ma’arif, 2012). Ada dua jenis rokok yaitu rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintesis yang berfungsi menyaring nikotin. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah kedalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya akan ke penyakit paru-paru atau serangan jantung(Geiss dan Kotzias, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
2. Bagian-Bagian Rokok a. Cigarette paper Kertas rokok (Cigarette paper) terbuat dari bahan kertas selulosa hasil dari pengolahan serat kain contoh flax atau hemp, atau dari serat kayu. Kertas rokok ini mampu untuk dilewati udara sehingga dapat memudahkan untuk proses pembakaran tembakau (Geiss dan Kotzias, 2007). b. Filter Filter atau penyaring, umumnya terdapat pada kebanyakan rokok apalagi pada rokok berfilter. Bagian rokok filter ini terbuat dari asetat selulosa atau tow. Bagian filter ini mempunyai fungsi sebagai penjebak nikotin dan tar ketika asap rokok dihisap melewati bagian filter. Fungsi kerja dari filter ini bergantung pada bagian ventilasi filter dimana diatur oleh tipping paper, selanjutnya bagian ini akan mengatur kemampuan udara melewati bagian filter juga bersamaan akan menangkap senyawa nikotin, tar serta senyawa lain (Geiss dan Kotzias, 2007).
B. Tembakau Tanaman tembakau (Nicotina tabaccum L.) termasuk dalam family terong-terongan (Solanaceae) (Cahyono,1998). a. Akar, tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50-75 cm, akar serabutnya dapat menyebar kesamping dan memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
bulu-bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur, mudah menyerap air. b.Batang, tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak lunak tetapi kuat, semakin keujung semakin kecil.Ruas-ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun. c.Daun, tanaman tembakau memiliki tulang daun menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade parenkim dan spongy parenkim pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman 28-32 helai (Hanum, 2008).
C. Nikotin Nikotin merupakan golongan alkaloid yang diperoleh dari daun tanaman temabakau (Nicotina tabacum L.).Senyawa ini tidak berwarna, mudah menguap, sangat higroskopis, jika teroksidasi oleh udara atau cahaya akan berubah menjadi warna coklat. Senyawa ini larut dalam etanol, eter , kloroform serta memiliki titik didih sekitar 247oC, dengan indeks refraktif sebesar 1,5280. Nikotin dapat diesktraksi dengan pelarut organic yang bersifat alkalis (Clarke, 2003). Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier yang bersifat basa dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin adalah 7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik lebih rendah dikarenakan efek hibridisasi sp2 (Gorrod dan Jacob, 1999).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Hibridisasi sp2 digunakan bila suatu atom karbon membentuk ikatan rangkap, ikatan rangkap menggambarkan satu ikatan sigma yang kuat dan satu ikatan pi yang lemah. Ikatan pi akan membuat elektron lebih mudah bergerak antar ikatan melalui ikatan ini dan juga membuat suatu molekul mempunyai bentuk yang kaku (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Gambar 1. Struktur kimia nikotin (Clarke, 1969 ).
D. Standar Internal Standar internal merupakan suatu senyawa yang ditambahkan pada suatu prosedur
kerja analisis dalam penetapan kadar secara spektroskopi dan
kromatografi.
Senyawa
yang
dilibatkan
berupa
sejumlah
bahan
pembanding(standar internal) kepada senyawa yang akan diukur dengan konsentrasi yang diketahui. Fungsi dari standar internal ini adalah untuk mencegah kesalahan dalam pengukuran karena proses metode yang cukup panjang dengan sampel uji yang cukup kecil konsentrasinya ( Basset, 1994 ). Syarat-syarat yang diperlukan senyawa untuk menjadi standar internal pada metode kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT ) adalah senyawa tersebut harus dapat terelusi dari komponen lain yang terdapat pada ekstrak campuran sampel dan dapat dibaca hasil kromatogramnya, serta tidak ada kandungan senyawanya dalam sampel. Senyawa standar internal yang terelusi peak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
kromatogramnya harus mendekati senyawa yang ingin dianalisis untuk meminimalisir efek instrumental drift.Senyawa harus stabil secara kimia dan fisika terhadap metode yang digunakan.Akurasi dan presisi yang baik didapatkan dari peak kromatogram senyawa standar internal yang mendekati peak senyawa analit.Senyawa standar internal harus dapat secara keseluruhan terpisah dari senyawa analit saat dipisahkan secara kromatografi. Senyawa standar internal harus memiliki kemiripan sifat kimia dan fisika dengan analit yang akan dianalisis ( Boyd, 2008 ).
E. Ekstraksi 1. Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi syarat yang telah ditetapkan ( Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,1995 ). Ekstrak tumbuhan merupakan material yang diperoleh dengan cara menyari sampel tumbuhan dengan pelarut tertentu. Terdapat beberapa jenis ekstrak yaitu : ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,2000). Ekstrak diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan suatu pelarut cair. Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
dapat dipermudah dengan mengetahui terlebih dahulu zat aktif yang dikandung simplisia. Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk dan perbedaan konsentrasi. Jika hanya dengan mencelupkan serbuk simplisia kedalam pelarut, maka ekstraksi tidak akan sempurna karena terjadi kesetimbangan antara larutan zat aktif di luar sel dan larutan zat aktif di dalam sel (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986). 2. Cairan Penyari Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut : murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu mudah menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%, tidak beracun, netral, absorpsinya baik dan suhu yang digunakan untuk pemekatan lebih rendah. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986). 3. Ekstraksi padat-cair Untuk ekstraksi padat-cair ini, prosedur yang paling sering dijumpai adalah ekstraksi senyawa dari bentuk sediaan padat. Prosedur ini merupakan prosedur yang sederhana karena melibatkan pemilihan pelarut atau gabungan pelarut yang secara ideal akan melarutkan secara sempurna senyawa yang akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
dianalisis dan hanya sedikit melarutkan senyawa lain yang akan mengganggu analisis lebih lanjut, misalkan akan mengganggu pemisahan pada kromatografi. Kebanyakan prosedur ini dilakukan dengan terlebih dahulu menggerus matriks padat hingga diperoleh serbuk yang halus lalu dilanjutkan dengan ekstraksi pelarut, penyaringan, atau sentrifugasi untuk menghilangkan partikulat (Moldoveanu dan David, 2002). 4. Ekstraksi cair-cair ( liquid-liquid extraction, LLE) Ekstraksicair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Di samping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya Analit-analit yang mudah terekstraksi dalampelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituen yang bersifat nonpolar atau agak polar. Sementara itu, senyawa-senyawa polar dan juga senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air (Moldoveanu dan David, 2002).
F. Spektrofotometri UV Spektrofotometri UV adalah teknik analisis spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (λ < 400 nm) dengan memakai instrumen spektrfotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Jika suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik (REM) maka molekul akan menyerap REM yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan REM akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat energi dalam suatu molekul yaitu transisi σ
σ*, n
π* dan π
π*
Gambar 2. Diagram tingkat energi elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).
1.Transisi σ
σ*
Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energy sinar yang frekuensinya terletak diantara UV vakum (>180 nm) sehingga kurang begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV-Vis 2. Transisi n
σ*
Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang diperlukan untuk transisi n menuju σ* lebih kecil dibanding transisi σ
σ*
sehingga sinar yang diabsorpsi memiliki panjang gelombang lebih panjang (150250 nm) (Sastrohamidjojo, 2001). 3.Transisi n
π* dan π
π*
Jenis transisi ini molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pelarut dapat mempengaruhi transisi n
π* dan π
15
π*, hal ini berkaitan
dengan adanya perbedaan kemapuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).
Gambar 3. Pengaruh pelarut polar pada transisi π
Molekul yang menunjukan transisi n
π* (Gandjar dan Rohman, 2007).
π*, keadaan dasar lebih polar dibandingkan
keadaan tereksitasi. Pelarut akan berikatan hidrogen dengan pasangan elektron yang tidak berpasangan pada molekul dalam keadaaan dasar dibandingkan pada molekul dalam keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).
Gambar 4.Pengaruh pelarut polar pada transisi n
π*(Gandjar dan Rohman, 2007).
Terjadinya eksitasi elektronik pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum disebut panjang gelombang maksimum.Penentuan panjang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
gelombang maksimum yang tetap dapat digunakan untuk identifikasi molekul yang bersifat karakterisitik sebagai data, sehingga spectrum UV-Vis dapat untuk tujuan anlisis kualtitaif dan kuantitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 1. Definisi dan Instrumentasi Kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT) atau biasa disebut juga dengan HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis sampel obat, baik dalam bulk atau sediaaan farmasetik, serta dalam cairan biologis (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 5. Instrumentasi KCKT (Kazekevich and Lobrutto, 2007).
a.Wadah fase gerak dan fase gerak, alat KCKT yang baru dilengkapi dengn satu atau lebih wadah gelas, yang mengandung 500 mL atau lebih fase gerak. Sonikasi (penghilangan gas) biasanya dilakukan terlebih dahulu pada fase gerak untuk menghilangkan gas yang mungkin terdapat didalamnya.Adanya gas dapat menyebabkan flow rate yang tidak reprodusibel serta dapat mengganggu detektor (Skoog dkk, 1994).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur dimana secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Fase gerak yang sering digunakan adalah campuran metanol dan asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk analit yang bersifat asam atau basa lemah, peranan pH sangat penting karena jika pH fase gerak tidak diatur maka analit akan mengalami ionisasi sehingga ikatan dengan fase diam akan menjadi lemah jika dibandingkan dengan bentuk tidak terionisasi, spesies yang terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman dan Gandjar, 2007). Pelarut yang digunakan dalam analisis menggunakan KCKT detektor UV hendaknya memiliki UVcut-off yang jauh dari panjang gelombang serapan analit. Hal ini karena pada panjang gelombang tersebut kepekaan detector UV sangat lemah (Mulja dan Suharman, 1995).Karakteristik beberapa pelarut yang sering digunakan pada analisis menggunakan KCKT disajikan pada tabel 1. Tabel 1.Karakteristik bebrapa pelarut yang digunakan dalam KCKT (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
b.Pompa, dalam alat KCKT syarat pompa yang baik bagi pelarut fase gerak, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 350 sampai 500 bar dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir yang biasa digunakan yaitu 0.1-10 mL/min (Meyer, 2004 ). c.Tempat penyuntikan sampel, sampel berupa cairan atau larutan disuntikkan secara lansung ke tempat penyuntikan maka sampel akan dibawa fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom (Gandjar dan Rohman, 2007). d.Kolom, kolom merupakan bagian KCKT yang terdapat fase diam di dalamnya. Oktadesilsilan (C18) dan oktil silika (C8) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk pelarut yang bersifat polar (Meyer, 2004). e.Detektor, persyaratan detektor KCKT adalah sensitivitas yang tinggi, rentang senstivitas (108 – 1015 analit/detik), kestabilan dan reprodusibilitas yang baik memberikan respon yang linier terhadap konsentrasi analit, dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400oC, tidak dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan kecepatan dari fase gerak, mudah didapat dan mudah dioperasikan, selektif terhadap berbagai macam analit di dalam fase gerak, tidak merusak sampel, dapat menghilangkan zone broadening dengan adanya pengaruh kecilnya volume injeksi (Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif a. analisis kualitatif, merupakan identifikasi terhadap analit yang terdapat dalam ekstrak sampel. Analisis kualitatif KCKT umumnya menggunakan komponen yaitu: waktu retensi.Waktu retensi analit diukur ketika kondisi dari KCKT konstan, selanjutnya dibandingkan dengan waktu retensi baku, analit harus memiliki variasi dengan waktu retensi baku yaitu (± 0,02-0,05 menit) (Snyder, 2010). b. analisis kuantitatif, merupakan identifikasi terhadap jumlah kadar analit dalam sampel atau ekstrak. Untuk KCKT kuantifikasi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi puncak atau dengan luas puncak.Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum.Sedangkan luas puncak diukur sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2) (Gandjar dan Rohman, 2007). Kalibrasi menggunakan standar internal, senyawa baku dengan variasi konsentrasi ditambahakan dengan jumlah baku standar internal yang konstan, hasil ratio luas area peak kromatogram antara senyawa baku dan standar internal digunakan sebagai kurva baku untuk pengukuran terhadap jumlah kadar analit (Snyder, 2010).
H. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menilai suatu metode dan membuktikan bahwa metode tersebut sudah cocok untuk tujuannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Penilaian tersebut dapat dilihat dengan menggunakan parameter-parameter tertentu yang berdasarkan percobaan di laboratorium (Harmita, 2004). Validasi metode dilakukan berdasarkan tipe prosedur yang dianalisis. Tipe prosedur yang umum dianalisis ada tiga macam, yaitu : a) Kategori I : metode analitik untuk penentuan bahan baku obat atau bahan aktif pada hasil akhir farmasetika. b) Kategori II : metode analitik untuk penentuan campuran dalam bahan baku atau komponen sisa pada produk akhir farmasetika. c) Kategori III : metode analitik untuk penentuan performa karakteristik obat (disolusi, pelepasan obat) (Harmita, 2004). 1.
Akurasi Akurasi merupakan suatu prosedur analisis untuk melihat ketelitian
metode analisis atau kesesuaian antara nilai yang diperoleh dari hasil analisis dan nilai sebenarnya (Ermer dan Miller, 2005). Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali. Akurasi dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku standar ke dalam sampel. Sebelumnya sampel telah dianalisis terlebih dahulu. Selisih kedua hasil yang didapat dibandingkan dengan kadar sebenarnya baku standar yang ditambahkan (Harmita, 2004). Tabel tentang acuan nilai recovery untuk penetapan akurasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Tabel II. Nilai recovery yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit (Gonzalez dan Herrador, 2007).
2.
Presisi Presisi merupakan prosedur analisis untuk melihat derajad kesesuaian
hasil uji individual beberapa penginjeksian suatu seri standard. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif. Presisi dapat dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda, yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility) (Gandjar dan Rohman, 2010). Presisi terdiri dari dua komponen, yaitu keterulangan dan presisi antara (intermediate precision).Keterulangan merupakan variasi yang dilakukan oleh satu analis pada satu instrument. Keterulangan tidak dilakukan pada variasi instrument atau sistem. Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis beberapa replikasi sampel dengan menggunakan metode analisis. Kemudian dihitung simpangan baku relatifnya (koefisien variasi) (Snyder, dkk., 2010). Intermediate precision merupakan variasi yang terjadi pada saat di laboratorium, seperti hari berbeda, instrument berbeda, dan analis yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
berbeda.Sebelumnya hal ini dikenal dengan ketangguhan (ruggednes) (Bliesner, 2006). Kriteria
penerimaan
diberikan jika
metode
analisis
memberikan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi sebesar 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini dapat berubah sesuai dengan konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004). Kiteria penerimaan presisi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel III. Kriteria penerimaan presisi untuk setiap kadar analit (Gonzalez dan Herrador, 2007).
3. Selektifitas atau Spesifisitas Selektivitas atau spesifisitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang diinginkan secara tepat dan spesifik pada matriks sampel. Pada matriks sampel ada kemungkinan terdapat komponenkomponen lainnya. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat di dalam matriks sampel, yaitu pengotor, degradants, dan lain lain (Ermer dan Miller, 2005). Spesifisitas suatu metode analisis dapat diketahui dengan cara melihat resolusi dari peak yang dihasilkan pada suatu kromatogram. Ini merupakan salah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
satu cara untuk mengetahui spesifisitas metode analisis. Nilai resolusi yang dianjurkan harus mendekati atau lebih dari 1,5 (Snyder, dkk., 2010). 4. Liniearitas Linearitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional konsentrasi kurva baku dengan analit di dalam sampel. Pengukuran linearitas dapat dilakukan langsung pada analit atau dapat dilakukan pada sampel yang telah ditambah baku standar. Linearitas dapat dilihat dengan dua cara, yaitu secara evaluasi lansung pada garis persamaaan kurva baku dan secara statistika menggunakan regresi linear (Ermer dan Miller, 2005). Pengukuran linearitas dilakukan dengan cara membuat seri baku standar terlebih dahulu. Seri baku yang dibuat biasanya memiliki rentang antara 50-150% dari kadar analit di dalam sampel. Suatu metode analisis dikatakan linear apabila memenuhi persyaratan nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,999. Pembuatan kurva baku yang akan digunakan untuk perhitungan kadar zat sampel dapat dilakukan dengan tiga macam teknik standar. Teknik standar tersebut, yaitu standar eksternal, standar internal, dan standar adisi (Snyder, dkk., 2010). 5. Rentang Rentang merupakan interval antara batas terendah dan tertinggi analit yang telah memenuhi persyaratan keakuratan, keseksamaan, dan lineritas (Harmita, 2004). Rentang kerja dari suatu metode analisis didapatkan dari hasil karakteristik validasi yang didapatkan pada bagian akurasi, presisi, dan lineritas (Ermer dan Miller, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
I. Landasan Teori Rokok merupakan produk yang terbuat dari bahan baku daun tembakau, dalam tembakau tersebut banyak mengandung berbagai senyawa alkaloid salah satunya adalah senyawa nikotin. Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang terdapat pada famili Solanaceae, dengan sifat senyawa basa yang terdapat pada molekul nikotin yaitu pada cincin pirolidin dengan pKa 7,84 dan cincin piridin dengan pKa 3,04. Kandungan nikotin dalam rokok perlu diteliti untuk penjaminan mutu kandungan nikotin dan juga memenuhi hak konsumen untuk mendapat informasi terkait kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012 Pasal 10 Ayat 1. Metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik yang telah dioptimasi dapat memisahkan beberapa campuran senyawa pada ekstrak tembakau, karena adanya perbedaan interaksi antara senyawa-senyawa tersebut dengan fase diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM +TEA 0,1% (70 : 30). Metode ini harus divalidasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penetapan kadar agar hasil analisis yang didapatkan nantinya dapat dipertanggungjawabkan, dapat dipercaya, dan dapat diterima berdasarkan parameter-parameter validasi yang digunakan. Parameter-paramater yang divalidasi yaitu Parameter-paramater validasi yang digunakan, meliputi selektivitas yang ditentukan dengan resolusi, linearitas yang ditentukan dengan koefisien korelasi (r), akurasi yang ditentukan dengan persen perolehan kembali (recovery), presisi yang ditentukan dengan koefisien variasi, dan rentang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel yang memenuhi parameter linearitas, akurasi, dan presisi. Penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok “MEREK X” dilakukan dengan membandingkan nilai AUC (Area Under Curve) antara sampel ekstrak tembakau yang telah ditambahkan dengan standar internal asetanilida dengan AUC standar baku nikotin yang juga telah ditambahkan dengan standar internal asetanilida. Dengan menggunakan persamaan kurva baku nikotin dan asetanilida, y = bx + a, dimana y adalah AUC dan x adalah kadar nikotin., maka AUC sampel dimasukkan dalam persamaan, kemudian kadar dari sampel nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dapat diketahui.
J. Hipotesis a. Metode KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” memenuhi parameter-parameter validasi, meliputi selektivitas yang ditentukan dengan resolusi, linearitas yang ditentukan dengan koefisien korelasi (r), akurasi yang ditentukan dengan persen perolehan kembali (recovery), presisi yang ditentukan dengan koefisien variasi, dan rentang yang ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel yang memenuhi parameter linearitas, akurasi, dan presisi. b. Ekstrak tembakau rokok “MEREK X” mengandung senyawa analit nikotin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental, karena tidak dilakukan perlakuan atau manipulasi pada subjek uji yang digunakan dan merupakan rancangan deskriptif karena hanya menggambarkan data yang diperoleh. B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sistem kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak methanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit dan ekstrak tembakau rokok “Merek X”. 2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang serta kadar nikotin yang terdapat pada ekstrak tembakau rokok “Merek X”. 3. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah a. Kemurnian pelarut, sehingga digunakan pelarut pro analysis, yang memiliki kemurnian tinggi. b. Larutan baku nikotin yang bersifat mudah teroksidasi oleh udara dan cahaya, diatasi dengan menggunakan aluminium foil untuk menutupi alatalat gelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
C. Definisi Operasional 1. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kolom fase diam oktilsilika (C8) dan komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70 : 30). 2. Ekstrak tembakau rokok “Merek X”. 3. Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran terhadap parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang. 4. Kadar nikotin dalam 1 gram ekstrak dinyatakan dalam satuan %b/b ± SD. D. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan memiliki kualitas
pro analysis kecuali
dinyatakan lain yaitu baku nikotin (E. Merck), asetanilida (E. Merck), ammonium asetat (E. Merck), Metanol (E.Merck), kalium hidroksida (E. Merck) memiliki kualitas teknis, kloroform (E.Merck) memiliki kualitas teknis, Etanol (E. Merck) memiliki kualitas teknis, aquadest dan aquabidest. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak tembakau rokok “Merek X” E. Alat Penelitian Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis (merek optima SP300 Plus), seperangkat alat KCKT fase terbalik terdiri: pompa (merek Shimadzu LC-10 AD No. C20293309457 J2) dengan sistem elusi gradien dan isokratik, detektor UV-Vis (merek Shimadzu SPD 10 AV No. C20343502697 KG), kolom
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
C8merek Shimadzu (spesifikasi ukuran diameter internal 4,6mm x 25 cm, ukuran diameter partikel 5µm fully encapped residual silanol), seperangkat alat computer (merek Dell Vostro 220), printer (merek HP D2566), alat ultrasonikator (Retsch tipe T640 no 935922013), organic and anorganic solvent membrane filter (Whatman) ukuran pori 0,45 m dengan diameter 47mm, alat sentrifugasi, alat vortex, neraca analitik merek Ohaus, milipore, mikropipet, indicator PH, pompa vakum dan seperangkat alat gelas. F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Campuran Fase Gerak a. Pembuatan Ammonium Asetat 10 mM dan TEA 0,1% 1. Pembuatan larutan ammonium asetat 10 mM. Menimbang seksama kurang lebih 0,7708 g ammonium asetat (BM = 77,08), dilarutkan dengan aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan ammonium asetat 10 mM. 2. Pembuatan TEA 0,1% v/v.Mengambil sebanyak 1 mL trietilamin, ditambahkan ke dalam larutan ammonium asetat, dilarutkan dengan aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1%. b. Pembuatan Fase Gerak Fase gerak yang digunakan yaitu campuran metanol : ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70 : 30). Masing-masing larutan disaring menggunakan kertas saring whatman organik untuk larutan metanol sedangkan anorganik untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
larutan tea dan ammonium asetat, dibantu dengan pompa vakum dan diawaudarakan selama 15 menit.Pencampuran fase gerak dilakukan secara manual didalam wadah fase gerak. 2. Pembuatan Larutan Baku Standar Internal Asetanilida a.
Pembuatan larutan stok asetanilida. Menimbang seksama kurang
lebih 0,5 gram asetanilida, laruttkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda. Didapatkan larutan stok asetanilida 0,05 g/mL (50 mg/mL). b.
Pembuatan larutan intermediet asetanilida. Larutan asetanilida 2,5
mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok asetanilida 50 mg/mL ke dalam labu takar 10,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol. c.
Pembuatan larutan intermediet kerja asetanilida. Larutan intermediet
kerja asetanilida 0,1 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL larutan intermediet asetanilida 2,5 mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga tanda dengan methanol. 3.
Pembuatan Larutan Baku Nikotin a.
Pembuatan larutan stok baku nikotin. Larutan stok dibuat dengan
cara mengambil 497 µL baku nikotin dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan stok nikotin 0,1 g/mL.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
30
Pembuatan larutan intermediet baku nikotin. Larutan intermediet
nikotin 10 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok nikotin 100 mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol. c.
Pembuatan larutan intermediet kerja baku nikotin. Larutan
intermediet kerja nikotin 0,2 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL larutan intermediet asetanilida 10 mg/mL ke dala labu takar 10,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol. d.
Pembuatan seri larutan baku nikotin. Dibuat seri larutan baku dengan
konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL dengan cara mengambil sebanyak 500, 600, 700, 800 dan 900 µL dari larutan intermediet kerja nikotin, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL. e.
Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan penambahan standar
internal asetanilida. Standar internal asetanilida 20 µg/mL dibuat dengan cara mengambil sebanyak 500 µL dari larutan intermediet kerja asetanilida, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL yang sebelumnya telah diisi dengan seri larutan baku nikotin, encerkan hingga tanda dengan metanol. 4. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan a. Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan nikotin. Dilakukan screening larutan baku nikotin 20 µg/mL, 30 µg/mL, dan 40 µg/mL pada daerah panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan spektra dengan serapan yang maksimal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
31
Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan asetanilida.
Dilakukan screening larutan baku asetanilida 1 µg/mL, 5 µg/mL, dan 10 µg/mL pada panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan spektra dengan serapan yang maksimal. 5. Pembuatan Kurva Baku Nikotin dengan Standar Internal Asetanilida Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL, masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida 20 µg/mL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore, lalu diawaudarakan selama 15 menit. Selanjutnya masing-masing campuran larutan baku diinjeksikan pada system kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70:30), dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari hasil luas area masing baku campuran baku, selnajutnya dibandingkan kemudian diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx + a 6.
Penyiapan Sampel a.
Pembuatan larutan KOH 10 M. Menimbang seksama lebih kurang
56,11 g (BM = 56,11), masukkan ke dalam labu takar 100,0 mL, kemudian larutkan dengan aquades hingga tanda. b.
Pembuatan larutan KOH 0,1 M. Mengambil 2,0 mL KOH 10 M,
masukkan ke dalam labu takar 200,0 mL, kemudian encerkan dengan aquades hingga tanda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c.
32
Pemilihan dan Pengambilan Sampel. Sampel yang dipilih adalah
rokok dengan “Merek X” yang diambil dari toko penjualan rokok “MEREK X” Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan nomor batch sama. Selanjutnya dari 90 bungkus rokok diambil masing-masing 1 batang rokok lalu dipreparasi. d.
Preparasi sampel rokok. Diambil 90 batang rokok “MEREK X”
yang telah dibeli, dipotong tegak lurus bagian batang rokok. Bagian batang rokok yang mengandung serbuk tembakau dan cengkeh dikeluarkan. Serbuk diaduk kemudian diblender. Campuran serbuk hasil blender yang dihasilkan kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 16, didapatkan campuran serbuk halus tembakau yang lolos dari ayakan. Campuran serbuk halus tembakau ini siap untuk diekstraksi lebih lanjut. 7.
Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X” a.
Optimasi lama waktu ekstraksi. Serbuk rokok “MEREK X” yang
telah diayak ditimbang sebanyak 200 mg. Selanjutnya dimasukan ke dalam beker gelas, ditambahkan etanol teknis sebanyak 20 mL, dan asetanilida 10mg/mL sebanyak 20 µL. Selanjutnya beker gelas dipanaskan di atas waterbath selama waktu optimasi yaitu : 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit dengan suhu ± 70oC. Setelah proses pemanasan, diambil sebanyak 5 mL ekstrak tembakau rokok “MEREK X” untuk diuapkan. Lalu setelah proses penguapan selesai, ditambahkan sejumlah 1 mL aquades, 3 mL kloroform dan 1 mL larutan KOH 0,1 M dalam ekstrak kental tembakau rokok “MEREK X”. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, lalu divortex selama 30 detik dan disentrifugasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
selama 24 menit. Tahap selanjutnya diambil bagian fase kloroform, dan dilakukan pengulangan dengan penambahan 3 mL kloroform lagi ke dalam ekstrak rokok “MEREK X” yang telah diambil fase kloroformnya, dan di vortex selama 30 detik dan disentrifugasi selama 24 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Selanjutnya diambil bagian kloroformnya. Bagian kloroform yang telah terkumpul dalam vial, selanjutnya diuapkan hingga kering, sampai didapatkan ekstrak kental rokok. ditambahkan 5,0 mL fase gerak, diawaudarakan selama lebih kurang 5 menit. Diambil 1,0 mL larutan yang telah diawaudarakan, disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit. Larutan siap diinjeksikan. Masing-masing waktu optimasi dilakukan 3 kali replikasi. b. Ekstraksi Rokok “MEREK X” hasil optimasi. Dilakukan prosedur yang sama dengan ekstraksi rokok “MEREK X” dengan menggunakan waktu yang optimal yaitu selama 30 menit. Ekstraksi hasil optimasi dilakukan 5 kali replikasi. 8.
Validasi Metode a. Penentuan resolusi sampel. Sebanyak 20 µL hasil ekstraksi sampel
yang telah disaring dengan milipore dan diawaudarakan selama 15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi dihitung dengan memasukkan selisih waktu retensi dan lebar setengah tinggi peak nikotin ke dalam rumus perhitungan resolusi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
34
Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Dibuat seri larutan
baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL sebanyak 1 mL, masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida 20 µg/mL sebanyak 100 µL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore kemudian diawaudarakan selama 15 menit. Sebanyak 20 µL dari masing-masing larutan diinjeksikan pada sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari kromatogram akan diperoleh luas area nikotin dan luas area asetanilida untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian dibandingkan sehingga didapatkan perbandingan luas area nikotin terhadap asetanilida. Perbandingan kedua luas area ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi linear dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan digunakan untuk menentukan parameter validasi linearitas c.
Penentuan persen kembali (recovery) dan penentuan koefisen variasi
adisi baku nikotin dalam sampel (presisi). Dibuat dua macam larutan yaitu larutan sampel dan larutan sampel yang ditambahkan baku nikotin (adisi). Larutan sampel dibuat dengan tiga tingkatan berdasarkan penimbangan sampel rokok. Larutan sampel pertama untuk level rendah dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 125 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel. Larutan sampel kedua untuk level sedang dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 150 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel.Larutan sampel ketiga untuk level tinggi dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 175 mg. Ekstrak sampel siap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
untuk diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan cara mengambil 1,0 mL ekstrak sampel, disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit.Sampel siap diinjeksikan.Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk tiap level. Larutan sampel yang ditambahkan baku nikotin (adisi) dibuat dengan cara menambahkan baku nikotin pada vial KCKT untuk setiap level, untuk level rendah ditambahkan 2,5 µg/mL, untuk level sedang ditambahkan 5 µg/mL, dan untuk level tinggi ditambahkan 10 µg/mL, 20 µg/mL, dan 50µg/mL. Setiap level perlakuan dilakukan replikasi tiga kali. Kadar baku nikotin yang ditambahkan dalam sampel merupakan selisih nilai kadar sampel adisi dan kadar sampel. Kemudian dihitung persen perolehan kembali (recovery), Standard Deviation (SD), dan koefisien variasi (KV). 9. Penetapan Kadar Nikotin Dalam Sampel Rokok “MEREK X” Sampel yang telah dipreparasi, diinjeksikan sebanyak 20 µL ke dalam system KCKT yang telah dioptimasi sehingga didaptkan kromatogram sampel dan dibaca AUC dari masing-masing replikasi. Masukkan hasil AUC ke persamaan regresi linier baku nikotin dengan standar internal asetanilida dari hasil validasi sehingga diperoleh kadar sampel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
G. Analisis Hasil 1. Selektivitas Selektivitas ditentukan dengan menghitung resolusi dari kromatogram yang dihasilkan oleh ekstraksi sampel rokok. Menurut Synder dkk. (2010), syarat resolusi yang baik yaitu dimana senyawa analit terpisah dari senyawa-senyawa yang lain adalah ≥ 1,5. Resolusi dihitung dengan rumus :
(1) Dimana : Rs = resolusi t2 = waktu retensi puncak kedua t1 = waktu retensi puncak pertama 0,5W(1) = lebar setengah tinggi puncak pertama 0,5W(2) = lebar setengah tinggi puncak kedua 2. Linearitas dan Rentang Linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r), yang diperoleh dari AUC baku nikotin yang diplotkan terhadap konsentrasi baku. Nilai r yang dipersyaratkan adalah ≥ 0,999 (Snyder, dkk, 1997). Sedangkan rentang diperoleh dari kadar terendah hingga tertinggi sampel yang memberikan akurasi, presisi, dan linearitas yang baik. 3.
Akurasi Menurut Harmita (2004), akurasi ditentukan dengan persen perolehan
kembali (recovery), yang dapat dihitung dengan rumus :
x 100%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
(2) 4. Presisi Presisi dinyatakan dengan koefisien variasi (KV), yang dapat dihitung dengan rumus :
(3) 5.
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif nikotin Hasil data dari optimasi ektraksi dilakukan analisis statistik untuk
melihat apakah hasil kadar nikotin yang diperoleh pada tiap-tiap waktu optimasi berbeda bermakna atau tidak. Analisis kualitatif dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan baku nikotin. Analisi kuantitatif dapat dihitung dengan memasukkan AUC sampel yang dibandingkan dengan AUC standar internal asetanilida ke dalam persamaan regresi linier yang diperoleh dari kurva baku nikotin yang telah dibandingkan dengan standar baku internal asetanilida hasil validasi y = bx + a. Sehingga didapatkan kadarnya. Satuan kadar nikotin adalah %b/b±SD.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
BAB IV PEMBAHASAN Penetapan kadar nikotin pada sampel rokok “MEREK X” dianalisis menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik, metode yang digunakan telah dioptimasi. A. Pembuatan Fase Gerak Fase gerak yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari hasil optimasi yaitu Metanol : Ammonium asetat + TEA 0,1% ( 70 : 30 ). Pemilihan komponen dari fase gerak ini dilakukan pada tahap optimasi fase gerak dan dilakukan optimasi pada masing-masing komposisi perbandingan untuk mendapatkan perbandingan fase gerak yang optimal dalam memisahkan senyawa analit nikotin dengan standar internal asetanilida. Penggunaan metanol sebagai salah satu komponen campuran fase gerak karena metanol dapat melarutkan senyawa analit nikotin dan standar internal asetanilida. Pemilihan metanol sebagai fase gerak lebih cocok digunakan pada sistem KCKT fase terbalik, karena metanol sebagai pelarut organik pada sistem kromatografi fase terbalik bersifat larut air, relatif encer sehingga dapat menurunkan tekanan pada kolom, stabil pada penggunaan sebagai fase gerak, dan juga dapat digunakan sebagai pelarut yang jernih pada deteksi dengan panjang gelombang UV (Snyder, 2010). Penggunaan ammonium asetat sebagai salah satu kompenen campuran fase gerak yang mampu untuk menambah ionic strength dari senyawa analit, sehingga dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
mengurangi peak tailing. Umumnya ammonium asetat digunakan sebagai komponen fase gerak dimana fase gerak yang dibuat dengan pH < 8,0. Konsentrasi dari ammonium asetat yang umum digunakan sebagai fase gerak sistem KCKT fase terbalik adalah rentang dari 2 sampai 20 mM, sehingga dipilih konsentrasi 10mM yang masih masuk range konsentrasi umum digunakan (Synder, 2010). Penggunaan TEA dalam campuran fase gerak sebanyak 0,1 % didasarkan pada penelitian Bao, He, Ding, Prabhu, dan Hong (2005) tentang analisis nikotin. TEA pada komposisi fase gerak berfungsi untuk menutupi bagian gugus silanol pada fase diam sehingga mengurangi interaksi silanol dengan analit, maka diharapkan menghasilkan bentuk peak yang baik (Snyder, 2010).
H3C
H3C
HN O
TEA (Triethylamine) CH3
Si
Gugus silanol Gambar 6. interaksi TEA dengan gugus silanol pada fase diam (C8)
Pada pembuatan fase gerak untuk sistem KCKT fase terbalik harus dilakukan proses degassing/awaudara dan filtrasi fase gerak, karena ketika udara terjebak dengan larutan fase gerak dan masuk ke dalam kolom serta detektor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
KCKT akan mempengaruhi hasil kromatogram menjadi tidak valid. Maka setiap fase gerak dan larutan yang akan masuk ke dalam kolom KCKT harus dilakukan awaudara terlebih dahulu. Pada proses filtrasi fase gerak merupakan suatu standar operasional KCKT yang harus dilakukan untuk memisahkan partikel-partikel pengotor yang mungkin terbawa selama proses penyiapan fase gerak, alat yang umum digunakan untuk proses filtrasi adalah alat vakum dan kertas milipore untuk menyaring larutan contohnya kertas whatman. Pada larutan yang bersifat anorganik digunakan kertas whatman jenis organik dan sebaliknya untuk larutan jenis organik. Pada fase gerak terdapat 2 macam larutan yaitu bagian organik pada larutan metanol dan bagian anorganik pada larutan ammonium asetat dan TEA, maka pembuatannya dilakukan dengan terlebih dahulu menyaring masing-masing komposisi fase gerak, baru selanjutnya dicampurkan dengan menggunakan gelas ukur sebagai penakar untuk masing-masing komposisinya dan dimasukkan dalam botol fase gerak. B. Standar Internal Asetanilida Standar internal disini berperan sebagai pengoreksi terhadap metode ekstraksi yang dilakukan agar mencegah kesalahan dalam pengukuran karena proses metode yang cukup panjang yaitu proses ekstraksi nikotin pada sampel rokok “MEREK X” dilakukan dalam 2 tahap yaitu proses ekstraksi padat – cair dan ekstraksi cair – cair. Pemilihan asetanilida sebagai standar internal untuk senyawa analit nikotin didasari dari beberapa kriteria yaitu :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
1. Senyawa standar internal yang digunakan dapat terpisah baik dari komponen lain yang terdapat pada ekstrak campuran sampel (Boyd, 2008). Asetanilida yang digunakan sebagai standar internal ditambahkan dalam matriks sampel, selanjutnya diekstraksi, dan hasil ekstrak tembakau sampel rokok “MEREK X” dengan standar asetanilida diukur dengan metode KCKT. Kromatogram dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7. Kromatogram ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan standar internal asetanilida.
Hasil kromatogram pada tR (time retention) pada 3,645 min menunjukan senyawa asetanilida dan pada 4,616 min menunjukan senyawa nikotin. Dari hasil kromatogram inin dapat disimpulkan bahwa senyawa asetanilida yang digunakan sebagai standar internal dapat terpisah baik terhadap senyawa nikotin dan senyawa lain pada sampel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
2. Tidak terdapat kandungan senyawa standar internal dalam sampel (Boyd, 2008). Penelitian terhadap ada atau tidaknya kandungan asetanilida dalam sampel rokok dilakukan dengan membandingkan kromatogram baku asetanilida dengan ekstrak etanolik fraksi kloroform sampel. Pada gambar 8 menunjukan data kromatogram bahwa pada sampel rokok “MEREK X” yang telah diekstraksi tidak terdapat kandungan senyawa asetanilida, dimana ditunjukan bahwa senyawa asetanilida muncul pada tR 3,915 sedangkan pada kromatogram sampel rokok tidak ada peak asetanilida pada tR tersebut.
A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
B Gambar 8. A: kromatogram sampel rokok; B: kromatogram asetanilida
3. Hasil peak kromatogram standar internal harus mendekati senyawa yang dianalisis (Boyd, 2008). Pada gambar X menunjukan bahwa tR antara senyawa asetanilida pada 3,645 min dan nikotin pada 4,616 min, perbedaan tR antara senyawa asetnilida dan nikotin adalah 0,971 min. Perbedaan tR dari kedua senyawa tersebut tidak terlalu jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa peak kromatogram standar internal asetanilida mendekati senyawa nikotin. 4. Senyawa harus stabil secara kimia dan fisika terhadap metode yang digunakan (Boyd, 2008). Asetanilida dalam proses ekstrasi mengalami beberapa proses yaitu pemanasan, sentrifugasi, dan
pencampuran dengan beberapa senyawa kimia
(metanol, KOH, dan kloroform). Melihat kestabilan asetanilida selama proses ektraksi, dilakukan pembandingan terhadap kromatogram asetanilida yang melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
proses ekstraksi dengan asetanilida tanpa melalui ekstraksi menggunakan metode KCKT. Hasil pada gambar 9 dan tabel IV menunjukan bahwa asetanilida dengan kadar yang sama ketika dilakukan ekstraksi masih menunjukan nilai AUC yang hamir mirip dengan baku asetanilida yang tanpa dilakukan metode ekstraksi. Maka dapat disimpulkan bahwa senyawa asetanilida stabil secara kimia dan fisika terhadap metode ekstraksi yang dilakukan.
A
B Gambar 9. A: kromatogram asetanilida hasil ekstraksi; B: kromatogram asetanilida baku tanpa ekstraksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Tabel IV. Hasil pengukuran AUC asetanilida dengan ekstraksi dan tanpa ekstraksi
Keterangan
AUC
Asetanilida hasil ekstraksi
584211
Asetanilida tanpa ekstraksi
595610
5. Memiliki kemiripan sifat kimia dan fisika dengan analit Senyawa standar internal asetanilida memiliki beberapa sifat fisika dan kimia yang mirip dengan nikotin, antara lain a. Kelarutan Kelarutan dapat dilihat dari nilai log p masing-masing senyawa, pada senyawa asetanilida memiliki nilai log p sebesar 1,21 dan nikotin sebesar 1,16. Nilai dari log p antara asetanilida dan nikotin tidak berbeda jauh, maka dapat disimpulkan bahwa dari sifat fisika dari senyawa analit nikotin dan standar asetanilida memiliki kemiripan yang dekat terkait kelarutan. b. Nilai tR Nilai tR pada sistem KCKT dapat menjadi salah satu indikator untuk melihat besarnya kepolaran masing-masing senyawa. Hasil kromatogram pada gambar X menunjukan hasil bahwa senyawa asetanilida memiliki tR 3,645 min dan senyawa
nikotin tR nya 4,616 min. Perbedaan yang dekat dari nilai tR
menunjukan bahwa senyawa nikotin dan asetanilida memiliki sifat kepolaran yang mirip.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Indikator sifat kelarutan dan kepolaran yang mirip dari standar internal dengan nikotin nantinya diharapkan asetanilida dapat memimik senyawa analit nikotin selama proses ekstraksi sampel. C. Pemilihan dan Pembuatan Sampel Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X”. Teknik pemilihan sampel rokok “Merek X” yaitu berdasarkan pada kadar nikotin yang tinggi dibanding rokok sejenis dapat dilihat pada tabel V dan juga jumlah konsumen yang banyak yaitu dimana sampel rokok yang dipilih memegang pangsa pasar rokok indonesia mencapai 20,1% menurut data Nielsen Retail Audit tahun 2012. Pemilihan sampel rokok “Merek X” selanjutnya diambil secara acak berdasarkan nomor batch yang sama di satu tempat penjualan rokok daerah Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sampling dengan no batch atau no produksi yang sama ini diharapkan agar proses pembuatan dan jenis tembakau yang digunakan adalah sama karena proses produksi yang dilakukan dalam hari dan alat yang sama, sehingga mengurangi bias dalam penentuan kadar nikotin dalam sampel rokok. Jumlah nikotin pada kemasan rokok dapat dilihat pada tabel dibawah ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Tabel V. Jumlah nikotin pada kemasan rokok
No
Jenis Rokok
Jumlah nikotin pada kemasan
1
Merek X
1,8 mg
2
Merek Y
1 mg
3
Merek Z
1,8 mg
4
Merek V
1 mg
Sampling rokok dilakukan dengan mengambil sebanyak tiap 1 batang rokok dari 90 bungkus rokok “Merek X” dari satu tempat penjualan rokok. Setelah sampel rokok telah dipilih selanjutnya, dilakukan proses pembuatan sampel bertujuan untuk mempersiapkan sampel ketahap ekstraksi, selain itu juga untuk menjamin keseragaman senyawa analit. Tahap yang dilakukan yaitu proses penyerbukan. Proses penyerbukan sampel tembakau rokok untuk memperkecil ukuran partikel. Sampel tembakau rokok yang telah dipisahkan dari kertas rokok dan filternya, ditimbang terlebih dahulu isi tembakau kering tiap batang rokok, untuk mengetahui jumlah daun tembakau kering yang terdapat tiap batang rokok dan menjadi patokan jumlah penimbangan sampel selanjutnya dalam proses penimbangan untuk esktraksi dan penetapan kadar. Sampel tembakau rokok yang telah ditimbang lalu dihaluskan menggunkan blender , ini dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel yang nantinya akan memperluas kontak sampel dengan pelarut pada proses ekstraksi. Tahap terakhir yaitu pengayakan, dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
menggunakan pengayak dengan no mesh 16 untuk mendapatkan sampel tembakau yang seragam ukurannya.Derajat halus serbuk dalam Farmakope Indonesia Edisi III dinyatakan dengan nomor pengayak, jika derajat halus dinyatakan dengan satu nomor dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. D. Pembuatan Larutan Baku Larutan baku nikotin dan asetanilida dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu baku nikotin dan asetanilida E.merck dalam pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan adalah metanol 30%. Pemilihan pelarut metanol dengan konsentrasi 30% yaitu untuk mencegah perbedaan dari solvent strength antara fase gerak dan pelarut yang digunakan pada baku. Pada fase gerak konsentrasi metanol adalah 70%, maka digunakan konsentrasi pelarut pada baku sebesar 30% dibawah dari fase gerak agar tidak mempengaruhi konsentrasi metanol pada fase gerak. Solvent strength yang berubah dapat menyebabkan perubahan pada waktu retensi, tailing faktor dan parameter lain pada kromatogram KCKT. Pembuatan larutan stok baku nikotin dengan konsentrasi 0,2 mg/mL, kemudian dibuat 5 seri konsentrasi larutan baku nikotin yaitu 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL. Selanjutnya ditambahkan masing-masing konsentrasi dengan standar internal asetanilida, konsentrasi akhir asetanilida 20 µg/mL dengan campuran tiap seri baku nikotin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
E. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Penentuan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk memperoleh panjang gelombang analisis yang dapat memberikan serapan maksimum dari nikotin dan asetanilida. Penentuan panjang gelombang nikotin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada rentang panjang gelombang 225 300 nm karena menurut Clarke 2010 panjang gelombang nikotin pada 259 nm pada pelarut asam dan 261 pada pelarut basa. Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan pada 3 seri konsentrasi yaitu rendah (20 µg/mL), sedang (30 µg/mL), dan tinggi (40 µg/mL). Dapat dilihat hasil spektra panjang gelombang nikotin dari 3 seri konsentrasi pada gambar 10.
A
C
B
Gambar 10. Spektra panjang gelombang maksimum nikotin pada tiga tingkat konsentrasi, 20, 30, dan 40 µg/mL. Keterangan : A = konsentrasi 20 µg/mL, absorbansi 0,291, λ maksimum 260,5; B = konsentrasi 30 µg/mL, absorbansi 0,53791, λmaksimum 260,5; C = konsentrasi 40 µg/mL, absorbansi 0,655, λmaksimum 260
Dari ketiga gambar 11 spektra nikotin yang diperoleh terlihat bahwa panjang gelombang spektra yang dihasilkan pada tiga level konsentrasi masing-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
masing yaitu 260,5; 260,5; dan 260 nm maka diambil rata-rata untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum yaitu 260 nm. Beda panjang gelombang antar seri konsentrasi tidak jauh, maka digunakan panjang gelombang 260 nm yang paling dekat dengan rata-rata dari hasil kromatogram. Selanjutnya penetapan panjang gelombang maksimum asetanilida menggunakan spektrofotometer UV.Asetanilida memiliki kromofor pada cincin benzennya sehingga dapat memberikan serapan pada daerah sinar ultraviolet.Pada penentuan panjang gelombang pengamatan asetanilida digunakan tiga seri konsentrasi asetanilida yaitu 1, 5, dan 10 µg/mL dengan scanning panjang gelombang dari 200-300 nm.
A
C
B
Gambar 11. Spektra panjang gelombang maksimum asetanilida pada tiga tingkat konsentrasi, 1, 5, dan 10 µg/mL. Keterangan : A = konsentrasi 1 µg/mL, absorbansi 0,239, λmaksimum 240; B = konsentrasi 5 µg/mL, absorbansi 0,361, λmaksimum 240,5; C = konsentrasi 10 µg/mL, absorbansi 0,776, λmaksimum 240,5
Pada gambar 11 menunjukan bentuk spektra asetanilida. Hasil scanning panjang gelombang asetanilida menunjukan bahwa asetanilida memiliki panjang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
gelombang maksimum pada 240 nm, hasil ini didapatkan dari rata-rata panjang gelombang pengukuran 3 seri konsentrasi asetanilida. Penentuan
panjang
gelombang
pengamatan
berdasarkan
hasil
pengukuran panjang gelombang maksimum nikotin dan asetanilida, panjang gelombang pengamatan yang digunakan adalah 260 nm.Pemilihan ini berdasarkan panjang gelombang maksimum dari nikotin karena konsentrasi nikotin lebih bervariasi dibandingkan konsentrasi asetanilida sehingga diperlukan sensitivitas yang lebih tinggi pada pengukurna nikotin.Asetanilida pada penelitian ini digunakan sebagai standar internal sehingga konsentrasi yang digunakan pada pengukurannya tetap dan tidak memerlukan sensitivitas yang tinggi seperti nikotin. Syarat senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV adalah memiliki kromofor.Nikotin memiliki kromofor pada cincin piridin dan senyawa asetanilida memiliki ikatan kromofor pada cincin benzennya.Dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Kromofor
Kromofor
Nikotin
Asetanilida
Gambar 12. Kromofor pada nikotin dan asetanilida
F. Pembuatan Kurva Baku Nikotin Pembuatan kurva baku telah dilakukan pada tahap validasi. Kurva baku menunjukan hubungan antara AUC dengan konsentrasi nikotin pada beberapa seri baku. Dalam penelitian ini dibuat kurva baku yang dipilih persamaan regresi linier memberikan nilai koefisien korelasi (r) dengan kriteria r ≥0,999 (Snyder, 2010). Diperoleh persamaan regresi linier y = 0,05147x - 0,219 dengan nilai koefisien korelasi yaitu 0,999 sesuai dengan kriteria penerimaan. Persamaan regresi linier ini digunakan untuk menghitung kadar ekstrak tembakau dalam rokok “MEREK X”. Berdasarkan grafik hubungan pada gambar 13 antara konsentrasi analit (baku nikotin) dengan standar internal asetanilida dan AUC baku terlihat bahwa semakin meningkatnya konsentrasi baku nikotin, semakin meningkat AUC baku.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi nikotin dan asetanilida dengan AUC
G. Ekstraksi Nikotin pada Sampel Rokok “Merek X Serbuk daun tembakau dalam rokok diekstraksi dengan metode ekstraksi padat-cair dan cair-cair. Metode ekstraksi pada cair dilakukan pada tahap pertama yaitu dilakukan dengan mengekstrak serbuk padat daun tembakau sampel rokok “MEREK X” dengan larutan etanol teknis, metode ini mengacu dari jurnal Determination of Nicotine From Tobacco by LC-MS-MS ( Vlase, Filip, Mindrutau dan Leucuta, 2005). Tujuan pencampuran ini untuk mengesktrak nikotin dan senyawa lain yang larut etanol pada sampel. Pada tahap awal ditambahkan asetanilida pada campuran sampel dan
larutan etanol teknis sebagai faktor
koreksi terhadap hilangnya analit selama proses ekstraksi. Campuran tersebut selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 70-80oC agar proses ekstraksi nikotin optimal, suhu yang digunakan dibawah suhu penguapan dari nikotin (2470C) dan asetanilida (3040C) agar analit yang dianalisis tidak rusak dan berkurang kadarnya selama proses ekstraksi. Lamanya pemanasan pada saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
ekstraksi padat cair selanjutnya dilakukan optimasi untuk mencari lama waktu yang paling optimal untuk proses ekstraksi. Setelah proses ekstraksi padat cair, dilanjutkan proses ekstraksi cair-cair dimana cairan ekstrak etanol yang telah diuapkan ditambahkan dengan air, larutan KOH 0,1%, dan klorofrom, metode ini mengacu dari penelitian “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak Etanolik Daun Tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST Secara KCKT Fase Terbalik” (Dewi, 2012). Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit (Gandjar dan Rohman, 2010). Komponen cairan dari ekstraksi ini adalah air dan kloroform, dimana nantinya diambil bagian kloroform karena nikotin larut pada senyawa non polar. Fungsi dari larutan KOH 0,1 % ini adalah untuk menciptakan suasana basa pada fase non polar kloroform. Setelah dicampurkan larutan KOH 0.1% didapatkan pH larutan sebesar 8. Pada pH ini senyawa nikotin akan diposisikan dalam bentuk unprotonated lebih banyak jumlahnya dibanding bentuk terprotonasi, terlihat pada gambar 14 ketika pada pH 8 bentuk dari nikotin yang terprotonasi lebih sedikit jumlahnya dibanding yang unprotonated. Bentuk unprotonated ini berfungsi agar sifat nikotin lebih non polar sehingga dapat terdistribusi ke dalam pelarut non polar yaitu kloroform. Senyawa pengotor yang bersifat polar selanjutnya akan terdistribusi ke dalam fase polar yaitu air sehingga analit akan terpisahkan dari senyawa pengotor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
bersifat polar yang terekstraksi pada tahap awal. Gambar 14 dibawah
ini
menunjukan bentuk-bentuk nikotin karena pengaruhnya dari pH.
persen
Diprotonated
Monoprotonated
Unprotonated
pH Gambar 14. Tingkat Protonasi Nikotin berdasarkan Hubungan dengan pH
Ekstraksi cair-cair dibantu menggunakan metode sentrifugasi dimana prinsip pemisahannya berdasarkan dari bobot molekul senyawa dengan bantuan gravitasi dan kecepatan putaran untuk memisahakan senyawa-senyawa yang kompleks (Moldeveanu dan David, 2002). Campuran ekstrak yang telah dicampur dalam tabung sentrifugasi divortex terlebih dahulu selama 30 detik, ini berfungsi agar nikotin yang terdapat pada bagian air dan kloroform dapat bercampur pada satu fase yang dinginkan. Selanjutnya dimasukkan dalam tabung sentrifugasi dan disentrifugasi selama 24 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Selanjutnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
dilakukan pengambilan fase kloroform untuk mendapatkan senyawa analit, dilakukan 2 kali proses ekstraksi cair-cair ini berdasarkan hasil optimasi ekstraksi menggunakan baku nikotin yang telah diketahui kadarnya ditambahakan dalam proses ekstraksi tanpa matriks sampel dibandingkan dengan kadar baku nikotin yang sama tanpa melalui proses ekstraksi, pada kromatogram gambar 15 dan penjelasan terkait nilai AUC tabel VI menunjukan AUC dari masing-masing nikotin dengan ekstraksi dan tanpa ekstraksi dengan kadar awal yang sama, dengan menghitung nilai recovery dari nikotin baku yang diekstraksi dibandingkan dengan tanpa ekstraksi didapatkan sebesar 94,74 %. Nilai ini menunjukan bahwa ekstraksi cair-cair yang dilakukan 2 kali memiliki nilai recovery yang baik dalam mengekstraksi nikotin dari fase polar yaitu air. Setelah didapatkan ekstrak etanol fraksi kloroform, maka pelarut kloroform diuapkan dengan menggunakan suhu diatas titik didih kloroform yaitu 800C karena pelarut kloroform tidak boleh ada dalam larutan ekstrak yang akan diinjeksikan dalam kolom KCKT. Kromatogram baku nikotin dengan ektraksi dan tanpa ektraksi dapat dilihat pada gambar dan tabel dibawah ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A
B Gambar 15 = A: baku nikotin tanpa ekstraksi; B: baku nikotin 2 kali ekstraksi
Tabel VI. Hasil pengukuran AUC nikotin dengan 2 kali ekstraksi dan tanpa ekstraksi
No
Keterangan
AUC
1
Ekstraksi
1336182
2
Tanpa Ekstraksi
1410239
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
H. Optimasi Ekstraksi Nikotin pada Tembakau Sampel Rokok Tujuan dari optimasi waktu ekstraksi nikotin dari serbuk daun tembakau sampel rokok untuk mendapatkan waktu ekstraksi yang paling optimum sehingga nikotin terekstraksi seluruhnya. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah ekstraksi padat-cair dan cair-cair karena pada ekstraksi padat-cair senyawa nikotin akan diesktraksi dari sampel menggunakan pelarut yang sesuai dan selanjutnya digunakan ekstraksi cair-cair untuk proses clean up senyawa-senyawa yang bercampur dengan senyawa analit (Gandjar dan Rohman, 2010). Variasi optimasi waktu ekstraksi pada penelitian ini adalah 10; 20; 30; dan 40 menit dan masing-masing waktu optimasi dilakukan 3 replikasi. Optimasi waktu 10 menit digunakan sebagai waktu optimasi terendah karena dilakukan orientasi ekstraksi terlebih dahulu selama 5 menit diperoleh hasil yaitu cairan etanol yang digunakan sudah berwarna coklat tua (pekat). Ekstrak kental dari masing-masing waktu ekstraksi dikumpulkan, dilanjutkan penyiapan sampel dan diinjeksikan ke instrument KCKT. Data hasil optimasi dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil optimasi ekstraksi menunjukan peningkatan respon AUC pada 10 menit ekstraksi ke 30 menit ekstraksi, dan terjadi penurunan respon AUC pada 30 menit ekstraksi ke 40 menit ekstraksi, maka waktu optimum ekstraksi dengan metode ekstraksi padat-cair dan cair-cair antara waktu 20 menit dan 30 menit karena dilihat dari nilai AUC yang hampir sama, perlu dilakukan uji statistik terhadap optimasi ekstraksi pada menit ke 20 dan 30. Pada waktu 10 menit ekstraksi menunjukan kadar yang masih rendah ini dikarenakan lamanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
pemanasan masih kurang sehingga sedikit jumlah nikotin yang terekstraksi, sedangkan pada waktu 40 menit ekstraksi menunjukan AUC nikotin yang menurun yang disebabkan terlalu lamanya pemanasan sehingga merusak struktur senyawa analit nikotin yang dimana akan menurunkan jumlah nikotin pada ekstrak yang didapat. Uji statistik bertujuan untuk mengetahui data yang diperoleh berbeda bermakna atau tidak. Syarat dilakukan uji t tidak berpasangan adalah data yang didapatkan merupakan data yang terdistribusi normal, oleh karena itu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Uji normalitas data yang digunakan adalah Shapiro-Wilk dengan nilai kemaknaan (p) > 0,05. Shapiro-Wilk digunakan karena jumlah sampel pada penelitian ini ≤ 50 (Dahlan, 2009). Pada tabel VII dapat disimpulkan data AUC nikotin sampel pada menit ke 20 dan 30 terdistribusi normal karena pada tabel menunjukan nilai p value > 0,05, pada menit ke 20 p value sebesar 0,2552 dan menit ke 30 p value sebesar 0,07828. Tabel VII. Uji Normalitas
Keterangan
Shapiro-Wilk normality test W
p-value
20 min
0,8555
0,2552
30 min
0,7846
0,07828
Tahap selanjutnya untuk mengetahui nilai rata-rata AUC nikotin sampel pada menit ke 20 dan 30 berbeda bermakna atau tidak, maka dilakukan uji t tidak berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Dari tabel VIII dibawah ini diperoleh hasil bahwa varians data kedua waktu berbeda karena memilki nilai p < 0,05. Tabel menunjukan bahwa nilai dari uji t kedua waktu tersebut p value adalah 1.908e-08 dimana nilainya lebih kecil dari p value 0,05 maka dinyatakan berbeda bermakna. Tabel VIII. Uji T tidak berpasangan
Keterangan
20 min dan 30 min
Shapiro-Wilk t test t
p-value
62,9975
1.908e-08
Selanjutnya menentukan waktu optimal dengan melihat rata-rata nilai AUC yang paling besar dari 20 menit dan 30 menit waktu ekstraksi, pada waktu ekstraksi 20 menit hasil rata-rata AUC adalah 1919672,33 dan pada ekstraksi 30 menit hasil rata-rata AUC adalah 1996415,67, maka dari hasil rata-rata AUC dipilih waktu ekstraksi 30 menit sebagai waktu ekstraksi nikotin pada sampel rokok “Merek X” yang paling optimal. I. Ekstraksi dengan Waktu Optimum 30 menit Berdasarkan data yang diperoleh dari optimasi waktu ekstraksi, dilanjutkan dengan ekstraksi nikotin pada sampel rokok “Merek X” dengan waktu optimum ekstraksi selama 30 menit untuk digunakan dalam penetapan kadar dengan masing-masing 5 replikasi. Hasil kromatogram dan respon AUC nikotin dan standar asetanilida dari sampel dapat dilihat kromatogram pada lampiran dan penjelasan terkait nilau AUC nya tabel IX dibawah ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Tabel IX. Hasil pengukuran AUC nikotin dan standar asetanilida pada ekstrak tembakau rokok “MEREK X”
Keterangan
AUC nikotin
AUC asetanilida
Perbandingan AUC nikotin/AUC asetanilida
Replikasi 1
1351637
578951
2,33463
Replikasi 2
1280663
546655
2,34273
Replikasi 3
1371993
584211
2,34845
Replikasi 4
1488337
617961
2,40846
Replikasi 5
1558371
651963
2,39028
J. Preparasi Ekstrak Kental Tembakau Ekstrak kental tembakau rokok “MEREK X” yang telah diuapkan selanjutnya dilarutkan pada metanol 30%, pemilihan metanol 30% ini untuk mencegah perubahan solvent strength pada fase gerak. Selanjutnya larutan ekstrak disaring menggunakan kertas whatman anorganik karena komposisi dari pelarut yang lebih banyak adalah air. Lalu diawaudarakan menggunakan ultrasonikator untuk menghilangkan gelembung udara, adanya gelembung udara dapat mengganggu proses pemisahan sampel. K. Validasi Metode Analisis Validasi metode merupakan suatu rangkaian proses evaluasi untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan sudah sesuai untuk tujuannya. Referensi yang digunakan pada penelitian ini ialah validasi metode kategori I. Validasi metode kategori ini digunakan untuk kuantifikasi bahan aktif yang ada pada sampel. Sampel yang digunakan merupakan rokok sehingga bahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
aktif yang ada di dalamnya ialah nikotin. Parameter-parameter validasi yang diujikan, yaitu selektivitas, akurasi, presisi, linearitas, dan rentang. 1. Selektivitas Selektivitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk dapat memisahkan senyawa analit secara tepat dan spesifik dari senyawa-senyawa lainnya yang ada pada matriks sampel. Parameter yang digunakan untuk selektivitas ialah nilai resolusi. Menurut Snyder, dkk (2010) suatu metode analisis dikatakan selektif apabila memiliki resolusi ≥ 1,5. Nilai resolusi ini menunjukkan pemisahan yang terjadi diantara puncak kromatogram. Pemisahan yang terjadi baru dapat diterima apabila memenuhi syarat nilai resolusi yang baik. Hasil yang diperoleh dari penentuan selektivitas adalah sebagai berikut: Tabel X. Hasil perhitungan resolusi sampel (Demas, 2013)
Repetisi
Resolusi
1
2,975
2
2,937
3
2,875
Rata-rata resolusi
2,929
Tabel X di atas menunjukan bahwa rata-rata resolusi dari 3 kali repetisi ≥ 1,5 yaitu 2,929. Hal ini menunjukan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki selektivitas yang baik karena dapat terpisah baik dari senyawa-senyawa lain yang ada pada matriks.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
2. Liniearitas Linearitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil maupun respon yang proposional terhadap kadar analit di dalam sampel. Parameter yang digunakan dalam linearitas ialah koefisien korelasi
AUC nikotin/AUC asetanilida
(r). 6 y = 0,05147x-0,219 r = 0,999
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi µg/mL
Gambar 16. Kurva baku hubungan antara konsentrasi baku nikotin dengan AUC (Demas, 2013).
Menurut Snyder, dkk (2010) suatu metode analisis dikatakan linear apabila memenuhi persyaratan nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,999. Koefisien korelasi yang diperoleh dari kurva baku yang dibuat ialah 0,999. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki linearitas yang baik sehingga hasil yang didapatkan proporsional terhadap kadar analit di dalam sampel. 3. Akurasi Akurasi menggambarkan ketepatan suatu metode analisis, dimana hasil yang pengukuran yang didapatkan mendekati hasil sebenarnya.Parameter yang digunakan dalam akurasi ialah persen perolehan kembali (% recovery).Menurut Harmita (2004) akurasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
simulasi dan metode penambahan baku (standard addition method). Pada penelitian ini, persen perolehan kembali dilakukan dengan cara metode penambahan baku karena tidak dapat dibuat blanko sampel (sampel rokok tanpa nikotin) yang diperlukan untuk metode simulasi. Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menganalisis sampel terlebih dahulu, kemudian menambahkan sejumlah tertentu analit ke dalam sampel, dicampur, dan dianalisis kembali (Harmita, 2004). Pada penelitian ini, penentuan persen perolehan kembali dilakukan pada lima tingkat penambahan adisi, yaitu penambahan baku nikotin 2,5 µg/mL, penambahan baku nikotin 5 µg/mL, dan penambahan baku nikotin 10 µg/mL, penambahan baku nikotin 20 µg/mL, penambahan baku nikotin 50 µg/mL. Hasil yang didapatkan sebagai berikut :
Tabel XI. Hasil persen perolehan kembali (%recovery) baku nikotin
Konsentrasi nikotin baku yang ditambahkan (µg/mL)
Recovery (%)
5
98,93
0,2310
10
99,51
0,8312
20
100,8
1,360
Simpangan baku n=3
Hasil dari penelitian validasi metode akurasi didapatkan data pada masing-masing konsentrasi nikotin yang ditambahkan yaitu 5 µg/mL, 10 µg/mL, dan 20 µg/mL memenuhi syarat akurasi yang baik yaitu menurut Snyder, syarat akurasi yang baik adalah memenuhi parameter recovery pada rentang 98-102%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Pada data tabel XI dapat dilihat nilai recovery masing-masing konsentrasi memenuhi syarat akurasi yang baik. 4. Presisi Presisi menggambarkan keterulangan suatu metode analisis yang dilihat dari kedekatan atau kemiripan hasil analisis apabila dilakukan secara berulang kali.Presisi yang dilakukan pada penelitian ini adalah intraday dan interday precision.Parameter yang digunakan dalam mengevaluasi presisi ialah koefisien variasi (KV).Koefisien variasi merupakan hasil persentase dari standar deviasi (SD) sehingga menunjukkan derajat variasi dari hasil pengukuran yang dilakukan. Penentuan koefisien variasi pada penelitian ini dilakukan pada tiga tingkat kadar sampel, yaitu 20 µg/mL, 40 µg/mL, dan 60 µg/mL. Hasil yang diperoleh sebagai berikut pada tabel XI dan XII dibawah ini. Tabel XII. Hasil intraday precision (Demas, 2013)
Konsentrasi sampel (µg/mL)
Konsentrasi ratarata
Koefisien variasi Simpangan baku (%)
n=3 20,00
17,54
±1,296
7,389
40,00
39,97
±0,2987
0,7473
60,00
56,77
±0,6740
1,187
Hasil data dari intraday precision
ini menunjukan bagaimana keterulangan
metode ketika dilakukan masih menunjukan hasil yang baik dengan parameter koefisien variasi yang memenuhi syarat dalam waktu 1 hari yang sama dan juga subjek peneliti yang sama. Data ini merupakan hasil dari penelitian sebelumnya oleh Ismanto dengan metode yang digunakan sama. Parameter presisi koefisien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
variasi yang baik adalah (≤ 2%) (Snyder, 2010). Maka dilihat pada tabel XII hasil intraday precision memenuhi syarat presisi yang baik. Tabel XIII. Hasil interday precision
Konsentrasi sampel (µg/mL)
Konsentrasi ratarata
Koefisien variasi Simpangan baku (%)
n=3 20,00
20,05
±0,2010
0,1001
40,00
42,69
±0,5484
1,2845
60,00
63,60
±0,6170
0,9701
Hasil data dari interday precision ini menunjukan bagaimana keterulangan suatu metode ketika dilakukan masih menunjukan hasil presisi yang baik dalam waktu dan hari yang berbeda, namun laboratorium, instrument dan subjek peneliti sama. Data pada penelitian ini dilakukan dengan hari yang berbeda dibanding pada penelitian intraday precision, namun menggunakan metode dan kondisi laboratorium yang sama. Pada hasil dari tabel XIII didapatkan hasil konsentrasi rendah (20 µg/mL), tengah (40µg/mL) dan tinggi (60µg/mL) masingmasing memiliki persen koefisien variasi yang memenuhi syarat yaitu (≤ 2%) (Snyder, 2010). 5. Rentang Rentang merupakan interval antara batas terendah dan tertinggi dari konsentrasi baku yang telah memenuhi kriteria validasi metode (linearitas, akurasi, dan presisi). Pada penelitian didapatkan rentang kadar sampel yang memenuhi parameter linearitas, akurasi dan presisi yang baik yaitu pada 20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
µg/mL sampai dengan 60 µg/mL Hasil rentang yang diperoleh memenuhi parameter validasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
6
y = 0,05417x-0,219 r = 0,999
AUC Nikotin/AUC Asetanilida
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi Nikotin (µg/mL) keterangan : = rentang (20-60 µg/mL)
Gambar 17. Kurva rentang konsentrasi nikotin yang memenuhi kriteria akurasi, presisi, dan liniearitas (Demas, 2013).
L. Analisis Kualititatif Nikotin Waktu retensi atau waktu tambat yang dinyatakan dalam satuan waktu (menit) merupakan parameter analisis kulatitatif dalam KCKT. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan analit saat diinjek sampai keluar dari kolom dan terdeteksi oleh detektor (Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
Waktu retensi (tR) suatu analit sangat dipengaruhi oleh interaksi analit dengan fase diam dan fase gerak, jika waktu retensi analit semakin singkat maka interaksi analit lebih besar dengan fase gerak dibandingkan dengan fase diam pada KCKT fase terbalik. Dalam penelitian ini fase diam yang digunakan adalah oktil silika (C8) yang bersifat non polar dan fase gerak yang digunakan metanol : ammonium asetat + TEA 0,1% (70 : 30 ) bersifat lebih polar dibandingkan fase diam. Dari sistem KCKT fase terbalik, senyawa polar akan terelusi terlebih dahulu daripada senyawa non polar sehingga waktu retensinya lebih singkat. Dilihat dari strukturnya senyawa nikotin pada gambar 18 yang ditunjukan dibawah ini, nikotin memiliki bagian polar dan non polar.
Gambar 18. Struktur nikotin dengan bagian polar dan non polar
Nikotin memiliki kepolaran pada bagian atom N yang terdapat pada cincin piridin dan pirolidin, dimana dapat membentuk interaksi hidrogen dan ionik dengan fase gerak. Interaksi hidrogen terjadi pada atom nitrogen cincin piridin, sedangkan interaksi ionik terjadi pada atom nitrogen cincin pirolidin yang terprotonasi karena suasana asam dari fase gerak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Hasil analisis kualitatif pada gambar 18 diperoleh kromatogram baku nikotin dengan tR yaitu 4,599 dan hasil penetapan kadar diperoleh kromatogram sampel dengan tR nikotin yaitu 4,616, maka dapat dipastikan adanya nikotin dalam sampel serbuk daun tembakau rokok “Merek X”. Menurut Snyder, kondisi kromatografi seperti keceptan alir, temperature, komposisi fase gerak dan tekanan yang stabil menghasilkan tR yang stabil pula. Variasi waktu retensi yang diperbolehkan <0,02-0,05 menit, pada hasil tR nikotin variasi waktu retensi adalah 0,017 menit.
A
B Gambar 19. A: Kromatogram sampel rokok “Merek X”; B: Kromatogram baku nikotin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
M. Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X” Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok “MEREK X”, dihitung berdasarkan persamaan kurva baku yang diperoleh dari validasi. Presisi yang dinyatakan dengan nilai koefisien variasi (CV) merupakan parameter dalam mengukur suatu metode untuk mendapatkan hasil yang reprodusibel. Perhitungan kadar nikotin dari sampel pada tabel di bawah berikut: Tabel XIV. Hasil Perhitungan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”
Jenis esktrak
Replikasi
Kadar %b/b
Keterangan
Ekstrak tembakau
1
0.56712
Rata-rata= 0.57385
rokok “Merek X”
2
0.56891
SD= ± 0.007224
3
0.57019
CV= 1.2588 %
4
0.58354
5
0.57949
Data penetapan kadar diperoleh rata-rata kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” adalah 0.57385 ± 0.007224 %b/b dengan nilai CV = 1,2588%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penetapan kadar nikotin dalam ektrak tembakau rokok “MEREK X” menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) pada kecepatan alir 1,0 mL/menit telah memenuhi parameter validasi yang meliputi selektivitas (Rs = 2,929), linearitas (r = 0,9999), presisi interday dengan nilai koefisien variasi sebesar 7,389%, 0,7473%, dan 1,187%, presisi intraday dengan nilai koefisien variasi sebesar 0,1001%, 1,2845%, dan 0,9701%, akurasi dengan % recovery sebesar 98,93%, 99,51, dan 100,8% untuk kadar sampel 20, 40, dan 60 µg/mL, dan rentang yang diperoleh adalah 20-60 µg/mL. 2. Hasil penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” diperoleh kadar nikotin sebesar 0.57385 ± 0.007224 %b/b.
B. Saran Masih perlu dilakukan penelitian penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok untuk pengembangan metode ekstraksi dan metode pengukuran nikotin yang lebih baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Daftar Pustaka Alali, F., dan Massadeh, A., 2003, Determination od Nicotine and General Toxicity of Jordan’s Market Cigarettes, Acta Chim Slov, 50, 251-258. Antonius, E., 2013, Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Pada Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok “Merek X” Menggunakan Standar Internal Asetanilida, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Bao,Z., He,. X.Y., Ding., X., Prabhu, S., Hong, J.Y., 2005, Drug Metabolism and Disposition, Metabolism of Nicotine and Cotinine By Human Cytochrome P450 2A13, Vol.33, No.2, The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics, America, pp. 258-261. Basset, J., 1994, Vogel’s Textbook of Quantititative Inorganic Elementary Instrumental Analysis, Longman Group UK, London, p. 142. Bliesner, D.M., 2006, Validating Chromatographic Methods : A Practical Guide, John Wiley & Sons. Inc, New York, p. 10. Boyd, R.K., 2008, Trace Quantitative Analysis by Mass Spectrophotometry, British Library, London, pp. 436-438. Cahyono, B., 1998, Tembakau Budi Daya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta, pp.17,19. Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drugs, The Pharmaceutical Press, London, pp.440-441. Clarke, dkk., 2003, Clarke's Analysis of Drugs and Poisons, The Pharmaceutical Press, London, pp. 103, 84. Cordell, Geoffrey, A., 1981, Introduction to Alkaloids, John Willey & Sons., Inc., Canada, p. 85. Dewi, D.C., 2012, Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak Etanolik Daun Tembakau VORSTENLANDEN Bawah Naungan dan NA OOGST Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogjakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 3-7, 26. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 7, 1134.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Direktorat Jenderal Pengawasan Obatdan Makanan, 2000, Parameter Stander Umum Ekstrak Tumbuhan Obat cetakan I, Departemen KesehatanRepublik Indonesia, Jakarta, pp. 1, 10-11. Ermer, J., dan Miller, J. H. McB., 2005, Method Validation in Pharmaceutical Analysis, John Wiley & Sons. Inc, New York, pp.21, 52, 63, 80. Fessenden dan Fessenden, 1986, Kimia Organik Jilid 1, Erlangga, Jakarta, pp. 5456. Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, pp. 339, 344, 345, 346, dan 383. Geiss, O., Kotzias, D., 2007, Tobacco, Cigarettes and Cigarette Smoke, Institute for Health and Consumer Protection, Italy, pp. 54-60, 48-49. Gorrod,J., Jacob, P., 1999, AnalyticalDetermination of Nicotine and Related Compounds and Their Metabolites, in Crooks, P.A., Chemical Properties of Nicotine and Other Tobacco Related Compounds, Elsevier, Italy, pp.8185. Gonzalez, A.G., dan Herrador, M.A., 2007, A Practical Guide to Analytical Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles, Trends in Analytical Chemistry,Vol. 26, No.3, 232-234. Hanum, C., 2008, Teknik Budidaya Tanaman jilid 3, Teknik Budidaya Tembakau bab X, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenegahDepartemen Pendidikan Nasional, Jakarta, pp.425, 431-435. Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, 117-135. Ismanto, D., 2013, validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi (kckt) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok “merek x”, skripsi, Sanata Dharma, Yogjakarta. Kazakevich, Y., dan LoBrutto R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientists, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, pp. 15, 192. Ma’arif, A.S., 2012, Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan, Rumah Sakit ParuDr.H.A.Rotinsulu Bandung, http://www.rotinsuluhospital.org/, diakses tanggal 17 April 2012 Meyer, V., 2004, Practical High Performance Liquid Chromatography, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, pp. 52,106.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Moldeveanu, S.C. dan David, V., 2002, Sample preparation in chromatography, British Library, London, pp. 42, 52. Mulja, H.M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya, p. 102. Nakajima, M., Yamamoto, T., Kuroiwa, Y., and Yokoi, T., 2000, Improved Highly Sensitive Methode for Determination of Nicotine and Cotinine in Huma Plasma by High Performance Liquid Chromatography, Journal of Chromatography B, 742 (2000), 211-215. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012, Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan No 109 Tahun 2012, DepKes RI, Jakarta, pp.11-16. Sastrohamidjodjo, H., 2001, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta, pp. 20-26. Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., 1994, Analytical Chemistry, Sixth edition, Saunders College Publishing, USA, p. 386. Snyder, R.L., Kirkland, J.J., 2010, Introduction to Modern Liquid Chromatography,John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, pp. 92, 254, 327, 361,399, 517. Stratton, K., 2001, Clearing The Smoke : Assessing The Science Base ForTobacco Harm Reduction, National Academy of Sciences, United States of America, p.27. Syenina, A., 2011, Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Pada Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak Etanolik Daun Tembakau, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Undang-undang Republik Indonesia, 1999, Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999, DPR RI, Jakarta, pp. 4-5.
Vlase, L., Filip, L., Mindrutau, I., Leucuta, S., 2005, Determination of Nicotine from Tobacco by LC-MS-MS, Studia Universitatis Babes Bolyai Physica, 4b. WHO (World Health Organisation), 2011.WHO Report on the Global Tobacco Epidemic,2011,http://www.who.int/tobacco/global_report/2011/en/index.h tml, diakses 27 februari, 2012.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran Lampiran 1: Sertifikat analisis asetanilida
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2: Sertifikat analisis nikotin
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3: Kromatogram optimasi lama pemanasan 10 menit replikasi 1
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4: Kromatogram optimasi pemanasan 10 menit replikasi 2
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5: Kromatogram optimasi pemanasan 10 menit replikasi 3
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6: Kromatogram optimasi lama pemanasan 20 menit replikasi 1
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7: Kromatogram optimasi lama pemanasan 20 menit replikasi 2
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8 : Kromatogram lama pemanasan 20 menit replikasi 3
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 9: Kromatogram optimasi lama pemanasan 30 menit replikasi 1
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 10: Kromatogram optimasi lama pemanasan 30 menit replikasi 2
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 11: Kromatogram optimasi lama pemanasan 30 menit replikasi 3
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 12: Kromatogram optimasi lama pemanasan 40 menit replikasi 1
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 13: Kromatogram optimasi lama pemanasan 40 menit replikasi 2
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 14: Kromatogram optimasi lama pemanasan 40 menit replikasi 3
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 15: Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 1
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 16: Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 2
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 17: Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 3
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 18: Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 4
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 19: Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 5
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok “MEREK X” Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Menggunakan Standar Internal Asetanilida” memiliki nama lengkap Is Sumitro. Penulis lahir di Pontianak pada tanggal 3 Agustus 1991 sebagai putra tunggal dari pasangan Mintju dan Effendi. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah TK Bunda Mulia (1996-1997), SD Yos Soedarso (1997-2003), SMP Negeri 1 Nanga Pinoh (20032006), SMA Santo Paulus Pontianak (2006-2009) dan pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah penulis mengikuti kegiatan dan organisasi antara lain : panitia donor darah, insadha, PPnEC, olimpiade kimia tingkat PTS kopertis, dan asisten praktikum kimia dasar, kimia organik, spektroskopi, kimia analisis serta validasi metode.