PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Akwilina Deu NIM: 081124037
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Pengkhotbah Sejati.
Kedua orang tuaku tercinta: Bapak Yohanes Hipoq dan Ibu Irmina Dahai. Saudaraku: Kak Dian, Kak Anton, Dek Eli, Dek Anyeq, Dek El, Dek Iing. Keponakanku: Anak Ping, Anak Hagang, dan Anak Memei. Kalian semua adalah salah satu alasanku untuk tetap bertahan dan terus berjuang sampai saat ini.
Para prodiakon dan segenap umat di stasi Santa Veronika Batu Majang.
Teman-teman seperjuanganku, para pewarta Kabar Gembira, dan semua pihak yang telah ikut membantu, mendukung, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkembang selama menjalani proses pendidikan hingga selesai di program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“Seseorang yang pesimistis memandang kesulitan pada setiap peluang, seseorang yang optimistis melihat peluang pada setiap kesulitan.” (Winston Churchill)
“Semua keberhasilan yang kau impikan itu, berada di balik semua hal yang kau takuti. Mulai hari ini, justru lakukanlah yang kau takuti.” (Mario Teguh)
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yoh. 14: 1)
dan semua yang aku lakukan ingin kupersembahkan: “Ad maiorem Dei Gloriam”
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memegang peran yang penting untuk menyampaikan dan menjelaskan Sabda Tuhan kepada umat beriman melalui khotbah. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dilihat dan diukur melalui tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas hidup para prodiakon dari sudut pandang umat yang ada di stasi tersebut. Kemampuan berkhotbah prodiakon adalah segenap kapasitas yang dimiliki oleh prodiakon dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Segenap kapasitas ini dapat dihasilkan dari proses belajar dan latihan secara terus menerus, sehingga para prodiakon mampu mempersiapkan, menyampaikan, mengevaluasi dan memaknai khotbah dengan baik dan sesuai. Khotbah sendiri bertujuan untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman pada Yesus Kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel penelitian ini adalah kelompok umat yang sungguh tahu dan terlibat aktif dalam kegiatan menggereja sebanyak 115 orang. Pengambilan sampel ini dengan cara purposive sampling, yaitu diambil dengan pertimbangan tertentu. Instrumen yang digunakan ialah skala likert. Skala ini digunakan karena dapat dipakai untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi umat terhadap kemampuan berkhotbah prodiakon yang meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek spiritualitas prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dikembangkan ke dalam 80 pernyataan. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 115 orang dengan nilai kritis 0,180 diperoleh sebanyak 79 item yang valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,950 yang menunjukkan reliabilitas instrumen penelitian ini sangat tinggi. Hasil penelitian kuesioner menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berkhotbah prodiakon atas keseluruhan aspek ialah 255,9652. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sudah masuk dalam kriteria yang baik. Hasil wawancara secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa para prodiakon sudah mempunyai kemampuan berkhotbah yang baik. Hanya saja, para prodiakon belum menggunakan alat-alat peraga ketika berkhotbah dan belum maksimal dalam mengevaluasi khotbahnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan perlu untuk semakin meningkatkan kemampuan berkhotbah prodiakon yang masih belum maksimal melalui pelatihan berkhotbah sebagai pengembangan lebih lanjut bagi para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT This thesis is titled THE DESCRIPTION OF PREACHING ABILITY OF THE DEACONS OF SAINT VERONICA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-EAST KALIMANTAN AND THE DEVELOPMENTS EFFORTS. The choice of this topic was based on the fact that the deacons in Santa Veronica Batu Majang region have a very important role to proclaim and explain the Good News to the people through preaching. Therefore, this paper aims to identify and describe the extent of the ability to preaching of the deacons in Saint Veronica Batu Majang region. That is measured through three aspects, knowledge’s, skills and spirituality of life from the perspective of the Christian people. The their preaching ability is all about the knowledge, skills and core values possessed by them in proclaiming the Good News to the Christian people who have gathered in a prayer and celebration of the liturgy. All of this could be generated from the process of learning and continuous training, so the deacons are able to prepare, deliver, evaluate and interpret the message very well. Sermon has an aims to deliver the Good News to the Christian people so they have more faith in Jesus to obtain salvation in His name. This research is a descriptive model. The sample of this research were young and adults people that are actively involved in church activities, totally 115 respondents. The instrument used is the Likert scale. This scale is used because it could measure the attitudes, opinions and perceptions from the common people about the ability of the deacons. The instrument was developed in 80 statements about the ability from their knowledge, skills and spirituality. The validity test resulted at the significance level 5% with N 115 respondents with the critical value 0.180 obtained as many as 79 items were valid. The reliability test resulted in alpha coefficient 0.950 which means high reliability of the instrument. The test results showed that the average value of ability to preaching of the deacons is 255.96. This means that their ability to preach deacons of Saint Veronica Batu Majang region is classified well. The interview results showed that they had a good preaching ability. However, they did use any addition all media when they were preaching and not maximize when evaluating of their sermon. Based on the results of this research, here suggested that it is necessary to further improve the ability of preaching the deacons through training for the further development of their skills in the region Saint Veronica Batu Majang, Mahakam Hulu, East Kalimantan.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang Maha Kasih karena telah menerangi, mencerahkan, membimbing dan menuntun penulis dengan penuh kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI KEMAMPUAN
BERKHOTBAH
PRODIAKON
DI
STASI
SANTA
VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA. Setiap manusia dikaruniai dengan berbagai kemampuan, namun dalam porsi yang berbeda-beda. Begitu pula dengan para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, mereka juga dikaruniai dengan kemampuan berkhotbah namun dengan porsi yang berbeda-beda. Dalam menjalankan tugas perutusannya di tengah-tengah umat di stasi Santa Veronika Batu Majang, para prodiakon memegang peranan yang penting dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat agar mereka semakin beriman kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melihat dan memberikan gambaran kepada pastor paroki, dewan stasi dan para prodiakon yang ada stasi Santa Veronika Batu Majang mengenai sejauhmana kemampuan berkhotbah para prodiakonnya dari sudut pandang umat, serta untuk mengetahui bentuk usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah para prodiakon yang belum maksimal berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Selain itu, skripsi ini juga disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dengan setia telah mendampingi, memberi semangat, dan memberikan kritikan yang membangun kepada penulis untuk terus berjuang. Maka dari itu penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada: 1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan pendampingan kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK sampai selesainya skripsi ini, yang selalu meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, yang selalu memberikan kepercayaan, masukan-masukan dan kritikan-kritikan yang membangun sehingga penulis lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan penulis semakin menyadari bahwa segala sesuatu butuh proses dan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji II yang dalam kebersamaan selalu meluangkan waktu, memberi sapaan dan memberi semangat kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK hingga selesainya penulisan skripsi ini. 3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji III yang selalu memberi semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan di kampus IPPAK hingga selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kerelaan hati
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan selalu ada dan meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan penulis di saat penulis mengalami kepenatan dan kelelahan hati di sela-sela menyelesaikan pendidikan di kampus ini. Terima kasih untuk segala sharing, masukan yang membangun, dan kesempatan untuk selalu berkembang. 4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan melakukan penelitian dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini. 5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini. 6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. P. Aloysius Tue Ado, Pr., selaku pastor paroki dan Diakon Don yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi dan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang. 8. Para prodiakon, dewan stasi, aktivis Gereja dan segenap umat di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dengan sepenuh hati untuk mengadakan penyusunan skripsi dan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang. 9. Para Sahabat mahasiswa, khususnya angkatan 2008 yang turut berperan dalam menempa pribadi dan memotivasi penulis, memberi dukungan, bantuan, kritik
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
serta saran yang membangun sehingga penulis semakin dikuatkan dalam menjalani pendidikan dan menerima panggilan sebagai Pewarta Kabar Gembira di zaman yang penuh tantangan ini. 10. Kedua orang tuaku tercinta dan segenap keluarga besarku yang dengan penuh kasih selalu mendoakan, mendukung, memotivasi, mengingatkan dan membantu penulis selama ini. Dan kepada ketiga keponakan kecilku yang selalu memotivasiku melalui tingkah lucu mereka yang membuatku ingin cepat selesai dan segera berkumpul bersama keluarga. Aku mencintai kalian semua. 11. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ yang dengan kemurahan hati selalu memberikan bantuan, baik secara materi maupun spiritual kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta. Semangat, kebaikan, kesederhanaan dan kemurahan hati beliau juga yang selalu menginspirasiku untuk dapat melayani dengan baik, konsisten dan mempunyai komitmen. 12. Para sahabat karibku, Sr. Natalia, Wuri, Br. Yohanis, Fr. Paschalis, Sr. Bernardin, Sr. Widya, Happy, Cici, Goy, Asep, Hendro, Dance, Sisil Lun, Hiping, Mbak Pur, Ibu Widodo, juga sepupuku Kak Ungky, yang dengan cara masing-masing telah membantu baik secara moral, material, maupun spiritual selama penulis menempuh pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta. 13. Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Kutai Barat yang telah membantu penulis dengan memberikan biaya pendidikan selama menjalani proses pendidikan. 14. My Lovely (Romianus Jiu) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah turut mendoakan, mendukung, memperhatikan, memotivasi dan mengingatkan penulis selama ini.
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv MOTTO .......................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ............................ vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT ...................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ..................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xv DAFTAR TABEL ........................................................................................... xix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xx DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xxi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 10 C. Pembatasan Masalah .................................................................................. 11 D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 11 E. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 11 F. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 12 G. Metode Penulisan ....................................................................................... 13 H. Sistematika Penulisan ................................................................................. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 15 A. Prodiakon Paroki ........................................................................................ 15 1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki .......... 17 2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki ......................................... 21 a. Membantu Menerimakan Komuni .................................................... 22 b. Melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Pastor Paroki ................. 22
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki .................................................... 24 a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga .................... 24 b. Diterima oleh umat setempat ............................................................ 25 c. Mempunyai penampilan yang layak ................................................. 26 4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki .............................................. 26 a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman .................................. 27 b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis .............. 28 c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama ..................................... 29 d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga . 30 e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati .................................... 30 5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki ........................................................ 32 B. Berkhotbah sebagai Salah Satu Tugas Prodiakon Paroki ............................ 33 1. Kemampuan ........................................................................................... 35 a. Pengertian Kemampuan .................................................................... 35 b. Aspek-aspek Kemampuan ................................................................ 36 2. Khotbah ................................................................................................. 39 a. Pengertian Khotbah ........................................................................... 39 b. Tujuan Khotbah ................................................................................ 43 c. Ciri-ciri Khotbah yang Baik .............................................................. 46 d. Model-model Skema Khotbah .......................................................... 50 e. Bahasa dalam Khotbah ..................................................................... 60 f. Menyiapkan, Membawakan, dan Mengevaluasi Khotbah ................. 61 g. Menerapkan Pesan Khotbah ............................................................. 77 h. Pribadi Pengkhotbah ......................................................................... 79 3. Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ...................................................... 82 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 86 A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 86 B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 87 1. Tempat Penelitian .................................................................................. 87 2. Waktu Penelitian .................................................................................... 87 C. Populasi dan Sample Penelitian ................................................................. 87
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Populasi ................................................................................................. 87 2. Sample Penelitian .................................................................................. 88 D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................. 89 1. Variabel Penelitian ................................................................................ 89 2. Definisi Konseptual Variabel ................................................................ 90 3. Definisi Operasional Variabel ............................................................... 90 4. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 90 5. Instrumen Penelitian .............................................................................. 92 6. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner, Wawancara dan Studi Dokumen ......... 93 7. Pengembangan Instrumen ...................................................................... 101 a. Uji Validitas Instrumen ..................................................................... 101 b. Uji Realibilitas Instrumen ................................................................. 102 E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 104 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 107 A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 107 1. Deskripsi Data Kemampuan Berkhotbah Prodiakon .............................. 107 a. Deskripsi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 107 b. Deskripsi Data Aspek Pengetahuan Prodiakon dalam Berkhotbah .. 109 c. Deskripsi Data Aspek Keterampilan Prodiakon dalam Berkhotbah . 111 d. Deskripsi Data Aspek Spiritualitas Prodiakon .................................. 112 2. Hasil Wawancara ................................................................................... 114 a. Hasil Wawancara dengan Responden 1 ............................................ 114 b. Hasil Wawancara dengan Responden 2 ............................................ 116 c. Hasil Wawancara dengan Responden 3 ............................................ 117 d. Hasil Wawancara dengan Responden 4 ............................................ 118 e. Hasil Wawancara dengan Responden 5 ............................................ 119 f. Hasil Wawancara dengan Responden 6 ............................................ 120 g. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara ..................................... 121 3. Hasil Temuan Khusus Studi Dokumen ................................................. 124 B. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 131
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Berdasarkan Data Keseluruhan .............................................................. 131 2. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Berdasarkan Data Setiap Aspek ............................................................. 132 a. Aspek Pengetahuan ........................................................................... 132 b. Aspek Keterampilan .......................................................................... 135 c. Aspek Spiritualitas ............................................................................ 140 C. Usulan Program Pelatihan Berkhotbah bagi Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang ...................................................................... 144 1. Latar Belakang Usulan Program ............................................................ 144 2. Tema dan Tujuan Usulan Program ....................................................... 150 3. Penjabaran Program Pelatihan Berkhotbah Prodiakon .......................... 154 4. Gambaran Pengembangan Proses Pelaksanaan ...................................... 158 a. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan II ..................................... 158 b. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan IV ................................... 162 D. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 167 BAB V PENUTUP........................................................................................... 169 A. Kesimpulan ................................................................................................. 169 B. Saran ........................................................................................................... 171 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 174 LAMPIRAN .................................................................................................... 176 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................... (1) Lampiran 2 Panduan Wawancara ............................................................... (9) Lampiran 3 Keterangan Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ..................... (10) Lampiran 4 Foto-foto ................................................................................. (12) Lampiran 5 Surat Permohonan SK Prodiakon ........................................... (15) Lampiran 6 Peta Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang .................................... (16) Lampiran 7 Contoh Khotbah yang Disiapkan Bapak Lawing ................... (17) Lampiran 8 Surat Permohonan Ijin Penelitian ........................................... (19)
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Variabel Kemampuan Berkhotbah .............. .92 Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Kemampuan Berkhotbah ................. .93 Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kemampuan Berkhotbah ................ 100 Tabel 4 Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus ......................................... 100 Tabel 5 Rumus Manual Person Product Moment ........................................... 102 Tabel 6 Rumus Manual Reabilitas .................................................................. 103 Tabel 7 Reliability Statistics ............................................................................ 103 Tabel 8 Rumus Penentuan Kriteria ................................................................. 105 Tabel 9 Kriteria Nilai Keseluruhan ................................................................. 105 Tabel 10 Kriteria Aspek Pengetahuan ............................................................. 106 Tabel 11 Kriteria Aspek Keterampilan ........................................................... 106 Tabel 12 Kriteria Aspek Spiritualitas .............................................................. 106 Tabel 13 Statistik Deskriptif Data Keseluruhan .............................................. 107 Tabel 14 Kriteria Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ..... 108 Tabel 15 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Pengetahuan .............. 109 Tabel 16 Kriteria Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon ....................... 110 Tabel 17 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Keterampilan ............ 111 Tabel 18 Kriteria Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ...................... 111 Tabel 19 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Spiritualitas ............... 112 Tabel 20 Kriteria Aspek Spiritualitas Prodiakon ............................................ 113
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Frekuensi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah ................. 108 Gambar 2 Frekuensi Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon .................. 110 Gambar 3 Frekuensi Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ................. 112 Gambar 4 Frekuensi Aspek Spiritualitas Prodiakon ....................................... 113 Gambar 5 Foto Bapak Agustinus Lawing, S. Ag. ........................................... 124 Gambar 6 Foto Bapak Abdias Inggung Bith ................................................... 125 Gambar 7 Buku Pendukung untuk Berkhotbah .............................................. 125 Gambar 8 Contoh Persiapan Berkhotbah dalam Catatan Tertulis .................. 127 Gambar 9 Contoh Sertifikat yang didapatkan oleh Prodiakon ........................ 128 Gambar 10 Contoh Sertifikat yang dimiliki oleh Pak Lawing ........................ 129 Gambar 11 Pak Inggung ketika mengikuti pembekalan prodiakon ................ 130 Gambar 12 Pak Lawing ketika mengikuti pembekalan prodiakon ................. 130
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Mrk
: Markus
Kor
: Korintus
Yoh
: Yohanes
Ibr
: Ibrani
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici)
LG
: Lumen Gentium
SC
: Sacrosanctum Concilium
EN
: Evangelii Nuntiandi
AD
: Ad Gentes
AA
: Apostolicam Actuositatem
C. Singkatan Lain Par.
: Paragraf
Kan.
: Kanon
Std.
: Standar
KAS
Keuskupan Agung Semarang
KWI
: Konfrensi Waligereja Indonesia
BM
: Batu Majang
PANKAT : Panitia Kateketik
xxi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam peziarahannya di dunia, Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus, yakni tugas Nabi, Imami dan Rajawi. Tugas Nabi adalah tugas pewartaan, tugas Imami adalah tugas pengudusan atau perayaan, dan tugas Rajawi adalah tugas melayani (Iman Katolik, 1996:382). Berangkat dari ketiga tugas tersebut, Gereja terus mengusahakan adanya kegiatan-kegiatan pastoral Gereja dalam bidang kerygma (pewartaan), liturgia (liturgi), diakonia (pelayanan), koinonia (persekutuan) dan Martyria (kesaksian) demi memberikan makna diri, pelayanan dan keterlibatan dalam situasi hidup umat yang sedang mengalami permasalahan saat ini. Tentu hal ini dimaksud untuk membimbing dan memotivasi umat agar semakin terlibat dalam hidup menggereja dan dapat menemukan nilai-nilai Kristiani yang dapat dihidupi dalam hidupnya sehingga mereka percaya dan semakin beriman kepada Yesus Kristus. Dari beberapa bidang pastoral yang disebutkan di atas, tugas pewartaan merupakan tugas yang paling utama bagi saksi-saksi Kristus. Hal ini mengingat bahwa pewartaan merupakan pemakluman Kabar Gembira di dalam dunia mengenai keselamatan dalam diri Yesus Kristus kepada semua orang agar semakin beriman dan bersatu dengan-Nya. Ini selaras dengan yang diungkapkan dalam Ad Gentes, art. 6 bahwa “Tujuan khas misioner Gereja adalah mewartakan Injil dan menanamkan Gereja di tengah bangsa-bangsa atau golongan-golongan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
tempat Gereja belum berakar”. Oleh karena itu, setiap orang diharapkan untuk ikut mengambil bagian dalam tugas pewartaan Injil ini dengan caranya masingmasing supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang benar tentang kebenaran iman, serta melalui baptisan disatukan dalam diri Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Dalam Gereja, khotbah mempunyai peranan dan tempat yang sentral karena mengabarkan Sabda Tuhan di dunia (Rothlisberger, 1975: 5). Melalui khotbah ini, Gereja berusaha menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Baru, nampak bahwa selama karya hidup-Nya di dunia Yesus sendiri menganggap bahwa hal mengajar atau memberitakan Injil (berkhotbah) kepada semua orang merupakan tugas yang amat penting, karena itulah Dia datang (Mrk. 1: 38-39). Selain itu, pengumpulan dan persekutuan jemaat perdana dimaksudkan untuk mempersiapkan diri supaya dapat diutus untuk mewartakan Injil dan melayani (Mrk. 3: 14-15). Dalam perayaan Perjamuan Kudus justru menjadi kesempatan untuk mengenang dan memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang (1Kor. 11:26). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bersama bahwa pengajaran Injil (pemberitaan tentang karya keselamatan Tuhan) itu sangat penting. Oleh karena itu Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi-Nya sampai ke ujung dunia (Mrk. 16: 15). Tugas pewartaan Injil dan pengumpulan umat Allah ini berlangsung secara terus menerus dan menjadi tanggungjawab seluruh umat beriman Kristiani, terutama mereka yang memperoleh wewenang khusus, seperti uskup, imam, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
diakon. Melalui khotbah mereka berusaha untuk memberitakan Injil kepada seluruh umat beriman Kristiani agar mereka semakin percaya dan diteguhkan dalam iman akan Yesus kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya. Sebagai gembala, mereka memang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sangat penting dalam memberitakan Injil kepada umat melalui khotbah. Namun di dalam situasi seperti saat ini, di mana jumlah imam tidak sebanding dengan jumlah umat yang dilayani, maka dibutuhkan pelayan umat yang dapat membantu para gembala dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja, khususnya dalam pewartaan dan liturgi. Menanggapi hal tersebut di atas, maka diangkatlah prodiakon paroki untuk membantu imam dalam tugas pelayanan Gereja. Prodiakon Paroki adalah seorang yang dipilih dari kaum beriman kristiani melalui pilihan dari umat setempat, seleksi ketat yang dilakukan oleh pastor dan dewan paroki dengan mempertimbangkan beberapa syarat yang harus dimiliki sebagai prodiakon paroki, dan akhirnya dilantik dan ditugaskan oleh Uskup keuskupan agung setempat melalui surat tugas. Adapun tugas utama mereka sendiri bergerak di bidang liturgi, yaitu untuk membantu imam dalam menerimakan Tubuh Tuhan baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi (liturgi Sabda dan mengirim komuni kepada orang sakit). Di samping itu, prodiakon juga dapat melakukan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya, di antaranya memimpin ibadat nonsakramental yang diadakan di lingkungan tanpa memberikan berkat (Siswata, 1991:12). Tugas-tugas yang dipercayakan tersebut tentunya demi kesaksian akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
Kristus yang tepat dan mengabdi kepada keselamatan umat manusia dalam hidup sehari-hari. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam LG, art. 34; “Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusanNya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan tugas rohani supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu, para awam sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan supaya makin melimpah menghasilkan buah Roh dalam diri mereka.” Gereja Stasi Santa Veronika Batu Majang adalah stasi yang termasuk di dalam wilayah Gereja Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu, Kalimantan Timur. Stasi ini merupakan salah satu stasi yang selalu berusaha untuk senantiasa membaharui dirinya dalam bidang liturgi, pewartaan, dan pelayanan. Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Gereja stasi ini, ada dua orang prodiakon yang bertugas untuk melayani di Gereja stasi ini. Kedua orang prodiakon tersebut adalah Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Abdias Inggung Bith. Mereka adalah bagian dari anggota prodiakon paroki Santo Petrus Ujoh Bilang yang bertugas di tempat domisili mereka sendiri, yaitu di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur. Berdasarkan sharing dari Bapak Agustinus Lawing sendiri, pemilihan prodiakon di paroki ini dilakukan dari, oleh dan untuk umat sendiri. Artinya, prodiakon dipilih atau ditunjuk langsung oleh umat di masing-masing stasi, yang kemudian diajukan kepada pihak paroki, dan atas pertimbangan dari Pastor Paroki berdasarkan kriteria yang diharapkan, kemudian dilantik oleh Uskup Agung Samarinda. Secara umum, para prodiakon yang ada di wilayah paroki Santo Petrus Ujoh Bilang ini diberi wewenang oleh Uskup Agung Samarinda untuk membantu pastor parokinya dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
bidang liturgi, yaitu membantu pastor membagikan Tubuh Tuhan dalam perayaan liturgi baik ada maupun tanpa imam, serta mengirim komuni kepada orang-orang sakit atau yang sudah lanjut usia. Tugas ini tentu saja berlaku juga bagi para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang. Selain tugas utama yang dipercayakan kepada mereka, menurut sharing antara penulis dengan Romo Aloysius Tue Ado, Prselaku pastor Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang menerangkan bahwa tugas yang dipercayakan kepada para prodiakonnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang adalah membantu mengembangkan iman umat yang ada di stasi tersebut melalui karya pewartaan dalam bidang liturgi dengan memimpin liturgi Sabda pada hari Minggu atau harihari raya besar dengan menyambut Tubuh Tuhan dan memberi khotbah, memimpin ibadat non-sakramental dan mengirimkan Sakramen kepada orang sakit. Selain itu, karena mengingat tenaga imam dan tenaga ahli yang terbatas seperti yang dijelaskan di atas, maka mereka juga dipercayakan untuk memberikan pembinaan dalam persiapan sakramen Inisiasi dan perkawinan, serta tugas lain yang dipercayakan kepada mereka. Dalam melaksanakan tugas tersebut, para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang lalui dengan berjalan kaki, naik sepeda, ataupun dengan naik ketinting untuk sampai ke tempat yang dituju (Gereja atau rumah umat). Sharing dari Romo Lazarus Derik, Pr sebagai pastor paroki Santo Petrus Ujoh Bilang ±4 tahun yang lalu, yang juga sebagai pencetus ide diadakannya tenaga prodiakon di paroki ini mengatakan bahwa beliau sangat mengharapkan prodiakon yang ada di seluruh batas wilayah paroki Santo Petrus Ujoh Bilang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
tentunya yang juga ada di stasi Santa Veronika Batu Majang dapat membantu membina iman umat agar semakin mendalam. Mereka diharapkan mampu menggairahkan umat dengan tetap bisa menyambut Tubuh Tuhan dalam Liturgi Sabda yang dipimpin oleh prodiakon, serta diharapkan para prodiakonnya dapat melahirkan banyak benih-benih panggilan imam seperti yang terjadi di Keuskupan Agung Semarang. Sebagai tenaga sukarela Gereja, para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang selalu berusaha untuk menanggapi dengan baik kepercayaan umat dan pastor paroki yang telah memilih mereka. Kedua Prodiakon yang bertugas di stasi Santa Veronika Batu Majang ini mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Salah seorang prodiakonnya, yaitu Bapak Agustinus Lawing adalah seorang prodiakon yang mempunyai pendidikan khusus dalam bidang kateketik. Beliau adalah seorang lulusan dari IPI-Malang dengan gelar Sarjana Agama. Sedangkan rekan kerjanya sesama prodiakon, yaitu Bapak Abdias Inggung Bith adalah seorang awam atau aktivis Gereja yang tidak memiliki pendidikan secara khusus dalam bidang agama, namun beliau peduli pada kehidupan Gereja. Hal tersebut tentunya menyebabkan tidak jarang mereka yang tidak mempunyai pendidikan khusus mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Namun tidak menutup kemungkinan juga bagi prodiakon yang mempunyai pendidikan khusus mengalami masalah dalam tugas pelayanannya. Dalam menjalankan tugas pelayanan, salah satu kesulitan yang dihadapi oleh prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang adalah masalah dalam berkhotbah. Dalam kenyataan yang dihadapi, mereka dipercayakan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
memimpin liturgi Sabda setiap hari Minggu, hari-hari raya besar keagamaan dan pada ibadat non-sakramental, dan berdasarkan penyataan dalam Sacrosanctum Concilium art. 35 par. 2 yang mengungkapkan bahwa “Dalam rubrik-rubrik hendaknya dicatat juga, sejauh tata upacara mengizinkan, saat yang lebih tepat untuk berkhotbah, sebagai bagian perayaan Liturgi dan pelayanan pewartaan hendaknya dilaksanakan dengan tekun dan seksama….”, ini artinya mereka mau tidak mau harus melaksanakan tugas pewartaan Injil melalui berkhotbah sejauh keadaan memungkinkan. Di sinilah mereka harus mempunyai kemampuan untuk berkhotbah mengingat bahwa mereka juga memegang peranan yang penting untuk membawa umat agar semakin beriman kepada Yesus Kristus yang diwartakan melalui khotbah. Tugas berkhotbah ini sendiri harus dilakukan karena keterbatasan tenaga imam yang memiliki wewenang untuk itu. Oleh karena itu, prodiakon diizinkan dan dipercayakan untuk menyampaikan khotbah dalam liturgi Sabda yang dipimpinnya. Ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam KHK kan. 766 bahwa; Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-ketentuan Konferensi Para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, §1. Dalam menyampaikan khotbah, para prodiakon biasanya menyiapkan sendiri khotbahnya, bahkan dengan saling membantu untuk menyiapkan khotbah. Khotbah ini mereka siapkan berdasarkan buku pegangan yang mereka miliki (renungan Sang Sabda, Serambi Sabda, buku khotbah tahun A-B-C). Namun dalam hal ini, persiapan yang dilakukan belum maksimal, karena ada prodiakon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
yang belum memiliki buku-buku tersebut. Tentunya hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi prodiakon lainnya untuk mempersiapkan dan menyampaikan khotbah secara lebih maksimal. Menurut cerita dari Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Yohanes Hipoq (salah seorang prodiakon paroki), kesulitan lain yang mereka hadapi dalam khotbah adalah kesulitan mencari bahan yang dipakai untuk membuat khotbah, kesulitan dalam membuat konsep khotbah yang baik karena belum adanya pedoman dan kurangnya persiapan, fasilitasnya kurang memadai, dan mandeg kreatifitas atau kurang kreatif dalam menyampaikan khotbah. Dengan adanya kesulitan-kesulitan tersebut, tentunya inti pewartaan yang mau disampaikan melalui khotbah bisa jadi tidak fokus atau kurang maksimal. Padahal khotbah diharapkan mampu membantu umat agar semakin memahami dan menghayati pesan Kitab Suci atau kebenaran iman yang disampaikan agar mereka semakin percaya dan beriman kepada Kristus dalam hidup mereka sehari-hari. Mengingat bahwa pentingnya peranan para prodiakon dalam menyampaikan pesan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman yang sedang berkumpul dalam ibadat melalui khotbah, maka sangat penting jika para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang ini diberikan suatu pembekalan atau pelatihan khusus sebagai on going formation atau bina lanjut dalam segala bidang untuk dapat mempersiapkan mereka dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada mereka, khususnya dalam berkhotbah. Pastor Paroki sendiri sudah berusaha memberikan pendampingan kepada para prodiakonnya sebagai bekal untuk melaksanakan tugas mereka sebagai prodiakon paroki. Namun sayangnya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
menurut cerita yang penulis dengar dari Rm. Alo, Pr selaku pastor paroki sendiri dan dari prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sendiri, pendampingan yang diberikan masih sebatas pada bidang liturgi dan informasi terkait. Sedangkan kegiatan untuk mempersiapkan prodiakonnya sendiri dalam berkhotbah belum dilaksanakan secara khusus, namun penulis mendengar adanya usaha untuk itu. Pendampingan yang dilakukan atau lebih tepatnya disebut pembekalan biasanya diadakan saat menjelang Perayaan Paskah dan Natal yang biasanya dipimpin langsung oleh Pastor parokinya. Dalam kegiatan ini tidak semua prodiakon bisa hadir dikarenakan kesibukan masing-masing prodiakon, sehingga tidak semua prodiakon bisa mendapatkan informasi yang sama dalam pertemuan tersebut. Dalam pertemuan ini, para prodiakon dari stasi Santa Veronika Batu Majangdengan mengajak beberapa aktivis Gereja-nya selalu berusaha mengikuti setiap pembekalan yang dilaksanakan oleh pihak paroki guna menambah wawasan untuk mendukung tugas pelayanan mereka. Melihat kenyataan di atas, di mana para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memegang peranan yang penting untuk mewartakan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman melalui khotbah, penulis tertarik untuk mengetahui dan mendeskripsikan seperti apa kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dari sudut pandang umat di stasi tersebut. Dengan bertolak dari hasil deskripsi yang akan diperoleh nantinya, penulis bermaksud untuk meningkatkan kemampuan berkhotbah prodiakon yang belum maksimal dengan memberikan suatu usulan usaha pengembangan yang dapat ditempuh oleh pihak paroki maupun pihak dewan stasi Santa Veronika Batu Majang demi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
meningkatkan kualitas pelayanan berkhotbah prodiakon di stasi tersebut. Oleh karena itu penulis terdorong untuk menulis skripsi dengan judul: “Deskripsi Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan Usaha Pengembangannya”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan skripsi ini penulis identifikasikan sebagai berikut: 1. Apa itu tugas Pewartaan Injil? Seberapa penting dalam Gereja? 2. Siapa petugas pewartaan? 3. Apa saja yang menjadi tugas Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang? 4. Bagaimana Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang melaksanakan tugas pelayanannya? 5. Bagaimana biasanya Prodiakon di Stasi Santa Veronika berkhotbah? 6. Bagaimana konteks umat yang dilayani oleh prodiakon? 7. Pembinaan dalam hal apa saja yang telah diberikan kepada Prodiakon di stasi Santa Veronika dan bagaimana prosesnya? 8. Berapa jumlah prodiakon yang hadir dalam pembinaan yang dilaksanakan? 9. Sejauhmana kemampuan berkhotbah Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur? 10. Usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya topik penulisan skripsi ini dan keterbatasan yang ada, maka penulis membatasi pembahasan skripsi ini sebatas pada “Deskripsi Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timurdan Usaha Pengembangannya”. Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur? 2. Usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?
E. Tujuan Penulisan Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini untuk: 1. Mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur. 2. Mengetahui bentuk usaha yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam HuluKalimantan Timur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
F. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak Prodiakon: Sebagai evaluasi atas khotbahnya dan supaya semakin menambah wawasan para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun spiritualitas dalam berkhotbah, sehingga mereka diharapkan semakin yakin dan termotivasi untuk mempersiapkan dan menyampaikan khotbah dengan baik demi perkembangan iman pribadi maupun iman umat yang mereka layani. 2. Bagi pihak Paroki: Membantu Pastor Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang untuk mengetahui sejauhmana kemampuan para prodiakonnya dalam berkhotbah khususnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, kesulitan yang dialami mereka, sehingga pihakparoki diharapkan untuk semakin memperhatikan kebutuhan para prodiakonnya dalam melaksanakan tugas pelayanan mereka, juga memperhatikan pembinaan atau pembekalan yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan para prodiakon parokinya. 3. Bagi Penulis sendiri: Semakin menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis mengenai khotbah dan prodiakon, serta semakin termotivasi untuk selalu memberikan pelayanan dengan hati, yang terbaik dan berdaya guna seperti semangat Prodiakon demi perkembangan iman umat dan semua untuk kemuliaan Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
G. Metode Penulisan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bersifat ingin menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dengan menggunakan kuesioner berskala tertutup sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini juga didukung oleh hasil wawancara dan studi dokumen, dan didukung oleh studi pustaka.
H. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan sebagai berikut; BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II berisi kajian pustaka yang akan menguraikan tiga bagian, yaitu bagian pertama akan membahas mengenai prodiakon paroki yang mencakup pengertian dan latar belakang terbentuknya prodiakon paroki, tugas dan tujuan adanya prodiakon paroki, ketentuan menjadi prodiakon paroki, spiritualitas pelayanan prodiakon paroki, dan pakaian liturgis prodiakon paroki. Pada bagian kedua akan membahas mengenai khotbah sebagai salah satu tugas prodiakon paroki yang mencakup pengertian dan aspek-aspek mengenai kemampuan dan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan khotbah, seperti pengertian khotbah, tujuan khotbah, khotbah yang baik, model-model skema khotbah, bahasa dalam khotbah, cara mempersiapkan, membawakan, mengevaluasi dan menerapkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
pesan khotbah, serta pribadi pengkhotbah. Lalu pada bagian ketiga akan ditarik pengertian mengenai apa itu kemampuan berkhotbah prodiakon. BAB III menjelaskan mengenai metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sample penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data yang meliputi variabel penelitian, definisi konseptual variabel, definisi operasional variabel, sumber pengumpulan data, instrumen penelitian, dan kisi-kisi instrumen. Akan dibahas juga mengenai teknik pengolahan data yang meliputi uji coba terpakai, uji validitas instrumen, uji realiabilitas instrumen, dan teknik analisis data. BAB IV akan menyajikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi hasil penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara dan temuan khusus melalui studi dokumen, pembahasan hasil penelitian, usulan program yang sesuai bagi peningkatan kualitas berkhotbah para prodiakon stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan keterbatasan penelitian. BAB V Penulis akan menutup penulisan skripsi ini dengan menyampaikan kesimpulan dan saran yang membangun bagi berbagai pihak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tiga bagian pokok, yaitu mengenai prodiakon paroki, Khotbah sebagai salah satu tugas prodiakon paroki dan kemampuan berkhotbah prodiakon.
A. Prodiakon Paroki Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “Kaum beriman kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengembankan tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus” (LG 31). Martasudjita (2010: 17) juga menegaskan bahwa ada di antara kaum awam yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan tertentu dalam rangka perayaan liturgi. Ini artinya bahwa kaum awam memang dipercaya untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas pelayanan tertentu khususnya dalam bidang liturgi, di antaranya prodiakon paroki. Mereka adalah kaum awam yang dipanggil oleh Kristus dan diurapi oleh Roh Kudus untuk membantu tugas pelayanan Gereja demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam Lumen Gentiumart. 34 berikut ini; “Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusanNya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan tugas rohani supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu, para awam sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan supaya makin melimpah menghasilkan buah Roh dalam diri mereka.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa karya dan pelayanan mereka diharapkan mampu menghasilkan buah-buah Roh yang melimpah di dalam diri mereka demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Prodiakon yang sebagai kaum awam berkat Baptis menjadi anggota Tubuh Kristus diundang untuk ikut mengambil bagian secara aktif dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Yesus Kristus demi perkembangan Gereja Katolik. Tugas imami ini prodiakon dapat wujudkan dengan memimpin ibadat Sabda dan berbagai ibadat sakramentali lainnya, serta membagikan Tubuh Tuhan kepada umat. Tugas sebagai rajawi diwujudkan dengan memimpin dan memberi motivasi kepada umat tempat dia bertugas agar mau ikut terlibat di dalam tugas perutusan Gereja. Sedangkan tugas kenabian diwujudkan dengan mewartakan karya kesalamatan melalui Yesus Kristus kepada umat agar semakin beriman mendalam melalui khotbah, pendalaman iman, keteladanan hidup sehari-hari dan berbagai kegiatan rohani lainnya. Tugas-tugas tersebut tentunya tidak asal dilaksanakan, namun terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari pimpinan Gereja setempat. Diharapkan agar para petugas kaum awam ini, tidak pernah boleh dipandang sebagai pengganti klerus yang memang ditahbiskan untuk menjadi pelayan umat (SC 146). Dasar partisipasi prodiakon sebagai kaum beriman kristiani dalam karya pewartaan Gereja juga didasarkan pada perintah Yesus kepada para murid-Nya untuk mewartakan Injil: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk. 16: 15). Dari kutipan tersebut dapat dipahami bersama bahwa siapapun yang menjadi murid atau pengikuti Kristus, berarti turut mengemban tugas pewartaan Injil kepada siapa saja dan di mana saja. Dalam hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
ini, prodiakon yang dipilih dari kaum beriman kristiani juga dipercaya untuk mewartakan Injil khususnya melalui khotbah kepada seluruh umat beriman kristiani yang dilayaninya. Berdasarkan uraian di atas, di mana pentingnya hadir prodiakon dalam tugas perutusan Gereja, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan beberapa bagian pokok yang terkait dengan prodiakon paroki, yakni pengertian dan latar belakang terbentuknya prodiakon paroki, tugas dan tujuan adanya prodiakon paroki, ketentuan menjadi prodiakon paroki, spiritualitas pelayanan prodiakon paroki, dan pakaian liturgis prodiakon paroki. 1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki Istilah prodiakon diambil dari bahasa Latin, yaitu pro dan diakon. Kata pro memiliki banyak arti, seperti demi, untuk, demi kepentingan, sebagai ganti, selaku, bagaikan, dan seolah-olah. Sedangkan kata diakon sendiri bentuk kata aslinya berasal dari kata Yunani : diakonos, yang kata kerjanya diakonein yang berarti melayani, membuat pelayanan, mengurusi dan menyelesaikan. Kata diakonini menunjuk pelayan atau pengurus. Jadi, secara harafiah istilah prodiakonberarti pengganti atau selaku diakon. Lebih tepatnya, prodiakon adalah seseorang yang melaksanakan tugas selaku ganti seorang diakon (Martasudjita, 2010:10). Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Prasetya (2007:39) bahwa Prodiakon adalah seseorang yang melakukan tugas pelayanan dalam Gereja sebagai ganti atau selaku seorang diakon. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa prodiakon adalah seorang awam yang dipilih dan diangkat untuk membantu melayani dan melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
yang dipercayakan kepadanya. Mereka tetaplah kaum awam meski dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis. Martasudjita (2010: 9) mengungkapkan bahwa prodiakon adalah petugas ibadat, kaum awam yang diangkat oleh uskup melalui Surat Keputusan/Surat Tugas untuk tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, serta tugas tertentu. Ini artinya bahwa prodiakon paroki ini adalah seorang awam yang diangkat untuk membantu imam dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja pada tempat, waktu dan tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya. Istilah prodiakonmasih merupakan istilah yang dipakai oleh Gereja lokal dan belum menjadi istilah Gereja Universal. Bahkan di beberapa keuskupan di Indonesia menyebut prodiakondengan beberapa istilah lain, seperti Asisten Imam atau Asisten Pastoral (Martasudjita, 2010: 10). Terbentuknya prodiakon paroki sendiri berangkat dari permasalahan yang terjadi di Keuskupan Agung Semarang, terjadi pertambahan jumlah umat Katolik yang
sangat
pesat
dikarenakan
adanya
Gerakan
30
September
yang
menghadapkan seluruh warga negara Indonesia untuk memilih agama agar mereka tidak dianggap komunis. Dihadapkan pada permasalahan tersebut, ternyata banyak warga negara yang memilih menjadi Katolik. Pertambahan jumlah umat ini memunculkan permasalahan baru, di mana kurangnya jumlah tenaga imam yang melayani hidup rohani umat. Akibatnya, penggembalaan dan pelayanan umat beriman Katolik tidak dapat dilakukan secara maksimal dan optimal, khususnya yang terkait dengan perkembangan iman umat dan kegiatan liturgi, sehingga umat merasa bahwa mereka kurang diperhatikan dalam hal-hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
rohani. Masalah lain yang muncul dari kalangan imam sendiri adalah mereka merasakan kecapaian karena harus melayani umat dan membagikan Komuni seorang diri kepada umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpinnya dengan waktu yang cukup lama (Prasetya, 2007:32). Menanggapi situasi di atas, Yustinus Kardinal Darmajuwana, Pr. yang saat itu menjabat sebagai uskup Agung KAS tidak tinggal diam. Ia mengupayakan agar kebutuhan umat beriman Katolik dalam bidang keagamaan, khususnya dalam bidang liturgi tetap terpenuhi. Salah satu usaha yang ditempuh oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang ini adalah dengan menyampaikan permohonan ijin ke Vatikan agar diperkenankan menunjuk beberapa pelayan dari kaum awam yang dirasa pantas untuk membantu Imam dalam melayani umat beriman Katolik, khususnya untuk membagikan Komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi. Ternyata permohonan izin ini mendapatkan tanggapan secara positif dari Vatikan. Izin lalu diberikan dengan jangka waktu selama satu tahun sebagai masa percobaan (ad experimentum). Setelah mendapat izin tersebut, maka mulailah kaum awam yang dirasa pantas untuk membantu Imam dipilih dan dan ditugaskan. Mereka diberi nama diakon awam dengan tugas pokok mereka untuk membagikan Komuni (Siswata, 1991: 11). Kehadiran diakon awam ini dirasa sangat membantu imam dalam melayani kebutuhan rohani umat beriman Katolik, terutama dalam kegiatan liturgi dan peribadatan. Namun demikian, timbul beberapa permasalahan berkaitan dengan kehadiran mereka, yaitu umat beriman Katolik merasa tidak puas kalau harus menerima Komuni dari tangan diakon awam atau mereka tidak puas jika ibadat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
harus dipimpin oleh diakon awam, serta sebutan untuk para diakon awam ini dirasa kurang tepat karena istilah diakon dalam Gereja seharusnya hanya digunakan untuk orang yang ditahbiskan bagi jabatan diakonat, sehingga orang tersebut dimasukkan ke dalam kelompok klerus/hierarki dan tidak lagi awam (Prasetya, 2007: 33). Hal ini seperti yang dinyatakan dalan KHK Kan. 207 §1 bahwa “Oleh penetapan ilahi, di antara kaum beriman kristiani dalam Gereja dan pelayan-pelayan suci, yang dalam hukum disebut para klerikus; sedangkan yang lainnya juga disebut awam.” Pada tahun 1983, Mgr. Alexander Djajasiswaja, Pr (Vikaris Kapitularis KAS saat itu) menanggapi permasalahan di atas dengan mengganti istilah diakon awam dengan istilah diakon paroki. Pergantian istilah ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa diakon paroki bukanlah diakon tertahbis. Diakon Tertahbis termasuk ke dalam kelompok hierarki, karena melakukan tugasnya secara tetap dan universal. Sedangkan diakon paroki melakukan tugasnya hanya sementara, yaitu selama tiga tahun dengan tempat atau paroki tertentu. Masa ini dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan kondisi prodiakonnya sendiri dan kebijakan parokinya. Meski sudah ada pergantian, istilah diakon paroki ini masih menimbulkan masalah. Permasalahannya bukan lagi karena sikap umat beriman Katolik yang tidak menerima keberadaannya, melainkan lebih berkaitan dengan status diakon tertahbis yang masih melekat dalam status diakon paroki (Prasetya, 2007: 35). Akhirnya pada tahun 1985, Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ (Uskup Agung KAS saat itu), melalui Pastor I. Wignyasumarta, MSF (sekretaris KAS waktu itu),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
mengganti istilah diakon paroki menjadi prodiakon paroki. Istilah prodiakon paroki ini dipilih untuk menghindari istilah ‘Diakon’ yang semestinya dikenakan pada seseorang yang ditahbiskan dan dengan demikian seorang Diakon bukan lagi awam. Artinya, seorang Prodiakon tidak sama dengan seorang diakon tertahbis karena tidak menerima meterai imamat khusus dan jabatannya sebagai prodiakon ini diperoleh melalui pelantikan. Jabatan prodiakon paroki ini bersifat sementara, di mana ia hanya melaksanakan tugasnya selama 3 tahun dan bisa diperpanjang atau diperpendek, serta hanya berlaku selama orang tersebut tetap berdomisili di paroki tempat ia ditugaskan. Selain menjalankan sebagian tugas diakon tertahbis, prodiakon juga melaksanakan tugas lain yang dipercayakan kepadanya seperti memimpin Ibadat Sabda, memberikan khotbah, memimpin ibadat sakramentali maupun tugas-tugas pelayanan lainnya (Siswata, 1991: 14).
2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki Allah memanggil setiap manusia untuk melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan kepadanya. Mereka dipanggil untuk mewartakan dan memberikan kesaksian tentang karya keselamatan dari Allah dalam diri Yesus Kristus dengan caranya masing-masing dan khas dalam hidup sehari-hari. Hal ini sama seperti yang terungkap dalam dekrit Apostolicam Actuositatem, art. 2 bahwa; Sesungguhnya mereka menjalankan kerasulan awam dalam kegiatan mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, pun untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil sehingga dalam tata hidup itu kegiatan mereka merupakan kesaksian akan Kristus yang jelas, dan mengabdi kepada keselamatan umat manusia. Karena ciri khas status hidup awam, yakni hidup di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi, maka mereka dipanggil oleh Allah, untuk dijiwai semangat Kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kaum awam yang dipanggil untuk melaksanakan tugas sebagai prodiakon paroki diberi kesempatan untuk melaksanakan beberapa tugas sebagai wujud keterlibatan dan pelayanannya di tengah-tengah umat demi mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kristus. Berikut ini adalah tujuan sekaligus tugas-tugas resmi yang dipercayakan kepada para prodiakon paroki; a. Membantu Menerimakan Komuni Tugas prodiakon yang paling sering dan teratur di paroki-paroki adalah membantu menerimakan komuni. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa dalam Perayaan Ekaristi banyak umat yang hadir, maka imam yang memimpin Perayaan Ekaristi perlu dibantu oleh para pelayan Komuni tak lazim, khususnya para prodiakon yang sudah diangkat oleh uskup untuk membantu imam dalam menerimakan komuni. Tugas membantu imam dalam membagikan Komuni ini biasanya berlangsung di dalam Perayaa Ekaristi maupun di luar Perayaan Ekaristi, misalnya membagikan komuni dalam Ibadat Sabda di stasi ataupun lingkungan, membagikan komuni pada Perayaan Sabda pada Hari Minggu, ataupun mengirimkan Komuni kepada orang yang sakit, jompo ataupun orang yang ada di penjara (Martasudjita, 2010: 21).
b. Melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Pastor Paroki Selain tugas utama di atas, prodiakon paroki juga dapat melaksanakan tugas lain yang dipercayakan oleh pastor paroki, misalnya memimpin Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa imam dan ibadat non-sakramental di stasi atau lingkungan, seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
memimpin ibadat pemakaman, ibadat pertunangan, ibadat pemberkatan rumah, dan kegiatan rohani lainnya (Martasudjita, 2010: 21). Dalam memimpin liturgi Sabda ini mereka dituntut untuk menyampaikan khotbah mengenai bacaan Kitab Suci yang dibacakan. Selain itu, di banyak paroki sekarang ini, prodiakon juga diberikan kepercayaan untuk memberikan pembinaan kepada para calon penerima Sakramen Inisiasi, kursus perkawinan, serta kegiatan pelayanan dan pewartaan iman lainnya. Melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka, sangat diharapkan agar mereka dapat melaksanakan tugas pelayanan Gereja dengan baik dan bertanggungjawab. Kehadiran mereka dalam pelayanan sangat diharapkan dapat menjadi pemersatu dan mengayomi umat yang mereka layani. Seperti yang diungkapkan oleh Mgr. I. Suharyo dalam khotbahnya pada Misa pelantikan prodiakon paroki di Cirebon, bahwa “Menjadi prodiakon tidak hanya sekedar membagikan roti. Tanggungjawab prodiakon adalah pemersatu, mengundang pribadi lain dalam persekutuan sejati. Prodiakon tidak hanya menyisakan waktu, tetapi menyisihkan waktu untuk berkarya di ladang Tuhan” (Utusan no. 02 tahun ke-62, Februari 2012). Dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya, prodiakon paroki tidak boleh mengambil keputusan sendiri atau semaunya, tetapi diharapkan para prodiakon paroki tetap memperhatikan kebijakan pastoral parokinya, termasuk dinamika kehidupan paroki, dan senantiasa membangun komunikasi yang baik dengan pastor paroki dan berbagai pihak di tempat ia bertugas demi kelancaran tugas pelayanannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki Tugas pelayanan prodiakon adalah sebuah panggilan, yakni panggilan dari Tuhan. Namun, Tuhan memanggil para prodiakon melalui sebuah proses yang sangat manusiawi, termasuk dipilih oleh umat dan kemudian diusulkan oleh pastor paroki kepada uskup, yang akhirnya akan mengangkat para prodiakon paroki dalam suatu Surat Keputusannya (Martasudjita, 2010: 19). Sebagai seorang yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan Gereja di tengah-tengah umat, maka kualitas hidup seorang prodiakon harus dijamin baik agar dapat menjadi teladan bagi umat beriman kristiani lainnya. Melihat kenyataan tersebut, maka ditetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh siapa pun yang dicalonkan untuk menjadi prodiakon paroki. Ketentuan-ketentuan ini mutlak perlu untuk membantu memilih dan menentukan prodiakon yang sesuai dan ketentuan ini boleh ditambah sesuai dengan kebijakan dari setiap paroki. Berikut ini beberapa ketentuan pokok yang harus dipenuhi oleh seorang yang dicalonkan menjadi prodiakon paroki; a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga Sebagai seorang yang dipercaya oleh banyak orang, maka seorang prodiakon paroki harus mempunyai nama baik, dalam arti bahwa sikap dan perbuatan mereka tidak melanggar norma-norma yang ada dan mereka hendaknya memiliki iman yang utuh, serta mencerminkan nilai-nilai Kristiani di tengahtengah masyarakat (Prasetya, 2007: 46). Ini artinya bahwa mereka harus selalu berusaha agar hidup mereka menjadi lebih baik dan dapat menjadi teladan bagi umat yang mereka layani. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa nama baik ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
tidak hanya berlaku untuk pribadinya sendiri karena alasan pribadinya yang baik dan saleh, namun juga berlaku untuk seluruh anggota keluarganya. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarganya harus diberitahu bahwa betapa pentingnya mereka dalam ikut menjaga nama baik keluarganya, karena hal tersebut sangatlah mendukung keberadaannya sebagai prodiakon. Jika dalam perjalanan pelayanannya di tengah-tengah umat mengalami kesulitan dari dalam dirinya, di dalam keluarganya atau masyarakat, sebaiknya ia segera mengundurkan diri sebagai prodiakon atau sekurang-kurangnya menonaktifkan dirinya dahulu dalam menjalankan tugasnya sebagai prodiakon. Hal ini dimaksudkan agar tidak menjadi bahan perbincangan atau batu sandungan bagi umat yang lainnya. Dalam hal ini, pastor paroki atau petugas yang lain juga dapat menyarankannya (Martasudjita, 2010: 19).
b. Diterima oleh umat setempat Selain memiliki nama baik secara pribadi maupun keluarga, bakal prodiakon paroki yang dipilih harus bisa diterima oleh umat tempat ia berkarya. Seorang prodiakon yang biasanya dapat diterima oleh lingkungannya adalah seorang yang mempunyai kepribadian dan perilaku yang baik, mempunyai dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai berkenaan dengan tugasnya, serta yang mampu menyatukan, menyemangati dan memotivasi umat yang dilayaninya (Prasetya, 2007: 47). Untuk mendapatkan sosok prodiakon yang sesuai dengan harapan umat, maka lebih baik umat dilibatkan secara langsung untuk memilih calon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
prodiakonnya. Ini dimaksudkan karena umat sendirilah yang lebih mengetahui keberadaan calon prodiakon yang akan berkarya di tengah-tengah mereka.
c. Mempunyai penampilan yang layak Secara umum, menjadi seorang petugas itu harus mempunyai penampilan yang menarik. Begitu pula dengan prodiakon paroki. Penampilan ini menyangkut baik penampilan secara fisik maupun intelektual agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Secara fisik, tangannya tidak gemetaran secara berlebihan, jalannya masih tegap atau tidak tertatih-tatih, masih bisa berbicara, mendengar dan melihat dengan baik (Prasetya, 2007: 47). Sedangkan secara intelektual, ia masih mampu berpikir cemerlang, masih mampu menangkap dan memahami aneka pembicaraan dengan baik, memimpin doa dengan baik, membacakan Sabda Allah dan berkhotbah dengan baik, dan sebagainya (Martasudjita, 2010: 20). Sangat
dianjurkan
seorang
prodiakon
yang
keadaannya
sudah
tidak
memungkinkan lagi jangan dipaksa untuk terus melayani.
4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki Kata Spiritualitas berkaitan dengan kata Spirit atau Roh, yaitu daya kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan (Banawiratma, 1990:57). Spiritualitas ini menunjuk pada bentuk kehidupan rohani yang dilandasi oleh bimbingan Roh Kudus sendiri. Spiritualitas Kristiani selalu menunjuk pada hidup rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk semakin mengimani dan mencintai Tuhan Yesus Kristus dan semakin berkembang dalam iman, harapan dan kasih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
(Martasudjita, 2010:27). Artinya, hidup berdasarkan Roh Kudus merupakan suatu kekuatan, di mana seseorang diharapkan dapat mengimani, mempertahankan, memperkembangkan, mewujudkan iman, harapan dan cinta dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, seseorang dapat membangun hubungan pribadinya dengan Allah dan menghayati tugas perutusannya lewat kehidupan yang didasarkan pada bimbingan Roh Kudus. Dalam usaha untuk semakin menghayati tugasnya sebagai seorang prodiakon, maka ia diharapkan mampu mengembangsuburkan aneka keutamaan dan spiritualitas hidupnya berdasarkan Roh Kudus. Berikut ini adalah spiritualitas hidup yang perlu selalu dikembangkan oleh prodiakon paroki; a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman Seorang Prodiakon Paroki yang diharapkan adalah seorang yang beriman mendalam kepada Yesus Kristus. Dia diharapkan terbuka menerima sapaan dan kehadiran, serta mau menanggapi dan mengamini tawaran keselamatan dari Allah, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi seluruh manusia (Prasetya, 2007: 55). Di sini ia diharapkan menjadi sosok yang beriman mendalam, peka dan dinamis agar dapat menjadi bekal baginya untuk menggarami dunia dan menjadi teladan bagi umat beriman lainnya. Dalam hal ini, ia diharapkan memiliki iman seperti Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1: 38). Siswata (1991: 17-18) mengungkapkan bahwa sebagai seorang yang beriman mendalam, ia diharapkan beriman penuh kepada Allah dan jauh dari hal-hal yang dapat menjadi sandungan bagi umat beriman lainnya. Semangat hidupnya hendaknya dilandaskan pada Sakramen Baptis dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
penguatan yang telah diterimanya. Artinya bahwa semangat dasar dalam kehidupannya adalah meninggalkan dosa dan hidup seturut kehendak Allah.
b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis Seorang Prodiakon Paroki adalah seorang yang dipilih untuk melaksanakan sebagian tugas Diakon Tertahbis. Oleh karena itu, mereka diharap mampu pula meneladan semangat Diakon Tertahbis dalam karya pelayanannya, yaitu dengan menjadi pelayan Yesus Kristus dan sesamanya. Sebagai pelayan Tuhan, ia harus hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesamanya dengan penuh kasih dan kegembiraan. Ia diharapkan mengutamakan karya amal kasih dan menjadi pribadi yang dikenal baik, seorang yang penuh kebijaksanaan, jauh dari hal-hal yang dapat menjadi batu sandungan bagi umatnya, dan membiarkan dirinya dituntun oleh Roh Kudus. Sebagai pelayan Yesus Kristus, sudah sepantasnya kalau prodiakon paroki mengenal pribadi Yesus Kristus dan memiliki semangat-Nya melalui hidup doa yang teratur, penerimaan sakramen-sakramen (khususnya Sakramen Ekaristi), membaca dan merenungkan Kitab Suci, bertobat, berpuasa dan menghidupi aneka devosi yang disediakan Gereja (Prasetya, 2007: 57). Selain itu, ia diharapkan mampu mewartakan Sabda yang didengarnya ke dalam kehidupannya agar setiap orang dibawa kepada Allah (Siswata, 1991: 17). Dalam hal ini, prodiakon perlu memperhatikan bahwa yang diwartakan dan ditampilkan bukanlah dirinya sendiri melainkan pribadi Yesus Kristus. Salah satu sisi dari hidup pelayanan prodiakon paroki adalah banyak hal yang harus dikorbankan. Hal-hal yang dikorbankan ini misalnya waktu, tenaga,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
hati, pikiran, harta, kepentingan pribadi maupun keluarga. Tentunya semua itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa menjadi prodiakon paroki adalah sebuah pengabdian (Martasudjita, 2010: 30). Pengabdian berarti terbuka untuk melayani seperti semangat Diakon Tertahbis. Semangat melayani ini harus diupayakan secara terus-menerus agar semakin mampu pula melibatkan diri demi kepentingan umatnya, serta semakin bertanggungjawab akan tugas yang diembannya. Dalam hal ini, sikap terbuka dan rela berkorban hendaknya selalu diperjuangkan serta didasarkan pada kesungguhan dan ketulusan hati yang melayani tanpa pamrih atau tanpa menuntut balas atas jasa-jasanya (Prasetya, 2007: 61). Meski dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas Diakon Tertahbis dan meneladani hidup mereka, para prodiakon paroki perlu memperhatikan dan menyadari bahwa mereka tetaplah seorang awam yang diharapkan mencari Kerajaan Allah dengan mengurus hal-hal duniawi dan mengaturnya seturut kehendak Allah (Siswata, 1991: 21).
c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama Prodiakon paroki tidak dapat bekerja sendirian dalam karya pelayanannya. Oleh karena itu, mereka diharapkan mampu mengembangkan sikap dan semangat sebagai tim kerja. Prodiakon paroki diangkat oleh uskup untuk membantu melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh pastor paroki kepadanya dalam melayani umat beriman. Oleh karena itu, mereka diharapkan mampu mengenal kehendak dan kebijaksanaan mereka, serta membangun kerja sama yang baik dengan mereka melalui komunikasi yang baik, saling terbuka satu sama lainnya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
dan saling pengertian agar tugas-tugas yang diembannya dapat dilaksanakan dengan baik dan benar (Siswata, 1991: 21). Selain harus mampu bekerja sama dengan uskup dan pastor parokinya, para prodiakon juga sangat diharapkan mampu bekerja sama dan membangun komunikasi antarprodiakon, dengan pengurus dewan paroki atau stasi atau lingkungan dan dengan seluruh umat beriman yang dilayaninya.
d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga Prodiakon paroki adalah seorang yang dipilih dan diangkat dari sebuah keluarga untuk menjadi pelayan umat. Keberadaan mereka di tengah-tengah umat dalam tugas perutusannya sangat ditentukan oleh keluarganya juga (Siswata, 1990: 18). Untuk itu, mereka diharapkan mampu untuk saling menjaga keharmonisan dan nama baik dalam keluarganya. Dalam hal ini, hendaknya mereka selalu berusaha meneladani Keluarga Kudus Nasaret (Prasetya, 2007: 55). Ketika mereka memiliki keluarga yang harmonis dan membawa suasana keharmonisan tersebut dalam pelayanannya, maka niscaya mereka akan melayani umatnya sebagai sesama anggota keluarganya sendiri, sehingga prodiakon paroki dengan leluasa dapat memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus melalui relasi yang akrab dengan umat yang dilayaninya.
e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati Dalam menjalankan tugas pelayanannya, sedapat mungkin Prodiakon paroki menghindari sikap atau semangat yang arogan, sombong, sok kaya, sok tahu, sok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
pintar, mudah meremehkan orang lain, acuh tak acuh, bahkan tampil jual mahal dengan mempersulit pelayanan (Prasetya, 2007: 57). Jika bersikap demikian, besar kemungkinan keberadaannya tidak dapat diterima dengan terbuka oleh umat setempat. Sebaliknya, sebagai pelayan yang dipilih Tuhan untuk melayani, maka sangat diharapkan seorang prodiakon memiliki sikap dan semangat yang rendah hati dalam hidupnya, serta mengembangkan pelayanan yang murah hati demi kepentingan bersama (Prasetya, 2007: 57). Mengingat keberadaan prodiakon sangat penting dalam kehidupan beriman umat dan perkembangan Gereja, para prodiakon tidak boleh mudah menyerah dengan segala situasi sulit yang dihadapinya, maka dengan sikap rendahhati ini ia diharapkan terbuka untuk mau terus-menerus belajar agar dirinya semakin berkembang dan karyanya dapat dipertanggungjawabkan di tengah-tengah umat (Prasetya, 2007: 60). Oleh karena itu, para prodiakon harus berusaha mengolah hati dan pikirannya dengan baik, serta mau mengikuti segala pendampingan yang diselenggarakan oleh pihak paroki demi perkembangan tugasnya ke arah yang lebih baik. Mereka diharapkantidak boleh merasa cepat berpuas hati dengan materi yang sudah didapatkannya, namun justru harus semakin bersemangat dalam memperkembangkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mau belajar terus-menerus. Demikian beberapa spiritualitas yang harus selalu dihidupi dalam hidup setiap prodiakon paroki agar keberadaannya di tengah-tengah umat sungguh menarik dan semakin diterima. Keberadaan mereka ini diharapkan semakin mampu mengembangkan paroki, mengembangkan iman dan membahagiakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
umatnya melalui tugas pelayanannya demi kemuliaan Tuhan. Dalam perjalanan hidup mereka, tidak menutup kemungkinan jika prodiakon menghayati spiritualitas yang lainnya. Aneka spiritualitas pelayanan prodiakon paroki ini tidak dapat dihayati dan dihidupi jika tanpa bimbingan Roh Kudus yang menggerakkan hati dan hidup mereka.
5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki Dalam kehidupan sehari-hari, busana atau pakaian seseorang menunjukkan makna tertentu dan digunakan untuk fungsi tertentu pula. Begitu juga dalam tata liturgi Gereja, pakaian atau busana liturgi berfungsi untuk menampilkan dan mengungkapkan fungsi dan tugas pelayanan, untuk menonjolkan sifat meriah pesta perayaan liturgi yang dirayakan, dan untuk melambangkan kehadiran Yesus Kristus sebagai subyek utama liturgi (Martasudjita, 2010:49). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa busana atau pakaian juga dapat mengungkapkan profesi seseorang. Dalam menjalankan tugas pelayanannya, seorang prodiakon tidak boleh asal tampil dengan memakai sembarang pakaian. Mereka diharapkan memakai alba/jubah yang dapat diikat dengan singel dan samir. Alba merupakan pakaian resmi liturgis untuk siapa saja yang bertugas liturgis, termasuk imam. Alba yang baik adalah alba yang krahnya dapat menutup krah baju atau hem yang dipakai. Hendaknya alba ini dibuat rapi dan merupakan terusan dari atas ke bawah dengan ujung bawahnya tidak terlalu tinggi. Apabila alba ini terlalu panjang atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
kedodoran ketika dipakai, maka dapat menggunakan singel atau tali pengikat dan alba ini wajib digunakan ketimbang samir (Martasudjita, 2010:49). Setelah memakai alba, dapat ditambahkan dengan memakai aksesoris tambahan yang lazim untuk Prodiakon di banyak keuskupan, yaitu samir. Samir adalah kain semacam selendang yang dikalungkan dan ujungnya bertemu dan biasanya diberi salib yang bergantung pada kedua ujungnya. Intinya, samir bukanlah stola dan diharapkan bahwa dalam pembuatannya, samir tidak boleh sama dengan stola karena stola hanya dipakai oleh kaum Hierarki. Demikian beberapa hal pokok mengenai prodiakon yang penting untuk diperhatikan. Dengan mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai prodiakon paroki, maka diharapkan para prodiakon paroki semakin bangga, termotivasi dan diteguhkan dalam menjalankan tugas pelayanan mereka sebagai suatu panggilan Tuhan bagi mereka untuk mengabdi kepada-Nya dan kepada sesama dalam pelayanan yang mereka lakukan.
B. Khotbah sebagai Salah Satu Tugas Prodiakon Paroki Dalam Sacrosanctum Concilium art. 35 mengungkapkan bahwa khotbah merupakan pewartaan keajaiban-keajaiban Allah dalam sejarah keselamatan atau misteri Kristus, yang selalu hadir dan berkarya di tengah kita, teristimewa dalam perayaan-perayaan liturgi. Ini artinya bahwa melalui khotbah Gereja berusaha menyampaikan bukti kasih Tuhan kepada segenap umat beriman dalam perayaan liturgi yang dirayakan. Pada masa kini, tugas berkhotbah ini tidak saja menjadi tugas kaum tertahbis, tetapi juga menjadi tugas kaum awam yang dianggap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
mampu seperti para prodiakon, namun dalam waktu dan situasi tertentu. Hal ini sendiri terungkap di dalam KHK kan. 766 bahwa; Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-ketentuan Konferensi Para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, §1. Bertolak dari ungkapan di atas, maka para prodiakon ini diharapkan mampu mempersiapkan diri mereka untuk tugas berkhotbah. Mempersiapkan diri untuk berkhotbah ini mencakup kemampuan dari segi pengetahuan, segi keterampilan yang menyangkut kemampuan untuk mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya, serta kemampuan untuk menerapkan pesan khotbah ke dalam kehidupannya sehari-hari dan penghayatan spiritualitas hidupnya. Namun perlu diperhatikan bahwa tugas menyampaikan khotbah ini tidak boleh asal disampaikan, melainkan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pastor paroki tempat prodiakon bertugas agar tidak menimbulkan kesalapahaman di antara umat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Boli Ujan dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 23), karena kekurangan orang-orang yang tertahbis dan kesulitan bahasa, orang-orang awam yang mampu mendapat kesempatan untuk menyampaikan khotbah dalam perayaan liturgi hanya setelah mendapatkan ijin dari pastor yang bertanggung jawab. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan khotbah. Namun sebelumnya akan diuraikan mengenai pengertian dan aspekaspek mengenai kemampuan. Lalu pada akhir akan ditarik pengertian mengenai apa itu kemampuan berkhotbah prodiakon dari kedua pengertian tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
1. Kemampuan a. Pengertian Kemampuan Kemampuan sering pula disebut dengan istilah kompetensi. Radno (2007: 130) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan istilah turunan dari bahasa Inggris, yaitu competence yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Dalam konteks pendidikan, kompetensi ini menunjuk pada pengetahuan, keterampilan dan sikap-perilaku yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Artinya, kompetensi menunjuk pada serangkaian kemampuan manusia dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang dimilikinya, yang tercermin dalam kebiasaannya berpikir dan bertindak. Jika kemampuan berpikir dan bertindak ini dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, maka akan memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam bidang tertentu sehingga kemampuan yang dimilikinya pun dapat langsung terlihat. Selaras dengan penjelasan Radno di atas, Komisi Kateketik KWI (2007: 5) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan serangkaian keterampilan atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai yang dimiliki seorang individu setelah dididik dan dilatih melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Dari pengertian ini kita dapat memahami bahwa kompetensi merupakan kemampuan dasar dalam diri seseorang, yang dihasilkan setelah ia dididik dan dilatih secara bertahap dan terus menerus. Sedangkan menurut Robbins (2008: 57) kemampuan (ability) adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Ia juga menjelaskan bahwa kemampuan merupakan sebuah penilaian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Dari pengertian tersebut kita dapat memahami bahwa kemampuan merupakan kapasitas atau daya juang yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dalam pekerjaannya. Hasil dari kegiatan yang dilakukan ini dapat dinilai langsung, karena mampu menunjukkan daya juang atau kapasitas yang telah dilakukan seseorang. Utami (1990: 17) menjelaskan bahwa kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan ini menunjukkan bahwa suatu tindakan (performance) dapat dilakukan sekarang. Dari pengertian tersebut ingin disampaikan bahwa kemampuan adalah sebuah kekuatan atau kebisaan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dihasilkan dari proses latihan atau pembawaannya sejak lahir. Dari beberapa pengertian mengenai kemampuan di atas, maka kemampuan dapat dimengerti sebagai segenap kapasitas yang dimiliki seseorang dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan suatu tindakan yang dapat diperoleh dari pembawaan sejak lahir atau sebagai hasil dari proses belajar karena dipelajari secara terus menerus. Kemampuan ini akan terlihat jika mampu direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, sehingga memungkinkan seseorang menjadi semakin berkompeten dalam bidang tertentu.
b. Aspek-aspek Kemampuan Robbins (2008: 57-62) mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang pada dasarnya memiliki dua aspek atau dimensi, yakni aspek intelektual dan aspek fisik. Berikut penguraian mengenai kedua aspek tersebut;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
1) Aspek Intelektual Kemampuan Intelektual (intellectual ability) adalah daya juang yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan mental, seperti berpikir, menalar, berefleksi dan memecahkan masalah. Robbin mengungkapkan ada tujuh dimensi pokok yang sering membentuk kemampuan intelektual, yakni kecerdasan angka, pemahaman verbal, kecepatan persepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spacial, dan daya ingat. Pada kemampuan ini informasi yang masuk akan diproses. Termasuk di sini adalah kemampuan prodiakon dalam berkhotbah, di mana mereka dituntut untuk memikirkan pengolahan khotbah yang mau disampaikan, merefleksikannya, mencari jalan keluar untuk kemungkinankemungkinan masalah yang muncul dan pada akhirnya menilai hasil khotbahnya sendiri. Untuk melakukan itu semua, maka dibutuhkan dimensi-dimensi seperti yang disebutkan di atas agar dapat membentuk kemampuan intelektual mereka. 2) Aspek Fisik Kemampuan fisik (physical abilities) adalah daya juang yang dibutuhkan seseorang yang menuntut stamina, ketangkasan/keluwesan fisik, keseimbangan dan ketangguhan kaki atau anggota badan lainnya, keterampilan, serta kreativitas untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Termasuk di sini juga kemampuan
prodiakon
untuk
mengolah khotbah,
di
mana
dibutuhkan
keterampilan dan kreativitas untuk mempersiapkan dan membawakan khotbah, stamina yang sehat agar dapat membawakan khotbah dengan baik, serta keluwesan anggota badan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan isi khotbah yang disampaikannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Sedangkan Thurstone (dalam Davidoff , 1991: 96) mengungkapkan secara terperinci bahwa ada tujuh kemampuan yang dapat dibedakan, yakni; 1) Kemampuan untuk menjumlah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. 2) Kemampuan untuk menulis dan berbicara dengan mudah dan jelas. 3) Kemampuan untuk memahami dan mengerti makna dari kata-kata yang diucapkan. 4) Kemampuan untuk memperoleh kesan akan sesuatu. 5) Kemampuan untuk memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran dari pengalaman masa lampau. 6) Kemampuan untuk melihat dan mengerti hubungan benda dalam ruang dengan tepat. 7) Kemampuan untuk menggali objek dengan tepat dan cepat. Wina (2006: 70) juga menjelaskan bahwa ada enam aspek kompetensi dalam diri seseorang. Aspek-aspek ini dapat membentuk seseorang menjadi kompeten atau mempunyai kemampuan dalam bidangnya. Berikut aspeknya; 1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan dalam bidang kognitif. 2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu. 3) Kemahiran/keterampilan (skill), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya. 4) Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu, di mana nilai inilah yang selanjutnya menuntun setiap individu untuk melakukan tugasnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
5) Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu. Sikap ini mempunyai kaitan yang erat dengan nilai-nilai yang dihidupinya. Nilai yang dihidupi dapat menentukan sikap hidup seseorang. 6) Minat (interest), yaitu kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan. Minat ini merupakan aspek yang sangat menentukan motivasi atau semangat seseorang untuk melakukan aktivitasnnya. Dari berbagai aspek atau dimensi kemampuan di atas, kita dapat memahami bahwa setiap manusia memiliki berbagai kemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun nilai-nilai dasar meski dalam tingkat yang berbeda-beda. Meski berbeda, kemampuan-kemampuan ini tetap memiliki hubungan yang erat dan saling terkait, sehingga dapat dipadupadankan untuk melakukan suatu kegiatan yang membutuhkan stamina lebih pada saat yang bersamaan.
2. Khotbah a. Pengertian Khotbah Dalam Homelitika, yaitu ilmu tentang khotbah, terdapat bermacam ragam pengertian tentang khotbah dari orang seperti yang diungkapkan dalam Sumarno (2008: 66) bahwa pengertian ini tergantung dari sudut pandang mana orang melihat khotbah. Dari sudut pandang seorang ahli Kitab Suci, khotbah merupakan suatu cara untuk menjelaskan arti Kitab Suci agar pesan dari Kitab Suci yang dibacakan dapat dimengerti dan dipahami oleh umat beriman yang sedang berkumpul. Menurut seorang teolog, khotbah merupakan suatu tugas untuk menyampaikan kebenaran warta gembira tentang Allah sehingga dengan demikian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
umat beriman tidak salah paham dalam mengertikan siapakah Allah dengan segala misteri-Nya. Bagi seorang ahli pastoral, khotbah mungkin merupakan cara untuk menyampaikan warta gembira untuk menghibur, meneguhkan, menguatkan dan mempersatukan umat yang sedang berkumpul. Lain halnya dengan seorang ahli liturgi, khotbah baginya mungkin merupakan suatu bagian penting dalam liturgi yang harus ada guna menguraikan arti Sabda Allah. Sedangkan menurut pandangan para katekis, khotbah mungkin merupakan suatu bentuk pewartaan sabda Allah untuk mengajarkan, mengkomunikasikan, mendewasakan, dan memperdalam iman umat yang sedang berkumpul. Dori Wuwur dan Madya Utama dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 9) mengartikan khotbah sebagai pewartaan Sabda Allah yang disampaikan kepada umat dalam perayaan liturgi atau ibadat, sehingga terjadi komunikasi antara Allah dan mereka. Hal serupa diungkapkan oleh Suhardo (1985: 10) bahwa khotbah adalah mewartakan kehadiran Kristus dalam hidup orang beriman, yang juga sebagai pewartaan keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus, di mana terjadi komunikasi iman antara pengkhotbah, Yesus yang diwartakan dan umat yang dilayani. Dari pengertian tersebut ingin disampaikan bahwa dalam khotbah selalu akan terjadi komunikasi terbuka antara Allah dan manusia melalui Sabda yang didengar dan direnungkan. Khotbah menurut
de Jong (1979: 11) adalah pemberitaan suatu kabar
sukacita, yang ditujukan kepada jemaat dengan memperhatikan apa yang dialami dan diperlukan jemaat yang bersangkutan, kemudian diajak kepada hidup Kristen yang diperbaharui berdasarkan kabar sukacita yang disampaikan tersebut. Dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
sini kita dapat memahami bahwa khotbah merupakan penyampaian kabar gembira yang penyampaiannya harus selalu memperhatikan situasi yang terjadi dalam umat dan apa yang mereka butuhkan saat itu. Melalui khotbah, umat diajak untuk kembali membaharui hidup rohaninya. Evans (1963: 7) mengartikan khotbah sebagai usaha untuk memberitakan kabar sukacita yang dilakukan oleh seorang manusia dan ditujukan kepada sesamanya. Isi pemberitaan atau khotbah yang disampaikan haruslah mengenai kebenaran Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab dan secara istimewa dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Dalam khotbah haruslah terdiri dari dua unsur, yaitu seseorang yang memberi khotbah dan isi khotbah yang mau disampaikan. Sejalan dengan pengertian dari Evans, khotbah bagi Pouw (1937: 910) adalah Firman Tuhan yang diterima, dirasakan dan dilakukan oleh pengkhotbah sendiri, yang kemudian disampaikan secara tegas dan nyata kepada semua orang, sehingga menjadi kesaksian dan jalan keselamatan bagi setiap orang yang mendengarkannya. Dia juga menegaskan bahwa pengkhotbah dan isi khotbah yang disampaikan menjadi unsur yang penting untuk diperhatikan. Dari pengertian Evans dan Pouw di atas ingin ditegaskan bahwa sebagai penyampaian Firman Tuhan, khotbah harus dilakukan oleh seseorang yang dianggap mampu menyampaikan khotbah dengan mendasarkan khotbahnya dari pesan Kitab Suci untuk disampaikan secara tegas dan nyata kepada sesamanya agar semakin beriman kepada Allah. Isi khotbah yang disampaikan ini akan menjadi berpengaruh dan bermakna dalam hidup umat yang menerimanya apabila didukung dan diperkuat oleh tingkah laku dan kesaksian nyata dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
pengkhotbahnya
sendiri.
Khotbah
yang
sesuai
dengan
kepribadian
pengkhotbahnya akan menjadi sangat berkesan, sehingga mudah dimengerti dan akan terus diingat oleh para pendengarnya. Martasudjita (2004: 58) menjelaskan bahwa khotbah dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah prek. Istilah prek berasal dari bahasa Belanda preek yang diambil dari kata kerja preken yang berarti “mewartakan”. Istilah preken ini sama artinya dengan bahasa Jerman predigen atau bahasa Inggris to preach. Semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin predicare yang juga berarti “mewartakan”, “menunjukkan”, atau “memberitakan”. Secara liturgis, khotbah berarti suatu pewartaan atau pemberitaan mengenai iman. Temanya tidak selalu harus menerangkan inti kutipan Kitab Suci, melainkan dapat menguraikan satu tema tertentu umpamanya menyangkut tentang ajaran moral, ajaran Gereja, dan sebagainya. Khotbah dapat disampaikan diberbagai tempat, di mana pun ada kesempatan dan kemungkinan dan tidak hanya terjadi dalam konteks liturgi atau ibadat saja. Dari pengertian tersebut ingin dijelaskan bahwa khotbah memang merupakan bentuk pewartaan iman yang temanya dapat bertolak dari berbagai macam sumber dan dapat berlangsung di berbagai kesempatan yang memungkinkan untuk berkhotbah. Dari berbagai pengertian mengenai khotbah di atas, dapat disimpulkan bahwa khotbah merupakan suatu usaha dari Gereja untuk mewartakan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman Kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Melalui khotbah diharapkan iman umat semakin diteguhkan setelah mendengar dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
merenungkan Sabda Tuhan yang disampaikan, kemudian menghidupinya dalam kenyataan hidup sehari-hari, sehingga mampu hidup sesuai kehendak Allah dan menjadi saksi Kristus dalam hidupnya.
b. Tujuan Khotbah Ambrosia (1987: 4) menjelaskan bahwa khotbah yang merupakan bentuk karya pastoral Gereja bertujuan untuk menyampaikan Injil Yesus Kristus demi peningkatan dan pendalaman iman umat, agar hidup mereka sesuai dengan kehendak Allah. Khotbah merupakan berita yang menggembirakan, karena selalu ada harapan dan sukacita bagi setiap orang yang selalu terbuka untuk menerima dan melaksanakan Sabda Allah dalam hidupnya. Sabda Allah yang diterima ini tidak akan berguna jika hanya dijadikan miliknya sendiri. Oleh karena itu Sabda Allah yang sudah diterima harus direalisasikan dalam hidupnya sehari-hari. Misalnya, iman akan Allah ini dihayati melalui kepercayaan dalam hidup bersama, serta cinta akan Allah dapat diungkapkan dan diwujudnyatakan dalam cinta kasih kepada sesama. Dengan demikian, setiap pribadi yang mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah dalam hidupnya akan semakin mendalami imannya dan semakin diteguhkan, sehingga dapat hidup sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dari mereka. Rothlisberger (1975: 27) merumuskan tujuan khotbah untuk membawa pendengarnya kepada kepercayaan dan ketaatan agar memperoleh keselamatan dalam Yesus Kristus. Ia membagi pendengar khotbah menjadi dua kelompok, yaitu orang yang belum pernah mendengar kabar tentang Yesus Kristus (yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
belum dibaptis) dan orang yang sudah lama menjadi menjadi Kristen (sudah dibaptis). Tujuan khotbah bagi orang yang belum dibaptis adalah supaya mereka menjadi percaya, taat dan beroleh keselamatan dalam Yesus Kristus. Tentunya dengan syarat bahwa orang tersebut harus dibaptis terlebih dahulu dengan kemauan dan permintaannya sendiri (Rothlisberger, 1975: 30). Sedangkan tujuan khotbah untuk orang-orang yang sudah dibaptis adalah untuk menimbulkan iman, meneguhkan dan membangun iman, serta mempertahankan iman dari segala ancamannya. Oleh karena itu, khotbah harus disiapkan dan disampaikan sedemikian rupa agar tujuan khotbah yang satu itu dapat dicapai menurut golongan masing-masing. Dijelaskan juga bahwa orang Kristen yang mengikuti kebaktian pada hari Minggu kebanyakan telah dibaptis dan mempunyai nama Kristen, namun ada di antara mereka yang imannya belum hidup. Mereka adalah orang yang sudah dipanggil kepada keselamatan melalui pembaptisannya, namun belum mengikuti Kristus. Terhadap golongan umat seperti ini, khotbah bertujuan untuk menimbulkan
iman,
karena
bukan
baptisan
dan
nama
Kristen
yang
menyelamatkan mereka melainkan hanya iman kepada Yesus Kristus. Sedangkan khotbah kepada umat yang sudah dibaptis dan sudah menjalankan kewajiban agamanya namun masih memiliki iman yang lemah, maka khotbah bertujuan untuk meneguhkan dan membangun iman mereka agar semakin dewasa dan mendalam. Selain itu, khotbah bertujuan juga untuk mempertahankan iman umat yang terancam oleh berbagai godaan, misalnya seperti kelemahan hati untuk meninggalkan agamanya dan ajaran sesat lainnya (Rothlisberger, 1975: 33-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
35).Dari tujuan khotbah ini dapat dipahami bahwa bagaimana pun keadaan umat yang dilayani, tujuan khotbah tetaplah sama, yaitu membawa setiap orang untuk semakin beriman pada Yesus Kristus agar beroleh keselamatan dalam nama-Nya. Menurut Sumarno (2008: 67), khotbah dalam Gereja bertujuan untuk memperdalam iman umat yang dilakukan dengan cara menjelaskan, menguraikan, memperdalam, ataupun menerapkan pesan Kitab Suci kepada umat. Melalui khotbah diharapkan umat beriman semakin mampu mengoreksi dan merefleksikan kehidupannya yang konkrit dalam terang cahaya hidup, kata dan tindakan Allah yang diungkapkan dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itu, khotbah perlu selalu diusahakan agar dapat membantu menyebarkan iman, menyebabkan umat semakin beriman, serta mengusahakan agar ajaran Allah semakin diterima oleh umat melalui kesaksian iman dalam kenyataan hidup sehari-hari, sehingga dengan demikian iman umat semakin diperdalam dan didewasakan. De Jong (1979: 60-63) mengungkapkan empat tujuan khotbah, yakni tujuan Pewartaan Injil, tujuan pembangunan rohani, tujuan Dogmatik (ajaran), dan tujuan etika. Tujuan pewartaan Injil menjadi tujuan utama dalam berkhotbah, karena merupakan kesaksian tentang tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus dalam hidup manusia. Dengan demikian, melalui pewartaan Injil ini diharapkan orang menjadi percaya, taat dan diselamatkan dalam Tuhan (Rothlisberger, 1975: 27). Tujuan khotbah demi pembangunan rohani berguna untuk membangun hidup rohani umat yang mendengarkan khotbah. Di sini umat didorong agar dapat membawa diri sesuai dengan Sabda Tuhan dalam kenyataan hidup mereka sehari-hari. Tujuan khotbah demi dogmatik (pengajaran) bermaksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
untuk menyampaikan ajaran Gereja yang perlu diketahui dan dilakukan oleh umat. Tentunya ajaran ini harus berkaitan dengan Sabda Tuhan yang dikhotbahkan dan sesuai dengan situasi umat. Sedangkan tujuan khotbah demi etika menyangkut masalah moralistis, yaitu ingin menunjukkan kepada orang Kristiani bagaimana ia harus hidup berdasarkan Sabda Tuhan, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sebagai orang Kristiani (De Jong, 1979: 61). Dari beberapa tujuan khotbah di atas, dapat dipahami bersama bahwa secara garis besar khotbah bertujuan untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman pada Yesus Kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya.
c. Ciri-ciri Khotbah yang Baik Suatu khotbah dapat dikatakan baik jika ia dapat memberi makna kepada para pendengarnya dengan mengingat, menghayati, dan melakukan pesan khotbah yang diterimanya ke dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, khotbah juga harus dipersiapkan dan disampaikan dengan berpedoman pada tujuan yang hendak dicapai. Suatu khotbah yang baik adalah khotbah yang; 1) Bersumber pada Kitab Suci/Tradisi Gereja Ketika berkhotbah, yang disampaikan adalah Firman Tuhan yang didasarkan pada Kitab Suci. Allah menyatakan Firman-Nya agar Ia dikenal dan kehendak-Nya dapat dimengerti, diterima dan dihidupi oleh manusia yang mendengarkan Firman-Nya (Gintings, 1998: 3). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka khotbah yang baik hendaknya selalu bertitik tolak dari Kitab Suci atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
Tradisi Gereja, karena dalam berkhotbah yang disampaikan adalah Kabar Gembira (Sabda Tuhan). Melalui khotbah ini, pendengarnya diundang untuk menerima Sabda-Nya dan melaksanakannya dalam hidup sehari-hari. Pernyataan ini ditegaskan dalam Sacrosanctum Concilium art. 35, bahwa; “Dalam rubrik-rubrik hendaknya dicatat juga, sejauh tata upacara mengizinkan, saat yang lebih tepat untuk khotbah, sebagai bagian perayaan Liturgi. Dan pelayanan pewartaan hendaknya dilaksanakan dengan amat tekun dan seksama. Bahannya terutama hendaknya bersumber pada Kitab Suci dan Liturgi, sebab khotbah merupakan pewartaan keajaiban-keajaiban Allah dalam sejarah keselamatan atau misteri Kristus, yang selalu hadir dan berkarya di tengah kita, teristimewa dalam perayaan-perayaan Liturgi.” Dari pernyataan tersebut, dapat kita pahami bersama bahwa sangat diharapkan khotbah yang disampaikan harus bersumber pada Kitab Suci dan Liturgi, karena khotbah sendiri menjadi bagian penting dalam mewartakan karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus kepada umat manusia. Untuk itu, khotbah yang baik harus selalu bersumber dari Kitab Suci atau Tradisi Gereja.
2) Saklik dan Terbuka Dori
Wuwur
(1987:
124)
mengungkapkan
bahwa
khotbah
yang
disampaikan harus saklik, artinya khotbah tersebut sedapat mungkin memiliki objektivitas dan kebenaran (EN, art. 5). Khotbah yang saklik selalu menyajikan kebenaran yang mau diwartakan secara menyeluruh dan lengkap, tidak dilebihlebihkan, serta selalu mempunyai hubungan yang serasi antara isi dan formulasinya sehingga enak didengar. Khotbah yang saklik tidak perlu menggunakan gaya bahasa yang berlebihan supaya tidak mengaburkan makna asli dari kebenaran tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa khotbah yang disampaikan harus berdasarkan kebenaran. Kebenaran itu tentunya bersumber dari Kitab
Suci
yang
didukung
oleh
sumber-sumber
lain
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, yang kemudian direnungkan oleh pengkhotbah sendiri. Sedapat mungkin kebenaran yang disampaikan harus terbuka, di mana setiap aspek dari kebenaran tersebut dapat dibeberkan dan mengemukakan argumenargumen pro dan kontra mengenai kebenaran tersebut (Sumarno, 2008: 76). Dengan demikian, pendengarnya dibantu untuk mempertimbangkan pesan inti dari khotbah tersebut, lalu secara bebas mengambil keputusan sendiri untuk dihidupi.
3) Sederhana dan Menarik Khotbah yang sederhana adalah khotbah yang singkat, padat, jelas dan menarik. Suatu khotbah yang baik harus mudah ditangkap dan dimengerti oleh para pendengarnya. Oleh karena itu, kata-kata dan susunan kalimatnya tidak boleh terlalu panjang dan berbelit-belit (Sumarno, 2008: 77). Diusahakan agar kalimatnya singkat, namun tetap padat akan maknanya. Para pendengar hendaknya langsung bisa menangkap dan mengerti maksud pengkhotbah secara tepat ketika mendengarkannya. Oleh karena itu, khotbahnya harus memiliki skema dan kalimat yang jelas dan uraian yang logis (Dori Wuwur, 1987: 125). Artinya, khotbah yang disampaikan harus mudah dipahami oleh umat ketika itu juga. Untuk itu, sedapat mungkin pengkhotbah menggunakan gaya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
bahasa yang sederhana dan susunan khotbah yang jelas dan menarik supaya apa yang mau disampaikan dapat langsung ditangkap dan dipahami oleh umat. Khotbah yang menarik adalah khotbah yang yang dapat menimbulkan kesan pada pendengarnya, sehingga mudah diingat. Supaya khotbah menjadi menarik, maka pengkhotbah atau prodiakon yang berkhotbah dapat menguraikan tema khotbah yang relevan dengan situasi umat pada saat itu dan menyampaikannya dengan cara-cara yang mengesankan namun tetap sewajarnya. Dalam hal ini, Sumarno (2008: 78) mengungkapkan bahwa isi khotbah yang dibawakan dengan gaya bahasa yang hidup biasanya akan menarik perhatian pendengarnya sehingga tidak mudah membosankan.
4) Mengarah ke Masa Depan dan Mendorong untuk Bertindak Gintings(1998: 4) mengungkapkan bahwa khotbah harus mengena dengan tanda-tanda zaman, dan juga mesti mengarahkan pendengarnya ke masa depan Kerajaan Allah. Artinya, khotbah dalam Gereja tidak hanya menguraikan dan menanggapi peristiwa yang sudah dan sedang terjadi saat ini, melainkan harus mampu menunjuk bagaimana peristiwa atau hal yang sama dapat terjadi di masa depan. Oleh karena itu, khotbah hendaknya juga mampu mengarahkan para pendengarnya untuk memandang ke masa depan dengan menunjukkan bahwa apa yang sedang terjadi saat ini dapat terjadi di masa yang akan datang. Dengan demikian, khotbah dapat membantu para pendengarnya untuk mengambil tindakan secara nyata dan melangkah maju ke depan dengan yakin dan penuh harapan dalam terang iman bersama Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
5) Membangun Kehidupan Umat Khotbah adalah salah satu bentuk pewartaan Gerejani. Salah satu fungsi utamanya adalah memajukan persekutuan hidup beriman umatnya dengan membina perubahan dan perbaikan hidup mereka (Winburn, 1958: 13). Oleh karena itu, khotbah tidak boleh hanya terbatas pada bimbingan pribadi, namun lebih dari itu harus mampu mengembangkan persekutuan dan persaudaraan hidup seluruh umatnya dengan tetap saling menghormati keputusan masing-masing pribadi anggotanya (Sumarno, 2008: 77). Oleh karena itu, selain harus mengenal konteks Kitab Suci, prodiakon juga perlu mengenal konteks hidup jemaat yang sedang dilayaninya agar khotbahnya lebih efektif dan relevan.
d. Model-model Skema Khotbah Model khotbah di sini dimengerti sebagai sebuah bentuk yang menggambarkan alur atau cara-cara untuk menyampaikan khotbah. Dengan adanya alur atau cara-cara ini diharapkan dapat membantu para pendengar agar lebih mudah mengikuti dan mengingat maksud dari khotbah yang disampaikan. Oleh karena itu, khotbah harus memiliki satu tema dan satu struktur yang jelas. Skema yang jelas dapat membantu pengkhotbah dalam menyortir dan menyusun bahan, dapat menampilkan khotbah sebagai satu kesatuan yang utuh dalam keseluruhannya, akan membantu pengkhotbah agar lebih mudah menguraikan pokok pikiran dalam khotbah secara teratur, serta akan memperjelas dan mempertajam pesan khotbah yang disampaikan sehingga pendengar lebih mudah merefleksikan dan menghayati pesan khotbah yang disampaikan (Komlit KWI,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
2011: 149-151). Berikut ini akan diuraikan beberapa model khotbah yang dapat digunakan oleh para prodiakon dalam berkhotbah; 1) Skema yang Berpusat pada Satu Titik Skema ini menggunakan suatu sarana atau alat peraga yang menjadi titik pusat perhatian dalam khotbahnya, misalnya khotbah mengenai pokok anggur yang baik. Pengkhotbah pertama-tama dapat meletakkan sebuah pohon ukuran sedang sebagai gambaran untuk pokok anggur yang baik di tengah-tengah atau di depan umat. Melalui pohon tersebut, pengkhotbah dapat membawa umatnya ke dalam situasi yang tenang untuk merenungi dan merefleksikan pohon tersebut. Dalam skema ini, pengkhotbah berbicara terus mengenai bagian-bagian dari pohon yang menjadi gambaran tentang pokok anggur tersebut, hingga akhirnya umat dibawa untuk menemukan sesuatu yang dapat diambil melalui renungan tersebut. Sarana atau alat peraga yang digunakan dalam khotbah ini diharapkan lebih mengkonkretisasikan kebenaran iman yang abstrak, membuat pendengar merasa senang mengikuti proses khotbah, pesan khotbah mudah diingat dan tersimpan lama di dalam hati dan pikiran pendengarnya (Komlit KWI, 2011: 159). Pikiran-pikiran yang diungkapkan dalam skema ini tidak terikat pada hukum logika dan bagian-bagian khotbahnya tidak dijelaskan secara lebih mendalam karena adanya tumpang tindih di antara bagian-bagian yang dijelaskan. Namun, selama berkhotbah, pengkhotbah senantiasa harus membawa umat untuk kembali fokus pada gambar yang menjadi titik pusat khotbahnya (Dori Wuwur, 1987: 48). Seperti yang diungkapkan oleh Ambrosia (1987: 8) bahwa pengkhotbah harus tetap berpegang teguh pada arah dan tujuan khotbah semula. Dengan demikian,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
gambar yang semula menjadi titik pusat khotbah tetap dapat direnungkan dan umat dapat menimba sesuatu yang baru guna membaharui hidupnya. Skema ini tepat digunakan pada saat berkhotbah bagi berbagai kelompok umat yang berbeda-beda latar belakangnya untuk menjelaskan bacaan Kitab Suci yang lebih sederhana kepada mereka dengan menggunakan sarana, baik pada saat perayaan liturgi Sabda hari Minggu, pendalaman iman maupun pada saat ibadat sakramentali di lingkungan. Hal ini tepat dan menarik karena dengan menggunakan sarana dalam berkhotbah bagi kelompok umat yang berbeda (khususnya umat yang pemikirannya sederhana dan anak-anak kecil) akan membantu mereka untuk mudah menangkap dan mengerti pesan khotbah yang mau disampaikan. Hal ini dikarenakan penyampaian khotbahnya dapat dilihat langsung oleh umat dan mengundang mereka untuk terlibat langsung di dalam khotbah dengan berpikir, mencari tahu dan tetap fokus pada khotbah.Dalam hal ini, sarana yang digunakan harus diperhatikan, di mana sarana tersebut harus mampu menghantar umat untuk dapat bertemu dan mengenal Tuhan, yaitu dengan menjelaskan kebenaran iman yang abstrak dan mengajak mereka untuk merenungkan pengalaman hidupnya dalam terang iman melalui sarana yang digunakan sebagai pusat perhatian untuk berkhotbah.
2) Skema dengan Model Perspektif Dalam skema ini, pengkhotbah menyampaikan khotbahnya dengan menguraikanpokok pikiran/tema yang sudah disiapkannya dari berbagai perspektif atau sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam setiap sudut pandang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
diuraikan dapat memiliki panjang yang berbeda-beda, namun pengkhotbah harus mampu membawa pendengarnya agar tetap kembali fokus dan mengerti pada pokok pikiran atau pesan warta yang mau disampaikan kepada mereka (Dori Wuwur, 1989: 49). Skema seperti ini cocok digunakan pada saat perayaan liturgi Sabda pada hari Mingguatau pada saat ibadat sakramentali dengan tema khusus (perkawinan, kematian, dsb) untuk menguraikan teks Kitab Suci atau untuk memberikan wawasan baru bagi umat karena sifatnya yang menguraikan informasi-informasi terkait dari berbagai sudut pandang, sehingga umat akan semakin tahu mengenai pesan warta yang mau disampaikan dari berbagai sudut pandang tersebut. Misalnya khotbah tentang perkawinan. Khotbah tentang perkawinanan ini dapat diuraikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang adat setempat, dari sudut pandang negara, dari sudut pandang Biblis atau Kitab Suci, dan dari sudut pandang hukum Gereja yang berlaku untuk itu (Sumarno, 2008: 69).
3) Skema dengan Model Pengembangan Tematis Dalam skema ini, pengkhotbah menguraikan tema umum yang sudah dipilihnya ke dalam 2-3 sub tema. Sub tema yang dikembangkan ini harus memiliki kepentingan dan uraian yang sama panjangnya agar pada akhirnya dapat dirangkum menjadi satu pokok ajaran yang mau dicapai untuk memberikan orientasi baru bagi pendengarnya terhadap suatu masalah. Oleh karena itu penguraiannya harus harus jelas dan masuk akal (Dori Wuwur, 1989: 50). Jika sub tema dalam khotbah ini diuraikan sama panjangnya, maka pendengar akan mudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
memahami dan mengikuti jalan pikiran pengkhotbah. Namun jika sering menggunakan skema khotbah ini, maka dapat menimbulkan rasa bosan pada pendengarnya karena mereka hanya mendengartanpa terlibat aktif untuk berpikir secara kritis (Dori Wuwur, 1987: 51). Skema khotbah seperti ini cocok digunakan untuk khotbah yang sifatnya mengajar, di mana pengkhotbah dapat memberikan informasi yang dapat menyentuh akal budi pendengarnya dan memberikan mereka suatu orientasi baru terhadap masalah yang sedang mereka hadapi. Misalnya mengenai krisis kepercayaan
yang
membuat
umat
terombang-ambing
dalam
imannya.
Pengkhotbah dapat menguraikan kepercayaan itu pada sub tema I, yaitu percaya pada diri sendiri (segala yang ada di dalam dirinya) akan membawa seseorang pada kehidupan yang matang dan menerima diri apa adanya. Pada sub tema II, pengkhotbah dapat menguraikan kepercayaan pada orang lain, misalnya pada orang yang dapat dipercaya seperti pada guru, pada pemimpin, dan yang lainnya akan membawa seseorang pada hidup yang tenang dan damai karena mereka dapat membantu dengan segala pengalamannya. Pada sub tema III pengkhotbah dapat menguraikan bahwa lebih dari kepercayaan diri sendiri dan orang lain, kepercayaan pada Tuhan-lah yang mampu membawa seseorang pada penyerahan diri seutuhnya sehingga akan merasa aman di dalam Tuhan (Sumarno, 2008:70).
4) Skema dengan Model Dialektis Skema khotbah ini biasanya digunakan apabila situasi kehidupan sehari-hari dikonfrontasikan dengan situasi ilahi atau ideal dalam Kitab Suci. Oleh karena itu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
dalam skema ini pengkhotbah dapat menyampaikan khotbahnya dengan membangun suatu dialektika, yakni pertama membuat suatu pernyataan affirmatif (thesis), kemudian pengkhotbah dapat membuat suatu pernyataan yang negatif atau penolakan (antithesis) terhadap thesis yang sudah dikemukakan, dan pada bagian akhir dari skema ini pengkhotbah dapat membuat suatu kesimpulan atau sintesis dari kedua pernyataan tadi dengan memberikan jawaban atau jalan keluar atas permasalahan yang dialami dengan memberikan alasan yang dapat menyakinkan pendengarnya (Sumarno, 2008: 70-71). Skema ini berguna untuk memperkokoh dan memperdalam iman umat yang digoncangkan oleh permasalahan yang dialami, seperti yang diungkapkan dalam pernyataan affirmatif atau thesis (Dori Wuwur, 1987:52). Pengkhotbah dapat menggunakan skema ketika ia melihat umatnya mengalami suatu dilema atau masalah di dalam kehidupan mereka dengan maksud memberikan mereka suatu motivasi baru dan peneguhan.Misalnya, dengan banyaknya masalah yang terjadi di dalam kehidupan mereka dapat membuat mereka merasa putus asa sehingga menjadi frustasi, tidak mau terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat dan sebagainya. Di sini pengkhotbah dapat memberikan peneguhan kepada mereka dengan mengungkapkan penolakan (antithesis) atas keputusasaan mereka bahwa Tuhan akan memberikan pengharapan bagi setiap orang yang datang kepada-Nya. Selanjutnya, pengkhotbah dapat mengkonfrontasikan kehidupan umat dengan teks Kitab Suci, kemudian memberikan mereka suatu jalan keluar yang dapat menyakinkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
mereka bahwa di dalam Tuhan pasti akan selalu ada pengharapan, asalkan kita tetap percaya, berusaha dan meninggalkan keputusasaan tersebut. Skema seperti ini dapat digunakan pada setiap perayaan liturgi Sabda dan pendalaman imandi lingkungan karena sifatnya yang semakin memperkokoh dan memperdalam iman umat yang terlibat. Agar semakin menarik dan mampu mengkonfrontasi teks Kitab Suci dengan kehidupan umat, maka skema ini dapat dikemas ke dalam bentuk drama atau suatu dialog antara pengkhotbah dengan beberapa orang umat yang dipilih untuk terlibat langsung di dalamnya.
5) Skema dengan Model Pendalaman Dalam skema ini, pengkhotbah dapat mengawali khotbahnya dengan menguraikan pandangan yang umum namun menarik perhatian umat mengenai tema atau pesan khotbah yang sudah dirumuskannya.Kemudian uraian yang umum tersebut dipersempit pada bagian kedua dengan menguraikan hal-hal yang terjadi di batas paroki atau stasi mereka, lalu dipertajam lagi pada bagian akhirnya dengan menguraikan hal-hal yang terjadi di dalam lingkup lingkungan atau keluarga mereka untuk sampai pada keputusan akhir atau inti warta yang mau disampaikan, di mana pendengar tidak lagi melihat kemungkinan lain yang dapat diambil. Skema ini sesuai untuk khotbah yang mau memberikan pikiran-pikiran informatif dan juga yang mau membawa pendengarnya untuk mengambil suatu keputusan yang dapat dihidupinya (Dori Wuwur, 1987: 53). Skema khotbah seperti ini cocok digunakan pada perayaan liturgi Sabda setiap Minggunya atau pada saat pendalaman iman di lingkungan, karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
pengkhotbah dapat membawa pendengarnya untuk semakin mendalami pengalaman hidupnya dari permasalahan umum yang dihadapinya dalam masyarakat hingga pada akhirnya membawa mereka untuk mengambil keputusan yang harus dilakukannya dalam hidupnya untuk mengatasi permasalahan tersebut.
6) Skema dengan Model Perbandingan Cerita Dalam skema khotbah ini, pengkhotbah mengawali khotbahnya dengan bercerita. Sumber ceritanya dapat diperoleh berdasarkan pengalaman hidup pengkhotbahnya sendiri/pengalaman hidup umat lainnya, dongeng dari dunia hewan/tumbuhan, cerita pendek, dan sebagainya. Setelah bercerita, pengkhotbah dapat membandingkan atau mengkonfrontasikan cerita tersebut dengan cerita dari teks Kitab Suci yang dibacakan, lalu disimpulkan oleh pengkhotbah sendiri sebagai peneguhan untuk menyakinkan pendengarnya (Sumarno, 2008: 71). Secara umum, skema khotbah ini bagus digunakan dalam berbagai kesempatan ibadat, baik pada liturgi Sabda hari Minggu, liturgi Sabda pada hari raya besar, ibadat Sakramentali maupun pendalaman iman di lingkungan, dan berlaku untuk semua golongan pendengar.Pengkhotbah dapat berkhotbah dengan memulainya dari suatu cerita yang menarik seperti yang diungkapkan di atas, mengkaitkannya dengan pesan Kitab Suci yang mau disampaikan, lalu menyimpulkannya atas hasil refleksi pengkhotbah sendiri. Khotbah dengan skema ini sangat menarik karena gaya bahasanya yang hidup dan mampu menyentuh tingkat emosi pendengarnya hingga mereka didorong untuk melakukan tindakan praktis dalam hidupnya. Dalam pemilihan ilustrasi untuk berkhotbah sangat perlu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
diperhatikan supaya ilustrasi yang dipakai relevan dan semakin memperjelas warta yang mau disampaikan.
7) Skema dengan Model Masalah-Jawaban Skema ini dikembangkan berdasarkan suatu pengandaian bahwa sebenarnya khotbah adalah suatu proses belajar secara psikologis, di mana skema ini mau membantu pendengar untuk turut berpikir secara kritis dan menarik perhatian mereka untuk mau mendengarkan khotbah sampai akhir. Dalam skema ini, ada lima langkah yang ditempuh untuk menyusun khotbah. Langkah I: pemaparan masalah yang diangkat dari kehidupan umat. Langkah II: pembatasan masalah yang dari beberapa masalah menjadi satu masalah yang jelas. Langkah III: pemecahan masalah dengan jalan diskusi dan tanya-jawab. Langkah IV: tawaran jalan keluar dengan mengkonfrontasikan teks Kitab Suci dengan permasalahan yang dialami oleh umat. Langkah V: penegasan jalan keluar dengan mengemukakan
kemungkinan-kemungkinan
yang
bisa
dijalankan
dan
dipraktekkan dalam kehidupan umat (Sumarno, 2008: 72). Dori Wuwur (1987: 59) mengungkapkan bahwa skema seperti ini baik digunakan untuk mengangkat dan mengupas masalah-masalah hidup yang konkret. Khotbah ini akan berhasil jika masalah yang diangkat dan didiskusikan jelas dan terarah. Skema seperti ini kurang cocok untuk meditasi atau renungan, karena adanya bahaya manipulasi. Diskusi yang bertele-tele dan tidak jelas akan mengaburkan isi khotbah dan akan membuat umat bingung untuk memahami dan mengambil pesan khotbah yang mau disampaikan. Dalam penggunaannya untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
menyampaikan khotbah, skema semacam ini sangat cocok digunakan pada saat pendalaman iman di lingkungan, karena adanya diskusi atau tanya-jawab yang berlangsung di dalamnya.
8) Skema dengan Model Tradisional Skema khotbah tradisional ini terdiri dari pengantar, pesan inti dan kesimpulan. Pada bagian pengantar, pengkhotbah dapat mengawalinya dengan mengemukakan tema sendiri atau mengutip salah satu kalimat dari perikop Kitab Suci yang baru saja dibacakan. Kemudian, pengkhotbah dapat mengungkapkan gambaran situasi konkrit yang terjadi dalam masyarakat yang terjadi saat itu. Pada pesan intinya, pengkhotbah dapat menghubungkan kenyataan yang terjadi saat ini dengan isi Kitab Suci/Tradisi Gereja, lalu kemudian disimpulkan makna yang hendak diambil dan dapat diterapkan dalam kenyataan hidup sehari-hari (Sumarno, 2008: 75). Skema ini dapat membantu umat untuk mudah mengerti, memahami dan menangkap pesan khotbah yang mau disampaikan karena prosesnya yang sederhana. Namun sayangnya, khotbah ini bersifat searah, di mana umat kurang dilibatkan sehingga terkesan prosesnya menjadi monoton. Skema khotbah ini sangat cocok digunakan jika pengkhotbah ingin menghantar umatnya untuk memahami setiap pengalaman hidupnya dalam terang Kitab Suci, misalnya pada saat pengkhotbah memberikan renungan atau khotbah pada pendalaman Kitab Suci atau pada saat ibadat lingkungan, karena sifatnya yang spontan, sederhana dan bertolak dari Kitab Suci. Dalam hal ini pengkhotbah harus sungguh memahami inti Kitab Suci yang mau disampaikan kepada umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Demikian beberapa model skema khotbah yang dapat digunakan untuk berkhotbah, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan model skema yang lainnya jika ada. Dan yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya adalah khotbah pada intinya harus mengandung tiga bagian pokok, yakni pengalaman atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman iman dalam terang Kitab Suci, dan penerapan (aksi konkret) atas pesan khotbah dalam hidup atau situasi pendengarnya (Sumarno, 2008: 76).
e. Bahasa dalam Khotbah Ketika kita berbicara, kita harus menyampaikan isi pembicaraan kita dengan singkat, padat dan jelas agar dapat dimengerti dan dipahami oleh orang yang mendengarkan kita. Begitu pula ketika menyampaikan khotbah. Khotbah yang merupakan pewartaan Kabar Gembira yang ditujukan kepada umat yang berasal latar belakang berbeda-beda harus benar-benar dimengerti oleh umat. Semakin seorang pengkhotbah menggunakan bahasa pendengar, maka interaksi antara pengkhotbah dan pendengar akan menjadi semakin intensif dan efektif (Komisi Liturgi KWI, 2011: 106). Oleh karena itu, cara berbicara atau berbahasa ketika berkhotbah harus disesuaikan dengan keadaan umat. Dori Wuwur (1987: 73) mengungkapkan bahwa ada tiga sifat atau ciri khas bahasa khotbah yang baik untuk digunakan, yakni sederhana, jelas dan konkret. Kata-kata yang mengesankan adalah kata-kata yang biasa digunakan atau yang sederhana. Kata-kata yang sederhana adalah kata-kata yang tidak berteletele, mudah dimengerti oleh orang banyak dan tidak berlebihan (Rothlisberger,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
1975: 68). Untuk memperoleh kata-kata sederhana tersebut, pengkhotbah hendaknya menyelami dan mengenal situasi hidup pendengarnya dengan rajin bergaul bersama umat, selalu kontak dan berbicara dengan mereka (Gintings, 1998: 53). Dengan demikian, pengkhotbah dapat mengetahui bagaimana pendengarnya
berbicara
dan
memahami,
sehingga
sangat
memudahkan
pengkhotbah untuk menyesuaikan bahasa ketika berkhotbah. Bahasa yang jelas dan konkret berarti bahasa yang menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, pasti dan nyata sesuai dengan situasi atau pengertian pendengarnya sehingga langsung dimengerti (Dori Wuwur, 1987: 78). Artinya, bahasa yang digunakan harus jelas ketika diucapkan dan tidak rancu ketika didengar. Oleh karena itu, sedapat mungkin pengkhotbah harus menggunakan bahasa atau kata-kata yang biasa digunakan oleh umat yang dilayani. Jika dalam berkhotbah pengkhotbah terpaksa harus menggunakan bahasa atau istilah asing, hendaknya pengkhotbah berusaha untuk menjelaskan pengertian bahasa atau istilah-istilah asing tersebut ke dalam bahasa baku atau bahasa setempat agar mudah dimengerti dan dipahami oleh pendengarnya. Dengan demikian, umat akan semakin dibantu untuk mengerti, memahami, dan akhirnya mampu menerapkan pesan inti khotbah dalam kehidupannya.
f. Menyiapkan, Membawakan dan Mengevaluasi Khotbah Selain harus mempunyai kemampuan dari segi pengetahuan yang luas tentang berbagai hal dan mampu menghayati spiritualitas hidupnya dengan baik, seorang prodiakon juga diharapkan mempunyai kemampuan dalam bentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
keterampilan
yang
menyangkut
kemampuan
untuk
mempersiapkan,
menyampaikan, dan mengevalusi khotbahnya. Madya Utama (dalam Komisi Liturgi, 2011: 220) menjelaskan bahwa kemampuan untuk menyiapkan dan menyampaikan khotbah tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Semakin banyak jam terbang seorang pengkhotbah untuk mempunyai disiplin yang tinggi dalam menyiapkan khotbah, berlatih menyampaikan khotbah dan meminta evaluasi atas khotbahnya, maka kemampuannya untuk berkhotbah akan semakin diasah dan ditumbuhkembangkan. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal pokok untuk menyiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya; 1) Mempersiapkan Khotbah Dalam berkhotbah terjadi suatu komunikasi iman antara pengkhotbah, Yesus dan umat yang hadir. Agar dapat mewujudkan komunikasi iman ini, maka khotbah memerlukan persiapan yang memadai. Persiapan itu menyangkut persiapan mental dan persiapan dalam mengolah isi khotbah yang mau disampaikan.
Persiapan
ini
dapat
membantu
pengkhotbah
agar
bisa
menyampaikan khotbahnya dengan baik dan menyakinkan. Tanpa persiapan yang memadai, bisa jadi khotbah macet di tengah jalan dan membingungkan umat (Suhardo, 1985: 12). Berikut ini merupakan beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mempersiapkan khotbah; a) Mengumpulkan bahan khotbah Bahan-bahan khotbah dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Namun sumber utama harus bertolak dari teks Kitab Suci, karena yang mau diwartakan adalah Sabda Tuhan. Di sini prodiakon perlu membaca dan merenungkan Kitab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Suci dengan seksama, dengan suara, dengan sikap hormat, dengan keheningan dan doa. Ia juga perlu melihat hubungan konteksnya, membaca tafsir-tafsir berkaitan dengan teks Kitab Suci tersebut, mencari pesan yang mau disampaikan dan relevansinya dengan keadaan zaman sekarang. Dalam merenungkan dan mencari pesan Kitab Suci ini, prodiakon tidak boleh memperkosa teks dengan memaksakan keinginan sendiri dan memilih satu atau dua pesan Kitab Suci untuk dijadikan sebagai tema khotbah (Dori Wuwur dalam Komisi Liturgi KWI, 2011: 167-168). Bacaan Kitab Suci yang diambil tentunya harus berdasarkan pada kalender liturgi atau yang sesuai dengan ibadat tematis yang akan dipimpin oleh pengkhotbah. Bahan khotbah dapat juga dikumpulkan dengan cara mengolah bahan persiapan orang lain, namun dalam hal ini bahan persiapan khotbah orang lain tersebut hanya bersifat membantu pengkhotbah untuk menyusun khotbahnya secara pribadi, yaitu dengan mengambil pikiran-pikiran pokoknya saja lalu dikembangkan sesuai dengan situasi umat saat itu (Dori Wuwur, 1987: 24). Mengumpulkan bahan khotbah dapat juga dilakukan dengan menyiapkannya bersama dalam kelompok. Di sini kelompok pengkhotbah bersama beberapa kaum awam sebagai wakil dari para pendengar dapat mendiskusikan dan menentukan inti khotbah berdasarkan pada perikop Kitab Suci yang mau dikhotbahkan (Dori Wuwur, 1987: 31). Mengumpulkan khotbah juga dapat berasal dari literatur lainnya seperti dongeng, cerpen, akendot, dan sebagainya. Selain itu, inspirasi atau pikiran untuk berkhotbah juga dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dan orang lain yang mengesankan, ajaran-ajaran gereja, berita berita di televisi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
pengamatan, perhatian, penelitian, dan sebagainya. Namun perlu diperhatikan bahwa bahan-bahan di luar teks Kitab Suci ini harus semakin memperjelas inti khotbah, bukan mengaburkannya. Bahan yang sudah terkumpul sebaiknya dipelajari dan direnungkan dengan sungguh-sungguh oleh pengkhotbah. Ini dimaksudkan agar pengkhotbah sendiri merasa yakin bahwa inti pewartaan yang mau disampaikannya adalah kesaksian pribadinya mengenai Kristus, bukan hasil dari permenungan orang lain. Dalam masa pengumpulan bahan ini perlu diperhatikan mengenai situasi konkret umat agar pesan inti khotbah yang akan disampaikan sesuai dengan situasi hidup umat saat itu.
b) Merenungkan bahan khotbah Merenungkan Sabda Allah berarti berusaha untuk menangkap pesan Tuhan sesuai dengan Sabda dan kehendak-Nya. Di sini meditasi atau kontpemplasi memegang peran yang sangat penting. Prodiakon mengambil waktu untuk merenungkan dan meresapkan bahan, dan melihat kembali konteks pendengarnya dan pengalaman dirinya sendiri, serta dilihat dari perspektif teks Kitab Suci yang dipakai untuk berkhotbah (Komisi Liturgi KWI, 2011: 171). Dalam permenungan teks Kitab Suci tersebut, tentu akan banyak ide, pikiran atau pesan yang muncul, namun di sini pengkhotbah dapat memilih pesan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan umat saat itu. Agar semakin mudah menemukan pesan inti khotbah yang mau disampaikan dengan memperhatikan konteks dan bentuk pewartaannya, maka pengkhotbah harus banyak membaca
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
mengenai tafsiran atau komentar-komentar dari para ahli terhadap teks tersebut (Martasudjita, 2004: 75). Sedapat mungkin hasil renungan ini berdasarkan pada keyakinan dan kesaksian pengkhotbah sendiri akan pesan teks Kitab Suci (pribadi Yesus) yang dibacanya.
c) Menentukan tema dan tujuan khotbah Setelah menemukan dengan jelas pesan khotbah yang mau disampaikan, maka pengkhotbah dapat merumuskan tema dan tujuan khotbah yang sesuai dengan pesan inti khotbah yang dipilih. Tema harus dirumuskan secara singkat, padat, jelas dan sederhana, namun menggambarkan keseluruhan isi khotbah yang akan disampaikannya. Dengan demikian, pesan pokok yang mau disampaikan tidak mengalami kekaburan dan tidak membingungkan umat dalam mengambil pesan khotbah yang akan disampaikan (Suhardo, 1985: 12). Setelah merumuskan tema yang sesuai, pengkhobah lalu merumuskan tujuan dari tema yang diambil. Tujuan tersebut juga harus dirumuskan secara singkat, jelas dan sesuai dengan temanya. Oleh karena itu, refleksi atas tujuan khotbah menjadi suatu syarat yang mutlak, supaya ketika disampaikan, pendengar bisa membawa pulang “sesuatu” untuk dapat dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari (Dori Wuwur, 1987: 40). Tujuan khotbah ini harus mampu menyakinkan pendengar, memberikan semangat kepada pendengar, memperingatkan pendengar, dan memperkokoh iman pendengar. Setelah selesai menentukan tema dan tujuan khotbah, pengkhotbah dapat merumuskan dengan jelas bagaimana ia akan menyampaikan khotbahnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Hendaknya ia mengerti dan memahami dengan jelas masalah mana yang hendak dipaparkannya terlebih dahulu dan membatasinya, sehingga dengan mudah ia dapat merancang dan menyusun khotbahnya secara utuh.
d) Merancang dan Menyusun Khotbah Sebelum menyusun khotbahnya menjadi sebuah tulisan pewartaan yang lengkap, pengkhotbah harus membuat suatu rancangan atau gambaran mengenai bagaimana ia harus menyampaikan khotbahnya. Rancangan khotbah ini hendaknya dapat diikuti oleh para pendengarnya (William Evans, 1978: 58). Oleh karena
itu,
ketika
merancang
khotbahnya,
pengkhotbah
harus
selalu
memperhatikan tema dan tujuan yang sudah ditentukan. Di sini pengkhotbah mulai merencanakan apa yang harus dilakukan untuk menyusun khotbahnya agar bisa menarik dan pesan khotbahnya mudah dipahami umat, misalnya dengan memilih model skema, bahasa yang sesuai untuk digunakan, cerita yang menarik untuk mendukung teks Kitab Suci, menggunakan sarana-sarana yang mendukung, dan sebagainya. Khotbah yang disampaikan dengan cara yang menarik dan mampu menyapa pendengarnya, maka akan sangat membantu pendengarnya untuk mengambil suatu nilai yang bisa dibawa pulang untuk dihidupi dalam kenyataan hidupnya sehari-hari. Setelah merancang khotbahnya, pengkhotbah kemudian dapat menyusun khotbahnya dengan menuliskannya menjadi sebuah teks tertulis. Susunan khotbahnya secara tertulis ini harus jelas, karena susunan khotbah yang jelas dan logis akan mudah diingat oleh pendengarnya (William Evans, 1978: 54). Susunan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
khotbah ini bermaksud untuk menghindari arah khotbah yang berputar-putar tanpa tujuan dan pengulangan kalimat yang tidak perlu ketika disampaikan. Dalam menyusun khotbahnya, sangat diharapkan agar pengkhotbah tidak menuliskan khotbahnya secara bolak-balik, supaya tidak menjadi hambatan ketika berkhotbah. Dalam menyusun khotbahnya menjadi sebuah tulisan, perlu diperhatikan tiga bagiannya, yaitu pembukaan, isi dan penutupnya. Pertama, pengkhotbah mulai menyusun khotbahnya dengan menuliskan pendahuluannya. Pendahuluan ini sangat penting untuk mengajak dan mengarahkan pendengarnya kepada apa yang mau disampaikan. Oleh karena itu, dalam hal ini pembukaan atau pendahuluan khotbah hendaknya dibuat semenarik mungkin untuk menawan dan menarik perhatian umat, misalnya dengan mengungkapkan pertanyaan atau persoalan yang hangat, dongeng, pengalaman pribadi, peristiwa atau pengalaman yang sedang terjadi saat, dan sebagainya. Martasudjita (2004: 84) mengungkapkan bahwa isi pembukaan ini boleh bermacam-macam, namun harus selalu diusahakan tetap mempunyai hubungan dengan isi khotbah yang mau disampaikan. Perlu diusahakan juga pembukaan ini hendaknya tidak terlalu lama dari isi khotbahnya sendiri. Sesudah membuat pendahuluannya, barulah pengkhotbah mulai menyusun bagian penutupnya. Kedua, pengkhotbah mulai menuliskan isi/pokok khotbah yang mau disampaikan. Dalam hal ini, pengkhotbah harus kembali mengerti dan memahami poin-poin pewartaan apa yang akan disampaikannya berdasarkan pada permenungan perikop Kitab Suci. Pemilihan pesan atau inti khotbah yang sudah dipilih tentunya telah memperhatikan situasi pesertanya dan tidak usah terlalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
banyak agar dapat fokus dan terarah. Butir-butir renungan yang menjadi isi pokok khotbah ini dikembangkan berdasarkan kemampuan, pengalaman, pengetahuan, wawasan dan keterampilan pengkhotbah sendiri (Martasudjita, 2004: 83). Setelah isi pokok khotbah selesai dibuat, pengkhotbah dapat menyusun bagian penutupnya. Ketiga, penutup. Ini dituliskan untuk mengakhiri khotbah yang berisikan rangkuman khotbah yang diwartakan dan ajakkan bagi umat untuk berdoa agar diberi kekuatan dan bantuan untuk menghayati pesan Sabda tersebut dalam hidup sehari-hari. Pada bagian penutupnya sedapat mungkin menghubungkan antara Sabda Allah dengan seluruh rangkain perayaan liturgi pada hari itu (Martasudjita, 2004: 84).
e) Mengoreksi kembali khotbah yang sudah disusun Setelah selesai merancang dan menyusun khotbahnya, hendaknya pengkhotbah kembali mengoreksi susunan khotbah tertulisnya. Di sini ia dapat menimang-nimang semua unsur, mengoreksinya dan memperbaiki bagian atau kata-kata yang masih kurang (Martasudjita, 2004: 85). Hal-hal yang perlu dikoreksinya kembali di antaranya mengenai isi khotbah itu sendiri, model skema yang dipilihnya, tingkat kesulitan khotbahnya, serta mengontrol gaya bahasa, gaya bicara, gerakan tangan dan kerlingan mata agar sesuai dengan isi khotbahnya (Dori Wuwur, 1987: 43-44). Ketika pengkhotbah sudah mengoreksi dan merasa bahwa ada yang perlu ditambahkan dan dikurangi, maka ia dapat mengubah teksnya kembali. Namun harus tetap hidup dan menarik, serta tidak terlalu lama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
f) Menguasai Teks Khotbah Setelah selesai mempersiapkan khotbah dalam bentuk tertulis, sangat penting bagi pengkhotbah untuk menguasai teks khotbah yang sudah dipersiapkannya. Di sini ia harus berusaha melatih dirinya supaya bisa menguasai jalan pikiran dan pokok-pokok pikiran khotbahnya. Ia juga harus menguasai teknik pengucapan yang tepat pada kata-kata dengan memperhatikan artikulasi, tekanan dan tanda-tanda baca (titik, titik koma, tanda seru, tanda tanya). Jika ada kata-kata atau kalimat yang penting untuk ditekankan atau yang harus diucapkan perlahan-lahan, ia dapat membuat tandanya sendiri untuk menandai kata-kata atau kalimat tersebut (Dori Wuwur, 1987: 44). Ia juga harus menyesuaikan gerakan badan untuk setiap kata-kata atau kalimat yang diucapkannya.
2) Membawakan Khotbah Isi, tujuan dan semangat yang menjiwai khotbah merupakan hal utama yang sangat perlu diperhatikan oleh pengkhotbah. Melalui khotbah, setiap orang diharapkan dapat percaya, taat dan diselamatkan dalam Tuhan (Rothlisberger, 1975: 30). Oleh karena itu, agar isi dan tujuan khotbah dapat tercapai, maka sebelum menyampaikan khotbah, prodiakon perlu memperhatikan sikap batinnya dan memperhatikan cara ia membawa dan menyampaikan khotbahnya karena umat tidak hanya mendengar tetapi juga melihat. Ketika berkhotbah, prodiakon perlu menyadari bahwa pengaturan sikap badan, penggunaan ruangan, pengaturan suara dan penampilan dirinya sangatlah berpengaruh ketika berkhotbah. Dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
melakukan keempat hal tersebut, maka pengkhotbah akan semakin terbantu untuk menyampaikan Sabda Tuhan dengan baik, lancar dan jelas kepada umat. a) Pemakaian Ruangan Situasi suatu tempat sangat mempengaruhi mental seseorang. Begitu pula dengan pengkhotbah, situasi di sekitar Gereja sangat penting baginya karena dapat mempengaruhi emosinya saat berkhotbah. Ia harus merasa dirinya aman dan senang ketika memasuki ruang Gereja, karena rasa aman dan senang ini akan memberikan ia rasa pasti dan dapat melenyapkan rasa takutnya. Oleh karena itu, sebelum melaksanakan tugasnya untuk berkhotbah, ada baiknya jika ia terlebih dahulu mengenal bagaimana situasi dan suasana ruangan Gereja tempat ia akan berkhotbah. Jika perlu, ia dapat melakukan praktek untuk menyesuaikan diri sebelum benar-benar berbicara di depan umum (Wisanggeni, 2012: 11). Ketika berkhotbah, diharapkan agar pengkhotbah tidak harus selalu berjalan kesana–kemari yang menimbulkan perhatian dan bisikan-bisikan dari umat. Oleh karena itu, ia juga diharapkan mengetahui di mana tempat yang baik untuk berdiri agar dapat dilihat umat dan menyesuaikan suaranya dengan ruangan Gereja. Apabila di Gereja tersebut dilengkapi dengan alat-alat teknik, maka ia harus mencobanya sebelum berkhotbah untuk mengetahui apakah sarana-sarana itu berfungsi dengan baik atau tidak (Dori Wuwur, 1987: 154).
b) Sikap Batin yang Siap Khotbah bukan sekedar menyampaikan informasi lanjutan yang sudah didapatkan dan dipersiapkan, melainkan suatu kesaksian secara pribadi mengenai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
Kristus yang diimani dan mau diwartakan (Dori Wuwur, 1987:21). Dalam hal ini situasi pengkhotbah sendiri mempunyai peran yang penting. Sangat diharapkan bahwa seorang pengkhotbah harus memiliki sikap batin yang damai, tenang, tidak gelisah, dan percaya diri (Martasudjita, 2004: 88). Sikap batin seperti ini hanya bisa didapatkan jika dibangun dari hidup doa dan mempasrahkan diri pada Tuhan agar bekerja dalam diri dan umat yang mendengarkan khotbah. Dengan demikian, pengkhotbah akan siap menyampaikan khotbahnya di depan umat yang dilayaninya.
c) Pengaturan Sikap Badan Gerak-gerik badan dan mimik yang sewajarnya Gerak-gerik badan dan mimik seseorang itu ditentukan oleh pendidikan dan asal-usulnya. Misalnya gerak-gerik orang Dayak dan Flores berbeda saat berbicara. Jangan melakukan gerakan yang meniruorang lain atau berlebihan, diusahakan selalu memakai perkataan dan gerakan yang tidak menggangu perhatian pendengar, menggelikan, serta membosankan (Gintings, 1998: 67). Gerak-gerik dan mimik yang alamiah harus wajar, sopan, dan tidak dibuat-buat. Gerakan dan mimik alamiah ini dapat terganggu jika orang sedang stres, marah, bingung, cemas, kurang tidur, takut, gelisah, dan sebagainya (Sumarno, 2008: 78).
Gerak-gerik dan suara harus sesuai dengan kalimat yang diucapkan Gerak-gerik yang tepat adalah gerak-gerik yang sesuai dengan kata-kata yang diucapkan. Misalnya, menggelengkan kepala dalam tradisi orang Indonesia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
menandakan tidak setuju dan menganggukkan kepala tanda setuju. Setiap pancaran wajah menandakan rasa gembira dan sedih, setuju dan tidak setuju, maka akhirnya gerak-gerik harus dilakukan pada tempat yang tepat (Sumarno, 2008: 79).
Menjaga wajah dan kontak mata yang ramah Wajah dan kontak mata berperan penting dalam berkhotbah. Wajah yang cemberut, kurang tidur, dan bengis akan mengganggu dalam berkhotbah. Oleh karena itu, hendaknya selalu diusahakan wajah yang ramah-tamah, yaitu wajah yang berseri-seri, penuh dengan kecintaan, murah senyum, simpatik dan bersahabat (Martasudjita, 2004: 91). Begitu pula dengan mata, hendaknya pandangan pengkhotbah tertuju kepada semua jemaat. Pandangan sebaiknya diarahkan sedikit lebih tinggi dari kepala jemaat agar semua merasa disapa dan bukan ditantang jika langsung menatap tajam ke matanya (Gintings, 1998: 67).
d) Pengaturan Suara Khotbah itu untuk didengar, pendengar harus bisa mendengar khotbah yang disampaikan dengan jelas dan tepat. Oleh karena itu, pengkhotbah perlu mengatur suaranya agar dapat didengar dengan jelas oleh pendengarnya. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pengkhotbah dalam mengatur suaranya. Suara harus jelas dan menyeluruh. Pengkhotbah harus berusaha mengatur suaranya agar bisa didengar dengan jelas oleh seluruh pendengarnya, sekalipun pendengar yang paling jauh atau yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
berada di kursi paling belakang (Gintings, 1998: 67). Pengucapan khotbah haruslah disampaikan dengan terang, nyaring namun tidak menjerit dan tidak memekakkan telinga, serta tidak terlalu pelan ataupun terlalu cepat (Rothlisberger, 1975: 73).
Pengkhotbah memperhatikan gema suara yang besar Ruangan yang tertutup akan menimbulkan gema suara (resonansi) yang besar, sehingga dapat menyebabkan umat tidak mendengar suara pengkhotbah dengan jelas. Sebaiknya, prodiakon dapat mengatur dan menyesuaikan suaranya sesuai ruangan yang ada, serta penggalan atau suku-suku akhir kata tidak ditelan agar dapat terdengar jelas oleh umat (Dori Wuwur, 1987: 155). Oleh karena itu, prodiakon perlu mengatur pernafasannya dengan baik sesuai dengan volume suara yang ingin dikeluarkannya. Misalnya untuk mengisi rongga perut dan dada dengan volume udara yang besar, maka dibutuhkan pernafasan perut atau pernafasan dalam. Suku-suku akhir kata atau kalimat hendaknya diucapkan sejelas mungkin (jangan menelan kata-kata atau suku kata pada akhir kalimat).
Pengkhotbah juga harus memperhatikan dinamika dalam berbicara Ini artinya bahwa ia tidak boleh monoton pada nada suara yang sama. Ia harus bisa mengatur kapan suaranya harus tinggi-rendah, cepat-lambat dan lembut-keras agar semangat peserta tetap terjaga dan tidak bosan mendengarkan khotbahnya (Rothlisberger, 1975: 73). Selain itu ia juga harus tahu kapan ia harus membuat jeda ketika berkhotbah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
e) Penampilan Diri Pandangan pertama biasanya dapat memberikan suatu kesan yang mendalam kepada seseorang. Oleh karena itu, pengkhotbah juga harus mengatur dan menjaga penampilan dirinya, baik yang menyangkut cara berpakaiannya maupun pembawaan dirinya. Cara berpakaiannya haruslah rapi, sopan, enak dilihat dan khusus bagi prodiakon paroki haruslah menggunakan pakaian yang telah ditetapkan baginya. Dalam berbagai kesempatan, seringkali pengkhotbah juga menjadi pemimpin ibadat, khususnya prodiakon. Oleh karena itu, sebagai pemimpin ibadat yang juga akan berkhotbah, hendaknya ia dapat membawa diri dengan baik dan akrab dengan umat yang dilayaninya agar proses ibadat dapat berjalan dengan baik dalam suasana kekeluargaan. Jika waktu dan keadaan memungkinkan, maka sebelum memulai ibadat sangat diharapkan pengkhotbah/prodiakon dapat menyambut umat yang datang dengan menyalami mereka. Ketepatan waktu sangat penting, oleh karena itu prodiakon juga harus memulai ibadat tepat pada waktunya. Keterlambatan dalam memulai ibadat biasanya akan menimbulkan rasa tidak sabar dan gelisah pada para pendengar. Akibatnya, umat menjadi tidak tertarik lagi untuk mengikuti ibadat, terutama mendengarkan khotbah yang akan dibawakan (Sumarno, 2008: 81). Pada umumnya, hampir semua orang mengalami rasa cemas dan takut ketika tampil di depan umum. Jantung akan berdebar lebih cepat dari biasanya, jari-jari tangan berkeringatan, pernapasan menjadi semakin cepat dan pendek. Keadaan diri seperti ini akan mudah menimbulkan rasa gugup dan tidak fokus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
pada inti khotbah dalam diri pengkhotbah. Untuk menghilangkan perasaan takut dan cemas seperti ini, hendaknya pengkhotbah dapat menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan sebelum berkhotbah. Dengan demikian, maka denyut jantungnya akan menjadi perlahan-lahan dan ia akan tenang dengan sendirinya, sehingga ia siap menuju mimbar dan menyampaikan khotbahnya dengan tenang dan pasti (Dori Wuwur, 1987: 157). Sikap batin juga dapat dilihat dari cara prodiakon maju menuju ke mimbar Sabda dan bagaimana ia berdiri pada mimbar Sabda. Oleh sebab itu, prodiakon harus melangkah dengan pasti, tegap dan lurus. Ia harus melangkah dengan kecepatan normal, tidak terburu-buru tetapi juga tidak terlalu lambat. Jika membawa teks khotbah, hendaknya memegang teks dengan kedua tangan tepat di depan dada, dan berusaha tetap tenang. Pouw (1937: 65) juga mengungkapkan bahwa pengkhotbah perlu memperhatikan kabel-kabel mikrofon yang ada di sekitar supaya tidak tersangkut dan jatuh. Sebaiknya juga ia tidak tersipu-sipu atau melakukan gerakan yang ganjil, misalnya naik ke mimbar dengan sekali lompatan atau dengan membusungkan dadanya. Hal semacam ini tidak baik karena terkesan seperti menyombongkan diri. Ketika sudah berada di atas mimbar, pengkhotbah sebagai pemimpin upacara sebaiknya berdiri tegap (tidak membungkuk atau menyandar) dan tetap bersikap tenang, lalu mulai menyapa pendengarnya dengan suara yang keras namun pasti dan ramah. Misalnya ketika mengucapkan “Tuhan beserta kita”, pengkhotbah sebaiknya memandang seluruh umat sekilas namun menyeluruh. Dengan melakukan hal yang demikian, umat akan merasa disapa oleh pengkhotbah dan tertarik untuk mau mendengarkan khotbahnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Ketika selesai menyapa umat, pengkhotbah dapat memulai membacakan perikop Kitab Suci, menyisihkan buku Injil dan menempatkan teks khotbah di atas mimbar, mundur satu langkah agar ia tampak rileks, lalu mulai berkhotbah. Ketika dalam berkhotbah terjadi keributan kecil, seperti ada anak-anak menangis atau berlarian, pengkhotbah perlu berhenti sejenak. Setelah suasananya kembali tenang, ia dapat kembali menyapa pendengar dengan suara yang tegas dan kuat, tetapi pasti dan ramah. Selama berkhotbah, hendaknya pengkhotbah tetap menjaga kontak mata dengan para pendengarnya, yaitu dengan mengarahkan matanya ke tengah, ke belakang, ke depan, ke kiri dan ke kanan ruangan Gereja (Dori Wuwur, 1987: 156). Pandangan sebaiknya diarahkan sedikit lebih tinggi dari kepala pendengarnya agar semua merasa disapa dan bukan ditantang jika langsung menatap tajam ke matanya.
3) Mengevaluasi Khotbah yang telah disampaikan Suharsimi mengungkapkan bahwa evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti menilai (Dapiyanta, 2008: 10). Dengan evaluasi, kita bisa mengetahui di mana letak keberhasilan atau kekurangan sesuatu yang kita lakukan. Dalam konteks khotbah, evaluasi berarti menilai sejauh mana keberhasilan khotbah yang dibawakan. Dengan adanya evaluasi, pengkhotbah akan terbantu untuk mengetahui di mana letak keberhasilan khotbahnya atau di mana letak kekurangannya, sehingga ia akan mencari tahu bagaimana cara memperbaikinya agar menjadi lebih baik lagi. Dalam hal ini, ada tiga hal pokok yang bisa menjadi bahan evaluasi, yakni penampilan, isi dan reaksi umat (Suhardo, 1985: 28).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
a) Evaluasi terhadap penampilan pengkhotbah Evaluasi ini mencakup gerak-geriknya ketika berkhotbah, mimiknya, cara berpakaiannya, pengaturan ruangannya, pengaturan suara, penggunaan bahasanya, konsentrasinya, badan bergetar atau tidak, lamanya berkhotbah, rasa percaya dirinya, dan semangatnya untuk berkhotbah (Suhardo, 1985: 29).
b) Evaluasi terhadap isi atau inti khotbah Suhardo (1985: 29) mengungkapkan bahwa evaluasi ini mencakup skema yang digunakan, pendahuluan khotbah, pesan Kitab Suci yang digunakan, penekanan pesan pewartaannya, dan penerapan pesan pewartaan dalam kehidupan umat. Evaluasi isi ini menjadi sangat penting karena untuk mengetahui apakah pesan pokok tersampaikan atau tidak. Selain itu, mereka juga perlu mengevaluasi bahasa yang dipakai, intonasi suara, gerak-gerik badan dan sebagainya.
c) Evaluasi terhadap reaksi umat Evaluasi ini mencakup perhatian pendengar untuk mendengarkan khotbah (banyak yang mendengarkan atau justru berbicara sendiri), ekspresi wajahnya menunjukkan kepuasannya mendengarkan khotbah atau tidak, dan bagaimana reaksi umat setelah selesai beribadah (Suhardo, 1985: 29).
g. Menerapkan Pesan Khotbah Tidak cukup jika seorang pengkhotbah hanya berhenti pada saat merenungkan dan menyampaikanSabda Allah, serta mengevaluasi penyampaian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
khotbahnya. Lebih dari itu, ia harus mampu menjadi pelaksana Sabda itu sendiri dalam kehidupan dan tugas pewartaannya, karena percuma kita menyampaikan khotbah yang bagus dan menarik kepada umat jika kita sendiri susah untuk menghayati dan menerapkan pesan khotbah tersebut. Hendaknya apa yang sudah kita katakan harus sesuai dengan tindakan hidup kita sehari-hari. Martasudjita (2004: 96) mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Sabda Allah dalam hidup sehari-hari. Pertama, melaksanakan Sabda Allah dalam kehidupan dibutuhkan keterbukaan akan dorongan dan bimbingan Roh Kudus. Oleh karena itu, pengkhotbah perlu banyak berdoa, memohon agar Roh Kudus sendiri yang membimbing umat beriman untuk menerima dan melaksanakan Sabda Allah. Ia harus menyerahkan diri dan hasil pewartaan sepenuhnya kepada Allah dan memohon agar dapat pula melaksanakan Sabda Allah yang disampaikan dengan penuh kegembiraan dan keyakinan. Kedua, melaksanakan Sabda Allah bukanlah soal perintah atau hanya demi memberikan teladan kepada umat, melainkan terutama soal keyakinan dan kesukaan akan Sabda Allah itu sendiri (Martasudjita, 2004: 96). Artinya, seorang pengkhotbah sendiri harus merasa yakin bahwa ia memang mencintai Sabda Allah itu, serta karena Sabda Allah itu memang bernilai dan pantas untuk diperjuangkan dalam kehidupannya, bukan karena takut dan menjaga gengsi di depan umatnya. Ketiga, melaksanakan Sabda Allah adalah kesaksian hidup. Terkadang ada orang, termasuk prodiakon yang berat untuk berkhotbah karena takut diamati dan dinilai oleh umat, bahwa apa yang dikatakannya tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Dalam hal ini, hendaknya pengkhotbah tetap tenang, karena berat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
dan tidaknya tergantung bagaimana cara memandangnya. Jika melaksanakan Sabda Tuhan sebagai suatu keteladanan, tentunya akan terasa berat dan tidak gampang, karena hal tersebut menyangkut nama baik, gengsi, wibawa, dan martabat pengkhotbah. Tetapi jika dilaksanakan sebagai suatu kesaksian hidup karena membebaskan dan disukai, tentu akan menjadi sukacita karena kesaksian hidup menyangkut sesuatu yang lahir dari hati yang menyangkut kedalaman dan kegembiraan batin (Martasudjita, 2004: 98). Namun, tetap perlu diusahakan bahwa apa yang kita wartakan sesuai dengan apa yang kita hayati dan lakukan. Keempat, melaksanakan Sabda Tuhan juga berhubungan dengan usaha menemukan benih-benih Sabda yang tersebar di dalam berbagai pengalaman dan peristiwa hidup sehari-hari sebagaimana yang terjadi di sekitar lingkungan hidup atau yang diberitakan melalui media massa (Martasudjita, 2004: 99). Dalam hal ini, pengkhotbah harus rajin mengikuti setiap peristiwa atau perkembangan yang terjadi dalam masyarakat agar dapat menemukan Sabda Allah yang tertera dalam Kitab Suci dan Sabda Allah yang tersembunyi dalam aneka peristiwa tersebut. Hal ini tentu juga akan membantu pengkhotbah dalam menyusun dan menyampaikan khotbah yang relevan antara pengalaman hidup umat dan Sabda Tuhan, sehingga umat akan merasa disapa dan diperhatikan, serta semakin diteguhkan dalam iman dan hidup mereka.
h. Pribadi Pengkhotbah Menjadi seorang pengkhotbah merupakan sebuah panggilan dari Allah sendiri. Mereka dipanggil untuk memberikan kesaksian tentang karya keselamatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
dari Allah dalam diri Yesus Kristus. Begitu pula dengan para prodiakon, mereka pun dipanggil oleh Allah sendiri untuk menyampaikan Kabar Gembira kepada umat yang mereka dilayani. Mereka diharapkan mampu memaknai panggilan tersebut dan mampu mengungkapkan kebenaran tentang Allah yang dinyatakan dalam diri Yesus Kristus. Mateus Mali (Komisi Liturgi KWI, 2011: 63) mengungkapkan bahwa seorang pengkhotbah adalah penyambung lidah Allah. Artinya, ia hanya boleh mewartakan kehendak Tuhan dalam dirinya dan ia diharapkan mampu mempertanggungjawabkan khotbah yang disampaikannya dengan tidak melebihlebihkannya. Untuk itu, ia perlu merefleksikan kepada dan bagi siapa sebenarnya dia melayani. Pengkhotbah yang tergoda untuk menunaikan tugasnya dengan motivasi yang kurang murni tentunya tidak akan berperan dalam hidup iman umat atau pendengarnya, sehingga tidak membantu mengembangkan iman umatnya. Khotbah adalah sebuah refleksi pribadi yang lahir dari hati penuh cinta (1Kor. 13: 1) di mana refleksi ini merupakan suatu kisah perjumpaannya dengan Allah yang harus diwartakannya sebagai suatu kesaksian hidup bagi umatnya agar mereka juga turut ikut masuk ke dalam sejarah keselamatan dari Allah dalam diri Yesus kristus. Oleh karena itu, ia harus mampu membina dan memotivasi dirinya sendiri dengan terus bergaul dengan Kitab Suci agar ia sendiri memiliki nilai-nilai kebenaran iman yang dapat diwartakan kepada umat yang dilayaninya dalam hidup sehari-hari. Seorang pengkhotbah juga perlu menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya. Ketika seorang pengkhotbah memiliki kesehatan secara jasmani, yaitu tubuh yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
sehat dan kuat, maka ia akan terlihat segar dan energik ketika melaksanakan tugasnya untuk memberitakan kabar sukacita kepada umatnya. Oleh karena itu, pengkhotbah harus selalu menjaga kesehatan badannya dengan menjaga pola makan yang teratur dan berolahraga (Evans, 1978: 15). Sedangkan kesehatan secara rohani, seorang pengkhotbah harus mempunyai iman yang teguh dan tidak tergoyahkan walaupun masih dalam perjuangan, serta harus memiliki sikap dan kelakuan yang baik dan sesuai dalam masyarakat. Ia harus selalu yakin bahwa Allah-lah yang selalu bekerja dalam hidupnya dengan menuntun dan turut campur tangan dalam setiap peristiwa hidup yang terjadi. Oleh karena itu, ia harus selalu mengandalkan Tuhan dan mampu mencerminkan tindakan dan Sabda Yesus dalam hidupnya. Seorang pengkhotbah yang benar-benar dijiwai, disemangati, diilhami dan mempunyai iman yang kokoh akan mampu menyakinkan umatnya yang rela membuka hatinya untuk menerima Sabda Tuhan agar bekerja dalam hidupnya (Ambrosia, 1987: 9). Selain beberapa hal di atas, seorang pengkhotbah perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai berkenaan dengan tugas mereka. Tanpa pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang hal-hal yang berkaitan dengan tugas yang mereka emban, maka pelayanan mereka tentunya akan terhambat. Oleh karena itu, seorang pengkhotbah, khususnya para prodiakon paroki harus mempunyai kemauan untuk mau belajar terus-menerus dan berusaha keras untuk mengembangkan dirinya demi kualitas pelayanan yang lebih baik kepada umat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
3. Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Pada bagian depan telah diuraikan dengan jelas mengenai siapa itu prodiakon beserta beberapa hal yang berkaitan dengan prodiakon. Prodiakon paroki adalah seorang awam yang dipilih dan diangkat untuk membantu melayani dan melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis yang dipercayakan kepadanya, misalnya seperti memimpin ibadat pada hari Minggu, perayaan pada hari-hari besar, ibadat sakramentali, dan kegiatan rohani lainnya. Dalam melaksanakan tugas yang menyangkut bidang liturgi, mereka diharapkan mampu menyampaikan khotbah. Meski para prodiakon ini dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis, namun mereka tetap seorang awam. Pada bagian depan juga telah dijelaskan dan ditarik pula kesimpulan mengenai kemampuan dan khotbah. Kemampuan sendiri adalah daya kekuatan yang dimiliki seseorang dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang dihasilkan dari pembawaan sejak lahir maupun dari latihan dengan cara mempelajarinya secara terus menerus. Kemampuan ini akan terlihat jika direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak seseorang, sehingga memungkinkan seseorang menjadi semakin berkompeten dalam bidang tertentu. Sedangkan khotbah sendiri merupakan suatu usaha dari Gereja untuk mewartakan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman Kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Melalui khotbah diharapkan iman umat semakin diteguhkan setelah mendengar dan
merenungkan
Sabda
Tuhan
yang
disampaikan,
kemudian
menghidupinyadalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
mereka dapat sesuai dengan kehendak Tuhan dan dapat berdaya-guna bagi sesama. Berdasarkan pengertian dari kemampuan dan khotbah yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan untuk pengertian kemampuan berkhotbah prodiakon, yaitu segenap kapasitas yang dimiliki oleh prodiakon dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Segenap daya kekuatan ini dapat dihasilkan dari proses belajar dan latihan secara terus menerus, sehingga para prodiakon mampu mempersiapkan, menyampaikan, mengevaluasi dan memaknai khotbah dengan baik dan sesuai. Dari pengertian di atas, kita dapat memahami bahwa pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh seorang prodiakon sangat berperan penting untuk menjadikannya sebagai seseorang yang berkompeten atau ahli di dalam bidangnya. Pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki ini, khususnya dalam berkhotbah akan sangat membantu mereka memahami bagaimana mereka harus mempersiapkan, menyampaikan, mengevaluasi dan memaknai khotbah dengan baik. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai pun tidak berarti apa-apa jika tidak didukung oleh suatu nilai atau spiritualitas yang harus dihidupi oleh prodiakon dalam menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, prodiakon diharapkan selalu memupuk nilai-nilai positif dalam dirinya dan tidak mudah berpuas diri dalam menimba pengetahuan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
keterampilan yang dapat mendukung tugas perutusannya. Selain itu, paroki juga sangat berperan penting dalam mengembangkan para prodiakonnya ke arah yang lebih baik, yaitu dengan memberikan pembinaan berkelanjutan untuk para prodiakonnya, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun nilai-nilai dasar atau spiritualitas pelayanannya. Pembinaan ini dimaksudkan agar prodiakon dapat melakukan tugasnya dengan baik, lancar, dan benar sehingga dapat memberikan suka cita bagi seluruh umat beriman Kristiani yang dilayaninya, serta mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan atau dikatakannya (Prasetya, 2007: 64). Dalam hal ini menyangkut tentang kemampuannya dalam berkhotbah, dalam EN,art. 11 diungkapkan; “Seperti Kristus sendiri melaksanakan pewartaan tentang Kerajaan Allah melalui khotbah yang tak kenal lelah, tentang satu kata yang tak ada bandingannya. ... Kata-kata-Nya mengungkapkan rahasia Allah, rencanaNya dan janji-Nya, dan oleh karenanya merubah hati manusia dan nasibnya”. Demikianlah seorang prodiakon dituntut untuk mampu berkhotbah dalam setiap pelayanannya dengan tidak mengenal lelah demi menyampaikan atau mewartakan karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin beriman kepada Allah. Pesan Injil yang diwartakan adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada Gereja berdasarkan perintah Tuhan Yesus agar banyak orang semakin percaya dan diselamatkan. Berkhotbah juga bertujuan untuk menyampaikan pesan Injil agar umat semakin mendapatkan bekal bagi kehidupan beriman sehari-hari dan mendapatkan keselamatan dalam Yesus yang diwartakan. Dalam mewartakan Injil ini banyak hal yang harus dikorbankan, seperti mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, hidup,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
keluarga dan sebagainya (EN, art. 5). Namun dalam setiap pelayanan demi kemuliaan Tuhan tersebut, akan banyak pula hal bermanfaat yang didapatkan oleh para pewarta Injil seperti para prodiakon ini. Pesan Injil yang diwartakan tidak dapat disampaikan dengan baik jika tidak dipersiapkan dengan sebaik mungkin oleh prodiakon, baik secara fisik maupun secara mental. Hal ini dimaksudkan agar ketika mendengarkan khotbah yang disampaikannya ada sesuatu yang dapat dibawa pulang oleh umat sebagai bekal untuk hidup selanjutnya. Ia juga harus selalu memperbaharui atau menambah pengetahuan dan keterampilannya dengan mau belajar terus menerus dan mencari hal-hal baru untuk mendukung tugas pelayanannya dalam berkhotbah. Selain itu, ia diharapkan untuk selalu memperbaharui semangat pelayanannya setiap saat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian yang akan dipakai untuk mendapatkan data mengenai kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur yang meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan populasi yang sedang diteliti dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya, jenis penelitian ini digunakan untuk menghimpun fakta atau informasi mengenai fenomena (pengetahuan, kemauan, pendapat, perilaku, nilai) dari suatu kelompok atau individu yang sedang terjadi tanpa melakukan hipotesa, sehingga akan ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan variabel dalam suatu populasi. Dalam penelitian ini juga demikian, di mana fokus penelitiannya terdapat pada pandangan atau pendapat sekelompok umat yang menjadi sampel terhadap kemampuan para prodiakonnya dalam berkhotbah.Dengan melihat hasil analisis data mengenai pandangan sekelompok umat yang didapat dari kuesioner nanti akan dicari suatu usaha yang sesuai untuk mengembangkan aspek-aspek yang dianggap masih kurang maksimal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasi Santa Veronika Batu Majang, Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur. Stasi ini dipilih sebagai tempat penelitian, karena telah terbentuk prodiakonnya selama kurang lebih tiga tahun, sehingga penulis ingin mengetahui sejauhmana kemampuan berkhotbah prodiakon selama ini yang akan dilihat dari sudut pandang umat di stasi tersebut.
2. Waktu Penelitian Penelitian dalam skripsi ini dilaksanakan pada pertengahan bulan April sampai dengan pertengahan bulan Mei 2013. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan waktu yang disesuaikan dengan waktu yang telah disediakan oleh pihak dewan stasi dan para prodiakon stasi bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah umat beriman kristiani yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam HuluKalimantan Timur. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak stasi, jumlah umat yang ada di stasi ini ± 700 jiwa. Dalam penentuan populasi ini, penulis mengambil berdasarkan tingkat keaktifan umatnya dalam mengikuti Ibadat pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
hari Minggu dan dalam mengikuti kegiatan menggereja lainnya. Menurut informasi dari Pak Lawing selaku prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, dari ± 700 jiwa umat ini diperkirakan sekitar 450 orang yang aktif dalam hidup menggereja, terdiri dari ± 120 anak-anak usia Pra SD dan SD, ±180 umat yang tingkat keaktifannya biasa saja dan ± 150 umat yang sungguh terlibat aktif dalam ibadat dan kegiatan menggereja lainnya. Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil populasi dari tingkat keaktifan umatnya yaitu 450 orang, namun sebatas pada kelompok umat yang sungguh terlibat aktif dalam kehidupan menggereja (usia SMP-SMA dan orang-orang dewasa), yaitu sebanyak 150 orang.
2. Sampel Penelitian Pengambilan sampeldalam penelitian ini berdasarkan tabel statistik yang ditetapkan untuk penarikan sampel. Berdasarkan tabel tersebut, jika banyaknya populasi 150 jiwa, maka sampel yang ditetapkan dan diambil sebanyak 108 jiwa. Sampel inilah yang akan penulis ambil sebagai perwakilan untuk diteliti dari populasi yang telah ditetapkan. Ketika penelitian berlangsung, ada sebanyak 120 kuesioner yang disebarkan. Kuesioner disebarkan melebihi jumlah sampel yang seharusnya diambil karena untuk mengantisipasi jika ada kuesioner lainnya yang tidak dapat dipakai untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga dengan demikian kuota 108 sampel yang diperlukan tetap terpenuhi. Dari 120 kuesioner yang telah disebarkan ada sebanyak 116 kuesioner yang kembali, namun salah satu dari kuesioner tersebut tidak dapat dipakai untuk dianalisis karena kolomnya diisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
semua oleh responden hingga satu kuesioner inipun didrop. Jadi dalam penelitian ini ada 115 kuesioner yang dapat dipakai untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam pemilihan sampel ini, penulis menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang menjadi sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 300). Dengan pertimbangan tertentu maksudnya peneliti sungguh-sungguh mengetahui bahwa responden yang diminta untuk mewakili pengisian kuesionernya adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan. Penulis mengambil teknik ini karena sesuai dengan pertimbangan penulis, di mana kelompok umat yang menjadi sampel merupakan kelompok umat yang sungguh terlibat aktif dalam ibadat hari Minggu dan kegiatan menggereja lainnya, sehingga mereka dianggap mengetahui dan memahami bagaimana para prodiakon di stasi mereka berkhotbah setiap minggunya, dalam ibadat sakramentali maupun dalam kegiatan rohani lainnya.Para responden sangat diharapkan dapat memberikan informasi atau data yang sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Oleh karena itu, penulis akan meminta bantuan dari para prodiakon dan aktivis-aktivis gereja untuk mencari responden yang sesuai dengan yang diharapkan (yang dianggap sungguh terlibat aktif).
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Bentuk permasalahan dalam penelitian ini bersifat deskriptif atau menggambarkan, maka dari itu hanya ada satu variabel yang akan diukur atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
digambarkan dalam penelitian ini yaitu variabel mengenai Kemampuan Berkhotbah Prodiakon yang ada di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.
2. Definisi Konseptual Variabel Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan pada bab II, maka definisi konseptual untuk variabel kemampuan berkhotbah prodiakon adalah segenap kapasitas yang dimiliki oleh prodiakon dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Segenap kapasitas ini dapat dihasilkan dari proses belajar dan latihan secara terus menerus, sehingga para prodiakon dapat semakin berkompeten dalam berkhotbah.
3. Definisi Operasional Variabel Kemampuan berkhotbah prodiakon adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh prodiakon dalam mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbah, serta kemampuan dalam menghayati nilai-nilai dasar atau spiritualitas pelayanannya dalam hidup sehari-hari.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknikpengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner (angket).Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2010: 199). Teknik ini cocok digunakan untuk responden yang cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Seperti halnya umat di stasi Santa Veronika Batu Majang, di mana umat tersebar ke dalam wilayah stasi yang cukup luas dan populasi umat yang cukup banyak, sehingga penulis merasa cocok menggunakan kuesioner sebagai sumber utama dalam pengambilan datanya. Melalui kuesioner ini penulis akan menyediakan seperangkat pernyataan untuk dijawab oleh responden, kemudian data yang didapat akan diolah secara deskriptif. Untuk mendukung hasil kuesioner yang akan disebarkan, penulis juga akan menggunakan metode wawancara kepada beberapa umat yang dianggap mampu memberikan informasi yang mendukung kepada penulis. Model wawancara ini adalah wawancara terpimpin, artinya wawancara dilakukan dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang sudah disusun dan dengan responden yang sudah ditentukan untuk diwawancara (respondennya sadar karena diwawancarai). Namun pada kenyataannya, wawancara ini tidak selalu mengacu secara penuh pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan karena terkadang pertanyaan yang diajukan menyesuaikan dengan yang ingin diketahui oleh penulis. Untuk melengkapi data kuesioner dan wawancara di atas, penulis juga melakukan studi dokumen mengenai beberapa hal yang dimiliki oleh prodiakon, yang mendukung dalam tugas berkhotbah, di antaranya buku-buku yang mendukung untuk berkhotbah, teks khotbah yang disiapkan, dan sertifikat yang dimiliki ketika mengikuti kegiatan yang mendukung tugas pelayanan mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur nilai variabel dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket) berbentuk skala likert. Skala Likert ini merupakan skala yang mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2010: 87). Sama halnya dalam penelitian ini yang ingin mengukur mengenai kemampuan berkhotbah (pengetahuan, keterampilan, spiritualitas) prodiakon dari sudut pandang umat yang melihat dan merasakan bagaimana prodiakonnya berkhotbah. Dalam skala Likert ini setiap nomor itemnya memiliki 4 kemungkinan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS)/Selalu (SL) dengan skor 4, Setuju (S)/Sering (SR) dengan skor 3, Tidak Setuju (TS)/Kadang-kadang (KK) dengan skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)/Tidak Pernah (TP) dengan skor 1 (Sugiyono, 2010: 135). Setiap item akan diskor sesuai dengan skala penilaiannya, di mana dalam analisis datanya akan diperoleh nilai maksimum untuk setiap item adalah 4 dan nilai minimumnya adalah 1. Berikut adalah skor alternatif jawaban setiap itemnya; Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel kemampuan berkhotbah Item Favorable
4
3
2
1
Item Non-favorable
1
2
3
4
Dalam penelitian ini, instrumennya bersifat tertutup. Artinya, jawaban untuk masing-masing pernyataan yang ada telah disediakan pada kolom jawaban, sehingga responden tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan yang dilihat dan dialaminya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
6. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner, Wawancara dan Studi Dokumen Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Kemampuan Berkhotbah No. 1.
Aspek Segi
Sub Aspek Wawasan
Pengetahuan mengenai hal-
∑ Item
Indikator - Memahami bacaan
No. Item 1-5
Kitab Suci, ajaran-
hal/materi yang
ajaran Gereja,
berkenaan
masalah-masalah
dengan khotbah.
aktual yang terjadi dalam masyarakat dan umatnya. - Memiliki wawasan
6
mengenai bahasa yang harus digunakan dalam
8
khotbah. - Memiliki wawasan
7
mengenai keterampilan dalam berkhotbah. - Memiliki
8
pemahaman akan semangat hidupnya sebagai prodiakon paroki. 2.
Segi
Mempersiapkan
Mengumpulkan
Keterampila
khotbah
bahan khotbah;
n
- Bekerja dalam untuk
sama kelompok
12
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
mengumpulkan dan
menentukan
bahan khotbah. - Mewawancarai umat
10
untuk
mendapatkan informasi
yang
mendukung. - Menggunakan
11-13
Kitab Suci sebagai sumber
bahan
utama
dalam
berkhotbah. - Menggunakan
14-20
sumber bahan/referensi lain
untuk
mendukung sumber utama. Merenungkan khotbah; - Ketepatan
dalam
21-22
memilin pesan inti dari Kitab Suci. - Ketepatan
dalam
memilih
pesan
khotbah
yang
sesuai referensi.
dengan
4
23-24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
Menentukan tema dan tujuan; - Ketepatan
arah,
fokus dan runtutan
25-27 3
dalam menyampaikan khotbah. Merancang
dan
menyusun khotbah; - Ketepatan
dalam
memilih
model
28-35
khotbah. - Pemilihan
bahasa
36
alat
37
yang sesuai. - Pemilihan
peraga yang sesuai dan mendukung.
16
- Menyusun khotbah
38
secara tertulis. - Menyajikan khotbah
39-43 secara
sistematis
dan
lengkap (pembukaan,
isi,
penutup). Mengoreksi kembali yang
khotbah sudah
1
disusun; - Menunjukkan
44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
adanya kesesuaian dari
awal-akhir
khotbah. Menguasai khotbah; - Memahami pokok
1
45
pikiran khotbah. Menyampaikan
Sikap batin;
Khotbah.
- Menunjukkan
46
sikap yang tenang. - Menunjukkan
2
47
sikap yang percaya diri. Pengaturan
sikap
badan; - Menunjukkan gerakan sesuai
48-49
badan dengan
ekspresi wajah. - Menunjukkan gerakan sesuai
50
badan dengan
kata-kata
5
yang
diucapkan. - Menunjukkan
51
wajah yang ramah, ceria,
murah
senyum
dan
bersahabat. - Menunjukkan
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
kontak mata yang ramah
dan
menyeluruh
saat
memandang. Pemakaian ruangan
yang
sesuai; - Mengambil tempat yang mudah dilihat oleh seluruh umat.
53-54 3
- Mengecek
55
mikrofon sebelum memulai berkhotbah. Pengaturan suara; - Suara
jelas
dan
56
menyeluruh. - Mampu
57
menyesuaikan kecepatan
dan
ketepatan
3
pengucapannya. 58
- Menyesuaikan tekanan
suara
dengan
kalimat
yang diucapkan. Penampilan
dan
pembawaan diri; - Menggunakan pakaian
yang
6
59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
sesuai, sopan dan bersih. - Membangun interaksi
60-62
dengan
umat. - Mampu
63-64
menyesuaikan diri dengan
suasana
pendengar. Mengevaluasi
Mau
menanyakan
Khotbah.
mengenai khotbahnya kepada umat
berkaitan
dengan; - Penampilan
65
sewaktu berkhotbah. - Isi
khotbahnya
mulai
dari
66 5
pembukaanpenutup. - Reaksi
umat
sendiri
ketika
67-68
mendengarkan khotbah. - Menunjukkan adanya
69
kemajuan
dalam berkhotbah. 3.
Segi Nilai-
Penghayatan
Melaksanakan pesan
nilai
nilai-nilai
khotbah dalam hidup
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Dasar/Spirit
(pesan) khotbah
sehari-hari;
ualitas
dan spiritualitas
- Mampu
Hidup.
hidupnya sehari-
menerapkan Sabda
hari.
Tuhan dalam hidup
70
sehari-hari. Menghayati
sikap
dan
nilai-
nilai/spiritualitas hidup
sebagai
prodiakon
yang
mencakup; - Mempunyai iman yang
71-72
mendalam
dan
liturgis
(dengan
berdoa,
merenungkan KS). - Bersemangat
73-74
melayani
dan
bekerja sama. - Bersemangat
10
75-76
pantang menyerah dan mau belajar terus-menerus. - Bersemangat rendah
hati
77 dan
sederhana. - Bersemangat
rela
berkorban
dan
78-79
terbuka. - Mempunyai kemauan
80 untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
mempersatukan dan meningkatkan iman umatnya.
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kemampuan Berkhotbah No. 1.
2. 3.
Aspek/Varibael
No.
Sub-aspek & Indikator
Item
Wawasan prodiakon mengenai khotbah; - Penguasaannya akan tafsir KS, ajaran Gereja dan masalah-masalah aktual yang terjadi. - Kesesuaian materi khotbah dengan pesan Kitab Suci. keterampilan dalam Segi Keterampilan Menunjukkan berkhotbah. melaksanakan pesan Segi nilai - Mampu khotbahnya. Dasar/Spiritualitas - Mampu menghayati spiritualitas Hidup. hidupnya.
Segi Pengetahuan
a
b c d e
Tabel 4. Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus No.
Aspek
1.
Kelengkapan buku khotbah.
2.
Persiapan khotbah (Catatan Tertulis).
3.
Proses Berkhotbah.
4.
5.
Keaktifan Prodiakon dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang mendukung tugas pelayanannya. Sertifikat/piagam ketika mengikuti kegiatan yang mendukung tugas pelayanannya.
Skor Sangat memadai Sangat lengkap Sangat Teratur
Tidak memadai Tidak lengkap Tidak Teratur
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
Sangat Aktif
4
3
2
1
Tidak Aktif
Sangat Lengkap
4
3
2
1
Tidak Lengkap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
7. Pengembangan Instrumen Pengembangan instrumen dalam penelitian ini bersifat uji coba terpakai. Artinya peneliti hanya satu kali menyebarkan instrumen kepada responden untuk dipakai dalam mengumpulkan data penelitian. Hal ini digunakan agar data yang masuk benar-benar murni karena pertama kali dipakai dan supaya tidak terjadi rekayasa dalam pengambilan datanya. Butir instrumen yang sudah diisi oleh responden selanjutnya akan diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya, lalu butir instrumen yang tingkat validitasnya sangat rendah akan dibuang, kemudian dilakukan analisis data untuk mendeskripsikan kemampuan berkhotbah prodiakon dengan menggunakan butir instrumen yang dianggap valid. a. Uji Validitas Instrumen Setelah data terkumpul, penulis sebelumnya akan memasukkan data sesuai dengan aspek-aspeknya, lalu mulai menguji tingkat validitas data yang sudah didapat. Alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi uji validitas. Arikunto (dalam Riduwan, 2010: 97) menjelaskan bahwa validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesasihan suatu alat ukur. Jika instrumen dinyatakan valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Oleh karena itu, agar gambaran dan kesimpulan hasil penelitian ini tidak keliru nantinya, penulis akan menguji validitas instrumen yang telah dipakai. Dalam uji coba terpakai menggunakan validitas butir dengan taraf signifikansi 0,05 dengan N 115 orang, maka butir yang memiliki koefisien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
korelasi lebih besar atau sama dengan0,180 dianggap valid dan layak digunakan dalam penelitian ini. Adapun perhitungan uji validitas dalam penelitian ini dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik Pearson Product Moment berbantuan Microsoft Excel. Rumus manualnya sebagai berikut; Tabel 5. Rumus Manual Pearson Product Moment
xy x y rxy
x
2
x
N
2
N
y
2
y
N
2
Keterangan : rxy
: koefisien korelasi variabel x dengan variabel y
xy
: hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y
x
: jumlah nilai setiap item
y
: jumlah nilai konstan
N
: jumlah subyek penelitian Hasil uji validitas butir pada keseluruhan aspek yang diuji dari 80 butir soal
terdapat satu butir soal yang nilainya kurang dari 0,180 yaitu soal nomor 9 dengan nilai validitasnya sebesar 0,127. Dengan demikian terdapat 79 butir soal lainnya yang dinyatakan valid dan layak untuk dianalisis lebih lanjut.
b. Uji Reliabilitas Instrumen Uji
reliabilitas
dilakukan
untuk
mendapatkan
tingkat
ketepatan
alatpengumpul data yang digunakan (Riduwan, 2010: 213). Instrumen yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
reliabel adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010: 173). Pengukuran reliabilitas dari penelitian ini akan dilakukan dengan cara satu kali pengukuran guna mencari reliabilitas internal dari setiap item instrumennya. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Jika koefisien semakin mendekati 1,00 maka reliabilitas hasil pengukurannya sangat tinggi. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan teknik formula Alpha dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Rumus manualnya adalah; Tabel 6. Rumus Manual Reliabilitas
1
1
∑
Keterangan : r11 = koefisien reliabilitas alpha Si = varian responden untuk item 1 k = jumlah item St = jumlah varian skor total
Hasil pengujian reliabilitas melalui program SPSS 16.0 for windows dapat dilihat dari tabel berikut ini; Tabel 7. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
0.950
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
Dari hasil analisis menggunakan program SPSS 16.0 for windows terhadap 79 butir item instrumen yang valid, diketahui nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,950 yang berarti reliabilitas soal dalam penelitian ini sangat tinggi.
E. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membahas data yang dihasilkan dari penyebaran instrumen setelah terkumpul semua. Adapun yang dilakukan dalam analisis data ini adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis respondennya, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data atas setiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah (Sugiyono, 2010: 207). Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, akan digunakan metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif ini merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 207). Penulis menggunakan metode statistik deskriptif ini karena sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini, yaitu ingin mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana kemampuan berkhotbah prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang. Deskripsi data tersebut meliputi rata-rata (mean), standar deviasi, rentang skor (range), skor minimum dan maksimum, nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), skor total (sum) dan frekuensi dari skala yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
digunakan dalam penelitian ini. Deskripsi data tersebut berdasarkan kategori dari setiap aspek variabel yang diuji. Berikut ini adalah cara menentukan kategori variabel yang diukur, yang juga berlaku untuk setiap aspek variabelnya: 1. Skor tertinggi yang dapat dicapai dalam variabel ini: 4x79=316 2. Skor terendah yang dicapai dalam variabel ini: 1x79=79 3. Hasil dari skor tertinggi dikurangi skor terendah: 316-79=237 4. Hasil dibagi 4 sesuai dengan skala intervalnya: 237/4=59,25 Kriteria tersebut diambil dari rumus sebagai berikut; Tabel 8. Rumus Penentuan Kriteria
Keterangan: Smak.= Skor Maksimal Smin.=Skor Minimal n=rentang skala setiap item instrument
Karena berhubungan dengan penilaian untuk keseluruhan aspek berkhotbah, maka kategori untuk nilai secara keseluruhan ditentukan sebagai berikut; Tabel 9. Kriteria Nilai Keseluruhan Kategori Sangat Baik Baik Kurang Sangat Kurang
Interval 256,76-316,00 197,51-256,75 138,26-197,50 79,00-138,25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
Karena aspek pengetahuan berkaitan dengan pemahaman seseorang akan sesuatu (khususnya teori) yang ada di luar dirinya, maka kriterianya ditentukan sebagai berikut; Tabel 10. Kriteria Aspek Pengetahuan Kriteria Sangat Memahami Memahami Kurang Memahami Sangat Kurang Memahami
Interval 27-32 21-26 15-20 8-14
Karena aspek keterampilan berkaitan dengan kemampuan prodiakon dalam mempersiapkan, membawakan dan mengevaluasi khotbahnya, maka kriterianya ditentukan sebagai berikut; Tabel 11. Kriteria Aspek Keterampilan Kriteria Sangat Mampu Mampu Kurang Mampu Sangat Kurang Mampu
Interval 196-240 151-195 106-150 60-105
Karena aspek spiritualitas berkaitan dengan kemampuan prodiakon dalam menghayati semangat hidupnya sebagai seorang prodiakon dan penghayatan akan nilai khotbah yang disampaikannya, maka kriterianya ditentukan sebagai berikut; Tabel. 12. Kriteria Aspek Spiritualitas Kriteria Sangat Menghayati Menghayati Kurang Menghayati Sangat Kurang Menghayati
Interval 35,76-44,00 27,51-35,75 19,26-27,50 11,00-19,25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV ini penulis akan menyajikan dan membahas hasil penelitian dengan menganalisis semua data yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dan akan diusulkan usulan program yang sesuai guna mengembangkan hal-hal yang belum maksimal dalam berkhotbah berdasarkan hasil penelitian.
A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis diperoleh data mengenai kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika BM yang dideskripsikan sebagai berikut; 1. Deskripsi Data Kemampuan Berkhotbah Prodiakon a. Deskripsi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Tabel 13. Statistik Deskriptif Data Keseluruhan Statistik Deskriptif Data Keseluruhan N Valid ∑ Instrumen Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
115 79 255,9652 255,0000 236,00a 23,59487 556,718 0,262 -0,071 110,00 206,00 316,00 29436,00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Dari tabel statistik deskripsi nilai keseluruhan kemampuan berkhotbah prodiakon di atas dapat dilihat N Valid 115 dengan jumlah instrumen yang valid sebanyak 79 butir. Diketahui bahwa skor minimum sebesar 206,00 dan skor maximumsebesar 316 dengan nilai rata-rata pada periode pengamatan (mean) sebesar 255,9652 dan simpangan baku (Std. Deviation) sebesar 23,59487. Nilai Variance sendiri sebesar 556,718 dengan nilai tengah (median) sebesar 255,0000 dan modeadalah 236,00. Nilai kisaran (Range) yang merupakan selisih antara nilai maksimum dan nilai minimum sebesar 110,00 dengan tingkat kemencengan (Skewness) sebesar 0,262 dan tingkat keruncingan (Kurtosis) sebesar -0,071. Nilai Sum pada periode pengamatan sebesar 29436,00. Tabel 14. Kriteria Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Kriteria Interval Sangat Baik 256,76-316,00 Baik 197,51-256,75 Kurang 138,26-197,50 Sangat Kurang 79,00-138,25 Jumlah Total Responden & Prosentase
Jumlah Responden 55 60 0 0 115
Persentase 47,83% 52,17% 0% 0% 100%
Gambar 1. Frekuensi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah
Frekuensi
Nilai Keseluruhan 70 60 50 40 30 20 10 0
256,76316,00 Sangat Baik
197,51256,75 Baik
138,26197,50 Kurang
79,00-138,25 Sangat Kurang
Persentase
47.83%
52.17%
0%
0%
Frekuensi
55
60
0
0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa menurut pandangan umat, para prodiakon di stasi Batu Majang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam berkhotbah. Hal ini ditunjukkan pada tabel 14 di mana dari 115 umat, 55 jumlah responden yang masuk ke dalam dalam kriteria sangat baik (47,83%) dan 60 responden masuk ke dalam tergolong ke dalam kriteria baik (52,17%).
b. Deskripsi Data Aspek Pengetahuan Prodiakon dalam Berkhotbah Tabel 15. Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Pengetahuan Statistik Deskriptif Pengetahuan Prodiakon 115 N Valid 8 ∑ Instrumen 26,6174 Mean 26,0000 Median 26,00 Mode 2,62439 Std. Deviation 6,887 Variance 12,00 Range 20,00 Minimum 32,00 Maximum Salah satu aspek yang diukur dalam kemampuan berkhotbah prodiakon adalah aspek pengetahuan. Pada tabel 15 statistik deskripsi di atas dapat dilihat bahwa N valid sebanyak 115 orang umat dengan jumlah instrumen yang valid sebanyak 8 butir dengan skor terendah (minimum) pada periode pengamatan sebesar 20 dan skor tertinggi (maximum) sebesar 32. Nilai mean 26,6174 dengan simpangan baku (Std. Deviation) sebesar 2,62439. Nilai Variance didapat 6,887 dengan nilai tengah (median) 26,0000 dan nilai yang sering muncul (mode) adalah 26,00 dengan nilai kisaran (Range) sebesar 12,00.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
Tabel 16. Kriteria Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon. Kriteria Interval Sangat Memahami 27-32 Memahami 21-26 Kurang Memahami 15-20 Sangat Kurang Memahami 8-14 Jumlah Total Responden & Prosentase
Jumlah Responden 53 61 1 0 115
Persentase 46,08% 53,05% 0,87% 0% 100%
Gambar 2. Frekuensi Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon
Aspek Pengetahuan 70
Frekuensi
60 50 40 30 20 10 0 27-32 Sangat Memahami
21-26 Memahami
15-20 Kurang Memahami
8-14 Sangat Kurang Memahami
Persentase
46.08%
53.05%
0.87%
0%
Frekuensi
53
61
1
0
Pada tabel 16 di atas menunjukkan bahwa dari sudut pandang umat, prodiakon memiliki pengetahuan berkhotbah yang baik atau luas. Hal ini ini ditunjukkan dari N 115 umat sebanyak 46,08% masuk ke dalam kategori yang menganggap prodiakonnya sangat memahami pengetahuan yang berkaitan dengan khotbah, sebanyak 33,05% mengangap prodiakonnya mampu memahami pengetahuan yang berkaitan dengan khotbah, dan sebanyak 0.87% menganggap prodiakonnya kurang mampu memahami pengetahuan yang berkaitan dengan khotbah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
c. Deskripsi Data Aspek Keterampilan Prodiakon dalam Berkhotbah Tabel 17. Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Keterampilan Statistik Deskriptif Ketrampilan Prodiakon N Valid ∑ Instrumen Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum
115 60 192,0522 191,0000 203,00 18,71618 350,295 87,00 153,00 240,00
Kemampuan berkhotbah prodiakon juga diukur dari aspek keterampilannya dalam berkhotbah dari segi persiapan, membawakan khotbah dan mengevaluasi khotbahnya. Pada tabel 17 statistik deskripsi keterampilan di atas menunjukkan bahwa N valid 115 orang umat dengan jumlah instrumen yang valid sebanyak 60 butir dengan skor minimum sebesar 153 dan skor maximumsebesar 240. Nilai rata-rata (mean) dihasilkan sebesar 192,0522 dengan simpangan baku (Std. Deviation) sebesar 18,71618. Sedangkan untuk nilai Variance didapat sebesar 350,295 dengan nilai tengah (median) sebesar 191,0000 dan nilai yang sering muncul (mode) adalah 203,00 dengan nilai kisaran (Range) sebesar 87,00. Tabel 18. Kriteria Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon Kriteria
Interval
Sangat Mampu 196-240 Mampu 151-195 Kurang Mampu 106-150 Sangat Kurang Mampu 60-105 Jumlah Total Responden & Prosentase
Jumlah Responden 48 67 0 0 115
Persentase 41,73% 58,27% 0% 0% 100%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
Gambar 3. Frekuensi Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon
Frekuensi
Aspek Keterampilan 80 70 60 50 40 30 20 10 0 196-240 Sangat Mampu
151-195 Mampu
106-150 Kurang Mampu
60-105 Sangat Kurang mampu
Persentase
41.73%
58.27%
0%
0%
Frekuensi
48
67
0
0
Pada tabel 18 di atas menunjukkan tingkat kemampuan prodiakon dalam berkhotbah dari sudut pandang umat tergolong ke dalam kriteria mampu. Hal ini ini ditunjukkan pada tabel 18, di mana dari N 115 umat sebanyak 41,73% menganggap bahwa prodiakonnya mempunyai keterampilan yang tergolong ke dalam kriteria sangat mampu, sebanyak 58,27% mengangap prodiakonnya mempunyai keterampilan yang tergolong ke dalam kriteria mampu.
d. Deskripsi Data Aspek Spiritualitas Prodiakon Tabel 19. Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Spiritualitas Statistik Deskriptif Spiritualitas Prodiakon N Valid ∑ Instrumen Mean Median Mode Std. Deviation Variance
115 11 37,2957 38,0000 38,00 4,24052 17,982
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
16,00 28,00 44,00
Range Minimum Maximum
Dalam mengukur kemampuan berkhotbah prodiakon, Spiritualitas juga merupakan aspek yang diukur di dalamnya. Pada tabel 19 statistik deskripsi data spiritualitas di atas menunjukkan N valid 115 orang umat dengan jumlah instrumen yang valid sebanyak 11 butir dengan skor minimum sebesar 28 dan skor maximumsebesar 44. Dihasilkan nilai rata-rata (mean) sebesar 37,2957 dengan simpangan baku (Std. Deviation) sebesar 4,24052. Untuk nilai Variance didapat 17,982 dengan nilai tengah (median) 38,0000 dan nilai yang sering muncul (mode) adalah 38,00 dengan nilai kisaran (Range) sebesar 16,00. Tabel 20. Kriteria Aspek Spiritualitas Prodiakon Kriteria
Interval
Sangat Menghayati 35,76-44,00 Menghayati 27,51-35,75 Kurang Menghayati 19,26-27,50 Sangat Kurang Menghayati 11,00-19,25 Jumlah Total Responden & Prosentase
Jumlah Responden 70 45 0 0 115
Persentase 60,87% 39,13% 0% 0% 100%
Gambar 4. Frekuensi Aspek Spiritualitas Prodiakon
Frekuensi
Aspek Spiritualitas 80 70 60 50 40 30 20 10 0
35,76-44,00 Sangat Menghayati
27,51-35,75 Menghayati
19,26-27,50 Kurang Menghayati
11,00-19,25 Sangat Kurang Menghayati
Persentase
60.87%
39.13%
0%
0%
Frekuensi
70
45
0
0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
Pada tabel 20 di atas menunjukkan kemampuan prodiakon dalam menghayati spiritualitas hidup mereka sebagai prodiakon paroki dan pelaksanaan pesan khotbah ke dalam hidup mereka sehari-hari menurut sudut pandang umat tergolong ke dalam kriteria yang sangat mampu. Hal ini ditunjukkan pada tabel 20, di mana sebanyak 60,87% menganggap prodiakon sangat mampu menghayati semangat hidup atau nilai-nilai khotbah dalam hidupnya sehari-hari dan sebanyak 39,13% menganggap prodiakonnya mampu menghayati spiritualitas dan nilainilai khotbah dalam hidupnya sehari-hari.
2. Hasil Wawancara Dalam penelitian
ini,
penulis juga
melakukan
wawancara
untuk
mendapatkan tambahan informasi mengenai kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang guna mendukung dan memperkuat hasil penelitian berbentuk kuesioner yang sudah dianalisis.Keterbatasan waktu dan jarak yang cukup jauh dari kampung asal penulis ke stasi Santa Veronika Batu Majang membuat penulis hanya dapat mewancarai 6 orang yang dapat diwawancarai. Para responden ini merupakan beberapa aktivis Gereja yang dianggap mampu memberikan informasi kepada penulis. Berikut ini adalah hasil wawancara yang didapatkan; a. Hasil Wawancara dengan Responden 1; 1) Pendapat responden berkaitan dengan pengetahuan prodiakon tentang tafsir KS, ajaran-ajaran Gereja dan situasi sosial (umat) yang terjadi. Responden menjawab; “Iya, menurut saya selama ini saya melihat dan merasakan bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
prodiakon di stasi BM ini mampu menafsirkan Kitab Suci, ajaran-ajaran Gereja, dan mereka mampu melihat masalah-masalah yang terjadi di lingkungan umatnya hingga mereka mampu mengangkat masalah-masalah tersebut ke dalam khotbahnya dan memberikan jalan keluar atau solusi berdasarkan tafsir Kitab Suci.” 2) Pertanyaan mengenai kesesuaian pesan khotbah prodiakon. Responden menjawab; “Menurut saya apa yang disampaikan oleh prodiakon di dalam khotbahnya itu sudah sesuai dengan bacaan Kitab Suci atau tema perayaan itu sendiri. Itu sendiri dapat dilihat dari arah khotbahnya yang mengaju pada satu tema dari bacaan tersebut.” 3) Pertanyaan mengenai keterampilan dalam berkhotbah; “Menurut saya, itu sudah cukup sesuai. Pandangan mata mereka ketika bicara dengan umat dalam menyampaikan khotbahnya selalu tertuju ke umat, kata-kata yang diucapkan juga cukup jelas dan sesuai dengan gerak-gerik badannya, kemudian cara berpakaian mereka juga cukup rapi dan juga sesuai dengan status atau keadaan mereka sebagai seorang prodikon.” 4) Pertanyaan mengenai alat-alat peraga yang digunakan ketika berkhotbah. Responden menjawab; ”Ya, sejauh yang saya lihat selama mengikuti khotbah mereka, selama mengikuti perayaan di gereja, jarang sekali melihat mereka membawa hal-hal yang seperti itu.” 5) Pertanyaan mengenai pelaksanaan pesan khotbah dalam hidup sehari-hari. Responden menjawab; “Ya, menurut penglihatan saya selama ini terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
prodiakon di Batu Majang itu, mereka sudah berusaha menerapkan pesan khotbah yg mereka sampaikan dalam hidup mereka sehari-hari.” 6) Pertanyaan mengenai spiritualitas hidup mereka. Responden menjawab; “Iya, mereka mampu menghayatinya.”
b. Hasil Wawancara dengan Responden 2; 1) Pertanyaan mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Selama kita mengikuti suasana ibadat pada tiap hari minggu, kami melihat bahwa pelaksanaan khotbah dari para prodiakon sudah sedikit ke arah yang menyentuh iman umat.” 2) Pertanyaan mengenai pesan yang disampaikan. Responden menjawab; “Kalau pesan yang disampaikankan boleh dikatakan iya, bisa juga dikatakan tidak, tapi tidak terlepas dari yang disampaikan. Tapi kesimpulan terakhir kebanyakan umat bisa memahaminya.” 3) Pertanyaan mengenai keterampilan dalam berkhotbah. Responden menjawab; “Selama ini kita lihat sesuai, sesuai dari penampilannya, hanya kalau melihat khotbah dengan gerak-gerik kita tidak pernah melihat karena yang kami pahami bahwa setiap kepala ibadat itu ada di atas mimbar. Tidak pernah melakukan interaksi langsung, berkhotbah begitu aja.” 4) Pertanyaan mengenai pesan khotbah. Responden menjawab; “Kalau saya lihat selama ini dari para prodiakon sendiri kita melihat dari kehidupannya dan dari penyampaian pada setiap hari minggu itu sejalan.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
5) Pertanyaan mengenai spiritualitasnya. Responden menjawab; “Semangatnya sendiri ada karena kelihatan dari prodiakon boleh dikatakan saling terbuka dengan umat, mengarahkan umat, meminta pandangan umat setelah selesai ya, selesai ibadat pada setiap hari minggu. Kita biasa berkumpul di sinikan (sambil menunjuk rumah pastoran stasi di sebelah gedung gereja).” 6) Pertanyaan mengenai evaluasi khotbah dari prodiakon kepada umat. Responden menjawab; “Oh, itu tidak pernah…” 7) Pertanyaan mengenai solusi yang ditawarkan ketika berkhotbah. Responden menjawab; “Itu tidak pernah. Dalam rangka tidak pernah menyampaikan itu. Hanya… Pada saat mau berkhotbah sering, apa? Mempersilahkankan umat atau jemaatnya untuk memberikan atau menyampaikan isi hatinya atau apa saja yang sesuai dengan bacaan pada hari itu.”
c. Hasil Wawancara dengan Responden 3; 1) Pertanyaan mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalau menurut saya, apa yang telah disampaikan oleh prodiakon setelah berkhotbah selama ini betul-betul menyentuh kepada umat. Artinya apa yang telah disampaikan itu betul-betul umat bisa mengerti dengan baik, karena umat di sini itu mayoritas umat yang betul-betul umat yang mempunyai pikiran agak rendah untuk mencerna dan mengambil hikmah itu. Jadi umat sekarang di sini itu betul-betul bisa mengerti apa yang telah disampaikan oleh prodiakon.” 2) Kesesuaian antara bacaan Kitab Suci dengan pesan yang disampaikan. Responden menjawab; “Ya, sesuai.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
3) Pertanyaan mengenai keterampilan prodiakon. Responden menjawab; “Sesuai, karena memang bidangnya.” 4) Mengenai pesan khotbah yang disampaikan. Responden menjawab; “Memang betul-betul menyentuh, makanya saya bilang dari awal apa yang disampaikan oleh pengkhotbah betul-betul karena situasi masyarakat atau umat.” 5) Semangat prodiakonnya. Responden menjawab; “Memang bersemangat.” 6) Pertanyaan mengenai solusi atau jalan keluar yang ditawarkan ketika berkhotbah. Responden menjawab; “Memang sering, setiap ada khotbah itu kadang di dalam suatu khotbah itu kadang diambil salah satu umat supaya maju untuk menyampaikan beberapa hal yang ada di dalam kehidupan umat. Kalau itu, prodiakonnya sendiri memang betul-betul memberi jalan atau solusi.” 7) Pertanyaan mengenai bahasa yang dipakai ketika berkhotbah. Responden menjawab; “Memang bahasa yang bisa dimengerti oleh orang-orang di sini. Untuk sekarang hanya satu prodiakon yang sering berkhotbah.”
d. Hasil Wawancara dengan Responden 4; 1) Mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalau menurut saya sih cukup baik cara itunya, menyampaikan khotbah. Sesuai dengan Kitab Suci dan tema perayaannnya. Dan umat paham.” 2) Mengenai keterampilan berkhotbah. Responden menjawab; “Kalo pakaiannya sesuai, terus cara berbicaranya juga sesuai. Ya sesuai dengan tugas mereka.” 3) Mengenai pemahaman umat. Responden menjawab; “Mudah sekali gitu na mengerti apa yang disampaikan di altar gitu kan. Mudah kita nangkap. Beda
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
kayak misalnya kan kalo ke paroki atau ke tempat stasi-stasi lain, kayaknya kalo menurut saya pribadi, pemimpin yang di stasi BM itu bagus. Itu kalo menurut saya pribadi. Ketimbang stasi yang lain gitu na.” 4) Mengenai solusi atas permasalahan umat. Responden menjawab; “Iya, dikasih itu. Umat dibantu kalo ada masalah.”
e. Hasil Wawancara dengan Responden 5; 1) Mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalo pengetahuan mereka secara umum, bagus… karena dilihat dari segi pendidikannya pak Lawing kan sudah S. Ag. kan? Cukup dapat diapa ya? Cukup dapat dipahami oleh umat, cara berbicaranya juga ketika khotbah, ketika di luar, pelaaaaan. Santai aja. Karena orangnya bersahabatlah dengan umat. Prodiakon di sini ada 2 aja. Pak lawing dan Iboq Ubang. Ada satunya dulu kan sudah meninggal.” 2) Keterampilan atau kesesuaian gerak-gerik tubuh. Responden menjawab; “Kalo dari caranya sih sesuai, bahkan sangat bagus itu. Contohnya kalo dia sedang di atas altar, khotbahnya itu ndak terlalu tegang orangnya, umat yang mendengarnya juga ndak terlalu tegang. Santai cara berbicaranya. Soalnya dia kan bersahabat sekali dengan umat. Apa ya? Mungkin sudah saking lamanya di sini mungkin, sudah kenal betul sama umat di sini. Dari cara ngomongnya. 3) Pemahaman umat akan pesan khotbah. Responden menjawab; ‘Paham. Paham, paham…” 4) Solusi untuk permasalahan umat. Responden menjawab: “Dikasih, kasih… itu dibantu.”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
f. Hasil Wawancara dengan Responden 6; 1) Pertanyaan mengenai pengetahuan para prodiakon. Responden menjawab; “Mereka mempunyai pengetahuan yang cukup luas. Dapat dilihat ketika mereka berkhotbah, konteks Kitab Suci dikonkretkan dalam kehidupan seharihari. Misalnya dengan diberikan contoh-contoh yang ada di dalam umat, seperti khotbah hari ini tadi kan? -iman tanpa kasih atau perbuatan itu tidak ada artinya-. Ini dikaitkan dalam kehidupan umat, misalnya kalau ada umat yang kesusahan ya pergi bantu, ada kerja bakti ya pergi ikut bekerjalah.” 2) Pertanyaan mengenai pesan khotbah yang disampaikan oleh prodiakon. Responden menjawab; “Itu sudah sesuai dengan bacaan Kitab Suci dan tema perayaan karena khotbahnya memang bertolak Kitab Suci yang dibacakan pada hari itu.” 3) Pertanyaan mengenai keterampilan prodiakon dalam berkhotbah. Responden menjawab; “Kalo masalah keterampilan yang dilihat dari gerak, kata yang diucapkan dan bahasa tubuhnya sudah baik namun tidak pernah menggunakan alat-alat peraga.” 4) Pertanyaan mengenai pelaksanaan pesan khotbah yang disampaikan. Responden menjawab; “Mereka bukan berusaha lagi. Tapi mereka mampu melaksanakan pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari.” 5) Pertanyaan mengenai semangatpara prodiakon. Responden menjawab; “Prodiakon di BM memang sangat bersemangat, ramah, rela berkorban dan mau membantu umatnya.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
g. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara Setelah memahami hasil wawancara dari keenam responden di atas, penulis merangkum keseluruhan hasil wawancara tersebut dengan mengelompokkannya berdasarkan ketiga aspek yang diukur, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas sebagai berikut; 1) Aspek Pengetahuan; Dari hasil wawancara dengan keenam responden, dapat disimpulkan bahwa rata-rata prodiakon di stasi ini mempunyai kemampuan dari segi pengetahuan yang baik. Hal ini didukung dengan pendidikan salah seorang prodiakon yang cukup tinggi di bidang Pendidikan Agama Katolik yang tentunya lebih mempunyai wawasan yang luas akan masalah-masalah dalam Gereja, sehingga dengan rela mau membantu prodiakon lainnya dalam berkhotbah demi kemajuan bersama. Dapat dipahami bersama dari jawaban para responden mengatakan para prodiakon mampu menafsirkan Kitab Suci ke dalam situasi konkret umatnya, mampu melihat masalah-masalah yang terjadi dan diangkat ke dalam khotbahnya, serta diberikan solusi sesuai dengan pesan inti khotbah yang dibawakan sehingga pesan khotbah yang disampaikan mampu dimengerti dan menyentuh iman umat. Ini artinya bahwa para prodiakon mempunyai pengetahuan yang cukup baik berkaitan dengan tugas berkhotbah, di mana mereka tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dengan situasi umatnya dan mereka mampu mengangkat masalah-masalah konkret yang terjadi di dalam dan di sekitar umatnya ketika khotbahnya, mengkaitkan permasalahan tersebut dengan pesan inti khotbah yang disampaikan, lalu memberikan peneguhan kepada umatnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
2) Aspek Keterampilan; Dari hasil wawancara yang diperoleh, hampir semua responden yang diwawancarai mengatakan bahwa prodiakon mempunyai keterampilan yang cukup baik dan sesuai antara gerak-gerik tubuhnya dengan kata-kata yang diucapkannya, selalu di atas mimbar dengan pembawaan yang santai, tidak terlalu tegang, cara bicara yang bersahabat dengan umat, serta cara berpakaian yang sesuai dengan status mereka sebagai seorang prodiakon. Selain itu, pemilihan pesan inti khotbah yang disampaikan juga sudah sesuai dengan bacaan atau tema perayaan pada hari itu dengan dibantu oleh contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada jawaban dua responden (responden 2 dan 3) yang menyatakan bahwa prodiakon biasanya membangun interaksi bersama umat dengan meminta salah satu umat untuk maju ke depan dan menyampaikan masalah-masalah atau hal-hal yang dirasakan sesuai dengan bacaan pada hari itu. Dapat dipahami bersama bahwa dengan adanya keterampilan dalam membangun interaksi dengan umat seperti ini justru akan semakin mendukung tersampainya pesan khotbah dengan baik kepada umat karena disampaikan dengan relasi yang bersahabat, suasana khotbah yang tidak tegang sehingga akan semakin membantu umat untuk mau mendengarkan dan akhirnya mampu menangkap serta memahami isi khotbah yang disampaikan dan akhirnya dapat dihidupi oleh umat. Agar semakin menarik perhatian pendengar ketika menyampaikan sesuatu, kita juga dituntut untuk mempunyai daya kreasi yang variatif agar seseorang yang mendengarkan kita tidak cepat merasa bosan. Begitu pula dengan prodiakon ketika menyampaikan khotbah. Supaya semakin menarik perhatian umat untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
mau mendengarkan khotbahnya dengan sungguh-sungguh, maka prodiakon juga perlu menggunakan daya kreatif yang bervariasi ketika berkhotbah. Misalnya dengan bernyanyi yang sesuai isi khotbahnya dan menggunakan alat-alat peraga yang sesuai dan dekat dengan umat berkaitan dengan isi khotbahnya. Ketika hal ini ditanya kepada enam responden di atas, hampir seluruh responden menjawab bahwa prodiakon tidak pernah menggunakan alat-alat peraga ketika berkhotbah. Hal ini sangat disayangkan jika para prodiakon kurang mengasah dan menggunakan daya kreasinya ketika berkhotbah. Dengan menggunakan alat peraga yang dekat dengan kehidupan umat tentunya akan semakin menarik dan mengundang umat untuk mau mendengarkan khotbahnya, selain itu umat akan mudah mengerti dan menangkap pesan khotbah yang ingin disampaikan.
3) Aspek Spiritualitas; Dari hasil wawancara dengan keenam umat dan sharing yang penulis dengar dari Bapak Yohanes Hipoq (sesama teman prodiakon yang sudah lama kenal) mengatakan bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memang mempunyai semangat yang tinggi dalam melayani, terbuka dan bersahabat dengan umat, ramah, rela berkorban, dan mau membantu umat. Dari hasil wawancara juga diungkapkan bahwa para prodiakon selalu berusaha melaksanakan pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Ini artinya bahwa prodiakon di stasi Santa Veronika BM memang mampu menghayati spiritualitas hidup mereka sebagai seorang prodiakon dan cukup mampu melaksanakan pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam hidup mereka sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
3. Hasil Temuan Khusus Studi Dokumen Gambar 5. Foto Bapak Agustinus Lawing, S. Ag.
Bapak Agustinus Lawing adalah salah satu prodiakon yang sering berkhotbah di stasi Santa Veronika Batu Majang. Beliau adalah seorang lulusan dalam bidang kateketik di STP IPI Malang yang lulus dengan gelar Sarjana Agama (S. Ag.) pada tahun 2007. Beliau dikenal sebagai seorang yang bersemangat dalam melayani dan selalu berusaha mengembangkan iman umatnya. Beliau ditugaskan menjadi seorang katekis di stasi Batu Majang semenjak tahun 1989 dan dilantik sebagai seorang prodiakon stasi sejak tahun 2010. Beliau adalah seorang yang penuh kasih, sederhana, ramah, peka dan bersahabat dengan umatnya. Sifatnya yang ramah dan bersahabat inilah yang membuat umat menyukai dan merasa dekat dengannya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapnya dalam pengantar tentang lintas sejarah gereja stasi Santa Veronika Batu Majang“Peliharalah kasih persaudaraan.” (Ibr.13:1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
Gambar 6. Foto Bapak Abdias Inggung Bith.
Bapak Inggung adalah seorang pelayan yang sederhana, ramah dan bersemangat melayani. Meskipun tidak memiliki pendidikan khusus dalam bidang Agama, namun karena semangat dan kesiapsediaannya dalam melayani umatlah yang menghantarnya menjadi seorang prodiakon yang dilantik pada tahun 2010 bersama dengan Bapak Lawing dan prodiakon lainnya.
Gambar 7. Buku pendukung untuk berkhotbah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
“Buku adalah jendela dunia”. Pepatah tersebut menggambarkan bahwa dengan buku setiap orang mampu mengetahui berbagai informasi yang ingin diketahuinya dengan membaca buku tersebut. Gambar 3 di atas menunjukkan sebagian besar buku (38 buah buku) yang dimiliki oleh Pak Lawing, namun biasa dipakai bersama dengan Bapak Inggung ketika menyiapkan khotbah. Ini artinya bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang mempunyai pengetahuan yang cukup luas dalam menyampaikan khotbahnya. Buku-buku tersebut adalah Kompendium Tentang Prodiakon (2010), Aneka Homili Prodiakon (2010), Kisah Kasih, 40 Ujud Ibadat Keluarga, Peringatan Arwah, Menghidupi Tradisi Katolik, KHK, Buku Renungan Sang Sabda, Buku Renungan Mutiara Iman, Selamat Berkarya, Pedoman Pastoral Keluarga, Kamus Alkitab, Aneka Ibadat Syukur, Serambi Sabda, Renungan Prapara, Buku Khotbah Tahun B, Mewartakan Sabda Tahun A, Pedoman Pastoral Liturgi, Alkitab, Ibadat dan Doa untuk Arwah, Kawin Campur Beda Agama dan Beda Gereja, Persiapan Krisma Suci, 50 Cerita Bijak, Siap Diutus-Buku Pegangan Persiapan Krisma, Kisah-Kisah Kecil Tapi Besar, Mengenal 5 Sikap Liturgi, Teori Intelegensi Ganda, 60 Cara Pengembangan Diri, Ibadat Permohonan untuk Keluarga dan Lingkungan, Ibadat Tanpa Imam, Membangun Keluarga Kristiani, Seputar Ibadat Sabda (2004), Gagasan Homili Tahun A-B-C, Ibadat lingkungan. Tidak semua buku yang dipakai oleh para prodiakon selalu mengikuti update-an terbaru, yang paling penting bagi mereka adalah pesan khotbah yang disampaikan sesuai dengan bacaan pada perayaan tersebut dan didukung dengan pustaka yang ada atau yang dimiliki oleh prodiakon.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
Gambar 8. Contoh Persiapan Berkhotbah dalam Catatan Tertulis
Dari hasil studi dokumen temuan khusus pada gambar 8 di atas merupakan contoh keterampilan para prodiakon ketika mempersiapkan khotbahnya. Dan dengan menyaksikan secara langsung prodiakon di stasi Batu Majang ini berkhotbah dan menurut tanya-jawab sekilas dengan beberapa umat mengenai keteraturan proses berkhotbah prodiakon, mereka mengatakan bahwa khotbah prodiakon jelas dan mudah dimengerti karena prodiakon biasanya memberikan pengantar untuk membuka khotbahnya terlebih dahulu, misalnya dalam contoh khotbah mengenai “Gembala yang Baik” di atas, Pak Lawing mengantarnya dengan menyajikan cerita pendek yang berkaitan dengan bacaan Kitab Suci, lalu menyampaikan isi khotbahnya dengan bertolak dalam kehidupan dan Kitab Suci,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
lalu menutup khotbahnya dengan mengajak umat untuk menerapkan pesan khotbah yang didengar dalam kehidupannya sehari-hari yaitu “Betapa penting mendengar, apa lagi mendengar suara gembala yang baik.”. Hal ini tentunya sangat baik, karena mampu menunjukkan keterampilannya dalam mempersiapkan dan menyampaikan khotbahnya dengan baik. Menurut sharing dari para prodiakon yang ada di stasi Batu Majang, tidak semua khotbah yang disampaikan selalu dalam tulisan teks yang lengkap. Terkadang dibuat hanya rangkaiannya (rancangan) dan terkadang hanya membacakan teks yang telah ada atau disiapkan khusus bagi prodiakon yang memang belum begitu ahli dalam mempersiapkan khotbah yang sesuai.
Gambar 9. Contoh Sertifikat yang didapatkan oleh Prodiakon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Gambar 10. Contoh sertifikat yang dimiliki oleh Pak Lawing ketika mengikuti kegiatan yang mendukung tugas pelayanan sebagai prodiakon.
Gambar 9 dan 10 di atas menunjukkan beberapa sertifikat atau piagam penghargaan yang diberikan kepada Bapak Agustinus Lawing, di antaranya sertifikat telah mengikuti pembekalan rohani dalam rangka persiapan perayaan Paskah di stasi Long Hurai tahun 2012 dan di stasi Mamahak Besar pada tahun 2013, penghargaan sebagai Pembina Iman Katolik pada tahun 2012, penghargaan sebagai peserta dalam rapat kerja Keuskupan Agung Samarinda, penghargaan sebagai fasilitator atau moderator untuk bidang Agama di Kutai Barat pada tahun 2010, 2012, 2013. Sedangkan untuk Bapak Inggung sendiri belum mendapatkan sertifikat (dari paroki) yang berkaitan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh paroki. Sertifikat ini tentunya menjadi penting sebagai bukti perhargaan kepada para prodiakon atas semangat dan keikutsertaan mereka dalam menimba ilmu-ilmu yang mendukung tugas pelayanan mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
Gambar 11. Pak Inggung ketika mengikuti pembekalan prodiakon
Gambar 12. Pak Lawing ketika mengikuti pembekalan prodiakon
Pada gambar 11 dan 12 di atas menunjukkan keaktifan para prodiakon ketika mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak paroki sebanyak 2 kali dalam setahun, yaitu pembekalan pada persiapan Natal dan Paskah. Adapun materi yang diberikan kepada para prodiakon di wilayah paroki Santo Petrus Ujoh Bilang ini terutama menyangkut masalah persiapan liturgi Natal dan Paskah, masalahmasalah sosial yang terjadi, masalah-masalah ekonomi, dan sebagainya. Selama ±
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
3 tahun menjadi prodiakon stasi, para prodiakon dengan beberapa aktivis Gereja dari stasi Santa Veronika Batu Majang selalu rutin mengikuti pembekalan yang dilaksanakan oleh pihak paroki dengan penuh semangat untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan mereka kepada umat.
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Berdasarkan Data Keseluruhan Hasil deskripsi data yang didapat melalui kuesioner menunjukkan bahwa kemampuan prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang secara keseluruhan sudah baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata pada nilai keseluruhan dan pada setiap aspek yang mendekati skor maksimal. Pada nilai keseluruhan variabel kemampuan berkhotbah ini, ada tiga aspek yang ingin diketahui dalam bentuk pernyataan yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas. Dari data keseluruhan ini didapat nilai rataratanya 255,9652. Dari 115 responden yang menyatakan sangat setuju dengan kriteria sangat baik sebanyak 55 orang (47,83%) dan sebanyak 60 responden yang menjawab setuju dengan kriteria baik (52,17%). Tidak ada yang menjawab kurang dan sangat kurang (0%). Hasil ini menunjukkan bahwa menurut pandangan umat,prodiakon di stasi Batu Majang mempunyai kemampuan berkhotbah yang baik. Dori Wuwur dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 143) menjelaskan bahwa khotbah adalah jalan Tuhan yang paling utama untuk menyampaikan kehendak-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
Nya kepada manusia. Oleh karena itu tidak ada satu media komunikasi pun yang dapat menggantikan tempat khotbah dalam memaklumkan Sabda Allah. Ini artinya bahwa khotbah memang merupakan suatu cara yang sentral untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat secara langsung. Untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umat (berkhotbah), khususnya yang ada di daerah pedalamanseperti di stasi Santa Veronika Batu Majang itu tidak dapat disampaikan secara terus menerus oleh pastor paroki dikarena keterbatasan waktu, jarak dan tenaga. Menanggapi hal tersebut, maka prodiakon di stasi tersebut mendapat tugas tambahan, yaitu menyampaikan khotbah setiap kali memimpin perayaan liturgi Sabda dan ibadat sakramentali. Melihat betapa penting tugas menyampaikan Sabda Tuhan melalui khotbah, maka sangat penting bagi pihak paroki untuk selalu memperhatikan kemampuan berkhotbah para prodiakonnya. Perhatian tersebut, misalnya dengan menyediakan buku-buku khotbah, memberikan pembekalan, pendampingan, pelatihan dan bentuk kegiatan lainnya mengenai ilmu khotbah yang baik dan benar sebagai on going formation bagi para prodiakonnya. Hal ini sangat memberikan manfaat bagi mereka demi pelayanan melalui khotbah yang lebih baik guna menumbuhkembangkan iman umatnya.
2. Pembahasan
Hasil
Penelitian
Kemampuan
Berkhotbah
ProdiakonBerdasarkan Data Setiap Aspek a. Aspek Pengetahuan Pada aspek pengetahuan ini umat difokuskan untuk melihat pengetahuan prodiakon dari pemahamannya akan tafsir Kitab Suci, ajaran-ajaran Gereja,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
masalah sosial yang terjadi, bahasa yang digunakan, pemahaman akan keterampilannya dalam berkhotbah dan pengetahuan akan spiritualitas hidupnya. Berdasarkan hasil deskripsi data kuesioner atas aspek pengetahuan berdasarkan sudut pandang umat diperoleh mean sebesar 26,6174 dengan N valid 115 orang menunjukkan bahwa ada 53 responden yang menyatakan sangat setuju dengan kriteria Sangat Memahami (46,08%), 61 orang yang menyatakan setuju dengan kriteria Memahami (53,05%) dan ada 1 orang yang menyatakan tidak setuju dengan kriteria kurang memahami (0.87%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memandang prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang ini mempunyai pengetahuan yang baik mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan khotbah sesuai dengan pernyataan pengetahuan berkhotbah. Hasil analisis data kuesioner di atas semakin diperkuat oleh hasil wawancara dengan beberapa umat yang dianggap mampu memberikan informasi kepada penulis dengan mengatakan bahwa pengetahuan prodiakon sudah baik dan luas. Hal ini didukung dengan pendidikan salah seorang prodiakon yang cukup tinggi di bidang kateketik yang tentunya lebih mempunyai wawasan yang luas akan masalah-masalah dalam Gereja, sehingga dengan rela mau membantu dan berbagi pengalaman kepada prodiakon lainnya dalam berkhotbah demi kemajuan bersama. Selain yang disebutkan di atas, para responden mengatakan bahwa para prodiakon mampu menafsirkan Kitab Suci ke dalam situasi konkret umatnya, mampu melihat masalah-masalah yang terjadi dan diangkat ke dalam khotbahnya, serta memberikan solusi sesuai dengan pesan khotbah yang ingin disampaikan sehingga mampu menyentuh iman umat. Ini artinya bahwa para prodiakon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
mempunyai pengetahuan yang baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan khotbahnya, di mana mereka tahu bagaimana menyesuaikan diri dengan situasi umatnya dan mampu mengangkat masalah-masalah konkret yang terjadi dalam umatnya ke dalam khotbahnya, serta mampu mengkaitkannya dengan pesan inti khotbah yang disampaikan. Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Mateus Mali (dalam Komisi Liturgi KWI, 2011:82)bahwa pengkhotbah harus mampu mengenal, mendengarkan, meneguhkan, memotivasi dan berjalan bersama umatnya, karena khotbah sendiri merupakan kelanjutan dari perjumpaan pengkhotbah dengan umatnya di mana ia sendiri akan mengaitkan Kitab Suci dengan situasi hidup umatnya untuk mencari suatu keharmonisan hidup iman umat di dalam konteks Kitab Suci dan di dalam kehidupan sehari-hari umatnya. Bertolak dari penjelasan tersebut, maka sangat penting bagi para prodiakon untuk menyusun dan menyampaikan khotbahnya dengan berangkat dari situasi umat yang dilayaninya agar khotbahnya dapat sesuai atau efektif, sehingga ia mampu mendorong dan menyemangati umatnya agar semakin
mampu
hidup
sesuai
dengan
kehendak
Tuhan
dalam
hidup
kesehariannya. Hasil temuan khusus dari studi dokumen berupa foto juga mendukung hasil wawancara di atas, di mana foto tersebut (Gam. 7, 11 dan 12) menggambarkan kemampuan prodiakon dari aspek pengetahuan dengan cukup banyaknya buku yang mereka miliki untuk mendukung tugas pelayanannya dalam berkhotbah, serta dengan mengikuti berbagai kegiatan yang mampu menambah wawasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
mereka dalam pelayanan. Tanpa pengetahuan memadai, seseorang akan sulit untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang ingin dilakukannya. Mateus Mali(dalam Komisi Liturgi KWI, 2011: 60) mengungkapkan bahwa untuk berkhotbah seorang awam harus mempunyai persiapan yang memadai. Ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang iman dan Liturgi Gereja serta mampu memimpin dengan baik. Ini artinya bahwa sangat penting bagi para prodiakon untuk memiliki pengetahuan yang luas dan memadai berkaitan dengan tugasnya dalam berkhotbah, terutama mengenai berbagai pengetahuan pengajaran iman secara bertahap dan terus menerus (PANKAT KAS, 1993: 50). Selain itu, mereka juga perlu mempunyai pengetahuan tentang budaya, tradisi, politik, sosial, ekonomi, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat. Pengetahuanini dapat dikembangkan dengan cara mengadakan perpustakaan sebagai taman bacaan bagi para prodiakon untuk belajar mandiri dengan membaca buku-buku yang ada dan mengadakan pendampingan biblis-teologis yang memadai agar para prodiakon sendiri semakin mempunyai kesadaran utuh mengenai pesan Kristiani yang harus disampaikannya kepada umat ketika berkhotbah, sehingga dapat membantu umat untuk semakin tumbuh dalam imannya dan dapat menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari.
b. Aspek Keterampilan Pada aspek keterampilan ini umat difokuskan untuk melihat bagaimana keterampilan para prodiakonnya ketika berkhotbah yang menyangkut tentang persiapan, penyampaian dan evaluasi atas khotbah prodiakon. Berdasarkan hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
deskripsi data kuesioner atas aspek keterampilan berkhotbah prodiakon di stasi Batu Majang menunjukkan bahwa dari N valid 115 mendapatkan mean sebesar 192,0522 dengan 48(41,73%) responden menjawab sangat setuju dengan kriteria sangat mampu, 67 (58,27%) umat menjawab setuju dengan kriteria mampu. Sedangkan yang menjawab dengan kriteria kurang mampu dan sangat kurang mampu tidak ada (0%). Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju jika prodiakonnya mempunyai kemampuan atau keterampilan yang baik dalam mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya. Hasil analisis kuesioner di atas juga didukung dengan hasil wawancara dari keenam responden, di mana hampir semua responden mengatakan bahwa berkaitan dengan pembawaannya ketika berkhotbah, prodiakon mempunyai keterampilan yang baik dan sesuai antara gerak-gerik tubuhnya dengan kata-kata yang diucapkannya, selalu di atas mimbar dengan pembawaan yang santai, tidak terlalu tegang, cara bicara yang bersahabat dengan umat, serta cara berpakaian yang sesuai dengan status mereka sebagai seorang prodiakon. Hal ini didukung oleh hasil stusi dokumen di mana adanya persiapan tertulis baik secara lengkap maupun tidak lengkap oleh prodiakon (Gam. 4), sehingga prodiakon dapat terarah ketika berkhotbah karena adanyacatatan tertulis yang disiapkan. Serta cara berpakaian yang rapi dan pembawaan yang santai saat bertugas juga sangat mendukung ketika berkhotbah (Gam. 2, 7). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Dori Wuwur (dalam Komisi Liturgi KWI, 2011: 198) bahwa pakaian yang dipakai harus sesuai dengan aturan liturgi dan maknanya.Pakaian ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137
tidak boleh membuat pendengar terganggu dan mengalihkan perhatian mereka dari Sabda Allah yang akan diwartakan. Artinya, prodiakon tidak hanya dituntut untuk mampu mempersiapkan diri secara mental, melainkan juga harus mampu mempersiapkan diri secara fisik karena dapat dilihat langsung oleh umat. Dalam wawancara diungkapkan juga bahwa pemilihan pesan inti khotbah yang disampaikansudah sesuai dengan bacaan atau tema perayaan pada hari itu dengan dibantu oleh ilustrasi dan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada jawaban dua responden (responden 2 dan 3) yang menyatakan bahwa prodiakon biasanya membangun interaksi bersama umat dengan meminta salah satu umat untuk maju ke depan dan menyampaikan masalah-masalah yang dirasakan sesuai dengan bacaan pada hari itu. Artinya bahwa memang ada cerita atau masalah konkret yang diangkat dari umat dan ini juga merupakan suatu keterampilan dalam membangun interaksi dengan umat. Hal di atas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Dori Wuwur dalam KomisiLiturgi KWI (2011:139) bahwa maksud ilustrasi dalam khotbah adalah untuk memberikan kesegaran kepada para pendengar, memperjelas pesan, memberi kesan yang menarik dan menghindarkan rasa bosan, serta semakin membantu
pendengar
untuk
mengingat
isi
khotbah
dan
menyakinkan
pendengarnya. Dalam hal ini, prodiakon sudah memakai ilustrasi ketika ia berkhotbah dengan cerita pendek, cerita daerah (dongeng) ataupun cerita-cerita konkret yang diangkat dari kehidupan umatnya. Dengan kemampuan tersebut justru akan semakin mendukung tersampainya pesan khotbah dengan baik kepada umat karena disampaikan dengan relasi yang bersahabat, umat merasa disapa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
karena prodiakon mampu menyentuh kehidupan umat, suasana khotbah yang tidak tegang sehingga akan semakin membantu umat untuk mampu menangkap dan memahami isi khotbah yang disampaikan, lalu pada akhirnya umat dapat menghidupi pesan khotbah pada hidup selanjutnya. Pembawaan dan penyampaian khotbah secara keseluruhan memang sudah baik, hanya saja ketika ditanya mengenai penggunaan alat peraga (sarana) ketika berkhotbah, sebagian besar responden menjawab bahwa para prodiakon belum pernah menggunakan alat peraga. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Pak Lawing dan Pak Yon (Latar belakang, hal. 6) bahwa salah satu kesulitan dalam menyampaikan khotbah adalah mandeg atau kurang kreativitas. Ini tentunya sangat disayangkan jika para prodiakon kurang mengasah atau menggunakan daya kreasinya ketika berkhotbah, padahal banyak hal di sekitar yang dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk semakin memperjelas khotbahnya. Meskipun prodiakon tidak menggunakan alat peraga ketika berkhotbah, para responden mengungkapkan bahwa pada kesimpulan terakhir khotbahnya, umat mudah menangkap dan memahami apa yang disampaikan oleh prodiakon karena disampaikan sesuai keadaan umat dan dibantu dengan ilustrasi/cerita konkret dari kehidupan sehari-hari. Dori Wuwur dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 140) mengungkapkan bahwa alat peraga yang digunakan ketika berkhotbah akan sangat membantu untuk merangsang indera penglihatan dan indera pendengar umat agar semakin meresapi Sabda Tuhan yang didengar ke dalam hati dan budi mereka. Alat peraga ini juga akan membuat pendengar merasa terkesan dan ikut berpikir tentang apa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139
yang ditampilkan, sehingga akan menggerakkan mereka untuk memahami lebih jauh kebenaran yang diwartakan ke dalam ingatan mereka.Hal tersebut didukung seperti yang diungkapkan oleh PANKAT KAS (1993: 51) bahwa pendekatan dan metode yang beraneka ragam itu sangat perlu diperhatikan mengingat usia dan perkembangan ilmu para peserta, kematangan hidup rohani serta situasi pendengar yang semakin berkembang. Ini artinya bahwa alat peraga yang juga sebagai suatu sarana pendekatan juga perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam berkhotbah karena mempunyai peranan yang cukup penting dalam menarik minat umat agar mau mendengarkan, ikut berpikir dan pada akhirnya dibantu untuk semakin mudah meresapkan pesan khotbah yang diterima melalui indera penglihatan dan indera pendengaran mereka.Karena dengan melihat seseorang akan tahu dan dengan mendengarkan seseorang akan semakin memahami apa yang dia dengar.Jika
dalam
khotbah
digunakan
alat
peraga,
prodiakon
perlu
memperhatikan bahwa pemilihannya harus tepat dan sesuai dengan pesan khotbah yang mau disampaikan agar tidak mengaburkan pesan tersebut, tetapi justru harus semakin memperjelas pesan yang hendak disampaikan.Mengingat bahwa situasi umat yang semakin berkembang, mereka pasti membutuhkan sesuatu yang baru, menarik dan mampu memotivasi mereka.Oleh karena itu, prodiakon harus kreatif dalam berkhotbah. Selain penggunaan alat peraga yang belum pernah dikembangkan dalam berkhotbah, hasil wawancara juga mengungkapkan bahwa evaluasi terhadap penampilannya ketika berkhotbah juga jarang dilakukan oleh prodiakon. Evaluasi ini sangat penting karena merupakan kegiatan mengukur dan menilai (Dapiyanta,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
2008: 10). Artinya, dengan evaluasi kita dapat mengukur atau menilai sesuatu yang dilakukan. Evaluasi sangat penting dilakukan agar seseorang atau kelompok dapat mengetahui letak kelemahan, kelebihan, keberhasilan, kegagalan dan sebagainya mengenai hal-hal, tindakan atau kegiatan yang dilakukan. Mengingat pentingnya evaluasi tersebut, maka diharapkan para prodiakon perlu melakukan evaluasi dengan umat mengenai kemampuan berkhotbahnya agar ia dapat mengetahui sejauhmana pesan khotbahnya dapat dipahami dan tersampaikan kepada umat, di mana letak kekurangannya, di mana letak keberhasilannya, apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu dipertahankan, dan sebagainya. Dengan demikian ia akan semakin mengetahui hal-hal yang belum maksimal dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik lagi, serta semakin mampu pula mempertahankan atau meningkatkan hal-hal baik yang sudah ada. Untuk semakin mengembangkan keterampilan dalam berkhotbah, maka para prodiakon diharapkan mau latihan terus-menerus dalam berbagai kesempatan yang memungkinkan untuk itu, baik secara sendiri maupun dalam kelompok petugas pewartaan atau bekerja sama dengan umat. Selain itu, ia juga dapat mengikuti setiap kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak paroki jika ada untuk semakin mengembangkan keterampilannya.
c. Aspek Spiritualitas Pada aspek spiritualitas, umat difokuskan untuk melihat sejauhmana para prodiakon mereka mampu menghayati spiritualitas hidup mereka, seperti semangat untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci, semangat bekerja sama,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
semangat belajar terus menerus, kerendahan hati, rela berkorban dalam melayani, semangat juang yang tinggi, serta semangat doa yang tinggi. Selain itu, umat juga difokuskan untuk melihat kemampuan prodiakon dalam menerapkan pesan-pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam kehidupannya sehari-hari. Hasil analisis data atas aspek spiritualitas prodiakon dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan mean 37,2957 dari N valid 115 orang yang menjawab dengan kriteria sangat menghayati ada 70 orang (60,87%), yang menjawab pada kriteria menghayati ada 45 orang (39,13%), dan 0 pada kriteria kurang menghayati dan sangat kurang menghayati (0%). Ini artinya bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang mempunyai kemampuan yang tergolong ke dalam kriteria sangat baik dalam menghayati spiritualitas hidup mereka sebagai prodiakon paroki, serta mampu menerapkan nilai-nilai atau pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Hasil wawancara juga sejalan dengan hasil analisis data kuesioner di atas, di mana hasil wawancara dari para responden dan sharing yang penulis dengar dari Ayah saya (Bapak Yohanes Hipoq, sesama teman prodiakon yang sudah lama kenal) mengatakan bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memang mempunyai semangat yang tinggi dalam melayani, terbuka dan bersahabat dengan umat, ramah, rela berkorban, dan mau membantu umat. Hal ini terbukti juga ketika penulis berkunjung ke stasi tersebut, penulis melihat semangat para prodiakon ketika mengantar para kaum mudanya untuk mengikuti kegiatan aksi panggilan di pusat paroki, keterbukaan dan keramahannya ketika melayani umat yang datang mendaftarkan anaknya untuk Komuni I, serta tanggapan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142
baik ketika penulis meminta bantuan untuk melaksanakan penyusunan skripsi di stasi tersebut. Para responden juga mengungkapkan bahwa para prodiakon tidak hanya menyampaikan pesan khotbah saja, namun selalu berusaha melaksanakan pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Ini artinya bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memang mampu menghayati spiritualitas hidup mereka sebagai seorang prodiakon danmampu menerapkan pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Banawiratma (1990: 57) menjelaskan bahwa spiritualitas merupakan daya kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan. Dengan daya kekuatan ini, seseorang semakin disadarkan, dimurnikan, diperteguhkan, bahkan digerakkan atau dihidupkan untuk mampu mempertahankandan mewujudkan tujuan yang hendak dicapainya. Spiritualitas Kristiani selalu menunjuk pada hidup rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk semakin mengimani dan mencintai Tuhan Yesus Kristus dan semakin berkembang dalam iman, harapan dan kasih (Martasudjita, 2010:27). Artinya, hidup berdasarkan Roh Kudus merupakan suatu kekuatan, di mana seseorang dimampukan untuksemakin mengimani, memperkembangkan, mewujudkan iman, harapan dan cinta di dalam kehidupannya sehari-hari. Seseorang dapat membangun hubungan pribadinya dengan Allah dan menghayati tugas perutusannya melalui kehidupan yang didasarkan pada bimbingan Roh Kudus. Oleh karena itu, setiap orang harus mempunyai spiritualitas dalam hidupnya. Seperti setiap pribadi para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, mereka juga perlumemiliki spiritualitas yang harus selalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
dihayati dalam hidup mereka sehari-hari. Spiritualitas atau daya kekuatan yang dihayati ini pulalah yang tentunya memampukan para prodiakon untuk mempersiapkan dan menyampaikan khotbahnya dengan baik, tekun mengikuti kegiatan kerohanian, melayani umat dengan rela dan terbuka, mau bekerja sama dengan berbagai pihak, mau terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan menggereja dan bermasyarakat bersama-sama umatnya, mau terus berjuang dan tidak mudah putus asa dalam memperkembangan iman umatnya, serta mampu melaksanakan kegiatan lainnya. Rasul Paulus mengatakan bahwa “iman tanpa perbuatan adalah mati”. Artinya bahwa tidak cukup jika seseorang mempunyai iman yang besar namun tidak pernah diwujudkan ke dalam tindakan nyata. Seperti halnya ketika berkhotbah, prodiakon tidak cukup hanya menyampaikan pesan khotbah mengenai apa yang Tuhan kehendaki manusia perbuat, melainkan lebih dari itu mereka harus mampu melaksanakan pesan khotbah itu ke dalam hidup mereka sehari-hari. Mereka harus selalu menyadari bahwa khotbah merupakan hasil refleksi pribadi tentang karya keselamatan Allah yang harus disampaikan kepada umat agar dapat dihidupi. Oleh karena itu, setiap prodiakon jangan hanya mampu menyampaikan pesan Tuhan tersebut, namun harus mampu pula melaksanakannya di dalam hidupnya sehari-hari. Agar semakin dimampukan untuk melaksanakan pesan khotbah, maka mereka harus selalu terbuka dan membiarkan diri mereka dipimpin oleh Roh Kudus agar memberikan mereka kekuatan dan menggerakkan hati mereka untuk mampu mewujudnyatakan pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
kehidupannya sehari-hari.Untuk semakin meningkatkan spiritualitas hidupnya, para prodiakon diharapkan selalu merenung secara pribadi, doa, meditasi dan membaca buku-buku renungan yang mendukung agar semakin termotivasi dalam melaksanakan tugas pelayanannya (PANKAT KAS, 1993:53). Selain itu, spiritualitas ini juga dapat dibina oleh pihak paroki dengan melakukan kegiatan yang kiranya makin menumbuhkembangkan spiritualitas para prodiakonnya, misalnya pembinaan spiritualitas melalui sharing bersama, outbond, rekoleksi, retret, dsb.
C. Usulan ProgramPelatihan Berkhotbah bagi Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang 1. Latar Belakang Usulan Program Gereja sebagai persekutuan umat beriman kristiani senantiasa mengalami perkembangan jumlah umat dari masa ke masa. Namun perkembangan umat ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah pelayan umat yang tertahbis (imam) maupun kaum religius (suster, frater, bruder). Jumlah imam dalam suatu paroki tidak sebanding dengan umat yang dilayaninya. Sebagai contohnya, seorang imam di paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur harus membawahi 8 stasi dan pusat paroki dengan jumlah umat yang sangat banyak. Menanggapi keprihatinan di atas, Gereja mengangkat beberapa kaum awam yang dipilih dari kaum beriman kristiani untuk membantu imam melaksanakan tugas pelayanan Gereja, salah satunya dengan menjadi prodiakon paroki. Prodiakon adalah tenaga sukarela Gereja. Mereka adalah kaum awam yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
memiliki dedikasi yang sangat tinggi, tanpa ataupun dengan upah, rela berkorban (waktu, tenaga, pikiran, materi) demi melayani umatnya, bahkan melayani umat yang berada di tempat terpencil. Mereka adalah pelayan yang selalu berusaha mewujudkan semangat Injil dalam hidup dan karya pelayanan mereka. Dengan terpilihnya mereka menjadi pelayan Gereja, sangat diharapkan agar prodiakon dapat menjadi partner kerja dengan pemimpin Gereja setempat. Bentuk kerjasama ini diwujudkan dalam tritugas Kristus, yaitu tugas imami, rajawi dan kenabian. Tugas imami ini diwujudkan dengan memimpin ibadat sabda dengan menyambut Tubuh Tuhan dan berbagai ibadat sakramentali lainnya, serta membagikan sakramen kepada umat. Tugas sebagai rajawi mereka wujudkan dengan memimpin, memotivasi, membina danmengarahkan umat agar mau ikut terlibat di dalam tugas perutusan Gereja. Sedangkan tugas nabi mereka wujudkan dengan mewartakan karya keselamatan Allah kepada umat agar semakin beriman mendalam kepada Kristus melalui khotbah, pendalaman iman, keteladanan hidup sehari-hari dan berbagai kegiatan rohani lainnya. Melalui tritugas ini, prodiakon berusaha mengaktualisasikan diri mereka demi perkembangan Gereja. Di stasi Santa Veronika Batu Majang, selain dipercaya untuk melaksanakan tugas perutusan Gereja lainnya, para prodiakon juga dipercayakan untuk menyampaikan khotbah kepada umat pada saat ia memimpin Ibadat Sabda tanpa imam ataupun dalam ibadat sakramentali. Khotbah sendiri merupakan salah satu tugas ministry Gereja yang sangat sentral untuk menjelaskan misteri iman (Sabda Tuhan) dan norma-norma hidup kristiani secara langsung kepada umat yang sedang berkumpul dalam perkumpulan doa atau liturgi (KHK kan. 767 art. 1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
Oleh karena itu, khotbah harus selalu disampaikan sebaik mungkin dan sesuai dengan kehidupan umat setempat. Dalam kenyataannya, para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang belum mendapatkan pelatihan secara khusus dalam berkhotbah dan mereka harus menyiapkan khotbahnya sendiri. Hal ini tentunya menjadi sulit bagi prodiakon yang tidak mempunyai dasar untuk itu. Namun, berdasarkan hasil deskripsi data secara keseluruhan telah menunjukkan bahwa prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sudah memiliki kemampuan berkhotbah yang baik dari sudut pandang umat, baik dari aspek pengetahuannya, keterampilan maupun spiritualitas hidupnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil nilai mean data keseluruhan dan data setiap aspek yang mendekati skor maksimal, yaitu nilai mean data keseluruhan sebesar 255,9652. Sedangkan nilai mean aspek pengetahuan sendiri sebesar 26,6174, yang menunjukkan bahwa para prodiakon mampu memahami beberapa hal yang ditanyakan dalam pernyataan instrumen aspek pengetahuan. Nilai mean aspek keterampilan sendiri diperoleh 192,0522, yang menunjukkan keterampilan berkhotbah para prodiakon berada dalam kriteria mampu atau terampil. Sedangkan untuk aspek spiritualitas diperoleh nilai sebesar 37,2957, yang menunjukkan para prodiakon sangat mampu dalam menerapkan pesan-pesan khotbah yang disampaikannya dalam hidup sehari-hari serta sangat mampu menghayati spiritualitasnya sebagai seorang prodiakon. Pengetahuan dan keterampilan dalam berkhotbah, yang diimbangi dengan penghayatan spiritualitas hidup sangat penting dimiliki oleh prodiakon. Sebagai seorang yang dipercaya untuk mengemban tugas pewartaan melalui khotbah,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
penting bagi mereka untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai berkaitan dengan khotbah. Dengan pengetahuan ia dapat tahu apa yang harus dilakukan dan pada akhirnya dapat terarah ketika menyiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya (menjadi terampil). Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan berbagai informasi melalui membaca buku, menonton, mengikuti berbagai kegiatan seperti seminar, sharing dalam kelompok siapa atau apa saja, workshop, dan sebagainya sejauh mendukung tugas pelayanannya. Dari segi pengetahuan, para prodiakon dituntut untuk mampu memahami tafsir Kitab Suci, ajaran-ajaran Gereja, masalah-masalah sosial yang terjadi, bahasa yang digunakan, pemahamannya akan keterampilannya dalam berkhotbah dan pengetahuan akan spiritualitas hidupnya. Berdasarkan hasil analisis data, wawancara dan studi dokumen mengenai pengetahuan tersebut menunjukkan bahwa prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sudah mempunyai pengetahuan yang baik. Mereka mampu membahasakan atau menerjemahkan pesan khotbah ke dalam bahasa umat, mampu mengangkat masalah yang terjadi pada umat ke dalam khotbahnya, dan cukup terampil ketika menyampaikan khotbahnya, sertamampu menghayati spiritualitas hidupnya sebagai seorang prodiakon. Dari aspek keterampilan sendiri, para prodiakon dituntut untuk mampu menyiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya dengan baik. Keterampilan dalam berkhotbah ini dapat diperoleh oleh prodiakon dengan melatih dirinya sendiri (atau dalam kelompok) secara terus menerus ataupun pihak paroki dapat mengusahakan kegiatan yang dapat mendukung tugas pelayanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148
tersebut. Berdasarkan analisis data kuesioner diperoleh bahwa kemampuan prodiakon dari aspek ketrampilan berada dalam kriteria yang mampu. Hal tersebut sungguh baik karena menurut pandangan umat, prodiakon sudah mampu menyiapkan, membawakan dan mengevaluasi khotbahnya dengan baik. Namun sedikit berbeda pada hasil wawancara yang diperoleh dan dari ungkapan prodiakon di stasi Santa Veronika sendiri menunjukkan bahwa prodiakon masih kurang maksimal dalam mengasah daya kreasi mereka (mandeg kreativitas) untuk menggunakan alat-alat peraga dalam berkhotbah dan masih belum maksimal dalam melakukan evaluasi terhadap penampilan berkhotbahnya. Melihat kenyataan tersebut, maka bagian dari sub variabel inilah yang memerlukan tindakan khusus dan lebih lanjut lagi agar prodiakon sendiri semakin maksimal dalam menyampaikan khotbahnya dengan lebih kreatif agar mampu menarik perhatian umat untuk mau mendengarkan khotbahnya sehingga mereka semakin beriman dan diselamatkan dalam Kristus. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai tidak berarti apa-apa jika tidak diimbangi dengan penghayatan semangat atau spiritualitas dalam hidup sehari-hari. Untuk itu, para prodiakon dituntut untuk mampu menghayati spiritualitas hidupnya dan mampu pula menerapkan pesan-pesan khotbah yang diwartakannya. Hal ini sangat penting agar para prodiakon semakin digerakkan dan dihidupkan dalam mewartakan Sabda Tuhan, serta agar hidupnya sendiri dapat sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan (atau sesuai dengan apa yang diwartakannya) sehingga mampu menjadi teladan bagi umatnya. Berdasarkan hasil analisis data dan wawancara diperoleh hasil yang signifikan, di mana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
prodiakon sudah dianggap sangat mampu menghayati spiritualitas hidupnya dan mampu menerapkan pesan-pesan khotbah ke dalam hidupnya sehari-hari. Spiritualitas ini dapat diperoleh dengan memotivasi dirinya sendiri atau sharing dalam kelompok pewarta agar mereka semakin mampu menghayati spiritualitas mereka sebagai prodiakon paroki ataupun penghayatan atas nilai-nilai dasar yang mereka anggap penting dalam hidup dan pelayanan mereka. Selain itu, spiritualitas ini juga dapat dibina oleh pihak paroki dengan melakukan kegiatan yang kiranya makin menumbuhkembangkan semangat atau spiritualitas para prodiakonnya, misalnya pembinaan spiritualitas melalui sharing bersama, outbond, pendalaman iman, atau pertemuan-pertemuan yang mendukung untuk itu. Dengan melaksanakan pembinaan spiritualitas ini, niscaya prodiakon akan semakin diteguhkan dan semakin bersemangat dalam membantu karya kerasulan Gereja demi penghayatan dan pengembangan iman umat ke arah yang lebih baik. Bertolak dari pemaparan di atas dan mengingat pentingnya peranan para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dalam menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat melalui khotbah, maka penulis akan mengusulkan suatu program pendampingan melalui pelatihan berkhotbah para prodiakon yang ada di stasi Batu Majang sebagai pengembangan lebih lanjut. Model pelatihan ini dipilih karena mengingat dari hasil penelitian bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sudah memiliki kemampuan berkhotbah yang baik, maka pelatihan ini sebagai pengayaan kembali akan hal-hal yang perlu diperhatikan (yang masih kurang maksimal) dan sebagai pengembangan lebih lanjut agar para prodiakon semakin tahu dan paham mengenai hal-hal baru dan tepat berkaitan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
dengan khotbah. Melalui pelatihan berkhotbah ini diharapkan agar semakin mampu
mempertahankan,
lebih
meningkatkan,
serta
mengembangkan
pengetahuan, keahlian atau keterampilan maupun sikap para prodiakon dalam berkhotbah yang sudah dimilikinya. Dengan memiliki kemampuan berkhotbah yang lebih memadai, maka para prodiakon diharapkan mampu menggerakkan umat dan membawa agar mereka semakin beriman kepada Yesus Kristus. Kegiatan pelatihan ini dapat dilakukan di Gereja stasi Santa Veronika Batu Majang (atau menyesuaikan) dengan waktu 4 hari berturut-turut. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dalam Minggu Adven I pada bulan Desember 2013 seiring dengan pergantian tahun liturgi. Mengingat bahwa belum diadakannya program pelatihan berkhotbah secara keseluruhan untuk para prodiakon yang ada di wilayah paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, maka kegiatan ini terbuka bagi para prodiakon lainnya, para katekis, para ketua umat, ketua lingkungan, guru Agama atau bagi para pemerhati Gereja yang sekiranya sering mendapat tugas untuk berkhotbah. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dari pihak panitia penyelenggara dengan masing-masing pengurus stasi lainnya.
2. Tema dan Tujuan Usulan Program Pemilihan tema ini disesuaikan dengan hasil penelitian dan juga kebutuhan para prodiakonnya sehingga diharapkan mereka semakin berkembang dalam hal kemampuan berkhotbah.Pada saat ini para prodiakon memiliki kemampuan berkhotbah yang baik, hanya saja masih kurang kreatif dalam menyampaikan khotbahnya menggunakan alat-alat peraga dan masih kurang maksimal dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
mengevaluasi khotbahnya. Oleh karena itu, usulan pengembangan kemampuan berkhotbah ini memiliki tema dan tujuan umum sebagai berikut; Tema Umum
: “Mengembangkan Kemampuan Berkhotbah secara Kreatif Melalui Kegiatan Pelatihan Berkhotbah Berkelanjutan di Paroki”
Tujuan Umum
:
Prodiakon
mampu
mengembangkan
kemampuan
berkhotbah secara kreatif untuk membantu umat semakin menghayati Sabda Tuhan dalam hidup keseharian mereka. Alasan pemilihan tema ini berdasarkan pokok permasalahan pada Bab I dan hasil penelitian, peneliti melihat bahwa para prodiakon memegang peranan yang penting dalam menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat, mereka belum mendapatkan pelatihan berkhotbah secara khusus dan belum bervariasi dalam menyampaikan khotbahnya.Untuk itu, kemampuan berkhotbah para prodiakon yang sudah ada perlu selalu dikembangkan agar mereka semakin mampu menyampaikan Sabda Tuhan dengan bervariasi dan menarik, namun tetap sesuai. Salah satu kemampuan yang ingin dikembangkan dalam pelatihan ini adalah kreatifitas para prodiakon dalam menggunakan media berupa alat peraga yang mendukung untuk menyampaikan khotbah.untukitu, tema umum di atas akan diperdalam pada tema dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam pertemuan ini. Tema dan tujuan khusus tersebut, yaitu; Tema Khusus
: Kreativitas dalam MenyampaikanKhotbah dengan Pemanfaatan Berbagai Alat Peraga yang Mendukung untuk Berkhotbah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
Tujuan Khusus
:
Agarpeserta
semakin
menyadari
pentingnya
memilikikreatifitas dalam menyampaikan khotbah melalui pemanfaatan berbagai alat peraga yang mendukung untuk berkhotbah
sehingga
peserta
semakin
mampu
menyampaikan Sabda Tuhan dengan bervariasi dan menarik kepada umat beriman yang dilayaninya. Adapun alasan tema umum yang disusun hanya dijabarkan ke dalam 1 tema dan tujuan khusus ini mengingat bahwa kegiatan ini merupakan suatu kegiatan yang bermaksud untuk semakin mengembangkan kemampuan berkhotbah prodiakon yang sudah ada. Dalam hal ini, banyak hal yang bisa disampaikan, namun maksud pelatihan berkhotbah kali ini penulis ingin memfokuskan tema dan tujuan umum pada tujuan khusus yang hendak dicapai berdasarkan latar belakang masalah disusunnya kegiatan pelatihan ini, yaitu mengingat bahwa khotbah dengan menggunakan media (alat peraga) belum digunakan ketika berkhotbah oleh prodiakon, evaluasi yang masih belum maksimal dan belum adanya pelatihan khusus untuk berkhotbah. Oleh karena itu, pokok bahasan yang akan disampaikan untuk memperjelas tema dan tujuan khusus dalam usulan program ini adalah menafsirkan teks Kitab Suci menjadi sebuah khotbah, memanfaatkan berbagai media (alat peraga) untuk menyampaikan khotbah dan pentingnya evaluasi atas khotbah yang sudah berlangsung. Alasan diberikan pokok bahasan tersebut karena mengingat pentingnya khotbah dalam Gereja untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat agar semakin beriman. Oleh karena itu, para prodiakon perlu memahami bagaimana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153
menafsirkan teks Kitab Suci yang tepat untuk menjadi sebuah khotbah agar apa yang disampaikannya sesuai dengan pesan warta yang dimaksud dalam Kitab Suci. Dalam menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani (khususnya umat yang sederhana pemahamannya), prodiakon juga harus mempunyai kreativitas dalam menyampaikan khotbah yang lebih sederhana, menarik dan dekat dengan kehidupan umat.Untuk itu, prodiakon perlu mengasah daya kreasinya untuk menyampaikan khotbah secara lebih sederhana dan menarik dengan memanfaatkan media berupa alat peraga yang mendukung untuk menyampaikan khotbah.Selain itu, mengingat bahwa para prodiakon perlu mengetahui apakah penyampaian pesan khotbahnya dimengerti dan dipahami oleh umat, maka mereka harus mengadakan evaluasi terhadap khotbahnya.Untuk itu, penulis juga ingin memberikan informasi mengenai pentingnya melakukan evaluasi atas khotbah yang sudah disampaikan karena dapat membantu memperbaiki khotbah selanjutnya dengan mengetahui hal-hal yang masih kurang pada khotbah yang sudah disampaikan.Dalam hal ini, penulis akan memberikan contoh format evaluasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi khotbah dari sudut pandang umat. Melalui pelatihan berkhotbah ini, penulis sangat berharap agar kemampuan berkhotbah para prodiakon semakin dikembangkan dengan mengetahui hal-hal yang mendukung tugasnya untuk berkhotbah. Dengan demikian, mereka akan semakin yakin dan mampu untuk berkhotbah dengan baik demi semakin mendalamnya iman umat kepada Yesus Kristus, Sang penyelamat dalam kehidupan mereka sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 154 3. Penjabaran Program Pelatihan Berkhotbah Prodiakon Tema Umum
: “Mengembangkan Kemampuan Berkhotbah secara Kreativ Melalui Kegiatan Pelatihan Berkhotbah Berkelanjutan di Paroki”
Tujuan Umum
: Prodiakon mampu mengembangkan kemampuan berkhotbah secara kreatif untuk membantu umat semakin menghayati Sabda Tuhan dalam hidup keseharian mereka.
Tema Khusus
: Kreativitas Menyampaikan Khotbah dengan Pemanfaatan Berbagai Alat Peraga yang Mendukung
untukBerkhotbah. Tujuan Khusus
: Agarpeserta semakin menyadari pentingnya memilikikreatifitas dalam menyampaikankhotbah melalui
pemanfaatan berbagai alat peraga yang mendukung untuk berkhotbah, sehingga peserta semakin mampu menyampaikan Sabda Tuhan dengan bervariasi dan menarik kepada umat beriman yang dilayaninya. No 1.
Waktu Minggu
Materi I Pengantar
Tujuan Materi
Uraian Materi
Metode
Sarana
Sumber Bahan
Agar peserta tahu arah - Tujuan
Gerak-
Gitar,
Satuan
dalam bulan Kegiatan.
pertemuan
lagu,
wireless,
Persiapan.
November
dapat
ceramah.
hand
selama ± 3
diri
jam
pertemuan.
pada
sehingga
Pertemuan.
menyesuaikan - Pentingnya dengan
tujuan
khotbah
dalam
out,
Gereja.
spidol.
Menafsirkan Teks Agar peserta semakin Langkah-langkah
Ceramah,
Wireless
pertemuann
Kitab Suci Menjadi memahami bagaimana penafsiran:
sharing,
Hand
Buku Homiletik:
154
setiap
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 155 ya.
Sebuah Khotbah.
langkah-langkah
tanya-
out,
Panduan
jawab.
spidol,
Berkhotbah
Kitab Suci yang baik - Tafsiran
papan
Efektif
menjadi
sebuah
tulis.
Komisi Liturgi
khotbah,
sehingga
- Merenungkan
menafsirkan
teks
mereka
dapat
merumuskan
pesan
teks Kitab Suci.
Eksegetis.
KWI: 2011. Buku Berkhotbah:
khotbah sesuai warta
Suatu Petunjuk
yang dimaksud dalam
Praktis
teks
Dori
Kitab
Suci
tersebut. 3.
Minggu
II Memanfaatkan
- Agar
dari Wuwur:
1989. peserta
alat Ceramah,
- Pentingnya
Alat
semakin menyadari
peraga
November
yang
pentingnya memiliki
berkhotbah.
Buku
Hand
Homiletik:
tanya-
out,
Panduan
- Macam-macam
jawab,
spidol,
Berkhotbah
selama ± 3 Mendukung untuk
kreatifitas
jam.
menyampaikan
alat peraga yang demo.
alat
Efektif
khotbah secara lebih
dapat digunakan
peraga.
Komisi Liturgi
bervariasi
untuk
KWI: 2011.
memanfaatkan
menyampaikan
Buku
berbagai alat peraga,
berkhotbah.
Berkhotbah:
Berkhotbah.
dalam
Wireless
dalam sharing,
dalam bulan Berbagai Peraga
dari
dengan
dari
155
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 156 sehingga
khotbah
semakin
diperjelas
- Model
Suatu Petunjuk
Skema
Khotbah
Praktis
yang
dan umat semakin
menggunakan
Dori
tertarik
alat peraga.
1989.
untuk
- Contoh Khotbah
mendengarkan khotbah.
dari Wuwur:
PP
untuk
yang
pendampingan
menggunakan
PIA.
alat peraga.
PANKAT KAS.
(1993).
Panduan Seksi Pewartaan Paroki. Yogyakarta: Kanisius. 4.
Minggu III Mengevaluasi dalam bulan Khotbah Desember
Agarpeserta
- Pentingnya
yang menyadari pentingnya
sudah belangsung.
evaluasi
atas
Ceramah,
Wireless
melakukan
sharing
dan
evaluasi.
dan tanya- Hand
Suhardo, 1985,
jawab.
out
hal. 28-29. Seri
(format
Pastoral.
selama ± 2
khotbahnya, sehingga
- Format evaluasi.
jam.
termotivasi pula untuk
- Demo
evaluasi
berkhotbah
dari
itu
Gampang dari
evaluasi) - Buku
156
melakukan
- Khotbah
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 157 atas
pelaksanaan
khotbahnya minggu.
setiap
pendamping
Homiletik:
(kalau bisa yang
Panduan
menggunakan
Berkhotbah
media).
Efektif
- Belajar
Komisi Liturgi
mengevaluasi
KWI: 2011.
pendamping dengan yang
dari
- Skripsi ini hal.
format
76-77.
sudah
diberikan. Minggu IV Praktek/Simulasi
Sesuai
Sesuai kebutuhan
dalam bulan Berkhotbah
kebutuh
peserta.
November selama ± 3 jam.
Evaluasi.
an.
157
Bagi pelaksana: - Dengan bahan Ceramah Memiliki pengalaman persiapan yang dan dan demo. menyampaikan sudah khotbah dengan cara disiapkannya yang berbeda sehingga sendiri, peserta semakin yakin untuk diminta untuk berkhotbah secara mempraktekkan lebih kreatif dan khotbahnya sederhana. (diharapkan yang Bagi peserta lain, menggunakan mengetahui kelebihan alat dan kekurangan yang peraga/media). bisa menjadi hikmah - Evaluasi bagi mereka. bersama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
4. Gambaran Pengembangan Proses Pelaksanaan a. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan II Materi
: Memanfaatkan Alat Peraga yang Mendukung untuk Berkhotbah.
Tujuan Materi
: Agar peserta semakin menyadari pentingnya memiliki kreatifitas dalam menyampaikan khotbah secara lebih bervariasi dengan memanfaatkan berbagai alat peraga, sehingga khotbah semakin diperjelas dan umat semakin tertarik untuk mendengarkan khotbah.
Alat peraga merupakan alat, barang atau objek yang mengandung makna atau tanda yang dapat dipergunakan dalam pewartaan untuk semakin memperbesar efektifitas proses komunikasi. Untuk itu, pemilihan alat peraga harus relevan dengan pesan inti khotbah dan dekat dengan kehidupan umat. Seperti Yesus yang juga menggunakan perumpamaan dalam pewartaan-Nya agar jemaat semakin mampu memahami dan mengkonkretkan kebenaran iman yang disampaikan-Nya, maka penggunaan alat peraga dalam khotbah juga dimaksudkan supaya mampu mengkonkretisasikan kebenaran iman yang abstrak, membuat peserta merasa senang untuk mengikuti proses khotbah, kebenaran iman yang disampaikan dapat menyentuh hati dan budi pendengar, isi pewartaan lebih mampu menyentuh dan menggerakkan pendengar, dan mampu membuat pendengar untuk mengingat lama apa yang sudah dilihat dan didengarnya karena menarik bagi mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159
Melihat cukup pentingnya alat peraga ini digunakan dalam konteks pewartaan melalui khotbah, apa lagi dengan situasi umat yang sederhana, maka dalam pertemuan ini peserta diajak untuk semakin menyadari pentingnya kreatifitas dengan mampu menggunakan atau memanfaatkan alat peraga dalam berkhotbah agar khotbahnya lebih efektif, sederhana dan mudah dipahami karena alat peraga ini mampu merangsang pancaindera pendengar untuk mau mengikuti khotbah yang disampaikan.
PROSES PENGEMBANGAN MATERI: 1. Pengantar Sesi Pendamping memberikan penjelasan singkat mengenai materi yang akan dibahas sesi ini. Pendamping mengajak peserta untuk menyadari pentingnya pentingnya
memiliki
kreatifitas
yang
bervariasi
dalam
menyampaikan
khotbah.Salah satunya dengan menggunakan alat peraga ketika berkhotbah. 2. Uraian Materi Untuk menghantar masuk ke inti sesi, pemberi materi dapat meminta para peserta untuk sharing secara spontan dalam kelompok besar mengenai pengalaman mereka ketika berkhotbah. Misalnya dengan dipandu oleh pertanyaan seperti di bawah ini: Bagaimana proses khotbah yang sudah dilakukan selama ini? Apakah pernah menggunakan alat peraga atau tidak? Bagaimana rasanya berkhotbah ketika menggunakan alat peraga? Umat lebih bisa menangkap dan memahami atau tidak?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 160 Setelah sharing selesai, pemberi materi dapat memberikan informasi kepada peserta mengenai materi yang sedang dibahas seperti berikut: Alat peraga adalah: Alat peraga adalah alat, barang atau objek yang mengandung makna atau tanda.Dalam
konteks
pewartaan,
alat
peraga
dapat
digunakan
untuk
menyampaikan pesan khotbah karena memiliki makna atau tanda yang bisa memperbesar efektifitas komunikasi yang terjadi di dalam khotbah dan untuk menghantar manusia untuk bertemu dan mengenal ‘Yang Tersembunyi’ atau Tuhan.Alat peraga ini dapat berupa boneka tangan, alat-alat pertanian, wayang, gambar, tembok, candi, rumah, kapal, cermin, kartu identitas, surat, pelita, dan semua hal yang dapat dilihat dan dipakai. Keuntungan menggunakan alat peraga ini, yaitu boleh dibawakan oleh siapa saja termasuk prodiakon, efektif dalam merangsang pancaindra pendengar, berguna bagi semua kelompok pendengar, menjadi sarana transparan ke dalam dunia adi-kodrati, dan semakin menarik perhatian umat untuk terlibat (memperhatikan dan mendengar dengan seksama).Oleh karena itu, alat peraga yang dipilih ini harus sesuai dengan pesan inti khotbah agar semakin memperjelas pesan yang disampaikan bukan semakin mengaburkan, selain itu harus relevan dengan konteks umat yang mendengarnya. Tujuan Alat Peraga: Mengkonkretisasikan kebenaran iman yang abstrak. Membuat pendengar merasa senang untuk mengikuti proses khotbah. Kebenaran iman yang diwartakan dapat menyentuh hati dan budi pendengar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 161 Agar para pendengar semakin merasa tersentuh dan tergerak dengan isi pewartaan sehingga pendengar mampu menyimpan isi pewartaan di dalam hati dan budinya lebih lama. Keuntungan menggunakan alat-alat peraga dalam pewartaan: Tidak harus dibawakan oleh imam, artinya siapa siapa saja yang berkhotbah dapat menggunakannya. Efektif untuk merangsang pancaindra pendengarnya. Dapat dipakai untuk semua kelompok umur. Menjadi sarana yang transparan ke dalam dunia adi-kodrati. Mampu menarik perhatian umat yang terlibat mendengarkan khotbah. Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat peraga ketika berkhotbah; Alat peraga yang digunakan sebagai titik tolak dan dasar pengembangan khotbah harus dapat didemonstrasikan sehingga semua pendengar dapat melihatnya. Sesudah khotbah, alat peraga harus ditempatkan di sekitar altar agar pesan khotbah tetap diingat sehingga dapat dihayati sebagai bentuk aksi konkretnya. Alat peraga ini harus sejalan dengan pesan khotbah yang mau disampaikan dan harus sesuai dengan situasi jemaat yang mendengarnya. Proses persiapan jika menggunakan alat-alat peraga dalam berkhotbah: Membaca, merenungkan dan merumuskan pesan Kitab Suci yang akan menjadi inti khotbah. Mencari dan menemukan alat peraga yang dirasa cocok dengan pesan Kitab Suci.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 162 Merenungkan alat peraga sambil memperhatikan aspek-aspek alat peraga yang bisa dihubungkan dengan pesan Kitab Suci. Merenungkan situasi pendengar (jenis, kelompok, situasi, kebutuhan, dan harapan).Merumuskan aplikasi sesuai dengan aspek-aspek alat peraga dan pesan Kitab Suci. Model-model skema khotbah yang menggunakan alat peraga sebagai media untuk menyampaikan pesan khotbah. Contoh khotbah yang menggunakan alat peraga (demo dari pemberi materi). 3. Penutup pertemuan: Pertemuan hari ini ditutup dengan memberikan suatu kesimpulan dan pengumuman untuk pertemuan selanjutnya.
b. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan IV: Materi
: Mengevaluasi Khotbah yang Sudah Belangsung.
Tujuan Materi
: Agar peserta menyadari pentingnya evaluasi atas khotbahnya, sehingga termotivasi pula untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan khotbahnya setiap minggu.
Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Artinya, dengan evaluasi kita dapat mengukur atau menilai sesuatu yang dilakukan. Evaluasi sangat penting dilakukan agar seseorang atau kelompok dapat mengetahui letak kelemahan, kelebihan, keberhasilan, kegagalan dan sebagainya mengenai hal-hal, tindakan atau kegiatan yang dilakukan. Mengingat pentingnya evaluasi tersebut, maka diharapkan para prodiakon perlu melakukan evaluasi dengan umat mengenai kemampuan berkhotbahnya agar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 163
ia dapat mengetahui sejauhmana pesan khotbahnya dapat dipahami dan tersampaikan kepada umat, di mana letak kekurangannya, di mana letak keberhasilannya, apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu dipertahankan, dan sebagainya. Dengan demikian ia akan semakin mengetahui hal-hal yang belum maksimal dan dapat memperbaikinya, serta mempertahankan atau meningkatkan hal-hal baik yang sudah ada. Lalu, apa saja yang perlu dievaluasi atas khotbah yang sudah berlangsung? Berikut ini penulis akan menyampaikan format evaluasi yang dapat digunakan oleh prodiakon guna mendapatkan penilaian dari umat atas khotbah yang dibawakan. Lembar evaluasi ini dapat dibagikan sesudah Ibadat disertai dengan penjelasan. CONTOH FORMAT I EVALUASI ATAS KHOTBAH PRODIAKON A. IDENTITAS: Nama Prodiakon yang Berkhotbah
: …………………………………….
Lingkungan Pemberi Evaluasi
: .…………………………………….
B. PETUNJUK
PENGISIAN:MOHON
MEMBERIKAN PRODIAKON
TANGGAPAN DENGAN
BANTUAN
ANDA
MENJAWAB
ANDA
TERHADAP BEBERAPA
UNTUK KHOTBAH
PERTANYA
BERIKUT INI SECARA SINGKAT. 1. Isi Khotbah: Apakah tema atau isi (pesan) khotbah yang disampaikan hari ini? ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 164 Apakah isi (pesan) khotbah yang disampaikan ada kaitan dengan Kitab Suci yang dibacakan dan situasi hidup umat? Jelaskan secara singkat! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… Apakah pesan khotbah hari ini memberi inspirasi atau semangat bagi Anda untuk melaksanakannya dalam kehidupan Anda? Jelaskan secara singkat! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………...
2. Penyampaian Khotbah Secara keseluruhan, bagaimana kesan Anda atas penyampaian khotbah hari ini? Apakah menarik, membosankan atau biasa saja? Apa yang masih kurang? Berikan jawaban Anda secara singkat! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… Apakah Anda mudah mengikuti dan mengerti pesan khotbah yang disampaikan? Jelaskan jawaban Anda! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… Selama berkhotbah, apakah prodiakon ada membangun interaksi atau kontak dengan umat (misalnya melalui pertanyaan, pandangan matanya atau gerakgerik badannya, dan sebagainya)? ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………...
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 165
3. Usulan untuk Prodiakon Setelah mendengarkan khotbah tadi, menurut Anda hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki oleh prodiakon pada khotbah berikutnya? Mohon disebutkan dengan jelas dan uraikan jawaban Anda secara singkat! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… Terima kasih atas perhatian dan kerja sama Anda. Dengan memberikan penilaian atau evaluasi ini atas khotbah ini, Anda telah turut membantu memperbaiki pewartaan Injil.Tuhan memberkati.
CONTOH FORMAT II EVALUASI ATAS KHOTBAH PRODIAKON A. IDENTITAS: Nama Prodiakon yang Berkhotbah
: …………………………………….
Lingkungan Pemberi Evaluasi
: .…………………………………….
B. PETUNJUK PENGISIAN: Berilah penilaian Anda dengan memberikan tanda check (√) pada salah satu kolom berisi angka sesuai dengan yang Anda alami rasakan! ANGKA NO.
1.
2.
POINT YANG DINILAI PENDAHULUAN KHOTBAH: Menarik Membuat penasaran untuk terus didengarkan. Cocok dengan pesan KS. PESAN KHOTBAH: Sesuai dengan bacaan-bacaan Kitab
6
7
8
9
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 166
3.
4.
5.
6.
Suci. Sederhana, jelas dan mudah dimengerti. Sesuai dengan kehidupan umat. PENAMPILAN DIRI: Bersemangat Percaya diri Menguasai keadaan Tidak terburu-buru GERAK-GERIK KETIKA BERKHOTBAH: Wajar dan bebas. Sesuai dengan pandangan mata dan kata/kalimat yang diucapkan. SUARA: Sesuai dengan ruangan yang dipakai. Temponya sesuai (tinggi-rendah, cepat lambatnya sesuai) Membawa pesan khotbah (misalnya dengan melakukan penekanan pada kalimat yang penting) BAHASA YANG DIPAKAI: Menarik Jelas dan mudah dipahami. Sesuai dengan bahasa umat.
C. TULISKAN KESAN ATAU PESAN KHUSUS DARI ANDA BAGI PRODIAKON JIKA ADA (MENGENAI HAL-HAL YANG SUDAH BAIK ATAU YANG PERLU DIPERBAIKI): ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… Terima kasih atas perhatian dan kerja sama Anda. Dengan memberikan penilaian atau evaluasi ini atas khotbah ini, Anda telah turut membantu memperbaiki pewartaan Injil.Tuhan memberkati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 167
D. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengalami beberapa keterbatasan, kekurangan dan hambatan sabagai berikut: 1. Penulis memiliki keterbatasan dan kekurangan dari segi pengetahuan dan kemampuan dalam membuat pernyataan kuesioner yang yang baik, sehingga belum bisa menggambarkan dan menjelaskan tentang kemampuan berkhotbah prodiakon secara tepat, dalam arti menjelaskan semua indikator sesuai dengan bahasa umat sederhana namun penulis berusaha membuat agar tidak keluar dari konteks yang diharapkan. 2. Penulis memiliki keterbatasan jarak yang cukup jauh dari stasi tempat tinggal penulis dengan stasi Batu Majang, di mana untuk sampai di sana penulis harus naik perahu kecil dengan mesin kecil dan lama perjalanan yang ditempuh ±2 jam dengan melewati Sungai Mahakam sehingga tidak dapat mendampingi responden satu persatu. Oleh karena itu, penulis meminta bantuan prodiakon serta beberapa aktivis Gereja untuk membantu menyebarkan kuesioner kepada umat. Hal ini memungkinkan petunjuk pengisian kuesioner dan pernyataanpernyataan yang ada dalam kuesioner kurang dimengerti oleh responden sehingga responden dapat keliru dalam mengisi kuesioner yang dibagikan. 3. Penulis mempunyai kekurangan dalam mendapatkan hasil wawancara yang lebih banyak untuk mendukung data kuesioner dikarenakan kurang terampilnya penulis dalam melakukan wawancara lebih mendalam, serta dikarenakan penulis belum mengenal kondisi umat secara menyeluruh karena baru pertama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 168
kali ke stasi Santa Veronika Batu Majang sehingga sedikit sulit bagi penulis untuk menyesuaikan diri dalam wawancara. 4. Penulis mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan informasi mengenai dokumen berupa fotoyang dapat digunakan untuk mendukung data penelitian dikarenakan ketidaktelitian dan ketidaktahuan penulis dalam mencari serta menggali secara detail foto-foto tersebut, serta tidak semua prodiakon mempunyai dokumen lengkap yang dibutuhkan. 5. Penulis mempunyai keterbatasan tenaga dan materi, sehingga sampel yang digunakan terbatas pada umat yang diperkirakan sungguh-sungguh terlibat aktif di stasi Santa Veronika Batu Majang, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh wilayah paroki.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 169
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan berdasarkan permasalahan pokok yang dibahas dalam skripsi ini, lalu dari kesimpulan tersebut penulis akan menyampaikan beberapa saran bagi berbagai pihak.
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut sebagai jawaban atas pokok permasalahan dalam skripsi ini; 1. Hasil penelitian menunjukkan nilai mean kemampuan berkhotbah prodiakon dari sudut pandang umat atas keseluruhan aspek adalah 255,9652, yang menunjukkan bahwa secara umum para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memiliki kemampuan berkhotbah dalam kriteria yang baik. Hal ini juga ditandai dan didukung hasil mean dari setiap aspek variabel yang diteliti, di mana mean dari aspek pengetahuan mengenai wawasan yang berkenaan dengan khotbah sebesar 26,6174 yang menunjukkan bahwa para prodiakon mampu memahami beberapa hal berkaitan dengan khotbah seperti yang ditanyakan dalam pernyataan instrumen aspek pengetahuan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang didapatkan, di mana hampir seluruh responden mengungkapkan bahwa prodiakonnya mempunyai wawasan yang baik dalam berkhotbah. Aspek keterampilan dengan sub aspek mempersiapkan khotbah, menyampaikan khotbah dan mengevaluasi khotbah mendapatkan mean sebesar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 170
192,0522 yang menunjukkan bahwa keterampilan prodiakon masuk ke dalam kriteria mampu dalam berkhotbah. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa secara umum prodiakon sudah memiliki keterampilan berkhotbah yang baik, hanya saja kreativitas dalam menggunakan alat-alat peraga ketika berkhotbah masih sangat minim dan evaluasi atas khotbahnya juga belum maksimal. Oleh karena itu, secara khusus hal ini perlu diperhatikan lebih lanjut lagi dengan memikirkan usaha pengembangannya. Aspek spiritualitas dengan sub aspek penghayatan nilai-nilai (pesan) khotbah dan penghayatan spiritualitas hidupnya sehari-hari mendapatkan mean sebesar 37,2957. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan para prodiakon untuk menerapkan pesan-pesan khotbah dalam kehidupannya sehari-hari serta kemampuan untuk menghayati spiritualitas hidupnya sebagai seorang prodiakon masuk ke dalam kriteria sangat menghayati. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan para responden, di mana hampir seluruh responden yang diwawancarai mengatakan bahwa prodiakonnya memiliki semangat pelayanan yang baik dan mampu menerapkan pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sudah memiliki kemampuan berkhotbah yang baik, baik itu dari segipengetahuan, keterampilan maupun penghayatan pesan khotbah dan spiritualitas hidupnya. 2. Menanggapi hasil penelitian di atas, maka perlu diadakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dalam berkhotbah, khususnya pada aspek-aspek yang kurangmaksimal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 171
Dalam hal ini, penulismengusulkan suatu usaha pengembangan dalam bentuk pelatihan berkhotbah seperti yang diuraikan pada bab IV. Program pelatihan ini dimaksudkan sebagai bentuk pengembangan lebih lanjut untuk memberikan informasi baru dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sudah dimiliki oleh para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dalam berkhotbah. Semoga melalui tulisan ini dapat menjadi suatu evaluasi, semakin menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan para prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang dalam berkhotbah secara lebih kreatif, sehingga mereka akan semakin mampu pula membantu umat di stasi tersebutagar semakin berkembang dalam iman mereka akan Yesus Kristus di dalam kehidupan merekasehari-hari dan semakin menjadi berkat bagi sesamanya demi kemuliaan Allah.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan
dapat
berguna
dalam
mempertahankan
atau
meningkatkan
kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sebagai berikut; 1. Bagi
pihak
paroki
agar
senantiasa
memperhatikan
kebutuhan
para
prodiakonnya, khususnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang dengan membantu pengadaan buku-buku yang dapat mendukung tugas pelayanan para prodiakonnya, khususnya buku-buku untuk berkhotbah. Dengan semakin banyaknya buku yang dimiliki oleh para prodiakon, maka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 172
mereka akan semakinbanyak tahu berbagai hal, serta akan semakin terbantu dalam mempersiapkan dan menyampaikan khotbahnya dengan baik dan sesuai, lebih-lebih bagi prodiakon yang tidak memiliki pendidikan yang berijazah khusus dalam bidang agama. Selain itu, pihak paroki perlu mengadakan pelatihan khusus dalam berkhotbah untuk para prodiakonnya agar mereka semakin mampu menyampaikan Sabda Tuhan dengan baik dan tepat. Untuk program pelatihannya, pihak paroki dapat menggunakan usulan program yang penulis usulkan pada bab IV sejauh memungkinkan atau dapat disesuai dengan kebutuhan paroki. 2. Bagi para prodiakonnya sendiri agar tetap mempertahankan hal-hal yang sudah baik dalam khotbahnya dan senantiasa mau membekali dirinya sendiri dengan terus menerus mencari serta menggali informasi-informasi yang mendukung mereka untuk berkhotbah supaya mereka mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang lebih memadai ketika berkhotbah. Misalnya dari segi keterampilan dengan mulai mencoba untuk berkhotbah menggunakan contohcontoh alat peraga yang dekat dengan kehidupan umatnya supaya umat (terutama umat yang sederhana) juga semakin terbantu untuk mudah menangkap dan memahami pesan khotbah yang disampaikan, dan akhirnya terbantu untuk semakin menghayati imannya akan Yesus Kristus melalui realitas yang ada dan terjadi di sekitarnya. Selain itu, para prodiakon juga diharapkan senantiasa terbuka untukselalu mengevaluasi setiap khotbah yang disampaikannya dengan mau bertanya kepada umat mengenai isi khotbah dan penampilannya ketika berkhotbah (baik mengenai hal-hal yang kurang sesuai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 173
maupun hal-hal yang sudah baik). Dengan evaluasi ini para prodiakon akan mengetahui di mana letak kelebihan dan kekurangannya ketika berkhotbah, sehingga mereka akan semakin terbantu pula untuk berusaha mencari solusi demi perbaikan khotbah selanjutnya. Dalam hal ini, prodiakon diharapkan memiliki sikap yang terbuka dalam menerima evaluasi dari umat. 3. Bagi umat di stasi Santa Veronika Batu Majang sendiri diharapkan semakin terlibat aktif dalam memberikan kritik dan saran yang membangun kepada para prodiakonnya berkaitan dengan tugas pelayanan mereka kepada umat, khususnya dalam berkhotbah. Dengan demikian, para prodiakon akan semakin terbantu untuk membenahi diri mereka menjadi baik lagi dalam melayani seluruh umat beriman di stasi Santa Veronika Batu Majang, khususnya dalam tugas menyampaikan Sabda Tuhan (berkhotbah) demi penghayatan dan perkembangan iman umatdi stasi tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 174
DAFTAR PUSTAKA
Ambrosia, M. (1987). Karunia Berkhotbah. Yogyakarta: Kanisius. Anton N., Yohanes. (2011). Is’s Easy Olah Data dengan SPSS. Yogyakarta: Skripta. Banawiratma, J. B. (1990). Spiritualitas Transpormatif: Suatu Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius. Dapiyanta, F. X. (2008). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik-Universitas Sanata Dharma. Davidoff, Linda L. (1991). Psikologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. De jong, S. (1979). Khotbah: Persiapan, Isi, Bentuk. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Dori Wuwur Hendrikus. (1989). Berkhotbah Suatu Petunjuk Praktis. Ende: Nusa Indah. Evans, William. (1978). Cara Mempersiapkan Khotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gintings, E. P. (1998). Khotbah dan Pengkhotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Komisi Kateketik KAS. (2007). Panduan Tim Kerja Pewartaan Paroki. Yogyakarta: Kanisius. Komisi Kateketik KWI. (2007). Menjadi Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Komisi Liturgi KWI. (2011). Homiletik: Panduan Berkhotbah Efektif. Yogyakarta: Kanisius. Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Refleksi. Yogyakarta: Kanisius. Konsili Vatikan II. (1990). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Deperteman Dokumentasi dan Penerangan KWI (OBOR). Lembaga Alkitab Indonesia. (1976). ALKITAB (dengan teks Deuterokanonika). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. LP3ES. (1989). Metode Penelitian Survai (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Editor). Jakarta: LP3ES. Martasudjita, E. (2010). Kompendium Tentang Prodiakon. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (2004). Seputar Ibadat Sabda. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (2004). Seputar Pelayanan Altar. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (1997). Mengenal Tahun Liturgi. Yogyakarta: Kanisius. Ninda Nindiana. (2010). Sukses Jadi MC. Yogyakarta: Kanisius. PANKAT KAS. (1993). Panduan Seksi Pewartaan Paroki. Yogyakarta: Kanisius. Paulus VI. (1975). Evangelii Nuntiandi. Jakarta: Departeman Dokumentasi dan Penerangan KWI. Pouw, P. H. (1937). Homiletik Djilid I & II. Bandung: Kilatmadju. Prasetya, L. (2007). Panduan Tim Kerja Pewartaan Paroki. Yogyakarta: Kanisius. __________. (2007). Prodiakon Itu Awam, Lho!. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 175
Radno Harsanto. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Yogyakarta: Kanisius. Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta. Robbins, Stephen P. dkk. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Rothlisberger, H. (1975). Homiletika: Ilmu Berkhotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Siswata, Y. (1991). Prodiakon Paroki. Yogyakarta: Kanisius. Staf Dosen IPPAK. (2006). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: IPPAKUSD. Sudibya, FX. Warsito Djoko. (1995). Pelayanan Lewat Khotbah. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suhardo, E. (1985). Khotbah Itu Gampang. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Sumarno Ds., M. (2008). Karya Bakti Paroki (Persiapan, Pelaksanaan dan Evaluasi). Buku Ajar Mahasiswa IPPAK-USD. Yogyakarta: IPPAK-USD. Thomas, Angela M. (1997). Coaching For Staff Develoment. Yogyakarta: Kanisius. Thomas, Winburn T. (1958). Chotbah dan Renungan. Djakarta: Badan Penerbitan Kristen. Utami Munandar. (1990). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia. Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Windiarti, Lucia. (Februari 2012). Tugas Prodiakon Jadilah Pemersatu dalam Majalah Utusan no. 02 tahun ke-62. Wisanggeni, T. (2012). 2 Jam Mahir Menjadi MC dan Berpidato Dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Araska. Yohanes Paulus II. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 176
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1:
KUESIONER PENELITIAN DESKRIPSI TENTANG KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON
A. Identitas Responden Nama
: ……………………………………………
Jenis Kelamin
: (L)/(P)*
Lingkungan *Coret yang tidak perlu.
: …………………………………………...
B. Petunjuk Pengisian Instrumen 1. Mohon dengan hormatbantuan dan kesediaan saudara/i untuk menjawab semua pernyataan di bawah ini. 2. Bacalah dengan seksama pernyataan yang tersedia sebelum saudara/imenjawabnya. 3. Ada empat alternatif jawaban yang tersedia untuk menjawab semua pernyataan di bawah ini (kecuali yang nomor 28-35), yaitu; SS
= jika Anda Sangat Setuju dengan pernyataannya.
S
= jika Anda Setuju dengan pernyataannya.
TS
= jika Anda Tidak Setuju dengan pernyataannya.
STS = jika Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataannya. Dan khusus untuk pernyataan nomor 28-35, alternatif jawabannya; SL
= Jika prodiakon Selalu memakai model yang dimaksud.
SR
= Jika prodiakon Sering memakai model yang dimaksud.
KK = Jika prodiakon Kadang2 memakai model yang dimaksud. TP
= Jika prodiakon Tidak Pernah memakai model yg dimaksud.
4. Berilah tanda Check (√) pada kolom alternatif jawaban yang saudara/i pilih sesuai dengan keadaan sebenarnya. Misalnya; ALTERNATIF No. PERNYATAAN JAWABAN SS S TS STS 1. Saya senang mendengarkan khotbah. √ 5. Atas bantuan dan kerjasama saudara/i, saya ucapkan limpah terima kasih. 6. Selamat menjawab! Tuhan Memberkati.
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ALTERNATIF JAWABAN SS S TS STS ASPEK PENGETAHUAN BERKHOTBAH PRODIAKON 1. Menurut Anda, para prodiakon stasi memiliki wawasan yang luas, sehingga dengan mudah dan lancar mempersiapkan dan menyampaikan khotbahnya. 2. Menurut Anda, para prodiakon stasi mengerti dan memahami tentang tafsir/pesan dari bacaan Kitab Suci yang dikhotbahkannya. 3. Menurut Anda, para prodiakon stasi mengetahui, mengerti dan memahami tentang ajaran Gereja. 4. Menurut Anda, para prodiakon stasi memahami dan cepat tanggap tentang masalah-masalah yang terjadi dalam umatnya. 5. Menurut Anda, dengan memiliki wawasan yang luas, para prodiakon stasi mampu memberikan solusi untuk masalah-masalah yang sedang dihadapi umat melalui khotbahnya. 6. Menurut Anda, para prodiakon stasi mengetahui bahasa yang harus digunakan ketika berkhotbah agar mudah dipahami umat. 7. Menurut Anda, para prodiakon stasi memahami keterampilan dalam berkhotbah sehingga mampu menyampaikan khotbah dengan baik. 8. Menurut Anda, para prodiakon stasi mengerti dan memahami apa yang menjadi semangat hidupnya sebagai seorang prodiakon. ASPEK KETERAMPILAN BERKHOTBAH PRODIAKON 9. Sejauh Anda mengetahui, para prodiakon stasi bekerja sama dalam kelompok prodiakon untuk mengumpulkan bahan khotbah. 10. Sejauh Anda mengalami, para prodiakon stasi bertanya kepada umat untuk mendapatkan informasi yang mendukung khotbahnya. 11. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan Kitab Suci sebagai sumber bahan yang utama dalam khotbahnya. 12. Sejauh Anda merasakan, bacaan Kitab Suci yang digunakan oleh para prodiakon stasi berdasarkan pada kalender liturgi. 13. Sejauh Anda merasakan, bacaan Kitab Suci No.
PERNYATAAN
(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
yang digunakan oleh para prodiakon stasi sesuai dengan ujud ibadat/liturgi yang dipimpinnya. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan pengalaman hidup pribadi/umat untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan ajaran gereja untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan warta berita dari televisi, radio, koran dan majalah untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan cerita rakyat untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan bacaan rohani/cerita orang kudus untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan nyanyian/lagu untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menggunakan alat peraga, seperti boneka, alatalat pertanian, dan lainnya untuk mendukung khotbahnya agar mudah dipahami umat. Sejauh Anda merasakan, pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi cocok dengan bacaan Kitab Suci yang dibacakan. Sejauh Anda merasakan, pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi cocok dengan situasi umat. Sejauh Anda merasakan, pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi sejalan dengan buku tafsir/komentar dari para ahli. Sejauh Anda merasakan, cerita yang dipilih dari referensi (sumber bahan lain) oleh para prodiakon stasi sangat mendukung dalam menyampaikan pesan inti khotbah. Sejauh Anda merasakan, pembicaraan mengenai pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi ketika berkhotbah sangat jelas. Sejauh Anda merasakan, pembicaraan (3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27.
No. 28.
29.
30.
31.
32.
33.
mengenai pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi ketika berkhotbah sangat terarah. Sejauh Anda merasakan, pembicaraan mengenai pesan khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi ketika berkhotbah selalu fokus. PERNYATAAN Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menyampaikan khotbahnya dengan membuat suatu gambaran/perumpamaan, lalu mengajak umat untuk merenungkan gambaran tersebut. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menyampaikan khotbahnya dengan menjelaskan pesan khotbahnya dari berbagai sudut pandangan/pendapat yang berbeda-beda, namun tetap kembali pada masalah utama dalam khotbahnya sesuai bacaan Kitab Suci. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menyampaikan khotbahnya dengan mempertentangkan dua masalah yang saling berlawanan, namun pada akhir khotbah prodiakon menawarkan jalan keluar (solusi) atas masalah tersebut dengan alasan yang dapat menyakinkan umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menjelaskan khotbahnya dengan terlebih dahulu menguraikan berbagai masalah yang sedang terjadi, lalu menjelaskan hal-hal yang baik untuk mengatasi masalah tersebut berdasarkan pada pesan Kitab Suci/ajaran Gereja, hingga akhirnya umat didorong untuk berani mengambil keputusan atas masalah yang dihadapinya. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi biasanya menjelaskan khotbahnya dengan diawali cerita dari pengalaman prodiakon sendiri/pengalaman dari umat, cerita rakyat/dongeng, cerita orang kudus, dsb. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menjelaskan khotbahnya dengan menyampaikan hasil permenungannya sendiri terhadap tokoh yang ada di dalam Kitab Suci, lalu dengan hasil renungan tersebut (4)
ALTERNATIF JAWABAN SL SR KK TP
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34.
35.
No. 36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
umatterdorong untuk mengambil makna dari khotbahnya. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menjelaskan khotbahnya dengan sesekali bertanya kepada umat mengenai isi khotbahnya/tanya-jawab dengan umat. Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi menjelaskan khotbahnya dengan menguraikan salah satu kalimat dari bacaan Kitab Suci yang dibacakan, lalu mengungkapkan dan menghubungkan situasi yang terjadi dalam masyarakat saat itu sesuai keadaan yang terjadi dalam bacaan Kitab Suci, dan akhirnya mengambil makna dari Kitab Suci yang bisa dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. PERNYATAAN Sejauh Anda merasakan, para prodiakon stasi memakai bahasa yang cocok dengan situasi umat setempat sehingga pesan khotbah mudah ditangkap dan dimengerti oleh umat. Sejauh Anda merasakan, jika para prodiakon stasi menggunakan sarana/alat peraga ketika berkhotbah, maka isi khotbahnya mudah dipahami umat. Sejauh yang Anda lihat, ketika berkhotbah para prodiakon stasi membawa persiapan berkhotbah dalam bentuk catatan yang rapi. Sejauh yang Anda alami, para prodiakon stasi mengemas dan menyajikan khotbahnya secara lengkap dan dengan urutan yang jelas (sistematis) sehingga mudah diikuti oleh umat. Sejauh yang Anda rasakan, pembukaan khotbah para prodiakon stasi diawali dengan sapaan yang semangat dan ramah kepada umat. Sejauh yang Anda alami, para prodiakon stasi membuka khotbahnya dengan sajian cerita/kegiatan (nyanyian-lagu) yang mampu menarik perhatian umat. Sejauh yang Anda rasakan, isi/pesan khotbah yang mau disampaikan oleh para prodiakon stasi mudah ditangkap dan dipahami umat. Sejauh yang Anda rasakan, para prodiakon stasi menutup khotbahnya dengan semangat dan penuh keyakinan, sehingga mampu (5)
ALTERNATIF JAWABAN SS S TS STS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44.
45.
46. 47. 48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
memotivasi umat untuk bertindak secara nyata. Sejauh yang Anda rasakan, khotbah yang disampaikan oleh para prodiakon stasi saling berhubungan/terkait mulai dari pembukaan, isi dan penutupnya. Sejauh yang Anda rasakan, para prodiakon stasi mengerti dan memahami (menguasai) jalan dan pokok pikiran khotbahnya sendiri. Sejauh yang Anda lihat, para prodiakon stasi terlihat tetap tenang ketika berkhotbah. Sejauh yang Anda lihat, para prodiakon stasi terlihat yakin/percaya diri ketika berkhotbah. Selama berkhotbah, seluruh gerak-gerik yang dilakukan oleh para prodiakon stasi wajar, sopan dan tidak dibuat-buat. Ketika berkhotbah, gerak-gerik badan (tangan, tubuh, kepala) yang dilakukan oleh para prodiakon stasi sesuai dengan raut wajahnya. Ketika berkhotbah, gerak-gerik (tangan, tubuh, kepala) yang dilakukan oleh para prodiakon stasi sesuai dengan kata-kata yang diucapkannya. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi menyampaikan khotbah dengan wajah yang ramah, ceria, penuh cinta, murah senyum, dan bersahabat. Ketika berkhotbah, pandangan mata para prodiakon stasi ramah dan menyeluruh ke semua umat yang hadir dalam ibadat. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi memposisikan dirinya dengan tepat di balik mimbar/altar, sehingga mudah dilihat oleh seluruh umat yang hadir. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi tetap berdiri dengan tenang/nyaman di balik mimbar/meja altar. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi biasanya mengecek kembali mikrofon yang digunakan sebelum mulai berkhotbah. Ketika berkhotbah, suara para prodiakon stasi terdengar dengan jelas oleh seluruh umat yang hadir dalam ibadat. Ketika berkhotbah, pengucapan para prodiakon stasi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat (tepat), sehingga mudah diikuti oleh umat. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi (6)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mampu mengatur tekanan suaranya kapan harus keras-lembut sesuai kalimat yang diucapkannya. 59. Ketika berkhotbah, prodiakon menggunakan pakaian yang rapi, sesuai, sopan dan bersih sehingga enak dilihat. 60. Ketika berkhotbah, sikap dan tindakan para prodiakon stasi terlihat ramah dan akrab terhadap umat. 61. Ketika berkhotbah, sesekali para prodiakon stasi melempar pertanyaan yang berkaitan dengan isi khotbahnya kepada umat. 62. Ketika berkhotbah, sesekali para prodiakon stasi mengajak umat untuk menyanyikan lagu yang berkaitan dengan khotbahnya. 63. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi sesekali membuat humor yang sesuai dengan isi khotbahnya agar suasana khotbah tidak tegang. 64. Ketika berkhotbah, para prodiakon stasi diam sejenak jika terjadi kegaduhan (seperti anakanak menangis/ribut), lalu kembali melanjutkan khotbahnya setelah suasana tenang kembali. 65. Setelah berkhotbah, para prodiakon stasi mau bertanya kepada umat mengenai penampilannya selama berkhotbah. 66. Setelah berkhotbah, para prodiakon stasi mau bertanya kepada umat mengenai kesesuaian isi khotbahnya. 67. Setelah berkhotbah, para prodiakon stasi mau bertanya kepada umat mengenai reaksi umat sendiri setelah mendengarkan khotbahnya. 68. Setelah mendengarkan khotbah dari para prodiakon stasi, umat merasa puas karena ada nilai-nilai yang dapat diambil dan dihidupi dalam hidupnya sehari-hari. 69. Setelah bertanya mengenai khotbahnya kepada umat, khotbah para prodiakon stasi semakin baik pada pertemuan Ibadat berikutnya. ASPEK NILAI-NILAI/SPIRITUALITAS HIDUP PRODIAKON 70. Menurut Anda, dalam hidup sehari-hari para prodiakon stasi selalu berusaha melaksanakan Sabda Tuhan yang dikhotbahkannya sebagai kesaksian hidupnya di tengah-tengah umat. 71. Menurut Anda, dalam hidupnya sehari-hari para prodiakon stasi selalu membaca dan (7)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
merenunngkan bacaaan Kitab Suci. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para prodiakon stassi rajin berdoa dan menngikuti perayaann liturgi. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para prrodiakon sttasi memp punyai sem mangat melayanni yang tingggi. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para prrodiakon sttasi memp punyai sem mangat bekerja sama denggan berbagaai pihak (ppastor, sesama prodiakon, p u umat). Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para proodiakon staasi mempu unyai sikap yang tidak muudah putus asa a dalam pelayananny p ya. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para prrodiakon sttasi memp punyai sem mangat untuk mau m belajar terus t menerrus demi kuualitas pelayanaannya yang lebih baik. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para proodiakon stassi mempun nyai sikap rendah r hati dan sederhana. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para proodiakon stasi mempu unyai sikapp rela berkorbaan dalam melayani m umaatnya. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para proodiakon staasi mempu unyai sikap yang terbuka terhadap t krritikan. Menurutt Anda, dalam d hidup pnya seharri-hari para prrodiakon sttasi memp punyai sem mangat juang yaang tinggi untuk mem mpersatukann dan meningkkatkan imann umatnya. T TERIMA K KASIH, TU UHAN MEMBERKATI. .
(8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2:
PANDUAN WAWANCARA SIAP!
a. Selama ini Anda sudah melihat dan merasakan bagaimana prodiakon di stasi ini berkhotbah. Menurut pendapat Anda, bagaimana pengetahuan para prodiakon di stasi mengenai tafsir Kitab Suci, ajaran Gereja dan masalahmasalah aktual yang terjadi dalam umat? b. Menurut pendapat Anda, apakah materi khotbah yang dipersiapkan dan disampaikan oleh prodiakon sesuai dengan pesan dari Kitab Suci? c. Selama ini Anda sudah melihat dan mendengarkan sendiri bagaimana para prodiakon di stasi ini berkhotbah. Menurut pendapat Anda, apakah para prodiakon di stasi ini memiliki keterampilan yang baik ketika berkhotbah? d. Menurut pendapat Anda, apakah dalam hidupnya sehari-hari para prodiakon di stasi ini berusaha untuk melaksanakan pesan khotbah (Sabda Allah) yang disampaikannya? e. Menurut pendapat Anda, apakah para prodiakon di stasi ini mampu memahami dan menghayati semangat hidupnya sebagai prodiakon paroki?
(9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3: KETERANGAN HASIL UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS Dengantaraf Sig. 5%, N115=0.180
Valid
41.
Korelasi ItemTotal 0,439
0,269
Valid
42.
0,678
Valid
3.
0,319
Valid
43.
0,510
Valid
4.
0,399
Valid
44.
0,565
Valid
5.
0,365
Valid
45.
0,425
Valid
6.
0,397
Valid
46.
0,218
Valid
7.
0,339
Valid
47.
0,543
Valid
8.
0,442
Valid
48.
0,571
Valid
9.
0,127
Gugur
49.
0,519
Valid
1.
Korelasi ItemTotal 0,393
2.
No. Item
No. Keterangan Item
Keterangan Realibilitas Valid
0,950 10.
0,529
Valid
50.
0,619
Valid
11.
0,433
Valid
51.
0,419
Valid
12.
0,288
Valid
52.
0,588
Valid
13.
0,367
Valid
53.
0,503
Valid
14.
0,619
Valid
54.
0,609
Valid
15.
0.546
Valid
55.
0,325
Valid
16.
0,635
Valid
56.
0,612
Valid
17
0,523
Valid
57.
0,475
Valid
18.
0,479
Valid
58.
0,609
Valid
(10)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19.
0,404
Valid
59.
0,512
Valid
20.
0,469
Valid
60.
0,584
Valid
21.
0,232
Valid
61.
0,662
Valid
22.
0,424
Valid
62.
0,419
Valid
23.
0,303
Valid
63.
0,555
Valid
24.
0,585
Valid
64.
0,429
Valid
25.
0,538
Valid
65.
0,461
Valid
26.
0,476
Valid
66.
0,518
Valid
27.
0,446
Valid
67.
0,313
Valid
28.
0,333
Valid
68.
0,619
Valid
29.
0,387
Valid
69.
0,493
Valid
30.
0,256
Valid
70.
0,592
Valid
31.
0,296
Valid
71.
0,511
Valid
32.
0,374
Valid
72.
0,489
Valid
33.
0,369
Valid
73.
0,485
Valid
34.
0,496
Valid
74.
0,560
Valid
35.
0,323
Valid
75.
0,545
Valid
36.
0,512
Valid
76.
0,505
Valid
37.
0,285
Valid
77.
0,412
Valid
38.
0,332
Valid
78.
0,528
Valid
39.
0,467
Valid
79.
0,595
Valid
40.
0,352
Valid
80.
0,467
Valid
(11)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4: Foto-foto RuangBangunanGereja Stasi Santa VeronikaBatuMajang
Awal Pembangunan Gereja Stasi Santa VeronikaBatuMajang
(12)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dana Pembangunan Gereja Stasi Santa VeronikaBatuMajang
Prodiakon di Paroki Santo PetrusUjohBilang
(13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pak InggungpraktekMemimpinIbadatdenganProdiakonlainnya
P. Derik, Pr. mendampingdanmemberikanpengarahan
(14)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5: Surat Mohon SK Prodiakon
DEWAN PASTORAL PAROKI PAROKI SANTO PETRUS UJOH BILANG JL. LALANG RT 3 KAMPUNG UJOH BILANG KECAMATAN LONG BAGUN KABUPATEN KUTAI BARAT (75567) Nomor Lampiran Perihal
: : :
01/PSP-UB/LB/II/2010 2 (Dua) Lembar Permohonan SK dan Pelantikan Lektor dan Prodiakon
Kepada Yth. Bapak Uskup Keuskupan Agung Samarinda DiSamarinda Dengan hormat, Dengan ini kami mengajukan permohonan ke hadapan Bapak Uskup agar Para Prodiakon yang kami sebutkan pada bagian terlampir dapat memperoleh SK (Surat Keputusan) dan boleh dilantik sebagai Lektor dan Prodiakon dalam kunjungan Bapak Uskup pada tanggal 28 Februari 2010 ke Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang. Para Prodiakon ini talah mendapat pembinaan selama kurang lebih 3 hari, dari tanggal 20 s.d. 22 Desember 2009 di Rumah Retret Sungai Payang. Materi yang kami berikan dan bahas bersama adalah, sebagai berikut: 1. Pengertian Prodiakon 2. Sejarah Singkat Prodiakon 3. Tugas Prodiakon Prodiakon dalam Ekaristi 4. Tugas Prodiakon diakon dalam Perayaan Sabda 5. Pedoman Liturgi Keuskupan Agung Samarinda 6. Latihan Meditasi Kitab Suci (Pendalaman Kitab Suci) 7. Latihan Memimpin Ibadat Demikian surat permohonan ini, kiranya berkenan dihadapan Bapak Uskup. Terima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan ke arah ini. Dibuat di Pada tanggal
: Ujoh Bilang : 16 Februari 2010
Hormat kami, Pastor Paroki
Ketua
P. Lazarus Derik, Pr.
Thomas Ding
(15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI