PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Rizki Seviana Puspitasari NIM : 118114167
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Rizki Seviana Puspitasari NIM : 118114167
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
What ever you do, do it well. Do it so well that when people see you do it they will want to come back and see you do it again and they will want to bring others and show them how well you do what you do. Do it for people who want to see you fail.
Bukan bahagia yang menjadikan kita bersyukur tetapi dengan bersyukur akan menjadikan hidup kita bahagia.
“Cintailah pekerjaan mu, lakukanlah dengan hati gembira maka kamu akan menerima hasil yang kamu inginkan” ~Ibu.
Sebuah karya sederhana ini, saya persembahkan kepada semua harta ku yang tak ternilai: Allah SWT Ayah dan Ibu ku tercinta Almarhum Mbah Mo tersayang my beloved sister Herlin Indah Noviandika Serta Sahabat & Kekasih Ku
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji syukur penulispanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penyertaan dan kasih karunia-Nya, sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon (Cucumis melo L.) ” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang selalu mendukung pada proses penyusunan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati saya mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen pembimbing yang amat luar biasa, yang dengan sabar telah membimbing kami, memberikan saran, pengarahan, kritikan dan semangat dari awal, selama berproses hingga terselesaikannya skripsi ini.
2.
Bapak Sanjayadi, M.Si. yang ikut berperan dalam penentuan kondisi optimum sistem GC-ECD dalam menganalisis residu azoxysstrobin dalam buah melon serta selaku ‘pembimbing hati nurani’ yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk membantu menyelesaikannya skripsi ini serta selalu memberikan motivasi hidup untuk menjadi orang yang lebih baik disetiap harinya.
3.
Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., PhD selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
Bapak Jeffry Julianus, M.Si selaku dosen penguji atas semua saran, kritik dan bimbingannya.
5.
Bapak F. Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen penguji atas semua saran, kritik dan bimbingannya.
6.
Ibu Agustina Setyawati M.Sc. Apt., selaku kepala laboratorium yang telah memberikan izin menggunakan laboratorium selama proses penulisan
7.
Ayah & Ibu ku tersayang, adik tercinta Herlin Indah Noviandika yang selalu sabar menanti penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Almarhum Mbah Mo dan Mbah Harjo yang sangat ku sayang, beserta seluruh keluarga yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu terimakasih atas kasih sayang, semangat dan doa untuk penulis.
9.
Teman-teman seperjuangan geng melon Florentina Silviana Devi, Serlika Rostiana dan Rushadi Jatmiko atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam menjalani jatuh bangunnya skripsi ini.
10. Tidar Pangestu sosok penyemangat dalam mewujudkan harapan atau impian, dan sosok yang selalu menenangkan fikiran penulis mulai dari berawalnya skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini. 11. Anak-anak ‘Alumnus Kost Putri Ayu‘ Vivin, Tata, Kristrin, Mela, Lia, Indah, Betrik dan Iyah, yang bersama dengan kalian penulistidak merasa sendirian di Sanata Dharma, karena sudah 4 tahun kita bersama layaknya sebuah keluarga. 12. Fajar Risda Astuti, Margareta Tri Nova, Wirna Niki Suprobo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat di saat penulis lelah dan jenuh dalam mengerjakan skripsi.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Teman yang jauh dimata tapi dekat di hati Nuriyati, Sekar Permata Sari, Rina Setyaningrum terimakasih atas semua kecerewetan yang masih terngiang sampai saat ini, semua itu membangun diri saya menjadi lebih baik. 14. Teman-teman seperjuangan dilantai 4; Teresa Devina, Sophia Sari, Yolanda, Adit makasih atas canda tawa kalian yang menghidupkan suasana penat kami disetiap pagi hingga sore. 15. Teman-teman satu keluarga bimbingan Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., Verni, Shiro, Canly, Erita, Yolanda, Adit, Yolana, Eva dan Meli atas bantuan dan dukungan dalam terselesaikannya skripsi ini. 16. Mas Bimo, Pak Parlan, Pak Kunto, Pak Kethul, Pak Mus dan seluruh staf laboratorium Fakultas Farmasi serta Staf Keamanan dan Kebersihan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas canda tawanya, kerjasama dan bantuannya selama ini. 17. Seluruh dosen, laboran, karyawan dan teman-teman angkatan 2011 yang sudah membantu dan mendukung dalam proses perkuliahan maupun praktikum selama ini. 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam proses perkuliahan dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga segala bentuk masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap kiranya karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Salam sehat sejahtera, terima kasih. Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................. vi PRAKATA ........................................................................................................ vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi INTISARI ....................................................................................................... xvii ABSTRACT ...................................................................................................xviii BAB I. PENGANTAR ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang . ............................................................................................. 1 1. Permasalahan ............................................................................................. 5 2. Keaslian Penelitian ..................................................................................... 5 3. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5 B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................. 8 A. Fungisida ........................................................................................................ 8 1. Pengertian Fungisida ................................................................................. 8 2. Efek Buruk Fungisida ............................................................................... 9 3. Fungisida Sistemik .................................................................................. 11 B. Azoxystrobin ................................................................................................ 13 1. Mekanisme Aksi Azoxystrobin ............................................................... 13 2. Sifat Fisika Kimia Azoxystrobin ............................................................. 14 C. Buah Melon .................................................................................................. 15
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Pengertian Melon ..................................................................................... 15 2. Taksonomi Tanaman Melon .................................................................... 15 3. Kandungan Buah Melon .......................................................................... 16 D. Ekstraksi ....................................................................................................... 16 1. Pengertian dan Prinsip Ekstraksi ............................................................. 19 2. Pemilihan Pelarut ..................................................................................... 19 E. Sentrifugasi .................................................................................................. 20 F. Solid Phase Extraction (SPE)....................................................................... 21 G. Kromatografi Gas ......................................................................................... 23 1. Pengertian ................................................................................................ 23 2. Prinsip Pemisahan ................................................................................... 24 3. Performance GC ...................................................................................... 26 4. Instrumentasi............................................................................................ 27 H. Metode Kuantifikasi .................................................................................... 33 1. Metode Standar Eksternal ........................................................................ 34 2. Metode Standar Internal .......................................................................... 34 3. Metode Standar Adisi .............................................................................. 35 I. Validasi Metode Analisis ............................................................................ 35 1. Akurasi .................................................................................................... 36 2. Presisi....................................................................................................... 36 3. Linearitas dan Rentang ........................................................................... 36 4. Limit of Quantitation (LOQ) .................................................................. 37 J. Landasan Teori ............................................................................................. 37 K. Hipotesis ..................................................................................................... 38 BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 39 B. Variabel Penelitian ...................................................................................... 39 1. Variabel Bebas ...................................................................................... 39 2. Variabel Tergantung ............................................................................... 39 3. Variabel Pengacau Terkendali................................................................ 39 C. Definisi Operasional ..................................................................................... 40
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D. Bahan Penelitian .......................................................................................... 41 E. Alat Penelitian ............................................................................................. 41 F. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 41 1. Prosedur Pencucian Alat-alat Gelas .................................................... 42 2. Pembuatan Larutan Stok Azoxystrobin dan DCB ............................... 42 3. Pembuatan Larutan Intermediet Azoxystrobin ................................... 42 4. Uji Kesesuaian Sistem GC-ECD ........................................................ 43 5. Preparasi Sampel Melon .................................................................... 46 6. Optimasi Clean-up Menggunakan SPE C 18 ....................................... 46 7. Validasi Metoe Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon .................................................................................................. 50 G. Analisis Hasil .............................................................................................. 50 1. Analisis Kualitatif GC-ECD ............................................................... 51 2. Analisis Kuantitatif GC-ECD ............................................................. 52 3. Pengukuran Kadar Air dalam Sampel Melon .................................... 53 4. Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon ................................................................................................. 54 H. Rancangan Penelitian .................................................................................. 55 1. Optimasi Washing SPE ....................................................................... 55 2. Fraksinasi Metanol untuk Menarik Analit .......................................... 57 3. Validasi Metode Analisis .................................................................... 59 4. Preparasi Sampel Buah Melon ............................................................ 60 5. Uji Kelayakan SPE ............................................................................. 62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 64 A. Uji Kesesuaian Sistem GC-ECD untuk Menganalisis Azoxystrobin ................................................................................................. 66 1. Optimasi Sistem GC-ECD ................................................................. 66 2. Kinerja Kualitatif GC-ECD ................................................................ 67 3. Kinerja Kuantitatif GC-ECD .............................................................. 69 B. Preparasi Sampel Melon .............................................................................. 73 1. Homogenisasi ...................................................................................... 73
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Ekstraksi dengan Metode QuEChERS................................................ 74 3. Optimasi Clean-up .............................................................................. 78 C. Validasi Metode Analisis ............................................................................. 82 1. Kinerja GC-ECD dalam Mendeteksi Azoxystrobin pada Matriks Ekstrak Melon Bersih (Jalur C) ............................................. 83 2. Kinerja Clean-up dengan Kolom SPE C 18 (Jalur B) .......................... 87 3. Akurasi dan Presisi Metode Analisis Teroptimasi (Jalur A) .............. 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 94 A. Kesimpulan .................................................................................................. 94 B. Saran ............................................................................................................ 95 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 96 LAMPIRAN .................................................................................................... 100 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 114
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.
Sifat Fisika Kimia Azoxystrobin ...................................................... 14
Tabel II.
Kandungan Buah Melon ................................................................. 16
Tabel III.
Kriteria % RSD Validasi Metode Analisis ...................................... 52
Tabel IV.
Hasil Optimasi GC-ECD Sanjayadi (2014) ..................................... 66
Tabel V.
Hasil Performance GC-ECD ........................................................... 68
Tabel VI.
Hasil Keajegan Sistem GC-ECD ..................................................... 68
Tabel VII.
Hasil %RSD RF Analisis Kuantitatif GC-ECD ............................... 69
Tabel VIII. Hasil Uji Sensitivitas GC-ECD ....................................................71 Tabel IX.
Hasil % D Analisis Kuantitatif GC-ECD .....................................73
Tabel X.
Kadar Air dalam Buah Melon .......................................................... 74
Tabel XI.
Hasil Optimasi Clean-up ................................................................. 78
Tabel XII.
Hasil Presisi dan Akurasi Kelayakan SPE ....................................... 80
Tabel XIII. Kinerja GC ECD dalam Mendeteksi Azoxystrobin dalam Buah Melon ........................................................................... 84 Tabel XIV. Hasil Presisi Jalur C ......................................................................... 85 Tabel XV.
Hasil Akurasi Jalur C ....................................................................... 85
Tabel XVI. Hasil % D Jalur C ............................................................................ 86 Tabel XVII. Hasil Presisi Jalur B ......................................................................... 86 Tabel XVIII. Hasil Akurasi Jalur B ....................................................................... 86 Tabel XIX
Hasil % D Jalur B ........................................................................... 85
Tabel XX
Hasil Presisi Kurva Adisi ................................................................. 90
Tabel XXI. Hasil Akurasi Kurva Adisi ............................................................... 91 Tabel XXII Hasil % D Validasi Metode Analisis ............................................... 92
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Stuktur Azoxystrobin ................................................................... 13
Gambar 2.
Kandungan Buah Melon .............................................................. 16
Gambar 3.
Tahapan SPE ............................................................................... 23
Gambar 4.
Diagram Skematik Kromatografi Gas ......................................... 27
Gambar 5.
Gas yang Digunakan dalam Kromatografi Gas .......................... 28
Gambar 6.
Pemisahan Standar Internal, Difenoconazole dan Azoxystrobin .......................................................................... 67
Gambar 7.
Kurva Hubungan Kadar Azoxystrobin Vs Rasio AUC Azoxystrobin/DCB ...................................................................70
Gambar 8.
Pengaruh Ph Terhadap Jumlah Co-Extractant ............................ 75
Gambar 9.
Hasil Optimasi Lama Waktu Sentrifugasi ................................... 77
Gambar 10. Jenis-jenis SPE dan Kapasitasnya................................................ 79 Gambar 11. Hasil Eluat Metanol Setelah Washing 5% Metanol dan 100% Aquabidest ................................................................................... 80 Gambar 12. Hasil Tampungan Washing Menggunakan 100% Aquabidest ..... 81 Gambar 13. Fraksinasi Elusi Metanol untuk Menarik Analit .......................... 81 Gambar 14. Blangko Matriks Melon (a) dan Blanko yang Diadisi Standar Azoxystrobin (b) ................................................. 83 Gambar 15. Kurva Baku vs Kurva Adisi C ..................................................... 86 Gambar 16. Kurva Baku vs Kurva Adisi B ..................................................... 88 Gambar 17. Linearitas Kurva Baku Adisi ....................................................... 89 Gambar 18. Kurva Baku vs Kurva Adisi A ..................................................... 91
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Daftar Lampiran Halaman Lampiran 1.
Perhitungan Sensitivitas Alat .................................................. 101
Lampiran 2.
Kurva Adisi Azoxystrobin pada Sampel Buah Melon ............ 103
Lampiran 3.
Perhitungan Resolusi (Rs) dan Resolusi DCB ........................ 104
Lampiran 4.
Certificate of Anaylisis DCB ................................................... 105
Lampiran 5.
Certificate of Anaylisis NaCl ................................................... 106
Lampiran 6.
Certificate of Anaylisis MgSO 4 ............................................... 107
Lampiran 7.
Certificate of Anaylisis Na 2 HCitr ............................................ 108
Lampiran 8.
Certificate of Anaylisis Na 3 Citr............................................... 109
Lampiran 9.
Certificate of Anaylisis Acetonitrile ........................................ 110
Lampiran 10. Certificate of Anaylisis Hexane ............................................... 111 Lampiran 11. Certificate of Anaylisis Methanol ............................................ 112 Lampiran 12. Certificate of Analysis Azoxystrobin Donasi dari PT Syngenta ..................................................................... 113
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Indonesia yang berada dalam iklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang mendukung penyebaran dari penyakit anthracnose (Colletotrichum gloesporioides) menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap tanaman melon (Cucumis melo L.). Pengontrolan penyakit anthracnose oleh para petani dilakukan dengan menggunakan Azoxystrobin (methyl(E)-2-{2-[6-(2-cyanophenoxy) pyrimidin-4-yloxy]phenyl}-3-methoxyacrylate). Berdasarkan alasan tersebut, untuk memastikan keamanan konsumen, jumlah residu Azoxystrobin dalam buah melon harus dipantau. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metode analisis yang valid dalam penetapan kadar residu Azoxystrobin dalam buah melon yang dapat dilakukan di laboratorium pestisida di Indonesia. Prosedur baku dalam analisis residu azoxystrobin menggunakan cara ekstraksi dan clean-up QuEChERS diikuti dengan penetapan kadar LC/MS/MS. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi clean-up dengan kolom SPE C 18 agar dapat di deteksi dengan GC-ECD, oleh karena itu harus dilakukan validasi penuh. Uji kesesuaian instrumen pada kondisi GC yang optimum menunjukkan efisiensi, kesetimbangan sistem dan selektivitas yang bagus, % RSD ratio area dan t R , RF dan rata-rata %D <20%, linearitas 0,9913-0,9997 pada kisaran linearitas 0,0456 ng - 0,912 ng, dengan IDL 0,003 µg/ml – 0,01 µg/ml dan IQL 0,047 µg/ml. Validasi metode analisis dilakukan pada sampel blanko dan sampel yang di fortifikasi. Recovery fortifikasi 0,137-0,730 ng pada ekstrak sampel blanko sebelum di injeksikan ke GC-ECD 93-117% dan kesalahan determinasi sebesar 3,8%, sedangkan fortifikasi sebelum clean-up dengan kolom SPE C 18 sebesar 84107%, dan kesalahan clean-up 3,1%. Recovery fortifikasi 0,091 ng – 0,684 ng pada buah melon berkisar antara 84-119% dan kesalahan ekstraksi sebesar 9,1%. Linearity range 0,002 µg/g – 0,014 µg/g dengan LOQ 0,0008 µg/g dan LLMV sebesar 0,005 µg/g. Dengan demikian validasi metode ini memenuhi persyaratan untuk memantau kadar Azoxystrobin dalam buah melon dibawah positif list sebesar 0,01 µg/g. Kata kunci : azoxystrobin, melon, QuEChERS, SPE C 18 , GC-ECD, validasi metode
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Indonesian tropical climate which is warm and humid promote the development and spread of anthracnose (Colletotrichum gloesporioides) causing significant damage in melon (Cucumis melo L.). To control the anthracnose, farmers used Azoxystrobin (methyl (E)-2-{2-[6-(2-cyanophenoxy)pyrimidin-4yloxy]phenyl}-3-methoxyacrylate). For that reason, to assure the safety of the consumer, the level of Azoxystrobin residue in melon should be monitored. The purpose of this study is to develop a valid analytical method for Azoxystrobin residue in melon which can be done in common pesticide residue laboratory in Indonesia. The extraction process of the developed method was done following the assisted LLE method of QuEChERS, while the clean up process was done using C 18 SPE catridge and determined by GC-ECD and quantified by internal standardization using decachlorobiphenyl (DCB) as internal standard. The performance of GC-ECD shows precision of ratio area, retention time less than 20%, while. the standard integrity shows % RSD of response factor and % difference < 20%. Linearity range was 0.0456 ng – 0.912 ng with r value 0.99130.9997. Range of Instrumental Detection Limit (IDL) was 0.003 µg/ml- 0.01 µg/ml and Instrumental Quantitation Limit (IQL) was 0.047 µg/mL. Recovery of fortified blank extract at 0.14 - 0.73 ng was 93-117% and no matrix effect was observed. The error at extraction step, clean up step and determination step were 9.1%, 3.1%, and 3.8% respectively. The recovery of fortified sample at 0.09 ng – 0.68 ng was 84-119%. The LOQ was 0.0008 µg/g and the LLMV 0.005 µg/g, therefore this method is fit for monitoring Azoxystrobin in melon, which has a positive list of 0.01 mg/kg. Keywords: azoxystrobin, melon, QuEChERS, SPE C18, GC-ECD, method validation
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Bidang pertanian saat ini berkembang semakin pesat dengan adanya banyak penelitian serta usaha yang dilakukan untuk mendapatkan produk-produk pertanian yang melimpah, berkualitas dan unggul. Produk pertanian di Indonesia yang semakin meningkat daya tariknya adalah melon (Cucumis melo L.) (Nuryanto, 2000). Indonesian Tropical Fruit Festival yang digelar di Expo Shanghai pada 1 Oktober 2010 lalu, telah menghadirkan beragam buah-buahan tropis asal Indonesia yang unik dan eksotis. Keadaan lingkungan Indonesia yang unik, mempunyai potensi besar dalam produk buah-buahan eksotis salah satunya adalah buah melon. Menteri Pertanian mengatakan bahwa agrobisnis Indonesia dengan keunikan produknya mempunyai potensi yang sangat besar untuk menembus pasar Tiongkok atau ekspor ke negara-negara lain (CRI, 2010). Berdasarkan Dirjen Budidaya dan Pascapanen Buah Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, (2012) Indonesia saat ini hanya mampu mengekspor buah melon setiap satu bulan sekali, hal ini dikarenakan pasokan melon yang belum mencukupi pasar dalam negeri karena semakin meningkatnya permintaan di dalam negeri. Oleh sebab itulah ketersediaan buah melon perlu untuk ditingkatkan guna memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Tanaman melon tidak terlepas dari adanya kendala serangan jamur yang menyebabkan melon cepat membusuk. Serangan jamur yang berat dapat menurunkan produktivitas tanaman atau bahkan menyebabkan kegagalan panen, oleh karena itu usaha pengendalian dan pemberantasan hama dan penyakit harus mendapatkan perhatian secara khusus (Samadi, 2007). Jules (2012) menyatakan bahwa melon dan semangka merupakan tanaman jenis cucurbitaceae yang sering terkena penyakit jamur. Kondisi iklim Indonesia yang berada di daerah tropis menjadi faktor tumbuhnya penyakit jamur dengan baik. Kelembaban yang tinggi menjadi pemicu tingginya penyakit jamur di Indonesia. Salah satu jenis jamur yang sering menyerang tanaman buah melon adalah anthracnose. Kondisi inilah yang menyebabkan kurangnya penyediaan buah melon. Tidak jarang kita temukan penggunaan fungisida yang berlebihan guna memberantas penyakit jamur tersebut. Hal inilah yang menjadi poin penting bagi Indonesia agar saat buah tersebut berada di pasar dalam negeri maupun saat di ekspor, telah memenuhi persyaratan keamanan bagi konsumen. Pestisida secara harfiah berarti hama (pest: hama dan cide: membunuh). Pestisida sebenarnya telah lama digunakan orang sebagai bahan pembunuh hama atau sebagai pelindung tanaman. Mengingat peranannya yang sangat besar, perdagangan pestisida dewasa ini semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari 2.600 bahan aktif pestisida yang beredar di pasaran (Sudarmo, 1991). Pestisida memiliki berbagai dampak bagi keselamatan pengguna, konsumen dan cemaran lingkungan (Djojosumarto, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Beberapa produk fungisida yang baru gencar di pasaran menonjolkan kombinasi antara zat aktif azoxystrobin dengan difenoconazole, fenpropimorph, cyproconazole, propiconazole, maupun chlorothalonil dengan pesentase yang berbeda-beda. Produk ini untuk mengatasi penyakit jamur yang menyerang tanaman melon. Aksi kerja dari azoxystrobin ini adalah menginhibisi respirasi mitokondrial di dalam jamur (Mastovska, 2008). Fungisida yang populer digunakan oleh petani saat ini adalah AMISTARTOP yang mengandung azoxystrobin 200 g/L dan difenoconazole 125 g/L. Penggunaannya menurut INDOGAP sesuai label adalah maksimum tiga kali aplikasi dengan konsentrasi 0,5 mL/L. Berdasarkan standar prosedur operasional Syngenta RAM 305/03, mendiskripsikan secara garis besar bahwa determinasi residu pestisida dilakukan dengan cara mengekstraksi sampel dengan asetonitril:air secara LLE kemudian dilakukan sentrifugasi dan clean-up menggunakan SPE (Solid Phase Extraction) C 18 dan final determinasi menggunakan high performance liquid chromatography dengan triple quadrupole mass spectrometer (LC-MS/MS) (RAM 305/03, 2004). AOAC Official Method 2007 menyatakan bahwa cara menganalisis residu pestisida dengan menggunakan metode ekstraksi single-step buffered asetonitril (MeCN) dan clean-up menggunakan dispersive-solid-phase extraction (dispersive-SPE) yang berkombinasi dengan Primary Secondary Amine (PSA) sorbent dan MgSO 4 . Kemudian dianalisis menggunakan mass spectrometry (MS) setelah dipisahkan menggunakan kromatografi (AOAC, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Metode European menggunakan sodium chloride untuk mengurangi interfensi dari senyawa polar dan menggunakan buffer asam sitrat untuk mengawetkan analit yang sensitif terhadap basa. Ekstraksi pada metode ini menggunakan magnesium sulfate anhydrous, sodium chloride, sodium citrate tribasic dihydrate dan sodium citrate dibasic sesquihydrate yang kemudian menggunakan sentrifuge dan clean-up menggunakan PSA, MgSO 4 dan GCB. Analisis menggunakan GC-MS atau LC-MS/MS dalam 5% formic acid dalam asetonitril (Anonim1). Beberapa metode QuEChERS yang disajikan diatas di determinasi menggunakan instrumen yang selektif dan spesifik dengan menggunakan GCMS/MS atau LC-MS/MS. Keterbatasan GC-MS/MS atau LC-MS/MS di laboratorium Indonesia, memotivasi peneliti untuk mengembangkan metode analisis residu azoxystrobin pada matriks buah melon yang memang belum tersedia di Indonesia agar tetap dapat memantau keamanan menggunakan GCECD yang lebih mudah ditemukan di laboratorium Indonesia. GC-ECD yang kurang selektif jika dibandingkan dengan GC-MS/MS atau LC-MS/MS mengakibatkan perlunya dilakukan pengembangan metode QuEChERS dan clean-up yang sesuai dengan menggunakan Sholid Phase Extraction (SPE) C 18 . Melalui kesetimbangan yang berulang di dalam kolom diharapkan hasil ekstraksi yang diperoleh akan menjadi lebih bersih sehingga mampu dideterminasi dengan GC-ECD. Validasi yang dilakukan meliputi akurasi, presisi, linearitas, kisaran/ range linearitas. limit of detection (LOD), dan limit of quantification (LOQ).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Oleh sebab itulah peneliti bermaksud untuk menetapkan sebuah metode yang valid dalam mendeteksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif kadar residu fungisida azoxystrobin dalam buah melon setelah pengaplikasian saat budidaya agar tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan guna melindungi kesehatan konsumen dalam negeri dan luar negeri karena Maximum Residue Limit (MRL) atau Batas Maksimum Residu (BMR) azoxystrobin dalam buah melon yang belum tercantum dalam codex. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : a.
Bagaimana pengembangan metode QuEChERS dalam analisis penetapan kadar residu fungisida azoxystrobin dalam buah melon hingga didapatkan hasil yang valid?
b.
Bagaimana
validasi
metode
analisis
pengukuran
residu
fungisida
azoxystrobin dalam kulit dan daging buah melon dengan menggunakan instrumen GC-ECD? 2. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, belum pernah ada penelitian mengenai “Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon (Cucumis melo L).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan terhadap perkembangan metode QuEChERS dalam analisis residu fungisida azoxystrobin dengan menggunakan Gas Chromatography Electron Capture Detector pada sampel buah melon. b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai prosedur analisis penetapan kadar residu fungisida azoxystrobin dalam buah melon dengan hasil yang akurat dengan menggunakan Gas Chromatography Electron Capture Detector (GC-ECD).
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum dari penelitian a. Dapat mengembangkan metode QuEChERS dalam analisis penetapan kadar residu fungisida Azoxystrobin dalam buah melon hingga didapatkan hasil yang valid. b. Mampu melakukan validasi metode analisis residu fungisida Azoxystrobin pada buah melon (Cucumis melo L.) dengan instrumen Gas Chromatography Electron Capture Detector (GC-ECD). 2. Tujuan khusus penelitian a. Mengetahui proses ekstraksi QuEChERS serta pelarut yang cocok untuk menyari azoxystrobin dari buah melon (Cucumis melo L.) b. Mendapatkan proses clean-up yang optimum menggunakan SPE C 18 .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
c. Mampu menetapkan kadar residu fungisida azoxystrobin dengan kondisi Gas Chromatography Electron Capture Detector (GC-ECD) yang optimal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Fungisida 1.
Pengertian Fungisida Fungisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Jamur merupakan tanaman tidak berklorofil. Mereka bersifat parasit untuk tanaman lainnya (Burton, 2010). Fungisida azoxystrobin memiliki sifat sebagai protective fungicide dan curative fungicide yang dapat digunakan pada daun, biji atau perawatan tanah. Azoxystrobin sama efektifnya dengan atau lebih dari standar industri mancozeb (Martha, 2012). Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor 434.1/Kpts/TP.270/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : a.
Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b.
Memberantas rerumputan.
c.
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d.
Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
e.
9
Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak.
f.
Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g.
Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-atat pengangkutan.
h.
Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Djojosumarto, 2008). Menurut The United States Environmental Control Act pestisida
didefinisikan sebagai berikut. a.
Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
b.
Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman (Djojosumarto, 2008).
2.
Efek Buruk Fungisida Beberapa fungisida mengandung logam berat dalam struktur kimianya.
Apabila dipakai secara membabi buta, fungisida ini menimbulkan pencemaran lingkungan oleh logam-logam berat yang terkandung dalam fungisida tersebut (Sumardjo, 2009). Masalah utama yang sering ditimbulkan oleh pestisida ini adalah sifat racunnya yang dapat mengenai manusia, hewan piaraan, serangga penyerbuk,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
musuh alami hama dan tanaman serta dapat mencemari lingkungan. Bahkan penggunaan pestisida dengan dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan hama menjadi kebal atau resisten (Wudianto, 1992). Beberapa paparan yang kemungkinan terjadi meliputi: a. Pengaruh terhadap lingkungan. Fungisida mengandung racun yang disamping dapat mengendalikan jamur juga mempunyai pengaruh racun terhadap lingkungan. Tiap jenis fungisida mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap lingkungan. Pengaruh terhadap lingkungan tergantung dari daya racun (toksisitas), cara dan kekerapan aplikasi, serta persistensi (Sumardiyono, 2013). Dalam praktik penyemprotan tanaman dengan fungisida, sebagian fungisida ada yang jatuh ke atas tanah sekitar tanaman. Hal ini menyebabkan tanah sekitar tanaman terpapar fungisida, sehingga dapat mempengaruhi kualitas air tanah yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada keadaan cuaca yang beranging kencang, sebagian bahan semprot akan memberikan drift (cipratan) ke tempat bukan sasaran yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan berupa kontaminasi akibat cipratan misalnya akan mencemari sekitar lahan pertanian. Kontaminasi pada lingkungan juga terjadi akibat dari pencucian alat semprot setelah aplikasi. Pencucian sprayer tidak boleh dilakukan pada saluran air irigasi, sungai kecil atau sumber air lain. Pencucian dilakukan dengan sisa dibuang jauh dari pemukiman atau tempat bermain anak-anak (Sumardiyono, 2013). b. Pengaruh terhadap organisme tanah. Pestisida yang persisten termasuk didalamnya fungisida yang persisten, sangat berbahaya bagi tanah dan air tanah. Klasifikasi pestisida yang berbahaya di dalam tanah didasarkan atas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
persistensinya. Makin persisten suatu pestisida, maka semakin berbahaya. Umumnya fungisida tidak berbahaya, kecuali PCP dan golongan merkuri (Sumardiyono, 2013). c. Pengaruh terhadap manusia. Pengaruh terhadap manusia dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Bersifat langsung adalah pengaruh terhadap kesehatan pekerja. Para pekerja dan pemakai fungisida tentu akan terpapar fungisida sewaktu melakukan aplikasi. Bila fungisida yang diaplikasikan berdaya racun tinggi, akibat terhadap para pekerja menjadi sangat berbahaya. Para pekerja akan terpapar fungisida melalui udara yang terhirup karena sebagian bahan yang disemprotkan akan terbawa angin dan masuk ke dalam saluran pernafasan. Para pekerja juga rentan terpapar fungisida bila terjadi kecelakaan atau tumpahan yang mengenai tangan atau kulit (Sumardiyono, 2013). Secara tidak langsung, manusia mendapatkan kontaminasi fungisida melalui makanan yang kita makan. Manusia mengkonsumsi daging, ikan, sayur, beras, atau produk-produk pertanian yang lain. Bila produk tersebut mengandung residu pestisida maka manusialah yang akan mendapatkan residu yang paling banyak (Sumardiyono, 2013). 3.
Fungisida Sistemik Fungisida sistemik adalah fungisida yang dapat masuk melewati kutikula
dan terserap oleh tanaman, bersifat mobile (bergerak) atau ditranslokasikan dari tempat aplikasi ke bagian tanaman yang lain, atau bergerak dari akar melalui xilem ke daun. Fungisida sistemik dapat diaplikasikan sebagai fungisida protektan atau terapeutan. Fungisida jenis ini berfungsi mencegah perkembangan penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
sehingga dapat menyembuhkan (cure) tanaman yang sudah sakit atau menghambat perkembangan penyakit atau disebut juga fungisida kemoterapeutan. Fungisida sistemik yang baik harus memenuhi beberapa kriteria : a.
Senyawa tersebut harus bersifat fungisidal atau dapat diubah menjadi senyawa yang beracun dalam tanaman.
b.
Senyawa tersebut harus mempunyai fitotoksisitas yang sangat rendah karena terserap oleh tanaman.
c.
Senyawa tersebut harus dapat terserap oleh akar, daun atau biji sebelum dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain (Sumardiyono, 2013). Fungisida sistemik dapat diaplikasikan dengan cara perlakuan benih,
penyuntikan batang, penyemprotan pada permukaan tanaman, pembasahan tanah sekitar perakaran. Setelah perlakuan dengan fungisida ini akan terjadi penetrasi ke dalam jaringan tanaman, kemudia di translokasikan ke bagian tanaman yang lain. Fungisida sistemik bekerja sampai jarak yang jauh dari tempat aplikasi dan dapat menyembuhkan tanaman yang sudah sakit. Fungisida sitemik bekerja bersama dengan proses metabolisme tanaman. Fungisida sistemik hanya bekerja pada satu tempat dari bagian sel jamur, sehingga disebut mempunyai cara kerja single site action atau spesifik. Jenis-jenis fungisida sistemik diantaranya golongan oksatin, metalaksil, benzimidazol, fosfat organik, pirimidin, triazol dan strobilurin (Sumardiyono, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. 1.
13
Azoxystrobin
Mekanisme Aksi Azoxystrobin Azoxystrobin (Methyl (E) – 2 - { 2[ 6 - ( 2 – cyanophenoxy ) pyrimidin –
4 –yloxy ]phenyl } – 3 - methoxyacrylate) merupakan fungisida turunan strobulin yang bekerja secara sistemik dan termasuk dalam golongan methoxyacrylates. Mekanisme aksi azoxystrobin adalah menginhibisi respirasi mitokondria jamur. Azoxystrobin memiliki stuktur seperti Gambar 1.
Gambar 1. Stuktur Azoxystrobin (Mastovska, 2008)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
14
Sifat Fisika Kimia Azoxystrobin
Sifat fisika kimia senyawa azoxystrobin dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1. Sifat Fisika Kimia Azoxystrobin
Nama umum Nama kimia (IUPAC)
Nama kimia (CA)
Rumus molekul Bobot molekul Pemerian Tekanan uap pada 20°C Titik lebur Koefisien partisi Kelarutan dalam air 20°C Berat jenis Volatilitas Kelarutan di air 20°C
Kelarutan pada pelarut organic 20°C
Azoxystrobin Methyl (E)-2-{2 [6-(2cyanophenoxy)pyrimidin-4yloxy]phenyl}-3Methoxyacrylate Methyl (E)-2-[[6-(2-cyanophenoxy)-4pyrimidinyl]oxy]-α(methoxymethylene)benzeneacetate C 22 H 17 N 3 O 5 403,4 g/mol Serbuk putih, tidak berbau 1,1 x 10-10 Pa 116°C Log P ow = 2,5 ( 20°C, pH 7) 6 mg/L pada purified water 1,34 g/cm3 Henry’s Law constant = 7,3 x 10-9 Pa m3/mol 6,7 mg/L pada buffer pH 5,2 6,7 mg/L pada buffer pH 7 5,9 mg/L pada buffer pH 9,2 Hexane = 0,057 g/L Octanol = 1,4 g/L Metanol = 20 g/L Toluene = 55 g/L Acetone = 86 g/L Ethyl acetate = 130 g/L Asetonitril = 340 g/L Dicholomethane = 400 g/L (Mastovska, 2008)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
C. Buah Melon 1.
Pengertian Melon Melon merupakan tanaman semusim yang tumbuh menjalar, berbatang
lunak, dari setiap pangkal tangkai daun pada batang utama tumbuh tunas lateral. Pada tunas lateral inilah muncul bunga betina (bakal buah) yang rata-rata mampu menghasilkan satu sampai dua calon buah. Namun, tidak semuanya menjadi buah. Calon buah yang tidak sempat diserbuki akan gugur. Oleh karena itu, perempelan tunas lateral harus dilakukan, kecuali tunas lateral yang bakal buahnya dipilih untuk dijadikan buah. Budi daya tanaman melon dapat pula dirambatkan pada turus bamboo (ajir). Buah melon umumnya berbentuk bulat dengan jarring-jaring (net) yang tampak jelas pada permukaan kulit buahnya. Akan tetapi ada beberapa varietas melon yang tidak memiliki net pada permukaan kulitnya, misalnya Silver Light, Sun Lady, Snow Charm dan beberapa yang lainnya (Samadi, 2007). 2.
Taksonomi Tanaman Melon Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae.
Klasifikasi tanaman melon dalam ilmu tumbuha-tumbuhan atau taksonomi disebutkan dengan urutan sebagai berikut: Kingdom
: Platae / Tumbuh-tumbuhan
Divisio
: Spematophyta / Tumbuhan berbiji
Sub-divisio
: Angiospremae / Tumbuhan Berbiji tertutup
Kelas
: Dicotyledonae / Biji berkeping dua
Ordo
: Cucurbitaceae (Compositae)
Famili
: Cucurbitaceae
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis melo L. ( Nuryanto, 2000).
3.
16
Kandungan Buah Melon Tabel II. Kandungan Buah Melon (Samadi, 2007).
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Unsur Gizi Energi (kalori) Protein (g) Kalsium (mg) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) Karbohidrat (g) Besi (mg) Nicotinamida (mg) Air (mL) Serat (g)
D. 1.
Jumlah 23 0,6 17 2,400 30 0,045 0,065 1,0 6,0 0,5 0,5 93,0 0,4
Ekstraksi
Pengertian dan Prinsip Ekstraksi Liquid-liquid Extraction (LLE) merupakan salah satu ekstraksi yang
sering digunakan untuk memisahkan suatu analit dari komponen lain yang tidak diharapkan. LLE adalah suatu metode pemisahan dengan menggunakan dua fase pelarut yang saling tidak bercampur dengan memperhatikan nilai P-nya. Metode ini digunakan dengan menggunakan tabung sentrifuge dimana hanya memerlukan sampel yang lebih sedikit (Cairns, 2004). Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Di samping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam bentuk paling sederhana, suatu alikuot larutan air digojog dengan pelarut organik yang tidak campur dengan air. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar seperti heksana, metilbenzen, atau diklorometan. Meskipun demikian, proses sebaliknya (ekstraksi analit dari pelarut organik non polar ke dalam air) juga mungkin terjadi (Gandjar dan Rohman, 2007). Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituen yang bersifat non polar atau agak polar. Sementara itu, senyawa-senyawa polar dan senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air (Gandjar dan Rohman, 2007). Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang menyatakan bahwa “pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam dua fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan dirumuskan sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KD = Keterangan: KD
18
(S)org (S)aq
= koefisien partisi
[S]org = konsentrasi analit dalam fase organik [S]aq
= konsentrasi analit dalam fase air Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang
berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi atau polimerasi karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio distribusi atau rasio partisi (D). Persamaannya adalah sebagai berikut: D= Keterangan: D
(Cs)org (Cs)aq
= rasio partisi
(Cs)org = konsentrasi total analit (dalam segala bentuk) dalam fase organik (Cs)aq = konsentrasi total analit (dalam segala bentuk) dalam fase air Analit yang mempunyai rasio distribusi besar (104 atau lebih) akan mudah terekstraksi ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan (yang berarti 100% solut terekstraksi atau tertahan) tidak pernah terjadi. Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam waktu beberapa menit. Akan tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada larutan sampel secara terus menerus (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
19
Pemilihan Pelarut Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah pelarut yang
mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (< 10%), dapat menguap sehingga memudahkan penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Beberapa masalah yang sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi pelarut yaitu: terbentuknya emulsi, analit terikat kuat pada partikulat, analit terserap oleh partikulat yang mungkin ada, analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi, dan adanya kelarutan analit secara bersamasama dalam kedua fase. Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh karena itu, jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery yang diperoleh kurang baik. Emulsi dapat dipecah dengan cara: a.
Penambahan garam ke dalam fase air
b.
Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan
c.
Penyaringan melalui glass-wool
d.
Penyaringan dengan menggunakan kertas saring
e.
Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda
f.
Sentrifugasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E.
20
Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan suatu tekhnik pemisahan suatu partikel saat diberikan gaya terapan sentrifugal. Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat sedimentasi partikel ukuran yang berbeda dan berat jenis (Wilson, 2001). Sentrifugasi adalah nama umum yang diberikan untuk metode pemisahan yang melibatkan rotasi sumbu tetap untuk menghasilkan gaya sentrifugal (g). Kekuatan gaya sentrifugal ini mengakibatkan zat turun melalui media cair dan jatuh atau mengalami sedimentasi yang bervariasi terutama sesuai dengan densitas zat dan ukuran. Kepadatan zat yang berbeda atau ukuran sedimen pada tingkat yang berbeda dan di beberapa titik tertentu secara fisik akan terpisah satu sama lain. Sedimentasi zat dapat di gambarkan dengan persamaan Stokes untuk penyelesaian partikel di medan gravitasi.
dimana v = laju sedimentasi atau kecepatan partikel; d = diameter partikel; ℮p = kepadatan partikel; ℮L = densitas zat cair; n = viskositas medium cair; g = gaya gravitasi. dari persamaan stoke dapat dilihat bahwa: a.
Laju sedimentasi partikel sebanding dengan ukuran partikel
b.
Tingkat sedimentasi sebanding dengan perbedaan kepadatan antara partikel dan cairan
c.
Tingkat sedimentasi adalah nol ketika kepadatan partikel adalah sama dengan densitas cairan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
d.
Penurunan tingkat sedimentasi sebagai viskositas meningkat cair
e.
Peningkatan laju sedimentasi sebagai kekuatan peningkatan gravitasi (Sharpe, 1998).
F.
Solid Phase Extraction (SPE)
Solid Phase Extaction (SPE) merupakan salah satu kemungkinan dalam persiapan sampel dengan berdasarkan metode penjebakan analit. Menggunakan metode ini analit terjebak dalam adsorben, dan kemudian dicuci dengan volume minimal pelarut (Nollet, 2005). Tahapan pertama menggunakan SPE adalah dengan mengkondisikan penjerap menggunakan pelarut yang sesuai. Penjerap nonpolar seperti C 18 dan penjerap penukar ion dikondisikan dengan mengalirinya menggunakan metanol lalu aquadest. Pencucian yang berlebih menggunakan air akan mengurangi recovery analit. Penjerap-penjerap polar seperti diol, sianol, amino, dan silika harus dibilas dengan menggunakan pelarut nonpolar seperti metilen klorida (Rohman, 2009). Solid Phase Exraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru dan cepat berkembang sebagai alat utama yang digunakan untuk pra perlakuan sampel atau clean-up sampel yang kotor. Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah: a.
Proses ekstraksi lebih sempurna
b.
Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
c.
Mengurangi pelarut organik yang digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d.
Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
e.
Mampu menghilangkan partikulat
f.
Lebih mudah diotomatisasi (Rohman, 2009).
22
Empat tahapan dalam prosedur SPE, yaitu: a. Pengkondisian. Catridge (penjerap) dialiri dengan menggunakan pelarut sampel untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang sama, sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukan dapat dihindari. b. Retensi (tertahannya) sampel. Larutan sampel dilewatkan ke catridge baik untuk menahan analit yang dituju, sementara komponen lain terelusi atau untuk menahan komponen yang tidak diharapkan sementara analit yang dituju terelusi. c. Pembilasan. Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap selama tahap retensi. d. Elusi. Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mengambil analit yang dituju, jika analit tersebut tertahan pada penjerap (Rohman, 2009). Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan semua analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara itu senyawasenyawa yang lain akan terelusi. Analit yang dituju selanjutnya dielusi dengan menggunakan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan pada penjerap. Strategi ini bermanfaat jika analit yang dituju berkadar rendah. Strategi yang lainnya adalah dengan mengusahakan supaya analit yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
dituju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu tertahan pada penjerap (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 3. Tahapan SPE (Nollet, 2005).
G. 1.
Kromatografi Gas
Pengertian Kromaografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan
pada perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas dan kromatografi cair (McNair & Miller, 1998). Kromatografi gas adalah teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap dan stabil dengan pemanasan bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Kromatografi gas pada dasarnya merupakan metode pemisahan yang tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tanpa menggunakan baku pembanding.
Optimasi
kromatografi
gas
antara
lain
sensitivitas
dan
selekstivitas/spesifitas instrument terhadap analit yang dianalisis. Polaritas dan volatilitas dari komponen yang akan dipisahkan menjadi pertimbangan untuk memilih fase diam yang cocok (Grob, 1995). Kromatografi Gas merupakan teknik analisis yang cepat, memiliki hasil yang baik untuk analisis pestisida multikomponen, memiliki sensitifitas tinggi dengan detektor yang spesifik (Nollet, 2004). Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi dari komponen yang kita analisis dengan waktu retensi zat baku pembanding (standar) pada kondisi analisis yang sama. Analisis kuantitatif diakukan dengan cara perhitungan relatif dari tinggi atau luas puncak kromatogram komponen yang dianalisis terhadap zat baku pembanding (standar) yang dianalisis (Johnson & Stevenson, 1991). Komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan di antara fase diam dan fase gerak. Suatu kromatografi gas yang baik terdiri dari komponen-komponen penting yaitu gas pembawa dan regulator tekanan, injektor, kolom, oven, detektor, dan pencatat signal (Rouessac dan Annick, 2007). 2.
Prinsip Pemisahan Pemisahan pada kromatografi gas di dasarkan pada titik didih suatu
senyawa dikurangi dengan interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
menghantarkannya ke detektor. Fase gerak dalam kromatografi gas juga biasa disebut sebagai gas pembawa. Syarat gas pembawa adalah tidak reaktif, dan murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada kromatografi gas, fase diam selalu di tempatkan di dalam sebuah kolom. Fase diam ini dapat berupa suatu padatan (Kromatografi Gas-Padat/Gas Solid Chromatography). Cara penyerapan komponen pada kromatografi gas padat (GSC) merupakan proses adsorpsi pada permukaan, sedangkan Kromatografi Gas Cair (GLC) dinamakan kromatografi partisi (Soeryadi, 1997). Pemisahan pada kromatografi gas dapat di lakukan pada suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isotermal dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan suhu terprogram. Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal pada pemisahan isotermal ini adalah suhu yang digunakan beberapa derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan penggunaan pemisahan isotemal ini, yaitu: (1) terkait dengan pemilihan suhu. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat atau bahkan tetap dalam kolom sehingga akan mengacaukan proses kromatografi selanjutnya, dan (2) terkait dengan proses kromatografi, karena makin lama suatu sampel dalam kolom maka semakin lebar alas puncaknya. Kedua hal ini dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
diatasi jika digunakan pemisahan dengan suhu terprogram (Gandjar & Rohman, 2007). Pemisahan dengan suhu terprogram mempunyai keuntungan, yakni mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas. Disamping itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan waktu analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi lebih cepat (Gandjar & Rohman, 2007). 3.
Performance GC Pemisahan yang terjadi pada analisis dengan kromatografi gas
dipengaruhi oleh efisiensi kolom dan efisiensi pelarut. Efisiensi kolom menentukan pelebaran puncak kromatogram. Efisiensi kolom dapat diukur dengan menghitung jumlah lempeng teoritis (N) dan panjang kolom yang sesuai dengan plat teoritis (Height Equivalent to a Theoritical Plate, HETP). HETP adalah panjang kolom yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan komponen cuplikan diantara fase gerak yang bergerak dan fase diam yang diam. Semakin banyak jumlah lempeng teoritis, semakin kecil HETP, maka efisiensi kolom meningkat dan pemisahan yang terjadi akan semakin baik (Jennings, et all., 1987). Faktor ikutan didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak dibagi dua kali jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak, jarak-jarak tersebut diukur pada titik yang ketinggiannya 5% dari tinggi puncak di atas garis dasar. Untuk suatu puncak yang simetris, factor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
ikutan (Tf) besarnya satu, dan besarnya harga Tf ini akan bertambah jika kromatogram semakin tambah berekor (Jennings, et all., 1987). Pemisahan yang sebenarnya dari dua puncak yang berurutan diukur dengan resolusi atau daya pisah. Resolusi merupakan suatu ukuran keefisienan kolom dan pelarut yang dapat menerangkan sempitnya puncak dan juga pemisahan antara dua maksimum puncak. Resolusi didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan jumlah lebar masing-masing puncak dengan diukur dari alas puncak. Bila nilai resolusi adalah satu maka kesempurnaan pemisahan dua puncak adalah 99,7%. Umumnya dalam praktek, nilai resolusi satu tidak cukup baik karena derajat overlap. Pemisahan yang baik dicapai pada resolusi sekitar 1,5 atau lebih (Wittkowski & Matissek, 1990). 4.
Instrumentasi
Gambar 4. Diagram Skematik Kromatografi Gas (Nagel, 2004)
a. Gas pembawa. Fase gerak dalam kromatografi gas disebut gas pembawa dan harus murni dan inert secara kimia. Gas pembawa yang umumnya digunakan adalah helium, nitrogen, argon, dan hidrogen (Skoog, West, Holler,and Crouch, 2004). Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Gas pembawa untuk detektor ECD biasanya adalah N 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
dengan kecepatan alir 30-60 ml/menit. Untuk setiap pemisahan dengan kromatografi gas terdapat kecepatan optimum gas pembawa yang tergantung pada diameter kolom. Kolom kapiler menggunakan kecepatan alir gas yang rendah, yakni antara 0,2 – 2 mL/menit. Karena kecepatan alir gas pembawa pada kolom kapiler sangat rendah, maka pada kebanyakan detektor ditambah gas tambahan yang ditambahkan ke dalam efluen setelah keluar dari kolom tetapi belum mencapai detektor. Gas tambahan umumnya sama dengan gas pembawa, meskipun kadangkala digunakan helium. Gas pembawa bekerja paling efisien pada kecepatan alir tertentu. Gas nitrogen akan efisien jika digunakan dengan kecepatan alir ± 10 ml/menit, sementara helium akan efisien pada kecepatan alir 40 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 5. Gas yang Digunakan dalam Kromatografi Gas (Grob, 1995)
b. Sample Injector. Ruang injektor atau inlet berfungsi untuk menghantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa. Sampel yang akan dikromatografi di masukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan umumnya 10 – 15ºC
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 μL, berbeda dengan kolom kemas yang memerlukan 1 – 100 μL sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikan (split injection). Dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya diketahui, disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa dan sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi dua aliran. Satu aliran masuk ke dalam kolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir di dalam kedua aliran diukur dan ditentukan nisbah (rasio) pemecahannya. Jika 1 μL sampel dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang mempunyai nisbah pemecahan 1:100, maka sebanyak 0,01 μL sampel masuk ke dalam kolom dan sisanya akan dibuang (Gandjar dan Rohman, 2007). c. Kolom. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Terdapat dua jenis tipe kolom yang digunakan dalam gas kromatografi, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler atau sering disebut open tubular columns. Pada masa lalu, lebih banyak digunakan kolom kemas untuk melakukan analisis menggunakan gas kromatografi. Untuk aplikasi masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
kini, kolom kemas digantikan dengan kolom kapiler karena lebih efisien dan lebih cepat (Skoog, West, Holler, and Crouch, 2004). Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 mm atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi sekelumit atau ketika seorang analis akan memisahkan komponen yang sangat kompleks (Gandjar dan Rohman, 2007). Kolom kapiler terbuat dari silica (SiO 2 ) dan dilapisi dengan polymide (plastik yang mampu menahan suhu 350ºC). Pada bagian dalam terdapat rongga yang menyerupai pipa, oleh karena itu kolom kapiler juga disebut Open Tubular Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Terdapat 4 macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Wall Coated Open Tubular Column), SCOT (Support Coated Open Tubular Column), PLOT (Porous Layer Open Tubular Column), dan FSOT (Fused Silica Open Tubular Column). WCOT (Wall Coated Open Tubular Column) memiliki 0,1 – 5 μm lapisan tipis fase diam cair yang terdapat pada dinding bagian dalam kolom. SCOT (Support Coated Open Tubular Column) memiliki partikel solid yang dilapisi dengan fase diam cair yang terdapat pada bagian dalam dinding. Pada PLOT (Porous Layer Open Tubular Column) partikel padat sebagai fase diam aktif. Dengan besarnya luas area yang dimiliki, SCOT dapat menampung sampel lebih besar daripada WCOT. Performa SCOT berada diantara WCOT dan kolom kemas. Diameter dalam kolom kapiler memiliki ukuran 0,10 – 0,53 mm dengan panjang 15 sampai 100 m, umumnya adalah 30 m. Menurut Moffat, Osselton, and Widdop (2011)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
kolom kapiler menghasilkan resolusi, sensitivitas, daya tahan yang lebih baik daripada kolom kemas (Harris, 2010). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuwan. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan kolom kapiler memberikan harga jumlah plat teori yang sangat besar (> 300.000 plat). Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE- 30; CPSIL-5) dan fenil 5% - metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE52; CPSIL- 8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50% - metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilenglikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponenkomponen dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60 – 80 mesh (250 – 170 μm) (Gandjar dan Rohman, 2007). d. Detektor penangkap electron (Electron capture detector/ECD). Detektor penangkap elektron (ECD) merupakan detektor yang dilengkapi dengan sumber radioaktif yaitu tritium (3H) atau nikel (63Ni) yang menghasilkan partikelβ. Partikel radioaktif ini bertubrukan dan mengioniasi gas pembawa (make up) gas (Grob, 1995). Tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
terlalu tinggi, antara 2-100 volt. Dasar kerja detektor ini adalah: penangkapan elektron oleh senyawa yang memiliki afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif. Bila fase gerak (gas pembawa N 2 ) masuk ke dalam detektor maka sinar β akan mengionisasi molekul N 2 menjadi ion-ion N 2 + dan menghasilkan elektron bebas yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektronelektron yang terkumpul pada anoda akan menghasilkan arus garis dasar (baseline curent) yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sampel (senyawa dengan unsur elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke ruang detektor yang dipenuhi awan elektron, maka senyawa ini akan menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga arus listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram (Gandjar & Rohman, 2007). Detektor merupakan perangkat yang di letakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa gan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
e. Oven. Pemilihan temperatur pada kromatografi gas tergantung pada beberapa faktor. Temperatur injeksi harus relatif tinggi yang memberikan kecepatan penguapan yang paling tinggi sehingga memberikan resolusi yang baik. Temperatur injeksi terlalu tinggi dapat menyebabkan karet septum menjadi rusak dan menyebabkan tempat injeksi menjadi kotor. Temperatur kolom berhubungan dengan kecepatan, sensitivitas, dan resolusi. Pada temperatur kolom yang tinggi, komponen sampel lebih banyak berada pada fase gas sehingga akan cepat terelusi tetapi resolusi nya menjadi buruk. Pada temperatur rendah, komponen sampel akan memiliki lebih banyak waktu untuk berada pada fase diam dan terelusi secara perlahan, resolusi menjadi meningkat tetapi sensitivitas menurun karena puncak yang dihasilkan akan melebar. Temperatur detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi sampel (Christian, 2004).
H. Metode Kuantifikasi Metode kuantifikasi dan proses kalibrasi adalah sama digunakan pada suatu teknik instrumental untuk analisis senyawa organic seperti contohnya pada insteumen kromatografi gas. Determinasi kuantitatif suatu komponen organic didasarkan pada perbandingan respons instrumental dari suatu senyawa yang tidak diketahui dengan kalibran. Kalibran disiapkan dengan referensi standar yang diketahui memiliki kemurnian yang tinggi. Beberapa pendekatan untuk kuantifikasi yaitu dengan menggunakan metode standar eksternal, metode standar internal dan metode standar adisi (Czichos, 2006).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
34
Metode Standar Eksternal Metode standar eksternal merupakan metode yang digunakan untuk
menetapkan konsentrasi senyawa yang tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel dengan menggunakan plot kalibrasi kurva baku eksternal. Larutan-larutan kurva baku eksternal disiapkan dan dianalisis secara terpisah dari kromatogram senyawa tertentu yang ada dalam sampel. Sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan ditetapkan konsentrasinya dan telah disiapkan, selanjutnya diinjeksikan dan dianalisis dengan cara yang sama. Konsentrasi senyawa tersebut ditentukan dengan metode grafik dari plot kalibrasi atau secara numerik (Rohman, 2009). 2.
Metode Standar Internal Metode standar internal berdasarkan pada perbandingan respon relatif
dari analit terhadap respon satu atau lebih suatu senyawa. Standar internal di tambahkan ke dalam sampel dan kalibran. Baku standar internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun demikian senyawa ini harus terpisah
dengan
baik
selama
proses
pemisahan.
Baku
internal
dapat
menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel atau konsentrasi karena adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel atau konsentrasi karena variasi instrument. Suatu baku internal digunakan jika suatu sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat signifikan. Perlakuan yang dimaksud adalah tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi, ekstraksi, filtrasi, dan sebagainya yang mengakibatkan sampel berkurang. Jika baku internal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan preparasi sampel, maka baku internal dapat menjadi faktor koreksi hilangnya sampel. 3.
Metode Standar Adisi Metode standar adisi didasarkan pada adisi suatu senyawa kalibran yang
diketahui kuantitas atau konsentrasinya kemudian ditambahkan pada sampel yang tidak diketahui jumlah/konsentrasinya (dengan atau tanpa penambahan standar internal). Dengan menambahkan paling sedikit dua atau lebih alikuot standar, suatu kurva dapat disiapkan. Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan ekstrapolasi kurva kalibrasi. Respon analit harus linier pada kisaran konsentrasi yang digunakan dalam kurva baku kalibrasi. Suatu pendekatan dalam standar adisi adalah dengan membagi sampel ke dalam beberapa bagian yang sama kemudian diadisi dengan konsentrasi standar adisi yang meningkat. Selanjutnya dianalisis antara respon analit dengan konsentrasi yang dinjeksikan (Rohman, 2009).
I.
Validasi Metode Analisis
Metode analisis merupakan serangkaian prosedur yang dapat diterima dalam mendapatkan hasil analisis suatu sampel. Validasi merupakan proses verifikasi metode yang sesuai dengan tujuan analisis. Metode dapat berupa hasil pengembangan metode lain, di dapat dari suatu literatur atau bahkan dari pihak ketiga lainnya. Suatu metode mungkin diadaptasikan atau dimodifikasi untuk dapat memenuhi persyaratan dan kemampuan dari sebuah laboratorium dan atau untuk tujuan metode yang akan digunakan. Beberapa garis besar kriteria validasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
metode residu fungisida meliputi akurasi, presisi, kisaran linearitas, linearitas, dan LOQ (CCPR, 2003). 1.
Akurasi Akurasi merupakan kedekatan nilai antara hasil uji dan hasil referensi
yang diketahui. Akurasi dapat ditetapkan dari hasil perolehan kembali (% recovery). Recovery merupakan fraksi atau persentase dari perolehan kembali suatu analit setelah ekstraksi dan analisis sampel kosong yang telah ditambahkan analit dengan konsentrasi yang diketahui (adisi menggunakan reference material). Suatu % recovery yang dikatakan memenuhi parameter validasi metode residu fungisida jika berada pada rentang 70 % - 125% untuk konsentrasi 10 µg/kg (ppb) (AOAC, 2002). 2.
Presisi Presisi adalah Kedekatan antara hasil uji yang diperoleh di bawah kondisi
yang ditetapkan. Presisi dapat ditentukan dengan ≥ 3 replikasi pada ≥ 5 level. Presisi dapat ditetapkan dengan melihat % RSD. Suatu metode dikatakan memiliki repeatability yang baik jika % RSD ≤ 20 % (CCPR, 2014) atau kurang dari 32% pada konsentrasi 10 µg/kg (ppb) (AOAC, 2002). . 3.
Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Suatu linearitas metode analisis reidu fungisida dapat dikatakan baik jika ≥ 0,990 (CCPR, 2003).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
37
Limit of Quantitation (LOQ) LOQ merupakan konsentrasi terkecil analit yang dapat diukur. Umumnya
didefinisikan sebagai konsentrasi minimum analit dalam sampel uji yang dapat ditentukan dengan presisi yang dapat diterima (pengulangan) dan akurasi di bawah kondisi yang dinyatakan dalam hasil uji. LOQ dapat diterima jika kurang dari ½ MRL dan positive list sebesar 0,01 µg/g (CCPR, 2003).
J.
Landasan Teori
Azoxystrobin merupakan fungisida turunan strobulin yang bekerja secara sistemik dan termasuk dalam golongan methoxyacrylates. Mekanisme aksi azoxystrobin adalah menginhibisi respirasi mitokondria jamur. Intrumen GC-ECD dapat dikatakan sudah dalam kondisi yang optimum jika mendapatkan N, Rs dan Tf yang memenuhi persyaratan. Setelah didapatkan konsidi yang dapat memisahkan analit dengan berbagai impurities maka dilakukan pengujian keajegan dari sistem GC-ECD dengan menginjeksikan enam kali konsentrasi yang sama pada kondisi yang sama. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan analisis kuantitatif dari GC-ECD yang meliputi % RSD RF, % D, linearitas, kisaran linearitas, IDL dan IQL. Ekstraksi azoxystrobin dilakukan dengan metode QuEChERS dan pengendapan menggunakan sentrifugasi. Clean-up dilakukan dengan menggunakan kolom SPE C 18 dimana bagian nonpolar dari azoxystrobin akan terjerab dalam fase diam. Determinasi menggunakan GC-ECD. Hasil validasi metode analisis dikatakan baik jika memenuhi persyaratan akurasi, presisi, kisaran linearitas, linearitas dan LOQ.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
K. 1.
38
Hipotesis
Pelarut dengan polaritas yang mendekati azoxystrobin dapat digunakan sebagai pelarut ekstraksi azoxystrobin pada kulit dan daging buah melon secara kuantitatif
2.
SPE C 18 dapat digunakan sebagai sarana clean-up untuk memisahkan matriks dengan azoxystrobin dengan fase gerak yang sesuai
3.
Azoxystrobin dapat dipisahkan dengan matriks dengan GC dan ditetapkan dengan detector ECD
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni karena terdapat perlakuan terhadap subjek uji.
B. Variabel Penelitian 1.
Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi standar
azoxystobin yang ditambahkan, volume fase gerak saat clean-up, lama sentrifugasi, kecepatan sentrifugasi. 2.
Variabel Tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah hasil fraksi elusi metanol
saat clean-up, jumlah supernatan yang diperoleh, lama sentrifugasi, kecepatan sentrifugasi, resolusi (Rs), jumlah lempeng (N), tailing factor (Tf), waktu retensi (tR), koefisien korelasi, limit of detection (LOD) atau IDL, IQL, limit of quantification (LOQ), LLMV, presisi, dan hasil % recovery validasi metode analisis. 3.
Variabel Pengacau Terkendali Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian
pelarut yang digunakan. Hal tersebut diatasi dengan menggunakan pelarut pro
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
analysis (p.a.) yang memiliki kemurnian tinggi, berat sampel melon, jumlah garam, conditioning SPE, volume pencucian SPE dan waktu alir SPE.
C. Definisi Operasional a.
Azoxystrobin adalah fungisida golongan strobulin yang dianalisis dalam penelitian ini
b.
QuEChERS adalah cara cepat dan mudah dalam penentuan multiresidu pestisida dengan menggunakan ekstraksi asetonitril dan garam MgSO 4 , NaCl, Natrium sitrat, disodium sitrat sesquihidrat dilanjut dengan partisi dispersiveSPE.
c.
Conditioning SPE adalah proses mengaliri SPE dengan menggunakan 3 mL metanol dan 3 mL aquabidest secara berurutan hingga catrid SPE C 18 benarbenar terbuka sempurna
d.
GC-ECD adalah seperangkat sistem Gas Chromatography yang dilengkapi dengan Electron Capture Detector (ECD)
e.
Parameter
validasi
metode
analisis
adalah
semua
parameter
yang
dipersyaratkan agar diperoleh metode analisis yang valid diantaranya akurasi, presisi, koefisien korelasi, LOD dan LOQ f.
Standar internal adalah standar dekachlorobifenil (DCB) yang ditambahkan untuk mengoreksi kesalahan saat proses berlangsung
g.
Homogenisasi sampel adalah proses menghomogenisasi melon tanpa adanya penambahan air
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
D. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku azoxystrobin 99,7% (Syngenta), standar dekachlorobifenil (DCB) (Sigma Aldrich) , asetonitril, metanol, MgSO 4 , NaCl, Natrium sitrat, disodium sitrat hydrogenate sesquihydrate dengan kualitas pro analysis (E. Merck), aquadest (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental
Farmasi
USD),
aquabidest
(Laboratorium
Kimia
Analisis
Instrumental Farmasi USD), dan sampel melon dari pedagang buah di beberapa Pasar Yogyakarta.
E. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi gas HP 5890 series II dengan dilengkapi detektor ECD 63Ni dan kolom kapiler non polar (5%-phenyl)-methylpolysiloxane, 12–50 m, i.d 0,20–0,32 mm, d.f. 0,11–0,52 µm, neraca analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003, max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg, e = 1 mg), kolom SPE C 18 400 mg, homogeniser sample, vortex, hot plate, termometer, sentrifuse, botol plastik sentrifugasi 15 ml, ultrasonifikasi, syringe, mikropipet, pisau, sarung tangan, seperangkat komputer dengan CBM102 (Shimadzu), perangkat lunak Shimadzu Labsolutions: GC Solution versi 2.30.00SU4, perangkat lunak Powerfit v.6.05 dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
F. Tata Cara Penelitian Garis besar dari penelitian ini dibagi menjadi uji kesesuaian sistem GCECD, preparasi sampel melon, optimasi clean-up, validasi metode analisis residu azoxystrobin dalam buah melon. Metode dikatakan valid jika dapat memenuhi parameter validitas yang meliputi akurasi, presisi, koefisien korelasi, LOD dan LOQ. 1. Prosedur Pencucian Alat-Alat Gelas Cuci alat dengan menggunakan aquadest sebanyak tiga kali dan ditunggu hingga kering. Cuci kembali alat menggunakan aceton tiga kali kemudian keringkan. Terakhir cuci alat menggunakan metanol dengan tiga kali pengulangan dan keringkan. 2. Pembuatan Larutan Stok Azoxystrobin dan DCB a. Pembuatan stok azoxystrobin. Ditimbang sejumlah lebih kurang 11,4 mg baku azoxystrobin dan larutkan dalam 1mL toluen sehingga didapatkan konsentrasi stok induk sebesar 11,4 mg/mL. b. Pembuatan stok DCB. Timbang 10mg DCB dan larutkan dalam 100 mL pelarut. Ambil 10 uL dan add hingga volume 1000 uL. 3. Pembuatan Larutan Intermediet Azoxystrobin a. Pembuatan larutan intermediet A. Ambil 40 µL dari stok induk dan larutkan dalam 1000 µL heksan sehingga didapatkan larutan intermediet A dengan konsentrasi 0,456 µg/µL.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
b. Pembuatan larutan intermediet B. Ambil 10 µL larutan intermediet A diencerkan hingga volume 1000 µL heksan, sehingga didapatkan konsentrasi 0,456 x 10-2 µg/ µL. 4. Uji Kesesuaian Sistem GC-ECD Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum metode analisis terpilih dilaksanakan. Secara normal terdapat variasi dalam peralatan dan teknik analisis, maka uji kesesuaian system perlu dilakukan untuk memastikan sistem operasional akhir adalah efektif dan memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan analisis. Kelayakan sistem dilihat dari beberapa parameter yaitu presisi, linearitas dan sensitivitas sistem GC-ECD. a. Optimasi sistem GC-ECD. Optimasi terhadap sistem GC-ECD dilakukan dalam uji kesesuaian sistem. Optimasi instrumen GC-ECD dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam petunjuk operasional alat yang dilakukan oleh Sanjayadi (2014). b. Kinerja kualitatif GC-ECD. Kinerja GC-ECD meliputi pemisahan standar azoxystrobin pada sistem atau performa GC-ECD, dan keajegan sistem. Dilakukan dengan menginjeksikan larutan intermediet B dengan kadar 0,137 ng pada GC-ECD yang sudah dioptimasi sebanyak enam kali dibawah kondisi sistem yang sama. c. Kinerja kuantitatif GC-ECD. Dalam analisis kuantitatif GC-ECD meliputi parameter-parameter presisi, linearitas, rentang linearitas, sensitivitas LOD/ IDL dan IQL, akurasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
1) Presisi sistem GC-ECD. Repeatability sistem dilihat dari nilai % RSD. Nilai % RSD ditetapkan dengan cara menginjeksikan sebanyak tiga kali larutan intermediet B dengan jumlah volume pengambilan 20 µL; 10 µL; 7 µL; 5 µL; ; 4 µL, 3 µL, 2 µL yang mana masing-masing ditambahkan 2 µL standar internal dan diencerkan menggunakan heksan hingga volume 200 µL. Injeksikan pada GC-ECD dengan menggunakan volume injeksi 2 µL sehingga didapatkan massa berturut-turut sebesar 0,912 ng; 0,456 ng; 0,319 ng; 0,228 ng; 0,182 ng, 0,137 ng dan 0,091 ng. Diperoleh respon sistem yang berupa luas puncak azoxystrobin pada tiap kadar, sehingga dapat dihitung nilai rata-rata respon factor (RF) , standar deviasi RF dan % RSD RF. 2) Linearitas hubungan kadar baku azoxystrobin dengan respon sistem GCECD. Koefisien korelasi (r) digunakan sebagai penentu linearitas hubungan kadar baku azoxystrobin dengan respon yang berupa luas puncak azoxystrobin/standar internal. Nilai parameter (r) dapat ditetapkan dengan menginjeksikan sebanyak tiga kali larutan intermediet B dengan volume pengambilan 20 µL; 10 µL; 7 µL; 5 µL; ; 4 µL; 3 µL dan 2 µL yang masingmasing ditambahkan 2 µL standar internal dan diencerkan menggunakan heksan hingga volume 200 µL. Injeksikan pada GC-ECD dengan menggunakan volume injeksi 2 µL sehingga didapatkan massa berturut-turut sebesar 0,912 ng; 0,456 ng; 0,319 ng; 0,228 ng; 0,182 ng; 0,137 ng; dan 0,091 ng. Lakukan perhitungan dengan menggunakan program statistik powerfit hingga didapatkan hubungan antara kadar azoxystrobin dengan rasio
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
puncak azoxystrobin/luas puncak DCB serta nilai statistik lain seperti intersep (a) dan slope (b). 3) Sensitivitas sistem GC-ECD. Beberapa parameter sensitivitas adalah nilai LOD/ IDL, IQL dan slope. Parameter ini dapat ditetapkan dengan cara menginjeksikan sebanyak tiga kali larutan intermediet B dengan volume pengambilan 20 µL; 10 µL; 7 µL; 5 µL; ; 4 µL; 3 µL; 2 µL; 1 µL yang masing-masing ditambahkan 2 µL standar internal dan diencerkan menggunakan heksan hingga volume 200 µL. Injeksikan pada GC-ECD dengan menggunakan volume injeksi 2 µL sehingga didapatkan massa berturut-turut sebesar 0,912 ng; 0,684 ng; 0,456 ng; 0,319 ng; 0,228 ng; 0,182 ng; 0,137 ng; 0,091 ng; 0,046 ng. Lakukan perhitungan dengan menggunakan program statistik powerfit hingga didapatkan hubungan antara kadar azoxystrobin dengan rasio puncak azoxystrobin/luas puncak DCB serta nilai statistik lain seperti LOD/IDL, IQL dan slope (b). 4) Akurasi. Pengukuran kedekatan antara nilai yang sebenarnya dengan nilai yang terukur dapat ditetapkan dengan menggunakan % D. Semakin kecil % D maka kedekatan semakin baik. Parameter ini dapat ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan intermediet B dengan volume pengambilan 20 µL; 15 µL; 10 µL; 7 µL; 5 µL; ; 4 µL; 3 µL; 2 µL; 1 µL yang masing-masing ditambahkan 2 µL standar internal dan diencerkan menggunakan heksan hingga volume 200 µL. Injeksikan pada GC-ECD dengan menggunakan volume injeksi 2 µL sehingga didapatkan massa berturut-turut sebesar 0,912 ng; 0,684 ng; 0,456 ng; 0,319 ng; 0,228 ng; 0,182 ng; 0,137 ng; 0,091 ng;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
0,046 ng. Lakukan perhitungan dengan menggunakan program statistik powerfit hingga didapatkan persamaan y=bx+a untuk dapat menghitung % D. 5. Preparasi Sampel Melon a. Penetapan kadar air dalam buah melon. Homogenisasi kulit, daging dan whole melon secara terpisah tanpa penambahan air. Timbang masing-masing sampel 10 gram. Letakan dalam cawan petri kemudian oven hingga bobot tetap dalam suhu 65°C. b. Optimasi lama sentrifugasi. Homogenisasi sampel. Timbang sebanyak kurang lebih 5 gram sampel yang telah homogen dan masukan dalam tabung sentrifugasi 15mL. Tambahkan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 5 mL asetonitril. Gojog dengan kuat selama 1 menit kemudian vortex selama 2 menit. Sentrifugasi dengan kecepatan 5000rpm selama 5 menit ; 10 menit dan 15 menit. Bandingkan hasil supernatan yang diperoleh. 6. Optimasi Clean-Up Menggunakan SPE C 18 a. Penentuan kapasitas berat SPE. Homogenisasi melon hingga homogen. Timbang 10 gram sampel dan masukan dalam tabung sentrifugasi 50 mL. Tambahkan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 10 ml asetonitril dan kemudian gojok dengan kuat selama 1 menit. Vortex selama 2 menit dan sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Ambil 1 mL supernatan dan masukan dalam flakon. Kemudian oven hingga beratnya tetap. Timbang berat sampel yang telah kering, kemudian hitung kapasitas berat SPE dengan rumus:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Berat sampel = Kapasitas SPE x 5% b. Optimasi tahap washing saat clean up SPE. Timbang 5 gram sampel yang telah dihomogenkan, tambahkan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 5 ml asetonitril. Gojog dengan kuat selama 1 menit, vortex selama 2 menit dan sentrifugasi 5 menit dengan kecepatan 5000rpm. Ambil 3 mL supernatan kemudian adisi dengan 2 µL standart intermediet A. Keringkan lalu tambahkan 1 mL aquabidest dan ultrasonifikasi selama 5 menit. Loading sampel ke SPE dengan kecepatan alir maksimal 1 ml/menit. Washing dengan berbagai macam komposisi pelarut, antara lain: 5 mL aquabidest dan 5 mL metanol 5%. Elusikan 3 ml metanol dan tampung dalam flakon. Keringkan hasil elusi dan hasil washing kemudian larutkan dalam 100 µL heksan. Masing-masing hasil eluat metanol setelah diwashing menggunakan 5 % metanol dan 100% aquabidest, diinjeksikan dalam GC-ECD dengan volume injeksi 2 µL. c. Optimasi tahap elusi untuk dapat menarik analit. Penarikan analit dilakukan dengan memfraksinasi jumlah elusi metanol. Timbang 2 sampel yang telah dihomogenkan dengan berat masing-masing 5 gram dan masukan dalam tabung sentrifugasi 15 mL. Tambahkan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 5 mL asetonitril. Gojog dengan kuat selama satu menit dan vortex selama dua menit. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000rpm selama 5 menit. Ambil 3 mL supernatan dan masukan dalam flakon. Adisi menggunakan larutan intermediet A dengan volume 50 µL. Kemudian keringkan menggunakan gas nitrogen diatas waterbath. Larutkan hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
pengeringan dalam 1 mL aquabidest dan lakukan ultrasonifikasi selama 5 menit. Loading sampel pada SPE yang telah di conditioning. Washing dengan 5 mL aquabidest dan tunggu hingga kering dengan bantuan gas nitrogen. Lakukan 5 kali fraksinasi metanol secara kuantitatif, dimana penggunaan metanol pada tiap fraksi sebanyak 1 mL. Tampung hasil fraksinasi dalam flakon yang berbeda-beda. Kemudian keringkan dengan menggunakan gas nitrogen diatas waterbath. Larutkan dengan menggunakan heksan 100 µL dan injekan pada GC-ECD yang telah teroptimasi. d. Optimasi kelayakan SPE untuk digunakan lebih dari satu kali. Homogenisasi melon hingga homogen, timbang tiga sampel masing-masing sebanyak 5 gram dan masukan dalam tiga tabung sentrifugasi 15mL. Adisi menggunakan 15 µL larutan intermediet B. Tambahkan pada masing-masing tabung 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 5 ml asetonitril. Gojog dengan kuat selama 1 menit dan vortex selama 2 menit. Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Ambil 3 ml supernatan dan masukan dalam flakon. Uapkan dengan menggunakan gas nitogen hingga kering. Larutkan hasil pengeringan dalam 500 µL aquabidest dan ultrasonifikasi selama 5 menit. Elusikan ketiga sampel yang diadisi menggunakan 15 µL larutan intermediet B kedalam satu SPE yang sama (SPE A), dengan tiap kali pencucian menggunakan 30 ml metanol dan 10 ml aquabidest. Atur kecepatan alir SPE maksimal adalah 1 ml/menit. Washing dengan menggunakan 5 ml aquabidest. Elusi dengan 3 ml metanol kemudian tampung hasil elusi menggunakan flakon. Uapkan tiga eluat yang dihasilkan hingga kering dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
flakon yang berbeda-beda, kemudian larutkan dalam 100 µL heksan untuk siap diinjek ke GC. 7. Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon Parameter validasi yang akan dievaluasi dalam metode ini adalah akurasi, presisi, linearitas, kisaran linearitas dan limit of quantification (LOQ) dengan menggunakan metode adisi. Proses validasi ini menggunakan 81 sampel dibagi menjadi tiga perlakuan adisi. Adisi standar azoxystrobin yang dilakukan pada awal sebelum ekstraksi (Jalur A), sebelum clean up (Jalur B), dan sebelum determinasi GC (Jalur C). Tiap jalur diadisi dengan 9 tingkat konsentrasi azoxystrobin yang dibuat dari 1 µL, 2 µL, 3 µL, 5 µL, 7 µL, 10 µL, 13 µL, 16 µL,20 µL larutan intermediet B. Tiap konsentrasi pada masing-masing jalur direplikasi 3 kali. dan satu sampel blanko untuk semua keseluruhan proses. Adapun yang dimaksud proses ekstraksi, clean up dan determinasi adalah sebagai berikut: a. Ekstraksi QuEChERS. Timbang sampel sebanyak 81 sampel melon yang telah dihomogenkan dengan berat masing masing sampel 5 gram, masukan dalam tabung sentrifugasi 15mL. Tambahkan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O dan 5 ml asetonitril. Gojog selama satu menit dengan kuat lalu vortex selama 2 menit. Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit.
Ambil semua supernatan dan lakukan kembali
reekstraksi dengan menambahkan 5 ml asetonitril. Campurkan kedua hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
supernatan yang diperoleh ±10 ml kemudian masukan dalam flakon dan keringkan menggunakan gas nitrogen diatas waterbath. b. Clean-up menggunakan SPE. Conditioning SPE dengan mengaliri 5ml metanol dan 5 ml aquabidest secara berurutan. Larutkan supernatan hasil ekstraksi yang telah dikeringkan ke dalam 500 µL aquabidest dan ultrasonifikasi selama 5 menit. Masukan hasil ultrasonifikasi ke dalam SPE yang telah diconditioning. Washing dengan mengaliri 5 ml aquabidest dan tunggu hingga kering. Elusi dengan 3 ml metanol dan tampung hasil menggunakan flakon kemudian keringkan. Tambahkan 2 µL DCB dan larutkan dalam 200 µL hexan kemudian injek ke GC dengan volume 2 µL. c. Determinasi GC-ECD. Tambahkan 2 µL DCB pada hasil pengeringan clean-up dan larutkan dalam 200 µL hexan kemudian injek ke GC dengan volume 2 µL.Akurasi dapat didapatkan dari hasil perolehan kembali pada tiap seri kadar kurva baku adisi. Presisi ditentukan dari hasil perhitungan simpangan baku (standard deviation). Linearitas dan limit of detection (LOD) diperoleh melalui kurva baku solven. Limit of quantification (LOQ) didapatkan dengan menggunakan kurva baku adisi.
G. Analisis Hasil Penulisan 1.
Analisis Kualitatif GC-ECD Optimasi kromatografi gas dilihat melalui kecepatan alir gas pembawa,
initial temperature, suhu injektor, suhu kolom, suhu oven, dan suhu detektor yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
menghasilkan pemisahan optimum. Parameter pemisahan telah optimum antara lain resolusi (Rs), tailing factor (Tf), dan jumlah plate (N). a. Resolusi (Rs). Pemisahan peak dapat dikatakan baik jika terjadi pemisahan 6σ atau Rs ≥ 1,5 (Grob,1995).
(Grob, 1995). Keterangan : tR
= waktu retensi
w 1 dan w 2
= lebar area
b. Jumlah plate (N). Nilai N yang dipersyaratkan secara umum > 7000 (Grob,1995).
(Grob, 1995). Keterangan : tR
= waktu retensi
w
= lebar dasar puncak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
c. Tailing factor (Tf). Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah ≤ 1,2. Jika Tf lebih besar dari 1,2 maka kromatrogram tersebut mengalami pengekoran (tailing) (Dolan et al, 2002). d. Keajegan. Ratio tR standar/standar internal dan rasio luas area standar/DCB dari penginjekan 6 kali. Keajegkannya dihitung dengan melihat nilai % RSD yang tidak boleh lebih dari 20% (Sanco, 2013). Dengan rumus 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
% RSD = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 100%
(Harmita, 2004).
2.
Analisis Kuantitatif GC-ECD a. Presisi. Presisi diperoleh dengan cara melihat kedekatan antara
penginjekan rasio luas area azoxystrobin/standar internal. Presisi diperoleh dari perhitungan secara matematis terhadap besarnya simpangan baku data. 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
% RSD = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 100% Tabel III. Kriteria % RSD Validasi Metode Analisis
(AOAC, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
b. Linearitas. Linearitas ditentukan dari koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari mengeplotkan kadar azoxystrobin dengan rasio luas puncak azoxystrobin/standar internal dari data kurva baku dalam regresi linear yang dapat diolah secara statistik menggunakan program Powerfit (Utrech University FacµLteit Scheikunde). Nilai R2 ≥0,99 (AOAC, 2002). c. Sensitivitas.
Sensitivitas
GC-ECD
dapat
ditentukan
dengan
menghitung LOD dengan rumus: LOD = 3 𝑥
𝑆𝑎 𝑏
(USDA/AMS PDP, 2015).
d. Respon Faktor (RF) adalah rasio antara sinyal yang dihasilkan oleh suatu analit, dan kuantitas analit yang menghasilkan sinyal. RF =
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
(USDA/AMS PDP, 2015).
e. Percent difference (% D). %D diterima jika ≤ 20 % dengan rumus:
(USDA/AMS PDP, 2015). Keterangan : c 1 = konsentrasi standar yang diketahui yang dapat dikuantifikasi c 2 = konsentrasi yang dihitung dari kurva kalibrasi 3.
Pengukuran Kadar Air dalam Sampel Melon
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Dilakukan dengan menghitung kadar air konstan pada tiap sampel kulit, daging dan whole melalui rumus 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
Kadar air = 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛 𝑥 100% 4.
Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon a. Akurasi. Akurasi diperoleh dengan menghitung perolehan kembali
(percent recovery) dari azoxystrobin. Akurasi dihitung dengan rumus: 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
Perolehan kembali (recovery) = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑖 𝑥 100%
b. Presisi. Presisi diperoleh dari perhitungan secara matematis terhadap besarnya simpangan baku (standard deviation) data. 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
Kesalahan Acak (% KV) = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 100%
c. Linearitas. Linearitas ditentukan dari koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari mengeplotkan kadar azoxystrobin dengan rasio luas puncak azoxystrobin/standar internal DCB dari data kurva baku dalam regresi linear yang dapat diolah secara statistik menggunakan program Powerfit (Utrech University Faculteit Scheikunde). Didapatkan persamaan y =bx + a. d. Limit of Quantification (LOQ). LOQ diperoleh dengan menghitung simpangan baku dari intercept kurva baku adisi dan diolah menggunakan persamaan matematis secara statistik menggunakan program Powerfit (Utrech University Faculteit Scheikunde). LOQ dihitung dengan menggunakan rumus: LOQ = 3 𝑥
𝑆𝑎 𝑏
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H. Rancangan Penelitian 1. Optimasi Washing SPE
Homogenisasi melon Timbang 5 gram
Tambahkan : 2 gram MgSO4 0,5 gram NaCl 0,5 gram Na3CitR 0,25 gram Na2HCitR
Tambahkan 5 mL asetonitril
Gojog 1 menit dan vortex 2 menit
Sentrifuge dengan kec. 5000rpm selama 5 menit
Ambil 3 mL supernatant dan adisi dg 2uL intermediet A
Ultrasonifikasi selama 5 menit Loading sampel dalam SPE
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
B
A Washing dengan 5%MeOH
Washing dengan 100% Tampung hasil
Elusikan dengan 3 mL MeOH
Elusikan dengan 3 mL MeOH
Tampung hasil eluat Keringkan dan larutkan dalam 200 uL
Injeksikan tampungan eluat & tampungan
PEMBUKTIAN HIPOTESIS 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Fraksinasi Metanol untuk Menarik Analit
Homogenisasi melon Timbang 5 gram
Tambahkan : 2 gram MgSO4 0,5 gram NaCl 0,5 gram Na3CitR 0,25 gram Na2HCitR
Tambahkan 5 mL asetonitril
Gojog 1 menit dan vortex 2 menit
Sentrifugasi dengan kec. 5000 rpm selama 5 menit
Ambil 3 mL supernatant
Tambahkan 50 µL standar larutan A
Uapkan dengan gas N2
Tambahkan 1 ml aquabidest
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ultrasonifikasi selama 5 menit
Loading pada SPE yang telah di conditioning
Washing dengan 5 mL aquabidest
Fraksinasi MeOH masing-masing 1mL sebanyak 5x
1
2
3
4
Keringkan Larutkan dengan 100 µL metanol
Injeksikan pada GC-ECD
Pembuktian Hipotesis 2
5
58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
3. Validasi Metode Analisis Sampel blanko A
Ekstraksi
Sampel + standart B
Clean up
Sampel + standart C
Determinasi
Sampel + standart
Kesalahan ekstraksi + clean up + determinasi
Sampel sesungguhnya
*Dilakukan melalui tiga jalur adisi standart (A; B; C). PEMBUKTIAN HIPOTESIS 1-2-3
Kesalahan clean up + determinasi
Kesalahan determinasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Preparasi Sampel Buah Melon Step 1 – Extraction Processes Homogenisasi melon hingga homogen
Masukan 5 gram sampel yang telah dihomogenkan dalam tabung sentrifugasi 15 mL
Tambahkan 5 mL asetonitril Tambahkan campuran garam :
• 2 g MgSO4 • 0,5 g NaCl • 0,5 g Na3 citrate 2H2O • 0,25 g Na2H citrate 1.5H2O
Gojog dengan kuat selama 1 menit & vortex selama 2 menit
Sentrifugasiselama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm
Tampung semua hasil supernatan dalam flakon
Reekstrasi dengan menambahkan kembali 5 mL asetonitril dalam tabung sentrifugasi
Tampung kembali hasil supernatan dalam flakon yang sama
Uapkan diatas waterbath dengan bantuan gas nitrogen
60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Step 2 – Clean up Processes
Larutkan dalam 500 µL aquabidest dan ultrasonifikasi selama 5 menit
Loading ekstrak kedalam SPE C18 yang telah diconditioning
Coditioning : • 5 ml metanol • 5 ml aquabidest
Washing menggunakan 5 mL aquabidest
Elusi sampel menggunakan 3 mL metanol
Tampung hasil clean-up dan keringkan
Larutkan dalam 200 µL heksan dan injekkan ke GC dengan volume 2 µL
Pembuktian Hipotesis 2
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Uji Kelayakan SPE Apabila digunakan Lebih dari satu kali
Homogenisasi melon Timbang 3 sampel masing-masing 5 gram
Tambahkan : 2 gram MgSO4 0,5 gram NaCl 0,5 gram Na3CitR 0,25 gram Na2HCitR
Adisi dengan 15 uL intermediet B
Tambahkan 5 mL asetonitril
Gojog 1 menit dan vortex 2 menit
Sentrifuge dengan kec. 5000rpm selama 5 menit
Ambil 3 mL supernatant
Tambahkan 1 mL aquabidest
Ultrasonifikasi selama 5 menit
Masukan dalam SPE yang telah di conditioning
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Washing menggunakan 3 mL aquabidest
Elusikan dengan 3 mL metanol
Tampung dan keringkan
Cuci SPE dengan 30 mL metanol dan 10 mL aquabidest
Loading sampel ke-2 dengan langkah seperti diatas
Tamping dan keringkan semua hasil ekstrak bersih
Larutkan dalam 200 uL heksan
Injeksikan pada GC-ECD
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar residu azoxystrobin dilakukan menggunakan GC-ECD karena GC-ECD memiliki sensitivitas yang cukup tinggi dan waktu analisis yang relatif cepat (Day and Underwood, 2002). Detector ECD dipilih dalam penelitian ini berdasarkan struktur dari azoxystrobin yang mengandung atom elektronegatif seperti N dan O yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas yang berasal dari sumber radio aktif nikel (63Ni) pada detektor. Gugus elektronegatif tersebut akan menangkap elektron bebas untuk dibawa keluar ke detektor, sehingga terjadilah pengurangan jumlah elektron dari sistem. Pengurangan arus akan direkam dan diangggap sebagai respon kromatogram. Semakin banyak jumlah atom elektronegatif dalam suatu senyawa maka akan semakin tinggi respon pada GC-ECD (Grob, 1995). Sensitivitas ECD biasanya ditunjukan melalui deteksi lindan yang dapat mencapai 10 fg per injeksi dikarenakan struktur lindan yang terdiri dari benzene yang dikelilingi empat Cl yang bersifat elektronegatif (Kenndler, 2004). Dalam gas liquid chromatography analit akan terdistribusi antara fase diam cair dan fase gerak gas ideal. Volatilitas suatu senyawa dapat dinyatakan dalam Henry’s Law constant, dimana semakin besar nilai konstanta henry maka semakin cepat senyawa tersebut menguap dan menghasilkan tR yang cepat (Kenndler,2004). Azoxystrobin memiliki konstanta henry yaitu sebesar 7,3 x 10-9
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Pa m3/mol sehingga dapat dianalisis menggunakan GC dengan tR sekitar 30-32 menit. Melon memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi, adanya gugus COOH ini dapat mempengaruhi respon detektor ECD yang digunakan dalam GC. Mengingat bahwa GC-ECD kurang selektif jika dibandingkan dengan LCMS/MS, maka diperlukan modifikasi untuk mendapatkan ekstrak bersih yaitu dengan adanya proses clean-up menggunakan SPE C 18 . Diharapkan dengan adanya clean-up senyawa pengganggu respon detektor tersebut dapat berkurang sehingga meningkatkan selektifitas dan sensitifitas metode analisis GC-ECD. Pada metode QuEChERS yang menggunakan sistem dispersive SPE, kesetimbangan yang terjadi dalam sistem clean-up hanya satu kali, sedangkan pada kolom SPE kesetimbangan dalam sistem dapat terjadi berulang-ulang sehingga efisiensi pemisahan semakin meningkat. Hal ini perlu dilakukan karena detektor ECD sangat sensitif tetapi kurang selektif. Beberapa optimasi yang penulis lakukan diantaranya adalah uji kesesuaian sistem GC-ECD, preparasi sampel melon, optimasi clean-up dan validasi metode analisis residu azoxystrobin dalam buah melon.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
A. Uji Kesesuaian Sistem GC-ECD untuk Menganalisis Azoxystrobin Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum metode analisis terpilih dilaksanakan. Secara normal terdapat variasi dalam peralatan dan teknik analisis, maka uji kesesuaian sistem perlu dilakukan untuk memastikan sistem operasional akhir adalah efektif dan memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan analisis. 1. Optimasi Sistem GC-ECD Dari hasil optimasi, didapatkan kondisi GC-ECD yang optimum, dengan spesifikasi sebagai berikut pada Tabel IV Tabel IV. Hasil Optimasi GC-ECD
Parameter 1. Injektor (split) Suhu Injektor Volume injeksi 2. Oven Panjang kolom Fase diam Temperatur
3. Detektor Detektor Suhu detector 4. Gas Gas flow rate gas
Kondisi optimum 230°C 2 µL 25 m 5%-phenyl-methylpolysiloxane Terprogram: 100°C (3 menit), 30°C/menit, 245°C (30 menit), 30°C/menit, 260°C ( 15 menit) ECD 63Ni 295°C N 2 UHP 1 ml/menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
2. Kinerja Kualitatif GC-ECD a. Pemisahan standar azoxystrobin pada sistem GC-ECD. Sistem GCECD harus dipastikan performanya dalam memisahkan analit sebelum dilakukan analisa kualitatif sistem. Azoxystrobin muncul pada tR ±30,024 menit sedangkan standar internal muncul pada tR ±20,724 menit. Gambar 6 merupakan hasil dari pemisahan GC-ECD dalam kondisi yang telah optimum.
Azoxystrobin Difenoconazole DCB
Gambar 6. Pemisahan Standar Internal, Difenoconazole dan Azoxystrobin
Pemisahan azoxystrobin menggunakan sistem GC-ECD yang telah dioptimasi dengan kondisi seperti diatas menghasilkan hasil yang cukup baik. Rata-rata nilai jumlah plate teoritis (N) yang diperoleh kurang lebih 53138,561. Nilai N ini menyatakan jumlah plate yang terbentuk di dalam kolom (fase diam). Semakin banyak jumlah N, semakin banyak jumlah kesetimbangan yang berjalan dalam kolom dan hasil pemisahan akan semakin baik. Rata-rata nilai resolusi (Rs) dari hasil uji kesesuain sistem GC-ECD diatas sebesar 8,638 dan tailing factor (tf) sebesar 0,711. Kondisi tersebut telah memenuhi persyaratan bahwa pemisahan yang baik karena Rs yang dihasilkan telah lebih dari 1,5 dan tailing factor kurang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
dari satu (Snyder et al., 2010). Tabel dibawah ini menunjukan performace dari GC-ECD setelah dilakukan penginjekan enam kali pada satu konsentrasi yang sama. Tabel V. Hasil Performance GC-ECD
Massa No (ng) Injek 1 2 3 0,137 4 5 6 Rata-rata
Rs 8,082 9,393 10,246 4,422 10,639 9,044 8,638
N 38853,338 68522,486 68363,772 29227,458 78610,328 35253,984 53138,561
Tf 0,600 1,000 0,500 0,667 1,000 0,500 0,711
b. Keajegan sistem GC-ECD. Pengamatan keajegan sistem dilihat dari hasil penginjekan enam kali standar dengan kadar 0,137 ng pada kondisi sistem yang sama. Parameter yang ditetapkan adalah nilai % RSD dari ratio t R dan luas area standar azoxistobin/standar internal. Tabel VI. Keajegan Sistem GC-ECD
Massa (ng)
0,137
Rata-rata SD % RSD
Ratio tR azox/DCB 1,450 1,451 1,452 1,425 1,426 1,426 1,438 0,014 0,959
Ratio AUC azox/DCB 0,533 0,526 0,536 0,526 0,442 0,759 0,553 0,107 19,271
Baik CCPR (2014) maupun Sanco (2013) menyatakan bahwa %RSD masih dapat diterima jika kurang dari 20%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
kinerja GC-ECD dalam kondisi yang telah ditetapkan, dapat digunakan untuk analisis residu azoxystrobin. 3. Kinerja Kuantitatif GC-ECD. Uji ini dilakukan dengan membuat kurva baku standar azoxystrobin sembilan konsentrasi dengan masing-masing tiga replikasi. Tujuan penggunaan kurva baku adalah untuk mengetahui presisi, nilai linearitas, kisaran linearitas, slope, sensitivitas yang berupa LOD, dan akurasi. a. Presisi. Kriteria presisi yang harus dipenuhi adalah % RSD RF yang merupakan perbandingan antara respon GC-ECD yang dihasilkan dibagi konsentrasi yang ditambahkan. Hasil dari analisis dapat dilihat di Tabel VII. Tabel VII . Hasil %RSD RF Analisis Kuantitatif GC-ECD
Kadar (ng) 0,091 0,137 0,182 0,228 0,319 0,456 0,912 Rata-rata SD % RSD
Kurva Baku 1 3,127 3,228 3,389 2,909 2,846 2,628 2,265 2,913 0,382 13,127
RF Kurva Baku 2 7,217 7,647 8,018 8,327 8,958 8,963 9,076 8,315 0,725 8,716
Kurva baku 3 6,879 6,943 6,193 5,662 5,673 5,196 4,624 5,881 0,853 14,496
Dari data diatas dapat dinyatakan bahwa kinerja GC-ECD sudah memenuhi kriteria repeatability, karena % RSD yang diperoleh < 20 % yaitu berkisar antara 8,7%-14,5% (CCPR, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
b. Linearitas. Linearitas atau koefisien korelasi diperoleh dari kurva baku solven. Kurva ini menghubungkan antara kadar azoxystrobin dengan tingkat respon yang berupa ratio luas puncak azoxystrobin/standar internal. Standar internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekaklorobifenil (DCB). DCB dengan konsentrasi 0,0001 mg/mL dimasukan pada sampel sebelum diinjeksikan ke GC-ECD dengan jumlah yang konstan yaitu 1 µL dalam setiap 100 µL pelarut. Tujuan dari standar internal ini adalah untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi dalam sistem GC-ECD dan mengoreksi efek matrik jika dilakukan pada kurva baku adisi. DCB dipilih sebagai standar internal karena dapat dideteksi menggunakan GC-ECD. Kurva baku yang dihasilkan dalam penelitian ini ditunjukan pada Gambar 7 berikut:
Ratio AUC Azox/DCB
Kurva hubungan kadar azoxystrobin vs rasio AUC azoxystrobin/DCB 10 8 6 4 2 0
y = 9.3251x - 0.1996 R² = 0.9997
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Kadar (ng)
Gambar 7 Kurva Hubungan Kadar Azoxystrobin Vs Rasio AUC Azoxystrobin/DCB
Linearitas merupakan kemampuan (dalam rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil penelitian yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Pada kurva baku diatas menunjukan hubungan yang linier pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
rentang kadar azoxystrobin 0,0456 ng - 0,091 ng dengan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,9913-0,9997. Persyaratan nilai koefiien korelasi (R2) untuk uji kategori impurity, yaitu R2 ≥0.990 (AOAC,2002). Sehingga metode ini dinyatakan memiliki linearitas yang baik. c. Sensitivitas. Limit of detection (LOD) atau Instrumental Detection Limit (IDL) merupakan salah satu parameter sensitivitas sistem. LOD adalah konsentrasi yang menghasilkan sinyal instrumen yang berbeda signifikan dengan sinyal blanko (Miller and Miller, 2010). Sinyal yang berbeda signifikan dari blanko adalah intersep + 3 S intersep, oleh karena itu LOD adalah konsentrasi azoxystrobin yang memberikan sinyal sebesar intersep+ 3 S intersep. Semakin kecil nilai LOD maka semakin sensitif suatu instrumen. LOD dalam penelitian ini ditentukan dari penggabungan tiga kurva baku dengan tujuh konsentrasi terkecil yang memiliki linearitas cukup baik. Kisaran linearitas yang dipakai antara 0,046 ng – 0,137 ng. LOD yang didapatkan seperti dalam tabel dibawah ini Tabel VIII. Hasil Uji Sensitivitas GC-ECD
Kurva Baku 1
0,99966
F(x) = -0,05730 + 3,69561 x
LOD (ng/ul) 0,008 3,696 0,003
2
0,99977
F(x) = -0,17440 + 8,98156 x
0,017 8,982 0,003
3
0,99174
F(x) = 0,21263 + 5,09538 x
0,058 5,095 0,017
Linearitas
Persamaan
a0
B
Berdasarkan data diatas didapatkan nilai LOD antara 0,003 ng/µL – 0,017 ng/µL. Sensitivitas dari suatu prosedur analisis merupakan perubahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
besaran respon sebagai akibat perubahan besaran konsentrasi. Dalam sebuah fungsi kalibrasi sensitivitas dinyatakan sebagai kemiringan kurva (slope). Semakin besar nilai kemiringan kurva maka dikatakan metode semakin sensitif. Hal ini dikarenakan dengan adanya sedikit saja perubahan konsentrasi analit maka akan menimbulkan respon yang signifikan pada sistem. Nilai slope dari persamaan regresi linier sebesar 3,696 – 8,982. Instrumental Quantitation Limit (IQL) merupakan kadar terkecil dari seri kurva baku yang masih dapat diterima keterulangannya dengan maksimal % RSD, % D < 20%. IQL merupakan salah satu parameter bahwa pada kadar tersebut dapat dikuantifikasikan sistem dengan kondisi yang digunakan. Nilai IQL yang didapat dalam penelitian ini sebesar 2 µL larutan standar intermediet B yang dilarutkan dalam 200 µL heksan atau sama dengan kadar sebesar 0,091 ng. d. Akurasi. Percent difference (%D) digunakan untuk mengetahui kedekatan hasil injeksi larutan standar kurva baku pada GC-ECD dengan kadar sesungguhnya larutan tersebut. Menurut USDA (2015) % D dapat diterima jika nilainya ≤ 20%. Adapun hasil % D untuk tiga replikasi kurva baku adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Tabel IX. Hasil % D Analisis Kuantitatif GC-ECD
Kadar (ng) C1 C1' %D 0,046 0,046 0,046 1,066 0,091 0,091 0,092 0,708 0,137 0,137 0,133 2,442 0,182 0,182 0,178 2,348 0,228 0,228 0,225 1,362 0,319 0,319 0,328 2,750 0,456 0,456 0,460 0,798 0,912 0,912 0,909 0,313 Rata-rata 1,473
Disimpulkan berdasarkan presisi, akurasi, kisaran dan linearitas kurva baku serta LOD yang dicapai GC-ECD dapat digunakan untuk menetapkan residu azoxystrobin.
B. Preparasi Sampel Melon 1.
Homogenisasi Metode homogenisasi yang tepat sangat diperlukan untuk mendapatkan
sampel yang homogen. Sampling analytical portion untuk melon dilakukan dengan metode kuartering agar diperoleh sampel yang representatif. Dalam preparasi sampel, dilakukan penetapan kadar air di dalam buah melon, untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan air saat preparasi sampel. Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa kandungan kadar air di dalam buah melon adalah berkisar 92,224% untuk bagian daging 93,782% untuk bagian whole, dan 93,050% untuk bagian kulit, sehingga untuk preparasi sampel dengan metode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
QuEChERS yang mempersyaratkan kadar air lebih dari 80% (Anastasiades, 2006) tidak diperlukan penambahan air. Tabel X. Kadar Air Dalam Buah Melon Replikasi I Berat Berat Awal Akhir Selisih Zat Zat 10,052 0,559 9,493
Replikasi II Berat Berat Awal Akhir Selisih Zat Zat 10,001 0,834 9,167
Whole
10,068
0,402
9,666
10,007
0,845
Daging
10,030
0,690
9,340
10,009
0,868
Kategori Kulit
2.
Kadar air Replikasi I
Replikasi II
Ratarata Kadar air
94,439
91,661
93,050
9,162
96,007
91,556
93,782
9,141
93,121
91,328
92,224
Ekstraksi dengan Metode QuEChERS Prinsip dari QuEChERS dalam penelitian ini adalah melakukan ekstraksi
analit menggunakan pelarut (asetonitril) dan 2 g MgSO 4 ; 0,5 g NaCl ; 0,5 g Na 3 citrate 2H 2 O ; 0,25 g Na 2 H citrate 1.5H 2 O untuk mengurangi kadar air yang berlebih dalam sampel dengan tetap mengatur kondisi pH agar sampel dalam kondisi stabil dalam bentuk molekul dan diperoleh recovery yang baik dan di lanjutkan dengan sentrifugasi untuk dapat memisahkan senyawa berdasarkan ukuran partikel dan berat jenis. Kemudian dilakukan clean-up dan di determinasi menggunakan GC-ECD. Peneliti memilih menggunakan metode Buffer QuEChERS karena dengan menjaga pH sampel antara 4-5 diharapkan azoxystrobin dalam keadaan stabil dalam bentuk molekul dan co-ekstraktan minimal. Sesuai dengan literatur dibawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Jumlah Co-Extractant (Anastassiades, 2006)
Citrate buffer pada pH 4-5 memberikan jumlah co-ektraktan dalam hasil ekstraksi yang lebih sedikit jika dibangingkan dengan jumlah co ektraktan pada raw material original QuEChERS maupun acetate buffer. Pemilihan metode QuEChERS ini dilakukan dengan melihat jumlah co-ektraktan yang paling sedikit didalam pelarut yang memiliki kelarutan paling baik. Asetonitril merupakan pelarut yang umum digunakan dalam metode QuEChERS. Buffer QuEChERS menggunakan empat jenis garam antara lain: Magnesium sulfate anhidrate, natrium klorida, natrium sitrat dan disodium sitrat hydrogenate sesquihydrate. Magnesium sulfate anhidrate digunakan untuk menginduksi pemisahan antara asetonitril dengan air dalam sistem LLE dan meningkatkan recovery analit polar. Natrium klorida berfungsi sebagai garam penyangga dan mengurangi interfensi senyawa polar, natrium sitrat dan disodium sitrat hydrogenate sesquihydrate ditambahkan untuk mengontrol pH, mempertahankan tingkat pH antara 4 dan 6,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
dan untuk stabilitas dasar pestisida yang sensitif. Setelah dilakukan ekstraksi, larutan organik asetonitril yang mengandung azoxystrobin akan berada dilapisan atas (Leung, 2012). Keunggulannya dari citrat buffer QuEChERS ini adalah nilai recovery yang bagus bahkan untuk pestisida paling asam, recovery dapat diterima pada pestisida yang sensitif terhadap asam maupun basa, mampu meningkatkan selektifitas, dan tidak memberikan efek negatif jika menggunakan clean-up PSA, tidak seperti asetat buffer (Anastassiades, 2006). Penggojokan dilakukan dengan kuat selama satu menit untuk memecah gumpalan matriks sampel. Semakin kecil gumpalan matriks, maka luas permukaan akan semakin meningkat sehingga kesetimbangan yang optimum akan lebih cepat dicapai. Optimasi lama sentrifugasi dilakukan dengan berbagai macam waktu yaitu 5, 10, 15 menit dengan kecepatan tetap yaitu 5000 rpm. Dengan waktu 5 menit didapatkan hasil yang efektif, yaitu dengan waktu yang relatif pendek sudah mampu mendapatkan supernatan dengan jumlah yang cukup. Penambahan waktu dalam variabel diatas tidak terlalu mempengaruhi jumlah supernatan yang dihasilkan, yaitu hanya berkisar 4 mL.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
jumlah supernatan
Optimasi Lama Sentrifugasi 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 5 menit
10 menit
15 menit
waktu
Gambar 9. Hasil Optimasi Lama Waktu Sentrifugasi
Hasil sentrifugasi menunjukan bahwa asetonitril berada di bagian atas dan air berada dibagian bawah karena massa jenis air lebih besar dari asetonitril. Tingkat kelarutan azoxystrobin didalam asetonitril sebesar 340 g/L, sedangkan kelarutannya di dalam air hanya 6,7 mg/L. Oleh sebab inilah diperlukan penambahan garam NaCl untuk salting out effect mengurangi kelarutan azoxystrobin dalam air, dan memaksa masuk kedalam lapisan asetonitril. Reekstraksi dilakukan dalam penelitian ini agar diperoleh % recovery yang lebih baik, dan meminimalisir analit yang masih tertinggal didalam matriks. Kesetimbangan akan lebih banyak tercapai saat dilakukan reekstraksi. Hasil supernatan diambil semua agar dapat merepresentasikan jumlah azoxystrobin yang terekstrak dalam tiap 5 gram sampel melon.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
78
Optimasi clean-up Clean-up merupakan salah satu proses yang penting untuk mendapatkan
ekstrak bersih saat akan dideterminasi meggunakan GC-ECD. Azoxystrobin memiliki log P OW sebesar 2,71 at 20 °C sehingga pada pH 5,03 tidak mengalami disosiasi dan dapat terjerab pada fasa diam C 18 . Sistem yang digunakan dalam clean-up pada penelitian ini adalah sistem reverse-phase SPE. Peneliti memilih pelarut yang mampu menahan semua analit yang dituju pada penjerap yang digunakan (C 18 ), dengan ikatan lemah agar dapat terelusi. Senyawa yang lebih polar akan terelusi dengan fasa gerak air . Sehingga terpilihlah aquabidest sebagai pelarut pertama karena hanya memiliki kelarutan sebesar 6,7 mg/L. Analit yang dituju selanjutnya dielusi dengan menggunakan metanol yang akan mengambil analit yang tertahan pada penjerap karena kelarutan analit didalam metanol kurang lebih 20 g/L. Strategi ini bermanfaat jika analit yang dituju berkadar rendah (Gandjar dan Rohman, 2007). Beberapa optimasi clean-up yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kapasitas berat SPE, washing dan fraksinasi elusi metanol untuk mengelusi analit Tabel XI. Hasil Optimasi Clean-up
Optimasi
Hasil
Kapasitas SPE
≥ 50 mg, yang digunakan 400 mg
Pencucian SPE Kelayakan SPE
30 mL metanol dilanjut 10 mL aquabidest Dapat digunakan 3x
Washing SPE
5 mL aquabidest
Elusi SPE
3 mL metanol
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
a. Kapasitas berat SPE. Jenis berat SPE ada banyak sekali antara lain 30 mg, 50 mg, 60 mg, 100 mg, 150 mg, 200 mg, 500 mg, 1 g, 2 g, 5 g, 20 g dll. Berat sorben SPE menentukan jumlah maksimum analit untuk dapat tetap tertahan (Anonim2).
Gambar 10. Jenis-jenis SPE dan Kapasitasnya (Sigma aldrich)
Kapasitas SPE ditentukan dengan menimbang berat 1 mL ekstrak. Berat 1 mL sampel per gramnya tidak boleh melebihi 5% dari berat catride SPE. Hasil perhitungan tiap 1 mL sampel kering sebesar 2,5 mg, oleh karena itu SPE yang boleh digunakan harus lebih dai 50 mg. Peneliti menggunakan SPE C 18 dengan berat 400 mg. b. Optimasi kelayakan SPE untuk digunakan lebih dari satu kali. Dalam penelitian ini SPE C 18 digunakan lebih dari satu kali dan tidak lebih dari tiga kali. Optimasi ini dilakukan dengan menginjekan 15uL standar intermediet B menggunakan SPE yang sama. Pencucian SPE dilakukan dengan menggunakan 30 mL metanol dan 10 mL aquabidest . SPE masih dapat dikatakan layak digunakan apabila % RSD kurang dari 20% (CCPR,2014) yang artinya masih memiliki keterulangan yang baik dan hasil % recovery yang diharapkan masih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
dalam kisaran 80-120%. Adapun data presisi dan % recovery dari penggunaan SPE secara berulang sebagai berikut: Tabel XII. Hasil Preisi dan Akurasi Kelayakan SPE
AUC AUC Massa (ng) DCB azox 0,684 25368,2 51682,4 0,684 16110,5 33144,7 0,684 20158,1 40942,2 Rata-Rata SD % RSD
Ratio 2,037 2,057 2,031 2,042 0,014 0,672
% Recovery 110.666 105.428 86.878 100,991
% Kesalahan 10.666 5.428 13.122 9,739
Dari data diatas menyatakan bahwa SPE masih layak digunakan sebanyak tiga kali pemakaian dengan tiap kali pencucian menggunakan 30 mL metanol dan dilanjutkan dengan 10 mL aquabidest. c. Optimasi washing. Hasil injeksi eluat metanol setelah washing menggunakan 5% MeOH dan 100% aquabidest dipresentasikan pada gambar
AUC Azoxystrobin
berikut:
AUC Azoxystrobin 2000000 1000000 0 washing 5% Metanol
washing 100% UPW
Gambar 11. Hasil Eluat Metanol Setelah Washing 5% MeOH dan 100% Aquabidest
Eluat metanol setelah washing menggunakan 100% aquabidest menghasilkan luas puncak standar yang lebih besar jika dibandingkan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
eluat metanol setelah washing menggunakan 5% metanol. Terbukti pada kromatogram aquabidest hasil wahing yang ditampung, tidak menunjukan terdeteksinya azoxystrobin yang terikut pada cairan washing.
Gambar 12. Hasil Tampungan Washing Menggunakan 100% Aquabidest
d. Fraksinasi jumlah metanol untuk menarik analit. Fraksinasi penarikan analit menggunakan metanol dengan konsentrasi adisi 50uL stok A didapatkan lima fraksi dengan grafik seperti dibawah ini:
AUC Azoxystrobin
Fraksinasi Elusi Metanol 2000000 1500000 1000000 500000 0 Fraksi I
Fraksi II
Fraksi III Fraksi IV Fraksi V Jumlah Fraksi
Gambar 13. Fraksinasi Elusi Metanol untuk Menarik Analit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Hasil fraksinasi ke-3 menyatakan bahwa dengan mengelusikan 3 mL metanol sudah cukup untuk menarik analit yang diharapkan yaitu sebesar 99,830%.
C. Validasi Metode Analisis Kriteria validasi metode analisis residu pestisida meliputi recovery ekstraksi, recovery clean-up, pengukuran determinasi, calibration range dari determinasi analit, LOD dan LOQ (CCPR, 2014). Untuk menguji kinerja clean-up dengan kolom SPE C 18 , adisi dilakukan pada ekstrak blanko melon sebelum dilakukan SPE. Sedangkan untuk menguji kinerja GC-ECD saat menetapkan kadar azoxystrobin dalam matriks ekstrak melon bersih (setelah melalui clean-up SPE C 18 ) dilakukan adisi standar pada ekstrak bersih. Apabila kedua uji ini memenuhi persyaratan revovery mencapai 70% - 120% (CCPR, 2014), maka dilakukan penetapan akurasi metode analisis yang baru dikembangkan ini. LOQ/LCL/LLMV metode teroptimasi ini ditetapkan pada konsentrasi terendah yang telah memenuhi kriteria akurasi dan presisi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
83
Kinerja GC-ECD dalam Mendeteksi Azoxystrobin pada Matriks Ekstrak Melon Bersih (Jalur C)
Blank
a.
DCB
Azoxystrobin
b. Gambar 14. Blangko Matriks Melon (a) dan Blanko yang Diadisi Standar Azoxystobin (b)
Selektifitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi dan komponen matriks. Dapat dilihat pada gambar 14a. bahwa tidak adanya peak pengganggu dalam waktu tR
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
azoxystrobin (32,294 menit). Hal ini membuktikan bahwa berbagai impurities dari matriks tidak mempengaruhi selektifitas metode. Hal ini juga ditunjukan dengan nilai resolusi yang ≥ 1,2 seperti tabel dibawah ini: Tabel XIII. Kinerja GC ECD dalam Mendeteksi Azoxystrobin dalam Buah Melon
No 1 2 3 4 5 6
Rs awal 2,975 2,994 2,541 2,534 2,123 2,884
Rs N Akhir 3,584 112472,232 5,444 186626,592 3,009 57551,187 4,254 82830,375 3,564 82207,976 3,240 77907,230
Tf 0,667 0,333 0,750 0,500 0,500 0,500
Keajegan Tr 1,423 1,428 1,424 1,429 1,483 1,423
Penelitian ini memiliki tiga kurva baku adisi yaitu penambahan standar sebelum ekstraksi (Jalur A); penambahan standar sebelum clean-up (Jalur B); dan penambahan standar sebelum diinjeksikan ke GC-ECD (Jalur C). Peneliti memulai dengan Jalur C untuk memastikan bahwa penambahan standar pada matriks tetap dapat memberikan % recovery yang baik yaitu berkisar antara 80120%. Parameter-parameter yang telah dipenuhi saat penambahan standar sebelum diinjeksikan ke GC-ECD (Jalur C) meliputi akurasi dan presisi yang ditunjukan dalam tabel dibawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Tabel XIV. Hasil Presisi Jalur C
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730 0,912 Rata-rata SD %RSD
Respon factor R1 R2 0,151 0,064 0,119 0,075 0,158 0,078 0,207 0,089 0,215 0,086 0,207 0,093 0,187 0,093 0,178 0,082 0,036 0,011 20 13
Tabel XV. Hasil Akurasi Jalur C
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730
Recovery Recovery Recovery Rata-rata Recovery 1 2 3 61,691 98,174 134,010 97,958 77,110 156,359 120,064 117,844 80,826 114,100 119,695 104,874 81,079 91,776 107,902 93,585 83,640 90,992 113,767 96,133 88,984 97,238 105,450 97,224
Repeatability Jalur C dapat dikatakan optimum karena nilai %RSD 13-20%. Rentang kadar 0,137 ng- 0,730 ng memiliki recovery berkisar antara 93-117%. Nilai recovery didapatkan dengan memasukan hasil respon GC-ECD pada persamaan kurva baku dengan kriteria kurva baku yang mendekati tanggal penginjekan sampel validasi. Peneliti menggunakan kurva baku karena berdasarkan hasil uji signifikansi antara kurva baku dengan kurva adisi tidak berbeda signifikan secara statistik. Dimana didapatkan hasil nilai t thitung sebesar 1,513771 dan t tabel sebesar 2,14 , yang mana jika t hitung lebih kecil dari t tabel maka nilai yang diujikan tidak berbeda signifikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Ratio AUC Azox/DCB
Kurva Baku vs Kurva Adisi C 5 4.5 4y = 4.4245x + 0.5503 R² = 0.9942 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 0.2 0.4
y = 4.5508x + 0.2963 R² = 0.989
Kurva Adisi C Kurva Baku Linear (Kurva Adisi C) Linear (Kurva Baku)
0.6
0.8
1
Massa (ng)
Gambar 15. Kurva Baku vs Kurva Adisi C
Dalam penelitian ini didapatkan nilai % D atas kedekatan nilai yang didapat dengan yang ditambahkan berkisar antara 1,7-14,8%, maka prosedur analisis Jalur C dapat disimpulkan telah optimum dilihat dari kriteria presisi dan akurasi baik dari nilai recovery yang dapat berkisar antara 70-125% atau nilai % D yang mampu ≤ 20 %. Tabel XVI. Hasil %D Jalur C
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730
%D 14,896 6,329 7,945 1,701 4,622 2,724
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
87
Kinerja Clean-up dengan Kolom SPE C 18 (Jalur B) Jalur B digunakan untuk mengetahui kelayakan dari prosedur analisis
proses clean-up menggunakan SPE C 18 dengan melihat akurasi dan presisi seperti pada tabel dibawah ini: Tabel XVII. Hasil Presisi Jalur B
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730 0,912 rata-rata SD %RSD
Respon factor R1 R2 R3 8,340 3,190 8,367 8,141 9,170 7,018 2,855 8,156 6,664 2,745 8,129 7,102 2,887 7,972 7,198 2,706 8,176 5,271 2,770 8,807 7,105 2,859 8,397 1,014 0,176 0,433 14,276 6,158 5,160
Tabel XVIII. Hasil Akurasi Jalur B
Massa (ng) 0,091 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730
Recovery Recovery Recovery 1 2 3 116,342 84,359 85,575 93,119 65,722 95,425 101,652 117,819 90,159 96,201 107,596 88,675 101,462 110,633 97,044 113,507 110,190 99,680 108,699 114,317
Rata-rata Recovery 95,425 84,755 109,735 97,985 100,257 106,914 107,565
Repeatability Jalur B dapat dikatakan optimum karena nilai %RSD yang didapatkan kurang dari 20% (CCPR, 2014) yaitu sebesar 5-14%. Recovery pada rentang kadar 0,091 ng- 0,912 ng berkisar antara 84-109%. Seperti halnya jalur C, recovery didapatkan dengan menggunkan kurva baku yang memiliki kedekatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
waktu dalam penginjekan dengan sampel validasi, hal ini dikarenakan kedua kurva baku dan kurva adisi tidak berbeda signifikan seperti Gambar 16 dibawah ini:
Kurva Baku vs Kurva Adisi B Ratio AUC Azox/DCB
7 6
y = 6.567x + 0.2915 R² = 0.9927
5
Kurva Adisi B
4 y = 6.852x + 0.2681 R² = 0.9963
3 2
Kurva Baku Linear (Kurva Adisi B) Linear (Kurva Baku)
1 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Massa (ng)
Gambar 16. Kurva Baku vs Kurva Adisi B
Dalam penelitian ini akurasi juga ditentukan dengan nilai % D, jika % D ≤20% maka metode dikatakan akurat, karena nilai yang didapatkan dengan nilai yang ditambahkan memiliki kedekatan seperti yang ada pada Tabel XIX: Tabel XIX. Hasil %D Jalur C
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,730
%D 0,633 9,521 2,752 3,271 5,238 2,893
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Berdasarkan hasil diatas, dapat dinyatakan bahwa proses clean-up sudah optimum dengan telah memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan. Sehingga dapat dilakukan validasi metode analisis secara penuh.
3.
Akurasi dan Presisi Metode Analisis Teroptimasi (Jalur A) Tujuan dilakukannya Jalur A adalah untuk mendapatkan hasil validasi
metode secara keseluruhan. Jalur A inilah yang dinamakan kurva baku adisi yang akan dibuat dalam kesimpulan, untuk menentukan apakah metode ini dapat diguanakn untuk analisis residu fungisida azoxystrobin atau tidak. a. Linearitas. Linearitas merupakan suatu parameter analisis yang menggambarkan kemampuan suatu alat untuk memperoleh hasil pengujian yang sebanding dengan kadar analit dalam zat uji pada rentang kadar tertentu yang dinyatakan dalam koefisien korelasi (R2). Persamaan linear yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu y = 2,485x + 0,3382 dengan koefisien korelasi R² = 0,9832. Persamaan tersebut memiliki slope sebesar 2,485 pada kisaran linearitas 0,0912 ng – 0,684 ng.
Ratio AUC Azo/DCB
Kurva Baku Adisi 3
y = 2.485x + 0.3382 R² = 0.9832
2 1 0 0
0.2
0.4
0.6
Kadar (ng)
Gambar 17. Linearitas Kurva Baku Adisi
0.8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Menurut Association of Official Analytical Chemist (AOAC, 2005) suatu metode akan dikatakan linear apabila menghasilkan nilai koefisien korelaasi (R2) ≥0,990. Hal ini menunjukan bahwa metode ini dengan rentang 0,0912 ng - 0,684 ng kurang linear. Namun untuk kategori impurity menurut Ahuja and Dong (2005) suatu metode dikatakan linear jika nilai r ≥ 0,98, sehingga metode penentapan kadar residu pestisida azoxystrobin dalam buah melon telah memenuhi persyartan yang ditentukan. b. Presisi. Presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang diperoleh pada sampel yang homogen pada kondisi tertentu. Presisi dapat ditentukan dengan keterulangan. Keterulangan metode analisis residu fungisida azoxytrobin dapat ditetapkan dengan melihat nilai %RSD Rf. Respon factor merupakan perbandingan antara respon GC-ECD dengan konsentrasi analit. Menurut USDA (2015), jika %RSD RF ≤ 20 % maka keterulangan metode tersebut dikatakan baik. Berikut merupakan hasil keterulangan kurva adisi validasi metode analisis secara keseluruhan: Tabel XX. Hasil Presisi Kurva Adisi
Massa (ng) 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,684 Rata-rata SD %RSD
Respon factor Replikasi 1 Replikasi 2 3,448 4,045 4,186 4,319 4,040 3,790 3,319 3,160 2,583 2,573 2,969 3,008 3,424 3,483 0,614 0,673 17,930 19,338
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Nilai % RSD Rf dalam validasi penelitian secara keseluruhan (Jalur A) sebesar 17-19% yang mana telah memenuhi kriteria keterulangan yang baik. c. Akurasi, dilakukan untuk melihat ketepatan atau kecermatan metode analisis. Kecermatan dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) yang
didapatkan
dari
memasukan
respon
yang
berupa
ratio
AUC
azoxystrobin/DCB pada kurva baku yang terdekat.
Kurva Baku vs Kurva Adisi A Ratio AUC Azox/DCB
2.5 y = 2.6852x + 0.2555 R² = 0.9802
2 1.5
Kurva Adisi A Kurva Baku
1
y = 2.6773x - 0.0774 R² = 0.985
0.5
Linear (Kurva Adisi A) Linear (Kurva Baku )
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Massa (ng)
Gambar 18. Kurva Baku vs Kurva Adisi A
Hasil uji akurasi yang meliputi % recovery dan % D dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel: Tabel XXI. Hasil Akurasi Kurva Adisi
Massa (ng) 0,091 0,137 0,319 0,456 0,593 0,684
Recovery 1 115,266 89,536 134,078 112,211 87,441 103,062
Recovery 2 103,078 102,471 120,708 103,424 84,897 102,619
Recovery 3 81,392 124,696 104,903 94,530 79,751 97,009
Rata-rata Recovery 99,912 105,568 119,896 103,389 84,030 100,897
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Berdasarkan Tabel XXI. terlihat bahwa nilai persen perolehan kembali (% Recovery) yang diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan karena berada pada rentang 70-120% (CCPR 2014) yaitu sebesar 84-119%, dengan nilai % RSD kurang dari 20 % dan % D berkisar antara 0,038-19,332% sebagai berikut: Tabel XXII. Hasil % D Validasi Metode Analisis
Massa (ng) %D 0,137 0,228 0,319 0,456 0,593 0,684
11,578 17,146 3,263 4,985 19,332 0,038
Dari penelitian ini akurasi dan presisi metode analisis dinyatakan memenuhi parameter yang dipersyaratkan. d. Sensitivitas (LOQ). Batas kuantisasi merupakan parameter yang diartikan sebagai konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Berdasarkan hasil pengukuran LOQ untuk azoxystrobin diperoleh nilai batas kuantitasi sebesar 0,0008 µg/g. nilai ini telah mencapai yang dipersyaratkan yaitu lebih kecil dari positif list sebesar 0,01 µg/g. e. LLMV. Tingkat konsentrasi terendah di mana metode analisis sebenarnya telah mampu divalidasi di laboratorium (CCPR, 2014). Dari hasil perhitungan didapatkan LLMV sebesar 0,005 µg/g. Berdasarkan metode ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
diketahui bahwa % kesalahan dalam ekstraksi, clean-up dan determinasi secara berturut-turut adalah 3,87%, 3,05%, 9,1%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Asetonitril mampu menjadi pelarut organik dalam proses ekstraksi azoxystrobin dalam buah melon, dengan kesalahan ekstraksi 9,1%. 2. SPE C 18 merupakan metode clean-up yang baik dalam memisahkan azoxystrobin pada matriks buah melon. Recovery fortifikasi sebelum clean-up dengan kolom SPE C 18 sebesar 84-107%, % RSD 5-14%, % D sebesar 0,633-9,521% dengan kesalahan clean-up sebesar 3,05%. 3. Validasi metode analisis dilakukan pada sampel blanko dan sampel yang di fortifikasi dilakukan pada instrument yang teroptimasi. a. Kinerja kuantitatif GC teroptimasi adalah rata-rata %D <20%, linearitas 0,9913-0,9997 pada kisaran linearitas 0,0456 ng- 0,912 ng, dengan IDL 0,003 µg/mL - 0,01 µg/mL dan IQL 0,047 µg/mL. b. Kinerja GC pada ekstrak sampel blanko yang di fortifikasi 0,137 ng0,730 ng sebelum di injeksikan memberoleh recovery 93%-117% dan % RSD sebesar 13-20%, % D 1,7-14,8% dengan kesalahan determinasi sebesar 3,87%. c. Kinerja metode analisis melalui fortifikasi 0,091 ng – 0,684 ng pada buah melon memberikan recovery berkisar antara 84 % - 119% dengan % RSD 17-19%, %D sebesar 0,03-17,1%. Linearity range 0,002 µg/g – 0,014 µg/g dengan LOQ 0,0008 µg/g dan LLMV 0,005 µg/g. Dengan
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
demikian validasi metode ini memenuhi persyaratan untuk memantau kadar Azoxystrobin dalam buah melon dibawah positif list sebesar 0,01 µg/g.
B. Saran Perlu adanya pembandingan lebih lanjut suatu hasil proses ekstraksi jika menggunakan PSA.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
DAFTAR PUSTAKA Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, volume 6, Elsevier, Inc., USA, p. 192.
Anastassiades, Michelangelo, 2006, The QuEChERS Method –Background Informationand Recent Developments, Community Reference LaboratoryPesticide Residuesusing Single Residue Methods, Stuttgart, p.50,66. Anonim1, Pesticide Residue Analysis: QuEChERS Informational Booklet, Enviro, USA, diunduh pada tanggal 03 Oktober 2014. Anonim2,Strata, Extraction Method Development, phenomenex, https://www.brechbuehler.ch/fileadmin/redacteur/pdf/colu mns-sampleprep/sample-prep/z007.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2015. AOAC, 2002. AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for dietary Supplements and Botanicals. Diakses dari www.aoac.org/Official_Methods/slv_guidelines.pdf, pada tanggal 16 Januari 2014. AOAC, 2007, Pesticide Residues in Foods by Acetonitrile Extraction and Partitioning with Magnesium Sulfate Gas Chromatography/Mass Spectrometry and Liquid Chromatography/Tandem Mass Spectrometry, AOAC International, diakses pada tanggal 03 Oktober 2014. AOAC, 2012, Appendix F: Guidelines for Standard Method Performance
Requirements, AOAC Official Methods Of Analysis, Pp 1-17. Burton, L. DeVere., 2010, Agriscience Fundamentals and Applications, Edisi kelima, Delmar Cengage Learning, USA, p.286. Cairns,
Donald., 2004, Intisari Kimia Farmasi, EGC, Jakarta, hal 31.
CCPR, 2003, Joint Fao/Who Food Standards Programme, Codex Alimentarius Commission, Twenty-Fifth Session, Fao-Who, Italy, P 1-106 CCPR, 2014, Joint Fao/Who Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission: Report Of The 46th Session Of The Codex Committee On Pesticide Residues, Switzerland Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th edition, John Wiley & Sons, Inc., USA, p. 128, 585-588. Codexalimentarius,http://www.codexalimentarius.org/standards/pestres/commodit ies-detail/en/?c_id=285 , diakses tanggal 10 Oktober 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
CRI,
97
2010, Menjual Potensi dan Kendala Agrobisnis Indonesia, Beijing, http://indonesian.cri.cn/201/2010/10/04/1s113232.htm, diakses tanggal 11/2/2015
Czichos Horst,Tetsuy Saito, and Leslie Smith, 2006, Handbook of Material Measurement Methods,CRC Press, New York.pp.160-163. Day RA dan Al Underwood. 2006. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam. Sopyan Iis, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis. DEPTAN. 2006. Penggunaan Pestisida secara Bijaksana. Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Holtikultura. Djojosumarto, Panut, 2008, Panduan Lengkap Pestisida & Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, hal 1-11. Dolan, John W., LC Resources Inc., Walnut Creek, 2002, Peak Tailing and Resolution California, USA, LC•GC Europe Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, cetakan kedua, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 378, 389-390, 429,430, 437438. Grob, L.R., 1995, Modern Practice of Gas Chromatography, John Wiley and Sons Inc., New York. p. 291-295 Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Farmasi FMIPA-UI, hal 117 – 135. Harris, D.C., 2010, Quantitative Chemical Analysis, 8th edition, W. H. Freeman and Company, New York, pp. 566-567. Horwitz, W., 1984, Official Methods of Analysis of AOAC Interational, 13rd Edition, AOAC International, USA, p.16 Jules., Janick, 2012, Horticultural Reviews, Volume 39, John Willey & Sons, New Jersey. Jennings, E. L., Mittlehldt, E., & Stremple, P., 1987, Analytical Gas Chromatography, 2nd Edition, California, Academic Press, pp 37-61. Johnson, E. L., & Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair (Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. Kenndler, Ernst, 2004, Gas Chromatography, Institute for Analytical Chemistry, University of Vienna, pp. 1-33. Leung, Sueki H, Monika M. Kansal, Carl Sanchez, Art Dixon, and Erica Pike, 2012, Phenomenex, Inc., 411 Madrid Ave., Torrance, CA 90501 USA,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Analyzing Pesticide Residues in Lettuce by the EN 15662 Method using Phenomenex roQ™ QuEChERS Kits Followed by LC/MS/MS and GC/MS Analysis, TN-0052, APPLICATIONS, p. 1 McNair, H. M. & Miller, J. M., 1998, Basic Gas Chromatography, New York, John Willey & Sons. Mastovska, Katerina., 2008, Azoxystrobin (229): Agricultural Research Service, United State Departement of Agriculture, Wyndmoor, PA, USA, p. 4. Martha, Hincapie., 2012, Baseline Sensitivity Of Guignardia citricarpa, The Causal Agent Of Citrus Black Spot To Azoxystrobin, Pyraclostrobin And Fenbuconazole,Ufdcimages.uflib.ufl.edu/UF/E0/04/50/72/00001/HINCA PIE_CAPUTO_M.pdf hal 33, diakses tanggal 14 Mei 2015 Nagel, Macherey, 2004, Gas Chromatography Application Guide / Technical Handbook, MN, German, pp. 2-3. Nuryanto, Hery., 2000, Budi Daya Melon, Jakarta, Ganeca Exact, hal 1-5. Nollet, Leo., et all., 2005,Chromatographic Analysis of the Environment, Third Edition, Volume 93, CRC Press (Taylor & Francis Group), New York, p. 46-49. RAM 305/03, 2004, Standard Operating Procedure Residue Analytical Method for the Determination of Residue of Azoxystrobin (ICI5504) and R230310 in Crop Samples Final Determination by LC-MS/MS, Syngenta, p.6. Rohman,A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 217-230. Rouessac F & R Annick, 2007. Chemical Analysis. Paris: John Wiley & Sons, Ltd Samadi, Budi., 2007, Melon Usaha Tani Dan Penanganan Pasca Panen, kanisius, Yogyakarta, hal. 12, 18, 85. Sanco, 2013, Guidance Document on Analytical Quality Control and Validation Procedures for Pesticide Residues Analysis in Food and Feed, European, pp 3-36. Sharpe. P.T., 1998, Laboratory Techniques in biochemistry and molecular biology: Methods of cell Separation, Elsevier Science Publishers, New York, p 18-19. Sigma, Aldrich,http://www.sigmaaldrich.com/analytical-chromatography/samplepreparation/spe/tube-configuration-guide.html, diakses tanggal 10 Oktober 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
Skoog, D.A., West, D.M., Holler F.J., and Crouch S.R., 2004, Fundamental of Analytical Chemistry, 8th edition, Thomson learning, Inc., USA, pp. 948950, 959. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Dolan, J.W., 2010, Introduction to Modern Liquid Chromatography, 3rd Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, pp. 20,813. Sudarmo, Subiyakto., 1991, Pestisida, Kanisius, Yogyakarta, hal 5-10. Sumardjo, Damin, 2009, Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas bioeksakta, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 472, 482 Sumardiyono, C., 2013, Pengantar Toksikologi Fungisida, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 6-9, 29, 32, 54-60, 88-91, 94-96. Soeryadi, I., 1997, Kromatografi, Warta Insinyur Kimia, 17-19. USDA/AMS PDP, 2015, United States Department of Agriculture Agricultural Marketing Service, Science & Technology, Pesticide Data Program, US, pp 2-29. Wilson, Keith and John Walker, 2001, Principles and Techniques of Practical Biochemistry, fifth edition, United Kingdom, Cambridge, p 262-264. Wittkowski, R., & Matissek, R..,1990, Cappilary Gas Chromatography in Food Control and Research, Pennsylvania: Technomic Publishing. Wudianto, R., 1992, Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penebar Swadaya, Jakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1. Perhitungan Sensitivitas Alat Sensitivitas alat ditentukan dengan menghitung LOD dari: a. Kurva baku 1
Kadar Rasio AUC azoxystrobin azoxystrobin/DCB (ng) 0,046 0,111 0,091 0,285 0,137 0,442 F(x) = -0,05730 + 3,69561 x R2 = 0,99966
Setelah data tersebut diatas diolah menggunakan program powerfit didapatkan: POLYNOMIAL : F(x) = -0.05730 + 3.69561 x
a0 a1
Coefficient -5,73E-02 3,70E+00
Std Dev. 8,48E-03 6,79E-02
Min. Limit -9,38E-02 3,40E+00
Dihitung menggunakan rumus : 𝐿𝑂𝐷 = 3 𝑥
= 3𝑥
b. Kurva baku 2
𝑆𝑎 𝑏
0,0084 3,695
= 0,003 ng/µL
Kadar Rasio AUC azoxystrobin azoxystrobin/DCB (ng) 0,046 0,232 0,091 0,658 0,137 1,046 F(x) = -0,17440 + 8,98156 x R2 = 0,99977
Max. Limit -2,08E-02 3,99E+00
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Setelah data tersebut diatas diolah menggunakan program powerfit didapatkan: POLYNOMIAL : F(x) = -0,17440 + 8,98156 x
a0 a1
Coefficient -1,74E-01 8,98E+00
Std Dev. 1,69E-02 1,35E-01
Min. Limit -2,47E-01 8,40E+00
Max. Limit -1,02E-01 9,56E+00
Dihitung menggunakan rumus : 𝐿𝑂𝐷 = 3 𝑥
𝑆𝑎 𝑏
=3𝑥
0,016
8,981
= 0,003 ng/µL
c. Kurva baku 3
Kadar Rasio AUC azoxystrobin azoxystrobin/DCB (ng) 0,046 0,467 0,091 0,627 0,137 0,950 F(x) = 0,21263 + 5,09538 x R2 = 0,99174 Setelah data tersebut diatas diolah menggunakan program powerfit didapatkan: POLYNOMIAL : F(x) = 0.21263 + 5.09538 x
a0 a1
Coefficient
Std Dev.
2,13E-01 5,10E+00
5,81E-02 4,66E-01
Dihitung menggunakan rumus : 𝐿𝑂𝐷 = 3 𝑥
𝑆𝑎 𝑏
Min. Limit -3.75E-02 3.09E+00
Max. Limit 4.63E-01 7.10E+00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
= 3𝑥
0,058
5,095
= 0,018 ng/µL
Lampiran 2. Kurva Adisi Azoxystrobin pada sampel buah melon
Setelah data tersebut diatas diolah menggunakan program powerfit didapatkan: POLYNOMIAL : F(x) = 0,29934 + 2,60032x Coefficient
Std Dev.
a0
2,99E-01
3,71E-02
Min. Limit 2,21E-01
a1
2,60E+00
9,82E-02
2,39E+00 2,81E+00
Dihitung menggunakan rumus : 𝐿𝑂𝑄 = 3 𝑥 = 3𝑥
𝑆𝑎 𝑏
0,037
2,600
= 0,042 ng
= 0,021 ng/µL = 0,856 ng/g
= 0,0008 µg/g
Max. Limit 3,78E-01
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Perhitungan Resolusi (Rs) dan Resolusi DCB
2∆𝑡𝑅
Rs Awal Rs Akhir
2(33,914−32,294)
= 0,538 𝑐𝑚+1.384 𝑐𝑚 = 2,540
Rs = 𝑊1+𝑤2
2(33,914−32,294)
= 0,538 𝑐𝑚+0,538𝑚 = 3,07
Besar Resolusi (Rs) DCB: No 1 2 3 4 5
Rs awal
Rs Akhir
1.274 2.198 1.002 1.097 1.097
2.015 5.858 5.808 4.631 1.142
N 91472.978 55581.646 55175.379 38482.669 28290.471
Tf 1.667 1.000 0.667 1.000 1.333 x SD RSD
Keajegan Ratio azo/DCB 1.428 1.423 1.422 1.423 1.423 1.424 0.003 0.189
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Certificate of Analysis DCB
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5. Certificate of Analysis NaCl
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6. Certificate of Analysis MgSO 4
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Certificate of Analysis Na 2 HCitr
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8. Certificate of Analysis Na 3 Citr
109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 9. Certificate of Analysis Acetonitrile
110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 10. Certificate of Analysis Hexane
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 11. Certificate of Analysis Methanol
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
Lampiran 12. Certificate of Analysis Azoxystrobin Donasi dari PT Syngenta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul “Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon (Cucumis melo L.)” memiliki nama lengkap Rizki Seviana Puspitasari. Penulis dilahirkan di Kulon Progo pada tanggal 07 September 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Suhadi dan Warningsih. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulisyaitu TK Seruni IV Glagah Kulon Progo (1997 – 1999), SD Negeri Glagah I Kulon Progo (1999 – 2005), SMP Negeri 1 Temon Kulon Progo (2005 – 2008), SMA Negeri 1 Wates Kulon Progo(2008 – 2011) dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi antara lain Wakil Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi (DPMF) periode (2014-2015); peserta Program Kreativitas Mahasiswa yang lolos seleksi dan didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun (2014) dengan judul “Crackers Mentri Mbah Kusang (Mengkudu Bernutrisi Limbah Kulit Pisang)”; Sekertaris Event Donor Darah Unit Kegiatan Fakultas Farmasi Islam Sanata Dharma (Fistara) pada tanggal (2013); anggota Divisi Quality Control Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi periode (2012-2013); Koordinator Sie Acara Komisi Pemilihan Umum Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi periode (2012-2013); Panitia Pharmacy Performance dan Pharmacy Road to School (2013) sebagai anggota divisi dana dan usaha; peserta perkuliahan “Guest Lecture on Medical Chemistry by Prof. Dr. Rob Leurs (Vrije Universiteit, The Netherlands) (2013) di Universitas Gadjah Mada; peserta Seminar Nasional “Pemberdayaan Pasien Dalam Self Management Diabetes Melitus untuk Meningkatkan Kualitas Hidup” (2011); peserta makrab Jaringan Makasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) (2012); peserta Seminar “Motivasi dan Inspirasi utuk Meningkatkan Leadership Competencies” (2014); volunteer kegiatan Desa Mitra “Penyuluhan Sikat Gigi dan Cuci Tangan yang Baik di SD N Sumberadi 1 Sleman” (2012); anggota dalam memperingati Hari HIV Aids Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) Fakultas Farmasi USD (2012).