PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DALAM PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Hana Puspita Canti NIM: 091124020
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Yang Utama dari Segalanya Syukur dan anugrah kepada Tuhan Yesus atas karunia dan kemudahan akhirnya skripsi sederhana ini terselesaikan.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi
Papa dan Mama Tercinta Kakak dan ponakan kembarku tercinta Sahabatku tersayang Dosen pembimbing tugas akhir sekaligus dosen favoritku
Semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian Tugas Akhir ini... “your dreams today, can be your future tomorrow”
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
Skripsi yang membanggakan dan menyenangkan seumur hidup penulisnya adalah skripsi dibuat dengan KEJUJURAN Skripsi selesai beda dengan skripsi asal selesai. Pembuatnya bisa rasakan yang asal selesai: sumber malu saat dibaca ulang (Anies Bawesdan) Manusia tidak dapat hidup tanpa cinta. Ia tetaplah makhluk yang tidak dapat dimengerti oleh dirinya sendiri, kehidupannya tidak bermakna bila cinta tidak ditunjukkan padanya, bila ia tidak menemukan cinta, bila ia tidak mengalami cinta dan menjadikan cinta miliknya, dan bila ia tidak mengambil bagian di dalamnya. (Yohanes Paulus II)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 April 2015 Penulis,
Hana Puspita Canti
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Hana Puspita Canti NIM
: 091124020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul "PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DALAM PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 20 April 2015 Yang menyatakan,
Hana Puspita Canti
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DALAM PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI”. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap maraknya perkawinan beda agama dan beda gereja yang berdampak pada pelaksanaan pendidikan iman anak. Pendidikan iman merupakan suatu proses dan bukanlah sesuatu yang sekali jadi. Di dalam proses pembinaan iman, isi pengajaran berdasarkan pertumbuhan dan usia anak. Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan mengerti pewahyuan Allah, dalam Yesus Kristus. Kemudian mereka dibimbing untuk menanggapi pewahyuan Allah dengan mengungkapkan iman kepercayaan mereka, baik melalui perayaanperayaan liturgis dan doa maupun perbuatan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan menunjukkan bahwa masih ada orangtua yang belum sungguhsungguh melaksanakan pendidikan iman bagi anak dalam keluarga, yang meliputi mengenalkan Injil kepada anak, mengajak anak berdoa bersama, mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan kesadaran orangtua terhadap kewajibannya memberikan pendidikan iman bagi anak dalam keluarga. Di mana orangtua sebagai pendidik dan pewarta iman yang pertama mempunyai tanggung jawab memberikan pendidikan iman, baik melalui kata-kata maupun teladan dan kesaksian hidup iman. Keluarga memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan iman anak. Pertama-tama keluarga adalah iman yang pertama dan terutama. Tanpa pendidikan, iman anak tidak akan berkembang. Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih lanjut, penulis melakukan pengamatan, wawancara, dan penyebaran kuesioner untuk mempelajari situasi yang terjadi di lapangan sejauh mana pengalaman keluarga dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dalam menerapkan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Sedangkan studi pustaka diperlukan untuk mempelajari Kitab Suci, ajaran dan dokumen Gereja yang kemudian direfleksikan untuk membuat ulasan program pendampingan yang menarik dan sesuai dengan keadaan umat. Rekoleksi merupakan proses pembinaan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja, khususnya pihak Katolik agar semakin menyadari kewajibannya dalam memberikan pendidikan iman anak. Melalui rekoleksi, pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja merasa disapa dan diperhatikan oleh Gereja, sehingga mereka tidak merasa sendirian jika menghadapi situasi keluarga yang dilematis dan penuh ketegangan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT This thesis titled "IMPLEMENTATION OF FAITH EDUCATION FOR CHILDREN AGED 0-16 YEARS IN THE MARRIAGE OF PARENTS OF DIFFERENT RELIGIONS AND DIFFERENT CHURCHES IN PARISH OF SUPREME SACRED HEART OF JESUS PURWODADI". Title of thesis have been based on concerns the author of the proliferation of interfaith marriage and church different impact on the implementation of faith education of children. Education faith is a process and not something that once finished. In the process of faith formation, instructional content based on the growth and age of the child. In this process the child is guided to accept and understand the revelation of God, in Jesus Christ. Then they guided to respond to the revelation of God to express their faith, either through liturgical celebrations and prayer as well as concrete actions in everyday life. The fact shows that there are still parents who do not earnestly implement the faith education for children in the family, which includes introducing the Gospel to children, taking children to pray together, to support and engage children in churches activities. A key issue in this thesis is how to increase parents' awareness of their obligation to provide education for children in the family of faith. Where educators and parents as the first herald of faith have a responsibility to educate faith, both by word and example and testimony of the life of faith. The family has a huge role to the development of a child faith. First of all faith family is first and foremost. Without education, the child will not develop faith. Therefore, to assess further, the authors make observations, interviews, and questionnaires to study the situation in the field extent of family experience of married couples marriage of different religions and different churches in applying faith education to their children. While the literature is needed to study the scriptures, teachings and documents of the Church which is then reflected to create interesting mentoring program review and in accordance with the state of the race. Recollection is the process of coaching couple different interfaith marriage and the church, especially the Catholic party to be more aware of their obligations in providing faith education of children. Through recollection, interfaith marriage couples and different church feel welcomed and considered by the Church, so that they do not feel alone when faced with a dilemma family situation and full of tension.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji Syukur bagi Tuhan Yesus yang telah menganugrahkan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas ijin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Iman bagi Anak Berumur 0-16 Tahun dalam Perkawinan Orangtua Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi”. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Untuk itulah penulis ingin berterima kasih sebesarbesarnya dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait. Dengan terselesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini. 2. Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ selaku dosen pembimbing utama yang bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kelembutan sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Dra. Y. Supriyati, M.Pd selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan selama menjadi mahasiswa di prodi IPPAK terlebih dalam proses penyususnan skripsi ini. 4. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji ketiga yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis dalam skripsi ini. 5. Drs. M. Sumarno Ds.,S.J.,M.A selaku dosen wali kedua yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi. 6. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang mendidik penulis selama menjadi mahasiswa IPPAK dan secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada penulis serta memberikan kemudahan adminitrasi. 7. Romo Ignatius Supriyantno, MSF sebagai Pastur Kepala dan umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberi dukungan. 8. Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja khususnya pihak Katolik Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang memberikan dukungan kepada penulis dengan bersedia mengisi kuesioner. 9. Papa Fransiskus Sutarno dan mama Yuliana Budi Wijariyani tercinta, yang tidak pernah lelah memberikan doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusan dalam mendampingi penulis. Karya kecil ini untuk menghibur hati kalian.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10. Mas Fajar-Mbak Pipit dan Mbak Ratri-Mas Ari yang selalu memberikan warna dalam bentuk doa, dukungan, canda, tawa dan macam-macam bantuan. Serta keponakan kembarku Jesse dan Avent yang selalu ngangeni dan gemesin. 11. Sahabat tersayang, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan, semangat, hiburan, ojekan, melantunkan doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua yang dilakukan, terima kasih telah senantiasa menguatkan dan mengingatkan di kala penulis merasa bosan dan malas. 12. Frater Amor, Frater Indra dan Kolsani yang telah membantu proses penulisan skripsi ini dengan membantu meminjamkan buku sebagai referensi. 13. Sahabat-sahabat IPPAK 2009 atas ukiran hati bertemakan persahabatan yang tulus murni sepanjang masa pendidikan di IPPAK sejak awal hingga terselesainya pendidikan. Terima kasih atas segala canda tawa dan tangisan haru serta bahagia yang telah dibagi dan turut dirasa. 14. Ibu kost sekeluarga dan teman-teman kost (Retha, Ola, Dewi, Ambar, Ria, Icha) yang menciptakan suasana yang mendukung dalam penyelesaian skripsi. 15. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orangorang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam skripsi ini, begitu pula dalam penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca baik berupa kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi.
Yogyakarta, 20 April 2015 Penulis
Hana Puspita Canti
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................
iv
MOTTO..........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS....................................................... ABSTRAK......................................................................................................
viii
ABSTRACT....................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR....................................................................................
x
DAFTAR ISI...................................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
xix
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah..............................................................................
6
C. Tujuan Penulisan................................................................................
6
D. Manfaat Penulisan..............................................................................
7
E. Metode Penulisan...............................................................................
7
F. Sistematika Penulisan........................................................................
8
BAB II. PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK DALAM KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA...........................................................................................
10
A. Pendidikan Iman bagi Anak...............................................................
11
1. Pendidikan Iman...........................................................................
11
2. Pendidikan Iman dalam Keluarga.................................................
14
a. Doa Pribadi dan Doa Bersama................................................
15
b. Mengikuti Perayaan Liturgi....................................................
16
c. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci.................................
17
xiv
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman........................
17
e. Ikut Ambil Bagian dalam Ziarah.............................................
19
3. Kewajiban Orang Tua..................................................................
19
a. Pendidikan Psikis-afektif.........................................................
21
b. Pendidikan Sosio kultural........................................................
22
c. Pendidikan Iman......................................................................
23
d. Pendidikan Moral....................................................................
24
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi..............................................
27
5. Kegagalan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga....................
28
6. Tahap Perkembangan Iman..........................................................
29
a. Tahap 0: Elementari Awal/Primal...........................................
30
b. Tahap I: Iman Intuitif-Projektif...............................................
31
c. Tahap II: Iman Mitis-Literal...................................................
32
d. Tahap III: Iman Sitentik-Konvensional...................................
33
e. Tahap IV: Iman Individuatif-Reflektif....................................
34
f. Tahap V: Iman Konjungtif......................................................
35
g. Tahap VI: Iman Universal.......................................................
36
7. Konteks Perkembangan Iman......................................................
37
a. Teladan Tokoh-tokoh Identifikasi...........................................
37
b. Suasana....................................................................................
38
c. Pengajaran...............................................................................
39
d. Komunikasi.............................................................................
39
8. Pendidikan Iman dalam Ajaran Gereja........................................
39
a. Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes......................................
40
b. Deklarasi Gravissimum Educationis.......................................
41
c. Deklarasi Dignitatis Humanae................................................
42
d. Himbauan Apostolik Familiaris Consortio.............................
43
e. Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae................................
45
B. Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja.......................................
46
1. Pengertian.....................................................................................
46
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Tujuan Perkawinan......................................................................
48
a. Kesejahteraan Suami-Istri.......................................................
50
b. Kelahiran Anak.......................................................................
51
c. Pendidikan Anak.....................................................................
51
3. Pelaksanaan Pendidikan Iman dan Pembaptisan Anak................
54
a. Pemenuhan Janji untuk Membaptis Anak...............................
54
b. Pemenuhan Janji untuk Mendidik Iman Katolik.....................
56
BAB III. PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN PADA PASANGAN ORANGTUA PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI..................................
61
A. Gambaran Umum Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi........
62
1. Sejarah Paroki..............................................................................
62
a. Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedanga (1952- 1956)............................................................................
62
b. Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Evangelista Kudus (1957-1967).............................................................................
64
c. Purwodadi sebagai Paroki Hati Yesus Maha Kudus (1968-sekarang).......................................................................
65
2. Keadaan Geografis.......................................................................
66
3. Keadaan Demografi...................... ..............................................
68
4. Visi dan Misi Gereja....................................................................
70
5. Situasi Umum Umat Paroki.........................................................
70
a. Situasi Kependudukan.............................................................
71
1) Gambaran Umum...............................................................
71
2) Keadaan Umat....................................................................
74
3) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan......................
76
4) Kesukuan (Etnis)................................................................
78
5) Struktur Usia......................................................................
79
b. Situasi Sosial Ekonomi...........................................................
82
1) Keadaan Ekonomi Keluarga..............................................
82
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2) Kegiatan Ekonomi.............................................................
86
3) Tingkat Pendidikan............................................................
89
c. Situasi Kekatolikan.................................................................
91
1) Pastoral Anak-anak............................................................
91
2) Pastoral OMK....................................................................
93
3) Pastoral Dewasa.................................................................
94
4) Pastoral Keluarga...............................................................
96
5) Kelompok Permandian dan Penguatan..............................
99
6. Gambaran Umum Mengenai Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi............ B. Penelitian tentang Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terhadap Pendidikan Iman bagi Anak Berumur 0-16 Tahun..............................................
102
103
1. Metodologi Penelitian..................................................................
103
a. Tujuan penelitian.....................................................................
104
b. Manfaat Penelitian...................................................................
104
c. Jenis Penelitian........................................................................
105
d. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................
105
e. Responden Penelitian..............................................................
105
f. Instrumen Penelitian................................................................
106
g. Variabel Penelitian..................................................................
107
2. Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian.................................
108
a. Gambaran Pemahaman Tujuan Perkawinan Pasangan Suami Istri Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi..............................................
108
b. Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak.......................................
136
c. Keadaan Umat Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi............................
141
3. Keterbatasan Penelitian..............................................................
141
4. Kesimpulan Hasil Penelitian.......................................................
142
BAB IV. REFLEKSI KRITIS ATAS AJARAN GEREJA DENGAN KENYATAAN YANG TERJADI...............................................
146
A. Ajaran Gereja...................................................................................
146
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Kenyataan yang Terjadi................................................................... BAB V. REKOLEKSI BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA SEBAGAI USAHA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN ORANGTUA AKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN IMAN ANAK PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI................................ A. Latar Belakang Pemilihan Program dalam Bentuk Rekoleksi.........
153
158 159
B. Usulan Program Pembinaan Iman Orangtua dalam Bentuk Rekoleksi Orang Tua........................................................................
161
C. Tema dan Tujuan Program Rekoleksi..............................................
162
D. Matrik Program................................................................................
166
E. Gambaran Pelaksanaan Program......................................................
173
F. Contoh Persiapan Pelaksanaan Rekoleksi........................................
173
BAB VI. PENUTUP.......................................................................................
192
A. Kesimpulan......................................................................................
192
B. Saran................................................................................................
194
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
196
LAMPIRAN....................................................................................................
199
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian........................................................
(1)
Lampiran 2 : Salah Satu Kuesioner Penelitian dari Responden............
(7)
Lampiran 3 : Hasil Kuesioner Terbuka dan Wawancara.......................
(13)
Lampiran 4 : Surat Permohonan Ijin Penelitian....................................
(17)
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. SINGKATAN KITAB SUCI KS
: Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan
yang terdapat
dalam daftar singkatan Alkitab
Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia
B. SINGKATAN DOKUMENRESMI GEREJA CT
: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DH
: Dignitatis Humanae, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang kebebasan beragama, 7 Desember 1965.
FC
: Fimiliaris Consortio, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, 22 November 1981.
GE
: Gravissimum Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.
GS
: Gadium et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
NA
: Nostra Aetate, Pernyataan Konsili Vatikan II tengtang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen, 28 Oktober 1965.
PBIUD
: Pedoman Bina Iman Usia Dini dalam Keluarga, pedoman yang dikeluarkan oleh Komisi Keluarga Keuskupan Malang, pada tahun 1998
PPKK
: Pedoman Pastoral Keluarga, pedoman yang dikeluarkan oleh KWI, 15 November 2010.
SC
: Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1965.
C. SINGKATAN LAIN ARDAS : Arah Dasar APP
: Aksi Puasa Pembangunan
Art
: Artikel
BKSN
: Bulan Kitab Suci Nasional
BPS
: Badan Pusat Statistik
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
Kan.
: Kanon
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KK
: Kepala Keluarga
KLMTD : Kecil Lemah Miskin Tersingkir dan Difabel
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Litbang
: Penelitian dan Pengembangan
MUDIKA : Muda-mudi Katolik OMK
: Orang Muda Katolik
Pasutri
: Pasangan Suami Istri
PHK
: Pemutusan Hubungan Kerja
PIA
: Pendidikan Iman Anak
PIR
: Pendidikan Iman Remaja
PNS
: Pegawai Negri Sipil
PSE
: Pengembangan Sosial Ekonomi
SD
: Sekolah Dasar
SLB
: Sekolah Luar Biasa
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SPG
: Sekolah Pendidikan Guru
St
: Santo
TOP
: Tahun Orientasi Pastoral
UKMK
: Usaha Kecil Menengah Kebawah
xxi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki dasar negara Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika karena masyarakat kita merupakan masyarakat yang bersifat majemuk. Di Indonesia kemajemukan dihormati termasuk dalam hal agama dan hidup beragama. Sebagian besar masyarakat kita memeluk agama Islam dan sebagian kecil memeluk agama-agama lain (Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghuchu) serta kepercayaan. Ada sebagian dari mereka yang hidup berdekatan dengan saudara-saudara yang seiman, terutama di pulau Flores. Akan tetapi ada pula yang hidup berbaur dengan saudara-saudara yang beragama lain, yang tampak seperti di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Hidup di lingkungan yang majemuk secara budaya, ras, suku dan agama, seperti di Indonesia, tidak mengherankan bahwa jalinan cinta perkawinan juga bersemi dan subur berkembang di antara manusia-manusia yang berbeda agama. Perkawinan campur dari pasangan yang beda ras, suku, agama, budaya merupakan suatu hal yang sulit dihindari. Pria dan wanita memiliki hak untuk menikah. Menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983 yang diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II kan. 1058, bagi Gereja, perkawinan adalah salah satu hak asasi dari masing-masing orang. Hak itu bersifat pribadi, oleh karena itu harus dihormati oleh setiap orang dan tak dapat digantikan oleh siapa pun. Hak asasi dapat dipakai oleh pribadi-pribadi yang memilikinya (orang dewasa) dan yang de
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
facto mampu untuk melaksanakan hak itu. Namun dengan demikian, pelaksanaan hak itu tidak lepas dari tatanan moral, etika dan hukum. Tidak dapat disangkal bahwa semua agama tidak menghendaki atau memandang perkawinan antar agama sebagai perkawinan tidak ideal. Menurut Gereja Katolik, maksud dari tidak ideal dalam hal ini yaitu perkawinan beda agama maupun beda gereja tidak termasuk dalam perkawinan sakramen. Selain itu, perkawinan beda agama dan beda gereja memiliki masa depan yang tidak ideal seperti rawan gagal, tidak harmonis, perasaan yang sensitif, dilematis, membingungkan anak-anak yang dilahirkan, dan sebagainya. Tidak hanya masa depan yang tidak ideal, melainkan proses menuju terwujudnya perkawinan bisa sangat tidak ideal, seperti memancing percecokkan bila tidak adanya toleransi, salah satu harus berganti agama untuk menikah, tidak direstuinya keluarga besar masing-masing pasangan, dan sebagainya. Di satu pihak, perkawinan beda agama dan beda gereja memang memuat resiko dan bahaya yang pantas dijadikan keprihatinan karena perbedaan praktik perkawinan beda agama mengalami kesulitan yang cukup berat. Tetapi di lain pihak, perkawinan semacam ini jika dihayati secara bertanggung jawab dan penuh kedewasaan akan menjadi berkat bagi kedua agama dengan mengadakan dialog agama di rumah. TM. Luthfi Yazid, Redaktur Utama majalah Fakultas Hukum UGM dan Ketua Kelompok Kajian Semesta Indonesia di Yogyakarta yang dikutip oleh Purwaharsanto (1992: 23-24) melihat kerugian perkawinan antar agama pada anak-anak yang akan lahir, terlihat dari kebingungan dalam menentukan acuan hidup mereka. Terdapat beberapa dampak sosial dalam perkawinan beda agama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
dan beda gereja, salah satunya adalah pendidikan iman pada anak. Bukan sesuatu yang mudah bagi keluarga dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja, khususnya bagi orangtua dalam menerapkan pendidikan iman anak. Dalam usia pertumbuhan, anak-anak yang hidup dalam keluarga yang berbeda keyakinan tentunya akan mengalami kebingungan dengan dua ritual keagamaan yang berbeda. Namun, dari sikap ini akan memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi anak untuk mempelajari agama mana yang akan dipilih. Sekilas pasangan suami istri tidak mengalami kesulitan atau konflik dalam hal pendidikan iman anak, bahkan tampak demokratis membiarkan anak memilih iman yang diyakininya. Tetapi sebenarnya mereka mengalami masalah dilematis mengenai pendidikan iman anak. Masalah pendidikan iman anak dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja memang merupakan persoalan yang sangat rumit dan dilematis. Paus Paulus VI juga mengatakan bahwa pendidikan iman dalam keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja merupakan masalah yang cukup rumit dan dilematis, karena masing-masing pribadi orangtua terikat tugas dan tanggung jawab mendidik anaknya dalam iman yang mereka yakini. Gereja sendiri menegaskan bahwa pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja itu mempunyai tugas dan tanggung jawab mendidik dan membaptis anakanak dalam iman Katolik (Agung Prihartana, 2008: 7). Kewajiban dan tanggung jawab mendidik anak merupakan suatu kenyataan alamiah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari oleh setiap pribadi sebagai orangtua. Orangtua adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan memperkenalkan realitas hidup duniawi kepada anak-anak, dan sekaligus sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
pendidik pertama dan utama yang mengajarkan kebenaran. Konsekuensinya, mereka
juga
harus
memperkenalkan
Tuhan
dan
membimbing
untuk
mengimaninya. Orangtua merupakan pewarta iman yang pertama bagi anak-anaknya melalui perkataan dan teladan hidup iman. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik anak, orangtua diminta mendidik dengan sekuat tenaga tanpa paksaan dan kekerasan yang dapat mengganggu kebahagiaan dan keharmonisan hidup berkeluarga. Pihak Katolik perlu mencari pola pendidikan yang sesuai dengan perbedaan dan ketegangan yang ada. Ia harus menghargai kebebasan beragama pada pasangan yang non Katolik dan juga tidak boleh menghalanghalangi pasangan dalam menjalankan kewajiban beragama. Selain itu, orangtua Katolik tidak boleh menjelek-jelekan agama pasangannya ketika mendidik anaknya dalam iman Katolik. Meskipun begitu, Gereja tidak berarti mengijinkan atau membiarkan anak-anaknya boleh dididik dalam iman non Katolik. Berdasarkan kodrat dan martabat perkawinan dan baptisnya, pihak Katolik mempunyai tugas dan tanggung jawab membaptis dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Namun dalam menjalankannya, pihak Katolik tidak boleh mengorbankan keharmonisan keluarga (Agung Prihartana, 2008: 21). Sebagaimana yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio (FC), Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, menegaskan dan mengingatkan bahwa orangtua sudah diikutsertakan Tuhan dalam proses penciptaan anak-anak mereka, maka selanjutnya orangtua juga mempunyai tugas untuk mendidik mereka. Maka orangtua menjadi “pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka” (FC, art. 3). Sebagai orangtua Katolik, ia mempunyai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
tanggung jawab dan kewajiban untuk membaptis dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Mereka harus menyambut kahadiran anak-anak sebagai anugrah Tuhan yang harus didampingi dan dibimbing selama masa pertumbuhan mereka dengan memberikan pengajar iman dan nilai-nilai Injili. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, orangtua diminta untuk memberikan teladan dan kesaksian hidup iman yang baik. Perkawinan beda agama dan beda gereja yang ada di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi merupakan salah satu bentuk riil adanya perkawinan beda agama dan beda gereja yang ada di Indonesia. Purwodadi merupakan salah satu kota kecil yang ada di Jawa Tengah dan agama Katolik sebagai agama minoritas. Berdasarkan pengamatan saya, perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus menimbulkan masalah mengenai pendidikan iman bagi anak-anaknya. Banyak dari mereka yang tidak setia terhadap janji yang telah disepakati ketika melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja. Tidak semua dari mereka mendidik dan membaptis anak-anaknya secara Katolik, bahkan tidak aktif dalam hidup menggereja meskipun sang anak telah dibaptis. Membina kehidupan rumah tangga dengan keyakinan berbeda pasti lebih sulit dibandingkan dengan satu keyakinan. Salah satu persoalan yang sering memicu masalah kecil di rumah tangga adalah pendidikan iman bagi anak-anaknya. Tetapi, tidak sedikit dari anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda keyakinan memiliki sikap toleransi dan solidaritas yang lebih tinggi dari anak yang memiliki keluarga satu keyakinan. Anak-anak ini sudah dilatih sejak dini untuk hidup dalam perbedaan, sehingga sikap saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan sudah tertanam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
Oleh sebab itu, melalui skripsi ini penulis bermaksud ingin memberikan sumbangan pemikiran bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terhadap pelaksanaan pendidikan iman anak dengan mangangkat judul skripsi “PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DALAM PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI”
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam hal ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendidikan iman anak menurut Gereja Katolik? 2. Bagaimana pendidikan iman anak dalam masyarakat Pluralistik? 3. Bagaimana saran yang baik untuk pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dalam memberikan pendidikan iman bagi anaknya.
C. TUJUAN PENULISAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: 1.
Mengetahui pendidikan iman anak menurut Gereja Katolik.
2.
Mengetahui pendidikan iman anak dalam masyarakat Pluralistik.
3.
Memberi sumbangan pemikiran usulan program yang berupa rekoleksi bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
D. MANFAAT PENULISAN Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang perkawinan Katolik beda agama dan beda gereja khususnya dalam hal pendidikan iman bagi anak-anak.
2.
Membantu pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dalam menerapkan pendidikan iman bagi anak-anaknya.
3.
Memberikan sumbangan kepada para remaja yang ingin melaksanakan perkawinan Katolik beda agama dan Gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi supaya mengetahui kesulitan-kesulitan yang akan terjadi dalam
perkawinan
beda
agama
dan
beda
gereja
sekaligus
siap
menghadapinya. 4.
Memenuhi syarat untuk mendapat gelar sarjana.
E. METODE PENULISAN Dalam tugas akhir ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian studi kepustakaan untuk memperlajari ajaran dan dokumen Gereja. Sedangkan penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk mempelajari situasi yang terjadi di lapangan sejauh mana pengalaman keluarga dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dalam menerapkan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Data yang diperoleh dalam penelitian dilaporkan dalam bentuk deskripsi, meskipun ada beberapa yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
menggunakan angka, tetapi lebih untuk memudahkan pembaca memahami hasil penelitian.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokokpokok sebagai berikut: BAB I : Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini membahas tentang refleksi teologi yang dijabarkan dalam dua pokok yaitu pelaksanaa pendidikan iman dalam keluarga dan perkawinan beda agama dan beda gereja. BAB III: Bab ini membahas tentang laporan penelitian bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terhadap pendidikan iman bagi anak yang terdiri dari dua pokok. Pertama, latar belakang gereja yang meliputi: Sejarah paroki, keadaan geografis, keadaan demografi, visi dan misi gereja, situasi umum umat, dan gambaran umum mengenai perkawinan beda agama dan beda gereja. Kedua, laporan hasil dan pembahasan penelitian. BAB IV: Bab ini berisi tentang refleksi kritis atas ajaran Gereja mengenai kewajiban orangtua dalam memberikan pendidikan iman bagi anak, terkhusus dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terhadap kenyataan yang terjadi di Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus Purwodadi. BAB V : Bab ini berisi tentang usulan program dalam bentuk rekoleksi sebagai usaha untuk mendampingi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya. BAB VI : Bab ini berisi kesimpulan dan saran sebagai penutup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
BAB II PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK DALAM PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA
Dua hal pokok yang akan dikembangkan pada bab ini yakni pendidikan iman bagi anak dan perkawinan beda agama dan beda gereja terkhusus pada tujuan perkawinan. Pokok permasalahan yang akan diangkat adalah bagaimana pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja melaksanakan pendidikan iman anak sesuai dengan tujuan perkawinan. Kedua hal ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, di mana dalam suatu perkawinan Katolik baik perkawinan sakramen maupun non sakramen, keduanya memiliki tujuan perkawinan yang sama yaitu salah satunya adalah pendidikan bagi anak. Menurut para Uskup yang hadir dalam Konsili Vatikan II pada tahun 1965, seperti yang terungkap dalam Gadium et Spes (GS), hakikat perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada adanya keturunan serta pendidikan. Memang anak-anak merupakan karunia perkawinan yang paling luhur dan besar sekali, dalam arti bagi kesejahteraan orangtua sendiri. Perkawinan mempunyai berbagai tujuan,
yakni
kesejahteraan
suami
istri,
kesejahteraan
anak-anak,
dan
kesejahteraan masyarakat (GS, art. 50). Sementara itu, dalam sejarah Gereja Katolik, ajaran perkawinan Paus Leo XIII disebutkan bahwa perkawinan mempunyai tujuan primer “kelahiran dan pendidikan anak” dan tujuan sekunder “saling membantu serta pemenuhan hawa nafsu” (Purwa Hardiwardoyo, 1988: 86). Sedangkan menurut KHK 1983 kan. 1055§1 dengan sederhana menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
adanya 3 tujuan utama perkawinan yang terdiri dari kesejahteraan suami istri, kelahiran dan pendidikan anak.
A. PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK 1.
Pendidikan Iman Pendidikan adalah usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak
muda dalam memperkembangkan kepribadian mereka (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 1) yang cocok dengan tujuan dan kondisinya. Pedoman Pastoral Keluarga (PPK), pedoman yang dikeluarkan oleh
Konferensi Waligereja
Indonesia (KWI) mengatakan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan, sehingga dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat (PPK, no. 29). Sedangkan yang dimaksud dengan iman, menurut J. Hardiwiratno seorang imam MSF yang dikutip oleh Soerjanto dan Widiastoeti Soerjanto (2007: 10) ialah jawaban pribadi manusia atas pewahyuan Allah dalam Yesus Kristus. Maka yang dimaksud dengan pendidikan iman ialah proses dan usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta, dan Penyelamat. Karena masih anak-anak, mereka belum dapat menjawab pewahyuan Allah dalam Yesus Kristus secara bebas dan pribadi, sehingga mereka perlu mendapat bimbingan dan pendidikan agar iman dapat tertanam secara mendalam dan pada akhirnya anak dapat menjawab secara bebas dan pribadi. Menurut Agung Prihartana (2008: 54-55) seorang imam MSF, pendidikan iman adalah suatu proses. Menanamkan iman kepada anak-anak bukanlah sesuatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
yang sekali jadi, tetapi melalui dan membutuhkan suatu proses yang panjang. Pengajaran dan pembinaan adalah sarana dan wahana dalam proses penanaman iman kepada anak-anak. Di dalam proses pembinaan iman itu, isi pengajaran tidak diurutkan menurut urutan dan sistem teolog, melainkan menurut kronologi pertumbuhan dan kebutuhan spiritual berdasarkan usia anak. Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan mengerti pewahyuan Allah, dalam Yesus Kristus. Kemudian mereka dibimbing untuk menanggapi pewahyuan Allah dengan mengungkapkan iman kepercayaan mereka, baik melalui perayaanperayaan liturgis dan doa maupun perbuatan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, orangtua sebagai pendidik dan pewarta iman yang pertama mempunyai tanggung jawab memberikan pendidikan iman, baik melalui kata-kata maupun teladan dan kesaksian hidup iman. Anak-anak akan sangat terbantu untuk mengungkapkan imannya bila mereka melihat teladan dan kesaksian hidup iman yang konkret dari orangtuanya. Pendidikan iman bertujuan menumbuhkan sikap beriman dalam diri anakanak. Dengan sikap beriman itu anak-anak siap menyambut kasih Allah yang diterima dan membalasnya, serta aktif mengambil bagian dalam hidup Gereja (PPK, no. 31). Salah satu aspek pendidikan iman adalah pengetahuan iman dan penerapannya. Sumber-sumber pengetahuan iman merupakan sarana pendidikan iman yang dapat digunakan untuk mengembangkan iman anak, di antaranya: Kitab Suci, katekismus, dokumen-dokumen Gereja, dan buku-buku katekese (PPK, no. 32). Sedangkan penerapan pendidikan iman di dalam keluarga dapat dilaksanakan dengan sarana yang ditemui, baik itu peristiwa, benda bahkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
kehidupan kita sendiri yang dapat dijadikan alat untuk menanamkan dan mengembangkan iman anak. Misalkan: orangtua mengajak anak untuk memaknai hari ulang tahunnya dengan ucapan syukur, memaknai perayaan Paskah sebagai hari kebangkitan Kristus, mengajarkan anak untuk menghormati Kitab Suci dengan membaca dan merenungkannya serta meletakkannya di tempat yang terhormat. Kedua aspek ini sangat penting dan saling berkaitan dalam pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga. Orangtua tidak dapat memisahkan salah satu dari kedua aspek tersebut, hanya memberikan pengetahuan tentang iman tanpa menerapkan dalam perbuatan atau hanya mengajarkan perbuatan baik tanpa pengetahuan tentang iman. Dalam Kitab Suci disebutkan bahwa iman itu bisa timbul dari pendengaran, dan pendengaran itu muncul dari pewartaan sabda dan karya Kristus (Roma 10:17). Maka salah satu tugas orangtua adalah mewartakan Kristus kepada anak-anak mereka di rumah. Beberapa orangtua tidak memberikan pendidikan iman kepada anak-anak mereka sejak awal, bukan karena tidak mau, melainkan karena kurang tahu tentang cara yang tepat untuk mewariskan iman kepada anakanak. Hal ini terjadi karena keterampilan dan pengetahuan mereka sendiri tentang iman kurang memadai. Beberapa orangtua mengira bahwa pendidikan iman bagi anak dapat mereka percayakan sepenuhnya kepada para guru di sekolah Katolik atau kepada para pembina Sekolah Minggu di Paroki atau para romo Paroki maupun para guru agama di sekolah. Mereka kurang sadar, bahwa pendidikan di luar rumah hanyalah pelengkap dan hanya bersifat membantu, bukan pengganti dari pendidikan di rumah (Pudjiono & Oetomo, 2007: 4-5).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
2.
Pendidikan Iman dalam Keluarga Keluarga memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan
iman anak. Pertama-tama keluarga adalah iman yang pertama dan terutama. Tanpa pendidikan, iman anak tidak akan berkembang. Untuk dapat berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur sehingga benih iman yang telah ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak berkembang dan berbuah. Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman anak. Agar keluarga dapat menjadi lahan yang subur bagi perkembangan anak-anak, maka orangtua harus dapat menciptakan keluarga menjadi satu komunitas antar pribadi yang dapat memberi rasa nyaman semua anggota keluarga. Hal ini dapat diwujudkan dengan semangat saling mencintai dengan penuh kesetiaan, menjalin komunikasi dengan jujur dan terbuka, saling menghormati, saling menghargai perbedaan yang ada, saling menerima apa adanya, saling memperhatikan, saling memaafkan, saling mendoakan, saling mengingatkan dan menegur jika ada anggota keluarga yang bertindak salah dan sebagainya. Jika orangtua dapat menciptakan keluarga menjadi suatu komunitas antar pribadi, maka keluarga dapat berfungsi sungguh-sungguh menjadi Gereja Mini dengan Kristus sebagai dasar hidupnya sehingga iman anak dapat lebih berkembang dengan baik (Hardiwiratno, 1994: 84-85). Dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anak di tengahtengah keluarga, orangtua sebaiknya mengusahakan cara-cara konkret dalam halhal doa pribadi dan doa bersama, mengikuti perayaan Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman dan ikut ambil bagian dalam ziarah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
a.
Doa pribadi dan doa bersama Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur, baik secara pribadi,
bersama keluarga maupun komunitas basis gerejawi. Perlu dijelaskan kepada mereka bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka perlu diberi teladan konkret dalam hidup doa melalui doa keluarga itu sendiri. Mereka yang masih kecil pada awalnya hanya meniru sikap orangtua saja dalam berdoa, namun secara bertahap sesuai dengan perkembangan umur dan pemahamannya, mereka perlu didorong untuk mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa. Selain itu, dalam berdoa mereka dilatih untuk mengungkapkan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario, dan lain-lain (PPK, no. 35§1). Orangtua harus mengusahakan agar dapat melaksanakan doa bersama setiap hari, entah pada pagi atau sore hari. Doa bersama juga dapat dilakukan pada saat sebelum dan sesudah makan. Dengan adanya teladan dari orangtua dan pembiasaan diri sejak dini untuk melaksanakan doa pribadi maupun doa bersama, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang beriman dan hidup dalam doa. Komisi Keluarga Keuskupan Malang melalui pedoman bina iman usia dini dalam keluarga (PBIUD) (no. 11§1-§2) menegaskan bahwa doa termasuk ungkapan iman seperti nampak dari isi doa yang memang sering kali dirumuskan orang dewasa yang menempatkan diri dalam situasi anak. Dengan demikian, doa bukan hanya ungkapan isi hati dan budi manusia kepada Tuhan, melainkan sekaligus juga bina iman bagi anak. Pengajaran dan pelatihan doa di dalam keluarga, meliputi pengajaran doa terutama yang terlaksana dalam praktek doa bersama, berdoa beberapa jenis doa seperti doa dasar, doa pujian, doa syukur, doa permohonan, dan devosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
b.
Mengikuti Perayaan Liturgi Sejak dini anak-anak perlu diajak mengambil bagian aktif dalam perayaan
liturgi terutama Ekaristi, supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat di dalamnya. Bila mereka sudah terlibat dan mampu memahami, orangtua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi sebagai perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu, Tuhan memberikan diri-Nya untuk kita karena cinta-Nya kepada umat manusia yang sangat besar dan tak ada duanya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus (PPK, no. 35§2). Mengingat peran penting dan pusat hidup liturgis yang dipahami sebagai sumber dan puncak hidup menggereja. Sacrosanctum Concilium (SC), konstitusi Konsili Vatikan II menegaskan selayaknyalah liturgi merupakan bina iman usia dini agar anak dididik dan dilatih untuk berperanserta aktif dalam perayaan liturgi dan kemudian mampu menghayati sungguh-sungguh sebagai sumber dan puncak hidup menggereja (SC, art. 10). Pendidikan liturgi dapat diperoleh anak melalui peran serta aktif sebagai petugas liturgi, terutama bila anak diberi peran dan disapa. Persiapan, perayaan dan penghayatan liturgi yang langsung dialami anakanak, perayaan sakramen-sakramen terutama komuni pertama, perayaan Ekaristi hari Minggu sebagai hari Tuhan dan perjumpaan dengan umat lainnya, arti lambang dan sarana liturgi yang dijelaskan kepada anak pada kesempatan kunjungan ke gereja akan lebih membantu anak memahami perayaan Ekaristi (PBIUD, no. 12§1-§2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
c.
Membaca dan Merenungkan Kitab Suci Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk
mengembangkan iman anak-anak. Melalui pembacaan Kitab Suci, anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya. Melalui pembacaan Kitab Suci itu, anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran Tuhan Yesus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan hidup-Nya dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci. Jadi, Kitab Suci adalah buku pegangan yang paling tepat untuk anak-anak (PPK, no. 35§3). Kitab Suci patut menjadi sumber inspirasi pribadi dan keluarga Katolik serta mendapat tempat terhormat dalam keluarga. Maka dari itu, perlu diusahakan agar
anak
menjadi
sungguh
akrab
dan
mencintai
Kitab
Suci
yang
diperkenalkannya. Melalui Kitab Suci, anak dapat diperkenalkan: tokoh-tokoh Kitab Suci, terutama kehidupan Yesus dengan kisah-kisah yang menarik, makna dan amanat Kitab Suci yang dapat ditangkap anak lewat contoh-contoh konkret. Kitab Suci sebagai bahan bina iman dapat didukung dengan upaya-upaya: memiliki Kitab Suci sendiri dan rajin memperlajarinya, jika anak masih balita dapat menggunakan Kitab Suci bergambar, kebiasaan membaca Kitab Suci secara pribadi dan bersama dalam keluarga (PBIUD, no. 13§1-§2).
d.
Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman Untuk membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman dan
menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak, mereka dihimbau untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
senantiasa mendorong anak-anak untuk ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman, misalnya Sekolah Minggu, Pembinaan Iman Anak dan Pembinaan Iman Remaja (PIA dan PIR). Dalam pertemuan kelompok-kelompok tersebut anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja (PPK, no. 35§4). Kelompok Bina Iman Usia Dini hendaknya berperan sebagai wadah yang mendukung, melengkapi dan memperkaya bina iman usia dini dalam keluarga, wadah pra sekolah dan sekolah. Hal ini makin berhasil apabila pembina bukan hanya petugas comotan melainkan dipersiapkan sebaik-baiknya. Kerja sama dengan keluarga dan wadah-wadah lain hendaknya dilaksanakan dengan komunikasi timbal balik, sehingga ada koordinasi yang dapat mengurangi pengulangan dan tumpang tindih yang tidak hanya membosankan anak, melainkan juga membuang waktu dan tenaga serta dana (PBIUD, no. 30§3). Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa kelompok pembinaan iman yang telah disediakan oleh Gereja sangat membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman, khususnya bagi orangtua yang memiliki pengetahuan iman yang minim. Selain itu, kelompok pembinaan iman juga mempersiapkan anak untuk mengenal dan terlibat dalam kehidupan menggereja. Kelompok pembinaan iman, seperti PIA, sekolah minggu, atau bina iman merupakan sarana pendidikan iman dan penginjilan bagi anak melalui bantuan metode pengajaran yang disiapkan oleh pendamping, di antaranya dapat berupa cerita Kitab Suci, mengenalkan tokoh-tokoh Kitab Suci atau santo santa. Oleh karena itu, kelompok pembinaan iman bertujuan membantu anak mengenal Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, mengenal dan menerima Yesus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Kristus sebagai Tuhan, Juruselamat dan penebus dosa manusia, mengenal Bunda Maria sebagai Bunda Allah, mengasihi sesama, terlibat aktif dalam kehidupan menggereja, belajar firman Tuhan, dan belajar hidup bersosialisasi.
e.
Ikut Ambil Bagian dalam Ziarah Ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan
buah-buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka (PPK, no. 35§5). Ziarah yang dilakukan oleh umat Katolik merupakan bentuk ungkapan penghayatan iman melalui penghormatan dan pujian kepada Bunda Maria. Orangtua perlu memperkenalkan hal ini kepada anak sehingga anak tidak hanya mengenal tempat-tempat rekreasi, seperti taman hiburan atau mall tetapi juga tempat-tempat doa umat Katolik. Praktek devosi ini sering marak dilakukan umat Katolik pada bulan Mei dan Oktober yang merupakan bulan yang dikhususkan untuk menghormati Bunda Maria. Tidak ketinggalan, kelompok Pembinaan Iman, seperti PIA-PIR juga mengadakan ziarah ke Goa Maria dengan tujuan memperkenalkan tempat ziarah umat Katolik sekaligus mengajak anak untuk berdevosi kepada Bunda Maria.
3.
Kewajiban Orangtua Orangtua memiliki kewajiban memberikan pendidikan iman kepada anak-
anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Para ahli jiwa dan pendidikan masih tetap berpegang bahwa pendidikan harus dimulai sejak masa kehamilan (Zanzucchi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
1986: 25). Semasa masih berada dalam kandungan, anak sudah dapat dipersiapkan secara rohani (Pudjiono & Oetomo, 2007: 4). Sang ibu bukan saja bertanggung jawab untuk memberikan makanan jasmani kepada sang bayi, tetapi terutama cinta, damai dan rasa aman (Zanzucchi, 1986: 25). Mereka tidak boleh menunda atau menghentikan bahkan meniadakan pendidikan iman. Penegasan kewajiban orangtua ini bukan merupakan suatu pemaksaan yang disertai sikap tidak mau tahu dari Gereja terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pihak Katolik dari keluarga kawin campur. Penegasan ini adalah bentuk tanggung jawab Gereja untuk mengingatkan martabat dan kewajiban hakiki orangtua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anak. Tanggung jawab merupakan tujuan dan makna dari hak atau wewenang. Orangtua yang mengemban tanggung jawab atas pendidikan anaknya juga dibekali dengan hak atau wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab itu (Go, 1990: 21). Ada dua alasan prinsip mengapa orangtua Katolik harus memberikan pendidikan iman kepada anak-anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Pertama, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pembinaan untuk mencapai pertumbuhan yang meliputi fisik, intelektual, moral dan spiritual secara harmonis. Kedua, orangtua adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan kehidupan dengan segala aspeknya kepada anak-anak. Orangtua juga adalah pewarta iman yang berkewajiban membina pribadi anak-anak supaya mereka mengenal dan menerima kebenaran dan mempunyai pengalaman sebagai pribadi yang dicintai dan mencintai Allah dan sesama (Agung Prihartana, 2008: 55-56). Yang ingin ditegaskan dari pernyataan tersebut ialah pendidikan anak secara umum harus mengarah kepada pembentukan pribadi anak secara utuh, baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
segi fisik, moral, maupun sosial budaya sehingga anak dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab. Di samping itu, orangtua harus menyediakan waktu untuk membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang mengenal Allah dan melaksanakan ajaran-Nya. Tanggung jawab orangtua terhadap anak atas pendidikan meliputi pendidikan psikis afektif, pendidikan sosio kultural, pendidikan religius, dan pendidikan moral (Go, 1990: 21-23).
a.
Pendidikan psikis afektif Aspek psikis afektif usia dini menurut psikologi perkembangan dan
pengalaman sangat mempengaruhi kepribadian manusia, sehingga perlu memperhatikan peranan orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam pertumbuhan psikis afektif anak. Anak berhak atas perkembangan psikis afektif yang hanya mungkin dalam relasi mesra dan interaksi dengan para anggota keluarga, maka orangtua bertanggung jawab atas penciptaan suasana yang mendukung perkembangan ini. Pendidikan ini tidak kalah penting dibandingkan pendidikan lainnya di dalam keluarga. Pendidikan yang mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap emosi, dan nilai ini akan membantu orangtua mengetahui perasaan yang dirasakan anak, tingkat perkembangan anak dan mengembangkan minat anak baik dalam hal bakat maupun pelajaran sekolah. Pendidikan psikis afektif akan membantu menyempurnakan dan mengembangkan kepribadian anak dengan melatih anak supaya bersikap mandiri, suka berbuat baik kepada orang lain, dan dapat mengontrol diri ketika marah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Orangtua berkewajiban menghindarkan anak-anak dari sifat minder, penakut, merasa
rendah
diri,
masa
bodoh.
Dengan
demikian,
orangtua
perlu
menghindarinya dengan cara membangkitkan rasa percaya diri anak melalui pujian terhadap sekecil apapun itu, memberi semangat untuk terus mencoba dan tidak mencela ketika gagal, memberikan kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapat dan menentukan pilihan. Dalam Pendidikan Agama Kristen Thomas H. Groome (1980: 99) mengutip pendapat Fowler bahwa iman adalah kegiatan mengetahui atau mengartikan di mana “kognisi” (sang rasional) dengan tak dapat dihindarkan terkait dengan “afeksi” atau “menghargai” (sang perasaan). Bagi Fowler, iman adalah urusan kepala dan hati, yang artinya iman bersifat baik rasional maupun perasaan. Dimensi perasaan adalah aspek emosional afektif yang muncul dari iman sebagai cara berhubungan yang berisi mengasihi, memperhatikan, menghargai, rasa kagum, hormat dan takut. Beriman berarti berhubungan dengan seorang atau sesuatu sedemikian rupa sehingga hati kita dicurahkan, perhatian kita diberikan, harapan kita difokuskan kepada orang lain.
b.
Pendidikan sosio kultural Manusia hidup dalam lingkungan sosio kultural tertentu, maka sosialisasi
untuk dapat hidup dalam konteks sosio kultural itu perlu. Istilah sosio kultural juga dimaksudkan nilai-nilai moral dalam lingkup budaya tertentu (Go, 1990: 22). Setiap lingkungan atau daerah memiliki nilai-nilai budaya masing-masing yang menjadi identitas masyarakat setempat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
Pendidikan sosio kultural ini akan membantu anak mengembangkan nilainilai budaya sejak dini. Apa yang dimulai sejak usia dini dalam lingkup keluarga harus dikembangkan lebih lanjut pada jenjang berikutnya dengan bantuan instansi terkait. Keluargalah subyek pewaris penerus nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai budaya yang masih dilestarikan akan menjadi identitas kita. Orangtua dapat mengajarkan dan memberi contoh nilainilai budaya lingkungan sekitar, misalnya membungkukkan badan ketika berjalan di depan orangtua, tidak boleh memegang kepala orang yang lebih tua, memakai pakain yang sopan, tidak berbicara kotor, dan sebagainya. Pendidikan iman akan mendukung terjadinya pendidikan sosio kultural di rumah. Dengan iman yang anak-anak miliki akan membantunya menerapkan sosio kultural yang berlaku di lingkungan dan tidak akan terpengaruh oleh perubahan-perubahan negatif yang ada.
c.
Pendidikan iman Konsep manusia seutuhnya juga meliputi aspek religius, yakni iman
Katolik. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sehingga aspek ini perlu dan penting untuk dikembangkan, maka anak berhak atas pendidikan iman. Untuk keluarga Katolik agama berarti iman. Orangtua bertanggung jawab untuk meneruskan imannya sebagai harta rohani yang paling berharga kepada anakanaknya dengan pendidikan iman. Arah dasar yang harus dituju dalam pendidikan iman anak secara berangsur-angsur ialah iman yang mendalam, dewasa, mandiri, berinkulturasi, dan memasyarakat. Sebaiknya orangtua mendayagunakan bantuan instansi-instansi lain, seperti Gereja dengan aneka wadah dan jalur pembinaannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
seperti Sekolah Minggu (Minggu Gembira, Bina Iman), sekolah Katolik, mudika dan sebagainya. Pendidikan iman menyangkut perkembangan anak dalam hubungan dengan Tuhan. Pendidikan iman ini merupakan hal yang esensial dalam hidup keluarga Kristiani. Orangtua mengemban hak pertama dan tanggung jawab dalam pendidikan religius anaknya. Aspek ini menjadi semakin mendesak jika agama dipilih oleh orangtuanya melalui baptisan bayi/anak-anak. Pendidikan agama atau iman harus mempersiapkan anak agar ia sadar dan sukarela menyambut pilihan iman orangtuanya, dan selanjutnya mengembankan rahmat baptisan itu dengan iman Katolik (Wignyasumarta, 2000: 151). Pendidikan iman membawa anak-anak kepada pengenalan akan Tuhan Yesus sejak dini, sehingga mereka mengenal dan mengerti akan kebenaran Firman Tuhan dan menerapkan dalam kehidupan mereka. Selanjutnya anak dapat berkembang sebagai orang Katolik yang tangguh, tanggap dan terlibat dalam hidup menggereja. Pendidikan iman dapat dilakukan orangtua dalam keluarga dengan mengajak anak berdoa sebelum dan sesudah makan, berdoa bersama, membacakan Kitab Suci, menanamkan nilai-nilai Kristiani, seperti cinta kasih, saling menghormati, saling berbagi, memaafkan kesalahan orang lain dan belajar meminta maaf jika berbuat kesalahan.
d.
Pendidikan moral Iman mempunyai implikasi moral. Tetapi juga lepas dari kebenaran ini,
moral dibutuhkan manusia dan masyarakat. Kiranya jelas bahwa pendidikan moral dan pembentukan hati nurani anak merupakan tanggung jawab orangtua.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
Juga dalam hal ini, orangtua dibantu oleh Gereja dengan aneka wadah dan program pembinaannya (Go, 1990: 21-23). Norma-norma moral diperkenalkan kepada anak secara bertahap dan berkelanjutan, dimulai di dalam keluarga dan dilanjutkan di dalam masyarakat. Sebagai orang Katolik, kita perlu menyadari bahwa norma-norma moral adalah penjabaran dari perintah kasih kepada Allah dan sesama (Mat 22:37-39) (PPK, no. 36§4). Peran keluarga dalam mengembangkan moral anak sangatlah penting karena berpengaruh pada moral di masa depan. Pendidikan moral dalam keluarga membawa anak dalam bertindak dan dapat membedakan bagaimana yang salah dan benar, bagaimana sikap yang harus dilakukan dan bagaimana sikap yang harus dijauhi. Pendidikan moral bertujuan pada pembentukan sikap dan perilaku seseorang agar dapat bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang berlaku di lingkungan. Oleh karena itu, adanya pendidikan moral akan membentuk mudah tidaknya seseorang diterima di lingkungan sosial. Adapun cara yang dapat digunakan dalam penerapan pendidikan moral, di antaranya: melalui teladan atau contoh karena anak-anak mempunyai kemampuan yang sangat menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu, hendaknya orangtua dijadikan model yang patut untuk ditiru atau diteladani. Anak akan melihat perilaku orangtua baik itu perilaku baik maupun buruk, anak akan senantiasa untuk meniru. Selain itu, orangtua dapat melakukan pendidikan moral dengan pembiasaan dalam perilaku, misalnya jangan berbohong, meminta maaf saat melakukan kesalahan, meminta ijin sebelum meminjam barang, mengembalikan barang yang dipinjam, tidak menyakiti orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
lain. Pembiasaan dalam perilaku ini dilaksanakan karena pendidikan moral tidak akan pernah tercapai apabila hanya dilakukan dalam satu waktu saja. Nilai-nilai moral yang ditanamkan pada anak harus senantiasa terus menerus dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan pada perilaku anak sehari-hari. Iman mempunyai implikasi moral, artinya penghayatan iman juga berarti penghayatan moral yang mengungkapkan kehendak Tuhan. Moral diperlukan untuk membangun kehidupan bersama. Dalam diri anak harus ditanamkan sesuatu yang dapat diukur dari segi moral, baik-buruk, benar-salah, wajib-tidak wajib. Maka, anak harus pula dipersiapkan dengan pendidikan moral terutama pembentukan suara hati (Wignyasumarta, 2000: 151). Dalam rangka pendidikan iman dan moral anak ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Pertama, orangtua muncul sebagai figur iman dan moral bagi anak. Kebiasaan orangtua, seperti rutin ke gereja, rajin berdoa, biasa berderma pada sesama, ramah pada tetangga akan diserap oleh anak sebagai referensi kehidupan iman dan moralnya. Orangtua yang beriman dan bermoral adalah jaminan bagi keimanan dan kebaikan moral anak; Kedua, sebagai keluarga Katolik, orangtua wajib mendidik anak secara Katolik. Mereka membaptis anak sejak dini (baptis bayi) dan membina imannya agar tetap tertarik pada iman Katolik, setia mengikuti Yesus dan terhindar dari pengaruh yang bertentangan dengan keKatolikan. Pembinaan iman itu dapat diwujudnyatakan dengan kebiasaan orangtua mengajak anak pergi ke gereja, berdoa bersama, dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja. Dengan demikian, baptisan Katolik yang telah anak terima bisa terbina dan terhayati; Ketiga, keluarga sebaiknya menciptakan kebiasaankebiasaan suci dalam keluarga. Misalnya, berdoa bersama, membaca dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
merenungkan Kitab Suci, bercerita tentang tokoh-tokoh Suci Gereja. Yang tidak kalah pentingnya yaitu mengajak anak berkunjung ke biara, seminari, pastoran dan keuskupan guna memperkenalkan anak bentuk hidup panggilan; Keempat, sesekali orangtua juga meminta anak untuk sharing atau membuat refleksi pribadi atas iman dan tindakan. Dengan cara ini, orangtua akan lebih bisa memantau perkembangan iman anak, semakin mengenal anak dan mengetahui kebutuhan iman anak (Sutarno, 2013: 41-45). Pendidikan moral dan pendidikan iman harus sejalan dan tidak dapat dipisahkan maupun berat sebelah. Untuk membentuk pribadi yang bermoral harus dibentengi dengan keimanan. Pendidikan iman mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan moral anak. Maka dengan iman yang baik, moral yang kita miliki akan tetap terjaga dan tetap bertumbuh terutama di dalam Tuhan. Dengan iman yang ada, manusia harus belajar untuk menumbuhkan moralnya.
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Yang dimaksud dengan pengaruh eksternal adalah pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar rumah, misalnya dari media komunikasi terutama dari TV. Orangtua Kristen dewasa ini diharapkan menyadari derasnya arus dan besarnya pengaruh berbagai informasi, baik lewat media massa maupun media elektronik terhadap
kepribadian
perselingkuhan,
anak-anak
perceraian,
mereka.
pergaulan
Berbagai
bebas,
tayangan
kekerasan,
tentang
perampokan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
pembunuhan dan hal-hal negatif lainnya pasti mempunyai pengaruh pada kehidupan iman anak. Sedangkan yang dimaksud pengaruh internal adalah pengaruh-pengaruh yang berasal dari lingkungan keluarga sendiri. Pengaruh itu misalnya, bisa datang dari suasana umum di dalam rumah. Dalam keluarga yang diwarnai hubungan yang tidak harmonis antar para anggotanya, misalnya tidak bisa diharapkan adanya dukungan dari pertumbuhan iman anak secara sehat (Pudjiono & Oetomo, 2007: 5-6).
5.
Kegagalan Pendidikan Iman Anak-anak dalam Keluarga Pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga dapat mengalami
kegagalan yang disebabkan orangtua sendiri kurang sungguh beriman dan terlalu mempercayakan pendidikan iman anak kepada pihak ketiga.
a.
Orangtua sendiri kurang sungguh beriman Orangtua kurang menghayati imannya sendiri secara baik bahkan tidak
dapat lagi menghayati sakramen perkawinan. Misalnya terjadi kehancuran perkawinan yang berujung perceraian dan pertengkaran. Kesibukan orangtua, mental “tidak mau repot”, dan kurang perhatian dari orangtua merupakan kondisi di mana sulitnya penerapan pendidikan iman anak dalam keluarga. Orangtua juga tidak memberi kesempatan atau kurang memberi dorongan kepada anak-anaknya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam Paroki. Misalnya, kegiatan putra altar, MUDIKA, koor atau kelompok yang lainnya. Hal ini terjadi karena masih banyak orangtua yang menganggap bahwa mengikuti kegiatan di Paroki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
hanya
membuang-buang
waktu
saja.
Mereka
menganggap
lebih
baik
menggunakan waktu untuk menunjang prestasi belajar anak dengan mengikutkan anak dalam berbagai les mata pelajaran (Hardiwiratno, 1994: 93-94).
b.
Orangtua terlalu mempercayakan pendidikan iman anak mereka kepada pihak ketiga (sekolah, Gereja dan sebagainya) Sebagian orangtua, tidak memikirkan mengenai pendidikan iman bagi
anak-anaknya di rumah. Mungkin karena kesibukan orangtua, kurang perhatian dari orangtua dalam hal pendidikan iman atau menganggap pendidikan itu menjadi tanggung jawab sekolah dan gereja, atau bahkan mungkin mereka acuh tak acuh. Tugas mendidik iman anak merupakan tugas esensial dan primer bila dibandingkan dengan tugas-tugas yang lain. Tugas ini tidak tergantikan dan tidak terpindahkan karena tugas mendidik iman tidak dapat diserahkan kepada orang lain. Dalam mendidik anak, orangtua tidak berjalan sendirian. Mereka bisa bekerjasama dengan Gereja dan Pemerintah melalui lembaga dan kegiatan pendidikan yang diadakan oleh Gereja dan Pemerintah (Hardiwiratno, 1994: 8384).
6.
Tahap Perkembangan Iman Dalam memberikan pendidikan iman kepada anak-anak, perlu juga
memperhatikan tahapan perkembangan iman anak karena iman anak juga berkembang dalam beberapa tahan berdasarkan usia anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
James W. Fowler (1995: 96-218) adalah seorang psikolog dan teolog Amerika Serikat yang mengembangkan teori perkembangan iman menjadi tujuh tahap menurut usianya masing-masing sebagaimana dikutip oleh Hadiwiratno dalam bukunya Menuju Keluarga Bertanggung jawab. Orangtua perlu mengetahui tahap perkembangan anak sehingga dapat menerapkan pendidikan sesuai dengan umur dan kebutuhan anak yaitu tahap 0 (Elementari awal/prima), tahap I (iman intuitif-projektif), tahap II (iman mitis-literal), tahap III (iman sintetik-konvensional), tahap IV (iman individuatif-reflektif), tahap V (iman konjungtif), dan tahap VI (iman universal).
a.
Tahap 0: Elementari Awal / Primal Tahapan ini terjadi pada usia 0-3 tahun. Benih iman pada kurun hidup
paling dini ini terbentuk oleh “rasa percaya si anak pada orang-orang yang mengasuhnya” dan oleh “rasa aman yang dialaminya di tengah lingkungannya”. Seluruh interaksi timbal balik antara si anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak bagi perkembangan imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan iman adalah interaksi yang menumbuhkan keyakinan pada dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai (Agus Cremers, 1994: 96-104). Seluruh interaksi antara bayi/anak dan orang-orang di tengah lingkungan hidupnya, merupakan titik tangkap penumbuhkembangan kerohanian/keimanan. Interaksi yang kondusif untuk perkembangan kerohanian/keimanan adalah interaksi yang sanggup menguatkan keyakinan pada diri anak, bahwa dia adalah insan yang dicintai dan dihargai (PBIUD, no. 46§2). Pada tahap ini, anak juga didominasi oleh aktivitas merekam atau menangkap. Oleh karena itu, orangtua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
ataupun pengasuhnya dapat menunjukkan dan memperdengarkan hal-hal yang tepat dan berguna bagi anak. Mereka dapat memperkenalkan iman kepada anak dengan mengajarkan tanda salib, mengenalkan patung Yesus, Bunda Maria, dan salib Yesus, gambar Paus, dan gambar santo-santa.
b.
Tahap I: Iman Intuitif-Projektif Tahap iman intuitif-projektif terjadi pada anak-anak usia 3-7 tahun. Tahap
pertama ini merupakan fase yang ditandai oleh hidup yang penuh fantasi dan proses imitasi di mana secara kuat dan permanen si anak dapat dipengaruhi oleh contoh-contoh suasana hati, perbuatan dan cerita-cerita. Pada tahap ini, anak belum memiliki kemampuan berpikir logis yang mantap karena daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang. Dunia gambaran dan daya imajinasi tersebut berkembang secara bebas karena belum dikontrol oleh pikiran logis dan kognitif lain. Dengan timbulnya kemampuan simbolisasi dan bahasa, maka imajinasi dan dunia gambar itu dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol dan kata-kata. Adapun bahaya yang timbul pada tahap ini adalah kemungkinan “dirasuki”nya imajinasi anak oleh gambaran tentang kekerasan dan kehancuran yang tak terhalangi (Fowler, 1995: 28, 130-131). Unsur terpenting pada tahapan ini ialah intuisi si anak, yang sifatnya belum rasional. Intuisi tersebut dipakainya untuk memaknai dunia di sekitarnya. Intuisi itu memungkinkannya menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci (yakni ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster, dan sebagainya). Maka, pada tahapan ini si anak memahami atau membayangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
Tuhan sebagai sang tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster atau tokoh berpengaruh yang lain. Pada tahapan ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan hormat pada tokoh-tokoh kunci itu. Usahausaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada tahapan usia ini seyogyanya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Usaha-usaha pendidikan iman pada tahapan ini hendaknya lebih mengandalkan keteladanan, melalui perilaku yang nyata dari para tokoh kunci. Karena dalam tahap pertama ini anak menerima sikap iman orangtuanya tanpa pertanyaan dan diterima begitu saja. Maka teladan atau contoh dan praktek hidup orangtua atau keluarga sebagai orang beriman sangat penting (Hardiwiratno, 1994: 89). Pada usia ini, pendidikan iman bagi anak dapat dilakukan dengan mengajak berdoa dan mengikuti Ekaristi bersama, mewarnai tokoh Kitab Suci, memberikan cerita-cerita teladan dalam Kitab Suci bergambar, cerita yang menggugah hati dan merangsang pertumbuhan iman sesuai dengan kebutuhan si anak sehingga imajinasi si anak mengarah pada kebenaran tentang Tuhan.
c.
Tahap II: Iman Mitis-Literal Terjadi dalam akhir masa anak-anak yaitu pada usia 7-12 tahun. Tahap
kedua ini adalah suatu tahap di mana secara pribadi orang mulai melakukan cerita tentang ketaatan yang melambangkan keanggotaannya dalam kelompok (Fowler, 1995: 154). Aspek paling penting dan mencolok dari tahap ini ialah bahwa anak dapat menyusun dan mengartikan dunia pengalamannya melalui cerita atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
hikayat. Anak menjadi seorang penutur dongeng yang sungguh ulung. Namun cara anak menangkap dan menafsirkan seluruh cerita, simbol, pendapat, dan kepercayaan orang lain serta kelompok-kelompoknya masih sangat terbatas, sebab anak masih memahami semuanya itu secara harfiah dan konkret. Anak memiliki minat yang besar terhadap cerita mitos atau cerita bergambar, tokoh-tokoh pahlawan, riwayat hidup tokoh-tokoh berpetualang yang berani entah nyata atau fiksi. Cerita pada tahap ini dijadikan sebagai sarana utama (Agus Cremers, 1995: 117-118,125). Pada tahapan ini, yang paling berperan dalam perkembangan iman anak adalah kelompok atau institusi kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina iman, sekolah, atau kelompok Sekolah Minggu. Kelompok atau institusi tersebut berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pendidikan iman itu paling mengena kalau disampaikan dalam bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan pengajaran lewat kisah rekaan cenderung diterima olehnya secara harafiah (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 1314). Pada tahap ini peranan pembimbing atau pendidik menjadi penting karena anak-anak akan mempunyai kesadaran yang semakin berkembang akan sikap iman yang berbeda-beda yang ditemui dan dilihat serta dialaminya di dalam masyarakat, tetapi masih cenderung berpegang pada sikap iman yang ada dalam keluarga dan tradisi religi yang dihayati dalam keluarga.
d.
Tahap III: Iman Sintetik-Konvensional Iman dalam tahap ini berlangsung pada awal masa remaja, terjadi pada
usia 12-20 tahun. Pada tahap ketiga, tahap perkembangan iman sintesis-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
konvensional, pengalaman akan dunia meluas melewati batas lingkungan keluarga. Sejumlah lingkungan menuntut perhatian seseorang, seperti keluarga, sekolah atau tempat kerja, teman-teman sebaya, media massa dan agama. Tahap ini terjadi dan menguasai masa remaja, tetapi masih juga orang dewasa yang berada dalam tahap ini. Tahap ini menyususn realitas dasar atau lingkungan akhir menurut model hubungan antar pribadi. Kemampuan yang muncul pada tahap ini ialah pembentukan sebuah mitos pribadi (Agus Cremers, 1995: 187-188). Pada masa remaja pengaruh kelompok menjadi penting. Termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan iman. Kesetiaan dalam norma kelompok adalah sesuatu yang tertinggi. Pada masa ini
tugas orangtua adalah memperhatikan
kebutuhan anak-anaknya untuk berkelompok atau berkumpul dengan sesama rekan seumuran, yaitu dengan mengarahkan kepada kelompok-kelompok gerejani yang dapat memperkembangkan pribadi dan imannya (Hardiwiratno, 1994: 90). Kelompok-kelompok gerejani yang dapat membantu anak mengembangkan imannya, seperti kelompok Putra Altar, PIR, MUDIKA, dan lektor. Kelompokkelompok ini akan memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi anak, tidak hanya mengembangkan iman saja tetapi juga membantu anak untuk bersosialisasi.
e.
Tahap IV: Iman Individuatif-Reflektif Tahap ini terjadi pada usia 20 tahun keatas di mana remaja bergerak
menuju ke tahap kedewasaan dan mulai merasa bertanggung jawab sebagai orang dewasa. Kekhasan tahap ini adalah bahwa orang dewasa muda mengembangkan visinya sebagai hasil refleksi kritis semata. Gambaran orang muda mengenai Allah pun memperlihatkan unsur-unsur individuatif-reflektif dan kritis-rasional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
Dengan sikap kritis, ia mencari dan menyusun suatu gambaran tentang Allah yang dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi dan rasional (Agus Cremers, 1995: 178-180). Mereka yang mencapai pada tahap ini mulai memeriksa iman mereka dengan kritis dan memikirkan ulang kepercayaan mereka, terlepas dari otoritas eksternal dan norma kelompok. Pada tahap ini orang muda sudah memikirkan masa depan, memikirkan panggilan hidup dalam perkawinan dan keluarga serta panggilan hidup yang lain seperti hidup membiara atau imam. Tugas orangtua sebagai pelaksana pendidikan iman adalah mendampingi anak dalam memilih panggilan hidup, serta mendampingi anak dalam mengalami dan menghadapi masa transisi atau masa krisisnya, sehingga anak akhirnya dapat dengan mantap maju memperjuangkan panggilan hidupnya penuh iman dan harapan (Hardiwiratno, 1994: 90). Untuk mendampingi anak dalam menentukan panggilan, orangtua dapat memberikan contoh kehidupan perkawinan yang baik dengan menjadi ayah yang bertanggung jawab dan menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Selain itu, perlu orangtua mengenalkan kehidupan membiara kepada anak dengan mengunjungi biara dan melihat langsung kegiatan-kegiatan di dalam biara. Dengan demikian, diharapkan anak dapat menentukan jalan hidupnya sesuai dengan panggilan.
f.
Tahap V: Iman Konjungtif Tahap ini terjadi pada orang dewasa setengah umur yaitu pada usia di
atas 35 tahun. Dalam tahap ke-5 ini, individu-individu sudah mampu mengidentifikasikan dirinya di luar batas-batas ras, klas, atau ideologi. Ia sudah mampu memahami dan mengintegrasikan pandangan-pandangan orang lain atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
sikap iman orang lain ke dalam dirinya. Kemudian mengekspresikannya sacara pribadi sehingga menjadi ekspresi imannya sendiri dan diharapkan pada tahap ini iman seseorang sudah masak atau dewasa (Hardiwiratno, 1994: 91). Ia menyadari bahwa tidak segala-galanya bergantung pada kebebasan, otonomi, pilihan, dan pengontrolan rasionya sendiri. Kini perhatian utama ditujukan pada upaya membuat hidupnya menjadi lebih utuh, menggabungkan kembali daya rasio dengan sumber ketidaksadarannya dan melampaui egosentrismenya yang tertutup menuju pengabdian diri yang lebih radikal pada kepentingan orang lain. Pada tahap kelima ini dapat menghargai simbol-simbol, mitos, dan ritus (miliknya sendiri dan milik orag lain), karena dalam ukuran tertentu, tahap ini dicapai melalui keadaan realitas yang mereka tunjukkan (Fowler, 1995: 35).
g.
Tahap VI: Iman Universal Tahap ini terjadi pada usia 45 tahun ke atas. Pribadi dalam tahap ini
masih jarang. Mereka adalah orang-orang yang hidupnya sedemikian rupa sehingga hidup dan ekspresi imannya sudah di luar kepentingan pribadinya. Hidup dan imannya dipersembahkan bagi Tuhan, serta untuk dan demi kepentingan, kebahagiaan, keselamatan semua orang. Inilah titik puncak perkembangan iman (Hardiwiratno, 1994: 91). Tahap terakhir ini jarang sekali orang yang dapat mencapainya. Egoisme dan egosentris dalam diri orang-orang yang mencapai tingkatan ini hampir tidak ada lagi. Apa yang mereka yakini sebagai kebenaran nyata terlihat dalam kehidupan dan perjuangan mereka. Pada tahap ini seseorang akan memberikan yang terbaik untuk dunia. Namun ia tetap rendah hati, sederhana dan manusiawi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
Mereka yang dapat mencapai tahap ini ialah Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Martin Luther.
7.
Konteks Perkembangan Iman Perkembangan iman anak melalui pendidikan iman kepada anak
berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh teladan tokohtokoh identifikasi, suasana, pengajaran, dan komunikasi (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 14-16).
a.
Teladan tokoh-tokoh identifikasi Iman biasanya tumbuh pada anak saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-
tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum disadari. Tokoh-tokoh identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat baginya, yakni orangtua dan kemudian anggota keluarga lainnya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau perilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutannya. Kemampuan seorang anak untuk memahami sesuatu secara abstrak biasanya masih sangat terbatas. Ia lebih mampu memahami sesuatu dengan melihat contoh-contoh yang konkret dan cenderung mengikuti contoh-contoh tersebut. Karena itulah, pimpinan Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak menemukan teladan hidup beriman pertama-tama dalam diri orangtua dan anggota-anggota keluargnya sendiri. Catechesi Tradendae (CT), anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II art 68 menyatakan bahwa “Pendidikan iman oleh orangtua yang harus dimulai sejak usia dini terjadi di mana para anggota
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
keluarga saling membantu untuk tumbuh dalam iman karena kesaksian dan teladan kehidupan, yang sering kali bekerja diam-diam, tetapi dalam keseharian bertekun hidup menurut Injil” (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 14-15).
b.
Suasana Yang dimaksud dengan suasana adalah keadaan dari suatu tempat. Suasana
itu sulit dirumuskan, tetapi mudah dirasakan atau dialami. Bagi seorang anak, suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak, membuatnya kerasan atau tidak. Pengaruh suasana rumah terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal itu dialaminya selama bertahun-tahun. Karena itulah pimpinan Gereja Katolik menegaskan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Namun, mengingat pengaruhnya yang besar dalam perkembangan iman anak, suasana di rumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan, melainkan karena “direkayasa” (dalam arti positif) sedemikian rupa sehingga ia memungkinkan perkembangan iman. Suasana seperti itu dapat diciptakan antara lain: sikap dan perilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang, cinta kasih, saling memperhatikan, terbuka, harmonis, hangat dan keakraban; acara dan irama hidup yang sesuai dengan kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan; ruang-ruang rumah dan kebun yang ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan suasana yang manusiawi dan Kristiani; dan tersedianya fasilitas yang memadai terutama bagi perkembangan anak (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 15-16).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
c.
Pengajaran Keteladanan kadang bersifat agak tersembunyi. Maka keteladanan itu
sebaiknya juga diperkuat dengan pengajaran, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan daya tangkap anak, sesuai dengan tahapan perkembangan kepribadian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan iman, meliputi pengajaran harus sesuai dengan keadaan dan situasi anak, usia anak, dan kepekaan emosionalnya; pengajaran harus membantu anak mengolah pengalaman dan perasaannya; pengajaran harus bersifat komunikatif, dan merangsang anak untuk berpikir secara aktif (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 16).
d.
Komunikasi Komunikasi antara semua anggota keluarga merupakan faktor pendukung
perkembangan
iman
yang
tak
tergantikan.
Memang,
hal-hal
yang
dikomunikasikan tidak perlu selalu langsung mengenai iman. Meskipun demikian, isi komunikasi itu sebaiknya dapat memperluas wawasan iman dan menjadi sumber inspirasi iman. Sementara itu, bentuk-bentuk komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Dengan komunikasi tidak hanya dimaksudkan memberitahu, melainkan berbagi diri, pikiran, perasaan, dan aspirasi. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai ekspresi atau ungkapan diri dan sarana, karena tanpa komunikasi hidup tidak “jalan” (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 16).
8.
Pendidikan Iman dalam Ajaran Gereja Pendidikan iman tidak hanya salah satu tujuan dari perkawinan tetapi juga
ajaran yang tercantum dalam dokumen Gereja yang harus dipenuhi bagi orangtua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
Katolik. Dokumen Gereja yang mengatur tentang pendidikan iman yaitu Gadium et Spes (GS), Gravissimum Educationis (GE), Dignitatis Humanae (DH), Familiaris Consortio (FC) dan Catechesi Tradendae (CT).
a.
Konstitusi pastoral Gadium et Spes Konstitusi ini menekankan bahwa menurut hakikatnya perkawinan dan
cinta kasih suami istri terarah pada melahirkan dan mendidik anak-anak. Keturunan, selain merupakan anugrah perkawinan yang paling luhur, juga sangat besar artinya bagi kesejahteraan orangtua sendiri. Anak-anak sebagai anggota keluarga, dengan cara mereka sendiri ikut serta menguduskan orangtua mereka. Mereka akan membalas budi kepada orangtuanya, terutama disaat-saat kesukaran dan dalam kesunyian usia lanjut (GS, art. 48). Sabda Allah, “beranakcuculah dan bertambah banyak” dari Kitab Kejadian 1:28 diyakini sebagai suatu panggilan untuk ikut terlibat secara aktif dalam karya penciptaan Allah. Tugas menyalurkan hidup manusiawi serta mendidik anak-anak adalah perutusan khas suami istri sebagai rekan kerja cinta kasih Allah Pencipta. Dengan anugrah martabat kebapaan dan keibuan, suami istri berkewajiban memberi pendidikan, terutama di bidang keagamaan. Dalam memberi pendidikan itu mereka dituntut untuk memberikan teladan iman yang konkret, supaya anak-anak terbantu dalam menemukan jalan perikemanusiaan, keselamatan, dan kesucian. Martabat kebapaan dan keibuan pasangan suami istri adalah unsur hakiki dalam pendidikan anak-anak yang terwujud melalui kehadiran aktif mereka. Kehadiran orangtua adalah cerminan dan sekaligus tanda serta sarana kehadiran Allah yang menuntut anak-anak-Nya agar mengenal dan mengimani Dia. Sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
orangtua, mereka dituntut untuk membangun hidup keluarga dengan penuh cinta kasih dan nilai-nilai Kristiani sebagai sekolah kemanusiaan. Melalui pendidikan itulah orangtua membimbing anak-anaknya mencapai kedewasaan, sehingga anak-anak mampu menanggapi panggilan hidup mereka (Agung Prihartana, 2008: 30-32).
b.
Deklarasi Gravissimum Educationis Pernyataan Konsili Vatikan II tentang pendidikan Kristen ini dengan
sangat jelas menyatakan tanggung jawab dan tugas orangtua dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak. Pendidikan ini tidak hanya membantu anak untuk bertumbuh dewasa secara fisik dan mental, tetapi juga membimbing anak-anak supaya mampu memahami iman Katolik dan semakin menyadari karunia iman serta panggilan hidup mereka (GE, art. 2). Maka sejak dini anak-anak harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya seturut iman yang mereka terima dalam sakramen baptis. Untuk mencapai itu semua, orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama mempunyai kewajiban membangun suasana keluarga yang dihidupi oleh semangat cinta bakti kepada Allah dan sesama. Memberikan pendidikan kepada anak-anak meliputi pemilihan sekolah, tempat anak akan mengembangkan kemampuannya secara formal. Orangtua mempunyai kebebasan sepenuhnya dalam memilih sekolah yang baik bagi anakanaknya. Orangtua diingatkan untuk membangun kerja sama dengan lembaga pendidikan formal sekolah demi perkembangan dan kemajuan pembinaan iman Kristiani anak-anak. Mereka diingatkan untuk menyelenggarakan atau menuntut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
apa saja yang diperlukan untuk kemajuan pembinaan iman anak (GE, art. 7) (Agung Prihartana, 2008: 32-33).
c. Deklarasi Dignitatis Humanae Pernyataan Konsili Vatikan II tentang kebebasan beragama ini menegaskan bahwa kebebasan beragama berakar pada martabat pribadi dan selanjutnya juga membahas mengenai pendidikan iman dalam keluarga. Ditegaskan bahwa kebebasan beragama tidak hanya berlaku untuk individu, tetapi juga kelompok, termasuk keluarga. Maka orangtua juga mempunyai kebebasan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya memberikan pendidikan iman kepada anak-anak. Mereka berhak menentukan keyakinan agama mereka sendiri, pendidikan agama manakah yang akan diberikan kepada anak-anak mereka (DH, art. 5). Dengan menegaskan bahwa orangtua mempunyai kebebasan dalam mengajarkan iman kepada anak-anaknya, dokumen ini secara tidak langsung mengingatkan pihak Katolik dalam keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja untuk menggunakan hak kebebasannya dalam melaksanakan tanggung jawabnya mewariskan harta rohani yang paling berharga kepada anak-anak mereka. Memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anak ini bukanlah suatu usaha memaksakan kehendak, melainkan suatu pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab orangtua kepada anak-anaknya. Orangtua wajib memberikan hal yang terbaik bagi anak-anaknya, termasuk hidup iman. Maka hal ini tidak bertentangan dengan kebebasan setiap pribadi anak dalam memilih agama yang diyakininya. Pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orangtua memberi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
pendidikan iman kepada anak-anak ini termasuk dalam memilihkan sekolah untuk mereka, orangtua berhak dan bebas menyekolahkan anaknya. Selanjutnya DH, art. 5, mengingatkan peran dan kewajiban pemerintah dalam pendidikan iman anak ini. Kewajiban pertama dari pemerintah adalah mengakui hak orangtua dalam memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya memberikan pendidikan iman kepada anak-anak, termasuk memilih sekolah bagi mereka. Kewajiban kedua adalah menyediakan pelajaran-pelajaran di sekolah yang mendukung perkembangan iman anak, khususnya pendidikan keagamaan (Agung Prihartana, 2008: 33-35).
d.
Himbauan apostolik Familiaris Consortio FC, art. 78 membahas pelayanan pastoral bagi keluarga kawin campur,
baik beda agama maupun beda gereja. Dalam pelaksanaan pelayanan pastoral ini, Gereja harus tetap menghormati pihak non baptis. Bagi orang yang memeluk iman dan agama bukan Katolik, Gereja harus memperlakukan mereka secara adil dan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip dalam deklarasi Nostra Aetate. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki atau memeluk agama apapun, misalnya orangorang dari masyarakat sekular atau ateis, Konferensi para Uskup dan masingmasing Uskup diminta untuk membuat kebijakan pastoral yang tepat, untuk melindungi pihak Katolik agar tetap setia pada imannya dan dapat melaksanakan penghayatan iman serta kewajiban-kewajiban, terutama dalam membaptis dan mendidik anak-anak dalam iman Katolik. Ada tiga ciri fundamental dari kewajiban dan tanggung jawab orangtua dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak. Pertama, hak dan kewajiban
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
orangtua untuk mendidik anak bersifat hakiki karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Tanggung jawab dan kewajiban orangtua ini merupakan konsekuensi kodrati dan adikodrati dari kelahiran anak-anak dalam keluarga. Kedua, pendidikan bersifat asli dan utama. Dasar paling utama dalam hak dan kewajiban orangtua ini adalah martabat kebapaan dan keibuan dan cinta kasih mereka. Maka orangtua menjadi pendidik yang pertama dan utama bagi anakanak. Cinta kasih antar suami istri adalah sumber, jiwa, dan norma pendidikan. Melalui dan dalam pendidikan, anak-anak dibantu untuk mengalami dan menghayati cinta kasih Allah dan dibimbing untuk menanggapinya. Ketiga, tugas dan kewajiban mendidik anak ini tak tergantikan dan tidak dapat diambil alih oleh orang lain. Peran orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anakanak tidak bisa digantikan oleh kehadiran orang lain. Kehadiran dan keterlibatan pendidik lain, misalnya guru, katekis, pendamping bina iman dan sebagainya hanyalah membantu dan pelengkap orangtua dalam membimbing anak-anak (Agung Prihartana, 2008: 39-42). Orientasi pendidikan iman dalam keluarga pertama-tama bertujuan agar anak dipermandikan, tahap demi tahap sesuai dengan perkembangan umur dan kedewasaan kepribadiannya. Pada akhirnya, anak-anak diharapkan kelak dapat menghayati serta mewujudkan imannya dalam sikap dan perbuatan dalam hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan demikian mereka menjadi manusia dewasa yang beriman. FC, art. 36 memulai uraian tentang pendidikan dengan mengutip GE, art. 3 yang berbunyi:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
Karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, mereka terikat kewajiban amat besar untuk mendidiknya. Maka orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat diganti. Adalah kewajiban orangtua menciptakan lingkungan keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang seluruh pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluargalah wadah pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan setiap masyarakat.
e.
Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae Dokumen ini menegaskan bahwa katekese ialah pembinaan anak-anak,
kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen dengan maksud mengantar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18) dengan tujuan mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dan menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan (CT, art. 20). CT, art. 35 membahas pentingnya anak-anak dan kaum muda dalam mengalami katekese. Bertambahnya jumlah kaum muda merupakan kenyataan yang membawa harapan sekaligus kegelisahan pada masyarakat masa kini. Pada masa ini anak-anak dan kaum muda menyiap diri bagi masa depan. Masa yang menentukan sekali ialah masa kanak-kanak, di mana masa ini anak menerima katekese pertama dari orangtua dan lingkungan keluarga. Doa singkat yang anak ucapkan akan menjadi titik tolak dialog cinta kasih dengan Tuhan, lalu anak mulai mendengar sabda-Nya (CT, art. 36). Pembinaan iman oleh orangtua kepada anak dimulai sejak dini. Anggota keluarga dapat saling membantu dalam mengembangkan iman, baik melalui kesaksian hidup beriman maupun dengan teladan. Katekese lebih menyentu hati bila bersamaan dengan peristiwa-peristiwa keluarga, orangtua menjelaskan makna Kristen atau religius
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
kejadian-kejadian tersebut, seperti perayaan ulang tahun, penerimaan sakramen, perayaan Paskah, Natal, dan sebagainya. Katekese keluarga mendahului, mengiringi dan memperkaya semua bentuk katekese lainnya (CT, art. 68).
B. PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA 1.
Pengertian Perkawinan merupakan suatu status dan cara hidup yang diharapkan
berlangsung seumur hidup. Dalam perkawinan itu, pasangan suami-istri juga dipercaya oleh masyarakat untuk mempersiapkan generasi baru umat manusia, yang lebih baik dari generasi sebelumnya (Purwa Hardiwidoyo, 1994a: 9). Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa perkawinan adalah salah satu jalan menuju kekudusan. Oleh karena itu, persiapan pribadi calon yang akan melaksanakan perkawinan lewat pendidikan dan pembinaan dianggap oleh Gereja sebagai sesuatu yang penting. Dengan pendidikan dan pembinaan tersebut, pikiran dan hati para calon mempelai disiapkan untuk kesucian dan tugas-tugas kedudukannya yang baru (GS art 47-5) (Fau, 2000: 30). Rubiyatmoko (2011: 131,134-136) seorang imam diosesan Keuskupan Agung Semarang yang menjadi dosen Hukum Gereja di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan juga menjabat sebagai Vikaris Yudisial Keuskupan Agung Semarang mengatakan bahwa yang dimaksud perkawinan campur (mixta religio) atau yang sering kita sebut sebagai perkawinan beda gereja adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh orang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan orang baptis tidak Katolik, sebagaimana yang dimaksudkan dalam kan 1124 yang berbunyi:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
Perkawinan antara dua orang dibaptis, yang di antaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya setelah baptis, sedangkan pihak yang lain menjadi anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, tanpa izin jelas dari otoritas yang berwenang dan dilarang. Sedangkan yang dinamakan perkawinan beda agama (disparitas cultus) adalah perkawinan yang terjadi antara seorang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan seorang tak baptis, seperti yang dinormakan dalam kan 1086 yang berbunyi: §1. Perkawinan antara dua orang, yang di antaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah; §2. Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, kecuali telah dipenuhi syarat-syarat yang disebut dalam kan. 1125 dan 1126; §3. Jika satu pihak pada waktu menikah oleh umum dianggap sebagai sudah dibaptis atau baptisnya diragukan, sesuai norma kan.1060 haruslah diandaikan sahnya perkawinan, sampai terbukti dengan pasti bahwa satu pihak telah dibaptis, sedangkan pihak yang lain tidak dibaptis. Secara tegas dan eksplisit, kan 1124 melarang perkawinan campur dan secara implisit menghalangi perkawinan beda agama karena perbedaan iman ini akan menghalangi penghayatan iman pihak Katolik. Oleh karena itu, demi layaknya perkawinan campur, pihak Katolik harus minta izin dari Ordinaris wilayah. Sedangkan demi sahnya perkawinan beda agama, dibutuhkan dispensasi dari Ordinaris wilayah. Untuk mendapatkan izin dan dispensasi dari Ordinaris wilayah dibutuhkan persyaratan yang ditegaskan dalam kan 1125. Pertama, persyaratan dari pihak Katolik untuk menghindari segala hal yang membahayakan imannya. Kedua, janji dari pihak Katolik untuk berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendidik dan membaptis anak-anak dalam iman Katolik. Ketiga, janji pihak Katolik tersebut diberitahukan kepada pihak non Katolik pada waktunya, yaitu pada saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
menjelang perkawinan dilangsungkan. Tujuannya adalah supaya pihak non Katolik mengetahui bahwa pasangannya mempunyai janji dan tanggung jawab yang harus dipenuhi. Keempat, kedua pasangan diberi instruksi mengenai perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik. Dengan instruksi ini, diharapkan mereka memahami makna dan konsekuensi perkawinan secara Katolik, khususnya berkaitan dengan karakter unitas dan indissolubilitas perkawinan. Secara umum, Gereja Katolik kurang mendukung perkawinan beda agama dan beda gereja. Bukan karena kurang menghormati agama lain, melainkan karena melihat kemungkinan adanya masalah dalam perkawinan yang muncul. Ada bahaya bahwa hidup bersama dengan orang yang tidak seiman dan seagama, menyebabkan pihak Katolik mengalami kesulitan untuk menghayati imannya secara Katolik sejati, mendidik dan membaptis anak secara Katolik. Menjelang perkawinan, mungkin muncul masalah mengenai cara meneguhkannya melihat bahwa pasangan berbeda keyakinan memiliki ritus yang berbeda pula. Misalnya, Gereja Katolik menuntut bahwa kedua mempelai menikah satu kali saja, secara Katolik yakni dihadapan seorang pastor Katolik. Agama lain, seperti Islam, juga menuntut bahwa kedua mempelai menikah satu kali namun secara Islam, yakni dihadapan seorang ulama Islam. Sementara untuk agama Kristen, beberapa Gereja Kristen bukan Katolik juga menuntut hal yang sama yaitu kedua mempelai menikah satu kali namun secara Kristen yakni dihadapan seorang Pendeta Kristen.
2.
Tujuan Perkawinan Dalam kan. 1055 §1 dibicarakan tujuan perkawinan “Perjanjian (foedus)
perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menuruti ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. KHK 1983 kita temukan tiga tujuan (fines) perkawinan, yaitu kesejahteraan suami istri, kelahiran dan pendidikan anak. Ketiga tujuan ini saling melengkapi dan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. GS, art. 47 memberikan suatu ajaran yang definitif dengan mengatakan bahwa kelahiran anak (procreation), pendidikan anak (educatio prolis), cinta suami istri (amor coniugum), saling menyempurnakan (mutua perfectionem coniugum). Dianggap bukan saja sebagai nilai-nilai dalam dirinya sendiri, tetapi juga dalam bobotnya untuk tujuan perkawinan yang sangat mendukung. GS, art. 48 ditekankan bahwa dengan cinta suami istri, pria dan wanita saling menyerahkan diri untuk saling membantu dan melayani; mereka mencapai kesatuan yang intim antara pribadi dan dalam segala aktivitas. Cinta suami istri telah diberkati secara melimpah oleh Tuhan. Cinta ini memancar dari sumber cinta kasih ilahi serta diatur menurut model dari kesatuan Kristus dengan GerejaNya. GS, art. 49 ditekankan bahwa Tuhan sendiri telah membuat cinta suami istri itu sehat dan sempurna. Tuhan sendiri mengangkat martabat cinta suami istri itu dengan pemberian rahmat khusus. Cinta suami istri bekerja sama dengan cinta Pencipta dan Penyelamat serta merupakan penyambung lidah mereka. GS, art. 50 dikatakan bahwa perkawinan bukan saja terarah pada kelahiran anak, tetapi cinta suami istri harus juga mempunyai pernyataannya yang benar dan harus berkembang sampai pada kedewasaan (Fau, 2000: 58).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengilhami teks KHK 1983 kan. 1055§1 yang berbicara tentang tujuan perkawinan. Sungguh benar bahwa KHK 1983 telah menerima ungkapan dari GS sendiri, yaitu ikatan suci ini terarah pada kesejahteraan suami istri dan anak-anak.
a.
Kesejahteraan suami istri Kesejahteraan suami istri adalah komunitas intim hidup dan cinta itu
sendiri, yang mereka bangun, pertahankan dan upayakan selalu dan bersamasama. Kesejahteraan itu merupakan buah dari cinta kasih pasangan suami istri yang
merupakan
keutamaan,
dengan
mana
mereka
ingin
saling
mengkomunikasikan segala berkat dan kebaikan (bona) yang khas dari perkawinan. Kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar kemampuan masingmasing untuk saling menyesuaikan, melengkapi dan menyempurnakan diri demi pasangan. Kesejahteraan suami istri juga diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan diri mereka secara timbal balik. Relasi laki-laki dan perempuan disebut relasi suami istri karena mengandung unsur seksualitas. Demikian pula mengenai aspek seksual, yang ada bukan pemberian tubuh (traditio corporis) dan pemilikan tubuh (possessio corporis), melainkan pemberian hak (traditio iuris), yaitu hak atas tubuh pasangan (ius in corpus). Maksudnya ialah suami istri saling memberikan unsur diri yang begitu personal, intim dan individual, yang bisa dikatakan sebagai unsur representatif diri masing-masing yakni seksualitas dirinya. Dengan demikian, seksualitas suami melengkapi seksualitas diri dan sebaliknya (Catur Raharso, 2006: 44-53).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
b.
Kelahiran anak Kelahiran anak adalah tujuan kodrati dari setiap perkawinan. Karena itu,
apabila suami istri, bersama-sama atau salah satu pihak saja menolak tujuan hakiki ini dengan kehendak positif, maka mereka menikah secara tidak sah berdasarkan cacat kesepakatan nikah (KHK, kan. 1101§ 2; 1096§1). Kelahiran anak sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan suami istri. Kehadiran anak dalam keluarga merupakan anugrah yang sangat berharga bagi perkawinan, karena semakin memperkuat cinta kasih suami istri sendiri dan mewujudkan kesejahteraan mereka. Kelahiran anak mencakup perilaku dan tindakan suami istri yang mendahului konsepsi bayi dalam kandungan: relasi seksual suami istri secara manusiawi dan natural; serta keterarahan kepada kelahiran anak secara natural, bukan di luar hubungan seksual yang natural. Konsili Vatikan II mengajarkan suami istri Kristiani untuk mengemban fungsi prokreatif dari relasi mereka dengan kemurahan hati sebagai berikut: Dalam realitasnya yang terdalam, cinta kasih pada hakikatnya adalah pemberian diri. Cinta kasih suami istri, yang mengantar mereka untuk saling mengenal hingga menjadikan mereka „satu daging‟, tidak terkuras habis hanya untuk suami-istri berdua saja, melainkan memampukan mereka untuk suatu pemberian diri setinggi mungkin, untuk mana mereka menjadi rekan kerja Allah dalam meneruskan kehidupan baru dan menumbuhkembangkannya menjadi pribadi manusia. Demikianlah, ketika suami istri saling memberikan diri, mereka melangkah melampaui relasi mereka sediri dengan melahirkan anak: cermin hidup dari cinta kasih mereka sendiri, tanda tetap dari kesatuan relasi mereka, dan ungkapan yang nyata dan tak terpisahkan dari status mereka sebagai ayah dan ibu (Catur Raharso, 2006: 53-59).
c.
Pendidikan Anak Dalam masyarakat yang statis, pendidikan anak dilakukan dengan cara
yang cukup mudah, yakni melalui contoh dan latihan, seperti dilatih untuk sabar,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
tekun, tabah, sopan, hormat pada pembesaran, rukun dengan sesama, dan sebagainya. Sedangkan dalam masyarakat dinamis, pendidikan seperti itu tidak mencukupi lagi. Anak-anak membutuhkan pendidikan model baru, pendidikan yang mempersiapkan mereka menghadapi masyarakat baru. Jika orangtua mendidik anak-anak seperti dulu mereka dididik orangtua mereka, anak-anak akan ketinggalan zaman dan tidak berkembang. Sebab masyarakat berubah cepat sekali. Nilai-nilai lama seperti kesabaran dan ketekunan itu tidak mencukupi lagi untuk hidup di zaman modern. Dibutuhkan nilai-nilai baru seperti kreativitas, produktivitas dan profesionalitas (Purwa Hadiwardoyo, 1994a: 54). Hak anak atas pendidikan pada umumnya berdasarkan kebutuhan anak. Manusia dilahirkan tidak hanya sebagai bayi yang lemah, tidak berguna dan tergantung orang dewasa, melainkan juga dibekali dengan aneka potensi yang perlu dikembangkan dengan bantuan orang lain untuk makin mendekati cita-cita manusia seutuhnya yang dituju (Go, 1990: 37). Melahirkan dan mendidik anak-anak diakui sebagai tujuan utama perkawinan. Penegasan ini sebetulnya dipengaruhi oleh pernyataan Agustinus yang mengatakan bahwa ciri-ciri dan tujuan perkawinan adalah menurunkan anak, kesetiaan dan sakramen (Agung Prihartana, 2008: 27). Melahirkan dan memberikan pendidikan secara menyeluruh kepada anak-anak merupakan unsur hakiki dan mencirikan perkawinan sebagai suatu persekutuan hidup. Pasangan suami istri mempunyai tanggung jawab besar menciptakan suasana baik dalam keluarga supaya menjadi tempat yang ideal untuk perkembangan kepribadian dan kehidupan anak-anak. Sebab keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak dalam membentuk kepribadian melalui pendidikan. Hal ini didukung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
juga oleh Konsili Vatikan II dalam FC, art 36 yang mengatakan pendidikan anak sebagai berikut: Hak dan kewajiban orangtua untuk mendidik anak-anaknya adalah hakiki, karena berkaitan dengan prokreasi, tulen, dan asli, bila dibandingkan dengan tugas pendidikan pihak-pihak lain, berdasarkan hubungan yang tiada taranya antara orangtua daan anak-anak; tak tergantikan dan tak terlepaskan, maka tak dapat sepenuhnya diserahkan kepada orang lain atau diambil alih. Tugas mendidik (educatio) anak bersumber dari panggilan asli orangtua untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Karena cinta dan demi cinta orangtua telah melahirkan kehidupan baru. Bagi orangtua Kristiani, tugas mendidik anak-anak mendapat dasar dan kekuatan baru yang bersumber dari sakramentalitas perkawinan. Rahmat sakramen perkawinan menghiasi orangtua Kristiani dengan martabat dan panggilan khusus untuk mendidik anak-anak secara Kristiani. Hal ini didukung dalam kan. 1136 yang menegaskan tugas edukatif ini merupakan efek perkawinan: “Orangtua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, dan kultural maupun moral dan religius”. Fungsi dan kewajiban edukatif ini sangat berat dan serius bagi setiap orang Kristiani, sehingga Gereja dapat menghukum orangtua yang dengan sengaja melalaikan tugas dan kewajiban memberikan pendidikan bagi anak. “Orangtua atau mereka yang menggantikan kedudukan orangtua, yang menyerahkan anak-anaknya untuk dibaptis atau dididik dalam agama non Katolik, hendaknya dihukum dengan censura atau hukuman lain yang wajar” (KHK, kan. 1366). Pendidikan anak pada umunya bertujuan agar mereka mencapai kematangan dan kedewasaan manusiawi secara menyeluruh yang mencakup tiga aspek: pemeliharaan dan perawatan fisik terhadap anak sejak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
pembuahan (pertumbuhan dalam rahim, kelahiran, perawatan bayi hingga dewasa); pembinaan spiritual (moral dan religius); pembinaan insani dan kemasyarakatan (personalitas, intelektual, sosial dan kultural) (Catur Raharso, 2006: 59-63).
3.
Pelaksanaan Pendidikan Iman dan Pembaptisan Anak dalam Keluarga Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja KHK menekankan kewajiban orangtua untuk membaptis dan mendidik
anak sebagai wujud tanggung jawab Gereja dalam melindungi hak dan kewajiban anggotanya terutama pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja dengan pendekatan pastoral yang baru. Gereja tidak lagi menuntut pihak non Katolik atau non baptis untuk bertanggung jawab atas kesetiaan iman pihak Katolik dan memberi jaminan akan membaptis dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik untuk melindungi hak dan kewajiban pihak Katolik. Melalui hukum dan pedoman pastoralnya, Gereja mengingatkan dan lebih menekankan kesadaran pihak Katolik sendiri untuk memenuhi kewajibannya.
a.
Pemenuhan Janji untuk Membaptis Anak Berdasarkan KHK 1983, kan. 1123§1 menunjukkan bahwa kanon hanya
meminta pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja untuk berjanji membaptis anak-anaknya. Ada dua alasan yang mendasari kanon hanya meminta pihak Katolik yang berjanji untuk membaptis anak-anaknya. Pertama, pembaptisan anak-anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab pihak Katolik karena sakramen baptis yang telah diterimanya. Selain terikat secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
rohani oleh sakramen baptis, pihak Katolik sebagai anggota Gereja, juga terikat oleh hukum gerejawi. Maka, kewajiban-kewajiban yuridis yang tercantum dalam KHK mengikat secara penuh seluruh anggota Gereja Katolik, tanpa kecuali. Sedangkan pihak non baptis adalah bukan anggota Gereja Katolik, sehingga ia tidak terikat oleh kewajiban-kewajiban yang diatur dalam hukum gerejawi. Kedua, secara yuridis syarat keabsahan baptis bayi dan anak-anak adalah orangtua, sekurang-kurangnya satu dari mereka atau yang secara sah menggantikan orangtuanya, menyetujui pembaptisan tersebut. Dan ada jaminan pendidikan iman Katolik yang baik bagi bayi atau anak yang dibaptis itu, sehingga ia berkembang dewasa dalam imam (Agung Prihartana, 2008: 47-48). Orangtua bertanggung jawab sepenuhnya atas kehidupan dan perkembangan iman anak setelah pembaptisan. Namun demikian Gereja juga menekankan bahwa dalam melaksanakan kewajibannya mewariskan iman Katolik kepada anakanaknya harus tetap menghormati kebebasan beragama pasangannya yang non baptis. Dalam arti, bahwa orangtua Katolik tidak boleh melarang pasangannya yang non baptis melaksanakan kewajiban keagamaannya atau bahkan menjelekjelekkan agama pasangannya hanya supaya anaknya mau menjadi Katolik. Jadi, pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja khususnya pihak Katolik, tidak mempunyai alasan untuk tidak melaksanakan janji yang telah dibuatnya. Mengingat bahwa situasi keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja sering kali sensitif dan dilematis. Secara yuridis, Gereja menegaskan bahwa jika terdapat alasan-alasan berat seperti tidak adanya jaminan pendidikan iman bagi anak-anak yang akan dibaptis dalam keluarga, baptisan bayi atau anak-anak bisa ditunda atau bahkan harus ditunda menurut ketentuan hukum khusus, seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
yang tercantum dalam KHK 1983, kan. 868§1,2. Sebab tanpa adanya pendidikan iman yang memadai dalam keluarga, anak-anak yang dibaptis itu bisa jadi tidak memiliki pemahaman mengenai ajaran iman Katolik, sehingga mereka bersikap acuh tak acuh dan tidak merasakan rahmat baptisan. Resiko terburuk dari situasi ini adalah anak-anak yang telah dibaptis bisa meninggalkan iman Katoliknya tanpa rasa bersalah. Tetapi penundaan pembaptisan ini bukan berarti membiarkan anak tanpa pembinaan iman Katolik. Penundaan ini perlu dijalani dan dimengerti sebagai masa persiapan (Agung Prihartana, 2008: 49-50). Masa persiapan ini dapat diartikan seperti halnya situasi normal, orangtua juga dipersiapkan dengan pengarahan-pengarahan. Demikian juga dengan pihak Katolik dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja, perlu juga melakukan persiapan yang baik untuk anak-anak yang akan dibaptis, terlebih dengan pasangan yang non baptis. Mereka perlu melakukan pendekatan dialogis dalam rangka membaptis anak sesuai dengan janji yang pernah diucapkan sebelum melaksanakan perkawinan. Dengan pendekatan dialogis ini, pihak Katolik bisa memenuhi kewajiban dan haknya sebagai orangtua dan sekaligus anggota Gereja Katolik serta tetap dapat menjaga dan memelihara keharmonisan kehidupan perkawinan. Relasi suami istri yang tidak harmonis juga bisa mengganggu proses pendidikan dan perkembangan iman.
b.
Pemenuhan Janji untuk Mendidik Iman Katolik Jika tugas dan tanggung jawab membaptis anak bisa ditunda atau bahkan
harus ditunda karena alasan yang berat, sebaliknya pendidikan iman Katolik tidak boleh ditunda atau dihentikan. Dalam situsai apapun, orangtua Katolik tetap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anaknya, karena pada hakikatnya orangtua adalah pewartaan iman yang pertama bagi anak-anaknya. Agung Prihartana (2008: 51-53) mengatakan bahwa pihak Katolik dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja juga harus memahami tugas dan kewajiban dalam mendidik iman anak. Dalam rangka membantu pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja, maka Geraja mengingatkan dengan cara meminta mereka untuk membuat janji sebelum melaksanakan perkawinan dengan calon pasangan hidupnya yang non baptis. Situasi yang sulit dan sesitif dari perkawinan beda agama dan beda gereja ini bukanlah suatu alasan untuk menunda atau bahkan menghentikan proses pendidikan iman bagi anak-anak. Pihak Katolik tetap dapat memberikan pendidikan iman kepada anak-anak melalui sharing iman, perbuatan-perbuatan, misalnya cara berdoa, pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi atau mengikuti kegiatan-kegiatan Lingkungan. Jika anak melihat orangtuanya melakukan itu semua dan anak bertanya tentang apa yang dilakukannya, kemudian orangtua menjawab secara benar dan baik, maka tindakan itu juga merupakan pewartaan dan pendidikan iman. Memang Gereja menyadari situasi sulit keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja yang bisa membuat pihak Katolik sebagai orangtua mengalami kegagalan melaksanakan janjinya untuk membaptis anak-anaknya meskipun sudah berusaha sekuat tenaga. Bila terjadi demikian, Gereja menegaskan bahwa orangtua tersebut tidak boleh disalahkan dan dijatuhi sanksi hukum gerejawi. Karena pihak Katolik sudah berusaha memenuhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
janjinya, namun situasi yang sulitlah yang membuat anak-anak tidak bertumbuh dalam iman Katolik. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik anak, orangtua Katolik diminta melakukannya dengan sekuat tenaga tanpa adanya paksaan maupun kekerasan yang dapat mengganggu dan menghancurkan cinta kasih dan nilai-nilai dalam membangun keharmonisan dan kebahagiaan hidup perkawinan. Maka pihak Katolik perlu mencari cara dan proses pendidikan yang tepat sesuai dengan situasi yang ada dengan segala perbedaan dan ketegangan. Masalah pendidikan iman bagi anak pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja merupakan salah satu persoalan yang rumit. Sehingga di dalam pelaksanaan tanggung jawab ini, pihak Katolik tidak boleh mengorbankan keharmonisan perkawinan. Pihak Katolik harus menghargai kebebasan beragama pasangannya yang non Katolik atau non baptis dan juga tidak boleh menghalang-halanginya untuk menjalankan kebebasan beragama. Pihak Katolik tidak boleh menjelekjelekan agama lain ketika mendidik iman Katolik kepada anak-anaknya. Tetapi menghargai pihak non Katolik atau non baptis tidak berarti bahwa Gereja membiarkan atau mengijinkan anak-anak boleh dididik dalam iman non Katolik. Dengan membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik, orangtua memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka untuk berpartisipasi mengembangkan keanggotaan Gereja. Anak yang dibaptis pada masa bayi atau kanak-kanan, mereka dibaptis dalam iman Gereja yang diakui oleh orangtua dan wali baptis serta seluruh umat Katolik karena anak belum bisa menyatakan imannya secara langsung. Jika anak dibaptis semasa masih kanak-kanak, maka orangtua mempunyai tanggung jawab besar untuk mendampingi, membimbing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
dan melindungi hidup iman anak-anaknya. Orangtua wajib memberikan pendidikan iman melalui teladan hidup untuk membantu mengembangkan dan mendewasakan iman anak. Jadi, tanggung jawab dan kewajiban membaptis anak tidak boleh dipisahkan dari tanggung jawab memberikan pendidikan iman. Mengingat situasi khusus dan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam keluarga dengan pasangan orangtua perkawinan beda agama dan beda gereja, maka Gereja meminta supaya pihak Katolik melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara bijaksana supaya tidak merusak keharmonisan dan kebahagiaan perkawinan. Paus Paulus VI mengingatkan bahwa pihak Katolik sebisa mungkin membaptis dan mendidik anak-anak dalam iman Katolik. Pernyataan Paus Paulus VI inilah yang kemudian dirumuskan dalam KHK 1983 kan 1125 10 dengan kalimat “ ...memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik”. Agung Prihartana (2008: 23) mendukung pernyataan tersebut dengan mengatakan memberikan janji yang jujur harus dipahami sebagai suatu kewajiban dan tanggung jawab moral pihak Katolik atas kehidupan dan perkembangan iman anak-anaknya yang harus dilaksanakan. Maka secara moral tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, jika pihak Katolik menyatakan janjinya untuk membaptis dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik hanya supaya mendapat surat dispensasi dari halangan-halangan perkawinan beda agama dan beda gereja, tetapi pada kenyataannya tidak melakukan apa-apa untuk mewujudkan janjinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Tidak dapat disangkal bahwa masalah pembaptisan dan pendidikan anak menimbulkan kesukaran yang tidak dapat dipecahkan. Tentu saja baik pihak Katolik maupun non Katolik mempunyai hak dan kewajiban mewariskan iman keyakinan kepada anak-anaknya. Karena orangtua mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pendidikan iman dan kedua belah pihak sama-sama mempertahankan, maka bagi pihak Katolik tugas membaptis dan mendidik anak mengalami jalan buntu. Untuk itu, Gereja memberikan pendampingan pastoral bagi anggotanya yang hidup dan berada dalam situasi khusus dan sulit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
BAB III PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DENGAN PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI
Sebelumnya telah diuraikan tentang pendidikan iman bagi anak dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja. Pemahaman secara teoritis tentang pentingnya pendidikan iman dalam keluarga melalui dokumen-dokumen Gereja dan pandangan para ahli sungguh membantu keluarga, terutama pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja untuk semakin menyadari akan pentingnya pendidikan iman bagi anak dalam keluarga. Kemudian sekarang membahas tentang penelitian pelaksanaan pendidikan iman bagi anak pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi serta hasil penelitiannya. Diawali dengan memberikan gambaran umum mengenai Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dan kemudian menjabarkan metode penelitian serta membuat daftar partanyaan sebagai angket yang akan disebar. Sesudah mendapatkan hasil penelitian, data akan dibahas dan dianalisis sehingga mengetahui sejauh mana pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya. Setelah mengetahui keadaan umat, maka akan dibuat usulan program rekoleksi yang cocok untuk membantu pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dalam melaksanakan pendidikan iman bagi anak-anak sebagai tugas dan kewajibannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
A. GAMBARAN UMUM PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI 1.
Sejarah Paroki Penyebaran iman di Kabupaten Grobogan Purwodadi sudah dimulai
sekitar tahun 1930, bahkan mungkin sebelumnya. Dalam sejarah perjalanan misi para
romo
MSF,
tanah
Purwodadi
telah
disebut
sebagai
daerah
misi pelayanan sejak menjelang pendudukan Jepang. Secara lebih sistematis, penyebaran iman itu dirintis oleh Romo Soetapanitra, SJ tahun 1950-an. Dalam catatan sejarah Paroki Gedangan, antara tahun 1948-1963 Romo Soetapanitra menjadi pastor pembantu Paroki Gedangan. Dalam rentang waktu itu, Romo Soetapanitra melakukan kunjungan pastoral ke daerah Grobogan. Selain untuk pelayanan reksa rohani, kunjungan itu ikut menandai awal penanaman benih iman di tanah Grobogan ini. Kunjungan pastoral dan pewartaan ini dibantu oleh para guru lulusan Kolese Santo Yusuf yang secara beriringan dibenum di daerah Grobogan (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 5). Tiga tonggak penting dalam sejarah perjalanan gereja di Purwodadi Grobogan yang berawal dari Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedangan, lalu Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yohanes Evangelista Kudus dan akhirnya Purwodadi berdiri menjadi sebuah Paroki di Keuskupan Agung Semarang sampai sekarang.
a.
Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedangan (1952-1956) Pada masa ini, guru-guru dari Kolese Santo Yusuf (SGB Katolik
Ambarawa) sangat berperan penting dalam perkembangan iman Gereja Katolik di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Purwodadi. Tahun 1952, Romo Kanjeng Soegiyopranata SJ menugaskan seorang guru dari Kolese Santo Yusuf yaitu Suratman. Pada tahun 1953 yaitu Ign. Siswadi, FA. Suprapta, Joni Ngadimin. Pada tahun 1954/1955 yaitu C. Masrin. TA. Rebiyo, Hertanto (Suyadi), Haryono, Jatmiko (Paijo), Hardono, Wiyadi, Iksan, Y. Sunarta, Is. Rubingan, Subirin, Suwisno Sunaryanta, YB. Sulardi. Tahun-tahun ini, Romo Soetapanitra SJ, pastor pembantu Paroki dari Gedangan Semarang mulai mencari domba-domba yang tersebar di tengah-tengah hutan, lereng-lereng serta di tengah rawa-rawa yang tersebar di seluruh daerah Purwodadi Grobogan. Tahun 1955 Bapak Tedjasukisma, Bapak Karno, dan Bapak Siyat mengusahakan tanah untuk lokasi persekolahan bahkan tempat ibadah bagi domba-dombanya. Akhirnya ditemukan sebuah bangunan bekas penyimpanan senjata-senjata kuno yang kosong karena telah dibawa Belanda serta bekas asrama karyawan Dinas Sosial. Di tempat itu, mereka membangun 2 ruangan kelas, 1 ruang penjaga, dan 1 WC. Kebetulan di Wirosari terdapat kayu-kayu bangunan yang kemudian digunakan untuk membangun gedung sekolah yang dikenal dengan Caritate. Warga menceritakan bahwa pada tahun-tahun ini sudah ada permandian anak-anak. Penambahan jumlah warga, juga terjadi karena perpindahan warga Katolik dari kota atau Paroki lain atau mereka yang menikah dengan orang Purwodadi. Pada tahun 1955 itu pula Romo Kanjeng sudah memberikan sakramen penguatan yang pertama di Purwodadi. Karena luasnya daerah pastoral di daerah Purwodadi Grobogan, maka Serikat Yesus menyerahkan daerah ini kepada Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 5-6).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
b.
Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yohanes Evangelista Kudus (19571967) Pelayanan pastoral Warga Katolik Purwodadi pada masa ini dilayani dari
Paroki Kudus yaitu oleh Romo Adrianus de Koning. Karena kedekatan jarak, rupanya pelayanan berorientasi ke daerah Wirosari. Romo Adrianus de Koning, juga sering dibantu oleh Romo Huneker MSF., Romo Van der Valg MSF., Romo Van der Peet MSF juga Romo FX. Prajasuta MSF. Sebagaimana dicatat dalam Buku
Permandian
Paroki
Purwodadi,
tahun-tahun
ini
justru
terjadilah
penambahan jumlah permandian baru yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1965 ada 27 orang, tahun 1966 ada 81 orang, tahun 1967 ada 221 orang. Pada tahun 1967, usaha warga untuk mendirikan sebuah bangunan gereja mulai menampakkan hasil yang nyata. Sebuah tanah orang bekas Asisten Residen yang berada di utara alun-alun Purwodadi resmi menjadi tanah untuk gereja Katolik. Ada banyak orang yang ingin menggagalkan berdirinya bangunan gereja, termasuk dari kalangan Gereja Katolik sendiri. Usaha penggagalan itu, juga melibatkan seorang pejabat teras Gubenur Jawa Tengah. Berkat pola pendekatan Romo Paroki, usaha penggagalan itu mampu di atasi bersama. Letak tanah seluas 100m x 80m yang diajukan Paroki, diubah oleh tim yang dibentuk oleh Bapak Gubenur Munadi, 80m memanjang ke timur dan 80m memanjang ke selatan. Dalam rangka mengatasi kesulitan yang ada untuk memperoleh tanah di mana gereja akan berdiri. Warga Katolik mengadakan novena tiga kali berturut-turut mohon perlindungan dan limpahan berkat dari Hati Yesus Maha Kudus. Tuhan mendengarkan doa warga Katolik Purwodadi. Sebagai ungkapan rasa syukur atas kemurahan Hati Yesus Maha Kudus sehingga permohonan warga dikabulkan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
maka nama Hati Yesus Maha Kudus oleh Romo Paroki ditetapkan sebagai pelindung Paroki Purwodadi (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 6-7).
c.
Purwodadi sebagai Paroki Hati Yesus Maha Kudus (1968-sekarang) Sekolah
Katolik
mengemban
tugas
mendidik
anak-anak
dan
mencerdaskannya, juga mengemban misi untuk menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Para guru di SMP Caritate dan SMP Yos Sudarso ikut berperan mendirikan organisasi Katolik, TK Keluarga Kudus dan mengusahakan tanah bagi pembangunan gereja. Sejarah perkembangan Paroki tidak bisa dilepaskan dari peranan keluarga dalam menanamkan warisan iman kepada anak cucu serta pribadi-pribadi yang memiliki kemauan mengembangkan kehidupan menggereja. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya keluarga yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman keKatolikan yang memadai. Setelah penerimaan sakramen permandian, katekese berhenti atau hanya mengandalkan homili romo dalam perayaan Ekaristi yang terbatas waktunya. Pendalaman iman Katolik dalam persiapan permandian, persiapan penerimaan komuni pertama, persiapan penguatan dan kursus persiapan perkawinan sudah dilaksanakan, meskipun belum tersusun dengan baik. Tidak mengeherankan, banyak anak-anak Katolik yang meninggalkan iman Katoliknya baik karena perkawinan beda agama maupun alasan yang lain. Beberapa keluarga terlibat aktif dalam menghidupkan Paroki dan Stasi. Di Stasi-stasi, keluarga-keluarga ini biasanya menjadi penggerak dalam kehidupan menggereja di Stasinya. Bukti keaktifan mereka ini, tampak dalam kegiatan liturgi di Lingkungan dan Stasi, pertemuan-pertemuan bersama, menjadi anggota dewan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
Paroki, dewan Stasi, prodiakon, dan pengurus yang lain. Kehidupan Paroki juga diwarnai oleh perintis atau mereka yang tanggap akan tanda-tanda jaman dengan tindakan yang dilakukannya. Ketika mulai banyak warga yang tertarik menjadi Katolik dan ingin mendapat pelajaran seperlunya, Romo Ignatius Wignya Sumarta MSF segera mengambil tindakan. Tanpa kenal lelah, Romo Wignya mengunjungi daerah yang mulai subur perkembangan warganya. Salah satu perintis yang memberi warna perkembangan Stasi-stasi adalah Romo Prajasuta MSF. Romo Prajasuta MSF mencetuskan ide sebagaimana didengungkan pemerintah yakni transmigrasi. Beberapa Stasi yang menerima cepat tawaran itu adalah Tambakselo, Kemadohbatur, dan Tambahrejo. Kebanyakan dari transmigran mengalami peningkatan kemakmuran di tanah baru itu. Gagasan selanjutnya dalam rangka pemberdayaan pengembangan warga Allah yang mandiri adalah pembagian Paroki ke dalam Lingkungan-lingkungan dan Stasi-stasi. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan makin menyentuh seluruh warga dan pembedayaan warga pun semakin berkembang. Ada 5 Lingkungan dan 14 Stasi. Setelah itu terbentuklah rayon-rayon, yakni gabungan Stasi-stasi yang berdekatan dalam satu wadah untuk mengembangkan dan menghidupi kerja sama antar Stasi (Tim Penyusun HYMK, 2013: 7-8).
2.
Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah,
dengan ibukota Purwodadi. Secara geografis, Kabupaten Grobogan terletak di 110°15'BT - 111°25'BT dan 7° LS - 7°30'LS, di lereng pegunungan Kendeng sebelah selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
Demak di sebelah barat, Kabupaten Kudus dan Pati di sebelah utara, Kabupaten Blora di sebelah timur, serta Kabupaten Sragen, Boyolali dan Semarang di sebelah selatan. Kabupaten Grobogan memiliki luas wilayah 1.975,86 kilometer persegi atau 197.586.420 hektar dan secara adminitratif terdiri dari 19 kecamatan dan 273 desa serta 7 kelurahan dengan ibukota di Kecamatan Purwodadi. Kecamatan yang memiliki luas terbesar adalah Kecamatan Geyer (196,19 km2 atau 99%), sedangkan terkecil adalah Kecamatan Klambu seluas 46,564 km2 atau 2,2% (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 8-9). Paroki Purwodadi terbagi menjadi 5 Wilayah dengan 19 Lingkungan, yaitu WILAYAH 1.
2.
Wilayah Kota
Wilayah Timur
LINGKUNGAN 1.
Lingkungan 1 St. Petrus
2.
Lingkungan 2 St. Andreas
3.
Lingkungan 3 St. Lukas
4.
Lingkungan 4 St. Stefanus
5.
Lingkungan 5 St. Yohanes
6.
Lingkungan Wirosari
7.
Lingkungan Tambakselo
8.
Lingkungan Tawangharjo
9.
Lingkungan Tambahrejo
10. Lingkungan Kuwu 11. Lingkungan Jatiharjo 3.
Wilayah Selatan
12. Lingkungan Gundih 13. Lingkungan Toroh
4.
Wilayah Barat
14. Lingkungan Godong 15. Lingkungan Karangrayung 16. Lingkungan Juwangi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
5.
Wilayah Utara
17. Lingkungan Grobogan 18. Lingkungan Rejosari 19. Lingkungan Kemadohbatur
3. Keadaan Demografis Berdasarkan buku Pastoral Berbasis Data Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk 1.413.328 jiwa (berdasarkan sensus penduduk tahun 2010), dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,63%. Kabupaten Grobogan ini masih mengandalkan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi
daerah
dan
kesejahteraan
warganya.
Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) pada tahun 2009 misalnya, masih lebih dari 40%. Angka ini menunjukkan ketergantungan pendapatan penduduknya terhadap sektor pertanian masih sangat tinggi. Meskipun lokasinya berdekatan dengan titik pertumbuhan Kota Semarang, Kabupaten Grobogan belum mampu meningkatkan sektor industri dalam skala besar. Kendala utama adalah kelayakan infrastruktur yang jauh dari sempurna. Sampai saat ini, Grobogan masih bergelut untuk menyempurnakan kelayakan infrastruktur, seperti akses jalan penghubung antar kabupaten dan antar kecamatan/desa untuk menopang distribusi produk andalannya di sektor pertanian. Kondisi sebagian lahan penopang jalan yang tidak stabil menyebabkan sejumlah ruas jalan penghubung ke kebupaten lain, seperti Semarang, Demak, Kudus, Pati, Blora, Sragen, dan Boyolali sering mudah rusak. Cara yang ditempuh saat ini adalah dengan mengecor permukaan badan jalan dengan konstruksi beton
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
bertulang besi sehingga lebih menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan (Tim Penyusun HYMK, 2013: 10). Apabila infrastruktur seperti jalan sudah relatif baik dan mampu mempercepat waktu tempuh antara Grobogan dengan kabupaten dan kota lain, kabupaten ini di masa mendatang akan mampu meningkatkan kesejahteraan warganya. Perbaikan yang selama ini dilakukan sudah menunjukkan hasil nyata, yang terlihat dari terus melambungnya pendapatan perkapita penduduk setempat. Pada tahun 2006, pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Grobogan mencapai 2,9 juta, namun naik menjadi 4,118 juta pada tahun 2009 (berdasarkan harga yang berlaku). Semakin banyaknya warga yang mengenyam pendidikan menengah dan tinggi, juga akan mendorong terbukanya sektor usaha mandiri berbasis keterampilan dengan memanfaatkan potensi setempat. Selain itu, tersedianya tenaga terdidik dan terampil akan menjadi daya tarik kuat investor untuk menanamkan modalnya di kabupaten ini. Sejumlah komoditas unggulan Kabupaten Grobogan yang terus dipacu produktivitasnya, antara lain, padi, jagung, kedelai, batu kapur, funiture, genteng tanah liat, dan kerajinan berbahan kayu. Padi di Kabupaten Grobogan tumbuh baik, terbukti dengan tingkat produktivitas rata-rata di atas enam ton/hektar, dengan masa panen dua kali setahun. Keberadaan Kedung Ombo memiliki kontribusi besar dalam menjamin kelangsungan pasokan air irigasi pada sawah padi dan tanaman pangan lainnya. Sementara produk andalannya, antara lain, sapi bibit, sale pisang, semangka, tanaman jarak, melon merah, kecap, usaha “swikee”, sarang burung walet dan kerajinan alat pertanian (Tim Penyusun HYMK, 2013: 10-11).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
4. Visi dan Misi Gereja Diambil dari buku Pastoral Berbasis Data Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang dikeluarkan oleh tim penyusun Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, visi Paroki Hati Yesus Maha Kudus adalah “Warga Allah Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dipanggil Allah untuk berpartisipasi aktif memberikan hati bagi paguyuban Warga Allah itu sendiri dan bagi warga yang lain, sebagaimana Hati Yesus Maha Kudus yang terbuka bagi manusia yang berkehendak baik” (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 18). Untuk mewujudkan visi di atas maka misi yang perlu dilaksanakan adalah a.
Menghadirkan Gereja Kristus di tengah masyarakat yang multidimensi
b.
Mewujudkan dan mengembangkan Paguyuban yang terbuka bagi mereka yang berkehendak baik terutama KLMTD
c.
Memberi tempat dan ruang bagi kelompok-kelompok warga yang ada di dalam Gereja Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi
d.
Menumbuhkan dan mengembangkan persaudaraan di antara Warga Allah dengan komunikasi yang baik dan terbuka serta saling melayani satu sama lain
e.
Meningkatkan keterlibatan warga dalam mendalami iman akan Tuhan dan berani menjadi saksi Kristus dalam kehidupan nyata
5.
Situasi umum umat Paroki Situasi umum umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dibagi
menjadi tiga situasi pokok yang meliputi situasi kependudukan, situasi sosial ekonomi, dan situasi kekatolikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
a.
Situasi Kependudukan
1) Gambaran Umum Dari data yang terhimpun dalam Sensus Warga Katolik tahun 1991, warga Katolik bejumlah 2.296 jiwa. Dalam perjalanan waktu, jumlah warga Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi sesuai dengan hasil pendataan warga per 30 Juni 2012 adalah berjumlah 1.789 jiwa dalam 593 KK. Perubahan jumlah warga yang begitu banyak di Paroki Purwodadi terjadi karena beberapa hal, di antaranya menempuh pendidikan dan bekerja di luar kota, ikut pasangan setelah menikah ke luar Purwodadi, dan pindah agama. Warga tersebut tersebar dalam 5 Wilayah (kota, timur, selatan, barat, dan utara) dengan 19 Lingkungan (Lingkungan St. Petrus, St. Andreas, St. Lukas, St. Stefanus, St. Yohanes, Wirosari, Tambakselo, Tawangharjo,
Tambahrejo,
Kuwu,
Jatiharjo,
Gundih,
Toroh,
Godong,
Karangrayung, Juwangi, Grobogan, Rejosari, Kemadohbatur) sesuai dengan profil Paroki (2013: 25). Keadaan umat dibagi menurut wilayah tempat tinggal, umat, dan agama. Tabel 1. Keadaan Umat No.
Wilayah
KK dan Umat Jumlah KK
Jumlah Umat
1.
Wilayah Kota
315
978
2.
Wilayah Timur
111
336
3.
Wilayah Selatan
49
142
4.
Wilayah Barat
68
195
5.
Wilayah Utara
50
138
593
1.789
Total per Paroki (Tim Penyusun HYMK, 2013: 25)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
Tabel 2. Keadaan Umat Berdasarkan Agama
Jumlah umat
Katekumen
Katolik ke Kristen
Katolik ke Non
Wilayah
Non
No
Katolik
Agama
1.
Wilayah Kota
20
928
6
1
18
973
2.
Wilayah Timur
6
317
-
-
13
336
3.
Wilayah Selatan
-
141
1
-
-
142
4.
Wilayah Barat
9
184
-
-
2
195
5.
Wilayah Utara
2
128
-
-
8
138
37
1.698
7
1
41
1.784
Total per Paroki
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 25)
Keadaan warga berdasar tabel di atas, di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terdapat 1.698 warga Katolik yang telah dipermandikan secara Katolik, 37 orang non Katolik, 7 orang Katolik pindah ke non Kristen, 1 orang Katolik pindah ke Kristen, dan 41 orang katekumen. Mayoritas warga Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi masih terpusat di Wilayah kota dengan jumlah warga mencapai 978 jiwa. Wilayah di luar kota yang memiliki warga cukup dominan adalah di Wilayah timur dengan 336 jiwa, sementara itu jumlah warga di Wilayah selatan, barat dan utara relatif merata. Wilayah selatan jumlah warga sebanyak 142 jiwa, Wilayah barat 195 jiwa dan Wilayah utara sebanyak 138 jiwa. Sesuai dengan data, jumlah warga Katolik Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi adalah 1.789 jiwa namun de facto tidak semua berada dalam pengembalaan Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti merantau dan tinggal di kota lain karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
menempuh pendidikan di kota lain, bekerja di kota lain, menikah dengan pasangan dari luar Paroki, dan lain sebagainya. Penggembalaan warga di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dilakukan secara teratur untuk membentuk dan memupuk iman mendalam dan tangguh. Medan berat dan terjal area Grobogan yang mencapai daerah-daerah pendalaman, pastor di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi masih tetap dapat memberikan pelayanan misa secara rutin rata-rata 2 minggu sekali ke setiap Lingkungan. Lokasi geografis Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang sangat luas ternyata masih banyak daerah yang belum terdata oleh gereja, hal tersebut memberi peluang akan adanya warga yang tidak tercatat sebagai warga di Wilayah kota yang belum berdomisili tetap seperti penghuni kos, pelajar dan karyawan dari luar kota, yang mungkin tidak terdaftar di gereja Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, tidak dikenal oleh warga dan pengurus dalam lingkungan yang bersangkutan. Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi juga memiliki wilayah yang semu (disebut Grey Area). Secara umum daerah tersebut adalah perbatasan antara Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dan Paroki Santo Petrus Gubug yang secara teritorial masih masuk wilayah Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi namun secara geografis lebih dekat ke Paroki Santo Petrus Gubug. Kondisi ini memungkinkan perlu reksa pastoral agar grey area dapat tetap terlayani dengan baik untuk memupuk iman mendalam dan tangguh pada warga (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 26-27).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
2) Keadaan Umat Tabel 3. Keadaan Umat Berdasarkan Tempat Tinggal No.
Wilayah
Tempat Tinggal TT 2XX
TT 3XX
TT 400
TT 100
Jumlah Umat
1.
Wilayah Kota
8
19
11
890
928
2.
Wilayah Timur
1
2
-
314
317
3.
Wilayah Selatan
-
1
-
140
141
4.
Wilayah Barat
7
3
-
174
184
5.
Wilayah Utara
1
-
-
127
128
Total per Paroki
17
25
11
1.645
1.698
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 27)
Tabel 4. Keadaan Umat Berdasarkan Tempat Tinggal (%) No.
Wilayah
Tempat Tinggal TT 2XX
TT 3XX
TT 400
TT 100
Jumlah Umat
1.
Wilayah Kota
0,9
2,0
1,2
95,9
928
2.
Wilayah Timur
0,3
0,6
0,0
99,1
317
3.
Wilayah Selatan
0,0
0,7
0,0
99,3
141
4.
Wilayah Barat
3,8
1,6
0,0
94,6
184
5.
Wilayah Utara
0,8
0,0
0,0
99,2
128
Persentase Jumlah Umat
1,0
1,5
0,6
96,9
1.698
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 27)
Dari tabel di atas tampak bahwa jumlah warga Katolik di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi berjumlah 1.645 jiwa, yang tersebar di 5 Wilayah dan 19 Lingkungan. Dari data tersebut 52% warga berdomisili di Wilayah kota, 18% di Wilayah timur, 11% di Wilayah barat, 8,4% di Wilayah utara dan 8,3% berdomisili di Wilayah selatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Upaya pemerataan pelayanan Ekaristi dilakukan oleh para pastor Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dengan memberikan Ekaristi sebanyak 2 minggu sekali untuk setiap Lingkungan di luar kota. Di samping itu diselenggarakan pula Ekaristi khusus hari Sabtu dan Minggu dilakukan oleh 2 pastor di 2 tempat berbeda seperti Wirosari, Gundih, Godong, dan gereja Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Adapun jumlah jiwa dalam setiap keluarga terdiri dari 3-4 jiwa. Jumlah keluarga kecil tersebut dapat dimengerti bahwa dalam satu keluarga hanya terdapat ayah, ibu, dengan 2 anak. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi para pastor dan pelayan pastoral untuk memupuk dan menjaring benih-benih panggilan menjadi pelayan Tuhan seperti, pastor, bruder, maupun suster. Pertumbuhan warga yang cukup signifikan tampak di Wilayah kota, Wilayah timur dan Wilayah barat. Hal tersebut dimungkinkan karena banyak kaum urban yang datang ke Wilayah kota sebagai ibukota kabupaten dengan banyak instansi, perusahaan, dan sekolah. Munculnya banyak perumahan baru dan kos-kosan serta rumah hunian baru di Wilayah kota yang beragama Katolik menunjukkan adanya perkembangan yang cukup pesat warga di Wilayah kota. Sementara itu perkembangan warga di Wilayah timur dan barat di topang oleh adanya akses ekonomi lintas kota yang melalui wilayah tersebut. Kota Wirosari di Wilayah timur memiliki kekuatan ekonomi dan sentral bisnis yang sangat kuat, sehingga banyak pendatang dari luar kota yang pada akhirnya berdomisili dan berbisnis di wilayah ini. Perkembangan di Wilayah barat pun demikian, sebagai wilayah yang dilalui jalur ekonomi lintas kota (Purwodadi – Semarang), Wilayah barat memiliki kemampuan ekonomi yang relatif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
menjanjikan, usaha pertanian dan industri justru semakin kuat di Wilayah barat meski pertumbuhannya belum seperti Wilayah timur. Sementara itu perkembangan warga di Wilayah selatan dan utara tidak secepat perkembangan warga di Wilayah timur dan barat. Kedua wilayah ini secara geografis memiliki tantangan tersendiri. Dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit, berbelok dan curam memiliki tantangan lebih bagi para pastor dan para pelayan pastoral. Akses jalan yang sangat sulit, rusak dan licin merupakan hambatan yang berat bagi pastor dan pelayan pastoral untuk memberikan pelayanannya kepada warga. Kondisi geografis yang tidak bersahabat tersebut tidak mengurangi semangat para pastor untuk tetap melakukan pelayanan dan reksa pastoral di Lingkungan-lingkungan terkhusus bagi Lingkungan-lingkungan dengan medan yang sulit dan jauh dari Paroki (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 27-28).
3) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan Tabel 5. Jenis kelamin Jenis Kelamin No
Wilayah
Jumlah Umat Laki-laki
Perempuan
1.
Wilayah Kota
414
476
890
2.
Wilayah Timur
148
166
314
3.
Wilayah Selatan
60
80
140
4.
Wilayah Barat
76
98
174
5.
Wilayah Utara
68
59
127
766
879
1.645
Total per Paroki (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 29)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
Tabel 6. Jenis Kelamin (%) No
Jenis Kelamin
Wilayah
Laki-laki
Jumlah Umat
Perempuan
1.
Wilayah Kota
46,5
53,5
890
2.
Wilayah Timur
47,1
53,9
314
3.
Wilayah Selatan
42,9
57,1
140
4.
Wilayah Barat
43,7
56,3
174
5.
Wilayah Utara
53,5
46,5
127
46,6
53,5
1.645
Persentase Jumlah Umat (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 29)
297
199
370
3
2
5
9
5
890
2.
Wilayah Timur
107
74
118
2
-
6
3
4
314
3.
Wilayah selatan
49
35
52
-
-
4
-
-
140
4.
Wilayah Barat
66
33
72
1
-
2
-
-
174
5.
Wilayah Utara
48
28
48
-
-
3
-
-
127
567
369
660
6
2
20
12
9
1.645
Famili Lain
Jumlah Umat
Total per Paroki
Anak Angkat Cucu
Kakak/ Adik Famili Lain
Wilayah Kota
Wilayah
Orangtua
Anak
1.
No
Kep.RT
Pasangan
Hubungan Anggota Rumah Tangga
Jumlah Umat
Tabel 7. Hubungan Anggota Rumah Tangga
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 29)
Tabel 8. Hubungan Anggota Rumah Tangga (%)
Kakak/ Adik
Orangtua
Cucu
Anak Angkat
Anak
Wilayah
Pasangan
No.
Kep.RT
Hubungan Anggota Rumah Tangga
1.
Wilayah Kota
33,4
22,4
41,6
0,3
0,2
0,6
1,0
0,6
890
2.
Wilayah Timur
34,1
23,6
37,6
0,6
0,0
1,9
1,0
1,3
314
3.
Wilayah selatan
35,0
25,0
37,1
0,0
0,0
2,9
0,0
0,0
140
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
4.
Wilayah Barat
37,9
19,0
41,4
0,6
0,0
1,1
0,0
0,0
5.
Wilayah Utara
37,8
22,0
37,8
0,0
0,0
2,4
0,0
0,0
174 127
Persentase Jumlah Umat
34,5
22,4
40,1
0,4
0,1
1,2
0,7
0,5
1.645
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 29)
Dari tabel di atas yang diambil dari buku Pastoral Berbasis Data Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, komposisi usia antara warga pria dan wanita di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi relatif seimbang. Jumlah warga pria 766 jiwa (46,6%) dan wanita 879 jiwa (53,4%). Data ini tentunya harus diamati secara teliti dan seksama dengan perbandingan antara jenis kelamin pada usia, pendidikan, pekerjaan, kesehatan di setiap Lingkungan dapat ditentukan metodemetode yang tepat untuk pewartaan dan reksa pastoral di setiap Lingkungan. Bila dihubungkan dengan data usia, data jenis kelamin dan hubungan kekeluargaan dapat pula dianalisa keterlibatan warga dalam hidup menggereja. Dari keterlibatan PIA, PIR dan OMK dapat menunjukkan peran orangtua dalam memberikan dukungan dan semangat bagi putra-putrinya untuk hidup menggereja (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 28-29).
4) Kesukuan (Etnis) Tabel 9. Suku Bangsa
Jumlah Umat
lainnya
Papua
sulawesi
Nusa Tenggara
Kalimantn
Sumatra
Tionghoa
Wilayah Jawa
No
Sunda/Bai
Suku Bangsa
1.
Wilayah Kota
708
137
2
-
1
3
1
2
36
890
2.
Wilayah Timur
244
17
-
-
-
-
1
1
51
314
3.
Wilayah Selatan
133
4
-
-
-
-
3
-
-
140
4.
Wilayah Barat
154
15
-
-
-
5
-
-
-
174
5.
Wilayah Utara
127
-
-
-
-
-
-
-
-
127
1.366
173
2
0
1
8
5
3
87
1.645
Total per Paroki
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 30)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
Tabel 10. Suku Bangsa (%)
Jumlah Umat
Lainnya
Papua
sulawesi
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sumatra
Sunda/Bali
Wilayah Jawa
No
Tionghoa
Suku Bangsa
1.
Wilayah Kota
79,6
15,4
0,2
0,0
0,1
0,3
0,1
0,2
4,0
890
2.
Wilayah Timur
77.7
5,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,3
0,3
16,2
314
3.
Wilayah Selatan
95,0
2,9
0,0
0,0
0,0
0,0
2,1
0,0
0,0
140
4.
Wilayah Barat
88,5
8,6
0,0
0,0
0,0
2,9
0,0
0,0
0,0
174
5.
Wilayah Utara
100,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
127
Persentase Jumlah Umat
83,0
10,5
0,1
0,0
0,1
0,5
0,3
0,2
5,3
1.645
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 30)
5) Struktur Usia Setiap kelompok mencerminkan kekayaan, tantangan, dan masalahnya dalam pendataan tahun 2011, pengelompokan didasarkan kepada usia anak sekolah, usia produktif (kerja), dan usia purnakarya. Kelompok usia anak sekolah mencakup: a)
Anak-anak yang belum sekolah (0-6 tahun)
b) Anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) c)
Usia anak sekolah lanjutan tingkat pertama (13-15 tahun)
d) Usia anak sekolah lanjutan tingkat atas (16-18 tahun) Kelompok usia produktif mencakup: a)
Usia kerja 15 tahun (masih sekolah dan kuliah) berkat perkembangan ekonomi dan pendidikan, banyak anak yang sudah termasuk usia kerja saat ini masih berada di bangku sekolah ataupun kuliah, setelah pendidikan SMP, beberapa orang muda (19-25 tahun) melanjutkan pendidikan mereka di tingkat Perguruan Tinggi, sementara yang lain memilih untuk bekerja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
b) Usia 15-59 tahun (kerja) kelompok ini merupakan tulang punggung bagi perekonomian keluarga. Kelompok usia purnakarya mencakup: Generasi adi usia / usia lanjut (>60 tahun) Beberapa dari mereka ini masih produktif dan memiliki waktu luang untuk melibatkan diri dalam Gereja dan masyarakat. Namun disadari juga bahwa kelompok ini rentan penyakit karena faktor umur (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 30-31). Tabel 11. Kelompok Usia Jumlah Umat
Kelompok Usia
79
59
142
130
138
84
56
890
21
17
19
46
38
43
38
32
314
3.
Wilayah Selatan
10
9
4
1
13
9
26
33
16
33
8
140
4.
Wilayah Barat
6
17
8
9
21
11
11
24
28
24
9
174
5.
Wilayah Utara
3
18
4
4
14
6
18
8
14
8
23
127
93
148
65
70
144
104
243
224
239
187
128
1.645
70 +
7-12
0-6 Total per Paroki
60-69
35
15
50-59
34
27
40-49
77
18
30-39
56
Wilayah Timur
25-29
Wilayah Kota
2.
19-24
1.
16-18
Wilayah 13-15
No.
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 32)
Tabel 12. Kelompok Usia (%)
70 +
60-69
50-59
40-49
30-39
25-29
19-24
16-18
13-15
7-12
Wilayah 0-6
No.
Jumlah Umat
Kelompok Usia
1.
Wilayah Kota
6,3
8,7
3,8
3,9
8,9
6,6
16,0
14,6
15,5
9,4
6,3
890
2.
Wilayah Timur
5,7
8,6
4,8
6,7
5,4
6,1
14,6
12,1
13,7
12,1
10,2
314
3.
Wilayah Selatan
7,1
6,4
2,9
0,7
9,3
6,4
18,6
7,9
11,4
23,6
5,7
140
4.
Wilayah Barat
3,4
9,8
4,6
5,2
12,1
6,3
6,3
17,2
16,1
13,8
5,2
174
5.
Wilayah Utara
2,4
14,2
3,1
3,1
11,0
4,7
14,2
11,8
11,0
6,3
18,1
127
5,7
9,0
4,0
4,3
8,8
6,3
14,8
13,6
14,5
11,4
7,8
1.645
Persentase Jumlah Umat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 32)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
Buku Pastoral Berbasis Data Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi mencatat bahwa usia anak sekolah di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi sebesar 429 jiwa, semua wilayah di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi memiliki kekayaan generasi penerus sehingga menjadi informasi yang penting bagi pembinaan anak-anak dalam semua aspek (intelektual, emosional, sosialitas, religiusitas, dan budaya) baik dalam keluarga-keluarga maupun institusi pendidikan. Hal ini diperlukan juga kerja sama di tingkat Lingkungan dan Wilayah untuk membuat sebuah gerakan bersama untuk ikut mempersiapkan generasi masa depan. Diperlukan juga motivasi dari para orangtua agar mendorong putra-putrinya untuk mengikuti kegiatan di dalam Gereja seperti PIA, PIR, misdinar, dan OMK. Terdapat 218 (13,3%) usia sekolah menengah keatas dan pendidikan tinggi yang berusia antara 16 hingga 24 tahun di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dan hampir setengah dari warga Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi (812 orang, 49,4%) berusia produktif (25-59 tahun). Mereka ini menjadi tumpuan kehidupan keluarga dan memiliki peran yang khas dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih dari sepersepuluh (311 orang, 18,1%) warga sudah memiliki pengalaman hidup yang cukup luas dan sudah makan asam garam kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kelompok ini mendapat tempat yang istimewa karena dituakan. Gereja diundang untuk mengoptimalkan kelompok ini bagi kehadirannya di tengah masyarakat dan bagi kehidupan internal. Beberapa kegiatan pastoral yang dapat dikembangkan antara lain paguyuban orang tua (misal: perkumpulan Santa Monika, woro semedi, kelompok guru-guru alumnus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
SPG Ambarawa), kelompok kreatif (misal: kelompok keroncong lintas agama, arisan para istri tukang becak), karya kesehatan (misal: pengobatan gratis yang dilakukan setiap hari Minggu setelah perayaan Ekaristi) dan karya sosial (misal: pasar murah, kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan, membagikan sembako menjelang perayaan Natal dan Paskah, membantu memperbaiki rumah yang tidak layak dihuni, mendirikan posko bencana dan dapur umum) (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 31-32).
b.
Situasi Sosial Ekonomi
1) Keadaan Ekonomi keluarga Dalam pendataan 2011-2012 dibedakan menjadi tiga yaitu belum menikah, berkeluarga, dan janda/duda. Sedangkan untuk pengelompokan berdasarkan status ekonomi keluarga dapat dibagi 3 yaitu kategori keluarga dapat membantu, biasa, dan perlu dibantu. Keluarga bisa membantu adalah rumah tangga yang memiliki kemampuan ekonomi mapan, rumah cukup besar, kendaraan (mobil dan motor), dan kekayaan yang di atas rata-rata masyarakat sekitarnya. Keluarga biasa adalah mereka yang memiliki penghasilan tetap, rumah permanen ukuran sedang, dengan standar kehidupan yang biasa, memiliki kendaraan pribadi (motor) dan /atau memiliki sarana standar bagi kehidupan. Keluarga perlu dibantu adalah mereka yang memiliki rumah sendiri namun kurang layak atau rumah kontrakan. Dalam hal ini mencakup mereka yang menumpang tinggal, bekerja kasar dan berpenghasilan rendah. Sering kali mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, kebutuhan pendidikan, dan kesehatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
Pengelompokan status ekonomi keluarga ditujukan untuk mengetahui kekuatan ekonomi warga secara global. Data tersebut dapat membantu para pelayan pastoral memahami perilaku warga Katolik dalam sebuah wilayah tertentu. Pusat perhatian pastoral adalah keadaan ekonomi keluarga yang perlu dibantu. Gereja bukanlah sebuah organisasi demi sebuah keuntungan. Namun Gereja juga ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya. Ajaran Sosial Gereja tentang solidaritas dan kesetiakawanan menjadi acuan untuk keterlibatan Gereja bagi kehidupan sosial ekonomi warganya . Tabel 17. Status Ekonomi Keluarga Status Ekonomi Keluarga No. 1.
Wilayah
Keluarga
6
12
32
2
46
-
9
1
10
10
5
1
16
101
119
18
238
12
36
10
58
-
-
1
1
17
15
6
38
Janda/Duda
4
2
4
10
Wilayah
Single
3
4
6
13
Barat
Keluarga
41
29
9
79
Janda/Duda
7
7
5
19
Wilayah
Single
3
2
12
17
Utara
Keluarga
6
15
7
28
Janda/Duda
-
2
3
5
217
283
89
589
Single
Kota
Keluarga Janda/Duda
2.
Wilayah
Single
Timur
Keluarga Janda/Duda
3.
4.
5.
Jumlah KK
Perlu dibantu 4
Wilayah
Bs. Membantu 1
Wilayah
Single
Selatan
Keluarga
Total per Paroki (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 34)
Biasa
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Tabel 18. Status Ekonomi (%) Status Ekonomi Keluarga No. 1.
Wilayah
Keluarga
Wilayah
Single
Kota
Keluarga
Bs. Membantu 9,1
Janda/Duda 2.
3.
4.
5.
Jumlah KK
54,5
Perlu dibantu 36,4
26,1
69,6
4,3
46
0,0
90,0
10,0
10
Biasa
11
Wilayah
Single
62,5
31,3
6,3
16
Timur
Keluarga
42,4
50,0
7,6
238
Janda/Duda
20,7
62,1
17,2
58
0,0
0,0
0,0
1
Wilayah
Single
Selatan
Keluarga
44,7
39,5
15,8
38
Janda/Duda
40,0
20,0
40,0
10
Wilayah
Single
23,1
30,8
46,2
13
Barat
Keluarga
51,9
36,7
11,4
79
Janda/Duda
36,8
36,8
26,3
19
Wilayah
Single
17,6
11,8
70,6
17
Utara
Keluarga
21,4
53,6
25,0
28
0,0
40,0
60,0
5
36,8
48,0
15,1
589
Janda/Duda Persentase Jumlah Umat (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 35)
Pendataan tahun 2011-2012 buku Pastoral Berbasis Data Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi mencatat bahwa sebagian besar (84,9 %) keluargakeluarga di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi memiliki kehidupan ekonomi yang mencukupi. Di antara mereka, sebesar 48% merupakan keluarga biasa. Sedangkan yang dapat dikatakan berstatus ekonomi keluarga yang bisa membantu sebesar 36,8%. Sementara itu, terdapat 15,1% keluarga yang digolongkan masuk status ekonomi keluarga yang perlu dibantu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Sebesar 15,1 % atau 89 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu terbagi dalam 5 Wilayah yaitu: a)
Wilayah Kota, terdapat 29 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu, terutama Lingkungan II St. Andreas (Single 1 KK, Keluarga 9 KK dan Janda/Duda 5 KK)
b) Wilayah Timur, terdapat 20 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu, terutama Lingkungan Tambahrejo (Single 5 KK, Keluarga 1 KK dan Janda/Duda 2 KK) c)
Wilayah Selatan, terdapat 11 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu, terutama Lingkungan Gundih (Single 1 KK, keluarga 5 KK dan Janda/Duda 3 KK)
d) Wilayah Barat, terdapat 7 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu, terutama Lingkungan Juwangi (Single 3 KK, Keluarga 1KK dan Janda/Duda 1 KK) e)
Wilayah Utara, terdapat 22 KK yang masuk kategori status ekonomi keluarga yang perlu dibantu, terutama Lingkungan Kemadohbatur (Single 10 KK, Keluarga 3 KK dan Janda/Duda 3 KK) Sebagai bentuk perhatian terhadap umat KLMTD, Paroki membantu untuk
memperbaiki beberapa rumah warga yang kurang layak sehingga menjadi layak untuk ditempati. Paroki juga memberikan paket sembako kepada warga KLMTD secara aksidental (Prapaskah dan Adven). Dalam bidang kesehatan, Paroki mengadakan pengobatan gratis di desa-desa sekitar Grobogan dan melakukan kunjungan (dalam tim: romo, dokter, perawat dan tim PSE) dan pemeriksaan kesehatan kepada warga Katolik KLMTD. Selain itu, Paroki juga membantu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
pengadaan air bersih di dusun Guwo, (pendudukan 100% beragama Islam), Desa Kemadohbatur, Kecamatan Tawangharjo (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 35-37).
2) Kegiatan Ekonomi Dalam pendataan KAS, mereka yang dikategorikan memiliki kegiatan ekonomi atau termasuk angkatan kerja adalah warga Katolik yang berusia lebih dari 15 tahun. Mereka dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari 75 jenis kegiatan ekonomi. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dibuat kategori sebagai berikut: a)
Terampil: ahli ekonomi, dokter hewan, kontraktor, olahragawan, pejabat DPR, pemborong, penerbangan, pengarang, psikolog, tenaga managemen, manager, peneliti, dan konsultan.
b) Pendidik: pengajar pra sekolah, SD, SLB, SMP, SMA, dosen, katekis, dan guru agama. c)
Kesehatan: apoteker, bidan, dokter gigi, dokter umum/ahli, dan perawat.
d) Pegawai: petugas pelaksanaan, pemegang kas, pemelihara gedung, pekerja sosial, PNS, polisi, tentara, tenaga pemasaran, dan tenaga adminitrasi. e)
Usaha perdagangan: besar, sedang, dan kecil.
f)
Setengah terampil: guide tourist, satpam, penjual jasa, jasa uang, swasta, dan tenaga jasa.
g) Tukang: juru masak, pandai besi, pemahat, teknisi, tukang batu, tukang cat, tukang jahit, kayu, las listrik, dan pengrajin kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
h) Tidak terampil: buruh tani, pekerja kasar/buruh, petani/peternak, sopir, serabutan, buruh pabrik, perusahaan, tambang, dan nelayan. i)
Suster/romo/bruder
j)
Sekolah: pelajar dan mahasiswa
k) Ibu rumah tangga l)
Pensiun/invalid
m) Non job: non job, PHK dan mencari pekerjaan. Tabel 19. Kegiatan Ekonomi Umat Kegiatan Ekonomi Keluarga
Belum Tahu
Non Job
Pensiun/Invalid
IRT
Sekolah
R-B-S
Tdk Terampil
Tukang
Setengah Terampil
Usaha
Pegawai
Kesehatan
Pendidik
Wilayah
Terampil
Jumlah No
Umat ≥ 15 th
1.
Wilayah Kota
20
33
15
114
59
123
2
19
-
72
101
58
34
63
713
2.
Wilayah Timur
1
10
2
38
35
25
1
43
3
31
34
10
11
9
253
3.
Wilayah Selatan
-
7
2
9
6
27
-
14
-
8
17
20
6
1
117
4.
Wilayah Barat
4
24
2
14
5
13
1
8
-
18
26
11
1
14
141
5.
Wilayah Utara
2
5
1
8
2
7
3
21
1
15
22
8
2
4
101
27
79
22
183
107
195
7
105
4
144
200
107
54
91
1.325
Total per Paroki
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 37)
Tabel 20. Kegiatan Ekonomi Umat (%)
IRT
Non Job
Belum Tahu
Pensiun/Invalid
Sekolah
2,1
16,0
8,3
17,3
0,3
2,7
-
10,1
14,2
8,1
4,8
8,8
713
4,0
0,8
15,0
13,8
9,9
0,4
17,0
1,2
12,3
13,4
4,0
4,3
3,6
253
3.
Wilayah Selatan
-
6,0
1,7
7,7
5,1
23,1
-
12,0
-
6,8
14,5
17,1
5,1
0,9
117
4.
Wilayah Barat
2,8
17,0
1,4
9,9
3,5
9,2
0,7
5,7
-
12,8
18,4
7,8
0,7
9,9
141
5.
Wilayah Utara
2,0
5,0
1,0
7,9
2,0
6,9
3,0
20,8
1,0
14,9
21,8
7,9
2,0
4,0
101
2,0
6,0
1,7
13,8
8,1
14,7
0,5
7,9
0,3
10,9
15,1
8,1
4,1
6,9
1.325
Persentase Jumlah Umat
Pendidik
R-B-S
4,6
0,4
Tukang
2,8
Wilayah Timur
Setengah Terampil
Wilayah Kota
2.
Wilayah
Usaha
1.
No
Terampil
Pegawai
Jumlah
Kesehatan
Tdk Terampil
Kegiatan Ekonomi Keluarga
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 37)
Dari tabel di atas, jumlah warga aktual dan berdomisili di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi adalah 1.645 orang. Dari jumlah tersebut yang
Umat ≥ 15 th
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
termasuk angkatan kerja sejumlah 1.325 orang (80,55 %) dan 320 orang (19,45 %) bukan angkatan kerja. Di antara angkatan kerja tersebut yang dikatakan bekerja dan memberi penghasilan yaitu 27 orang (2,0 %) tenaga terampil, 79 orang (6,0 %) tenaga pendidik, 22 orang (1,7 %) tenaga kesehatan, 183 orang (13,8 %) pegawai, 107 orang (8,1 %) di bidang usaha, 195 orang (14,7 %) tenaga setengah terampil, 4 orang (0,3 %) romo/bruder/suster. Sedangkan dikatakan tidak bekerja dan tidak memberikan penghasilan yaitu 144 orang (10,9 %) pelajar dan mahasiswa, 200 orang (15,1 %) ibu rumah tangga, 107 orang (8,1 %) pensiun, dan 54 orang (4,1 %) sedang tidak memiliki pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat 729 orang yang bekerja dan memberi penghasilan atau 44,3 % dari total warga aktual dan berdomisili di Paroki, dan sejumlah 596 orang tidak bekerja dan tidak memberi penghasilan. Kegiatan ekonomi warga Katolik Purwodadi berpusat di Wilayah kota, terlihat dari jumlah usia produktif ( ≥15 tahun) sebanyak 713 orang (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 37-38). Tabel 21. Kegiatan Ekonomi Umat Menurut Kelompok Usia Jumlah Umat ≥ 15 th
Pensiun/ Invalid
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
-
-
-
-
-
-
-
44
-
-
2
15
61
3.
19 – 24
3
3
-
3
1
8
-
2
-
85
4
-
14
21
144
4.
25 – 29
3
9
4
17
4
21
-
3
2
14
2
-
12
12
103
5.
30 – 39
7
12
6
43
28
76
3
17
-
1
28
-
8
15
244
6.
40 – 49
9
18
10
40
29
47
2
12
-
-
42
1
5
10
225
7.
50 – 59
2
29
2
60
24
27
-
21
2
-
50
11
4
7
239
8.
60 +
3
8
-
20
21
16
2
50
-
-
74
95
9
11
309
Total per Paroki
27
79
22
183
107
195
7
105
4
144
200
107
54
91
1.325
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 38)
Non Job
IRT
-
-
Sekolah
Tukang
-
-
R-B-S
Setengah Terampil
-
16 – 18
Tdk Terampil
Usaha
15
2.
Pendidik
1.
Terampil
Pegawai
Kelompok Usia
Kesehatan
No
Belum Tahu
Kegiatan Ekonomi Keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
Tabel 21. Kegiatan Ekonomi Umat Menurut Kelompok Usia (%) Jumlah Umat ≥ 15 th
Tahu
Belum
Non Job
Invalid
Pensiun/
IRT
Sekolah
R-B-S
Tdk Terampil
Tukang
Setengah Terampil
Usaha
Pegawai
Kesehatan
Pendidik
Terampil
No
Kelompok Usia
Kegiatan Ekonomi Keluarga
1.
15
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
2.
16 – 18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
72,1
-
-
3,3
24,6
61
3.
19 – 24
2,1
2,1
-
2,1
0,7
5,6
-
1,4
-
59,0
2,8
-
9,7
14,6
144
4.
25 – 29
2,9
8,9
3,9
16,5
3,9
20,4
-
2,9
1,9
13,6
1,9
-
11,7
11,7
103
5.
30 – 39
2,9
4,9
2,5
17,6
11,5
31,1
1,2
7,0
-
0,4
11,5
-
3,3
6,1
244
6.
40 – 49
4,0
8,0
4,4
17,8
12,9
20,9
0,9
5,3
-
-
18,7
0,4
2,2
4,4
225
7.
50 – 59
0,8
12,1
0,8
25,1
10,0
11,3
-
8,8
0,8
-
20,9
4,6
1,7
2,9
239
8.
60 +
1,0
2,6
-
6,5
6,8
5,2
0,6
16,2
-
-
23,9
30,7
2,9
3,6
309
2,0
6,0
1,7
13,8
8,1
14,7
0,5
7,9
0,3
10,9
15,1
8,1
4,1
6,0
1.325
Persentase Jumlah Umat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 38)
Dari data di atas, yang perlu kita perhatikan ada 54 jiwa yang tidak memiliki pekerjaan. Khususnya mereka yang berusia 25-59 tahun, karena tergolong usia produktif. Dewan Paroki berusaha untuk memberi perhatian dengan menyatukan mereka dalam usaha simpan pinjam dan Usaha Kecil Mandiri (misal: membuat sale pisang, roti, kue, jamu). Paroki juga mengikut sertakan mereka dalam perlatihan-pelatihan yang diadakan oleh kevikepan dan keuskupan (misal: pelatihan PSE dalam hari pangan sedunia setiap setahun sekali dan pelatihan oleh Lembaga Pemberdayaan Usaha Buruh Tani Nelayan) (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 38).
3) Tingkat Pendidikan Setiap jenjang pendidikan mencerminkan potensi intelektual dan tantangannya. Keadaan pendidikan sebuah masyarakat akan menjadi salah satu unsur penentu dalam pembentukan karakter masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka perilaku mereka semakin bertanggung jawab. Keadaan pendidikan ini juga mempengaruhi pola relasi antar pribadi dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
masyarakat. Dinamika kehidupan Gereja dalam hal kerygma, liturgi, diakonia, dan kainonia akan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan warga dan ketersediaan waktu mereka. Tabel 23. Status Pendidikan Umat
Jumlah Umat
Putus Sekolah
0-6 th
Masih Sekolah
S2-S3
S1
D1-D3
SMA
SMP
Wilayah
SD
No
Buta Aksara
Status Pendidikan
1.
Wilayah Kota
-
61
82
269
74
149
14
176
65
-
890
2.
Wilayah Timur
3
66
32
83
11
28
1
68
22
-
314
3.
Wilayah Selatan
1
14
25
41
9
21
1
18
10
-
140
4.
Wilayah Barat
-
16
13
47
12
32
3
41
9
1
174
5.
Wilayah Utara
-
31
15
28
8
9
2
29
5
-
127
4
188
167
468
114
239
21
332
111
1
1.645
Total per Paroki
(Tim Penyusunan HYMK Purwodadi, 2013: 39)
Tabel 23. Status Pendidikan Umat (%) Jumlah Umat
Putus Sekolah
0-6 th
Masih Sekolah
S2-S3
S1
D1-D3
SMA
SMP
Wilayah
SD
No
Buta Aksara
Status Pendidikan
1.
Wilayah Kota
0,0
6,9
9,2
30,2
8,3
16,7
1,6
19,8
7,3
0,0
890
2.
Wilayah Timur
1,0
21,0
10,2
26,4
3,5
8,9
0,3
21,7
7,0
0,0
314
3.
Wilayah Selatan
0,7
10,0
17,9
29,3
6,4
15,0
0,7
12,9
7,1
0,0
140
4.
Wilayah Barat
0,0
9,2
7,5
27,0
6,9
18,4
1,7
23,6
5,2
0,6
174
5.
Wilayah Utara
0,0
24,4
11,8
22,0
6,3
7,1
1,6
22,8
3,9
0,0
127
0,2
11,4
10,2
28,4
6,9
14,5
1,3
20,2
6,7
0,1
1.645
Persentase Jumlah Umat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 39)
Berdasarkan pendataan warga 2011-2012, warga Paroki Hati Yesus Maha Kudus memiliki pendidikan yang cukup. Mereka terbagi 260 jiwa yang berpendidikan strata, 114 jiwa yang berpendidikan diploma, 468 jiwa yang berpendidikan SMA, 167 jiwa yang berpendidikan SMP, dan 332 jiwa yang masih sekolah. Sedangkan mereka yang hanya mengenyam pendidikan dasar berjumlah 188 (10,3 %), 1 orang yang putus sekolah, dan 4 orang buta aksara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
4 orang yang buta aksara berumur 46-60 tahun, berasal dari lingkungan yang tingkat ekonominya rendah. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai petani dan peternak, tetapi mereka aktif dalam kegiatan di gereja dan Lingkungan. Dalam hal ini romo Paroki melayani perayaan Ekaristi bagi mereka dengan menggunakan bahasa Jawa karena menyesuaikan keadaan mereka (mereka tidak bisa berbahasa Indonesia). Paroki juga memberikan buku APP, buku BKSN, dan buku adven dalam bahasa Jawa (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 39-40).
c.
Situasi KeKatolikan Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Kabupaten
Grobogan tahun 1989 jumlah warga Katolik sebanyak 4.377 jiwa, namun dalam sensus umat Katolik tahun 1991 sejumlah 2.296 jiwa. Setelah diadakan pendataan kembali pada bulan Mei 2011-April 2012 secara kurang lebih merata dan lebih teliti ternyata warga Paroki Purwodadi berjumlah hampir 2.000 jiwa. Ada perbedaan angka 100% lebih dalam jumlah warga Katolik dari tahun 1989 sampai 2012, sehingga Tim Litbang Paroki berjuang untuk memperoleh data yang betulbetul mendekati valid.
1) Pastoral Anak-anak Tabel 25. Pastoral Anak-anak No
Wilayah
Pastoral Anak-anak 7 – 12 th
< 6 th
Jumlah Anak
1.
Wilayah Kota
56
77
133
2.
Wilayah Timur
18
27
45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
3.
Wilayah Selatan
10
9
19
4.
Wilayah Barat
6
17
23
5
Wilayah Utara
3
18
21
93
148
241
Total per Paroki (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 40)
Tabel 25. Pastoral Anak-anak (%) No
Wilayah
Pastoral Anak-anak < 6 th
7 – 12 th
Jumlah Anak
1.
Wilayah Kota
42,1
57,9
133
2.
Wilayah Timur
40,0
60,0
45
3.
Wilayah Selatan
52,6
47,4
19
4.
Wilayah Barat
26,1
73,9
23
5
Wilayah Utara
14,3
85,7
21
38,6
61,4
241
Persentase Jumlah Umat (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 40)
Perpaduan jumlah warga Katolik yang dewasa, orang muda, remaja dan anak-anak memperlihatkan data yang cukup berbeda. Orang dewasa lebih tinggi dalam hal jumlah. Secara kuantitatif anak-anak menyentuh angka 253 (usia SD ke bawah) yang tersebar di 5 Wilayah seParoki Purwodadi. Di 19 Lingkungan (per 15 Juli 2012 menjadi 26 lingkungan) memiliki anak-anak dalam jumlah yang berbeda-beda. Dalam beberapa Lingkungan yang tergabung dalam Wilayah, anakanak didampingi oleh para pendamping anak (PIA). Para pendamping dan anakanak melakukan kegiatan; pengajaran iman, latihan koor, terlibat dalam liturgi dan perayaan Natal-Paskah. Paroki mengakui belum semua anak yang terlibat dan kegiatan seringkali terpusat di Kota Purwodadi sehingga dirasakan cukup jauh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
bagi anak-anak di Lingkungan luar kota (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 40-41).
2) Pastoral OMK Tebel 27. Pastoral OMK No
Wilayah
Pastoral OMK 13-15 th
16-18 th
19-24 th
25–30 th
Jumlah OMK
1.
Wilayah Kota
34
35
79
77
225
2.
Wilayah Timur
15
21
17
25
78
3.
Wilayah Selatan
4
1
13
10
28
4.
Wilayah Barat
8
9
21
12
50
5.
Wilayah Utara
4
4
14
8
30
Total per Paroki
65
70
144
132
411
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 41)
Tebel 27. Pastoral OMK (%) No
Wilayah
Pastoral OMK 13-15 th
16-18 th
19-24 th
25–30 th
Jumlah OMK
1.
Wilayah Kota
15,1
15,6
35,1
34,2
225
2.
Wilayah Timur
19,2
26,9
21,8
32,1
78
3.
Wilayah Selatan
14,3
3,6
46,4
35,7
28
4.
Wilayah Barat
16,0
18,0
42,0
24,0
50
5.
Wilayah Utara
13,3
13,3
46,7
26,7
30
15,8
17,0
35,0
32,1
411
Persentase Jumlah Umat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 41)
Berbeda dengan tingkat di atas anak-anak yakni OMK. Orang Muda Katolik dalam rentang usia 13 s/d 30 tahun mencapai jumlah 412 orang. Dari jumlah tersebut 55% ada di wilayah Kota Purwodadi. Sebagian besar dari OMK
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
yang aktif di Paroki adalah usia SMP dan SMA, karena yang lain setelah lulus SMA langsung melanjutkan belajar ke Perguruan Tinggi di kota-kota lain (misal: Semarang, Yogya, Solo, dan Salatiga). Romo dan pendampingan awam mengarahkan OMK untuk saling mengenal dan membantu di antara mereka sendiri. Pertemuan rutin informal dilakukan seminggu sekali, di dalamnya terjadi perjumpaan di antara OMK sekaligus mengadakan latihan misdinar. Sarasehan APP, BKS, dan Adven juga menjadi sarana pembentukan diri mereka sebagai bagian dari kesatuan warga Allah yang tak terpisahkan. Pola pendampingan OMK kadang terjadi di masing-masing Wilayah ataupun separoki Purwodadi (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 41-42).
3) Pastoral Dewasa Tabel 29. Pastoral Dewasa Pastoral Dewasa No
Jumlah Orang Dewasa
Wilayah < 30 th (nikah)
30-39 th
40-49 th
50-59 th
60-69 th
70 th +
1.
Wilayah Kota
15
142
130
138
84
56
565
2.
Wilayah Timur
4
46
38
43
38
32
201
3.
Wilayah Selatan
1
26
11
16
33
8
95
4.
Wilayah Barat
5
11
30
28
24
9
107
5.
Wilayah Utara Total per Paroki
2
18
15
14
8
23
80
27
243
224
239
187
128
1.048
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 42)
Tabel 30. Pastoral Dewasa (%) Pastoral Dewasa No
Wilayah
< 30 th (nikah) 2,7
30-39 th
40-49 th
50-59 th
60-69 th
70 th +
Jumlah Orang Dewasa
1.
Wilayah Kota
25,1
23,0
24,4
14,9
9,9
565
2.
Wilayah Timur
2,0
22,9
18,9
21,4
18,9
15,9
201
3.
Wilayah Selatan
1,1
27,4
11,6
16,8
34,7
8,4
95
4.
Wilayah Barat
4,7
10,3
28,0
26,2
22,4
8,4
107
5.
Wilayah Utara
2,5
22,5
18,8
17,5
10,0
18,8
80
2,6
23,2
21,4
17,8
17,8
12,2
1.048
Persentase Jumlah Umat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 42)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
Terbaca jumlah warga dewasa Paroki Purwodadi 1.039 jiwa. Dalam Wilayah kota sendiri mencapai 559 jiwa yang tersebar dalam 5 Lingkungan dan dalam perkembangan berkembang menjadi 12 Lingkungan. De facto, pelayanan dan pendampingan warga dewasa sering berfokus di Wilayah kota, meskipun demikian perhatian pastoral warga dewasa untuk ke-4 Wilayah lain (timurselatan-barat-utara) tetap tertangani. Program patoral yang pokok menginduk pada program kuskupan (ARDAS KAS) yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan dari liturgi, pewartaan sampai dengan pelayanan kemasyarakatan. Antusiasme warga untuk mengikuti dan terlibat dalam program pastoral kurang lebih masih 65% (dari laporan para ketua Lingkungan dan pengamatan romo serta pengurus dewan harian). Pastoral warga dewasa yang mudah dilakukan dengan menggerakkan mereka untuk berani menjadi pengurus Lingkungan, menjadi pewarta sabda dengan berani menekuni Kitab Suci dan membagikannya kepada warga yang lain. Pastoral warga dewasa paruh baya dilakukan dengan menumbuhkan semangat untuk bertanggung jawab pada imannya dengan menjadi soko guru iman di Lingkungan, terlibat dalam tim kerja di dewan Paroki baik dalam perayaan rutin Natal-Paskah maupun dalam sosial ekonomi dan menjadi ujung tombak Gereja di tengah masyarakat. Romo mendampingi warga dewasa paruh baya dengan membantu pemberian diri mereka baik sebagai prodiakon, fasilitator kegiatan APP-BKSN-Adven juga sebagai pelopor kehadiran dan keterlibatan dalam Lingkungan-Wilayah-Paroki. Bagi warga dewasa usia senja (tua), Paroki memperhatikan mereka dengan kunjungan dan tetap melibatkan mereka dalam program-program Paroki sejauh mereka masih mampu (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 42-43).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
4) Pastoral Keluarga Tabel 31. Status Hidup Berkeluarga
Ditinggal Pasangan
Janda/ Duda
Hidup bersama
Nikah Adat
R-B-S Asli
≥ 15th
Luar Gereja
Jumlah Umat
Beda Gereja
Wilayah Kota
226
387
16
6
36
3
1
63
-
-
-
-
738
2.
Wilayah Timur
72
135
15
1
9
2
1
20
-
-
-
3
258
3.
Wilayah Selatah
36
67
1
-
2
3
-
10
-
-
-
-
119
4.
Wilayah Utara
48
72
14
1
3
-
1
7
-
-
-
-
146
5.
Wilayah Barat
31
56
2
1
10
-
-
5
-
-
-
-
105
413
717
48
9
60
8
3
105
0
0
0
3
1.366
Total per Paroki
R-B-S Kerja
Beda Agama
Bermasalah
Nikah Katolik
1.
Wilayah
Blm Nikah
No
Status Hidup Berkeluarga
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 43)
Tabel 32. Status Hidup Berkeluarga (%)
R-B-S Asli
R-B-S Kerja
Jumlah Umat ≥ 15th
Hidup bersama
30,6
52,4
2,2
0,8
4,9
0,4
0,1
8,5
0,0
0,0
0,0
0,0
738
Wilayah Timur
27,9
52,3
5,8
0,4
3,5
0,8
0,4
7,8
0,0
0,0
0,0
1,2
258
3.
Wilayah Selatan
30,3
56,3
0,8
0,0
1,7
2,5
0,0
8,4
0,0
0,0
0,0
0,0
119
4.
Wilayah Barat
32,9
49,3
9,6
0,7
2,1
0,0
0,7
4,8
0,0
0,0
0,0
0,0
146
5.
Wilayah Utara
29,5
53,3
1,9
1,0
9,5
0,0
0,0
4,8
0,0
0,0
0,0
0,0
105
Peresentase Jumlah Umat
30,2
52,5
3,5
0,7
4,4
0,6
0,2
7,7
0,0
0,0
0,0
0,2
1.366
Nikah Adat
Janda/ Duda
Bermasalah
Ditinggal Pasangan
Wilayah Kota
2.
Luar Gereja
Beda Gereja
1.
Blm Nikah
Beda Agama
Nikah Katolik
Wilayah
No
Status Hidup Berkeluarga
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 43)
Gereja Katolik selalu berharap dan mengajak warga Katolik untuk mempersiapkan perkawinan mereka sehingga mereka bisa menikah dalam Gereja Katolik dengan baik tanpa harus didahului dengan dispensasi dari halangan perkawinan. Namun kondisi riil di lapangan menunjukkan harapan itu tidaklah mudah, karena berdasarkan data Paroki masih ada hampir 60 keluarga yang menikah dengan dispensasi bahkan 60 pasutri (pasangan suami-istri) belum membereskan perkawinan mereka menurut iman dan hukum Katolik. Dari pihak romo Paroki tidak pernah berhenti untuk memberi motivasi dan perhatian kepada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
mereka yang belum menikah secara Katolik agar segera membereskan perkawinan mereka, namun dari mereka sendiri kurang memberikan perhatian terhadap kondisi perkawinan mereka. Sampai saat ini romo Paroki telah membantu membereskan 5 kasus perkawinan dengan pembaharuan perkawinan. Selain itu, romo juga telah mengajukan 2 pasutri kepada panitia pastoral perkawinan Keuskupan Agung Semarang dengan memohon ijin untuk menerima komuni dan sudah dikabulkan oleh panitia. Paroki telah berusaha untuk mendampingi keluarga-keluarga muda dengan mengikutsertakan mereka dalam kegiatan Familly Schooling yang diadakan oleh tim pastoral keluarga MSF. Paroki belum melakukan program pendampingan rutin kepada keluarga-keluarga. Secara minimal, Paroki baru melakukan pembaharuan janji perkawinan yang dilakukan dalam setiap Ekaristi Pesta Keluarga Kudus. Selain itu, perhatian Paroki untuk istri yang telah ditinggal mati suaminya telah dilakukan oleh Paroki dengan pendampingan melalui paguyuban janda Santa Monica Paroki (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 43-44). Tabel 33. Status Hidup Berkeluarga Berdasarkan kelompok Usia
Janda/ Duda
Hidup bersama
Nikah Adat
R-B-S Asli
R-B-S Kerja
Jumlah Umat ≥ 15th
1
1
1
-
-
-
-
-
1
345
11
4
4
2
1
-
-
-
-
-
253
3.
40 – 49
15
176
13
2
3
1
2
12
-
-
-
-
224
4.
50 – 59
9
173
8
1
20
3
-
23
-
-
-
2
239
5.
60 – 69
4
129
10
1
13
-
-
30
-
-
-
-
187
6.
70 +
1
53
4
-
19
1
-
40
-
-
-
-
118
413
717
48
9
60
8
3
105
0
0
0
3
1.366
Total per Paroki
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 44)
Bermasalah
2
164
Ditinggal pasangan
22
67
Luar Gereja
317
30 – 39
Beda Gereja
15 – 29
2.
Beda Agama
1.
No
Nikah Katolik
Umur
Blm Nikah
Status Hidup Berkeluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Tabel 34. Status Hidup Berkeluarga Berdasarkan kelompok Usia (%)
≥ 15th
Jumlah Umat
R-B-S Kerja
15 – 29
91,9
6,4
0,6
0,3
0,3
0,3
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,3
345
2.
30 – 39
26,5
64,8
4,3
1,6
1,6
0,8
0,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
253
3.
40 – 49
6,7
78,6
5,8
0,9
1,3
0,4
0,9
5,4
0,0
0,0
0,0
0,0
224
4.
50 – 59
3,8
72,4
3,3
0,4
8,4
1,3
0,0
9,6
0,0
0,0
0,0
0,8
239
5.
60 – 69
2,1
69,0
5,3
0,5
7,0
0,0
0,0
16,0
0,0
0,0
0,0
0,0
187
6.
70 +
0,8
44,9
3,4
0,0
16,1
0,8
0,0
33,9
0,0
0,0
0,0
0,0
118
30,2
52,5
3,5
0,7
4,4
0,6
0,2
7,7
0,0
0,0
0,0
0,2
Persentase Jumlah Umat
Nikah Adat
1.
Janda/ Duda
R-B-S Asli
Hidup bersama
Bermasalah
Ditinggal pasangan
Luar Gereja
Beda Gereja
Beda Agama
Umur
Blm Nikah
No
Nikah Katolik
Status Hidup Berkeluarga
1.3 66
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 43)
Pembagian pasangan suami istri berdasarkan pada usia belum terwujud di Paroki Purwodadi. Separuh lebih pasangan suami istri yang ada di Wilayah kota dengan usia perkawinan terbanyak di 30 tahun ke atas, begitu juga situasi Lingkungan di luar kota menunjukkan data yang kurang lebih sama. Pasangan suami istri usia perkawinan 30 tahun ke atas di 4 Wilayah timur-selatan-baratutara mencapai jumlah terbanyak dibandingkan usia perkawinan yang lebih muda. Keterlibatan dan peran pasutri usia perkawinan 30 tahun cukup besar di setiap Lingkungan. Paroki berusaha untuk memotivasi pasangan tersebut untuk berani menarik dan memberi teladan kepada pasangan perkawinan di bawahnya. Paroki juga berusaha untuk mengajak pasutri usia perkawinan di bawah 30 untuk berani mengambil bagian. Paroki berharap bahwa proses regenerasi keterlibatan keluarga dalam Lingkungan dapat berjalan dengan baik. Pasutri sebagai keluarga kecil bisa menyiapkan diri dan mendampingi anak-anak sebagai karunia Tuhan supaya mengalami perkembangan iman yang baik sesuai tahapan usia anak maupun tahapan penerimaan sakramen. Sehingga anak-anak ini nantinya dapat terlibat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
aktif mengembangkan Gereja dan meneruskan tugas orangtuanya sebagai pewarta iman (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 44-45). 5) Kelompok Permandian dan Penguatan Tebel 35. Kelompok Permandian Kelompok Permandian No
Jumlah Umat
Wilayah
1.
Wilayah Kota
725
77
Dari Islam 21
4
Dari Lainnya 14
-
890
2.
Wilayah Timur
279
7
8
1
3
16
-
314
3.
Wilayah Selatan
131
3
2
-
-
4
-
140
4.
Wilayah Barat
147
5
4
-
3
15
-
174
5.
Wilayah Utara
105
4
12
1
1
4
-
127
Total per Paroki
1.387
96
47
6
21
88
0
1.645
Anak
Remaja
Dari Kristen
Blm Baptis 49
Blm Tercatat
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 45)
Tebel 36. Kelompok Permandian (%) Kelompok Permandian No
Wilayah
1.
Wilayah Kota
81,5
8,7
2.
Wilayah Timur
88,9
2,2
2,5
0,3
1,0
5,1
0,0
314
3.
Wilayah Selatan
93,6
2,1
1,4
0,0
0,0
2,9
0,0
140
4.
Wilayah Barat
84,5
2,9
2,3
0,0
1,7
8,6
0,0
174
5.
Wilayah Utara
82,7
3,1
9,4
0,8
0,8
3,1
0,0
127
84,3
5,8
2,9
0,4
1,3
5,3
0,0
1.645
Persentase Jumlah Umat
Remaja
Dari Kristen 0,4
Dari Lainnya 1,6
Blm Baptis 5,5
Blm Tercatat 0,0
Jumlah Umat
Dari Islam 2,4
Anak
890
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 45)
Dari data kelompok permandian terlihat bahwa mayoritas warga Paroki Purwodadi telah menerima sakramen permandian sejak bayi atau anak. Meskipun romo Paroki juga melaksanakan permandian dewasa dan dari agama di luar Katolik namun jumlah tidak sebanding dengan warga yang permandian bayi/anak. Paroki telah berusaha untuk mempersiapkan para katekumen dan orangtua calon permandian bayi selama ini. Pada tingkat mistagogi, Paroki mengarahkan mereka untuk terlibat dalam Paroki, Lingkungan maupun dalam kelompok-kelompok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
paguyuban, seperti: Putra-putri Altar, Pemazmur, Lektor, Pendampingan Iman Remaja, Orang Muda Katolik, dan sebagainya.
Tabel 37. Belum Baptis No
Belum Baptis
Wilayah
Jumlah Calon Baptis 55
1.
Wilayah Kota
20
21
Katekumen di Paroki 14
2.
Wilayah Timur
13
3
13
29
3.
Wilayah Selatan
3
1
-
4
4.’
Wilayah Barat
5
9
1
15
5.
Wilayah Utara
3
1
7
11
44
35
35
114
0-7 th
Total per Paroki
8-13 th
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 45)
Tabel 38. Belum Baptis (%) Belum Baptis No
Wilayah
Jumlah Calon Baptis
1.
Wilayah Kota
36,4
38,2
Katekumen di Paroki 25,5
2.
Wilayah Timur
44,8
10,3
44,8
29
3.
Wilayah Selatan
75,0
25,0
0,0
4
4.’
Wilayah Barat
33,3
60,0
6,7
15
5.
Wilayah Utara
27,3
9,1
63,6
11
Persentase Jumlah Umat
38,6
30,7
30,7
114
0-7 th
8-13 th
55
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 46)
Selain Paroki memperlihatkan warga yang telah dipermandikan, Paroki juga melihat bahwa ada sejumlah warga dalam Paroki Purwodadi belum menerima sakramen permandian. Paroki berusaha memotivasi warga agar segera
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
mengajukan pempermandianan. Hampir 2 bulan sekali, Paroki mengadakan perayaan permandian baik untuk bayi atau anak maupun dewasa, tentu saja setelah melalui proses persiapan yang memadai. Beberapa orangtua Katolik (dari perkawinan dengan dispensasi) memiliki pandangan bahwa putra-putrinya akan permandian setelah dewasa. Anak-anak bisa menentukan pilihannya sendiri untuk permandian atau tidak. Peran pengurus Lingkungan untuk memberi pemahaman yang benar tentang pentingnya sakramen permandian untuk usia dini (bayi) sungguh diperlukan dalam hal ini (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 4546). Tabel 39. Belum Penguatankan Belum Penguatan No
Wilayah
Jumlah Calon Penguatan
14-15 th 17
16-18 th 18
19-24 th 19
≥ 25 th 104
158
1.
Wilayah Kota
2.
Wilayah Timur
10
10
8
50
78
3.
Wilayah Selatan
2
-
4
12
18
4.
Wilayah Barat
7
5
4
29
45
5.
Wilayah Utara
3
2
6
21
32
Total per Paroki
39
35
41
216
331
≥ 25 th 65,8
Jumlah Calon Penguatan 158
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 46)
Tabel 40. Belum Penguatan (%) No
Wilayah
14-15 th 10,8
Belum Penguatan 16-18 19-24 th th 11,4 12,0
1.
Wilayah Kota
2.
Wilayah Timur
12,8
12,8
10,3
64,1
78
3.
Wilayah Selatan
11,1
0,0
22,2
66,7
18
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
4.
Wilayah Barat
15,6
11,1
8,9
64,4
45
5.
Wilayah Utara
9,4
6,3
18,8
65,6
32
Persentase Jumlah Umat
11,8
10,6
12,4
65,3
331
(Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 46)
Setiap 2 tahun sekali, Paroki Purwodadi menerima kunjungan Bapa Uskup untuk menerima sakramen penguatan sekaligus bertemu dengan wakil warga. Dalam setiap perayaan penguatan, kurang lebih 60 warga yang mengajukan diri untuk memperoleh sakramen penguatan. Paroki selalu meminta data warga yang belum penguatan dari para ketua Lingkungan sekaligus mengajak mereka untuk menerima sakramen penguatan. Tidak semua warga bersedia untuk menanggapi ajakan dari Paroki secara positif. Meski demikian, Paroki tetap tidak berhenti untuk menyadarkan warga akan pentingnya sakramen penguatan dalam iman Katolik. Data riil menunjukkan 300 warga yang belum menerima sakramen penguatan dengan berbagai alasan, dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi romo Paroki dan pengurus Lingkungan (Tim Penyusun HYMK Purwodadi, 2013: 4647).
6.
Gambaran Umum mengenai Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja
Paroki Hati Yesus Maha Kudus Berdasarkan pendataan yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011-April 2012, Paroki Purwodadi mencatatat ada 48 pasang yang melaksanakan perkawinan beda agama dan 9 pasang melaksanakan perkawinan beda gereja selama Paroki didirikan dan yang masih hidup. Itu belum terhitung sampai dengan tahun 2013. Mereka menikah dengan dispensasi dan masih banyak yang belum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
membereskannya dalam iman dan hukum Katolik. Perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Purwodadi tidak dapat dipungkiri karena di Purwodadi agama Katolik termasuk golongan minoritas. Perkawinan beda agama dan beda gereja terjadi karena berbagai faktor, antara lain, lingkungan keluarga atau pasangan itu sendiri, lingkungan pertemanan, dan kurang kuatnya seseorang dalam mempertahankan agama yang diyakini. Peran lingkungan keluarga atau pasangan itu sendiri mungkin penyebab munculnya perkawinan beda agama dan beda gereja. Mereka kurang memahami dampak yang akan ditimbulkan dari perkawinan beda agama dan beda gereja. Bahkan mereka cenderung menyepelekan faktor-faktor negatif yang timbul. Selain itu, faktor teman di mana seseorang yang menganggap perkawinan beda agama maupun beda gereja merupakan hal biasa. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kurang kuatnya seseorang dalam mengimani imannya sehingga mudah terbawa emosi untuk melakukan perkawinan beda agama dan beda gereja tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang akan terjadi kedepannya.
B. PENELITIAN TENTANG PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK-ANAK PASANGAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI 1.
Metodologi Penelitian Untuk mengetahui situasi umum pelaksanaan pendidikan iman anak dalam
keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
Purwodadi, penulis mengadakan penelitian terlebih dahulu. Adapun metodologi penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis tidak hanya sekedar penelitian saja,
namun memiliki tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan yang akan dicapai untuk mengetahui: 1) Gambaran sejauh mana pihak Katolik perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi telah menghayati janji perkawinan. 2) Gambaran sejauh mana pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi telah melaksanakan kewajibannya sebagai orangtua dalam memberikan pendidikan iman bagi anak. 3) Faktor penyebab pasangan suami istri perkawinan beda gereja dan beda agama Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi kurang menjalankan kewajibannya sebagai orangtua dalam memberikan pendidikan iman bagi anak.
b.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dalam penelitian ini untuk memperoleh:
1) Gambaran pelaksanaan pendidikan iman bagi anak oleh pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
2) Penyebab kurangnya pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja. 3)
Gambaran tentang model pembinaan iman untuk semakin menyadari kewajiban pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi sebagai orangtua.
c.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ex Post Facto,
yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat kembali ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang diasumsikan penyebab dan telah beroperasi pada masa yang lalu (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 190). Dalam penelitian ini, menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekelompok objek/populasi (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 44).
d.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksankan di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi
pada bulan Juli hingga September 2014.
e.
Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan suami istri
perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
Purwodadi yang tersebar dalam lima Wilayah. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004: 90). Teknik purposive sampling ini ditujukan untuk para pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang diwakili oleh pasangan yang memiliki anak berusia 0-16 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Jumlah populasi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja keseluruhan 58 pasang. Dalam hal ini populasi yang akan diteliti adalah 20 pasang dari jumlah keseluruhan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja sebagai sampel yang memenuhi syarat. Dengan pertimbangan pengambilan sampel 20 pasang dari keseluruhan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Purwodadi dengan pertimbangan dan karakteristik yang meliputi responden termasuk pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja, pasangan yang memiliki anak berusia sekitar 0-16 tahun dan menjadi umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
f.
Instrumen Penelitian Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Data yang diperoleh melalui penggunaan kuesioner adalah data yang dikategorikan sebagai data faktual. Kuesioner dapat bersifat tertutup atau terbuka, namun dalam penelitian ini memakai keduanya. Kuesiner bersifat tertutup artinya kuesioner yang menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Sedangkan kuesioner bersifat terbuka artinya kuesioner yang tidak menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan sehingga responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban.
g.
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel yang hendak penulis teliti yakni tujuan
perkawinan yang terdiri dari kesejahteraan suami istri, kelahiran anak dan pendidikan anak sebagia variabel pertama dan perkawinan beda agama dan beda gereja sebagai variabel kedua. Variabel ini yang nantinya akan dibuat dalam penyusunan instrumen yang terdiri dari dua bentuk pertanyaan yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka Jumlah responden yang diteliti sebanyak 20 orang dengan kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun sebanyak 12 orang, 10-20 tahun sebanyak 6 orang dan ≥ 20 tahun sebanyak 2 orang. Tabel 41. Variabel Penelitian
(1)
Variabel Yang diungkapkan (2)
1.
Tujuan
No
Aspek yang diungkapkan
No. Soal Tertutup Terbuka
Jumlah
(3)
(4)
(5)
1. Kesejahteraan suami istri
1,2
2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Perkawinan
2. Kelahiran anak
3,4
2
3. Pendidikan anak a. Pendidikan iman
2.
5,6,7,8,9,10,
23,24,25
9
11,12,13,14
4
b. Pendidikan moral
15,16
2
c. Pendidikan psikis-afeksi
17,18
2
d. Pendidikan sosial budaya
19,20
2
Perkawinan
Perkawinan beda agama dan
beda agama-
beda gereja
21,22
2
5
25
beda gereja Item keseluruhan
2.
20
Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian ini ditujukan kepada pasangan perkawinan beda agama maupun
beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Dari keseluruhan populasi pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja, diambil 20 sampel responden untuk mewakili seluruh pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja. Pemilihan responden dalam penelitian ini diambil
berdasarkan
karakteristik tertentu yang meliputi memiliki anak berusia 0-16 tahun dan termasuk umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
a.
Gambaran Pemahaman Tujuan Perkawinan Pasangan Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi Setiap umat Katolik yang melaksanakan perkawinan, baik itu perkawinan
Katolik maupun perkawinan beda agama ataupun beda gereja harus mengetahui dan memahami tujuan perkawinan yang diatur oleh KHK 1983, kan.1055. Tujuan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
tujuan tersebut terkait erat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Gambaran pemahaman tujuan perkawinan oleh pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 42 Pemahaman tujuan perkawinan (1) Kesejahteraan suami istri (N=20) No
Aspek yang diungkap
1.
Apakah Anda setuju bahwa kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan diri mereka secara timbal balik?
Jumlah
Persentase (%)
a. Sangat setuju
4
20
b. Setuju
11
55
c. Kurang setuju
5
25
d. Tidak setuju
0
0
Jawaban
tidak setuju 0% kurang setuju 25%
sangat setuju 20%
setuju 55%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 4 orang (20%) menyatakan sangat setuju, 11 orang (55%) menyatakan setuju, 5 orang (25%) menyatakan kurang setuju dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju bahwa kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan secara timbal balik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
Dari hasil penelitian terbukti 75% responden yang meliputi semua kelompok usia perkawinan, yaitu kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun, 10-20 tahun, dan ≥ 20 tahun memahami bahwa kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan timbal balik. Mereka merasa bahwa relasi seksual merupakan salah satu hal penting bagi perkawinan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan suami istri. Kesejahteraan tersebut didapatkan jika masing-masing pasangan mendapatkan hak atas seksualitas pasangannya dan dapat memenuhinya. Terdapat sedikit perbedaan jumlah responden yang menyatakan sangat setuju dan kurang setuju bahwa kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan timbal balik. Menurut responden yang menyatakan kurang setuju dengan pertanyaan tersebut dan mereka ini termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun beranggapan bahwa kesejahteraan suami istri tidak hanya didapatkan dari relasi seksual, melainkan dapat diperoleh melalui adanya keturunan, sikap saling menghagai, saling menyayangi, saling mendukung, saling menghormati, hidup harmonis dalam perbedaan dan sebagainya.
Tabel 43 Pemahaman tujuan perkawinan (1) Kesejahteraan suami istri (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
2.
Apakah Anda setuju bahwa kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar kemampuan masing-masing
a. Sangat setuju
7
Persentase (%) 35
b. Setuju
8
40
c. Kurang setuju
4
20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
untuk saling menyesuaikan dan menyempurnakan diri demi pasangan.
d. Tidak setuju
1
5
tidak setuju 5% kurang setuju 20%
sangat setuju 35%
setuju 40%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas membuktikan bahwa dari 20 responden, sebanyak 7 orang (35%) yang menyatakan sangat setuju, 8 orang (40%) menyatakan setuju, 4 orang (20%) menyatakan kurang setuju dan 1 orang (5%) menyatakan tidak setuju bahwa kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar
kemampuan
masing-masing
untuk
saling
menyesuaikan
dan
menyempurnakan diri demi pasangan. Sebanyak 75% responden yang terdiri dari kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun dan 10-20 tahun memahami bahwa wujud kesejahteraan suami istri lainnya dapat dibangun atas dasar kemampuan masing-masing untuk saling menyesuaikan dan menyempurnakan diri demi pasangan. Mereka menyadari bahwa dalam perkawinan tidak ada peleburan kepribadian, melainkan masing-masing pasangan tetap membawa kepribadian, pola pikir, kebutuhan dan seterusnya, sehingga akan selalu ada perbedaan harapan dan kebutuhan dalam setiap perkawinan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
Sebaliknya responden yang menyatakan kurang setuju atas pertanyaan di atas, mereka yang tergolong dalam usia perkawinan ≥ 20 tahun sebanyak 2 orang dan ≤ 10 tahun sebanyak 2 orang serta responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 1 orang dan tergolong dalam usia perkawina ≤ 10 tahun. Menurut responden yang termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≥ 20 tahun berpendapat bahwa kesejahteraan suami istri dapat dibangun atas dasar sikap saling menyerahkan diri kepada pasangan dengan adanya hubungan suami istri. Sedangkan bagi responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun memiliki pandangan bahwa kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar sikap saling percaya, menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, saling terbuka.
Tabel 44 Tujuan perkawinan: (2) kelahiran anak (N=20) No 3.
Aspek yang diungkap
Jawaban
Apakah Anda setuju bahwa a. Sangat setuju kelahiran anak dalam b. Setuju keluarga merupakan anugrah yang sangat berharga dalam c. Kurang setuju perkawinan? d. Tidak setuju
kurang setuju 0%
setuju 55%
9
Persentase (%) 45
11
55
0
0
0
0
Jumlah
tidak setuju 0% sangat setuju 45%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 9 orang (45%) menyatakan sangat setuju, 11 orang (55%) menyatakan setuju, dan tidak ada responden yang menyatakan kurang setuju maupun tidak setuju bahwa kelahiran anak dalam keluarga merupakan anugrah yang sangat berharga dalam perkawinan. Mereka mengatakan bahwa kelahiran anak yang sangat diharapkan dan dinanti-nantikan dalam sebuah perkawinan. Anak merupakan pelengkap dari suami dan istri dalam keluarga, sehingga anak membawa kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak juga memberikan arti dan tujuan bagi orangtuanya dalam menjalani kehidupan. Kehadiran anak dalam keluarga dirasakan sangat berharga dan tidak dapat digantikan oleh apa pun, bahkan orangtua dapat mempertaruhkan nyawanya hanya untuk seorang anak. Rumah tangga tanpa anak akan terasa hampa dan sepi sehingga banyak cara yang dilakukan pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan, meskipun memerlukan usaha yang tekun dan penuh pengorbanan. Akan tetapi, tanpa kehadiran anak bukan berarti mereka tidak bahagia.
Tabel 45 Tujuan perkawinan: (2) kelahiran anak (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
4.
Apakah Anda setuju bahwa kelahiran adalah tujuan kodrati dari setiap perkawinan?
a. Sangat setuju
5
Persentase (%) 25
b. Setuju
12
60
c. Kurang setuju
2
10
d. Tidak setuju
1
5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
kurang setuju 10%
tidak setuju 5% sangat setuju 25%
setuju 60%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas membuktikan bahwa dari 20 responden sebanyak 5 orang (25%) menyatakan sangat setuju, 12 orang (60%) menyatakan setuju, 2 orang (10%) menyatakan kurang setuju dan 1 orang (5%) menyatakan tidak setuju bahwa kelahiran adalah tujuan kodrati dari setiap perkawinan. Hasil penelitian membuktikan 75% responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju menyadari bahwa perkawinan itu terbuka dan terarah pada kelahiran anak sebagai wujud kasih suami istri yang sempurna. Mereka percaya bahwa anak merupakan anugrah yang harus diterima, dijaga dan dididik dengan penuh kasih sayang. Bukan sebaliknya, menghalangi dan tertutup pada kelahiran anak yang dilaksanakan dengan sengaja dan berakibat kepada perkawinan mereka yang tidak sah berdasarkan cacat kesepakatan nikah. Tetapi, 15% responden yang menyatakan kurang setuju dan tidak setuju dengan pertanyaan tersebut tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun. Bagi mereka, kelahiran bukan tujuan utama dalam perkawinan meskipun mereka juga menginginkan kehadiran anak dari perkawinannya. Banyak alasan yang mendasari responden melaksanakan perkawinan, di antaranya ingin bahagia, membina rumah tangga, dan beribadah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
Tabel 46 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No 5.
Aspek yang diungkap Apakah Anda mengenalkan Kitab Suci kepada anak dengan mengajak anak membaca Kitab Suci?
tidak pernah 30%
jarang 25%
a. Selalu
4
Persentase (%) 20
b. Sering
5
25
c. Jarang
5
25
d. Tidak pernah
6
30
Jawaban
Jumlah
selalu 20%
sering 25%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas membuktikan bahwa dari 20 responden, sebanyak 4 orang (20%) menyatakan selalu, 5 orang (25%) menyatakan sering, 5 orang (25%) menyatakan jarang dan 6 orang (30%) menyatakan tidak pernah mengajak anak membaca dan merenungkan Kitab Suci kepada anak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 55% responden yang jarang dan bahkan tidak pernah mengenalkan Kitab Suci kepada anak merupakan responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun dan ≥ 20 tahun. Menurut responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun jarang mengajak anak membaca Kitab Suci dikarenakan kesibukan orangtua terutama pihak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
Katolik, suasana rumah yang tidak mendukung, dan kurangnya pengetahuan iman orangtua. Sebaliknya, responden yang tidak pernah mengenalkan Kitab Suci dengan mengajak anak membaca Kitab Suci bersama, baik responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun maupun ≥ 20 tahun dikarenakan beberapa alasan, di antaranya anak mengikuti iman ibu yaitu pihak non Katolik, usia anak yang masih 3 tahun kebawah, lebih mengutamakan pendidikan budi pekerti kepada anak dan untuk pemilihan agama diserahkan sepenuhnya kepada anak.
Tabel 47 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No 6.
a. Selalu
7
Persentase (%) 35
b. Sering
8
40
c. Jarang
1
10
d. Tidak pernah
4
15
Aspek yang diungkap
Jawaban
Apakah Anda mengajarkan anak berdoa Katolik (Bapa Kami, Salam Maria, dan sebagainya)?
jarang 5%
tidak pernah 20%
sering 40%
selalu 35%
Jumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 7 orang (35%) menyatakan setuju, 8 orang (40%) menyatakan sering, 1 orang (5%) menyatakan jarang dan 4 orang (20%) menyatakan tidak pernah mengajarkan anak berdoa Katolik seperti Bapa Kami, Salam Maria, dan sebagainya. Dari hasil penelitian, responden yang mengajarkan anak berdoa Katolik seperti Bapa Kami dan Salam Maria tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun dan 10-20 tahun. Dalam rangka pelaksanaan iman, responden mengajarkan berdoa Katolik kepada anak sebagai bentuk cara mengenalkan dan berkomunikasi dengan Tuhan. Bagi responden yang jarang mengajarkan anak berdoa Katolik tergolong dalam usia perkawinan ≥ 20 tahun dan terjadi dikarenakan pasangan non Katolik lebih dominan dan ingin anak-anak mengikuti kemauannya, termasuk dalam hal iman sehingga responden tidak memiliki kebebasan memberikan pendidikan iman kepada anak di rumah. Jika pihak Katolik memaksakan memberikan pendidikan iman kepada anak, pada akhirnya takut menimbulkan perselisihan dan mengurangi keharmonisan dalam keluarga, mengingat pendidikan iman dalam keluarga dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja merupakan persoalan yang sensitif. Sedangkan responden yang tidak pernah mengajarkan anak berdoa Katolik tergolong pada usia perkawinan ≤ 10 tahun dan ≥ 20 tahun. Responden ini tidak pernah mengenalkan anak berdoa Katolik karena anak telah mengikuti iman pasang non Katolik, sehingga pihak Katolik itu sendiri tidak ada kesempatan untuk memberikan pendidikan iman kepada anak dan melaksanakan janji yang pernah diucapkan pada saat menikah. Berdasakan hasil penelitian,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
responden yang jarang dan bahkan tidak pernah mengajarkan anak berdoa Katolik merupakan sosok seorang suami.
Tabel 48 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No 7.
a. Selalu
9
Persentase (%) 45
b. Sering
4
20
c. Jarang
2
10
d. Tidak pernah
5
25
Aspek yang diungkap
Jawaban
Apakah Anda mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi bersama?
tidak pernah 25% jarang 10%
Jumlah
selalu 45%
sering 20%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas yang mengatakan orangtua mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi bersama menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak
9 orang (45%) menyatakan selalu, 4 orang (20%)
menyatakan sering, 2 orang (10%) menyatakan jarang dan 5 orang (25%) menyatakan tidak pernah. Sebagai pelengkap pendidikan iman anak di rumah, pihak Katolik perkawinan beda agama dan beda gereja merasa perlu mengajak anak mengambil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
bagian aktif dalam perayaan Ekaristi supaya mereka dapat semakin mengenal dan mencintai Tuhan. Bagi responden, perayaan Ekaristi merupakan bina iman usia dini agar anak dilatih dan dididik untuk berperan serta aktif dalam perayaan liturgi dan kemudian mampu menghayati sungguh-sungguh sebagai sumber dan puncak hidup menggereja. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah menyadari bahwa perayaan Ekaristi itu penting karena puncak dan sumber hidup menggereja. Terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 75% responden mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi bersama. Namun demikian, ada 35% responden yang jarang dan tidak pernah mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi. Responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≥ 20 tahun tidak pernah mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi dikarenakan anak mengikuti iman pasangan non Katolik. Masalah pendidikan iman tidak pernah dibicarakan bersama karena takut menimbulkan pertengkaran, di mana pendidikan iman merupakan masalah yang sensitif dan dilematis yang dapat berdampak pada keharmonisan keluarga bila menyinggung perasaan pasangan. Sedangkan untuk responden dengan usia perkawinan ≤ 10 tahun, mereka tidak pernah mengajak anak dalam perayaan Ekaristi dikarenakan usia anak yang masih kecil dan lebih dekat dengan pasangan non Katolik, sehingga pasangan non Katolik sudah sedikit-sedikit mengajarkan imannya kepada anak. Sedangkan untuk responden yang jarang mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi disebabkan karena kesibukan pihak Katolik, sehingga nampak kurang terlibat aktif dan kurang perhatian dalam pendidikan iman anak. Responden yang jarang dan tidak pernah mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi merupakan sosok suami.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
Tabel 49 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No 8.
Aspek yang diungkap
a. Selalu
5
Persentase (%) 25
b. Sering
5
25
c. Jarang
2
10
d. Tidak pernah
8
40
Jawaban
Apakah Anda mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja, seperti PIA, Misdinar, Lektor, dan sebagainya?
tidak pernah 40%
Jumlah
selalu 25%
sering 25% jarang 10%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 5 orang (25%) menyatakan selalu, 5 orang (25%) menyatakan sering, 2 orang (10%) menyatakan jarang dan 8 orang (40%) menyatakan tidak pernah mengajak dan mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja, seperti PIA, MUDIKA, misdinar, dan sebagainya. Gereja telah menyediakan wadah untuk membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman di rumah, seperti PIA, PIR, misdinar, lektor, pemazmur, dan sebagainya. Gereja menghimbau agar orangtua senantiasa mendorong dan mendukung anak-anak untuk ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman yang diselenggarakan oleh Gereja karena kelompok ini berperan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
sebagai pelengkap, pendukung dan memperkaya pendidikan iman sejak dini dalam keluarga, sehingga sangat membantu orangtua yang memiliki pengetahuan iman Katolik yang minim. Orangtua yang aktif mengikuti kegiatan menggereja dan merasakan manfaatnya akan selalu mengajak dan mendukung anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan menggereja. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 50% responden melibatkan dan mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja. Tetapi sangat disayangkan karena masih banyak responden yang tidak memanfaatkan wadah yang diselenggaakan oleh Gereja ini. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebanyak 40% responden yang termasuk dalam golongan usia perkawinan ≤ 10 tahun, 10-20 tahun maupun ≥ 20 tahun tidak pernah mengajak anak-anak mengikuti kegiatan menggereja seperti PIA, misdinar, lektor, dan sebagainya. Kenyataan ini dipengaruhi orangtua sendiri yang tidak aktif mengikuti kegiatan menggereja dan tidak merasakan manfaat dari kegiatan menggereja. Ada pula pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja yang masih memiliki anak bayi atau balita.
Tabel 50 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No 9.
Aspek yang diungkap Apakah Anda mengajarkan anak berdoa atas dasar perwujudan janji perkawinan?
a. Selalu
4
Persentase (%) 20
b. Sering
14
70
c. Jarang
1
5
d. Tidak pernah
1
5
Jawaban
Jumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
kurang setuju 5%
tidak setuju 5% sangat setuju 20%
setuju 70%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 20 resonden sebanyak 4 orang (20%) menyatakan sangat setuju, 14 orang (70%) menyatakan setuju, 1 orang (5%) menyatakan kurang setuju dan 1 orang (5%) menyatakan tidak setuju bahwa orangtua mengajarkan anak berdoa atas dasar perwujudan janji perkawinan. Dari hasil penelitian menggambarkan bahwa 80% responden menyadari akan janji perkawinan yang pernah mereka ucapkan, salah satunya mengenai hal pendidikan iman anak. Mengajarkan anak berdoa merupakan salah satu perwujudan janji perkawinan, meskipun pada kenyataannya responden tidak melaksanakan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa masih ada responden yang tidak mengajarkan anak berdoa doa Katolik. Sedangkan responden yang tidak setuju dengan pertanyaan di atas tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun. Responden ini tidak memberikan pendidikan iman kepada anak di dalam keluarga melainkan lebih kepada pendidikan karakter. Untuk masalah iman, responden menyerahkan sepenuhnya kepada anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
Tabel 51 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
10.
Apakah Anda melakukan doa bersama di keluarga?
tidak pernah 25%
jarang 20%
a. Selalu
5
Persentase (%) 25
b. Sering
6
30
c. Jarang
4
20
d. Tidak pernah
5
25
Jawaban
Jumlah
selalu 25%
sering 30%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 5 orang
(25%) menyatakan selalu, 6 orang (30%)
menyatakan sering, 4 orang (20%) menyatakan jarang dan 5 orang (25%) menyatakan tidak pernah melakukan berdoa bersama anak di rumah. Pengajaran dan pelatihan doa di dalam keluarga dapat dimulai dengan pembiasaan diri pada anak untuk berdoa bersama orangtua di rumah. Namun demikian, responden yang melaksanakan berdoa bersama hanya 55% dari jumlah responden. Sedangkan responden yang jarang dan tidak pernah melaksanakan berdoa bersama meliputi semua kelompok usia perkawinan dengan persentase masing-masing 20% dan 25%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
Penyebab responden tidak melaksanakan berdoa bersama tidak jauh berbeda antara responden dengan kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun, 10-20 tahun maupun ≥ 20 tahun, yang meliputi kesibukan orangtua, usia anak yang masih kecil, kedekatan anak dengan pasangan non Katolik, dan anak mengikuti iman pasangan non Katolik.
Tabel 52 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
11.
Apakah Anda setuju bahwa orangtua memiliki kewajiban memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun?
a. Sangat setuju
8
Persentase (%) 40
b. Setuju
9
45
c. Kurang setuju
1
5
d. Tidak setuju
2
10
tidak setuju 10% kurang setuju 5% sangat setuju 40% setuju 45%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa pertanyaan orangtua memiliki kewajiban memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun mendapat respon sebanyak
8 orang (40%)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
menyatakan sangat setuju, 9 orang (45%) menyatakan setuju, 1 orang (5%) menyatakan kurang setuju dan 2 orang (10%) menyatakan tidak setuju. Sebagai orangtua yang memiliki tanggung jawab atas pendidikan iman anak, maka orangtua berkewajiban memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa 85% responden memahami pertanyaan ini. Tetapi masih ada 15% responden yang belum memahami hal ini dan mereka tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun. Kesibukan orangtua yang dijadikan alasan untuk tidak melaksankan pendidikan iman anak.
Tabel 53 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
12.
Apakah Anda setuju bahwa orangtua sebagai pendidik pertama dan utama?
a. Sangat setuju
10
Persentase (%) 50
b. Setuju
9
45
c. Kurang setuju
1
5
d. Tidak setuju
0
0
kurang setuju 5%
setuju 45%
tidak setuju 0%
sangta setuju 50%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa pertanyaan orangtua sebagai pendidik pertama dan utama mendapat respon sebanyak 10 orang (50%) menyatakan sangat setuju, 9 orang (45%) menyatakan setuju, 1 orang (5%) menyatakan kurang setuju dan tidak ada responden yang menyatakan tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sudah memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik utama dan pertama. Maka dari itu, orangtua memiliki hak primer untuk sekuat tenaga memberikan pendidikan iman anak. Tugas dan peran ini tidak dapat digantikan atau diserahkan oleh siapa pun. Tetapi sangat disayangkan karena sebanyak 5% responden kurang menyadari tugas dan perannya sebagai orangtua yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam pendidikan iman anak. Responden ini termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun dan menurut responden, pendidikan iman pada anak pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja sulit dilaksanakan apalagi jika anak mengikutin iman pasangan lain, pihak yang bersangkutan tidak bisa memberikan pendidikan iman.
Tabel 54 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
Persentase (%)
13.
Apakah Anda setuju bahwa orangtua Katolik harus mendidik anak dalam iman Katolik?
a. Sangat setuju
3
15
b. Setuju
11
55
c. Kurang setuju
4
20
d. Tidak setuju
2
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
tidak setuju 10%
sangat setuju 15%
kurang setuju 20%
setuju 55%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 3 orang (15%) menyatakan sangat setuju, 11 orang (55%) menyatakan setuju, 4 orang (20%) menyatakan kurang setuju, dan 2 orang (10%) menyatakan tidak setuju bahwa orangtua Katolik harus mendidik anak dalam iman Katolik. Sebagai pihak Katolik perkawinan beda agama dan beda gereja harus berjanji untuk mendidik anaknya dalam Gereja Katolik. Dengan mendidik anak dalam iman Katolik, berarti orangtua telah memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka untuk berpartisipasi mengembangkan keanggotaan Gereja. Namun demikian, masih ada reponden yang kurang memahami hal tersebut, terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang kurang memahami sebanyak 30% dan mereka tergolong dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun. Mereka kurang memahami pertanyaan ini karena adanya ketakutan bahwa sebagai pihak Katolik, reponden tidak bisa mendidik anak dalam iman Katolik, di mana responden pernah mengucapkan janji untuk mendidik anak dalam iman Katolik. Pada kenyataannya, ada anak yang sudah mengikuti dan memilih iman pasangan non Katolik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
Tabel 55 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
14.
Apakah Anda setuju orangtua Katolik harus membaptis anaknya?
a. Sangat setuju
4
Persentase (%) 20
b. Setuju
10
50
c. Kurang setuju
4
20
d. Tidak setuju
2
10
tidak setuju 10% kurang setuju 20%
sangat setuju 20%
setuju 50%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 4 orang (20%) menyatakan sangat setuju, 10 orang (50%) menyatakan setuju, 4 orang (20%) menyatakan kurang setuju, dan 2 orang (10%) menyatakan tidak setuju bahwa orangtua Katolik harus membaptis anaknya. Selain mendidik anak dalam iman Katolik, membaptis anak dalam Gereja Katolik merupakan pemenuhan janji yang sulit dilaksanakan melihat situasi keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja yang sensitif dan dilematis. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab untuk membaptis anak, pihak Katolik harus melaksanakan secara bijaksana agar tidak merusak keharmonisan keluarga. Meskipun mengalami banyak kesulitan dalam pelaksanaan janji, pihak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Katolik harus berusaha sekuat tenaga untuk membaptis anak. Terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 10% responden yang tidak setuju dengan pertanyaan tersebut dan mereka tergolong dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun. Menurut responden membaptis anak akan dilaksanakan setelah anak memilih mengikuti iman Katolik, lebih salah lagi apabila anak sudah dibaptis tetapi dalam perjalanan tidak menghayati imannya. Berdasarkan analisis sebelumnya, ternyata resonden yang tidak setuju dengan pertanyaan tersebut, tidak setuju juga bahwa pihak Katolik harus mendidik anak dalam iman Katolik. Sedangkan untuk responden yang kurang setuju sebanyak 20% (4 orang) yang terdiri dari 3 responden dengan usia perkawinan ≤ 10 tahun dan 1 responden dengan usia perkawinan 10 – 20 tahun. Mereka kurang setuju dengan pertanyaan tersebut karena ada kekhawatiran orangtua tidak bisa menjalankan janji untuk membaptis anak.
Tabel 56 Tujuan perkawinan (3) pendidikan anak (a) pendidikan iman (N=20) No
Aspek yang diungkap
Jawaban
Jumlah
Persentase (%)
15.
Apakah Anda setuju bahwa suasana rumah membawa pengaruh besar dalam perkembangan iman anak?
a. Sangat setuju
7
35
b. Setuju
12
60
c. Kurang setuju
1
5
d. Tidak setuju
0
0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
kurang setuju 5%
tidak pernah 0% sangat setuju 35%
setuju 60%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 7 orang (35%) menyatakan sangat setuju, 12 orang (60%) menyatakan setuju, 1 orang (5%) menyatakan kurang setuju dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju bahwa suasana rumah membawa pengaruh besar dalam perkembangan iman anak. Berdasarkan hasil penelitian, 95% responden menyatakan bahwa suasana rumah membawa pengaruh yang sangat besar bagi anak apalagi jika dialami bertahun-tahun. Sehingga orangtua berusaha menciptakan suasana yang hangat, harmonis, dan akrab demi perkembangan iman anak. Hanya 1 responden yang kurang setuju dengan pertanyaan tersebut. Responden ini termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun. Responden kurang setuju dengan pertanyaan tersebut karena jika masalah pendidikan iman anak telah dibicarakan sebelum melaksanakan perkawinan dan orangtua dengan bijaksana dapat menyamakan pandangan, maka orangtua tidak akan mengalami permasalahan maupu kebingungan mengenai pendidikan iman anak dan suasana rumah tidak mempengaruhi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
Tabel 57 Tujuan perkawinan: (3) pendidikan anak (b) pendidikan moral (N=20) No
Aspek yang diungkap
16.
Apakah Anda mengajarkan anak untuk selalu jujur/tidak berbohong?
jarang 5%
a. Selalu
14
Persentase (%) 70
b. Sering
5
25
c. Jarang
1
5
d. Tidak pernah
0
0
Jawaban
Jumlah
tidak pernah 0% sering 25% selalu 70%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 14 orang (70%) menyatakan selalu, 5 orang (25%) menyatakan sering, 1 orang (5%) menyatakan jarang dan tidak ada yang tidak pernah mengajarkan anak untuk selalu jujur dan tidak berbohong. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pendidikan moral tidak kalah penting dari pendidikan iman, terbukti dari 95% responden mengajarkan anak untuk bersikap jujur dan tidak berbohong. Hanya ada 5% yang jarang mengajarkan anak untuk berkata jujur dan tergolong dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun dengan alasan kesibukan orangtua tetapi tetap berusaha mengajarkan anak untuk bersikap baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
Tabel 58 Tujuan perkawinan: (3) pendidikan anak (b) pendidikan moral (N=20) No
Aspek yang diungkap
17.
Apakah Anda mengajarkan anak untuk meminta maaf saat melakukan kesalahan?
jarang 10%
a. Selalu
12
Persentase (%) 60
b. Sering
6
30
c. Jarang
2
10
d. Tidak pernah
0
0
Jawaban
Jumlah
tidak pernah 0%
sering 30% selalu 60%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas dari 20 responden menunjukkan bahwa mengajarkan anak untuk meminta maaf saat melakukan kesalahan mendapat respon sebanyak 12 orang (60%) menyatakan selalu, 6 orang (30%) menyatakan sering, 2 orang (10%) menyatakan jarang dan tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah. Hasil penelitian membuktikan pendidikan moral dirasa sangat penting oleh orangtua, maka dari itu tidak ada responden yang tidak pernah memberikan pendidikan moral. Hal ini juga terlihat dari persentase orangtua yang memberikan pendidikan moral lebih besar daripada orangtua yang memberikan pendidikan iman kepada anak di rumah. Hanya 2 orang dari 20 responden yang jarang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
melaksanakan pendidikan moral, yaitu 1 responden yang tergolong dalam usia perkawinan ≤ 10 tahun dan 1 responden yang termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≥ 20 tahun. Kesibukan orangtualah yang dijadikan sebagai alasan untuk tidak melaksanakan pendidikan moral kepada anak di rumah dan menyerahkan kewajiban memberikan pendidikan kepada pihak non Katolik maupun anggota keluarga lainnya.
Tabel 59 Tujuan perkawinan: (3) pendidikan anak (c) pendidikan psikis-afeksi (N=20) No
Aspek yang diungkapkan
18.
Apakah Anda memberikan pujian kepada anak untuk membangkitkan rasa percaya diri?
a. Selalu
9
Persentase (%) 45
b. Sering
7
35
c. Jarang
3
15
d. Tidak pernah
1
5
Jawaban
Jumlah
tidak pernah 5% jarang 15%
selalu 45%
sering 35%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas terlihat bahwa dari 20 responden sebanyak 9 orang (45%) menyatakan selalu, 7 orang (35%) menyatakan sering, 3
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
orang (15%) menyatakan jarang, dan 1 orang (5%) menyatakan tidak pernah memberikan pujian kepada anak untuk membangkitkan rasa percaya diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan iman dan moral adalah pendidikan psikis afeksi. Pendidikan psikis afeksi sangat mempengaruhi kepribadian anak karena pendidikan
ini
mencakup
perasaan,
minat,
sikap
emosi
yang
dapat
menyempurnakan dan mengembangkan kepribadian anak. Salah satu contoh pendidikan psikis afeksi yaitu orangtua wajib menghindarkan anak dari sikap minder, tidak percaya diri, dan masa bodoh dengan cara membangkitkan rasa percaya diri melalui pujian terhadap usaha anak sekecil apapun. Terbukti 80% orangtua memberikan pujian kepada anak, 15% jarang dan 5% tidak pernah melakukannya. Responden yang tidak pernah melaksanakan pendidikan psikis afeksi termasuk dalam kelompok usia perkawinan ≤ 10 tahun. Kesibukan orangtua yang menuntut mereka untuk menitipkan anak kepada nenek atau pembantu selama bekerja dan berdampak kurangnya perhatian orangtua dalam hal pendidikan anak di rumah.
Tabel 60 Tujuan perkawinan: (3) pendidikan anak (d) pendidikan sosial budaya (N=20) No
Aspek yang diungkapkan
19.
Apakah Anda mengajarkan anak untuk bersikap sopan?
a. Selalu
15
Persentase (%) 75
b. Sering
5
25
c. Jarang
0
0
d. Tidak pernah
0
0
Jawaban
Jumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
jarang tidak pernah 0% 0% sering 25%
selalu 75%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 20 resonden sebanyak 15 orang (75%) menyatakan selalu dan 5 orang (25%) menyatakan sering mengajarkan anak untuk bersikap sopan. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pendidikan sosial budaya itu sangat penting bagi responden, terbukti tidak ada responden yang jarang maupun tidak pernah memberikannya. Hidup ditengah masyarakat yang berbudaya mendorong orangtua untuk memberikan pendidikan sosial budaya, karena hal ini yang akan mempengaruhi perilaku anak dalam masyarakat.
Tabel 61 Tujuan perkawinan: (3) pendidikan anak (d) pendidikan sosial budaya (N=20) No
Aspek yang diungkap
20.
Apakah Anda mengajarkan anak untuk tidak berbicara kotor?
a. Selalu
10
Persentase (%) 50
b. Sering
10
50
c. Jarang
0
0
d. Tidak pernah
0
0
Jawaban
Jumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
jarang 0%
sering 50%
tidak pernah 0%
selalu 50%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebanyak 10 orang (50%) menyatakan selalu dan 10 orang (50%) menyatakan sering mengajarkan anak untuk tidak berbicara kotor. Hasil penelitian membuktikan bahwa pendidikan sosial budaya untuk anak sangat penting karena kita hidup disuatu lingkungan yang mempunyai nilai budaya tertentu, maka orangtua merasa perlu memberikan pendidikan sosiol budaya kepada anak. Terlihat 100% responden mengajarkan anak untuk tidak berbicara kotor. Pendidikan ini akan membantu anak mengembangkan nilai-nilai budaya yang menjadi identitas bangsa.
b.
Perlaksanaan Pendidikan Iman Anak Pelaksanaan perkawinan beda agama dan beda gereja kurang mendapatkan
dukungan dari Gereja Katolik karena dalam perkawinan beda agama dan beda gereja tidak termasuk dalam perkawinan sakramen sehingga Gereja melarang umatnya untuk melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja. Selain itu, adanya kemungkinan lain yang akan muncul dalam permasalahan perkawinan beda agama dan beda gereja, di antaranya pihak Katolik tidak dapat menghayati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137
imannya
secara
Katolik,
kebingungan
menentukan
acuan
hidup
anak,
kebingungan anak melihat dua ritual agama yang berbeda dan pelaksanaan pendidikan iman anak. Berdasarkan kuesioner terbuka dan wawancara dari 20 responden dengan hasil terlampir terlihat bahwa mereka memiliki cara yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah, cara komunikasi antar orangtua yang berbeda agama terhadap pendidikan iman anak dan cara menjelaskan keadaan orangtua kepada anak. Mereka juga tidak memungkiri bahwa mereka juga mengalami kesulitan yang berbeda-beda dalam pelaksanaan pendidikan iman di rumah. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:
1) Penjelasan kepada anak tentang perbedaan iman yang dianut orangtua Keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja akan membawa anak pada kebingungan melihat dua ritual keagamaan yang berbeda. Hal ini menuntut orangtua untuk menjelaskan kepada anak tentang keadaan yang dialami orangtuanya. Berdasarkan hasil penelitian dari 20 responden, mereka memiliki jawaban yang berbeda-beda di antaranya, ada beberapa dari mereka yang menjelaskan kepada anak bahwa mereka harus mengikuti agama sang ibu yaitu agama Katolik karena untuk pendidikan iman anak menjadi tanggung jawab ibu. Hal ini terjadi pada keluarga di mana sang ayah sibuk mencari nafkah sehingga kurang bisa memberi perhatian terhadap pendidikan iman anak. Banyak juga responden yang menjelaskan keadaan mereka yang sebenarnya kepada anak, bahwa perbedaan yang terjadi tidak akan menjadi persoalan selama dalam keluarga masih memiliki sikap toleransi, demokratis, saling menghormati, menyayangi, mengasihi, tidak boleh menghina dan saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
mengingatkan kewajiban beragama, maka anggota keluarga tersebut dapat menjalankan keyakinan agama masing-masing tanpa adanya paksaan. Karena pada intinya semua agama itu baik dan perbedaan itu juga anugrah dari Tuhan. Bahkan ada beberapa responden yang tidak pernah menjelaskan sama sekali kepada anak mengenai perbedaan keyakinan orangtua karena beberapa alasan yang di antaranya, usia anak yang masih bayi sehingga belum mengerti keadaan yang terjadi dalam keluarga, takut terjadi masalah yang menimbulkan pertengkaran, dan ada yang lebih memilih untuk menanamkan pendidikan karakter daripada pendidikan iman.
2) Komunikasi orangtua perkawinan beda agama dan beda gereja terhadap pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah Perkawinan beda agama dan beda gereja sangat riskan terhadap masalah anak sehingga diharapkan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja sudah memikirkan dan mempertimbangkan hal ini matang-matang sebelumnya agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari. Hal ini menjelaskan bahwa komunikasi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja sangat penting. Berdasarkan hasil penelitian dari 20 responden mengenai cara kamunikasi orangtua mengenai pendidikan iman anak dijelaskan sebagai berikut: Sudah ada kesepakatan sebelum menikah bahwa pendidikan iman anak diserahkan kepada pihak Katolik karena pasangan non Katolik menghargai janji perkawinan yang telah diucapkan, sehingga pada saat menjalani hidup rumah tangga tidak terjadi masalah. Tetapi, ada responden yang merasa pada saat usia anak sudah cukup matang untuk mengambil keputusan, pilihan diserahkan kepada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139
anak karena agama merupakan hak asasi anak. Sebaliknya, beberapa responden tidak berani mengkomunikasikan hal pendidikan iman anak karena merasa bahwa masalah pendidikan anak sangat sensitif, sehingga membiarkan permasalahan ini mengalir begitu saja. Bahkan ada responden yang menyerahkan begitu saja masalah pendidikan iman anak kepada pihak non Katolik. Kesepakat yang lain adalah responden membagi anak, seperti anak sulung ikut pihak non Katolik dan anak bungsu ikut pihak Katolik. Berbeda dengan yang lain, responden ini merasa pendidikan karakter lebih penting untuk ditanamkan kepada anak dan untuk masalah iman responden memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
3) Pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah Hampir keseluruhan responden melaksanakan pendidikan iman anak di rumah dengan cara menyamakan pandangan dengan pasangan non Katolik dan menanamkan sikap toleransi yang tinggi sehingga kesepakatan diawal mengenai pendidikan iman anak secara Katolik tetap tercapai, yang di antaranya mengajarkan anak doa Katolik, mengajak berdoa dan membaca Injil bersama, mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi, dan mendukung kegiatan menggereja. Bahkan pasangan non Katolik juga ikut terlibat dalam pendidikan iman anak di rumah, seperti mengingatkan anak berdoa, mengantar ke gereja, mendukung anak dibaptis, mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja, mengajarkan kebaikan, menghormati perbedaan, memberikan contoh dan teladan yang baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
Sebaliknya ada beberapa responden yang tidak pernah melaksanakan pendidikan iman anak di rumah karena terlalu sibuk bekerja, menyerahkan pendidikan iman kepada pihak non Katolik, atau bahkan membiarkan anak memilih jalannya sendiri.
4) Usaha pihak Katolik melaksanakan pendidikan iman kepada anak di rumah Untuk mewujudkan pendidikan iman anak di rumah, hampir seluruh responden melaksanakan usaha-usaha yang meliputi: berdoa bersama, menghargai perbedaan yang ada di rumah, saling menghormati, mengenalkan dan mengajak anak membaca Kitab Suci, menanamkan sikap saling mengasihi, mencintai keluarganya, mendukung kegiatan menggereja, dan memberikan teladan yang baik. Tetapi bagi responden yang tidak pernah melaksanakan pendidikan iman anak secara Katolik, hanya mengusahakan dan mengingatkan agar anak bertanggung jawab pada pilihannya.
5) Kesulitan orangtua dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah Dalam pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah, responden mengalami kesulitan-kesulitan, di antaranya lingkungan yang kurang menunjang sehingga teman-teman dan tetangga berpengaruh, kebingungan yang dialami anak melihat orangtua melaksanakan dua ritual agama yang berbeda, tidak ada sekolah Katolik sehingga tidak mengetahui perkembangan iman anak di sekolah, kedekatan anak dengan sang ibu (pihak non Katolik) sehingga sulit diberi pengertian, perbedaan prinsip iman yang berbeda, kurangnya komunikasi dan kedekatan orangtua terhadap anak, kurangnya pengetahuan iman yang dimiliki responden, ketakutan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
responden pada psikis anak yang dapat mempengaruhi kepribadian anak pada masa dewasa, sulit mengajak anak ke Gereja dan berdoa karena anak lebih mengikuti kemauan pihak non Katolik.
c.
Keadaan Umat Perkawinan Beda Agama dan Beda Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi Keadaan pasangan orangtua perkawinan beda agama dan beda gereja
sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat menggereja. Terbukti dari data Paroki yang menunjukkan bahwa pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja masih setia terhadap iman Katolik. Tetapi sangat disayangkan bahwa mereka tidak aktif dalam hidup menggereja maupun kegiatan-kegiatan menggereja lainnya. Hanya sebagian kecil pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja yang aktif dalam hidup menggereja. Hal ini juga akan membawa dampak pada anak dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja.
3.
Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dari hasil penelitian ini. Peneliti
hanya mengambil sebagian kecil dari pelaksanaan pendidikan iman anak yang ada dalam keluarga dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi sebagaimana yang tertulis dalam hasil penelitian di atas. Maka dari itu masih banyak hal yang dapat diteliti dalam penelitian selanjutnya mengenai pelaksanaan pendidikan iman anak dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142
perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
4.
Kesimpulan Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian di atas yang diperoleh melalui penyebaran
kuesioner terbuka dan tertutup, dapat diambil kesimpulan bahwa Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terdapat 58 pasang perkawinan beda agama dan beda gereja sejak Paroki didirikan dan yang masih hidup. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 84% pihak Katolik dari jumlah keseluruhan responden cukup memahami tujuan perkawinan yang berlaku pada Gereja Katolik, yang terdiri dari kesejahteraan suami istri, kelahiran anak dan pendidikan anak. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal, maka setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang meliputi pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan psikis afeksi, dan pendidikan sosial budaya. Sebagai pihak Katolik, mereka memahami kewajibannya untuk membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik sesuai janji yang pernah mereka ucapkan. Tetapi sangat disayangkan, karena kesadaran orangtua terutama pihak Katolik akan janjinya untuk mendidik dan membaptis anak dalam iman Katolik masih hanya sebatas pemahaman saja. Dari jumlah keseluruhan responden, sebanyak 57% pihak Katolik yang belum melaksanakan janjinya untuk memberikan pendidikan iman anak. Misalnya saja, pihak Katolik tidak pernah mengenalkan Kitab Suci kepada anak, tidak pernah mengajak anak mengikuti Ekaristi dan tidak mengajak serta mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja. Responden ini bisa termasuk dalam responden yang memahami tujuan perkawinan tetapi tidak melaksanakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
janjinya untuk memberikan pendidikan iman, atau responden tidak memahami tujuan perkawinan dan tidak melaksanakan janjinya untuk memberikan pendidikan iman anak. Tidak dipungkiri bahwa pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah sangatlah tidak mudah, terkhusus bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Maka pihak Katolik harus mencari cara dan proses pendidikan yang tepat sesuai dengan situasi yang penuh perbedaan dan ketegangan di rumah. Mereka juga memahami akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik pertama dan utama yang memiliki kewajiban memberikan pendidikan iman anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Namun demikian, banyak pihak Katolik kurang dapat melaksanakan pendidikan iman anak di rumah, tetapi mampu melaksanakan pendidikan moral, pendidikan psikis afeksi dan pendidikan sosial budaya. Perkawinan beda agama dan beda gereja membawa anak kepada kebingungan melihat keadaan orangtua yang menjalankan dua ritual agama yang berbeda. Untuk mengatasi kebingungan yang dirasakan anak, pihak Katolik memberikan penjelasan kepada anak agar anak dapat mengerti dengan keadaan keluarganya. Sebagian besar responden memberi pengertian agar perbedaan yang terjadi didalam keluarganya bukanlah sebuah masalah selama memiliki sikap solidaritas. Perbedaan juga merupakan anugrah Tuhan, maka orangtua juga mengajak anak untuk memiliki sikap saling menghargai dan menghormati. Tetapi ada juga pihak Katolik yang tidak memberi pengertian kepada anak karena usia anak yang masih bayi. Ada berbagai cara yang dilakukan pihak Katolik untuk mewujudkan pendidikan iman anak di rumah. Dari semua cara itu, 50% pihak Katolik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
memberikan pendidikan iman di rumah dan 50% lainnya hanya menerapkan pendidikan karakter dan menyerahkan pendidikan iman kepada pihak non Katolik. Tidak dipungkiri bahwa untuk melaksanakan pendidikan iman anak di rumah tidaklah mudah. Perlu pendekatan dahulu kepada pasangan non Katolik agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran, karena pendidikan iman anak merupakan masalah yang sensitif dalam keluarga dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja. Hampir seluruh responden membuat kesepakatan terlebih dahulu sebelum menikah. Baik itu kesepakatan pendidikan
iman anak berada pada pihak Katolik maupun ada ditangan pihak non Katolik. Tetapi ada beberapa yang membiarkan masalah pendidikan mengalir begitu saja dan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada anak. Dalam usaha mewujudkan pendidikan iman di rumah, pihak Katolik mengalami beberapa kesulitan, di antaranya adanya campur tangan pihak luar yang dapat mengganggu psikis anak dan mempengaruhi kepribadiannya, kurang kedekatan pihak Katolik terhadap anak sehingga anak lebih mengikuti keinginan pihak non Katolik, kurangnya pengetahuan iman pihak Katolik. Dampak perkawinan beda agama dan beda gereja tidak hanya berpengaruhi pada pendidikan iman anak, melainkan juga berpengaruh terhadap kehidupan menggereja umat yang bersangkutan. Sebagian besar umat yang melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja tidak aktif dalam hidup menggereja maupun kegiatan menggereja lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
BAB IV REFLEKSI KRITIS ATAS AJARAN GEREJA DENGAN KENYATAAN YANG TERJADI
A. AJARAN GEREJA 1.
Tujuan Perkawinan Dalam KHK 1983, kan. 1055 §1 “Dengan perjanjian perkawinan pria dan
wanita membentuk antara mereka kesamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak”. Tujuan perkawinan ini terkait erat satu sama lain meskipun masing-masing memiliki nilai sendiri. KHK 1983, kan. 1055 §1 mengikuti paham perkawinan Konsili Vatikan II yang berbunyi: Menurut sifat kodratinya lembaga perkawinan sendiri dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada lahirnya keturunan serta pendidikannya, dan sebagai puncaknya bagaikan dimahkotai olehnya (GS art. 48) dan menurut hakikatnya perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada adanya keturunan serta pendidikannya. Memang anak-anak merupakan karunia perkawinan yang paling luhur, dan besar sekali artinya bagi kesejahteraan orangtua sendiri (GS, art. 50). Dengan demikian, Konsili Vatikan II dan KHK sama-sama menonjolkan aspek personalistik dan relasional dari lembaga perkawinan. Kelahiran dan pendidikan anak dipandang sebagai karunia dan mahkota dari relasi timbal balik suami istri. Namun, jika suatu perkawinan tidak dikaruniai anak, bukan berarti mereka tidak bahagia, perkawinan tetap mempunyai arti dan nilai bagi kesejahteraan suami istri sendiri melalui kesetiaan relasi suami istri, keharmonisan keluarga, saling melengkapi dan menyempurnakan masing-masing pasangan, serta tak terputuskannya perkawinan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
a.
Kesejahteraan suami istri Di dalam perkawinan suami istri saling menyerahkan diri dan saling
menerima untuk membentuk perkawinan. Kehendak tersebut diungkapkan melalui perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali (KHK kan. 1057§2). Pernyataan ini di dukung dengan himbauan FC, art. 43 yang berbunyi: Untuk membangun relasi yang baik antara suami istri dibutuhkan suatu persekutuan yang sejati dan matang di antara mereka berdua. Persatuan yang sejati dan matang itu ditandai dengan sikap hormat, mau berdialog, bersikap adil dan menaruh cinta kasih terhadap pasangannya. Paus juga menegaskan bahwa kedewasaan pribadi masing-masing pasangan juga tampak dalam kerelaannya untuk saling memberikan diri, saling terbuka, mau berdialog serta sikap tanpa pamrih” dan “melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji perkawinan untuk saling menyerahkan diri seutuhnya (FC, art. 19).
b.
Kelahiran Setiap perkawinan dan keluarga memiliki tujuan kodrati untuk
menciptakan keturunan dan meneruskan generasi. Perkawinan dan keluarga adalah satu-satunya lembaga natural yang bertujuan untuk melahirkan dan mendidik anak serta untuk menolak pandangan yang mengatakan bahwa anak bisa diadakan melalui cara apa saja yang bukan perkawinan atau keluarga. Dalam HV, art. 8, Paus Paulus VI mengajarkan: Perkawinan adalah lembaga yang ditetapkan secara bijaksana oleh Allah untuk mewujudkan rencana kasih-Nya bagi umat manusia. Melalui penyerahan diri timbal balik yang khas, personal dan ekslusif, suami istri membentuk persekutuan hidup untuk saling membantu mencapai kesempurnaan pribadi, serta untuk bekerja sama dengan Allah untuk menciptakan generasi baru dan mendidiknya. Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Pastoral GS, art. 50 mengajak suami istri Kristiani untuk mengemban fungsi prokreasi dari relasi mereka dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
kemurahan
hati, serta dengan tanggung jawab manusiawi dan Kristiani.
Konstitusi ini didukung oleh Paus Yohanes Paulus II dengan ajarannya: Dalam realitasnya yang terdalam, cinta kasih pada hakikatnya adalah pemberian diri. Cinta kasih suami istri, yang mengantar mereka untuk saling mengenal hingga menjadikan mereka „satu daging‟, tidak terkuras habis hanya untuk suami-istri berdua saja, melainkan memampukan mereka untuk suatu pemberian diri setinggi mungkin, untuk mana mereka menjadi rekan kerja Allah dalam meneruskan kehidupan baru dan menumbuhkembangkannya menjadi pribadi manusia. Demikianlah, ketika suami istri saling memberikan diri, mereka melangkah melampaui relasi mereka sendiri dengan melahirkan anak: cermin hidup dari cinta kasih mereka sendiri, tanda tetap dari kesatuan relasi mereka, dan ungkapan yang nyata dan tak terpisahkan dari status mereka sebagai ayah dan ibu (FC, art. 14) (Catur Raharjo, 2006: 54-55).
c.
Pendidikan Iman Pendidikan iman tidak hanya salah satu tujuan perkawinan, tetapi juga
ajaran yang tercantum dalam dokumen Gereja yang harus dipenuhi oleh orangtua sebagai tugas dan kewajibannya. Orangtua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun, karena orangtua merupakan pendidik pertama dan utama sehingga perannya tidak dapat digantikan. Pernyataan ini juga tercantum dalam Konsili Vatikan II yang menyatakan: Karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, mereka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula untuk dilengkapi (GE, art 3). Tugas mendidik anak bukan sesuatu yang sepele sehingga bisa dialihkan kepada orang lain. Orangtua sudah diikutsertakan Tuhan dalam proses penciptaan anak-anak mereka, maka selanjutnya orangtua juga mempunyai tugas untuk mendidik mereka. Maka orangtua menjadi “pendidik pertama dan utama bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148 anak-anak mereka” dan peran ini tidak dapat sepenuhnya didelegasikan kepada orang lain (KGK 1653, FC, art. 36). Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan akibat dari perkawinan. Dalam KHK 1983, kan. 1136 menegaskan tugas pendidikan ini merupakan efek perkawinan, “Orangtua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural, maupun moral dan religius”. Pendidikan merupakan hak primer karena merupakan tugas pertama dan utama orangtua berdasarkan relasi orangtua dan anak dalam keluarga. Lembaga pendidikan lainnya hanyalah bersifat sekunder dan sebagai pelengkap. Sedangkan pendidikan merupakan hak dan kewajiban esensial orangtua karena terkait langsung dengan tugas dan panggilan orangtua untuk meneruskan kehidupan baru. Pendidikan ini tidak hanya membantu anak untuk bertumbuh dewasa secara fisik dan mental, tetapi juga membimbing anak-anak supaya mampu memahami iman Katolik dan semakin menyadari karunia iman serta panggilan hidup mereka (GE, art. 2). Konsili Vatikan mengajarkan bahwa pendidikan anak tidak terbatas pada mengajarkan anak menjadi orang yang baik, tetapi agar anak memperoleh pengetahuan tentang keselamatan kekal, supaya mereka menjadi semakin sadar akan karunia iman yang mereka miliki. Anak juga perlu belajar bagaimana menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran di dalam upacara liturgi (GE, art. 2). Orangtua perlu menjelaskan makna sakramen-sakramen terutama Ekaristi atau Misa Kudus agar anak memiliki kerinduan untuk mengambil bagian di dalamnya. Ekaristi memberikan keluarga karunia cinta kasih yang menjadi dasar dan jiwa bagi persekutuan keluarga dan misi yang diembannya, sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
perlu suatu permenungan bagi setiap keluarga, sejauh mana mereka telah melaksanakan hal-hal tersebut, seperti dengan setia mengajak anak untuk mengikuti perayaan Ekaristi, setidaknya setiap hari Minggu. Begitu juga peran orangtua dalam mewartakan Injil kepada anak mereka menjadi tidak tergantikan, bahkan harus diteruskan pada usia remaja dan usia muda. Hal ini disampaikan dengan kasih, kesederhanaan, kepraktisan dan teladan hidup sehari-hari (CT, art. 68 dan FC, art. 53). Orangtua harus membantu anakanak untuk menemukan panggilan hidup mereka, dengan menanamkan nilai-nilai luhur untuk melayani sesama dengan kasih, melakukan tugas keseharian dengan kesetiaan dan menyadari tentang keikutsertaan mereka dalam misteri pengorbanan Kristus. Maka dalam mendidik anak, orangtua adalah pewarta Injil yang pertama kepada anak, pertama-tama melalui teladan hidup, melalui doa bersama sebagai satu keluarga, dengan pembacaan sabda Tuhan, dan dengan memperkenalkan anak kepada Gereja (FC, art, 39). Dalam hal ini orangtua tidak bekerja sendirian, namun dibantu juga oleh pihak sekolah, ataupun juga kelompok bina iman di Paroki. Namun keberadaan sekolah dan bina iman ini tidak menggantikan peran orangtua dalam mengajarkan tentang iman kepada anak. Orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk mengajarkan anak berdoa. Orangtua wajib mendidik anak-anak berdoa, secara bertahap membangun jalinan hati dengan Allah secara pribadi (FC, art 60). Doa keluarga menyiapkan anggotanya bagi doa dan ibadat Gereja. Keluarga perlu pergi bersama ke gereja pada hari Minggu, mempersiapkan penerimaan sakramen-sakramen dengan memadai, merenungkan Sabda di rumah, dan berdoa rosario bersama (FC, art.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
61). Maksud dari doa bersama adalah untuk mempersiapkan anak terhadap doadoa liturgis Gereja, terutama dalam perayaan Ekaristi. Selain dari doa pagi dan malam, keluarga juga dianjurkan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci, mempersiapkan perayaan sakramen terutama Ekaristi (misalnya Sabtu malam keluarga telah membaca dan merenungkan bersama, bacaan Injil untuk Misa hari Minggu esoknya), mendoakan devosi dan penyerahan kepada Hati Kudus Yesus, bermacam devosi kepada Bunda Maria, terutama doa rasario, mengucapkan doa sebelum dan sesudah makan, dan pelaksanaan doa-doa devosi lainnya. Orangtua memberikan pendidikan kepada anak-anak meliputi pemilihan sekolah, tempat anak akan mengembangkan kemampuannya secara formal. Orangtua mempunyai kebebasan sepenuhnya dalam memilih sekolah yang baik bagi anak-anaknya. Orangtua diingatkan untuk membangun kerja sama dengan lembaga pendidikan formal sekolah demi perkembangan dan kemajuan pembinaan
iman
Kristiani
anak-anak.
Mereka
diingatkan
untuk
menyelenggarakan atau menuntut apa saja yang diperlukan untuk kemajuan pembinaan iman anak (GE, art. 7). Hal ini dipertegas oleh DH, art. 5 mengenai peran dan kewajiban pemerintah dalam pendidikan iman anak. Kewajiban pertama dari pemerintah adalah mengakui hak orangtua dalam memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya memberikan pendidikan iman kepada anakanak, termasuk memilih sekolah bagi mereka. Kewajiban kedua adalah menyediakan pelajaran-pelajaran di sekolah yang mendukung perkembangan iman anak, khususnya pendidikan keagamaan. Selain pemilihan sekolah, suasana kasih harus ada di dalam rumah kita, agar kita dapat mendidik anak-anak kita dengan baik. Maka para orangtua harus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
menciptakan suasana di rumah yang penuh kasih dan penghormatan kepada Tuhan dan sesama dalam hal ini para anggota keluarga di rumah sehingga pendidikan pribadi dan sosial yang menyeluruh bagi anak dapat ditumbuhkan. Keluargalah yang menjadi sekolah pertama bagi anak untuk mengajarkan bagaimana caranya hidup menjadi orang yang baik (FC, art. 36).
2.
Perkawinan beda agama dan beda gereja Dalam perkawinan, suami istri bersama-sama mengupayakan untuk
mewujudkan persekutuan hidup dan cinta kasih dalam segala aspek, yang meliputi personal-manusiawi dan spiritual-religius. Agar persekutuan tersebut dapat tercapai dengan mudah, Gereja menghendaki agar umatnya memilih pasangan hidup yang seiman, mengingat bahwa iman berpengaruh kuat terhadap kesatuan lahir batin suami istri, pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga. Namun Gereja juga menyadari adanya pluralitas yang ada di masyarakat, di mana orang Katolik hidup berdampingan dengan non Katolik. Adanya semangat ekumenis Gereja Katolik untuk merangkul dan kerjasama dengan pihak Kristen lainnya, serta kesadaran akan kebebasan beragama, telah mendorong Gereja Katolik sampai pada pemahaman akan realita terjadinya perkawinan beda agama dan beda gereja. Gereja mengatur perkawinan beda agama dan beda gereja dalam KHK. Dalam KHK tentang perkawinan orang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan orang baptis tidak Katolik (mixta religio) terdapat pada kan. 1124 yang berbunyi: Perkawinan antara dua orang dibaptis, yang di antaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya setelah baptis, sedangkan pihak yang lain menjadi anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, tanpa izin jelas dari otoritas yang berwenang, dilarang. Sedangkan perkawinan orang baptis Katolik dengan orang yang tidak dibaptis (disparitas cultus) terdapat pada kanon 1086§1 dan §2 yang berbunyi: §1 Perkawinan antara dua orang yang di antaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkan secara resmi, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah. §2 Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, sebelum dipenuhi syaratsyarat yang disebut dalam kan. 1125 dan 1126. Syarat-syarat yang ditegaskan dalam kan. 1125 di antaranya: §1 Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberi janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik di dalam Gereja Katolik. §2 Mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak Katolik itu pihak lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik. §3 Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat-sifat hakiki perkawinan, yang tidak dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya. Dan kan. 1126 berbunyi “Adalah tugas Konferensi Waligereja untuk menentukan baik cara pernyataan dan janji yang selalu dituntut itu, harus dibuat, maupun cara bagaimana hal-hal itu jelas dalam tata lahir, serta bagaimana pihak tidak Katolik diberitahu”. Pernyataan kan. 1125 §1 mengenai janji pihak Katolik untuk membaptis dan mendidik anak dipertegas oleh kan. 867 §1 yang berbunyi: “Para orangtua wajib mengusahakan agar bayi-bayi dibaptis dalam mingguminggu pertama; segera sesudah kelahiran anaknya, bahkan juga sebelum itu, hendaknya menghadap pastor Paroki untuk meminta sakramen bagi anaknya serta dipersiapkan dengan semestinya untuk itu”. KHK menekankan orangtua untuk membaptis anaknya sebagai wujud Gereja melindungi hak dan kewajiban pihak Katolik sebagai orangtua dari pihak non Katolik. Melalui hukum dan pedoman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153
pastoralnya,
Gereja
mengingatkan
pihak
Katolik
untuk
melaksanakan
kewajibannya. Namun demikian, Gereja juga menekankan pihak Katolik untuk tetap
menghormati
kebebasan
beragama
pasangan
non
Katolik
dalam
melaksanakan kewajibannya mewariskan iman Katolik kepada anak-anak. Hal ini ditegaskan oleh FC, art. 78 mengenai perhatian harus diberikan kepada kewajiban pihak Katolik untuk dapat dengan bebas melaksanakan imannya dan sedapat mungkin membaptis anak-anak dan mendidik mereka secara Katolik.
B. KENYATAAN YANG TERJADI Setiap perkawinan Katolik memiliki tujuan yang harus dilaksanakan, di antaranya kesejahteraan suami istri, keturunan, dan pendidikan anak. Sedangkan bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang berat. Selain melaksanakan tujuan perkawinan, mereka juga harus membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik sesuai dengan janji yang telah diucapkannya. Melihat kenyataan yang terjadi di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja secara keseluruhan memahami kesejahteraan suami istri sebagai tujuan perkawinan. Kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan timbal balik dan dibangun atas dasar kemampuan masing-masing untuk saling menyesuaikan dan menyempurnakan diri demi pasangan. Relasi suami istri ini bertujuan untuk saling melengkapi satu sama lain, memenuhi hak dan kewajiban antar pasangan. Kesejahteraan suami istri dalam perkawinan beda agama dan beda gereja diwujudkan dengan cara menghormati iman pasangannya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154
memberikan kebebasan kepada pasangannya untuk memelihara iman dan melaksanakan kewajiban agamanya. Setiap perkawinan dan keluarga memiliki tujuan kodrati untuk menciptakan keturunan dan meneruskan generasi. Kehadiran anak sangat ditunggu-tunggu dalam setiap keluarga. Begitu juga yang terjadi pada umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi, bagi mereka kelahiran anak dalam keluarga merupakan anugrah yang sangat berharga dalam perkawinan yang mereka jalani karena dapat memperkuat cinta kasih suami istri dan mewujudkan kesejahteraan mereka. Kelahiran juga merupakan tujuan kodrati dari setiap perkawinan sehingga suami istri sama-sama terbuka dan tidak menghalangi adanya kelahiran anak yang mengakibatkan perkawinan mereka tidak sah. Tugas mendidik anak bersumber dari panggilan asli orangtua untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Karena cinta dan demi cinta orangtua telah melahirkan kehidupan baru yaitu anak, maka anak akan berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang utuh. Umat Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi yang melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja menyadari tugas mereka sebagai orangtua yang menjadi pendidik utama dan pertama bagi anak sehingga orangtua memiliki kewajiban utama dan langsung memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Tetapi dalam pelaksanaan di kehidupan sehari-hari, mereka belum sepenuhnya melaksanakan pendidikan iman anak di rumah. Dari keseluruhan umat yang melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja, masih ada umat yang belum mengenalkan Injil kepada anak, mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi bersama, mengajak anak berdoa bersama di rumah, mendukung dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155
melibatkan anak dalam kegiatan menggereja seperti PIA, PIR, misdinar, dan lektor. Sebaliknya hampir keseluruhan umat menyetujui bahwa orangtua mengajarkan anak berdoa atas dasar perwujudkan janji perkawinan, tetapi pada kehidupan sehari-hari masih ada umat yang belum melaksanakan kewajibannya untuk mengajarkan anak berdoa doa Katolik seperti Bapa Kami dan Salam Maria. Bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja telah memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anak dididik dalam Gereja Katolik. Sedangkan pihak non Katolik diberitahu pada waktunya mengenai janji-janji yang harus dibuat pihak Katolik, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik. Tetapi sangat disayangkan karena ternyata masih banyak di antara mereka yang tidak setuju jika orangtua Katolik harus membaptis dan mendidik anaknya dalam iman Katolik. Tidak dipungkiri sangat sulit bagi pasangan Katolik untuk melaksanakan janji dan kewajibannya memberikan pendidikan iman anak di rumah, karena suasana rumah sangat mempengaruhi perkembangan iman anak. Maka orangtua harus menciptakan suasana di rumah yang penuh kasih, menghormati Tuhan dan sesama, sehingga pendidikan pribadi dan sosial yang menyeluruh pada anak dapat ditumbuhkan. Dalam keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja harus dapat menciptakan suasana yang saling mendukung terutama dalam memberikan pendidikan iman kepada anak di rumah. Untuk mencapai pertumbuhan anak menjadi pribadi yang utuh, selain pendidikan iman perlu didukung oleh pendidikan moral, psikis afeksi dan sosial budaya untuk menyempurnakan perkembangan anak. Tidak semua umat mampu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 156
memberikan pendidikan iman kepada anak di rumah tetapi mereka semua mampu memberikan pendidikan moral, psikis afeksi, dan sosial budaya. Tidak semua dari mereka mau berusaha untuk memberikan pendidikan iman anak di rumah dengan keadaan orangtua yang berbeda keyakinan. Ada dari mereka yang membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik, tetapi juga ada dari mereka yang menyerahkan pendidikan iman bagi anak kepada pihak non Katolik. Keadaan kedua orangtua yang berbeda iman akan membawa anak pada kebingungan melihat kedua orangtuanya menjalankan dua ritual agama yang berbeda. Untuk mengatasi kebingungan anak melihat perbedaan yang terjadi pada orangtuanya, mereka menjelaskan kepada anak bahwa perbedaan itu indah dan merupakan anugrah dari Tuhan, sehingga meskipun kedua orangtua berbeda iman tetap harus memiliki sikap toleransi, saling menghormati, saling menyayangi, tidak boleh menghina dan saling mengingatkan kewajiban agama satu sama lain, karena pada dasarnya semua agama itu baik. Namun, ada orangtua yang tidak memberikan penjelaskan kepada anak karena beberapa alasan, di antaranya usia anak yang masih balita, takut menimbulkan pertengkaran dengan pasangannya dan lebih memilih menanamkan pendidikan karakter pada anak sebagai pendidikan utama. Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja perlu berkomunikasi mengenai pendidikan iman yang akan diberikan kepada anak. Pihak Katolik yang mendapat tanggung jawab memberikan pendidikan iman kepada anak, mereka berusaha mengajarkan anak doa Katolik, mengajak berdoa dan membaca Injil bersama, mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi, dan mendukung kegiatan menggereja. Pendidikan iman anak menjadi tanggung jawab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157
pihak Katolik karena pihak non Katolik menghargai janji yang telah diucapkan pasangannya. Namun demikian, pihak non Katolik tidak lepas tangan, tetapi ikut mendukung pelaksanaan pendidikan iman anak, seperti mengingatkan anak berdoa, mengantar ke gereja, mendukung anak dibaptis, mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja, menghormati perbedaan, memberikan contoh dan teladan yang baik. Kesepakatan lain yaitu pada saat anak mencapai usia yang cukup matang untuk mengambil keputusan, pilihan diserahkan kepada anak karena agama merupakan hak asasi manusia. Ada juga orangtua yang memilih memberikan pendidikan karakter sebagai pendidikan utama anak. Sebaliknya, ada orangtua yang tidak berani mengkomunikasikan hal pendidikan iman anak karena takut menyinggung perasaan masing-masing pasangan sehingga membiarkan permasalahan ini mengalir begitu saja. Bagi pihak Katolik yang sibuk bekerja lebih memilih menyerahkan pendidikan iman anak kepada pihak non Katolik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
BAB V REKOLEKSI BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA SEBAGAI USAHA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN ORANGTUA AKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN IMAN ANAK PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI
Pembahasan sebelumnya telah menguraikan tentang penelitian pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terhadap pendidikan iman anak berusia 0-16 tahun. Maka dari itu, sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, penulis berusaha memberikan sumbangan pemikiran mengenai model pendampingan dalam bentuk rekoleksi untuk pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Rekoleksi ini sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja, terkhusus untuk pihak Katolik akan pentingnya pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah. Tujuan rekoleksi ini untuk mengingatkan orangtua akan kewajibannya sebagai pendidik pertama dan utama, khususnya untuk pendidikan iman bagi anak. Rekoleksi dikemas secara menarik dan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan peserta, sehingga mampu membangun minat untuk mengikuti kegiatan tersebut dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah oleh orangtua. Dalam sumbangan pemikiran ini akan ada 1 tema dengan 3 judul sesi yang diusulkan. Proses pelaksanaan rekoleksi akan dijelaskan dalam sumbangan pemikiran ini beserta gambaran dan contoh satuan persiapan kegiatan rekoleksi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159
A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI Pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah merupakan kewajiban setiap orangtua yang tidak bisa dipungkiri atau dihindari. Orangtua merupakan pewarta iman yang pertama bagi anak-anak melalui perkataan dan teladan. Bagi pasangan suami istri perkawina beda agama dan beda gereja, sebagai pihak Katolik mempunyai kewajiban membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik. Mereka harus menyambut kehadiran anak-anak sebagai anugrah Tuhan yang harus didampingi dalam masa pertumbuhannya. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa pihak Katolik perkawinan beda agama dan beda gereja masih banyak yang belum melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik pertama dan utama. Terbukti dari sebanyak 55% pihak Katolik jarang dan tidak pernah mengenalkan Kitab Suci kepada anak, 50% pihak Katolik jarang dan tidak pernah mendukung dan melibatkan anak mengikuti kegiatan menggereja seperti PIA, PIR, misdinar, dan sebagainya, 45% pihak Katolik jarang dan tidak pernah melakukan doa bersama di keluarga. Hal ini mengakibatkan pendidikan iman anak kurang mendapat perhatian dari pihak Katolik sehingga janji untuk membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik tidak terealisasi. Masih ada pihak Katolik yang merasa kebingungan untuk melaksanakan pendidikan iman anak karena beberapa hal, di antaranya masalah pendidikan iman anak merupakan hal yang sensitif, takut menyinggung perasaan pasangan, takut menimbulkan pertengkaran, dan lebih memilih memberikan pendidikan karakter. Hal ini terjadi karena masalah pendidikan iman anak dalam keluarga perkawinan beda agama dan beda gereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 160
merupakan persoalan yang rumit dan dilematis, mengingat masing-masing orangtua terikat tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam iman yang mereka yakini. Pihak Katolik yang sungguh-sungguh menyadari pentingnya pendidikan iman anak di rumah akan melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama. Ia akan melakukan pendekatan kepada pasangannya mengenai kewajibannya untuk membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik, serta mencari pola pendidikan iman bagi anak sesuai dengan keadaan dan ketegangan yang ada. Untuk mencapai perkembangan iman anak yang baik diperlukan kerjasama dan kesamaan pandangan kedua orangtua serta sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati agama masing-masing. Maka dari itu, salah satu model pendampingan iman dalam bentuk rekoleksi sangat cocok bagi mereka karena akan membuat mereka semakin menyadari janji perkawinan yang pernah diucapkan. Selain itu, rekoleksi juga memiliki waktu lebih efektif dan efisien. Rekoleksi sebagai usaha memperkembangkan kehidupan iman atau rohani dan sudah merupakan hal yang lazim di lingkungan Gereja Katolik Indonesia, karena sudah umum dijalankan oleh segala macam anggota Gereja, seperti umat, biarawan-biarawati, imam diosesan dan religius (Mangunhardjana, 1984: 7). Rekoleksi merupakan suatu latihan rohani yang dilaksanakan untuk membantu orang memperteguh iman Kristianinya (Kila, 1996: 5). Melalui usulan program ini diharapkan pihak Katolik semakin menyadari akan kewajiban untuk memberikan pendidikan iman anak di rumah, mengingat pihak Katolik pernah mengucapkan janji untuk dengan sekuat tenaga membaptis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 161
dan mendidik anak dalam iman Katolik. Dengan membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik, orangtua memenuhi kewajiban mereka untuk berpartisipasi mengembangkan keanggotaan Gereja. Penulis mengusulkan rekoleksi sebagai usaha program untuk pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Melalui kegiatan rekoleksi ini, gereja mengingatkan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja khususnya pihak Katolik akan kewajibannya melaksankan pendidikan iman anak di rumah, serta janjinya untuk membaptis dan mendidik dalam iman Katolik. Selain itu, gereja juga akan memberi dukungan kepada pihak katolik dan membantu mencari jalan keluar akan permasalahan yang dihadapi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Kegiatan rekoleksi tentu akan dikemas sedemikian baik untuk memenuhi kebutuhan orangtua terutama pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja.
B. USULAN PROGRAM PEMBINAAN IMAN ORANGTUA DALAM BENTUK REKOLEKSI KELUARGA Rekoleksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pihak Katolik perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Pendampingan keluarga dalam bentuk rekoleksi ini dibuat sebagai usaha pendampingan orangtua khususnya pihak Katolik dalam meningkatkan kesadaran akan kewajibannya dalam pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah. Yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah pihak Katolik dari pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 162
Pelaksana pendidikan iman anak merupakan tugas esensial orangtua yang harus dilaksanakan dan tidak dapat digantikan atau dialihkan oleh siapa pun. Orangtua juga dituntut untuk memberikan pendidikan iman anak dalam situasi dan kondisis apa pun, karena orangtua sebagai pendidik pertama dan utama anak. Maka dari itu, perkembangan iman anak sangat ditentukan oleh orangtua.
C. TEMA DAN TUJUAN PROGRAM REKOLEKSI Penulis memberikan sumbangan pemikiran yakni berupa kegiatan pendampingan iman dalam bentuk Rekoleksi. Rekoleksi merupakan kegiatan yang cocok untuk pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja karena waktu yang diperlukan cukup efektif, sehingga materi akan tersampaikan. Dengan adanya rekoleksi ini, pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja merasa disapa dan diperhatikan oleh Gereja, sehingga diharapkan mampu menyadari akan pentingnya pendidikan iman anak di rumah dan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah diharapkan perkembangan iman anak dapat berkembang dengan baik dan dapat berpartisipasi mengembangkan keanggotaan Gereja. Maka dari itu judul rekoleksi yang akan dikemas yaitu “Kewajiban Orangtua”. Rekoleksi ini akan diawali dengan pengantar singkat mengenai tema rekoleksi yaitu tentang kewajiban orangtua. Setelah mengingatkan orangtua akan kewajibannya, pada sesi pertama akan dipaparkan materi tentang mengenalkan Kitab Suci kepada anak. Sesi berikutnya akan ada materi mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja, dan pada sesi terakhir akan dipaparkan materi mengenai doa bersama dalam keluarga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 163
Materi rekoleksi ini disusun sesuai dengan hasil penelitian dan kebutuhan pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Adapun tema, tujuan, subtema, serta tujuan subtema dalam usulan program rekoleksi yakni sebagai berikut: Tema umum
: Kewajiban Orangtua
Tujuan umum
: Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi semakin menyadari kewajibannya
sebagai
orangtua
dalam
melaksanakan
pendidikan iman anak di rumah.
Pembukaan : Pengantar rekoleksi, pemutaran video klip lagu “Srengenge Nyunar” dan doa pembuka Pada pembukaan ini, penulis memilih untuk memberikan pengantar singkat mengenai rekoleksi yang akan dilaksanakan, sehingga peserta memiliki gambaran acara rekoleksi tersebut. Dalam pengantar ini, penulis akan mengawali dengan bernyanyi bersama dan pemutaran video klip lagu “Srengenge Nyunar” untuk mencairkan suasana. Tujuan : Memberikan garis besar kegiatan rekoleksi yang akan dilaksanakan
Pengantar : Pengantar tema “Kewajiban Orangtua” Sebelum masuk materi, penulis memilih memberikan pengantar tema dengan tujuan untuk mengingatkan orangtua akan kewajibannya sebagai orangtua. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh masih ada dari mereka yang belum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 164
mengenalkan Kitab Suci kepada anak, mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja, serta doa bersama dalam keluarga. Tujuan :
Orangtua semakin menyadari akan kewajibannya sebagai pendidik pertama dan utama dalam memberikan pendidikan iman anak.
Sesi I : Mengenalkan Kitab Suci kepada anak Penulis memilih materi mengenalkan Kitab Suci kepada anak pada sesi pertama ini untuk mengingatkan mereka akan kewajibannya dalam mewartakan Kitab Suci. Kitab Suci memuat kekayaan iman yang dapat membantu mengembangkan iman anak. Melalui Kitab Suci, anak akan menemukan ajaran Yesus sebagai dasar iman dan dapat menggali inspirasi dari kehidupan tokohtokoh Kitab Suci. Keluarga harus memupuk panggilan misionaris untuk mewartakan Kitab Suci di antara anak-anak dengan mengajarkan kepada mereka sejak usia dini tentang kasih Allah kepada semua orang. Tujuan : Orangtua semakin menyadari kewajibannya sebagai pewarta Kitab Suci yang pertama bagi anak.
Sesi II : Mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja Pada sesi ini, penulis memberikan materi tentang mendukung dan melibatkan anak dalam kegiatan menggereja. Orangtua berkewajiban untuk membawa anak turut mengambil bagian dalam kehidupan Gereja, baik dalam ibadah di Paroki atau Lingkungan, ataupun kelompok pembinaan iman, seperti PIA, lektor, misdinar, dan sebagainya. Dalam kelompok tersebut, anak dibantu mengembangkan imannya dan dilatih menghayati kebersamaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 165
Tujuan : Membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman dan menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak.
Sesi III : Doa bersama dalam keluarga Doa bersama dalam keluarga menjadi materi penutup pada sesi ini. Doa keluarga selain penting untuk pertumbuhan iman anak, juga memegang peranan penting untuk mempersatukan keluarga. Doa juga merupakan modal yang terkuat bagi keluarga untuk melaksanakan tugas mereka. Tujuan
: Mengingatkan orangtua akan pentingnya doa bersama dalam keluarga
Refleksi Pada sesi ini, penulis memberikan beberapa kutipan ayat Kitab Suci yang memiliki tema mengenai mendidik anak untuk direfleksikan dan menemukan pesan di dalamnya. Tujuan : Membantu orangtua untuk merefleksikan ayat Kitab Suci dan menemukan pesan yang terkandung di dalamnya.
Penutup : pemutaran video singkat dan doa penutup Pada penutupan kegiatan rekoleksi, penulis memilih memutarkan video singkat tentang “kisah pensil” dengan harapan peserta semakin diteguhkan akan kewajiban yang diembannya. Tujuan : Orangtua semakin diteguhkan dengan kewajiban dan tanggung jawab memberikan pendidikan iman bagi anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 166
D. MATRIK PROGRAM Tema Rekoleksi : Kewajiban Orangtua Tujuan umum
: Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi semakin menyadari akan pentingnya pendidikan iman anak di rumah.
No (1) 1.
2.
Tema Rekoleksi (2) Kewajiban Orangtua
Kewajiban Orangtua
Judul Pertemuan (3) Pembukaan
Pengantar tema
Tujuan Pertemuan (4) Memberikan pengantar singkat dan garis besar dari pelaksanaan rekoleksi yang akan dilaksanakan
Orangtua semakin menyadari akan kewajibannya sebagai pendidik pertama dan utama dalam memberikan pendidikan iman anak
Materi (5) - Pembukaan - Doa - Video klip lagu
- Materi tentang kewajiban orangtua - Pemutaran lagu “Sayangilah Keluarga Kita”
Metode
Sarana
(6) - Informasi
-
- Informasi
-
-
(7) Video klip lagu “Srengenge Nyunar” Laptop Speaker LCD Video klip “Sayangilah Keluarga Kita” Laptop Speaker LCD
Sumber Bahan (8) - Wignyasumarta, Ign. Dkk. 2000. Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius - Wignyasumarta, Ign. Dkk. 2000. Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 167
(1) 3.
(2) Kewajiban Orangtua
(3) Sesi I : Mengenalkan Kitab Suci Kepada Anak
(4) Orangtua semakin menyadari kewajibannya sebagai pewarta Kitab Suci yang pertama bagi anak
(5) - Materi tentang pendidikan iman - Cerita “Salah Membaca Kitab Suci”
(6) - Informasi - Tanya jawab - Cerita
- Prihartana. B.R. Agung. 2008. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda Agama. Yogyakarta: Kanisius - Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). 2011. Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor (7) (8) - Cerita “Salah - Yohanes Paulus II. Membaca (1994). Kitab Suci” Keluarga - Laptop Kristiani - Speaker dalam Dunia - LCD Modern:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 168
Amanat Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II (Seri Bina Keluarga). (A. Widyamartaya, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius dalam kerja sama dengan Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981). - Wharton, J. Paul. (1994). 111 Cerita & Perumpamaan bagi Para
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 169
(1) 4.
(2) Kewajiban Orangtua
(3)
(4)
Sesi II: Mendukung dan Melibatkan Anak dalam Kehidupan Menggereja
Membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman dan menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak.
(5)
(6)
- Materi - Informasi mendukung - Tanya dan Jawab melibatkan anak dalam kehidupan menggereja - Artikel “Menata Gereja Kecil”
(7) - Artikel “Menata Gereja Kecil” - Laptop - Speaker - LCD
Pengkhotbah dan Guru. Yogyakarta: Kanisius. (8) - Komisi Keluarga Keuskupan Malang. 1998. Pedoman Bina Iman Usia Dini dalam Keluarga. Malang: Komisi Keluarga Keuskupan Malang - Afioma, Gregorius. Menata Gereja Kecil. http://indonesi a.ucanews.co m/2013/06/07/ menata-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 170
(1) 5.
(2) Kewajiban Orangtua
(3) Sesi III: Doa Bersama dalam Keluarga
(4) Mengingatkan orangtua akan pentingnya doa bersama dalam keluarga
(5) (6) - Materi “Doa - Informasi Bersama - Tanya dalam Jawab Keluarga” - Nonton - Cerita “Doa itu Kebutuhan”
„gereja-kecil‟/. Diakses pada 9 February 2015. (7) (8) - Cerita “Doa - Yohanes Paulus II. itu (1994). Kebutuhan” Keluarga - Laptop Kristiani - Speaker dalam Dunia - LCD Modern: Amanat Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II (Seri Bina Keluarga). (A. Widyamartaya, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius dalam kerja sama dengan Komisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 171
(1) 6.
(2) Kewajiban Orangtua
(3) Refleksi
(4) Membantu orangtua untuk merefleksikan ayat Kitab Suci dan menemukan pesan
(5) - Ayat Kitab Suci
(6) - Refleksi
(7) - Ayat Kitab Suci
Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981). - Gereja Isa Almasih Jemaat Jemursari Surabaya. Doa itu kebetuhan. http://giajemur sarisurabaya. blogspot.com/ 2010/01/doaitukebutuhan.htm l?m=1. Accesed on February 9, 2015. (8) LAI. (1995). Alkitab. Jakarta:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 172
yang terkandung dalamnya. (1) 7.
(2) Kewajiban Orangtua
(3) Penutup
di
(4) Orangtua semakin diteguhkan dengan kewajiban dan tanggung jawab memberikan pendidikan iman bagi anak.
(5) (6) - Video “kisah - Nonton pensil” - Doa penutup
(7) - Video “kisah pensil” - Video Klip “Sayangilah Keluarga Kita
Lembaga Alkitab Indonesia (8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 173
E. GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM Kegiatan rekoleksi ini dapat dilaksanakan dalam bentuk rekoleksi sehari yang dilaksanakan pada hari Minggu atau menyesuaikan keadaan peserta. Rekoleksi dapat dilaksanakan di lingkungan Paroki atau mencari tempat lain sesuai dengan keinginan jika dimungkinkan.
F. CONTOH PERSIAPAN SALAH SATU SESI DALAM REKOLEKSI Pembukaan : Pengantar rekoleksi 1.
Doa pembukaan dengan diawali pemutaran slide lagu “Srengenge Nyunar” Lagu
:
Srengenge nyunar kanti mulyo Angine midit klawan reno Manuke ngoceh ono ing wiwitan Kewane nyenggut ono ing pasuketan Kabeh podo muji, Allah kang mulyo Kabeh podo muji, Allah kang mulyo Matahari bersinar trang Burung berkicau lah senang Harum semerbak lah bunga di taman Semua yang mengajar pada kita Dan memuji nama Allah Yang Esa Dan memuji nama Allah Yang Esa
Doa
: Allah Bapa Yang Mahabaik, kami mengucap syukur kepadaMu, karena pada saat ini kami Kau kumpulkan di tempat ini untuk sejenak melihat bersama-sama perjalanan hidup kami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 174
masing-masing. Kami Kau panggil untuk mendidik dan membesarkan anak-anak yang Kau percayakan kepada kami dengan penuh kasih dan iman kepercayaan yang penuh. Kami menyadari bahwa tanggung jawab kami ini tidak semudah ketika kami mengucapkannya. Untuk itu, kami mohon bimbingan dan terang Roh Kudus-Mu agar kami boleh menyadari kewajiban kami. Doa ini kami panjatkan dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.
2.
Pengertian rekoleksi dan pengantar Bapak ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, hari ini kita akan
mengadakan rekoleksi orangtua, terkhusus untuk pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Rekoleksi berasal dari kata Re-Collectare yang memiliki arti mengumpulkan kembali, merefleksikan, mencatat, dan doa. Rekoleksi juga merupakan latihan rohani yang dilaksanakan untuk membantu orang memperteguhkan iman Kristianinya, dalam hal ini yaitu pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja. Dalam rekoleksi hari ini, tema kita adalah Kewajiban Orangtua. Kita akan melihat kembali perjalanan bapak ibu dalam menjalankan kewajibannya sebagai orangtua. Dalam perjalanan tersebut dan dengan mengacu pada materi yang akan kami sampaikan, apakah bapak ibu sudah melaksanakan kewajiban sebagai orangtua? Atau bahkan belum sama sekali? Maka untuk mencapai itu saya membutuhkan kerja sama dari bapak ibu untuk mensukseskan acara kita ini, sehingga pada akhir acara, kita dapat mengambil pelajaran, hal-hal positif, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 175
merefleksikan diri kita masing-masing sebagai orangtua, terkhusus dalam pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah. Oleh karena itu, saya minta bantuan bapak ibu untuk ikut aktif ambil bagian dalam acara ini, dan kiranya apabila bapak ibu memiliki pertanyaan, kami akan memberikan kesempatan bagi bapak ibu untuk menyampaikannya dan kami akan berusaha membantu menjawab.
Pengantar tema : Kewajiban Orangtua 1.
Kewajiban Orangtua Keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan iman anak.
Kewajiban suami istri untuk memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya berakar pada panggilan suami istri yang menikah. Tugas ini dimengerti sebagai usaha untuk berpartisipasi dan mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Dengan melahirkan anak, orangtua mengemban tugas dan kewajiban membantu anak agar anak-anak yang dilahirkan sungguh mampu hidup sebagai manusia. Tugas itu disebut pertama dan utama karena tak tergantikan dan memperkaya nilai-nilai cinta kasih yang khas dari otangtua sendiri. Tugas dan kewajiban itu sudah diketahui pada waktu mengucapkan janji perkawinan. Orangtua mempunyai kewajiban sangat erat dan hak primer untuk dengan sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, kultur maupun moral dan religius (Kan. 1136) (Wignyasumarta, 2000: 150). Ada dua alasan prinsip mengapa orangtua Katolik harus memberikan pendidikan iman kepada anak-anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Pertama, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pembinaan untuk mencapai pertumbuhan yang meliputi fisik, intelektual, moral dan spiritual. Kedua, orangtua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 176
adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan kehidupan dengan segala aspeknya kepada anak. Orangtua juga adalah pewarta iman yang berkewajiban membina pribadi anak-anak supaya mereka mengenal dan menerima kebenaran dan mempunyai pengalaman
sebagai pribadi yang
dicintai dan mencintai Allah dan sesama (Agung Prihartana, 2008: 55-56). Dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anak di tengahtengah keluarga, orangtua sebaiknya mengusahakan cara-cara konkret dalam halhal doa pribadi dan bersama, mengikuti perayaan Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, ikut ambil bagian dalam kelompok pengembangan iman, dan ikut ambil bagian dalam kegiatan ziarah.
a.
Doa pribadi dan doa bersama Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur, baik secara pribadi,
bersama keluarga maupun komunitas basis gerejawi. Perlu dijelaskan kepada mereka bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka yang masih kecil pada awalnya hanya meniru sikap orangtua saja dalam berdoa, namun secara bertahap sesuai dengan perkembangan umur dan pemahamannya, mereka perlu didorong untuk mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa. Selain itu, dalam berdoa mereka dilatih untuk mengungkapkan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario, dan lain-lain (PPK, no. 35§1).
b.
Mengikuti Perayaan Liturgi Sejak dini anak-anak perlu diajak mengambil bagian aktif dalam perayaan
liturgi terutama Ekaristi, supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 177
Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat di dalamnya. Bila mereka sudah mampu memahami, orangtua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan dan dalam perjamuan itu Tuhan memberikan diriNya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus (PPK, no. 35§2).
c.
Membaca dan merenungkan Kitab Suci Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk
mengembangkan iman anak-anak. Melalui pembacaan Kitab Suci, anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya. Melalui pembacaan Kitab Suci itu, anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan hidup-Nya dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci. Jadi, Kitab Suci adalah buku pegangan yang paling tepat untuk anak-anak (PPK, no. 35§3).
d.
Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman Untuk membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman dan
menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak, mereka dihimbau untuk senantiasa mendorong anak-anak untuk ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman, misalnya sekolah minggu, Pembinaan Iman Anak dan Pembinaan Iman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 178
Remaja (PIA dan PIR). Dalam pertemuan kelompok-kelompok tersebut, anakanak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja (PPK, no. 35§4).
e.
Ikut Ambil Bagian dalam Ziarah Ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan
buah-buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka (PPK, no. 35§5). Agar kewajiban mendidik anak berhasil, orangtua harus menciptakan suasana kondusif yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Suasana kondusif yang dimaksud yaitu suasana kekeluargaan yang ditandai oleh adanya kasih sayang, harmonis, saling menghormati, komunikasi yang jujur dan terbuka.
2.
Pemutaran video klip lagu “sayangilah keluarga kita”
Tuhan memberikan kita Ibu bapa yang mulia Untuk membentuk satu keluarga Kristus Kita sebagai anak anugrah Tuhan Ibu bapa memainkan Peranan penting dalam keluarga Ayah bekerja mencari nafkah Ibu menjaga kita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 179
Pengorbanan mereka tidak ternilai Reff : Sayangilah keluarga kita Hormatilah ibu bapak kita Tuhan memanggil mereka menjadi ibu bapak, hohoo Kita dipanggil menjadi anak mereka Oleh itu hargailah keluarga kita Yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus Tuhan membantu keluarga kita Di saat kesusahan Tuhan menghiburkan keluarga kita Di saat kesedihan Tuhan tinggal bersama keluarga kita Hidup lah kita sebagai hohoo Satu keluarga Kristus Membenahi hidup yang harmonis saling mengasihi Berjalan terus bersama Tuhan *kembali reff Bersatulah kita dalam keluarga Hargailah keluarga yang diberi oleh Tuhan Kita adalah umat pilihannya Mengasihi satu sama lain itulah cinta kasih Tuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 180
Sesi I : Mengenalkan Kitab Suci kepada Anak 1.
Materi Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk
mengembangkan iman anak. Melalui Kitab Suci, anak dapat mengenal Allah yang menyelamatkan manusia melalui diri Yesus Kristus. Paulus VI melalui FC menyuarakan “Keluarga seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disiarkan dan asal Injil memancar. Dalam keluarga yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan Injil dan Injili. Orangtua tidak hanya menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, tetapi dari anak-anak mereka sendiri dapat menerima Injil yang sama seperti yang mereka hayati secara mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi penginjil bagi banyak keluarga lainnya, dan penginjil rukun tetangga, yang meliputi keluarga tersebut sebagai salah satu bagiannya” (FC, art. 52). Dengan demikian, orangtua merupakan pewartaa Injil yang pertama bagi anak mereka. Sekolah minggu atau Bina Iman dapat membantu, namun tidak dapat menggantikan peran orangtua dalam mewartakan Injil kepada anak. Orangtua perlu mengajari anak perintah Tuhan dan kasih karunia. Orangtua harus membantu
anak
untuk
menemukan
panggilan
hidup
mereka.
Namun,
kecenderungan yang terjadi sekarang adalah orangtua tidak menyediakan waktu untuk merenungkan firman Tuhan bersama-sama. Sebagai orangtua, kita harus menanggapi kerinduan jiwa mereka untuk mengenal Tuhan.
2.
Cerita “Salah Membaca Kitab Suci” Ada seorang yang ingin mengetahui kehendak Allah tentang sesuatu hal.
Dia mengambil Kitab Suci dan membuka secara sembarangan serta menjatuhkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 181
jari telunjuknya pada halaman tertentu dengan mengandalkan bahwa ayat yang ditunjukkan oleh jarinya akan mengatakan kepadanya apa yang patut dibuat. Betapa menyedihkan hatinya sebab jarinya menunjuk pada teks Matius 27:5 yang mengatakan bahwa Yudas keluar dan menggantung diri. Orang itu berpikir agar lebih baik mencoba lagi. Kali ini jari telunjuknya menunjuk pada teks Lukas 10:37, yang berbunyi, “Pergilah dan berbuatlah yang sama.” Ketika dia mengikuti metode yang sama untuk ketiga kalinya, jarinya jatuh pada teks Yohanes 13:27, yang berbunyi, “Bergegaslah dengan apa yang hendak engkau laksanakan.”
3.
Makna Dari cerita di atas, kita dapat belajar bahwa penting bagi orangtua untuk
mengenalkan Kitab Suci kepada anak sejak dini, sehingga anak tahu bagaimana membuka dan membaca Kitab Suci, bahkan mengormati dan meletakkan Kitab Suci di tempat yang pantas dan layak. Mengenalkan Kitab Suci kepada anak tidak perlu dengan metode kuliah atau sekolah, tetapi orangtua dapat mengajak anak membaca Kitab Suci bergambar, menceritakan kisah Yesus maupun santo santa, bermain tebak-tebakan atau kuis Kitab Suci, mewarnai gambar tokoh-tokoh Kitab Suci dan menceritakan isi gambar tersebut. Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak-anak. Melalui Kitab Suci, anak dapat diperkenalkan tokoh-tokoh Kitab Suci, kehidupan Yesus dengan kisah-kisah yang menarik, anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 182
Sesi II : Mendukung dan Melibatkan Anak dalam Kegiatan Menggereja 1.
Materi Hidup menggereja diibaratkan sebagai sebuah keluarga kecil, di mana
umat sepantasnya terlibat akan seluruh aspek kehidupan yang terjadi. Gereja secara rohani diartikan sebagai umat Allah dan kita tubuhnya dengan Kristus adalah kepalanya. Jadi, jika kita terlibat dalam kegiatan menggereja merupakan hal yang istimewa. Orangtua perlu mengenali bakat dan kemampuan yang dimiliki anak serta mengarahkan untuk mengembangkannya demi kemuliaan Tuhan. Maka jika anak berbakat musik, entah menyanyi atau bermain alat musik, gabungkanlah mereka dalam kelompok koor atau pemazmur di gereja. Jika anak berminat untuk berorganisasi, gabungkanlah mereka dalam kegiatan organisasi Paroki, seperti Putra-putri Altar, PIA, PIR, lektor, dan sebagainya. Melalui keluargalah anak-anak secara berangsur-angsur diarahkan kedalam persekutuan dengan saudara-saudari seiman yang lain di dalam Gereja. Orangtua berkewajiban untuk membawa anak untuk turut mengambil bagian dalam kehidupan Gereja, baik dalam ibadat maupun kegiatan rohani dalam kelompok Gereja. Persaudaraan sesama umat Katolik di dalam Kristus, harus juga diperkenalkan sejak dini kepada anak. Sedini mungkin mereka harus menyadari bahwa selain menjadi anggota keluarga sendiri, ia merupakan anggota keluarga Allah yang lebih besar, yaitu Gereja. Sehingga jika ia aktif mendukung Gereja, artinya ia turut memuliakan Allah yang mendirikannya. Sejak dini anak dapat dilibatkan dalam kegiatan Bina Iman Anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 183
Kelompok Bina Iman Usia Dini hendaknya berperan sebagai wadah yang mendukung, melengkapi dan memperkaya bina iman usia dini dalam keluarga, dalam wadah prasekolah dan sekolah. Hal ini makin berhasil apabila pembina bukan hanya petugas comotan melainkan dipersiapkan sebaik-baiknya. Kerja sama dengan keluarga dan wadah-wadah lain hendaknya dilaksanakan dengan komunikasi timbal balik sehingga ada koordinasi yang dapat mengurangi pengulangan dan tumpang tindih yang tidak hanya membosankan anak, melainkan juga membuang waktu dan tenaga serta dana (PBIUD, no. 30.3). Dengan melibatkan anak dalam kehidupan menggereja, berarti orangtua telah terbantu melaksanakan kewajibannya dalam memberikan pendidikan iman anak. Selain itu, kegiatan menggerja akan melatih anak untuk berorganisasi, menghargai sesama, berbagi.
2.
Artikel Menata Gereja Kecil Ada seorang bapak yang bercerita bahwa ia terlibat aktif dalam kegiatan-
kegiatan di Parokinya. Ia pernah menjabat sebagai salah satu pengurus inti Dewan Paroki. Ia kerap menjadi anggota panitia dalam acara-acara besar di Paroki. Namanya dikenal luas dan relasinya banyak. Baginya, pelayan untuk Tuhan tidak boleh ditawar-tawar. Makanya, di tengah kepadatan waktu kerja dari hari Senin-Jumat di mana tiap hari ia biasa pulang malam, Sabtu dan Minggu difokuskannya untuk kegiatan di Paroki. Jika keadaan mendesak, pada hari-hari kerja pun ia menyempatkan diri untuk terlibat aktif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 184
Namun, suatu ketika ia mulai bertanya diri, apa arti terlibat dalam kegiatan Paroki baginya? Kesadaran itu bermula dari pengalaman dalam rumah tangganya sendiri. Kedua anaknya yang masih kecil tidak pernah mengiyakan ajakannya untuk mengikuti kegiatan sekolah minggu di gereja. Bahkan, pada suatu hari Minggu, anaknya tidak mau ke Gereja. Ia merasa hilang akal saat itu. Sedangkan istrinya sesekali saja terlibat dalam kegiatan Paroki. Ia semakin tidak nyaman, tatkala seorang ibu yang sama-sama terlibat aktif di Paroki bergurau dengan suatu ketika. “Ajak dengan istri dan anak-anaknya sesekali dong, Pak!”, kata ibu itu. Sejak itu berkecamuk rasa curiga dalam dirinya. “Kok, bapak ini aktif tapi istri dan anak-anaknya jarang kelihatan.” Ia curiga, orang-orang berkata begitu dalam hati mereka. Ia menjadi kecewa. Dalam hatinya ia bertanya, apakah Tuhan tidak melihat segala pengorbanannya selama ini? Mengapa, Tuhan tidak memberikan berkat bagi keluarganya? Apakah ini cobaan dari Tuhan? Ia kerap bingung dengan persoalannya itu. Sempat timbul niat untuk tidak terlibat lagi dalam berbagai kegiatan Paroki. Sampailah pada suatu peristiwa di mana ia diundang temannya yang samasama aktif dalam kegiatan di Paroki untuk menghadiri acara ulang tahun putrinya yang berusia enam tahun. Saat itu ia terheran-heran. Anak itu mendaraskan doa secara spontan dan amat lancar. Sebelum acara makan, anak itu lagi-lagi memimpin doa dengan khusyuk. Kedua tangannya dikatup. Matanya dipejamkan. “Kok bisa ya, dia berdoa secara lancar itu?”, katanya dalam hati. Tertarik dengan sikap anak itu ia mulai berbicara dari hati ke hati dengan temannya, tak lain ayah dari anak itu. Saat itulah ia mulai sadar. Baginya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 185
kebiasaan temannya itu patut diteladani. Pasalnya, di tengah kesibukan kerja, temannya itu selalu menyempatkan diri pada pagi hari untuk memberikan tanda salib di dahi putrinya. Begitu juga menjelang tidur malam. Juga ada kebiasaan makan dan doa bersama. Kamar putrinya dihiasi dengan berbagai gambar kudus. Ia sadar, kegiatan rohani seperti itu kerap diremehkannya, bahkan nyaris tidak dilakukan kepada anak-anaknya. Tidak ada kata terlambat baginya. Sejak itu ia membangunkan kebiasaan baru di rumah tangganya. Anak-anak diajak berdoa bersama. Saat makan malam, anak-anaknya mulai bercerita tentang kehidupan di sekolahnya. Ia juga membacakan kisah para santo-santa kepada kedua anaknya itu. Ditempelkannya gambar-gambar kedua dan salib di kamar mereka. Suatu ketika ia merasa terharu. Anaknya yang bungsu bertanya, “Pa, patung yang depan gereja itu Santo Fransiskus kan?” ternyata si bungsu baru saja berdepat dengan kakaknya soal patung itu. Dan beberapa malam sebelumnya ia memang sempat menceritakan kisah hidup Santo Fransiskus Asisi kepada mereka. Ia lantas berpura-pura tidak tahu. “Aduh papa ga tau. Nanti hari Minggu kita tanya romo sekalian ikut sekolah minggu?”. Ternyata pada hari Minggu setelahnya, ia dibangunkan oleh kedua anaknya pagi-pagi. Mereka sudah mandi dan siap-siap ke gereja dengan senyum sumringah.
3.
Makna Orangtua berkewajiban untuk membawa anak-anak ikut turut mengambil
bagian dalam kehidupan Gereja, baik dalam ibadah di Paroki atau Lingkungan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 186
atau kelompok wadah yang disediakan oleh Gereja. Wadah inilah yang akan membantu orangtua melaksanakan pendidikan iman sekaligus sebagai pelengkap. Orangtua dapat mengajak anak untuk mengikuti sekolah minggu, lektor, atau jika anak memiliki bakat bernyanyi dapat digabungkan dalam kegiatan permazmur. Ketika anak sudah menerima komuni pertama, tidak salahnya orangtua mengajak dan mendukung tergabung dalam misdinar. Orangtua dapat mengajak anak mengikuti doa atau misa Lingkungan, pedalaman AAP atau Adven.
Sesi III : Doa Bersama dalam Keluarga 1.
Materi Doa adalah nafas iman, maka jika kita ingin menanamkan iman kepada
anak, pertama-tama kita harus mengajari mereka berdoa. Kita tidak hanya mengajari saja, kita perlu berdoa bersama-sama dengan mereka. Dalam setiap keadaan, baik susuh ataupun senang dalam keluarga kita perlu berdoa. Teladan konkret dan kesaksian hidup orangtua sungguh mendasar dan tak tergantikan dalam mendidik anak untuk berdoa. Orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk mengajarkan anak berdoa. Marilah kita dengarkan seruan Paulus VI kepada orangtua: “Ibu-ibu, apakah anda mengajarkan kepada anak-anak anda doa-doa Kristiani? Apakah anda mempersiapkan mereka, bersama dengan imamimam, untuk menerima sakramen-sakramen pada masa muda mereka, yakni: pengakuan dosa, komuni dan penguatan? Bila mereka sakit, apakah anda mendorong mereka untuk mengingat Kristus yang menderita, untuk memohon pertolongan Santa Perawan Maria dan orang-orang kudus? Apakah anda berdoa rosario bersama: Dan anda semua, bapak-bapak, berdoakah anda bersama dengan anak-anak anda, dengan seluruh persekutuan rumahtangga, sekurang-kurangnya kadang-kadang? Teladan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 187
anda untuk jujur dan tulus, berpikir dan bertindak, digabung dengan doa bersama, merupakan pelajaran untuk hidup, tindakan bersembah sujud yang istimewa nilainya. Dengan cara itu anda mendatangkan kedamaian pada rumah anda: Pax huic domui. Ingatlah, dengan cara itulah anda membangun Gereja (FC, art. 60)”. Selain dari doa pagi dan malam, keluarga dianjurkan untuk berdoa devosi dan penyerahan kepada Hati Kudus Yesus, bermacam devosi kepada Bunda Maria, terutama doa rosario, mengucapkan doa sebelum dan sesudah makan, dan pelaksanaan doa devosi lainnya. Tentang doa rosario, Paus Yohanes Paulus II mengacu kepada himbauan Paus Paulus VI: “Sekarang Kami berhasrat, sebagai kelanjutan gagasan para pendahulu Kami, untuk menganjurkan dengan kuat doa Rosario keluarga... Tidak ada keraguan bahwa... Rosario harus dipandang sebagai salah satu dari doadoa bersama yang paling baik dan paling manjur yang dianjurkan pada keluarga Kristiani untuk mendoakannya. Kami suka berpikir, dan berharap dengan tulus, bahwa bila berkumpulnya keluarga menjadi saat berdoa, Rosario merupakan cara berdoa yang sering dipakai dan disenang (FC, art. 61)”. Dengan demikian, kebaktian sejati kepada Santa Perawan Maria, yang terungkap dalam cinta kasih yang tulus kepadanya dan dalam meneladan sikap rohani batinnya dengan jiwa besar, merupakan sarana yang istimewa untuk memupuk persekutuan penuh kasih dalam keluarga dan untuk mengembangkan spiritualitas perkawinan dan keluarga. Di atas semua itu, doa bersama sebagai satu keluarga merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab tergenapilah firman Tuhan dalam Matius 18:19-20 yang mengatakan “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”. Tak heran, Bunda Teresa mengajarkan, “Keluarga yang berdoa bersama akan tetap bersama”. Doa merupakan modal yang terkuat bagi keluarga untuk melaksanakan tugas mereka, jadi keterlibatan nyata sebuah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 188
keluarga Kristiani dalam kehidupan dan misi Gereja, berbanding lurus dengan kesetiaan dan intensitas doa yang didoakan oleh keluarga, yang melaluinya keluarga disatukan dengan Sang Pokok Anggur yaitu Kristus Tuhan.
4.
Cerita “Doa itu Kebutuhan” Suatu waktu di gereja, seorang pendeta bertanya kepada satu keluarga,
“Apakah kalian melakukan doa bersama?” “Maaf, Pak pendeta,” jawab kepala keluarga itu, “Kami tidak punya waktu untuk itu.” Pendeta itu berkata, “Seandainya kamu tahu salah seorang anakmu akan sakit, apakah kalian tidak berdoa bersama memohon kesembuhannya?” “Oh, tentu kami akan berdoa,” jawab sang ayah. “Seandainya kamu tahu bahwa ketika kamu tidak berdoa bersama, salah satu anakmu akan terluka dalam kecelakaan, apakah kamu tidak akan berdoa bersama?” “Kami pasti akan melakukannya.” “Seandainya untuk tiap hari kamu lupa berdoa, kamu akan dihukum lima ratus ribu, apakah kamu akan berdoa?” “Tentu Pak, kami akan berdoa bersama. Tapi maaf, apa maksud pertanyaan-pertanyaan tadi?” “Begini pak, saya pikir masalah keluarga anda bukan soal waktu. Buktinya anda ternyata selalu punya waktu untuk berdoa. Masalahnya adalah, Anda tidak menganggap doa keluarga itu penting, sepenting membayar denda atau menjaga agar anak-anak tetap sehat.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 189
2.
Makna Doa seharusnya menjadi kunci pembuka di pagi hari dan gembok
pelindung di malam hari. Doa memberi kekuatan kepada orang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya, dan memberi keberanian kepada orang yang takut. Jika kita berdoa saat kesulitan, doa itu akan meringankan kesulitan kita. Jika kita berdoa pada saat gembira, doa itu akan melipat gandakan kegembiraan kita. Bila akhir-akhir ini kita tidak atau jarang berdoa, sekaranglah waktunya untuk memulai kembali. Komunikasi langsung dengan Tuhan melalui doa dapat menciptakan keajaiban bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain. Orangtua dapat membiasakan anak dengan berdoa bersama sebelum dan sesudah makan, doa pagi atau sebelum beraktivitas dan doa malam atau sebelum tidur, doa rosario, doa litani atau devosi. Di atas semua itu, doa bersama sebagai satu keluarga merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab dengan melaksanakannya, firman Allah dalam Mat 18:19-20 tergenapi atas mereka, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
Refleksi 1. Kutipan Ayat Kitab Suci Kitab Suci memuat ajaran bahwa pengajaran iman kepada anak diperlukan, hal ini terungkap dalam beberapa perikop:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 190
- Ulangan 11:19 Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. - Amsal 22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. - Amsal 29:17 Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu. - Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anakanakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
2. Pertanyaa refleksi a. Ayat mana yang mengesan bagi anda? b. Pesan apa yang terdapat pada ayat tersebut?
Penutupan 1.
Pemutaran video “Kisah Pensil” Sebagai peneguhan agar orangtua semakin mantap melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan pendidikan iman anak di rumah, dalam sesi penutup ini diputarkan video “kisah pensil”. “Kisah Pensil” ini memberikan pesan bahwa setiap orang diciptakan secara unik dengan tujuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 191
tertentu. Untuk menjadi pribadi yang terbaik ada lima hal yang harus diketahui sebelum Tuhan mengutus kita. Pertama, kita akan mampu membuat hal-hal besar, hanya jika kita membiarkan diri kita dituntun oleh tangan Pencipta. Kedua, dari waktu ke waktu, kita akan mengalami pengalaman yang menyakitkan, melalui kesulitan dan masalah. Tetapi pengalaman ini kita butuhkan untuk menjadi pribadi yang kokoh. Ketiga, kita memiliki kemampuan memperbaiki setiap kesalahan yang kita lakukan, dan melalui hal itu kita akan bertumbuh dan berkembang. Keempat, bagian terpenting dari diri kita adalah bagian terdalam dari jati diri kita. Dan kelima, pada setiap jalan yang kita lalui, kita harus meninggalkan tanda yang jelas. Apa pun situasinya, kita harus terus melayani Pencipta dalam segala hal. Dengan memahami dan mengingatnya, marilah kita melanjutkan panggilan kita sebagai orangtua dengan penuh makna dan menjalin hubungan yang erat dengan Pencipta dan sesama dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Doa Penutup Untuk mempraktekan keberhasilan pemahaman dan penyadaran kita akan
doa, diharapkan salah seorang dapat memimpin doa sebagai ungkapan tulus kita atas karya baik Allah. Setelah itu, kesempatan diberikan kepada siapa saja yang ingin menyampaikan doa-doa permohonan sebagai penutup acara ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 192
BAB VI PENUTUP
Bab VI menjadi penutup dari keseluruhan isi skripsi. Pokok dari bab penutup ini akan diuraikan tentang kesimpulan isi skripsi dan saran bagi beberapa pihak yang bersangkutan selama penulis menyusun skripsi.
A. KESIMPULAN Pendidikan iman bagi anak merupakan kewajiban pertama dari orangtua. Pendidikan dimulai sejak masa kehamilan, sehingga selama anak masih dalam kandungan, sang ibu tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga memberikan rasa damai, nyaman, dan penuh kasih. Orangtua tidak boleh menunda, menghentikan bahkan meniadakan pendidikan iman bagi anak. Penegasan ini bentuk tanggung jawab Gereja untuk mengingatkan kewajiban hakiki dan martabat orangtua sebagai pendidik pertama dan utama, sehingga orangtua harus memberikan pendidikan dalam situasi dan kondisi apa pun. Orangtua dapat mengusahakan cara-cara konkret pelaksanaan pendidikan iman anak, seperti mengenalkan Kitab Suci kepada anak, mengikuti perayaan Ekaristi, membiasakan anak berdoa pribadi dan bersama, melibatkan anak dalam kegiatan menggereja dan ikut ambil bagian dalam kegiatan ziarah/rekoleksi/retret. Dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak, orangtua perlu memperhatikan tahapan perkembangan iman anak, sehingga orangtua dapat memberikan pendidikan iman sesuai dengan usia anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 193
Pendidikan iman anak akan sulit diwujudkan mengingat situasi khusus dan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam keluarga dengan pasangan orangtua perkawinan beda agama dan beda gereja. Paus Paulus VI melalui KHK menekankan kewajiban orangtua untuk membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik sebagai wujud tanggung jawab Gereja melindungi hak dan kewajiban anggotanya terutama pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja. Dengan demikian, pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja memberikan janji yang jujur akan berbuat sesuatu dan sekuat tenaga untuk membaptis dan mendidik anaknya dalam Gereja Katolik. Tidak semua pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja selalu memberikan pendidikan iman bagi anak di rumah. Terbukti dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 55% pihak Katolik tidak mengenalkan dan mengajak anak membaca Kitab Suci kepada anak, 50% pihak Katolik jarang dan tidak pernah mengajak dan mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja seperti PIA, PIR, misdinar, MUDIKA, dan sebagainya, 45% pihak Katolik jarang dan tidak pernah melakukan doa bersama di keluarga. Kurangnya kesadaran orangtua dalam memberikan pendidikan iman anak di rumah dikarenakan banyak faktor, yang meliputi kesibukan orangtua, kedekatan anak dengan pihak non Katolik, usia anak yang masih balita dan anak mengikuti iman pihak non Katolik. Dari permasalahan yang ditemukan, penulis mencoba menyusun kegiatan pembinaan dengan model rekoleksi bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terkhusus pihak Katolik. Materi pembinaan dipersiapkan khusus sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan umat. Suasana dan tempat yang berbeda ini diharapkan bisa membuat pasangan suami istri perkawinan beda
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 194
agama dan beda gereja semakin menyadari dan lebih siap menjalankan kewajiban sebagai orangtua Katolik.
B. SARAN Selama penulis menyusun skripsi, penulis menemukan banyak hal yang berkesan. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis ingin menyampaikan beberapa saran yang menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan di masa mendatang.
1.
Bagi Pasangan Suami Istri Beda Agama dan Beda Gereja Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dapat
menyadari kewajibannya sebagai orangtua yang menjadi pendidik pertama dan utama anak, tekhusus dalam pemberian pendidikan iman. Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terkhusus pihak Katolik harus menjalankan janji yang pernah diucapkannya untuk mendidik dan membaptis anak dalam iman Katolik.
2.
Bagi Romo Paroki Romo Paroki lebih memperhatikan dan memberikan pendampingan
khusus bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja, khususnya bagi pasangan yang mengalami kesulitan dan jalan buntu, sehingga mereka merasa disapa dan diperhatikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 195
3.
Ketua Lingkungan Ketua Lingkungan dapat mengingatkan dan mengajak pasangan suami istri
perkawinan beda agama dan beda gereja beserta anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan hidup menggereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 196
DAFTAR PUSTAKA
A. Dokumen Gereja Konferensi Waligereja Indonesia. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor (Dokumen asli diterbitkan tahun 1996). ______. (1990). Sacrosanctum Concilium. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. ______. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. ______. (1994). Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern: Amanat Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II (Seri Bina Keluarga). (A. Widyamartaya, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius dalam kerja sama dengan Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981). LAI. (1995). Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia
B. Buku Agung Prihartana. B.R. (2008). Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda Agama. Yogyakarta: Kanisius. Agus Cremers. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan menurut James W. Fowler: Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama. Yogyakarta: Kanisius. Bagus Irawan, Al. (2007). Menyikapi Masalah-masalah Keluarga. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Catur Raharso, Alf. (2006). Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma. Fau, Eligius Anselmus F. (2000). Persiapan Perkawinan Katolik: Pendasaran Hukum Gereja. Ende: Nusa Indah. Fowler, James W. (1995). Teori Perkembangan Kepercayaan: Karya-karya penting. (Agus Cremers, penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. Go, Piet. (1990). Pokok-pokok Moral Perkawinan dan Keluarga Katolik. Malang: Dioma. ______. (1994). Dinamika Pengembangan Keluarga Katolik: Tinjauan TeologiPastoral. Malang: Dioma. Groome, Thomas H. 2010. Cristian Religius Education: Pendidikan Agama Kristen (Diterjemahkan oleh Daniel Stefanus). Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hardiwiratno, J. (1994). Menuju Keluarga Bertanggung jawab. Jakarta: Obor. Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 197
Komisi Keluarga Keuskupan Malang. (1998). Pedoman Bina Iman Usia Dini dalam Keluarga. Malang: Komisi Keluarga Keuskupan Malang. Mangunhardjana, A.M., S.J. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta-: Kanisius - Nusa Indah. Masmukit Dwijosiswoyo. (1980). Pendidikan Anak-anak dalam Keluarga Kristen. Surabaya: Yakin. Pudjiono,V. & Oetomo, M.L. (2007). Pendidikan Anak di Rumah di Bidang Iman. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga KAS. Purwaharsanto, FXS, Pr. (1992). Perkawinan Campur Antaragama menurut UU RI No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis Aktualia Media Cetak. Manuskrip ini disusun dalam rangka memikirkan jalan keluar bagi anggota jemaat yang berada dalam kesulitan perkawinan mereka di Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 1992 Purwa Hadiwardoyo, Al. (1988). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius. ______. (1994a). Persiapan dan Penghayatan Perkawinan Katolik. Yogyakarta: Kanisius. ______. (1994b). Surat untuk Suami Istri Kristen Jilid II. Yogyakarta: Kanisius. ______. (2007). Suami istri Katolik Memahami Panggilan dan Perutusannya. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga KAS. ______. (2013). Ringkasan Ajaran Gereja tentang Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta: Bajawa Press. Rubiyatmoko, R. (2011). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik. Yogyakarta: Kanisius. Soerjanto, Al. & Widiastoeti Soerjanto, M. (2007). Pendidikan Anak-anak dalam Keluarga Katolik. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga KAS. Sutarno, Al. (2013). Catholic Parenting. Yogyakarta: Kanisius. Sutrisno Hadi. 2004. Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi. Tim Penyusun HYMK Purwodadi. (2013). Pastoral Berbasis Data Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi. Manuskirip ini disusun oleh Tim data dan litbang Paroki HYMK dalam rangka program pendataan umat untuk menyusun sebuah profil paroki. Wharton, J. Paul. (1994). 111 Cerita & Perumpamaan bagi Para Pengkhotbah dan Guru. Yogyakarta: Kanisius. Wignyasumarta, Ign. Dkk. (2000). Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Zanzucchi, Anne Marie. (1986). Anakku dan Tuhan. Ende: Nusa Dua.
C. Internet Afioma, Gregorius. Menata Gereja Kecil. http://indonesia.ucanews.com/2013/06/ 07/menata-‘gereja-kecil’/. Diakses pada 9 Februari 2015. Gereja Isa Almasih Jemaat Jemursari Surabaya. Doa itu Kebutuhan. http://gia jemursarisurabaya.blogspot.com/2010/01/doa-itu-kebutuhan.html?. Diakses pada 9 Februari 2015. Mardiatmadja, B.R.,SJ. Gravissimus Educationis. http://katolisitas.org/50/ gravissimus-educationis. Diakses pada 27 Desember 2014a.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 198
______. Dengarlah Seruan dari Familiaris Consortio yang Telah Berumur 30 Tahun. http://katolisitas.org/6414/dengarlah-seruan-dari-familiaris-consortio -yang-telah-berumur-30-tahun. diakses pada 27 Desember 2014b. ______. Peran Orangtua dalam Pembinaan Iman Anak. http://katolisitas.org/6643/ peran-orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak. Diakses pada 27 Desember 2014c.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN ORANG TUA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI A. Identitas Usia Perkawinan :
th
B. Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Anda dimohon untuk membaca dengan cermat dan teliti pada setiap soal di bawah ini. 2. Jawablah dengan jujur dan sesuai dengan suara hati anda. 3. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang telah tersedia. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan dan situasi anda. No.
Pertanyaan
Tujuan Perkawinan (1) 1.
Apakah Anda setuju bahwa kesejahteraan suami istri diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan diri mereka secara timbal balik?
2.
a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda setuju bahwa kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar kemampuan
masing-masing
untuk
saling
menyesuaikan
dan
menyempurnakan diri demi pasangan? a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Tujuan Perkawinan (2) 3.
Apakah Anda setuju bahwa kelahiran anak dalam keluarga merupakan anugrah yang sangat berharga dalam perkawinan?
4.
a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda setuju bahwa kelahiran adalah tujuan kodrati dari setiap perkawinan? a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju (1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tujuan Perkawinan (3) - Pendidikan iman 5.
Apakah Anda mengenalkan Injil kepada anak dengan mengajak anak membaca Injil?
6.
a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda mengajarkan anak berdoa Katolik (Bapa Kami, Salam Maria, dan sebagainya)?
7.
8.
a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda mengajak anak mengikuti perayaan Ekaristi bersama? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda mendukung dan melibatkan anak mengikuti kegiatan menggereja seperti PIA, Misdinar, Lektor, dan sebagainya?
9.
a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda setuju bahwa orangtua mengajarkan anak berdoa atas dasar perwujudan janji perkawinan?
10.
11.
a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda melakukan doa bersama di keluarga? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda setuju bahwa orangtua memiliki kewajiban memberikan pendidikan iman kepada anak dalam situasi dan kondisi apa pun?
12.
a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda setuju bahwa orangtua sebagai pendidik pertama dan utama? a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13.
Apakah Anda setuju bahwa pihak Katolik harus mendidik anak dalam iman Katolik?
14.
15.
a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda setuju bahwa pihak Katolik harus membaptis anaknya? a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
Apakah Anda setuju bahwa suasana rumah membawa pengaruh besar dalam perkembangan iman anak? a. Sangat setuju
c. Kurang setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
- Pendidikan moral 16.
17.
Apakah Anda mengajarkan anak untuk selalu jujur/tidak berbohong? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda mengajarkan anak untuk meminta maaf saat melakukan kesalahan? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
- Pendidikan psikis afeksi 18.
Apakah Anda memberikan pujian kepada anak untuk membangkitkan rasa percaya diri? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
- Pendidikan sosial budaya 19.
20.
Apakah Andah mengajarkan anak untuk bersikap sopan? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah
Apakah Anda mengajarkan anak untuk tidak berbicara kotor? a. Selalu
c. Jarang
b. Sering
d. Tidak pernah (3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21.
Bagaimana Anda menjelaskan kepada anak tentang orangtuanya yang menganut iman yang berbeda? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________
22.
Bagaimana komunikasi orangtua yang berbeda iman terhadap pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________
(4)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23.
Bagaimana orangtua yang berbeda iman melaksanakan pendidikan iman bagi anak di rumah? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________
24.
Usaha apa yang Anda lakukan sebagai pihak Katolik dalam melaksanakan pendidikan iman kepda anak di rumah? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________
(5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25.
Kesulitan apa yang Anda alami dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________
(6)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3 : Hasil Kuesioner Terbuka dan Wawancara 21. Bagaimana Anda menjelaskan kepada anak tentang orangtua yang menganut iman yang berbeda? R1
Kami menjelaskan pada anak bapak beragama Islam, tetapi kamu harus ikut belajar dengan Ibu di gereja karena urusan pendidikan sudah di serahkan ibu oleh bapak. R2 Tidak ada penjelasan kepada anak, kami terapkan pendidikan budi pekerti dan karakter. Kami menerapkan bahwa penerapan yang baik lebih penting dan agama hanyalah identitas. R3 Masalah pendidikan iman bagi anak sampai saat ini tidak menjadi persoalan, karena diantara saya dan suami sudah ada perjanjian. Jadi, ya aman-aman saja dan keluarga kami cukup bahagia. R4 Meskipun agama kami dan ibu berbeda tetapi kami tetap saling mengasihi dan menghormati perbedaan itu. Kita tetap taat dan menjalankan perintah agama masing-masing bahkan kita selalu mengingatkan kewajiban beragama. R5 Tidak pernah menjelaskan apapun kepada anak karena anak masih berusia 3 tahun. R6 Dijelaskan sebenar-benarnya agar anak dapat mengerti keadaan orangtua. R7 Saya menjelaskan bahwa cinta lebih utama daripada agama. Cinta yang mempersatukan umat manusia, bukan agama. Tuhan yang menciptakan agama kerana cintanya pada manusia. Nilai-nilai cinta ada dalam diri agama. Saya mendogma anak bahwa perbedaan adalah bukti kasih Tuhan dan memang harus ada. R8 Saya menjelaskan bahwa ini merupakan pilihan bapak dan ibu. Saya juga mengajarkan bahwa perbedaan merupakan anugrah dari Tuhan dan kekayaan hidup. R9 Tidak pernah karena takut menimbulkan kesalahpahaman dan pertengkaran dengan istri. R10 Saya menerapkan bahwa perbedaan yang terjadi dalam keluarga ini tidak menjadi masalah bagi kami. Selama kami memiliki sikap toleransi yang tinggi, demokratis, menghargai perbedaan dan bijaksana, keluarga kami akan harmonis. Perbedaan agama yang saya dan anak anut memang berbeda dengan agama ayah, tetapi bukan berarti agama ayah jelek. Semua agama itu baik jika kita selalu menghargai dan toleransi. 22. Bagaimana komunikasi orangtua yang berbeda iman terhadap pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah? R1 R2
Suami saya menyerahkan pendidikan iman kepada saya semua. Dia juga menghargai janji perkawinan kita. Semua mengalir saja, kami serahkan panggilan iman kepada Tuhan. (13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
R3
R4 R5 R6
R7 R8
R9
R10
R11 R12 R13
R14 R15 R16
Kami sepakat pendidikan karakter lebih utama. Saya dan suami harus menyamakan pandangan dan memiliki toleransi yang tinggi, sehingga berdasarkan kesepakatan di awal pernikahan dimana anak mengikuti iman saya. Suami memberikan toleransi kepada saya untuk memberikan pendampingan iman Katolik. Bahkan, suami juga membantu saya dengan mengingatkan anak untuk berdoa, mengantar anak untuk mengikuti kegiatan menggereja. Kami sepakat anak-anak ikut saya semua dan istri tidak keberatan. Kami memilih sama-sama diam dan tidak berani menyatakan kehendak. Saya takut menyinggung perasaan istri. Berkata-kata dengan baik dan benar, santun, tidak ada miss komunikasi. Jangan ada pertengkaran di depan anak sebagai perwujudan iman masing-masing orangtua. Dengan demikian anak akan bisa menilai bahwa orangtuanya baik-baik saja walaupun dengan iman yang berbeda. Tidak pernah ada masalah meskipun harus mengikuti agama saya atau ibu. Kami tidak pernah komunikasi tentang agama untuk masa depan anak, karena istri telah sedikit-sedikit mengajarkan agama seperti yang ia anut. Saya tetap mendidik dengan iman Katolik karena saya terikat janji dengan Gereja saat perkawinan. Akan tetapi, saat usia anak sudah cukup matang pilihan kami serahkan pada anak, karena itu adalah haknya. Begitulah kesepakatan saya dan pasangan. Kami menyepakati untuk mendidik anak dengan keyakinan kami berdua. Kebingungan adalah proses yang wajar bagi anak, tetapi seiring berjalannya waktu anak akan mengerti mana yang akan dipilihnya kelak. Tidak pernah, membiarkan mereka memilih agama masing-masing. Tidak pernah, saya lebih mengalah kepada istri. Anak-anak harus mengikuti saya yang mengimani iman Katolik. Semua anak harus dibaptis dan saya tidak akan pernah membiarkan anak saya mengikuti ajaran agama lain yang salah. Demi Yesus Kristus penyelamat dunia, inilah komitmen saya dan istri saya harus menuruti. Masalah pendidikan iman bagi anak sampai saat ini tidak menjadi persoalan karena diantara saya dan suami sudah ada perjanjian. Anak sulung ikut ibu dan anak bungsu ikut ayah Kami bermufakat bahwa anak-anak mengikuti iman ibu (Katolik) meskipun bapak seorang haji, tetapi diperbolehkan.
23. Bagaimana orangtua yang berbeda iman melaksanakan pendidikan iman bagi anak di rumah? R1
Dahulu anak saya ajarkan dan dididik Katolik dengan ketat. Sekarang
(14)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
R2
R3
R4 R5
anak pertama ikuy Katolik dan kedua ikut agama ayahnya. Semua itu terjadi secara otomatis. - Kami memberikan teladan yang baik, cinta kasih, tolong menolong, saling memaafkan, dll. - Kami yakin seiring dewasa seorang anak akhirnya anak akan memilih ritual/ajaran yang cocok bagi dirinya sendiri. Mengajak berdoa bersama secara Katolik, menghargai perbedaan di rumah, mengajak menanamkan sikap saling mengasihi, mengenal dan membaca Kitab Suci, membaptis anak-anak, mengajak anak perayaan Ekaristi. Tidak pernah karena tuntutan pekerjaan yang pulangnya tidak tetap. Tidak pernah membicarakan pendidikan iman bagi anak. Kami samasama menahan perasaan masing-masing dan tidak berani mengutarakan.
24. Usaha apa yang Anda lakukan sebagai pihak Katolik dalam melaksanakan pendidikan iman kepada anak di rumah? R1
R2
R3
R4 R5 R6
Saya mengajak anak-anak mengikuti perayaan Ekaristi, membaptis anak sejak kecil, berdoa bersama, membaca Injil, melibatkan anak dalam kegiatan menggereja, mengenalkan ajaran Katolik, seperti santo santa, hukum cinta kasih. Saya hanya memberi teladan tanggung jawab kepada pilihannya. Sudah banyak referensi di luar tentang berbagai agama yang bisa dicari oleh seorang anak. Saya tidak mau mendogma yang saya sendiri tidak tahu. Mencegah anak dalam masa pertumbuhan merasa kebingungan dengan melihat orangtuanya yang menjalankan ritual keagamaan yang berbeda. Jadi saya harus selalu mengantisipasi agar anak tidak merasa kebingungan dengan keadaan orangtuanya. Biarlah kalau besar memilih sendiri agama yang ia senangi dari pada kami berselisih paham dengan istri. Saya hanya berdoa semoga anak-anak mau menjadi Katolik dan didukung oleh istri Saya berusaha agar anak saya tetap mencintai semua keluarga seperti Tuhan Yesus mengasihi umatnya.
25. Kesulitan apa yang Anda alami dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak di rumah? R1
R2 R3
Sebagai umat yang minoritas di Indonesia, teman-temannya sekolah, tetangga secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi iman anak. Keikutcampuran pihak luar dalam mengajarkan pendidikan iman anak. Kurangnya pengetahuan agama yang saya miliki, sehingga ada (15)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pertanyaan-pertanyaan anak yang sulit saya jawab. Memberi pengertian kepada istri. - Perbedaan prinsip-prinsip iman yang berbeda. - Menyeimbangkan kasih sayang masing-masing orangtua yang diberikan kepada anak. R6 Tidak ada kesulitan pendidikan iman di rumah tetapi belum ada atau tidak sekolah Katolik di kota kami sehingga pendidikan iman Katolik di sekolah tidak diketahui perkembangannya. R7 Usia anak yang masih kecil sehingga belum dapat diberi pengertian. R8 Ketakutan akan kebingungan anak ini mengganggu psikisnya sehingga mempengaruhi kepribadiannya saat dewasa. R9 Mencari waktu supaya tidak diketahui oleh istri, pendekataan kepada anak yang sudah lebih dekat pada ibunya. R10 Kadang-kadang saat liburan di rumah mertua saya. Anak-anak saya diajari untuk mengikuti agamanya. R11 Tidak ada kesulitan karena ayahnya mendukung meskipun seorang haji. R4 R5
(16)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI