PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MINDFULNESS SEBAGAI MEDIATOR DALAM HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA IBU DAN SELF-SILENCING PADA REMAJA LAKI DAN PEREMPUAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh: Maria Kristanti Dara Novianta Widodo 119114152
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Halaman motto Apapun yang telah kamu dapatkan hari ini, akan mempersiapkanmu untuk masa depanmu nanti, jadi tetaplah semangat selalu Berusahalah semaksimal mungkin dan biarlah nanti Tuhan yang akan menyempurnakannya “Datanglah kepadaKu semua yang letih dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan padamu” Matius 11:28 Masalah yang kita hadapi menjadi masalah bukan karena masalahnya, tetapi karena sikap kita terhadap masalah itu. Lakukan yang kamu cintai, cintai yang kamu lakukan :*
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Halaman Persembahan Tugas akhir ini, dara persembahkan untuk mereka yang selalu memberikan inspirasi, dukungan dan cinta kepada dara: Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menunjukkan jalan yang tertepat dan terbaik untuk dara, sehingga semua Kau bentuk indah pada waktunya. Semoga skripsi ini dapat menjadi salah satu bentuk untuk dapat mensyukuri dan membagikan ilmu dalam menjalani kehidupan ini Mama Giok tercinta Libertus Edwin Aditya Mami, Papi, Ce Ria, Ko Hendro, Felix, Angel dan Louissa Sahabat-sahabat dara sejak kecil: Rinta dan Eny Mari kita belajar relasi yang baik yaa Sahabat dan teman yang juga sesama pejuang: Anita, Putri, Vivi, Hervy, Ani, temanteman kelas D dan angkatan 2011 Psikologi dan teman2 angkatan 18 VL. Tetap semangattt dan kepada Semua yang sedang menjalin relasi romantis ataupun berkehendak untuk menjalin relasi romantis ayoo perbaiki relasi dan jangan galau terus
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MINDFULNESS SEBAGAI MEDIATOR DALAM HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA IBU DAN SELF-SILENCING PADA REMAJA LAKI DAN PEREMPUAN Maria Kristanti Dara Novianta Widodo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika dalam pembentukan self-silencing dengan dasar kelekatan pada ibu. Hipotesis peneliti adalah mindfulness memediatori hubungan antara kelekatan pada ibu dengan self-silencing. Untuk mengetahui dinamika tersebut, maka analisis mediator dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 13 – 22 tahun, dengan jumlah laki-laki sebanyak 216 subjek dan perempuan sebanyak 265 subjek. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah IPPA-M, KIMS, dan STSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kelekatan pada ibu dan self-silencing pada remaja perempuan dimediatori oleh mindfulness pada kemampuan menerima tanpa menilai dan bertindak dengan kesadaran. Sedangkan kemampuan untuk deskripsi tidak diprediksi oleh kelekatan pada ibu. Kemampuan observasi tidak signifikan dalam memprediksi self-silencing baik pada remaja laki-laki maupun perempuan. Pada remaja laki-laki, tidak dapat dilakukan analisis mindfulness sebagai mediator karena kelekatan pada ibu tidak memprediksi self-silencing. Namun kemampuan mindfulness deskripsi, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai dapat memprediksi self-silencing. Studi ini mengajak para peneliti dengan minat sama untuk mengetahui secara lebih mendalam pada dinamika hubungan tersebut. Untuk pembahasan, keterbatasan penelitian dan saran juga akan dijelaskan. Kata kunci: kelekatan pada ibu, mindfulness, self-silencing, analisis mediator
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MINDFULNESS AS MEDIATOR IN RELATION BETWEEN ATTACHMENT TO MOTHER AND SELF-SILENCING IN ADOLESCENT BOYS AND GIRLS Maria Kristanti Dara Novianta Widodo ABSTRACT The aim of this study is to know the dynamics of self-silencing in based of attachment to mother. The hypothesis of the study is that mindfulness is a mediator in the relation between attachment to mother and self-silencing. In order to know these dynamics, researcher used the mediator analysis in SPSS 16.0. Subject in this study consist of adolescent in age range between 13 – 22 years, males 216 subjects and females 265 subjects. The scales used are IPPA-M, KIMS, and STSS. Results show that mindfulness, in particular the ability to act with awareness and accept without judgment, is a mediator in relations between attachment to mother and selfsilencing in adolescent females. Besides, attachment to mother can’t predict the ability to describe. For both subject, the ability to observe is not significant in predict self-silencing. The mediation analysis can’t be apply for adolescent boys because attachment to mother can’t predict the selfsilencing in this study. This study recommend to any researcher with the same curiosity to assess more about this relationship. For the discussion, limitedness of this study and the future research will be explained in this study. Keywords: attachment to mother, mindfulness, self-silencing, mediation analysis
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yesus, Bunda Maria atas penyertaan dan rahmat-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Begitu banyak perjuangan dalam bertanding dengan sendiri sehingga akhirnya mau untuk berjuang dalam pengerjaan skripsi ini. Tentu dalam pengerjaan skripsi ini ada banyak pihak yang senantiasa membuat penulis merasa terdukung karena cinta dan dukungannya. Oleh karenanya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widianto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
2.
Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Universitas Sanata Dharma
3.
Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi selaku dosen pembimbing saya yang tetap sabar dalam mendukung penyelesaian skripsi ini serta atas 3,5 tahun mendampingi saya dalam mengenal dunia penelitian dan menjadi mentor layaknya orang tua sendiri .
4.
Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik saya dan kepala P2TKP tempat saya berdinamika selama setahun. Terimakasih atas pengalaman yang luar biasa menyenangkan, sehingga membawa perkembangan dalam diri saya. Terimakasih juga atas semua refleksi yang membuat saya menjadi lebih mengenal diri saya.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Mbak Elisabeth Haksi Mayawati, mentor, orang tua di psikologi yang luar biasa sehingga dapat membuat 3,5 tahun di psikologi sungguh menjadi momen yang tidak terduga dan membawa perkembangan terhadap diri
6.
Bapak Agung Santoso M.A. yang selalu membimbing saya ketika saya mengalami kebingungan dengan segala jenis analisis statistik. Terimakasih atas kebaikan dalam membagikan ilmu kepada saya, hingga saya dapat lebih memahami dan berteman baik dengan statistik.
7.
Ibu Dr. Tjipto Susana, terimakasih atas pendampingan ibu dalam melakukan pengambilan data dalam teknik FGD. Terimakasih telah mengajarkan kepada saya bagaimana untuk memahami orang lain.
8.
Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang mampu memberikan inspirasi hidup bagi saya, membuat saya mau untuk semakin mencintai psikologi dan menerapkan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari.
9.
Mas Gandung, Ibu Nanik, Mas Muji, Mas Doni, Pak Giek, Pak Rubi parkir dan
bapak
parker
ataupun
karyawan
lainnya
yang
senantiasa
menyemarakkan suasana di Fakultas Psikologi maupun kampus 3 USD ini, sehingga kampus menjadi tempat yang mendukung proses belajar kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik. 10. Kepala Sekolah, teman-teman SMP, SMA dan mahasiswa yang telah mendukung saya dalam pengumpulan data ini, termasuk karyawan di Provinsi Yogyakarta, Dinas Penelitian, dan Bappeda Sleman. Terimakasih atas petunjuknya dan bantuannya dalam ijin penelitian ini.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Mama yang selalu mendukung dara lewat hal-hal kecil, selalu mendoakan dara, selalu memenuhi kebutuhan dara sehari-hari dan yang selalu membuat dara tersenyum serta semangat bahkan ketika tertekan dalam kehidupan sehari-hari 12. Koko Edwin yang meski saat ini sedang sama-sama berjuang kuliah di negeri seberang, namun tetap setia memberi semangat, cinta serta dukungan lewat doa dan chat. Bentar lagi aku susul ya.. ^_^ 13. Mami, Papi, Felix, Ce Ria, Ko Hendro, Angel, Louissa sebagai keluarga baru dara yang senantiasa memberi dukungan dan rasa hangat sebagai keluarga, sehingga dara tetap semangat menjalani hidup 14. Rinta sahabat dari kecilku yang manis dan sekarang sudah semakin dewasa, menjadi gadis yang smart serta berprinsip, Anita teman van Lith ku yang hingga sekarang terus berjuang bersama di psikologi ini, Putri teman menggila bersama yang senantiasa semangat dan ceria menjalani hidup, Vivi teman sesama ldr yang unyu dan ceria serta Hervy teman yang begitu keibuan, lucu dan begitu ngefans dengan Mas Duta. Ani yang selalu kuat dan sportif, teman berdiskusi yang akhirnya berujung pada curhat. Teman-temanku di Psikologi kelas D angkatan 2011 yang penuh canda tawa dan kebersamaan. Terimakasih untuk segala perjuangan bersama ini. 15. Kelompok Riset Payung: Mb Fiona, Mb Ditha, Marlincung, Natan, Rinta yang selalu mendukung dalam perjuangan kita untuk belajar penelitian, belajar mengenai arti kelompok, pertemanan, suka, duka demi mencapai cita-cita. Tetap semangat ya ^_^ xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16. Temen perjuangan P2TKP: Mbak Martha inpirasi untuk belajar menjadi dewasa dan menghandle suatu acara, mbak Jeje yang menjadi inspirasi buat jadi cewek, mb Alvia temen diskusi mengenai psikologi, mb Sherly, mb Feny para pejuang LDR yang jadi inspirasi juga , Tutut martutut Tuti yang lucu ngangenin dan ngegemesin, menginspirasi membuat teri medan yang enak, Mas Lito, Mas Anju si jago-jago yang lucu, suka ngebanyol tapi bertanggung jawab, dan Rinta hey ketemu lagi kita di sini . 17. Kelompok Riset Polikulturalisme: Mb Fiona, Anita, Sawilda, Samuel, Angga yang begitu koplak dan membuat saya selalu tertawa meski yang dilakukan adalah tugas penelitian. Semangat selalu buat kita ya ^_^ 18. Teman-teman van Lith angkatan 18 yang membuat penulis semakin terpacu untuk segera menyelesaikan skripsi ini karena uploadan foto-foto pendadaran kalian. Maka tetap, 18 Siap tempurr!! Akhir kata, dalam penelitian ini, penulis berharap dari penelitian ini dapat membuat kita semua menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak pernah jauh dari interaksi sosial terutama relasi romantis, untuk dapat membangun hubungan yang sehat. Meskipun begitu, penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar penelitian ini dapat semakin menyumbang perkembangan ilmu kita ini. Terimakasih . Yogyakarta, 15 Juli 2015 Penulis
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................... i Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing .................................................... ii Halaman Pengesahan .................................................................................... iii Halaman Motto .............................................................................................. iv Halaman Persembahan .................................................................................. v Halaman Pernyataan Keaslian Karya ............................................................. vi Abstrak ........................................................................................................... vii Abstract .......................................................................................................... viii Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah................................................ ix Kata Pengantar ............................................................................................... x Daftar Isi......................................................................................................... xiv Daftar Tabel ................................................................................................... xviii Daftar Gambar ............................................................................................... xx Daftar Lampiran ............................................................................................ xxii Bab I Pendahuluan ........................................................................................ 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 10 C. Tujuan Penelitian................................................................................ 10 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 10 Manfaat teoretis ................................................................................. 10 Manfaat Praktis ................................................................................. 11 Bab II Landasan Teori ................................................................................... 12 xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. Mindfulness ....................................................................................... 12 1. Pengertian ..................................................................................... 12 2. Faktor pembentuk mindfulness ..................................................... 16 3. Mindfulness pada remaja ............................................................... 16 4. Efek samping mindfulness ............................................................ 17 5. Pengukuran mindfulness ............................................................... 18 B. Kelekatan Pada Ibu............................................................................. 22 1. Pengertian ...................................................................................... 22 2. Mekanisme terbentuknya kelekatan pada ibu ............................... 24 3. Dinamika kelekatan pada remaja .................................................. 25 4. Dampak dari kelekatan pada ibu .................................................. 27 5. Pengukuran kelekatan pada ibu .................................................... 30 C. Self-Silencing ..................................................................................... 32 1. Pengertian dan aspek .................................................................... 32 2. Dinamika terbentuknya Self-Silencing ......................................... 34 3. Self-silencing pada laki-laki .......................................................... 35 4. Self-silencing pada remaja ............................................................ 37 5. Dampak negatif self-silencing ...................................................... 38 6. Pengukuran Self-silencing ............................................................ 39 D. Remaja ............................................................................................... 40 1. Pengertian dan perkembangan remaja ........................................... 40 2. Dinamika relasi dalam perkembangan remaja .............................. 42 E. Dinamika ........................................................................................... 43 xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Dinamika ketiga variabel .............................................................. 43 2. Kaitan dengan budaya kolektif ..................................................... 49 F. Bagan .................................................................................................. 50 G. Hipotesis ............................................................................................ 51 Bab III Metode Penelitian .............................................................................. 53 A. Jenis Penelitian .................................................................................. 53 B. Variabel Penelitian ............................................................................. 53 C. Definisi Operasional .......................................................................... 54 1. Mindfulness ................................................................................... 54 2. Kelekatan pada ibu ....................................................................... 55 3. Self-silencing ................................................................................ 55 D. Subjek Penelitian ............................................................................... 56 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ................................................ 57 1. Metode pengumpulan data ............................................................ 57 2. Alat pengumpulan data ................................................................. 58 F. Validitas Dan Reliabilitas .................................................................. 60 1. Validitas ........................................................................................ 60 2. Reliabilitas .................................................................................... 65 G. Uji Analisis Data ............................................................................... 68 1. Uji Prasyarat analisis .................................................................... 68 2. Uji hipotesis .................................................................................. 69 Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan .................................................... 73 A. Persiapan Penelitian .......................................................................... 73 xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 74 C. Gambaran subjek penelitian .............................................................. 75 1. Data demografis ............................................................................ 75 2. Hasil rerata subjek terhadap skala ................................................. 76 D. Hasil Penelitian ................................................................................. 79 1. Uji Asumsi .................................................................................... 79 2. Uji Hipotesis ................................................................................. 82 E. Pembahasan ....................................................................................... 91 F. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 103 Bab V Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 105 A. Kesimpulan ........................................................................................ 105 B. Saran .................................................................................................. 106 Daftar Pustaka ............................................................................................... 110 Lampiran-Lampiran ...................................................................................... 120
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil rata-rata subjek pada skala kelekatan pada ibu ......................
76
Tabel 2. Hasil rata-rata subjek pada skala Mindfulness ................................
77
Tabel 3. Hasil rata-rata subjek pada skala Self-Silencing .............................
78
Tabel 4. Hasil Uji Asumsi .............................................................................
80
Tabel 5. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness observasi ...........
82
Tabel 6. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness deskripsi ............
83
Tabel 7. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness bertindak dengan kesadaran .......................................................................................
84
Tabel 8. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness menerima tanpa menilai .......................................................................................................
85
Tabel 9. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke self-silencing .........................
86
Tabel 10. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu–mindfulness-self-silencing ......
87
Tabel 11. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kelekatan pada ibu ............................
127
Tabel 12. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Observasi ......................
129
Tabel 13. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Deskripsi .......................
130
Tabel 14. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Bertindak dengan kesadaran .......................................................................................................
131
Tabel 15. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Menerima tanpa menilai .......................................................................................................
132
Tabel 16. Hasil Uji Reliabilitas Skala Self-Silencing ....................................
133
Tabel 17. Kisi-Kisi Skala Inventory of Parent and Peer Attachment-Mother ....................................................................................................... xviii
135
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 18. Kisi-Kisi Skala Kentucky Inventory of Mindfulness Skills.............
135
Tabel 19. Kisi-Kisi Skala Silencing the Self Scale.........................................
135
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan dinamika antar variabel .....................................................
51
Gambar 2. Deskripsi dinamika antar variabel ...............................................
52
Gambar 3. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Observasi ............................................................
121
Gambar 4.Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Deskripsi .............................................................
121
Gambar 5.Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Bertindak dengan Kesadaran ..............................
122
Gambar 6.Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Menerima tanpa menilai .....................................
122
Gambar 7.Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Self-Silencing ...........................................................................
123
Gambar 8. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu - Mindfulness Observasi, Deskripsi, Bertindak dengan Kesadaran, Menerima tanpa menilai – Self-Silencing ...................................
123
Gambar 9. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Observasi .......
124
Gambar 10. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Deskripsi ......
124
Gambar 11. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Bertindak dengan Kesadaran ...................................................................................
125
Gambar 12. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Menerima tanpa menilai ........................................................................................
125
Gambar 13. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Self-Silencing ...................
126
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 14. Scatterplot Kelekatan dengan ibu- Mindfulness Observasi, Deskripsi, Bertindak dengan Kesadaran, Menerima tanpa menilai– Self-Silencing .....................................................................................................
xxi
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Uji Asumsi Normalitas ............................................................
121
Lampiran B. Uji Asumsi Heteroskedastisitas dan Uji Asumsi Linearitas ....
124
Lampiran C. Tabel uji reliabilitas skala ........................................................
127
Lampiran D. Kisi-kisi masing-masing skala yang digunakan ......................
135
Lampiran E. Skala Pengukuran ......................................................................
136
Lampiran F. Skala Kelekatan pada ibu .........................................................
139
Lampiran G. Skala Mindfulness ....................................................................
142
Lampiran H. Skala Self-Silencing ..................................................................
146
Lampiran I. Data demografis ........................................................................
150
xxii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang “Sakit sama perasaan sendiri karena nggak bisa ngungkapin” (Pepatah, Twitter) “Kadang, karena tak ingin menyakiti perasaan seseorang, kamu penuhi apa yang dia inginkan. Dan tanpa kamu sadari, dirimulah yang terluka” “Satu hal yang lo ga pernah tau gue lagi ngetik “wkwkwk” sambil nangis buat jaga perasaan lo” (Quotes Life, Line)
Kalimat tersebut akhir-akhir ini merupakan kalimat yang sering terlihat di status media sosial tertentu yang akhirnya disukai oleh banyak orang. Kalimat yang menggambarkan bahwa seseorang tidak berani mengungkapkan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan kepada orang lain, terutama pada pasangannya. Bila dilihat dari kecenderungan seseorang yang terungkap dalam kalimat tersebut, sejalan dengan konsep yang bernama self-silencing. Selfsilencing berarti seseorang berusaha untuk menekan apa yang dipikirkannya dan dirasakan untuk tetap menjaga keutuhan relasi (Harper & Welsh, 2007; Jack & Ali, 2010; Jack & Dill, 1992; Remen, Chambless & Rodebaugh, 2002). Kecenderungan untuk self-silencing ini juga erat hubungannya dengan budaya di Indonesia yang cenderung kolektif dan bersifat feminin (Hofstede, 1983). Dalam budaya kolektif, seseorang mempunyai kecenderungan untuk menjaga perilakunya seperti tidak menampilkan emosi negatif mereka di depan orang yang dekat dengan mereka (Hofstede, 1983; Jack, Pokharel & Subba, 2010; Matsumoto & Juang, 2008). Hal ini dikarenakan apabila seseorang berani 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
menampilkan emosi, maka dapat mengganggu hubungan interaksi antara satu individu dengan yang lain, padahal mereka diharapkan mampu untuk menjaga relasi dengan orang lain (Hofstede, 1983; Matsumoto & Juang, 2008). Hal tersebut sejalan dengan apa yang disebut dengan self-silencing. Meskipun self-silencing merupakan suatu bentuk mekanisme dalam menjaga kestabilan suatu hubungan (Flett, Besser, Hewitt & Davis, 2007; Jack & Dill, 1992), namun self-silencing mempunyai dampak negatif yang dapat mengurangi
well-being
seseorang
(Jack,
2011).
Beberapa
penelitian
sebelumnya menemukan bahwa self-silencing berkorelasi positif dengan rendahnya harga diri (Cramer, Gallant & Langlois, 2005, Harper & Welsh, 2007; Schrick, Sharp, Zvonkovic & Reifman, 2012), ketidakpuasan dalam menjalin relasi (Thompson, 1995), gangguan makan (Shouse, Nilsson, 2011; Zaitsoff, Geller, & Srikameswaran, 2002), sensivitas terhadap penolakan (Harper, Dickson, & Welsh, 2006; Romero-Canyas, Reddy, Rodriguez, & Downey, 2013), kehilangan identitas diri dan merasa terisolasi (Jack, 2011; Jordan, 2010). Selain itu terdapat salah satu dampak dari perilaku self-silencing yang konsisten ditemukan lewat penelitian sebelumnya yaitu depresi (Cramer dkk., 2005; Flett, Besser, Hewitt & Davis; 2007; Gratch, Bassett & Attra, 1995; Jack, 2011; Little, Welsh, Darling & Holmes; 2011; Schrick dkk., 2012; Thompson, 1995; Thompson, Whiffen & Aube, 2001; Whiffen, Foot & Thompson; 2007). Hal ini dikarenakan seseorang merasa terpaksa serta tidak memiliki pilihan lain selain membungkam dirinya (Flett dkk., 2007; Jack, 2011; Schrick dkk., 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Bila dikaitkan dengan keadaan di Indonesia, tingkat bunuh diri semakin meningkat jumlahnya dan usia pelaku yang melakukan bunuh diri mulai merambah usia anak dan remaja (Amarullah, 2009; Ridho, 2015). Penyebab bunuh diri pada remaja yang ditemukan juga bermacam ragam mulai dari merasa putus asa (Windratie, 2014), merasa tidak terdukung secara emosi (Steinberg, 2002), rasa bersalah ataupun kemarahan yang tidak tersalurkan (Dhamayanti, 2013). Bila melihat jumlah yang cukup banyak terhadap tingkat bunuh diri di Indonesia yang berkaitan dengan depresi serta faktor yang berpotensi menghasilkan depresi pada remaja, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang dapat mengurangi tingkat depresi pada remaja. Salah satunya adalah dengan membuat remaja lebih berani mengungkapkan apa yang dirasakannya, bekomunikasi secara sehat melalui pengurangan perilaku selfsilencing. Berkaitan dengan resiko untuk menjadi depresi karena self-silencing, tahap perkembangan remaja merupakan tahap yang paling rentan terkena resiko tersebut. Hal ini karena pada tahap ini, remaja mengalami tahap untuk mampu membangun relasi intim dengan lawan jenis dan merupakan usia pertama relasi intim tersebut dikenal (Sullivan dalam Harper & Welsh, 2007; Harper dkk., 2006; Welsh, Grello, & Harper, 2003). Dalam menghadapi hal tersebut, remaja berusaha untuk melakukan mekanisme tertentu untuk menjaga agar hubungannya tetap stabil (Harper dkk., 2006). Namun, tingkat emosi pada remaja masih belum stabil (Larson, Moneta, Richards, & Wilson, 2002), sehingga remaja mudah memutuskan sesuatu, mudah untuk merasa takut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
kehilangan (Bowlby, 1988; Harper dkk., 2006) dan melakukan sesuatu yang digerakkan oleh ketidaksadarannya (Elkind, 1967). Oleh karenanya dalam menjaga hubungannya, ada kemungkinan remaja berusaha mempertahankan hubungannya dengan cara self-silencing. Remaja yang cenderung untuk melakukan self-silencing, pada laki-laki terkait dengan keinginan untuk menjaga kontrol dan otonomi mereka terhadap pasangan (Jack & Ali, 2010). Di sisi lain, perempuan yang cenderung untuk berperilaku self-silencing bertujuan agar dapat menghindari konflik dengan pasangan (Collins, Cramer & Singleton-Jackson, 2005). Hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan dan kecenderungan dalam diri seorang individu termasuk remaja untuk mencari titik aman dalam menjalani hidup serta menjalin relasi yang intim dengan orang lain (Bowlby, 1988; Blount-Matthews & Herstentein, 2006; Feeney & Noller, 1996; Jack, 2011; Thompson, 1995). Titik aman dan relasi yang intim merupakan fungsi kelekatan yang terbentuk sejak bayi (Bowlby, 1988; Jack, 2011). Akan tetapi pada kenyataannya perilaku selfsilencing ini dapat membuat jarak secara emosi dalam relasi tersebut (Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Dalam
perkembangan
kehidupannya,
seseorang
memiliki
dua
perkembangan kelekatan yaitu kelekatan yang aman atau kelekatan yang tidak aman. Seseorang yang memiliki kelekatan yang aman, dalam relasinya akan cenderung lebih hangat, percaya terhadap diri serta pada pasangan dan mampu memberikan dukungan, sehingga terbentuk relasi yang intim (Hazan & Shaver, 1987; Mikulincer & Shaver, 2007). Di sisi lain, mereka yang memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
kelekatan yang tidak aman akan cenderung kurang percaya pada keberhasilan relasinya, karena mereka terlalu fokus pada perhatian dan rasa cinta terhadap diri (Mikulincer & Shaver, 2011). Berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa seseorang dengan kelekatan yang tidak aman memiliki kecenderungan untuk melakukan self-silencing (Austin, 2001; Jack, 1991 dalam Jack & Ali, 2010; Remen, 1999; Samrai, 2011). Kelekatan yang terbentuk sejak kecil terbawa sepanjang hidup seorang individu dan membentuk internal working model yang menjadi pijakan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain (Bowlby, 1988; Feeney & Noller, 1996; Margolesse, Markiewicz & Doyle, 2005). Meskipun kelekatan dapat terus stabil maupun berubah (Feeney & Noller, 1996), namun terdapat satu pusat rasa aman relasi
yang membuat seseorang mempunyai
kecenderungan kelekatan tertentu. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat suatu hirarki kelekatan pada diri individu (Trinke, 1995). Hirarki tertinggi dan paling stabil adalah kelekatan dengan ibu yang tidak akan berubah meski terpisah jarak ataupun memiliki frekuensi interaksi yang sedikit (Bowlby, 1988; Trinke, 1995; Trinke & Bartholomew, 1997). Namun apabila seseorang sudah memiliki pasangan, maka titik kelekatan tersebut akan berubah ke pasangannya dan hal tersebut terjadi terutama pada usia remaja akhir (Bowlby, 1988; Furman & Wehner, 1997; Trinke, 1995; Trinke & Bartholomew, 1997). Meskipun begitu titik kelekatan yang aman terhadap pasangan dapat berbeda tiap individu karena tergantung pada lama berpasangan dan seberapa dalam hubungan tersebut (Heffernan, Fraley, Vicary & Brumbaugh, 2012; Trinke,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
1995; Trinke & Bartholomew, 1997). Oleh karenanya peneliti menggunakan kelekatan dengan ibu sebagai pijakan seseorang melakukan self-silencing karena merupakan titik kelekatan yang stabil. Bila dilihat kembali bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan untuk self-silencing merupakan seseorang dengan titik kelekatan yang tidak aman, maka perlu diberikan intervensi terhadap hal tersebut. Hal ini karena berbagai dampak negatif yang dihasilkan oleh self-silencing. Selain itu karena dampak dari kelekatan yang tidak aman juga dapat mengurangi well-being seseorang. Dampak tersebut antara lain depresi (Feeney & Noller, 1996; Margolese, Markiewicz, & Doyle, 2005), berkurangnya kemampuan regulasi emosi, ekspresi emosi dan menyumbang berbagai masalah sosial dan psikologis, sehingga lebih berperilaku secara defensif (Laible, 2007; Mikulincer & Shaver, 2005; Mikulincer & Shaver, 2011). Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa self-silencing dapat memberikan dampak positif apabila seseorang secara sadar memutuskan untuk melakukan self-silencing, bukan karena tidak mempunyai pilihan lain (Jack, 2011). Ketika memiliki kesadaran untuk memilih, mereka mampu untuk berperilaku secara refleksif dan bukan reaktif. Pemikiran tersebut meliputi penyadaran dan penerimaan pengalaman. Ketika mereka mampu sadar dan menerima pengalaman, maka mereka mampu menerima dan mengolah perasaannya, sehingga meski self-silencing, namun tidak berdampak negatif. Meskipun begitu, ketika mereka mampu secara sadar menerima pengalaman, mereka lebih berani untuk terbuka kepada pasangan karena mereka ingin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
menjalin koneksi dengan pasangan dan membentuk relasi yang sehat (Caldwell & Shaver 2013). Di sisi lain, menurut Caldwell dan Shaver (2013), ketika seseorang cenderung self-silencing, mereka takut menghadapi konflik dengan pasangan, sehingga mereka melindungi diri agar tetap aman, berfokus kepada dirinya dan bukan pada perkembangan hubungan. Fokus pada dirinya membuat mereka kurang mampu sadar memutuskan sehingga berperilaku reaktif. Bila dikaitkan dengan keinginan dasar manusia untuk menjalin relasi yang intim dengan orang lain, maka self-silencing merupakan dampak dari kelekatan pada ibu yang tidak aman (Austin, 2001; Jack, 1991 dalam Jack & Ali, 2010; Remen, 1999; Samrai, 2011). Ketika mereka memiliki pandangan bahwa dunia ini tidak aman, maka mereka berusaha melindungi dirinya agar tetap merasa aman. Oleh karenanya dalam berelasi mereka lebih fokus pada ketakutannya dan pandangan biasnya, sehingga kurang dapat fokus pada relasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kelekatan tidak aman, dia kurang mampu fokus pada relasinya, melainkan lebih kepada pemikiran negatifnya, sehingga akhirnya mudah untuk self-silencing. Poin fokus pada pengalaman (kesadaran) dan penerimaan ini terlihat menjadi kunci yang penting untuk mengurangi dampak self-silencing, terutama bila berdampak negatif, serta menjadi penting dalam dinamika kelekatan dan self-silencing. Poin tersebut berkaitan dengan konsep mindfulness yaitu memberikan perhatian murni pada situasi saat ini dengan tidak melakukan penilaian (Bishop dkk., 2004; Caldwell & Shaver, 2013; Heppner dkk., 2008; Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Dalam hal ini aspek kemampuan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
mampu mindfulness antara lain mencakup kesadaran diri dan penerimaan tanpa menilai (Baer, Smith & Allen, 2004). Mindfulness ini terbentuk oleh adanya komunikasi dan rasa percaya yang diberikan oleh pengasuh kepada anak sejak kecil dan berkaitan dengan kelekatan yang aman (Fonagy & Target, 1997; Ryan, Brown & Creswell, 2007; Ryan, 2005). Namun dalam memprediksi selfsilencing, penelitian Clark (2014) menunjukkan bahwa mindfulness merupakan moderator dalam hubungannya dengan dampak negatif self-silencing. Meskipun begitu, peneliti melihat bahwa seseorang self-silencing dikarenakan mereka tidak mampu untuk fokus pada pengalamannya, dan lebih fokus untuk melindungi dirinya. Oleh karenanya peneliti menduga bahwa mindfulness merupakan prediktor self-silencing. Mindfulness sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan remaja. Hal ini dikarenakan dari beberapa penelitian sebelumnya ditemukan bahwa mindfulness memberikan dampak positif pada perkembangan individu, terutama remaja. Dampak tersebut antara lain dapat meningkatkan regulasi emosi sehingga tidak bertindak secara reaktif (Caldwell & Shaver, 2013; Keng, Smoski & Robins, 2011; Thompson & GauntlettGilbert, 2008). Hal tersebut juga memunculkan suatu respon adaptif yang lebih fleksibel serta pemikiran yang lebih positif sehingga mampu membuat kesehatan mental secara jangka panjang (Caldwell & Shaver, 2013; Dekeyser, Raes, Leijssen, Leysen, & Dewulf, 2008; Keng dkk., 2011). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa seseorang yang memiliki kelekatan aman, mampu untuk fokus kepada pengalaman dan bukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
kepada dirinya, sehingga dia mampu untuk terbuka kepada pasangannya. Namun apabila seseorang memiliki kelekatan tidak aman, maka dia kurang mampu untuk fokus, mindful kepada pengalaman, melainkan fokus kepada dirinya, sehingga untuk melindungi dirinya, dia melakukan self-silencing. Maka peneliti menduga bahwa kemungkinan terdapat hubungan mediator di antara kelekatan pada ibu, mindfulness dan self-silencing. Selain itu, peneliti menduga bahwa mindfulness dapat membuat seseorang menjadi berani lebih terbuka kepada pasangannya. Dari hasil penelitian sebelumnya juga ditemukan diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai self-silencing. Penemuan hasil penelitian selfsilencing akan menjadi mendalam dan kaya informasi apabila penelitian selfsilencing dilakukan pada pria maupun wanita dengan budaya timur, karena penelitian tentang self-silencing masih banyak dilakukan pada wanita kulit putih (Austin, 2001; Remen, 1999). Padahal kultur feminin yang identik dengan budaya timur merupakan kultur yang rentan dengan perilaku selfsilencing (Schrick dkk., 2012). Selain itu masih diperlukan penelitian selfsilencing dalam dinamika relasi remaja (Harper & Welsh, 2007). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya juga ditemukan bahwa studi mindfulness pada remaja juga masih minimal, meskipun mulai banyak diajukan oleh peneliti (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Di sisi lain, dari penelitian sebelumnya juga diduga kemungkinan adanya hubungan mediasi antara kelekatan, mindfulness serta penekanan emosi, namun belum dilakukan penelitian lebih lanjut (Caldwell & Shaver, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
B. Rumusan masalah Apakah mindfulness merupakan mediator dalam mekanisme hubungan antara kelekatan pada ibu dengan self-silencing pada remaja terutama dalam budaya kolektif? C. Tujuan penelitian Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah mengetahui peran mindfulness dalam hubungan antara hubungan kelekatan pada ibu dan selfsilencing pada remaja dalam budaya kolektif serta mengetahui dinamika yang terjadi pada ketiga variabel tersebut. Secara lebih khusus, peneliti juga ingin mengetahui aspek mindfulness yang berperan dalam hubungan antara kelekatan pada ibu dan self silencing. D. Manfaat penelitian Manfaat teoritis Dalam bidang penelitian, dapat memberikan tambahan informasi mengenai prediktor perilaku self-silencing pada individu, sehingga dapat mengetahui variabel yang dapat mengurangi dampak negatif dari self-silencing. Dapat menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan mindfulness dengan self-silencing, serta dinamika dari kelekatan pada ibu dalam diri individu. Selain itu dapat memberikan tambahan hasil penelitian mengenai kemampuan mindfulness yang berperan dalam dinamika tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Manfaat praktis Memberikan pengetahuan pada orangtua, khususnya sosok ibu mengenai peran penting mereka dalam kehidupan relasi remaja. Memberikan pengetahuan pada praktisi psikolog klinis, psikolog di sekolah maupun praktisi yang memiliki ketertarikan pada dunia remaja, mengenai pertimbangan pelatihan maupun intervensi dalam menghadapi masalah relasi di kehidupan remaja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Mindfulness 1. Pengertian Mindfulness merupakan suatu konsep yang diambil berdasarkan tradisi meditasi yang sudah diintegrasikan dengan terapi psikologis (Hansen, Lundh, Homman & Lundh, 2009). Mindfulness sendiri mempunyai arti perhatian, kesadaran murni pada keadaan sekarang sehingga dapat berfokus pada tujuan dan menerima tanpa penilaian (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Keadaan sekarang tersebut melibatkan perhatian murni pada kondisi saat itu dari tiap detik ke detik berikutnya meskipun dalam tekanan (Dorjee, 2010; Kabat-Zinn, 1990; Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Kondisi yang menjadi perhatian pada tiap detik merupakan dunia eksternal maupun bagaimana dirinya memberikan reaksi terhadap sensasi itu (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Oleh karenanya individu tidak berusaha untuk melakukan defense, menekan pengalaman tersebut, melainkan menerima dan mengobservasi serta mendeskripsikan pengalaman tanpa mengelaborasi (Bishop dkk., 2004). Mindfulness ini merupakan proses psikologis inti yang dapat merubah respon seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup yang tidak dapat kita tolak (Siegel, Germer, & Olendzki, 2009). Setiap orang memiliki kapasitas untuk menjadi mindful, terutama melakukan perilaku secara sadar. Namun 12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
hal tersebut hanya berada dalam jangka yang singkat, atau ketika kita melakukan refleksi. Di sisi lain, kapasitas seseorang untuk dapat terus sadar dan menerima dari detik ke detik meski dalam situasi yang sulit merupakan kemampuan khusus. Meskipun begitu, kemampuan untuk terus sadar dan menerima tersebut dapat dipelajari. Sehubungan dengan hal tersebut, mindfulness diartikan dalam dua bentuk yaitu sebagai trait (kecenderungan umum) atau sebagai sebuah state yang bersifat sementara. Bishop dkk (2004) mengatakan bahwa mindfulness merupakan sebuah state yang tidak permanen dan dapat ditingkatkan melalui latihan. State ini muncul ketika seseorang sedang berfokus pada pengalaman tertentu dengan penerimaan dan keingintahuan (Baer dkk; 2009). Hal ini berkaitan dengan pengalaman mindfulness yang dialami seseorang ketika melakukan meditasi tertentu (Bishop dkk, 2004). Oleh karenanya state mindfulness ini tidak menunjukkan kecenderungan seseorang untuk menjadi mindful. Di sisi lain, sebagian besar mindfulness diartikan sebagai trait (Baer dkk., 2004; Baer dkk., 2006; Brown & Ryan, 2003; Cardaciotto dkk., 2008). Trait ini meliputi kecenderungan seseorang yang terdiri dari berbagai segi, yaitu observasi, deskripsi pengalaman yang sedang terjadi dan bertindak secara sadar dan mampu menerimanya. Meskipun begitu, state mindfulness ini juga berkaitan dengan trait mindfulness (Baer dkk, 2009). Mindfulness diambil berdasarkan tradisi meditasi. Akan tetapi mindfulness ini memiliki beberapa perbedaan arti dengan meditasi. Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
dikarenakan meditasi lebih menekankan pada sisi religiusitas seseorang, dan berfokus pada kebahagiaan seseorang (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Meskipun mindfulness dapat dicapai melalui meditasi (Bishop dkk., 2004), tetapi mindfulness lebih menekankan pada kesadaran dan penerimaan setiap waktu. Konsep mindfulness ini juga berbeda dengan relaksasi (Bishop dkk., 2004). Hal ini dikarenakan mindfulness menuntut orang untuk tetap dapat sadar, memiliki pemikiran yang bersih dan menerima meski dalam keadaan yang tidak rileks (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Selain itu mindfulness juga memiliki perbedaan arti dengan Cognitive Behavior Therapy meski memiliki hasil yang mirip, yaitu adanya perubahan pada diri seseorang. Hal ini dikarenakan mindfulness lebih menekankan pada penerimaan tanpa penilaian, dan CBT lebih menekankan pada perubahan pola pikir (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Oleh karenanya mindfulness lebih menekankan pada perhatian murni terhadap kesadaran dirinya serta dengan adanya penerimaan terhadap kejadian yang berada di dalam diri maupun luar diri. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat 4 komponen yang ada pada mindfulness. Keempat komponen yang menggambarkan kemampuan seseorang untuk menjadi mindful (Baer dkk., 2004), yaitu: a. Observasi Dalam
konsep
mindfulness,
seseorang
diharapkan
untuk
mempunyai kemampuan observasi dan memperhatikan stimulus yang muncul. Oleh karenanya pada komponen ini, praktisi memperhatikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
beberapa elemen seperti asal, bentuk, intensitas dan durasi dari stimulus yang muncul. b. Deskripsi Dalam
mengobservasi
stimulus
yang
timbul,
seseorang
membutuhkan kemampuan untuk mendeskripsikan stimulus tersebut. Namun deskripsi ini hanya sekedar untuk melabel fenomena, tanpa mengelaborasinya dan tetap hadir pada keadaan saat itu. c. Bertindak dengan kesadaran Bertindak dengan kesadaran merupakan kemampuan inti dari mindfulness. Oleh karenanya seseorang melakukan aktivitas dengan fokus secara penuh dengan perhatian yang tidak terbagi. Seseorang diharapkan mampu ‘membuang’ dirinya penuh kepada aktivitas tersebut dan ‘menjadi satu’ dengan aktivitas tersebut. Hal tersebut membuat seseorang mampu untuk melakukan sesuatu secara sadar dan tidak menjadi ‘pilot otomatis’ terhadap kehidupannya. d. Menerima tanpa menilai Kemampuan ini merupakan kemampuan yang berhubungan dengan deskripsi. Oleh karenanya ketika dia mampu mendeskripsikan stimulus yang dirasakan, seseorang tetap dianjurkan untuk menerima stimulus tersebut tanpa menilainya. Dalam kemampuan ini, seseorang mampu untuk menerima keadaan begitu saja, membiarkannya terjadi seperti apa adanya, tanpa adanya keinginan untuk mengubah secara impulsif maupun melihat implikasinya dan arti pengalaman tersebut. Oleh karenanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
seseorang yang memiliki kemampuan ini dapat lebih mudah beradaptasi, dan mengurangi perilaku yang impulsif, otomatis, atau maladaptif. 2. Faktor Pembentuk Mindfulness Seseorang yang mengalami state mindfulness, merupakan hasil dari prosedur meditasi seperti meditasi secara duduk (Bishop dkk, 2004). Prosedur tersebut meliputi fokus pada pernafasan dan menerima kejadian tanpa mengelaborasikan arti, implikasi dari pengalaman tersebut. Pada state mindfulness ini, seseorang mengobservasi kejadiannya tanpa terlalu banyak mengidentifikasi sehingga mereka dapat bertindak secara refleksif. Di sisi lain, kecenderungan seseorang untuk menjadi mindful, secara proses sosial, kognitif dan perkembangan, dibentuk oleh pandangan, skema kognitif mereka terhadap dunia yang aman (Caldwell & Shaver, 2013; Mikulincer & Shaver, 2005). Pandangan, skema tersebut merupakan kelekatan yang terjadi saat pertama kali bayi melakukan interaksi dengan orang lain. Hal tersebut membuat mereka mampu menyadari dan terbuka terhadap
pengalaman
tanpa
rasa
khawatir,
sehingga
memiliki
kecenderungan untuk mindful (Caldwell & Shaver, 2013; Milkulincer & Shaver, 2005). Di sisi lain, seseorang yang memiliki kelekatan tidak aman, maka dia akan cenderung untuk melakukan mekanisme kelekatan agar dirinya tetap aman. Kecenderungan ini menunjukkan adanya kekurangan kontrol terhadap atensi, kesadaran diri maupun rendahnya mindfulness mereka (Caldwell & Shaver, 2013). Hal ini dikarenakan seseorang yang memiliki kelekatan yang tidak aman, akan cenderung bias dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
menghadapi pengalaman karena mengalami ketakutan terhadap dunia (Caldwell & Shaver, 2013). Oleh karenanya kecenderungan untuk menjadi mindfulness ini muncul karena adanya skema kognitif aman individu yang muncul dari interaksi kelekatan mereka ketika masih bayi. 3. Mindfulness pada Remaja Dalam memahami arti dan menerapkan mindfulness pada seseorang, diperlukan suatu kemampuan kognitif tertentu. Kemampuan tersebut menurut penelitian sebelumnya merupakan kemampuan berpikir abstrak yang diperoleh seseorang ketika memasuki tahap operasional formal (Wagner, Rathus & Miller, 2006; Wall, 2005). Oleh karenanya remaja yang mempunyai tahap
perkembangan operasional formal,
mulai
dapat
memahami dan menerapkan konsep mindfulness. Tahap operasional formal ini pun mulai berkembang sepenuhnya pada usia 15 hingga 20 tahun-an (Santrock, 2005/2007). Akan tetapi penerapan mindfulness pada remaja akan sedikit berbeda dibandingkan dengan penerapan pada orang dewasa. Hal ini dikarenakan remaja lebih tertarik pada penjelasan yang bersifat rasional (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Meskipun begitu, mindfulness memberikan peran penting kepada remaja. Hal ini dikarenakan remaja yang mempunyai kecenderungan untuk mindful setiap harinya akan lebih mudah mengontrol perilakunya yang impulsif, dan mengurangi reaksi emosi yang reaktif pada situasi yang sulit (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Selain itu dalam tahapan remaja terdapat personal fable dan imaginary audience yang membentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
egosentrisme pada remaja. Dalam menghadapi egosentris tersebut, remaja perlu memiliki kemampuan untuk mindful, sehingga dia dapat membedakan kenyataan dan imajinasi mereka (Elkind, 1967). 4. Efek Samping Mindfulness Dalam membentuk kepribadian seorang individu, mindfulness banyak memberikan dampak yang positif (Caldwell & Shaver, 2013; Keng, Smoski, & Robins, 2011). Hal ini dikarenakan dalam dinamika dirinya, seseorang yang memiliki kemampuan untuk mindful akan mampu mengenali perubahan yang terjadi dalam dirinya, sensasi tubuhnya, mampu mengidentifikasi perasaan, sehingga lebih merasa positif dan puas terhadap dirinya (Dekeyser dkk., 2008). Seseorang yang mempunyai kemampuan mindfulness tersebut akan menyadari bahwa perasaan dan pemikirannya hanya singgah sementara. Oleh karena itu, mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan tidak akan melakukan perbuatan akibat dampak dari pemikiran tersebut (Bishop dkk., 2004). Hal ini dikarenakan seseorang dengan kemampuan mindfulness akan lebih menerima dan tidak mempertahankan dirinya ataupun terlekat pada harga dirinya (Heppner dkk., 2008). Hal tersebut membuat seseorang mampu mengendalikan reaksi emosinya sehingga dapat meningkatkan kemampuan untuk regulasi diri termasuk dalam perilaku agresinya (Heppner, et al, 2008; Keng dkk., 2011). Oleh karenanya individu memiliki kemampuan untuk berempati terhadap diri maupun orang lain yang juga membuat mereka berani secara sosial (Dekeyser dkk., 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
5. Pengukuran Mindfulness Alat untuk mengukur tingkat mindfulness seseorang ada beberapa macam. Alat ukur tersebut antara lain: a. Freiburg Mindfulness Inventory (FMI) Merupakan suatu instrument dengan 30 item yang mengukur observasi tanpa menilai serta keterbukaan terhadap pengalaman negatif bagi mereka yang berpengalaman dalam melakukan meditasi (Buchheld, Grossman, & Walach, dalam Baer, Walsh & Lykins, 2009). Alat ukur ini dibuat berdasarkan partisipan yang sudah berpengalaman meditasi dan memiliki reliabilitas yang tinggi yaitu .93. Terdapat pula skala pendek dari FMI yang disusun untuk mereka yang tidak mempunyai pengalaman meditasi. Konsistensi internal pada skala ini juga tinggi. Akan tetapi ketika skala ini diujikan oleh Leigh, Bowenn dan Marlatt (2005), mereka menemukan bahwa hasil yang tinggi pada FMI juga menghasilkan tingginya tingkat penggunaan alkohol dan rokok. b. Mindful Attention Awareness Scale (MAAS) Skala MAAS merupakan skala yang dicetuskan oleh Brown dan Ryan (2003). MAAS ini merupakan skala yang didasarkan pada atensi dan kesadaran pada setiap detik kehidupan sehari-hari. Skala ini memiliki faktor tunggal dan asumsi bahwa manusia merupakan pilot otomatis, sehingga mengukur tingkat kesadaran seseorang. Oleh karenanya item pada skala ini yang berjumlah 15 item merupakan item yang unfavorable. Reliabilitas internalnya berkisar dari 0.82 - 0.87 yang menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
reliabilitas yang baik. Skala ini juga menghasilkan korelasi yang positif dengan keterbukaan terhadap pengalaman, inteligensi emosional, dan well-being. Selain itu berkorelasi negatif dengan ruminasi diri dan kecemasan sosial. Namun berdasarkan penelitian dari MacKillop & Anderson (2007), skala ini tidak menunjukkan perbedaan antara meditator awal dan orang yang tidak pernah meditasi sebelumnya. c. Kentucky Inventory of Mindfulness Skills (KIMS) Merupakan skala yang disusun oleh Baer, Smith dan Allen (2004) berisi 39 item yang dibuat berdasarkan konsep Dialectical Behavioral Therapy pada kemampuan mindfulness. Skala ini merupakan skala multidimensional dengan 4 segi mindfulness yaitu observasi, deskripsi, Bertindak dengan kesadaran, dan penerimaan tanpa menilai. Skala ini dibuat dengan tujuan untuk dapat melihat kecenderungan untuk menjadi mindful pada kehidupan sehari-hari dan tidak membutuhkan pengalaman meditasi. Selain itu skala tersebut juga merupakan skala yang tepat untuk mengukur kemampuan yang menyebabkan mindfulness (Cardaciotto, Herbert, Forman, Moitra & Farrow, 2008; Hansen dkk., 2009). Baer et al. (2004) berpendapat bahwa mindfulness terdiri dari serangkaian kemampuan yang seseorang miliki sehingga mempunyai kecenderungan untuk menjadi lebih mindful. Konsistensi internal skala ini berkisar dari 0.76 – 0.91 untuk keempat subskala tersebut. Skala ini ditemukan memiliki korelasi dengan keterbukaan terhadap pengalaman, inteligensi emosional, kesulitan mengenali perasaan dan pengalaman diabaikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
d. Philadelphia Mindfulness Scale (PMS) Skala PMS merupakan skala yang disusun oleh Cardaciotto, et al. (2008) yang mengukur dua faktor kunci kecenderungan awareness dan acceptance seseorang. Item pada skala ini berjumlah 20 item dengan reliabilitas dan validitas yang baik. Dalam melakukan analisisnya, perlu dilakukan analisis terpisah pada kedua faktor tersebut. e. Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ) Skala ini dikembangkan oleh Baer, Smith, Hopkins, Krietemeyer dan Toney (2006) dan merupakan skala dengan 39 item yang mempunyai konsistensi internal berkisar dari 0.75 – 0.91. Skala ini merupakan pengembangan dari beberapa skala mindfulness, antara lain Freiburg Mindfulness Inventory, the Mindful Attention Awareness Scale, the Kentucky Inventory of Mindfulness Skills, the Cognitive and Affective Mindfulness Scale dan the Mindfulness Questionnaire (Baer dkk., 2008). Skala ini mampu mengukur konstruk mindfulness yang dapat meningkat dengan praktek mindfulness pada yang melakukan meditasi maupun orang awam. Dalam skala ini terdapat 5 faktor mindfulness dengan 4 faktor mampu mengukur konstruk mindfulness, namun hasilnya dapat berbeda dengan adanya pengalaman meditasi (Cardaciotto, 2008). Selain itu faktor observe pada skala ini juga kurang menggambarkan konstruk mindfulness. Dalam mengukur mindfulness, peneliti menggunakan skala KIMS karena lebih menggambarkan kapasitas, kemampuan dasar, sehari-hari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
seseorang untuk menjadi mindful. Oleh karenanya skala ini penulis anggap sebagai skala yang akan lebih dapat diterapkan bagi subjek penelitian yang bukan merupakan meditator. Selain itu KIMS mengukur 4 aspek yang menurut penulis dapat menggambarkan kemampuan dasar untuk menjadi mindfulness
tersebut.
Di
sisi
lain
skala
MAAS,
PMS
kurang
menggambarkan aspek secara lebih lengkap, serta FFMQ lebih mengukur pada konstruk mindfulness. Sedangkan skala FMI menunjukkan adanya validitas yang kurang dalam mengukur mindfulness. B. Kelekatan pada Ibu 1. Pengertian Kelekatan merupakan suatu teori yang dibentuk oleh John Bowlby. Teori kelekatan ini merupakan teori yang terbentuk dari teori objek- relasi, evolusi, ethology, control theory dan cognitive psychology (Bowlby, 1988). Kelekatan ini mempunyai arti ikatan emosi antara anak dan pengasuhnya yang mulai terbentuk pada usia pertama kehidupan bayi. Kelekatan ini merupakan suatu bentuk kontinum selama hidup manusia, dan membentuk internal working model pada diri seseorang. Internal working model ini menjadi gambaran seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain (Bowlby, 1988; Feeney & Noller, 1996; Margolesse dkk., 2005). Kelekatan ini merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang bertujuan untuk mencari kesamaan dan rasa aman dengan orang lain (Mikulincer & Shaver, 2011; Shaver, Lavy, Saron, & Mikulincer, 2007). Hal ini dilakukan agar dapat membantu seseorang untuk mengembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
regulasi emosinya sehingga dapat berkembang untuk kehidupannya (Shaver dkk., 2007). Dalam membentuk kelekatan tersebut ada beberapa tahapannya. Tahapan tersebut antara lain mencari kesamaan dan kedekatan dengan figur kelekatan, menggunakannya sebagai tempat berlindung saat tertekan, menggunakannya sebagai dasar rasa aman, mempunyai ikatan emosional pada sosok tersebut terlepas ikatan tersebut positif atau negatif, dan adanya rasa kehilangan terhadap ketidakhadiran orang tersebut (Bowlby, 1988; Hazan & Shaver, 1994). Pada kelekatan ini, terdapat 3 aspek yang mendasari dalam penilaian individu pada ibunya sebagai figur kelekatan mereka (Armsden & Greenberg, 1987). Ketiga aspek tersebut yaitu: a. Komunikasi Komunikasi yang terjadi antara anak dan ibu pada akhirnya akan menyumbang pada tingkatan aman seorang individu (Bowlby, 1988). Komunikasi ini dapat terjadi pada tahun awal bayi ketika melakukan interaksi dengan ibunya melalui ekspresi emosi ibunya. Komunikasi ini merupakan komponen paling penting untuk memunculkan rasa aman dalam berinteraksi dan menjadi prinsip dalam interaksi yang intim (Blehar, Liebeman & Ainsworth, 1977; Bolwby, 1988). Oleh karenanya seseorang yang memiliki tingkat komunikasi yang tinggi ketika bayi dengan ibunya, akan menganggap komunikasi, keterlibatan penting dan mampu untuk mengkomunikasikan kebutuhan serta tujuannya untuk menjalin hubungan yang intim (Feeney & Noller, 1996; Vivona, 2000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
b. Kepercayaan Di sisi lain komponen yang lain adalah rasa percaya yang muncul ketika ibu sensitif, bertanggung jawab dan mau menerima perilaku anak, sehingga anak merasa aman untuk berinteraksi dengan ibunya (Bowlby, 1988; Feeney & Noller, 1996). Oleh karenanya mereka percaya bahwa figure kelekatan tersebut akan selalu ada dan menjaga mereka ketika mereka butuhkan. Seseorang yang memiliki rasa percaya ini akan lebih menghormati orang lain, mudah untuk berkomunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga dapat lebih menggunakan strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalahnya (Hazan & Shaver, 1994; Vivona, 2000). c. Alienasi Komponen yang ketiga adalah alienasi atau suatu rasa terasing yang merupakan suatu perasaan tidak aman atau terabaikan dari figur kelekatan (Armsden & Greenberg, 1987). Perasaan ini pada anak muncul karena orangtua bercerai, mengabaikan anak maupun menolak anak (L. Baker, 2005; Garber, 2004; Lowenstein, 2008). Pengalaman alienasi tersebut membuat anak merasa kehilangan orangtua mereka, sehingga anak tidak mampu untuk menceritakan pengalaman mereka dan berusaha untuk menolak apapun yang mereka rasakan, termasuk diri mereka sendiri (L. Baker, 2005). Oleh karenanya mereka akan meminimalkan kemarahan atau melakukan penghindaran (Vivona, 2000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
2. Mekanisme Terbentuknya Kelekatan pada Ibu Dalam membentuk kelekatan, kebutuhan dasar dari setiap makhluk hidup adalah untuk survival. Makhluk hidup seperti manusia membutuhkan perhatian dari anggota dalam lingkungannya yang lebih tua untuk melindunginya (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006; Hazan & Shaver, 1994; Shaver dkk., 2007). Oleh karenanya anak memiliki sosok kelekatan yang senantiasa melindungi mereka dengan bentuk pengasuhan mereka, meskipun
pengasuhan
tersebut
mengancam
(Blount-Matthews
&
Hertenstein, 2006). Kelekatan ini kemudian membentuk internal working model yang mendasari seseorang untuk berelasi dengan orang lain, hal apa yang akan dilakukan saat menghadapi orang lain, maupun melakukan regulasi emosi (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006; Shaver dkk., 2007). Oleh karenanya kelekatan ini relatif akan stabil sepanjang hidupnya (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006). Meskipun begitu ditemukan bahwa kelekatan ini dapat berubah seiring dengan tingkat kesadaran individu serta pengalaman relasi yang mempengaruhinya. Terutama bila individu mengalami hubungan penting yang dapat mengubah proses kognitif, afeksi dan representasi mentalnya (Mikulincer & Shaver; 2011). Internal working model ini membentuk suatu strategi dan rencana pola respon emosional, kognitif maupun perilaku seseorang (Feeney & Noller, 1996). Hal tersebut memunculkan suatu pemikiran tertentu yang dipengaruhi oleh emosi yang muncul, sehingga membentuk atensi selektif dan menjadi pola pikir untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
interaksi selanjutnya, dan memunculkan perilaku tertentu ketika berinteraksi dengan orang lain terutama figur kelekatannya. 3. Dinamika Kelekatan pada Remaja Kelekatan pada remaja memiliki beberapa perbedaan dengan kelekatan pada anak (Weiss dalam Trinke, 1995). Kelekatan yang terbentuk merupakan interaksi timbal balik, dan bukan kelekatan yang timpang seperti ketika bayi. Selain itu kelekatan tersebut tetap membuat seseorang mampu untuk bertahan meskipun figur kelekatan meninggalkannya. Kelekatan tersebut juga dikatakan bahwa secara langsung ditegaskan pada partner seksual. Akan tetapi ditemukan juga bahwa bisa saja kelekatan terbentuk tanpa adanya keinginan seksual. Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa dalam perkembangan kelekatan tersebut, seseorang berinteraksi tidak hanya dengan ibunya saja. Oleh karena itu ada kemungkinan tumbuhnya kelekatan pada orang lain, sehingga membentuk suatu hirarki kelekatan pada individu khususnya remaja (Trinke & Bartholomew, 1997). Ditemukan bahwa kelekatan dengan pasangan adalah hal yang paling penting terhadap remaja terutama usia remaja akhir (Bowlby, 1988; Furman & Wehner, 1997; Trinke, 1995; Trinke & Bartholomew, 1997). Akan tetapi ketika mereka tidak memiliki pasangan, maka kelekatan dengan ibu menjadi hal yang berperan dan memberikan sosok ibu sebagai posisi spesial bagi setiap individu. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa sosok ibu tetap berada pada hirarki kelekatan yang tertinggi meskipun terpisah jarak dan memiliki frekuensi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
interaksi
yang rendah (Bowlby,
1988; Trinke, 1995; Trinke
27
&
Bartholomew, 1997). Selain itu kelekatan kepada pasangan juga akan berbeda tergantung seberapa dalam ikatan mereka dan jangka waktu mereka untuk berpacaran (Trinke, 1995; Trinke & Bartholomew, 1997; Heffernan, 2012). Ditemukan bahwa semakin lama individu berpacaran, maka akan semakin terlihat kelekatan yang terbentuk (Hazan & Shaver, 1994). Pada penelitian tersebut dipaparkan bahwa ketika awal berpacaran, maka pasangan akan mencari kesamaan satu sama lain, dan terus berlanjut hingga individu memutuskan untuk berkomitmen dan terbentuklah kelekatan yang penuh kepada pasangan. 4.
Dampak dari Kelekatan pada Ibu Seseorang yang memiliki kelekatan yang aman, maka dia akan mengembangkan pandangan terhadap diri maupun terhadap dunia yang positif. Dalam meregulasi afeknya, seseorang dengan kelekatan yang aman akan mencari cara yang konstruktif dan efektif (Hazan & Shaver, 1994; Mikulincer & Shaver, 2011). Selain itu mereka juga mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, merasa diri berharga, dan mampu memiliki pendirian yang teguh. Oleh karenanya dia akan mampu melakukan interaksi dengan berani, berkomunikasi dan tidak berusaha untuk terus mencari kesamaan dengan orang lain meski tetap mudah untuk beradaptasi. Dalam berinteraksi dengan pasangan, individu dengan kelekatan aman yang tinggi akan lebih mudah untuk memiliki kedekatan dengan pasangan dan mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
bergantung pada orang lain, meskipun tetap bisa mandiri (Collins & Read, 1990). Mereka mempunyai pandangan bahwa relasi merupakan hal yang serius. Hal ini didukung dengan pembukaan diri mereka ke pasangan serta mampu mengetahui saat yang tepat ketika pasangannya ingin membuka dirinya (Bowlby, 1988; Mikulincer & Shaver, 2011). Mereka juga mampu menyadari pandangan, perasaan dan intensi dari masing-masing pasangan (Bowlby, 1988). Oleh karenanya hubungan yang terjadi dapat semakin intim. Di sisi lain, seseorang yang memiliki kelekatan aman yang rendah, maka akan sulit untuk percaya orang lain, maupun berkomunikasi dengan orang lain (Feeney & Noller, 1996). Oleh karenanya dia akan kesulitan untuk membentuk ikatan emosi yang bermakna dengan orang lain (BlountMatthews & Hertenstein, 2006) karena menghalangi dirinya untuk berekspresi karena mempunyai pandangan bahwa hubungannya tidak akan aman (Bowlby, 1988). Seseorang yang memiliki kelekatan aman yang rendah atau berarti alienasi yang tinggi, maka akan mudah untuk mengalami depresi karena merasa sendiri dan tertolak, kehilangan rasa kepercayaan karena tidak mempunyai pedoman yang stabil serta kurang dapat melihat itensi baik orang, memiliki harga diri yang rendah dan mudah untuk melakukan perceraian (L. Baker, 2005). Perceraian tersebut timbul karena adanya rasa percaya yang rendah sehingga mereka mudah menyerah dan kurang mampu untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Selain itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
perasaan terasing ini juga menimbulkan kebingungan identitas maupun merasa tidak menjadi milik siapapun. Ketika seseorang mengalami kelekatan aman yang rendah ini maka dia akan mengalami ketakutan dalam berinteraksi sehingga melakukan perilaku defensif (Hazan & Shaver, 1994). Oleh karenanya ada dua strategi yang dalam menghadapi ketidakamanan tersebut. Strategi tersebut adalah hiperaktivasi dan deaktivasi (Mikulincer & Shaver, 2008). Strategi hiperaktif ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan cinta dari pasangan. Perilaku mereka
yang membutuhkan perhatian tersebut
ditunjukkan dengan cara yang mudah khawatir, sensitif, menyerang pasangan yang akhirnya malah membuat pacar mereka tidak nyaman, terasing dan menjauh. Akan tetapi karena perilaku ini didasari oleh kebutuhan akan sokongan cinta yang besar, maka individu dengan kecenderungan hiperaktif ini akan menaruh kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri (Jack & Ali, 2010). Permenungan mereka terhadap suatu permasalahan secara berlebihan juga akhirnya membuat mereka takut untuk ditolak dan menjadi kurang asertif (Walsh, Balint, Smolira, Fredericksen, & Madsen, 2009). Dalam interaksi dengan lawan jenis, mereka akan mudah untuk terobsesi serta bergantung pada orang lain (Collins & Read, 1990). Di sisi lain terdapat pula strategi deaktivasi yang muncul dengan tujuan untuk mengurangi ancaman. Oleh karenanya dia berusaha untuk menekan ataupun menolak emosinya ketika terluka sehingga menampakkan diri yang mandiri dan tidak punya emosi (Walsh dkk., 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Mereka merasa bahwa diri memiliki kelebihan dibanding orang lain, dan secara tak sebanding membandingkan antara kelebihan dirinya dan kekurangan orang lain. Hal tersebut membuat mereka terlihat sebagai pribadi yang dingin. Kedua strategi kelekatan aman yang rendah tersebut, ditemukan juga memprediksi perilaku self-silencing (Austin, 2001; Samrai, 2012). 5. Pengukuran Kelekatan pada Ibu a. Adult attachment interview (AAI) Merupakan wawancara semiterstruktur yang disusun oleh George, Kaplan dan Main (dalam Bakermans-Kranenburg & van IJzendoorn, 1993). Wawancara ini mengukur kelekatan individu pada orangtua mereka dan pengalaman mereka yang akhirnya menceritakan dampak tersebut pada relasinya sekarang. AAI merupakan alat ukur yang valid untuk mengukur internal working model seseorang (Maier, Bernier, Pekrun, Zimmermann & Grossmann, 2004). AAI ini mempunyai reliabilitas dan validitas yang baik (Bakermans-Kranenburg & van IJzendoorn, 1993; Crowell dkk., 1996). b. Adult Attachment Projective (AAP) Merupakan alat ukur kelekatan secara proyektif yang berisi 8 gambar, dengan 1 gambar bersifat netral dan 7 gambar lainnya bernuansa kelekatan (George & West, 2001). Alat ukur ini dianggap dapat mengaktifkan model kelekatan yang terinternalisasi ketika anak pada usia dewasa. Kelekatan yang diukur adalah kelekatan sebagai tempat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
berlindung yang aman dan dasar keamanan yang telah terinternalisasi. Gambar- gambar ini juga mengaktifkan perilaku defensif seseorang yang akhirnya menunjukkan kecenderungan kelekatan mereka. Dalam menanggapi gambar tersebut, seseorang dengan kelekatan aman akan lebih mempunyai cerita yang berhubungan dibandingkan mereka yang mempunyai kelekatan tidak aman. Karakter dalam gambar tersebut dapat diterapkan pada berbagai gender dan budaya. AAP ini dianggap mempunyai reliabilitas yang sesuai dan memiliki validitas konvergen dengan AAI. c. The Strange Situation Merupakan sebuah alat ukur dalam bentuk eksperimen yang mengukur kecenderungan kelekatan pada bayi usia 12-20 bulan. Di akhir observasi, bayi dapat ditentukan menjadi 3 klasifikasi utama yaitu kelompok aman, avoidant, ambivalent dan disorientasi. Klasifikasi ini berdasarkan perilaku bayi dalam 2 episode pertemuan kembali dengan ibunya. Akan tetapi ketika diuji test-retest reliability selama 2 minggu, alat ukur ini kurang memiliki reliabilitas yang baik dikarenakan sensitifas bayi pada prosedur tersebut. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan prosedur tersebut setelah minimal satu bulan semenjak prosedur pertama (Solomon & George, 2008). d. Inventory of Parent and Peer Attachment to Mother (IPPA-M) Pada awalnya Armsden dan Greenberg membuat skala untuk mengukur kelekatan pada tahun 1984, dan kemudian dikembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
dengan tiga komponen pada tahun 1987 (Armsden & Greenberg, 1987), hingga akhirnya direvisi menjadi 3 bentuk skala kelekatan pada ayah, ibu dan teman (Pace, Martini & Zavattini, 2011). Skala IPPA-M ini digunakan untuk mengukur pandangan remaja terhadap kelekatannya pada ibu melalui dimensi perilaku dan kognisi/ afeksi. Selain itu dapat diketahui juga derajat dan kualitas keterlibatan dengan orangtua (Vivona, 2000). Terdapat 3 aspek dalam skala ini, yaitu kepercayaan, komunikasi dan alienasi. Aspek kepercayaan mengukur tingkat kepercayaan remaja terhadap kehadiran dan sensitivitas figur kelekatan, aspek komunikasi yang membuat remaja merasa aman, serta perasaan alienasi sebagai akibat dari figur kelekatan yang tidak responsif dan tidak konsisten. Skala ini dapat diukur secara total maupun setiap subskala untuk mengetahui komponen yang berperan dalam pembentukan kelekatan. Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa skala IPPA-M mempunyai reliabilitas dan validitas yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala IPPA-M sebagai alat ukur. Hal ini dikarenakan skala tersebut sesuai digunakan untuk mengukur pandangan remaja terhadap ibunya beserta dimensi kognitif dan afektif dari remaja. Selain itu alat ukur tersebut juga lebih sesuai digunakan dalam penelitian kuantitatif dengan subjek yang banyak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
C. Self-silencing 1. Pengertian dan Aspek Self-silencing atau pembungkaman diri merupakan konstruk yang disusun oleh Dana C. Jack (dalam Jack & Dill, 1992; Jack, 2011) berdasarkan hasil wawancara pada wanita yang depresi. Jack menemukan bahwa wanita yang mengalami depresi tersebut berusaha menekan pemikiran, perilaku ataupun perasaan yang tidak sesuai dengan keinginan pasangan mereka (Jack & Ali, 2010). Perilaku mereka itu berdasarkan pada kultur yang mengharuskan mereka untuk menjadi seorang ‘wanita yang baik’ (Jack & Dill, 1992). Oleh karenanya mereka menilai perilaku mereka berdasarkan standar yang seharusnya mereka lakukan dan rasakan. Maka self-silencing ini juga erat kaitannya dengan peran gender seseorang. Self-silencing merupakan proses kognitif yang terjadi ketika seorang individu melakukan interaksi dengan pasangannya. Proses kognitif tersebut merupakan sebuah proses aktif untuk tidak mengungkapkan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan (Jack & Dill, 1992; Jack dkk., 2010; Jack dalam Samrai, 2011). Meskipun begitu, Jack dan Ali (2010) menjelaskan bahwa self-silencing ini bukanlah merupakan konsep kepribadian yang stabil, melainkan merupakan skema relasi yang rentan terhadap perubahan sosial maupun hubungan. Berdasarkan uraian tersebut, Jack (1992) serta Jack dan Ali (2010) mengusulkan 4 aspek yang memunculkan perilaku self-silencing. Keempat aspek tersebut antara lain:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
a. Externalized Self Perception yang berarti seorang individu berusaha untuk menilai dirinya berdasarkan pada penilaian atau standar eksternal b. Care as self-sacrifice yang memiliki arti bahwa individu berusaha untuk mengorbankan dirinya sebagai usaha agar hubungan tersebut tetap aman. c. Silencing the self merupakan kecenderungan seseorang untuk tidak mengungkapkan apa yang dirasakan atau dipikirkan agar menjauhi konflik dalam relasi atau kehilangan d. Divided self yaitu aspek yang berkaitan erat dengan depresi yaitu seseorang yang menunjukkan diri yang berbeda dibandingkan keadaan dalam diri yang sebenarnya. 2. Dinamika terbentuknya Self-Silencing Self-silencing merupakan suatu kecenderungan yang dilakukan manusia karena keinginannya untuk tetap menjaga keintiman dalam hubungan, namun merupakan perilaku yang ekstrim dan patologis (Collins, Cramer, & Singleton-Jackson, 2005; Jack, 2011). Teori ini dibentuk dari teori relasi, teori kognitif serta teori kelekatan yang dicetuskan oleh Bowlby (Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Dalam teori ini ditemukan bahwa setiap manusia memiliki motivasi untuk membuat koneksi yang aman dan intim dengan orang lain, sehingga akan mempunyai alarm yang mengarahkan ke perilaku tertentu ketika menghadapi perpisahan (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006; Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Karena manusia tidak mau mengalami keterpisahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
tersebut, maka dia akan melakukan suatu pola perilaku kelekatan otomatis yang dapat membuatnya lebih aman (Thompson, 1995). Ancaman seperti relasi romantis yang tidak aman dan tidak terbuka membuat seseorang melakukan perilaku kelekatan yang spesifik agar memiliki kesamaan dengan lingkungannya (Hazan & Shaver, 1994). Oleh karenanya teori self-silencing ini dianggap sebagai skema kognitif yang muncul sebagai cara agar hubungan tetap aman (Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Perilaku ini dianggap sebagai perilaku yang digerakkan oleh kelekatan yang membuat seorang individu mengikuti peran dan budaya femininitas, sehingga tingkat self-silencing erat hubungannya dengan negara kolektif (Gratch dkk., 1995; Jack, 2011; Jack & Ali, 2010; Jack dkk., 2010; Schrick dkk., 2012), Perilaku ini merupakan perilaku kompulsif yang bertujuan untuk membuat orang lain merasa puas, sehingga dapat menjauhi konflik (Jack & Ali, 2010). Perilaku, skema kognitif dan tujuan tersebut yang akhirnya membuat seseorang menjadi cenderung self-silencing. Meskipun begitu beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang dapat menjadi lebih bebas ketika dia mempunyai kesadaran untuk memilih melakukan self-silencing pada situasi tertentu (Jack, 2011). Sebaliknya selfsilencing akan menjadi hal yang destruktif ketika seseorang merasa tidak punya pilihan lain selain membungkam dirinya (Jack, 2011). 3. Self-silencing pada Laki-laki Meskipun self-silencing merupakan konstruk yang ditemukan pada perempuan, namun beberapa penelitian mulai menemukan bahwa konstruk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
self-silencing ini dapat diterapkan pada laki-laki. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan self-silencing yang lebih tinggi dibandingkan perempuan (Gratch dkk., 1995; Hautamäki, 2010; Jack, 2011; Remen, 1999; Thompson, 1995). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa self-silencing juga menimbulkan dampak depresi pada laki-laki (Cramer dkk., 2005; Flett dkk., 2007; Gratch dkk., 1995; Harper dkk., 2006; Jack dkk., 2010; Whiffen, Foot, & Thompson, 2007), meski beberapa penelitian menunjukkan tidak ada hubungannya dengan depresi (Thompson, 1995; Welsh dkk., 2003). Hasil tersebut masih menunjukkan adanya ketidakkonsistenan mengenai self-silencing pada laki-laki. Ketidakkonsistenan tersebut dikarenakan adanya kemungkinan tujuan antara laki-laki dan perempuan untuk melakukan kecenderungan selfsilencing yang berbeda (Smolak, 2010). Laki-laki cenderung melakukan self-silencing untuk menjaga kendalinya terhadap relasi tersebut ataupun melindungi dirinya untuk menghindari konflik dan melindungi diri dari situasi yang dapat mengurangi kebebasannya (Hautamäki, 2010; Jack dkk., 2010; Remen, 1999; Remen dkk., 2002). Christensen dan Heavy (dalam Harper dkk., 2006) menunjukkan bahwa laki-laki melakukan self-silencing pada topik yang tidak penting atau kurang relevan. Di sisi lain perempuan melakukan self-silencing sebagai bentuk perlindungan diri agar tidak terjadi masalah dalam hubungan pacaran tersebut dan menghindari rasa tersakiti (Remen dkk., 2002; Rosenfeld dalam Harper dkk., 2006; Whiffen dkk., 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Meskipun begitu dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa selfsilencing pada remaja laki-laki terutama, dapat memberikan dampak negatif yang berkepanjangan. Laki-laki yang melakukan self-silencing karena berusaha untuk memegang kendalinya akan mengembangkan perilaku selfsilencingnya ketika dewasa menjadi bentuk ‘dinding batu’ yang akhirnya menjadi permasalahan dalam relasi pernikahan mereka (Thompson, 1995). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konstruk self-silencing ini tetap dapat diterapkan pada laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan dampak negatif yang dimunculkan baik untuk perilaku selfsilencing pada laki-laki maupun pada perempuan (Cramer dkk., 2005; Flett dkk., 2007; Jack, 2011; Jack dkk., 2010; Thompson, 1995; Whiffen dkk., 2007). 4. Self-silencing pada Remaja Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkatan self-silencing semakin terlihat ketika individu masih muda terutama remaja (Zaitsoff dkk., 2002). Hal ini dikarenakan meskipun remaja mampu memahami pemikiran orang lain, namun mereka belum mampu membedakan mana pemikirannya sendiri dan yang mana pemikiran orang lain (Elkind, 1967). Ditambah lagi dengan keinginan remaja untuk dapat diterima lingkungan agar dirinya tetap aman (Elkind, 1967), membuat mereka rentan terhadap perilaku selfsilencing ini. Self-silencing pada remaja juga menunjukkan adanya dampak yang kurang baik. Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan bahwa remaja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
laki-laki lebih banyak melakukan self-silencing dibandingkan remaja perempuan, meski dampak depresi lebih kuat pada remaja perempuan (Welsh dkk., 2003). Akan tetapi dalam penelitian tersebut ditemukan juga bahwa remaja laki-laki merasa kehilangan dirinya ketika melakukan selfsilencing. 5. Dampak Negatif Self-silencing Selain beberapa dampak tersebut di atas, self-silencing mempunyai beberapa dampak negatif lainnya. Meskipun pada awalnya perilaku selfsilencing merupakan bentuk pertahanan diri seseorang yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas hubungan (Flett dkk., 2007; Jack & Dill, 1992). Namun, self-silencing ini malah membuat hubungan tersebut menjadi dingin dan jauh. Hal ini dikarenakan self-silencing membuat seseorang mengalami kesulitan untuk membuka diri terhadap pasangan (Harper & Welsh, 2007). Oleh karenanya hubungan dengan pasangan yang terjadi bukanlah hubungan yang nyata, dan sejati (Collins dkk., 2005), sehingga dapat memunculkan rasa frustasi dan ketidakpuasan dalam hubungan (Thompson, 1995). Selain itu self-silencing dapat menghambat perkembangan diri seseorang (Jack, 2011). Oleh karenanya seseorang yang melakukan selfsilencing akan merasa kesepian (Cramer dkk., 2005), terasing terhadap dirinya karena dia tidak berani mengungkapkan dirinya sehingga semakin merasa tidak mengenal dirinya lagi (Whiffen dkk., 2007). Hal tersebut dikarenakan seseorang membentuk konsep dirinya berdasarkan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
penilaian orang lain (Collins dkk., 2005). Oleh karenanya self-silencing memunculkan suatu perasaan terperangkap dan kehilangan harapan (Jack, 2011). Hal tersebut membuat self-silencing secara konsisten dapat menyebabkan depresi (Cramer dkk., 2005; Flett dkk., 2007; Gratch dkk., 1995; Jack, 2011; Little dkk., 2011; Schrick dkk., 2012; Thompson, 1995; Thompson dkk., 2001; Whiffen dkk., 2007). Dampak lain dari self-silencing juga berkaitan dengan seseorang yang mengalami sensitifitas terhadap penolakan. Ketika dia sensitif terhadap penolakan, maka dia akan mudah untuk melakukan self-silencing sehingga akhirnya berujung pada depresi (Harper dkk., 2006). Selain itu self-silencing juga menimbulkan suatu perilaku yang bersifat pengalihan terhadap emosi yang ditekan ataupun dengan berusaha untuk memberikan perhatian namun secara berlebihan kepada orang lain, dan membuatnya mudah untuk mengalami gangguan makan (Shouse & Nilsson, 2011; Zaitsoff dkk., 2002). 6. Pengukuran Self-silencing Dalam mengukur kecenderungan seseorang untuk melakukan selfsilencing, Dana C. Jack membuat 31 item skala self-silencing berdasarkan studi longitudinal pada wanita depresi. Tipe skala yang digunakan adalah Likert dengan 5 pilihan jawaban yang berkisar dari pilihan sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Dalam skala ini terdapat 4 subskala yang mengukur komponen self-silencing (Jack, 2011; Jack & Ali, 2010; Jack & Dill, 1992). Keempat subskala tersebut adalah externalized self perception, care as self-sacrifice, silencing the self dan divided self.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Keempat subskala tersebut bila diukur secara bersama membentuk suatu kesatuan konstruk self-silencing. Oleh karenanya hasil akan lebih maksimal ketika dilakukan pengukuran total dari keempat subskala tersebut (Jack, 2011). Skala ini juga sudah diujikan pada laki-laki dan menunjukkan hasil yang reliabel dan valid. Hal ini dikarenakan item pada skala ini juga tidak bias gender dan dapat digunakan pada laki-laki maupun perempuan (Jack & Dill, 1990). Akan tetapi D.C. Jack (komunikasi personal, 27 Mei, 2015) menyarankan untuk melakukan analisis secara terpisah. D. Remaja 1. Pengertian dan Perkembangan Remaja Remaja merupakan perkembangan transisi dari anak menjadi dewasa (Santrock, 2005/2007). Rentang usia tahap remaja ini juga bermacam tergantung pada budayanya, namun kurang lebih dimulai pada usia 10 hingga 13 tahun hingga usia 18 hingga 22 tahun yang biasanya terjadi pada awal sekolah menengah pertama dan di usia awal 20 tahunan (Santrock, 2007; Steinberg, 2002). Pada masa ini remaja mengalami masa pubertas yang meliputi perubahan aspek secara biologis yang kemudian berdampak pada psikologisnya. Oleh karena aktivitas hormon dan neuron tersebut membuat mereka cenderung berfokus pada pencarian kesenangan dibandingkan regulasi diri (Santrock, 2005/2007) dan membuat mereka cenderung senang mengambil resiko (Steinberg, 2005; Steinberg, 2008). Selain itu terdapat perubahan perkembangan kognisi sosial dan psikososial remaja:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
a. Perkembangan kognisi sosial remaja: Pada remaja terjadi perkembangan egosentrisme yang membuat remaja masih kesulitan membedakan kehendaknya maupun kehendak orang lain yang ditujukan padanya (Elkind, 1967). Egosentrisme ini terbagi menjadi 2 bentuk yaitu imaginary audience dan personal fable. Pada imaginary audience, remaja percaya bahwa apa yang dipikirkannya maka orang lain juga memikirkan hal yang sama. Remaja berpikir bahwa dia perlu melakukan antisipasi agar hal tersebut tidak terjadi. Di sisi lain personal fable, yaitu remaja percaya bahwa dirinya adalah pribadi yang unik dan tak terkalahkan. Hal tersebut membuat remaja menjadi sangat optimis dalam mencoba sesuatu dan tidak takut bahaya. Namun hal tersebut juga membuat remaja tidak bisa membedakan perasaan secara objektif, sehingga merasa hanya dirinyalah yang merasakan perasaan itu. Ataupun remaja percaya bahwa kemalangan hanya terjadi pada orang lain dan tidak pada dirinya (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Namun sewajarnya pemikiran egosentrisme ini mulai berkurang pada usia 15 hingga 16 tahun ketika remaja mampu untuk berpikir lebih objektif sehingga keinginannya untuk self interested dapat lebih berkurang. Oleh karenanya remaja dapat membangun hubungan interpersonal secara lebih sehat. Akan tetapi rentang usia dari berkurangnya egosentrisme ini juga bervariasi (Santrock, 2005/2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
b. Perkembangan Psikososial Remaja Secara perkembangan psikososialnya, remaja mempunyai 5 aspek perkembangan yang cukup berpengaruh yaitu menemukan identitas, otonomi, menjalin intimasi, seksualitas dan pencapaian diri (Steinberg, 2002). Dalam tugas keintiman, remaja diharap mampu membentuk relasi yang dekat dan perhatian dengan orang lain. Dalam tugas seksual, remaja diharapkan mampu mengekspresikan perasaan seksual serta menikmati kontak fisik dengan orang lain. Tugas pencapaian diri adalah mampu menjadi bagian dalam suatu komunitas. Pada masa remaja ini ditemukan bahwa
harga
dirinya
relatif
lebih
rendah
dibandingkan
pada
perkembangan lainnya, namun harga diri pada remaja laki-laki dilaporkan lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan (Robins & Trzesniewski, 2005). Rendahnya harga diri ini dikarenakan masalah psikologis maupun body image yang mereka hadapi. 2. Dinamika Relasi dalam Perkembangan Remaja Dalam masa remaja, salah satu tugas perkembangannya adalah untuk menjalin relasi yang intim dengan orang lain (Steinberg, 2002). Relasi romantis yang merupakan bentuk dari relasi intim juga mulai dikenal serta menjadi tugas pada masa remaja dan memberikan perubahan yang cukup berpengaruh termasuk keadaan emosinya, karena remaja kurang mampu dalam mengendalikannya (Larson & Amutsen dalam Harper dkk., 2006; Steinberg, 2002). Hal ini dikarenakan remaja kurang mampu untuk memahami bahwa seseorang dapat memberikan respon emosi yang berbeda,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
sehingga relasi romantis pada masa remaja ini biasa diiringi oleh kelabilan emosi (Trentacosta & Izard, 2006). Beberapa remaja juga mengalami kekhawatiran dan ketakutan untuk memulai relasi romantis yang berbeda dari relasi persahabatan maupun merasa takut kehilangan (Bowlby, 1988; Harper dkk., 2006; Sullivan dalam Steinberg, 2002). Usia remaja erat hubungannya dengan mencoba berbagai relasi romantis ataupun berusaha untuk berpegang pada satu relasi romantis yang serius (Steinberg, 2002). Akan tetapi ditemukan bahwa relasi yang berkomitmen lebih wajar dilakukan pada usia remaja akhir dan menjadi patologis ketika dilakukan pada usia remaja awal (Steinberg, 2002; Welsh dkk., 2003). Meskipun begitu pada usia remaja akhir, kesulitan dalam hubungan intim memberikan peran penting pada mereka, meski dampak patologis depresi pada remaja tahap akhir tidak sebesar dampak patologis pada tahap remaja tengah (Chen, Mechanic & Hansell, 1998). Hal ini dikarenakan adanya perubahan kelekatan dari ibu ke pasangan membuat suatu tekanan dan tantangan yang tinggi pada diri remaja terutama remaja akhir (Chen dkk., 1998; Furman & Wehner, 1997). Ketika tugas membangun relasi romantis pada remaja ini berhasil dibangun, maka pada tahap perkembangan selanjutnya, individu akan lebih mampu membangun hubungan intim dengan orang lain yang sehat (Steinberg, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
E. Dinamika 1. Dinamika ketiga variabel Relasi romantis merupakan suatu proses yang cukup berpengaruh secara signfikan dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan kecenderungan dasar manusia untuk tetap merasa aman dan mempunyai koneksi yang intim dengan orang lain (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006; Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Dalam membentuk relasi yang aman, kestabilan dan keberlangsungan relasi didukung dengan adanya komunikasi yang tercipta dalam relasi (Jack, 2011). Berkaitan dengan hal tersebut, remaja merupakan tahap awal relasi romantis mulai dikenal (Sullivan dalam Harper & Welsh, 2007; Harper dkk., 2006; Welsh dkk., 2003; Steinberg, 2002). Namun hal tersebut kurang didukung oleh keadaan emosi remaja yang masih sering mengalami kelabilan emosi (Trentacosta & Izard, 2006), sehingga remaja kurang mampu untuk memecahkan masalah dengan baik, berkomunikasi maupun mengembangkan relasi yang sehat. Kelabilan tersebut membuat remaja ketika mengalami suatu emosi dalam dirinya, akan langsung secara impulsif mengungkapkan dengan segera. Hal ini dikarenakan remaja masih kurang mampu untuk menyadari bahwa orang lain juga pernah merasakan hal yang sama, sehingga merasa bahwa dirinyalah yang paling menderita (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Ketika remaja secara impulsif menyampaikan emosinya tersebut terutama kepada pasangannya, maka akan menimbulkan konflik dalam hubungan tersebut. Dalam menghadapi konflik tersebut,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
remaja juga masih memiliki keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungannya, terutama pada pasangannya (Elkind, 1967) selain keinginan dasarnya untuk tetap menjalin relasi yang intim. Oleh karenanya konflik dengan pasangan yang membuat hubungan tidak stabil dan mengancam dirinya, membuat remaja melakukan suatu mekanisme agar menjaga hubungannya tetap stabil. Oleh karenanya remaja menjadi tidak berani untuk menunjukkan emosinya agar konflik tidak terjadi dan kestabilan hubungan tetap terjaga dengan berperilaku self-silencing (Collins dkk., 2005; Jack & Ali, 2010). Perilaku self-silencing ini merupakan perilaku impulsif yang dilakukan seseorang agar dapat menjaga hubungannya dan membuat dirinya aman (Flett dkk., 2007; Harper dkk., 2006; Jack & Ali, 2010; Jack & Dill, 1992). Akan tetapi perilaku ini secara konsisten menyebabkan berbagai dampak negatif yang mengurangi well-being seseorang (Jack, 2011). Hal ini dikarenakan seseorang mengalami perasaan keterasingan terhadap dirinya, karena dia tidak berani menampilkan emosinya kepada pasangannya. Selfsilencing ini merupakan suatu perilaku yang digerakkan oleh ketidaksadaran yang muncul dari skema kognitifnya ketika menghadapi konflik dengan orang lain (Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Pemikiran tersebut menunjukkan bahwa ketika seseorang berusaha untuk tidak mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan, melakukan apa yang diharapkan pasangannya maka tidak akan terjadi konflik dengan pasangan dan hubungan tetap stabil.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Ketika seseorang membungkam dirinya, dia sebenarnya melakukan mekanisme pertahanan agar dirinya tetap aman. Hal ini dikarenakan dia kurang mampu menerima konflik yang dialami dengan pasangan dan kurang mampu menerima reaksi pasangannya, sehingga melakukan perilaku impulsif agar konflik atau reaksi tersebut dapat diminimalisir. Oleh karenanya agar penolakan dan ketidakstabilan hubungan tidak terjadi, maka seseorang sibuk memikirkan perilaku yang dapat menjaga hubungannya untuk tetap stabil. Hal tersebut membuatnya kurang mampu untuk menjadi mindful dalam kegiatan sehari-harinya. Karena mindfulness merupakan suatu konstruk yang terdiri dari kemampuan seseorang untuk dapat menerima keadaan, mengobservasi secara sadar, mendeskripsikannya tanpa mengelaborasi sehingga dapat melakukan suatu tindakan secara sadar. Seseorang yang melakukan self-silencing memang mampu untuk mendeskripsikan kejadian yang dia alami. Namun karena kecenderungan dasarnya adalah untuk menjaga dirinya tetap aman, maka dia kurang mampu mendeskripsikan secara tepat dan sulit untuk mengobservasi suatu kegiatan tanpa mengelaborasinya. Hal ini dikarenakan konstruk self-silencing erat kaitannya dengan pola kelekatan yang dimiliki sejak kecil, terutama pola kelekatan yang tidak aman, baik kelekatan yang avoidant maupun anxious (Austin, 2001; Jack, 1991 dalam Jack & Ali, 2010; Remen, 1999; Samrai, 2011). Oleh karenanya ketika mengalami suatu stimulus yang membuat dirinya tidak aman, maka seseorang yang pada dasarnya memiliki kelekatan tidak aman, akan sibuk mencari perilaku yang dapat membuatnya kembali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
aman. Kecenderungan ini merupakan suatu kecenderungan otomatis yang membuat seseorang kurang mampu untuk mengontrol atensi dan kesadaran dirinya karena adanya bayangan ketakutan terhadap dunia (Caldwell & Shaver, 2013). Akan tetapi ketika seseorang memiliki kemampuan mindfulness untuk menerima, mengobservasi dan menerima keadaan tanpa mengelaborasinya serta mampu memberikan diri secara sepenuhnya pada kegiatan tersebut, maka dia tidak akan melakukan perilaku defensif. Hal ini dikarenakan mereka tetap mampu untuk sadar, menerima dan mengendalikan dirinya bahkan dalam situasi seburuk apapun (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Oleh karenanya dia akan mempunyai pola relasi yang sehat dan berani berkomunikasi secara terbuka, meskipun mengalami reaksi emosi atau konflik dengan pasangan (Dekeyser dkk., 2008). Selain itu karena kemampuannya untuk menerima, membuat dia juga mampu untuk menjalin koneksi serta memberikan empati pada diri sendiri maupun orang lain dan tidak akan melakukan perbuatan yang membuat dirinya maupun pasangannya menjadi tidak aman (Caldwell & Shaver, 2013). Kemampuan untuk mindfulness tersebut dapat terbentuk karena seseorang merasa aman dengan dirinya maupun dengan dunia sekitarnya. Oleh karenanya dia akan mampu untuk menerima kejadian yang dia alami. Perasaaan aman ini dialami individu terutama remaja dari awal kehidupannya di dunia. Ketika bayi mengenal dunia pertama kali, maka dia akan berusaha bertahan hidup dengan mencari figur kelekatan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
memberikan ikatan emosional dan membantunya untuk berkembang (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006; Shaver dkk., 2007). Dalam mengembangkan interaksi dengan figur kelekatan tersebut, individu akan mengembangkan
suatu
skema
kognitif
yang
mendasarinya
untuk
berperilaku tertentu. Perkembangan tersebut terus terbawa sepanjang kehidupannya, termasuk ketika individu menjadi remaja dan mengalami relasi intim dengan orang lain. Skema kelekatan yang menjadi dasar seseorang untuk berperilaku tersebut berdasar pada hubungannya dengan ibu sebagai figur kelekatan, khususnya pada remaja. Hal ini dikarenakan peran ibu yang memberikan perawatan dan perlindungan sejak bayi. Oleh karenanya hubungan ini terus berlanjut bahkan ketika anak sudah menjadi remaja, dan ditemukan menempati posisi khusus dan stabil meski mempunyai frekuensi pertemuan atau interaksi yang sedikit, dibandingkan dengan figur kelekatan yang lainnya (Bowlby, 1988; Trinke, 1995; Trinke & Bartholomew, 1997). Seseorang yang terpenuhi kebutuhannya sejak bayi dan menjalin relasi yang akrab dan positif dengan ibunya akan mempunyai kecenderungan untuk mempunyai pandangan yang positif terhadap dunia. Oleh karenanya dia akan lebih mampu untuk menerima kejadian secara apa adanya (Caldwell & Shaver, 2013; Milkulincer & Shaver, 2005; Shaver dkk., 2007) dan menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif (Hazan & Shaver, 1994; Mikulincer & Shaver, 2011). Maka mereka lebih berani untuk menjalin relasi dan berkomunikasi secara sehat dengan orang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Kemampuan ini didukung oleh pembukaan diri mereka ke pasangan serta mampu mengetahui saat yang tepat ketika pasangannya ingin membuka dirinya (Bowlby, 1988; Mikulincer & Shaver, 2011). Akan tetapi ketika seseorang merasa bahwa dunia ini tidak aman, maka dia akan sulit untuk menaruh kepercayaan pada orang lain dan sulit membentuk ikatan emosi yang bermakna karena pandangan mereka bahwa hubungan yang terbentuk adalah hubungan tidak aman (Blount-Matthews & Hertenstein, 2006). Pandangan tersebut membuat seseorang untuk melakukan perilaku defensif agar membuat hubungan menjadi ‘aman’ (Hazan & Shaver, 1994). Dalam menghadapi rasa tidak aman tersebut, seseorang berusaha untuk menganggap penting suatu hubungan dengan melakukan berbagai hal termasuk tidak mengungkapkan emosinya agar diterima pasangannya dan hubungan tetap stabil. Selain itu agar merasa aman, seseorang juga menekan emosi atau pikirannya karena adanya rasa pengabaian yang timbul sejak kecil sehingga dia merasa bahwa menampilkan emosi atau komunikasi yang terbuka pada pasangan adalah suatu hal yang sia-sia. Hal tersebut akhirnya yang membuat seseorang menjadi kurang mampu untuk mindfulness dan melakukan self-silencing. 2. Kaitan dengan budaya kolektif Berkaitan dengan budaya kolektif, self-silencing merupakan suatu mekanisme yang juga erat kaitannya dengan budaya kolektif yang cenderung lebih feminin dibanding budaya individualis. Ditemukan bahwa kecenderungan self-silencing semakin meningkat dalam budaya kolektif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
(Gratch dkk., 1995; Jack, 2011; Jack & Ali, 2010; Jack dkk., 2010; Schrick dkk., 2012). Hal ini dikarenakan dalam budaya kolektif, mengungkapkan emosi negatif terutama pada seseorang yang dekat bukanlah hal yang dianggap baik karena dapat mengganggu dinamika hubungan seseorang (Hofstede, 1983; Jack dkk., 2010; Matsumoto & Juang, 2008). Hal tersebut semakin didukung karena dalam budaya kolektif, seseorang diharapkan untuk mampu menjaga relasinya dengan orang lain karena kepentingan kelompok lebih penting dibandingkan kepentingan pribadi (Hofstede, 1983). Oleh karenanya menjadi hal yang wajar bila seseorang mengorbankan kepentingannya demi kepentingan orang lain. Apabila seseorang yang berada di budaya kolektif berperilaku tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh orang lain, maka dia akan dianggap aneh dan disendirikan, oleh karenanya seseorang dalam berperilaku di budaya kolektif harus sesuai dengan norma kelompok tersebut (Hofstede, 1983). Hal tersebut membuat seseorang cenderung untuk menilai dirinya berdasarkan standar eksternal lingkungannya. Oleh karenanya menjadi hal yang mungkin terjadi, apabila seseorang yang berada di budaya kolektif menampilkan perasaan, pikiran yang berbeda dengan perasaan dan pikiran di dalam hatinya. Oleh karenanya budaya kolektif ini erat kaitannya dengan kecenderungan untuk menjadi self-silencing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
F. Bagan Mindfulness (Variabel Mediator)
b
a Kelekatan dengan ibu (Variabel independen)
c’
Self-silencing (Variabel dependen)
Gambar 1. Bagan dinamika antar variabel
Dinamika tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kelekatan pada ibu dan self-silencing dimediatori oleh mindfulness. Oleh karena itu kelekatan pada ibu memprediksi self-silencing (c’). Kelekatan dengan ibu juga memprediksi mindfulness (a), serta mindfulness memprediksi self-silencing (b). Maka untuk menjelaskan proses hubungan antara kelekatan dengan ibu dan self-silencing, mindfulness merupakan faktor yang mengontrol (sebagai mediator) kelekatan pada ibu dalam memprediksi self-silencing. Mediator ini berarti bahwa kelekatan dengan ibu memberi dampak pada kecenderungan selfsilencing karena dimediasi atau diperantarai oleh proses internal dalam diri yaitu mindfulness. G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah mindfulness merupakan variabel mediator dalam hubungan antara kelekatan dengan ibu dan kecenderungan untuk self-silencing. Oleh karenanya hubungan yang terjadi pada kelekatan dengan ibu dan kecenderungan self-silencing merupakan hubungan tidak langsung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 2. Deskripsi dinamika antar variabel Kelekatan aman yang rendah: Komunikasi rendah Rasa percaya rendah Alienasi tinggi
Mindfulness rendah Kurangnya komunikasi membuat sulit untuk mengobservasi pengalaman dalam dirinya. Oleh karenanya dia terbiasa untuk berlaku secara impulsif dan karena adanya rasa kepercayaan yang rendah, maka dia
Berusaha untuk menghadapi orang lain dengan menjaga jarak atau pleasing, sehingga melakukan selfsilencing agar dapat merasa aman dalam hubungan dan hubungan tetap stabil.
akan sulit untuk menerima keadaan tanpa menilainya. Hal ini karena dia mempunyai bayangan bahwa dunia adalah
Kelekatan dengan
tempat yang tidak aman.
ibu
Self-silencing rendah Dia tidak akan takut ditolak dan memunculkan diri yang genuine ketika dia berpasangan. Dia tidak akan sibuk
Mindfulness tinggi:
melakukan perilaku impulsif untuk
Mampu mengenali dirinya dengan baik dan
menjaga hubungan yang stabil. Oleh
menerima keadaan secara terbuka. Oleh
karenanya menjadi berani
Komunikasi tinggi
karenanya mampu untuk fokus (deskripsi,
mengekspresikan dirinya,
Rasa percaya tinggi
observasi, sadar) pada keadaan saat itu
berkomunikasi secara terus terang dan
karena merasa bahwa apapun yang terjadi,
percaya pada pasangannya.
Kelekatan aman yang tinggi:
Alienasi rendah
dunia akan tetap aman.
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan menggunakan jenis penelitian korelasional. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang analisis hasilnya berdasarkan data numerik (Goodwin, 2010). Di sisi lain jenis penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang bersifat melihat hubungan antara dua variabel. Analisis korelasional yang peneliti gunakan adalah analisis regresi karena untuk melihat prediksi berdasarkan hubungan antara ketiga variabel penelitian. Dalam melihat kaitan antara ketiga variabel tersebut, peneliti menggunakan model penelitian dengan variabel mediator. Variabel mediator merupakan variabel yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor apa yang membuat variabel dependen muncul yang diprediksi oleh variabel independen. Oleh karenanya dapat menggambarkan lebih jelas dinamika terbentuknya variabel dependen (Baron & Kenny, 1986). B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: Variabel independen
: Kelekatan pada ibu
Variabel mediator
: Mindfulness
Variabel dependen
: Self-silencing
53
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
C. Definisi Operasional 1. Mindfulness Mindfulness
merupakan
suatu
kecenderungan
dalam
bentuk
kesadaran pada diri individu yang didasari oleh penerimaan tanpa penilaian terhadap keadaan dari detik ke detik, meskipun dalam tekanan (Dorjee, 2010; Kabat-Zinn, 1990; Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Dalam mindfulness tersebut, seseorang juga memperhatikan keadaan dan reaksi dirinya, sehingga mampu untuk mendeskripsikan pengalaman meski tanpa mengelaborasinya (Bishop dkk., 2004; Thompson & GauntlettGilbert, 2008). Oleh karenanya, dalam membentuk mindfulness, terdapat 4 kemampuan, kapasitas dasar yang dapat menggambarkan kecenderungan seseorang
untuk
mindful
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Keempat
kemampuan tersebut adalah mengobservasi, mendeskripsikan pengalaman, bertindak dengan kesadaran dan penerimaan tanpa menilai (Baer dkk., 2004). Dalam mengukur mindfulness ini, peneliti menggunakan skala Kentucky Inventory of Mindfulness Skills (KIMS). Dalam mengukur kemampuan individu untuk menjadi mindful, terdapat 4 subskala dalam skala ini. Skor total yang tinggi pada setiap subskala menunjukkan kemampuan pada subskala tersebut yang juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, skor total yang rendah menujukkan kemampuan pada subskala tersebut yang rendah. Dalam membentuk kemampuan untuk mindfulness, seseorang yang memiliki skor tinggi pada keempat subskala akan memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
kecenderungan mindfulness yang tinggi pula. Apabila total skor pada keempat subskala rendah, maka dia dapat dikatakan memiliki kemampuan untuk mindfulness yang kurang. 2.
Kelekatan pada Ibu Kelekatan pada ibu merupakan suatu ikatan emosi yang terbentuk antara anak dengan ibunya (Bowlby, 1988). Ikatan ini membentuk suatu skema kognitif dan emosi dalam melakukan interaksi dengan orang lain (Feeney & Noller, 1996; Armsden & Greenberg, 2013). Terdapat tiga poin kelekatan yang menjadi dasar penilaian anak terhadap kelekatan pada ibunya dalam membentuk skema tersebut, Poin tersebut adalah kepercayaan, komunikasi dan alienasi (Armsden & Greenberg, 1987). Dalam melihat kecenderungan kelekatan remaja pada ibunya, peneliti menggunakan skala Inventory of Parent and Peer AttachmentMother (IPPA-M). Penilaian kelekatan dilihat dari total skor perolehan pada skala tersebut. Skor total yang tinggi menunjukkan kecenderungan kelekatan aman yang tinggi dengan skor pada kepercayaan, komunikasi yang tinggi serta alienasi yang rendah. Apabila skor total rendah, maka kecenderungan remaja untuk memiliki kelekatan yang aman juga rendah yang didukung dengan skor alienasi yang tinggi, dan skor kepercayaan serta komunikasi yang rendah.
3.
Self-silencing Self-silencing
merupakan pemikiran kognitif
yang membuat
seseorang memiliki kecenderungan menilai dirinya berdasarkan standar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
eksternal, sehingga membuat seseorang melakukan pembungkaman diri (Jack & Dill, 1992; Jack dkk., 2010). Pemikiran ini berdasarkan keinginan individu untuk menjaga hubungan agar tetap aman dengan cara mengorbankan dirinya, sehingga tetap dapat diterima oleh pasangannya (Collins dkk., 2005; Jack, 2011; Jack & Ali, 2010). Akan tetapi perilaku tersebut membuat seseorang mengalami diri yang terbagi, sehingga diri yang dia tunjukkan tidak sesuai dengan kenyataan (Jack, 2011; Whiffen dkk., 2007). Dalam mengukur variabel self-silencing ini, peneliti menggunakan skala Silencing the Self Scale (STSS). Dalam melihat kecenderungan untuk self-silencing dapat dilihat dari tinggi rendahnya skala. Individu yang memiliki kecenderungan self-silencing tinggi akan memiliki skor total yang tinggi, dan sebaliknya skor total yang rendah menunjukkan selfsilencing yang rendah. D. Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan sampel yang dianggap merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili pola dalam populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia remaja awal yaitu 13 tahun hingga remaja usia akhir dengan batas maksimal 22 tahun (Santrock, 2007; Steinberg, 2002). Remaja yang diambil berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Untuk mengetahui usia dan jenis kelamin tersebut, peneliti melihat data demografis yang dicantumkan pada skala.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah convenience sampling. Hal ini dikarenakan peneliti mengumpulkan data dengan persetujuan dari orang tersebut, dan setiap orang memiliki kesempatan untuk mengisi skala peneliti. Meskipun begitu, untuk lebih merepresentasikan subjek, maka peneliti juga memberikan pertimbangan subjek. Pertimbangan tersebut antara lain berusia remaja dan sudah pernah atau sedang berpacaran. Oleh karena peneliti mengambil subjek berusia remaja, maka subjek memiliki usia rentang dari SMP hingga mahasiswa. Dalam menentukan subjek SMP dan SMA, peneliti melihat dari tingkat kefavoritan sekolah, mulai dari sekolah favorit hingga tidak favorit. Selain itu sebagai bahan pertimbangan juga berada di daerah kabupaten maupun kota. Data dikumpulkan melalui skala tertulis. Di sisi lain, pada data mahasiswa, peneliti menggunakan subjek yang sedang berpacaran dan berdomisili di Yogyakarta, maupun berada di luar Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar subjek yang diperoleh dapat semakin merepresentasikan usia remaja. Data dikumpulkan melalui skala online. E. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan dengan metode skala secara tertulis dan online. Skala yang peneliti gunakan merupakan jenis skala interval dalam melihat kaitan antar variabel. Hal ini dikarenakan atribut yang diukur merupakan atribut psikologi yang tidak memiliki angka nol mutlak dan menggunakan mean sebagai nilai dasarnya (Azwar, 1999).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
2. Alat Pengumpulan Data Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Mindfulness Skala penelitian yang digunakan untuk mindfulness adalah Kentucky Inventory of Mindfulness Skills KIMS yang disusun oleh Baer, Smith dan Allen (2004) dan berisi 39 item. Keempat kemampuan untuk menjadi mindfulness yang diukur pada skala ini adalah observasi, deskripsi, bertindak dengan kesadaran, dan penerimaan tanpa menilai. Kemampuan tersebut merupakan kemampuan sehari-hari yang tidak perlu pengalaman meditasi. Skala ini menggunakan skala Likert dengan rentang penilaian dari 1 (tidak pernah) hingga nilai 5 (sangat sering). Salah satu contoh kalimat pada keempat subskala ini adalah “Ketika sedang berjalan, aku sungguh-sungguh menyadari sensasi gerakan tubuhku” (observasi), “aku kesulitan mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang kurasakan” (deskripsi), “ketika sedang membaca, aku memusatkan semua perhatianku pada apa yang sedang kubaca” (bertindak dengan kesadaran), “aku mengatakan pada diri sendiri bahwa seharusnya aku tidak berpikir seperti ini” (penerimaan tanpa menilai). b. Kelekatan pada ibu Penelitian ini menggunakan skala Inventory of Parent and Peer Attachment to Mother (IPPA-M) yang telah direvisi oleh Armsden dan Greenberg (Pace dkk., 2011) yang terdiri dari 25 item. Skala ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
mengukur pandangan remaja terhadap ibunnya dengan melihat dari 3 perasaan yang ditimbulkan, sehingga dapat melihat apakah kelekatan aman yang dibentuk tinggi ataupun rendah. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada setiap aspek maupun secara skor total dari ketiga aspek. Dalam mengukur kecenderungan kelekatan tersebut, skala ini menggunakan skala Likert yang mempunyai nilai 1 (hampir tidak pernah atau tidak benar) hingga 5 (hampir selalu atau selalu benar). Berikut merupakan contoh kalimat dari setiap aspek “ibuku menerimaku apa adanya” (kepercayaan), “aku bisa menceritakan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitanku pada ibuku” (komunikasi), dan ”aku tidak mendapatkan banyak perhatian dari ibuku” (alienasi). c. Silencing the Self Peneliti menggunakan Silencing the Self Scale (STSS) yang merupakan skala yang dikembangkan oleh Jack (1992). Skala ini mengukur kecenderungan seseorang untuk membungkam dirinya demi menjaga relasinya dengan pasangan dan berisi 31 item. Dalam skala ini terdapat 4 subskala yang bila dihitung secara total menggambarkan konstruk self-silencing. Keempat subskala adalah Externalized Self Perception, Care as self-sacrifice, Silencing the self, dan Divided self. Skala ini menggunakan skala Likert dengan rentang penilaian dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga nilai 5 (Sangat Setuju). Salah satu contoh kalimat pada keempat subskala tersebut yaitu “aku cenderung menilai diriku berdasarkan perkiraanku tentang pandangan orang lain terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diriku”
(externalized
self
perception),
“memperhatikan
60
berarti
mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentinganku sendiri” (care as self-sacrifice), ”aku berpikir lebih baik memendam perasaanku untuk diriku sendiri ketika perasaan-perasaan tersebut bertentangan dengan perasaan pacarku” (silencing the self),
”aku sering terlihat
cukup bahagia, tetapi dalam hati aku merasa marah dan ingin memberontak” (divided self). F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas dalam penelitian mempunyai arti sejauh mana hasil penelitian sesuai dan mencerminkan keadaaan sebenarnya. Dalam memvalidasi penelitian terdapat dua sisi, yaitu validitas internal dan eksternal (Suryabrata, 2004). Validitas internal mempunyai arti bahwa data yang dikumpulkan sesuai dengan keadaan aslinya. Validitas internal ini dapat dicapai melalui penggunaan instrument yang memenuhi persyaratann ilmiah tertentu. Oleh karenanya dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur yang telah disusun oleh peneliti ahli dalam bidang yang sesuai dengan tujuan alat ukur tersebut. Di sisi lain, validitas eksternal adalah bagaimana hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan. Untuk mencapai validitas eksternal tersebut dapat dilakukan dengan cara penyusunan rancangan sampling yang tepat. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk merepresentasikan subjek penelitian yang telah dijelaskan pada bagian subjek penelitian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Validitas alat ukur yang mempunyai arti sejauh mana alat ukur yang digunakan mampu menggambarkan keadaan subjek yang sebenarnya (Azwar, 1999; Azwar, 1997; Suryabrata, 2004). Semakin kecil error yang dihasilkan, maka diharapkan alat ukur tersebut mampu menggambarkan diri subjek yang sebenarnya. Pada ketiga skala tersebut, peneliti akan melihat validitas konstruk dan validitas kriteria yang telah dilakukan oleh pembuat skala maupun peneliti ahli lainnya. Validitas kontruk menunjukkan bahwa kontruk tersebut memang menggambarkan knstruk yang akan diteliti (Suryabrata, 2004). Di sisi lain validitas kriteria adalah sejauhmana skala menunjukkan hasil yang mirip dengan alat lain yang menjadi kriteria, dan dapat dilakukan salah satunya dengan melihat validitas konkurennya (Azwar, 1999; Suryabrata, 2004). Salah satu caranya adalah dengan membandingkan alat ukur tersebut dan alat ukur lain yang mengukur konstruk yang sama. a. KIMS Dalam memvalidasi skala ini Baer, Smith dan Allen (2004) melakukan perbandingan skala KIMS dengan beberapa konstruk lainnya. Dalam segi kepribadian, neurotis ditemukan berkorelasi negatif dengan semua konstruk mindfulness. Selain itu skor pada keempat kemampuan dalam KIMS berkorelasi positif dengan kecerdasan emosi, berkorelasi negatif
dengan
ketidakmampuan
untuk
mengenal
perasaannya
(alexythimia), dan mempunyai korelasi negatif dengan pengalaman diabaikan, kecuali pada kemampuan observasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Skala ini juga sudah dibandingkan dengan alat ukur mindfulness lainnya yaitu MAAS yang mengukur faktor tunggal kesadaran pada mindfulness. Hasil Baer, Smith & Allen (2004) menunjukkan bahwa skala MAAS berkorelasi paling kuat dengan kemampuan bertindak dengan kesadaran, r = 0.57 (p < 0.0001) serta berkorelasi pada kemampuan deskripsi, r = 0.24 (p < 0.05) dan kemampuan menerima tanpa menilai, r = 0.30 (p < 0.001). Akan tetapi kemampuan observasi tidak berkorelasi secara signifikan dengan skala MAAS, r = 0.02 (p > 0.05). b. IPPA-M Dalam mengukur validitas skala ini, IPPA-M dibandingkan dengan beberapa skala beserta variabel kecenderungan remaja yang lain. Skala tersebut antara lain skala konsep diri dan skala lingkungan orangtua, keluarga. Item pada skala IPPA berkorelasi tinggi dengan Family and Social Self scores dari Tennessee Self Concept Scale dan the Family Environmental Scale (Armsden & Greenberg, 1987). Selain itu skala tersebut menunjukkan adanya lingkungan keluarga dengan suasana yang kondusif, mendukung dan ada komunikasi dalam menyelesaikan masalah (Armsden & Greenberg, 2013). Skor tersebut juga berkorelasi positif dengan kepuasan hidup, harga diri, dan status afeksi, serta penyelesaian konflik yang menekankan masalah, bukan emosi (Armsden & Greenberg, 1987). Selain itu, skor IPPA tidak berkorelasi secara signifikan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
SES seseorang, sehingga dapat digunakan oleh subjek dari SES manapun (Armsden dalam Armsden & Greenberg, 2013). Bila dibandingkan dengan skala kelekatan yang lainnya, subskala IPPA-M tersebut sesuai dengan pembagian kelekatan menurut Ainsworth yaitu kelekatan aman, kelekatan insecure-avoidant dan kelekatan insecure-ambivalent (Vivona, 2000). Kelekatan aman ini ditandai dengan skor alienasi yang rendah bila dibandingkan skor kepercayaan dan komunikasinya. Di sisi lain kelekatan insecure-avoidant berhubungan dengan tingginya skor alienasi dan rendahnya skor kepercayaan serta komunikasi. Pada kelekatan insecure-ambivalent, skor pada skala ini ditandai dengan komunikasi serta alienasi yang sedang atau tinggi dan rasa percaya yang rendah. c. STSS Jack dan Dill (1992) memvalidasi skala ini dengan cara membandingkan dengan skor depresi dari skala Beck Depression Inventory pada kelompok wanita yang berbeda dan terdapat perbedaan yang signnifikan. Kelompok tersebut yaitu mahasiswa perempuan, wanita yang mengalami kekerasan dan wanita yang menggunakan drugs ketika hamil. Selain itu ketika dibandingkan dengan skala Eysenck Personality Inventory Neuroticism dan Attachment Style Protorype (ASP) Anxious/ Ambivalent Scale, STSS menunjukkan korelasi yang kuat dengan kedua skala tersebut. Perbandingan tersebut sudah dilakukan pada 169 laki-laki dan 287 wanita (Remen, Chambless, & Rodebaugh,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
2002). Akan tetapi dalam penelitian tersebut ditemukan juga bahwa lakilaki memiliki korelasi yang signifikan dengan avoidant attachment yang diukur dengan ASP Avoidant Scale.
Selain melihat validitas pada skala yang telah dilakukan oleh pembuat maupun peneliti lainnya, peneliti juga melakukan uji pada validitas isi skala. Uji tersebut dilakukan melalui professional judgment untuk melihat apakah alat ukur yang disusun sesuai dengan tujuan ukur dan tidak melewati batas ukur (Azwar, 1997). Oleh karenanya dalam memvalidasi isi skala pada penelitian ini, peneliti melakukan penerjemahan dengan beberapa ahli dan peneliti mengembalikan hasil terjemahan ke penulis skala. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan maksud atau tidak, sehingga tetap dapat mengukur tujuan yang sama (Azwar, 1997). Hal ini dilakukan karena skala yang peneliti gunakan merupakan skala yang berasal dari bahasa Inggris. Proses tersebut adalah sebagai berikut: 1) Skala asli IPPA, KIMS, dan STSS diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan diskusi antara dosen psikologi, dan beberapa mahasiswa psikologi lainnya. 2) Skala diujicobakan ke beberapa sampel subjek yang dengan usia subjek paling muda yaitu usia 12 dan 13 tahun. Tujuan usia yang diambil adalah remaja paling muda dengan asumsi bahwa semakin dewasa maka remaja akan lebih mudah memahami skala ini. Oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
karenanya skala ini dapat dimengerti oleh subjek yang akan digunakan oleh penelitian ini yang mempunyai usia lebih dari 12 dan 13 tahun. 3) Skala disesuaikan dengan hasil revisi setelah uji coba tersebut. 4) Skala kemudian diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris oleh dua orang yang sudah terbiasa berbahasa Inggris karena pernah menetap di negara berbahasa ibu bahasa Inggris selama lebih dari satu tahun. Kedua orang tersebut juga dapat berbahasa Indonesia fasih dan merupakan mahasiswa psikologi. 5) Skala dikirimkan kembali ke pembuat skala asli sehingga mampu melihat apakah ada perubahan arti dalam skala tersebut. 6) Setelah skala mendapatkan umpan balik, maka skala siap dibagikan ke subjek penelitian. 2. Reliabilitas Reliabilitas mempunyai arti konsistensi, keajegan, dan seberapa alat ukur yang digunakan dapat dipercaya (Azwar, 1997). Konsistensi ini dapat dipercaya pada kelompok berbeda dan waktu yang berbeda (Suryabrata, 2004). Dalam penelitian, meskipun skala sudah memiliki reliabilitas yang baik sebelumnya, namun tetap perlu dilakukan uji reliabilitas terhadap subjek penelitian (Azwar, 1997). Untuk melakukan uji reliabilitas suatu alat ukur, terdapat 3 metode pendekatan. Metode pertama adalah pendekatan tes-ulang yaitu dengan menyajikan alat ukur pada subjek dalam waktu dengan tenggang waktu tertentu (Azwar, 1997). Akan tetapi pendekatan ini mempunyai kelemahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
akan efek bawaan, sehingga subjek menjawab skala berdasarkan pada jawabannya yang sebelumnya karena mereka masih ingat akan jawaban mereka. Pendekatan kedua adalah pendekatan bentuk paralel dengan memberikan alat ukur lain yang memiliki tujuan ukur serta setara isi itemnya (Azwar, 1997). Akan tetapi efek bawaan masih bisa timbul dalam pendekatan ini. Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan konsistensi internal. Pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan suatu skala pada subjek tertentu sebanyak satu kali saja (Azwar, 1997). Akan tetapi dalam menyimpulkan reliabilitas, peneliti harus berhati-hati karena meskipun alat ukur reliable, belum tentu alat ukur valid dalam mengukur tujuan ukurnya (Supratiknya, 2014). Reliabilitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. KIMS Pada skala KIMS yang asli dalam bahasa Inggris menunjukkan adanya konsistensi internal yang baik. Hal ini dapat terlihat pada nilai koefisien alpha Observasi α = 0.91, Deskripsi α = 0.84, Bertindak dengan kesadaran α = 0.83, dan Menerima tanpa menilai α = 0.87 (Baer dkk., 2004). Selain itu pada test-retest reliability dilakukan setelah 14 hingga 17 hari setelah pelaksanaan tes pertama. Nilai korelasi antara tes pertama dan tes kedua untuk Observasi 0,65, Deskripsi 0.81, Bertindak dengan kesadaran 0.86, dan Menerima tanpa menilai 0.83. Pada skala KIMS yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia menunjukkan skor konsistensi internal yang baik juga. Pada penelitian ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
skala KIMS diujikan kepada 512 responden. Hasil koefisien alpha menunjukkan Observasi α = 0.78, Deskripsi α = 0.76, Bertindak dengan kesadaran α = 0.71, dan Menerima tanpa menilai α = 0.75. b. IPPA-M Skala IPPA-M yang asli menunjukkan nilai reliabilitas internal yang baik yaitu α = 0.87. Di sisi lain ketika dilakukan test-retest reliability dengan jarak 3 minggu, didapatkan skor yang sangat baik untuk skala IPPA-M, yaitu 0.93 (Armsden & Greenberg, 2013). Pada skala versi terjemahan bahasa Indonesia, menunjukkan skor konsistensi internal yang sangat baik. Pada keseluruhan reliabilitas internal dari total skala IPPA-M, α = 0.914 dengan data dari 512 subjek. c. STSS Skala STSS asli dalam bahasa Inggris menunjukkan reliabilitas yang baik. Jack (1992) melakukan uji reliabilitas STSS pada perempuan dan hasil konsistensi internal α = 0.86 yang menunjukkan konsistensi yang baik. Pada test-retest reliability, STSS menunjukkan konsistensi yang baik dengan skor berkisar dari 0.88 – 0.93 pada tiga kelompok sampel (Jack, 1992). Ketika diujikan pada remaja laki-laki, STSS juga menunjukkan konsistensi internal yang baik dengan skor α = 0.77 (Little, Welsh, Darling & Holmes, 2011). Uji konsistensi internal skala STSS versi terjemahan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan reliabilitas yang baik. D. C. Jack (komunikasi personal, 27 Mei, 2015) menyarankan agar melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
analisis secara terpisah pada subjek laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya nilai reliabilitas pada skala STSS secara keseluruhan memperoleh α = 0.76 dengan subjek laki-laki yang berjumlah 216 subjek. Pada subjek perempuan yang berjumlah 265 subjek, skala STSS secara keseluruhan memperoleh α = 0.85 yang menunjukkan reliabilitas yang baik. G. Uji Analisis Data Pada uji analisis ini, peneliti akan melakukan analisis yang terpisah antara perempuan dan laki-laki mulai dari uji asumsi hingga uji hipotesis. Hal ini dikarenakan perlu dilakukan analisis terpisah menurut jenis kelamin pada variabel dependennya, yaitu self-silencing (D.C. Jack, komunikasi personal, 27 Mei, 2015). Pada uji analisis ini akan dilakukan dengan SPSS 16.0. 1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas yang dilakukan pada analisis regresi adalah uji normalitas pada nilai residual atau variabel dependen. Oleh karenanya data dapat berdistribusi normal dan tidak ada outlier. Data yang dikatakan berdistribusi normal adalah data yang mengikuti atau berada di sekitar garis normal. b. Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan untuk melihat apakah data yang akan diuji merupakan data yang homoskedastisitas, sehingga memenuhi syarat data yang baik. Apabila nilai varians residu data berbeda dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
beberapa pengamatan maka data disebut heteroskedastisitas. Uji ini dapat dilakukan pada nilai residu dan prediksi dari data. Data yang dikatakan tidak memenuhi syarat asumsi atau heteroskedastisitas adalah data yang berpola megafon. c. Uji Linearitas Merupakan uji untuk mengetahui apakah antar variabel memiliki hubungan linear atau tidak. Pola yang dikatakan tidak linear adalah data yang membentuk kurva kuadratik, inverse, dan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada data yang membentuk pola S ataupun U pada grafik scatterplot. d. Uji Multikolinearitas Uji ini merupakan uji untuk mengetahui apakah ada hubungan yang sangat besar, sempurna antara variabel independen dalam penelitian. Apabila terjadi hubungan yang sangat besar, maka error yang dihasilkan akan semakin besar pula, sehingga tidak ada garis regresi yang unik. Data dikatakan memiliki kolinearitas ketika nilai Variance Inflation Factors (VIF) yang dihasilkan adalah lebih besar dari 10. Apabila nilai VIF kurang dari 10 maka data dapat dilanjutkan untuk uji regresi. 2. Uji Hipotesis Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan variabel intervening atau mediator. Dalam kasus mediator, kedudukan variabel independen adalah antecedent dari variabel mediator dan tidak mempunyai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
kedudukan yang sama (Baron & Kenny, 1986). Oleh karenanya variabel mediator merupakan variabel ketiga yang menghubungkan penyebab dan akibat (Wu & Zumbo, 2008). Oleh karenanya dalam memenuhi posisi sebagai variabel mediator, perlu dilakukan empat tahap yang menurut Baron dan Kenny (1986) memenuhi syarat uji mediator. Tahap tersebut adalah sebagai berikut: a. Meregresikan variabel independen (kelekatan pada ibu) dengan variabel mediator (4 kemampuan mindfulness). b. Meregresikan variabel independen (kelekatan pada ibu) dengan variabel dependen (self-silencing). c. Meregresikan variabel independen (kelekatan pada ibu) dan variabel mediator (4 kemampuan mindfulness) ke variabel dependen d. Untuk menentukan bahwa DV dan IV saling berhubungan penuh secara mediasi, maka efek dari IV ke DV harus menjadi tidak signifikan ketika variabel mediator mengontrolnya. Apabila tetap berhubungan signifikan, namun efek dari IV ke DV pada tahap tiga (c) lebih kecil dibandingkan tahap dua (b), maka disebut mediator sebagian. Pada tahap tersebut, uji regresi variabel mediator dengan variabel dependen tidak perlu dilakukan karena kurang tepat menurut Kenny (2014). Hal ini dikarenakan mediator dan dependen kemungkinan besar berkorelasi karena disebabkan oleh variabel independen. Oleh karenanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
variabel independen harus dikontrol agar dapat diketahui efek mediator ke variabel dependen. Dalam melakukan uji tersebut, setiap komponen dalam tahapan harus memiliki hasil regresi yang signifikan (p ≤ 0.05). Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka analisis regresi tidak dapat dilakukan. Dalam kasus penelitian ini, karena variabel mediator merupakan skala multidimensional yaitu 4 kemampuan mindfulness, maka A. Santoso (komunikasi personal, 30 Juni, 2015) menyarankan untuk membagi nilai signifikansi dengan jumlah subskala. Hal ini dilakukan karena peneliti akan meregresikan keempat kemampuan tersebut dalam tahap pertama (tahap a) sebanyak 4 kali. Pada regresi tahap ini, komponen–komponen mindfulness itu akan berperan seolah menjadi variabel yang berdiri sendiri dan tidak saling berinteraksi satu sama lain, oleh karenanya agar interaksi dan
signifikansi
prediksi
tersebut
makin
terlihat,
maka
nilai
signifikansinya perlu dibagi menjadi sejumlah sub skala. Oleh karenanya dapat terlihat bahwa keempat kemampuan tersebut masih mengukur satu konstruk yang sama yaitu mindfulness. Maka dalam melakukan tahap pertama (tahap a), nilai signifikansi haruslah 0.05/4 menjadi p ≤ 0.0125. Meskipun begitu, pada tahap ketiga (tahap c), nilai signifikansi pada kemampuan mindfulness tersebut menjadi kembali sama dengan nilai signifikansi sesuai syarat yaitu ≤ 0.05. Hal ini dikarenakan asumsi peneliti bahwa keempat subskala tersebut tidak diteliti atau diregresikan secara terpisah dan berkali-kali, namun diregresikan secara bersama dan sebanyak satu kali. A. Santoso (komunikasi personal, 30 Juni, 2015) juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
menjelaskan bahwa tahap ketiga ini akan dilakukan sesuai asumsi Baron dan Kenny (1986). Asumsi mediator terpenuhi apabila nilai regresi variabel independen (kelekatan pada ibu) pada tahap tiga (tahap c) menjadi lebih kecil bila dibandingkan pada tahap kedua (tahap b). Asumsi tersebut menunjukkan bahwa variabel mediator merupakan mediator sebagian yang artinya ada variabel lain yang memberikan kontribusi. Namun apabila nilai kelekatan pada ibu di tahap tiga menjadi tidak signifikan, maka dapat dikatakan bahwa variabel mediator (mindfulness) menjadi mediator secara penuh tanpa adanya variabel lain yang memberikan kontribusi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian Sebelum melakukan penelitian, karena skala yang digunakan adalah skala berbahasa Inggris, maka skala diterjemahkan terlebih dahulu ke bahasa Indonesia. Proses penerjemahan tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan lagi ke bahasa Inggris. Untuk proses secara lengkapnya seperti yang dijelaskan di bagian validitas alat ukur bab III. Setelah proses penerjemahan skala dilakukan dan subjek telah ditentukan, maka skala siap dibagikan pada subjek penelitian. Proses pengambilan data dilakukan dua kali. Tahap pertama skala untuk remaja SMPSMA dan tahap kedua untuk subjek remaja mahasiswa. Dalam mengambil data untuk remaja SMP-SMA perlu dilakukan perijinan penelitian ke kantor Gubernur Provinsi Yogyakarta, dan kemudian melanjutkan perijinan penelitian ke Dinas Perijinan Kota Yogyakarta dan Bappeda. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Setelah peneliti mendapat ijin dari Bappeda dan Dinas Perijinan Kota Yogyakarta, peneliti mulai melakukan perijinan ke SMP dan SMA yang dituju dan kemudian melakukan perijinan serta perjanjian dengan sekolah mengenai pengambilan datanya. Pada tahap kedua, peneliti mempersiapkan skala yang akan dibagikan dengan menginputnya secara online melalui surveymonkey. 73
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
B. Pelaksanaan Penelitian Pada tahap pertama, penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga April pada tahun 2014. Penelitian dilakukan pada sejumlah SMP, SMA dan SMK di kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan bantuan beberapa rekan dalam pengambilan data dan menggunakan metode paper and pencil. Pada tahap kedua, penelitian dilaksanakan selama 10 hari pada minggu pertama dan minggu kedua bulan Mei 2015 secara online. Penelitian ini ditujukan bagi mereka yang berusia remaja akhir karena pada tahap pertama sudah mendapatkan subjek usia remaja awal hingga remaja tengah. Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan link survei diri dan relasi kepada teman-teman melalui media sosial maupun melalui pesan chat yang disampaikan secara pribadi. Link tersebut juga dibagikan oleh subjek kepada teman subjek yang kemudian dibagikan untuk teman subjek lainnya. Oleh karenanya subjek dapat lebih banyak terkumpul dan diharapkan dapat lebih merepresentasikan usia remaja. Melalui pengumpulan data pada tahap pertama secara offline diperoleh subjek sebanyak 478 subjek. Akan tetapi subjek yang dapat mengisi skala selfsilencing adalah hanya subjek yang pernah berpacaran, sehingga subjek yang akan dianalisis berkurang menjadi 292 subjek. Pada pengambilan data tahap kedua, subjek yang diperoleh secara online sebanyak 220 subjek. Meskipun begitu, karena analisis akan dilakukan adalah terpisah secara gender, maka data yang digunakan adalah data subjek yang mengisi skala secara lengkap, termasuk mencantumkan jenis kelaminnya. Pada kedua tahap pengambilan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
data tersebut subjek yang tidak mencantumkan jenis kelamin adalah sejumlah 31 subjek. Oleh karenanya total subjek yang akan digunakan dalam analisis adalah sebanyak 481 subjek. C. Gambaran Subjek Penelitian 1. Data Demografis Data subjek yang akan dianalisis berjumlah 481 subjek dengan jumlah laki-laki sebanyak 216 subjek dan perempuan sebanyak 265 subjek. Ratarata usia subjek adalah berusia 18.03 (SD = 3.078). Subjek berasal dari berbagai daerah dengan 77.3% berasal dari Yogyakarta dan sisanya berasal dari luar Yogyakarta, seperti Jakarta (1.7%), Jawa Barat (7.3%), Jawa Tengah (4.2%), Jawa Timur (3.7%), luar Jawa (1.7%) dan luar Indonesia (0.2%). Pendidikan subjek sebanyak 88.1% adalah pelajar maupun mahasiswa, sedangkan sisanya belum/tidak bekerja sebanyak 2.3% dan sedang bekerja secara paruh waktu atau penuh sebanyak 5.6% serta 4% tidak mencantumkan pekerjaannya. Dalam relasi romantisnya, sebanyak 74.4% sedang berpacaran dengan 1 pasang adalah pasangan homoseksual, 24.3% sedang tidak berpacaran, namun pernah berpacaran dan 1.2% tidak mencantumkan status pacarannya. Durasi pacaran yang terbanyak adalah sedang berpacaran selama kurang dari 1 tahun (38.9 %). Durasi lainnya adalah sebanyak 1-2 tahun (15.8 % ), 2-5 tahun (17.3%), dan lebih dari 5 tahun (2.5 %), sedangkan 1,2 % tidak mencantumkan durasi pacarannya dan 24.3 % tidak sedang berpacaran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
2. Hasil Rerata Subjek terhadap Skala a. Kelekatan pada ibu Tabel 1. Hasil rata-rata subjek pada skala Kelekatan pada ibu Laki-laki* Perempuan* Sub-Skala M SD M SD Kepercayaan 39.99 5.11 39.81 7.07 Komunikasi 32.79 5.01 33.27 6.05 Alienasi 13.63 3.81 13.32 4.06 Total IPPA 95.16 11.87 95.75 15.47 Catatan: *N=216, **N=265
Dari hasil analisis deskriptif kelekatan pada ibu, kedua kelompok subjek laki-laki dan perempuan memiliki kelekatan yang cukup aman dibandingkan kelekatan yang tidak aman. Hal ini terlihat dari rata-rata komponen kepercayaan pada subjek laki-laki adalah sebesar 39.99 dan komponen komunikasi sebesar 32.79 dibandingkan dengan komponen alienasi yang hanya sebesar 13.63. Hal tersebut juga terlihat dari subjek perempuan yang mempunyai rata-rata komponen kepercayaan sebesar 39.81 dan komponen komunikasi sebesar 33.27 dibandingkan komponen alienasi yang hanya sebesar 13.32. Meskipun begitu dapat terlihat bahwa komponen komunikasi dengan ibu pada remaja perempuan (33.27), sedikit lebih tinggi dibandingkan rerata komponen komunikasi pada ibu pada remaja laki-laki (32.79).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
b. Mindfulness Tabel 2. Hasil rata-rata subjek pada skala Mindfulness Laki-laki* Sub-Skala M SD Observe 39.85 5.92 Describe 26.26 4.53 Act with awareness 33.18 4.32 Accept without 24.96 4.26 judgment
Perempuan* M SD 39.11 6.71 26.6 4.43 33.33 5.15 25.06
4.61
Catatan: *N=216, **N=265
Dari hasil analisis deskriptif kemampuan mindfulness dari kedua kelompok subjek, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan observasi pada kedua kelompok subjek lebih tinggi (laki-laki = 39.85, perempuan = 39.11) dibandingkan ketiga kemampuan lainnya. Selain itu dibandingkan kedua kemampuan lainnya kemampuan bertindak dengan kesadaran pada kedua kelompok subjek juga lebih tinggi (laki-laki = 33.18, perempuan = 33.33). Di sisi lain kemampuan yang memiliki nilai terendah adalah kemampuan untuk menerima tanpa menilai (laki-laki = 24.96, perempuan =25.06). Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa subjek mempunyai kemampuan untuk mengobservasi kejadian yang terjadi di sekitarnya dan bertindak dengan kesadaran dan dalam mengolah kejadian tersebut, subjek masih sering melakukan penilaian baik buruk terhadap kejadian tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
c. Self-Silencing Tabel 3. Hasil rata-rata subjek pada skala Self-Silencing Laki-laki* Sub-Skala M SD Externalized Self19.22 2.74 Perception Care as self-sacrifice 28.82 3.84 Silencing the Self 27.24 4.40 Divided Self 19.23 4.07 Total STSS 94.51 10.22
Perempuan* M SD 18.56
3.69
27.24 24.55 17.41 87.77
3.71 5.48 2.38 12.92
Catatan: *N=216, **N=265
Dari hasil analisis deskriptif kedua kelompok subjek pada skala Self-Silencing, dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan urutan komponen pertama dan kedua self-silencing pada kedua kelompok subjek. Komponen tertinggi pada kedua kelompok subjek adalah care as selfsacrifice (laki-laki = 28.82, perempuan = 27.24). Kemudian komponen kedua adalah silencing the self dan rata-rata pada laki-laki (27.24) terlihat lebih tinggi dibandingkan pada perempuan (24.55). Pada kedua komponen lainnya, untuk laki-laki lebih tinggi pada divided self (19.23) dibandingkan externalized self-perception (19.22). Di sisi lain pada kelompok subjek perempuan, nilai externalized self-perception (18.56) lebih tinggi dibandingkan divided self (17.41). Angka tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung untuk merasakan divided self dibandingkan perempuan. Selain itu perempuan juga cenderung melakukan externalized self-perception dibandingkan laki-laki. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok laki-laki lebih cenderung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
untuk melakukan tidak mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan untuk menjaga relasi serta merasa bahwa apa yang terjadi di dalam dirinya tidak sesuai dengan apa yang dia tampilkan dibandingkan kelompok
perempuan.
Kelompok
laki-laki
juga
menunjukkan
kecenderungan untuk menilai dirinya berdasarkan standar eksternal dibandingkan kelompok perempuan. Di sisi lain, kelompok perempuan juga tidak mengungkapkan apa yang dirasakan maupun dipikirkan untuk menjaga relasi serta lebih tinggi kecenderungannya untuk menilai diri berdasarkan standar eksternal dibandingkan merasa bahwa apa yang terjadi dalam dirinya tidak sesuai dengan diri yang terlihat dari luar. Meskipun begitu kedua kelompok subjek merasa bahwa pengorbanan yang dilakukan oleh diri sendiri adalah bentuk perhatian kepada pasangan. D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 4. Hasil Uji Asumsi Uji Asumsi Laki-Laki Normalitas Heteroskedastistitas Linearitas
K-O
K-D
K-Aw
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 3 Gambar 9
Variabel K-Acc
K-SS
K-O-D-Aw-Acc-SS
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14 K= 1.412 O= 1.386 D= 1.263 Aw= 1.238 Acc= 1.295
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14 K= 1.184 O= 1.108 D= 1.108 Aw= 1.270 Acc= 1.147
Multikolinearitas (nilai VIF) Perempuan Normalitas Heteroskedastistitas Linearitas Multikolinearitas (nilai VIF)
Catatan: K=Kelekatan, O = Mindfulness Observasi, D = Mindfulness Deskripsi, Aw = Mindfulness Bertindak dengan Kesadaran, Acc = Mindfulness Menerima tanpa Menilai, SS= Self-Silencing
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
a. Uji Normalitas Berdasarkan gambar nomor 3,4,5,6,7,8 grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals, dapat dikatakan bahwa data normal karena tersebar dengan mendekati garis normal. Oleh karenanya data untuk keempat tahapan uji regresi berdistribusi secara normal. b. Uji Heterokesdastisitas Uji ini dapat dibandingkan dengan gambar nomor 9,10,11,12,13,14 yaitu gambar Scatterplot pada nilai residu dan nilai prediksi ketiga variabel. Dapat dilihat pada gambar tersebut, bahwa grafik berpola acak dan tidak membentuk pola megafon, sehingga dapat dikatakan bahwa data tidak menunjukkan pelanggaran homogenitas residu pada keempat tahap uji regresi. c. Uji Linearitas Berdasarkan gambar 9,10,11,12,13,14 yaitu gambar Scatterplot pada nilai residu dan nilai prediksi ketiga variabel, dapat dilihat bahwa pola yang dibentuk adalah pola linear dan tidak membentuk pola berbentuk U maupun S. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa data linier pada keempat tahap uji regresi. d. Uji Multikolinearitas Berdasarkan tabel 4 tersebut pada uji multikolinearitas K-O-D-AwAcc-SS laki-laki dan perempuan, dapat dilihat bahwa nilai Variance Inflation Factors dari Collinearity Statistics tabel regresi bernilai di bahwa 10. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa data tidak memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
kolinearitas. Hal ini berarti tidak adanya hubungan yang sangat besar atau sempurna di antara variabel independen. Oleh karenanya uji regresi dapat dilakukan. 2. Uji Hipotesis a. Tahap pertama Uji tahap pertama ini dilakukan untuk melihat signifikansi variabel independen yaitu kelekatan dengan ibu yang diregresikan dengan variabel mediator yaitu mindfulness: observasi, deskripsi, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai. Tabel 5. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness observasi Prediktor Attachment to Mother df R2 F
B .134*
Laki-laki SE B ß .033* .292* 1, 179 .085 16.706*
B -.017
Perempuan SE B ß .026 -.042 1, 244 .002 .428
Catatan: * p < .0125
Setelah melakukan tahapan uji asumsi yang juga dilakukan sesuai dengan tahapan uji regresi, maka peneliti melakukan analisis regresi kepada ketiga variabel. Pada uji tahap pertama ini, dapat terlihat bahwa kelekatan pada ibu menjadi prediktor yang baik untuk kemampuan mindfulness observasi pada subjek laki-laki (F(1,179)=16.706, p<.0125). Pada tabel juga dapat terlihat bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan pada kedua variabel tersebut (B=.134, p<.0125). Di sisi lain pada subjek perempuan, kelekatan pada ibu tidak menjadi prediktor yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
baik pada kemampuan mindfulness observasi (F(1,244)= .428, p>.0125). Oleh karenanya terlihat juga bahwa terdapat korelasi negatif yang tidak signifikan dalam hubungan kedua variabel tersebut (B=-.017, p>.0125). Tabel 6. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness deskripsi B
Laki-laki SE B
ß
.114*
.022*
.370*
Prediktor Attachment to Mother df R2 F
1, 179 .137 28.353*
Perempuan B SE B ß .033
.018
.118
1, 244 .014 3.443
Catatan:* p < .0125
Dari hasil analisis regresi tersebut dapat terlihat bahwa kelekatan pada ibu kembali menjadi predictor yang baik untuk kemampuan mindfulness deskripsi pada laki-laki (F(1,179)=28.353, p<.0125) dibandingkan pada perempuan (F(1,244) =3.433, p>.0125). Hal tersebut semakin terlihat pada tabel, bahwa kelekatan pada ibu mempunyai korelasi positif yang signifikan pada deskripsi di laki-laki (B=.114, p=<.0125) dibandingkan pada perempuan (B=.033, p>.0125).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Tabel 7. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness bertindak dengan kesadaran Laki-laki Perempuan Prediktor B SE B ß B SE B ß Attachment to .115* .023* .344* .122* .019* .377* Mother df 1, 179 1, 244 2 R .118 .142 F 24.018* 40.430* Catatan: * p < .0125
Selain itu ditemukan juga bahwa kemampuan mindfulness untuk bertindak dengan kesadaran dapat diprediktori oleh kelekatan seseorang pada ibunya, baik pada laki-laki (F(1,179)=24.018, p<.0125) maupun perempuan (F(1,244)=40.430, p<.0125). Hal tersebut semakin didukung dengan signifikansi nilai B pada tabel koefisien kedua variabel tersebut. Kelekatan pada ibu terlihat berkorelasi positif dan signifikan baik terhadap subjek laki-laki (B=.115, p<.0125) dan pada subjek perempuan (B=.122, p<.0125).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Tabel 8. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke mindfulness menerima tanpa menilai Laki-laki Perempuan Prediktor B SE B ß B SE B ß Attachment to -.067* .021* -.236* .052* .017* .187* Mother df 1, 179 1, 244 2 R .056 .035 F 10.600* 8.817* Catatan: * p < .0125
Pada analisis regresi tahap pertama pada kemampuan mindfulness untuk menerima tanpa menilai, kelekatan pada ibu terlihat menjadi predictor yang baik dalam kemampuan tersebut pada subjek laki-laki (F(1,179)=10.600,
p<.0125)
maupun
perempuan
(F(1,244)=.052,
p<.0125). Terlihat juga bahwa kelekatan pada ibu dan kemampuan untuk menerima tanpa menilai berhubungan negatif secara signifikan pada remaja laki-laki (B=-.067, p<.0125 dan berhubungan positif secara signifikan pada remaja perempuan (B=.052, p<.0125). b. Tahap kedua Uji tahap kedua ini dilakukan untuk melihat signifikansi variabel independen yaitu kelekatan pada ibu yang diregresikan terhadap variabel dependen yaitu self-silencing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Tabel 9. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu ke self-silencing Laki-laki Perempuan Prediktor B SE B ß B SE B ß Attachment to -.078 .054 -.108 -.128* .051* -.160* Mother df 1, 179 1, 244 R2 .012 .026 F 2.096 6.387* Catatan: * p < .05
Pada uji tahap kedua, terlihat bahwa kelekatan pada ibu tidak menjadi predictor yang baik dalam memprediksi self silencing pada remaja laki-laki (F(1,179)=2.096, p>.05). Hal tersebut didukung juga bahwa kelekatan pada ibu berhubungan negatif secara tidak signifikan pada self-silencing (B=-.078, p>.05). Berbeda dengan hasil pada remaja perempuan bahwa kelekatan pada ibu menjadi predictor yang baik untuk menjadi self-silencing (F(1,244)= 6.387, p<.05). Terlihat pula bahwa kelekatan pada ibu berhubungan negatif secara signifikan dengan selfsilencing (B=.012, p<.05). c. Tahap ketiga Uji tahap ketiga ini dilakukan untuk melihat signifikansi variabel independen yaitu kelekatan pada ibu dan variabel dependen yaitu mindfulness: observasi, deskripsi, bertindak dengan kesadaran, dan menerima tanpa menilai, yang diregresikan terhadap variabel dependen yaitu self-silencing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 10. Hasil Regresi Kelekatan pada ibu –mindfulness - self-silencing Laki-laki Perempuan Prediktor B SE B ß B SE B Attachment to -.004 .051 Mother Observe .160 .131 .101 .006 .123 Describe -.459* .179* -.195* -.451* .179* Act with awareness -.479* .156* -.219* -.693* .164* Accept without -.548* .204* -.214* -.480* .182* judgment df 4, 176 5, 240 2 R .141 .171 F 7.230* 9.921*
87
ß -.005 .003 -.155* -.281* -.166*
Catatan: * p < .05
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa kelekatan pada ibu dengan kemampuan mindfulness: deskripsi, observasi, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai menjadi prediktor yang baik untuk self-silencing, pada perempuan (F(5,245)=9.921, p<.05). Di sisi lain, pada laki-laki, mindfulness menjadi prediktor yang baik untuk selfsilencing (F(4,180)= 7.230, p<.05). Dapat terlihat bahwa kelekatan pada ibu menjadi berhubungan negatif secara tidak signifikan untuk perempuan (B=-.004, p>.05) ketika dikontrol oleh variabel mindfulness. Selain itu, kemampuan mindfulness untuk observasi ketika mengontrol kelekatan pada ibu bersama dengan kemampuan mindfulness yang lain, terlihat bahwa kemampuan observasi berhubungan secara positif tidak signifikan dalam memprediksi self-silencing pada perempuan (B=.006, p>.05). Kemampuan mindfulness berikutnya adalah deskripsi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
berhubungan negatif signifikan dengan self-silencing ketika mengontrol kelekatan pada ibu perempuan (B=-.451, p<.05). Kemampuan untuk bertindak dengan kesadaran juga terlihat berhubungan negatif signifikan dengan self-silencing pada perempuan (B=-.693, p<.05). Selain itu kemampuan
mindfulness
untuk
menerima
tanpa
menilai
tetap
berhubungan positif signifikan pada perempuan (B=-.480, p<.05) ketika mengontrol kelekatan pada ibu dengan kemampuan mindfulness lainnya. Di sisi lain, pada remaja laki-laki, kemampuan mindfulness observasi berhubungan positif tidak signifikan dalam memprediksi self-silencing (B=.160, p>.05). Selain itu, kemampuan mindfulness deskripsi (B=-.459, p<.05), bertindak dengan kesadaran (B=-.479, p<.05), dan menerima tanpa menilai (B=-.548, p<.05) berhubungan negatif signifikan dalam memprediksi self-silencing. d. Tahap keempat Pada tahap ini disimpulkan bagaimana efek dari kelekatan pada ibu ke self-silencing ketika terdapat variabel mediator yaitu mindfulness pada hubungan tersebut. Tahap keempat ini akan dijelaskan pada kesimpulan uji hipotesis. e. Kesimpulan Uji Hipotesis Dalam penelitian mediator, Baron dan Kenny (1986) menyarankan bahwa dalam tahap keempat, ketika variabel mediator ditentukan, maka pada ketiga tahap sebelumnya harus saling berhubungan secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
signifikan (p ≤ 0.05). Oleh karenanya kesimpulan uji hipotesis ini akan ditelaah berdasarkan dari ketiga tahap tersebut. Pada tahap pertama, terjadi hubungan yang tidak signifikan antara kelekatan pada ibu dengan kemampuan mindfulness observasi dan deskripsi pada subjek perempuan. Namun kemampuan untuk bertindak dengan kesadaran serta kemampuan untuk menerima tanpa menilai menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan kelekatan pada ibu. Hal tersebut berbeda pada subjek laki-laki, yaitu adanya hubungan yang positif signifikan antara kelekatan pada ibu dengan ketiga kemampuan mindfulness, kecuali kemampuan untuk menerima tanpa menilai yang berhubungan signifikan negatif. Pada tahap kedua, terjadi hubungan signifikan negatif antara kelekatan pada ibu dengan self-silencing pada subjek perempuan. Namun pada subjek laki-laki, hubungan yang terjadi pada kedua variabel tersebut adalah hubungan tidak signifikan. Pada tahap ketiga, ketika mindfulness mengontrol kelekatan pada ibu, terlihat pada subjek perempuan bahwa nilai kelekatan pada ibu menjadi tidak signifikan. Namun, karena tahap kedua laki-laki tidak memenuhi syarat, maka tahap ketiga tidak dilakukan. Sebagai tambahan informasi, peneliti melakukan uji regresi pada variabel mediator saja ke variabel dependen. Pada perempuan, hanya kemampuan observasi yang tetap tidak signifikan ketika mengontrol kelekatan pada ibu dalam memprediksi kecenderungan self-silencing. Hal ini serupa dengan laki-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
laki bahwa kemampuan observasi tidak dapat memprediksi self-silencing. Namun keempat kemampuan lainnya mampu memprediksi self-sielncing, sedangkan pada perempuan kemampuan tersebut memprediksi ketika mengontrol kelekatan pada ibu. Dari uraian tersebut, dapat terlihat bahwa tidak semua variabel memenuhi syarat untuk uji model mediasi. Akan tetapi pada subjek perempuan, ada dua subskala yang memenuhi syarat mediator. Oleh karenanya peneliti tetap melakukan uji mediator pada subjek perempuan dan menemukan bahwa mindfulness menjadi mediator penuh dalam hubungan antara kelekatan pada ibu dengan self-silencing. Meskipun begitu hal tersebut hanya berlaku untuk kemampuan bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai. Hal ini dikarenakan kelekatan pada ibu tidak memprediksi deskripsi. Sebagai tambahan informasi, peneliti juga melakukan analisis pada komponen kelekatan pada ibu dan menemukan bahwa komponen kepercayaan dan alienasi memprediksi self-silencing secara signifikan dan komponen komunikasi tidak memprediksi secara signifikan. Di sisi lain, pada subjek laki-laki, uji model mediasi tidak dapat dilakukan karena pada tahap kedua, syarat tidak terpenuhi. Untuk mengetahui permasalahan tersebut secara lebih dalam, maka peneliti melakukan analisis lebih lanjut terhadap variabel kelekatan pada ibu. Peneliti menemukan bahwa pada subjek laki-laki, komponen yang berhubungan signifikan dengan self-silencing adalah komponen alienasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
dan komponen kepercayaan serta komunikasi tidak signifikan dalam memprediksi self-silencing. Meskipun begitu, peneliti mencoba melihat hubungan variabel mindfulness dalam memprediksi self-silencing, dan menemukan bahwa ketiga kemampuan mindfulness signifikan dalam memprediksi self-silencing. E. Pembahasan Sebelum membahas analisis uji hipotesis, peneliti ingin menunjukkan bahwa hasil rata-rata self-silencing pada penelitian ini menunjukkan hasil yang mendukung beberapa penelitian sebelumnya. Hal tersebut antara lain bahwa nilai rata-rata self-silencing pada laki-laki dan perasaan diri mereka yang terbagi (divided self) lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa laki-laki melaporkan self-silencing yang lebih banyak daripada perempuan (Gratch dkk., 1995; Hautamäki, 2010; Jack, 2011; Remen, 1999; Thompson, 1995) dan merasakan kehilangan dirinya akibat diri terbagi (Welsh dkk., 2003). Selain itu hasil rata-rata pada perempuan juga menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung untuk menilai diri mereka terhadap lingkungan eksternal dibandingkan merasa diri terbagi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Jack dan Ali (2010) bahwa ketika perempuan merasa relasinya tidak aman, maka mereka akan berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan harapan pasangan sehingga menyesuaikan diri dengan standar eksternal. Meskipun begitu laki-laki pada kelompok ini juga menunjukkan adanya penilaian diri terhadap standar eksternal yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok perempuan. Selain itu pada komponen perhatian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
sebagai bentuk pengorbanan diri (care as self-sacrifice) merupakan komponen rata-rata tertinggi yang ditemukan pada subjek perempuan maupun laki-laki. Hal yang dapat menjelaskan penilaian eksternal dan komponen perhatian sebagai pengorbanan diri ini adalah budaya kolektif yang menjadi budaya pada subjek penelitian ini. Dalam budaya kolektif, seseorang mampu diterima oleh lingkungan apabila dia melakukan perilaku yang sesuai dengan norma kelompok tersebut (Hofstede, 1983). Oleh karenanya kemungkinan untuk menilai diri berdasarkan standar eksternal menjadi lebih tinggi. Hal tersebut juga membuat seseorang mau untuk melakukan pengorbanan diri sebagai bentuk perhatian kepada orang lain. Hal ini dikarenakan dalam budaya kolektif, kelompok adalah hal yang utama, maka seseorang rela untuk mengorbankan kepentingannya demi kepentingan kelompok. Setelah mengetahui mengenai gambaran self-silencing pada subjek dalam penelitian ini, maka peneliti akan membahas hasil penelitian melalui ketiga tahapan uji hipotesis. Dalam memprediksi 4 kemampuan untuk mindfulness, kelekatan pada ibu menjadi prediktor yang baik bagi remaja untuk mampu bertindak dengan kesadaran. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang memiliki kelekatan yang rendah akan memiliki masalah dalam kontrol atensinya (Caldwell & Shaver, 2013). Hal tersebut dikarenakan ketika seseorang yang memiliki kelekatan yang tidak aman maka kontrol atensinya akan terganggu oleh rasa takut yang diciptakan oleh kognitifnya. Oleh karenanya dia akan sulit untuk fokus pada keadaan saat ini dan sibuk dengan ketakutan yang dipikirkannya maupun berpikir melakukan suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
perilaku yang dapat mengurangi rasa ketakutannya. Hal ini tentunya berhubungan dengan komponen menerima tanpa menilai. Oleh karenanya ketika seseorang merasa aman, maka dia mampu menerima kejadian yang terjadi di sekelilingnya apa adanya karena merasa bahwa dunia tersebut aman. Akan tetapi dari hasil analisis pada penelitian ini, hanya pada perempuan saja pola ini ditemukan, dan pada laki-laki kelekatan pada ibu memprediksi secara negatif dalam kemampuan seseorang untuk menerima tanpa menilai. Kemampuan untuk menerima tanpa menilai yang diprediksi secara negatif oleh kelekatan pada ibu merupakan penemuan yang baru, karena selama ini kelekatan pada ibu selalu dapat memprediksi kemampuan untuk menerima tanpa menilai (Caldwell & Shaver, 2013; Milkulincer & Shaver, 2005; Shaver dkk., 2007). Oleh karenanya untuk dapat lebih memahami dinamika tersebut, peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan skala kelekatan pada ibu. Berdasarkan analisis tersebut ditemukan bahwa faktor prediktor menerima tanpa menilai yang berperan adalah komponen komunikasi dan kepercayaan, sedangkan alienasi tidak menjadi prediktor untuk menerima tanpa menilai. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketika laki-laki merasa aman dalam memandang dunia, maka keinginannya untuk menerima dengan syarat semakin besar. Dalam memandang hasil ini, peneliti berpendapat bahwa hasil ini kemungkinan karena penelitian berdasarkan pada subjek remaja, yaitu ketika egosentrisme membuat remaja masih kesulitan membedakan kehendaknya maupun kehendak orang lain yang ditujukan padanya (Elkind, 1967). Oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
karenanya dalam melihat dunia, ketika remaja laki-laki mempunyai rasa percaya yang tinggi terhadap ibunya dan komunikasi dengan ibunya tinggi, maka kemungkinan dalam menentukan bagaimana dia berperilaku, bertindak berdasarkan apa yang dikatakan oleh ibunya. Selain itu didukung dengan kelekatan pada ibu adalah hal yang paling stabil, sehingga kemungkinan meskipun sudah terpisah jauh membuat remaja laki-laki ini tetap menilai sesuatu berdasarkan penilaian ibunya. Menurut peneliti, hal tersebut juga karena didukung oleh budaya kolektif yang menekankan pada perilaku yang baik adalah perilaku yang diterima kelompok (Hofstede, 1983) dan salah satunya adalah ibunya. Oleh karenanya, meskipun remaja laki-laki memiliki pandangan aman terhadap dunia, namun karena dia masih memiliki pemikiran yang egosentris dan dia berada di lingkungan kolektif, maka penilaian dan penerimaan kelompok terutama ibunya menjadi hal yang cukup penting baginya. Hal tersebut menurut peneliti juga dapat diperjelas dengan komponen harga diri remaja yang relatif rendah (Robins & Trzesniewski, 2005). Menurut peneliti karena dia memiliki harga diri yang relatif rendah namun berusaha diterima, maka dia memberikan standar yang membuatnya dapat diterima lingkungan. Di sisi lain, ketika rasa percaya dan komunikasi dengan ibunya rendah, karena komponen kepercayaan membuat seseorang mudah untuk berinteraksi dengan orang lain, mau menghormati dan berkomunikasi dengan orang lain (Hazan & Shaver, 1994; Vivona, 2000), maka seseorang yang rendah dalam komponen tersebut akan merasa bahwa pandangannya lebih dapat dipercaya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
dan sulit untuk menghormati pendapat orang lain maupun kelompoknya. Hal tersebut kemungkinan juga didukung karena usia remaja laki-laki pada penelitian ini adalah remaja. Pada usia ini remaja percaya bahwa dirinya adalah pribadi yang unik dan tak terkalahkan, sehingga mereka berani mencoba apapun dan bahkan tidak takut bahaya (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Kemungkinan-kemungkinan
tersebut
dapat
membuatnya
menerima
pengalaman begitu saja dan peneliti berpendapat bahwa dia tidak cukup peduli untuk mengelaborasikan pengalaman tersebut, meski pengalaman tersebut baik maupun buruk. Karena dia merasa bahwa kemalangan hanya terjadi pada orang lain dan tidak pada dirinya.
Oleh karenanya mereka akan mudah untuk
menerima pengalaman tersebut. Meskipun begitu, pada masa ini harga diri mereka cenderung menurun dibandingkan usia perkembangan lainnya . Maka dinamika yang dapat terjadi juga adalah dalam menerima pengalaman yang dia alami, dia merasa bahwa dia tidak mampu untuk merubahnya, karena rasa percaya kepada dunianya juga rendah. Oleh karenanya, dia menerima saja pengalaman tersebut tanpa merubahnya, dan membiarkan terjadi begitu saja. Meskipun begitu, kedua penjelasan peneliti ini perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai B antara hubungan tersebut juga kecil (mendekati nol), jadi ada kemungkinan bahwa hubungan yang terjadi sebenarnya sangat lemah. Di sisi lain, pada kedua kemampuan lainnya yaitu observasi dan deksripsi, pada perempuan tidak diprediksi oleh kelekatan pada ibunya, namun pada remaja laki-laki kelekatan pada ibu memprediksi kemampuan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
mengobservasi dan deskripsi. Menurut peneliti, perbedaan ini kemungkinan dikarenakan rasa percaya dan komunikasi yang lebih tinggi dalam memprediksi kemampuan observasi dan deskripsi pada remaja laki-laki kepada ibunya dibandingkan pada remaja perempuan. Di sisi lain pada remaja perempuan, kemungkinan hal ini diprediksi oleh faktor lainnya, ataupun oleh sifatnya sendiri sebagai remaja. Dalam memprediksi kecenderungan seseorang untuk self-silencing, kelekatan pada ibu tidak dapat menjadi prediktor yang baik pada remaja lakilaki. Setelah peneliti melakukan analisis lebih lanjut, ternyata hanya komponen rasa keterasingan atau alienasi merupakan komponen yang signifikan memprediksi self-silencing pada laki-laki. Sedangkan komponen rasa percaya dan komunikasi tidak memprediksi perilaku self-silencing. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, bahwa laki-laki cenderung melakukan selfsilencing karena keinginannya untuk tetap menjaga kendalinya dalam relasi (Hautamäki, 2010; Jack dkk., 2010; Remen, 1999; Remen dkk., 2002). Selain itu komponen alienasi ini erat hubungannya dengan avoidant attachment yang juga berkaitan dengan kecenderungan untuk self-silencing dan merupakan kecenderungan bentuk adaptasi remaja laki-laki yang memiliki kelekatan tidak aman (Del Giudice, 2009). Oleh karenanya ketika remaja laki-laki mempunyai pandangan bahwa ibunya mengabaikan mereka, maka mereka juga mempunyai pandangan pada lingkungan sekitar mereka dan merasa akan sia-sia apabila menunjukkan perasaaan mereka, sehingga mereka melakukan mekanisme pertahanan deaktivasi agar tetap membuat diri mereka merasa ‘aman’.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Pengalaman masa kecil bahkan ketika dia membutuhkan ibunya untuk berinteraksi,
namun
terabaikan,
membuat
mereka
berusaha
untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara menekan ataupun menolak emosi yang dirasakan (L. Baker, 2005). Oleh karenanya mereka akan terlihat lebih mandiri dan terlihat kuat (Walsh dkk., 2009). Hal ini membuat remaja laki-laki terbiasa untuk tidak mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga dirinya tetap terlihat kuat dan mampu menyelesaikan masalah. Namun hal ini dapat menjadi ancaman apabila tidak dikendalikan, karena akan membentuk ‘dinding batu’ yang akhirnya membawa masalah pada pernikahan mereka ketika mereka menjadi dewasa (Thompson, 1995). Oleh karenanya ketika remaja laki-laki mempunyai pengalaman keterasingan yang rendah, maka mereka akan cenderung untuk lebih terbuka dan mau berkomunikasi serta mengungkapkan apa yang dirasakan maupun dipikirkan. Dari analisis, peneliti melihat bahwa perlu berhati-hati dalam melakukan analisis kelekatan pada ibu untuk memprediksi self-silencing pada remaja laki-laki, karena adanya komponen tertentu yang tidak memprediksi self-silencing. Akan tetapi berbeda dengan hal tersebut, remaja perempuan yang mempunyai kelekatan yang aman dengan ibunya akan cenderung lebih terbuka dan tidak melakukan self-silencing. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa karena ibu memberikan rasa percaya kepada anak dan anak merasa bahwa ibunya ada untuknya, maka mereka akan memandang dunia secara aman. Oleh karenanya ketika dunia terlihat aman, maka dalam berelasi mereka tidak akan memunculkan perilaku yang dapat melindungi dirinya dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
menyelesaikan konflik dengan menggunakan cara yang lebih konstruktif (Hazan & Shaver, 1994; Mikulincer & Shaver, 2011). Dalam analisis ini ketika peneliti melakukan analisis lebih lanjut, terlihat bahwa komponen yang ikut menyumbang adalah rasa percaya yang tinggi dan alienasi yang rendah. Komponen pada subjek perempuan tersebut agak berbeda dengan remaja laki-laki yang menunjukkan bahwa hanya alienasi saja yang memprediksi selfsilencing, sedangkan pada remaja perempuan harus terdapat komponen rasa percaya yang tinggi agar dia tidak self-silencing. Hal ini cukup berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Jack dan Ali (2010) bahwa perempuan melakukan self-silencing karena dia ingin menjaga hubungan, menganggap pasangan lebih penting dan agar tidak tersakiti. Menurut peneliti, dalam pemikiran tersebut terlihat ada ketidakpercayaan, sehingga perempuan cenderung berusaha untuk terus menjaga hubungan. Oleh karenanya hal tersebut menarik untuk diteliti bagi peneliti berikutnya. Karena menurut peneliti, terdapat arti penting mengenai kepercayaan pada ibu pada remaja perempuan dalam menjadi selfsilencing dibandingkan pada laki-laki. Meskipun begitu dapat disimpulkan bahwa komponen alienasi pada remaja laki-laki maupun perempuan membentuk perilaku self-silencing. Hal ini kemungkinan karena mereka berada dalam tahap perkembangan remaja. Oleh karenanya mereka masih mempunyai keinginan untuk diterima lingkungan agar merasa aman (Elkind, 1967). Ketika mereka pada awalnya mempunyai pengalaman terasing oleh ibunya, maka mereka ada ketakutan untuk merasa terasing lagi, sehingga melakukan mekanisme perlindungan dengan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan agar dapat diterima lingkungan. Hal ini karena mereka mempunyai pandangan bahwa ketika mereka berusaha mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya, ibunya tetap mengasingkannya. Hal tersebut semakin diperkuat dengan ketakutan remaja untuk merasa kehilangan (Bowlby, 1988; Harper dkk., 2006). Perasaan ketakutan, ingin penerimaan dan bukan pengasingan lingkungan tersebut membuat remaja menjadi cenderung self-silencing. Oleh karenanya mungkin penerimaan lingkungan maupun perasaan takut kehilangan berperan dalam hubungan alienasi pada ibu dalam memprediksi perilaku self-silencing. Dan pada analisis tahap ketiga yaitu dinamika mediasi antara ketiga variabel tersebut, mindfulness tidak dapat dianalisis perannya sebagai mediator dalam hubungan antara kelekatan pada ibu dan self-silencing pada remaja lakilaki. Hal ini dikarenakan kelekatan pada ibu tidak memprediksi perilaku selfsilencing. Seperti yang telah peneliti bahas sebelumnya, bahwa dalam memprediksi self-silencing pada laki-laki, hanya komponen alienasi yang menjadi prediktor dan bukan kelekatan pada ibu secara penuh. Oleh karenanya meskipun remaja laki-laki percaya atau memiliki komunikasi yang baik dengan ibunya, namun bila merasa terasing, maka dia akan tetap self-silencing. Meskipun begitu, dalam memprediksi self-silencing, terdapat komponen mindfulness yang berperan. Komponen tersebut yaitu kemampuan deskripsi, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai, sedangkan kemampuan observasi menjadi tidak signifikan dalam membentuk selfsilencing. Meskipun kemampuan observasi pada remaja laki-laki diprediksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
oleh kelekatan pada ibu, namun ternyata hal ini tidak menunjukkan hasil bahwa akan memprediksi self-silencing, meski ketiga kemampuan lainnya mampu memprediksi. Peneliti menduga bahwa hal ini dikarenakan dalam menganalisis komponen observasi lebih sesuai diberikan pada mereka yang melakukan meditasi karena komponen ini berkorelasi dengan pengalaman meditasi (Baer dkk., 2004). Hal ini dikarenakan subjek tidak terbiasa untuk mengobservasi kejadian di sekitarnya. Hal tersebut semakin didukung bahwa subjek yang digunakan adalah remaja. Pada perkembangan ini remaja memiliki egosentrisme yang membuat mereka terlalu fokus kepada dirinya (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Oleh karenanya mengobservasi pengalaman akan menjadi hal yang jarang mereka lakukan. Hal tersebut membuat komponen observasi ini kurang dapat memprediksi self-silencing. Selain itu pada ketiga kemampuan lainnya, yaitu deskripsi, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai. Hal ini menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang mempunyai kemampuan untuk mendeskripsikan pengalaman, bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai, maka akan lebih berani mengungkapkan dirinya dan tidak self-silencing. Menurut peneliti, hal ini saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena seseorang yang mampu mendeskripsikan pengalaman tanpa mengelaborasinya, maka dia akan mampu menerima pengalaman tersebut tanpa menilai dan dalam hal tersebut maka seseorang tentunya akan bertindak dengan kesadaran. Maka hubungan ini menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang mampu untuk mendeskripsikan, melabel dirinya, apa yang dirasakan tetapi tidak menolak pengalaman tersebut,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
maka dia tidak akan berbuat sesuatu secara impulsif, karena dia mampu untuk tetap mengendalikan dirinya untuk tetap sadar dalam situasi seburuk apapun (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Ketika ketiga kemampuan ini ada, maka seseorang akan menyadari bahwa pemikiran maupun perasaan yang muncul hanya singgah sementara dan tidak menjadi terlalu terikat pada pengalaman tersebut (Bishop dkk., 2014). Oleh karenanya mereka tidak akan berusaha melindungi diri mereka, namun mampu fokus dalam relasinya, memberikan diri seutuhnya pada relasinya, sehingga membentuk relasi yang intim dan terbuka. Karena kemampuan mereka untuk mendeskripsikan itu juga serta menerima apa adanya, maka mereka dapat lebih berempati kepada diri sendiri maupun pasangan, sehingga menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif (Heppner, et al, 2008; Keng dkk., 2011). Akan tetapi pada remaja perempuan, mindfulness menjadi mediator secara penuh, meski komponen observasi dan deskripsi tidak memenuhi syarat mediasi dalam hubungan antara kelekatan pada ibu dan self-silencing. Sama seperti penemuan pada subjek laki-laki bahwa komponen observasi mungkin akan lebih terlihat apabila diberikan kepada mereka yang mengalami meditasi (Baer dkk., 2004). Kurang lebih karena subjek yang digunakan adalah remaja, maka peneliti melihat dari sudut pandang yang sama dengan subjek laki-laki. Hal ini dikarenakan subjek merupakan remaja yang memiliki egosentrisme, sehingga membuat mereka terlalu fokus kepada dirinya (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Oleh karenanya mengobservasi pengalaman akan menjadi hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
yang jarang mereka lakukan. Hal tersebut membuat komponen observasi ini kurang dapat memprediksi self-silencing. Dapat menjadi catatan di sini bahwa kemampuan mindfulness deksripsi pada perempuan tidak dapat diprediksi oleh kelekatan pada ibu. Meskipun begitu, kemampuan ini tetap memprediksi self-silencing ketika mengontrol kelekatan pada ibu. Hal tersebut kemungkinan karena subjek pada penelitian ini adalah remaja. Oleh karenanya mereka masih cenderung melakukan sesuatu secara impulsif dan tidak stabil dalam emosinya (Trentacosta & Izard, 2006). Dalam menghadapi ketidakstabilan tersebut, mereka memiliki pemikiran bahwa emosi tersebut unik dan hanya mereka yang merasakan (Elkind, 1967; Santrock, 2007). Hal ini, membuat remaja perempuan lebih ahli untuk mengatakan dan melabel emosi maupun pengalamannya karena egosentrisme yang dimilikinya tersebut. Oleh karenanya kemampuan deskripsi tersebut tidak dapat dilihat secara signifikan diprediksi oleh kelekatan pada ibu. Namun tetap dapat memprediksi self-silencing karena pada usia tersebut remaja juga takut untuk kehilangan dan dapat berbuat sesuatu secara impulsif (Bowlby, 1988; Harper dkk., 2006). Meskipun begitu, pada hasil analisis ditemukan bahwa komponen bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai, menjadi mediator secara penuh. Dinamika mediator secara penuh tersebut menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki kelekatan pada ibu yang aman, maka dia akan memandang bahwa dunia ini aman, sehingga dia memiliki kapasitas untuk menerima pengalaman tersebut, sehingga akhirnya dia tidak akan sibuk untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
memikirkan mekanisme untuk membuat dirinya aman dan fokus pada kegiatan saat itu (Caldwell & Shaver, 2013; Milkulincer & Shaver, 2005). Menerima dan fokus pada pengalaman saat itu membuatnya mampu memahami dunia seutuhnya dan mampu untuk berelasi secara mendalam dengan pasangannya. Hal ini dikarenakan mereka mampu memahami arti hubungan yang sebenarnya dan memiliki empati kepada diri sendiri dan pasangan (Caldwell & Shaver, 2013). Empati tersebut membuat mereka mampu memahami saat yang tepat untuk membuka diri, dan mampu menjalin komunikasi yang membuat pasangan juga berani untuk membuka diri terhadapnya (Bowlby, 1988; Mikulincer & Shaver, 2011). Hal tersebut membuat remaja perempuan lebih berani untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan. F. Keterbatasan Penelitian 1. Sebagian besar subjek dalam penelitian ini, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kelekatan pada ibu yang cukup aman bila dibandingkan dengan komponen kelekatan aman yang rendah yaitu rasa keterasingan. Oleh karenanya ada kemungkinan bahwa dinamika konsep self-silencing kurang begitu digambarkan karena self-silencing lebih berkaitan dengan kelekatan yang tidak aman (Austin, 2001; Jack, 1991 dalam Jack & Ali, 2010; Remen, 1999; Samrai, 2011). 2. Peneliti tidak secara khusus melihat setiap komponen kelekatan pada ibu dalam memprediksi self-silencing maupun mindfulness. Hal ini dikarenakan beberapa penelitian sebelumnya memang menyatakan memang ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Oleh karenanya ditemukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
beberapa hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya seperti menerima tanpa menilai yang diprediktori secara negatif oleh kelekatan pada ibu pada laki-laki. 3. Dalam analisis penelitian ini, karena perlu diakukan analisis terpisah secara jenis kelamin pada variabel dependen yang digunakan, maka terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan perbedaan hasil, komponen antara laki-laki dan perempuan. Namun perbedaan tersebut tidak menunjukkan arti perbedaan yang sesungguhnya, terutama pada variabel kelekatan pada ibu dan mindfulness, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 4. Subjek dalam penelitian ini memiliki durasi pacaran kurang dari 1 tahun yang lebih banyak dibandingkan yang lebih dari 1 tahun. Oleh karenanya kemungkinan
kecenderungan
untuk
self-silencing
masih
belum
digambarkan secara lebih kuat karena variabel ini merupakan skema relasi yang rentan terhadap perubahan sosial maupun hubungan (Jack & Ali, 2010). Variabel ini juga semakin menguat dalam hubungan yang berkomitmen (Jack, 2011). 5. Subjek yang digunakan adalah remaja, sehingga pola dalam penelitian ini hanya dapat diberikan untuk remaja dan mungkin hasilnya akan berbeda pada tahap perkembangan lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu: 1. Dalam dinamika hubungan kelekatan pada ibu pada remaja perempuan, mindfulness berperan sebagai mediator penuh dalam memprediksi perilaku self-silencing. Namun kemampuan mindfulness tersebut yang lebih berperan adalah kemampuan untuk bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai. Kemampuan observasi kurang dapat berperan sebagai mediator dan kemampuan deskripsi berperan dalam memprediksi self-silencing, namun tidak diprediksi oleh kelekatan pada ibu. 2. Dalam dinamika hubungan antara kelekatan pada ibu dengan selfsilencing, uji mediasi tidak dapat dilakukan karena variabel kelekatan pada ibu dan self-silencing tidak saling berhubungan. 3. Dalam memprediksi kecenderungan self-silencing pada remaja lakilaki, kelekatan pada ibu tidak dapat memprediksi karena komponen kelekatan pada ibu yang memprediksi perilaku self-silencing pada laki-laki adalah komponen alienasi terhadap ibu saja dan komponen kepercayaan maupun komunikasi dengan ibu tidak memprediksi perilaku self-silencing.
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
4. Pada remaja perempuan, kelekatan pada ibu menjadi prediktor dalam membentuk perilaku self-silencing dan komponen yang paling berperan adalah komponen kepercayaan pada ibu dan alienasi terhadap ibu. Komponen komunikasi tidak memprediksi perilaku selfsilencing. 5. Pada remaja laki-laki, kemampuan mindfulness deskripsi, menerima tanpa menilai dan bertindak dengan kesadaran memprediksi selfsilencing. Kemampuan observasi tidak memprediksi self-silencing. B. Saran 1. Bagi Remaja Penelitian ini mengajak remaja untuk dapat mau mengikuti program pelatihan mindfulness, sehingga dapat lebih menghadapi masalah dengan coping yang konstruktif. Ataupun bila tidak dapat mengikuti pelatihan mindfulness, maka dapat mencoba untuk menjadi mindful dalam hidup sehari-hari. Selain itu dari penelitian ini dapat mengajak remaja untuk menyadari perilaku self-silencingnya dalam berpacaran, mau menerima konflik yang terjadi namun menjadi lebih berani untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya karena komunikasi yang dilakukan secara sehat merupakan kunci utama dalam relasi. 2. Bagi Praktisi dalam Dunia Pendidikan, Pendampingan Remaja Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap para praktisi yang berperan dalam dunia pendidikan khususnya pendampingan remaja, untuk lebih sering menerapkan praktek mindfulness pada remaja, terutama untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
meningkatkan kemampuan menerima tanpa menilai dan bertindak dengan kesadaran. Hal ini agar remaja dapat lebih menemukan pemecahan masalah yang kontruktif ketika menghadapi konflik dengan pasangannya. Selain itu dalam mendampingi remaja, perlu juga dilakukan pelatihan dalam mengurangi perasaan keterasingan bagi mereka yang merasa terasing dari lingkungan terutama orangtua mereka. Hal ini dilakukan agar remaja dapat lebih berani mengungkapkan dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain maupun pasangan. 3. Bagi Orangtua khususnya sosok Ibu Dalam mendidik anaknya, peneliti menyarankan agar para orangtua dapat tetap mempertahankan kedekatan dengan remaja, minimal secara emosi meskipun remaja sudah berada jauh dari orangtua. Oleh karenanya remaja dapat mengurangi perasaan keterasingan atau alienasi dari orangtuanya, terutama sosok ibu. Hal ini dikarenakan aspek alienasi pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki memprediksi penyelesaian masalah yang kurang konstruktif ketika remaja sedang menjalin relasi romantis. 4. Bagi Peneliti berikutnya a. Karena peneliti menemukan bahwa alienasi berperan dalam memprediksi self-silencing untuk remaja laki-laki, maka menjadi hal yang menarik untuk peneliti berikutnya ketahui bagaimana dinamika alienasi maupun komponen kelekatan pada ibu yang lainnya dalam membentuk perilaku self-silencing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
b. Penelitian berikutnya juga dapat melihat apakah mindfulness berperan sebagai mediator dalam hubungan alienasi pada ibu dan self-silencing. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini uji tersebut tidak dapat dilakukan. c. Penelitian berikutnya juga dapat melihat kelekatan pada pasangan yang dimediatori mindfulness dalam memprediksi self-silencing karena kemungkinan dapat menjadi prediktor yang semakin menjelaskan dinamika tersebut terhadap subjek laki-laki maupun perempuan. d. Berkaitan dengan dinamika dalam memprediksi self-silencing, maka penelitian selanjutnya dapat melihat kecenderungan ini dengan menggunakan alat ukur mindfulness yang mengukur komponen bertindak dengan kesadaran dan menerima tanpa menilai. Hal ini karena kedua komponen tersebut terlihat lebih menggambarkan dinamika mindfulness dan self-silencing. Hal tersebut juga untuk mengetahui apakah memang benar mindfulness menjadi variabel mediator dalam hubungan kelekatan pada ibu dengan kecenderungan untuk menjadi self-silencing. e. Untuk
dapat
menjelaskan
secara
lebih
spesifik,
maka
dalam
memprediksi mindfulness perlu dilakukan penelitian dengan melihat komponen dari kelekatan pada ibu, tidak secara keseluruhan, terutama apabila ingin melakukan analisis yang terpisah berdasarkan jenis kelamin, sehingga dapat lebih menjelaskan dinamikanya. f. Perlu dilakukan penelitian mendalam, lebih lanjut mengenai kelekatan pada ibu terutama pada remaja laki-laki dalam memprediksi komponen mindfulness untuk menerima tanpa menilai. Hal ini dikarenakan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang negatif, meski hubungan tersebut kecil. Oleh karenanya dapat menjadi penelitian selanjutnya, apakah memang terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut atau ternyata tidak berhubungan. Dalam melihat kelekatan pada ibu dalam memprediksi menerima tanpa menilai, peneliti juga menyarankan untuk melihat variabel harga diri, maupun keinginan untuk menilai diri secara lebih positif. Karena ada kemungkinan bahwa variabel tersebut memberi sumbangan dalam dinamika tersebut, terutama apabila subjek yang digunakan adalah remaja. g. Peneliti berikutnya juga dapat melihat arti self-silencing pada laki-laki maupun perempuan dalam budaya kolektif, karena terdapat beberapa komponen yang ditemukan berbeda dalam memprediksi seseorang menjadi self-silencing. h. Selain itu menjadi himbauan bagi peneliti berikutnya untuk juga melakukan analisis dengan subjek yang lebih bervariasi, dengan melihat misalnya pada lama durasi pacarannya, karena self-silencing pada pasangan ditemukan semakin terbentuk ketika hubungan semakin mendalam dan berkomitmen (Jack, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
DAFTAR PUSTAKA Amarullah, A. (2009, 2 Desember). Kasus Bunuh Diri di Indonesia. viva.co.id. Diunduh dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/110420kasus_bunuh_diri_di_ indonesia. Armsden, G. C., & Greenberg, M. T. (1987). The inventory of parent and peer attachment: Individual differences and their relationship to psychological well-being in adolescence. Journal of youth and adolescence, 16, 427-454. doi: 10.1007/BF02202939 Armsden, G. C., & Greenberg, M. T. (2013). Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA). Scoring Instructions. Diunduh dari http://prevention. psu.edu/pubs/documents/IPPAManualDecember2013.pdf Austin, J. E. (2001). Women's sense of self in relationships and attachment style as a function of relationship satisfaction (Disertasi). Diunduh dari ProQuest Dissertations & Theses Global. (No. 3022139). Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (1999). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baer, R. A., Smith, G. T. & Allen, K.B. (2004). Assessment of Mindfulness by Self-Report The Kentucky Inventory of Mindfulness Skills. Assessment, 11, 191-206. doi: 10.1177/1073191104268029. Baer, R. A., Smith, G. T., Hopkins, J., Krietemeyer, J., & Toney, L. (2006). Using self-report assessment methods to explore facets of mindfulness. Assessment, 13, 27-45. doi: 10.1177/1073191105283504 Baer, R.A., Smith, G. T., Lykins, E., Button, D., Krietemeyer, J., et al. (2008). Construct validity of the five facet mindfulness questionnaire in meditating and nonmeditating samples. Assessment, 15, 329-342. doi: 10.1177/1073191107313003 Baer, R.A., Walsh, E. & Lykins, E.L.B. (2009) Assessment of mindfulness. Dalam Didonna, F. (Ed.), Clinical Handbook of Mindfulness (hh.153-168). New York: Springer Science & Business Media. Bakermans-Kranenburg, M.J., & Van IJzendoorn, M.H. (1993). A psychometric study of the Adult Attachment Interview: Reliability and discriminant validity. Developmental Psychology, 29, 870–880. Diunduh dari https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/2326/168_127.pdf?s equence=1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Baron, R.M & Kenny, D.A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychology research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51, 11731182. Diunduh dari http://www.psych.uncc.edu/pagoolka/Jpsp1986p 1173.pdf Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., Anderson, N. C., Carmody, J., et al. (2004). Mindfulness: A proposed operational definition. Clinical Psychology: Science and Practice, 11, 230-241. doi:10.1093/ clipsy/bph077. Blehar, M. C., Lieberman, A. F., & Ainsworth, M. D. S. (1977). Early face-toface interaction and its relation to later infant-mother attachment. Child development, 48, 182-194. Blount-Matthews, K. M. & Hertenstein, M.J. (2006). Attachment. Dalam Salkind, N.J. (ed.), Encyclopedia of Human Development (hh.126-133). California: Sage Publications, Inc Bowlby, J. (1988). A secure base: Parent-child attachment and healthy human development. New York: Basic Books. Brown, K. W. & Ryan, R.M. (2003). The benefits of being present: Mindfulness and its role in psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 822-848. doi: 10.1037/0022-3514.84.4.822 Caldwell, J. G., & Shaver, P. R. (2013). Mediators of the link between adult attachment and mindfulness. Interpersona: An International Journal on Personal Relationships, 7, 299-310. doi:10.5964/ijpr.v7i2.133. Cardaciotto, L., Herbert, J. D., Forman, E. M., Moitra, E., & Farrow, V. (2008). The assessment of present-moment awareness and acceptance the Philadelphia mindfulness scale. Assessment, 15, 204-223. doi: 10.1177/107319110731146 Chen, H., Mechanic, D., & Hansell, S. (1998). A longitudinal study of selfawareness and depressed mood in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 27, 719-734. doi: 10.1023/A:1022809815567 Clark, J.L. (2014). Mindful silence: Mindfulness is a protective factor against the negative outcomes of self-silencing (Disertasi). Diunduh dari ProQuest Dissertations & Theses Global. (No. 3633892) Collins, K. A., Cramer, K. M., & Singleton-Jackson, J. A. (2005). Love Styles and Self-Silencing in Romantic Relationships. Guidance & Counselling, 20, 139-146.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
Collins, N. L., & Read, S. J. (1990). Adult attachment, working models, and relationship quality in dating couples. Journal of personality and social psychology, 58, 644. Diunduh dari http://anthro.vancouver.wsu.edu/media/Course_files/anth-260-edward-hhagen/collins-and-read-1990.pdf Cramer, K. M., Gallant, M. D., & Langlois, M. W. (2005). Self-silencing and depression in women and men: Comparative structural equation models.Personality and Individual Differences, 39, 581-592. doi:10.1016/j.paid.2005.02.012. Crowell, J.A., Waters, E., Treboux, D., O’Connor, E., Colon-Downs, et al. (1996). Discriminant validity of the Adult Attachment Interview. Child Development, 67, 2584–2599. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/1131642 Dekeyser, M., Raes, F., Leijssen, M., Leysen, S., & Dewulf, D. (2008). Mindfulness skills and interpersonal behaviour. Personality and Individual Differences, 44, 1235-1245. doi: 10.1016/j.paid.2007.11.018 Del Giudice, M. (2009). Sex, attachment, and the development of reproductive strategies. Behavioral and Brain Sciences, 32, 1-21. doi: 10.1017/S0140525X09000016 Dhamayanti, M. (2013, 10 September). Overview adolescent health problems and services. Indonesian Pediatric Society. Diunduh dari http://idai.or.id/publicarticles/seputar-kesehatan-anak/overview-adolescent-health-problems-andservices.html. Dorjee, D. (2010). Kinds and dimensions of mindfulness: why it is important to distinguish them. Mindfulness, 1, 152-160. doi: 10.1007/s12671-010-0016-3 Elkind, D. (1967). Egocentrism in adolescence. Child Development, 38, 10251034. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/1127100 Feeney, J. & Noller, P. (1996). Adult attachment. California: Sage Publications, Inc. Flett, G. L., Besser, A., Hewitt, P. L., & Davis, R. A. (2007). Perfectionism, silencing the self, and depression. Personality and Individual Differences,43, 1211-1222. doi:10.1016/j.paid.2007.03.012. Fonagy, P., & Target, M. (1997). Attachment and reflective function: Their role in self-organization. Development and psychopathology, 9, 679-700. Diunduh dari http://discovery.ucl.ac.uk/168571/1/download8.pdf
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
Furman, W., & Shaffer, L. (2003). The role of romantic relationships in adolescent development. Dalam Florsheim, P. (Ed.), Adolescent romantic relations and sexual behavior: Theory, research, and practical implications, (hh.3-22). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Furman, W., & Wehner, E. A. (1997). Adolescent romantic relationships: A developmental perspective. New directions for child and adolescent development, 1997, 21-36. Diunduh dari http://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/furman_weh ner_1997.pdf Garber, B. D. (2004). Parental alienation in light of attachment theory: Consideration of the broader implications for child development, clinical practice, and forensic process. Journal of Child Custody, 1, 49-76. doi: 10.1300/J190v01n04_04 George, C., & West, M. (2001). The development and preliminary validation of a new measure of adult attachment: The Adult Attachment Projective. Attachment & human development, 3, 30-61. doi: 10.1080/14616730010024771 Goodwin, C.J. (2010). Research in Psychology: Methods and Design, 6th ed. John Wiley & Sons, Inc. Gratch, L. V., Bassett, M. E., & Attra, S. L. (1995). The relationship of gender and ethnicity to self‐silencing and depression among college students. Psychology of women quarterly, 19, 509-515. Diunduh dari http://pwq.sagepub.com/content/19/4/509.short Hansen, E., Lundh, L. G., Homman, A., & Wångby-Lundh, M. (2009). Measuring mindfulness: pilot studies with the Swedish versions of the mindful attention awareness scale and the Kentucky inventory of mindfulness skills. Cognitive Behaviour Therapy, 38, 2-15. doi:10.1080/16506070802383230 Harper, S.M., Dickson, J.W., & Welsh, D.P. (2006). Self-Silencing and Rejection Sensitivity in Adolescent Romantic Relationships. Journal of Youth and Adolescence, 35, 459-467. doi: 10.1007/s10964-006-9048-3. Harper, M. S., & Welsh, D. P. (2007). Keeping quiet: Self-silencing and its association with relational and individual functioning among adolescent romantic couples. Journal of Social and Personal Relationships, 24, 99-116. doi: 10.1177/0265407507072601 Hautamäki, A. (2010). Silencing the self across generations and gender in Finland. Dalam Jack, D.C. & Ali, A. (Eds.), Silencing the self across cultures (hh.175-201). Oxford: Oxford University Press.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
Hazan,C., & Shaver, P.(1987). Romantic love conceptualized as an attachment process. Journal of Personality and Social Psychology,52, 511-524. Diunduh dari http://www2.psych.ubc.ca/~schaller/Psyc591Readings/ HazanShaver1987.pdf Hazan, C., & Shaver, P. R. (1994). Attachment as an organizational framework for research on close relationships. Psychological inquiry, 5, 1-22. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/1449075 Heffernan, M. E., Fraley, R. C., Vicary, A. M., & Brumbaugh, C. C. (2012). Attachment features and functions in adult romantic relationships. Journal of Social and Personal Relationships, 29, 671-693. doi: 10.1177/0265407512443435. Heppner, W. L., Kernis, M. H., Lakey, C. E., Campbell, W. K., Goldman, B. M., Davis, P. J., & Cascio, E. V. (2008). Mindfulness as a means of reducing aggressive behavior: Dispositional and situational evidence. Aggressive behavior, 34, 486-496. doi: 10.1002/ab.20258 Hofstede, G. (1983). National cultures in four dimensions: A research-based theory of cultural differences among nations. International Studies of Management & Organization, 13, 46-74. Diunduh dari: http://www.jstor.org/stable/40396953 Jack, D. C. (2011). Reflections on the silencing the self scale and its origins.Psychology of Women Quarterly, 35, 523-529. Diunduh dari: http://171.67.121.89/content/35/3/523.full Jack, D.C. & Ali, A. (2010). Introduction: culture, self-silencing, and depression: a contextual- relational perspective. Dalam Jack, D.C. & Ali, A. (Eds.), Silencing the self across cultures (hh.3-17). New York: Oxford University Press. Jack, D. C. & Dill, D. (1992). The Silencing the Self Scale: Schemas of intimacy associated with depression in women. Psychology of Women Quarterly, 16, 97-106. doi: 10.1177/0361684311414824 Jack, D.C. & Pokharel, B. & Subba, U. (2010). “I don’t express my feelings to anyone”: How self-silencing relates to gender and depression in Nepal. Dalam Jack, D.C. & Ali, A. (Eds.), Silencing the self across cultures (hh.147-173). New York: Oxford University Press. Jordan, J. (2010). On the critical importance of relationships for women’s wellbeing. Dalam Jack, D.C. & Ali, A. (Eds.), Silencing the self across cultures (hh. 99-106). New York: Oxford University Press. Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Random House, Inc.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
Keng, S. L., Smoski, M. J., & Robins, C. J. (2011). Effects of mindfulness on psychological health: A review of empirical studies. Clinical psychology review,31, 1041-1056. doi:10.1016/j.cpr.2011.04.006 Kenny, D.A. (2014, 29 Oktober). Mediation. davidakenny.net. Diunduh dari http://davidakenny.net/cm/mediate.htm L. Baker, A. J. (2005). The long-term effects of parental alienation on adult children: A qualitative research study. The American Journal of Family Therapy,33(4), 289-302. doi: 10.1080/01926180590962129 Laible, D. (2007). Attachment with parents and peers in late adolescence: Links with emotional competence and social behavior. Personality and Individual Differences, 43(5), 1185-1197. doi:10.1016/j.paid.2007.03.010. Larson, R. W., Moneta, G., Richards, M. H., & Wilson, S. (2002). Continuity, stability, and change in daily emotional experience across adolescence. Child development, 73, 1151-1165. Diunduh dari http://xa.yimg.com/kq/groups/8446968/2123130489/name/6998488.pdf Leigh, J., Bowen, S., & Marlatt, G. A. (2005). Spirituality, mindfulness and substance abuse. Addictive behaviors, 30, 1335-1341. doi:10.1016/j.addbeh.2005.01.010 Little, K. C., Welsh, D. P., Darling, N., & Holmes, R. M. (2011). Brief report:“I can’t talk about it:” Sexuality and self-silencing as interactive predictors of depressive symptoms in adolescent dating couples. Journal of adolescence,34, 789-794. doi: 10.1016/j.adolescence.2010.04.006 Lowenstein, L.F. (2008). Attachment Theory and Parental Alienation. Parental Alienation. Diambil dari http://www.parentalalienation.info/publications/51-atttheandparali.htm MacKillop, J., & Anderson, E. J. (2007). Further psychometric validation of the mindful attention awareness scale (MAAS). Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment, 29, 289-293. doi: 10.1007/s10862-007-9045-1 Maier, M., Bernier, A., Pekrun, R., Zimmermann, P., & Grossmann, K. (2004). Attachment working models as unconscious structures: An experimental test.International Journal of Behavioral Development, 28, 180-189. doi: 10.1080/01650250344000398 Margolese, S. K., Markiewicz, D., & Doyle, A. B. (2005). Attachment to parents, best friend, and romantic partner: Predicting different pathways to depression in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 34, 637-650. DOI 10.1007/s10964-005-8952-2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
Matsumoto, D., & Juang, L. (2008). Culture and emotions. Dalam Matsumoto, D. & Juang, L., Culture and psychology (ed. Ke-4). (hh.197-223). Belmont: Wadsworth Cengage Learning. Mikulincer, M., & Shaver, P. R. (2005). Attachment theory and emotions in close relationships: Exploring the attachment‐related dynamics of emotional reactions to relational events. Personal Relationships, 12, 149-168. Diunduh dari http://rebeccajorgensen.com/wp-content/uploads/2014/07/Mikulincer. pdf Mikulincer, M., & Shaver, P. R. (2007). Boosting attachment security to promote mental health, prosocial values, and inter-group tolerance.Psychological Inquiry, 18, 139-156. Diunduh dari https://www.idc.ac.il/publications/files/352.pdf Mikulincer, M. & Shaver, P.R. (2008). Adult attachment and affect regulation. Dalam Cassidy, J. & Shaver, P.R. (Eds.). Handbook of Attachment Second Edition Theory, Research, and Clinical Applications. New York: The Guilford Press. Mikulincer, M. & Shaver, P.R. (2013). The role of attachment security in adolescent and adult close relationship. Dalam Simpson, J.A & Campbell, L. (eds.) Oxford handbook of close relationship. New York: Oxford University Press. Pace, C. S., San Martini, P., & Zavattini, G. C. (2011). The factor structure of the Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA): A survey of Italian adolescents. Personality and Individual Differences, 51, 83-88. doi: 10.1016/j.paid.2011.03.006 Remen, A. L. (1999). Silencing the self: An examination of a theoretical explanation for depression in women (Disertasi). Diunduh dari ProQuest Dissertations & Theses Global. (No. 9954700) Remen, A. L., Chambless, D. L., & Rodebaugh, T. L. (2002). Gender differences in the construct validity of the Silencing the Self Scale. Psychology of Women Quarterly, 26, 151-159. doi: 10.1111/1471-6402.00053 Ridho, R. (2015, Januari 20). Indonesia Darurat Kasus Bunuh Diri pada Anak. Sindonews.com. Diunduh dari http://nasional.sindonews.com/read /953234/15/indonesia-darurat-kasus-bunuh-diri-anak-1421747164. Robins, R. W., & Trzesniewski, K. H. (2005). Self-esteem development across the lifespan. Current Directions in Psychological Science, 14, 158-162. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/20183012
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Romero-Canyas, R., Reddy, K. S., Rodriguez, S., & Downey, G. (2013). After all I have done for you: Self-silencing accommodations fuel women's postrejection hostility. Journal of experimental social psychology, 49, 732-740. doi:10.1016/j.jesp.2013.03.009 Ryan, R. M. (2005). The developmental line of autonomy in the etiology, dynamics, and treatment of borderline personality disorders. Development and Psychopathology, 17, 987-1006. doi: 10.10170S0954579405050467 Ryan, R.M., Brown, K.W., Creswell, J.D. (2007). How integrative is attachment theory? Unpacking the meaning and significance of felt security. Psychological Inquiry, 18, 177–182: doi: 10.1080/1047840070151277 Samrai, S. P. (2011). Relationships between attachment styles, self-silencing, anger expression, and relationship satisfaction in women (Disertasi). Diambil dari ProQuest Dissertations & Theses Global. (No. 3493869) Santrock, J. W. (2007). Remaja. (ed. Ke-11) (Widyasinta, B., terj). Jakarta: Erlangga (Karya asli terbit 2005) Schrick, B. H., Sharp, E. A., Zvonkovic, A., & Reifman, A. (2012). Never let them see you sweat: Silencing and striving to appear perfect among US college women. Sex roles, 67, 591-604. doi 10.1007/s11199-012-0223-6 Shaver, P. R., Lavy, S., Saron, C. D., & Mikulincer, M. (2007). Social foundations of the capacity for mindfulness: An attachment perspective. Psychological Inquiry, 18, 264-271. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/20447396 Shouse, S.H & Nilsson, J. (2011). Self-Silencing, Emotional Awareness, and Eating Behaviors in College Women. Psychology of Women Quarterly, 35, 451 – 457. doi: 10.1177/0361684310388785 Smolak, L. (2010). Gender as culture: The meanings of self-silencing in women and men. Dalam Jack, D.C. & Ali, A. (Eds.), Silencing the self across cultures (hh.129- 145). New York: Oxford University Press. Solomon, J. & George, C. (2008). The measurement of attachment security and related constructs in infancy and early childhood. Dalam Cassidy, J. & Shaver, P.R. (Eds.). Handbook of Attachment Second Edition Theory, Research, and Clinical Applications (hh. 383-416). New York: The Guilford Press. Steinberg, L. D. (2002). Adolescence (ed Ke-6). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Steinberg, L. (2005). Cognitive and affective development in adolescence.Trends in cognitive sciences, 9, 69-74. Diunduh dari http://citeseerx.ist.psu. edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.294.1453&rep=rep1&type=pdf
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Steinberg, L. (2008). A social neuroscience perspective on adolescent risktaking. Developmental review, 28, 78-106. doi: 10.1016/j.dr.2007.08.002 Sugiyono, (2014). Statistika untuk penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta. Supratiknya, A. (2014). Pengukuran psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Suryabrata, S. (2004). Pengembangan alat ukur psikologis. Yogyakarta: Penerbit Andi. Thompson, J. M. (1995). Silencing the self depressive symptomatology and close relationships. Psychology of Women Quarterly, 19, 337-353. doi: 10.1111/j.1471-6402.1995.tb00079.x Thompson, M., & Gauntlett-Gilbert, J. (2008). Mindfulness with children and adolescents: Effective clinical application. Clinical child psychology and psychiatry, 13, 395-407. doi: 10.1177/1359104508090603 Thompson, J. M., Whiffen, V. E., & Aube, J. A. (2001). Does self-silencing link perceptions of care from parents and partners with depressive symptoms?.Journal of Social and Personal Relationships, 18, 503-516. doi: 10.1177/0265407501184004. Trentacosta, C.J & Izard, C.E. (2006). Emotional development during adolescence. Dalam Salkind, N.J. (Ed.) Encyclopedia of Human Development. California: Sage Publications, Inc. Trinke, S. J. (1995). Hierarchies of attachment relationships in adulthood (Disertasi tidak diterbitkan). Simon Fraser University, Kanada. Trinke, S. J., & Bartholomew, K. (1997). Hierarchies of attachment relationships in young adulthood. Journal of Social and Personal Relationships,14, 603625. doi: 10.1177/0265407597145002. Vivona, J. M. (2000). Parental attachment styles of late adolescents: Qualities of relationships and consequences for adjustment. Journal of Counselling Psychology, 47, 316–329. Diunduh dari http://cmapspublic2.ihmc.us/rid= 1LQX400NM-1TDK2J-1KL4/Parental%20attachment%20styles%20of %20late%20adolescents%20-%20Qualities%20of%20attachment%20 relationships%20and%20consequences.pdf Wagner, E.E., Rathus, J.H., & Miller, A.L. (2006). Mindfulness in dialectical behavior therapy (DBT) for adolescents. Dalam Baer, R.A. (Ed.), Mindfulness-based treatment approaches: Clinicians guide to evidence base and applications (hh. 143–166). London: Elsevier Inc.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
Wall, R. B. (2005). Tai chi and mindfulness-based stress reduction in a Boston public middle school. Journal of Pediatric Health Care, 19, 230-237. doi: 10.1016/j.pedhc.2005.02.006 Walsh, J. J., Balint, M. G., SJ, D. R. S., Fredericksen, L. K., & Madsen, S. (2009). Predicting individual differences in mindfulness: The role of trait anxiety, attachment anxiety and attentional control. Personality and Individual Differences, 46, 94-99. doi: 10.1016/j.paid.2008.09.008 Welsh, D.P., Grello, C.M., & Harper, M.S. (2003). When love hurts: Depression and adolescent romantic relationships. Dalam Florsheim, P. (Ed.). Adolescent Romantic Relations and Sexual Behavior (hh.185-211). Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Whiffen, V.E., Foot, M.L., & Thompson, J.M. (2007). Self-silencing mediates the link between marital conflict and depression. Journal of Social and Personal Relationships, 24, 993-1006. doi: 10.1177/0265407507084813 Windratie. (2014, 10 September). Bunuh Diri Penyebab Utama Kematian Remaja. CNN Indonesia. Diunduh dari http://www.cnnindonesia.com/gayahidup/20140910124240-255-2933/bunuh-diri-penyebab-utama-kematianremaja/. Wu, A. D., & Zumbo, B. D. (2008). Understanding and using mediators and moderators. Social Indicators Research, 87, 367-392. doi: 10.1007/s11205007-9143-1 Zaitsoff, S.L., Geller, J., & Srikameswaran, S. (2002). Silencing the self and suppressed anger: relationship to Eating Disorder Symptoms in adolescent females. European Eating Disorders Review, 10. 51-60. doi: 10.1002/erv. 418
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Uji Asumsi Normalitas Gambar 3. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Observasi Laki-laki
Perempuan
Gambar 4. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Deskripsi Laki-laki
Perempuan
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 5. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Bertindak dengan Kesadaran Laki-laki
Perempuan
Gambar 6. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Menerima tanpa menilai Laki-laki
Perempuan
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
Gambar 7. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu – SelfSilencing Laki-laki
Perempuan
Gambar 8. Grafik Normal P-P Plot Standardized Residuals Kelekatan dengan ibu Mindfulness Observasi, Deskripsi, Bertindak dengan Kesadaran, Menerima tanpa menilai – Self-Silencing Laki-laki
Perempuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Uji Asumsi Heteroskedastisitas dan Uji Asumsi Linearitas Gambar 9. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Observasi Laki-laki
Perempuan
Gambar 10. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Deskripsi Laki-laki
Perempuan
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 11. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Bertindak dengan Kesadaran Perempuan Laki-laki
Perempuan
Gambar 12. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Mindfulness Menerima tanpa menilai Laki-laki
Perempuan
125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
Gambar 13. Scatterplot Kelekatan dengan ibu – Self-Silencing Laki-laki
Perempuan
Gambar 14. Scatterplot Kelekatan dengan ibu- Mindfulness Observasi, Deskripsi, Bertindak dengan Kesadaran, Menerima tanpa menilai– Self-Silencing Laki-laki
Perempuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 11. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kelekatan pada Ibu
Case Processing Summary Cases
Valid a
Excluded Total
N
%
512
100.0
0
.0
512
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.914
25
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted IPPA_M_3R
.344
.914
IPPA_M_6R
.611
.909
IPPA_M_8R
.439
.912
IPPA_M_9R
.191
.917
IPPA_M_10R
.518
.910
IPPA_M_11R
.365
.914
IPPA_M_14R
.188
.917
IPPA_M_17R
.453
.912
IPPA_M_18R
.453
.912
IPPA_M_23R
.493
.911
IPPA_M_1
.711
.907
IPPA_M_2
.562
.910
IPPA_M_4
.570
.910
IPPA_M_5
.490
.911
IPPA_M_7
.519
.910
IPPA_M_12
.623
.909
IPPA_M_13
.491
.911
IPPA_M_15
.677
.907
IPPA_M_16
.684
.907
IPPA_M_19
.687
.907
IPPA_M_20
.707
.907
IPPA_M_21
.654
.908
IPPA_M_22
.596
.910
IPPA_M_24
.674
.907
IPPA_M_25
.579
.909
128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 12. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Observasi Case Processing Summary Cases
Valid a
Excluded Total
N
%
512
100.0
0
.0
512
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.779
.778
12
Corrected ItemTotal Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
KIMS_1
.311
.774
KIMS_5
.309
.776
KIMS_9
.506
.753
KIMS_13
.490
.755
KIMS_17
.445
.760
KIMS_21
.613
.742
KIMS_25
.467
.758
KIMS_29
.420
.763
KIMS_30
.413
.765
KIMS_33
.420
.763
KIMS_37
.315
.773
KIMS_39
.290
.775
129
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 13. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Deskripsi
Case Processing Summary Cases
Valid
N
%
512
100.0
0
.0
512
100.0
a
Excluded Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Alpha Standardized Items .763
N of Items
.764
8
Corrected ItemTotal Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
KIMS_2
.475
.736
KIMS_6
.530
.726
KIMS_10
.556
.721
KIMS_26
.510
.729
KIMS_34
.386
.751
KIMS_18_R
.505
.730
KIMS_22_R
.286
.769
KIMS_14_R
.450
.740
130
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 14. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Bertindak dengan kesadaran Case Processing Summary Cases
Valid a
Excluded Total
N
%
512
100.0
0
.0
512
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.711
.711
10
Item-Total Statistics Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted KIMS_11_R
.063
.737
KIMS_23_R
.438
.677
KIMS_27_R
.406
.683
KIMS_31_R
.252
.708
KIMS_35_R
.396
.685
KIMS_3_R
.514
.664
KIMS_7
.498
.669
KIMS_19
.453
.676
KIMS_38
.368
.690
KIMS_15
.339
.694
131
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 15. Hasil Uji Reliabilitas Skala Mindfulness Menerima tanpa menilai
Case Processing Summary Cases
Valid a
Excluded Total
N
%
510
99.6
2
.4
512
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.752
.751
9
Item-Total Statistics Corrected Item-Total Cronbach's Alpha if Correlation Item Deleted KIMS_12_R
.415
.731
KIMS_8_R
.321
.745
KIMS_4_R
.468
.723
KIMS_16_R
.491
.718
KIMS_20_R
.374
.737
KIMS_24_R
.345
.743
KIMS_28_R
.552
.708
KIMS_32_R
.549
.709
KIMS_36_R
.352
.743
132
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 16. Hasil Uji Reliabilitas Skala Self-Silencing
Case Processing Summary N
%
216
100.0
0
.0
216
100.0
265
100.0
0
.0
265
100.0
Laki-laki Cases
Valid a
Excluded Total Perempuan Cases
Valid a
Excluded Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
Laki-laki
.756
31
Perempuan
.847
31
133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
Item Total Statistics Corrected ItemCronbach's Corrected Cronbach's Total Alpha if Item Item-Total Alpha if Item Correlation Deleted Correlation Deleted Laki-Laki Perempuan STSS_1_R -.129 .772 -.009 .854 STSS_8_R .169 .755 .245 .846 STSS_11_R -.029 .764 .021 .851 STSS_15_R .233 .752 .372 .843 STSS_21_R .248 .751 .302 .844 SS_2 .337 .746 .427 .841 SS_3 .076 .760 .154 .848 SS_4 .354 .746 .284 .845 SS_5 .438 .739 .459 .840 SS_6 .239 .752 .408 .841 SS_7 .264 .750 .423 .841 SS_9 .044 .760 .262 .845 SS_10 .441 .740 .399 .842 SS_12 .091 .762 .046 .853 SS_13 .372 .745 .314 .844 SS_14 .256 .751 .474 .839 SS_16 .367 .745 .367 .843 SS_17 .375 .744 .524 .838 SS_18 .525 .736 .584 .836 SS_19 .451 .740 .446 .841 SS_20 .192 .754 .367 .843 SS_22 .161 .756 .158 .849 SS_23 .248 .751 .481 .839 SS_24 .172 .755 .358 .843 SS_25 .304 .748 .365 .843 SS_26 .498 .737 .665 .833 SS_27 -.009 .762 .224 .846 SS_28 .390 .744 .473 .839 SS_29 .357 .745 .435 .841 SS_30 .427 .741 .574 .836 SS_31 .243 .751 .445 .840
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
Lampiran D. Kisi-kisi masing-masing skala yang digunakan Tabel 17. Kisi-Kisi Skala Inventory of Parent and Peer Attachment-Mother Aspek
Nomor item
Jumlah item
Kepercayaan
1,2,4,12,13,20,21,22,3R,9R
10
Komunikasi
5,7,15,16,19,24,25,6R,14R
9
Alienasi
8R,10R, 11R, 17R, 18R, 23R
6
Jumlah Item Total
25
Catatan: R adalah skor yang direverse
Tabel 18. Kisi-Kisi Skala Kentucky Inventory of Mindfulness Skills Aspek Observasi
Nomor item
Jumlah item
1, 5, 9, 13, 17, 21, 25, 29, 30, 33,
12
37, 39 Deskripsi
2, 6, 10, 14R, 18R, 22R, 26, 34
8
Bertindak dengan kesadaran
3R,7,11R,15,19, 23R, 27R, 31R,
10
35R,38 Menerima tanpa menilai
4R,8R,12R,16R, 20R, 24R, 28R,
9
32R,36R Jumlah item total
39
Catatan: R adalah skor yang direverse
Tabel 19. Kisi-Kisi Skala Silencing the Self Scale Aspek
Nomor item
Jumlah item
Externalized Self-Perception
6,7,23,27,28,31
6
Care as Self-Sacrifice
1R,3,4,9,10,11R,12,22,29
9
Silencing the Self
2,8R,14,15R,18,20,24,26,30
9
Divided Self
5,13,16,17,19,21R,25
7
Jumlah Item Total Catatan: R adalah skor yang direverse
31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran E. Skala Pengukuran Skala Pengukuran secara paper and pencil
ANGKET
Diri dan Relasi
136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
Petunjuk Skala paper and pencil Penjelasan dan Pernyataan Kesediaan Teman-teman, Perkenankan kami memperkenalkan diri dulu ya… Kami adalah mahasiswa dan dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Kami ingin lebih memahami dinamika pengalaman remaja seperti kalian semua: perasaan, pergaulan dengan teman dan pacar, dan relasi dengan orang tua. Untuk itu kami ingin meminta teman-teman untuk mengisi angket yang telah kami siapkan ini. Jika teman-teman mengisi angket ini, maka teman-teman memberikan sumbangsih pada pemahaman tentang remaja dewasa ini. Informasi yang teman-teman berikan menjadi informasi yang berharga apabila teman-teman memberikan jawaban yang jujur, spontan, dan apa adanya. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, jawaban yang tepat adalah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri teman-teman. Kami sangat memahami bahwa informasi yang teman-teman berikan mungkin bersifat pribadi dan sangat privasi, oleh karena itu kami menjaga kerahasiaan jawaban teman-teman. Angket ini bersifat anonim atau tanpa nama sehingga kami tidak mengetahui identitas teman-teman. Jika teman-teman telah menyelesaikan mengisi angket ini, teman-teman bisa memasukkan angket ini ke dalam amplop yang telah kami sediakan. Jangan lupa untuk merekatkan tutup amplop sehingga tidak ada orang lain yang melihat jawaban teman-teman. Kami akan sangat berterima kasih jika teman-teman mau menjawab semua pertanyaan yang ada sesuai dengan diri teman-teman. Tapi, jika ada pertanyaan yang tidak ingin dijawab, kalian boleh melewatkan pertanyaan tersebut. Jika ada hal-hal yang masih belum jelas, kalian dapat bertanya pada kakak-kakak yang menyebarkan angket ini atau melalui no HP: 085292490788. Jika teman-teman sudah jelas dengan penjelasan kami, dan bersedia mengisi angket, silakan teman-teman memberikan tanda tangan sebagai tanda persetujuan bahwa kalian bersedia mengisi angket ini. _______________________________________________________________________________ Saya telah membaca dan memahami penjelasan tentang pengisian angket ini, dan saya bersedia mengisi angket ini. Ttd,
……………………………………………..
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
Petunjuk skala online Penjelasan dan Pernyataan Kesediaan Teman-teman, Perkenankan kami memperkenalkan diri dulu ya. Kami, C. Siswa Widyatmoko, M.Psi, Flaviana Rinta Ferdian, Maria Kristanti Dara Novianta Widodo, Natan Agung Purwanto, dan Yustinus Budiono. Kami adalah dosen dan mahasiswa dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang ingin lebih memahami dinamika pengalaman remaja seperti : perasaan, pergaulan dengan pacar dan relasi dengan orang tua. Untuk itu kami ingin meminta teman-teman terutama yang sedang berpacaran untuk mengisi kuesioner ini. Informasi yang teman-teman berikan menjadi informasi yang berharga apabila temanteman memberikan jawaban yang jujur, spontan, dan apa adanya. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, jawaban yang tepat adalah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri teman-teman. Kami sangat memahami bahwa informasi yang teman-teman berikan mungkin bersifat pribadi dan sangat privasi, oleh karena itu kami menjaga kerahasiaan jawaban temanteman. Angket ini bersifat anonim atau tanpa nama sehingga kami tidak mengetahui identitas teman-teman. Dalam mengisi kuesioner ini, teman-teman membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Jika teman-teman merasa keberatan, boleh meninggalkan kuesioner ini sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun. Sebagai bentuk rasa terimakasih, kami juga menyediakan pulsa sebesar Rp. 5.000,00 (Lima Ribu Rupiah) bagi teman-teman yang berkenan menyelesaikan kuesioner ini dengan lengkap. Informasi tersebut akan kami cantumkan di akhir kuesioner ini. Jika ada hal-hal yang masih belum jelas, kalian dapat bertanya pada kami melaui email
[email protected] atau
[email protected].
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
Lampiran F.Skala Kelekatan pada ibu
BAGIAN 4 Pernyataan-pernyataan di bawah ini menanyakan tentang perasaan-perasaan terhadap ibumu atau terhadap orang lain yang berperan sebagai ibumu. Jika kamu memiliki lebih dari satu orang yang berperan sebagai ibu (misalnya, ibu kandung dan ibu tiri), maka jawablah pernyataan-pernyataan di bawah ini berdasar pada satu orang yang kamu rasa paling mempengaruhimu. Bacalah setiap pernyataan dengan seksama. Pilih dan berilah tanda silang (X) pada kolom yang mengungkapkan seberapa benar pernyataan di bawah ini terjadi pada dirimu. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Jawablah sesuai kenyataan yang ada pada dirimu.
No.
1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
Pernyataan
Ibuku menghargai perasaanku. Aku merasa Ibuku bertindak sebagai ibu yang baik. Aku berharap memiliki Ibu yang berbeda. Ibuku menerimaku apa adanya. Aku merasa perlu mengetahui pendapat Ibuku tentang hal-hal aku pikirkan. Aku merasa bahwa menunjukkan perasaanku kepada ibuku adalah tindakan yang tidak ada gunanya. Ibuku tahu ketika aku sedang jengkel.
Hampir Tidak Pernah atau Tidak Benar
Sering Tidak Benar
Kadangkadang Benar
Sering Benar
Hampir Selalu atau Selalu Benar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
Pernyataan
Membicarakan masalah-masalahku dengan Ibuku membuatku merasa malu atau bodoh. Ibuku berharap terlalu banyak padaku. Aku mudah merasa kesal ketika berada dekat dengan Ibuku. Sebenarnya ada lebih banyak kejengkelan yang aku rasakan dibandingkan yang diketahui Ibuku. Ketika kami mendiskusikan sesuatu, Ibuku memperhatikan pendapatku. Ibuku mempercayai keputusan atau penilaianku terhadap suatu hal. Ibuku memiliki masalah-masalahnya sendiri sehingga aku tidak mengganggu beliau dengan masalahmasalahku. Ibuku membantuku memahami diriku dengan lebih baik.
Hampir Tidak Pernah atau Tidak Benar
Sering Tidak Benar
Kadangkadang Benar
Sering Benar
140
Hampir Selalu atau Selalu Benar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
16.
17.
18.
19.
20.
Pernyataan
Aku bisa menceritakan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitanku pada Ibuku. Aku merasa marah pada Ibuku. Aku tidak mendapatkan banyak perhatian dari Ibuku. Ibuku mendukungku untuk membicarakan kesulitan-kesulitan yang aku alami. Ibuku memahamiku.
21.
Ketika aku marah, Ibuku mencoba untuk memahami.
22.
Aku mempercayai Ibuku.
23.
24.
25.
Ibuku tidak memahami apa yang aku alami dalam hari-hari ini. Aku dapat mengandalkan Ibuku ketika aku butuh melepaskan beban yang menyesak di dadaku. Jika Ibuku mengetahui ada sesuatu yang menggangguku, ia akan menanyakan hal itu kepadaku.
Hampir Tidak Pernah atau Tidak Benar
Sering Tidak Benar
Kadangkadang Benar
Sering Benar
141
Hampir Selalu atau Selalu Benar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
Lampiran G. Skala Mindfulness
BAGIAN 7 Bacalah setiap pernyataan dengan seksama. Seberapa sering kamu mengalami hal-hal di bawah ini? Pilih dan berilah tanda silang (X) pada kolom yang paling sesuai dengan dirimu. No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pernyataan
Aku menyadari perubahan pada tubuhku, seperti nafasku melambat atau menjadi lebih cepat. Aku mampu memilih katakata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku. Ketika mengerjakan sesuatu, pikiranku melayang-layang dan perhatianku mudah terpecah. Aku mengkritik diriku sendiri karena memiliki berbagai perasaan yang tidak masuk akal dan tidak pantas. Aku memperhatikan apakah otot-ototku menegang atau mengendur. Aku mudah menjelaskan keyakinan, pendapat, atau harapanku dengan katakata. Ketika aku sedang mengerjakan sesuatu, perhatianku terpusat pada apa yang sedang aku lakukan, tidak pada yang lain. Aku cenderung menilai apakah anggapanku benar atau salah. Ketika sedang berjalan, aku sungguh-sungguh menyadari sensasi gerakan tubuhku.
Tidak Pernah
Jarang
KadangKadang
Sering
Sangat Sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Pernyataan
Aku pandai dalam mencari kata-kata untuk mengungkapkan persepsiku, misalnya rasa, bau, atau suara yang aku tangkap. Aku mengerjakan sesuatu secara otomatis tanpa menyadarinya. Aku mengatakan pada diri sendiri bahwa seharusnya aku tidak merasakan apa yang sedang kurasakan. Ketika sedang mandi, aku menyadari sensasi air yang mengenai tubuhku. Sulit bagiku menemukan kata-kata untuk menggambarkan apa yang sedang kupikirkan. Ketika sedang membaca, aku memusatkan semua perhatianku pada apa yang sedang kubaca. Aku yakin bahwa sebagian pikiranku jelek atau tidak semestinya, dan seharusnya aku tidak berpikir seperti itu. Aku menyadari pengaruh makanan dan minuman terhadap pikiran, sensasi pada tubuh dan perasaanku. Aku kesulitan mencari katakata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang kurasakan. Ketika sedang mengerjakan sesuatu, perhatianku begitu tertuju pada apa yang sedang kukerjakan dan aku tidak memikirkan hal lain.
Tidak Pernah
Jarang
KadangKadang
Sering
143
Sangat Sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
Pernyataan
Aku menilai apakah pikiranku baik atau buruk. Aku memperhatikan sensasi panca indra, seperti angin yang bertiup di rambutku atau sinar matahari yang mengenai wajahku. Ketika aku merasakan sensasi pada tubuh, aku sulit untuk menggambarkannya karena aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Aku tidak memperhatikan apa yang sedang kulakukan karena aku melamun, khawatir, atau perhatianku terpecah. Aku cenderung menilai apakah pengalamanpengalamanku berharga atau tidak. Aku memperhatikan suarasuara, seperti suara detik jam, kicauan burung, atau mobil yang lewat. Bahkan ketika perasaanku sangat terguncang, aku tetap dapat mengungkapkan perasaanku dengan katakata. Ketika sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah, misalnya bersihbersih atau mencuci baju, aku cenderung melamun atau memikirkan hal lain. Aku mengatakan pada diri sendiri bahwa seharusnya aku tidak berpikir seperti ini. Aku menyadari bau dan aroma-aroma.
Tidak Pernah
Jarang
KadangKadang
Sering
144
Sangat Sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Pernyataan
Secara sadar aku mencoba selalu menyadari perasaanku. Aku cenderung mengerjakan beberapa hal sekaligus secara bersamaan daripada memusatkan perhatian pada satu hal pada satu waktu. Menurutku sebagian perasaanku jelek atau tidak pantas dan seharusnya aku tidak mempunyai perasaan seperti itu. Aku memperhatikan aspek visual pada alam atau karya seni, seperti warna, bentuk, bentuk permukaan, atau pola pencahayaan dan bayangan. Aku cenderung mengungkapkan berbagai pengalamanku secara spontan lewat kata-kata. Ketika sedang mengerjakan sesuatu, sebagian pikiranku disibukkan oleh hal-hal lain, misalnya apa yang nanti akan kukerjakan, atau hal lain yang sebenarnya lebih ingin kukerjakan. Aku tidak menerima diriku ketika aku memiliki pikiran yang tidak masuk akal. Aku memperhatikan pengaruh perasaan terhadap pikiran dan tindakanku. Aku menjadi sangat fokus dengan apa yang kulakukan sehingga perhatianku terpusat pada hal itu. Aku menyadari ketika perasaanku mulai berubah.
Tidak Pernah
Jarang
KadangKadang
Sering
145
Sangat Sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
Lampiran H. Skala Self-Silencing
BAGIAN 8 Bagian ini dikerjakan bagi teman-teman yang sudah pernah berpacaran atau sedang berpacaran. (Lanjutkan ke Bagian 9 jika teman-teman tidak pernah berpacaran)
Berilah tanda silang (X) pada kolom yang menurutmu paling baik menggambarkan perasaanmu terhadap setiap pernyataan di bawah ini. Jika saat ini kamu tidak sedang menjalin hubungan dekat/ pacaran, silakan menunjukkan bagaimana perasaan dan perilakumu dalam hubungan dekat/ pacaranmu sebelumnya. No.
Pernyataan
1.
Aku pikir yang terbaik adalah mengutamakan diri sendiri terlebih dahulu karena tidak seorangpun akan menjagaku.
2.
Aku tidak membicarakan perasaanku dengan pacar ketika aku tahu hal tersebut akan menimbulkan perdebatan.
3.
Memperhatikan berarti mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentinganku sendiri.
4.
Meletakkan kebutuhanku sama pentingnya dengan kebutuhan orang-orang yang aku cintai adalah hal yang egois.
5.
Aku merasa lebih sulit menjadi diriku sendiri saat aku memiliki pacar dibandingkan saat aku tidak memiliki pacar.
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
Pernyataan
6.
Aku cenderung menilai diriku berdasarkan perkiraanku tentang pandangan orang lain terhadap diriku. Aku merasa tidak puas dengan diriku karena seharusnya aku mampu melakukan hal-hal yang diharapkan dapat dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang. Saat kebutuhan dan perasaan pacarku bertentangan dengan kebutuhan dan perasaanku, aku selalu menyatakan kebutuhan dan perasaanku dengan jelas. Dalam relasiku dengan pacar, tanggung jawabku adalah membuatnya bahagia. Perhatian artinya memilih untuk melakukan apa yang diinginkan pacar, meskipun aku menginginkan sesuatu yang berbeda. Supaya aku merasa puas terhadap diriku sendiri, aku perlu merasa mandiri dan bisa memenuhi kebutuhanku sendiri. Salah satu hal terburuk yang dapat aku lakukan adalah menjadi orang yang egois. Aku merasa aku harus bersikap dalam cara tertentu untuk menyenangkan pacar. Daripada mengambil resiko karena berselisih dengan pacar, aku memilih untuk tidak membuat masalah. Aku menyatakan perasaanku kepada pacar, meskipun hal ini akan menimbulkan masalah atau perselisihan.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
147
Sangat Setuju
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
Pernyataan
16.
Aku sering terlihat cukup bahagia, tetapi dalam hati aku merasa marah dan ingin memberontak. Agar pacarku mencintaiku, aku tidak dapat mengungkapkan hal-hal tertentu tentang diriku kepadanya. Ketika kebutuhan atau pendapat pacarku bertentangan dengan kebutuhan dan pendapatku, daripada menyatakan pandanganku sendiri biasanya pada akhirnya aku setuju saja dengan kemauannya. Ketika aku memiliki pacar, aku kehilangan jati diriku. Ketika relasiku dengan pacar tampaknya tidak dapat memenuhi kebutuhankebutuhanku, aku biasanya menyadari bahwa kebutuhankebutuhan itu ternyata tidak terlalu penting. Pacarku mencintai dan menghargaiku apa adanya. Melakukan sesuatu hanya untuk diriku sendiri adalah hal yang egois. Ketika aku membuat keputusan, pikiran dan pendapat orang lain lebih mempengaruhiku daripada pikiran dan pendapatku sendiri. Aku sangat jarang mengungkapkan kemarahanku pada orang-orang yang dekat denganku. Aku merasa pacarku tidak tahu diriku yang sesungguhnya.
17.
18.
19. 20.
21. 22.
23.
24.
25.
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
148
Sangat Setuju
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
Pernyataan
26.
Aku berpikir lebih baik memendam perasaanku untuk diriku sendiri ketika perasaanperasaan tersebut bertentangan dengan perasaan pacarku. Aku sering merasa bertanggug jawab terhadap perasaan orang lain. Aku merasa sulit untuk mengetahui apa yang aku pikirkan dan rasakan karena aku banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan perasaan orang lain. Dalam relasiku dengan pacar, aku tidak selalu peduli dengan apa yang kami lakukan selama pacarku senang. Aku mencoba untuk mengubur perasaan-perasaanku ketika aku pikir perasaan itu akan menyebabkan masalah dalam relasiku dengan pasangan. Tampaknya aku tidak pernah mencapai kriteria yang aku targetkan untuk diriku sendiri.
27.
28.
29.
30.
31.
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
149
Sangat Setuju
Jika kamu menjawab pertanyaan no. 31 dengan Setuju atau Sangat Setuju, tolong tuliskan tiga kriteria yang kamu targetkan tetapi kamu rasa tidak dapat kamu capai. 1. ................................................................................................................ 2. ................................................................................................................ 3. ................................................................................................................ .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran I. Data Demografis Data demografis pada paper and pencil
BAGIAN 12 Usia
: .................... tahun
Jenis Kelamin
: L / P (lingkari jawaban yang betul)
Apakah saat ini kamu sedang berpacaran? a. Ya b. Tidak Jika YA, berapa lama kamu telah berpacaran? a. Kurang dari 3 bulan
c. 1 tahun – 2 tahun
b. 3 bulan – 6 bulan
d. 2 tahun – 5 tahun
c. 6 bulan – 1 tahun
e.
Lebih dari 5 tahun
150
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Data demografis secara online 1. Apakah saat ini kamu sedang berpacaran? YA TIDAK 2. Berapa lama kamu telah berpacaran? Kurang dari 3 bulan 3 bulan - 6 bulan 6 bulan - 1 tahun 1 tahun - 2 tahun 2 tahun - 5 tahun lebih dari 5 tahun 3. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 4. Jenis kelamin pacar Laki- laki Perempuan 5. Usia
6. Pendidikan Saat Ini SMA/SMK/Sederajat Kuliah S1 Kuliah S2 Other (please specify) 7. Pekerjaan 8. Domisili Saat Ini (Kota)
151