PERUBAHAN PARADIGMA TEKNIK KONSERVASI NASKAH DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI BERDASARKAN KONSEP BUDAYA Rahmad Pratomo Digdo Tamara Adriani Susetyo Salim Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16425 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai konsep budaya dari perubahan paradigma teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI, serta pengaruh konsep tersebut terhadap perubahan yang terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Hasil dari penelitian ini adalah perubahan paradigma teknik konservasi naskah yang terjadi di Perpustakaan Nasional RI dipengaruhi oleh karakteristik dan dimensi budaya, serta sistem nilai yang berlaku. Selain itu, penelitian ini juga menghasilkan saran bagi Perpustakaan Nasional RI untuk memperkuat kebijakan, merencanakan anggaran, memperluas pelatihan konservasi naskah, dan meningkatkan teknologi konservasi yang lebih modern. Kata kunci : Perubahan paradigma, naskah, teknik konservasi, konservasi naskah, konsep budaya
ABSTRACT This research discusses the cultural concept in the paradigm changes of manuscript conservation techniques at Perpustakaan Nasional RI along with the effects of that concept towards the changes that occurs. This is a descriptive qualitative research with case study method. The results from this research shows that paradigm changes of manuscripts conservation techniques at Perpustakaan Nasional RI are affected by the characteristics and dimensions of culture, also the value system that is applied there. In addition, this research also provide suggestions for Perpustakaan Nasional RI to strengthen their policy, planning their budget, expand their manuscripts conservation training, and improve their conservation by modernizing the technologies. Key words : Paradigm changes, manuscript, conservation techniques, manuscript conservation, culture concept
1. PENDAHULUAN Naskah merupakan warisan dari sebuah peradaban manusia yang terakumulasi dari sebuah budaya kehidupan masyarakat masa lampau. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia no. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dijelaskan bahwa naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, dan mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, naskah merupakan warisan budaya masa lampau yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Mengingat usia naskah yang sudah termakan oleh zaman dan kondisinya mulai rapuh, maka kondisi fisik naskah mulai terancam.
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
Konservasi merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki naskah agar tetap terjaga kelestariannya. Setiap koleksi yang terdapat dalam perpustakaan harus selalu dirawat dan dipelihara dengan baik agar tetap dapat dimanfaatkan oleh para penggunanya. Perpustakaan Nasional RI adalah salah satu perpustakaan yang memiliki fungsi untuk melestarikan hasil karya budaya bangsa, salah satunya melalui upaya konservasi naskah. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta budaya yang berlaku dalam kegiatan konservasi di Perpustakaan Nasional RI, teknik konservasi naskah juga mengalami perubahan atau perkembangan. 1.1 Latar belakang Naskah merupakan salah satu koleksi yang umumnya disimpan dan dikelola oleh perpustakaan. Sejalan dengan pendapat Dureau & Clements (1990) bahwa secara umum tujuan dan fungsi perpustakaan adalah mengumpulkan, menata, melestarikan, dan menyediakan informasi bagi para pengguna, baik untuk pengguna saat ini maupun yang akan datang (p. 7). Setiap koleksi yang terdapat dalam perpustakaan harus selalu dirawat dan dipelihara dengan baik agar tetap dapat dimanfaatkan oleh para penggunanya. Konservasi merupakan salah satu upaya untuk memelihara agar naskah tetap terjaga kelestariannya. Menurut National Mission for Manuscripts dalam Basic Minimum Standards for Conservation of Manuscripts, konservasi dibagi menjadi dua, yaitu preventive conservation dan curative conservation. Preventive conservation bertujuan untuk memperpanjang masa hidup naskah dengan meminimalisir kemungkinan kerusakan pada naskah, sedangkan curative conservation bertujuan untuk menghentikan kerusakan yang sedang terjadi pada naskah. Dengan demikian, konservasi merupakan sebuah upaya pelestarian bahan pustaka, termasuk naskah, baik secara langsung maupun tidak langsung guna memperpanjang masa hidupnya. Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu lembaga layanan masyarakat di bidang ilmu pengetahuan, dengan Surat Keputusan Presiden RI nomor 11 tahun 1989, menjadi lembaga nondepartemen, yang berfungsi memberikan layanan jasa perpustakaan dan informasi, serta melestarikan hasil karya budaya bangsa. Perpustakaan Nasional RI diberikan tugas di bidang perpustakaan untuk selalu meningkatkan layanannya dengan mengembangkan dan melestarikan berbagai jenis bahan pustaka yang dimilikinya termasuk naskah di dalamnya. Sebagai lembaga yang memiliki fungsi untuk melestarikan koleksinya, Perpustakaan Nasional RI memiliki unit kerja yang khusus bekerja dalam hal pelestarian bahan pustaka, yaitu Pusat Preservasi Bahan Pustaka. Unit kerja ini bertugas untuk memastikan terpeliharanya bahan pustaka yang dimiliki oleh Perpustakaan Nasional RI melalui usaha preservasi, konservasi, restorasi, dan penjilidan. Perkembangan zaman dan teknologi membuat perubahan atau perkembangan teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI bersifat dinamis. Selain itu, kebijakan yang berlaku di organisasi, serta kompetensi, pengalaman, dan konsep budaya yang berlaku di lingkungan konservator juga berpengaruh besar dalam kedinamisan teknik konservasi di Perpustakaan Nasional RI, khususnya teknik konservasi terhadap koleksi naskah. 1.2 Rumusan masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana budaya perkembangan atau perubahan teknik konservasi naskah yang terjadi di Perpustakaan Nasional RI?
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
2. Bagaimana konsep tersebut mempengaruhi perubahan paradigma teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI? 1.3 Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi budaya perkembangan teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI. 2. Menganalisis pengaruh konsep budaya tersebut terhadap perubahan paradigma teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI. 1.4 Batasan penelitian Adapun batasan-batasan penelitian sebagai berikut: 1. Objek penelitian dibatasi dalam lingkup budaya perkembangan teknik konservasi naskah. 2. Tempat penelitian dibatasi pada Bagian Konservasi di Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional RI. 3. Interpretasi budaya perkembangan teknik konservasi naskah dibatasi hingga tahap analisis dasar konsep budaya, seperti karakteristik dan dimensi budaya kegiatan konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI, tidak mencapai tahap analisis konstruksi sosial. 1.5 Tinjauan literatur Konsep budaya dalam kegiatan konservasi naskah Pendekatan budaya dapat mengarahkan untuk memahami kegiatan konservasi naskah sebagai sesuatu yang dikonstruksi berdasarkan pikiran dan jiwa para anggotanya dan aturan yang disepakati bersama. Individu di dalam kegiatan konservasi naskah adalah subjek (Laksmi, dkk, 2010, p. 102). Pada prosesnya, terdapat karakteristik yang membentuk suatu kebudayaan. Terdapat 8 karakteristik budaya menurut The Concept of Culture (2009), yaitu culture is learned, unconscious, shared, integrated, symbolic, a way of life, dynamic, dan relative. Kemudian pada penerapannya, budaya dibagi ke dalam beberapa dimensi, yaitu dimensi nilai, norma, ide/kepercayaan, peran, simbol, tradisi, dan artefact/benda. Dalam organisasi, dimensi nilai memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pergerakan kegiatan di organisasi. Dalam penelitian ini, kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan konservasi di Perpustakaan Nasional RI. Menurut Laksmi, dkk (2010), nilai dalam organisasi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu nilai dalam mengelola kegiatan, nilai dalam mengelola tugas, nilai dalam mengelola hubungan, dan nilai dalam mengelola lingkungan. Nilai yang bekerja dalam pengelolaan kegiatan menekankan pada nilai kekuasaan (power), elit (elitism), dan keberhasilan (reward). Kemudian nilai yang bekerja dalam mengelola tugas adalah nilai efisiensi (melakukan tugas dengan benar), efektivitas (melakukan sesuatu dengan benar), dan nilai ekonomis. Nilai dalam mengelola hubungan menunjukkan adanya nilai bahwa setiap individu dalam organisasi harus diperlakukan adil dan merasa aman dengan adanya peraturan dan hukum. Yang terakhir,
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
nilai dalam mengelola lingkungan, yaitu fungsi lingkungan sebagai pendukung keberlangsungan operasional organisasi. Konservasi Dalam Ilmu Perpustakaan dan Informasi, istilah konservasi dapat diartikan sebagai sebuah upaya langsung atau pun tidak langsung yang dilakukan untuk memelihara dan menjaga kondisi koleksi perpustakaan agar tetap dapat digunakan oleh pemustaka. Menurut Harvey (1993), conservation denotes those specific policies and practices involved in protecting library and archive material from deterioration, damage and decay, including the methods and techniques devised by technical staff (p. 6). Dalam pengertian tersebut, konservasi mencakup kebijakan dan kegiatan spesifik dalam melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan, termasuk metode dan teknik yang digunakan oleh staf teknis atau konservator. Fumigasi Menurut Online Dictionary for Library and Information Science (ODLIS), fumigasi merupakan suatu proses pengasapan atau penguapan dengan obat atau fumigan beracun dalam ruangan tertutup atau yang diatur secara tertutup rapat dengan tujuan membunuh serangga, jamur, dan organisme lainnya yang merusak koleksi. Fumigan yang digunakan di Perpustakaan Nasional RI adalah phostoxin. Namun fumigasi memiliki resiko terhadap kesehatan manusia, seperti pendapat Harvey (1993) dalam Tamara Susetyo-Salim disajikan dalam materi kuliah Preservasi dan Konservasi Koleksi Perpustakaan dan Arsip. Menurutnya Undang-Undang di beberapa negara melarang penggunaan bahan kimia yang biasa dipakai untuk fumigasi. Wood Lee: “bahwa semua biosida memiliki tingkatan racun mamalia”. Penggunaan metode kimia fumigasi memerlukan seseorang yang ahli. Selain itu, fumigasi juga memiliki resiko yang besar pada kesehatan bagi fumigator maupun orang yang menanganinya (p. 72). Laminasi Laminasi menurut Sunil dan Kumar, it is the process in which a document is embedded between sheets of synthetic plastic film or tissue. The synthetic plastic is the adhesive and the tissue paper is the reinforcement (p. 39). Laminasi merupakan proses pelapisan bahan pustaka, dalam hal ini naskah diantara dua lembar plastik sintetis atau tisu dimana plastik sintetis sebagai perekat dan tisu untuk memperkuatnya, tujuannya adalah mengawetkan dan mencegah keasaman pada kertas. Konservator profesional Menurut Agrawal (2000), masalah yang dihadapi dalam bidang pelestarian bahan pustaka adalah banyaknya konservator yang tidak terlatih. Oleh karena itu, pelatihan dalam berbagai aspek konservasi sangat dibutuhkan. Lebih baik tidak ada konservasi dibandingkan dengan ada konservasi tetapi dilakukan oleh orang-orang yang tidak terlatih. Jika hal tersebut terus berkepanjangan, maka ancaman kerusakan bahan pustaka hanya akan terus bertambah. Menurut Balloffet & Jenny Hille (2005), setiap staf atau konservator bahan pustaka harus ditanamkan motivasi yang kuat dan tugasnya merupakan sesuatu yang sangat diutamakan, seakan ia menjaga sesuatu yang sangat penting bagi dirinya. Hal tersebut bertujuan agar kegiatan
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
konservasi berjalan dengan baik. Idealnya perpustakaan memiliki konservator yang terlatih dan berpengalaman, untuk melakukan semua prosedur pemeliharaan dan perbaikan, dan semua prosedur konservasi lainnya. Kebijakan pelestarian bahan pustaka Menurut Ndraha (2003) kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat (p. 492-499). Lebih rinci lagi, menurut Chapman (1990), kebijakan konservasi harus menggambarkan sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi dalam memelihara kegunaan kandungan intelektual maupun struktur (fisik) koleksi yang dibutuhkan oleh pengguna. Selain itu, kebijakan adalah suatu pernyataan formal yang mewujudkan maksud dan tujuan suatu organisasi yang meliputi rentang waktu 5 sampai 10 tahun. Tanpa perencanaan yang baik, kegiatan ini tidak akan mencapai sasaran, bahkan dapat melenceng dari kegiatan pelestarian bahan pustaka itu sendiri. Kebijakan pelestarian merupakan suatu dokumen yang berisi maksud-maksud pelestarian secara terinci dan prosedur yang terkandung di dalamnya. Pelestarian ini diperoleh melalui porses perencanaan yaitu mulai dari penelusuran, survey kondisi dan penentuan cara-cara pelestarian yang akan dilakukan. Melalui proses ini, tim penyusun kebijakan pelestarian, pengelola koleksi dan tim pelaksana pelestarian mempunyai tugas yang saling terkait satu sama lain. Tim ini menyusun uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing kelompok yang berkaitan dengan pelestarian bahan pustaka (Razak, dkk, 1995, p. 17). Naskah yang termasuk kedalam salah satu bahan pustaka harus memiliki prosedur yang benar dalam pelestariannya, khususnya konservasi. Selain prosedur yang benar, perlu adanya kerja sama dari masing-masing kelompok sehingga tercipta kebijakan yang searah dan tidak berbenturan. Kebijakan pelestarian, khususnya konservasi naskah harus dimiliki oleh tiap perpustakaan atau lembaga yang bergerak dalam bidang penyimpanan dan pelestarian naskah. Tujuannya adalah agar naskah tetap tersedia dengan layak dan dapat digunakan oleh pemustaka yang membutuhkannya serta prosedur pemeliharaan dan perbaikan naskah dapat berjalan dengan baik dan terarah. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk mengidentifikasi konsep budaya dari perkembangan atau perubahan teknik konservasi naskah, serta pengaruh yang diberikan konsep budaya tersebut terhadap perubahan paradigma yang terjadi di Perpustakaan Nasional RI, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut Stake (1995), metode studi kasus merupakan strategi penelitian yang didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas. Kemudian peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan prosedur yang diperlukan untuk pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. 2.1 Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu wawancara, observasi langsung, dan analisis dokumen. Pada tahap wawancara, pengumpulan data dalam
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
penelitian ini dilakukan melalui wawancara dengan Kepala Bagian Konservasi dan beberapa konservator bahan pustaka. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara bersifat bebas dan tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2010, p. 197). Pendekatan yang digunakan untuk pemilihan informan adalah pendekatan snowball sampling. Dengan pendekatan tersebut, penelitian ini tidak membatasi jumlah informan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya informan tambahan. Jika informan kunci yang telah ditentukan tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, maka informan tersebut dimintai saran atau rekomendasi untuk menunjuk informan tambahan yang dikira dapat memberikan jawaban yang lebih jelas. Jika jawaban pertanyaan penelitian dari informan tambahan ini juga belum lengkap, maka informan tambahan tersebut juga dimintai saran untuk menunjuk informan tambahan lainnya yang memiliki data yang lebih lengkap. Dengan demikian, diharapkan data yang dikumpulkan dari informan-informan tersebut dapat menjawab rumusan masalah penelitian yang diajukan. Selain melalui wawancara, penelitian ini juga melalui tahap observasi langsung. Observasi langsung ini bertujuan untuk mengamati rangkaian peristiwa yang terjadi di lapangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Observasi yang dilakukan adalah observasi non-partisipatif, yaitu hanya sebagai pengamat dalam proses kegiatan konservasi yang dilakukan di Perpustakaan Nasional RI. Lalu tahapan yang terakhir adalah kajian literatur untuk memperkuat keabsahan data. Dokumen yang berasal dari dalam maupun luar Perpustakaan Nasional RI digunakan untuk dimaknai. Adapun dokumen yang dimaknai, beberapa diantaranya ialah draft kebijakan teknik pelestarian bahan pustaka Perpustakaan Nasional RI, buku petunjuk teknis pelestarian bahan pustaka, serta buku ataupun artikel mengenai konservasi bahan pustaka, khususnya naskah. 3. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Adapun data yang dikumpulkan kemudian dianalisis melalui tahap interpretasi data, pola hubungan antar data yang telah diinterpretasi, hingga tahap penarikan kesimpulan melalui generalisasi naturalistik sehingga mendapatkan gambaran keseluruhan mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Dari tahap analisis tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: Kedinamisan teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni kebijakan yang berlaku, pembelajaran melalui pelatihan, dan budaya di lingkungan konservator, termasuk sistem nilai yang berlaku di dalamnya. Unit kerja yang bertugas melaksanakan konservasi di Perpustakaan Nasional RI adalah Bagian Konservasi yang berada di bawah naungan Pusat Preservasi Bahan Pustaka. Seperti yang dikemukakan oleh Ross Harvey (1993) bahwa konservasi tidak hanya mencakup kegiatan pelestarian dan perbaikan saja, tetapi juga kebijakan yang jelas terhadap kegiatan tersebut. Secara formal, Pusat Preservasi Bahan Pustaka sudah memiliki kebijakan teknis untuk konservasi bahan pustaka. Namun kebijakan tersebut baru berupa draft atau belum bersifat resmi. Kebijakan tersebut hanya bersifat formal dalam unit kerja tersebut dan belum berlaku penuh di seluruh lingkungan Perpustakaan Nasional RI. Kebijakan teknis konservasi yang berlaku dalam unit kerja tersebut masih sering tidak berjalan dikarenakan kebijakan tersebut belum bersifat resmi. Oleh karena itu, kebijakannya dapat dikatakan bersifat fleksibel atau berubah sewaktu-waktu. Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran Ndraha (2003) yang menyatakan bahwa kebijakan itu secara formal mengikat.
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
Perpustakaan Nasional RI adalah panutan atau contoh bagi lembaga informasi atau perpustakaan lain yang ada di Indonesia. Jika ditinjau dari wewenang yang dimilikinya, yaitu merumuskan dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya, maka kebijakan yang berlaku sekarang belum menunjukkan bukti dilaksanakannya wewenang tersebut. Selain itu, dilihat dari dimensi peran, pimpinan juga memiliki peran yang cukup signifikan dalam pelaksanaan kebijakan di Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional RI. Pada praktiknya, pimpinan tidak selalu sejalan dengan kebijakan yang ada. Contohnya pada kasus penggunaan laminasi satu sisi yang diperintahkan oleh pimpinan untuk penghematan anggaran. Karena biayanya yang mahal, untuk menghemat pemakaian tisu pada saat kegiatan laminasi dilakukan laminasi satu sisi agar tidak boros. Padahal, dalam kebijakan teknis konservasi seharusnya laminasi itu menggunakan dua sisi. Jika dilihat dari dimensi nilai dalam konsep budaya, hal ini sesuai dengan nilai yang bekerja dalam pengelolaan kegiatan, yaitu kekuasaan (power) menurut Laksmi, dkk (2010). Kekuasaan pimpinan dalam organisasi digambarkan sebagai pusat penggerak kegiatan organisasi dan pengambil keputusan. Dalam hal kegiatan konservasi di Perpustakaan Nasional RI, peran pimpinan lebih dominan dibandingkan dengan peran kebijakan yang masih berupa draft. Nilai kekuasaan ini juga erat kaitannya dengan dimensi peran, yaitu peran pemimpin dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemegang kekuasaan. Kebijakan teknis konservasi bahan pustaka yang berlaku di Perpustakaan Nasional RI ini ada 2 jenis, yaitu yang tertulis dalam draft yang berisi prosedur dan teknis umum pelestarian bahan pustaka dan yang tidak tertulis. Maksud dari yang tidak tertulis disini adalah tahapan dan teknis pelaksanaan kegiatan konservasi. Walaupun teknis pengerjaannya tidak tertulis dalam kebijakan, namun setiap konservator mengetahui teknisnya seperti apa. Dapat dikatakan, yang tidak tertulis adalah pengalaman dan pengetahuan konservator itu sendiri dalam bidang konservasi. Ini yang disebut sebagai tacit knowledge konservator. Pengalaman dan pengetahuan konservator dalam melakukan kegiatan konservasi yang menjadi pegangan merupakan gambaran dimensi tradisi yang kuat, jadi kegiatan konservasi dilakukan karena sudah berjalan sesuai dengan pengalaman individu. Selain itu, dilihat dari sisi konservator, masih ada beberapa konservator yang memiliki masalah kesabaran dan keterampilan dalam kerjanya. Hal tersebut tidak sejalan dengan visi Perpustakaan Nasional RI butir ketiga, yaitu mengembangkan infrastruktur melalui penyediaan sarana dan prasarana serta kompetensi SDM. Terkadang dalam mengerjakan perbaikan naskah ada beberapa konservator yang tidak sabaran dan tidak terampil. Contohnya adalah ketika melakukan menambal dan menyambung, kadang konservator di Perpustakaan Nasional RI cepat menyerah pada naskah yang tingkat kerusakannya sudah parah. Dalam hal keterampilan juga kadang konservator tidak cekatan. Seperti yang dijelaskan oleh Balloffet dan Jenny Hille (2005), dalam kasus ini, konservator Perpustakaan Nasional RI harus diberikan dan memiliki motivasi yang kuat agar ia menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Jika ditinjau dari dimensi nilai dalam mengelola tugas menurut Laksmi, dkk (2010), maka konservator Perpustakaan Nasional RI belum menyanggupi nilai tersebut, khususnya nilai efisiensi dan efektivitas sehingga mereka belum menemukan motivasi yang kuat dalam tugasnya dan belum sanggup untuk menangani naskah yang kerusakannya sudah sangat parah dengan metode yang efisien dan efektif. Lalu ditinjau dari dimensi budaya dalam The Concept of Culture (2009), yaitu dimensi peran mereka
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
sebagai konservator, maka mereka juga belum menyadari peran penting seorang konservator, khususnya konservator naskah sebagai seseorang yang melinduki hasil warisan budaya bangsa yang memiliki nilai yang sangat tinggi dari segi historis maupun kandungan informasinya. Secara garis besar, perkembangan atau perubahan terhadap teknik konservasi naskah terlihat pada teknik laminasi dan fumigasi. Perkembangan atau perubahan pada teknik laminasi terjadi dalam penggunaan alat untuk laminasi dan metode laminasinya itu sendiri. Dalam penggunaan alat laminasi, untuk meratakan perekat atau lem yang digunakan untuk laminasi, Perpustakaan Nasional RI menggunakan karet sandal yang dibentuk sedemikian rupa. Penggunaan karet sandal ini didasari atas ide salah seorang konservator senior pada tahun 1992. Penggunaan karet sandal dinilai lebih efektif karena dengan menggunakan karet sandal tersebut, perekat atau lem menjadi lebih merata dan hasilnya lebih tipis sehingga ketika kering naskah menjadi tidak terlalu kaku. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik budaya dalam The Concept of Culture (2009) bahwa budaya itu dipelajari (culture is learned) dan menyebar, serta menjadi milik bersama (culture is shared). Dalam hal ini, konservator senior mendapatkan manfaat karet sandal untuk laminasi melalui pembelajaran dan menyebarkannya ke rekan konservator lainnya untuk dipraktikkan sehingga menjadi milik bersama. Ditinjau dengan dimensi ide, konservator senior mendapatkan penggunaan karet sandal melalui ide atau pemikirannya. Dipandang dari karakteristik dan dimensi budaya sebagai simbol (culture is symbolic), penggunaan karet sandal juga dapat menunjukkan sebuah simbol teknik konservasi jika dilihat oleh masyarakat luas, dimana kegiatan konservasi yang menggunakan karet sandal menunjukkan atau menyimbolkan sebuah teknik yang dimiliki oleh Perpustakaan Nasional RI. Kemudian dipandang dari segi nilai dalam mengelola tugas menurut Laksmi, dkk (2010), konservator senior tersebut mempercayai bahwa pada saat itu penggunaan karet sandal dinilai sangat efektif, efisien, dan ekonomis. Penggunaan karet sandal mulai dilupakan sejak tahun 2007 setelah salah seorang konservator mengikuti pelatihan ke Malaysia dan mendapatkan anjuran untuk menggunakan kuas dan streamin untuk proses laminasi naskah. Selain itu, juga pernah terjadi kecelakaan ketika menggunakan karet sandal, dimana naskah yang dilaminasi hancur karena tekanan yang diberikan karet sandal tersebut. Hal tersebut membuktikan pernyataan Agrawal (2000) yang menjelaskan bahwa masalah yang sedang dihadapi dalam bidang preservasi dan konservasi adalah sumber daya manusia yang tidak terlatih. Perkembangan atau perubahan itu dapat terjadi dari ide-ide atau pengalaman. Pengalaman konservator tersebut menunjukkan adanya karakteristik budaya sebagai sesuatu yang dipelajari, yaitu budaya sebagai hasil pembelajaran dari pengalaman (kesalahan konservator). Dalam hal ini, dilihat dari dimensi tradisi, penggunaan karet sandal telah menjadi tradisi karena dilakukan dan diikuti setiap konservator secara turun temurun. Hal ini juga sesuai dengan konsep budaya (perpustakaan) ditinjau dari karakteristiknya menurut The Concept of Culture (2009), yaitu culture is a way of life. Istilah culture is a way of life memiliki makna bahwa budaya adalah segala sesuatu yang dimiliki, dipikirkan, dan dilakukan individu dalam suatu komunitas (perpustakaan). Teknik penggunaan sandal ini menjadi milik Perpustakaan Nasional RI dan dilakukan untuk kegiatan laminasi (konservasi). Penggunaan teknik ini didapatkan dari hasil pembelajaran (culture is learned) dari konservator senior pada tahun 1992. Lalu kemudian kembali menggunakan kuas lagi, sesuai dengan karakteristik budaya yang dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu (culture is dynamic). Selain perkembangan atau perubahan yang terjadi pada penggunaan alat untuk laminasi naskah, perkembangan atau perubahan dalam metode atau teknik yang digunakan pada naskah juga
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
terjadi. Seperti yang dijelaskan oleh Sunil dan K. Praveen Kumar dalam Preservation of Library Materials: Problems and Perspective, laminasi merupakan teknik konservasi dengan melapisi kedua sisi kertas pada bahan pustaka (dalam hal ini naskah) dengan menggunakan kertas khusus (tisu Jepang di Perpustakaan Nasional RI) dengan tujuan bahan pustaka menjadi awet dan keasaman yang terjadi pada kertas dapat dihentikan oleh pelapis bahan pustaka tersebut. Pada praktiknya, Perpustakaan Nasional RI juga melakukan laminasi satu sisi pada kondisi tertentu. Hal tersebut bertolak belakang dengan pengertian laminasi bahwa laminasi itu melapisi kedua sisi. Lalu masalah penggunaan karet sandal, dari pernyataan tersebut masih terlihat indikasi penggunaan karet sandal pada kondisi tertentu, seperti untuk naskah yang kertasnya masih kuat kadang masih menggunakan karet sandal pada saat laminasi. Selain laminasi, teknik lain yang juga mengalami perubahan adalah fumigasi. Walaupun perubahan tersebut tidak begitu signifikan, namun cukup memberikan pengaruh jika ditinjau dari dimensi nilai dalam mengelola tugas menurut Laksmi, dkk (2010), yaitu efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan fumigasi. Perkembangan atau perubahan dalam kegiatan fumigasi ada pada penggunaan alat detektor gas yang baru-baru ini diakuisisi oleh pihak Perpustakaan Nasional RI. Terlihat adanya perkembangan atau perubahan dari manual ke otomatis. Dikatakan manual karena sebelumnya pihak Perpustakaan Nasional RI masih menggunakan cara kuno atau tradisional, yaitu menggunakan indra penciuman yang didasari atas feeling atau perasaan dalam menentukan adanya kebocoran gas atau tidak. Lalu untuk mengukur ppm phostoxin juga sebelumnya masih menggunakan cara kuno, yaitu dengan langsung menggunakan phostoxin-nya tanpa mengukur ppm-nya terlebih dahulu. Padahal, seperti yang dikemukakan Harvey (1993) dalam Tamara Susetyo-Salim disajikan dalam materi kuliah Preservasi dan Konservasi Koleksi Perpustakaan dan Arsip, fumigasi juga memiliki resiko yang besar pada kesehatan fumigatornya. Jadi, selama ini pihak Perpustakaan Nasional RI tidak memiliki alat detektor gas dan menggunakan cara manual tersebut selama puluhan tahun yang jelas membahayakan kesehatan fumigator. Selain itu, terlihat adanya pergeseran paradigma dari manual ke otomatis (modern). Suatu perkembangan atau perubahan kadang tidak dapat langsung diterima begitu saja. Perlu adanya suatu adaptasi dan pembuktian agar perkembangan atau perubahan tersebut dapat diterima dengan baik. Seperti adanya pro dan kontra pada kasus perkembangan atau perubahan teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI. Adanya penolakan terhadap perubahan terjadi akibat sulitnya rasa ingin melepaskan tradisi yang sudah melekat bertahun-tahun, dalam hal ini melepaskan teknik yang telah digunakan bertahun-tahun oleh para konservator secara turun-temurun, seperti kasus penggunaan karet sandal. Oleh karena itu, perlu adanya adaptasi dan pembuktian untuk berpindah dari metode yang telah melekat (menggunakan karet sandal) ke metode yang baru (menggunakan kuas). Penggunaan karet sandal telah melekat atau menjadi budaya (tradisi) dalam teknik laminasi naskah. Sebelum pergantian metode tersebut diterima, terjadi proses pembelajaran melalui dimensi nilai menurut Laksmi, dkk (2010), yaitu efektivitas, efisiensi, dan ekonomis sehingga penggunaan kuas dapat diterima sebagai budaya yang baru. Dimensi tradisi yang kuat sangat terlihat dengan adanya sifat konservator yang kesulitan menerima perkembangan atau perubahan baru. Sebagian konservator sudah terikat atau melekat dengan tradisi yang lama sehingga membutuhkan waktu dan pembuktian untuk dapat menerima tradisi yang baru. Selain itu, beban kerja konservator yang tinggi membuat pekerjaan menjadi terhambat. Penolakan terhadap perubahan juga diakibatkan oleh faktor konservator yang hanya terpaku pada rutinitas kerja sehingga ia menganggap teknik yang telah diketahuinya itulah yang menurutnya paling efektif (telah membudaya). Oleh karena itu, konservator harus memiliki
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
wawasan yang luas dan mampu mengikuti perkembangan zaman dengan menerima perkembangan teknik konservasi dan mengikuti perkembangan literatur konservasi. Artinya adalah konservator harus mampu membuka dirinya terhadap perubahan paradigma karena pada dasarnya karakteristik budaya adalah dinamis atau dapat berubah sewaktu-waktu. Perlu adanya kesiapan untuk menghadapi kedinamisan tersebut. 4. KESIMPULAN Karakteristik budaya dari perubahan paradigma teknik konservasi naskah yang terjadi di Perpustakaan Nasional RI adalah culture is learned, shared, dynamic, symbolic dan a way of life. Pada penerapannya, budaya diperoleh melalui dimensi nilai, norma, ide, peran, simbol serta tradisi. Lalu kuatnya dimensi nilai dalam mengelola kegiatan, khususnya nilai kekuasaan (power). Selain itu, dimensi nilai dalam mengelola tugas yang mencakup efisiensi, efektifitas, dan ekonomis kerja. Perkembangan atau perubahan paradigma teknik konservasi naskah yang terjadi di Perpustakaan Nasional RI dipengaruhi oleh konsep budaya tersebut. Penggunaan karet sandal didapatkan melalui pembelajaran konservator senior melalui dimensi ide, kemudian menyebar, serta menjadi milik bersama dan kemudian menjadi tradisi di Perpustakaan Nasional RI dalam melakukan kegiatan laminasi. Dimensi nilai memegang peranan yang sangat penting, khususnya nilai kekuasaan, dimana kegiatan konservasi dan teknik konservasi yang dijalankan bergantung pada lini atas yang memimpin, juga dimensi nilai dalam mengelola tugas kegiatan konservasi, yaitu nilai efisiensi yang menekankan pada tujuan pelaksanaan dan penyelesaian tugas sesuai waktu yang ditetapkan tanpa melihat nilai efektif yang menekankan pada pelaksanaan yang benar. Tacit knowledge konservator yang menjadi pegangan konservator dalam melakukan kegiatan konservasi menggambarkan dimensi tradisi yang kuat. Secara garis besar, karakteristik, serta dimensi budaya, juga sistem nilai dalam organisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan-perkembangan atau perubahan-perubahan paradigma teknik konservasi naskah di Perpustakaan Nasional RI. 5. DAFTAR REFERENSI Agrawal, O.P. (n.d.). Strategic planning for the preservation of manuscripts, books, and documents. Asia Library News, Vol. 3 No. 1. Balloffet, Nelly & Jenny Hille. (2005). Preservation and conservation for libraries and archives. Chicago: American Library Association Chapman, Patricia. (1990). Guidelines on preservation and conservation policies in the archives and libraries heritage. Paris: UNESCO. http://www.coc.fiocruz.br/intrainstitucional/images/stories/informacaoedocumentacao/Guidel ines_on_%20preservation.pdf Dureau, J.M. dan D.W.G. Clements. (1990). Dasar-dasar pelestarian dan pengawetan bahanbahan pustaka. Jakarta : Perpustakaan Nasional. Harvey, Ross. (1992). Preservation in libraries: principle, strategies and practice for librarians. London: Bowker-Saur. Laksmi, dkk. (2010). Manajemen lembaga informasi: teori dan praktik. Depok: FIB UI. National Mission for Manuscripts. (n.d.). Basic minimum standards for conservation of manuscripts. 5 Maret 2013. http://www.namami.org/Conservation.pdf Ndraha, Taliziduhu. (2003). Kybernology (ilmu pemerintahan baru). Jakarta: Rineka Cipta.
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013
Razak, Muhammadin. (1995). Petunjuk teknis pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Reitz, Joan M. ODLIS: Online Dictionary for Library and Information Science. 14 Mei 2013. http://www.abc-clio.com/ODLIS/ Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakan. 10 Desember 2012. http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/peraturan/UU_43_2007_PERPUSTAKAAN.pdf Stake, R. (1995). The art of case study research. Thousand Oaks: Sage. Sugiyono. Metode penelitian pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2010. Salim-Susetyo, Tamara. A. (n.d.). Preservasi & konservasi koleksi perpustakaan dan arsip: berdasarkan buku Ross Harvey, 1991. Sunil, Adupa and K. Praveen Kumar. (July 2009). Preservation of library materials: problems and perspective. DESIDOC Journal of Library & Information Technology, Vol. 29, No. 4, 37-40. The concept of culture. (2009). 16 Mei 2013. http://classes.uleth.ca/200502/anth1000y/PDF%20slides/concept%20of%20culture.pdf
Perubahan Paradigma ..., Rahmad Pratomo, FIB UI, 2013