RANCANGAN SISTEM AUTHORITY CONTROL DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
TRIANI RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancangan Sistem Authority Control Perpustakaan Nasional RI adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Triani Rahmawati NRP G652110105
iii
RINGKASAN
TRIANI RAHMAWATI. Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan JANTI G. SUJANA. Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait, sehingga dapat meningkatkan hasil temu kembali informasi. Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) sebagai lembaga negara yang bertugas di bidang perpustakaan perlu mengembangkan sistem authority control yang efektif yang menjadi bagian dari sistem informasi di Perpusnas RI, yaitu Integrated Library System (INLIS). Sistem authority control ini dapat dijadikan alat atau sarana bagi pustakawan dalam menentukan keseragaman akses pada katalog sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi dan dapat meningkatkan hasil temu kembali informasi. Rancangan sistem authority control dalam penelitian ini menggunakan metode System Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari studi kelayakan, investigasi sistem, analisis sistem, desain sistem, implementasi, review dan maintenance, dan telah selesai sampai tahap implementasi, yaitu pembuatan prototipe untuk penelusuran dan pemasukan data authority yang terdiri dari tajuk subjek, tajuk nama pengarang, dan tajuk badan korporasi. Kata kunci: Authority Control, Referensi Silang, Tajuk Badan Korporasi, Tajuk Nama Pengarang, dan Tajuk Subjek
iv
SUMMARY
TRIANI RAHMAWATI. System Design for Authority Control at National Library of Indonesia. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and JANTI G. SUJANA Authority control is a form of consistent retrieval from a unique term. That term is used as a control and the use of cross reference from unused term but interrelated each other. So, it can improve the result of information retrieval. National Library of Indonesia as an institution that served in the field of library, needs to develop an effective authority control system, namely authority control that is a part of the existing information systems in National Library of Indonesia, Integrated Library System (INLIS). This system can be used as a tool for librarians in determining the uniformity of access to the catalogs, so that there is consistency in determination of the point of access to information to improve the results of information retrieval. The system used to design was the System Development Life Cycle (SDLC) method consisting of feasibility studies, system investigation, system analysis, system design, implementation, review and maintenance. This research had resulted a prototype of the system and generated three tables which were connected each other. The three tables are table of Subject Authority Headings, table of Name Authority Headings, and table of Corporate Body Authority Headings. Each table had function as searching and data entry. Keywords:
Authority Control, Corporate Body Authority Headings, CrossReference, Name Authority Headings, and Subject Authority Headings.
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
RANCANGAN SISTEM AUTHORITY CONTROL DI PERPUSTAKAAN NASIONAL
TRIANI RAHMAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vii
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Ir Abdul Rahman Saleh, MSc
viii
Judul Tesis : Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI Nama : Triani Rahmawati NRP : G652110105
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc Ketua
Ir Janti G. Sujana, MA Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Aziz Kustiyo, SSi MKom.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal ujian: 5 April 2014
Tanggal lulus:
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Februari 2014 ini ialah rancangan sistem, dengan judul Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc dan Ibu Ir Janti G. Sudjana, MA selaku pembimbing, serta Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom sebagai ketua Program Studi MTP. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Abdul Rahman Saleh, MSc selaku penguji luar komisi dan Bapak Drs Ahmad Masykuri, MHum selaku Kepala Bidang Pengolahan Bahan Pustaka yang telah memberi izin untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Sri Mulyani, Suharyanto, Alfa Husna, Abdul Wakhid, Fajar Syuman dan rekan-rekan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka yang telah membantu selama pengumpulan data, serta teman-teman seperjuangan MTP 2011, Pak Ficky, dan rekan-rekan lainnya yang tak bisa disebutkan satu per satu atas doa dan dukungannya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada suami tercinta, Binawan Isnaeni Cahyono, kedua putri tercinta, Candrakanti Rahisna Bramantya dan Naifa Rahisna Al ‘Adawiyah, Ibu dan Bapak serta seluruh keluarga atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014 Triani Rahmawati
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
2
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Basis Teori
3
Sistem Informasi
3
Sistem
3
Konsep Sistem Informasi
3
Sistem Manajemen Basisdata
4
Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem
4
Metode Pengembangan Sistem
5
Relevansi
8
Recall (Perolehan)
9
Precision (Ketepatan)
9
Authority Control
9
Tajuk
10
Perpustakaan
10
Perpustakaan Nasional RI
10
Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI
11
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
13
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
13
MARC
14
Format Authority Records
14
Subjek dan Objek Penelitian
15
xi
3
4
5
Teknik dan Peralatan
15
Roadmap Penelitian
15
METODE
15
Kerangka Pemikiran
15
Prosedur Penelitian
16
Teknik Pengumpulan Data
18
Teknik Pengolahan Data
18
Waktu Penelitian
18
Tempat Penelitian
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Investigasi Sistem
19
Permasalahan
19
Analisis Studi Kelayakan
20
Kelayakan Teknologi
20
Kelayakan Ekonomi
21
Kelayakan Hukum
23
Kelayakan Waktu
24
Analisis Sistem
25
Analisis Kebutuhan Fungsional
25
Analisis Kebutuhan Nonfungsional
25
Analisis Kebutuhan Sistem
26
Desain Sistem
28
Diagram Konteks
29
Alur kerja
30
Data Flow Diagram
36
Hubungan Antar Tabel (Entity Relationship Diagram)
38
Penetapan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
40
Desain Antarmuka
40
Prototipe
44
SIMPULAN DAN SARAN
48
Simpulan
48
Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
49
xii
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
Tahapan pengembangan sistem Nilai penghematan Kebutuhan fungsional dan nonfungsional Kerangka kerja PIECES Perbedaan sistem lama dan sistem baru
21 22 25 27 48
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur penelitian Gambar 2 Diagram konteks (level 0) Perpusnas RI Gambar 3 Alur kerja pengolahan sistem berjalan Gambar 4 Alur kerja Authority Control sistem berjalan Gambar 5 Alur kerja pengolahan sistem diusulkan Gambar 6 Alur kerja Authority Control sistem diusulkan Gambar 7 DFD manipulasi data Gambar 8 DFD edit data Gambar 9 DFD tambah data Gambar 10 DFD hapus data Gambar 11 DFD validasi data Gambar 12 ERD input data bibliografis Gambar 13 ERD manipulasi data tajuk nama pengarang Gambar 14 ERD manipulasi data tajuk subjek Gambar 15 ERD manipulasi data tajuk badan korporasi Gambar 16 Desain antarmuka menu utama Gambar 17 Desain antarmuka menu penelusuran Gambar 18 Desain antarmuka menu input data Gambar 19 Desain antarmuka menu input tajuk subjek Gambar 20 Desain antarmuka menu input tajuk nama pengarang Gambar 21 Desain antarmuka menu input tajuk badan korporasi Gambar 22 Prototipe menu utama Gambar 23 Prototipe menu penelusuran Gambar 24 Prototipe menu input data Gambar 25 Prototipe menu input tajuk subjek
17 29 31 32 33 35 36 36 37 37 38 38 39 39 39 41 41 42 42 43 43 45 45 46 46
xiii
Gambar 26 Prototipe menu input tajuk nama pengarang Gambar 27 Prototipe menu input tajuk badan korporasi
47 47
DAFTAR LAMPIRAN 1 Jadwal Penelitian 62 2 Contoh-contoh Permasalahan dalam Sistem Authority Control Sistem Berjalan 63
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu hal penting yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah perpustakaan adalah adanya proses temu kembali informasi, yang secara spesifik juga akan menyangkut penelusuran informasi. Temu kembali informasi sendiri merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai (SulistyoBasuki 1991). Salah satu teknik dalam penelusuran informasi adalah melalui indeks, yaitu daftar istilah yang disusun secara alfabetis. Ada bermacam-macam jenis indeks, misalnya indeks judul, nama pengarang, subjek, badan korporasi, dan sebagainya. Istilah-istilah yang digunakan dalam indeks harus mengikuti standar, sehingga proses penelusuran informasi dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tepat. Kegiatan menetapkan, membuat, dan menggunakan istilah standar yang dipakai dalam katalog perpustakaan beserta acuannya disebut authority control (Hariyadi 1986). Authority control merupakan bagian integral dari proses katalogisasi, yaitu suatu proses menjaga konsistensi bentuk nama atau subjek dari sebuah karya yang digunakan sebagai titik akses dalam katalog (Wolverton, 2006). Authority control menciptakan struktur sintetis yang memandu pemustaka mencari informasi yang dibutuhkan. Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross-reference dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Dua konsep itulah yang menjadi pilar authority control. Marais (2004) menyebutkan bahwa tanpa authority control proses pencarian informasi di perpustakaan tidak akan efektif. Ferguson (2005) juga menyebutkan bahwa penelusuran melalui pengarang dan subjek tidak akan efisien jika tidak ada fungsi cross-reference dan konsistensi dalam penentuan istilah. Fungsi cross-reference dan konsistensi ini merupakan keunggulan dari authority control, sehingga pada saat pengguna melakukan penelusuran dengan istilah yang berlainan/ memiliki arti yang sama tetapi bukan merupakan istilah kendali, maka akan diarahkan pada subjek yang merupakan istilah kendali. Hal ini akan membuat temu kembali informasi menjadi semakin efisien. Authority control juga merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses pada katalog dan untuk memberikan identitas yang jelas dari penulis dan subjek, sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi. Jadi, authority control tidak hanya bermanfaat bagi pemustaka dalam penelusuran informasi, tetapi juga bermanfaat bagi pustakawan dalam penentuan titik akses informasi. Kedua manfaat itulah yang menjadi konsep authority control yang efektif. Kemajuan teknologi komputer selama beberapa dekade terakhir telah membuat auhority control lebih mudah dan lebih efisien untuk diterapkan di perpustakaan. Authoity control yang terintegrasi dengan OPAC (Online Access Public catalog) dapat mengarahkan pemustaka secara otomatis dari bentuk awal atau bentuk alternatif dari nama, judul, seri, atau subjek pada satu istilah kendali. Agar informasi yang
2
dihasilkan akurat, maka data yang terdapat pada pangkalan data authority control harus tervalidasi, sehingga proses pencarian informasi dapat berjalan secara maksimal. Saat ini, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) telah mempunyai sistem authority control yang menjadi bagian dalam sistem pengolahan bahan perpustakaan. Akan tetapi, sistem authority control yang ada belum terintegrasi ke pangkalan data OPAC, sehingga proses penelusuran informasi belum berjalan secara efektif. Oleh karena itulah, Perpusnas RI perlu mengembangkan sistem authority control yang efektif, yang terintegrasi dengan pangkalan data bibliografis dan pangkalan data OPAC, sehingga dapat membantu pustakawan dalam menentukan titik akses informasi dan membantu pemustaka dalam proses penelusuran informasi.
Perumusan Masalah Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Belum tersedianya sistem yang dapat menjadi akses bagi pustakawan dalam menentukan bentuk tajuk yang standar 2. Belum terintegrasinya OPAC Perpusnas RI dengan pangkalan data authority sehingga penelusuran informasi tidak berjalan secara efektif 3. Belum adanya validasi dalam pangkalan data authority, sehingga masih terdapat kesalahan dan duplikasi data Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem authority control yang efektif untuk proses pengolahan bahan perpustakaan dan meningkatkan hasil temu kembali informasi dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan di Perpusnas RI.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Tersedianya rancangan sistem yang efektif dalam pengendalian istilah sehingga terdapat konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan di Perpusnas RI. 2. Terintegrasinya sistem authority control dengan pangkalan data OPAC sehingga dapat meningkatkan hasil temu kembali informasi dalam layanan jasa perpustakaan.
3
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah merancang sistem authority control yang efektif di Perpusnas RI yang dikelola di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Sistem authority control yang akan dikembangkan ini merupakan bagian dari sistem informasi yang ada di Perpusnas RI, yaitu Integrated Library System (INLIS) yang terdiri dari akuisisi (pengadaan), pengolahan, penelusuran (OPAC), sirkulasi, dan keanggotaan. Tahapan dalam penelitian ini meliputi investigasi sistem, analisis sistem, desain sistem, dan prototipe.
2 TINJAUAN PUSTAKA Basis Teori Sistem Informasi Sistem informasi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang memiliki komponen-komponen yaitu sistem, konsep sistem informasi, manajemen basisdata, prinsip-prinsip pengembangan sistem, dan metode pengembangan sistem. Sistem Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan (McLeod 2008). Sistem merupakan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk suatu totalitas (KBBI daring Kamus Besar Bahasa Indonesia). Suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang sumber dayanya mengalir dari elemen input melalui elemen transformasi menuju elemen output. Sistem merupakan suatu mekanisme kontrol memantau proses transformasi untuk meyakinkan bahwa elemen tersebut memenuhi tujuannya. Mekanisme kontrol ini dihubungkan pada arus sumber daya dengan memakai suatu lingkaran umpan balik yang mendapatkan informasi dari output sistem dan menyediakan informasi bagi mekanisme kontrol (McLeod 2008). Konsep Sistem Informasi Menurut Laudon (2004) suatu informasi merupakan data yang telah diolah ke dalam suatu bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata atau berupa nilai yang dapat dipahami sebagai penunjang bagi keputusan saat ini maupun yang akan datang. Informasi menunjukkan hasil dari pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna bagi orang yang menerimanya. Sedangkan menurut Jogiyanto (2010) sistem informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi untuk mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Jadi sistem informasi diperlukan untuk mendukung proses bisnis organisasi dalam mencapai tujuannya. Sistem informasi adalah
4
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi untuk mencapai tujuannya. Sistem informasi terdiri dari perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), jaringan (netware), data (dataware), dan manusia (brainware). Sistem Manajemen Basisdata Basisdata adalah kumpulan data yang saling berhubungan, yang menggambarkan kegiatan atau kejadian dalam suatu organisasi dan dibuat untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan utama dari konsep basisdata adalah untuk meminimalkan terjadinya pengulangan data dan kemampuan untuk membuat perubahan dalam struktur data tanpa perubahan pada program yang memproses data. Kumpulan data perlu dikelola oleh sebuah sistem agar dapat diakses dengan praktis dan efisien. Sistem basisdata adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan kumpulan data yang saling berhubungan satu dengan lainnya dan membuatnya dalam beberapa aplikasi yang beragam di dalam organisasi (Fathansyah 2007). Sistem Manajemen Basisdata (Data Base Management System/ DBMS) adalah perangkat lunak sistem yang memungkinkan para pemakai membuat, memelihara, mengontrol, dan mengakses basisdata dengan cara praktis dan efisien. DBMS dapat digunakan untuk mengakomodasikan berbagai macam pemakai yang memiliki kebutuhan akses yang berbeda-beda. DBMS pada umumnya menyediakan fasilitas atau fitur-fitur yang memungkinkan data dapat diakses dengan mudah, aman, dan cepat. Menurut Fathansyah (2007), DBMS akan menentukan bagaimana data diorganisasikan, disimpan, diubah, diambil kembali, pengaturan mekanisme pengamanan data, mekanisme pemakaian data secara bersama, keakuratan/ konsistensi data, dan sebagainya. DBMS berguna untuk memelihara koleksi data yang dapat dipakai secara bersama, membentuk hubungan antardata, meminimalkan data yang berlebihan (redundancy), menyediakan cara pencarian data dan pengawasan terhadap penyimpanan data, menyediakan data lengkap untuk pembuatan laporan serta memungkinkan pengembangan aplikasi. DBMS sangat bermanfaat bagi organisasi yang telah menerapkan sistem informasi dalam proses bisnisnya. Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem Pengembangan sistem informasi (information system development) dapat berupa penyusunan sistem informasi yang benar-benar baru atau memperbaiki atau menyempurnakan sistem yang telah ada (Curtis dalam Silaban 2004). Secara umum suatu sistem perlu diganti dan disempurnakan karena alasan-alasan sebagai berikut (Jogiyanto 2010): 1) Adanya permasalahan-permasalahan yang dijumpai pada sistem yang lama, antara lain: a. Ketidakberesan, berupa pencatatan data yang tidak akurat, informasi yang sering terlambat, sukar diperoleh saat dibutuhkan, ketidakefisienan operasi serta ketidakamanan data yang mengakibatkan permasalahan akses data. b. Pertumbuhan organisasi, yaitu suatu organisasi berkembang dan memerlukan otomatisasi pemrosesan data sehingga proses dalam organisasi berjalan dengan cepat dan akurat. Selain itu diperlukan juga suatu cara tertentu sehingga data yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dapat diperoleh secara cepat. 2)
5
Untuk meraih kesempatan-kesempatan, karena teknologi informasi dapat digunakan untuk penyediaan informasi secara tepat. Kecepatan penghantaran informasi sangat menentukan berhasil tidaknya strategi atau rencana-rencana yang telah disusun untuk meraih kesempatan-kesempatan. 3) Adanya instruksi-instruksi (directives), yakni penyusunan sistem yang baru oleh karena adanya instruksi dari pimpinan atau pun dari luar organisasi seperti peraturan pemerintah. Pengembangan sistem yang baru diharapkan menghasilkan suatu peningkatan dalam organisasi. Peningkatan tersebut berhubungan dengan kinerja, informasi yang diperoleh, ekonomi, pengendalian, efisiensi, serta pelayanan sistem yang baru. Salah satu prinsip yang harus diingat dalam pengembangan sistem adalah bahwa sistem yang dikembangkan tersebut adalah untuk manajemen, maka yang menggunakan informasi dari sistem itu adalah manajemen, sehingga sistem harus dapat mendukung kebutuhan yang diperlukan oleh manajemen. Secara umum dalam mengembangkan sistem ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi. Whitten (2007) mengusulkan beberapa prinsip pengembangan sistem yaitu: 1) Pengembangan sistem harus melibatkan pemilik dan pemakai yang akan menggunakan sistem tersebut, karena pemilik dan pengguna sistem merupakan kebutuhan mutlak dalam keberhasilan pengembangan sistem. 2) Pengembangan sistem menggunakan problem solving approach. Pendekatan ini dilakukan sepanjang dapat meminimalkan risiko yang terjadi melalui pembatasan dari pemecahan suatu masalah, ketidaktepatan dalam pemecahan masalah serta pengambilan solusi yang salah. 3) Pengembangan sistem harus melalui sejumlah tahap kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengelola dan peningkatan efektifitas. 4) Pengembangan sistem harus mengikuti standar untuk menjaga konsistensi pengembangan dan dokumen standardisasi, juga menjamin kualitas produk dan proses dari pengembangan sistem. 5) Pengembangan sistem sebagai penanaman modal, manfaat yang diperoleh dari sistem harus lebih dari investasi yang dikeluarkan. 6) Pengembangan sistem harus memiliki cakupan yang jelas, hal ini dilakukan untuk menghindari pekerjaan yang tidak berkesudahan. 7) Pembagian sistem ke dalam sejumlah subsistem sehingga mempermudah pengembangan sistem. 8) Pengembangan sistem harus fleksibel sehingga mudah untuk dikembangkan lagi dan diubah sesuai kebutuhan. Metode Pengembangan Sistem Metode pengembangan sistem informasi yang sederhana dan paling sering digunakan atau paling populer adalah metode pendekatan System Development Life Cycle (McLeod 2008). System Development Life Cycle (SDLC) merupakan penyusunan suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama dengan atau memperbaiki sistem yang sudah ada melalui tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan SDLC menurut Avison dan Fitsgerald (2006): 1. Studi Kelayakan Studi Kelayakan adalah suatu tinjauan sekilas pada faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem tersebut ada empat faktor (Avison dan Fitsgerald 2006):
6
a. Kelayakan teknologi: dapat didukung oleh teknologi yang tersedia dan ada keahlian yang memadai untuk membangun sistem tersebut. Secara teknis, pengembangan sistem authority control ini dinilai layak karena teknologi yang tersedia dapat dengan mudah diaplikasikan pada pengembangan sistem ini. b. Kelayakan ekonomi: secara finansial terjangkau dan biaya yang dibenarkan serta erat kaitannya dengan analisis biaya dan manfaat. Biaya yang diperlukan dalam pengembangan sistem authority control ini relatif terjangkau karena tidak memerlukan biaya pengadaan. Perangkat keras dan perangkat lunak yang sudah ada sesuai dengan pengembangan sistem yang akan dilakukan. Biaya yang harus dipersiapkan yaitu biaya proyek mulai dari pengembangan sistem hingga penerapannya dan biaya pemeliharaan sistem. Manfaat yang diperoleh dengan sistem ini sangat besar, yaitu memudahkan pustakawan dalam bekerja dan mempermudah proses penelusuran informasi. Biaya dalam pengembangan sistem ini relatif terjangkau dan manfaat yang diperoleh juga besar, maka pengembangan sistem ini perlu segera dilakukan. c. Kelayakan hukum: tidak melanggar hukum yang berlaku, baik hukum yang ditetapkan pemerintah maupun aturan yang berlaku di organisasi. Proyek sistem yang akan dikembangkan ini tidak melanggar hukum yang berlaku karena menggunakan software yang legal, yaitu Windows. Selain kelayakan hukum dari sisi software, sistem ini juga layak secara hukum karena Perpusnas RI adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpusnas RI dalam melaksanakan fungsinya berwenang untuk
menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan, salah satunya adalah pengelolaan tajuk otoritas. Pengelolaan tajuk otoritas yang terdiri dari tajuk nama pengarang, badan korporasi, dan subjek telah sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pasal 55 ayat (d) yaitu Bidang Pengolahan Bahan Pustaka menyelenggarakan fungsi penyusunan, pelaksanaan, dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan korporasi, dan subjek. Pedoman yang digunakan dalam pengelolaan tajuk otoritas telah berkekuatan hukum, karena menggunakan pedoman yang berstandar internasional, seperti Anglo American Cataloging Rules (AACR) dan Library of Congress Subject Headings. d. Kelayakan waktu: berhubungan dengan waktu yang ditetapkan untuk pengembangan sistem. Kelayakan waktu digunakan untuk menentukan pengembangan sistem authority control ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran berjalan. 2. Investigasi Sistem Investigasi sistem dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap sistem informasi yang ada dalam organisasi. Tahap ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sistem yang besar menjadi subsistem serta membuat
7
suatu pengembangan sistem yang baru yang sesuai dengan rencana strategi dari suatu organisasi. 3. Analisis Sistem Tahap ini merupakan tahap analisis informasi dari segi permasalahan dan peluang yang ada dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap proses yang dilakukan, data yang dimasukkan, diolah dan dihasilkan oleh sistem yang lama. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar pengembangan model dari sistem baru. Proses analisis terhadap sistem meliputi: a. Survei terhadap sistem yang ada Survei ini bertujuan untuk memperoleh pengertian dari aspek operasional sistem, melihat hubungan kerja pengguna yang terlibat dalam sistem, mengumpulkan data yang penting untuk pengembangan sistem, serta mengidentifikasi permasalahan secara spesifik. Informasi di atas diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, kuesioner, dan telaah dokumen. b. Identifikasi kebutuhan informasi Analisis difokuskan pada pengambil keputusan sebagai pemakai informasi. Adapun kerangka kerja yang digunakan adalah kerangka kerja PIECES (Whitten 2007) untuk menganalisis hal-hal sebagai berikut: 1) Performance: kebutuhan untuk meningkatkan kinerja 2) Information: kebutuhan untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas informasi dan data 3) Economic: kebutuhan untuk menekan biaya ekonomis dan pengendalian 4) Control: kebutuhan untuk meningkatkan pengendalian dan keamanan 5) Efficiency: kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi 6) Services: kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan pegawai c. Identifikasi kebutuhan sistem Analis terlibat dalam pembuatan spesifikasi kebutuhan sistem mulai dari input, proses, dan output sistem. Kebutuhan input satu subsistem menghasilkan output yang dapat sebagai input subsistem yang lain. Analis mengumpulkan dokumentasi dari sistem yang ada (existing system) dan menganalisis sistem tersebut. d. Laporan analisis terhadap sistem Laporan berupa kegiatan tahap analisis dalam bentuk dokumentasi yang merupakan tahap akhir dari analisis sistem. 4. Desain Sistem Tahap perancangan sistem dimulai dari telaah logis yang diperoleh dari analisis sistem kemudian diterjemahkan ke dalam rancangan model logis sistem baru. Ada beberapa cara untuk menerjemahkan model logis ke dalam desain fisik, di antaranya bagaimana penyimpanan data tersebut apakah disimpan dalam dokumen atau dalam bentuk basisdata, kemudian proses komputerisasi yang dilakukan apakah online atau tidak, sehingga akan timbul beberapa alternatif desain yang dibuat dalam bentuk diagram aliran data. Selanjutnya ditentukan batasan otomasinya untuk membedakan
8
mana proses yang masih manual dan proses yang diotomasi oleh sistem yang baru. Setelah rancangan model logis sistem selesai dilakukan, tahap berikutnya adalah merancang fisik sistem baru yang terdiri dari (Lucas 1994 dalam Kendall 1998): a. Rancangan proses berupa penentuan perangkat keras dan lunak dari proses utama b. Rancangan modular untuk mempermudah penulisan dan pengujian program dengan menggunakan hierarchical structure chart c. Rancangan penyimpanan data melalui sistem file atau basisdata d. Rancangan masukan dan keluaran berupa rancangan interface pemakai seperti: rancangan layar, kontrol, panduan pemakai. Di samping itu juga terdapat laporan dan dokumen masukan yang sesuai dengan layar e. Spesifikasi sistem berupa spesifikasi lengkap dari masukan, keluaran dan penyimpanan data 5. Implementasi Pada tahap ini sistem secara fisik telah dibuat, kemudian dilakukan penulisan program, penginstalan dan penggantian sistem baru yang perangkat kerasnya telah tersedia dan sudah terpasang dengan baik dan sudah dibuat basisdatanya. Pada tahap ini juga dilakukan pelatihan terhadap pemustaka termasuk penyesuaian terhadap sistem yang baru. 6. Review dan Maintenance Tahap ini dilakukan untuk menilai keberhasilan suatu proyek berupa keefektifan dari sistem yang baru dikembangkan, perkiraan biaya, ketepatan waktu pelaksanaan proyek, dan bagaimana biaya pemeliharaannya. Sistem yang baru tersebut harus lebih baik dari sistem yang lama, mudah digunakan, dan cukup fleksibel untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Relevansi Secara umum, arti dari relevansi adalah kecocokan. Relevan adalah bersangkut paut, berguna secara langsung (kamus bahasa Indonesia). Relevansi berarti kaitan, hubungan (kamus bahasa Indonesia). Menurut Green (1995), relevansi ialah sesuatu sifat yang terdapat pada dokumen yang dapat membantu pengarang dalam memecahkan kebutuhan akan informasi. Dokumen dinilai relevan bila dokumen tersebut mempunyai topik yang sama, atau berhubungan dengan subjek yang diteliti. Relevansi merupakan sejumlah informasi terpanggil dalam sebuah pencarian pada koleksi perpustakaan atau sumber lainnya, seperti katalog online atau basis data bibliografi, di mana informasi yang diberikan sesuai dengan subjek pada query dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Reitz 2004). Secara fitrahnya, perpustakaan dan sistem informasi berkutat dengan persoalan relevansi. Kata “relevansi” itu sendiri datang dari orang-orang sistem, terutama orang-orang yang mendalami information retrieval. Seperti yang dikatakan Ranganathan tentang ‘every book its reader’. Jadi jelas bahwa setiap orang punya
9
buku yang cocok untuknya. Secara lebih spesifik, persoalan relevansi yang berkaitan dengan ketepatan pencarian dikenal dengan ukuran recall dan precision. Recall (Perolehan) Recall merupakan istilah yang digunakan untuk dokumen terpanggil yang relevan dengan pertanyaan (query) yang dimasukkan pengguna dalam suatu sistem temu balik informasi. Chowdhury (1999) menyatakan bahwa recall berhubungan dengan kemampuan suatu sistem temu balik dalam menemukan dokumen yang relevan. Hal ini berarti bahwa recall adalah bagian dari proses temu balik informasi yang dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat efektivitas suatu sistem temu balik informasi. “Recall berhubungan dengan kemampuan sistem untuk memanggil dokumen yang relevan, sedangkan ketepatan (precision) berkaitan dengan kemampuan sistem untuk tidak memanggil dokumen yang tidak relevan” (Hasugian 2006). Precision (Ketepatan) Recall sebenarnya sulit diukur karena jumlah seluruh dokumen yang relevan dalam database sangat besar. Oleh karena itu precisionlah yang biasanya menjadi salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai keefektifan suatu sistem temu balik informasi (Hasugian 2006). Precision adalah jumlah kelompok dokumen relevan dari total jumlah dokumen yang ditemukan oleh sistem (Hardi 2006). Precision juga merupakan cara mengukur tingkat efektivitas sistem temu balik informasi. Authority Control Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Menurut Hariyadi (1986), authority control adalah suatu proses yang meliputi kegiatan menetapkan, membuat, dan menggunakan jajaran kendali, yaitu suatu jajaran tajuk atau titik cari yang otoritasnya terpercaya. Authority control juga merupakan proses kegiatan pengawasan kebijaksanaan pemilihan dan penentuan tajuk yang dipakai dalam katalog perpustakaan, beserta jaringan acuannya. Jadi, authority control bertujuan untuk meningkatkan temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentukbentuk tajuk yang digunakan untuk mengidentifikasi pengarang, nama tempat, judul seragam, seri, dan subjek (Elvina 2008 dalam Fardhiyah 2011). Authority control adalah alat yang digunakan pustakawan dalam menentukan bentuk-bentuk tajuk, seperti tajuk nama, badan korporasi, dan tajuk subjek. Authority control membuat keseragaman akses dalam records bibliografi, sehingga identifikasi tajuk pengarang dan subjek menjadi jelas. Authority control menyediakan acuan bagi pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkan (LC Authorities 2012). Pengguna authority control (Marais 2004), yaitu: 1. Kataloger, 2. staf akuisisi, 3. pustakawan referensi, 4. pengguna perpustakaan, 5. pengguna lainnya, antara lain: arsiparis dan pengembang software perpustakaan.
10
Tajuk Tajuk (heading) adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog yang digunakan sebagai dasar pembuatan katalog. Tajuk entri dalam sebuah katalog dapat berupa nama orang, lembaga (badan korporasi), atau subjek. Ada ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang harus diikuti oleh para pengatalog dalam menentukan tajuk pada sebuah tajuk entri agar tidak terjadi kerancuan. Sampai saat ini The Anglo American Cataloging Rules (AACR) adalah buku pegangan yang masih relevan untuk dipakai para pengatalog sebagai acuan dalam menentukan deskripsi bahan perpustakaan. Tajuk entri utama yang terdapat pada bagian utama (heading) dalam deskripsi katalog akan memudahkan pemustaka dalam mengenali bahan perpustakaan yang dikehendaki. Perpustakaan Bagi banyak orang bila mendengar istilah perpustakaan, dalam benak mereka akan tergambar sebuah gedung atau ruangan yang dipenuhi rak buku. Anggapan tersebut tidaklah selalu salah karena bila dikaji lebih lanjut, kata dasar perpustakaan adalah pustaka. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, dikenal dengan library yang berasal dari kata Latin liber atau libri artinya buku, yang kemudian terbentuklah istilah librarius yang artinya tentang buku. Perpustakaan dalam bahasa asing lainnya (Belanda) disebut juga sebagai bibliotheek, (Jerman) bibliothek, (Perancis) bibliotheque, (Spanyol) bibliotheca, dan (Portugis) bibliotheca. Semua istilah itu berasal dari kata biblia dari bahasa Yunani artinya tentang buku, kitab. Jadi, semua istilah perpustakaan, library, dan bibliotheek selalu dikaitkan dengan buku atau kitab (Sulistyo-Basuki 1991). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dibuatkan batasan tentang pengertian perpustakaan itu sendiri, yaitu sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Buku dan terbitan lainnya di sini termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran musik, berbagai karya media audio visual seperti film, slide, kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofis (Sulistyo-Basuki 1991). Menurut UndangUndang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan Nasional RI Definisi Perpusnas RI menurut Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, pasal 1, butir 5 adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Lembaga ini berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring
11
perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Kedudukan Perpustakaan Nasional RI adalah sebagai berikut (Perpusnas RI 2012): 1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, (yang selanjutnya dalam SK Kaperpusnas No.03/2001 disingkat Perpusnas RI) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen; 2. Perpustakaan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden yang dalam pelaksanaan tugas operasionalnya dikoordinasikan oleh Menteri Pendidikan Nasional; 3. Perpustakaan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perpustakaan Nasional RI memiliki visi yaitu pemberdayaan potensi perpustakaan dalam meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Selain itu misi Perpustakaan Nasional RI yaitu membina, mengembangkan, dan mendayagunakan semua jenis perpustakaan, melestarikan bahan pustaka (karya cetak dan karya rekam) sebagai hasil budaya bangsa, dan menyelenggarakan layanan perpustakaan (Perpusnas RI 2012). Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI Berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional No. 3 Tahun 2001 Tentang Organsisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional RI adalah sebagai berikut: Tugas dan Fungsi Perpustakaan Nasional RI adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpustakaan Nasional RI dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi (Perpusnas RI 2012): 1. Mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang perpustakaan 2. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan Nasional 3. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan Nasional 4. menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga Dalam menyelenggarakan fungsinya Perpustakaan Nasional RI mempunyai kewenangan: 1. Menyusun rencana nasional secara makro, di bidang perpustakaan 2. merumuskan kebijakan di bidang perpustakaan untuk mendukung pembangunan secara makro
12
3. menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan 4. kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: a. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang perpustakaan b. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya Perpustakaan Nasional RI dipimpin oleh seorang kepala dan mempunyai 3 unit kerja eselon 1, yaitu Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, dan Sekretariat Utama, serta 9 unit kerja eselon 2 dengan susunan organisasinya sebagai berikut: Kepala Perpustakaan Nasional RI 1. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi a. Direktorat Deposit Bahan Pustaka 1) Sub Direktorat Deposit 2) Sub Direktorat Bibliografi b. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka 1) Bidang Pengolahan Bahan Pustaka 2) Bidang Akuisisi c. Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi 1) Bidang Layanan Koleksi Umum 2) Bidang Layanan Koleksi Khusus 3) Bidang Kerjasama Perpustakaan dan Otomasi d. Pusat Preservasi Bahan Pustaka 1) Bidang Konservasi 2) Bidang Reprografi 3) Bidang Transformasi Digital 2. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan a. Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca 1) Bidang Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus 2) Bidang Pengembangan Perpustakaan Sekolah dan Perguruan Tinggi 3) Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca b. Pusat Pendidikan dan Pelatihan 1) Bidang Program dan Evaluasi Pelatihan 2) Bidang Penyelenggaraan Pelatihan c. Pusat Pengembangan Pustakawan 1) Bidang Akreditasi Pustakawan 2) Bidang Pengkajian dan Pengembangan Pustakawan 3. Sekretariat Utama a. Biro Umum 1) Bagian Kepegawaian 2) Bagian Keuangan 3) Bagian Tata Usaha
13
b. Biro Hukum dan Perencanaan 1) Bagian Perencanaan 2) Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka mempunyai tugas melaksanakan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan pustaka. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi: 1. Pelaksanaan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan pustaka; 2. Pelaksanaan distribusi dan tukar-menukar bahan pustaka. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka terdiri dari: 1. Bidang Akuisisi 2. Bidang Pengolahan Bahan Pustaka Bidang Pengolahan Bahan Pustaka Bidang Pengolahan Bahan Pustaka di Perpusnas RI adalah unit kerja eselon 3 di bawah Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, yang mempunyai tugas melaksanakan pengolahan bahan pustaka. Bidang Pengolahan Bahan Pustaka dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi: 1. Pelaksanaan katalogisasi, klasifikasi, dan pascakatalogisasi bahan pustaka; 2. Pelaksanaan verifikasi bahan pustaka; 3. Pemasukan data ke pangkalan data; 4. Penyusunan, pelaksanaan dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan korporasi, dan subjek. Bidang Pengolahan Bahan Pustaka mempunyai 8 kelompok kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Kelompok Kerja Monograf 2. Kelompok Kerja Audio Visual 3. Kelompok Kerja Foto 4. Kelompok Kerja Peta 5. Kelompok Kerja E-Resources 6. Kelompok Kerja Tajuk Otoritas 7. Kelompok Kerja Pengelolaan Pedoman Pengolahan 8. Kelompok Kerja Aplikasi Fisik Setiap kelompok kerja mempunyai tugas pokoknya masing-masing. Salah satu tugas pokok Kelompok Kerja Tajuk Otoritas adalah melakukan pengendalian tajuk otoritas semua jenis bahan pustaka, dan salah satunya adalah mengelola authority control Perpusnas RI. Berikut ini adalah rincian tugas Kelompok Kerja Tajuk Otoritas: 1. Menyusun program pengelolaan tajuk otoritas, 2. melakukan pengendalian tajuk otoritas semua jenis bahan pustaka,
14
3. mengumpulkan data untuk pengembangan pengolahan dan penyusunan tajuk pengarang, tajuk subjek, tajuk geografi, tajuk seragam dan tajuk badan korporasi, 4. melakukan kajian, pembahasan permasalahan, memberikan bimbingan dan konsultasi tentang tajuk otoritas, 5. melakukan kerjasama dan koordinasi dengan kelompok lain atau unit kerja lain, 6. mengkoordinir pendalaman materi berkaitan dengan tajuk otoritas. Semua kegiatan pengolahan di Bidang Pengolahan Bahan Perpustakaan sudah automatisasi, dan menggunakan standar MARC dalam proses pengatalogannya. MARC Machine Readable Cataloging (MARC) adalah standar untuk komunikasi data katalog di dunia perpustakaan dan informasi. Pada dasarnya, MARC adalah format data (atau lebih tepatnya: sekumpulan format data) yang memungkinkan pertukaran data katalog atau data lainnya yang terkait antarsistem-sistem perpustakaan yang memakai komputer (Pendit 2008). Standar metadata katalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress (LC), format LC MARC ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data bibliografis bahan perpustakaan ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Konsep ini dipakai oleh berbagai negara termasuk Indonesia yang menggunakan MARC yang disebut INDOMARC. INDOMARC mempunyai kelompok tengara yang merupakan kumpulan ruas tidak tetap yang fungsinya sama. Setiap nomor tengara dimulai dengan angka yang sama, dan setiap kelompok tengara mencerminkan bagian tertentu dari cantuman katalog. Berikut ini daftar tengara dengan XX adalah nilai angka di antara 00-99 (Perpusnas RI 2006): 1. 0XX Informasi kendali dan identifikasi, termasuk nomor standar, nomor klasifikasi dan nomor panggil. 2. 1XX Entri utama. 3. 2XX Judul dan paragraf judul (judul, edisi, impresum). 4. 3XX Deskripsi fisik, dan sebagainya. 5. 4XX Pernyataan seri. 6. 5XX Catatan. 7. 6XX Entri tambahan subjek. 8. 7XX Entri tambahan selain dari subjek atau seri. 9. 8XX Entri tambahan seri. Format Authority Records Format authority records, merupakan pengembangan format MARC yang dikhususkan untuk authority control. Format yang ditetapkan oleh UNIMARC ini berfungsi untuk menghubungkan data dari pangkalan data authority dengan pangkalan data bibliografis. MARC authority berbeda dengan MARC bibliografis, MARC authority dirancang untuk mengarahkan pengguna kepada bentuk atau istilah kendali yang digunakan dalam sistem, baik nama pengarang, subjek, atau subdivisi dari subjek. MARC authority menjadi akses untuk menemukan bentuk atau istilah baku yang digunakan, sehingga pengguna dapat menemukan informasi yang dimaksud.
15
Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah pustakawan dan pemustaka sedangkan objek penelitiannya adalah data-data bibliografis dan daftar tajuk.
Teknik dan Peralatan Teknik dan peralatan yang digunakan selama penelitian adalah perangkat komputer yang terhubung dengan internet, Daftar Tajuk Perpusnas RI, Library of Congress Subject Headings, Sears List Subject Headings, INDOMARC, dan pedoman-pedoman lain yang digunakan dalam menentukan bentuk-bentuk tajuk.
Roadmap Penelitian Penelitian mengenai online databases dalam penelusuran informasi yang pernah dilakukan antara lain oleh Odini (1997). Odini mencoba membandingkan kinerja beberapa sumber manual dan online, dan hasilnya bahwa penelusuran melalui online mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan pencarian secara manual. Penelitian mengenai authority control sendiri pernah dilakukan oleh Lovins (2008) yang menyebutkan perlu adanya kerjasama internasional yang menangani authority control, dengan dibentuknya Virtual International Authority File (VIAF) untuk meminimalisasi ketidakkonsistenan dalam hal penulisan nama orang atau lembaga dan ketepatan subjek sebagai titik akses pada perpustakaan. Fardhiyah (2011) melakukan analisis keterkaitan istilah dan menguji ketepatan terhadap hasil temu kembali informasi pada dua pangkalan data yang berbeda, yakni pada OPAC Perpusnas RI yang belum mengintegrasikan authority control dan OPAC Library of Congress yang telah terintegrasi dengan authority control. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut penulis ingin membuat sebuah rancangan sistem authority control yang efektif di Perpusnas RI dengan menyediakan kekonsistenan dalam penulisan tajuk sehingga dihasilkan ketepatan terhadap hasil temu kembali informasi.
3 METODE Kerangka Pemikiran Authority control merupakan hal yang penting dalam perpustakaan karena sebagai bentuk kontrol bibliografi. Istilah-istilah yang ditetapkan sebagai standar dalam katalog perpustakaan dibuatkan acuannya dalam authority control, sehingga
16
dapat meningkatkan proses temu kembali informasi. Authority control juga merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses pada katalog sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi. Akan tetapi, sampai saat ini sistem authority control belum banyak digunakan, karena itulah Perpusnas RI sebagai lembaga yang memiliki tugas sebagai pengendali dan pengawas bibliografi di Indonesia perlu mengembangkan sistem authority control yang efektif yang merupakan bagian dari sistem informasi Perpusnas RI. Rancangan sistem authority control yang akan dikembangkan ini akan terintegrasi ke pangkalan data bibliografis sehingga memudahkan pekerjaan pustakawan dalam melakukan pengolahan bahan perpustakaan dan juga terintegrasi ke pangkalan data OPAC yang akan membantu pemustaka dalam melakukan penelusuran informasi.
Prosedur Penelitian Tahapan pengerjaan dalam penelitian ini menggunakan metode System Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari investigasi sistem, analisis sistem, desain sistem, dan prototipe. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan studi literatur, selanjutnya investigasi sistem yang terdiri dari permasalahan, studi kelayakan, di antaranya kelayakan teknologi, ekonomi, hukum, dan waktu. Setelah melakukan investigasi sistem dilakukan analisis sistem yang terdiri dari analisis kebutuhan fungsional, analisis kebutuhan nonfungsional, dan analisis kebutuhan sistem. Tahap berikutnya dari penelitian ini yaitu desain sistem untuk rancangan sistem authority control pada Perpusnas RI yang meliputi diagram konteks sistem informasi di Perpusnas RI, identifikasi alur kerja sistem berjalan, pembuatan alur kerja sistem diusulkan, data flow diagram, entity relationship diagram (ERD), penetapan perangkat lunak dan perangkat keras, desain antarmuka, dan prototipe. Langkah terakhir yaitu penyusunan laporan tugas akhir. Sistem authority control yang akan dikembangkan ini direncanakan menggunakan software Oracle, disesuaikan dengan modul-modul lain yang digunakan dalam aplikasi INLIS yang diterapkan di Perpusnas RI.
17
Gambar 1 Alur penelitian
18
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan observasi dan wawancara kepada pustakawan yang ada di Perpusnas RI yang melakukan kegiatan pengolahan bahan perpustakaan, terutama dalam menentukan tajuk pada dokumen yang diolah. Wawancara juga dilakukan kepada pemustaka untuk mengetahui keefektifan dalam proses penelusuran informasi, kepada pengembang sistem yang menjadi rekanan Perpusnas RI, kepada staf SubBidang Otomasi yang menangani masalah otomasi di lingkungan Perpusnas RI, dan juga kepada Kepala Bidang Pengolahan Bahan Pustaka sebagai pengambil kebijakan dalam pengembangan sistem authority control di Perpusnas RI.
Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data dimulai dengan mengumpulkan berbagai tajuk yang terdapat di Perpusnas RI, baik dari daftar tajuk yang diterbitkan Perpusnas RI (subjek, pengarang, badan korporasi), Sears List Subject Headings, Library of Congress Subject Headings, tajuk yang terdapat pada pangkalan data bibliografis Perpusnas RI, bahan perpustakaan yang sedang diolah, maupun dari tajuk-tajuk yang terdapat pada katalog online dan authority online perpustakaan negara-negara lain. Setelah data terkumpul, pustakawan memasukkan data tersebut ke pangkalan data authority dan membuatkan acuan-acuannya. Data tersebut dimasukkan ke dalam kode angka (tag indicator) yang telah ditetapkan dalam MARC authority.
Waktu Penelitian Penelitian direncanakan berjalan dalam rentang waktu satu tahun, yaitu dari bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Februari 2014.
Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28 A Jakarta Pusat.
19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Investigasi Sistem Sistem authority control sangat penting dalam proses pengolahan bahan perpustakaan dan juga penelusuran informasi. Authority control akan menjadi akses bagi pustakawan dalam menentukan bentuk tajuk pada katalog, sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi, sehingga memudahkan pemustaka dalam menelusur informasi. Perpusnas RI, selama ini telah mempunyai sistem authority control yang datanya diambil dari pangkalan data bibliografis, Library of Congress Subject Headings, Sears List Subject Headings, dan daftar tajuk yang diterbitkan oleh Perpusnas RI. Data-data tersebut langsung diambil dan dimasukkan ke pangkalan data authority tanpa melalui proses validasi, sehingga masih banyak terdapat kesalahan dan duplikasi data. Data yang kurang akurat itu pun menyulitkan pustakawan dalam menentukan bentuk tajuk yang standar terhadap bahan perpustakaan yang akan diolah. Sistem authority control yang ada juga belum terintegrasi dengan pangkalan data OPAC, sehingga proses penelusuran informasi belum berjalan secara maksimal. Berdasarkan hasil pengamatan selama ini, masih ditemukan beberapa kekurangan pada sistem authority control berjalan, sehingga perlu dikembangkan sistem authority control baru yang akan menyempurnakan sistem yang lama. Permasalahan Sistem authority control yang ada saat ini mempunyai beberapa permasalahan, di antaranya (contoh terlampir) : 1. Hasil penelusuran tidak sesuai (recall dan precision rendah). 2. Ruas-ruas yang terdapat dalam tajuk (ruas Tajuk Entri Utama (TEU), Gunakan (G), Gunakan Untuk (GU), Lihat Juga (LJ), Istilah Luas (IL), Istilah Sempit (IS), dan Istilah Berkait (IB) belum terkoneksi, sehingga sulit mendeteksi apakah setiap tajuk dalam ruas-ruas tersebut sudah dikeluarkan atau belum. Misalnya, istilah yang digunakan sebagai tajuk adalah “Muka” dan istilah acuannya adalah “Wajah”, tetapi ketika mencari “Wajah” tidak dirujuk ke “Muka”. 3. Penelusuran masih kaku, tidak bisa dari kata kunci 4. Hasil penginputan tajuk pada pangkalan data deskripsi bibliografis langsung terkoneksi dengan pangkalan data authority, sehingga kesalahan-kesalahan dalam penulisan tajuk pun langsung masuk ke pangkalan data authority, tanpa melalui penyaringan tidak ada validasi 5. Tidak ada warning dalam penulisan tajuk yang kurang tepat atau tajuk itu sudah dimasukkan atau belum, sehingga masih banyak kesalahan atau duplikasi data, misalnya tajuk “Ritus dan seremoni” dan tajuk “Ritus dan upacara” padahal kedua istilah tersebut mempunyai arti yang sama, tetapi menjadi dua tajuk yang berbeda. Kesalahan-kesalahan dalam penulisan tajuk biasanya terjadi karena kekurangtelitian pustakawan ketika menuliskan bentuk tajuk dalam deskripsi
20
6. 7.
8. 9.
bibliografis yang secara otomatis langsung tersimpan pada pangkalan data authority Tajuk yang dicari dengan istilah kendali, seperti “Hewan” hasilnya semua kata yang mengandung hewan keluar, tetapi tajuk “Hewan” itu sendiri tidak keluar. Istilah yang bukan menjadi tajuk utama, tetapi hanya sebagai acuan, seperti “Binatang” yang merupakan acuan tajuk utama “Hewan” dipakai juga sebagai tajuk utama tidak terkontrol Semua pustakawan dapat masuk ke pangkalan data authority, sehingga data authority tidak terkontrol. Antara pangkalan data authority, pangkalan data bibliografis, dan pangkalan data OPAC belum terintegrasi, sehingga proses pengolahan bahan perpustakaan dan proses penelusuran informasi belum berjalan secara maksimal.
Analisis Studi Kelayakan Studi kelayakan adalah suatu tinjauan sekilas pada faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktorfaktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem tersebut meliputi kelayakan teknologi, kelayakan ekonomi, kelayakan hukum, dan kelayakan waktu. Kelayakan Teknologi Kelayakan teknologi berkaitan dengan teknologi yang nantinya akan diterapkan pada sistem yang akan dikembangkan. Spesifikasi kebutuhan teknologi yang dibutuhkan dalam sistem authority control mencakup dua perangkat utama, yaitu perangkat lunak, yang terdiri dari sistem operasi, program aplikasi, dan sistem manajemen basis data serta perangkat keras, yang terdiri dari input device, process device, dan output device. Sistem operasi yang digunakan dalam sistem authority control adalah Windows XP/ Vista/ 7/ lebih tinggi, dengan program aplikasi minimum Microsoft Office 2003 dan Bundle Xampp yang meliputi PHP, Web server, Apache, serta Macromedia Dreamweaver untuk tag editor, sedangkan untuk sistem manajemen basis data menggunakan Oracle. Kebutuhan perangkat keras meliputi input device, yang terdiri dari mouse, keyboard, dan scanner; process device, yang terdiri dari Intel Pentium 4 dengan memory 3.0 GHz, RAM 2 GB, Hardisk 160 GB, VGA 256 MB); dan output device yang terdiri dari printer dan monitor. Secara teknis, sistem ini dinilai layak karena kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras tersebut mudah didapatkan dan memenuhi kapasitas yang diperlukan serta telah memenuhi minimum requirement, sehingga dapat diaplikasikan pada sistem informasi yang baru. Selain telah memenuhi minimum requirement, teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem authority control ini juga dinilai layak karena melalui hasil perbandingan dengan Library of Congress Authority, terdapat beberapa persamaan perangkat lunak, di antaranya adalah menggunakan basisdata Oracle. Persamaan lain adalah bahasa inverter yang digunakan adalah PHP dan SQL, bahasa manipulasi web CSS (Cascading Style Sheet), HTML, dan Javascript, serta menggunakan protokol Http. Pengoperasian teknologi yang diterapkan juga tidak
21
sulit dilakukan karena pustakawan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka Perpusnas RI telah terbiasa mengoperasikan komputer dengan spesifikasi tersebut dalam kegiatan pengolahan bahan perpustakaan. Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi erat kaitannya dengan analisis biaya dan manfaat. Sistem informasi yang diajukan harus dapat dinilai secara keuangan dengan membandingkan kegunaan (manfaat) yang diperoleh dengan biayanya. Biaya dalam pengembangan sistem authority control terdiri atas: 1. Pengadaan perangkat keras Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan perangkat keras dalam pengembangan sistem ini dianggarkan sebesar Rp. 30.000.000,00-, 2. Pengadaan perangkat lunak Biaya yang timbul dari semua perangkat lunak yang dibeli untuk sistem yang diusulkan, termasuk perangkat lunak sistem operasi dan perangkat lunak pengontrol jaringan, dengan biaya sebesar Rp. 30.000.000,00-, 3. Biaya pengembangan dan pemeliharaan sistem Biaya pengembangan dan pemeliharaan sistem terdiri dari: a. Programmer (2 orang) = Rp. 82.600.000,00 b. Teknisi (1 orang) = Rp. 10.500.000,00 c. Operator (1 orang) = Rp. 10.500.000,00 d. Administrator (1 orang) = Rp. 21.000.000,00
Tabel 1 Tahapan pengembangan sistem FASE Project Planning Phase Analysis Phase Design Phase Implementasi Phase Support Phase Total
Periode Tanggal Mulai 1-Apr-2014
Lama Periode 14 Hari
Total Biaya
Keterangan
Tanggal Selesai 15-Apr-2014
2x350.000x14=9.800.000
2 Programmer
16-Apr-2014 1-Mei-2014 1-Juni-2014
30-Apr-2014 30-Mei-2014 30-Juni-2014
14 Hari 30 Hari 30 Hari
2x350.000x14=9.800.000 2x350.000x30=21.000.000 5x350.000x30=52.500.000
1-Jul-2014
30-Jul-2014
30 Hari 118 Hari
3x350.000x30=31.500.000 Rp 124.600.000,00
2 Programmer 2 Programmer 2 Programmer, 1teknisi, 1 operator, 1 adminstrator 2 programmer, 1 administrator
Biaya total pengembangan= Rp. 124.600.000,00. Nilai penghematan yang didapatkan dari hasil pengembangan sistem dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
22
Tabel 2 Nilai penghematan No. 1. 2. 3. 4.
Sebelum Sesudah Jumlah operator 4 orang Jumlah operator 4 orang Jumlah entri 10.000 Jumlah entri 10.000 Jumlah kesalahan 50% (setiap 10.000 entri Jumlah kesalahan 0% terdapat 5000 kesalahan) Jumlah administrator 1 Jumlah administrator 1
Setelah adanya pengembangan sistem yang baru didapatkan penghematan biaya pada point 3 sebesar Rp. 25.000.000,00 dengan perhitungan sebagai berikut: Perhitungan biaya dengan sistem sebelumnya: 1. Biaya setiap entri data sebesar Rp. 2500. Untuk sistem sebelumnya total biaya entri Rp. 2500x10.000= Rp. 25.000.000,00 2. Biaya perbaikan entri yang salah sebesar Rp. 5.000,00,-x5.000=Rp. 25.000.000,00 3. Total biaya keseluruhan = 25.000.000,00+25.000.000,00= Rp. 50.000.000,00,Perhitungan biaya dengan sistem yang diusulkan: 1. Biaya setiap entri data sebesar Rp. 2500x10.000= Rp. 25.000.000,00 2. Biaya perbaikan Rp. 0 3. Total biaya keseluruhan = 25.000.000,00,Jadi penghematan yang didapatkan dari sistem yang diusulkan adalah Rp. 50.000.000 – Rp. 25.000.000 = Rp. 25.000.000,00,-. Biaya pengembangan = Rp. 124.600.000,00/tahun = Rp. 10.383.333/bulan. Penghematan biaya sistem diusulkan : Rp. 25.000.000,00/tahun = Rp. 2.083.333,00/bulan. Waktu pengembalian modal = Rp. 124.600.000,00 : 2.083.333,00 = 59,8 bulan, jadi dalam waktu kira-kira 60 bulan atau 5 tahun total modal yang dikembangkan akan kembali. Memasuki tahun keenam setelah pengembangan sistem mendapatkan penghematan biaya sekitar Rp. 2.083.333,00 setiap bulannya. Biaya lain yang dapat diminimalkan anggarannya yaitu biaya pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak, karena setiap pegawai yang akan mengoperasikan sistem authority control ini sebagian besar sudah difasilitasi perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan karena sistem ini merupakan bagian dari sistem informasi yang ada di Perpusnas RI yaitu INLIS. Nilai penghematan yang diperoleh dapat dialokasikan untuk kegiatan standing committee yang akan dilakukan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka dalam membahas dan menyusun daftar-daftar tajuk yang diterbitkan oleh Perpusnas RI. Kegiatan standing committee ini terdiri dari pustakawan di Bidang Pengolahan yang bertanggung jawab terhadap authority file dan narasumber atau pakar di bidang perpustakaan. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan sistem ini terdiri dari manfaat berwujud (tangible benefits) dan manfaat tidak berwujud (intangible benefits).
23
1. Manfaat Berwujud Manfaat berwujud merupakan manfaat yang dapat diukur dan dinyatakan dalam istilah keuangan. Manfaat yang dapat diambil dari sistem yang diusulkan ini adalah adanya penghematan biaya yang harus dikeluarkan oleh Bidang Pengolahan Bahan Pustaka setiap tahunnya. Biaya pemeliharaan sistem juga dapat dikurangi karena perancangan sistem yang diusulkan merupakan bagian dari sistem informasi Perpusnas RI. Manfaat lain yang didapat dengan adanya sistem baru ini adalah dapat mengurangi biaya pencetakan dan pengiriman daftar tajuk Perpusnas RI yang selama ini selalu dikirimkan ke perpustakaan daerah karena sistem yang dirancang ini sudah dapat menyediakan tajuk-tajuk yang digunakan oleh seluruh perpustakaan di Indonesia secara online. 2. Manfaat Tidak Berwujud Manfaat ini merupakan keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang, tetapi sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelaksanaan pekerjaan. Kelebihan dari sistem yang diusulkan ini dari sistem berjalan adalah dapat meminimalkan duplikasi data pada saat pemasukan data, sehingga pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat dan menghemat waktu. Pustakawan dapat langsung menentukan tajuk yang akan digunakan dalam deskripsi bibliografi melalui pangkalan data authority dengan cepat dan akurat. Keberadaan sistem ini juga akan memudahkan pemustaka dalam melakukan penelusuran informasi karena walaupun penelusurannya tidak sesuai dengan bentuk tajuk yang digunakan, informasi tersebut tetap dapat ditemukan. Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan didapatkan, maka dapat diketahui bahwa Perpusnas RI tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk memperoleh manfaat yang besar dari usulan sistem ini. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa perancangan sistem ini dianggap layak untuk dilanjutkan. Kelayakan Hukum Kelayakan hukum adalah kelayakan yang berkaitan dengan legalitas atau kekuatan hukum. Sistem informasi yang diusulkan tidak boleh melanggar hukum yang berlaku, baik hukum yang ditetapkan oleh pemerintah maupun hukum yang ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan organisasi. Kelayakan hukum dalam rancangan sistem authority control meliputi perangkat lunak yang digunakan, pedoman tajuk yang dikeluarkan Perpusnas RI, Library of Congress Subject Headings, dan prototipe. Perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sistem authority control yaitu Windows XP/ Vista/ 7/ lebih tinggi, dengan program aplikasi minimum Microsoft Office 2003 dan Macromedia dreamweaver ini telah memenuhi aspek legalitas karena dibeli secara resmi dan berlisensi. Perangkat lunak yang lain seperti Bundle Xampp yang meliputi PHP, Web server, Apache, dan Oracle. Pedoman yang digunakan dalam pembuatan tajuk seperti Tajuk Subjek, Tajuk Badan Korporasi, dan Tajuk Nama Pengarang telah layak hukum karena dikeluarkan secara resmi oleh Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga pemerintah yang
24
memiliki tugas sebagai pengendali dan pengawas bibliografi di Indonesia. Library of Congress Subject Headings yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan tajuk subjek di Perpusnas RI juga telah memenuhi aspek legalitas karena dibeli secara resmi. Prototipe merupakan hasil karya sendiri yang secara hukum bisa dipertanggungjawabkan. Selain layak hukum dari sisi perangkat lunak, modul, dan prototipe, sistem ini juga layak secara hukum dari sisi operasional artinya sesuai dengan tugas dan fungsi Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Perpusnas RI yang salah satunya adalah penyusunan, pelaksanaan dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan korporasi, dan subjek. Kelayakan Waktu Kelayakan waktu digunakan untuk menentukan bahwa pengembangan sistem dapat dilakukan dalam batas waktu yang telah ditetapkan. Pengembangan sistem authority control yang akan dijalankan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Perpusnas RI ini direncanakan selesai dalam waktu 118 hari yang meliputi perencanaan, analisis, desain, implementasi, dan sistem pendukung. Perencanaan dalam pembuatan sistem authority control memerlukan waktu selama 14 hari kerja. Tahapan perencanaan meliputi kebutuhan sistem, pendefinisian kendala sistem yang ada, perencanaan peluncuran proyek (project launching), dan biaya kebutuhan pengembangan sistem. Analisis dalam pembuatan sistem authority control memerlukan waktu selama 14 hari kerja. Tahapan analisis meliputi: 1. Analisis kebutuhan sistem yang akan dikembangkan 2. Analisis kebutuhan perangkat keras 3. Analisis kebutuhan perangkat lunak Desain dalam pembuatan sistem authority control memerlukan waktu selama 30 hari. Tahapan desain meliputi: 1. Coding program 2. Prototipe Implementasi dalam pembuatan sistem authority control memerlukan waktu selama 30 hari. Tahapan implementasi meliputi: 1. Instalasi perangkat keras 2. Instalasi perangkat lunak 3. Aktivasi sistem authority control pada komputer pengguna Sistem pendukung dalam pembuatan sistem authority control memerlukan waktu selama 30 hari. Tahapan dalam sistem pendukung meliputi: 1. Pemberian hak otorisasi kepada pengguna 2. Pelatihan kepada pengguna 3. Perbaikan sistem jika diperlukan 4. Pengembangan dan pemeliharaan sistem Pertimbangan waktu ini dengan alasan bahwa sistem dapat selesai dalam tahun anggaran berjalan. Penyelesaian sistem authority control ini dilakukan oleh pihak pengembang yang berkoordinasi dengan pihak konsumen dalam hal ini Bidang
25
Pengolahan Bahan Pustaka agar sistem nantinya selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan dan dengan rancangan yang telah ditetapkan.
Analisis Sistem Setelah investigasi sistem, tahap selanjutnya adalah analisis sistem. Analisis sistem terdiri dari analisis kebutuhan fungsional, kebutuhan nonfungsional, dan kebutuhan sistem. Analisis Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional dari sistem authority control ini adalah untuk memasukkan, memperbaiki, menambah, menghapus, melakukan validasi, dan menyimpan data sehingga disediakan lembar input, edit, tambah, hapus, validasi, dan simpan data. Untuk mengeksekusi data, disediakan tombol aksi yaitu tombol input, edit, tambah, hapus, validasi, dan simpan data. Ruas-ruas yang disediakan dalam lembar input data dalam rancangan sistem authority control ini juga dianggap layak karena telah mengikuti standar metadata katalog internasional, yaitu MARC. Analisis Kebutuhan Nonfungsional Kebutuhan nonfungsional pada rancangan sistem authority control ini adalah sebagai berikut: 1. Berbasis jaringan (webbase) 2. Digunakan oleh banyak pengguna secara bersamaan (multi user/ sharing) 3. Data terpusat 4. Perangkat lunak yang digunakan adalah PHP, Browser Internet Explorer atau Mozilla Firefox, dan HTML.
Tabel 3 Kebutuhan fungsional dan nonfungsional -
Kebutuhan Fungsional Memasukkan data Memperbaiki data Menambah data Menghapus data
Validasi data Menyimpan data
-
Kebutuhan Nonfungsional Berbasis jaringan Multi user Data terpusat Menggunakan perangkat lunak PHP, Browser Internet Explorer atau Mozilla Firefox, dan HTML
26
Analisis Kebutuhan Sistem Berdasarkan kendala yang ditemui pada sistem authority control yang ada saat ini maka dibutuhkan sistem baru untuk menyempurnakan sistem yang lama agar masalah-masalah yang ada dapat diminimalisasi. Pengembangan sistem yang baru tersebut memerlukan penambahan sistem sebagai berikut: 1. Hasil penginputan tajuk pada pangkalan data deskripsi bibliografis harus melalui tahap validasi, sehingga kesalahan-kesalahan dalam penulisan tajuk tidak langsung masuk ke pangkalan data authority. 2. Manipulasi data pada pangkalan data authority hanya dapat dilakukan oleh pustakawan yang mendapat hak akses, yaitu pustakawan yang bertugas sebagai operator, sehingga keamanan data lebih terkontrol 3. Memberikan warning pada penulisan bentuk tajuk yang salah atau yang sudah ada, misalnya data tidak bisa disimpan, sehingga mengurangi kesalahan dan duplikasi data. 4. Menyediakan fasilitas penelusuran melalui kata kunci 5. Menyediakan tampilan yang mudah dimengerti oleh pengguna 6. Menyediakan rujukan agar pemustaka dapat menemukan informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan akurat. Rujukan yang diperlukan dalam pembentukan tajuk terdiri dari: G Gunakan, yaitu rujukan yang mengarahkan pemakai dari istilah yang tidak digunakan ke istilah yang digunakan, misalnya “Bahasa dan masyarakat” Gunakan “Sosiolinguistik” GU Gunakan Untuk, yaitu rujukan yang menjelaskan kepada pemakai bahwa istilah tersebut adalah istilah yang tidak digunakan. Rujukan GU ditulis sesudah tajuk yang digunakan, misalnya “Daerah tropis” GU “Daerah khatulistiwa”. Jadi “Daerah khatulistiwa” adalah istilah yang tidak digunakan atau istilah yang menjadi rujukan dari “Daerah tropis” LJ Lihat Juga, yaitu rujukan yang mengarahkan pemakai dari satu tajuk yang digunakan ke tajuk lain yang juga digunakan. Hubungan antara tajuk dapat setara atau hubungan antara subjek yang lebih luas dengan subjek yang lebih sempit, misalnya “Bajigur” LJ “Bandrek” IL Istilah Luas, yaitu rujukan yang menjelaskan kepada pemakai bahwa istilah tersebut merupakan istilah yang lebih luas dari istilah yang digunakan, misalnya “Arca kuno” IL “Arkeologi” IS Istilah Sempit, yaitu rujukan yang menjelaskan kepada pemakai bahwa istilah tersebut merupakan bagian dari istilah yang digunakan, misalnya “Arsitektur kuno” IS “Candi” IB Istilah Berkait, yaitu rujukan yang menjelaskan kepada pemakai bahwa istilah tersebut merupakan istilah yang berkaitan atau ada hubungannya dengan istilah yang digunakan Pemberian deskripsi terhadap suatu tajuk perlu dilakukan jika tajuk tersebut dirasa asing atau kurang dipahami oleh masyarakat luas. Setiap tajuk juga diberikan nomor klasifikasi sehingga memudahkan pustakawan dalam mengolah bahan perpustakaan. Rujukan subdivisi geografis juga perlu ditambahkan pada tajuk yang memerlukan nama tempat, misalnya “Bencana alam – Indonesia” .
27
Berdasarkan hasil investigasi sistem dan analisis kebutuhan sistem, dapat dibandingkan sistem yang lama dan sistem yang baru dengan menggunakan kerangka kerja PIECES (Whitten 2007). Kerangka kerja PIECES (Performance, Information, Economic, Control, Efficiency, Services) dalam penelitian ini terlihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4 Kerangka kerja PIECES Kerangka PIECES Performance (Kinerja): kebutuhan untuk meningkatkan kinerja.
Sistem Lama Waktu pengolahan bahan perpustakaan lebih lama karena tajuk masih dimasukkan secara manual.
Information (Informasi): kebutuhan untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas informasi dan data.
Informasi yang disajikan belum terintegrasi sehingga tidak secepat dan seakurat sistem yang diusulkan.
Economic (Ekonomi): kebutuhan untuk menekan biaya ekonomis dan pengendalian.
Biaya yang dikeluarkan lebih tinggi karena sering terdapat kesalahan dalam pemasukan data. Hak akses dimiliki oleh seluruh pustakawan sehingga tidak ada pengendalian dalam manipulasi data.
Control (Pengendalian) : kebutuhan untuk meningkatkan pengendalian dan keamanan.
Sistem Baru Waktu relatif lebih singkat karena penentuan tajuk langsung diambil dari pangkalan data authority. Informasi yang disajikan sudah terintegrasi sehingga lebih cepat dan lebih akurat. Biaya relatif rendah karena kesalahan dapat diminimalisasi.
Pengendalian sistem dilakukan dengan mambatasi hak akses ke pangkalan data authority sehingga manipulasi data dapat terkontrol.
28
Kerangka PIECES Efficiency (Efisiensi) : kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi.
Sistem Lama Sistem Baru 1. Lebih banyak 1. Lebih hemat waktu menghabiskan waktu karena antarbasisdata untuk memasukkan sudah terintegrasi data 2. Biaya yang dikeluarkan 2. Biaya yang dikeluarkan lebih rendah karena lebih tinggi karena kesalahan data dapat banyak terdapat diminimalisasi kesalahan dalam 3. Tenaga untuk pemasukan data manipulasi data hanya 3. Tenaga dalam dilakukan oleh operator manipulasi data terlalu sehingga lebih banyak sehingga tidak terkontrol terkontrol
Services (Pelayanan) : kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan pegawai.
1. Informasi kurang akurat karena terdapat banyak kesalahan 2. Informasi hanya dapat dimanfaatkan oleh pustakawan 1.
1. Informasi lebih akurat karena data yang tersedia sudah valid 2. Informasi dapat dimanfaatkan oleh siapa saja 3.
Perbandingan sistem yang lama dan yang baru di atas terlihat bahwa dengan sistem yang baru, dari sisi kinerja dalam hal ini waktu relatif lebih singkat karena penentuan tajuk langsung diambil dari pangkalan data authority, sehingga pustakawan tidak perlu melakukannya secara manual dengan melihat daftar tajuk tercetak. Informasi yang disajikan dengan sistem baru lebih akurat karena antarbasisdata sudah terintegrasi sehingga data yang muncul adalah data yang sudah valid. Biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih rendah karena kesalahan dalam pemasukan data dapat diminimalisasi. Hak akses ke pangkalan data authority hanya diberikan kepada operator sehingga manipulasi data lebih terkontrol. Penghematan waktu, biaya, dan tenaga yang diperoleh membuat sistem yang baru ini lebih efisien dibandingkan dengan sistem yang lama. Informasi yang disajikan juga lebih akurat dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, bukan hanya untuk pustakawan tetapi juga para pemustaka yang melakukan penelusuran informasi.
Desain Sistem Desain sistem rancangan authority control Perpusnas RI dimulai dengan mengetahui diagram konteks RI (level 0) sistem informasi Perpusnas RI. Setelah mengetahui diagram konteksnya, desain dimulai dengan membuat alur kerja
29
(flowchart) sistem berjalan dan sistem yang diusulkan, baik sistem pengolahan maupun sistem authority control. Berdasarkan alur kerja tersebut dibuatlah data flow diagram (DFD) dan entity relationship diagram (ERD) sistem authority control yang diusulkan. Diagram Konteks Entitas yang terlibat dalam Perpusnas RI dapat dilihat pada diagram konteks berikut ini:
Gambar 2 Diagram konteks (level 0) Perpusnas RI
Aktivitas yang terjadi pada setiap entitas di atas adalah sebagai berikut: 1. Pimpinan (manajemen): a. Mengontrol kinerja pegawai b. Meminta laporan pekerjaan c. Memberikan kebijakan d. Sistem menyediakan laporan pekerjaan kepada pimpinan 2. Pegawai (Operator): a. Memasukkan data b. Memperbaiki data c. Menghapus data d. Menambahkan data
30
3.
4.
5.
6.
e. Melakukan validasi f. Sistem menampilkan hasil Pengguna (User): a. Melakukan registrasi sebagai anggota perpustakaan b. Mencari informasi c. Melakukan peminjaman d. Sistem mengeluarkan kartu anggota e. Sistem menampilkan informasi yang dibutuhkan f. Sistem merekam data peminjaman Pengarang (Author): a. Meminta nomor ISBN b. Meminta informasi tentang jumlah karyanya yang ada di Perpusnas RI c. Menghibahkan tulisannya d. Sistem memberikan nomor ISBN kepada pengarang e. Sistem memberikan laporan tentang jumlah karya yang telah ada di Perpusnas RI f. Sistem memberikan tanda terima hibah buku dari pengarang Penerbit: a. Menyerahkan hasil terbitannya b. Meminta data terbitannya yang ada di Perpusnas RI c. Sistem memberikan data terbitan kepada penerbit d. Sistem memberikan tanda terima penyerahan terbitan Rekanan: a. Menawarkan barang atau jasa b. Menerima penawaran c. Membuat perjanjian kerja (MOU) d. Menyerahkan barang atau jasa
Alur kerja Setelah mengetahui diagram konteks sistem informasi Perpusnas RI, desain dimulai dengan membuat alur kerja proses pengolahan bahan perpustakaan pada sistem yang berjalan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka. Alur kerja yang berjalan saat ini adalah: 1. Pustakawan yang akan melakukan pengolahan bahan perpustakaan melakukan login pada sistem pengolahan 2. Setelah melalui verifikasi dan login sukses pengatalog dapat langsung melakukan pemasukan data bibliografis yang akan diolah, jika tidak sukses pengatalog melakukan login ulang 3. Data yang telah dimasukkan kemudian disimpan di pangkalan data bibliografis 4. Data tajuk yang terdapat di pangkalan data bibliografis langsung terkoneksi dan tersimpan di pangkalan data authority
31
Gambar 3 Alur kerja pengolahan sistem berjalan
Alur kerja (flowchart) sistem yang berjalan selanjutnya adalah sistem authority control yang ada di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka. Alur kerja yang berjalan saat ini sebagai berikut: 1. Pustakawan melakukan login pada sistem authority control 2. Setelah melalui verifikasi dan login sukses operator dapat langsung melakukan manipulasi data tajuk yang terdapat pada pangkalan data authority, jika tidak sukses operator melakukan login ulang 3. Data yang telah dimasukkan kemudian disimpan di pangkalan data authority 4. Data tajuk yang terdapat di pangkalan data authority, baik tajuk subjek, tajuk nama pengarang, maupun tajuk badan korporasi selanjutnya dicetak untuk dijadikan pedoman yang akan dilaporkan ke pimpinan, dijadikan arsip, dan juga dikirimkan ke perpustakaan-perpustakaan daerah. Dalam sistem authority control berjalan, data yang terdapat pada pangkalan data authority belum tervalidasi, sehingga masih banyak terdapat kesalahan dan duplikasi dalam penulisan tajuk. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dirancang sistem authority control yang baru untuk meminimalisasi kesalahan.
32
Gambar 4 Alur kerja Authority Control sistem berjalan
Usulan rancangan proses pengolahan bahan perpustakaan untuk Bidang Pengolahan Bahan Pustaka adalah: 1. Pustakawan yang akan melakukan pengolahan bahan perpustakaan melakukan login pada sistem pengolahan 2. Setelah melalui verifikasi dan login sukses pengatalog dapat langsung memasukkan data bibliografi yang akan diolah, jika tidak sukses pengatalog melakukan login ulang 3. Data yang telah dimasukkan kemudian disimpan di pangkalan data bibliografis 4. Data yang disimpan langsung divalidasi. Jika data yang dimasukkan tidak valid maka data tersebut tidak dapat disimpan, jadi harus melakukan perbaikan terlebih dahulu 5. Data tajuk yang terdapat di pangkalan data bibliografis langsung terkoneksi dan tersimpan di pangkalan data authority Pada alur kerja sistem pengolahan yang diusulkan, terdapat validasi. Jadi sistem langsung memverifikasi data tajuk yang tidak benar ketika pengatalog memasukkan data. Data yang tidak benar otomatis tidak dapat disimpan, sehingga pengatalog harus melakukan perbaikan data terlebih dahulu sampai data itu benar dan dapat disimpan. Validasi yang terdapat dalam sistem pengolahan yang diusulkan itu akan meminimalisasi kesalahan penulisan tajuk pada saat pemasukan data, sehingga tajuk yang masuk ke pangkalan data authority merupakan data yang valid.
33
Gambar 5 Alur kerja pengolahan sistem diusulkan
34
Usulan rancangan sistem authority control untuk Bidang Pengolahan Bahan Pustaka adalah: 1. Pustakawan yang sudah diberi akses sebagai operator melakukan login pada sistem authority control 2. Setelah melalui verifikasi dan login sukses operator dapat langsung melakukan manipulasi data tajuk yang terdapat pada pangkalan data authority, jika tidak sukses operator melakukan login ulang 3. Data yang sudah dimanipulasi selanjutnya divalidasi. Jika data sudah benar maka data langsung disimpan, tetapi jika salah, dilakukan manipulasi ulang 4. Data yang sudah benar disimpan di pangkalan data authority 5. Data yang terdapat di pangkalan data authority baik tajuk subjek, tajuk nama pengarang, maupun tajuk badan korporasi selanjutnya dicetak untuk dijadikan pedoman yang akan dilaporkan ke pimpinan dan dijadikan arsip, sedangkan perpustakaan-perpustakaan yang memerlukan daftar tajuk ini dapat mengaksesnya secara online melalui website Perpusnas RI pada portal Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Dalam sistem authority control yang diusulkan, data yang tersimpan adalah data yang sudah tervalidasi, termasuk data hasil migrasi dari sistem authority control yang lama, sehingga kesalahan dan duplikasi data dapat diminimalisasi. Biaya yang dikeluarkan pun lebih rendah karena pencetakan tajuk yang akan dikirimkan ke daerah-daerah tidak diperlukan lagi. Informasi yang dihasilkan pun lebih akurat dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja dan dari mana saja.
35
Gambar 6 Alur kerja Authority Control sistem diusulkan
36
Data Flow Diagram Berdasarkan alur kerja (flowchart) sistem diusulkan, dibuat data flow diagram untuk melihat aliran data dan entitas yang terkait dengan pengembangan sistem. Data flow diagram dalam sistem authority control terdiri atas level 0 ( DFD manipulasi data), level 1.0 (DFD edit data), level 1.1 (DFD tambah data), level 1.2 (DFD hapus data), dan level 2.0 (DFD validasi data).
Gambar 7 DFD manipulasi data
Data flow diagram level 0 di atas terlihat bahwa jalannya sistem diawali dengan operator melakukan manipulasi data. Setelah data dimanipulasi selanjutnya data tersebut disimpan ke dalam file masing-masing tajuk, yaitu tajuk subjek, tajuk nama pengarang, dan tajuk badan korporasi.
Gambar 8 DFD edit data
37
Pada data flow diagram level 1.0 operator memperbaiki data, kemudian data yang sudah diperbaiki disimpan di file masing-masing tajuk pada pangkalan data.
Gambar 9 DFD tambah data
Data flow diagram level 1.1 operator menambahkan data pada setiap tajuk yang perlu mendapatkan penambahan atau terdapat kekurangan, selanjutnya disimpan pada file tajuk yang ditambahkan di pangkalan data.
Gambar 10 DFD hapus data
Pada data flow diagram level 1.2 operator melakukan penghapusan data-data yang salah atau data yang sudah tidak terpakai lagi, kemudian data tersebut disimpan pada filenya masing-masing.
38
Gambar 11 DFD validasi data
Level yang terakhir pada data flow diagram adalah level 2.0. Pada level ini operator melakukan validasi atas data-data yang sudah dimanipulasi. Apabila datadata tersebut sudah sesuai, langsung disimpan pada file tajuk di pangkalan data, tetapi jika belum sesuai, dilakukan manipulasi ulang atas tajuk-tajuk tersebut. Hubungan Antar Tabel (Entity Relationship Diagram) Sistem authority control yang akan dikembangkan terdiri atas Entity Relationship Diagram (ERD) pengatalog dan ERD operator. Pada ERD pengatalog terdapat tiga tabel yang saling terkait, yaitu tabel pengatalog, tabel input data, dan tabel data bibliografis. Atribut pada pengatalog terdiri dari nama, nomor induk pegawai (NIP), dan password, sedangkan atribut pada data bibliografis terdiri dari item id, ISBN, nomor klasifikasi, judul, pengarang, subjek, kota terbit, penerbit, dan tahun terbit. Operator mempunyai tiga ERD, yaitu ERD manipulasi tajuk subjek, manipulasi tajuk nama pengarang, dan manipulasi tajuk badan korporasi. Atribut pada operator sama dengan pengatalog, yaitu nama, NIP, dan password. Atribut pada tajuk subjek adalah nomor klasifikasi, pada tajuk nama pengarang adalah kode pengarang dan nama pengarang, sedangkan pada tajuk badan korporasi adalah kode badan korporasi, nama badan korporasi, dan alamat badan korporasi.
Gambar 12 ERD input data bibliografis
39
Hubungan antar tabel pada ERD pengatalog di atas adalah satu pengatalog menginput nol atau lebih data bibliografis.
Gambar 14 ERD manipulasi data tajuk subjek
Gambar 13 ERD manipulasi data tajuk nama pengarang
Gambar 15 ERD manipulasi data tajuk badan korporasi
40
Pada ERD operator hubungan setiap tabel memperlihatkan bahwa satu operator melakukan manipulasi nol atau lebih data tajuk, baik tajuk subjek, tajuk nama pengarang, maupun tajuk badan korporasi. Penetapan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Kebutuhan dalam pengembangan sistem authority control ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, dan kebutuhan sistem. Kebutuhan Perangkat Keras : 1. Komputer server P4 Core i7 2.6 GHz 2. RAM 6 GB 3. Harddisk internal 1 TB 4. Hardisk storage 10 TB 5. DVD RW 6. Monitor 17 inch 7. LAN Card 8. Kabel UTP 9. HUB 10. Switch 11. Router Kebutuhan Perangkat Lunak: 1. Windows Server 2007 2. PHP 3. Apache Server 4. Oracle 5. Macromedia Dreamweaver Kebutuhan Sistem: 1. Sistem sederhana 2. Fitur secukupnya 3. Sistem navigasi mudah 4. Keamanan bagus 5. Validasi data terjamin 6. Hak akses jelas 7. Informasi akurat 8. Kemungkinan kesalahan kecil 9. Desain antarmuka jelas Desain Antarmuka Desain antarmuka dalam rancangan sistem authority control ini ini terdiri dari tiga menu, yaitu menu utama, menu penelusuran, menu input data. Desain dimulai dengan menu utama, yakni menu untuk masuk ke dalam sistem authority control. Pada menu utama terdapat fasilitas penelusuran dan input data. Jika akan melakukan penelusuran data, maka pengguna langsung menekan fasilitas penelusuran, atau menekan fasilitas input data jika ingin melakukan manipulasi data.
41
Gambar 16 Desain antarmuka menu utama
Menu penelusuran adalah menu yang menyediakan fasilitas penelusuran untuk tajuk subjek, nama pengarang, badan korporasi, dan kata kunci. Pengguna dapat memilih istilah yang akan dicari, apakah subjek, nama pengarang, badan korporasi, atau melakukan pencarian melalui kata kunci. Setelah itu, pengguna langsung mengarahkan kursor ke istilah yang akan dicari, lalu diklik dan tekan tombol cari.
Gambar 17 Desain antarmuka menu penelusuran
Menu input data merupakan fasilitas untuk pustakawan yang telah diberi hak akses untuk melakukan manipulasi data. Manipulasi data dapat dilakukan untuk tajuk subjek, nama pengarang, dan badan korporasi.
42
Gambar 18 Desain antarmuka menu input data
Menu input tajuk subjek adalah menu yang menyediakan ruas-ruas yang akan diinput dalam tajuk subjek. Ruas-ruas tersebut terdiri dari ruas tajuk, nomor klasifikasi, subdivisi geografis, deskripsi, Gunakan, GU, LJ, IL, IS, dan IB. Ruas-ruas tersebut disediakan dengan menggunakan kode-kode dalam MARC, sehingga dapat dilakukan tukar menukar data dengan perpustakaan lain yang juga menggunakan MARC. Nomor klasifikasi ditandai dengan kode angka 082, 150 untuk tajuk, 360 untuk LJ, 450 untuk GU, 550 untuk IL, IS, dan IB. Untuk ruas IL ditambahkan $wg$a sebelum istilah yang akan dituliskan, $wh$a untuk IS, dan $a untuk IB. Ruas 667 adalah ruas untuk menuliskan subdivisi geografis jika tajuk tersebut memerlukan nama tempat di belakangnya, sedangkan ruas 680 adalah ruas untuk memberikan deskripsi yang berkaitan dengan tajuk tersebut.
Gambar 19 Desain antarmuka menu input tajuk subjek
43
Menu input tajuk nama pengarang menyediakan ruas-ruas yang digunakan untuk menuliskan nama pengarang dan nama lain dari pengarang tersebut sebagai rujukannya. Ruas 100 adalah ruas untuk bentuk tajuk nama pengarang yang digunakan, sedangkan 400 adalah ruas untuk bentuk acuan atau nama lain dari pengarang yang dimaksud.
Gambar 20 Desain antarmuka menu input tajuk nama pengarang
Menu input tajuk badan korporasi adalah menu untuk melakukan manipulasi data tajuk badan korporasi. Ruas yang disediakan adalah ruas 110 untuk nama badan korporasi yang berlaku sekarang, dan ruas 410 untuk nama badan korporasi yang pernah berlaku sebelumnya.
Gambar 21 Desain antarmuka menu input tajuk badan korporasi
44
Karakteristik Desain Antarmuka: 1. Dimensi tata letak fitur Panjang dimensi ruang yang dipakai 80%, setiap sisi tersisa 10% ruang kosong, sehingga informasi yang tampil utuh, tidak terpotong. Posisi tampilan di tengah layar, untuk memperkecil radius pandang sehingga mata tidak cepat lelah. 2. Pemakaian font Font yang digunakan dalam rancangan sistem ini adalah Arial, karena font jenis ini dapat dibaca lebih jelas dan didukung oleh semua jenis perangkat lunak. Penggunaan font Arial tidak membuat mata lelah, jadi fokus mata untuk membaca tidak terlalu berat. 3. Ukuran huruf a. Judul utama menggunakan ukuran 18, normal, dan tebal. Fungsinya agar terlihat lebih jelas karena sebagai pusat perhatian b. Penulisan nama instansi menggunakan ukuran yang lebih kecil, 16 karena yang difokuskan pada judul utamanya, sedangkan nama instansi hanya menjelaskan bahwa sistem tersebut digunakan di instansi tersebut. c. Anak judul menggunakan ukuran 14 untuk membedakan dengan judul utama d. Isi menggunakan ukuran standar, yaitu 12 4. Latar belakang warna Warna biru digunakan sebagai latar belakang dalam desain sistem authority control yang akan dikembangkan ini karena menunjukkan keteduhan, semangat, optimisme, dan berjiwa teknologi. Sejalan dengan makna tersebut maka diharapkan sistem ini nantinya akan membawa semangat bagi penggunanya, keoptimisan, kedamaian, dan berjiwa teknologi tinggi sehingga peran perpustakaan sebagai gerbang ilmu pengetahuan dapat berfungsi secara maksimal. Prototipe Prototipe dalam rancangan sistem authority control ini menghasilkan menu utama, yang terdiri dari menu penelusuran dan menu input data. Penelusuran dapat dilakukan melalui subjek, nama pengarang, badan korporasi, dan kata kunci. Menu input data terdiri atas input tajuk subjek, tajuk nama pengarang, dan tajuk badan korporasi.
45
Gambar 22 Prototipe menu utama
Gambar 23 Prototipe menu penelusuran
46
Gambar 24 Prototipe menu input data
Gambar 25 Prototipe menu input tajuk subjek
47
Gambar 26 Prototipe menu input tajuk nama pengarang
Gambar 27 Prototipe menu input tajuk badan korporasi
48
Tabel 5 Perbedaan sistem lama dan sistem baru Sistem Lama 1. Belum terintegrasi dengan OPAC
Sistem Baru 1. Sudah terintegrasi dengan OPAC
2. Tidak ada hak akses ke authority control
2. Harus memiliki hak akses ke authority control 3. Melalui tahap validasi 4. Antarruas sudah terkoneksi 5. Tersedia fasilitas kata kunci 6. Menjadi sistem yang berdiri sendiri 7. Berbasis web
3. Tidak melalui tahap validasi 4. Antarruas belum terkoneksi 5. Tidak tersedia fasilitas kata kunci 6. Menjadi bagian dalam sistem pengolahan 7. Tidak berbasis web
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini telah menghasilkan rancangan sistem authority control yang terintegrasi di Perpusnas RI dengan menampilkan desain antarmuka dan prototipenya. Rancangan sistem ini menyediakan fasilitas penelusuran dan input data yang terdiri dari tajuk subjek, tajuk nama pengarang, dan tajuk badan korporasi. Manipulasi data pada sistem authority control dilakukan melalui tahap validasi, sehingga mengurangi kesalahan dan duplikasi data. Sistem authority control yang dikembangkan ini merupakan bagian dari sistem informasi yang ada di Perpusnas RI, yaitu Integrated Library System (INLIS) sehingga bermanfaat bagi pemustaka dalam proses temu kembali informasi, dan bermanfaat bagi pustakawan dalam penentuan bentuk tajuk dalam proses pengolahan bahan perpustakaan.
Saran Sistem authority control terintegrasi ini akan bermanfaat jika segera diimplementasikan di Perpusnas RI. Untuk itu perlu kajian lebih lanjut dari segi kelembagaan dan kesiapan sumber-sumber yang mendukung sistem ini, di antaranya kesiapan dana, sumber daya manusia, teknologi, sarana dan prasarana, maupun infrastrukturnya. Kelemahan-kelemahan yang ada dalam rancangan sistem authority control ini juga perlu dikaji dan disempurnakan sehingga menghasilkan sistem yang sempurna dalam mendukung proses bisnis perpustakaan. .
49
DAFTAR PUSTAKA
Avison D, Fitzgerald G. 2006. Information Systems Development: Methodologies, Techniques & Tools. Fourth Edition. Boston (US): McGraw-Hill Education. Balas JL. 1996. The Online Treasures of the Library of Congress. Computers in Libraries 16(5):41. Diunduh dari Proquest. http://search.proquest.com/computing/docview/231118989/137D5084F5B3CEB E26E/1?accountid=25704 (10 Juli 2012). Davidson L. 1999. Libraries and Their OPACs Lose Out the Competition. Library Diunduh dari Proquest. computing 18(4):279-283. http://search.proquest.com/computing/docview/231118989/137D5084F5B3CEBE 26E/1?accountid=25704 (10 Juli 2012). Dooley D. 1990. Social Research Methods. Ed ke-2. New Jersey (US): Prentice Hall. Elmasri R, Navathe SB. 1994. Fundamentals of Database Systems. Second Edition. California (US): Addison-Wesley. Fardhiyah L. 2011. Efektivitas Authority Control di Perpustakaan Nasional RI. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fathansyah. 2007. Buku Teks Komputer Basisdata. Bandung (ID): Informatika. Ferguson B. 2005. MARC / AACR2 / Authority Control Tagging : a Blitz Cataloging Workbook. Ed ke-2.Connecticut (US): Libraries Unlimited. Hariyadi UBR. 1986. “Authority – control” pada perpustakaan fakultas di lingkungan Universitas Indonesia. Jakarta (ID): Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Husna A. 2011. Rancangan Sistem Basisdata Pengelolaan Bahan Perpustakaan Langka Format Digital di Perpustakaan Nasional RI. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indonesia. 2001. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jogiyanto HM. 2010. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Kalin SW. 1999. Remote Access to Online Catalogs Redux: Looking Back, Looking Forwards. Library Computing18(4):284-288. Diunduh dari Proquest http://search.proquest.com/computing/docview/233604891/fulltext/137D53E857 D64FA6DBE/12?accountid=25704(10 Juli 2012). Kendal. 1998. Systems Analysis and Design. Seventh Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Laudon KC, Laudon JP. 2004. Management Information Systems: Managing The Digital Firm. Eight Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. [LC Authorities] Library of Congress Authorities. 2012. http://authorities.loc.gov. (3 Juli 2012). Lovins D. 2008. The Changing Landscape of Hebraica Cataloging. Judaica Libraianship 14.
50
Marais H. 2004. Authority Control in Academic Library Consortium Using a Union Catalogue Maintained by a Central Office for Authority Control.[s.l.]: University of South Africa. McLeod R Jr. 2004. Sistem Informasi Manajemen. Edisi 8. Jakarta (ID): PT Indeks. Mercado H. 1999. Library Instruction and Online Database Searching.Reference Service Review 27(3):259-265. Diunduh dari Proquest. http://search.proquest.com/docview/200536665/137E0D8E66B2227BB45/1?acc ountid=25704 (12 Juli 2012). Odini C. 1997. The Performance Manual Indexes and Online Databases in Information Retrieval. OCLC Systems and Services13(1):21-24. Diunduh dari Proquest. http://search.proquest.com/docview/209768454/137E0E6EADD27DE85CF/5?ac countid=25704(12 Juli 2012). Pendit PL. 2008. Perpustakaan Digital Dari A Sampai Z. Jakarta (ID): Cita Karya. [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2011. Daftar Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional : Kumulasi Tahun 2002-2010. Jakarta (ID): Perpustakaan Nasional RI. [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2012. http://authority.pnri.go.id. (1 Juli 2012). [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2011. Indomarc: Format Marc Indonesia = The Indonesia Format Marc. Jakarta (ID): Perpustakaan Nasional RI. [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI . 2012. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional. www.pnri.go.id.(27 Juni 2012). [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2009. Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta (ID): Perpustakaan Nasional RI. Quadra Solution. 2011. Security server, DB dan aplikasi INLIS, QALIS, KIN dan BNI. Jakarta (ID): Perpustakaan Nasional. Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif danKuantitatif. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta. Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta (ID): Gramedia PustakaUtama. -------. What is Authority Control? www.authoritycontrol.com. (3 Maret 2014). Whitten JL, Bentley LD. 2007. Systems Analysis & Design for the Global Enterprise. Seventh Edition. New York (US): McGraw-Hill/Irwin. Wolverton RE Jr. 2006. Becoming An Authority on Authority Control : An Annotated Bibliography of Resources. Library Resources and Technical Services 50(1):3.
51
Lampiran 1 Jadwal Penelitian No
Bulan/Kegiatan
1
Draft Proposal
2
Sidang Komisi I
3
Perbaikan Proposal
4
Kolokium
5
Perbaikan Proposal
6
Pelaksanaan Penelitian
7
Sidang Komisi II
8
Seminar
9
Sidang tugas akhir
Mar
Apr
Mei
Juni
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
52
Lampiran 2 Contoh-contoh Permasalahan dalam Sistem Authority Control Sistem Berjalan
53
Pada data di atas terlihat bahwa antara tajuk yang digunakan dengan acuannya belum terkoneksi, sehingga ketika pustakawan mencari istilah “Wajah” dalam pangkalan data authority tidak ditemukan, padahal istilah tersebut menjadi acuan dari istilah yang digunakan sebagai tajuk, yaitu “Muka”.
54
Tajuk subjek yang digunakan sebagai istilah kendali dalam authority control adalah “Binatang” dan istilah “Hewan” digunakan sebagai acuan. Akan tetapi pada tajuk subjek yang lain istilah yang mengandung kata “Hewan” juga digunakan, walaupun istilah “Hewan” itu sendiri tidak ada karena memang tidak digunakan sebagai tajuk. Data tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada kekonsistenan dalam penggunaan istilah kendali dalam sistem authority control yang ada selama ini. Jika ada warning dalam sistem untuk melakukan control data, maka permasalahan tersebut tidak akan muncul, karena sistem dengan otomatis tidak bisa menyimpan data yang salah.
Kesalahan juga terlihat dalam data di atas. Tajuk subjek yang digunakan adalah “Pelestarian alam” dan yang menjadi acuannya adalah “Konservasi alam” dan “Alam, Pelestarian”. Pola penulisan istilah yang digunakan sebagai tajuk mengikuti standar tajuk subjek internasional, yaitu Library of Congress Subject Headings, seperti istilah “Pelestarian alam” yang menggunakan hukum M-D (MenerangkanDiterangkan). Akan tetapi, pada istilah yang berkaitan dengan “Pelestarian alam” yaitu “Alam, Perlindungan” memakai pola yang berbeda, yaitu hukum D-M. Jadi jelas terlihat bahwa masih ada ketidakkonsistenan istilah dalam data authority. Hal tersebut tidak akan terjadi jika ada validasi.
55
Pada tajuk “Cagar alam” istilah “Konservasi alam” dipakai sebagai istilah yang berkaitan, padahal istilah “Konservasi alam” bukan istilah yang digunakan sebagai tajuk, tetapi hanya sebagai rujuakan dalam tajuk “Pelestarian alam”.
56
Istilah “Cukai” merupakan istilah rujukan dari istilah “Tarif” yang digunakan sebagai tajuk. Akan tetapi pada ruas-ruas lainnya, seperti pada ruas Istilah Berkait dan ruas Istilah Sempit, kata “Cukai” tetap dipakai, misalnya “Cukai ekspor”, padahal seharusnya adalah “Tarif ekspor”.
57
Pada tajuk “Daur ulang (Limbah, dsb.)” terdapat istilah yang berkaitan yaitu “Konservasi energi”, padahal istilah “Konservasi energi” adalah istilah yang tidak digunakan atau istilah acuan dari tajuk “Kekuatan dan energi”. Kesalahan itu
58
disebabkan kekurangtelitian pustakawan ketika menyusun tajuk subjek, tetapi kesalahan seperti itu dapat diminimalisasi jika sistem mampu melakukan warning ketika menemukan data yang salah.
59
Kesalahan-kesalahan seperti di atas terlihat juga dari tajuk “Depresi mental”. Salah satu istilah yang berkaitan dengan “Depresi mental” adalah “Kesedihan”, padahal istilah “Kesedihan” itu sendiri merupakan acuan dari tajuk “Dosa, Penebusan”.
60
Ketidakkonsistenan juga terlihat pada tajuk “Fosil binatang” dan “Binatang, Fosil”. Kedua istilah tersebut dijadikan sebagai tajuk. Bentuk penulisan yang berbeda seperti itu dapat membingungkan pustakawan dalam menentukan bentuk tajuk yang standar pada bahan perpustakaan yang akan diolah.
Contoh di atas memperlihatkan kelemahan sistem authority control yang ada selama ini. Tidak adanya validasi memungkinkan terjadinya kesalahan dan duplikasi data. Pada tajuk “Jalan air” salah satu acuannya juga “Jalan air”. Dengan adanya validasi kesalahan dan duplikasi data seperti itu tidak akan terjadi.
61
62
Pada tajuk “Tata krama dan adat istiadat” di atas salah satu istilah yang berkait adalah “Ritus dan upacara”, padahal istilah yang digunakan sebagai tajuk adalah “Ritus dan seremoni”. Adanya validasi pada rancangan sistem authority control yang baru dapat meminimalisasi kesalahan dan duplikasi data pada pangkalan data authority, sehingga pustakawan mempunyai sistem yang dapat dijadikan akses dalam menentukan bentuk tajuk yang standar dalam pengolahan bahan perpustakaan.
63
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1974 dari Bapak Muhamad Husin dan Ibu Suratmi. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 49 Jakarta dan pada tahun yang sama sama penulis kuliah di Universitas Indonesia, Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia. Penulis telah menikah dan dikarunia dua orang putri. Pada Bulan Desember 2002 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta. Penulis ditempatkan di Bidang Pengolahan BahanPustaka, Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Pada bulan Oktober 2011 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan (MTP). Pendidikan di pascasarjana IPB ini merupakan beasiswa yang diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI.