MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-VIII/2010 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA KAMIS, 15 JULI 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-VIII/2010 PERIHAL Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON -
Yusril Ihza Mahendra
ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 15 Juli 2010 Pukul 09.35 – 10.07 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3)
Achmad Sodiki Maria Farida Indrati Harjono
Luthfi Widagdo Eddyono
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon: -
Yusril Ihza Mahendra
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 09.35 WIB 1.
KETUA: ACHMAD SODIKI Sidang Perkara pada Mahkamah Konstitusi dalam rangka Pemeriksaan Pendahuluan untuk Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Perkara Nomor 49/PUU-VIII.2010 dengan ini dinyatakan di buka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Baiklah, mempersilakan kepada Saudara Pemohon untuk memperkenalkan diri sekalipun sudah terkenal dan kemudian nanti memaparkan apa saja yang menjadi pokok permohonan Saudara. Saya persilakan Saudara.
2.
PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA
Assalamualaikum wr.wb. Majelis Hakim, Yang Mulia, hadirin hadirat yang saya muliakan. Izinkanlah saya memperkenalkan diri saya dalam sidang yang mulia ini, nama saya Yusril Ihza Mahendra, lahir di Belitung, tanggal 5 Februari 1956, perkerjaan swasta, beralamat di jalan Karang Asem Utara, nomor 32, Mega Kuningan-Jakarta, warga negara Republik Indonesia. Dalam kesempatan yang berbahagia pagi ini, saya akan menyampaikan ringkasan dari permohonan yang saya ajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji ketentuan di dalam Pasal 22 huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia untuk diuji dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Asas Negara Hukum, dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 tengang Asas Kepastian Hukum. Kalau kita membaca seluruh ketentuan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, kita tidak menemukan adanya satu pasal pun yang menyebutkan berapa lamakah masa jabatan Jaksa Agung. Ketentuan Pasal 19 Undang-Undang ini menyatakan bahwa Presiden mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung, Jaksa Agung adalah Pejabat Negara. Sementara di dalam Pasal 22 disebutkan Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden karena pertama meninggal dunia. Kedua, sakit rohani dan jasmani terus menerus. Ketiga, atas permintaan sendiri. Keempat, berakhir masa jabatannya, dan yang kelima karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai Jaksa Agung seperti diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang tersebut.
3
Pada waktu rancangan undang-undang ini di sampaikan pada Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Kehakiman dan HAM, Prof. Dr Yusril Ihza Mahendra pada waktu itu menjelaskan kepada DPR mengapa tidak ada batasan masa jabatan Jaksa Agung sementara ada ketentuanketentuan tentang syarat sah pemberhentiannya dengan hormat dari kedudukannya sebagai Jaksa Agung karena kita merujuk kepada konvensi yang telah berlangsung sejak kabinet Karya di bawah pimpinan perdana mentri Juanda pada Tahun 1959, Jaksa Agung telah dilepaskan dari kedudukannya sebagai Jaksa Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia ditarik sepenuhnya kepada pemerintahan dan dimasukan sebagai anggota kabinet dan diberi status sebagai Menteri Negara dan karena itulah konvensi sejak tahun 1959 sampai tahun 2004 pada waktu itu, bahkan sampai tahun 2009 dengan Kabinet Indonesia Bersatu di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tradisi semacam itu terus berlangsung sehingga dapat kita katakan dia telah menjadi konvensi ketatanegaraan. Dengan demikian, tafsir yang benar menurut hemat kami adalah bahwa karena undang-undang tidak membatasi masa jabatan Jaksa Agung tetapi dikatakan Jaksa Agung diberhentikan karena berakhir masa jabatannya maka tafsir yang benar atas ketentuan-ketentuan dalam Pasal 22D itu adalah pertama dengan cara mengkaitkannya..., mengkaitkan masa jabatan Jaksa Agung itu dengan masa jabatan Kabinet, dia diangkat di awal kabinet, dan berakhir masa jabatannya dengan berakhirnya usia kabinet, dan sekaligus juga berakhirnya masa bakti Presiden yang bersangkutan. Atau dengan cara kedua, apabila Jaksa Agung itu tidak diangkat menjadi anggota kabinet dan tidak diberi status sebagai Menteri Negara. tetapi berkedudukan sebagai Jaksa Agung sebagai pejabat negara biasa saja maka di dalam keputusan Presiden tentang penggangkatannya harus dijelaskan harus ditegaskan berapa lamakah posisi Jaksa Agung itu akan menduduki jabatannya sebagai Jaksa Agung. Tafsir ini menurut kami adalah tafsir yang benar dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Dasar dan ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar. Jika ditafsirkan sebaliknya atau ditafsirkan dengan cara lain dari pada penafsiran seperti itu, maka penafsiran itu berpotensi menjadi tidak konstitusional menjadi unconstitutional oleh karena: 1. Presiden tidak dapat memberhentikan Jaksa Agung dengan alasan pertama karena dia tidak meninggal, karena dia sakit terus menerus, dia tidak minta berhenti, dan kalau diberhentikan dengan berakhir masa jabatannya, maka Jaksa Agung itu dapat mengatakan pada Presiden kapan jabatan saya berakhir dan ini akan menimbulkan problema di bidang hukum administrasi negara, dan seperti pendapat Saudara Denny Indrayana di dalam berbagai media masa pada tahun 2008 tanggal 8 Mei tahun 2008 pemberhentian oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadapa Abdurrahman Saleh sebagai Jaksa
4
Agung adalah tidak sah oleh karena menyalahi ketentuan Pasal 22 yang bersangkutan tidak meninggal, tidak sakit, tidak minta berhenti dan tidak jelas kapan berakhir masa jabatannya. 2. Jika ditafsirkan tidak seperti yang saya katakan tadi maka berpotensi Jaksa Agung itu menjadi Jaksa Agung seumur hidup, tidak dapat diberhentikan oleh Presiden sementara adanya satu jabatan yang berpotensi dijabat seumur hidup adalah bertentangan dengan asas negara hukum seperti diatur di dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar. Negara hukum dan demokrasi tidak memberikan peluang kepada seorang pejabat menduduki suatu jabatan tanpa batas waktu. Presiden, Anggota DPR, Mahkamah Agung, dan sebagainya, semuanya dibatasi masa jabatannya baik oleh undang-undang maupun oleh Undang-Undang Dasar dan selain daripada itu adalah bahwa ketentuan penafsiran yang seperti itu juga berpotensi menghilangkan asas kepastian hukum seperti yang diatur di dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Inilah inti dari permohonan saya kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar kiranya dapat memutuskan bahwa penafsiran yang benar terhadap ketentuan Pasal 22 huruf d ayat..., Undang-Undang Dasar UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 adalah masa jabatan Jaksa Agung harus ditaksirkan dalam konteks usia sebuah kabinet kalau pun tidak, maka usia masa jabatan Jaksa Agung harus ditegaskan di dalam Keputusan Presiden tentang pengangkatannya dan di dalam tradisi penyelenggaraan pemerintahan, kalau undang-undang tidak menyebutkan berapa lama masa jabatan seorang pejabat negara atau seorang pejabat publik maka di dalam keputusan Presiden tentang pengangkatannya dibatasi masa jabatannya tanpa itu maka Pasal 22 D berpeluang menjadi incontitutional. Yang kedua mengenai..., mengenai legal standing saya sebagai Pemohon adalah wakil negara Republik Indonesia yang merasa bahwa hak konstitusional saya telah dirugikan dengan berlakunya ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 22, jika ditafsirkan lain dari apa yang saya kemukakan tadi. Secara faktual, saya berpendapat sesuai penafsiran yang saya anggap konstitusional maka Republik Indonesia sekarang tidak memiliki Jaksa Agung. Jaksa Agung yang sekarang di lantik dengan keputusan Presiden Nomor 31 P Tahun 2007 yang merujuk kepada Keputusan Presiden Nomor 187 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam Kepres 187 Tahun 2004 disebutkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla telah diangkat sumpahnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk masa jabatan 2004-2009. Konsideran selanjutnya mengatakan untuk memperlancar tugastugas pemerintahan dimana perlu untuk membentuk kabinet dan mengangkat menteri-menteri negara Kabinet Indonesia Bersatu. Konsideran selanjutnya mengatakan nama-nama yang tercantum dalam
5
diktum keputusan ini dipandang telah memenuhi syarat untuk diangkat sebagai menteri-menteri negara. Kemudian dalam diktum pengangkatan disebutkan mengangkat Saudara Abdurrahman Saleh sebagai Jaksa Agung dengan kedudukan setingkat Menteri Negara. Kepres ini kemudian diubah dengan Kepres Nomor 31 P Tahun 2007 tentang reshuffle kabinet yang konsiderannya mengatakan untuk mengeefektifkan jalannya pemerintahan dipandang perlu untuk melakukan beberapa pergantian personalia Menteri Negara dan Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu. Kemudian konsideran selanjutnya mengatakan nama-nama yang tercantum di bawah ini dipandang memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Menteri Negara dan Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam diktum menyatakan memberhentikan dengan hormat Saudara Abdurrahman Saleh sebagai Jaksa Agung dengan kedudukan setingkat Menteri Negara dan selanjutnya menyatakan mengangkat Saudara Hendarman Supandji, S.H., sebagai Jaksa Agung dengan kedudukan setingkat Menteri Negara. Kalau kita mempelajari, membaca secara kronologis KepresKepres ini jelaslah bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji menggantikan Abdul Rahman Saleh sebagai Jaksa Agung dengan kedudukan setingkat Menteri Negara dan Putusan Presiden itu adalah Keputusan Presiden tentang Pembentukan Kabinet dan tentang reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu. Maka dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan dibubarkannya Kabinet Indonesia Bersatu melalui keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2009, maka demi hukum seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu bubar dengan sendirinya atau berhenti dengan sendirinya. Namun kelalaian itu terjadi seluruh menteri diberhentikan. Saudara Hendarman Supandji tidak diberhentikan tapi juga tidak pernah diangkat kembali, baik sebagai anggota kabinet maupun bukan sebagai Anggota Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam pengertian, hanya sebagai Jaksa Agung saja. Dengan berakhirnya masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu dan berakhirnya masa jabatan Jaksa Agung yang dibatasi oleh Kepres sesuai dengan usia kabinet, maka praktis sekarang ini tidak ada Jaksa Agung yang sah di Republik Indonesia dan kami berpendapat Jaksa Agung sekarang kedudukannya adalah illegal. Oleh karena illegal maka seluruh tindakannya, seluruh kebijakannya, seluruh perintah-perintah jabatannya menjadi tidak sah dan tidak mengikat seluruh warga negara dan penduduk yang ada di Negara Republik Indonesia. Hak konstitusional saya dirugikan oleh karena Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Pencekalan terhadap saya, pencegahan saya untuk pergi keluar negeri dengan alasan disangka melakukan tindak pidana melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang 20 Tahun 2002.
6
Menurut Undang-Undang 16 Tahun 2004, Undang-Undang Keimigrasian, dan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana kemenangan untuk mencegah pergi keluar negeri karena tersangka melakukan tindak pidana adalah kewenangan Jaksa Agung dan bukan kewenangan seorang penyidik. Karena itu saya menganggap keputusan Jaksa Agung tentang pencegahan bepergian keluar negeri pada saya, warga Negara Indonesia telah menghilangkan hak-hak konstitusional saya yang dijamin oleh konstitusi hak kebebasan untuk bergerak, untuk pergi meninggalkan, dan kembali ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana layaknya warga negara menghilangkan kebebasan saya untuk bergerak melakukan aktivitas-aktivitas yang lain dan saya merasa keputusan Jaksa Agung yang tidak sah itu membawa persoalan baru bagi saya secara de facto tidak bisa pergi keluar negeri, tidak melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan hak kebebasan saya, sementara saya berpendapat keputusan Jaksa Agung tentang pencegahan keluar negeri itu adalah tidak sah. Kemudian saya juga dinyatakan sebagai tersangka dan saya telah menerima panggilan dari Direktur Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Saya berpendapat oleh karena surat ini dikeluarkan oleh pejabat struktural Direktur Penyidik, saya menganggap juga adalah suatu surat panggilan yang tidak sah. Kalau kita membaca berbagai ketentuan-ketentusan di dalam hukum acara pidana disebutkan banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan penyidik, tapi jangan dilupakan penyidik itu terkait dengan struktur jabatan birokrasi kalau dia adalah pejabat penyidik bukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dia terikat kepada Undang-Undang 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan menegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan masuk ke dalam organ pemerintahan di dalam cabang-cabang pemerintahan yang dikenal dalam konstitusi kita. Kemudian Pasal 2 Ayat (3) menegaskan bahwa Kejaksaan Agung berwenang melakukan berbagai tugas, antara lain juga petugas penyidikan yang diberikan oleh undang-undang penuntutan dan sebagainya. Kemudian Pasal 18 mengatakan, “Jaksa
Agung adalah pimpinan yang merupakan penanggung jawab atas semua kebijakan langkah yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.” dan Pasal 35A
menegaskan bahwa Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri Indonesia merupakan satu kesatuan hukum yang tidak terpisahkan. Setelah saya mempelajari berbagai peraturan-peraturan internal di Kejaksaan Agung ternyata bahwa kewenangan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam tindak pidana korupsi di Kejaksaan Agung bukanlah kewenangan penyidik, melainkan kewenangan Jaksa Agung. Karena itu saya membantah seluruh pendapat yang mengatakan bahwa meskipun Jaksa Agungnya tidak sah tapi penyidikan sah karena
7
penyidikan dilakukan oleh penyidik atas kuasa undang-undang, atas-atas perintah undang-undang. Pendapat demikian hanya hanya didasarkan pada KUHP tanpa merujuk Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan tanpa merujuk pada peraturan-peraturan internal di Kejaksaan Agung sendiri. Secara tegas saya ingin mengatakan kewenangan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi dalam lingkup Kejaksaan Agung Republik Indonesia adalah kewenangan Jaksa Agung dan bukan klewenangan penyidik. Kemudian surat perintah penyidikan yang ditandatangani oleh penyidik…, oleh direktur penyidik dilakukan atas nama Jaksa Agung Muda pidana khusus. Jaksa Agung pidana khusus Amaris sekarang ini dilantik 2 bulan yang lalu oleh Jaksa Agung berdasarkan Keputusan Presiden. Ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Pasal 18 Undang-Undang Kejaksaan mengatakan Jaksa Agung Muda diusulkan oleh Jaksa Agung untuk diangkat oleh Presiden. Meskipun yang mengangkat adalah Presiden dengan keputusan Beliau Tetapi usulan untuk mengangkat Jampidsus itu dilakukan oleh Jaksa Agung yang tidak sah dank karena itu keputusan Presiden yang mengangkat Jaksa Agung yang diusulkan oleh Jaksa Agung yang tidak sah mengandung cacat hukum di dalamnya. Karena itulah saya tetap bersikeras mengatakan, penetapan, pencegahan ke luar negeri, panggilan oleh penyidik seluruhnya adalah tidak sah dan untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dari seorang pejabat yang tidak sah karena tindakan-tidakannya itu berkaitan langsung dengan hak-hak Manusia dan warga negara yang dijamin oleh konstitusi patut dipertimbangkan. Kalau ketidaksahan itu hanya menyangkut seorang menteri yang tidak menjabati posisi yang penting dalam pemerintahan, mungkin akibat-akibat hukumnya tidak terlalu besar. Tapi seorang Jaksa Agung berwenang untuk menahan seseorang, memeriksa seseorang, menahan seseorang, melaksanakan putusan pengadilan, menuntut orang ke pengadilan, mencegah orang pergi ke luar negeri yang merupakan hakhak dasar, hak-hak kebebasan seorang warga Negara. Apabila kewenangan yang besar itu dilaksanakan oleh seorang pejabat yang tidak sah maka akan menimbulkan persoalan-persoalan yang sangat besar dari segi konstitusi hukum dan hak azasi manusia di negara ini. Saya berpendapat bahwa apa yang saya sampaikan, apa yang saya mohonkan kepada Mahkamah Konstitusi Yang Mulia adalah permohohnan untuk menguji undang-undang dalam konteks pengujian tafsir terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dengan UndangUnsdang Dasar Negara Republik Indonesia. Dan saya berpendapat Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara ini dan saya mempunyai legal standing untuk mengajukan ini sebagai satu perkara ke Mahkamah Konstitusi. Dan saya telah melampiri permohonan ini
8
dengan bukti-bukti dan juga jumlah Ahli yang insya Allah akan dimajukan dalam persidangan-persidangan barikutnya. Demikianlah intisari permohonan saya kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, atas segala perhatiaanya kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 3.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baiklah Saudara Pemohon bahwa pada kesempatan ini barangkali ada yang ingin disampaikan. Bapak Hakim Harjono saya persilakan?
4.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Yang Anda uraikan jelas alasan-alasan mengapa kemudian Pemohon perlu untuk mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Dari uraian itu yang secara lisan itu saya kira lebih lengkap daripada yang ditulis disini. Saya lihat alasan-alasan yang Anda berkeberatan bahwa Jaksa Agung itu dipisahkan dari Kejaksaan. Itu ada beberapa butir di sini memang singkat sekali. Ini berkaitan dengan adanya masa 14 hari untuk bisa memperbaiki. Saya kira itu bisa ditambahkan untuk di situ dengan memperbaikinya. Dan karena ini juga persoalan yang Anda mohonkan untuk petitum itu ada pada halaman 14 itu, bunyinya begini, saya klarifikasi maksud dari permohonan ini. Karena juga mengajukan permohonan provisi. Itu ada angka petitum pada angka VI itu ada 2 angka arab halaman 14 itu bunyinya begini, “Menyatakan menunda pelaksanaan
berlakunya Pasal 22 ayat (1) di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung sampai pada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok penggunan tersebut.” Padahal Pasal 22D itu, 22 ayat (1D) itu bunyinya begini, “Berakhir masa jabatannya,” ya kan. Bunyi 22 ayat (1D) itu, “Berakhir masa jabatannya.” Apakah yang Anda maksud dengan menunda pelaksanaan
itu, karena 22 ayat (1D) adalah berakhir masa jabatannya, Itu menunda berakhirnya masa jabatan Jaksa Agung? Karena kalau ditunda, maka itu sama dengan itu tidak ada kan untuk sementara ayat itu? Apakah kemudian itu berarti bahwa tidak akan ada jabatan Jaksa Agung yang berakhir? Saya ingin klarifikasi permohonan provisi Anda terhadap ketentuan itu. Apa maksudnya? Silakan. 5.
PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih Majelis Hakim Konsitutis Yang Mulia, baiklah kami akan memperbaiki, mempertajam maksud kami di dalam provisi ini.
9
Karena inti sebenarnya adalah yang kami mohonkan adalah sebelum perkara ini selesai, mohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan putusan provisi agar Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai institusi menunda seluruh proses yang telah mereka putuskan. antara lain, mengeluarkan keputusan untuk mencegah pergi ke luar negeri, meyatakan sebagai tersangka, memanggil sebagai tersangka untuk diperiksa di hadapan penyidik, sampai apa yang kami mohonkan di dalam permohon ini dapat diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Kami menyadari bahwa permohonan ini sebenarnya menguji norma-norma dan tidak termasuk kasus yang kompleks, tetapi implikasi dari putusan ini akan memperjelas peristiwa-peristiwa ketatanegaraan yang konkrit yang ada, telah, dan sedang berlangsung sekarang ini. Dengan demikian, yang kami harapkan adalah bahwa tafsir seperti apakah yang benar? Membuat implikasi kepada pelaksanaan penafsiran terhdap Pasal 22D bukan dalam makna menunda pelaksanaan pasal itu dan dengan sendirinya juga dengan adanya putusan provisi ini, kita akan mengetahui seperti apakah sebenarnya tafsiran yang benar dan membawa implikasi untuk menunda segala keputusan yang dilakukan oleh pejabat yang sebenarnya kedudukannya masih dipersoalkan di dalam permohonan uji material ini. Terima kasih. 6.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Maksud dari permohonan Anda secara keseluruhan kita paham, secara khusus dalam provisi itu disebutkan, “Menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 22 ayat (1D).” Padahal 22 ayat (1D) itu adalah persoalan yang menyangkut masalah berakhir masa jabatannya, ya. Kalau itu kemungkinan ditunda berarti tidak akan ada berakhir masa jabatannya, kan begitu istilahnya? Itu yang saya sampaikan untuk klarifikasi itu, kalau toh ada maksud lain, tapi itu maksud lain tidak tertuang dalam redaksi itu, kesempatan memperbaiki itu adalah hak Anda, saya kira begitu.
cuma
7.
PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Baik, terima kasih.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih Pak Ketua, dalam pengajuan ke Mahkamah Konstitusi maka salah satu syarat para legal standing adalah adanya kerugian konstitusional yang harus bersifat spesifik, dan actual, atau sejak adanya kemungkinan terjadi. Dalam permohonan pengujian undang-undang ini, ini berkaitan erat dengan keputusan-keputusan Presiden yang bersifat inisial konkrit. Tadi Bapak menjelaskan mengenai adanya peraturan-peraturan dalam
10
intern Kejaksaan. Saya rasa untuk perbaikan permohonan itu bisa disertakan, sehingga kita bisa menganalisis dengan baik bagaimana hubungannya antara undang-undang itu dan keputusan serta peraturanperaturan intern di dalam Kejaksaan sendiri, saya rasa itu. 9.
PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Baik, terima kasih, kami akan memperbaiki dan saran-saran itu sangat bermanfaat dan sangat baik untuk kami jadikan bahan untuk menyempurnakan permohonan ini.
10.
KETUA: ACHMAD SODIKI Untuk bukti yang Saudara sampaikan, juga barangkali lebih baik kalau bukti tentang Undang-Undang Dasar itu yang standar. Kemudian juga tadi Saudara menyebut-nyebut tentang pencekalan, kira-kira bagaimana kalau ada surat yang dilampirkan di sini, ada surat pencekalan dan sebagainya. Baik, Saksi atau Ahli yang barangkali Saudara nanti juga akan Saudara ajukan, sebaiknya juga disampaikan pada Majelis. Tentang hal yang berkenaan dengan putusan provisi karena ini menyangkut keputusan yang Pleno, jadi tentu akan dibicarakan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dahulu. Saudara mempunyai waktu 2 minggu atau 14 hari maksimal dan nanti pada sidang yang akan datang ditentukan dan dipanggil kembali. Barangkali cukup, untuk hal demikian?
11.
PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Baik, terima kasih. Saya akan segera memperbaiki ini dalam waktu secepat-cepatnya. Tiga hari saya akan menyampaikan perbaikan dari permohonan ini. Namun, ada satu hal yang ingin saya tanyakan sehubungan dengan permohonan provisi. Sebenarnya tidak menyangkut permohonan pengujian undang-undang secara langsung disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi, tapi sehubungan dengan putusan provisi, yaitu dalil saya yang mengatakan bahwa pendapat-pendapat yang berkembang selama ini bahwa meskipun Jaksa Agung tidak sah, tetapi ini kewenangan penyidik. Apakah penyidik tetap sah? Saya berpendapat sebaliknya dengan menunjukkan keputusankeputusan internal di Kejaksaan Agung, peraturan-peraturan yang berlaku di sana dan dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Tapi, saya merasa perlu untuk menghadirkan kesaksian dari pejabat Kejaksaan Agung mengenai hal ini. Tapi, saya sebagai Pemohon tidak dalam kapasitas untuk menghadirkan para pejabat birokrasi Kejaksaan Agung untuk hadir di sini.
11
Mungkinkah Mahkamah dapat mengabulkan permohonan saya atau Mahkamah memanggil pejabat Kejaksaan untuk menjelaskan bagaimanakah pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 16, khususnya dalam menetapkan seorang menjadi tersangka dalam tindak pidana korupsi? Apakah itu kewenangan penyidik seperti KUHAP ataukah di Kejaksaan Agung itu memang merupakan kewenangan dari Jaksa Agung? 12.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baiklah, permohonan Saudara nanti dipertimbangkan, ya. Dan tentunya ini juga dengan keputusan hasil rapat musyawarah hakim. Dan sekiranya perbaikan secepatnya bisa disampaikan, saya kira lebih bagus lagi, ya. Sidang juga akan bisa dijadwalkan kembali. Dan dengan demikian, saya kira cukup pada persidangan pada pendahuluan pagi hari ini. Dan dengan demikian, sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 10.07 WIB
Jakarta, 15 Juli 2010 Kepala Biro Administrasi Perkara dan Persidangan,
Kasianur Sidauruk NIP. 19570122 198303 1 001
12