MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PEMOHON (IV)
JAKARTA RABU, 28 SEPTEMBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 22], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)], [Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4.
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Syamsul Hidayat, Abdul Kodir Jailani (Perkara Nomor 57/PUUXIV/2016) Yayasan Satu Keadilan (Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016) Leni Indrawati, Hariyanto, Wahyu Mulyana (Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016) Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera (DPP SBSI), Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dkk (Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016)
ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (IV) Rabu, 28 September 2016 Pukul 11.05 – 13.22 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Anwar Usman Aswanto Suhartoyo I Dewa Gede Palguna Patrialis Akbar Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams
Mardian Wibowo Yunita Rhamadani Cholidin Nasir Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti
ii
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016: 1. Fatiatulo Lazira B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016: 1. Muhammad Daud Berweh C. Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016: 1. Sugeng Teguh Santoso D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016: 1. Prasetyo Utomo 2. Roy Valiant Sembiring E. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016: 1. M. Pilipus Tarigan 2. Muhammad Nuzul Wibawa 3. Benny Hutabarat 4. Ridwan Darmawan F. Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 57, 58, 59/PUU-XIV/2016: 1. Muhammad Reza Syarifuddin Zaki G. Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016: 1. Said Iqbal H. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016: 1. Eggi Sudjana 2. Basrizal 3. Rudolf 4. Abdul Rahman I. Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016: 1. Salamuddin Daeng
ii
J. Pemerintah: 1. Hadiyanto 2. Ken Dwijugiasteadi 3. Suryo Utomo 4. Astera Prima 5. Widodo Eka Tjahtjana 6. Yunan Hilmy 7. Tio Siahaan
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.05 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 57, 58, 59, dan 63/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Perkara Nomor 57, persilakan siapa saja yang hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: MUHAMMAD DAUD BERUEH
NOMOR
57/PUU-
Ya. Baik. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Perkara Nomor 57 dihadiri oleh Kuasa dari Pemohon Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Jakarta Raya, saya sendiri Muhammad Daud Berweh dan Fatiatulo Lazira. Terima kasih. 3.
KETUA: ANWAR USMAN Perkara Nomor 58, silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYA UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Perkara Nomor 58 yang hadir adalah kami sebagai Kuasa Hukum, saya sendiri Prasetya Utomo. Di belakang ada Roy Valiant Sembiring, beserta dengan Prinsipal kami Yayasan Satu Keadilan yang dalam hal ini diwakili oleh Sugeng Teguh Santoso. Terima kasih. 5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Perkara Nomor 59?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: M. PILIPUS TARIGAN
NOMOR
59/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Dari Perkara Nomor 59, kami Kuasa Hukum dari Pemohon, saya Pilipus Tarigan dan Nuzul Wibawa. Di belakang ada Benny Hutabarat dan Ridwan Darmawan. Terima kasih, Yang Mulia. 1
7.
KETUA: ANWAR USMAN Perkara Nomor 63?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Ya. Dari Nomor 63, saya Eggi Sudjana sebagai Kuasa Hukum. Didampingi ada Basrizal, Rudolf, dan Abdul Rahman. Serta Prinsipalnya Said Abdit ... Said Iqbal. Kemudian jadwal yang diberikan pada kami sebagai saksi, kemarin 3, yang satu sakit. Jadi ditunda minggu depan, jika berkenan. Dan satu lagi tidak hadir, yang hadir satu orang ini, Pak Salamuddin Daeng. Terima kasih, Yang Mulia. 9.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih. Dari DPR? Ya, berhalangan. Dari Kuasa Presiden, silakan.
10.
PEMERINTAH: HADIYANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan kami memperkenalkan tim dari Pemerintah yang cukup lengkap. Dari unsur Kementerian Hukum dan HAM, Bapak Widodo Eka Tjahtjana, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Kumham. Bapak Yunan Hilmy, Direktur Litigasi Kemenkumham. Sedangkan dari unsur Kementerian Keuangan, Bapak Ken Dwijugiastedi, Direktur Jenderal Pajak. Kemudian, Bapak Suryo Utomo, Staf Ahli Kementerian Keuangan. Bapak Astera Prima, Staf Ahli Menteri Keuangan. Ibu Tio Siahaan, Kepala Biro Bankum Kementerian Keuangan. Dan kemarin saya lupa, saya sendiri Hadiyanto, Pak, Sekertaris Jenderal Kementerian Keuangan, tentu bersama tim dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Kumham. Demikian, Yang Mulia.
11.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Sesuai dengan Berita Acara sidang yang lalu bahwa persidangan hari ini adalah untuk mendengarkan keterangan Ahli dari Perkara Nomor 58, dua orang Ahli. Hadir?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Baik, Yang Mulia. Pada persidangan minggu lalu, kami akan menghadirkan dua orang Ahli. 2
13.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, betul.
14.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Namun, satu orang berhalangan, sehingga akan ... kalau diperkenankan kami akan ajukan dalam persidangan selanjutnya minggu depan. Yang saat ini hadir adalah satu Ahli. Ahli ini akan menerangkan mengenai implikasi dari (suara tidak terdengar jelas) Undang-Undang Pengampunan Pajak dalam perspektif hukum perdagangan internasional. 15.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Namanya siapa? Nama Ahlinya?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Nama Ahli adalah Muhammad Reza Syarifuddin Zaki dan ada informasi yang kami perlu sampaikan, Yang Mulia. Bahwa Saksi ini juga adalah merupakan Saksi bagi Perkara Nomor (...) 17.
KETUA: ANWAR USMAN Ahli.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Ah, mohon maaf. Saya ulangi. Ini Ahli dalam Perkara Nomor 57 dan juga Nomor 59 ... 57, 58, 59. 19.
KETUA: ANWAR USMAN 57, 58, 59 gitu?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Ya.
3
21.
KETUA: ANWAR USMAN Kemarin kan Nomor 58 saja, ya kan?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Betul, Yang Mulia. Cuma karena ketiga perkara ini memiliki Ahli yang sama (...) 23.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, gitu.
24.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Jadi kita mohon agar disamakan. 25.
KETUA: ANWAR USMAN Kemudian untuk Perkara Nomor 63 tadi sudah disampaikan oleh Pak Eggi. Ya, baik. Sebelum memberikan keterangan dipersilakan untuk maju ke depan, Pak Muhammad Reza Syarifudin Zaki dan Pak Salamuddin Daeng, silakan. Diambil sumpahnya dulu. Mohon kesedian, Yang Mulia Pak Wahiduddin untuk memimpin sumpah.
26.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Pada Ahli untuk mengikut lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
27.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
28.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Silakan, duduk kembali. Ya, sebelum Ahli, ya, kedua Ahli ini memberi keterangan, dipersilakan ke Kuasa Hukum Presiden untuk menyampaikan jawaban atau tanggapan atas beberapa pertanyaan dari 4
Para Yang Mulia pada sidang yang lalu, silakan. Khusus yang ditanyakan, ya, kalau keterangan tambahan lainnya tidak perlu dibaca, hanya yang terkait dengan pertanyaan. 29.
PEMERINTAH: HADIYANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Kemarin atau sidang yang lalu telah ditanyakan kepada Pemerintah beberapa hal berkaitan dengan permohonan dari Pemohon dan terutama pertanyaan dari Yang Mulia Majelis Hakim. Apakah … karena pertanyaannya cukup banyak dan tebal, apakah kami akan serahkan saja kepada Yang Mulia nanti ataukah secara highlight menyampaikan jawabannya?
30.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Itu tebal, ya, ada berapa halaman?
31.
PEMERINTAH: HADIYANTO Ini saja belum di-fine tuning ada 24 halaman.
32.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Nanti saja habis … ya, Ahli dulu, silakan, Pak Muhammad Reza dulu. Pak Muhammad Reza Syariffudin Zaki, silakan.
33.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 57, 58, 59/PUUXIV/2016: MUHAMMAD REZA SYARIFFUDIN ZAKI Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Pada kesempatan ini izinkan saya untuk menyampaikan pokok-pokok pandangan saya berkaitan dengan Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016 sampai Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Para Pemohon. Saya sebagai Ahli yang menekuni bidang hukum perdagangan internasional akan menyoroti dampak Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty bagi Indonesia di komunitas perdagangan internasional. Ada adegium yang menyampaikan bahwa inde datae leges be fortior omnia posset bahwa hukum diciptakan, jika tidak diciptakan tidak ada hukum, maka orang yang kuat akan mempunyai kekuatan yang tidak terbatas. Mengapa undang-undang ini lahir di tengah menggeliatnya fenomena Panama Papers? Hipotesis serta pertanyaan retoris saya sebagai Ahli adalah apakah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjadi langkah proteksi 5
Pemerintah Indonesia bagi kelompok pengemplang pajak yang jelasjelas merobek tenun kebangsaan kita dengan membuat negeri ini kekeringan modal, serta menipisnya pembangunan yang berorientasi luas bagi kepentingan masyarakat? Kemudian, bagaimana bisa dalam produk rezim perpajakan memasukkan unsur pidana lain sebagai upaya melegalkan praktik bisnis yang diduga berpotensi masuk ke dalam kejahatan luar biasa atau extraordinary crime? Kajian hukum perdagangan internasional adalah kajian keilmuan yang bersinggungan dengan aspek keilmuan lainnya, termasuk dalam modus kejahatan bisnis yang memiliki konsekuensi yuridis terhadap batalnya perjanjian, serta runtuhnya reputasi subjek hukum, baik negara, korporasi, maupun individual. Menurut Clive Schmitthoff, hukum perdagangan internasional didefinisikan sebagai pertama, hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya perdata. Kedua, aturanaturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi lintas negara. Menurut Michelle Sanson yang merupakan sarjana Australia yang menyatakan bahwa hukum perdagangan internasional, “Can be defined as the regulation of the conduct of parties involved in the exchange of goods, service, and technology between nations.” Jadi, public international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang antarnegara. Sementara itu privat international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orangperseorangan di negara-negara yang berbeda. Artinya, hukum perdagangan internasional itu bisa berkaitan, bersinggungan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta, atau swasta dengan swasta. Itu dulu yang perlu kita pahami pertama. Meningkatnya penetrasi perdagangan global semakin membuka perekonomian suatu negara sebagai perusahaan yang berorientasi laba. Sudah barang tentu suatu perusahaan akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya melalui berbagai macam efisiensi biaya, termasuk efisiensi beban biaya pajak. Terkait dengan hal tersebut di atas, yaitu semakin canggihnya skema-skema transaksi keuangan yang ada dalam dunia bisnis, tentu juga akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan skema-skema transaksi, penghindaran pajak dalam rangka mengurangi beban pajak mereka. Apalagi jika terjadi kekosongan peraturan perundang-undangan terhadap skema-skema penghindaran pajak tersebut. Bagi perusahaan yang beroperasi secara internasional atau perusahaan multinasional, kesempatan untuk melakukan penghindaran pajak lebih terbuka, yaitu dengan cara memanfaatkan perbedaan sistem perpajakan suatu negara atau international tax avoidance. Dalam perdagangan internasional, perusahaan multinasional tersebut mempunyai peran sebesar 60% dari transaksi internasional. Oleh karena 6
besarnya sumbangan mereka terhadap perdagangan internasional, maka wajar saja kalau perusahaan multinasional tersebut merupakan penyumbang pajak terbesar di banyak negara, tidak terkecuali juga bagi Indonesia. Di negara berkembang banyak ditemukan kontrak internasional yang mengandung unsur KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Hal ini terjadi bisa karena adanya pertemuan penguasa dan pemilik modal. Prinsip internasional pertama di bidang bisnis adalah the Caux Round-Table Principles for Business yang disepakati pada tahun 1954 oleh eksekutif puncak dari berbagai perusahaan multinasional Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja sama demi kesejahteraan umum dan konsep barat, human dignity (martabat manusia). Salah satu hal yang disepakati dari 7 poin tersebut adalah menghindari operasi-operasi yang tidak etis, seperti money laundry atau pencucian uang. Dalam konteks perpajakan internasional, ada beberapa skema yang biasa dilakukan oleh perusahaan multinasional company untuk melakukan penghematan pajak, yaitu dengan skema seperti: 1. Transfer Pricing 2. Thin Capitalization 3. Treaty Shopping 4. Controlled Foreign Corporation Pada umumnya dalam melakukan penghematan pajak tersebut, wajib pajak dapat menjalankan dalam bentuk: Yang pertama, substantive planning yang terdiri atas memindahkan subjek pajak. Yang kedua, memindahkan objek pajak. Yang ketiga, memindahkan subjek pajak dan objek pajak. Kemudian berikutnya ada formal tax planning, yaitu melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi ekonomi dari satu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak yang paling rendah. Di banyak negara seperti Israel dan Canada telah membuat suatu ketentuan untuk menangkal praktik unacceptable tax avoidance atau agresif tax planning yang dilakukan oleh wajib pajak. Hal ini disebabkan oleh tax planning yang dilakukan wajib pajak tidak lagi bersifat defensive tax planning lagi, tetapi sudah semakin offensive yaitu dengan membuat satu transaksi semu yang pada dasarnya tidak ada tujuan bisnisnya atau membuat suatu entitas usaha di negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven country. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan. Pada Pasal 20 yang memasukkan frasa pidana lain menciptakan inkonsistensi terhadap rezim Undang-Undang Perpajakan. Kemudian pada Pasal 21 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menunjukkan upaya tidak kooperatif dalam membangun transparansi untuk kepentingan perpajakan maupun perdagangan 7
internasional dimana di hukum perdagangan internasional terdapat satu prinsip transparansi. Di samping itu seharusnya pasal tersebut jangan bertentangan dengan semangat di tahun 2018 dari negara-negara OECD untuk merevisi prinsip kerahasiaan bank atau bank secrecy yang dianggap menghambat laju keterbukaan informasi, serta Pasal 22 yang mengesankan imunitas hukum pejabat negara dalam hal pelaksanaan pengampunan pajak ini mencederai semangat equality before the law. Menteri Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan aturan teknis, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 142/PMK.10/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.10/2016 tentang Pengampunan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi wajib pajak yang memiliki harta tidak langsung melalui special purpose vehicle yang terdiri dari 8 pasal hasil perubahan. PMK tersebut melaksanakan ketentuan Pasal 24 huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Mekanisme ini juga diatur di dalam Pasal 13 PMK Nomor 118/PMK.3/2016. Apa yang dimaksud dengan Special Purpose Vehicle atau SPV? Dan mengapa pengusaha atau group perusahaan menggunakan SPV? Lalu apakah SPV dapat disalahgunakan untuk melakukan pelanggaran hukum? SPV diungkapkan oleh Simons sebagai sebuah perusahaan dengan tujuan atau fokus yang terbatas, perusahaannya dibentuk oleh suatu badan hukum yang melakukan aktifitas khusus atau bersifat sementara. Perusahaan ini biasanya walaupun tidak perlu dikuasai, hampir sepenuhnya oleh badan hukum yang menjadi sponsornya. Oleh sebab itu, SPV ini harus dijauhkan dari sponsor baik dalam bidang manajemennya maupun kepemilikannya tidak 100%. Karena jika SPV sudah dikuasai atau diatur oleh sponsor, maka tidak akan ada perbedaan antara cabang perusahaan dan SPV. SPV bukanlah objek hukum yang sering dikaji secara akademik di Indonesia walaupun dalam praktik bisnis, penggunaannya tidaklah asing sama sekali bagi para pengusaha. SPV secara keuangan dan perdagangan mendapatkan garansi dari lembaga-lembaga keuangan independen yang terlibat, seperti finance, consultant, appraisal, tax consultant, dan lain-lain. Kembali ke kesempatan ini, saya berharap dapat memberikan penjelasan yang memadai bagi masyarakat awam mengenai keberadaan SPV dan bagaimana hukum di Indonesia sebaiknya menghadapi potensi positif dan negatif dari SPV melalui pendekatan ekonomi terhadap hukum, atau disebut juga dengan pendekatan hukum dan ekonomi ... law and economics. Lalu apa yang membedakan SPV dari korporasi pada umumnya? SPV diciptakan dengan fungsi yang sangat khusus terbatas terutama untuk membatasi risiko finansial dari pemilik SPV yang bersangkutan. Oleh karenanya SPV memiliki beberapa ciri khusus yang cukup mudah untuk diidentifikasi. Antara lain; tidak memiliki karyawan,
8
tidak memiliki lokasi fisik, dan tidak mengambil keputusan bisnis atau ekonomi secara substantif. Ciri-ciri di atas membedakan secara tegas peranan SPV dengan korporasi yang pada prinsipnya menjalankan kegiatan usaha secara aktif untuk mencari keuntungan. Dalam praktiknya, SPV dapat digunakan untuk menyamarkan identitas dari pemiliknya melalui konsep pemisahan pemilik dengan badan hukum korporasi. Penyamaran identitas ini umumnya dilakukan dengan jalan mendirikan belasan, puluhan, atau mungkin lebih banyak lagi SPV dan menciptakan struktur kepemilikan atas SPV-SPV tersebut yang berlapis-lapis di berbagai juridiksi yang tentunya melibatkan banyak negara. Penyamaran identitas melalui SPV ini ditambah dengan keberadaan konsep tanggung jawab terbatas, dapat memberikan insentif negatif kepada pihak-pihak tertentu untuk melakukan pelanggaran hukum termasuk dalam bentuk pencucian uang, korupsi, transaksi orang, penggelapan pajak, dan sebagainya. Mengapa karakteristik SPV di atas dapat menimbulkan insentif negatif? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus kembali ke asumsi awal dalam pendekatan hukum dan ekonomi. Bahwa manusia adalah mahluk yang rasional. Sebagai mahluk rasional, seseorang akan melakukan kejahatan apabila keuntungan dari kejahatan tersebut melebihi biaya yang harus dikeluarkan olehnya sehubungan dengan kejahatan tersebut. Formula ini berlaku umum untuk segala jenis tindak pidana, baik pencurian, pembunuhan, sampai dengan korupsi dan pencucian uang. Mendirikan puluhan sampai ratusan lapisan kepemilikan yang rumit melalui SPV tidak membutuhkan modal yang besar. Dalam praktiknya, U$100 sudah cukup untuk mendirikan suatu korporasi di berbagai negara tertentu yang memang mengkhususkan dirinya untuk berbisnis di bidang pendirian korporasi. Selain itu, biaya operasional menjalankan SPV juga tidak besar karena sesuai dengan fungsi yang terbatas, SPV tidak memerlukan tenaga kerja, kantor fisik, dan kegiatan usaha. Sekalipun proses pendiriannya mudah, melacak struktur kepemilikan SPV justru merupakan pekerjaan yang sulit, apalagi kalau sampai harus melibatkan otoritas multijuridiksi. Belum lagi fakta bahwa negara-negara yang khusus bergerak di bidang pendirian SPV juga memang umumnya sangat menjaga kerahasiaan identitas pemilik SPV tersebut. Kerumitan yang tidak perlu tersebut menambahkan biaya penegakan hukum. Dan sesuai dengan hukum ekonomi, biaya penegakan hukum yang mahal akan menyebabkan proses penegakan hukum yang menjadi lebih sulit. Dan sebagai akibatnya, biaya untuk melakukan kejahatan akan menjadi berkurang. Kemudahan menciptakan struktur kepemilikan yang berlapis ditambah dengan tingkat kerahasiaan identitas yang tinggi, memberikan sarana yang murah dan efektif bagi suatu pihak untuk menyamarkan 9
keberadaannya. Tidaklah mengherankan kalau hal di atas dapat memicu si pemilik SPV untuk membiarkan saja SPV-nya digunakan untuk melakukan pelanggaran hukum atau menggunakan SPV sebagai investasi dalam kegiatan usaha yang berdampak buruk atau berbahaya bagi lingkungan masyarakat. Laporan repatriasi yang terus melonjak, jangan hanya dianggap sebagai laporan positif bagi pendapatan negara yang tumbuh. Dalam praktik tax avoidance, kita mengenal istilah integrations atau bisa disebut dengan repatriasi (repatriation and integrations atau spin dry). Pada tahap ini, uang yang telah dicuci, dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan yang bersih, bahkan merupakan objek pajak. Begitu uang tersebut dapat diupayakan sebagai uang halal melalui cara layering, maka uang yang dianggap halal tersebut dibelanjakan untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan atau organisasi kejahatan yang akan diulangi lagi oleh pelaku. Dan para pelaku ini dapat memilih penggunaannya dengan cara menginvestasikan dana tersebut ke dalam berbagai macam bentuk termasuk properti. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata yang dimana di situ disampaikan dari 4 syarat ada 1 syarat, yaitu kausa halal dimana apabila salah satu dari kausa halal itu sebagai syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian akan batal. Seringkali kita salah menafsirkan bahwa syarat objektif apabila terjadi perdagangan jual-beli rumah misalnya, itu kita hanya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan objek hukum di situ adalah rumah. Padahal untuk bisa mendapatkan rumah itu ada transaksi nilai tukar uang yang kita gunakan. Nah, apabila kemudian salah satu dari syarat objektif itu misalnya uang kemudian diduga atau kemudian ditemukan bahwa berasal dari asal-usul yang tidak halal, maka ini juga akan menyebabkan … apa namanya … proses batalnya hukum itu sendiri yang diatur juga dalam hukum perdata internasional. Di samping itu menurut Konvensi Vienna tahun 1980, Convention on Contracts for The International Sales of Goods (CSG) yang terdiri dari 100 (suara tidak terdengar jelas) pasal. Terkait dengan hal keabsahan dari suatu perjanjian, ada 2 hal yang dapat dikemukakan di sini. Hal kedua berkaitan dengan objeknya, yaitu yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian jual-beli itu sendiri. Dalam permasalahan kedua ini, perlu diperhatikan bahwa dalam hal ketentuan hukum materiil mengenai pelaksanaan perjanjian jual-beli yang diatur dalam CSG, bertentangan dengan ketentuan hukum domestik yang berlaku di suatu negara tertentu yang merupakan negara salah satu pihak dalam perjanjian jual-beli, maka hal ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk menyatakan perjanjian jual-beli menjadi tidak sah dan harus dibatalkan. Pada tahun 1995, sempat terjadi skandal pencucian uang besar yang dilakukan oleh Barings Bank. Yang Mulia, izin boleh, ya. Saya ulangi … pada tahun 1995 sempat terjadi skandal pencucian uang besar yang 10
dilakukan oleh Barings Bank, salah satu bank tertua di Inggris, Bank of Credit and Commerce International. Bank sebagai subjek hukum perdagangan internasional mewakili korporasi atau juga bisa disebut sebagai intermediary dalam transaksi bisnis internasional dengan pihak swasta lainnya. Kejadian tersebut mengakibatkan kekacauan sejumlah bisnis di dunia yang berasal dari berbagai negara karena BCCI memiliki anak perusahaan di Timur Tengah, Afrika, Asia, dan bahkan Amerika Serikat. Bahkan BCCI juga terlibat dengan Luxenberg sebagai tax haven country. AMF mencatat jumlah uang haram yang beredar di dunia mencapai 5% dari Gross Domestic Product atau GDP dunia. Majelis Hakim konstitusi yang saya muliakan. Pada Pasal 20 yang memasukkan frasa pidana lain menciptakan inkonsistensi terhadap rezim Undang-Undang Perpajakan. Kemudian Pasal 21 ayat (2), (3), dan (4) menunjukkan upaya tidak kooperatif dalam membangun transparasi untuk kepentingan perpajakan maupun perdagangan internasional. Di samping itu, seharusnya pasal ini juga memiliki spirit untuk mendorong pada tahun 2018, dimana negara-negara OECD ingin merevisi dari kerahasiaan bank atau bank secrecy yang dianggap dapat menghambat laju keterbukaan formasi, serta Pasal 22 yang mengesankan imunitas hukum pejabat negara dalam hal pelaksanaan pengampunan pajak ini mencederai semangat equality before the law. Eksitensi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak serta PMK yang mengatur mengenai special purpose vehicle memberikan ancaman serius bagi aktivitas perdagangan internasional. Perlu diingat bahwa perdagangan internasional terjadi baik antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta, atau bahkan swasta dengan swasta. Produk hukum domestik yang tidak mendorong kesepakatan internasional dalam membangun harmonisasi pedagangan akan menyulut instabilitas perdagangan, baik bilateral maupun multilateral. Konsekuensinya dapat terjadi ketidakpastian perdagangan jika terbukti dalam perdangan tersebut ditemukan aspekaspek pelanggaran yang diatur di masing-masing negara. Padahal perdagangan diciptakan untuk mendorong nilai ekonomi bagi suatu komunitas besar yang disebut negara. Masyarakat termasuk di dalamnya bisa ikut menikmati tumpahan ekonomi dari proses ini. Oleh karena itu, Ahli berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan keterangan Ahli ini sebagai bagian untuk mencegah degradasinya perdagangan Indonesia di masa depan. Demikian keterangan Ahli, terima katif ... terima kasih atas perhatian Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb.
11
34.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Silakan kembali ke tempat duduk dulu. Ahli berikutnya, yaitu Pak Salamuddin Daeng, S.E., Ahli dari Perkara Nomor 63. Silakan.
35.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SALAMUDDIN DAENG Bismillahirrahmanirrahim. Yang Mulia Bapak Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia Para Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dan Hadirin sekalian yang saya hormati. Assalamualaikum wr. wb. Pertama-pertama, izinkanlah saya menyampaikan pokok-pokok pikiran saya berkaitan dengan gugatan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 ... 2016 tentang Pengampunan Pajak. Saya membuat makalah yang cukup panjang terkait dengan keterangan saya hari ini. Namun, saya akan menyajikan beberapa hal saja yang berkaitan dengan pokok-pokok pikiran di dalam makalah tersebut dan selebihnya mungkin akan dilanjutkan dengan proses yang lain. Makalah ini merupakan hasil pengamatan dan penelitian kami, memperhatikan segala keadaan makro ekonomi Indonesia dan seluruh proses tax amnesty yang tengah dijalankan oleh pemerintah sekarang ini. Pertama adalah menyangkut apa yang menjadi latar belakang pemerintah memberlakukan … pemerintah dan DPR membuat regulasi dalam rangka merealisasikan ambisi yang besar dari pada pemerintah di dalam mewujudkan berbagai projek infranstruktur yang dijanjikan oleh pemerintah pada … sejak dari masa kampanye hingga saat ini dan itu hendak diwujudkan melalui upaya memobilisasi anggaran dalam jumlah yang cukup besar ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Ambisi tersebut jelas tercermin dalam peningkatan APBN dari sejak APBN 2015, APBNP 2015, APBN 2016, dan APBNP tahun 2016. Padahal seluruh … sebagian besar pengamat ekonomi mengetahui keadaan ekonomi dunia, keadaan ekonomi regional, dan keadaan ekonomi nasional kita yang tengah mengalami pelemahan. Akan tetapi, pemerintah tetap begitu ambisius merancang sejumlah anggaran dengan persentase peningkatan yang cukup tinggi. Secara umum saya gambarkan, pemerintah merancang target penerimaan pajak pada APBNP 2016 itu mencapai 45,8% dibandingkan dengan realisasi anggaran yang dicapai oleh Pemerintah pada APBN 2015. Jadi, target APBNP 2016 dari realisasi 2015 itu ditingkatkan hingga 45,8% target penerimaan pajak. Hampir seluruh diskusi yang berkembang di luar itu menyebutkan bahwa target itu sangatlah ambisius dan tidak mungkin bisa direalisasikan di tengah situasi ekonomi global dan ekonomi nasional 12
yang tengah memburuk. Apalagi harga minyak juga tidak naik, harga komoditas juga tidak mengalami kenaikan, dan bank dunia sudah merilis laporan bahwa ada 2 anomali di dalam ekonomi Indonesia yang sangat ekstrem. Yang pertama adalah inflasi yang tinggi, yang kedua adalah daya beli masyarakat yang merosot tajam. Padahal kedua faktor itulah yang menjadi penopang utama ekonomi kita di dalam 10 tahun terakhir. Jadi, daya beli masyarakat itulah yang menjadi sirkulasi utama dari ekonomi kita. Nah, berikutnya ketika seluruh realisasi itu tidak tercapai dan berbagai perdebatan muncul, Pemerintah melakukan perubahan APBN 2016 menjadi APBNP 2016 lalu memotong Rp160 triliun di dalam APBNP 2016. Lalu kemudian, Menteri Keuangan secara sepihak memotong kembali Rp130 triliun di dalam … melalui kebijakan Menteri Keuangan dan rencana akan ada juga pemotongan tahap kedua yang jumlahnya kira-kira akan sama dengan pemotongan tahap pertama. Jadi, keadaan sulit yang dihadapi akibat menurunnya jumlah penerimaan pajak inilah yang dijadikan alasan oleh Pemerintah dan DPR untuk menjalankan tax amnesty yang spiritnya semata-mata hanya untuk mendapatkan uang tebusan di dalam rangka untuk memenuhi target APBN, semata-mata itu. Kita tidak melihat niat-niat yang lain sebagaimana tax amnesty yang kita pelajari di berbagai negara yang diberlakukan yang lebih ditujukan bagi kepentingan industri makro ekonomi dan upaya untu menolong masyarakatnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung, rencana denda yang hendak diraih dan dimasukkan ke dalam APBN itu mencapai Rp165 triliun. Saya tidak membayangkan kalau dibagi 2% itu nilainya bisa mencapai Rp8.000 triliun lebih aset bersih, kekayaan bersih. Sementara kita tahu pengusaha-pengusaha punya utang banyak, mungkin 50-70% dari aset mereka. Berarti kalau aset bersihnya itu Rp8.000 triliun, maka aset kotornya bisa 3 kali lipat dari itu, 3x8. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mereka akan menverifikasi aset senilai itu dalam waktu 9 bulan. Kemudian, pokok pikiran yang kedua adalah berkaitan dengan berbagai … apa namanya … upaya untuk melegalisasi satu kejahatan, baik itu kejahatan di bidang perpajakan maupun kejahatan kriminal yang murni seperti prostitusi, drugs, dan lain sebagainya ya, money laundry, trafficking, dan seterusnya. Saya langsung saja mengutip statement Menteri Keuangan di dalam proses penyusunan Undang-Undang Tax Amnesty yang mengatakan bahwa tax amnesty tidak memandang sumber dana yang masuk ke dalam penerimaan pajak, apakah haram ataupun halal. Semua wajib membayar pajak, dan memang tampaknya di dalam isi undangundang itu sangat sulit untuk membedakan itu harta haram apa halal karena pendekatannya harta kekayaan, bukan pendapatan dari sumbersumber yang produktivitas dan lain sebagainya. 13
Karena pendekatan yang memajak harta, memajaki deposito orang nanti, memajaki tabungan orang yang ada di bank nanti karena saya dengar Menteri Keuangan juga sudah meminta akses ke perbankan … untuk meminta akses ke perbankan dalam rangka mengetahui deposito dan tabungan-tabungan orang yang ada di bank karena pendekatan dari undang-undang ini adalah harta kekayaan. Semua wajib membayar pajak. Dengan demikian, sasaran tax amnesty adalah termasuk uang haram, hasil perbuatan kriminal murni, bukan merupakan piutang pajak pemerintah semata. Jadi, termasuk di dalamnya yang semacam itu. Dengan demikian, secara garis besar ada 3 sumber keuangan yang diincar dalam hal ini. Pertama adalah dana-dana yang berasal dari pengemplang pajak yang menjadi piutang Pemerintah. Kedua, danadana yang disimpan di luar negeri yang juga bisa berasal dari hasil kejahatan pajak internasional. Kita enggak tahu kejahatan pajaknya di mana, apakah di Indonesia, apakah di Malaysia, apakah di ASEAN, bisa saja. Lalu yang ketiga adalah dana-dana yang bersumber dari bisnis ilegal yang dijalankan di Indonesia atau di internasional, seperti judi, trafficking, money laundering, dan lain sebagainya, yang mencari bentuk-bentuk legalisasi aset mereka di Indonesia. Jadi, apakah kita mau menjadi negara semacam itu, negara di mana tempat bersarangnya para kriminal? Jika melihat sumber dana tersebut maka dapat disimpulkan bahwa negara melakukan legalisasi kejahatan serius yang dilakukan oleh para koruptor, penjahat, kriminal, dan sejenisnya. Pemberian tax amnesty kepada mereka akan membawa konsekuensi masuknya uang ilegal ke dalam institusi negara. Hal ini juga berarti bahwa negara membuka peluang lebih luas lagi bagi praktik kejahatan yang sama di masa yang akan datang. Korupsi dan bisnis ilegal lainnya karena dalam pandangan mereka sewaktu-waktu bisa memperoleh tax amnesty dan memperoleh legalisasi atas kekayaan yang didapatkan dari sumbersumber semacam itu. Pokok pikiran yang ketiga, itu menyangkut dugaan saya pribadi mengamati proses yang terjadi. Disebutkan oleh pemerintah bahwa tax amnesty bresifat tertutup, datanya bersifat rahasia bagi publik, bagi para penegak hukum, dan bagi masyarakat pada umumnya. Saya menganggap dalam peraturan … dalam penerapan peraturan pajak yang sifatnya normal saja korupsi di dalam perpajakan kita masih berlangsung secara terus-menerus, apalagi dengan undang-undang yang memberikan satu otoritas untuk menutup diri dari publik dari keterbukaan. Kita sulit sekali membayangkan apa yang terjadi dan apa yang mereka lakukan. Kedua, ketika pemerintah mengumumkan bahwa dana yang masuk dalam proses tax amnesty Rp41,74 triliun di beberapa hari yang lalu, saya … sekitar tanggal 25 September 2016. Saya kaget dan heran 14
kalau penerimaan itu sudah sebesar itu, berarti kalau dikali dengan 2% aset murni yang sudah mereka deklarasi itu ya Rp2.087 triliun. Kalau aset kotornya bisa tiga kali lipat dari itu. Ini merupakan suatu pencapaian yang besar. Banyak teman-teman yang mau jadi saksi ahli di sini ciut nyalinya, “Oh ini program benar-benar sukses.” Padahal menurut saya, ini bisa jadi dugaan saya adalah suatu angka-angka semata dan karena tidak mungkin ada uang yang masuk sebesar itu dalam tempo yang sesingkat ini, dan itu prosesnya panjang sekali, dan itu bisa jadi hanya catatan dalam bentuk piutang pemerintah. Karena nanti akan verifikasi aset, dan lain sebagainya, dan seterusnya yang juga akan sama prosesnya dengan pemungutan pajak biasa. Piutang-piutang yang belum tentu terbayarkan. Apalagi kalau ini adalah aset kotor maka harus dikurangi kewajiban dan piutang-piutang mereka. Bisa jadi tidak ada nanti penerimaan itu yang sebenarnya. Kemudian, saya mengikuti terus perkembangan utang pemerintah di pasar keuangan internasional dan utang dalam bentuk surat utang negara. Jadi, kita sendiri kaget di era pemerintahan Jokowi ini utang yang sudah dibentuk oleh pemerintah sebelum dua tahun ini, 2 September ini akan dua tahun, itu sekarang selama dua tahun kurang pemerintah Jokowi memerintah itu sudah menciptakan utang sekitar Rp732,36 triliun, tadi ada kaitannya dengan ambisi yang saya gambarkan di depan. Yang bersumber dari dalam negeri sebanyak Rp384,61 triliun sampai dengan agustus 2016, ini yang September juga saya monitor itu terus dapat utang, dapat aliran utang, dan yang bersumber dari luar negeri Rp347,74 triliun sampai dengan kuartal pertama akhir tahun 2016. Jadi, sebenarnya di tengah pemerintah menggembar-gembor tentang pencapaian tax amnesty tetapi utang terus ditumpuk. Kalau begini caranya menumpuk utang maka dua tahun ini Rp1.000 triliun pemerintah bisa mencetak utang karena tahun kemarin berdasarkan laporan Bank Dunia lebih dari Rp500 triliun, berarti tahun ini untuk menutup kekurangan anggaran akibat tax amnesty tidak tercapai, target pajak tidak tercapai, maka bisa jadi sebesar itu. Dengan demikian setiap bulan pemerintah … pemerintahan ini rata-rata menciptakan utang Rp33,28 triliun setiap bulan, belum termasuk utang pemerintah dari luar negeri sepanjang Juli dan September 2016 karena BI belum merilis ini. Dengan demikian setiap orang Indonesia selama 22 bulan terakhir dibebani tambahan utang Rp2.900.000,00 per kapita. Bahkan sejak program tax amnesty ini diberlakukan, antara bulan Juli sampai dengan Agustus tahun 2016 terdapat tambahan utang pemerintah yang bersumber dari surat utang negara sebesar Rp59, 071 triliun. Majelis Hakim Yang Mulia, mohon maaf ada yang bagian kesimpulannya yang ... jadi, dari keterangan pokok-pokok pikiran di atas, 15
dari pokok-pokok yang saya sampaikan di atas, saya melihat bahwa berdasarkan pengalaman pajak di berbagai negara, secara umum saya menyimpulkan bahwa tax amnesty ini merupakan suatu hukuman bagi orang baik, bagi pembayar pajak yang taat, bagi orang yang bisnis bersih, bagi orang yang tidak korupsi. Karena apa? Karena seorang pembayar pajak yang tidak taat, seorang koruptor, seorang pelaku kejahatan kriminal, itu memperoleh perlakuan yang istimewa dengan mendapatkan amnesty dan dilegalisasi aset-aset mereka. Dalam pengalaman di berbagai negara, memang ini diakui bahwa tax amnesty itu bersifat menghukum wajib pajak yang taat. Jadi, kalau berkaitan dengan gugatan yang disampaikan oleh Pemohon, maka ini jelas melanggar prinsip … apa namanya ... keadilan bagi setiap orang di hadapan hukum karena dia dihukum, padahal dia taat, sementara yang tidak taat terus diberi keleluasaan. Dan sampai dengan sekarang ini pun, pembayar pajak yang taat masih tetap dipungut pajaknya sebagaimana undang-undang yang berlaku, sementara pembayar pajak yang tidak taat mendapatkan pengampunan. Kita semua di ruangan ini masih tetap bayar pajak sebagaimana biasanya, tetapi ada orang yang tengah mendapatkan pengampunan. Kalau undang-undang ini bersifat adil, maka seluruh orang saat ini mendapatkan pajak 2%. Jadi, seluruh kita ini pajak 2% kalau mau adil. Jadi, dia bersifat menghukum wajib pajak yang taat. Kesimpulan yang kedua bahwa undang-undang ini sungguh bertentangan dengan cita-cita negara kita sebagaimana yang ada di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena secara terbuka akan melegalisasi sumber-sumber keuangan yang bersumber dari kegiatan yang ilegal. Kesimpulan saya yang ketiga bahwa jelas ini merugikan Para Pemohon, para buruh yang sebelum dia lihat gajinya sudah dipotong pajaknya. Dan seharusnya pajak itu dibayar oleh pengusaha-pengusaha di mana mereka bekerja. Tapi pengusaha-pengusaha kakap yang konon kabarnya paling banyak mengajukan tax amnesty ini dimana para-para buruh bekerja justru menggelapkan pajak mereka karena sewaktu-waktu Pemerintah bisa mengampuni harta kekayaan mereka yang tidak jelas sumber dan asal usulnya itu. Seharusnya, kalau Pemerintah dan Menteri Keuangan memiliki data yang benar tentang masalah ini, maka mereka wajib … kalau di atas 5 tahun wajib dikenai denda 100% kalau benar memiliki data. Tapi memang saya perhatikan ini, seperti memasang jaring yang besar sekali dan meraba-raba, ikan hiu, ikan teri, masuk semua. Demikian, Majelis Hakim Yang Mulia, selebihnya dari keterangan saya ada di dalam makalah yang sudah saya sampaikan. Demikian atas perhatiannya, wabillahi taufik wal hidayah, assalamualaikum wr. wb.
16
36.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Pak Salamuddin. Dari keterangan kedua Ahli ini, dipersilakan kepada Para Pemohon untuk mendalami atau menambahkan lebih lanjut sekiranya ada hal-hal yang masih perlu pendalaman. Khusus untuk perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016, 58/PUUXIV/2016, dan 59/PUU-XIV/2016 bisa menanyakan ke Pak Muhammad Reza, sedangkan untuk perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016, ke Pak Salamuddin Daeng. Sekarang, perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016 dulu, biar satu, dua pertanyaan silakan, dilanjutkan dengan perkara Nomor 58/PUUXIV/2016.
37.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: MUHAMMAD DAUD BERUEH
NOMOR
57/PUU-
NOMOR
57/PUU-
Ya, baik. 38.
KETUA: ANWAR USMAN Silakan.
39.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: MUHAMMAD DAUD BERUEH
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saudara Ahli, tadi Saudara Ahli sudah menggambarkan cukup komprehensif, ya, terkait dengan beberapa regulasi dan juga kebijakan-kebijakan hukum perdagangan internasional, termasuk juga konsekuensinya. Nah, pertanyaan saya, pertama. Ini saya langsung saja quote dari media, ya. Jadi pada tanggal 5 September 2016, pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G-20 di Hangzhou International Expo Center. Nah, ini Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo menyampaikan kurang-lebih seperti ini saya quote, “Mengingat perlambatan ekonomi global, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan pendapat pajak kita dalam menjaga iklim bisnis dan investasi, hal ini membutuhkan sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan.” Nah, jadi ini pernyataan Presiden pada tanggal 5 September dalam pertemuan tersebut. Nah, yang saya tanyakan terkait dengan atau relevansinya dengan Ahli hari ini. Saya perlu sampaikan ke Ahli bahwa dalam UndangUndang Tax Amnesty, tepatnya di Pasal 21 sudah jelas dinyatakan data ... Pasal 20, “Data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang ini 17
tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.” Nah, dalam penjelasan disebutkan tindak pidana lain termasuk. Nah, kemudian di Pasal 21, ini terkait dengan informasi. Di ayat (1) disebutkan, “Menteri menyelenggarakan manajemen data dan informasi dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini.” Kemudian di ayat (2), “Menteri/wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui oleh atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak yang lain.” Nah, jadi pertanyaan saya adalah ada situasi dimana Pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan satu kebijakan. Di lain sisi di forum internasional ingin mengedepankan proses transparansi pajak yang nantinya akan dilakukan komitmennya di 2018. Tapi kemudian di sisi yang lain di Pasal 20 dan 21, ternyata yang terjadi adalah mereduksi transparansi informasi tadi. Nah, saya meminta pendapat Ahli, dalam konteks atau perspektif hukum perdagangan internasional, bagaimana Ahli melihat ini? Terus apa konsekuensinya ketika Pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan sebagaimana yang telah dilakukan komitmen pada pertemuan-pertemuan internasional lewat traktat atau konvensi internasional yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia? Untuk yang pertama itu dulu, Yang Mulia. 40.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, cukup, ya. Perkara Nomor 58, silakan.
41.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Baik, terima kasih, Yang Mulia. 42.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, dicatat dulu semua, ya, nanti sekaligus, ya.
43.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Ya. Untuk Ahli, sebetulnya ini ada kaitannya dengan pertanyaan dari Perkara Nomor 57 tadi. Pertanyaannya sebetulnya begini, sehubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Tax Amnesty, ketika tadi dijelaskan ada beberapa yang bisa berdampak pada hukum perdagangan internasional, ya. 18
Pertanyaannya adalah terkait penutupan akses, ya, akses informasi sebagaimana di dalam Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 ... eh, saya ulangi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, apa implikasinya, ya, bagi negara Indonesia dalam perspektif hukum perdagangan internasional? Itu saja, terima kasih. 44.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Terakhir Nomor 59, untuk Ahli. Mohon Pak (suara tidak terdengar jelas), silakan.
45.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: M. PILIPUS TARIGAN
NOMOR
59/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Ahli, ya, kami mau bertanya terkait dengan katakanlah seperti bahwa dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bahwa katakanlah ketika uang ini berasal ... tidak mempermasalahkan uang ini dari mana asal-usul uang ini. Katakanlah misalnya bahwa siapa saja yang memperoleh uang, lalu dengan tax amnesty, maka uang ini menjadi dari tidak halal menjadi halal karena dalam undang-undang ini tidak menilai dari mana asal-usul uang. Kemudian dalam pandangan hukum perdagangan internasional karena uang ini sudah menjadi halal dalam Negara Republik Indonesia, lalu apakah sama pandangan di masyarakat internasional dalam sistem perdagangan? Apakah dalam perdagangan internasional bisa menerima sama juga dengan negara kita bahwa uang ini nantinya bukan ... karena dianggap sebagai uang yang bukan bersumber dari hasil yang halal, maka apakah ada dipermasalahkan di perdagangan internasional bahwa akan dipermasalahkan tentang sumber asal-usul uang tersebut? Lalu apa dampak kepada negara kita dalam pandangan masyarakat internasional khususnya dalam perdagangan internasional. Itu saja dulu, Yang Mulia. 46.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Perkara Nomor 63, untuk Ahli Pak Salamuddin Daeng. Silakan.
47.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saudara Ahli, di dalam konteks penjelasan tadi kita semua mendengar di dalam pengertian tax amnesty pemerintahan Jokowi justru terbalik, begitu, pemahamannya. Pengertian 19
terbalik adalah wajib pajak yang taat justru yang dihukum, sementara yang tidak taat atau pengemplang pajak justru dapat pengampunan. Ini apakah kaitannya dengan untuk menutup defisit anggaran APBN itu? Di mana korelasinya, begitu? Yang kedua, antara ambisi dan kejahatan serta kebohongan, itu pada tingkat seperti yang kita mendengar semua tadi sudah terjadi kebohongan, begitu. Bahkan di dalam kebohongan itu ada kejahatan karena ingin mencapai ambisinya tadi. Bisa Anda lebih terangkan detail antara ambisi, kejahatannya, dan kebohongannya? Sehingga kita rakyat Indonesia terang benderang dipimpin oleh pemerintahan yang membohongi rakyatnya. Kemudian yang ketiga, dari Pihak Pemerintah waktu kemarin dan DPR dengan bangga menyampaikan tentang berbagai negara lain seperti Jerman, kalau tidak salah kemarin Italy, Kolombia, itu sukes dengan tax amnesty-nya. Apakah Anda punya bandingan juga negara lain yang gagal atau tidak benar dengan tax amnesty ini? Karena kita melihat justru salah satunya di Brasil, misalnya bisa Anda gambarkan di Brasil, itu justru untuk supaya kesejahteraannya, bukan ... kalau di Indonesia seperti yang kita amati sekarang adalah untuk menutupi kekurangan atau menambah pendapatan dari yang kekurangan terjadi tadi defisit. Bagaimana Anda menjelaskannya lebih jauh untuk itu? Kemudian sisi lainnya, supaya moodnya sampai, Prinsipal kami ingin menyampaikan beberapa pokok-pokok pikirannya. Saya persilakan Saudara Iqbal. 48.
KETUA: ANWAR USMAN Apakah kaitannya dengan ini ... pertanyaan, ya?
49.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Ya, pertanyaan maksudnya. 50.
KETUA: ANWAR USMAN Silakan.
51.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA Ini bagian dari hak kita (...)
20
52.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, kalau pertanyaan ke Ahli, silakan.
53.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Ya, ke Ahli. 54.
PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SAID IQBAL SAID IQBAL Terima kasih. Ahli, ada dua pertanyaan. Yang pertama, buruh taat membayar pajak dari gaji yang dipotong pajak, kemudian juga taat membayar pajak STNK, pajak PBB, bila telat … sebagai contoh telat membayar pajak STNK pasti ditilang, sampai hari ini pun masih berlaku. Tapi di sisi lain pemilik modal dan korporasi, pengemplang pajak diampuni. Dan diperparah lagi buruh sudah taat membayar pajak tapi malah lebih ditekan lagi menjadi upah murah melalui kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, seolah-olah ini menjadi anomali korporasi, pemilik modal, pengusaha besar diampuni pajaknya terhadap kejahatan pajak yang dilakukannya, tapi yang taat bayar pajak, para buruh ditekan upahnya. Jadi seperti anomali melalui PP Nomor 78 Tahun 2015. Sebagai buruh ini berarti mencederai rasa keadilan. Oleh karena itu, kami ingin mengelaborasi lagi, bagaimana pendapat Ahli terhadap keadaan ini? Pertanyaan yang kedua, tadi dijelaskan oleh Ahli tentang sumber dana yang menjadi objek jalan pengampunan pajak tidak dipersoalkan. Tadi dijelaskan bisa jadi berasal dana korupsi, trafficking, narkoba, dan hal-hal lain. Padahal serikat buruh termasuk International Labor Organization sangat concern dan bahkan seluruh negara-negara yang menjadi anggota ILO termasuk Indonesia sudah menandatangani pakta integritas yang sangat concern tentang melawan trafficking, narkoba, maupun korupsi. Tapi undang-undang tentang amnesty menjadi anomali terhadap jawaban itu, dimana dana yang menjadi objek daripada pengampunan pajak tersebut tidak dipersoalkan. Bagaimana pendapat Ahli terhadap hal ini? Terima kasih.
55.
KETUA: ANWAR USMAN
56.
Baik. KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Ada tambahan lagi dari Sekjen KSPI-nya, saya persilakan. 21
57.
KETUA: ANWAR USMAN Silakan.
58.
PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SAID IQBAL (...)
59.
Ya, terima kasih, Pak Hakim. Saudara Saksi, kalau kita melihat
KETUA: ANWAR USMAN Ahli, Ahli.
60.
PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SAID IQBAL Saudara Ahli, maaf, ya. Saudara Ahli, kalau kita melihat perdebatan mengapa undang-undang ini muncul, ada dua hal yang kita tangkap. Yang pertama adalah defisit Anggaran. Saya ingin menanyakan kalau hanya targetnya Rp165 triliun, ada enggak cara lain dari Pemerintah untuk mendapatkan dana ini? Kita dengar bahwasanya Pemerintah misalnya banyak punya piutang-piutang yang sebenarnya dia tinggal minta saja kepada beberapa lembaga di internal negara maupun ke beberapa pihak swasta. Itu yang pertama. Yang kedua, mencermati apa yang Saudara Ahli sampaikan ketika undang-undang ini kemudian justru merugikan para wajib pajak yang taat sementara kita lihat bahwasanya sesuai dengan tujuan undangundang ini adalah ingin salah satunya katanya, katanya ingin menambah peluasan wajib pajak. Nah, ketika yang wajib pajak ini taat kemudian diberikan sanksi, apakah justru akan menimbulkan “perlawanan” dari yang wajib ... taat wajib pajak ini sehingga kemungkinan peluasan itu tidak tercapai? Itu mungkin pertanyaan dari saya. Terima kasih.
61.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Yang terakhir, Yang Mulia. Buat Ahli, saya minta penjelasannya melalui Yang Mulia. Bahwa tax amnesty yang dilakukan di Indonesia ini seperti menebar jaring besar sehingga tidak bisa membedakan yang kakap, yang paus, yang ikan teri tadi, ya. Nah, pertanyaan seriusnya mampukah dengan tax amnesty dibedakan yang bersifat halal dananya atau yang berdasarkan kejahatan tadi? Ada enggak alat yang efektif untuk bisa membedakan itu? Kalau tidak ada, berarti ini menggeneralisir semuanya yang membuat kejahatan itu jelas-jelas terjadi. Tolong penjelasannya. Terima kasih, Yang Mulia. 22
62.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Baik. Dari Kuasa Hukum Presiden, silakan untuk kedua Ahli.
63.
PEMERINTAH: HADIYANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin nanti rekan kami akan juga bertanya. Sebelum ke rekan kami, mungkin kami ingin bertanya kepada Ahli dua-duanya. Apakah ... supaya kita punya kedudukan yang pasti mengenai kedudukan para Ahli ini. Apakah Ahli sudah menyampaikan dan membayar pajak dan menyampaikan SPT dengan tertib dan benar selama 5 tahun ini? Itu satu, Yang Mulia, untuk kita mengetahui dengan benar mengenai status itu. Yang kedua, Yang Mulia. Untuk Ahli Muhammad Reza, saya mendengar tadi mengenai refresh atas hukum perdata perdagangan internasional yang memang teorinya seperti itu. Namun juga lupa bahwa Ahli tidak menyinggung bahwa di banyak negara juga tax amnesty ini sesuatu atau instrumen yang biasa dijalankan oleh berbagai negara untuk mencapai tujuan tertentu. Nah, dalam kaitannya dengan kualitas Undang-Undang Tax Amnesty, itu kan, undang-undang berlaku dalam satu wilayah periode tertentu untuk masyarakat tertentu. Nah, masyarakat internasional terkena atau berkaitan dengan dampak Undang-Undang Tax Amnesty, menurut hemat kami dari Pemerintah itu tidak dalam konteks adanya Undang-Undang Tax Amnesty, tapi bagaimana perdagangan internasional diatur secara adil di antara negara. Bagaimana para pihak bisa menjalankan komitmen internasional di perdagangan dijalankan. Jadi, bukan kaitannya dengan ketentuan undang-undang domestik yang memang dimaksudkan untuk tadi ada 3 hal. Selain itu, Ahli lupa dan hanya menyoroti satu tujuan dari Undang-Undang Tax Amnesty, yaitu soal budgetingnya saja, Bapak Yang Mulia. Padahal Undang-Undang Tax Amnesty itu ada 3 tujuan utama. Pertama adalah tentu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi modal atau capital inflow dari luar negeri ke dalam negeri. Ini sangat penting. Kenapa? Buktinya adalah begitu undang-undang ini disahkan, indeks harga saham gabungan meningkat, kurs rupiah menguat, dan juga indikator-indikator makro kita membaik.
64.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Langsung ke pertanyaannya apa?
23
65.
PEMERINTAH: HADIYANTO Ya. Kan gini, Yang Mulia. Karena untuk saksi yang kedua menyoroti soal ambisi bahwa Pemerintah menganggarkan dengan ambisi dari Undang-Undang Tax Amnesty. Ada pertanyaannya adalah sebagai berikut. Jadi, tujuan Undang-Undang Tax Amnesty itu ada 3, tidak hanya itu saja. Oleh karena itu, Undang-Undang Tax Amnesty ini dalam jangka menengah panjang, dia akan membangun data base perpajakan sehingga justru itu akan menjadi basis untuk pemajakan di masa depan dengan tingkat validitas data yang lebih memadai. Jadi menurut saya, Ahli, tolong bisa dijelaskan dan apalagi tadi disampaikan, Yang Mulia, ada kebohongan pemerintah. Penerimaan pajak dari uang tebusan yang tadi disinggung Rp47,4 triliun, itu basisnya real time. Jadi, begitu ada uang tebusan, langsung tercetak di ... di sistem SPN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) kita melalui MPG 2. Jadi, itu sangat ... kami justru ingin ... ingin Ahli itu menarik ucapannya bahwa Pemerintah melakukan kebohongan. Justru itulah sangat terbuka, Pemerintah memperoleh uang tebusan itu dari waktu ke waktu dapat dimonitor oleh masyarakat. Silakan teman kami yang Pak ... PEMERINTAH: ASTERA PRIMA Terima kasih, mohon izin, Yang Mulia.
66.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan.
67.
PEMERINTAH: ASTERA PRIMA Saudara Ahli yang terhormat mungkin saya tadi melanjutkan apa yang disampaikan Pak Sekjen terkait dengan pernyataan atau penjelasan dari Ahli yang pertama, Saudara Reza Zaki. Tadi Saudara mengaitkan antara Undang-Undang Perdagangan Internasional dengan tax amnesty dan tadi ada kaitannya dengan SPV dan kemudian juga ada yang dikaitkan dengan masalah transfer pricing, dan lain-lain yang sifatnya tax avoidance. Pertanyaan saya di sini adalah pertama, apakah Saudara mengetahui bahwa SPV ini adalah suatu yang lazim digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka memitigasi risiko? Misalnya, dia ingin melakukan pinjaman, ya, atau melakukan suatu corporate action yang belum tercover di dalam perundangan Indonesia. Nah, jadi pertanyaan saya, apakah hal yang seperti ini juga dianggap sebagai suatu pelanggaran? Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, ini juga ingin saya kaitkan dengan tax amnesty, ya. Sebagaimana 24
kita ketahui, di dalam tax amnesty ini sebenarnya diberikan suatu kebebasan untuk memilih, apakah dia ingin ikut atau tidak ikut. Nah, sekarang kita bicara dalam hal yang ikut, ya. Apakah Saudara mengetahui bahwa sebenarnya yang namanya SPV ini juga sudah banyak dilaporkan oleh wajib pajak? Dan kalau ini sudah dilaporkan, apakah ini juga merupakan suatu pelanggaran? Dan yang ketiga adalah apakah Saudara juga mengetahui secara internasional sebenarnya ada yang namanya tadi Saudara juga sebutkan, yang namanya Gerakan Global Forum Transparansi dan juga ada kaitannya dengan base erosion and profit shifting? Yang tujuannya adalah untuk menaruh di tempatnya penghasilan dari hak suatu negara dan juga adanya suatu transparansi. Pertanyaan saya adalah dengan adanya ini, bagaimana menurut Saudara? Apakah justru ini bukan merupakan suatu yang inline dengan tujuan itu karena SPV mau tidak mau dia akan membuka informasi yang ada melalui tax amnesty? Mungkin itu dan untuk Ahli yang kedua, kami juga ingin sedikit memberikan pertanyaan terkait tadi masalah data penerimaan tax amnesty, tadi sudah ditanyakan juga. Pertanyaan saya adalah apakah Saudara mengetahui proses pembayaran pajak? Karena ini sangat penting, supaya kita juga mengetahui di sini bahwa proses pembayaran pajak itu sebenarnya tidak bisa direkayasa. Nah, ini yang mungkin saya ingin penjelasan dari Para Ahli. Terima kasih, Yang Mulia. 68.
PEMERINTAH: KEN DWIJUGIASTEADI Yang Mulia, ada tambahan.
69.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan.
70.
PEMERINTAH: KEN DWIJUGIASTEADI Mohon izin, Yang Mulia. Saya mau menanyakan kepada Saudara Ahli yang kedua, tadi Saudara menjelaskan bahwa yang taat dikejar pajaknya, yang tidak taat diampuni. Yang saya tanyakan adalah definisi taat menurut Saudara apa? Terima kasih, Yang Mulia.
71.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, dari meja Hakim? Ya, Yang Mulia Pak Palguna.
25
72.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia. Ini kepada Ahli yang pertama dulu, Pak Reza, Reza Zaki. Ini pertanyaan sederhana saja sebenarnya. Ini kan berkaitan dengan SPV, ya itu Anda mengutip definisinya sudah, ya, “Special Purpose Vehicle is a company with a limited purpose or focus. It is created by corporation to conduct,” dan seterusnya itu. Pertanyaan sederhananya begini, ini sesuatu yang legal, enggak dalam hukum perdagangan internasional? Entity yang legal apa tidak? Karena persoalan dari kedua itu Anda mengaitkan ini dengan ada persoalan negatifnya, kan, penyamaran identitas, begitu ya. Tentu akan menjadi pertanyaan buat publik kemudian apabila memang itu demikian keadaannya, mengapa dibiarkan oleh komunitas internasional ini ada jika dia ini? Mengapa dia tidak dikatakan sebagai sesuatu yang ilegal saja kalau dia memang lebih banyak berdampak demikian? Ini mungkin akan terkait dengan pertanyaan pemerintah tadi, tapi dari angle yang berbeda ya, dari saya melihat itu kalau memang seperti itu. Apakah ini memang sesuatu yang diciptakan untuk … oleh suatu perusahaan besar seperti yang Anda sebutkan tadi? Kalau memang itu diketahui demikian adanya, kenapa dibiarkan? Ini kan (suara tidak terdengar jelas) instrumen hukum internasional sangat terbuka, kan, itu akan dlihat oleh berbagai ini. Lalu pertanyaan berikutnya kemudian tentu menjadi lalu dia melayani kepentingan siapa kalau demikian adanya? Kalau dia tidak ada sedikit pun dia misalnya fungsinya bagi negara, pasti sudah akan dihabisi oleh dalam konteks masyarakat internasional, begitu. Nah, ini, ini kan pertanyaan awam kepada Ahli, ya, mungkin saja bisa keliru dalam memahami, tapi ini karena sidang terbuka, saya kira perlu dijelaskan mengenai hal itu. Kemudian Pak Salamuddin, saya ingin menanyakan satu logika yang sederhana saja. Begini, kan di ... Pak Salamuddin tadi juga menerangkan bahwa ini adalah praktik yang sebenarnya juga lazim dilaksanakan di beberapa ... di sejumlah negara, gitu ya? Tetapi pada bagian ini di halaman 6, kalau enggak salah itu, pada bagian poin terakhir setelah melakukan analisis tampaknya. “Dengan demikian secara garis besar ada tiga sumber keuangan yang diincar pemerintah dalam program tax amnesty ini. Dana yang berasal dari pengemplangan pajak di dalam negeri yang terjadi selama ini. Dua, dana yang bersumber dari bisnis ilegal di dalam negeri, seperti,” ini di dalam negeri disebutkan, ya, “Seperti prostitusi, judi, human trafficking, money laundering, korupsi, narkoba, dan sebagainya. Lalu tiga, ada yang disimpan di luar negeri yang diduga sebagai hasil kejahatan di Indonesia.” Halaman 6 di bagian terakhir. Pertanyaan saya dari studi Bapak sebagai Ahli, apakah hal yang demikian ini, ya, juga ada di dalam program tax amnesty di negaranegara lain yang Bapak studi itu? Atau ini ... jika ini dipandang sebagai 26
kelemahan dari tax amnesty? Pertanyaan saya sama dengan ke Ahli yang pertama. Mengapa itu “ini dibiarkan?” Gitu kan. Biasanya kalau satu kelemahan itu yang sudah terjadi dalam praktik sekian negara kalau ini juga ketentuan atau gejala yang demikian itu berlaku umum pasti akan ada upaya untuk menanggulangi itu, ya. Itu barangkali secara sederhana pertanyaannya karena ini berkaitan dengan apa namanya ... persoalan pemahaman publik juga karena sekali lagi ini adalah sidang yang terbuka, ya. Terima kasih, Pak, Ketua. 73.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, Yang Mulia … dari sudut dulu. Yang Mulia Pak Suhartoyo.
74.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia, Pak Wakil. Ada beberapa yang ingin saya tanyakan ke ... atau mungkin klarifikasi ke Ahli, ya, Pak Reza dan Pak Salamuddin. Saya agak tertarik dengan perluasan Anda memaknai pasal ... yang memperluas pemaknaan Pasal 1320, tapi itu kan kalau kita diskusikan bisa panjang ini. Tapi saya lebih baik ambil ke bagian hilirnya saja bahwa kalau toh itu juga memang diyakini sebagai adanya causa yang tidak halal, sehingga serta-merta dapat dimintakan pembatalan, tapi kalau causa tidak halal mestinya itu menjadi syarat objektif, ya. Bukannya kalau syarat objektif mestinya batal demi hukum? Dan itu dianggap tidak ada, tapi itu persoalan lain. Yang menurut saya kalau itu memang kita yakini sebagai sumber yang tidak halal, kalau Anda kaitkan dengan Pasal 1320 itu, kemudian Anda contohkan misalnya terhadap pencucian uang yang kemudian diampuni menjadi uang halal, jadi causa yang halal dalam hal ini. Nah, kemudian menurut saya, apakah instrumen yang dimiliki oleh pemerintah dalam hal ini adalah presiden, presiden kan punya kewenangan untuk memberi pengampunan, seperti grasi, abolisi, amnesti, dan rehabilitasi itu. Apakah ketika hal ini dipergunakan oleh presiden selaku pemilik kewenangan itu, memang di situ ada syarat dengan persetujuan DPR, kalau menurut saya juga persetujuan DPR ini sudah ada karena undang-undang ini dibuat dibentuk oleh pemerintah … presiden dengan DPR. Jadi persetujuan DPR-nya di situ juga sudah ada. Nah, saya ingin pandangan Anda, apakah kemudian serta-merta dapat dipersalahkan ketika presiden dengan persetujuan DPR itu dapat disalahkan ketika menggunakan instrumen pengampunan itu? Kalau Anda meragukan bahwa ini mestinya dipersoalkan causa tidak halalnya itu, meskipun mungkin masih bisa kita diskusikan causa yang halal itu yang seperti apa? Kok Anda sangat memperluas. Kalau orang beli rumah kemudian mestinya kan rumahnya objek yang menjadi perjanjian itulah yang mestinya halal, artinya bahwa rumah itu memang ada sertifikatnya 27
adalah pemiliknya pemilik yang sah, tapi kalau Anda sampai menarik bahwa darimana perolehan uang yang untuk membayar rumah, itukan artinya apakah tidak ... itu satu hal, ya. Kemudian yang kedua, Pak Reza. Anda mengkhawatirkan Pasal 20, Pasal 20, ya, dengan frasa yang pidana lain-pidana lain itu sebenarnya adanya setelah saya cermati di penjelasan, bukan di frasa norma. Kalau toh itu pun juga Anda persoalkan, sebenarnya bukannya ini … saya minta pandangan Anda juga … justru ini sebenarnya lebih memberi perlindungan kepada wajib pajak? Karena perlindungan tidak terbatas pada tindak pidana dalam bidang perpajakan, tapi juga tindak pidana lain. Artinya misalnya harta itu juga diperoleh dari hasil tindak pidana lain misalnya korupsi dan lain sebagainya itu sudah ter-cover di Pasal 20 ini. Bahkan kemarin pada persidangan sebelumnya, Anda belum ada di sini, saya masih menagih dengan Pemerintah. Kok, hanya pidana secara umum. Bagaimana kalau perdata? Seorang yang menyimpan uang hasil korupsi misalnya. Itu kalau dibebani uang pengganti, itu tidak hanya instrumen pidana yang bisa untuk mengejar uang pengganti itu. Hartanya di … serta-merta disita. Tapi bisa juga melalui jalur perdata. Bahkan saya masih menagih tindak pidana lain yang Anda ragukan itu sebenarnya malah saya … lho, mestinya malah ditambah ini. Saya pernah tagih kemarin minggu yang lalu pada persidangan yang lalu itu. Kenapa tidak di-cover dengan perdata sekalian? Kok Anda malah minta ini menimbulkan ketidakpastian hukum malah bisa-bisa Anda minta dihilangkan. Apa nanti tidak justru menjadi kontraproduktif? Menjadi perlindungan terhadap wajib pajak menjadi terlalu sempit. Ini satu hal lagi minta pandangan Anda. Kemudian yang kedua … yang ketiga. Masalah transparansi, Pak, Pak Riza. Pasal 21 ayat (2) yang Anda juga persoalkan di sini. Pasal 21 ini transparansi ini ke dalam konteks bahwa Pasal 21 itu justru melaksanakan Pasal 20 supaya memberi perlindungan itu supaya tidak serta-merta dengan mudah aparat itu memberi data-data informasi terhadap seseorang wajib pajak yang telah mengikuti program ini. Artinya ini satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan Pasal 20. Ada Pasal 20 kalau kemudian Pasal 21 itu bisa dibuka seenaknya juga perlindungan terhadap wajib pajak. Itu pun juga kemarin masih kami ragukan. Bagaimana kalau perlindungan itu … ini kan, hanya data. Bukan sesuatu yang sifatnya konkret, barang itu. Seseorang hanya memberi data saja melalui SMS, melalui by phone, itu mungkin sudah … data itu sudah tersampaikan. Bukan fisik barang sehingga ini dengan mudah disalahgunakan. Itu pun sudah dipagari dengan pasal ada ancaman pidana, bahkan sangat dilarang untuk memberikan data dan … sehingga kalau Anda kemudian membenturkan dengan prinsip-prinsip transparansi rasanya ini malah bertentangan dengan Pasal 20 sebelumnya yang
28
mengatur bahwa itu bentuk perlindungan. Minta pandangan dari Anda juga. Yang terakhir ini, Pak Reza. Kekhawatiran Anda tentang adanya pelanggaran prinsip equality before the law. Bahwa terdapat pejabat negara, menteri sampai ke bawah, dan pihak lain di situ yang kemudian bisa mendapatkan kekebalan, tidak bisa disentuh dengan … apa … ancaman-ancaman sanksi, baik pidana maupun perdata. Menurut saya juga ini juga masih juga hipotesa ketika kemudian ada dugaan penyalahgunaan dengan iktikad tidak baik, maupun dengan iktikad baik. Tapi kan, sekarang sudah ada Undang-Undang AP itu, Pak. Tahu, Pak Reza? Amnesti Pemerintahan 30 Tahun 2014 itu. Itu sudah mecover. Kalau memang ada kebijakan atau perbuatan aparat yang kemudian tidak melakukan atau melakukan, kemudian ada pihak yang dirugikan, dia kan, bisa menuntut bahwa itu bisa diuji apakah itu ada pelanggaran perbuatan melawan hukum di situ apa tidak yang kemudian bisa diproses atau ditempuh melalui peradilan tata usaha negara, Pak Reza. Jadi, kekhawatiran itu sebenarnya juga kalau kita mengharmoniskan dengan undang-undang yang lain sebenarnya juga sudah terlindungi. Tapi saya minta pandangan Anda kan, ini pihak dari pihak wajib pajak. Kalau pihak dari Pemerintah juga nanti saya akan mengajukan pertanyaan dari angle yang berbeda. Artinya kita harus bisa membaca masalah ini dari tengah-tengah. Mungkin itu dari … dengan Pak Riza. Dengan Pak, ini ya, Pak Salamuddin Daeng. Ini orang Makassar, tapi kok di Mataram. Saya juga orang Mataram, Pak Daeng. Begini, Bapak ini ada judul besar sekali, lho. Ini memang saya agak tergelitik dengan kebohongan besar itu. Benar yang ditanyakan Pemerintah kalau ternyata Pemerintah bisa menunjukkan data sebaliknya bahwa ini tidak suatu kebohongan bagaimana, Pak Salamuddin? Satu, ini persidangan yang resmi lho, ini. Tapi kita kan, perlu bahwa Anda mengatakan kebohongan juga barangkali Anda masih bisa ada kesempatan untuk menunjukkan bukti. Sebaliknya juga Pemerintah. Kata Pemerintah, ini adalah real time katanya. Setiap saat bisa dipantau melalui akses internet. Untuk persidangan supaya klir karena juga … saya ini juga bagian dari wajib pajak yang juga sampai hari ini merasa resah. Saya juga … ini juga anu, Pak, Pak Dirjen Pajak, bentuk sama dengan kami ini Para hakim ini, saya boleh terus terang ini, kami juga masih gamang, Pak Dirjen. Itu tadi yang ditanyakan pada persidangan sebelumnya, apakah kita ini tidak seperti kena pajak ganda, gitu lho? Di samping yang restorasi karena kita setiap punya properti, semua sudah kena pajak, gitu lho, hanya karena lalai tidak menyampaikan SPT 2015, kok kemudian serta-merta kita harus mengajukan pengampunan, kenapa kok tidak dikenakan
29
denda administrasi itu yang minggu lalu sudah kita tanyakan kepada Bapak itu. Kemudian, Pak Salamuddin, satu hal juga Anda mengatakan bahwa ini tadi menjadi menghalalkan atau membersihkan orang yang melakukan kejahatan menjadi ... tapi kan linear dengan pertanyaan saya ke Pak Riza tadi, bagaimana kalau dikaitkan dengan itu adalah kewenangan dari Presiden dan DPR tadi. Itu saja barangkali Pak Salamuddin. Tapi, yang menarik saya yang masalah berhubungan besar itu Bapak jawab nanti yang ... dengan data-data barangkali biar penonton sidang dan ... klir, Pak. Terima kasih, Pak Wakil. 75.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, Yang Mulia Prof. Aswanto.
76.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin klarifikasi dari Ahli Pak Salamuddin Daeng, ya. Kalau di Makassar di balik, Daengnya di depan, gitu, ya. Daeng Salamuddin, kalau ini Salamuddin Daeng, ini Daeng dari apa ... dari luar ini karena Dia Daengnya di belakang, gitu, Pak, ya. Nah, menyambung sedikit apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo. Ya, kita juga tentu kami mau menjadi apa ... masyarakat yang patuh hukum, gitu, ya. Sehingga memang kita perlu kejelasan, dan saya kira bukan hanya kita yang ada di sini perlu kejelasan, tapi seluruh masyarakat Indonesia perlu kejelasan. Karena banyak hal yang masih debatable, bahkan kita sering mendapat indormasi yang saling bertentangan antar satu petugas dengan petugas yang lain, informasi yang kita peroleh itu berbeda, gitu. Tadi pagi saya komunikasi dengan petugas pajak di Makassar, saya tanya begini, Pak, dan mungkin ini yang saya mau minta klarifikasi dari Pak Daeng. Setiap tahun kami katakanlah saya sebagai dosen, gitu, ya, setiap tahun kan Pak Salamuddin juga kan dosen, setiap tahun kan kita membuat laporan SPT itu, ya. Tetapi, kalau dosen itu kan gajinya kecil, jadi selalu nihil kan, gitu, ujungnya selalu nihil, gitu kan, ya. Lalu kemudian kan sebagai dosen sering kali kita juga diundang untuk memberi materi pada seminar-seminar, lalu ada konsekuensinya kita diberi honoranium dan pada saat kita menandatangani honor itu sudah dipotong PPH, kan begitu, sudah dipotong PPH. Nah, lalu penghasilan dari honor ke honor, honor, honor itu kemudian kita kumpul, kita belikan kendaraan, setiap bulan ... setiap tahun kita juga bayar pajaknya, untuk beli juga kita bayar pajak waktu itu, pajak balik nama, gitu. Nah, kitakira menurut Pak Daeng, pajak apalagi yang butuh kita bayar dari harta benda tadi? Dari mobil itu? Karena menurut informasi yang Pak Dirjen Pajak tolong nanti diklarifikasi kalau enggak benar karena menurut 30
informsi yang saya peroleh langsung dari petugas pajak tadi pagi adalah bahwa kalau Bapak melapor harta itu karena Bapak lalai tidak memasukkan di SPT, silakan Bapak laporkan dan kami akan menaksir nilai jualnya. Kalau kendaraan menurut dia harga second yang harus dimasukkan, menurut petugas tadi, harga second, dia akan taksir. Lalu kemudian dari harga yang itu kita harus membayar yang tebusan 2%. Nah, nanti tolong Pak Dirjen diklarifikasi, apakah informasi dari anak buahnya Bapak memang betul seperti itu? Kalau betul Pak Daeng, kirakira apakah itu tidak bagian dari pajak ganda, gitu? Bukan hanya ganda saja, berganda-ganda, saya sudah bayar PPH ketika saya menerima honor, saya kumpul, saya belikan kendaraan, saya bayar biaya balik namanya waktu saya beli kendaraan, saya juga membayar pajak setiap tahun. Lalu kemudian karena tidak masuk di SPT, lalu saya lapor, kemudian tebusan 2%. Penerimaan waktu nerima honor kita dibayar PPH ... dipotong, Pak PPH, apakah ini tidak berganda atau hanya berganda atau berganda-ganda, ya? Nah, se ... kaitan dengan itu, Pak Dirjen, mungkin juga perlu klarifikasi, tentu kita mau mengsukseskan program yang untuk kesejahteraan rakyat. Pak Dirjen, apakah karena misalnya kelalaian tadi dan kalau Daeng memberi jawaban bahwa sebenarnya tidak ada lagi persoalan pajak di sana karena sudah klir semua, apakah ya … katakanlah saya sebagai dosen, saya mengaku saya menajdi warga negara yang kurang baik karena saya lalai tidak memasukkan di SPT. Apakah setelah saya mengakui setelah saya sadar, oke saya salah, ya, mungkin kita penyuluhan tentang hukum pajak tidak terlalu … apa namanya ... intens sehingga kita tidak paham kalau harus begitu, setelah kita paham kita mau. Apakah tidak seperti yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo tadi? Kita tafsir saja bahwa uang tebusan itu adalah denda administrasi yang tidak perlu sebesar 2%. Lebih bagus yang ngamplang pajak tadi yang menurut Pak Daeng jangan hanya sekian, itu berkali-kali dendanya, gitu. Nah, kira-kira bagaimana menurut Pak Daeng dan tolong juga Pak Dirjen Pajak untuk membantu kami sehingga putusan yang kami buat nanti betul-betul berguna untuk kepentingan kita semua, gitu. Terima kasih, Yang Mulia. 77.
KETUA: ANWAR USMAN Yang Mulia Pak Patrialis. Silakan.
78.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Sebelum ke Ahli, saya mau menambahkan sedikit ini, Pak Dirjen dan Pak Sekjen, ya. Saya mau 31
menambahkan sedikit. Sebetulnya laporan pajak yang diberikan atau disampaikan oleh para pegawai itu sebetulnya juga bukan merupakan kelalaian justru menurut saya, Pak. Kenapa bukan merupakan kelalaian? Karena yang dilaporkan itu kan sebetulnya adalah penghasilan yang form-nya dibenarkan hanya melaporkan penghasilan dan pemotongan pajak. Jadi form-nya tidak diberikan untuk laporan SPT sebagaimana lengkap khusus melaporkan semua harta kekayaan. Karena dianggap nanti kan pertanggungjawaban masing-masing. Kalau dia sudah terima gaji, dia sudah dipotong penghasilannya, kemudian uang itu kan haknya dia untuk membeli apa, beli apa, meskipun di kemudian hari dia juga bayar lagi. Misalnya beli tanah ada lagi pajak pertambahan … pajak jual itu ya … apa namanya itu. Jadi itu juga bukan kelalaian tapi memang formatnya seperti itu. Nah, yang dialami oleh Para Hakim juga demikian, ini mau dikenakan 2%. Jadi berapa kali ganda, kan gitu. Ini memang perlu, Pak, klarifikasi. Bukan hanya kami, kami mewakili seluruh masyarakat Indonesia yang akan dibebani. Makanya tadi Ahli bilang, “Ini menyusahkan rakyat kecil juga kalai begitu.” Padahal tujuannya adalah untuk pengemplang-pengemplang pajak yang besar-besar itu kan, maksudnya kan, yang diinginkan oleh negara kan? Nah, ini memang perlu klarifikasi. Jadi kalau itu menyusahkan rakyat banyak saya kira tentu juga harus dipikir ulang, agar jangan justru rakyat yang hidupnya pas-pasan justru malah menjadi korban, Pak, dengan sistem seperti itu tadi. Saya ingin ke Ahli Saudara Salamuddin Daeng, ya, Salamuddin. Begini, selama ini terus terang saja di tengah-tengah masyarakat kita, maupun juga di kelompok-kelompok diskusi para pengamat ekonomi, itu semuanya kita itu merasa gelisah. Kenapa? Ternyata dari sumbersumber juga yang bisa dipercaya, itu orang-orang, pengusahapengusaha besar yang menghabiskan hutan negara ini, yang memporakporandakan pertambangan di mana-mana, rusak, kemudian rakyat juga jadi miskin di sekitar itu, kalau rakyat kecil ikut mengambil tambang di situ langsung ditangkap, sementara mereka diberikan selembar kertas dan bisa menguasai ribuan hektar tanah. Nah, persoalannya adalah yang menjadi permasalahan besar bagi bangsa ini adalah setelah mereka difasilitasi seperti itu, ya, kalau rakyat kecil menebang pohon saja langsung ditahan, ya, alasannya tidak ada surat, tapi bagi mereka itu justru difasilitasi. Nah, yang menjadi sakit hati kita ini adalah uangnya pun tak dibawa ke dalam negeri, langsung disimpan di luar negeri sana, itu numpuk kayak gunung. Nah, pertanyaan saya adalah bagaimana caranya menurut Saudara, ya, Ahli agar uang mereka yang menumpuk di luar negeri itu bisa masuk ke dalam negeri untuk membantu pembangunan kita ini? Sebetulnya itu yang bisa … yang lebih baik kita pikirkan, ya kan? Sebab kalau … apa namanya … kalau kita mempersoalkan … ndak … maksud 32
saya, kalau kita tidak mengambil inisiatif, pemerintah tidak mengambil inisiatif, diberikan tax amnesty ini pasti mereka untuk sepanjang masa, pasti mereka tidak akan bawa uang itu ke sini dan itu negara akan dirugikan sepanjang masa. Tapi dengan dimulainya tax amnesty ini, adanya satu keinginan dari negara ini agar mereka-mereka itu harus memiliki jiwa nasionalisme dong. Jangan mencari uangnya di sini terus dibawa hartanya ke luar negeri sana. Bahkan juga tidak sedikit dari mereka membangun pabrik-pabrik besar di negara-negara orang sana dan itu mereka hitung sebagai pengeluaran sehingga pajaknya juga tidak masuk ke negara ini. Bagaimana caranya Pak Daeng bisa memikirkan agar dana-dana yang dari luar itu kalau pun bukan pakai tax amnesty ini pakai apa caranya supaya mereka membawa uang itu ke dalam negeri ini. Ya, Pak ya, itu satu. Yang kedua, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini saya sudah baca juga bahwa di dalam beberapa pasalnya baik Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (3) saya mengambil kesimpulan bahwa yang diampuni itu adalah tindak pidana kejahatan perpajakan, Pak Daeng. Di sini jelas namanya tindak pidana kejahatan perpajakan. Pertanyaan saya adalah bagaimana Saudara sebagai ahli tadi bisa menyimpulkan adanya legalisasi uang haram seperti yang Saudara katakan berbagai macam asal-usul uang haram tadi ya ada illegal logging, ada uang judi, ada uang pelacuran, trafficking, segala macam, tapi ini kan, tax amnesty ini adalah tindak pidana kejahatan perpajakan. Bagaimana Saudara bisa menyimpulkan bahwa yang lain itu tidak dituntut?Kita baca undangundangnya kalau saya melihat Pemerintah sudah memilah di sini yang tidak dituntut itu adalah tindak pidana kejahatan perpajakan, kedua. Yang ketiga, bukankah tax amnesty ini, saya kembali lagi, merupakan bagian dari upaya negara ini agar orang yang berusaha di negara ini, baik itu warga negara Indonesia maupun juga warga negara asing terutama warga negara Indonesia itu supaya dia jujur ke depan ya, mengungkapkan harta yang dimilikinya. Nah, kesempatan inilah yang mereka harus memulai kehidupan baru karena selama ini mereka mungkin mau, tapi takut, tapi sekarang sudah ada difasilitasi oleh negara, ya kan. Nah, menurut saya yang perlu kita pikirkan adalah kalau jiwa nasionalismenya juga belum muncul dan nanti pada saatnya ini secara internasional akan terbuka uang ini pun di mana pun berada akan ketahuan yang perlu dipikirkan adalah mungkin sanksi yang lebih keras. Jadi, bukan hanya tindakan denda 200%. Bisa saja sanksi yang lain adalah misalnya dicabut kewarganegaraannya, disita seluruh asetnya yang ada di sini, bahkan aset-asetnya yang di luar negeri. Itu bisa dilakukan dengan bantuan negara asing karena negara-negara lain itu kan, juga mau transparan sejauh mereka memiliki hubungan diplomasi dengan kita. Apakah tidak sebaiknya kita memikirkan seperti itu? Agar memang mereka kapok pengusaha-pengusaha besar itu. 33
Yang terakhir adalah yang keempat, apakah bukan dengan adanya tax amnesty ini justru ini kaitannya dengan pinjaman Pemerintah yang Bapak katakan tadi? Pemerintah ini kan, mungkin kesulitan, mungkin kesulitan untuk membangun ini tidak ada … uangnya enggak ada. Akhirnya pinjam. Walaupun ada kebijakan Pemerintah yang perlu kita kritisi itu adalah dengan … apa namanya … melakukan hubungan kerja sama dengan negara lain kemudian negara lain itu tidak hanya membantu kerja sama dalam bidang teknologi, tetapi juga tenaga kerjanya dibawa ke sini. Itu mesti kita kritisi karena di sini masih banyak pengangguran. Enggak mungkin dong, pengangguran di sini dibiarkan. Kenapa orang lain dibawa ke sini? Itu saya setuju untuk dikritisi demi kepentingan bangsa dan negara ini. Kan, banyak itu namanya proyek turn-key. Orang-orangnya dibawa ke sini padahal kita pengangguran. Kalau itu perlu kita kritisi. Tetapi dengan tax amnesty ini justru akan membuat Pemerintah tidak akan meminjam lagi karena sudah banyak uangnya bahkan utang pun bisa dibayar dengan tax amnesty ini apalagi targetnya bisa terpenuhi. Kita berpikirnya dari kiri-kanan, Pak. Jadi, jangan one way traffic itu. Itu saja. Terima kasih. 79.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Yang Mulia Ibu Maria.
80.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Saya akan meminta pendapat dari Saudara Reza. Anda … ini berhubungan dengan apa yang dinyatakan oleh Yang Mulia Pak Hartoyo, pada Pasal 20 memasukkan frasa pidana lain. Memang di pasalnya tidak ada, tapi dalam penjelasannya ada, tapi Anda mengutip dua kali dalam keterangan ahli Anda, di halaman 3 dan di halaman terakhir. Di sana dikatakan pada Pasal 20 yang memasukkan frasa pidana lain menciptakan inkonsistensi terhadap rezim UndangUndang Perpajakan. Kemudian pada Pasal 21 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menunjukkan upaya tidak kooperatif dalam membangun transparansi untuk kepentingan perpajakan maupun perdagangan internasional, dimana hukum perdagangan internasional terdapat salah satu prinsip transparansi, ini selanjutnya sampai terakhir di sini. Artinya, Anda mengkaitkan Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, tapi Anda mengakhiri dengan serta Pasal 22 yang mengesankan imunitas hukum pejabat negara dalam hal pelaksanaan pengampunan pengampunan pajak ini mencederai semangat equality before the law. Apakah Anda kemudian berkesimpulan bahwa karena tiga pasal ini, maka UndangUndang Pengampunan Pajak ini kemudian bertentangan dengan konstitusi? Ya satu.
34
Tapi kemudian di sini, di tengahnya Anda mengatakan, “Di samping itu, seharusnya pasal tersebut, Pasal 20 dan Pasal 21 itu atau khususnya Pasal 21. Di samping itu seharusnya pasal tersebut jangan bertentangan dengan semangat di tahun 2018 dari negara-negara OECD, untuk merevisi prinsip kerahasiaan bank atau bank secrecy.” Jadi, ini undang-undang ini tahun 2016, kenapa Anda kemudian mempertentangkan, itu bertentangan dengan semangat yang akan dikemukakan tahun 2018? Apakah hal ini sesuatu yang tidak, tidak pantas atau tidak seharusnya? Kan setiap negara mempunyai suatu kebijakan sendiri, kalau semangat itu belum mengikat saya rasa, tapi Anda mengatakan di sini, “Akan bertentangan dengan semangat yang akan ada di tahun 2018.” Ini saja, terima kasih, Pak Ketua. 81.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, Yang Mulia Pak Wahiduddin.
82.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih, Pak Ketua. Saya ingin ke Pak Salamuddin. Saya ingat, ketika kita banyak membentuk undang-undang pada awal reformasi, ketika masalah LOI, itu ada sebuah tulisan mengatakan bahwa Indonesia panic regulation, di Indonesia panik sehingga membuat aturan. Nah ciri-ciri yang Saudara kemukakan ini tadi, mengejar ambisi, legalisasi kejahatan, pembohongan, itu ciri-ciri orang panik. Tapi pemerintah sudah memberikan penjelasan bahwa tidak hanya karena apa ... untuk menutup APBN kita, jadi tidak panik, ya. Tapi saya ingin pendapat Saudara, jadi ini tidak eksplisit tapi Saudara ingin mengatakan ini aturan ini panik. Nah, lalu kemudian sekarang sudah berjalan, nah ternyata banyak yang memanfaatkan. Nah, justru yang panik menurut Saudara yang taat pajak, yang rakyat kecil, menurut Saudara sekarang panik. Apa betul begitu? Saya minta ketegasan, supaya ini apa ... apa yang Saudara sebut sebagai mengejar ambisi, legalisasi kejahatan, pembohongan, dan keadaan berbalik yang justru selama ini ya melanggar pajak justru diampuni, yang taat pajak, yang sekarang apa ... beberapa hal yang belum jelas sehingga menjadi panik. Nah, apakah ini ... itu yang Saudara katakan? Terima kasih.
83.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Pak Yang Mulia Pak Manahan.
35
84.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Ini saya hanya sedikit ini kepada Pak Salamuddin Daeng, ya. Undang-Undang tax amnesty ini secara umum sudah kita mengerti, tujuannya adalah mengembalikan dana-dana yang ada di luar negeri, misalnya untuk masuk di dalam negeri atau repatriasi. Dan kemudian tujuannya adalah untuk memperluas subjek pajak. Nah, pada tahun-tahun yang lalu, tax amnesty juga sudah diberlakukan, barangkali kalau tidak salah tahun 1984. Nah, apakah kira-kira sebagai Ahli Saudara ada memberikan ide bagaimana metode yang ... metode pemungutan pajak atau penghitungan pajak mungkin yang bisa dilakukan, agar hal yang Saudara sangat apa tadi mengenai mengkritik bahwa terlalu ambisi ini pemerintah melakukan … apa namanya ... ini mengenai amnesty, tax amnesty terlalu ambisi pemerintah. Nah kira-kira ada jalan keluarnya ndak, kira-kira? Apabila nanti subjek pajak ini sudah bertambah ya, tentu juga dengan self assessment yang kita harapkan adalah kejujuran dari masyarakat untuk melaporkan hartanya atau pajak penghasilannya. Kira-kira objek apalagi kira-kira yang menurut Saudara yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah untuk memberdayakan pajak dari masyarakat ini? Barangkali itu saja, Yang Mulia. Terima kasih.
85.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Sebelum ke kepada kedua Ahli. Silakan dulu Pak Dirjen Pajak, ada tadi pertanyaan yang mungkin memang ini bukan hanya untuk Majelis Hakim menyusun sebuah putusan yang komprehensif, tetapi biar juga sekalian rakyat tahu bahwa ini terus terang memang terjadi kesalahpahaman yang apa ya ... yang meluas mengenai pengertian tadi, sehingga bisa menimbulkan pajak berganda, bahkan berganda-ganda seperti yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Aswanto. Ya, silakan, Pak Dirjen. Bagaimana prosedur yang sebenarnya dan apa maksudnya? Tadi sudah dibayar pajak, kok bayar lagi, bayar lagi, kan gitu. Silakan.
86.
PEMERINTAH: KEN DWIJUGIASTEADI Terima kasih, Yang Mulia, mohon izin. Bahwa sebelumnya kami akan menjelaskan dulu bahwa jenis pajak dulu, Pak. Pajak ini ada pajak penghasilan, pajak penghasilan juga dibagi lagi, Pak. Ada pajak penghasilan orang pribadi, pajak penghasilan badan, pajak penghasilan karyawan tadi Pasal 21, dan pajak penghasilan yang lain-lain yang dipotong oleh pihak ketiga.
36
Kemudian jenis pajak berikutnya adalah PPN. PPN ini jenis pajak yang sangat subjektif, dia tidak akan pernah mengenal orang punya penghasilan atau tidak, ya. Jadi orang punya duit maupun tidak kalau dia beli barang bayar PPN. Orang tukang sayur pakai handphone dia bayar PPN karena pulsanya, jadi harus kita bedakan. Yang pertama itu. Kedua. Berikutnya ada jenis pajak yang tadi, pajak bumi dan bangunan. Itu atas objek, ya. Kemudian bahwa pengampunan pajak ini adalah hak, jadi bukan kewajiban semua pihak, tapi hak semua masyarakat. Nah, yang ditanyakan Majelis Hakim tadi bahwa kalau saya punya mobil, punya rumah, sudah beli dengan gaji yang sudah dipajaki, itu haknya enggak perlu diambil, enggak perlu ikut pengampunan. Karena apa? Penghasilannya hanya dari satu sumber. Ini ada Perdirjen Nomor 11, kita sudah jelaskan semuanya. Namun demikian, kalau misalnya saya dosen dan saya memperoleh gaji dari dosen banyak universitas itu nanti kalau dijumlah, digungungkan dia akan kena tarif progresif. Nah, yang tarifnya berbeda tentunya, progresif ada 5, 10, 15. Di Atas nilai Rp50.000.000,00, misalnya saya setahun, itu sudah kena tarif progresif. Sehingga pajak yang dipotong oleh bendaharawan universitas tadi itu pasti lebih kecil yang seharusnya dibayar. Jadi harus membayar yang namanya Pasal 25, 29. Tadi juga ada statement bahwa kalau pajak saya nihil, saya enggak bayar pajak. Bukan, Pak. Karyawan itu selalu nihil karena sudah dipotong oleh bendaharawan. Jadi yang dipotong bendaharawan sama yang pajak terutang itu sama nilainya. Jadi nihil, Pak. Jadi jangan dikatakan kalau SPT-nya nihil terus orang tidak bayar pajak. Nihil sudah bayar pajak. Kemudian berikutnya yang ditanyakan lagi bahwa apakah ini tidak doubel? Tidak, Pak. Orang yang melaporkan hartanya yang dulu lupa dilaporkan, ya, saya enggak pernah mengatakan itu ngemplang, lupa. Karena apa? Penghasilan yang tidak dilaporkan itu mani … di apa ... diwujudkan dalam bentuk harta, Pak. Syarat mengisi SPT dalam UndangUndang KUP itu ada tiga, Pak, lengkap, benar, dan jelas. Saya ulang, lengkap, benar, dan jelas. Nah, lengkap ini tentunya semua harta harus masuk, jelas asal-usulnya. Lengkap kemudian … apa namanya ... buktibuktinya ada. Nah karena dulu kita lupa melaporkan meskipun kita punya rumah atau mobil sudah bayar pajak, kalau sekarang dilaporkan, Bapak haknya ada dua, bisa mengambil haknya ikut amnesty atau membetulkan SPT. Jadi enggak semuanya, Pak, ya. Kalau penghasilannya dari satu sumber enggak perlu. Contoh lagi, misalnya saya seorang janda dia dapat warisan, dia hanya dari pensiun janda, apakah harus ikut tax amnesty? Ada dua kemungkinan, haknya bisa diambil atau haknya enggak diambil tidak apa-apa, Pak. Jadi begitu. Jadi ini sama sekali tidak memberatkan rakyat kecil, tidak. Kemudian penghasilan yang di bawah PTKP, haknya enggak diambil juga enggak apa-apa, ya. Memang tujuan kita seperti disebutkan oleh Pak 37
Yang Terhormat Majelis Hakim Yang Mulia. Bahwa tujuan amnesty ini yang repatriasi tadi. Jadi kita mengumpulkan uang yang sebanyak mungkin dari luar, itu tujuannya untuk memberikan efek investasi di dalam. Kalau investasinya meningkat, pertumbuhan meningkat, penyerapan tenaga kerja, kemudian ada daya beli. Nah, daya beli ini lah yang nanti akan menggerakkan ekonomi dan akan secara otomatis memberikan subjek dan objek pajak baru. Jadi demikian penjelasan dari kami, mungkin nanti kalau anu ... bisa kita tertulis. Terima kasih, Yang Mulia. 87.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Yang Mulia, boleh interupsi sebentar, Yang Mulia. Kaitannya dengan pertanyaan ini. 88.
KETUA: ANWAR USMAN Pertanyaan dari?
89.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
NOMOR
63/PUU-
Ya, penjelasan Dirjen Pajak. 90.
KETUA: ANWAR USMAN Enggak, begini saja. Bisa di (...)
91.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
Agar (...) 92.
KETUA: ANWAR USMAN Sebentar, sebentar! Bisa nanti ditanggapi dalam keterangan … apa namanya ... kesimpulan nanti ataupun (...)
93.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Enggak, tapi ini tidak direct jadinya, Yang Mulia. Ini saya ... kalau interupsi itu dibenarkan karena ini sangat berlangsung urusannya dengan objek satu saja, soal hak tadi. 38
94.
KETUA: ANWAR USMAN Enggak, kita dengarkan dulu tanggapan dari Ahli. Tadi kan, pertanyaan dari Ahli tadi, dimulai dari para Pemohon sendiri maupun dari Pemerintah dan dari Majelis Hakim. Nanti kalaupun ada hal-hal yang tidak … menurut Pemohon tidak sinkron atau tidak sesuai, nanti bisa dimasukkan ke dalam kesimpulan Pemohon. Ya, silakan untuk Pak ini dulu, Pak Reza, silakan. Waktunya ya kalau bisa dirangkum ya, banyak pertanyaan tadi, ya masing-masing 10 menit. Kan nanti ada sidang pukul 13.30 WIB ini. Silakan.
95.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 57, 58, 59/PUUXIV/2016: MUHAMMAD REZA SYARIFFUDIN ZAKI Baik, terima kasih, Majelis. Terima kasih ... apa ... pihak Pemerintah dan Pemohon juga yang sudah memberikan pertanyaan kepada saya. Pada prinsipnya memang benar, kalau tadi ada singgung soal KTT 20 kemarin itu sebenarnya proses transisi antara dari Pak Bambang Brodjonegoro ke Ibu Sri Mulyani. Saya masih ingat betul ketika Pak Bambang masih menjabat sebagai menteri keuangan, beliau mengatakan dalam forum KTT G20 itu, persiapan bahwa pada dasarnya ada kesepakatan negara-negara G20 ini yang ingin mencoba untuk meningkatkan pajak di internasional, di dunia, terutama oleh 19 negara ini, termasuk Uni Eropa itu agar tidak terjadi erosi perpajakan. Tetapi faktanya dengan munculnya kondisi hari ini, Undang-Undang Tax Amnesty atau pengampunan pajak itu berbanding terbalik. Justru yang seharusnya itu bisa menjadi piutang negara, tapi justru malah ampuni, ini kan, dua hal yang berbeda, kontraproduktif, itu pertama. Yang berikutnya adalah kalau kita bicara soal SPV, memang ini bentuk legal yang saya katakan dalam keterangan Ahli, tetapi faktanya ya, OECD melakukan secara ... apa ... intensif sejak 2001. Ditemukan praktik-praktik yang sangat banyak sekali, seperti tadi saya juga ungkapkan bagaimana contoh di Inggris, kemudian bagaimana Israel dan Kanada itu fokus juga untuk mendorong proses perbaikan pada konsep SPV agar tidak muncul kemudian upaya untuk mengaburkan yang tadi Majelis sempat sampaikan juga sebelumnya. Jadi, bayangkan kalau kemudian SPV ini yang sudah dikaji oleh negara-negara anggota OECD sebagai satu ... apa ... satu ancaman dalam konsep hukum ya, bagi pengusaha, pengusaha mana dulu, nih? Kita perlu tanyakan dulu pengusaha macam apa yang kemudian menganggap SPV ini itu oke. Tadi dibilang mitigasi risiko dan lain sebagainya, tetapi ingat bahwa dengan menggunakan SPV yang tidak atas nama wajib pajak dan itu berlapis-lapis, bahkan lintas yuridiksi sesuai dengan kapasitas saya sebagai pakar hukum perdagangan
39
internasional, ini akan berpotensi besar terhadap upaya dalam aspek lain itu, pencucian uang, dan lain sebagainya. Dan reputasi negara yang masuk dalam komunitas hukum perdagangan internasional itu juga akan dipertanyakan karena ingat bahwa hukum perdagangan internasional itu bicara soal harmonisasi. Jadi, enggak ada kemudian … apa … yang kemudian kita ingin ... ingin tarik benefit ketika kemudian kita ada di komunitas hukum internasional tiba-tiba masing-masing negara bergerak dengan semaunya, lantas apa fungsi dari forum internasional? Itu yang perlu kita ketahui bersama. Kemudian kalau saya perhatikan lagi, ini saya akan bahas mungkin secara random. Dalam Pasal 20 ... penjelasan Pasal 20, itu yang ada frasa pidana lain. Ini penting Majelis Hakim, kenapa? Karena bukan pada ini justru saya mendukung proteksi, justru di pasal itu dalam penjelasan Pasal 20, ya. Itu ketika misalnya di sana masuk perdata lebih ngeri lagi justru … jadi dia tidak kena sanksi pidana perpajakan dan sanksi pidana lain, bisa pidum, bisa pidsus dan seterusnya. Artinya bukan saya kemudian pada argumentasi memproteksi, tetapi justru pada posisi dimana ini punya potensi yang cukup bahaya, sudah enggak kena pidana ... sanksi pidana perpajakan, tidak kena juga sanksi pidana lain dan lain sebagainya. Pidana dan perdata itu juga dimasukkan sebenarnya di Pasal 22 yang khusus membahas soal pejabat negara, menteri, wakil menteri, dan seterusnya. Jadi, saya berpikir bahwa di sini jangan-jangan ya, dari proses pengampunan pajak dengan adanya SPV dan lain sebagainya yang OECD sudah melakukan riset secara ilmiah bahwa ternyata terjadi banyak pelanggaran terhadap pengaburan nama dan ... apa ... modelmodel ... apa namanya ... pencucian uang dan seterusnya itu sudah diketahui sebenarnya oleh Pemerintah baik eksekutif maupun legislatif sehingga kemudian dia mengamankan lagi, ya. Tadi kalau dikatakan bahwa ada undang-undang lain yang sudah membahas tentang bagaimana memproteksi posisi pejabat negara, tetapi kenapa kemudian ini diperkuat lagi dengan Pasal 22 yang dimana dia sudah mengetahui bahwa ini ada potensi pelanggaran besar, kita kunci pidana perpajakan dan pidana lainnya, kita samarkan lagi dengan tadi melanggar equality before the law itu sehingga kemudian dari tuntutan tadi 20, 21, 22 ini punya posisi jaring pengaman sebenarnya untuk ... apa ... pejabat negara yang ikut mencoba untuk mensukseskan program ini dan para pengusaha. Coba bayangkan, kita … tampil kemarin ya, beberapa pengusaha yang dulu tidak pernah tersentuh, Tommy Soeharto yang BLBI-nya entah ke mana tiba-tiba hadir seperti malaikat. Kemudian Hotman Paris misalnya, yang kemarin sempat di tv swasta, dia mengakui secara jujur bahwa ada yang selama ini juga barang-barang yang dia sembunyikan, tapi kemudian ya. Ah, ini kan kita bisa mengakui betul bahwa dari deklarasi mereka saja, ini sudah menunjukkan bahwa ada hal yang perlu 40
kita patut curigai. Sehingga dengan ada ... apa namanya ... keterangan Ahli yang sudah saya sampaikan soal pasal-pasal tadi, itu patut untuk dipertimbangkan dan mungkin nanti ada hubungannya dengan ... dengan pasal-pasal lain dari undang-undang lain. Kemudian yang penting juga di sini adalah soal semangat di 2018 soal bank secrecy. Ini sebenarnya satu kesapakatan yang sudah disepakati sebelum adanya Undang-Undang Pengampunan Pajak, yaitu sejak 2003. Bahkan oleh negara kelompok G-7, ya. Dan artinya sebenarnya negara-negara ketika sudah menyepakati secara internasional, itu harus ikut dalam aturan itu. Bagaimana kemudian produk hukum di domestik, itu harus bisa menyesuaikan dengan semangat spirit yang ada di internasional. Kembali seperti di awal, apa fungsinya forum internasional, kalau kemudian negara masing-masing menjalankan kebijakan yang bertentangan dengan apa yang disepakati secara internasional? Maka oleh karena itu, tidak ada salahnya ketika kemudian selain prinsip (suara tidak terdengar jelas) internasional soal tranparansi dan kemudian rencana tahun 2017 untuk merevisi Undang-Undang Perbankan tentang Bank Secrecy, yang sebenarnya akan memudahkan proses pertukaran informasi wajib pajak antar negara, ya. Karena kalau itu tidak dilakukan, maka bisa jadi seperti SPV seperti yang sekarang terjadi, Singapura misalnya nanti wajib pajak itu akan kena stamp duty sebesar 15 sampai 20% ya. Buat mereka itu akan beban secara materiil, buat kita sebagai negara akan dipersulit oleh negara lain, kalau kita tidak kooperatif dalam hal ini. Dan kepentingannya bukan untuk yang main-main dan ada otoritas ... ada otoriti yang juga diatur oleh undang-undang, tidak semua orang kemudian bisa mengakses itu, penegak hukum demi kepentingan penyidikan-penyidikan, maka dia kemudian bisa membuka data informasi itu. Saya pikir itu Majelis untuk merangkum semua pertanyaan dari semua pihak. Terima kasih banyak. Assalamualaikum wr. wb. 96.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan, Pak Daeng.
97.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SALAMUDDIN DAENG Baik. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia, dan Bapak-Bapak, dan Ibu-Ibu sekalian. Karena banyak sekali pertanyaan, mungkin sama tadi, mungkin saya akan mencoba menarik satu garis ya, dari serangkaian pertanyaan yang sebenarnya urut. Menunjukkan kegelisahan kita juga terhadap situasi ini.
41
Kalau mengacu kepada konsultasi antara pemerintah Indonesia dengan IMF pada tanggal 20 Januari 2005. Itu dokumen konsultasinya ada. Di dalam dokumen itu menyatakan bahwa dalam konteks tax amnesty, salah satu risiko yang kita lihat dengan situasi anggaran adalah kemungkinan kerugian pendapatan ... kerugian pendapatan selama jangka menengah dan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tax amnesty mencegah kepatuhan pajak dan hal tersebut harus dihindari. Jika pemerintah ingin melanjutkan, itu akan menjadi penting untuk pertama memperkuat administrasi perpajakan, untuk meminimalkan efek yang tidak diinginkan terhadap kepatuhan pembayar pajak. Jadi sebenarnya kalau dokumen konsultasi ini ... 2005 ini konsisten, maka kata kuncinya di sini adalah administrasi perpajakan. Jadi ketika tax amnesty diberlakukan oleh pemerintah, dasar pijakannya itu adalah data perpajakan, bukan seperti pasang jaring begini. Pasang jaring yang besar, semua kakap, hiu semua masuk, uang enggak jelas masuk semua. Jadi data itulah yang didasar piutang pemerintah kepada wajib pajak itulah yang di amnesty. Alasannya macam-macam, bisa alasan ekonomi, alasan pengangguran. Saya kasih contoh Brazil, dalam konteks penerapan tax amnesty di Brazil. Pada Tahun 2009 otoritas setempat menerapkan tax amnesty sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi. Jadi tax amnesty itu sesuatu yang punya ruang besar kepada makro ekonomi moneter, bukan semata-mata urusan perpajakan atau fiskal anggaran semata. Dikatakan di dalam dokumen hasil review mereka, pada akhir tahun ... dari akhir tahun 2011 dan seterusnya, mereka memperkenalkan beberapa langkah pajak untuk mendukung kegiatan ekonomi. Kegiatan itu meliputi keringanan pajak gaji, lalu kemudian pajak industri dari sektor-sektor yang dipilih, kemudian penghapusan pajak bahan bakar, kemudian bentuk-bentuk lain dari biaya energi, untuk industri, konsumen dan seterusnya. Jadi tax amnesty itu memiliki ruang dalam rangka untuk menggairahkan ekonomi. Kalau Brazil ini kita lihat dalam contoh kita, sekarang relevan, daya beli masyarakat jatuh. Kenapa jatuh? Harga energi tinggi, tingkat bunga begitu tinggi, inflasi begitu tinggi. Bagaimana tidak jatuh? Padahal 53% sampai 58% ekonomi kita ditopang oleh konsumsi masyarakat. Nah, itu kan tidak ... tidak disadari di dalam proses pengerjaan tax amnesty itu sehingga ini seperti pasang jaring yang besar, dana apa saja masuk. Kenapa dana apa saja bisa masuk? Karena pendekatannya harta kekayaan, aset, ya kan. Tiba-tiba muncul aset sekian, dilaporkan sekian, dari mana asal-usulnya, bagaimana caranya mereka mau memverifikasi? Jadi, kalau kita balik tadi, kalau administrasi pajak kuat, kasus-kasus seperti kasus Gayus tidak muncul. Kasus Gayus pun tidak jelas mana arahnya sekarang, mana data-data itu perusahaan-perusahaan kelas kakap, terutama perusahaan asing yang melakukan transfer pricing dalam jumlah yang 42
sangat besar tidak dibuka kepada publik. Mestinya itu orang yang dikejar semua didenda hingga 100%. Hati-hati lho, kita ingatkan, Majelis Hakim Yang Mulia, kalau mereka memasang jangkar besar begini, narkoba masuk, drugs masuk, prostitusi masuk, mereka memegang data yang sangat rahasia. Bisa menyangkut keselamatan semua orang, keselamatan semua pribadi-pribadi di situ. Jangan dianggap sepele. Kalau Anda memegang pajak bandar narkoba yang besar bagaimana keluarga kita, dan lain sebagainya? Jangan dipandang sepele, itu hatihati. Bisa jadi objek pemerasan dan bisa jadi juga objek saling mengancam satu sama lain. Kenapa? Karena data, data administrasi perpajakannya itu yang menjadi tolak ukur. Saya menanggapi tadi Majelis Hakim mengatakan apakah di negara lain tidak ada? Praktik penerapan tax amnesty di berbagai negara ini berbeda satu sama lain, tapi umumnya negara yang baik itu data perpajakannya baik. Jadi, dia enggak menyasar ke mana-mana, dia enggak menyasar orang prostitusi. Kalau begini negara kita kenapa kita enggak buat saja, mohon maaf, PT Prostitusi Indonesia kalau kita boleh menyasar harta-harta semacam itu. Tentu kita harus menghindarkan diri kita karena itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang asli. Kemudian berikutnya, berkaitan dengan tadi nasionalisme. Saya … kebetulan studi saya paling banyak saya menulis buku soal yang berkaitan dengan penguasaan tanah dan kekayaan alam kita oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Salah satu masalah terbesar kita adalah masalah penguasaan tanah. Kalau kita lihat datanya sekarang perkebunan itu sudah 13 juta hektar, swasta, migas 95 juta hektar, pertambangan mineral dan batu bara 42 juta hektar, kehutanan 32 juta hektar. Jumlahkan Majelis Hakim, bisa 178 juta hektar. Berapa luas daratan Indonesia? 195 juta hektar. Besar sekali tanah-tnah yang di tangan mereka. Mengapa mereka bisa menguasai dan membayar kecil sekali kepada negara ini? Kenapa itu tidak diperkuat, negara di dalam konteks penguasaan sumber daya alam? Kenapa juga negara memberlakukan sistem devisa bebas? Undang-Undang Lalu Lintas … Mata Uang dan Lalu Lintas Devisa. Hari ini dapat hasil ekspor, besok uangnya menguap ke luar negeri. Tidak ada yang bisa melarang di dalam sistem kita sekarang. Makanya ketika Pemerintah bicara nasionalisme saya pertanyakan, UndangUndang Devisa Bebas itu adalah sistem moneter kita saat ini? Hasil ekspor data hari ini besok juga terbang ke luar negeri. Hasil repatriasi datang hari ini, besok terbang ke luar negeri, Anda halangi pakai apa? Pakai peraturan menteri? Anda melanggar undang-undang. Enggak bisa. Masalah nasionalisme kita itu komplek, bukan di sini tempatnya, bukan di masalah tax amnesty. Kalau Anda mengundang pengkhianat untuk datang berbakti kepada negara, besok akan dikhianati lagi untuk yang kedua dan ketiga kalinya. Tidak ada yang bisa menjamin itu. 43
Nah, berkaitan dengan … apa namanya … panic tadi ke kita konstitusi. Kita tahu sebenarnya, Majelis Hakim Yang Mulia, seluruh undang-undang kita ini memang didorong oleh LOI, bahkan masalah tax amnesty juga sudah dimuat di dalam beberapa … apa … MoU kita dengan IMF. Dan menurut saya, memang Pemerintah itu penting sekali di awal sekali untuk memperbaiki semua ini adalah memperkuat administrasi perpajakan. Dan itu programnya sudah dibantu banyak sekali oleh World Bank, IMF, ADB. Uang-uang yang mengalir ke Kementerian Keuangan dan Perpajakan untuk program memperbaiki administrasi perpajakan itu banyak sekali, Yang Mulia, ada Pintar, program Pintar namanya, segala macam dibantu. Tetapi memang masalah administrasi perpajakan kita ini enggak kunjung selesai sehingga munculah kepanikan semacam ini, buka jaring yang besar, semua disuruh masuk ke situ. Kita ingatkan sekali lagi ini bahaya karena itu bisa menyangkut keselamatan semua orang, termasuk keselamatan dari negara dan bangsa kita ini. Nah, menyangkut tadi secara umum, Yang Mulia, ya. Jadi yang lain-lain kalau misalnya belum ini … saya akan coba menuliskannya lagi, saya akan mengulang kembali, me-review hasil hari ini. Tapi secara umum memang kita menghadapi masalah yang besar terkait dengan aktifitas perusahaan asing di Indonesia karena kita menganut sistem investasi yang sifatnya terbuka, sangat terbuka, dan sangat liberal hanya penguasaan Museum Taman Kota dan sektor-sektor yang tidak penting yang tidak boleh dikuasai mayoritas oleh modal asing. Sekarang seluruhnya sudah boleh, properti, jalan tol, migas, industri-industri strategis boleh dikuasai sahamnya hingga 100% oleh penanaman modal asing. Lalu kemudian mereka mendapat fasilitas dalam sistem devisa bebas, uangnya boleh ditempatkan dimana-mana saja, enggak bisa ada yang melarang. Lalu kemudian mereka menempatkan keuntungankeuntungan mereka, bahkan melakukan kejahatan yang disebut transfer pricing memindahkan keuntungan mereka menjadi biaya akhirnya meminimalkan pembayaran daripada pajak kepada pemerintah. Nah, terakhir soal kebohongan. Tetap kembali ke awal, kalau tidak ada data bagaimana anda caranya mengatakan itu benar dan jujur? Kalau tidak ada data administrasi pajak, kalau tidak ada verifikasi atas aset-aset mereka secara baik. Apa berbasis laporan selembar kertas lalu kita percaya asetnya itu segitu? Ya kan. Tidak ada audit, tidak ada apa-apa. Enggak mungkin itu, itu terlalu umum, naif kita. Mestinya kan ada audit, dinilai dulu asetnya, dikurangi hutangnya, diketemukan aset bersih, ditentukan dendanya, panjang sekali. Nah, kalau tadi soal pertanyaan masalah yang lain-lain mungkin saya akan coba menuliskannya (...)
44
98.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, bisa ditambahkan di keterangan tertulis nanti diserahkan ke Kepaniteraan, begitu juga untuk Pak Reza.
99.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: SALAMUDDIN DAENG Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
100. KETUA: ANWAR USMAN Ya, waalaikumsalam wr. wb. Begitu juga untuk Pak Eggi nanti ada keterangan-keterangan yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang ada di Pemohon nanti bisa ditanggapi dalam kesimpulan. Kemudian untuk sidang berikutnya untuk Perkara 58 masih mengajukan satu ahli lagi, ya? Sekaligus untuk Perkara 57 dan 59, ya, disatukan ya? 101. KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: PRASETYO UTOMO
PERKARA
NOMOR
58/PUU-
Betul, Yang Mulia. 102. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Kemudian untuk Perkara 63 Pak Eggi dari tiga orang ahli baru satu, apakah tetap mengajukan? KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: EGGI SUDJANA
PERKARA
NOMOR
63/PUU-
Insya Allah akan mengajukan, tetap. 103. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Kalau begitu untuk Perkara berikutnya adalah untuk mendengarkan keterangan satu orang ahli dari Perkara 57, 58, dan 59. Kemudian dua orang ahli dari Perkara 63. Kuasa Presiden apakah akan mengajukan Ahli? 104. PEMERINTAH: HADIYANTO Ya, nanti pada saatnya, Pak Ketua, tapi ada dua pertanyaan kami yang belum dijawab soal SPT, Yang Mulia, sama Ahli. 45
105. KETUA: ANWAR USMAN Nanti akan dijawab secara tertulis, ya. Yang apa? Yang pertanyaan mengenai (...) 106. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 57, 58, 59/PUUXIV/2016: MUHAMMAD REZA SYARIFFUDIN ZAKI SPT saya ini laporan, Pak, termasuk badan hukum saya, jadi bisa dicek di Matraman dan Sumedang. Terima kasih. 107. KETUA: ANWAR USMAN Ya, Pak Samaluddin juga sama, ya. Oh, baik, jadi sudah terjawab. Baik, ya. Baik, jadi untuk sidang berikutnya ditunda hari Selasa, tanggal 11 Oktober 2016, jam 11.00 WIB. Dengan demikian sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.22 WIB Jakarta, 28 September 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
46