16 Januari 2007
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN SERI E
3/E
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM TIDAK BERYODIUM DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka memasyarakatkan penggunaan garam beryodium dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di Kabupaten Lamongan, maka perlu adanya pelarangan dan pengendalian terhadap penggunaan dan peredaran garam tidak beryodium ; b. bahwa penggunaan garam tidak beryodium dapat berakibat menurunnya derajat kesehatan masyarakat, menurunnya kecerdasan dan daya pikir anak, sehingga perlu dilakukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan terhadap penggunaan garam beryodium di masyarakat secara menyeluruh dan terpadu agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal ;
20
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, dan sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a, b, c, f dan huruf g Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan pelarangan dan pengendalian peredaran garam tidak beryodium di Kabupaten Lamongan dengan Peraturan Daerah. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diumumkan pada tanggal 08 Agustus 1950 ); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984, Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992, Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) ; 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 21
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ; 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3434); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4125) ; 22
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 14. Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium ; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota dan Daftar Kewenangan Kabupaten dan Kota Per Bidang Dari Departemen/LPND ; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN dan BUPATI LAMONGAN MEMUTUSKAN : 23
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PELARANGAN DAN PENGENDALIAN GARAM TIDAK BERYODIUM DI KABUPATEN LAMONGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah, adalah Kabupaten Lamongan. 2. Pemerintah Daerah, adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah, adalah Bupati Lamongan. 4. Wakil Kepala Daerah, adalah Wakil Bupati Lamongan. 5. Garam beryodium, adalah garam konsumsi yang komponen utamanya Natrium Chlorida (NaCl) dan mengandung senyawa yodium 30 ppm sampai dengan 80 ppm melalui proses yodisasi. 6. Peredaran Garam, adalah garam yang diedarkan dan dijualbelikan oleh perorangan atau Badan Hukum. 7. Badan Usaha, adalah perorangan dan atau badan hukum yang melakukan kegiatan bidang usaha garam. 8. Produksi, adalah semua usaha pembuatan jenis garam tidak beryodium. 9. Memperdagangkan, adalah memperjualbelikan garam tidak beryodium. 10. Menawarkan, adalah kegiatan yang dilakukan setiap orang atau badan hukum untuk memperkenalkan garam dengan tujuan menarik perhatian orang, baik yang berupa iklan, spanduk, baliho, brosur dan siaran. 11. Pengendalian, adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan terhadap pengelolaan, pengemasan dan pelabelan garam produksi dan distribusi. 12. Pelarangan, adalah perintah/aturan yang melarang suatu perbuatan. 13. Badan Hukum, adalah suatu bentuk badan yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, kumpulan, firma, kongsi, koperasi atau organisasi yang sejenisnya, yayasan, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
24
14. Pengedar adalah setiap orang yang mengedarkan, menyediakan dan memperjualbeli kan garam tidak beryodium. 15. Pengguna adalah setiap orang yang mengkonsumsi garam tidak beryodium. 16. Lokasi adalah tempat penjualan yang diperuntukan untuk umum. 17. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh instansi teknis setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional di Indonesia. 18. Komisi Pengawasan, adalah Komisi Pengawasan Garam Tidak Beryodium Kabupaten Lamongan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Daerah. 19. Pejabat yang berwenang, adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengendalian peredaran garam tidak beryodium di daerah. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pelarangan dan pengendalian garam tidak beryodium dimaksudkan sebagai upaya untuk membatasi peredaran garam tidak beryodium di daerah.
Pasal 3 Pelarangan dan pengendalian garam tidak beryodium bertujuan untuk mengantisipasi sedini mungkin gangguan kesehatan sebagai akibat dari penggunaan garam tidak beryodium. BAB III PELARANGAN DAN PENGENDALIAN Pasal 4 (1) Dalam rangka pelarangan dan pengendalian peredaran garam tidak beryodium di daerah, setiap orang atau badan hukum dilarang untuk memproduksi, menawarkan, mengedarkan, memperdagangkan garam tidak beryodium untuk dikonsumsi manusia kecuali untuk bahan baku industri. (2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah petani pengrajin garam untuk ternak, pengasinan ikan dan bahan penolong industri pangan. 25
(3) Produsen atau pengrajin yang memproduksi garam tidak beryodium harus menggunakan kemasan dengan diberi label atau lambang/logo perusahaan. Pasal 5 (1) Pelarangan dan pengendalian peredaran garam tidak beryodium dilakukan oleh dinas/instansi yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. (2) Dalam melakukan pelarangan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas/instansi berkoordinasi dengan dinas/instansi dan lembaga terkait dengan pembentukan Komisi Pengawasan. (3) Komisi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari unsur Pemerintah Daerah, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan unsur masyarakat atau asosiasi. Pasal 6 (1) Setiap orang atau badan hukum yang memproduksi, mengedarkan/memperdagangkan garam tidak beryodium harus mendapat izin dari Kepala Daerah atas rekomendasi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lamongan. (2) Izin sebagaimana tersebut pada ayat (1), harus diajukan secara tertulis. (3) Tatacara, prosedur dan persyaratan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 7 Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian peredaran garam tidak beryodium di pasar, warung-warung maupun di tempat lain perlu peran akif pemerintah dan masyarakat. BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 8 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 6 ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 26
(2) Tindak pidana sebagaimana tersebut pada ayat (1), adalah pelanggaran. BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 9 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 6 ayat (1), dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ; g. Menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf c ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; 27
j. Menghentikan penyidikan ; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini disahkan, maka semua garam tidak beryodium selain yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), harus dihilangkan/dimusnahkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan. Ditetapkan di Lamongan pada tanggal 16 Januari 2007 BUPATI LAMONGAN ttd, MASFUK 28
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM TIDAK BERYODIUM DI KABUPATEN LAMONGAN I.
PENJELASAN UMUM Bahwa dalam rangka memasyarakatkan penggunaan garam beryodium dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di Kabupaten Lamongan, maka perlu adanya pelarangan dan pengendalian terhadap penggunaan dan peredaran garam tidak beryodium di masyarakat mengingat penggunaan garam tidak beryodium dapat berakibat menurunnya derajat kesehatan masyarakat, menurunnya kecerdasan dan daya pikir anak, mengingat dampak yang ditimbulkan masih perlu dilakukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan terhadap penggunaan garam tidak beryodium di masyarakat secara menyeluruh dan terpadu agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Selanjutnya sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a, b, c, f dan huruf g Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Pelarangan dan Pengendalian Peredaran Garam tidak Beryodium di Kabupaten Lamongan dengan Peraturan Daerah.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasalpasal yang bersangkutan. 29
Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10
Pasal 11 Pasal 12
Cukup jelas. Cukup jelas. Penggunaan garam tidak beryodium dapat digunakan antara untuk : a. bahan baku industri ; b. petani pengrajin garam untuk ternak pengasinan ikan dan bahan penolong industri pangan, dan c. petani tambak ikan. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Penggunaan garam tidak beryodium selain yang dikecualikan agar segera dimusnahkan/dihilangkan dari peredaran/ penjualan. Cukup jelas. Cukup jelas.
30