PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
SALINAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,
Menimbang
:
a. b.
c.
Mengingat
:
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah; bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 7 Tahun 2006 yang penyusunannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, perlu untuk dilakukan penyesuaian ; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
2 8. 9. 10.
11.
12. 13.
14. 15.
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5038) ; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) ; Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532) ; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005. Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655) ; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Persyaratan Bangunan Gedung ; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan ; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung ; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung ; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Bangunan Gedung dan Rumah Negara ; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah ; Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1988 Nomor 1/C) ; Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2003 Nomor 8/D) ; Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 6 Tahun 2007 tentang Bangunan di Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2007 Nomor 2/E) ; Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2002 Nomor 8/D).
3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN dan BUPATI LAMONGAN MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN BANGUNAN.
DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI
IZIN
MENDIRIKAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan. 4. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaqya maupun kegiatan khusus. 5. Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku ; 6. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan bangunan. 7. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 8. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 9. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. 10. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. 11. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKDLB, adalah surat keterangan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 12. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 13. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 14. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 15. Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun,
4 keperasi atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 16. Instansi pengelola adalah Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan. BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. Pasal 3 (1) Obyek Retribusi adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana gedung. (2) Tidak termasuk obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberian izin mendirikan bangunan untuk : a. bangunan fungsi keagamaan seperti masjid, musholla, gereja, wihara, pure, dan kelenteng ; b. bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah.
Pasal 4 (1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin mendirikan bangunan. (2) Wajib Retribusi ádalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut dan pemotong retribusi. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Bagian Kesatu Penghitungan Besarnya Retribusi Pasal 6 (1) Penghitungan besarnya retribusi dihitung berdasarkan jenis kegiatan pembangunan, item komponan tarif retribusi, volume besaran kegiatan dan indeks harga satuan retribusi. (2) Tabel komponen retribusi untuk penghitungan besarnya retribusi IMB sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini. Pasal 7 Tingkat Penggunaan jasa IMB dihitung dengan rumus sebagai berikut : a. Bangunan gedung 1) Pembangunan baru : L x It x 1,00 x HSbg 2) Rehabilitasi/renovasi bangunan - Rusak Sedang : L x It x 0,45 x HSbg - Rusak Berat : L x It x 0,65 x HSbg b. Prasarana bangunan gedung 1) Pembangunan baru : Volume x Indek x 1,00 x HSbg 2) Rehabilitasi/renovasi - Rusak sedang : Volume x Indek x 0,45 x HSbg - Rusak berat : Volume x Indek x 0,65 x HSbg
5 c.
Pelestarian/pemugaran - Pratama - Madya - Utama
d. e.
Administrasi IMB Penyediaan formulir Permohonan IMB termasuk pendaftaran IMB Keterangan L Volume I It HSbg retribusi
: L x It x 0,65 x HSbg : L x It x 0,45 x HSbg : L x It x o,30 x HSbg : Rp. 0 : Rp. 0
: Luas lantai bangunan : volume besaran dalam satuan m2, m’, unit : Indeks : Indek terintegrasi : Harga satuan retribusi bangunan Bagian Kedua Indek Penghitungan Besarnya Retribusi Pasal 8
(1) Indeks penghitungan besarnya IMB meliputi : a. Penetapan Indeks ; b. Skala indeks ; dan (2) Penetapan indeks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan faktor perkalian terhadap harga satuan retribusi. (3) Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung, serta contoh penetapan indeks terintegrasi sebagaimana tersebut dalam Lampiran II, III, IV dan V Peraturan Daerah ini. BAB V PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 9 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi ditetapkan didasarkan pada tujuan untuk menutup seluruh biaya penyelenggaraan pemberian IMB. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pembinaan, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 10 Harga satuan besarnya tarif retribusi IMB sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Daerah ini. BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 11 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah. BAB VIII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 12 Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu pemberian izin mendirikan bangunan.
6 Pasal 13 Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD. BAB IX TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 14 (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD. (2) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (3) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan surat teguran. (4) Tata Cara Pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB X TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain dipersamakan. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB XI TATA CARA PENAGIHAN Pasal 16 (1) Pelaksanaan Penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retribusi terutang belum dilunasi maka diterbitkan STRD. (4) Surat teguran dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk. BAB XII KEBERATAN Pasal 17 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 18 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
7 (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah. (3) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 19 (1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB. BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi, dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB XIV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 21 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB XV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 22 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran ; atau b. ada pengakuan utang dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
8 (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 23 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. BABXVI INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 24 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran Peraturan Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah ; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah ; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagai mana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan ; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
9 (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 26 (1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibanya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak tiga kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 28 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka : a. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1999 Nomor 21/B ; dan b. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 07 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2006 Nomor 2/C), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan. Ditetapkan di Lamongan pada tanggal 21 Desember 2010 BUPATI LAMONGAN, ttd, FADELI Diundangkan di Lamongan pada tanggal 21 Desember 2010 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMONGAN ttd, NURROSO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2010 NOMOR 24
Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd, A. FARIKH
10 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN I.
UMUM Bahwa retribusi daerah adalah salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Untuk itu sejalan dengan tujuan otonomi daerah, penerimaan daerah yang berasal dari retribusi dari waktu ke waktu harus selalu ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan agar peranan daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah khususnya dalam hal penyediaan pelayanan kepada masyarakat dapat semakin meningkat. Salah satu jenis retribusi yang dapat dipungut oleh kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan Pasal 141 huruf a dan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4
Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas.
Pasal 5 Cukup Jelas. Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8
Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11
Cukup Jelas. Cukup Jelas. Pengenaan tarif retribusi untuk tower yang berupa tiang dengan lebar atau diameter kurang dari 1 meter, tetap dihitung per meter lari. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas.
Pasal 12 Cukup Jelas.
11 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29
Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas. Cukup Jelas Cukup Jelas. Cukup Jelas.
12
PERBANDINGAN TARIF DALAM DRAF RAPERDA YANG TELAH DISETUJUI DPRD DENGAN RENCANA TARIF RETRIBUSI BERDASARKAN RUMUS YANG SEHARUSNYA BERDASARKAN PERMEN PU 24/PRT/M/2007 JENIS BANGUNAN
LOKASI BANGUNAN
TARIF DLM RAPERDA
Rumah Tinggal L 100 m2
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. selain tsbt diatas
1750 x 100 = 175.000 1600 x 100 = 160.000 1400 x 100 = 140.000 1200 x 100 = 120.000 1100 x 100 = 110.000 1000 x 100 = 100.000
TARIF BERDASARKAN Permen PU No 24/PRT/M/2007 100 x 0.305x1,00x6000 = 183.000 100 x 0.305x1,00x5500 = 167.000 100 x 0.305x1,00x5000 = 152.000 100 x 0.305x1,00x4500 = 137.250 100 x 0.305x1,00x4000 = 122.000 100 x 0.305x1,00x3500 = 106.750
Tingkat Tiap tingkat
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
2250 x 100 = 225.000 2100 x 100 = 210.000 1950 x 100 = 195.000 1800 x 100 = 180.000 1650 x 100 = 165.000 1500 x 100 = 150.000
100 x 0.305x1,00x6000 = 183.000 100 x 0.305x1,00x5500 = 167.000 100 x 0.305x1,00x5000 = 152.000 100 x 0.305x1,00x4500 = 137.250 100 x 0.305x1,00x4000 = 122.000 100 x 0.305x1,00x3500 = 106.750
2
Keagamaan L 100 m2
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
750 x 100 = 75.000 700x 100 = 70.000 650 x 100 = 65.000 600 x 100 = 60.000 550 x 100 = 55.000 500 x 100 = 50.000
00,.000
3
Sosial & Budaya Pendidikan L200 Jl Arteri primer
1350 x 100 = 135.000
100 x 0.54 x 1,00 x 3000 = 162.000
Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
1200x 100 = 120.000 1050x 100 = 105.000 900 x 100 = 90.000 750 x 100 = 75.000 600 x 100 = 60.000
100 x 0.54 x 1,00 x 2750 = 148.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2500 = 135.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2250 = 121.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2000 = 108.000 100 x 0.54 x 1,00 x 1750 = 94.500
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
2025 x 100 = 202.500 1800 x 100 = 180.000 1575 x 100 = 157.500 1350 x 100 = 135.000 1125 x 100 = 112.500 900 x 100 = 90.000
100 x 0.54 x 1,00 x 3000 = 162.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2750 = 148.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2500 = 135.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2250 = 121.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2000 = 108.000 100 x 0.54 x 1,00 x 1750 = 94.500
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
3000 x 100 = 300.000 2800x 100 = 280.000 2600x 100 = 260.000 2400 x 100 = 240.000 2200 x 100 = 220.000 2000 x 100 = 200.000
100 x 0.82 x 1,00 x 5000 = 410.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4500 = 369.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4000 = 328.000 100 x 082 x 1,00 x 3500 = 287.000 100 x 0.82 x 1,00 x 3000 = 246.000 100 x 0.82 x 1,00 x 2500 = 205.000
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer
4500 x 100 = 450.000 4200 x 100 = 420.000 3900 x 100 = 390.000
100 x 0.82 x 1,00 x 5000 = 410.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4500 = 369.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4000 = 328.000
NO 1
m2
Tingkat Tiap Tingkat
Selain pendidikan L 100 m2
Tingkat Tiap Tingkat
13
4
Usaha & Perdagangan L 100 m2
Tingkat Tiap Tingkat
5
Bangunan khusus (Industri) L100 m2
6
Bangunan Campuran (Hotel apartemen dll L 100 m2
Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
3600 x 100 = 360.000 3300 x 100 = 330.000 3000 x 100 = 300.000
100 x 082 x 1,00 x 3500 = 287.000 100 x 0.82 x 1,00 x 3000 = 246.000 100 x 0.82 x 1,00 x 2500 = 205.000
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
4500 x 100 = 450.000 4200 x 100 = 420.000 3900 x 100 = 390.000 3600 x 100 = 360.000 3300 x 100 = 330.000 3000 x 100 = 300.000
100 x 2,64 x 1,00 x 3000 = 792.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2750 = 726.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2500 = 660.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2250 = 594.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2000 = 528.000 100 x 2,64 x 1,00 x 1750 = 462.000
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
5100 x 100 = 510.000 4800 x 100 = 480.000 4500 x 100 = 450.000 4200 x 100 = 420.000 3900 x 100 = 390.000 3600 x 100 = 360.000
100 x 2,64 x 1,00 x 3000 = 792.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2750 = 726.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2500 = 660.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2250 = 594.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2000 = 528.000 100 x 2,64 x 1,00 x 1750 = 462.000
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
4500 x 100 = 450.000 4200 x 100 = 420.000 3900 x 100 = 390.000 3600 x 100 = 360.000 3300 x 100 = 330.000 3000 x 100 = 300.000
100 x 1,56 x 1,00 x 3000 = 468.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2750 = 429.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2500 = 390.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2250 = 351.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2000 = 312.000 100 x 1,56 x 1,00 x 1750 = 273.000
Jl Arteri primer Jl Kolektor Primer Jl. Lokal Primer Jl. Kolektor Sekunder Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas
4500 x 100 = 450.000 4200 x 100 = 420.000 3900 x 100 = 390.000 3600 x 100 = 360.000 3300 x 100 = 330.000 3000 x 100 = 300.000
100 x 3,64 x 1,00 x 3000 = 1.092.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2750 = 1.001.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2500 = 910.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2250 = 819.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2000 = 728.000 100 x3,64 x 1,00 x 1750 = 637.000
Lampiran I
Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor
: 24 Tahun 2010
Tanggal
: 21 Desember 2010
TABEL KOMPONEN RETRIBUSI UNTUK PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB JENIS RETRIBUSI
PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI
Retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung a. Bangunan Gedung 1) Pembangunan bangunan gedung baru 2) Rehabilitasi/ Renovasi bangunan gedung meliputi : perbaikan/ perawatan, perubahan, perlua-
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 1,00 x HS Retribusi a) Rusak Sedang
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0,45 x HS Retribusi
b) Rusak Berat
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0,65 x HS Retribusi
san/ pengurangan b. Prasarana Bangunan Gedung
Luas BG x Indeks *) x 1,00 x HS Retribusi
1) Pembangunan baru
a) Rusak Sedang
Luas BG x Indeks *) x 0,45 x HS Retribusi
2) Rehabilitasi
b) Rusak Berat
Luas BG x Indeks *) x 0,65 x HS Retribusi
CATATAN :
*) Indeks Terintegrasi HS
: Hasil perkalian dari indeks-indeks parameter : Harga satuan retribusi, atau tarif retribusi dalam rupiah per m2 dan/ atau rupiah persatuan volume BUPATI LAMONGAN,
Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd, A. FARIKH
ttd, FADELI
Lampiran II Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor : 24 Tahun 2010 Tanggal : 21 Desember 2010 INDEKS SEBAGAI FAKTOR PENGALI HARGA SATUAN RETRIBUSI IMB a. Indeks kegiatan Indeks kegiatan meliputi kegiatan: 1) Bangunan gedung a) Pembangunan bangunan gedung baru sebesar 1,00 b) Rehabilitasi/renovasi (1) Rusak sedang, sebesar 0,45 (2) Rusak berat, sebesar 0,65 c) Pelestarian/pemugaran (1) Pratama, sebesar 0,65 (2) Madya, sebesar 0,45 (3) Utama, sebesar 0,30 2) Prasarana bangunan gedung a) Pembangunan baru sebesar 1,00 b) Rehabilitasi/renovasi (1) Rusak sedang, sebesar 0,45 (2) Rusak berat, sebesar 0,65 b. Indeks parameter 1) Bangunan gedung a) Bangunan gedung di atas permukaan tanah (1) Indeks parameter fungsi bangunan gedung ditetapkan untuk: (a) Fungsi hunian, sebesar 0,05 dan 0,50 i. Indeks 0,05 untuk rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana; dan ii. Indeks 0,50 untuk fungsi hunian selain rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah deret sederhana; (b) Fungsi keagamaan, sebesar 0,00 (c) Fungsi usaha, sebesar 3,00 (d) Fungsi sosial dan budaya, sebesar 0,00 dan 1,00 i. Indeks 0,00 untuk bangunan gedung kantor milik Negara, meliputi bangunan gedung kantor lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif; ii. Indeks 1,00 untuk bangunan gedung fungsi sosial dan budaya selain bangunan gedung milik Negara, (e) Fungsi khusus, sebesar 2,00 (f) Fungsi ganda/campuran, sebesar 4,00 (2) Indeks parameter klasifikasi bangunan gedung dengan bobot masing-masing terhadap bobot seluruh parameter klasifikasi ditetapkan sebagai berikut : (a) Tingkat kompleksitas berdasarkan karakter kompleksitas dan tingkat teknologi dengan bobot 0,25 : i. Sederhana 0,40 ii. Tidak sederhana 0,70 iii. Khusus 1,00 (b) Tingkat permanensi dengan bobot 0,20 : i. Darurat 0,40 ii. Semi permanen 0,70 iii. Permanen 1,00
(c) Tingkat risiko kebakaran dengan bobot 0,15: i. Rendah 0,40 ii. Sedang 0,70 iii. Tinggi 1,00 (d) Tingkat zonasi gempa dengan bobot 0,15: i. Zona I / minor 0,10 ii. Zona II / minor 0,20 iii. Zona III / sedang 0,40 iv. Zona IV / sedang 0,50 v. Zona V / kuat 0,70 vi. Zona VI / kuat 1,00 (e) Lokasi berdasarkan kepadatan bangunan gedung dengan bobot 0,10: i. Rendah 0,40 ii. Sedang 0,70 iii. Tinggi 1,00 (f) Ketinggian bangunan gedung berdasarkan jumlah lapis/tingkat bangunan gedung dengan bobot 0,10: i. Rendah 0,40 (1 lantai - 4 lantai) ii. Sedang 0,70 (5 lantai – 8 lantai) iii. Tinggi 1,00 (lebih dari 8 lantai) (g) Kepemilikan bangunan gedung dengan bobot 0,05: i. Negara, yayasan 0,40 ii. Perorangan 0,70 iii. Badan usaha 1,00 (3) Indeks parameter waktu penggunaan bangunan gedung ditetapkan untuk : (a) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan sementara jangka pendek maksimum 6 (enam) bulan seperti bangunan gedung untuk pameran dan mock up, diberi indeks sebesar 0,40 (b) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan sementara jangka menengah maksimum 3 (tiga) tahun seperti kantor dan gudang proyek, diberi indeks sebesar 0,70 (c) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan lebih dari 3 (tiga) tahun, diberi indeks sebesar 1,00 b) Bangunan gedung di bawah permukaan tanah (basement), di atas/bawah permukaan air, prasarana, dan sarana umum Untuk bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung ditetapkan indeks pengali tambahan sebesar 1,30 untuk mendapatkan indeks terintegrasi. 2) Prasarana bangunan gedung Indeks prasarana bangunan gedung rumah tinggal tunggal sederhana meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, rumah deret sederhana, bangunan gedung fungsi keagamaan, serta bangunan gedung kantor milik Negara ditetapkan sebesar 0,00. Untuk konstruksi prasarana bangunan gedung yang tidak dapat dihitung dengan satuan, dapat ditetapkan dengan prosentase terhadap harga Rencana Anggaran Biaya sebesar 1,75 %. BUPATI LAMONGAN, ttd, FADEL Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd, A. FARIKH
Lampiran III
Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor : 24 Tahun 2010 Tanggal : 21 Desember 2010
TABEL PENETAPAN INDEKS TERINTERGRASI PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK BANGUNAN GEDUNG FUNGSI Parameter 1 1. Hunian 2. Keagamaan 3. Usaha 4. Sosial dan Budaya 5. Khusus 6. Ganda/Campuran
CATATAN
:
WAKTU PENGGUNAAN Parameter Indeks Parameter Indeks 5 6 7 8 a. Sederhana 0,40 1. Sementara jangka pendek 0,40 b. Tidak Sederhana 0,70 2. Sementara jangka menengah 0,70 c. Khusus 1,00 3. Tetap 1,00 2. Permanensi 0,20 a. Darurat 0,40 b. Semi Permanen 0,70 c. Permanen 1,00 3. Resiko kebakaran 0,15 a. Rendah 0,40 b. Sedang 0,70 c. Tinggi 1,00 4. Zonasi gempa 0,15 a. Zona I/minor 0,10 b. Zona II/minor 0,20 c. Zona III/sedang 0,40 d. Zona IV/sedang 0,50 e. Zona V/kuat 0,70 f. Zona VI/kuat 1,00 5. Lokasi (kepadatan bangunan 0,10 a. Renggang 0,40 gedung) b. Sedang 0,70 c. Padat 1,00 6. Ketinggian bangunan gedung 0,10 a. Rendah 0,40 b. Sedang 0,70 c. Tinggi 1,00 7. Kepemilikan 0,05 a. Negara/Yayasan 0,40 b. Perorangan 0,70 c. Badan Usaha Swasta 1,00 1. *) Indeks 0,05 untuk rumah tinggal tunggal, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat dan rumah deret sederhana 2. **) Indeks 0,00 untuk bangunan gedung kantor milik Negara, kecuali bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha 3. Bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung di bawah permukaan tanah (basement) di atas/bawah permukaan air, prasarana dan sarana umum diberi indeks pengali tambahan 1,30 BUPATI LAMONGAN, Disalin sesuai dengan aslinya ttd, Kepala Bagian Hukum, FADELI ttd, Indeks 2 0,05/ 0,5 *) 0,00 3,00 0,00/ 1,00 2,00 4,00
KLASIFIKASI Parameter 3 1. Kompleksitas
Bobot 4 0,25
A. FARIKH
Lampiran IV Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor : 24 Tahun 2010 Tanggal : 21 Desember 2010
CONTOH PENETAPAN INDEKS TERINTEGRASI PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK BANGUNAN GEDUNG (Angka-angka dalam kurung waktu sesuai dengan Tabel Penetapan Indeks Lampiran III) 1. FUNGSI HUNIAN Rumah Tinggal
2 FUNGSI KEAGAMAAN Masjid
3 FUNGSI USAHA Mall
0,50 (1) Fungsi Hunian
0,25x0,40 0,25x1,00 0,15x0,70 0,15x0,40 0,10x0,70 0,10x0,40 0,05x0,70
= = = = = = =
0,10 0,20 0,105 0,06 0,07 0,04 0,035 0,610
(1.a) (2.c) (3,b) (4,c) (5,b) (6.a) (7,b)
Kompleksitas : sederhana Permanensi : permanen Resiko kebakaran : sedang Zonasi gempa : zona III/ sedang Lokasi : sedang Ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : perorangan
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 0,50x0,610x1,00 = 0,305
0,00 (2) Fungsi keagamaan
0,25x0,70 0,20x1,00 0,15x0,40 0,15x0,50 0,10x0,10 0,10x0,40 0,05x0,40
= = = = = = =
0,175 0,20 0,06 0,075 0,10 0,04 0,02 0,670
(1.b) (2.c) (3.a) (4.d) (5.c) (6.a) (7,a)
Kompleksitas : tidak sederhana Permanensi : permanen Resiko kebakaran : rendah Zonasi gempa : zona IV/ sedang Lokasi : padat ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : yayasan
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 0,00x0,670x1,00 = 0,00
0,30 (3) Fungsi usaha
0,25x1,00 0,20x1,00 0,15x1,00 0,15x0,40 0,10x1,00 0,10x0,70 0,05x1,00
= = = = = = =
0,25 0,20 0,15 0,06 0,10 0,07 0,05 0.88
(1.c) (2.c) (3.c) (4.c) (5.c) (6.c) (7.c)
Kompleksitas : khusus Permanensi : permanen Resiko kebakaran : tinggi Zonasi gempa : zona III/ sedang Lokasi : padat ketinggian bangunan : sedang + Kepimilikan : badan usaha swasta
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 3,00x0,88x1,00 = 2,64
4 FUNGSI SOSIAL DAN BUDAYA a. Kantor Kecamatan
0,00 (4) Fungsi sosial dan budaya
0,25x0,70 0,20x1,00 0,15x0,70 0,15x0,70 0,10x0,40 0,10x0,40 0,05x0,40
= = = = = = =
0,175 0,20 0,105 0,105 0,04 0,04 0,02 0,685
(1.b) (2.c) (3.c) (4.c) (5.a) (6.a) (7.a)
Kompleksitas : tidak sederhana Permanensi : permanen Resiko kebakaran : rendah Zonasi gempa : zona V/ kuat Lokasi : sedang ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : negara
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 0,00x0,685x1,00 = 0,00
b. Sekolah (SLTA)
1,00 (5) Fungsi sosial dan budaya
0,25x0,70 0,20x1,00 0,15x0,40 0,15x0,50 0,10x0,70 0,10x0,40 0,05x0,40
= = = = = = =
0,175 0,20 0,06 0,075 0,07 0,04 0,02 0.54
(1.b) (2.c) (3.a) (4.d) (5.b) (6.a) (7.a)
Kompleksitas : tidak sederhana Permanensi : permanen Resiko kebakaran : rendah Zonasi gempa : zona IV/ sedang Lokasi : sedang ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : negara
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 1,00x0,54x1,00 = 0,54
c. Rumah Sakit
1,00 (4) Fungsi sosial dan budaya
0,25x1,00 0,20x1,00 0,15x0,70 0,15x0,70 0,10x0,70 0,10x0,70 0,05x0,40
= = = = = = =
0,25 0,20 0,105 0,105 0,07 0,07 0,05 0.82
(1.c) (2.c) (3.b) (4.b) (5.b) (6.b) (7.c)
Kompleksitas : khusus Permanensi : permanen Resiko kebakaran : sedang Zonasi gempa : zona V/ kuat Lokasi : sedang ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : negara
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 1,00x0,85x1,00 = 0,82 (Lihat contoh lampiran 18.5)
d. Puskesmas
1,00 (4) Fungsi sosial dan budaya
0,25x0,40 0,20x1,00 0,15x0,40 0,15x0,40 0,10x0,10 0,10x0,40 0,05x0,40
= = = = = = =
0,10 0,20 0,06 0,06 0,10 0,04 0,02 0.58
(1.a) (2.c) (3.a) (4.c) (5.c) (6.a) (7.a)
Kompleksitas : khusus Permanensi : permanen Resiko kebakaran : sedang Zonasi gempa : zona V/ kuat Lokasi : sedang ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : negara
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 1,00x0,58x1,00 = 0,58
5 FUNGSI KHUSUS Bangunan gedung industri minyak pelumas
6 FUNGSI/ GANDA CAMPURAN a. Hotel-apartemen-mallshopping center-sport hall
CATATAN
:
2,00 (5) Fungsi khusus
0,25x1,40 0,20x1,00 0,15x1.00 0,15x0,20 0,15x0,40 0,10x0,40 0,05x1,00
= = = = = = =
0,25 0,20 0,15 0,03 0,06 0,04 0,05 0.78
(1.a) (2.c) (3.a) (4.c) (5.c) (6.a) (7.a)
Kompleksitas : khusus Permanensi : permanen Resiko kebakaran : sedang Zonasi gempa : zona V/ kuat Lokasi : sedang ketinggian bangunan : rendah + Kepimilikan : negara
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 2,00x0,78x1,00 = 1,56
4,00 (6) Fungsi ganda
0,25x1,00 0,20x1,00 0,15x1.00 0,15x0,40 0,10x1,00 0,10x1,00 0,05x1,00
= = = = = = =
0,25 0,20 0,15 0,06 0,10 0,10 0,05 0.91
(1.c) (2.c) (3.c) (4.c) (5.c) (6.c) (7.c)
Kompleksitas : khusus Permanensi : permanen Resiko kebakaran : tinggi Zonasi gempa : zona III/ sedang Lokasi : padat ketinggian bangunan : tinggi + Kepimilikan : badan usaha swasta
1,00 (3) Waktu penggunaan : Tetap
Indeks Terintegrasi : 4,00x0,91x1,00 = 3,64
- Penetapan indeks terintegrasi untuk beberapa unit bangunan gedung dengan perbedaan jumlah lantai/ ketinggian dalam 1 kavling/ persil dihitung untuk masing-masing unit bangunan gedung - Jumlah lantai 1 unit bangunan gedung yang mempunyai bagian-bagian (wing) dengan perbedaan jumlah lantai/ ketinggian, penetapan indeks terintegrasi mengikuti jumlah lantai tertinggi
Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd,
BUPATI LAMONGAN, ttd, FADELI
Lampiran V Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor : 24 Tahun 2010 Tanggal : 21 Desember 2010 TABEL PENETAPAN INDEKS PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK PRASARANA BANGUNAN GEDUNG
NO
JENIS PRASARANA
1 1.
2 Konstruksi pembatas/penahan/pengaman
2.
Konstruksi penanda masuk lokasi
3.
Konstruksi perkerasan
4.
Konstruksi penghubung
5.
Konstruksi kolam/reservoir bawah tanah
6.
Konstruksi menara
7.
Konstruksi monumen
8.
Konstruksi instalasi/gardu
9.
Konstruksi reklame/papan nama
BANGUNAN 3 a. Pagar b. Tanggul/retaining wall c. Turap batas kavling/persil a. Gapura b. Gerbang a. Jalan b. Lapangan upacara c. Lapangan olah raga terbuka a. Jembatan b. Box culvet a. Kolam renang b. Kolam pengolahan air c. Reservoir di bawah tanah a. Menara antena b. Menara reservoir c. Cerobong a. Tugu b. Patung a. Instalasi listrik b. Instalasi telepon/komunikasi c. Instalasi pengolahan a. Billboard b. Papan iklan c. Papan nama (berdiri sendiri atau berupa tembok pagar)
PEMBANGUNAN BARU Indeks 4 1,00
RUSAK BERAT Indeks 5
RUSAK SEDANG Indeks 6
*)
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
Indeks 7
CATATAN : 1. *) Indeks 0,00 untuk prasarana bangunan gedung keagamaan, rumah tinggal tunggal, bangunan gedung kantor milik Negara, kecuali bangunan gedung milik negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha 2. RB = Rusak Berat 3. RS = Rusak Sedang 4. Jenis konstruksi bangunan lainnya yang termasuk prasarana bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah.
BUPATI LAMONGAN, ttd, Disalin sesuai dengan aslinya FADELI Kepala Bagian Hukum, ttd A. FARIKH