a PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN,
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembara Negara Nomor 2730); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247);
-
2 -
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5145); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang
Nomor
28
Tahun
2002
tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4655);
-
3 -
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 119 ,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5161); 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dan Ijin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industri; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; 20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRt/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 10 Tahun 2007 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tuban (Lembaran Daerah Kabupaten
Tuban Tahun 2007 Seri
E
Nomor 25); 22. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 01 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Tuban (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2008 Seri E Nomor 7); 23. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 03 Tahun 2008 tentang Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Tuban (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2008 Seri D Nomor 2).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TUBAN dan BUPATI TUBAN MEMUTUSKAN :
-
4 -
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tuban 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Tuban. 3. Bupati adalah Bupati Tuban. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tuban. 5. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus. 6. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. 7. Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah kabupaten pada lokasi tertentu . 8. Koefisien
Dasar
Bangunan
(KDB)
adalah
angka
persentase
berdasarkan
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 9. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 10. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas lahan perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 11. Koefisien
Tapak
Basemen
(KTB)
adalah
angka
persentase
berdasarkan
perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
-
5 -
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 12. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontra investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 13. Perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi/Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 14. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 15. Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 16. Wajib Retribusi adalah
orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 17. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perijinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 18. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut SSRD adalah Surat yang oleh wajib pajak Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut SKRD adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi. 20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disebut SKRDLB adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
-
6 -
Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya tidak terutang. 21. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 22. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan
suatu standart pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 23. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipunggut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan izin untuk mendirikan bangunan. Pasal 3
(1) Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian
bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang
meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (3) Tidak termasuk obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Daerah.
-
7 -
Pasal 4 Subyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Izin Mendirikan Bangunan dari Pemerintah Daerah. BAB III JENIS KEGIATAN DAN OBJEK YANG DIKENAKAN RETRIBUSI Pasal 5 Jenis kegiatan yang dikenakan retribusi IMB meliputi: a. Pembangunan baru; b. Rehabilitasi/renovasi
meliputi
perbaikan/perawatan,
perubahan,
perluasan/pengurangan; dan c. Pelestarian/pemugaran. Pasal 6
Objek yang dikenakan retribusi IMB adalah kegiatan pemeritah daerah dalam rangka pembinaan melalui pemberian izin untuk biaya pengendalian penyelenggaraan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada: a. Bangunan gedung; dan b. Prasarana bangunan gedung BAB IV FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG Pasal 7 (1) Fungsi bangunan gedung harus memenuhi ketentuan peruntukan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan, dan/atau
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang bersangkutan. (2) Fungsi bangunan meliputi fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial budaya, serta fungsi khusus. (3) Bangunan gedung dapat dirancang memiliki lebih dari satu fungsi, dengan tetap memenuhi
ketentuan
dalam
RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. Pasal 8 Klasifikasi bangunan gedung meliputi:
Nasional,
RTRW
propinsi,
RTRW
-
8 -
a) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi: (1) Bangunan gedung sederhana; (2) Bangunan gedung tidak sederhana; dan (3) Bangunan gedung khusus. b) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi meliputi: (1) Bangunan gedung permanen; (2) Bangunan gedung semi permanen; dan (3) Bangunan gedung darurat atau sementara. c) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat resiko kebakaran meliputi: (1) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran tinggi; (2) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran sedang; dan (3) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah. d) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan pada zonasi gempa, mengikuti tingkat zonasi gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang meliputi: (1) Zona I / minor; (2) Zona II / minor; (3) Zona III / sedang; (4) Zona IV / sedang; (5) Zona V / kuat; dan (6) Zona VI / kuat e) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi meliputi: (1) Bangunan gedung di lokasi padat; (2) Bangunan gedung di lokasi sedang; dan (3) Bangunan gedung di lokasi renggang. f) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian meliputi: (1) Bangunan gedung bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 8 (delapan) lantai; (2) Bangunan gedung bertingkat sedang dengan jumlah lantai 5 (lima) lantai sampai dengan 8 (delapan) lantai; dan (3) Bangunan gedung bertingkat rendah dengan jumlah lantai 1 (satu) lantai sampai dengan 4 (empat) lantai. g) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan meliputi:
-
(1) Bangunan
gedung
milik
9 -
Negara,
bangunan
gedung
milik
yayasan
dikategorikan sama dengan milik Negara dalam pengaturan berdasarkan kepemilikan; (2) Bangunan gedung milik badan usaha; dan (3) Bangunan gedung milik perorangan,Bangunan gedung kedutaan besar negara asing dan bangunan gedung diplomatik lainnya dikategorikan sebagai bangunan milik perorangan. BAB V GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 9
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi perijinan tertentu. BAB VI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Bagian Kesatu Penghitungan Besarnya Retribusi Pasal 10
(1) Penghitugan besarnya retribusi dihitung berdasarkan jenis kegiatan pembangunan, item komponen tarif retribusi, volume besaran kegiatan dan indeks harga satuan retribusi. (2) Tabel komponen retribusi untuk penghitungan besarnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini. Pasal 11
Tingkat Penggunaan Jasa Izin Mendirikan Bangunan dihitung dengan rumus sebagai berikut: a. Bangunan gedung 1. Pembangunan baru
: L x lt x 1,00 x HSbg
2. Rehabilitasi/renovasi bangunan -
Rusak Sedang
: L x lt x 0,45 x HSbg
-
Rusak berat
: L x lt x 0,65 x HSbg
3. Pelestarian/pemugaran -
Pratama
: L x lt x 0,65 x HSbg
-
10 -
-
Madya
: L x lt x 0,45 x HSbg
-
Utama
: L x lt x 0,30 x HSbg
b. Prasarana bangunan gedung 1. Pembangunan baru
: Volume x I x 1,00 x HSpbg
2. Rehabilitasi/renovasi -
Rusak sedang
: Volume x I x 0,45 x HSpbg
-
Rusak berat
: Volume x I x 0,65 x HSpbg
c. Administrasi IMB
: Rp. 0,-
d. Penyediaan formulir Permohonan IMB
: Rp. 0,-
Termasuk pendaftaran IMB Keterangan: L
: Luas lantai bangunan
Volume
: Volume besaran dalam satuan m2, m’, unit
I
: Indek
It
: Indek terintegrasi
HSbg
: Harga satuan retribusi bangunan
HSpbg
: Harga satuan retribusi prasarana bangunan Bagian Kedua Indek Penghitungan Besarnya Retribusi Pasal 12
(1) Indek penghitungan besarnya Izin Mendirikan Bangunan meliputi indeks parameter fungsi, klasifikasi dan waktu penggunaan bangunan gedung serta prasarana bangunan gedung. (2) Penetapan indek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan faktor perkalian dari masing-masing indeks parameter. (3) Indek untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung, serta contoh penetapan indek terintegrasi sebagaimana tersebut dalam lampiran II, III, IV,V dan VI Peraturan Daerah ini BAB VII PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIP RETRIBUSI
-
11 -
Pasal 13
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan didasarkan
pada
tujuan
untuk
menutup
sebagian
atau
seluruh
biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Pasal 14
(1) Tarip Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP RETRIBUSI Pasal 15
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Mendirikan Bangunan tercantum dalam lampiran VII Peraturan Daerah ini. (2) Contoh besarnya perhitungan retribusi Izin Mendirikan Bangunan tercantum dalam lampiran VIII Peraturan Daerah ini. BAB IX JANGKA WAKTU PROSES PENERBITAN IMB Pasal 16
(1) Jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak penerimaan surat Permohonan Izin Mendirikan Bangunan dan kelengkapan dokumen administrasi dan dokumen rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan. (2) Dokumen administrasi dan/atau dokumen rencana teknis yang belum memenuhi persyaratan
kelengkapan,
dilengkapi/diperbaiki.
dikembalikan
kepada
pemohon
untuk
-
12 -
Pasal 17
Dokumen Izin Mendirikan Bangunan diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu.
BAB X WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 18 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut diwilayah Kabupaten Tuban. BAB XI TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 19
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD. Pasal 20
(1) Retribusi harus dibayar lunas pada saat Izin Mendirikan Bangunan diterbitkan. (2) Hasil pungutan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan secara bruto ke kas umum daerah selambat-lambatnya 1 x 24 Jam setiap hari kerja BAB XII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 21
Masa retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu Izin Mendirikan Bangunan. Pasal 22
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang terutang terjadi sejak diterbitkan SKRD. BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23
(1) Pemohon Izin Mendirikan Bangunan yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi berupa :
-
13 -
a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan pembangunan; c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung; e. pembekuan Izin Mendirikan Gedung; f. pencabutan Izin Mendirikan Bangunan Gedung; g. perintah pembongkaran bangunan gedung. (2) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XIV PENAGIHAN Pasal 24
(1) Penagihan retribusi terhutang harus didahului dengan surat teguran. (2) Penagihan dilakukan dengan menggunakan STRD. (3) Tata cara penagihan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XV PEMBERIAN KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 25 (1) Bupati berwenang memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi Izin Mendirikan Bangunan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XVI KEBERATAN Pasal 26
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan – alasan yang jelas.
-
14 -
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan
keberatan
tidak
menunda
kewajiban
membayar
retribusi
dan
pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 27 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XVII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 28 (1) Atas
kelebihan
pembayaran
Retribusi,
Wajib
Retribusi
dapat
mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
Retribusi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
-
15 -
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVIII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutang Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan hutang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran. (4) Pengakuan hutang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai hutang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan hutang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi. Pasal 30 (1) Piutang Retribusi yang tidak dapat ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapus. (2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIX INSENTIF PEMUNGUTAN
-
16 -
Pasal 31 (1)
Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2)
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) dari realisasi retribusi.
(3)
Pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(4)
Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi; c. menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
-
17 -
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi; i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang–Undang Hukum Acara Pidana. BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 33
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2002 Seri B Nomor 1) khusus mengenai ketentuan retribusinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 35 Peraturan pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 36 Peraturan Daerah Ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tuban.
-
18 -
Ditetapkan di Tuban pada tanggal 19 Agustus 2011 BUPATI TUBAN ttd. H. FATHUL HUDA
Diundangkan di Tuban pada tanggal 19 Agustus 2011 SEKRETARIS DAERAH ttd. Drs. HERI SISWORO, M.H. Pembina Utama Muda NIP. 19551128 198509 1 001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 SERI C NOMOR 02
-
20 -
PENJELASAN ATAS PERATURAN KABUPATEN TUBAN NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN I.PENJELASAN UMUM Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 Tahun 2002 yang mengatur tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan harus ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dimaksud. Dalam Peraturan Daerah ini memuat ketentuan mengenai cara mengukur tingkat penggunaan jasa, prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif, cara menghitung retribusi dan lain-lain. Ini merupakan upaya maksimal Pemerintah Kabupaten dalam rangka meningkatkan pelayanan serta untuk mengintensifkan penggalian sumbersumber Pendapatan Asli Daerah, khususnya dari sektor Ijin Mendirikan bangunan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16
-
Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas
21 -