-1-
BUPATI WAROPEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAROPEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAROPEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan dan Pelayanan Umum sebagai wujud otonomi daerah di Kabupaten Waropen, perlu mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; b. bahwa berdasarkan Pasal 141 ayat (1) huruf a dan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan merupakan salah satu jenis Retribusi Kabupaten/Kota, yang pemungutannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Waropen tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 Tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4.Undang-undang……../2
-2-
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Toli Kara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Bovendigul, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Republik Indonesia Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188); 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 12. Peraturan Pemerintahan Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4494); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14.Peraturan……../3
-3-
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tatacara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas dilingkungan Pemerintah Daerah; 17. Peraturan Daerah Kabupaten Waropen Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Nomor 12 Tahun 2008). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAROPEN dan BUPATI WAROPEN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
WAROPEN
TENTANG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Waropen. 2. Pemerintah Daerah adalah bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Waropen. 3. Bupati adalah Bupati Waropen. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD ,adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Waropen. 6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan. 7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 8. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 9.Perizinan……../4
-4-
9. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; 10. Izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksudkan agar didesain, pelaksanaan pembangunan, dan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB) yang ditetapkan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tertentu . 11. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bangunan. 12. Bangunan adalah bangunan gedung beserta bangunan-bangunan yang merupakan kelengkapan dari bangunan gedung tersebut dalam batas atau pemilik; 13. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengaadakan/ mendirikan/membangun bangunan (Gedung, Rumah, Tempat Usaha, Pagar, Tower dll); 14. Merubah/renovasi bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang sudah ada termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bangunan menjadi bangunan baru ditinjau dari bentuk dan ukuran/luasan bangunan tersebut; 15. Garis Sempadan adalah garis yang ditarik oleh petugas pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh dan yang tidak boleh dibangun bangunan; 16. Koefisien dasar bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kapling/pekarangan; 17. Koefisien lantai bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah luas lantai bangunan dengan luas kapling /pekarangan; 18. Bangunan Permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan-bahan yang kokoh (konstruksi beton) dan dapat dipergunakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; 19. Bangunan Semi Permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas baik (konstruksi kayu) dan dapat dipergunakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) Tahun; 20. Bangunan sementara/darurat adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi sederhana dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 tahun yang bersifat sementara; 21. Koefisien Bangunan dalah tinggi bangunan diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan tersebut; 22. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perUndangUndangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 23. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kabupaten Waropen. 24. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPORD,adalah surat yang digunakan untuk melaporkan data objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi terutang menurut peraturan perUndangUndangan retribusi daerah. 25. Surat Setoran Retribusi Daerah ,yang selanjutnya disingkat SSRD , adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 26. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah Surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. 27.Surat…..…../5
-5-
27. Surat Ketetapan Restribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDBL, adalah Surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran restribusi karena jumlah kredit restribusi lebih besar daripada restribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 28. Surat Tagihan Restribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan restribusi dan/ atau sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda. 29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,keterangan,dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peratutan perUndang-Undangan retribusi daerah. 30. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkan BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dipungut pembayaran atas pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan.
retribusi sebagai
Pasal 3 (1) Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (2) Pemberian Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), koefisien guna bangunan (KGB), dan Koefisien lokasi bangunan (KLB) pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (3) Tidak termasuk objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah atau pemerintah Kabupaten Waropen. Pasal 4 (1)
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang mendapatkan pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan.
(2)
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang telah mendapatkan pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan.
(3)
Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana maksud pada ayat (2) diberikan setelah adanya pemeriksaan lokasi yang dilakukan oleh Komisi Pemeriksaan bangunan yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemukiman dan Catatan Sipil, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bagian Administrasi Pembangunan, Kepala Distrik, dan Kepala Kampung setempat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4)Setiap…..…../6
-6-
(4)
Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan bangunan atau merubah dan menambah bangunan baik fisik dan fungsi bangunan wajib memiliki izin mendirikan bangunan dari Bupati.
(5)
Pemeriksaan dilakukan oleh komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap : 1. Tata Ruang Kota; 2. Jarak garis sempadan; 3. Teknis Konstruksi; 4. Dampak lingkungan dan lainnya.
(6)
Hasil pemeriksaan komisi ditetapkan dalam rekomendasi tentang persetujuan dan/atau penolakan terhadap pelaksanaan diterbitkan tidaknya Izin Mendirikan Bangunan oleh Bupati disertai alasan-alasannya.
(7)
Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2 (dua), antara bangunan dan atau pagar dengan as jalan ditetapkan sebagai berikut : NO.
a.
KLASIFIKASI JALAN
GSP
GSB
1.
ARTERI jalan utama dalam kota
8M
12 M
2.
KOLEKOR jalan penghubung antar jalan arteri
6M
10 M
3.
Lingkungan
4M
6M
Garis Sempadan Yang Terletak Pada Daerah Pengkolan Jalan Atau Tikungan Jalan (Radian) NO. KLASIFIKASI JALAN GSP 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jalan arteri-arteri Jalan koletor-arteri Jalan koletor-koletor Jalan lingkungan-arteri Jalan Lingkungan-kolekor Jalan lingkungan-lingkungan
b. Garis Sempadan Untuk Daerah Khusus NO. KLASIFIKASI JALAN 1.
2. 3.
4.
Sempadan sungai (diukur dari tepi sungai hingga bagian terdepan bangunan) Sempadan pantai (diukur dari pasang tertinggi) Sempadan untuk bandara udara bangunan yang diperkenankan terbangun untuk daerah sekitar perlintasan pesawat/bandara yaitu yang berlantai 2 (dua) ke atas dan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepala Bandara atau Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Sempadan untuk drainase kota (diambil dari tepi drainase sampai bagian terdepan bangunan)
14 M 12 M 10 M 9M 8M 6M
KETERANGAN 20-50 M
20-50 M Ketinggian bangunan lebih dari 10 M
GSB : 6 M GSP : 2 M
(8)Bupati……….../7
-7-
(8)
Bupati dengan pertimbangan dan syarat-syarat tertentu dapat memberikan izin terhadap bangunan yang dibangun sebelum mendapat izin dan melanggar garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sejauh bangunan tersebut merupakan fasilitas publik bukan perorangan atau pribadi. BAB III Cara Memperoleh Izin Pasal 5
(1)
Untuk memperoleh izin bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang berkepentingan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati.
(2)
Bupati dapat memberikan izin membangun terhadap bangunan darurat dalam bentuk Surat Keterangan dan berlaku sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.
(3)
Prosedur dan Tata cara pemberian izin mendirikan bangunan terhadap bangunan darurat ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(4)
Pemohon untuk bangunan permanen dan semi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan/melampirkan : a. Nama, alamat dan pekerjaan pemohon; b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk; c. Gambar Rencana Bangunan (Denah, Tampak, dan Potongan); d. Gambar situasi bangunan/Site Plan e. Klasifikasi bangunan (permanen dan semi permanen); f. Gambar bangunan beserta ukuran-ukuran dan perhitungan-perhitungan konstruksi yang diperlukan; g. Foto copy sertifikat tanah atau surat ukur tanah yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Nasional; h. Foto copy bukti pelunasan Pajak Bumi Bangunan; i. Pengantar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Lurah/Kampung j. Pengantar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Kepala Distrik; k. Surat pernyataan bersedia melepaskan sebagian hak atas tanahnya untuk kepentingan umum.
(5)
Pemohon Surat keterangan untuk bangunan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan/melampirkan : a. Nama,Alamat dan Pekerjaan pemohon; b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk; c. Gambar Rencana Bangunan (Denah); d. Gambar situasi bangunan/Site Plan; e. Foto copy sertifikat tanah atau surat ukur tanah yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Nasional; f. Surat kuasa/surat keterangan dari pemilik tanah bagi pengguna/sewa tanah; g. Pengantar Bangunan darurat dari Lurah/Kepala Kampung; h. Pengantar Bangunan darurat dari Kepala Distrik; i. Surat Pernyataan bersedia untuk dibongkar apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk kepentingan umum. Gambar rencana bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat dibuat oleh pemohon sendiri dan swasta yang diperiksa oleh instansi teknis.
(6)
(7)
Dinas Teknis dapat memberikan teguran hingga perintah pembongkaran pada bangunan yang dianggap tidak sesuai dengan Petunjuk Pembangunan/struktur konstruksi dan di anggap membahayakan keselamatan penghuni/masyarakat. (8)Tidak……../8
-8-
(8)
Tidak semua bangunan dapat di berikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan memperhatikan usia bangunan tersebut.
(9)
Balik nama sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) hanya dapat dilakukan apabila terjadi jual beli/peralihan kepemilikan bangunan yang disesuaikan dengan kepemilikan sertifikat tanah.
(10) Izin Mendirikan Bangunan yang telah diterbitkan oleh Bupati sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali apabila dianggap melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam Advis dan Petunjuk Pembangunan. (11) Dinas Teknis melakukan pengawasan langsung terhadap bangunan yang sementara mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan bangunan yang sudah diterbitkan IMBnya. (12) Bangunan dengan pola tata massa di golongkan dalam perizinan kompleks. (13) Semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dibuat dalam rangkap 5 (lima). Pasal 6 (1)
Paling lama 10 (sepuluh) hari kerja berkas pemohon yang di terima oleh Bagian Administrasi Pembangunan sudah harus ada jawaban dari Bupati.
(2)
Berkas permohonan yang disetujui Bupati diteruskan ke Dinas Teknis untuk membuat advis planning dan proses tersebut sudah harus selesai paling lambat dalam 5 (lima ) hari kerja apabila berkas tersebut dianggap lengkap.
(3)
Berkas pemohon beserta advis planning dari Dinas Teknis diteruskan kepada Bupati melalui Bagian Administrasi Pembangunan untuk proses penerbitan izin bangunan.
(4)
Proses penerbitan izin bangunan sudah harus selesai paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak berkas tersebut diterima dari Dinas Teknis dan pemohon sudah melunasi retribusi yang disetorkan kepada kas daerah.
(5)
Apabila pemohon tidak menyelesaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5), maka permohonan pemohon dinyatakan batal.
(6)
Pemohon yang telah memperoleh advis bangunan, selambat-lambatnya 90 (Sembilan puluh) hari sudah harus melaksanakan aktifitas pembangunan.
(7)
Apabila pemohon tidak melaksanakan aktifitas sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka pemohon wajib mengurus perpanjangan advis planning.
(8)
Setiap bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan Tata Ruang dan bangunan yang tidak memiliki izin bangunan diancam pembongkaran. Pasal 7
Bupati dapat memberikan izin bangunan terhadap bangunan yang didirikan dalam Wilayah Distrik yang belum mempunyai Rencana Induk Kota (RIK).
BAB IV ……../9
-9-
BAB IV Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 8 (1) Tingkat penggunaan jasa diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan; (2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bobot/koefisien; (3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai berikut: Koefisien Luas Bangunan NO.
LUAS BANGUNAN
KOEFISIEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bangunan s.d. 100 M² Bangunan s.d. 250 M² Bangunan s.d. 500 M² Bangunan s.d. 1000 M² Bangunan s.d. 2000 M² Bangunan s.d. 3000 M² Bangunan > 3000 M²
1,00 1,50 2,50 3,50 4,00 4.50 5,00
Koefisien Tingkat Bangunan NO. 1. 2. 3. 4. 5.
TINGKAT BANGUNAN Bangunan lantai 1 Bangunan lantai 2 Bangunan lantai 3 Bangunan lantai 4 Bangunan lantai 5
KOEFISIEN 1,00 1,50 2,50 3,50 4,00
Koefisien Guna Bangunan NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
GUNA BANGUNAN Bangunan Sosial Bangunan Perumahan Bangunan fasilitas Umum angunan Pendidikan Bangunan Kelembagaan/kantor Bangunan Perdagangan & Jasa Bangunan Industri Bangunan Khusus Bangunan campuran Bangunan Lain-lain
KOEFISIEN 0,50 1,00 1,00 1,25 1,50 2,00 2,00 2,50 2,75 3,00
(4) Klasifikasi bangunan: a. Bangunan Sosial yang dimaksud adalah seluruh bangunan yang berfungsi sosial seperti Rumah Ibadah, Sekolah, Puskesmas, Panti Jompo dan sejenisnya; b. Bangunan Perumahan yang dimaksud adalah tempat hunian serta sarana penunjang lainnya seperti Rumah Tinggal dan Pagar, Car Port/Garasi; c. Bangunan Fasilitas Umum yang dimaksud adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum seperti Puskesmas, Balai Pertemuan, Terminal, Taman Bermain; d.Bangunan………../10
- 10 -
d. Bangunan Pendidikan adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan pendidikan seperti Sekolah, Universitas dan Balai Pelatihan; e. Bangunan Kelembagaan/kantor adalah bangunan yang digunakan untuk maksud urusan Adminstrasi atau usaha komersial/Profesi seperti Kantor; f. Bangunan Perdagangan dan Jasa adalah adalah bangunan yang digunakan sebagai bangunan yang melayani kegiatan komersial; g. Bangunan Industri adalah bangunan yang bergerak dibidang Industri serta bangunan penunjang lainnya seperti Gudang, Pabrik, Jembatan Timbang; h. Bangunan Khusus seperti monumen, pompa bensin, dermaga; i. Bangunan Campuran seperti Ruko, Rumah Gudang, Rumah Kantor, Rumah Bengkel; j. Bangunan lain-lain seperti tower/menara dan kelengkapannya. BAB V Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 9 (1)
Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian Izin.
(2)
Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. BAB VI Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 10
(1) Struktur dan besaran tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut: a. Besarnya tarif retribusi untuk bangunan permanen ditetapkan sebesar Rp. 2.850,/M² b. Besarnya tarif retribusi untuk bangunan semi permanen ditetapkan sebesar Rp. 1.880,-/M² (2) Besarnya retribusi yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan besaran koefisien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dengan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB VII GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 11 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 12 Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah daerah tempat izin mendirikan bangunan diberikan. BAB IX………../11
- 11 -
BAB IX RETRIBUSI TERUTANG Pasal 13 Retribusi terutang terjadi pada saat diterbitkan SKRD. BAB X SURAT PENDAFTARAN Pasal 14 (1)
Setiap Wajib Retribusi wajib mengisi SPORD.
(2)
SPORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta di tandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.
(3)
Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XI PEMUNGUTAN Pasal 15
(1) Retribusi terutang dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang diterbitkan oleh Bupati. (2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis dan kupon. (3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XII TATACARA PEMBAYARAN Pasal 16 (1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus; (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang merupakan tanggal jatuh tempo pembayaran Retribusi. (3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (4) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5)Tata………../12
- 12 -
(5) Tatacara pembayaran, pembayaran dengan angsuran dan penundaan pembayaran Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 17 (1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati. (2) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan SSRD. (3) Bentuk, jenis, ukuran dan tatacara pengisian SSRD, ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XIII TATACARA PENAGIHAN Pasal 18 (1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Pejabat dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi tertentu tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar. (2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran. (3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. (4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XIV KEBERATAN Pasal 19 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 20……../13
- 13 -
Pasal 20 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 21 (1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, Bupati menerbitkan SKRDLB untuk mengembalikan kelebihan pembayaran Retribusi dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB. BAB XV PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 22 (1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVI………../14
- 14 -
BAB XVI KADALUARSA Pasal 23 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kadaluarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kadaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 24 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kadaluarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVII PEMERIKSAAN Pasal 25 (1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perUndang-Undangan Retribusi Daerah. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan…………../15
- 15 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVIII PEMANFAATAN Pasal 26 (1) Hasil penerimaan Retribusi merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya ke Kas Daerah. (2) Sebagian hasil penerimaan Retribusi digunakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan pemberian izin mendirikan bangunan. (3) Pengalokasian sebagian penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB XIX INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 27 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b.meneliti…………/16
- 16 -
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perUndangUndangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 29 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penerimaan negara. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap…………../17
- 17 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Waropen. Ditetapkan di Botawa pada tanggal 15DESEMBER BUPATI WAROPEN, CAP/TTD YESAYA BUINEI
Diundangkan di Botawa pada tanggal 15 DESEMBER 2011 SEKRETARIS DAERAH, CAP/TTD CORNELIS SIMONAPENDI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2011 NOMOR 15
Salinan yang sah sesuai dengan yang aslih KEPALA BAGIAN HUKUM,
TITUS YAPANANI
2011
- 18 -
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAROPEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
I. UMUM Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka terdapat 30 Jenis Retribusi Daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten. Dari ketiga puluh jenis Retribusi Daerah tersebut salah satunya adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Untuk menindaklanjuti ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Pemerintah Kabupaten Waropen membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi izin Mendirikan Bangunan sebagai dasar hukum pelaksanaan pemungutan Retribusi Daerah guna mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Waropen
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas
- 19 -
Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Ayat (1) yang dimaksud dengan Kinerja Tertentu adalah Pencapaian target penerimaan retribusi yang ditargetkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dijabarkan secara triwulan dalam peraturan Bupati. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup jelas