PERANCANGAN STRATEGI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN PADA PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA
ANGGRAENI MUKAROMAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan di daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016
Anggraeni Mukaromah H24120023
ii
ABSTRAK ANGGRAENI MUKAROMAH. Perancangan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. Dibimbing oleh ERLIN TRISYULIANTI. Penilaian kinerja adalah salah satu penentu kinerja yang ampuh untuk melihat apakah organisasi ataupun karyawan sudah melaksanakan pekerjaan dengan kinerja terbaik mereka. Maka dari itu, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) memerlukan perancangan strategi penilaian kinerja yang ideal untuk institusi. Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) Menganalisis strategi penilaian kinerja di PPBBI (2) Menganalisis Faktor, aktor, tujuan dan alternatif yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam penyusunan strategi penilaian kinerja di PPBBI (3) Merumuskan alternatif model penilaian knerja di PPBBI. (4) Membuat rancangan alternatif penilaian kinerja baru sesuai dengan strategi yang dipilih. Data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) , analisis SMART-C dan in depth interview dengan pakar. Hasil pengolahan AHP menunjukkan strategi terbaik yang digunakan adalah dengan metode rating scale yang kemudian akan dirancang dari hasil in depth interview dengan para pakar agar sesuai dengan kebutuhan institusi. Kata kunci: AHP, In depth Interview, Penilaian Kinerja, Strategi. ABSTRACT ANGGRAENI MUKAROMAH. Designing Employees’ Performance Appraisal at Indonesia Research Institute For Biotechnology And Bioindustry Supervised by ERLIN TRISYULIANTI. Performance assessment is one of the performance determinants which is powerful to see whether the organization or the employee has been carrying out their best performance. Therefore, the Research Center for Biotechnology and Bioindustry Indonesia (RCBBI) needs to design an ideal strategy for performance assessment. The purposes of this study are to (1) analyze the performance appraisal strategy in RCBBI (2) Analyze the factors, actors, objectives and alternatives that affect and be considered in the preparation of the performance appraisal strategy in RCBBI (3) Formulate alternative performance assessment in RCBBI (4) Design the new performance assessment according to the chosen strategy. The data used are primary and secondary. The methods used in this assessment are the Analytic Hierarchy Process (AHP), SMART-C analysis and in depth interviews with experts. AHP results showed the best strategy is the rating scale method that will be design according to the result of in depth interview with the expert to fit the needs of the institution. Keywords: AHP, In depth Interview, Performance Assessment, Strategy.
PERANCANGAN STRATEGI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN PADA PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA
ANGGRAENI MUKAROMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iv
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2016 ini mengenai strategi penilaian kinerja, dengan judul Perancangan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Erlin Trisyulianti, STP, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama penulisan karya ilmiah ini serta kepada bapak Dr.Ir.Abdul Kohar Irwanto, MSc dan ibu Andita Sayekti, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada Bapak Dr Ir Priyono, DIRS selaku Direktur Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, kepada Ibu Dr Asmini Budiani, MSi, Ibu Dr Nurhaimi Haris, Msi, Ibu Dr Laksmita Prima Santi, ibu Siti Rochmah dan seluruh karyawan serta staff PPBBI yang telah membantu dalam pengumpulan data demi kelancaran penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, ibu, ayah, kaka bila serta ade nada atas segala doa, motivasi dan kasih sayang yang tiada henti untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Azizah Luthfiyah Assa’adiyah, Puspita Tyas Wandhita, Meutia Isty Wulandari, Mutiara Hanifah dan Metha Islameka yang tak pernah henti menyemangati penulis setiap harinya, juga tak lupa kepada Bhisma Damareka untuk segala doa, bantuan dan motivasinya kepada penulis. Dan kepada sahabat-sahabat tercinta Manajemen 49 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2016 Anggraeni Mukaromah
viii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Manfaat Pengukuran Kinerja
3
Standar Pekerjaan
3
Faktor Penilaian Kinerja Karyawan
4
Kepribadian dan Perilaku dalam Organisasi
4
Key Performance Indicator (KPI)
5
Analytical Hierarchy Process (AHP)
5
Metode Rating Scale
6
Penilaian 360 Derajat
7
Kinerja
7
Penilaian Kinerja
8
Tujuan Penilaian Kinerja
8
Gambaran Umum Perusahaan
9
Penelitian Terdahulu
9
METODE
11
Kerangka Pemikiran
11
Lokasi dan Waktu Penelitian
12
Jenis dan Sumber Data
12
Metode Penarikan Sampel
12
Metode Pengolahan dan Analisis Data
13
Analytical Hierarchy Process (AHP)
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Penilaian Kinerja Karyawan di PPBBI
16 16
Kemampuan Teknis
17
Kemampuan Konseptual
20
Kemampuan Hubungan Interpersonal
23
x Kepribadian dan Penampilan Perumusan Strategi Penilaian Kinerja yang Ideal di PPBBI Berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP)
24 27
Analisis Hasil Pengolahan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Pada PPBBI 29 Pembobotan Faktor Penilaian Kinerja Karyawan
35
Hasil Rancangan Penilaian Strategi Penilaian Kinerja Karyawan dengan Metode Rating Scale
37
Implikasi Manajerial
40
KESIMPULAN DAN SARAN
42
Simpulan
42
Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
44
RIWAYAT HIDUP
59
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi penelitian terdahulu 2 Matrix perbandingan berpasangan 3 Skala banding dalam AHP 4 Hasil analisis SMART-C faktor kemampuan teknis 5 Hasil analisis SMART-C pada faktor kemampuan konseptual 6 Hasil analisis SMART-C kemampuan hubungan interpersonal 7 Hasil analisis SMART-C pada faktor kepribadian dan penampilan 8 Hasil pengolahan elemen faktor 9 Hasil pengolahan elemen aktor 10 Hasil pengolahan elemen tujuan 11 Hasil pengolahan elemen alternatif strategi 12 Hasil pengolahan horizontal aktor terhadap faktor 13 Hasil pengolahan horizontal tujuan terhadap aktor 14 Skala penilaian kinerja karyawan 15 Skala nilai yang digunakan dalam penilaian 16 Skala penilaian DP2K yang baru 17 Pembobotan faktor penilaian 18 Kategori penilaian 19 Implikasi manajerial
10 15 15 17 20 23 24 29 30 30 31 32 32 36 37 38 39 40 40
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran penelitian Struktur hierarki AHP Hierarki strategi Penilaian Kinerja Struktur hierarki strategi penilaian kinerja karyawan Hasil pembobotan faktor penilaian kinerja karyawan
11 14 28 33 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil rancangan penilaian kinerja karyawan dengan rating scale 2 Penilaian kinerja karyawan sebelumnya (DP2K) 3 Notulensi wawancara kepada pakar 4 Hasil pengolahan Hierarki menggunakan metode AHP 5 Strata jabatan PPBBI 6 Surat ijin penelitian
46 51 52 54 56 58
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan dalam organisasi. Keberhasilan setiap organisasi dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik Sumberdaya manusia (SDM) didalamnya. Sebuah organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas SDM yang ada. Kualitas SDM banyak ditentukan oleh sejauh mana sistem yang ada di organisasi atau perusahaan mampu menunjang dan memuaskan keinginan baik dari pegawai maupun dari organisasi atau perusahaan. Keberhasilan dan kinerja individu dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme juga komitmennya terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Kinerja individu didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu (Sinambela 2012). Kinerja institusi sangat dipengaruhi oleh kinerja individu, oleh sebab itu apabila kinerja institusi ingin diperbaiki, kinerja individu perlu untuk diperhatikan. Penilaian kinerja adalah salah satu alat pengukur kinerja yang ampuh untuk melihat apakah organisasi ataupun karyawan sudah melaksanakan pekerjaan dengan kinerja terbaik mereka. Penilaian kinerja harus dirancang dengan tepat dan dilakukan secara adil, obyektif, tidak memihak dan harus menggambarkan kinerja kerja yang akurat. Faktor penilaian kinerja yang obyektif lebih terfokus pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas, maka penilaian kinerja karyawan harus benar-benar obyektif, yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan (Kusrini 2007). Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) adalah salah satu unit kerja dari Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang bertugas dalam melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan usaha serta memberikan pelayanan dalam aspek kepakaran teknologi dan kebijakan dalam bidang bioteknologi dan bioindustri. Untuk mencapai visinya menjadi perusahaan berbasis riset yang tangguh dan mandiri, diakui pada tingkat nasional, regional maupun internasional, serta dapat memacu industri perkebunan berdaya saing tinggi dan berkelanjutan, PPBBI membutuhkan kebijakan pengelolaan SDM yang tepat. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan merancang sistem penilaian kinerja karyawan. Penggunaan sistem penilaian kinerja karyawan yang tepat akan memberikan informasi yang akurat terkait dengan kinerja dan kondisi karyawan yang dimiliki institusi. Informasi ini dapat digunakan institusi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan penting terkait kinerja institusi. Sistem penilaian kinerja yang saat ini diterapkan oleh PPBBI menggunakan metode penilaian rating scale yang dinamakan Daftar Penilaian Prestasi Kerja (DP2K), yang mana daftar penilaian ini berkaitan langsung dengan keputusan kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan. Faktor yang dinilai dari DP2K ini meliputi 4 faktor, yakni faktor kemampuan, kepribadian dan penampilan, kemampuan manajerial, serta hubungan antar manusia. Keempat faktor ini terbagi kembali
2 menjadi beberapa indikator yang menjadi acuan penilai untuk menilai karyawan PPBBI. Indikator-indikator ini dinilai dengan skala 0-100. Penilaian dilakukan oleh atasan langsung karyawan yang akan dinilai melalui lembar DP2K. Setelah didapatkan penilaian terhadap masing-masing karyawan, DP2K akan diserahkan kepada pimpinan untuk dibawa ke rapat pimpinan yang terdiri dari direktur PPBBI, Kepala Bidang Penelitian, Kepala Biro Umum dan SDM dan Kepala Bidang Usaha juga tambahan opini dari penanggung jawab SDM untuk menentukan keputusan kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan. Sistem penilaian prestasi kerja dianggap kurang efektif karena cukup memakan waktu yang panjang dalam menentukan keputusan kenaikan jabatan yang akan diperoleh. DP2K juga belum memiliki bobot penilaian dalam setiap faktor penilaiannya, sehingga tidak diketahui faktor penilaian mana yang paling mempengaruhi kinerja karyawan selama bekerja. Selain itu, beberapa indikator didalam DP2K masih bersifat kualitatif sehingga sulit dilakukan pengukuran. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Perancangan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan di Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan sebelumnya, maka halhal yang menjadi pokok permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu, (1) bagaimana strategi penilaian kinerja karyawan yang saat ini digunakan di Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia? (2) faktor, aktor, tujuan dan alternatif apa yang mempengaruhi dan harus dipertimbangkan dalam penyusunan strategi penilaian kinerja? (3) bagaimana alternatif model penilaian kinerja karyawan yang ideal bagi PPBBI? (4) bagaimana hasil perancangan penilaian kinerjadari hasil strategi yang didapatkan?
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan sebelumnya, maka halhal yang menjadi pokok permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu, (1) menganalisis strategi penilaian kinerja di PPBBI (2) menganalisis Faktor, aktor, tujuan dan alternatif yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam penyusunan strategi penilaian kinerja di PPBBI (3) merumuskan alternatif model penilaian knerja di PPBBI (4) membuat hasil rancangan alternatif penilaian kinerja baru sesuai dengan strategi yang dipilih.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah penelitian dapat bermanfaat bagi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia sebagai saran dan bahan pertimbangan serta referensi untuk perusahaan dalam rangka perancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal bagi bagi institusi serta penelitian dapat bermanfaat bagi pihak lain sebagai bahan informasi bagi pihak –
3 pihak yang ingin mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai strategi penilaian kinerja karyawan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengembangan indikator kinerja pada metode penilaian kinerja karyawan yang terpilih dan dilakukan langsung terhadap sasaran kajian, yakni Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Furtwengler (2000), manfaat pengukuran kinerja meliputi: 1. Pengembangan Pegawai Kegiatan penilaian kinerja berhubungan dengan keahlian yang dimiliki pegawai. Penilaian kinerja pegawai akan membantu pimpinan melaksanakan perannya sebagai atasan yang dapat memberikan rekomendasi atas berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Dengan memperhatikan analisis kinerja pegawai, akan tergambar dimanakah kekuatan dan kelemahan mereka. Kekuatan yang dimiliki dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, sedangkan kinerja yang kurang baik akan dicari tahu penyebabnya untuk diperbaiki. 2. Memperkirakan Kepuasan Pegawai Kepuasan kerja merujuk pada pengalaman kesenangan atau kesukaan yang dirasakan seseorang ketika apa yang diinginkannya tercapai. Hal tersebut menunjukan bahwa kepuasan akan dapat dirasakan oleh seseorang ketika keinginan orang tersebut tercapai. 3. Membuat Keputusan Kompensasi Kinerja organisasi akan berdampak pada kompensasi yang akan diterima pegawai. Penilaian kinerja sangatlah penting untuk dapat diimplikasikan untuk menimbang kompensasi pegawai. 4. Membangun Komunikasi Untuk dapat menentukan seorang pegawai berprestasi atau tidak, dibutuhkan pemahaman pimpinan akan suatu definisi konseptual yang menggambarkan pekerjaan yang bersangkutan dan definisi operasional tentang suatu pekerjaan yang akan dinilainya. Oleh karena itu peran komunikasi menjadi sangat penting dan menentukan. Standar Pekerjaan Menurut Hadari (2006), Standar pekerjaan pada dasaranya berisi ukuran atau tolak ukur mengenai efektivitas, efisiensi dan produktivitas pelaksanaan pekerjaan/jabatan yang menggambarkan tingkat pemahaman, tingkat kemampuan dan hasil kerja seseorang pekerja/karyawan dalam melaksanakan tugas pokoknya di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Pemahaman terhadap pekerjaan, kemampuan pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya yang dinilai itu, harus sesuai dengan aspek-aspek/tugas-tugas wewenang dan tanggung jawab yang terdapat didalam
4 deskripsi pekerjaan/jabatan masing-masing. Disamping itu untuk beberapa pekerjaan/jabatan tertentu harus sesuai juga dengan spesifikasi pekerjaan, tertutama untuk pekerjaan/jabatan yang harus dinilai juga aspek-aspek kepribadian dan kemampuan manajerial/kepemimpinannya. Untuk itu standar pekerjaan yang baik harus memiliki ciri-ciri berikut: 1. Berisi kriteria pelaksanaan pekerjaan (kinerja) yang terbaik sebagai pembanding terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja/karyawan, yang perumusannya harus konsisten dengan deskripsi dan spesifikasi pekerjaan masing-masing, meskipun selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika pekerjaan. 2. Berisi aspek-aspek yang jelas dan dapat diukur dari pelaksanaan suatu pekerjaan/jabatan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 3. Standar pekerjaan harus memiliki kriteria yang jelas agar penilai bebas dari bias dalam menilai dan bebas pula dari kemungkinan pekerja/karyawan yang dinilai merasa diperlakukan tidak adil oleh organisasi/perusahaan Faktor Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Rivai (2004) Faktor yang paling umum muncul dalam penilaian kinerja adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerjasama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, peremcanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, sikap, usaha. Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. 2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. 3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, dan lain-lain. Mangkunegara (2005), mengutip pendapat dari A. Dale Timple menyatakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari paparan tersebut disimpulkan bahwa faktor penentu prestasi kerja individu dalam organsasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi. Kepribadian dan Perilaku dalam Organisasi Kepribadian merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan karyawan merupakan asset bagi kelangsungan kegiatan organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Menurut Robbins (2006), kepribadian adalah keseluruhan dimana seseorang
5 individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Organisasi cenderung memilih sikap kepribadian yang mereka yakini berhubungan erat dengan kinerja dibeberapa pekerjaan dan organisasi mereka. Di dunia saat ini, operasi bisnis semakin berkembang ke lingkungan global. Ini berarti operasi bisnis juga seting kali bersifat multikultural. Oleh karena itu, meskipun sebagian besar anggota dari suatu budaya memiliki karakteristik kepribadian yang serupa, akan terdapat perbedaan karakteristik kepribadian yang signifikan antarbudaya juga perilaku karyawan selama bekerja. Perilaku karyawan tidak dapat dipahami tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Kepribadian saling berhubungan dengan persepsi, sikap, pembelajaran, dan motivasi sehingga setiap analisis perilaku tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan sisi kepribadian (Ivanchevich 2006). Key Performance Indicator (KPI) KPI adalah alat ukur bagi pencapaian sasaran strategis (SS). KPI dibedakan menjadi KPI lagging dan KPI leading. KPI lagging adalah KPI yang bersifat outcome/output atau yang mengukur hasil, umumnya di luar kendali unit yang bersangkutan. KPI leading adalah KPI yang bersifat proses, yang mendorong pencapaian KPI lagging. Umumya KPI leading berada di bawah kendali unit organisasi. Dalam perumusan KPI seyogyanya memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja. Untuk menguji apakah indikator kinerja cukup sederhana, mudah dipahami serta dikelola hingga cocok untuk dijadikan KPI, indikator kinerja harus memenuhi kriteria SMART-C, yaitu: 1. Specific (spesifik) : indikator kinerja harus dapat didefinisikan secara spesifik 2. Measurable (terukur): indikator kinerja harus dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 3. Achievable (dapat dicapai): sasaran/target yang ditetapkan untuk indikator kinerja harus masuk akal dan memungkinkan untuk dicapai KPI yang dipilih harus dapat dicapai oleh penanggungjawab atau Unit In Charge. Relevant (relevan): indikator kinerja yang dipilih sesuai dengan lingkup bisnis 4. dan aktivitas/proses bisnis organisasi/divisi terkait 5. Time-bound (batasan waktu): Pencapaian sasaran/target indikator kinerja memiliki batasan waktu yang jelas. 6. Challenging (menantang): sasaran/target indikator kinerja yang ditetapkan merupakan peningkatan dari pencapaian periode sebelumnya dan menjadi tantangan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Soemohadiwidjojo 2015). Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Proces (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategic dan dinamik menjadi sebuah bagianbagian dan tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numeric, secara subjektif tentang arti penting variable tersebut dan secara relative dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variable yang memiliki prioritas tinggi dan
6 berperan untuk mempengaruhi hasil pada system tersebut. Secara geografis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternative. Terdapat berbagai bentuk hierarki hasil keputusan yang disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat diselesaikan dengan AHP (Marimin 2010). Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1991), merupakan analisis yang dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. Secara umum hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Hirarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagianbagiannya atau elemen- elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hirarki ini erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui pembagian obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. 2. Hirarki fungsional, menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagianbagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hirarki ini membantu mengatasi masalah atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan yang diinginkannya seperti penentuan prioritas tindakan, alokasi sumber daya. Prinsip kerja AHP Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian- bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2010). Metode Rating Scale Penilaian prestasi metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi dan dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut (Rachmawati 2008). Penilaian prestasi metode ini didasrakan pada suatu skala dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut.Penilaian prestasi metode ini didasrakan pada suatu skala dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi dan dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut (Simamora 2004).
7 Penilaian 360 Derajat Penilaian 360 derajat adalah metode penilaian dimana nilai nilai kinerja dikumpulkan secara simultan dari para bawahan, kolega kerja, penyelia, dan karyawan itu sendiri. Para penilai mengisi sebuah kuesioner yang meminta mereka untuk menilai seseorang atas beberapa dimensi yang berbeda. Setiap butir kuesioner terkait dengan aspek spesifik dari komunikasi lisan dan tertulis. Pada umumnya penilaian 360 derajat digunakan untuk tujuan-tujuan pengembangan dan umpan balik. Fokus metode ini adalah evaluasi kompetensi yang relevan untuk pelaksanaan pekerjaan dalam terminology keperilakuan yang berfaedah. Metode ini paling berhasil diterapkan didalam organisasi yang menawarkan iklim organisasional yang terbuka dan partisipatif serta system pengembangan karir yang efektif (Simamora 2004). Konsep Penilaian Kinerja 360 Derajat Secara definisi penilaian kinerja 360 derajat dapat diartikan sebagai proses yang melibatkan kegiatan pengumpulan data-data perihal persepsi atas perilaku seseorang atau individu serta dampak perilaku tersebut kepada atasan, kolega (peers), bawahan dan anggota-anggota lain dalam suatu tim, baik itu tim proyek, para pelanggan, dari dalam maupun dari luar perusahaan, termasuk supplier dan para subkontraktor (Karmawidjaya 2007). Lebih lanjut Karmawidjaya mengartikan penilaian kinerja 360 derajat sebagai satu sistem rantai atau siklus, multy-source atau juga multy-rater untuk memperoleh informasi lebih banyak dari peer (rekan kerja), subordinate (bawahan), internal customer dan external customer mengenai kinerja individu atau karyawan yang sedang dievaluasi, berdasarkan pada penilaian terhadap gaya manajemen seseorang, kompetensi dan sikap atau perilaku kerja individu, yang dilakukan oleh atasan dan kolega secara horizontal dan vertikal. Kinerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa kinerja adalah a) sesuatu yang dicapai. b) prestasi yang diperlihatkan c) kemampuan kerja sedangkan menurut Wirawan (2009), Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampaui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan. Dengan demikian kinerja dapat dikatakan sangat tinggi apabila target kerja dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang disediakan. Kinerja seseorang di lingkungan suatu organisasi/perusahaan dapat dilihat dari dua orientasi a) orientasi proses yang menyangkut efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan dari sudut metode/cara kerja yakni yang mudah/tidak sulit, sedikit menggunakan tenaga dan pikiran (ringan), hemat dan tepat waktu juga rendah pembiayaan b) orientasi hasil dalam arti dengan proses seperti diatas dapat dicapai sesuai hasil yang diinginkan dan dengan kriteria produktivitas tinggi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang sesuai keinginan konsumen (Nawawi 2006).
8 Penilaian Kinerja Didalam organisasi modern, penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya. Penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatiham transfer, dan kondisi kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup aspek aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanakan pekerjaan. Penilaian kinerja merupakan salah satu aktivitas dasar departemen sumber daya manusia;kadang-kadang disebut juga dengan telaah kinerja, penilaian karyawan, evaluasi kinerja, evaluasi karyawan atau penentuan peringkat personalia (Simamora 2004). Evaluasi Kinerja adalah proses penilai pejabat yang melakukai penilaian (appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai, pegawai yang dinilai (appraise) kinerjanya secara periodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen SDM (Wirawan 2009). Evaluasi Kinerja merupakan sarana untuk memperbaki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planning-nya. Untuk itu pula, perhatian hendaknya ditujukan kepada kinerja suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja agar mencapai yang terbaik. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan membina mereka. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodic (Mangkunegara 2005). Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Sedarmayanti (2013), tujuan dari sistem penilaian kinerja adalah untuk 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan; 2) sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja; 3) sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan 4) mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan 5) mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian khususnya kinerja karyawan dalam bekerja; 6) Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan/ karyawannya, sehingga dapat lebih memotivasi karyawan. Tujuan penilaian kinerja secara umum adalah menghasilkan informasi yang akurat dan sahih berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi. Tujuan tersebut biasanya dapat digolongkan ke dalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan .dalam pendekatan evaluasi seorang manajer menilai kinerja masa lalu seorang karyawan.
9 Gambaran Umum Perusahaan Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) merupakan salah satu unit kerja riset di bawah pengelolaan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN), bersama 5 Pusat Penelitian lainnya. PT RPN sendiri didirikan pada tanggal 20 November 2009 dan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 22 Desember 2009. PT RPN merupakan transformasi dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) yakni suatu lembaga riset nirlaba, menjadi sebuah perusahaan perseroan dengan pemegang saham PT RPN adalah Perusahaan Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I – XIV. Kekuatan utama PPBBI terletak pada kemampuan untuk mengembangkan hasil riset menjadi produk-produk yang bernilai komersial serta bermanfaat dalam usaha,baik usaha yang berhubungan dengan produk yang bermanfaat bagi tanaman maupun bibit tanaman. Hingga saat ini dari hasil risetnya PPBBI telah berhasil mendapatkan sebanyak 16 paten, sedangkan produk yang sudah digunakan pihak pekebun atau memasuki komersialisasi mencapai 30 jenis produk, dan beberapa di antaranya telah mendapatkan merek dagang. Produk-produk tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan teknologi bagi BUMN Perkebunan sebagai pemegang saham serta perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta dalam pemecahan permasalahan, terutama melalui pendekatan bioteknologi. Hal ini terkait dengan pemenuhan tuntutan global dari negara konsumen, khususnya terhadap pemenuhan standar Internasional seperti aspek lingkungan, kualitas produk, diversifikasi produk dan peningkatan nilai tambah. Pencapaian tersebut terutama karena dukungan tenaga peneliti yang handal dengan strata pendidikan S3, S2 dan S1, baik dari dalam maupun luar negeri dan sebagian besar peneliti memiliki jejaring kerjasama dengan berbagai institusi riset lainnya, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Penelitian Terdahulu Penelitian ini dimulai dengan analisis publikasi terkait judul penelitian yang dilakukan melalui skripsi, jurnal nasional, dan jurnal internasional yang telah di rekapitulasi oleh penulis pada Tabel 1 pada halaman selanjutnya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian pada tabel tersebut, dapat digambarkan beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan. Persamaan penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya adalah pada salah satu rumusan permasalahan yang dicari, yakni mencari metode penilaian kinerja yang tepat untuk institusi terkait. Dalam penelitian Eko (2006) juga terdapat persamaan lainnya dimana penelitian menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot penilaian kerja masing-masing indikator. Sedangkan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada kaitan pembahasan perancangan penilaian kinerja karyawan. Penelitian ini lebih difokuskan pada metode penilaian kinerja karyawan yang ideal untuk institusi. Penelitian ini tidak hanya sekedar mencari metode penilaian kinerja yang sesuai dengan kondisi institusi, tetapi juga merancang penilaian kinerja dari hasil yang terpilih berdasarkan penngolahan dari metode AHP.
10 Tabel 1 Rekapitulasi penelitian terdahulu Nama
Jenis
Judul
Tahun
Metode
Hasil
Hakan Turgut, Ibrahim Sani Mert
Jurnal Internasional Kanada (International business research of canadian center of science and education)
Evaluation of Performance Appraisal Methods through Appraisal Errors
2014
Fuzzy VIKOR Method
Alternative metode penilaian yang paling akurat berdasarkan hasil evaluasi adalah metode skala penilaian grafik (rating scale) Sedangkan yang paling kurang akurat adalah metode perbandingan (comparison method).
Yodi Dwesta Primadi
Skripsi (Institut Pertanian Bogor) Indonesia
Pemilihan Strategi Penerapan Sistem Penilaian Kinerja 360 Derajat Pada Penilaian Kinerja Dosen Institut Pertanian Bogor
2008
Proses Hierarki Analitik (PHA)
Eko Nurmianto, Nurhadi Siswanto
Jurnal Teknik Industri Vol. 8, No. 1, Juni 2006: 40-53
Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer Dengan Metode AHP
2006
AHP
Faktor yang diteliti pada sistem penilaian kinerja dosen di IPB adalah prosedur, standar dan kriteria yang digunakan menimbulkan peluang munculnya subyektifitas penilaian, hasil penilaian yang kurang obyektif serta waktu pelaksanaan penilaian yang kurang tepat. Diperlukan sistem penilaian baru dengan menerapkan sistem penilaian kinerja 360 derajat sebagai sistem pendukung dalam pelaksanaan DP3. Penilaian prestasi kinerja sebaiknya menggunakan kriteria penilaian yang mencerminkan kondisi kerja dan diberikan bobot yang tepat guna memotivasi produktivitas karyawan. Metode Spencer adalah penilaian kerja yang terbaik, dengan bobot 0.672
11
METODE Kerangka Pemikiran Strategi SDM meliputi berbagai kegiatan yang menjadi tugas dari manajemen SDM, seperti rekrutmen dan seleksi, perencanaan, pengembangan dan pelatihan, penilaian kinerja serta kompensasi dan motivasi. Penilaian kinerja memainkan peran penting dalam strategi organisasi. Oleh karena itu PPBBI perlu menganalisis tentang bagaimana merumuskan strategi penilaian kinerja yang efektif dan sesuai dengan strategi organisasi. Kerangka pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 1. . PPBBI
Visi & Misi PPBBI
Strategi dan kebijakan PPBBI
Strategi SDM
Strategi Keuangan
Strategi Pemasaran
Strategi Penilaian Kinerja
Strategi Penilaian Kinerja Perusahaan
Analisis Deskriptif (Sugiyono, 2010)
Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1991)
Strategi Penilaian Kinerja Karyawan
Kondisi Penilaian Kinerja Karyawan PPBBI
Strategi Penilaian Kinerja yang ideal Bagi PPBBI
Perancangan Strategi Penilaian Kinerja yang Ideal di PPBBI
Implikasi Manajerial
Rumusan Strategi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Strategi Produksi Operasi
12 Penelitian mengenai strategi penilaian kinerja ini didasarkan atas kebutuhan PPBBI dalam penentuan kebijakan institusi. Hal ini didasari oleh visi dan misi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, dimana PPBBI memiliki visi yakni menjadi menjadi salah satu institusi terpandang dalam tatanan global serta menjadi perusahaan bioteknologi berbasis riset yang tangguh dan mandiri. Visi tersebut ditunjang dengan 7 misi yang dirancang untuk mencapai visi dari PPBI. Salah satu misi PPBBI dalam poin kedua, yakni meningkatkan kapasitas SDM untuk mendukung aktivitas riset dan bisnis. Melihat misi diatas, PPBBI sudah selayaknya membentuk dan menerapkan strategi Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat bagi institusi. Penelitian akan difokuskan untuk menyusun strategi penilaian kinerja karyawan di PPBBI. Langkah awal untuk mengetahui strategi penilaian kinerja yang sesuai adalah dengan menganalisis kondisi penilaian kinerja karyawan yang diterapkan institusi dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Selanjutnya, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode AHP untuk mengetahui strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal bagi institusi, dan setelah diketahui metode penilaian kinerja karyawan yang didapatkan, institusi dapat melihat implikasi manajerial yang didapatkan dari hasil penelitian ini dan berujung pada perumusan strategi nyata yang dapat diterapkan langsung pada institusi. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknlogi dan Bioindustri Indonesia yang berlokasi di jalan Taman kencana No 1 Bogor 16128 pada bulan Maret - Juni 2016. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh wawancara dan pengisian kuesioner oleh para pakar yang telah dipilih di bidangnya, yaitu para pengambil kebijakan di perusahaan dan pakar dari luar perusahaan. Para pakar tersebut dianggap memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian terhadap strategi SDM perusahaan khususnya pada penilaian kinerja karyawan pada suatu perusahaan. Para pengambil kebijakan tersebut yaitu para manager atau kepala bagian dari berbagi divisi di perusahaan. Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur, seperti buku, artikel ilmiah, penelitian terdahulu, internet yang relevan dengan penelitian. Metode Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel bagi pakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling atau penetapan sampel dengan pertimbangan tertentu untuk menentukan pakar (Sugiyono 2010). Dalam penentuan strategi penilaian kinerja, peneliti menggunakan kriteria pakar atau ahli yang menguasai bidang penilaian kinerja karyawan, paham mengenai kondisi SDM PPBBI serta tokoh yang berperan dalam pengambilan keputusan penilaian kinerja PPBBI. Pakar yang dipilih sebagai narasumber adalah (1) Kepala Biro Penelitian, (2) Kepala Biro Umum dan SDM, (3) Penanggung Jawab SDM sedangkan untuk perancangan penilaian kinerja yang
13 terpilih, peneliti menggunakan kriteria pakar atau ahli yang menguasai bidang penilaian kinerja khususnya dalam perancangan penilaian kinerja juga mengetahui kondisi SDM yang ada dalam PPBBI. Pakar yang dipilih sebagai narasumber adalah (1) Kepala Biro Umum dan SDM (2) Akademisi (3) Direktur PPBBI. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif-kualitatif dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan strategi penilaian kinerja yang ideal untuk institusi. Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1991). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian- bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2010). Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap sebagai pakar (expert) sebagai input utamanya. Kriteria pakar disini mengacu pada pihak yang mengerti kondisi permasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian. Bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsisten sempurna maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan suatu sistem kerja yang jelas. Metode yang dipakai dalam pengolahan data adalah metode AHP, karena : 1. AHP dapat mengarahkan proses pengambilan keputusan dengan mengidentifikasi dan menimbang kriteria yang dipilih, menganalisis data yang berhasil dikumpulkan dari kriteria tersebut dan tentunya proses pengambilan keputusan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien (Saaty 1991). 2. AHP mampu menciptakan suatu hasil yang representatif dengan memadukan beberapa pendapat pakar. Dimana kualitas yang dihasilkan tergantung pada ketepatan pemilihan pakar serta proses penyusunan bobot yang dilakukan oleh peneliti. 3. Untuk memodelkan problema-problema tak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun sains manajemen.
14 4.
Baik digunakan dalam memodelkan problema-problema dan pendapat sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada telah benar-benar dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji.
Gambar 2 Struktur hierarki AHP Secara garis besar tahapan dalam perhitungan AHP terdiri dari: 1. Identifikasi Sistem Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi variabel – variabel dalam sistem perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan penilaian kinerja karyawan. Selanjutnya, mengidentifikasi keterkaitan variabel – variabel tersebut dengan tujuan dan hasil strategi yang direkomendasikan. Hal yang dibutuhkan dalam proses ini adalah pemahaman yang mendalam terhadap permasalahan yang dikaji. 2. Penyusunan Hierarki Penyusunan hierarki dilakukan melalui kajian pustaka, diskusi dengan pihak manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini. Fewidarto (1996) menjelaskan bahwa struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari suatu puncak atau sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, lalu ke pelaku-pelaku yang memberikan pengaruh, turun ke tujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan - kebijakan, dan akhirnya ke alternatif strategis, skenario. Hierarki merupakan alat mendasar dari pikiran manusia. Mereka mengidentifikasi elemen- elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen – elemen itu ke dalam beberapa kumpulan yang homogen dan menata kumpulan ini pada tingkat – tingkat yang berbeda. Struktur hierarki yang umum disajikan pada Gambar 2 diatas. Penjelasan Gambar 2 mengenai struktur tingkatan hierarki adalah sebagai berikut: Tingkat 1 : Goal/Fokus Goal atau Fokus adalah apa yang menjadi inti fokus permasalahan yang ingin dipecahkan AHP. Tingkat 2 : Faktor Hal-hal yang menjadi faktor dari goal. Pada gambar diatas terdapat n faktor.
15 Tingkat 3 :
Aktor Orang-orang yang terlibat dalam hirarki untuk mencapai fokus perusahaan. Tingkat 4 : Tujuan Hal-hal yang menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam mencapai tujuan yang tertera . Tingkat 5 : Alternatif Strategi Alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai fokus perusahaan. 3. Pengumpulan data dan penyusunan kuesioner Proses perolehan data (data primer) dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengisian kuesioner dengan pihak – pihak (pakar) yang terkait. Data yang diperoleh kemudian disusun menjadi hierarki dan kuesioner. Kuesioner dibuat dalam bentuk matrix perbandingan berpasangan. Langkah selanjutnya adalah dilakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada baris ke-i dengan setiap elemen pada kolom ke-j. Bentuk matriks tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Matrix perbandingan berpasangan Faktor A1 A1 a11 A2 a21 ..... Ai ai1 Sumber: Saaty (1991)
A2 a12 a22 ai2
.....
Aj a1j a2j aij
Dalam Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil dari matriks merupakan perbandingan berpasangan antara elemen baris dan kolom, sebagai contoh adalah matriks a12 yang merupakan perbandingan berpasangan dari baris 1 dan kolom 2. 4. Proses penilaian perbandingan setiap elemen Tahap selanjutnya setelah struktur hierarki dibuat adalah penilaian perbandingan setiap elemen. Pada tahap ini data hasil kuesioner yang telah diberi pembobotan ditentukan prioritasnya, dihitung konsistensinya, serta ditetapkan strategi alternatif yang layak dijalankan. Skala banding dalam AHP menggambarkan bobot nilai yang digunakan yaitu skala 1 hingga 9 dan kebalikannya yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Skala banding dalam AHP Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 1/3, 1/5, 1/7, 1/9 dan 1/2, 1/4, 1/6, 1/8
Definisi Sama penting Sedikit lebih penting Sangat penting Jelas lebih penting Mutlak lebih penting Apabila ragu – ragu antara dua nilai yang berdekatan Kebalikan nilai keputusan dari skala 1 - 9
Sumber: Saaty (1991)
Identifikasi terhadap identitas dari semua faktor atau elemen (prioritas) dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan, yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement sehingga membentuk
16 matriks segi (n x n). Tahap selanjutnya dilihat prioritas yang dicari (Eigen Vector) dan ukuran konsistensi oleh penilaian pakar (Inconsistency) dimana C < 0.1. Selanjutnya jika A1, A2, ... An adalah set aktivitas, maka kuantifikasi judgement pada pasangan aktivitas itu membentuk matriks (n x n). 5. Mensintesis prioritas Pada tahap ini dilakukan pembobotan vektor dilanjutkan dengan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas yang berada di atasnya. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu: a) Pengolahan Horizontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen keputusan untuk satu level hierarki atasnya. b) Pengolahan Vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan terhadap sasaran utama. Pengolahan data primer dari kuesioner yang diisi oleh responden (pakar) dilakukan dengan software Expert Choice 11 dan Microsoft Excel 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Penilaian Kinerja Karyawan di PPBBI Setiap tahunnya, PPBBI melakukan penilaian kinerja karyawan dalam dua periode, periode pertama dilakukan pada bulan januari dan periode kedua dilakukan pada bulan juni. PPBBI melakukan penilaian kinerja karyawan yang disebut dengan DP2K (Daftar Penilaian Prestasi Kerja Karyawan). Sistem penilaian DP2K terdiri dari 4 faktor penilaian, yakni faktor kemampuan, kepribadian dan penampilan, kemampuan manajerial dan kemampuan hubungan interpersonal. Tiga faktor yang terdapat dalam DP2K sesuai dengan teori Rivai (2004), dimana Faktor yang paling umum muncul dalam penilaian kinerja adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, sikap, dan usaha yang kemudian diringkas oleh Rivai menjadi 3 faktor pokok utama yakni kemampuan teknis, Kemampuan konseptual dan Kemampuan hubungan interpersonal, sedangkan faktor kepribadian dan penampilan ditunjang oleh teori Ivancevich (2006), dimana organisasi cenderung memilih sikap kepribadian yang mereka yakini berhubungan erat dengan kinerja dibeberapa pekerjaan dan organisasi mereka. Sistem penilaian DP2K belum mempunyai pembobotan pada kriteria penilaian sehingga belum diketahui kompetensi/kriteria mana yang paling mempengaruhi kinerja karyawan. Penilai yang merupakan atasan langsung karyawan yang dinilai akan mendapatkan lembar penilaian yang sama untuk semua karyawan dalam berbagai tingkat jabatan. Setelah semua nilai di rekapitulasi, penilaian kinerja PPBI akan dijadikan salah satu acuan dalam pengambilan keputusan atas kenaikan golongan karyawan yang dimusyawarahkan kembali kedalam rapat pimpinan yang dihadiri oleh direktur, kepala bidang penelitian, kepala biro umum dan SDM, kepala bidang usaha dan penanggung jawab SDM.
17 Sistem penilaian DP2K menggunakan pendekatan metode skala peringkat (rating scale) dimana penilaian dilakukan dengan menggunakan skala 0 sampai 100 yang didasarkan pada pendapat penilai. Skor yang tersedia dalam formulir dimulai dari nilai 0 sampai 100 dengan ketentuan bahwa nilai dari rentang 0 sampai 40 dikategorikan memiliki kinerja yang rendah, 40 sampai 60 dikategorikan memiliki kinerja yang cukup, 70 sampai 80 dikategorikan memiliki kinerja yang baik dan 90 sampai 100 memiliki kinerja yang sangat baik. Namun masih banyak penilai yang belum mengetahui adanya kategori penilaian sehingga penilai cenderung memberikan nilai sesuai dengan standar penilaian masing masing penilai. Seluruh indikator kinerja dari masing masing faktor yang terdapat dalam DP2K akan dianalisis menggunakan analisis SMART-C untuk menganalisis efektifitas dari masing-masing indikator kinerja yang sudah diterapkan. Indikator kinerja yang baik adalah indikator kinerja yang dapat mencerminkan kondisi pegawai yang sebenarnya agar penilaian menjadi lebih objektif. Nilai 0 mencerminkan belum terpenuhinya syarat yang dinginkan, sedangkan nilai 1 mencerminkan bahwa indikator telah memenuhi syarat dimana indikator dapat menunjukkan ketercapaian atas kemampuan dasar tertentu. Kemampuan Teknis Faktor pertama yakni faktor kemampuan teknis, berisi 6 indikator penilaian, yakni kemampuan kerja, kecepatan kerja, daya tangkap,efisiensi dan efektivitas kerja, penguasaan pekerjaan, dan kualitas kerja. Seluruh indikator dalam faktor kemampuan teknis akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis SMART-C faktor kemampuan teknis No 1 2 3 4
Indikator Penilaian Kemampuan Kerja
Kecepatan Kerja Daya Tangkap Efisiensi dan efektivitas Kerja 5 Penguasaan Pekerjaan 6 Kualitas Kerja Total Presentase
S
M
Kriteria A R
T
C
0
1
1
1
1
1
5
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1 1 1
1 1 1
1 1 1
4 3 4
0
1
1
1
1
1
5
1 3 50%
1 3 50%
1 6 100%
1 6 100%
0 0 0% Sumber: Data yang diolah (2016)
Total
1 6 100%
5 26 72%
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya (Rivai 2004). Seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan teknis akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari
18 studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. 1. Kemampuan Kerja Kemampuan kerja menurut Robbins (2006), adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Indikator kemampuan kerja yang terdapat dalam DP2K memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achieveable, relevant, time bound dan challenging. 2. Kecepatan Kerja Kecepatan kerja adalah suatu taraf pemahaman dalam melaksanakan tugas serta mengetahui kesulitan dalam melaksanakan tugas (Siagian 2002), indikator ini memperoleh nilai 0 dalam spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik sehingga dibutuhkan pengembangan indikator. Selanjutnya indikator ini mendapatkan nilai 0 pada measurable, yang mengindikasikan bahwa indikator belum dapat terukur, hal ini disebabkan belum adanya standar kecepatan kerja bagi tiap karyawan sehingga menyulitkan penilai untuk melakukan pengukuran. Lalu, indikator mendapatkan nilai 0 pada achievable yang mengindikasikan bahwa indikator sulit dicapai, baik untuk penilai maupun karyawan yang dinilai. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 3. Daya Tangkap Daya tangkap yang dimaksud dalam indikator ini menurut responden ahli adalah sejauh mana karyawan dapat menangkap dan memahami instruksi yang diberikan oleh atasan dan mengerjakan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam spesific karena indikator belum cukup rinci dan jelas sehingga dibutuhkan pengembangan penjelasan dalam indikator. Selanjutnya, daya tangkap mendapatkan nilai 0 pada measurable yang mengindikasikan bahwa indikator belum dapat terukur, hal ini disebabkan belum adanya standar daya tangkap bagi tiap karyawan sehingga menyulitkan penilai untuk melakukan pengukuran. Indikator ini juga mendapatkan nilai 0 pada achievable yang mengindikasikan bahwa indikator sulit dicapai, baik untuk penilai maupun karyawan yang dinilai. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 4. Efisiensi dan Efektivitas Efisiensi adalah suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenernya terlaksana. Efisiensi lebih berorientasi pada input, sehingga output kurang menjadi perhatian utama (Sedarmayanti 2009). Sedangkan efektivitas menurut Siagian (2001) adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Dalam analisis SMART-C, Efisiensi dan efektivitas kerja mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup jelas dan spesifik. Dua komponen berbeda yang tergabung dalam satu indikator membuat indikator menjadi tidak terukur, hal ini tercermin dari nilai 0 yang didapatkan
19 dalam syarat measurable dan juga nilai 0 pada achievable karena indicator sulit untuk dicapai. Efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi, karena keduanya memilki arti yang berbeda, yang mana efisiensi mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan continuously improvement. 5. Penguasaan Pekerjaan Penguasaan pekerjaan menurut Foster (2001) adalah tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan. Dalam analisis SMART-C, indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup jelas dan rinci untuk menggambarkan suatu indikator penilaian. Indikator perlu dikembangkan untuk membantu penilai memahami maksud dari indikator tersebut. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achieveable, relevant, time bound dan challenging. 6. Kualitas Kerja Kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan. Kualitas kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan dalam penyeleseian suatu pekerjaan serta produktivitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. (Mangkunegara 2000). Indikator kualitas kerja memperoleh nilai 0 pada syarat spesific. Nilai ini mengindikasikan bahwa indikator tidak cukup spesifik dan masih diperlukan pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achieveable, relevant, time bound dan challenging. Dalam analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan teknis diperoleh nilai 0% dari indikator kinerja yang ada dalam kategori specific (S) menurut Soemohadiwidjojo (2015), specific adalah kemampuan indikator dalam menyatakan sesuatu dapat didefinisikan secara spesifik. Nilai presentase yang didapatkan mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan teknis belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutnya diperoleh nilai 50% dari kategori measurable (M) dimana definisi measurable adalah indikator yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya. Nilai 50% yang didapatkan dari kategori ini mengindikasikan bahwa 50% dari total indikator kinerja dalam DP2K sudah tepat dan dapat diukur tetapi sisanya yakni 50% masih belum dapat terukur (measurable). 50% indikator yang belum memenuhi syarat adalah indikator kecepatan kerja, daya tangkap juga efisiensi dan efektivitas kerja. Kecepatan kerja dianggap belum memenuhi syarat measurable karena ketidakspesifikan indikator sehingga menyulitkan penilai dalam melakukan pengukuran. Indikator terakhir yang belum memenuhi syarat spesific adalah efisiensi dan efektivitas kerja dimana penilai akan sulit melakukan pengukuran dalam indikator karena terdapat dua indikator yang berbeda dalam satu penilaian. Selanjutnya diperoleh presentase nilai 67% dari total indikator DP2K yang sudah masuk dalam kategori achievable (A), suatu indikator kinerja dapat dikatan achievable, dimana indikator yang dipilih harus dapat dicapai oleh penanggungjawab atau Unit In Charge, terdapat 33% dari total indikator kemampuan teknis yang belum
20 memenuhi syarat achievable, indikator tersebut adalah kecepatan kerja dan daya tangkap. Kecepatan kerja dianggap belum memenuhi syarat achievable karena sulit bagi penilai untuk menetapkan sebuah standar penilaian dari indikator kecepatan kerja. Masing-masing karyawan memiliki tingkatan kecepatan masing-masing dalam melakukan sebuah pekerjaan. Selain kecepatan kerja, efisiensi dan efektivitas kerja juga belum memenuhi syarat achievable karena sulit melakukan pencapaian terhadap dua indikator berbeda dalam satu waktu. Indikator dapat dikategorikan relevant (R) ketika indikator yang dipilih dan ditetapkan sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis organisasi. Dalam DP2K diperoleh nilai 100%, dimana seluruh indikator penilaian kinerja telah mencerminkan visi, misi dan tujuan institusi. Selanjutnya adalah syarat time-bound (T), syarat ini harus dimiliki suatu indikator kinerja dimana suatu indikator yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian. Dalam DP2K waktu penilaian kinerja karyawan sudah diatur dengan jelas yakni setiap satu tahun sekali, dimana semua indikator kinerja dalam DP2K sudah 100% memenuhi kategori time-bounded. Syarat terakhir adalah kategori Challenging (C) dimana indikator yang dibangun menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi dan menjadi tantangan bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja. Dalam DP2K diperoleh presentase nilai sebesar 100% sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator penilaian sudah dapat menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi. Dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator kinerja dalam faktor kemampuan teknis dalam DP2K belum spesifik. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya penilaian 0% dalam kategori specfic. Penulis merekomendasikan institusi untuk melakukan pengembangan dalam segi indikator kinerja juga merumuskan alternative strategi penilaian kinerja yang dapat membantu penilai lebih objektif dalam melakukan penilaian. Kemampuan Konseptual Faktor kedua dalam penilaian kinerja adalah faktor kemampuan konseptual, dimana terdapat 5 indikator didalamnya yakni kemampuan memimpin, koordinasi, kemandirian, kemampuan membina bawahan, dan kemampuan berkomunikasi. Seluruh indikator dalam faktor kemampuan manajerial akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat dalam Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis SMART-C pada faktor kemampuan konseptual No
Indikator Penilaian
1
Kemampuan memimpin Koordinasi Kemandirian Kemampuan membina bawahan Kemampuan berkomunikasi
2 3 4 5
Total Presentase Sumber: Data yang diolah (2016)
Kriteria
Total
S 0
M 1
A 1
R 1
T 1
C 1
5
0 0 0
1 0 1
1 0 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
5 3 5
0
0
0
1
1
1
3
0 0%
0 0%
3 60%
5 100%
5 100%
5 100%
21
70%
21 Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan (Rivai 2004). Seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan konseptual akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. Berikut hasil analisis dari masing masing indikator penilaian: 1. Kemampuan memimpin Kemampuan memimpin atau kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan (Ivancevich 2006) Indikator kemampuan memimpin yang terdapat dalam DP2K memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable, relevant, time bound dan challenging. 2. Koordinasi Menurut Hasibuan (2006), koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable, relevant, time bound dan challenging. 3. Kemandirian Menurut Sudirman (2015), kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, Indikator juga memperoleh nilai 0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur. Kemandirian berhubungan langusng dengan inisiatif seorang individu dalam melakukan pekerjaan, hak ini menyebabkan penilai sulit untuk melakukan penilaian tanpa adanya standar ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini. Kemandirian juga mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 4. Kemampuan Membina Hubungan Bawahan Kemampuan membina hubungan bawahan menurut responden ahli adalah kemampuan atasan dalam menjaga dan menjalin hubungan baik dengan bawahan dalam tujuan pekerjaan. Menurut Dubrin (2006) Pemimpin adalah seseorang yang dapat memberi inspirasi, membujuk, memengaruhi dan memotivasi juga dapar
22 memicu perubahan yang berguna. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja dan diperlukan pengembangan indikator dalam rancangan selanjutnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable, relevant, time bound dan challenging. 5. Kemampuan Komunikasi Menurut Devito (2011) kemampuan komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif. Kemampuan ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi hubungan dan bentuk pesan komunikasi. Misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu dilingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dilingkungan lain. Berdasarkan analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan berkomunikasi diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur tanpa adanya standar ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini. Indikator ini juga mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. Dalam analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan konseptual diperoleh nilai 0% dari indikator kinerja yang ada dalam kategori specific. Nilai presentase yang didapatkan mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan teknis belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutnya diperoleh nilai 60% dari kategori measurable. Nilai 60% yang didapatkan dari kategori ini mengindikasikan bahwa 80% dari total indikator kinerja dalam DP2K sudah tepat dan dapat diukur tetapi sisanya yakni 40% masih belum dapat terukur (measurable). Indikator yang belum dapat terukur yakni kemandirian, karena sulit untuk melakukan standar penilaian dalam pengukuran kemandirian seseorang. Selanjutnya diperoleh presentase nilai 60% dari total indikator DP2K dalam kategori achievable (A) yang mengindikasikan bahwa 60% dari total indikator kinerja dalam DP2K sudah tepat dan dapat dicapai tetapi sisanya yakni 40% masih belum dapat dicapai (achieavable) oleh karyawan maupun penilai dimana seluruh indikator dalam faktor kemampuan konseptual ini dapat dicapai baik oleh penilai maupun karyawan yang dinilai. Syarat selanjurnya adalah relevant (R) yang memperoleh presentase nilai 100%, dimana seluruh indikator telah sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis organisasi. Time-bounded (T) adalah syarat yang harus dimiliki suatu indikator kinerja dimana suatu indikator yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian. Dalam DP2K waktu penilaian kinerja karyawan sudah diatur dengan jelas yakni setiap satu tahun sekali, dimana semua indikator kinerja dalam DP2K sudah 100% memenuhi kategori time-bound. Terakhir adalah syarat challenging (C) dimana indikator dibangun dan menyesuaikan dengan perkembangan strategi institusi. Dalam DP2K diperoleh presentase nilai sebesar 100% yang mengindikasikan bahwa seluruh indikator dapat menyesuaikan dengan perkembangan stategi institusi.
23 Kemampuan Hubungan Interpersonal Faktor ketiga dalam penilaian kinerja adalah faktor hubungan interpersonal, dimana terdapat 3 indikator didalamnya yakni hubungan dengan atasan, hubungan teman sekerja dan hubungan sosial. Seluruh indikator dalam faktor kemampuan hubungan interpersonal akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat dalam Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis SMART-C kemampuan hubungan interpersonal No 1 2 3
Indikator Penilaian Hubungan dengan atasan Hubungan teman sekerja Hubungan sosial
Total Presentase Sumber: Data yang diolah (2016)
Kriteria
Total
S
M
A
R
T
C
0
0
0
1
1
1
4
0
0
0
1
1
1
4
0
0
0
1
1
1
4
0 0%
0 0%
0 0%
3 100%
3 100%
3 100%
12 66.7%
Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, dan lain-lain (Rivai 2004). Seluruh indikator penilaian dalam faktor hubungan interpersonal akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. Berikut hasil analisis dari masing masing indikator penilaian: 1. Hubungan Dengan Atasan Hubungan dengan atasan menurut responden ahli adalah kemampuan hubungan kerja karyawan yang dinilai dengan atasannya. Hubungan kerja menurut Hasibuan (2006) adalah interaksi yang ditampilkan secara resmi maupun tidak resmi yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi baik antara atasan bawahan dan sesama rekan kerja berlangsung dilingkungan kerja selama waktu kerja. Hubungan dengan atasan memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur yang disebabkan tidak adanya standar penilaian ataupun kriteria penilaian dalam hubungan dengan atasan. Hal ini dapat menyulitkan penilai dalam melakukan penilaian. Indikator ini juga mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging, 2. Hubungan Teman Sekerja Hubungan teman sekerja menurut responden ahli adalah kemampuan membina hubungan kerja karyawan dengan rekan sekerja guna tujuan institusi.
24 Hubungan kerja menurut Hasibuan (2006) adalah interaksi yang ditampilkan secara resmi maupun tidak resmi yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi baik antara atasan bawahan dan sesama rekan kerja berlangsung dilingkungan kerja selama waktu kerja. Hubungan dengan atasan memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan achievable karena indikator tidak memiliki standar penilaian ataupun kriteria penilaian. Hubungan kerja menjadi sulit untuk diukur dan dicapai karena penilaian bersifat kualitatif dan didasarkan pada interaksi sosial karyawan sehari-hari. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 3. Hubungan Sosial Hubungan sosial menurut responden ahli adalah kemampuan karyawan dalam berinteraksi dengan karyawan lainnya yang dapat mempengaruhi dalam lingkungan sosial. Indikator ini juga memiliki perolehan nilai yang sama dalam analisis SMART-C dengan dua indikator lainnya, yakni nilai 0 pada spesific, measurable dan achievable dan nilai 1 pada syarat relevant, time bound dan challenging. Tiga indikator diatas yakni hubungan dengan atasan, hubungan teman sekerja dan hubungan social memiliki nilai yang sama dalam analisis SMART-C. diperoleh tiga syarat yang belum terpenuhi dalam faktor ini, yakni syarat specific, measurable dan achievable dengan perolehan presentase sebanyak 0%. Hal ini dikarenakan ketiga indikator diatas belum menjelaskan secara rinci mengenai indikator yang dimaksud sehingga sulit untuk melakukan standar pengukuran pada indikator yang bersifat kualitatif, juga karena tidak spesifiknya indikator penilaian, menyulitkan penilai untuk menentukan standar pencapaian yang seharusnya. Indikator penilaian pada faktor kemampuan hubungan interpersonal harus dikembangkan guna memenuhi syarat yang belum terpenuhi. Selanjutya indikator dalam faktor ini telah memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. Kepribadian dan Penampilan Faktor terakhir dalam penilaian kinerja adalah faktor kepribadian dan penampilan, dimana terdapat 9 indikator didalamnya, yakni kejujuran, kedisiplinan, keadaan fisik, kerajinan, ketelitian/ kecermatan, presensi dan ketepatan waktu kerja, motivasi diri, tanggung jawab, dan kreativitas akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat dalam Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis SMART-C pada faktor kepribadian dan penampilan No
Komponen Penilaian
Kriteria
Total
S
M
A
R
T
C
1 2 3
Kejujuran Kedisplinan Keadaan Fisik
0 0 0
0 1 0
0 1 0
1 1 1
1 1 1
1 1 1
4 5 6
Kerajinan Ketelitian/kecermatan Presensi dan ketepatan waktu kerja Motivasi Diri
0 0 0
0 1 0
0 1 0
1 1 1
1 1 1
1 1 1
3 5 3 3 5 3
0
0
0
1
1
1
3
7
25 Lanjutan Tabel 7 8 9
Tanggung Jawab Kreativitas Total Presentase Sumber: Data yang diolah (2016)
0 0
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
5 5 35 65%
0
4
4
9
9
9
0%
44%
44%
100%
100%
100%
Menurut Daft (2006) Kepribadian adalah seperangkat karakteristik yang mendasari suatu pola prilaku yang relatif stabil sebagai respons pada ide-ide, objekobjek, atau orang-orang di dalam lingkungan. Memahami kepribadian seorang individu dapat membantu institusi meramalkan bagaimana seseorang akan bertindak dalam situasi tertentu. Seluruh indikator penilaian dalam faktor kepribadian dan penampilan akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. Berikut hasil analisis dari masing masing indikator penilaian: 1. Kejujuran Menurut Hasibuan (2006) kejujuran merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai kepuasan kerja karyawan, yang mana penilai dapat menilai kejujuran karyawan dalam melaksanan tugas –tugas yang diberikan dan memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Berdasarkan analisis SMART-C terhadap faktor kejujuran diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur tanpa adanya standar ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini. Kejujuran juga mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 2. Kedisiplinan Menurut Mangkuprawira (2007), kedisiplinan karyawan adalah sifat seorang karyawan yang secara sadar mematuhi aturan dan peraturan organisasi tertentu. Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik dan jelas sebagai indikator penilaian. Indikator ini memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk memudahkan penilai dalam menilai karyawan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable, relevant, time bound dan challenging. 3. Keadaan Fisik Menurut responden ahli, keadaan fisik yang dimaksud dalam indikator meliputi kesehatan karyawan dalam bekerja. Kesehatan disini digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial karyawan yang menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator, selain itu, indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan achievable
26
4.
5.
6.
7.
karena belum adanya kriteria dan standar ukuran yang jelas mengenai indikator yang diingunkan. Keadaan fisik sulit untuk diukur karena berhubungan langsung dengan kondisi dan penampilan tiap individu. Indikator ini memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk memudahkan penilai dalam menilai karyawan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. Kerajinan Menurut responden ahli, kerajinan dalam indikator ini dititikberatkan pada sikap rajin karyawan dalam bekerja untuk menjaga dan meningkatkan apa yang sudah dicapai. Rajin di tempat kerja berarti pengembangan kebiasaan positif di tempat kerja. Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator, selain itu, indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan achievable karena belum adanya kriteria dan standar ukuran yang jelas mengenai indikator yang diinginkan. kerajinan akan mudah diukur apabila mempunyai standar atau kriteria tertulis yang dapat memudahkan penilai untuk menilai karyawan sesuai dengan kinerja sebenarnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. Ketelitian dan Kecermatan Ketelitian dan kecermatan menurut responden ahli adalah kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan secara tepat dan akurat. Berdasarkan hasil anaisis SMART-C pada indikator ini diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievevable, relevant, time bound dan challenging. Presensi dan Ketepatan Waktu Kerja Presensi dan ketepatan waktu kerja menurut responden ahli merupakan kehadiran karyawan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibanya yang diukur melalui ketepatan waktu kerja karyawan. Berdasarkan hasil anaisis diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator. Terdapat dua komponen penilaian yang berbeda dalam satu indikator, yakni presensi dan ketepatan waktu kerja, hal ini akan menyulitkan penilai dalam melakukan pengukuran, oleh karena itu indikator ini mendapatkan nilai 0 pada measurable juga 0 pada achievable karena indikator sulit untuk dicapai/ Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni, relevant, time bound dan challenging. Motivasi Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual Robins (2007). Berdasarkan analisis terhadap faktor motivasi diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan achievable karena indikator sulit untuk diukur tanpa adanya standar ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini dan jugasulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
27 8. Tanggung jawab Tanggung jawab adalah kemampuan menerima akuntabilitas terhadap kewajiban, tugas dan tindakan (Neal 2004). Berdasarkan hasil anaisis SMART-C pada indikator ini diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. 9. Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan daya imajinasi dan daya kreatif yang ditunjukan oleh gagasan-gagasan konseptual yang baik disertai dengan aplikasiaplikasi praktis (Neal 2004) Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging. Nilai presentase dari faktor kepribadian dan penampilan yang diperoleh mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Hal ini terbukti dari hasil analisis dimana syarat spesific memiliki nilai presentase sebanyak 0%. lalu nilai 44% dari kategori measurable dan achievable. Dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator kinerja dalam faktor kepribadian dan penampilan dalam DP2K belum spesifik, bebrapa indikator juga masih belum memenuhi kategori measurable dan achievable. Penulis merekomendasikan institusi untuk melakukan pembaharuan dalam segi indikator kinerja juga merumuskan alternative strategi penilaian kinerja yang dapat membantu penilai lebih objektif dalam melakukan penilaian.
Perumusan Strategi Penilaian Kinerja yang Ideal di PPBBI Berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP) Perumusan strategi penilaian kinerja yang baru akan rancang berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hierarki untuk tujuan utama (ultimate goal) strategi penilaian kinerja yang Ideal di PPBBI diidentifikasi berdasarkan Gambar 3
28
Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yang Ideal
Faktor Kemampuan Konseptual
Kemampuan Hubungan Interpersonal
Kemampuan Teknis
Kepribadian & Penampilan
Aktor Kepala Biro Umum & SDM
Direktur
Kepala Bidang Penelitian
Kepala Bidang Usaha
Penanggung Jawab SDM
Tujuan Pengembangan Pegawai
Memperkirakan Kepuasan Pegawai
Membuat Keputusan Kompensasi
Membangun Komunikasi
Strategi Rating Scale
Checklist
Penilaian 360 Derajat
Gambar 3 Hierarki strategi penilaian kinerja Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dalam mencapai sasaran utama strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal terdapat elemen - elemen faktor, aktor, tujuan, dan alternatif strategi. 1. Faktor Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Faktor yang mempengaruhi strategi penilaian kinerja karyawan berdasarkan wawancara dengan pakar dan data pendukung milik institusi merupakan faktorfaktor penilaian kinerja berdasarkan teori dari Rivai (2004) yaitu faktor (1) Kemampuan konseptual (2) Kemampuan Teknis (3) Kemampuan Hubungan Interpersonal dan tambahan faktor dari PPBBI yakni (4) Kepribadian dan Penampilan. 2. Aktor Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Aktor yang mempengaruhi dan memiliki keputusan dalam menentukan strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal adalah orang yang bertanggung jawab mengenai keputusan akhir dalam penilaian kinerja karyawan di institusi yakni (1) Direktur (2) Kepala Biro Umum dan SDM (3) Kepala Bidang Penelitian (4) Kepala Bidang Usaha (5) Penanggung Jawab SDM. 3. Tujuan Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Tujuan dilakukannya proses penilaian kinerja karyawan mengacu kepada teori manfaat penilaian kinerja oleh Furtwengler (2000), yakni (1) Pengembangan Pegawai (2) Memperkirakan Kepuasan Pegawai, (3) Membuat Keputusan Kompensasi , dan (4) Membangun Komunikasi.
29 4. Alternatif Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Alternatif adalah langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil in depth interviews dan studi literatur dapat diketahui alternatif–alternatif dalam implementasi penilaian kinerja karyawan adalah: 1. Metode Rating Scale Metode rating scale yang dijadikan alternative strategi pada penelitian ini adalah pembaharuan dari metode rating scale yang sudah diterapkan. Penilaian akan dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan institusi. Scoring maupun kriteria penilaian akan kembali ditinjau sesuai dengan kondisi institusi. 2. Metode Checklist Metode checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode evaluasi kinerja checklist, penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda checklist. 3. Metode Penilaian kinerja 360 derajat Penerapan metode sistem penilaian kinerja yang baru dimana nilai kinerja dikumpulkan secara simultan dari para bawahan, kolega kerja, penyelia, dan karyawan itu sendiri. Analisis Hasil Pengolahan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Pada PPBBI Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, aktor yang berkepentingan serta tujuan yang ingin dicapai maka disusun struktur hirarki yang terdiri dari lima tingkat, dengan tingkat satu adalah fokus (ultimate goal), tingkat dua adalah faktor yang mempengaruhi, tingkat tiga adalah aktor yang terlibat, tingkat empat adalah tujuan yang ingin dicapai (objective), dan tingkat kelima adalah alternatif yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Perumusan strategi penilaian kinerja karyawan di PPBBI yang ideal menggunakan metode AHP yang terbagi menjadi dua tahap pengolahan, yakni pengolahan vertikal dan pengolahan horizontal. Hasil Pengolahan Vertikal Dalam proses pengolahan vertikal terdapat 4 elemen pengolahan, yakni faktor, aktor, tujuan, dan alternatif strategi. Selengkapnya dijelaskan sebagai berikut: a. Pengolahan Elemen Faktor Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian kinerja karyawan berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Gabungan dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas faktor pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengolahan elemen faktor Faktor Kemampuan Teknis Kepribadian dan Penampilan Kemampuan Konseptual Kemampuan Hubungan Interpersonal Inconsistency Sumber: Data yang diolah (2016)
Bobot 0.343 0.290 0.228 0.140
Prioritas 1 2 3 4 0.01
30 Berdasarkan Tabel 8 yang menjadi prioritas utama adalah faktor kemampuan teknis dengan nilai bobot 0.343 karena kemampuan teknis dianggap paling mempengaruhi kinerja karyawan dimana karyawan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. Prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar 0.290 pada faktor kepribadian dan penampilan. Lalu, prioritas ketiga adalah faktor kemampuan konseptual dengan nilai bobot 0.228. Dan prioritas keempat adalah hubungan interpersonal dengan nilai 0.140 Dari hasil AHP dengan syarat konsistensi kurang dari 0.1 hasil gabungan tiga pakar untuk faktor menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.01 , nilai konsistensi 0.01 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai faktor. b. Pengolahan Elemen Aktor Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi perekrutan berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas aktor pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil pengolahan elemen aktor Aktor Direktur Kepala Biro Umum dan SDM Kepala Bidang Penelitian Kepala Bidang Usaha Penanggung jawab SDM Inconsistency
Bobot 0.249 0.231 0.194 0.171 0.155
Prioritas 1 2 3 4 5 0.03
Sumber: Data yang diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 9 diatas yang menjadi prioritas utama adalah aktor Direktur dengan nilai bobot 0.249 karena Direktur adalah pemegang keputusan tertinggi tentang penilaian kinerja karyawan. Prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar 0.231 pada aktor Kepala Biro Umum dan SDM. Prioritas ketiga adalah aktor Kepala Bidang Penelitian dengan nilai bobot 0.194. Prioritas keempat adalah aktor Kepala Bidang Usaha dengan nilai bobot 0.171 dan Prioritas kelima adalah aktor Penanggung jawab SDM dengan nilai bobot 0.155. Dari hasil AHP dengan syarat konsistensi kurang dari 0.1, hasil gabungan tiga pakar untuk aktor menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.03, nilai konsistensi 0.03 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai aktor. c. Pengolahan Elemen Tujuan Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian kinerja berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas tujuan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengolahan elemen tujuan Tujuan Pengembangan Pegawai Membuat Keputusan Kompensasi
Bobot 0.393 0.269
Prioritas 1 2
31 Lanjutan Tabel 10 Tujuan Memperkirakan Kepuasan Pegawai Membangun Komunikasi Inconsistency
Bobot 0.197 0.142
Prioritas 3 4 0.04
Sumber: Data yang diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 10 yang menjadi prioritas tujuan utama adalah Pengembangan pegawai dengan nilai bobot 0.393. Prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar 0.269 pada tujuan membuat keputusan kompensasi. Prioritas ketiga adalah memperkirakan kepuasan pegawai dengan nilai bobot 0.197. Prioritas keempat adalah membangun komunikasi dengan nilai bobot 0.142. Dari hasil AHP dengan syarat konsistensi kurang dari 0.1, hasil gabungan tiga pakar untuk aktor menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.04, nilai konsistensi 0.04 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai tujuan. d. Pengolahan Elemen Alternatif Strategi Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian kinerja berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas alternatif strategi pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil pengolahan elemen alternatif strategi Alternatif Strategi Bobot Rating Scale 0.532 360 derajat 0.283 Checklist 0.186 Inconsistency 0,02
Prioritas 1 2 3
Sumber: Data yang diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 11 yang menjadi prioritas strategi utama adalah metode rating scale dengan nilai bobot 0.532. Prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar 0.283 pada metode 360 derajat dan Prioritas ketiga adalah metode checklist dengan nilai bobot 0.186. Dari hasil AHP dengan syarat konsistensi kurang dari 0.1, hasil gabungan tiga pakar untuk aktor menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.02 nilai konsistensi 0.02 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai strategi. Hasil Pengolahan Horizontal Dalam proses pengolahan horizontal terdapat 2 elemen pengolahan, yakni aktor terhadap faktor, dan tujuan terhadap aktor. Selengkapnya sebagai berikut: a. Pengolahan Elemen Aktor Terhadap Faktor Berdasarkan tabel analisis secara horizontal melihat prioritas aktor berdasarkan masing-masing faktor terdapat dalam Tabel 12.
32 Tabel 12 Hasil pengolahan horizontal aktor terhadap faktor Faktor Aktor
Direktur Kepala Biro Umum & SDM Kepala Bidang Penelitian Kepala Bidang Usaha Pemjab SDM
Kepribadian & Skor Penampilan
Kemampuan Konseptual
Kemampuan Hub. Interpersonal
0.295
0.363
0.247
0.106
0.249
1
0.278
0.223
0.185
0.202
0.231
2
0.190
0.207
0.176
0.198
0.194
3
0.179
0.151
0.203
0.162
0.171
4
0.058
0.056
0.189
0.332
0.155
5
0.02
0.04
0.04
0.03
Kemampuan Teknis
Inconsistency 0.003 Sumber: Data yang diolah (2016)
Prioritas
Berdasarkan Tabel 12, aktor Direktur merupakan prioritas utama dengan bobot sebesar 0.249. Aktor Kepala Biro Umum dan SDM merupakan prioritas kedua dengan bobot sebesar 0.231. Aktor Kepala Bidang Penelitian merupakan prioritas ketiga dengan bobot 0.194. Prioritas keempat dengan bobot 0.171 ditempati oleh Aktor Kepala Bidang Usaha dan Aktor Penanggung Jawab SDM merupakan prioritas kelima dengan bobot 0.155. Semua nilai inconsistency memiliki nilai dibawah 0.1 artinya sudah konsisten. b. Pengolahan Elemen Tujuan terhadap Aktor Berdasarkan tabel analisis secara horizontal melihat prioritas tujuan berdasarkan masing-asing aktor terdapat dalam Tabel 13. Tabel 13 Hasil pengolahan horizontal tujuan terhadap aktor Aktor Direktur
Kepala Biro Umum &SDM
Kepala Bidang Penelitian
Pengembangan Pegawai
0.470
0.368
Membuat Keputusan Kompensasi
0.260
Tujuan
Memperkirakan 0.156 Kepuasan Pegawai Membangun 0.115 Komunikasi Bobot 0.249 Inconsistency 0.02 Sumber: Data yang diolah (2016)
Kepala Bidang Usaha
Pemjab SDM
Skor
Prioritas
0.412
0.416
0.256
0.393
1
0.218
0.246
0.318
0.337
0.269
2
0.255
0.193
0.139
0.243
0.197
3
0.159
0.150
0.127
0.164
0.142
4
0.231 0.04
0.194 0.07
0.171 0.006
0.155 0.009
Berdasarkan Tabel 13, Tujuan Pengembangan Pegawai merupakan prioritas utama dengan bobot sebesar 0.393. Membuat Keputusan Kompensasi di prioritas kedua dengan bobot 0.269. Memperkirakan kepuasan pegawai di prioritas ketiga
33 dengan bobot 0.197. Dan Membangun Komunikasi di prioritas terakhir dengan bobot 0.142 Semua nilai inconsistency memiliki nilai dibawah 0.1 artinya sudah konsisten. Setelah dilakukan analisis perhitungan bobot pengolahan vertikal dan horizontal, struktur hierarki beserta prioritasnya dapat dilihat dalam Gambar 4. . Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yang Ideal
Faktor Kemampuan Konseptual 22.8%
Kemampuan Teknis
Kemampuan Hubungan Interpersonal
Kepribadian & Penampilan
34.3%
14%
29%
Aktor Kepala Biro Umum & SDM 23.1%
Direktur 24.9%
Kepala Bidang Penelitian 19.4%
Kepala Bidang Usaha 17.1%
Penanggung Jawab SDM 15.5%
Tujuan Pengembangan Pegawai 39.3%
Memperkirakan Kepuasan pegawai 19.7%
Membuat Keputusan Kompensasi 26.9%
Membangun Komunikasi 14.2%
Alternatif Strategi Rating Scale 53.2%
Checklist 18.6%
Penilaian 360 Derajat 28.3%
Gambar 4 Struktur hierarki strategi penilaian kinerja karyawan Keterangan :
: Jalur strategis pertama/ ranking-1 : Jalur strategis kedua/ ranking-2
Berdasarkan Gambar 4 diatas, dapat dilihat hasil perhitungan dari AHP yang telah diolah sebelumnya. Terdapat dua jalur strategis yang dapat direkomendasikan bagi institusi. Jalur strategis pertama terdiri dari faktor penilaian yang memiliki bobot terbesar diantara faktor-faktor lainnya. . Pada jalur strategis pertama, terlihat bahwa kemampuan teknis mendapatkan bobot terbesar yakni 34.3%. Kemampuan teknis meliputi pengetahuan, metode teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperoleh. Kemampuan teknis menjadi faktor yang sangat penting untuk seluruh SDM didalam institusi, yang mana faktor ini wajib dimiliki dan terus dikembangkan oleh seluruh SDM untuk menunjang kinerja istitusi. Aktor yang paling berperan dalam jalur strategis ini ialah direktur PPBBI, direktur merupakan pemegang keputusan tertinggi didalam setiap
34 kebijakan institusi. Peran direktur terhadap perancangan strategi penilaian kinerja karyawan sangat dibutuhkan guna mendapatkan hasil rancangan penilaian kinerja karyawan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan. Tujuan sasaran yang mendapatkan peringkat pertama ialah pengembangan pegawai, yang mana penilaian kinerja karyawan harus membantu pimpinan dalam melaksanakan perannya sebagai atasan yang dapat memberikan rekomendasi atas berbagai permasalahan yang tengah hadapi. Dengan memperhatikan analisis kinerja karyawan, akan tergambar dimanakah kekuatan dan kelemahan mereka. Kekuatan yang dimiliki dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, sedangkan kinerja yang kurang baik akan dicari tahu penyebabnya untuk diperbaiki. Untuk memenuhi seluruh tujuan tersebut, metode rating scale merupakan metode penilaian kinerja karyawan terpilih dengan bobot sebesar 53.2%. Metode rating scale terpilih sebagai strategi penilaian kinerja yang ideal dan dapat diterapkan untuk jangka pendek institusi karena metode rating scale merupakan salah satu metode penilaian yang tergolong mudah dalam proses penilaian, dan tidak membutuhkan pelatihan lebih lanjut bagi para penilai. Hasil ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan Hakan Turgut & Ibrahim Sani Mert dalam jurnalnya yang berjudul “Evaluation of Performance Appraisal Methods through Appraisal Errors by Using Fuzzy VIKOR Method” dimana para peneliti mencoba mengevaluasi 11 teknik penilaian kinerja yang dianalisis melalui metode FUZZY VIKOR. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa metode penilaian kinerja yang dianggap paling akurat adalah metode Graphic Rating Scale dan yang paling memiliki tingkat akurasi rendah adalah Comparison Method. Selanjutnya, jalur strategis kedua dari hasil pengolahan AHP ini diawali dari faktor kepribadian dan penampilan. Faktor ini perlu diperhatikan oleh manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan kepribadian adalah cermin keseluruhan dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Institusi dapat memilih sikap kepribadian yang diyakini berhubungan erat dengan kinerja dibeberapa pekerjaan dan institusi. Aktor kedua yang paling berperan dalam pencapaian sasaran adalah kepala biro umum dan SDM. Kepala biro umum dan SDM memegang peranan penting dalam setiap keputusan yang berkaitan langsung dengan perencanaan dan pelaksanaan strategi SDM. Aktor ini juga memiliki interaksi yang lebih erat pada seluruh SDM dalam tujuan pencapaian sasaran. Tujuan yang harus diprioritaskan dalam jalur strategis ini adalah membuat keputusan kompensasi. Keputusan kompensasi merupakan keputusan yang sangat penting karena dengan sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan institusi untuk memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan karyawan sebaik mungkin. Alternatif strategi yang dapat digunakan dalam jalur strategis ini adalah penilaian 360 derajat. Penilaian ini didasarkan pada penilaian terhadap gaya manajemen seseorang, kompetensi dan sikap atau perilaku kerja individu, yang dilakukan oleh atasan dan kolega secara horizontal dan vertikal. metode ini dapat meningkatkan objektifitas dari hasil penilaian sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yodi Dwesta Primadi dalam skripsinya yang berjudul “Pemilihan Strategi Penerapan Sistem Penilaian Kinerja 360 Derajat pada Penilaian Kinerja Dosen Institut Pertanian Bogor”. Penelitian ini menyarankan institusi untuk menggunakan metode penilaian kinerja 360 derajat untuk mengurangi peluang munculnya subyektifitas penilaian.
35 Pembobotan Faktor Penilaian Kinerja Karyawan Empat Faktor utama dalam penilaian kinerja karyawan yakni faktor kemampuan teknis, kemampuan manajerial, Kemampuan hubungan interpersonal juga kepribadian dan sikap akan diberi bobot sesuai dengan golongan jabatan untuk mengoptimalkan penilaian kinerja agar lebih tepat sasaran. Pembobotan akan didasarkan sesuai dengan golongan jabatan di PPBBI dari golongan 1 hingga 4. Jabatan dalam setiap golongan dapat dilihat dalam lampiran 6. Pembobotan didasarkan oleh in-depth interviews oleh para pakar yang menghasilkan perolehan bobot yang dapat dilihat dalam gambar 5.
Golongan 4
25% KHI
40%
20% 15%
KP
KT
KK Golongan 3
40%
Golongan 2
KT Golongan 1
30%
25%
25%
20%
KHI
KP
KK
KT
25%
20%
15%
KP
KHI
KK
40%
30%
20%
10%
KT
KP
KHI
KK
Gambar 5 Hasil pembobotan faktor penilaian kinerja karyawan Keterangan : KT : Kemampuan Teknis KP : Kepribadian & Penampilan KHI: Kemampuan Hub. Interpersonal KK: Kemampuan Konseptual
Dalam pembobotan terlihat bahwa golongan 1 memprioritaskan kemampuan teknis sebagai faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan. kemampuan teknis memiliki bobot 40%, disusul oleh kepribadian dan penampilan 30%., lalu Kemampuan hubungan interpersonal 20% dan terakhir kemampuan konseptual 10%. Selanjutnya untuk golongan 2, kemampuan teknis kembali menjadi faktor terpenting dalam penilaian kinerja. Kemampuan teknis memiliki bobot 40%, lalu kepribadian dan penampilan memilki bobot 25%, kemampuan hubungan interpersonal memiliki
36 bobot 20%, dan terakhir adalah kemampuan konseptual sebanyak 15%. Berbeda dengan Golongan 3, dimana pembobotan terbesar berada di faktor kemampuan hubungan interpersonal yakni sebesar 30%, disusul oleh kepribadian dan penampilan juga kemampuan hubungan interpersonal sebesar 25% dan kemampuan teknis sebesar 20%. Berada di puncak piramida yakni golongan 1 memiliki pembobotan yang berbanding terbalik dengan pembobotan sebelumnya, hal ini dikarenakan golongan 1 menitik beratkan kemampuan konseptual sebagai faktor utama penilaian kinerja dengan bobot sebesar 40%, lalu kemampuan hubungan interpersonal sebesar, kepribadian dan penampilan sebanyak dan kemampuan teknis sebesar 15%. Sistem penilaian kinerja karyawan DP2K dianggap kurang optimal dalam menilai kinerja karyawan karena memiliki bobot faktor penilaian yang sama, sehingga tidak dapat diketahui dimensi manakah yang paling sensitif terhadap penilaian. Skala penilaian DP2K menggunakan skala penilaian dari 1 –100, rentang yang sangat tinggi membuat penilai kesulitan memberikan penilaian secara obyektif. Sedangkan penilaian kinerja yang dirancang oleh penulis terdapat perbedaan, baik pada skala maupun kriteria penilaiannya. Kriteria penilaian sudah mempunyai bobot dan skala penilaian yang digunakan yakni mulai dari 1-5, yang akan memudahkan penilaian. Pembobotan ini akan dijadikan acuan penilai untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan tingkatan pekerjaan agar lebih tepat sasaran. Penilaian dilakukan oleh penilai (atasan) terhadap kinerja karyawannya dengan menggunakan skala penilaian kinerja (rating scale). Skala penilaian kinerja karyawan dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Skala penilaian kinerja karyawan Skala Penilaian 1
2 3 4
5
Definisi
Tidak memuaskan; Kemampuan dibawah syarat minimum. Perlu perbaikan untuk mempertahankan jabatan. Dibawah rata-rata; kemampuan masih minimum, prestasi kerja harus diperbaiki . Rata-rata; Mampu memenuhi standar yang diinginkan dengan baik. Memuaskan; Sering menunjukan kemampuan lebih dari yang diharapkan, Sasaran yang diinginkan tercapai melebihi standar Luar Biasa; Konsisten menyelesaikan pekerjaan dengan kemampuan melebihi dari standar yang diharapkan. Level tertinggi dalam kinerja.
Bobot faktor yang didapatkan akan dikalikan dengan nilai yang diperoleh sebagai berikut: Skor = Bobot x Rata-rata nilai Setelah skor akhir didapatkan, penilai akan mengkategorikan karyawan yang dinilai dalam skala nilai yang dapat dilihat pada tabel 15 sebagai usulan atas kenaikan golongan karyawan yang dinilai.
37 Tabel 15 Skala nilai yang digunakan dalam penilaian Kategori Interval Nilai Kinerja sangat tinggi 4.20 < n ≤ 5.00 Kinerja tinggi 3.40 < n ≤ 4.20 Kinerja sesuai standar 2.60 < n ≤ 3.40 Kinerja rendah 1.80 < n ≤ 2.60 Kinerja tidak efektif 1 ≤ n ≤ 1.80 Sumber: Waryanto dan Millafati (2006)
Hasil Rancangan Penilaian Strategi Penilaian Kinerja Karyawan dengan Metode Rating Scale Hasil analisis yang sudah dilakukan mengenai elemen-elemen yang terkait dalam strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal pada PPBBI, maka dapat dilihat bahwa strategi penilaian kinerja dengan menggunakan metode rating scale menjadi prioritas utama dari alternatif strategi yang diambil. Metode rating scale yang dirancang adalah penyempurnaan dari metode penilaian kinerja sebelumnya yang juga menggunakan metode rating scale. Penyempurnaan metode penilaian ini mencakup prosedur penilaian, penggunaan kriteria penilaian, pembobotan faktor penilaian dan waktu pelaksanaan penilaian Rancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang baru dihasilkan melalui in depth interview oleh para pakar, yakni Direktur PPBBI, Kepala Biro Umum dan SDM juga Akademisi. Metode penilaian kinerja dirancang agar sesuai dengan kebutuhan instansi dan dapat menilai SDM sesuai dengan kondisi sebenarnya. Empat faktor utama penilaian yang terdapat dalam lembar penilaian kinerja yang baru ialah faktor kemampuan teknis, faktor kepribadian dan penampilan, faktor kemampuan manajerial dan faktor kemampuan hubungan interpersonal. Seluruh Indikator yang sebelumnya terdapat dalam DP2K dianalisis kembali dan dilakukan pengembangan dalam setiap indikator. Indikator dibuat menjadi lebih spesifik sehinga memudahkan penilai untuk menentukan standar penilaian, lembar penilaian juga diharapkan dapat menjadi jembatan antara karyawan yang dinilai dengan atasannya (penilai) guna tujuan pengembangan karir karyawan. Indikator –indikator penilaian yang telah dirancang ini diharapkan dapat mengurangi tingkat subyektivitas penilai dan memudahkan penilai menarik kesimpulan dalam usulan kenaikan golongan karyawan di PPBBI. 1. Skala Penilaian Peringkat nilai yang digunakan dalam DP2K saat ini menggunakan skala nilai dari rentang 0-100, dengan ketentuan yakni 0-50 dinyatakan kurang, 51-60 sedang, 61-70 cukup, 71-80 Baik, 81-90 sangat baik, dan 91-100 dinyatakan istimewa. Model penilaian seperti ini merupakan teknik penilaian yang mudah untuk dilaksanakan namun sangat berisiko terhadap subyektivitas penilainya, sehingga memungkinkan adanya berbagai bias penilaian. Dalam pengembangan rating scale yang baru, DP2K akan menggunakan skala nilai likert yakni dari rentang 1-5 dengan ketentuan yang dijelaskan dalam tabel 16.
38 Tabel 16 Skala penilaian DP2K yang baru Skala Penilaian Definisi Tidak memuaskan; Kemampuan dibawah syarat minimum. 1 Perlu perbaikan untuk mempertahankan jabatan. Dibawah rata-rata; kemampuan masih minimum, prestasi 2 kerja harus diperbaiki. Rata-rata; Mampu memenuhi standar yang diinginkan 3 dengan baik. Memuaskan; Sering menunjukan kemampuan lebih dari 4 yang diharapkan, Sasaran yang diinginkan tercapai melebihi standar Luar Biasa; Konsisten menyelesaikan pekerjaan dengan 5 kemampuan melebihi dari standar yang diharapkan. Level tertinggi dalam kinerja. Sumber: Data yang diolah (2016)
Dengan digantinya skala penilaian menjadi skala likert, akan membantu penilai dalam menilai dan mengevaluasi karyawan berdasarkan kondisi yang sebenarnya sesuai dengan definisi dari masing-masing nilai. 2. Kriteria Penilaian Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa pihak, kriteria yang digunakan dalam sistem DP2K sudah sangat lengkap dan sesuai. Namun karena beberapa kriteria ini bersifat kualitatif, maka dalam proses penilaian sangat berpotensi timbulnya subyektivitas penilaian. Untuk itu, diperlukannya pihak-pihak yang tepat sebagai penilai agar unsur subyektivitas dapat diminimalisir. Dalam DP2K terdapat 4 faktor penilaian yang digunakan untuk menilai kinerja SDM dalam institusi, yakni faktor kemampuan, kemampuan manajerial, kepribadian dan penampilan, juga hubungan antar manusia. Berdasarkan hasil wawancara, ke empat faktor penilaian sudah mewakili faktorfaktor yang harus dinilai, sehingga harus dijadikan landasan dalam perancangan penilaian kinerja selanjutnya. Dalam faktor penilaian DP2K yang baru, faktor penilaian masih digolongkan kedalam 4 faktor penilaian, hanya saja terdapat beberapa perubahan nama, yakni faktor kemampuan menjadi faktor kemampuan teknis, lalu faktor kemampuan manajerial menjadi faktor kemampuan konseptual, faktor kemampuan hunungan antar manusia menjadi faktor hubungan interpersonal sedangkan faktor kepribadian dan penampilan tetap sama sesuai dengan sebelumnya. Pergantian nama ini disesuaikan dengan teori yang berkembang dan bertujuan untuk memudahkan dalam mencari standar penilaian dari masing-masing indikator penilaian. Penggunaan kriteria yang tepat tentunya harus diikuti dengan penetapan standar penilaian yang tepat pula. Standar penilaian harus mampu mencerminkan seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah tercapai. Standar penilaian seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar penilaian yang masuk akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Standar ditetapkan bersama antar atasan dengan karyawan yang akan dinilai dan dilakukan secara berkala pada setiap permulaan periode penilaian kerja (Rivai 2005). Berdasarkan analisis SMART-C yang telah dilakukan dalam seluruh indikator penilaian dalam
39 penilaian DP2K sebelumnya, indikator kemudian dikembangkan dan disesuaikan untuk mencerminkan indikator penilaian kinerja yang baik dan dapat menilai kinerja SDM secara lebih objektif. Perubahan indikator dapat dilihat dalam Lampiran 1. 3. Pembobotan Faktor Penilaian Pada DP2K sebelumnya, seluruh faktor penilaian dinilai dengan bobot yang sama. Tidak ada perbedaan pada seluruh jenjang jabatan karyawan yang dinilai, hal ini akan menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksesuaian penilaian. Hal tersebut terjadi karena penilaian kinerja tidak didasarkan pada jobdesc maupun jabatan masing-masing karyawan. Setiap individu dalam institusi memiliki perannya sendiri dalam menunjang keberhasilan institusi, hal itu harus tercermin dalam pembobotan faktor penilaian. Seseorang yang memiliki pekerjaan teknis dan tidak memerlukan kemampuam konseptual harus dinilai secara berbeda. Apabila pekerjaan mereka tidak terlalu membutuhkan kemampuan konseptual, maka bobot antara kemampuan teknis dan konseptual harus berbeda. Setiap individu seharusnya dinilai sesuai dengan porsi kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan yang diberikan. Melihat permasalahan tersebut, perancangan penilaian kinerja yang kini sedang dikembangkan, akan memberikan bobot dalam setiap faktor penilaian sesuai dengan jenjang jabatan dari tiap karyawan. Pembobotan tersebut didasarkan oleh wawancara dengan para pakar dan disesuaikan dengan kondisi pekerjaan yang ada dalam institusi. Pembobotan tersebut dapat dilihat dalam tabel 17. Tabel 17 Pembobotan faktor penilaian Golongan I II III IV
Kemampuan Teknis 40 % 40% 20% 15%
Faktor Penilaian Kemampuan Kepribadian Konseptual dan Penampilan 10% 30% 15% 25% 25% 25% 40% 20%
Hubungan Interpersonal 20% 20% 30% 25%
Sumber: Data yang diolah (2016)
4. Prosedur Penilaian Terdapat beberapa perbedaan dalam prosedur penilaian DP2K dengan perancangan penilaian kinerja yang baru. Pihak penilai yang berhak menilai karyawan adalah atasan langsung dari karyawan tersebut. Prosedur penilaian DP2K yakni dengan menilai seluruh faktor penilaian, dan menjumlahkan seluruh nilai yang didapatkan dan menghitung rata-rata seluruh perolehan nilai dari setiap individu. Rata-rata nilai tersebut akan di klasifikasikan sesuai dengan kategori penilaian. Namun, menurut hasil wawancara, kriteria dan kategori penilaian dalam DP2K masih berjalan kurang efektif. Hal ini dikarenakan, tidak semua penilai mengetahui aturan penilaian yang seharusnya dan cenderung memberikan nilai sesuai dengan persepsi mereka, selain itu aturan penilaian juga tidak tercantum dalam lembar penilaian.
40 Melihat permasalahan tersebut, perancangan penilaian kinerja yang kini sedang dikembangkan memperjelas alur dari proses penilaian kinerja yang diharapkan. Seluruh faktor penilaian yang tertera dalam lembar penilaian memiliki beberapa indikator yang akan dinilai dari skala 1-5. Seluruh indikator akan dijumlahkan dan disesuaikan dengan bobot dari faktor penilaian sesuai dengan tingkat jabatan/ golongannya. Setelah didapatkan nilai dari masing-masing faktor penilaian, perolehan nilai akan dijumlahkan dan dihitung perolehan rata-rata nilai untuk kemudian di kategorikan sesuai dengan kategori penilaian yang telah tercantum dalam lembar penilaian. Kategori penilaian dapat dilihat dalam tabel 18. Tabel 18 Kategori penilaian Kategori Kinerja sangat tinggi Kinerja tinggi Kinerja sesuai standar Kinerja rendah Kinerja tidak efektif
Interval Nilai 4.20 < n ≤ 5.00 3.40 < n ≤ 4.20 2.60 < n ≤ 3.40 1.80 < n ≤ 2.60 1 ≤ n ≤ 1.80
Sumber: Waryanto dan Millafati (2006)
Kategori penilaian diharapkan dapat membantu penilai dalam rangka pengembangan karyawan, salah satunya adalah usulan kenaikan golongan yang didasarkan oleh perolehan penilaian kinerja juga beberapa hal penunjang lainnya. Dengan beberapa perubahan yang ada dalam perancangan penilaian kinerja saat ini akan membantu penilai dalam menilai karyawan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Lembar penilaian juga di desain secara lebih menarik untuk memudahkan penilai dalam proses penilaian. Implikasi Manajerial Penilaian kinerja karyawan merupakan salah satu bagian terpenting dalam rencana pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang baik akan menjadi pedoman kinerja yang ampuh untuk melihat apakah organisasi ataupun karyawan sudah melaksanakan pekerjaan dengan kinerja terbaik mereka. Pelaksanaan proses penilaian kinerja karyawan yang baik akan membantu institusi untuk terus mengembangkan potensi SDM yang ada. Secara keseluruhan perumusan alternatif yang telah ditetapkan memiliki implikasi manajerial. Implikasi manajerial dapat dilihat dalam Tabel 19. Tabel 19 Implikasi manajerial Pembanding Skala Penilaian
Kondisi Sekarang Menggunakan skala nilai dengan rentang nilai yang luas yakni dari rentang 0-100.
Rekomendasi Menggunakan skala penilaian likert dari 1-5
Hasil Diubahnya skala penilaian menjadi skala likert, akan membantu penilai dalam mengevaluasi karyawan secara lebih subyektif dengan rentang nilai yg tidak luas berdasarkan kondisi yang sebenarnya sesuai dengan definisi dari masing-masing nilai. Peggantian ini memerlukan peran aktif dari penilai untuk memahami prosedur penilaian dan meminimalisir kesalahan dalam proses penilaian.
41 Lanjutan Tabel 19 Pembanding Kriteria Penilaian
Kondisi Sekarang Faktor kemampuan, kemampuan manajerial, kepribadian dan penampilan juga hubungan antarmanusia. Tiap faktor terbagi atas beberapa indikator penilaian.
Pembobotan faktor penilaian
Tidak memiliki pembobotan antar faktor penilaian.
Prosedur Penilaian
Menilai seluruh faktor penilaian, dan menjumlahkan seluruh nilai yang didapatkan untuk menghitung ratarata seluruh perolehan nilai dari setiap individu. Hasil yang diperoleh akan didiskusikan pada rapat pimpinan.
Rekomendasi Faktor kemampuan teknis, konseptual, kepribadian dan penampilan juga hubungan interpersonal. Tiap faktor terdiri dari indikator penilaian yang telah dimodifikasi berdasarkan prinsip SMART-C Pemberian bobot dalam setiap faktor penilaian sesuai dengan jenjang jabatan dari tiap karyawan.
Seluruh indikator akan dijumlahkan dan disesuaikan dengan bobot dari faktor penilaian sesuai dengan tingkat jabatannya. Setelah itu, perolehan nilai akan dijumlahkan dan dihitung perolehan rata-rata nilai untuk dikategorikan sesuai dengan kategori penilaian.
Hasil Penyempurnaan beberapa indikator dalam setiap faktor penilaian disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di institusi agar dapat menilai karyawan secara lebih baik dan meminimalisisr adanya subyektifitas penilai. Indikator penilaian dapat terus menerus disempurnakan seiring berjalannya waktu sehingga dibutuhkan evaluasi penilaian untuk memaksimalkan sasaran insitusi.
Ketidakoptimalan dari penilaian kinerja yang sebelumnya dikarenakan belum ada pembobotan pada faktor penilaian sehingga tidak diketahui faktor mana yang paling mempengaruhi kinerja karyawan. Penilaian menjadi tidak tepat sasaran karena pembobotan sama untuk setiap golongan. Hasil rekomendasi merancang bobot untuk setiap golongan agar tepat sasaran dan sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing karyawan. Dalam pelaksanaannya, penilai perlu teliti dalam melakukan pembobotan dari karyawan yang dinilai sesuai dengan jenis golongannya. Hasil rekomendasi prosedur penilaian yang baru, akan mempersingkat waktu proses penilaian kinerja karyawan. Hasil penilaian dapat langsung disesuaikan dengan kategori penilaian tanpa perlu melakukan rapat pimpinan. Pada pelaksanaannya, perlu ditentukan prosedur kategori penilaian dengan hubungannya terhadap kenaikan usulan golongan karyawan, sesuai dengan kondisi yang terjadi di institusi, sehingga dapat diketahui bahwa bagi karyawan yang mendapatkan kategori penilaian kinerja tertentu akan mendapatkan kenaikan jabatan sesuai dengan prosedur yang dirancang kemudian.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa metode penilaian kinerja karyawan yang ideal pada PPBBI adalah menggunakan metode rating scale yang disempurnakan dari metode penilaian kinerja sebelumnya. Faktor kemampuan teknis merupakan faktor tepenting dalam penilaian kinerja karyawan, yang mana seluruh golongan pada institusi dimulai dari golongan 1 hingga 4 memerlukan tingkat kemampuan teknis yang baik. Oleh karena itu, institusi perlu memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan kemampuan teknis karyawan guna meningkatkan kualitas karyawan. Pengembangan dapat dilakukan melalui pelatihan maupun pendidikan. Pelatihan
42 bertujuan untuk mengembangkan individu dalam bentuk peningkatan kompetensi sedangkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja yang berkaitan dengan karir. Penilaian kinerja yang baru telah dirancang agar mampu mencerminkan kondisi kinerja yang ada, mengurangi subyektifitas penilai, juga memudahkan penilai dalam melakukan proses penilaian. Terdapat beberapa pengembangan dalam lembar penilaian yang sebelumnya dengan penilaian kinerja yang baru. Pengembangan tersebut meliputi skala penilaian, kriteria penilaian, pengembangan indikator menjadi lebih spesifik dan terukur, pembobotan penilaian, prosedur penilaian dan perancangan kategori penilaian sebagai usulan kenaikan golongan. Beberapa perubahan ini mewajibkan peran aktif dari penilai dalam memahami dan melaksanakan penilaian kinerja dengan baik, juga partisipasi dari karyawan yang dinilai untuk memberikan umpan balik terhadap penilaian kinerja guna tujuan pengembangan karyawan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Strategi penilaian kinerja Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) yang diterapkan saat ini adalah Daftar Penilaian Prestasi Kerja (DP2K) dengan metode rating scale, dimana daftar penilaian ini menggunakan skala penilaian 0-100. Penilaian kinerja ini dilakukan satu tahun sekali dalam dua periode, yakni pada bulan januari dan bulan juni. DP2K akan menjadi dasar acuan rapat pimpinan dalam memberikan keputusan kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan. Perumusan strategi penilaian kinerja dirancang berdasarkan in-depth interview oleh para pakar. Faktor yang mempengaruhi strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal terdiri dari Kemampuan konseptual, Kemampuan Teknis, Kemampuan Hubungan Interpersonal dan Kepribadian dan Penampilan. Sedangkan aktor yang berperan dalam perumusan strategi adalah Direktur, Kepala Biro Umum dan SDM, Kepala Bidang Penelitian,Kepala Bidang Usaha dan Penanggung Jawab SDM. Tujuan Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yakni sebagai Pengembangan Pegawai, Memperkirakan Kepuasan Pegawai. Membuat Keputusan Kompensasi, dan Membangun Komunikasi. Untuk Alternatif Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yang terpilih adalah metode rating scale, metode checklist dan metode penilaian kinerja 360 derajat. Metode rating scale terpilih sebagai strategi penilaian kinerja yang ideal dengan perolehan nilai 53.2% dari hasil analisis menggunakan metode AHP. Metode rating scale merupakan salah satu metode penilaian yang termasuk mudah dalam proses penilaian, dan tidak membutuhkan pelatihan lebih lanjut bagi para penilai. Metode rating scale dirancang dari penyempurnaan metode rating scale yang telah digunakan dalam DP2K sebelumnya. Perancangan penilaian kinerja terbaru menghasilkan pengembangan indikator-indikator penilaian dari penilaian kinerja sebelumnya sehingga memenuhi syarat SMART-C. Penilaian kinerja karyawan yang baru juga mengubah skala penilaian dari 0-100 menjadi skala penilaian likert yakni dari 1-5 dengan tujuan
43 mengurangi subyektifitas penilai dan memudahkan penilai dalam menilai karyawan sesuai dengan panduan penilaian yang sudah dirancang. Selain bobot penilaian, perancangan penilaian kinerja yang baru juga memiliki kategori penilaian yang dapat dijadikan dasar dalam kenaikan golongan karyawan yang dinilai. Format penilaian kinerja karyawan yang telah dirancang dilampirkan dalam lampiran 1. Saran Berikut ini ialah beberapa saran untuk institusi berdasarkan hasil-hasil analisis yang diperoleh: 1. Untuk mengoptimalkan penilaian kinerja karyawan di PPBBI dan mencerminkan kondisi kinerja karyawan sebenarnya, metode rating scale yang telah dikembangkan merupakan strategi penilaian kinerja yang paling efektif dan efisien untuk institusi dengan tujuan utama pengembangan karyawan. 2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah strategi penilaian kinerja karyawan untuk jangka panjang institusi, yakni penelitian mengenai perancangan KPI karyawan sebagai dasar awal untuk metode penilaian kinerja yang lebih kompleks seperti Balanced Scorecard atau HR Scorecard.
44
DAFTAR PUSTAKA [PT] Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. 2014. Naskah Akademik [Data Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia]. [PT] Riset Perkebunan Nusantara. 2015. Penyempurnaan Peraturan Kepegawaian. No. 40/Kpts/RPN/2015 [Data Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia]. Ainsworth, Neville S, Anne M. 2002. Managing Performance, Managing People. Jakarta (ID): PT. Bhuana Ilmu Populer. Cahayani A. 2005. Strategi Dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): PT. Ikrar mandiriabadi. Daft RL. 2006. Manajemen. Edisi keenam. Jakarta (ID): Salemba empat. Devito JA. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang (ID): Karisma Publishing Group. Dubrin AJ. 2005. Leadership Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta (ID) : Prenada Media. Fewidarto. 1996. Proses Hierarki Analitik (PHA). Bogor (ID): Paper Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Foster B. 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta (ID): PPM. Furtwengler D. 2000. Penilaian Kinerja. Yogyakarta (ID): Andi. Hakan T, Ibrahim SM. 2014. Evaluation of Performance Appraisal Methods through Appraisal Errorsby Using Fuzzy VIKOR Method.International Business Research. Volume 7, No 10, ISSN 1913-9004 http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ibr/article/viewFile/39721/22429[di unduh 20Mei 2016]. Hasibuan MSP. 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.Jakarta (ID) : Bumi Aksara. Ivancevich. (2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta:PT.Erlangga. Karmawidjaya, THM. 2007. 360 Derajat HR Management Audit. Jakarta (ID): PT Gemaku Nusaku Persada. Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta (ID): CV Andi Offset. Mangkunegara AP. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.Bandung (ID) : PT Remaja Rosdakarya. Mangkunegara AP. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung (ID): Refika Aditama. Mangkuprawira S. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor (ID) :Ghalia Indonesia. Marimin. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: PT. Penerbit IPB Press. Moeheriono.2012. Pengukuran Kinerja Bebasis Kinerja, Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Nawawi H. 2006.Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Neal EJJ. 2004.Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan.Jakarta (ID):Prestasi Pustaka Publisher.
45 Primadi YD. 2008. Pemilihan Strategi Penerapan Sistem Penilaian Kinerja 360 Derajat Pada Penilaian Kinerja Dosen Institut Pertanian Bogor: Pendekatan AHP. [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Departemen Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nawawi H. 2006. Evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan perusahaan dan industri. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univercity Press. Rachmawati, IK. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta (ID):PT. Raja Grafindo Persada. Robbins SP. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID) : Salemba Empat Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta (ID): PT Indeks Kelompok Gramedia. Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Terjemahan). Jakarta (ID): Pustaka Binaman Pressindo. Saefudin SW. 2014. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Penilaian Kinerja Pegawai Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP )Pada Rsud Serang. Jurnal Sistem Informasi Vol- 1 No.1 2014. Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung (ID): Refika Aditama. Siagian SP. 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID) : Bumi Aksara. Siagian SP. 2002. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta (ID): Rineka Cipta Simamora H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. Yogyakarta (ID): Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Sinambela LP. 2012. Kinerja Pegawai Teori, Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Soemohadiwidjojo TA. Panduan Praktis Menyusun KPI.Jakarta (ID): Raih Asa Sukses. Sudirman, A. 2015. Management Of Student Development. Riau:Yayasan Indra Giri. Veithzal R, Ahmad FMB. 2005. Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia : Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta (ID) : Salemba Empat.
46 Lampiran 1 Hasil rancangan penilaian kinerja karyawan dengan rating scale
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia
DATA PEGAWAI Nama Pegawai : Golongan/MKG :
Periode Penilaian: ………. s.d …………
Jabatan:
SKALA PENILAIAN 1
2
Tidak Memuaskan
SKALA NILAI
Kemampuan dibawah syarat minimum. Perlu perbaikan untuk mempertahankan jabatan.
Dibawah ratarata kemampuan masih minimum, prestasi kerja harus diperbaiki .
3
4
5
Rata-rata
Memuaskan
Luar Biasa
Mampu memenuhi standar yang diinginkan dengan baik.
Sering menunjukan kemampuan lebih dari yang diharapkan, Sasaran yang diinginkan tercapai melebihi standar
Konsisten menyelesaikan pekerjaan dengan kemampuan melebihi dari standar yang diharapkan. Level tertinggi dalam kinerja.
1. Kemampuan Teknis (Bobot: …………..%) UNSUR YANG DINILAI KEMAMPUAN TEKNIS (dalam satu periode) 1. Kemampuan kerja a. Memahami tugas dan tanggung jawab bekerja b. Memiliki pengetahuan di bidang yang berhubungan dengan pekerjaan c. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan konsisten
2. Produktivitas kerja a. Menyelesaikan tugas kerja dengan tepat waktu b. Menggunakan waktu kerja dengan efisien c. Menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif
3. Daya Tangkap Mampu memahami dan melaksanakan setiap instruksi pekerjaan yang diberikan dengan cekatan
4. Efisiensi kerja Mampu melaksanaan pekerjaan dengan sumber daya yang rendah dan tepat waktu
5. Efektivitas Kerja Melaksanakan pekerjaan dengan baik dan tepat sasaran
NILAI
47 Lanjutan Lampiran 1 6. Penguasaan pekerjaan a. Mampu menguasai pekerjaan dengan baik b. Mengikuti perkembangan peraturan, prosedur, teknik terbaru dalam bekerja
7. Kualitas kerja a. Menunjukan perhatian pada akurasi, kecermatan dan ketelitian dalam bekerja b. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan mutu yang tinggi
JUMLAH I Rata-rata I Skor I (Rata-rata x Bobot …………….)
2. Kepribadian dan Penampilan (Bobot: …………..%) UNSUR YANG DINILAI Kepribadian dan Penampilan (dalam satu periode) 1. Kejujuran a. Menjunjung etika dalam bekerja b. Memiliki tingkah laku yang dapat dipercaya dalam bekerja
2. Kedisiplinan a. Mematuhi segala aturan dan norma-norma di lingkungan kerja b. Memiliki kesungguhan dalam melaksanakan tugas
3. Keadaan Fisik a. Memiliki kondisi kesehatan jasmani yang prima b. Memiliki tingkat kehadiran kerja yang maksimal
4. Kerajinan a. Mampu menyelesaian tugas yang diberikan dengan cekatan b. Memiliki penggunaan waktu yang baik dalam mengatur pekerjaan
5. Ketelitian/kecermatan Mampu menghasilkan hasil kerja secara akurat dan meyakinkan
6. Presensi & ketepatan waktu kerja a. Memiliki tingkat kehadiran karyawan yang tinggi b. mematuhi jadwal kerja secara rutin dan tepat waktu
7. Motivasi diri a. Melakukan proses pembelajaran aktif - baik secara mandiri ataupun berkelompok b. Menunjukan minat yang memadai untuk mengembangkan keterampilan diri c. Proaktif dalam melakukan sharing knowledge diantara sesama karyawan
NILAI
48 Lanjutan lampiran 1 UNSUR YANG DINILAI
NILAI
8. Tanggung jawab Memenuhi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang ditentukan
9. Kreativitas Mampu memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah
JUMLAH II Rata-rata II SKOR II (Rata-rata x Bobot)
3. Kemampuan Manajerial (Bobot: …………..%) UNSUR YANG DINILAI KEMAMPUAN MANAJERIAL (dalam periode satu periode) 1. Kepemimpinan a. Memiliki kompetensi untuk menggerakan dan memimpin kelompok b. Menggunakan otoritas dan wewenang jabatan yang dimilikinya secara proposional dan efektif
2. Koordinasi a. Mampu mengorganisir dan mengkoordinir bawahan dalam bekerja b. Mampu menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait c. Merumuskan tujuan bersama dan berbagi tugas untuk mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan
3. Kemandirian Mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik, dengan atau tanpa adanya pengawasan
4. Kemampuan membina bawahan a. mampu memberikan saran dan bimbingan yang tepat untuk bawahan b. mampu memberikan dorongan pada bawahan untuk selalu mengembangkan diri
5. Kemampuan berkomunikasi Mampu mengkomunikasikan dan menyampaikan gagasan secara lisan/tertulis dengan tata bahasa yang baik dan terstruktur
JUMLAH III Rata-rata III SKOR III (Rata-rata x Bobot)
NILAI
49 Lanjutan Lampiran 1
4. Kemampuan Hubungan Interpersonal (Bobot: ………..%) UNSUR YANG DINILAI
NILAI
KEMAMPUAN HUBUNGAN INTERPERSONAL (dalam satu periode) 1. Hubungan dengan atasan Mampu menghormati dan membina hubungan harmonis dengan atasan
2. Hubungan dengan teman sekerja Mampu menjalin hubungan baik dengan teman sekerja sehingga tercipta teamwork yang harmonis
3. Hubungan sosial Mampu memelihara sikap yang baik dan profesional dalam segala hubungan antarindividu
JUMLAH IV Rata-rata IV SKOR IV (Rata-rata x Bobot)
5. Ringkasan Penilaian Karyawan Skor Terbobot Skor I (Kemampuan Teknis) Skor II (Kepribadian dan Penampilan) Skor III ( Kemampuan Manajerial) Skor IV (Hubungan Interpersonal)
Bobot ……..% …….% …….% …….%
Nilai
Nilai Akhir Karyawan Kategori Nilai Akhir** **Kinerja sangat tinggi : 4,20 < n ≤ 5,00; Kinerja tinggi : 3,40 < n ≤ 4,20; Kinerja sesuai standar: 2,60 < n ≤ 3,40; Kinerja rendah: 1,80 < n ≤ 2,60; Kinerja tidak efektif : 1 ≤ n ≤ 1,80
50 Lanjutan Lampiran 1
6. Catatan dan Rekomendasi Hasil Penilaian Karyawan 5.1 Catatan Pegawai yang Dinilai Pendapat karyawan yang dinilai atas kinerja dan kompetensi-nya:
5.2 Usulan dan Catatan Penilai Pendapat penilai dan usulan penilai mengenai kenaikan golongan :
5.3 Rekomendasi Pengembangan Pegawai Pendapat penilai mengenai pengembangan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja karyawan :
Pegawai
Penilai
( ……….....……………...… )
( ……….....……………...… )
Tanggal
:
…… / …… / 2016
Tanggal
:
Mengetahui, Atasan Penilai
( ……….....……………...… ) Tanggal
:
…… / …… / 2016
…… / …… / 2016
51 Lampiran 2 Penilaian kinerja karyawan sebelumnya (DP2K) NILAI NO. I.
V.
UNSUR YANG DINILAI KEMAMPUAN 1. Kemampuan kerja 2. Kecepatan kerja 3. Daya tangkap 4. Efisiensi dan efektivitas kerja 5. Penguasaan pekerjaan 6. Kualitas kerja JUMLAH I Rata-rata I KEPRIBADIAN & PENAMPILAN 1. Kejujuran 2. Kedisiplinan 3. Keadaan Fisik 4. Kerajinan 5. Ketelitian/kecermatan 6. Presensi & ketepatan waktu kerja 7. Motivasi diri 8. Tanggung jawab 9. Kreativitas JUMLAH II Rata-rata II KEMAMPUAN MANAJERIAL 1. Kempuan memimpin 2. Koordinasi 3. Kemandirian 4. Kemampuan membina bawahan 5. Kemampuan berkomunikasi JUMLAH III Rata-rata III HUBUNGAN ANTAR MANUSIA 1. Hubungan dengan atasan 2. Hubungan dengan teman sekerja 3. Hubungan sosial JUMLAH IV Rata-rata IV JUMLAH I+II+III+IV NILAI RATA-RATA (Hasil DP2K) Keberatan dari karyawan yang dinilai
VI.
Usulan Pejabat Penilai
II.
III.
IV.
ANGKA
SEBUTAN
KETERANGAN
VII. Keputusan Atasan Pejabat Penilai
Tanggal: ...................................
Atasan Pejabat Penilai
Karyawan yang dinilai Nama: Jabatan:
52 Lampiran 3 Notulensi wawancara kepada pakar Wawancara Kepada Pakar Narasumber : Ibu Dr Asmini Budiani, MSi Jabatan : Kepala Bidang Penelitian PPBBI Tanggal Wawancara : 25 Mei 2016 1. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam perancangan strategi penilaian kinerja karyawan? Faktor yang mempengaruhi dalam perancangan strategi penilaian kinerja karyawan adalah faktor-faktor yang sebelumnya sudah terdapat dalam DP2K yakni faktor Kemampuan, Kepribadian dan Penampilan, Kemampuan Manajerial dan Hubungan Antar Manusia dan Kepribadian dan Penampilan 2. Apakah faktor penilaian kinerja menurut teori Rivai (2004) dapat diterima oleh PPBBI? Iya, teori tersebut mendekati faktor dalam DP2K dimana kemampuan dapat digolongkan kedalam kemampuan teknis, kemampuan manajerial digolongkan kedalam kemampuan konseptual dan kemampuan hubungan antar manusia digolongkan kedalam kemampuan hubungan interpersonal tetapi tolong tambahkan faktor kepribadian dalam perancangan penilaian kinerja yang baru karena menurut kami faktor kepribadian adalah salah satu faktor tepenting dalam penilaian kinerja 3. Siapa saja aktor yang berpengaruh dalam menentukan strategi penilaian kinerja karyawan PPBBI? Aktor yang paling berpengaruh kedalam strategi penilaian kinerja karyawan adalah pihak yang menghadiri rapat pimpinan dalam pengambilan keputusan dari penilaian kinerja karyawan, yakni direktur PPBBI, Kepala Bidang Penelitian, Kepala Biro Umum dan SDM, Kepala Bidang Usaha dan Penanggung Jawab SDM 4. Tujuan apa yang ingin diperoleh dari penilaian kinerja karyawan? Tentunya institusi ingin penilaian kinerja karyawan seobyektif mungkin dan bersifat adil pada semua karyawan, agar karyawan merasa dihargai dan bermanfaat untuk karyawan sehingga mereka termotivasi untuk melakukan kinerja yang lebih baik lagi 5. Apakah manfaat penilaian kinerja menurut Furtwengler (2000) sesuai dengan tujuan yang ibu harapkan dari perancangan strategi penilaian kinerja yang baru? Ya, semua manfaat yang ada dalam teori tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan PPBBI kepada karyawan di masa datang 6. Dalam menentukan perancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang baru, terdapat banyak metode strategi yang sudah dikemukakan dan diterapkan oleh berbagai institusi, menurut ibu strategi mana yang lebih baik diterapkan oleh PPBBI? Karena pada dasarnya institusi ini merupakan pusat penelitian yang karyawannya sendiri didominasi oleh peneliti di bidang science, jadi silahkan tanya kepada para expert lainnya yang lebih mengerti mengenai perancangan strategi untuk rekomendasi strategi yang tepat untuk institusi ini. Tapi kalau bisa pilih strategi yang tidak terlalu kompleks dan mudah dari segi penilaian, tetapi tetap dapat mengurangi unsur subyektivitas yang ada 7. Dari 11 strategi metode penilaian knerja karyawan yang sudah saya jelaskan sebelumnya, terdapat 6 metode penilaian kinerja tradisional yang paling sering digunakan institusi karena kemudahanannya dari segi penilaian, dari 6 metode ini
53 apakah dapat diterima atau ada rekomendasi metode lainnya? Saya rasa rating scale yang saat ini digunakan dalam DP2K mudah dalam segi penilaian tetapi saya ingin metodenya dimodifikasi lagi sesuai dengan teori terbaru, lalu metode checklist juga bisa dijadikan salah satu strategi dan saya juga tertarik dengan strategi penilaian menggunakan metode penilaian 360 derajat 8. Apakah hierarki yang dibuat seperti ini dapat diterima? Karena selanjutnya akan dibuat kuesioner yang sesuai untuk diisi oleh pakar, dan siapa sajakah pakar yang sesuai dengan kriteria untuk dijadikan responden? Ya lanjutkan, untuk pakar silahkan datangi para pimpinan dan penanggung jawab SDM.
54 Lampiran 4 Hasil pengolahan Hierarki menggunakan metode AHP 1. Perbandingan antar faktor terhadap Focus / Goal
2. Perbandingan antar aktor terhadap faktor Kemampuan Teknis
55
3. Perbandingan antar tujuan terhadap aktor Direktur
4. Perbandingan antar alternatif strategi terhadap Focus / Goal
Lampiran 5 Strata jabatan PPBBI Golongan
Jenis Golongan
A-B
1 C-D
A
2
B-D
A-B
3
C-D
Jabatan Pesuruh/Agendaris Pembantu supir Pembantu Mandor Pembantu Laboran Penyadap/Pemetik/pemanen Juru Tulis/ Kerani Supir Montir Mandor Kerja Laboran Pembantu Pengatur Teknik Pembantu Teknisi Satpam Juru Tulis/ Kerani Supir Montir Mandor Kerja Laboran Teknisi Pelaksana Pembantu Pengatur Teknik DANRU Satpam Krani Kepala Supir Mandor Kerja Laboran Teknisi Pelaksana Pembantu Pengatur Teknik Pengatur Teknik DANRU Satpam Asisten Urusan Asisten Kepala Penanggung Jawab Sinder Analis Teknisi Calon Peneliti Peneliti Pertama Asisten Urusan Asisten Kepala Penanggung Jawab Kepala KP Analis Teknisi Peneliti Muda
57 Golongan 3
Jenis Golongan C-D
A
B 4
C
D
Jabatan Kepala Urusan Manajer Kepala KP Asisten Kepala Manajer Kepala Urusan Peneliti dengan tugas khusus pelayanan Peneliti Madya Manajer Kepala Urusan Kepala Biro Kepala Bidang Kepala Balai Peneliti dengan tugas khusus Peneliti Madya Kepala Biro Kepala Bidang Kepala Balai Peneliti Utama Kepala Biro Kepala Bidang Kepala Balai Peneliti Utama
58 Lampiran 6 Surat ijin penelitian
59
RIWAYAT HIDUP Anggraeni Mukaromah, lahir di Padang pada tanggal 9 Juni 1995. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suherman dan Ibu Eva Dewi Susanti. Penulis menyelesaikan pendidikan pada tahun 2007 di SDN Inpres Lolu 6, Palu. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor pada program RSBI angkatan pertama dan lulus pada tahun 2010. Setelah itu, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 6 Bogor dan masuk dalam program Akselerasi sehingga dapat menamatkannya pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan untuk melanjutkan kuliah di IPB yang diperoleh melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dengan jurusan Manajemen. Selama mengikuti program sarjana penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus baik tingkat jurusan, fakultas, maupun seluruh kampus IPB. Seperti kepanitiaan MPKMB 50, Journalism Seminar and Talk show (JUST). Sportakuler, dan IPB Business Festival. Penulis juga pernah meraih penghargaan kompetisi nasional sebagai Top 10 Team Marketing Strategy Competition yang diadakan oleh Agribisnis IPB dan memiliki usaha di bidang jasa party planner yang dimulai dari tahun 2015.