Pengolahan Arsip Komando Operasi Tertinggi pada Arsip Nasional Republik Indonesia Rio Apinino & Yeni Budi Rachman Ilmu Perpustakaan dan Inforamsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Jurnal ini membahas pengolahan arsip Komando Operasi Tertinggi (KOTI) yang dilakukan Arsip Nasional Republik Indonesia. Pembahasan pengolahan arsip KOTI di dalam skripsi ini adalah pembahasan tentang bagaimana arsip KOTI diolah hingga menghasilkan sarana temu kembali. Pembahasan mengenai pengolahan arsip KOTI juga berkaitan dengan pembahasan mengenai proses akuisisi dan akses yang merupakan bagian dari proses pengelolaan arsip secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengolahan arsip KOTI dilakukan dengan berdasarkan Protap. Namun, dalam prakteknya terdapat modifikasi terhadap Protap. Dalam proses akuisisi, penyerahan arsip KOTI tidak dilengkapi dengan Berita Acara Penyerahan dan Daftar Pertelaan karena belum adanya regulasi untuk hal tersebut. Ditinjau dari segi akses, arsip KOTI yang sebelumnya digolongkan sebagai Arsip Tertutup, saat ini telah dapat diakses publik. Terbukanya akses terhadap arsip KOTI ini didukung oleh sebuah Naskah Akademik yang disahkan oleh ANRI.
Management of Supreme Operations Command on National Archives of The Republic of Indonesia Abstract This journal discusses archival processing of Supreme Operations Command (Komando Operasi Tertinggi/KOTI) conducted the National Archives of the Republic of Indonesia. In this thesis, the discussion of archival processing of KOTI –which previously included as Closed Archives because in it there are many archives of the Indonesian Communist Party (Partai Komunis Indonesia/PKI) and it’s affiliates- is a discussion of how the archive is processed to generate retrieval tool. The discussion of the archival processing of KOTI also relates to the discussion on the process of acquisition and access that are part of the archival management as a whole. This study used qualitative methods. The results showed that the KOTI archival processing is done by SOP. However, in practice there are modifications of SOP. In the acquisition process, KOTI archive not equipped with the Minutes of Submission and Listing Descriptions because there are no regulations for it. In terms of access, archive KOTI previously classified as Closed Archive, has now publicly accessible. Opening up access to archives KOTI is powered by an academic paper that was passed by ANRI. Keywords: access to archives; archival acquisition; archival processing; Indonesian Communist Party; The Supreme Operations Command
Pendahuluan Arsip, selain merupakan rekaman kegiatan masa lalu, dalam konteks bernegara juga menjadi memori kolektif masyarakat bangsa tersebut. Oleh karena itu, usaha untuk membuat arsip dapat selalu digunakan adalah keharusan. Dalam konteks Indonesia, usaha untuk mengelola
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
arsip yang dimaksud menjadi tanggung jawab Arsip Nasional Republik Indonesia. Pengelolaan arsip tersebut, berdasarkan UU Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 meliputi kegiatan akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses terhadap arsip. Pengelolaan arsip bukan hanya melestarikan fisik arsip saja, melainkan juga melestarikan kandungan informasi yang ada di dalamnya agar dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Usaha melestarikan memori kolektif bangsa, selain dilakukan melalui pengelolaan arsip yang baik, juga dimungkinkan ketika arsip-arsip tersebut dapat diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis atas pelestarian memori kolektif bangsa tersebut. Sebab, adalah hal yang mustahil ketika arsip statis yang ada di ANRI dianggap sebagai memori kolektif bangsa tetapi arsip-arsip tersebut tidak dapat diakses untuk dipelajari dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat bangsa tersebut. Meskipun arsip di ANRI tergolong lengkap, tetapi tidak semua arsip tersebut dapat diakses oleh publik karena ada beberapa arsip yang digolongkan sebagai Arsip Tertutup. Arsip yang tidak dapat diakses publik diantaranya adalah arsip Komando Operasi Tertinggi (KOTI) sebelum akhirnya dapat diakses publik pada pertengahan tahun 2014 setelah sebelumnya diakuisisi pada tahun 1980. Arsip KOTI tidak dapat diakses publik sebelum tahun 2014 adalah karena di dalam arsip KOTI banyak terdapat arsip yang diciptakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang merupakan partai terlarang di Indonesia dan juga berbagai organisasi afiliasinya. Adapun arsip PKI dan afiliasinya dapat berada di KOTI adalah karena KOTI merupakan organisasi militer yang bertugas, di antaranya untuk menyita dokumen-dokumen PKI dan afiliasinya pasca peristiwa G30S (Bagian Pendahuluan Inventaris Arsip Komando Operasi Tertinggi 1963-1967, ANRI, 2013). Sejarawan Baskara T. Wardaya (2013) pernah meneliti tentang arsip tentang PKI ini. Dalam penelitiannya berjudul Documentation of Past Human Rights Abuses: Case Study Indonesia’s 1965-66 Anti-Communist Purges, Baskara menemukan bahwa hampir tidak ada satupun arsip di ANRI yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi pasca peristiwa G30S. Sebelum akhirnya Arsip Nasional membuka arsip KOTI, ANRI telah melakukan beberapa hal agar pembukaan akses terhadap arsip tersebut menjadi mungkin. Hal ini dikarenakan pembukaan arsip KOTI mendapatkan banyak pertentangan dari berbagai pihak, diantaranya adalah dari anggota DPR Komisi II (Juwari, 2013). Salah satu upaya untuk membuka arsip
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
KOTI adalah dikeluarkannya draf Peraturan Kepala (Perka) tentang Keterbukasediaan terhadap Arsip Naskah Arsip yang Dikecualikan. Pembukaan arsip-arsip PKI yang ada dalam inventaris KOTI juga merupakan satu usaha untuk melaksanakan Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Tuntutan khalayak untuk membuka arsip KOTI juga didasarkan atas KIP ini. Dengan kenyataan bahwa terdapat penolakan dari berbagai pihak untuk membuka arsip yang dikecualikan itu, maka pembukaan arsip KOTI oleh ANRI menjadi menarik. Hal ini penting untuk diteliti agar kita dapat mengetahui bagaimana keterkaitan sebenarnya antara ANRI dan lembaga-lembaga negara lain, juga bagaimana ANRI menempatkan dirinya diantara berbagai institusi tersebut. Untuk mengetahui mengapa arsip KOTI yang sebelumnya dirahasiakan menjadi dapat diakses publik dan jenis arsip apa saja yang sebenarnya berada dalam inventaris arsip KOTI, diperlukan penelitian untuk memahami proses pengolahan arsip KOTI. Penelitian ini juga dilakukan agar dapat mengetahui bagaimana implementasi dari aturan tertulis pengolahan arsip statis yang dibuat ANRI. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “bagaimanakah proses pengolahan arsip KOTI terkait dengan kegiatan akuisisi dan akses, serta kendala apa saja yang muncul dalam proses pengolahan arsip tersebut?” Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan pengolahan arsip KOTI yang dilakukan oleh ANRI sekaligus juga untuk mengetahui masalah yang muncul dalam proses pengolahan arsip tersebut.
Tinjauan Teoritis Konsep Arsip Arsip dalam khasanah ilmu kearsipan Indonesia dibedakan dengan rekod. Rekod adalah arsip dinamis, yaitu rekaman kegiatan yang masih digunakan sebagai bukti kegiatan, terutama kegiatan organisasi. Menurut Sulistyo-Basuki (2003), arsip dinamis adalah dokumen yang masih digunakan untuk perencanaan, pengambilan keputusan, pengawasan dan keperluan organisasi lainnya. Sedangkan yang dimaksud arsip statis adalah arsip yang sudah tidak lagi digunakan dalam kegiatan organisasi tetapi masih disimpan karena alasan tertentu. Menurut Public Record Office of Northern Ireland (2007) arsip masih tetap disimpan adalah karena nilai sejarahnya. Perbedaan antara rekod (arsip dinamis) dan arsip (arsip statis), sebagaimana
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
yang ditulis Pearce-Moses (2005) adalah “records are not synonymous with archives. While an archives collects records, not all records merit ongoing preservation.” (p. 327). Secara garis besar, konsep arsip adalah: pertama, substansi arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa; kedua, bentuk rekaman kegiatan tersebut bermacam-macam dan seringkali ditentukan oleh perkembangan teknologi; ketiga, ada pihak yang menciptakan arsip sebagai bukti kegiatan yang dilakukan dan ada juga pihak yang bertugas mengolah arsip yang telah diciptakan tersebut; dan keempat, arsip memiliki tujuan tertentu dalam penciptaannya. Pengelolaan Arsip Statis Pengelolaan arsip menurut Kesner (1981) pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama. Pertama, “identifying and selecting or collecting appropriate papers or records for permanent preservation;” kedua, “involves arranging and preserving them;” dan ketiga adalah “to insure their accessibility by preparing finding aids and providing reference service” (p. 101). Definisi ini sejalan dengan pengelolaan arsip statis yang ada di Lembaga Kearsipan seperti ANRI, yaitu yang meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses arsip. Akusisi diartikan sebagai penambahan khasanah arsip dari instansi pencipta arsip ke lembaga kearsipan. Proses akuisisi arsip inilah yang menjadi tahap awal pengelolaan arsip statis di ANRI. Menurut Reed dalam Ellis (1993), pelaksanaan akuisisi arsip bisa berupa penerimaan dari
penyerahan
arsip
instansi/lembaga/perorangan
ataupun
penarikan
arsip
dari
lembaga/instansi/perorangan. Sedangkan menurut Institute of Education University of London, kegiatan akuisisi dimaksudkan untuk merefleksikan seluas mungkin berbagai isu dan dan concern seputar pengajaran dan pembelajaran seumur hidup di masa lalu, saat ini dan di masa depan. Akuisisi juga dimaksudkan, misalnya untuk mendukung kegiatan penelitian atau pembelajaran seumur hidup. Akhir dari proses akuisisi adalah penyerahan arsip statis ke lembaga kearsipan. Penyerahan arsip direkam dalam berita acara serah terima, daftar arsip yang diserahkan, riwayat arsip, serta fisik arsip. Serah terima arsip diikuti dengan peralihan tanggungjawab pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Setelah akuisisi, proses pengelolaan arsip selanjutnya adalah pengolahan arsip. Menurut Pearce-Moses (2005), pengolahan arsip megacu kepada aktivitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan kontrol intelektual dari arsip, rekod, ataupun koleksi. Pengolahan ini termasuk kegiatan akses, penyusunan, pemusnahan, pelabelan, pendeskripsian, hingga preservasi dan
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
konservasi (p. 314). Hasil pengolahannya adalah tercipta akses terhadap arsip dengan wujud sarana temu balik arsip (finding aids). Sarana temu balik arsip ini, menurut Ismiatun (2001), dikenal dengan sebutan senarai arsip, inventaris arsip, guide, dan sebagainya. (p. 16). ANRI memiliki Prosedur Tetap untuk mengolah arsip, yaitu prosedur tertulis yang digunakan sebagai acuan dalam mengolah arsip. Protap pengolahan arsip terbagi menjadi pengolahan arsip sebelum tahun 1945 dan pengolahan arsip setelah tahun 1945. Karena dalam penelitian ini yang diteliti adalah KOTI yang terbentuk pasca kemerdekaan, maka protap Penyusunan Daftar Arsip Konvensional yang digunakan adalah protap untuk arsip konvensional pasca 1945, yaitu Protap No 4/2009 tentang Penyusunan Daftar Arsip Konvensional Setelah Tahun 1945. Selain Protap ini, Arsip Nasional juga mengggunakan standar deskripsi arsip Internasional, yaitu ISAD (Internasional Standard Archival Deskription) yang dikembangkan oleh ICA (International Council of Archives). Menurut Sunarto yang dikutip oleh Ismiatun (2001, p. 17) 26 unsur yang harus dicatat dalam ISAD merupakan uraian dari enam elemen kelompok deskripsi, yaitu: (1) pernyataan identitas; (2) konteks; (3) isi dan struktur; (4) syarat akses dan penggunaan; (5) bahan-bahan yang ikut menyatu; (6) catatan (p. 17). Semua kegiatan pengelolaan arsip seperti akusisi dan pengolahan pada dasarnya dilakukan untuk mempersiapkan fungsi utama dari arsip: membuat arsip tersedia dan dapat diakses publik (William, 2006). Menurut Pearce-Moses (2005) akses adalah “the permission to locate and retrieve information for use (consultation or reference) within legally established restrictions of privacy, confidentiality, and security clearance” (p. 2). Dalam UU Kearsipan, pada dasarnya arsip statis terbuka untuk umum karena merupakan bukti otentik atas peristiwa masa lalu sekaligus menjadi bahan pertanggungjawaban nasional. Dalam prakteknya, tidak semua arsip statis yang tersimpan dalam arsip nasional terbuka untuk umum. Dalam konteks arsip statis di ANRI, akses terhadap arsip juga diatur melalui UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam UU KIP, terdapat pasal-pasal yang menjelaskan tentang pengecualian terhadap aksesabilitas terhadap arsip. Ada informasi publik tertentu yang ketika diminta untuk dibuka, tidak diperbolehkan. Dalam UU KIP, jenis informasi publik ini dinamakan dengan Informasi yang Dikecualikan. Informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 UU KIP, misalnya adalah Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, atau informasi yang apabila diberikan kepada Pemohon dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
Problem akses memang menjadi diskursus tersendiri dalam dunia kearsipan, bahkan dianggap sebagai problem terbesarnya (Peterson&Peterson dalam Danielson, 1989). Salah satu diskursusnya adalah implikasi atas aksesabilitias arsip tersebut. Tetapi, sebagaimana menurut Taylor (2003), arsip publik, karena sebagian besar berasal dari pembiayaan publik, harus dilihat sebagai “bukti masyarakat” (people’s evidences) sehingga harus dapat diakses masyarakat. Pun arsip-arsip yang disimpan di ANRI, karena ANRI dibiayai oleh publik melalui APBN, maka ia tergolong sebagai arsip publik. Taylor juga mengatakan bahwa akses bukan hanya perkara memperoleh apa yang tersedia, tetapi juga membebaskan dari pelarangan atas apa yang tidak boleh diakses. Menurut taylor, jika arsip tidak dapat diakses, dengan berbagai macam kepentingan, maka sama saja bahwa arsip tersebut tidak eksis.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dan dengan menggunakan model pendekatan kualitatif, yaitu model penelitian yang digunakan untuk “exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem.” (Creswell, 2009, p. 4). Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian adalah wawancara mendalam, studi literatur, dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan kepada empat orang arsiparis yang berada di ANRI dan dua sejarawan selama kurun waktu sekitar Maret hingga akhir April 2014. Adapun wawancara sejarawan adalah dalam rangka untuk memahami bagaimana posisi arsip dalam penulisan sejarah. Studi literatur meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Conselo G Sevilla et al., 1993, p. 71). Studi literatur dalam penelitian ini secara teknis adalah pengumpulan literatur-literatur terkait dan kemudian dianalisis agar masalah penelitian menjadi semakin jelas. Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara observasi, yang terutama dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan pengelolaan arsiparsip KOTI dilakukan. Observasi juga dilakukan dengan cara melihat keterkaitan antara peraturan tertulis pengelolaan arsip dengan penerapannya di lapangan.
Hasil Penelitian Akuisisi Arsip Komando Operasi Tertinggi Pembahasan mengenai pengolahan arsip KOTI dimulai dengan membahas akuisisi arsip dahulu. Hal ini karena dalam konsep pengelolaan arsip, akuisisi merupakan kegiatan pertama
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
dari serangkaian kegiatan lainnya. Tidak akan ada pengolahan tanpa akuisisi, sebagaimana tidak akan ada akses tanpa kegiatan pengolahan. Jadi, meskipun fokus penelitian ini adalah pengolahan arsip, maka agar teratur yang pertama dibahas adalah kegiatan akuisisi. Penyerahan arsip KOTI ke Arsip Nasional dilakukan pertama kali tahun 1980, kemudian yang kedua setahun setelahnya. Arsip KOTI diserahkan oleh Sekretariat Negara (Setneg). Ketika diserahkan ke ANRI, sebagian besar arsip KOTI dalam kondisi tidak teratur. Akuisisi dilakukan berdasarkan UU No. 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan. Dalam UU ini, ANRI berkewajiban untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat dan menyelamatkan arsip statis serta bertugas untuk menyelenggarakan penggunaan arsip statis (pasal 5). Selain itu, aturan lain yang membahas hal yang lebih mendetail adalah Peraturan Pemerintah No 34/1979 tentang Penyusutan Arsip. Dalam PP ini, diantaranya mengatur mekanisme Jadwal Retensi Arsip, Pemindahan Arsip, Pemusnahan Arsip, hingga Penyerahan Arsip. Proses akuisisi arsip yang dilakukan ANRI umumnya dibarengi dengan penyerahan Daftar Pertelaan Arsip dan direkam dalam Berita Acara Penyerahan. Tetapi, berbeda dengan regulasinya, penyerahan fisik arsip KOTI tidak disertai dengan daftar pertelaan dan juga tidak ditulis dalam Berita Acara Penyerahan (wawancara dengan Widyarsono, 8 April 2014). Tidak adanya daftar pertelaan dan berita acara penyerahan, tidak lain karena penyelenggaraan kearsipan pada awal implementasi UU Kearsipan tahun 1971 belum terlalu sistematis. Fokus ANRI ketika itu adalah melaksanakan pembinaan dan belum membangun sistem kearsipan secara menyeluruh. Akuisisi tanpa daftar pertelaan arsip misalnya, hal tersebut terjadi karena ANRI belum membuat Pedoman Umum Penilaian Arsip sebagai pedoman instansi membuat Jadwal Retensi. Pedoman Umum terserbut baru dibuat tahun 1983. Ketidaklengkapan ini memiliki implikasi, diantaranya adalah lebih lamanya pengolahan yang disebabkan karena arsiparis akan memerlukan waktu lebih banyak, terutama untuk identifikasi arsip. Lalu, implikasi lainnya adalah ketidaklengkapan arsip KOTI (dijelaskan di subbab selanjutnya). Proses akuisisi juga penting dianalisis karena memiliki kaitan langsung dengan rahasia atau tidaknya akses arsip yang diakuisisi tersebut, dan sebagaimana diketahui, arsip KOTI pernah dirahasiakan dari publik. Rahasia atau tidaknya arsip yang diakuisisi dalam konteks ini dimungkinkan karena beberapa hal, diantaranya adalah penerapan prinsip aturan asli. Dengan prinsip ini, rahasianya arsip KOTI dapat terjadi ketika instansi sebelumnya telah memutuskan bahwa arsip KOTI termasuk arsip rahasia dan ANRI menerapkan aturan asli tersebut.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
UU Nomor 71/1971, secara eksplisit memang tidak menyebutkan tentang kerahasiaan arsip. Tetapi, dalam bab V Ketentuan Pidana pasal 11 ayat (2), dijelaskan bahwa “barang siapa yang menyimpan arsip... sedang ia diwajibkan merahasiakan hal-hal tersebut dapat dipidanan dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun.” Dari poin ini, dapat diketahui memang ada arsip yang digolongkan sebagai rahasia. Problemnya adalah, bagaimana suatu arsip digolongkan rahasia atau tidak, tidak dijelaskan lebih lanjut. Hal yang serupa ditemukan dalam PP No 34/1979 tentang Penyusutan Arsip, seperti dijelaskan pada pasal 15 “penyusutan arsip yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan keamanan dan sifat kerahasiaan arsip.” Selain itu, dirahasiakan arsip KOTI juga dimungkinkan karena adanya peraturan yang melarang penyebarluasan Komunisme, yaitu TAP MPRS No. 25/1966. Dengan adanya pelarangan ini adalah hal yang wajar bila timbulnya ketakutan terhadap apapun yang berhubungan dengan PKI dan komunis, termasuk terhadap arsip-arsip PKI, meskipun tidak ada instruksi secara langsung untuk tidak membuka arsip tersebut ke publik.
Pengolahan Arsip Komando Operasi Tertinggi Arsip-arsip KOTI yang ketika diserahkan masih dalam bentuk-bentuk boks, kemudian disimpan dalam Depo Arsip, tepatnya lantai 5 gedung G Arsip Nasional RI. Sampai dengan tahun 2013, pengolahan arsip KOTI secara menyeluruh tidak pernah dilakukan. Menurut penuturan informan, hal ini adalah karena arsip-arsip tersebut dianggap sesuatu yang sensitif. Meskipun demikian, ada sebagian arsip KOTI yang diolah hingga menghasilkan inventaris. Sebagaimana diketahui, arsip KOTI ini terdiri atas arsip dari berbagai organisasi, dari mulai PKI hingga afiliasinya. Beberapa afiliasi PKI inilah yang pernah dibuatkan inventarisnya. Misalnya, pengolahan arsip Barisan Tani Indonesia (BTI) tahun 1994; pengolahan arsip Sentra Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) tahun 1998; dan pengolahan arsip Front Nasional tahun 2000. Keputusan untuk mengolah arsip-arsip ini, menurut salah satu informan, adalah karena arsip masih relatif aman. Selain itu, masih menurut sumber yang sama, diolahnya sebagian arsip KOTI itu hanyalah untuk memenuhi angka kredit arsiparis. Dalam pengolahan sebagian arsip KOTI tersebut, terdapat bukti adanya kegiatan pengolahan yang tidak selesai, yang semakin membuktikan bahwa pengolahan sebagaian arsip KOTI hanyalah untuk memenuhi kredit arsiparis dan tidak direncanakan secara matang. Misalnya,
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
ada arsip yang sudah disampul tetapi deskripsinya tidak ada. Selain itu, terjadi juga ketidaksesuaian data yang ada pada inventaris dengan lokasi fisiknya di ruang penyimpanan. Pergeserah nomor ini dapat terjadi akibat pengembalian arsip yang tidak sempurna atau memang semenjak arsip tersebut diolah sudah tidak sesuai antara deskripsi arsip yang terdapat diinventaris dengan letak fisiknya. Diketahui kemudian bahwa inventaris arsip yang tidak sesuai kebanyakan diolah oleh mahasiswa magang. Pada tahun 2013 pengolahan arsip KOTI mulai dilakukan secara keseluruhan. Keputusan untuk mengolah arsip KOTI terjadi pada masa M. Asichin, kepala Arsip Nasional tahun 20102013. Selain untuk memperbaiki pengolahan arsip secara parsial, pengolahan arsip KOTI juga dilakukan karena desakan dari berbagai pihak untuk segera mempublikasikan arsip-arsip yang selama ini dirahasiakan. Desakan ini terutama juga setelah dikeluarkannya UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pengolahan arsip KOTI sendiri dilakukan oleh tim kerja pengolah arsip statis di lingkungan Direktorat Pengolahan Arsip berdasarkan Surat Perintah KN.03.01/01.D/2013 yang terdiri atas 18 orang arsiparis. Arsip KOTI diolah menggunakan Prosedur Tetap (Protap) No. 4/2009 tentang Penyusunan Daftar Arsip Konvensional Setelah Tahun 1945. Keseluruhan proses ini, sebagaimana yang ditetapkan dalam Protap tersebut, dilaksanakan selama satu tahun, yaitu mulai Januari sampai Desember 2013. Seluruh kegiatan pengolahan, kecuali kegiatan penelusuran sumber dan referensi, dilaksanakan di Depo Arsip Gedung G Lantai 5 Arsip Nasional. Tahapan kerja pengolahan arsip KOTI adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Arsip Dalam tahap pertama, tim kerja melakukan pendataan ditempat arsip KOTI disimpan dan menuliskannya dalam bentuk laporan identifikasi. Identifikasi informasi arsip dilakukan untuk mengetahui pencipta arsipnya; perkiraan berapa jumlah arsip yang akan diolah; berapa boks yang harus dipersiapkan; dan penentuan apakah seluruh arsip-arsip tersebut dapat langsung diolah ataukah harus direstorasi terlebih dahulu karena kondisi fisik arsip yang tidak memungkinkan, seperti arsip yang rapuh, rusak, basah atau terbakar. Untuk yang terakhir, diketahui bahwa tidak ada satupun arsip KOTI yang harus direstorasi terlebih dahulu. 2. Penyusunan Rencana Teknis Tim kerja kemudian membuat rancangan kerja seperti perkiraan waktu pengerjaan, biaya, peralatan, serta jumlah SDM yang dibutuhkan ke Kasubdit Pengolahan Arsip Konvensional
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
(Arkon) Setelah Tahun 1945. Draft rencana yang akan dijalankan harus mendapat persetujuan dari Direktur Pengolahan. Dalam tahapan ini, disepakati anggaran yang dikeluarkan untuk mengolah arsip KOTI ini berjumlah Rp 16.485.000 dan disepakati juga bahwa pengolahan arsip KOTI dilaksanakan dari Januari 2013 hingga Desember 2013. 3. Penelusuran Sumber dan Referensi Untuk mengetahui KOTI lebih detail, tim kerja melakukan penelusuran sumber referensi ke perpustakaan ANRI dan juga instansi terkait, seperti Pusjarah TNI. Bahan rujukan ANRI untuk mengetahui KOTI diantaranya: (1) Petunjuk Pelaksanaan Pengurusan Arsip/Dokumen TNI AD terbitan Mabes AD, 1992; (2) Organisasi dan Tata Kerja Staf Gabungan Komando Operasi Tertinggi terbitan Pusjarah TNI; serta (3) Kebijaksanaan Pepelrada Djaja Pepelrada Djabar Dan Pepelrada Maritim III Dalam Menumpas Gerakan 30 September terbitan Pusjarah TNI. Selain menelusuri sumber dan referensi untuk mengetahui tupoksi dan struktur organisasi KOTI, tim kerja juga melakukan diskusi dengan instansi terkait. Hal ini juga untuk mengetahui bagaimana sistem penataan arsip dari lembaga terkait tersebut. 4. Pembuatan Skema Sementara Pengaturan Arsip Melalui penelusuran informasi, tim kerja membuat skema sementara pengaturan arsip yang berdasarkan pada struktur organisasi KOTI. Pembuatan skema sementara digunakan sebagai pedoman untuk mengelompokkan arsip yang tercipta dari fungsi/kegiatan yang sama di KOTI. Berdasarkan notulensi rapat tim kerja tanggal 5 Maret 2013, diperoleh Skema Sementara Pengaturan Arsip KOTI sebagai berikut: a. Gabungan I, Intelijen
e. Seksi Anggaran
b. Gabungan II, Operasi
f. Seksi Penerangan
c. Gabungan III, Pengerahan Tenaga
g. Seksi Telekomunikasi
d. Gabungan IV, Politik Ekonomi dan Sosial
h. Seksi Sekretariat
5. Rekonstruksi Arsip Dalam tahap ini, tim kerja melakukan rekonstruksi arsip seperti: pemilahan antara arsip dan non-arsip, mengelompokkan arsip berdasarkan jenisnya dan berdasarkan unit informasinya, yang berdasarkan pada Skema Sementara yang diciptakan pada tahap sebelumnya. Kemudian, arsip
tersebut
diurutkan
berdasarkan
urutan
kronologis.
Pada
tahap
ini
terjadi
pengembangan/koreksi terhadap Skema Sementara. Misalnya, jika ditemukan arsip-arsip yang
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
tidak tergolongkan ke dalam setiap unit informasi yang telah ditetapkan, maka Skema Sementera Pengaturan Arsip tersebut dapat ditambahkan unit informasinya. 6. Deskripsi Arsip Tim kerja mendeskripsikan arsip dengan cara mencatat informasi menyeluruh dari arsip dan diberi nomor urut sementara sesuai dengan nomor sementaranya. Deskripsi arsip statis ini mencantumkan unsur-unsur unit informasi arsip yang memuat: 1) jenis arsip/bentuk redaksi; 2) ringkasan informasi; 3) kurun waktu; 4) tingkat keaslian; dan 5) jumlah. Adapun pendeskripsian arsip dilakukan dengan standar deskripsi internasional, yaitu ISAD. Meskipun dalam Protap dijelaskan bahwa dalam Deskripsi Arsip menggunakan kartu deskripsi, tetapi dalam pengolahan arsip KOTI, kartu deskripsi tidak lagi digunakan. Tim kerja membuat rincian informasi arsip yang disimpan langsung dalam Microsoft Excel. Tidak digunakannya lagi kartu deskripsi ini adalah karena alasan efektifitas karena tidak perlu lagi melakukan hal yang sama dua kali. 7. Penyusunan Skema Definitif Pengaturan Arsip Melalui dua tahap sebelumnya, tim kerja melakukan koreksi atas Skema Sementara yang dapat berupa penambahan, pengurangan, ataupun perubahan nama atas unit informasi. Hasil koreksi terhadap Skema Sementara kemudian menghasilkan Skema. Perubahan Skema Sementara dengan Skema Definitif adalah sebagai berikut: Tabel 1. Perubahan Skema Pengaturan Arsip Skema Sementara
Skema Definitif Pengaturan Arsip
pengaturan Arsip Gabungan I :
Tidak ada, dihapus
Intelijen Gabungan II:
Tidak ada, dihapus
Operasi Gabungan III:
Diubah menjadi Internal KOTI, diantaranya arsip dari Gabungan 3
Pengarahan Tenaga Gabungan IV:
Diubah menjadi Gabungan 5, yang terdiri dari 1) Bidang Hankam; 2) Bidang Politik; 3) Bidang
Politik, Ekonomi dan
Sosial; 4) Bidang Ekonomi; 5) Bidang Chusus.
Sosial Seksi Anggaran
Tidak ada, dihapus
Seksi Penerangan
Tetap: Seksi Penerangan
Seksi
Tidak ada, dihapus
Telekomunikasi
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
Ditambah: Arsip Eksternal KOTI, yaitu arsip yang berasal dari lembaga pemerintah di luar KOTI dan kehilangan konteks dengan arsip KOTI, yang terdiri dari: 1) Presidium Kabinet; 2) Dewan Pertimbangan Agung; 3) Instansi dan lembaga lainnya (tambahan) Ditambah: Arsip hasil Sitaan KOTI yang terdiri dari: 1) Front Nasional; 2) PKI; 3) BTI; 4) SOBSI; 5) Gerwani; 6) Pemuda Rakyat; 7) Lekra; 8) Himpunan Sarjana Indonesia; 9) Persatuan Pamong Desa Indonesia; 10) Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia; 11) Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia; 12) Arsip Pribadi; 13) Bukti Pendukung, yaitu bukti yang digunakan oleh KOTI sebagai alat pembuktian atas terjadinya percobaan kudeta seperti: Dokumen; Buku; Harian, Majalah dan Bulletin; Pamflet, Poster & Bendera (tambahan) Ditambah: Sekretariat Umum Ditambah: Kopkamtib Ditambah: Peperada
Dalam tabel ini, dapat disimpulkan terjadi perubahan signifikan atas Skema Sementara. Terjadi penambahan unit informasi, yaitu unit informasi Panglima Besar KOTI, Peperalda dan Kopkamtib serta pengurangan unit informasi Intelijen dan Operasi. Penambahan unit informasi dikarenakan unit informasi dalam Skema Sementara tidak mencakup seluruh substansi arsip. Sedangkan pengurangan unit informasi adalah karena setelah proses Rekonstruksi dan Deskripsi terdapat unit informasi yang ternyata arsipnya ternyata tidak terdapat dalam inventaris. Hal yang paling signifikan dari perubahan Skema ini adalah penambahan unit informasi “Sitaan KOTI” yang merupakan bagian terbesar dari arsip KOTI. 8. Manuver Data/Penyatuan Informasi dan Fisik Arsip Dalam tahap ini, tim kerja mengelompokkan hasil deskripsi dan fisik arsip sesuai dengan skema definitif yang telah dibuat dalam tahap ke-7. Hasil deskripsi dan fisik arsip ini diurutkan secara kronologis. 9. Penomoran Definitif Di tahapan ini tim kerja melakukan entri data atau pengetikan informasi dan memasukkannya ke dalam database berdasarkan Skema Definitif dan memberikan nomor pada tiap-tiap arsip yang dientri tersebut. Penomoran definitif ini juga dilakukan pada fisik arsipnya. 10.
Pemberian Label Arsip
Pemberian label dilakukan pada bungkus arsip dan boks arsip. Label arsip terdiri dari nama pencipta arsip dan nomor arsip. Sampul arsip diberikan nomor definitif sesuai dengan penomoran pada kartu fisches. Untuk boks arsip dilakukan pelabelan yang terdiri dari nama lembaga pencipta arsip, kurun waktu arsip, nomor urut arsip dan nomor urut boks.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
11.
Penataan Boks
Arsip yang sudah dilabeli lalu dimasukkan ke dalam boks dan disesuaikan dengan kapasitas boks arsip. Boks arsip berukuran besar bervolume 20x27x38 cm, sedangkan boks berukuran kecil bervolume 10x27x38 cm. Setelah itu, boks diurutkan sesuai dengan nomor urut. 12.
Penulisan Inventaris
Inventaris Arsip adalah alat/sarana temu kembali yang nantinya digunakan pengguna untuk mendapatkan arsip yang dibutuhkannya. Isi dari inventaris arsip KOTI terdiri dari: 1) Judul Inventaris. Inventaris arsip KOTI ini diberi judul Inventarsi KOTI 1963-1967; 2) Kata Pengantar; 3) Daftar Isi; 4) Pendahuluan. Bagian Pendahuluan terdiri dari penjelasan tentang sejarah KOTI, sejarah arsip KOTI dari mulai proses penciptaan hingga arsip-arsip tersebut diakuisisi oleh ANRI, penjelasan tentang teknis penyusunan inventarsi arsip KOTI dan uraian informasi arsip; 5) Lampiran, yang terdiri dari daftar indeks, daftar singkatan dan struktur organisasi KOTI. 13.
Penilaian dan Uji Petik
Hasil dari tahap ke-12 pengolahan arsip KOTI adalah terciptanya daftar inventaris yang masih berbentuk draft. Daftar inventaris ini kemudian diserahkan kepada Direktur Pengolahan dengan tujuan untuk diberikan masukan serta arahan bagi terciptanya inventaris arsip KOTI yang sempurna. Adapun yang dimaksudkan dengan uji petik adalah verifikasi kecocokan antara fisik arsip yang telah dimasukkan dalam boks dengan apa yang tertulis dalam daftar inventaris. Uji petik ini dilakukan oleh internal tim kerja dan unit kerja penyimpanan arsip. 14.
Pengesahan
Setelah semua proses selesai, draft inventaris diserahkan kepada Direktur Pengolahan untuk ditandatangai dan disahkan. Langkah selanjutnya adalah mendistribusikan inventaris tersebut kepada unit kerja terkait, yaitu Direktorat Preservasi dan Direktorat Pemanfaatan. Adapun serah terima inventaris arsip KOTI dari Direktorat Pengolahan ke Direktorat Pemanfaatan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2014. Proses pengolahan arsip KOTI seluruhnya menghasilkan 1337 nomor berkas dan tersimpan dalam 57 boks arsip. Dari 57 boks ini, hanya dua boks besar yang merupakan arsip internal KOTI dan selebihnya merupakan arsip sitaan.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
Keseluruhan proses pengolahan yang terdiri dari 14 tahapan ini berbeda dengan aturan tertulis dalam Protap. Berikut perbedaan antara Protap dengan realisasi kegiatan pengolahan: Tabel 4.5 Perbedaan Aturan dalam Protap dengan Realisasi di Lapangan No
Protap Pengolahan
Realisasi di Lapangan
No
Protap Pengolahan
Arsip Statis
Realisasi di Lapangan
Arsip Statis
1.
Identifikasi Arsip
Identifikasi Arsip
9.
Penomoran Definitif
Penomoran Definitif
2.
Penyuusunan rencana
Penyuusunan rencana
10.
Manuver Fisik Arsip
Pemberian Label Arsip pada
Teknis
Teknis
Penelusuran Sumber
Penelusuran Sumber dan
dan Referensi
Referensi
Pembuatan Skema
Pembuatan Skema
Sementara
Sementara
5.
Rekonstruksi Arsip
6.
Deskripsi Arsip
3.
4.
Bungkus dan Boks 11.
Pemberian Label
Penataan Boks
12.
Penataan dalam Boks
Penulisan Inventaris
Rekonstruksi Arsip
13.
Penulisan Daftar
Penilaian dan Uji Petik
Deskripsi Arsip
14.
Penilaian dan
Pengesahan
Penelaahan 7.
8.
Pembuatan Skema
Pembuatan Skema
Definitif
Definitif
Manuver Fiches
Manuver Data Dan
15.
Penyempurnaan Daftar
16.
Pengesahan
Penyatuan Fisik Arsip
(Sumber: diolah dari analisis dokumen)
Perbedaan antara Protap dan realisasi ini dikarenakan sudah tidak digunakan laginya kartu fiches. Selain itu, perbedaan lainnya adalah digabungnya tahap ke-8 dan ke-10 dalam Protap. Meskipun demikian, secara garis besar seluruh kegiatan yang diinstruksikan dalam Protap direalisasikan dalam proses pengolahan ini. Dengan adanya perbedaan ini, artinya arsiparis yang mengolah arsip KOTI tidak menjadikan Protap sebagai suatu peraturan yang baku dan tidak dapat diubah. Modifikasi atas apa yang tertulis di Protap, berdasarkan perbandingan diantara keduanya, dilakukan atas dasar permasalahan riil yang ada dalam pengelolaan yang tentunya berbeda antara arsip satu dan arsip lainnya. Selain modifikasi terhadap Protap, hal lain yang menarik dalam proses pengolahan arsip KOTI ini adalah dalam tahap Penelusuran Sumber dan Referensi. Dalam tahapan ini, dapat disimpulkan bahwa seluruh sumber informasi yang digunakan berasal dari institusi yang justru melakukan “pembersihan” terhadap orang-orang dan organisasi yang terlibat dalam G30S. Sumber-sumber yang hanya terdiri dari satu perspektif tersebut, berimplikasi terhadap
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
narasi yang dibangun dalam bagian Pendahuluan inventaris arsip ini. Misalnya saja, dalam bagian Pendahuluan masih disebutkan bahwa PKI adalah satu-satunya dalang G30S. Dengan dituliskannya PKI sebagai satu-satunya dalang dalam peristiwa G30S, maka hal ini menjadi hal yang kontradiktif dengan maksud dan tujuan Arsip Nasional membuka arsip KOTI itu sendiri, yaitu agar masyarakat lebih mengetahui apa dan bagaimana perjalanan PKI sebagai sebuah partai sebagaimana partai yang lain pada masa itu. Dengan demikian, dibutuhkan sumber lain yang terbebas dari narasi sejarah versi Orde Baru. Problem lainnya yang muncul adalah problem ketidaklengkapan arsip, yaitu tidak adanya arsip-arsip yang berkaitan dengan kegiatan intelijen, kegiatan operasi, dan urusan-urusan logistik. Sedangkan untuk arsip Seksi yang ada di dalam KOTI, hanya terdapat Seksi Penerangan KOTI tanpa adanya arsip yang diciptakan Seksi Anggaran, Seksi Telekomunikasi dan Seksi Strategi. Arsip-arsip yang tidak lengkap ini masih terdapat di institusi militer, demikian dijelaskan dalam Daftar Inventaris. Meskipun demikian, ketidaklengkapan ini tidak dijelaskan lebih lanjut. Jika melihat substansi arsip-arsip yang tidak diserahkan, maka kemungkinan besar arsip-arsip tersebut disimpan di internal organisasi militer, yang tentunya dengan tujuan tertentu. Sedangkan di lain pihak, arsip-arsip yang diserahkan ke ANRI via Setneg telah melalui serangkaian seleksi yang juga dengan tujuan tertentu. Ambil contoh arsip yang berkaitan dengan kegiatan operasi, misalnya. Kegiatan operasi yang dimaksud disini terutama adalah kegiatan-kegiatan “pembersihan” terhadap G30S seperti penahanan dan penangkapan, termasuk peristiwa pembantaian massal para kader dan simpatisan PKI di berbagai daerah di Indonesia. Dengan arsip-arsip yang memiliki substansi informasi seperti itu, adalah hal yang riskan untuk menyerahkannya ke instansi lain. Maka, pilihan untuk menyimpan arsip-arsip tersebut di instansi sendiri adalah pilihan yang wajar.
Akses Arsip Komando Operasi Tertinggi Signifikansi pembahasan aksesabilitas arsip KOTI adalah bahwa arsip KOTI pernah digolongkan sebagai Arsip Tertutup. Dalam subbab ini, yang akan menjadi fokus pembahasan adalah proses arsip KOTI dari sebelumnya digolongkan sebagai Arsip Tertutup menjadi arsip yang akhirnya dapat dibuka ke publik.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
Ide untuk membuka arsip KOTI pertama kali tercetus pada saat kepemimpinan M. Asichin, Kepala Arsip Nasional tahun 2010 – 2013. Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR (29/1/2013), Kepala Arsip Nasional menjelaskan bahwa pembukaan arsip-arsip yang selama ini dilarang akan menjadi sebuah terobosan. Hal tersebut kemudian mendapat respon dari beberapa kalangan, diantaranya adalah respon dari Dewan Perwakilan Rakyat (29/1/2013). Menurut salahsatu anggota DPR, pembukaan arsip tersebut berpotensi untuk menimbulkan kegaduhan, maka dari itu harus berkoordinasi dengan lembaga lain yang terkait. Selain melakukan Rapat Koordinasi, dalam rangka usaha membuka arsip tertutup ini juga ANRI membuat “Naskah Akademik Arsip Yang Dikecualikan Tentang Kegiatan G30S” yang bertujuan agar pembukaan arsip ini nantinya memiliki pertanggungjawaban ilmiah. Beberapa Rapat Koordinasi dan Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan ANRI sebelum membuka arsip KOTI diantaranya adalah Rapat pada Desember 2013 dengan menghadirkan instansi terkait seperti Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis (badan Intelijen di bawah komando Mabes TNI), Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM. Sebagaimana dapat ditebak, instansi-instansi ini menolak usulan ANRI untuk membuka arsip-arsip yang dirahasiakan. Perspektif yang bertolak belakang datang dari kalangan Ilmuwan seperti Asvi Warman Adam. Menurutnya, semua arsip tentang PKI dibuka saja (wawancara personal melalui email, 5 Mei 2014). Meskipun mendapatkan jawaban negativ dari banyak instansi negara, sebagaimana yang terjadi, ANRI akhirnya membuka arsip-arsip PKI tersebut. Pembukaan arsip ini tepatnya terjadi diantara tanggal 24 Maret-28 April 2014. Tanda terima arsip KOTI ke bagian pemanfaatan/layanan, sebagaimana yang tertera pada bagian belakang inventaris arsip KOTI, dilakukan pada tanggal 6 Maret 2014 dengan penanggungjawab Drs. Asep Mukhtar M, M.Hum. Adapun inventaris yang diserahkan tersebut berjumlah satu eksemplar. Dengan akhirnya membuka arsip-arsip yang selama ini dirahasiakan tersebut, artinya, Arsip Nasional menjalankan amanat sebagaimana yang tertulis dalam UU Kearsipan Pasal 66, yaitu membuka arsip yang dirahasiakan setelah lewat masa penyimpanan selama 25 tahun.
Kesimpulan Pengolahan arsip KOTI yang dilakukan ANRI pada kurun waktu Januari 2013 sampai dengan Desember 2013 merupakan syarat pertama agar arsip KOTI dapat diakses oleh publik. Dalam
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
hal ini, pengolahan arsip KOTI menghasilkan sebuah daftar inventaris. Sebelumnya, arsip KOTI diakuisisi oleh ANRI dari Sekretariat Negara tahun 1980 dan 1981. Ketika diakuisisi, arsip KOTI tidak dilengkapi dengan Berita Acara dan Daftar Pertelaan karena belum adanya regulasi untuk itu. Kebijakan pengolahan arsip KOTI didasari pada Protap Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penyusunan Daftar Arsip Konvensional Setelah Tahun 1945. Kebijakan pengolahan ini terdiri dari enam belas tahapan yang telah ditentukan. Namun dalam realisasinya, meskipun tim kerja mendasari kegiatan pengolahan pada Protap ini, tim kerja tidak secara kaku menerapkan apa yang tertera pada protap. Jika dalam protap tahapan yang harus dilalui berjumlah enam belas, maka realisasi pengolahan arsip KOTI di lapangan hanya melewati empat belas tahapan, dengan beberapa tahapan yang digabung dan ada tahapan yang dihilangkan. Modifikasi Protap ini didasari atas masalah konkret yang ditemui tim kerja. Artinya, Protap tidak dilihat sebagai sebuah prosedur yang kaku dan tidak dapat diubah, dan ini merupakan hal yang baik dalam hal pengolahan arsip. Karena, bagaimanapun, pengolahan yang baik adalah pengolahan yang didasari atas masalah konkret yang ditemui. Dengan memodifikasi Protap, tim kerja juga dapat menghemat waktu pengerjaan arsip. Masalah utama yang timbul dalam hal pengolahan arsip KOTI adalah sebagian arsip KOTI pernah diolah, atau dengan kata lain pengolahan yang parsial. Dengan arsip yang diolah secara parsial tersebut, ketika pengolahan akan dilakukan secara keseluruhan, maka masalah yang timbul adalah arsip sudah tidak memberkas (berurutan) sehingga sulit untuk melihat bagaimana sistem pemberkasan dilakukan oleh pencipta sebelumnya. Apalagi, dalam proses akuisisinya pada tahun 1980 dan 1981, arsip KOTI ini tidak dilengkapi dengan daftar pertelaannya karena regulasi yang belum ada. Selain itu, temuan di lapangan juga menunjukkan bahwa pengolahan yang parsial dan tidak selesai tersebut dilakukan oleh orang yang tidak kompeten, seperti mahasiswa yang sedang melakukan kerja magang. Hal ini amat disayangkan mengingat pengolahan yang parsial membuat banyak bahan non-arsip seperti klip yang berkarat (yang tentu mempengaruhi ketahanan arsip, terutama arsip berbahan kertas) masih bercampur dengan arsip hasil dari pengolahan yang tidak selesai. Setelah proses pengolahan selesai, diketahui bahwa arsip KOTI yang berada di ANRI tidak lengkap. Beberapa bagian dari arsip KOTI masih berada di bawah institusi militer, yaitu Pusat Sejarah TNI. Bagian dari arsip tersebut adalah operasi-operasi militer yang dilakukan KOTI, termasuk operasi militer untuk “membersihkan” PKI pasca peristiwa G30S. Artinya, arsip KOTI sebelum diserahkan ke ANRI telah diseleksi terlebih dahulu oleh pencipta arsip
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
sebelumnya. Dengan demikian, maka pembukaan arsip KOTI tidak memiliki implikasi yang signifikan terhadap penulisan sejarah terhadap peristiwa pasca G30S. Meskipun demikian, pembukaan arsip KOTI ini memberikan sumber primer yang cukup banyak tentang PKI dan afiliasinya karena sebagian besar arsip KOTI merupakan arsip yang diciptakan PKI dan afiliasinya. Untuk masalah aksesabilitas arsip KOTI yang sebelumnya digolongkan sebagai arsip tertutup, dalam penelitian ini ditemukan bahwa kewenangan ANRI untuk membuka arsip KOTI dibarengi dengan kebijakan ANRI untuk mempertimbangkan saran dari pihak yang memiliki kepentingan terhadap arsip KOTI, seperti pemerintah (DPR dan militer) serta akademisi. Meskipun pembukaan arsip KOTI ditentang dan disarankan untuk terus ditutup oleh DPR dan militer, tetapi akhirnya arsip tersebut dipublikasikan juga oleh ANRI. Selain itu, dengan dikeluarkannya Naskah Akademik Arsip yang Dikecualikan, ANRI membuktikan bahwa pembukaan arsip yang sebelumnya digolongkan tertutup tidak dapat dilakukan secara serampangan dan memerlukan tindakan khusus agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Saran Dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Perlu adanya revisi terhadap Prosedur Tetap Pengolahan Arsip, terutama yang berkaitan dengan tahapan pendeskripsian arsip. Ada baiknya untuk meninjau lebih lanjut penggunaan Kartu Deskripsi yang masih berbentuk cetak karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan Kartu Deskripsi tidak efisien dan lebih baik jika arsip langsung dideskripsikan melalui komputer. 2. Proses pengolahan arsip hendaknya dilakukan sampai selesai, yaitu hingga dihasilkannya sarana temu kembali. Hal ini agar masalah pengolahan sebagaimana yang terjadi pada arsip KOTI tidak terulang lagi. 3. Ketidaklengkapan arsip KOTI, yaitu arsip yang masih berada di institusi militer, dapat diantisipasi dengan membuat semacam “katalog induk” agar pengguna tetap dapat mengetahui lokasi arsip KOTI yang tidak berada di ANRI.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
4. Untuk memudahkan penggguna melakukan penelusuran, hendaknya inventaris arsip KOTI dipecah lagi berdasarkan prinsip asal usul. Misalnya, arsip PKI dibuat inventarisnya sendiri, arsip KOTI dibuat inventarisnya sendiri, dan arsip BTI dibuat inventarisnya sendiri, dan seterusnya. Hal ini selain lebih memudahkan pengguna, juga agar arsip benar-benar terkumpul dalam satu kesatuan pencipta dan tidak dicampur dengan arsip yang berasal dari pencipta arsip lainnya. 5. Untuk meningkatkan pemanfaatan terhadap arsip KOTI, maka sebaiknya ANRI melakukan sosialisasi bahwa arsip KOTI telah dapat dimanfaatkan oleh publik. Hal ini karena menurut pengamatan peneliti, adalah aspek yang belum maksimal dilakukan ANRI. 6. Hasil dari penelitian ini sangat memungkinkan untuk diteliti lebih jauh melalui penelitian lanjutan. Penulis mengusulkan agar bahasan dan ruang lingkup penelitian lanjutan lebih spesifik, karena apa yang dibahas dalam penelitian ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Misalnya, penelitian selanjutnya dapat meneliti akuisisi arsip KOTI saja, atau hanya meneliti bagian akses arsip KOTI saja. Dengan ruang lingkup yang lebih spesifik, maka pembahasan akan menjadi lebih mendalam.
Daftar Pustaka Ahmad Juwari. (29 Januari 2013). DPR Khawatir Pembukaan Arsip G30S/PKI Timbulkan Kegaduhan. Detikcom. Diakses dari http://news.detik.com/read/2013/01/29/134125/ 2155176/10/dpr-khawatir-pembukaan-arsip-g30s-pki-timbulkan-kegaduhan? Arsip Nasional Republik Indonesia. (2013). Inventarsi Arsip Komando Operasi Tertinggi 1963-1967. Jakarta: Penulis. _____. (Juni 2009). Prosedur Tetap Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penyusunan Daftar Arsip Konvensional Setelah Tahun 1945 [data file]. Diakses dari http://anri.go.id/assets/download/69Protap%20No%2004%20Tahun%202009%20te ntang%20Penyusunan%20Daftar%20Arsip%20Konvensional%20Setelah%20Tahun%20 1945.pdf Baskara T. Wardaya. (2013, October). Documentation of Past Human Rights Abuses: Case Study Indonesia’s 1965-66 Anti-Communist Purges. A paper presented at the Symposium
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014
“The Antonym of Forgetting: Global Perspectives on Human Rights Archives”, at the University of California-Los Angeles, USA. Creswell, John W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: SAGE Publications. Danielson, Elena S. (1989, Winter) The Ethics of Access. The American Archivist, 52, 52-62. March 18, 2014. Jstore Database. Diah Ismiatun. (2001). Manajemen Arsip Statis : Langkah Pendayagunaan Arsip Statis Hingga Layanan Publik. Suara Badar, 3, 15-18. Ellis, Judith. (1993). Keeping Archives. Melbourne: Thorpe in association with the Australian Society of Archivists. Institute of Education University of London. Archives Acquisition Policy [data file]. Diakses dari http://www.ioe.ac.uk/services/documents/Archives AcquisitionPolicy.pdf Kesner, Richard M. (1981). Archival Collection Development: Building A Successful Acquisitions Program.The Midwestern Archivist, 5, 101-112. April 8, 2014. Jstore Database. Pearce-Moses, Richard. (2005). A Glossary of Archival and Records Terminology. Chicago: The Society of American Archivists. Public Record Office of Northern Ireland. What are archives and records? [data file]. Diakses dari
http://www.proni.gov.uk/index/new_to_archives/what_
are_archives
_and
_records.htm Republik Indonesia (1979). Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sevilla, Consuelo G. et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Sulistyo-Basuki. (2003). Manajemen Arsip Dinamis: Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan Dokumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Taylor, Hugh A. (2003). Imagining Archives: Essays & Reflection. Oxford: Scarecrow Press, Inc.
Pengolahan arsip komando operasi ..., Rio Apinino, FIB UI, 2014