PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KEBAHAGIAAN ANAK JALANAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, Mei 2010 Sidang Munaqasyah Dekan/ Ketua Merangkap Anggota, Anggota,
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001
Penguji I
Penguji II
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi NIP. 19730328 200003 2003
Prof.Hamdan Yasun, M.Si NIP. 130351146
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Hamdan Yasun, M.Si NIP. 130351146
Desi Yustari Muchtar M.Psi NIP. 1982 1214 200801 2006
iii
Ku persembahkan karya ini teruntuk… Kedua Orang Tuaku yang kasihnya setelah Kasih ALLAH, Merupakan salah satu sumber kebahagiaanku… Keluargaku, Orang yang selalu kukasihi, Kucintai dan menjadi penyemangat hatiku… Kakak-kakaku dan Adik-adikku – Iis Saptiyah, Ade Hidayatullah, Nur Ani Novi Ana, Yeni Musyfiroh, Agi Mukmin al-Khumairi – Yang ku harap, semoga ALLAH menjadikan kalian orang-orang yang berbahagia di Dunia dan Akhirat karena Ridho-Nya… (Amin) (
[email protected])
iv
Happiness is a Perfume, You Cannot Pour on Others without Getting a Few Drops on Your Self (Delph S.)
ABSTRAKSI (A) (B) (C) (D) (E)
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2010 Nurlia Muslimah Hubungan Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak jalanan Halaman : 70 + Lampiran
v
(F) Merebaknya anak jalanan karena kapasitas sarana yang tidak memadai, juga buruknya pandangan masyarakat terhadap mereka. Membuat mereka sulit untuk diterima oleh masyarakat sekitar. Oleh karena itu sebelum mereka dapat diterima oleh masyarakat, mereka memerlukan penerimaan diri yang baik terhadap diri sendiri. Penerimaan diri dianggap sebagai ciri-ciri penting kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik aktualisasi diri, fungsi yang optimal dan kematangan. Mereka yang memiliki penerimaan diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk dirinya, serta memiliki sikap positif terhadap masa lalu. Anak-anak jalan juga memerlukan penerimaan diri yang baik agar mental, aktualisasi diri dan kematangan mereka juga baik. Penerimaan diri yang telah ada pada anak jalanan bisa menimbulkan kepuasan hidup dan emosi yang positif. Hal ini juga bisa disebut dengan kebahagiaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dan dilakukan pada anakanak jalanan di daerah Manggarai–Jakarta Selatan, dengan subjek penelitian sebanyak 68 orang dengan rentang usia 10-21 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.293. hasil ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan yang positif antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan. Artinya, semakin tinggi tingkat penerimaan diri, maka semakin tinggi juga kebahagiaan anak jalanan.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel yang lainnya, agar mendapatkan hasil penelitian yan lebih baik.
(G) Daftar Bacaan : 26 (1976-2010) Buku: 16, Jurnal: 4, Skripsi: 2, Internet: 4
vi
KATA PENGANTAR Segala puji hanya miliki Allah. Zat yang menggenggam alam semesta ini, yang Kasih-Nya sangat luar biasa. Shalawat beriringan salam peneliti sampaikan kepada kekasih Allah yang namanya selalu dihaturkan dengan sholawat yang indah yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
vii
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang begitu setia menemani beliau dalam berdakwah. Syukur yang tiada terhenti atas terwujudnya skripsi dengan judul “Hubungan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan”. skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Psikologi Jenjang Pendidikan Strata Satu Program Studi Psikologi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidyatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang bersedia membimbing, membantu dan mendoakan kelancaran skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar Ph,D. 2. Dosen Pembimbing Akademik, Dra. Diana Muti’ah, M.Si. 3. Prof.Hamdan Yasun, M.Si dosen pembimbing I dan Desi Yustari Muchtar, M.Psi dosen pembimbing II, yang dengan ilmunya menjadikan peneliti dapat menyesaikan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta atas kerjasamanya. 5. Kepada Orang Tua ku tercinta yang cintanya setelah cinta Allah. Yang telah mengajarkanku arti tentang kehidupan, kesabaran, dan kerja keras, juga keikhlasan dalam menjalani qadha dan qadar-Nya. 6. Kakak-kakakku yang mencurahkan perhatiaan, semangat, materi. Saya haturkan banyak-banyak terima kasih kepada, Iis Saptiyah, Ade Hidayatullah. Dan untuk adik-adikku tersayang, teruslah berjuang dijalan-Nya, raihlah cita-citamu dan jangan sia-siakan waktumu. 7. Teknisi komputerku, Bang Riki Zulkarnain dan Ruly Hari Fitrianto terimakasih atas waktu, tenaga, dan ilmunya yang diberikan kepada peneliti. 8. Teman-teman seperjuangan kelas A angkatan 2005, terima kasih atas perhatian serta dukungan yang telah diberikan selama ini. 9. Sahabat-sahabat setia yang keberadaanya sangat berarti Utma Uli, Nur Faujiyanti, Dewi Atikoh, Siti Amalia, Eti Marwati, Pian Hermawati, Hartati Novita Sari, Laeli Sobiroh, Ka Subhgeyah Hendrick dan Ka Fatiema Rhoda, atas motivasi, do’anya dan telah memberi warna bagi perjalanan hidupku di ciputat. viii
10. Sahabat-sahabatku di PONPES Darul Ulum angkatan 2005, terimakasih atas do’a-do’anya. 11. Kepada Rumah Singgah Tjiliwoeng Jakarta Selatan. Bapak Yaya, Yudi dan seluruh staf yang telah membantu dalam penyebaran skala penelitian. 12. Kepada Rumah Belajar Anak Langit Cikokol. Ka Jhon, Ka Baco, Ka Abdi dan ANDIK (Anak-anak didik) terimakasih banyak karena telah menyulutkan motivasi kepada peneliti. Dengan ini saya selaku peneliti mempersembahkan sebuah karya ilmiah yang insya Allah bermanfaat yang berjudul. “Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan”.
Jakarta, Mei 2010 Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................ iii DEDIKASI ................................................................................................... iv MOTTO........................................................................................................ v ABSTRAKSI ............................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................
1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah.......................................... 10 1.2.1 Batasan Masalah ...................................................... 10 1.2.2 Rumusan masalah .................................................... 10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 11 1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................... 11 1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................... 11 1.4 Sistematika Penulisan.......................................................... 11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebahagiaan........................................................................ 13 2.1.1 Definisi Kebahagiaan ................................................ 13 2.1.2 Komponen Kebahagiaan........................................... 15 x
2.1.2.1 Emosi positif ............................................... 15 2.1.2.2 Kekuatan dan Kebajikan.............................. 20 2.1.3 Faktor-faktor Pembentuk Kebahagiaan .................... 21 2.1.4 Aspek Kebahagiaan .................................................. 25 2.2 Penerimaan Diri ................................................................... 25 2.2.1 Definisi Penerimaan Diri............................................ 25 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri.. 28 2.2.3 Karakteristik Penerimaan Diri.................................... 33 2.2.4 Dampak Penerimaan Diri .......................................... 35 2.3 Kerangka Berpikir ................................................................ 32 2.4 Hipotesis .............................................................................. 40
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian.................................................................... 41 3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .......................... 41 3.2 Variabel................................................................................ 42 3.2.1 Definisi Variabel ........................................................ 42 3.2.2 Definisi Konseptual ................................................... 43 3.2.3 Definisi Operasional .................................................. 43 3.3 Pengambilan Sampel........................................................... 44 3.3.1 Populasi ................................................................... 44 3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................ 44 3.4 Pengumpulan Data .............................................................. 45 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data........................................ 45 3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data .................................. 47 3.5 Metode Analisis Data ........................................................... 49 3.6 Prosedur Penelitian ............................................................. 51
xi
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian.................................... 53 4.2 Persentasi Data ................................................................... 54 4.2.1 Deskripsi Statistik...................................................... 54 4.2.2 Kategorisasi Skor ...................................................... 55 4.3 Hasil Pengukuran Skala....................................................... 58 4.3.1 Skala Penerimaan Diri Ryff ....................................... 58 4.3.2 Skala Kebahagiaan Ed Diener .................................. 59 4.4 Uji Korelasi........................................................................... 60
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ......................................................................... 63 5.2 Diskusi ................................................................................. 63 5.3 Saran ................................................................................... 66 5.3.1 Saran Teoritis............................................................ 66 5.3.2 Saran Praktis............................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 68
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Bobot Nilai Skala Penerimaan Diri Ryff (1989) ......................... 48
Tabel 3.2
Blue Print Item Skala Penerimaan Diri Ryff (1989) .................. 48
Tabel 3.3
Bobot Nilai Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985) .................... 49
Tabel 3.4
Blue Print Item Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985) ............. 49
Tabel 4.1
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 53
Tabel 4.2
Responden Berdasarkan Usia Responden .............................. 54
Tabel 4.3
Deskripsi Statistik ..................................................................... 55
Tabel 4.4
Distribusi Skor Responden ....................................................... 56
Tabel 4.5
Distribusi Skor Responden ....................................................... 57
Tabel 4.6
Uji Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan ...................................................................................... 61
xiii
DAFTAR GAMBAR Diagram 4.1
Skala Penerimaan Diri ......................................................... 58
Diagram 4.2
Skala Kebahagiaan.............................................................. 59
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian di Rumah Singgah Manggarai Profil Anak Jalanan Rumah Singgah Manggarai Angket Kebahagiaan dan Penerimaan Diri Data Mentah Kebahagiaan dan Penerimaan Diri Output Lisrel 8.8 Kebahagiaan Bagan Kebahagiaan Output Lisrel 8.8 Penerimaan Diri Bagan Penerimaan Diri Output SPSS 13.0 Korelasi Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Ouput SPSS 13.00 Deskripsi Statistik
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Kalimat ini tercantum dalam Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 34 ayat 1. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990 tentang, pengesahan konvensi tentang hak-hak anak. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan perlindungan khusus.
Anak jalanan adalah anak-anak yang berusia 6-21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja di jalanan, baik sebagai
pedagang, pengemis dan pengamen. Mereka adalah korban kemiskinan dan eksploitasi orangtuanya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga, anak-anak itu terpaksa berkeliaran di perempatan jalan, lampu merah, pusat perbelanjaan, stasiun kereta, terminal, jembatan penyeberangan orang (JPO), dan sebagainya untuk mencari rezeki.
Dinas Sosial DKI Jakarta mencatat sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang berkeliaran di beberapa titik jalan. Dari hasil penelusuran, diketahui ribuan anak jalanan itu tersebar di 52 wilayah di Jakarta. Kawasan tersebut adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Cilandak, Tomang dan Perempatan Coca Cola, Jakarta Pusat. Kebanyakan anak jalanan ini berasal dari daerah dan sulit terkontrol. Selain itu, seringkali para anak jalanan itu diakomodir oknum tertentu (Budiharjo, 2010).
Kendala lain menurut Budiharjo (2010) adalah kapasitas sarana pembinaan yang saat ini tidak sesuai dengan jumlah anak jalanan yang ada. Sehingga pembinaan terhadap setiap anak jalanan hanya dilakukan selama 6 bulan sebelum dilepas kembali. "Enam panti yang ada sudah penuh, sehingga kami hanya memberlakukan masa pembinaan tiga bulan dan tiga bulan untuk pelatihan” lanjut Budihardjo. Menurutnya, pelatihan yang sudah diberikan kepada anak jalanan sering tidak ditindaklanjuti dengan tersediaan peluang kerja, sehingga anak jalanan kerap kembali lagi ke jalan.
Karena itu, dalam pemberdayaan anak jalanan, pihaknya berencana akan bekerjasama denga pihak swasta dengan memaksimalkan program Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dimiliki masing-masing perusahaan. Langkah tersebut telah diterapkan beberapa badan usaha derah seperti Taman Impian jaya Ancol (TIJA), Taman Margasatwa Ragunan (TMR), serta pusat perbelanjaan seperti mall.
Menurut Nanik (2006), awal seseorang berada di jalanan karena tidak terpenuhi kebutuhan dalam hidupnya, seperti kebutuhan terhadap ekonomi, atau pun psikologis. Kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi memaksa seseorang untuk mulai mencari uang sendiri. Dan bila tidak tersedia tempat yang memungkinkan untuk mencari uang yang layak, jalanan adalah tempat yang paling bisa menjangkau. Padahal banyak orang jalanan ini adalah anggota masyarakat yang dikategorikan sebagai pelajar atau usia sekolah.
Makmur Sanusi (2001) dalam Nini Fitriani (2003) menyatakan bahwa, Anak jalanan juga memiliki kecenderung lepas dari pembinaan keluarga dan sekolah sebagai institusi yang bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka. Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan keluarga dan sekolah. Perlu di waspadai bahwa ada kecenderungan mereka berbuat kerusakan dan melanggar tatanan hukum dan budaya masyarakat. Hal tersebut terjadi akibat semakin sulitnya mencari
nafkah di jalan. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa mereka sebagai sampah masyarakat dan kemudian mempersempit ruang gerak mereka terhadap fasilitas umum yang menjadi kebutuhan mereka.
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Nini Fitriani (2003), mengenai Akulturasi Anak Jalanan, yang mengambil 9 anak sebagai sampel penelitian. Diketahui bahwa model akulturasi yang ditemukan pada anak terdapat model integritasi terjadi pada 2 anak, separasi terjadi pada 1 anak dan assimilasi dialami oleh 6 anak jalanan. Sedangkan model marjinalisasi tidak ditemukan pada mereka. Assimilasi mendominasi dalam anak jalanan karena kurangnya perhatian dan kontrol keluarga sehingga anak kehilangan budaya rumah yang telah dianutnya dan lebih banyak berbaur dengan budaya jalanan yang terinternalisasi dalam dirinya.
Banyak sekali informasi atau fenomena yang terjadi pada anak jalanan, yang membahas tentang keterpurukan mereka, hak-hak mereka yang tidak terpenuhi, ekploitasi anak, gizi buruk, keterlantaran dan akulturasi anak jalanan yang menjadikan mereka kehilangan budaya rumah. Dari hal-hal tersebut tidak adanya energi positif yang di gambarkan oleh pemberitaan media masa. Sedangkan mereka juga sama seperti kita yakni makhluk yang memiliki emosi positif, emosi negatif, dan memiliki rasa bahagia yang tidak terlalu di perhatikan oleh masyarakat sekitar. Rasa bahagia yang bukan
ditimbulkan dari status mereka sebagai anak jalanan, tapi sebagai diri yang menerima keadaan baik buruknya kehidupan tanpa sedikitpun menghilangkan cita-cita mereka untuk dapat merubah status anak jalanan menjadi anak-anak yang sukses. Dan berkeinginan untuk hidup lebih layak, dan jika bisa memilih dari sebuah kehidupan, mereka akan memilih dilahirkan oleh orang tua yang kaya raya, masa depan yang terjamin, dan mereka dapat membeli kebahagiaan dengan uang yang mereka miliki. Tapi kenyataannya mereka hanyalah seorang manusia yang harus menerima diri mereka demi menghilangkan rasa kecewa atas takdir yang mereka terima.
Menerima adalah kata yang mudah diucapkan namun sangat sulit untuk dilakukan. Menerima realitas memang butuh proses yang mendalam. Namun jika seseorang telah mampu melampaui tahapan proses penerimaan diri, maka penerimaan diri tersebut dapat menjadi energi yang sangat dahsyat untuk menggapai impian. Sebaliknya jika seorang individu belum melalui tahapan penerimaan diri terhadap kondisi dirinya, maka penyesalan terhadap nasib dapat menjadi belenggu kehidupan dirinya (Fuad, 2006).
Menurut Hurlock (1976), penerimaan diri penting untuk mengintegrasikan tubuh, pikiran, dan jiwa. Jika konsep diri seseorang tidak menyenangkan, orang tersebut akan menolak dirinya sendiri atau hanya menerima separuh bagian dirinya saja dan akan berpengaruh buruk pada keadaan psikologisnya. Bila hal ini terjadi pada anak jalanan maka akan berpengaruh
buruk pada masa depannya. Bukan disebabkan keadaan mereka sebagai anak jalanan, tetapi karena kondisi psikologis mereka yang buruk.
Menurut Maslow dalam Hjelle dan Ziegler dalam Indryastuti (1998) menyatakan bahwa, individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri akan dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan dirinya. Mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta bebas dari kecemasan akan adanya penilaian orang lain terhadap mereka lebih lanjut, individu tersebut akan dapat mengatasi keadaan emosionalnya (marah, depresi, takut, cemas dan sebagainya) tanpa mengganggu orang lain. Allport dalam dalam Indryastuti (1998), menyatakan bahwa penerimaan diri didefinisikan sebagai toleransi individu terhadap peristiwa-peristiwa yang menimbulkan frustrasi.
Jika penerimaan diri ini telah ada pada anak jalanan maka mereka akan menerima semua yang telah terjadi dalam kehidupannya tanpa menyesali dan putus asa untuk dapat hidup lebih baik dari sebelumnya. Setelah semuanya berproses untuk menerima diri sendiri maka rasa bahagia akan timbul dari sebuah emosi yang positif dari diri sendiri dan bukan dari kejadian yang berasal dari luar, demikian juga dengan perasaan-perasaan lainnya. Emosi yang positif menolong mereka untuk mencari cara agar dapat menjauh dari hal yang negatif dan mengambil manfaat dari energi yang datang dari
keadaan yang positif. Emosi yang positif memperkuat individu dan menyediakan jalan menuju kehidupan yang gembira, bahagia, dan memuaskan (Gary dan Don, 2005). Bukan berarti setelah mereka mencapai kebahagiaan dalam kondisi sebagai anak jalanan, mereka tidak menginginkan masa depan yang lebih cerah. Mereka juga memiliki kekuatan, kebajikan, dan mempunyai masa lalu untuk dikenang, masa depan untuk diraih, dan masa sekarang untuk dijalankan.
Menurut Snyder dan Lopez (2007), Kebahagiaan adalah emosi positif, yang secara subjektif di definisikan oleh setiap orang. Yang oleh karena itu jarang sekali orang-orang mendefinisikan kebahagiaan dengan satu definisi yang sama. Kebahagiaan timbul dari diri sendiri dan bukan dari kejadian yang berasal dari luar (Gary dan Don, 2005). Kebahagiaan tidak bisa dicapai dengan hanya memikirkannya saja, tetapi kita juga harus melakukan sesuatu yang membuat kita bahagia. Namun terkadang manusia hanya mencarinya tanpa melakukan sesuatu yang menuju pada kebahagiaan. Sehingga mereka sering kali berputus asa dengan hasil yang mereka dapatkan, padahal pencapaian kebahagiaan bukanlah pada hasil yang kita peroleh (kuantitas) tapi pada proses kita mencari kebahagiaan (kualitas).
Hal lain mengapa manusia tidak dapat merasakan kebahagiaan adalah karena manusia cenderung untuk merenungi nasib buruk yang telah menimpanya dan tidak mau berbuat sesuatu untuk memperbaikinya. Mereka
terlalu terpaku pada hal yang telah berlalu dan tidak dapat melupakan masa lalunya yang pahit. Menurut Dewi Sanjana (2006), banyak orang yang sukar untuk mendapatkan kebahagiaan karena mereka berusaha untuk mencari kebahagiaan external, yaitu kebahagiaan yang dirasakan apabila mereka berhasil mendapatkan atau meraih sesuatu yang di luar dirinya. Sesuatu tersebut bisa berupa harta benda duniawi, ketenaran, nama baik, harga diri, kekuasaan, dan lain sebagianya. Apabila seseorang mendefinisikan kebahagiaan seperti ini, maka kebahagiaan yang didapat adalah kebahagiaan semu dan bersifat sementara. Biasanya kebahagiaan tersebut berlangsung dalam tempo yang singkat. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kebahagiaan dapat digali dari dalam diri tiap-tiap pribadi atau disebut juga dengan kebahagiaan internal. Apabila seseorang telah berhasil menemukan kebahagiaan internalnya, maka orang tersebut akan selalu merasakan bahagia dalam hidupnya, apa pun yang terjadi dalam hidupnya. Kebahagiaan internal ini tercapai apabila kita dapat selalu merasakan ketenangan, kedamaian, dan suka cita dalam segala situasi. Orang yang telah menemukan kebahagiaan internal biasanya dapat selalu menerima kenyataan yang terjadi dalam hidupnya dengan besar hati.
Maka dari itu penerimaan diri sangat diperlukan bagi anak jalanan, karena penerimaan diri dianggap sebagai ciri-ciri penting kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik aktualisasi diri (Ryff, 1989). Anak-anak yang mempunyai penerimaan diri yang baik, mereka juga memiliki psikologis yang baik.
Psikologis yang baik dapat menjadikan mereka bertahan hidup di lingkungan apapun. Menurut Gary dan Don (2005) psikologis yang baik juga dapat menimbulkan emosi yang positif (bahagia, gembira, dan rasa puas), emosi yang positif menolong mereka untuk mencari cara agar dapat menjauh dari hal yang negatif (frustasi, marah, stres, cemas, rasa malu, rasa bersalah, dan rendah diri).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai ”Hubungan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan.”
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1. Batasan masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan yang berkaitan dengan ruang lingkup penelitian yang berhubungan dengan judul di atas : 1. Anak jalanan yang dimaksud adalah anak-anak jalanan yang berada dirumah singgah atau yayasan anak jalanan, yang berusia antara 10 sampai 21 tahun. 2. Kebahagian yang dimaksud adalah evaluasi terhadap kehidupan yang mereka alami
3. Penerimaan diri yang dimaksud adalah sikap positif terhadap diri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk. Dan merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalaninya
1.2.2. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagian anak jalanan
1.3.2. Manfaat penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan pada bidang psikologi, khususnya pada bidang psikologi sosial.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapakan dapat dimanfaatkan oleh aktivis LSM, dan lembaga atau yayasan sosial yang terjun dalam dunia pendamping dan pembinaan
anak-anak jalanan. Dan sebagai salah satu rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
1.4. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN : Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah: Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian: Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA : Kebahagiaan: Definisi Kebahagiaan, Komponen Kebahagiaan, Faktor-faktor Pembentuk Kebahagiaan, Aspek Kebahagiaan, Penerimaan Diri: Definisi Penerimaan Diri, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri, Karakteristik Penerimaan Diri, Dampak Penerimaan Diri, Kerangka Berpikir, Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN : Jenis Penelitian: Pendekatan dan Metode Penelitian, Variabel: Definisi Variabel, Definisi Konseptual, Definisi Operasional, Pengambilan Sampel: Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel, Pengumpulan Data: Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan Data, Metode Analisis Data, Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN : Gambaran Umum Subjek Penelitian: Berdasarkan Jenis Kelamin, Berdasarkan Usia, Persentasi Data:
Deskripsi Data, Kategoi Skor, Hasil Pengukuran Skala: Skala Penerimaan Diri Ryff (1989), Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985), Uji Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN : Kesimpulan, Diskusi, Saran: Saran Teoritis, Saran Praktis
DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kebahagiaan 2.1.1. Definisi kebahagiaan Ed Diener (2007) menyamakan kebahagiaan dengan subjective well-being. Definisi kebahagiaan menurut Ed Diener (2005) adalah ”subjective well-being is a person’s cognitive and evaluations of his or her life.” kebahagiaan seseorang terdapat pada pikirannya dan evaluasi terhadap kehidupan yang mereka alami.
Martin Seligman (2005) mendefinisikan kebahagiaan menurut asa-usul kebahagiaan berasal. Menurutnya, kebahagiaan adalah kondisi yang datang dari kemampuan kita untuk mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan (strengths) yang kita miliki dalam kehidupan sehari-hari untuk merasakan emosi positif di masa lalu dan masa mendatang, menikmati emosi positif yang dihasilkan dari kenikmatan, serta merasakan gratifikasi yang besar di masa kini. Inilah yang disebut kebahagiaan otentik.
Richard Carlson dalam Charles C.M ( 2003) menyatakan bahwa, kebahagiaan adalah perasaan yang alami sebagai dari pembawaan fungsi
psikologis yang sehat. Ketika mereka tahu bahwa kebahagiaan tidak lebih dari sebuah perasaan, maka mereka dapat mengembangkan dan memelihara perasaan itu. Ketika mereka merasakannya, kebahagiaan tidak memerlukan usaha apa-apa. Bahkan, kebahagiaan lebih mengarah pada meniadakan ketidak bahagiaan dari pada berusaha bahagia. Sedangkan Christine Webber (2004) menyatakan bahwa kebahagiaan bukanlah merupakan pemberian, meskipun benar bahwa beberapa orang tampaknya mempunyai keberuntungan bawaan lahir, untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari orang lain.
Menurut Aidh al-Qarni (2004), Kebahagiaan adalah keringanan hati karena kebenaran yang dihayatinya, kebahagiaan adalah kelapangan dada karena prinsip yang menjadi pedoman hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati karena kebaikan disekelilingnya.
Happiness is a positive emotional state that is subjectively defined by each person. Menurut Synder dan Lopez (2007) kebahagiaan adalah emosi yang positif, yang secara subjektif di definisikan oleh setiap orang.
Jika mengacu pada beberapa definisi diatas, kebahagiaan adalah suatu rasa yang datang dari dalam diri dan tidak menutup kemungkinan kebahagiaan juga bisa datang dari luar diri. Kebahagiaan juga bisa diartikan dengan hilangnya rasa ketakutan dan kekhawatiran kita terhadap sesuatu yang kita
anggap tidak akan membuat kita bahagia, juga evaluasi terhadap kehidupan yang kita alami.
2.1.2. Komponen Kebahagiaan Seperti yang sudah disebutkan oleh definisi di atas. Kebahagiaan menurut Seligman (2005) berasal dari dua komponen, yaitu emosi positif, serta kekuatan dan kebajikan. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang kedua komponen tersebut.
2.1.2.1. Emosi Positif Seligman (2002) membagi emosi positif menjadi tiga kategori menurut waktu. Emosi positif bisa terkait dengan masa lalu, masa kini dan masa depan seseorang. Emosi positif yang berkaitan dengan masa lalu adalah kepuasan, kesenangan karena kepuasan hati, kelegaan, kebanggaan dan ketentraman. Sedangkan yang termasuk emosi positif masa kini mencakup kebahagiaan, kegembiraan, ketenangan, semangat, gairah, kenyamanan dan yang terpenting adalah (flow) aliran dari emosi-emosi tersebut. Yang terakhir adalah emosi positif yang terkait dengan masa depan yaitu optimisme, harapan, keyakinan (faith), dan kepercayaan (trust).
Ketiga hal ini tidak harus dialami semuanya dalam rentang hidup seseorang. Mungkin saja seseorang merasa bangga dan puas dengan masa lalunya, tapi merasa biasa-biasa saja di masa kini dan pesimis untuk masa yang akan
datang. Mungkin juga seseorang mengalami banyak kesenangan di masa kini, tapi pernah mengalami masa lalu yang pahit dan tidak memiliki harapan untuk masa yang akan datang (Hayati, 2006).
Dengan mempelajari ketiga jenis kebahagiaan itu, seseorang dapat mengubah atau menggerakkan emosinya menuju arah yang positif dengan mengubah perasaan yang dialaminya pada masa lalu, apa yang dipikirkan untuk masa depan dan bagaimana yang dialaminya pada masa kini.
1). Emosi Positif Berkaitan dengan Masa Lalu (Kepuasan) Menurut Seligman (2002), emosi yang berkaitan dengan masa lalu antara lain kepuasan, kesenangan karena kepuasan hati, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan, hingga kegetiran dan kemarahan yang penuh dendam. Semua emosi ini secara utuh ditentukan oleh pikiran seseorang tentang masa lalunya. Banyak sekali bukti tentang pandangan ini. Ketika seseorang dilanda depresi, jauh lebih mudah baginya untuk menyimpan kenangan yang menyedihkan dari pada kenangan membahagiakan (Seligman, 2005).
2). Emosi Positif yang Berkaitan dengan Masa Kini (Kebahagiaan) Kebahagiaan masa sekarang terdiri atas berbagai keadaan yang sangat berbeda dengan kebahagiaan akan masa lalu dan masa depan. Kebahagiaan pada fase ini mencakup dua hal yang sangat berbeda: kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification). Kenikmatan adalah
kesenangan yang memiliki komponen indrawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat, yang disebut sebagai “perasaan-perasaan dasar” (raw feels): ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria dan nyaman (Seligman, 2005). Semua ini bersifat sementara dan hanya sedikit melibatkan pikiran, atau malah tidak sama sekali. Seligman (2002) membagi kenikmatan menjadi dua: kenikmatan ragawi (bodily pleasure) dan kenikmatan yang lebih tinggi (higher pleasures). Kenikmtan ragawi datang dengan segera, melalui indera, dan bersifat sementara. Kenikmatan jenis ini hanya membutuhkan sedikit interpretasi. Contoh kenikmatan ragawi adalah segarnya es krim saat siang panas, duduk di depan api unggun di malam hari dan sebagainya. Sama halnya dengan kenikmatan ragawi, kenikmatan yang lebih tinggi juga memiliki “perasaan-perasaan dasar” yang positif, bersifat sementara, memudar dengan mudah dan dengan segera menjadi terasa biasa (Seligman, 2005). Namun tak hanya itu, kenikmatan yang lebih tinggi juga bersifat kognitif dan jauh lebih bervariasi dari pada kenikmatan ragawi, misalnya rasa ceria saat ombak pantai menyentuh kaki, perasaan tenang saat mendengar orang membaca al-Qur’an dan sebagainya.
Gratifikasi datang dari kegiatan-kegiatan yang sangat kita sukai, tetapi sama sekali tidak mesti disertai oleh perasaan dasar (Seligman, 2005). Gratifikasi membuat kita terlibat sepenuhnya, tenggelam dan terserap di dalamnya, dan seakan lupa dengan lingkungan sekitar karena aktivitas menyenangkan yang sedang dijalankan. Contoh dari gratifikasi adalah berbincang dengan teman
lama, membaca novel yang seru,, bermain game di komputer dan sebagainya. Gratifikasi bertahan lebih lama dari pada kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi. Gratifikasi tidak begitu saja menjadi terasa datar. Gratifikasi didukung oleh kekuatan dan kebajikan seseorang.
3). Emosi Positif yang Berkaitan dengan Masa Depan (Optimis) Menurut Seligman (2005) emosi positif mengenai masa depan mencakup keyakinan (faith), kepercayaan (trust), kepastiaan (confidence), harapan dan optimisme. Optimisme dan harapan dapat memberikan daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi depresi ketika menghadapi musibah, meningkatkan kinerja, dan kesehatan fisik yang lebih baik di masa depan.
Ada dua dimensi dalam konsep optimisme, yaitu permanen dan pervasif. Dimensi pertama menjelaskan tentang seberapa lama individu terpengaruh pada setiap kejadiaan yang mereka alami. Dimensi permanen dibagi lagi menjadi dua tipe, yaitu tipe permanen dan tipe temporer. Orang-orang dengan tipe permanen, terus berlangsung mempengaruhi hidup mereka. Sebaliknya, orang dengan tipe temporer, percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu hanya bersifat sementara. Jika permanen masalah waktu, maka dimensi kedua, pervasif adalah masalah ruang. Pervasif menjelaskan tentang seberapa besar suatu kondisi mempengaruhi kehidupan individu, hanya satu aspek tertentu atau mempengaruhi segala aspek kehidupannya. Dimensi
pervasif dibagi lagi menjadi dua tipe, universal dan spesifik. Individu dengan tipe universal akan terpengaruh di segala aspek ketika satu kejadian menimpa satu area kehidupannya, sedangkan individi yang spesifk, hanya akan terpengaruh pada satu bagian kehidupan, dan tidak mempengaruhi bagian lain kehidupannya.
Bila optimisme dibagi menjadi dua dimensi, maka Seligman (2005) membagi harapan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah orang-orang yang membuat penjelasan permanen dan universal untuk kejadiaan baik, serta penjelasan temporer dan spesifik untuk kejadiaan buruk, akan cepat pulih kembali dan dengan mudah melangkah begitu mereka mendapatkan sebuah keberhasilan. Sedangkan kategori kedua adalah orang-orang yang memberikan penjelasan temporer dan spesifik untuk keberhasilan, serta penjelasan permanen dan universal untuk kegagalan, akan terpuruk dalam waktu yang lama dan menyebar ke berbagai situasi ketika menerima tekanan.
2.1.2.2. Kekuatan dan Kebajikan Menurut Seligman (2005), kebajikan (virtues) adalah karakteristik inti dari nilai-nilai hasil pemikiran para filsuf moral dan pemikir religi. Ada 6 buah kebajikan, kearifan dan pengetahuan (wisdom and knowledge), kesatriaan (courage), kemanusiaan dan cinta (humanity), keadilan (justice), kesederhanaan (temperance) dan transendensi (transcendence). Sedangkan
kekuatan (strengths) merupakan materi psikologi yang menyusun, prosesproses atau mekanisme-mekanisme yang mendefinisikan kebajikan. Dengan kekuatan dan kebajikan ini, seseorang bisa menghadapi masa-masa sulit dalam kehidupannya sebaik ia menghadapi masa-masa bahagianya. Kekuatan dan kebajikan ini merupakan sarana seseorang untuk mencapai kebahagiaan otentik.
2.1.3. Faktor-faktor Pembentuk Kebahagiaan Ada 10 faktor-faktor pembentuk kebahagiaan, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Uang Uang menjadi penting ketika seseorang tidak memilikinya. Namun pada era konsumtif, sebagiaan besar manusia gemar menghabiskan seluruh uang, tetapi tetap merasa kurang, betapa pun uang yang mereka miliki (Khavari, 2006). Penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya, menempatkan
lebih
uang
daripada
diatas
uang
tujuan
itu
lainnya
sendiri. kurang
Orang puas
yang
dengan
penghasilan mereka dan dengan kehidupan mereka secara keseluruhan (Seligman, 2005). 2. Perkawinan Pusat riset Opini Nasional Amerika Serikat mensurvei 35.000 warga Amerika selama 30 tahun terakhir, 40% dari orang yang menikah mengatakan mereka sangat bahagia, sedangkan hanya 24% dari orang
yang tidak menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang mengatakan mereka bahagia (Seligman, 2005). Jadi persentasi orang yang bahagia karena menikah lebih besar, dibandingkan dengan orang yang bercerai.
3. Kehidupan Sosial Orang-orang yang bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Berdasarkan penilaian sendiri atau orang lain, mereka dapat nilai tertinggi dalam berinteraksi (Seligman, 2005). Khavari (2006) mengatakan bahwa meskipun kebahagiaan personal tumbuh dari dalam diri, berbagi kesenangan dengan orang lain dapat membangun perasaan yang positif. Rasa kebersamaan juga dapat tumbuh dari hubungan penuh kasih dengan Tuhan serta dengan tokohtokoh agama.
4. Usia Sebagian orang percaya bahwa semangat anak muda atau kearifan orang tua memainkan peranan kunci dalam meraih kebahagiaan. Akan tetapi, studi-studi tentang faktor usia meragukan kepercayaan itu. Sebagian besar studi tidak menemukan hubungan yang signifikan antara usia dan kebahagiaan, sedangkan beberapa laporan menyebutkan bahwa kaum muda lebih bahagia ketimbang kaum tua (Myers dalam Khavari, 2006).
5. Kesehatan Menurut Seligman (2005), kesehatan yang baik biasanya dinilai sebagai segi terpenting dalam kehidupan manusia. Namun ternyata, kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan, yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan untuk beradaptasi terhadap penderitaan, kita bias menilai kesehatan kita secara positif bahkan ketika sedang sakit. 6. Jenis Kelamin Jenis kelamin memiliki hubungan yang mengherankan dengan suasana hati. Tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda, yang membedakan adalah perempuan cenderung lebih bahagia dan sekaligus lebih sedih daripada laki-laki (Seligman, 2005).
7. Agama Myers (1992) dalam Khavari (2006) menyatakan bahwa orang-orang yang beragama lebih bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, mengajak mereka menerima dan menghadapi aneka masalah dengan tenang, dan mempersatukan mereka dalam satu umat yang saling memberi dukungan.
8. Kesuksesan Menurut Seligman (1974) dalam Khavari (2006), meskipun tak dengan sendirinya membawa kebahagiaan, kesuksesan niscaya menghilangkan kegagalan. Kegagalan jamaknya mengakibatkan ketidak bahagiaan. Baik kesuksesan mengandung muatan subjektif yang signifikan. Manusia pasti menilai sesuatu sebagai sukses atau gagal. Apa yang kelihatannya sukses di mata sebagian orang bias jadi justru kemalangan bagi sebagiaan lainnya. Apa yang dianggap sebagai kegagalan bagi sementara orang mungkin justru benar-benar didambakan oleh lainya (Khavari, 2006).
9. Penerimaan Diri Menurut Hurlock (1976), Penerimaan diri juga menjadi salah satu faktor yang berperan terhadap kebahagiaan (happiness) agar seseorang memiliki penyesuain diri yang baik (well-adjusted person).
2.1.4. Aspek Kebahagiaan Ed Diener dalam Snyder dan Lopez (2005) membagi kebahagiaan menjadi 2 aspek, yaitu: 1. Evaluasi Kognitif
Dimana seseorang membuat penilaian kepuasan berdasarkan bobot tiap domain atau situasi dalam kehidupan yang telah dipertimbangkan dengan matang. Evaluasi kognitif menitik beratkan pada kepuasan hidup.
2. Evaluasi Afektif
Dimana seseorang membuat penilaian kepuasan berdasarkan penghayatan mereka terhadap suatu domain atau situasi dalam kehidupan yang penting bagi mereka. Evaluasi afektif menitik beratkan pada emosi-emosi yang dihayati subjek, bisa positif atau negatif.
2.2. Penerimaan Diri 2.2.1. Definisi Penerimaan Diri Beberapa ahli memberikan definisi tentang penerimaan diri, diantaranya adalah Ryff (1989), menyatakan bahwa: Penerimaan diri dianggap sebagai ciri-ciri penting kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik aktualisasi diri, fungsi yang optimal dan kematangan. Dalam hal ini penerimaan diri mengandung pengertian suatu keadaan
dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri; mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk; dan merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalaninya.
Jersild (dalam Hurlock, 1976) memberikan batasan-batasan dalam penerimaan diri, batasan-batasan yang di keluarkan oleh Jersild adalah sebagai berikut: The self accepting person has a realistic appraisal of his resources combined with appreciation of his own worth, assurance about standards and convictions of his own without being a slave to the opinions of others and realistic assessment of limitations without irrational self reproach. Self accepting people recognize their assets and are free to draw upon them even if they are not all that could be desired. They also recognize their short comings without needlessly blaming themselves.
Jersild (dalam Hurlock, 1976) menjelaskan bahwa seseorang yang menerima dirinya adalah seseorang yang memiliki penilaian yang realistis terhadap kemampuannya yang berkesinambungan dengan penghargaan terhadap potensi yang dimilikinya, memahami karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi yang ada dengan sesungguhnya. Orang yang menerima dirinya mengenali kemampuan dirinya dan dengan bebas mereka dapat menggunakan kemampuan dirinya walaupun tidak semua dari kemampuannya tersebut diinginkan. Hal tersebut sama dengan mereka mengetahui apa yang menjadi kekurangan, serta tidak menjadi sesuatu kesalahan bagi mereka.
Lebih lanjut Handayani, dkk (1998) mengemukakan bahwa seseorang dapat menerima dirinya jika, sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap penerimaan diri ditujukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihannya sekaligus menerima kelemahankelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkan diri.
Sedangkan Matthews (1993) menjelaskan bahwa individu yang menerima dirinya merasa aman akan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianutnya tanpa terpengaruh oleh kelompok, dapat mengekspresikan pendapat pribadinya tanpa ada rasa bersalah dan dapat menerima perbedaan pendapat, tidak merasa cemas akan hari kemarin ataupun esok. Kemudian individu tersebut percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi semua masalah dan dirinya setara dengan orang lain terlepas dari latar belakangnya, sehingga ia tidak dapat didominasi oleh orang lain. Lebih lanjut Matthews (1993) menjelaskan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik akan merasa dirinya berharga bagi orang lain sehingga dapat menerima pujian, menikmati berbagai kegiatan dan peka terhadap orang lain, juga nilai-nilai lingkungan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kumpulan sikap positif kita terhadap diri sendiri seperti, memiliki konsep diri yang positif, penghargaan terhadap diri dan mengetahui kelebihan kekurangan diri sehingga individu yang bersangkutan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dan menerima kekurangan sebagai suatu yang lazim untuk seorang manusia.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Hurlock (1976) menjelaskan beberapa kondisi yang menentukan seseorang dapat menyukai dan menerima dirinya sendiri. Fakor-faktor ini sangat berperan bagi terwujudnya penerimaan diri dalam diri individu. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Pemahaman Diri (Self Understanding) Pemahaman diri adalah persepsi tentang diri yang dibuat secara jujur, tidak berpura-pura dan realistis. Pemahaman terhadap diri sendiri timbul jika seseorang mengenali kemampuannya tersebut. Individu memahami dirinya sendiri tidak hanya tergantung dari kemampuan intelektualnya, tetapi juga pada kesempatannya untuk mencoba kemampuannya. Individu tersebut harus memiliki kesempatan untuk mencoba kemampuannya. Individu yang memahami dirinya akan mampu menyebutkan siapa dirinya dan menerima keadaan dirinya sendiri. Pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan berdampingan. Hal ini
berarti semakin orang dapat memahami dirinya, maka semakin ia dapat menerima dirinya.
2. Harapan yang Realistis (Realistic expectations) Harapan yang realistis timbul jika individu menentukan sendiri harapannya yang disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuannya, bukan harapan yang diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Dikatakan realistis bila individu tersebut memahami keterbatasan dan kekuatan dirinya dalam mencapai tujuannya. Maka ketika individu memiliki harapan dan tujuan, seharusnya ia telah mempertimbangkan kemampuan dirinya untuk mencapai harapan dan tujuan tersebut. Semakin realistis seseorang terhadap harapan dan tujuannya, maka akan semakin besar kesempatan tercapainya harapan dan tujuannya. Kondisi ini dapat memberikan kepuasan diri yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri.
3. Tidak adanya Hambatan Lingkungan (Absence of environmental obstacles) Ketidak mampuan untuk meraih tujuan dan harapan yang realistis mungkin disebabkan oleh hambatan dari lingkungan. Bila lingkungan sekitar tidak memberikan kesempatan atau bahkan malah menghambat individu untuk mengekspresikan diri, maka penerimaan dirinya akan sulit untuk dicapai. Sebaliknya, jika lingkungan, seperti orang tua, saudara-
saudara, dan teman-teman memberikan dukungan, maka kondisi ini dapat mempermudah penerimaan diri dan menerima apa yang diharapkan oleh individu, maka kondisi ini akan lebih mendorong individu untuk mencapai harapannya.
4. Tingkah Laku Sosial yang Sesuai (Favorable social attitudes) Individu yang memiliki Favorable social attitudes diharapkan mampu menerima dirinya. Ketika seseorang menampilkan tingkah laku yang diterima oleh masyarakat, kondisi tersebut akan membantu dirinya untuk dapat menerima diri. Yang dimaksud Favorable social attitudes adalah tidak adanya perasangka terhadap lingkungan dalam diri individu, adanya pengakuan individu terhadap kemampuan social orang lain, tidak memandang buruk terhadap orang lain, dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan atau norma lingkungan.
5. Tidak Adanya Stres Emosional (Absence of Severe Emotional Stress) Stress menunjukan adanya kondisi yang tidak seimbang dalam diri individu, menyebabkan individu bertingkah laku yang dipandang tidak sesuai oleh lingkungannya, menimbulkan kritik dan penolakan dari lingkungan. Kondisi ini dapat menyebabkan pandangan negatif terhadap dirinya dan pandangannya pun berubah negatif, sehingga berpengaruh terhadap penerimaan dirinya. Tidak adanya gangguan stress berat yang
dialami individu akan membuat individu dapat bekerja sebaik mungkin, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif terhadap dirinya.
6. Kenangan akan Keberhasilan (Preponderance of successes) Ketika individu berhasil ataupun gagal, ia akan memperoleh penilaian sosial (social judgements) dari lingkungannya. Penilaian sosial yang diberikan oleh lingkungan, akan diingat individu karena dapat menjadi suatu tambahan dalam penilaian diri. Kenangan terhadap keberhasilan ini dapat dikenang dalam bentuk jumlah keberhasilan yang dicapai oleh seseorang (kuantitatif). Maupun dikenang dalam kualitas keberhasilannya (kualitatif). Ketika seseorang gagal, maka mengingat keberhasilan adalah hal yang dapat membantu memunculkan penerimaan diri pada seseorang. Sebaliknya, kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan penolakan pada dirinya.
7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik (Identification with well-adjusted people) Ketika individu mengidentifikasi diri dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik , maka hal ini dapat membantu individu untuk membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri, serta bertingkah laku baik yang bisa menimbulkan penilaian diri yang baik. Lingkungan rumah dengan model identifikasi yang baik akan membentuk
kepribadiaan yang sehat terhadap seseorang. Dengan demikian, pada akhirnya individu dapat memiliki penerimaan diri yang baik pula.
8. Perspektif diri (Self perspektif) Individu yang mampu melihat dirinya, sama dengan orang lain melihat dirinya, membuat individu tersebut menerima dirinya dengan baik. Perspektif diri yang luas diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal ini, usia dan tingkat pendidikan memegang peranan penting bagi seseorang untuk dapat mengembangkan perspektif dirinya.
9. Pola Asuh Masa Kecil yang Baik (Good childhood training) Konsep diri mulai terbentuk pada masa kanak-kanak dimana pola asuh diterapkan, sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri tetap ada meskipun usia individu terus bertambah. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis cenderung berkembang menjadi orang yang dapat menghargai dirinya sendiri, karena ia diajarkan bagaimana ia menerima dirinya sendiri sebagai individu. Anak menganggap bahwa ia bertanggung jawab untuk mengontrol tingkah lakunya yang dilandasi oleh pelaturan dan regulasi.
10. Konsep Diri yang Stabil (Stable self concept) Individu dikatakan memiliki konsep diri yang stabil, apabila setiap individu tersebut dapat melihat dirinya dalam kondisi yang sama. Individu yang
tidak memiliki konsep diri yang stabil, bisa saja pada sewaktu-waktu ia menyukai dirinya, pada waktu yang lain ia membenci dirinya sendiri. Kondisi ini akan membuat dirinya kesulitan untuk menunjukan siapa dirinya sebenarnya kepada orang lain karena ia sendiri memiliki konsep diri yang saling bertentangan pada dirinya, suatu saat ia menerima dirinya dan di saat yang lain tidak menerima dirinya.
2.2.3. Karakteristik Penerimaan Diri Menurut Ryff (1989), penerimaan diri terdiri dari 2 karakteristik, yaitu: -
Penerimaan yang rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, menyesali apa yang terjadi di masa lalunya, terisolasi dan frustasi dalam hubungan dengan orang lain.
-
Sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk dirinya, serta memiliki sikap positif terhadap masa lalu.
Matthews (1993) juga menjelaskan beberapa karakteristik dan perilaku yang nampak pada orang yang memiliki self acceptance (penerimaan diri) antara lain: 1.
Percaya secara penuh akan nilai dan prinsip dan adanya keinginan untuk mempertahankannya di depan opini kelompok.
2.
Mampu bertindak dalam keputusannya yang terbaik tanpa merasa bersalah atau ragu bila ada ketidak setujuan.
3.
Tidak menghabiskan waktu untuk mengkhawatirkan masa depan, masa kini ataupun masa lalu.
4.
Memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan bahkan saat menghadapi kegagalan dan kemunduran.
5.
Merasa sejajar dengan orang lain sebagai individu, tidak superior maupun inferior, tidak memandang perbedaan dalam kemampuan khusus, latar belakang keluarga, ataupun sikap orang tersebut terhadap dirinya.
6.
Mempercayai bahwa diri adalah individu yang memiliki interest dan berharga bagi orang lain, sedikitnya bagi orang-orang yang dipilih untuk berhubungan.
7.
Dapat menerima pujian tanpa merasa adanya kepalsuan ataupun dengan rasa bersalah.
8.
Tidak melawan usaha orang lain untuk menguasai atau mendominasi dirinya.
9.
Mampu menerima ide dan mengaku kepada orang lain akan apa yang menjadi dorongan dan keinginannya, dimulai dari kemarahan sampai rasa cinta, kesedihan dan kebahagiaan, kemarahan yang mendalam sampai penerimaan yang mendalam.
10. Secara alami menikmati dirinya dalam berbagai aktivitas termasuk pekerjaan, permainan, ekspresi kreatif diri, persahabatan, atau kemalasan. 11. Sensitif akan kebutuhan orang lain, menerima kebiasaan sosial, dan secara khusus ia tidak bisa bersenang-senang di atas pengorbanan orang lain.
2.2.4. Dampak Penerimaan diri Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan bahagia dan sukses dan seseorang yang memiliki penyesuaian sosial yang baik akan menjadi terkenal, akan menikmati hubungan kontak sosialnya, dan akan memiliki kehidupan yang penuh dan kaya. Berikut dampak penerimaan diri menurut Hurlock (1974), yaitu:
1. Dampak Penerimaan Diri Dalam Penyesuaian Diri Seseorang yang memiliki penerimaan diri tidak akan memikirkan dirinya sendiri sebagai teladan yang sempurna. Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah orang yang dapat mengenali segala kelebihan yang ada pada dirinya daripada kekurangannya. Seseorang yang mempunyai penerimaan diri akan memiliki kepercayaan diri dan harga diri, sehingga timbul kemampuan untuk menerima dan mengelola setiap kritikan yang tertuju padanya, untuk dijadikan sebagai perbaikan atas segala kekurangan dalam diri.
Penerimaan diri disertai oleh rasa aman yang berasal dari dalam diri. Ini dapat mendukung seseorang untuk percaya bahwa dirinya dapat mengatasi masalah dan menerima orang-orang yang berarti di dalam hidupnya. Selain itu juga mendukung seseorang untuk mengembangkan dirinya dan memungkinkan seseorang untuk menilai serta mengevaluasi dirinya secara realistis, sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Yang terpenting adalah seseorang yang mampu menerima dirinya tidak akan mau menjadi orang lain. Ia akan merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri, dan tidak berpikir untuk berpura-pura menjadi orang lain.
2. Dampak Penerimaan Diri Dalam Penyesuaian Sosial Penerimaan diri disertai dengan adanya penerimaan akan orang lain. Seseorang yang dapat menerima dirinya akan merasa cukup aman untuk menaruh minat pada orang lain dan menunjukkan empati. Sehingga memiliki penyesuaian sosial yang baik daripada orang yang cenderung berorientasi pada dirinya sendiri, karena mempunyai perasaan yang kurang memadai dan lebih rendah.
2.3. Kerangka Berpikir Anak jalanan adalah anak-anak yang kekurangan secara ekonomi, mencari rezeki di jalanan dengan mengemis, mengamen, joki dan sebagainya. Kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi memaksa mereka untuk mulai
mecari uang sendiri. Keberadaan mereka di jalanan, menjadikan mereka berbeda dengan anak-anak rumahan yang telah memiliki fasilitas yang memadai.
Menurut Ed Diener (2007) kebahagiaan seseorang terdapat pada pikirannya dan evaluasi terhadap kehidupan yang mereka alami.
Menurut Ryff (1989) penerimaan diri mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri; mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk; dan merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalaninya. Penerimaan diri juga menjadi salah satu faktor yang berperan terhadap kebahagiaan, agar seseorang memiliki penyesuain diri yang baik.
Anak-anak jalan juga memerlukan penerimaan diri yang baik, karena penerimaan diri berkaitan dengan konsep diri yang positif. Anak jalanan dengan konsep diri yang positif dapat memahami dan menerima fakta-fakta yang begitu berbeda dengan dirinya, mereka dapat menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman mentalnya sehingga evaluasi tentang dirinya juga positif (Calhoun dan Acocella 1990 dalam Handayani, dkk 1998). Dan jika konsep diri anak jalanan tidak menyenangkan, maka mereka akan menolak dirinya sendiri atau hanya menerima separuh bagian dirinya saja dan akan berpengaruh buruk pada keadaan psikologisnya (Hurlock, 1976).
Jika hal itu berpengaruh buruk pada psikologisnya, anak-anak jalanan tidak dapat bertahan untuk keberlangsungan hidupnya, juga masa depannya. Keadaan psikologis yang baik pada anak jalanan akan menimbulkan emosi yang positif yang akan memperkuat mereka menjalani hidup dan menyediakan jalan menuju kehidupan yang gembira, bahagia dan memuaskan (Gary dan Don, 2005). Estrada at all, (1957) dalam Synder dan Lopez (2004) menyatakan bahwa emosi positif juga dapat menolong seseorang dalam memecahkan masalah dan menemukan pilihan yang baik dalam pengambilan keputusan.
Penerimaan diri pada anak jalanan berhubungan dengan konsep diri yang baik dan akan melahirkan suatu rasa bahagia. Anak-anak jalanan yang bahagia pasti merasa kebaikan tentang dirinya sendiri, memiliki harga diri yang tinggi, pengendalian diri dengan sikap terbuka. Karakteristik yang menonjol pada orang yang bahagia adalah memiliki rasa optimis dan harapan. Mereka percaya bahwa rencana mereka akan berjalan lancar. Orang yang bahagia selalu berfikir positif terhadap kehidupan mereka dan kebiasaan ini cenderung memperbaiki kesehatan serta mental mereka. Namun orang bahagia tidak selalu berbahagia setiap saat. Suatu pendekatan yang gembira dan menyenangkan dalam kehidupan memerlukan kesadaran bahwa setiap kehidupan memiliki unsur kesengsaraan. Menjadi orang bahagia bukan berarti harus tersenyum setiap hari. Menjadi orang yang
bahagia memiliki arti sederhana, yaitu pada dasarnya mereka merasa puas dengan kehidupan dan hubungan yang mereka jalani. Orang yang berbahagia dapat menikmati kehidupannya dan dapat menerima jika terjadi penurunan maupun sebaliknya dalam kehidupannya (Gary dan Don, 2005).
Bagan kerangka berpikir.
Penerimaan Diri Anak Jalanan
Kebahagiaan Anak Jalanan
2.4. Hipotesis H0
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan.
H1
: Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Dari judul penelitian “Hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan”. Menunjukan bahwa jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi yaitu yang mencari hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti (Iqbal Hasan, 2002).
Penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993). Tujuan penelitian korelasional adalah untuk meneliti sejauh mana veriabel pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lainnya (Iqbal Hasan 2002).
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional. Menurut Gay dalam Sevilla (1993), metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.
3.2. Variabel 3.2.1. Definisi variabel Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki bermacam-macam nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Menurut Wijanto (2008) Variabel terbagi menjadi 2 variabel: 1. Variabel Laten (Laten Variable, sering disingkat LV) atau Konstrak Laten. Variabel laten adalah konsep abstrak, varibel laten terbagi menjadi dua: (1). Varibel Laten Eksogen selalu muncul sebagai varibel bebas pada semua persamaan yang ada dalam model. Sedangkan (2) Variabel Laten Endogen merupakan varibel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model. 2. Variabel Teramati (Observed Variable) atau variabel terikat (Measured Variable, di singkat MV) Variabel teramati adalah variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator. Varibel teramati merupakan efek atau ukuran variabel laten.
Dalam penelitian ini ditentukan yang menjadi varibel laten adalah Penerimaan Diri (X) dan Kebahagiaan (Y).
3.2.2. Definisi Konseptual Definisi konseptual kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Diri adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk dan merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalaninya (Ryff, 1989). 2. Kebahagiaan seseorang terdapat pada pikirannya dan evaluasi terhadap kehidupan yang mereka alami (Ed Diener, 2005).
3.2.3. Defenisi Operasional Adapaun definisi operasional pengukuran masing-masing variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: -
Penerimaan diri adalah skor yang diperoleh dari responden mengenai tingkat penerimaan diri, berdasarkan skala penerimaan diri dari Ryff (1989) yang meliputi: bersikap positif pada diri sendiri, bersikap positif pada pengalaman masa lalu, bersikap positif dalam berhubungan dengan orang lain.
-
Kebahagiaan adalah skor yang diperoleh dari responden mengenai tingkat kebahagiaan, berdasarkan skala kebahagiaan dari Ed Diener (1985) yang meliputi aspek: Evaluasi kognitif ialah kepuasan individu berdasarkan bobot tiap domain, evaluasi afektif ialah kepuasan individu berdasarkan penghayatan tiap domain.
3.3. Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi Menurut Iqbal Hasan (2002) populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, lengkap yang akan diteliti. Sedangkan dalam Sugiyono (2002), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di Rumah Singgah Manggarai, yang berjumlah 150 orang.
3.3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi, 2006). Sedangkan menurut Iqbal Hasan (2002) sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap mewakili populasi. Gay dalam Sevilla (1993) mengatakan bahwa sampel minimum dalam penelitian korelasional adalah 30 orang. Oleh karenanya sampel dalam penelitian adalah sebanyak 68 orang dari populasi yang ada sebanyak 150 orang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dengan suatu metode pemilihan ukuran sampel dari suatu populasi di mana setiap
anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk diteliti (sevilla, dkk, 1993).
3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode skala sebagai alat pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan bersifat langsung dan tertutup, dengan menggunakan skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (fenomena sosial spesifik), seperti sikap, pendapat, dan persepsi sosial seseorang atau sekelompok orang (Iqbal Hasan, 2002).
Untuk penerimaan diri Ryff terdapat 7 item pernyataan terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Dalam merespon item tersebut subjek diminta untuk memilih jawaban yang paling mewakili dirinya, dengan cara memilih sistem rating kategori yang merentang dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Penskoran untuk pernyataan positif dilakukan dengan memberi skor tertinggi pada pilihan “sangat setuju” dan terendah pada pilihan “sangat tidak setuju” dan sebaliknya untuk pernyataan negatif pemberian skor tertinggi pada pilihan “sangat tidak setuju” dan terendah pada pilihan “sangat setuju”.
Sedangkan untuk skala kebahagiaan Ed Diener terdiri dari 5 item berupa pernyataan positif (favorable) saja. Dalam merespon item tesebut subjek diminta untuk memilih jawaban yang paling mewakili dirinya, dengan cara memilih sistem rating kategori yang merentang dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Penskoran untuk pernyataan positif dilakukan dengan memberi skor tertinggi pada pilihan “sangat setuju” dan terendah pada pilihan “sangat tidak setuju”.
Dalam penelitian ini subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu : a. Bagian pengantar, berisi tentang pengenalan peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti. b. Bagian inti, berisi dua alat ukur penelitian ini yaitu alat ukur penerimaan diri atau self-acceptance dan alat ukur kebahagiaan yang keduanya telah diterjemahkan. c. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek seperti nama, usia, jenis kelamin, dan agama. Data kontrol ini berisi pertanyaan terbuka.
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang akan dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala Penerimaan Diri dari Ryff (1989) skala kebahagiaan Ed Diener (1985)
a. Penerimaan Diri dari Coral D. Ryff (1989) Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti diadaptasi dari alat ukur yang dikembangkan oleh Ryff (1989) dalam penelitian Well-Being (kesejahteraan) yang memiliki beberapa dimensi salah satunya adalah selfacceptance (penerimaan diri). Skala ini disajikan dalam bentuk kuesioner yang dapat di isi sendiri tanpa bantuan wawancara, skala ini terdiri dari 7 item
Tabel 3.1 Bobot Nilai Skala Penerimaan Diri Ryff (1989) Jenis Option
Favorable
Unfavorable
Sangat Tidak Setuju
1
4
Tidak Setuju
2
3
Setuju
3
2
Sangat Setuju
4
1
Tabel 3.2 Blue Print Item Skala Penerimaan Diri Ryff (1989) Item
No.
Indikator
1.
Bersikap positif pada diri sendiri
2.
Bersikap positif pada pengalaman masa lalu
3.
Bersikap positif dalam berhubungan dengan orang lain
Favorable
Unfavorable
6, 7
2, 5
JUMLAH
1
3
4
1
3
3
JUMLAH
7
b. Skala Kebahagiaan atau SWLS Ed Diener (1985) Alat ukur Kebahagiaan dalam penelitian ini diadaptasi dari skala Kebahagiaan yang dikembangkan oleh Ed Diener (1985). Skala ini juga dapat disebut dengan Satisfaction With Life Scale (SWLS) terdiri dari 5 item pernyataan.
Tabel 3.3 Bobot Nilai Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985) Jenis Option
Favorable
Sangat Tidak Setuju
1
Tidak Setuju
2
Setuju
3
Sangat Setuju
4
Tabel 3.4 Blue Print Item Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985) No.
1. 2.
Aspek Evaluasi kognitif Evaluasi Afektif
Indikator Kepuasan individu berdasarkan bobot tiap domain
Item Favorable
Unfavorable
JUMLAH
1, 4, 5
3
2, 3
2
Kepuasan individu berdasarkan penghayatan tiap domain JUMLAH
3.5. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi korelasi antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan dan bagaimana arah hubungan antara variabel tersebut. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisa statistik, yaitu: a) Statistik Deskriptif Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden. Analisis deskriptif memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis. b) Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan variabel teramati dalam mendefinisikan suatu variabel laten. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang
5
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Validitas variabel teramati dilihat pada hasil output Lisrel 8.8 Menilai kevalidan variabel teramati mengacu kepada nilai p-value > 0.05. c) Uji Reliabilitas Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan variabel teramati dari suatu variabel laten dan disusun dalam bentuk kuesioner. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas suatu konstruk variabel laten dikatakan baik jika memiliki nilai p-value > 0.05. d) Uji Hipotesis Pengujian hipotesis untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan, dengan rumus korelasi Product Moment Pearson. Dalam penghitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 13.0.
3.6. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut sebagai berikut : 1. Persiapan Penelitian
-
Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah
-
Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti. Kedua variabel itu yaitu penerimaan diri dengan kebahagiaan
-
Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat.
-
Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Penerimaan Diri dan skala Kebahagiaan, yang dirancang berupa skala Likert.
-
Menentukan jumlah sampel penelitian.
2. Tahap Pengambilan Data -
Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian.
-
Melaksanakan pengambilan data, pengambilan data ini dilakukan pada tanggal 23 Januari 2010 dan tanggal 11 Februari 2010.
-
Memberikan alat ukur yag telah disiapkan kepada responden.
3. Tahap Pengolahan Data -
Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden.
-
Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data.
-
Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian.
-
Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab berikut ini akan membahas mengenai presentasi dan analisa data meliputi gambaran umum responden, hasil uji validitas dan reliabilitas skala, hasil korelasi, dan deskripsi hasil penelitian utama.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berikut ini akan diuraikan gambaran responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase (%)
Perempuan
13
19%
Laki-laki
55
81%
Total
68
100%
Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa dari 68 responden yang diteliti, sebanyak 13 orang (19%) berjenis kelamin perempuan, dan jumlah terbanyak adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 55 orang (81 %).
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia Responden Usia (tahun)
Frekuensi
Presentase (%)
10 – 13
23
34%
14 – 17
35
51%
18 – 21
10
15%
Total
68
100%
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang diteliti, responden yang masuk berusia 10-13 tahun berjumlah 23 orang (34%). Sementara responden yang berusia 14–17 tahun berjumlah 51 orang (51%) dan responden yang berusia 18–21 tahun berjumlah 10 orang (15%).
4.2. Persentasi Data 4.2.1. Deskripsi Statistik Data yang didapat dengan sampel yang berjumlah 68 orang untuk skala penerimaan diri skor terendah adalah 14, skor tertinggi adalah 26, standar deviasi sebesar 2.23523 dan mean sebesar 18.7500. Sedangkan untuk skala kebahagiaan skor terendah adalah 6, skor tertinggi adalah 20, standar deviasi sebesar 3.14735 dan mean sebesar 12.7794. Berikut ini adalah tabel distribusinya:
Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Penerimaan diri N
Valid Missing
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Kebahagiaan
68 0 18.7500 19.0000 2.23523 14.00 26.00
68 0 12.7794 13.0000 3.14735 6.00 20.00
4.2.2. Kategorisasi Skor Adapun untuk kategorisasi skor penerimaan diri, peneliti membuat tiga kategorisasi. Skor tingkat penerimaan diri yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Perhitungan kategorisasi skor menggunakan skor mean, sebagai berikut: a. Skor tinggi = x ≥ (M + 1 Sd) = 18.7500 + 2.23523 = 20.98523, dibulatkan menjadi 21 Rentang skor tertinggi 21 – 26 b. Skor sedang = (M – 1 Sd) ≤ x ≥ (M + 1 Sd) = 18.7500 – 2.23523 = 16.51477, dibulatkan menjadi 17 Rentang skor sedang 17 - 20 c. Skor rendah x ≤ (M – 1 Sd) = ≤ 17
Berikut ini tabel distribusi kategorisasi skor penerimaan diri:
Tabel 4.4 Distribusi Skor Responde Kategori
Skor
Frekuensi
Persentase
Tinggi
21 – 26
13
19 %
Sedang
17 – 20
43
63 %
Rendah
< 17
12
18 %
68
100 %
TOTAL
Dari tabel distribusi di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki tingkat penerimaan diri tinggi sebanyak 13 orang (19%), jumlah responden yang memiliki tingkat penerimaan diri sedang sebanyak 43 orang (63%) dan jumlah responden yang memiliki tingkat penerimaan diri rendah sebanyak 12 orang (18%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat penerimaan diri terbanyak berada pada kategori sedang.
Adapun untuk kategorisasi skor kebahagiaan, peneliti membuat tiga kategorisasi. Skor tingkat penerimaan diri yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Perhitungan kategorisasi skor menggunakan skor mean, sebagai berikut: a. Skor tinggi = x ≥ (M + 1 Sd) = 12.7794 + 3.14735 = 15.92675, dibulatkan menjadi 16 Rentang skor tertinggi 16 – 20 b. Skor sedang = (M – 1 Sd) ≤ x ≥ (M + 1 Sd) = 12.7794 – 3.14735 = 9.63205, dibulatkan menjadi 10 Rentang skor sedang 10 - 15 c. Skor rendah x ≤ (M – 1 Sd) = ≤ 10
Berikut ini tabel distribusi kategorisasi skor Kebahagiaan: Tabel 4.5 Distribusi Skor Responde Kategori
Skor
Frekuensi
Persentase
Tinggi
16 – 20
13
19 %
Sedang
10 – 15
43
63 %
Rendah
< 10
12
18 %
68
100 %
TOTAL
Dari tabel distribusi di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki tingkat kebahagiaan tinggi sebanyak 13 orang (19%), jumlah responden yang memiliki tingkat kebahagiaan sedang sebanyak 43 orang (63%) dan jumlah responden yang memiliki tingkat kebahagiaan rendah sebanyak 12 orang (18%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat kebahagiaan terbanyak berada pada kategori sedang.
4.3. Hasil Pengukuran Skala 4.3.1. Skala Penerimaan Diri Ryff (1989) Berikut ini akan diuraikan penjelasan skala penerimaan diri, dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan Lisrel 8.8 berdasarkan diagram dibawah ini:
Diagram 4.1 Skala Penerimaan Diri
Terlihat dari diagram 4.6 bahwa nilai chi-square menghasil p-value>0.05 (tidak signifikan) yaitu p-value = 0.12629 dengan demikian model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item (variabel teramati) terbukti mengukur satu hal saja, yaitu penerimaan diri (variabel laten eksogen). Dengan catatan bahwa untuk item 6 dan 7 saling berkorelasi dan dapat disimpulkan bahwa kedua item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing.
Bersifat multidimensional artinya selain mengukur apa yang hendak diukur oleh sub tes yang bersangkutan, item tersebut juga mengukur hal lain.
4.3.2. Skala Kebahagiaan Ed Diener (1985) Berikut ini akan diuraikan penjelasan skala kebahagiaan, dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan Lisrel 8.8 berdasarkan diagram dibawah ini: Diagram 4.2 Skala Kebahagiaan
Terlihat dari diagram 4.4 bahwa nilai chi-square menghasil p-value>0.05 (tidak signifikan) yaitu p-value = 0.22220 dengan demikian model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item (variabel teramati) terbukti mengukur satu hal saja, yaitu kebahagiaan (variabel laten endogen).
4.3. Uji Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan Analisis statistik untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Dalam penghitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 13.0. Adapun hasil uji hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan sebesar 0.293.
Tabel 4.6 Uji Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan Penerimaan Diri Penerimaan Diri
Person Correlation
Kebahagiaan 1
Sig. (2-tailed) N Kebahagiaan
.293 .015
68
68
Person Correlation
.293
1
Sig. (2-tailed)
.015
N
68
68
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan 0.293 dan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0.244.
Adapun hipotesis yang diajukan adalah : H0
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan.
H1
Terdapat hubungan yang signifikan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan.
Karena r hitung (0.293) > r tabel (0.244), pada taraf signifikansi 5% maka hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Penerimaan diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa H1 diterima yaitu, terdapat hubungan yang signifikan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan.
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan.
Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan juga menunjukkan arah yang positif, artinya semakin positif Penerimaan Diri anak jalanan, maka kebahagiaan anak jalanan tersebut akan tinggi, dan sebaliknya jika Penerimaan Diri anak jalanan negatif maka, Kebahagiaan anak jalanan tersebut akan rendah.
5.2 Diskusi Hasil penelitian ini jelas mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan yang negatif antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan anak jalanan. Hal ini didukung oleh data statistik yang menjelaskan bahwa r hitung lebih besar dari r tabel. Maka dapat dikatakan bahwa antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan terdapat suatu hubungan yang signifikan yang negatif dan saling berkaitan atau mempengaruhi satu sama lain.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya variabel laten oksogen dalam penelitian ini adalah penerimaan diri. Penerimaan diri mencakup dua karakteristik yaitu (1) Penerimaan yang rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, menyesali apa yang terjadi di masa lalunya, terisolasi dan frustasi dalam hubungan dengan orang lain. (2) Sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk dirinya, serta memiliki sikap positif terhadap masa lalu.
Sedangkan variabel laten endogen adalah kebahagiaan. Anak jalanan yang memiliki kebahagiaan tinggi adalah mereka yang memiliki kecenderungan untuk menerima dirinya tanpa menghilangkan keinginan mereka untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Penerimaan diri yang baik juga dapat ditimbulkan dari individu-individu yang memiliki sikap yang positif (Maslow dalam Hjelle dan Ziegler, 1985) mereka bebas dari rasa malu, rasa bersalah, dan rendah diri karena keterbatasan diri.
Dalam penelitian ini terdapat 68 anak jalanan di Rumah Singgah Tjiliwoeng Manggarai Jakarta Selatan yang menjadi responden penelitian, dimana 13 orang responden berjenis kelamin perempuan dan 55 orang responden berjenis kelamin laki-laki. 68 orang responden itu 23 orang diantaranya
berusia 10-13 tahun, 35 orang berusia 14–17 tahun, dan 10 orang berusia 18-21 tahun.
Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan. Dimana semua orang berhak untuk merasakan kebahagiaan tanpa membelinya dengan uang yang banyak.Tetapi dengan menerima diri mereka masing-masing, mereka akan merasakan kebahagiaan. Karena orang yang mencari kebahagiaan, kebahagiaan itu ada diluar dirinya. Orang yang mensyukuri dirinya, kebahagiaan itu ada di dalam dirinya (www.marioteguh.asia).
5.3. Saran Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya dikarenakan adanya beberapa hambatan dan rintangan yang dialami. Untuk itu, dari peneliti ada beberapa saran yang bisa menjadi bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1. Saran Teoritis 1.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih banyak dalam pengambilan sampel, sehingga mendapatkan informasi yang tergeneralisasi.
2.
Untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti, efektifitas rumah singgah bagi pengembangan diri anak jalan. Karna mungkin dengan penelitian ini dapat diketahui, adanya pengembangan diri anak jalanan dari efek rumah singgah yang mereka tempati. Atau mendapatkan hasil yang berbeda, yaitu semakin banyaknya rumah singgah yang ada dapat memicu perkembangan atau meningkatnya anak jalanan.
5.3.2. Saran Praktis Dari persebaran skor responden penelitian dapat dilihat bahwa penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan memiliki hubungan yang signifikansi yang negatif. Maka penulis memberikan saran sebagai berikut: -
Bagi anak jalanan: untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh rumah singgah. Sehingga mereka dapat memiliki kemampuan untuk bekerja selain mengamen, juga bisa menumbuhkan penerimaan terhadap diri sendiri.
-
Bagi masyarakat:
merebaknya anak
jalanan bukan hanya tanggung
jawab pemerintah, melainkan juga berbagai pihak, dalam hal ini masyarakat. Masyarakat sekitarpun dapat mengadakan pelatihanpelatihan dimana sasarannya adalah anak-anak jalanan dengan topiktopik yang mengarah kepada penerimaan diri dan kebahagiaan. Agar anak jalanan memiliki sikap yang positif terhadap diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Al-Qarni, Aidh (2007). La Tahzan: Jangan Bersedih, terj. Samson Rahman, judul asli, La Tahzan, Jakarta;Qisthi Press Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:Rineka Cipta Carr, Alan (2004) Positive Psychology, The Science of Happiness and Human Strengths, Hove and New York: Bunner-Routledge Hasan, M. Iqbal (2002). Pokok-pokok Materi Metodelogi Penelitian & Aplikasinya, cet. kesatu, Ghalia Indonesia Hurlock, Elizabeth B. (1976). Personality Development, New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD J. Lopes, Shane & Synder, C. R. (2005). Handbook Of Positive psychology, Oxford: University Press J. Lopes, Shane & Synder, C. R. (2007). Positive Psychology: The Scientific and Practical Exploration of Human Strengths, New Delhi: SAGE Publication Khavari, Khalil A. (2006). The Art of Happiness, Menciptakan Kebahagiaan dalam Setiap Keadaan, terj. Agung Prihantoro, judul asli, Spiritual Intelligence: A Practical Guide to Person Happiness, White Mountain publications (2000), Jakarta:PT Ikrar Mandiriabadi Manz, Charles C. (2003). Emotional Disipline: The Power To Choose How You Feel, Berrett-Koehler Publisher, Inc. San Francisco Mckay, Gary & Dinkmeyer, Don (2002). How You Feel Is Up To You, Rahasia Pilihan Kekuatan Emosional, terj. Emanuel, judul asli, How You Feel Is Up To You, The Power Of Emotional Choice, PT. Grasindo Peraturan Pemerintah (2008). Pengangkatan Anak (PP RI Nomor 54 Tahun 2007), Penerbit Asa Mandiri
Seligman, Martin (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif , terj. Eva Yulia Nukman, judul asli, Authentic
Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment, New York: Free Press (2000), Bandung:Mizan Sevilla, Ochave, dkk. (1993). Pengantar Metode Penelitian, terj. Alimuddin Tuwu, Penerbit Universitas Indonesia Sugiono (2002). Metode Penelitian Bisnis, Bandung:Alfabeta Webber, Christine (2004). Get The Happiness Habit, Kiat Merentas Jalan Menuju Kehidupan yang Bahagia, terj. Naufal, judul asli, Get The Happiness Habit, How You Can Choose Your Steps To a Happy Life, Great Britain (2000), Penerbit Orchid Wijayanto, Setyo Hari (2008). Structural Equation Modeling, cet. Pertama, Graha Ilmu
JURNAL Fitriani, Nini (2003). Akulturasi anak jalanan, Jurnal tazkiah,Vol. 3, N0.2, Hal 73-81 M. Handayani, Muryantinah, dkk (1998). Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri, Jurnal Psikologi UGM, No. 2, Hal 47-55 Matthews, D. Wayne (1993). Acceptance of Self And Others, North Carolina Cooperative Extension Service Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything, or is it? Explorations on The Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Sosial Psychology, Vol 57, No. 6, Hal 1069-1081
SKRIPSI Hayati (2006) Kebahagiaan Masa Remaja Anak Adopsi. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Psikologi UI. Depok Indryastuti, Anastasia Sri (1998). Hubungan antara Identitas Peran Jender dan Ekspresi Kemarahan dengan Penerimaan Diri Wanita: Sebuah Studi terhadap Mahasiswa Perempuan. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi UI. Depok
INTERNET Budiharjo (2010). ‘Jumlah anak jalanan Jakarta meningkat,’ http://rgswara.wordpress.com/2010/02/03 Fuad, Bahrul (2006). ‘Penerimaan diri sebagai Kunci Kesuksesan,’ http://cakpu.info.com Sanjana, Dewi, (2006) ‘Kebahagiaan,’ http://www.sinarharapan.co.id Teguh, Mario (2009) ‘Hak Untuk Berbahagian,’ http://salamsuper.com/marioteguh-golden-ways-11-oktober-2009-hak-untuk-berbahagia
PENGANTAR
SALAM KENAL… Saya mahasiswi fakultas psikologi universitas islam negeri syarif hidayatullah Jakarta, ingin meminta bantuan adik-adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Bagi adik-adik yang bersedia, harap terlebih dahulu mengisi lembar pernyataan kesediaan. Pada bagian pengisian akan tersedia petunjuk pengisian, maka bacalah terlebih dahulu petunjuk pengisian sehingga jawaban yang adik-adik berikan sesuai dengan apa yang diminta. Jawaban adik-adik tidak akan dinilai benar atau salah, dan kerahasiaan adikadik akan terjamin. Terima kasih untuk kesedian adik-adik yang telah meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini.
Ciputat, Februari 2010 Peneliti
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI Dengan ini saya secara sukarela saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Nama (Inisial)
:
Usia
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Petunjuk Pengisian Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataanpernyataan tersebut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara menyilang (x) salah satu dari empat pernyataan yang disediakan (SS, S, TS, STS) pada bagian kanan masing-masing pernyataan. CONTOH SOAL : Saya merasa bahagia jika mendapatkan mobil baru SS
:Sangat setuju
S
: Setuju (X)
TS
:Tidak Setuju
STS
:Sangat tidak setuju
SKALA KEBAHAGIAAN No.
Item
1.
Jalan hidup saya sebagai anak jalanan sudah sesuai dengan keinginan saya
2.
Kondisi kehidupan saya sebagai anak jalanan sangat sempurna
3.
Saya merasa puas dengan kehidupan saya sebagai anak jalanan
4.
Sejauh ini saya sudah mendapatkan berbagai hal yang penting, yang saya ingikan dalam hidup
5.
Jika saya dapat hidup lebih lama, saya tidak akan merubah kehidupan saya sebagai anak jalanan
SS
S
ST
STS
SS
S
TS
STS
SKALA PENERIMAAN DIRI NO.
Item
1.
Saya merasa banyak orang yang saya kenal telah memperoleh banyak hal dalam kehidupannya dibandingkan dengan saya.
2.
Saya membuat beberapa kesalahan di masa lalu, tapi saya merasa setelah dipertimbangkan semuanya sudah berjalan sebagai yang terbaik.
3.
Dalam banyak hal, saya merasa kecewa dengan prestasi-prestasi saya dalam hidup.
4.
Sikap saya terhadap diri saya sendiri mungkin tidak sebaik yang kebanyakan orang rasakan tentang diri mereka.
5.
Masa lalu memiliki saat naik dan turunnya, tapi secara umum, saya tidak akan mempunyai keinginan untuk mengubahnya
NO.
Item
6.
Ketika saya membandingkan diri saya dengan teman dan kenalan, membuat saya merasa lebih baik tentang diri saya.
7.
Secara umum, saya yakin dan positif tentang diri saya.
SS
TERIMAKASIH. . .
S
TS
STS
Data Mentah Skala Kebahagiaan Ed Diener
NOMOR
NAMA
1
2
3
4
5
JUMLAH
1
MM
3
1
2
2
3
11
2
AH
3
2
4
4
1
14
3
AP
2
2
2
2
4
12
4
WH
2
2
3
4
2
13
5
SP
4
4
4
1
4
17
6
BY
2
2
3
4
3
14
7
AW
2
1
2
3
1
9
8
ED
1
2
2
4
1
10
9
RS
4
3
3
3
2
15
10
AG
1
2
1
1
1
6
11
RJ
2
3
2
3
2
12
12
UC
2
2
2
2
2
10
13
VK
4
3
3
3
4
17
14
AB
2
1
2
4
1
10
15
ER
4
3
4
3
3
17
16
DK
2
3
3
3
2
13
17
RN
4
2
2
4
1
13
18
ID
3
3
2
2
1
11
19
HI
2
2
1
2
2
9
20
RK
1
4
4
2
1
12
21
IN
3
3
3
3
1
13
22
ND
2
4
4
2
2
14
23
AU
4
3
4
4
3
18
24
AW
2
2
2
2
3
11
25
YD
3
3
3
3
2
14
26
IF
3
1
1
1
3
9
27
BD
2
3
3
2
3
13
28
DD
3
4
2
4
2
15
29
AN
4
1
4
4
1
14
30
DP
2
1
2
2
2
9
31
RL
4
3
3
3
3
16
32
AX
1
3
3
4
4
15
33
AH
4
4
1
3
2
14
34
WN
3
3
3
3
4
16
35
SJ
4
3
3
4
3
17
36
RK
3
2
4
1
1
11
37
AR
4
3
4
3
4
18
38
IP
3
3
2
3
2
13
39
DI
4
2
4
4
4
18
40
JT
3
3
3
3
2
14
41
JR
4
4
2
4
2
16
42
MN
3
2
1
2
1
9
43
AS
4
4
4
4
4
20
44
TI
3
2
3
3
3
14
45
UY
4
4
4
4
4
20
46
RI
4
4
4
4
3
19
47
AY
2
1
1
3
2
9
48
AG
1
2
4
1
1
9
49
FR
2
2
2
2
1
9
50
DU
3
2
1
4
4
14
51
WD
1
2
3
3
1
10
52
AW
2
1
2
3
2
10
53
IL
2
1
2
4
1
10
54
DN
2
2
3
2
1
10
55
MV
2
2
3
3
2
12
56
MY
2
2
3
3
2
12
57
RJ
3
3
3
3
3
15
58
JT
2
3
2
4
2
13
59
MA
4
1
2
4
1
12
60
HR
3
1
3
3
2
12
61
DS
1
1
1
3
1
7
62
IS
1
2
2
3
1
9
63
NY
3
2
1
4
3
13
64
VK
3
2
2
3
2
12
65
RD
1
2
2
4
4
13
66
ST
3
3
2
3
2
13
67
MS
2
2
3
3
2
12
68
NI
1
2
1
3
1
8
Data Mentah Skala Penerimaan Diri Ryff Nomor
Nama
1
2
3
4
5
6
7
JUMLAH
1
MM
2
2
3
1
3
2
3
16
2
AH
2
2
2
3
1
3
3
16
3
AP
2
3
2
2
2
2
2
15
4
WH
2
3
2
3
1
4
4
19
5
SP
4
2
4
3
2
4
4
23
6
BY
3
3
3
2
2
3
3
19
7
AW
1
3
4
2
2
3
4
19
8
ED
2
3
4
3
1
4
4
21
9
RS
2
4
3
2
4
3
3
21
10
AG
4
2
1
4
1
4
4
20
11
RJ
3
3
4
2
4
3
3
22
12
UC
2
2
2
3
4
3
3
19
13
VK
2
3
3
2
3
3
3
19
14
AB
2
4
2
2
3
3
3
19
15
ER
1
2
1
2
2
3
4
15
16
DK
2
3
2
2
2
3
4
18
17
RN
2
3
1
3
4
1
3
17
18
ID
2
2
4
3
2
1
2
16
19
HI
2
2
3
2
4
3
3
19
20
RK
4
4
2
4
4
4
4
26
21
IN
2
4
3
3
3
4
2
21
22
ND
2
3
3
4
3
2
2
19
23
AU
2
4
2
2
3
4
4
21
24
AW
2
3
2
2
3
2
3
17
25
YD
2
3
3
2
2
3
3
18
26
IF
1
2
2
3
4
2
1
15
27
BD
2
3
2
3
3
1
3
17
28
DD
2
3
2
1
2
3
4
17
29
AN
4
1
4
3
1
4
1
18
30
DP
1
2
2
2
2
2
3
14
31
RL
1
4
4
2
4
3
4
22
32
AX
2
4
3
4
3
4
2
22
33
AH
1
4
3
3
4
4
4
23
34
WN
2
3
2
2
4
4
4
21
35
SJ
2
3
1
1
4
4
4
19
36
RK
1
3
4
2
3
3
3
19
37
AR
2
3
4
3
3
3
4
22
38
IP
1
3
3
2
2
3
3
17
39
DI
3
4
1
3
2
4
2
19
40
JT
2
3
3
3
3
3
3
20
41
JR
1
4
2
4
2
4
3
20
42
MN
3
3
2
3
1
2
2
16
43
AS
1
4
1
2
4
4
4
20
44
TI
2
2
2
2
2
3
3
16
45
UY
1
4
1
2
4
4
4
20
46
RI
1
4
2
1
4
4
4
20
47
AY
2
3
4
3
2
3
3
20
48
AG
3
1
3
2
2
3
1
15
49
FR
2
3
3
2
2
2
3
17
50
DU
3
4
3
4
2
2
3
21
51
WD
2
4
3
2
2
3
4
20
52
AW
3
3
3
3
2
3
3
20
53
IL
2
3
3
3
2
2
3
18
54
DN
4
3
2
2
2
3
4
20
55
MV
2
3
3
2
2
2
3
17
56
MY
3
3
2
2
2
3
3
18
57
RJ
2
2
2
3
2
2
4
17
58
JT
2
3
3
2
3
3
3
19
59
MA
2
4
4
1
1
1
3
16
60
HR
1
2
2
2
4
3
3
17
61
DS
1
4
2
2
3
3
3
18
62
IS
1
2
3
3
1
4
4
18
63
NY
1
3
4
3
3
2
3
19
64
VK
2
3
3
2
2
3
3
18
65
RD
2
3
2
2
3
3
3
18
66
ST
2
4
3
3
2
2
3
19
67
MS
2
4
3
2
2
3
3
19
68
NI
2
3
3
2
2
3
4
19
Tabel 4.3 Deskripsi Statistik
Penerimaan diri N
Valid
Kebahagiaan
68
68
0
0
Mean
18.7500
12.7794
Median
19.0000
13.0000
Std. Deviation
2.23523
3.14735
Minimum
14.00
6.00
Maximum
26.00
20.00
Missing
Tabel 4.6 Uji Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan Anak Jalanan
Penerimaan Diri
Kebahagiaan 1
Penerimaan Diri
.293
Person Correlation Sig. (2-tailed) N Kebahagiaan
.015 68
68
Person Correlation
.293
1
Sig. (2-tailed)
.015
N
68
68