PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah. Jakarta, 23 September 2010 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua
: Dr. Asmawi, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197210101997032088 Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH
(…………………………….)
NIP. 150009273 Penguji I
: Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A
(…………………………….)
NIP. 195710271985032001 Penguji II
: Dr. Asmawi, M.Ag NIP. 197210101997032088
(…………………………….)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah. Jakarta, 23 September 2010 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua
: Dr. Asmawi, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197210101997032088 Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH
(…………………………….)
NIP. 150009273 Penguji I
: Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A
(…………………………….)
NIP. 195710271985032001 Penguji II
: Dr. Asmawi, M.Ag NIP. 197210101997032088
(…………………………….)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah. Jakarta, 24 September 2010 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua
: Dr. Asmawi, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197210101997032088 Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH
(…………………………….)
NIP. 150009273 Penguji I
: Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A
(…………………………….)
NIP. 195710271985032001 Penguji II
: Dr. Asmawi, M.Ag NIP. 197210101997032088
(…………………………….)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KAJIAN HUKUM ISLAM ATAS ASPEK KRIMINALISASI DALAM UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah. Jakarta, 17 Juni 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua
: Dr. Asmawi, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197210101997032088 Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197102151997032002 Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197210101997032088 Penguji I
: Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag
(…………………………….)
NIP. 197308022003121001 Penguji II
: Sri Hidayati, M.Ag NIP. 197102151997032002
(…………………………….)
Lembar Pernyataan Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 08 September 2010
Fandi Machfuz Penulis
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “PIDANA GANTI KERUGIAN PADA
KECELAKAAN
KENDARAAN
BERMOTOR
YANG
MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM)” yang merupakan kewajiban bagi Mahasiswa Program Sarjana (S-1) Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir untuk memperoleh Gelar Sarjana (S1). Dalam penulisan Skripsi ini, sudah tentu Penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, yang setulus-tulusnya kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Asmawi, M.Ag. Selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
3. Sri Hidayati, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I. 4. H. Zubir Laini S.H, selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen pembimbing II. 5. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, pada Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Kepala dan Seluruh Staff/Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan buku-buku referensi yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini. 7. Lebih khusus lagi adalah ucapan terima kasih kepada : a. Kepada Ayahanda (H. Sundusin bin H. Abd Ghoni) dan Ibunda (Iriyanti), yang tiada terkira jasanya dalam membantu penulisan Skripsi ini serta memberikan dukungan moril
maupun materil
hingga Penulis
bisa
menyelesaikan studi ini. b. Kepada Drs KH Asrori Mukhtarom dan KH. Muhammad Naseh yang selalu mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis. c. Kepada adik-adik Penulis tercinta Faruk Fathoni dan Siti Azizah. Agar tetap semangat dalam menuntut ilmu dan melanjutkan Pendidikan setingi-tinginya. 8. Teman-teman PI angkatan 2006 seperti, Mahfuddin, Dayat ”Bali”, Muchsin, Faris, Safrowi “Aconk”, Fitroh, Isa, Amir, J-men, Eril, Wismoyo, Buldan, Haris Sumirat, Kholid, Yuswandi, Nisa, Attin, Wahyuni, Bunga Intan, Kholid, Ibrohim, ii
P-Men, Aris Setiyawan dsb. Khususnya
Husen Qodri, thanks banget atas
pinjaman Buku yang sangat berguna sekali bagi penulis. Kebersamaan dan kesolidan kita selama perkuliahan dan pergaulan yang terkadang diselingi dengan berbagai aktivitas canda tawa memberikan arti pentingnya sebuah persahabatan yang tak terlupakan dan menjadi sebuah catatan sejarah bagi kita semua. Waktu terus berputar, dan masih banyak hal yang mesti saya lanjutkan selain kuliah di UIN ini. Maaf, saya duluan Lulus, Tetap semangat kawan-kawan! Doa dan Harapanku senantiasa selalu menyertai kalian semua agar temen-temen semua cepat lulus dan sama-sama menjadi orang yang sukses. Amien 9. Seluruh mahasiswa PI dan teman-teman Pengurus BEM Pidana Islam 2009-2010 yang sempat memberikan Amanah kepada Penulis menjadi Ketua BEM Pidana Islam pada periode tersebut & sama-sama bekerja keras membangun BEM sebagai wadah organisasi Mahasiswa PI. Good Luck Dhori, Fahdun, Tamidzi, Mamet, Hurry, dsb. Jadikanlah BEM sebagai wadah organisasi intra bagi mahasiswa/i PI yang membantu meningkatkan keilmuan mahasiswa PI disamping ilmu dalam perkuliahan. 10. Seluruh teman-teman alumni Al-Khairiyah 2006, khususnya kepada Ahmad Firdaus yang telah meminjamkan kartu perpusnya sehingga penulis dfapat menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada Suntianah, Rani Hidayati dan Siti Maulida semoga Allah mudahkan segala hajat-hajat kalian 11. Seluruh sahabat/i alumni Pon-Pes Darul Mujahadah 2000 yang telah memberikan do’a dan semangatnya kepada penulis
iii
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang sempat membacanya, serta menambah wawasan keilmuan bagi yang berkepentingan dengan masalah ini. Amin Jakarta, 08 September 2010
Fandi Machfuz Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah .......................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 6 D. Review Studi Terdahulu.............................................................. 7 E. Metode Penelitian ....................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Hukum Pidana........................................................... 13 B. Pengertian Tindak Pidana ........................................................... 21 C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana .................................................... 25 D. Tujun dan Sanksi Pidana............................................................. 33
v
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG GANTI KERUGIAN A. Ganti Kerugian dalam Perspektif Hukum Islam........................ 41 B. Ganti Kerugian dalam Perspektif Hukum Positif ...................... 52
BAB IV ANALISIS PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN A. Kronologi Perkara.............................................................................57
B. Analisis Pidana Ganti Kerugian ............................................... 58 1. Menurut Hukum Islam .......................................................... 58 2. Menurut Hukum Positif......................................................... 64
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................. 69 B. Saran-Saran ............................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRA
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah lama yang belum dapat diatasi oleh ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah Indonesia merdeka, Negara membentuk suatu Undang-Undang yang mengatur tentang keselamatan manusia terhadap pengguna jalan, maka dalam hal ini sebagaimana yang telah tertera dalam Undang-Undang yang mengatur hal tersebut adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP Nomor 18 Tahun 1965.1 Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah yang sifatnya nasional, karena sudah terjadi di jalan raya, baik di ibu kota hingga pedesaan. Meskipun dalam pasal 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965 mengatur tentang masalah tersebut.2 Namun kenyataannya ketentuan-ketentuan itu sangatlah kurang efektif
dan tidak seperti yang diharapkan. Terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan berbagai hal oleh pengguna jalan, baik pengguna mobil, sepeda motor, angkutan umum maupun pejalan kaki.
1
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1964/33-1964.htm
2
http://www.jasaraharja.co.id/page.cfm?id=6
1
2
Pelanggaran lalu lintas akhir-akhir ini semakin bertambah, maka hal ini terbukti dari analisa Polda Metro Jaya tentang angka kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya khususnya kecelakaan yang mengakibatkan kematian semakin meningkat. Oleh karena itu kendaraan bermotor sebagai fasilitas pendukung kehidupan manusia, kendaraan bermotor tidak dapat lagi dipisahkan dari aspekaspek aktivitas hidup manusia. Kendaraan bermotor telah berkembang menjadi salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Maka tak dapat disangkal lagi, sebagai fasilitas pendukung seluruh kegiatan kehidupan, tanpa harus melihat lokasi, perkembangan kendaraan bermotor wajib setara dengan perkembangan kegiatan kehidupan.3 Dengan demikian tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor dari tahun ketahun semakin meningkat. Dengan semakin terjadinya peningkatan jumlah kendaraan bermotor maka tingkat kecelakaan yang terjadi pun semakin meningkat. Pada 2003, jumlah kendaraan yang mengalami kecelakaan mencapai 19.091 unit, namun setahun kemudian meningkat menjadi 26.187 unit atau naik sekitar 37%. Jumlah ini terus meningkat hingga pada 2006 mencapai 70.308 kasus kecelakaan atau meningkat 168% dibandingkan 2004.4 Serta sebagaimana yang tertulis pada surat kabar atas wawancara kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol
3
http://artikel.staff.uns.ac.id/2008/10/16/rancangan-pengaman-kendaraan-bermotorberbasis-ultrasonik 4
Ibid
3
Wahyono mengatakan kecelakaan lalu lintas mengalami peningkatan sekitar 7,51% pada tahun 2008 jumlah kecelakaan sekitar 6.393 kasus, sedangkan tahun 2009 menjadi 6.896 atau naik sekitar 503 kasus. Kepala Polda melanjutkan pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas meningkat dari 10.131 pada tahun 2008 menjadi 10.707 atau naik 5,69% bila dibandingkan dengan jumlah kendaraan di tahun 2009, yaitu 10.481.620 maka yang terlibat kecelakaan adalah 0,01%. Untuk korban luka berat meningkat sekitar 21,44%. Menurut Irjen Pol Wahyono peningkatan jumlah kecelakaan di Ibu Kota selain di sebabkan infrastruktur, penyebab utama lainnya justru dari pengemudi dan kelaikan kendaraan. Irjen Pol Wahyono menegaskan
sepeda
motor masih mendominasi dari banyaknya jumlah kecelakaan. Kerugian materil akibat kecelakaan meningkat sekitar 0,55% menjadi Rp 12,3 miliar dari sebelumnya pada tahun 2008 sesbasar Rp 12,2 miliar. Walaupun adanya peningkatan jumlah kecelakaan, korban meninggal dunia mengalami penurunan dari 1.169 orang pada tahun 2008 menjadi 1.016 pada tahun 2009 atau turun 158 orang.5 Dalam hal ini maka, peran serta masyarakat dan pihak pemerintah untuk senantiasa mematuhi tata tertib lalu lintas dalam mengurangi angka kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya.
5
Surat Kabar Harian Seputar Indonesia, Senin 4 Januari 2010
4
Di dalam kamus bahasa Indonesia arti ganti kerugian dan kecelakaan lalu lintas memiliki arti antara lain :Arti dari ganti rugi adalah termasuk salah satu kata majemuk, yang terdiri dari ganti dan rugi. Kata ganti mempunyai arti sesuatu yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.6 Harmukti Kridalaksana menyatakan kata rugi dengan tidak laba, tidak imbang, tidak bermanfaat, mudharat, tidak berfaedah, tidak berguna, gagal, kurang baik, kurang menguntungkan, hilang, habis. 7 Dari beberapa definisi tentang ganti rugi tersebut, maka penulis akan mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi yaitu hak seseorang untuk memperoleh pemenuhan atas tuntutannya yang berbentuk imbalan uang, karena adanya pelanggaran hukum. Adapun arti kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi secara tidak terduga dan tidak diharapkan yang melibatkan paling sedikit satu kendaraan pada suatu ruas jalan yang berakibat munculnya korban jiwa (korban luka ringan, luka berat dan meninggal) dan kerugian materi kerugian yang mengalami kecelakaan maupun kerusakan pada jalan). Sedangkan arti lalu lintas adalah gerak pindah manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari suatu tempat ketempat yang lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.8
6
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka 1976), h
297 7
Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144 8
395
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka 1976), h
5
Dari pemaparan yang penulis sampaikan di atas, banyak peristiwa kecelakaan lalu lintas yang korbannya meninggal dunia dan diproses oleh pihak yang berwajib (polisi) melalui jalur hukum. Akan tetapi dalam hal di atas menarik perhatian penulis untuk menyusun skripsi dalam pemberian sanksi pidana bagi pelaku yang berupa ganti kerugian. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi yang berjudul : ’’PIDANA
GANTI
KERUGIAN
PADA
KECELAKAAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM.’’
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis perjelas tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan pembatasan masalah. Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini penulis membatasi, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Kecelakaan Lalu Lintas yang penulis maksud, adalah kecelakaan kendaraan bermotor yang mengakibatkan tewasnya pada korban.
6
2. Hukum Islam yang penulis maksud, adalah kajian hukum Islam yang membahas tentang di sengaja atau tidak di sengaja serta pembayaran diyat bagi pelaku jarimah. 3. Hukum positif yang penulis maksud, adalah Undang-undang yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas. Dari pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pengertian Ganti Kerugian dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ? 2. Bagaimana Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif tentang Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor yang Mengakibatkan Tewasnya Korban?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun Tujuan dan Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan tewasnya korban. 2. Menjelaskan tentang betapa pentingnya keselamatan dalam berkendara sepeda motor dengan baik dan taat pada hukum yang berlaku.
7
3. Untuk mencari sanksi hukuman bagi pelaku yang secara sengaja maupun tidak di sengaja melakukan perbuatan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tewasnya korban. 4. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bentuk sosialisasi yang bisa penulis lakukan untuk menginformasikan kepada masyarakat umum agar mengetahui bahwa telah diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Kecelakaan Lalu Lintas dan mengajak masyarakat umum untuk mematuhinya.` 5. Untuk menjelaskan kepada masyarakat umum tentang sebab akibat serta sanksi pidana bagi pelaku dalam hukum pidana Islam tentang pembunuhan semi sengaja kepada seseorang.
D. Review Studi Terdahulu Pada penulisan kripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan studi review yaitu denngan melihat skripsi-skripsi, yang pernah dibahas oleh penulis sebelumnya dan sama-sama membahas masalah skripsi yang berkaaitan dengan judul penulis serta krya ilmiah lainnya. Guna dijadikan acuan dan rujukan penulis telah menemukan hasil penelitian yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: 1. Karya ilmiah Mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang di tulis oleh Siti Muttaalimah, yang berjudul ’’Ganti rugi korban kejahatan
8
perkosaan dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam’’. Dalam skripsinya ia mengutarakan tentang ganti rugi kejahatan perkosaan. Akan tetapi penulis hanya menukil kata ganti rugi. 2. Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang ditulis oleh Sayidi, yang berjudul ”kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia kajian hukum islam dan KUHP terhadap putusan PN Jakarta Selatan” 3. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam), Karya Prof. Drs. H.A. Djazuli pokok masalah yang dikajinya Diyat dan Jarimah Takzir: :pengertian tentang diyat dan takzir serta pendapat para imam Mazhab 4. Hukum Penitensier, Karya Drs. P.A.F. Lamintang. S.H. Pokok masalah yang dikajinya adalah Pengertian Pidana serta tujuan pemidanaan bagi seseorang yang melakukan tindak pidana 5. Asas-asas hukum pidana, karya Hamzah Andi Pokok masalah yang dikajinya adalah Culpa : efek negative culpa terhadap seseorang yang mengakibatkan seseorang menjadi rugi 6. Penulis juga menggunakan literatur seperti koran dan buku-buku. Dari uraian diatas, disini penulis memfokuskan penulisan skripsi tentang ’’Pidana Ganti Kerugian Kecelakan Kendaraan Bermotor Yang Mengakibatkan Tewasnya Korban di tinjau dalam Hukum Positif Dan Hukum
9
Pidana Islam’’ diantaranya kronologi perkara dan sanksi bagi pelaku tindak pidana diyat dalam perspektif hukum pidana islam dan hukum positif E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Metode Deskriptif Analitis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.9 Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian empiris non-doktriner yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan (observasi).10 Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan cara menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dan fakta-fakta dilapangan tanpa menggunakan rumus dan angka. Adapun mengenai sumber data yang penulis gunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kajian hukum terhadap perundang-undangan, yang dalam hal ini perundang-undangan sebagai acuan utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi. 11 Dalam hal ini adalah KUHP, KUHAP, dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits. Adapun data sekunder penulis ambil dari buku-buku, majalah-majalah, surat kabar harian dan 9
Dr. Johnny Ibrahim, S. H., M. Hum. Teori dan Metodologi Penenlitian Hukum Normatif. Cet, ke-2. Bayu Media Publishing. Jakarta: 2006. 10
Bambang Waluyo, S.H. dan Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H, MS, LL.M. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika, Jakarta: 2002 11
1986.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Cet, ke-3, UI- Press. Jakarta:
10
literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk pengumpulan data penulis menggunakan wawancara terhadap korban.
F. Tekhnik Pengumpulan Data Teknik penulisan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumenter, yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan melalui penggunaan bahan-bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini adalah Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan sebagai rujukan utama, buku-buku tertentu serta data-data yang diperoleh dari leteratur-lteratur dan refrensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini
G. Teknik Analisa Data Setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan menggunakan metode deskriptif-deskriptif dan komparatif. Dengan menyajikan dan menggambarkan data secara alamiah dan tanpa merubah apapun atau memanipulasi data-data. Dalam menyajikan data tersebut akan dikomparasikan menurut hukum islam dan hukum positif. Dan penulis hanya menganalisa kasus yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul pidana ganti kerugian pada kecelakaan kendaran bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu kajian hukum pidana positif dan hukum pidana islam
11
H. Teknik Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, sepenuhnya menggunakan buku pedoman skripsi yang diterbitkan tahun 2007 oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka di dalam penulisan skripsi ini penulis tidak melenceng dari aturan teknik penulisan yang ada. 12
H. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan dibagi menjadi bab sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan saran. Untuk lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut : BAB I
Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan umum tentang Hukum Pidana yang meliputi tiga sub bab, yakni: Pengertian Umum Tentang Hukum Pidana, Pengertian Umum Tindak Pidana, Jenis-jenis delik, Bentuk-Bentuk Tindak Pidana, Tujuan Dan Sanksi Pidana
12
Tim penulis dari Fakultas Syari’ah dan Hukum, Buku Pedoman Skripsi, (Jakarta: Fak
Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
12
BAB III
Pengertian ganti kerugian menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Yang terdiri dari dua sub bab, yakni : Ganti Kerugian menurut Hukum Islam, Ganti kerugian menurut Hukum Positif.
BAB IV
Kajian Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana Positif tentang Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor yang Mengakibatkan Tewasnya Korban yang terdiri dari tiga sub bab, yakni : Menurut Hukum Pidana Islam, Menurut Hukum Pidana Positif, Analisa dan Perbandingan.
BAB V
Penutup, yang terdiri dari dua sub bab, yang pertama kesimpulan, yang kedua saran-saran
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hukum Pidana 1. Menurut Hukum Islam Pidana dalam istilah hukum Islam disebut Jinayah yang memiliki arti perbuatan dosa, perbuatan salah atau perbuatan jahat.1 Adapun kata jinayah berasal dari kata masdar (kata asli) dari kata kerja (fi’il madhi) janaa yang mengandung arti suatu kerja yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah.2 Pelaku kejahatan itu sendiri itu disebut dengan jaani.3 yang merupakan bentuk singular bagi laki-laki atau bentuk mufrad mudzakkara sebagai pembuat kejahatan atau ism fa’il. Sedangkan sebutan untuk pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah yang artinya wanita yang telah berbuat dosa.4 Untuk orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan si jaani atau si jaaniah atau mereka yang terkena dampak dari perbuatan si pelaku dinamai mujnaa alaih atau korban. Maka dapat disimpulkan pengertian jinayah, yakni
1
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal 216 2
Ibid, hal 217
3
Ibid, hal 217
4
Ibid, hal 217
13
14
memiliki arti semua perbuatan yang diharamkan oleh syara’ (hukum islam).5 Menurut Prof. Drs. H. A. Djazuli jinayah memiliki dua jenis pengertian, yaitu: pengertian luas dan pengertian sempit. Adapun jinayah dalam arti yang luas adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir. Sedangkan jinayah dalam arti yang sempit adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’ir. 6 Dr. Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al Jina’I Al Islamy menjelaskan arti kata jinayah sebagai berikut: اﻟﺠﻨﺎ ﯾﺔ ﻟﻐﺔ اﺳﻢ ﻟﻤﺎ ﯾﺠﻨﯿﮫ ا ﻟﻤﺮء ﻣﻦ ﺷﺮ ﻣﺎ ا ﻛﺘﺴﺒﮫ ؤاﺻﻄﻼ ﺣﺎ اﺳﻢ ﻟﻔﻌﻞ ﻣﺤﺮم ﺷﺮﻋﺎ ﺳﻮاء 7
ؤﻗﻊ اﻟﻔﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺲ او ﻣﺎل اؤﻏﯿﺮ ذﻟﻚ
Artinya : “Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda.”
Sayid Sabiq mendefinisikan jinayah sebagai berikut: واﻟﻤﺮاد ﺑﺎ ﻟﺠﻨﺎ ﯾﺔ ﻓﻰ ﻋﺮف اﻟﺸﺎ رع ﻛﻞ ﻓﻌﻞ اﻟﻤﺤﺮم ﻛﻞ ﻓﻌﻞ ﺣﻈﺮه اﻟﺸﺎرع وﻣﻨﻊ ﻓﯿﮫ ﻟﻤﺎ ﻓﯿﮫ ﻣﻦ 8
5
.ﺿﺮر واﻗﻊ ﻋﻠﻲ اﻟﺪﯾﻦ اواﻟﻨﻔﺲ او اﻟﻌﻘﻞ او اﻟﻌﺮض او اﻟﻤﺎ ل
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal
12 6
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 2 7
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal 67
8
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah juz II; Beirut, Dar-Al-Fikr, 1980, cet ke-2, hal 427
15
Artinya: Yang dimaksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang. Dan perbatan yang di;larang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda. Menurut aliran mazhab Hanafiyah terdapat pemisahan dalam pengertian jinayah9, yakni kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan jiwa, seperti melukai atau membunuh. Serta perbuatan dosa atau perbuatan salah yang berkaitan dengan objek atau sasaran barang atau harta benda,
dinamakan ghosob. Adapun
menurut mazhab Asy-Syafi’I, Maliki, dan Ibnu Hambal, tidak mengedakan pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan trehadap harta benda (pencurian dan kejahatan terhadap harta benda lainnya).10 Untuk istilah jinayah ialah jarimah. Yang mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa.11 Jarimah berasal dari kata ( ) ﺟﺮمyang sinonimnya ﻛﺴﺐ ( )ﻛﺴﺐ وﻗﻄﻊartinya: berusaha (usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci
9
Sebagaimana di kutip oleh Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, hal 13
10
11
13
Ibid, hal 13 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal
16
manusia) dan bekerja. 12 Dari pengertian tersebut Muhammad Abu Zahra mendefinisikannya sebagai berikut 13
.ارﺗﻜﺎب ﻛﻞ ﻣﺎ ھﻮ ﻣﺨﺎ ﻟﻒ ﻟﻠﺤﻖ واﻟﻌﺪل وﻟﻄﺮﯾﻖ اﻟﻤﺴﺘﻘﯿﻢ
Artinya: Melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan menurut Imam Al-Mawardi mengartikan jarimah adalah: 14
ا اﻟﺠﺮا ءم ﻣﺤﻈﻮرا ت ﺷﺮﻋﯿﺔ زﺟﺮ اﷲ ﺗﻌﺎ ﻟﻲ ﻋﻨﮭﺎ ﺑﺤﺪ او ﺗﻌﺰﯾﺮ
Artinya: Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir . B.
Unsur Atau Rukun Jinayah Unsur atau rukun Jinayah terbagi menjadi tiga macam, yaitu :15 1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Unsure ini dikenal dengan istilah “unsure formal” (Al-Rukn al-Syar’i).
12
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet ke-1), hal 9 13
Muhammad Abu Zahra, Al-Jarimah wa Al’uqubah fi Al-Fiqh Al-Islamy: Kairo, Maktabah Al-Angelo Al-Mishriyah, tanpa tahun, hal 22 14
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthoniyah; Mesir, Maktabah Musthofa Al-Baby AlHalaby, 1973, cet ke-3, hal 219 15
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 3
17
2. Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan. Unsure ini dikenal dengan istilah “unsur material” (Ar-Rukn al-Madi). 3. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat memahami taklif, artinya pelaku kejahatan adalah seorang mukallaf, sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini dikenal dengan istilah “unsur moral” (Ar-Rukn al-adabi)
C. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam (Jarimah) Para ulama membagi jenis jarimah dalam tiga bagian, diantaranya : 1. Jarimah Hudud Jarimah Hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan syara’ sehingga terbatas jumlahnya serta ditentukan pula hukumannya secara jelas, baik didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jarimah ini termasuk hak Allah SWT bagi masyarakat banyak dalam memelihara kepentingan, ketentraman, dan keamanan masyarakat. Maksud hak Allah dalam jarimah ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut sebagai berikut: 16
ﺣﻖ اﷲ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﮫ اﻟﻨﻔﻊ اﻟﻌﺎم ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ اﻟﺒﺸﺮﯾﺔ وﻟﻢ ﯾﺨﺘﺺ ﺑﻮاﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﻨﺎس
Artinya : Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang. 16
296
Muhammad Syaltut, Al Islam’Aqidah wa Syari’ah, Dar Al-Qolam, Cet III, 1966, hal
18
Maksud pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut adalah bahwa hukuman hudud tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara. Jarimah hudud ini menurut para ulama terbagi menjadi tujuh macam jarimah, yakni: perzinaan, qadzaf (menuduh zina), minum khamr (meminumminuman keras), pencurian, perampokan, pemberontakan dan murtad.
2. Jarimah Qishash / Diyat Bentuk Jarimah ini tidak berbeda jauh dengan jarimah hudud. Namun terdapat satu perbedaan antara jarimah hudud dan jarimah qishash diyat, yakni hak perseorangan atau hak adami maksudnya korban atau ahli warisnya dapat memaafkan perbuatan pelaku jarimah, meniadakan qishash dan menggantinya dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali. Sedangkan menurut pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut tentang hak adami (individu) adalah: 17
ﺣﻖ اﻟﻌﺒﺪ ﻓﮭﻮ ﻣﺎ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﮫ ﻧﻔﻊ ﺧﺎص ﻟﻮاﺣﺪ ﻣﻌﯿﻦ ﻣﻦ اﻟﻨﺎس
Artinya: Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu.
17
hal 296
Muhammad Syaltut, Al-Islam’Aqidah wa Syari’ah; Dar Al-Qalam, cet ke-3, 1966,
19
Jarimah qishash/diyat meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukaan sengaja. Imam Malik membagi pembunuhan menjadi dua macam: pembunuhan sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Sedangkan menurut Drs. H. A. Wardi Muslich, jarimah qishash dan diyat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Akan tetapi jika diperluas maka terdapat lima macam, yaitu: 18 a. Pembunuhan Sengaja () اﻟﻘﺘﻞ اﻟﻌﻤﺪ b. Pembunuhan menyerupai sengaja ()اﻟﻘﺘﻞ ﺷﺒﮫ اﻟﻌﻤﺪ c. Pembunuhan karena kesalahan ()اﻟﻘﺘﻞ اﻟﺨﻄﺎء d. Penganiayaan sengaja ()اﻟﺠﺮح اﻟﻌﻤﺪ e. Penganiayaan tidak sengaja ()اﻟﺠﺮح اﻟﺨﻄﺎء
3.
Jarimah Ta’zir Ta’zir secara etimologis berarti menolak atau mencegah19 (Ar-Rad wa Man’u). Sedangkan Ta’zir menurut terminologis adalah اﻟﺘﻌﺰﯾﺮ ھﻮ اﻟﻌﻘﻮﺑﺎ ت ا ﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﯾﺮد ﻣﻦ ا ﻟﺸﺎ رع ﺑﺒﯿﺎن ﻣﻘﺪارھﺎ وﺗﺮك ﺗﻘﺪﯾﺮھﺎ ﻟﻮﻟﻲ 20
)اﻻﻣﺮاوﻟﻘﺎ ﺿﻲ اﻟﻤﺠﺎ ھﺪﯾﻦ
Artinya:
18
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet ke-1), hal 19 19
Abdul Aziz, “Amir At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-Araby, cet IV, 1969, hal 52 20 Sebagaimana dikutip oleh Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal
20
“Ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim”. Ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. 21 Sedangkan menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam AlMawardi, sebagai berikut: واﻟﺘﻌﺰﯾﺮ ﺗﺎدﯾﺐ ﻋﻠﻰ ذﻧﻮب ﻟﻢ ﺗﺸﺮع ﻓﯿﮭﺎ اﻟﺤﺪود Artinya: Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’.22 Para fuqoha ,mengartikan jarimah ta’zir sebagai hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.23 Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 24 a.
Jarimah hudud atau qishash / diyat yang syubhat atau tidak memenuh syarat, namun sudah merupakan maksiat.
21
Abdul Qadir Audah, hal 80
22
Al-Mawardi, hal 236
23
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1),
hal 141 24
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 13
21
b.
Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan umum.
2. Menurut Hukum Positif Penulis akan menguraikan beberapa definisi para ahli tentang hukum pidana dari beberpa karya ilmiah, antara lain: Definisi Hukum pidana menurut E Utrecht adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur atau mengurus suatu masyarakat dan karena itu harus di taati oleh masyarakat itu.25 Sedangkan arti hukum pidana yang disampaikan oleh R. Abdoel Djamali, ialah: ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. 26 Dari pendapat para ahli yang telah penulis uraikan, penulis lebih setuju arti hukum pidana yang disampaikan oleh Prof. Moeljatno S.H sebagai berikut:27 Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang menjadikan dasardasar dan aturan-aturan untuk:
25
Sebagaimana dikutip oleh Waluyadi, Pegantar Ilmu Hukum dalam perspektif hokum positif, (Jakarta: Djambatan, cet ke- ), hal 2 26
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, cet ke-3), hal 153 27
1
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002, cet ke-7), hal
22
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. b. Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pdana sebagaimana yang telah di ancamkan c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan itu dapat ddilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Dari beberapa definisi yang telah penulis uraikan, maka penulis akan menyimpulkan arti hukum pidana, yaitu: suatu himpunan peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Negara dalam mengatur serta membatasi tingkah laku seseorang agar tidak terjadinya pelanggaran dan kejahatan dalam suatu lingkungan masyarakat demi menegakkan keadilan.
B. Pengertian Tindak Pidana 1. Menurut Hukum Islam Dalam hukum Islam kata jarimah mencakup perbuatan ataupun tidak berbuat, mengerjakan atau meninggalkan, aktif ataupun pasif. Jadi pengertian jarimah menurut Imam Al-Mawardi sebagai berikut:
23
28
.اﻟﺠﺮاءم ﻣﺤﻈﻮرات ﺷﺮﻋﯿﺔ زﺟﺮاﷲ ﺗﻌﺎﻟﻲ ﻋﻨﮭﺎ ﺑﺤﺪ او ﺗﻌﺰﯾﺮ
Artinya: “ Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Abdul Qodir Audah pun mendefinisikan jarimah sebagaimana yang telah didefinisikan Imam Al-Mawardi dengan menjelaskan kata ﻣﺤﻈﻮرات. (mahdzurot / larangan) sebagai berikut: 29
اﻣﺎ اﺗﯿﺎن ﻓﻌﻞ ﻣﻨﮭﻲ ﻋﻨﮫ ھﻮاو ﺗﺮك ﻓﻌﻞ ﻣﺎ ﻣﻮرﺑﮫ
Artinya: “Yang dimaksud dengan mahdzurot (larangan) adalah melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.” Jarimah memiliki unsure umum dan unsure khusus. Adapun unsure umum suatu jarimah adalah unsure-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah, yakni unsure formal diantaranya (al-Rukn al-Syar’iy), yaitu telah adanya aturannya; (al-Rukn al-Madi), yaitu telah ada perbuatannya; (al-Rukn al-Adabiy), yaitu ada pelakunya. Sedangkan unsure khusus suatu jarimah adalah unsure yang terdapat pada suatu jarimah, namun tidak terdapat pada jarimah lain. 30
28
Al-Mawardi, al-ahkam al-Shulthoniyah 1973, hal 219
29
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal
66 30
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 12
24
Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur’an atau Al-Hadits, dan membaginya menjadi tiga macam, yaitu: a. Jarimah Hudud b. Jarimah Qishash / Diyat c. Jarimah Ta’zir
2. Menurut Hukum Positif Pengertian tindak pidana menurut hukum positif adalah strafbaar feit, diartikan sebagai delik/peristiwa pidana/tindak pidana/perbuatan pidana.31 Sedangkan tindak pidana menurut Prof Wirjono Prodjodikoro adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. 32 Simons mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Menurutnya pula syarat tindak pidana terbagi menjadi tiga macam antara lain:33 a. Perbuatan itu, perbuatan manusia, baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif
31
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 106 32
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), cet ke-4, hal. 55 33
Dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), cet ke-4, hal 56
25
b. Perbuatan itu dilarang UU, diancam dengan hukuman baik yang tertulis maupun tidak tertulis c. Perbuatan itu harus dapat dipertanggung jawabkan. Tindak pidana pun mempunyai dua sifat di dalam KUHP, yakni: a. Ada yang bersifat dilarang (verboden), sebagaimana yang terdapat dalam pasal 362 tentang pencurian b. Yang diharuskan (geboden), sebagaimana yang terdapat dalam pasal 522 tentang dipanggil untuk menjadi saksi oleh pengadilan.
C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana 1. Menurut Hukum islam (jarimah) Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam-macam bentuk dan jenis, diantaranya : a. Dilihat dari pelaksanaannya, yaitu bagaimana sipelaku melaksanakan suatu jarimah yang dilaksanakan dengan melakukan perbuatan yang terlarang
ataukah
sipelaku
tidak
melaksanakan
perbuatan
yang
diperintahkan. Jikalau sipelaku mengerjakan perbuatan yang terlarang. Maka ia telah melakukan jarimah secara ijabiyyah (aktif) dalam melakukan suatu jarimah. contohnya seperti: mencuri, berzina, mabukmabukan, membunuh dan sebagainya. Dan sipelaku jarimah salabiyah (pasif) tidak berbuat sesuatu. Contohnya seperti: tidak melaksanakan
26
sholat, tidak membayar zakat, tidak menolong orang lain yang sangat membutuhkannya padahal ia sanggup melaksanakan tugasnya. b. Dilihat dari niatnya, jarimah ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu: jarimah yang disengaja oleh pelaku bahkan direncanakan, jarimah tidak disengaja dan kelalaian. c. Dilihat dari objeknya, maksudnya adalah suatu perbuatan jarimah yang ditujukan kepada perseorangan ataukah kepada masyarakat. Sebagaian ulama mengatakan bila korban tersebut perseorangan, maka jarimah tersebut dinamakan menjadi hak adami (hak perseorangan), namun bila korbannya masyarakat, maka jarimah tersebut menjadi hak jama’ah (hak Allah). d. Dilihat dari motifnya, maksudnya adalah apakah perbuatan jarimah tersebut dapat membahayakan seseorang, masyarakat dan Negara. e. Dilihat dari bobot hukuman,
2. Menurut Hukum Positif Bentuk-bentuk tindak pidana dalam hukum positif hanya terdapat dalam KUHP, yakni: a. Kejahatan (misdrijiven) b. Pelanggaran (overtredingen)
27
Sedangkan bentuk-bentuk delik menurut doktrin terbagi menjadi dua macam, yaitu:34 a. Doleus delicten atau disebut opzet yang berarti disengaja atau perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Dalam delik ini terbagi kembali menjadi tiga macam yakni: 1. Kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk). 2. Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheid bewustzijn). 3. Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijk heids bewustzijn).35 b.
Culpeus Delicten atau disebut tidak dengan sengaja/kealpaan atau perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan. Adapun pembagian delik dalam KUHP antara lain: a.
Doleus delicten dan Culpose delicten Doleus delicten adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidan yang dilakukan dengan sengaja seperti dalam pasal 338 KUHP. Sedangkan Culpose delicten adalah perbuatan yang
34
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 110 35
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), cet ke-4, hal. 58
28
dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan karena kealpaan. Misalnya dalam pasal 359 KUHP b. Formeele delicten dan Materiele delicten Formeele
delicten
adalah
rumusan
undang-undang
yang
menitikberatkan pada kelakuan seseorang yang dilarang dan diancam oleh undang-undang, seperti misalnya pasal 362 tentang pencurian. Sedangkan materiele delicten adalah rumusan undangundang yang menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, mislanya dalam pasal 35 KUHP tentang penganiayaan. c.
Commissie delicten dan Ommissie delicten Commissie delicten atau delicta commissionis adalah suatu delik yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang, yang meliputi baik delik formil dan delik materil, yaitu dalam pasal 362 dan pasal 378 KUHP. Sedangkan ommissie delicten atau delicta ommissionis adalah suatu pristiwa yang terjadi karena seseorang tidak berbuat sesuatu dan merupakan delik formil. Misalnya di dalam pasal 224 KUHP tentang orang yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.
d. Zelfstandige delicten dan Voorgezette delicten Zelfstandinge delicten adalah delik yang berdiri sendiri yang terdiri atas perbuatan tertentu. Sedangkan voorgezette delicten adalah delik yang terdiri atas beberapa perbuatan berlanjut.
29
e. Alflopende delicten dan Voordurende delicten Aflopende delicten adalah delik yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat (een doen of nalaten) dan delik telah selesai ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang penghasutan, pembunuhan, pembakaran dan sebagainya, atau terdapat dalam pasal 330 dan 529 KUHP. Sedangkan voodurende delicten adalah delik yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang, walaupun keadaan pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan, misalnya dalam pasal 221 tentang menyembunyikan orang jahat, pasal 333 tentang meneruskan merampas kemerdekaan orang lain, pasal 250 tentang mempunyai persediaan untuk memalsu mata uang, pasal 261 tentang menyimpan bahan yang diketahui untuk kejahatan pemalsuan, yang semua keadaan berlangsung atau dibiarkan menjadi terlarang oleh undang-undang. f. Enkelvoudige delicten dan Samengestelde delicten Enkelvoudege delicten mempunyai arti yang hampir mirip dengan “aflopende delicten” yaitu delik yang selesai dengan satu kelakuan. Sedangkan samengstelde delicten adalah delik yang terdiri atas lebih dari satu perbuatan. Ada juga yang menyebutnya dengan “collective delicten”atau delik yang menyangkut kejahatan karena pekerjaan, misalnya pasal 480-481 tentang penadahan, pasal 512-512a tentang
30
melakukan pekerjaan harus dengan kewenangan untuk pekerjaan itu atau praktek dokter anpa izin dan lain sebagainya. g. Eenvoudige delicten dan Gequalificeerde delicten Eenvoudige delicten adalah delik biasa yang dilawankan dengan gekwalificeerde delicten yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur
yang
memberatkan atau
juga disebut
geprivillegieerde delicten yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang meringankan. Sedangkan gekwalificeerde delicten antara lain dalam pasal 362 sebagai eenvoudige delicten menjadi bentuk pasal 363 dengan disertai pemberatan pidana karena adanya syarat-syarat tertentu. h. Politieke delicten dan Commune delicten Politieke delicten ialah delik yang dilakukan karena unsure politik, dan dapat dibedakan menjadi: 1. Zuivere politieke delicten yang merupakan kejahatan hogverrad dan landverrad sebagaimana di atur dalam pasal 104-110 tentang pengkhianatan intern dan pasal 121,
124,
126 tentang
pengkhianatan ekstern. 2. Gemengde politiekedelicen yang merupakan pencurian terhadap dokumen Negara, dan 3. Connexe
politieke
delicten
menyembunyikan senjata\
yang
merupakan
kejahatan
31
Sedangkan
commune
delicten
adalah
delik
yang
ditujukan kepada yang tidak termasuk keamanan Negara, misalnya penggelapan, pencurian dan lain sebagainya i.
Delicta propria dan Commune delicten Delicta propria adalah delik yang dilakukan hanya oleh orang tertentu karena suatu kualitas, misalnya delik jabatan dan delik militer. Sedangkan commune delicten adalah delik yang dapat dilakukan oleh seiap orang pada umumnya.
j.
Delict yang ditentukan menurut penggolongan kepentingan hukum yang dilindungi. Yakni penggolongan delik berdasarkan kepentingan hokum yang dilindungi, misalnya delik aduan, delik harta kekayaan dan lain sebagainya. 36 Dari beberapa uraian yang telah penulis uraikan di atas,
maka didalam suatu delik atau tindak pidana terdapat pembagian antara delik yang dapat dipidana dengan delik yang tidak dapat dipidana, yakni:37
36
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Lattihan ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 111 37
Suharto R.M, Hukum pidana materil (unsure-unsur obyektif sebagai dasar dakwaan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), cet ke-2, hal. 5
32
a.
Delik yang dapat dipidana adalah suatu perbuatan yang melanggar aturan hokum dapat dipidana apabila sudah dinyatakan salah yang berarti adanya hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatan yang dilakukan sehingga terjadi perbuatan yang disengaja atau alpa. Unsur-unsur kesalahan antara lain: 1.
Bahwa perbuatan disengaja / alpa
2.
Adanya kemampuan bertanggung jawab
3.
Pelaku insyaf atas perbuatannya melawan hukum
4.
Tidak adanya alasan pemaaf atas tindak pidana yang
dilakukan b.
Delik yang tidak dapat dipidana (pengkhususan) antara lain: 1.
Hapusnya kewenangan untuk memidana, bahwa tindak pidana tersebut dalam hal yang dilakukannya ternyata perbuatan yang diengaruhi oleh hal ikhwal pada diri pelaku. Artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hokum pengenaan pidana dapat hapus apabila pebuatan tersebut telah diatur dalam pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 49 ayat 1 dan 2, pasal 50 dan pasal 51 KUHP.
2.
Hapusnya kewenangan menuntut, bahwa tindak pidana tersebut kapan waktunya dilakukan, seperti yang telah diatur dalam pasal 1 ayat 1, pasal 76, pasal 77, pasal 78 KUHP.
33
C.
Tujuan Dan Sanksi Pidana Setiap
peraturan-peraturan
hukum
yang
dilanggar
pasti
akan
mendapatkan sanksi hukuman yang diterimanya. Dalam hukum pidana islam, hukuman dimaksudkan untuk memelihara, menciptakan kemaslahatan manusia dan untuk memperbaiki insan manusia dari perbuatan-perbuatan yang telah dilarang oleh Allah SWT.
1. Dalam Hukum Islam Tujuan pokok penjatuhan hukuman di dalam hukum pidana islam terdapat beberapa macam antara lain: a. Pencegahan artinya: mencegah atau menahan pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi perbuatan jarimah yang telah ia lakukan atau agar ia tidak melakukan terus-menerus melakukan jarimah tersebut dikarenakan ia mengetahui sanksi hukuman jarimah tersebut. b. Pengajaran dan pendidikan artinya memberikan pelajaran bagi orang lain tentang suatu jarimah sehingga dapat mencegah orang lain untuk tidak melakukan suatu jarimah.38 Sedangkan tujuan hukum pidana menurut Rahman Hakim terdapat tambahan dalam tujuan hokum pidana, yakni a. Memelihara masyarakat artinya upaya untuk menyelamatkan masyarakat dari perbuatan pelaku jarimah
38
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, hal. 191
34
Menurut Ahmad Hanafi hukuman itu sendiri dapat dibegi menjadi beberapa penggolongan dilihat dari segi tujuannya, diantaranya : 1. Dari segi hubungan atara satu hukuuman dengan hukuman lainnya : a. Hukuman pokok, yaitu hukuman asal bagi satu jarimah. seperti hukuman rajam bagi pezina. b. Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menggantikan hukuman pokok apabila hukuman itu tidak dapat dilaksanakan dengan alas an yang sah. Seperti hukuman diyat sebagai pengganti hukuman qishash. c. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok seperti larangan menerima warisan bagi seseorang yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya. d. Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat adanya keputusan tersendiri oleh hakim. 2. Dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya sebuah hukuman : a. Hukuman yang tidak ada batas tertinggi dan terendahnya seperti pada hukuman jilid sebagai hukuuman had
b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan terendahnya dalam satu hukuman, dimana seorang hakim diberikan
35
kebebasan untuk melakukan penjatuhan hukuman diantara kedua batas tersebut. 3. Dari besarnya suatu hukuman yang telah ditentukan : a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya suatu hukuman. Maka hakim harus melaksanakan hukuman tersebut tanpa harus mengurangi atau menambahkan hukuman bahkan mengganti hukuman lain. b. Hukuman yang telah diserahkan kepada hakim untuk memilih sekumpulan hokum yang telah ditetapkan oleh syara’ agar dapat disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya dapat disebut dengan hukuman pilihan. 4. Dari segi tempat/sasaran dilaksanakannya hukuman: a. Hukuman jiwa adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa seseorang seperti ancaman dan menegur. b. Hukuman badan adalah hukuman yang dijatuhkan atas badan diantaranya hukuman mati, hukuman dera, hukuman penjara. c. Hukuman harta adalah hukuman yang dijatuhkan atas harta seseorang diantaranya hukuman denda, hukuman diyat dan perampasan harta.
36
5. Dilihat dari jenis jarimah yang diancamkan hukuman: a. Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk jarimah atau tindak pidana hudud. b. Hukuman qishash dan diyat adalah hukuman yang telah ditetapkan untuk jarimah qishash dan diyat. c. Hukuman kafarat adalah hukuman yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qishash dan diyat dan sebagian jarimah ta’zir. d. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang ditetapkan untuk jarimah tindak pidana ta’zir.
2. Dalam Hukum Positif Dalam hukum pidana positif terdapat beberapa pemikiran yang menjadi munculnya teori mengenai tujuan hukum diantaranya adalah: 39 a. Tujuan Pemidanaan (Teori Absolut) Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan pemidanaan, yaitu:
39
1.
Untuk memperbaiki pribadi pelaku tindak pidana
2.
Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), Cet I, hal 23
37
3.
Untuk membuat para pelaku tindak pidana menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan.
b. Teori Tujuan (doeltheorien) 1.
Tujuan untuk memulihkan kerugian yang ditimbulkan oleh penjahat.
2.
Tujuan untuk mencegah agar orang lain tidak melakukan kejahatan.40
Teori pencegahan terbagi menjadi dua, yakni: 1. Teori-teori pencegahan umum atau algemene preventie theorien yaitu semata-mata dengan membuat jera setiap orang agar orang lain tidak melakukan kejahatan. 2. Teori-teori pencegahan khusus atau bijzondare preventie theorien yaitu dengan membuat jera, dengan memperbaiki dan membuat penjahatnya tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan lagi. Adapun tujuan pidana menurut hukum pidana, yaitu: 1 Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie). 40
Ibid, hal 27
38
2 Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabi’atnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Sedangkan tujuan hukum pidana terbagi menjadi dua, yaitu: 41 a. Teori Absolut (vergeldingstheorien) Menurut teori ini, hukuman dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota masyarakat. b. Teori Relatif (Doelthehorien) 1.
Menjerakan, yaitu menjerakan si pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi perbuatannya
2.
Memperbaiki pribadi pelaku
3.
Membinasakan atau membuat pelaku tindak pidana tidak berdaya. Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan membuat pelaku tindak pidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur hidup.
Keberadaan sanksi hukuman merupakan aturan yang dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat. Adapun sanksi hukuman merupakan wujud
41
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hukum pidana di indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), Cet III, hal 18
39
dari norma hokum. Keberadaan sanksi merupakan alat pemaksa agar seseorang
mentaati norma-norma
yang
berlaku.42
Adanya
suatu
pelanggarn atau kejahatan maka sanksi akan disesuaikan dengan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Sanksi dalam hokum pidana menurut pasal 10 KUHP terbagi menjadi dua macam antara lain: 1. Pidana Pokok a. Pidana mati, pidana ini merupakan pidana terberat diantara semua pidana
yang diancam atas kejahatan yang
berat
seperti
pembunuhan berencana pasal 340 KUHP dan pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat 4. b. Pidana penjara, merupakan pembatasan kemerdekaan atau kebebasan seseorang. Hukuman ini lebih berat dari pada hukuman kurungan karena diancamkan atas berbagai kejahatan. Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum penjara seumur hidup sebagaimana yang terdapat dalam pasal 12 KUHP. c.
Pidana kurungan adalah pemberian hukuman yang lebih ringan daripada hukuman penjara kepada pelaku. Dikarenakan untuk pelaku pelanggaran atau kejahatan karena kelalaian. Adapun masa kurungan dibatasi paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
42
S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan penerapannya, (Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem, 1996), hal. 226
40
d. Denda adalah hukuman yang dapat diancamkan pada pelaku kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif. Hukuman ini dapat dibatasi oleh siapapun baik dari pihak keluarga atau pihak kerabat atau kenalan. Pidana tambahan adalah pemberian hukuman yang dapat dijatuhkan bersamaan dengan hukuman pokok dan hakim tidak mempunyai kewajiban untuk menjatuhkannya. 2. Pidana tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu, lamanya pencabutan hak tersebut diserahkan kepada putusan. b. Perampasan barang-barang tertentu adalah perampasan barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya sebagaimana yang terdapat dalam pasal 39 KUHP. c. Pengumuman putusan hakim, bertujuan untuk memberitahukan kepada seluruh masyarakat agar masyarakat dapat lebih berhatihati terhadap si terhukum dan prosedurnya diatur dalam pasal 43 KUHP, yang berbunyi : “Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan Kitab Undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
BAB III PENGERTIAN GANTI KERUGIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A.
Pengertian Ganti Kerugian Istilah ganti kerugian tidak dapat kita temui pada hukum pidana materil, akan tetapi ganti kerugian dapat kita temui pada hukum pidana formil yakni terdapat dalam pasal 95 sampai pasal 101 KUHAP. Adapun arti ganti kerugian dalam KUHAP pasal 95 ayat 2 ialah tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hokum yang diterapkan.1 Istilah ganti kerugian merupakan istilah untuk hukum perdata sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi: tiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut. Dalam hal ini penulis akan mencoba menjabarkan beberapa pengertian tentang ganti kerugian oleh beberapa karya ilmiah. Ganti Rugi merupakan termasuk salah satu kata majemuk, yang terdiri dari kata ganti dan rugi. Kata ganti
1
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Sinar Grafika Persada, 2006), hal 399
41
42
mempunyai arti seuatu yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.2 Bisa pula berarti “tukar”(dengan yang lain) sedangkan kata rugi mengandung arti “tidak mendapat laba, tidak mendapat faedah (manfaat), mudhorot, seuatu yang kurang baik atau tidak menguntungkan. Harmukti Kridalaksana menyatakan kata Rugi dengan “tidak laba, tidak imbang, tidak bermanfaat, mudhorot, tidak berfaedah, tidak berguna, gagal, kurang baik, kurang menguntungkan, hilang, habis. 3 Ganti kerugian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang yang telah bertindak melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain karena kesalahannya tersebut. (Sudarto : 1981, 133) Sanksi Ganti Kerugian, menurut schafer telah dikenal pada masa hukum Primitif. Pada masa ini telah dikenal adanya “personal reparation”, yaitu semacam pembayaran ganti rugi yang akan dilakukan oleh seseorang yang telah melakukan tindak pidana atau keluarganya terhadap korban yang telah dirugikan sebagai akibat tindak pidana tersebut.4 Didalam kamus hukum yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah denda yang memiliki arti hukuman (pidana) yang berupa membayar uang. Setiap hukuman denda, apabila tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman 2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1976),
h297 3
Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144. 4
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1533/1/pidana-syafruddin4.pdf
43
badan (kurungan). 5 Dan arti ganti kerugian dalam ilmu pengetahuan ialah denda yang berarti hukuman berupa keharusan membayar sejumlah uang atau barang karena melakukan suatu pelanggaran.6 Sedangkan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah diyat yang berarti harta benda yang wajib ditunaikan oleh sebab tindakan kejahatan, kemudian diberikan kepada si korban kejahatan atau kepada walinya. Dan diyat disebut juga dengan Al-Aql (pengikat), karena apabila seseorang membunuh orang lain, maka ia harus membayar diyat berupa beberapa ekor unta. Unta-unta itu pun diserahkan kepada wali si korban sebagai tebusan darah. 7
1. Dalam Hukum Islam Ganti kerugian atau diyat adalah harta benda yang wajib ditunaikan oleh sebab kejahatan yang kemudian diberikan kepada korban atau ahli waris (walinya). Diyat menurut istilah adalah sejumlah harta yang diberikan sebagai ganti kerugian bagi tindakannya membunuh, atau melukai seseorang. Hal-hal yang mewjibkan seseorang membayar diyat yakni: a.
Bila wali atau ahli waris yang terbunuh memaafkan si pembunuh dari pembalasan jiwa. 5
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kamus istilah hukum, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hal 216 6
Save M Dagun, Kamus besar ilmu pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000), cet ke-2, hal 166 7
Sayyid Sabiq, Fikh Sunnah 10, (Bandung: PT Alma’arif, 2003), hal. 90
44
b.
Pembunuhan yang tidak disengaja
c.
Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh. 8
Dasar hukum wajibnya membayar diyat sebagaimana firman Allah: Artinya Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), karena tersalah (tidak sengaja). Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga (korban), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah, jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjia (damai) antara mereka dengan kamu, maka hendaklah (si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari Allah dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. An-Nisa: 91) Serta Hadits Nabi yang diriwayatkan olrh Abu Daud yang artinya:
8
Abdoel Majieb dkk, Kamus istilah fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet,III, hal. 60
45
Hadits dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amir bin Hazm dari ayahnya, dari kakeknya Nabi Muhammad SAW pernah mengirim surat kepada penduduk yaman yang antara lain berisi: “Sesungguhnya barang siapa yang secara nyata membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka ia harus dibunuh, kecuali kalau kalau ahli waris si korban mau merelakan. Diyat atau denda membunuh jiwa ialah: 100 ekorunta, hidung yang dipotong harus ada diyatnya, sepasang mata ada diyatnya, kemaluan ada diyatnya, sepasang biji penis ada diyatnya, tulang belakang ada diyatnya, satu kaki diyatnya setengah, ubun-ubun diyatnya sepertiga, luka yang mendalam diyatnya sepertiga, pukulan yang menggeserkan posisi tulang diyatnya 15 ekor unta, setiap jari-jari tangan dan kaki diyatnya 10 ekor unta, gigi diyatnya 5 ekor unta. Seorang laki-laki harus dibunuh karena ia membunuh seorang perempuan, dan bagi pemilik emas harus membayar 1000 dinar. (H.R. Abu Daud).9 Para ulama pun bersepakat mengartikan diyat berupa pembayaran harta yang wajib dikeluarkan oleh si pembunuh dan diberikan kepada korban atau ahli warisnya, sebagaimana prinsip syari’ah yang terdapat dalam AlQur’an:
Artinya : Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (Q.S. Al-An’am: 164) 9
Ibn Hajar Al-Asqolani, Terjemahan lengkap Bulghul Maram, (Jakarta: Akbar, 2007), cet ke-2 Hal. 540
46
Maka dalam hal ini yang menjadi karakteristik diyat adalah adanya hak manusia khususnya kepada korban dan keluarganya memberi ma’af yang konsekuensinya adalah pelaku harus membayar diyat yang wajar bagi kemanusiaan.10 Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 178:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. (Q.S. Al-Baqoroh: 178). Maksudnya apabila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan cara membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si 10
euthanasia menuruthukum islam diakses pada 20 agustus 2010 http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=10037:maafdan-penegakan-hukum-perspektif-islam&catid=33:artikel-jumat&Itemid=98
47
korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih. Jenis hukuman diyat menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i ada tiga macam, yaitu: seratus ekor unta, seribu dinar emas dan dua belas ribu dirham perak. Akan tetapi Imam Syafi’I dalam qaul jadidnya jenis hukuman diyat berupa unta saja, sedangkan untuk emas dan perak diqiyaskan kepada harga unta. Apabila sanksi diyat dibayar dengan dinar maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai dengan 4250 gram emas (1 dinar senilai dengan 4,25 gram emas. Sedangkan pembayaran diyat dengan dirham, senilai dengan 35.700 gram perak (1 dirhamnya senilai dengan 2,975 gram perak (Al-Maliki 1990: 113) Sanksi diyat dikarenakan pembunuhan tidak sengaja atau kesalahan. Sanksi diyat dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah: a.
Kewajiban pembayaran dibebankan kepada aqilah (keluarga).
b.
Pembayaran dapat diangsur selama tiga bulan.
c.
Komposisi diyat dibagi menjadi lima kelompok: 1
20 ekor unta bintu makhadh unta betina 1-2 tahun
48
2
20 ekor unta ibnu makhhad untuk jantan 1-2 tahun menurut Hanafiyah dan Hanabilah, atau 20 ekor unta untuk ibnu lahun unta jantan umur 2-3 tahun menurut Malikiyah dan Syafi’iyah
3
20 ekor unta ibnu lahun untuk betina umur 2-3 tahun
4
20 ekor unta hiqqoh unta umur 3-4 tahun
5
20 ekor unta jadza’ah unta umur 4-5 tahun .11
Kewajiban pembayaran diyat dibebankan kepada aqilah, yaitu kerabat yang berhak menjadi ahli waris bagi sipelaku. Hukuman pokok lainnya selain diyat adalah dengan cara memerdekakan hamba sahaya atau diganti dengan berpuasa dua bulan berturut-turut dan hukuman tambahannya ia tidak dapat mewarisi harta orang yang telah dibunuhnya walaupun pembunuhannya karena kesalahan.12 Sanksi diyat untuk pembunuhan sengaja atau seperti sengaja dikenakan sebanyak 100 ekor unta dan dibagi menjadi 3 macam jenisnya, yaitu: 1 30 ekor unta hiqqoh unta berumur 3 tahun 2 30 ekor unta jadza’ah unta berumur 4 tahun
11
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 175 12
hal. 135
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1),
49
3. 40 ekor unta khalifah yaitu unta yang sdedang hamil menurut 2 orang adil yang ahli mengenai kehamilan unta.13 Sedangkan sanksi diyat untuk pembunuhan semi sengaja, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan dengan cemeti, tongkat dan batu, diyatnya adalah seratus ekor unta.14” Dari beberapa penjabaran yang penulis paparkan di atas, penulis akan mencoba mengklasifikasikan diyat menjadi beberapa macam yakni : a.
b.
Diyat laki-laki muslim adalah: 1
100 ekor unta
2
Atau 200 ekor sapi
3
Atau 1.000 ekor kambing
4
Atau 1.000 dinar emas
5
Atau 12.000 dirham perak
6
Atau 200 pakaian
Diyat berat bagi pembunuhan sengaja atau seperti disengaja sebagaimana dalam kitab Ad-Darori 2/252 berkata “Mayoritas ulama
hal. 137
13
Aliy As’ad, Terjemah Fathul Mu’in, (Yogyakarta: Menara Kudus, 1979), hal 268
14
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), cet ke-1,
50
dan para sahabat berpendapat bahwasannya pembunuhan itu dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1
Sengaja
2
Seperti disengaja dan
3
Tidak disengaja. Ibnu Rasyid dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid 2/397 berkata “Barang siapa yang bermaksud memukul anak Adam langsung dengan alat yang biasanya tidak mematikan, maka hukumannya antara sengaja dan tidak sengaja (tersalah). Hal ini mirip sengaja dari segi pemukulannya dan mirip dengan tidak sengaja dari segi ia memukul dengan alat yang biasanya tidak mematikan.
c.
Diyat zimmi adalah diyat setengah seorang muslim
d.
Diyat wanita setengah diyat laki-laki
e.
Athrof (kedua kaki, tangan dan kepala) dan lainnya yang lebih dari spsertiga.
f.
Diyat yang diwajibkan secara sempurna atau setengah diyat pada 1
Kedua mata
2
Kedua bibir
3
Kedua tangan
4
Kedua kaki
5
Kedua buah kemaluan
51
g.
Diyat penuh yang diwajibkan pada: 1
Hidung
2
Lisan
3
Kemaluan
4 h.
Tulang punggung
Diyat luka, ma’mumah adalah luka yang sampai kepada lapisan otak atau batok kepala (luka dikepala sampai otak). Dan Al-Ja’ifah adalah luka yang sampai pada bagian dalam tubuh walaupun tidak sampai mengeluarkan usus (luka bagian tubuh hingga kebagian dalam tubuh), maka diyatnya adalah sepertiga diyat kejahatan yang dilakukannya.
i.
Luka munaqqilah adalah luka yang memperlihatkan tulang dan berpindah posisinya. Maka diyatnya adalah sepersepuluh diyat dan seperdua puluh diyat.
j.
Luka al-hammisyah adalah luka yang memperlihatkan tulang pecah atau retak. Maka diyatnya sepersepuluh diyat
k.
Pada setiap jari diyatnya sepersepuluh
l.
Pada setiap gigi diyatnya seperduapuluh
m.
Luka mudhihah adalah luka yang memperlihatkan tulang. Maka diyatnya adalah lima ekor unta.
n.
Janin apabila keluar dalam keadaan sudah meninggal, maka diyatnya adalah ghurrah. Dan apabila janin keluar dalam keadaan hidup kemudian meninggal dikarenakan kejahatan. Hal ini memiliki diyat. Semua ini untuk janin orang yang merdeka.
52
o. 2.
Diyat untuk budak adalah luka dan harganya sewaktu dibeli15 Dalam Hukum Positif Dalam hukum positif di Indonesia tentang pidana ganti kerugian
sangat terbatas dalam kajiannya yakni hanya terdapat dalam hukum formil saja, sebagaimana dalam pasal 95-101 KUHAP. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengembangkan tentang ganti kerugian khususnya dalam hal kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kerugian kepada seseorang hingga menyebabkan seseorang meninggal. Adapun maksud ganti kerugian yang terdapat dalam pasal 95 ayat 2 ialah tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan. Adapun macam-macam ganti kerugian antara lain :16 a.
Ganti rugi actual (actual damages) Ganti kerugian actual merupakan kerugian yang benar-benar diderita secara actual dan dapat dihitung dengan mudah sehingga keluar angka kerugian sekian rupiah.
b.
Ganti rugi penghukuman (punitive damages)
15
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=2510&parent_s ection=[b]kj077[/b]&idjudul=2400 16
Munir Fuady, Perbuatan melawan hukum (pendekatan kontemporer), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), cet ke-1, hal. 50
53
Ganti rugi penghukuman merupakan suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya. Besarnya jumlah ganti rugi tersebut dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku. c.
Ganti rugi nominal (nominal damages) Ganti nominal damages merupakan ganti rugi berupa pemberian sejumlah uang, meskipun kerugian sebenarnya tidak bisa dihitung dengan uang (inmateriil) Dalam hal ini (ganti kerugian) yang penulis kemukakan diatas,
bahwasanya ganti kerugian termasuk dalam hukum perdata sebagaimana dalam pasal 1365 KUHPerdata. Akan tetapi ganti keurgian dapat pela digunakan dalam hukum pidana atau penggabungan antara KUHPerdata, KUHAP dan KUHP tentang ganti kerugian antara lain dalam hal: a
Luka ringan, luka berat atau meninggal yang disebabkan karena pengeroyokan (kekerasan yang dilakukan bersama-sama), yskni pelanggaran pasal 170 KUHP.
b.
Pelanggaran terhadap pasal 187 dan pasal 188 KUHP yakni kebakaran yang disebabkan kesengajaan atau kelalaian terdakwa.
c
Kejahatan terhadap pemalsuan uang / uang kertas.
d.
Kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan yang menimbulkan kerugiankerugian nyata.
54
e.
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan, termasuk kejahatan penganiayaan dan pembunuhan.
f.
Semua kejahatan-kejahatan yang mengakibatkan kerusakan barang, dan / mengakibatkan luka/luka berat atau kematian.17 Oleh karena itu para hakim dalam memutuskan suatu perkara perdata
dan pidana dapat merujuk pada pasal 99 ayat 3 KUHAP yang bunyinya sebagai berikut: “Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan tetap, apabila putusan pidananya juga mendapat kekuatan hokum tetap.” Serta yang terdapat juga dalam pasal 100 KUHAP lebih jelas memperlihatkan keterkaitan putusan perdata dan putusan pidana, yang bunyi sebagai berikut: 1.
Apabila terjadi penggabungan antara perkara perdata dan perkara pidana, maka penggabungan itu dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding.
2.
apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan. Adapun sanksi ganti rugi berupa : a.
Biaya pengobatan dan biaya rumah sakit
b.
Perbaikan-perbaikan barang yang rusak
17
Leden Marpaung, Proses tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi dalam hukum pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet pertama, hal 99
55
c.
Memberikan biaya pendidikan terhadap anak korban.18
Sedangkan ganti kerugian terhadap kecelakaan kendaraan bermotor, yang sesuai dengan judul penulis terbagi menjadi 4 kelompok yang terdapat dalam pasal 310 ayat 1, 2, 3 dan 4 Undang-undang no 22 tahun 2009, antara lain: a. Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan atau barang dikenakan denda atau ganti kerugian sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) b. Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan atau barang dikenakan denda atau ganti kerugian sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) c. Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka berat dikenakan denda atau ganti kerugian sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) d. Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia
dikenakan denda
atau
ganti kerugian
sebesar
Rp
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).19
18
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet ke-5, hal 399 19
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025j
BAB IV ANALISIS PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN
A. Kronologi Perkara Pada hari ahad (minggu) tanggal 4 januari 2004 sekitar pukul 10:00 WIB. Telah terjadi kecelakaan kendaraan bermotor di depan lampu merah Pasar Mampang Prapatan antara mobil sedan Soluna berwarna silver ber-No. Pol B1341 AK dengan sepeda motor Honda Astrea ber-No. Pol B-5006 KP. Saat itu korban yang mengendarai sepeda motor ber-No. Pol B-5006 KP, yang bernama AHMAD HAFIDZ berumur 23 tahun, NAJHAN berumur 4 tahun dan ibu DAULIANA berumur 28 tahun ingin memutar arah dari pasar Mampang menuju arah Buncit Raya untuk pulang kerumah setelah membeli peralatan rumah tangga. Sedangkan dibelakang sepeda motor tersebut terdapat mobil sedan Soluna berwarna silver ber-No. Pol B-1341 AK yang dikendarai oleh sdri Arfi berumur 17 ingin menuju arah Kuningan dari arah Buncit Raya setelah lampu berwarna hijau. Akan tetapi dengan ketidak sengajaan dan tidak melihat sdri Arfi menyenggol sepeda motor tersebut hingga pengendara sepeda motor sdr AHAMAD HAFIDZ (23) dan NAJHAN (4) anak dari ibu DAULIANA (28) terjatuh dan terbentur matras jalan hingga pingsan dan tak sadarkan diri. Polisi dan para saksi yang melihatnya dengan segera membantu korban dengan cara
56
57
memanggil ambulance untuk di bawa ke RS Aini akan tetapi pihak RS meolaknya dikarenakan ruang UGD sudah penuh, lalu dirujuk ke RS Fatmawati, setelah pemeriksaan oleh tim dokter telah ditemukan luka ringan pada sdr AHMAD HAFIDZ dan NAJHAN sedangkan ibu DAULIANA dengan tak sadarkan diri ditemukan luka dalam disekitar kepala atau geger otak. Dan beberapa hari kemudian setelah dirawat di ruang ICU dengan keadaan tidak sadarkan diri setelah peristiwa tersebut pada tanggal 7 januari 2004 ibu DAULIANA (28) pun meninggal dunia. Pelaku sdri ARFI beserta keluarganya yang mengetahuinya berdomisili di Cinere yang diwakili pamanya dengan ketegasannya meminta untuk berdamai dengan cara kekeluargaan yang mana kerusakaan pada sepeda motor, biaya pengobatan, perawatan di RS ditanggungnya, dan biaya pendidikan kepada anaknya saudari NAJHAN (4) hingga perguruan tinggi yang ditanggung oleh pelaku beserta keluarga pelaku. Dari pihak keluarga korban pun menyetujuinya dalam menyelesaikan perkara tersebut beserta ketentuannya.1
B. Analisis Pidana Ganti Kerugian 1. Menurut Hukum Islam Di dalam hukum islam seseorang yang telah membunuh, mengakibatkan luka, atau tidak berfungsinya anggota badan orang lain baik secara disengaja, tidak sengaja dan semi sengaja maka, sanksi yang layak bagi pelaku adalah sanksi diyat. Diyat sendiri memiliki arti harta benda yang wajib di tunaikan oleh sebab 1
Kronologi Perkara yang dipaparkan oleh korban (sdr Ahmad Hafidz)
58
suatu kejahatan (pembunuhan) yang kemudian diberikan kepada pihak korban atau ahli warisnya. Diyat menurut istilah adalah harta yang diberikan kepada korban atau keluarganya sebagai ganti kerugian bagi tindakannya dalam membunuh atau melukai seseorang.2 Diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok, yakni qishash. Diyat adalah upaya penggantian hukum yang mana dari pihak si pelaku jarimah menawarkan kepada pihak si korban dengan ganti kerugian atau denda, yang mana denda atau ganti kerugian tersebut suatu hukuman bagi si pelaku jarimah bisa dikatakan lebih ringan bahkan bisa dihapuskan karena dengan adanya denda atau ganti rugi yang ditawarkan dari pihak si pelaku kepada pihak si korban yang menyetujuinya. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 91 yang telah penulis sampaikan pada bab sebelumnya. Serta Hadits Nabi yang berbunyi: Hukuman diyat atau kaffarat merupakan hukuman untuk pelaku tindak pidana pembunuhan karena tersalah atau dikarenakan kelalaian. 3 Ketentuan pelaksanaan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan tidak sengaja, dalam hal ini harus merujuk apa yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an suroh An-Nisa ayat 92 yang menyatakan bahwa pelaku tindak pidana harus menyerahkan 100 ekor unta sebagai ganti rugi atau diyat dengan ketentuan sebagai berikut:
2
3
Abdoel Majieb dkk, Kamus istilah fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet,III, hal. 60 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 123
59
a.
Kewajiban pembayaran dibebankan kepada aqilah (keluarga).
b.
Pembayaran dapat diangsur selama tiga tahun.
c.
Komposisi diyat terbagi menjadi lima kelompok, yakni: 1 20 ekor unta bintu makhad unta betina 1-2 tahun 2 20 ekor unta ibnu makhad unta jantan 1-2 tahun menurut Hanafiyah, Hanabilah, atau 20 ekor unta ibnu labun unta jantan umur 2-3 tahun menurut Malikiyah dan Syafi’iyyah. 3 20 ekor unta bintu labun unta betina umur 2-3 tahun 4 20 ekor unta hiqqoh unta umur 3-4 tahun 5 20 ekor unta jadza’ah unta umur 4-5 tahun.4 Sedangkan menurut pendapat Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad waktu
pembayaran diyat adalah harus disegerakan dan tidak boleh di akhirkan walaupun walliy al-dam membolehkannya, karena diyat pembunuhan sengaja merupakan pengganti qishash dan qishash tidak boleh di akhirkan. 5 Kewajiban pembayaran diyat dibebankan oleh aqilah, yaitu kerabat yang berhak menjadi ahli waris bagi si pelaku. Hukuman pokok lainnya adalah dengan memerdekakan hamba sahaya atau digenti dengan berpuasa dua bulan berturutturut dan hukuman tambahannya ialah tidak dapat mewarisi harta dari orang yang telah dibunuhnya walaupun pembunuhannya karena kesalahan. 4
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 175 5
Sebagaimana dikutip oleh A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 162
60
Apabila kita melihat kepada ketentuan sanksi diyat menurut hukum Islam, yang harus dikeluarkan untuk pembunuhan tidak disengaja berupa 100 ekor unta yang mana harga seekor unta berkisar antara 3.000 Riyal untuk usia 3 tahun atau sekitar Rp 10.500.000,00. sebgaiamana harga unta di pasar jeddah untuk pembayaran diyat apabila menggunakan cara berdamai diluar pengadilan. Akan tetapi ketentuan pembayaran diyat yang diterapkan di pengadilan Arab Saudi untuk pembunuhan tidak disegaja berjumlah 300.000 Riyal atau bila di Rupiahkan sebanyak Rp 870 juta apabila menggunakan jalur hukum.6 Dan apabila pelaku pembunuhan tidak sengaja membayar diyat dengan menggunakan dinar maka pelaku harus mengeluarkan 1000 dinar, yang mana 1 dinar emas pada saat ini berkisar 4,25 gram=22 karat atau bila dirupiahkan menjadi Rp 1.360.000,00. maka bila mana pelaku membayar diyat menggunakan dinar yang telah ditentukan hukum Islam sebanyak 1000 dinar, maka pelaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp 136.000.000,00. Serta dalam hukum Islam pun memberikan cara yang terakhir untuk memberikan sanksi pidana kepada pelaku, yakni berupa hukuman ta’zir, berupa pemberian maaf keluarga korban kepada pelaku serta hukuman berupa memberika pelajaran untuk menghalangi pelaku mengulangi perbuatan tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam surah AlBaqoroh ayat 178 tentang pemaafan, yang berbunyi: 6
Saudi akan bahas besaran diyat, Senini 20 Juli 2010, http://tlts.wordpress.com/2009/11/29/harga-ternak-unta-di-pasar-jeddah-antara-1-800-hingga-4000-riyal/
61
Artinya: “Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”.(Q.S. Al-Baqoroh: 178) Dari uraian tersebut bila kita analisa kembali kepada peristiwa atau kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang dialami korban (Ahmad Hafidz, Dauliana dan Najhan) dengan pelaku (Arfi) dengan cara membayar ganti kerugian berupa mengganti kerusakan sepeda motor sebesar Rp 2.000.000,00., membiayai perawatan dan pengobatan di rumah sakit selama satu minggu sebesar Rp 20.000.000,00., dan membiayai pendidikan terhadap anak korban yang bernama Najhan hingga perguruan tinggi kurang lebih sebesar Rp 20.000.000,00. menurut penulis bila dibandingkan dengan ketentuan hukum Islam, maka pemberian ganti kerugian oleh saudari Arfi beserta keluarga kepada korban masih kurang dan jauh dari ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam, baik dari segi materil dan inmateril kepada keluarga korban.
62
Islam menganggap sebagai dosa besar bagi seseorang yang telah mencabut nyawa orang lain. Oleh karena itu Islam memberikan perumpamaan bahwa membunuh seseorang yang msulim berarti membunuh seluruh umat manusia. Di dalam perumpamaan tersebut mangendung suatu berprikemanusiaan yang telah disyariatkan oleh Allah. Membunuh jiwa seseorang tanpa hak, tanpa memandang agama yang dianutnya baik secara sengaja maupun tidak disengaja, sama saja dengan membunuh seluruh manusia. Ajaran islam menegaskan bahwa pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak manusiawi dan dianggap zholim serta tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang mengakui dirinya sebagai orang yang beriman. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa agama islam terdapat hak yang harus di junjung tinggi yaitu hak hidup, karena hal ini merupakan hak yang sangat prinsipil, sehingga secara yuridis tidak dibenarkan bila dilanggar kemulian-Nya dan tidak boleh di anggap remeh eksistensinya. Hukum yang bersifat materi ini mengandung suatu ketetapan bahwa ajaran islam meletakkan penghormatan yang tinggi terhadap jiwa. Sehngga seseorang tidak boleh menganggap remeh masalah ini. Dan kita sebagai makhluk yang bermoral senantiasa bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku terhadap jiwa dan darah, serta mencegah sedemikian mungkin dalam menggunakan sarana kejahat
63
2. Menrut Hukum Positif Dalam bermasyarakat perbuatan melawan hukum tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua masyarakat diharapkan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku
di
masyarakat.
Ketentuan-ketentuan
yang
dilanggar
akan
mengakibatkan celaan masyarakat bagi yang melanggar. Celaan tersebut berbagai macam bentuknya. Dan celaan-celaan itu antara lain suatu upaya untuk menekan masyarakat agar tidak bersifat asosial. 7 Hukum
diciptakan
dengan
tujuan
untuk
dapat
memberikan
perlindungan dan ketertiban di dalam masyarakat supaya terciptanya keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Negara indonesia adalah negara berkembang, hari demi hari terus berkembang mengikuti zaman. Akan tetapi dalam prakteknya masih banyak ditemukan pelanggaranpelanggaran serta penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan hukum itu sendiri, pada kenyataannya korbanlah yang selalu dirugikan kejiwaannya dan materinya, baik disengaja maupun tidak disengaja. Sudah semestinya peran penegak hukum melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Maka ganti kerugian yang dilakukan oleh pelaku kcelakaan lalu lintas baik secara disenagaja maupun tidak disengaja, harus dibedakan, oleh karena
7
1
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indoneis, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), cet ke-5, hal.
64
itu sanksi ganti kerugian oleh pelaku kecelakaan lalu lintas secara disengaja lebih berat ketimbang sanksi ganti kerugian oleh pelaku kecelakaan lalu lintas secara tidak disengaja. Menurut penulis dalam kasus ini pelaku meminta berdamai dengan ketentuan membayar ganti kerugian kepada korban diluar pengadilan. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 82 ayat 1 KUHP yang berbunyi:
Pasal 82 ayat 1 KUHP “Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan sukarela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya” Bila kita cermati pasal di atas, bahwasanya korban yang berwenang untuk menuntut akan gugur bilamana pelaku bertanggung jawab membayar ganti kerugian apa yang telah diderita korban. Serta sebgaiamana yang terdapat dalam pasal 95 ayat 2 KUHAP tentang ganti kerugian yang berbunyi:
Pasal 95 ayat 2 KUHAP Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan
65
Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri di putus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat 2 KUHAP.
Adapun pasal 360 ayat 2 KUHP, yang merumuskan:
Pasal 360 ayat 2 KUHP Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)menyebabkan orang lain
luka-luka
sedemikian
rupa
sehingga
timbul
penyakit
atau
halanganmenjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Dalam pasal 95 ayat 2 dan pasal 77 ayat 2 KUHAP menerangkan tentang pembayaran atau pertanggung jawaban ganti kerugian pelaku terhadap korban setelah berlakunya tuntutan. Sedangkan sanksi yang layak bagi pelaku kecelakaan lalu lintas yang sesuai dengan Undang-Undang No 22 pasal 229 ayat 4, pasal 310 ayat 4, pasal 359 KUHP dan yang berbunyi: Pasal 229 ayat 4 “Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat”`
66
Pasal 310 ayat 4 “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00- (dau belas juta rupiah) Dalam pasal tersebut digunakan istilah karena kelalaiannya, dimana kelalaiannya atau culpa tersebut mengandung dua syarat diantaranya: a. Dalam melakukan suatu perbuatan pelaku kurang hati-hati b. Akibat yang terjadi akibat kurang hati-hati itu harus dibayangkan atau diduga terlebih dahulu.8 Baik hukum pidana islam maupun di dalam KUHP dan KUHAP suatu tindak pidana yang diakibatkan karena kelalaian yang mengakibatkan membayar diyat/denda dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi para keluarga korban, terutama bagi korban yang meninggal dunia. Dan dirasa sangat tidak adil apabila dengan berdamai atau membayar diyat dan atau denda sama sekali kurang adil bagi para pihak korban. Dan apabila dengan cara membayar diyatnya terlalu besar serta dengan melalui jalur hukum sehingga pelaku di penjara, maka dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi pihak si pelaku.
8
Suharto RM, Hukum Pidana Materil, (Jakarta: Sinar Grafika, ), hal. 106
67
Sudah dijelaskan bahwa di dalam hukum pidana Islam dan dalam KUHAP serta Undang-undang yang mengatur tentang ganti rugi atau diyat kecelakaan lalu lintas karena kelalaian, hukumannya tidak seberat hukuman pada tindak pidana yang diakibatkan karena kesengajaan. Dalam hal kecelakaan lalu lintas terdapat beberapa faktor, disini penulis akan memaparkannya, anatara lain: a. Faktor manusia Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan. Hampir semua kecelakaan disebabkan melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidak tahuan terhadap arti aturan yang berlaku, atau tidak melihat ketentuan yang diberlakukan, pura-pura tidak tahu, ugal-ugalan, mabuk, mengantuk, mudah terpancing emosi dan amarahnya. b. Faktor kendaraan Faktor kendaraan yang sering terjadi adalah ban pecah, rem blong, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah kurang maksimal dan tidak diganti. c. Faktor Jalan Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, tidak ada median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan, jalan yang rusak atau
68
berlubang yang sangat membahayakan pemakai jalan terutama pemakai sepeda motor. d. Faktor cuaca Air hujan mempengaruhi kinerja kendaraan sehingga jarak pengereman lebih jauh, jalan menjadi licin, jarak pandang terpengaruh karena pengahpus kaca tidak bisa bekerja sempurna, lebatnya hujan yang dapat mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek, asap dan kabut juga mempengaruhi jarak pandang terutama daerah pegunungan
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan dalam bab ini : 1. Dalam permintaan damainya dalam arti mengganti kerugian oleh saudari Arfi kepada pihak korban dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas telah terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana karena kelalaian serta menanggung
spenuhnya kerugian yang diderita korban hingga
meninggal dunia kepada keluraga korban berupa memperbaiki sepeda motor yang rusak, membiayai pengobatan dan perawatan di rumah sakit, serta menanggung biaya pendidikan hingga perguruan tinggi kepada anak korban yang tergolong jumlah yang besar. 2. Jalan berdamai dengan membayar ganti kerugian sangat efektif apabila dibandingkan menggunakan hukum positif, yang mana pelaku terbebas atas hukuman penjara selama 6 tahun demi menjaga harkat dan martabat pelaku dan keluarga pelaku. 3. Sanksi ganti keugian sangat baik untuk menjembatani perdamaian antara pelaku dengan pihak keluarga korban, untuk menghilangkan perasaan bersalah bagi pelaku, menghindarkan pelaku tindak pidana dari sanksi pokok yang berat.
69
70
4. Di dalam penjatuhan sanksi pidana denda dan atau ganti kerugian terdapat kelemahan dan keuntungan, anatara lain: a. Kelemahan pidana denda 1.
Pidana dendadan atau ganti kerugian dapat dibayarkan atau ditanggung oleh pihak ketiga (majikan, suami atau isteri, orang tua, kenalan, kerabat dan lain-lain) sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh terpidana sendiri.
2
Pidana denda dan atau ganti kerugian juga dapat membebani pihak ketiga yang tidak bersalah, dalam arti pihak ketiga dipaksa turut merasakan pidana tersebut.
3.
Pidana denda dan atau ganti kerugian lebih menguntungkan bagi orang-orang yang mampu, karena bagi mereka yang tidak mampu besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau masalah sehingga mereka cenderung untuk menerima jenis pidana yang lain, yaitu pidana perampasan kemerdekaan.
b.
Keuntungan pidana denda 1. Dengan penjatuhan pidana denda mak anomitas terpidana atau pelaku akan tetap terjaga, setiap terpidana atau pelakumerasakan kebutuhan untuk menyembunyikan identitas mereka atau tetap anonim.atau tetap tidak dikenal. 2. Pidana denmda tidak menimbulkan stigma atau cap jahat bagi terpidana atau pelaku, sebagaimana halnya yang dapat ditimbulkan dari penerapan pidana perampasan kemerdekaan
71
5. Di dalam hukum islam bahwa tindak pidana yang diakibatkan karena kelalaian di dalam penjatuhan hukumannya lebih mngedepankan dengan menggunakan hukuman diyat yang mana keluarga si pelaku dapat memberikan kompensasi yang tentunya sangat di butuhkan bagi keluarga si korban. Hal ini telah tertulis di dalam Al-Qur’an surat AnNisa ayat 92. Bila kita melihat pada Undang-undang Nu 22 tahun 2009 sanksi yang layak bagi pelaku adalah penjara selama enam (6) tahun dan membayar ganti rugi kepada keluarga korban sebanyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), akan tetapi dengan ketegasannya serta meminta ma’af sepenuhnya
kepada
korban
dan
keluarganya,
pihak
korban
pun
mema’afkannya dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Pemberian kompensasi yang telah diberikan dari pihak pelaku kepada pihak korban sangat bermanfaat bagi keluarga si korban. Sebagaimana dalam hukum islam tentang tindak pidana pembunuhan yang diakibatkan karena kelalaian itu lebih di utamakan dengan sanksi pidana diyat. Agar tercapainya keadilan bagi kedua belah pihak baik dengan cara ketentuan hukum islam atau kesepakatan antara kedua belah pihak dalam hal pertanggung jawaban atas perbuatannya. Hal ini untuk menjaga sikap diantara kedua belah pihak agar dikemudian hari tidak adanya rasa dendam mendalam yang mungkin dapat mengakibatkan hal-hal yang lebih buruk.
72
B. Saran-saran Dari permasalahan yang dikemukakan, maka penulis menyarankan kepada aparat
penegak
hukum dalam rangka
meningkatkan upaya
penanggulangan terhadap tindak pidana tersebut maka: 1. Hukum Pidana Islam perlu menjadi sumber materil hukum pidana nasional,
disamping
sumber-sumber
yang
lain
tentunya.
Upaya
mengakomodasi materi hukum Pidana Islam merupakan bagian dari perjuangan membentuk hukum nasional. Dan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat untuk dapat meminimalisir tindak pidan atau kejahatan. 2. Pada dasarnya masalah tindak pidana pembunuhan dan ganti rugi merupakan suat permasalahan yang rumit untuk diambil solusinya. Kita tidak bisa menganggap remeh dan enteng suatu persoalan yang biasa-biasa saja karena pada prakteknya membutuhkan suatu penanganan yang sangat serius. 3. Penulis akan memberikan tips agar terhidar dari musibah kecelakaan bermotor, antara lain: a. Berdoa kepada Allah agar dilindungi dari musibah b. Cek kesiapan dan kesehatan diri kita serta perlengkapan kendaraan dalam berkendara c. Jaga emosi kita agar tidak timbul amarah dalam berkendara d. Jangan mengandalkan insting kita di saat menyalip kendaraan lain
73
e. Konsentrasi penuh ketika mengendarai kendaraan, janganlah berfikir yang macam-macam sehingga dapat menyebabkan kecelakaan f. Biasakan mengalah pada kendaraan lain yang emosi dan amarah demi keselamatan kita g. Waspada dan hati-hati kepada angkutan umum sperti bus dan mikrolet yang ugal-ugalan dalam berkendara h. Patuhi peraturan dan rambu-rambu lalu lintas di jalan i.
Hindari mengambil jalan melawan arus atau menghambat arah lawan
j.
Selalu waspada terhadap penjahat atau perampok sepeda motor di jalan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir, Audah, At-Tasyri’ sl-jinsiy-islam, Beirut, Dar-al Fikr, Juz 1 Abdul Qadir, Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami, Daar Al-Kitab Al-Araby, tth juz II Abdoel Djamali, R Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1993, cet ke-3)
Aziz Abdul, “Amir At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr AlAraby, cet IV, 1969, Abu Zahra, Muhammad, Al-Jarimah wa Al’uqubah fi Al-Fiqh Al-Islamy, Kairo, Maktabah Al-Angelo Al-Mishriyah, tanpa tahun Al-Mawardi, al-ahkam al-Shulthoniyah 1973 Al-Asqolani, Ibnu Hajar, Terjemahan lengkap Bulghul Maram, Jakarta, Akbar, 2007 As’ad, Aliy, Terjemah Fathul Mu’in, (Yogyakarta: Menara Kudus, 1979) Chazawi, Adami Pelajaran Hukum Pidana I Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teoriteori pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo,2002 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung, Lubuk Agung, 1989 Djazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000 Fuady, Munir, Perbuatan melawan hukum (pendekatan kontemporer), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002)
74
75
Hakim, Rahmat, Hukum Pidan Islam Fiqh Jinayah, Bandung, Pustaka Setia, 2000
Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Bulan Bintang, 2005 Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1991 Harmukti, Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, Jakarta, Nusa Indah, 1981 Jhonny, Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, 2006 Kansil, C.S.T dan Kansil, Christine ST, Latihan Ujian Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Lamintang, P.A.F, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984 Marpaung Leden, Proses tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi dalam hukum pidana,
Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 1997
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2002 Mujieb M. Abduh dkk, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1994 Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2006 Munawir Ahmad Warson, Al-Munawwir Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 M Dagun, Save, Kamus besar ilmu pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000
76
Sabiq, Sayid, Fiqh As-Sunnah juz II; Beirut, Dar-Al-Fikr, 1980, Syaltut, Muhammad, Al-Islam’Aqidah wa Syari’ah; Dar Al-Qalam, 1966 Saleh, Roeslan, Perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana; Jakarta, Aksara baru, 1983, Sianturi, S.R, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, Alumni, 1996 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana; Bandung, ALUMNI, 2007 Soerodibroto, R Soenarto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Sinar Grafika Persada, 2006) Suharto R.M, Hukum pidana materil (unsure-unsur obyektif sebagai dasar dakwaan), (Jakarta, Sinar Grafika, 2002 Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986 Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1976) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025j Tim penulis dari Fakultas Syari’ah dan Hukum, Buku Pedoman Skripsi, (Jakarta: Fak Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007). Waluyadi, Pegantar Ilmu Hukum dalam perspektif hokum positif, Jakarta, Djambatan, tanpa tahun. Waluyo, Bambang dan Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika, Jakarta: 2002 Meningkatnya angka kecelakaan kendaraan bermotor, Seputar Indonesia, Senin 4 Januari 2010
Surat Kabar Harian
77
Sumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang -
Pasal 82 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana Pasal 95 ayat 2 Kitab Undang Hukum Acara Pidana Tentang Ganti Kerugian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Sumber dari Internet euthanasia menuruthukum islam diakses pada 20 agustus 2010 http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article& id=10037:maaf-dan-penegakan-hukum-perspektif-islam&catid=33:artikeljumat&Itemid=98
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=2510&parent_ sect ion=[b]kj077[/b]&idjudul=2400 http://www.theceli.com/dokumen/produk/1964/33-1964.htm http://www.jasaraharja.co.id/page.cfm?id=6 http://artikel.staff.uns.ac.id/2008/10/16/rancangan-pengaman-kendaraanbermotor-berbasis-ultrasonik