pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
PENGELOLAAN SEKTOR SANITASI KOTA TANJUNGPINANG TERKAIT EKSPEKTASI WARGA Raja Muhamad Ruslan1 dan Eddy Setiadi Soedjono2 1
Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 081-26112313, email:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 031-5948886, email:
[email protected]
ABSTRAK Kota Tanjungpinang memiliki jumlah penderita penyakit malaria serta diare dan gastroenteritis oleh penyakit infeksi yang merupakan dua jenis penyakit terbesar morbiditas (keadaan tidak sehat) yang melakukan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tanjungpinang pada tahun 2006 dan 2007. Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman yang tidak sehat menjadi salah satu aspek dasar timbulnya jenis penyakit tersebut. Lokasi permukiman sedemikian terdapat di setiap kecamatan, walaupun memiliki tingkat kuantitas dan kualitasnya masing-masing. Sanitasi lingkungan permukiman yang diteliti difokuskan pada sub sektor air limbah rumah tangga (domestik) dan persampahan, khususnya pada kelurahan yang cenderung lebih banyak menggunakan air sumur gali/bor sebagai sumber air minum dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan bertempat tinggal di pinggir laut dan pesisir. Pendekatan yang dilakukan yaitu melakukan survey EHRA (Environmental Health Risk Assessment), yang telah dimodifikasi sesuai tujuan penelitian ini, kepada masyarakat Kota Tanjungpinang yang selanjutnya diketahui kondisi sanitasinya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan ekspektasi warga Kota Tanjungpinang tentang pengelolaan sanitasi sub sektor air limbah domestik dan persampahan Kota yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang. Manfaat penelitian ini adalah mampu memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang tentang kondisi sanitasi Kota Tanjungpinang yang merupakan bagian tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakatnya. Penelitian ini menghasilkan bahwa Pemerintah Kota Tanjungpinang telah memiliki instansi pengelolaan dan penyediaan sarana sanitasi di lingkungan perumahan dan permukiman. Sebagian besar warga memiliki jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Namun 68 dari 165 rumah tangga, yang melaporkan menggunakan jamban siram/leher angsa ke tangki septik, hanya 4,4% yang dicurigai memiliki tangki septik sesuai klaim.
Kata Kunci: ehra, air limbah domestik, Kota Tanjungpinang.
1. PENDAHULUAN Pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman di Kota Tanjungpinang yang menggunakan sumber dana Pemerintah Kota Tanjungpinang cenderung lebih ke arah sarana dan prasarana lingkungan berupa pembuatan jalan lingkungan berupa paving block dan pembangunan pelantar rakyat jika dibandingkan dengan pengadaan atau perbaikan sanitasi. Secara administratif Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan data awal yang diperoleh menunjukkan bahwa penyakit malaria serta diare dan gastroenteritis oleh penyakit infeksi merupakan dua jenis penyakit terbesar morbiditas (keadaan tidak sehat) yang melakukan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tanjungpinang pada tahun 2006 dan 2007 [2]. Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman yang tidak sehat menjadi salah satu aspek dasar timbulnya jenis penyakit tersebut. Lokasi permukiman sedemikian terdapat di
raja muhamad ruslan1 dan eddy setiadi soedjono2
setiap kecamatan, walaupun memiliki tingkat kuantitas dan kualitasnya masingmasing. Pengelolaan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman berupa pemenuhan fasilitas sanitasi dasar di daerah menurut standar nasional merupakan bagian tugas Pemerintah Kota Tanjungpinang. Terutama dalam hal mengemban amanat otonomi daerah hingga mencapai target yang dicanangkan oleh PBB. Penelitian ini bertujuan mendapatkan ekspektasi warga Kota Tanjungpinang tentang pengelolaan sanitasi, khususnya air limbah rumah tangga dan persampahan, di Kota Tanjungpinang yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Manfaatnya adalah mampu memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang tentang kondisi sanitasi Kota Tanjungpinang yang merupakan bagian tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakatnya sehingga nantinya dapat menyusun suatu perencanaan sanitasi Kota Tanjungpinang ke depan dengan perkiraan peningkatan sarana dan prasarana sanitasi khususnya air limbah domestik dan persampahan di lingkungan perumahan dan permukiman.
Gambar 1 Peta Administratif Kota Tanjungpinang [1]
2. DASAR TEORI Infrastruktur merupakan sarana pendukung kegiatan manusia sehingga infrastruktur dapat menjadi elemen penting dalam proses pelaksanaan pembangunan bangsa Indonesia. Pembangunan sarana sanitasi merupakan salah satu elemen pembangunan yang menjadi perhatian nasional dan internasional. Hal ini dapat dimengerti karena sarana sanitasi yang baik memiliki ekses terhahap kelangsungan kesehatan manusia. Salah satu bidang pengembangan yang menjadi prioritas pembangunan Kota Tanjungpinang adalah pengoptimalan pemanfaatan potensi lingkungan yang diarahkan pada upaya pengendalian pemanfaatan potensi lingkungan seperti usaha pertambangan, pemanfaatan sumber daya air, serta upaya pelestarian lingkungan hidup [3]. Dengan memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan pembangunan proses pembangunan Kota Tanjungpinang, diharapkan potensi-potensi lingkungan yang ada dapat dioptimalkan bukan hanya pada masa sekarang, namun juga untuk masa yang akan datang. Penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemberian pelayanan umum yang lebih optimal. Dalam rangka menyediakan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
pelayanan yang bersifat wajib, minimal Pemerintah Daerah (kabupaten/kota atau provinsi) harus mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disusun oleh Pemerintah. Untuk itu setiap pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Provinsi Kepulauan Riau memiliki tantangan berupa keadaan kesehatan lingkungan yang belum sepenuhnya memadai, yang menyangkut sanitasi dasar berupa air bersih, jamban sehat yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sampai saat ini sebagian besar penduduk pulau-pulau masih membuang kotorannya di semak-semak bakau atau bahkan dibuang langsung di laut di belakang rumah masing-masing. Kondisi tersebut juga mengkhawatirkan kondisi masyarakat di Kota Tanjungpinang yang bertempat tinggal di pinggir laut dan pinggir sungai (badan air)[4]. Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) merupakan program pengembangan sanitasi di tingkat kota yang bersifat komprehensif dengan melibatkan stakeholders, yakni pemerintah kota termasuk lintas sektor, sektor swasta, LSM, dan warga masyarakat. Sejak tahun 2006, program ISSDP dimulai di Indonesia dengan menyertakan 6 (enam) kota meliputi Banjarmasin, Blitar, Denpasar, Jambi, Payakumbuh dan Surakarta [5]. Serangkaian langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan ISSDP. Langkah awal berupa pemetaan ISSDP yang telah memfasilitasi kegiatan survei di tingkat kota dengan nama Environmental Health Risk Assessment (EHRA). Survei tersebut bermaksud mengidentifikasikan sekaligus menguatkan kondisi sanitasi, layanan, perilaku-perilaku warga yang ada hubungannya dengan higinitas dan sanitasi, serta kondisi faktor resiko kesehatan lingkungan lainnya. Survei EHRA dirancang agar dapat menghasilkan gambaran situasi di tingkat kelurahan.
3. METODOLOGI Penelitian yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif dengan menyusun langkah-langkah penelitian. Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah yang berada di Kota Tanjungpinang. Kemudian dilakukan kajian pustaka dan studi literatur, khususnya yang terkait dengan permasalahan yang diidentifikasi di awal. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Data primer diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting masyarakat, terutama sarana dan prasarana sanitasi, meliputi air limbah dan persampahan, yang dimiliki dan digunakan oleh warga masyarakat Kota Tanjungpinang. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan survey kepada masyarakat di Kota Tanjungpinang melalui sejumlah pertanyaan dalam bentuk kuisioner. Survei dan kuisioner tersebut menggunakan survei Environmental Health Risk Assessment (EHRA)[6] yang dimodifikasi sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dengan alat bantu EHRA, dapat lebih arahkan kondisi fasilitas responden yang layak atau tidak untuk selanjutnya diperbaki hingga ditingkatkan.
raja muhamad ruslan1 dan eddy setiadi soedjono2
Digunakan 165 responden di Kelurahan Senggarang, kemudian data tersebut direkapitulasi berdasarkan jawaban atas pertanyaan kuisioner yang selanjutnya diketahui banyak dan prosentasenya. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berkompeten dalam hal air limbah dan menggunakan data sekunder berupa dokumen Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang dan Peraturan Walikota Tanjungpinang untuk menganalisa aspek kelembagaan pengelolaan sanitasi. Salah satu unsur perangkat daerah/kota yang membantu kepala daerah adalah dinas dan lembaga teknis daerah. Penelitian ini menelaah instansi Pemerintah Kota Tanjungpinang yang terkait dengan sektor sanitasi, yakni sub sektor air limbah (domestik) dan persampahan. Survey EHRA dilakukan di Kelurahan Senggarang karena warga masyarakatnya menggunakan sumur gali sebagai sumber utama kebutuhan sehari-hari. Posisi Kelurahan Senggarang terhadap kelurahankelurahan lainnya sebagaimana pada Gambar 2.
Kelurahan Senggarang
Gambar 2 Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang
4. HASIL DAN DISKUSI 4.1 Kelembagaan Kebutuhan air minum masyarakat Kota Tanjungpinang dikelola oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta Janggi Tanjungpinang yang melayani sebanyak 14.469 KK untuk tahun 2006. Produksi air minum untuk tahun 2006 mencapai 5,14 juta m3 dengan distribusi sebesar 4,91 juta m3. Adapun jumlah pelanggan PDAM tahun 2007 mencapai 9.694 (unit SR) jumlah penduduk yang terlayani 86.814 Jiwa dengan Kapasitas terpasang 230 L/det dan kapasitas produksi mencapai 140 L/det baik itu dari kelompok rumah tangga, perusahaan niaga, maupun pemerintahan dan lain-lain [3]. Sub sektor persampahan di Kota Tanjungpinang ditangani oleh Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman (Kantor KPP), tepatnya dibawah Seksi Kebersihan, yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kantor di bidang kebersihan dengan menyelenggarakan fungsi, antara lain, yaitu pengangkutan, membuang sampah dari TPS ke TPA; pemberian pengarahan kepada masyarakat mengenai kebersihan. Bagan Susunan Organisasi Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Pemerintah Kota Tanjungpinang pada Gambar 3. Menelaah bidang tugas yang ada pada setiap instansi Pemerintah Kota Tanjungpinang yang terkait dengan sektor air limbah domestik, didapatkan beberapa Satuan Kerja
pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki keterkaitan erat dengan hal tersebut, yaitu Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup, dan Kantor Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman. KEPALA KANTOR
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUB BAG TATA USAHA
SEKSI KEBERSIHAN
SEKSI PERTAMANAN
SEKSI PEMAKAMAN
UPTD
Gambar 3 Struktur Organisasi Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Kota Tanjungpinang Berawal dari suatu pertanyaan besar atas temuan pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Tanjungpinang yaitu adanya Seksi Penyehatan Lingkungan pada 2 (dua) SKPD yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan. Kekhawatiran adanya bidang tugas yang sama antara kedua SKPD tersebut dengan adanya nama seksi yang sama, dapat diuraikan melalui dokumen Peraturan Walikota (Perwako) Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang dan Perwako Tanjungpinang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Tanjungpinang. Secara garis besar perbedaan tugas tersebut dapat dirangkum pada Tabel 2. Tabel 2 Garis Besar Perbedaan Tugas Seksi Lingkungan pada Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum URAIAN Perumusan kebijakan
Pelaksanaan
DINAS KESEHATAN Pelaksanaan perumusan kebijakan di bidang penyehatan lingkungan umum industri dan pendidikan Pengelolaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi penyehatan lingkungan umum industri dan pendidikan;
DINAS PEKERJAAN UMUM
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis survey, investigasi, desain penyehatan lingkungan; Penyusunan bahan pembinaan, koordinasi dan fasilitas survey, investigasi, desain penyehatan lingkungan Survey perencanaan, perencanaan, pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana penyehatan lingkungan permukiman, drainase perkotaan, air bersih dan sanitasi; Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama bagi masyarakat miskin; Penyuluhan dan pengawasan kualitas lingkungan sehat perumahan; Pembinaan dan penataan sistem pengelolaan air limbah; Monitoring, pengawasan, evaluasi dan pelaporan kegiatan penyehatan lingkungan
raja muhamad ruslan1 dan eddy setiadi soedjono2
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tanjungpinang memiliki peran sebagai instansi penyuluhan lingkungan hidup kepada masyarakat. Kesadaran masyarakat atas pengetahuan masyarakat terhadap dampak tinja/limbah yang langsung dibuang ke laut/sungai/badan tanah dapat mencemari air laut/sungai/tanah yang digunakan menunjukkan bahwa 66,06% (109 responden) yang menyatakan mengetahui. Namun 32,73% atau 54 responden tidak mengetahuinya dan 1,21% (2 responden) tidak mau tahu akan hal tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki jamban bertangki septik dengan benar juga memerlukan pelayanan sanitasi berupa jasa penyedotan tinja atau pengurasan tangki septik. Mengingat bahwa tinja merupakan limbah yang memerlukan pengolahan sehingga harus dikerjakan oleh petugas yang memenuhi persyaratan pengurasan di rumah warga. Sebagai bentuk perhatian Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam hal mengurus hal tersebut, telah dibentuk Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Pemerintah Kota Tanjungpinang. 4.2 Karakteristik Responden dan Ekspektasi Warga Berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga yang disurvei, didominasi profesi nelayan/petani/buruh/lainnya sebanyak 127 responden atau sebesar 76,97% dari 165 responden. Lainnya bekerja sebagai pedagang/wiraswasta sebanyak 26 responden atau sebesar 15,76%. Guna mendapatkan jawaban terhadap kondisi rumah tangga masyarakat, diperlukan informasi dari orang yang bertempat tinggal di dalam rumah tersebut, yaitu dengan status keluarga yang sangat dekat. Data yang diperoleh berasal dari responden dengan status Kepala Rumah Tangga (KRT) sebanyak 112 orang atau sebesar 67,9%, selanjutnya adalah istri KRT yang memiliki jumlah yang sama dengan anak KRT yaitu masing-masingnya sebanyak 21 responden atau sebesar 12,7%. Status responden yang tidak menjawab adalah orang tua KRT/istri KRT. Status responden merupakan variabel yang menunjukkan keterkaitan erat antara pengetahuan individu responden terhadap informasi sanitasi di dalam rumah tempat tinggalnya bersama anggota lainnya di dalam rumah tersebut. Jumlah anggota rumah tangga yang terdiri dari empat orang merupakan kelompok terbesar, yakni sebanyak 41 responden atau sebesar 24,85%. Sedangkan untuk anggota rumah yang berjumlah tiga dan lima orang memiliki nilai sama yaitu masing-masing sebanyak 34 responden atau sebesar 20,61%. Kecenderungan posisi rumah responden dapat tergambar melalui jawaban salah satu pertanyaan di dalam responden penelitian ini. Sebagian besar responden berada di daerah pinggir laut/sungai/anak sungai,yaitu sebanyak 64 responden atau sebesar 38,79%. Selanjutnya berada di daerah dataran/tanah datar sebanyak 50 responden atau sebesar 30,30%. Banyaknya jumlah responden yang menempati daerah lainnya, dapat dilihat pada Gambar 4.
pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
Gambar 4 Jumlah Responden Terhadap Kecenderungan Posisi Rumah Tinggal Untuk sarana dan prasarana sumber air minum, Sebanyak 118 responden atau sebesar 71,52% menggunakan paling banyak sumber air minum berasal dari sumur gali terlindungi. Sedangkan untuk penggunaan sumur gali tidak terlindungi sebanyak 32 responden atau sebesar 19,39%. Selengkapnya kondisi sumber air minum tersebut seperti Gambar 5.
Gambar 5 Jumlah Responden Terhadap Jenis Sumber Air Minum Air limbah domestik Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai merupakan salah satu faktor risiko turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum[7].
raja muhamad ruslan1 dan eddy setiadi soedjono2
Karena indikator jenis jamban di rumah tangga dijalankan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan untuk munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Orang seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik (septic tank/septik tank). Padahal, yang dimaksud sebetulnya tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat menggambarkan pemeliharan dan sekaligus dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki suatu rumah tangga [7]. Secara grafis proses identifikasi kasus suspek (dicurigai) tangki septik ataupun cubluk/bukan tangki septik (Gambar 6) adalah sebagai berikut: Melaporkan menggunakan tangki septik (41,21%)
Dibangun kurang dari 2 thn lalu (7,35%) Atau antara 2 – 5 thn lalu (11,76%) Tidak bisa dispesifikasikan
R = 165
Dibangun lebih dari 5 thn lalu (50%)
Tidak pernah dikosongkan (88,24%)
Pernah dikosongkan (8,82%)
R = 68
R = 34
Suspek cubluk
R=3
Dikosongkan 2 thn lalu atau kurang (66,67%)
Suspek tangki septik
Dikosongkan 2 – 5 thn lalu (33,33%)
Suspek tangki septik
Dikosongkan 5 thn lalu (0%)
Suspek cubluk
Gambar 6 Suspek Tangki Septik dan Cubluk Kelurahan Senggarang (EHRA dan Hasil Analisis, 2009) Di Kelurahan Senggarang diidentifikasi terdapat 41,21% atau 68 responden yang melaporkan menggunakan jamban siram/leher angsa bertangki septik, namun hanya sekitar 50% atau 34 responden yang melaporkan bahwa tangki septiknya dibangun lebih dari 5 tahun. Dari sejumlah itu, terdapat 31 responden atau 88,24% yang tidak pernah mengosongkan sama sekali tangki septiknya. Ini memberi indikasi atau kecurigaan pada EHRA bahwa yang 88,24% itu sebetulnya bukan tangki septik melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki. Apabila ada kasus dimana responden mengosongkan tangki septiknya di atas lima tahun lalu, kondisi seperti ini pun dapat diidentifikasikan sebagai cubluk. Pada penelitian ini tidak ada responden yang melaporkan bahwa tangki septiknya dikosongkan di atas lima tahun lalu. Sebanyak 2 responden atau 66,67% yang melaporkan pernah menguras dalam waktu 2 tahun lalu, sedangkan yang antara 2 – 5 tahun lalu sebanyak 1 responden (33,33%). Kedua penilaian terakhir tersebut dapat dikategorikan sebagai suspek tangki septik. Persampahan Identifikasi persampahan, antara lain mengetahui jumlah terbesar responden yang membuang sampah ke laut/sungai yaitu sebanyak 39 responden (23,64%). Kebiasaan lainnya sebagaimana Gambar 7.
pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
Gambar 7 Jumlah Responden Terhadap Cara Membuang Sampah Rumah Tangga Aspek Teknis Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebanyak 68 responden (41,21%) menggunakan fasilitas Buang Air Besar (BAB) berupa jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Selainnya dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kondisi Eksisting Fasilitas BAB di Kelurahan Senggarang Berdasarkan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Kota Jambi Februari 2008, yang dilakukan dengan ukuran sampel Studi EHRA di Kota Jambi sebanyak 1.650 rumah tangga, menemukan fasilitas BAB di Kota Jambi yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban siram/ leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Proporsinya adalah sekitar 83% (tempat terakhir kali BAB) [7]. Sedangkan survey EHRA di Kota Blitar, menggunakan sampel sebanyak 652 responden, mendapati sekitar 68,3% responden menggunakan jamban siram ke tangki septik [8]. Kota Denpasar menggunakan 1.418 responden mendapati sekitar 83% menggunakan jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik [9].
raja muhamad ruslan1 dan eddy setiadi soedjono2
Penelitian di Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang mendapati bahwa dari 41,21% responden yang menggunakan jamban siram ke tangki septik, sebetulnya sekitar 44,1% darinya patut dicurigai menggunakan cubluk atau tangki septik yang tidak kedap. Sebanyak 51,5% responden yang tidak bisa dispesifikasikan apakah menggunakan cubluk atau tangki septik. Sedangkan hanya 4,4% suspek tangki septik. Kota Jambi, dari 83% rumah tangga yang melaporkan memiliki akses pada tangki septik, sebetulnya sekitar 48% darinya patut dicurigai menggunakan cubluk atau tangki septik yang tidak kedap. Sekitar 43% tidak bisa dispesifikasikan dan hanya sekitar 9% yang dicurigai menggunakan tangki septik [8]. Sedangkan di Kota Denpasar, dari 83% rumah tangga yang menggunakan jamban siram akses ke tangki septik, memperoleh sebetulnya 46% darinya dicurigai sebetulnya menggunakan cubluk, sekitar 26% tidak bisa dispesifikasikan, dan sekitar 28% dicurigai menggunakan tangki septik sesuai klaimnya [10].
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan dan penyediaan sarana sanitasi di lingkungan perumahan dan permukiman di Kota Tanjungpinang menjadi tanggung jawab Seksi Pemukiman dan Perumahan serta Seksi Penyehatan Lingkungan pada Dinas Pekerjaan Umum. Sedangkan yang bertugas menguras tangki septik di rumah warga adalah Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman. Badan Lingkungan Hidup memiliki peran sebagai instansi penyuluhan lingkungan hidup kepada masyarakat dan Dinas Kesehatan melakukan pengelolaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi penyehatan lingkungan umum industri dan pendidikan. Melalui survey EHRA diketahui sebagian besar warga memiliki jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Namun 68 dari 165 rumah tangga, yang melaporkan menggunakan jamban siram/leher angsa ke tangki septik, hanya 3 responden (4,4%) yang suspek memiliki tangki septik sesuai klaim. Ekspektasi warga yang ada menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Tanjungpinang, melalui SKPD terkait yang memiliki tanggung jawab di sektor sanitasi, agar dapat lebih menjalankan tupoksinya untuk memperbaiki kondisi prasarana dan sarana sanitasi warganya. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun suatu standar daerah tentang prasarana dan sarana sanitasi, berdasarkan acuan dari Pemerintah yang telah ada, selanjutnya yang dapat diinformasikan kepada warga hingga dibuatkan suatu payung hukum agar mampu mengendalikan perkembangan prasarana dan sarana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang Tahun 2005 – 2015, Pemerintah Kota Tanjungpinang, Tanjungpinang. 2. Anonim (2008) Tanjungpinang Dalam Angka 2007, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tanjungpinang, Tanjungpinang. 3. Anonim (2007), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2008 – 2013, Pemerintah Kota Tanjungpinang, Tanjungpinang.
pengelolaan sektor sanitasi kota tanjungpinang terkait ekspektasi warga
4. Anonim (2007), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 – 2010, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. 5. Risang Rimbatmaja (Desember 2007), Panduan Desain Survai Permintaan Layanan Sanitasi Aktual Berbasis Utilitas (SPE-LASA), BAPPENAS/WSP-EAP. 6. Risang Rimbatmaja (Februari 2008), Survai Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan, Pedoman dan Alat Bantu Pelaksanaan, BAPPENAS/WSP-EAP. 7. Risang Rimbatmaja (Februari 2008), Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota Jambi, BAPPENAS/WSP-EAP. 8. Risang Rimbatmaja (Februari 2008), Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota Blitar, BAPPENAS/WSP-EAP. 9. Risang Rimbatmaja (Februari 2008), Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota Denpasar, BAPPENAS/WSP-EAP.