e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERPADU TIPE CONNECTED BERBANTUAN MEDIA KOMIK TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS V Ni Km Sumiantini1,, Desak Pt Parmiti2, Kt Pudjawan3 1
Jurusan PGSD, 2,3JurusanTP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
email :
[email protected],
[email protected] 2,
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian adalah siswa kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 170 siswa. Sampel penelitian yaitu kelas V SDN 1 Kaliuntu yang berjumlah 33 siswa dan kelas V SDN 2 Kaliuntu yang berjumlah 28 siswa. Data yang dikumpulkan adalah hasil belajar IPA. Pengumpulan data hasil belajar IPA dilakukan dengan menggunakan metode tes dan instrumen berbentuk tes objektif. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (thitung>ttabel) pada kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik yaitu 20,36, lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional yaitu 16,36. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: model pembelajaran terpadu tipe connected, media komik, hasil belajar IPA Abstract The aim of this research is to find out the difference of science learning result between students treated with connected guided learning model and students treated with conventional learning model in grade V of Gugus X Kecamatan Buleleng in the academic year 2013/2014. This research is a quasi experiment. The population is 170 students in grade V of Gugus X Kecamatan Buleleng in the academic year 2013/2014. The samples are grade V of SDN 1 Kaliuntu, which is 33 students, and grade V of SDN 2 Kaliuntu which is 28 students. The collected data is science learning result. The collected data of science learning result was done by test method and objective test instrument. The data collected then analyzed using descriptive and inferential statistic (t-test). The result of this research found that there is a difference of science learning result between a group of students treated with connected guided learning model and a group of students treated with conventional learning model (thitung>ttabel) in grade V of Gugus X Kecamatan Buleleng in the academic year 2013/2014. The average of science learning result of students treated with connected learning model is 20,36, which is bigger than the average of science learning result of students treated with conventional learning model, which is only 16,36. This means that the application of connected guided learning model affects the
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) students’ science learning result of grade V in Gugus X Kecamatan Buleleng in the academic year 2013/2014. Keywords: connected guided learning model, comic, science learning result
PENDAHULUAN Kualitas pendidikan suatu negara merupakan tolak ukur yang digunakan dalam menilai taraf kemajuan Negara tersebut. Di dunia internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011. (Kompas, 2012). Berdasarkan peringkat kualitas pendidikan Indonesia tersebut, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih perlu ditingkatkan kembali. Upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia telah dilakukan melalui berbagai program, salah satu program yang telah dilaksanakan adalah pengembangan kurikulum. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sejak kurikulum 1984, posisi siswa telah ditempatkan sebagai subjek belajar yang aktf, dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Pendekatan yang digunakan tersebut adalah pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Pendekatan CBSA kemudian dilanjutkan dengan kurikulum 1994, 2004, 2006, yang dikenal dengan student center learning. Paradigma pembelajaran dewasa ini telah beralih dari teacher center learning ke student center learning. Pergantian paradigma pembelajaran dari teacher center ke student center bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Paradigma student center telah
diterapkan pada satuan pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman, penerapan model-model pembelajaran yang sesuai dengan paradigma pembelajaran pun perlu dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa siswa akan cepat bosan jika digunakan model pembelajaran yang sama secara terus-menerus, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kurangnya minat dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Minat siswa akan mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh siswa. Salah satu contohnya adalah pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa perolehan hasil belajar IPA siswa yang masih banyak di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) IPA pada semester I, diketahui bahwa sebagian besar kelas V di gugus X Kecamatan Buleleng belum mencapai nilai yang ditentukan. Nilai ratarata SD No. 1 Kaliuntu yaitu 70,12, SD No. 2 Kaliuntu memperoleh nilai 70,18, SD No. 3 Kaliuntu 70,95, SD No. 4 Kaliuntu 72,88, sedangkan SD Katolik Karya yang terdiri dari dua kelas memiliki nilai rata-rata 71.68 dan 71,50. Melihat permasalahan rendahnya hasil belajar IPA siswa, guru perlu menemukan cara terbaik dalam menyampaikan konsep-konsep IPA di kelas sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir, serta dapat memadukan konsep-konsep yang ada dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu merupakan salah satu implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada jenjang pendidikan dasar. Menurut Joni (dalam Trianto, 2012), pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang menggabungkan sejumlah konsep dan sejumlah mata pelajaran yang berbeda dengan harapan pembelajaran lebih bermakna dan merupakan suatu cara untuk mengembangkan keterampilan anak secara serentak (Oktamagia dkk, 2013). Dengan adanya penggabungan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Bermakna memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan konsep-konsep antarmata pelajaran ataupun intermata pelajaran. Pembelajaran terpadu memiliki beberapa tipe. Salah satu tipe dalam model pembelajaran terpadu yang menghubungkan konsep-konsep dalam satu mata pelajaran adalah pembelajaran terpadu tipe connected. Model pembelajaran terpadu tipe connected merupakan pembelajaran yang mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ideide yang akan dipelajari pada semester berikutnya, dalam suatu bidang studi (Tim Pengembang PGSD, 1997). Dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected, guru dapat mengajarkan materi-materi pelajaran IPA yang saling berkaitan, sehingga siswa menemukan gambaran yang lebih komprehensif mengenai konsep-konsep IPA yang dipelajari dan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya yang saling berhubungan. Dalam memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep IPA tersebut, dapat digunakan bantuan suatu media pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Media pembelajaran yang digunakan adalah media komik. Komik tergolong ke dalam media visual karena di dalamnya terdapat gambar-gambar. Scott McCloud (dalam Maharsi, 2011) mendefinisikan komik
sebagai gambar-gambar dan lambanglambang yang saling berdekatan dan bersebelahan dengan urutan tertentu yang bertujuan untuk memberikan informasi pada para pembaca. Republika (dalam Taopik, 2013) menyatakan bahwa sebagian besar siswa lebih menyukai bacaan komik dibandingkan buku-buku pelajaran. Melalui komik, siswa dapat memahami konsepkonsep IPA berdasarkan gambar dan susunan kata yang diceritakan dalam komik. Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected Berbantuan Media Komik terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji keefektifan suatu teori/konsep/model dengan cara menerapkan (treatment) pada satu kelompok subjek penelitian dengan menggunakan kelompok pembanding yang biasa disebut kelompok kontrol (Agung, 2011). Dalam penelitian ini yang diuji keefektifannya adalah pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini unit eksperimennya berupa kelas, sehingga penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Dalam penelitian eksperimen semu, penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Subjek yang akan diteliti sudah ada dalam kelompok tertentu, sebelum dilaksanakannya penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Gugus X Kecamatan Buleleng pada rentang waktu semester II (genap) tahun pelajaran 2013/2014. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent post-test only control group design.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Populasi penelitian pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus X Kecamatan Buleleng Tpada tahun pelajaran 2013/2014. Sekolah Dasar Gugus X Kecamatan Buleleng terdiri dari lima sekolah yang terbagi menjadi 6 kelas. Pada enam kelas tersebut dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan ANAVA satu jalur sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan sampel penelitian. Berdasarkan uji kesetaraan yang dilakukan di gugus X Kecamatan Buleleng diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada kelas V di gugus X Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014, sehingga kelas-kelas tersebut dinyatakan setara. Kemudian dilakukan pengundian pada populasi penelitian dengan menggunakan teknik random sampling. Pengundian tersebut menghasilkan 2 kelas sebagai sampel penelitian yaitu seluruh siswa kelas V SD No 1 Kaliuntu dan SD No 2 Kaliuntu. Kedua kelas tersebut diundi kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengundian tersebut menghasilkan SD No. 2 Kaliuntu sebagai kelas eksperimen dan SD No. 1 Kaliuntu sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik, sedangkan pada kelas kontrol akan diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang diberlakukan adalah model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model
konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol sebagai suatu perlakuan. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA siswa. Untuk mengumpulkan data hasil belajar tersebut digunakan metode tes yang diperoleh dengan menggunakan tes tertulis berupa tes objektif (pilihan ganda) dengan satu jawaban benar. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda tes, sehingga didapatkan butir tes untuk post-test sebanyak 25 soal. Hasil tes uji lapangan akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial melalui Uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik pada kelompok eksperimen dan model konvensional pada kelompok kontrol. Data hasil belajar IPA kelompok eksperimen yang diperoleh melalui pemberian post-test terhadap 28 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 25 dan skor terendah adalah 14. Dalam penyajian data ke dalam tabel distribusi frekuensi, terlebih dahulu ditentukan rentangan (range) dan kelas interval data. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil rentangan (range) = 11, banyaknya kelas interval = 6, dan panjang kelas interval = 2. Distribusi frekuensi posttest hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Frekuensi Skor Post-test Kelompok Eksperimen
Interval (i) 14-15 16-17 18-19 20-21 22-23
Nilai Tengah (xi) 14,5 16,5 18,5 20,5 22,5
Frekuensi (f) 2 2 5 9 7
Frekuensi relatif 7,14 7,14 17,86 32,14 25,00
Frekuensi kumulatif 2 4 9 18 25
fixi 29 33 92,5 184,5 157,5
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Interval (i) 24-25
Nilai Tengah (xi) 24,5 Jumlah
Frekuensi (f) 3 28
Berdasarkan Tabel 1, dapat dihitung mean, median, dan modusnya. Dari hasil perhitungan diketahui mean data hasil belajar IPA kelompok eksperimen = 20,36, median = 20,61 dan modus = 20,83. Sedangkan mean kelompok kontrol = 16,36, median = 15,75, modus = 14,17, dan standar deviasi = 2,86. Hasil penelitian tes hasil belajar IPA kelas eksperimen dapat digambarkan ke dalam kurva poligon. Data hasil prestasi belajar IPA kelompok eksperimen dalam kurva poligon dapat dilihat pada Gambar 1.
Mo= 20,83
M= 20,36
Md= 20,61
Gambar 1. Kurva Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Frekuensi relatif 10,71
Frekuensi kumulatif 28
fixi 73,5 570
Berdasarkan Gambar 1, Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas merupakan kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Kualitas variabel hasil belajar IPA siswa dapat diketahui dengan cara mengkonversikan skor rata-rata hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M = 20,36 tergolong kriteria sangat tinggi. Sedangkan data hasil belajar IPA kelompok kontrol yang diperoleh melalui post-test terhadap 33 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 24 dan skor terendah adalah 7. Dalam penyajian data ke dalam tabel distribusi frekuensi, terlebih dahulu ditentukan rentangan (range) dan kelas interval data. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil rentangan (range) = 17, banyaknya kelas interval = 6, dan panjang kelas interval = 3. Distribusi frekuensi post-test hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi Skor Post-test Kelompok Kontrol
Interval (i) 7-9 10-12 13-15 16-18 19-21 22-24
Nilai Tengah (xi) 8 11 14 17 20 23 Jumlah
Frekuensi (f) 1 5 10 6 6 5 33
Frekuensi relatif 3.03 15.15 30.30 18.18 18.18 15.15
Frekuensi kumulatif 1 6 16 22 28 33
fixi 8 55 140 102 120 115 540
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Berdasarkan Tabel 2, dapat dihitung mean, median, dan modus kelompok kontrol. Dari hasil perhitungan diketahui mean data hasil belajar IPA kelompok kontrol = 16,36, median = 15,75, modus = 14,17, dan standar deviasi (s) = 3,89. Hasil penelitian tes hasil belajar IPA kelas kontrol dapat digambarkan ke dalam kurva poligon. Data hasil prestasi belajar IPA kelompok kontrol dalam kurva poligon dapat dilihat pada Gambar 2.
Kualitas variabel hasil belajar IPA siswa dapat diketahui dengan cara mengkonversikan skor rata-rata hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M = 16,36 tergolong kriteria tinggi. Perbandingan hasil perhitungan ratarata hasil belajar IPA kelas eksperimen adalah 20,36 lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol sebesar 16,36. Data penelitian menggunakan tes hasil belajar IPA akan dianalisis uji hipotesis menggunakan Uji-t. Namun sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Berdasarkan uji prasyarat yang dilakukan diketahui bahwa hasil penelitian dengan menggunakan tes hasil belajar IPA berdistribusi normal dan kedua kelompok homogen. Untuk itu, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antarkelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 3.
Gambar 2. Kurva Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.
Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t
Data Hasil post test
Kelompok Eksperimen Kontrol
N 28 33
M 20,36 16,36
s2 8,17 15,13
thitung
ttabel
4,504
1,671
Keterangan: N = jumlah data M = mean s2 = varians Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 4,504. Sedangkan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 1,671. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
siswa kelas V di Gugus X Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Pembahasan Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, diketahui bahwa kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik mendapatkan hasil belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dilihat dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa. Kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik memiliki rata-rata skor hasil belajar IPA sebesar 20,36 yang berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional memiliki rata-rata skor hasil belajar IPA sebesar 16,36 yang berada pada kategori tinggi. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung = 4,504 dan ttabel dengan dk 28 33 2 59 dan taraf signifikansi 5% = 1,671. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected merupakan suatu pembelajaran dengan mengkaitkan satu konsep dengan konsep lain dalam satu disiplin ilmu. Dengan demikian materi yang disajikan akan terstuktur dengan lebih jelas dan sistematis. Perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional disebabkan oleh
perbedaan langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, proses pembelajaran terpadu tipe connected lebih bermakna bagi anak dengan adanya jalinan antar konsep dalam suatu materi sehingga pemahaman anak mengenai materi tersebut akan bertahan lama. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Tim Pengembang PGSD (1996/1997) bahwa pembelajaran terpadu memiliki kelebihan daripada pembelajaran konvensional diantaranya seluruh kegiatan belajar akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak serta seluruh kegiatan belajar akan lebih bermakna sehingga hasil belajar anak akan bertahan lama. Pada hakekatnya setiap bidang ilmu memiliki jalinan konsep yang tidak dapat dipisahkan, hal ini juga berlaku pada pelajaran IPA. IPA merupakan salah satu bidang ilmu yang memiliki jalinan konsep satu dengan yang lain di dalamnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Fowler (dalam Trianto, 2012) yang menyatakan bahwa IPA merupakan pengetahuan yang sistematis, yang di dalamnya terdapat hubungan antara satu materi dengan materi yang lainnya. Dalam mempelajari IPA, seseorang harus senantiasa memahami konsep-konsep dasar yang merupakan syarat mutlak dalam memahami konsep selanjutnya. Dengan penerapan pembelajaran model pembelajaran terpadu tipe connected ini, konsep-konsep dalam IPA akan senantiasa terjalin secara sistematis sehingga akan membentuk konsep yang kuat pada siswa. Kuatnya konsep yang tertanam pada siswa akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional disebabkan oleh perbedaan langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Keaktifan siswa terlihat dari kegiatan menghubungkan konsep-konsep yang siswa pelajari, diskusi di kelas, membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan media komik yang diberikan, mempresentasikan hasil diskusi, dan menerapkan konsep yang telah diperoleh dalam materi atau situasi baru. Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik menunjukkan aktivitas siswa dan guru melalui langkah perencanaan, pelaksanaan, dan kulminasi. Langkah-langkah tersebut memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami. Tahap perencanaan dilakukan guna memberikan gambaran awal pada siswa mengenai materi yang akan diajarkan sehingga siswa mengetahui hal-hal yang harus dikuasai saat proses pembelajaran. Pada tahap ini, guru memberikan pertanyaan kunci yang dapat menuntun siswa untuk sampai pada suatu permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa. Pertanyaan kunci ini juga dipergunakan dalam mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa akan berusaha mencari konsep-konsep yang menjadi inti dari pertanyaan kunci tersebut sesuai dengan kemampuan awal mereka. Kemudian pada tahap pelaksanaan, guru memanfaatkan rasa ingin tahu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan pada tahap perencanaan. Siswa bekerja dalam kelompok dan melakukan kegiatan untuk menemukan penyelesaian atas permasalahan mengenai materi yang dipelajari dengan panduan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan media komik. Pada tahap ini siswa akan memiliki kesempatan yang besar untuk dapat mengeksplorasi pengetahuannya serta bertukar informasi, baik dengan guru atau siswa lainnya. Siswa dituntut untuk dapat menumbuhkan sikap toleransi terhadap gagasan orang lain dalam menentukan jawaban yang dianggap tepat, sesuai dengan informasi yang telah diperoleh melalui buku sumber maupun media komik. Siswa juga diberi kesempatan
untuk berpendapat dan bertanya sehingga membuat suasana kelas menjadi aktif. Manfaat dari tahapan ini adalah siswa dapat membangun sendiri pengetahuan mengenai konsep-konsep yang dipelajari. Artinya, pengetahuan yang siswa miliki, bukan hanya diperoleh melalui pemberian informasi dari guru, tetapi berdasarkan pemikiran dan tukar pendapat dengan siswa lain ataupun guru serta didukung oleh informasi yang diperoleh melalui buku sumber dan media komik. Pada tahap ini siswa akan menemukan konsep sebagai upaya penyelesaian pertanyaan kunci yang diberikan pada tahap perencanaan. Konsep yang ditemukan siswa akan lebih lama diingat karena siswa mengalami sendiri penemuan konsep tersebut melalui diskusi bersama kelompok belajarnya maupun guru. Pada tahap kulminasi, siswa menyajikan laporan kelompok yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi. Dalam penyajian laporan, siswa dituntut untuk berani mengemukakan pendapat, baik pendapat kelompok maupun pendapatnya sendiri. Sedangkan dalam pelaksanaan evaluasi, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya. Melalui tahap ini siswa akan mampu untuk mengoreksi kesalahan sendiri sehingga siswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam proses pembelajaran. Tahapan-tahapan yang diterapkan dalam model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik membiasakan siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam pembelajaran. Siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan dapat mengaitkannya dengan konsep atau situasi lain dalam kehidupan sehari-hari siswa. Pengalaman langsung siswa dalam menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa sehingga kegiatan belajar menjadi lebih bermakna dan hasil belajar dapat bertahan lebih lama. Selain itu keterampilan sosial siswa akan berkembang, seperti sikap kerja sama serta toleransi terhadap gagasan orang lain.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Dalam pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik, guru bukan menjadi single actor yang mendominasi pembelajaran, melainkan sebagai motivator, fasilitator, mediator, dan mengarahkan siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membangun sendiri pengetahuannya serta memberikan bimbingan berdasarkan kebutuhan siswa. Selain itu, dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya sehingga kelas menjadi aktif. Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini, guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran (teacher centered). Guru berperan sebagai pemberi informasi kepada siswa, sedangkan siswa hanya berperan memperoleh informasi dengan tepat melalui kegiatan mendengarkan dan membaca informasi. Penjelasan yang diberikan oleh guru masih berorientasi pada buku dan guru jarang menghubungkan antarmateri yang berkaitan. Hal ini menyebabkan siswa cenderung menghapalkan setiap konsep yang diberikan dan kurang dapat memahami serta menghubungan antara materi-materi yang berhubungan. Pada pembelajaran konvensioal, penekanannya sering hanya pada penyelesaian tugas, sedangkan proses dalam menemukan jawaban kurang diperhatikan, sehingga hasil belajar tidak bertahan lama (mudah dilupakan). Hal ini akan menyebabkan hasil belajar IPA siswa menjadi kurang optimal. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari penelitian tentang penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected. Dwi Wahyu Oktamagia (2013) melakukan penelitian mengenai model pembelajaran terpadu tipe connected. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahwa pembelajaran terpadu tipe connected memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar IPA pada ranah kognitif dan psikomotor. Pengaruh ini ditandai dengan perolehan nilai hasil belajar dan keterampilan siswa dalam belajar yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dibuktikan dari perbandingan rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok
control. Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 75,28 sedangkan ratarata hasil belajar IPA kelompok kontrol sebesar 70,49. Jadi agar mencapai hasil belajar yang baik, siswa mengalami sendiri penemuan konsep tersebut melalui diskusi bersama kelompok belajarnya maupun guru sehingga hasil belajar yang didapat siswa akan bertahan lama. Siswa juga perlu diberi kesemptan untuk berpendapat dan bertanya dalam pembelajaran guna mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V Gugus X Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Para siswa sekolah dasar agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan terus mengembangkan pemahamannya dengan menemukan sendiri berbagai konsep secara menyeluruh. Guru-guru di sekolah dasar yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian yang dilakukan disarankan agar menerapkan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Selain itu, sekolah-sekolah yang mengalami permasalahan rendahnya hasil belajar IPA, disarankan untuk mengimplementasikan model pembelajaran terpadu tipe connected berbantuan media komik dalam pembelajaran di sekolah tersebut. Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran terpadu tipe connected dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendalakendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Kompas. 2012. Indeks Pendidikan untuk Semua Masih Stagnan.
Taopik, Deden. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Media Komik pada Mata Pelajaran IPA Materi Daur Air. Tersedia pada http://repository.upi.edu/1472/4/S_PG SD_0902947_Chapter1.pdf (diakses tanggal 2 Februri 2014). Tim
Maharsi, Indiria. 2011. Komik: Dunia Kreatif Tanpa Batas. Yogyakarta: Kata Buku. Oktamagia, Dwi Wahyu dkk. 2013. Pengaruh Pembelajaran Terpadu Tipe Connected terhadap Hasil Belajar IPA Fisika pada Materi Cahaya dan Alat Optik di Kelas VIII SMP N 1 Sungai Tarab. Tersedia pada http://ejournal.unp.ac.id/students/index .php/pfis/article/view/731/488 (diakses tanggal 16 Desember 2013)
Pengembang PGSD. 1997. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Dikti.
Trianto, M.Pd. 2012. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.