e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN KUANTUM BERBANTUAN MEDIA TIGA DIMENSI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD Ni Kadek Antari1, Dsk. Putu Parmiti2, Md. Sumantri3 1,3Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2 Jurusan Pendidikan Teknologi Pendidikan, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, semester genap, tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini merupakan quasi experiment dengan rancangan post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu. Sampel penelitian ini yaitu kelas V SD N 1 Kubu dan kelas V SD N 3 Kubu, yang ditentukan dengan teknik random sampling. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 129 siswa dan jumlah sampel sebanyak 42 orang siswa. Instrumen pada penelitian ini yaitu tes hasil belajar IPA. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial melalui uji- t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa thit = 5,614 dan ttab (pada taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hal ini berarti bahwa t hit > ttab, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dilihat dari rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 23,46 > 16,1.Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menunjukan bahwa pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu, semester genap, tahun pelajaran 2015/2016. Kata-kata kunci : pembelajaran kuantum, media tiga dimensi, hasil belajar
Abstract The aims of the research is determine the differences of the science learning result among students who learnt by using Kuantum teaching assisted by three dimension media and students who learnt by using conventional teaching in fifth grade elementary school students in cluster I Kubu district,karangasem regency, second semester, in 2015/2016 school year. The research was quasi experiment with post test only control group design. The population was fifth grade in cluster I Kubu district. The sample of this research were fifth grade students in SD N 1 Kubu and fifth grade students in SD N 3 Kubu, involved by random sampling technique. The population of this research was 129 students and the samples were 42 students. The instrument of this research is test. Data were analyzed using descriptive statistics and inferential statistic through t-test. The results showed thit = 5,614 and ttab (in signifance level of 5%) = 2,021. It means that thit > ttab, the result of the analyses showed that there were differences of the science learning result among students who learnt by using Kuantum assisted by three dimension media teaching and students who learnt by
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 using conventional teaching. Judging from the average score of a group of students that learned with Kuantum teaching assisted by three dimension media larger than the group of students that learned with conventional learning models, namely 23.46>16.1.Based on the result, can be concluded that Kuantum teaching assisted by three dimension media influence the science learning result in fifth grade cluster I Kubu distric, second semester, in 2015/2016 school year. Key words : Kuantum teaching, three dimension media, learning result
PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), persaingan dalam berbagai bidang kehidupan menjadi semakin ketat yang menuntut manusia untuk menjadi pemenang dalam mempertahankan kehidupannya. Keberadaan sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen yang sangat menentukan nasib suatu bangsa, sehingga setiap bangsa menuntut agar memiliki wawasan terhadap ilmu pengetahuan, dan dapat mengembangkannya dalam kehidupan. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat dihasilkan salah satunya melalui pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:2-3) menjelaskan, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan dengan tujuan pendidikan nasional, pendidikan diharapkan dapat membentuk karakter anak bangsa yang mampu mengembangkan potensi peserta didik menjadi lebih baik. Salah satu lembaga yang berperan penting dalam mengembangkan potensi peserta didik adalah sekolah dasar. Hal ini dilakukan di sekolah dasar peserta didik diberikan kemampuan-kemampuan dasar melalui proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, perlu dirancang proses pembelajaran yang mampu menciptakan
suasana kondusif dan menyenangkan, merangsang pemikiran, dan menantang bagi siswa sehingga siswa dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Dilihat dari pengembangannya selama ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari berbagai kendala. Dari berbagai kendala tersebut, banyak tujuan yang ingin dicapai mengalami hambatan. Hambatan tersebut sering terjadi pada proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi dan mengarahkan perhatian siswa pada pokok bahasan yang disampaikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanto (2013:165) menyatakan, “salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran.” Hal tersebut menekankan bahwa proses pembelajaran yang terjadi masih belum optimal. Dalam proses pembelajaran, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi dan mengarahkan perhatian siswa pada pokok bahasan yang disampaikan. Pada kegiatan proses pembelajaran penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional) memungkinkan siswa sering merasa bosan dan mengantuk, bahkan hampir di semua mata pelajaran salah satunya mata pelajara IPA. Pembelajaran konvensional ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional) terjadi hampir di seluruh mata pelajaran, dimungkinkan siswa akan mengantuk dan kurang perhatian karena bosan. sistem pengajaran tersebut juga berlaku khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Hal tersebut 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
dapat dilihat dari hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Pada dasarnya pembelajaran IPA dapat dipandang dari dua sisi yaitu IPA sebagai “produk” dan IPA sebagai “proses” (Trianto, 2010). IPA sebagai “produk” diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. IPA sebagai “produk” dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Sedangkan IPA sebagai “proses” diartikan sebagai semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Selain itu, dalam belajar IPA juga dapat memupuk sikap siswa. Memupuk sikap yang dimaksud adalah berbagai keyakinan, opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Pemahaman konsep IPA sebagai sebuah produk dipengaruhi oleh proses untuk memperoleh pemahaman tersebut. Semakin kreatif cara yang digunakan, maka pemahaman konsep yang diperoleh siswa akan semakin tinggi. Sehingga hasil belajar kognitifnya pun semakin tinggi.
Cara kreatif yang dimaksud adalah dengan memperbaharui pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran inovatif yang lebih melibatkan peran aktif siswa. Namun kenyataannya, dalam pembelajaran IPA guru dominan menerapkan model pembelajaran konvensional. Dapat dilihat penyelenggaraan pembelajaran hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh peserta didik, yang wajib diingat dan dihafal. Hal tersebut akan berdampak pada hasil belajar siswa. Hal inilah yang terjadi pada siswa kelas V SD di gugus I Kecamatan Kubu. Alasan ini diperkuat setelah melakukan observasi di kelas V SD di gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem yang dilaksanakan dari tanggal 28 Desember 2015 sampai dengan 9 februari 2016. Observasi dilakukan dalam tiga tahap yaitu pencatatan dokumen wawancara, dan pengamatan,. Hasil pencatatan dokumen, dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa pada saat Ulangan Akhir Semester. Sebagai contoh, maka dikaji nilai ulangan umum semester I siswa kelas V di gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem pada mata pelajaran IPA tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa sebanyak 129 orang. Berikut disajikan tabel data rata-rata nilai capaian siswa pada kegiatan ulangan Akhir semester I (UAS) IPA tahun pelajaran 2015/2016 di gugus I Kecamatan Kubu.
Tabel 1. Data Nilai Rata-rata Ulangan Umum IPA Siswa Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016 di Gugus I Kecamatan Kubu Persentase Persentase KKM Nilai Siswa yang Nilai Siswa SD di Gugus I IPA RataTidak Mencapai No. yang Belum Kecamatan Kubu Kelas rata KKM dari Memenuhi V Kelas Seluruh Jumlah KKM Populasi 1 SD N 1 Kubu 66 63,3 72,22% 2 SD N 2 Kubu 65 60,1 90% 3 SD N 3 Kubu 65 62,7 73, 33% 70, 52% 4 SD N 4 Kubu 66 59,6 88% 5 SD N 1 Dukuh 65 62,2 70% 6 SD N 4 Dukuh 65 61,6 68,75% 7 SD N 1 65 62,4 73,33% 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
No.
SD di Gugus I Kecamatan Kubu
KKM IPA Kelas V
Nilai Ratarata Kelas
Persentase Nilai Siswa yang Belum Memenuhi KKM
Persentase Siswa yang Tidak Mencapai KKM dari Seluruh Jumlah Populasi
Baturinggit (Sumber: Tata Usaha SD di Gugus I Kecamatan Kubu) Berdasarkan tabel di atas, presentase siswa yang belum mencapai KKM sejumlah 70,52 % dari seluruh jumlah populasi yang ada di Gugus I Kecamatan Kubu. Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan mengenai keberhasilan pencapaian nilai KKM IPA Kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu , maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPA kelas V SD di gugus I Kecamatan Kubu selama ini tergolong masih rendah dan belum mencapai KKM. Hasil wawancara dengan beberapa guru pengampu mata pelajaran IPA kelas V mengungkapkan bahwa pertama, ketika proses pembelajaran berlangsung guru merasa kesulitan dalam menyampaikan materi utamanya jika materi tersebut dirasa sulit dan harus memakai media yang relevan dengan pembelajaran. Kedua, sarana dan prasarana yang belum memadai seperti buku-buku penunjang pembelajaran dan laboratorium praktek. Ketiga, Ketika siswa diberikan tugas rumah, banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas. Dari hasil pengamatan diperoleh beberapa kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran IPA yaitu: pertama, guru belum maksimal menerapkan pembelajaran yang bersifat konstruktivis. Secara proporsi guru lebih banyak menggunakan model pembelajaran langsung, pembelajaran dimulai dengan ceramah, tanya jawab dilanjutkan dengan penugasan. Kedua, banyak siswa yang meremehkan perkataan guru saat guru menjelaskan materi. Ketiga, saat jam istirahat, siswa lebih memilih bermain dengan teman-temannya daripada membaca buku. Keempat, ketika guru menyuruh siswa untuk mencatat materi pembelajaran, siswa banyak yang tidak mengerjakan. Kelima, saat guru meminta siswa untuk mengungkapkan gagasan
awalnya tentang materi yang akan dipelajari, banyak siswa yang tidak termotivasi untuk mengungkapkan gagasannya. Keenam, guru kurang aktif mengaitkan topik yang akan dipelajari dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Ketujuh, ketika siswa selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru terkait materi, guru jarang mengevaluasi pekerjaan siswa yang benar dan yang salah. Kenyataan tersebut merupakan implikasi dari pembelajaran IPA yang dilakukan masih berpusat pada guru. Guru seharusnya memahami bagaimana hakikat dari IPA itu sendiri. Pada dasarnya pembelajaran IPA dapat dipandang dari dua sisi yaitu IPA sebagai “produk” dan IPA sebagai “proses” (Trianto, 2010). Pertama, IPA sebagai “produk” diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. Kedua, IPA sebagai “produk” dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Ketiga, IPA sebagai “proses” diartikan sebagai semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Selain itu, dalam belajar IPA juga dapat memupuk sikap siswa. Berdasarkan uraian tersebut diharapkan guru saat proses pembelajaran IPA berlangsung guru harus benar-benar mampu mengelola pembelajaran dengan baik. Permasalahan di atas perlu dicarikan solusi demi perbaikan kualitas pembelajaran, yaitu dengan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu bentuk model pembelajaran inovatif adalah pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi. Model pembelajaran Kuantum merupakan Pembelajaran kuantum adalah 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
METODE PENELITIAN
pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya (dePoter, dkk. 2005) Untuk memaksimalkan penggunaan pembelajaran kuantum, diperlukan penggunaan media pembelajaran. Pembelajaran yang tepat disertai pemilihan media yang baik akan memberikan pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk memfasilitasi proses belajar siswa (Asyhar, 2012). Jika model pembelajaran dilaksanakan menggunakan media pembelajaran yang sesuai, maka proses pembelajaran akan menjadi lebih kondusif, efisien, efektif dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media pembelajaran tiga dimensi (3D). Dengan demikian pembelajaran akan menjadi lebih hidup karena penggunaan media dalam pembelajaran melibatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Pembelajaran akan melibatkan keseluruhan kemampuan siswa, namun tidak terlepas dari materi pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Kuantum berbantuan media tiga dimensi dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Sekolah Dasar di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Semester Genap, Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Kuantum berbantuan media tiga dimensi dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Sekolah Dasar di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Semester Genap, Tahun Pelajaran 2015/2016.
Penelitian ini tergolong quasi experiment karena tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen dalam penelitian ini dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Penelitian dilaksanakan di SD Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem pada rentangan waktu semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yang dimulai dari bulan Maret sampai April 2016. Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD yang ada di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem yang berjumlah 7 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 129 orang. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian, yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling tetapi yang dirandom adalah kelas. Dari tujuh sekolah dasar yang ada di Gugus I Kecamatan Kubu, dilakukan pengundian tahap pertama untuk memilih dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil undian tahap pertama, diperoleh sampel yaitu kelas V SD N 1 Kubu dengan jumlah siswa 22 orang dan siswa kelas V SD N 3 Kubu dengan jumlah siswa 20 orang. Selanjutnya, untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan undian tahap kedua. Melalui proses pengundian tersebut, diperoleh kelas V SD N 1 Kubu sebagai kelas eksperimen dan kelas V SD N 3 Kubu sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan (pembelajaran konvensional). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest-only control group design.
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 2. Desain Penelitian post test only control group Kelas Treatment Post-test Eksperimen X O1 Kontrol O2 (Sugiyono, 2010:112) Keterangan: O1 = O2 = X = – =
post-test terhadap kelompok eksperimen post-test terhadap kelompok kontrol treatment terhadap kelompok eksperimen (Pembelajaran Kuantum) treatment terhadap kelompok kontrol (pembelajaran konvensional)
Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Melakukan uji kesetaran pada populasi dengan menggunakan uji anava. Setelah diperoleh kesetaraan, dilakukan teknik pengundian untuk menentukan sampel. Dari sampel tersebut dilakukan pengundian tahap kedua untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. (2) Menyiapkan alat dan bahan pembelajaran, yaitu: menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar kerja siswa (LKS), menyiapkan alat dan media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. (3) Menyiapkan instrumen penelitian yaitu menyiapkan tes hasil belajar sesuai dengan materi yang dikaji dan menyiapkan kunci jawaban tes yang akan digunakan. (4) Mengkonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan digunakan untuk penelitian dengan dosen IPA, kemudian menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda instrumen tersebut. (5) Memberikan perlakuan pembelajaran terhadap kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. (6) Memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dilaksanakan setelah perlakuan pembelajaran. (7) Melakukan analisis data hasil belajar sesuai data yang diperoleh. (8) Menyusun laporan penelitian. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data tentang hasil belajar
IPA adalah tes objektif, dimana butir pertanyaannya berjumlah 30 soal. Setiap item diberikan skor 1 bila siswa menjawab dengan benar dan skor 0 bila siswa menjawab salah. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah skor tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Rentang skor yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-30. Skor 0 merupakan skor minimal ideal dan skor 30 merupakan skor maksimal ideal hasil belajar. Sebelum tes disebarkan kepada siswa, maka tes yang dibuat diuji terlebih dahulu melalui validasi pakar. Setelah direvisi, instrumen diujicobakan di lapangan. Data yang diperoleh dari uji coba instrumen dianalisis menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, daya pembeda soal, dan tingkat kesukaran soal. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, berupa mean, median, modus, dan rentang data. Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk kurva polygon. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji-t (polled varians). HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Analisis data dilakukan pada masing-masing kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 3.
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 3. Analisis Data dengan Statistik Deskriptif Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 23,46 16,1 Median 24,3 15 Modus 26,36 13,25 Standar Deviasi 4,39 4,35 Varians 19,26 18,92 Berdasarkan data pada tabel di atas, data hasil belajar kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk grafik polygon, seperti Gambar 1 berikut ini.
Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol Berdasarkan grafik poligon data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol, dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian grafik di atas menunjukkan juling positif. Artinya, sebagian besar skor cenderung rendah. Setelah melakukan analisis statistik deskriptif, selanjutnya dilakukan uji prasyarat untuk menguji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas sebaran data post-test hasil belajar dalam mata pelajaran IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan dalam Tabel 4.
Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Siswa Kelompok Eksperimen Berdasarkan grafik poligon data hasil belajar kelompok eksperimen di atas, dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian grafik poligon di atas menunjukkan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan data Hasil belajar IPA siswa kelas kontrol disajikan pada Gambar 2.
No 1 2
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Kelompok Data Hasil χ 2 hitung χ 2 table Belajar Post-test Eksperimen 3,803 7,815 Post-test Kontrol 3,794 7,815 Kriteria
pengujian, jika hitung tabel dengan taraf signifikasi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi 2
Status Normal Normal
parameter dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Sedangkan, jika 2 hitung 2 tabel , maka data tidak
2
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
794 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini 2 berarti, hitung hasil post-test kelompok
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus 2 Chi-Square, diperoleh hitung hasil posttest kelompok eksperimen adalah 3,803 2 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2 hitung hasil post-test kelompok eksperimen
lebih
kecil
dari
2
kontrol
kecil
dari
2 tabel
( hitung tabel ), sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5. 2
2 tabel
( hiung tabel ), sehingga data hasil post-test kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal. Sedangkan, hitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 3, 2
lebih
2
2
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Ftabel dengan Taraf Sumber Data Fhitung Status Signifikansi 5% Post-test Kelompok Eksperimen dan 1,019 2,16 Homogen Kelompok Kontrol Uji homogenitas varians yang digunakan adalah uji F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan tabel di atas, diketahui F hitung hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,019, sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 22, dbpenyebut = 20, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,16. Hal ini berarti, varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil post-test
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 tolak jika thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Data Hasil Belajar IPA siswa kelas V
Kelompok Eksperimen Kontrol
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t diatas, diperoleh thitung sebesar 5,614. Sedangkan ttabel dengan dk = 22+20-2 = 40 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti
N
X
s2
thitung
ttabel (t.s. 5%)
22 20
23,46 16,1
19,26 18,92
5,614
2,021
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. PEMBAHASAN Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada ratarata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
kelompok eksperimen adalah 23,46 yang berada pada kategori sangat tinggi. Sementara itu, skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 16,1 yang berada pada kategori sedang. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui thitung = 5,614 dan ttabel (db = dan taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian dapat dikatakan signifikan. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji hipotesis, dapat diambil suatu informasi bahwa ternyata pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi cenderung unggul dalam menentukan hasil belajar yang diperoleh siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Terdapat beberapa hal yang dapat menjelaskan penyebab hasil belajar IPA siswa di kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil belajar IPA siswa dikelompok kontrol baik secara teoritis maupun empiris. Secara teoretis pembelajaran pembelajaran kuantum berbantuan media tiga dimensi menekankan aktivitas siswa melalui langkah–langkah TANDUR. Pembelajaran dengan pembelajaran kuantum, siswa dapat berusaha menggali informasi secara mandiri yang diperoleh dari pengalaman maupun lingkungannya sendiri serta siswa dipandang sebagai subjek belajar sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Temuan-temuan inilah yang selanjutnya dibahas dengan jalan mengintreprestasikan dan menghubungkan dengan teori-teori yang ada. Berbeda halnya dengan model belajaran konvensional yang mencirikan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Secara teori, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menekankan guru sebagai sumber informasi dan pusat aktivitas pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif (Rasana,2009). Berdasarkan tinjauan secara empiris, perbandingan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilihat dari perbedaan
pelaksanaan pembelajaran antara kedua model. Pada pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi, siswa dilibatkan secara langsung dalam penemuan suatu konsep melalui kegiatankegiatan yang relevan dengan materi pelajaran seperti melaksanakan kegiatan pengamatan, diskusi, praktikum, demonstrasi dan tanya jawab multi arah. Di sisi lain siswa, sebelum melakukan praktikum, siswa diberikan fokus penyelidikan berupa pertanyaan kunci yang melatih siswa untuk membuat suatu hipotesis dan merancang prosedur penelitian sederhana serta melaksanakannya. Siswa juga dilatih untuk menggunakan alat dan bahan saat melaksanakan praktikum, membuat laporan hasil pengamatan dan hasil diskusi kelompok. Hal terpenting dalam pembelajaran kuantum adalah yaitu siswa dilatih merasa nyaman dalam belajar sehngga mampu meningkatkan minat belajar siswa. Pada pembelajaran Kuantum dengan berbantuan media tiga dimensi, siswa dilibatkan secara langsung dalam penemuan suatu konsep melalui kegiatankegiatan yang relevan dengan materi pelajaran seperti melaksanakan kegiatan pengamatan, diskusi, praktikum, demonstrasi dan tanya jawab multi arah. Di sisi lain siswa, sebelum melakukan praktikum, siswa diberikan fokus penyelidikan berupa pertanyaan kunci yang melatih siswa untuk membuat suatu hipotesis dan merancang prosedur penelitian sederhana serta melaksanakannya. Siswa juga dilatih untuk menggunakan alat dan bahan saat melaksanakan praktikum, membuat laporan hasil pengamatan dan hasil diskusi kelompok. Hal terpenting dalam pembelajaran Kuantum dengan berbantuan media tiga dimensi adalah yaitu siswa dilatih kemampuan berpikirnya melalui rancangan kegiatan TANDUR Tumbuhkan minat dengan memuaskan, yakni apakah manfaat yang diperoleh dari pelajaran tersebut bagi guru dan muridnya. Alami, yakni ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajaran. Memberikan nama, untuk itu harus disediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
yang kemudian menjadi sebuah masukan bagi si anak. Demonstrasikan, yakni sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Setelah siswa mengalami belajar mengenai sesuatu, beri kesempatan kepada mereka untuk mendemonstrasikan kemampuannya karena siswa mampu mengingat 90% jika siswa itu mendengar, melihat, dan melakukannya. Ulangi, yakni tunjukkan kepada para pelajar tentang cara-cara mengulang materi. Rayakan, yakni pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Penggunaan media tiga dimensi dalam proses pembeljaran yang telah dilaksanakan juga membantu siswa lebih cepat dalm memahami dan membangun konsep pengetahuannya. Semua kelebihan yang diungkapkan dalam pembelajaran Kuantum dengan berbantuan media tiga dimensi akan mengarahkan siswa pada pemahaman konsep yang lebih baik sehingga akan berimplikasi pada hasil belajarnya. Pada kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang dalam kegiatan belajarnya lebih banyak mengarah pada metode ceramah yang mencirikan transfer ilmu dari siswa ke guru. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada saat pembelajaran peserta didik cenderung pasif dan terkesan bosan dengan situasi belajar seperti itu. Pengetahuan yang didapat pun akan mudah terlupa karena tidak disertai dengan pemahaman oleh siswa itu sendiri. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata konsisten dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya penelitian tentang model pembelajaran Kuantum sejalan dengan hasil penelitian dilakukan oleh Ni Luh Tantri (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Teching Bermuatan Permainan Puzzle terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus I Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Tahun Pelajaran 2012/2013” menghasilkan penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh
model pembelajaran kuantum terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian ini menunjukkan hasil bahwa deskripsi hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa sebgian besar skor cenderung rendah, yaitu Mo < Md < M (13,07 < 15,64 < 16,10), sedangkan siswa yang mengikuti model pembelajaran kuantum menunjukkan deskripsi hasil belajar IPA yang cenderung tinggi, yaitu Mo > Md > M ( 19,35 > 19,16 > 19,03). Hal tersebut dikarenakan model pembelajaran Kuantum memungkinkan siswa untuk mengetahui manfaat dari materi yang dipelajari bagi kehidupannya, aktif dalam kegiatan pembelajaran, bekerja sama dengan siswa lain, siswa yang awalnya pasif tampak mulai menunjukkan keberanian dalam berpendapat dan cenderung berperilaku lebih berani mengambil resiko walaupun jawabannya salah. Pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi terbukti mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi secara optimal belum mampu mencapai hasil belajar IPA yang secara deskriptif dapat dikategorikan sangat baik yaitu 1) siswa belum memahami dan terbiasa belajar dengan menggunakan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi . 2) Menyita waktu yang cukup banyak untuk membiasakan siswa belajar dengan menggunakan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi. 3) Siswa belum terbiasa berdiskusi dalam kelompok sehingga penyelesaian tugas belajar dalam LKS membutuhkan waktu lebih lama. Implikasi temuan penelitian ini adalah penerapan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dapat memberikan penguasaan konsep materi pembelajaran yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep IPA yang dipelajari melalui penemuan atau kegiatan 10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
praktikum sedangkan guru bertugas sebagai fasilitator.
hanya
setiap pembelajaran, agar peserta didik terbiasa memecahkan permasalahan maupun soal-soal yang berkaitan dengan materi melalui diskusi. (2) Kepala sekolah agar menyarankan kepada guru menggunakan pembelajaran kuantum berbantuan media tiga dimensi untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa serta meningkatkan pengelolaan pembelajaran di sekolah dasar. (3) Peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran kuantum berbantuan media tiga dimensi agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. (4) Penelitian ini terbatas membahas pada materi IPA yaitu tentang sifat-sifat cahaya, melibatkan sampel terbatas pada satu gugus, dan mengukur satu variabel yaitu hasil belajar IPA. Kepada peneliti lain, disarankan agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya. Pada materi-materi IPA yang lain dan lebih luas, melibatkan sampel yang lebih besar misalnya dalam satu kecamatan atau satu kabupaten serta melibatkan variabel-variabel yang lain sehingga mendapatkan hasil yang lebih optimal.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian di atas, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2015/2016. Perbedaan tersebut dilihat dari rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional yaitu 23,46 > 16,1. Dengan demikian model pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD, di Gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, semester genap, tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan tabel rangkuman analisis di atas, dapat diketahui thitung = 5,614 dan ttabel = 2,021 untuk db = 40 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Kuantum berbantuan media tiga dimensi lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di gugus I Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Semester Genap, Tahun Pelajaran 2015/2016. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah (1) Guru yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian ini khususnya dalam proses pembelajaran IPA disarankan agar menggunakan pembelajaran Kuanum berbantuan media tiga dimensi untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Selain itu, Guru sebaiknya lebih sering membentuk kelompok diskusi dalam
DAFTAR PUSTAKA Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta. dePorter, dkk. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas. Terjemahan Nilandari.. Quantum Learning: Orchestrating student success. 1992. Cetakan Ke- 17. Bandung: Mizan Media Utama.. Rasana, Raka. 2009. Laporan Sabbatical Leave: Model-Model Pembelajaran.
11
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Susanto, A. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Trianto.2010.Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Prenada Media Group. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang-Depdiknas Tantri, Ni luh. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Teching Bermuatan Permainan Puzzle terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus I Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi (Tidak diterbitkan):Program Studi: Universitas Pendidikan Ganesha.
12