e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LITERASI SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PENGETAHUAN IPS SISWA KELAS V
Ni Putu Arista Sari1, M.G. Rini Kristiantari2, I.G.A.Agung Sri Asri3 123Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail : {
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi dan pembelajaran konvensional kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro Tahun Ajaran 2016/2017. Penelitian ini menggunakan rancangan Quasy Experiment (desain eksperimen semu) dengan jenis Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro dengan jumlah 380 siswa. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik random sampling. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SDN 3 Pemecutan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VB SDN 10 Pemecutan sebagai kelas kontrol. Data kompetensi pengetahuan IPS diperoleh dengan menggunakan metode tes yakni tes pilihan ganda biasa. Data yang terkumpul, dianalisis dengan menggunakan analisis statistik kuantitatif dan uji prasyarat. Dari hasil analisis uji-t diperoleh π‘βππ‘π’ππ = 3,711 sedangkan π‘π‘ππππ = 1,7560 pada taraf signifikansi 5%, dengan π₯1 = 80,42 dan π₯2 = 73,94. Terlihat bahwa π‘βππ‘π’ππ > π‘π‘ππππ (3,711 > 1,7560) dan π₯1 > π₯2 (80,42 > 73,94) yang berarti dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan Ilmu Pengetahuan Sosial siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran literasi dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran literasi berpengaruh positif terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 216/2017. Kata-kata kunci : penguasaan kompetensi pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Sosial, model pembelajaran literasi Abstrac This research aimed to determine the significant differences in the mastery of the competence of Social Sciences knowledge between students who were taught by the literacy learning model and the conventional learning of the fifth grade elementary school of Prince Diponegoro School Year 2016/2017. This research uses Quasy Experiment design with type of Nonequivalent Control Group Design. The population in this study is all students of grade V SD Pangeran Diponegoro with the number of 380 students. The sample was determined using random sampling technique. The sample in this research is the students of class V SDN 3 Pemecutan as experimental class and students of class VB SDN 10 Pemecutan as the control class. Social Sciences knowledge competence is obtained by using the test method that is a standard multiple choice test. The data collected, analyzed using quantitative statistical analysis and prerequisite test. From result of t-test analysis obtained t_hitung = 3,711 while t_table = 1.7560 at significance level 5%, with x_1 = 80,42 and x_2 = 73,94. It can be seen that t_hitung> t_ (table) (3,711> 1,7560) and x_1> x_2 (80,42> 73,94) means that in this study there is a significant difference of mastery of knowledge competence of Social Sciences of students which is learned by using learning model Literacy and students learned by using conventional learning. So it can be concluded that the application of
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
literacy learning model has a positive effect on Social Science learning outcomes in the fifth grade students of Pangeran Diponegoro Denpasar Barat Year 216/2017. Keywords : mastery of knowledge competence, social sciences, literacy learning model
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan dimanapun dan kapanpun. Menurut Hasbullah (2011:1) pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Pemerintah melalui undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) mendefinisikan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan memiliki peranan penting dan strategis dalam kehidupan manusia baik manusia sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan orang disekitarnya. Penting dan strategisnya peran pendidikan dalam kehidupan manusia menyebabkan pendidikan harus direncanakan dan dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan itu dapat dicapai dengan optimal. Dalam menanggapi kestrategisan peran pendidikan tersebut, pemerintah telah merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Selain itu, pendidikan nasional juga memiliki visi yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk dapat mewujudkan tujuan serta visi dari pendidikan nasional tersebut, pemerintah telah melaksanakan beberapa langkah nyata menetapkan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya mencantumkan kriteria minimal sistem pendidikan yang diharapkan seperti standar isi, standar proses, standar kompe-tensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan; dan standar pembiayaan serta melakukan penyempurnaan kurikulum yaitu kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menjadi Kurikulum 2013. Esensi dari kurikulum 2013 adalah sistem pembelajaran berdasarkan paradigma konstruktiktivis yang memandang dan mengisyaratkan siswa harus aktif mengkonstruksi pengetahuannya selama pembelajaran berlangsung. Kuri-kulum 2013 mengehendaki adanya peruba-han paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Salah satu perubahan paradigma dalam pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered), metodelogi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti menjadi partisipator, dan pendekatan yang digunakan dari kontekstual menjadi saintifik. Dalam Kurikulum 2013 guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, moderator, dan motivator. Selain upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di sekolah dapat juga dilakukan melalui berbagai cara antara lain 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
peningkatan kemampuan awal peserta didik, peningkatan kompetensi guru, peningkatan isi kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian hasil belajar peserta didik, penyediaan bahan ajar, dan peningkatan penyediaan sarana dan prasara. Dari semua cara tersebut peningkatan kompetensi guru menjadi hal yang paling diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena pendidik dalam hal ini guru merupakan praktisi terdepan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dan satu-satunya pihak yang mampu memanipulasi unsur-unsur pembelajaran seperti strategi, metode, model pembelajaran, media pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran hingga pada penyediaan bahan ajar sehingga semua hal itu sesuai dengan kebutuhan peserta didik di tempat mengajar. Jadi untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional dibutuhkan tenaga-tenaga pendidik atau guru yang profesional dengan tanpa mengenyampingkan peran praktisi-praktisi pendidikan lainnya. Guru sebagai pelaku pendidikan harus terus berusaha mensiasati untuk terus membangun kultur belajar peserta didik antara lain belajar untuk tahu (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi sesuatu (learning to be), dan belajar untuk hidup bersama (learning lo life together). Untuk dapat melakukan hal tersebut guru dituntut untuk mampu memilih dan memilah strategi, metode, ataupun model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran dan karakteristik peserta didik, menyediakan dan memahami bahan ajar dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggal peserta didik serta mampu membangun sebuah mediah pembelajaran untuk memantapkan pemahaman peserta didik terhadap suatu materi. Untuk dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut, maka guru harus menguasai 7 keterampilan dasar mengajar diantaranya keterampilan penugasan, keterampilan menanya, keterampilan pendampingan, keterampilan literasi, keterampilan TIK, keterampilan penilaian, keterampilan penguatan karakter. Jika semua itu terpenuhi dengan baik, bukan tidak mungkin pendidik (guru) akan menghasilkan sumber daya manusia berkualitas yang mampu menjawab segala tantangan zaman yang
selalu berubah secara proaktif dan adaptif. Serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif. IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan salah satu mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, yang berhubungan dengan isu-isu sosial dan kewarganegaraan. Menurut Sumaatmadja (2008:1) IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Dari pengertian tersebut telah tergambar isi dari mata pelajaran IPS yaitu mata pelajaran yang menggambarkan kemajemukan aspek-aspek dari kehidupan sosial manusia di masyarakat. IPS sebenarnya sudah diperoleh secara alamiah oleh seluruh umat manusia dari kehidupannya sehari-hari. Tetapi hal tersebut dipandang belum cukup mengingat dinamika perkembangan kehidupan sosial manusia dalam bermasyarakat akan muncul persoalan-persoalan baru yang lebih kompleks. Untuk itulah diperlukannya pembelajaran IPS diajarkan di jenjang pendidikan formal, dengan harapan peserta didik nantinya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan juga memahami nilai-nilai kehidupan untuk dapat menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan, dan persaingan. Tujuan pembelajaran tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Wahab (dalan Gunawan, 2011:21) menyatakan tujuan pembelajaran IPS di sekolah tidak lagi semata-mata untuk memberi pengetahuan dan menghafal sejumlah fakta dan informasi akan tetapi lebih dari itu. Para siswa selain diharapkan memiliki pengetahuan mereka juga dapat mengembangkan keterampilannya dalam berbagai segi kehidupan dimulai dari keterampilan akademiknya sampai pada keterampilan sosialnyaβ. Berkaitan karateristik yang ditampilkan dalam pemaparan mengenai IPS sudah seharusnya guru mampu mengidentifikasi strategi, metode, maupun model pembelajaran seperti apa yang harus diterapkan dalam pembelajaran IPS. Pemilihan rancangan pembelajaran seharusnya mengarah pada pengembangan minat peserta didik untuk belajar, menggugah rasa ingin tahu, dan memupuk kemauan peserta didik untuk 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
menemukan sendiri hal-hal baru. Tetapi realita yang terjadi masih jauh dari yang diharapkan. Dalam proses pembelajaran khususnya IPS guru lebih banyak menggunakan pembelajaran konvensional. Artinya guru mentransformasi ilmu pengetahuannya masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja, sehingga pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) dan membuat siswa menjadi pasif dalam pembelajaran. Fakta tersebut juga ditemukan pada saat observasi yang dilakukan pada siswa kelas V sekolah dasar gugus Pangeran Diponegoro. Dari delapan sekolah yang terdapat di Gusus Pangeran Diponegoro ini sebagian besar pembelajaran khususnya pembelajaran IPS dilakukan dengan pendekatan konvensional, minimnya penggunaan media dan kurang bervariasinya metode yang digunakan membuat siswa menjadi pasif. Walaupun masih menerapkan pendekatan konvensional dalam proses belajarnya, prestasi belajar siswa khususnya IPS di sekolah dasar gugus Pangeran Diponegoro ini relatif stabil dan diatas KKM (Kriteria Kelulusan Minimal). Namun kurang aktifnya siswa dan kurang bervariasinya metode yang digunakan guru dalam pembelajaran sudah seharusnya dibenahi, karena siswa belajar bukan hanya untuk mendapat nilai tapi merasakan prosesnya secara langsung dan baik. Sesuai dengan penilaian pembelajaran pada Kurikulum 2013 pengetahuan siswa tidak hanya dinilai pada akhir pembelajaran, tapi prosesnya pun harus dinilai. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan sebuah inovasi yang nantinya dapat menumbuhkan kembali minat peserta didik untuk mempelajari IPS. Inovasi tersebut haruslah mengarah pada pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang minat peserta didik agar berperaan lebih aktif dengan harapan hal tersebut semakin meningkatkan kompetensi atau prestasi siswa dari yang sebelumnya. Agar diketahui sebesar apa perubahan yang ditimbulkan oleh satu inovasi maka dibutuhkan suat penelitian. Inovasi pembelajaran yang akan diujicobakan pada penelitian ini adalah pengaruh model pembelajaran literasi. Secara tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan membaca dan menulis. Orang
yang dapat dikatakan literat dalam pandangan ini adalah orang yang mampu membaca dan menulis atau bebas dari buta huruf. Pengertian literasi selanjutnya menjadi lebih berkembang menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara dan menyimak. Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Literasi erat kaitannya dengan istilah kemahirwacanaan. Literasi secara luas dimaknai sebagai kemampuan berbahasa mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, serta berpikir yang menjadi elemen dalam literasi itu sendiri. Abidin (2015:9) menyatakan model Pembelajaran Literasi merupakan model pembelajaran yang mengutamakan penggunaan kemampuan berbahasa pada proses pembelajarannya. Kemampuan berbahasa tersebut berkaitan dengan konteks, budaya, dan media, wujud dasar dari model pembelajaran literasi ini adalah keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan membaca, keterampilan menulis, keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak. Salah satu alasan peneliti memilih model pembelajaran literasi karena model pembelajaran literasi merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk dapat mengaitkan materi pelajaran dengan situasi di dunia nyata melalui sebuah literatur atau bacaan yang menarik. Selain itu, dengan model pembelajaran literasi ini juga dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan meningkatkan minat baca peserta didik hingga nantinya membaca menjadi sebuah budaya. Dengan pembelajaran literasi hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan membaca, memahami, dan mengalami, bukan transfer ilmu dari guru ke peserta didik, dalam pembelajaran literasi pula peserta didik diharapkan mampu menemukan, dan memahami serta mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, karena diasumsikan dengan strategi dan pendekatan yang baik maka akan memperoleh hasil belajar yang baik pula. Selain itu, alasan lain model pembelajaran literasi menjadi pilihan karena IPS 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
selalu dipandang sebagi ilmu pengetahuan yang terdiri dari seperangkat fakta dan konsep yang harus dihafal sehingga ceramah menjadi pilihan utama dalam pembelajarannya. Untuk itu diperlukan sebuah strategi yang memberdayakan peserta didik, sebuah strategi atau model yang tidak mengharuskan peserta didik untuk menghafal tetapi strategi atau model yang mendorong peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Penelitian yang menerapkan model pembelajaran literasi ini pernah dilakukan oleh Zaki Al Fuad di STKIP Bina Bangsa Getsempena pada tahun 2014. Penelitian tersebut berjudul Pemanfaatan Literasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran literasi mampu diterapkan dan bisa dikatakan cukup berhasil karena terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa. Yang mebedakan penelitian ini yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan diamati di semua kelas jenjang sekolah dasar, sedangkan pada penelitian ini menggunakan mata pelajaran IPS dan diamati pada kelas V sekolah dasar sebagai objek penelitian. Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, adapun permasalahan yang dapat diajukan yaitu (1) bagaimanakah penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016/2017 yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi? (2) bagaimanakah penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016/2017 yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional? (3) apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016/2017 yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional? Tujuan yang ingin dicapai yaitu (a) untuk mengetahui penguasaan koompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016 /2017 yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi, (b) untuk mengetahui
penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016/2017 yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional? (c) untuk mengetahui perbedaaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro tahun ajaran 2016/2017 yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasy experiment design (desain eksperimen semu) dengan jenis nonequivalent control group design. Pemilihan nonequivalent control group design dalam penelitian ini dikarenakan tidak dapat menempatkan siswa secara random ke dalam kelompok-kelompok baru (kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol) dan hanya menggunakan kelas-kelas yang ada di setiap sekolah di dalam satu gugus yaitu Gugus Pangeran Diponegoro agar tidak mengacaukan struktur kelas tiap-tiap sekolah. Random yang dilakukan adalah random kelas dan bukan random subjek (siswa). Desain penelitian eksperimen semu yang digunakan adalah adaptasi dari desain Setyosari (2015:213). Secara skematis desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design Keterangan : E = Kelas Eksperimen K = Kelas Kontrol X = Treatment (Perlakuan), Perlakuan dengan model pembelajaran literasi yang diberikan pada kelompok eksperimen. O1 = Pra uji (pre test) O2 = Pasca uji (post test) β = tidak ada acak individu
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
= Perlakuan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional
penelitian dipilih dan dianggap mewakili keseluruhan.β Sejalan dengan hal itu, menurut Suharsimi (2010:174) βSampel adalag sebagian atau wakil populasi yang diteliti.β Penelitian ini menggunakan teknik random sampling (teknik sampel random/sampel acak/sampel campur). Tetapi yang dirandom/diacak bukan siswa melainkan kelas. Setiap kelas memperoleh hak yang sama dan mendapatkan kesempatan yang dipilih menjadi sampel.pengambilan samel dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan pengundian terhadap seluruh kelas V di Gugus Pangeran Diponegori dengan menggunakan teknik random sampling. Setelah dilakukan pengundian didapatkan dua kelas yaitu kelas V SDN 3 Pemecutan dan kelas VB SDN 10 Pemecutan. Lalu dilakukan uji kesetaraan untuk kedua kelas tersebut dengan menggunakan uji-t. Setelah setara barulah ditentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara diundi. Berdasarkan hasil undian, kelas V SDN 3 Pemecutan menjadi kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi dan kelas VB SDN 10 Pemecutan sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Data yang digunakan untuk menguji kesetaraan kedua kelas tersebut adalah data dari nilai pre-test siswa. Nilai pre-test diperoleh melalui pemberian soal pre-test pada kedua kelas tersebut. Sebelum dilakukan uji-t kesetaraan terlebih dahuku dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Fokus objek dalam penelitian ini adalah variabel. Variabel adalah sifat yang diambil dari sesuatu yang berbeda dan bervariasi. Hal ini didukung oleh pendapat Darmadi (2011:21) yang menyatakan βVariabel adalah suatu atribut, sifat, aspek, dari manusia, gejala, objek, yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannyaβ. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah (1) variabel bebas (independent) yaitu variabel yang memengaruhi variabel terikat (dependent variable) yaitu Model Pembelajaran Literasi, dan (2) variabel terikat (dependent) yaitu penguasaan kompetensi pengetahuan IPS.
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan akhir eksperimen. Pada tahap persiapan langkahlangkah yang dilakukan yaitu : (a) menyiapkan instrumen penelitian berupa soal pilihan ganda biasa untuk validitas instrument, (b) mengkonsultasikan instrumen penelitian dengan guru, dosen PKn, dan dosen pembimbing. (c) menguji coba instrumen dan menganalisis hasil dari uji coba instrumen tersebut. (d) merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (e) menentukan sampel penelitian dengan melakukan random kelas untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (f) melakukan tes untuk menguji kesetaraan dua kelompok. Pada tahap pelaksanaan eksperimen, langkah-langkah yang dilakukan yaitu : (a) melaksanakan penelitian / memberikan treatment (perlakuan) pada kelas eksperimen dengan menerapkan Model Pembelajaran Literasi, (b) melaksanakan penelitian pada kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Pada tahap akhir yang dilakukan adalah memberikan post test ada akhir penelitian, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Populasi adalah seluruh subjek di dalam wilayah penelitian (Darmadi, 2011:46). Selain itu menurut Setyosari (2015:221) menyatakan populasi adalah kelompok yang lebih besar jumlahnya dan biasanya digunakan untuk menggeneralisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas V Sd Gugus Pangeran Diponegoro yang terdiri dari 7 sekolah yaitu : SDN 1 Pemecutan, SDN 3 Pemecutan, SDN 7 Pemecutan, SDN 10 Pemecutan, SDN 11 Pemecutan, SDN 16 Pemecutan dan SDN 17 Pemecutan. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang diteliti dan digeneralisasikan. Hal ini didukung oleh pendapat Darmadi (2011:46) yang menyatakan bahwa βSampel adalah sebagian dari subjek 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitia, dibutuhkan instrumen penelitian yang tepat. Instrumen adalah suatu alat yang digunakan unruk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian itu sendiri. Menurut Darmadi (2011:85) βInstrumen adalah alat untuk mengukurkan informasi atau melakukan pengukuran.β Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan dalam mengumpulkan data (Arikunto, 2010:192). Metode pengumpulan data dan instrumen saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Setiap metode memiliki instrumennya masing-masing dalam mengukur variabel yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode/teknik tes penguasaan kompetensi pengetahuan dan instrumen yang digunakan adalah soal-soal penguasaan kompetensi pengetahuan IPS. Soal yang digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi pengetahuan adalah soal objektif berbentuk pilihan ganda biasa (PGB). Dalam satu soal terdiri atas keterangan (stem) dan kemungkinan (options) yang banyaknya empat options. Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan tiga jawaban pengecoh (distractor). Butir soal yang dibuat adalah 45 soal. Setiap soal diberik skor 1 (satu) jika soal dijawab dengan benar dan diberi skor 0 (nol) jika soal dijawab salah. Skor setiap jawaban dijumlahkan dan jumlah tersebut menjadi skor penguasaan kompetensi pengetahuan IPS yang berada pada rentang 0-100. 0 merupakan skor minimal dan 100 merupakan skor maksimal ideal penguasaan kompetensi pengetahuan IPS. Tes disusun mahasiswa melalui bimbingan pembimbing dan expert. Untuk menjamin kevalidan soal maka dilakukan validasi instrumen terlebih dahulu (diuji validasi, daya beda, tingkat kesukaran, dan reliabilitasnya).
kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi maupun kelas kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Siswa diberikan posttest di akhir penelitian untuk memperoleh data penguasaan kompetensi pengetahuan IPS. Dari hasil post test nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 80,42 dengan perolehan skor maksimum 100, dan skor minimum 70. Berdasarkan kategori penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran literasi berada pada kategori tinggi dengan π% sebesar 80,42%. Sedangkan dari hasil post test diperoleh nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 73,94 dengan perolehan skor maksimum 93, dan skor minimum 66. Berdasarkan kategori penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas kontrol yang menggunakan konvensional berada pada kategori sedang dengan π% sebesar 73,94%. Uji prasyarat dilakukan terlebih dahulu sebelum dilanjutkan dengan analisis data menggunakan uji-t. Uji prasyarat terdiri dari uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Pengujian normalitas sebaran data dilakukan pada dua kelompok data, meliputi data kelompok eksperimen dan data kelompok kontrol. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui sebaran data nilai penguasaan kompetensi pengetahuan IPS di masing-masing kelas berdistribusi normalatau tidak. Uji normalitas sebaran data dilakukan dengan menggunakan uji Chi Kuadrat (π 2 ) pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan ππ = π β 1. Untuk kelas eksperimen berdasarkan 2 nilai ππ‘ππππ pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan ππ = 6 β 1 = 5 adalah 11,07 2 dan hasil analisis πβππ‘π’ππ = 3,41 sehingga 2 2 πβππ‘π’ππ < ππ‘ππππ (3,41 < 11,07) maka data berdistribusi normal. Sementara pada kelas ko2 2 ntrol nilai πβππ‘π’ππ = 4,93 sehingga πβππ‘π’ππ < 2 ππ‘ππππ (4,93 < 11,07) maka data berdistribusi normal. Uji homogenitas varians ini dilakukan berdasarkan data penguasaan kompetensi pengetahuan IPS yang meliputi data kelompok eksperimen melalui model pembe-lajaran literasi dan kelompok kontrol melalui pembelajaran konvensional. Jumlah masing-masing
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Pemberian perlakuan (treatment) dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan baik di 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
unit analisis adalah 31 untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan analisis uji homogenitas varians, diperoleh hasil analisis πΉβππ‘π’ππ = 1,241 dan nilai πΉπ‘ππππ = 1,765. Nilai πΉβππ‘π’ππ < πΉπ‘ππππ , ini berarti nilai post test IPS pada kedua kelas (eksperimen dan kontrol) adalah homogen.
Dari hasil pengujian normalitas dan homogenitas diperoleh bahwa data yang didapatkan dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan uji hipotesis dengan uji-t. Rangkuman hasil analisis uji-t data hasil post test penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Uji-t Data Post Test No 1 2
Sampel Ekperimen Kontrol
Mean 80,42 73,94
SD 7,24 6,50
Berdasarkan hasil analisis data antara kela eksperimen dan kelas kontrol diperoleh π‘βππ‘π’ππ = 3,71 dan nilai π‘π‘ππππ pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk = 31 + 31 β 2 = 60) adalah 1,670 sehingga, π‘βππ‘π’ππ β₯ π‘π‘ππππ maka π»0 ditolak atau π»π diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran literasi dan siswa yang dibela-jarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Pangeran Dipnegoro tahun ajaran 2016/2017.
Varian 52,38 42,20
N 31 33
Db
ππππ
ππππ
60
3,71 1,67
siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Pangeran Dipnegoro tahun ajaran 2016/2017. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukan bahwa model pembelajaran literasi berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa. Pengaruh antara model pembelajaran literasi dengan pembelajaran konvensional dapat dilihat dari perbedaan hasil analisis statistik deskriptif antara kedua kelompok sampel. Secara deskiptif rerata penguasaan kompetensi pengetahuan siswa kelompok eksperimen lebih tinggi yaitu sebesar 80,42 dibandingkan dengan rerata penguasaan kompetensi pengetahuan siswa kelompok kontrol sebesar 73,94. Dari perolehan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS pada kedua kelompok dapat diketahui bahwa kedua kelompok yang awalnya memiliki kemampuan setara, lalu setelah diberikan perlakuan yang berbeda perolehan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS mengalami perbedaan. Penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa pada kelompok eksperimen lebih baik apabila dibandingkan dengan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran yang diterapkan pada kelompok eksperimen memiliki banyak keunggulan. Perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol karena perbedaan pemberian perlakuan yang diberikan saat pembelajaran.
PEMBAHASAN Setelah menganalisis data post test diperoleh rerata penguasaan kompetensi pengetahuan IPS pada kedua kelompok yaitu pada kelompok eksperimen sebesar 80,42 dan pada kelompok kontrol sebesar 73,94. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa sebaran data hasil post test berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Dari hasil analisis diperoleh π‘βππ‘π’ππ = 3,71. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga π‘π‘ππππ dengan ππ = 31 + 31 β 2 = 60 dan taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh harga π‘π‘ππππ = 1,670, karena π‘βππ‘π’ππ β₯ π‘π‘ππππ (3,71 β₯ 1,670) maka hipotesis nol (π»0 ) dari peneltian ini ditolak atau hipotesis alternatif (π»π ) diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran literasi dan 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran literasi memiliki nilai rerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dengan pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen (model pembelajaran literasi) membuat siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, karena pada proses pelaksanaanya model pembelajaran literasi dikemas dengan sedemikian rupa sehingga membuat siswa menjadi lebih aktif dan berpartisipasi dalam pembelajaran. Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Literasi erat kaitannya dengan istilah kemahirwacanaan. Literasi secara luas dimaknai sebagai kemampuan berbahasa mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, serta berpikir yang menjadi elemen dalam literasi itu sendiri. Pembelajaran Literasi merupakan model pembelajaran yang mengutamakan penggunaan kemampuan berbahasa pada proses pembelajarannya. Kemampuan berbahasa tersebut berkaitan dengan konteks, budaya, dan media, wujud dasar dari model pembelajaran literasi ini adalah keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan membaca, keterampilan menulis, keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan yang disampaikan dilakukan oleh peneliti Eko Nurdiyanti (2010) dengan judul β Pengaruh Pembelajaran Literasi Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran literasi berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus Pangeran Diponegoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 2016 /2017.
sebagai kelompok eksperimen dilihat dari rata-rata nilai post tesnya sebesar 80,42. Berdasarkan kategori penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran literasi berada pada kategori tinggi dengan π% sebesar 80,42%. Penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VB SDN 10 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014 sebagai kelompok kontrol dilihat dari rata-rata nilai post tesnya sebesar 73,94. Berdasarkan kategori penguasaan kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas kontrol yang menggunakan konvensional berada pada kategori sedang dengan π% sebesar 73,94%. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa sebaran data hasil post test ber-distribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Dari hasil analisis diperoleh π‘βππ‘π’ππ = 3,71. Harga tersebut kemudian di-bandingkan dengan harga π‘π‘ππππ dengan ππ = 31 + 31 β 2 = 60 dan taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh harga π‘π‘ππππ = 1,670, karena π‘βππ‘π’ππ β₯ π‘π‘ππππ (3,71 β₯ 1,670) maka hipotesis nol (π»0 ) dari peneltian ini ditolak atau hipotesis alternatif (π»π ) diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS antara siswa yang dibela-jarkan melalui model pembelajaran literasi dan siswa yang dibelajarkan melalui pembe-lajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Pangeran Dipnegoro tahun ajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. Bagi siswa dengan diterapkannya Model Pembelajaran Literasi pada mata pelajaran IPS diharapkan siswa untuk lebih aktif berpartisipasi dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga pembelajaran yang terjadi menjadi lebih bermakna serta mampu membangun pengetahuannya sendiri untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pengetahuan IPS dalam pengembangan aspek kognitif yang dimiliki. Bagi guru diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam meningkatkan kinerjanya dalam merancang pembelajaran de-
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis nilai kompetensi penguasaan pengetahuan IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan Model Pembelajaran Literasi pada siswa kelas V SDN 3 Pemecutan Tahun Ajaran 2013/2014 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
ngan tujuan memperoleh hasil belajar yang optimal. Khususnya kepada guru yang mengajar kelas V disarankan untuk mampu mengembangkan inovasi pembelajaran dengan menerapkan strategi, pendekatan, model, dan metode yang mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil belajar siswa. Dengan diterapkannya model pembelajaran kuantum berbasis multimedia, diharapkan guru dapat menerapkannya juga dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS di kelasnya. Bagi sekolah diharapkan dapat melaksanakan sosialisasi secara ber-kelanjutan mengenai inovasi-inovasi model pembelajaran baru kepada guru-guru dalam membelajarkan siswa khususnya Model Pembelajaran Literasi dengan tujuan mengoptimalkan penguasaan kompetensi pengetahuan siswa dengan melaksanakan pembelajaran yang lebih bermakna. Bagi peneliti lain bahwa penelitian ini hanya terbatas pada pokok bahasan kebebasan berorganisasi dan keputusan bersama pada mata pelajaran IPS siswa kelas V. Untuk memperoleh hasil yang berbeda dan pada mata pelajaran yang berbeda disarankan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian pada mata pelajaran dan pokok bahasan yang lebih beragam untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Gunawan, Rudy. 2013. Pendidikan IPS. Bandung : Alfabeta Lipton, Laura & Deborah Hubble. 2016. Sekolah Literasi (Perencanaan dan Pembinaan). Bandung : Nuansa Cendekia Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta : Prenamedia Goup Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung. Alfabeta Suharsimi, Arikunto. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Susanto, Ahmad. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta : Prenadamedia Group
DAFTAR RUJUKAN Abidin, Yunus. 2015. Pembelajaran Multiliterasi. Bandung : Refika Aditama Agung,
A.A Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja : Jurusan Teknologi Pendidikan FIP Undiksha.
Dantes, I Nyoman. 2012. Metode Penelitian Pendidikan.Yogyakarta: Andi Offset. Gipayana, Muhana. 2014. βPengajaran Literasi dan Penilaian Portofolio dalam Konteks Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasarβ. Jurnal Ilmu Pendidikan. Volume 11 Nomor 1
10