e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TALKING CHIPS BERBASIS TRI HITA KARANA TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPS Km. Yungki Anjarsari1, Ni Wyn. Suniasih2, I Wyn. Sujana3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail : anjarsariyungki@gmail.com1, wyn_suniasih@yahoo.com2 , sujanawyn59@gmail.com3 , @undiksha.ac.id4 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana terhadap kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan desain penelitian rancangan kelompok non-ekiuvalen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017 yang jumlahnya 341 orang. Sampel ditentukan dengan teknik sampel kelompok dengan mengacak kelas. Penentuan kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan dengan cara undian sehingga diperoleh kelas V SD Negeri 13 Sesetan sebagai kelompok eksperimen dan kelas V SD Negeri 2 Sesetan sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa masing-masing kelompok sebanyak 39 orang. Data kompetensi pengetahuan IPS dikumpulkan dengan instrumen berupa tes objektif bentuk pilihan ganda biasa berjumlah 37 butir tes yang telah divalidasi. Data kompetensi pengetahuan IPS dianalisis dengan uji t. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPS antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini dibuktikan dengan hasil thitung= 5,75 > ttabel (α = 0,05, 76) = 2,000. Rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok eskperimen X = 0,66 > X = 0,43 rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking chips berbasis Tri hita karana berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPS kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Kata-kata kunci : talking chips, tri hita karana, IPS
Abstract The purpose of this research is to find out the effect of learning model of talking chips based on tri hita karana to student science competency at grade V SD Gugus IV Jendral Sudirman South Denpasar District academic year 2016/2017. This type of research is a quasi experimental with non-equivalent group design. The population of this study are all students of grade V SD Gugus IV Jendral Sudirman South Denpasar District, academic year 2016/2017 with 341 students. The samples were taken by group sample technique by randomizing the class. The determination of the experimental group and the control group was taken by lottery so that class V SD Negeri 13 Sesetan as experiment group and class V SD Negeri 2 Sesetan as control group with total students of each group as many as 39 people. The data social science competency was collected by general multiple choice test of 37 items that had been validated. The data social science competency were analyzed by t test. The result of analysis shows that there is a
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
significant difference of social science competency between experimental group and control group of students at grade V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan academic year 2016/2017. This study is evidenced by the results thitung = 5,75 > ttable (α = 0,05; 76) = 2,000. The average gain of social science competency score of experimental group X = 0,66 > X = 0,43 average gain of social science competency score of the control group. However, based on the result above it can be concluded that the learning model of talking chips based on tri hita karana influences the social science competency at grade V SD Gugus IV Jendral Sudirman South Denpasar District academic year 2016/2017.
Keywords : talking chips, tri hita karana, social science
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu sarana pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat. “Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap manusia untuk kepentingan generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya” (Sukardjo & Komarudin, 2010:1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan seperti anggaran pendidikan, pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, peningkatan sarana dan prasarana lainnya. Dalam pengembangan kurikulum, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum yang digunakan. Saat ini kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Daryanto (2014) menyatakan bahwa “pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep”. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik bertujuan untuk mencapai kompetensi yang terdapat dalam pembelajaran. Wiyani (2013) menyatakan bahwa pencapaian kompetensi adalah proses merancang pembelajaran mulai dari tujuan, materi, pengalaman belajar, sumber belajar, dan evaluasi berdasarkan karakteristik peserta didik agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan
sebagai bekal hidupnya. Salah satu kompetensi yang dicapai yaitu kompetensi pengetahuan. Kosasih (2014) menyatakan bahwa kompetensi pengetahuan dapat dinyatakan sebagai kompetensi pada ranah kognitif yang mampu mengukur tingkat penguasaan atau pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan. Kompetensi pengetahuan mengukur sejauh mana siswa mampu menguasai muatan-muatan materi yang mereka pelajari, salah satunya yaitu muatan materi IPS. Gunawan (2013) berpendapat bahwa, “IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial”. Solihatin dan Raharjo (2012) menyampaikan tujuan pendidikan IPS yaitu untuk memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan siswa dan lingkungannya. Selanjutnya dalam lampiran Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Tematik Terpadu, dijelaskan bahwa IPS adalah muatan pelajaran yang mempelajari tentang kehidupan manusia dalam berbagai dimensi ruang dan waktu serta berbagai aktivitas kehidupannya. IPS bertujuan untuk menghasilkan warga negara yang religius, jujur, demokratis, kreatif, kritis, senang membaca, memiliki kemampuan belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan lingkungan sosial dan fisik, berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial dan budaya, serta berkomunikasi secara produktif. Berdasarkan paparan di atas, 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
dapat disimpulkan bahwa muatan materi IPS di sekolah dasar mempelajari tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi, yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi ruang dan waktu serta berbagai aktivitas kehidupannya. Dalam mencapai tujuan pendidikan IPS tersebut tentu saja diperlukan pembelajaran menarik bagi siswa. Dengan adanya pembelajaran menarik yang dirancang guru, siswa akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan kesempatan untuk maju dan berkembang. Sesuai dengan pendapat Susanto (2013) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru, yang meliputi kemampuan (kompetensi) guru, suasana belajar, model pembelajaran yang digunakan guru serta kepribadian guru. Berdasarkan pendapat tersebut, dengan adanya pembelajaran menarik yang dirancang guru, siswa akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan kesempatan untuk maju dan berkembang. Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk maju dan berkembang adalah model pembelajaran talking chips. Model pembelajaran kooperatif tipe talking chips pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Istilah talking chips di Indonesia kemudian lebih dikenal sebagai model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing, dan dikenalkan oleh Anita Lie. Menurut Lie (2014) model pembelajaran kancing gemerincing adalah pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain. Sejalan dengan Yanda (2013:98) menyatakan “teknik talking chips adalah teknik pembelajaran yang menggunakan bendabenda kecil sebagai syarat sebelum memulai pembicaraan atau aktivitas dalam belajar”. Berdasarkan dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking chips adalah model pembelajaran yang menggunakan bendabenda kecil sebagai syarat sebelum memulai pembicaraan atau aktivitas dalam belajar.
Dalam penelitian ini model pembelajaran talking chips dalam penerapannya didasarkan pada tri hita karana. Di era globalisasi seperti sekarang ini kemajuan IPTEK dan pengaruh nilai sosial budaya dari negara barat sangat berpengaruh pada pola pikir dan prilaku sebagian masyarakat terutama generasi muda, sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang tetap memunculkan nilai lokal, salah satunya tri hita karana. “Konsep tri hita karana inilah yang dijadikan dasar untuk mengajarkan manusia agar mampu mengupayakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungannya” (Wiana, 2007:5-6). Astami (2016) menyatakan tri hita karana berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri 3 kata yaitu tri, hita dan karana. Tri berarti tiga, hita berarti kegembiraan, sejahtera sedangkan karana berarti penyebab sehingga tri hita karana berarti tiga buah unsur yang merupakan penyebab dari kebahagiaan. Wirawan (2011:2) menyatakan “pengertian tri hita karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia“. Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tri hita karana berarti tiga unsur penyebab kebahagiaan dan kesejahteraan manusia yang bersumber dari adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia serta manusia dengan alam. Model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana merupakan perpaduan antara model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memberikan kontribusi mereka serta mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain dan dibarengi dengan pengamalan nilai-nilai kearifan lokal tri hita karana. Perpaduan antara model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana terlihat pada saat pembelajaran berlangsung. Implementasi tri hita karana bagian parhyangan terlihat pada saat guru dan siswa melaksanakan persembahyangan saat mengawali dan mengakhiri pembelajaran. Selain itu dalam mempelajari tema yang bersangkutan, guru mengajak siswa untuk mengucapkan syukur atas karunia Tuhan. 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Implementasi nilai pawongan sangat terlihat pada saat siswa belajar. Model pembelajaran talking chips merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar berkelompok. Selain itu dalam model pembelajaran talking chips selalu mengutamakan perlakuan adil kepada seluruh siswa karena kesempatan berbicara bagi seluruh siswa sangat luas, sehingga tidak ada siswa yang mendominasi di dalam kelompok. Dalam hal ini, siswa akan diajarkan untuk menghargai pendapat temannya, kerjasama di dalam kelompok dan interaksi dengan kelompok lain. Implementasi nilai palemahan terlihat dalam penggunaan chips. Chips yang digunakan siswa merupakan chips yang berbahan dasar ramah lingkungan dan dapat digunakan seterusnya, sehingga dalam hal ini terselipkan nilai untuk mengajak siswa menjaga lingkungan. Dalam pembelajaran, guru selalu menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dengan menggunakan model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana dapat mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPS siswa, tetapi secara empiris perlu dibuktikan kebenarannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana terhadap kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap ilmu pendidikan, khususnya pendidikan guru sekolah dasar sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang strategi, penggunaan model dan pendekatan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi pengetahuan siswa.
kuantitatif dengan rancangan eksperimen kuasi (Quasi-Eksperimental Design). Sugiyono (2014:114) menyatakan “desain ini memiliki kelompok kontrol, tetapi tidak bisa sepenuhnya mengontol variabelvariabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen”. Selanjutnya Setyosari (2015) menyatakan rancangan eksperimen kuasi digunakan karena dalam pemilihan subjek penelitian, tidak selalu dapat dilakukan pemilihan subjek secara random (individual random). Dalam penetapan random (random assignment), tidak memungkinkan memilih dan memilah subjek sesuai dengan rancangannya, akan tetapi menggunakan kelas atau kelompok subjek yang telah ditentukan oleh sekolah. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa rancangan eksperimen kuasi digunakan jika variabelvariabel luar yang mempengaruhi eksperimen tidak sepenuhnya bisa dikontrol serta pemilihan subjek penelitian tidak dapat dilakukan dengan cara pengacakan individu. Bentuk desain kuasi eksperimen yang digunakan adalah rancangan kelompok non-ekuivalen. Desain ini memberikan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kemudian memberikan perlakuan pada kelas eksperimen berupa model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana. Setelah memberikan perlakuan, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan posttest. Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebanyak 6 kali. Dalam sebuah penelitian, pemilihan populasi merupakan hal yang sangat diperlukan. “Populasi adalah keseluruhan dari objek, orang, peristiwa atau sejenisnya yang menjadi perhatian dan kajian dalam penelitian”(Setyosari,2015:221). Selanjutnya menurut Sugiyono (2016:61) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dicari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek individu yang memiliki karakteristik tertentu yang ingin diteliti oleh peneliti yang akan dipelajari dan
METODE Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap di kelas V SD Gugus IV Jenderal Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian ini tergolong penelitian 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
ditarik kesimpulan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 8 kelas dalam 5 sekolah dasar yaitu SD Negeri 2 Sesetan yang terdiri atas 3 kelas, SD Negeri 6 Sesetan yang terdiri atas 2 kelas, SD Negeri 13 Sesetan yang terdiri atas 1 kelas, SD Negeri 2 Serangan yang terdiri atas 1 kelas serta SD Negeri 3 Serangan yang terdiri atas 1 kelas. Jumlah populasi dari penelitian ini adalah 341 orang. Dalam melaksanakan penelitian, selain menentukan populasi, penentuan sampel merupakan hal yang sangat penting untuk mewakili populasi sebagai objek penelitian. “Sampel adalah sejumlah kelompok kecil yang mewakili populasi untuk dijadikan sebagai objek penelitian” (Setyosari, 2015:221). Sejalan dengan yang diungkapkan Sugiyono (2016:62) menyatakan bahwa “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili anggota populasi sebagai objek penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sampel kelompok. Setyosari (2015) menyatakan bahwa teknik sampel kelompok digunakan apabila populasi atau sampel yang tersedia berupa unit-unit rumpun dalam populasi, contohnya menggunakan kelas atau kelompok, dan tidak mungkin mengambil secara acak setiap individual dari setiap kelas. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penentuan sampel penelitian ini tidak dilakukannya pengacakan individu melainkan hanya pengacakan kelas, karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Cara yang digunakan adalah dengan cara pengundian. Cara undian dilakukan dengan menulis semua nama kelas V di seluruh SD populasi pada masing-masing kertas, kemudian kertas digulung. Ambil satu gulungan kertas, lalu ambil satu gulungan kertas lain, tanpa memasukkan kembali gulungan kertas pertama. Nama-nama SD pada kedua gulungan kertas tersebut merupakan
sampel penelitian. Kedua kelas yang terpilih sebagai sampel tersebut diuji kesetaraanya secara empiris dengan menggunakan data nilai siswa setelah mengikuti pretest. “Pemberian pretest biasanya digunakan untuk mengukur ekivalensi atau penyetaraan kelompok” (Dantes, 2014:111). Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini pretest digunakan untuk menyetarakan kelompok. Nilai pretest yang diperoleh dari kedua kelompok dianalisis dengan teknik matching yang dilakukan dengan cara menjodohkan nilai pretest siswa dari kedua kelompok. Darmadi (2014) menyatakan, teknik matching adalah suatu teknik untuk menyeragamkan kelompok pada suatu variabel atau lebih yang sudah diidentifikasi mempunyai hubungan yang erat dengan penampilan (performance) variabel tidak bebas. Setelah mengadakan pengundian maka mendapat 2 kelas yakni kelas VA di SD Negeri 2 Sesetan dan kelas V di SD Negeri 13 Sesetan. Kelas VA di SD Negeri 2 Sesetan berjumlah 46 siswa dan kelas V di SD Negeri 13 Sesetan berjumlah 42 siswa. Nilai pretest kedua kelompok siswa disetarakan menggunakan teknik matching dan mendapatkan hasil 39 siswa memiliki kemampuan yang setara secara akademik. Setelah diketahui kedua kelompok setara, maka dilakukan pengundian lagi dari 2 kelompok yang setara untuk memilih nama sekolah yang digunakan sebagai kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil undian, diperoleh kelas V SD Negeri 13 Sesetan sebagai kelompok eksperimen serta Kelas VA SD Negeri 2 Sesetan sebagai kelompok kontrol. Dalam sebuah penelitian eksperimen perlu dilakukan pengendalian terhadap validitas penelitian yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Dantes (2014:3) mengungkapkan “validitas penelitian adalah kemampuan suatu penelitian untuk mengungkapkan secara tepat mengenai apa yang ingin diteliti”. Terdapat 2 ancaman validitas eksperimen yang terdiri atas validitas internal serta validitas eksternal. Dalam penelitian ini validitas internal yang perlu dikontrol terdiri atas karakteristik subjek yang dikendalikan melalui penentuan sampel dengan cara 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
mengacak kelas serta melalui pengunaan kelompok yang setara yaitu dengan teknik matching, lokasi dikendalikan melalui pemilihan sekolah-sekolah yang memiliki kualifikasi yang sama, kelas yang memiliki fasilitas dan kondisi ruang belajar yang sama, dan kelas yang memiliki siswa dengan kemampuan yang setara, instrumentasi dikendalikan dengan cara menggunakan instrumen yang valid dan reliabel, serta penggunaan instrumen yang sama pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, testing dikontrol dengan cara penggunaan butir tes yang variatif yaitu butir tes pretest berbeda dengan butir tes posttest, namun memiliki jenis dan kisikisi soal yang sama serta diatasi dengan cara menganalisis skor perolehan yang ternormalisasi (gain skor), kematangan (maturirty) dikontrol dengan cara penggunaan kedua kelompok sampel pada usia yang relatif sama yaitu bentuk penentuan pada tingkatan kelas yang sama yaitu pada kelas V, dan sikap subjek dikontrol dengan tidak memberitahukan status subjek sebagai kelompok eksperimen, melaksanakan eksperimen sesuai dengan kondisi apa adanya, dan dengan menggunakan guru kelas sehingga pembelajaran tetap berjalan sebagaimana mestinya. Dantes (2014) menyebutkan validitas eksternal terdiri atas interaksi antara seleksi subjek dan perlakuan, interaksi seting dan perlakuan serta interaksi sejarah dengan perlakuan. Interaksi antara seleksi subjek dan perlakuan dikontrol dengan cara pemilihan sampel tidak melakukan pengacakan individu melainkan pengacakan kelas, interaksi seting dan perlakuan dikontrol dengan cara melakukan penelitian terhadap populasi pada seting yang sama seperti kelas, kelompok usia, sekolah dan materi yang sama, serta interaksi sejarah dengan perlakuan dikontrol dengan cara dengan cara memastikan sampel tidak pernah mendapatkan perlakuan yang akan dilaksanakan sehingga siswa benar-benar mengikuti perlakuan yang diberikan. Kontrol terhadap validitas eksternal ini sangat diperlukan agar hasil dari penelitian dapat digeneralisasikan di populasi, yaitu di seluruh kelas V yang berada di Gugus IV
Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kompetensi pengetahuan IPS siswa kelas V SD Negeri Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode tes. Setyosari (2015:231) menyatakan dalam kegiatan pengumpulan data dapat menggunakan instrumen berupa tes, terutama tes untuk mengukur kemampuan atau kompetensi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes. Menurut Suharsimi (2013:67) “tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan”. Tes yang diberikan kepada siswa berupa tes objektif bentuk pilihan ganda biasa. Untuk menentukan layak tidaknya suatu instrumen maka perlu divalidasi. Validasi instrumen terdiri atas uji validitas, uji reliabilitas, uji daya beda dan uji tingkat kesukaran. Penggunaan tes sebagai instrumen dalam mendapatkan data yang akurat perlu disusun secara valid. Suatu tes dapat disebut valid jika tes tersebut benar - benar mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi (2013:79) “agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat ukur mengevaluasinya harus valid”. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi dan validitas butir. Langkah-langkah yang ditempuh dalam memenuhi validitas isi adalah membuat tabel kisi-kisi soal serta penilaian instrumen yang dilakukan oleh dua orang penilai. Untuk mengukur validitas butir tes kompetensi pengetahuan IPS dengan objektif bentuk pilihan ganda biasa digunakan rumus koefisien korelasi biserial (rpbi) karena penskoran tes bersifat dikotomi. Dari 50 butir tes terdapat 37 butir tes yang tergolong valid. Uji reliabilitas dilakukan terhadap butir tes yang valid saja, dengan demikian uji reliabilitas bisa dilakukan setelah dilakukan uji validitas. (Setyosari, 2015) mengungkapkan reliabilitas tes merujuk pada konsistensi skor, artinya kemampuan 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
suatu instrumen atau tes untuk menghasilkan skor yang mendekati sama dari setiap individu apabila dilakukan pengujian ulang atau terhadap individu yang berbeda. Uji reliabilitas tes yang bersifat dikotomi dan heterogen ditentukan dengan rumus Kuder Richadson (KR-20). Berdasarkan analisis diperoleh hasil tes yang diujikan tergolong reliabel. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Berdasarkan analisis daya beda tes diperoleh hasil 1 butir tes dengan kriteria baik sekali, 21 butir tes dengn kriteria baik, dan terdapat 15 butir tes dengan kriteria cukup. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan proporsi peserta tes yang menjawab benar butir tes yang diberikan. Berdasarkan analisis tingkat kesukaran butir tes diperoleh hasil 4 butir tes dengan kriteria mudah, 28 butir tes dengan kriteria sedang, serta 5 butir tes dengan kriteria sukar. Sedangkan analisis tingkat kesukaran perangkat tes diperoleh hasil perangkat tes berada dalam katagori sedang. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data tersebut dianalisis. Data kompetensi pengetahuan IPS yang dianalisis pada kedua kelompok adalah gain skor yang ternormalisasi dari hasil pretest dan hasil posttestnya. Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik inferensial. Metode analisis data statistik berarti analisis data yang dilakukan menurut dasar-dasar statistik. Statistik inferensial adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan cara menerapkan rumus-rumus statistik inferensial untuk menguji suatu hipotesis penelitian yang diajukan dan menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis (Agung, 2014). Darmadi (2013:327) menyatakan metode statistik inferensial adalah metode statistik yang bersangkut-paut dengan hal pembuatan kesimpulan tentang populasi berdasarkan tingkah laku sampel”. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa statistik inferensial adalah penerapan rumus-rumus statistik
inferensial untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian dan menarik kesimpulan. Teknik analisis data yang dilakukan untuk uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang terdiri dari uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sebaran data kompetensi pengetahuan IPS siswa masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat menentukan teknik analisis datanya. Uji normalitas sebaran data dalam penelitian ini menggunakan chi-kuadrat. Kriteria pengujian adalah jika harga < harga , maka Ho diterima (gagal ditolak) yang berarti data berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan varians antar kelompok, bukan sebagai akibat perbedaan dalam kelompok. Uji homogenitas dapat dilakukan apabila kelompok data tersebut berdistribusi normal.Uji homogenitas varians dilakukan dengan uji F. Kriteria pengujian, jika harga Fhitung< harga Ftabel maka sampel homogen. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji beda mean (uji t) dengan rumus separated. Rumus uji-t dengan rumus separated digunakan karena jumlah anggota sampel sama n1=n2 dan varians homogen. Kriterianya jika harga thitung ≤ harga ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, dan jika harga thitung > harga ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95% dan dk = n1 + n2 - 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data kompetensi pengetahuan IPS pada kelompok eksperimen, diketahui bahwa rata-rata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok eksperimen X = 0,66 sedangkan rata-rata gain skor kompetensi pengetahuan kelompok kontrol X = 0,43. Hasil uji normalitas data kompetensi pengetahuan IPS kelompok eksperimen 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
menunjukkan bahwa X2hitung = 7,69. Pada taraf signifikansi 5% dan dk = 5 (dk = k-1 = 6-1) diperoleh X2tabel = 11,070. Karena X2hitung = 7,69 < X2tabel = 11,070, maka data kompetensi pengetahuan IPS kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sementara, hasil uji normalitas data kompetensi pengetahuan IPS kelompok eksperimen menunjukkan bahwa X2hitung = 8,03. Karena X2hitung = 8,03 < X2tabel = 11,070, maka data kompetensi pengetahuan IPS kelompok kontrol berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas varians data kompetensi pengetahuan IPS yaitu Fhitung = 1,26. Pada taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang = 38 dan dk penyebut = 38 maka diperoleh harga Ftabel = 1,71, karena Fhitung = 1,26 < Ftabel =1,71, maka kompetensi pengetahuan IPS siswa pada kelompok eksperimen serta kelompok
kontrol mempunyai varians yang homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Karena data yang diperoleh telah memenuhi semua prasyarat, uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t. Adapun kriteria pengujiannya adalah apabila harga thitung ≤ harga ttabel, maka Ho diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak. Sebaliknya apabila harga thitung > harga ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan dk = n1 + n2 – 2 dan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Tabel Hasil Analisis Uji-t Data Kompetensi Pengetahuan IPS Sampel
N
Kelompok eksperimen
39
Kelompok Kontrol
39
s2
dk 76
Untuk mengetahui signifikansi hasil perhitungan uji hipotesis di atas, maka perlu dibandingkan dengan nilai ttabel. Pada taraf signifikansi 5% dan dk = 39 + 39 – 2 = 76 maka diperoleh harga ttabel =2,000. Hasil analisis uji t diperoleh thitung = 5,75, karena thitung= 5,75 > ttabel (α = 0,05, 76) = 2,000 maka Ho yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPS antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017 ditolak atau Ha diterima. Berdasarkan hasil analisis uji t yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPS antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol siswa kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017, maka dilanjutkan dengan cara membandingkan
0,66
0,023
0,43
0,029
thitung
ttabel
5,75
2,000
rerata kompetensi pengetahuan IPS kelompok eskperimen dengan rerata kompetensi pengetahuan IPS kelompok kontrol untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana. Nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok eskperimen X = 0,66 > X = 0,43 nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok kontrol. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPS kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Dari perolehan kompetensi pengetahuan pada kedua kelompok dapat diketahui bahwa kedua kelompok yang awalnya memiliki kemampuan setara, lalu setelah diberikan perlakuan yang berbeda 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
perolehan kompetensi pengetahuan IPS mengalami perbedaan. Nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS siswa pada kelompok eksperimen lebih baik apabila dibandingkan dengan nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS siswa pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana dapat membuat siswa antusias dan termotivasi dalam pembelajaran karena seluruh siswa dalam proses pembelajaran diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta sehingga tidak ada lagi siswa yang bergantung pada teman sekelompoknya dan terdapat pemerataan tanggung jawab dalam kelompok. Model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana memiliki ciri khas yaitu setiap siswa mendapatkan chips sebagai syarat memulai kegiatan pembelajaran di kelas. Jika chips yang dimiliki siswa telah habis maka siswa tersebut tidak diperbolehkan untuk berbicara lagi sehingga siswa yang lain mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Adanya pemerataan kesempatan kepada seluruh siswa tentunya berpengaruh pada pemahaman siswa pada materi pembelajaran sehingga berpengaruh pula pada kompetensi pengetahuannya. Implementasi nilai tri hita karana tentunya mengajak siswa untuk selalu melakukan kegiatan yang mencerminkan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sesama dan lingkungan. Dalam setiap pembelajaran siswa memulai serta mengakhiri pembelajaran dengan berdoa. Rasa saling menghormati dan menghargai teman saat berbicara maupun melakukan aktivitas lainnya dalam belajar akan menambah rasa percaya diri siswa dalam pembelajaran, kemudian penggunaan benda-benda yang tidak merusak lingkungan memberikan semangat kepada siswa untuk lebih menjaga lingkungan. Model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana tidak hanya memberikan peningkatan dalam kompetensi
pengetahuan siswa namun dapat memunculkan karakter siswa yang baik. Penelitian ini diperkuat oleh Saputra (2014) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas IV di SD Negeri 1 Duda Utara tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini ditunjukkan dengn persentase tingkat hasil belajar siswa secara klasikal dari siklus I sampai II mengalami peningkatan sebesar 15,84%. Selanjutnya terdapat penelitian dari Suandika (2016) menyatakan bahwa teknik kancing berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Tegallalang tahun pelajaran 2015/2016, ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 25,91 > ttabel 2,00. Serta penelitian dari Laksmi (2013) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pendekatan STM bermuatan Kearifan Lokal Tri Hita Karana dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Ubud tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian dapat memberikan implikasi terhadap pembelajaran di sekolah dasar, yaitu terdiri atas implikasi teoretis dan implikasi praktis. Implikasi teoretis dari hasil penelitian ini adalah penelitian ini membuktikan bahwa model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana baik digunakan dalam proses pembelajaran. selanjutnya implikasi praktis dari penelitian ini adalah model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana dapat digunakan sebagai alternatif dalam strategi pembelajaran dan hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan di populasi. SIMPULAN DAN SARAN Penerapan model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPS kelas V SD Gugus IV Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini dibuktikan dengan hasil hasil analisis uji t diperoleh thitung= 5,75 > ttabel (α = 0,05, 76) = 2,000, serta nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Darmadi, Hamid. 2014. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung : Alfabeta.
eskperimen X = 0,66 > X = 0,43 nilai rerata gain skor kompetensi pengetahuan IPS kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, yaitu kepada guru diharapkan agar mencoba menerapkan model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana secara lebih lanjut untuk lebih meningkatkan kerjasama antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan harapan, kepada siswa diharapkan agar model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana ini dapat dijadikan motivasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah siswa dalam mengerti, memahami materi yang diajarkan dan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna. Kepada sekolah agar model pembelajaran talking chips berbasis tri hita karana dapat dijadikan alternatif perbaikan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Serta kepada peneliti lain yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini agar mengembangkan masalah-masalah yang belum terjangkau dalam penelitian ini sehingga menjadi penelitian yang lebih sempurna dari penelitian ini.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media. Gunawan, Rudy. 2013. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014. Jakarta: Kemendikbud. Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya. Laksmi, Ni Putu Eva Wahyu. 2013. Pengaruh Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Bermuatan Kearifan Lokal Tri Hita Karana Terhadap Sikap Ilmiah Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Ubud”. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, Volume 1. Lie, Anita. 2014. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang- Ruang Kelas. Jakarta : PT Gramedia.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, I Made. 2014. “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD N 1 Duda Utara”. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, Volume 1.
Astami, Ni Made Wira. 2016. “Penerapan Inkuiri Terbimbing Berbasis Tri Hita Karana Dapat Meningkatkan Sikap Sosial dan Kompetensi Pengetahuan IPS”. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, Volume 4 (hlm. 110).
Setyosari, Punaji. 2015. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.
Dantes, Nyoman. 2014. Analisis Dan Desain Eksperimen. Singaraja: Program Pascasarjana Undiksha.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2012. Cooperative Learning analisa Model Pembelajaran IPS. Jakarta: PT Bumi Aksara. 10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Suandika, Putu. 2016. Pengaruh Teknik Kancing Gemerincing Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, Volume 4. Sugiyono. 2016. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sukardjo dan Ukim Komarudin. 2010. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Pers. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group. Wiana,
Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramita.
Wirawan, I Made Adi. 2011. Tri Hita Karana Kajian Teologi, Sosiaologi dan Ekologi Menurut Veda. Surabaya : Paramita. Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Yanda, Arif Budi. 2013. “Pengaruh Penggunaan Teknik Talking Chip Terhadap Hasil Belajar IPA”. Journal Pillar Of Physics Education, Volume 1 (hlm. 97-103).
11