PENDAHULUAN
Latar Belakang Reformasi
politik
yang
sudah
berlangsung
sejak
berakhirnya
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar dalam kehidupan demokrasi politik di Indonesia. Perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan demokrasi di Indonesia adalah dengan diamandemennya konstitusi dan sejumlah perundangundangan dalam bidang politik. Undang-Undang Dasar 1945 yang sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 sudah empat kali diamandemen membawa perubahan besar dalam sistem pemilihan pejabat-pejabat publik (politik) di Indonesia, terutama dalam pengisian jabatan anggota legislatif, presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, telah mengubah ketentuan yang mengatur pergantian kepala daerah. Kepala daerah yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diubah menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 56 ayat 1 undang-undang tersebut, “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Dengan demikian Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2005 dan setelahnya akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan langsung. Perkembangan tersebut menjadikan studi perilaku pemilih mendapat tempat dan peranan yang penting dalam merekam opini publik dalam menentukan pilihan politiknya. Sebelumnya, pada era Orde Baru studi-studi tentang perilaku pemilih dalam pemilu kurang mendapatkan ruang sama sekali, dan kalaupun ada kurang bisa memberikan arti yang otentik dalam merekam opini atau keinginan pemilih secara bebas (Ridwan, 2004). Pemilu saat ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, saat ini massa pemilih mempunyai kesempatan secara langsung dan penuh dalam memilih calon-calon pejabat publik (Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota) yang dikehendakinya. Hasil survai Lembaga Survai Indonesia (LSI) pada pemilu legislatif menunjukkan bahwa terdapat beberapa alasan pemilih dalam menjatuhkan
2
pilihan politiknya, baik alasan-alasan sosiologis (seperti aliran politik, pengaruh keluarga, teman dan lain-lain), psikologis (seperti kebiasaan memilih, ketokohan dan lain-lain), maupun rasional (seperti berdasarkan visi, misi dan program parpol). Hasil survai LSI yang dilakukan menjelang Pemilu Presiden 5 Juli 2004, alasan “kepribadian” yang paling disukai mayoritas pemilih (33%) sedangkan alasan lainnya, seperti kemampuan mengatasi masalah ekonomi, korupsi, keamanan dan alasan agama, masing-masing di bawah 18% (Ridwan, 2004). Sejalan dengan itu hasil survei yang dilakukan oleh Center for Study of Developmnet and Democracy (Cesda) dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), menunjukkan bahwa “sebagian besar masyarakat cenderung tidak lagi mempersoalkan latar belakang sosial dan asal partai seseorang sebagai bahan pertimbangan utama untuk memilih” (Harmain, 2004). Kecenderungan pemilih berdasarkan hasil survai tersebut menunjukkan bahwa khalayak komunikasi politik pada umumnya memiliki selektivitas terhadap isi pesan. Selektivitas itu salah satunya dipengaruhi oleh budaya komunikasi. Menurut Antropolog Edward T. Hall bangsa Indonesia termasuk dalam rumpun high contect culture dalam berkomunikasi. Dalam budaya ini, konteks atau pesan non-verbal diberi makna yang sangat tinggi. Masyarakat budaya konteks tinggi kurang menghargai ucapan atau bahasa verbal. Bahkan acapkali mengharapkan orang lain mengerti apa yang diinginkannya, dengan tanpa harus mengucapkan inti permasalahan yang dimaksud (Subiakto, 2004). Budaya dan perilaku komunikasi tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih dalam merespons isu dan calon yang bersaing dalam suatu pemilihan kepala daerah. Kampanye politik (political campaign) dalam suatu pemilihan kepala daerah merupakan sarana yang legal untuk “memasarkan” dan “menjual” program, isu maupun figur pasangan calon kepala daerah sebagai upaya meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari khalayak pemilih. Kampanye politik umumnya dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan berbagai bentuk saluran komunikasi. Saluran komunikasi yang paling banyak digunakan dalam kampanye politik adalah media massa. Media ini dipandang memiliki kekuatan menerpa khalayak dalam jangkauan yang luas dan dalam waktu
bersamaan.
Kesempatan
seorang
calon
pejabat
publik
untuk
memenangkan pemilihan umum bergantung pada penggunaan media massa dalam kampanye politik yang dilakukannya (Venus, 2004).
3
Pengalaman pemilihan umum sebelumnya, pemilu legislatif dan pemilu presiden, menunjukkan adanya kecenderungan melemahnya pengaruh dari partai politik dan semakin luasnya otonomi pemilih dalam mengungkapkan preferensi pilihan politiknya. Oleh karena itu dalam pemilihan kepala daerah langsung seorang calon pejabat publik tidak lagi dapat menggantungkan sepenuhnya pada konstituen partai politik yang mengusungnya tetapi harus mampu mengubah, mempertahankan atau memperkuat keyakinan pemilih atas dirinya agar dapat meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Kampanye politik akan menjadi salah satu kegiatan yang penting dilakukan oleh masing-masing kandidat sebagai sarana untuk membangun citra (image) dan meyakinkan (beliefs) pemilih atas visi, misi, program kandidat dan kompetensi serta legitimasinya. Kampanye merupakan periode yang sangat strategis untuk menyusun dan memanfaatkan berbagai bentuk saluran komunikasi dalam menyampaikan pesan kepada pemilih. Kredibilitas calon akan menjadi taruhan dalam memenangkan pemilu. Calon yang dipersepsi memiliki kredibilitas dan daya tarik yang kuat berpeluang meraih dukungan pemilih, walaupun mungkin untuk sebagian pemilih lebih mengutamakan kesetiaan kepada partai politiknya. Pemahaman terhadap sikap dan perilaku pemilih dalam merespons isuisu politik yang berkembang dan orientasinya terhadap calon kepala daerah akan memberikan gambaran sejauhmana tingkat kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang demokratis untuk mencapai citacita dan tujuan pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian studi tentang kampanye politik dan perilaku memilih masyarakat dalam pemilihan kepala daerah penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana sikap kritis masyarakat terhadap terpaan informasi kampanye politik serta bagaimana masyarakat mengambil keputusan dalam menentukan pilihan politiknya. Keputusan masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya akan menentukan masa depan masyarakat dan daerahnya, paling tidak untuk selama lima tahun mendatang sejalan dengan periode masa jabatan kepala daerah yang dipilihnya. Sikap selektif masyarakat dalam memilih kepala daerah akan menjadi barometer perkembangan demokrasi di Indonesia dan masa depan arah pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kabupaten/kota di Indonesia yang untuk pertama kalinya melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung
4
pada tanggal 30 Januari 2006. Kabupaten Cianjur memiliki wilayah yang sangat luas lebih kurang 370 hektar, terbagi dalam 30 kecamatan, 342 desa dan 6 kelurahan. Kabupaten Cianjur memiliki jumlah penduduk yang 2.058.234 jiwa (BPS, 2005).
mencapai
Dalam konteks Pilkada 2006, jumlah penduduk
yang memiliki hak pilih mencapai 1.404.777 orang, dengan jumlah pemilih lakilaki 715.866 orang (51%) dan pemilih perempuan 688.911 orang (49%), yang disebar di 3.413 buah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kondisi masyarakat Kabupaten Cianjur yang relatif homogen dan memiliki karakteristik rural-urban. Di Pusat Ibu Kota Pemerintahan Kabupaten Cianjur menunjukkan suasana lingkungan perkotaan yang dilalui oleh jalur lintasan transportasi antara Bandung – Jakarta, serta obyek wisata Cipanas-Puncak. Sementara sebagian besar lainnya menunjukkan suasana lingkungan pedesaan dengan sumber kehidupan masyarakatnya dari pertanian. Penduduk Kabupaten Cianjur memiliki tingkat aksesibilitas informasi yang tidak merata. Penduduk yang berada di dekat Ibu Kota Pemerintahan Kabupaten Cianjur cenderung mempunyai aksesibilitas informasi yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penduduk yang ada di pinggiran, karena perbedaan jangkauan komunikasi dan keterbatasan media dalam menyebarluaskan informasi sampai pelosok-pelosok daerah. Keterbatasan jangkauan komunikasi serta perbedaan tingkat aksesibiltas informasi antara pemilih yang ada di dekat pusat pemerintahan dengan yang berada di daerah pinggiran diduga akan menimbulkan perbedaan dalam pola perilaku pemilih antara pemilih yang banyak diterpa informasi dengan pemilih yang kurang mendapat terpaan informasi pada pelaksanaan pilkada di Kabupaten Cianjur. Pengetahuan dan pemahaman tentang pola perilaku pemilih tersebut
akan
dapat
menunjukkan
sejauhmana
tingkat
efektivitas
penyelenggaraan kampanye pemilihan kepala daerah secara langsung dalam membangun kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan tata kehidupan politik yang lebih demokratis dalam menuju terwujudnya suatu pemerintahan yang baik (good governance) yang didukung dan dipercaya masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka studi ini difokuskan untuk mengkaji sejauhmana “Hubungan Karakteristik Pemilih dan Terpaan Informasi Kampanye Politik dengan Perilaku Memilih (Kasus Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur Tahun 2006)”
5
Perumusan Masalah Pemilihan kepala daerah langsung sebagai konsekuensi diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk pertama kalinya dilaksanakan pada bulan Juni 2005 di seluruh Indonesia.
Pemilihan kepala
daerah secara langsung menempatkan rakyat sebagai pengambil keputusan dalam menentukan siapa yang akan menduduki jabatan kepala daerah
dan
wakilnya. Dengan demikian perilaku pemilih dalam menentukan pilihan politiknya akan menentukan kualitas pejabat kepala daerah yang terpilih dan masa depan masyarakatnya. Sistem pemilihan kepala daerah langsung yang bentuk pemberian suaranya (balloting) dilakukan dengan cara memilih salah satu foto pasangan calon yang terdapat dalam surat suara, akan menempatkan pentingnya informasi visual calon selain informasi tentang siapa dan bagaimana kepribadian, kemampuan serta kredibilitas masing-masing pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pengetahuan pemilih tentang figur dan citra calon akan menjadi faktor yang menentukan keputusan pemilih dalam menetapkan pilihannya. Salah satu sarana untuk memperkenalkan calon, mengembangkan citra calon dan membimbing pemilih dalam memilih pasangan calon adalah kampanye politik. Kampanye politik merupakan suatu kegiatan yang diagendakan dan diatur secara resmi dalam suatu rangkaian kegiatan pemilihan guna meyakinkan para pemilih, melalui penawaran visi, misi dan program pasangan calon, agar mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya dari pemilih. Oleh karena itu kampanye merupakan bentuk komunikasi persuasif yang dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk dan saluran
komunikasi yang dibenarkan
menurut peraturan yang berlaku. Media massa, khususnya media cetak, mempunyai peranan penting dalam memberikan informasi kampanye baik dalam bentuk liputan maupun iklan kampanye. Aktor-aktor politik senantiasa berusaha menarik perhatian media agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Selain itu peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita, apalagi jika peristiwa itu bersifat luar biasa. Liputan politik memiliki dimensi pembentukan opini publik, baik yang diharapkan oleh para politisi maupun oleh pengelola media itu sendiri.
6
Dalam melakukan kerangka opini publik media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu menggunakan simbol-simbol politik (language of politic), strategi pengemasan pesan (framing strategies) dan melakukan fungsi agenda media (agenda setting function). Dalam melakukan kegiatan tersebut sebuah media dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik pengelola media maupun kepentingan dari suatu kekuatan politik tertentu. Isu-isu dan pesan-pesan politik yang diterpakan oleh masing-masing pasangan calon peserta Pilkada pada masa kampanye merupakan sumber informasi bagi pemilih yang dapat menimbulkan efek memperteguh atau mengubah pilihan politiknya. Pada umumnya pesan-pesan kampanye politik dipersepsikan oleh pemilih sesuai dengan latar belakang dan pengalaman sosialnya. Dalam beberapa kasus pemilih mengambil keputusan politiknya karena terikat oleh kedekatannya pada suatu partai politik. Sedangkan pada kasus lainnya pemilih dapat menentukan pilihannya secara bebas (independent). Fenomena ini menunjukkan adanya kecenderungan-kecenderungan yang berbeda di antara pemilih karena perbedaan karakteristik pemilih. Kampanye sepertinya akan lebih efektif apabila diterpakan kepada pemilih yang belum menentukan pilihannya. Sedangkan bagi pemilih yang sudah menentukan pilihannya sejak awal pada umumnya akan dapat memantapkan, menggoyahkan atau bahkan mengubah pilihannya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini lebih memusatkan perhatiannya pada persoalan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik pemilih dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006 ? 2. Bagaimana terpaan informasi kampanye politik dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006 ? 3. Bagaimana keterlibatan pemilih dalam mengolah pesan-pesan kampanye politik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006 ? 4. Bagaimana perilaku pemilih dalam menentukan keputusan memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006 ? 5. Bagaimana hubungan antara karakteristik pemilih, terpaan informasi kampanye, perilaku dalam mengolah pesan kampanye dengan memilih ?
perilaku
7
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penyusunan tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui karakteristik pemilih dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006. 2. Untuk menganalisis terpaan informasi kampanye politik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006. 3. Untuk menganalisis tingkat keterlibatan pemilih dalam mengolah informasi kampanye politik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006. 4. Untuk menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan keputusan memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006. 5. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik pemilih, terpaan informasi kampanye dan keterlibatan pemilih dalam mengolah pesan kampanye dengan perilaku memilih.
Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
memperkaya khasanah kajian tentang komunikasi politik dalam pemilihan kepala daerah secara langsung dengan kekhususan pada karakteristik pemilih, media kampanye, perilaku komunikasi dan perilaku memilih. 2. Bagi praktisi politik hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai tingkat efektivitas berbagai bentuk kampanye politik yang digunakan untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan politiknya. 3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan strategi kampanye politik pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah. 4. Bagi penyelenggara pemilu dan pemerintah hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memformulasikan program sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat untuk membentuk pemilih yang kritis dan rasional.