1
PENDAHULUAN Latar Belakang Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) termasuk tanaman penyegar yang mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan. Tiga kandungan utama dalam daun teh antara lain senyawa polifenol yang dikenal sebagai katekin, zat nutrisi yang terdiri dari berbagai mineral dan vitamin, serta alkaloid antara lain kafein, dan theofilin. Selain itu, daun teh juga mengandung minyak atseri, thiamin, dan pigmen klorofil (Wibowo, 2007). Senyawa katekin dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri. Vitamin B-kompleks yang terkandung dalam daun teh bermanfaat menjaga kesehatan mulut, lidah, dan bibir, serta flouride yang baik untuk gigi (Ghani, 2002). Minuman teh juga sangat digemari oleh masyarakat di dunia karena mempunyai rasa yang khas. Luas area perkebunan teh di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 127 712 ha dengan total produksi 153 971 ton, sehingga produktivitasnya 1 205.6 kg/ha/tahun. Luas area perkebunan teh terbesar dimiliki oleh perkebunan besar negara dengan luas 60 539 ha (47.4 % dari luas total) dengan produksi sebesar 38 593 ton. Luas area perkebunan teh yang dimiliki oleh perkebunan besar swasta mencapai 38 946 ha (30.5 % dari luas total) dengan produksi sebesar 78 354 ton. Luas area perkebunan teh yang dimiliki oleh perkebunan rakyat adalah 28 227 ha (22.1 % dari luas total) dan produksinya sebesar 37 024 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Industri teh nasional menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1.2 triliun dan menyumbang devisa bersih sekitar US $ 110 juta per tahun (Suprihatini, 2005). Menurut Spillane (1992) keuntungan dari komoditas teh dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu dari segi perekonomian dapat menyumbang devisa negara yang cukup besar. Berdasarkan segi kesejahteraan masyarakat industri teh memberikan kesempatan kerja, menambah pendapatan masyarakat daerah, dan menunjang gerak pembangunan daerah. Berdasarkan segi lingkungan dapat mengurangi erosi dan memperindah lingkungan. Selain itu, dari segi
2 kesehatan teh menawarkan minuman yang menyehatkan dengan harga yang terjangkau. Indonesia merupakan negara penghasil teh nomor tujuh di dunia setelah China, India, Kenya, Sri Langka, Turki, dan Vietnam (FAO, 2010). Tahun 2005, volume ekspor teh Indonesia mencapai 102 389 ton. Volume ekspor tersebut menurun hingga 95 338 ton dan 83 658 ton pada tahun 2006 dan 2007. Volume ekspor pada tahun 2008 mengalami peningkatan mencapai 96 209 ton, akan tetapi volume ekspornya belum setara dengan tahun 2005 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Penurunan volume ekspor disebabkan adanya berbagai permasalahan antara lain, daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang cukup lemah, komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan negara pengimpor, dan negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi (Suprihatini, 2005). Permasalahan daya saing teh di Indonesia meliputi kualitas dan produktivitas. Para produsen teh di Indonesia selalu berusaha meningkatkan kualitas dan produktivitas. Menurut Spillane (1992), produsen teh dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang dapat menghambat perkembangan produksi tehnya. Masalah yang sekarang semakin mendesak adalah semakin mahalnya harga pupuk dan mesin-mesin pengolahan teh serta tuntutan kenaikan upah buruh. Produksi teh dapat ditingkatkan dengan memperbaiki teknik budidayanya. Pemupukan merupakan salah satu teknik budi daya yang mempengaruhi produksi teh. Menurut Setyamidjaja (2000) pemupukan adalah memberikan unsur-unsur hara ke dalam tanah dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman teh. Pemupukan bertujuan meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Peningkatan produksi dapat ditentukan dengan melihat produksi pada tahun-tahun sebelumnya. Dosis pupuk yang akan diaplikasikan pada tanaman teh ditetapkan berdasarkan target produksi yang akan dicapai. Oleh karena itu, pemupukan harus dilakukan dengan tepat, meliputi tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu, dan tepat cara. Menurut Ghani (2002) pemupukan pada tanaman teh
3 dilakukan dengan memberikan pupuk makro (N, P, K, Mg, dan Ca) dan pupuk mikro (Zn, Fe, Mn, dan Cl). Pemberian pupuk tersebut dapat diaplikasikan melalui tanah dan daun. Tujuan Tujuan umum kegiatan magang ini yaitu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mahasiswa di lapangan kerja, baik yang menyangkut aspek teknis maupun manajemen sehingga dapat mengetahui, memahami, dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lapangan, khususnya di perusahaan perkebunan dalam rangka mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja. Tujuan khusus dari magang adalah mempelajari dan menganalisis pengelolaan pemupukan pada tanaman teh.
4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) tergolong dalam famili Theaceae dan genus Camellia. Tanaman teh berasal dari Cina dan menyebar sampai ke daerah tropis dan subtropis (Eden, 1965). Menurut Adisewojo (1982) Camellia sinensis mempunyai banyak varietas, akan tetapi varietas yang terkenal adalah varietas sinensis dan varietas assamica. Menurut Setiawati dan Nasikun (1991), teh varietas sinensis mempunyai ciri-ciri, antara lain tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Sedangkan teh varietas assamica mempunyai ciriciri, antara lain tumbuh cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat. Menurut Setiawati dan Nasikun (1991) tanaman teh mempunyai daun yang bergerigi dengan tulang daun menyirip dari tepi dan berpangkal pada ujung daun yang runcing. Pohon teh mempunyai akar yang cukup panjang, masuk jauh ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Bunga teh dapat tumbuh di ketiak daun, di cabang–cabang, atau di ujung batang. Bunga teh merupakan bunga tunggal, berwarna putih, berbau harum dengan mahkota sebanyak 5 - 6 helai. Pada umumnya buah teh mempunyai tiga butir biji meskipun tidak jarang dijumpai buah yang berbiji dua atau tunggal. Biji–biji yang masih muda berwarna putih dan berwarna coklat tua bila sudah tua. Ekofisiologi Teh Tanaman teh dapat tumbuh dengan baik pada iklim subtropis yaitu pada daerah 43° LU hingga 27° LS. Tanaman teh tumbuh pada ketinggian antara 400 – 1 500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman teh adalah 13 – 25° C dengan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 %. Persyaratan penting lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan teh, yaitu curah hujan yang cukup tinggi dan merata
5 sepanjang tahun. Curah hujan yang dibutuhkan antara 2 000 – 2 500 mm/tahun (Setyamidjaja, 2000). Tanah merupakan faktor yang cukup menentukan bagi pertumbuhan tanaman teh. Tanah yang baik dan sesuai dengan kebutuhan tanaman teh adalah tanah yang cukup subur dengan kandungan bahan organik yang cukup, tidak bercadas, serta memiliki derajat keasaman (pH) antara 4.5 - 6.0. Umumnya tanah yang baik untuk pertumbuhan teh terletak di lereng-lereng gunung berapi yang biasa dinamakan tanah Andosol (vulkanis muda). Selain Andosol masih ada beberapa jenis tanah lain yang cocok ditanami teh, yaitu tanah Latosol dan tanah Podzolik (Setyamidjaja, 2000). Pemupukan pada Teh Menurut Wibowo (2007) perbandingan pupuk N : P2O5 : K2O pada tanaman teh adalah 6 : 1 : 2 untuk tanah Andosol, 5 : 1 : 2 untuk tanah Latosol, dan 5 : 1 : 2 untuk tanah Podzolik. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (1997) memberikan pedoman umum dosis pemupukan teh seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Dosis Pemupukan untuk Tanaman Teh Menghasilkan dengan Target Produksi Minimal 2 000 kg Teh Kering/ha/tahun Jenis pupuk Urea, ZA TSP, PARP
Hara N P2O5
MOP, ZK Kieserit Seng Sulfat
K2O MgO ZnO
Keterangan :
* **
Dosis Optimal (kg/ha/th) 250-350 60-120* 15-40** 60-180 30-75 5-10
Aplikasi setahun (kali) 3-4 1-2 1-2 2-3 2-3 7-10
= untuk jenis tanah Andosol/Regosol = untuk jenis tanah Latosol/Podsolik
Menurut Lingga (1998) peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Secara fisiologi, nitrogen berfungsi membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Selain itu, nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis. Daun teh merupakan produk utama tanaman teh sehingga
6 pertumbuhan vegetatif dari tanaman teh tersebut selalu ditingkatkan dalam teknik budidayanya. Dengan demikian, pemberian pupuk yang paling diutamakan adalah pupuk nitrogen. Menurut Lingga (1998) unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Jika secara fisiologis, fosfor berfungsi membantu asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Fungsi utama kalium (K) adalah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Selain itu kalium juga berperan memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Menurut Setyamidjaja (2000) nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan unsur makro yang dibutuhkan tanaman teh yaitu unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman teh. Selain unsur makro, unsur mikro seperti magnesium (Mg) juga diperlukan bagi tanaman teh. Oleh karena itu, pupuk yang digunakan untuk memupuk tanaman teh dapat berupa pupuk majemuk atau pupuk campuran dari bahan baku pupuk tunggal dengan imbangan N : P : K : Mg : unsur mikro sesuai dengan rekomendasi pupuk bagi suatu daerah. Menurut Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi pemupukan antara lain tingkat kesuburan tanah aktual dan daya serap tanaman. Tingkat kesuburan tanah aktual diketahui melalui analisis tanah sedangkan daya serap tanaman diketahui melalui penelitian terhadap pupuk di lapangan. Tingkat kesuburan tanah aktual dan daya serap tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 1. Iklim Faktor iklim yang berperan adalah curah hujan dan sinar matahari. Curah hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan pencucian unsur hara, penghanyutan, dan erosi. Sinar matahari dapat mempercepat proses penguraian bahan organik, sehingga pada tanah-tanah yang terbuka kandungan bahan organiknya cepat menurun. Air hujan dapat memobilisir unsur hara apabila dalam batas yang wajar, sehingga dapat memperbesar daya serap tanah.
7 2. Tanah Keserasian tanah untuk tanaman teh didasarkan kepada kemiringan lahan, kedalaman lapisan olah, serta kandungan unsur hara P-total, N-total, dan bahan organik. 3. Pengelolaan Tanah Pengelolaan tanah pada tanaman teh terdiri dari pengolahan tanah, pengendalian erosi, dan pemupukan. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (1997) menyatakan bahwa waktu pemupukan yang terbaik adalah pada kondisi curah hujan 60 - 200 mm per minggu, sehingga pupuk yang diberikan terlarut dengan baik tetapi tidak sampai hilang tercuci. Cara pemupukan yang tepat adalah dengan memberikan pupuk pada daerah perakaran yang aktif pada jarak 30 - 40 cm dari perdu tanaman teh dengan kedalaman 10 - 15 cm dari permukaan tanah. Untuk mencapai hal tersebut, cara pemberian pupuk dapat dilakukan pada rorak untuk lahan yang miring, dalam garitan keliling pada tanaman yang belum menghasilkan, atau dengan penaburan pada tanah yang datar sampai landai serta kebun yang telah menutup. Marsono dan Sigit (2001) menyatakan bahwa cara pembenaman cocok diterapkan pada tanaman tahunan karena bertujuan agar pupuk tersebut tidak terbuang percuma jika dilakukan penyiraman. Pupuk Daun Pupuk daun merupakan pupuk yang cara pengaplikasiannya melalui penyemprotan ke daun. Kelebihan dari pengaplikasian pupuk daun ini adalah penyerapan haranya berjalan lebih cepat sehingga tanaman lebih cepat menumbuhkan pucuknya dan tanah tidak rusak. Keuntungan lain dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro yang mayoritas tidak terkandung pada pupuk yang diberikan melalui akar (Lingga dan Marsono, 2006). Pupuk daun ekonomis digunakan sebagai pengganti apabila pada saat yang sama tidak mungkin diberikan pupuk melalui tanah, misalnya pada musim kemarau. Pupuk daun masuk melaui stomata yang terdapat di atas dan bawah permukaan daun. Permukaan daun atas (epidermis atas) memiliki stomata sangat
8 sedikit selebihnya daun dilapisi lilin yang disebut kutikula. Lapisan ini berperan sebagai pelindung terhadap menguapnya air dari daun. Stomata pada bagian bawah daun (epidermis bawah) jumlahnya lebih banyak. Sesuai dengan posisi stomata tersebut, cara memupuk daun adalah dengan mengarahkan semprotan ke permukaan daun bagian bawah. Pemupukan pada saat stomata tertutup tidak efektif, oleh karena itu waktu yang ideal untuk memupuk adalah pagi hari hingga pukul 09.00 dan sore hari setelah pukul 16.00 (Ghani, 2002).