1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan di Indonesia saat ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 yang memiliki lima tujuan pokok. Salah satu tujuan pokok dari RPJPN adalah terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera dengan salah satu indikasinya yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) (www.indonesia.go.id) Sumber daya manusia adalah investasi berharga dalam pembangunan. Oleh karena itu SDM haruslah berkualitas yang dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, sehat dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kualitas sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Departemen Kesehatan 2006). Berdasarkan laporan UNDP, pada tahun 2007 pencapaian IPM Indonesia menempati rangking 111 dari 182 negara di dunia. (UNDP, 2009) Rendahnya IPM di Indonesia disebabkan oleh permasalahan gizi dan kesehatan di masyarakat (Azwar, 2004). Permasalahan gizi masyarakat antara lain underweight (gizi kurang) dan stunting (anak pendek). Salah satu pencetus permasalahan kurang gizi adalah kemiskinan. Proporsi anak underweight dan anak stunting berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi; makin tinggi pendapatan, makin kecil persentasenya. Hubungannya bersifat timbal balik, kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga kurang gizi (Soekirman, 2005). Permasalahan underweight dan stunting berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas. Bahkan stunting yang kronik tidak dapat lagi dipulihkan. Ini artinya stunting pada anak membuat anak tidak mungkin lagi mengejar ketinggalan pertumbuhan dikemudian hari. Menetapnya stunting pada
2
anak dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi, penyakit kronik, dan kematian anak serta menurunkan produktifitas kerja ketika dewasa. Masalah gizi jika tidak ditangani akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bahkan kedepannya Bangsa Indonesia akan mengalami lost generation (Soekirman 2005). Anak usia 0-23 bulan merupakan anak yang termasuk dalam masa kehidupan yang sangat penting sehingga perlu perhatian yang serius. Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan sosial. Stimulasi psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu untuk tercapainya perkembangan psikososial yang optimal. Pada masa ini anak perlu memperoleh zat gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah yang tepat
dan kualitas yang baik. Oleh
karena itu keterlambatan intervensi kesehatan, gizi dan psikososial mengakibatkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki dikemudian hari (Soekirman 2005). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional underweight adalah 18,4 persen sedangkan prevalensi nasional stunting sebesar 36,8 persen. Bila prevalensi underweight dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) untuk Indonesia sebesar 18,5 persen maka secara nasional targettarget tersebut sudah terlampaui, namun pencapaian tersebut belum merata di beberapa propinsi dan kabupaten kota. Prevalensi stunting jika dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) tahun 2015 sebesar 20 persen maka target ini belum tercapai dengan baik dan menunjukkan permasalahan stunting masih tinggi di Indonesia (Depkes 2008). Tidak meratanya pencapaian target penurunan prevalensi underweight dan stunting tersebut terlihat dari data Riskesdas 2007 yang menunjukan prevalensi underweight dan stunting di Jawa Tengah sebesar 16,0 persen dan 36,4 persen sedangkan di Jawa Timur 17,4 persen dan 34,8 persen. Walaupun prevalensi di Propinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur di bawah prevalensi nasional tetapi
pencapaian ini tidak merata di beberapa kabupaten kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pencapaian yang tidak merata ini bisa dilihat di beberapa wilayah kabupaten kota yang termasuk kedalam wilayah miskin tetapi memiliki prevalensi underweight yang tinggi di atas prevalensi propinsi, misalnya Demak 21,5
3
persen dan Jember 30,4 persen. Adapun wilayah kabupaten kota yang termasuk dalam wilayah miskin yang memiliki prevalensi underweight yang rendah di bawah prevalensi propinsi yaitu Banyumas 10,1 persen dan
Bondowoso 8,7
persen. Wilayah kabupaten kota yang termasuk wilayah miskin dan memiliki prevalensi stunting yang tinggi adalah Rembang 49,6 persen dan Pamekasan 51,8 persen. Adapun prevalensi stunting yang rendah adalah Grobogan 21,8 persen dan Tulung Agung 27,5 persen. (Depkes 2008) Dalam RPJMN Kesehatan 2010-2014 disebutkan bahwa kebijakan dan program perbaikan gizi dan kesehatan diprioritaskan pada keluarga miskin. Pada tahun 2007 sebesar 16,5 persen atau lebih dar 37 juta penduduk Indonesia tergolong miskin (BPS, 2007). Kemiskinan di Jawa Tengah dan Jawa Timur masih tinggi karena Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan wilayah yang luas sehingga memiliki jumlah penduduk yang besar dan kepadatan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah sebesar 20,4 % sedangkan di Jawa Timur sebesar 19,9 % (BPS, 2007). Permasalahan underweight dan stunting
ditentukan oleh faktor yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut pada tiap daerah bisa berbeda satu sama lain. Ada faktor yang mempengaruhi dan ada faktor yang kurang berpengaruh terhadap status gizi anak. UNICEF (1997) menyatakan faktor penyebab permasalahan gizi pada anak terdiri dari faktor penyebab langsung (immediate cause) yaitu asupan makanan yang tidak cukup dan penyakit yang diderita anak. Faktor penyebab yang mendasari (underlying cause) yaitu tidak cukup akses terhadap pangan, pola asuh anak yang tidak memadai, dan akses pelayanan kesehatan dan sanitasi air bersih yang tidak memadai. Faktor penyebab dasar (basic cause) adalah kuantitas dan kualitas sumber daya potensial yang ada di masyarakat misalnya : manusia, ekonomi, lingkungan, organisasi, dan teknologi. Penelitian Sandjaja (2001) yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Gunung Kidul menunjukan bahwa faktor yang berperan nyata dalam underweight anak antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi makanan anak. Mahgoup (2006) dalam penelitiannya di Afrika menunjukkan faktor yang mempengaruhi status underweight adalah jumlah balita dalam rumah tangga, jenis kelamin anak,
tingkat pendidikan ibu dan
4
pendapatan. Alberto dan Francesco (2007) underweight
dan
angka
kematian
di
dalam penelitiannya mengenai beberapa
negara
berkembang
mengidentifikasi empat faktor terdekat yang mendasar yaitu kesehatan lingkungan, pendidikan perempuan,
status relatif perempuan, dan produksi
makanan perkapita. Faber dan Benade (1998) melakukan penelitian di Afrika Selatan, hasilnya menunjukan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin banyak yang mengalami stunting sejak bayi karena penyakit infeksi yang diderita dan kurangnya asupan makanan yang bergizi. Semba et al (2008) dalam penelitiannya di Indonesia dan Bangladesh menunjukan bahwa baik pendidikan ibu dan ayah merupakan penentu kuat stunting. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Judith dan Stan (1996) di Metro Cebu, Filipina menunjukkan pendidikan ibu, kepemilikan televisi atau radio, status sosial ekonomi rumah tangga mempengaruhi stunting. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan menganalisis faktor determinan status gizi anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini ditunjang dengan tersedianya data hasil Riskesdas 2007 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tujuan Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik keluarga, karakteristik ibu, karakteristik anak, sanitasi lingkungan, PHBS, akses pelayanan kesehatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan, status penyakit infeksi dan asupan gizi. 2. Menganalisis
underweight anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa
Tengah dan Jawa Timur berdasarkan analisis bivariat. 3. Menganalisis stunting anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan analisis bivariat. 4. Menganalisis determinan underweight anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan analisis multivariat. 5. Menganalisis determinan stunting anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan analisis multivariat.
5
Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain : 1. Diketahuinya faktor determinan underweight dan stunting anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 2. Menjadi bahan pertimbangan bagi Kementerian Kesehatan dalam merumuskan kebijakan dan program pencegahan underweight dan stunting. 3. Adanya publikasi hasil penelitian sehingga dapat memberikan informasi bagi masyarakat.