PENDAHULUAN Latar Belakang Nanosilika adalah material silika berskala nano yang akhir-akhir ini menjadi bahan penting untuk berbagai alat. Pada bidang pangan nanosilika dimanfaatkan antara lain sebagai filtering agent, yakni komponen membran ultrafiltrasi industri minuman, dan elemen alat analitik bionanosensor serta bahan komposit active packaging. Silika sendiri merupakan polimer yang tersusun dalam tiga dimensi dari silikon dioksida (SiO 2 ) yang banyak ditemukan di alam. Silika memiliki sifat tidak berwarna, tidak berasa dan secara fisiologi bersifat inert, tahan terhadap reaksi kimia pada temperatur biasa tetapi dapat mengalami berbagai transformasi pada temperatur tinggi. Karakteristik demikian menyebabkan banyaknya aplikasi berbasis silika. Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh silika (polimer) dengan kemurnian tinggi atau silikon (unsur silika) yang diaplikasikan di industri, pada umumnya menggunakan kondisi-kondisi yang ekstrim seperti temperatur, tekanan dan prekursor yang sering bersifat toksik. Misalnya silika-silika ultrapure polycrystalline silicon dan silicon carbide sebagai bahan semikonduktor diperoleh dengan cara meleburkan quartz pada tungku temperatur tinggi hingga ribuan derajat celcius (Maeda & Komatsu 1996). Lapisan silikon diosida (wafer) silica chip yang merupakan salah satu komponen penting komputer dibuat dari polisilikon yang merupakan reaksi triklorosilane dengan hidrogen dengan suhu 1000°C dan dikristalkan dengan suhu 1200 °C (Rhicardson, 2001). Kondisi ekstrim yang juga melibatkan bahan kimia berbahaya, menjadi evaluasi mendasar dalam industri silika akhir-akhir ini. Polyunsaturated fatty acid (PUFA) merupakan asam lemak dengan rantai hidrokarbon panjang dan memiliki ikatan rangkap lebih dari satu dalam bentuk cis sehingga mempunyai sifat tidak jenuh. PUFA dengan rantai sangat panjang seperti omega 6 arachidonic acid (AA atau ARA), omega 3 eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan asam lemak yang sangat dibutuhkan
2 karena peranannya dalam bidang kesehatan. Secara individu AA dalam tubuh manusia berperan sebagai prekursor sejumlah eukosanoid atau sebagai prekursor molekul proinflamantori untuk respon sistem imun. EPA diperlukan bagi penderita depresi atau bipolar disorder sedangkan DHA bersama EPA diperlukan untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai proteksi terhadap kanker. Meskipun AA, EPA dan DHA secara komersial telah diproduksi dari fungi, ikan, minyak ikan dan jaringan hewan serta mikroalga, namun hal tersebut telah menjadi bahan evaluasi yang berkaitan dengan produktivitas dan sumber bahan baku yang tidak dapat diterima semua konsumen. Sementara, di alam terdapat organisme salah satu keluarga mikroalga yakni diatom yang menghasilkan silika dan PUFA hingga rantai panjang. Karakteristik diatom adalah memiliki silika sekitar 90% sebagai komponen dinding selnya dengan struktur teratur berskala nano, menyimpan cadangan makanannya berupa lipid (Round et al. 1990) dan secara genetis memiliki kemampuan mensintesa PUFA sendiri secara langsung karena enzim yang dimilikinya (Yap & Chen 2001). Hasil penelitian Dunstan et al. (1994) menunjukkan bahwa diatom mampu menghasilkan PUFA sekitar 3-62% dari total asam lemak. Kedua bahan tersebut (silika dan PUFA diproduksi oleh diatom melalui suatu mekansime sintesis yang melibatkan biokatalis protein tertentu. Silika dengan morfologi yang teratur, presisi dan berukuran nano (10-9) yang dimiliki setiap diatom, secara genetis dikontrol oleh protein yang berlangsung dalam kondisi ringan. Protein yang berperan dalam proses silifikasi diatom telah ditemukan, yakni silisic acid transport protein (protein SIT), yang berperan membawa asam silikat dari lingkungannya melewati lipid bilayer masuk ke dalam silica deposition vesicle (SDV) dan protein silaffin (silica affinity) yang berperan dalam polimerisasi asam silikat menjadi nanosilika di dalam SDV (Hildenbrand et al. 1997; Kröger et al. 1999). Protein-protein tersebut telah diketahui mengatur biosilifikasi secara in vivo dalam sistem metabolisme pada kondisi lingkungan alam yang ringan. Dengan memahami berbagai molekul yang terlibat dalam biosilification in vivo maka mempelajari pembentukan secara in vitro dapat lebih dipahami. Kröger et al. (2002)
3 telah melakukan reaksi in vitro protein silaffin diatom Chilindrotheca fuciformis dengan susbtrat Tetraethoxyorthosilicate (TEOS) untuk menghasilkan polimer nanosilika dalam beberapa menit pada temperatur ruang. Sementara Manurung et al. (2007) juga telah berhasil mengekstraksi protein silaffin dari diatom Chaetoceros gracilis dan mereaksikan secara in vitro dengan TEOS menghasilkan polimer silika dalam waktu 10 menit pada suhu ruang (26-28°C). Dengan mempelajari protein yang terlibat dalam biosilifikasi in vivo akan membuka pemahaman baru dalam mendesain proses pembentukan material berbasis silika secara ramah lingkungan. Menurut Poulsen & Kröger (2004), sekuen asam amino protein silaffin yang diisolasi dari dua jenis diatom yang berbeda tidak saling memiliki homologi, sehingga setiap jenis diatom diduga memiliki karakteristik protein silaffin yang khusus sesuai dengan karakteristik struktur nanosilika yang dimiliki. Dengan demikian masih diperlukannya informasi protein-protein yang terlibat dalam biosintesis silika dari spesies-spesies diatom spesifik, misalnya dari laut tropis seperti perairan wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan polimer nanosilika spesifik yang dapat diaplikasikan untuk setiap kebutuhan secara khusus. Diatom mensintesis omega 6 (AA) maupun omega 3 (EPA dan DHA) secara de novo. Hal ini sangat berbeda dengan hewan termasuk mamalia yang hanya mampu menghasilkan PUFA rantai panjang apabila memperoleh prekursor C18 (asam linoleat dan asam α-linolenat) dari makanannya, sedangkan tanaman hanya mampu menghasilkan PUFA hingga C18. Diatom dan juga mikroalga lainnya melakukan reaksi desaturasi dan elongasi untuk memperpanjang rantai C18 dengan enzim desaturase dan elongase yang dimiliki. Enzim desaturase Δ6, Δ5 dan Δ4 merupakan karakteristik utama yang dimiliki mikroalga pada umumnya. Berbagai karakterisasi protein enzim desaturase dan elongase khususnya pembentuk AA, EPA dan DHA dari berbagai jenis mikroalga telah mulai dilaporkan. Sebagai contohnya adalah protein enzim desaturase Δ6 yang mengkatalisis pembentukan 18:3Δ6,9,12 (ω6) dan Δ5 yang bekerja pada asam lemak atom C20 menghasilkan
AA
(20:4Δ5,8,11,14ω6)
telah
diidentifikasi
dari
diatom
4 Phaeodactylum tricornutum (Demergue et al. 2002). Sementara Tonon et al. (2005), telah mengidentifikasi gen-gen yang mengkode desaturase Δ6, Δ5 dan Δ4 yang terlibat langsung dalam biosintesis EPA dan DHA dari diatom Thalassiosira pseudonana. Setiap jenis diatom secara genetik dapat memiliki jenis PUFA yang berbeda-beda dari C16 hingga C22 yang dipengaruhi oleh jalur biosintesis dan protein pembentuknya. Jalur biosintesis long chain-PUFA diatom belum sepenuhnya diketahui, karena begitu beragamnya jenis-jenis asam lemak yang dimiliki untuk setiap jenis diatom. Berbagai studi gen maupun protein yang terlibat dalam sintesis PUFA dari berbagai jenis organisme penghasil PUFA de novo telah dilakukan untuk meningkatkan
produksi
PUFA
melalui
sumber-sumber
alternatif
termasuk
kemungkinan memproduksi vegetable oil yang dapat mengandung PUFA (Vrinten et al. 2007). Untuk itu masih sangat diperlukan kajian mendalam untuk memberikan informasi dasar mekanisme biosintesis PUFA terkait dengan protein yang mensintesisnya dari berbagai sumber termasuk jenis-jenis diatom. Studi protein yang terlibat dalam biosintesis PUFA ini memberikan pengetahuan dasar dalam meningkatkan produksi PUFA penting secara spesifik melalui berbagai kemungkinan rekayasa bioteknologi untuk memproduksi misalnya DHA-enriched crops. Dalam kultur sistem batch dengan medium yang mengandung silikat, diatom mengakumulasi lipid ketika memasuki fase stasioner atau pada saat konsentrasi nutrien medium mulai menurun. Roessler (1988), telah membuktikan bahwa aktivitas enzim sitrat sintase dan asetil KoA karboksilase meningkat 3 kali ketika silica depletion. Hal ini mengindikasikan adanya suatu hubungan yang berkaitan dengan waktu sintesis silika dinding sel dan lipid atau asam lemak di dalam kultur diatom. Sintesis dinding sel silicaseous sangat aktif ketika sel melakukan pembelahan. Mekanisme demikian berpeluang mengeskplorasi organisme diatom ini dengan mempelajari mekanisme dasar sintesis kedua bahan (silika dan PUFA) yang diketahui memiliki nilai ekonomi penting saat ini. Chaetoceros gracilis adalah salah satu jenis diatom yang banyak ditemukan di perairan laut Indonesia, bukan merupakan jenis toksik serta belum banyak kajian dari
5 aspek molekuler untuk tujuan eksplorasi PUFA dan nanosilika. Diatom jenis tersebut juga merupakan jenis yang dapat dan mudah dikulturkan. Disamping itu telah dilakukan studi awal karakteristik ekstrak protein silaffin C. gracilis asal laut Indonesia ini, yang terbukti mampu mengkatalisis pembentukan polimer silika secara in vitro pada suhu ruang dalam beberapa menit. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji protein yang terlibat dalam biosintesis nanosilika dan biosintesis asam lemak tak jenuh rantai panjang dari diatom laut C. gracilis asal Indonesia. Secara lebih terperinci penelitian ini bertujuan, 1) mempelajari profil protein dan lipid C. gracilis selama pertumbuhan dalam kultur sistem batch, 2) mempelajari karakteristik (berat molekul dan titik isoelektrik) protein melalui analisis 2 dimensi dan studi bioinformatika untuk identifikasi protein yang terlibat dalam biosintesis nanosilika dan 3) mempelajari karakteristik (berat molekul dan titik isoelektrik) protein melalui analisis 2 dimensi dan studi bioinformatika untuk mengidentifikasi jenis protein yang terlibat dalam biosintesis PUFA dan memprediksi jalur biosintesis PUFA. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar pada tingkat protein dalam mempelajari biosintesis nanosilika dan PUFA dari diatom C. gracilis asal laut Indonesia. Informasi ini sebagai langkah awal di dalam pengembangan industri strategis untuk merancang produksi material berbasis nanosilika secara ramah lingkungan dan pengembangan industri asam lemak rantai panjang secara produktif dari aspek sumber bahan baku.