PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam ilmu biologi dan kehutanan, diketahui terdapat banyak jenis daun dengan karakteristik (ciri) yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengenalan helai daun. Ciri warna untuk daun tidak terlalu menonjol karena secara umum warna daun adalah hijau. Oleh karena itu, identifikasi daun yang paling utama dilihat dari ciri morfologi dan ciri teksturnya. Gabungan kedua penciri tersebut membuat identifikasi daun menjadi lebih akurat. Namun gabungan ciri morfologi dan ciri tekstur juga banyak jenisnya sehingga banyak orang bahkan ahli sekalipun kesulitan dalam melakukan pengenalan daun, apalagi dalam bentuk citra. Karena itulah dilakukan komputasi ektraksi ciri dari citra helai daun yang akan digunakan dalam sistem temu kembali citra untuk pengenalan daun. Sistem temu kembali citra merupakan sistem penemuan kembali informasi dalam bentuk citra dengan cara mengukur similiarity (kemiripan) antara kueri yang dimasukkan pengguna dan citra yang tersimpan dalam basis data. Salah satu pendekatannya adalah Content Based Image Retrieval (CBIR). Ekstraksi ciri merupakan salah satu tahapan penting dari pengenalan citra. Oleh karena itu, ekstraksi ciri helai daun adalah tahapan penting dalam proses pengenalan citra helai daun. Pada tahap ini input citra helai daun akan diproses menggunakan suatu teknik sehingga menghasilkan ciri tertentu dari daun yang akan disimpan dalam basis data maupun dicocokkan dengan ciri helai daun yang ada. Penciri yang digunakan dalam hal ini adalah ciri morfologi, ciri tekstur dan gabungan kedua ciri tersebut untuk pengenalan citra helai daun yang lebih akurat. Pebuardi (2008) mengunakan co-occurrence matrix untuk ekstraksi ciri tekstur. Informasi tekstur dengan co-occurrence matrix akan merepresentasikan energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation, dan homogenity. Wu et al (2007) melakukan ekstraksi ciri morfologi pada citra helai daun. Tahap awal adalah mendapatkan lima ciri dasar dari citra helai daun, kemudian kombinasi dari kelima ciri tersebut menghasilkan dua belas ciri turunan.
ciri morfologi dan co-occurrence matrix untuk mendapatkan ciri-ciri tekstur. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa pendekatan ekstraksi ciri morfologi memberikan hasil ekstraksi yang baik untuk morfologi citra helai daun. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi hasil temu kembali citra dengan menggunakan penciri morfologi, tekstur dan gabungan keduanya untuk temu kembali citra helai daun. Ruang Lingkup Data diperoleh dari hasil pengambilan citra dengan menggunakan kamera digital. Objek citra adalah helai daun tunggal yang berasal dari sebelas pohon buah yang ada di sekitar kampus IPB Darmaga, yaitu daun alpukat, bisbul, cokelat, durian, jamblang, jambu biji, jambu bol, kepel, manggis, menteng, dan nangka. Penelitian ini difokuskan pada tahap ekstraksi ciri pada citra helai daun. TINJAUAN PUSTAKA Daun Daun merupakan bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi dan transpirasi. Daun memiliki pola-pola yang berbeda. Hickey et al (1999) telah mendeskripsikan ciri morfologi daun dengan cukup rinci, khususnya untuk morfologi daun kelas Dicotyledoneae. Ciri morfologi daun tersebut antara lain bangun daun (helaian daun, ujung daun, dan pangkal daun), tepi daun, tekstur daun, letak kelenjar, tangkai daun, tipe pertulangan, dan pengelompokan urat daun. Content Based Image Retrieval (CBIR) Content based image retrieval (CBIR) merupakan suatu pendekatan untuk masalah temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra itu sendiri seperti warna, bentuk, dan tekstur dari citra (Rodrigues & Araujo 2004). CBIR terdiri atas beberapa tahap yaitu praproses, ekstraksi ciri, pengindeksan dan penemuan kembali citra. Gambar 1 menunjukkan diagram CBIR.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ekstraksi ciri morfologi untuk mendapatkan ciri-
1
Ekstraksi Ciri Morfologi Wu et al (2007) telah mendeskripsikan ciri morfologi daun yang dapat diekstrak dari citra helai daun. Ciri tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan. Ciri dasar citra helai daun ada lima, yaitu: 1 Gambar 1 Diagram CBIR. Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri adalah proses mengambil ciriciri yang terdapat pada citra. Pada proses ini objek di dalam citra mungkin perlu dideteksi seluruh tepinya, lalu dihitung properti-properti objek yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa proses ekstraksi ciri mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola dan sebagainya. Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat yaitu low-level, middle-level dan highlevel. Low-level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual seperti warna dan tekstur, middle-level feature merupakan ekstraksi tiap objek dalam citra dan mencari hubungannya, sedangkan high-level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam citra (Osadebey 2006).
Gambar 2 Diameter helai daun. 2
Physiological length (Lp) adalah jarak antara ujung dan pangkal daun (panjang tulang daun primer).
3
Physiological width (Wp) adalah jarak terpanjang dari garis yang memotong tegak lurus physiological length yang dibatasi tepi daun. Hubungan keduanya dapat dilihat pada Gambar 3.
Ekstraksi ciri morfologi merupakan salah satu bagian dari CBIR untuk informasi morfologi pada citra. Proses ini bisa dilakukan dengan pendekatan ekstraksi ciri dasar dan turunan dari morfologi citra helai daun. Menurut Vailaya (1996), empat pendekatan yang digunakan dalam menganalisis tekstur adalah analisis statistik, geometrik, berbasis model dan pemrosesan sinyal. Pendekatan secara statistik dilakukan dengan mengukur karakteristik tekstur seperti kehalusan dan keteraturan. Pendekatan secara geometrik adalah mengorganisasikan komponen citra primitif (titik, garis, lingkaran) untuk mendapatkan adanya kemungkinan hubungan struktural. Sementara, pendekatan berbasis model mengasumsikan model citra dasar untuk mendeskripsikan dan menyintesis tekstur. Pendekatan pemrosesan sinyal menggunakan analisis frekuensi dari citra untuk menggolongkan tekstur. Salah satu bagian dari CBIR untuk mendapatkan informasi tekstur pada citra adalah ekstraksi ciri tekstur. Proses ini bisa dilakukan dengan pendekatan secara statistik yaitu cooccurrence matrix .
Diameter ( D ), yang didefinisikan sebagai jarak terpanjang antara dua titik pada tepi daun. Panjang diameter bisa sama atau berbeda dengan panjang tulang daun primer (physiological length). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3 Hubungan antara physiological length dan physiological width. 4
Leaf area ( A ) adalah perhitungan jumlah pixel dari daerah yang dilingkupi tepi daun pada citra yang telah dihaluskan. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Leaf area.
2
5
Leaf perimeter ( P ) adalah perhitungan jumlah pixel yang terdapat pada tepi daun (keliling). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 5.
4πA 2 P 4
...(2)
Rectangularity, mendeskripsikan kemiripan antara daun dan empat persegi panjang. Rumusnya diberikan pada Persamaan 3. L pW p
...(3)
A
5
Gambar 5 Leaf perimeter. Ciri turunan daun ada dua belas, yaitu: 1
2
Smooth factor adalah rasio antara area citra helai daun yang dihaluskan dengan 5 x 5 rectangular averaging filter dan area citra helai daun yang dihaluskan dengan 2 x 2 rectangular averaging filter. Ciri ini untuk mengukur keteraturan tepi daun. Semakin teratur tepi daun, nilainya semakin mendekati 1. Sebaliknya, semakin tidak teratur tepi daun, nilainya semakin mendekati 0. Aspect ratio adalah rasio antara physiological length dan physiological width. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 1. Lp
Narrow factor adalah rasio antara diameter dan physiological length. Ciri ini untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri maka bernilai 1, jika asimetri maka bernilai lebih dari 1. Nilainya dapat dicari menggunakan Persamaan 4.
D
6
Perimeter ratio of diameter. Ciri ini untuk mengukur seberapa lonjong daun tersebut. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 5.
P
...(5)
D 7
Perimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya diberikan pada Persamaan 6.
...(1)
Wp
Ciri ini untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika bernilai kurang dari 1 maka bentuk helai daun tersebut melebar. Jika bernilai lebih dari 1 maka bentuk helai daun tersebut memanjang. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 6.
P (L p + W p ) 8
a.
b.
Gambar 6 Aspect ratio. Form factor, digunakan untuk mendeskripsikan perbedaan antara daun dan lingkaran Cini ini untuk mengukur seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai forn factor dapat dilihat pada Persamaan 2.
...(6)
Vein features. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 7, 8, 9, 10 dan 11. Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius satu piksel dan area daun awal.
Av1 A
3
...(4)
Lp
Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius dua piksel dan area daun awal.
Av 2 A c.
...(7)
...(8)
Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring
3
element dengan radius tiga piksel dan area daun awal.
Av3 A d.
e.
...(9)
Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius empat piksel dan area daun awal.
Av 4 A
c
Menurut Osadebey (2006), co-occurrence matrix menggunakan matriks derajat keabuan adalah untuk mengambil contoh secara statistik bagaimana suatu derajat keabuan tertentu terjadi dalam hubungannya dengan derajat keabuaan yang lain. Matriks derajat keabuan adalah suatu matriks yang elemen-elemennya mengukur frekuensi relatif kejadian bersama dari kombinasi level keabuan antar pasangan piksel dengan hubungan spasial tertentu. Misal diketahui sebuah citra Q(i,j), p(i,j) merupakan posisi dari operator, dan A adalah sebuah matriks NxN. Elemen A(i,j) menyatakan jumlah titik tersebut terjadi dengan grey level (intensitas) g(i) terjadi, pada posisi tertentu menggunakan operator p, relatif terhadap titik dengan intensitas g(j). Matriks A merupakan cooccurrence matrix yang didefinisikan oleh p. Operator p didefinisikan dengan sebuah sudut θ dan jarak d. Berdasarkan matriks A dapat dihitung nilai-nilai ciri tekstur. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 7.
... (13)
Entropy, mengukur tingkat keacakan piksel. Entropi mencapai nilai tertinggi jikasemua elemen dalam matrix P sama. Nilai entropy dapat dicari menggunakan Persamaan 14. = − ∑ i , j P (i , j ) log P (i , j ) ...(14) 2 Maximum probability, menyatakan nilai frekuensi kemunculan bersama terbesar. Semakin tinggi nilainya, semakin teratur teksturnya. Rumusnya diberikan pada Persamaan 15. E
d
...(11)
Co-occurrence Matrix
Inverse Difference Moment mencapai nilai tertinggi saat banyak kejadian bersama dalam matriks terkonsentrasi dekat diagonal utama. Formulanya dapat dilihat pada Persamaan 13.
P (i , j ) IDM = ∑ i , j i− j
...(10)
Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius empat piksel dan area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius satu piksel.
Av 4 Av1
b
e
f
...(15) MP = max ( P ) ij Contrast, menyatakan jumlah variasi lokal yang terdapat dalam sebuah citra. Atau dengan kata lain menyatakan tingkat kekontrasan citra. Formulanya dapat dilihat pada Persamaan 16. 2 C = ∑ i , j i − j P (i , j ) ...(16) 1 Correlation, menyatakan hubungan ketetanggaan antarpiksel. Rumus yang digunakan dapat dilihat pada Persamaan 17.
C g
= ∑ i, j 2
(1 − µ )( j − µ ) P (i , j ) i j
σ σ
...(17)
i j Homogeneity, menyatakan tingkat kehomogenan piksel. Nilainya dapat dicari menggunakan Persamaan 18. P (i , j ) ...(18) H = ∑ i, j 1+ i − j
Berikut adalah beberapa formula yang digunakan dalam penghitungan ciri tekstur. a
Energy, mengukur tingkat keseragaman tekstur. Energi mencapai nilai tertinggi saat persebaran level keabuan konstan atau bersifat periodik. Rumusnya diberikan pada Persamaan 12. ...(12) E = ∑ i , j P (i , j ) 2 1
Gambar 7 Representasi Co-occurrence Matrix.
4
Recall dan Precision Menurut Rodrigues dan Araujo (2004), recall dan precision merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur keefektifan hasil temu kembali. Recall menyatakan proporsi materi relevan yang ditemukembalikan. Perhitungannya dapat dilihat pada Persamaan 19. Sementara itu, precision menyatakan proporsi materi yang ditemukembalikan yang relevan. Perhitungan precission dapat dilihat pada Persamaan 20. recall =
Ra
precission =
perimeter. Kombinasi dari ketiga ciri tersebut digunakan untuk mendapatkan ciri turunan citra helai daun yaitu smooth factor, form factor dan perimeter ratio of diameter.
…(19)
R Ra
…(20)
A
dengan Ra adalah jumlah citra relevan yang ditemukembalikan, R adalah junlah citra relevan yang ada di basisdata, dan A adalah jumlah seluruh citra yang ditemukembalikan.
METODE PENELITIAN Proses penemuan kembali citra dengan pendekatan CBIR terdiri atas beberapa tahap yaitu praproses, ekstraksi ciri, pengindeksan dan penemuan kembali citra. Tahapan yang lebih detail dapat dilihat pada Gambar 8.
Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan citra secara langsung menggunakan kamera digital 8 MP. Data citra tersebut tersimpan dalam format JPG dengan ukuran 3264x2448 piksel.
Praproses Tahap awal praproses yaitu mengubah ukuran citra menjadi 200x150 piksel. Kemudian membersihkan daerah latar belakang citra sehingga didapatkan objek daun dengan latar belakang warna putih. Selanjutnya citra RGB dikonversi menjadi citra grayscale. Untuk ekstraksi ciri morfologi, citra grayscale dikonversi lagi menjadi citra biner. Kemudian noise citra dihilangkan.
Ekstraksi Ciri a.
Ekstraksi ciri morfologi
Tahap awal ekstraksi ciri morfologi adalah dengan mendapatkan ciri-ciri dasar dari citra helai daun. Ciri yang digunakan pada penelitian ini adalah diameter, leaf area dan leaf
Gambar 8 Metodologi penelitian. b.
Ekstraksi ciri tekstur Langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tekstur dari sebuah citra adalah menentukan co-occurrence matrix. Co-occurrence matrix dihitung dalam empat arah yaitu 0o, 45o, 90o, dan 135o. Jadi, untuk setiap citra akan dihasilkan empat co-occurrence matrix. Setelah itu, nilai energy, moment, entropy, maximum probablity, contrast, correlation, dan homogenity dihitung untuk setiap cooccurrence matrix, sehingga untuk setiap fitur akan diperoleh empat nilai, masingmasing untuk arah 0o, 45o, 90o, dan 135o. Nilai dari setiap fitur diperoleh dengan menghitung rata-rata keempat nilai fitur yang bersangkutan. Informasi tersebut kemudian direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki tujuh elemen dan
5