PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan berkesetaraan gender, 3) perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, 4) perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara, 5) perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, serta 6) penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem pengawasan intern (Kemendiknas 2010). Perhatian pemerintah pada perluasan dan pemerataan akses pendidikan, mengisyaratkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan. Kebijakan tentang peningkatan mutu dan tata kelola juga merupakan upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan sehingga berjalan sesuai dengan rel tujuan yang dirumuskan. Demikian pentingnya masalah yang berkenaan dengan pendidikan ini, maka diperlukan suatu aturan baku mengenai pendidikan yang dipayungi dalam sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional (Daulay 2004). Upaya agar tujuan pendidikan nasional tercapai dirumuskan dalam Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
2
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Soedijarto 2008). Hal tersebut sudah berlaku dan diimplementasikan di lembaga pendidikan di Indonesia salah satunya yaitu di pesantren, yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren: 1) pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, 2) pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta 3) pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara (Fatah et al 2005). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai pendidikan yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (Fatah et al 2005). Menurut Azra (2002), pendidikan berbasis masyarakat sebenarnya telah lama diselenggarakan kaum muslimin Indonesia, bahkan bisa dikatakan setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara. Selain itu, pesantren dianggap berada dalam posisi yang sangat strategis, khususnya di tingkat perluasan akses. Sejarah membuktikan bagaimana kebijakan pemerintah yang menuntut partisipasi yang bersifat masal berhasil dilakukan melalui gagasan “partisipasi” pesantren. Keberhasilan partisipasi ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pesantren mempunyai posisi strategis dalam konteks pengembangan masyarakat (Kemenag 2009). Kendati pun pesantren merupakan kenyataan yang sudah lama ada dalam masyarakat Indonesia, namun perhatian dan intervensi dari pemerintah untuk pengembangan dan pemberdayaan pesantren (madrasah) belum signifikan. Kebijakan
pemerintah
dalam
upaya
perluasan
pemberian
kesempatan
mendapatkan pendidikan masih terpusat pada sekolah/madrasah negeri, sementara pada sekolah/madrasah swasta masih sangat kurang. Data Kementrian Agama RI pada tahun 2000 menyebutkan bahwa pada tingkat Sekolah Dasar, jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) swasta mencapai 95.2 persen sementara MI Negeri 14.8 persen. Keadaan ini terbalik dengan SD Negeri yang berjumlah 93.1 persen, sementara SD swasta 6.9 persen. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama,
3
jumlah Madarasah Tsanawiyah (MTs) adalah 75.7 persen, sedangkan MTsN adalah 24.3 persen. Adapun SLTPN berjumlah 44.9 persen dan SLTP swasta 55.9 persen. Pada tingkat selanjutnya, terdapat 70 persen Madrasah Aliyah (MA) swasta dan 30 persen MAN. Sementara SMUN berjumlah 30.5 persen dan SMU swasta sebanyak 69.4 persen (Azra 2002). Sumber lain menyebutkan bahwa ada perbedaan kualitas antara madrasah dibanding sekolah umum, karena sebagian besar madrasah dikelola swasta, yakni 91.5 persen dan hanya 8.5 persen yang dikelola negeri (Anonim 2009). Rendahnya perhatian dan intervensi dari pemerintah terhadap pesantren menjadikan pesantren tumbuh dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu sendiri (Fatah et al 2005). Kondisi tersebut mendorong Kementrian Agama RI untuk mulai menata kembali manajerial pesantren agar lebih terarah pada tujuan yang diharapkan. Kementrian Agama RI juga mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri Madrasah Aliyah (MA) di pondok pesantren yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi santri berprestasi dan meningkatkan kualitas pendidikan Islam (Kemenag 2009). Pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan suatu negara. Bangsa yang memiliki sumberdaya manusia yang bermutu tinggi akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Megawangi (2008) menyatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang berkarakter, mempunyai spirit kerja tinggi, dan mandiri, adalah bekal yang membawa kejayaan bangsa di masa depan. Mahasiswa sebagai aset bangsa yang memiliki potensi sebagai agent of change and social control dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari masyarakat biasa dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya. Megawangi (2008) mengklasifikasikan aspek potensi-potensi manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, di antaranya aspek emosi, sosial dan
4
akademik.
Aspek
emosi
menyangkut
aspek
kesehatan
jiwa;
mampu
mengendalikan stress, mengontrol diri (self-discipline) dari perbuatan negatif, percaya diri, berani mengambil resiko, dan empati. Aspek sosial tergambar dari perilaku untuk belajar menyenangi pekerjaan, bekerja dalam tim, pandai bergaul, peduli terhadap masalah sosial dan berjiwa sosial, bertanggung jawab, menghormati orang lain, mengerti akan perbedaan budaya dan kebiasaan orang lain, serta mematuhi segala peraturan yang berlaku. Aspek lain yang perlu dikembangkan adalah aspek akademik yang tercermin dari kemampuan untuk berpikir logis, berbahasa, dan menulis dengan baik, serta dapat mengemukakan pertanyaan kritis dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang diketahui. Kemampuan pada aspek emosi dapat mengarahkan seseorang khususnya remaja dalam membangun potensi diri. Berbeda dengan kemampuan akademik yang lebih ditentukan oleh faktor keturunan, kemampuan pada aspek emosi atau kecerdasan emosional lebih mungkin untuk dikembangkan kapan saja dan siapa saja yang memiliki keinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Goleman (2004) beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20 persen ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif. Hasil penelitian George Borggs (Jefferson Center 1997 dalam Megawangi 2008), juga menunjukkan bahwa ada 13 indikator penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, dimana 10 diantaranya adalah kualitas karakter seseorang, sementara hanya tiga indikator saja yang berkaitan dengan faktor kecerdasan (IQ). Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksinya dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial. Kemampuan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan tersebut. Hal lain mengenai pandangan seseorang terhadap dirinya, yang sering dikenal dengan self-esteem, turut menentukan perilaku dan keberhasilannya dalam membina suatu hubungan sosial. Self-esteem menunjuk pada sejauh mana seseorang memiliki penghargaan diri dan mempunyai pandangan yang positif mengenai dirinya (Johnson & Swidley 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) mengenai persepsi gaya pengasuhan orangtua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem
5
mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan self-esteem. Hubungan yang nyata dan positif juga terdapat pada hubungan antara gaya pengasuhan authoritative dengan self-esteem dan keterampilan sosial remaja. Menurut Fatimah (2006), perkembangan sosial di pengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan inteligensi. Megawangi (2007) menegaskan beberapa aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan anak di sekolah adalah rasa percaya diri, rasa ingin tahu, motivasi, kemampuan kontrol diri, kemampuan bekerjasama, mudah bergaul dengan sesamanya, mampu berkonsentrasi, rasa empati dan kemampuan berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pencapaian prestasi. Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka penting untuk dilakukan analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Perumusan Masalah Pemberian beasiswa kepada santri berprestasi dari pondok pesantren di berbagai provinsi, yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Agama RI, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan. Kementrian Agama RI memberikan beasiswa kuliah hingga lulus kepada santri yang telah melalui beberapa tahapan seleksi, dan sebagai konsekuensinya setelah lulus dan menjadi sarjana dengan berbagai kompetensi keilmuannya, mereka wajib kembali ke daerah untuk mengabdikan ilmu dan keterampilan yang didapat demi mengembangkan pesantren dan membina masyarakat sekitarnya. Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya, yang biasa disebut santri, tinggal bersamasama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Seorang santri, dengan latar belakang pendidikan religius yang kuat, diharapkan dapat menjadi aset penting bagi pembangunan di segala bidang. Namun interaksi santri dengan dunia yang
6
terus melaju pesat, tidak mampu hanya dihadapi dengan pola pengajaran keagamaan semata, tetapi juga penting dibekali dengan ilmu-ilmu keahlian yang dapat mendukung kehidupan mereka. Menurut Megawangi (2007), bekal yang paling penting bagi seseorang adalah kematangan emosi-sosialnya, karena dengan kematangan emosi dan sosial tersebut seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Aspek kecerdasan emosi seseorang dapat membantu di dalam mengembangkan potensi-potensi lainnya secara lebih optimal. Kecerdasan emosi juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi seseorang untuk belajar dan mencapai kesuksesan dalam bidang akademik, begitu pun kematangan seseorang di lingkungan sosialnya dan penghargaan diri (self-esteem) yang dimilikinya turut andil dalam pencapaian prestasi. Di masa depan, sumberdaya yang handal sangat membantu pengembangan pesantren agar senantiasa bisa bertahan di era global tanpa harus meninggalkan nilai-nilai tradisi baik yang telah dimiliki. Program beasiswa santri berprestasi diharapkan mampu mencetak generasi-generasi yang tidak hanya memiliki kecerdasan spiritual, namun juga memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang tinggi sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk terjun ke masyarakat dengan baik dan optimal. Program beasiswa santri berprestasi (PBSB) di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang selama ini dilakukan, memberikan kesempatan bagi santri untuk dapat mengembangkan keilmuan tidak hanya pada bidang keagamaan saja, tetapi juga keilmuan lain. Akan tetapi dalam perjalanannya, terdapat beberapa santri (mahasiswa penerima PBSB) yang tidak dapat bertahan (drop out) pada saat mengikuti pendidikan di IPB. Sebagai contoh, dari 25 mahasiswa angkatan 42 (tahun 2005) penerima program beasiswa santri berprestasi di IPB, 6 orang (24%) di antaranya mengalami drop out, begitu pun pada angkatan-angkatan berikutnya, walaupun jumlah mahasiswa yang mengalami drop out tidak sama. Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya prestasi akademik mahasiswa PBSB, akibat perbedaan sistem dan metode pembelajaran di IPB dengan sistem pembelajaran sebelumnya di pesantren.
7
Latar belakang pendidikan yang bukan dari sekolah umum, diduga menyebabkan kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa PBSB pada mata kuliah umum, terutama bidang eksakta, berbeda dengan mahasiswa regular lainnya. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mahasiswa PBSB mengikuti pendidikan di IPB, yang berdampak pada rendahnya prestasi akademik yang diperoleh. Selain itu, beberapa literatur menyebutkan bahwa prestasi akademik berkaitan dengan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah benar prestasi akademik yang diperoleh mahasiswa PBSB lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa non PBSB pada umumnya, dan apakah prestasi akademik dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang dimiliki seseorang. Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 2. Bagaimanakah kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 3. Bagimanakah hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 4. Bagaimanakah pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Tujuan Khusus 1. Menganalisis perbedaan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, urutan anak, kegiatan kemahasiswaan) dan karakteristik keluarga (tingkat pendidikan
8
orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan orangtua, besar keluarga) pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 2. Menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 4. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kematangan sosial dengan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 5. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem dengan prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 6. Menganalisis
pengaruh
karakteristik
individu,
karakteristik
keluarga,
kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam rangka mengembangkan kompetensi
diri
dan
memperluas
pengetahuan
serta
wawasan
tentang
perkembangan remaja. Bagi mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik yang diperoleh sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi. Bagi pihak penyelenggara beasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik mahasiswa peserta program beasiswa santri berprestasi di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya dapat menjadi bahan masukan bagi pihak penyelenggara beasiswa tersebut dalam merumuskan dan menyusun kebijakan yang terkait dengan penerima program beasiswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.