PENDAHULUAN
Latar Belakang Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Begitu pula dengan penyandang disabilitas yang memerlukan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, agar ia dapat memperoleh pekerjaan dan bersaing dengan orang yang tidak memiliki disabilitas di pasar kerja terbuka. Penyandang disabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk mengganti istilah penyandang cacat. Penyandang disabilitas menurut Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention of the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan istilah bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi mereka secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya (UN 2006). WHO (2011) menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen dari total penduduk dunia, atau lebih dari 1 milyar. Menurut ILO (Pozzan 2011) sebanyak 470 juta penyandang disabilitas diantaranya masuk ke dalam kategori usia kerja. Kemudian data World Bank (Pozzan 2011) menyebutkan bahwa sebanyak 80 persen penyandang disabilitas yang tinggal di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyandang disabilitas pada tahun 2007 adalah sebanyak 21.3 persen (WHO 2011). Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial RI dalam simcat.depsos.go.id pada tahun 2009, memperlihatkan bahwa berdasarkan pekerjaannya, sebanyak 25,3 persen penyandang disabilitas dalam keadaan bekerja dan sisanya sebanyak 74,7 persen tidak bekerja. Padahal rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja menyebabkan sulitnya memutuskan rantai kemiskinan dan disabilitas. Untuk memutus rantai disabilitas dan kemiskinan, para penyandang disabilitas harus memiliki pekerjaan (WHO 2011). Rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat keterampilan yang dikuasai oleh penyandang disabilitas. Data Pusdatin (2009) memperlihatkan bahwa hanya 10,2 persen penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan sisanya sebanyak 89,8 persen tidak memiliki keterampilan, padahal sebanyak 34,1 persen penyandang disabilitas berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang merupakan kelompok usia produktif. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas agar mereka memiliki kemampuan memadai yang dibutuhkan untuk berpartisipasi di dunia kerja. Salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja penyandang disabilitas dan untuk mewujudkan kemandirian serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, yaitu dengan memberikan pelayanan rehabilitasi dalam bentuk pelatihan vokasional/keterampilan (UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 18(2); UU No. 11 Tahun 2009 tentang
1
2
Kesejahteraan Sosial Pasal 7 Ayat 3(c); PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Pasal 47-48). Dalam pelatihan vokasional, penyandang disabilitas dilatih suatu keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja di perusahaan ataupun secara mandiri, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung kepada orang lain (Yoshimitsu 2003). Hal tersebut sesuai dengan falsafah penyuluhan yang diantaranya adalah falsafah pendidikan, yaitu bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu secara optimal dan falsafah membantu, yaitu membantu mereka untuk menolong dirinya sendiri (Amanah 2003). Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong yang diresmikan tahun 1997 sebagai hasil kerjasama Pemerintah RI dan Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) merupakan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan pelatihan vokasional bagi penyandang disabilitas. Di lembaga ini, penyandang disabilitas dibekali pengetahuan, perbaikan sikap dan terutama pelatihan keterampilan kerja. Ekspektasi dari pelayanan tersebut adalah agar para penyandang disabilitas mampu secara profesional bersaing di pasaran kerja (Roebyantho et al. 2010). BBRVBD Cibinong resmi memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas sejak tahun 1998. Setiap tahunnya lembaga ini menerima 100 penyandang disabilitas fisik yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia untuk diberikan pelatihan vokasional, lalu disalurkan magang dan diharapkan dapat bekerja di perusahaan atau usaha mandiri. Jenis keterampilan yang diberikan pada pelatihan vokasional terdiri dari: (1) penjahitan, (2) komputer, (3) desain grafis dan percetakan, (4) elektronika, dan (5) pekerjaan logam. Sejak tahun 2011, lembaga ini meningkatkan kapasitasnya dengan menambah 1 (satu) jenis keterampilan, yaitu keterampilan otomotif sehingga kapasitas peserta pelatihannya bertambah menjadi 120 orang per tahun. Adapun jumlah lulusan pelatihan yang sudah terserap oleh dunia kerja disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi data penempatan kerja kelayan BBRVBD No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Tahun
Angkatan
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total (persen)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV
Lulusan yang terserap di pasaran kerja (persen) 30 58 71 75 69 47 71 65 80 20 70 61 87 98 65
Mengacu kepada Tabel 1 daya serap tenaga kerja penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong masih fluktuatif. Persentase
3
serapan tertinggi dicapai pada tahun 2011 pada angka 98 persen dan angka terendah pada tahun 2007 sebanyak 20 persen. Hal tersebut diantaranya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi perusahaan-perusahaan mitra, jumlah perusahaan mitra, dan kemampuan atau kompetensi lulusan. Didukung oleh majunya industri garmen dan meningkatnya kebutuhan di dunia sandang, lulusan keterampilan penjahitan merupakan lulusan yang memiliki daya serap paling tinggi di dunia kerja di antara keterampilan-keterampilan lainnya. Berdasarkan data BBRVBD (2011), daya serap lulusan keterampilan penjahitan di dunia kerja berada pada angka 95,3 persen dari total semua lulusan keterampilan penjahitan tahun 1998-2011. Jika dibandingkan dengan total lulusan semua jenis keterampilan di BBRVBD Cibinong yang diserap di dunia kerja, maka lulusan keterampilan penjahitan berada di peringkat paling tinggi, yaitu sebesar 26,9 persen. Tingginya daya serap lulusan keterampilan penjahitan tentunya didukung oleh penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas yang mengikuti pelatihan vokasional di keterampilan penjahitan tersebut. Kompetensi dasar yang dilatihkan kepada semua peserta pelatihan adalah kompetensi melaksanakan prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan (K3) dalam bekerja dan kompetensi menjahit dengan mesin, serta didukung oleh kemampuan non teknis yang dibutuhkan di dunia kerja (employability), yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran selama pelatihan. Kompetensi-kompetensi tersebut harus dikuasai oleh peserta pelatihan agar mereka mampu diserap di dunia kerja. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan pelatihan vokasional di bidang penjahitan terhadap peningkatan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan.
Kerangka Berpikir Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang umumnya ditempuh oleh penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011). Pelatihan vokasional telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para penyandang disabilitas di negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri et al. 2012) dan di Nepal (Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk pelatihan vokasional sekarang ini adalah pelatihan vokasional berbasis kompetensi (Smith 2010). Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di dalamnya yaitu diantaranya peserta, instruktur/pelatih, kurikulum/materi dan penyelenggara pelatihan, dimana peserta ditentukan oleh karakteristik peserta (misalnya: demografis, latar belakang pendidikan) yang menentukan lingkup dari pelatihan tersebut (Rose 2009). Khusus untuk penyandang disabilitas, jenis disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan Nechvoglod 2008). Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann
4
2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005). Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011). Menurut McGehee (Ali 2005), aspek lain dari instruktur yang penting adalah kemampuan memotivasi. Materi pelatihan yang disajikan dalam kurikulum pelatihan sebagai salah satu komponen pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan Middleton 1975). Peserta harus mengetahui tujuan pelatihan, adanya praktek yang memadai (proporsional) dan mengetahui hasil belajar dalam bentuk evaluasi (Hickerson dan Middleton 1975). Penyelenggara pelatihan berwenang atas kebijakan dalam menentukan tenaga pengelola pelatihan dan ketersediaan sarana prasarana pelatihan. Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Kompetensi bidang penjahitan terdiri dari berbagai macam kualifikasi dengan berbagai macam kompetensi di dalamnya. Salah satu kualifikasinya adalah operator penjahit, dimana operator penjahit harus menguasai kompetensi dasar berupa kompetensi melaksanakan prosedur kesehatan, keamanan, dan keselamatan (K3) dalam bekerja dan kompetensi menjahit dengan mesin. Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Menurut Hillage and Pollard (Pool and Sewell 2007) kemampuan non teknis juga diperlukan agar seseorang dapat memperoleh pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya, kemampuan non teknis ini dikenal dengan employability. Rasul et al. (2010), mengemukakan bahwa employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan mengembangkan karir dengan sukses. Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional didefinisikan sebagai “suatu bagian dari proses rehabilitasi secara berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya: bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat mempertahankan pekerjaan tersebut”, maka employability perlu dikuasai oleh para peserta pelatihan vokasional agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses. Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b) etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik. Pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong sudah berjalan selama 15 tahun, dan bidang penjahitan merupakan bidang dengan daya serap tenaga kerja lulusan terbesar, yaitu sebanyak 95,3 persen dari semua total lulusan bidang penjahitan. Fokus penelitian ini adalah untuk menggambarkan kompetensi kerja penyandang disabilitas di bidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi kerja dalam konteks pelatihan vokasional, dengan kerangka penelitian sebagaimana pada Gambar 1.
5
X1. Karakteristik Penyandang Disabilitas Peserta Pelatihan X1.1. Jenis kelamin X1.2. Usia X1.3. Jenis disabilitas X1.4. Penyebab disabilitas X1.5. Lama menyandang disabilitas X1.6. Pendidikan formal
Y1. Kompetensi Melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja Y1.1. Mengikuti prosedur K3di tempat kerja
X1.7. Pendidikan nonformal
Y1.2. Menangani situasi darurat
X1.8. Pengalaman bekerja
Y1.3. Menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang aman
X2. Performa Instruktur X2.1. Penguasaan materi Y2. Kompetensi menjahit dengan mesin
X2.2. Keinovatifan mengajar X2.3. Kemampuan memotivasi
Y2.1. Menyiapkan tempat dan alat kerja Y2.2. Menyiapkan mesin jahit
X3. Kurikulum Pelatihan
Y2.3. Mengoperasikan mesin jahit
X3.1. Proporsi jenis materi penunjang dan utama
Y2.4. Menjahit bagian-bagian potongan pakaian
X3.2. Kejelasan tujuan pelatihan
Y2.5. Merapikan tempat dan alat kerja
X3.3. Kesesuaian materi dan tujuan pelatihan X3.4. Urutan substansi materi pelatihan X3.5. Proporsi waktu teori dan praktek
Y3. Employability:
X3.6. Waktu untuk pelatihan
Y3.1. Pemecahan masalah
X3.7. Evaluasi pelatihan.
Y3.2. Etika kerja Y3.3. Tanggung jawab
X4. Profil Penyelenggara Pelatihan X4.1. Kesesuaian jumlah instruktur X4.2. Tingkat pendidikaninstruktur
Y3.4. Bekerja dalam tim Y3.5. Berorientasi pada pelanggan Y3.6. Komunikasi dan manajemen konflik
X4.3. Kesesuaian jurusan pendidikaninstruktur X4.4. Pendidikan non formal instruktur X4.5. Pengalaman mengajar instruktur X4.6. Sarana dan prasarana pelatihan
. Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian
Perumusan Masalah Penelitian Pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan vokasional yang dilaksanakan di BBRVBD Cibinong dimaksudkan agar penyandang disabilitas alumni pelatihan dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja sesuai dengan bidang keterampilannya. Pelatihan sebagai suatu kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa yang didesain untuk mengubah perilaku peserta pelatihan tidak bisa lepas dari komponen pelatihan seperti karakteristik peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan. Sehingga diperlukan penelitian untuk melihat hubungan pelatihan terhadap kompetensi yang dicapai oleh penyandang disabilitas lulusan pelatihan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) Faktor-
6
faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi lulusan pelatihan vokasional di bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong; dan (3) Berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan vokasional, aspek apa yang bisa dikembangkan dari pelatihan vokasional untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan. Hipotesis Mengacu pada permasalahan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis penelitian dirumuskan adalah sebagai berikut: (1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta pelatihan (usia, lama menyandang disabilitas, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pengalaman kerja) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (2) Terdapat hubungan nyata antara performa instruktur pelatihan (penguasaan materi, keinovatifan mengajar, dan kemampuan memotivasi) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (3) Terdapat hubungan nyata antara kurikulum pelatihan (proporsi jenis materi utama dan penunjang, kejelasan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dan tujuan pelatihan, urutan substansi materi pelatihan, proporsi waktu teori dan praktek, waktu untuk pelatihan, dan evaluasi pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (4) Terdapat hubungan nyata antara profil penyelenggara pelatihan (kesesuaian jumlah instruktur, tingkat pendidikan instruktur, kesesuaian jurusan pendidikan instruktur, pendidikan non formal instruktur, pengalaman mengajar instruktur, dan sarana parasarana pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong;
Tujuan Penelitian
(1) (2)
(3)
Penelitian ini bertujuan untuk: Menggambarkan tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan vokasional; dan Memberikan rekomendasi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih efektif bagi peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan.
7
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pelatihan vokasional sebagai upaya pengembangan kompetensi penyandang disabilitas dalam mempersiapkan tenaga kerja penyandang disabilitas yang kompeten di bidangnya. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan dalam menentukan kriteria dan indikator pengembangan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan vokasional. Bagi Ilmu Penyuluhan, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peran penyuluhan dalam bentuk pelatihan vokasional untuk mengembangkan potensi penyandang disabilitas sehingga penyandang disabilitas dapat menolong diri mereka sendiri.