PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam Tajuk rencana Harian Kompas pada Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2005 mengingatkan kita pada persoalan-persoalan pendidikan di negeri ini, diantaranya indeks pembangunan manusia Indonesia yang begitu rendah tertinggal dari negara-negara lain. Hal ini menjadi masalah ketika bangsa ini h a m masuk dalam era globalisasi, kondisi sumber daya manusia (SDM) yang relativ rendah
ketika dicermati dari latar belakang pendidikannya temyata
menjadikan SDM negeri ini tidak mampu untuk bersaing dengan SDM dari negara-negara lain. Persoalan-persoalan ini jelas menjadi tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dimana disebutkan disana salah satu tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga seharusnya pembangunan pendidikan menjadi prioritas yang utama bila negeri ini tidak ingin terus tertinggal. Namun kalau tanggung jawab ini selnuanya hanya dipikulkan kepada pemerintah saja maka masalah-masalah ini tidak akan kujung selesai, pendidikan di negeri ini tidak akan pemah maju dan selamanya kita akan terus tertinggal. Pembangunan pendidikan pada dasamya merupakan upaya-upaya yang terpadu oleh pemerintah dan seluruh komponen masyarakat. Berbagai aspek pendidikan dilakukan secara efisien, antara lain menyangkut aspek pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pendididkan secara perorangan maupun kelompok sebagai subjek maupun objek sebenarnya tidak banya tertuju pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat ataupun lembaga-lembaga yang dikelola pemerintah, tetapi juga tertuju pada masyarakat secara umum. Untuk menggali potensi dan lebih meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan pendidikan, pemerintah merasa perlu mengetahui persepsi masyarakat terhadap pendidikan, sehingga nantinya dapat disusun suatu strategi dan kebijakan untuk lebih memajukan pendidikan. Biro Humas dan Antar Lembaga, Pusat Informasi dan Humas Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2005 menyelenggarakan suatu suwei untuk
menggali persepsi masyarakat dalam penggalangan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Survei ini dilakukan terhadap sejumlah responden yang tersebar di tiga provinsi di Jawa yaitu Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dan Jawa Barat dan tiga provinsi di luar Jawa yaitu Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Dari enam provinsi ini dipilih delapan kota dan empat kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Yogyakarta, Padang, dan Makasar, Kabupaten Maros, Sukabumi, Padang Sidempuan, dan Ciamis (diambil satu kecamatan yaitu kecamatan Banjar). DKI Jakarta dengan lima kotanya sengaja dipilih selain karena mempakan Ibukota Negara Republik Indonesia juga merupakan pusat berbagai informasi dan kebijakan. Jakarta boleh dikatakan merupakan cerminan bagi kota-kota besar di Indonesia seperti Medan, Surabaya dan Bandung. Kota Yogyakarta, Padang, dan Makasar dipilih karena masing-masing mempakan kota sedang dengan atribut-atribut sebagai kota pendidikan dan budaya. Kabupaten Maros mewakili kabupaten-kabupaten yang dekat dengan ibukota provinsi. Kabupaten Sukabumi dan Padang Sidempuan dapat mewakili kabupaten-kabupaten yang cukup jauh dari ibukota provinsi. Kecamatan Banjar Kabupaten Ciamis merupakan daerah pemekaran yang berbatasan dengan provinsi lain, dalam hal ini dengan Provinsi Jawa Tengah. Satuan pengamatan untuk penjaringan data primer dalam survei ini adalah responden individual. Ada tiga kategori responden-responden dari setiap 12 kotal kabupaten, yaitu:
1. kelompok masyarakat yang profesi sehari-harinya berkaitan langsung dengan dunia pendidikan (dari jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) swasta maupun negeri): pimpinan sekolah, gum sekolah, tenaga administrasi sekolah, dan sebagainya
2. kelompok masyarakat orangtua yang masih memiliki anak berstatus sebagai pelajarl mahasiswa: SMP, SLTA dan Perguruan Tinggi swasta atau negeri
3. kelompok masyarakat pelajar/mahasiswa dari jenjang pendidikan SMP, SLTA dan PT swasta maupun negeri. Penggalian data dilakukan dengan wawancara berstruktur oleh pewawancara terlatih menggunakan lima modul, yaitu modul-modul persepsi, demografi, psikografik, media hebit, dan pertanyaan khusus. Data 35 peubah persepsi yang digali berdasarkan modul persepsi mempakan data utama dalam s w e i ini. Modul persepsi mempakan modul yang berisi pemyataan-pemyataan persepsi (sikap, minat, motif, pengalaman, harapan) bempa pertanyaan lima pilihan jawaban dengan bentuk skala Likert.
Rumusan Masafah Peubah persepsi hasil survei ini adalah peubah berskala penilaian hedonik yang mempakan peubah kategorik berskala penilaian ordinal, yaitu hanya memiliki kemampuan dalam menggolongkan dan memperingkatkan subjeksubjek pengamatan. Angka-angka yang digunakan dalam pendefinisian kategorikategori mempakan larnbang-lambang belaka bukan merupakan bilangan. Data pengamatan
untuk
suatu
peubah
hedonik
mempakan
skor-skor
fisik
(Gacula, 1984). Data pengamatan untuk suatu peubah hedonik berkategori lima dinamakan juga sebagai skor-skor Likert (Oppenheim,l992). Dengan transformasi yang sesuai skor-skor fisik dapat diubah menjadi bilangan-bilangan kontinyu yang disebut sebagai skor-skor psikologis (Gacula, 1984). Transfonnasi skor-skor Likert ke dalam satuan-satuan normal (normits) menghasilkan peubah kontinyu berskala pengukuran selang. Transformasi peubah skor-skor psikologis yang bersifat kontinyu memunglunkan untuk dilakukannya analisis simultan terhadap 35 peubah skor-skor Likert, misalnya dengan analisis Komponen Utama (Principal component analysis). Banyaknya macam bilangan dari transformasi skor-skor psikologik sama saja dengan banyaknya macam skor-skor fisik. Kajian yang dilakukan oleh Global Riset Potensial (GRP) pada satuan pengamatan (observation unit) responden individual menghasilkan matriks koefisien-koefisien korelasi linear rendah sampai
sedang dan derajat saling ketergantungan (interdependency)kecil serta kontribusikontribusi besar akar ciri-akar ciri yang kurang berbeda-beda secara menyolok
(GRP, 2005). Akibatnya adalah diperoleh derajat kehilangan informasi (loss of information)yang besar untuk koniigurasi-konfigurasi kurang dari 4 dimensi. Dalam demografi umumnya orang biasa melakukan kompilasi data untuk mendapatkan satuan-satuan analisis atau evaluasi (evaluation unit) berupa agregat-agregat yang lebih besar yaitu individual -+ rumah tangga -+ d u n warga -+
desalkelurahan
tabel-tabel
-+
kecamatan
-+
kabupaten. Ini dilakukan dengan menyusun
berdimensi jamak, yaitu dengan menggunakan sejurnlah peubah
pengklasifikasi (clasificationvariable). Dari pengkompilasian ini didapat statistikstatistik associatiated variables berupa frekuensi-fiekuensi nisbi dengan macam bilangan-bilangan jauh lebih banyak daripada yang tanpa pengagregasian satuansatuan analisis. Walaupun banyaknya satuan-satuan analisis yang tereduksi tetapi diperkirakan sistem mampu menghasilkan loss ofinformation yang lebih kecil. Berdasarkan ha1 tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut.
1. Apakah pembentukan satuan analisis baru dengan membuat statistik-statistik dalam sel-sel Tabel berdasarkan kotakabupaten dan golongan responden dapat mengurangi loss of informations hasil analisis komponen utama
(principal component analysis) ? 2. Berdasarkan satuan analisis yang baru, apakah kajian persepsi masyarakat terhadap pendidikan dapat dilakukan ?
3. Apakah ada pengelompokan individu yag memiliki ciri yang relatif sama berdasarkan daerah domisili dan kelompok responden?
Tujuan Kajian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat disusun beberapa tujuan dalam penulisan ini, yaitu:
1. menemukan satuan analisis baru yang mampu memberikan informasi lebih banyak dalam analisis komponen utama 2. melakukan eksplorasi untuk memperoleh ordinasi-ordinasi berdasarkan daerah
asal (domisili), golongan responden atau respons responden
3. mengkaji persepsi kelompok masyarakat berdasarkan daerah domisili dan kelompok responden terhadap pendidikan.