PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan nasional. Pertanian memberikan kontribusi besar dalam ekonomi bangsa Indonesia terutama pada saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia karena mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional. Beberapa peranan strategis tersebut adalah sebagai: (1) pemasok bahan makanan pokok penduduk, (2) pemasok bahan baku industri, (3) penyedia lapangan kerja terbesar penduduk, (4) pencipta nilai tambah atau produk domestik buto (PDB) dan (5) penghasil atau sumber devisa. Sektor pertanian juga berperan dalam mengentaskan kemiskinan karena penduduk miskin dominan ada di pedesaan (Kusnandi dkk, 2009). Berbagai kebijakan di bidang pertanian terus diciptakan guna meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Sejak masa reformasi hingga saat ini, telah sering kali mendengar program-program pengembangan pangan untuk meningkatkan produksi pangan. Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian nama tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima). Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional sekitar 19,5 juta ton ubi segar. Di sisi lain, komoditas pangan alternatif seperti ubi kayu dalam berbagai program pangan yang di inisiasi oleh pemerintah menyebabkan permintaan yang tinggi akan produksi tanaman pangan ubi kayu. Terlebih lagi, sejak tahun 2006 komoditas ubi kayu dinobatkan menjadi salah satu bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol merupakan salah satu produk keluaran dari program bahan bakar nabati yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia sebagai program nasional. Melihat kondisi di atas, tidak mengherankan terjadi lonjakan yang besar akan kebutuhan ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sekor seperti pertanian, industri, dan energi. Menurut BPS (2005) untuk keperluan pangan, pakan, industri non-bioetanol, dan industri bioetanol dibutuhkan pasokan ubi kayu masing-masing 12,5 juta ton, 0,34 juta ton, 2,01 juta ton, dan 8,93 juta ton ubi kayu segar dengan demikian, total kebutuhan ubi kayu sekitar
2
23,78 juta ton. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka terjadi defisit suplai ubi kayu sekitar 4,28 juta ton. Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor tersebut. Permasalahan utama dalam pengembangan ubi kayu di Indonesia adalah rendahnya produktivitas, meskipun dari tahun ke tahun terdapat tendensi peningkatan. Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional pada sebesar 19,5 juta ton. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan penelitian berbagai lembaga penelitian yang menyatakan bahwa produktivitas ubi kayu dapat mencapai 30 sampai 40 ton per ha. Meskipun di lahan kering produktivitas ubi kayu tahun 2011 di tingkat petani 15 sampai 19 ton per ha, penanaman ubi kayu dilaporkan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan padi gogo dan palawija lain. Menurut Wargiono
(2006)
dalam
Prihandana
dkk
(2008)
menyatakan
bahwa
agar
menguntungkan, produkivitas ubi kayu sebesar 20 sampai 25 ton per ha, dengan B/C rasio lebih dari 1,0 dengan harga ubi di tingkat petani Rp.250 sampai Rp.300 per kg. Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (24 persen), diikuti Jawa Timur (20 persen), Jawa Tengah (19 persen), Jawa Barat (11 persen), Nusa Tenggara Timur (4,5 persen), dan DI Yogyakarta (4,2 persen) (Prihandana, dkk, 2008). Sejak tahun 2003, produksi ubi kayu di Provinsi Lampung meningkat dari sekitar 4.984.616 ton pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga pada tahun 2010 produksinya mencapai 7. 927.764 (BPS, 2010). Salah satu pemasok produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah. Petani di Kabupaten Lampung Tengah, khususnya Desa Suko Binangun, merupakan petani-petani transmigran yang menggeluti usaha ini belasan bahkan puluhan tahun yang lalu. Kondisi lahan yang luas dan subur mengakibatkan wilayah ini cocok untuk ditanami berbagai komoditas pertanian dan perkebunan seperti padi, ubi kayu, tebu hingga karet. Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Lampung Tengah terjadi sejak masuknya pabrik-pabrik tebu, tapioka, nanas dan bioetanol ke wilayah mereka. Selain sebagai petani ubi kayu mereka juga bekerja sebagai buruh pada sejumlah pabrik-pabrik di atas. Pekerjaan mereka sebagai buruh pabrik ternyata bersifat musiman. Salah satu alasan mereka bekerja sebagai buruh pabrik dikarenakan tidak memiliki atau kurang memiliki lahan yang cukup untuk dapat mengusahakan ubi kayu. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu penghasil ubi kayu tertinggi di Provinsi Lampung. Menurut statistik daerah Kabupaten Lampung Tengah (2010)
3
menyatakan bahwa produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan produksi 2.594.100 ton per tahun, kabupaten Lampung Tengah dengan produksi 2.493.900 ton per tahun dan kabupaten lampug utara dengan produksi 2.421.800 ton per tahun. Selanjutnya, data produksi ubi kayu di Provinsi Lampung dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, 2005-2009 Kabupaten/Kota
2005 2006 (Ton) (Ton) Lampung Barat 1.751.200 1.791.300 Tanggamus 1.825.500 1.848.600 Lampung Selatan 1.843.200 1.888.700 Lampung Timur 1.878.000 1.935.500 Lampung Tengah 1.905.400 1.940.500 Lampung Utara 1.902.700 1.947.200 Way Kanan 1.880.200 1.931.200 Tulang Bawang 1.918.600 1.947.900 Pesawaran Bandar Lampung 1.843.400 1.893.900 Metro 1.725.200 1.784.900 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010
2007 (Ton) 1.845.700 1.931.900 1.958.200 2.011.800 2.003.900 2.032.100 2.000.900 2.024.400 1.989.800 1.867.300
2008 (Ton) 1.873.100 1.891.900 1.983.300 2.379.100 2.446.400 2.398.800 2.233.000 2.547.400 1.972.400 1.973.300 1.916.800
2009 (Ton) 1.920.400 1.971.600 2.014.200 2.421.100 2.493.900 2.421.800 2.216.400 2.594.100 1.999.100 2.030.100 1.956.100
Meski Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten pemasok ubi kayu terbesar di Indonesia, pada praktiknya kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kesejahteraan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Wayseputih, Kabupaten Lampung Tengah. Petani ubi kayu di daerah tersebut hanya dapat memproduksi ubi kayu sekitar 16 sampai 20 ton per ha, selain itu mereka mengeluhkan kurangnya informasi yang memadai terkait dengan teknologi budidaya yang berguna untuk meningkatkan produksi usahatani mereka. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan akses pasar secara langsung dan harga jual yang tidak stabil sehingga pendapatan petani relatif sedikit. Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasiinformasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya. Merujuk pada Kaniki (1992) yang dikutip oleh Ihsaniyati (2010) informasi dirumuskan sebagai ide, fakta, karya imajinatif pikiran, data yang berpotensi untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta jawaban atas pertanyaan yang dapat mengurangi ketidakpastian. Peningkatan produksi tanaman pangan ubi kayu memerlukan informasi yang mengurangi ketidakpastian dan membangun struktur komunikasi di antara petanipetani
ubi
kayu
tersebut.
Informasi
diperlukan
untuk
menghindari
entropi.
Menggunakan pendekatan sistem umum dan teori informasi, semakin besar ketidakpastian, semakin banyak informasi yang diperlukan (Littlejohn, 1992). Informasi akan memberikan pilihan atau alternatif untuk komponen-komponen dari sistem.
4
Komponen sistem akan mencari informasi untuk mengatasi kesulitan mereka atau memecahkan masalah mereka. Dengan kata lain, mereka memerlukan informasi sebagai negentropi untuk mengatasi situasi entropi mereka (Flor dan Matulac, 1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengeluhkan minimnya informasi mengenai bibit unggul, penanganan hama dan penyakit serta dosis pupuk yang tepat. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan harga ubi kayu yang tidak stabil di pasar yang selama ini mereka akses. Kondisi ini merupakan salah satu kendala bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ubi kayu di Desa Suko Binangun. Permintaan akan pasokan ubi kayu segar terus meningkat guna memenuhi kebutuhan berbagai sektor pembangunan. Kondisi di atas mendesak petani untuk bertindak kreatif untuk memenuhi kebutuhan informasi sehingga, dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu mereka. Dalam rangka mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan suplai informasi yang memadai dan terpercaya. Hal ini, memotivasi peneliti untuk menelaah bagaimana upaya mereka dalam memperoleh informasi yang petani ubi kayu butuhkan didekati dengan pendekatan jaringan komunikasi. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana upaya petani dalam mencari, mendapatkan dan membagi informasi yang berkaitan dengan aspek produksi usahatani ubi kayu. Menelaah arus informasi dengan menggunakan jaringan komunikasi bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur komunikasi yang di bangun oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Berdasarkan teori jaringan komunikasi, dalam pencarian informasi petani harus membangun strukur jaringan dengan tetangga dan sumber informasi lainnya (Littlejohn,1992). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Struktur komunikasi dapat dipelajari melalui analisis jaringan komunikasi. Analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Lebih lanjut, salah satu tujuan penelitian komunikasi dengan menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Struktur
5
komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur komunikasi yang berbeda yang dapat dikenali melalui pola arus komuniksi dalam suatu sistem (Rogers and Kincaid, 1981). Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003). Beberapa pondasi kuat yang menyokong kemajuan peningkatan produksi hasil pertanian diantaranya adalah ketersediaan teknologi dan pemasaran yang memadai. Hal ini merujuk pada apa yang dikatakan Mosher (1970) mengenai syarat utama dan syarat pelancar yang diperlukan jika menginginkan pembangunan pertanian yang terus berjalan. Dengan demikian ketersediaan teknologi yang memadai dapat meningkatkan produksi dan juga meningkatkan pendapatan petani ubi kayu. Konteks meningkatkan produksi terkait dengan ketersediaan informasi teknologi produksi dan juga terkait dengan penerapan teknologi produksi. Informasi yang tersedia dengan baik akan memudahkan petani ubi kayu untuk menerapkan teknologi produksi dengan baik dan optimal. Sehingga, ketersediaan informasi yang baik mengenai teknologi produksi akan berhubungan dengan penerapan yang dilakukan oleh para petani terhadap teknologi produksi. Pada konteks lain, petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengakses informasi teknologi produksi dengan membentuk jaringan komunikasi. jaringan komunikasi yang terbentuk diasumsikan sebagai sumber informasi yang dimanfaatkan oleh petani ubi kayu tersebut. Melihat keterhubungan antara ketersediaan informasi dalam mengakses jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu sehingga dalam penelitian ini juga perlu untuk melihat keterhubungan antara jaringan komunikasi dengan tingakat penerapan teknologi produksi ubi kayu.
6
Rumusan Masalah Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah jaringan komunikasi petani ubi kayu yang terbentuk di Desa Suko Binangun?.
2.
Bagaimanakah hubungan karakterisrik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun?.
3.
Bagaimanakah hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun?. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk di antara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
2.
Mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun.
3.
Mengetahui hubungan jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu Desa Suko Binangun. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1.
Memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
2.
Diharapkan dapat dipakai sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan jaringan komunikasi secara umum dan jaringan komunikasi pada penerapan teknologi budidaya ubi kayu secara khusus.
3.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu perumus kebijakan dan pelaksana program pembangunan pertanian dengan memberikan informasi tentang pola atau struktur jaringan komunikasi yang dapat digunakan dalam diseminasi informasi di kalangan petani ubi kayu.