PENDAHULUAN Latar Belakang Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan sepanjang hayat. Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna (sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam mengambil kebijakan daerah maupun nasional. Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok usia antara lain: 1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 6.772.376 orang. 2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia 1618 tahun sebanyak 871.875 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.400.205
2
orang. Sedangkan Putus Lanjut SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 8.807 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 316.403 orang, usia 1618 tahun sebanyak 2.320.360 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 5.703.202 orang. 3. Program Kejar Paket C, putus SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 353.795 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 4.624.512 orang. Sedangkan putus
lanjut
SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 605.905 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 7.220.647 orang ( Data BPS. 2004). Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih banyak anak usia sekolah yang belum terlayani untuk kesempatan meraih pendidikan yang baik. Pelayanan pendidikan dasar terasa semakin berat karena adanya berbagai kendala yang muncul seperti konflik sosial di berbagai daerah yang mengakibatkan pengungsian, atau bencana alam. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit sehingga berdampak pada perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, di mana salah satu akibatnya adalah bertambahnya jumlah anak putus sekolah.
Anak putus sekolah disebabkan antara lain oleh:
(1)
Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, 2) Penduduk terkendala geografi, adalah etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, (3) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, (4). Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), (5) Bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza. Salah satu alternatif program pendidikan yang sudah ditetapkan untuk menangani permasalahan tersebut adalah Program Kejar Paket B Setara SLTP. Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Dasar yang diselenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah.
Program ini
dikembangkan setara dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
3
Undang-undang No. 2 tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991 diterbitkan, Kejar Paket B dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar Kejar Paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah. Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan jalur non-formal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik. Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Psl 26 Ayat (6). Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara dengan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja. Implikasi dari hal ini ialah bahwa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C yang telah berjalan perlu adanya berbagai penyesuaian. Penyesuaian yang harus dilakukan khususnya untuk Program Kejar Paket B setara SLTP, antara lain: Sasaran Paket B diutamakan; (1) lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan), (2) Kurikulum Paket B disusun berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi 2004 yang dengan sendirinya modul-modul Paket B yang telah ada disempurnakan berdasarkan kurikulum yang dimaksud, (3) sistem penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikembangkan dengan sistem schoolbased atau sekolah sebagai pangkalan belajar, (4) pola pendanaan diupayakan dapat memenuhi kebutuhan minimum yang diperlukan dan tidak ada lagi penyediaan dana belajar secara khusus, (5) evaluasi proses dan hasil belajar
4
diperkuat
melalui
penyediaan
biaya
khusus
(Modul
petunjuk
teknis
penyelenggaraan Paket B setara SLTP. Tahun 2004). Bogor merupakan suatu kota di Propinsi Jawa Barat yang banyak menyelenggarakan Kelompok Belajar Paket B Setara
SLTP dengan banyak
variasi, karena latar belakang peserta didik yang heterogen. Jumlah Paket B Setara SLTP yang berada di kota Bogor sebanyak 610 buah yang tersebar di enam wilayah, antara lain: Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sareal (Kabid Diklusepora Kota Bogor, 2006).
Identifikasi Masalah Berbagai penyesuaian telah dilakukan untuk menyempurnakan Program Kejar Paket B agar dapat melembaga di masyarakat sehingga dapat diketahui secara pasti peranannya dalam mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Namun demikian masih terdapat permasalahan
menyangkut kelanjutan Program Kejar Paket B tersebut antara lain: 1. Masih sedikitnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mau menerima lulusan Kejar Paket B, karena kualitas program ini masih diragukan untuk disetarakan dengan pendidikan formal. 2. Masih kurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini sebagai wahana alternatif pendidikan yang efektif. 3. Program Kejar Paket B masih dipandang sebagai pendidikan kelas dua oleh masyarakat, sehingga banyak peserta didik Program Kejar Paket B merasa rendah diri, terutama bila peserta didik akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah formal. 4. Adanya anggapan bahwa Program Paket B tidak dapat menjawab kebutuhan nyata dari peserta atau warga belajar sehingga tidak melahirkan motivasi atau minat yang kuat dari peserta didik. Mengingat persepsi pihak Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), warga belajar, dan masyarakat yang kurang kondusif terhadap pengembangan Program Kejar Paket B, maka perlu dilakukan pengkajian tentang keefektivan pembelajaran program ini, apakah program ini sudah efektif menyelesaikan permasalahan yang ada.
5
Pembatasan Masalah Penelitian ini membatasi pada permasalahan menemukan keefektivan (pembelajaran Kejar Paket B) dan faktor-faktor yang berhubungan. Mengingat luasnya dimensi keefektivan pembelajaran sebuah program pendidikan, maka dalam penelitian ini keefektivan dinilai dari perubahan yang terjadi pada warga belajar dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran warga belajar terdiri atas: faktor internal atau individu warga belajar (usia warga belajar, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua, motivasi, pandangan warga belajar terhadap paket B), dan faktor eksternal (kualitas pengajar, intensitas pengajaran, materi belajar, fasilitas belajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran dan peluang mendapatkan kerja serta melanjutkan sekolah).
Perumusan Masalah Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan inti Program Kejar Paket B Setara SLTP, yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.
Pemahaman terhadap faktor-faktor
tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan Program Kejar Paket B dan menemukan langkah-langkah untuk meningkatkan keefektivannya.
Tujuan Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Menemukan hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan melalui Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan bagi Dinas
6
Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menghasilkan kebijakan Program paket B yang lebih efektif dan bermutu. 2. Bagi Peneliti dan Penyelenggara, dapat dijadikan salah satu bahan belajar (lessons learned) untuk langkah pengembangannya. 3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang Program Kejar paket B Setara SLTP yang gilirannya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat.