1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan dan memiliki mata rantai yang sangat banyak bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia dengan produksi sebesar 2,77 juta ton pada tahun 2010 setelah Thailand dengan produksi sebesar 3,09 juta ton (Ditjenbun 2010; Amir dan Honggokusumo 2010).
Dari
sisi luas lahan, sesungguhnya Indonesia menempati urutan pertama Negara dengan luas lahan karet terbesar di dunia yaitu 3,45 juta hektar disusul Thailand di posisi kedua seluas 2,76 juta hektar. Dari luasan lahan tersebut, petani mengelola 2,94 juta Ha atau 85 persen dari lahan perkebunan karet sedangkan sisanya dikelola oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta. Saat ini, komoditas karet menjadi tumpuan mata pencaharian tidak kurang dari 2,28 juta kepala keluarga petani yang tersebar di 25 provinsi, terutama di provinsi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (MP3EI 2011; Ditjenbun 2010). Produksi karet alam Indonesia hampir seluruhnya (84,5 persen) ditujukan untuk pasar ekspor. Total nilai ekspor karet alam Indonesia memperlihatkan peningkatan selama sepuluh tahun terakhir, kecuali pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat menurunnya volume ekspor Indonesia dan harga karet alam dunia. Peningkatan nilai ekspor tertinggi diperoleh pada tahun 2010 sebesar US$ 7,32 milyar dari volue ekspor 2,351 juta ton, meningkat tajam dibandingkan kondisi tahun sebelumnya sebesar US$ 3,24 milyar dari volume ekspor 1,991 juta ton (Gapkindo 2011, Ditjenbun 2011). Karena sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari perkebunan rakyat maka ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh karet remah (crumb rubber, Standard Indonesian Rubber/SIR) yakni sebesar 96,8 persen; sisanya diekspor dalam bentuk RSS (Ribbed Smoke Sheet) dan lateks pekat berturut-turut sebesar 2,56 persen dan 0,55 persen (Gapkindo 2011; Amir & Honggokusumo 2010). Perkembangan ekspor karet alam Indonesia periode tahun 2005 2010 selengkapnya tersaji pada Tabel 1. Mengingat produksi karet alam Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, maka Indonesia perlu mencermati berbagai perkembangan tuntutan konsumen dunia. Walaupun saat ini persyaratan lingkungan belum dijadikan sebagai suatu standar
2
yang menentukan bagi penerimaan produk karet remah Indonesia di pasar global, namun Indonesia perlu mencermati berkembangnya berbagai standar internasional.
Berbagai
perjanjian internasional di bidang perdagangan yang telah disepakati seperti GATT/WTO dapat bersifat mengikat sehingga mengurangi “degree of freedom” Indonesia dalam melakukan kegiatan perdagangan.
Disamping kebijakan internasional yang mengatur
tentang ketentuan tarif, Indonesia juga perlu mengantisipasi kebijakan internasional yang bersifat non-tarif diantaranya adalah perlindungan terhadap keamanan dan kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Pada berbagai Negara perkembangan isu lingkungan kerapkali dikaitkan dengan dunia usaha, misalnya beberapa negara konsumen berlandaskan kekuatan pasarnya yang tinggi telah mengembangkan program ekolabel. Sertifikasi ISO 14001 yang diberlakukan pada perdagangan global sejak 1996 mengisyaratkan perlunya industri memiliki sistem manajemen lingkungan yang komprehensif.
Tabel 1 Perkembangan ekspor karet alam Indonesia tahun 2005-2010 2006
2007
2008
2009
2010
8.334
7.610
8.547
9.147
12.929
325.393
275.497
137.756
77.040
60.166
1.952.268
2.121.863
2.148.447
1.905.016
2.276.287
3
1.786
706
60
-
Total volume (ton)
2.285.997
2.406.756
2.595.456
1.991.263
2.351.915
Total nilai (000 US$)
4.320.705
4.868.746
6.056.573
3.241.364
7.326.605
Lateks Pekat Ribbeds Smoked Sheet (RSS) SIR (Technically Specified Rubber) Jenis karet lain (ton)
Sumber : Gapkindo (2011)
Agar efisien dalam pengelolaan lingkungan, kalangan industri tidak lagi dapat bertumpu pada pendekatan pengolahan akhir pipa (end of pipe) yang tidak ekonomis. Pendekatan produksi bersih dalam mengatasi masalah pencemaran diyakini sebagai winwin solution karena mengharmonisasikan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan dan bisnis (http://www.inem.org/htdocs/inem_resources.html 15 Mei 2009). Pendekatan yang menerapkan prinsip-prinsip efisiensi dan pencegahan pencemaran tersebut di satu sisi akan mampu mengurangi biaya produksi, sementara pada sisi lain kepentingan lingkungan juga akan terpenuhi. Penerapan produksi bersih secara bertahap akan dapat membantu meningkatkan efisiensi, keuntungan, serta daya saing industri suatu bangsa di pasar global
3
tak terkecuali Indonesia (Jutz 2007; Hicks & Dietmar 2007; Bustami 2004; Hirschorn 1998). Fenomena saat ini mengisyaratkan bahwa industri pengolahan karet alam Indonesia masih belum sepenuhnya efisien dalam proses produksinya, salah satu indikatornya dapat dicermati dari besarnya volume limbah cair yang dihasilkan. Dari berbagai jenis proses pengolahan karet alam tersebut, proses pengolahan karet remah menyumbang pencemaran limbah cair terbesar. Volume limbah cair pengolahan karet remah rata-rata sekitar 40 liter/kg SIR, sementara pada pengolahan RSS dan lateks pekat rata-rata lebih rendah yaitu berturut-turut sebesar 5 – 6 liter/kg RSS dan 1 liter/kg lateks pekat. Keluaran limbah cair pabrik karet memiliki karakterstik pH rendah (4,2 – 6,8) dengan nilai BOD dan COD yang tinggi sehingga dapat mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan tersebut (Bapedal-BPTK 2004). Potensi limbah padat dari agroindustri karet remah berupa tatal, lumpur, pasir, dan lainnya juga cukup besar dan memerlukan penanganan lanjut. Disamping limbah cair dan padat, pada proses pengolahan karet remah juga dihasilkan bau tidak sedap (malodor) akibat penguraian senyawa protein dalam bahan olah karet remah yang mengganggu kenyamanan lingkungan di sekitar pabrik. Konsekuensinya adalah penambahan pada biaya penanganan untuk meminimumkan dampak pencemaran lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, kajian pengembangan produksi bersih pada
agroindustri karet remah, masih menjadi kebutuhan stakeholder agroindustri.
Upaya
penerapan produksi bersih bukan hal yang mudah, karena produksi bersih membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan, perbaikan teknologi, serta perubahan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari para pelaku bisnisnya.
Produksi bersih tidak hanya sekedar
melakukan perubahan bahan dan peralatan produksi, namun harus bermuara pada sistem produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Rahman et al. 2009; Saxena 2004; Parasnis 2003; Geiser 2001). Berbagai pendekatan, kebijakan, dan alat bantu dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan penerapan produksi bersih (Thorpe 2009; Soontornrangson et al. 2004; UNEP 1994). Dari berbagai alat bantu yang dapat digunakan, assesment dan audit dinilai efektif memberi inisiatif pilihan bagi produksi bersih. Menurut Tardan et al. (1997) dan Fandeli et al. (2006), suatu audit lingkungan yang efektif dan murah terhadap proses produksi yang berlangsung akan dapat membantu mengatasi masalah pencemaran industri. Beberapa faktor yang disinyalir menjadi kendala utama dalam melakukan audit lingkungan terkait
4
dengan masalah kesadaran pelaku industri, memerlukan biaya yang relatif besar, dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu audit perlu didukung oleh tim auditor yang handal dalam aspek sistem dan teknologi pengelolaan lingkungan, prosedur dan teknis audit, serta karakteristik dan analisis tentang sistem manajemen. Agar audit produksi bersih dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu dikembangkan sistem penunjang manajemen produksi bersih dalam bentuk perangkat lunak (software). Dengan demikian produsen karet alam misalnya, dapat memanfaatkan perangkat lunak sistem penunjang manajemen produksi bersih tersebut untuk melakukan proses audit produksi bersih secara mandiri (self audit/self assesment), atau melalui prosedur formal dengan melibatkan instansi terkait (Bapedal). Perangkat lunak tersebut juga perlu mengakomodasikan butir-butir ISO 14001 (Environmental Management System, EMS) yang merupakan salah satu prasyarat pada perdagangan global. Sistem manajemen EMS diyakini merupakan alat bantu manajemen yang paling umum dimanfaatkan untuk tujuan produksi bersih, walaupun terdapat sistem manajemen lain seperti Baldridge Quality Award dan Balance Scorecard (http://www.cleanerproduction.com/tools/ems.htm 2 Desember 2009). Uraian tersebut di atas memberikan gambaran bahwa upaya mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah cukup kompleks, dinamis, dan berkelanjutan sehingga diperlukan penyelesaian persoalan dengan pendekatan sistem. Penggunaan pendekatan sistem dalam mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah diharapkan akan menghasilkan suatu keputusan yang efektif dan operasional sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, dengan memandang sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah secara menyeluruh (Eriyatno 1998). Pada tahap awal pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah dilakukan eksplorasi faktor-faktor mempengaruhi efektifitas penerapan produksi bersih.
yang
Perancangan Sistem Penunjang CR
Manajemen Produksi Bersih Karet Remah (SIMProsih ) mengintegrasikan faktor-faktor yang dominan pengaruhnya terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah yang berorientasi pada tujuan dan kebutuhan pengguna. Rancangan SIMProsihCR mengakomodasikan butir-butir Sistem Manajemen Lingkungan yang diterima secara global, yakni ISO 14001 (EMS, Environmental Management System), untuk menawarkan iklim yang kondusif bagi industri karet alam dalam memasuki pasar global.
5
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan sistem penunjang manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah (crumb rubber). Secara khusus penelitian ini memiliki beberapa sasaran berikut: 1) mengidentifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi industri dan pakar; 2) merekomendasikan implikasi kebijakan yang mendukung perkembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah; 3) merekayasa model sistem penunjang manajemen produksi bersih untuk mendukung operasionalisasi dari kebijakan pengelolaan agroindustri karet remah yang responsif terhadap dinamika lingkungan dan perdagangan global.
Ruang Lingkup Penelitian Obyek penelitian yang dikaji pada penelitian ini adalah industri hulu pengolahan karet alam yang menggunakan bahan olah karet beragam sebagai representasi dari agroindustri pengolahan karet alam, khususnya agroindustri karet remah di Indonesia. Faktor bahan baku, teknologi, proses produksi, hirarki limbah, karakteristik limbah, kebijakan pemerintah, sistem manajemen lingkungan, dampak lingkungan, dan kinerja lingkungan merupakan faktor-faktor yang dikaji dalam merekayasa model sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan dalam mendukung upaya keberhasilan implementasi produksi bersih sebagaimana berikut. 1. Sebagai masukan kebijakan manajemen ramah lingkungan bagi pengambil keputusan, baik di lingkungan pemerintah maupun industri, khususnya agroindustri karet remah. 2. Memberikan pandangan umum bagi kalangan agroindustri karet remah dalam mengaudit kinerja lingkungan yang didasarkan atas konsep produksi bersih dengan proses sederhana, mudah dipahami dan praktis, sehingga perusahaan termotivasi untuk menerapkan produksi bersih secara berkesinambungan.
6
3. Memungkinkan bagi berbagai stakeholder untuk menilai kinerja agroindustri karet remah secara efisien sehingga akan turut mendukung peningkatan kepedulian industri dalam memperhatikan kinerja lingkungan perusahaannya. 4. Bagi lingkungan akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa aplikasi ilmu sistem dalam mengatasi permasalahan manajemen lingkungan secara komprehensif pada agroindustri karet remah.
Kebaruan Penelitian Penelitian Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah (SIMProsihCR) mempunyai kebaruan pada hasil identifikasi faktor-faktor keberhasilan implementasi produksi bersih dan rancangan model penunjang manajemen produksi bersih yang mensinergikan manfaat sistem pendukung keputusan dan sistem pakar didasarkan pada kondisi riil dinamika agroindustri karet remah di lapangan. Lingkup penelitian diperuntukkan bagi agroindustri karet remah secara umum, baik yang merupakan perusahaan swasta maupun perusahaan perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta.